Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

AKUNTANSI PAJAK
PERSEDIAAN MENURUT AKUNTANSI DAN PERPAJAKAN

Dosen Pengampu :
Omi Pramiana, SE, M.Ak

DISUSUN OLEH :
EMY SURYANINGRUM (2262018)
TRY BAGUS FEBRIANTORO (2262102)
AYU WULAN DARI (2262099)
MUHAMMAD ZAINUR ROHMAN (2262138)

KELAS AKUNTANSI REGULER A-1


PROGRAM STUDI AKUNTANSI
STIE PGRI DEWANTARA JOMBANG
2024
KATA PENGANTAR

Puji Syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
makalah ini dengan judul Persediaan Menurut Akuntansi dan Perpajakan.
Makalah ini dibuat dengan tujuan memenuhi tugas untuk mata kuliah
Akuntansi Pajak pada perkuliahan semester empat. Selain itu, penyusunan
makalah ini bertujuan untuk menambah wawasan kepada para pembaca tentang
pengertian pengertian ap aitu persedian menurut auntansi dan perpajakan secara
terperinci, jelas, dan mudah dipahami.
Penulis sampaikan ucapan terima kasih kepada Ibu Omi Pramiana, SE,
M.Ak selaku dosen pengampu mata kuliah Akuntansi Pajak. Berkat tugas yang
diberikan ini, dapat menambah wawasan Penulis berkaitan dengan topik yang
diberikan.
Penulis memahami sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari kata
sempurna dikarenakan terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang Penulis
miliki. Oleh karena itu, Penulis mengharapkan segala bentuk saran, masukan,
serta kritik yang membangun dari berbagai pihak. Penulis berkehendak semoga
makalah ini dapat memberikan manfaat bagi perkembangan dunia pendidikan

Jombang, 20 Maret 2024

Penulis

ii
DAFTAR ISI

COVER.................................................................................................................i
KATA PENGANTAR...........................................................................................ii
DAFTAR ISI.......................................................................................................iii

BAB 1 PENDAHULUAN...................................................................................1
1.1. Latar Belakang..........................................................................................1
1.2. Rumusan Masalah.....................................................................................1
1.3. Tujuan........................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN.....................................................................................2
2.1. Akuntansi Pajak Atas Persediaan..............................................................2
2.2. Sistem Pencatatan Persedian.....................................................................3
2.3. Nilai Persediaan Dalam Neraca.................................................................4
2.4. Cara Menghitung Penilaian Persediaan.....................................................4
2.5. Akuntansi Pajak atas Biaya Dibayar Dimuka...........................................5
2.6. Asuransi Dibayar Dimuka.........................................................................6
2.7. Sewa Dibayar Dimuka...............................................................................6
2.8. Pajak Dibayar Dimuka..............................................................................8
BAB III PENUTUP...........................................................................................13
3.1. Kesimpulan..............................................................................................13
3.2. Saran........................................................................................................13

STUDI KASUS...................................................................................................iv
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................vi

iii
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Persediaan merupakan aset penting dalam bisnis, mencakup barang-
barang yang dimiliki perusahaan untuk dijual. Pengelolaan persediaan
melibatkan pencatatan transaksi harian, penghitungan nilai yang akurat,
dan penilaian risiko. Aspek perpajakan juga memegang peran kunci dalam
pengelolaan persediaan, karena aturan pajak dapat berdampak pada laba
bersih perusahaan. Proses penilaian persediaan sering kali kompleks
karena faktor-faktor seperti fluktuasi harga dan perubahan permintaan
pasar. Oleh karena itu, penting untuk menggunakan teknik yang tepat
dalam menghitung nilai persediaan yang sesuai dengan standar akuntansi
dan persyaratan perpajakan yang berlaku. Dengan memahami sebuah
kompleksitas ini, perusahaan dapat mengoptimalkan pengelolaan
persediaan mereka dari perspektif akuntansi dan perpajakan.
1.2. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud akuntansi pajak atas persediaan ?
2. Bagaimana sistem pencatatan persediaan ?
3. Apa saja nilai persediaan dalam neraca ?
4. Bagaimana teknik menghitung penilaian persediaan ?
5. Apa yang dimaksud dengan akuntansi pajak atas biaya dibayar dimuka?
6. Apa saja jenis biaya dibayar dimuka dalam perpajakan?
1.3. Tujuan
1. Memahami apa yang dimaksud akuntansi pajak atas persediaan.
2. Mengetahui bagaimana system pencatatan persediaan.
3. Mengetahui apa saja nilai persediaan dalam neraca.
4. Memahami cara menghitung peneliaan persediaan.
5. Memahami apa yang dimaksud dengan akuntansi pajak atas biaya
dibayar dimuka.
6. Mengetahui jenis biaya dibayar dimuka dalam perpajakan.

