Anda di halaman 1dari 21

REFERAT

MENINGITIS DAN ENSEFALITIS

Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Sebagai Syarat Dalam Menempuh
Program Pendidikan Kepaniteraan Klinik
Stase Ilmu Kesehatan Saraf di RS Roemani Muhammadiyah Semarang

Dokter Pembimbing :
dr. Murwani Yekti, Sp. S

Disusun Oleh :
Reza Nisrina Salzabella
H3A022072

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU KESEHATAN SARAF


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
SEMARANG
RUMAH SAKIT ROEMANI MUHAMMADIYAH
2023
LEMBAR PENGESAHAN
REFERAT
MENINGITIS DAN ENSEFALITIS

Diajukan untuk memenuhi tugas sebagai syarat dalam menempuh Program


Pendidikan Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf
di Rumah Sakit Roemani Muhammadiyah

Disusun oleh:
Reza Nisrina Salzabella
H3A022072

Telah disetujui oleh Pembimbing:


Tanggal: 23 Agustus 2023

Pembimbing Klinik:
Ilmu Penyakit Saraf

dr. Murwani Yekti, Sp. S

i
BAB I
PENDAHULUAN

Meningitis merupakan salah satu penyakit infeksi yang menakutkan karena


menyebabkan mortalitas dan morbiditas yang tinggi terutama di negara
berkembang sehingga diperlukan pengenalan dan penanganan medis yang serius
untuk mencegah kematian. Meningitis merupakan suatu reaksi peradangan yang
terjadi pada lapisan yang membungkus jaringan otak (araknoid dan piameter) dan
sumsum tulang belakang yang disebabkan organisme seperti bakteri, virus, dan
jamur. Kondisi ini dapat menyebabkan kerusakan otak yang parah dan berakibat
fatal pada 50% kasus jika tidak diobati.
Gejala yang paling umum pada pasien dengan meningitis adalah leher kaku,
demam tinggi, sensitif terhadap cahaya, kebingungan, sakit kepala, mengantuk,
kejang, mual, dan muntah. Selain itu pada bayi, fontanelle menonjol dan
penampilan ragdoll juga sering ditemukan. Meningitis bakterial (penyakit
meningitis yang disebabkan oleh bakteri) berada pada urutan sepuluh teratas
penyebab kematian akibat infeksi di seluruh dunia dan menjadi salah satu infeksi
yang paling berbahaya pada anak. Meningitis jenis ini merupakan penyebab utama
kematian pada anak-anak, dengan perkiraan 115.000 kematian di seluruh dunia
pada tahun 2015. Beban penyakit meningokokus terbesar terjadi di wilayah sub-
Sahara Afrika yang dikenal sebagai sabuk meningitis, yang membentang dari
Senegal di barat hingga Ethiopia di timur.
Ensefalitis adalah suatu infeksi dan inflamasi akut jaringan parenkim otak
yang biasanya disebabkan oleh virus. Ensefalitis artinya jaringan otak yang
terinflamasi sehingga menyebabkan masalah pada fungsi otak. Ensefalitis terdiri
dari dua tipe yaitu ensefalitis primer (acute viral ensefalitis) disebabkan oleh infeksi
virus langsung ke otak dan medula spinalis, dan ensefalitis sekunder (post infeksi
ensefalitis) dapat disebabkan hasil dari komplikasi saat itu. Penderita ensefalitis
menunjukkan tanda dan gejala diantaranya dapat difus atau fokal yaitu penurunan
kesadaran, gangguan fokal seperti hemiparesis, kejang fokal dan gangguan otonom,

