Anda di halaman 1dari 8

Kondisi dan Kebijakan Ekonomi pada era Reformasi: Kepemimpinan B.J.

Habibie

B.J. Habibie menjadi Presiden Indonesia pada 21 Mei 1998 ketika suasana politik dan ekonomi
Indonesia sedang tidak stabil dan kacau. Habibie mendapatkan warisan peninggalan berbagai
masalah dari presiden terdahulunya, Soeharto, mulai dari masalah politik, keamanan, hingga
ekonomi. Pada masa kepemimpinannya, Habibie berfokus pada pemulihan pasca Krisis Moneter.
Salah satu tugas penting Habibie adalah mendapatkan kembali dukungan dari International
Monetary Fund (Hakim and Giovani 2012).1 Pada bidang ekonomi ada dua sasaran utama yang
ditetapkan oleh Habibie, yaitu mengatasi masalah-masalah mendesak yang ditimbulkan oleh
krisis ekonomi serta melanjutkan dan mempercepat Langkah-langkah reformasi ekonomi
(Habibie 2006).2

Ada beberapa kebijakan yang dilakukan Habibie selama masa kepemimpinannya yang
singkat. Yang pertama adalah pada bulan Juli 1198, Habibie menandatangani Letter of Intent
(LoI) untuk meminta bantuan dari IMF dalam menangani krisis yang terjadi kala itu. LoI pada
masa Habibie dipertajam dengan serangkai revisi dan perencanaan untuk membiayai program
Jaring Pengaman Sosial dan penyediaan kebutuhan pokok (Prof. Dr. Boediono 2016),3 dan
menghasilkan pinjaman dana sebesar 8,34 dollar AS pada LoI pertama yang ditandatangani
Habibie (R. Antares P. 2019). 4

Kemudian selanjutnya, Habibie melakukan restrukturisasi perbankan dengan menggabungkan


empat bank yang ketika itu dianggap masih dapat beroperasi. Pada tanggal 1 Oktober 1998, PP
No. 75 Tahun 1998 tentang Penyertaan Modal Negara Republik Indonesia untuk Pendirian
Perusahaan Persero di Bidang Perbankan yang memiliki poin utama berupa penyertaan modal
negara dengan membentuk PT Bank Mandiri (Persero). Modal negara tersebut berasal dari empat
bank BUMN yaitu Bank Dagang Negara, Bank Budi Daya, Bank Exim, dan Bapindo yang
kemudian hingga saat ini dikenal dengan Bank Mandiri (Shemi 2019).5
1
Abdul Hakim dan Guswildan Giovani. “Perbandingan Perekonomian Dari Masa Soekarno Hingga Susilo
Bambang Yudhoyono (1945 - 2009)” Ekonomika-Bisnis Vol. 03 No.2 Hal 161-180 (Juli 2012): 175.
2
Bacharuddin Jusuf Habibie, Detik-Detik yang Menentukan: Jalan Panjang Indonesia Menuju Demokrasi,
(Jakarta: THC Mandiri, 2006), 121.
3
Prof. Dr. Boediono, Ekonomi Indonesia: Dalam Lintasan Sejarah, (Bandung, PT Mizan Pustaka, 2016),
204.
4
R. Antares P, “Kebijakan Ekonomi Masa Pemerintahan BJ Habibie” Tagar.id
https://www.tagar.id/kebijakan-ekonomi-masa-pemerintahan-bj-habibie (diakses pada 9 April 2020)
5
Helmi Shemi, “Delapan Kebijakan Habibie yang Buat Ekonomi Bangkit dari Krisis” IDN TIMES
https://www.idntimes.com/business/economy/helmi/delapan-kebijakan-bj-habibie-buat-ekonomi-indonesia-bangkit-
Dalam rangka mendapat program bantuan dari IMF, IMF mensyaratkan sejumlah reformasi yang
bertujuan untuk memperkuat kerangka institusional dalam rangka menjamin transparansi,
persaingan yang sehat, serta kerangka hukum dan regulasi yang lebih kuat. Untuk memenuhi
syarat dari IMF, pada 5 Maret 1999, Habibie menandatangani UU No. 5 Tahun 1999 Tentang
Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat guna membuat alur investasi
asing masuk Kembali ke Indonesia (Febrianto 2019)6 dan untuk menghilangkan prakik-praktik
monopoli serta persaingan yang tidak sehat (Habibie 2006).7 Kemudian pada tanggal 20 April
1999, Habibie Kembali menandatangani UU No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan
Konsumen guna mengembalikan kepercayaan masyarakat kepada pemerintah dengan
memberikan kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta meningkatkan kualitas barang
dan/atau jasa yang menjamin kelangsungan usaha produksi barang dan/atau jasa, kesehatan,
kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen.8

