Anda di halaman 1dari 24

“Konsep, Penerapan, Tantangan dan Permasalahan

Program Mutu Pendidikan Dasar”

Dosen Pengampu : 1. Dr. H. Muhammad Fahmi, S.T. M.Si.

2. Dr. Suherman, S.Pd., M.Si.

Disusun Sebagai Salah Satu Tugas Kelompok


Dalam Mengikuti Perkuliahan
Teori dan Praktik Manajemen Pendidikan Menengah

Disusun Oleh

1. Deni Restu Ningsih NIM.20226013073

2. Andi Fanani NIM.20226013087

MANAJEMEN PENDIDIKAN PROGRAM PASCA SARJANA

UNIVERSITAS PGRI PALEMBANG

2024
KATA PENGANTAR

Atas berkat rahmat Allah SWT, maka kami dapat menyusun dan

menyelesaikan makalah mengenai materi “Konsep, Penerapan, Tantangan dan

Permasalahan Program Mutu Pendidikan Dasar” pada mata kuliah Teori dan

Praktik Manajemen Pendidikan Menengah.

Maksud penulisan makalah ini adalah sebagai salah satu pemenuhan

tugas kelompok perkuliahan mata kuliah Teori dan Praktik Manajemen

Pendidikan Menengah yang diselenggarakan di semester tiga ini.

Dengan selesainya penulisan makalah ini, kami mengucapkan terima

kasih kepada Bapak Dr. H. Muhammad Fahmi, S.T. M.Si. dan Bapak Dr.

Suherman, S.Pd., M.Si. selaku dosen pengampu serta pihak-pihak yang

membantu dalam proses penyusunan makalah ini.

Hanya do’a kepada Allah SWT sebagai rasa syukur atas anugerah yang

kami terima. Dan penulis harap karya ini dapat membawa manfaat bagi

kemajuan ilmu pengetahuan bagi masyarakat.

Akhir kata tiada gading yang tak retak, tiada karya dan karsa yang

sempurna sehingga saran dan kritik yang membangun, akan penyusun terima

demi kesempurnaan makalah ini. Dan semoga amal kita selalu diterima dan di

Ridhoi-Nya.

Palembang, Maret 2024


Penyusun,

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL...................................................................................................i

KATA PENGANTAR...............................................................................................ii

DAFTAR ISI...........................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang...................................................................................................1

B. Rumusan Masalah.............................................................................................3

C. Tujuan................................................................................................................4

D. Manfaat..............................................................................................................4

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Mutu Pendidikan...........................................................................5

B. Faktor Penyebab Rendahnya Mutu Pendidikan di Sekolah...........................7

C. Konsep dan Penerapan Program Mutu Pendidikan Dasar...........................10

D. Tantangan dan Permasalahan Program Mutu Pendidikan Dasar…………..17

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan......................................................................................................19

B. Saran ..............................................................................................................19

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................20

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Lembaga pendidikan sebagai sarana dalam menciptakan generasi

bangsa yang mampu menjual kualitas dan keunggulan kehidupan bangsa

kedepannya diharapkan mampu melahirkan lulusan yang bermutu. Pendidikan

kini bukan hanya kegiatan sederhana, melainkan kegiatan yang dinamis, oleh

sebab itu perlu dilakukan perubahan dalam pendidikan agar dapat memenuhi

tujuan dari pendidikan itu sendiri. Pendidikan sendiri merupakan sebagian dari

kehidupan masyarakat dan dinamisator masyarakat sendiri.

Agar mampu berperan dalam persaingan global, bangsa Indonesia perlu

terus mengembangkan dan meningkatkan kualitas sumber daya manusia,

khususnya kapasitas intelektual generasi penerus. Oleh sebab itu, peningkatan

kualitas SDM merupakan kenyataan yang harus dilakukan secara terencana,

terarah, intensif, efektif, dan efisien dalam proses pembangunan kalau tidak ingin

bangsa ini kalah bersaing dalam menjalani era globalisasi tersebut. Ciri era

informasi dan globalisasi adalah adanya persaingan. Untuk dapat senantiasa

bersaing bahkan menjadi pemenang yaitu dengan menerapkan dan

meningkatkan mutu. Terkait dengan pendidikan maka mutu dalam pendidikan

meliputi ketercapaian jaminan kualitas (quality assurance) dalam satuan

pendidikan.

Dikatakan suatu satuan pendidikan bermutu apabila satuan pendidikan

tersebut membuat jaminan kualitas (quality assurance) dan di akhir waktu atau

periode yang ditentukan tercapai . Tentu saja yang dilihat adalah seberapa besar

1
ketercapaiannya. Oleh karena itu , mutu jelas sekali menjadi esensi yang akan

menjamin perkembangan satuan pendidikan dalam positioning terbaik di tengah

– tengah persaingan dunia pendidikan. Praturan pemerintah Nomor 19 Tahun

2005 tentang Standar Nasional Pendidikan Pasal 91 berisi pernyataan bahwa

setiap satuan pendidikan pada jalur formal dan non formal wajib melakukan

penjaminan mutu pendidikan. Penjaminan mutu pendidikan tersebut bertujuan

untuk memenuhi atau melampaui Standar Nasional Pendidikan (SNP)(Mauly &

Gustini, 2019).

