Anda di halaman 1dari 20

RELASI SAINS DAN AGAMA

DOSEN PENGAMPU : NAJIMATUL ILMIAH, M. Pd.

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK 2

MUHAMMAD ROYANI : 210101090066

NURUL ISTIQAMAH : 210101090661

SELMA NOR RAHIMAH : 210101090662

PROGRAM STUDI TADRIS KIMIA

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ANTASARI BANJARMASIN

APRIL 2022
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Puja
dan puji syukur senantiasa tercurah atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat,
hidayah, dan inayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah Pengantar Integrasi
Ilmu tentang relasi sains dan agama.

Makalah ini disusun dengan mendapatkan bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat
memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu penulis menyampaikan banyak terima kasih
kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini. Terlepas dari semua
itu, penulis menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat
maupun tata bahasanya. Oleh karena itu, dengan tangan terbuka penulis menerima saran dan
kritik dari pembaca agar penulis dapat memperbaiki makalah ini.

Akhir kata, semoga makalah ini dapat memberikan manfaat atau inspirasi terhadap
pembaca.

Banjarmasin, 1 April 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...................................................................................................... i

DAFTAR ISI ..................................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH ....................................................................... 1


B. RUMUSAN MASALAH ....................................................................................... 2
C. TUJUAN PENULISAN ......................................................................................... 2
D. MANFAAT PENULISAN ..................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Sains ..................................................................................................... 1


B. Pengertian Agama ................................................................................................... 2
C. Perkembangan Sains ............................................................................................... 4
D. Hubungan Sains dan Agama ................................................................................... 6
E. Mengkritisi Relasi Agama dan Sains ...................................................................... 11
F. Pandangan Islam mengenai Sains ........................................................................... 12

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan ............................................................................................................. 15
B. Saran ....................................................................................................................... 16

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 17

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Wacana mengenai relasi agama dan sains semakin marak dikaji di Barat pada sekitar
abad ke-20. Di waktu yang bersamaan dengan yang terjadi di Barat wacana relasi agama dan
sains juga tengah dikaji, namun perkembangan wacana relasi agama dan sains dalam dunia barat
dan Islam terdapat perbedaan kajian, karena kedua wilayah tersebut mengalami perkembangan
historis pertemuan agama dan sains yang berbeda. Barat yang merintis kajian keilmuan pada
sekitar abad ke 15 hingga abad 21 mengalami berbagai peristiwa traumatik pertentangan antara
sains dan otoritas keagamaan, sedangkan Islam yang pernah menjalani masa puncak
perkembangan sains di abad pertengahan kini tengah mengalami masa kemunduran. Perbedaan
peristiwa yang dihadapi antara agama dan sains telah banyak dikaji oleh tokoh pemikir dunia
Barat dan dunia Islam yaitu Ian G Barbour dan Sayyed Hossein Nasr. Baik Nasr maupun
Barbour telah memberikan kontribusi pemikirannya yang telah menjadi aliran pemikiran utama
di masing-masing tempatnya.

Kajian pemikiran tokoh dalam wacana relasi agama dan sains telah banyak dilakukan
oleh kalangan akademisi lain. Sedikitnya ada tiga penelitian mengenai pemikiran Ian G Barbour
tentang relasi agama dan sains, di antaranya oleh Heri Hadiyanto, Indal Abror, dan Waston.
Untuk pemikiran Nasr, ada Halimah dan Muhammad Ramadhan dengan fokusnya pada konsep
manusia dalam pandangan Nasr. Penelitian lain yang berupaya membandingkan pemikiran tokoh
dalam wacana relasi agama dan sains juga telah banyak dilakukan, salah-satunya yang cukup
sering dikutip yaitu Ach.Maimun Syamsuddin yang membandingkan pemikiran Mehdi Golshani
dan Syed Naquid Al-Attas.

Penelitian-penelitian yang telah ditemukan selalu cenderung pada dua hal, pertama
mereka menekankan fokus pada satu tokoh dan kedua, ketika melakukan penelitian pada dua
tokoh mereka cenderung membandingkan pemikiran tokoh yang berasal dari satu tradisi
keagamaan yang sama. Ada satu penelitian yang dilakukan oleh Ted Peters daNn Gaymon
Bennett, keduanya mencoba melihat pemikiran tokoh yang berasal dari berbagai tradisi dan

1
agama dalam usaha mereka menjembatani agama dan sains. Penelitian ini merupakan kumpulan
tulisan-tulisan dari tokoh pemikir. Untuk itu penelitian ini berusaha memberikan kontribusi
untuk mengeksplorasi pemikiran tokoh dalam wacana agama dan sains dengan pola yang
berbeda dari penelitian sebelumnya. Penelitian ini juga berupaya menelusuri apakah tradisi
keagamaan menjadi unsur penting wacana relasi agama dan sains

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang dimaksud dengan sains ?
2. Apa yang dimasud dengan agama ?
3. Bagaimana perkembangan sains ?
4. Bagaimana hubungan sains dan agama ?
5. Bagaimana mengkritisi relasi agama dan sains ?
6. Bagaimana pandangan Islam mengenai sains ?

