DISUSUN OLEH:
LEMBAR PENGESAHAN
Disusun Oleh:
Disetujui Oleh:
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Surabaya - 2022 iii
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI
APOTEKER DI BALAI BESAR POM SURABAYA
PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER ANGKATAN
LXIV FAKULTAS FARMASI - UNIVERSITAS SURABAYA
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Surabaya - 2022 iv
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI
APOTEKER DI BALAI BESAR POM SURABAYA
PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER ANGKATAN
LXIV FAKULTAS FARMASI - UNIVERSITAS SURABAYA
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas kasih dan
rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di
Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Surabaya yang dilaksanakan secara hybrid
pada tanggal 17, 18, dan 19 Oktober 2022. PKPA dilaksanakan sebagai bentuk
pengabdian dan pembelajaran bagi para calon apoteker, dalam hal ini mahasiswa
Program Studi Profesi Apoteker Angkatan LXIV Fakultas Farmasi Universitas
Surabaya sebelum memasuki dunia kerja yang sesungguhnya. Praktek Kerja Profesi
Apoteker ini juga bertujuan untuk memenuhi salah satu syarat bagi mahasiswa untuk
mendapatkan gelar Apoteker (apt.) di Universitas Surabaya. Banyak pengalaman dan
pelajaran serta manfaat yang kami dapatkan selama mengikuti PKPA, mulai dari
mendengarkan penjelasan materi yang dibawakan oleh Narasumber, Diskusi Kasus
dan Presentasi Hasil bersama para Preseptor dari BBPOM Surabaya sehingga seluruh
rangkaian kegiatan PKPA ini bisa terselesaikan dengan baik.
Penyelesaian PKPA ini tentunya tidak terlepas dari dukungan dan
bimbingan dari berbagai pihak, untuk itu pada kesempatan ini perkenankan penulis
menyampaikan ucapan terimakasih kepada:
1. Dra. apt. Rustyawati, M.Kes.Epid., selaku Kepala Balai Besar POM di Surabaya
yang telah memberikan kesempatan kepada kami selaku mahasiswa Program
Studi Profesi Apoteker untuk dapat melaksanakan Praktek Kerja Profesi Apoteker
di Balai Besar POM Surabaya.
2. Dra. apt. Retno Chatulistiani Purwaningrum, selaku Kepala Bagian Tata Usaha,
Siolita Sri Fajarwati, S.Sos., selaku Sub Koordinator Umum, apt. Denik
Prasetiawati, S.Farm., selaku Sub Koordinator Program dan Evaluasi, Dra.
Puryani, M.Si., selaku Koordinator Kelompok Substansi Pengujian, apt. Ary
Chodijayanti, S.Farm., M.Farm., selaku Sub Koordinator Sub Kelompok
Substansi Pengujian Kimia, apt. Winarsih, S.Farm., selaku Sub Koordinator Sub
Kelompok Substansi Pengujian Mikrobiologi, Dra. apt. Lindawati, selaku
Koordinator Kelompok Substansi Pemeriksaan, apt. Nurmayulis, S.Si., selaku Sub
Koordinator Sub Kelompok Substansi Inspeksi, apt. Budi Sulistyowati, S.Farm.,
selaku Sub Koordinator Sub Kelompok Substansi Sertifikasi, Dra. apt. Endah
Soetijowati, selaku Koordinator Kelompok Substansi Penindakan, apt. Meliza
Miranda
Tim Penyusun
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN.....................................................................................i
DAFTAR MAHASISWA PROFESI APOTEKER.................................................ii
KATA PENGANTAR.............................................................................................vi
DAFTAR ISI............................................................................................................ix
DAFTAR TABEL....................................................................................................xi
DAFTAR GAMBAR...............................................................................................xii
BAB I. PENDAHULUAN.......................................................................................1
1.1. LATAR BELAKANG.....................................................................1
1.2. TUJUAN PRAKTEK KERJA PROFESI........................................2
1.3. MANFAAT PRAKTEK KERJA PROFESI....................................3
BAB II. TINJAUAN MATERI...............................................................................4
2.1. BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN (BPOM) 4
2.2. BALAI BESAR PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN (BBPOM)
SURABAYA....................................................................................16
2.3. SISTEM PENGAWASAN OBAT DAN MAKANAN (SISPOM) 21
2.4. KELOMPOK SUBSTANSI INFORMASI DAN KOMUNIKASI
(INFOKOM) – BALAI BESAR PENGAWAS OBAT DAN
MAKANAN......................................................................................27
2.5. SUB KELOMPOK SUBSTANSI PENGUJIAN MIKROBIOLOGI –
BALAI BESAR PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN..............40
2.6. SUB KELOMPOK SUBSTANSI PENGUJIAN KIMIA – BALAI
BESAR PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN...........................60
2.7. KELOMPOK SUBSTANSI INSPEKSI DAN PENGAWALAN
VAKSIN – BALAI BESAR PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN
......................................................................................................... 66
2.8. SUB KELOMPOK SUBSTANSI PEMERIKSAAN: SERTIFIKASI –
BALAI BESAR PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN..............85
2.9. KELOMPOK SUBSTANSI PENINDAKAN – BALAI BESAR
PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN.........................................101
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. Pembagian Peran.....................................................................................26
Tabel 2.2. Kewenangan dalam Penanganan KLB Keracunan Pangan.....................37
Tabel 2.3. Klasifikasi Laboratorium Mikrobiologi...................................................40
Tabel 2.4. Jumlah Minimum Sampel yang Digunakan untuk Tiap Media...............47
Tabel 2.5. Penyiapan Larutan untuk Uji Penghambatan atau Pemacuan Cara Jendal
Gel.............................................................................................................................52
Tabel 2.6. Uji Cemaran Mikrobiologi menggunakan Metode Total Aerobic Microbial
Count (TAMC) dan Total Combined Yeast and Mold Count (TYMC)....................54
Tabel 2.7. Batasan Cemaran Mikroba......................................................................57
Tabel 2.8. Batas Cemaran Logam Berat...................................................................57
Tabel 2.9. Jumlah Minimum yang Digunakan pada Tiap Media.............................58
Tabel 2.10. Perbedaan MD-ML dengan SPP-IRT....................................................91
Tabel 2.11. Perubahan ISO 9001:2008 dan ISO 9001:2015.....................................125
Tabel 2.12. Perbedaan Persyaratan ISO 17025 Tahun 2005 dan 2017.....................137
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Struktur Organisasi Badan POM.........................................................7
Gambar 2.2. Struktur Organisasi Balai Besar POM di Surabaya (1).......................17
Gambar 2.3. Struktur Organisasi Balai Besar POM di Surabaya (2).......................18
Gambar 2.4. Wilayah Kerja Balai Besar POM di Surabaya dan LOKA POM di
Kabupaten Kediri dan Jember...................................................................................20
Gambar 2.5. Gambar Struktur Organisasi BPOM....................................................30
Gambar 2.6. Bagan Organisasi UPT LOKA POM...................................................31
Gambar 2.7. Ketentuan untuk Obat..........................................................................71
Gambar 2.8. Ketentuan untuk Vitamin.....................................................................72
Gambar 2.9. Cold Room dan Freezer Room.............................................................79
Gambar 2.10. Chiller atau Lemari Es Buka Samping..............................................80
Gambar 2.11. Chiller atau Lemari Es Buka Atas.....................................................80
Gambar 2.12. Alur Proses Sertifikasi.......................................................................86
Gambar 2.13. Tahapan Perizinan Pangan PIRT.......................................................90
Gambar 2.14. Alur Registrasi Pangan Olahan MD BPOM......................................91
Gambar 2.15. Alur e-sertifikasi Kosmetik................................................................96
Gambar 2.16. Alur Notifikasi Kosmetik dalam Negeri............................................100
Gambar 2.17. Alur Notifikasi Kosmetik Impor........................................................101
Gambar 2.18. Struktur Organisasi Kelompok Substansi Penindakan......................102
Gambar 2.19. Penerbitan dan Revisi ISO 9001........................................................127
Gambar 2.20. Perbedaan SNI ISO 9001:2008 dan SNI ISO 9001:2015..................128
Gambar 2.21. Istilah dan Definisi ISO 9001:2015...................................................132
Gambar 2.22. Organisasi Laboratorium...................................................................142
Gambar 2.23. Prosedur pada ISO 17025:2017.........................................................144
Gambar 2.24. Siklus Penggunaan dan Pemeliharaan Peralatan................................147
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
TINJAUAN MATERI
2.1.3. Tugas Dan Fungsi Badan Pengawas Obat Dan Makanan (BPOM)
KEPALA
Koordinator dan Kelompok Jabatan Fungsional
2.2.5. Tugas LOKA POM
Loka POM mempunyai tugas melakukan inspeksi dan sertifikasi
sarana/fasilitas produksi dan/atau distribusi Obat dan Makanan dan
fasilitas pelayanan kefarmasian, sertifikasi produk, pengambilan contoh
(sampling), dan pengujian Obat dan Makanan, intelijen, penyidikan,
pengelolaan komunikasi, informasi, edukasi, pengaduan masyarakat,
dan koordinasi dan kerja sama di bidang pengawasan Obat dan
Makanan, serta pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga.