Mutu pendidikan menjadi orientasi dalam penyelenggaraan pendidikan

oleh seluruh pemangku pendidikan. Hal ini menjadi penting ketika masih

banyaknya masalah yang diakibatkan oleh lulusan yang tidak bermutu. Mutu

merupakan suatu proses penetapan dan pemenuhan standar pengelolaan

secaran konsisten dan berkelanjutan, sehingga konsumen, produsen, dan pihak

lain yang berkepentingan memperoleh kepuasan. Lembaga pendidikan

seharusnya menetapkan standar mutu yang tidak hanya dinyatakan pada

ketentuan pengakuan terakreditasi, tetapi juga harus dilengkapi dengan suatu

mekanisme yang jelas bagaimana mutu dilembaga pendidikan itu direalisasikan

sesuai dengan mekanisme yang jelas (Mauly & Gustini, 2019).

Kadar kualitas SDM yang terukur akan menjadi tolak ukur untuk

menambal sulam (rekonstruksi) atau bahkan mendekonstruksi pendidikan dari

waktu ke waktu. Peranan guru sebagai pendidik yang andal dan berkualitas

merupakan salah satu faktor yang strategis untuk mewujudkan tujuan

pendidikan. Guru harus memenuhi persyaratan kualifikasi minimal (latar

belakang pendidikan keguruan/umum dan memiliki akta mengajar). Setelah guru

memenuhi persyaratan kualifikasi, maka guru akan dan sedang berada pada

2
tahapan kompetensi. Namun, fenomena menunjukkan bahwa pendidik di sekolah

masih banyak yang tidak memenuhi persyaratan tersebut. Hal ini

mengindikasikan bahwa peningkatan mutu di sekolah dalam rangka

menghasilkan peserta didik sesuai dengan yang diharapkan masih belum

optimal. Dalam hal ini Manajemen Mutu Sekolah atau Total Quality Management

sangat berperan dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah yang diharapkan

dapat memberikan perubahan yang lebih baik sesuai dengan perkembangan,

tuntutan, dan dinamika masyarakat dalam menjawab permasalahan-

permasalahan pengelolaan pendidikan pada tingkat sekolah. Komponen yang

paling berperan dalam meningkatkan mutu ialah peran dan fungsi guru serta

peran kepemimpinan kepala sekolah.

Pendidikan yang berkualitas merupakan harapan dan tuntutan seluruh

stakeholder pendidikan. Semua orang tentunya akan lebih suka menuntut ilmu

pada lembaga yang memiliki mutu yang baik. Atas dasar ini maka sekolah/

lembaga pendidikan harus dapat memberikan pelayanan dan mutu yang baik

agar tidak ditinggalkan dan mampu bersaing dengan lembaga pendidikan

lainnya.

B. RUMUSAN MASALAH

Adapun rumusan masalah yang mendasari pembuatan makalah ini adalah:

1. Apakah yang dimaksud dengan mutu pendidikan?

2. Apakah Faktor Penyebab Rendahnya Mutu Pendidikan di Sekolah?

3. Bagaimanakah Konsep dan Penerapan Program Mutu Pendidikan Dasar?

4. Bagaimanakah Tantangan dan Permasalahan Program Mutu Pendidikan

Dasar?

3
C. TUJUAN

Adapun tujuan dari makalah ini adalah untuk:

1. Mengetahui apa pengertian mutu pendidikan.

2. Mengetahui Faktor Penyebab Rendahnya Mutu Pendidikan di Sekolah.

3. Mengetahui Bagaimana Konsep dan Penerapan Program Mutu

Pendidikan Dasar.

4. Mengetahui Bagaimana Tantangan dan Permasalahan Program Mutu

Pendidikan Dasar.

D. MANFAAT

Manfaat dari penyusunan makalah ini yaitu:

1. Memenuhi tugas mata kuliah Teori dan Praktik Manajemen Pendidikan

Menengah pada Program Studi Magister Manajemen Pendidikan

Fakultas Pasca Sarjana Universitas PGRI Palembang.

2. Menambah wawasan penulis dalam menimba ilmu pada mata kuliah

Teori dan Praktik Manajemen Pendidikan Menengah.

3. Menjadi bahan literatur dan kajian pada mata kuliah Teori dan Praktik

Manajemen Pendidikan Menengah.

4
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Mutu Pendidikan

Mutu dapat dilihat dari dua sisi, yaitu segi normatif dan segi deskriptif.

