NIM : 232101010059 Kelas : A3 Matkul : Filsafat (UAS)
1. Pengetahuan Inderawi (empirisme) merupakan jenis pengetahuan yang juga melibatkan
organ-organ tubuh (indera-indra luar dan otak ) yang berekesesuaian dan menunjuk pada kualitas inderawi, sekunder seperti; warna, bunyi, bauh, dan sebaginya serta kualitas- kualitas inderawi primer, seperti; bentuk, ukuran, cahaya, gerakan, citarasa, sakit, senang, dan sebaginya yang semuanya bersifat spasio-temporal (terbatas pada ruang dan waktu). Pengetahuan inderawi, dalam hal ini, menunjuk pada sejumlah kesan yang diterima organ-organ inderawi yang terbatas, partikular, dan beraneka ragam. Akibatnya, rangsangan (sensasi) inderawi yang dikirim ke otak menghasilkan suatu citra inderawi sebagai wujud pengalaman sadar. Pengetahuan inderawi mengandalkan daya ingatan dan imajinasi yang berfungsi menyempurnakan hasil sensasi atau penglihatan inderawi yang terpotong-potong dan menyusunnya secara utuh. Tokoh Empirisme John Locke (1632-1704), ia membuat sebuah Esai tentang Pemahaman Manusia (Essay Concerning Human Understanding) yang diterbitkan pada 1690. Dia menjelaskan tentang dua masalah: yang pertama adalah mengenai 'Darimana kita mendapat gagasan- gagasan kita?' dan yang kedua adalah 'Apakah kita dapat mempercayai apa yang telah dikatakan indra-indra kita?' Menurut Locke, semua pikiran dan gagasan kita berasal dari sesuatu yang telah kita peroleh melalui Indra. Sebelum kita merasakan sesuatu, pikiran kita merupakan tabula rasa-atau merupakan kertas kosong. Namun pikiran di sini tidak hanya bersifat pasif menerima informasi dari luar. Beberapa aktivitas berlangsung di dalam pikiran pula. Gagasan-gagasan dari Indra itu diolah dengan cara berpikir, bernalar, memercayai dan berpikir, dan dengan demikian menimbulkan apa yang disebutnya perenungan. Jadi, ia membedakan antara pengindraan dan perenungan. Pikiran itu sendiri tidak bertindak pasif, karena ia menggolongkan dan memproses semua perasaan yang mengalir masuk. Pengetahuan Mitos ( pra-scientific knowledge) Mitos adalah pengetahuan lain yang merupakan kombinasi antara pengakuan- pengakuan dan kepercayaan. Mitos dibuat untuk melengkapi rasa keingin tahuan masyarakat, karena pada saat itu rasa atau penalaran belum terbentuk, yang bekerja hanya daya khayal, ituisi atau imajinasi. Mitos merupakan pengetahuan yang tidak obyektif melainkan subyektif. Sebuah Mitos dapat diterima oleh masyarakat karena pada waktu itu keterbatasan penginderaan dan penalaran serta rasa ingin tahu yang perlu segera dipenuhi. Menurut Van peursen dalam (Aly, 2003) mitos adalah cerita yang ada dimasyarakat yang dianggap memberikan pedoman atau arahan tertentu. Adapun cerita-cerita tersebut menggambarkan sebuah peristiwa kebaikan atau keburukan, pada kehidupan dan kematian. Dipandang dari perspektif keadaan yang ada, mitos biasanya dikaitkan oleh hal atau kejadian yang berbau mistis dimana manusia merasa dirinya dikelilingi oleh kekuatan ghoib pada kehidupan sekitarnya. Dalam kamus besar Bahasa Indonesia mempunyai makna sebagai suatu cerita mengenai asal-usul alam semesta, manusia, suatu wilayah atau bangsa. Contoh-contoh Mitos dikalangan masyarakat meliputi : Tertimpa cicak tandanya akan mendapat sial.Sial disini maksudnya dari tertimpa cicak itu sendiri. Siapa yang tidak sial kalau sedang enak-enak duduk tiba-tiba tertimpa cicak. Jangan bersiul pada malam hari dikarenakan dapat mengundang makhluk ghaib. Maksud dari sini adalah supaya tidak mengganggu orang-orang yang sedang beristirahat. Demikian beberapa contoh mitos yang ada pada masyarakat. Para nenek moyang