Askep Pak Mansyur
Askep Pak Mansyur
ASUHAN KEPERAWATAN
KLIEN DENGAN DISFUNGSI SEKSUAL
DOSEN PENGAJAR :
MANSYUR B. TOMAYAHU,S.ST,M.KES
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat taufik dan hidayah-Nya, makalah
ini dapat diselesaikan. Makalah ini merupakan makalah pengetahuan bagi mahasiswa/i Stikes
Muhammadiyah Palembang maupun para pembaca.
Makalah ini sendiri dibuat guna memenuhi salah satu tugas kuliah dari dosen mata kuliah
Sistem Reproduksi “ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN DISFUNGSI SEKSUAL”.
Dalam penulisan makalah ini penulis berusaha menyajikan bahasa yang sederhana dan mudah
dimengerti oleh para pembaca.
Penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari sempurna dan masih banyak kekurangan.
Oleh karenanya, penulis menerima kritik dan saran yang positif dan membangun dari rekan-
rekan pembaca untuk penyempurnaan makalah ini. Penulis juga mengucapkan banyak terima
kasih kepada rekan-rekan yang telah membantu dalam penyelesaian makalah ini.
Akhir kata, semoga makalah ini dapat memberikan manfaat kepada kita semua. Amin.
kelompok 1
Daftar isi
Kata
pengantar...............................................................................................................
Daftarisi.......................................................................................................................
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1latar belakang..........................................................................................................
1.2rumusan masalah....................................................................................................
1.3tujuan .......................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN
2.1 devinisi disfungsi seksual.............................................................................
2.2Gejala Disfungsi Seksual……………………………………………………......
2.3Penyebab Disfungsi Seksual…………………………………………………….
2.4 Doagnosa disfungsi seksual ……………………………………………………
2. 5 Pengobatan Disfungsi Seksual…………………………………………………
2.6 Perubahan anatomik pada sistem genetalia pada lansia................................
2.7 Perubahan fisiologik aktivitas seksual akibat proses penuaan.......................
2.8 Upaya mengatasi permasalahan seksual pada lansia....................................
2.9 Asuhan keperawatan klien pada disfungsi seksual ......................................
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan ..........................................................................................
3.2 Saran ......................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
Disfungsi seksual adalah masalah yang menghalangi seseorang memiliki hasrat seksual atau
mendapat kepuasan dalam kegiatan seksual. Kondisi ini dapat menimpa wanita maupun pria,
dan risikonya semakin tinggi seiring pertambahan usia.Kehidupan seksual merupakan bagian
dari kehidupan manusia, sehingga kualitas kehidupan seksual ikut menentukan kualitas hidup.
Hubungan seksual yang sehat adalah hubungan seksual yang dikehendaki, dapat dinikmati
bersama pasangan suami dan istri dan tidak menimbulkan akibat buruk baik fisik maupun psikis
termasuk dalam hal ini pasangan lansia.
Problem masalah disfungsi seksual sebagian besar muncul pada usia lanjut dimana hambatan
untuk aktivitas seksual yang dapat dibagi menjadi hambatan eksternal yang datang dari
lingkungan dan hambatan internal,yang terutama berasal dari subjek lansianya sendiri. Hambatan
eksternal biasanya berupa pandangan sosial, yang menganggap bahwa aktivitas seksual tidak
layak lagi dilakukan lagi oleh lansia.
1.3 TUJUAN
Disfungsi seksual adalah masalah yang menghalangi seseorang memiliki hasrat seksual atau
mendapat kepuasan dalam kegiatan seksual. Kondisi ini dapat menimpa wanita maupun pria,
dan risikonya semakin tinggi seiring pertambahan usia.
