Anda di halaman 1dari 10

EPISTEMIC: JURNAL PENDIDIKAN

E-ISSN 2828-1527
Vol. xx. No. xx. mmmm yyyy, Page: x-x
https://journal.pegiatliterasi.or.id/index.php/epistemic

LANDASAN PSIKOLOGIS DALAM PENGEMBANGAN


KURIKULUM PAI PADA MATA PELAJARAN PAI DAN BUDI
PEKERTI SD
Firyal Yasmin RF1, Mulyawan Safwandy Nugraha2, Asep Nursobah3
1
Pascasarjana Universitas Negeri Sunan Gunung djati Bandung
2
Pascasarjana Universitas Negeri Sunan Gunung djati Bandung
3
Pascasarjana Universitas Negeri Sunan Gunung djati Bandung
2220040058@student.uinsgd.ac.id
mulyawan@uinsgd.ac.id
kangasnur@uinsgd.ac.id

Abstract:
The curriculum as a system consists of four components, namely: aims, goals, objectives, contents
(content/material), learning activities (learning process), and evaluations (evaluation
components). Psychology is an important foundation that must be considered in our world of
education, especially in school curriculum development activities. This article discusses the
psychological foundations of the PAI curriculum. The method in this article uses literature study by
adopting sources that are relevant to the discussion. The preparation of the PAI curriculum must
follow the development of students, include competency achievement and effective learning
methods. Curriculum development must be based on an understanding of student development and
the way they learn, which are crucial psychological aspects, namely psychology. However, student
outcomes do not only depend on the curriculum that has been developed. Student learning
outcomes depend on each individual because there are other factors that can influence student PAI
learning outcomes.

Keyword: base; psychological; PAI curriculum

PENDAHULUAN
Penelitian terkait pembelajaran terus mengalami kemajuan hingga saat ini.
Kemajuan ini mengarah pada dinamika dalam menciptakan proses pembelajaran
yang signifikan. Dinamika perkembangan proses pembelajaran beserta semua hal
yang terkait erat dengan subjek di dalamnya. Manusia sebagai subjek
pembelajaran memiliki sifat yang dinamis, berbagai karakteristik yang beragam,
dan percepatan perkembangan yang berbeda, serta kemampuan berpikir manusia
yang berkembang pesat yang ikut mengubah karakteristik dari proses
pembelajaran itu sendiri (Rahmaini, 2017). Fokus utama dari pendidikan adalah
meliputi tahapan pengajaran, pelatihan, dan pembelajaran yang dilakukan oleh
individu yang ahli dalam bidangnya seperti guru, dosen, atau ulama agama, dan
ditujukan kepada masyarakat umum, khususnya para peserta didik atau orang-
orang pada umumnya yang membutuhkan peningkatan pengetahuan (Qolbi,
2021). Dengan demikian, tujuan dari pendidikan adalah membentuk individu yang
berpengetahuan, memiliki kekuatan spiritual dan keagamaan, mampu
mengendalikan diri, memiliki kepribadian yang baik, cerdas, berakhlak mulia, dan
EPISTEMIC: JURNAL PENDIDIKAN
E-ISSN 2828-1527
Vol. xx. No. xx. mmmm yyyy, Page: x-x
https://journal.pegiatliterasi.or.id/index.php/epistemic