2.2.6. Cakupan Kerja Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan
(BBPOM) Surabaya
Cakupan Kerja Balai Besar POM di Surabaya bersama Loka
POM yang berada di Kabupaten Kediri dan di Kabupaten Jember
mencakup Provinsi Jawa Timur yang terdiri dari 38 kabupaten/kota
dengan luas wilayah 47.799,75 km2 dan jumlah penduduk 39,74 juta
jiwa. Cakupan kinerja Loka POM di Kabupaten Kediri, meliputi 6
kabupaten/kota (Kabupaten Kediri, Kabupaten Tulungagung,
Kabupaten
produk komplemen, dan pangan yang memiliki nomor izin edar (NIE)
terdaftar. Kategori II menunjukkan produk legal, tetapi di sarana ilegal
sehingga pengawasan produk legal dilakukan oleh penyidik pegawai
negeri sipil (PPNS) BPOM dan kepolisian yang melakukan
penyelidikan pada sarana ilegal. Produk-produk narkotika,
psikotropika, dan obat keras yang ditemukan di kios, perorangan, dan
lain-lain yang ilegal termasuk ke dalam kategori II. Sebaliknya, apabila
produk ilegal tetapi sarananya legal maka dikategorikan dalam kategori
III. Penyelidikan produk ilegal dilakukan oleh kepolisian dan
pengawasan sarana legal dilakukan oleh PPNS BPOM. Produk dalam
kategori III adalah obat, obat, obat tradisional, kosmetika, produk
komplemen, dan pangan yang tidak memiliki atau tanpa izin edar (TIE).
Kategori IV untuk produk dan sarana yang keduanya ilegal, seperti
narkotika, psikotropika, obat palsu, obat tradisional, kosmetika, dan
pangan yang tanpa izin edar (TIE) di sarana ilegal. Pada kategori ini,
penyelidikan dan penyidikan akan dilakukan oleh kepolisian dengan
bantuan PPNS BPOM untuk melakukan pengujian serta sebagai saksi
ahli.
Tabel 2.1. Pembagian Peran
Sarana
Legal Ilegal
Produk
Legal Kategori I Kategori II
dan
Laboratorium lainnya
Pengujian laboratorium terhadap contoh pangan atau specimen.
atau
Clostridia : negatif/g
Salmonella : negatif/g
Shigella : negatif/g
Rajangan yang direbus sebelum digunakan
Angka Lempeng Total (ALT) : ≤ 5 x 107 koloni/g
Angka Kapang Khamir (AKK) : ≤ 5 x 105 koloni/g 5
Clostridia : negatif/g
Salmonella : negatif/g
Shigella : negatif/g
Serbuk yang diseduh dengan air panas sebelum digunakan
Escherichia coli : ≤ 10 koloni/g
Angka Enterobacteriaceae : ≤ 10 koloni/g
3
Clostridia : negatif/g
Salmonella : negatif/g
Shigella : negatif/g
Obat Dalam Sediaan lainnya
seperti Serbuk Instan, Granul, serbuk Efervesen, Pil, Kapsul,
Kapsul Lunak, Tablet/kaplet, Tablet Efervesen, Tablet hisap,
Pastiles, Dodol/Jenang, Film Strip dan Cairan Obat Dalam.
Angka Lempeng Total (ALT) : ≤ 105 koloni/g
Angka Kapang Khamir (AKK) : ≤ 103 koloni/g
Escherichia coli : ≤ 10 koloni/g
Angka Enterobacteriaceae : ≤ 103 koloni/g
Clostridia : negatif/g
Salmonella : negatif/g
Shigella : negatif/g
Untuk Cairan Obat Dalam satuan dihitung per mL.
Obat Luar Sediaan cair
Angka Lempeng Total (ALT)
Cairan Obat Luar, Losio dan Param cair: ≤ 107 koloni/mL
Cairan Obat Luar untuk luka : ≤ 2 x 102 koloni/Ml
Angka Kapang Khamir (AKK)
Cairan Obat Luar berupa minyak : tidak dipersyaratkan
Cairan Obat Luar non minyak dan param cair: ≤ 104
koloni/mL Cairan Obat Luar untuk luka : ≤ 2 x 10
koloni/mL
Staphylococcus aureus : negatif/mL
Pseudomonas aeruginosa : negatif/mL
Obat Luar Sediaan semi padat
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Surabaya - 4
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI
APOTEKER DI BALAI BESAR POM SURABAYA
PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER ANGKATAN
LXIV FAKULTAS FARMASI - UNIVERSITAS SURABAYA
Uji Endotoksin
Endotoksin merupakan toksin yang dihasilkan oleh bakteri gram
negatif. Endotoksin bersifat pirogen. Pirogen merupakan agen
demam, dimana senyawa pirogen dapat menyebabkan kenaikan
suhu tubuh. Uji endotoksin bakteri adalah uji untuk mendeteksi
atau mengkuantisasi endotoksin bakteri yang mungkin terdapat
dalam sampel yang diuji. Pengujian dilakukan dengan
menggunakan Limulus polyphemus Lysate (LAL) yang akan
bereaksi dengan beberapa β-glukan bila ditambahkan pada
endotoksin. Terdapat dua tipe pengujian endotoksin:
Teknik Pembentukan Jendal Gel
Penetapan akhir dari teknik jendal gel dengan membandingkan
langsung enceran dari zat uji dengan enceran endotoksin baku dan
jumlah endotoksin dinyatakan dalam unit Endotoksin (UE).