Dalam arti normatif, mutu ditentukan berdasarkan pertimbangan instrinsik dan

ekstrinsik. Berdasarkan kriteria intrinsik, mutu pendidikan merupakan produk

pendidikan yakni manusia yang terdidik sesuai standar ideal. Sedangkan

berdasarkan kriteria ekstrinsik, mutu pendidikan merupakan instrumen untuk

mendidik tenaga kerja yang terlatih. Adapun dalam arti deksriptif, mutu

ditentukan berdasarkan keadaan senyatanya misalnya hasil tes prestasi belajar

(Mukhsin, 2019).

Sedangkan menurut (Danarwati, 2013) menyatakan bahwa mutu

merupakan gambaran dan karakteristik menyeluruh dari barang atau jasa yang

menunjukkan kemampuannya dalam memuaskan kebutuhan yang diharapkan

atau yang tersirat.

Menurut Hedwig dan Polla dalam (Dewi, 2018) dikatakan bahwa: Mutu

sering dianggap sebagai ukuran relatif kebaikan suatu jasa yang terdiri atas mutu

desain dan mutu kesesuaian. Mutu desain merupakan fungsi spesifikasi jasa,

sedangkan mutu kesesuaian adalah suatu ukuran seberapa jauh suatu jasa

memenuhi persyaratan atau spesifikasi mutu yang ditetapkan.

Menurut ISO 4802 quality management and quality assurance vocabulary

(1994) mutu adalah keseluruhan gambaran dan karakteristik suatu produk atau

jasa yang berkaitan dengan kemampuan untuk memahami kebutuhan-kebutuhan

5
yang dinyatakan secara langsung/tersurat ataupun tidak langsung/tersirat.

Menurut Douglas D Danfort mutu adalah senjata yang paling ampuh untuk

memperkuat posisi persaingan di pasar dunia (Mauly & Gustini, 2019).

Sedangkan Hoy, Jardine and Wood dalam (Fadhli, 2013) menjelaskan

bahwa mutu dalam pendidikan adalah evaluasi proses pendidikan yang

meningkatkan kebutuhan untuk mencapai dan proses mengembangkan bakat

para pelanggan (peserta didik), dan pada saat yang sama memenuhi standar

akuntabilitas yang ditetapkan oleh klien (stakeholder) yang membayar untuk

proses atau output dari proses pendidikan.

Menurut (Fadhli, 2013) sendiri menyatakan mutu pendidikan merupakan

mutu lulusan dan pelayanan yang memuaskan pihak terkait pendidikan. Mutu

lulusan berkaitan dengan lulusan dengan nilai yang baik (kognitid, apektif, dan

psikomotorik) diterima melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi yang berkualitas

dan memiliki kepribadian yang baik.

Menurut Semiawan (Depdiknas. 2003:571), mutu berkenaan dengan

penilaian terhadap sejauh mana suatu produk memenuhi kriteria, standar atau

rujukan tertentu. Rumusan mutu pendidikan bersifat dinamis dan dapat ditelaah

dari berbagai sudut pandang. Kesepakatan tentang konsep mutu biasanya

dikembalikan pada rumusan acuan atau rujukan yang ada,seperti kebijakan,

proses belajar mengajar, kurikulum, sarana dan prasarana serta tenaga

kependidikan sesuai kesepakatan pihak-pihak yang berkepentingan.

Dalam pendidikan mutu produk secara sederhana dapat dilihat dari

perolehan nilai atau angka yang dicapai seperti ditunjukan dalam hasil-hasil

ulangan dan ujian. Sekolah dianggap bermutu apabila para siswanya sebagian

besar atau seluruhnya, memperoleh nilai atau angka yang tinggi, sehingga

6
berpeluang melanjutkan ke jenjang yang lebbih tinggi. Presepsi tersebut tidak

keliru apabila nilai atau angka tersebut dianggap sebagai prestasi dan totalitas

hasil belajar, yang dapat dipercaya menggambarkan derajat perubahan tingkah

laku atau penguasaan kemampuan yang menyangkut aspek kognitif, efektif, dan

psikomotorik.

Dengan demikian, mutu pendidikan adalah derajat keunggulan dalam

pengelolaan pendidikan secara efektif dan efisien untuk melahirkan keunggulan

akademis dan ekstra kurikuler pada peserta didik yang dinyatakan lulus untuk

satu jenjang pendidikan atau menyelesaikan pembelajaran tertentu.

B. Faktor Penyebab Rendahnya Mutu Pendidikan di Sekolah

Penyebab rendahnya mutu pendidikan di Indonesia pada hakekatnya

adalah akumulasi dari penyebab rendahnya mutu pendidikan di sekolah. Banyak

hal yang menyebabkan rendahnya mutu pendidikan kita.

beberapa masalah yang menyebabkan rendahnya kualitas pendidikan di

Indonesia antara lain :

1. Rendahnya kualitas sarana fisik. Untuk sarana fisik misalnya, banyak

sekali sekolah dasar yang gedungnya rusak, kepemilikan dan

penggunaan media belajar rendah, buku perpustakaan tidak lengkap.