1
gangguan gerak, perubahan tingkah laku, ataksia, gangguan saraf kranial, disfagia,
meningismus, gangguan sensorik dan motorik unilateral.
Virus JE merupakan penyebab utama kejadian penyakit ensefalitis virus di
Asia. WHO (2012) menggambarkan bahwa negara-negara berisiko JE ditemukan
hampir di seluruh wilayah Asia antara lain Jepang, Korea, India, Srilanka, dan
Indonesia serta sebagian northern territory di Australia. Seperti di negara-negara
lain, di Indonesia jumlah kasus JE didapatkan melalui surveilans Acute Encephalitis
Syndrome (AES). Seperti kita ketahui bahwa tanda klinis dari JE tidak dapat
dibedakan dengan penyebab lain dari AES, sehingga konfirmasi laboratorium
menjadi sangat penting. Kasus JE adalah kasus AES yang telah dikonfirmasi positif
dengan pemeriksaan laboratorium (IgM) positif.
Hasil surveilans sentinel 2016 di 11 provinsi di Indonesia menunjukkan
bahwa terdapat 326 kasus AES dengan 43 kasus (13%) diantaranya positif JE.
Sebanyak 85% kasus JE di Indonesia terdapat pada kelompok usia 15 tahun dan
15% pada kelompok usia >15 tahun. Kasus JE terbanyak terdapat di provinsi Bali.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
1. Meningitis
Meningitis didefinisikan sebagai peradangan pada meninges. Meninges
adalah tiga membran (dura mater, arachnoid mater, dan pia mater) yang
melapisi kanal tulang belakang dan tengkorak yang membungkus otak
dan sumsum tulang belakang. Meningitis dapat disebabkan oleh
berbagai agen seperti bakteri, mikobakteria, jamur, dan virus.
Meningitis merupakan masalah yang serius sehingga dibutuhkan cara
yang akurat dan efisien untuk menegakkan diagnosis.
Meningitis dibagi menjadi 2 golongan berdasarkan perubahan yang
terjadi pada cairan otak, yaitu :
a. Meningitis serosa adalah radang selaput otak araknoid dan
piameter yang disertai cairan otak yang jernih. Penyebab
terseringnya adalah Mycobacterium tuberculosa. Penyebab
lainnya lues, Virus, Toxoplasma gondhii dan Ricketsia.
b. Meningitis purulenta adalah radang bernanah arakhnoid dan
piameter yang meliputi otak dan medula spinalis. Penyebabnya
antara lain: Diplococcus pneumoniae (pneumokok), Neisseria
meningitis (meningokok), Streptococus haemolyticuss,
Staphylococcus aureus, Haemophilus influenzae, Escherichia
coli, Klebsiella pneumoniae, Peudomonas aeruginosa.
2. Ensefalitis
Ensefalitis adalah suatu infeksi dan inflamasi akut jaringan parenkim
otak yang biasanya disebabkan oleh virus. Ensefalitis artinya jaringan
otak yang terinflamasi sehingga menyebabkan masalah pada fungsi
otak.

3
Ensefalitis terjadi dalam dua bentuk, yaitu bentuk primer dan bentuk
sekunder. Ensefalitis Primer melibatkan infeksi virus langsung dari
otak dan sumsum tulang belakang. Sedangkan ensefalitis sekunder,
infeksi virus pertama terjadi di tempat lain di tubuh dan kemudian ke
otak.
Ensefalitis yang mengakibatkan kerusakan otak, dapat
menyebabkan atau memperburuk gejala gangguan perkembangan atau
penyakit mental. Disebut ensefalitis lethargica, yang membentuk
berbagai gejala penyakit Parkinson seperti parkinsonianism
postencephalitik. Dalam beberapa kasus ensefalitis menyebabkan
kematian. Pengobatan ensefalitis harus dimulai sedini mungkin untuk
menghindari dampak serius dan efek seumur hidup. Terapi tergantung
pada penyebab peradangan, mungkin termasuk antibiotik, obat anti-
virus, dan obat-obatan anti-inflamasi. Jika hasil kerusakan otak dari
ensefalitis, terapi (seperti terapi fisik atau terapi restorasi kognitif) dapat
membantu pasien setelah kehilangan fungsi.

