Anda di halaman 1dari 8

Jurnal Penelitian Pendidikan

Vol. 32 Nomor 2 Tahun 2015

EVALUASI PENDIDIKAN INKLUSIF BAGI ANAK


BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK) DI PROVINSI JAWA
TENGAH

Haryono, Ahmad Syaifudin, Sri Widiastuti

Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Semarang

Abstract: This study aimed to evaluate the components management of the inclusive
education implementation in Central Java province. This study was designed
with model of CIPP (Context, Input, Process, and Product). Subjects of the study
include teachers, parents, principals, school committees, and the Department
of Education and Culture. Instruments used to obtain the data in this study
were varied according to the revealed variable. The research instruments used
include questionnaires, observation guides, interview, and documentation. The
findings of this study revealed that through an instrument system of accreditation
inclusive education, the management of inclusive education component in
Central Java province generally rated category C (total score = 24-43) and was
not even accredited (total score = <24). Meanwhile, school accreditation of SLB
in Central Java generally rated category B (total score of 44-63).

Keywords : ABK, inclusive education

PENDAHULUAN anan pendidikan, karena mereka dipandang


memiliki hambatan dalam beberapa dimensi
Anak berkebutuhan khusus diciptakan Tuhan
kehidupan, sehingga dalam layanan pendi-
di muka bumi tidak ada istilah produk gagal.
dikannya harus terpisah dari anak-anak yang
Kecacatan maupun kekurangan kognitif mau-
“normal” supaya proses pembelajaran tidak
pun fisik tidak akan mampu menghalangi se-
seorang untuk berpretasi puncak. Sejatinya terganggu.
mereka juga memendam potensi diri yang Kondisi semacam itu masih jauh dari ha-
luar biasa besar. Namun demikian, perlakukan rapan komitmen dalam Kovensi Jeneva berupa
anak-anak berkebutuhan khusus dalam mem- pelaksanaan Pendidikan Untuk Semua (PUS)
peroleh pendidikan masih dimarjinalkan. Mi- atau Education for All (EFA). Artinya, sama
salnya, banyak sekali orang yang memiliki ke- seperti anak-anak lainnya, ABK juga berhak
mampuan berbeda secara fisik harus tersing- mendapatkan layanan pendidikan yang sama.
kir dari dunia pendidikan maupun pekerjaan Atas dasar itulah muncul konsep model pen-
(Asyhabuddin 2008:406). Hal yang sama juga didikan inklusif. Melalui pendidikan inklusi,
diperlihatkan oleh Purwandari (2009), bahwa difersitas karakter dan kecakapan peserta di-
anak-anak berkebutuhan khusus mendapat- dik diakomodir dengan cara yang bijak, yaitu
kan perlakukan yang berbeda dalam hal lay- dengan memberi ruang kepada semua untuk