Kemudian Langkah selanjutnya yang diambil guna mempercepat reformasi ekonomi, Habibie
mempertegas independensi Bank Indonesia di bidang kebijakan moneter (Habibie 2006)9 dengan
memisahkan Bank Indonesia dari pemerintah dengan menandatangani UU No. 23 Tahun 1999
pada 17 Mei 1999. Keputusan ini diambil Habibie agar dapat menghasilkan mata uang rupiah
yang berkualitas tinggi serta agar Bank Indonesia dapat bekerja dengan lebih objektif dan
professional serta lepas dari kepentingan politik dari golongan manapun. Habibie juga
meniadakan pungutan yang tidak berdasarkan peraturan serta menghapuskan fasilitas dan
perlakuan istimewa (Habibie 2006).10 Setiap keputusan yang diambil oleh Habibie tidak terlepas
dari latar belakangnya yang merupakan seorang doktor di bidang konstruksi pesawat
membuatnya lebih tertata tanpa ada campur tangan politik (Hakim and Giovani 2012).11

Setelah beberapa Langkah yang ditempuh oleh Habibie untuk memenuhi syarat dari IMF, ada
sebuah skandal yang membuah Habibie tidak dapat memenuhi persyaratan dari IMF yaitu berupa
krisis/full (diakses pada 9 April 2020)
6
Nanda Febrianto, “Ketika Habibie Jinakkan Rupiah dari 15.000 ke 6.500” Tagar.id
https://www.tagar.id/ketika-habibie-jinakkan-rupiah-dari-15.000-ke-6.550 (diakses pada 9 April 2020)
7
Bacharuddin Jusuf Habibie, Detik-Detik yang Menentukan: Jalan Panjang Indonesia Menuju Demokrasi,
(Jakarta: THC Mandiri, 2006), 121.
8
Pasal 3 UU No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.
9
Bacharuddin Jusuf Habibie, Detik-Detik yang Menentukan: Jalan Panjang Indonesia Menuju Demokrasi,
(Jakarta: THC Mandiri, 2006), 122.
10
Ibid. 122
11
Abdul Hakim dan Guswildan Giovani. “Perbandingan Perekonomian Dari Masa Soekarno Hingga Susilo
Bambang Yudhoyono (1945 - 2009)” Ekonomika-Bisnis Vol. 03 No.2 Hal 161-180 (Juli 2012): 173.
penjaminan transparansi. Pada masa Habibie, pemerintah menolak untuk memperlihatkan hasil
audit Bank Bali kepada IMF dan berakibat dengan dihentikan secara sementara program IMF
untuk Indonesia pada 1999 (Aswicahyono and Christian 2017).12 Skandal Bank Bali ini dianggap
menunjukkan bahw aupaya reformasi ekonomi yang diperjuangkan Habibie tidak maksimal dan
mengakibatkan merosotnya kepercayaan IMF kepada pemerintahan Habibie karena pemerintah
dianggap enggan menyelesaikan kasus Bank Bali (Juwono and Sahrasad 2001).13

12
Haryo Aswicahyono dan David Christian, “Perjalanan Reformasi Ekonomi Indonesia 1997-2016”, CSIS
Working Paper Series WPECON-201702 (Agustus 2017): 1.
13
Vishnu Juwono dan Herdi Sahrasad, “Reformasi Indonesia Pasca-Soeharto: Dari BJ Habibie sampai
Abdurrahman Wahid” Suara Pembaruan, 23 Agustus 2001.
Pemerintahan Abdurrahman Wahid (Gus Dur 1999-2001).

Masa kepemimpinan Abdurrahman Wahid atau Gus Dur dapat dikatakan secara resmi berjalan
pada 20 Oktober 1999, Gus Dur adalah seorang pemimpin yang memiliki keperawakan yang
terbuka dan komitmennya terhadap pluralisme. Pada masa pemerintahannya Gus Dur berusaha
memulihkan kembali ekonomi Indonesia dengan pertumbuhan ekonomi sebesar 4,9% pada tahun
2000 (Aswicahyono and Christian 2017)14, dikarenakan proses restrukturasi perbankan,
penyelesaian liquiditas Bank Indonesia dan didorong dengan membaiknya ekonomi
internasional.