4
BAB II
PEMBAHASAN

1.4. Akuntansi Pajak Atas Persediaan


Tidak diragukan lagi bahwa besarnya pendapatan atau laba yang
diperoleh sebuah perusahaan akan sejalan dengan tingkat pemungutan pajak
yang harus ditanggungnya. Oleh karena itu, manajemen persediaan
memiliki peran yang sangat penting dalam mengontrol tingkat pajak yang
harus dibayar oleh perusahaan. Ini menjadikan akuntansi pajak menjadi
faktor kunci dalam pengendalian persediaan serta dalam berbagai kegiatan
dan keputusan bisnis perusahaan. Akuntansi pajak atas persediaan mengacu
pada cara perusahaan mengelola dan melaporkan persediaan mereka dengan
mempertimbangkan aspek pajak. Ini melibatkan pemahaman tentang
bagaimana peraturan pajak mempengaruhi nilai persediaan serta perlakuan
pajak yang tepat dalam pencatatan dan pelaporan. Berikut adalah beberapa
poin penting dalam akuntansi pajak atas persediaan:
1. Penilaian Persediaan
Pada akhir periode akuntansi, persediaan harus dinilai berdasarkan
metode yang diizinkan oleh peraturan pajak. Beberapa metode penilaian
yang umum digunakan termasuk FIFO (First In, First Out), LIFO (Last
In, First Out), dan metode rata-rata. Metode yang dipilih akan
mempengaruhi laba kotor dan kewajiban pajak perusahaan.
2. Biaya yang Dapat Dikurangkan
Beberapa biaya yang terkait dengan persediaan dapat diakui sebagai
pengurangan pajak, seperti biaya pembelian, biaya produksi, dan biaya
penyimpanan. Peraturan pajak mungkin memiliki pedoman yang spesifik
tentang jenis biaya yang dapat diklaim sebagai pengurangan.
3. Penyesuaian Nilai
Jika nilai persediaan turun, perusahaan mungkin perlu melakukan
penyesuaian nilai di laporan pajak mereka. Penyesuaian ini mungkin
diperlukan untuk mencerminkan nilai pasar aktual atau nilai realisasi
yang diharapkan dari persediaan.

5
4. Dokumentasi dan Kepatuhan
Dokumentasi dan kepatuhan dalam akuntansi pajak atas persediaan
sangat penting untuk memastikan bahwa perusahaan dapat mengelola
persediaannya dengan baik sesuai dengan aturan perpajakan yang
berlaku. Hal ini mencakup pencatatan transaksi persediaan secara
lengkap dan akurat, termasuk pembelian, penjualan, dan penyesuaian
nilai persediaan. Dokumen-dokumen yang terkait dengan transaksi
persediaan, seperti faktur pembelian dan penjualan, harus disimpan
dengan baik sebagai bukti pendukung dalam hal audit atau pengajuan
pajak. Selain itu, perusahaan juga harus memastikan bahwa pengelolaan
persediaannya mematuhi metode penilaian yang diakui oleh otoritas
pajak dan bahwa semua pemungutan pajak dilakukan sesuai dengan
ketentuan perpajakan yang berlaku. Dengan demikian, dengan
dokumentasi yang lengkap dan kepatuhan yang baik terhadap aturan
pajak, perusahaan dapat menghindari masalah pajak yang mungkin
timbul dan memastikan ketaatan dalam pengelolaan persediaan mereka.

1.5. Sistem Pencatatan Persedian


Sistem pencatatan persediaan merujuk pada proses dan metode yang
digunakan oleh perusahaan untuk mencatat semua transaksi yang terkait
dengan persediaan mereka. Tujuan utamanya adalah untuk memastikan
bahwa persediaan dicatat dengan akurat dan efisien, sehingga perusahaan
dapat mengelola persediaannya dengan baik dan membuat keputusan yang
tepat. Nilai persediaan di Neraca maupun nilai beban persediaan pada
laporan operasional ditentukan oleh metode pencatatan dan metode
penilaian atas persediaan. Metode pencatatan persediaan yang lazim
digunakan adalah metode Perpetual atau metode Periodik.
1. Sistem Periodik
Dalam sistem periodik, persediaan dihitung dengan melakukan
inventarisasi padasetiap akhir periode. Hasil penghitungan tersebut dapat
dipakai untuk menghitungharga pokok penjualan (HPP), yang nantinya
digunakan untuk menyusun laporankeuangan. Sistem ini cocok