Teknik Fotometrik,
a) Metode Turbidimetri, didasarkan pada pembentukan
kekeruhan setelah penguraian substrat endogen. Metode ini
diklasifikasi menjadi dua yaitu turbidimetri titik akhir dan
turbidimetri kinetik. Turbidimetri titik akhir didasarkan pada
hubungan kuantitatif antara kadar endotoksin dan kekeruhan
dari campuran reaksi pada masa akhir inkubasi. Turbidimetri
kinetik dilakukan berdasarkan waktu yang dibutuhkan untuk
mencapai nilai serapan yang telah ditetapkan atau kecepatan
pembentukan kekeruhan.
b) Metode Kromogenik, didasarkan pada pembentukan warna
setelah terjadi penguraian kompleks kromogen-peptida
sintetik. Metode ini mengukur kromofor yang dilepaskan dari
peptida kromogenik yang dihasilkan dari reaksi antara
endotoksin dengan pereaksi LAL. Metode Kromogenik dibagi
menjadi dua teknik yaitu teknik kromogenik titik akhir dan
teknik kromogenik kinetik. Dimana teknik kromogenik titik
akhir didasarkan pada hubungan kuantitatif antara kadar
endotoksin
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Surabaya - 5
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI
APOTEKER DI BALAI BESAR POM SURABAYA
PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER ANGKATAN
LXIV FAKULTAS FARMASI - UNIVERSITAS SURABAYA
bakteri 8 0,25 λ 2
D d 0/Air --- -- -- 2
Pereaksi
LAL
a
larutan A: larutan sampel dari sediaan uji yang bebas endotoksin
b
larutan B: Uji Faktor pengganggu
c
larutan C: Kontrol kepekaan pereaksi LAL sesuai etiket
d
larutan D: Kontrol negatif air pereaksi LAL
Uji dinyatakan absah jika kondisi berikut dipenuhi: (1) Hasil
kontrol positif larutan C memenuhi persyaratan validasi yang
ditetapkan pada Verifikasi Kriteria Kurva Baku dalam Uji Persiapan
Cara Fotometrik; (2) Perolehan kembali endotoksin, dihitung dari
konsentrasi endotoksin larutan B setelah dikurangi konsentrasi
endotoksin larutan A, berada pada rentang 50% – 200%; dan (3)
Hasil kontrol negatif larutan D tidak melebihi batas nilai blangko
yang dipersyaratkan dalam uraian pereaksi LAL yang digunakan.
Uji Cemaran Mikrobiologi
Kontaminasi atau cemaran mikroba dalam sediaan farmasi
merupakan hal yang harus diperhatikan, mengingat dampaknya yang
dapat mempengaruhi terhadap mutu produk dan keamanan produk.
Mikroorganisme yang biasa mencemari sediaan non-steril meliputi
Escherichia coli, Staphylococcus aureus, Pseudomonas aeruginosa,
Salmonella sp, dan jamur Candida albicans.
Stabilitas mikrobiologi suatu sediaan adalah keadaan sediaan
bebas dari mikroorganisme atau tetap memenuhi syarat batas
mikroorganisme hingga batas tertentu. Stabilitas mikroorganisme
pada sediaan sirup bertujuan untuk menjaga atau mempertahankan
jumlah dan menekan pertumbuhan mikroorganisme yang terdapat
dalam jangka waktu tertentu yang diinginkan. Untuk menjamin
stabilitas mikrobiologi, maka dilakukan uji cemaran mikrobiologi.
Syarat jumlah cemaran mikroba untuk sediaan oral (sirup, tablet,
sirup kering):
Total bakteri aerob: Tidak lebih dari 10.000 CFU/gram atau mL
Total jamur/fungi: Tidak lebih dari 100 CFU/gram atau mL
tar, dengan atau tanpa bahan tambahan. Nikotin adalah zat, atau bahan
senyawa pyrrolidine yang terdapat dalam nicotiana tabacum, nicotiana
rustica dan spesies lainnya atau sintetisnya yang bersifat adiktif dapat
mengakibatkan ketergantungan. Tar adalah kondensat asap yang
merupakan total residu dihasilkan saat Rokok dibakar setelah dikurangi
Nikotin dan air, yang bersifat karsinogenik.
Pada Laboratorium Pengujian Obat Tradisional dan Suplemen
Kesehatan terdapat parameter uji untuk pengujian kimia yaitu kadar air
(kecuali sediaan cair), kadar etanol dan metanol (untuk sediaan cair),
pengawet, bahan kimia obat, penetapan kadar kafein, penetapan kadar
multivitamin, dan logam berat. Obat Tradisional di Indonesia tidak
diperkenankan mengandung bahan kimia obat. Persyaratan kadar air
untuk semua sediaan obat tradisional yaitu ≤ 10%, kecuali untuk
sediaan obat tradisional dalam bentuk efervesen ≤ 5%. Persyaratan
kadar etanol untuk obat tradisional dalam bentuk sediaan cairan
obat dalam dan suplemen kesehatan dalam bentuk sediaan cairan oral
tidak boleh melebihi dari 1%. Persyaratan batas kandungan pengawet
untuk obat tradisional berbeda tergantung pada bentuk dan bahan baku
obat tradisional tersebut. Obat tradisional bentuk serbuk dengan bahan
baku simplisia tidak diperbolehkan mengandung pengawet, tetapi untuk
obat tradisional serbuk dengan bahan baku ekstrak, sediaan obat dalam
dan sediaan obat luar diperbolehkan menggunakan pengawet dengan
batasan yang ditentukan pada PERATURAN BADAN PENGAWAS
OBAT DAN MAKANAN NOMOR 12 TAHUN 2014 TENTANG
PERSYARATAN MUTU OBAT TRADISIONAL. Untuk batas kadar
cemaran logam berat tertera pada PERATURAN BADAN
PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR 17 TAHUN 2019
TENTANG PERSYARATAN MUTU SUPLEMEN KESEHATAN.
Pada pengujian substansi kimia sediaan kosmetik terdapat aturan
persyaratan yang telah ditetapkan dan dapat dijadikan sebagai acuan.
Parameter uji untuk sediaan kosmetik salah satunya yaitu pewarna yang
dilarang atau dibatasi seperti warna jingga K1, Merah K3, Violet 6 B,
2.6.8. Instrumen-Instrumen
Pada substansi pengujian kimia instrumen yang digunakan
adalah AAS (Atomic Absorption Spectrophotometer) digunakan untuk
menguji cemaran logam yang berada di pangan namun AAS hanya bisa
digunakan untuk menguji 1 jenis logam saja. Sedangkan, ICP MS
(Inductively Coupled Plasma - MS) dapat digunakan untuk menguji
beberapa logam secara bersamaan. Namun, ICP MS memiliki
kekurangan yaitu mahal dan boros pada pemakaian. Microwave
Digestion untuk mendestruksi basa secara cepat. Selanjutnya, Gas
Chromatography (GC), GC MS, HPLC (High Performance Liquid
Chromatography), Automatic destilator, Spektrofotometer, KLT
Densitometri digunakan untuk menguji bahan kimia obat (BKO) pada
obat tradisional. LC MS/MS dapat digunakan untuk pengujian
kuantitatif dan kualitatif serta memiliki sensitivitas yang tinggi. ELISA
(Enzyme Linked Immunosorbent Assay) digunakan untuk skrining awal.
Contohnya adalah uji residu kloramfenikol pada madu.
2.6.9. Jaminan Mutu Hasil Pengujian
Jaminan mutu hasil pengujian adalah keseluruhan kegiatan yang
sistematik dan terencana yang diterapkan dalam pengujian dan/atau
kalibrasi sehingga memberikan keyakinan yang memadai bahwa data
yang dihasilkan memenuhi persyaratan mutu. Kegiatan jaminan mutu
pada kelompok substansi pengujian yaitu sumber daya manusia yang
kompeten, baku pembanding bersertifikat, alat yang terkalibrasi dan
terverifikasi kinerjanya, verifikasi metode analisis, uji kesesuaian
sistem, pengerjaan sampel secara duplo seperti diuji oleh 2 penguji
berbeda untuk sampel TMS, monitoring hasil uji diluar spesifikasi uji
profisiensi, uji kolaborasi, uji banding antar laboratorium, audit internal
dan eksternal untuk pemenuhan ISO 17025:2017.