B. Etiologi
1. Meningitis
Meningitis dapat disebabkan oleh proses infeksi dan non infeksi
(gangguan autoimun, sindrom kanker/paraneoplastik, reaksi
obat).Agen etiologi menular meningitis termasuk bakteri, virus,
jamur, dan parasit yang lebih jarang.
Faktor risiko meningitis meliputi:
• Gangguan medis kronis (gagal ginjal, diabetes, insufisiensi
adrenal, cystic fibrosis)
• Usia yang ekstrim
• Kurang vaksinasi
• Status imunosupresi (iatrogenik, penerima transplantasi,
imunodefisiensi kongenital, AIDS)
• Hidup dalam kondisi ramai

4
• Eksposur:
- Bepergian ke daerah endemik (AS Barat Daya untuk
cocci; AS Timur Laut untuk penyakit Lyme)
- Vektor (nyamuk, kutu)
• Gangguan penggunaan alkohol
• Kehadiran pirau ventrikuloperitoneal (VP).
• Endokarditis bakterial
• Keganasan
• Cacat Dural
• penggunaan obat IV
• Anemia sel sabit
• Splenektomi
2. Ensefalitis
Penyebab ensefalitis biasanya bersifat infektif tetapi bias juga yang
non infektif seperti pada proses dimielinisasi pasa azute
disseminated encephalitis. Ensefalitis bias disebabkan oleh virus,
bakteria, parasite, fugus dan riketsia. Agen virus, seperti virus HSV
tipe 1 dan 2 (hampir secara eksklusif pada neonatus), EBV, virus
campak (PIE dan SSPE), virus gondok, dan virus rubella, yang
menyebar melalui kontak orang-ke-orang. Virus herpes manusia
juga dapat menjadi agen penyebab. CDC telah mengkonfirmasi
bahwa virus West Nile dapat ditularkan melalui transplantasi organ
dan melalui transfusi darah. Vektor hewan penting termasuk
nyamuk, kutu (arbovirus), dan mamalia seperti rabies.
C. Patofisiologi
1. Meningitis
Meningitis biasanya terjadi melalui dua rute inokulasi:
a) Pembibitan hematogen

• Bakteri menjajah nasofaring dan memasuki aliran darah setelah


invasi mukosa. Setelah berjalan ke ruang subarachnoid, bakteri

5
melewati penghalang darah-otak, menyebabkan reaksi
peradangan dan kekebalan yang dimediasi langsung.

b) Penyebaran langsung bersebelahan

• Organisme dapat memasuki cairan serebrospinal (CSF) melalui


struktur anatomi tetangga (otitis media, sinusitis), benda asing
(alat medis, trauma tembus), atau selama prosedur operasi.

Virus dapat menembus sistem saraf pusat (SSP) melalui transmisi


retrograde sepanjang jalur saraf atau melalui penyemaian hematogen.

2. Ensefalitis
Patogenesis dari encephalitis mirip dengan pathogenesis dari viral
meningitis, yaitu virus mencapai Central Nervous System melalui
darah (hematogen) dan melalui saraf (neuronal spread) 2. Penyebaran
hematogen terjadi karena penyebaran ke otak secara langsung melalui
arteri intraserebral. Penyebaran hematogen tak langsung dapat juga
dijumpai, misalnya arteri meningeal yang terkena radang dahulu. Dari
arteri tersebut itu kuman dapat tiba di likuor dan invasi ke dalam otak
dapat terjadi melalui penerobosan dari piamater.
Selain penyebaran secara hematogen, dapat juga terjadi penyebaran
melalui neuron, misalnya pada encephalitis karena herpes simpleks dan
rabies. Pada dua penyakit tersebut, virus dapat masuk ke neuron sensoris
yang menginnervasi port d’entry dan bergerak secara retrograd
mengikuti axon-axon menuju ke nukleus dari ganglion sensoris.
Akhirnya saraf-saraf tepi dapat digunakan sebagai jembatan bagi kuman
untuk tiba di susunan saraf pusat.
Sesudah virus berada di dalam sitoplasma sel tuan rumah, kapsel
virus dihancurkan. Dalam hal tersebut virus merangsang sitoplasma
tuan rumah untuk membuat protein yang menghancurkan kapsel virus.
Setelah itu nucleic acid virus berkontak langsung dengan sitoplasma sel
tuan rumah. Karena kontak ini sitoplasma dan nukleus sel tuan rumah