menganggap sebagai pamali. Sebagai orang yang beragama khususnya agama Islam percaya dan bersandar pada khurafat dan mitos (cerita-cerita bohong) adalah salah satu cara berfikir dan berdalil orang-orang musryik. Mereka tidak menggunakan akal dan hati mereka untuk mencari dan mengamalkan kebenaran. Dan itu merupakan sebab mereka dimasukan ke dalam Neraka. Seperti halnya Firman Allah dalam al-quran surah al isro’ ayat ke 36 yang mempunyai makna : “Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya” Pengetahuan filsafat (philosophy knowledge) Istilah “filsafat” ini sebenarnya berasal dari Bahasa Yunani, yakni “philosophia”, yang mana merupakan gabungan dari kata “philo” dan “sophia”. Philo berarti ‘cinta dalam arti yang luas’, sementara sophia berarti ‘kebijakan atau pandai’. Jadi, dapat disebut bahwa filsafat ini adalah keinginan untuk mencapai cita pada kebijakan. Beberapa para ahli mengemukakan pendapatnya bahwa filsafat adalah sebuah ilmu yang berusaha mencari sebab secara mendalam berdasarkan pemikiran dan akal manusia. Filsafat ini juga dapat menjadi pandangan hidup seseorang sekelompok orang mengenai kehidupan yang dicita-citakan. Namun, filsafat ini dapat juga diartikan sebagai suatu sikap seseorang yang sadar dan dewasa ketika memikirkan segala sesuatu secara mendalam dan melihat secara menyeluruh dengan segala hubungan. Pengetahuan filsafat diperoleh dari pemikiran yang kontemplatif dan spekulatif. pengetahuan filsafat menekankan pada universalitas kedalaman kajian mengenai Ilmu hanya pada satu bidang pengetahuan yang mengerucut, sementara filsafat membahas hal yang lebih luas namun tetap mendalam. Filsafat biasanya memberikan pengetahuan reflektif dan kritis sehingga ilmu yang tadinya kaku dan cenderung tertutup dilonggarkan kembali untuk menerima perubahan yang dianggap lebih positif. Pengetahuan Agama (Religion knowledge) pengetahuan agama adalah pengetahuan yang diperoleh melalui ajaran agama dan keyakinan manusia terhadap tuhan atau yang maha kuasa. contohnya keyakinan, keimanam, bagaimana keadaan hidup setelah kematian. kelebihan ilmu agama ini dapat memberikan bimbingan moral serta spiritual , namun ada juga kelemahannya adalah kebenaran sulit dipastikan dan dapat timbul perbedaaan pendapat. Pengetahuan ilmiah (Scientific knowledge) pengetahuan ilmiah adalah pengetahuan yang diperolah melalui metode ilmiah yang sistematis dan terbukti. contohnya pengetahuan teknologi, pengetahuan sains dan juga ilmu matematika. Kelebihannya ini dapat diverivikasi dan dapat digunakan untuk memecahkan masalah. namun ada juga kelemahannya objek yang dapat diukur maupun diamati itu terbatas. 2. Ontologi ( Wujud/ Hakikat ) Ontologi dalam bahasa Yunani, berarti ‘studi, teori, atau ilmu wujud‘, terkait dengan sesuatu yang ada. Oleh karena demikian ontologi adalah cabang filsafat yang kehadirannya permaka kali untuk memastikan ilmu pengetahuan. Atas dasar itulah sebabnya semua filsuf Yunani Kuno berurusan dengan ontologi. Definisi ontologi menurut para ahli, antara lain: Aristoteles, Ontologi adalah rangkaian pembahasan tentang hal ada sebagai hal ada (hal ada sebagai demikian) mengalami perubahan dalam, sehubungan objeknya. Bakhtiar, Pengertian ontologi adalah sebagai ilmu yang membahas tentang hakikat yang ada, sebagai suatu ultimate reality baik yang mempunyai bentuk jasmani atau konkret maupun tentang rohani ataupun abstrak. Suriasumantri , Arti ontologi adalah ilmu pengetahuan tentang apa yang ingin kita ketahui, seberapa jauh kita ingin tahu, atau dengan kata lain suatu pengkajian terhadap teori tentang ada. Epistimologi