Anda di halaman 1dari 124

STANDAR SISTEM PENILAIAN PEMBINAAN ANAK BINAAN

(SPPn AB)

PENANGGUNG JAWAB
Direktorat Jenderal Pemasyarakatan

TIM PENYUSUN
Direktorat Bimbingan Kemasyarakatan dan Perawatan Anak
Pujo Harinto, Bc.IP., S.Sos., M.Si
Giyanto, S.IP.,M.Si
Dr. Surya Permana Barus, A.Md.I.P., S.Sos., M.Si.
Muhtar, A.Md.I.P., S.H., M.Si.
Ina Imelga Leora Putranto
Indah Tri Wahyuni
Wahono Widodo., S.Pd.
Fadhila Hasna Kumalasari, A.Md.P.
Tamyis Ade Rama, S.Psi., M.M.

Center for Detention Studies


M. Ali Aranoval, S.H.
Gatot Goei, S.H., M.H.
Lollong Manting, S.S., M.M.
Shanti Ayu Prawitasari, S.Sos.
Petrus Putut Pradhopo Wening, S.I.P., M.Si.
Daniella Talita, S.Sos.
Dhea Safila Haryadi, S.H.

DITERBITKAN OLEH
Direktorat Jenderal Pemasyarakatan
Kementerian Hukum dan HAM RI
Jl. Veteran Nomor 11, Jakarta Pusat
Telp. (021) 3857 611

Tahun 2023
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PEMASYARAKATAN


KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA

NOMOR: PAS-39.OT.02.02 TAHUN 2023

TENTANG
STANDAR SISTEM PENILAIAN PEMBINAAN ANAK BINAAN (SPPn AB)

DIREKTUR JENDERAL PEMASYARAKATAN


KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA

Menimbang a. bahwa dalam rangka meningkatkan kualitas


pembinaan Anak Binaan yang menerapkan
evidence based correctional treatment sehingga
dapat mendorong objektivitas dan akuntabilitas
dari penilaian Anak Binaan, perlu adanya
mekanisme penilaian Pembinaan Anak Binaan
sesuai dengan prinsip Revitalisasi
Penyelenggaraan Pemasyarakatan;

b. bahwa berdasarkan Peraturan Menteri Hukum dan


Hak Asasi Manusia Nomor 35 Tahun 2018 tentang
Revitalisasi Penyelenggaraan Pemasyarakatan
yang mengamanatkan pemberian pembinaan Anak
Binaan perlu disesuaikan dengan kebutuhan Anak
Binaan;

c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana


dimaksud dalam huruf a dan huruf b, maka perlu
menetapkan Keputusan Direktur Jenderal
Pemasyarakatan tentang Standar Sistem Penilaian
Pembinaan Anak Binaan (SPPn AB).

Mengingat 1. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang


Perlindungan Anak (Lembaran Negara
Republik Indonesia tahun 2022 Nomor 109,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4235);
2. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang
Sistem Peradilan Pidana Anak (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 153,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5332);
3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang
Penyandang Disabilitas (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 69,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5871);
4. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang
Tindak Pidana Kekerasan Seksual (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2022 Nomor
120, Tambahan Lembaga Negara Republik
Indonesia Nomor 6792);
5. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2022 tentang
Pemasyarakatan (Lembaran Negara Republik
Indonesia tahun 2022 Nomor 165, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
6811);
6. Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 1999
tentang Pembinaan dan Pembimbingan Warga
Binaan Pemasyarakatan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 68,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3842);
7. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999
tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak
Warga Binaan Pemasyarakatan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 69,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3846) sebagaimana telah beberapa kali
diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah
Nomor 99 Tahun 2012 tentang Perubahan Kedua
atas Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999
tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak
Warga Binaan Pemasyarakatan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 69,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5359);
8. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 1999
tentang Syarat-syarat dan Tata Cara Pelaksanaan
Wewenang Tugas dan Tanggung Jawab Perawatan
Tahanan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1999 Nomor 112 Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 3858);
9. Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun 2023 tentang
Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2023
Nomor 33);
10. Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi
Manusia Nomor 35 Tahun 2018 tentang
Revitalisasi Penyelenggaraan Pemasyarakatan
(Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2018
Nomor 1685);

11. Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 41


Tahun 2021 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Kemenkumham (Berita Negara Republik Indonesia
Tahun 2021 Nomor 1365).

MEMUTUSKAN
Menetapkan KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PEMASYARAKATAN
TENTANG STANDAR SISTEM PENILAIAN PEMBINAAN
ANAK BINAAN (SPPn AB).
KESATU Standar Sistem Penilaian Pembinaan Anak Binaan (SPPn
AB) adalah pedoman dalam melaksanakan penilaian
pembinaan Anak Binaan dengan metode pengamatan
perilaku sebagaimana tercantum pada lampiran dan
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari
Keputusan ini.

KEDUA Standar Sistem Penilaian Pembinaan Anak Binaan (SPPn


AB) sebagaimana dimaksud diktum KESATU bertujuan
sebagai acuan untuk meningkatkan objektivitas
penilaian perubahan perilaku Anak Binaan dalam
pelaksanaan pembinaan yang sesuai dengan kebutuhan.

KETIGA Standar Sistem Penilaian Pembinaan Anak Binaan (SPPn


AB) sebagaimana dimaksud diktum KESATU disusun
dengan sistematika sebagai berikut:

a. Latar Belakang;
b. Dasar Hukum;
c. Definisi Global dan Detail Standar;
d. Maksud dan Tujuan;
e. Kebutuhan Sumber Daya Manusia;
f. Kebutuhan Sarana Prasarana;
g. Sistem, Mekanisme, dan Prosedur;
h. Jangka Waktu Penyelesaian;
i. Kebutuhan Biaya Pelaksanaan; dan
j. Instrumen Penilaian Program.
KEEMPAT Keputusan Direktur Jenderal Pemasyarakatan ini mulai
berlaku pada tanggal ditetapkan, dengan ketentuan
apabila terdapat perubahan akan diadakan perbaikan
sebagaimana mestinya.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal Agustus 2023

DIREKTUR JENDERAL PEMASYARAKATAN,

Dr. REYNHARD SILITONGA


NRP 67090332
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr. Wb.

Puji Syukur senantiasa kita panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa
atas limpahan rahmat dan anugerah-Nya sehingga Standar Sistem Penilaian
Pembinaan Anak Binaan (SPPn AB) telah selesai disusun.

Standar Sistem Penilaian Pembinaan Anak Binaan (SPPn AB) disusun


untuk memberikan petunjuk kepada petugas pemasyarakatan dalam
penyelenggaraan pembinaan dan penilaian terhadap perilaku Anak Binaan
yang mengedepankan objektivitas. Penilaian terhadap perilaku Anak Binaan
dilakukan berdasarkan data-data akurat yang ada di lapangan dan tercatat,
dengan menggunakan pendekatan evidence-based correctional treatment atau
pembinaan berdasarkan fakta. Pada akhirnya, penilaian yang objektif dan
terukur terhadap perubahan perilaku Anak Binaan ini akan mendorong
pemenuhan hak-hak Anak Binaan dan kebutuhan program pembinaan serta
pengawasan yang sesuai dengan aspek-aspek Anak Binaan yang sudah
dinilai. Sehingga optimalisasi penyelenggaraan pemasyarakatan di bidang
pembinaan Anak Binaan akan dapat terwujud dengan lebih baik.

Pada kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih kepada seluruh


pihak yang telah memberikan kontribusi terhadap penyusunan Standar
SPPn AB ini. Selanjutnya kami menyadari bahwa masih terdapat kekurangan
dalam penyusunan standar ini. Oleh karena itu kami sangat mengapresiasi
kritik dan saran yang membangun demi penyempurnaannya.

Semoga Allah SWT melindungi kita semua.


Wassalamualaikum Wr. Wb.

Jakarta, Juni 2023


Direktur Bimbingan Kemasyarakatan dan Pengentasan Anak

PUJO HARINTO
NIP 196703311990011001
SAMBUTAN
DIREKTUR JENDERAL PEMASYARAKATAN

Puji syukur dipanjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat
rahmat-Nya penyusunan Standar Sistem Penilaian Pembinaan Anak Binaan
(SPPn AB) dapat diselesaikan dengan baik. Standar SPPn AB ini mengatur
sistematika, mekanisme, dan prosedur penilaian pembinaan Anak Binaan.
Penilaian terhadap Anak Binaan ini sejatinya sejalan dengan tujuan
pemasyarakatan yakni meningkatkan kualitas kepribadian dan kemandirian
Anak Binaan agar menyadari kesalahan, memperbaiki diri, dan tidak
mengulangi tindak pidana, sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan
masyarakat, dapat hidup secara wajar sebagai warga yang baik, taat hukum,
bertanggung jawab, dan dapat aktif berperan dalam pembangunan.

Sehubungan dengan usaha mengembalikan Anak Binaan ke tengah-tengah


masyarakat dan sekaligus melindungi masyarakat dari pengulangan tindak
pidana, seperti yang tertuang pada Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun
1999 tentang Pembinaan dan Pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan,
hakikatnya telah menjadi kewajiban petugas pemasyarakatan untuk
memberikan pembinaan mental, sosial dan keterampilan kerja yang memadai
untuk menjadi bekal kehidupan Anak Binaan setelah kembali ke
masyarakat. Seiring dengan perkembangan zaman, wujud pembinaan
tersebut perlu ditingkatkan kualitasnya. Peningkatan kualitas dalam fungsi
pembinaan ini dilakukan dengan mendorong perubahan perilaku dengan
mekanisme yang terukur dan objektif sesuai dengan Peraturan Menteri
Hukum dan HAM RI No.35 tahun 2018 tentang Revitalisasi Penyelenggaraan
Pemasyarakatan. Dengan demikian, Standar SPPn AB ini hadir sebagai
strategi penyelenggaraan pembinaan dan penilaian terhadap Anak Binaan
yang mengedepankan objektivitas. Penilaian terhadap perilaku Anak Binaan
dilakukan berdasarkan data-data akurat yang ada di lapangan dan tercatat,
dengan menjunjung evidence-based correctional treatment atau pembinaan
berdasarkan fakta.

Standar SPPn AB ini merupakan buku yang terbuka yang setiap waktu
menjadi pelajaran dan pembelajaran. Harapannya Standar SPPn AB ini
mampu menjadi acuan dan pedoman bagi seluruh petugas pemasyarakatan
dalam menjalankan pembinaan terhadap Anak Binaan dengan
mengedepankan objektivitas penilaian. Akhirnya, saya haturkan terima
kasih kepada seluruh pihak yang telah terlibat dan mendukung terwujudnya
standar ini. Semoga standar ini dapat berguna sebaik-baiknya bagi kemajuan
penyelenggaraan pemasyarakatan.

Jakarta, Juni 2023


Direktur Jenderal Pemasyarakatan

Dr. REYNHARD SILITONGA


NRP 67090332
DAFTAR ISI

1.1. LATAR BELAKANG ........................................................................... 3


1.2. DASAR HUKUM ............................................................................... 9
1.3. DEFINISI GLOBAL DAN DETAIL STANDAR .................................... 11
1.4. MAKSUD DAN TUJUAN ................................................................. 12
1.5. KEBUTUHAN SUMBER DAYA MANUSIA ........................................ 12
1.6. KEBUTUHAN SARANA DAN PRASARANA....................................... 13
1.7. SISTEM, MEKANISME, DAN PROSEDUR ....................................... 14
1.7.1. SISTEM PENILAIAN DALAM REVITALISASI .............................. 14
1.7.2. PENILAIAN PEMBINAAN .......................................................... 15
1.7.3. MEKANISME PENILAIAN PEMBINAAN ANAK BINAAN .............. 16
1.7.4. METODE PENGUMPULAN DATA .............................................. 16
1.7.4.1. OBSERVASI TERSTRUKTUR .............................................. 16
1.7.4.2. WAWANCARA ..................................................................... 17
1.7.4.3. STUDI DOKUMEN .............................................................. 17
1.7.4.4. TES EVALUASI ................................................................... 17
1.7.5. PANDUAN PENGISIAN INSTRUMEN ......................................... 18
1.7.6. DATA DEMOGRAFI .................................................................. 19
1.7.7. TANGGAL PENGISIAN .............................................................. 27
1.7.7.1. Tanggal Awal Pengisian ...................................................... 27
1.7.7.2. Bulan Pengisian ................................................................. 28
1.7.7.3. Tahun Pengisian ................................................................ 29
1.7.8. PENGISIAN PENILAIAN ............................................................ 29
1.7.9. PENGISIAN SKOR .................................................................... 31
1.7.10. HASIL PENILAIAN ANAK BINAAN, CATATAN DISABILITAS, DAN
REKOMENDASI ...................................................................................... 33
1.7.11. NAMA DAN TANDA TANGAN .................................................... 34
1.7.12. PENGHITUNGAN SKOR ............................................................ 35
1.7.13. PELAPORAN ............................................................................. 36
1.8. JANGKA WAKTU PENYELESAIAN .................................................. 36
1.9. KEBUTUHAN BIAYA PELAKSANAAN .............................................. 37
1.10. INSTRUMEN PENILAIAN KINERJA ................................................. 37

1
1.10.1. PENGERTIAN DAN TUJUAN ..................................................... 37
1.10.2. JUSTIFIKASI VARIABEL, ASPEK, DAN ITEM PENILAIAN ......... 38
1.10.2.1. PENCATATAN ANAK PENYANDANG DISABILITAS .............. 38
1.10.2.2. VARIABEL PENILAIAN PEMBINAAN KEPRIBADIAN ............ 40
1.10.2.3. VARIABEL PENILAIAN PEMBINAAN KEMANDIRIAN ........... 53
1.10.2.4. VARIABEL PENILAIAN PERILAKU ...................................... 54
1.10.2.5. VARIABEL PENILAIAN KONDISI MENTAL .......................... 65
1.10.2.6. PENANDATANGANAN KESETIAAN TERHADAP NKRI ......... 74
1.10.2.7. PENANDATANGANAN PERNYATAAN TIDAK MENGULANGI
(SEMUA JENIS) TINDAK PIDANA ......................................................... 74
1.10.3. STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) ............................ 77
1.10.4. GRAFIK PERKEMBANGAN PENILAIAN ..................................... 81
1.11. LAMPIRAN ..................................................................................... 86
1.11.1. INSTRUMEN SISTEM PENILAIAN PEMBINAAN ANAK BINAAN . 86
1.11.2. FORMAT POST-TEST PENGETAHUAN (PELATIHAN
KETERAMPILAN) .................................................................................... 87
1.11.3. LEMBAR PENILAIAN DIRI SELF-ASSESSMENT ....................... 91
1.11.4. SURAT PERNYATAAN SETIA KEPADA NKRI (UNTUK ANAK
BINAAN BERAGAMA ISLAM) .................................................................. 96
1.11.5. SURAT PERNYATAAN SETIA KEPADA NKRI (UNTUK ANAK
BINAAN NON-MUSLIM) ........................................................................... 99
1.11.6. SOP PENDATAAN, KOORDINASI, PENANDATANGANAN,
PUBLIKASI, DAN BIMBINGAN LANJUTAN ............................................ 102

2
1.1. LATAR BELAKANG
Secara filosofis, sistem pemasyarakatan Indonesia merupakan sistem
pemasyarakatan yang telah maju. Sistem pemasyarakatan Indonesia telah
lama meninggalkan sifat retributif (pembalasan) dan penjeraan (Haryadi &
Wening, 2022). Hal tersebut dapat tercermin dalam tujuan pemasyarakatan,
asas, dan fungsi pemasyarakatan. Pada Pasal 2 Undang-Undang Nomor 22
Tahun 2022 tentang Pemasyarakatan adalah sebagai berikut:
a. memberikan jaminan perlindungan terhadap hak tahanan dan anak
b. meningkatkan kualitas kepribadian dan kemandirian Warga Binaan agar
menyadari kesalahan, memperbaiki diri, dan tidak mengulangi tindak
pidana, sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat,
dapat hidup secara wajar sebagai warga yang baik, taat hukum,
bertanggung jawab, dan dapat aktif berperan dalam pembangunan.

Dari sisi asas, Pasal 3 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2022 tentang


Pemasyarakatan berisi: pengayoman, non-diskriminasi, kemanusiaan,
gotong royong, kemandirian, proporsionalitas, kehilangan kemerdekaan
sebagai satu-satunya penderitaan, dan profesionalitas. Sedangkan, dari sisi
fungsi, Pasal 4 menyebutkan fungsi-fungsi yang ada, yaitu: pelayanan,
pembinaan, pembimbingan kemasyarakatan, perawatan, pengamanan, dan
pengamatan.

Sementara itu, ditinjau dari sisi harafiah, arti pemasyarakatan adalah


memasyarakatkan kembali warga binaan atau resosialisasi (Listyani, 2015).
Menurut Brim Wheeler, resosialisasi berfungsi dalam memperbaiki
kekurangan-kekurangan proses sosialisasi warga binaan terdahulu.
Sehingga berdasarkan makna harafiah sistem pemasyarakatan juga
bertujuan untuk dalam membentuk warga binaan kembali menjadi warga
negara yang baik (dalam Listyani, 2015). Oleh karena itu dapat disimpulkan
bahwa sistem pemasyarakatan menghargai kemanusiaan dan berfokus
dalam mengubah sifat dan sikap warga binaan, di mana satu-satunya hak
yang dihilangkan dari warga binaan adalah kemerdekaannya.

Dalam konteks anak, ditinjau secara filosofis, tujuan, asas, dan fungsi,
sistem pemasyarakatan telah banyak mengadopsi nilai-nilai yang terkandung
dalam Beijing Rules dan Havana Rules. Dalam Beijing Rules, negara-negara
didorong untuk menjamin kehidupan dari Anak Binaan agar berguna bagi
masyarakat dengan memberi perhatian lebih dalam mempromosikan well-
being dari Anak Binaan (Beijing Rules, 1985). Sementara itu, dalam Havana
Rules, negara anggota didorong untuk terus menjaga dan meningkatkan
kualitas fisik dan mental dari Anak Binaan. Secara garis besar, peraturan-
peraturan internasional di atas memiliki nilai-nilai yang bertujuan untuk

3
melindungi anak yang merupakan kelompok rentan, khususnya Anak
Binaan yang ditempatkan di LPKA.

Sampai saat ini, masih didapati Anak Binaan yang ditempatkan di Lembaga
Pemasyarakatan dengan narapidana dewasa. Meskipun terdapat penilitian-
penelitian yang menyatakan bahwa penempatan anak dalam fasilitas
penahanan dewasa dapat mempengaruhi tingkat depresi yang dialami oleh
anak (Ng et al., 2011)—tetapi penempatan anak dalam Lembaga
Pemasyarakatan sejatinya disebabkan oleh beberapa alasan. Alasan yang
paling umum adalah bahwa di Indonesia jumlah LPKA hanya ada satu di tiap
provinsi, yang mana penempatan seorang anak di Lembaga Pemasyarakatan
bertujuan untuk lebih mendekatkan Anak Binaan tersebut dengan
keluarganya. Dengan alasan ini, keluarga dari Anak Binaan tersebut
diharapkan dapat lebih sering mengunjungi anaknya. Penelitian
menunjukkan bahwa Anak Binaan yang lebih konsisten dikunjungi oleh
keluarga atau kerabatnya cenderung tidak melakukan residivisme ketika ia
bebas nanti (Young, 2021).

Selain itu, sistem pemasyarakatan juga didorong untuk menyediakan


fasilitas dan layanan bagi Anak Binaan agar hak-hak dasar sebagai manusia
tidak hilang seperti hak atas pendidikan, pelatihan keterampilan, rekreasi,
kebebasan beragama, dan kesehatan (Havana Rules, 1990). Hal tersebut
tercermin dalam Pasal 12 UU No. 22 Tahun 2022 tentang Pemasyarakatan,
di mana Anak Binaan berhak menjalankan ibadah sesuai dengan agama atau
kepercayaannya, mendapatkan perawatan jasmani, rohani, pendidikan,
pengajaran, rekreasional, pelayanan kesehatan, makanan yang sesuai
dengan kebutuhan gizi, dan lain-lain.

Sebagai bentuk implementasi nilai-nilai tersebut, Permenkumham Nomor 35


Tahun 2018 tentang Revitalisasi Penyelenggaraan Pemasyarakatan disahkan
untuk meningkatkan kualitas fungsi pembinaan warga binaan dalam
mendorong perubahan perilaku dan penurunan tingkat risiko. Karena tidak
bisa dipungkiri bahwa salah satu bentuk tolok ukur keberhasilan dari sistem
pemasyarakatan tercermin dalam perubahan perilaku dari warga binaan
ketika kembali ke masyarakat.

Dalam mendukung hal tersebut, dibutuhkan prinsip Evidence-Based


Corrections (EBC). Adapun EBC merupakan pendekatan dalam pengambilan
keputusan di bidang pemasyarakatan yang didasarkan bukti-bukti ilmiah
dan penelitian. Penerapan EBC sangat penting untuk dijadikan pedoman dan
alat evaluasi dalam mengukur efektivitas penerapan program secara obyektif
dan didasarkan pada bukti ilmiah (MacKenzie, 2000). Prinsip EBC terancum
dalam Pasal 48 ayat (4), di mana petugas pemasyarakatan diamanahkan
4
untuk melakukan asesmen risiko dan kebutuhan. Secara lebih terperinci,
prinsip EBC tercantum dalam Pasal 2 Permenkumham No. 35 Tahun 2018
tentang Revitalisasi Penyelenggaraan Pemasyarakatan yang
mengamanahkan untuk meningkatkan objektivitas dalam menilai
perubahan perilaku dan pelaksanaan pembinaan.

Dalam rangka implementasi penerapan EBC di Pemasyarakatan, terkhusus


bagi Anak Binaan untuk mencapai objektivitas penilaian yang didasarkan
bukti ilmiah, maka dibutuhkan instrumen penilaian yang terukur dan dapat
dipertanggung jawabkan. Oleh karena itu, disusunlah “Standar Sistem
Penilaian Pembinaan Anak Binaan” atau SPPn AB yang dapat digunakan oleh
petugas pemasyarakatan untuk mengukur perubahan sikap Anak Binaan
secara objektif dan terukur.

Instrumen Sistem Penilaian Pembinaan Anak Binaan (SPPn AB) merupakan


alat dalam rangka meningkatkan objektivitas dalam menilai perubahan
perilaku dan pelaksanaan pembinaan, serta menilai tumbuh kembang Anak
Binaan dari sisi psikologis dan minat bakat. Selain itu, instrumen SPPn AB
menekankan pemenuhan perlindungan hak Anak Binaan untuk menjamin
terpenuhinya hak-hak anak agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan
berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat
kemanusiaan.

Hal tersebut sejalan dengan arahan Rencana Jangka Menengah Nasional


2020-2024 (RPJMN 2020-2024) terkait “Meningkatkan Kualitas Anak,
Perempuan, dan pemuda”. Adapun beberapa poin dari arahan tersebut
adalah sebagai berikut. Pertama, “Perwujudan Indonesia Layak Anak melalui
penguatan Sistem Perlindungan Anak yang responsif terhadap keragaman
dan karakteristik wilayah anak untuk memastikan anak menikmati haknya”,
di mana poin yang berkaitan adalah “penguatan upaya pencegahan dan
penanganan berbagai tindak kekerasan” dan “peningkatan layanan dan
rehabilitasi bagi anak yang membutuhkan perlindungan khusus”. Kedua,
“Kesetaraan Gender dan Pemberdayaan Perempuan. Ketiga, “Peningkatan
Kualitas Pemuda”, di mana poin yang berkaitan adalah “pencegahan perilaku
berisiko pada pemuda, termasuk pencegahan atas bahaya kekerasan,
perundungan, penyalahgunaan napza, minuman keras, penyebaran penyakit
HIV/AIDS, dan penyakit menular seksual” (BAPPENAS, 2020).

SPPn AB ini juga mendorong pengarus-utamaan kerangka kesetaraan


gender, disabilitas, dan inklusi sosial (GEDSI). Pengarus-utamaan
kesetaraan gender, disabilitas, dan inklusi social (GEDSI) merupakan sebuah
kerangka untuk menjamin inklusifitas dalam setiap tahap rangkaian
kebijakan atau program mulai dari perancangan hingga implementasi dari
5
program atau kebijakan (BAPPENAS, n.d.). Hal tersebut bertujuan untuk
menjamin akses yang setara terhadap kelompok rentan (anak, perempuan,
difabel, suku minoritas, dan agama/kepercayaan minoritas) dan minoritas
terhadap suatu kebijakan/program (BAPPENAS, n.d.). Dalam rangka
mencapai inklusifitas, dibutuhkan intervensi berupa kebijakan affirmatif
untuk mengakomodasi akses yang setara bagi kelompok rentan dan
minoritas (BAPPENAS, n.d.).

Nilai kesetaraan gender berkaitan dengan konsep yang melampaui perbedaan


biologis antara perempuan dan laki-laki dengan mempertimbangkan
karakteristik sosial yang berbeda, perilaku, serta hubungan antara mereka
(OHCHR, 2020). Nilai kesetaraan gender sejalan dengan arahan RPJMN
2020-2024 dalam hal pembangunan SDM. Pada bab IV tentang
Meningkatkan Sumber Daya Manusia Berkualitas dan Berdaya Saing,
arahan RPJMN 2020-2024 adalah peningkatan kesetaraan gender dan
pemberdayaan perempuan. Menurut OHCHR, terdapat 5 (lima) poin
intervensi dalam menciptakaan kesetaraan gender, yaitu: pembuatan
kebijakan yang mendorong kesetaraan gender, penghargaan terhadap hak
atas kesehatan, reproduksi, dan seksualitas perempuan, penghargaan
terhadap partisipasi perempuan, menghalau berbagai ancaman kekerasan
dan segala bentuk yang membahayakan perempuan, serta pemberdayaan
ekonomi perempuan (OHCHR, 2020).

Dalam mencapai tujuan tersebut, SPPn AB membawa dua nilai, yaitu gender
equality dan gender equity. Gender equality merupakan kesetaraan antara
perempuan dan laki-laki, yang mana mereka harus memiliki kondisi yang
sama dalam pemenuhan Hak Asasi Manusia dan berkontribusi serta
diuntungkan dalam ekonomi, sosial, budaya, politik, dan pembangunan (de
Austria, 2014). Sementara itu, gender equity merupakan proses dalam
mendorong keadilan antara perempuan dan laki-laki. Dalam rangka
mendorong gender equity, diperlukan affirmative action terhadap perempuan
untuk menyelesaikan persoalan ketidaksetaraan yang telah menyejarah yang
menyebabkan perempuan dirugikan dalam berbagai bidang kehidupan di
dunia (social, ekonomi, politik, dan lain-lain) (de Austria, 2014).

Bentuk implementasi dalam SPPn AB untuk mendorong nilai kesetaraan


gender adalah sebagai berikut:
• Akomodasi kebutuhan reproduksi perempuan dalam aspek kerohanian.
Dalam beberapa aspek, frekuensi Anak Binaan perempuan tidak
sebanyak Anak Binaan laki-laki. Hal ini berkaitan dengan siklus
menstruasi bulanan perempuan yang menyebabkan anak perempuan
tidak diperbolehkan untuk melaksanakan ibadah atau menunaikan
kewajiban dalam agama/kepercayaan tertentu. Akomodasi terhadap hal
6
tersebut mendorong kesetaraan skor antara Anak Binaan laki-laki dan
perempuan, sehingga mereka mendapatkan hak yang sama.
• Akomodasi kebutuhan reproduksi perempuan dalam aspek jasmani di
item “Melakukan kegiatan olahraga”. Dalam item tersebut, frekuensi
minimal wajib untuk perempuan hanya 6 berbanding dengan frekuensi
minimal wajib laki-laki yang mencapai 8. Adapun hal tersebut berkaitan
dengan siklus menstruasi perempuan.
• Terdapat item yang melarang Anak Binaan laki-laki maupun Anak Binaan
perempuan melakukan pelecehan/kekerasan seksual terhadap sesama
Anak Binaan maupun petugas pemasyarakatan. Adapun bentuk-bentuk
pelecehan seksual/kekerasan seksual yang dimaksud mengacu pada
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan
Seksual.

Nilai inklusi sosial merupakan suatu nilai untuk mengedepankan perspektif


manusia sebagai yang utama dalam berbagai kebijakan. Selain itu, inklusi
sosial juga mendorong integrasi dan kohesi sosial untuk menciptakan visi
masyarakat/dunia bagi semua (Dugatova, 2015 dalam Dawaki & Purnomo,
2021). Dalam upaya menciptakan hal tersebut, maka dibutuhkan berbagai
upaya untuk meningkatkan akses dan hak bagi setiap orang di dunia dengan
berbagai identitasnya (jenis kelamin, umur, etnis, status sosial, pendapatan,
agama, orientasi seksual, disabilitas, dan lain-lain) untuk ambil bagian
dalam setiap kebijakan peningkatan kemampuan, kesempatan, serta
peningkatan martabat manusia (Dugatova, 2015 dalam Dawaki & Purnomo,
2021). Dengan kata lain, nilai inklusi sosial mendorong semua orang apapun
identitasnya untuk memiliki hak dan kesempatan yang sama untuk
berkontribusi dan menikmati hasil dari setiap kebijakan yang diterapkan.