memiliki keterampilan yang baik. Namun, mencapai hal ini tidaklah mudah;
diperlukan suatu konsep rangkaian yang tepat agar proses pendidikan berjalan
secara sistematis dan terstruktur, yang dapat diwujudkan melalui penerapan
kurikulum yang sesuai.
Penekanan terhadap pentingnya kurikulum sebagai panduan dalam
pelaksanaan pendidikan memunculkan kesadaran akan peran signifikan yang
dimainkannya dalam menentukan jalannya proses belajar-mengajar serta hasil
yang diperoleh. Mengingat peranan krusial yang dimiliki kurikulum dalam
pendidikan serta perkembangan individu, maka dalam penyusunannya haruslah
mengacu pada dasar-dasar yang kokoh dan kuat (Priyanto, 2017). Pandangan dari
Robert S. Zais mengenai empat aspek dasar dalam pengembangan kurikulum
adalah: Filsafat dan sifat pengetahuan, masyarakat dan budaya, individu, serta
teori pembelajaran. Melalui perspektif ini, kita dapat mengelompokkan dasar-
dasar kurikulum menjadi empat kategori, yaitu: landasan filosofis, landasan
psikologis, landasan sosiologis, dan landasan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Kurikulum sebagai suatu sistem terdiri atas empat komponen, yaitu:
komponen aims, goals, objectives, (tujuan), contents (isi/materi), learning
activities (proses pembelajaran), dan evaluations (komponen evaluasi). Pada
ranah aplikatif, agar setiap komponen dapat menjalankan fungsinya secara tepat
dan berkembang, maka perlu dikuatkan oleh sejumlah foundations (landasan),
yaitu landasan filosofis sebagai landasan utama, masyarakat dan kebudayaan,
individu (peserta didik), dan teori-teori belajar.
Landasan pendidikan diperlukan dalam dunia pendidikan khususnya di
negara kita Indonesia, agar pendidikan yang sedang berlangsung di negara kita
mempunyai pondasi atau pijakan yang sangat kuat karena pendidikan di setiap
negara tidak sama. Psikologi merupakan salah satu landasan penting yang harus
dipertimbangkan dalam dunia pendidikan kita khususnya dalam kegiatan
pengembangan kurikulum sekolah (Al-Amin, 2023). Pengembangan kurikulum
harus memperhatikan tingkat perkembangan psikologi peserta didik Hal ini perlu
dilakukan agar materi dan tujuan yang ingin dicapai sesuai dengan kemampuan
peserta didik. Terlebih pada jenjang Sekolah Dasar (SD), pada artikel ini akan
terfokus pada aspek landasan psikologis.

METODE
Penelitian ini membahas mengenai landasan psikologis dalam
mengembangkan kurikulum untuk pendidikan agama Islam. Pendekatan yang
digunakan adalah analisis literatur, dengan mencari informasi dari buku-buku dan
artikel ilmiah yang relevan dengan topik artikel ini. Setelah itu, data disusun dan
dianalisis secara sistematis dan objektif (Mustika, 2008). Informasi diperoleh
melalui pengumpulan dokumen, termasuk jurnal, buku, dan sumber-sumber
EPISTEMIC: JURNAL PENDIDIKAN
E-ISSN 2828-1527
Vol. xx. No. xx. mmmm yyyy, Page: x-x
https://journal.pegiatliterasi.or.id/index.php/epistemic

informasi lainnya.
Selanjutnya, melibatkan analisis dari berbagai jurnal, artikel, makalah,
buku, dan sumber lain yang relevan dengan topik penulisan ini. Penelusuran
dilakukan melalui studi literatur untuk mengumpulkan teori yang terkait dengan
implementasi prinsip-prinsip pengembangan kurikulum dalam pendidikan agama
Islam. Data yang terkumpul kemudian dianalisis secara terstruktur dan
kesimpulannya disajikan dengan objektif.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Landasan Psikologis Kuriulum
Pembelajaran Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti membawa muatan
pengetahuan, nilai, dan keterampilan berdasarkan prinsip-prinsip Islam dari
pendidik kepada peserta didik, dengan tujuan membentuk individu muslim yang
utuh, mencakup berbagai aspek terkait pendidikan Islam secara menyeluruh
(Daulay, 2013). Tujuan dari Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti mencakup
sasaran yang serupa dengan tujuan agama Islam pada umumnya. Hal ini mencakup
pengembangan keyakinan yang kokoh untuk menjadi pedoman dalam kehidupan
sehari-hari, sekaligus membentuk kepribadian yang utuh. Menurut definisi dari
Zakiah Daradjat dalam bukunya yang berjudul "Metodik Khusus Pengajaran Agama
Islam", tujuan dari Pendidikan Agama Islam dan Etika adalah membentuk individu
yang mampu mengamalkan ajaran-ajaran Islam secara benar dan sempurna, baik
dalam sikap maupun Tindakan (Agus Dian Alirahman, 2023).
Dalam penyusunan kurikulum, penting untuk mempertimbangkan berbagai
aspek, termasuk filosofi, psikologi, ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK), serta
nilai-nilai budaya. Bagian psikologis membahas keselarasan antara kemajuan
siswa, kesiapan mental, dan fisik mereka dengan kompleksitas materi
pembelajaran, sehingga proses belajar-mengajar dan pelatihan dapat mencapai
tujuan yang diinginkan.
Pendidikan selalu terikat dengan perilaku manusia. Di setiap fase
pendidikan, terjadi dinamika antara peserta didik dan sekitarnya, termasuk aspek
fisik dan sosial. Misi utama dari pendidikan adalah memfasilitasi perubahan
perilaku peserta didik menuju kedewasaan, mencakup kematangan dalam hal fisik,
mental, emosional, moral, intelektual, serta aspek sosial (Yuliana, 2023).
Pengembang kurikulum untuk memperhatikan struktur dasar pengembangan agar
sesuai dengan tujuan yang diinginkan. Memberikan materi tingkat SMP kepada
anak SD tidaklah mungkin, karena dari segi psikologi, perkembangan dan
pembelajaran pada tingkat SMP berbeda dengan tingkat SD.
Pada anak usia SD belum memiliki kapasitas untuk mengakomodasi materi
SMP karena perbedaan dalam perkembangan psikologis mereka. Tentu perlu
penyesuaian dalam materi yang akan di sampaikan pada siswa, landasan psikologis
EPISTEMIC: JURNAL PENDIDIKAN
E-ISSN 2828-1527
Vol. xx. No. xx. mmmm yyyy, Page: x-x
https://journal.pegiatliterasi.or.id/index.php/epistemic