6
diterapkan pada perusahaan yang jenis dan jumlah persediaannya tidak
banyak
2. Sistem Perpetual
Sistem perpetual dapat menyajikan keterangan mengenai persediaan dan
HPPsecara terus-menerus tanpa inventarisasi. Hal ini dapat dilakukan
karena setiaptransaksi yang berhubungan dengan persediaan selalu
dicatat sehingga rekening persediaan dapat menyajikan saldo persediaan
fisik. Dengan sistem periodik, nilai persediaan hanya dapat diketahui jika
dilakukan pemeriksaan fisik. Sekalipundalam sistem perpetual tidak
dipersyaratkan pemeriksaan fisik (stock opname), perusahaan sering juga
melakukannya untuk pengawasan persediaan dan agar perhitungan HPP
lebih akurat. Sistem perpetual tidak menggunakan cara penaksiran dalam
menghitung nilai persediaan, bahkan pemeriksaan fisik masihdigunakan
sebagai pelengkap

1.6. Nilai Persediaan Dalam Neraca


Nilai persediaan barang dagang ditentukan oleh dua faktor, yaitu
kuantitas dan harga pokok dari persediaan barang tersebut. Kuantitas
persediaan dapat diketahui melalui perhitungan fisik maupun dari
pencatatatan kartu persediaan. Penilaian pemakaian persediaan untuk
penghitungan HPP hanya boleh dilakukan melalui dua cara
menurutketentuan perpajakan UU PPh Nomor 36 Tahun 2008 Pasal 10 ayat
(6), yaitu :
1. Metode rata-rata (average), atau
2. Metode mendahulukan persediaan yang didapat pertama (first iin first
out-FIFO)
Pemilihan metode tersebut harus dilakukan secara taat asas, artinya sekali
WajibPajak (WP) memilih salah satu cara penilaian pemakaian persediaan
untuk penghitungan HPP, maka selanjutnya harus digunakan cara yang
sama.

1.7. Cara Menghitung Penilaian Persediaan

7
Dalam ilmu akuntansi, terdapat tiga metode yang bisa Anda pakai
untuk menghitung nilai persediaan. Di antaranya ada FIFO, LIFO, dan WAC
(Weighted Average Cost). Berikut ini penjelasannya:
1. Metode FIFO (First In, First Out)
Metode penilaian persediaan yang satu ini mengasumsikan bahwa
persediaan yang diproduksi terlebih dahulu akan menjadi unit pertama
yang dijual dan dipenuhi. Fungsi dari penggunaan metode ini ialah
memudahkan Anda untuk menentukan nilai inventaris berdasarkan
persediaan yang ada meskipun ada perubahan pada HPP. Menurut
metode penilaian First-In-First-Out (FIFO), barang-barang persediaan
dijual dalam urutan yang sama dengan pembelian atau pembuatannya.
Metode penilaian FIFO merupakan metode penilaian persediaan yang
paling umum digunakan. Itu karena sebagian besar perusahaan menjual
produk mereka dalam urutan yang sama saat mereka membelinya.
2. Metode LIFO (Last In, First Out)
Metode penilaian persediaan last-in-first-out (LIFO) justru merupakan
kebalikan dari metode penilaian FIFO. Menurut metode LIFO, cara
menghitung nilai inventaris adalah dari barang yang paling baru dibeli
atau diproduksi dijual terlebih dahulu. Dengan LIFO, biaya produk
terbaru yang dibeli atau diproduksi adalah yang pertama dihitung sebagai
barang yang terjual. Menggunakan metode ini, biaya produk lama yang
lebih rendah akan dilaporkan sebagai nilai persediaan.
3. Metode WAC (Weighted Average Cost)
Dengan metode penilaian persediaan WAC, persediaan dan Harga Pokok
Penjualan dihitung berdasarkan harga rata-rata semua barang yang dibeli
selama suatu periode. Metode ini banyak digunakan oleh bisnis yang
tidak memiliki begitu banyak variasi dalam inventaris mereka.