Hal tersebut juga sejalan dengan arahan RPJMN 2020-2025 dalam hal
Revolusi Mental dan Pembangunan Kebudayaan. Pada Bab V tentang
Revolusi Mental dan Pembangunan Kebudayaan, arahan kebijakan yang
diamanahkan adalah “Memperkuat Moderasi Beragama untuk
Mengukuhkan Toleransi, Kerukunan dan Harmoni Sosial”. Dalam rangka
menciptakan hal tersebut terdapat beberapa hal yang harus dilakukan
(BAPPENAS, 2020). Pertama, Penguatan cara pandang, sikap, dan praktik
beragama dalam perspektif jalan tengah untuk memantapkan persaudaraan
dan kebersamaan di kalangan umat beragama melalui pengembangan
penyiaran agama untuk perdamaian dan kemaslahatan umat. Kedua,
Penguatan harmoni dan kerukunan umat beragama melalui perlindungan
umat beragama untuk menjamin hak-hak sipil dan beragama serta
pembangunan solidaritas sosial, toleransi, dan gotong-royong. Ketiga,
penyelarasan relasi agama dan budaya melalui penghargaan atas ekspresi
budaya berbasis nilai-nilai agama. Keempat, peningkatan kualitas pelayanan
7
kehidupan beragama melalui peningkatan fasilitasi pelayanan keagamaan
(BAPPENAS, 2020).

Bentuk implementasi inklusi sosial dalam SPPn AB adalah sebagai berikut:


• Akomodasi terhadap seluruh agama dan kepercayaan di Indonesia di luar
6 (enam) agama besar. Dalam data demografi terkait agama Anak Binaan,
terdapat tambahan “Penghayat kepercayaan” dan “Agama lainnya” yang
pada dasarnya diakui dan dijamin keberadaannya di Indonesia, tetapi
tidak tercatat di sistem administrasi Indonesia karena jumlah yang
sedikit. Pemilihan agama/kepercayaan tertentu pada data demografi
Anak Binaan akan langsung mempengaruhi frekuensi bulanan di item-
item pada aspek kerohanian, di mana frekuensi tersebut akan mengikuti
metode/tradisi beribadah agama/kepercayaan terkait.
• Mendorong seluruh Anak Binaan untuk mampu bertoleransi dengan
pemeluk agama/kepercayaan yang berbeda dari yang mereka anut. Hal
tersebut terimplementasi dalam item perilaku prososial, di mana dalam 1
(satu) bulan, 1 (satu) bentuk perilaku intoleran dari Anak Binaan akan
langsung mengurangi skor pada variabel perilaku.
• Mendorong seluruh Anak Binaan untuk mampu bergaul dan bekerjasama
dengan orang lain (Anak Binaan, Petugas Pemasyarakatan, dan
Stakeholder lainnya) yang berbeda golongan, suku, ras, maupun identitas
lainnya dari Anak Binaan terkait. Hal tersebut terimplementasi dalam
item “Hubungan dengan Teman Sebaya”, di mana dalam 1 (satu) bulan,
1 (satu) bentuk perilaku diskriminatif terhadap Anak Binaan terhadap
identitas lain dapat mengurangi skor pada variabel perilaku.
• Mendorong Anak Kasus Teroris (AKT) untuk mampu bergaul dan bekerja
sama dengan orang lain (di luar kelompok pengajian dan kelompok
terornya). Hal tersebut terimplementasi dalam item “Hubungan dengan
Teman Sebaya”, di mana dalam 1 (satu) bulan, 1 (satu) bentuk perilaku
tidak mau bergaul dengan orang lain di luar kelompok pengajian dan
kelompok teror akan mengurangi skor pada variabel perilaku.

Nilai disabilitas berkaitan dengan akomodasi kepentingan orang-orang yang


memiliki kekurangan fisik, mental, sensorik, atau intelektual dalam jangka
panjang yang menyebabkan berbagai hambatan dalam berpartisipasi dalam
masyarakat atas kesetaraan dengan orang lain (UNESCAP, 2022). Menurut
Convention on the Rights of Persons with Disabilities (CPRD), negara wajib
memastikan kesempatan yang sama untuk penyandang disabilitas dalam
berpartisipasi dalam berbagai kebijakan atas dasar kesetaraan dengan orang
lain, termasuk dalam akses atas sumber daya dan peluang (dalam UNESCAP,
2022).

8
Bentuk implementasi terhadap akomodasi terhadap disabilitas adalah
sebagai berikut:
• Terdapat pencatatan disabilitas Anak Binaan pada data demografi Anak
Binaan atas pertimbangan 2 (dua) hal. Pertama, disabilitas yang terdiri
dari berbagai jenis harus dicatat agar pihak LPKA dapat memberikan
penanganan yang tepat. Kedua, adanya keinginan untuk tidak
membatasi kemampuan dan kreativitas Anak Binaan dengan disabilitas.
Akomodasi terhadap disabilitas tidak dalam bentuk frekuensi, tetapi
catatan-catatan dari petugas pemasyarakatan agar nilai yang didapat
adalah nilai yang kontekstual dan pengidap disabilitas bisa mendapatkan
hak yang sama.
• Perhatian pada Anak Binaan penyandang disabilitas ini diharapkan dapat
meningkatkan komitmen tiap Lembaga Pembinaan untuk
mengakomodasi kebutuhan Anak Binaan penyandang disabilitas dengan
sarana dan/atau pra-sarana yang memadai.

1.2. DASAR HUKUM


1. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia;
a. Standar Sistem Penilaian Pembinaan Anak Binaan ini disusun
dengan mengingat bahwa manusia memiliki hak dasar yang
melekat pada dirinya, yang mana hak-hak ini wajib dilindungi,
dihormati, dipertahankan, dan tidak boleh diabaikan, dikurangi,
atau dirampas oleh siapa pun. Sejalan dengan apa yang tertulis
dalam Pasal 2, standar ini disusun demi peningkatan martabat
kemanusiaan, kesejahteraan, kebahagiaan, dan kecerdasan
serta keadilan Anak Binaan.
2. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak;
a. Standar Sistem Penilaian Pembinaan Anak Binaan ini disusun
dengan meningat bahwa setiap anak, tak terkecuali Anak
Binaan, berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan
berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan
diskriminasi. Oleh karena itu, standar ini ada untuk
mengoptimalkan perlindungan Anak Binaan selama proses
pembinaan di LPKA.
3. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan
Pidana Anak;
a. Standar Sistem Penilaian Pembinaan Anak Binaan disusun
dengan mengingat bahwa setiap anak, tak terkecuali Anak
Binaan, berhak untuk mendapatkan pelindungan hukum dalam
sistem peradilan. Oleh karena itu, standar ini ada sebagai salah
satu upaya untuk menjamin pelindungan hukum terhadap Anak
Binaan selama proses pembinaan di LPKA.
4. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang
Disabilitas;

9
a. Pasal 1 ayat (1) menjelaskan penyandang disabilitas sebagai
setiap orang yang mengalami keterbatasan fisik, intelektual,
mental, dan/atau sensorik dalam jangka waktu lama yang dalam
berinteraksi dengan lingkungan dapat mengalami hambatan dan
kesulitan untuk berpartisipasi secara penuh dan efektif dengan
warga negara lainnya berdasarkan kesamaan hak.
b. Pasal 4 ayat (1) menjelaskan bahwa jenis disabilitas terdiri dari
disabilitas fisik, disabilitas intelektual, disabilitas mental,
dan/atau disabilitas sensorik. Lebih lanjut, dalam ayat (2)
disebutkan bahwa jenis disabilitas-disabilitas tersebut dapat
dialami secara tunggal, ganda, atau multi dalam jangka waktu
lama yang ditetapkan oleh tenaga medis.
5. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana
Kekerasan Seksual;
a. Pasal 4 ayat (1) dan (2) mengatur tentang jenis-jenis tindak
pidana kekerasan seksual, yang meliputi non-fisik dan fisik.
6. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2022 tentang Pemasyarakatan;
a. Standar Sistem Penilaian Pembinaan Anak Binaan disusun
dengan mengingat bahwa bahwa pemasyarakatan merupakan
bagian yang tidak terpisahkan dari sistem peradilan pidana
terpadu yang diselenggarakan oleh pemerintah sebagai bagian
dari proses penegakan hukum dalam rangka pelayanan serta
pembinaan dan pembimbingan untuk reintegrasi sosial.
7. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999
Tentang Pembinaan dan Pembimbingan Warga Binaan
Pemasyarakatan;
8. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 1999
tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan
Pemasyarakatan;
9. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 99 Tahun 2012
Tentang Perubahan Kedua dan Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 28 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Peraturan
Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara
Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan;
10. Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik
Indonesia Nomor M.01.PK-04.10 Tahun 2007 tentang Wali
Pemasyarakatan;
11. Keputusan Direktur Jenderal Pemasyarakatan kementerian
Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor: PAS-
23.OT.02.02 Tahun 2018 tentang Standar Pengasuhan Anak;
12. Keputusan Direktur Jenderal Pemasyarakatan Kementerian
Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor: PAS-
10.OT.02.02 Tahun 2021 tentang Sistem Penilaian Pembinaan
Narapidana; dan

10
13. Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor
97/PUU- XIV/2016.
a. Putusan ini mempertegas pengakuan atas masyarakat yang
merupakan pemeluk agama minoritas atau aliran kepercayaan,
khususnya secara administratif.

1.3. DEFINISI GLOBAL DAN DETAIL STANDAR


1. Pemasyarakatan adalah sub sistem peradilan pidana yang
menyelenggarakan penegakan hukum di bidang perlakuan terhadap
tahanan, anak, dan warga binaan. (Undang-Undang No. 22 Tahun 2022
tentang Pemasyarakatan)
2. Sistem Pemasyarakatan adalah suatu tatanan mengenai arah dan batas
serta metode pelaksanaan fungsi Pemasyarakatan secara terpadu.
(Undang-Undang No. 22 Tahun 2022 tentang Pemasyarakatan)
3. Revitalisasi Penyelenggaraan Pemasyarakatan adalah suatu upaya
optimalisasi penyelenggaraan pemasyarakatan sebagai bentuk perlakuan
terhadap Tahanan, Narapidana dan Klien serta perlindungan atas hak
kepemilikan terhadap barang bukti. (Permenkumham No. 35 Tahun 2018
tentang Revitalisasi Penyelenggaraan Pemasyarakatan)
4. Anak Binaan adalah anak yang telah berumur 14 (empat belas) tahun,
tetapi belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang sedang menjalani
pembinaan di lembaga pembinaan khusus anak. (Undang-Undang No. 22
Tahun 2022 tentang Pemasyarakatan)
5. Pembinaan adalah kegiatan yang diselenggarakan untuk meningkatkan
kualitas kepribadian dan kemandirian Narapidana dan Anak Binaan.
(Undang-Undang No. 22 Tahun 2022 tentang Pemasyarakatan)
6. Lembaga Penempatan Anak Sementara yang selanjutnya disingkat LPAS
adalah tempat sementara bagi Anak selama proses peradilan
berlangsung. (Undang-Undang No. 22 Tahun 2022 tentang
Pemasyarakatan)
7. Lembaga Pembinaan Khusus Anak yang selanjutnya disingkat LPKA
adalah lembaga atau tempat Anak Binaan menjalani masa pidananya.
(Undang-Undang No. 22 Tahun 2022 tentang Pemasyarakatan)
8. Petugas Pemasyarakatan adalah pejabat fungsional penegak hukum yang
diberi wewenang berdasarkan Undang-Undang untuk melaksanakan
tugas Pemasyarakatan dalam sistem peradilan pidana. (Undang-Undang
No. 22 Tahun 2022 tentang Pemasyarakatan)
9. Wali Pemasyarakatan adalah Petugas Pemasyarakatan yang membantu
kepala Lapas atau kepala LPKA dalam menjalankan Pembinaan terhadap
Narapidana dan Anak Binaan. (Undang-Undang No. 22 Tahun 2022
tentang Pemasyarakatan)
10. Standar Pemasyarakatan adalah serangkaian peraturan dan instruksi
tertulis yang dibakukan terkait berbagai proses penyelenggaraan

11
pelayanan pemasyarakatan yang mengatur bagaimana dan kapan harus
dilakukan, di mana dan oleh siapa harus dilakukan, apa dan bagaimana
instrumen monitoringnya serta bagaimana evaluasi yang dilakukan,
untuk mengukur sejauh mana keberhasilan pelaksanaan standar
pemasyarakatan.
11. Penilaian pembinaan adalah kegiatan mengamati, mengumpulkan,
menganalisis dan menginterpretasikan sikap dan perilaku narapidana
untuk mengetahui perubahan dan perkembangan narapidana sebagai
hasil dari program pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan.
12. Perilaku adalah serangkaian tindakan yang dibuat oleh individu dalam
hubungannya dengan dirinya sendiri atau lingkungannya yang dapat
diamati dan bahkan dipelajari.

1.4. MAKSUD DAN TUJUAN


Maksud dari penyusunan standar Sistem Penilaian Pembinaan Anak Binaan
(SPPn AB) adalah memberikan petunjuk kepada petugas pemasyarakatan
dalam melakukan penilaian terhadap perilaku Anak Binaan di LPKA.

Tujuan standar Sistem Penilaian Pembinaan Anak Binaan (SPPn AB) adalah:
1. Melindungi Hak Anak Binaan agar dapat hidup, tumbuh, berkembang,
dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat
kemanusiaan serta mencegah terjadinya kekerasan dan diskriminasi
demi terwujudnya anak Indonesia yang berkualitas, berakhlak mulia, dan
sejahtera;
2. Menilai tumbuh kembang Anak Binaan dari sisi perilaku, mental, dan
pendidikan;
3. Menjadi dasar pemberian Hak Bersyarat (Pengurangan Masa Pidana,
Asimilasi, PB, CB, CMB) – sesuai dengan Peraturan Perundang-Undangan

1.5. KEBUTUHAN SUMBER DAYA MANUSIA


Dalam melakukan penilaian, satu (1) orang Wali Pemasyarakatan paling
banyak menilai sepuluh (10) Anak Binaan atau rasio maksimal 1:10.
Kemudian, diperlukan petugas pelaksana penilaian dengan kompetensi
sebagai berikut:

Tabel 1.5.1.
Kebutuhan Sumber Daya Manusia
No. Kegiatan Jumlah Kompetensi Pelaksana Objek
Pelaksana Pendidikan Pelatihan Pelaksa
na
1 Penilaian 5 Wali S1 bidang 1. Diklat 25 Anak
Pembinaan Pemasyarak Psikologi, Pembinaan Binaan
Kepribadian atan Ilmu Sosial, Anak di

12
atau Ilmu LPAS dan
Pendidikan LPKA
2. Bimbingan
Teknis
SPPn AB
2 Penilaian 3 Instruktur S1 bidang 1. Diklat 30 Anak
Pembinaan Psikologi, Pembinaan Binaan
Keterampilan Ilmu Sosial, Anak di
atau Ilmu LPAS dan
Pendidikan LPKA
2. Bimbingan
Teknis
SPPn AB
3 Penilaian 1 Psikolog S1 bidang 1. Diklat 30 Anak
Perilaku dan Psikologi Pembinaan Binaan
Mental Anak di
LPAS dan
LPKA
2. Bimbingan
Teknis
SPPn AB
4 Penilaian 2 Asesor S1 bidang 1. Diklat 30 Anak
Risiko Pemasyarak Psikologi Pembinaan Binaan
atan dan Ilmu Anak di
Sosial LPAS dan
LPKA
2. Bimbingan
Teknis
SPPn AB

Perlu menjadi catatan bagi petugas bahwa yang bertugas untuk


memasukkan penilaian ke dalam Instrumen SPPn AB adalah Wali. Maka dari
itu, Wali dianjurkan untuk mengumpulkan hasil penilaian dari pihak yang
mungkin juga memberikan penilaian. Sebagai contoh, penilaian Pembinaan
Keterampilan dilakukan oleh instruktur. Maka, Wali dapat berkoordinasi
langsung dengan instruktur kegiatan keterampilan untuk mendapatkan nilai
Anak Binaan terkait Aspek Keterampilan.

1.6. KEBUTUHAN SARANA DAN PRASARANA

Tabel 1.6.1.
Kebutuhan Sarana dan Prasarana
Tempat Sarana dan Prasarana Jumlah Keterangan
• LPKA Lembar Pencatatan 1 Jika tablet tidak
• LPP Perilaku tersedia
Alat Tulis Kantor 1

13
• Lapas Fingerprint/Daftar Hadir 1 Dalam setiap lokasi
kegiatan
Komputer 3
Tablet 3 Untuk 10 Wali
CCTV 1
Ruang Penilaian 1 Beserta
(Konseling/Wawancara) perlengkapannya

1. Lembar Pencatatan Perilaku digunakan oleh petugas untuk mencatat


perilaku Anak Binaan setiap harinya sebelum dimasukkan ke dalam
Instrumen SPPn AB. Lembar diperlukan apabila UPT tidak memiliki
tablet.
2. Alat Tulis Kantor digunakan oleh petugas untuk mendukung pencatatan
perilaku Anak Binaan setiap harinya.
3. Fingerprint/Daftar Hadir digunakan oleh petugas untuk mengetahui
kehadiran Anak Binaan dalam kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan oleh
UPT.
4. Komputer digunakan oleh petugas untuk mengakses dan mengisi
Instrumen SPPn AB.
5. Tablet digunakan oleh petugas untuk fasilitas pendukung dalam
mencatat perilaku-perilaku Anak Binaan.
6. CCTV digunakan oleh petugas untuk mengawasi Anak Binaan yang mana
rekamannya bisa dijadikan sumber observasi.
7. Ruang Penilaian digunakan oleh petugas untuk melakukan konseling
atau wawancara dalam memperkaya penilaian SPPn AB.

1.7. SISTEM, MEKANISME, DAN PROSEDUR


1.7.1. SISTEM PENILAIAN DALAM REVITALISASI
Dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2022 tentang
Pemasyarakatan, Sistem Pemasyarakatan bertujuan untuk memberikan
pelindungan hak Warga Binaan dan masyarakat dari pengulangan tindak
pidana. Selain itu, sistem pemasyarakatan juga bertujuan untuk
meningkatkan kualitas Warga Binaannya, baik kepribadian dan
kemandiriannya, agar mereka dapat kembali ke masyarakat dan hidup
bertanggung jawab. Hal ini juga sejalan dengan apa yang tertulis dalam
Pasal 2 Permenkumham Nomor 35 Tahun 2018 tentang Revitalisasi
Penyelenggaraan Pemasyarakatan, yang mana salah satu tujuan dari
penyelenggaraan pemasyarakatan bertujuan untuk meningkatkan
objektifitas penilaian perubahan perilaku. Oleh karena itu, untuk
mewujudkan tujuan tersebut, revitalisasi penyelenggaraan
pemasyarakatan diselenggarakan di LPKA dengan menggunakan SPPn
AB. Adapun siklus dari pelaksanaan SPPn AB adalah sebagai berikut:

14
Alur Pelaksanaan SPPn AB

Pengumpulan Pengisian Verifikasi Penilaian dan


Pelaporan
Data Instrumen dan Validasi Rekomendasi

Observasi,
Wawancara,
Studi
Dokumen,
Tes Evaluasi

1.7.2. PENILAIAN PEMBINAAN


Untuk melihat perubahan perilaku Anak Binaan di LPKA, maka
dilakukan penilaian objektif selama Anak Binaan mengikuti program
pembinaan. Artinya, perubahan perilaku Anak Binaan dilihat dari
kesediaannya untuk mengikuti program pembinaan. Dalam Pasal 1
Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pembinaan dan
Pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan, yang dimaksud dengan
pembinaan adalah segala kegiatan yang diselenggarakan untuk
meningkatkan kualitas Narapidana dan Anak Didik Pemasyarakatan
dalam ketaqwaannya pada Tuhan YME, intelektual, sikap dan perilaku,
professional, serta kesehatan jasmani dan jasmani. Dalam Peraturan
Pemerintah ini, jenis pembinaan yang dilaksanakan adalah: (a)
ketaqwaan kepada Tuhan YME, (b) kesadaran berbangsa dan bernegara,
(c) intelektual, (d) sikap dan perilaku, (e) kesehatan jasmani dan rohani,
(f) kesadaran hukum, (g) reintegrasi sehat dengan masyarakat, (h)
keterampilan kerja, dan (i) latihan kerja dan produksi.

Selanjutnya, dalam SPPn AB terdapat beberapa variabel penilaian yang


di dalamnya terdapat item-item penilaian untuk melihat perubahan sikap
dan perilaku Anak Binaan, yaitu: (a) variabel penilaian pembinaan
kepribadian, (b) variabel penilaian pembinaan keterampilan, (c) variabel
penilaian perilaku, (d) variabel penilaian kondisi mental, dan (e)
pernyataan komitmen.

Lebih lanjut, terdapat pula kolom-kolom catatan tambahan yang dapat


diisi oleh petugas dalam menilai Anak Binaan, yang mana catatan
tambahan ini dapat dikatakan sebagai data kualitatif untuk melihat
perkembangan Anak Binaan. Akhirnya, hasil penilaian pembinaan ini

15
dapat digunakan hal-hal penting yang meliputi bahan pertimbangan
untuk menyusun Litmas, pertimbangan pemberian hak-hak bersyarat,
dan sebagai bahan rujukan yang mungkin diperlukan seorang Anak
Binaan untuk mendapatkan penanganan khusus (misalnya konseling
psikologis bagi Anak Binaan dengan kondisi mental yang
mengkhawatirkan).

1.7.3. MEKANISME PENILAIAN PEMBINAAN ANAK BINAAN


Pengisian instrumen Sistem Penilaian Pembinaan Anak Binaan (SPPn AB)
merupakan sebuah bentuk applied research yang menggunakan metode
campuran (Neuman, 2014). Tipe yang digunakan adalah tipe deskriptif
yang bertujuan untuk menggambarkan secara detail dan
mendokumentasikan perilaku dari seseorang (Anak Binaan) (Neuman,
2014). Setiap catatan dan hasil yang ada kemudian dikuantifikasi dengan
instrumen yang telah disiapkan.

1.7.4. METODE PENGUMPULAN DATA


1.7.4.1. OBSERVASI TERSTRUKTUR
Observasi terstruktur merupakan aktivitas pengamatan langsung
secara sistematis terhadap perilaku seseorang (Anak Binaan) yang
dilakukan secara berkala dan terjadwal (Bryman, 2012). Observasi
menjadi penting untuk menjembatani dan memverifikasi ulang
antara data yang diambil dari wawancara dan perilaku seseorang
(Anak Binaan) yang sebenarnya. Selain itu, untuk melengkapi
kelengkapan data yang tidak bisa terbaca dengan metode wawancara
maupun studi dokumen (Bryman, 2012). Kemudian, petugas
pemasyarakatan didukung dengan lembar pencatatan item
perubahan perilaku yang perlu diamati. Dalam melaksanakan
‘pencatatan’ tersebut, petugas harus melihat kondisi yang ada, di
mana dalam kondisi tertentu petugas tidak boleh langsung mencatat
di depan Anak Binaan atau tidak boleh terlihat mencatat oleh Anak
Binaan (Bryman, 2012). Selanjutnya, pelaksanaan kegiatan
observasi disesuaikan dengan klasifikasi masing-masing LPKA.

Observasi di LPKA dilakukan pada lingkungan pembinaan komunal


meliputi:
• Observasi perilaku melalui pencatatan visual berbasis CCTV di
ruang kegiatan, blok dan lingkungan Lapas lainnya;
• Observasi perilaku pada saat interaksi langsung antara narapidana
dengan petugas maupun dengan narapidana lainnya, seperti pada
saat kegiatan pembinaan, pengontrolan keliling, apel, pemberian
makanan, 15 kunjungan, serta kegiatan interaksi langsung lainnya.

16
1.7.4.2. WAWANCARA
Wawancara adalah aktivitas tanya jawab antara dua pihak dalam
rangka mengumpulkan data dan informasi. Petugas menggunakan
item-item penilaian sebagai panduan dalam melakukan wawancara.
Dalam melakukan wawancara, petugas harus memberi perhatian
penting dalam struktur pertanyaan yang akan ditanya (Bryman,
2012). Dalam melaksanakan ‘pencatatan’, petugas harus melihat
kondisi yang ada, di mana dalam kondisi tertentu petugas tidak
boleh langsung mencatat di depan Anak Binaan atau tidak boleh
terlihat mencatat oleh Anak Binaan (Bryman, 2012). Wawancara
dilakukan pada di LPKA pada lingkungan pembinaan komunal pada
saat konseling, kegiatan pembinaan, pengontrolan keliling,
pemberian makanan, serta berbagai kegiatan interaksi langsung
lainnya.

1.7.4.3. STUDI DOKUMEN


Studi dokumen adalah kegiatan menelusuri dan mengkaji dokumen
untuk mendapatkan data atau informasi yang berhubungan dengan
Anak Binaan. Adapun dokumen yang dijadikan bahan kajian adalah
dokumen primer atau sumber langsung (Bryman, 2012).
Pelaksanaan kegiatan studi dokumen disesuaikan dengan klasifikasi
masing-masing LPKA.

Dokumen-dokumen yang dapat dijadikan rujukan dalam


pelaksanaan penilaian pembinaan narapidana antara lain:
• Daftar kehadiran;
• Hasil penilaian (asesmen, identifikasi, profiling, Litmas, dan lain-
lain);
• Catatan laporan perkembangan pembinaan dari petugas
pembinaan yang bertanggung jawab atas kegiatan pembinaan yang
diberikan kepada narapidana;
• Keterangan medis dari petugas perawatan kesehatan;
• Catatan petugas pengamanan yang berjaga (Blok, CCTV, Pos, dll);
• Register F;
• Putusan pengadilan dan eksekusinya.

1.7.4.4. TES EVALUASI

Tes evaluasi adalah serangkaian pertanyaan/latihan yang


digunakan untuk mengukur keterampilan, pengetahuan dan/atau
perilaku dari Anak Binaan. Beberapa bentuk tes evaluasi adalah
sebagai berikut:

17
• Tes evaluasi pada kegiatan pendidikan (formal maupun non
formal), self-assessment dan pelatihan keterampilan;
• Pelaksanaan tes evaluasi dilakukan secara komunal;
• Pelaksanaan tes evaluasi menggunakan sarana prasarana yang
tidak berpotensi mengganggu ketertiban dan keamanan.

1.7.5. PANDUAN PENGISIAN INSTRUMEN

Pengisian penilaian pembinaan Anak Binaan dilaksanakan dengan


beberapa metode yaitu:
• Pengisian secara manual, dilakukan pada instrumen excel (Lampiran I)
berdasarkan data yang terhimpun dari catatan hasil pengamatan petugas
dan alat dukung yang telah tersedia (seperti alat fingerprint, CCTV, dan
daftar hadir);
• Pengisian dengan bantuan teknologi informasi, dilakukan melalui
Sistem Database Pemasyarakatan (SDP) berdasarkan data yang
terhimpun melalui catatan pengamatan hasil petugas dan alat dukung
yang telah tersedia (seperti alat fingerprint, CCTV, dan daftar hadir).

Satu dokumen instrumen penilaian berisi 12 lembar observasi bulanan


dan rangkuman penilaian. Pengisian penilaian pembinaan Anak Binaan
dilakukan pada bagian Demografi, Waktu awal pengisian, Penilaian
pembinaan kepribadian, Penilaian Pembinaan kemandirian, Sikap
narapidana, Kondisi kesehatan mental narapidana, Pernyataan
komitmen, Catatan wali/asesor, Rekomendasi dan Identitas penanggung
jawab. Adapun mekanisme pengisian pada masing-masing bagian adalah
sebagai berikut.

18
Alur Pengisian

Catatan Rekomendasi
Disabilitas

Data
Tanggal Pengisian Hasil Pelaporan
Demografi
Pengisian Penilaian Penilaian

Pengisian Penghitungan
Skor Skor
Keterangan:
Manual
Otomatis

1.7.6. DATA DEMOGRAFI


Data demografi berupa isian terkait informasi dasar, latar belakang, dan
kondisi Anak Binaan. Pengisian data demografi dapat merujuk dari
jawaban Anak Binaan, berkas pendukung, dan keterangan petugas.
Informasi ini dapat dijadikan tambahan data dalam penyusunan
Penelitian Kemasyarakatan (Litmas) saat sidang TPP. Dalam pengisian
data demografi, terdapat dua metode pengisian, yaitu:
• Pengisian manual. Untuk mengisi kolom ini, petugas harus menulis
informasi secara manual. Direkomendasikan bagi petugas untuk
mengisi informasi sesuai dengan Pedoman Umum Ejaan Bahasa
Indonesia atau PUEBI.

Gambar 1.7.6.1. Kolom Pengetikan Manual

• Pengisian oleh dropdown. Untuk mengisi kolom ini, petugas harus


memilih jawaban yang sudah disediakan. Untuk memilih atau melihat
19
opsi jawaban yang tersedia, petugas bisa meng-click tombol segitiga
terbalik atau dropdown (▼) di sebelah kanan kolom jawaban.

Gambar 1.7.6.2. Kolom Pengisian Dropdown

• Pengisian otomatis. Khusus kolom ini, petugas tidak perlu melakukan


pengetikan manual atau memilih dari dropdown karena data yang terisi
dalam kolom akan keluar secara otomatis apabila petugas mengisi kolom-
kolom tertentu sesuai dengan format. Misal, kolom usia akan terisi
otomatis apabila petugas memasukan tanggal lahir Anak Binaan sesuai
format (HH/BB/TTTT).

Gambar 1.7.6.3. Kolom Pengisian Otomatis

Adapun penjelasan dan tata cara pengisian dari item-item di bagian Data
Demografi adalah sebagai berikut:

Tabel 1.7.6.1.
Penjelasan Data Demografi
DATA DEMOGRAFI
No. Indikator Penjelasan Pengisian Metode
Penggalian
Informasi
1 Nama Anak Binaan Isi kolom ini dengan Pertanyaan
mengetik nama lengkap langsung/Berkas
Anak Binaan sesuai Anak
dengan identitas resmi Binaan/SDP
(Kartu Keluarga) serta
nama lain (jika ada)

20
2 Nama UPT Isi kolom ini dengan Pertanyaan
mengetik nama lengkap langsung/Berkas
Lembaga Pembinaan Anak
Khusus Anak tempat Binaan/SDP
Anak Binaan
ditempatkan
3 Jenis Kelamin Isi kolom ini dengan cara Pertanyaan
meng-click tanda segitiga langsung/Berkas
terbalik di sebelah kanan Anak
kolom jawaban, lalu pilih Binaan/SDP
jenis kelamin sesuai
dengan kartu identitas
resmi Anak Binaan yaitu
Laki-laki atau
Perempuan
4 Tempat Lahir Isi kolom ini dengan Pertanyaan
mengetik nama kota
langsung/Berkas
tempat lahir Anak Binaan Anak
Binaan/SDP
5 Tanggal Lahir Isi kolom ini dengan Pertanyaan
mengetik tanggal lahir langsung/Berkas
Anak Binaan Anak
Binaan/SDP
6 Usia Kolom ini akan terisi Otomatis
secara otomatis ketika
petugas mengisi tanggal
lahir Anak Binaan sesuai
format.