menjadi hal utama bagi pengembangan suatu kurikulum. Tahapan perkembangan


pada setiap jenjang tidak bisa disamakan, umur pada setiap jenjangpun berbeda
dengan jenjang sebelum maupun sesudahnya. Di era abad ke-21, tidak mungkin
pula mempertahankan pembelajaran dengan mata pelajaran tanpa melakukan
penyesuaian dengan keadaan saat ini. Oleh karena itu, penting untuk tidak
membuat atau mengembangkan kurikulum tanpa dasar dan landasan yang jelas.

Pembahasan
Psikologi perkembangan adalah cabang dari ilmu psikologi yang mengkaji
proses perkembangan individu, mulai dari sebelum kelahiran hingga setelahnya,
termasuk aspek kedewasaan perilaku (yusuf, 2004). Dengan memahami
perkembangan peserta didik, pendidikan dapat diarahkan untuk mengakomodasi
karakteristik unik masing-masing individu. Ini meliputi penyesuaian dalam hal
kemampuan yang perlu dicapai, materi yang harus disampaikan, metode
pembelajaran yang efektif, serta penilaian yang memadai.
Proses perkembangan individu terdiri dari empat tahap penting. Tahap
pertama adalah fase prenatal, yang mencakup periode sebelum kelahiran (mulai
dari konsepsi hingga 9 bulan kehamilan). Tahap kedua adalah masa infancy atau
bayi, dimulai dari saat kelahiran hingga usia 10-14 hari. Tahap ketiga adalah masa
childhood atau masa kanak-kanak, yang berlangsung dari usia 2 tahun hingga
remaja. Terakhir, tahap keempat adalah adolescence atau pubertas, yang
berlangsung dari usia 11-13 tahun hingga mencapai usia 21 tahun.
Apabila pengembang kurikulum ingin meningkatkan kualitas kurikulum
melalui perumusan isi, kedalaman materi, tingkat kesulitan, kecocokan materi, dan
manfaat yang diperoleh dari materi tersebut, maka penting untuk
mempertimbangkan aspek psikologi perkembangan peserta didik (Hamami, 2022).
Yusuf mengemukakan bahwa pengelompokan tahap perkembangan
sebaiknya bersifat opsional, artinya tidak terikat pada satu pandangan saja,
melainkan mencakup berbagai pandangan yang saling terkait. Berdasarkan prinsip
ini, perkembangan individu dari lahir hingga dewasa dapat diuraikan melalui
beberapa fase, yakni masa prasekolah (0-6 tahun), masa sekolah dasar (6-12
tahun), dan masa sekolah menengah (12-18 tahun).
Masa Usia Prasekolah
Dalam fase prasekolah, terdapat dua periode yang dapat diidentifikasi, yaitu
periode vital dan estetik. Pada fase vital, individu mengandalkan fungsi-fungsi
biologis untuk berinteraksi dengan lingkungannya. Sigmund Freud
memperkenalkan istilah "oral" untuk tahun pertama kehidupan individu, karena
mulut dianggap sebagai sumber pengalaman kenikmatan dan ketidaknyamanan
(Suryabrata, 2001).
Masa Usia Sekolah Dasar
EPISTEMIC: JURNAL PENDIDIKAN
E-ISSN 2828-1527
Vol. xx. No. xx. mmmm yyyy, Page: x-x
https://journal.pegiatliterasi.or.id/index.php/epistemic