Secara etimologis, kata ini berasal dari bahasa Yunani klasik epistēmē yang berarti pengetahuan (knowledge) dan logos yang berarti penjelasan atau ilmu. Jadi epistemologi adalah "the theory of knowledge" atau teori pengetahuan. Penggunaan secara istilah, epistemologi merupakan cabang filsafat ilmu yang mengkaji dan membahas mengenai hakikat ilmu atau ilmu tentang pengetahuan (pengetahuan ilmiah). kata epistemologi dalam bahasa Inggris: "epistemology" yang merupakan bagian filsafat yang berhubungan dengan pengetahuan. Pembahasan mengenai Epistimologi meliputi pembahasan tentang asal mula, sumber, ruang lingkup, nilai validitas, dan kebenaran dari pengetahuan. Epistemologi mempelajari tentang hakikat dari pengetahuan, justifikasi, dan rasionalitas keyakinan. Epistemologi menjadi banyak diperbincangkan dalam berbagai bidang, epistemologi dipusatkan menjadi empat bidang yakni: 1) Analisis filsafat yang terkait hakikat dari pengetahuan dan bagaimana hal ini memiliki keterkaitan dengan konsepsi seperti kebenaran, keyakinan, dan justifikasi, 2) Berbagai masalah skeptisisme, 3) Sumber-sumber dan ruang lingkup pengetahuan dan justifikasi atas keyakinan, dan 4) Kriteria bagi pengetahuan dan justifikasi Aksiologi Aksiologi berasal dari kata Yunani: axion (nilai) dan logos (teori), yang berarti teori tentang nilai. Merupakan cabang filsafat ilmu yang mempertanyakan bagaimana manusia menggunakan ilmunya. Jadi yang ingin dicapai oleh aksiologi adalah hakikat dan manfaat yang terdapat dalam suatu pengetahuan. Beberapa pandangan para ahli filsafat terkemuka terkait aksiologi melibatkan pemikiran tentang nilai dan prinsip moral. Contohnya: 1. Nicolai Hartmann: Hartmann membagi nilai menjadi tiga kategori: estetika, etika, dan nilai rohaniah. 2. Axiologi Eksistensialis: Beberapa filsuf eksistensialis seperti Jean-Paul Sartre dan Albert Camus berfokus pada kebebasan dan tanggung jawab individu sebagai nilai utama. 3. Immanuel Kant: Menyumbang pemikiran tentang kewajiban moral dan imperatif kategoris. Dalam aksiologi, ada dua komponen mendasar, yakni Etika (moralitas) dan Estetika (keindahan). Etika berasal dari bahasa Yunani. Yakni dari kata ethos yang memiliki arti “adat kebiasaan”. Istilah lain untuk menyebutkan unsur etika adalah istilah moral. Etika adalah cabang filsafat aksiologi yang membahas tentang masalah-masalah moral. Kajian etika lebih fokus pada prilaku, norma dan adat istiadat yang berlaku pada komunitas tertentu. Sehingga di dalamnya akan membahas mengenai suatu adat kebiasaan yang berlaku di dalam suatu komunitas, misalnya suatu kelompok masyarakat. Dalam cabang ilmu etika ini ada tiga bidang studi utama atau materi yang akan dibahas secara mendalam. Yaitu: 1. Meta etika, merupakan bidang studi yang membahas mengenai makna teoritis dan juga acuan yang digunakan untuk menerapkan maupun membangun etika atau moral dalam suatu kelompok masyarakat. 2. Etika normatif, merupakan bidang studi etika yang membahas mengenai cara praktis untuk menentukan suatu tindakan moral. Sehingga disini akan dibahas mengenai cara-cara praktis menentukan tindakan apa saja yang dianggap beretika dan sebaliknya. 3. Etika terapan, merupakan bidang studi di dalam etika yang membahas mengenai apa yang wajib dilakukan seseorang dalam situasi tertentu atau wilayah tindakan tertentu. Estetika merupakan cabang ilmu filsafat yang berhubungan dengan keindahan, rasa, dan segala hal yang berhubungan dengan perasaan atau penilaian personal (subjektif) Estetika dalam aksiologi ilmu filsafat membahas tentang nilai-nilai keindahan dan kebaikan dalam konteks seni dan pengalaman estetis. 