Sementara laboratorium tidak standar, pemakaian teknologi informasi

tidak memadai dan sebagainya. Bahkan masih banyak sekolah yang

tidak memiliki gedung sendiri, tidak memiliki perpustakaan, tidak

memiliki laboratorium dan sebagainya.

2. Rendahnya kualitas guru. Keadaan guru di Indonesia juga amat

memprihatinkan. Kebanyakan guru belum memiliki profesionalisme yang

7
memadai untuk menjalankan tugasnya sebagaimana disebut dalam

pasal 39 UU No 20/2003 yaitu merencanakan pembelajaran,

melaksanakan pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan

pembimbingan, melakukan pelatihan, melakukan penelitian dan

melakukan pengabdian masyarakat. Bukan itu saja, sebagian guru di

Indonesia bahkan dinyatakan tidak layak mengajar. Walaupun guru dan

pengajar bukan satu-satunya faktor penentu keberhasilan pendidikan

tetapi, pengajaran merupakan titik sentral pendidikan dan kualifikasi,

sebagai cermin kualitas, tenaga pengajarmemberikan andil sangat besar

pada kualitas pendidikan yang menjadi tanggung jawabnya. Kualitas

guru dan pengajar yang rendah juga dipengaruhi oleh masih rendahnya

tingkat kesejahteraan guru.

3. Rendahnya Kesejahteraan Guru. Rendahnya kesejahteraan guru

mempunyai peran dalam membuat rendahnya kualitas pendidikan

Indonesia. Dengan pendapatan yang kurang layak, banyak guru

terpaksa melakukan pekerjaan sampingan. Ada yang mengajar lagi di

sekolah lain, memberi les pada sore hari, menjadi tukang ojek,

pedagang mie rebus, pedagang buku/LKS, pedagang pulsa ponsel, dan

sebagainya. Kesenjangan kesejahteraan guru swasta dan negeri

menjadi masalah lain yang muncul. Di lingkungan pendidikan swasta,

masalah kesejahteraan masih sulit mencapai taraf ideal

4. Kurangnya pemerataan kesempatan pendidikan. Kesempatan

memperoleh pendidikan masih terbatas pada tingkat Sekolah Dasar.

Data Balitbang Departemen Pendidikan Nasional dan Direktorat

Jenderal Binbaga Departemen Agama tahun 2000 menunjukan Angka

8
Partisipasi Murni (APM) untuk anak usia SD pada tahun 1999 mencapai

94,4% (28,3 jutasiswa). Pencapaian APM ini termasuk kategori tinggi.

Angka Partisipasi Murni Pendidikan di SLTP masih rendah yaitu 54, 8%

(9,4 juta siswa). Sementara itu layanan pendidikan usia dini masih

sangat terbatas. Kegagalan pembinaan dalam usia dini nantinya tentu

akan menghambat pengembangan sumber daya manusia secara

keseluruhan. Oleh karena itu diperlukan kebijakan dan strategi

pemerataan pendidikan yang tepat untukmengatasi masalah

ketidakmerataan tersebut.

5. Rendahnya relevansi pendidikan dengan kebutuhan. Hal tersebut dapat

dilihat dari banyaknya lulusan yang menganggur. Menurut data

Balitbang Depdiknas, setiap tahunnya sekitar 3 juta anak putus sekolah

dan tidak memiliki keterampilan hidup sehingga menimbulkan masalah

ketenagakerjaan tersendiri. Adanya ketidakserasian antara hasil

pendidikan dan kebutuhan dunia kerja ini disebabkan kurikulum yang

materinya kurang funsional terhadap keterampilan yang dibutuhkan

ketika peserta didik memasuki dunia kerja.

6. Mahalnya biaya pendidikan. Pendidikan bermutu itu mahal. Kalimat ini

sering muncul untuk menjustifikasi mahalnya biaya yang harus

dikeluarkan masyarakat untuk mengenyam bangku pendidikan.

Mahalnya biaya pendidikan dari Taman Kanak-Kanak (TK) hingga

Perguruan Tinggi (PT) membuat masyarakat miskin tidak memiliki

pilihan lain kecuali tidak bersekolah. Orang miskin tidak boleh sekolah.

Pendidikan berkualitas memang tidak mungkin murah, atau tepatnya,

tidak harus murah atau gratis. Tetapi persoalannya siapa yang

9
seharusnya membayarnya? Pemerintahlah sebenarnya yang

berkewajiban untuk menjamin setiap warganya memperoleh pendidikan

dan menjamin akses masyarakat bawah untuk mendapatkan pendidikan

bermutu. Akan tetapi, kenyataannya pemerintah justru ingin berkilah dari

tanggung jawab. Padahal keterbatasan dana tidak dapat dijadikan

alasan bagi pemerintah untuk ‘cuci tangan’.