2.6.10. Monitoring dan Evaluasi
Jaminan mutu melakukan monitoring dan evaluasi untuk
menjamin bahwa laboratorium mampu menghasilkan data yang
konsisten dan berkualitas dengan kondisi dan sumber daya yang
tersedia
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Surabaya - 7
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI
APOTEKER DI BALAI BESAR POM SURABAYA
PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER ANGKATAN
LXIV FAKULTAS FARMASI - UNIVERSITAS SURABAYA
Klinik
Standar pelayanan kefarmasian pada sarana yang diinspeksi serta
legalitas sarana dan penanggung jawab
Puskesmas
Standar pelayanan kefarmasian pada sarana yang diinspeksi serta
legalitas sarana dan penanggung jawab
Rumah Sakit
Standar pelayanan kefarmasian pada sarana yang diinspeksi serta
legalitas sarana dan penanggung jawab
2.7.4. Pengawasan Iklan dan Penandaan
Pengawasan iklan terhadap produk yang beredar di masyarakat
meliputi obat, obat tradisional, kosmetik, pangan, suplemen kesehatan,
dan rokok. Khususnya rokok saat melakukan periklanan harus
dituliskan juga pictorial health warning. Pengawasan iklan dapat
dilakukan melalui media cetak seperti koran, dan majalah, dapat juga
melalui sosial media seperti facebook, instagram, dan twitter. Selain
media cetak dan sosial media, terdapat juga media elektronik seperti
televisi dan radio. Kemudian juga pengawasan iklan dapat dilakukan
media luar ruang seperti videotron, spanduk, baliho, dan poster.
Ketentuan periklanan secara umum menurut Keputusan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor 386 tahun 1994 tentang
Pedoman Obat Bebas, Obat Tradisional, Alat Kesehatan, Kosmetika,
Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga dan Makanan-Minuman yaitu:
1. Obat yang dapat diiklankan kepada masyarakat adalah obat yang
sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku tergolong
dalam obat bebas atau obat bebas terbatas, kecuali dinyatakan lain.
2. Obat dimaksud dalam butir (1) dapat diiklankan apabila telah
mendapat nomor persetujuan pendaftaran dari Departemen
Kesehatan RI.
3. Iklan obat dapat dimuat di media periklanan setelah rancangan
iklan tersebut disetujui oleh Departemen Kesehatan RI.
2) Norma
Gambar pahlawan, monumen,dan lambang-lambang
kenegaraan
Unsur diskriminasi
Mengeksploitasi erotisme atau seksualitas
Aksi kekerasan
Mengeksploitasi kemalangan, penderitaan dan/atau
kekhawatiran masyarakat
3) Pameran Iklan
Menampilkan atau memerankan tenaga kesehatan, tokoh
agama, guru, pejabat politik, atau tokoh masyarakat
Setting/suasana yang beratribut sarana pelayanan
kesehatan, laboratorium dan sekolah
Menunjukkan keputusan penggunaan produk diambil
oleh anak-anak (child endorsement) seperti: enak, mau
lagi, saya suka, aku mau
Khusus untuk iklan produk anak dibawah 5 tahun, tidak
boleh diperankan oleh anak dibawah 5 tahun.
2.7.5. Sampling
Unsur pokok kegiatan pengambilan contoh atau sampling tertera
dalam Peraturan BPOM No 11 tahun 2018 tentang Kriteria Klasifikasi
UPT BPOM. Kegiatan pengambilan contoh atau sampling merupakan
kegiatan pengambilan contoh (sampling) produk obat, obat tradisional,
suplemen kesehatan, kosmetik, dan pangan. Hasil pengambilan contoh
dilakukan uji pemeriksaan laboratorium, pengujian, dan penilaian mutu
dan keamanan secara kimia dan biologi.
Obat
Metode pengambilan contoh yang digunakan yaitu acak dan
targeted. Sampling dilakukan pada sarana produksi, distribusi, dan
pelayanan.
OT dan kosmetik
Metode pengambilan contoh yang digunakan yaitu acak dan
targeted. Sampling dilakukan pada sarana distribusi dan online
store.
Pangan
Metode pengambilan contoh yang digunakan yaitu acak dan
targeted. Sampling dilakukan pada sarana produksi (misalnya:
sampling untuk penelusuran kasus), distribusi, dan online store.
Suplemen kesehatan
Metode pengambilan contoh yang digunakan yaitu acak dan
targeted. Sampling dilakukan pada sarana distribusi dan online
store.
2.7.6. Sanksi
Hasil pengawasan pemeriksaan sarana baik pada obat, obat
tradisional, suplemen kesehatan, dan kosmetika dapat berupa hasil yang
Memenuhi Ketentuan (MK) atau Tidak Memenuhi Ketentuan (TMK).
Temuan hasil pengawasan dikategorikan menjadi temuan minor
(ringan), temuan mayor (sedang), dan temuan kritis (berat). Temuan
hasil pengawasan kemudian ditindaklanjuti berupa pembinaan teknis
dan/atau sanksi administratif.
Pembinaan teknis
Pembinaan teknis adalah tindakan yang dilaksanakan oleh
petugas dalam rangka melakukan pembinaan terhadap penyempurnaan
pengelolaan obat, obat tradisional, suplemen kesehatan, dan kosmetika.
Tindak lanjut pembinaan teknis dapat berupa pemberian surat perbaikan
terhadap hasil temuan inspeksi dan/atau permintaan data dukung.
Pembinaan teknis dilakukan apabila:
Pada fasilitas produksi terdapat temuan minor dan/atau <6 temuan
mayor
Pada fasilitas distribusi jika hanya terdapat temuan minor
Pada penjualan daring jika terdapat temuan minor
Pada penandaan dan iklan jika terdapat beberapa temuan minor
Sanksi administratif
Sedangkan sanksi administratif dapat berupa peringatan tertulis,
penarikan, pemusnahan, penghentian sementara kegiatan, pencabutan
sertifikat, pembatalan/pencabutan izin edar, pengumuman kepada
publik, dan/atau rekomendasi kepada instansi terkait sebagai tindak
lanjut hasil pengawasan. Peringatan tertulis yang diberikan meliputi
peringatan tertulis I, peringatan tertulis II, dan peringatan keras.
Penghentian sementara dapat berupa larangan melakukan sebagian atau
seluruh aktivitas dalam jangka waktu tertentu antara lain dalam bentuk
penutupan sementara akses daring pengajuan permohonan
registrasi/notifikasi/pendaftaran Iklan, SKI, memproduksi dan
mendistribusikan/mengedarkan untuk sementara waktu, melakukan
promosi/Iklan dan/atau pembekuan sertifikat.
2.7.7. Kebijakan Pengawalan Vaksin COVID-19 oleh Badan POM RI
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2021
Tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 99 Tahun 2020
Tentang Pengadaan Vaksin Dan Pelaksanaan Vaksinasi Dalam Rangka
Penanggulangan Pandemi Coronavirus Disease (Covid- 19).
Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan memberikan
dukungan sebagai berikut:
Pemberian persetujuan pelaksanaan uji klinik vaksin COVID-19
Pemberian persetujuan pemasukan jalur khusus bahan baku atau
produk yang diperlukan untuk pengembangan dan penggunaan
vaksin COVID-19
Pemberian persetujuan impor atas bahan baku atau produk vaksin
Penerbitan sertifikat cara pembuatan obat yang baik bagi sarana
produksi vaksin dan sertifikat cara distribusi obat yang baik bagi
sarana distribusi vaksin
Pemberian persetujuan penggunaan pada masa darurat (emergency
use authorization) atau penerbitan Nomor Ijin Edar (NIE) vaksin
COVID-19
Persetujuan kelulusan uji tiap bets (lot release)
Fact Sheets pada RI 04.06 disebutkan “The same criteria are used for
the inspection of domestic, foreign, public and private facilities
regardless of the ownership” sehingga BPOM tidak menetapkan
standar ganda pada distribusi vaksin dan menggunakan regulasi yang
berlaku sebagai standar dalam proses distribusi vaksin.