C. TUJUAN PENULISAN
1. Untuk mengetahui pengertain tentang sains
2. Untuk mengetahui pengertian tentang agama
3. Untuk mengetahui perkembangan sains
4. Untuk mengetahui hubungan sains dan agama
5. Untuk mengetahui mengkritisi relasi agama dan sains
6. Untuk mengetahui pandangan Islam mengenai sains

D. MANFAAT PENULISAN
1. Dapat mengetahui pengertian tentang sains
2. Dapat mengetahui pengertian tentang agama
3. Dapat mengetahui perkembangan sains
4. Dapat mengetahui hubungan sains dan agama
5. Dapat mengetahui mengkritisi relasi agama dan sains
6. Dapat mengetahui pandangan Islam mengenai Sains

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Sains
Kata sains berasal dari kata science, science yang artinya mengetahui . Dalam
kata lain, sains adalah logos, sendi, atau ilmu. Sains dapat diartikan sebagai ilmu
pengetahuan yang bertujuan untuk mencari kebenaran berdasarkan fakta atau
fenomena alam ( Sudjana, 2008: 3-4 ). Sains yang dipahami dalam arti sebagai
pengetahuan objektif, tersusun, dan teratur tentang tatanan alam semesta. Sains pada
wilayah yang sempit atau spesifik dapat dipahami sebagai ilmu pengetahuan alam dan
pada tataran yang luas dipahami sebagai segala macam disiplin ilmu pengetahuan.
Djojosoebagio, S ( 1995 ) sebagaimana dikutip oleh sudjana ( 2008: 4 )
mengemukakan beberapa sifat-sifat sains antara lain :
1. Kumulatif, artinya dinamis atau tidak statis karena selalu mencari tambahan
ilmu mengingat kebenaran bersifat sementara.
2. Ekonomis untuk penjelasan-penjelasan dan kaidah-kaidah yang kompleks,
formulasinya sederhana, susunannya ekonomis sehingga dipakai istilah
pendek, simbol dan formula.
3. Dapat dipercaya atau diandalkan untuk meramalkan sesuatu dan lebih baik
hasilnya daripada pekerjaan berdasarkan perkiraan saja
4. Mempunyai daya cipta tentang sesuatu
5. Dapat diterapkan untuk menganalisis perilaku atau kejadian-kejadian alamiah.
Ciri-ciri sains menurut Melsen ( 1994 ) yang dikutip oleh sudjana ( 2008:4-5 )
dalam buku yang sama antara lain, secara metodis, harus mencapai suatu keseluruhan
logika kolumer :
1. Harus tanpa pamrih
2. Universalisme
3. Objektivitas
4. Intersubjektifitas
5. Progresif

3
B. Pengertian Agama
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia agama adalah sistem atau kepercayaan
kepada Tuhan, atau juga disebut juga dewa atau nama lainnya dengan ajaran
kebhaktian atau kewajiabn-kewajiban yang bertalian dengan kepercayaan tersebut.
Sebagian orang apabila ditanya tentang agama maka jawabannya adalah pegangan
hidup yang dianutnya yang memberikan kedamaian. Indonesia merupakan negara
pluralitas dan salah-satunya dalam hal agama. Terdapat lebih dari 5 agama atau
kepercayaan yang di anut oleh masyarakat Indonesia antara lain, Islam, Kristen,
Katolik, Hindu, Buddha, Konghucu, serta kepercayaan masyarakat ( Animisme dan
Dinamisme )
Dalam bahasa Arab, perkataan” Islam “bermaksud”tunduk”atau “patuh”.Jika
seorang Muslim ditanya, “ Apakah itu Islam?, biasanya dia akan menjawab, “ Agama
yang tunduk kepada Allah, satu satu Tuhan yang benar”.Tidak hanya bermakna
demikian, Islam adalah agama yang diturunkan Allah yang memberikan keselamatan
seta sebagai rahmat bagi seluruh alam yang diturunkan melalui Nabi Muhammad
SAW yang memiliki kitab suci Al-Qur’an sebagai pedoman hidup.
Islam muncul dunia yang fana ini untuk memberikan solusi serta menjawab
permasalahan-permasalahan hidup di alami oleh manusia. Islam bukanlah satu
golongan, kepentingan kelompok tertentu ataupun kepentingan politik lainnya dan
juga Islam bukanlah semata-mata untuk umat Islam itu sendiri. Lebih dari itu, Islam
diturunkan oleh Allah dengan suatu visi dan misi, yaitu untuk menyebarkan kebaikan
dan keselamatan serta rahmat bagi seluruh alam.