1.1. Akuntansi Pajak atas Biaya Dibayar Dimuka


Akuntansi pajak atas biaya dibayar dimuka adalah pos – pos yang
pada awalnya dicatat sebagai harta tetapi diharapkan menjadi beban
dikemuadian hari setelah melalmpaui kegiatan normal perusahaan. Biaya

8
dibayar dimuka biasanya dikelompokkan ke dalam asset lancar. Biaya
dibayar dimuka:
 Asuransi
 Sewa
 Pajak
Pengertian biaya dibayar dimuka atau prepaid expense merupakan
biaya yang menjadi kewajiban perusahaan untuk dibayar dalam periode
tertentu tetapi sudah dibayar terlebih dahulu & barang/jasa atas biaya
tersebut tidak langsung diterima saat itu juga. Karena biaya yang dibayar
tersebut belum menjadi beban perusahaan dalam waktu yang bersangkutan,
maka jumlah yang telah dibayar tersebut masuk dalam kategori uang muka
(aktiva lancar).

1.2. Asuransi Dibayar Dimuka


Asuransi dibayar dimuka tidak dikenakan PPN maupun Pajak
penghasilan. Asuransi dibayar dimuka adalah pembayaran premi asuransi
yang dilakukan oleh suatu perusahaan atau perorangan kepada perusahaan
asuransi, baik itu sekaligus maupun sebagian, meski belum masuk tanggal
jatuh tempo pembayaran. Umumnya, cara perhitungan ini lebih sering
digunakan pada perhitungan akuntansi dalam penyusunan neraca keuangan
sebuah perusahaan. Karena pembayaran premi termasuk dalam biaya
pengeluaran perusahaan, perlu dibuat sebuah keseimbangan neraca untuk
mengidentifikasi keuntungan dan kerugian.
Asuransi dibayar dimuka merupakan bagian dari premi asuransi tetapi
belum digunakan pada saat itu memposting neraca. Biaya ini dilaporkan
pada produk saat ini, yaitu asuransi prabayar. Jika sebagian dari jumlah
asuransi diasuransikan, jumlah ini dikonversi dari perkiraan premi
dibayarkan di muka untuk perkiraan biaya asuransi. Catat setiap akhir
periodeakuntansi dengan menyesuaikan entri jurnal.

1.3. Sewa Dibayar Dimuka

9
Orang yang menyewa tanah atau tempat yang menyewakan tanah,
rumah, bangunan,tempat tinggal, bangunan, gedung perkantoran, ruko,
gudang dan industri dikenakan pajak tempat tinggal yaitu 10% dari total
harga sewa tanah dan/atau bangunan (PP No. 5 Tahun 2002,
KMK-120/KMK.03/2002 dan KEP-227/PJ/2002). Sewa tanah dan/atau
rumah akan dipotong dari penyewa pada saat pembayaran ataucollection,
dan penyewa akan membayar /membayar deposit ke kas negara dengan
menggunakan pajak slip setoran (SSP) nomor 4 ayat (2) PPh paling lambat.
10 Januari dan pada tanggal 20 bulan berikutnya Pemberitahuan Kelahiran
(SPT) Postpartum dilaporkan ke Pusat Pelayanan Pajak (KPP)
menggunakan pasal 4 ayat (2).
Penyewa tanah dan/atau real estat harus menggunakan Formulir
Pendaftaran Pajak (SSP) 10hari ke menyetorkan PPh Pasal 4 ayat (2) ke Kas
Negara untuk bulan berikutnya digunakan. Jika penyewa tidak memiliki
Formulir Pengurangan 4, paragraf 2, dilaporkan ke Kantor PelayananPajak
(KPP). Sewa dan penghasilan lain dari penggunaan aset, mulai 1 Januari
2009, sewa dan lain-lain pendapatan dari penggunaan aset non-sewa,
perumahan dan pendapatan lain dari penggunaanaset dikenakan PPh Pasal 4
ayat (2) yaitu harus membayar pajak penghasilan atas penghasilan bruto.
Pasal 23 ayat (1). Menurut Bagian 23 ayat (1) dari Undang-Undang
Penghasilan No. 36 tahun 2008, ada perbedaan di tarif pajak bagi wajib
pajak (WP) dengan nomor wajib pajak (NPWP) dan wajib pajak (WP) yang
tidak memiliki NPWP. Wajib pajak non-NPWP dikenakan pajak 100%
lebihtinggi dari wajib pajak yang dapat menunjukkan NPWP. Sebelum
2009, sewa dan pendapatanlain dari penggunaan properti adalah kena pajak
sebesar 15% dari perkiraan penghasilan 23.
Sewa dan penghasilan lain dari penggunaan properti di atas dipecah
menjadi
1. Sewa kendaraan darat berarti sewa dan pendapatan terkait lainnya yang
terkait dengan penggunaan aset pribadi kendaraan darat yang ditentukan
dalam As date PER-70/PJ/2007. Estimasi pendapatan sebagaimana