Disfungsi seksual pada wanita meliputi masalah dalam respon seksual, orgasme dan rasa
nyeri saat berhubungan seksual. Sedangkan masalah seksual pada pria menyangkut disfungsi
ereksi atau impotensi, gangguan ejakulasi, dan kehilangan gairah seksual. Disfungsi seksual
sendiri bukanlah suatu hal yang jarang terjadi, di mana 43 persen wanita dan 31 persen pria
setidaknya pernah merasakan gangguan atau kesulitan dalam aktivitas seksual mereka.Disfungsi
seksual dapat menjadi gangguan jika masalah ini terjadi terus-menerus dan berpengaruh secara
signifikan dalam kehidupan seksual seseorang. Semakin lama disfungsi seksual ini berlangsung,
semakin tinggi tekanan dan tingkat kecemasan yang dimiliki penderita. Meski begitu, sebagian
besar penderita disfungsi seksual dapat dipulihkan dengan pengobatan fisik yang dipadukan
dengan terapi psikologi.
Hasrat seksual yang rendah. Ini adalah jenis disfungsi seksual yang paling umum
diderita wanita, dan ditandai dengan hilangnya hasrat atau keinginan untuk berhubungan
seksual.
Gangguan rangsangan seksual. Dalam kondisi ini, hasrat berhubungan seksual tetap
ada, tapi seorang wanita sulit untuk terangsang dan mempertahankan rangsangan selama
kegiatan seksual.
Gangguan nyeri seksual/dyspareunia. Gejalanya adalah timbul rasa nyeri saat
melakukan kontak vagina atau stimulasi seksual. Banyak hal yang dapat memicu rasa
nyeri dalam hubungan seksual, di antaranya vaginismus, pelumas yang tidak memadai,
serta otot vagina yang kaku.
Gangguan orgasme, yaitu kesulitan mencapai orgasme meski rangsangan dan stimulasi
dilakukan terus menerus.
Kondisi fisik atau medis yang mengganggu fungsi seksual. Kondisi tersebut termasuk
penyakit diabetes, jantung dan vaskuler, gangguan saraf, penyakit kronis,
penyalahgunaan obat, dan efek samping dari obat-obatan tertentu (salah satunya adalah
antidepresan yang dapat mengganggu hasrat dan fungsi seksual).
Kondisi hormonal, seperti penurunan kadar hormon estrogen pada wanita, terutama
setelah menopause dan hormon testosteron yang rendah pada pria sehingga mengurangi
hasrat melakukan kegiatan seksual.
Faktor psikologi, terutama stres, dapat menyebabkan disfungsi seksual. Selain itu,
kecemasan, kekhawatiran berlebihan akan performa seksualnya, masalah dalam
hubungan atau pernikahan, depresi, perasaan bersalah, serta efek trauma masa lalu juga
dapat berpengaruh.
Dokter juga dapat merujuk pasien ke dokter lain, seperti dokter spesialis urologi, endokrinologi,
neurologi, terapis seksual dan terapis lain guna mendapatkan diagnosis dan pilihan pengobatan
yang paling tepat.
2. 5 Pengobatan Disfungsi Seksual
Pengobatan medis untuk menangani masalah fisik. Bagi penderita suatu penyakit,
dokter dapat menyesuaikan atau mengganti obat yang memiliki efek seksual tertentu.
Obat flibanserin diberikan pada wanita pramenopause yang memiliki hasrat seksual
rendah. Sedangkan obat tadalafil, sildenafil, atau vardenafil dapat meningkatkan fungsi
seksual pria dengan meningkatkan aliran darah ke penis. Untuk masalah ejakulasi dini,
dokter dapat memberi obat promescent. Obat semprot topikal ini mengandung lidocaine
yang bertujuan mengurangi sensitivitas agar ejakulasi lebih terkendali.
Pengobatan yang berkaitan dengan masalah hormon. Bagi wanita dengan kadar
estrogen rendah, terapi estrogen dapat diberikan guna membantu elastisitas vagina
dengan meningkatkan aliran darah dan pelumas pada vagina. Terapi ini dapat diberikan
dalam bentuk cincin vagina, krim, atau tablet Sedangkan bagi pria dengan kadar
testosteron rendah, dokter dapat memberi suplemen hormon atau terapi pengganti
testosteron.