C. Perkembangan Sains
Abad ke-15 pengetahuan ilmiah dikuasai oleh sedikit sistem utama yang bersifat
statis dan dogmatis. Terutama fisika Aristotelian, sistem astronomi Ptolemic,
Kedokteran Galen, dan Kimia Jabirian, sehingga ilmu pengetahuan menjadi sukar
ditempuh dan berkembanga lebih lanjut ( Hassan, 2008 : 63-64 ). Benturan agama
dan sains telah dimulai saat itu. Dimana pemegang Kekuasaan tertinggi adalah gereja.
Ajaran Gereja sangatlah dominan, dimana segala pengetahuan haruslah sejalan
dengan injil. Ilmu pengetahuan dikendalikan oleh gereja dan pendeta atau biarawan.

4
Apabila tidak sependapat maka dianggap sesat dan dibunuh. Hal ini mendorong
semangat Renaissance untuk melakukan perlawanan dalam upaya pembebasan akal
dari kekangan dan belenggu gereja dan menjadikan fakta empirik sebagai sumber
pengetahuan dan tidak lagi bertolak dari filsafat Yunani seutuhnya yang menjadi
dasar filsafat kristen dengan injilnya. Hal ini menunjukkan kelangkaan ilmiah di
Eropa pertengahan abad ke-14 dan ke-15. Untuk mengatasi masalah tersebut maka
diperlukan sebuah pembaharuan atau pergeseran sistem sistem yang dominan
tersebut. Dengan kata lain diperlukan sebuah revolusi dalam rangka pembebasan akal
dari dominasi Gereja.
Revolusi ilmiah pertama dimulai oleh Copernicus pada tahun 1543, tetapi aktifid
ini tidak efektif hingga pertengahan abad ke 17. Pada abad ke-12 Eropa mengalami
Renaissance dalam Sains. Akhir abad tersebut, karya-karya bahsa arab diterjemahkan
ke bahasa latin. Selama empat abad( ke-12 sampai ke-16 ), Ilmu pengetahuan Eropa
tidak membantu apa yang diterjemahkan dari karya yang berbahasa arab, dan pada
abad ke-17 barulah revolusi ilmiah benar-benar dimulai ( Hassan, 2008:64 ).
Beberapa tokoh renaissance antara lain Nicolaus Copernicus ( 1473-1543 )
dengan pandangan Heliosen-trisnya, yaitu teori mengenai mataharisebagai pusat tata
surya. Teori ini didukung oleh Johannes Kepler ( 1571-1630 ) dan Gallieo Gaillei
(1564-1643 ). Dan juga Fransin Bacon ( 1561-1626 ) dengan teknis berpikir
induktifnya, yang berbeda dengan teknik dedukatif Aristoteles ( logika
silogisme )yang diajarkan pada abad pertengahan ( Sudjana, 2008: 6 ).
Pemikiran tokoh Renaissance tersebut dianggap bertentangan dengan gereja yang
memiliki pandangan Geosentris yaitu Bumi sebagai pusat tata surya. Otoritas gereja
saat itu tidak dapat ditentang sehingga mereka mengalami penyiksaan dibakar hidup-
hidup oleh Gereja karena kokoh memegang apa yang diyakininya.
Selanjutnya, datanglah masa pencerahan ( aufkla-rung ) pada abad XVII yang
dirintis oleh Issac Newton ( 1642-1727 ), sebagai perkembangan lebih jauh dari
Rasionalisme dan Empirisme dari abad sebelumnya dimana fokus pembahasannya
adalah pemberian interpretasi baru terhadap dunia, manusia dan Tuhan. Sementara
pada abad aufklarung pembahasannya lebih luas mencakup segala aspek kehidupan
( Sudjana, 2008 : 8 ).

5
Menurut Sorjono Soekanto dalam Elly M. Setiadi dan Usman Kolip ( 2011:51 )
membuat kriteria masalah sosial diantaranya :
a. Faktor eknomi
b. Faktor biologi
c. Faktor biologis
d. Faktor sosial dan kebudayaan
Dari masalah sosial yang aad menimbulkan pada kontek konflik, walaupun
konflik itu sendiri tidak selamanya negatif. Berangkat dari hal-hal tersebut konflik
yang ada harus dikelola dan dimaanjemen dengan baik, sehingga konflik dapat
berdampak positif. Konflik suku dan agaam di kota Pontianak pernah terjadi di kota
Khatulistiwa ini seperti : Melayu dengan Dayak dan Melayu dengan Madura.

D. Hubungan Sains dan Agama


Relasi sains dan agama telah menjadi topik yang cukup hangat dikalangan
ilmuwan sejak beberapa abad yang lalu. Pada mulanya relasi sains dan agama
merupakan wacana kontroversial di dunia barat. Akan tetapi kemajuan sains dan
teknologi di dunia barat telah memberikan dampak yang cukup besar bagi masyarakat
muslim.
Agama dan sains tidak selamanya berada dalam pertentangan dan ketidak
sesuaian. Banyak kalangan yang berusaha mencari hubungan antara keduanya.
Sekelompok orang berpendapat agama tidak mengarahkan pada jalan yang
dikehendakinya dan agama juga tidak memaksakan sains untuk tunduk pada
kehendaknya. Kelompok lain berpendapat bahwa sains dan agama tidak akan pernah
dapat ditemukan, keduanya adalah entitas yang berbeda dan berdiri sendiri, meiliki
wilayah yang terpisah-pisah baik dari segi objek formal material, metode penelitian,
kriteria kebenaran, serta peran yang dimainkan.
Agama dan sains dalam pentas kehidupan manusia adalah dua entitas yang
berbeda sebagai sumber pengetahuan dan sumber nilai bagi kehidupan manusia.
Kendati dalam rangka filosofis keduanya berbeda, tetapi daalm konteks historis
pernah dilakukan upaya-upaya konsolidatif, baik dalam bentuk kontraproduktif
maupun dalam bentuk mutualistik.