Ketika usia Anak Binaan


sudah mencapai 18
tahun atau lebih, kolom
ini akan terisi dengan
peringatan bagi petugas
untuk menggunakan
SPPN dewasa dan bukan
SPPn AB.
7 Agama Isi kolom ini dengan Pertanyaan
meng-click tanda segitiga langsung/Berkas
terbalik di sebelah kanan Anak
kolom jawaban, pilih Binaan/SDP
agama/kepercayaan

21
Anak Binaan
berdasarkan jawaban
dari Anak Binaan dan
kartu keluarga.

Terdapat 8 (delapan)
pilihan
agama/kepercayaan
yang terdiri dari:
Islam, Kristen Protestan,
Kristen Katolik
Buddha, Konghucu,
Hindu, Penghayat
Kepercayaan, dan
Agama/Kepercayaan
Lainnya.

Jika jawaban Anak


Binaan tidak terdaftar,
maka pilih
agama/kepercayaan
lainnya atau penghayat
kepercayaan. Pilihan
tersebut disesuaikan
kembali dengan kartu
keluarga.
8 Pendidikan Isi kolom ini dengan cara Pertanyaan
Terakhir meng-click tanda segitiga langsung/Berkas
terbalik di sebelah kanan Anak
kolom jawaban, lalu pilih Binaan/SDP
pendidikan formal
terakhir Anak Binaan
yaitu Tidak sekolah,
SD/sederajat,
SMP/sederajat, atau
SMA/sederajat.
9 Pelatihan Isi kolom ini dengan Pertanyaan
Keterampilan yang mengetik kegiatan langsung/Berkas
Diikuti pelatihan keterampilan Anak
yang pernah diikuti Binaan/SDP
sesuai dengan dokumen
yang ada

22
10 Rekomendasi Isi kolom ini dengan Petugas/Hasil
Pembinaan rekomendasi pembinaan Asesmen
Asesmen bagi Anak Binaan
berdasarkan hasil
Litmas. Terdapat 3
pilihan yang disediakan
dalam dropdown, yaitu:

• Kemandirian
• Pendidikan
• Kepribadian
11 Lama Pidana Isi kolom dengan Pertanyaan
(Bulan) mengetik angka lama langsung/Berkas
pidana dalam hitungan Anak
bulan berdasarkan Binaan/SDP
keputusan hakim. Jika
terdapat lebih dari 1
(satu) tindak pidana,
maka jumlah lama
pidana ditambahkan
(dalam hitungan bulan).
12 Sisa Pidana (Bulan) Isi kolom dengan Pertanyaan
mengetik angka sisa langsung/Berkas
pidana penjara yang Anak
harus dijalani Anak Binaan/SDP
Binaan (dalam hitungan
bulan). Namun, kolom ini
akan otomatis berkurang
di lembar-lembar
penilaian berikutnya.
13 Jumlah Isi kolom ini dengan Pertanyaan
Pengulangan mengetik angka jumlah langsung, berkas
Tindak Pidana residivisme (frekuensi Anak Binaan/
Anak Binaan melakukan SDP/ keterangan
kembali tindak kriminal petugas LPKA
setelah keluar dari LPKA)
14 Penyakit yang Isi kolom ini dengan Pertanyaan
diderita/perawatan mengetik kondisi langsung, hasil
Kesehatan yang kesehatan Anak Binaan, pemeriksaan
dibutuhkan terutama terkait penyakit medis,
yang menular dan keterangan
penyakit yang petugas LPKA

23
membutuhkan
perawatan kesehatan
khusus berdasarkan
hasil pemeriksaan medis.
15 Disabilitas Isi kolom ini dengan cara
meng-click tanda segitiga
terbalik di sebelah kanan
kolom jawaban. Isi kolom
berdasarkan pengamatan
secara langsung,
wawancara dengan Anak
Binaan, dan hasil
pemeriksaan medis.
Namun, jika tidak
ditemui disabilitas pada
Anak Binaan, maka pilih
pilihan “Tidak Ada”.

Menurut Pasal 1 Undang-


undang No. 8 Tahun
2016 tentang Disabilitas,
“Penyandang Disabilitas
adalah setiap orang yang
mengalami keterbatasan
fisik, intelektual, mental,
dan/atau sensorik dalam
jangka waktu lama yang
dalam berinteraksi
dengan lingkungan dapat
mengalami hambatan
dan kesulitan untuk
berpartisipasi secara
penuh dan efektif dengan
warga negara lainnya
berdasarkan kesamaan
hak.”

Sementara itu,
penjelasan pilihan
disabilitas yang terdapat
di instrumen adalah
sebagai berikut:

24
a. Disleksia: Lambat
dalam proses belajar,
sehingga ia
membutuhkan waktu
yang lebih lama
dibandingkan
sekelompok anak lain
yang memiliki taraf
potensi intelektual yang
sama.
b. Amputasi: Hilang atau
putusnya bagian tubuh,
seperti jari, lengan, atau
tungkai.
c. Kelumpuhan: Satu
atau beberapa bagian
tubuh tidak dapat
digerakkan.
d. Paraplegia:
Kelumpuhan pada
anggota gerak, dimulai
dari panggul ke bawah.
e. Cerebral Palsy:
Gangguan yang
memengaruhi gerakan
dan tonus otot atau
postur tubuh.
f. Disabilitas Grahita:
Kelainan yang fungsi
intelektual umumnya di
bawah rata-rata.
g. Down Syndrome:
Kelainan genetik yang
menyebabkan
penderitanya memiliki
tingkat kecerdasan yang
rendah dan kelainan fisik
yang khas.
h. Autis: Kelainan
perkembangan saraf
yang menyebabkan
gangguan perilaku dan
interaksi sosial.
25
i. Hiperaktif: Kondisi
dimana anak tidak bisa
diam atau bahkan sulit
untuk fokus.
j. Disabilitas Netra:
Individu yang mengalami
kerusakan atau
hambatan dalam
kemampuan melihatnya.
k. Disabilitas Rungu:
Individu yang mengalami
kerusakan atau
hambatan dalam
kemampuan
mendengarnya.
l. Disabilitas Wicara:
Individu yang mengalami
kerusakan atau
hambatan dalam
kemampuan berbicara.
m. Disabilitas Daksa:
Individu yang mengalami
gangguan atau hambatan
dalam pergerakan
(mobilitas) atau
ketangkasannya.
16 Tindak Pidana Isi kolom ini dengan cara Pertanyaan
meng-click tanda segitiga langsung/
terbalik di sebelah kanan Berkas Anak
kolom jawaban, pilih Binaan/ SDP
salah satu tindak pidana.
Isi kolom ini dengan cara
meng-click tanda segitiga
terbalik di sebelah kanan
kolom jawaban, pilih
salah satu tindak pidana.
Jika hanya 1 (satu)
tindak pidana, maka pilih
pilihan ‘ ‘ atau kosong.
Isi kolom ini dengan cara
meng-click tanda segitiga
terbalik di sebelah kanan

26
kolom jawaban, pilih
salah satu tindak pidana.
Jika hanya 1 (satu) atau
2 (dua), maka pilih
pilihan ‘ ‘ atau kosong.

Untuk mempermudah petugas, terdapat beberapa kategori dalam data


demografi Anak Binaan yang akan terisi secara otomatis di lembar
pengisian berikutnya, sehingga petugas tidak perlu melakukan pengisian
data demografi Anak Binaan setiap bulannya.

1.7.7. TANGGAL PENGISIAN


Pada tanggal pengisian terdapat 3 (tiga) kolom yang harus diisi, yaitu:
Tanggal Awal Pengisian, Bulan Pengisian, dan Tahun Pengisian. Berikut
adalah penjelasannya.

1.7.7.1. Tanggal Awal Pengisian

Gambar 1.7.7.1.1. Kolom Tanggal Awal Pengisian

Pada kolom tanggal awal pengisian, kolom ini diisi dengan tanggal
awal penilaian (lihat Gambar 1.7.7.1.1.). Pada kolom tanggal awal
pengisian tersebut, terdapat pilihan tanggal dari 1 (satu) sampai 31
(tiga puluh satu). Jika Anak Binaan baru masuk, maka pada tanggal
awal pengisian dipilih tanggal awal Anak Binaan masuk. Sebagai
contoh, jika Anak Binaan masuk pada tanggal 16, maka kolom ini
diisi dengan 16 juga. Namun, pada bulan-bulan setelahnya, maka
selalu diisi angka 1 (satu) pada tanggal awal pengisian.

Perlu diperhatikan bahwa kolom tanggal awal pengisian ini


merupakan hal yang sangat penting karena pengisian tanggal
tersebut akan secara otomatis mempengaruhi jumlah frekuensi yang
dijadikan standar minimal Anak Binaan. Artinya, frekuensi akan
berubah mengikuti sisa hari sejak tanggal awal pengisian. Dua
contoh dari hal tersebut adalah sebagai berikut:

27
Gambar 1.7.7.1.2. Kolom Tanggal Awal Pengisian Diisi “1”

Gambar di atas (lihat Gambar 1.7.7.1.2.) adalah contoh frekuensi


dari beberapa item ketika tanggal awal pengisian adalah tanggal 1.

Gambar 1.7.7.1.3. Kolom Tanggal Awal Pengisian Diisi “15”

Gambar di atas (lihat Gambar 1.7.7.1.3.) adalah contoh frekuensi


dari beberapa item ketika tanggal awal pengisian adalah tengah
bulan atau tanggal 15.

1.7.7.2. Bulan Pengisian

Gambar 1.7.7.1.4. Kolom Bulan Pengisian

28
Pada kolom bulan pengisian, terdapat kolom pilihan bulan (lihat
Gambar 1.7.7.1.4.). Pada kolom tersebut terdapat pilihan bulan
Januari-Desember yang wajib dipilih oleh petugas. Kotak di samping
nama bulan yang berisi angka akan langsung menyesuaikan dengan
jumlah hari sesuai bulan yang dipilih.

1.7.7.3. Tahun Pengisian

Gambar 1.7.7.1.5. Kolom Tahun Pengisian

Pada kolom tahun pengisian, kolom diisi tahun pada saat pengisian
tersebut (lihat Gambar 1.7.7.1.5.). Kolom ini harus diisi
manual/diketik secara langsung. Pengisian tahun ini akan
mempengaruhi jumlah hari di bulan Februari, di mana akan menjadi
29 saat tahun kabisat dan kembali menjadi 28 saat tahun normal.

1.7.8. PENGISIAN PENILAIAN


Pada komponen pengisian penilaian, terdapat 5 (lima) variabel penilaian
yang terdiri dari: pembinaan kepribadian, pembinaan keterampilan,
perilaku, kondisi mental, dan pernyataan komitmen. Selain itu, terdapat
6 (enam) kolom dalam penilaian yang terdiri dari: aspek, item, frekuensi,
bobot, tanggal penilaian, dan total. Di antara 6 (enam) kolom tersebut,
petugas hanya wajib mengisi tanggal penilaian dan menentukan jumlah
frekuensi di 4 (empat) item, yaitu: “Mengikuti pelatihan keterampilan
yang tersedia”, “Tidak berinisiatif untuk merapikan rambut, janggut, dan
kuku (disesuaikan dengan jenis kelamin dan tahap tumbuh-kembang
anak)”, “Menandatangani pernyataan kesetiaan terhadap NKRI”, dan
“Menandatangani pernyataan tidak akan mengulangi tindak pidana
apapun”. Pada item-item tersebut, frekuensinya harus ditentukan secara
manual dengan memilih opsi yang ada.

29
Gambar 1.7.8.1. Item “Mengikuti pelatihan keterampilan yang tersedia”

Gambar 1.7.8.1. menunjukkan item “Mengikuti pelatihan keterampilan


yang tersedia”, yang mana pada bagian frekuensinya dapat disesuaikan
oleh petugas antara 0 (nol) atau 1 (satu). Hal ini berkaitan dengan
ada/tidaknya paket pelatihan yang ada pada bulan terkait. Jika kegiatan
tersebut tidak dilaksanakan pada bulan tersebut, maka frekuensinya
diubah menjadi 0 (nol). Sedangkan jika kegiatan tersebut dilaksanakan
pada bulan tersebut, maka frekuensinya diubah menjadi 1 (satu).

Gambar 1.7.8.2. Item “Tidak berinisiatif untuk merpikan rambut, janggut,


dan kuku”

Gambar 1.7.8.2. menunjukkan item “Tidak berinisiatif untuk merapikan


rambut, janggut, dan kuku (Disesuaikan dengan jenis, kelamin, dan
tumbuh-kembang anak)” juga dapat disesuaikan frekuensinya oleh
petugas dengan mempertimbangkan jenis kelamin Anak Binaan dan
tumbuh kembang anak di masa pubertas. Sebagai catatan tambahan,
petugas harus memperhatikan item-item yang frekuensinya bisa diubah
menjadi 0 (nol) atau 1 (satu) sebab hal tersebut dapat memengaruhi bobot
penilaian.

Gambar 1.7.8.3. Pernyataan Komitmen

30
Gambar 1.7.8.3. menunjukan variabel penilaian “Pernyataan Komitmen”.
Pada variabel tersebut, terdapat item “Menandatangani pernyataan
kesetiaan terhadap NKRI” dan “Menandatangani pernyataan tidak
mengulangi (semua jenis) tindak pidana”. Kedua frekuensi item tersebut
dapat disesuaikan oleh petugas. Adapun penyesuaian tersebut
didasarkan atas tindak pidana Anak Binaan. Item “Menandatangani
pernyataan kesetiaan terhadap NKRI” hanya diwajibkan pada Anak
Binaan dengan tindak pidana khusus terorisme. Sementara itu, item
“Menandatangani pernyataan tidak mengulangi (semua jenis) tindak
pidana” diwajibkan untuk seluruh Anak Binaan. Kemudian, kedua
frekuensi item tersebut dapat disesuaikan jadwal diadakannya
penandatanganan pernyataan tersebut. Jika Anak Binaan bukan kasus
tindak pidana khusus terorisme dan/atau pada bulan yang tidak ada
pelaksanaan penandatanganan pernyataan tersebut, maka petugas bisa
memilih “0” (nol) pada frekuensi tersebut.

1.7.9. PENGISIAN SKOR


Pada saat pengisian penilaian, petugas mengisi angka “1” pada kolom
tanggal penilaian (kolom 1-31) sesuai dengan tanggal dilakukannya item.
Pada saat mengisi, nilai akan terhitung secara otomatis. Hal tersebut
dapat dilihat pada gambar di bawah ini (lihat Gambar 1.7.9.1.).

Gambar 1.7.9.1. Kolom Tanggal Penilaian

Sebagai contoh, item “Ibadah tepat waktu/rutin” pada Gambar 1.7.9.1.


memiliki frekuensi bulanan sebanyak 31. Artinya, dalam sebulan, item
ini harus setiap hari dilakukan. Ketika Anak Binaan didapati telah
menjalani ibadah tepat waktu/rutin di tanggal 8, maka petugas dapat
mengisi angka “1” di tanggal tersebut. Jika pada tanggal 9 Anak Binaan
didapati tidak menjalankan ibadah, maka pada kolom tanggal 9, petugas
dapat mengosongkan kolom tersebut. Dengan terisinya kolom tanggal,
maka total skor di akhir akan bertambah. Dengan kata lain, setiap nilai
“1” (satu) yang diisi akan menambahkan nilai Anak Binaan.

31
Namun, hal ini berbeda dengan variabel penilaian perilaku dan kondisi
mental. Dalam dua variabel ini, semakin sering Anak Binaan melakukan
apa yang tertulis dalam item penilaian, maka nilainya akan semakin
berkurang. Dengan kata lain, setiap nilai “1” (satu) yang diisi akan
mengurangi nilai Anak Binaan. Hal ini dikarenakan item-item dalam
variabel penilaian ini merupakan pernyataan yang bersifat negatif.
Perhatikan Gambar 1.7.9.2. dan Gambar 1.7.9.3.

Gambar 1.7.9.2. Variabel Penilaian Perilaku Dengan Nilai Sempurna

Gambar 1.7.9.3. Variabel Penilaian Perilaku Dengan Nilai Berkurang

Pada Gambar 1.7.9.2. terlihat beberapa item penilaian yang


pernyataannya bersifat negatif. Dari gambar tersebut, terlihat bagaimana
Anak Binaan tidak pernah melakukan tindakan-tindakan buruk yang
tertulis dalam item, yang membuat skornya sempurna. Sementara itu,
Gambar 1.7.9.3. terlihat bagaimana pada tanggal 1, Anak Binaan didapati
melakukan pelecehan seksual yang ditandai dengan angka “1” di kolom
“Tanggal Penilaian” nya. Oleh karena itu, total skor Anak Binaan tersebut
langsung berkurang. Hal ini juga berlaku untuk variabel penilaian
kondisi mental. Apabila seorang Anak Binaan didapati menunjukkan

32
gejala yang sesuai dengan item penilaian, petugas dapat mengisi angka
“1”.

1.7.10. HASIL PENILAIAN ANAK BINAAN, CATATAN DISABILITAS,


DAN REKOMENDASI

Di bagian akhir lembar penilaian SPPn AB, terdapat kolom kesimpulan


(lihat Gambar 1.7.10.1.). Dalam bagian kesimpulan ini, terdapat kolom
“Skor” dan “Keterangan Skor” yang akan secara otomatis berubah ketika
petugas sudah melakukan penilaian. Keterangan skor ini akan mengacu
pada skor setiap Anak Binaan, dengan range dari “Sangat Tidak Baik”
sampai “Sangat Patuh”. Lebih lanjut, terdapat kolom “Catatan Skor”
untuk setiap aspek penilaian. Kolom “Catatan Skor” ini tersedia bagi
petugas untuk memberikan catatan-catatan tambahan. Adapun kolom
“Catatan Skor” dibagi menjadi “Catatan Skor Otomatis” dan “Catatan
Skor Manual” (lihat Gambar 1.7.10.2.). “Catatan Skor Otomatis”
merupakan keterangan-keterangan tambahan terkait penilaian yang
sudah tersedia, sehingga petugas hanya tinggal memilih salah satu dari
beberapa pilihan. Sementara itu, “Catatan Skor Manual” merupakan
catatan skor yang harus diisi oleh petugas secara manual. Pengisian
“Catatan Skor Manual” ini dapat memuat informasi-informasi dan
konteks-konteks tertentu yang tidak bisa tergambar dan ternilai dalam
penghitungan kuantitatif penilaian. “Catatan Skor Otomatis” dan
“Catatan Skor Manual” diharapkan dapat memperkaya hasil penilaian
secara kualitatif.

1.7.10.1. Kolom Kesimpulan

33
1.7.10.2. Kolom Catatan Skor

Selanjutnya, pada bagian akhir juga terdapat “Catatan Disabilitas” dan


“Rekomendasi” sebagai kolom yang dapat diisi secara manual oleh
petugas (lihat Gambar 1.7.10.3.). Jika Anak Binaan merupakan
penyandang disabilitas, maka petugas mengisi kolom “Catatan
Disabilitas” berupa keterangan-keterangan tambahan terkait anak
tersebut. Terlebih lagi, jika Anak Binaan penyandang disabilitas tidak
mampu mengikuti kegiatan dan/atau tidak mampu mencapai frekuensi
seperti Anak Binaan non-disabilitas, sehingga bisa mendapatkan hak
yang sama dengan Anak Binaan non-disabilitas. Sementara itu,
“Rekomendasi” berisi rekomendasi dari petugas atas evaluasi terhadap
Anak Binaan selama sebulan penilaian (lihat Gambar 1.7.10.2.).

Gambar 1.7.10.3. Kolom Catatan dan Rekomendasi

1.7.11. NAMA DAN TANDA TANGAN

Gambar 1.7.11.1. Kolom Tanda Tangan, Nama, dan NIP

Pada kolom ini (Gambar 1.7.11.1.) diisi Nomor Induk Pegawai, Nama, dan
Tanda Tangan Digital dari Kasi/Subsi Binadik, Wali Pemasyarakatan,
dan Kepala UPT.

34
1.7.12. PENGHITUNGAN SKOR
1. Penghitungan skor adalah proses mengubah hasil temuan data
menjadi nilai kuantitatif yang akan menghasilkan skor penilaian
pembinaan narapidana;
2. Penghitungan skor dilakukan dengan mengisi data pada file excel
yang telah disediakan sesuai pengamatan, karena di dalam file excel
sudah terdapat rumus yang akan mengubah temuan data menjadi
skor bulanan perilaku narapidana secara otomatis;
3. Penghitungan skor dilakukan pada 4 Variabel yaitu Penilaian
Pembinaan Kepribadian, Penilaian Pembinaan Keterampilan,
Penilaian Perilaku dan Penilaian Kondisi Mental;
4. Penghitungan skor dilakukan melalui tiga tahapan:
a. Menghitung skor item;
b. Menghitung skor aspek;
c. Menghitung skor variabel;
d. Interpretasi skor
5. Skor item diperoleh dengan menjumlahkan data penilaian harian
dalam sebulan, dibagi dengan frekuensi ideal bulanan dan dikalikan
dengan bobot item;
6. Skor aspek diperoleh dengan menjumlahkan seluruh skor item;
7. Skor variabel diperoleh dengan menjumlahkan seluruh skor aspek
dibagi dengan jumlah aspek pada setiap variabel;
8. Interpretasi skor:
Tabel 1.7.12.1.
Interpretasi Skor Variabel
Interpretasi Skor Variabel
Rentang Pembinaan Pembinaan Perilaku Kondisi
Skor Kepribadian Keterampilan Mental
Variabel
0 – 16,66 Sangat tidak Sangat tidak Sangat tidak Sangat tidak
baik baik patuh sehat
mental
16,67 – Tidak baik Tidak baik Tidak patuh Tidak sehat
33,33 mental
33,34 – Cukup baik Cukup baik Cukup Cukup
66,67 patuh sehat
mental
66,68 – Baik Baik Patuh Sehat
83,35 mental
83,36 – Sangat baik Sangat baik Sangat Sangat
100 patuh sehat
mental

35
1.7.13. PELAPORAN
1. Pelaporan hasil penilaian pembinaan Anak Binaan dilakukan setiap
bulan;
2. Pelaporan dilakukan secara berjenjang dari Wali Pemasyarakatan,
Petugas Pembinaan, Kepala Seksi Pembinaan, Kepala Lapas, Kantor
Wilayah Kementerian Hukum dan HAM cq. Divisi Pemasyarakatan,
dan Direktorat Jenderal Pemasyarakatan cq. Direktorat Bimbingan
Kemasyarakatan. Dan Pengentasan Anak;
3. Laporan hasil penilaian pembinaan Anak Binaan dapat digunakan
untuk dasar pengambilan keputusan terkait pelaksanaan pembinaan
selanjutnya serta data tambahan untuk penyusunan Penelitian
Kemasyarakatan (Litmas).

1.8. JANGKA WAKTU PENYELESAIAN

Setiap tahapan penilaian yang telah diuraikan dalam sistem, mekanisme dan
prosedur penilaian pembinaan Anak Binaan memiliki jangka waktu
penyelesaian kegiatan seperti dalam tabel berikut ini:

Tabel 1.8.1.
Jangka Waktu Penyelesaian
No. Kegiatan Output Waktu Keterangan
1 Pengumpulan Data Informasi 1 Hari; Waktu
• Harian dan Data 1 Minggu; pengumpulan data
• Mingguan 1 Bulan disesuaikan
• Bulanan dengan frekuensi
penilaian setiap
indikator
2 Pengisian 1 15 Menit Pengisian
Dokumen dilakukan ke
dalam instrumen
excel secara
manual maupun
secara langsung ke
Sistem Database
Pemasyarakatan
3 Penghitungan Skor 1 Otomatis Penghitungan skor
Dokumen dilakukan secara
otomatis dengan
instrumen excel
penormaan atau

36
secara IT melalui
Sistem Database
Pemasyarakatan
4 Pelaporan 1 1 kali Pelaporan
Dokumen sebulan dilakukan sebelum
tanggal 15 satu
bulan setelah
penilaian

1.9. KEBUTUHAN BIAYA PELAKSANAAN

Tabel 8.1
Kebutuhan Biaya Pelaksanaan
No. Kebutuhan Jumlah Biaya per Unit Total
Cetak Lembar 15 Rp. Rp. 15.000/
1
Pencatatan Lembar 1.000/lembar Orang
Rp. Rp. 50.000/
2 Alat tulis Kantor 1 paket
50.000/paket Orang
Fingerprint/ Daftar Rp. Rp.
3 3 Unit
hadir 3.000.000/unit 9.000.000
Rp. Rp.
4 Komputer 3 unit
10.000.000/unit 30.000.000
Rp. Rp.
5 Tablet 3 unit
6.000.000/unit 18.000.000
Ruang Penilaian 1
6 (Disesuaikan) (Disesuaikan)
(Konseling/wawancara) ruangan

1.10. INSTRUMEN PENILAIAN KINERJA


1.10.1. PENGERTIAN DAN TUJUAN
Secara sederhana, Instrumen Penilaian Kinerja disusun sebagai alat
untuk mempermudah proses pemantauan dan evaluasi. Menurut ILO
(2011) Pemantauan dan evaluasi adalah proses yang memungkinkan
pembuat kebijakan dan pengelola program untuk menilai: bagaimana
suatu intervensi berkembang dari waktu ke waktu (pemantauan);
seberapa efektif suatu program dilaksanakan dan apakah ada
kesenjangan antara hasil yang direncanakan dan hasil yang dicapai
(evaluasi); dan apakah perubahan kesejahteraan disebabkan oleh
program dan program itu sendiri (evaluasi dampak).

Monitoring adalah proses pengumpulan dan analisis informasi


(berdasarkan indikator yang ditetapkan) secara sistematis dan
berkesinambungan tentang kegiatan program sehingga dapat dilakukan
37
tindakan koreksi untuk menyempurnakan program/kegiatan itu
selanjutnya. Tujuan Monitoring, pertama; mengkaji apakah kegiatan-
kegiatan yang dilaksanakan telah sesuai dengan rencana, kedua;
mengidentifikasi masalah yang timbul agar langsung dapat diatasi,
ketiga; melakukan penilaian apakah pola kerja dan manajemen yang
digunakan sudah tepat untuk mencapai tujuan kegiatan, keempat;
mengetahui kaitan antara kegiatan dengan tujuan untuk memperoleh
ukuran kemajuan, kelima; menyesuaikan kegiatan dengan lingkungan
yang berubah, tanpa menyimpang dari tujuan. Adapun evaluasi adalah
proses penilaian pencapaian tujuan dan pengungkapan masalah kinerja
program/kegiatan untuk memberikan umpan balik bagi peningkatan
kualitas kinerja program/kegiatan. Tujuan evaluasi adalah untuk
mendapatkan informasi yang menarik pelajaran dari pengalaman
mengenai pengelolaan kegiatan, keluaran, manfaat, dan dampak dari
kegiatan pembangunan yang baru selesai dilaksanakan, maupun 51 yang
sudah berfungsi, sebagai umpan balik bagi pengambilan keputusan
dalam rangka perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan pengendalian
kegiatan selanjutnya.

1.10.2. JUSTIFIKASI VARIABEL, ASPEK, DAN ITEM PENILAIAN


1.10.2.1. PENCATATAN ANAK PENYANDANG DISABILITAS
Sebagai bentuk akomodasi terhadap Anak Binaan penyandang
disabilitas, dalam data demografi tiap anak tersedia kolom
“Disabilitas” yang dapat diisi. Pencatatan ini dilakukan agar Anak
Binaan dengan disabilitas tidak akan terpengaruh skornya ketika ia
tidak dapat melaksanakan suatu kegiatan pembinaan di LPKA
dengan maksimal karena keterbatasannya. Dalam penyusunan
SPPn AB, definisi Penyandang Disabilitas yang digunakan diambil
dari Pasal 1 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang
Disabilitas:
“Penyandang Disabilitas adalah setiap orang yang mengalami
keterbatasan fisik, intelektual, mental, dan/atau sensorik dalam
jangka waktu lama yang dalam berinteraksi dengan lingkungan
dapat mengalami hambatan dan kesulitan untuk berpartisipasi
secara penuh dan efektif dengan warga negara lainnya berdasarkan
kesamaan hak.”

Selanjutnya, dalam Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016


tentang Disabilitas, jenis-jenis disabilitas dibagi ke dalam 4 (empat)
kategori, yaitu: disabilitas fisik, disabilitas intelektual, disabilitas
mental, dan disabilitas sensorik. Dalam Penjelasan atas Undang-
Undang tersebut, terdapat definisi sederhana dari masing-masing
kategori serta contoh disabilitasnya. Pertama, disabilitas fisik
38
dijelaskan sebagai kondisi di mana fungsi gerak seseorang
terganggu. Beberapa contoh disabilitas fisik adalah sebagai berikut:
a. Amputasi, kondisi hilang atau putusnya bagian tubuh.
b. Kelumpuhan, kondisi di mana satu atau beberapa bagian tubuh
tidak dapat digerakkan.
c. Paraplegia, kelumpuhan pada anggota gerak dari panggul ke
bawah.
d. Cerebral Palsy, gangguan yang memengaruhi gerakan, otot, atau
postur tubuh.