Terapi psikologi. Terapi ini dilakukan oleh konselor terlatih untuk membantu seseorang
mengatasi kecemasan, rasa takut atau perasaan bersalah yang berdampak pada fungsi
seksual. Selain itu, pemahaman tentang seks dan tingkah laku seksual juga perlu dimiliki
penderita agar kegelisahan tentang kemampuan seksualnya dapat teratasi. Salah satu
caranya adalah berbicara secara terbuka pada pasangan tentang kebutuhan dan
kegelisahan pada dirinya guna menghilangkan hambatan dalam kehidupan seks.
Selain pengobatan tersebut, beberapa alat bantu seperti alat pompa (vakum) dan vibrator dapat
membantu seseorang dalam penanganan masalah seksual. Sedangkan untuk membantu pria
dengan gangguan ereksi, pilihan operasi implan penis dapat dipertimbangkan.
Guna meningkatkan kehidupan seksual Anda, tingkatkan kepercayaan diri dan temukan cara agar
bisa nyaman dengan seksualitas Anda. Selain itu, Anda juga harus bisa menerima bentuk fisik
Anda. Itu semua bisa dicapai dengan menerapkan pola hidup sehat, seperti berolahraga guna
meningkatkan kebugaran dan suasana hati, meluangkan waktu untuk bersantai guna meredakan
stres, menghindari konsumsi alkohol, serta menghentikan kebiasaan merokok.
2.6 Perubahan anatomik pada sistem genetalia pada lansia
A.Wanita
Dengan berhentinya produksinya hormon estrogen, genitalia interna dan eksterna
berangsur-angsur mengalami atrofi.
1. Vagina
Vagina mengalami kontraktur, panjang dan lebar vagina mengalami pengecilan.
Fornises menjadi dangkal, begitu pula serviks tidak lagi menonjol ke dalam vagina. Sejak
klimakterium, vagina berangsur-angsur mengalami atropi, meskipun pada wanita belum pernah
melahirkan. Kelenjar seks mengecil dan berhenti berfungsi. Mukosa genitalia menipis begitu
pula jaringan sub-mukosa tidak lagi mempertahankan elastisitasnya akibat fibrosis.
Perubahan ini sampai batas tertentu dipengaruhi oleh keberlangsungan koitus, artinya makin
lama kegiatan tersebut dilakukan kurang laju pendangkalan atau pengecilan genitalia eksterna.
2. Uterus
Setelah klimaterium uterus mengalami atrofi, panjangnya menyusut dan dindingnya menipis,
miometrium menjadi sedikit dan lebih banyak jaringan fibrotik. Serviks menyusut tidak
menonjol, bahkan lama-lama akan merata dengan dinding jaringan.
3. Ovarium
Setelah menopause, ukuran sel telur mengecil dan permukaannya menjadi “keriput” sebagai
akibat atrofi dari medula, bukan akibat dari ovulasi yang berulang sebelumnya, permukaan
ovarium menjadi rata lagi seperti anak oleh karena tidak terdapat folikel. Secara umum,
perubahan fisik genetalia interna dan eksterna dipengaruhi oleh fungsi ovarium. Bila ovarium
berhenti berfungsi, pada umumnya terjadi atrofi dan terjadi inaktivitas organ yang
pertumbuhannya oleh hormon estrogen dan progesteron.
4.Payudara (Glandula Mamae)
Payudara akan menyusut dan menjadi datar, kecuali pada wanita yang gemuk, dimana
payudara tetap besar dan menggantung. Keadaan ini disebabkan oleh karena atrofi hanya
mempengaruhi kelenjar payudara saja.
Kelenjar pituari anterior mempengaruhi secara histologik maupun fungsional, begitu pula
kelenjar tiroid dan adrenal menjadi “keras” dan mengkibatkan bentuk tubuh serupa akromegali
ringan. Bahu menjadi gemuk dan garis pinggang menghilang. Kadang timbul pertumbuhan
rambut pada wajah. Rambut ketiak, pubis mengurang, oleh karena pertumbuhannya dipengaruhi
oleh kelenjar adrenal dan bukan kelenjar ovarium. Rambut kepala menjadi jarang. Kenaikan
berat badan sering terjadi pada masa klimakterik.