Fase yang sering disebut sebagai periode intelektual, karena pada masa ini anak
mulai menunjukkan minat besar terhadap pengetahuan tentang alam dan dunia
sekitarnya. Pada usia 6-7 tahun, anak umumnya telah siap untuk memulai proses
belajar di sekolah dasar. Pada tahap ini, anak lebih responsif terhadap bimbingan,
mampu menyelesaikan tugas yang diberikan, dan cenderung lebih mudah
membentuk kebiasaan seperti makan, tidur, bangun, serta belajar pada waktu dan
tempat yang telah ditentukan dibandingkan dengan masa prasekolah.

Masa Usia Sekolah Menengah


Pertengahan masa pendidikan bersamaan dengan masa remaja. Fase remaja ini
menarik banyak perhatian karena memiliki karakteristik unik dan berperan
penting dalam membentuk individu untuk kehidupan dewasa dalam keluarganya
maupun pada masyarakat.
Pemahaman mengenai perkembangan peserta didik, seperti yang telah
dijelaskan sebelumnya, memiliki dampak besar dalam pengembangan kurikulum.
Ini mencakup beberapa hal penting: pertama, memberikan kesempatan bagi setiap
individu untuk tumbuh dan berkembang sesuai dengan bakat, minat, dan
kebutuhannya. Kedua, selain menyediakan mata pelajaran inti yang wajib
dipelajari oleh setiap siswa, penting juga untuk menawarkan pilihan mata
pelajaran yang sesuai dengan minat masing-masing individu. Ketiga, lembaga
pendidikan harus menyediakan materi pembelajaran yang mencakup aspek
kejuruan dan akademik. Untuk siswa yang memiliki kecenderungan di bidang
akademik, mereka harus diberikan kesempatan untuk melanjutkan pendidikan ke
jenjang berikutnya. Keempat, kurikulum harus mencakup tujuan-tujuan yang
meliputi aspek pengetahuan, nilai-nilai/sikap, dan keterampilan yang membentuk
individu secara komprehensif, baik dari segi fisik maupun mental.
Terutama pada Masa Usia Sekolah Dasar merupakan perkembangan yang
signifikan dalam hal kognitif. Dimana siswa akan memperoleh banyak pengetahuan
dari mata Pelajaran yang dipelajari di bangku sekolahnya. Siswa Sekolah Dasar
lebih mudah untuk diarahkan Ketika diberi tugas, siswa akan segera
merampungkannya.
Analisis Kurikulum Pendidikan Agama Islam
Pendidikan agama merupakan sub-sistem integral dalam struktur
pendidikan nasional yang terus mengalami pembaharuan sejalan dengan kemajuan
ilmu pengetahuan dan teknologi. Hal ini menjadi dampak yang signifikan pada
evolusi kurikulum, termasuk tujuan, materi, metode, dan evaluasi pendidikan
agama. Pendidikan agama dalam kebijakan Pendidikan Nasional dapat dilihat
melalui berbagai dokumen, seperti sila pertama Pancasila yang menegaskan
prinsip "Ketuhanan Yang Maha Esa", UUD 1945 Pasal 29 Nomor 4 tahun 1950 yang
EPISTEMIC: JURNAL PENDIDIKAN
E-ISSN 2828-1527
Vol. xx. No. xx. mmmm yyyy, Page: x-x
https://journal.pegiatliterasi.or.id/index.php/epistemic

