Anda di halaman 1dari 272

Editor:

Junifer Siregar, S.Pd., M.Pd.

BAHASA INDONESIA
UNTUK PERGURUAN TINGGI
Maria Ermilinda Dua Lering, M.Pd. | Siti Habsari Pratiwi, M.Pd. |
Septi Fitri Meilana, M.Pd. | Eva Harista, M.Pd. |
Eva Apriani, M.Pd. | Rosa Zulfikhar., S.Sn., M.Ikom. |
Juniara Fitri Cibro, M.Pd. | Nur Apriani Nukuhaly, M.Pd. |
Rita Kumala Sari, M.Pd. | Tri Rahayu, M.Pd.I. |
Dr. Ratna Susanti, S.S., M.Pd. | Nanda Saputra, M.Pd.
BAHASA INDONESIA UNTUK
PERGURUAN TINGGI

Maria Ermilinda Dua Lering, M.Pd.


Siti Habsari Pratiwi, M.Pd.
Septi Fitri Meilana, M.Pd.
Eva Harista, M.Pd.
Eva Apriani, M.Pd.
Rosa Zulfikhar., S.Sn., M.Ikom.
Juniara Fitri Cibro, M.Pd.
Nur Apriani Nukuhaly, M.Pd.
Rita Kumala Sari, M.Pd.
Tri Rahayu, M.Pd.I
Dr. Ratna Susanti, S.S., M.Pd.
Nanda Saputra, M.Pd.

Editor:
Junifer Siregar, S.Pd., M.Pd.
BAHASA INDONESIA UNTUK PERGURUAN TINGGI

Penulis:
Maria Ermilinda Dua Lering, M.Pd; Siti Habsari Pratiwi, M.Pd; Septi Fitri
Meilana, M.Pd; Eva Harista, M.Pd; Eva Apriani, M.Pd; Rosa Zulfikhar.,
S.Sn., M.Ikom; Juniara Fitri Cibro, M.Pd; Nur Apriani Nukuhaly, M.Pd;
Rita Kumala Sari, M.Pd; Tri Rahayu, M.Pd.I; Dr. Ratna Susanti, S.S., M.Pd;
Nanda Saputra, M.Pd.
ISBN: 978-623-5722-22-1
Editor:
Junifer Siregar, S.Pd., M.Pd
Penyunting:
Nanda Saputra, M.Pd.
Desain Sampul dan Tata Letak:
Atika Kumala Dewi
Cetakan: 26 Maret 2022
Ukuran: 14 x 20 cm
Halaman: viii - 262
Penerbit:
Yayasan Penerbit Muhammad Zaini
Anggota IKAPI (026/DIA/2012)
Redaksi:
Jalan Kompleks Pelajar Tijue
Desa Baroh Kec. Pidie
Kab. Pidie Provinsi Aceh
No. Hp: 085277711539
Email: penerbitzaini101@gmail.com
Website: penerbitzaini.com

Hak Cipta 2021 @ Yayasan Penerbit Muhammad Zaini


Hak cipta dilindungi undang-udang, dilarang keras menerjemahkan,
memfotokopi, atau memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini
tanpa izin tertulis dari penerbit.
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.


Alhamdulillah, segala puji dan syukur saya panjatkan
ke hadirat Allah SWT, karena rahmat dan karunia-Nya
kami dapat menyelesaikan buku Bahasa Indonesia Untuk
Perguruan Tinggi ini. Buku ini merupakan buku kolaborasi
yang dituliskan oleh beberapa dosen yang bergabung
dalam Asosiasi Dosen Kolaborasi Lintas Perguruan Tinggi.
Adapun buku ini tidak akan selesai tanpa bantuan,
diskusi dan dorongan serta motivasi dari beberapa pihak,
walaupun tidak dapat disebutkan satu persatu, penulis
mengucapkan terima kasih yang sebanyak-banyaknya.
Ahirnya, penulis menyadari bahwa buku ini masih
jauh dari kesempurnaan. Dengan demikian, penulis
mengharapkan kritik dan saran demi perbaikan serta
perkembangan lebih lanjut pada buku ini.
Wassalamu’alaikumsalam, Wr.Wb.

Tim Penulis

Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi iii


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...................................................................... iii


DAFTAR ISI..................................................................................... v
BAB I
SEJARAH BAHASA INDONESIA...........................................1
A.. Perkembangan Bahasa Indonesia Masa Pra
kemerdekaan........................................................................ 2
B.. Perkembangan Bahasa Indonesia Masa
Pascakemerdekaan............................................................. 19
C.. Peristiwa yang Mempengaruhi Perkembangan
Bahasa Indonesia................................................................ 20
D.. Perkembangan Ejaan Bahasa Indonesia.................... 26
BAB II
PERAN BAHASA INDONESIA.................................................. 33
A.. Kedudukan dan Fungsi Bahasa Indonesia................ 33
B.. Peran Bahasa Indonesia dalam Pembangunan
Karakter.................................................................................. 36
C.. Peran Bahasa Indonesia sebagai Alat Pemersatu... 40
D.. Peran Bahasa Indonesia dalam Menghadapi
Masyarakat Ekonomi ASEAN.......................................... 44
BAB III
RAGAM BAHASA INDONESIA................................................ 51
A.. Pengertian Ragam Bahasa.............................................. 51
B.. Karakteristik Ragam Bahasa........................................... 52
C.. Macam-macam Ragam Bahasa..................................... 56

Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi v


BAB IV
KATA DAN ISTILAH BAHASA INDONESIA.......................... 70
A.. Pengertian Kata................................................................... 70
B.. Keragaman Bentuk Kata................................................... 71
C.. Jenis-jenis Kata.................................................................... 74
D.. Konsep Istilah Bahasa Indonesia................................... 89
BAB V
KALIMAT DAN SELUK-BELUKNYA......................................... 91
A.. Pengertian Kalimat............................................................. 91
B.. Bagian-Bagian Kalimat..................................................... 93
C.. Jenis-Jenis Kalimat............................................................. 95
D.. Janis Konjungsi.................................................................... 104
BAB VI
HAKIKAT PARAGRAF.................................................................. 109
A.. Pengertian dan Struktur Paragraf................................. 109
B.. Jenis - Jenis Paragraf......................................................... 115
C.. Syarat Pembentukan Paragraf....................................... 125
D.. Teknik Pengembangan Paragraf................................... 127
E.. Pola Pengembangan Paragraf....................................... 127
BAB VII
MAKNA KATA................................................................................ 130
A.. Pengertian Makna Kata.................................................... 130
B.. Jenis-Jenis Makna Kata..................................................... 135
C.. Perubahan Makna Kata.................................................... 147
BAB VIII
DIKSI BAHASA INDONESIA..................................................... 152
A.. Pengertian Diksi.................................................................. 152
B.. Kriteria Pemilihan Kata...................................................... 153
C.. Pilihan Kata yang Tidak Tepat........................................ 177

vi Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi


BAB IX
RUANG LINGKUP KARYA ILMIAH......................................... 187
A.. Pengertian dan Ruang Lingkup Karya Ilmiah........... 187
B.. Karakteristik dan Syarat Karya Ilmiah.......................... 188
C.. Macam-Macan Karya Ilmiah........................................... 191
D.. Bagian-Bagian Karya Ilmiah............................................ 193
BAB X
TEKNIK PENGUTIPAN DAN DAFTAR PUSTAKA................ 197
A.. Pengertian Kutipan dan Fungsi Kutipan.................... 197
B.. Jenis Kutipan dan Contoh Kutipan.............................. 200
C.. Pengertian dan Fungsi Daftar Pustaka....................... 205
D.. Jenis dan Contoh Daftar Pustaka................................. 208
BAB XI
PENULISAN KARYA ILMIAH..................................................... 216
A.. Pendahuluan......................................................................... 216
B.. Konsep tentang Karya Ilmiah......................................... 218
C.. Tujuan Penulisan Karya Ilmiah....................................... 222
D.. Manfaat Penulisan Karya Ilmiah.................................... 223
E.. Sistematika Penulisan Karya Ilmiah............................. 224
F.. Langkah-langkah Menulis Karya Ilmiah..................... 226
BAB XII
SURAT MENYURAT ................................................................... 231
A.. Pengertian Surat.................................................................. 231
B.. Peranan Fungsi Surat........................................................ 232
C.. Jenis-jenis Surat................................................................... 233
D.. Contoh-contoh Surat........................................................ 237
DAFTAR PUSTAKA....................................................................... 241
BIOGRAFI PENULIS..................................................................... 250

Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi vii


BAB I
SEJARAH BAHASA INDONESIA

Maria Ermilinda Dua Lering, M.Pd.


IKIP Muhammadiyah Maumere

Manusia merupakan makhluk sosial yang membutuhkan


Bahasa. Kebutuhan bahasa ini dikarenakan bahasa memiliki
manfaat yang beragam, dan menjadikan bahasa sebagai
hal esensial yang dibutuhkan manusia. Bayangkan tanpa
bahasa, manusia tidak dapat berkomunikasi dengan
sesama untuk menyampikan maksud dan tujuan. Tanpa
bahasa sistem kemanusiaan tidak dapat berjalan dengan
baik. Jika berbicara perihal bahasa, maka perlu diketahui
pengertian dari bahasa. Bahasa merupakan alat verbal
untuk berkomunikasi, Chaer (2003:30), sementara itu
bahasa menurut edisi IV (2014:116), dituliskan bahwa: 1.
Bahasa merupakan sistem lambang bunyi yang arbiter,
yang digunakan oleh anggota satu masyarakat untuk
bekerjasama, berinteraksi dan mengindentifikasikan
diri. 2. Bahasa merupakan percakapan (perkataan) yang
baik, sopan santun. Dari dua pengertian bahasa di atas,
disimpulkan bahwa bahasa adalah sistem lambang bunyi
yang digunakan oleh masyarakat untuk berkomunikasi.
Melihat pengertian bahasa di atas, menujukan bahwa
bahasa merupakan alat komunikasi yang menghubungkan
antar manusia yang satu dengan manusia lainnya. Melalui

Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi 1


bahasa pula manusia mudah melakukan interaksi dengan
orang lain. Bahasa Indonesia yang merupakan salah satu
bahasa di dunia dan menjadi bahasa nasional bagi Bangsa
Indonesia diresmikan pada sehari setelah Proklamasi
Kemerdekaan Indonesia, 18 Agustus 1945. Ketetapannya
dituangkan dalam UUD 1945 pasal 36 yang menyatakan
“Bahasa Negara ialah Bahasa Indonesia”. Peresmian Bahasa
Indonesia sebagai bahasa nasional pastinya memiliki
sejarah perkembangan yang panjang, yang patut untuk
diketahui oleh para pengguna bahasa Indonesia. Dalam
Bab ini, akan dijabarkan beberapa sub bagian yang memuat
Perkembangan Bahasa Indonesia Masa Pra kemerdekaan,
Perkembangan Bahasa Indonesia Masa Pascakemerdekaan,
Peristiwa yang Mempengaruhi Perkembangan Bahasa
Indonesia, dan Perkembangan Ejaan Bahasa Indonesia.

A. Perkembangan Bahasa Indonesia Masa Pra


kemerdekaan
Berbicara perkembangan bahasa Indonesia, maka
tidak luput dari perkembangan Bahasa Indonesia di masa
pra kemerdekaan. Masa pra kemerdekaan merupakan
masa dimana bangsa Indonesia belum merdeka. Pada
saat itu pada umumnya Bahas Melayu sebagai bahasa
yang digunakan sebagai bahasa dalam melakukan jual
beli atau perdagangan yang melibatkan banyak suku
walaupun banyak juga bahasa daerah lainnya yang
tersebar. Perkembangan bahasa Indonesia di masa ini
dapat dijabarkan sebagai berikut:

2 Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi


1. Bahasa Melayu
Sejarahnya hingga digunakan bahasa Melayu adalah
adanya prasasti-prasasti yang dituliskan mirip bahasa
Melayu juga tulisan berbahasa Melayu klasik dapat ditemui
di manuskrip Melayu yang ditulis di kulit kambing, kertas,
kain, ukiran kayu, gading, batang buluh dll. Hal lainnya
adalah para penutur bahasanya dipanggil dengan bangsa
Melayu.
Melayu berasal dari kata Himalaya yang kemudian
disingkat menjadi Malaya dan menjadi Melayu, Zuber,
Usman dalam Abdul R. Malebak (2006: 9). Di Zaman
kerajaan Sriwijaya ketika abad ke 7 Masehi, bahasa Melayu
digunakan sebagai bahasa kenegaraan. Hal ini diketahui
dari prasasti yang usianya berdekatan dengan yang
ditemukan di Sumatera Selatan peninggalan dari kerjaan
tersebut. Adapun prasasti yang dimaksud adalah:
a. Prasasti tahun 683 M, prasasti ke di Kedukan Bukit
(Palembang).

Sumber: https://bobo.grid.id/read/08678901/
prasasti-kedukan-bukit-bagian-penting-dari-sejarah-
sriwijayadiakses31 Mei2021
Gambar 1. Prasasti Kedukan Bukit

Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi 3


b. Talang Tuwo berangka tahun 684 M, (Palembang)

Sumber: https://id.wikipedia.org/wiki/Prasasti_Talang_
Tuodiakses31mei2021
Gambar 2. Prasasti Talang Tuwo

c. Kota kapur berangka tahun 686 M (Bangka Barat),

Sumber: http://ngumbarakala.blogspot.com/2017/03/
prasasti-kota-kapur sebuahprasasti.html diakses 31Mei2021
Gambar: 3 Prasasti Kota Kapur

4 Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi


d. Karah Barahi tahun berangka tahun 688 M (Jambi).
Prasasti itu bertuliskan huruf Pranagari berbahasa
Melayu Kuna. Pada saat itu, bahasa Melayu
yang digunakan bercampur kata-kata bahasa
Sansekerta. Sebagai penguasa perdagangan di
kepulauan Nusantara para pedagang membuat
para pedagang yang berniaga terpaksa
menggunakan bahasa Melayu walaupun kurang
sempurna. Ini menjadikan berbagai varian lokal
dan temporal pada bahasa Melayu yang digunakan
yang dinamakan bahasa Melayu Pasar oleh para
peneliti.

Sumber: https://duniakujaya.wordpress.com/sejarah/
prasasti-prasasti-peninggalan-kerajaan-sriwijaya/
diakses31Mei2021
Gambar: 4 Prasasti Karah Barahi

e. Penemuan berikutnya adalah Prasasti berbahasa


Melayu Kuno di Jawa Tengah (tahun abad ke 9)
dan prasasti di dekat Bogor Penemuan prasasti

Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi 5


berbahasa Melayu Kuno di Jawa tengah (berangka
tahun abad ke 9) dan parasasti di dekat Bogor
(Prasasti Bogor) dari abad ke ke-10 menunjukkan
penyebaran penggunaan bahasa itu di Pulau
Jawa. Pada abad ke-15 berkembang bentuk yang
dianggap sebagai bentuk resmi bahasa Melayu
karena dipakai oleh Kesultanan Malaka, yang
disebut sebagai bahasa Melayu Tinggi.
Beberapa prasasti yang telah dijabarkan di atas
menunjukan bahwa bahasa Melayu sudah digunakan
sebagai bahasa resmi di wilayah kerajaan Sriwijaya bahkan
sebagai bahasa perdagangan. Awal abad ke Kerajaan Malaka
berkembang pesat. Hal ini dikarenakan pelabuhan Malaka
sangat strategis dan menguntungkan maka pelabuhan
Malaka menjadi pusat perdagangan dan pertemuan
dari para pedagang Tiongkok, Gujarat Jawa. Di Malaka
terjadi jual beli barang-barang dagangan. Perkembangan
Malaka yang sangat cepat membawa dampak positif bagi
perkembangan bahasa Melayu. Bahasa Melayu digunakan
sebagai bahasa perdagangan.

2. Awal Mula bahasa Melayu Diangkat Menjadi


Bahasa Indonesia
a. Sejarah Singkat Penjajahan Belanda dan Penggu-
naan Bahasa Melayu
1) Sejarah Singkat Penjajahan Belanda
Pada tahun 1596 bangsa Belanda yang
dipimpin Cornelis de Houtman tiba di
pelabuhan Banten. Hal ini pertanda awal

6 Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi


kedatangan bahasa Belanda di Nusantara
namun kedatangan mereka diusir oleh
penduduk pesisir karena sikap mereka yang
semena-mena. Di tahun 1598 bangsa ini
datang kembali ke Nusantara yang dipimpin
oleh Jacob Van Neck dan Wybrecht Van
Waerwyck. Mereka tiba di Maluku pada
Maret 1599. Kedatangan mereka menjadikan
perusahan di Belanda memberangkatkan
kapalnya ke Indonesia ada 14 perusahaan yang
telah memberangkatkan 62 kapal. Kedatangan
mereka yang banyak menyebabkan
persaingan di antara mereka, selain itu
mereka pun harus menghadapi persaingan
dengan bangsa Portugis, Spanyol dan bangsa
Inggris dikarenakan bukan keuntungan yang
mereka dapatkan namun kerugian yang
mereka dapatkan. Apalagi seringnya terjadi
pembajakan di laut menyebabkan mereka
yang adalah pedagang Belanda mendirikan
Verenigde Oost Indische Compagnie–VOC
(Persekutuan Maskapai Perdagangan Hindia
Timur) yang diprakarsai oleh pangeran
Maurits dan Johan Van Olden Barnevelt, pada
20 Maret 1602.
Kedatangan bangsa-bangsa Eropa di
Nusantara merupakan bagian dari kegiatan
perdagangan. Hubungan yang terjadi adalah
hubungan pedagang dan pembeli namun,

Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi 7


berubah karena persaingan perdagangan
yang tinggi antar negara yang menyebabkan
masing-masing mereka berusaha menguasai
sumber-sumber rempah tersebut. VOC
sebagai serikat dagang Belanda menguasai
rempah-rempah di nusantara.
2) Penggunaan Bahasa Melayu Pada Saat
Penjajahan Belanda
Belanda saat menjajah Indonesia bukan
saja menguasai rempah Belanda juga
memperkerjakan pegawai Indonesia yang
memiliki kemampuan berbahasa Belanda
yang rendah. Hal ini pun dimanfaatkan oleh
Belanda untuk menggunakan Bahasa Melayu
khususnya Bahasa Melayu Tinggi yang telah
mempunyai patokan berupa kitab-kitab agar
dapat berkomunikasi dengan para pegawai
yang diperkerjakan.
Belanda melalui Sarjana Belanda
mulai membuat standarisasi bahasa,
dan menyebarkan bahasa Melayu yang
mengadopsi Ejaan Van Ophusijen dari kitab
logat Melayu. Bahas Melayu lebih luas
disebarkan dengan dibentuknya Commissien
Voor de Volkslectuur atau Komisi Bacaan Rakyat
pada tahun 1908. Di tahun 19917 namanya
diganti dengan Balai Poestaka. Commissie
voor de Volkslectuur (Komisi Bacaan Rakyat)
Komisi Bacaan Rakyat menerbitkan novel-

8 Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi


novel seperti Siti Nurbaya dan Salah asuhan,
buku buku-buku penuntun bercocok tanam,
penuntun memelihara kesehatan yang
membantu penyebaran bahasa Melayu di
kalangan masyarakat Luas. Saat Rapat Dewan
rakyat di tanggal 16 Juni 1927, di Jahja Datoek
Kajo pertama kalinya menggunakan bahasa-
Indonesia dalam pidatonya. Di sinilah bahasa
Indonesia mulai berkembang. Perkembangan
bahasa Indonesia didukung juga dengan
hegemoni politik dan sistem eksploitasi
membawa perubahan dalam berbagai bidang,
seperti sistem birokrasi, edukasi, komunikasi,
industrialisasi, transportasi, dan hubungan
sosial lainnya. Berbagai perubahan tersebut
menjadikan kesadaran berbangsa dan
bertanah air menguat yang dikenal dengan
sikap nasionalisme.
b. Sumpah Pemuda Awal mula Bahasa Indonesia
Sikap nasionalisme merupakan suatu paham
yang berisi kesadaran bahwa tiap warga negara
merupakan bagian dari bangsa Indonesia yang
wajib mencintai dan membela negaranya, sehingga
kewajiban seorang warga negara tersebutlah
yang menjadi dasar bagi terbentuknya semangat
kebangsaan Indonesia, Permanto (2012:86).
Sadikin (2008:18) berpendapat nasionalisme
merupakan suatu sikap cinta tanah air atau bangsa
dan negara sebagai wujud dari cita- cita dan

Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi 9


tujuan yang diikat sikap-sikap politik, ekonomi,
sosial, dan budaya sebagai wujud persatuan atau
kemerdekaan nasional dengan prinsip kebenaran
dan kesamarataan kehidupan bermasyarakat dan
bernegara. Dari kedua pengertian nasionalisme di
atas maka dapat disimpulkan bahwa nasionalisme
adalah sikap mencintai bangsa Indonesia yang
berdasarkan pada kesadaran.
Sikap ini hadir dikarenakan masyarakat tidak
mau diperlakukan semena-mena oleh bangsa
Eropa yang datang ke Indonesia. Mereka lalu
melakukan perlawanan agar dapat merdeka. Pada
saat perjuangan kemerdekaan, bangsa Indonesia
memerlukan alat agar dapat berinteraksi antara
suku bangsa di Indonesia. Maka dipilihlah bahasa
Melayu sebagai bahasa pemersatu Bangsa
Indonesia.
Prof. Soedjito dalam Esti Pramuki menjelaskan
secara sederhana mengapa bahasa Melayu
dijadikan sebagai landasan lahirnya Bahasa
Indonesia dikarenakan:
1) Bahasa Melayu telah digunakan sebagai
lingua franca (bahasa perhubungan) selama
berabad abad di seluruh kawasan tanah air,
Hal tersebut tidak terjadi pada bahasa lainnya.
2) Bahasa Melayu memiliki daerah persebaran
yang luas dan melampaui batas wilayah
penutur asli.

10 Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi


3) Bahasa Melayu masih berkerabat dengan
bahasa bahasa Nusantara lainnya, sehingga
tidak dianggap sebagai bahasa asing.
4) Bahasa Melayu bersifat sederhana dan tidak
mengenal tingkatan bahasa sehingga muda
untuk dipelajari.
5) Bahasa Melayu mampu mengatasi perbedaan
bahasa antar penutur yang berasal dari
berbagai bahasa.
Pada tanggal 28 Oktober 1928 ditetapkan
bahasa Melayu sebagai bahasa Indonesia.
Penetapan itu menjadi awal bahasa Indonesia
berkedudukan sebagai bahasa Nasional. Peristiwa
Sumpah pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928
pun menjadi peristiwa bersejarah bahasa Indonesia
pertama kali diakui sebagai Bahasa Nasional.
Adapun bunyi naskah asli sumpah pemuda adalah:
Pertama : Kami poetra dan poetri Indonesia,
mengakoe bertoempah darah jang
satoe, tanah Indonesia.
Kedoea : Kami poetra dan poetri Indonesia
mengakoe berbangsa jang satoe,
bangsa Indonesia.
Ketiga : Kami poetra dan poetri Indonesia
mendjoendjoeng bahasa persatoean
bangsa Indonesia

Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi 11


Sumber:https://kupang.tribunnews.com/2020/10/27/13-
tokoh-ini-yang-ikut-membuat-teks-sumpah-pemuda-
28-oktober-1928-siapa-siapa-saja-simak-di-sini
diakses31Mei2021
Gambar. 5 Naskah asli Sumpah Pemuda

Setelah itu, diubah ke ejaan terbaru, sehingga


bunyi naskah sumpah pemuda sesuai EYD menjadi:
Pertama : Kami putra dan putri Indonesia,
mengaku bertumpah darah yang satu,
tanah air Indonesia.
Kedoea : Kami putra dan putri Indonesia,
mengaku berbangsa yang satu, bangsa
Indonesia.
Ketiga : Kami putra dan putri Indonesia,
menjunjung bahasa persatuan, bahasa
Indonesia.
Sebelum sumpah pemuda tepatnya tiga bulan
menjelang sumpah pemuda yaitu 15 Agustus
`1928 Soekarno dalam pidatonya menyatakan
bahwa perbedaan bahasa antara suku bangsa
Indonesia tidak akan menghalangi persatuan.
Justru makin luas bahasa Melayu tersebar, maka
makin cepat kemerdekaan Indonesia dapat
terwujud. Fungsi lahirnya bahasa Indonesia agar

12 Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi


bangsa Indonesia memiliki bahasa persatuan
yang mempersatukan bangsa Indonesia yang
berlatarbelakang banyaknya bahasa daerah.
Pidato Soekarno pun diperkuat oleh
Muhamad Yamin yang mengusulkan bahasa
Melayu sebagai bahasa nasional dalam pidatonya
pada Konggres Nasional kedua di 28 Oktober
1928. Bahasa Indonesia diakui sebagai “Bahasa
Persatuan Bangsa”. Pada saat sumpah pemuda
Muhamad Yamin berkata “Jika mengacu pada
masa depan bahasa-bahasa yang ada di Indonesia
dan kesusastraan hanya ada dua bahasa yang
diharapkan menjadi bahasa persatuan yaitu
bahasa Jawa dan Melayu, namun diantara dua
bahas itu bahasa Melayulah yang lambat laun akan
menjadi bahasa pergaulan atau bahasa persatuan”
c. Sejarah Singkat Penjajahan Jepang dan
penggunaan Bahasa Indonesia
1) Sejarah Singkat Penjajahan Jepang
Belanda menjajah Indonesia dibagi dalam
tiga periode yaitu periode yaitu periode
tahun 1602 sampai 1799, dan periode tahun
1800 sampai 1942, ini menunjukan Bangsa
Indonesia dijajah Bangsa Belanda selama
ratusan tahun. Namun, penjajahan mereka
berakhir ketika perang dunia ke II dimana
Jepang berhasil menyerang Pearl Harbour,
Hongkong, Filipina, dan Malaysia berdampak
juga hingga ke Indonesia.

Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi 13


Masa penjajahan Jepang terjadi selama
tiga setengah tahun merupakan salah
satu periode yang paling menentukan
dalam sejarah Indonesia. Serbuan Jepang,
menjadikan Belanda tidak melakukan
perlawanan yang berarti di Indonesia. Jepang
menyerbu Belanda di Indonesia pada tanggal
10 Januari 1942. Wilayah nusantara yang
pertama kali jatuh ke tangan Jepang adalah
Tarakan pada tanggal 12 Januari 1942, dan
perlawanan Belanda ke Jepang pun berakhir
dengan ditandatangani perjanjian Kalijati
oleh Belanda di Jepang pada tanggal 9 Maret
1942 juga pertanda dimulainya pendudukan
Jepang di Indonesia.
Selama masa pendudukan, Jepang juga
membentuk badan persiapan kemerdekaan
yaitu BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha-usaha
Persiapan Kemerdekaan Indonesia) atau 独立
準備調査会 (Dokuritsu junbi chōsa-kai) dalam
bahasa Jepang, yg bertugas membentuk
persiapan-persiapan pra kemerdekaan dan
membuat dasar negara yang digantikan oleh
PPKI atau (独立準備委員会, Dokuritsu Junbi
Iinkai) yang tugasnya adalah menyiapkan
kemerdekaan. Perjalan panjang menguasai
Indonesia berakhir ketika adanya perlawanan
dari rakyat Indonesia secara fisik dan gerakan
bawah tanah pada masa itu juga Jepang

14 Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi


mengalami perlawanan dari Amerika Serikat
dan sekutunya, puncaknya adalah peristiwa
bom Hiroshima dan Nagasaki. Perang tersebut
berpengaruh pada gerakan kemerdekaan
negara Asia Timur termasuk Indonesia. Dan
akhirnya Jepang menyerah pada tanggal 15
Agustus 1945 yang menandai berakhirnya
Perang Dunia ke-2.
2) Penggunaan Bahasa Indonesia saat Penjajahan
Jepang
Berbagai cara dilakukan oleh Bangsa
Jepang agar dapat menguasai Indonesia.
Salah satu cara adalah melarang penggunaan
Bahasa Belanda dan Bahasa Inggris dan
memajukan pemakaian bahasa Jepang.
Bukan saja itu, mereka memperkerjakan orang
Indonesia seperti seniman, guru dan tokoh
sastra yang anti-Belanda agar dapat tercapai
tujuan mereka. Bahasa Indonesia dijadikan
sebagai sarana utama untuk mencapai tujuan
mereka melalui orang yg diperkerjakan,
dengan demikian, status sebagai bahasa
Nasional semakin kokoh.
Kebijakan yang penting bahkan
menjadikan Bahasa Indonesia semakin
eksis digunakan oleh masyarakat Indonesia
adalah kebijakan dari bangsa Jepang untuk
menggunakan bahasa Indonesia sebagai
bahasa pengantar. Kebijakan ini tentunya

Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi 15


di dukung dengan kebijakan dalam dunia
pendidikan berupa sekolah 12 tahun dan juga
pelajaran Bahasa Indonesia di tingkat sekolah
kelas 3. Hal ini tentunya dilakukan guna
menghilangkan pengaruh bangsa Belanda
terutama dalam penggunaan bahasa Belanda
sehingga jepang dengan leluasa menguasai
Indonesia.
Beberapa kebijakan yang dilakukan adalah
Bahasa Belanda yang tidak diperkenankan
adalah menyangkut koran berita dibuat
dalam bahasa Belanda dan diganti dengan
menggunakan Bahasa Jepang, film dengan
menggunakan bahasa Belanda tidak perlu
dipertontonkan, papan nama, perusahan
rumah makan, dan sebagainya diganti dengan
bahasa Indonesia.
Kebijakan penting lainnya adalah
didirikannya komisi Penyempurnaan Bahasa
Indonesia pada tanggal 20 Oktober 1943.
tugasnya adalah menetapkan istilah modern
dan menyusun tata bahasa sesuai ketentuan
serta menetapkan kata kata umum bagi Bangsa
Indonesia. Adapun susunan pengurusnya
adalah sebagai berikut: Ketua Mori, Wakil
Ketua Iciki, Penulis, Mr. R. Suwandi, Penulis
Ahli, Mr. Sutan Takdir Alisyahbbana
Bahasa Indonesia pun berkembang
dengan cepat karena didukung beberapa

16 Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi


surat kabar yang menggunakan Bahasa
Indonesia sebagai pengantarnya. Seperti
Soeara Asia, (Surabaya) Asia Raja (Jakarta),
Cahaja (Bandung), Sinar Baroe (Semarang),
Sinar Matahari (Yogyakarta).
d. Lahirnya Pujangga Baru Sebagai Bagian
Perkembangan Bahasa Indonesia
Tahun 1933 berdiri sebuah angkatan sastrawan
muda yang disebut dengan Pujangga Baru atau
Poedjangga Baroe. Angkatan ini dipimpin oleh
Sutan Takdir Asisyahbana. Secara ideologis
angkatan ini mendukung negara modern dan
bersatu di bawah satu bahasa Bahasa Indonesia.
Namun, pandangan budaya dan politik para
penulis membuat pendirian majalah ini tidak
tetap. Agar kenetralan politik, Poedjangga Baroe
memuat segala tulisan dari beragam teori politik.

Sumber: https://id.wikipedia.org/wiki/Poedjangga_
Baroediakses31Mei2021
Gambar.6

Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi 17


Selama sembilan tahun terbit. Poedjangga
Baroe telah menerbitkan 90 edisi, yang memuat
lebih dari 300san puisi, lima drama, tiga
antologi antologi puisi, sebuah novel beberapa
esai dan cerpen. Publikasi ini, yang tidak
pernah mempunyai lebih dari 150 langganan,
mendapatkan penerimaan yang beragam.
Tiga tahun setelahnya, Sutan Takdir Alisahbana
menyusun “Tata Bahasa Baru Bahasa Indonesia.