3. a.Teori Dialektika Socrates Teori Dialektika Socrates adalah pendekatan filosofis yang melibatkan dialog atau percakapan untuk mencapai pemahaman yang lebih mendalam. Socrates percaya bahwa kebenaran dapat diungkap melalui pertanyaan, perdebatan, dan diskusi, Yang bertujuan untuk mengetahui isi dari pikiran atau jiwa manusia. Contohnya, dalam dialog Socrates dengan lawan bicaranya, dia akan menggunakan serangkaian pertanyaan untuk membimbing lawan bicaranya mempertimbangkan pandangan mereka sendiri. Sebagai contoh, dalam “Dialog Euthyphro,” Socrates berdialog dengan Euthyphro tentang konsep kebenaran dan keadilan, mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang menuntun Euthyphro untuk merenung lebih dalam tentang keyakinan dan pandangannya. b.Teori idea Plato Teori Plato, yang juga dikenal sebagai Teori Bentuk atau Teori Ide, Pemahaman utama dalam Teori Ide adalah bahwa pengetahuan sejati hanya dapat ditemukan melalui pemahaman tentang bentuk-bentuk ide. Yang menyatakan bahwa realitas fisik yang terlihat oleh kita hanyalah representasi yang terbatas dari realitas yang lebih tinggi dan abstrak. Plato meyakini bahwa ide atau bentuk universal, sebagai konsep abstrak, mewakili kenyataan yang sejati dan abadi. Sebagai contoh, Plato mengemukakan “Teori Bentuk Kebaikan,” di mana ia menyatakan bahwa kebaikan adalah bentuk mutlak dan abstrak. Dalam karya-karyanya seperti “Republik,” Plato menggambarkan bagaimana dunia fisik hanya mencerminkan kebaikan ini secara terbatas, sementara bentuk kebaikan itu sendiri ada di luar dunia nyata dan menjadi sumber segala kebaikan. Oleh karena itu, Plato berpendapat bahwa dunia materi hanya merupakan bayangan atau salinan yang tidak sempurna dari ide-ide atau bentuk-bentuk yang lebih tinggi dan abstrak. c.Teori Logika Aristoteles Teori Logika Aristoteles merujuk pada sistem logika yang dikembangkan oleh filsuf Yunani kuno, Aristoteles. Teori ini mencakup konsep-konsep seperti kategorisasi, silogisme, dan hukum-hukum dasar logika. Aristoteles membagi kategori-kategori konsep dan objek ke dalam kelompok-kelompok yang lebih umum dan khusus, membentuk dasar bagi pemikiran logis. Salah satu aspek terpenting dari teori logika Aristoteles adalah silogisme, yaitu suatu bentuk argumen logis yang terdiri dari tiga pernyataan (dua premis dan satu kesimpulan) yang saling terkait. Contohnya: Semua filsuf adalah manusia (umum). Aristoteles adalah seorang filsuf (khusus). Aristoteles adalah seorang manusia (kesimpulan ) Aristoteles juga merumuskan hukum-hukum logika dasar, seperti Hukum Identitas dan Hukum Nonkontradiksi.Dengan konsep-konsep ini, Aristoteles berusaha untuk menyusun dasar-dasar berpikir logis dan metode rasional untuk menyimpulkan kebenaran dari premis-premis yang diberikan. Teori logika Aristoteles memainkan peran penting dalam sejarah pengembangan logika dan berpengaruh dalam berbagai bidang filsafat dan ilmu pengetahuan. 4. A. Rasionalisme Rasionalisme mengklaim bahwa pengetahuan muncul dari akal budi, pemikiran, dan deduksi logis. paham yang meyakini bahwa sumber utama pengetahuan manusia terletak pada akal atau disebut dengan idea. Tokoh-tokoh: Plato (Yunani Kuno): Memandang ide atau bentuk keabstrakan sebagai realitas yang lebih tinggi, dapat dijangkau melalui akal budi. Rene Descartes (Masa Modern): Dikenal dengan frase “Cogito, ergo sum” (Saya berpikir, maka saya ada), menekankan peran akal budi sebagai sumber pengetahuan yang meyakinkan. B. Empirisme Empirisme berpendapat bahwa pengetahuan berasal dari pengalaman dan observasi