Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH USHUL FIQIH

IJTIHAD DAN TAQLID

Dosen Pembimbing:

Imam Fikri S.H, M.Ag

Disususun oleh : Kelompok 3

Dinda Sajidah

Muna

Nazwa Aulya Muchtar Lubis

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


I’DAD MU’ALLIMIN ULUN NUHA
UNIVERSITAS AL WASHLIYAH (UNIVA)
2023/2024

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Swt. yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami bisa menyelesaikan makalah “Penjelasan
Hadits”. Makalah ini di susun untuk memenuhi tugas mata kuliah ushul fiqih, dan
bertujuan untuk memberikan gambaran tentang topik dan bahasan yang di
tugaskan

Sebagai penyusun, kami menyadari bahwa masih terdapat kekurangan,


baik dari penyusunan maupun tata bahasa penyampaian dalam karya ilmiah ini.
Oleh karena itu, kami dengan rendah hati menerima saran dan kritik dari pembaca
agar kami dapat memperbaiki makalah ini.

Kami berharap semoga makalah yang kami susun ini memberikan


manfaat dan juga pengetahuan untuk teman teman sekalian.
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................2
DAFTAR ISI...........................................................................................................3
BAB I.......................................................................................................................4
PENDAHULUAN...................................................................................................4
1.1. Latar Belakang........................................................................................4
1.2. Rumusan Masalah...................................................................................4
1.3. Tujuan Penulisan.....................................................................................4
BAB II.....................................................................................................................5
PEMBAHASAN.....................................................................................................5
1.1. Ijtihad.......................................................................................................5
1.2. Mujtahid...................................................................................................7
1.3. Mufti.......................................................................................................10
1.4. Taklid......................................................................................................11
1.5. Muqallid.................................................................................................12
BAB III..................................................................................................................14
PENUTUPAN.......................................................................................................14
3.1. Kesimpulan............................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................15
BAB I

PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang

Ijtihad adalah suatu cara untuk mengetahui hukum sesuatumelalui dalil-


dalil agama yaitu Al-Qur'an dan Al-hadits dengan jalan istimbat.Dengan kata
lain ijtihad merupakan sebuah media yang sangat besar peranannya dalam
hukum-hukum Islam (Fiqh). Tanpa ijtihad, mungkin saja konstruksi
hukumIslam tidak akan pernah berdiri kokoh seperti sekarang ini serta ajaran
Islam tidak akan bertahan dan tidak akan mampu menjawab tantangan zaman
saat ini.Yang dapat melakukan ijtihad hanyalah seorang mujtahid. Adapun
mujtahiditu ialah ahli fiqih yang menghabiskan atau mengerahkan seluruh
kesanggupannyauntuk memperoleh persangkaan kuat terhadap sesuatu hukum
agama. Dalammenentukan atau menetapkan hukum-hukum ajaran Islam para
mujtahid telahberpegang teguh kepada sumber-sumber ajaran Islam.

1.2. Rumusan Masalah

1. Apa definisi dari ijtihad?


2. Apa definisi dari mujtahid?
3. Apa definisi dari mufti?
4. Apa definisi dari taklid?
5. Apa definisi dari mukollid?

1.3. Tujuan Penulisan

1. Menjelaskan definisi ijtihad


2. Menjelaskan definisi mujtahid
3. Menjelaskan definisi mufti
4. Menjelaskan definisi taklid
5. Menjelaskan definisi muqallid
BAB II

PEMBAHASAN

1.1. Ijtihad

a. Pengertian ijtihad

Secara ethimologis kata ijtihad berarti kerja keras, telaten, berkemauan


tinggi dan bersungguh-sungguh. Mengingat pengertian ijtihad yang sangat
mengandalkan kemampuan instrumen fisik dan nalar, maka dapat dipahami
bila para ulama menawarkan beberapa kualifikasi yang sebagian ditetapkan
dengan ketat sebagian lagi tidak bagi setiap orang yang ingin melakukan
ijtihad.

Abdul Karim Zaidan mengutip dari buku Pengantar Ilmu Ushul Fiqh
susunan Muchtim Humaidi, mengemukakan bahwa ijtihad adalah mengerahkan
dan mencurahkan kemampuan pada suatu pekerjaan. Maksudnya, ijtihad
digunakan untuk mengungkapkan pengerahan kemampuan dalam mewujudkan
sesuatu kesulitan atau beban yang dituju. Zaidan turut mengutarakan makna
ijtihad secara istilah, yakni mujtahid (orang berijtihad) yang mencurahkan
segala keterampilannya untuk menggali hukum-hukum syariat dengan jalan
istinbath.