2.7.11. Produk Rantai Dingin
Produk rantai dingin (Cold Chain Product/CCP) adalah produk yang
sensitif terhadap temperatur sehingga penyimpanan dan
pengirimannya memerlukan kontrol temperatur yang tak terputus
mulai dari pabrik sampai distribusi ke pengguna akhir, hal ini harus
dilakukan guna menghindari risiko penurunan khasiat dan
keamanannya.
Temperatur ruangan adalah temperatur ruangan yang terkontrol
Pengelolaan produk rantai dingin adalah tata cara penanganan
produk rantai dingin termasuk didalamnya peralatan yang digunakan
pada saat pengiriman dari pabrik sampai pengguna.
Produk rantai dingin harus dikendalikan temperaturnya dalam
penyimpanan dan pengiriman sampai ke tangan pengguna untuk
menghindari risiko yang tidak diinginkan (penurunan efikasi,
keamanan bahkan dapat berakibat fatal). Contoh produk rantai
dingin antara lain vaksin, antisera, beberapa diagnostik dan lain-lain.
Personil dan Pelatihan
Maksud pelatihan dilakukan secara sistematik dan berkala adalah
pelatihan yang telah direncanakan, terprogram secara
berkesinambungan dan dilakukan secara periodik. Personil yang
terlibat dalam pelatihan ini antara lain adalah penanggung jawab
fasilitas distribusi, petugas gudang (penerimaan, penyimpanan,
pengepakan), dan pengemudi kendaraan transportasi.
Pengemudi bertanggung jawab atas kondisi penyimpanan produk
rantai dingin selama pengangkutan sejak keberangkatan sampai ke
tempat tujuan termasuk penanganan saat terjadi kondisi darurat di
perjalanan.
Penyimpanan
Penyimpanan produk rantai dingin diberi jarak agar sirkulasi
udara merata di setiap sisi sehingga suhu yang dipersyaratkan dapat
dipertahankan, mencegah kelembaban yang berlebihan sehingga tidak
terjadi kerusakan kemasan, dan mempermudah pengambilan produk
rantai dingin.
Antara chiller/freezer dengan dinding bangunan diberi jarak
yang cukup agar panas yang ditimbulkan akibat kerja mesin dapat
tersebar dengan cepat.
Dievakuasi ke tempat lain yang memiliki fasilitas penyimpanan
produk rantai dingin yang sesuai dengan persyaratan
Pengiriman
Pengeluaran produk harus mampu telusur dengan dicatat secara
manual dan/atau elektronik meliputi nama produk, jumlah, nomor bets,
tanggal kedaluwarsa dan tujuan pengiriman.
Validasi pengiriman mengacu pada POB Validasi Pengiriman
Produk Rantai Dingin (termasuk gambar kontainer dan vaccine
carrier). Pemeliharaan
Untuk penyimpanan di dalam cold room 2-8°C, sebaiknya
penyimpanan vaksin DPT, TT, DT, Hepatitis B, DTP-HB tidak
diletakkan secara langsung di depan evaporator untuk menghindari
terjadinya pembekuan.
Pemeliharaan chiller/cold room/freezer
Pengecekan yang lebih menyeluruh terhadap kinerja chiller,
cold room, freezer sebaiknya dilakukan minimal setahun sekali oleh
teknisi yang kompeten.
Sistem Defrost untuk Freezer
Kualifikasi, Kalibrasi, dan Validasi
Kualifikasi meliputi kualifikasi instalasi, kualifikasi operasi dan
kualifikasi kinerja. Contoh pelaksanaan kualifikasi mengacu pada POB
Kualifikasi tempat Penyimpanan Produk Rantai Dingin Catatan: POB
mutu dan khasiat vaksin. Salah satu hal yang dapat dilakukan adalah
(15 digit X). Jenis pangan PIRT mengacu pada lampiran Peraturan
Badan POM No 22 Tahun 2018 Tentang Pedoman Pemberian
Sertifikat Produksi PIRT. Contoh jenis pangan yang diizinkan untuk
memperoleh SPP-IRT: Minuman Serbuk, Abon Ikan Kering, Minyak
Kelapa, Dodol, Gula Jawa, dll.
Alur pendaftaran SPP-IRT adalah sebagai berikut:
Pemohon SPP-IRT login ke sistem OSS atau datang ke
DPMPTSP
Kemudian input kelengkapan data di OSS (untuk mendapatkan
NIB)
Berikutnya pemohon membuat permohonan UMKU untuk SPP-
IRT, lalu mengklik link pemenuhan komitmen di OSS sehingga
akan diarahkan ke aplikasi sppirt.pom.go.id untuk pengajuan
produk baru. Pemohon tidak perlu login di aplikasi apabila data
NIB nya sudah tersimpan di aplikasi SPP-IRT.
Pemohon dengan data NIB belum pernah terdaftar dalam
aplikasi wajib melengkapi datanya di sppirt.pom.go.id.
Selanjutnya pemohon menginput data produk, mengunggah
rancangan label dan pernyataan komitmen
Kemudian permohonan SPP-IRT secara otomatis akan divalidasi
oleh sistem dan No PIRT akan tergenerate secara otomatis dari
data yang diinput oleh pelaku usaha. Penerbitan SPPIRT
diproses dalam waktu 1 hari.
Susu Full, Cream UHT, Formula Bayi, Minuman Ibu Hamil, dll.
Sediaan rias mata, rias wajah, pembersih rias mata dan wajah
Deodorant dan anti-perspiran
Sediaan cukur (krim, busa, dll)
Sediaan perawatan dan rias bibir
Persetujuan nomor notifikasi dapat terdiri dari:
Notifikasi Baru Kosmetika;
Pembaharuan Notifikasi Kosmetika (Perpanjangan Nomor Notifikasi
Kosmetika);
Notifikasi Perubahan/Variasi: Variasi perusahaan dan variasi
kemasan
Notifikasi Kosmetika Kit.
Nomor notifikasi kosmetika berlaku 3 (tiga) tahun dan wajib
diperpanjang bila kosmetika tersebut masih akan diedarkan.
Notifikasi Baru Kosmetika
Data produk berupa status produk, merek produk, nama produk,
warna sediaan, tipe/kategori produk, penggunaan dan kegunaan
produk, serta kemasan produk;
Formula kualitatif dan kuantitatif berupa nama bahan, fungsi,
persentase, group
Pernyataan pemenuhan persyaratan keamanan, mutu dan
kemanfaatan produk
Data pendukung keamanan bahan/produk, klaim dan data lain (jika
diperlukan) dan
Memberikan contoh produk (jika diperlukan)
Membuat Dokumen Informasi Produk (DIP)
Pembaharuan Notifikasi Kosmetika
Diajukan paling lambat 30 (tiga puluh) hari kalender sebelum habis
masa berlaku izin edar kosmetika
Telah terdaftar sebagai pemohon notifikasi kosmetik sesuai dengan
ketentuan persyaratan yang mengatur mengenai tata cara pengajuan
notifikasi kosmetik yang ditetapkan oleh kepala lembaga pemerintah
https://www.pom.go.id/new/view/more/pers/663/Penjelasan-Publik-
Temuan-Obat-Tradisional--Suplemen-Kesehatan--dan-Kosmetika-
Mengandung-Bahan-Kimia-Obat-serta-Bahan-Dilarang-Berbahaya-
Tahun-2022.html
Kosmetika Tanpa Izin Edar (TIE) dan Merkuri
Obat dalam bentuk sirup yang mengandung cemaran Etilen
Glikol (EG) dan Dietilen Glikol (DEG)
Contoh PPNS in action
Penyidikan berhak dilakukan oleh penyidik. Berdasarkan
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang KUHAP Pasal 6
penyidik adalah:
Pejabat polisi negara Republik Indonesia
Pejabat PNS tertentu yang diberikan wewenang khusus oleh UU
Pejabat PNS tertentu yang dimaksud adalah PPNS (Penyidik Pegawai
Negeri Sipil) dan pada Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang
KUHAP Pasal 7 ayat (2) berbunyi: “PPNS mempunyai wewenang
sesuai UU yang menjadi dasar hukumnya masing-masing dan dalam
pelaksanaan tugasnya berada di bawah koordinasi dan pengawasan
penyidik pejabat polisi negara Republik Indonesia”.