Sumber: http://inlislite.dispusip.jakarta.go.id/hbjassin/opac/
detailopac?id=2930diakses31Mei2021
Gambar.7
Pada tanggal 25-28 Juni 1938 dilangsungkan
Kongres Bahasa Indonesia I di Solo. Raden Mas Soedirdjo
Tjokrosisworo, seorang wartawan harian Soeara Oemoem,
sebagai pencetus diselenggarakannya Konggres Bahasa
Indonesia pertama. Para pengurusnya adalah: Ketua, Prof.
Dr.Poerbatjaraka Beberapa anggota, Mr. Amir Syariffudin,
Katja Sungkana Sumanang, Mr. Muhammad Syah ,
Pembicara, Sanusi Pane,Ki Hadjar Dewantara,H.B. Perdi, Mr.

18 Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi


Amir Syarifuddin, Mr. Muh.Yamin, Soekardjo Wirjopranoto,
St. TakdirAlisyahbana, K. St. Pamoentjak, M. Tabrani.
Kongres tersebut menghasilkan bahwa usaha
pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia telah
dilakukan secara sadar oleh cendekiawan dan budayawan
Indonesia saat itu. Selain itu dua keputusan penting adalah
(1) bahasa resmi adalah Bahasa Indonesia dan (2) Bahasa
Indonesia adalah bahasa pengantar dalam badan-badan
perwakilan perudang-undangan.
Melihat sejarah lahirnya angkatan pujangga baru
dengan berbagai karya yang dihasilkan bukan saja
karya non fiksi tapi juga karya fiksi maka patutlah kita
katakan bahwa angkatan ini juga menjadi bagian dari
perkembangan bahasa Indonesia.
Bukan saja karya yang dihasilkan namun para tokoh
yang terlibat dalam perkembangan bahasa Indonesia yang
memiliki keahlian dalam bidang Bahasa Indonesia serta
tokoh nasional pun menjadi bagian dalam perkembangan
Bahasa Indonesia pra kemerdekaan.

B. Perkembangan Bahasa Indonesia Masa


Pascakemerdekaan
Sumpah Pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928 yg
menjadi tonggak lahirnya Bahasa Indonesia. Ikrar para
pemuda ini di kenal dengan nama “Sumpah Pemuda”.
Bunyi sumpah pemuda yang ketiga “Kami putra dan putri
Indonesia, menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia,
merupakan pernyataan tekad bahwa bahasa indonesia

Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi 19


merupakan bahasa persatuan bangsa Indonesia. Pada
tahun 1928 bahasa Indonesia di kokohkan kedudukannya
sebagai bahasa Nasional.
Setelah Indonesia merdeka, yang ditandai dengan
proklamasi Bangsa Indonesia pada hari Jumat, tanggal 17
Agustus 1945 tahun Masehi, atau tanggal 17 Agustus 2605
tahun Jepang, dibacakan oleh di Soekarno dan didampingi
oleh Muhammad Hatta bertempat di Jalan Pegangsaan
Timur 56, Jakarta pusat, menjadikan perkembangan Bahasa
Indonesia semakin terlihat. Selanjutnya, bahasa Indonesia
diakui kedudukannya sebagai bahasa negara pada tanggal
18 Agustus 1945 Karena pada saat Undang-Undang
Dasar 1945 Pasal 36 disebutkan bahwa bahasa negara
ialah bahasa Indonesia. Belum lagi, pemerintahan baik
orde lama dan orde baru memberikan perhatian terhadap
perkembangan bahasa Indonesia. Berikut penjelasan
yang berkaitan dengan perkembangan Bahasa Indonesia,
pascakemerdekaan;

C. Peristiwa yang Mempengaruhi Perkembangan


Bahasa Indonesia
Beberapa peristiwa yang mempengaruhi
perkembangan Bahasa Indonesia adalah sebagai berikut:
1. Budi Utomo
Pada tahun 1908, Budi Utomo yang merupakan
organisasi yang bersifat nasional, pertama didirikan
secara sadar menuntut agar syarat masuk sekolah
diringankan oleh Belanda.

20 Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi


2. Balai Pustaka
Balai Pustaka didirikan tahun 1908, oleh Dr. G.A.J.
Hazue pada tahun 1908. Awalnya bernama Commissie
Voor De Volkslectuur, namun berubah menjadi balai
pustaka di tahun 1917.Hasilnya didirikan Balai Pustaka
adalah terhadap perimbangan bahasa Melayu menjadi
Bahasa Indonesia adalah diberikannya kesempatan
pengarang pengarang Bangsa Indonesia untuk
menulis ceritanya dalam Bahasa Melayu, memberikan
kesempatan kepada rakyat Indonesia untuk membaca
hasil ciptaan Bangsanya dalam Bahasa Melayu,
menciptakan hubungan antara sastrawan dengan
masyarakat sebab melalui karangnya sastrawan
melukiskan hal yg dialami dan menjadi cita cita
bangsanya dan balai pustaka juga memperkaya dan
memperbaiki bahasa melayu sebab diantara syarat-
syarat yang harus dipenuhi oleh karangan yang akan
diterbitkan di balai pustaka ialah tulisan dalam bahasa
melayu yang bersusun baik dan terpelihara.
3. Sarikat Islam
Sarikat Islam pada tahun 1912 selalu menggunakan
Bahasa Indonesia di setiap kesempatan. Tanggal
16 Juni 1927 Jahja Datoek Kajo menggunakan
bahasa Indonesia dalam pidatonya. Hal ini untuk
pertamakalinya dalam sidang Volksraad, seseorang
berpidato menggunakan bahasa Indonesia
4. Sumpah Pemuda
Konggres pemuda di tahun 1028 menjadi konggres
pemuda yang paling dikenal. Pada tanggal 28 Oktober

Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi 21


1928 konggres dilakukan di Jakarta yang menghasilkan
pernyataan bersejarah yang dikenal dengan sumpah
pemuda. Pernyataan bersatu itu dituangkan berupa
ikrar atas tiga hal negara, bangsa dan bahasa yg satu
dalam ikrar sumpah pemuda. Peristiwa itu, dianggap
sebagai permulaan bahasa Indonesia yang sebenarnya.
Pada tanggal 28 Oktober 1928 secara resmi Muhamad
Yamin mengusulkan Bahasa melayu menjadi Bahasa
persatuan Indonesia. Pujangga Baru
5. Pujangga Baru
Angkatan sastrawan muda yang menamakan
dirinya sebagai Pujangga Baru yang dipimpin oleh
Sutan Takdir Alisyahbana pada tahun 1933.
6. Tata Bahasa Baru Bahasa Indonesia
Tahun 1936 Sutan Takdir Alisyahbana menyusun
Tata Bahasa Baru Bahasa Indonesia.
7. Konggres Bahasa Indonesia I
Tanggal Juni 1938 dilangsungkan konggres Bahasa
Indonesia I di Solo. Hasilnya adalah bahwa usaha
pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia
telah dilakukan secara sadar oleh cendekiawan dan
budayawan Indonesia saat itu.
8. UUD 1945
Tanggal 18 Agustus 1945 ditandatangani Undang-
Undang Dasar 1945, yang salah satunya pasalnya
(Pasal 36) menetapkan Bahasa Indonesia sebagai
bahasa Negara.

22 Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi


9. Ejaan Republik
Diresmikan penggunaan ejaan Republik pada
tanggal 19 Maret 1947 sebagai pengganti Ejaan Van
Ophuijsen yang berlaku sebelumnya.
10. Konggres Bahasa II
Diselenggarakanya Konggres Bahasa II di Medan
pada tanggal 28 Oktober s.d 2 November 1954.
Kongres ini merupakan perwujudan tekad bangsa
Indonesia untuk terus-menerus menyempurnakan
bahasa Indonesia yang diangkat sebagai bahasa
kebangsaan dan ditetapkan sebagai bahasa negara.
11. Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan (EYD)
Presiden Republik Indonesia H. M. Soeharto
meresmikan penggunaan Bahasa Indonesia yang
Disempurnakan (EYD) pada tanggal 16 Agustus 1972.
Peresmian ini dilakukan pada pidato kenegaraan di
hadapan sidang DPR yang dikuatkan pula dengan
Keputusan Presiden No.57 tahun 1972.
Tanggal 31 Agustus 1972 Menteri Pendidikan
dan Kebudayaan menetapkan Pedoman Umum Ejaan
Bahasa Indonesia yang Disempurnakan dan Pedoman
Umum Pembentukan Istilah resmi berlaku di seluruh
wilayah Indonesia (Wawasan Nusantara).
12. Konggres Bahasa III
Diselenggarakan konggres Bahasa III di Jakarta
dari tanggal 28 Oktober s.d 2 November 1978.
Kongres yang diadakan dalam rangka memperingati
Sumpah Pemuda yang ke-50 ini selain memperlihatkan

Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi 23


kemajuan, pertumbuhan, dan perkembangan
bahasa Indonesia sejak tahun 1928, juga berusaha
memantapkan kedudukan dan fungsi bahasa
Indonesia.
13. Konggres Bahasa IV
Tanggal 21-26 November 1983 diselenggarakan
Kongres Bahasa Indonesia IV di Jakarta. Kongres ini
diselenggarakan dalam rangka memperingati hari
Sumpah Pemuda yang ke-55. Dalam putusannya
disebutkan bahwa pembinaan dan pengembangan
bahasa Indonesia harus lebih ditingkatkan sehingga
amanat yang tercantum di dalam Garis-Garis Besar
Haluan Negara, yang mewajibkan kepada semua
warga negara Indonesia untuk menggunakan bahasa
Indonesia dengan baik dan benar, dapat tercapai
semaksimal mungkin.
14. Konggres Bahasa V
Tanggal 28 Oktober s.d 3 November 1988
diselenggarakan Kongres Bahasa Indonesia V di
Jakarta. Kongres ini dihadiri oleh kira-kira tujuh ratus
pakar bahasa Indonesia dari seluruh Indonesia dan
peserta tamu dari negara sahabat seperti Brunei
Darussalam, Malaysia, Singapura, Belanda, Jerman,
dan Australia. Kongres itu ditandatangani dengan
dipersembahkannya karya besar Pusat Pembinaan
dan Pengembangan Bahasa kepada pencinta bahasa
di Nusantara, yakni Kamus Besar Bahasa Indonesia dan
Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia.

24 Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi


15. Konggres Bahasa VI
Tanggal 28 Oktober s.d 2 November 1993
diselenggarakan Kongres Bahasa Indonesia VI di
Jakarta. Pesertanya sebanyak 770 pakar bahasa dari
Indonesia dan 53 peserta tamu dari mancanegara
diantaranya, Hongkong. Australia, Brunei Darussalam,
Jerman, Italia, Jepang, Rusia, Singapura, Korea Selatan,
dan Amerika Serikat. Dalam Kongres tersebut diusulkan
agar Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa
ditingkatkan statusnya menjadi Lembaga Bahasa
Indonesia, serta mengusulkan disusunnya Undang-
Undang Bahasa Indonesia.
16. Konggres Bahasa VII
Tanggal 26-30 Oktober 1998 diselenggarakan
Kongres Bahasa Indonesia VII di Hotel Indonesia,
Jakarta. Kongres itu mengusulkan dibentuknya Badan
Pertimbangan Bahasa.
17. Kongres Bahasa Indonesia VIII
Kongres bahasa Indonesia kedelapan
diselenggarakan pada tanggal 14-17 Oktober 2003
di Jakarta. Pada kongres bahasa Indonesia ke tujuh
menghasilkan kesepakatan pengusulan bulan Oktober
dijadikan bulan bahasa.
18. Kongres Bahasa Indonesia IX
Kongres bahasa Indonesia kesembilan dilaksanakan
pada tanggal 28 Oktober-1 November 2008 di Jakarta.
Yang dibahas lima hal utama, yakni bahasa Indonesia,
bahasa daerah, penggunaan bahasa asing, pengajaran

Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi 25


bahasa dan sastra, serta bahasa media massa. Kongres
bahasa ini berskala internasional yang menghadirkan
pembicara-pembicara dari dalam dan luar negeri.
19. Kongres Bahasa Indonesia X
Kongres bahasa Indonesia yang kesepuluh
dilaksanakan pada tanggal 28-31 Oktober 2013 di
Jakarta. Hasil dari kongres bahasa Indonesia ke sepuluh
merekomendasikan yaitu 33 rekomendasi di bidang
pengembangan dan pembinaan bahasa dan sastra.
Tiga puluh dua rekomendasi telah terlaksana dengan
baik oleh para pemangku kepentingan yang terkait.
“Satu rekomendasi yang belum dilaksanakan secara
optimal adalah tentang tata kelola penyuntingan dan
penerjemahan
20. Konggres Bahasa Indonesia XI
Kongres Bahasa Indonesia XI diselenggarakan di
Hotel Grand Sahid Jaya, Jakarta, pada tanggal 28—31
Oktober 2018. Kongres Bahasa Indonesia XI dibuka
secara resmi oleh Wakil Presiden Republik Indonesia,
Dr. H. M. Jusuf Kalla di istana wakil presiden. Kongres
Bahasa Indonesia XI menghasilkan rekomendasi
sebanyak 22 rekomendasi.

D. Perkembangan Ejaan Bahasa Indonesia


Ejaan Bahasa Indonesia telah mengalami berbagai
perkembangan. Perkembangan tersebut dapat dijelaskan
sebagai berikut:

26 Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi


1. Ejaan Van Ophuijsen
a. Sejarah Terbentuknya Ejaan Van Ophuijsen
Kridalaksana dan Sutami (2007:85) ejaan Van
Ophuijsen merupakan sistem Ejaan Latin untuk
Bahasa Melayu dan merupakan ejaan Bahasa
Lantin resmi di negara Indonesia. (Kridalaksana
dan Sutami, 2007: 55 Sudaryanto, 2017: 33).
Pencetus sistem ejaan ini adalah Charles Adriaan
van.
Charles Adriaan van Ophuijsen ialah seorang
sarjana Bahasa Melayu bangsa Belanda yang
pernah menulis mengenai Bahasa Batak dan
Minangkabau. Pada tahun 1896 ia diberi tugas
Pemerintah Belanda untuk menstandarnisasikan
aksara Latin untuk Bahasa Melayu (dibantu oleh
Engku Nawawi gl. St. Makmur dan M. Taib St.
Ibrahim) dan hasilnya adalah Kitab Logat Melajoe
(terbit pada tahun 1901). Tahun 1901 menjadi
penanda dari pemberlakuan Ejaan van Ophuijsen
hingga tahun 1947.
b. Ciri ciri Ejaan Van Ophuijsen
Adapun ciri penanda lingual dalam Ejaan van
Ophuijsen, yaitu:
1) penggunaan huruf j dibaca /y/
2) penggunaan huruf oe dibaca /u/ dan
3) penggunaan tanda diakritik meliputi tanda
koma (,), ain (‘), dan trema (¨).

Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi 27


4) Huruf hidup yang diberi aksen trema atau
dwititik diatasnya seperti ä, ë, ï dan ö,
menandai bahwa huruf tersebut dibaca
sebagai satu suku kata, bukan diftong, sama
seperti ejaan Bahasa Belanda sampai saat ini.
Kebanyakan catatan tertulis bahasa Melayu
pada masa itu menggunakan huruf Arab yang
dikenal sebagai tulisan Jawi.

2. Ejaan Soewandi/Ejaan Republik


a. Sejarah Ejaan Soewandi/Ejaan Republik
Ejaan Republik/Ejaan Soewandi (1947-
1956) Ejaan Republik berlaku sejak tanggal 17
Maret 1947. Pemerintah berkeinginan untuk
menyempurnakan Ejaan van Ophuijsen. Adapun
hal tersebut dibicarakan dalam Kongres Bahasa
Indonesia I, pada tahun 1938 di Solo. Kongres
Bahasa Indonesia I menghasilkan ketentuan ejaan
yang baru yang disebut Ejaan Republik/Ejaan
Soewandi.
b. Ciri ciri Ejaan Soewandi
1) Gabungan konsonan tj, seperti pada kata
tjinta, diganti dengan c menjadi cinta, juga
gabungan konsonan nj seperti njonja, diganti
dengan huruf nc, yang sama sekali masih baru
2) Bunyi hamzah dan bunyi sentak ditulis dengan
k, pada kata-kata makmur, tak, pak, atau
hamzahnya dihilangkan menjadi kira-kira,
apa elo masih menulis jum’at alih-alih jumat?

28 Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi


3) Kata ulang boleh ditulis dengan angka 2
seperti pada mobil2, ber-jalan2, ke-barat2-
an. Jadi terjawab deh kenapa sampai saat ini
kita masih sering menuliskan angka 2 sebagai
perwakilan kata ulang. Tapi sayang, kalau
konteks bahasa baku, hal ini sudah kadaluarsa.
4) Awalan di– dan kata depan di keduanya ditulis
serangkai dengan kata yang menyertainya.
Alhasil, penulisan di sekolah atau dijalan
disamakan dengan dijual atau diminum.
Nah, penulisan di- sebagai awalan dan kata
depan selalu menjadi momok dalam tutur
lisan maupun tulisan. Saat mestinya digabung,
dijalankan menjadi di jalankan. Sebaliknya, di
mana menjadi dimana.
5) Penghapusan tanda diakritis atau pembeda
antara huruf vokal tengah / yang disebut
schwa oleh para linguis atau e ‘pepet’
disamakan dengan e ‘taling’.

3. Ejaan Melindo (1961-1967)


Ejaan ini dikenal pada akhir 1959 dalam Perjanjian
Persahabatan Indonesia dan Malaysia. Pembaruan
ini dilakukan karena adanya beberapa kosakata yang
menyulitkan penulisannya. Akan tetapi, rencana peresmian
ejaan bersama tersebut gagal karena adanya konfrontasi
Indonesia dengan Malaysia pada 1962.
Yang membedakan ialah Ejaan Melindo gabungan
konsonan tj, contohnya pada kata tjinta, diganti dengan

Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi 29


c sehingga menjadi kata cinta, juga gabungan konsonan nj
dalam kata njonja, diganti dengan huruf nc, yg masih baru
(Dalam Ejaan Pembaharuan kedua gabungan konsonan itu
diganti dengan ts dan ń.)

4. Ejaan Baru/Lembaga Bahasa dan Kesusastraan


(LBK) (1967-1972)
Pada 1967, Lembaga Bahasa dan Kesusastraan yang
sekarang bernama Badan Pengembangan dan Pembinaan
Bahasa mengeluarkan Ejaan Baru. Pembaharuan Ejaan ini
merupakan kelanjutan dari Ejaan Melindo yang gagal
diresmikan pada saat itu.
Anggota selain panitia LKB, juga panitia yang
anggotanya dari Malaysia. Tidak banyak perbedaan
dengan EYD kecuali pada perincian perincian kaidah
saja. Panitia yg saat itu diketuai oleh Anton M. Moelono
yang anggota merupakan gabungan tersebut berhasil
merumuskan konsep ejaan yang diberi nama Ejaan Baru,
yg diresmikan oleh Menteri Pendidikan Nasonal, Sarino,
Mangunpranoto. SK Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
No.062/67, tanggal 19 September 1967. Perubahan dalam
ejaan tersebut adalah:
a. Huruf ‘tj’ diganti ‘c’, j diganti ‘y,’ ‘nj’ diganti ‘ny,’ ‘sj
‘menjadi ‘sy,’ dan ‘ch’ menjadi ‘kh.’
b. Huruf asing: ‘z,’ ‘y,’ dan ‘f’ disahkan menjadi ejaan
bahasa Indonesia. Hal ini disebabkan pemakaian
yang sangat produktif.
c. Huruf ‘e’ tidak dibedakan pepet atau bukan,
alasannya tidak banyak kata yang berpasangan

30 Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi


dengan variasi huruf ‘e’ yang menimbulkan salah
pengertian.

5. Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan (EYD)


(1972-2015)
EYD atau Ejaan Yang Disempurnakan berlaku sejak 23
Mei 1972 hingga 2015 pada masa menteri Mashuri Saleh.
Ejaan ini menggantikan Ejaan Soewandi yang berlaku
sebelumnya. Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan
ini mengalami dua kali perbaikan yaitu pada 1987 dan
2009. Jadi, kalau biasanya Djajalah Indonesia! Untuk
sebagian orang tetap mengeja namanya jika mengandung
ejaan dj. Misalnya, Djojobojo alih-alih Joyoboyo; Selain itu,
ejaan nj juga diubah menjadi ny, sehingga penulisan njonja
menjadi nyonya; Hal ini juga berlaku untuk ejaan kata ch
dan menyesuaikan diri menjadi kh. Kalau dulu achirnya,
sekarang menjadi akhirnya.

6. Ejaan Bahasa Indonesia (2015-sekarang)


Ejaan Bahasa Indonesia (disingkat EBI) adalah
ejaan bahasa Indonesia yang berlaku sejak tahun
2015 berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 50 Tahun 2015
tentang Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia. Ejaan
ini menggantikan Ejaan yang Disempurnakan. Ada tiga hal
perubahan yang terjadi pada PUEBI. Perubahan tersebut
meliputi penambahan huruf diftong, penggunaan huruf
tebal, serta penggunaan huruf kapital

Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi 31


32 Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi
BAB II
PERAN BAHASA INDONESIA

Siti Habsari Pratiwi, M.Pd


IAIN Langsa

A. Kedudukan dan Fungsi Bahasa Indonesia


Penggunaan bahasa Indonesia sebagai bahasa negara
diatur dalam Pasal 36 UUD 1945. Lebih lanjut, diatur dalam
UU RI Nomor 24 Tahun 2009 Tentang Bendera, Bahasa,
Dan Lambang Negara, Serta Lagu Kebangsaan, bahasa
Indonesia menjalankan kedudukannya sebagai jati diri
bangsa, kebanggaan nasional, sarana pemersatu berbagai
suku bangsa, serta sarana komunikasi antardaerah dan
antarbudaya daerah.bahasa negara. Selain itu, bahasa
Indonesia menjalankan fungsi sebagai bahasa resmi
kenegaraan, pengantar pendidikan, komunikasi tingkat
nasional, pengembangan kebudayaan nasional, transaksi
dan dokumentasi niaga, serta sarana pengembangan
dan pemanfaatan ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan
bahasa media massa.
Bahasa Indonesia berasal dari bahasa Melayu Riau.
Bahasa Melayu Riau tercatat telah sejak lama digunakan
sebagai bahasa perantara (lingua franca) atau bahasa
pergaulan dalam masa kejayaan perdagangan di
semenanjung Melaka, tidak hanya di wilayah nusantara,

Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi 33


tetapi juga di Asia Tenggara. Hal ini dibuktikan dengan
ditemukannya prasasti-prasasti kuno berbahasa Melayu.
Bahasa Indonesia secara resmi dikukuhkan sebagai
bahasa persatuan pada peristiwa Sumpah Pemuda tanggal
28 Oktober 1928. Peresmian nama bahasa Indonesia
ini menjadi catatan sejarah karena tidak hanya tentang
bahasa sebagai alat komunikasi, melainkan juga dijadikan
sebagai bukti semangat juang kaum nasionalis dalam
rangka mengukuhkan rasa persatuan. Dalam ikrar ketiga
dalam Sumpah Pemuda tersebut menegaskan bahwa para
pemuda bertekad untuk memuliakan bahasa persatuan,
yaitu bahasa Indonesia.
Tekad kebahasaan yang menyatakan menjunjung
tinggi bahasa persatuan, yaitu bahasa Indonesia. Hal
ini mengandung makna bahwa bahasa Indonesia
berkedudukan sebagai bahasa nasional yang
kedudukannya berada di atas bahasa-bahasa daerah.
Kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional
tidak serta merta mengancam perkembangan bahasa
daerah. Bahasa daerah menjadi aset berharga yang turut
menyumbangkan kekayaan budaya bangsa. Selain itu,
bahasa daerah memperkaya khazanah kosa kata bahasa
Indonesia.
Sebagai lambang kebanggan bangsa, menjaga bahasa
Indonesia menjadi tanggung jawab setiap warga negara
Indonesia. Bahasa Indonesia harus terus dijaga, pelihara,
dibina, dan dikembangkan oleh para pemakainya. Sikap
kebanggaan terhadap bahasa Indonesia dapat memupuk
rasa nasionalisme dan cinta tanah air. Kedudukan bahasa

34 Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi


Indonesia sebagai identitas nasional sejajar dengan
lambang negara lainnya.
Dalam menjalankan fungsinya, bahasa Indonesia harus
menunjukkan identitas dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara. Dalam pidato presiden, upacara resmi, dan
acara-acara kenegaraan waiib menggunakan bahasa
Indonesia. Begitu juga dalam hal pemakaian bahasa
Indonesia dalam ranah layanan public. Pelayanan urusan di
kantor pemerintah wajib menggunakan bahasa Indonesia
sebagai bahasa pengantarnya. Sikap demikian akan
menjaga kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa
resmi negara. Menggunakan bahasa Indonesia merupakan
upaya sadar warga negara untuk menjaga bangsanya.
Bahasa Indonesia juga digunakan sebagai bahasa
pengantar resmi di lembaga pendidikan, mulai dari
pendidikan dasar hingga pendidikan tinggi. Guru atau
dosen dalam penyampaian materi pelajaran atau kuliah
harus menggunakan bahasa Indonesia, termasuk
penggunaan bahasa dalam buku-buku pelajaran (Susetyo,
2015). Pemerintah wajib mengembangkan, membina,
dan melindungi bahasa dan sastra Indonesia agar tetap
memenuhi kedudukan dan fungsinya dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, sesuai dengan
perkembangan zaman.
Dalam perkembangannya bahasa Indonesia tidak
menutup diri dari perkembangan zaman. Bahasa Indonesia
yang bersifat supel atau kenyal tidak sulit menyesuaikan diri
dengan bahasa lain yang berdampingan dengannya. Karena
itu, bahasa Indonesia banyak menerima atau menyerap

Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi 35


unsur-unsur asing yang diadaptasikan dengan sistem yang
berlaku dalam bahasa Indonesia (Khaharuddin, 2018). Hal
ini membuat bahasa Indonesia semakin kuat, hanya saja
banyak pemakai bahasa enggan menggunakan kosakata
yang sudah dibakukan. Banyak orang gemar memakai
istilah asing, padahal padanan istilah tersebut sudah ada
di dalam bahasa Indonesia. Misalnya penggunaan kata
“online”, “upload” lebih sering digunakan daripada kata
“daring” dan “upload”.
Media memiliki peran penting dalam menjaga
eksistensi bahasa Indonesia. Media dapat menjadi ujung
tombak dalam mengembangkan bahasa Indonesia. Pola
pergerakan masyarakat saat ini sangat akrab dengan media
khususnya media digital. Media massa menjadi tumpuan
kita dalam memperluas bahasa Indonesia secara baik dan
benar (Sari, 2021). Media digital, baik media informasi
maupun media sosial mengambil tempat yang banyak
dalam aspek kehidupan manusia. Tentu saja hal ini akan
memberikan dampak positif dalam pengembangan dan
pembinaan bahasa Indonesia.

B. Peran Bahasa Indonesia dalam Pembangunan


Karakter
Keluhuran budi seseorang dapat dilihat dari tutur
bahasa yang ditampilkannya. Bahasa juga dapat menjadi
salah satu tolak ukur kepribadian seseorang. Bahasa
Indonesia berperan penting untuk membetuk karakter
dan kepribadian Indonesia melalui penggunaannya Bahasa
Indonesia seperti keterampilan berbicara, menyimak,

36 Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi


membaca, dan menulis dengan menggunakan Bahasa
Indonesia yang benar. Semakin intensif penggunaan
bahasa, semakin teliti, dan benar pilihan bahasa yang
digunakan diyakini semakin tinggi karakter dan kepribadian
orang yang menggunakannya. Kepribadian masyarakat
Indonesia banyak diilhami oleh Sastra Indonesia sebagai
sumber inspirasi bagi terwujudnya bangsa, bahasa, dan
tanah air Indonesia.
Oleh karena itu, membaca sastra Indonesia hingga
melek sastra diyakini dapat memperkuat identitas dan
kepribadian Indonesia (Solin, 2011). Untuk mewujudkan
bangsa dan masyarakat yang cendekia perlu ditanamkan
nilai- nilai karakter, yang menurut Indonesia Heritage
Foundation meliputi (1) cinta Tuhan dengan segenap
ciptaannya, (2) kemandirian dan tanggung jawab, (3)
kejujuran, bijaksana, amanah, (4) hormat dan santun,
(5) dermawan, suka menolong, dan gotong royong, (6)
percaya diri, kreatif, dan pekerja keras, (7) kepemimpinan
dan keadilan, (8) baik dan rendah hati, dan (9) toleransi,
kedamaian, dan kesatuan (Kesuma dkk., 2011).
Sebagai bangsa yang menjunjung tinggi sikap ramah
tamah, sudah sepatutnya penutur bahasa Indonesia
menggunakan bahasa Indonesia untuk pembentukan
jati diri sebagai bangsa yang berbudi bahasa luhur.
Pembentukan karakter dimulai sedini mungkin. Karakter
akan terwujud dalam sikap, perbuatan, dan perkataan.
Dalam berinteraksi sebagai makhluk social penutur
bahasa Indonesia harus dapat memahami berbagai kaidah
dan ragam bahasa. Hal ini harus dilakukan agar proses

Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi 37


komunikasi yang terjalin dapat berjalan lancar dan sesuai
konteks. Menguasai berbagai ragam bahasa menjadi
sebuah alternatif baru untuk menghilangkan masalah
kegagalan berkomunikasi dan kesalahpahaman.
Karakter yang baik dakan tercermin dari tutur kata.
Bahasa yang diucapkan seseorang akan menampilkan
kepribadian atau karakter orang tersebut (Pranowo, 2009).
Bagaimana memilih bahasa yang tepat agar sesuai situasi
dan konteks menjadi pekerjaan rumah yang berat bagi
penutur bahasa Indonesia. Banyak masalah yang muncul di
kehidupan sosial masyarakat kita saat ini karena kegagalan
penutur memproduksi bahasa yang tepat. Bahasa gaul,
slang, dan akronim yang digunakan kaula muda banyak
yang tidak sesuai dengan jati diri bangsa sebagai bangsa
yang ramah.
Tentu ingatan kita masih segar bagaimana peristiwa
penyerbuan warga internet di laman social media
kontes pemilihan kecantikan tingkat dunia. Warganet
memborbardir salah satu panitia dengan hujatan dan
makian di hampir semua unggahannya. Apa yang dilakukan
warganet tidak mencerminkan karakter ramah tamah dan
bagaimana berbudi luhurnya bangsa Indonesia.
Warganet Indonesia menduduki peringkat satu untuk
kategori paling tidak sopan di wilayah Asia Tenggara.
Peringkat satu kali ini bukanlah sebuah prestasi yang
harus dibanggakan. Budi bahasa berupa komentar pedas,
makian, perundungan, dan hinaann yang ditunjukkan
warganet dalam kejadian viral di dunia maya membuat
banyak pihak merasa tidak nyaman. Tidak sedikit tokoh

38 Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi


public yang depresi akibat cercaan yang diberikan
warganet pada unggahan tokoh public tersebut. Anehnya,
banyak warganet yang merasa pantas dan tetap merasa
aman setelah melakukan kekerasan bahasa yang sudah
dilakukannya. Apa yang dilakukannya dianggap hukuman
sanksi sosial yang pantas diterima oleh pelaku.
Kemajuan informasi teknologi akan menggerus budi
pekerti jika tidak diikat dengan tutur bahasa yang baik.
Maraknya penggunaan istilah yang tidak sopan di kalangan
kaula muda bisa menjadi ancaman yang sangat berbahaya
bagi pembentukan budi pekerti penutur bahasa Indonesia.
Bagi Sebagian kalangan, penggunaan kata sapaan ‘Nyet’,
‘Njir’, dan saapan lainnya dianggap hal yang lumrah dan
bukan sesuatu yang harus dipermasalahkan. Padahal,
kata sapaan demikian jauh dari norma kesopanan yang
membentuk karakter budi pekerti sesorang.
Dalam konteks pembelajaran bahasa dan sastra
Indonesia, guru dapat menanamkan nilai-nilai edukatif
tersebut melalui apresiasi karya sastra. Dalam proses
pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia, guru harus
menyampaikan hal-hal tersebut agar peserta didik dapat
membedakan mana yang baik dan mana yang buruk,
yang pada akhirnya bisa melakukan hal yang baik, dan
meninggalkan hal yang buruk. Upaya ini dapat dilakukan
dengan peningkatan keteladanan dan pembiasaan disiplin
pendidik, serta penciptaan suasana belajar yang kondusif
(Hidayatullah, 2010).
Penting sekali membiasakan diri untuk bertutur
sopan sesuai norma, konteks, dan situasi pembicaraan.

Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi 39


Bahasa yang ditampilkan pribadi seseorang menjadi
salah satu pondasi utama dalam pembentukan karakter
seseorang. Membiasakan diri berbahasa yang sopan akan
menjadi kebiasaan. Jika sudah terbiasa akan membekas
menjadi karakter seseorang. Budi bahasa yang luhur
akan mewujudkan masyarakat yang berbudi bahasa dan
berkarakter luhur.

C. Peran Bahasa Indonesia sebagai Alat Pemersatu


Sejarah mencatat dengan baik bagaimana perjuangan
pemuda di masa lalu meninggikan bahasa Indonesia
dibanding bahasa daerah mereka masing-masing.
Seandainya pada masa lalu para pemuda egois tentu
nikmat persatuan menggunakan bahasa Indonesia tidak
akan kita rasakan seperti saat ini. Bahasa melayu sebagai
cikal bakal bahasa Indonesia mampu mengakomodasi
kebutuhan bahasa untuk berinteraksi pada masa itu.
Dengan kenyataan tersebut, pada momen Sumpah
Pemuda 28 Oktober 1928 terpilih bahasa melayu sebagai
bahasa Indonesia dan tahun 1945 diresmikan sebagai
bahasa negara.
Kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia sebagai
bahasa nasional sesungguhnya akan tetap eksis jika
bangsa Indonesia sebagai pemiliknya menanamkan sikap
positif terhadap eksistensi Bahasa Indonesia dalam setiap
komunikasi. Menjaga martabat bangsa salah satunya dapat
dilakukan dengan menghormati dan bangga terhadap
kekayaan budayanya sendiri. Dalam konteks ini adalah

40 Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi


bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional, sekaligus
lambang identitas jati diri dan kebanggaan bangsa.
Bahasa Indonesia hingga kini menjadi perisai pemersatu
bangsa. Hal ini dapat terjadi, karena bahasa Indonesia
dapat menempatkan dirinya sebagai sarana komunikasi
efektif, berdampingan dan bersama-sama dengan bahasa
daerah yang ada di Nusantara dalam mengembangkan dan
melancarkan berbagai aspek kehidupan dan kebudayaan.
Langkah ini dapat menjadi jalan menjadikan bahasa
Indonesia sebagai sarana pertahanan bangsa dari ancaman
disintegrasi (Muhyidin, 2012).
Bahasa Indonesia memiliki peranan sebagai bahasa
komunikasi antardaerah antarbudaya sehingga tidak terjadi
kesalahpahaman (Muslich, 2010). Komunikasi yang dijalin
masyarakat berbeda etnis suku bangsa, budaya, daerah
dapat berjalan dengan baik dan lancar menggunakan
bahasa Indonesia. Masyarakat terbiasa menggunakan
bahasa Indonesia dalam menjalankan fungsi utama bahasa
untuk berinteraksi, bekerja sama, dan mengidentifikasi diri.
Dalam keseharian masyarakat pemakai bahasa Indonesisa
tidak jarang dijumpai bahwa mereka pun kadang lebih
fasih dan memahami bahasa Indonesia daripada bahasa
daerahnya. Selain itu, dalam pertemuan-pertemuan resmi
pun digunakan bahasa Indonesia.
Rasa kecintaan terhadap bangsa Indonesia diwujudkan
dengan bangga atas Bahasa Indonesia. Namun demikian,
ancaman terhadap kelangsungan Bahasa Indonesia tidak
bisa dianggap remeh. Misalnya saja munculnya gejala
bahasa pergaulan, terutama di kalangan muda dalam

Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi 41


masyarakat perkotaan yang terkontaminasi efek globalisasi
merupakan fenomena yang dapat kita hadapi. Selain itu,
ancaman lain berupa eksplorasi penggunaan bahasa di
media menjadi salah satu hal yang harus kita beri perhatian
lebih (Marsudi, 2008). Media memiliki peranan yang
besar dalam upaya memelihara rasa persatuan dengan
menggunakan bahasa. Saat ini kemudahan akses informasi
yang ditawarkan era globalisasi jika tidak difilter akan
menjadi ancaman yang mampu mengikis rasa persatuan.
Media cetak dan elektronik menjadi alat yang paling
efektif dalam menyampaikan berbagai ide, gagasan, dan
informasi. Penutur bahasa Indonesia memiliki peran dan
tanggung jawab untuk mewujudkan peran sebagai alat
pemersatu bangsa dengan menyajikan ide, gagasan,
informasi factual, tidak memancing pertengkaran, dan
bukan berita bohong. Kita ketahui bersama bahwa saat
ini banyak berita yang disajikan media menggerus rasa
persatuan di antara kita karena berisi informasi yang
memantik kericuhan antara satu kelompok dengan
kelompok lainnya. Pers harus memegang kendali dalam
mengembalikan peran Bahasa Indonesia sebagai alat
pemersatu bangsa. Jangan sampai kebebasan pers
membuat Bahasa Indonesia kehilangan kendali (Kustomo,
2011).
Dari sisi lain, semangat persatuan dan kebanggan
bangsa Indonesia tampak jelas dalam kegiatan-kegiatan
internasional yang diselenggarakan di berbagai belahan
dunia. Ditambah lagi dengan klaim Kemendikbud atas
terpenuhinya syarat Bahasa Indonesia menjadi Bahasa

42 Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi


internasional membuat semangat persatuan para penutur
Bahasa Indonesia akan semakin besar. Diselenggarakannya
kelas Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing (BIPA) memupuk
rasa nasionalisme dan kecintaan akan bahasa Indonesia di
mata internasional.
Kebanggaan atas eksistensi Bahasa Indonesia di dunia
internasional harus didukung kesiapan penutur aslinya
sendiri. Bukan rahasia umum lagi bahwa pergeseran Bahasa
saat ini menjadi ancaman yang serius bagi eksistensi
Bahasa Indonesia dari bangsanya sendiri. Eksistensi bahasa
Indonesia di kalangan generasi milenial menjadi pekerjaan
rumah bagi pihak yang memiliki perhatian khusus dengan
Bahasa Indonesia dengan antisipasi untuk pemertahanan
bahasa Indonesia (Putri, 2017). Pergeseran bahasa terjadi
ketika pemakai bahasa memilih suatu bahasa baru untuk
menggantikan bahasa sebelumnya. Sangat mudah kita
temui fenomena fungsi bahasa Indonesia di kalangan
pemiliknya mulai tergeser oleh bahasa asing. Bahasa asing
dianggap lebih bergengsi dan bertenaga dalam wadah
komunikasi modern.
Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk
mencegah semakin rendahnya rasa kecintaan terhadap
bahasa Indonesia bagi generasi muda dengan menyediakan
materi pada pengelolaan kelas dalam proses belajar-
mengajar harus berorientasi pada keperluan siswa dan
sesuai dengan perkembangan kejiwaan siswa. Selain
sebagai sarana berkomunikasi, penguasaan bahasa
Indonesia akan memperkaya wawasan berpikir dan
berekspresi (Sugono, 2015). Materi ini akan menumbuhkan

Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi 43


rasa memiliki terhadap bahasa Indonesia dalam berbagai
aspek kehidupan.

D. Peran Bahasa Indonesia dalam Menghadapi


Masyarakat Ekonomi ASEAN
Salah satu hasil Kongres Bahasa Indonesia X pada
Oktober 2013 yang mengangkat tema “Penguatan
Bahasa Indonesia di Dunia Internasional” menghasilkan
rekomendasi berupa strategi bahasa Indonesia menuju
bahasa Internasional dan posisi bahasa Indonesia di
ASEAN. Rekomendasi tersebut mengahsilkan sebuha
rancangan aplikatif dalam mengoptimalkan peran
Bahasa Indinesia dalam menghadapi MEA. Saat ini
MEA telah menyepakati sektor-sektor prioritas menuju
momen tersebut, yaitu; sektor barang industri terdiri atas
produk berbasis pertanian, elektronik, perikanan, produk
berbasis karet, tekstil, otomotif, dan produk berbasis kayu.
Sedangkan lima sektor jasa tersebut adalah transportasi
udara, e-asean, pelayanan kesehatan, turisme dan jasa
logistik. Keinginan ASEAN membentuk MEA didorong oleh
perkembangan eksternal dan internal kawasan. Dari sisi
eksternal, Asia diprediksi akan menjadi kekuatan ekonomi
baru, dengan disokong oleh India, Tiongkok, dan negara-
negara ASEAN.
Memasuki era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA),
keberadaan bahasa Indonesia akan mendapatkan
tantangan kedua dengan banyaknya arus tenaga kerja
asing yang akan berkerja di Indonesia. Hal ini semakin
mengancam keberadaan bahasa Indonesia jika kita tidak

44 Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi


mau berbenah mulai dari sekarang. Pemerintah pusat
sebagai pembuat kebijakan juga harus merespon persoalan
ini. Kebijakan penggunaan Bahasa Indonesia pada ruang
publik menjadi salah satu upaya solusi untuk mengatasi
persoalan ini. Langkah ini mengharuskan penggunaan
bahasa dalam setiap komunikasi di lingkungan instansi
pemerintah.
Bahasa merupakan media yang paling penting
dalam hal komunikasi baik individu maupun kelompok di
lingkungan Masyarakat Ekonomi Asean. Indonesia akan
menjadi pangsa pasar yang besar bagi komunitas Asean.
MEA mewajibkan pemerintah kita untuk menerima tenaga
kerja asing untuk masuk ke Indonesia dengan mudah akan
mengancam keberadaan bahasa Indonesia. Belum lagi
ditambah persoalan masyarakat kita yang cenderung tidak
peduli dalam penggunaan bahasa Indonesia secara baik
dan benar.
Hal ini menuntut peran bahasa Indonesia yang akan
dijadikan bahasa dalam hal perekonomian terutama
perdagangan. Ditinjau dari sejarah bahasa Melayu
sebelum dijadikan bahasa Indonesia merupakan bahasa
perhubungan dalam hal perdagangan Singapore, Johor,
dan Riau yang merupakan daerah serumpun serta dikenal
dengan segitiga emas perdagangan. Dengan demikian
bahasa Indonesia harus menjadi peran sentral bahkan
bahasa utama dalam bahasa perdagangan di Masyarakat
Ekonomi Asean (MEA). Bahasa Indonesia memilki peran
yang sangat besar jika dijadikan bahasa perdagangan di
era MEA.

Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi 45


Kementerian Luar Negeri Indonesia mencatat ada 45
negara di dunia yang mengajarkan bahasa Indonesia di
sekolah-sekolah luar negeri, misalnya Australia, Amerika
Serikat, Kanada, dan Vietnam. Di Australia, bahasa Indonesia
menjadi bahasa populer keempat di mana tercatat sekitar
500 sekolah yang mengajarkan bahasa Indonesia. Di
Vietnam, sejak akhir 2007, Pemerintah Daerah Ho Ci Minh
City telah mengumumkan secara resmi bahasa Indonesia
menjadi bahasa resmi kedua di negaranya. Jadilah Vietnam
sebagai anggota Asean pertama yang menetapkan bahasa
Indonesia sebagai bahasa resmi kedua di negaranya.
Bahasa Indonesia di Vietnam disejajarkan dengan bahasa
Inggris, Prancis, dan Jepang, sebagai bahasa kedua yang
diprioritaskan. Fenomena ini menunjukkan eksistensi
bahasa Indonesia yang dianggap penting dan patut
dipelajari ke depannya. Selain itu, jumlah pelajar asing
yang belajar Bahasa Indonesia semakin meningkat pada
lembaga dan instansi yang mengadakan pelatihan bahasa
Indonesia pentur asing (BIPA).
Bahasa Indonesia untuk Penutur Asing (BIPA) merupakan
program pembelajaran keterampilan berbahasa Indonesia
(berbicara, menulis, membaca, dan mendengarkan)
bagi penutur asing. Kepala Badan Pengembangan
dan Pembinaan Bahasa Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan dikutip Kompas (2013) menyatakan bahwa
salah satu tugas (dan) fungsi badan bahasa (Kemdikbud),
yaitu menginternasionalisasikan bahasa Indonesia. Para
pengajar BIPA di Indonesia saat ini sudah mempunyai
organisasi profesi yang disebut Asosiasi Pengajar dan

46 Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi


Pegiat Bahasa Indonesia untuk Penutur Asing atau APPBIPA.
APPBIPA mempunyai visi untuk menjadi organisasi profesi
yang mandiri dan profesional dalam bidang pengajaran
dan penyelenggaraan BIPA demi mewujudkan bahasa
Indonesia sebagai sarana komunikasi internasional; dan misi
membantu pemerintah dalam meningkatkan fungsi bahasa
Indonesia menjadi bahasa internasional, mengembangkan
dan meningkatkan profesionalisme pengajar dan pegiat
BIPA dan meningkatkan citra Indonesia melalui pengajaran
BIPA. Dukungan organisasi profesi seperti APPBIPA tentu
semakin menguatkan visi bahasa Indonesia sebagai bahasa
internasional, khususnya peran bahasa Indonesia dalam
MEA.
Arus masuknya pekerja asing yang masuk ke Indonesia
dari waktu ke waktu kian bertambah. Seharusnya mereka
menguasai bahasa Indonesia, namun pemerintah justru
meringankan dengan aturan yang tidak mewajibkan
para pekerja harus melalui tes Uji Kemahiran Berbahasa
Indonesia (UKBI) sesuai dengan standar minimal yang
harus mereka tempuh sebagai tahapan awal untuk bekerja
di Indonesia. Hal ini untuk menjaga kewibawaan bahasa
Indonesia dan menjadikan bahasa Indonesia sebagai
bahasa perdagangan dapat tercapai. Penguasaan bahasa
Indonesia banyak memberikan manfaat untuk peningkatan
kompetensi seseorang (Nurhayatin, dkk., 2014). Cita cita
mewujudkan Bahasa Indonesia mampu bersaing dengan
bahasa Inggris dalam kedudukannya baik sebagai bahasa
nasional, negara, atau internasional akan terealisasi.

Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi 47


Uji Kompetensi Bahasa Indonesia (UKBI) merupakan
salah satu instrumen yang juga menunjang visi bahasa
Indonesia sebagai bahasa internasional, khususnya
perannya dalam MEA. UKBI adalah uji kemahiran (proficiency
test) untuk mengukur kemahiran berbahasa seseorang
dalam berkomunikasi dengan menggunakan bahasa
Indonesia, baik penutur Indonesia maupun penutur asing.
UKBI meliputi lima seksi, yaitu Seksi I (Mendengarkan),
Seksi II (Merespons Kaidah), Seksi III (Membaca), Seksi IV
(Menulis), dan Seksi V (Berbicara). Pekerja migran ASEAN
yang berada pada 8 profesi yang telah disepakati ini patut
untuk mempelajari bahasa di negara tujuan, utamanya
pekerja migran ASEAN yang masuk ke Indonesia. Profesi
perawat, tenaga kesehatan, dokter gigi dan pariwisata
merupakan profesi yang memerlukan kecakapan bahasa
Indonesia, dikarenakan profesi ini bersentuhan langsung
dengan masyarakat dan interaksi juga terjadi secara
langsung. Sehingga UKBI dapat digunakan sebagai salah
satu prasyarat untuk bekerja di Indonesia. Walaupun
demikian profesi akuntan, teknisi, survei dan arsitektur
tetap memerlukan kecakapan berbahasa Indonesia yang
cukup, dikarenakan lingkungan kerja yang dihadapi
menggunakan bahasa Indonesia dalam berkomunikasi
dan memberikan instruksi kerja (Siti Rabiah, 2016).
Kemerosotan akan marwah bahasa Indonesia
sayangnya dilakukan oleh penduduk Indonesia itu sendiri.
Adanya fenomena peningkatan status sosial ketika
menggunakan produk menggunakan bahasa Inggris
daripada menggunakan produk berbahasa Indonesia.

48 Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi


Seakan membuktikan bahwa bahasa Indonesia bukanlah
sesuatu yang luar biasa walaupun dari manfaatnya jauh
lebih besar. Menurut Kontjaraningrat (dalam Aziz, 2014)
bahasa Indonesia lebih dikesampingkan dari bahasa
asing disebabkan akan penduduk Indonesia itu sendiri
merasa lebih percaya diri dalam segi mental jika ketika
berkomunikasi menggunakan bahasa asing. Timbul
rasa kebanggan dan merasa lebih berprestasi ketika
berkomunikasi dengan menggunakan bahasa asing.
Fenomena ini tidak lepas dari warisan peninggalan Belanda
bahwa muncul perasaan diskriminasi terhadap budaya dan
bahasa sendiri dan meyakini budaya dan bahasa asing jauh
lebih baik dari bahasa sendiri.
Semua pihak bertanggung jawab untuk mengembalikan
marwah bahasa Indonesia dengan cara membanggakan
bahasa Indonesia di antara warga negara dan pekerja
asing yang ada di Indonesia. Upaya perluasan penggunaan
bahasa Indonesia ke luar masyarakat Indonesia merupakan
langkah memperbaiki citra Indonesia di dunia internasional
melalui peningkatan mutu pengajaran bahasa Indonesia
untuk penutur asing (BIPA), yang pada gilirannya akan
menjadikan bahasa Indonesia sebagai bahasa perhubungan
luas di dunia internasional.
Bahasa Indonesia sebagai bahasa perdagangan berarti
sebagai alat transaksi dan promosi. Transaksi dan promosi
berupa produk barang dan jasa seharusnya menggunakan
bahasa Indonesia. Kita optimis dan percaya diri untuk
memperkenalkan bahasa Indonesia dalam berbagai
transaksi ekonomi, politik, dan Pendidikan. Langkah mudah

Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi 49


yang dapat ditempuh yaitu, ketika memperkenalkan dan
promosi iklan produk barang dan jasa wajib menggunakan
bahasa Indonesia. Jika kita ingin bahasa Indonesia
menjadi bahasa perdagangan, kita harus mennjunjung
dan mencintai bahasa Indonesia terlebih dahulu dengan
penggunamaan label atau nama produk menggunakan
bahasa Indonesia (Zulfadhli, dkk., 2017). Hal ini dilakukan
sebagai upaya mengoptimalkan peran bahasa Indonesia
dalam masyarakat ASEAN, sehingga bahasa Indonesia
menjadi tuan rumah di negara sendiri, demikian juga
dengan pekerja Indonesianya.

50 Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi


BAB III
RAGAM BAHASA INDONESIA

Septi Fitri Meilana, M.Pd.


Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. HAMKA

A. Pengertian Ragam Bahasa


Ragam bahasa menurut Zaenal Arifin dkk adalah
variasi bahasa menurut pemakaian, yang berbeda-beda
menurut topik yang dibicarakan, menurut hubungan
pembicara, kawan bicara, orang yang dibicarakan, serta
menurut medium pembicara.
Bahasa yang dihasilkan menggunakan alat ucap (organ
of speech) dengan fonem sebagai unsur dasar dinamakan
ragam bahasa lisan sedangkan bahasa yang dihasilkan
dengan memanfaatkan tulisan dengan huruf sebagai
dasarnya, dinamakan ragam bahasa tulisan. Jadi dalam
ragam bahasa lisan kita berurusan dengan lafal, dalam
ragam bahasa tulisan kita berurusan dengan tata cara
penulisan (ejaan). Selain itu aspek tata bahasa dan kosa
kata dalam kedua ragam tersebut memiliki hubungan
yang erat. Ragam bahasa tulis yang unsur dasarnya ragam
bahasa lisan. Oleh karena itu sering timbul kesan antara
ragam bahasa lisan dan tulisan itu sama. Padahal, kedua
jenis ragam bahasa itu berkembang menjadi sistem bahasa
yang memiliki sistem seperangkat kaidah yang berbeda
satu dengan yang lainnya.

Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi 51


1. Pentingnya Belajar Ragam Bahasa
Menurut Zaenal Arifin bahasa Indonesia yang
merupakan bahasa ibu dari bangsa Indonesia yang sudah
dipakai oleh masyarakat Indonesia sejak dahulu jauh
sebelum Belanda menjajah Indonesia. Namun tidak semua
orang menggunakan tata cara atau aturan-aturan yang
benar, salah satunya pada penggunaan bahasa Indonesia
itu sendiri yang tidak sesuai dengan Ejaan maupun Kamus
Besar Bahasa Indonesia. Oleh karena itu pengetahuan
tentang ragam bahasa cukup penting untuk mempelajari
bahasa Indonesia secara menyeluruh yang akhirnya bisa
diterapkan dan dapat digunakan dengan baik dan benar
sehingga identitas kita sebagai bangsa Indonesia tidak
akan hilang.

2. Sebab Terjadinya Ragam Bahasa


Menurut Subarianto ragam bahasa timbul seiring
dengan perubahan masyarakat. Perubahan itu berupa
variasi-variasi bahasa yang dipakai sesuai keperluannya.
Agar banyaknya variasi tidak mengurangi fungsi bahasa
sebagai alat komunikasi yang efisien, dalam bahasa timbul
mekanisme untuk memilih variasi tertentu yang cocok
untuk keperluan tertentu yang disebut ragam standar.

B. Karakteristik Ragam Bahasa


Bahasa Indonesia ragam ilmiah memiliki karakteristik
sebagai berikut:

52 Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi


1. Cendekia
Bahasa Indonesia ragam ilmiah bersifat cendekia.
Artinya, bahasa ilmiah itu mampu digunakan secara
tepat untuk mengungkapkan hasil berpikir logis.
Bahasa yang cendekia mampu membentuk pernyataan
yang tepat dan seksama sehingga gagasan yang
disampaikan penulis dapat diterima secara tepat
oleh pembaca. Kalimat-kalimat yang digunakan
mencerminkan ketelitian yang objektif sehingga
suku-suku kalimatnya mirip dengan proposisi logika.
Karena itu, apabila sebuah kalimat digunakan untuk
mengungkapkan dua buah gagasan yang memiliki
hubungan kausalitas, gagasan beserta hubungannya
itu harus tampak secara jelas dalam kalimat yang
mewadahinya. Contoh :
a. Karena sulit, maka pengambilan data dilakukan
secara tidak langsung. Menurut para ahli psikologi
bahwa korteks adalah pusat otak yang paling
rumit.
b. Karena sulit, pengambilan data dilakukan secara
tidak langsung. Menurut para ahli psikologi
korteks adalah pusat otak yang paling rumit.
Kecendekiaan juga berhubungan dengan
kecermatan memilih kata. Suatu kata dipilih secara
cermat apabila kata itu tidak mubazir, tidak rancu, dan
bersifat idiomatis. Pilihan kata maka dan bahwa pada
contoh (a) termasuk mubazir. Oleh sebab itu, kata
tersebut perlu dihilangkan sebagaimana contoh (b).

Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi 53


2. Lugas dan Jelas
Sifat lugas dan jelas dimaknai bahwa bahasa
Indonesia mampu menyampaikan gagasan ilmiah
secara jelas dan tepat. Untuk itu, setiap gagasan
diungkapkan secara langsung sehingga makna
yang ditimbulkan adalah makna lugas. Pemaparan
bahasa Indonesia yang lugas akan menghindari
kesalahpahaman dan kesalahan menafsirkan isi
kalimat. Penulisan yang bernada sastra pun perlu
dihindari. Gagasan akan mudah dipahami apabila
dituangkan dalam bahasa yang jelas dan hubungan
antara gagasan yang satu dengan yang lain juga
jelas. Kalimat yang tidak jelas umumnya akan muncul
pada kalimat yang sangat panjang. Perhatikan contoh
kalimat lugas di bawah ini!
a. Para pendidik yang kadangkala atau bahkan
sering kena getahnya oleh ulah sebagian, anak-
anak mempunyai tugas yang tidak bisa dikatakan
ringan.
b. Para pendidik yang kadang-kadang atau bahkan
sering terkena akibat ulah sebagian anak-anak
mempunyai tugas yang berat.
Kalimat (a) bermakna tidak lugas. Hal itu tampak
pada pilihan kata kena getahnya dan tidak bisa
dikatakan ringan. Kedua ungkapan itu tidak mampu
mengungkapkan gagasan secara lugas. Kedua
ungkapan itu dapat diganti terkena akibat dan berat
yang memiliki makna langsung, separti kalimat (b).

54 Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi


3. Menghindari Kalimat Fragmentaris
Bahasa Indonesia ragam ilmiah juga menghindari
penggunaan kalimat fragmentaris. Kalimat
fragmentaris adalah kalimat yang belum selesai.
Kalimat terjadi antara lain karena adannya keinginan
penulis menggunakan gagasan dalam beberapa
kalimat tanpa menyadari kesatuan gagasan yang
diungkapkan. Perhatikan contoh kalimat fragmentaris
di bawah ini!
a. Harap dilaksanakan sebaik-baiknya. (Kalimat
Fragmentaris)
b. Tugas tersebut harap dilaksanakan sebaik-baiknya.
(Kalimat Lengkap)
4. Bertolak dari Gagasan
Bahasa ilmiah digunakan dengan orientasi
gagasan. Bahasa Indonesia ragam ilmiah mempunyai
sifat bertolak dari gagasannya. Artinya, penonjolan
diadakan pada gagasan atau hal yang diungkapkan
dan tidak pada penulis. Implikasinya, kalimat-kalimat
yang digunakan didominasi oleh kalimat pasif
sehingga kalimat aktif dengan penulis sebagai pelaku
perlu dihindari. Perhatikan contoh kalimat bertolak
dari gagasan di bawah ini!
a. Dari uraian tadi penulis dapat menyimpulkan
bahwa menumbuhkan dan membina anak
berbakat sangat penting.
b. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa
menumbuhkan dan membina anak berbakat
sangat penting.

Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi 55


Contoh kalimat (a) beroriantasi pada penulis.
Hal itu tampak pada pemilihan kata penulis (yang
menjadi sentral) pada kalimat tersebut. Contoh (b)
berorientasi pada gagasan dengan menyembunyikan
kehadiran penulis. Untuk menghindari hadirnya pelaku
dalam paparan, disarankan menggunakan kalimat
pasif. Orientasi pelaku yang bukan penulis yang tidak
berorientasi pada gagasan juga perlu dihindari. Oleh
sebab itu, paparan yang melibatkan pembaca dalam
kalimat perlu dihindari.

