Anda di halaman 1dari 10

SEJARAH SUMUR BANDUNG HONGGOSOCO DAN

MAKAM MBAH HONGGOWONGSO PANDAK COLO

Desa Honggosoco, Kecamatan Jekulo, Kabupaten Kudus memiliki sebuah


sumur kuno yang bernama Sumur Bandung. Sumur tersebut merupakan peninggalan
dari seorang mubalig yang bernama Mbah Honggowongso.
Mbah Honggowongso ialah seorang murid Sunan Muria yang diberi tugas untuk
melakukan babat alas (membuka lahan) dan mensyiarkan agama Islam di suatu
daerah. Dimulailah perjalanan Honggowongso dalam mencari daerah tersebut dengan
mengendarai sebuah kuda. Hingga membawanya pada sebuah daerah yang kini
dikenal dengan Desa Honggosoco. Di daerah ini, Honggowongso melakukan babat
alas dan mensyiarkan agama Islam, sebagaimana perintah Sang Guru.
Untuk memudahkan proses dakwahnya, ia membangun sebuah Masjid di dekat tempat
tinggalnya. Dalam proses pembuatan Masjid itu, Honggowongso mendengar suara
berisik dari masyarakat sekitar yang tengah membuat Ampo (makanan dari tanah liat
yang dibakar). Karena terganggu dengan suara berisik masyarakat yang sedang
membuat ampo. Akhirnya Masjid tersebut meledak dan hanya menyisakan sebuah
sumur saja.
Sumur tersebut kemudian digunakan oleh Mbah Honggowongso sebagai obat
menyembuhkan penyakit warga sekitar. Popularitas sumur itu, mengundang banyak
masyarakat untuk datang ke tempat Mbah Honggowongso untuk berobat, sehingga
dibuatlah sebuah tempat pengobatan di dekat sumur.
“Waktu itu Mbah Honggowongso ingin memandikan kudanya di sungai dekat tempat
tinggalnya. Di tengah proses memandikan kuda, ia melihat kaki kuda yang semakin
tenggelam,” ungkap Mbah Sarpan,
Diangkatnya dan dipindahkanlah kuda tersebut. Saat itu ia melihat tanah bekas telapak
kaki kuda mengeluarkan sumber mata air. Air tersebut kemudian dibendung, hingga
membentuk sebuah sumur yang kini dikenal dengan nama Sumur Bandung.
Karena sumur ini merupakan peninggalan Prabu Bandung Honggowongso atau
yang dikenal dengan nama Mbah Honggowongso. Dari situ, masyarakat mengenal
sumur ini dengan sebutan sumur bandung,
Berjalannya waktu, usia Honggowongso sudah mulai menua dan ia ingin kembali
ke padepokan Sunan Muria. Sebelum kembali ke sana ia memberi sebuah nama untuk
daerah tersebut dengan sebutan Honggosoco. Honggo diambil dari nama
Honggowongso, dan Soco merupakan kayu jati yang begitu keras sehingga tidak bisa
dibelah. Jadi ceritanya, pada waktu Honggowongso sedang membelah kayu. Saking
kerasnya kayu, kapak Honggowongso terpental. Dari situlah Honggowongso menyebut
kayu itu dengan sebutan soco,” pungkasnya. Setelah memberi nama daerah itu dengan
nama Honggosoco. Ia putuskan untuk berjalan ke padepokan Sunan Muria. Setelah
menempuh perjalanan yang sangat jauh, ia pun berhenti sejenak di sebuah daerah,
tepatnya di Dukuh Pandak, Desa Colo. Tak disangka, di tengah peristirahatannya itu,
Sang Maha Kuasa memanggilnya. Dan akhirnya ia dimakamkan di Dukuh Pandak,
Desa Colo, Kecamatan Dawe, Kabupaten Kudus.
Dahulu sumur tersebut selebar kaki kuda tetapi karena saking banyaknya orang yang
berdatangan untuk mengambil air tersebut akhinya lubang sumur mengalami abrasi
sehingga sekarang lubangnya mejadi besar, tetapi tetap membentuk kaki kuda
sehingga sekarang Sumurnya dibentengi dengan tempok.
Sampai dengan saat ini masih banyak orang yang memanfaatkan air dari Sumur
Bandung. Warga yang tinggal di sekiktar punden dan Sumur Bandung biasanya mandi
di sumur tersebut ketika bulan Muharrom bertepatan dengan Haul Mbah
Honggowongso yang biasanya dilaksanakan pada tanggal 13 Muharrom.
Peninggalan sumur bandung dari mbah honggowongso yang berada di
Honggosoco dan makam mbah honggowongso melahirkan dua kebuadayaan. Di
honggowongso setiap tgl 13 Muharram melaksanakan sedekah bumi di sumur bandung
Desa Honggosoco. Acara sedekah bumi ini diselenggarakan oleh masyarakat setempat
sebagai bukti rasa syukur kepada Tuhan yang maha Esa atas hasil bumi yang telah
dilimpahkan. Sedekah bumi ini diselenggarakan di Punden Mbah Sumur Bandung yang
diisi dengan kegiatan seperti kenduri doa bersama dan pagelaran wayang di halaman
punden. Acara pagelaran wayang dimulai habis dzuhur dan dilanjut malam hari setelah
isya sampai menjelang adzan subuh dan acara kenduri doa bersama dilakukan setelah
ashar.
Sedekah bumi bagi kebanyakan orang Jawa sudah tidak asing lagi. Hal itu
merupakan tradisi desa sebagai peninggalan nenek moyang. Seperti yang terjadi di salah satu
Desa di Kecamatan Jekulo, tepatnya di desa honggosoco semua masyarakat
berdatangan berkumpul untuk memperingatinya.
Melalui tradisi ini warga berharap agar diberi banyak limpahan rezeki dan dijauhkan dari
bahaya oleh Allah Yang Maha Kuasa. Sedekah bumi atau apitan ini juga dilakukan
untuk mempererat tali persaudaraan antar warga. Selain itu sedekah bumi juga
bertujuan meneruskan atau melestarikan budaya Jawa. Di desa Honggosoco, setiap
tahunnya biasa mengadakan kegiatan tradisional tersebut dengan hiburan wayang
siang dan malam.
Sedangkan di makam mbah honggowongso yang terletak di desa pandak colo
setiap malam tanggal 13 muharram melaksanakan haul atau buka luwur. Yg di ikuti dua
desa, yaitu desa Honggosoco (kec. Jekulo) dan desa Pandak (kec.dawe). Mbah
honggowongso adalah sesepuh cikal bakal dua desa tsb. Petilasan dan persinggahan
berupa punden dan sumur Bandung ada di honggosoco, tp makam ada di ds Pandak
colo.
MAKAM MBAH HONGGOWONGSO DI DUSUN PANDAK COLO DAWE KUDUS
Bpk Sholeh Mahfud ( Panitia dan Juru kunci Makam Mbah Honggowongso)