10
dimaksud dalam Pasal 23(1)(c) Undang-Undang Layanan dan
Pendapatan Alternatif 9 April 2007:
a. Penyewaan kendaraan angkutan umum berupa bus, minibus dan taksi
harian , unduhan atau periode bulanan dan untuk periode tertulis atau
tidak tertulis yang ditetapkan sebagai PPh Perjanjian tertulis dari
pemilik kendaraan angkutan umum Pasal 23.
b. Dikecualikan kuasa, wajib pajak atau wiraswasta Pembayar pajak.
Menyewa mobil untuk tertentu (misalnya harian, mingguan atau
bulanan) dari perusahaan rental mobil, perusahaan buswisata Selain
transportasi umum, menyewa atau menyewa dengan kontrak tertulis
atau tidak tertulis dalam ruang lingkup PPh pengurangan Pasal
23Wajib Pajak Badan atau Wajib Pajak Utama.
c. Menyewa atau menyewakan kendaraan dalam bentuk properti
perusahaan untuk jangka waktu tertentu waktu, misalnya. sekali
sehari, setiapminggu atau bulan sesuai dengan kantor pajak atau
seseorang kontrak tertulis atau tidak tertulis. Wajib Pajak 23.
Kontrak tertulis atau tidak tertulis berarti perjanjian, tertulis atau
lisan, yang mengikat satu ataulebih banyak orang. Untuk pendapatan
sewa dan pendapatan lain yang terkait dengan penggunaan aset pribadi di
Transportasi jalan, 15% dari perkiraan pendapatan dikurangkan
darikompensasi karyawan. Estimasi laba adalah 10% dari total tidak
termasuk PPN.
2. Sewa atas aktiva tetap lainnya Pasal 23 ayat (1) Undang-Undang Pajak
Penghasilan PER-70/PJ/2007 tentang 9 April 2007 atau kontrak atau
kontrak tidak tertulis, pendapatan sewa dan pendapatan lain yang terkait
dengan penggunaan aset untuk jangka waktu tertentu (tidak termasuk
transportasi darat), sewa dan pendapatan lain yang terkait dengan tanah
Sewa dan/atau pajak penghasilan harus dipotong sesuai dengan Pasal 23.
Membayar PPh final sebesar 15% dari penghasilan rumah tangga.
Estimasi laba adalah 30% dari total tidak termasuk PPN.

1.4. Pajak Dibayar Dimuka

11
Pajak dibayar dimuka merupakan pembayaran pajak yang dilakukan
pemotongan atau pemungutan oleh pihak lain seta pembayaran pajak yang
dilakukan sendiri oleh WP, yang dapat diperhitungkan dengan pajak
terutang PPh badan atau PPN Keluaran WP. Pajak dibayar dimuka diakui
sebagai asset bagi WP. Pajak dibayar dimuka: PPh Pasal 22, PPh Pasal 23,
PPh Pasal 24, PPh Pasal 25, PPh Penjalan tanah/bangunan, PPn Masukan.
1. PPH Pasal 22
PPh pasal 22 adalah uang muka PPh yang harus dibayar oleh WP Dalam
Negeri dan WP BUT selama tahun berjalan melalui sistem pemungutan,
apabila mereka melakukan transaksi penjualan barang tertentu kepada
atau pembelian barang tertentu dari Badan-Badan tertentu. Pemungut
PPh Pasal 22:
a. Bank Devisa dan Ditjen Bea dan Cukai, atas impor barang
b. Ditjen Anggaran dan Bendaharawan Pemerintah yang melakukan
pembayaran atas pembelian barang
c. BUMN dan BUMD yang melakukan pembelian barang yang dananya
bersumber dari APBN/D;
d. Bank Indonesia, BPPN, BULOG, PT. Telkom, PT.PLN, PT. Garuda
Indonesia, PT.Indosat, PT. Krakatau Steel, Pertamina,dan bank- bank
BUMN yang melakukan pembelian barang yang dananya bersumber
baik dari APBN maupun non APBN;
e. Industri semen, rokok, kertas, baja, dan industri otomotif atas
penjualan hasil produksinya di dalam negeri;
f. Pertamina serta badan usaha lainnya yang bergerak dalam bidang
bahan bakar minyak jenis premix, super TT, dan gas atas penjualan
hasil produksinya;
g. Industri dan eksportir dalam sektor perhutanan, perkebunan, pertanian,
dan perikanan, atas pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri
atau ekspor mereka dari pedagang pengumpul.
Apabila pemungutan tersebut diterapkan terhadap wajib pajak yang
tidak memiliki NPWP maka dikenakan 100% (seratus persen) lebih tinggi
daripada tarif yang seharusnya.

