Uts Firyal Yasmin RF 2220040058 NR B
Uts Firyal Yasmin RF 2220040058 NR B
E-ISSN 2828-1527
Vol. xx. No. xx. mmmm yyyy, Page: x-x
https://journal.pegiatliterasi.or.id/index.php/epistemic
Abstract:
The curriculum as a system consists of four components, namely: aims, goals, objectives, contents
(content/material), learning activities (learning process), and evaluations (evaluation
components). Psychology is an important foundation that must be considered in our world of
education, especially in school curriculum development activities. This article discusses the
psychological foundations of the PAI curriculum. The method in this article uses literature study by
adopting sources that are relevant to the discussion. The preparation of the PAI curriculum must
follow the development of students, include competency achievement and effective learning
methods. Curriculum development must be based on an understanding of student development and
the way they learn, which are crucial psychological aspects, namely psychology. However, student
outcomes do not only depend on the curriculum that has been developed. Student learning
outcomes depend on each individual because there are other factors that can influence student PAI
learning outcomes.
PENDAHULUAN
Penelitian terkait pembelajaran terus mengalami kemajuan hingga saat ini.
Kemajuan ini mengarah pada dinamika dalam menciptakan proses pembelajaran
yang signifikan. Dinamika perkembangan proses pembelajaran beserta semua hal
yang terkait erat dengan subjek di dalamnya. Manusia sebagai subjek
pembelajaran memiliki sifat yang dinamis, berbagai karakteristik yang beragam,
dan percepatan perkembangan yang berbeda, serta kemampuan berpikir manusia
yang berkembang pesat yang ikut mengubah karakteristik dari proses
pembelajaran itu sendiri (Rahmaini, 2017). Fokus utama dari pendidikan adalah
meliputi tahapan pengajaran, pelatihan, dan pembelajaran yang dilakukan oleh
individu yang ahli dalam bidangnya seperti guru, dosen, atau ulama agama, dan
ditujukan kepada masyarakat umum, khususnya para peserta didik atau orang-
orang pada umumnya yang membutuhkan peningkatan pengetahuan (Qolbi,
2021). Dengan demikian, tujuan dari pendidikan adalah membentuk individu yang
berpengetahuan, memiliki kekuatan spiritual dan keagamaan, mampu
mengendalikan diri, memiliki kepribadian yang baik, cerdas, berakhlak mulia, dan
EPISTEMIC: JURNAL PENDIDIKAN
E-ISSN 2828-1527
Vol. xx. No. xx. mmmm yyyy, Page: x-x
https://journal.pegiatliterasi.or.id/index.php/epistemic
memiliki keterampilan yang baik. Namun, mencapai hal ini tidaklah mudah;
diperlukan suatu konsep rangkaian yang tepat agar proses pendidikan berjalan
secara sistematis dan terstruktur, yang dapat diwujudkan melalui penerapan
kurikulum yang sesuai.
Penekanan terhadap pentingnya kurikulum sebagai panduan dalam
pelaksanaan pendidikan memunculkan kesadaran akan peran signifikan yang
dimainkannya dalam menentukan jalannya proses belajar-mengajar serta hasil
yang diperoleh. Mengingat peranan krusial yang dimiliki kurikulum dalam
pendidikan serta perkembangan individu, maka dalam penyusunannya haruslah
mengacu pada dasar-dasar yang kokoh dan kuat (Priyanto, 2017). Pandangan dari
Robert S. Zais mengenai empat aspek dasar dalam pengembangan kurikulum
adalah: Filsafat dan sifat pengetahuan, masyarakat dan budaya, individu, serta
teori pembelajaran. Melalui perspektif ini, kita dapat mengelompokkan dasar-
dasar kurikulum menjadi empat kategori, yaitu: landasan filosofis, landasan
psikologis, landasan sosiologis, dan landasan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Kurikulum sebagai suatu sistem terdiri atas empat komponen, yaitu:
komponen aims, goals, objectives, (tujuan), contents (isi/materi), learning
activities (proses pembelajaran), dan evaluations (komponen evaluasi). Pada
ranah aplikatif, agar setiap komponen dapat menjalankan fungsinya secara tepat
dan berkembang, maka perlu dikuatkan oleh sejumlah foundations (landasan),
yaitu landasan filosofis sebagai landasan utama, masyarakat dan kebudayaan,
individu (peserta didik), dan teori-teori belajar.
