Anda di halaman 1dari 3

(1) (2)

VARIABLES Model 1 Model 2


Berpartisipasi sebagai Berpartisipasi
relawan bencana mengumpulkan charity

Bencana dapat menyebabkan korban 0.17*** 0.15***


(0.04) (0.03)
Setiap orang dapat terkena dampak bencana 0.02 0.04
(0.04) (0.04)
Penghasilan ibu (Ref=<1jt)
1-<3jt -0.06 0.01
(0.10) (0.08)
3-<5jt 0.05 0.03
(0.20) (0.16)
5-<10jt 0.28 0.13
(0.40) (0.30)
10->20jt -0.01 -0.02
(0.09) (0.08)
Penghasilan ayah (Ref=<1jt)
1-<3jt 0.02 0.04
(0.14) (0.13)
3-<5jt 0.16 0.08
(0.18) (0.16)
5-<10jt 0.08 0.18
(0.20) (0.16)
10->20jt -0.07 -0.02
(0.17) (0.14)
Sex (Ref= Laki-laki)
Perempuan 0.04 0.12**
(0.06) (0.05)
Usia (Ref= 17-18 Tahun)
19 -0.12 -0.07
(0.10) (0.09)
20 0.03 -0.01
(0.15) (0.12)
21-26 -0.20 -0.10
(0.16) (0.14)
Sekolah (Ref= Madrasah Aliyah Negeri)
Madrasah Aliyah Swasta/Pesantren 0.01 -0.00
(0.12) (0.10)
SMA Negeri Umum -0.03 0.05
(0.09) (0.08)
SMA Swasta Islam 0.01 0.05
(0.11) (0.10)
SMA Swasta Umum -0.19* -0.08
(0.11) (0.09)
SMK Negeri -0.02 0.01
(0.20) (0.16)
SMK Swasta 0.26 0.08
(0.19) (0.19)
UKT (Ref= Golongan 1)
Golongan 2 -0.22 -0.17
(0.26) (0.21)
Golongan 3 -0.13 -0.13
(0.24) (0.18)
Golongan 4 -0.25 -0.15
(0.24) (0.18)
Robust standard errors in parentheses
*** p<0.01, ** p<0.05, * p<0.1