Berdasarkan Undang-Undang Kesehatan Nomor 36 Tahun
2009 tentang Kesehatan Pasal 189 ayat (2), kewenangan PPNS
sebagai penyidik diantaranya adalah:
Melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan serta keterangan
tentang tindak pidana di bidang kesehatan.
Melakukan pemeriksaan terhadap orang-orang yang diduga
melakukan tindak pidana di bidang kesehatan.
Meminta keterangan dan barang bukti dari orang atau badan hukum
sehubungan dengan tindak pidana di bidang kesehatan.
Melakukan pemeriksaan atas surat dan/atau dokumen lain tentang
tindak pidana di bidang kesehatan.
Melakukan pemeriksaan atau penyitaan bahan atau barang bukti
dalam perkara tindak pidana di bidang kesehatan.
akan
standar sistem manajemen lain. Standar ini terkait dengan SNI ISO
9000 dan SNI ISO 9004 sebagai berikut:
SNI ISO 9000 Sistem manajemen mutu – Dasar dan kosakata
yang memberikan latar belakang yang penting untuk mengerti dan
menerapkan Standar ini secara tepat;
SNI ISO 9004 Pengelolaan untuk kesuksesan berkelanjutan dari
suatu organisasi – Sebuah pendekatan manajemen mutu yang
memberikan panduan bagi organisasi untuk memilih kemajuan diatas
persyaratan Standar ini.
Standar ini tidak memuat persyaratan spesifik dari sistem
manajemen lainnya, seperti misalnya manajemen lingkungan,
manajemen keselamatan dan kesehatan kerja, atau manajemen
keuangan. Standar sistem manajemen mutu sektor tertentu berdasarkan
persyaratan Standar ini telah dikembangkan untuk sejumlah sektor.
Beberapa standar ini menetapkan persyaratan sistem manajemen mutu
tambahan, yang lain nya dibatasi untuk memberikan pedoman pada
penerapan dari Standar ini dalam sektor tertentu.
pencegahan atau
spesifikasi atau
Tahap Pelaksanaan
Kumpulkan data primer atau objektif di laboratorium
Lakukan asesmen sistematik terhadap kondisi yang
mempengaruhi hasil pengukuran
Pengolahan dan Evaluasi data
Evaluasi toleransi penyimpangan, ketidakpastian, sesuai
prosedur baku statistika, ambil keputusan hasil internal yang
diperoleh, dan/atau lakukan komparasi hasil dengan metode lain
yang telah divalidasi atau dikomparasi dengan data laboratorium
lain. Contoh berikut menjelaskan penggunaan protokol statistika
anova dan persamaan Horwitz dalam pengolahan dan evaluasi
data parameter analitik presisi.
terlepas satu dengan lainnya, harus menjadi satu kesatuan sebagai suatu
sistem.
Pilihan A
Persyaratan minimal dalam penerapan sistem manajemen
laboratorium berdasarkan SNI ISO/IEC 17025:2017 adalah keharusan
dalam memenuhi hal berikut:
Dokumentasi sistem manajemen
Pengendalian dokumen sistem manajemen
Pengendalian rekaman
Tindakan untuk mengatasi risiko dan peluang
Perbaikan
Tindakan korektif
Audit internal
Kaji ulang manajemen
Pilihan B
Laboratorium yang telah menetapkan dan memelihara sistem
manajemen yang mengacu atau sesuai dengan persyaratan SNI ISO
9001:2015, dan yang mampu mendukung dan menunjukkan pemenuhan
persyaratan klausul 4 sampai 7 SNI ISO/IEC 17025:2017 secara
konsisten, juga memenuhi setidaknya maksud dari persyaratan sistem
manajemen dalam klausul 8.2 sampai 8.9 SNI ISO/IEC 17025:2017
(sebagaimana dinyatakan pada pilihan A). Dengan demikian, jika suatu
laboratorium menjadi bagian dalam implementasi SNI ISO 9001:2015
dari organisasi induknya dan telah memperoleh sertifikat SNI ISO
9001:2015 dari Lembaga Sertifikasi Sistem Manajemen (LSSM)
terakreditasi, maka dinyatakan telah memenuhi persyaratan sistem
manajemen ini.
Dokumentasi Sistem Manajemen
Dokumen sistem manajemen merupakan salah satu syarat
mutlak bagi laboratorium untuk dapat diakreditasi, digunakan sebagai
acuan yang pasti untuk menjaga konsistensi mutu data hasil pengujian
atau kalibrasi, untuk mencegah terjadinya multi interpretasi terhadap
BAB III
STUDI KASUS
KASUS B
Seorang karyawan yang baru saja dirumahkan sementara dari
perusahaannya ingin membuat minuman teh dari bunga telang, dia ingin
membuat teh kering dan minuman siap minum tanpa pengawet dalam kemasan
botol kaca untuk dititipkan di café dekat rumahnya. Dapatkah anda membantu
pengusaha tersebut, kemana dia harus mendaftarkan produknya?
Jelaskan jawaban Saudara disertai dengan data dukung yang sesuai!
Jawaban
Berdasarkan Peraturan BPOM nomor 22 tahun 2018 tentang Pedoman
Pemberian Sertifikat Produksi Pangan Industri Rumah Tangga
Berdasarkan Peraturan BPOM tersebut bahwa ada jenis produk yang bisa
mendapatkan nomor Izin Produksi adalah produk yang mempunyai masa
simpan/kadaluarsa minimal 7 hari, Sedangkan yang dikecualikan dari izin
edar adalah produk dengan masa simpan kurang dari 7 hari, digunakan lebih
lanjut sebagai bahan baku pangan dan tidak di jual langsung ke konsumen
dan pangan olahan siap saji.
Berdasarkan Peraturan BPOM no 22 tahun 2018
BTP 1.1 a x xa
BTP 1.2 b y yb
... dst
(xa) + (yb) +
… dst 1
Pustaka: DIREKTORAT STANDARDISASI PRODUK PANGAN. 2012.
PEDOMAN PENGGUNAAN BAHAN TAMBAHAN PANGAN PADA
PANGAN INDUSTRI RUMAH TANGGA DAN PANGAN SIAP SAJI
SEBAGAI PANGAN JAJANAN ANAK SEKOLAH
Hasil pengujian
Asam benzoat = 645,75 mg/kg
Asam Sorbat = 476,50 mg/kg
Kadar maksimal
Asam benzoat = 1000 mg/kg
Asam sorbat = 1000 mg/kg
Apa tindak lanjut yang harus dilakukan oleh penguji terhadap hasil uji
tersebut?
Jawab:
Komposisi campuran BTP pengawet pada saus tomat tersebut tidak
diizinkan, karena perhitungan rasio adalah 1,1223 yaitu lebih dari 1.
Karena hasil sampling rutin tidak memenuhi syarat maka hasil uji
dilaporkan melalui RHPK dalam bentuk surat ke Direktur Pengawasan.