Sementara menurut Imam al-Ghazali, ijtihad adalah kesungguhan usaha


seorang mujtahid dalam rangka mengetahui hukum-hukum syariat.Sedangkan
menurut mayoritas ulama ushul fiqh, ijtihad adalah pencurahan segenap
kesanggupan (secara maksimal) seorang ahli fikih untuk mendapatkan
pengertian tingkat dhanni terhadap hukum syariat.

b. Jenis-jenis ijtihad
Ijtihad dibedakan atas 3 jenis menurut yang disebutkan dalam buku Ushul
Fiqh Kontemporer. Perbedaan ini ditinjau dari segi dalilnya;

1. Ijtihad bayani
Ijtihad Bayani atau ijtihad yang berusaha untuk menemukan hukum yang
ada dalam nash atau Al-Qur'an dan hadits. Pada jenis ini, ijtihad dilakukan
ketika ditemukan adanya arti tersirat yang memiliki perbedaan dengan
nash.

2. Ijtihad Qiyasi
Ijtihad yang kedua ialah Qiyasi yang memiliki tujuan untuk menggali serta
menetapkan hukum ketika ada kejadian yang ketentuannya tidak terdapat
dalam dalil nash atau ijma. Ijtihad tersebut dilakukan dengan melihat
terlebih dahulu peristiwa serupa yang dalilnya sudah ada dalam nash.

3. Ijtihad Istilahi
Yang terakhir ialah ijtihad Istilahi yang mana bertujuan untuk menggali,
merumuskan, serta menemukan hukum yang dalilnya tidak ada dalam
nash. Tidak seperti qiyas, ijtihad Istilahi menjadi pegangan untuk jiwa
hukum syara' yang berperan dalam mencapai kemaslahatan umat.

c. Rukun ijtihad

Saat hendak berijtihad, terdapat beberapa hal yang mesti diperhatikan


sebelumnya. Yang mana perkara-perkara ini mesti terpenuhi terlebih dahulu
sebelum melakukan ijtihad. Mengutip buku Fikih Kontemporer, ada empat
rukunnya:

1. Al-Waqi' adalah kasus yang menimpa dan belum dijelaskan dalam nash
Al-Qur'an dan sunnah, atau persoalan yang diyakini akan terjadi nantinya.
2. Mujtahid, yakni seorang yang melakukan ijtihad dan punya kemampuan
untuk berijtihad dengan syarat-syarat tertentu. Menukil buku Pengantar
Ilmu Ushul Fiqh, berikut syarat seorang mujtahid:
 Paham dan menguasai pengetahuan mengenai ayat-ayat hukum dalam
Al-Qur'an.
 Tidak harus menghafal seluruh isi Al-Qur'an, cukup punya keahlian
untuk merujuknya ketika diperlukan. Tetapi bila hafal Al-Qur'an lebih
bagus.
 Mengetahui hadits-hadits tentang berkaitan dengan hukum.
 Tahu objek ijma' mujtahid terdahulu agar tidak menentukan hukum
yang menyalahi sebelumnya.
 Mengerti tata cara qiyas, syarat-syarat penerapannya, illat-illat hukum,
serta metodenya.
 Paham berbahasa Arab.
 Mengetahui dan paham mengenai nasakh mansukh.

3. Mujtahid fih, yaitu hukum-hukum syariat yang bersifat amali atau taklifi.

4. Dalil syara, yang menjadi dasar menetapkan suatu hukum bagi mujtahid.

1.2. Mujtahid

a. Pengertian mujtahid

Mujtahid atau fakih secara terminologis adalah seseorang yang dalam ilmu fikih
telah mencapai derajat ijtihad, artinya memiliki kemampuan untuk melakukan
infefensi hukum-hukum syariat dari sumber-sumber yang terpercaya dan
muktabar. [1]Melakukan istinbath hukum-hukum syariat bersandar pada dalil-
dalil atau kemampuan melakukan hal ini disebut sebagai ijtihad.
Adapun mujtahid adalah bentuk kata fa'il (pelaku) yang berarti orang yang
bersunguh-sungguh dengan mengerahkan segala kemampuannya yang rasional,
menggali (mempelajari) ajaran Islam yang tertuang dalam al-Qur'an dan Hadits,
dengan analisanya yang tepat, memberikan pertimbangan tentang hukum-hukum
Islam.