C. Macam-macam Ragam Bahasa


Yaitu bisa dibagi tiga berdasarkan media, cara pandang
penutur, dan topik pembicaraan.
1. Ragam Bahasa Indonesia berdasarkan media
Di dalam bahasa Indonesia di samping dikenal
kosa kata baku Indonesia dikenal pula kosakata bahasa
Indonesia ragam baku, yang sering disebut sebagai
kosa kata baku bahasa Indonesia baku. Kosakata
baku bahasa Indonesia, memiliki ciri kaidah bahasa
Indonesia ragam baku, yang dijadikan tolak ukur yang
ditetapkan berdasarkan kesepakatan penutur bahasa
Indonesia, bukan otoritas lembaga atau instansi di
dalam menggunakan bahasa Indonesia ragam baku.
Jadi, kosakata itu digunakan di dalam ragam baku
bukan ragam santai atau ragam akrab. Walaupun
demikian, tidak menutup kemungkinan digunakannya
kosakata ragam baku di dalam pemakaian ragam-

56 Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi


ragam yang lain asal tidak mengganggu makna dan
rasa bahasa ragam yang bersangkutan.
Suatu ragam bahasa, terutama ragam bahasa
jurnalistik dan hukum, tidak menutup kemungkinan
untuk menggunakan bentuk kosakata ragam bahasa
baku agar dapat menjadi panutan bagi masyarakat
pengguna bahasa Indonesia. Perlu diperhatikan
ialah kaidah tentang norma yang berlaku yang
berkaitan dengan latar belakang pembicaraan (situasi
pembicaraan), pelaku bicara, dan topik pembicaraan.
Ragam bahasa Indonesia berdasarkan media dibagi
menjadi dua yaitu:
a. Ragam bahasa lisan
Adalah ragam bahasa yang diungkapkan
melalui media lisan, terkait oleh ruang dan waktu
sehingga situasi pengungkapan dapat membantu
pemahaman. Ragam bahasa baku lisan didukung
oleh situasi pemakaian. Namun, hal itu tidak
mengurangi ciri kebakuannya. Walaupun demikian,
ketepatan dalam pilihan kata dan bentuk kata
serta kelengkapan unsur-unsur di dalam struktur
kalimat tidak menjadi ciri kebakuan dalam ragam
baku lisan karena situasi dan kondisi pembicaraan
menjadi pendukung di dalam memahami makna
gagasan yang disampaikan secara lisan.
Pembicaraan lisan dalam situasi formal
berbeda tuntutan kaidah kebakuannya dengan
pembicaraan lisan dalam situasi tidak formal atau
santai. Jika ragam bahasa lisan dituliskan, ragam

Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi 57


bahasa itu tidak dapat disebut sebagai ragam
tulis, tetapi tetap disebut sebagai ragam lisan,
hanya saja diwujudkan dalam bentuk tulis. Oleh
karena itu, bahasa yang dilihat dari ciri-cirinya
tidak menunjukkan ciri-ciri ragam tulis, walaupun
direalisasikan dalam bentuk tulis, ragam bahasa
serupa itu tidak dapat dikatakan sebagai ragam
tulis. Ciri-ciri ragam lisan:
1) Memerlukan orang kedua atau teman bicara;
2) Tergantung kondisi, ruang, dan waktu;
3) Berlangsung cepat;
4) Tidak harus memperhatikan gramatikal, hanya
perlu intonasi serta bahasa tubuh;
5) Kesalahan dapat langsung dikoreksi.
Contohnya Sudah saya baca buku itu.
Yang termasuk dalam ragam lisan diantaranya
pidato, ceramah, sambutan, berbincang-bincang,
dan masih banyak lagi. Semua itu sering digunakan
kebanyakan orang dalam kehidupan sehari-hari,
terutama dalam berbicara, karena tidak diikat
oleh aturan-aturan atau cara penyampaian seperti
halnya pidato ataupun ceramah.
b. Ragam bahasa tulis
Ragam bahasa tulis adalah bahasa yang
dihasilkan dengan memanfaatkan tulisan dengan
huruf sebagai unsur dasarnya. Dalam ragam tulis,
kita berurusan dengan tata cara penulisan (ejaan) di
samping aspek tata bahasa dan kosakata. Dengan

58 Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi


kata lain dalam ragam bahasa tulis, kita dituntut
adanya kelengkapan unsur tata bahasa seperti
bentuk kata ataupun susunan kalimat, ketepatan
pilihan kata, kebenaran penggunaan ejaan, dan
penggunaan tanda baca dalam mengungkapkan
ide.
Contoh dari ragam bahasa tulis adalah surat,
karya ilmiah, surat kabar, dan lain-lain. Dalam
ragam bahsa tulis perlu memperhatikan ejaan
bahasa indonesia yang baik dan benar. Terutama
dalam pembuatan karya-karya ilmiah. Ciri Ragam
Bahasa Tulis:
1) Tidak memerlukan kehadiran orang lain.
2) Tidak terikat ruang dan waktu
3) Kosa kata yang digunakan dipilih secara
cermat
4) Pembentukan kata dilakukan secara sempurna,
5) Kalimat dibentuk dengan struktur yang
lengkap
6) Paragraf dikembangkan secara lengkap dan
padu.
7) Berlangsung lambat
8) Memerlukan alat bantu
Contohnya Saya sudah membaca buku itu.
c. Perbedaan antara ragam lisan dan tulisan
(berdasarkan tata bahasa dan kosakata):

Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi 59


Tata Bahasa:
1) Ragam Bahasa lisan
a) Nia sedang baca surat kabar.
b) Ari mau nulis surat.
c) Tapi kau tak boleh menolak lamaran itu.
2) Ragam bahasa tulisan.
a) Nia sedang membaca surat kabar.
b) Ari mau menulis surat.
c) Namun, engkau tidak boleh menolak
lamaran itu.
Kosa kata:
1) Ragam bahasa lisan
a) Ariani bilang kalau kita harus belajar.
b) Kita harus bikin karya tulis.
c) Rasanya masih terlalu pagi buat saya, Pak
2) Ragam bahasa tulisan
a) Ariani mengatakan bahwa kita harus
belajar.
b) Kita harus membuat karya tulis.
c) Rasanya masih telalu muda bagi saya, Pak.
2. Ragam Bahasa Berdasarkan Penutur
a. Ragam Bahasa Berdasarkan Daerah (logat/dialek)
Luasnya pemakaian bahasa dapat
menimbulkan perbedaan pemakaian bahasa.
Bahasa Indonesia yang digunakan oleh orang
yang tinggal di Jakarta berbeda dengan bahasa

60 Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi


Indonesia yang digunakan di Aceh, Jawa, Bali, dan
Tapanuli. Masing-masing memiliki ciri khas yang
berbeda-beda. Misalnya logat bahasa Indonesia
orang Jawa Tengah tampak pada pelafalan “b”
pada posisi awal saat melafalkan nama-nama kota
seperti Bogor, Bandung, Banyuwangi, dan lain-
lain. Logat bahasa Indonesia orang Bali tampak
pada pelafalan “t” seperti pada kata ithu, kitha,
canthik, dan lain-lain.
b. Ragam Bahasa berdasarkan Pendidikan Penutur
Bahasa Indonesia yang digunakan oleh
kelompok penutur yang berpendidikan berbeda
dengan yang tidak berpendidikan, terutama
dalam pelafalan kata yang berasal dari bahasa
asing, misalnya fitnah, kompleks, vitamin, video,
film, fakultas. Penutur yang tidak berpendidikan
mungkin akan mengucapkan pitnah, komplek,
pitamin, pideo, pilm, pakultas. Perbedaan ini juga
terjadi dalam bidang tata bahasa, misalnya mbawa
seharusnya membawa, nyari seharusnya mencari.
Selain itu bentuk kata dalam kalimat pun sering
menanggalkan awalan yang seharusnya dipakai.
c. Ragam bahasa berdasarkan sikap penutur
Ragam bahasa dipengaruhi juga oleh setiap
penutur terhadap kawan bicara (jika lisan) atau
sikap penulis terhadap pembawa (jika dituliskan)
sikap itu antara lain; resmi, akrab, dan santai.
Kedudukan kawan bicara atau pembaca terhadap
penutur atau penulis juga mempengaruhi sikap

Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi 61


tersebut. Misalnya, kita dapat mengamati bahasa
seorang bawahan atau petugas ketika melapor
kepada atasannya.
Jika terdapat jarak antara penutur dan
kawan bicara atau penulis dan pembaca, akan
digunakan ragam bahasa resmi atau bahasa baku.
Semakin formal jarak penutur dan kawan bicara
akan semakin resmi dan semakin tinggi tingkat
kebakuan bahasa yang digunakan. Sebaliknya,
semakin rendah tingkat keformalannya, semakin
rendah pula tingkat kebakuan bahasa yang
digunakan. Contoh Ragam bahasa Indonesia dari
cara pandang penutur:
Ragam dialek : “Gue udah baca itu buku”
Ragam terpelajar : “Saya sudah membaca
buku itu”
Ragam resmi : “Saya sudah membaca
buku itu”
Ragam tak resmi : “Saya sudah baca buku itu”
3. Ragam bahasa Indonesia menurut topik pembicaraan
Berdasarkan topik pembicaraan, ragam bahasa terdiri
dari ragam bahasa ilmiah, ragam hukum, ragam bisnis,
ragam agama, ragam sosial, ragam kedokteran dan ragam
sastra.
a. Ragam politik
Bahasa politik berisi kebijakan yang dibuat oleh
pemerintah dalam rangka menata dan mengatur
kehidupan masyarakat. Dengan sendirinya

62 Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi


pemerintah merupakan salah satu sumber penutur
bahasa yang mempunyai pengaruh yang besar
dalam pengembangan bahasa di masyarakat.
b. Ragam hukum
Salah satu ciri khas dari bahasa hukum adalah
penggunaan kalimat yang panjang dengan
pola kalimat luas. Diakui bahwa bahasa hukum
Indonesia tidak terlalu memperhatikan sifat dan
ciri khas bahasa Indonesia dalam strukturnya.
Hal ini disebabkan karena hukum Indonesia
pada umumnya didasarkan pada hukum yang
ditulis pada zaman penjajahan Belanda dan
ditulis dalam bahasa Belanda. Namun, terkadang
sangat sulit menggunakan kalimat yang pendek
dalam bahasa hukum karena dalam bahasa hukum
kejelasan norma-norma dan aturan terkadang
membutuhkan penjelasan yang lebar, jelas
kriterianya, keadaan, serta situasi yang dimaksud.
c. Ragam Sosial dan Ragam Fungsional
Ragam sosial dapat didefinisikan sebagai
ragam bahasa yang sebagian norma dan
kaidahnya didasarkan atas kesepakatan bersama
dalam lingkungan sosial yang lebih kecil
dalam masyarakat. Ragam sosial membedakan
penggunaan bahasa berdasarkan hubungan orang
misalnya berbahasa dengan keluarga, teman
akrab atau sebaya, serta tingkat status sosial
orang yang menjadi lawan bicara. Ragam sosial
ini juga berlaku pada ragam tulis maupun ragam

Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi 63


lisan. Sebagai contoh orang takkan sama dalam
menyebut lawan bicara jika berbicara dengan
teman dan orang yang punya kedudukan sosial
yang lebih tinggi. Pembicara dapat menyebut
“kamu” pada lawan bicara yang merupakan teman
tetapi takkan melakukan itu jika berbicara dengan
orang dengan status sosial yang lebih tinggi atau
kepada orang tua.
Ragam fungsioanal, sering juga disebut ragam
professional merupakan ragam bahasa yang
dikaitkan dengan profesi, lembaga, lingkungan
kerja, atau kegiatan tertentu lainnya. Sebagai
contoh yaitu adanya ragam keagamaan, ragam
kedokteran, ragam teknologi dan lain-lain.
Kesemuanya ragam ini memiliki fungsi pada dunia
mereka sendiri.
d. Ragam jurnalistik
Bahasa jurnalistik adalah ragam bahasa yang
dipergunakan oleh dunia persurat-kabaran (dunia
pers = media massa cetak). Dalam perkembangan
lebih lanjut, bahasa jurnalistik adalah bahasa
yang dipergunakan oleh seluruh media massa.
Termasuk media massa audio (radio), audio
visual (televisi) dan multimedia (internet). Hingga
bahasa jurnalistik adalah salah satu ragam
bahasa, yang dibentuk karena spesifikasi materi
yang disampaikannya. Ragam khusus jurnalistik
termasuk dalam ragam bahasa ringkas. Ragam

64 Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi


ringkas mempunyai sifat-sifat umum sebagai
berikut.
1) Bahasanya padat
2) Selalu berpusat pada hal yang dibicarakan
3) Banyak sifat objektifnya daripada subjektifnya
4) Lebih banyak unsure pikiran daripada
perasaan
5) Lebih bersifat memberitahukan daripada
menggerakkan emosi
Tujuan utama ialah supaya pendengar/
pembaca tahu atau mengerti. Oleh karena itu,
yang diutamakan ialah jelas dan seksamanya.
Kalimat-kalimatnya disusun selogis-logisnya.
Bahasa jurnalistik ditujukan kepada umum, tidak
membedakan tingkat kecerdasan, kedudukan,
keyakinan, dan pengetahuan.
e. Ragam sastra
Ragam bahasa sastra memiliki sifat atau
karakter subjektif, lentur, konotatif, kreatif dan
inovatif. Dalam bahasa yang beragam khusus
terdapat kata-kata, cara-cara penuturan, dan
ungkapan-ungkapan yang khusus, yang kurang
lazim atau tak dikenal dalam bahasa umum.
Bahasa sastra ialah bahasa yang dipakai untuk
menyampaikan emosi (perasaan) dan pikiran,
fantasi dan lukisan angan-angan, penghayatan
batin dan lahir, peristiwa dan khayalan, dengan
bentuk istimewa. Istimewa karena kekuatan

Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi 65


efeknya pada pendengar/pembaca dan istimewa
cara penuturannya.
Bahasa dalam ragam sastra ini digunakan
sebagai bahan kesenian di samping alat
komunikasi. Untuk memperbesar efek penuturan
dikerahkan segala kemampuan yang ada pada
bahasa. Arti, bunyi, asosiasi, irama, tekanan, suara,
panjang pendek suara, persesuaian bunyi kata,
sajak, asonansi, posisi kata, ulangan kata/kalimat
dimana perlu dikerahkan untuk mempertinggi
efek. Misalnya, bahasa dalam sajak jelas bedanya
dengan bahasa dalam karangan umum.
Berbeda dengan ragam bahasa ilmiah, ragam
bahasa sastra banyak mengunakan kalimat yang
tidak efektif. Penggambaran yang sejelas-jelasnya
melalui rangkaian kata bermakna konotasi
sering dipakai dalam ragam bahasa sastra. Hal
ini dilakukan agar tercipta pencitraan di dalam
imajinasi pembaca.
Jika ditelusuri lebih jauh, ragam berdasarkan
cara pandang penutur dapat dirinci lagi
berdasarkan ciri (1) kedaerahan, (2) pendidikan,
dan (3) sikap penutur sehingga di samping ragam
yang tertera di atas, terdapat pula ragam menurut
daerah, ragam menurut pendidikan, dan ragam
menurut sikap penutur.
Ragam menurut daerah akan muncul jika
para penutur dan mitra komunikasinya berasal
dari suku/etnik yang sama. Pilihan ragam akan

66 Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi


beralih jika para pelakunya multietnik atau suasana
berubah, misalnya dari takresmi menjadi resmi.
Penetapan ragam yang dipakai bergantung pada
situasi, kondisi, topik pembicaraan, serta bentuk
hubungan antar pelaku. Berbagai faktor tadi akan
mempengaruhi cara pandang penutur untuk
menetapkan salah satu ragam yang digunakan
(dialeg, terpelajar, resmi, takresmi).
Dalam praktek pemakaian seluruh ragam
yang dibahas di atas sering memiliki kesamaan
satu sama lain dalam hal pemakaian kata. Ragam
lisan (sehari-hari) cenderung sama dengan ragam
dialek, dan ragam takresmi, sedangkan ragam tulis
(formal) cenderung sama dengan ragam resmi dan
ragam terpelajar. Selanjutnya, ragam terpelajar
tentu mirip dengan ragam ilmu.
Dibawah ini akan diberikan contuh ragam-ragam
tersebut. Ragam ilmu sengaja dipertentangkan dengan
ragam nonilmu demi kejelasan ragam ilmu itu sendiri.
No Ragam Contoh
1 Lisan Sudah saya baca buku itu.
2 Tulis Saya sudah membaca buku itu.
3 Dialek Gue udah baca itu buku.
4 Terpelajar Saya sudah membaca buku itu.
5 Resmi Saya sudah membaca buku itu.
6 Takresmi Sudah saya baca buku itu.

Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi 67


Ragam
Nonilmu (nonilmiah) Ilmu (ilmiah)
Ayan bukan penyakit Epilepsi bukan penyakit
menular. menular.
Polisi bertugas menanyai Polisi bertugas
tersangka. menginterogasi tersangka.
Setiap agen akan Setiap agen akan
mendapatkan potongan. mendapatkan rabat.
Jalan cerita sinetron itu Alur cerita sinetron itu
membosankan. membosankan

Ciri-ciri ragam ilmiah:


1. Bahasa Indonesia ragam baku;
2. Penggunaan kalimat efektif;
3. Menghindari bentuk bahasa yang bermakna ganda;
4. Penggunaan kata dan istilah yang bermakna lugas
dan menghindari pemakaian kata dan istilah yang
bermakna kias;
5. Menghindari penonjolan persona dengan tujuan
menjaga objektivitas isi tulisan;
6. Adanya keselarasan dan keruntutan antarproposisi
dan antaralinea.

Contoh ragam bahasa berdasarkan topik pembicaraan:


1. Dia dihukum karena melakukan tindak pidana. (ragam
hukum)
2. Setiap pembelian di atas nilai tertentu akan diberikan
diskon. (ragam bisnis)

68 Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi


3. Cerita itu menggunakan unsur flashback. (ragam
sastra)
4. Anak itu menderita penyakit kuorsior. (ragam
kedokteran)
5. Penderita autis perlu mendapatkan bimbingan yang
intensif. (ragam psikologi)

Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi 69


BAB IV
KATA DAN ISTILAH BAHASA INDONESIA

Eva Harista, M.Pd.


IAIN Bangka Belitung

A. Pengertian Kata
Kata adalah kumpulan beberapa huruf yang memiliki
makna tertentu. Dalam KBBI (Kamus Besar Bahasa
Indonesia) kata adalah unsur bahasa yang diucapkan atau
dituliskan yang merupakan perwujudan suatu perasaan
dan pikiran yang dapat dipakai dalam berbahasa. Dari segi
bahasa kata diartikan sebagai kombinasi morfem yang
dianggap sebagai bagian terkecil dari kalimat. Sedangkan
morfem sendiri adalah bagian terkecil dari kata yang
memiliki makna dan tidak dapat dibagi lagi ke bentuk
yang lebih kecil.
Kata merupakan satuan bahasa terkecil yang dapat
berdiri sendiri dengan makna yang bebas (Gunawan,
2014:115). Kata terdiri dari satu atau lebih morfem. Kata
dikombinasikan untuk membentuk frase, klausa, atau
kalimat. Dalam sebuah kalimat yang lengkap, apabila
dipenggal akhirnya akan mendapatkan bahasa terkecil
yang dapat berdiri sendiri. Perhatikan contoh berikut.
Saya belajar menulis artikel bersama Andika.
Kalimat di atas terdiri dari kata: Saya, belajar, menulis,
artikel, bersama, dan Andika.

70 Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi


Selain merupakan bagian terkecil dalam suatu kalimat,
kata juga dapat dibentuk oleh unsur-unsur yang lebih
kecil. Contohnya pada kata bersama, bersamaan, maupun
disamakan yang terbebtuk dari unsur yang lebih kecil yakni
kata ‘sama’. Kata ‘sama’ merupakan kata dasar, sedangkan
kata bersama, persamaan, maupun disamakan merupakan
kata bentukan dengan memberikan awalan dan akhiran.

B. Keragaman Bentuk Kata


Bentuk kata adalah wujud dari kata itu sendiri.
Bentuk kata dapat berwujud masih asli, dapat pula sudah
mengalami perubahan dari aslinya.

1. Kata Dasar
Kata dasar adalah kata yang merupakan dasar
pembentukan kata berimbuhan. Kata dasar ialah kata
yang belum mengalami perubahan dari bentuk aslinya.
Kata dasar dapat terdiri dari satu suku kata, dua suku kata,
tiga suku kata, dan seterusnya. Meskipun demikian, kata
dasar pada bahasa Indonesia yang terbanyak terdiri dari
dua suku kata.
Contoh:
Kata dasar ditulis sebagai satu kesatuan sebagai
berikut. (Fitri, dkk., 2017:19)
Buku ini sangat bagus.

2. Kata Berimbuhan
Kata berimbuhan adalah kata dasar yang mendapat
imbuhan. (Hani’ah, 2018: 33-35)

Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi 71


a. Imbuhan (awalan, sisipan, akhiran, maupun
gabungan awalan dan akhiran) ditulis serangkai
dengan bentuk dasarnya.
Contoh:
Berjalan, dipermainkan, kemauan, lukisan,
menengok, petani, dibantu, memperjuangkan,
membela, mengasihi, dan sebagainya.
Keterangan:
Imbuhan yang diserap dari unsur asing, seperti
–isme, -man, -wan, atau –wi, ditulis serangkai
dengan bentuk dasarnya.
Contoh:
sukuisme, seniman, kamerawan, dan sebagainya.
b. Bentuk terikat ditulis serangkai dengan kata yang
mengikutinya.
Contoh:
adipati, antarkota, antibiotic, dasawarsa,
pascasarjana, prasejarah, transmigrasi, dan
sebagainya.
Keterangan:
c. Bentuk terikat yang diikuti oleh kata yang berhuruf
awal kapital dirangkaikan dengan tanda hubung
(-).
Contoh:
non-Indonesia, anti-PKI, pro-Barat, non-ASEAN,
dan sebagainya.

72 Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi


1) Bentuk maha yang diikuti kata turunan yang
mengacu pada nama atau sifat Tuhan ditulis
terpisah dengan huruf awal kapital.
Contoh:
Marilah kita bersyukur kepada Tuhan Yang
Maha Pengasih.
2) Bentuk maha yang diikuti kata dasar yang
mengacu kepada nama atau sifat Tuhan,
kecuali kata esa, ditulis serangkai.
Contoh:
Tuhan Yang Mahakuasa menentukan arah
hidup kita.

3. Kata Ulang
Kata ulang adalah kata dasar atau bentuk dasar yang
mengalami perulangan baik seluruh maupun sebagian.
Dalam hal ini yang diulang bukan morfem melainkan kata.
Bentuk ulang ditulis dengan menggunakan tanda hubung
(-) di antara unsur-unsurnya. (Tim Redaksi Cemerlang,
2019: 24)
Contoh:
anak-anak, buku-buku, berjalan-jalan, ramah-tamah,
sayur-mayur, serba-serbi, dan sebagainya.

4. Kata Majemuk (Gabungan Kata)


Kata majemuk adalah gabungan beberapa kata dasar
yang berbeda membentuk suatu arti baru.

Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi 73


a. Unsur gabungan kata yang lazim disebut kata
majemuk, termasuk istilah khusus, ditulis terpisah.
Contoh:
duta besar, kambing hitam, orang tua, persegi
panjang, rumah sakit jiwa, dan sebagainya.
b. Gabungan kata yang dapat menimbulkan salah
pengertian dapat ditulis dengan membubuhkan
tanda hubung (-) di antara unsur-unsurnya.
Contoh:
ibu-bapak kami atau ibu bapak-kami
buku-sejarah baru atau buku sejarah-baru
c. Gabungan kata yang penulisannya terpisah tetap
ditulis terpisah jika mendapatkan awalan atau
akhiran.
Contoh:
bertepuk tangan, sebar luaskan, dan sebagainya.
d. Gabungan kata yang mendapat awalan dan
akhiran sekaligus ditulis serangkai.
Contoh:
dilipatgandakan, menyebarluaskan, pertanggung-
jawaban, dan sebagainya.

C. Jenis-jenis Kata
Waridah (2019:316-338) menjelaskan bahwa
berdasarkan ciri dan karakteristiknya, jenis-jenis kata
yaitu kata kerja, kata benda, kata sifat, kata bilangan, kata

74 Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi


keterangan, kata depan, kata ganti, kata sandang, kata
ulang, kata sambung, dan kata seru.

1. Kata Kerja (Verba)


Kata kerja adalah kata yang menyatakan suatu makna
pekerjaan, perbuatan, atau tindakan. Kata kerja mempunyai
ciri-ciri sebagai berikut.
a. Menempati fungsi predikat dalam kalimat.
Contoh:
Para mahasiswa membaca buku di perpustakaan.
b. Dapat didahului kata keterangan akan, sedang,
dan sudah.
Contoh:
Tomi sedang menulis artikel ilmiah di rumah.
c. Dapat didahului kata ingkar tidak.
Contoh:
Saya tidak mengikuti kegiatan organisasi di
Kampus.
d. Dapat dipakai dalam kalimat perintah, khususnya
yang bermakna perbuatan.
Contoh:
Kumpulkan tugas makalah sekarang!
e. Tidak dapat didahului kata paling.
Contoh:
Paling membaca (?)

Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi 75


Pengelompokkan kata kerja terdiri dari beberapa
macam yaitu sebagai berikut.
a. Kata kerja ditinjau dari bentuknya, terdiri dari:
1) Kata kerja dasar bebas, adalah kata kerja
berupa morfem dasar bebas.
Contoh:
masak, tidur, pulang, minum, dan lain-lain.
2) Kata kerja turunan, adalah kata kerja yang
telah mengalami afiksasi, reduplikasi, atau
pemajemukan.
Contoh:
membaca, makan-makan, campur tangan,
bergandengan, bekerja sama, dan lain-lain.
b. Kata kerja ditinjau dari hubungan dengan unsur
lain dalam kalimat, terdiri dari:
1) Kata kerja transitif, adalah kata kerja yang
membutuhkan kehadiran objek. Kata kerja
transitif terdiri atas:
a) Kata kerja ekatransitif, adalah kata kerja
yang diikuti oleh satu objek.
Contoh:
Saya sedang mengerjakan tugas dari
dosen
b) Kata kerja dwitransitif, adalah kata kerja
yang memiliki dua nomina, satu sebagai
objek dan satunya lagi sebagai pelengkap
(komplemen).

76 Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi


Contoh:
Kakak membelikan adik novel baru
c) Kata kerja semitransitif, adalah kata kerja
yang objeknya bersifat manasuka, boleh
ada boleh juga tidak ada.
Contoh:
Ibu sedang memasak.
Ibu sedang memasak sayur.
2) Kata kerja intransitif, adalah kata kerja yang
tidak memiliki objek. Kata kerja intransitif
terdiri atas:
a) Kata kerja intransitif tak berpelengkap.
Contoh:
Kakak pergi ke Kampus.
b) Kata kerja intransitif yang berpelengkap.
Contoh:
Andi telah kehilangan arah
c) Kata kerja intransitif berpelengkap
manasuka (boleh ada boleh juga tidak
ada).
Contoh:
Kanisa ke Kampus berbaju merah.
c. Kata kerja ditinjau dari hubungan kata kerja
dengan unsur lain dalam kalimat, terdiri dari:
1) Kata kerja aktif, biasanya berawalan me-, ber-,
atau tanpa awalan.

Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi 77


Contoh:
memasak, bermain, datang, dan sebagainya.
2) Kata kerja pasif, biasanya berawalan di- atau
ter-.
Contoh:
ditulis, terbawa, dan sebagainya.
3) Kata kerja anti-aktif (ergatif), adalah kata kerja
pasif yang tidak dapat diubah menjadi kata
kerja aktif.
Contoh:
kena tilang, kerampokan, dan sebagainya.
4) Kata kerja anti-pasif, adalah kata kerja aktif
yang tidak dapat diubah menjadi kata kerja
pasif.
Contoh:
haus akan, benci terhadap, dan sebagainya.
d. Kata kerja ditinjau dari hubungan antara kata
benda yang mendampinginya, terdiri dari:
1) Kata kerja resiprokal, adalah kata kerja yang
menyatakan perbuatan yang dilakukan oleh
dua pihak secara berbalasan.
Contoh:
saling memberi, baku tembak, dan sebagainya.
2) Kata kerja nonresiprokal, adalah kata kerja
yang tidak menyatakan perbuatan yang
dilakukan oleh dua pihak dan tidak saling
berbalasan.

78 Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi


Contoh:
menulis, menyanyi, dan sebagainya.
e. Kata kerja ditinjau dari sudut referensi argumennya,
terdiri dari:
1) Kata kerja refleksif, adalah kata kerja yang
kedua referennya sama:
Contoh:
bercermin, berdandan, dan sebagainya.
2) Kata kerja nonrefleksif, adalah kata kerja yang
kedua argumennya mempunyai referen yang
berlainan.
Contoh:
menangis, bekerja, dan sebagainya.

2. Kata Sifat (Adjektiva)


Kata sifat adalah kata yang menerangkan kata benda.
Adapun ciri-ciri kata sifat sebagai berikut.
a. Dapat bergabung dengan partikel tidak, lebih,
sangat, agak.
Contoh:
tidak jujur, lebih pintar, dan sebagainya.
b. Dapat mendampingi kata benda.
Contoh:
bunga indah, mobil baru, dan sebagainya.
c. Dapat diulang dengan imbuhan se-nya

Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi 79


Contoh:
sepandai-pandainya, sekurang-kurangnya, dan
sebagainya.
d. Dapat diawali imbuhan ter-, yang bermakna
paling.
Contoh:
terbaik, tercantik, dan sebagainya.
Berdasarkan bentuknya, kata sifat dibedakan menjadi
sebagai berikut.
a. Kata sifat dasar
Contoh:
marah, lapar, cacat, jujur, dan sebagainya.
b. Kata sifat turunan
Contoh:
terkesan, cantik-cantik, kemerah-merahan,
manusiawi, tersinggung, penyayang, mendua,
dan sebagainya.
c. Kata sifat majemuk
Contoh:
keras kepala, rendah hati, suka cita, sopan santun,
dan sebagainya.

3. Kata Benda (Nomina)


Nomina, yang sering juga disebut kata benda, dapat
dilihat dari tiga segi, yakni segi semantis, segi sintaksis, dan
segi bentuk. Dari segi semantis, dapat dikatakan nomina
adalah kata yang mengacu pada manusia, binatang, benda,

80 Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi


dan konsep atau pengertian. (Hasan Alwi, dkk., 2003: 213).
Kata benda memiliki ciri-ciri sebagai berikut.
a. Pada kalimat yang predikatnya berupa kata kerja,
kata bendanya cenderung menduduki fungsi
subjek, objek, atau pelengkap.
Contoh:
Ayah mencarikan saya pekerjaan.
b. Kata benda tidak dapat diingkarkan dengan kata
tidak.
Contoh:
Ayah saya guru.
c. Kata benda dapat diingkarkan dengan kata bukan.
Contoh:
Ayah saya bukan guru.
d. Kata benda dapat diikuti oleh kata sifat, salah
satunya oleh kata yang.
Contoh:
Buku baru atau buku yang baru
Rumah mewah atau rumah yang mewah.

4. Kata Bilangan (Numeralia)


Kata bilangan adalah kata yang dipakai untuk
menghitung banyaknya benda dan konsep. Kata bilangan
dikelompokkan sebagai berikut.
a. Kata bilangan takrif, adalah kata bilangan yang
menyatakan jumlah.

Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi 81


Contoh:
satu, sepuluh, juta, setengah, dua pertiga, lusin,
abad, dan sebagainya.
b. Kata bilangan tak takrif, adalah kata bilangan yang
menyatakan jumlah yang tidak tentu.
Contoh:
beberapa, seluruh, semua, tiap, dan sebagainya.

5. Kata Ganti (Pronomina)


Kata ganti adalah kata yang berfungsi menggantikan
orang, benda, atau sesuatu yang dibendakan. Kata ganti
dikelompokkan sebagai berikut.
a. Kata ganti orang
Contoh:
aku, kami, kamu, beliau, mereka, dan sebagainya.
b. Kata ganti petunjuk
Contoh:
ini, ke sana, dari sini, begitu, di mana, mengapa,
berapa, dan sebagainya.

6. Kata Keterangan (Adverbia)


Kata keterangan adalah kata yang memberi keterangan
pada kata lainnya. Kata keterangan dikelompokkan sebagai
berikut.
a. Kata keterangan bentuk dasar
Contoh:
barangkali, hanya, sangat, telah, dan sebagainya.

82 Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi


b. Kata keterangan turunan
Contoh:
biasanya, diam-diam, tidak mungkin, lagi pula,
dan sebagainya.

7. Kata Tunjuk (Demonstrativa)


Kata tunjuk adalah kata yang dipakai untuk menunjuk
atau menandai orang atau benda secara khusus. Kata
tunjuk dikelompokkan sebagai berikut.
a. Kata tunjuk dasar
Contoh:
ini, itu, dan sebagainya.
b. Kata tunjuk turunan
Contoh:
begini, sekian, dan sebagainya.
c. Kata tunjuk gabungan
Contoh:
di sana, di sini, dan sebagainya.

8. Kata Tanya (Interogativa)


Kata Tanya adalah kata yang digunakan untuk
menanyakan sesuatu. Kata tanya dibedakan atas:
a. Apa, Apakah
Contoh:
Apakah yang dimaksud dengan artikel?

Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi 83


b. Bila, Bilamana
Contoh:
Bilamana perekonomian Indonesia sejajar dengan
Negara maju?
c. Kapan, Kapankah
Contoh:
Kapan tugas artikel kita dikumpulkan?
d. Mana
Contoh:
Mana menurutmu yang paling mudah, menulis
makalah atau artikel?
e. Bagaimana
Contoh:
Bagaimana cara menulis artikel yang baik?
f. Di mana
Contoh:
Di mana kamu kuliah?
g. Mengapa
Contoh:
Mengapa kamu tidak hadir pada Ujian Akhir
Semester kemarin?
h. Siapa, siapakah
Contoh:
Siapa yang akan mengikuti ujian skripsi besok?

84 Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi


i. Berapa, berapakah
Contoh:
Berapa lama kamu membuat tugas makalah ini?
j. Bukan, bukankah
Contoh:
Kamu kuliah di IAIN, bukan?

9. Kata Sandang (Artikula)


Kata sandang adalah kata yang dipakai untuk
membatasi kata benda. Kata sandang dikelompokkan
sebagai berikut.
a. Kata sandang yang mendampingi kata benda
dasar
Contoh:
sang guru, si kancil, dan sebagainya.
b. Kata sandang yang mendampingi kata benda
yang dibentuk dari kata dasar
Contoh:
si perampok, si terpidana, dan sebagainya.
c. Kata sandang yang mendampingi kata ganti
Contoh:
si dia, sang aku, dan sebagainya.
d. Kata sandang yang mendampingi kata kerja pasif
Contoh:
kaum teraniaya, kaum terpinggirkan, dan
sebagainya.

Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi 85


10. Kata Depan (Preposisi)
Kata depan adalah kata tugas yang berfungsi sebagai
unsur pembentuk frase preposisional. Kata depan
dikelompokkan sebagai berikut.
a. Kata depan berupa kata
Contoh:
di, ke, dari, pada, bagi, untuk, dalam, guna, oleh,
dengan, tentang, karena, dan sebagainya.
b. Kata depan berupa gabungan kata
Contoh:
oleh karena itu, sampai dengan, selain itu, sesuai
dengan, dan sebagainya.

11. Kata Seru (Interjeksi)


Kata seru adalah kata tugas yang mengungkapkan
rasa hati manusia. Kata seru mengacu pada sikap berikut.
a. Bernada positif
Contoh:
alhamdulillah, aduhai, asyik, amboi, dan
sebagainya.
b. Bernada negatif
Contoh:
idih, sialan, cih, ih, dan sebagainya.
c. Bernada keheranan
Contoh:
lo, masya Allah, dan sebagainya.

86 Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi


d. Bernada netral atau campuran
Contoh:
ayo, wah, nah, hai, dan sebagainya.