(abunifa, 2017)

C. Konsep dan Penerapan Mutu Pendidikan

Issu tentang mutu pendidikan terus berkembang sejalan dan sejurus

dengan perkembangan kebutuhan dan kesiapan penyelenggaraan pendidikan.

Salah satu sebabnya adalah rendahnya peluang kerja bagi alumni tingkat SLTA

dan beratnya persaingan bagi alumni Perguruan Tinggi, sebagai tenaga

potensial yang terampil dalam merebut dan memanfaatkan kesempatan kerja.

Identifikasi terhadap kondisi tersebut dialamatkan pada rendahnya mutu lulusan,

dalam arti pengetahuan, keterampilan dan keahlian yang belum sesuai kualifikasi

kompetensi yang dibutuhkan dunia kerja (Jamali, 2010).

Dalam (abunifa, 2017) untuk meningkatkan mutu pendidikan di sekolah

lembaga pendiidkan dapat menerapkan dan melaksanakan :

a. Teori Total Quality Management (TQM), teori ini menjelaskan bahwa

mutu sekolah mencakup dan menekankan pada tiga kemampuan, yaitu

kemampuan akademik, kemampuan sosial, dan kemampuan moral.

Menurut teori ini, mutu sekolah ditentukanoleh tiga variabel, yakni kultur

sekolah, proses belajar mengajar dan realitas sekolah. Kultur

sekolahmerupakan nilai-nilai, kebiasaan-kebiasaan, upacara-upacara,

10
slogan-slogan, dan berbagai perilaku yang telahlama terbentuk di

sekolah dan diteruskan dari satu angkatan ke angkatan berikutnya baik

secara sadar maupun tidak.Kultur ini di yakini mempengaruhi perilaku

komponen sekolah, yaitu guru, kepala sekolah, stafadministrasi, siswa,

dan juga orang tua siswa. Kultur yang kondusif bagi peningkatan mutu

akan mendorongperilaku warga sekolah kea rah peningkatan mutu

sekolah, sebaliknya kultur sekolah yang tidak kondusif akan

menghambat upaya menuju peningkatan mutu sekolah. Kultur sekolah

dipengaruhi dua variabel, yakni variabel pengaruh eksternal dan realitas

sekolah itu sendiri. Pengaruh eksternal dapat berupa kebijakan

pendidikan yang dikeluarkan pemerintah, perkembanganmedia massa

dan lain sebagainya. Realitas adalah keadaan dan kondisi faktual yang

ada di sekolah, baikkondisi fisik seperti gedung dan fasilitasnya, maupun

non fisik seperti; hubungan antar guru yang tidak harmonisdan

peraturan sekolah yang kelewat kaku. Realitas sekolah mempengaruhi

mutu sekolah. Sekolah yang memilkiperaturan yang diterima dan

dilaksanakan oleh warga sekolah akan memiliki dampak atas mutu yang

berbeda dengan sekolah yang memliki peraturan tetapi tidak diterima

warga sekolah.Kualitas kurikulum dan proses belajar mengajar

merupakan variabel ketiga yang mempengaruhi mutu sekolah. Variabel

ini merupakan variabel yang paling dekat dan paling menentukan mutu

lulusan. Kualitas kurikulum dan PBM memilki hubungan timbal balik

dengan realitas sekolah. Di samping itu juga dipengaruhioleh faktor

internal sekolah. Faktor internal adalah aspek kelembagaan dari sekolah

seperti struktur organisasi, bagaimana pemilihan kepala sekolah,

11
pengangkatan guru. Faktor internal ini akan mempengaruhi

pandangandan pengalaman sekolah. Selain itu, pandangan dan

pengalaman sekolah juga akan di pengaruhi oleh factor eksternal.

Menurut (Kristiawan & Bengkulu, 2017), Total Quality Management

(TQM) bukanlah satu-satunya cara terbaik untuk mencapai mutu tetapi

mutu lebih baik diwujudkan melalui perbaikan proses secara terus

manerus, sejalan dengan perbaikan proses.

b. Teori Organizing Business for Excelency, teori ini dikembangkan oleh

Andrew Tani (2004), yang menekankan pada keberadaan sistem

organisasiyang mampu merumuskan dengan jelas visi, misi dan strategi

untuk mencapai tujuan yang optimal.Teori ini menjelaskan bahwa

peningkatan mutu sekolah berawal dari dan dimulai dari dirumuskannya

visi sekolah.Dalam rumusan visi ini terkandung mutu sekolah yang

diharapakan di masa mendatang. Visi sebagai gambaran masa depan

dapat dijabarkan dalam wujud yang lebih konkrit dalam bentuk misi.

Yakni suatu statement yang menyatakan apa yang akan dilakukan untuk

bisa mewujudkan gambaran masa depan menjadi realitas. Konsep misi

mengandung dua aspek, yaitu aspek abstrak dan konkrit. Misi

mengandung aspek abstrak dalam bentuk perlunya kepemimpinan.