B.Pria
1.Prostat
Pembesaran prostat merupakan kejadian yang sering pada pria lansia, gejala yang timbul
merupakan efek mekanik akibat pembesaran lobus medius yang kemudian seolah-olah bertindak
sebagai katup yang berbentuk bola (Ball Valve Effect). Disamping itu terdapat efek dinamik dari
otot polos yang merupakan 40% dari komponen kelenjar, kapsul dan leher kantong kemih, otot
polos ini dibawah pengaruh sistem alfa adrenergik. Timbulnya nodul mikros¬kopik sudah
terlihat pada usia 25-30 tahun dan terdapat pada 60% pria berusia 60 tahun, 90% pada pria
berusia 85 tahun, tetapi hanya 50% yang menjadi BPH Makroskopik dan dari itu hanya 50%
berkembang menjadi BPH klinik yang menimbulkan problem medik.
Kadar dehidrosteron pada orang tua meningkat karena meningkatnya enzim 5 alfa reduktase
yang mengkonfersi tetosteron menjadi dehidro steron. Ini yang dianggap menjadi pendorong
hiperplasi kelenjar, otot dan stroma prostat. Sebenarnya selain proses menua rangsangan
androgen ikut berperan timbulnya BPH ini dapat dibuktikan pada pria yang di kastrasi menjelang
pubertas tidak akan menderita BPH pada usia lanjut.
2.Testis
Penuaan pada pria tidak menyebabkan berkurangnya ukuran dan berat testis tetapi sel yang
memproduksi dan memberi nutrisi (sel Leydic) pada sperma berkurang jumlah dan aktifitasnya
sehingga sperma berkurang sampai 50% dan testoteron juga menurun. Hal ini menyebabkan
penuruna libido dan kegiatan sex yang jelas menurun adalah multipel ejakulasi dan perpanjangan
periode refrakter. Tetapi banyak golongan lansia tetap menjalankan aktifitas sexsual sampai
umur lanjut.
2.7 Perubahan fisiologik aktivitas seksual akibat proses penuaan
bila ditinjau dari pembagian tahapan seksual menurut Kaplan adalah berikut ini :
1.Fase desire
Dipengaruhi oleh penyakit, masalah hubungan dengan pasangan, harapan kultural,
kecemasan akan kemampuan seks. Hasrat pada lansia wanita mungkin menurun seiring makin
lanjutnya usia, tetapi bias bervariasi.Interval untuk meningkatkan hasrat seksual pada lansia pria
meningkat serta testoteron menurun secara bertahap sejak usia 55 tahun akan mempengaruhi
libido.
2.Fase arousal
Lansia wanita: pembesaran payudara berkurang; terjadi penurunan flushing, elastisitas
dinding vagina, lubrikasi vagina dan peregangan otot-otot; iritasi uretra dan kandung kemih.
Lansia pria : ereksi membutuhkan waktu lebih lama, dan kurang begitu kuat; penurunan
produksi sperma sejak usia 40tahun akibat penurunan testoteron; elevasi testis ke perineum lebih
lambat.
3.Fase orgasmic
Lansia wanita : tanggapan orgasme kurang intens disertai lebih sedikit konstraksil
kemampuan mendapatkan orgasme multipel berkurang.
Lansia pria : kemampuan mengontrol ejakulasi membaik; kekuatan dan jumlah konstraksi
otot berkurang; volume ejakulat menurun.
4.Fase pasca orgasmic
Mungkin terdapat periode refrakter dimana pembangkitan gairah sampai timbulnya fase
orgasme berikutnya lebih sukar terjadi. Disfungsi seksual pada lansia tidak hanya disebabkan
oleh perubahan fisiologik saja, terdapat banyak penyebab lainnya seperti:
Penyebab iatrogenik
Tingkah laku buruk beberapa klinisi, dokter, suster dan orang lain yang mungkin membuat
inadekuat konseling tentang efek prosedur operasi terhadap fungsi seksual.