6
membuat nucleic acid yang sejenis dengan nucleic acid virus. Proses ini
dinamakan replikasi
Karena proses replikasi berjalan terus, maka sel tuan rumah dapat
dihancurkan. Dengan demikian partikel-partikel viral tersebar
ekstraselular. Setelah proses invasi, replikasi dan penyebaran virus
berhasil, timbullah manifestasi-manifestasi toksemia yang kemudian
disususl oleh manifestasli lokalisatorik. Gejala-gejala toksemia terdiri
dari sakit kepala, demam, dan lemas-letih seluruh tubuh. Sedang
manifestasi lokalisatorik akibat kerusakan susunan saraf pusat berupa
gannguan sensorik dan motorik (gangguan penglihatan, gangguan
berbicara, gannguan pendengaran dan kelemahan anggota gerak), serta
gangguan neurologis yakni peningkatan TIK yang mengakibatkan nyeri
kepala, mual dan muntah sehinga terjadi penurunan berat badan.
D. Diagnosis
1. Meningitis
1) Anamnesis
Seseorang dicurigai menderita meningitis jika terdapat
gejala-gejala klasik meningitis, yakni demam, sakit kepala
dan leher kaku. Dibawah ini merupakan gejala pasien
dengan meningitis:
a. Pada orang dewasa
▪ Demam
▪ Sakit kepala hebat
▪ Leher kaku
▪ Muntah
▪ Takut cahaya (fotofobia)
▪ Kejang
▪ Gangguan kesadaran berupa letargi sampai koma
▪ Kadang dijumpai infeksi saluran pernapasan bagian
atas (misalnya, pilek, sakit tenggorokan)

7
b. Pada bayi dan anak
▪ Demam tinggi
▪ Mual dan muntah
▪ Sakit kepala
▪ Kejang
▪ Leher kaku
▪ Nafsu makan dan minum berkurang
▪ Gangguan kesadaran berupa apati, letargi, bahkan
koma.
▪ Biasanya diawali dari gangguan saluran pernafasan
bagian atas.
Jika penyebabnya berupa meningitis Tuberkulosa, maka
keluhan yang timbul terdiri dari tiga stadium, yaitu stadium
I atau stadium prodormal selama 2-3 minggu dengan gejala
ringan dan nampak seperti gejala infeksi biasa. Pada anak-
anak, sering tanpa demam, muntah-muntah, nafsu makan
berkurang, murung, berat badan turun, mudah tersinggung,
cengeng, opstipasi, pola tidur terganggu dan gangguan
kesadaran berupa apatis, pada orang dewasa terdapat panas
yang hilang timbul, nyeri kepala, konstipasi, kurang nafsu
makan, fotofobia, nyeri punggung, halusinasi, dan sangat
gelisah. Stadium II atau stadium transisi berlangsung selama
1 – 3 minggu dengan gejala ditandai dengan nyeri kepala
yang hebat dan kadang disertai kejang terutama pada bayi
dan anak-anak. Tanda-tanda rangsangan meningeal mulai
nyata, seluruh tubuh dapat menjadi kaku, terdapat tanda-
tanda peningkatan intrakranial, ubun-ubun menonjol dan
muntah lebih hebat. Stadium III atau stadium terminal
ditandai dengan kelumpuhan dan gangguan kesadaran
sampai koma hingga meninggal dunia.