12
2. PPH Pasal 22 atas impor
Besarnya tarif PPh Pasal 22 impor dan DPP-nya sebagai berikut:
 2,5% x Nilai Impor (Angka Pengenal Impor), atau
 7,5% x Nilai Impor (tidak menggunakan/mempunyai API), atau
 7,5% x harga lelang (harga jual lelang) jika barang yang diimpor tidak
dikuasai.
Nilai Impor = Cost Insurance and Freight (CIF) + Bea Masuk + Bea
Masuk Tambahan + Pungutan Lain berdasarkan peraturan di bidang
pabean.
3. PPH Pasal 22 bendaharawan
Apabila Bendaharawan pemerintah pusat /daerah, Dirjen Anggaran, atau
Bendaharawan BUMN/D membayar pembelian barang dengan dana dari
APBN/D, maka WP Dalam Negeri wajib membayar uang muka PPh
pasal 22 melalui sistem pemungutan oleh Bendaharawan tersebut. Yang
ditunjuk secara otomatis sebagai Pemungut PPh pasal 22 Bendaharawan
adalah Bendaharawan Pemerintah Pusat/Daerah, Dirjen Anggaran, atau
Bendaharawan BUMN/D. Besarnya PPh pasal 22 Bendaharawan adalah
1,5% dari harga beli, tidak termasuk PPN dan PPn BM.
4. PPH Pasal 22 pertamina
WP Dalam Negeri dan WP BUT yang bukan Penyalur Agen
PERTAMINA/P3 Premix melakukan transaksi dengan PERTAMINA dan
Perusahaan-Perusahaan Penyedia Premix (P3 Premix) untuk membeli
produk berupa gas/LPG, minyak tanah, pelumas, premium, solar, dan
premix hasil produksi PERTAMINA, maka WP Dalam Negeri dan WP
BUT tersebut wajib membayar uang muka PPh pasal 22 melalui sistem
pemungutan oleh PERTAMINA atau P3 Premix tersebut. Jika WP Dalam
Negeri atau WP BUT itu adalah Agen/Penyalur PERTAMINA,
pembayaran PPh pasal 22 itu bukan merupakan pembayaran uang muka
PPh pasal 22, melainkan pembayaran PPh Final. Yang ditunjuk secara
otomatis sebagai Pemungut PPh pasal 22 tersebut adalah PERTAMINA.
Sedangkan P3 Premix baru menjadi Pemungut PPh pasal 22 jika ditunjuk

13
oleh Kepala KPP dengan suatu Surat Keputusan Penunjukan sebagai
Pemungut PPh pasal22.
5. PPH Pasal 22 badan industri
Apabila WP Dalam Negeri atau WP BUT melakukan transaksi dengan
perusahaan-perusahaan yang bergerak di bidang industri semen, industri
kertas, industri baja, dan industri otomotif untuk membeli barang hasil
produksinya, maka WP Dalam Negeri atau WP BUT tersebut wajib
membayar uang muka PPh pasal 22 melalui sistem pemungutan. Jika
WP Dalam Negeri atau WP BUT itu melakukan transaksi dengan industri
rokok untuk membeli rokok hasil produksinya, WP Dalam Negeri atau
WP BUT itu diharuskan membayar PPh Final melalui sistem
pemungutan, jadi PPh pasal 22 tersebut tidak dapat dikreditkan. Yang
ditunjuk sebagai Pemungut PPh pasal 22 Badan lndustri (harus
berdasarkan Surat Keputusan Penunjukan sebagai Pemungut PPh pasal
22) adalah perusahaan-perusahaan yang bergerak di bidang industri
semen, industri rokok, industri kertas, industri baja, dan industri otomotif
jika menjual hasil produksinya.
6. PPH Pasal 23
PPh Pasal 23 adalah pajak atas penghasilan berupa dividen, bunga,
royalty, dan imbalan jasa-jasa tertentu. PPh Pasal 23 merupakan
pembayaran pajak dimuka yang pada umumnya dapat dikreditkan pada
SPT Tahunan oleh WP yang menerima penghasilan (kecuali atas PPh
yang bersifat final, yaitu bunga simpanan yang dibayarkan koperasi).
Pemotong PPh Pasal 23 adalah Badan pemerintah, subjek pajak badan
dalam negeri, Bentuk Usaha Tetap (BUT), penyelenggara kegiatan, atau
perwakilan perusahaan luar negeri harus memotong PPh sebesar 15%
(lima belas persen) dari jumlah bruto atau perkiraan penghasilan neto
atas pembayaran berikut kepada WP dalam negeri atau BUT dan 2% (dua
persen) dari jumlah bruto atas sewa dan penghasilan lain sehubungan
dengan penggunaan harta, kecuali yang telah dikenakan PPh Pasal 4 (2)
dan jenis jasa lainnya.
7. Angsuran PPH Pasal 25 dalam tahun berjalan