Kepemimpinan adalah sesuatu yang tidak tampak. Kepemimpinan yang

hidup di sekolah akan melahirkan kultur sekolah. Bagaimana bentuk dan

sifat kultur sekolah sangat dipengaruhi oleh kepemimpinan di sekolah.

Jadi kepemimpinan dan kultur sekolah merupakan sisi abstrak dari

konsep misi. Di satu sisi, misi juga mengandung sesuatu yang bersifat

konkrit yaitu strategi dan program, yang dapatdirumuskan dalam

12
rancangan tertulis. Strategi dan program dapat diketahui secara umum,

biasanya berkaitan erat dengan infrastruktur sekolah, seperti

keberadaan wakasek, wali kelas, komite, perpustakaan, laboratorium,

dan sebagainya yang dibutuhkan. Program belajar mengajar yang

merupakan basis dari mutu sekolah sangat ditentukan oleh dua variabel

di atas yakni kultur sekolah dan infrastruktur yang ada. Kualitas interaksi

antara guru dan siswa sebagai wujud proses belajar mengajar disatu sisi

sangat dipengaruhi oleh ketersediaan sarana dan prasarana sebagai

salah satu wujud infrastruktur sekolah. Dan disisi lain, kualitasinteraksi

tersebut sangat ditentukan oleh kultur sekolah. Keduanya memberikan

dampak atas proses belajar mengajar secara simultan,

berkesinambungan, tidak bisa direduksi, dan tidak bias dipilahpilah.

c. Model Peningkatan Mutu Faktor Empat, teori ini menjelaskan bahwa

mutu sekolah merupakan hasil dari pengaruh langsung proses belajar

mengajar. Seberapa tinggi kualitas proses belajar akan menunjukkan

seberapa tinggi kualitas sekolah. Kualitassekolah berawal dari adanya

visi sekolah, yang kemudian dijabarkan dalam misi

sekolah.Sebagaimanadijelaskan dalam teori ekselansi organisasi, maka

misi mengandung dua aspek, yaitu aspek abstrak dan konkrit.Misi

mengandung nilai-nilai seperti menjunjung tinggi kejujuran, kerja keras,

kebersamaan. Pada tahapberikutnya nilai-nilai itu akan berpengaruh

pada terhadap kultur sekolah. Karena memiliki nilai-nilai kejujuranmaka

interaksi antar warga sekolah didasari pada saling percaya

mempercayai, sehingga suasana sekolah enak,harmonis dan nyaman.

Karena memiliki nilai kerja keras, maka kultur sekolah menunjukkan

13
adanya kebiasaanuntuk tidak menunda-nunda pekerjan. Disisi lain juga,

misi juga mengandung aspek konkrit, yakni berupastrategi dan program,

yang menuntut keberadaan infrastruktur.Berbeda dengan teori ekselensi

organisasi, padateori ini baik aspek abstrak maupun konkrit dari misi

berpengruh langsing terhadap kepemimpinan.Dalamkaitan ini

kepemimpinan memiliki dua aspek, yaitu kepemimpinan dengan

kemampuan untuk menggerakkan, menanamkan dan mempengaruhi

aspek abstrak, dan juga aspek manajerial yang merupakan kemampuan

konritdalam mengorganisir, mengeksekusi, memonitor dan mengontrol.

Dua variabel kepemimpinan dan manajerialinilah yang akan

menentukan kualitas PBM bersama-sama dengan keberadaan kultur

sekolah daninfrastruktur yang dimilki sekolah. Jadi, pada “Model Empat”

ini kualitas proses belajar mengajar ditentukanoleh kultur sekolah,

kepemimpinan, manajerial dan infrastruktur yang ada.

d. Peningkatan Mutu Pendidikan melalui Manajemen Berbasis

Sekolah (MBS), MBS dipandang sebagai alternatif dari pola umum

pengoperasian sekolah yang selama ini memusatkan wewenang di

kantor pusat dan daerah. MBS adalah strategi untuk meningkatkan

pendidikan dengan mendelegasikan kewenangan pengambilan

keputusan dari pusat dan daerah ke tingkat sekolah. Dengan demikian,

MBS pada dasarnya merupakan system manajemen dimana sekolah

merupakan unit pengambilan keputusan penting tentang

penyelenggaraan pendidikan secara mandiri. MBS memberikan

kesempatan pengendalian lebih besar kepada kepala sekolah, guru,

murid dan orang tua atas proses pendidikan di sekolahmereka.Dalam

14
pendekatan ini, tanggung jawab pegambilan keputusan tertentu

mengenai anggaran, kepegawaiandan kurikulum ditempatkan ditingkat

sekolah dan bukan di tingkat daerah apalagi pusat.Melalui

keterlibatanguru, orang tua dan anggota masyarakat lainnya dalam

keputusan-keputusan penting, MBS dipandang dapat menciptakan

lingkungan belajar yang efektif bagi para murid.Dengan demikian, pada

dasarnya Manajemen Berbasis Sekolah adalah upaya memandirikan

sekolah dengan memberdayakannya.Para pendukung MBS

berpendapat bahwa prestasi belajar murid lebih mungkin meningkat jika

manajemen pendidikan dipusatkan di sekolah ketimbang di tingkat

daerah.Para kepala sekolah cenderung lebih peka dan sangat

mengetahui kebutuhan murid dan sekolahnya ketimbang para birokrat di

tingkat pusat dan daerah. Model MBS yang diterapkan di Indonesia

adalah Manajemen Peningkatan Mutu Berbasai Sekolah (MPMBS).