8
2) Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan rangsangan meningeal pada penderita dengan
meningitis biasanya ditemukan hasil positif. Pemeriksaan
tersebut adalah sebagai berikut:
a. Pemeriksaan Kaku Kuduk
Pasien berbaring terlentang dan dilakukan pergerakan pasif
berupa fleksi dan rotasi kepala. Tanda kaku kuduk positif
(+) bila didapatkan kekakuan dan tahanan pada pergerakan
fleksi kepala disertai rasa nyeri dan spasme otot. Dagu tidak
dapat disentuhkan ke dada dan juga didapatkan tahanan
pada hiperekstensi dan rotasi kepala.
b. Pemeriksaan Tanda Kernig
Pasien berbaring terlentang dan dilakukan fleksi pada sendi
panggul kemudian ekstensi tungkai bawah pada sendi lutut
sejauh mengkin tanpa rasa nyeri. Tanda Kernig positif (+)
bila ekstensi sendi lutut tidak mencapai sudut 135° (kaki
tidak dapat di ekstensikan sempurna) disertai spasme otot
paha biasanya diikuti rasa nyeri.
c. Pemeriksaan Tanda Brudzinski I (Tanda leher menurut
Brudzinski)
Pasien berbaring terlentang dan pemeriksa meletakkan
tangan kirinya dibawah kepala dan tangan kanan diatas dada
pasien kemudian dilakukan fleksi kepala dengan kearah
dada sejauh mungkin. Tanda Brudzinski I positif (+) bila
pada pemeriksaan terjadi fleksi kedua tungkai/ kedua lutut.
d. Pemeriksaan Tanda Brudzinski II (Tanda tungkai
kontralateral menurut Brudzinski)
Pasien berbaring terlentang, salah satu tungkainya diangkat
dalam sikap lurus di sendi lutut dan ditekukkan di sendi
panggul. Tanda Brudzinski II positif (+) bila pada

9
pemeriksaan terjadi fleksi reflektorik pada sendi panggul
dan lutut kontralateral.
e. Pemeriksaan tanda pipi menurut Brudzinski. (Brudzinski
III)
Penekanan pada kedua pipi atau tepat di bawah os
zigomatikum . Tanda ini positif (+) jika terjadi gerakan
fleksi reflektorik pada ekstremitas superior (lengan tangan
fleksi)
f. Pemeriksaan tanda simfisis pubis menurut Brudzinski
(Brudzisnki IV)
Penekanan pada simfisis pubis. Tanda ini positif (+) jika
terjadi gerakan fleksi reflektorik pada ekstremitas inferior
(kaki)
3) Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan darah
Dilakukan pemeriksaan kadar hemoglobin, jumlah leukosit,
Laju Endap Darah (LED), kadar glukosa, kadar ureum,
elektrolit dan kultur. Pada meningitis bakterial didapatkan
polimorfonuklear leukositosis. Meningitis yang disebabkan
oleh TBC akan ditemukan peningkatan LED.Pada kasus
imunosupresi dapat ditemukan keukopenia.
b. Pemeriksaan Pungsi Lumbal
Diagnosis pasti meningitis adalah pemeriksaan cairan
serebrospinal melalui pungsi lumbal. Lumbal pungsi
biasanya dilakukan untuk menganalisa jumlah sel dan
protein cairan cerebrospinal, dengan syarat tidak ditemukan
adanya peningkatan tekanan intrakranial.
a) Pada Meningitis Serosa (meningitis Tuberkulosa)
terdapat tekanan yang bervariasi, cairan jernih, sel
darah putih PMN meningkat, glukosa dan protein
normal, kultur (-). b. Pada Meningitis Purulenta

10
(meningitis karena Haemophilus influenzae)
b) Streptococcus pneumonia, Neisseria meningitidies)
terdapat tekanan meningkat, cairan keruh, jumlah
sel darah putih dan protein meningkat, glukosa
menurun, kultur (+) beberapa jenis bakteri.
c. Pemeriksaan Radiologis Pemeriksaan foto X ray thoraks,
foto kepala (sinus/mastoid), dapat diusulkan untuk
mengidentifikasi fokus primer infeksi.
d. Pemeriksaan EEG Pada pemeriksaan EEG dijumpai
gelombang lambat yang difus di kedua hemisfer, penurunan
voltase karena efusi subdural atau aktivitas delta fokal bila
bersamaan dengan abses otak.
e. CT SCAN dan MRI Dapat mengetahui adanya edema otak,
hidrosefalus atau massa otak yang menyertai meningitis.
2. Ensefalitis
1) Anamnesis
Manifestasi klinis ensefalitis biasanya ditandai oleh trias
ensefalitis, yakni demam, kejang dan kesadaran menurun.
Bila berkembang menjadi abses serebri akan timbul gejala-
gejala infeksi umum dan muncul tanda-tanda peningkatan
tekanan intrakranial seperti: nyeri kepala yang kronik dan
progresif, muntah, penglihatan kabur, kejang, kesadaran
menurun. Jika abses terletak pada serebeli, nyeri kepala
terasa di daerah suboksipital, dan belakang telinga.
2) Pemeriksaan Fisik
Bila terjadi peningkatan TIK, pada funduskopi tampak
adanya edem papil. Adanya defisit neurologis tergantung
pada lokasi dan luas abses, ditandi adanya deficit nervi
kraniales pada pemeriksaan N. cranialis, hemiparesis, reflex
tendon meningkat, kaku kuduk, afasia, hemianopia,
nistagmus, ataksia.