mengatur tentang pendidikan agama, serta serangkaian kebijakan dan peraturan


lainnya, termasuk UUSPN No 2 tahun 1989 yang menetapkan tujuan pendidikan
untuk membentuk manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa. Selain itu, berdasarkan Undang-Undang Sisdiknas No 20 Tahun 2003,
Pendidikan Agama (Islam) ditetapkan sebagai mata pelajaran wajib sesuai dengan
ketentuan UU Sisdiknas No. 20 tahun 2003 Bab IX pasal 39.
Pendidikan Agama Islam di Sekolah Dasar bertujuan untuk memupuk dan
memperkuat keimanan peserta didik melalui penyampaian pengetahuan,
pengalaman spiritual, praktik, dan pemahaman mendalam tentang ajaran Islam.
Hal ini bertujuan agar peserta didik dapat menjadi individu Muslim yang terus-
menerus memperdalam iman, memperkokoh ketakwaan kepada Allah SWT, dan
menunjukkan akhlak mulia dalam segala aspek kehidupan, baik pada tingkat
personal, sosial, maupun dalam konteks kebangsaan dan negara. Tujuan lainnya
adalah untuk membekali peserta didik dengan kualifikasi yang memungkinkan
mereka melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.
Dalam konteks muatan atau isi PAI, landasan psikologis memiliki dampak
signifikan terhadap penyesuaian materi dengan tahap perkembangan anak. Materi
PAI dirancang secara bertahap, walaupun secara umum mencakup aspek-al Qur'an,
Aqidah, Akhlak, Fiqh, dan Tarikh, namun tingkat pencapaian dan fokus materinya
berbeda di tiap tingkatan. Sebagai contoh, topik tentang keimanan kepada qada
dan qadar, di tingkat SD, diharapkan siswa dapat menunjukkan keyakinannya
terhadap qada dan qadar, sementara di tingkat SMP, siswa diharapkan mampu
mengidentifikasi ciri-ciri keimanan kepada qada dan qadar (Thohirin, 2011).
Untuk mewujudkan efektivitas dan maksud dari pendidikan agama Islam
sebagai komponen ilmu pendidikan Islam, terdapat kompetensi dasar yang
merujuk pada seperangkat keterampilan esensial yang wajib dimiliki oleh peserta
didik selama proses pendidikan. Kemampuan ini terfokus pada dimensi afektif dan
psikomotorik, yang diperkaya dengan pengetahuan kognitif guna memperkuat
tingkat keimanan dan ketakwaan terhadap Allah SWT. Materi ajar (curriculum
materials) adalah isi atau mutan kurikulum yang harus dipahami peserta didik
dalam upaya mencapai tujuan kurikulum (Sanjaya, 2013).
Materi pembelajaran dalam Pendidikan Agama Islam memiliki keterkaitan
erat dengan formulasi tujuan dari Pendidikan Agama Islam itu sendiri. Untuk
mencapai tujuan tersebut, lingkup materi pembelajaran pada dasarnya mencakup
tujuh elemen inti, yakni al-Qur'an-Hadits, keimanan, syariah, ibadah, muamalah,
akhlak, dan tarikh (sejarah Islam) yang menekankan pada evolusi politik. Al-
Qur'an-Hadits merupakan sumber primer dari ajaran Islam, mencakup akidah
(keimanan), syariah, ibadah, muamalah, dan akhlak sehingga pengkajiannya
terdapat dalam setiap elemen tersebut. Akidah (keimanan) menjadi akar atau
EPISTEMIC: JURNAL PENDIDIKAN
E-ISSN 2828-1527
Vol. xx. No. xx. mmmm yyyy, Page: x-x
https://journal.pegiatliterasi.or.id/index.php/epistemic