Penyebab biologik dan kasus medis
Hampir semua kondisi kronis melemahkan baik itu berhubungan langsung atau tidak dengan
seks dan system reproduksi mungkin memacu disfungsi seksual psikogenik.
H. Di samping faktor perubahan fisik, faktor psikologi juga sering kali menyebabkan
penurunan fungsi dan potensi seksual pada lanjut usia seperti :
1. Rasa tabu atau malu bila mempertahankan kehidupan seksual pada lansia.
2. Sikap keluarga dan masyarakat yang kurang menunjang serta diperkuat olehtradisi dan
budaya.
3. Kelelahan atau kebosanan karena kurang variasi dalam kehidupannya.
4. Pasangan hidup telah meninggal.
5. Disfungsi seksual karena perubahan hormonal atau masalah kesehatan jiwa lainnya misalnya
cemas, depresi, pikun dsb.
Beberapa hal yang dapat menyebabkan masalah kehidupan sosial antara lain :
1. Infark miokard
Mungkin mempunyai efek yang kecil pada fungsi seksual. Banyak pasien segan untuk
terlibat dalam hubungan seksual karena takut menyebabkan infark.
2.Pasca stroke
Masalah seksual mungkin timbul setelah perawatan di rumah sakit karena pasien mengalami
anxietas akibat perubahan gambaran diri, hilangnya kapasitas, takut akan kehilangan cinta atau
dukungan relasi serta pekerjaan atau rasa bersalah dan malu atas situasi. Pola seksual termasuk
kuantitas dan kualitas aktivitas seksual sebelum stroke sangat penting untuk diketahui sebelum
nasehat spesifik tentang aktivitas seksual ditawarkan. Karena sistem saraf otonomik jarang
mengalami kerusakan pada stroke, maka respon seksual mungkin tidak terpengaruh.
Libido biasanya tidak terpengaruh secara langsung. Jika terjadi hemiplegi permanent maka
diperlukan penyesuaian pada aktivitas seksual. Perubahan penglihatan mungkin membatasi
pengenalan orang atau benda-benda, dalam beberapa kasus, pasien dan pasangannya mungkin
perlu belajar untuk menggunakan area yang tidak mengalami kerusakan. Kelemahan motorik
dapat menimbulkan kesulitan mekanik, namun dapat diatasi dengan bantuan fisik atau tehnik
“bercinta” alternatif. Kehilangan kemampuan berbicara mungkin memerlukan sistem non-verbal
untuk berkomunikasi.
3.Kanker
Masalah seksual tidak terbatas pada kanker yang mengenai organ-organ seksual. Baik operasi
maupun pengobatan mengubah citra diri dan dapat menyebabkan disfungsi seksual (kekuatan
dan libido) untuk sementara waktu saja, walaupun tidak ada kerusakan saraf.
4.Diabetes mellitus
Diabetes menyebabkan arteriosklerosis dan pada banyak kasus menyebabkan neuropati
autonomik. Hal ini mungkin menyebabkan disfungsi ereksi dan disfungsi vasokonstriksi yang
memberikan kontribusi untuk terjadinya disfungsi seksual.
5.Arthritis
Beberapa posisi bersenggama adalah menyakitkan dan kelemahan atau kontraktur fleksi
mungkin mengganggu apabila distimulasi secara memadai. Nyeri dan kaku mungkin berkurang
dengan pemanasan, latihan, analgetik sebelum aktivitas seksual.
6.Rokok dan alcohol
Pengkonsumsian alkohol dan rokok tembakau mengurangi fungsi seksual, khususnya bila
terjadi kerusakan hepar yang akan mempengaruhi metabolisme testoteron. Merokok juga
mungkin mengurangi vasokongesti respon seksual dan mempengaruhi kemampuan untuk
mengalami kenikmatan.