14
Sistem perpajakan kita menganut prinsip ”convenience to pay” yang
berarti bahwa wajib pajak diharapkan membayar pada saat yang paling
menguntungkan dirinya. Salah satu contohnya adalah membayar
angsuran pajak setiap bulan. Pajak Penghasilan Pasal 25, mengatur
tentang penghitungan besarnya angsuran bulanan yang harus dibayar
oleh Wajib Pajak sendiri dalam tahun berjalan. Besarnya angsuran pajak
dalam tahun pajak berjalan yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak
untuk setiap bulan adalah sebesar Pajak Penghasilan yang terutang
menurut Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun pajak
yang lalu dikurangi dengan:
a. Pajak Penghasilan yang dipotong sebagaimana dimaksud dalam Pasal
21 dan Pasal 23 serta Pajak Penghasilan yang dipungut sebagaimana
dimaksud pasal 22
b. Pajak Penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri yang
boleh dikreditkan sebagaimana dimaksud dalam pasal 24 dibagi 12
(dua belas) atau banyaknya bulan dalam bagian tahun pajak.

15
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Akuntansi pajak atas persediaan berperan penting dalam
mengendalikan kewajiban pajak perusahaan. Sistem pencatatan persediaan,
seperti periodik dan perpetual, memastikan akurasi dan efisiensi dalam
pengelolaan. Penilaian persediaan, yang dipengaruhi oleh metode seperti
FIFO atau LIFO, berdampak pada laporan keuangan perusahaan. Metode
FIFO, LIFO, dan WAC digunakan untuk menghitung penilaian persediaan,
masing-masing dengan implikasi yang berbeda terhadap laba bersih dan
kewajiban pajak. Pemahaman yang mendalam tentang konsep-konsep ini
penting untuk mengoptimalkan pengelolaan persediaan dan meminimalkan
risiko pajak yang timbul. Dengan menerapkan praktik akuntansi pajak yang
tepat dan mematuhi peraturan yang berlaku, perusahaan dapat mengelola
persediaan mereka secara efisien sambil memastikan kepatuhan pajak yang
baik, yang berdampak positif pada kinerja keuangan dan reputasi
perusahaan.
Biaya dibayar dimuka didefinisikan sebagai sebuah biaya yang
dibayar sebelum Anda bisa menggunakan barang atau jasa yang akan
digunakan untuk menunjang kinerja sebuah bisnis. Biaya ini biasa akan
diterapkan saat Anda harus membayar sebuah produk atau jasa yang akan
digunakan dalam waktu dekat. Seperti yang sudah disinggung diatas, pajak
juga termasuk dalam transaksi yang bisa dibayar dimuka. Pengertian biaya
dibayar dimuka untuk pajak merupakan pajak yang dibayar oleh perusahaan
pada setiap bulannya atau dipungut oleh pihak ketiga. Pajak yang dibayar
dimuka masuk kedalam kategori kredit pengurang pajak pada akhir tahun
untuk pajak penghasilan atau pada akhir bulan untuk PPN.

3.2. Saran
Dalam bagian saran makalah, penting bagi perusahaan untuk
memperdalam pemahaman mereka tentang konsep akuntansi pajak atas

16
persediaan dan biaya dibayar dimuka. Mereka harus memilih metode
penilaian persediaan yang sesuai dengan karakteristik bisnis mereka dan
mempertimbangkan implementasi sistem pencatatan persediaan yang
efisien. Melatih karyawan tentang praktik terbaik dalam akuntansi pajak,
melakukan audit reguler, dan berkonsultasi dengan profesional pajak juga
dianjurkan. Dengan demikian, perusahaan dapat mengoptimalkan
pengelolaan persediaan mereka, mengurangi risiko pajak yang tidak perlu,
dan meningkatkan kepatuhan terhadap regulasi perpajakan yang berlaku.