6
Pandangan beberapa pakar terhadap hubungan antara lain sains dan agama
diantaranya seperti :
1. Tipologi Ian G. Barbour
a. Konflik
Pandangan konflik ini mengemuka pada abad ke-19, dengan
tokoh-tokohnya seperti : Richard Dawkins, Francis Crick, Steven
Pinker, serta Stephen Hawking. Pandangan ini menempatkan sains dan
agama dalam dua ekstrim yang saling bertentangan. Bahwa sains dan
agama memberikan pernyataan berlawanan sehingga orang harus
memilih salah satu di antara keduanya. Menolak agama dan menerima
sains, atau sebaliknya. Masing-masing menghimpun penganut dengan
mengambil posisi-posisi yang bersebrangan. Sains menegasikan
eksistensi agama, begitu juga sebaliknya. Keduanya hanya mengakui
keabsahan eksistensi masing-masing. Agama dan sains adalah dua
ekstrem yang saling bertentangan, saling menegasikan kebenaran
lawannya.
Barbour menanggapi hal ini dengan argumen bahwa
mereka keliru apabila melanggengkan dilema tentang keharusan
memilih antara sains dan agama. Keeprcayaan agama menawarkan
kerangka makna yang lebih luas dalam kehidupan. Sedangkan sains
tidak dapat mengungkap rentang yang luas dari pengalaman manusia
atau mengartikulasikan kemungkinan-kemungkinan bagi transformasi
hidup manusia sebagaimana yang dipersaksikan oleh agama
( Barbour : 2006: 224 ).
Dalam konflik pertentangan dipetakan dalam 2 bagian yang
bersebrangan:
1. Materialime ilmiah, menganggap bahwa materi sebagai realita dasar alam
( pentingnya realitas empiris ), seklaigus meyakini bahwa metode ilmiah
adalah satu-satunya cara yang sahih untuk mendapatkan pengetahuan
2. Literalisme kitab suci merupakan satu-satunya sumber kebenaran adalah kitab
suci, karemna dianggap sekumpulan wahyu yang bersifat kekal dan benar

7
karena bersumber dari Tuhan, sehingga tidak menungkinkan bersumber dari
yang lain termasuk alam semesta.
b. Independensi
Memisahkan agama dan sains dalam wilayah yang berbeda,
meiliki bahasa yang berbada, berbicara mengenai hal-hal yang
berbeda, berdiri sendiri membangun independensi dan otonomi tanpa
saling mempengaruhi. Agama mencakup nilai-nilai, sedangkan sains
berhungan dengan fakta. Dibedakan berdasarkan masalah yang
ditelaah, dominan yang dirujuk dan metode yang digunakan.
Menurut Barbour ( 2006: 66 ) menyatakan bahwa Tuhan adalah
transendensi yang berbeda dari yang laindan tidak dapat diketahui
kecuali melalui penyikapan diri. Keyakinan agama sepenuhnya
bergantung pada kehendak Tuhan, bukan atas penemuan manusia
sebagaimana halnya sains. Saintis bebas menjalankan aktivitas mereka
tanpa keterlibataan unsur teologi, demikian pula sebaliknya, karean
metode dan pokok persoalan keduanya berbeda. Sains dibangun atas
pengamatan dan penalaran manusia sedangkan teologi berdasarkan
wahyu.
Barbour mencermati bahwa pandangan ini sama-sama
mempertahankan karakter unik dari sains dan agama. Namun
demikian, manusia tidak boleh merasa puas dengan pandangan bahwa
sains dan agama sebagai dua domain yang tidak koheren. Agama dan
sains adalah dua domain yang terpisah yakni agama atau Tuhan hanya
dapat dikenal sebagaimana yang diwahyukan, tidak dapat diketahui
kecuali melalui penyingkapan diri. Sedangkan sains dapat dikenali
melalui fenomena dan empris, Sains dibangun berdasarkan
pengamatan dan penalaran manusia, sedangkan teologi berdasarkan
wahyu.
Sains dan agama ditafsirkan dua bahasa yang tidak saling berkaitan
karena fungsi masing-masing berbeda. Agama adalah seperangkat
pedoman yang menawarkan jalan hidup yang berprinsip pada moral