11
3) Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan yang dapat diusulkan dalam ensefalitis dalam
kaitannya untuk mencari penyebab, port d’ entre ataupun
menemukan komplikasi dari ensefalitis diantaranya adalah:
1. Pemeriksaan cairan serobrospinal melalui lumbal pungsi
(hati hati jika ada peningkatan TIK). LP sebaiknya
dilakukan pada semua pasien yang dicurigai ensefalitis
viral.
2. Pemeriksaan darah lengkap, kultur darah untuk
mendiagnosis pasti penyebab bakteri dan sensitivitas.
3. Pemeriksaan feses dan urin
4. Pemeriksaan serologik darah (VDRL, TPHA)
5. Pemeriksaan titer antibodi
6. Pemeriksaan BUN dan kreatinin, untuk mengetahui status
hidrasi pasien
7. Pemeriksaan liver function test, unutk mengetahui
komplikasi pada organ hepar atau menyesuaikan dosis obat
yang diberikan.
8. EEG
9. X Foto (thorax atau kepala)
10. CT-Scan dengan atau tanpa kontras perlu dilakukan pada
semua pasien ensefalitis. Pada toksoplasma ensefalitis
terdapat gambaran nodular atau ring enhancing lesion.
MRI, lebih sensitif dari CT Scan.
E. Tatalaksana
1. Meningitis
Antibiotik dan perawatan suportif sangat penting dalam
semua kasus meningitis bakteri. Mengelola jalan napas,
mempertahankan oksigenasi, memberikan cairan intravena
yang cukup sambil memberikan pengendalian demam
merupakan bagian dari dasar penatalaksanaan meningitis.

12
Jenis antibiotik didasarkan pada organisme yang diduga
menyebabkan infeksi. Dokter harus memperhitungkan
demografi pasien dan riwayat medis masa lalu untuk
memberikan cakupan antimikroba terbaik.

Terapi Empiris Saat Ini

a) Neonatus - Hingga usia 1 bulan

▪ Ampisilin secara intravena (IV) dan

▪ Cefotaxime (atau setara, biasanya ceftazidime atau


cefepime) IV atau gentamisin IV dan

▪ Asiklovir IV

b) Umur lebih dari 1 bulan

• Ampisilin IV dan
• Ceftriaxone IV
c) Dewasa (18 hingga 49 tahun)
• Ceftriaxone IV dan
• Vankomisin IV
d) Orang dewasa lebih tua dari 50 tahun dan
immunocompromised
• Ceftriaxone IV dan
• Vankomisin IV dan
• Ampisilin IV
e) Meningitis yang berhubungan dengan benda asing (pasca
prosedur, trauma tembus)
• Cefepime IV atau ceftazidime IV atau meropenem
IV dan
• Vankomisin IV
f) Meningitis dengan alergi penisilin yang parah
• Moksifloksasin IV dan