119
Haryono, Ahmad Syaifudin, Sri Widiastuti Evaluasi Pendidikan Inklusif Bagi Anak

belajar. Bahkan, dalam pendidikan inklusi, HASIL DAN PEMBAHASAN


perbedaan dipandang sebagai sumber be-
Hasil
lajar, ketimbang sebagai masalah (Sutrisno
2012:32). Tujuan manajemen kesiswaan adalah
Di indonesia Salah satu implementasi untuk mengatur berbagai kegiatan kesiswaan
dari konvensi itu diwujudkan dalam bentuk agar kegiatan belajar mengajar (KBM) di
Permendiknas Nomor 70 Tahun 2009 ten- sekolah dapat berjalan lancar, tertib, dan ter-
tang pendidikan inklusi bagi peserta didik atur, serta mencapai tujuan yang diinginkan.
yang memiliki kelainan dan memiliki potensi Aktivitas pokok yang termasuk dalam mana-
kecerdasan dan/atau bakat istimewa men- jemen kesiswaan meliputi (1) penerimaan
jadi aturan formal yang memayungi upaya siswa ABK dan (2) program bimbingan dan
pengembangan pendidikan inklusi di Indone- penyuluhan ABK.
sia. Peraturan menteri tersebut memuat den- Seluruh sekolah inklusi di Provinsi Jawa
gan lengkap rambu-rambu mengenai pendi- Tengah (519 sekolah) dalam proses peneri-
dikan inklusi mulai dari perencanaan hingga maan siswa baru ABK tidak ada yang mem-
pelaksanaan. Melalui Permendiknas tersebut berikan batasan/kuota bagi ABK. Namun,
pada tahun 2010 Dinas Pendidikan Provinsi pada saat melakukan proses identifikasi dan
Jawa Tengah telah memulai rintisan 160 seko- asesmen untuk penerimaan siswa sekolah
lah inklusif dengan memberikan subsidi dana inklusif di Jawa Tengah dijalankan dengan
operasional melalui bantuan sosial. Rentang proses yang berbeda-beda. Sekolah inklusif
waktu 2010-2014 menarik untuk dilakukan yang berasal dari sekolah berstatus negeri dan
evaluasi pelaksanaan pendidikan inklusif bagi memiliki reputasi prestasi yang baik (terakre-
ABK di Provinsi Jawa Tengah. ditasi A) memiliki kesamaan dengan seko-
lah sekolah luar biasa (SLB) yang terbiasa
METODE mendidik ABK. Akan tetapi, pada sekolah
inklusif dari sekolah berstatus swasta, proses
Penelitian ini bersifat evaluatif dan diran-
penerimaan siswa baru bagi ABK belum bisa
cang menggunakan model CIPP (Context, In- menyamai seperti yang dilakukan oleh SLB.
put, Process, dan Product). Subjek penelitian Ketidaksamaanya terletak pada ketersediaan
ini meliputi guru, wali murid, kepala sekolah, alat dan proses identifikasi dan asesmen ABK
komite sekolah, dan Dinas Pendidikan dan terkait kondisi kecatatan fisik, psikis, dan IQ
Kebudayaan. Instrumen yang digunakan un- serta bakat dan minat.
tuk memperoleh data pada penelitian ini ber- Sekolah yang tidak memiliki data prib-
variasi sesuai dengan variabel yang diungkap. adi ABK berdampak pada proses pembelaja-
Instrumen penelitian yang digunakan antara ran dan/atau pengembangan bakat dan minat
lain kuesioner, panduan observasi, panduan ABK. Selain itu, pihak sekolah tidak bisa
wawancara, dan dokumentasi. Sumber data melakukan promosi atas prestasi atau karya-
penelitian ini adalah dokumen, persepsi orang, karya ABK. Dengan demikian, ketersedian
dan hasil observasi. Data-data dalam peneli- data pribadi ABK yang memadai pada setiap
tian ini diperoleh dengan cara mengumpulkan ABK mengawal kebijakan-kebijakan sekolah
langsung dari lapangan. Teknik yang digunak- pro pada ABK.
an di antaranya angket, pengamatan, penilaian Kurikulum yang digunakan di kelas
dokumen, dan wawancara. Analisis data di- inklusi adalah kurikulum anak normal (re-
lakukan dengan mengikuti logika pendekatan guler) yang disesuaikan (dimodifikasi sesuai)
kualitatif. dengan kemampuan awal dan karakteristik