Kategori disabilitas kedua adalah disabilitas intelektual, kondisi di


mana fungsi pikir seseorang terganggu karena kecerdasan di bawah
rata-rata. Beberapa contoh disabilitas intelektual adalah sebagai
berikut:
a. Disabilitas Grahita, kondisi di mana fungsi intelektual seseorang
di bawah rata-rata
b. Down Syndrome, kelainan genetik yang menyebabkan
penderitanya memiliki tingkat kecerdasan yang rendah dan
kelainan fisik yang khas.
c. Dyslexia, gangguan dalam kemampuan seseorang untuk
membaca dan menulis.

Lebih lanjut, penyandang disabilitas mental adalah mereka dengan


kondisi yang mengganggu fungsi pikir, emosi, dan perilakunya.
Beberapa contoh disabilitas mental adalah:
a. Skizofrenia, gangguan mental yang dapat memengaruhi tingkah
laku, emosi, dan komunikasi.
b. Bipolar, gangguan mental yang ditandai dengan perubahan yang
drastic pada suasana hati.
c. Depresi, gangguan suasana hati yang ditandai dengan perasaan
sedih yang mendalam dan hilangnya minat terhadap hal-hal
yang disukai.
d. Anxietas, keadaan tegang yang berlebihan atau tidak pada
tempatnya yang ditandai dengan perasaan khawatir, cemas,
tidak menentu, atau takut.
e. Autis, kelainan perkembangan saraf yang menyebabkan
gangguan perilaku dan interaksi sosial.
f. Hiperaktif, kondisi di mana seseorang tidak bisa diam atau
bahkan sulit fokus.

Terakhir, penyandang disabilitas sensorik adalah mereka yang


fungsi panca inderanya terganggu. Jenis-jenis disabilitas sensorik
adalah:
39
a. Disabilitas Netra, kondisi di mana individu mengalami kerusakan
atau hambatan dalam kemampuan melihatnya.
b. Disabilitas Rungu, kondisi di mana individu mengalami
kerusakan atau hambatan dalam kemampuan mendengarnya.
c. Disabilitas Wicara, kondisi di mana individu mengalami
kerusakan atau hambatan dalam kemampuan berbicara.
d. Disabilitas Daksa, kondisi di mana individu mengalami
kerusakan atau hambatan dalam pergerakan (mobilitas) atau
ketangkasannya.
1.10.2.2. VARIABEL PENILAIAN PEMBINAAN KEPRIBADIAN
Variabel pembinaan kepribadian merupakan amanat dari Pasal 50
ayat (1) UU No. 22 Tahun 2022 tentang Pemasyarakatan.
Berdasarkan Pasal 50 ayat (3), pembinaan kepribadian berupa
pembinaan mental dan spiritual. Dalam penilaian variabel penilaian
kepribadian, setiap kegiatan yang dilakukan akan menambahkan
nilai. Dengan kata lain, semakin banyak kegiatan yang dijalankan,
maka akan semakin tinggi nilai yang didapat oleh Anak Binaan.

1.10.2.2.1. ASPEK KEROHANIAN


Aspek kerohanian merupakan salah satu turunan penilaian
pembinaan kepribadian yang berkaitan dengan pembinaan
spiritual (Pasal 50 ayat (1) UU no. 22 Tahun 2022 tentang
Pemasyarakatan). Dalam pembinaan kepribadian, Instrumen
SPPn-AB berusaha mendorong akomodasi terhadap seluruh
agama dan kepercayaan yang ada di Indonesia. Mulai dari agama
dan kepercayaan yang diakui dalam pencatatan sipil maupun
yang belum tercantum.
Secara umum, kebebasan hak beragama dan kepercayaan di
Indonesia dilindungi oleh Pasal 28 Ayat (1) dan (2) serta 29 Ayat
(1) dan Ayat (2) Undang-undang Dasar 1945. Pasal 28 Ayat (1)
dan (2) yang berbunyi:
a. Setiap orang berhak memeluk agama dan beribadat menurut
agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih
pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal
di wilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak
kembali.
b. Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan,
menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya.

Sementara itu, Pasal 29 Ayat (1) dan (2) UUD 1945 berbunyi:
a. Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa.

40
b. Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk
memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat
menurut agamanya dan kepercayaannya itu.

Selanjutnya, kebebasan beragama diatur melalui Pasal 22


Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
yang berisi:
a. Setiap orang bebas memeluk agamanya masing-masing dan
beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.
b. Negara menjamin kemerdekaan setiap orang memeluk
agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut
agamanya dan kepercayaannya itu.

Secara lebih terperinci, kebebasan beragama diatur dalam


Undang-undang Nomor 1/PNPS/1965 tentang Pencegahan
Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama. Walaupun dalam
peraturan tersebut hanya menyebutkan Islam, Kristen Protestan,
Kristen Katolik, Buddha, Hindu, dan Konghucu/Konfusianisme,
tetapi agama-agama lain di luar agama ini tetap diakui oleh
negara dan tidak dilarang keberadaannya. Kemudian,
masyarakat tetap diberi kebebasan untuk menganutnya.

Dalam lingkup pemasyarakatan, hak itu dijamin pada Pasal 12


(a) Undang-undang No. 22 Tahun 2022 tentang Pemasyarakatan,
yang berisi “menjalankan ibadah sesuai dengan agama atau
kepercayaannya;” Secara lebih lanjut, dalam Standar Pelayanan
Pemasyarakatan tertulis “UPT wajib mengundang pemuka agama
secara berkala, yang mana selanjutnya narapidana/tahanan
dikumpulkan untuk menerima bimbingan rohani.”

Namun, hal yang perlu diperhatikan adalah jangan sampai


beribadah dan melakukan ritual keagamaan dijadikan kewajiban
yang bersifat memaksa. Hal ini tersebut tercantum pada Standar
Pelayanan Anak di Lembaga Penempatan Anak Sementara
(Ditjenpas, 2017) bahwa salah satu tugas pengawas adalah
mencegah kemungkinan terjadinya pelanggaran Hak Asasi
Manusia dalam bentuk pemaksaan agama/ritual keagamaan
terhadap anak. Selain itu, pelarangan pemaksaan terhadap
ritual keagamaan juga tercantum dalam Pasal 18 ayat 1 Undang-
undang Nomor 12 Tahun 2005 tentang Pengesahan International
Covenant on Civil and Political Rights yang berisi:
“Setiap orang berhak atas kebebasan berpikir, bernurani dan
beragama. Hal ini mencakup kebebasan untuk menganut atau
41
memilih agama atau kepercayaan atas pilihannya sendiri, dan
kebebasan, baik secara sendiri maupun bersama-sama dengan
orang lain, baik di tempat umum atau tertutup, untuk
mengejawantahkan agama atau kepercayaannya dalam kegiatan
ibadah, penataan, pengamatan dan pengajaran.”

Instrumen SPPn AB mengakomodasi opsi “Penghayat


Kepercayaan” dan “Agama/Kepercayaan Lainnya”. Hal tersebut
didasari oleh jaminan UUD 1945 Pasal 28 dan 29 UUD NRI 1945
yang menjamin kebebasan memilih agama/kepercayaan.
Menurut Haryanto, UU PNPS No. 1 Tahun 1965 mengakui 3 (tiga)
kategori agama/kepercayaan, yaitu: Pertama, enam agama
(Islam, Kristen Protestan, Katolik, Hindu, Buddha, dan Kong Hu
Chu) yang dipeluk oleh hamper seluruh penduduk Indonesia;
Kedua, agama lainnya; Ketiga, adanya badan/aliran kebatinan
yang saat ini dikenal sebagai aliran/penghayat kepercayaan.

Aliran kepercayaan diakui dalam pencatatan sipil di KTP sejak


adanya Putusan MK Nomor 97/PUU-XIV/2016. Putusan MK
tersebut menyatakan Pasal 6 ayat 2 dan Pasal 64 ayat 5 UU
Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi kependudukan
sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 24 Tahun 2013
tentang perubahan Atas Undang-undang Nomor 23 Tahun 2006
tentang Administrasi Kependudukan bertentangan dengan UUD
NRI 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat
(Mahkamah Konstitusi, 2016). Akibat hukum dari putusan
tersebut adalah hak-hak konstitusional penganut aliran
kepercayaan, khususnya di bidang penulisan keagamannya.
Selain itu, kesetaraan antara kepercayaan dengan agama
walaupun memiliki perbedaan dalam beberapa konsep (Jufri,
2020).

Sementara itu, “Agama/Kepercayaan Lainnya” di luar 6 (enam)


agama pada dasarnya juga dilindungi. UU PNPS 1 Tahun 1965
dan Mahkamah Konstitusi menjelaskan bahwa agama dan
kepercayaan lainnya mendapatkan jaminan dan pelayanan dari
negara (Haryanto, 2018). Menurut Saefudin Syafi’i kepala Pusat
Kerukunan Umat Beragama – Kemenag RI (dalam Kumparan,
2019), agama-agama selain 6 (enam) agama dilindungi dan
dibiarkan keberadaannya serta memiliki hak hidup di Indonesia.
Perbedaan antara agama lainnya dengan 6 (enam) agama adalah
6 (enam) agama dianut oleh mayoritas masyarakat Indonesia,
sehingga perbedaannya adalah pada jumlah penganutnya.
42
Agama di luar 6 agama dianut oleh jumlah yang kecil. Sementara
itu, 6 (enam) agama dianut oleh jumlah pengikut yang besar dan
signifikan. Oleh karena itu, seharusnya agama di luar enam
agama seminimal mungkin dilayani melalui ‘pelayanan
pengakuan’.
Oleh karena itu, penilaian terhadap aspek kerohanian perlu
menyesuaikan dengan agama dan kepercayaan yang dianut oleh
Anak Binaan. Selain itu, penilaian aspek kerohanian tidak boleh
memaksa dan membebani Anak Binaan.

A. Ibadah Tepat Waktu/Rutin


Terdapat enam agama yang saat ini diakui di Indonesia, yaitu
Islam, Kristen Protestan, Kristen Katolik, Buddha, Hindu, dan
Konghucu. Dalam perancangan SPPn AB ini, penilaiannya
berusaha untuk mengakomodasi para penghayat kepercayaan
dan agama/kepercayaan lainnya.

Dalam item ini, frekuensi penilaiannya berbeda-beda, yang mana


disesuaikan dengan agama atau kepercayaan yang dianut Anak
Binaan itu sendiri. Pertama, untuk anak laki-laki yang beragama
Islam, maka frekuensi untuk item ini adalah 30/31 kali dalam
sebulan. Frekuensi ini disesuaikan dengan kewajiban umat
beragama Islam untuk beribadah setiap hari. Sementara itu, bagi
Anak Binaan perempuan beragama Islam, item diubah menjadi
20 kali dalam sebulan karena adanya faktor biologis, yaitu
menstruasi dan berhalangan untuk mengikuti ibadah.

Anak-Anak Binaan yang beragama Kristen Protestan diwajibkan


untuk mengikuti ibadah yang dilakukan di hari Minggu tiap
minggunya. Bagi Anak Binaan penganut agama Kristen
Protestan, frekuensi untuk item ini adalah 4 kali dalam sebulan.

Anak-Anak Binaan yang beragama Kristen Katolik diwajibkan


untuk mengikuti ibadah yang dilakukan di hari Minggu tiap
minggunya. Bagi Anak Binaan penganut agama Kristen Katolik,
frekuensi untuk item ini adalah 4 kali dalam sebulan.

Anak-Anak Binaan yang beragama Buddha diwajibkan untuk


mengikuti ibadah yang dilakukan di hari Minggu tiap minggunya.
Bagi Anak Binaan penganut agama Buddha, frekuensi untuk
item ini adalah 4 kali dalam sebulan.

43
Anak-Anak Binaan yang beragama Konghucu diwajibkan untuk
mengikuti ibadah tiap minggunya. Bagi Anak Binaan penganut
agama Konghucu, frekuensi untuk item ini adalah 4 kali dalam
sebulan.
Anak-Anak Binaan yang beragama Hindu diwajibkan untuk
mengikuti ibadah setiap hari. Bagi Anak Binaan penganut agama
Hindu, frekuensi untuk item ini adalah 30/31 kali dalam
sebulan dengan penyesuaian untuk Anak Binaan perempuan.

Bagi Anak Binaan penganut agama/kepercayaan yang


dikategorikan dalam catatan sipil sebagai penghayat
kepercayaan, frekuensi item ini mengikuti frekuensi item terkecil
yaitu 4 kali dalam sebulan agar pelaksanaan ibadah
terakomodasi.

Bagi Anak Binaan penganut agama yang dikategorikan


“Agama/Kepercayaan Lainnya” atau agama yang belum masuk
dalam pencatatan sipil karena jumlah yang terlalu sedikit adalah
4 kali dalam sebulan. Frekuensi ini didasarkan oleh adopsi
terhadap frekuensi minimal ibadah rutin 6 agama besar di
Indonesia, yaitu: 4. Adopsi ini disebabkan oleh terlalu banyaknya
agama yang dapat dikategorikan sebagai “Agama/Kepercayaan
Lainnya” di luar 6 agama resmi.

B. Membaca dan/atau Belajar Kitab Suci atau Disesuaikan


Dengan Kepercayaan Yang Dianut
Dalam item ini, semua agama memiliki frekuensi sebanyak 4 kali
dalam sebulan. Angka empat dipilih mengingat anak sehari-hari
memiliki banyak kegiatan yang wajib diikuti di LPKA. Sehingga,
angka empat dipilih agar tidak terlalu membebani anak dalam
menjalani kesehariannya di LPKA.

C. Melakukan Ibadah di Luar Ibadah Wajib


Segala hal yang termasuk sebagai ibadah, tetapi bukan ibadah
wajib (berzakat untuk yang beragama Islam, dll.) frekuensinya
adalah 2 kali dalam sebulan. Frekuensi ini berlaku untuk
semua agama. Angka dua dipilih dengan pertimbangan
bahwaanak di LPKA memiliki berbagai macam kegiatan yang
wajib diikuti. Sehingga, frekuensi ini diharapkan tidak akan
mengganggu anak dalam memenuhi kewajibannya di LPKA.

44
D. Mengikuti Kegiatan Ceramah atau Khotbah atau
Disesuaikan Dengan Kepercayaan Yang Dianut
Dalam Standar Pelayanan Pemasyarakatan, UPT wajib
mengundang pemuka agama secara berkala, yang mana
selanjutnya Anak Binaan/tahanan dikumpulkan untuk
menerima bimbingan rohani. Oleh karena itu, kegiatan ceramah
atau khotbah ini frekuensinya adalah 4 kali dalam sebulan
untuk semua agama. Angka 4 dipilih dengan
mempertimbangkan juga kemampuan UPT untuk dapat
mengundang pemuka agama dari berbagai jenis agama.

E. Mengikuti Ibadah Secara Berkelompok (Termasuk


Perayaan Hari Besar)
Jika tidak ada perayaan hari yang besar yang dirayakan pada
bulan tertentu, maka kegiatan dapat diganti dengan ibadah
secara berkelompok. Untuk penilaian item ini, frekuensi yang
ditetapkan untuk semua agama adalah 1 kali dalam sebulan.
Angka 1 dipilih dengan pertimbangan yang serupa dengan
justifikasi-justifikasi sebelumnya, yaitu anak di LPKA memiliki
banyak kegiatan wajib lain yang harus diikuti dan diharapkan
kegiatan ini tidak akan membebani anak dalam mengikutinya
dan UPT dalam memfasilitasinya.

F. Menjalankan Ritual Aliran Kepercayaan (Untuk Individual


Penghayat Kepercayaan)
Item penilaian ini diperuntukan bagi anak yang merupakan
penghayat kepercayaan. UPT juga didorong untuk dapat
mengakomodasi para penghayat kepercayaan untuk dapat
melaksanakan ritual aliran kepercayaan mereka sesuai dengan
ketentuan yang berlaku. Dalam item ini, frekuensi yang
ditentukan adalah 4 kali dalam sebulan.

1.10.2.2.2. ASPEK JASMANI


A. Melakukan Kegiatan Rekreasional
Dalam Pasal 12 Undang-Undang No. 22 Tahun 2022 tentang
Pemasyarakatan disebutkan bahwa anak berhak mendapatkan
kegiatan rekreasional selama menjalani masa pembinaannya di
LPKA. Contoh kegiatan rekreasional yang dapat dilakukan anak
di lingkungan LPKA adalah bermain dengan sesama Anak Binaan
atau sekadar menikmati tontonan di televisi. Untuk item
penilaian ini, frekuensi yang ditentukan adalah 8 kali dalam

45
sebulan. Angka 8 ditentukan dengan mempertimbangkan masih
banyaknya kegiatan anak di LPKA yang harus diikuti.

B. Melakukan Olahraga
Aktivitas fisik telah diidentifikasi sebagai strategi yang dapat
meningkatkan kesejahteraan sosial dan emosional pada at-risk
youth (Collingwood, 1997). Selain itu, item ini didasarkan oleh
Pasal 3 PP no. 31 Tahun 1999 tentang Pembinaan dan
Pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan yang
mengamanahkan pembinaan untuk Kesehatan jasmani.
Frekuensi melakukan olahraga bagi Anak Binaan laki-laki
adalah 8 kali dalam sebulan. Namun, karena alasan biologis,
anak frekuensi melakukan olahraga bagi Anak Binaan
perempuan dikurangi menjadi 6 kali dalam sebulan.
Pengurangan ini dilakukan sebagai bentuk akomodasi bagi anak
perempuan yang sedang dalam masa datang bulan.

1.10.2.2.3. ASPEK KESADARAN HUKUM, BERBANGSA, DAN


BERNEGARA
Aspek kesadaran hukum, berbangsa, dan bernega didasarkan
pada penjelasan Pasal 50 ayat (3) Undang-Undang No. 22 Tahun
2022 tentang Pemasyarakatan menjelaskan bahwa Pembinaan
Kepribadian salah satunya adalah pembinaan kesadaran
berbangsa dan bernegara. Selain itu, didasarkan pada Pasal 3 PP
No. 31 Tahun 1999 tentang Pembinaan dan Pembimbingan
Warga Binaan Pemasyarakatan. Pasal tersebut mengamanatkan
bentuk pembinaan meliputi pembinaan kesadaran berbangsa
dan bernegara serta pembinaan kesadaran hukum.

Aspek Kesadaran Hukum, Berbangsa, dan Bernegara menjadi


penting karena Menurut Badan Nasional Penanggulangan
Terorisme (BNPT), salah satu ciri-ciri radikalisme dalam konteks
kenegaraan adalah tidak mau mengakui Pancasila sebagai
ideologi negara, tidak mengakui Negara Kesatuan Republik
Indonesia (NKRI), dan tidak mengakui hukum nasional. Hal
tersebut berimplikasi pada tidak diakuinya Bendera Republik
Indonesia (Merah Putih), tidak mau menyanyikan lagu
Kebangsaan Republik Indonesia serta lagu wajib lainnya, serta
perilaku lain yang menentang bentuk, system, dan simbol yang
terkait dengan. Republik Indonesia (dalam Tahir, Malik, &
Novrika, 2020).

46
Oleh karena itu, Aspek Kesadaran Hukum, Berbangsa, dan
Bernegara menjadi penting untuk diturunkan dalam item-item
penilaian sebagai sebagai tolok ukur penilaian pembinaan.
Adapun hal ini bertujuan untuk menanamkan rasa cinta tanah
air, upaya deradikalisasi, sekaligus moderasi faham-faham
radikal yang dianut oleh Anak Binaan.

Item di bawah merupakan turunan pelaksanaan pembinaan


dalam Aspek Kesadaran Hukum, Berbangsa, dan Bernegara.

A. Mengikuti Penyuluhan Hukum


Sesuai dengan apa yang tertulis dalam Pasal 12 Undang-Undang
No. 22 Tahun 2022 tentang Pemasyarakatan, Anak Binaan
berhak untuk mendapatkan penyuluhan hukum. Frekuensi
sebanyak 1 kali dalam sebulan. Angka satu dipilih dengan
menyesuaikan kemampuan UPT untuk melaksanakan kegiatan
yang berkaitan dengan kesadaran hukum, berbangsa, dan
bernegara.

B. Mengikuti Penyuluhan Wawasan Berbangsa dan Bernegara


Seperti yang telah dijelaskan di atas bahwa beberapa ciri dari
radikalisme dalam konteks kenegaraan adalah tidak mau
mengakui Pancasila sebagai ideologi negara, tidak mengakui
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), dan tidak mengakui
hukum nasional (Tahir, Malik, & Novrika, 2020). Oleh karena itu,
item Mengikuti Penyuluhan Wawasan Berbangsa dan Bernegara
menjadi penting sebagai upaya penenaman cinta tanah air,
moderasi faham radikal, dan deradikalisasi.

Oleh karena itu, Frekuensi sebanyak 1 kali dalam sebulan.


Angka satu dipilih dengan menyesuaikan kemampuan UPT
untuk melaksanakan kegiatan yang berkaitan dengan kesadaran
hukum, berbangsa, dan bernegara.

C. Mengikuti Upacara Bendera


Seperti yang telah dijelaskan pada penjelasan Aspek Kesadaran
Hukum, Berbangsa, dan Bernegara bahwa beberapa bentuk dari
radikalisme dan penolakan terhadap NKRI dan simbol negara
lainnya adalah tidak diakuinya Bendera Republik Indonesia
(Merah Putih) dan tidak mau menyanyikan lagu Kebangsaan
Republik Indonesia serta lagu wajib lainnya (Tahir, Malik, &
Novrika, 2020), maka item ini penting sebagai upaya counter
terhadap faham radikal penanaman cinta tanah air,
47
deradikalisasi, dan moderasi faham radikal. Oleh karena itu,
pada item ini Frekuensi dipilih sebanyak 1 kali dalam sebulan.
Angka satu dipilih dengan menyesuaikan kemampuan UPT
untuk melaksanakan kegiatan yang berkaitan dengan kesadaran
hukum, berbangsa, dan bernegara.

D. Hormat Bendera Saat Upacara


Seperti yang telah dijelaskan pada penjelasan Aspek Kesadaran
Hukum, Berbangsa, dan Bernegara bahwa beberapa bentuk dari
radikalisme dan penolakan terhadap NKRI dan simbol negara
lainnya adalah tidak diakuinya Bendera Republik Indonesia
(Merah Putih) dan tidak mau menyanyikan lagu Kebangsaan
Republik Indonesia serta lagu wajib lainnya (Tahir, Malik, &
Novrika, 2020), maka item ini penting sebagai upaya counter
terhadap faham radikal penanaman cinta tanah air,
deradikalisasi, dan moderasi faham radikal.

Frekuensi sebanyak 1 kali dalam sebulan. Angka satu dipilih


dengan menyesuaikan kemampuan UPT untuk melaksanakan
kegiatan yang berkaitan dengan kesadaran hukum, berbangsa,
dan bernegara.

E. Mengikuti Pramuka
Seperti yang telah dijelaskan pada penjelasan Aspek Kesadaran
Hukum, Berbangsa, dan Bernegara bahwa beberapa bentuk dari
radikalisme dan penolakan terhadap NKRI dan simbol negara
lainnya adalah tidak diakuinya Bendera Republik Indonesia
(Merah Putih) dan tidak mau menyanyikan lagu Kebangsaan
Republik Indonesia serta lagu wajib lainnya (Tahir, Malik, &
Novrika, 2020), maka item ini penting sebagai upaya counter
terhadap faham radikal penanaman cinta tanah air,
deradikalisasi, dan moderasi faham radikal. Item ini juga
didasarkan atas Amanah Pasal 24 PP No. 31 Tahun 1999 tentang
Pembinaan dan Pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan.
Frekuensi sebanyak 1 kali dalam sebulan. Angka satu dipilih
dengan menyesuaikan kemampuan UPT untuk melaksanakan
kegiatan yang berkaitan dengan kesadaran hukum, berbangsa,
dan bernegara.

1.10.2.2.4. ASPEK PENDIDIKAN


Pendidikan merupakan aspek fundamental bagi anak secara
umum, termasuk Anak Binaan. Hal tersebut diamanahkan pada
48
Pasal 9 ayat (1) dan (2) UU No. 23 Tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak. Pasal tersebut menyebutkan bahwa setiap
anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam
rangka pengembangan kepribadiannya dan tingkat kecerdasan
sesuai dengan minat dan bakat anak. Kemudian, Pasal tersebut
juga mendorong pemerintah dalam memberikan akses khusus
bagi anak yang mengalami disabilitas.

Hal tersebut merupakan implementasi beberapa arahan strategis


RPJMN 2020-2024. Pertama, “Meningkatkan Kualitas Anak,
Perempuan, dan pemuda”. Kedua, meningkatkan pemerataan
layanan pendidikan berkualitas melalui peningkatan kualitas
pengajaran dan pembelajaran serta peningkatan pemerataan
akses layanan pendidikan di semua jenjang dan percepatan
pelaksanaan wajib belajar 12 tahun. Ketiga, meningkatkan
produktivitas dan daya saing melalui pendidikan dan pelatihan
vokasi dan pengelolaan manajemen talenta nasional (BAPPENAS,
2020).

Bagi Anak Binaan, pendidikan merupakan pembinaan yang


penting dan mendesak karena Pasal 104 sampai 105 Mandela
Rules serta Pasal 38 sampai 40 Havana Rules menjabarkan
bahwa Anak Binaan berhak mendapatkan pendidikan yang
terintegrasi dengan sistem pendidikan nasional secara umum,
sehingga pihak pengelola penjara (LPKA) wajib menyediakannya.
Hal tersebut bertujuan agar Anak Binaan bisa kembali kembali
menyesuaikan diri dan diterima oleh masyarakat serta dapat
bekerja (ketika sudah mencukupi umur) ketika bebas dari LPKA.
Kemudian, Pasal 41 Havana Rules juga mengamanahkan
penyediaan akses perpustakaan sebagai wadah peningkatan
ilmu pengetahuan bagi warga binaan. Adapun, pembinaan
pendidikan juga tercantum dalam Pasal 50 UU No. 22 Tahun
2022 tentang pemasyarakatan, di mana pembinaan pendidikan
terdiri dari pendidikan formal, non-formal, dan/atau informal.

A. Mengikuti Pendidikan Formal/Non-Formal


Dalam Pasal 50 UU No. 22 Tahun 2022 tentang Pemasyarakatan
mencantumkan bahwa pendidikan merupakan bagian dari
pembinaan Anak Binaan. Pasal 85 UU No. 11 Tahun 2012
tentang Sistem Peradilan Pidana Anak juga mencantumkan
bahwa anak yang ditempatkan di LPKA berhak untuk
mendapatkan pendidikan. Selain itu, pendidikan di fasilitas
49
penahanan penting untuk dilaksanakan sebab memiliki potensi
untuk mengurangi kejahatan, meningkatkan prestasi akademik,
dan menurunkan tingkat residivisme (Coker, 2020).

Hal tersebut juga upaya implementasi dari arahan strategis


beberapa arahan strategis RPJMN 2020-2024. Pertama,
“Meningkatkan Kualitas Anak, Perempuan, dan pemuda”. Kedua,
meningkatkan pemerataan layanan pendidikan berkualitas
melalui peningkatan kualitas pengajaran dan pembelajaran serta
peningkatan pemerataan akses layanan pendidikan di semua
jenjang dan percepatan pelaksanaan wajib belajar 12 tahun.
(BAPPENAS, 2020).

Mengacu pada ketentuan dalam undang-undang dan contoh


studi yang ada, maka sudah menjadi kewajiban bagi UPT-UPT
untuk dapat menyelenggarakan kegiatan pendidikan baik formal
maupun non-formal/informal bagi anak-Anak Binaannya.

Berkaitan dengan hal ini, maka frekuensi yang ditentukan


adalah 20 kali dalam sebulan. Angka 20 ditentukan karena
anak mengikuti kegiatan pendidikan dari hari Senin sampai
Jumat saja.

B. Mengikuti Kegiatan Yang Menambah Pengetahuan Baik


Secara Visual atau Audiovisual (Membaca atau Mendengar
Buku atau Menonton)
Item ini diadakan untuk meningkatkan pengetahuan anak-anak
bimbingan di LPKA. Selain diamanahkan dalam Pasal 41 Havana
Rules, item ini juga bertujuan untuk mendukung arahan
strategis RPJMN 2020-2024 di bidang Revolusi Mental dan
Pembangunan Kebudayaan, yaitu: “Meningkatkan budaya
literasi, inovasi, dan kreativitas bagi terwujudnya masyarakat
berpengetahuan dan berkarakter” melalui peningkatan budaya
literasi yang mencakup pengembangan budaya kegemaran
membaca serta pengembangan budaya iptek, inovasi, kreativitas,
dan daya cipta yang mencakup peningkatan budaya riset dan
ekperimentasi ilmiah sejak usia dini, pengembangan budaya
produksi dan kreativitas berbasis inovasi (BAPPENAS, 2020). Hal
ini sangat penting karena pada tahun 2018 nilai budaya literasi
masyarakat Indonesia hanya sebesar 55,0. Adapun target yang
ingin dicapai dicapai tahun 2024 dalam RPJMN 2020-2024
adalah 71,0 (BAPPENAS R.I., 2020).

50
Dalam item ini, terdapat penggunaan media-media yang berbeda
menyesuaikan kebutuhan Anak Binaan. Bagi Anak Binaan yang
tidak mengalami disabilitas, maka item kegiatan adalah
“Mengikuti Kegiatan Yang Menambah Pengetahuan Baik Secara
Visual atau Audiovisual (Membaca atau Mendengar Buku atau
Menonton)”.

Bagi Anak Binaan dengan disabilitas disleksia, maka item


kegiatan adalah “Mengikuti kegiatan menonton video atau
mendengar audiobook untuk menambah ilmu pengetahuan”.