13
• Vankomisin IV
g) Meningitis jamur (Kriptokokus).
• Amfoterisin B IV dan
• Flusitosin melalui mulut
Antibiotik
a) Ceftriaxone
• sefalosporin generasi ketiga
• Cakupan gram negatif
• Sangat efektif melawan Streptococcus pneumoniae
dan Neisseria meningitidis
• Penetrasi SSP yang lebih baik daripada piperacillin-
tazobactam (biasanya digunakan dalam cakupan
sepsis gram negatif)
b) Vankomisin
• Cakupan gram positif (MRSA)
• Juga digunakan untuk pneumokokus resisten
c) Ampisilin
• Cakupan Listeria (basil gram positif)
d) Cefepime
• sefalosporin generasi keempat
• Peningkatan aktivitas melawan pseudomonas
e) Cefotaxime
• sefalosporin generasi ketiga
• Setara dengan ceftriaxone
• Aman untuk neonatus
Terapi Steroid

Tidak ada bukti yang cukup untuk mendukung meluasnya


penggunaan steroid pada meningitis bakteri. Beberapa penelitian
melaporkan penurunan angka kematian untuk meningitis
Streptococcus pneumoniae, tetapi tidak pada meningitis

14
Haemophilus influenzae atau Neisseria meningitidis. Pada anak-
anak, steroid dikaitkan dengan pengurangan gangguan pendengaran
yang parah hanya dalam kasus meningitis Haemophilus influenzae.

Peningkatan Tekanan Intrakranial

Jika pasien mengalami tanda-tanda klinis peningkatan


tekanan intrakranial (perubahan status mental, defisit neurologis,
pupil non-reaktif, bradikardia), intervensi untuk mempertahankan
perfusi serebral meliputi:

• Tinggikan kepala tempat tidur hingga 30 derajat

• Menginduksi hiperventilasi ringan pada pasien yang


diintubasi

• Diuretik osmotik seperti manitol 25% atau saline 3%.

Kemoprofilaksis

Kemoprofilaksis diindikasikan untuk kontak dekat dengan


pasien yang didiagnosis dengan N. meningitidis dan meningitis H.
influenzae tipe B. Kontak dekat termasuk teman serumah, orang
terdekat, mereka yang berbagi peralatan, dan penyedia layanan
kesehatan yang dekat dengan sekresi (memberikan resusitasi mulut
ke mulut, intubasi tanpa sungkup muka). Kemoprofilaksis antibiotik
untuk N. meningitidis meliputi rifampisin, siprofloksasin, atau
ceftriaxone, dan untuk H. influenzae tipe B: rifampisin.

2. Ensefalitis

Pengobatan paling efektif dan terbaik adalah pada stadium awal


terbentuknya abses. Pengobatan harus secara tuntas dengan dosis
yang tepat, seperti sebagai berikut:

15
1) Ensefalitis supurativa

• Ampisillin 4 x 3-4 g per oral selama 10 hari.

• Cloramphenicol 4 x 1g/24 jam intra vena selama 10


hari.

2) Ensefalitis syphilis
✓ Penisillin G 12-24 juta unit/hari dibagi 6 dosis
selama 14 hari
✓ Penisillin prokain G 2,4 juta unit/hari intra muskulat
+ probenesid 4 x 500mg oral selama 14 hari.
Bila alergi penicillin :
Tetrasiklin 4 x 500 mg per oral selama 30 hari
Eritromisin 4 x 500 mg per oral selama 30 hari
Kloramfenikol 4 x 1 g intra vena selama 6 minggu
Seftriaxon 2 g intra vena/intra muscular selama 14 hari.
3) Ensefalitis virus
Pengobatan simptomatis
• Analgetik dan antipiretik : Asam mefenamat 4 x 500
mg
• Anticonvulsi : Phenitoin 50 mg/ml intravena 2 x
sehari.
Pengobatan antivirus diberikan pada ensefalitis virus
dengan penyebab herpes zoster-varicella.
• Dewasa : Asiclovir 10 mg/kgBB intra vena 3 x sehari
selama 14- 21 hari atau 200 mg peroral tiap 4 jam
selama 10 hari.
• Anak : Asiclovir 10-15 mg/kgBB intra vena 3 x
sehari