17
STUDI KASUS

1. Akuntansi pajak untuk persediaan


Bisnis A membeli beberapa unit laptop pada waktu dan harga yang berbeda.
Pada transaksi atau pembelian pertama bisnis A membeli sepuluh unit laptop
yang masing-masing seharga Rp. 4.000.000 Kemudian, pada transaksi kedua,
bisnis A membeli lagi lima laptop seharga Rp. 5.000.000 per unitnya. Pada
akhir bulan, bisnis tersebut telah menjual sebanyak delapan laptop. Dengan
metode penilaian FIFO, penetapan biaya dihitung dari transaksi pertama, yakni
saat membeli sepuluh laptop seharga Rp. 4.000.000 per unit. Hitunglah nilai
inventaris setelah menjual 8 laptop!

Jawaban :
Jadi, cara menghitung nilai inventaris setelah menjual delapan laptop adalah
sebagai berikut:
Saldo akuntansi untuk HPP = (8 laptop x Rp. 4.000.000) = Rp. 32.000.000

Dua laptop masih tersisa dari pembelian pertama, masing-masing seharga Rp.
4.000.000, serta lima laptop dari pembelian kedua masing-masing seharga Rp.
5.000.000. Jadi:
Saldo akuntansi akun Persediaan = (2 laptop x Rp. 4.000.000) + (5 laptop x Rp.
5.000.000)
= Rp. 8.000.000 + Rp. 25.000.000
= Rp. 33.000.000
Jadi, nilai inventaris setelah menjual 8 laptop adalah Rp. 33.000.000.

2. Biaya dibayar dimuka atas sewa aset tetap lainnya


Pada 18 Oktober 2009 PT. ABC menyewa kapal tanpa awak dari PT. Bobon
dengan nilai Rp.100.000.000.
PPh Pasal 23 yang dipotong = 15% x 30% x 100.000.000 = Rp.4.500.000
Jurnal untuk PT. ABC
18 Oktober

iv
Sewa dibayar dimuka 100.000.000
PPN Masukan 10.000.000
Utang PPh Pasal 23 4.500.000
Kas 105.500.000
10 November
Utang PPh 23 4.500.000
Kas 4.500.000

Jurnal untuk PT. Bobon


18 Oktober
Kas 105.500.000
PPh Pasal 23 dibayar dimuka 4.500.000
PPN Keluaran 10.000.000
Pendapatan sewa 100.000.000

LATIHAN SOAL
PT Nusa Indah memiliki usaha dagang. Perhitungan HPP dengan metode LIFO
dan sistem perpetual. Data transaksi sebagai berikut :
1 Januari Persediaan awal 300 unit @ Rp. 2.000
2 April Pembelian 200 unit @ Rp. 2.250
25 Mei Penjualan 400 unit @ Rp. 3.500
20 Agustus Pembelian 150 unit @ Rp. 2.500
21 Oktober Pembelian 125 unit @ Rp. 3.500
2 November Pembelian 200 unit @ Rp. 2.600
Hitung HPP menggunakan metode LIFO sistem perpetual dan metode yang
diperkenankan pajak.

v
DAFTAR PUSTAKA

accurate accounting software. (2022, Juli 4). accurate accounting software.


Retrieved from abcsemanggi.com: https://abcsemanggi.com/akuntansi-
pajak-berkaitan-dengan-persediaan/
Athalah, G. F. (2023, Desember 6). mekari. Retrieved from mekari.com:
https://mekari.com/blog/metode-penilaian-persediaan/
Rahmawan, M. B. (2017). Analilis Penerapan Metode Pencatatan dan Penilaian
Persediaan Pada PT. Laut Timur Adiprima Samarinda. 2-3.
Simdara. (2021). simdara. Retrieved from simdara.bekasikota.go.id:
https://simdara.bekasikota.go.id/v2/blogs/umum/pencatatan-akuntansi-
atas-persediaan
ukrisno dan Trisnawati. (2012). Akuntansi Perpajakan, Edisi 2 Revisi. Jakarta :
Salemba Empat
Ulfah, S. (2023). Konsep Persediaan Dalam Akuntansi Perpajakan. academia.edu,
4-5.
Waluyo. (2014). Akuntansi Pajak. Jakarta : Salemba Empat

vi

Anda mungkin juga menyukai