Bagi Anak Binaan dengan disabilitas rungu, maka item kegiatan


adalah “Membaca Buku”. Bagi Anak Binaan dengan disabilitas
netra, maka item kegiatan adalah “Mendengar Audio Book”.

Frekuensi yang ditentukan untuk item penilaian ini adalah 4 kali


dalam sebulan, dengan pertimbangan banyaknya kegiatan-
kegiatan lain untuk anak-anak di LPKA.

1.10.2.2.5. ASPEK KONSELING DAN REHABILITASI


A. Mengikuti Kegiatan Kunjungan Keluarga
Fulcher (2013) berpendapat bahwa segala bentuk komunikasi
dengan keluarga dan kerabat dapat menjadi cara untuk
menegaskan kembali rasa kemanusiaan bagi mereka yang
sedang menjalani masa pidana dan memberikan mereka
harapan. Melalui kontak tersebut, mereka diyakinkan bahwa ia
masih dicintai dan belum ditinggalkan. Lebih lanjut, dalam
konteks anak, Tarolla et al. (2002) juga berpendapat bahwa
proses interaksi dengan keluarga dianggap dapat memediasi
masalah yang dimiliki seorang anak. Pada akhirnya, item
peniliaian ini ada untuk mendorong Anak Binaan untuk bersedia
bertemu dengan keluarganya melalui kegiatan kunjungan yang
dianggap baik bagi kondisi psikologis Anak Binaan.

Frekuensi item ini mengacu pada Keputusan Menteri Hukum


dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor M.HH-
03.OT.02.02 Tahun 2014 tentang Pedoman Perlakuan Anak di
Balai Pemasyarakatan (BAPAS), Lembaga Penempatan Anak
Sementara (LPAS), dan Lembaga Pembinaan Khusus Anak
(LPKA). Dalam peraturan tersebut dituliskan bagaimana setiap
anak yang berada di dalam LPKA dijamin dapat mendapatkan
kunjungan berdasarkan ketetapan yang berlaku—yang mana

51
pengunjung harus mendapatkan izin dari Kepala LPKA atau
pihak yang ditunjuk. Selain itu, dalam kebijakan tersebut juga
tertulis bagaimana anak berhak dikunjungi sebanyak 3 kali
dalam seminggu dan 1 kali seminggu bagi mereka yang masih
menjalani masa orientasi. Dalam instrumen penilaian ini,
frekuensi yang ditentukan adalah 4 kali dalam sebulan.

B. Mengikuti Konseling Psikologis


Dengan didukung praktisi yang kompeten, Varghese et al. (2015)
berpendapat bahwa konseling psikologis berperan besar dalam
meningkatkan kesehatan mental di lingkungan Pemasyarakatan,
tak terkecuali Anak Binaan. Lebih lanjut, konseling psikologis ini
juga diperlukan untuk mendukung proses reintegrasi mereka
yang sedang menjalani masa pidananya. Di LPKA, konseling
diberikan kepada Anak didasarkan pada masalah dan
kebutuhan Anak. Untuk item penilaian ini, frekuensi yang
ditetapkan adalah 1 kali dalam sebulan mengingat banyaknya
kegiatan lain yang ada di LPKA.

C. Mengikuti Rehabilitasi Sosial


Dalam Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika,
rehabilitasi sosial dijelaskan sebagai kegiatan pemulihan secara
terpadu, baik fisik, mental maupun sosial, agar bekas pecandu
Narkotika dapat kembali melaksanakan fungsi sosial dalam
kehidupan masyarakat. Selanjutnya, kegiatan ini dapat
membekali Anak Binaan untuk dapat menjalani gaya hidup yang
sehat setelah keluar dari LPKA (Darbouze, 2008). Dalam
instrumen penilaian ini, rehabilitasi sosial diutamakan bagi Anak
Binaan dengan kasus Narkotika. Frekuensi untuk item penilaian
adalah 1 kali dalam sebulan. Frekuensi ini dipilih mengingat
Anak Binaan masih harus mengikuti kegiatan-kegiatan lainnya,
tetapi juga sebagai pendorong bagi UPT untuk memberikan
rehabilitasi ini untuk kepentingan terbaik Anak Binaan kasus
narkotika.

D. Mengikuti Rehabilitasi Medis


Dalam Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika,
rehabilitasi medis adalah suatu proses kegiatan pengobatan
secara terpadu untuk membebaskan pecandu dari
ketergantungan Narkotika. Dalam instrumen penilaian ini,
rehabilitasi medis diutamakan bagi Anak Binaan dengan kasus
Narkotika. Frekuensi untuk item penilaian adalah 1 kali dalam
52
sebulan. Frekuensi ini dipilih mengingat Anak Binaan masih
harus mengikuti kegiatan-kegiatan lainnya, tetapi juga sebagai
pendorong bagi UPT untuk memberikan rehabilitasi ini untuk
kepentingan terbaik Anak Binaan kasus narkotika.

1.10.2.3. VARIABEL PENILAIAN PEMBINAAN KEMANDIRIAN


Program pembinaan kemandirian didasarkan dalam Mandela Rules,
Havana Rules, dan Beijing Rules. Dalam Pasal 4 Mandela Rules
disebutkan bahwa pihak penjara harus menawarkan pelatihan
kejuruan, yang juga tertuang dalam Pasal 18 ayat (2) Havana Rules
dan ditegaskan lagi dalam Pasal 37 Beijing Rules. Selain itu variable
ini juga didasarkan oleh pasal 50 UU Pemasyarakatan 2022 yang
mengamanahkan pembinaan kemandirian yang berupa pelatihan
keterampilan.

Variabel ini juga upaya implementasi arahan RPJMN 2020-2024


untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Adapun upaya
tersebut adalah sebagai berikut. Pertama, peningkatan produktivitas
dan pendidikan kewirausahaan. Kedua, meningkatkan produktivitas
dan daya saing melalui pendidikan dan pelatihan vokasi serta
pengelolaan manajemen talenta nasional (BAPPENAS, 2020).

Sejalan dengan hal tersebut, maka dirasa penting bagi Anak Binaan
untuk tetap mendapatkan kesempatan untuk menerima dan
mengikuti kegiatan guna meningkatkan kemandiriannya.
Peningkatan kapasitas ini diharapkan dapat bermanfaat bagi Anak
Binaan sebagai bekal saat proses reintegrasi nanti

1.10.2.3.1. ASPEK PELATIHAN KETERAMPILAN


(PENDIDIKAN INFORMAL) DIDASARKAN PADA
BAKAT SENI DAN USAHA KEMANDIRIAN
A. Mengikuti Pelatihan Keterampilan Yang Tersedia
Untuk item ini, frekuensinya bersifat situasional. Artinya, dalam
sebulan kegiatan ini bisa dilaksanakan dan bisa tidak
dilaksanakan. Hal ini tergantung pada kebijakan masing-masing
UPT. Meskipun demikian, UPT tetap didorong untuk dapat
memfasilitasi Anak Binaan dengan mengadakan pelatihan
keterampilan yang bermanfaat sesering mungkin.

B. Mengikuti Bimbingan Penyaluran Bakat Yang Tersedia


Berbeda dengan item sebelumnya, item ini memiliki frekuensi
sebanyak 8 kali dalam sebulan. Angka 8 dipilih untuk

53
mendorong pihak UPT agar dapat melaksanakan kegiatan
bimbingan penyaluran bakat yang tersedia serutin mungkin.
Jenis-jenis kegiatan yang dapat dilaksanakan mengikuti
kebijakan dari masing-masing UPT.

C. Mematuhi Peraturan Sesuai Prosedur Kegiatan


Dalam mengikuti kegiatan-kegiatan yang ada di LPKA, anak-
Anak Binaan wajib untuk mematuhi peraturan yang ada. Maka
dari itu, frekuensi dari item ini adalah 8 kali dalam sebulan,
mengikuti jumlah kegiatan yang dilaksanakan di masing-masing
UPT.

1.10.2.4. VARIABEL PENILAIAN PERILAKU


Berbeda dengan cara penilaian item-item dari variable pembinaan
kepribadian dan variable pembinaan kemandirian, variable penilaian
perilaku bersifat negatif jika diisi. Dengan kata lain, variable
penilaian perilaku diisi ketika Anak Binaan melakukan kesalahan
dalam bentuk melakukan salah satu atau beberapa item yang
tertera. Jika didapati anak melakukan hal yang tertulis pada item
ini, maka nilainya akan berkurang
1.10.2.4.1. ASPEK PERILAKU PROSOSIAL (KEPEDULIAN &
KEJUJURAN)
Dalam RPJMN 2020-2024 disebutkan bahwa globalisasi
mungkin menyebabkan adanya pelemahan nilai-nilai positif
pada sebagian kelompok masyarakat seperti kejujuran, empati,
kesukarelawanan, dan toleransi (BAPPENAS, 2020). Oleh karena
itu, perlu adanya upaya untuk mengembalikan nilai-nilai positif
pada Anak Binaan di lingkungan LPKA.

A. Tidak Bersedia Menolong Orang Lain Meskipun Tanpa


Diminta
Dalam item ini, toleransi frekuensi yang ditentukan adalah 3 kali
dalam sebulan. Dengan kata lain, jika Anak Binaan melakukan
kesalahan Tidak Bersedia Menolong Orang Lain Meskipun Tanpa
Diminta, maka nilai akan berkurang.

B. Tidak Peduli Dengan Permasalahan Orang Lain


Dalam item ini, toleransi frekuensi yang ditentukan adalah 3 kali
dalam sebulan. Dengan kata lain, jika Anak Binaan melakukan
kesalahan dalam bentuk Tidak Peduli Dengan Permasalahan
Orang Lain, maka nilai akan berkurang.

54
C. Tidak Menunjukkan Perilaku Empati Terhadap Orang Lain
Dalam item ini, toleransi frekuensi yang ditentukan adalah 3 kali
dalam sebulan. Dengan kata lain, jika Anak Binaan melakukan
kesalahan dalam bentuk Tidak Menunjukkan Perilaku Empati
Terhadap Orang Lain, maka nilai akan berkurang.

D. Tidak Bersikap Toleransi Terhadap Penganut


Agama/Kepercayaan Lain
Pada tahun 2021, Indeks Kerukunan Umat Beragama
menunjukkan angka sebesar 72,39 atau turun dari tahun 2019
yang menunjukan angka 73,8 (BAPPENAS, 2020; Kemenag,
2021). Angka ini menunjukkan penghormatan terhadap
keragaman agama dan kebudayaan dinilai masih lemah.

Adapun arahan strategis RPJMN 2020-2024 di bidang Revolusi


Mental dan Pembangunan Kebudayaan adalah memperkuat
moderasi beragama untuk mengukuhkan toleransi, kerukunan,
dan harmoni sosial melalui penguatan cara pandang, sikap, dan
praktik beragama dalam perspektif jalan tengah untuk
memantapkan persaudaraan dan kebersamaan di kalangan
umat beragama, penguatan harmoni dan kerukunan umat
beragama, dan penyelarasan relasi agama dan budaya.

Oleh karena itu, item penilaian ini ada untuk mendorong Anak
Binaan di LPKA untuk tetap bersikap toleransi terhadap mereka
yang menganut agama atau kepercayaan beda dari mereka.

Toleransi Frekuensi untuk item penilaian ini adalah 1 (satu) kali


sebulan, yang artinya Anak Binaan langsung mendapatkan nilai
0 ketika bersikap tidak toleransi terhadap penganut
agama/kepercayaan lain.

E. Tidak Bersedia Mengikuti Aktivitas Bersama Pada Kegiatan


Pembinaan
Toleransi frekuensi untuk item penilaian ini adalah 3 (tiga) kali
dalam sebulan. Dengan kata lain, jika Anak Binaan melakukan
kesalahan tidak bersedia mengikuti aktivitas bersama pada
kegiatan pembinaan, maka nilai akan berkurang.

55
F. Tidak Mengucapkan Sapa, Salam, Senyum, Sopan, Dan
Santun Kepada Petugas Dan Sesama Anak
Toleransi frekuensi untuk item penilaian ini adalah 3 (tiga) kali
dalam sebulan. Dengan kata lain, jika Anak Binaan melakukan
kesalahan tidak mengucapkan sapa, salam, senyum, sopan, dan
santun kepada petugas dan sesama anak, maka nilai akan
berkurang.

G. Melakukan Pelecehan Seksual (Verbal Dan Non-Verbal)


Terhadap Petugas Maupun Sesama Anak Binaan
Pasal 3 Undang-Undang No. 12 Tahun 2022 tentang Tindak
Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS No. 12 Tahun 2022)
menyebutkan bahwa tujuan dari substansi UU tersebut
beberapa di antaranya adalah mencegah segala bentuk
kekerasan seksual dan mewujudkan lingkungan tanpa
kekerasan seksual.

Selaras dengan tujuan-tujuan tersebut, maka dirasa penting


untuk mengikutsertakan item ini dalam instrumen untuk
melindungi Anak Binaan dari potensi pelecehan dan kekerasan
seksual yang dilakukan oleh sesama Anak Binaan maupun
petugas pemasyarakatan.

Berdasarkan Pasal 4 UU TPKS No. 12 Tahun 2022, bentuk-


bentuk pelecehan dan kekerasan seksual adalah sebagai berikut:
pelecehan seksual nonfisik, pelecehan seksual fisik, penyiksaan
seksual, eksploitasi seksual, perbudakan seksual perkosaan,
perbuatan cabul, persetubuhan terhadap Anak, perbuatan cabul
terhadap Anak, dan/ atau eksploitasi seksual terhadap Anak,
perbuatan melanggar kesusilaan yang bertentangan dengan
kehendak Korban, pornografi yang melibatkan Anak atau
pornografi yang secara eksplisit memuat kekerasan dan
eksploitasi seksual, pemaksaan pelacuran, dan tindak pidana
lain yang dinyatakan secara tegas sebagai Tindak Pidana
Kekerasan Seksual sebagaimana diatur dalam ketentuan
peraturan perundang-undangan.

Toleransi Frekuensi untuk item penilaian ini adalah 1 (satu) kali


sebulan, yang artinya Anak Binaan langsung mendapatkan nilai
0 ketika melakukan Melakukan Pelecehan Seksual (Verbal Dan
Non-Verbal) Terhadap Petugas Maupun Sesama Anak Binaan.

56
H.Berbohong Kepada Wali Dan Teman
Toleransi frekuensi untuk item penilaian ini adalah 3 (tiga) kali
dalam sebulan. Dengan kata lain, jika Anak Binaan melakukan
kesalahan berbohong kepada wali dan teman, maka nilai akan
berkurang.

1.10.2.4.2. ASPEK HUBUNGAN DENGAN TEMAN SEBAYA

A. Tidak Mampu Berkomunikasi Dengan Orang Lain


Toleransi frekuensi untuk item penilaian ini adalah 3 (tiga) kali
dalam sebulan. Dengan kata lain, jika Anak Binaan melakukan
kesalahan tidak mampu berkomunikasi dengan orang lain, maka
nilai akan berkurang.

B. Tidak Mau Bergaul Dan Bekerja Sama Dengan Orang Lain


(Di Luar Golongannya Yang Berbasis Identitas Seperti
Suku, Ras, Dan Identitas Lainnya)
Menurut BNPT, terdapat beberapa ciri khas bentuk sikap yang
kurang baik terkait dengan persoalan radikalisme, dalam
konteks ini adalah identitas. Beberapa sikap tersebut adalah
eksklusif atau membedakan seseorang yang berbeda dengan
identitasnya, memilih teman yang memiliki pandangan sama,
dan hanya bersosialisasi dengan komunitas dengan identitas
yang sama (dalam Tahir, Malik, & Novrika, 2020).

Toleransi frekuensi untuk item penilaian ini adalah 1 (satu) kali


dalam sebulan. Dengan kata lain, jika Anak Binaan melakukan
kesalahan tidak mau bergaul dan bekerja sama dengan orang
lain (di luar golongannya yang berbasis identitas seperti suku,
ras, dan identitas lainnya), maka nilai akan berkurang.

C. Tidak Mau Bergaul Dan Bekerja Sama Dengan Orang Lain


(Di Luar Kelompok Ekstremis Berbasis Kekerasan)
Menurut BNPT, terdapat beberapa ciri khas bentuk sikap yang
kurang baik terkait dengan persoalan ekstremisme berbasiskan
kekerasan. Beberapa sikap tersebut adalah eksklusif atau
membedakan seseorang yang berbeda dengan
kelompok/alirannya, memilih teman yang memiliki pandangan
dan keyakinan yang sama, dan hanya bersosialisasi dengan
komunitas yang sealiran (dalam Tahir, Malik, & Novrika, 2020).

57
Toleransi frekuensi untuk item penilaian ini adalah 1 (satu) kali
dalam sebulan. Dengan kata lain, jika Anak Binaan melakukan
kesalahan tidak mau bergaul dan bekerja sama dengan orang
lain (di luar kelompok ekstremisme berbasis kekerasan), maka
nilai akan berkurang.

D. Tidak Mampu Bergaul Dan Menghormati Orang Lain


Toleransi frekuensi untuk item penilaian ini adalah 3 (tiga) kali
dalam sebulan. Dengan kata lain, jika Anak Binaan melakukan
kesalahan tidak mampu bergaul dan menghormati orang lain,
maka nilai akan berkurang. Beberapa bentuk kesalahan dalam
item ini adalah memaksakan kehendak, temprament,
premanisme.

E. Melakukan Perundungan (Fisik, Verbal, Non-Verbal,


Langsung, dan/atau Tidak Langsung).
Perundungan merupakan segala bentuk penindasan atau
kekerasan yang dilakukan dengan sengaja oleh satu orang atau
sekelompok orang yang lebih kuat atau berkuasa terhadap orang
lain, dengan tujuan untuk menyakiti dan dilakukan secara terus
menerus (Kemen PPPA, n.d.). Pencegahan perundungan diatur
dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 82
Tahun 2015 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Tindak
Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan. Menurut Pasal 3,
Permendikbud ini bertujuan untuk melindungi anak dari
Tindakan kekerasan sekaligus mencegah anak melakukan
Tindakan kekerasan di lingkungan satuan pendidikan maupun
dalam kegiatan sekolah di luar lingkungan satuan pendidikan.

Pasal 6 Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor


82 Tahun 2015 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Tindak
Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan mengkategorikan
perundungan sebagai bentuk tindak kekerasan di lingkungan
satuan pendidikan. Adapun definisi dari perundungan menurut
Permendikbud ini adalah Tindakan mengganggu, mengusik
terus-menerus, atau menyusahkan.

Secara lebih lanjut, yang dikategorikan sebagai perundungan


menurut Permendikbud 82/2015 dan Kementerian PPPA di
antaranya adalah:
a. Perpeloncoan.

58
b. Kontak fisik (menganiaya, memukul, mendorong,
menjambak, dsb.)
c. Kontak verbal langsung (memeras, menindas, mengancam,
mempermalukan, dsb.)
d. Non-verbal langsung (menatap dengan sinis, menjulurkan
lidah, dsb.)
e. Non-verbal tidak langsung (secara sengaja mengucilkan,
mendiamkan, dsb.)

Toleransi frekuensi untuk item penilaian ini adalah 1 (satu) kali


dalam sebulan. Dengan kata lain, jika Anak Binaan melakukan
perundungan, maka nilainya langsung menjadi 0.

1.10.2.4.3. ASPEK TANGGUNG JAWAB, KEDISIPLINAN, DAN


KETAATAN

A. Tidak Mengerjakan Tugas Dan Kewajibannya Tepat Waktu


Sesuai dengan yang tertulis dalam Pasal 14 Undang-Undang No.
22 Tahun 2022 tentang Pemasyarakatan, Anak Binaan memiliki
serangkaian kewajiban yang harus ditaati. Oleh karena itu, item
penilaian ini ada untuk mengakomodasi apa yang tertuang
dalam undang-undang.

Toleransi frekuensi untuk item penilaian ini adalah 3 (tiga) kali


dalam sebulan. Dengan kata lain, jika Anak Binaan melakukan
kesalahan tidak mengerjakan tugas dan kewajibannya tepat
waktu, maka nilai akan berkurang.

B. Tidak Patuh Dan Menaati Tata Tertib Dan Peraturan


Sesuai dengan yang tertulis dalam Pasal 14 Undang-Undang No.
22 Tahun 2022 tentang Pemasyarakatan, Anak Binaan memiliki
wajib menaati peraturan tata tertib yang berlaku. Oleh karena
itu, item penilaian ini ada untuk mengakomodasi apa yang
tertuang dalam undang-undang.

Toleransi frekuensi untuk item penilaian ini adalah 3 (tiga) kali


dalam sebulan. Dengan kata lain, jika Anak Binaan melakukan
kesalahan tidak patuh dan menaati tata tertib dan peraturan,
maka nilai akan berkurang.

59
C. Tidak Mau Berpakaian Rapih Dan Sopan
Sesuai dengan yang tertulis dalam Pasal 14 Undang-Undang No.
22 Tahun 2022 tentang Pemasyarakatan, Anak Binaan memiliki
wajib menaati memelihara perikehidupan yang bersih, aman,
tertib, dan damai—yang langkah kecilnya adalah dengan
berpakaian rapih dan sopan. Oleh karena itu, item penilaian ini
ada untuk mengakomodasi apa yang tertuang dalam undang-
undang.

Toleransi frekuensi untuk item penilaian ini adalah 3 (tiga) kali


dalam sebulan. Dengan kata lain, jika Anak Binaan melakukan
Tidak Mau Berpakaian Rapih Dan Sopan, maka nilai akan
berkurang.

D. Tidak Berinisiatif Untuk Merapikan Rambut, Janggut, Dan


Kuku
Item yang berkaitan dengan merapikan rambut, janggut, dan
kuku disesuaikan dengan jenis kelamin Anak Binaan dan
tumbuh kembang anak. Pada instrumen, jumlah bisa diatur oleh
petugas

E. Tidak Mengikuti Jadwal Kegiatan Yang Ditetapkan


Sesuai dengan yang tertulis dalam Pasal 14 Undang-Undang No.
22 Tahun 2022 tentang Pemasyarakatan, Anak Binaan memiliki
wajib menaati peraturan tata tertib yang berlaku, yang mana
kegiatan di LPKA dilaksanakan berdasarkan jadwal dan wajib
diikuti. Oleh karena itu, item penilaian ini ada untuk
mengakomodasi apa yang tertuang dalam undang-undang.

Toleransi frekuensi untuk item penilaian ini adalah 3 (tiga) kali


dalam sebulan. Dengan kata lain, jika Anak Binaan melakukan
kesalahan tidak mengikuti jadwal kegiatan yang ditetapkan,
maka nilai akan berkurang.

F. Tidak Menghormati Petugas


Sesuai dengan yang tertulis dalam Pasal 14 Undang-Undang No.
22 Tahun 2022 tentang Pemasyarakatan, Anak Binaan memiliki
wajib menghormati hak asasi setiap orang di lingkungannya,
salah satunya adalah petugas di UPT. Oleh karena itu, item
penilaian ini ada untuk mengakomodasi apa yang tertuang
dalam undang-undang.

60
Toleransi frekuensi untuk item penilaian ini adalah 3 (tiga) kali
dalam sebulan. Dengan kata lain, jika Anak Binaan melakukan
kesalahan tidak menghormati petugas, maka nilai akan
berkurang.

1.10.2.4.4. ASPEK KEMAMPUAN MEMPENGARUHI


Salah satu bahaya yang dihadapi terkait terorisme adalah
kemampuan mempengaruhi dari orang-orang yang terlibat di
dalamnya. Sebab, terkadang kelompok ekstremis menggunakan
narasi-narasi untuk menyebarkan ideologi mereka. Narasi dapat
digambarkan sebagai cerita yang mengandung pesan strategis.
Pesan-pesan ini dapat membujuk anak muda untuk bergabung
dengan kelompok ekstremis dan mendukung tujuan kelompok
tersebut (Doosje dan van Eerten, 2017).

Dalam konteks di LPKA, pola penyebaran yang relevan adalah


sebagai berikut. Pertama, melalui pertemuan-pertemuan. Kedua,
melalui pertemanan dan relasi dengan mendorong relasi untuk
terlibat dalam Gerakan radikal (Tahir, Malik, & Novrika, 2020).
Bentuk-bentuk di atas harus diwaspadai dan dipelajari jika Anak
Binaan melakukan beberapa item di bawah ini.

A. Memaksakan Kehendak Dengan Paham-Paham Yang


Dianutnya (Ideologi Kekerasan) Kepada Sesama Anak
Binaan Maupun Petugas
Terkait dengan hal ini, diakui secara luas bahwa kelompok teroris
menggunakan berbagai strategi komunikatif untuk
mempromosikan tujuan strategis. Biasanya, fungsi utama dari
narasi ini adalah untuk menyampaikan ideologi, nilai,
pembenaran, atau perhatian inti kepada simpatisan, calon anggota
(Braddock dan Dillard, 2016). Karena teman sebaya dianggap
sebagai sosok yang kurang otoratif, narasi-narasi persuasif yang
disampaikan oleh sosok yang dianggap sebagai teman sebaya
mungkin tidak dianggap oleh lawan bicaranya sebagai upaya
untuk mempengaruhi. Jika narasi persuasif terkait terorisme ini
tidak diawasi, maka ideologi terorisme yang terkandung di
dalamnya dapat masuk diterima oleh lawan bicaranya (Braddock
dan Horgan, 2015).

Toleransi frekuensi untuk item penilaian ini adalah 3 (tiga) kali


dalam sebulan. Dengan kata lain, jika Anak Binaan melakukan
kesalahan memaksakan kehendak dengan paham-paham yang

61
dianutnya (ideologi kekerasan) kepada sesama anak binaan
maupun petugas, maka nilai akan berkurang.

B. Membujuk Petugas Pemasyarakatan Melakukan


Pelanggaran Secara Langsung Atas Dasar Ideologi
Kekerasan
Terkait dengan hal ini, diakui secara luas bahwa kelompok teroris
menggunakan berbagai strategi komunikatif untuk
mempromosikan tujuan strategis. Biasanya, fungsi utama dari
narasi ini adalah untuk menyampaikan ideologi, nilai,
pembenaran, atau perhatian inti kepada simpatisan, calon anggota
(Braddock dan Dillard, 2016). Narasi persuasif ini juga bisa
disampaikan oleh seorang Anak Binaan kepada petugas,
khususnya dalam membuat seorang petugas untuk melakukan
sebuah pelanggaran.

Toleransi frekuensi untuk item penilaian ini adalah 3 (tiga) kali


dalam sebulan. Dengan kata lain, jika Anak Binaan melakukan
kesalahan membujuk petugas pemasyarakatan melakukan
pelanggaran secara langsung atas dasar ideologi kekerasan, maka
nilai akan berkurang.

C. Menggunakan Jaringan Untuk Membujuk Petugas


Pemasyarakatan Melakukan Pelanggaran Atas Dasar
Ideologi Kekerasan
Meskipun fasilitas pemasyarakatan seharusnya menjadi mitra
yang kuat dalam deradikalisasi dan pelepasan dari kekerasan,
studi-studi terdahulu menunjukkan bahwa penjara secara historis
menjadi tempat yang memungkinkan terjadinya perekrutan
pengikut baru bagi sebuah organisasi ekstremisme (Rushchenko,
2019). Artinya, bukanlah sesuatu yang tidak mungkin bagi Anak
Binaan untuk membuat sebuah jaringan di dalam fasilitas
pemasyarakatan dan menggunakan jaringan tersebut untuk
membujuk petugas.

organisasi radikal, memungkinkan perekrutan pengikut baru.


Toleransi frekuensi untuk item penilaian ini adalah 3 (tiga) kali
dalam sebulan. Dengan kata lain, jika Anak Binaan melakukan
kesalahan menggunakan jaringan untuk membujuk petugas
pemasyarakatan melakukan pelanggaran atas dasar ideologi
kekerasan, maka nilai akan berkurang.
62
D. Membujuk Atau Mengajak Anak Binaan Lain Melakukan
Pelanggaran Atas Dasar Ideologi Kekerasan
Beberapa hal yang biasanya dilakukan adalah menarasikam
narasi politik seperti: Umat sedang dizalimi dan ditindas oleh
negara dan kelompok, ada konspirasi negara dan asing untuk
memerangi umat, pemerintah yang ada tidak memihak bahkan
memusuhi agama, negara tidak berdasarkan hukum Agama
berarti kafir, perlunya perjuangan untuk mengganti dasar-dasar
negara dan pemerintah, perlunya pindah ke negara lain yang
menjamin kepemimpinan sesuai ajaran agama, dan perlunya
membantu secara fisik saudara seiman yang ditindas di luar negeri
(Tahir, Malik, & Novrika, 2020) dan menawarkan janji-janji
kenyamanan adalah seperti: mendapatkan kenikmatan surga dan
bidadari, jaringan sosial yang mendukung, dan janji-janji rohani
(Tahir, Malik, & Novrika, 2020). Adapun hal ini perlu diwaspadai
karena beberapa bentuknya adalah sebagai berikut. Pertama,
melakukan pertemuan-pertemuan dengan sesama anak binaan.
Kedua, melalui relasi pertemanan.

Toleransi frekuensi untuk item penilaian ini adalah 3 (tiga) kali


dalam sebulan. Dengan kata lain, jika Anak Binaan melakukan
kesalahan membujuk atau mengajak anak binaan lain melakukan
pelanggaran atas dasar ideologi kekerasan, maka nilai akan
berkurang.

1.10.2.4.5. ASPEK EKSPRESI SIMBOLIK


Aspek ini merupakan salah satu yang patut diwaspadai karena
merupakan salah satu bentuk dari ancaman kekerasan yang
tertera dalam UU nomor 5 Tahun 2018 tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 Tentang Penetapan
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1
Tahun 2002 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme
Menjadi Undang-Undang (UU Anti-terorisme). Menurut Pasal 1
UU Anti-Terorisme,
“Ancaman Kekerasan adalah setiap perbuatan secara melawan
hukum berupa ucapan, tulisan, gambar, simbol, atau gerakan
tubuh, baik dengan maupun tanpa menggunakan sarana dalam
bentuk elektronik atau non-elektronik yang dapat menimbulkan
rasa takut terhadap orang atau masyarakat secara luas atau
mengekang kebebasan hakiki seseorang atau masyarakat.”