Solusi:
Menggunakan BTP yang diizinkan sesuai dengan peraturan
Penggunaan BTP tidak boleh melebihi batas maksimal yang ditetapkan
Gunakan sediaan BTP yang telah memiliki nomor Izin edar (MD/ML)
Baca takaran penggunaannya dan gunakan sesuai petunjuk label sediaan BTP
Masukan Preseptor
BTP merupakan bahan tambahan pangan yang memang sudah
ditambahkan oleh produsen ini perlu diperhatikan karena ada BTP yang
diperbolehkan di makanan tertentu tapi di pangan yang lain tidak
diperbolehkan. untuk BTP yang memang mempunyai dua fungsi yang sama
kita bisa melihat fungsinya berdasarkan cantuman di kemasan pada produk
tersebut.
Hasil uji ALT produk permen lunak bukan jeli tersebut memenuhi
syarat karena pada n1, n4, n5 jumlah koloni bakterinya tidak melebihi nilai
“m” (100 koloni/g), sedangkan pada n2 dan n3 jumlah koloni bakterinya
melebihi nilai “m” (100 koloni/g) namun tidak melebihi nilai “M” (10.000
koloni/g) dimana hasil sampel tersebut masih dalam batas yang dapat diterima
(c = 2).
Syarat ALT pada Peraturan BPOM No 13 tahun 2019 tentang batas maksimal
cemaran mikroba dalam pangan olahan adalah
n = jumlah sampel yang harus diambil yaitu 5
c = jumlah sampel yang boleh melebihi nilai m (100 koloni/g) tapi tidak boleh
melebihi M (10.000 koloni/g) → 2 sampel.
KASUS 2
Ada hasil Uji Sterilitas positif pada uji yang pertama, apakah pada uji
yang pertama ini, kita bisa mengambil kesimpulan bahwa produk ini
tidak steril, sebutkan alasannya!
Belum bisa diambil kesimpulan apakah produk ini tidak steril, menurut
Farmakope Indonesia VI perlu dilakukan reinokulasi dengan cara mengambil
media yang baru, kemudian diambil 0,1 ml dari media hasil pengujian, lalu
diinkubasi selama 4 hari, andai hasilnya masih positif, maka dilakukan ujia
yang kedua dengan sampel yang lebih banyak, dan kalau hasil tetap terjadi
kekeruhan, maka baru bisa diambil kesimpulannya.
KASUS 3
Hasil uji Salmonella suatu produk Pangan untuk ibu hamil adalah sebagai
berikut.
n1: Negatif /25g n6: Negatif /25g
n2: Negatif /25g n7: Negatif /25g
n3: Negatif /25g n8: Negatif /25g
n4: Negatif /25g n9: Positif /25g
n5: Negatif /25g n10: Negatif /25g
Tentukan hasil uji produk tsb MS atau TMS, jelaskan!
Hasil uji Salmonella produk pangan untuk ibu hamil dan menyusui tersebut
tidak memenuhi syarat karena pada n9 jumlah koloni bakterinya positif/25 g
sedangkan pada Peraturan BPOM No 13 tahun 2019 tentang batas maksimal
cemaran mikrobiologi hal 41, tidak boleh ada 1 sampel pun yang positif
Salmonella.
Pada Hasil pengujian sterilitas produk injeksi didapatkan hasil positif. Apa
yang harus dilakukan analis dalam menindaklanjuti hasil tersebut diatas?
Jika terbukti terjadi pertumbuhan mikroba, maka bahan uji tidak memenuhi
syarat sterilitas, kecuali dapat ditunjukkan bahwa uji tidak absah disebabkan
oleh hal yang tidak berhubungan dengan bahan uji. Uji dikatakan tidak absah
jika satu atau lebih kondisi dibawah ini dipenuhi:
Data pemantauan mikrobiologi terhadap fasilitas uji sterilitas
menunjukkan ketidaksesuaian
Jika Anda sebagai petugas BBPOM di Surabaya, suatu hari Anda melakukan
inspeksi rutin di sarana Instalasi Farmasi Rumah Sakit ABC, menemukan 1
(satu) unit showcase untuk menyimpan produk obat rantai dingin (CCP).
Showcase tersebut dilengkapi alat pemantau suhu digital (lihat foto : tanda
lingkaran merah) dan alat alarm suhu kritis yang dilengkapi alat pemantau suhu
(lihat foto : tanda lingkaran kuning). Menurut keterangan pihak sarana,
spesifikasi suhu di dalam showcase dipersyaratkan 2-8°C.
Pada alat pemantau suhu digital terbaca suhu 12,7 derajat celcius dan pada
dan alat alarm suhu kritis yang dilengkapi alat pemantau suhu digital terbaca
suhu 13,9 derajat celsius.
Pertanyaan-pertanyaan apa saja yang perlu Anda
tanyakan/konfirmasikan kepada pihak sarana terkait kondisi yang
Anda lihat tersebut?
o Bagaimana SOP penyimpanan CCP di instalasi farmasi rumah sakit
ABC?
o Apakah SOP penyimpanan CCP pada showcase sudah dilakukan
dengan benar?
Pembahasan
Temuan di lapangan dapat berupa adanya produk yang terdapat NIE
namun ternyata setelah ditelusuri lebih lanjut ternyata NIE tersebut palsu.
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Surabaya - 1
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI
APOTEKER DI BALAI BESAR POM SURABAYA
PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER ANGKATAN
LXIV FAKULTAS FARMASI - UNIVERSITAS SURABAYA
Temuan tersebut selanjutnya akan ditelusuri lebih lanjut, apabila pihak BPOM
salah satu sumber informasi BPOM untuk melakukan penindakan. Hal yang
pertama kali dicek saat penindakan yaitu ada tidaknya izin edar suatu produk,
kemudian jumlah barang yang ditemukan apabila jumlahnya kecil hanya
dilakukan pembinaan, tetapi jika yang ditemukan jumlahnya cukup besar dapat
dilakukan pro justitia. Pada awal atau pertama kali saat diperiksa hanya akan
diberikan sanksi administratif sehingga tidak semena-mena langsung dilakukan
projustitia. Penerapan projustitia sendiri dilakukan jika sanksi administratif 1
hingga 3 kali tidak dihiraukan dan otomatis akan ditindak lanjut hingga
pengadilan.
PUSTAKA:
Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat Dan Makanan Republik Indonesia
Nomor 19 Tahun 2015 Persyaratan Teknis Bahan Kosmetika. (2015).
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.
(1999). UU No 8 Tahun 1999 Perlindungan Konsumen.
https://jdihn.go.id/search/pusat/detail/832971
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 Tentang
Kesehatan. (2009).
siap saji tidak perlu memiliki izin edar karena masa penyimpanannya yang
kurang dari tujuh hari. Untuk olahan daging dalam hal ini bakso beku (frozen
food) untuk izin edarnya disesuaikan dengan proses pendistribusiannya.
Apabila bakso beku tersebut diproduksi berdasarkan pesanan dengan masa
simpan kurang dari 7 hari tidak wajib memiliki izin edar. Pada bakso beku
(frozen food) apabila didistribusikan dalam jumlah besar maka harus mengatur
izin edar MD dan produksi harus terpisah dengan rumah tinggal.
Kriteria Pangan yang didaftarkan di DinKes (SPP-IRT):
Tempat usaha di tempat tinggal
Pangan olahan yang diproduksi secara manual hingga semi otomatis
Jenis pangan PIRT mengaci pada lampiran Peraturan Badan POM No
22 Tahun 2018 Tentang Pedoman Pemberian Sertifikat Produksi PIRT
Siapakah instansi yang berwenang untuk mengeluarkan izin edar produk
pangan tersebut!
Menurut PerBPOM Nomor 22 tahun 2018 tentang pedoman pemberian
sertifikat produksi pangan industri rumah tangga kue kering merupakan jenis
PIRT. Sehingga izin edar yang harus dimiliki adalah SP-PIRT (untuk kue
kering) dan MD (untuk bakso beku).