BUKA LUWUR MBAH HONGGOWONGSO SUMUR BANDUNG, HONGGOSOCO, JEKULO, KUDUS, JAWA
TENGAH

Kegiatan kebudayaan buka luwur dan sedekah bumi di dukuh pandak colo dawe
dilaksanakan sekitar 18 tahun yang lalu yaitu tahun 2005. Kegiatan ini bermula ketika
warga pandak sering kali mengalami kejadian-kejadian aneh atau mistis. Beberapa kali
kejadian tiba-tiba warga pandak ada yang meninggal di alas (hutan) atau sawah
mereka secara tiba-tiba tanpa mengetahui penyebabnya. Atau ada warga yang
berangkat ke hutan, tiba-tiba beberapa hari hilang, dicari kemana-mana tidak
ditemukan. Tiba-tiba hari berikutnya ditemukan di hutan tempat dia menggarap
lahannya. Atau banyak hewan peliharaan yang tiba-tiba mati atau hilang. Akhirnya
warga mendatangi Alm. H. Surohmat seorang kyai dan sesepuh di daerah Pandak.
Dengan ditelisik Alm H. Surohmat akhinya mendapat petunjuk. Bahwa warga dukuh
Pandak setiap selapan sekali yaitu malam jum’at legi harus manakipan di makam Mbah
Honggowongso dan menyembelih ayam putih serta tirakatan semalam suntuk di
makam. Setelah 5 warga yaitu salah satunya Bpk. Sholeh Mahfud melakukan ritual
tersebut secara rutin, membawa dampak yang besar bagi kehidupan warga. Kejadian-
kejadian aneh dan mistis tidak pernah terjadi lagi.
Setelah beberapa tahun kegiatan rutin setiap jumat legi berjalan, banyak warga
yang ingin juga ikut bergabung berdoa di makam mbah honggowongso. Warga -
membawa masakan ayam putih, buah-buahan dan makanan yang lain. Lama-kelamaan
makin banyak masyarakat yang ikut acara rutinan tersebut. Melihat fenomena tersebut,
para sesepuh dukuh pandak mempunyai inisiatif untuk mengadakan acara khaul mbah
honggowongso. Dengan mengadakan pertemuan dengan pejabat desa dan sesepuh
dukuh pandak akhirnya khaul mbah honggowongso dilaksanakan setiap malam tanggal
13 bulan syuro.
Acara buka luwur dilaksanakan malam tanggal 13 bulan syuro. Yang dibutuhkan
dalam acara buka luwur yaitu bunga 2 nampan dan kain putih. Rangkaian acara buka
luwur yaitu :
1. Buka luwur
2. Manakib
3. Tahlil
4. Sambutan-sambutan
a. Kepala desa
b. Sesepuh dukuh pandak
c. Kyai / ustadz
5. Pengajian inti
6. Penutup
Acara buka luwur dihadiri oleh pejabat desa, sesepuh desa pandak dan juga pejebat
desa dan sesepuh desa honggosoco. Karena acara buka luwur bersifat sakral, jadi
tidak semua orang boleh masuk dan mengikuti ritual tersebut.
Jadi acara khaul mbah honggowongso pandak sebenarnya dahulu hanya diikuti oleh
warga dukuh pandak saja. Tapi sejak warga honggosoco mengetahui bahwa leluhur
desa honggosoco makamnya ada di dukuh pandak, akhirnya setiap ada acara buka
luwur, sesepuh dan para pejabat desa ikut be rperan dan berkontribusi dalam acara
tersebut.
Sejarahnya adalah, dahulu du Desa Honggosoco itu hanya ada peninggalan sebuah
sumur. Warga dan sesepuh desa Honggosoco sebenarnya belum tahu siapa yang
meninggalkan sumur tersebut, dan tidak tahu dimana makamnya. Para kyai dan
sesepuh desa Honggosoco akhirnya melakukan penelusuran, nelisik dan semedi untuk
mendapatkan petunjuk sebenarnya siapa yang meninggalkan petilasan sumur Bandung
dan dimana tempatnya. Setelah melakukan penelusuran yang panjang dan lama,
akhirnya mendapatkan petunjuk bahwa yang meninggalkan petilasan sumur bandung
adalah mbah honggowongso yang telah meninggal dan dimakamkan di dukuh pandak
colo. Setelah ditemukan, akhirnya para sesepuh mendatangi makam tersebut dan
memohon izin kepada pejabat desa dans sesepuh dukuh pandak agar bisa berziarah
ke makam leluhurnya. Akhirnya berita tersebut menyebar ke warga honggosoco.
Mereka berbondong-bondong ziarah ke makan mbah honggowongso di pandak.
Dengan berjalannya waktu, warga honggosoco juga ingin ikut berperan serta dalam
acara khaul mbah honggowongso. Jadi sekarang khaul mbah honggowongso diikuti
dari dukuh pandak dan desa honggosoco.
Rangkaian acara khaul dan sedekah bumi antara warga dukuh oandah dan warga
desa honggosoco adalah sebagai berikut :
1. Malam tanggal 13 bulan syuro acara buka luwur dilanjutkan pengajian yang
diikuti pejabat desa dan sesepuh dukuh pandak dan desa honggosoco
Panitia buka luwur dukuh pandak:
Ketua : Bpk Rodhi
Bendahara : Bpk Romli
Sekretaris : Bpk Gampang Maruto
Juru Kunci : Bpk Sholeh Mahfud
Anggota : Warga dukuh pandak