120
Haryono, Ahmad Syaifudin, Sri Widiastuti Evaluasi Pendidikan Inklusif Bagi Anak

siswa ABK. Model pengembangan kurikulum dimiliki sekolah inklusi adalah guru kelas,
tersebut dinamakan dengan jenis model modi- guru mata pelajaran (pendidikan agama serta
fikasi (Kemdiknas 2010:75-77). Komponen pendidikan jasmani dan kesehatan), dan guru
kurikulum berupa aspek pembelajaran yang pembimbing khusus.
dimodifikasi terletak pada empat komponen Dari 519 sekolah yang menyatakan seb-
utama pembelajaran yaitu silabus, RPP, dan agai sekolah inklusi, guru-guru masih mem-
sistem evaluasi. Modifikasi kurikulum pada butuhkan tambahan pembekalan/pelatihan
aspek pembelajaran ini dilaksanakan pada pendidikan inklusif. Hal ini disebabkan keti-
sekolah inklusi pada sekolah berstatus negeri dakpahaman guru dalam melaksanakan pen-
dan bereputasi baik, sedangkan pada sekolah didikan inklusi. Program pendidikan inklusif
inklusi pada sekolah berstatus swasta, modifi- masih hanya di atas kertas (peraturan/doku-
kasi kurikulum pada aspek pembelajaran tidak men). Selain itu, belum banyak pelatihan pen-
dilakukan. didikan inklusi dilaksanakan oleh kementeri-
Untuk menunjang program pembelaja- an ataupun dinas pendidikan tingkat provinsi
ran individu (PPI) bagi ABK, sekolah inklusi maupun kabupaten/kota. Jika ada, guru yang
dari sekolah berstatus negeri maupun SLB dilibatkan mengikuti program tersebut masih
menyediakan program pembelajaran individu terbatas jumlahnya.
dengan melibatkan para guru BK dan/atau Manajemen sarana-prasarana sekolah
mata pelajaran. Pengembangan program pen- inklusi bertugas merencanakan, mengorga-
didikan individu tersebut didasarkan pada data nisasikan, mengarahkan, mengkoordinasikan,
pribadi ABK yang dimiliki pihak sekolah saat mengawasi, dan mengevaluasi kebutuhan
penerimaan siswa ABK. Ini berarti, sekolah serta penggunaan sarana dan prasarana agar
inklusi yang tidak memiliki data pribadi ABK dapat memberikan sumbangan secara optimal
tidak membuat PPI. Tanpa PPI, program yang pada kegiatan belajar mengajar (KBM), baik
dilaksankan tidak sesuai dengan bakat dan mi- untuk anak normal maupun ABK.
nat pada ABK tetapi kecenderungannya pro- Dari angket dan wawancara yang di-
gram pengembangan siswa lebih banyak dipe- lakukan di sekolah yang menyelenggarakan
runtukkan pada siswa reguler (normal). pendidikan inklusi diperoleh informasi bahwa
Di sisi lain, sekolah negeri yang men- penggunaan sarana-prasarana antara ABK dan
jalankan pendidikan inklusif tidak mampu me- anak anak normal tidak dibeda-bedakan. Se-
nyediakan laporan belajar khusus bagi ABK. lain itu, sarana-prasarana khusus sesuai den-
Hal inilah yang berbeda SLB dengan seko- gan jenis kelainan dan kebutuhan anak tidak
lah inklusif di luar SLB dalam melaporkan disediakan dan bahkan sarana dan prasarana
perkembangan belajar siswa ABK. Laporan dalam bentuk media pembelajaran pun juga
belajar ABK disamakan dengan siswa normal. tidak ditemukan. Jadi, sarana dan prasarana
Tenaga kependidikan bertugas meny- bagi siswa ABK masih terabaikan.
elenggarakan kegiatan mengajar, melatih, Komponen keuangan sekolah meru-
meneliti, mengembangkan, mengelola, dan/ pakan komponen produksi yang menentukan
atau memberikan pelayanan teknis dalam terlaksananya kegiatan belajar mengajar ber-
bidang pendidikan. Tenaga kependidikan di sama komponen-komponen lain. Dengan kata
sekolah inklusi sebagian besar sama den- lain, setiap kegiatan yang dilakukan sekolah
gan sekolah reguler meliputi guru, tenaga memerlukan biaya.
kependidikan, pengelola satuan pendidikan, Dalam rangka penyelenggaraan pendi-
pustakawan, laboran, dan teknisi sumber be- dikan inklusi, sekolah inklusi di Jawa Tengah
lajar. Lebih khusus, tenaga kependidikan yang belum memasukkan implementasi program