Konsep dasar MPMBS adalahadanya otonomi dan pengambilan

keputusan partispatif. Artinya MPMBS memberikan otonomi yang lebih

luas kepada masing-masing sekolah secara individual dalam

menjalankan program sekolahnya dan dalam menyelesaikan

permasalahan yang terjadi.Sebagai suatu sistem, Muara dari semua

kegiatan sekolah adalah mutu hasil belajar siswa. Kemajuan suatu

sekolah akan dilihat dari sejauh manakualitas hasil belajar siswanya.

Adapun Tujuan penerapan MBS adalah untuk:

 Meningkatkan mutu pendidikan melalui kemandirian dan inisiatif

sekolah dalam mengelola danmemberdayakan sumber daya yan

tersedia.

15
 Meningkatkan kepedulian warga sekolah dan masyarakat dalam

penyelenggraan pendidikan melaluipengambilan keputusan

bersama.

 Meningkatkan tanggung jawab kepala sekolah kepada orang tua,

masyarakat dan pemerintah tentang mutu sekolahnya.

 Meningkatkan kompetensi yang sehat antar sekolah tentang mutu

pendidikan yang akan dicapai.

Oleh karena itu, untuk melaksanakan program-program mutu itu

diperlukan beberapa dasar yang kuat, yaitu sebagai berikut :

a. Komitmen pada perubahan pemimpin atau kelompok yang ingin

menerapkan program mutu harus memiliki komitmen atau tekad

untuk berubah. Pada intinya peningkatan mutu adalah melakukan

perubahan kea rah yang baik dan lebih berbobot. Lazimnya

perubahan tersebut menimbulkan rasa takut, sedangkan komitmen

dapat menghilangkan rasa takut.

b. Pemahaman yang jelas tentang kondisi yang ada. Banyak kegagalan

dalam melaksanakan perubahan karena melakukan sesuatu sebelum

itu jelas.

c. Mempunyai visi yang jelas terhadap masa depan. Hendaknya

perubahan yang akan dilakukan berdasarkan visi tentang

perkembangan, tatangan, kebutuhan, masalah dan peluang yang

akan dihadapi pada masa yang akan datang.

d. Mempunyai rencana yang jelas mengacu kepada visi, sebelum tim

menyusun rencana dengan jelas. Rencana menjadi pegangan dalam

proses pelaksanaan program mutu.

16
D. Tantangan dan Permasalahan Program Mutu Pendidikan Dasar

Tantangan dan permasalahan program mutu pendidikan dasar di

Indonesia mencakup berbagai aspek penting yang mempengaruhi kualitas

pendidikan. Berikut adalah beberapa tantangan dan permasalahan utama yang

diidentifikasi:

1. Kualitas Pendidikan yang Rendah: Kualitas pendidikan di Indonesia

belum sesuai dengan yang diharapkan, yang dapat dilihat dari efektivitas,

efisiensi, standarisasi pendidikan, minimnya sarana fisik, rendahnya

kualitas guru, rendahnya kesejahteraan guru, rendahnya prestasi siswa,

rendahnya kesempatan pemerataan pendidikan, rendahnya relevansi

pendidikan dengan kebutuhan, dan mahalnya biaya pendidikan.

2. Penyebab Rendahnya Mutu Pendidikan: Beberapa faktor utama yang

menyebabkan rendahnya mutu pendidikan di Indonesia termasuk

birokrasi yang panjang dan kadang-kadang tidak sesuai dengan kondisi

sekolah, penekanan pada penyediaan input pendidikan tanpa proses

manajemen yang baik, dan partisipasi masyarakat dan orang tua siswa

yang minim.

3. Peningkatan Mutu Pendidikan: Untuk meningkatkan mutu pendidikan,

diperlukan dukungan kepemimpinan dan kemampuan kreatif dari para

pelaksana pendidikan di sekolah. Kepala sekolah perlu mengembangkan

solusi untuk memperbaiki dan meningkatkan mutu pendidikan bersama

seluruh unsur tenaga kependidikan di sekolah.

4. Peran Kepemimpinan Kepala Sekolah: Kepemimpinan kepala sekolah

sangat penting dalam memberdayakan semua komponen sistem

pendidikan di sekolah, termasuk mengkoordinasikan, menggerakkan, dan

17
menyerasikan semua sumber daya pendidikan yang ada. Kepala sekolah

juga dituntut memiliki kemampuan manajemen dan kepemimpinan yang

tangguh untuk meningkatkan mutu sekolah.