esensi dari agama. Sementara ibadah, muamalah, dan akhlak bersumber dari
akidah, sebagai manifestasi dan konsekuensi dari akidah (keimanan dan keyakinan
dalam hidup).
Tujuan Pendidikan Gama Islam kurikulum 2013
Sesuai dengan Pasal 77 J ayat 1 dari Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 32 tahun 2013, tujuan Pendidikan Agama adalah untuk
mengembangkan peserta didik menjadi individu yang memiliki keimanan dan
ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, serta berperilaku dengan akhlak mulia,
termasuk budi pekerti. Tujuan pembelajaran Pendidikan Agama Islam dalam
Kurikulum 2013 adalah mencapai pencapaian pembelajaran yang paling efektif
dan sejalan dengan tujuan pendidikan nasional, yakni mengembangkan potensi
peserta didik agar menjadi individu yang memiliki keimanan dan ketakwaan
kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,
mandiri, serta menjadi warga yang demokratis dan bertanggung jawab (Ayuhana,
2015).
Berbeda dengan kurikulum sebelumnya yang memperinci langkah-langkah
pembelajaran menuju tujuan akhir Pendidikan Agama Islam, kurikulum tahun
2013 menekankan pada pencapaian tujuan akhir tersebut, yaitu membentuk
peserta didik menjadi pribadi yang memiliki keimanan dan ketakwaan kepada
Tuhan Yang Maha Esa, serta berakhlak mulia termasuk budi pekerti. Lebih jauh,
dalam kurikulum Pendidikan Agama Islam tahun 2013, terdapat penekanan
khusus pada dimensi akhlak mulia yang diperkuat lagi dengan istilah "budi
pekerti".
Tujuan Pendidikan Agama Islam Kurikulum Merdeka
Pada Struktur kurikulum pada Pendidikan Dasar dan Menengah di
Keptusan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi RI No.56/M/2022
bahwa terbagi menjadi 2 kegiatan utama: pembelajaran intrakulikuler, dan projek
penguatan Pancasila. Karakteristik utama dari Kurikulum Merdeka adalah
mendukung upaya pemulihan pembelajaran. Kurikulum Merdeka memiliki tiga ciri
khas, yakni pertama, menghasilkan Profil Pelajar Pancasila melalui metode
pembelajaran berbasis proyek yang bertujuan untuk memperkuat keterampilan
dan karakter peserta didik. Kedua, menekankan pada materi pokok (esensial)
sehingga aspek dasar seperti literasi dan numerasi diperoleh dengan kompetensi
yang mendalam. Ketiga, memberikan fleksibilitas lebih dalam proses pembelajaran
dengan penyesuaian terdeferensiasi sesuai dengan konteks dan kebutuhan lokal
serta disesuaikan dengan kemampuan masing-masing peserta didik.
Profil Pelajar Pancasila dalam struktur kurikulum ini diperkuat melalui
implementasi proyek-proyek berdasarkan tema-tema yang telah ditetapkan oleh
pemerintah. Profil Pelajar Pancasila adalah hasil akhir dari proses pendidikan yang
EPISTEMIC: JURNAL PENDIDIKAN
E-ISSN 2828-1527
Vol. xx. No. xx. mmmm yyyy, Page: x-x
https://journal.pegiatliterasi.or.id/index.php/epistemic

menghasilkan individu dengan karakter dan kompetensi yang memperkuat nilai-


nilai tinggi dari Pancasila. Ini merupakan penjabaran konkret dari tujuan
pendidikan nasional, di mana lulusan ini akan berperan sebagai tolok ukur utama
yang dapat membimbing kebijakan-kebijakan pendidikan, termasuk guru dalam
membentuk karakter dan kompetensi peserta didik. Profil Pelajar Pancasila
memiliki enam dimensi penting, yaitu: pertama, keberiman, ketakwaan kepada
Tuhan Yang Maha Esa, dan berakhlak mulia; kedua, keterbukaan terhadap
keberagaman global; ketiga, semangat gotong royong; keempat, kemandirian;
kelima, kemampuan berpikir kritis; dan keenam, kreativitas (Inayati, 2022).
Pada kurikulum merdeka, aspek psikologis pada siswa terbilang relevan.
Terutama dalam projek (profil pelajar Pancasila) yang dapat mengembangkan
berbagai aspek psikologis yang ada dalam setiap individu siswa. Dapat melatih
kepercayaan dirinya dan eksplorasi dengan berbagai hal yang berkaitan dengan
tema yang dibahas pada projek masing-masing. Namun, tetap perubahan-
perubahan mengenai perkembangan siswa baik aspek Psikologis maupun kognitif
tidak hanya dipengaruhi oleh kurikulum dan pelaksanaanya disekolah. Terdapat
juga factor-faktor yang dapat mempengaruhi hasil siswa dalam kognitif, psikologis
pun yang lainnya.
Dalam proses pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI), landasan
psikologis memengaruhi pilihan metode yang digunakan untuk memfasilitasi
pemahaman materi PAI pada peserta didik. Ini mencakup berbagai aspek seperti
pengelolaan kelas, strategi pengajaran, motivasi peserta didik, pendekatan
terhadap peserta didik yang memiliki kebutuhan khusus, serta pengukuran kinerja
akademik dan umpan balik. Landasan psikologis juga dapat diaplikasikan dalam
proses evaluasi pembelajaran. Prestasi dapat diukur dalam tiga domain, yaitu
kognitif, afektif, dan psikomotorik, dan ini erat terkait dengan teknik evaluasi yang
diterapkan. Sebagai contoh, materi mengenai Shalat Wajib dapat dievaluasi melalui
tiga aspek, yakni tes tertulis, penilaian sikap, dan uji keterampilan. Oleh karena itu,
guru perlu memiliki kreativitas dalam mengembangkan materi pembelajaran
sekaligus alat evaluasinya.