121
Haryono, Ahmad Syaifudin, Sri Widiastuti Evaluasi Pendidikan Inklusif Bagi Anak

pendidikan inklusi dalam Rencana Anggaran persoalan pembiayaan layanan khusus. Dana
Pendapatan dan Belanja Sekolah (RAPBS). yang minim dan terbatas membuat layanan
Biaya yang diperoleh untuk implementasi khusus dijalankan secara formal sekadarnya.
pendidikan inklusi diperoleh dari dinas pen- Dampaknya program pembelajaran individu,
didikan provinsi dan kabupaten/kota. Dana bakat dan minat para ABK tidak ditangani
yang diperoleh umumnya digunakan untuk secara optimal dan terkesan hanya sekadar
memberikan beasiswa bagi ABK maupun bi- menerima ABK tanpa diberikan sejumlah
aya tambahan bagi guru mata pelajaran yang perlakukan-perlakuan yang berbeda dengan
merangkap menjadi guru pembimbing khusus siswa normal lainnya.
bagi ABK.
Sebagai suatu sistem sosial, sekolah Pembahasan
merupakan bagian integral dari sistem sosial
yang lebih besar, yaitu masyarakat. Kemajuan Pendidikan merupakan kebutuhan men-
sumber daya manusia (SDM) pada suatu dae- dasar setiap manusia yang akan berlangsung
rah tidak hanya bergantung pada upaya-upaya sepanjang hidup sehingga manusia lebih
yang dilakukan sekolah, namun sangat ber- bermartabat. Melalui pendidikan, manusia
gantung kepada tingkat partisipasi masyarakat dapat menjadi makhluk terbaik bagi dirinya
terhadap pendidikan. Semakin tinggi tingkat dan bermakna bagi makhluk lainnya saat
partisipasi masyarakat terhadap pendidikan di dirinya menampilkan sebagai kholifah di
suatu daerah, makin maju pula sumber daya muka bumi (Aedy 2009:70). Karena itu, neg-
manusia pada daerah tersebut. Sebaliknya, ara memiliki kewajiban untuk memberikan
makin rendah tingkat partisipasi masyarakat pelayanan pendidikan yang bermutu kepada
terhadap pendidikan di suatu daerah, akan setiap warganya tanpa terkecuali termasuk
semakin mundur pula sumber daya manusia mereka yang memiliki perbedaan dalam ke-
pada daerah tersebut. Karena itu, masyarakat mampuan (difabel).
hendaknya selalu dilibatkan dalam pemban- Kondisi berbeda ditemukan dari hasil
gunan pendidikan di daerah. Kepala sekolah survei Badan Koordinasi (Bakor) Pendidikan
dan guru bukan hanya memikirkan kemajuan Luar Biasa Jawa Tengah bekerja sama den-
sekolah tetapi masyarakat setempat terlibat gan Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Tengah
pula memikirkannya. dinyatakan dari 33.472 ABK diperoleh infor-
Hubungan sekolah dan masyarakat pada masi bahwa masih terdapat 26.568 (79,37%)
pelaksanaan pendidikan inklusif tampak ada ABK di Jawa Tengah belum sekolah, sedang-
jurang pemisah. Banyak sekolah masih kurang kan 6.904 (20,62%) ABK yang sudah sekolah
melibatkan masyarakat dalam implementasi (Subagya 2009).
pendidikan inklusif secara penuh. Pelibatan Meski jumlah ABK di Jawa Tengah rela-
hanya sekadar formalitas untuk koordinasi tif kecil, keinginan ABK memperoleh pen-
dalam perencanaan maupun sosialisasi. Akan didikan yang layak masih belum dirasakan.
tetapi, pada tahap pelaksanaan maupun evalu- Subagya (2012:20) mengutarakan bahwa keti-
asi seringkali tidak dilibatkan. Bahkan, ada dakperkenanan para ABK bersekolah didasar-
masyarakat di sekitar sekolah inklusif tidak kan pada alasan, yakni (1) tempat tinggalnya
mengatahui jika sekolah yang bersangkutan jauh dari sekolah khusus, (2) yang bersang-
melaksanakan sekolah inklusif. kutan ditolak bersekolah pada sekolah ter-
Di sisi lain, layanan khusus yang diberi- dekat, dan (3) motivasi orang tua ABK sangat
kan sekolah kepada siswa ABK belum opti- rendah/malu/menyembunyikan. Sementara
mal. Alasan klasik yang diungkapkan adalah itu, data Dinas Pendidikan dan Kebudayaan