b. Klasifikasi mujtahid

 Mujtahid Mutlak, Seorang mujtahid yang mampu melakukan istinbath dan


melalui penalaran syariat ia melakukan inferensi hukum dalam kebanyakan
hukum-hukum syariat.
 Mujtahid Mutajazzi: Seseorang yang memiliki kemampuan untuk melakukan
istinbath hukum-hukum syariat pada sebagian masalah fikih. Sebagian fakih
berpandangan tidak dibenarkan bertaklid kepada mujtahid mutajazzi;
sebagian lainnnya berpendapat boleh bertaklid kepada seorang mujtahid
mutajazzi dalam istinbath hukum yang ia lakukan.
 Mujtahid bil fi'il: Mujtahid yang di samping memiliki kemampuan melakukan
istinbath hukum, dalam tataran praktis juga ia melakukan istinbath dalam
banyak hukum.
 Mujtahid bil quwwa: Mujtahid yang mampu melakukan istinbath hukum-
hukum syariat namun pada tataran praktis ia tidak banyak melakukan
inferensi hukum.
 Mujtahid A'lam: Fakih yang memenuhi segala persyaratan dalam melakukan
istinbath hukum syariat dan dibanding dengan fakih yang lain ia lebih
memiliki kemampuan. Sebagian fakih menilai wajib hukumnya untuk
bertaklid kepada mujtahid a'lam apabila ia dapat mengidentifikasinya dan
sebagian lainnya mewajibkan taklid kepada mujtahid a'lam berdasarkan
prinsip kehati-hatian.
 Mujtahid Jami' al-Syaraith: Mujtahid yang memiliki syarat-syarat yang
diperlukan untuk dapat ditaklidi orang lain. Sebagian syarat itu adalah: laki-
laki, berakal, dari keturunan halal dan menganut mazhab Imamiyah, hidup,
adil dan a'lam.

c. Syarat-syarat menjadi mujtahid

Muhammad Abu Zahrah dalam kitab Ushulul Fiqh, mengemukakan bahwa syarat-
syarat mujtahid, di antaranya ialah:

1. Menguasai ilmu bahasa Arab. Karena Al-Quran berbahasa Arab dan As


Sunnah diucapkan oleh Nabi berbahasa Arab. Ahli Ushul Fiqih sepakat
bahwa untuk melakukan ijtihad diperlukan kemampuan untuk menguasai
bahasa Arab.
2. Mengetahui tentang Al-Quran dan pengetahuan tentang nasikh mansukh.
3. Mengetahui tentang As Sunnah. Ulama sepakat bahwa untuk melakukan
iitihad diperlukan pengetahuan tentang As Sunnah, baik sunnah qauliyah,
fi’liyyah maupun taqririyah terhadap obyek bahasanya.
4. Mengetahui masalah-masalah yang telah disepakati dan yang masih
diperselisihkan.
5. Mengetahui tentang qiyas. Dalam hal ini dapat melaksantkzn qiyas, yang
memedukan ilmu Ushul Fiqh, mengetahui tentang kaidah-kaidah qiyas dan
mengetahui tentang cara-cara yang ditempuh ulama salafush shalih dalam
menetapkan illah sebagai dasar pembinaan hukum Fiqhilyah.
6. Mengetahui tentang tujuan ditetapkannya hukum bagi manusia untuk
dapat membawa kemashlahatan manusia, dan itulah inti Risalah
Muhammad sebagai yang dimaksudkan dalam Firman Allah, yang
artirnya: “Dan tidaklah engkau (Muhammad) Kami utus kecuali sebagai
rahmat bagi alam semesta.”
7. Faham benar dan perkiraannya, yang oleh Al Asnawi digambarkan
mengetahui tentang batasan-batasan serta cara menyusun muqaddimah dan
kesimpulan, agar terjaga dari kekeliruan dalam analisis dan berfikir.
Dalam hal ini, seakan-akan disyaratkan mengetahui tentang ilmu mantiq.
8. Niat dan i’tiqadnya benar, hanya semata-mata karena Allah dalam rangka
menegakkan agama yang benar.