8
tertentu, sedangakan sains dianggap sebagai serangkaian konsep untuk
memprediksi dan mengontrol alam.
c. Dialog
Pandangan ini menawarkan hubungan antara sain dan agama
daripada pandangan konflik dan indepensi. Diakui bahwa antara sains
dan agama terdapat kesamaan yang bisa didialogkan, bahkan bisa
saling mendukung satu sama lain. Dialog yang dilakukan dalam
membandingkan sains dan agama adalah menekankan kemiripan
dalam prediksi metode dan konsep. Salah satu bentuk metode
dialognya adalah dengan membandingkan metode sains dan agama
yang dapat menunjukkan kesamaan dan perbedaan. Namun, dialog
tidak menawarkan kesatuan konseptual sebagaimana diajukan
pandangan integrasi. Mengutamakan tingkat kesejajaaran antara sains
dan agama.
Dialog menekankan kemiripan pra anggapan, metode dan konsep.
a. Pra anggapan dan pertanyaan batas, memunculkan pertanyaan batas,
mengajukan pertanyaan fundamental, ilmuan dan agama dapat bekerja
sama untuk menjelaskan.
b. Kesamaan metodologis dan konsptual, sains tak selamanya objektif,
agama tidak selamanya subjektif.
Barbour ( 2006: 32 ) memberikan contoh masalah yang didalogkan
ini dengan digunakannya model-model konseptual dan analogi-analogi
ketika menjelaskan hal-hal yang tidak bisa diamati secara langsung.
Dialog juga bisa dilakukan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan
tentang ilmu pengetahuan yang mencapai batas. Seperti : mengapa
alam semesta ini ada dalam keteraturan yang dapat dimengerti ? dan
sebagainya. Ilmuan dan teolog dapat menjadi mitra teolog dalam
menjelaskan fenomena tersebut dengan tetap menghormati integritas
masing-masing.
Dalam menghubungkan agama dan sains, pandangan ini dapat
diwakili oleh pendapat Albert Einstein, yang menyatakan bahwa “

9
Religion without science is blind: science without religion is lame”.
Tanpa sains, agama menjadi buta, dan tanpa agama, sains menjadui
lumpuh. Demikian pula pendapat David Tracy, seorang teolog katolik
yang menyatakan adanya dimensi religius dalam sains bahwa
intelijiblitas dunia memerlukan landasan rasional tertinggi yang
bersumber dalam teks-teks keagamaan klasik dan terstruktur
pengalaman manusiawi ( Barbour, 2006: 76 ).
c. Integrasi
Pandangan ini melahirkan hubungan yang lebih bersahabat
daripada pendekatan dialog denagn mencari titik temu diantara sains
dan agama. Sains dan doktrin-doktrin keagamaan, sama-sama
dianggap valid dan menjadi sumber koheren dalam pandangan dunia.
Bahkan pemahaman tentang dunia yang diperoleh melalui sains
diharapkan dapat memperkaya pemahaman keagamaan bagi manusia
yang beriman.
Ada beberapa pendekatan yang digunakan dalam hubungan
integrasi ini. Pendekatan pertama, berangkat dari data ilmiah yang
menawarkan bukti konslusif bagi keyakinan agama, untuk
memperoleh kesepakatan dan kesadaran akan eksistensi Tuhan.
Pendekatan kedua, yaitu dengan menelaah doktrin-doktrin agama
dalam relevansinya dengan teori-teori ilmiah, atau dengan kata lain,
keyakinan agama diuji dengan kriteria tertentu dan dirumuskan ulang
sesuai dengan penemuan sains terkini. Lalu pemikiran sains agama
ditafsirkan denagn filsafat proses dalam kerangka konseptual yang
sama. Demikian Barbour menjelaskan tentang hubungan integrasi ini
( Ian G. Barbour 2006: 42 ).

2. Tipologi versi John Haught ( 1995 )

,Menurut Haught, hubungan agam dan sains diawali dengan titik


konflik antara agama dan sains untuk mengurangi konflik, dilakukan
pemisahan yang jelas batas-batas agama dan sains agar tampak

10
kontras/perbedaan keduanya. Jika baats keduanya sudah terlihat,
langkah berikutnya adalah mengupayakan agar keduanya
berdialog/kontak. Setelah tahap ini dapat ditemukan kesamaan tujuan
yaitu mencapai pemahaman yang benar tentang alam, selanjutnya
antara agama dan sains saling melengkapi/konfirmasi.