63
Berdasarkan pasal tersebut, maka aspek eksprsi simbolik
dijadikan salah satu penilaian perubahan perilaku.

A. Menggambarkan Simbol Yang Berkaitan Dengan Ideologi


Ekstrimisme Kekerasan
Pasal 1 UU Anti-terorisme menyebutkan bahwa menggambar
simbol merupakan ancaman kekerasan yang melawan hukum.
Oleh karena itu, toleransi frekuensi untuk item penilaian ini
adalah 3 (tiga) kali dalam sebulan. Dengan kata lain, jika Anak
Binaan melakukan kesalahan menggambarkan simbol yang
berkaitan dengan ideologi ekstrimisme kekerasan, maka nilai
akan berkurang.

B. Meminta Sesuatu Yang Berkaitan Dengan Ideologi


Ekstrimisme Kekerasan
Pasal 1 UU Anti-terorisme menyebutkan bahwa menggambar
simbol merupakan ancaman kekerasan yang melawan hukum.
Oleh karena itu, jika Anak Binaan meminta sesuatu yang
mencerminkan simbol ideologi ekstremisme dapat dikategorikan
melawan hukum.

Toleransi frekuensi untuk item penilaian ini adalah 3 (tiga) kali


dalam sebulan. Dengan kata lain, jika Anak Binaan melakukan
kesalahan meminta sesuatu yang berkaitan dengan ideologi
ekstrimisme kekerasan, maka nilai akan berkurang.

C. Membuat Pernyataan Yang Menunjukkan Niat Untuk


Melakukan Aksi Teror Seperti Memberikan Doktrin
Pasal 1 UU Anti-Terorisme menjabarkan bahwa ucapan dan
tulisan yang dapat ditafsirkan sebagai niatan untuk melakukan
aksi terror merupakan sebuah ancaman kekerasan. Oleh karena
itu, jika Anak Binaan membuat pernyataan yang menunjukan
niat aksi terror dapat dikategorikan melawan hukum.

Toleransi frekuensi untuk item penilaian ini adalah 3 (tiga) kali


dalam sebulan. Dengan kata lain, jika Anak Binaan melakukan
kesalahan membuat pernyataan yang menunjukkan niat untuk
melakukan aksi teror seperti memberikan doktrin, maka nilai
akan berkurang.

64
D. Menggunakan Kata “Kami” Dan “Mereka” Dalam Maksud
Memisahkan Antara Kelompoknya Dengan Petugas
Maupun Anak Binaan Lain
Menurut Sternberg (2005), penggunaan pemisahan antara
“Kami” dan “Mereka” merupakan salah satu pembentukan
pemisahan identitas yang tegas yang didasarkan oleh kebencian
atas identitas tertentu yang bisa didasarkan apapun seperti
perbadaan kelompok, agama, suku, dan identitas lainnya. Dalam
penggunaan kata-kata antara “Kami” dan “Mereka” terdapat
usaha dehumanisasi orang lain yang tidak teridentifikasi dalam
kelompoknya serta melambangkan penolakan terhadap orang
lain yang bukan merupakan anggota kelompoknya (dalam Simi,
Blee, DeMichele, & Windisch, 2017).

Oleh karena itu, item ini penting karena penggunaan kata “Kami”
dan “Mereka” merupakan bentuk ekspresi simbolik yang
berbasiskan kebencian atas dasar identitas. Toleransi frekuensi
untuk item penilaian ini adalah 3 (tiga) kali dalam sebulan.
Dengan kata lain, jika Anak Binaan melakukan kesalahan
menggunakan kata “kami” dan “mereka” dalam maksud
memisahkan antara kelompoknya dengan petugas, maka nilai
akan berkurang.

E. Menggunakan Sandi Untuk Menghina Petugas


Pasal 1 UU Anti-Terorisme menjabarkan bahwa ucapan, tulisan
atau gerakan tubuh dapat dikategorikan sebagai ancaman
kekerasan yang melawan tubuh. Adapun hal-hal tersebut bisa
dikategorikan sebagai sandi antar Anak dengan Kasus Terorisme
(AKT).

Toleransi frekuensi untuk item penilaian ini adalah 3 (tiga) kali


dalam sebulan. Dengan kata lain, jika Anak Binaan melakukan
kesalahan menggunakan sandi untuk menghina petugas, maka
nilai akan berkurang.

1.10.2.5. VARIABEL PENILAIAN KONDISI MENTAL


Kesehatan mental anak merupakan hal yang penting untuk
diperhatikan. Hal tersebut diamanahkan oleh UU Nomor 23 Tahun
2002 tentang Perlindungan Anak dan UU Nomor 22 Tahun 2022
tentang Pemasyarakatan. Pada Pasal 8 UU Perlindungan Anak
Tahun 2002 mewajibkan bahwa setiap anak berhak memperoleh
pelayanan kesehatan dan jaminan sosial sesuai dengan kebutuhan
65
fisik, mental, spiritual, dan sosial. Pada UU Pemasyarakatan 2022,
pasal 60 ayat 1 dan 2 mengamanahkan rutan, LPAS, Lapas, dan
LPKA melaksanakan fungsi pelayanan dan pembinaan berupa
perawatan terhadap Tahanan, Anak, Narapidana, dan Anak Binaan.
Adapun salah satu bentuk perawatan tersebut adalah pemeliharaan
Kesehatan. Kemudian, pada bagian penjelasan UU Pemasyarakatan
2022, yang dimaksudkan “Pemeliharaan Kesehatan” meliputi
penyuluhan Kesehatan dan pencegahan penyakit, perawatan
Kesehatan dasar, kelompok rentan, penyakit menular, penyakit
mental, paliatif, lingkungan dan sanitasi, serta perawatan rujukan.
Oleh karena itu, SPPn AB menyiapkan penilaian kondisi mental
Anak Binaan agar potensi gejala gangguan mental yang dialami Anak
Binaan dapat ditangani dengan baik.

Variabel penilaian kondisi mental bersifat negatif jika diisi seperti


variabel penilaian perilaku. Dengan kata lain, variable penilaian
kondisi mental bisa diisi ketika Anak Binaan mengalami beberapa
bentuk gejala yang tertera pada item. Jika didapati anak binaan
mengalami gejala yang tertulis pada item, maka nilainya akan
berkurang.

Berikut adalah beberapa aspek yang berkaitan dengan Kesehatan


mental.

1.10.2.5.1. ASPEK HYPERACTIVITY


Selanjutnya, apabila berbicara tentang hyperactivity, literatur
yang dapat dijadikan referensi dalam penyempurnaan aspek ini
adalah DSM-5 yang diterbitkan oleh American Psychiatric
Association pada 2013 lalu. Dalam DSM-5, yang merupakan
klasifikasi standar gangguan-gangguan jiwa, dijelaskan dengan
jelas terkait gangguan mental hyperactivity yang masuk dalam
kategori gangguan Attention-Deficit/Hyperactivity Disorder
(ADHD). Item-item penilaian yang akan dijabarkan selanjutnya
termasuk ke dalam 9 gejala hyperactivity. Lebih lanjut, dalam
DSM-5 disebutkan bahwa seseorang dapat didiagnosis dengan
hyperactivity ketika ia menunjukkan enam (atau lebih) gejala-
gejala yang terlihat selama paling tidak enam bulan hingga
gejala-gejala tersebut sudah tidak sesuai dengan tingkat
perkembangan seseorang dan secara negatif mempengaruhi
aktivitas sosial dan akademik atau pekerjaan (American
Psychiatric Association, 2013).

66
Dalam instrumen SPPn AB, terdapat aspek yang diberi judul
Hyperactivity dengan enam butir item penilaian di dalamnya,
yaitu:

A. Tidak Dapat Duduk Dengan Tenang


Dalam item ini, toleransi frekuensi yang ditentukan adalah 14
kali dalam sebulan. Dengan kata lain, jika Anak Binaan
mengalami gejala tidak dapat duduk dengan tenang, maka nilai
akan berkurang dan jika gejala terjadi sebanyak 14 kali dalam
sebulan, maka nilai berkurang sampai 0.

B. Banyak Bergerak
Dalam item ini, toleransi frekuensi yang ditentukan adalah 14
kali dalam sebulan. Dengan kata lain, jika Anak Binaan
mengalami gejala banyak bergerak, maka nilai akan berkurang.

C. Sering Meninggalkan Kamar/Wisma Tanpa Alasan


Dalam item ini, toleransi frekuensi yang ditentukan adalah 14
kali dalam sebulan. Dengan kata lain, jika Anak Binaan
meninggalkan kamar/wisma tanpa alasan, maka nilai akan
berkurang.

D. Sulit Fokus Dalam Mengerjakan Sesuatu


Dalam item ini, toleransi frekuensi yang ditentukan adalah 14
kali dalam sebulan. Dengan kata lain, jika Anak Binaan
mengalami gejala sulit fokus dalam mengerjakan sesuatu, maka
nilai akan berkurang.

E. Banyak Bicara Di Luar Konteks


Dalam item ini, toleransi frekuensi yang ditentukan adalah 14
kali dalam sebulan. Dengan kata lain, jika Anak Binaan
mengalami gejala banyak bicara di luar konteks, maka nilai akan
berkurang.

F. Sering Mengganggu Dan Mengejek Orang Lain


Dalam item ini, toleransi frekuensi yang ditentukan adalah 14
kali dalam sebulan. Dengan kata lain, jika Anak Binaan
kedapatan mengganggu dan mengejek orang lain, maka nilai
akan berkurang

67
1.10.2.5.2. ASPEK GEJALA EMOSI
Item-item untuk aspek gejala emosi tertuang dalam DSM-5,
dalam penjelasan mengenai Disruptive Mood Dysregulation
Disorder (DMDD). Secara sederhana, American Psychiatric
Association menjelaskan DMDD sebagai ledakan emosi di luar
proporsi yang terjadi berulang kali. Lebih lanjut, apabila
mengacu pada DSM-5, gejala-gejala ini harus terlihat tiga kali
atau lebih dalam seminggu. Maka, bila diterapkan dalam SPPn
AB, frekuensi penilaian untuk item-item dalam aspek Gejala
Emosi adalah 12 kali dalam sebulan. Namun, terdapat
penyesuaian untuk item penilaian “cenderung suka menyendiri”
yang frekuensinya menjadi 8 kali untuk anak penyandang
disabilitas.

A. Marah Dan Menangis Lebih Sering Dibandingkan Anak


Seusianya
Dalam item ini, toleransi frekuensi yang ditentukan adalah 12
kali dalam sebulan. Dengan kata lain, jika Anak Binaan
mengalami gejala Marah dan Menangis Lebih Sering, maka nilai
akan berkurang dan jika gejala terjadi sebanyak 12 kali dalam
sebulan, maka nilai berkurang sampai 0.

B. Cenderung Suka Menyendiri


Dalam item ini, toleransi frekuensi yang ditentukan adalah 12
kali dalam sebulan. Dengan kata lain, jika Anak Binaan
mengalami gejala Cenderung Suka Menyendiri. Sementara itu,
toleransi frekuensi untuk anak dengan disabilitas adalah 8 kali
dalam sebulan.

C. Sering Merasa Sedih Atau Marah Tanpa Alasan


Dalam item ini, toleransi frekuensi yang ditentukan adalah 12
kali dalam sebulan. Dengan kata lain, jika Anak Binaan
mengalami gejala sering merasa sedih atau marah tanpa alasan,
maka nilai akan berkurang dan jika gejala terjadi sebanyak 12
kali dalam sebulan, maka nilai berkurang sampai 0.

D. Tidak Mampu Mengontrol Emosi


Dalam item ini, toleransi frekuensi yang ditentukan adalah 12
kali dalam sebulan. Dengan kata lain, jika Anak Binaan
mengalami gejala tidak mampu mengontrol emosi, maka nilai

68
akan berkurang dan jika gejala terjadi sebanyak 12 kali dalam
sebulan, maka nilai berkurang sampai 0.

1.10.2.5.3. ASPEK DEPRESI


Dalam penelitiannya, Ryan dan Redding (2004) menemukan
bahwa anak yang menjadi depresi atau yang kondisi depresinya
memburuk ketika ia ditempatkan di fasilitas penahanan lebih
rentan pada percobaan bunuh diri dibandingkan dengan mereka
yang berada dalam lingkungan umum. Lebih lanjut, dalam
lingkungan fasilitas penahanan, petugas cenderung dapat
melewati gejala depresi yang terjadi pada anak karena umumnya
depresi tersebut hanya termanifestasi dalam perilaku
pengasingan diri, agresi, dan perilaku yang mengganggu
(Roberts, Lewinsohn, dan Seeley, 1995).

Oleh karena itu, Roberts et al. (1995) menambahkan bahwa


gejala-gejala dalam Diagnostic and Statistical Manual of Mental
Disorders (DSM) masih bisa digunakan dengan beberapa
penyesuaian-penyesuaian agar dapat sejalan dengan kondisi di
fasilitas penahanan, dalam konteks penulisan ini adalah LPKA.
Lebih lanjut, gejala-gejala Depressive Disorders dalam DSM-5
dapat dijadikan sebagai landasan untuk menentukan frekuensi
untuk aspek depresi dalam SPPn AB ini. Menurut DSM-5, Major
Depressive Disorder sebagai bentuk depresi paling umum
ditandai ketika gejala-gejalanya minimal dua minggu. Jika
disesuaikan dengan SPPn AB, maka frekuensi yang sesuai untuk
aspek Depresi ini adalah 14 kali dalam sebulan, dengan
pengurangan untuk item “tidak mau bangun dari tempat tidur”
dan “sulit tidur” menjadi 4 kali dalam sebulan.

Namun, terdapat penyesuaian untuk anak penyandang


disabilitas, yang mana frekuensi 14 berubah menjadi 12 kali dan
frekuensi 4 menjadi 2 kali. Selanjutnya, aspek Depresi dalam
variabel penilaian mental memiliki beberapa butir item yang
diantaranya adalah sebagai berikut.

A. Tidak Mau Bangun Dari Tempat Tidur


Dalam item ini, toleransi frekuensi yang ditentukan adalah 4 kali
dalam sebulan. Dengan kata lain, jika Anak Binaan mengalami
gejala Tidak Mau Bangun dari Tempat Tidur, maka nilai akan
berkurang. Sementara itu, toleransi frekuensi bagi anak binaan
dengan disabilitas adalah 2 kali dalam sebulan.

69
B. Sulit Tidur
Dalam item ini, toleransi frekuensi yang ditentukan adalah 4 kali
dalam sebulan. Dengan kata lain, jika Anak Binaan mengalami
gejala Sulit Tidur, maka nilai akan berkurang. Sementara itu,
toleransi frekuensi bagi anak binaan dengan disabilitas adalah
2 kali dalam sebulan.

C. Tidak Mau Mandi


Dalam item ini, toleransi frekuensi yang ditentukan adalah 14
kali dalam sebulan. Dengan kata lain, jika Anak Binaan
mengalami gejala Tidak Mau Mandi, maka nilai akan berkurang.
Sementara itu, toleransi frekuensi bagi anak binaan dengan
disabilitas adalah 10 kali dalam sebulan.

D. Nafsu Makan/Minum Sangat Rendah/Tinggi


Dalam item ini, toleransi frekuensi yang ditentukan adalah 14
kali dalam sebulan. Dengan kata lain, jika Anak Binaan
mengalami gejala Nafsu Makan/Minum Sangat Rendah/Tinggi,
maka nilai akan berkurang. Sementara itu, toleransi frekuensi
bagi anak binaan dengan disabilitas adalah 10 kali dalam
sebulan.

E. Murung Terus-Menerus
Dalam item ini, toleransi frekuensi yang ditentukan adalah 14
kali dalam sebulan. Dengan kata lain, jika Anak Binaan
mengalami gejala Murung Terus-Menerus, maka nilai akan
berkurang. Sementara itu, toleransi frekuensi bagi anak binaan
dengan disabilitas adalah 10 kali dalam sebulan.

F. Menangis Terus-Menerus
Dalam item ini, toleransi frekuensi yang ditentukan adalah 14
kali dalam sebulan. Dengan kata lain, jika Anak Binaan
mengalami gejala Menangis Terus-Menerus, maka nilai akan
berkurang. Sementara itu, toleransi frekuensi bagi anak binaan
dengan disabilitas adalah 10 kali dalam sebulan.

G. Menatap Dinding Dengan Lama


Dalam item ini, toleransi frekuensi yang ditentukan adalah 14
kali dalam sebulan. Dengan kata lain, jika Anak Binaan
mengalami gejala Menatap Dinding Dengan Lama, maka nilai

70
akan berkurang. Sementara itu, toleransi frekuensi bagi anak
binaan dengan disabilitas adalah 10 kali dalam sebulan.

1.10.2.5.4. ASPEK KECEMASAN


Dalam DSM-5, kecemasan masuk sebagai Anxiety Disorder.
Dalam DSM-5, tertulis bahwa pada anak-anak dengan anxiety,
ketakutan, kecemasan, atau penghindaran berlangsung
setidaknya 4 minggu (American Psychiatric Association, 2013).
Bila dikaitkan dengan pelaksanaan SPPn AB, maka durasi 4
minggu untuk menunjukkan gejala sebelum ditindak lanjuti
akan kurang tepat mengingat situasi di LPKA yang dapat
memperburuk kondisi anak. Di satu sisi, kecemasan adalah
kondisi yang wajar terjadi bagi Anak Binaan, khususnya mereka
yang sedang berusaha untuk menyesuaikan diri di lingkungan
baru (Pechorro et al., 2021). Maka, frekuensi yang sesuai untuk
aspek kecemasan ini adalah 14 kali dalam sebulan. Angka 14
dipilih karena merupakan angka tertinggi dalam variabel
penilaian mental. Aspek selanjutnya dalam variabel mental
adalah kecemasan, dengan item-item sebagai berikut.

A. Melakukan Perilaku Berulang-Ulang


Dalam item ini, toleransi frekuensi yang ditentukan adalah 14
kali dalam sebulan. Dengan kata lain, jika Anak Binaan
mengalami gejala Melakukan Perilaku Berulang-ulang, maka
nilai akan berkurang.

B. Tidak Bisa Fokus Terhadap Banyak Hal


Dalam item ini, toleransi frekuensi yang ditentukan adalah 14
kali dalam sebulan. Dengan kata lain, jika Anak Binaan
mengalami gejala Tidak Bisa Fokus Terhadap Banyak Hal, maka
nilai akan berkurang.

C. Takut Ditempatkan Di Ruang Sendiri


Dalam item ini, toleransi frekuensi yang ditentukan adalah 14
kali dalam sebulan. Dengan kata lain, jika Anak Binaan
mengalami gejala Takut Ditempatkan Di Ruang Sendiri, maka
nilai akan berkurang.

D. Tidak Mau Berbicara


Dalam item ini, toleransi frekuensi yang ditentukan adalah 14
kali dalam sebulan. Dengan kata lain, jika Anak Binaan

71
mengalami gejala Tidak Mau Berbicara, maka nilai akan
berkurang. Sementara itu, toleransi frekuensi bagi anak binaan
dengan disabilitas adalah 10 kali dalam sebulan.

1.10.2.5.5. ASPEK PSIKOSOMATIS


Faktor psikologis yang dianggap berkontribusi secara signifikan
terhadap perkembangan. Istilah terkait, somutizution, mengacu
pada kecenderungan untuk melaporkan gejala fisik yang tidak
memiliki dasar patofisiologis atau sangat melebihi apa yang
diharapkan berdasarkan temuan medis objektif (Greene &
Walker, 1997). Dalam SPPn AB, aspek ini memiliki satu item
penilaian yaitu “Mengalami gejala fisik pada saat situasi di bawah
tekanan” yang sudah sesuai dengan definisi psikosomatis secara
umum. Dalam penelitian yang dilakukan Smith (1990), ia
menyarankan bahwa enam bulan adalah waktu yang ideal untuk
mengamati seseorang sebelum mendiagnosis lebih lanjut.
Seseorang harus mengalami kelelahan berlebih yang
mempengaruhi aktivitasnya selama enam bulan.

A. Mengalami Gejala fisik Pada Saat Situasi di bawah Tekanan


Waktu tersebut, jika diterapkan dalam kegiatan penilaian
pembinaan di LPKA, dirasa kurang tepat mengingat banyak anak
yang masa pembinaannya kurang dari enam bulan, serta akan
lebih baik untuk segera dilakukannya intervensi apabila seorang
anak mengalami gejala psikosomatis dalam kurun waktu
tertentu. Oleh karena itu, mengingat bahwa gejala psikosomatis
bisa menghambat anak dalam mengikuti kegiatannya dan
penanganan medis perlu diberikan ketika anak sudah
menunjukkan gejala, maka frekuensi yang ideal untuk item
Mengalami Gejala fisik Pada Saat Situasi di bawah Tekanan
adalah 4 kali dalam sebulan.

Adapun gejala umum psikomatis adalah: (a) sakit perut, (b)


pusing, (c) dada sakit, (d) musculoskeletal pain, (e) kelelahan
berlebih, dan (f) masalah pernafasan.

1.10.2.5.6. ASPEK MALINGERING


Malingering adalah usaha untuk membesar-besarkan atau
menunjukan gejala fisik atau psikologis yang palsu untuk
mendapatkan sesuatu (Thomas dan Penn, 2002). Dalam SPPn
AB, aspek malingering memiliki satu item penilaian.

72
Dalam lingkungan fasilitas penahanan, malingering bukan
hanya dilakukan untuk menghindari kewajiban, tetapi juga
mendapatkan hal lain seperti tambahan uang saku, tambahan
jam berkunjung, dll. Penghindaran Kewajiban dengan
mengeluhkan gejala yang sebenarnya dibuat-buat tentu tidak
sejalan dengan kewajiban tahanan untuk mengikuti seluruh
kegiatan yang diprogramkan, yang mana kewajiban ini tertuang
dalam Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia
Republik Indonesia No. 6 Tahun 2013 tentang Tata Tertib
Lembaga Pemasyarakatan dan Rumah Tahanan Negara. Dalam
menentukan frekuensi penilaian untuk aspek malingering ini,
DSM-5 tidak bisa digunakan sebagai acuan sebab bukan
termasuk sebagai gangguan jiwa. Maka, frekuensi ideal yang bisa
digunakan untuk aspek malingering ini adalah 4 kali dalam
sebulan mengingat Anak Binaan memiliki kewajiban untuk
melaksanakan program pembinaannya dan angka 4 dipilih
karena merupakan frekuensi paling kecil di SPPn AB.

A. Mengeluhkan Sesuatu Secara Terus-Menerus Untuk


Kepentingan Diri Sendiri Untuk Menghindari Kewajiban
Item ini merupakan satu-satunya item dalam aspek Malingering.
Hal-hal yang termasuk malingering adalah melebihkan, atau
bahkan memalsukan, gejala fisik atau psikologis. Thomas dan
Penn menjelaskan bahwa ciri-ciri seseorang melakukan
malingering adalah: (a) terdapat perbedaan antar klaim individu
tersebut dengan temuan objektif, (b) kurangnya kerja sama
individu selama evaluasi, dan (c) adanya gangguan kepribadian
anti-sosial. Dalam item ini, toleransi frekuensi yang ditentukan
adalah 4 kali dalam sebulan. Dengan kata lain, jika Anak
Binaan Mengeluhkan Sesuatu Secara Terus-Menerus Untuk
Kepentingan Diri Sendiri Untuk Menghindari Kewajiban, maka
nilai akan berkurang.

1.10.2.5.7. ASPEK POTENSI BUNUH DIRI


Aspek ini perlu untuk diikut sertakan mengingat anak memiliki
potensi yang lebih besar untuk bunuh diri ketika ia terpisah dari
orang-orang yang dicintai, mengalami pengurungan, atau tidur
di ruangan terkunci seperti di fasilitas penahanan (Abram et al.,
2008). Frekuensi yang dipilih untuk setiap item ini adalah 1 kali
dalam sebulan. Item-item dalam aspek ini jelas memerlukan
intervensi langsung apabila berdasarkan hasil pengamatan, anak
terlihat menunjukkan potensi bunuh diri. Angka satu dipilih
73
agar petugas langsung melakukan intervensi apabila potensi
bunuh diri terlihat. Dalam aspek ini, terdapat empat butir item
penilaian yang tertulis di bawah.

A. Menyakiti Diri Sendiri


Dalam item ini, toleransi frekuensi yang ditentukan adalah 1 kali
dalam sebulan. Dengan kata lain, jika Anak Binaan mengalami
gejala Menyakiti Diri Sendiri, maka nilai akan berkurang.

B. Membenturkan Kepala Ke Benda Keras


Dalam item ini, toleransi frekuensi yang ditentukan adalah 1 kali
dalam sebulan. Dengan kata lain, jika Anak Binaan mengalami
gejala Membenturkan Kepala Ke Benda Keras, maka nilai akan
berkurang.

C. Melakukan Usaha Untuk Bunuh Diri


Dalam item ini, toleransi frekuensi yang ditentukan adalah 1 kali
dalam sebulan. Dengan kata lain, jika Anak Binaan mengalami
gejala Melakukan Usaha Untuk Bunuh Diri, maka nilai akan
berkurang.

D. Mengatakan Ingin Bunuh Diri


Dalam item ini, toleransi frekuensi yang ditentukan adalah 1 kali
dalam sebulan. Dengan kata lain, jika Anak Binaan mengalami
gejala Mengatakan Ingin Bunuh Diri, maka nilai akan berkurang.

1.10.2.6. PENANDATANGANAN KESETIAAN TERHADAP NKRI


Penandatanganan kesetiaan terhadap NKRI hanya diberlakukan
kepada AKT (Anak Kasus Teroris). Variabel ini dinilaikan hanya
ketika terdapat acara/agenda penandatangan ikrar setia NKRI.

1.10.2.7. PENANDATANGANAN PERNYATAAN TIDAK


MENGULANGI (SEMUA JENIS) TINDAK PIDANA
Penandatanganan pernyataan tidak mengulangi semua jenis tindak
pidana diberlakukan untuk semua Anak Binaan. Variabel ini
dinilaikan hanya pada waktu-waktu tertentu.

74
INSTRUMEN PENILAIAN STANDAR PENILAIAN PEMBINAAN ANAK
BINAAN
Nama UPT
Jumlah Anak
Binaan
Petunjuk Pengisian:
Berilah tanda (v) pada kotak yang telah disediakan

PELAKSANAAN STANDAR PENILAIAN PEMBINAAN ANAK BINAAN


Persentase Anak Binaan
Jumlah 0%
61%
No Pernyataan Anak - 21%- 41%- 81%-
-
Binaan 20 40% 60% 100%
80%
%
Banyaknya Anak
Binaan yang sudah
dilakukan penilaian
kepribadian

(Penjelasan: Uraikan
1 perbandingan jumlah
Anak Binaan
seluruhnya dan
yang sudah
mengikuti program
(Penjelas
pembinaan
an:
kepribadian)
Jumlah
Banyaknya Anak
seluruh
Binaan yang sudah
Anak
dilakukan penilaian
Binaan)
keterampilan

(Penjelasan: Uraikan
2
perbandingan antara
jumlah Anak Binaan
yang sudah
mengikuti program
pembinaan
keterampilan)
Banyaknya Anak
3
Binaan yang sudah

75
dilakukan penilaian
Perilaku

(Penjelasan: Uraikan
perbandingan antara
jumlah Anak Binaan
seluruhnya dengan
Anak Binaan yang
sudah dilakukan
penilaian perilaku)
Banyaknya Anak
Binaan yang sudah
dilakukan penilaian
terhadap kondisi
mental Anak Binaan

(Penjelasan: Uraikan
4 perbandingan antara
jumlah Anak Binaan
seluruhnya dengan
Anak Binaan yang
sudah dilakukan
penilaian terhadap
kondisi mental Anak
Binaan)
Banyaknya Anak
Binaan yang sudah
menandatangani
komitmen kesetiaan
(Penjelas
terhadap NKRI
an:
Jumlah
(Penjelasan: Uraian
5 Anak
perbandingan antara
Kasus
jumlah Anak Kasus
Teroris
Teroris seluruhnya
(AKT))
dengan AKT yang
sudah berkomitmen
kesetiaan terhadap
NKRI)
Banyaknya Anak (Penjelas
6 Binaan yang sudah an:
menandatangani Jumlah

76
komitmen seluruh
pernyataan tidak Anak
mengulangi (semua Binaan)
jenis) tindak pidana

(Penjelasan: Uraikan
perbandingan antara
jumlah Anak Binaan
seluruhnya dengan
jumlah Anak Binaan
yang telah
menyatakan
komitmen tidak
mengulangi (semua
jenis) tindak pidana.

Keterangan:
Nilai ≥ 61%: Baik
Nilai 41% - 60%: Cukup
Nilai ≤ 20%: Kurang

1.10.3. STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP)


Prosedur Operasional Baku atau sering disebut Standard Operating Procedure
(SOP) pada dasarnya adalah pedoman yang berisi prosedur operasional baku
yang ada dalam suatu organisasi yang digunakan untuk memastikan bahwa
semua proses pengambilan keputusan dan tindakan yang dilakukan oleh orang-
orang dalam organisasi berjalan secara efisien dan efektif, konsisten, standar
dan sistematis. Dengan adanya instruksi kerja yang sesuai standar maka semua
kegiatan layanan akan dapat dilakukan secara konsisten oleh siapapun yang
sedang bertugas melakukan layanan. Dengan prosedur yang terstandar setiap
orang baik pengguna layanan maupun staf yang memberi layanan akan dapat
memanfaatkan ataupun melakukan layanan yang semakin hari semakin baik
dan semakin cepat karena terjadinya proses pembelajaran yang secara terus
menerus selama proses layanan. Dengan demikian diharapkan melalui SOP ini
akan terwujud peningkatan efisiensi dan efektifitas kerja layanan.