1.3. Mufti

a. Pengertian mufti

Mufti adalah orang yang diberi wewenang untuk menghasilkan fatwa dengan
cara ijtihad. Tugas Mufti adalah mengenalkan dan menerapkan syariat
Islam dalam suatu masyarakat. Syarat untuk menjadi mufti adalah menguasai
ilmu ushul fikih, fikih dan syariat Islam serta memiliki sifat yang mulia dan
sehat. Fatwa yang dibuat oleh Mufti harus mengikuti perkembangan zaman. 1

b. Syarat-syarat mufti

Pemilihan mufti harus mempertimbangkan kepercayaan masyarakat


terhadapnya, terutama dalam menjawab persoalan-persoalan tentang hal-hal
yang halal dan haram untuk dilakukan dalam kehidupan
bermasyarakat . Persyaratan dasar untuk menjadi Mufti adalah memiliki
kemampuan melakukan ijtihad.

Dalam pelaksanaannya, Mufti harus dipilih dari para mujtahid yang memiliki
pemikiran yang adil dan jujur terhadap masyarakat yang diberi fatwa. Mufti juga
harus menguasai ilmu ushul fikih, fikih, dan syariat Islam. Sifat pribadi yang
harus dimiliki oleh Mufti yaitu tidak melakukan perbuatan haram dan sia-sia,
memiliki pendirian yang teguh, tidak bersikap sombong, dan sehat rohani maupun
jasmani. Dan disyaratkan lagi, seorang mufti haruslah lengkap sarana ijtihadnya,
memiliki pengetahuan tentang segala hal yang dibutuhkan dalam rangka menggali

1
Mukhlishin, A., Suhendri, A., dan Dimyati, M. (2018). "Metode Penetapan Hukum Dalam
Berfatwa". Al Istinbath : Jurnal Hukum Islam. 3 (2): 167–184.
hukum, mulai dari ilmu nahwu, lughat dan mengenal para perawi hadits.Sehingga
ia dapat mengambil riwayat dari perawi yang diterima, bukan perawi yang cacat.

c. Pemberian fatwa

Mufti menghasilkan fatwa yang bersifat mengikuti keadaan sosial dalam


suatu masyarakat tertentu pada waktu tertentu. Perannya adalah sebagai pemberi
nasihat melalui fatwa yang dibuatnya. Tujuannya adalah untuk melaksanakan
pemikiran syariat Islam. Fatwa yang dihasilkan oleh mufti dapat merubah
kehidupan sosial dalam masyarakat yang diberi fatwa. Fatwa tersebut tidak
berasal dari pendapat pribadinya. Mufti akan memberikan fatwa yang berkaitan
dengan permasalahan praktis yang sumber hukumnya tidak disampaikan secara
jelas dalam Al-Qur'an dan Sunah. Nilai-nilai dalam kedua sumber syariat Islam
tersebut kemudian akan dikaji sehingga menghasilkan fatwa yang dapat
menyelesaikan permasalahan tersebut. 2

Pemberian fatwa harus dilandasi dengan pengetahuan tentang tradisi yang


berlaku dalam masyarakat yang meminta fatwa kepada Mufti. Ideologi yang
berkembang dalam suatu masyarakat harus dipertimbangkan, sehingga fatwa yang
dihasilkan oleh Mufti dapat diterapkan secara tepat. Selain itu, fatwa yang
dihasilkan harus mengikuti perkembangan zaman sehingga tidak mempersulit
masyarakat dalam menerapkannya.

1.4. Taklid

a. Pengertian taklid

Taqlid secara bahasa merupakan asal kata dari bahasa Arab “qallada–
3
Yuqallidu-qilâdan–Taqlîdan”yaitu: meletakkan kalung di leher. Demikian
kaitan asal kata tersebut dengan kondisi seorang muqallidyang seolah
Sedangkan menurut istilah, Taqlid adalah: mengikut pendapat orang lain

2
Ibid, 173
3
Awwaluz Zikri~ 3Al-MuamalatJurnal Hukum Ekonomi Syariah. Vol III, No01.
tanpa mengetahui hujjah/dalil kebenaran pendapat tersebut(Said Rhamadhan,
2005: 54).