122
Haryono, Ahmad Syaifudin, Sri Widiastuti Evaluasi Pendidikan Inklusif Bagi Anak

Provinsi Jawa Tengah dinyatakan bahwa ada Meski jumlah sekolah dan jenis ketunaan/
5 kabupaten dari 35 kabupaten/kota yang be- kecacatan ABK yang tersebar di Jawa Tengah
lum memiliki SLB Negeri, yakni (1) Kabu- tertampung di sekolah, pelaksanaan pendidi-
paten Demak, (2) Kabupaten Klaten, (3) Ka- kan inklusif masih belum optimal. Ketidakop-
bupaten Magelang, (4) Kabupaten Wonosobo, timalan ini terlihat dari evaluasi pengelolaan/
(5) Kabupaten Banyumas. Dengan demikian, manajemen komponen-komponen penyeleng-
pendidikan inklusi tanpa melalui SLB men- garaan pendidikan di tabel 2.
jadi diperlukan untuk memuluskan jalan para Evaluasi pada tabel tersebut jika diseja-
ABK memperoleh pendidikan yang layak. jarkan dengan instrumen monitoring dan eval-
Salah satunya direalisasikan dengan mengi- uasi diri sekolah penyelenggara pendidikan
kutsertakan ABK ke dalam sekolah reguler. inklusif yang dikembangkan oleh Direktorat
Meskipun demikian, tidak semua sekolah reg- Pembinaan Sekolah Luar Biasa Direktorat
uler bersedia mengusung pendidikan inklusif Manajemen Dikdasmen bekerja sama dengan
untuk menampung seluruh ABK di Provinsi Managing Contractor Program Management-
Jawa Tengah. Australian Indonesia Basic Education Pro-
Sekolah di Jawa Tengah yang membera- gram (MCPM-AIBEP) diketahui bahwa akre-
nikan diri menjadi sekolah inklusif baru ada ditasi kondisi sekolah inklusif di Provinsi Jawa
519 sekolah, yakni 472 sekolah berstatus neg- Tengah umumnya dinilai kategori C (jumlah
eri dan sekolah berstatus swasta berjumlah 47 skor=24–43) dan bahkan tidak terakreditasi
sekolah. Sementara itu, sebaran jenis ketunaan (jumlah skor=<24). Sementara itu, akreditasi
yang diterima dalam sekolah inklusi dapat dil- sekolah SLB di Jawa Tengah umumnya dinilai
ihat pada tabel 2 berikut ini. kategori B (jumlah skor 44–63).

Tabel 1. Jumlah Siswa Sekolah Inklusif sesuai Jenis Ketunaan di Provinsi Jawa Tengah
No. Klasifikasi Jenis ketunaan Jumlah
1. A Tuna Netra 75
2. B Tuna Rungu 97
3. C Tuna Grahita Ringan 913
4. C1 Tuna Grahita Sedang 137
5. D Tuna Daksa Ringan 146
6. D1 Tuna Daksa Sedang 30
7. E Tuna Laras 156
8. F Tuna Wicara 74
9. G Tuna Ganda 38
10. H Hiperaktif 547
Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktif (ADHD /Attention Deficit
11. I 75
Hyperactivity Disorder)
12. J Indigo 14
13. K Lambat Belajar 4.501
14. Ats Autis 101
JUMLAH TOTAL 6.904
Sumber: Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Tengah tahun 2014

123
Haryono, Ahmad Syaifudin, Sri Widiastuti Evaluasi Pendidikan Inklusif Bagi Anak

Tabel 2. Evaluasi Manajemen Komponen-Komponen Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif

No. Komponen Pendidikan Evaluasi Pengelolaan


1. Kesiswaan Kuota khusus penerimaan siswa baru dari ABK belum ada
Proses identifikasi dan asesmen ABK tidak ada
Lembar identifikasi dan asesmen ABK tidak tersedia
2. Kurikulum Kurikulum dikembangkan dengan model modifikasi pada tataran
silabus, RPP, dan evaluasi
Program pembelajaran individu (PPI) tidak disediakan
Laporan penilaian proses belajar khusus ABK tidak ada
3. Tenaga kependidikan Guru pembimbing khusus tidak ada
Pelatihan/pembekalan pendidikan inklusif masih dibutuhkan
4. Sarana dan prasarana Sarana dan prasarana untuk membantu proses belajar dan
pengembangan bakat dan minat masih disamakan dengan siswa normal
5. Pembiayaan RAPBS belum memasukkan penyelenggaraan pendidikan inklusif
Pembiayaan hanya digunakan untuk beasiswa dan biaya tambahan bagi
guru mata pelajaran yang merangkap menjadi guru pembimbing khusus
6. Lingkungan dan layanan khusus Banyak sekolah belum melibatkan masyarakan dalam penyelenggaraan
pendidikan inklusif
Layanan khusus ABK di sekolah inklusif tidak ada
Sumber: Data dari Angket Penelitian