12. Kata Penghubung (Konjungsi)


Kata penghubung adalah kata tugas yang
menghubungkan dua klausa, kalimat, atau paragraf. Kata
penghubung dikelompokkan sebagai berikut.
a. Kata penghubung koordinatif, adalah kata
penghubung yang menggabungkan dua klausa
yang memiliki kedudukan setara.
Contoh:
dan, atau, tetapi.
b. Kata penghubung subordinatif, adalah kata
penghubung yang menggabungkan dua klausa
atau lebih yang memiliki hubungan bertingkat.
Contoh:
setelah, sehingga, saat, tatkala, jika, bila, andaikan,
agar, supaya, meskipun, sebagaimana, sebab,
karena, bahwa, dengan, dan sebagainya.
c. Kata penghubung korelatif, adalah kata
penghubung yang menghubungkan dua kata,
frase, atau klausa.
Contoh:
baik … maupun …, tidak hanya … tetapi juga …,
dan sebagainya.

Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi 87


d. Kata penghubung antarkalimat
Contoh:
kemudian, selanjutnya, akan tetapi, dengan
demikian, oleh sebab itu, dan sebagainya.
e. Kata penghubung antarparagraf
Contoh:
di samping itu, sebalinya, sementara itu, dan
sebagainya.

13. Kata Ulang (Reduplikasi)


Kata ulang adalah kata yang mengalami proses
pengulangan. Kata ulang dikempokkan sebagai berikut.
a. Kata ulang utuh/murni
Contoh:
merah-merah, mobil-mobil, dan sebagainya.
b. Kata ulang berimbuhan
Contoh:
bersama-sama, buah-buahan, dan sebagainya.
c. Kata ulang berubah bunyi
Contoh:
sayur-mayur, teka-teki, dan sebagainya.
d. Kata ulang sebagian
Contoh:
dedaunan, perlahan-lahan, dan sebagainya.

88 Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi


e. Kata ulang semu
Contoh:
kupu-kupu, laba-laba, dan sebagainya.
f. Kata ulang trilingga
Contoh:
dag-dig-dug, dar-der-dor, dan sebagainya.

D. Konsep Istilah Bahasa Indonesia

1. Istilah dan Tata Istilah


Istilah adalah kata atau frasa yang dipakai sebagai nama
atau lambang dan yang dengan cermat mengungkapkan
makna konsep, proses, keadaan, atau sifat yang khas
dalam bidang ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni.
Tata istilah (terminologi) adalah perangkat asas dan
keturunan pembentukan istilah serta kumpulan istilah
yang dihasilkannya.
Contoh:
anabolisme, pasar modal, demokrasi, dan sebagainya.

2. Istilah Umum dan Istilah Khusus.


Istilah umum adalah istilah yang berasal dari bidang
tertentu, yang karena dipakai secara luas, menjadi unsur
kosakata umum.
Contoh:
penilaian, daya, takwa, dan sebagainya.
Istilah khusus adalah istilah yang maknanya terbatas
pada bidang tertentu saja.

Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi 89


Contoh:
kurtosis, apendektomi, dan sebagainya.

3. Persyaratan Istilah yang Baik


a. Istilah yang dipilih adalah kata atau frasa yang
paling tepat untuk mengungkapkan konsep
termaksud dan tidak menyimpang dari makna itu.
b. Istilah yang dipilih adalah kata atau frasa yang
paling singkat di antara pilihan yang tersedia yang
mempunyai rujukan sama.
c. Istilah yang dipilih adalah kata atau frasa yang
bernilai rasa (konotasi) baik.
d. Istilah yang dipilih adalah kata atau frasa yang
sedap didengar (eufonik).
e. Istilah yang dipilih adalah kata atau frasa yang
bentuknya seturut kaidah bahasa Indonesia.
(Waridah, 2019: 68-69)

90 Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi


BAB V
KALIMAT DAN SELUK-BELUKNYA

Eva Apriani, M.Pd.


Universitas Borneo Tarakan

A. Pengertian Kalimat
Pengertian Kalimat secara umum adalah gabungan dua
kata ataupun lebih, baik itu dalam bentuk lisan maupun
tulisan yang disusun sesuai pola tertentu sehingga memiliki
arti. Kalimat yang baik dan benar tentunya memiliki ciri-ciri
tertentu, yaitu mengandung unsur-unsur seperti S (Subjek),
P (Predikat), O (Objek), dan K (Keterangan), atau disingkat
menjadi pola S-P-O-K.
Sementara beberapa ahli juga memiliki definisi tentang
pengertian kalimat, yakni:
1. Cook
Kalimat merupakan satuan bahasa yang secara
relatif dapat berdiri sendiri, mempunyai pola intonasi
akhir dan terdiri atas klausa
2. Bloomfield
Pengertian Kalimat menurut Bloomfield adalah
suatu bentuk linguistik, yang tidak termasuk ke dalam
suatu bentuk yang lebih besar karena merupakan
suatu konstruksi gramatikal

Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi 91


3. Hocket
Hocket (1985) menyatakan bahwa kalimat adalah
suatu konstitut atau bentuk yang bukan konstituen;
suatu bentuk gramatikal yang tidak termasuk ke dalam
konstruksi gramatikal lain.
4. Lado
Di sisi lain Lado (1968) mengatakan bahwa kalimat
adalah satuan kecil dari ekspresi lengkap. Pendapat
Lado dipertegas lagi oleh Sutan Takdir Alisyahbana
(1978) yang mengatakan bahwa kalimat adalah satuan
terkecil dari ekspresi lengkap.
5. Ramlan
Sementara itu Ramlan (1996) mengatakan bahwa
kalimat adalah suatu gramatikal yang dibatasi oleh
adanya jeda panjang yang disertai nada akhir turun
atau naik. berdasarkan defenisi-defenisi di atas, dapat
disimpulkan bahwa kalimat adalah satuan bahasa
terkecil yang berupa klausa, yang dapat berdiri sendiri
dan mengandung pikiran lengkap.
6. Alwi dkk
“Dalam wujud tulisan, kalimat diucapkan dalam
suara naik-turun dan keras-lembut disela jeda, diakhiri
intonasi akhir yang diikuti oleh kesenyapan yang
mencegah terjadinya perpaduan, baik asimilasi bunyi
maupun proses fonologis lainnya”.
7. Kridalaksana
Pengertian kalimat menurut pendapat
Kridalaksana (2001:92) kalimat sebagai satuan bahasa

92 Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi


yang secara relatif berdiri sendiri, mempunyai pola
intonasi final, dan secara aktual maupun potensial
terdiri dari klausa; klausa bebas yang menjadi bagian
kognitif percakapan; satuan proposisi yang merupakan
gabungan klausa atau merupakan satu klausa, yang
membentuk satuan bebas; jawaban minimal, seruan,
salam, dan sebagainya.
8. Chaer
Menurut ahli tata bahasa tradisional di dalam buku
Chaer (1994:240), “kalimat adalah susunan kata-kata
yang teratur yang berisi pikiran yang lengkap”.

B. Bagian-Bagian Kalimat
1. S (Subjek)
Subjek sering disebut sebagai unsur inti atau
unsur pokok pada sebuah kalimat, biasanya berupa
kata-kata benda dan biasanya terletak sebelum unsur
Predikat. Subjek adalah bagian yang berfungsi untuk
menunjukkan pelaku dalam kalimat. Pada umumnya
subjek terbentuk dari kata benda (nomina) serta
diletakkan di awal kalimat. Tidak hanya kata, subjek
juga bisa diisi dengan frasa ataupun klausa.
2. P (Predikat)
Predikat yaitu unsur yang fungsinya menerangkan
yang sedang dilakukan subjek pada kalimat. Predikat
biasanya menggunakan kata kerja ataupun kata sifat.
Namun, tidak hanya itu saja loh, predikat juga dapat
diisi dengan kata sifat dan kata benda. Letak predikat,

Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi 93


yaitu berada di antara subjek dan objek. Nah, cara
untuk mengetahui predikat dalam kalimat, kamu dapat
memberikan pertanyaan “mengapa” dan “bagaimana”
pada kalimat tersebut.
3. O (Objek)
Objek bisanya terletak sesudah predikat, dapat di
katakan objek merupakan keterangan yang berkaitan
dengan predikat atau sesuatu yang menderita. Tapi
pada kalimat pasif objek menjadi subjek. Posisi objek
harus selalu berada di belakang predikat. Dengan
posisinya yang berada di belakang predikat, maka
objek tidak didahului oleh preposisi. Pada umumnya,
objek itu diisi oleh kelas kata nomina, frasa nomina,
atau klausa.
4. K (Keterangan)
Keterangan pada suatu kalimat terletak di bagian
akhir. Unsur keterangan biasanya di jadikan pelengkap
kalimat. Keterangan bisa diisi oleh frasa, kata, atau
anak kalimat. Keterangan yang berupa frasa akan
ditandai dengan preposisi ke, di, dari, pada, dalam,
kepada, terhadap, untuk, oleh, dan tentang. Sedangkan
keterangan yang berupa anak kalimat ditandai dengan
preposisi karena, ketika, jika, meskipun, supaya, dan
sehingga.
5. Pelengkap
Meskipun berfungsi hanya melengkapi kalimat,
pelengkap adalah unsur yang melengkapi predikat.
Hal inilah yang menunjukkan bahwa pelengkap
posisinya berada di belakang predikat. Namun,

94 Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi


posisinya yang berada di belakang predikat terkadang
agak menyulitkan untuk membedakannya dengan
objek. Ada satu cara yang dapat kamu lakukan untuk
mengidentifikasinya.

C. Jenis-Jenis Kalimat
Ditinjau dari susunannya, jenis kalimat dapat dibagi
menjadi beberapa macam. Diantaranya adalah:
1. Jenis-jenis Kalimat Berdasarkan Jumlah Klausa
Berdasarkan jumlah klausanya, kalimat dibedakan
atas tiga jenis yaitu kalimat tunggal, kalimat bersusun,
dan kalimat majemuk.
a. Kalimat Tunggal
Kalimat tunggal adalah kalimat yang terdiri
dari satu klausa bebas. Kalimat tunggal sering
disebut kalimat sederhana, kalimat simpleks dan
kalimat ekaklausa.
Contoh:
Dia datang dari Jakarta.
(S) (P) (Ket)
Dunia meratapi musibah ini.
(S) (P) (O)
Dia sedang menulis surat di kamar.
(S) (P) (O) (Ket)
Kakekku masih gagah.
(S) (P)

Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi 95


Mereka bergembira sepanjang hari.
(S) (P) (Ket)
b. Kalimat Bersusun
Kalimat bersusun adalah kalimat yang terjadi
dari satu klausa bebas dan sekurang-kurangnya
satu klausa terikat. Kalimat bersusun sering juga
dinamakan kalimat majemuk bertingkat atau
kalimat majemuk subordinat. Disebut kalimat
bersusun karena dapat dianggap adanya lapisan
atau tersusun, yaitu bagian utama dan bagian
bawah.
Disebut bertingkat karena bagian-bagiannya
memperlihatkan tingkatan yang tidak sama,
ada bagian induk dan bagian anak. Dipandang
sebagai subordinasi karena bagian yang satu
bergantung dari bagian yang lain. Klausa-klausa
yang membentuk kalimat bersusun (bertingkat) ini
tidak setara, ada klausa utama (Klut) dan klausa
subordinat (Klsub).
Untuk menggabungkan klausa-klausa yang
tidak setara itu, digunakan konjungsi subordinatif
seperti; kalau, ketika, meskipun, atau karena.
Contoh:
(Klut) (Klsub)
Dia tidak mencuci motor karena hari hujan.
(Klut) (Klsub)
Kalau Husna pergi, Andik pun akan pergi.

96 Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi


(Klut) (Klsub)
Shoffi membaca komik, ketika ayah tidur.
(Klut) (Klsub)
Meskipun dilarang oleh Shoffi, Nana akan pergi
juga.
(Klut) (Klsub)
Karena banyak yang tidak datang, rapat dibatalkan.
c. Kalimat Majemuk
Kalimat majemuk adalah kalimat yang
terbentuk dari beberapa klausa bebas. Kalimat
majemuk sering pula disebut kalimat setara.
Karena klausa-klausa yang membentuknya
memiliki status yang sama, setara atau sederajat.
Klausa-klausa yang setara dalam kalimat majemuk
dihubungkan dengan konjungsi koordinatif,
seperti; dan, atau, tetapi, lalu. Contoh:
(Kl bebas) (Kl bebas) (Kl bebas)
Rini melirik, Rahmat tersenyum dan Tini tertawa.
(Kl bebas) (Kl bebas)
Dia membuka pintu, lalu mempersilakan kami
masuk.
(Kl bebas) (Kl bebas)
Dia datang dan duduk di sebelah saya.
2. Jenis-Jenis Kalimat Berdasarkan Fungsi Subjeknya
Berdasarkan fungsi subjeknya, jenis kalimat
dibagi menjadi dua macam yaitu ada kalimat aktif

Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi 97


dan juga kalimat pasif. Berikut penjelasan mengenai
kalimat aktif dan kalimat Pasif
a. Kalimat Aktif
Kalimat aktif adalah kalimat di mana subjeknya
merupakan pelaku atau melakukan perbuatan.
Kalimat aktif adalah suatu kalimat yang subjeknya
(S) melakukan tindakan yang diungkapkan dalam
predikat (P) terhadap objeknya (O). Ciri – ciri
kalimat aktif
1) Subjek kalimat ini melakukan tindakan
langsung terhadap objeknya.
2) Predikatnya selalu diawali dengan imbuhan
me- atau ber-.
3) Memiliki pola S P O K, S P O atau S P K
Contoh:
Ibu menyiram bunga di taman.
  S P K
Ayah membaca koran.
    S P O
Polisi menangkap buronan narkoba kemarin
malam.
     S P O K
Kalimat aktif juga dapat dikelompokkan
menjadi beberapa jenis berdasarkan objeknya.
1) Kalimat Aktif Intransitif
Kalimat ini adalah kalimat yang predikat
atau verbanya selalu membutuhkan objek

98 Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi


untuk dikenai tindakan. Kalimat ini selalu
memiliki kata kerja yang selalu memerlukan
objek, dan biasanya kata kerjanya memiliki
imbuhan me-, menye-, atau menge-
Contoh: memukul, memberi, menyeberangkan,
mengelompokkan, dan lain – lain.
Contoh kalimat:
Joni memukul anjing itu hingga kesakitan.
    S P O K
Paman memberi adik sebuah mainan.
    S P O pel
Anak kecil itu menyebrangkan nenek yang
berdiri di pinggir jalan.
    S P O pel
Guru mengelompokan anak muridnya ke
dalam beberapa kelompok.
    S P O K
2) Kalimat Aktif Intransitif
Kalimat aktif ini adalah kalimat yang
predikat atau verbanya tidak memerlukan
objek. Namun, biasanya kalimat ini selalu diikuti
dengan pelengkap (pel), dan keterangan (K).
Predikat pada kalimat ini biasanya kata kerja
yang diberi imbuhan ber – dan ter -.
Contoh: bekerja, belajar, berlari, berterimakasih,
tertawa, tertidur, dan lain – lain.

Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi 99


Contoh kalimat:
Ayahku bekerja di perusahaan nasional.
   S P K
Budi belajar dengan sangat giat.
   S P K
Dena berterimakasih kepada orang itu.
  S P pel.
Aku tertidur di kursi.
   S P K
3) Kalimat Aktif Ekatransitif
Kalimat ini adalah kalimat aktif yang
hanya memiliki 3 unsur kalimat yaitu, Subjek
(S), Predikat (P), dan Objek (O).
Contoh:
Aku membeli sebuah buku.
    S P O
Burung jalak memakan cacing.
    S P O
4) Kalimat Aktif Dwitransitif
Kalimat ini adalah kalimat aktif yang harus
memiliki 4 unsur kalimat, yaitu Subjek (S),
Predikat (P), Objek (O), da Pelengkap (pel.)
Contoh:
Aku melihat gadis yang berambut pirang itu
S P O pel.

100 Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi


Kakak merawat kucing yang dia temui di
jalanan.
  S P O pel.
Ani menanam bunga mawar asli dari afrika.
  S P O pel.
b. Kalimat Pasif
Kalimat pasif yang merupakan kalimat yang
terdapat subjek yang melakukan pekerjaan
dengan ciri-ciri utama menggunakan imbuhan di-,
ke-an, dan ter- dalam kata kerja yang disematkan
dalam kalimat pasif.
Kalimat pasif ini juga dapat dibedakan
berdasarkan predikatnya menjadi kalimat pasif
dengan predikat sebagai tindakan dan kalimat
pasif dengan predikat sebagai keadaan. Ciri – ciri
kalimat pasif
1) Subjeknya dikenai tindakan oleh objek.
2) Kata kerjanya selalu berimbuhandi-, ke –
anatau ter-.
3) Biasanya diikuti dengan kata oleh, dan dengan.
Kalimat pasif ini juga dapat dibedakan
berdasarkan subjek yang digunakan menjadi 2
jenis, yaitu:
1) Kalimat Pasif Transitif
Kalimat pasif transitif merupakan kalimat
pasif yang dilengkapi dengan objek kalimat,
baik objek tersebut dilengkapi dengan

Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi 101


keterangan/pelengkap ataupun tidak. Adapun
pola dasar kalimat ini adalah O-P-S atau O-P-
S-K.
Contoh kalimat:
Nasi dimasak ibu
O P S
Mobil diperbaiki ayah kemarin ketika sedang
tidak bekerja
O P S K
Jambu dilempar Tono.
O P S
2) Kalimat Pasif Intransitif
Kalimat pasif intransitif adalah kalimat
pasif yang tidak memiliki objek. Jenis kalimat
pasif ini dapat diidentifikasi apakah kalimat
ini bisa berubah menjadi kalimat aktif atau
tidak. Adapun pola dasar kalimat ini adalah
S-P atau S-P-K.
Contoh kalimat:
Sayur dijual di pasar pagi.
S P K
Kakak terjatuh.
S P
Buku itu tertinggal di kelas.
S P K

102 Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi


Semua pertanyaan dijawab dengan benar.
S P K
3. Jenis-Jenis Kalimat Berdasarkan Pengucapannya
Berdasarkan pengucapannya, kalimat bisa dibagi
menjadi kalimat langsung dan kalimat tidak langsung.
a. Kalimat Langsung
Adalah kalimat yang digunakan untuk
mengutip ucapan seseorang tanpa merubah
sedikitpun apa yang diutarakan oleh orang itu.
Tanda petik digunakan untuk membedakan
kalimat kutipan dengan kalimat yang menjelaskan
kutipan itu.
Selain itu, huruf pertama dalam kalimat
langsung juga harus menggunakan huruf kapital.
Didalam kalimat yang menggunakan
petikan dengan kalimat pengiringnya dipisahkan
menggunakan tanda baca koma (,). Contoh
kalimat:
1) Dilan mengatakan, “Aku akan pergi ke
Bandung besok”
2) Ibu berkata, “Dimana adek sekarang?”
3) Adik bertanya, “Maksud kakak bagaimana?”
b. Kalimat tidak langsung
Adalah kalimat yang digunakan untuk
menceritakan kembali pokok ucapan seseorang
tanpa perlu mengutipnya sama persis seperti
ucapan aslinya. Kalimat ini terdiri dari lebih dari

Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi 103


satu klausa dan dihubungkan dengan kata tertentu
seperti bahwa, jika, dll.
Kalimat tidak langsung penulisanya tidak
menggunakan tanda petik. Intonasi yang
digunakan kalimat tidak langsung yaitu datar
dan terkesan menurun pada bagian akhir kalimat.
Contoh kalimat:
1) Paman berkata kepadaku bahwa aku harus
rajin belajar.
2) Nenek mengatakan bahwa aku harus pulang
lebih cepat karena hujan akan turun nanti
sore.
3) Ketua kelompok mengucapkan terima kasih
karena kalian sudah datang pada acara
kunjungan.
4) Dani mengatakan kepadaku bahwa nanti
malam akan belajar bersama.

D. Janis Konjungsi
Konjungsi (kata hubung) merupakan kata atau
ungkapan yang berfungsi sebagai penghubung antarkata,
antarklausa, atau antarkalimat. Penggunaan konjungsi
dalam sebuah kalimat atau paragraf berfungsi agar
susunan kata atau kalimat memiliki koherensi (keterkaitan).
Selain itu, konjungsi juga didefinisikan sebagai kata tugas
yang menghubungkan dua satuan bahasa yang sederajat,
misalnya kata dengan kata, frasa dengan frasa, dan klausa
dengan klausa, demikian dikutip dari buku Tata Bahasa Baku

104 Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi


Bahasa Indonesia Edisi Ketiga (1998) terbitan Balai Pustaka.
Macam-macam Konjungsi (Kata Hubung), yaitu:
1. Konjungsi Koordinatif
Konjungsi koordinatif adalah kata hubung
yang digunakan untuk menggabungkan dua klausa
yang berkedudukan setara. Konjungsi koordinatif
menghasilkan kalimat majemuk setara. Konjungsi
yang termasuk dalam kelompok ini antara lain: Dan
Dari Serta Melainkan Padahal Sedangkan Atau Tetapi
Contoh kalimat: Kami berencana untuk datang ke panti
asuhan dan mencari anak angkat.
2. Konjungsi Subordinatif
Konjungsi subordinatif merupakan kata
penghubung untuk menggabungkan dua klausa
atau lebih yang memiliki hubungan bertingkat.
Konjungsi subordinatif menghasilkan kalimat
majemuk bertingkat. Kata hubung yang termasuk
dalam kelompok ini antara lain: Sesudah, sehabis,
sejak, ketika, tatkala, sementara, sambil, dan seraya
(hubungan waktu). Jika, jikalau, asalkan, bila, manakala
(hubungan syarat). Andaikan, seandainya, seumpama
(hubungan pengandaian). Agar, biar, supaya (hubungan
tujuan). Biarpun, meskipun, sekalipun, kendatipun,
sungguhpun (hubungan konsesif). Seakan-akan,
seolah-olah, sebagaimana, seperti, sebagai, laksana
(hubungan pemiripan). Sehingga, sampai-sampai,
makanya (hubungan penyebaban). Bahwa (hubungan
penjelasan). Dengan (hubungan cara). Contoh kalimat:

Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi 105


Pandemi akan teratasi asalkan vaksinasi telah selesai
dilakukan.
3. Konjungsi Korelatif
Konjungsi korelatif merupakan kata penghubung
yang menghubungkan dua kata, frasa, atau klausa, di
mana kedua unsur tersebut memiliki fungsi sintaksis
yang sama (sama-sama subjek, misalnya). Konjungsi
yang masuk dalam kelompok ini antara lain: Tidak
hanya... tetapi juga...,
Tidak hanya..., bahkan...,
Bukannya... melainkan...,
Makin..., makin, ...,
Jangankan... pun...
Contoh kalimat: Si jago merah tidak hanya melahap
rumah penduduk, tetapi juga sebuah sekolah di
dekatnya.
4. Konjungsi Antarkalimat
Konjungsi juga dibagi dalam kelompok berdasarkan
satuan bahasa tempat konjungsi digunakan. Konjungsi
untuk menggabungkan dua kalimat berbeda dengan
konjungsi untuk menggabungkan dua paragraf. Kata
hubung yang termasuk dalam kelompok konjungsi
antarkalimat antara lain:
a. biarpun begitu,
b. sekalipun demikian,
c. lagi pula,
d. akan tetapi,

106 Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi


e. namun,
f. kecuali itu,
g. oleh karena itu,
h. oleh sebab itu,
i. sebelum itu
Contoh kalimat: Bapak meninggal semalam.
Sebelum itu, ibu terlebih dahulu meninggal.
5. Konjungsi Antarparagraf
Konjungsi antarparagraf dapat pula dibedakan
berdasarkan fungsinya. Kata hubung antarparagraf
yang termasuk kelompok ini antara lain:
Kata penghubung yang menyatakan tambahan
pada sesuatu yang sudah disebutkan sebelumnya
(di samping itu, demikian juga, tambahan lagi).
Kata penghubung menyatakan pertentangan
dengan sesuatu yang sudah disebutkan sebelumnya
(bagaimanapun juga, sebaliknya, namun). Kata
penghubung yang menyatakan perbandingan
(sebagaimana, sama halnya). Kata penghubung yang
menyatakan akibat atau hasil (oleh karena itu, jadi
akibatnya). Kata penghubung yang menyatakan tujuan
(untuk itulah, untuk maksud itu). Kata penghubung
yang menyatakan intensifikasi (ringkasnya, pada
intinya). Kata penghubung yang menyatakan waktu
(kemudian, sementara itu). Kata penghubung yang
menyatakan tempat (di sinilah, berdampingan dengan).

Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi 107


108 Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi
BAB VI
HAKIKAT PARAGRAF

Rosa Zulfikhar., S.Sn., M.Ikom.


Politeknik Pembangunan Pertanian Yogyakarta

A. Pengertian dan Struktur Paragraf

1. Pengertian Paragraf
Kalimat Paragraf apabila dilihat dari Kamus
Besar Bahasa Indonesia adalah bagian bab suatu
karangan yang mengandung ide pokok, dan
penulisannya dimulai dengan suatu garis baru. Nama
lain dari paragraf yaitu alinea. Paragraf ditandai
dengan bagian yang tampak terlihat menjorok atau
maju itu. Paragraf adalah sebuah rangkaian kalimat
yang saling berhubungan secara bersamaan untuk
menyatakan atau mengembangkan sebuah ide
gagasan. Paragraf merupakan ide pokok (gagasan
utama) yang dikemas dalam sebuah kalimat bacaan.
Ide pokok akan menjadi pengendali untuk kalimat-
kalimat penjelas atau pengembang agar tidak keluar
dari pokok baaan tersebut sehingga pembaca dapat
memahami isi yang disampaikan.

2. Gagasan Utama dan Kalimat Topik


Inti permasalahan dari sebuah paragraf adalah
pada gagasan utama atau pikiran utama. Semua isi

Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi 109


dalam paragraf terpusat pada sebuah pikiran utama
atau pokok persoalan sehingga disebut gagasan
pokok, gagasan utama, atau ide pokok.
Kalimat topik dapat berfungsi untuk memberi
arah terhadap seluruh permasalahan yang di tulis
pada paragraf tersebut. Untuk membuat suatu
paragraf, maka kalimat topik harus dikembangkan
dengan kalimat-kalimat penjelas agar maknanya
lebih mengerucut. Pengembangan paragraf yang
dikembangkan dapat memberikan rincian secara
cermat sebuah gagasan utama yang ada dalam kalimat
topik dan menuliskannya dalam sebuah kalimat-
kalimat penjelas, logis, disalin secara berurutan dan
ditautkan secara tertib. Gagasan utama dalam sebuah
kalimat topik dapat ditaruh di bagian mana saja. Bisa
pada pada bagian awal, bagian akhir, bagian awal dan
akhir, bagian tengah ataupun menyebar ke seluruh
bagian Paragraf.

3. Paragraf yang efektif mempunyai ciri-ciri yaitu:


a. Memuat unsur-unsur kalimat dengan lengkap
yang terdiri dari subyek, predikat, obyek, dan
keterangan.
b. Mengandung satu gagasan utama yang dijelaskan
dengan kalimat pikiran penjelas.
c. Pikiran penjelas yang mendukung gagasan utama.
d. Gagasan utama dikemas dalam kalimat yang
efektif dan lugas.
e. Menaati ejaan dan kaidah kebahasaan yang baku.

110 Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi


f. Memilih diksi secara tepat.
g. Memadankan strutur bahasa dengan jalan pikiran
yang logis dan sistematis.
h. Memanfaatkan variasi struktur kalimat.

4. Contoh Paragaraf Kalimat Tidak Efektif


Yusuf pergi ke restaurant cepat saji spesial bebek
karena ingin makan bebek goreng, padahal bebek
goreng di warung bebek Lamongan sudah pernah
Yusuf makan, tetapi Yusuf tetap ingin makan
makanan tersebut. Yusuf pun ikut mengantri beli
makan bersama temannya, maka dia ikut menunggu
antrian dengan para pendatang yang lain. Setelah
mengantri makanan, Yusuf dapat memakan bebek
goreng yang sangat dia nantikan. Namun setelah
selesai makan, Yusuf disadari bahwa rasa makanan
bebek gorengnya sangat berbeda. Menurut Yusuf,
warung bebek Lamongan lebih enak daripada
restaurant cepat saji spesial bebek.
Kalimat yang di garis bawahi dalam paragraf di
atas masih tidak efektif, jadi berikut kalimat yang
efektifnya.

5. Contoh Paragaraf Kalimat Efektif


Yusuf pergi ke restaurant cepat saji spesial bebek
karena ingin makan bebek goreng, padahal Yusuf sudah
pernah makan di warung bebek Lamongan tetapi
Yusuf tetap ingin makan makanan tersebut. Yusuf
pun ikut mengantri beli makan bersama temannya,

Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi 111


dia ikut menunggu antrian dengan pendatang
yang lain. Setelah mengantri makanan, Yusuf dapat
memakan bebek goreng yang sangat dia nantikan.
Namun setelah makan, Yusuf menyadari bahwa rasa
makanan bebek gorengnya sangat berbeda. Menurut
Yusuf, warung bebek Lamongan lebih enak daripada
restaurant cepat saji spesial bebek.
Pengoreksian :
a. bebek goreng di warung bebek Lamongan
sudah pernah Yusuf makan yang seharusnya
menjadi Yusuf sudah pernah makan di warung
bebek Lamongan.
b. Yusuf pun ikut mengantri beli makan
bersama temannya, maka dia ikut menunggu
antrian dengan para pengunjung yang lain yang
seharusnya menjadi Yusuf pun ikut mengantri beli
makan bersama temannya, dia ikut menunggu
antrian dengan para pengunjung yang lain.
c. para pendatang yang lain yang seharusnya
menjadi pendatang yang lain.
d. Yusuf disadari bahwa rasa makanan bebek
gorengnya sangat berbeda yang seharusnya
menjadi Yusuf menyadari bahwa rasa makanan
bebek gorengnya sangat berbeda

6. Unsur-Unsur Paragraf
Unsur-unsur paragaraf adalah beberapa unsur
bagian yang membangun paragraf secara utuh,
sehingga paragraf tersebut tersusun secara logis dan

112 Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi


sistematis. Unsur-unsur bagian paragraf tersebut
terdiri dari empat macam, yaitu :
a. transisi,
b. kalimat topik,
c. kalimat pengembang
d. kalimat penegas.
Keempat unsur ini tampil secara bersama-sama
atau sebagian, oleh karena itu, suatu paragraf atau
topik paragraf mengandung dua unsur wajib (katimat
topik dan kalimat pengembang), tiga unsur, dan
mungkin empat unsur.

7. Struktur Paragraf
Dalam membuat sebuah paragraf, tentunya
kalimat topik harus dikembangkan dengan kalimat-
kalimat penjelas. Kalimat-kalimat penjelas ini berfungsi
mendukung, menjelaskan, atau mengembangkan
kalimat topik. Kalimat-kalimat ini adalah kalimat
pengembang. Dalam sebuah paragraf, hubungan
antara kalimat-kalimat pengembang dan kalimat topik
yaitu berbeda. Kalimat pengembang dan kalimat topik
juga memiliki tugas dan fungsi yang berbeda-beda.
Dalam sebuah kalimat pengembang, ada yang
langsung menjelaskan kalimat topiknya, ada pula yang
secara tidak langsung menjelaskan kalimat topiknya.
Kalimat yang langsung menjelaskan kalimat topiknya
disebut kalimat pengembang langsung atau kalimat
pengembang mayor, sedangkan kalimat yang secara

Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi 113


tidak langsung menjelaskan kalimat topik disebut
kalimat pengembang tak langsung atau kalimat
pengembang minor. Kalimat pengembang tak
langsung akan menjelaskan kalimat topik tersebut
melalui kalimat pengembang langsung.
Pengembangan kalimat topik dengan kalimat-
kalimat penjelas tersebut membentuk suatu bangun
atau struktur paragraf. Struktur paragraf dapat
dikelompokkan menjadi delapan kemungkinan, yaitu :
a. Paragraf terdiri atas transisi kalimat, kalimat topik,
kalimat pengembang, dan kalimat penegas.
b. Paragraf terdiri atas transisi berupa kata, kalimat
topik, kalimat pengembang, dan kalimat penegas.
c. Paragraf terdiri atas kalimat topik, kalimat
pengembang, dan kalimat peneges.
d. Paragraf terdiri atas transisi berupa kata, kalimat
topik, dan kalimat pengembang.
e. Paragraf terdiri atas transisi berupa kalimat,
kalimat topik, kalimat pengembang.
f. Paragraf terdiri atas kalimat topik dan katimat
pengembang.
g. Paragraf terdiri atas kalimat pengembang dan
katimat topik.