Instansi yang mengeluarkan izin edar tersebut adalah:
SPP-IRT (Sertifikat Produksi Pangan Industri Rumah Tangga)
dikeluarkan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
MD/ML (Makanan Dalam/Makanan Luar) dikeluarkan oleh Badan
POM PUSTAKA:
Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 22 Tahun 2018
Tentang Pedoman Pemberian Sertifikat Produksi Pangan Industri Rumah
Tangga
https://www.pom.go.id/new/view/more/klarifikasi/142/Penjelasan-Badan-
POM-RI-Tentang-Ketentuan-Perizinan-Pangan-Olahan-yang-Disimpan-
Beku.html
KASUS 2
Saat berselancar di dunia maya, Putri Cantika tertarik dengan iklan produk
kecantikan yang terdiri dari krim wajah dan minuman dengan klaim dapat
memutihkan kulit dan membuat kulit menjadi halus. Saat bertanya kepada
penjual apakah produknya sudah terdaftar, penjual menyatakan bahwa krim
wajah merupakan krim racikan dokter sehingga tidak perlu didaftarkan.
Sedangkan untuk produk minuman tsb telah memiliki nomor PIRT.
Bagaimana tanggapan Saudara terkait kasus tersebut di atas? Sebagai
konsumen, tindakan apa yang seharusnya dilakukan oleh Putri Cantika?
Tanggapan kelompok kami terhadap kasus tersebut:
Pada kasus ini seharusnya Putri dan konsumen lainnya yang mungkin
menemukan hal seperti ini harus lebih mawas diri dan berhati-hati terhadap
produk yang di iklankan di dunia maya.
Seorang dokter tidak memiliki kewenangan untuk melakukan peracikan
sediaan, hanya apoteker yang dapat melakukan peracikan baik obat maupun
sediaan krim berdasarkan resep dari dokter.
Untuk krim yang racikan dari dokter seharusnya tidak diiklankan karena
krim ini tidak memiliki izin edar, selain itu untuk penggunaan krim wajah
bisa berbeda untuk masing-masing individu.
Pada kasus ini krim racikan tidak seharusnya diperjual belikan secara
online, karna krim racikan tidak ditujukan untuk segala jenis permasalahan
kulit ditambah krim racikan tersebut tidak memiliki izin edar, sehingga tidak
dapat dipertanggung jawabkan apabila terjadi masalah saat penggunaan
krim tersebut.
Perlu diketahui bahwa membuat dan memproduksi kosmetik tidak dapat
dilakukan dengan bebas tanpa ketentuan yang berlaku. Produk kosmetik harus
memenuhi standar kelayakan serta memiliki izin edar yang dikeluarkan oleh
Badan Pengawas Obat dan Makanan atau BPOM. Jika tidak, akan ada sanksi
pidana dan denda sesuai dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009
tentang Kesehatan. Dalam UU Kesehatan, kosmetik termasuk dalam jenis
sediaan farmasi. Dan dalam Pasal 98 ayat (1), sediaan farmasi (termasuk
kosmetik) harus aman, berkhasiat/bermanfaat, bermutu, dan terjangkau. Juga
disebutkan dalam Pasal 105 ayat (2), memproduksi kosmetik harus memenuhi
standard dan persyaratan yang ditentukan oleh Pemerintah. Dan disebutkan
juga dalam Pasal 106 ayat (1), kosmetik harus mempunyai izin edar sebelum
diperjualbelikan.
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Surabaya - 1
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI
APOTEKER DI BALAI BESAR POM SURABAYA
PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER ANGKATAN
LXIV FAKULTAS FARMASI - UNIVERSITAS SURABAYA
BAB IV
KESIMPULAN
bidang pengawasan obat dan makanan. Selain itu juga memiliki fungsi yaitu
menyusun rencana dan program di bidang intelijen dan penyidikan terhadap
pelanggaran ketentuan peraturan perundang-undangann di bidang pengawasan
obat dan makanan; pelaksanaan intelijen dan penyidikan terhadap pelanggaran
ketentuan peraturan perundang-perundangan di bidang pengawasan obat dan
makanan; dan pelaksanaan pemantauan, evaluasi, dan pelaporan di bidang
intelijen dan penyidikan terhadap pelanggaran peraturan perundang-undangan di
bidang pengawasan obat dan makanan.
Kelompok Substansi Informasi dan Komunikasi (Infokom), memiliki tugas
melakukan pengelolaan komunikasi, informasi, edukasi, dan pengaduan
masyarakat, serta penyiapan koordinasi pelaksanaan kerja sama di bidang
pengawasan obat dan makanan.
Sistem Manajemen Mutu berdasarkan ISO 9001:2015 merupakan sistem
manajemen mutu untuk mengarahkan dan mengendalikan aspek mutu organisasi,
kemudian untuk pembaharuan dalam ISO 9001:2005 adalah penambahan
manajemen berbasis resiko.
Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) Surabaya sudah tersertifikasi
ISO 17025:2017 sebagai status akreditasi yang mencakup laboratorium yang
kompeten dan memenuhi persyaratan umum, persyaratan structural, persyaratan
sumber daya, dan persyaratan proses.
BAB V
SARAN
Saran yang dapat diberikan terkait dengan pelaksanaan Praktek Kerja Profesi
Apoteker (PKPA) Bidang Pemerintahan di Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan
(BBPOM) Surabaya, yaitu:
Waktu Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Balai Besar Pengawas Obat dan
Makanan (BBPOM) Surabaya terlalu singkat, mungkin perlu ditambah menjadi 5
hari dikarenakan banyak materi penting yang disampaikan dan dalam durasi yang
cukup singkat harus segera diselesaikan.
DAFTAR PUSTAKA
BPOM. 2019. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 17
Tahun 2019 tentang Persyaratan Mutu Suplemen Kesehatan. Suplemen
Kesehatan.
BPOM. 2019. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 13
Tahun 2019 tentang Batas Maksimal Cemaran Mikrobiologi.
BPOM. 2019. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 34
Tahun 2019 tentang Kategori Pangan.
BPOM. 2020. Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 11 Tahun 2020
Tentang Kriteria Dan Tata Laksana Registrasi Suplemen Kesehatan. Jakarta:
Badan Pengawas Obat dan Makanan.
BPOM. 2020. Peraturan Badan Pengawas Obat Dan Makanan Nomor 9 Tahun 2020
Tentang Rencana Strategis Badan Pengawas Obat Dan Makanan Tahun 2020-
2024.
BPOM. 2020. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan nomor 22
Tahun 2020 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis di
Lingkungan Badan Pengawas.
Kementerian Dalam Negeri. 2019. Peraturan Menteri dalam Negeri Republik
Indonesia Nomor 3 Tahun 2019 tentang Penyidik Pegawai Negeri Sipil di
lingkungan Pemerintah Daerah.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2012. Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 007 Tahun 2012 tentang Registrasi Obat
Tradisional.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2013. Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 02 Tahun 2013 Tentang Kejadian Luar Biasa
Keracunan Pangan.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2012 tentang Tata Cara
Pelaksanaan Koordinasi, Pengawasan, dan Pembinaan Teknis Terhadap
Kepolisian Khusus, Penyidik Pegawai Negeri Sipil, Dan Bentuk-Bentuk
Pengamanan Swakarsa.
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 80 Tahun 2017 Tentang Badan
Pengawas Obat dan Makanan.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2012 Tentang Pangan.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan.
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Surabaya - 1
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI
APOTEKER DI BALAI BESAR POM SURABAYA
PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER ANGKATAN
LXIV FAKULTAS FARMASI - UNIVERSITAS SURABAYA