7.Penyakit paru obstruktif kronik
Ada penyakit paru obstruktif kronik, libido mungkin terpengaruh karena adanya kelelahan
umum, kebutuhan pernafasan selama aktivitas seksual mungkin dapat menyebabkan dispnoe,
yang mungkin dapat membahayakan jiwa.
8.Obat-obatan
Beberapa obat-obatan dapat menyebabkan terjadinya disfungsi seksual, antara lain beberapa
obat anti hipertensi, estrogen, anti psikotik, sedatif, dan lain-lain.
1. PENGKAJIAN
A. Identitas Klien
1. Nama Klien : Tn. P. L
2. Umur : 69 tahun
3. Agama : islam
4. Suku : gorontalo
5. Pendidikan : SMA
6. Alamat : batudaa
7. Pekerjaan : IRT
D. klasifikasi data
1. data subjektif :
-. Klien mengeluh nyeri pada bagian kandung kemih ( pohom perut)
-. Klien mengeluh cemas
2. data objektif :
-. Kn cemas
-. Kesadaran kompas mentis
-. Klien nampak cemas
-. TTV TD : 130 /90 mmhg
N : 88 x / m
R : 18 x / m
SB : 36 º C
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Disfungsi seksual berhubungan dengan perubahan struktur tubuh/fungsi yang ditandai dengan
perubahan dalam mencapai kepuasan seksual
2. Harga diri rendah berhubungan dengan gangguan funsional ditandai dengan perubahan bentuk
salah satu anggota tubuh.
3. Ketidakefektifan pola seksualitas berhubungan dengan penyakit atau terapi medis.
3. ANALISA DATA
No
Dx. Kep. Tujuan Intervensi
.
IMPLEMENTASI
Evaluasi
No
Dx. Kep. Implementasi
. (Secara
Keseluruhan)
3. Menunjukkan rasa
empati, perhatian dan
penerimaan pada pasien
4. Membantu pasien
untuk mengadakan
hubungan dengan orang
lain
5. Memberikan
kesempatan pada pasien
untuk mengekspresikan
perasaan kehilangan
· Keterbatasan suplai
oksigen
· Imobilisasi
· Kerusakan inervasi
saraf
· Perubahan hormone
· Depresi
· Kurangnya
informasi yang tepat
2. Memberikan pelajaran
kepada pasien tentang
pentingnya mentaati
aturan medis yang dibuat
3. Memberikan
informasi yang tepat
pada pasien dan
pasangannya tentang
keterbatasan fungsi
seksual yang disebabkan
oleh keadaan sakit.
4. Memberikan pelajaran
kepada pasien tentang
suatu modifikasi yang
mungkin dalam kegiatan
seksual dapat membantu
penyesuaian dengan
keterbatasan akibat sakit.
BAB 3
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Disfungsi seksual adalah masalah yang menghalangi seseorang memiliki hasrat seksual atau
mendapat kepuasan dalam kegiatan seksual. Kondisi ini dapat menimpa wanita maupun pria,
dan risikonya semakin tinggi seiring pertambahan usia.Kehidupan seksual merupakan bagian
dari kehidupan manusia, sehingga kualitas kehidupan seksual ikut menentukan kualitas hidup.
Hubungan seksual yang sehat adalah hubungan seksual yang dikehendaki, dapat dinikmati
bersama pasangan suami dan istri dan tidak menimbulkan akibat buruk baik fisik maupun psikis
termasuk dalam hal ini pasangan lansia. Seksual merupakan kebutuhan manusia didalam kehidupan,
hubungan seksual yang diinginkan adalah kebutuhan seksual yang sehat. Dalam artian tidak ada masalah
dalam hubungan seksualnya baik yang berypa penyimpangan maupun penyakit-penyakit menular seksual.
3.2 SARAN
Penulis mengharapkan agar tenaga kesehatan (khususnya manasiawa D3 Keperawatan) dapat mengetahui
dan memanfaatkan makalah ini untuk menambah wawasan dalam masalah-masalah seksual baik
penyimpangannya maupun penyakit-penyakit yang berhubungan dengan seksual atau disfungsi seksual
DAFTAR PUSTAKA