16
4) Ensefalitis karena parasit
• Malaria serebral Kinin 10 mg/KgBB dalam
infuse selama 4 jam, setiap 8 jam hingga tampak
perbaikan.
• Toxoplasmosis Sulfadiasin 100 mg/KgBB per
oral selama 1 bulan Pirimetasin 1 mg/KgBB per
oral selama 1 bulan Spiramisin 3 x 500 mg/hari
• Amebiasis Rifampicin 8 mg/KgBB/hari.
5) Ensefalitis karena fungi
• Amfoterisin 0,1- 0,25 g/KgBB/hari intravena 2 hari
sekali minimal 6 minggu
• Mikonazol 30 mg/KgBB intravena selama 6
minggu.
6) Riketsiosis serebri
• Cloramphenicol 4 x 1 g intra vena selama 10 hari
• Tetrasiklin 4x 500 mg per oral selama 10 hari.
7) Kortikosteroid Dapat digunakan deksametason untuk anti
inflammatory yang digunakan post infeksi ensefalitis dan
acute disseminated ensefalitis.
8) Diuretik Dapat digunakan Furosemid atau manitol pada
pasien hidrosefalus dan kenaikan TIK.
9) Antikonvulsan Dapat digunakan lorazepam jika terjadi
kejang.
F. Komplikasi

Komplikasi yang paling umum adalah gangguan pendengarandiikuti


oleh perilaku dan kesulitan kognitif, defisit motorik, gangguan kejang
dan gangguan penglihatan.

Komplikasi lain termasuk :

• Peningkatan tekanan intrakranial dari edema serebral yang


disebabkan oleh peningkatan cairan intraseluler di otak. Beberapa

17
faktor yang terlibat dalam perkembangan edema serebral:
peningkatan permeabilitas sawar darah-otak, sitotoksisitas dari
sitokin, sel imun, dan bakteri.

• Hidrosefalus

• Komplikasi serebrovaskular

• Defisit neurologis fokal

G. Prognosis
Prognosis meningitis tergantung kepada umur, mikroorganisme penyebab,
banyaknya mikro organisme dalam selaput otak, jenis meningitis dan lama
penyakit sebelum diberikan antibiotik. Penderita usia neonatus, anak-anak
dan dewasa tua mempunyai prognosis yang semakin jelek, yaitu dapat
menimbulkan cacat berat dan kematian, penderita yang selamat akan
mengalami sequelle (akibat sisa). Lima puluh persen meningitis purulenta
mengakibatkan kecacatan seperti ketulian, keterlambatan berbicara dan
gangguan perkembangan mental, dan 5 – 10% penderita mengalami
kematian.
Prognosis tergantung cepat dan tepatnya diagnosis secara dini dan
pengobatan segera. Angka kematian ensefalitis supurativa dapat mencapai
50% atau bahkan lebih tinggi lagi.

18
DAFTAR PUSTAKA

1. Hersi K, Gonzales FJ, Kondamudi NP. Meningitis. [Diperbarui 2022 14


Agustus]. Di dalam: StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): Penerbitan
StatPearls; 2022 Jan-. Tersedia dari: https://www-ncbi-nlm-nih-
gov.translate.goog/books/NBK459360/?_x_tr_sl=en&_x_tr_tl=id&_x_tr_hl=
id&_x_tr_pto=wapp
2. James D.C., Shields W.D., Encephalitis and meningoencephalitis in Text
Book of Pediatric Infectious Disease, Vol. 1 by Saunders. United States of
America. 2014: 505- 509, 512- 514.
3. Yanuarita Tursinawati, Arif Tajally, Arum Kartikadewi. Buku Ajar Sistem
Syaraf. Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Semarang 2015
4. Giovane RA, Lavender PD. Infeksi Sistem Saraf Pusat. Perawatan
Prima. September 2018; 45 (3):505-518.
5. Ali M, Chang BA, Johnson KW, Morris SK. Insiden dan etiologi meningitis
bakteri pada anak usia 1-59 bulan di Asia Selatan: tinjauan sistematis dan
meta-analisis. Vaksin. 18 September 2018; 36 (39):5846-5857.

19

Anda mungkin juga menyukai