5. Budaya Organisasi Sekolah: Budaya organisasi sekolah berkenaan

dengan asumsi, keyakinan, dan nilai-nilai yang disepakati. Budaya

organisasi yang baik dapat mendorong segenap sumber daya sekolah

untuk mewujudkan visi, misi, dan tujuan sekolah melalui program-program

yang dilaksanakan secara bertahap.

6. Pelibatan Masyarakat dan Orang Tua: Pelembagaan peran serta

masyarakat sebagai pendukung upaya-upaya pendidikan di sekolah

adalah faktor penting dalam peningkatan mutu pendidikan. Masyarakat

dan orang tua siswa dapat berpartisipasi dalam usaha pendidikan di

sekolah melalui partisipasi gagasan, tenaga, keterampilan, dan harta.

7. Penerapan Prinsip Mutu dalam Pendidikan: Upaya mewujudkan sekolah

yang bermutu terpadu dituntut untuk berfokus pada peserta didik, adanya

keterlibatan total semua warga sekolah, adanya ukuran baku mutu

pendidikan, memandang pendidikan sebagai sistem, dan mengadakan

perbaikan mutu pendidikan berkesinambungan.

Melalui pemahaman dan penerapan solusi terhadap tantangan dan

permasalahan ini, diharapkan dapat tercipta pendidikan dasar yang berkualitas

tinggi dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat.

18
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Mutu pendidikan adalah derajat keunggulan dalam pengelolaan

pendidikan secara efektif dan efisien untuk melahirkan keunggulan akademis dan

ekstra kurikuler pada peserta didik yang dinyatakan lulus untuk satu jenjang

pendidikan atau menyelesaikan pembelajaran tertentu. Penyebab rendahnya

mutu pendidikan di Indonesia dipengaruhi berbagai faktor seperti rendahnya

kualitas sarana fisik, kualitas guru, kesejahteraan guru, relevansi pendidikan

dengan kebutuhan, kurangnya pemerataan kesempatan pendidikan dan

mahalnya dunia pendidikan.

Untuk meningkatkan mutu pendidikan di sekolah lembaga pendidikan

dapat menerapkan dan melaksanakan : Teori Total Quality Management, Teori

Organizing Business For Excelency, Model Peningkatan Mutu Faktor Empat dan

Peningkatan Mutu Pendidikan melalui Manajemen Berbasis Sekolah.

B. SARAN

Untuk dapat melaksanakan program-program mutu itu diperlukan

beberapa dasar yang kuat yang harus dilksanakan oleh semua pihak seperti :

Komitmen pada perubahan pemimpin, Pemahaman yang jelas tentang kondisi

yang ada, visi yang jelas terhadap masa depan dan Mempunyai rencana yang

jelas mengacu kepada visi.

19
DAFTAR PUSTAKA

abunifa. (2017). Konsep Dasar dan Strategi Penjaminan Mutu Pendidikan:

Sebagai Review Kebijakan Mutu Pendidikan. Indonesian Journal of

Education Management & Administration Review, 1(2), 107–118.

Danarwati, Y. S. (2013). Manajemen Pembelajaran Dalam Upaya Meningkatkan

Mutu Pendidikan. Jurnal Mimbar Bumi Bengawan, 6(13), 1–18.

Dewi, Y. K. (2018). Faktor Pendukung Keberhasilan Penerapan Sistem

Penjaminan Mutu Di Perguruan Tinggi. Business Management Journal,

14(1). https://doi.org/10.30813/bmj.v14i1.1115

Fadhli, M. (2013). Manajemen Peningkatan Mutu Pendidikan Tinggi. Visipena

Journal, 4(2), 130–145. https://doi.org/10.46244/visipena.v4i2.218

Jamali, Y. (2010). Konsep Pengendalian Mutu Pendidikan. Konsep Pengendalian

Mutu Pendidikan, November 2010, 304–318.

http://repo.iainsasbabel.ac.id/omeka/files/original/ad18182b1e426010f9d6e0

a896cc21b2.pdf

Kristiawan, M., & Bengkulu, U. (2017). Manajemen Pendidikan. April.

Mauly, Y., & Gustini, N. (2019). IMPLEMENTASI SISTEM PENJAMINAN MUTU

INTERNAL DALAM MENINGKATKAN MUTU PENDIDIKAN DASAR. Jurnal

Islamic Education Manajemen, 4(2), 229–244.

https://doi.org/https://doi.org/10.15575/isema.v4i2.5695

Mukhsin, M. (2019). Strategi Peningkatan Mutu Di Era Otonomi Pendidikan.

20
JUPE : Jurnal Pendidikan Mandala, 4(5).

https://doi.org/10.36312/jupe.v4i5.845

21

Anda mungkin juga menyukai