Kondisi ini tidak jauh berbeda dengan mengenai penyelenggaraan pendidikan inklusif,
penelitian Subagyo (2012) mengenai kesiapan yakni Kabupaten Boyolali, Kota Salatiga, Ka-
sekolah dalam penyelenggarakan pendidi- bupaten Wonogiri, Kabupaten Klaten, dan Kota
kan inklusif. Temuan penelitian tersebut din- Surakarta. Dengan demikian, peraturan daerah
yatakan bahwa kesiapan sekolah penyelenggara sebagai payung hukum menjadi hal utama yang
pendidikan inklusif di Provinsi Jawa Tengah harus dipenuhi dalam penyelenggaraan pendidi-
masih pada tataran nilai E atau dapat dikatakan kan inklusif.
bahwa sekolah belum memiliki kesiapan dalam
SIMPULAN DAN SARAN
mengimplementasikan Pendidikan Inklusi.
Komponen utama yang menjadi prioritas per- Simpulan
syaratan utama adalah komponen yang berkai-
tan dengan pembiayaan (sebesar 15,94%) dan Berdasarkan hasil penelitian dan pemba-
infrastuktur (sebesar 19,91%). Kedua kompo- hasan yang telah diuraikan, rumusan simpu-
nen ini disebabkan para Kepala Daerah tingkat lan dalam penelitian ini diketahui bahwa (1)
provinsi maupun kabupaten/kota belum menge- manajemen kesiswaan pada pendidikan inklu-
luarkan peraturan daerah mengenai penyeleng- sif di Provinsi Jateng dinilai masih kurang. Hal
garaan pendidikan inklusif. ini disebabkan (i) proses penerimaan siswa
Dasar hukum yang belum jelas tersebut baru ABK tidak ada yang memberikan ba-
membuat persiapan hingga pelaksanaan pen- tasan/kuota bagi ABK, (ii) proses identifikasi
didikan inklusif pada tahun 2014 masih jauh dan asesmen ABK tidak dilakukan, dan (iii)
dari harapan khususnya dalam Permendiknas lembar identifikasi dan asesmen ABK tidak
No. 70 Tahun 2009 tentang pendidikan inklusif tersedia di setiap sekolah penyelenggara pen-
bagi peserta didik yang memiliki kelainan dan didikan inklusif; (2) manajemen kurikulum
memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat pada pendidikan inklusif di Provinsi Jateng
istimewa. Dari 35 kabupaten/kota yang ada di dinilai kurang. Hal ini disebabkan (i) kuriku-
Jawa Tengah ditemukan ada 5 kota/kabupaten lum dikembangkan dengan model modifikasi
yang secara jelas memiliki peraturan daerah pada tataran rancangan perangkat pembela-