Sejalan dengan kembalinya pertumbuhan ekonomi, tingkat pengeluaran juga mengalami


peningkatan seperti ekspor, konsumsi dan investasi. Kuatnya dorongan dari ekspor dan peran
investasi yang meningkat menunjukan semakin bagusnya proses pemulihan ekonomi, sedangkan
dalam sudut penawaran, semua bidang perekonomian mendapatkan permintaan baik dari dalam
negri atau luar negri. Seperti sektor perdagangan, sektor industry salah satunya menjadi
dorongan utama terhadap pertumbuhan PDB.

Dalam kebijakan ekonominya Gus Dur lebih mengutamakan diplomasi bilateral dibandingkan
multilateral, seperti dalam masalah hutang luar negri ia cenderung mengutamakan bilateral
dibandingkan menggunakan forum negosiasi seperti Consulative Group on Indonesia atau CGI.
Pada Januari 2000 (Kompasiana 2019)15, Abdurrahman Wahid pergi ke Davos, Swiss untuk
menghandiri forum ekonomi dunia, selain itu ia juga menandatangani LoI dengan IMF pada
Januari 2000. Mereka berfokus terhadap empat program yaitu, kebijakan restrukturasi, menata
ulang institusi perekonomian, kerangka makroekonomi jangka menengah, serta manajemen
sumber daya alam.

Makroekonomi jangka menengah merupakan program perbaikan ekonomi dengan menjaga


kestabilan tingkat harga, tetapi dalam penerapanya program ini berjalan lambat, meskipun sudah
dilakukannya penggantian kabinet selain itu disebabkan juga dengan penentangan terhadap

14
“Perbandingan Pekonomian Dari Masa Soekarno Hingga Susilo Bambang Yudhoyono (1945 - 2009),”
Jurnal Ekonomika Bisnis 03, no. 02 (1 Juli 2012): 169, https://doi.org/10.22219/jekobisnis.v3i2.2238.
15
Kompasiana.com, “Kebijakan Pak Abdurahman Wahid Selama Menjabat Presiden,” KOMPASIANA,
diakses 10 April 2020, https://www.kompasiana.com/ajengariyani/5dab10270d82301d313bdae3/kebijakan-pak-
abdurahman-wahid-selama-menjabat-presiden.
keterlibatan IMF dalam pemulihan krisis yang menyebabkan pencairan pinjaman dari IMF
tertunda (Aswicahyono and Christian 2017). 16

Pemerintahan masa Gus Dur menghadapi permasalahan dalam Implementasi program reformasi
(Aswicahyono and Christian 2017)17. Program tersebut mencakup sejumlah isu yang timbul dari
persyaratan reformasi structural dan kapasistas pemerintah yang terbatas dalam
pengimplementasian program dikarenakan kurangnya kordinasi antara menteri-menteri dan
konflik bank indonesia dan pemerintah yang baru saja mendapatkan status independennya, selain
itu juga birokrasi dipenuhi tidak kepastian dikarenakan memburuknya hubungan antara
pemerintah dengan parlemen menyebabkan birokrasi berjalan kurang mulus.

Selain itu dalam pemerintahan Gus Dur juaga memutuskan dalam kebijakan pemerintahnya
untuk mengurangi berbagai subsidi seperti subsidi bahan bakar minyak (BBM), kenaikan tarif
dasar listrik, tarif angkutan, dan cukai rokok untuk mendorong pembentukan harga yang
mengikuti pasar akhirnya berdampak pada tekanan kenaikan harga menjadi lebih besar dan
membebani masyarakat (Hakim and Giovani 2012). 18

Permasalahan yang dihadapi bukan itu saja tetapi juga adanya skandal bulog, Gus Dur memiliki
watak yang kurang menyukai proses birokrasi karena memakan waktu yang lama dan proses nya
yang sulit, Gus Dur berkeinginan untuk memberikan bantuan kesejahteraan masyarakat Aceh
sehingga mereka akan mendukung negosiasi perdamaian di aceh, Gus Dur melakukan
peminjaman tanpa melaui proses bersama DPR yang kemudian menghadapi permasalahan
bahwasanya Uang sebesar empat juta dollar AS tersebut telah hilang (Daris 2016).19 Selain itu
permasalahan lain juga terjadi ketika ia melakukan hubungan diplomasi dengan Brunei dan
meminta pinjaman demi memperbaiki kondisi di Aceh, memang Sultan Brune Hassanah Bolkiah
memberikan sumbangan pribadi sebesar dua juta dollar AS tetapi dengan syarat bahwa
sumbangan ini tidak diumumkan ke masyarakat dan dipercayakan kepada Gus Dur untuk