E. Mengkritisi Relasi Agama dan Sains


Menurut Ian G. Barbour, dalam prakata bukunya yang sangat terkenal,
menyebutkan bahwa ketika agama pertama kali berjumpa dengan sains modern pada ke-
17 ternyata keduanya memiliki perjumpaan tersebut dengan penuh persahabatan yang
erat. Pada saat itu, mayoritas penggagas revolusi ilmiah adalah orang-orang kristen taat
yang memiliki keyakinan bahwa tujuan kerja ilmiah pada hakikatnya adalah mempelajari
ciptaan Tuhan. Perkembangan abad ke-18 diwarnai dengan munculnya beberapa ilmuan
yang berkeyakinan bahwa Tuhan sang Perancang alam semesta bukan lagi Tuhan yang
personal, yang aktif terlibat dalam kehidupan manusia dan alam semesta. Pada abad ke-
19 mulai bermunculan ilmuan yang mengabaikan pentingnya agama, walaupun Darwin,
sebagai pengagas teori evolusi yang menggemparkan dan berimbas pada krisisnya
keprcayaan orang pada entisitas Tuhan dan agama, masih tetap berkeyakinan bahwa
proses evolusi sesiungguhnya adalah kehendak Tuhan itu sendiri. Akibatnya, pada abad
ke-20 interaksi antara agama dan sains secara perlahan mengalami keragaman bentuk
secara dinamis. Temuan-temuan baru para saintis menundang respon dari agamawan
yang tetap berusaha mempertahankan gagasan-gagasan keagamaan klasik.
Dalam tradisi Muslim, diskursus tentang relasi sains dan agama juga mengalami
dinamika yang menggembirakan dan menyakinkan. Kajian yang dilakukan Mehdi
Golshani, intelektual asal Teheran, Iran, dan Arqom Kuswanjono, Dokter filsafat
Universitas Gadjah Mada, adalah dua contoh yang patut diapresiasi dan sekaligus
membuktikan pandangan Bagir serta memperkuat ajakan dan harapan dari Leahy,
sebagaimana yang sudah dipaparkan terdahulu, Golshani, disatu pihak, mengajaukan
gagasan perlunya penafsiran sains secara Islam melalui apa yang ia sebut sebagai “ sains
Islam “. Dalam buku suntingan yang edisi Indonesianya diterbitkan Penebit Mizan
dengan judul Melacak Jejak Tuhan Dalam Sains : Tafsir Islami Atas Sains, Golshani

11
menyatakan bahwa gagasan tentang sains Islam telah beredar sepanjang tiga puluh tahun
terakhir. Ia mendefinsikan sains Islam sebagai jenis sains yang didalamnya pengetahuan
tentang dunia fisik terkandung dalam pandangan Islam ( 2004: 22, lihat juga
Hidayatullah, 2017: 64-90 ).
Konteks kelahiran gagasan tentang sains Islam adalah realitas sosial historis
bahwa Islam memasuki era modern dengan persoalan yang saling terkait antara satu
dengan lainnya. Salah-satu persoalannya adalah ketertinggalan dari Barat dalam bidang
sains dan Teknologi. Ketertinggalan itu menjadi faktor terpenting kekalahan militer Islam
dari Barat. Persoalan kekalahan beruntun ini kemudian menyadarkan umat Islam atas
ketertinggalannya dan berusaha untuk mengejarnya sehingga Muzaffar Iqbal
menyebutnya sebagai “ sindrom pengejaran ketertinggalan” ( catching up syndrom )’’. Ini
merupakan persoalan praktis yang dihadapi umat Islam saat itu yang berpangkal pada dua
hal: kekalahan militer Turki Usmani dan inspirasi warisan Napoleon di Mesir.
Hubungan sains dan agama dalam teologi natural berporos pada kebenaran
agama. Kebenaran sains berfungsi sebagai penegas atas kebenaran agama.

F. Pandangan Islam Mengenai Sains


Islam adalah agama yang sangat menganjurkan umatnya untuk mengerahkan
segala kemampuannya dalam menggunakan akalnya serta memikirkan segala apa yang
ada di alam semesta ini. Hal ini sebagaimana tercantum dalam Al-Qur’an Surah Ar-
Rahman ayat 33 yang artinya” Hai jin dan manusia, jika kamu sanggup menembus
( melintasi ) penjuru langit dan bumi, Maka lintasilah, kamu tidak dapat menembusnya
kecuali dengan kekuatan.
Dalam ayat tersebut Allah SWT memberikan kesempatan kepada mereka untuk
melakukan pemikiran ( menggunakan akalnya ) dan eksplorasi terhadap alam semesta.
Upaya penaklukan ruang angkasa harus dilihat sebagai suatu ibadah manusia yang
ditujukan selain untuk memahami rahasia alam, juga demi masa depan kehidupan
manusia.
Menurut Muhammad Ismail sebagaimana dikutip oleh Sudjana ( 2008: 12 )
mengatakan bahwa pemahaman Islam tidak lain adalah pemikiran-pemikiran yang
memiliki penunjukan-penunjukan nyata, yang dapat ditangkap dengan logika selama