Berikut ini adalah format SOP berdasarkan Peraturan Menteri Pemberdayaan


Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 35 Tahun 2012 tentang
Pedoman Penyusunan SOP:

77
NOMOR : (2)
STANDAR
TANGGAL : (3)
PEMBUATAN
TANGGAL : (4)
REVISI
TANGGAL : (5)
DISAHKAN
DIREKTORAT JENDERAL NAMA SOP : (7)
PEMASYARAKATAN (1)

DASAR HUKUM: KUALIFIKASI PELAKSANA:


(8) (11)
DOKUMEN TERKAIT: PERALATAN/PERLENGKAPAN
(9) (12)
PERINGATAN: PENCATATAN/PENDATAAN
(10) (13)
BAGIAN DIAGRAM AIR
(14)

Simbol yang digunakan dalam SOP hanya terdiri dari 5 (lima) simbol, yaitu: 4
(empat) simbol dasar flowcharts (Basic Symbol of Flowcharts) dan 1 (satu) simbol
penghubung ganti halaman (Off-Page Connector). Kelima simbol yang
dipergunakan tersebut adalah sebagai berikut:

Simbol Kapsul/Terminator Digunakan untuk mendeskripsikan


kegiatan mulai dan berakhir

Simbol Kotak/Process Untuk mendeskripsikan proses


atau kegiatan eksekusi;

Simbol Belah Ketupat/ Decision Untuk mendeskripsikan kegiatan


pengambilan keputusan;

Simbol Anak Panah/ Panah/ Arrow Untuk mendeskripsikan arah


kegiatan (arah proses kegiatan);

Simbol Segilima/ Off-Page Untuk mendeskripsikan hubungan


Connector antar halaman.

78
Ketersediaan
Ada
Tidak
No Nama SOP Dilakuka Tidak Ada
Dilakuka
n (Nilai:0)
n
(Nilai: 2)
(Nilai: 1)
Prosedur Pengangkatan Wali Pemasyarakatan
1 SOP Pengangkatan Wali
Prosedur Penilaian Pembinaan Anak Binaan
SOP Penginputan Data
2 dan Penilaian Pembinaan
Anak Binaan
SOP Penginputan dan
3 Penormaan Penilaian
Pembinaan Anak Binaan
SOP Pelaporan Penilaian
4
Pembinaan Anak Binaan
Prosedur Pernyataan Komitmen
SOP Pendataan Anak
Binaan yang akan
5
melakukan pernyataan
komitmen NKRI
SOP Pendataan Anak
Binaan yang akan
melakukan pernyataan
6 komitmen tidak terlibat
dalam jaringan
narkoba/gang kriminal/
kelompok kekerasan
SOP Koordinasi dengan
7
Lembaga Terkait
SOP Penandatanganan
8
Pernyataan Komitmen
SOP Publikasi
9
Pernyataan Komitmen
SOP Observasi dan
10
Pembinaan Lanjutan
TOTAL NILAI

79
Keterangan:
Nilai ≥ 16 : Baik
Nilai 7 – 15 : Cukup
Nilai ≤ 6 : Kurang

Standard Operating Procedure (SOP) dari Sistem Penilaian Pembinaan


Anak Binaan ini terdiri dari 3 (tiga) jenis prosedur atau kegiatan makro
yang memiliki turunan SOP teknis di bawahnya, yaitu:
A. Prosedur Pengangkatan Wali Pemasyarakatan
1. SOP Pengangkatan Wali Pemasyarakatan
B. Prosedur Penilaian Pembinaan Anak Binaan
1. SOP Pengumpulan Data dan Penilaian Pembinaan Anak Binaan
2. SOP Penginputan dan Penormaan Penilaian Pembinaan Anak
Binaan
3. SOP Pelaporan Penilaian Pembinaan Anak Binaan
C. Prosedur Pernyataan Komitmen Anak Binaan
1. SOP Pendataan Anak Binaan yang akan Melakukan Pernyataan
Komitmen NKRI
2. SOP Koordinasi dengan Lembaga Terkait
3. SOP Penandatanganan Pernyataan Komitmen
4. SOP Publikasi Pernyataan Komitmen
5. SOP Observasi dan Pembinaan Lanjutan

SARANA DAN PRASARANA


Ketersediaan
No Jenis Sarana dan Prasarana Ya Tidak
(1) (0)
1 Lembar Pencatatan Perilaku
2 Alat Tulis Kantor
3 Fingerprint/Daftar Hadir
4 Komputer
5 Tablet
6 CCTV
Ruang Penilaian
7
(Konseling/Wawancara)
TOTAL NILAI

Keterangan:
Nilai ≥ 6 : Baik
Nilai 4-5 : Cukup
Nilai ≤ 3 : Kurang

80
SUMBER DAYA MANUSIA
Ketersediaan
No Pernyataan 0 1-3 ≥4
(0) (1) (2)
Jumlah petugas yang
1 menangani penilaian
pembinaan Anak Binaan
Jumlah petugas yang telah
2 dilatih mengoperasikan
komputer
Jumlah petugas yang telah
dilatih penggunaan instrumen
3
penilaian pembinaan Anak
Binaan
Jumlah petugas yang telah
4 dilatih teknik pengumpulan
data
Jumlah petugas yang memiliki
5
latar belakang Sarjana 1
Jumlah tenaga instruktur
6 untuk melakukan penilaian
pelatihan keterampilan
Jumlah petugas yang telah
mendapatkan pelatihan dan
7
materi dasar soal psikologi
anak
Jumlah petugas yang telah
mendapatkan pelatihan
8 pengarus-utamaan perspektif
kesetaraan gender, disabilitas,
dan inklusi sosial
TOTAL NILAI

Keterangan:
Nilai ≥ 14 : Baik
Nilai 11-13 : Cukup
Nilai ≤ 10 : Kurang

1.10.4. GRAFIK PERKEMBANGAN PENILAIAN


Grafik perkembangan penilaian per bulan merupakan grafik yang
dirancang untuk melihat perkembangan per bulan (kemajuan atau

81
kemunduran) Anak Binaan dalam Pembinaan Kepribadian, Pembinaan
Keterampilan, Perilaku, dan Kondisi Mental. Grafik yang dirancang
diperuntukan untuk transformasi teknologi di lingkungan
pemasyarakatan.

Variabel Pembinaan Kepribadian

Kerohanian

66,68

Intelektual 66,68 66,68 Jasmani

66,68

Kesadaran
hukum,
Berbangsa,
dan bernegara

Keterangan:
NKM : 66,68

82
Variabel Pembinaan Keterampilan

Performa Nilai Pembinaan Keterampilan


120
100
100 90
85
80
80 70
66.68 66.68 66.68 66.68 66.68

60

40

20

0
Bulan 1 Bulan 2 Bulan 3 Bulan 4 dst

NKM Performa

Keterangan:
NKM : 66,68

83
Variabel Penilaian Perilaku

Performa Penilaian Perilaku

Perilaku Prososial
(Kepedulian
100 &
kejujuran)
85
80

50

100 Hubungan
90100 dengan NKM
Ekspresi Simbolik8070 70 85 Teman Sebaya
60
Bulan 1
Bulan 2
Bulan 3
dst

70 Tanggung Jawab,
Kemampuan 80
78 80Kedisiplinan, dan
90
Mempengaruhi 90
100 100 Ketaatan

Keterangan:
NKM : 100

84
Variabel Penilaian Kondisi Mental

P E R F O R MA P E N I L A I A N K O N D IS I ME N T A L
Hyperactivity (Sifat
100 aktif
yang sangat
90
dan berlebihan)
80
66.68
60
100 100
95
Potensi Bunuh Diri79 Gejala Emosi
70
66.68 66.68
50
30 NKM
Bulan 1
Bulan 2
20
66.68 66.68 Bulan 3
8982
Malingering 75 Depresi
10090 97
100
Dst

50
66.68 66.68
78
Psikomatis80 Kecemasan
85
90
100 100

Keterangan:
NKM : 66,68

85
1.11. LAMPIRAN
1.11.1. INSTRUMEN SISTEM PENILAIAN PEMBINAAN ANAK BINAAN
Penilaian pembinaan Anak Binaan dilaksanakan dengan mencatat data
yang berkaitan dengan perilaku Anak Binaan ke dalam Instrumen SPPn
AB yang dapat diases pada link:

bit.ly/INSTRUMENSPPNAB

86
1.11.2. FORMAT POST-TEST PENGETAHUAN (PELATIHAN
KETERAMPILAN)
POST-TEST PELATIHAN KETERAMPILAN
Nama Anak Binaan
LPKA
Pelatihan yang Diikuti

A. Pengetahuan

Lembar Post-Test Pengetahuan

Pertanyaan Skor
1. Jelaskan tujuan dan keluaran kegiatan pelatihan.
Jawaban:

2. Sebutkan prosedur/tahapan kerja dari kegiatan


pelatihan.
Jawaban:

3. Jelaskan penerapan Kesehatan dan Keselamatan


Kerja dalam kegiatan pelatihan.
Jawaban:

4. Sebutkan alat/bahan yang digunakan dalam kegiatan


pelatihan beserta kegunaannya.
Jawaban:

Total Skor

Interpretasi Skor Post-test Pengetahuan:


0-4 : Kurang
4-12 : Cukup
3-16 : Baik

87
Pertanyaan Indikator Penilaian
Jelaskan tujuan dan keluaran Pemberian skor didasarkan pada
kegiatan pelatihan tujuan dan keluaran pelatihan
yang telah ditetapkan oleh
instruktur/ petugas.


Skor 1: Menjelaskan
mengenai judul pelatihan
• Skor 2: Menjelaskan
mengenai judul pelatihan
dan keluaran yang ingin
dicapai
• Skor 3: Menjelaskan
mengenai judul pelatihan,
keluaran yang ingin dicapai
beserta kualitas keluaran
• Skor 4: Menjelaskan
mengenai judul pelatihan,
keluaran yang ingin dicapai;
kualitas keluaran dan
manfaat dari kegiatan
pelatihan
Sebutkan prosedur/tahapan kerja Pemberian skor didasarkan pada
dari kegiatan pelatihan prosedur/tahapan kerja yang
telah ditetapkan oleh instruktur/
petugas.


Skor 1: Menyebutkan <50%
tahapan kerja secara tepat
• Skor 2: Menyebutkan 51% -
75% tahapan kerja secara
tepat
• Skor 3: Menyebutkan 76% -
90 % tahapan kerja secara
tepat
• Skor 4: Menyebutkan >90%
tahapan kerja secara tepat
dan berurutan
Jelaskan penerapan Kesehatan & Pemberian skor didasarkan pada
Keselamatan Kerja (K3) dalam aturan K3 yang telah ditetapkan
kegiatan pelatihan oleh instruktur/ petugas.

88
•Skor 1: Menyebutkan <50%
aturan K3 secara tepat
• Skor 2: Menyebutkan 51% -
75% aturan K3 secara tepat
• Skor 3: Menyebutkan 76% -
90 % aturan K3 secara tepat
• Skor 4: Menyebutkan >90%
aturan K3 secara tepat dan
dapat memberikan solusi
jika terdapat hambatan
dalam penerapan aturan K3
Sebutkan alat/bahan yang Pemberian skor didasarkan pada
digunakan dalam kegiatan ketentuan alat/bahan yang telah
pelatihan beserta kegunaannya ditetapkan oleh instruktur/
petugas.

• Skor 1: Menyebutkan <50%


alat/bahan yang digunakan
• Skor 2: Menyebutkan 51% -
75% alat/bahan dan
kegunaannya secara tepat
• Skor 3: Menyebutkan 76% -
90 % alat/bahan dan
kegunaannya secara tepat
• Skor 4: Menyebutkan >90%
alat/bahan dan
kegunaannya secara tepat

B. Keahlian

Formulir Penilaian Keahlian

No. Tahapan Pelatihan Keterampilan Skor


Tahapan (b) (c)
(a)
1 (Isilah kolom dengan tahap …
pertama pelatihan keterampilan)
2 (Isilah kolom dengan tahap kedua …
pelatihan keterampilan)
3 (Isilah kolom dengan tahap ketiga …
pelatihan keterampilan)

89
dst (Isilah kolom dengan tahap
selanjutnya dari pelatihan
keterampilan)
Jumlah Skor
Jumlah Tahapan
Skor Akhir (Jumlah Skor ÷ Jumlah Tahapan)
Interpretasi Skor Akhir:
0-20: Tidak baik
21-40: Kurang baik
41-60: Cukup baik
61-80: Baik
81-100: Sangat Baik

Penjelasan Formulir:
• (a): Isi kolom ini dengan nomor urut sesuai jumlah tahapan/proses
kegiatan pelatihan keterampilan
• (b): Isi kolom ini dengan judul tapahan/proses kegiatan pelatihan
keterampilan secara berurutan
• (c): Isi kolom ini dengan Skor dengan rentang 1-100 yang diberikan
terhadap keahlian Anak Binaan dalam melaksanakan tahapan terkait
sesuai dengan indikator pemberian skor

Indikator Pemberian Skor


• Skor 0: Jika Anak Binaan tidak bersedia melaksanakan tahapan
terkait sesuai instruksi
• Skor 1: Jika Anak Binaan melaksanakan tahapan terkait secara tepat
dengan bantuan/pendampingan petugas
• Skor 2: Jika Anak Binaan melaksanakan tahapan terkait secara tepat
tanpa bantuan/pendampingan petugas
• Skor 3: Jika Anak Binaan melaksanakan tahapan terkait secara tepat
tanpa bantuan/pendampingan petugas dan mampu mencari solusi
mandiri jika terdapat hambatan
• Skor 4: Jika Anak Binaan melaksanakan tahapan terkait secara tepat
tanpa bantuan/pendampingan petugas, mampu mencari solusi
mandiri jika terdapat hambatan dan mampu menghasilkan
keluaran/hasil pelatihan sesuai standar

90
1.11.3. LEMBAR PENILAIAN DIRI SELF-ASSESSMENT
1. Lembar self-assessment merupakan instrumen penilaian yang
bertujuan untuk melihat konsistensi Anak Binaan dengan frekuensi
pengisian 1 kali dalam 3 bulan;
2. Lembar penilaian diri ini berisi beberapa pernyataan yang perlu
dijawab oleh Anak Binaan untuk menggali pola pemikiran mulai dari
aspek kognitif, sikap, dan afeksi;
3. Pengisian lembar self-assessment dilakukan secara mandiri oleh Anak
Binaan dengan mencentang kolom kesesuaian pernyataan dengan
pola pikir dan pemahamannya. Rentang kolom jawaban terdiri dari
Sangat tidak setuju (STS), Tidak setuju (TS), Setuju (S), dan Sangat
Setuju (SS);
4. Anak Binaan dikatakan konsisten ketika jawaban dari pengisian
lembar self-assessment beragam;
5. Anak Binaan dikatakan tidak konsisten ketika jawaban dari pengisian
lembar self-assessment terlalu beragam atau terlalu seragam;
6. Hasil dari penilailaian diri ini dapat digunakan untuk:
a. Mengamati dan membandingkan konsistensi jawaban Anak
Binaan;
b. Data dukung dalam penilaian perubahan perilaku;
c. Data dukung dalam penyusunan program pembinaan;
d. Data dukung dalam pemberian dan pemenuhan hak-hak Anak
Binaan;
e. Data dukung dalam pelaporan pembinaan Anak Binaan.
7. Hasil instrumen self-assessment saja belum dapat membedakan Anak
Binaan yang sudah berperilaku baik maupun belum, harus ada data
dukung lain yang dapat menguatkan perubahan perilaku.
A. Petunjuk Pengisian:
• Bacalah setiap pertanyaan yang ada, kemudian berilah tanda “✔”
pada salah satu jawaban yang paling sesuai dengan diri Anda
• STS: Sangat Tidak Sesuai
• TS: Tidak Sesuai
• S: Sesuai
• SS: Sangat Sesuai
• Isi identitas Anda dengan baik dan benar

91
Identitas Anak Binaan
Nama
Tanggal Lahir
Pasal Pidana
Nama LPKA
NO. PERNYATAAN STS TS S SS
Pemikiran
1 Saya berjanji tidak akan memakai
atau mengedarkan narkoba
2 Saya berjanji tidak akan
melakukan perbuatan melanggar
hukum yang merugikan pihak
lain
3 Saya akan menjadi orang yang
lebih baik setelah keluar dari
LPKA
4 Saya berada di LPKA karena saya
bersalah
5 Saya tidak merasa marah
ditempatkan di LPKA ini
6 Saya merasa kecewa terhadap diri
saya sendiri akibat tindakan yang
saya lakukan
Kebangsaan
7 Saya mencintai Indonesia,
Pancasila, dan UUD 1945
8 Saya tidak meyakini bahwa
sistem khilafah adalah sistem
yang benar
9 Saya menghargai perbedaan ras,
suku, dan budaya
10 Saya menghargai perbedaan
agama
11 Saya mampu menyampaikan
pendapat serta menghargai
pendapat teman saya
12 NKRI dan Pancasila tidak
bertentangan dengan
agama/kepercayaan saya

92
13 Keluarga dan kerabat terdekat
tidak mendukung tindakan
terorisme dan tindakan intoleran
14 Menurut saya Negara Indonesia
bukan negara kafir
15 Menurut saya Polisi, Tentara,
Petugas Pemasyarakatan, dan
lain-lain bukan kafir
16 Menurut saya Polisi, Tentara,
Petugas Pemasyarakatan, dan
lain-lain bukan musuh
17 Apa yang saya lakukan tidak
mencerminkan perjuangan
membela agama saya
18 Saya tidak meyakini bahwa jalan
masuk surga adalah memerangi
penganut agama/kepercayaan
lain
19 Saya tidak meyakini bahwa
ISIS/Al Qaeda/Organisasi sejenis
lainnya yang bersifat kekerasan
dan/atau diskriminatif terhadap
agama lain adalah kelompok yang
paling benar

20 Saya tidak lagi membela


keyakinan yang menghalalkan
kekerasan
Emosi & Perilaku
21 Saya mudah mengendalikan
gejolak emosi dalam diri
22 Saya tidak pernah merasa marah
tanpa alasan yang jelas
23 Saya tidak mudah terpancing
emosinya
24 Ketika saya merasa kesal, saya
tidak akan berteriak, memukul,
melempar barang atau sejenisnya
ke orang-orang sekitar saya

93
25 Saya tidak pernah terlibat dalam
perkelahian fisik
26 Saya tidak pernah terlibat adu
mulut dengan sesama Anak
Binaan
27 Saya tidak pernah melakukan
perundungan terhadap orang lain
(verbal dan non-verbal)
28 Saya tidak pernah mengancam
orang secara fisik
29 Saya tidak tega untuk menyakiti
orang secara fisik (kecuali sebagai
bentuk self-defense yang
mengancam diri saya)
30 Saya tidak pernah melakukan
pelecehan/kekerasan seksual
terhadap orang lain

31 Saya merasa bahwa kekerasan


bukanlah cara pemecahan
masalah
32 Saya merasa tidak berhak untuk
melakukan kekerasan terhadap
orang lain dengan alasan apa pun
33 Saya dapat menggunakan alat
bantuan komunikasi dengan
mudah untuk melakukan
komunikasi
34 Saya mudah mendapatkan akses
agar bisa melakukan aktivitas
untuk melatih kemampuan
motorik
35 Saya mudah mendapatkan
bantuan dari Petugas untuk
melakukan kegiatan sehari-hari
36 Saya mudah untuk mendapatkan
informasi baru
37 Saya mudah untuk menerapkan
informasi yang telah dipelajari

94
38 Saya mudah untuk mendapatkan
akses guna memperoleh
informasi baru
39 Saya mudah untuk
mengungkapkan ide-ide dan
pikiran saya
40 Saya dapat menentukan prioritas
dan mengatur waktu kegiatan
selama berada di dalam LPKA
41 Saya memahami peran gender
dan stereotip gender
42 Saya mendapatkan pemahaman
mengenai kesadaran gender
43 Saya sering membaca atau
mempelajari isu-isu gender dan
kesetaraan
44 Saya menghormati perbedaan
gender dalam berinteraksi sosial
45 Saya berkomunikasi dengan
tidak merendahkan terhadap
jenis kelamin tertentu

95
1.11.4. SURAT PERNYATAAN SETIA KEPADA NKRI (UNTUK ANAK
BINAAN BERAGAMA ISLAM)

Lampiran Surat :
Nomor :
Tanggal :

SURAT PERNYATAAN
IKRAR SETIA KEPADA NEGARA KESATUAN REPUBLIK
INDONESIA

Assalamu ‘alaikum Warahmatullahi Wabarokatuh

A’udzubillahi minasy syaithaanirrajiim,


Bismillaahirrahmaanirrahiim Asyhadu an laa
ilaaha illaallah wa asyhadu anna Muhammadar
Rasulullah
Allaahumma shalli ‘ala sayyidinaa Muhammad wa ‘ala ali sayyidina
Muhammad

Yang bertanda tangan dibawah ini, Saya:


Nama :
Nomor Register :
Tindak Pidana :
Tempat, Tanggal Lahir :
Kewarganegaraan :
Agama :
Pendidikan :
Pekerjaan terakhir :
Alamat :
Putusan Pengadilan :
Nomor Putusan :
Lama Pidana :
Kelompok/Jaringan :

96
Pada hari ini, hari/tanggal/bulan/tahun,
Demi Allah, Saya bersumpah:
1. Niat ikhlas Beribadah Kepada Tuhan Yang Maha Esa, Allah SWT.
2. Melepaskan baiat saya dari amir atau pemimpin
kelompok/jaringan/organisasi Radikalisme dan Terorisme yang
bertentangan dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
3. Mengakui bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah negara
yang sah dalam pandangan Islam dan Mengakui bahwaPancasila, UUD
1945, dan Bhinneka Tunggal Ika tidak bertentangan dengan syariat
Islam.
4. Melindungi segenap tanah air Indonesia serta meninggalkan dan
menjauhi segala bentuk paham/organisasi yang mendukung
terorisme/ekstremisme berbasis kekerasan yang dapat memecah belah
persatuan dan kesatuan Indonesia.
5. Berbakti dan mengabdi kepada orang tua, masyarakat, bangsa dan
Negara Kesatuan Republik Indonesia. Menjaga kerendahan hati,
berbudi pekerti luhur, toleransi, anti kekerasan, peduli terhadap
sesama serta akomodatif terhadap budaya dan kearifan lokal.
6. Memegang teguh Pancasila, Bhinneka Tunggal Ika, Negara Kesatuan
Republik Indonesia, UUD 1945, dan menaati aturan hukum serta
perundang-undangan yang berlaku.
7. Menyesali kesalahan yang telah saya lakukan dan tidak akan
mengulangi tindakan yang mengarah
/mendukung aksi terorisme/ekstremisme berbasis kekerasan serta
tidak akan bergabung dengan kelompok teroris lainnya yang terlibat
dan menyetujui aksi terorisme dimanapun di dunia ini.
8. Bersedia mengikuti program pembinaan dan deradikalisasi yang
diselenggarakan oleh Lapas maupun instansi lainnya serta menaati
semua peraturan di dalam Lapas.

Pernyataan ini saya sampaikan tidak dalam tekanan ataupun paksaan dari
pihak manapun tetapi karena saya telah menyadari bahwa Pemerintah
Indonesia memberikan hak kebebasan kepada umat Islam untuk
menjalankan syariatnya.

Demikian pernyataan ini saya sampaikan untuk dapat


dipertanggungjawabkan kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala,
Rasulullah, hamba-hamba beriman dan kedua orang tua saya.
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarokatuh.

97
Hari, Tanggal Bulan Tahun

Yang Membuat Pernyataan


Mengetahui
Anak Binaan
Kepala Unit
Pelaksanaan Teknis

………………..
………………..

NIP:
________________

Saksi-saksi:
1. BNPT
2. Densus 88 AT Polri
3. Kodim
4. Polres
5. Kemenag Kab/Kota
6. Bapas

Materai
10.000

98
1.11.5. SURAT PERNYATAAN SETIA KEPADA NKRI (UNTUK ANAK
BINAAN NON-MUSLIM)

Lampiran Surat :
Nomor :
Tanggal :

SURAT PERNYATAAN
IKRAR SETIA KEPADA NEGARA KESATUAN REPUBLIK
INDONESIA

Shaloom/ Om Swastiastu/ Namo Budhaya/ Salam Kebajikan

Yang bertanda tangan dibawah ini, Saya:


Nama :
Nomor Register :
Tindak Pidana :
Tempat, Tanggal Lahir :
Kewarganegaraan :
Agama :
Pendidikan :
Pekerjaan terakhir :
Alamat :
Putusan Pengadilan :
Nomor Putusan :
Lama Pidana :
Kelompok/Jaringan :

Pada hari ini, hari/tanggal/bulan/tahun,


Demi Tuhan Yang Maha Esa , Saya bersumpah:
1. Melepaskan diri saya dari kelompok/jaringan Radikalisme, Terorisme,
ekstremisme berbasis kekerasan yang bertentangan dengan Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
2. Melindungi segenap tanah air Indonesia dan meninggalkan serta
menjauhi segala bentuk paham maupun tindakan
terorisme/ekstremisme berbasis kekerasan yang dapat memecah belah
persatuan dan kesatuan Indonesia.
99
3. Memegang teguh Pancasila, Bhinneka Tunggal Ika, Negara Kesatuan
Republik Indonesia, UUD 1945, dan menaati aturan hukum serta
perundang-undangan yang berlaku.
4. Berbakti dan mengabdi kepada orang tua, masyarakat, bangsa dan
Negara Kesatuan Republik Indonesia. Menjaga kerendahan hati,
berbudi pekerti luhur, toleransi, anti kekerasan, peduli terhadap
sesama serta akomodatif terhadap budaya dan kearifan lokal.
5. Menyesali kesalahan yang telah saya lakukan dan tidak akan
mengulangi tindakan yang mengarah
/mendukung aksi terorisme/ekstremisme berbasis kekerasan serta
tidak akan bergabung dengan kelompok teroris lainnya yang terlibat
dan menyetujui aksi terorisme dimanapun di dunia ini.
6. Bersedia mengikuti program pembinaan dan deradikalisasi yang
diselenggarakan oleh Lapas maupun instansi lainnya serta menaati
semua peraturan di dalam Lapas.

Pernyataan ini saya sampaikan tidak dalam tekanan ataupun paksaan dari
pihak manapun.

Demikian pernyataan ini saya sampaikan untuk dapat


dipertanggungjawabkan kepada Tuhan Yang Maha Esa dan Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
Shaloom/ Om Shanti Shanti Oom/ Namo Buddhaya/ Salam Kebajikan.

Hari, Tanggal Bulan Tahun

Yang Membuat Pernyataan Mengetahui


Anak Binaan Kepala Unit Pelaksanaan Teknis

……………….. ………………..
NIP: ________________

Saksi-saksi:
7. BNPT
8. Densus 88 AT Polri
9. Kodim
10. Polres

100
11. Kemenag Kab/Kota
12. Bapas

Materai
10.000

1. Bagi mereka yang beragama Kristen, kata “bersumpah” diganti dengan


kata “berjanji”, pada akhir sumpah ditambahkan kalimat yang
berbunyi : "Kiranya Tuhan menolong saya".
2. Bagi mereka yang beragama Hindu, kata Demi Tuhan Yang Maha Esa
diganti dengan "Om Atah Paramawisesa"
3. Bagi mereka yang beragama Budha, maka kata-kata "Demi Tuhan
Yang Maha Esa " dalam diganti dengan "Demi Sang Hyang Adi Budha".
4. Bagi mereka penghayat kepercayaan, maka kata-kata "Demi Tuhan
Yang Maha Esa" diganti dengan kata- kata lain yang sesuai dengan
kepercayaannya terhadap Tuhan Yang Maha Esa.

101
1.11.6. SOP PENDATAAN, KOORDINASI, PENANDATANGANAN, PUBLIKASI, DAN BIMBINGAN LANJUTAN
Nomor SOP PAS-40.OT.02.02 TAHUN 2023
Tanggal Pembuatan 31 Agustus 2023
Tanggal Revisi
Tanggal Efektif
Disahkan oleh Direktur Jenderal Pemasyarakatan,

DIREKTORAT JENDERAL PEMASYARAKATAN


Dr. Reynhard Silitonga
NRP 67090332
SOP KOORDINASI DENGAN LEMBAGA
LEMBAGA PEMBINAAN KHUSUS ANAK Nama SOP
TERKAIT

Dasar Hukum Kualifikasi Pelaksana


1.Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia; 1. Mampu mengoperasikan komputer
2.Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak;
3.Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak;
4.Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2022 tentang Pemasyarakatan;
5.Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pembinaan dan Pembimbingan Warga Binaan
Pemasyarakatan;
6.Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan
Pemasyarakatan;
7.Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 99 Tahun 2012 Tentang Perubahan Kedua dan Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 28 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara
Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan;
8.Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor M.01.PK-04.10 Tahun 2007 tentang Wali Pemasyarakatan;
9.Undang-undang Nomor 1/PNPS/1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama.
a.Penjelasan Pasal 1 menyebutkan bahwa eksistensi agama-agama lain dan aliran kepercayaan di luar agama mayoritas di Indonesia
tidak dilarang.
10.Keputusan Direktur Jenderal Pemasyarakatan kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor: PAS-
23.OT.02.02 Tahun 2018 tentang Standar Pengasuhan Anak.
11.Keputusan Direktur Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor: PAS-
10.OT.02.02 Tahun 2021 tentang Sistem Penilaian Pembinaan Narapidana.
12.Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor 97/PUU-XIV/2016.