Tabel 4
Regresi OLS
Temuan dan Diskusi

Berdasarkan hasil regresi yang sudah dilakukan, rasa kekhawatiran besar yang dimiliki
mahasiswa FISIP UIN Syarif Hidayatullah Jakarta terhadap terjadinya bencana memunculkan
kebiasaan altruistik. Hal ini ditunjukkan oleh tingginya signifikansi pada variabel berpartisipasi
sebagai relawan bencana sebesar (0.17) dan membantu mengumpulkan charity/donasi sebesar
(0.15) karena bencana berpotensi menimbulkan korban yang tentunya membutuhkan bantuan.
Hasil regresi juga menunjukkan bahwa perempuan memiliki dorongan untuk membantu lebih
tinggi dibandingkan laki-laki terutama dalam mengumpulkan charity dengan kekhawatiran yang
muncul akibat terjadinya bencana. Hal ini diperlihatkan oleh signifikansi yang cukup tinggi pada
variabel berpartisipasi mengumpulkan charity, yaitu sebesar (0.12). Hasil berbeda ditunjukkan
pada mahasiswa yang berasal dari sekolah swasta umum, di mana mereka kurang memiliki sikap
altruisme dalam kekhawatiran yang dimilikinya karena kemungkinan dapat menjadi korban dan
terdampak bencana. Mereka cenderung kurang berpartisipasi dalam kegiatan relawan (-0.19)
yang ditunjukkan dengan signifikansi negatif yang cukup kuat.
Mengenai dampak dari ketakutan menjadi korban bencana, temuan kami menunjukkan
bahwa ketakutan menjadi korban secara signifikan memediasi hubungan variabel independen
dengan variabel hasil (perilaku altruistik) individu. Sebagian besar mahasiswa lebih didorong
oleh motivasi altruistik terkait penggalangan donasi dibandingkan menjadi relawan. Dalam
hipotesis penelitian kami, temuan menunjukkan bahwa dampak bencana yang tinggi memberikan
kontribusi yang signifikan terhadap rasa takut menjadi korban di kalangan mahasiswa. Hasil
penelitian ini sejalan dengan penelitian sebelumnya yang menggambarkan bahwa ketika rasa
takut menjadi korban dari paparan bencana dirasakan tinggi, maka hal tersebut mendorong
penghindaran defensif pada individu yang selanjutnya mengarahkan mereka pada perilaku
altruistik. Selain itu, temuan ini memperluas pengetahuan tentang dampak rasa takut menjadi
korban bencana terhadap perilaku altruistik individu dan menunjukkan bahwa individu mungkin
tidak lagi menganggap komunitasnya aman dari bencana dan hidup dalam bayang-bayang
ketakutan. Namun, ketakutan menjadi korban menyebabkan perubahan perilaku dalam rutinitas
dan gaya hidup sehari-hari yang dapat dimotivasi ke arah perilaku altruistik.
Terlihat bahwa media dapat berperan sebagai sumber utama untuk mencari atau
menyebarkan informasi. Informasi yang diterima juga berkemungkinan untuk disebarkan secara
tepat waktu. Salah satu fungsi media sosial adalah penyebaran informasi mengenai alam,
kehancuran dan bencana. Berbagai informasi yang diterima dapat membentuk ketakutan dan
kekhawatiran terhadap terjadinya bencana karena mereka berpotensi untuk menjadi korban.
Reaksi dari informasi tersebut adalah mengikuti perilaku altruistik berupa partisipasi secara
sukarela untuk merawat dan menolong korban bencana. Perilaku altruistik yang dibentuk oleh
media dapat mengubah pemikiran egois dan individual kepada manusia secara kolektif. Hal ini
sesuai dengan hasil analisis Tabel 4 yang menggambarkan bahwa ketakutan dan kekhawatiran
terhadap bencana dapat menyebabkan korban membentuk sikap altruistik seseorang. Informasi
dari media dapat menjadi sumber utama yang membentuk ketakutan dan kekhawatiran
mahasiswa sehingga membentuk respons berupa perilaku altruistik. Upaya yang dapat dilakukan
mahasiswa adalah pertolongan sebagai relawan bencana (0.17) dan pemberian donasi (0.15). Hal
tersebut didukung oleh signifikansi yang sangat kuat. Hasil analisis Tabel 4 justru
memperlihatkan signifikansi yang sangat rendah terhadap dampak bencana. Hal tersebut
membuat perilaku altruistik yang terbentuk kurang memandang dampak yang terjadi kepada
korban namun lebih kepada kekhawatiran ketika seseorang berpeluang atau sudah menjadi
korban. (Shah et al., 2019)
Semakin deskriptif dan informatif suatu konten terutama mengenai bencana dan bantuan,
maka akan semakin banyak pendonor. Hal tersebut dikarenakan kekhawatiran dan ketakutan
bukan menjadi salah satu pertimbangan untuk menolong. Kepercayaan dan risiko menjadi
pertimbangan ketika seseorang bersikap altruistik sehingga para pendonor akan
mempertimbangkan berbagai hal. Banyaknya informasi yang diberikan juga dapat menyebabkan
kelebihan informasi sehingga pendonor dapat menjadi lebih selektif. Peningkatan minat donor
juga dapat dibentuk melalui narasi negatif dan tragis. Konstruksi berupa narasi dapat
meningkatkan rasa empati sehingga penggalangan donasi dapat lebih diminati. (Chen et al.,
2021)
Hasil analisis menunjukkan bahwa mahasiswi lebih altruistik dibandingkan dengan
mahasiswa. Hal ini didukung dengan signifikansi yang cukup tinggi. Perbedaan gender dapat
memperlihatkan perbedaan rasa khawatir dan takut sehingga akan memperlihatkan perbedaan
tindakan altruistik yang dilakukan. Tabel 3 menunjukkan bahwa mahasiswi berupaya membantu
dalam hal menggalang donasi (0.12). Hasil berbeda ditunjukkan pada mahasiswa yang berasal
dari sekolah swasta umum, mereka kurang memiliki sikap altruisme. Rasa khawatir dan takut
tidak membuat mereka menjadi lebih altruistik dan berusaha untuk menolong. Mereka cenderung
kurang berpartisipasi dalam kegiatan relawan (-0.19) yang ditunjukkan dengan signifikansi yang
cukup kuat. Menurut Isnaini (2013) pendidikan terutama sekolah merupakan institusi yang
berfungsi untuk menginternalisasi nilai dan norma yang bertujuan untuk membentuk karakter
siswa. Sikap altruistik juga menjadi salah satu sikap dan nilai yang dapat diinternalisasi oleh
sekolah kepada siswa. Ketidakpedulian dan kurangnya sikap altruistik dapat dilihat sebagai
bentuk krisis moral.

Referensi

Chen, Xi, Danyang Song, Yongyi Shou, and Yin Pan. 2021. “Altruism or Social Motives?
Evidence from Online Charitable Giving in China.” Enterprise Information Systems
16(4):566–88. doi: 10.1080/17517575.2021.1894355.
Isnaini, Muhammad. 2013. “Internalisasi Nilai-Nilai Pendidikan Karakter Di Madrasah.” Al-Ta
Lim Journal 20(3):445–50. doi: 10.15548/jt.v20i3.41.
Shah, Zakir, Jianxun Chu, Usman Ghani, Sara Qaisar, and Zameer Hassan. 2020. “Media and
Altruistic Behaviors: The Mediating Role of Fear of Victimization in Cultivation Theory
Perspective.” International Journal of Disaster Risk Reduction 42(September). doi:
10.1016/j.ijdrr.2019.101336.

Anda mungkin juga menyukai