12
masih dalam batas jangkauan akalnya. Namun, bila hal-hal tersebut berada diluar
jangkauan akalnya, maka hal itu ditunjukkan secara pasti oleh sesuatu yang dapat
diindera, tanpa rasa keraguan sedikitpun. Dengan demikian peranan akal bagi manusia
sangatlah penting dan mendasar karena dengan akalnya ia dapat menentukan yang terbaik
bagi dunia dan akhiratnya kelak.
Rasulullah SAW pernah mengatakan bahwa tidak ada agama ( Islam ) tanpa
adanya aktifitas akal. Artinya bagi seorang muslim, keyakinannya tentang Islam haruslah
dibangun berdasarkan akal sehat dan penalarannya. Bukan hanya sekedar yang
dipaksakan atau informasi-informasi tanpa kenyataan. Akan tetapi, akal harus
difungsikan sebagaimana mestinya ( Sudjana, 2008: 13 )
Allah SWT telah menurunkan mukjizat yang sangat berharga demi kelangsungan
hidup manusia kepada Nabi Muhammad SAW berupa Al-Qur’an. Al-Qur’an adalah kitab
suci umat Islam yang menjadi pedoman hidup serta menyempurnakan kitab yang
diturunkan kepada nabi-nabi sebelum Nabi Muhammad SAW. Al-Qur’an bukan hanya
sekedar kitab suci bagi umat Islam, tetapi Al-Qur’an bersifat universal yakni
diperuntukkan untuk seluruh umat manusia. Al-Qur’an merupakan rujukan dari berbagai
macam ilmu pengetahuan. Al-Qur’an bukanlah kitab sains, tetapi segala pengetahuan
tentang sains hendaknya ditunjukkan kedalam Al-Qur’an. Al-Qur’an secara eksplisit
telah menerangkan tentang segala apa yang ada dan terjadi dibumi ini dan dengan sains
lah kita membuktikannya. Osman Bakar ( 1994: 75 ) mengutip dari Brunner mengatakan
bahwa seorang ilmuan Muslim yang termahsyur yaitu Ibnu Sina mengatakan jika kalau
sebuah Sains disebut Sains yang sejati apabila ia menghubungkan pengetahuan tentang
dunia dengan pengetahuan tentang prinsip Ilahi.
Dalam konteks sejarah modern Islam, sesungguhnya wacana relasi sains dan
agama dapat dilacak jauh sebelum Ian Graeme Barbour mensistemisasi temuannya dan
kemudian berpidato didepan forum Gifford Lectures; sebuah forum akademik prestisius
yaang bertujuan mempromosikan studi tentang Theology of nature dalam pengertian yang
luas sejak 1989 hingga 1991.
Kaitan agama dalam kehidupan sosial menyangkut dua hal yang sudah tentu
hubungannya erat, memiliki aspek-aspek yang terpelihara. Yaitu pengaruh dari cita-cita
agama dan etika, agama dalam kehidupan individu dari kelas sosial dan kelompok sosial,

13
perseorangan dan kolektivitas, dan mencakup kebiasaan dan cara semua unsur agama
yang diwarnainya. Yang lainnya juga menyangkut organisasi dan fungsi dari lembaag
agama sehingga agama dan masyarakat itu berwujud kolektivitas ekspresi nilai-nilai
kemanusiaan, yang mempunyai seperangkat arti mencakup perilaku sebagai pegangan
individu ( way of life ) dengan kepercayaan dan taat kepada agamanya. Agama sebagai
suatu sistem mencakup individu dan masyarakat, seperti adanya emosi keagamaan,
keyakinan terhadap sifat keagamaan, dan upacara, serta umat atau kesatuan sosial yang
terikat terhadap agamanya. Agama dan masyarakat ( Baharuddin 2013:8-9 ).
Osman Bakar panjang lebar menulis perspektif teologis Gulen tentang hubungan
Islam dan sains. Menurutnya, beberapa isu dibahas Gulen berkaitan dengan hubungan
Islam dan sains, terutama mengenai pandangan Islam atas pendekatan ilmiah modern
terhadap alam semesta, dan Al-Qur’an terhadap ilmu pengetahuan.
Agama begitu universal, permanen, dan mengatur dalam kehidupan, sehingga bila
tidak memahami agama, akan sukar memahami masyarakat. Hal yang perlu dijawab
dalam memahami lembaga agama adalah , apa dan mengapa agama ada, unsur-unsur dan
bentuknya serta fungsi dan struktur agama. Bila ini berhasil di jawab, maka lebih jelas
lagi kaitan agama dan masyarakat. Tugas ini tidak mudah sebab agama lebih tahan
terhadap kajian ilmiah dibandingkan dengan adat dan kebiasaan. Hal ini disebabkan oleh
dua hal, yaitu pandangan yang emosional dan pikiran yang bias ( rasional bias ).
( Baharuddin 2013 : 9 ).
Perkembangan keilmuan dalam Islam, menurut Kuswanjono, memiliki karakter
yang berbeda. Kalau diBarat perkembangan ilmu diawali dengan situasi zaman yang
tidak memungkinkan ilmu berkembang leluasa yaitu pada zaman abad pertengahan ( atau
dikenal sebagai zaman kegelapan ilmu ), perkembangan keilmuan Islam tidak mengalami
situasi itu.