Pengertian yang senada dengan ini juga diutarakan oleh: Al-Kamal


Ibn Al-Humam Al-Hanafi, Ibn Juzzay dalammazhab Maliki, Asy-Syairazy
dan Imam Al-Haramain dalam mazhab Syafi'I(Mahmud Hamid, 1996:
227).Maksud dari pengertian ini adalah: seorang Muqallidber-iltizamdengan
bertaqlid kepada pendapat seorang imam dalam semua urusan agama, sehingga
dia meyakini bahwa yang diharamkan oleh sang imam adalah haram, yang
diwajibkan adalah wajib, dan yang dimubahkan adalah mubah tanpa
mengetahui dalilnya sama sekali, atau mengetahui dalilnya namun tidak
memiliki kemampuan untuk mengambil hukum tersebut secara langsung
dari sumbernya.

b. Syarat-syarat taqlid

Ada lima syarat yang diberikan oleh para ulama agar seseorang boleh untuk
bertaklid:4

1. Orang yang taklid itu jahil atau tidak berilmu, ia sulit untuk mengenal
(memahami) hukum Allah dan Rasul-Nya.
2. Bertaklid pada orang yang diketahui keilmuannya.
3. Tidak nampak bagi orang yang taklid itu kebenaran dan ia pun tidak
mengetahui pendapat lainnya yang lebih kuat. Jadi orang yang taklid
hanyalah mengikuti orang yang ia ketahui jelas benarnya.
4. Taklid tidak menyelisihi dalil dan ijma’ (kata sepakat ulama).
5. Tidak boleh mewajibkan mengikuti madzhab imam tertentu dalam semua
masalah, namun yang diperintahkan adalah untuk mengikuti kebenaran.

4
Ma’alim Ushulil Fiqh ‘inda Ahlis Sunnah, Muhammad bin Husain bin Hasan Al Jizaniy,
terbitan Dar Ibnul Jauzi, cetakan kesembilan, tahun 1431 H.
1.5. Muqallid

a. Pengertian muqallid

Muqallid berasal dari kata qallada artinya meniru. Muqallid adalah orang
awam yang bertaklid atau mengikuti pendapat mujtahidin tanpa mengetahui
sumber dan dalilnya. Orang yang tidak memiliki syarat ijtihad dan ittiba’ maka
wajib baginya bertaklid (mengikuti) kepada salah satu dari empat madzhab yang
diakui.

Atau bertaklid kepada imam-imam mujtahid yang terkenal yaitu Imam


Abu Hanifah, Imam Malik bin Anas, Imam Syafi`i, dan Imam Hambali, dan tidak
diperbolehkan bertaklid diluar dari empat madzhab tersebut diatas, karena nisbat
kebenaran selain dari empat madzhab tidak diakui oleh jumhur ulama.
BAB III

PENUTUPAN

3.1. Kesimpulan

Ijtihad adalah sebuah usaha yang dilakukan dengan sungguh-sungguh


dengan berbagai metode yang diterapkan beserta syarat-syarat yang telah
ditentukan untuk menggali dan mengetahui hukum Islam untuk kemudian
diimplementasikan dalam kehidupan bermasyarakat. Sedangkan mujtahid adalah
orang yang melakukan ijtihad atau biasa disebut sebagai ahli fiqih. Mufti adalah
orang yang diberi wewenang untuk menghasilkan fatwa dengan cara ijtihad
Taklid ialah mengamalkan pendapat orang lain tanpa mengetahui dalil-
nya, sedangkan ittiba' adalah beramal atau mengamalkan pendapat orang lain
dengan mengetahui dalilnya. Orang yang melakukan taklid di sebut muqallid.
DAFTAR PUSTAKA

fasya, fasya. (2018). TAQLID & TALFIQ DALAM HUKUM ISLAM;


Sebuah Pengantar Dalam Tinjauan Maqashidasy-Syariah. Al - Muamalat: Jurnal
Hukum Dan Ekonomi Syariah, 3(I), 1-17. Retrieved from
https://journal.iainlangsa.ac.id/index.php/muamalat/article/view/692

Ma’alim Ushulil Fiqh ‘inda Ahlis Sunnah, Muhammad bin Husain bin
Hasan Al Jizaniy, terbitan Dar Ibnul Jauzi, cetakan kesembilan, tahun 1431 H.

Misno, A. (2017). Redefinisi Ijtihad Dan Taklid. Al-Mashlahah Jurnal


Hukum Islam dan Pranata Sosial, 2(04).

Mukhlishin, A., Suhendri, A., dan Dimyati, M. (2018). "Metode Penetapan


Hukum Dalam Berfatwa". Al Istinbath : Jurnal Hukum Islam.

Anda mungkin juga menyukai