124
Haryono, Ahmad Syaifudin, Sri Widiastuti Evaluasi Pendidikan Inklusif Bagi Anak

jaran (silabus, RPP, dan sistem evaluasi), (ii) kan sejumlah perlakukan-perlakuan yang ber-
program pembelajaran individu (PPI) tidak beda dengan siswa normal lainnya.
diberikan kepada ABK, dan (iii) laporan pe-
nilaian proses belajar khusus ABK tidak disu- Saran
sun; (3) manajemen tenaga kependidikan pada
pendidikan inklusif di Provinsi Jateng dinilai Berdasarkan hasil temuan penelitian
kurang. Hal ini disebabkan ketidakpahaman tersebut saran yang direkomendasikan melipu-
guru dalam melaksanakan pendidikan inklusif ti (1) untuk meningkatkan hasil evaluasi pen-
di sekolah reguler. Untuk itu, guru-guru masih didikan inklusif di Jawa Tengah, kepala daerah
membutuhkan tambahan pembekalan/pelati- tingkat provinsi maupun kabupaten/kota perlu
han pendidikan inklusif; (4) manajemen sara- menyusun peraturan daerah tentang pendidi-
na dan prasarana pada pendidikan inklusif di kan inklusif. Luaran peraturan daerah diasum-
Provinsi Jateng dinilai kurang. Hal ini disebab- sikan dapat menjadi payung hukum yang lebih
kan penggunaan sarana-prasarana antara ABK valid dalam memenuhi komponen-komponen
dan anak anak normal tidak dibeda-bedakan. dalam penyelenggaraan pendidikan inklusif;
Sarana dan prasarana khusus bagi siswa ABK (2) pelaksanaan pendidikan inklusi di sekolah
masih diabaikan; (5) manajemen pembiayaan reguler perlu bekerja sama dengan guru/tena-
pada pendidikan inklusif di Provinsi Jateng ga terapis dari sekolah luar biasa (SLB); dan
dinilai kurang. Hal ini disebabkan bahwa (3) temuan penelitian ini dapat ditindaklanjuti
sekolah inklusi di Jawa Tengah belum me- sebagai pijakan dalam mengembangkan mod-
masukkan implementasi program pendidikan el penyelenggaraan pendidikan inklusif yang
inklusif dalam Rencana Anggaran Pendapatan sesuai dan cocok dengan situasi dan kondisi
dan Belanja Sekolah (RAPBS). Biaya yang demografi Provinsi Jawa Tengah.
diperoleh dari dinas pendidikan provinsi dan/
atau kabupaten/kota umumnya digunakan un- DAFTAR PUSTAKA
tuk memberikan beasiswa bagi ABK maupun
Aedy, H. Hasan. 2009. Karya Agung Sang
biaya tambahan bagi guru mata pelajaran yang
Guru Sejati. Bandung: Alfa Beta.
merangkap menjadi guru pembimbing khusus
Asyhabuddin. 2008. “Difabilitas dan Pen-
bagi ABK; dan (6) manajemen lingkungan
didikan Inklusif: Kemungkinannya di
dan layanan khusus pada pendidikan inklu-
STAIN Purwokerto”. INSANIA: Jurnal
sif di Provinsi Jateng dinilai kurang. Hal ini
Pemikiran Alternatif Pendidikan. Vol.
disebabkan oleh banyak sekolah masih kurang
13, No. 3, Sep-Des 2008, hlm 406-519.
melibatkan masyarakat dalam implementasi
Kemdiknas. 2010. Modul Pelatihan Pendidi-
pendidikan inklusif secara penuh. Bahkan, ada
kan Inklusif. Jakarta: Kementerian Indo-
masyarakat di sekitar sekolah inklusif tidak
nesia Australia.
mengatahui jika sekolah di sekitarnya melak-
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No-
sanakan implementasi pendidikan inklusif.
mor 70 Tahun 2009 Tentang Pendidikan
Kondisi serupa tampak pada manajemen lay-
Inklusif Bagi Peserta Didik yang Memi-
anan khusus bagi ABK yang dinilai kurang.
liki Kelainan dan Memiliki Potensi Ke-
Hal ini disebabkan oleh kucuran dana yang
cerdasan dan/atau Bakat Istimewa.
minim dan terbatas membuat layanan khusus
Purwandari. 2009. Pendidikan Inklusif: Ma-
dijalankan sekadarnya. Program pembelaja-
salah Ketenagaan dan Peran Serta Per-
ran individu, bakat dan minat para ABK tidak
guruan Tinggi dalam Penyelenggaraan
ditangani secara optimal dan bahkan terkesan
Sekolah Inklusif. Makalah disampaikan
hanya sekadar menerima ABK tanpa diberi-

125
Haryono, Ahmad Syaifudin, Sri Widiastuti Evaluasi Pendidikan Inklusif Bagi Anak

dalam Temu Ilmiah Nasional Jurusan Implementasi Sekolah Penyelenggara


PLB se-Indonesia di UNY dengan tema pendidikan Inklusif (SPPI) Propinsi
Manajemen Pendidikan Inklusi di Indo- Jawa Tengah Tahun 2010”. Jurnal Re-
nesia, pada Tanggal 1–3 Agustus 2009 habilitasi & Remediasi, Tahun 21, No-
yang dilaksanakan di Hotel Grage, Jalan mor 1, Juni 2012, hlm. 19 – 28.
Sosrowijayan 242 Yogyakarta. Sutrisno. 2012. “Signifikansi Pendidikan
Subagya. 2009. Laporan Hasil Validasi Data Inklusi dalam Mewujudkan Pendidikan
ABK Provinsi Jawa Tengah 2008. Ba- untuk Semua”. Mukaddimah, Vol. 18,
kor PLB Jateng. No. 1, 2012, hlm. 31 – 40.
Subagya. 2012. “Analisis Kebutuhan Rintisan

126

Anda mungkin juga menyukai