SIMPULAN
Penyusunan kurikulum PAI harus mengikuti perkembangan peserta didik,
mencakup pencapaian kompetensi, serta metode pembelajaran yang efektif.
Kurikulum PAI dirancang dengan tujuan utama memenuhi kebutuhan pendidikan
anak, termasuk pembentukan karakter, pengembangan keterampilan personal dan
teknis, sehingga peserta didik dapat mengikuti perkembangan dunia sekitarnya
dengan baik.
EPISTEMIC: JURNAL PENDIDIKAN
E-ISSN 2828-1527
Vol. xx. No. xx. mmmm yyyy, Page: x-x
https://journal.pegiatliterasi.or.id/index.php/epistemic

Landasan psikologis memiliki peran penting dalam pengembangan


kurikulum. Pengembangan kurikulum harus didasarkan pada pemahaman tentang
perkembangan peserta didik dan cara mereka belajar, yang merupakan aspek-
aspek psikologis yang krusial.
Perlu dipahami bersama bahwa perubahan perilaku peserta didik
dipengaruhi oleh dua faktor utama, yaitu tingkat kematangan dan pengaruh dari
faktor-faktor luar program pendidikan atau lingkungan sekitar. Oleh karena itu,
kurikulum berperan sebagai instrumen untuk mencapai tujuan dan program
pendidikan, yang mana secara jelas terlibat dalam proses perubahan perilaku
peserta didik. Dengan demikian, diharapkan bahwa kurikulum dapat berfungsi
sebagai alat untuk menggali dan memaksimalkan potensi peserta didik menjadi
kemampuan nyata, termasuk dalam membentuk keterampilan baru yang dapat
bertahan dalam jangka waktu yang cukup lama.

DAFTAR PUSTAKA

Agus Dian Alirahman, M. S. (2023). THE DEVELOPMENT OF ISLAMIC RELIGIOUS


EDUCATION AND CHARACTER MATERIALS ONLINE BASED IN
ELEMENTARY SCHOOLS. Journal Of Law And Sustainable Develompment, 01-
19.
Al-Amin, S. I. (2023). Analisis Pengaruh Aplikasi TikTok Terhadap Peningkatan
Pembelajaran Bahasa Inggris Pada Siswa. Innovative: Journal Of Social
Science Research, 2916-23.
Ayuhana, M. M. (2015). Perkembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam
Sekolah Dasar di Indonesia (Analisis Tujuan dan Materi Ajar Kurikulum
1994,2004,2006,2013). Jurnal Tarbawi Vol. 12 No. 2, 2088-3102.
Daulay, H. P. (2013). Pendidikan Islam Lintas Sejarah. Jakarta: Kencana.
Hamami, M. J. (2022). Implementasi Teori Psikologi Dalam Pengembangan
Kurikulum PAI. Al-iltiza: Jurnal Pendidikan Agama Islam Vol. 7 No. 1, 1.
Inayati, U. (2022). Konsep dan Implementasi Kurikulum Merdeka pada
Pembelajaran Abad-21 di SD/MI. 2st ICIE: International Conference on
Islamic Education vol. 2, 293-304.
Mustika. (2008). Metode Penelitian Kepustakaan. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Priyanto. (2017). Landasan Psikologis Pengemabngan Kurikulum PAI. Jurnal El-
Hamra, 2528-3650.
Qolbi, S. K. (2021). Implementasi Asas-asas Pengembangan Kurikulum Terhadap
Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam. Edukatif: Jurnal Ilmu
Pendidikan vol. 3 No 4, 1120-1132.
Rahmaini. (2017). Landasan Psikologis Dalam Proses Belajar. Jurnal ITTIHAD Vol 1,
2.
EPISTEMIC: JURNAL PENDIDIKAN
E-ISSN 2828-1527
Vol. xx. No. xx. mmmm yyyy, Page: x-x
https://journal.pegiatliterasi.or.id/index.php/epistemic

Sanjaya, W. (2013). Kurikulum Pembelajaran. Jakarta: Kencana.


Suryabrata, S. (2001). Psikologi Pendidikan. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Thohirin. (2011). Psikologi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam; berbasis
Integrasi dan Kompetensi. Jakarta: Raja Grafindo Persaja.
Yuliana, N. N. (2023). Landasan Psikologis Dalam Pengembangan Kurikulum
Pendidikan Agama Islam. Jurnal Pendidikan Indonesia (JOUPI), 01-14.
yusuf, S. (2004). Psikolog Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung: Remaja
Rosdakarya.

Anda mungkin juga menyukai