16
Haryo Aswicahyono, “Perjalanan Reformasi Ekonomi Indonesia 1997-2016,” Centre for Strategic and
International Studies, 2017, 2.
17
Aswicahyono, 2.
18
“Perbandingan Pekonomian Dari Masa Soekarno Hingga Susilo Bambang Yudhoyono (1945 - 2009),”
169.
19
Laurentius Rigen Daris, “Kebijakan-kebijakan Presiden Abdurrahman Wahid Tahun 1999-2001,” 2016,
39.
mengurusnya yang menyebabkan pemerintah Gus Dur lagi-lagi dihadapi dengan skandal (Daris
2016).20

Meskipun Gus Dur sudah berusaha dalam mengimplementasikan berbagai kebijakan pemulihan
ekonomi, tetapi dikarenakan banyaknya kesalahan dalam penerapan keputusan serta kurang
baiknya hubungan birokrasi antar struktur pemerintah dan parlemen menjadikan Presiden Gus
Dur kurang mampu menunjukan kepemimpinan yang efektif di bidang ekonomi. Selain itu usaha
untuk menghambat krisis dengan restruktur kabinet dan membentuk institusi yaitu antara lain,
Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), Badan Restrukturisasi Utang Luar Negeri
Indonesia, serta Jakarta Iniatiative Task Force merupakan bagian dari langkah pemerintahan
Gus Dur untuk memulihkan ekonomi (Aswicahyono and Christian 2017). 21

Tetapi kegigihan dalam usaha memperbaikin Indonesia oleh Gus Dur , dikarenakan keterbatasan
penglihatan pada panca indra, masalah kesehatan, faktor usia yang sudah lebih lanjut, kurangnya
pengalaman dalam masalah politik dam pemerintahan membuat Gus Dur diberhentikan menjadi
Presiden pada tanggal 23 Juli oleh MPR (Hakim and Giovani 2012).22

Analisis Theory

20
Daris, 39.
21
Aswicahyono, “Perjalanan Reformasi Ekonomi Indonesia 1997-2016,” 2.
22
“Perbandingan Pekonomian Dari Masa Soekarno Hingga Susilo Bambang Yudhoyono (1945 - 2009),”
170.
DAFTAR PUSTAKA
Aswicahyono, Haryo, and David Christian. "Perjalanan Reformasi Ekonomi Indonesia 1997-
2016." CSIS Working Paper WPECON-201702, 2017: 1.
Daris, Laurentius Rigen. Kebijakan-Kebijakan Presiden Abdurrahman Wahid Tahun 1991-2001.
Yogyakarta, 31 Maret 2016.
Febrianto, Nanda. Tagar.id: Ketika Habibie Jinakkan Rupiah dari 15.000 jadi 6.500. 12
September 2019. https://www.tagar.id/ketika-habibie-jinakkan-rupiah-dari-15.000-ke-
6.550 (diakses April 9, 2020).
Habibie, Bacharuddin Jusuf. Detik-Detik yang Menentukan: Jalan Panjang Indonesia Menuju
Demokrasi. Jakarta: THC Mandiri, 2006.
Hakim, Abdul, and Guswildan Giovani. "Perbandingan Perekonomian dari Masa Soekarno
hingga Susilo Bambang Yudhoyono (1945 - 2009)." Ekonomika-Bisnis Vol. 03 No. 2 Hal
161-180, 2012: 175.
Juwono, Vishnu, and Herdi Sahrasad. Reformasi Indonesia Pasca-Soeharto: Dari B.J. Habibie
sampai Abdurrahman Wahid. Suara Pembaruan: Jakarta, Agustus 23, 2001.
Kompasiana. Kebijakan Abdurrahman Wahid selama Menjabat Presiden. 19 Oktober 2019.
https://www.kompasiana.com/ajengariyani/5dab10270d82301d313bdae3/kebijakan-pak-
abdurahman-wahid-selama-menjabat-presiden (diakses April 10, 2020).
Prof. Dr. Boediono. Ekonomi Indonesia: Dalam Lintasan Sejarah. Bandung: PT Mizan Pustaka,
2016.
R. Antares P. Tagar.id: Kebijakan Ekonomi Masa Pemerintah B.J. Habibie. 11 September 2019.
https://www.tagar.id/kebijakan-ekonomi-masa-pemerintahan-bj-habibie (diakses April 9,
2020).
Shemi, Helmi. IDN TIMES: Delapan Kebijakan B.J. Habibie Buat Ekonomi Indonesia Bangkit
dari Krisis. 13 September 2019.
https://www.idntimes.com/business/economy/helmi/delapan-kebijakan-bj-habibie-buat-
ekonomi-indonesia-bangkit-krisis/full (diakses April 9, 2020).

Anda mungkin juga menyukai