sensoris. aliran di dalam dunia filsafat yang menitikberatkan pengalaman inderawi sebagai sumber utama dan asal-usul pengetahuan manusia. Tokoh-tokoh: Aristoteles (Yunani Kuno): Menekankan observasi dan pengalaman sebagai dasar pengetahuan, kontrast dengan pendapat guru Plato. John Locke (Masa Modern): Memandang pikiran sebagai “tabula rasa” yang diisi melalui pengalaman indrawi. Kedua aliran ini memiliki perbedaan dalam sumber pengetahuan, dengan rasionalisme mengutamakan akal budi dan deduksi, sementara empirisme lebih menitikberatkan pada pengalaman dan observasi. Pemikiran tokoh-tokoh tersebut membentuk dasar bagi pandangan epistemologis selanjutnya. 5. Utilitarianisme Utilitarianisme adalah teori moral yang menyatakan bahwa suatu tindakan adalah benar secara moral jika dan hanya jika tindakan itu menghasilkan setidaknya sebanyak kebaikan (utilitas/ kemanfaatan/ kegunan) bagi semua orang yang terpengaruh oleh tindakan tersebut sebagai tindakan alternatif yang dapat dilakukan orang tersebut. Bahwa utilitiariasme merupakan teori moral sebagaimana dikatakan Geoffrey Scarre, utilitariasnisme bukanlah persoalan filsafat, tetapi merupakan pendekatan problematis terhadap filsafat moral yang selalu menarik, baik mereka yang gigih menjadi pembela maupun mereka penentang yang gigih. Contohnya: Perusahaan rokok yang memproduksi rokok dari tembakau pilihan, dengan tingkat produk yang banyak beredar dipasaran maka akan diperoleh keuntungan yang besar, tapi keuntungan yang besar tersebut juga meneyebabkan tingkat pajak yang tinggi terhadap perusahaan. Oleh karena itu, perusahaan mengambil keputusan yaitu dengan menggunakan metode utilitarian dengan cara setiap pembeli rokok yang diproduksi oleh perusahaan tersebut akan membayar pajak yang ditangguhkan. Sehingga perusahaan tidak lagi membayar pajak, tapi konsumenlah yang membayarnya. Hak dan Kewajiban Hak dan kewajiabn ini ibarat dua sisi mata uang yang tak bisa dipisahkan. Kita melaksanakan kewajiban maka kita akan mendapatkan hak kita, demikian pula sebaliknya kita menuntut hak kita setelah kita melaksanakan kewajiban.Masalah yang sering terjadi adalah hak dan kewajiban tidak seimbang. Setiap orang memiliki hak dan kewajiban untuk mendapatkan penghidupan yang layak. Tetapi pada kenyataannya banyak orang yang belum merasakan kesejahteraan dalam menjalani kehidupannya. Hal ini bisa disebut tidak ada keseimbangan antara hak dan kewajibannya. Jika keseimbangan itu tidak ada akan terjadi kesenjangan sosial yang berkepanjangan. Untuk mencapai keseimbangan antara hak dan kewajiban, caranya adalah dengan mengetahui posisi diri kita sendiri. Setiap individu harus mengetahui hak dan kewajibannya. Teori keadilan teori keadilan dalam ilmu filsafat adalah Teori Keadilan John Rawls. Dalam karyanya "A Theory of Justice," Rawls mengemukakan prinsip keadilan yang adil jika diatur oleh individu dalam kondisi ketidaktahuan mutlak (veil of ignorance), di mana mereka tidak mengetahui posisi sosial, ekonomi, atau karakteristik pribadi mereka. Contoh implementasi teori ini adalah prinsip distribusi sumber daya yang mengutamakan keadilan bagi mereka yang berada di tingkat sosial ekonomi rendah. Teori kepedulian Teori kepedulian. Salah satunya adalah Etika Kepedulian atau Etika Perhatian (Ethics of Care). Teori ini menekankan pentingnya perhatian terhadap hubungan interpersonal dan tanggung jawab sosial. Contohnya adalah pemikiran Carol Gilligan yang menyoroti peran kepedulian dalam etika, mengemukakan bahwa perempuan cenderung menggunakan pandangan yang lebih peduli terhadap konsekuensi hubungan sosial.