Landasan pendidikan diperlukan dalam dunia pendidikan khususnya di
negara kita Indonesia, agar pendidikan yang sedang berlangsung di negara kita
mempunyai pondasi atau pijakan yang sangat kuat karena pendidikan di setiap
negara tidak sama. Psikologi merupakan salah satu landasan penting yang harus
dipertimbangkan dalam dunia pendidikan kita khususnya dalam kegiatan
pengembangan kurikulum sekolah (Al-Amin, 2023). Pengembangan kurikulum
harus memperhatikan tingkat perkembangan psikologi peserta didik Hal ini perlu
dilakukan agar materi dan tujuan yang ingin dicapai sesuai dengan kemampuan
peserta didik. Terlebih pada jenjang Sekolah Dasar (SD), pada artikel ini akan
terfokus pada aspek landasan psikologis.
METODE
Penelitian ini membahas mengenai landasan psikologis dalam
mengembangkan kurikulum untuk pendidikan agama Islam. Pendekatan yang
digunakan adalah analisis literatur, dengan mencari informasi dari buku-buku dan
artikel ilmiah yang relevan dengan topik artikel ini. Setelah itu, data disusun dan
dianalisis secara sistematis dan objektif (Mustika, 2008). Informasi diperoleh
melalui pengumpulan dokumen, termasuk jurnal, buku, dan sumber-sumber
EPISTEMIC: JURNAL PENDIDIKAN
E-ISSN 2828-1527
Vol. xx. No. xx. mmmm yyyy, Page: x-x
https://journal.pegiatliterasi.or.id/index.php/epistemic
informasi lainnya.
Selanjutnya, melibatkan analisis dari berbagai jurnal, artikel, makalah,
buku, dan sumber lain yang relevan dengan topik penulisan ini. Penelusuran
dilakukan melalui studi literatur untuk mengumpulkan teori yang terkait dengan
implementasi prinsip-prinsip pengembangan kurikulum dalam pendidikan agama
Islam. Data yang terkumpul kemudian dianalisis secara terstruktur dan
kesimpulannya disajikan dengan objektif.
Pembahasan
Psikologi perkembangan adalah cabang dari ilmu psikologi yang mengkaji
proses perkembangan individu, mulai dari sebelum kelahiran hingga setelahnya,
termasuk aspek kedewasaan perilaku (yusuf, 2004). Dengan memahami
perkembangan peserta didik, pendidikan dapat diarahkan untuk mengakomodasi
karakteristik unik masing-masing individu. Ini meliputi penyesuaian dalam hal
kemampuan yang perlu dicapai, materi yang harus disampaikan, metode
pembelajaran yang efektif, serta penilaian yang memadai.
Proses perkembangan individu terdiri dari empat tahap penting. Tahap
pertama adalah fase prenatal, yang mencakup periode sebelum kelahiran (mulai
dari konsepsi hingga 9 bulan kehamilan). Tahap kedua adalah masa infancy atau
bayi, dimulai dari saat kelahiran hingga usia 10-14 hari. Tahap ketiga adalah masa
childhood atau masa kanak-kanak, yang berlangsung dari usia 2 tahun hingga
remaja. Terakhir, tahap keempat adalah adolescence atau pubertas, yang
berlangsung dari usia 11-13 tahun hingga mencapai usia 21 tahun.
Apabila pengembang kurikulum ingin meningkatkan kualitas kurikulum
melalui perumusan isi, kedalaman materi, tingkat kesulitan, kecocokan materi, dan
manfaat yang diperoleh dari materi tersebut, maka penting untuk
mempertimbangkan aspek psikologi perkembangan peserta didik (Hamami, 2022).
Yusuf mengemukakan bahwa pengelompokan tahap perkembangan
sebaiknya bersifat opsional, artinya tidak terikat pada satu pandangan saja,
melainkan mencakup berbagai pandangan yang saling terkait. Berdasarkan prinsip
ini, perkembangan individu dari lahir hingga dewasa dapat diuraikan melalui
beberapa fase, yakni masa prasekolah (0-6 tahun), masa sekolah dasar (6-12
tahun), dan masa sekolah menengah (12-18 tahun).
Masa Usia Prasekolah
Dalam fase prasekolah, terdapat dua periode yang dapat diidentifikasi, yaitu
periode vital dan estetik. Pada fase vital, individu mengandalkan fungsi-fungsi
biologis untuk berinteraksi dengan lingkungannya. Sigmund Freud
memperkenalkan istilah "oral" untuk tahun pertama kehidupan individu, karena
mulut dianggap sebagai sumber pengalaman kenikmatan dan ketidaknyamanan
(Suryabrata, 2001).