Keterikatan Peralatan/perlengkapan
1. SOP Pelaporan Penilaian Pembinaan Anak Binaan 1. Berkas pernyataan komitmen;
2. SOP Undangan 2. Instrumen SPPn-AB;
3. Komputer atau tablet;
4. Alat tulis
Peringatan Pencatatan dan pendataan

Evaluasi program pembinaan kepribadian dilaksanakan melalui kerja sama dengan instansi dan lembaga eksternal; Pencatatan dapat dilakukan secara elektronik maupun manual.

Berikut sumber AKT yang hendak menyatakan komitmen NKRI:


1. Program deradikalisasi dari BNPT
2. Program penggalangan dengan Densus88 dan AKT dari LPKA lain (tokoh yang sudah NKRI)
3. Hasil asesmen Wali Pemasyarakatan / Asessor

102
PROSES SOP PENDATAAN
PELAKSANA MUTU BAKU
NO. KEGIATAN KETERANGAN
KEPALA SEKSI
PETUGAS KEPALA LPKA KELENGKAPAN WAKTU OUTPUT
PEMBINAAN

Petugas melakukan pendataan Anak


Data penilaian pembinaan
Binaan yang mendapatkan nilai baik
Anak Binaan/AKT, Daftar Anak Binaan/AKT
1 dalam pembinaan dan mengalami 15 menit
komputer dan instrumen terkumpul
penurunan risiko berdasarkan instrumen
SPPn-AB excel
SPPn-AB

Petugas melakukan pendataan AKT yang


Daftar Anak Binaan/AKT Daftar Anak Binaan/AKT
bersedia melakukan pernyataan
dengan nilai pembinaan yang bersedia melakukan
2 komitmen (komitmen setia NKRI untuk 15 menit
baik dan mengalami pernyataan komitmen
AKT dan komitmen tidak mengulangi
penurunan risiko terkumpul
(Semua Jenis) tindak pidana)

Petugas melaporkan hasil pendataan


Anak Binaan/AKT yang bersedia
3 Laporan hasil pendataan 15 menit Laporan tersampaikan
melakukan pernyataan komitmen kepada
Kasi Pembinaan Tidak

Kasi Pembinaan menerima dan


4 Laporan hasil pendataan 15 menit Laporan terverifikasi
memeriksa laporan hasil pendataan
Ya

Kasi Pembinaan menyerahkan hasil


5 Laporan hasil pendataan Laporan tersampaikan
pendataan kepada Kepala LPKA
Tidak

Kepala LPKA menerima dan memeriksa


6 Laporan hasil pendataan Laporan terverifikasi
laporan hasil pendataan

Ya
Kepala LPKA melakukan pembahasan Daftar Anak Binaan/AKT
daftar Anak Binaan/AKT yang bersedia yang akan melakukan
7 Laporan hasil pendataan 10 menit
melakukan pernyataan komitmen pada pernyataan komitmen
Sidang TPP disepakati

Petugas melakukan pengarsipan terkait


daftar Anak Binaan/AKT yang akan
8 Hasil sidang TPP 15 menit Hasil sidang TPP terarsipkan
melaksanakan pernyataan komitmen
berdasarkan hasil Sidang TPP

103
Nomor SOP PAS-40.OT.02.02 TAHUN 2023
Tanggal Pembuatan 31 Agustus 2023
Tanggal Revisi
Tanggal Efektif
Disahkan oleh Direktur Jenderal Pemasyarakatan,

DIREKTORAT JENDERAL PEMASYARAKATAN


Dr. Reynhard Silitonga
NRP 67090332
SOP KOORDINASI DENGAN LEMBAGA
LEMBAGA PEMBINAAN KHUSUS ANAK Nama SOP
TERKAIT

Dasar Hukum Kualifikasi Pelaksana


1.Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia; 1. Mampu mengoperasikan komputer
2.Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak;
3.Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak;
4.Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2022 tentang Pemasyarakatan;
5.Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pembinaan dan Pembimbingan Warga Binaan
Pemasyarakatan;
6.Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan
Pemasyarakatan;
7.Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 99 Tahun 2012 Tentang Perubahan Kedua dan Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 28 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara
Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan;
8.Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor M.01.PK-04.10 Tahun 2007 tentang Wali Pemasyarakatan;
9.Undang-undang Nomor 1/PNPS/1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama.
a.Penjelasan Pasal 1 menyebutkan bahwa eksistensi agama-agama lain dan aliran kepercayaan di luar agama mayoritas di Indonesia
tidak dilarang.
10.Keputusan Direktur Jenderal Pemasyarakatan kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor: PAS-
23.OT.02.02 Tahun 2018 tentang Standar Pengasuhan Anak.
11.Keputusan Direktur Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor: PAS-
10.OT.02.02 Tahun 2021 tentang Sistem Penilaian Pembinaan Narapidana.
12.Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor 97/PUU-XIV/2016.

Keterikatan Peralatan/perlengkapan
1. SOP Pelaporan Penilaian Pembinaan Anak Binaan 1. Berkas pernyataan komitmen;
2. SOP Undangan 2. Instrumen SPPn-AB.
3. Komputer atau tablet;
4. Alat tulis

Peringatan Pencatatan dan pendataan


Pencatatan dapat dilakukan secara elektronik maupun manual.
Evaluasi program pembinaan kepribadian dilaksanakan melalui kerja sama dengan instansi dan lembaga eksternal;

Berikut sumber AKT yang hendak menyatakan komitmen NKRI:


1. Program deradikalisasi dari BNPT
2. Program penggalangan dengan Densus88 dan anak binaan dari LPKA lain (tokoh yang sudah NKRI)
3. Hasil asesmen Wali Pemasyarakatan / Asessor

104
PROSES SOP KOORDINASI DENGAN LEMBAGA TERKAIT
PELAKSANA MUTU BAKU
NO. KEGIATAN KETERANGAN
KEPALA SEKSI
PETUGAS KEPALA LPKA KELENGKAPAN WAKTU OUTPUT
PEMBINAAN

Daftar Anak Binaan/AKT


Petugas mengirimkan daftar Anak
yang akan melaksanakan
Binaan/AKT yang melaksanakan
1 pernyataan komitmen, hasil 10 menit Daftar terkirim
pernyataan komitmen beserta data
penilaian pembinaan, alat
pendukung kepada stak e-holder
komunikasi

Daftar Anak Binaan/AKT


Kepala LPKA melakukan pembahasan
yang akan melaksanakan
daftar Anak Binaan/AKT yang akan Daftar narapidana
2 pernyataan komitmen, hasil 30 menit
pernyataan melakukan komitmen dengan disepakati
penilaian pembinaan, alat
stak e-holder
tulis

Petugas melakukan pengarsipan terhadap Daftar Anak Binaan/AKT


3 kesepatan daftar Anak Binaan/AKT yang yang melaksanakan 15 menit Daftar terarsipkan
melaksanakan pernyataan komitmen pernyataan komitmen

Petugas mengirimkan undangan kepada


4 saksi dan stak e-holder mengenai Surat undangan 15 menit Undangan tersampaikan
pelaksanaan pernyataan komitmen

105
Nomor SOP PAS-41.OT.02.02 TAHUN 2023
Tanggal Pembuatan 31 Agustus 2023
Tanggal Revisi
Tanggal Efektif
Disahkan oleh Direktur Jenderal Pemasyarakatan,

DIREKTORAT JENDERAL PEMASYARAKATAN


Dr. Reynhard Silitonga
NRP 67090332

SOP PENANDATANGANAN
LEMBAGA PEMBINAAN KHUSUS ANAK Nama SOP
PERNYATAAN KOMITMEN

Dasar Hukum Kualifikasi Pelaksana


1.Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia; 1. Mampu mengoperasikan komputer;
2.Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak; 2. Mengetahui cara penggunaan instrumen SPPn-AB
3.Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak;
4.Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2022 tentang Pemasyarakatan;
5.Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pembinaan dan Pembimbingan Warga Binaan
Pemasyarakatan;
6.Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan
Pemasyarakatan;
7.Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 99 Tahun 2012 Tentang Perubahan Kedua dan Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 28 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara
Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan;
8.Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor M.01.PK-04.10 Tahun 2007 tentang Wali Pemasyarakatan;
9.Undang-undang Nomor 1/PNPS/1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama.
a.Penjelasan Pasal 1 menyebutkan bahwa eksistensi agama-agama lain dan aliran kepercayaan di luar agama mayoritas di Indonesia
tidak dilarang.
10.Keputusan Direktur Jenderal Pemasyarakatan kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor: PAS-
23.OT.02.02 Tahun 2018 tentang Standar Pengasuhan Anak.
11.Keputusan Direktur Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor: PAS-
10.OT.02.02 Tahun 2021 tentang Sistem Penilaian Pembinaan Narapidana.
12.Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor 97/PUU-XIV/2016.

Keterikatan Peralatan/perlengkapan
1. SOP Undangan 1. Berkas pernyataan komitmen;
2. SOP Publikasi Pernyataan Komitmen 2. Instrumen SPPn-AB;
3. SOP Pengisian Instrumen SPPn-AB 3. Alat tulis;
4. Saksi internal;
5. Saksi eksternal (opsional);
6. Alat perekam video;
7. Komputer;
8. Speaker.

Peringatan Pencatatan dan pendataan


1. Penilaian item hanya dilakukan ketika Anak Binaan/AKT sudah siap diturunkan pada LPKA dengan klasifikasi risiko yang lebih rendah Pencatatan dapat dilakukan secara elektronik maupun manual.
(sesuai dengan hasil penilaian pada bulan-bulan sebelumnya dan hasil sidang TPP);

2. Pernyataan komitmen yang diberikan oleh Anak Binaan/AKT harus dengan prinsip kesukarelaan dan tanggung jawab penuh pribadi Anak
Binaan/AKT;

3. SOP penandatanganan pernyataan komitmen NKRI

106
PROSES SOP PENANDATANGANAN PERNYATAAN KOMITMEN
PELAKSANA MUTU BAKU
NO. KEGIATAN KETERANGAN
PETUGAS
KEPALA LPKA KELENGKAPAN WAKTU OUTPUT
PEMBINAAN
Berkas pernyataan
Petugas menyiapkan sarana dan
komitmen, instrumen SPPn-
1 prasarana yang dibutuhkan untuk 10 menit Sarana prasarana tersedia
AB, alat tulis, alat perekam,
pernyataan komitmen
komputer, speaker
Petugas mengumpulkan Anak
Binaan/AKT, saksi dan tamu undangan Tempat penyelenggaraan Anak Binaan/AKT, saksi dan
2 15 menit
lainnya di tempat penyelenggaraan pernyataan komitmen tamu undangan terkumpul
pernyataan komitmen
Petugas mengkoordinasi dan Penandatanganan
Berkas pernyataan
mendokumentasikan jalannya pernyataan komitmen
3 komitmen, alat tulis, alat 15 menit
penandatanganan dan pernyataan terlaksana dan
perekam
komitmen Anak Binaan/AKT terdokumentasi

Kepala LPKA melakukan pengesahan Berkas pernyataan


4 terhadap berkas pernyataan komitmen komitmen, alat tulis, alat 5 menit Pernyataan komitmen sah
Anak Binaan/AKT perekam

Data penilaian pembinaan


Petugas mengisi item pernyataan Instrumen penilaian
Anak Binaan/AKT, komputer
5 komitmen sesuai dengan tanggal 5 menit pembinaan Anak Binaan/AKT
dan instrumen SPPn-AB
penilaian terisi dengan benar
excel

Petugas melakukan pengarsipan berkas Berkas pernyataan Hasil pernyataan komitmen


6 5 menit
pernyataan komitmen komitmen Anak Binaan/AKT terarsip

107
Nomor SOP PAS-42.OT.02.02 TAHUN 2023
Tanggal Pembuatan 31 Agustus 2023
Tanggal Revisi
Tanggal Efektif
Disahkan oleh Direktur Jenderal Pemasyarakatan,

DIREKTORAT JENDERAL PEMASYARAKATAN


Dr. Reynhard Silitonga
NRP 67090332

SOP PUBLIKASI PERNYATAAN


LEMBAGA PEMBINAAN ANAK BINAAN Nama SOP
KOMITMEN

Dasar Hukum Kualifikasi Pelaksana


1.Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia; 1. Mampu mengoperasikan komputer;
2.Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak; 2. Memahami peraturan publikasi yang berlaku di Direktorat
3.Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak; Jenderal Pemasyaraktan;
4.Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2022 tentang Pemasyarakatan;
3. Mampu melakukan komunikasi dengan stakeholders yang
5.Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pembinaan dan Pembimbingan Warga Binaan
terlibat
Pemasyarakatan;
6.Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan
Pemasyarakatan;
7.Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 99 Tahun 2012 Tentang Perubahan Kedua dan Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 28 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara
Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan;
8.Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor M.01.PK-04.10 Tahun 2007 tentang Wali Pemasyarakatan;
9.Undang-undang Nomor 1/PNPS/1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama.
a.Penjelasan Pasal 1 menyebutkan bahwa eksistensi agama-agama lain dan aliran kepercayaan di luar agama mayoritas di Indonesia
tidak dilarang.
10.Keputusan Direktur Jenderal Pemasyarakatan kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor: PAS-
23.OT.02.02 Tahun 2018 tentang Standar Pengasuhan Anak.
11.Keputusan Direktur Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor: PAS-
10.OT.02.02 Tahun 2021 tentang Sistem Penilaian Pembinaan Narapidana.
12.Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor 97/PUU-XIV/2016.

Keterikatan Peralatan/perlengkapan
1. SOP Penandatanganan Pernyataan Komitmen 1. Alat perekam video;
2. SOP Observasi dan Pembinaan Lanjutan 2. Komputer;
3. SOP Publikasi di lingkungan Direktorat Jenderal Pemasyarakatan 3. Alat komunikasi;
4. Kendaraan dinas
Peringatan Pencatatan dan pendataan
Pencatatan dapat dilakukan secara elektronik maupun manual.
Apabila sarana dan prasarana yang dibutuhkan untuk penilaian pembinaan Anak Binaan tidak tersedia makan kegiatan akan terhambat.

108
PROSES SOP PUBLIKASI PERNYATAAN KOMITMEN
PELAKSANA MUTU BAKU
NO. KEGIATAN KETERANGAN
KEPALA BIDANG/
PETUGAS KEPALA LPKA MEDIA KELENGKAPAN WAKTU OUTPUT
SEKSI/ SUB SEKSI

Petugas memberikan informasi dan


Berkas informasi dan Informasi dan undangan
1 undangan kepada media untuk peliputan 15 menit
undangan peliputan tersampaikan
pernyataan komitmen

Petugas mengkoordinasi media terkait Alat perekam, komputer,


2 15 menit Pernyataan komitmen terliput
jalannya peliputan pernyataan komitmen alat komunikasi

Media memberikan konsep artikel Berkas pernyataan


Konsep artikel peryataan
3 pernyataan komitmen yang akan komitmen, alat perekam, 5 menit
komitmen
dipublikasi komputer, alat komunikasi

Petugas menerima dan memeriksa


konsep artikel pernyataan komitmen Konsep artikel pernyataan Konsep artikel peryataan
4 Tidak 15 menit
sesuai peraturan publikasi yang berlaku komitmen, komputer komitmen terverifikasi
di Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Ya

Petugas menyerahkan konsep artikel


Konsep artikel pernyataan Konsep artikel peryataan
5 pernyataan komitmen kepada Kepala Tidak 5 menit
komitmen, komputer komitmen tersampaikan
Seksi Pembinaan

Kepala Seksi Pembinaan menerima dan


Konsep artikel pernyataan Konsep artikel peryataan
6 memeriksa konsep artikel pernyataan 15 menit
komitmen, komputer komitmen terverifikasi
komitmen
Ya

Kepala Seksi Pembinaan menyerahkan


Konsep artikel pernyataan Konsep artikel peryataan
7 konsep artikel pernyataan komitmen 5 menit
komitmen, komputer komitmen tersampaikan
kepada Kepala LPKA Tidak

Kepala LPKA menyetujui konsep artikel


pernyataan komitmen dan menyerahkan Konsep artikel pernyataan Konsep artikel peryataan
8 15 menit
kembali konsep artikel kepada Kepala komitmen, komputer komitmen disetujui
Seksi Pembinaan
Ya
Kepala Seksi Pembinaan menyerahkan Konsep artikel pernyataan
Konsep artikel peryataan
9 konsep artikel pernyataan komitmen komitmen, alat 5 menit
komitmen terkirim
kepada media komunikasi

Media melakukan publikasi artikel Artikel pernyataan Artikel pernyataan komitmen


10 10 menit
peliputan pernyataan komitmen komitmen terpublikasi

109
Nomor SOP PAS-43.OT.02.02 TAHUN 2023
Tanggal Pembuatan 31 Agustus 2023
Tanggal Revisi
Tanggal Efektif
Disahkan oleh Direktur Jenderal Pemasyarakatan

DIREKT ORAT JENDERAL PEMASYARAKAT AN


Dr. Reynhard Silitonga
NRP 67090332

SOP OBSERVASI DAN PEMBINAAN


LEMBAGA PEMBINAAN KHUSUS ANAK Nama SOP
LANJUTAN

Dasar Hukum Kualifikasi Pelaksana


1.Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia; 1. Mampu mengoperasikan komputer;
2.Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak; 2. Menguasai teknik pengumpulan data;
3.Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak; 3. Menguasai teknik wawancara.
4.Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2022 tentang Pemasyarakatan;
5.Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pembinaan dan Pembimbingan Warga Binaan
Pemasyarakatan;
6.Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan
Pemasyarakatan;
7.Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 99 Tahun 2012 Tentang Perubahan Kedua dan Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 28 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara
Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan;
8.Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor M.01.PK-04.10 Tahun 2007 tentang Wali Pemasyarakatan;
9.Undang-undang Nomor 1/PNPS/1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama.
a.Penjelasan Pasal 1 menyebutkan bahwa eksistensi agama-agama lain dan aliran kepercayaan di luar agama mayoritas di Indonesia
tidak dilarang.
10.Keputusan Direktur Jenderal Pemasyarakatan kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor: PAS-
23.OT.02.02 Tahun 2018 tentang Standar Pengasuhan Anak.
11.Keputusan Direktur Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor: PAS-
10.OT.02.02 Tahun 2021 tentang Sistem Penilaian Pembinaan Narapidana.
12.Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor 97/PUU-XIV/2016.

Keterikatan Peralatan/perlengkapan
1. SOP Pengisian Instrumen SPPn-AB 1. Instrumen SPPn-AB;
2. SOP Pembinaan Kepribadian 2. Komputer atau tablet;
3. SOP Pelaporan 3. Alat tulis;
4. SOP Pemindahan Anak Binaan 4. Alat komunikasi;
5. Data penilaian.

Peringatan Pencatatan dan pendataan


1. Jika pengumpulan data tidak dilakukan secara benar dan komprehensif, maka perubahan perilaku Anak Binaan tidak dapat diamati secara
Pencatatan dapat dilakukan secara elektronik maupun manual.
optimal;

2. SOP penandatanganan pernyataan komitmen NKRI

110
PROSES SOP OBSERVASI DAN PEMBINAAN LANJUTAN
PELAKSANA MUTU BAKU
NO. KEGIATAN KETERANGAN
KEPALA SEKSI
PETUGAS KEPALA LPKA KELENGKAPAN WAKTU OUTPUT
PEMBINAAN

Petugas melakukan perencanaan Rencana program pembinaan


1 Alat tulis, komputer 15 menit
program pembinaan lanjutan lanjutan

Petugas bekerja sama dengan PK


Rencana program
Bapas untuk melaksanakan litmas Pelaksanaan pembinaan
2 pembinaan lanjutan, alat 10 menit
terhadap narapidana tersebut dalam lanjutan terkoordinir
komunikasi
rangka pembinaan lanjutan

Petugas mengumpulkan hasil penilaian


instrumen SPPn-AB selama 1 bulan Hasil penilaian pembinan Hasil penilaian pembinan
3 15 menit
setelah pernyataan komitmen dari wali lanjutan lanjutan terkumpul
narapidana bersangkutan

Petugas menyusun laporan hasil Hasil penilaian pembinan


4 30 menit Laporan tersusun
pembinaan lanjutan Anak Binaan lanjutan, komputer

Petugas menyerahkan hasil pembinaan


Laporan pembinaan
5 lanjutan narapidana kepada Kepala Tidak 5 menit Laporan tersampaikan
lanjutan AKT
Seksi Pembinaan

Kepala Seksi Pembinaan memeriksa


Laporan pembinaan
6 laporan hasil pembinaan lanjutan Anak 15 menit Laporan terverifikasi
lanjutan AKT
Binaan

Ya

Kepala Seksi Pembinaan menyerahkan Tidak


Laporan pembinaan
7 laporan hasil pembinaan lanjutan 5 meit Laporan tersampaikan
lanjutan AKT
narapidana kepada Kepala LPKA

Kepala LPKA menerima laporan hasil Laporan pembinaan


8 15 menit Laporan diterima
pembinaan lanjutan AKT lanjutan AKT

Ya

Kepala LPKA melaporkan hasil


Laporan pembinaan
9 pembinaan lanjutan AKT kepada Kanwil 10 menit Laporan tersampaikan
lanjutan AKT
Kemenkumham

111
DAFTAR PUSTAKA
Buku
American Psychiatric Association. (2013). Diagnostic and Statistical Manual
of Mental Disorders Fifth Edition. Washington DC: American Psychiatric
Publishing.
Bryman, A. (2012). Social Research Methods (4 ed.). New York: Oxford
University Press.
Haryadi, D. S., & Wening, P. P. (2022). Peran Pemasyarakatan dalam
Pelaksanaan Keadilan Restoratif. Jakarta Pusat: Center for Detention
Studies.
Haryanto, J. T. (2018). Negara Melayani Agama dan Kepercayaan:
(Konstruksi “Agama” dan Pelayanan Negara Terhadap Umat Beragama
dan Berkepercayaan di Indonesia). Jakarta Pusat: Litbangdiklat Press.
Neuman, W. L. (2014). Social Research Methods: Qualitative and Quantitative
Approaches (7 ed.). Essex: Pearson Education Limited.
Tahir, S., Malik, A., & Novrika. (2020). Buku Panduan Pencegahan
Radikalisme di Lingkungan Kerja BUMN dan Perusahaan Swasta.
Bogor: BNPT, BUMN, dan KADIN INDONESIA.

Dokumen Institusi Internasional dan Nasional


BAPPENAS. (t.thn.). Gender Equality, Disability and Social Inclusion: Meta-
Analysis Report: KOMPAK 2015-2022. Jakarta Pusat: BAPPENAS.
BAPPENAS. (2020). Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional
2020-2024. Jakarta: BAPPENAS R.I.
Dawaki, F. A., & Purnomo, E. P. (2021). The Role of Sustainable Development
Goals (SDGs) in Social Inclusion. 1-10.
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak RI. (n.d.).
Bullying. Kementerian PPPA Republik Indonesia. Dilansir dari
https://www.kemenpppa.go.id/lib/uploads/list/8e022-januari-ratas-
bullying-kpp-pa.pdf.
UNESCAP. (2022). Policy Paper: Framewrk for Disability Policies and
Strategies in Asia and the Pacific. Bangkok: UNESCAP.
OHCHR. (1985). United Nations Standard Minimum Rules for the
Administration of Juvenile Justice ("The Beijing Rules"). Geneva: OHCHR.
OHCHR. (2020). Policy Guidelines for Inclusive Sustainable Development
Goals: Gender Equality. Geneva: OHCHR.

112
UNODC. (1990). United Nations Rules for the Protection of Juveniles Deprived
of their Liberty. Vienna: UNODC.
UNODC. (2010). (The Bangkok Rules) United Nations Rules for the Treatment
of Women Prisoners and Non-custodial Measures for Women Offenders
with their Commentary. Vienna: UNODC.
UNODC. (2015). The United Nations Standard Minimum Rules for the
Treatment of Prisoners (the Nelson Mandela Rules). Vienna: UNODC.

Peraturan Perundang-undangan
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018 tentang Perubahan Atas Undang-
Undang Nomor 15 Tahun 2003 Tentang Penetapan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2002 Tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme Menjadi Undang-Undang
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas;
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan
Seksual;
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2022 tentang Pemasyarakatan;
Peraturan Presiden (PERPRES) Nomor 18 Tahun 2020 tentang Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2020-2024.
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 82 Tahun 2015
tentang Pencegahan dan Penanggulangan Tindak Kekerasan di
Lingkungan Satuan Pendidikan.
Keputusan Direktur Jenderal Pemasyarakatan kementerian Hukum dan
Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor: PAS-23.OT.02.02
Tahun 2018 tentang Standar Pengasuhan Anak.
Keputusan Direktur Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan
Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor: PAS-10.OT.02.02
Tahun 2021 tentang Sistem Penilaian Pembinaan Narapidana.
Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor 97/PUU-
XIV/2016.

113
Artikel Jurnal
Abram, K. M., Choe, J. Y., Washburn, J. J., Teplin, L. A., King, D. C., &
Dulcan, M. K. (2008). Suicidal Ideation and Behaviors Among Youths
in Juvenile Detention. Journal of the American Academy of Child &
Adolescent Psychiatry, 47(3), 291–300.
Braddock, K., & Horgan, J. (2015). Towards a Guide for Constructing and
Disseminating Counternarratives to Reduce Support for Terrorism.
Studies in Conflict & Terrorism, 39(5), 381–404.
Braddock, K., & Dillard, J. P. (2016). Meta-analytic evidence for the
persuasive effect of narratives on beliefs, attitudes, intentions, and
behaviors. Communication monographs, 83(4), 446-467.
Coker, D. (2020). Action research in a juvenile detention school: New
processes, paradigms, and possibilities. Education Quarterly
Reviews, 3(3). 411-430.
Collingwood, T. R. (1997). Providing physical fitness programs to at-risk
youth. Quest, 49(1), 67-84.
Darbouze, K. (2008). Rehabilitative methods and the affect on juvenile
delinquents. The University of Maryland McNair Scholars Undergraduate
Research Journal, 1, No. 1, 104-117.
de Austria, J. J. (2014). The Fine Line between Gender Equity and Gender
Equality. Research Journal of Social Science & Management, 4(7), 1-4.
Doosje, B., & van Eerten, J. J. (2017). ‘Counter-narratives’ against violent
extremism. De-radicalisation, 83-95.
Fulcher, P. A. (2013). The double-edged sword of prison video visitation:
Claiming to keep families together while furthering the aims of the
prison industrial complex. Florida A&M Univ. Law Review, 9, 83-112.
Greene, J. W., & Walker, L. S. (1997). Psychosomatic Problems and Stress
in Adolescence. Pediatric Clinics of North America, 44(6), 1557–1572.
Jufri, M. (2020). Persoalan Hukum Pengakuan Hak-hak Penganut Aliran
Kepercayaan di Bidang Administrasi Kependudukan. Jurnal
Rechtsvinding, 9(3), 461-480.
Listyani, N. (2015). Reconstruction of Prisoners Development System into
Correctional System. Al' Adl, 13, 42-55.
MacKenzie, D. L. (2000). Evidence-Based Corrections: Identifying Waht
Works. Crime & Delinquency, 46(4), 457-471.
doi:10.1177/0011128700046004003.

114
Ng, I. Y., Shen, X., Sim, H., Sarri, R. C., Stoffregen, E., & Shook, J. J. (2011).
Incarcerating juveniles in adult prisons as a factor in
depression. Criminal Behaviour and Mental Health, 21(1), 21-34.
Pechorro, P., DeLisi, M., Andrade, J., Gonçalves, R. A., & Quintas, J.
(2021). Primary and Secondary Variants of Psychopathy in Incarcerated
Youth: An Investigation with a Focus on Social Anxiety. Deviant
Behavior, 1–13.
Roberts, R. E., Lewinsohn, P. M., & Seeley, J. R. (1995). Symptoms of DSM-
III-R major depression in adolescence: evidence from an epidemiological
survey. Journal of the American Academy of Child & Adolescent
Psychiatry, 34(12), 1608-1617.
Rushchenko, J. (2019). Terrorist recruitment and prison radicalization:
Assessing the UK experiment of “separation centres.” European Journal
of Criminology, 1-20.
Ryan, E. P., & Redding, R. E. (2004). A Review of Mood Disorders Among
Juvenile Offenders. Psychiatric Services, 55(12), 1397–1407.
Smith, M. S. (1990). Psychosomatic Symptoms in Adolescence. Medical
Clinics of North America, 74(5), 1121–1134.
Tarolla, S. M., Wagner, E. F., Rabinowitz, J., & Tubman, J. G. (2002).
Understanding and treating juvenile offenders: A review of current
knowledge and future directions. Aggression and Violent Behavior, 7(2),
125–143.
Thomas, C. R., & Penn, J. V. (2002). Juvenile justice mental health services.
Child and Adolescent Psychiatric Clinics of North America, 11(4), 731–
748.
Simi, P., Blee, K., DeMichele, M., & Windisch, S. (2017). Addicted to Hate:
Identity Residual among Former White Supremacists. American
Sociological Review, 82(6), 1167-1187.
doi:https://doi.org/10.1177/0003122417728719.
Varghese, F. P., Magaletta, P. R., Fitzgerald, E. L., & McLearen, A. M. (2015).
Counseling psychologists and correctional settings: Opportunities
between profession and setting. Counselling Psychology Quarterly,
28(2), 200–214.
Young, B. (2021). Change in the Context of Relationships: The Effect of
Visitation on Dynamic Risk Change Among Incarcerated Youth. Youth
Violence and Juvenile Justice, 19(3). 308-329.

115
Kanal Media
Kementerian Agama RI. (2021, Desember 20). Indeks Kerukunan Umat
Beragama Tahun 2021 Masuk Kategori Baik. Kementerian Agama
Republik Indonesia. Dilansir dari
https://www.kemenag.go.id/nasional/indeks-kerukunan-umat-
beragama-tahun-2021-masuk-kategori-baik-latuic.
Kumparan. (2019, Maret 31). [Part 2] Kisah Komunitas Yahudi di Manado |
Special Content. Jakarta Selatan, DKI Jakarta.

116

Anda mungkin juga menyukai