2. Tanggal 13 syuro pagi di sumur bandung honggosoco diadakan khataman


Alqur’an dari pagi sehabis shubuh sampai siang. Juga diadakan penyembelihan
kerbau, ibu-ibu memasak dan nasi dan daging kerbau dibungkus daun jati.
Kemudian dibagikan kepada semua warga di dukuh bandung honggosoco.
3. Siangnya warga dukuh bandung honggosoco bersama-sama berangkat ke
makam mbah honggowongso untuk mengikuti pengajian umum yang
diselenggarakan oleh warga dukuh pandak. Setelah pengajian, dilanjutkan
makan bersama. Makanannya ditaruh di nampan. Satu nampan bisa dimakan 5
– 6 orang. Istilahnya yaitu rayahan. Makanan tersebut disediakan oleh warga
dukuh pandak. Satu rumah dijatah membuat 2-3 nampan makanan. Isi nampan
tersebut beraneka macam, ada nasi, ayam atau daging, oseng tempe atau tahu,
mie goring, kuluban, goring ikan dan masih banyak lagi macamnya.
4. Setelah acara pengajian dan makan bersama, malamnya dilanjutkan pertunjukan
wayang semalam suntuk yang diadakan oleh warga dukuh sumur bandung
honggosoco. Wayang ini diadakan untuk menghormati leluhur mbah
honggowongso.

5. Terakhir, yang kemaren baru saja diselenggarakan oleh warga dukuh sumur
bandung honggosoco adalah “Sumur Bandung Bersholawat”. Yaitu mengadakan
pengajian dan sholawat akbar di petilasan sumur bandung.
Begitulah serangkaian acara khaul, buka luwur dan pengajian serta wayang yang
dilaksanakan antara warga dukuh pandak colo dengan warga dukuh sumur bandung
honggosoco.

H. Sholikin, Desa Honggosoco ( Panitia Buka Luwur dan sedekah Bumi )

Biodata Narasumber 1

Nama : Sholeh Mahfud

Tempat tgl lahir : Kajar, 1 April 1966

Profesi : Panitia Khaul dukuh pandak

Pekerjaan : Pedagang dan tokoh masyarakat

Biodata Narasumber 2

Nama : H. Sholikin

Tempat tgl lahir : Kudus, 19 Juni 1970

Profesi : Panitia buka luwur dan pengajian

Pekerjaan : Pedagang dan tokoh masyarakat

Biodata Narasumber 3

Nama : H. Sholikin
Tempat tgl lahir : Kudus

Profesi : Panitia buka luwur dan pengajian

Pekerjaan : Pedagang dan tokoh masyarakat

Anda mungkin juga menyukai