Masa Usia Sekolah Dasar
EPISTEMIC: JURNAL PENDIDIKAN
E-ISSN 2828-1527
Vol. xx. No. xx. mmmm yyyy, Page: x-x
https://journal.pegiatliterasi.or.id/index.php/epistemic
Fase yang sering disebut sebagai periode intelektual, karena pada masa ini anak
mulai menunjukkan minat besar terhadap pengetahuan tentang alam dan dunia
sekitarnya. Pada usia 6-7 tahun, anak umumnya telah siap untuk memulai proses
belajar di sekolah dasar. Pada tahap ini, anak lebih responsif terhadap bimbingan,
mampu menyelesaikan tugas yang diberikan, dan cenderung lebih mudah
membentuk kebiasaan seperti makan, tidur, bangun, serta belajar pada waktu dan
tempat yang telah ditentukan dibandingkan dengan masa prasekolah.
esensi dari agama. Sementara ibadah, muamalah, dan akhlak bersumber dari
akidah, sebagai manifestasi dan konsekuensi dari akidah (keimanan dan keyakinan
dalam hidup).
Tujuan Pendidikan Gama Islam kurikulum 2013
Sesuai dengan Pasal 77 J ayat 1 dari Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 32 tahun 2013, tujuan Pendidikan Agama adalah untuk
mengembangkan peserta didik menjadi individu yang memiliki keimanan dan
ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, serta berperilaku dengan akhlak mulia,
termasuk budi pekerti. Tujuan pembelajaran Pendidikan Agama Islam dalam
Kurikulum 2013 adalah mencapai pencapaian pembelajaran yang paling efektif
dan sejalan dengan tujuan pendidikan nasional, yakni mengembangkan potensi
peserta didik agar menjadi individu yang memiliki keimanan dan ketakwaan
kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,
mandiri, serta menjadi warga yang demokratis dan bertanggung jawab (Ayuhana,
2015).
Berbeda dengan kurikulum sebelumnya yang memperinci langkah-langkah
pembelajaran menuju tujuan akhir Pendidikan Agama Islam, kurikulum tahun
2013 menekankan pada pencapaian tujuan akhir tersebut, yaitu membentuk
peserta didik menjadi pribadi yang memiliki keimanan dan ketakwaan kepada
Tuhan Yang Maha Esa, serta berakhlak mulia termasuk budi pekerti. Lebih jauh,
dalam kurikulum Pendidikan Agama Islam tahun 2013, terdapat penekanan
khusus pada dimensi akhlak mulia yang diperkuat lagi dengan istilah "budi
pekerti".
Tujuan Pendidikan Agama Islam Kurikulum Merdeka
Pada Struktur kurikulum pada Pendidikan Dasar dan Menengah di
Keptusan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi RI No.56/M/2022
bahwa terbagi menjadi 2 kegiatan utama: pembelajaran intrakulikuler, dan projek
penguatan Pancasila. Karakteristik utama dari Kurikulum Merdeka adalah
mendukung upaya pemulihan pembelajaran. Kurikulum Merdeka memiliki tiga ciri
khas, yakni pertama, menghasilkan Profil Pelajar Pancasila melalui metode
pembelajaran berbasis proyek yang bertujuan untuk memperkuat keterampilan
dan karakter peserta didik. Kedua, menekankan pada materi pokok (esensial)
sehingga aspek dasar seperti literasi dan numerasi diperoleh dengan kompetensi
yang mendalam. Ketiga, memberikan fleksibilitas lebih dalam proses pembelajaran
dengan penyesuaian terdeferensiasi sesuai dengan konteks dan kebutuhan lokal
serta disesuaikan dengan kemampuan masing-masing peserta didik.
Profil Pelajar Pancasila dalam struktur kurikulum ini diperkuat melalui
implementasi proyek-proyek berdasarkan tema-tema yang telah ditetapkan oleh
pemerintah. Profil Pelajar Pancasila adalah hasil akhir dari proses pendidikan yang
EPISTEMIC: JURNAL PENDIDIKAN
E-ISSN 2828-1527
Vol. xx. No. xx. mmmm yyyy, Page: x-x
https://journal.pegiatliterasi.or.id/index.php/epistemic
SIMPULAN
Penyusunan kurikulum PAI harus mengikuti perkembangan peserta didik,
mencakup pencapaian kompetensi, serta metode pembelajaran yang efektif.
Kurikulum PAI dirancang dengan tujuan utama memenuhi kebutuhan pendidikan
anak, termasuk pembentukan karakter, pengembangan keterampilan personal dan
teknis, sehingga peserta didik dapat mengikuti perkembangan dunia sekitarnya
dengan baik.
EPISTEMIC: JURNAL PENDIDIKAN
E-ISSN 2828-1527
Vol. xx. No. xx. mmmm yyyy, Page: x-x
https://journal.pegiatliterasi.or.id/index.php/epistemic
DAFTAR PUSTAKA