14
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

Kata sains berasal dari kata science, scine yang artinya mengetahui. Dalam kata
lain, Sains adalah logos; sendi, atau ilmu. Sains dapat diartikan sebagai ilmu pengetahuan
yang bertujuan untuk mencari kebenaran berdasarkan fakta atau fenomena alam
( Sudjana, 2008: 3-4 ). Sains yang dipahami dalam arti sebagai pengetahuan objektif,
tersusun, dan teratur tentang tatanan alam semesta.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia agama adalah sistem atau kepercayaan
kepada Tuhan, atau juga disebut juga dewa atau nama lainnya dengan ajaran kebhaktian
dan kewajiban-kewajiban yang brtalian dengan kepercayaan tersebut.
Abad ke-15, pengetahuan ilmiah dikuasai oleh sedikit sistem utama yang bersifat
statis dan dogmatis. Terutama fisika Aristotelian, sistem astronomi ptolemic, kedokteran
Galen, dan kimia Jabirian, sehingga ilmu pengetahuan menjadi sukar ditempuh dan
berkembang lebih lanjut ( Hassan, 2008 : 63-64 ).
Agama dan sains tidak selamanya berada dalam pertentangan dan
ketidaksesuaian. Banyak ilmuan yang berusaha mencari hubungan antara keduanya.
Sains dan agama merupakan dua entitas yang berbeda, namun keduanya memiliki
peranan sangat penting dalam kehidupan manusia.
Agama merupakan petunjuk yang dipedomankan melalui aturan dalam kitab suci.
Sedangkan sains berpijak pada interaksi serta komunikasi yang terbangun dalam
masyarakat. Keduanya akan bergandeng pada proses perilaku, moral, etika, stratifikasi
sosial dan struktur masyarakat.
Islam adalah agama yang sangat mengajurkan umatnya untuk mengerahkan
segala kemampuannya dalam menggunakan akalnya serta memikirkan segala apa yang
aad di alam semesta ini. Hal ini sebagaimana tercantum dalam ayat Al-Qur’an Surat Ar-
Rahman .
Sains dan agama ditafsirkan sebagai dua bahasa yang tidak saling berkaitan
karena fungsi masing-masing berbeda.

15
Islam muncul dunia yang fana ini untuk memberikan solusi serta menjawab
permasalahan-permasalahan hidup dialami oleh manusia.
Munculnya gagasan yang beragam menegaskan keniscayaan dalam kebudayaan
yang tak lepas dari pluralitas disertai dengan konteks sosial yang beragam. Walaupun
demikian, bukan berarti tak ditemukan kesamaan. Dalam upaya islamisasi sains yang
memunculkan gagasan sains Islam yang memprlihatkan hal yang sama, yakni fondasi
Islam yang tidak bisa diubah serta orientasi sains yang sesuai denga spirit keagamaan

B. Saran
Demikianlah makalah yang saya buat semoga dapat bermanfaat bagi pembaca.
Serta dari makalah ini saya berharap pembaca mampu memanfaatkannya sebagai sumber
belajar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Apabila ada saran dan kritik yang
ingin disampaikan, silahkan sampaikan dalam bentuk apapun, akan sangat kami hargai
agar kedepannya penulisan makalah ini dapat menjadi lebih baik. Apabila ada terdapat
kesalahan mohon agar dapat memakluminya.

16
DAFTAR PUSTAKA

Arifin, Zainul. ( 2008 ). Model-Model Relasi Agama dan Sains. Jurnal Psikologi dan Psikologi
Islam. 5 ( 2 ), 167-175.

Baharuddin. ( 2014 ). Relasi Antara Science dengan Agama. Jurnal Dakwah. 8 ( 2 ), 71-85.

Billa, Mutamakkin ( 2011 ). Pemaknaan Teologis M. Fethullah Gulen tentang Relasi Agama dan
Sains. Jurnal Tasawuf dan Pemikiran Islam. 1 ( 2 ), 290-316.

Hidayatullah, Syarif. ( 2019 ). Agama dan Sains : Sebuah Kajian tentang Relasi Agama dan
Metodologi. Jurnal Filsafat. 29 ( 1 ), 102-133.

Khoiruddin, Mishbah Zuhri. ( 2017 ). Spiritualitas Sains Modern : Pembacaan Terhadap Relasi
Agama dan Sains. Jurnal Penelitian. 14 ( 2 ), 209-226.

Maimun, Ach. ( 2020 ). Relasi Agama dan Sains ( Pemetaan Konteks Awal dan Varian
Pemikiran Sains Islam ). Jurnal Muslim Heritage. 5 ( 2 ), 239-261.

Muchasan, Ali. ( 2020 ). Relasi Agama dan Sains. Jurnal Penelitian Pendidikan, Agama, dan
Kebudayaan. 6 ( 1 ), 69-87.

Santi, Selvia. ( 2018 ). Relasi Agama dan Sains Menurut Seyyed Hossein Nasr dan Ian G
Barbour. Prosiding Konferensi Integrasi Interkoneksi Islam dan Sains. 1, 171-176.

17

Anda mungkin juga menyukai