8. Paragraf yang Baik


Sebuah tulisan dapat disusun menurut urutan dari
yang umum ke yang khusus atau dari yang khusus ke
yang umum. Dalam keseluruhan tulisan, ada bagian

114 Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi


pembuka (ancang-ancang), bagian isis (penjabaran),
dan bagian penutup. Pada keseluruhan bagian
karangan ada bagian yang tidak kalah penting, yaitu
bagian yang memberikan rambu-rambu.
Secara umum rambu-rambu paragraf yang baik
meliputi kesatuan, kepaduan, kelengkapan/ketuntasan,
keruntutan, dan konsistensi.

9. Kesatuan Paragraf
Kesatuan berkaitan dengan adanya sebuah
gagasan utama dan beberapa gagasan tambahan atau
penjelas yang mendukung gagasan utama itu. Dalam
gagasan tambahan tersebut tidak boleh terdapat
unsur-unsur atau informasi yang sama sekali tidak
berhubungan dengan gagasan pokok.
Sebuah paragraf dikatakan memiliki kesatuan jika
paragraf itu hanya mengandung satu gagasan utama
dan kalimat-kalimatnya dalam paragraf mengarah
pada satu pokok atau tidak menyimpang dari pokok
pembicaraan.

B. Jenis - Jenis Paragraf


Berikut ini terdapat beberapa jenis-jenis paragraf,
terdiri atas:

1. Berdasarkan Posisi Kalimat Topiknya


Kalimat yang berisi gagasan utama paragraf
adalah kalimat topik. Karena berisi gagasan utama
itulah keberadaan kalmat topic dan letak posisinya

Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi 115


dalam paragraf menjadi penting. Posisi kalimat topik
di dalam paragraf yang akan memberi warna sendiri
bagisebuah paragraf. Berdasarkan posisi kalimat topik,
paragraf dapa dibedakan atas empat macam, yaitu:
paragraf deduktif, paragraf induktif, paragraf deduktif-
induktif, paragraf penuh kalimat topik.
a. Paragraf Deduktif
Adalah paragraf yang letak kalimat pokoknya
di tempat kan pada bagian awal paragraf, yaitu
paragraf yang menyajikan pokok permasalahan
terlebih dahulu, lalu menyusul uraian yang terinci
mengenai permasalahan atau gagasan paragraf
(urutan umum-khusus).
Contoh Paragraf Deduktif:
“Belajar akan membuat kita semakin pandai
dan memiliki pandangan yang luas. Dengan
belajar kita mampu memiliki ketrampilan dan
keilmuan baru yang memberikan manfaat
dalam kehidupan sehari hari. Contohnya
jika kita sering belajar bisnis maka kita bisa
menguasai bidang bisnis, memiliki jiwa
enterpreneur, dan memilih bisnis apa yang
cocok untuk kita jalankan ”
b. Paragraf Induktif
Bila kalimat pokok ditempatkan dipada
akhir paragraf akan terbentuk paragraf induktif,
yaitu paragraf yang menyajikan penjelasan
terlebih dahulu,barulah diakhiri dengan pokok
pembicaraan.

116 Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi


Contohnya Paragraf Induktif:
“Rudi adalah petani millenial yang selalu
menanan porang. Rudi mengekspor
porang untuk kebutuhan kosmetik di Asia
Tenggara dan Eropa. Selain porang, Rudi
juga mengekspor cabai, bawang merah,
dan melon. Rudi memiliki kebun melon
seluas 1,5 hektar. Tahun ini rudi sudah
memperkerjakan 20 pemuda di desa untuk
memenuhi kebutuhan ekspor. Dengan adanya
ekspor, rudi mendapatkan keuntungan yang
lebih besar. Selain bisa memenuhi kebutuhan
nasional, rudi juga bisa memberikan pekerjaan
bagi para pemuda di desanya. Maka, tidaklah
heran apabila ekspor pertanian adalah sebuah
solusi untuk memberikan masukan pada
negara.
c. Paragraf Deduktif-Induktif
Bila kalimat pokok di tempatkan pada bagian
awal dan akhir paragraf, terbentuklah paragraf
deduktif-induktif. Kalimat pada akhir paragraf
umumnya menjelaskan atau menegaskan kembali
gagasan utama yang terdapat pada awal paragraf.
Contoh Paragraf Deduktif-Induktif:
“Pemerintah memberikan bantuan pupuk
subsidi untuk petani di seluruh Indonesia.
Pihak dari balai penyuluh pertanian sudah
menyurvei beberapa kelompok tani yang
aktif dan berpotensi. Tampaknya bahan

Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi 117


pupuk yang dibuat dari kotoran ternak sangat
menarik perhatian para ahli. Bahan ini tidak
hanya menyuburkan tanaman namun juga
menjaga unsur hara di dalam tanah. Usaha
ini menunjukan bahwa pemerintah berusaha
membangun pertanian yang berkelanjutan,
maju, mandiri, dan modern.”
d. Paragraf Penuh Kalimat Topik
Seluruh kalimat yang membangun paragraf
sama pentingnya sehingga tidak satupun kalimat
yang khusus menjadi kalimat topik. Kondisi
seperti itu dapat atau biasa terjadi akibat sulitnya
menentukan kalimat topic karena kalimat yang
satu dan lainnya sama-sama penting. Paragraf
semacam ini sering dijumpai dalam uraian-uraian
bersifat dskriptif dan naratif terutama dalam
karangan fiksi.
Contoh Paragraf Penuh Kalimat Topik:
“Pagi hari itu aku lari lari di sekitar lingkungan
komplek rumah untuk berolahraga. Udara
terasa sejuk dan menyegarkan. Pohon pohon
yang rindang dan suasana yang nyaman
membuat pagi hari ini menjadi lebih indah.
Kuberlari sambil melihat-lihat pemandangan
yang indah.”

2. Berdasarkan Sifat Isinya


Isi sebuah paragraf dapat bermacam-macam
bergantung pada maksud penulisannya dan tuntutan

118 Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi


korteks serta sifat informasi yang akan disampaikan.
Penyelarasan sifat isi paragraf dengan isi karangan
sebenarnya cukup beralasan karena pekerjaan
menyusun paragraf adalah pekerjaan mengarang juga.
Berdasarkan sifat isinya, alinea dapat digolongkan
atas lima macam, yaitu:
a. Paragraf Persuasif
Adalah isi paragraf mempromosikan sesuatu
dengan cara mempengaruhi atau mengajak
pembaca. Paragraf persuasif banyak dipakai
dalam penulisan iklan, terutama majalah dan
Koran. Sedangkan paragraf argumentasi, deskripsi,
dan eksposisi umumnya dipakai dalam karangan
ilmiah seperti buku, skripsi makalah dan laporan.
Paragraf naratif sering dipakai untuk karangan fiksi
seperti cerpen dan novel.
Contoh: “Marilah kita menjaga kesehatan
dengan tidak merokok. Merokok dapat merusak
kesehatan dan berdampak pada kesehatan
keluarga. Perokok pasif resikonya lebih besar
daripada perokok aktif. Oleh karena itu lindungilah
keluarga anda, perlu kesadaran pada perokok
untuk berhenti merokok sekarang juga.
b. Paragraf Argumentasi
Adalah isi paragraf membahas satu masalah
dengan bukti-bukti alasan yang mendukung.
Contoh: “Menurut pengurus laboratorium
komputer, perawatan server yang rutin bisa

Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi 119


mengurangi resiko kerusakan jaringan internet.
Untuk itu perlu ada perawatan yang dilakukan
setiap bulanya. Bersamaan dengan berakhirnya
kerjasama dengan pengelola jaringan PT. Mandiri
jaringan Elektro yang dilaksanakan pada tahun
2019-2020, maka sebagai penggantinya dilakukan
pemilihan pengelola jaringan baru untuk tahun
2021-2022. Perawatan server sangat penting,
karena jaringan internet merupakan hal penting
dalam komunikasi jaringan.”
c. Paragraf Naratif
Adalah isi paragraf menuturkan peristiwa atau
keadaan dalam bentuk data atau cerita.
Contoh: “Pada semester pertama, Andi yang
yang mengambil sertifikasi komputer melalui
online harus melakukan ujian kompetensi dengan
tatap muka kepada pembimbing di tempat
pelatihan. Ujian sertifikasi kompetensi ini diberi
kesempatan mengulang selama 6 kali hingga lulus.
Setiap ujian diberi waktu 1 hari. Pada sertifikasi ini,
Budi yang lebih berpengalaman, bisa lulus dalam
waktu 1 kali saja.”
Contoh: Sujono pergi kebukit berjalan kaki
dengan membawa laptop, sesampai dibukit dia
memanjat pohon dan melakukan perkuliahan
online bersama teman-temanya yang sama-
sama di rumahkan oleh pihak kampus pada masa
pandemi covid-19. Hal ini dilakukan agar Sujono

120 Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi


bisa mendapatkan sinyal dan mendapatkan
pendidikan secara online. Setelah kuliah online
selesai, dia menuju sungai untuk memancing dan
membawa pulang hasil tangkapanya untuk makan
malam keluarganya.
d. Paragraf Deskritif
Adalah paragraf yang melukiskan atau
menggambarkan sesuatu dengan bahasa.
Contoh: “Kini hadir AC hemat energi dengan
desain warna-warni yang menarik kaum remaja
millenial. Untuk daya kekuatan AC yang di
tawarkan beragam, mulai dari 1PK hingga 5PK,
menyesuaikan luas ruangan yang ada. Disamping
itu, AC hemat energi ini juga bisa menggunakan
remote dari aplikasi android dan AppStore. Adanya
fitur smart sensor juga akan memudahkan efisiensi
suhu menyesuaikan jumlah manusia yang ada di
ruangan”.
Contoh: Aku bermain layang-layang berbentuk
naga yang berwarna merah di sebuah lapangan
yang luas bersama teman-teman sekolahku. Di
lapangan kami bersama-sama menarik layangan
hingga terbang tinggi, Tiba-tiba senar layangan
putus, banyak orang-orang mengejar layanganku.
Sekelompok orang yang lewat di bawahnya
merasa ketakutan kejatuhan layangan, banyak
orang marah kepadaku dan semua tampak tidak
suka melihat kejadian itu.

Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi 121


Contoh: Pagi itu aku membaca buku di
bawah pohon yang rindang yang ada di belakang
rumahku. Ini adalah hobiku sejak kecil, terkadang
aku membawa secangkir kopi dan roti kering
untuk menemaniku membaca sampai matahari
terbenam. Aku sangat menikmati suasana
e. Paragraf Eksposisi
Adalah paragraf yang memaparkan sesuatu
fakta atau kenyataan kejadian tertentu.
Contoh: “Andi Suwanto lahir 1 November
1988 di Klaten, Jawa Tengah. Tamat SD dan SMP
(2005) di Surakarta, SMA 1 (2008) di Purworejo.
Masuk program studi Desain Interior Fakultas
Sastra dan Seni Rupa di Universitas Sebelas
Maret, tamat Sarjana Sastra tahun 2015. Pada
tahun 2019 Andi mengikuti Ujian TOEFL yang
diselenggarakan oleh Pusat Statistik Bahasa
Asing di PSBA dan mendapatkan beasiswa dari
Kementerian Pendidikan di Selandia Baru”.
Contoh: Mahasiswa kedinasan Politeknik
Pembangunan Pertanian di Magelang mengikuti
kebijakan pemerintah yang memberlakukan
metode belajar dengan sistem daring (dalam
jaringan) yang diberlakukan semenjak hari Senin,
16 Maret 2020. Mahasiswa dikembalikan ke orang
tua untuk menerapkan sistem pembelajaran daring
di rumah masing-masing, dimana membutuhkan
media pembelajaran seperti handphone, laptop,
atau komputer. Solusinya, dosen dituntut dapat

122 Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi


mendesain media pembelajaran sebagai inovasi
dengan memanfaatkan media daring (online).

3. Berdasarkan Fungsi dan Karangannya


a. Paragraf Pembuka
Bertujuan mengutarakan suat aspek pokok
pembicaraan dalam karangan. Sebagai bagian
awal sebuah karangan, paragraf pembuka harus
di fungsikan untuk:
1) Menghantar pokok pembicaraan
2) Menarik minat pembaca
3) Menyiapkan atau menata pikiran untuk
mengetahui isi seluruh karangan.
Setelah memiliki ke tiga fungsi tersebut di atas
dapat dikatakan paragraf pembuka memegang
peranan yang sangat penting dalam sebuah
karangan. Paragraf pembuka harus disajikan dalam
bentuk yang menarik untuk pembaca. Untuk itu
bentuk berikut ini dapat dimanfaatkan sebagai
bahan menulis paragraf pembuka, yaitu:
1) Kutipan, peribahasa, anekdot
2) Pentingnya pokok pembicaraan
3) Pendapat atau pernyataan seseorang
4) Uraian tentang pengalaman pribadi
5) Uraian mengenai maksud dan tujuan penulisan
6) Sebuah pertanyaan.

Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi 123


b. Paragraf Pengembang
Bertujuan mengembangkan pokok
pembicaraan suatu karangan yang sebelumnya
telah dirumuskan dalam alinea pembuka. Paragraf
ini didalam karangan dapat difungsikan untuk:
1) Mengemukakan inti persoalan
2) Memberikan ilustrasi
3) Menjelaskan hal yang akan diuraikan pada
paragraf berikutnya
4) Meringkas paragraf sebelumnya
5) Mempersiapkan dasar bagi simpulan.
c. Paragraf Penutup
Paragraf ini berisi simpulan bagian karangan
atau simpulan seluruh karangan. Paragraf ini
sering merupakan pernyataan kembali maksud
penulis agar lebih jelas. Mengingat paragraf
penutup dimaksudkan untuk mengakhiri
karangan. Penyajian harus memperhatikan hal
sebagai berikut:
1) Sebagai bagian penutup, paragraf ini tidak
boleh terlalu panjang
2) isi paragraf harus berisi simpulan sementara
atau simpulan akhir sebagai cerminan inti
seluruh uraian
3) sebagai bagian yang paling akhir dibaca,
disarankan paragraf ini dapat menimbulkan
kesan yang medalam bagi pembacanya.

124 Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi


C. Syarat Pembentukan Paragraf
Berikut ini terdapat beberapa syarat-syarat paragraf,
terdiri atas:
1. Kesatuan
Kesatuan paragraf ialah semua kalimat yang
membangun paragraf secara bersama-sama
menyatakan suatu hal atau suatu tema tertenru.
Kesatuan di sini tidak boleh diartikan bahwa paragraf
itu memuat satu hal saja.
2. Kepaduan
Kepaduan (koherensi) adalah kekompakan
hubungan antara suatu kalimat dan kalimat yang lain
yang membentuk suatu paragraf kepaduan yang baik
tetapi apabila hubungan timbal balik antar kalimat
yang membangun paragraf itu baik, wajar, dan mudah
dipahami. Kepaduan sebuah paragraf dibangun
dengan memperhatikan beberapa hal, seperti
pengulangan kata kunci, penggunaan kata ganti,
penggunaan transisi, dan kesejajaran (paralelisme).
3. Kelengkapan
Ialah suatu paragraf yang berisi kalimat-kalimat
penjelas yang cukup untuk menunjang kalimat
topik. Paragraf yang hanya ada satu kalimat topik
dikatakan paragraf yang kurang lengkap.Apabila
yang dikembangkan itu hanya diperlukan dengan
pengulangan-pengulangan adalah paragraf yang tidak
lengkap.

Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi 125


4. Panjang Paragraf
Panjang paragraf dalam sebagai tulisan tidak
sama, bergantung pada beberapa jauh/dalamnya
suatu Bahasa dan tingkat pembaca yang menjadi
sasaran.
Memperhitungkar, 4 hal:
a. Penyusunan kalimat topik,
b. Penonjolan kalimat topik dalam paragraf,
c. Pengembangan detail-detail penjelas yang tepat,
dan
d. Penggunaan kata-kata transisi, frase, dan alat-alat
lain di dalam paragraf.
5. Pola Susunan Paragraf
Rangkaian pernyataan dalam paragraf harus
disusun menurut pola yang taat asas, pernyataan yang
satu disusun oleh pernyatanyang lain dengan wajar
dan bersetalian secara logis. Dengan cara itu pembaca
diajak oleh penulis untuk memahami paragraf sebagai
satu kesatuan gagasan yang bulat. Pola susunannya
bermacam-macam, dan yang sering diterapkan dalam
tulisan ilmiah. antara lain:
a. Pola runtunan waktu,
b. Pola uraian sebab akibat,
c. Pola perbandingan dan pertentangan,
d. Pola analogi,
e. Pola daftar, dan
f. Pola lain.

126 Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi


D. Teknik Pengembangan Paragraf
Ada tiga teknik pengembangan paragraf:
1. Secara alami
Pengembangan paragraf secara alami berdasarkan
urutan ruang dan waktu. Urutan ruang merupakan
urutan yang akan membawa pembaca dari satu titik
ke titik berikutnya dalam suatu ruang. Urutan waktu
adalah urutan yang menggambarkan urutan tedadinya
peristiwa, perbuatan, atau tindakan.
2. Klimaks dan Antiklimaks
Pengembangan paragraf teknik ini berdasarkan
posisi tertentu dalam suatu rangkaian berupa posisi
yang tertinggi atau paling menojol. Jika posisi yang
tertinggi itu diletakkan pads bagian akhir disebut
klimaks. Sebaliknya, jika penulis mengawali rangkaian
dengan posisi paling menonjol kemudian makin lama
makin tidak menonjol disebut antiklimaks.
3. Umum Khusus dan Khusus Umum
Dalam bentuk Umum ke Khuss utama diletakkan
di awal paragraf, disebut paragraf deduktif. Dalam
bentuk khusus-umum, gagasan utama diletakkan di
akhir paragraf, disebut paragraf induktif.

E. Pola Pengembangan Paragraf


Pola pengembangan paragraf merupakan cara
seseorang penulis dalam mengembangkan pola pikirnya
berupa pengembangan kalimat topik ke dalam kalimat-
kalimat penjelas yang dituangkan dalam sebuah paragraf.

Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi 127


Selain jenis paragraf atau alinea juga mempunyai
sejumlah pola, yaitu:
1. Pola Klimaks-Antikklimaks: merupakan pola yang
berisi rincian gagasan paragraf mulai yang dari yang
terbawah hingga yang teratas. Atau, bisa juga berisi
rincian gagasan yang dimulai dari puncak menuju ke
gagasan yang terendah.
2. Pola Kausalitas: merupakan pola paragraf yang berisi
sebab akibat suatu hal, di mana sebab menjadi gagasan
utama, dan akibat menjadi penjelasnya.
3. Pola Sudut Pandang: merupakan pola yang berisi
sudut pandang penulis terhadap suatu hal.
4. Pola Definisi Luas: merupakan pola yang berisi definisi
suatu hal atau gagasan abstrak yang luas.
5. Pola Pertentangan: berisi beberapa gagasan paragraf
yang saling bertentangan satu sama lain.
6. Pola Perbandingan: berisi beberapa gagasan yang
diperbandingan satu sama lain.
7. Pola Generalisasi: merupakan pola yang berisi
simpulan umum dari beberapa gagasan khusus. Atau,
bisa juga berisi pengembangan dari gagasan yang
bersifat umum.
8. Pola Klasifikasi: merupakan pola yang pengelompokkan
suatu topik tertentu ke dalam kelompok tertentu, Pola
ini biasanya mengandung kata antara lain, dibagi, dan
sejenisnya.
9. Pola Analogi: merupakan pola yang berisi
perumpamaan suatu hal dengan hal lainnya.

128 Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi


10. Pola Contoh: merupakan pola paragraf yang berisi
contoh dari topik atau gagasan yang bertujuan untuk
menguatkan gagasan tersebut.
Pola-pola tersebut nantinya akan membentuk jenis-
jenis paragraf berdasarkan pola pengembangannya. Pola
pengembangan paragraf bertujuan untuk melihat arah
pengembangan kalimat topik ke dalam kalimat-kalimat
penjelas, sehingga isi paragraf terlihat utuh dan terarah.

Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi 129


BAB VII
MAKNA KATA

Juniara Fitri Cibro, M.Pd.


IAIN Takengon

A. Pengertian Makna Kata


Semantik adalah ilmu yang mempelajari tentang
makna. Dalam hal ini makna bahasa. Akan tetapi, kita
belum memberikan arti ‘makna’ dan belum menyepakati
‘apa itu makna’ dalam teori semantik. Dalam kehidupan
sehari-hari, makna digunakan dalam berbagai bidang atau
konteks pemakaian. Dalam bahasa Indonesia pengertian
makna sering disejajarkan dengan ‘arti’, ‘gagasan’, ‘konsep’,
‘pesan’, ‘informasi’, ‘maksud’, ‘isi’, atau’pikiran’. Dari sekian
banyak pengertian, hanya ‘arti’ yang paling dekat dengan
‘makna’. Meskipun demikian, hal itu tidak berarti bahwa
keduanya bersinonim mutlak karena ‘arti’ adalah kata yang
telah mencakup makna dan ‘pengertian’ (Kridalaksana,
1982:15).
Menurut Parera (2004:42) semantik adalah ilmu yang
mempelajari tentang makna. Akan tetapi, dalam hal
memberikan arti makna dan kesepakatan tentang makna,
kita belum dapat memberikan artinya. Jadi, bahasa dapat
dipakai untuk berbicara tentang bahasa atau dirinya sendiri
dan tentang semua hal di luar bahasa itu.

130 Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi


Kemudian Odgen dan Raichard juga mengumpulkan
tidak kurang dari 22 pengertian tentang makna (Leech,
1974:1). Menurutnya makna adalah:
1. Suatu sifat intrinsik;
2. Suatu hubungan yang unik atau khas dengan benda-
benda lain yang tidak dapat dianalisis;
3. Kata-kata lain yang digabungkan dengan sebuah kata
dalam kamus;
4. Konotasi suatu kata;
5. Suatu esensi, intisari, pokok;
6. Suatu kegiatan atau aktivitas yang diproyeksikan ke
dalam suatu objek;
7. Suatu peristiwa yang diharapkan; suatu keinginan
(kemauan);
8. Tempat atau wadah sesuatu dalam sistem;
9. Konsekuensi-konsekuensi praktis dari suatu hal
(benda) dalam pengalaman kita di masa yang akan
datang;
10. Konsekuensi-konsekuensi teroretis yang terkandung
dalam sebuah pernyataan;
11. Emosi yang ditimbulkan oleh sesuatu;
12. Sesuatu yang secara aktual dihubungkan dengan
suatu lambang oleh hubungan yang telah dipilih;
a. Efek-efek yang membantu ingatan terhadap suatu
perangsang;
b. Beberapa kejadian lain yang membantu ingatan
terhadap kejadian yang pantas;

Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi 131


c. Suatu lambing seperti yang kita tafsirkan;
d. Segala sesuatu yang disarankan oleh sesuatu;
e. Segala sesuatu yang secara actual merupakan
tempat mengacu sang pemakai lambang;
13. Wadah tempat pemakai lambang harus mengacukan
diri;
14. Wadah tempat pemakai suatu lambang meyakini
dirinya diacuhkan;
15. Wadah penafsir suatu lambang:
a. Mengacu;
b. Meyakini dirinya diacukan;
c. Meyakini pemakaian suatu acuan.
Secara umum pemakai bahasa Indonesia lebih sering
menggunakan kata ‘arti’ daripada ‘makna’. Misalnya
penutur bahasa Indonesia sering berkalimat berikut.
1. Apa ‘arti’ kata ‘sulih’?
2. Saya tidak bisa menangkap ‘arti’ matanya.
3. Pidato Presiden Jokowi mempunyai ‘arti’ tertentu bagi
rakyat Indonesia.
4. Hal ini ‘berarti’ bahwa kita harus senantiasa waspada
terhadap wabah penyakit itu.
5. Kebaikan yang saya berikan ini tidak ‘berarti’ apa-apa
dibandingkan dengan kebaikan yang telah Bapak
berikan kepada saya.
Kata ‘arti’ dalam kalimat (1), (2), (3) masih dapat
didistribusi (diganti) dengan kata ‘makna’, sedangkan kata

132 Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi


‘berarti’ dalam kalimat (4) dan (5) tidak dapat digantikan
dengan kata ‘bermakna’. Dari sejumlah batasan atau
pengertian yang dirumuskan oleh Richards dan Odgen
dapat disimpulkan bahwa makna adalah maksud yang
akan disampaikan oleh penutur kepada penanggap
tutur melalaui penggunaan seperangkat lambang bunyi
bahasa sesuai dengan aturan kebahasaan dan aturan sosial
kebahasaan.
Makna dapat pula diartikan sebagai hubungan
antara bahasa dengan dunia luar yang telah disepakati
bersama oleh para pemakai bahasa sehingga dapat saling
dimengerti (Bolinger dalam Aminuddin, 1988:53). Dalam
pengertian ini tersirat ada tiga unsur pokok yaitu (1) makna
merupakan hasil hubungan antara bahasa dengan dunia
luar, (2) penentuan hubungan terjadi karena kesepakatan
para pemakai bahasa, dan (3) perwujudan makna dapat
digunakan untuk menyampaikan informasi sehingga dapat
saling dimengerti.
Untuk dapat memahami apa yang disebut makna
atau arti, kita perlu menoleh kembali pada teori yang
dikemukakan oleh Ferdinand de Saussure, Bapak Linguistik
Modern, yaitu mengenai tanda linguistik (Prancis:
signe’linguistique). Menurut de Saussure dalam Chaer
(2009:29), setiap tanda lingusitik terdiri dari dua unsur,
yaitu (1) yang diartikan (Prancis: signifie, Inggris: signified)
dan (2) yang mengartikan (Prancis: significant, Inggris:
signifier). Pengertian signified dan signified sebenarnya
merupakan konsep atau makna dari sesuatu tanda bunyi,
sedangkan signifian dan signifier juga merupakan bunyi-

Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi 133


bunyi yang terbentuk dari fonem-fonem bahasa. Jadi,
dengan kata lain setiap tanda linguistik terdiri dari unsur
bunyi dan makna.
Umpamanya tanda linguistik yang dieja <meja>. Tanda
ini terdiri dari unsur makna atau yang diartikan ‘meja’
(Inggris: table) dan unsur bunyi atau yang mengartikan
dalam wujud runtunan fonem [m, e, j, a]. Lalu tanda
<meja> terdiri dari unsur makna dan unsur bunyinya
mengacu kepada suatu referen yang berada di luar bahasa,
yaitu sebuah meja perabotan rumah tangga. Kata <meja>
adalah sebagian hal yang menandai (tanda linguistik),
sebuah <meja> sebagai perabot adalah hal yang ditandai.
Banyaknya pengertian tentang makna yang dikemukan
di atas menunjukkan bahwa pemakai bahasa itu bersifat
dinamis berdasarkan bidang ilmu kajiannya. Karena
pemakai bahasa bersifat dinamis, makna suatu kata
dapat berubah-ubah. Menurut Chaer (2006:385), makna
menyangkut semua komponen konsep yang terdapat pada
sebuah kata, sedangkan informasi hanya menyangkut
komponen konsep dasarnya saja. Kalau kita bandingkan
kata mati dan kata meninggal, kita akan dapati komponen-
komponen makna sebagai berikut.
Mati Meninggal
Tidak bernyawa lagi Tidak bernyawa lagi
Untuk umum (manusia, Hanya Manusia
binatang, dan sebagainya)
Kasar Halus (sopan)

134 Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi


Informasi hanya menyangkut komponen nomor (1),
sedangkan makna menyangkut juga komponen konsep
nomor (2), (3), dan seterusnya.

B. Jenis-Jenis Makna Kata


Chaer (2009:59) membedakan makna berdasarkan
beberapa kriteria dan sudut pandang. Berdasarkan jenis
semantik, makna dibedakan antara makna leksikal dan
makna gramatikal. Berdasarkan ada tidaknya referen
pada sebuah kata/leksem dapat dibedakan adanya
makna referensial dan makna nonferensial. Berdasarkan
ada tidaknya nilai rasa pada sebuah kata/leksem dapat
dibedakan adanya makna denotatif dan makna konotatif.
Berdasarkan ketetapan makna kata dan istilah atau makna
umum dan makna khusus. Lalu berdasarkan kriteria atau
sudut pandang lain dapat disebutkan adanya makna-makna
asosiatif, kolokatif, reflektif, idiomatik, dan sebagainya.
1. Makna Leksikal dan Makna Gramatikal
Makna leksikal (lexical meaning), semantic
meaning, dan external meaning adalah makna yang
terdapat pada kata yang berdiri sendiri (terpisah dari
kata lain), baik dalam bentuk dasar maupun dalam
bentuk kompleks atau turunan, dan makna yang relatif
tetap seperti apa yang kita lihat di dalam kamus.
Leksikal adalah bentuk adjektif yang diturunkan
dari bentuk nomina leksikon (vokabuler, kosa kata,
pembendaharaan kata). Satuan dari leksikon adalah
leksem, yaitu satuan bentuk bahasa yang bermakna.

Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi 135


Makna leksikal dapat diartikan juga sebagai makna
yang bersifat leksikon, bersifat leksem, atau bersifat
kata.
Makna leksikal adalah makna yang sesuai dengan
referennya, makna yang sesuai dengan hasil observasi
alat indra, atau makna yang sungguh-sungguh nyata
dalam kehidupan kita. Jadi, dapat disimpulkan bahwa
makna leksikal adalah makna yang dapat berdiri
sendiri sebab makna sebuah kata dapat berubah
apabila kata tersebut berada dalam konteks kalimat.
Misalnya kata tikus makna leksikalnya adalah sebangsa
binatang pengerat yang dapat menyebabkan timbulnya
penyakit tifus. Makna tersebut akan terlihat jelas dalam
kalimat berikut.
a. Tikus itu mati diterkam kucing.
b. Panen kali ini gagal akibat serangan hama tikus.
c. Kata tikus pada kalimat (a) dan (b) merujuk pada
binatang tikus, bukan kepada yang lain. Berbeda
dengan kalimat (c) berikut.
d. Yang menjadi tikus di gudang kami ternyata
berkepala hitam.
Kata tikus pada kalimat (c) tidak merujuk
kepada tikus, tetapi kepada seorang manusia, yang
perbuatannya memang mirip dengan perbuatan tikus.
Apakah semua kata dalam bahasa Indonesia
bermakna leksikal? Tentu saja tidak. Kata-kata dalam
gramatika disebut kata penuh (full word) seperti kata
meja, tidur, dan cantik memang memiliki makna

136 Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi


leksikal, tetapi yang memiliki kata tugas (function word)
seperti kata dan, dalam, dan karena tidak memiliki
makna leksikal. Dalam gramatika kata-kata tersebut
dianggap hanya memiliki tugas gramatikal. Makna
leksikal biasanya dipertentangkan dengan makna
gramatikal.
Makna gramatikal (grammatical meaning,
functional meaning, structural meaning, internal
meaning) adalah makna yang muncul sebagai akibat
digabungkannya sebuah kata dalam suatu kalimat.
Makna gramatikal dapat juga timbul sebagai akibat
dari proses gramatika seperti afiksasi, reduplikasi, dan
komposisi.
a. Afiksasi
ber- + rumah = berumah memiliki makna
gramatikal ‘mempunyai rumah’
ber- + baju = berbaju memiliki makna gramatikal
‘memakai baju’
ber- + tamu = bertamu memiliki makna gramatikal
‘menjadi tamu’
meN- + tepi = menepi memiliki makna gramatikal
‘menuju ke tepi’
meN- + lebar = melebar memiliki makna
gramatikal ‘menjadi lebar’
meN- + kantuk = mengantuk memiliki makna
gramatikal ‘dalam keadaan’
di- + ambil = diambil memiliki makna gramatikal
‘suatu tindakan yang pasif’

Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi 137


ter- + bakar = terbakar memiliki makna gramatikal
‘tidak sengaja’
b. Reduplikasi
rumah = rumah-rumah memiliki makna gramatikal
‘banyak rumah’
berteriak = berteriak-teriak memiliki makna
gramatikal ‘tindakan yang tersebut pada bentuk
dasar dilakukan berulang-ulang atau berteriak
berkali-kali’
berjalan = berjalan-jalan memiliki makna
gramatikal ‘berjalan seenaknya dan untuk
bersenang-senang’
minum = minum-minum memiliki makna
gramatikal ‘minum dengan seenaknya dan untuk
bersenang-senang’
pukul = pukul-memukul memiliki makna
gramatikal ‘saling memukul’
merah = kemerah-merahan memiliki makna
gramatikal ‘agak merah’
mengarang = karang-mengarang memiliki makna
gramatikal ‘hal-hal yang berhubungan dengan hal
mengarang’
c. Komposisi
sate + ayam = sate ayam memiliki makna
gramatikal ‘asal bahan’
sate + Madura = sate Madura memiliki makna
gramatikal ‘asal tempat’

138 Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi


orang + tua = orang tua memiliki makna gramatikal
‘ayah ibu’
rumah + sakit = rumah sakit memiliki makna
gramatikal ‘tempat mengobati’
meja + makan = meja makan memiliki makna
gramatikal ‘tempat makan’
kamar + mandi = kamar mandi memiliki makna
gramatikal ‘tempat mandi’
2. Makna Referensial dan Makna Nonferensial
Makna Referensial adalah makna yang
berhubungan langsung dengan kenyataan atau
memiliki referen (acuan), makna referensial dapat
disebut juga makna kognitif karena memiliki acuan.
Dalam makna ini memiliki hubungan dengan konsep
mengenai sesuatu yang telah disepakati bersama (oleh
masyarakat bahasa), Seperti meja dan kursi adalah yang
bermakna referensial karena keduanya mempunyai
referen, yaitu sejenis perabot rumah tangga yang
disebut “meja” dan ”kursi”.
Makna nonreferensial adalah sebuah kata yang
tidak mempunyai referen (acuan). Seperti kata preposisi
dan konjungsi, juga kata tugas lainnya. Dalam hal ini
kata preposisi dan konjungsi serta kata tugas lainnya
hanya memiliki fungsi atau tugas, tetapi tidak memiliki
makna. Berkenaan dengan bahasan ini ada sejumlah
kata yang disebut kata-kata deiktis, yaitu kata yang
acuannya tidak menetap pada satu maujud, melainkan
dapat berpindah dari maujud yang satu kepada maujud

Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi 139


yang lain. Yang termasuk kata-kata deiktis yaitu: dia,
saya, kamu, di sini, di sana, di situ, sekarang, besok,
nanti, ini, itu.
3. Makna Denotatif dan Makna Konotatif
Makna denotatif (denotative meaning) disebut juga
makna denotasional, makna konseptual, atau makna
kognitif. Karena dilihat dari sudut yang lain, pada
dasarnya makna ini sama dengan makna referensial
sebab makna denotatif ini lazim diberi penjelasan
sebagai makna yang sesuai dengan hasil observasi
menurut penglihatan, penciuman, pendengaran,
perasaan, atau pengalaman lainnya. Oleh karena
itu, makna denotasi sering disebut dengan makna
sebenanya. Misalnya kata perempuan dan wanita
memiliki makna denotasi sama, yaitu manusia dewasa
bukan laki-laki.
Makna konotatif (connotative meaning) adalah
makna yang muncul akibat asosiasi perasaan kita
terhadap kata yang diucapkan atau didengar. Makna
konotasi adalah makna yang digunakan untuk
mengacu bentuk atau makna lain yang terdapat di
luar makna leksikalnya. Sebagai contoh, Orang tua
sudah banyak makan asam garam kehidupan. Kata
makan dalam kalimat ini bukan berarti makan asam
dan garam sebenarnya, melainkan telah mendapatkan
pengalaman hidup yang baik maupun buruk.
4. Makna Kata dan Makna Istilah
Perbedaan makna kata dan makna istilah
berdasarkan ketepatan makna kata dalam

140 Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi


penggunaannya secara umum dan secara khusus.
Dalam penggunaan bahasa secara umum kata-kata
tersebut digunakan secara tidak cermat sehingga
maknanya bersifat umum. Akan tetapi, dalam
penggunaan secara khusus atau dalam bidang
kegiatan tertentu, kata-kata tersebut digunakan secara
cermat sehingga maknanya menjadi tepat.
Dengan kata lain, makna kata adalah hubungan
antara ujaran dengan arti dari sebuah kata. Makna kata
juga dapat diartikan sebagai maksud yang terkandung
dari sebuah kata. Pada dasarnya, suatu kata saling
berkaitan dengan bendanya. Apabila suatu kata tidak
dapat dihubungkan dengan benda, peristiwa, atau
keadaan tertentu, kata tersebut tidak memiliki makna.
Makna kata dapat dipelajari secara khusus melalui
studi linguistik, yakni penelitian semantik.
Secara semantik, makna sebuah kata secara
sinkronis tidak berubah karena berbagai faktor dalam
kehidupan karena bersifat umum. Makna tersebut akan
menjadi jelas kalau sudah digunakan dalam kalimat.
Jika terlepas dari kalimat, makna kata menjadi umum
dan kabur. Misalnya, kata tahanan mungkin saja berarti
‘orang yang ditahan’, tetapi bisa juga ‘hasil perbuatan
menahan’, atau mungkin memiliki makna lain.
Berbeda dengan kata yang maknanya masih
bersifat umum, makna istilah memilik makna tetap
dan pasti. Ketepatan dan kepastian makna istilah itu
pasti karena berhubungan dengan bidang kegiatan
dan ilmu. Jadi, tanpa konteks kalimat, makna istilah

Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi 141


dalam bidang hukum sudah pasti. Misalnya, makna
kata tahanan jika dikaji dari makna istilah sudah pasti
‘orang yang ditahan dengan suatu perkara’. Begitu
juga dengan makna tahanan dalam bidang kelistrikan
menjadi ‘daya yang menahan arus listrik’.
5. Makna Konseptual dan Makna Asosiatif
Makna konseptual yaitu makna yang sesuai
dengan konsep, makna yang sesuai dengan referen,
dan makna yang bebas dari asosiasi atau hubungan
apapun. Makna konseptual disebut juga makna
denotatif, makna leksikal, dan makna denotatif.
Dengan kata lain, makna konseptual merupakan
makna yang tidak tergantung pada konteks kalimat.
Makna konseptual juga disebut makna yang terdapat
dalam kamus. Misalnya kata ibu yakni ‘manusia yang
berjenis kelamin perempuan dan telah dewasa’.
Contoh lain, pada kata demokrasi makna akan berubah
jika unsurnya diperluas menjadi demokrasi liberal,
demokrasi terpimpin, dan demokrasi pancasila.
Makna asosiatif disebut juga makna kiasan
(transferred meaning, figurative meaning) atau
pemakaian kata yang tidak sebenarnya. Makna asosiatif
adalah makna yang dimiliki sebuah kata berkenaan
dengan adanya hubungan kata dengan keadaan di
luar bahasa. Misalnya kata bunglon berasosiasi dengan
makna ‘orang yang tidak berpendirian tetap’. Kata
melati sebagai lambang ‘kesucian’, merah sebagai
lambang ‘keberanian’, dan srikandi sebagai lambang
‘kepahlawanan’.

142 Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi


6. Makna Idiomatikal dan Peribahasa
Makna idiomatikal adalah satuan-satuan bahasa
(bisa berupa kata, frase, maupun kalimat) yang
maknanya tidak dapat diramalkan dari makna leksikal
unsur-unsurnya maupun makna gramatikal satuan-
satuan tersebut. Misalnya kaidah gramatikal kata-kata
ketakutan, kesedihan, keberanian, dan kebimbangan
memiliki makna hal yang disebut bentuk dasarnya.
Misalnya frase rumah kayu.
Makna idiomatikal atau makna idiomatik
adalah makna yang ada dalam idiom, makna yang
menyimpang dari makna konseptual dan gramatikal
unsur pembentuknya. Dalam bahasa Indonesia ada
dua bentuk idiom, yaitu:
a. Idiom penuh
Idiom penuh adalah idiom yang unsur-
unsurnya secara keseluruhan sudah merupakan
satu kesatuan dengan satu makna. Misalnya
membanting tulang, kambing hitam ‘penumpahan
kemarahan’, meja hijau ‘pengadilan’, dan panjang
tangan ‘pencuri’. Makna kata-kata tersebut tampak
jelas apabila ada dalam kalimat berikut.
1) Orang tua itu membanting tulang demi
mencukupi kebutuhan anaknya.
2) Anak yang malang itu menjadi kambing hitam
keluarganya.
3) Pembunuh bayaran yang ditangkap kemarin
dibawa ke meja hijau.

Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi 143


4) Anak yang panjang tangan wajib harus
dinasehati dengan baik.
b. Idiom sebagian
Idiom sebagian adalah idiom yang di dalamya
masih terdapat unsur yang masih memiliki
makna leksikal. Contohnya daftar hitam yang
berarti ‘daftar berisi nama-nama orang yang
dicurigai/dianggap bersalah’, koran kuning yang
berarti ‘koran yang memuat berita sensasi’, dan
menunjukkan gigi yang berarti ‘menunjukkan
kekuasaan’. Makna kata-kata tersebut tampak
jelas apabila ada dalam kalimat berikut.
1) Amin termasuk salah seorang yang berada
dalam daftar hitam di kantorku.
2) Asma masuk dalam koran kuning berita
selebriti hari ini.
3) Orang yang tinggi besar itu menunjukkan gigi
pada masyarakat di daerahnya.
Selanjutnya, selain idom ada juga istilah
peribahasa. Peribahasa adalah kelompok kata
atau kalimat yang tetap susunannya, biasanya
mengiaskan maksud tertentu. Dengan kata
lain, makna leksikal dan gramatikalnya masih
berasosiasi atau bertautan. Misalnya, ada dua
orang yang sering bertengkar dikatakan dalam
bentuk peribahasa Bagai anjing dengan kucing,
keadaan pengeluaran belanja lebih besar
jumlahnya daripada pendapatan dikatakan dalam
bentuk peribahasa Besar pasak daripada tiang.

144 Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi


Karena peribahasa bersifat memperbandingkan
atau mengumpamakan makna lazim disebut
dengan perumpamaan. Kata-kata seperti, bak,
bagai, laksana, dan umpama lazim digunakan
dalam peribahasa. Akan tetapi, ada juga peribahasa
yang tanpa menggunakan kata-kata tersebut.
Misalnya Tong kosong nyaring bunyinya yang
berarti ‘orang yang tiada berilmu biasanya banyak
cakapnya’. Sebaliknya, ‘orang pandai, orang yang
banyak ilmunya biasanya pendiam, merunduk, dan
tidak pongah’. Keadaan ini disebutkan dengan
peribahasa yang berbunyi Bagai padi, semakin
berisi, semakin runduk.
7. Makna Kias
Makna kias adalah makna bentuk bahasa, baik
kata, frase, maupun kalimat yang tidak merujuk pada
arti sebenarnya (arti leksikal, arti konseptual, atau
arti denotatif). Makna kias berupa kata-kata kias.
Kata kias adalah kata-kata yang sangat tidak formal,
bukan dalam arti kata yang sebenarnya (denotatif).
Kata kiasan dipakai untuk memberi rasa keindahan dan
penekanan pada pentingnya hal yang disampaikan.
Misalnya Cita-citanya setinggi langit dan wajahnya
bagai rembulan. Kata-kata kiasan sering ditemukan
pada nyanyian-nyanyian, puisi-puisi, dan karya-karya
tulis lama.
Jadi, bentuk-bentuk seperti putri malam
yangberarti ‘bulan’, raja siang yang berarti ‘matahari’,
daki dunia yang berarti ‘harta, uang’, membanting

Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi 145


tulang yang berarti ‘bekerja keras’, kapal padang
pasir yang berarti ‘unta’, pencakar langit yang berarti
‘gedung bertingkat tinggi’. Kemudian contoh kata
kiasan yang terdapat dalam kalimat seperti Aminah
adalah bunga desa kami yang memiliki kata kias bunga
yang berarti ‘gadis cantik’. Begitu juga dengan kata-
kata sebelumnya yang memiliki makna kias.
8. Makna Kolusi, Ilokusi, dan Perlokusi
Dalam kajian tindak tutur (speech act) dikenal
adanya istilah makna kolusi, ilokusi, dan perlokusi.
Lokusi adalah makna seperti yang dinyatakan dalam
ujaran, makna harfiah, atau makna apa adanya.
Sedangkan yang dimaksud dengan makna ilokusi
adalah makna seperti yang dipahami oleh pendengar.
Sebaliknya, yang dimaksud dengan makna perlokusi
adalah makna seperti yang diinginkan oleh penutur.
Misalnya, jika seseorang bertanya kepada tukang foto
di pinggir jalan, “Bang, tiga kali empat, berapa?”
Dilihat dari makna lokusi kalimat di atas adalah
keingintahuan dari penutur tentang berapa tiga
kali empat. Namun, makna perlokusi, makna yang
diinginkan si penutur bahwa penutur ingin tahu biaya
mencetak foto ukuran tiga kali empat sentimeter. Jika
si pendengar, yaitu tukang foto memiliki makna ilokusi
yang sama dengan makna perlokusi dari si penanya,
tentu dia akan menjawab “dua belas”, bukan jawaban
lain.

146 Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi


Dalam kajian tindak tutur, sebuah ujaran sekaligus
dapat bermakna kolusi, ilokusi, dan perlokusi jelas
seperti kalimat berikut.
Seorang laki-laki tua bertanya kepada pelayan
toko peti mati:
“Berapa harga peti mati yang ukiran ini?”
“Dua juta, Tuan”, jawab si pelayan toko.
“Wah, mahal amat”, sahut laki-laki tua itu dengan
kaget.
“Tapi, Tuan”, kata pelayan toko itu menjelaskan,
“Kami jamin kalau Tuan sudah masuk ke dalamnya,
Tuan pasti tidak ingin keluar lagi!”
Pada ilustrasi bagian akhir ada kalimat “Tuan
pasti tidak ingin keluar lagi!”. Makna lokusi kalimat
tersebut adalah “Tuan pasti tidak ingin keluar lagi!”.
Lalu, makna ilokusinya adalah “Saya tidak keluar lagi
karena merasa nyaman yang bukan main”. Sedangkan
makna perlokusinya adalah “Tuan tidak ingin keluar
karena pada waktu itu Tuan sudah meninggal”.

C. Perubahan Makna Kata


Bahasa berkembang sesuai dengan tuntutan
masyarakat pemakainya. Pengembangan diksi terjadi
pada kata. Namun, hal ini berpengaruh pada penyusunan
kalimat, paragraf, dan wacana. Pengembangan tersebut
dilakukan untuk memenuhi kebutuhan komunikasi.
Komunikasi kreatif berdampak pada perkembangan
diksi, berupa penambahan dan pengurangan kuantitas

Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi 147


maupun kualitasnya. Selain itu, bahasa berkembang sesuai
dengan kualitas pemikirnya pemakainya. Perkembangan
dapat menimbulkan perubahan yang mencakup perluasan,
penyempitan, pembatasan, pelemahan, pengaburan, dan
pergeseran makna. (Widjono, 101-102).
Menurut Chaer (2009:131), sebab-sebab perubahan
makna terjadi karena (1) perkembangan dalam ilmu
dan teknologi, (2) perkembangan sosial dan budaya, (3)
perbedaan bidang pemakaian, (4) adanya asosiasi, (5)
pertukaran tanggapan indra, (6) perbedaan tanggapan,
(7) adanya penyingkatan, (8) proses gramatikal, dan (9)
pengembangan istilah. Dari faktor-faktor atau sebab-sebab
terjadinya perubahan makna dapat dilihat ada perubahan
yang sifatnya menghalus, ada perubahan yang sifatnya
meluas, ada perubahan yang sifatnya menyempit atau
mengkhusus, ada perubahan yang sifatnya yang halus,
ada perubahan yang sifatnya mengasar, dan ada pula
perubahan yang sifatnya total. Maksudnya, berubah sama
sekali dari makna semula.
1. Meluas
Perubahan makna kata meluas adalah gejala
yang terjadi pada sebuah kata atau leksem yang
pada mulanya hanya memiliki sebuah makna, tetapi
kemudian karena berbagai faktor menjadi makna-
makna lain. Misalnya kata saudara bermakna ‘seperut’
atau ‘sekandungan’. Kemudian berkembang menjadi
‘siapa saja yang masih ada pertalian darah’. Akibatnya,
anak paman pun disebut dengan saudara. Selanjutnya,
siapapun yang masih mempunyai kesamaan asal usul

148 Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi


disebut saudara. Lebih jauh lagi selanjutnya siapa
pun yang masih mempunyai asal usul disebut juga
saudara. Kini siapa pun dapat disebut saudara. Berikut
penggunaan kata saudara dalam kalimat-kalimat.
a. Saudara saya hanya dua orang.
b. Surat Saudara sudah saya terima.
c. Sebetulnya dia masih saudara saya, tetapi sudah
agak jauh.
d. Bingkisan untuk saudara-saudara kita di Timur-
Timur.
e. Saudara-saudara sebangsa dan setanah air,
marilah kita tanamkan sikap nasionalisme.
Perluasan juga terjadi pada kata-kata kekerabatan
lain seperti kakak, ibu, adik, dan bapak. Contoh
perluasan makna lain terdapat pada kata baju yang
mulanya hanya berarti pakaian sebelah atas pinggang
dan pinggang sampai ke bahu seperti pada frase baju
batik, baju safari, baju lengan panjang, dan sebagainya.
Akan tetapi, pada kalimat Anak-anak memakai baju
seragam, kata baju sudah bermakna meluas karena
termasuk celana, baju, topi, dasi, sepatu. Begitu juga
dengan baju olahraga, baju dinas, dan baju militer.
2. Menyempit
Perubahan makna kata menyempit adalah
gejala yang terjadi pada sebuah kata yang mulanya
mempunyai makna cukup luas, kemudian berubah
menjadi terbatas hanya pada sebuah makna kata
saja. Misalnya kata sarjana yang pada mulanya orang

Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi 149


berarti ‘orang pandai’ atau ‘cendekiawan’. Kemudian
hanya berarti ‘orang yang lulus dari perguruan tinggi’.
Contoh lain kata jurusan dahulu bermakna arah dan
tujuan menjadi kata yang bermakna sempit yaitu
bagian dari pengkajian ilmu di suatu perguruan tinggi,
seperti tampak pada sarjana sastra, sarjana ekonomi,
sarjana hukum. Betapapun pandainya seseorang
mungkin sebagai hasil upaya belajar sendiri dan
bukan tamatan suatu perguruan tinggi tidak bisa
disebut sarjana. Sebaliknya, betapa pun rendahnya
indeks prestasi seseorang kalau dia sudah lulus dari
perguruan tinggi, dia akan disebut sarjana.
3. Perubahan Total
Perubahan total adalah perubahan makna sebuah
kata dan makna asal. Kemungkinan masih ada sangkut
pautnya dengan makna asal, tetapi sudah jauh sekali.
Misalnya kata ceramah pada mulanya berarti ‘cerewet’
atau ‘banyak cakap’, tetapi kini berarti ‘pidato’ atau
‘uraian’ mengenai suatu hal yang disampaikan di
depan orang banyak. Contoh lain kata seni pada
mulanya selalu dihubungkan dengan air seni. Akan
tetapi, kata seni bermakna karya atau ciptaan yang
bernilai halus. Misalnya digunakan dalamm frase seni
lukis, seni tari, seni suara, dan seni ukir.
4. Penghalusan (Eufemia)
Penghalusan (eufemia) adalah perubahan
makna yang lebih halus atau lebih sopan daripada
yang akan digantikan. Kecenderungan untuk
menghaluskan makna kata merupakan gejala umum

150 Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi


dalam masyarakat bahasa Indonesia. Misalnya kata
bui diganti dengan kata/ungkapan yang maknanya
dianggap lebih halus yaitu lembaga pemasyarakatan;
dipenjara atau dibui diganti menjadi dimasukkan ke
lembaga pemasyarakatan. Contoh lain, kata korupsi
diganti dengan menyalahgunakan jabatan; kata
pemecatan (dari pekerjaan) diganti dengan pemutusan
hubungan kerja (PHK); kata babu diganti dengan
pembantu rumah tangga dan kini diganti lagi dengan
pramuwisma, kata/ungkapan kenaikan harga diganti
dengan perubahan harga, penyusunan tarif, atau juga
pemberlakuan tarif baru.
5. Pengasaran (Disfemia)
Pengasaran (disfemia) adalah usaha untuk
mengganti kata yang maknya halus atau bermakna
biasa dengan kata yang maknanya kasar. Gejala
pengasaran biasanya dilakukan orang dalam situasi
yang tidak ramah atau untuk menunjukkan kejengkelan.
Misalnya kata/ungkapan masuk kotak dipakai untuk
mengganti kata kalah seperti dalam kalimat Dia
sudah masuk kotak. Kata mencaplok dipakai untuk
mengambil dengan begitu saja seperti dalam kalimat
Dengan seenaknya Israel mencaplok wilayah Mesir itu.
Begitu juga dengan kata menjebloskan yang dipakai
untuk menggantikan kata memasukkan seperti dalam
kalimat Polisi mejebloskan penjahat ke dalam sel.

Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi 151


BAB VIII
DIKSI BAHASA INDONESIA

Nur Apriani Nukuhaly, M.Pd.


IAIN Ambon

A. Pengertian Diksi
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) diksi
diartikan sebagai pilihan kata yang tepat dan selaras dalam
penggunaannya untuk mengungkapkan gagasan sehingga
diperoleh efek tertentu seperti yang diharapkan. Dari
pernyataan itu tampak bahwa penguasaan kata seseorang
akan mempengaruhi kegiatan berbahasanya, termasuk
saat yang bersangkutan membuat karangan.
Pengertian pilihan kata atau diksi merupakan unsur
yang sangat penting dalam karang mengarang, terutama
dalam karangan ilmiah. Pada umumnya, kata-kata yang
berdiri sendiri, yaitu lepas dari hubungan kalimat, belum
jelas benar. Makna suatu kata baru jelas jika berada dalam
kalimat, dan pengertiannya hanyalah satu. Diksi adalah
pilihan kata dalam mengungkapkan apa yang ingin
disampaikan.
Pilihan kata tidak hanya mempersoalkan ketepatan
pemakaian kata, tetapi juga mempersoalkan apakah
kata yang dipilih itu dapat juga diterima atau tidak
merusak suasana yang ada. Sebuah kata yang tepat
untuk menyatakan suatu maksud tertentu, belum tentu

152 Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi


dapat diterima oleh para hadirin atau orang yang diajak
bicara. Masyarakat yang diikat oleh beberapa norma,
menghendaki pula agar setiap kata yang dipergunakan
harus cocok atau serasi dengan norma norma masyarakat,
harus sesuai dengan situasi yang dihadapi. Diksi adalah
pilihan kata. Maksudnya, kita memilih kata yang tepat
untuk menyatakan sesuatu.
Dengan uraian yang singkat ini, dapat diberikan tiga
kesimpulan utama mengenai diksi. Pertama, pilihan
kata atau diksi mencakup pengertian kata-kata mana
yang dipakai untuk menyampaikan suatu gagasan,
bagaimana membentuk pengelompokan kata kata
yang tepat atau menggunakan ungkapan ungkapan
yang tepat, dan gaya mana yang paling baik digunakan
dalam suatu situasi. Kedua, pilihan kata atau diksi adalah
kemampuan membedakan secara nuansa-nuansa makna
dari gagasan yang ingin disampaikan dan kemampuan
untuk menemukan bentuk yang sesuai (cocok) dengan
situasi dan nilai rasa yang dimiliki kelompok masyarakat
pendengar. Ketiga, pilihan kata yang tepat dan sesuai
hanya dimungkinkan oleh penguasa sejumlah besar kosa
kata atau perbendaharaan kata bahasa itu. Sedangkan
yang dimaksud perbendaharaan kata atau kosa kata suatu
bahasa adalah keseluruhan kata yang dimiliki oleh sebuah
bahasa.

B. Kriteria Pemilihan Kata


Agar dapat mengungkapkan gagasan, pendapat,
pikiran, atau pengalaman secara tepat, dalam berbahasa

Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi 153


baik lisan maupun tulis pemakai bahasa hendaknya dapat
memenuhi beberapa persyaratan atau kriteria di dalam
pemilihan kata. Kriteria yang dimaksud adalah sebagai
berikut. (1) Ketepatan (2) Kecermatan (3) Keserasian.
1. Ketepatan
Ketepatan dalam pemilihan kata berkaitan
dengan kemampuan memilih kata yang dapat
mengungkapkan gagasan secara tepat dan gagasan
itu dapat diterima secara tepat pula oleh pembaca atau
pendengarnya. Dengan kata lain, pilihan kata yang
digunakan harus mampu mewakili gagasan secara
tepat dan dapat menimbulkan gagasan yang sama
pada pikiran pembaca atau pendengarnya. Ketepatan
pilihan kata semacam itu dapat dicapai jika pemakai
bahasa mampu memahami perbedaan penggunaan
kata-kata yang bermakna (1) denotasi dan konotasi,
(2) sinonim, (3) eufemisme, (4) generik dan spesifik,
serta (5) konkret dan abstrak.
a. Penggunaan Kata yang Bermakna Denotasi dan
Konotasi
Makna denotasi adalah makna yang mengacu
pada gagasan tertentu (makna dasar), yang tidak
mengandung makna tambahan atau nilai rasa
tertentu, sedangkan makna konotasi adalah
makna tambahan yang mengandung nilai rasa
tertentu di samping makna dasarnya. Contohnya:
1) Karena perlu biaya, ia menjual kambing
hitamnya dengan harga murah.

154 Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi


2) Dalam setiap kerusuhan mereka selalu
dijadikan kambing hitam.
Ungkapan kambing hitam pada kalimat (1)
merupakan ungkapan yang bermakna denotasi,
yaitu merujuk pada makna sebenarnya, dalam
hal ini ‘kambing yang berwarna hitam’. Berbeda
dengan itu, pada kalimat (2) ungkapan kambing
hitam merupakan ungkapan yang bermakna
konotasi, yaitu merujuk pada makna kiasan. Dalam
kalimat (2) itu ungkapan kambing hitam bermakna
‘pihak yang dipersalahkan’.
Dari contoh di atas memberikan gambaran
bahwa seseorang yang mampu memahami
perbedaan makna denotasi dan konotasi akan
dapat mengetahui kapan ia harus menggunakan
kata yang bermakna denotasi dan kapan ia dapat
menggunakan kata yang bermakna konotasi.
Dengan demikian, ia tidak akan sembarangan saja
dalam memilih dan menentukan kata yang akan
digunakan.
b. Penggunaan Kata yang Bersinonim
Menurut pendapat Mansoer Pateda secara
etimologis, kata sinonim berasal dari bahasa
Yunani Kuno yaitu onoma yang berarti nama dan
syn yang berarti dengan. Adapun makna secara
harfiah kata sinonim adalah nama lain untuk
benda atau hal yang sama.

Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi 155


Sementara itu, Palmer mengatakan bahwa
“synonymy is used to mean sameness of meaning”
‘kesinoniman digunakan untuk menunjukkan
kesamaan’. Hal itu berarti bahwa dalam sebuah
bahasa terdapat perangkat kata yang mempunyai
arti yang berkesamaan atau berkesesuaian.
Jadi, bentuk bahasa yang mengalami dan
menjadi kelompok kesinoniman disebut sinonim.
Kridalaksana juga mengatakan bahwa sinonim
adalah bentuk bahasa yang maknanya mirip
atau sama dengan bentuk lain. Selanjutnya,
menurut Abdul Wahab sinonim digunakan untuk
menyatakan ‘kesamaan arti’ karena dalam sejumlah
kata dijumpai adanya makna yang sama atau
satu sama lain sama makna, atau ada hubungan
di antara kata-kata yang mirip (dianggap mirip)
maknanya. Misalnya, kata buruk dan jelek adalah
dua kata yang bersinonim; kata bunga, kembang,
dan puspa adalah tiga kata yang bersinonim.
Dengan demikian, dapat disimpulkan
bahwa sinonim adalah dua kata atau lebih yang
mempunyai makna sama atau hampir sama (mirip).
Adapun bentuk sinonim dapat meliputi kata, frase,
dan kalimat yang maknanya kurang lebih sama.
Beberapa kata yang bersinonim, misalnya, dapat
diperhatikan pada contoh di bawah ini.
kelompok
rombongan

156 Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi


kawanan
gerombolan
Keempat kata yang bersinonim itu mempunyai
makna dasar yang sama. Namun, oleh pemakai
bahasa, kata kawanan dan kata gerombolan
cenderung diberi nilai rasa yang negatif,
sedangkan dua kata yang lain mempunyai nilai
rasa yang netral: dapat negatif dan dapat pula
positif, bergantung pada konteksnya. Oleh karena
itu, pada contoh kalimat berikut pemakaian kata
rombongan tidak tepat, sebaliknya pada contoh
berikutnya (5) pemakaian kata kawanan dan
gerombolan tidak tepat.
kelompok penjahat yang dicuri-
? rombongan gai itu sudah diketahui
kawanan identitasnya.
gerombolan

kelompok guru yang akan


rombongan mengikuti seminar
* kawanan sudah hadir.
* gerombolan
Karena berkonotasi negatif, kata kawanan
dan gerombolan bahkan dapat digunakan untuk
merujuk pada binatang. Misalnya:
kelompok binatang itu merusak tana-
gerombolan man petani karena habitat-
nya dirusak.

Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi 157


Apabila telah memahami benar perbedaan
makna kata-kata yang bersinonim, pemakai bahasa
diharapkan dapat memilih salah satu kata yang
bersinonim itu untuk digunakan dalam konteks
yang tepat. Dengan demikian, ia diharapkan tidak
mengalami kesulitan dalam menentukan kata
yang akan digunakan.
c. Penggunaan Eufemisme
Eufemisme adalah kata atau ungkapan
yang dirasa lebih halus untuk menggantikan
kata atau ungkapan yang dirasa kasar, vulgar,
dan tidak sopan. Terkait dengan itu, pemakai
bahasa diharapkan dapat memilih kata-kata atau
ungkapan yang lebih halus agar komunkasi yang
disampaikan dapat mengungkapkan maksud
secara tepat dan tidak menimbulkan disharmoni
dalam komunikasi. Misalnya:
mati (untuk manusia) meninggal dunia
bodoh kurang pandai
miskin kurang mampu
minta mohon
Meskipun dianjurkan menggunakan bentuk
eufemisme untuk menjaga hubungan baik dengan
lawan bicara, pemakai bahasa tidak seharusnya
terjebak pada penggunaan eufemisme yang
terkesan menyembunyikan fakta. Hal itu karena
pemakai bahasa dapat dianggap membohongi
pihak lain. Misalnya:

158 Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi


Ditangkap (polisi) diamankan (polisi)
harganya dinaikkan harganya
disesuaikan
d. Penggunaan Kata yang Bermakna Generik dan
Spesifik
Makna generik adalah makna umum,
sedangkan makna spesifik adalah makna khusus.
Makna umum juga berarti makna yang masih
mencakup beberapa makna lain yang bersifat
spesifik. Misalnya, kendaraan merupakan kata
yang bermakna generik, adapun makna spesifiknya
adalah mobil, motor, bus, sepeda, angkutan kota,
dan sebagainya. Kata banyak juga merupakan
kata yang bermakna umum, sedangkan makna
spesifiknya adalah yang sudah mengacu pada
jumlah tertentu. Misalnya:
(1) Penduduk Indonesia yang tergolong kurang
mampu masih cukup banyak.
Pernyataan (1) tersebut masih bersifat umum
karena belum menjelaskan seberapa banyak
jumlah yang sesungguhnya. Bandingkan dengan
pernyataan berikut.
(2) Penduduk Indonesia yang tergolong kurang
mampu masih ada 16 juta orang.
Sehubungan dengan hal tersebut, baik makna
generik maupun spesifik sama-sama dapat
dipilih dalam penggunaan bahasa bergantung
pada maksud penggunanya, yakni apakah ingin

Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi 159


mengungkapkan persoalan secara umum ataukah
secara spesifik. Dalam hal ini pernyataan yang
diungkapkan secara umum dapat dimaknai pula
bahwa pemakainya tidak mengetahui jumlah
yang pasti sehingga tidak dapat meyakinkan
lawan bicara atau pembacanya. Sebaliknya,
pernyataan yang lebih spesifik dapat menunjukkan
pemahaman pemakainya terhadap persoalan yang
dikemukakan sehingga lebih dapat meyakinkan
lawan bicara.
e. Penggunaan kata yang bermakna konkret dan
abstrak
Kata yang bermakna konkret adalah kata
yang maknanya dapat dibayangkan dengan
pancaindera. Sebaliknya, kata yang bermakna
abstrak adalah kata yang sulit dibayangkan
dengan pancaindera. Kata mobil, misalnya,
merupakan kata yang konkret karena wujudnya
dapat dibayangkan atau dapat tergambar dalam
pikiran pemakai bahasa, begitu pula kata-kata
seperti roti, mangga, dan pisang.
Bagaimana dengan kata seperti keadilan,
pertahanan, kemanusiaan, dan pendidikan? Kata-
kata seperti itu merupakan kata yang abstrak. Oleh
karena itu, kata-kata yang abstrak tersebut hanya
dapat dipahami oleh orang yang sudah dewasa
dan terutama yang berpendidikan.
Jika dikaitkan dengan ketepatan dalam
pemilihan kata, kata-kata yang abstrak seperti

160 Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi


itu sebaiknya hanya digunakan pada sasaran
pembaca atau pendengar yang sudah dewasa dan
berpendidikan. Jika digunakan pada anak-anak
atau orang dewasa yang kurang berpendidikan,
kata-kata tersebut cenderung sulit dipahami.
Atas dasar itu, baik kata yang abstrak maupun
yang konkret sebenarnya sama-sama dapat
dipilih untuk digunakan, tetapi sasarannya harus
disesuaikan.
2. Kecermatan
Kecermatan dalam pemilihan kata berkaitan
dengan kemampuan memilih kata yang benar-benar
diperlukan untuk mengungkapkan gagasan tertentu.
Agar dapat memilih kata secara cermat, pemakai
bahasa dituntut untuk mampu memahami ekonomi
bahasa dan menghindari penggunaan kata-kata yang
dapat menyebabkan kemubaziran.
Dalam kaitan itu, yang dimaksud ekonomi bahasa
adalah kehematan dalam penggunaan unsurunsur
kebahasaan. Dengan demikian, kalau ada kata
atau ungkapan yang lebih singkat, kita tidak perlu
menggunakan kata atau ungkapan yang lebih panjang
karena hal itu tidak ekonomis. Misalnya:
disebabkan oleh fakta karena
mengajukan saran menyarankan
melakukan kunjungan berkunjung
mengeluarkan pemberitahuan memberitahu-
kan

Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi 161


meninggalkan kesan yang dalam mengesan-
kan
Sementara itu, pemakai bahasa juga dituntut untuk
mampu memahami penyebab terjadinya kemubaziran
kata. Hal itu dimaksudkan agar ia dapat memilih
dan menentukan kata secara cermat sehingga tidak
terjebak pada penggunaan kata yang mubazir. Dalam
hal ini, yang dimaksud kata yang mubazir adalah kata-
kata yang kehadirannya dalam konteks pemakaian
bahasa tidak diperlukan. Dengan memahami kata-kata
yang mubazir, pemakai bahasa dapat menghindari
penggunaan kata yang tidak perlu dalam konteks
tertentu.
Sehubungan dengan masalah tersebut, perlu
pula dipahami adanya beberapa penyebab timbulnya
kemubaziran suatu kata. Penyebab kemubaziran kata
itu, antara lain, adalah sebagai berikut.
a. Penggunaan kata yang bermakna jamak secara
ganda
b. Penggunaan kata yang mempunyai kemiripan
makna atau fungsi secara ganda
c. Penggunaan kata yang bermakna ‘saling’ secara
ganda
d. Penggunaan kata yang tidak sesuai dengan
konteksnya
e. Penggunaan Kata yang Bermakna Jamak

162 Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi


Penggunaan kata yang bermakna jamak,
terutama jika dilakukan secara ganda, dapat
menyebabkan kemubaziran. Contohnya:
1) Sejumlah desa-desa yang dilalui Sungai
Citarum dilanda banjir.
2) Para guru-guru sekolah dasar hadir dalam
pertemuan itu.
Kata sejumlah dan para dalam bahasa Indonesia
sebenarnya sudah mengandung makna jamak. Begitu juga
halnya dengan bentuk ulang desa-desa dan guru-guru.
Oleh karena itu, jika keduanya digunakan secara bersama-
sama, salah satunya akan menjadi mubazir, seperti yang
tampak pada contoh (1) dan (2).
Agar tidak mubazir, kata-kata yang sudah menyatakan
makna jamak itu hendaknya tidak diikuti bentuk ulang
yang juga menyatakan makna jamak. Atau, jika bentuk
ulang itu digunakan, kata-kata yang sudah menyatakan
makna jamak itu harus dihindari pemakaiannya.
a. Penggunaan Kata yang Bersinonim
Penggunaan kata yang bersinonim atau
kata yang mempunyai kemiripan makna yang
dilakukan secara ganda juga dapat menyebabkan
kemubaziran. Beberapa contohnya dapat
diperhatikan pada kalimat berikut.
1) Kita harus bekerja keras agar supaya dapat
mencapai cita-cita.
2) Generasi muda adalah merupakan penerus
perjuangan bangsa.

Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi 163


Kata agar dan supaya serta adalah dan
merupakan masing-masing mempunyai makna
dan fungsi yang bermiripan. Kata agar dan
supaya masing-masing mempunyai makna yang
bermiripan, yakni menyatakan ‘tujuan’ atau
‘harapan’. Di samping itu, fungsinya pun sama,
yaitu sebagai ungkapan atau kata penghubung.
Kata adalah dan merupakan juga mempunyai
fungsi yang sama, yaitu sebagai penanda
predikat. Oleh karena itu, jika digunakan secara
berpasangan, salah satu di antara pasangan kata
tersebut menjadi mubazir. Agar tidak menimbulkan
kemubaziran, kata-kata yang berpasangan itu
sebenarnya cukup digunakan salah satu saja, tidak
perlu kedua-duanya.
b. Penggunaan Kata yang Bermakna Saling
Penyebab kemubaziran yang ketiga adalah
penggunaan makna kesalingan (resiprokal) secara
ganda. Makna kesalingan yang dimaksudkan di
sini adalah makna yang menyatakan tindakan
berbalasan. Jadi, pelaku tindakan itu setidak-
tidaknya ada dua orang atau lebih. Jika tindakan
itu hanya dilakukan oleh satu orang, dapat
dikatakan bahwa hal itu tidak tepat karena
tindakan berbalasan tidak dapat hanya dilakukan
oleh satu orang. Misalnya:
1) Ia berjalan bergandengan (?)
Tindakan bergandengan, dari segi
pengalaman, tidak mungkin hanya dilakukan

164 Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi


oleh satu orang karena tindakan itu, paling
tidak, melibatkan orang yang menggandeng
dan orang yang digandeng. Kalau hanya
dilakukan satu orang, penggunaan kata
bergandengan tentu tidak cermat.
2) Walaupun perjanjian gencatan senjata sudah
ditandatangani, saling tembak-menembak
antara kedua belah pihak tetap sulit dihindari.
Kata saling seperti yang terdapat pada
kalimat (2) sebenarnya sudah menyatakan
tindakan ‘berbalasan’. Begitu juga halnya
dengan bentuk ulang tembak-menembak.
Oleh karena itu, penggunaan kata saling
secara bersama-sama dengan bentuk ulang
yang menyatakan tindakan ‘berbalasan’ dapat
menyebabkan salah satunya menjadi mubazir.
Dengan demikian, agar tidak mubazir, kata
saling tidak perlu lagi diikuti bentuk ulang yang
menyatakan tindakan berbalasan. Sebaliknya,
kalau bentuk ulang sudah digunakan, kata
saling tidak perlu disertakan.
c. Penggunaan Kata yang Tidak Sesuai dengan
Konteks
Penyebab kemubaziran berikutnya lebih
banyak ditentukan oleh konteks pemakaiannya
di dalam kalimat. Beberapa contohnya dapat
diperhatikan pada kalimat berikut.
1) Pertemuan kemarin membahas tentang
masalah disiplin pegawai.

Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi 165


2) Maksud daripada kedatangan saya ke sini
adalah untuk bersilaturahmi.
3) Kursi ini terbuat daripada kayu.
Kata tentang pada kalimat (1) dan kata
daripada pada kalimat (2) sebenarnya mubazir
karena berdasarkan konteksnya kehadiran kata
itu pada kalimat di atas tidak diperlukan. Karena
tidak diperlukan, kata tentang dan daripada
dapat dilepaskan dari kalimat yang bersangkutan.
Sementara itu, penggunaan kata daripada dalam
kalimat (3) tidak tepat karena kata tersebut
mengandung makna perbandingan, sedangkan
konteks kalimat (3) tidak memerlukan kata itu
karena tidak menyatakan perbandingan. Kata yang
diperlukan dalam kalimat itu adalah kata yang
menyatakan makna ‘asal’. Makna ini terkandung
dalam kata dari, bukan daripada. Oleh karena itu,
pada kalimat (3) kata daripada harus digantikan
dengan kata dari.
3. Keserasiaan
Keserasian dalam pemilihan kata berkaitan dengan
kemampuan menggunakan kata-kata yang sesuai
dengan konteks pemakaiannya. Konteks pemakaian
yang dimaksud dalam hal ini erat kaitannya dengan
faktor kebahasaan dan faktor nonkebahasaan.
a. Faktor Kebahasaan
Faktor kabahasaan yang perlu diperhatikan
sehubungan dengan pemilihan kata, antara lain,
adalah sebagai berikut.

166 Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi


1) Penggunaan kata yang sesuai dengan konteks
kalimat
2) Penggunaan bentuk gramatikal
3) Penggunaan idiom
4) Penggunaan ungkapan idiomatis
5) Penggunaan majas
6) Penggunaan kata yang lazim
Beberapa faktor kebahasaan tersebut secara
ringkas akan dibahas pada bagian berikut ini.
1) Penggunaan Kata yang Sesuai dengan Konteks
Kalimat
Dalam sebuah kalimat kata yang satu
dan kata yang lain harus memperlihatkan
hubungan yang serasi secara semantis.
Contoh dapat dilihat pada kalimat berikut.
a) Tujuan daripada penelitian ini adalah
sebagai berikut.
Kalimat tersebut bukanlah kalimat
yang menyatakan ‘perbandingan’. Oleh
karena itu, penggunaan kata daripada
pada kalimat tersebut tidak sesuai
sehingga fungsinya pun tidak ada.
2) Penggunaan Bentuk Gramatikal
Istilah gramatikal tidak hanya digunakan
dalam struktur kalimat, tetapi dapat juga
digunakan dalam struktur kata. Dalam hal
ini, yang dimaksud dengan bentuk gramatikal

Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi 167


suatu kata adalah kelengkapan suatu bentuk
kata berdasarkan imbuhannya. Perhatikan
contohnya pada kalimat berikut.
a) Para peserta upacara sudah kumpul di
lapangan.
b) Sampai jumpa lagi pada kesempatan
yang lain.
Jika digunakan di dalam komunikasi yang
resmi, bentuk kata kumpul pada kalimat (a)
dan jumpa pada kalimat (b) dianggap tidak
gramatikal karena strukturnya tidak lengkap.
Agar gramatikal, bentuk kedua kata tersebut
harus dilengkapi, yaitu dengan menambahkan
imbuhan ber- sehingga menjadi berkumpul
dan berjumpa, seperti yang tampak pada
perbaikannya berikut ini.
a) Para peserta upacara sudah berkumpul
di lapangan.
b) Sampai berjumpa lagi pada kesempatan
yang lain.
3) Penggunaan Idiom
Idiom adalah dua buah kata atau lebih
yang maknanya tidak dapat dijabarkan dari
makna unsur-unsur pembentuknya. Misalnya,
banting tulang seperti yang terdapat pada
kalimat di bawah ini.
a) Orang tua itu sampai membanting tulang
untuk membiayai kedua anaknya.

168 Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi


Makna gabungan kata membanting
tulang pada kalimat tersebut adalah
‘bekerja keras’. Makna itu tidak
dapat dijabarkan dari unsur-unsur
pembentuknya, baik dari unsur
membanting maupun unsur tulang. Oleh
karena itu, ungkapan tersebut disebut
idiom. Beberapa idiom yang lain dapat
dilihat di bawah ini.
kambing hitam ‘pihak yang dipersalahkan’
naik daun ‘kariernya sedang menanjak’
kembang desa ‘gadis tercantik’
mata keranjang ‘lelaki yang suka
menggoda wanita’
biang keladi ‘orang yang menjadi sumber
masalah’
Di dalam pemilihan kata, idiom
tersebut dapat digunakan sesuai dengan
konteks pemakaiannya. Terkait dengan itu,
tulisan akademis biasanya sangat jarang
menggunakan idiom-idiom semacam itu.
Sebaliknya, dalam seni sastra idiom-idiom
semacam itu cukup banyak digunakan
untuk memperindah ungkapan.
4) Penggunaan Ungkapan Idiomatis
Secara harfiah, istilah idiomatis bermakna
‘bersifat seperti idiom’. Sehubungan dengan
itu, yang dimaksud dengan ungkapan

Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi 169


idiomatis adalah dua buah kata atau lebih
yang sudah menjadi satu kesatuan dalam
mengungkapkan makna. Oleh karena itu,
ungkapan tersebut harus digunakan secara
utuh, dalam arti tidak boleh dihilangkan salah
satunya.
Beberapa ungkapan idiomatis dalam
bahasa Indonesia adalah sebagai berikut.
sesuai dengan
sehubungan dengan
berkaitan dengan
bergantung pada
tergantung pada
terdiri atas
Terkait dengan hal tersebut, kata kedua
dari ungkapan idiomatis tersebut, yaitu
dengan, atas, dan pada, sering dihilangkan
oleh pemakai bahasa karena dianggap
tidak mendukung makna. Dalam arti, tanpa
kata kedua itu pun maknanya dianggap
sudah jelas. Meskipun tidak mendukung
makna, kata kedua dari ungkapan itu tidak
seharusnya dihilangkan karena keduanya
sudah merupakan satu kesatuan.
5) Penggunaan Majas
Majas adalah kiasan atau cara melu-
kiskan sesuatu dengan menyamakan atau
membandingkan dengan sesuatu yang lain.

170 Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi


Jenis majas yang lazim digunakan dalam pe-
makaian bahasa adalah sebagai berikut.
a) Perbandingan (personifikasi, metafora,
asosiasi)
b) Pertentangan (litotes, hiperbola)
c) Sindiran (ironi, sinisme, sarkasme)
d) Penegasan (pleonasme, aliterasi)
Beberapa majas tersebut dapat dipilih
dan digunakan sesuai dengan konteks
pemakaiannya yang tepat.
6) Penggunaan Kata yang Lazim
Faktor kebahasaan lain yang perlu
dipertimbangkan dalam pemilihan kata
adalah kelaziman kata-kata yang harus dipilih.
Dalam hal ini, yang dimaksud kata yang lazim
adalah kata yang sudah biasa digunakan
dalam komunikasi, baik lisan maupun tulis.
Kata yang lazim juga berarti kata yang sudah
dikenal atau diketahui secara umum. Dengan
demikian, penggunaan kata yang lazim
dapat mempermudah pemahaman pembaca
terhadap informasi yang disampaikan.
Sebaliknya, penggunaan kata yang tidak/
kurang/belum lazim dapat mengganggu
kejelasan informasi yang disampaikan karena
pembaca atau pendengar belum memahami
benar maknanya. Oleh karena itu, penggunaan
kata yang tidak/belum lazim hendaknya

Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi 171


dihindari. Atau, jika kata itu akan digunakan,
penggunaannya harus disertai keterangan
penjelas. Jika perlu, keterangan penjelas itu
dapat dicantumkan pada catatan kaki agar
penjelasannya dapat lebih leluasa.
Sebagai contoh, kata besar dalam bahasa
Indonesia bersinonim dengan kata raya,
agung, dan akbar. Sungguhpun demikian,
kelaziman pemakaian kata-kata itu berbeda-
beda. Dalam ungkapan jalan raya misalnya,
kata jalan selain lazim digunakan bersama
kata raya, lazim pula digunakan bersama
kata besar. Namun, kata agung dan akbar
tidak lazim digunakan secara bersama-sama
dengan kata jalan. Dengan demikian, kalau
diringkaskan, kelaziman itu tampak seperti
berikut.
jaksa agung
*akbar
*besar
*raya
guru besar
*agung
*akbar
*raya

b. Faktor Nonkebahasaan
Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya,
kriteria keserasian dalam pemilihan kata berkaitan

172 Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi


pula dengan faktor di luar masalah bahasa. Faktor
nonkebahasaan yang perlu diperhatikan dalam
pemilihan kata agar serasi, antara lain, adalah
sebagai berikut. (1) Situasi pembicaraan, (2)
Mitra bicara/lawan bicara, (3) Sarana bicara, (4)
Kelayakan geografis dan (5) Kelayakan temporal.
1) Situasi Komunikasi
Situasi komunikasi atau situasi
pembicaraan dalam hal ini menyangkut
situasi resmi dan situasi yang tidak resmi.
Dalam situasi pembicaraan yang resmi bahasa
yang digunakan harus dapat mencerminkan
sifat keresmian itu, yakni bahasa yang baku.
Kebakuan yang dimaksudkan itu harus
meliputi seluruh aspek kebahasaan yang
digunakan, baik bentuk kata, pilihan kata,
ejaan, maupun susunan kalimatnya.
Kata Baku Kata Tidak Baku
metode methode, metoda
teknik tehnik, technik
sistem sistim
persen prosen
persentase prosentase
kuitansi kwitansi
kualitas kwalitas
risiko resiko
Kata-kata yang termasuk dalam daftar
baku di atas itulah yang harus dipilih dalam

Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi 173


pemakaian bahasa yang resmi. Dengan
demikian, dapat dipahami bahwa kata-kata
yang tergolong tidak baku hendaknya dihindari
pemakaiannya dalam situasi komunikasi yang
resmi. Selain itu, dalam situasi pemakaian
bahasa yang resmi, hendaknya penggunaan
kata-kata kiasan, prokem, dan slang juga
dihindari.
2) Mitra bicara/ lawan bicara
Berkenaan dengan faktor nonkebahasaan
yang berupa mitra bicara atau lawan bicara,
hal-hal yang perlu diperhatikan meliputi: (a)
siapa mitra bicara, (b) bagaimana kedudukan/
status sosial, dan (c) seberapa dekat hubungan
pembicara dan mitra bicara (akrab atau tidak
akrab).
3) Sarana bicara
Faktor nonkebahasaan lain yang juga perlu
diperhatikan adalah sarananya berbahasa,
yakni lisan atau tulis. Bahasa yang digunakan
secara lisan juga memiliki perbedaan dengan
bahasa yang digunakan secara tertulis. Dalam
bahasa lisan informasi yang disampaikan
dapat diperjelas dengan penggunaan
intonasi, gerakan anggota tubuh, atau jeda
dalam pembicaraan. Hal-hal yang dapat
memperjelas informasi dalam bahasa lisan itu
tidak terdapat pada bahasa tulis. Oleh karena
itu, unsur-unsur kebahasaan yang digunakan

174 Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi


pada ragam tulis dituntut lebih lengkap agar
dapat mendukung kejelasan informasi. Selain
itu, penggunaan tanda bacanya pun harus
lengkap. Jika unsur-unsur kebahasaan itu
tidak lengkap, ada kemungkinan informasi
yang disampaikan pun tidak dapat dipahami
secara tepat.
Beberapa faktor nonkebahasaan yang
telah disebutkan di atas, sebagai bagian
dari tradisi yang melingkupi kehidupan
masyarakat, mau tidak mau, berpengaruh
pula dalam pemakaian bahasa karena bahasa
pada dasarnya juga merupakan bagian dari
kehidupan masyarakat. Dengan demikian,
faktor-faktor nonkebahasaan itu, baik yang
menyangkut situasi, mitra bicara, maupun
sarana berbahasa, harus pula dipertimbangkan
dalam pemilihan kata khususnya dan
penggunaan bahasa pada umumnya.
4) Kelayakan geografis
Dalam kaitannya dengan pemilihan
kata, yang dimaksud kelayakan geografis
adalah kesesuaian antara kata-kata yang
dipilih untuk digunakan dan kelaziman
penggunaan kata-kata tertentu pada suatu
daerah. Dengan demikian, ketika akan
menggunakan suatu kata, pemakai bahasa
harus mempertimbangkan apakah kata-kata
yang akan digunakan itu layak digunakan di

Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi 175


daerah itu atau tidak. Hal itu karena di suatu
daerah biasanya ada kata-kata tertentu
yang dianggap tabu untuk digunakan dalam
komunikasi umum.
Di wilayah Kalimantan, misalnya, kata
butuh mengandung makna tertentu,
yakni alat kelamin laki-laki, sehingga tidak
seharusnya digunakan dalam komunikasi
umum. Oleh karena itu, pemakai bahasa
hendaknya menghindari penggunaan kata
itu. Sebagai penggantinya, kata butuh dapat
diganti dengan kata perlu jika digunakan di
wilayah itu. Di daerah yang lain pun tidak
tertutup kemungkinan adanya kata-kata yang
dianggap tabu seperti itu. Oleh karena itu,
pemakai bahasa diharapkan dapat memahami
kata-kata tertentu yang dianggap tabu.
Hal itu dimaksudkan agar pemakai bahasa
dapat menggunakannya dalam konteks
yang memang sesuai sehingga terhindar dari
penggunaan kata yang tidak pada tempatnya.
5) Kelayakan temporal
Kelayakan temporal yang dimaksud
dalam hal ini adalah kesesuaian antara
kata-kata yang dipilih untuk digunakan dan
zaman penggunaan kata-kata tertentu pada
suatu masa. Dengan demikian, ketika akan
menggunakan suatu kata, pemakai bahasa
harus mempertimbangkan apakah kata-kata

176 Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi


yang akan digunakan itu layak pada zaman
tertentu atau tidak. Hal itu karena pada masa
tertentu ada sejumlah kata atau istilah yang
lazim digunakan, tetapi kata atau istilah itu
tidak lazim pada masa yang lain.
Pada masa orde lama, misalnya, ada kata-
kata tertentu yang lazim digunakan pada masa
itu. Kata gestapu, misalnya, juga kata ganyang,
berdikari, dan antek lazim digunakan pada
masa orde lama. Adapun pada masa orde baru
kita mengenal kata seperti kelompencapir,
anjangsana, dan ABRI masuk desa.
Pada awal abad ke-20 kita juga mengenal
ada kata syahdan, hulubalang, alkisah, hikayat,
dan sebagainya. Kata-kata seperti itu tentu
tidak relevan lagi jika digunakan pada masa
sekarang. Dengan kata lain, kata-kata seperti
itu hanya layak digunakan pada zamannya,
dan tidak layak digunakan pada masa
sekarang. Kelayakan temporal seperti itu juga
perlu dipertimbangkan dalam memilih kata.

C. Pilihan Kata yang Tidak Tepat


Sehubungan dengan pemilihan kata, berikut ini akan
diberikan beberapa contoh pilihan kata dan pemakaiannya
yang kurang/tidak tepat beserta alternatif perbaikannya.
1. Pemakaian Kata Ganti Saya, Kita, dan Kami
Kata ganti atau pronomina saya, kita, dan kami
sering digunakan secara tidak tepat. Dikatakan tidak

Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi 177


tepat karena ketiga kata ganti itu pemakaiannya sering
dikacaukan. Di satu pihak, kata kita sering digunakan
sebagai pengganti saya dan, di pihak lain, kata saya
pun tidak jarang digantikan dengan kata kami.
Pengacauan pemakaian kata kita dan saya
umumnya terjadi dalam ragam lisan, yang terpengaruh
oleh dialek Jakarta atau bahasa daerah tertentu. Dalam
ragam lisan itu kata kita sering digunakan sebagai
pengganti orang pertama tunggal (saya).
Contohnya: Kemarin waktu kita pulang sekolah, dia
sudah ada di sini.
Kata kita sebenarnya merupakan kata ganti orang
pertama jamak, yaitu yang meliputi pembicara dan
lawan bicara, sedangkan kata saya merupakan kata
ganti orang pertama tunggal, yang hanya meliputi
pembicara. Karena perbedaan itu, pemakaian kata kita
sebagai pengganti kata saya tidak dapat dibenarkan,
terutama jika digunakan dalam ragam resmi, baik
lisan maupun tulis. Jika yang dimaksud kita adalah
pembicara atau saya, seharusnya kalimat itu diubah
menjadi seperti berikut.
Kemarin waktu saya pulang sekolah, dia sudah ada
di sini.
Jika dipandang dari segi penggunaan kata
gantinya, kalimat perbaikan itu sudah benar. Namun,
tingkat kebakuannya masih relatif rendah karena
bentukan kata waktu dan ada belum lengkap. Jika
digunakan dalam ragam resmi, baik lisan maupun tulis,

178 Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi


kata waktu dan ada harus dilengkapi, yaitu menjadi
sewaktu (yang berpadanan dengan ketika) dan berada
berada, sehingga kalimat tersebut menjadi seperti
berikut.
Kemarin sewaktu (ketika) saya pulang sekolah, dia
sudah berada di sini.
Berbeda dengan itu, dalam suatu karya tulis atau
dalam surat-menyurat kata saya, yang merupakan
pengganti penulis, sering digantikan dengan kata
kami. Penggantian itu sering dimaksudkan untuk
menghormati pembaca atau untuk merendahkan diri
(penulis). Dalam kaitan itu, penggunaan kata kami
sebagai pengganti penulis pada dasarnya juga tidak
dapat dibenarkan dari segi bahasa, kecuali kalau
penulisnya memang lebih dari satu.
Dalam surat-menyurat, misalnya, kata kami dan
saya memang dapat digunakan, tetapi pemakaiannya
berbeda. Jika penulis surat mewakili kelompok atau
lembaga, pemakaian kata kami memang tepat. Namun,
jika penulis surat hanya mewakili dirinya sendiri, tidak
mewakili siapa pun, penggunaan kata kami tidak tepat
karena kami merupakan kata ganti orang pertama
jamak. Dalam hal itu, jika hanya mewakili dirinya
sendiri, lebih tepat penulis surat menggunakan kata
saya, bukan kami.
2. Pemakaian Kata Kebijakan dan Kebijasanaan
Kata kebijakan dan kebijaksanaan keduanya
merupakan bentukan kata yang benar dan baku.

Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi 179


Namun, penggunaan keduanya berbeda. Kata
kebijakan digunakan untuk menyatakan hal-hal
yang menyangkut masalah politik atau strategi
kepemimpinan dalam pengambilan putusan.
Contohnya:
Berdasarkan kebijakan pemerintah dalam bidang
pariwisata, tahun 2012 dicanangkan sebagai Tahun
Kunjungan Indonesia.
Berbeda dengan itu, penggunaan kata
kebijaksanaan lazimnya berkaitan dengan masalah
kearifan atau kepandaian seseorang dalam
menggunakan akal budinya. Misalnya:
a. Para orang tua diharapkan dapat mendidik anak-
anaknya secara bijaksana.
b. Berkat kebijaksanaan orang tuanya, Yuli akhirnya
diizinkan mengikuti kursus komputer.
Dalam hubungan itu, kata kebijakan berpadanan
dengan kata asing policy, sedangkan kebijaksanaan
berpadanan dengan kata asing wisdom.
3. Pemakaian Kata Mantan dan Bekas
Kata mantan dan bekas sebenarnya memiliki
pengertian yang sama, yaitu tidak berfungsi lagi.
Kedua kata itu merupakan padanan kata asing ex
(Inggris). Namun, kata bekas cenderung mengandung
konotasi yang negatif, terutama jika digunakan untuk
mengacu pada orang. Oleh karena itu, kata mantan
kemudian dipilih sebagai penggantinya. Penggunaan
kata mantan, dengan demikian, untuk menghilangkan

180 Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi


konotasi yang negatif itu dengan maksud untuk
menghormati orang yang diacu. Karena demikian,
penggunaannya pun berkenaan dengan orang yang
dihormati, yang pernah memangku jabatan dengan
baik, atau yang pernah mempunyai jabatan/profesi
yang luhur. Misalnya:
mantan menteri
mantan gubernur
mantan camat
mantan kepala desa
mantan kepala biro
Adapun kata bekas penggunaannya hanya
dilazimkan untuk menyebut barang-barang yang
sudah tidak terpakai lagi atau orang yang tidak harus
dihormati. Misalnya:
bekas mobil
bekas tempat
rokok bekas
pencuri bekas perampok
4. Pemakaian Kata Jam dan Pukul
Kata jam dan pukul sering pula dikacaukan
pemakaiannya dan tidak jarang dianggap sama.
Padahal, kedua kata itu pada dasarnya mengandung
makna yang berbeda. Kata jam selain menyatakan
makna ‘durasi atau jangka waktu’, juga menyatakan
makna ‘arloji’ atau ‘alat penunjuk waktu’, sedangkan
kata pukul menyatakan ‘waktu atau saat’. Dengan

Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi 181


demikian, jika yang ingin diungkapkan adalah ‘waktu’,
kata yang harus digunakan adalah pukul. Misalnya:
a. Mereka akan berangkat pada pukul 09.30.
b. Rapat itu akan diselenggarakan pada pukul 10.00.
Sebaliknya, jika yang ingin diungkapkan itu ‘durasi
atau ‘jangka waktu’, kata yang harus digunakan adalah
jam. Misalnya:
Para pekerja di Indonesia rata-rata bekerja selama
delapan jam sehari.
Selain digunakan untuk menyatakan ‘durasi
atau jangka waktu’, kata jam juga digunakan untuk
mengacu pada benda penunjuk waktu atau arloji. Jadi,
jam juga bersinonim dengan arloji.
5. Pemakaian Kata Dari dan Daripada
Kata dari dan daripada pemakaiannya berbeda.
Perbedaan itu disebabkan oleh maknanya yang tidak
sama. Kata dari lazimnya digunakan untuk menyatakan
makna ‘asal’, baik ‘asal tempat’ maupun ‘asal bahan’.
Misalnya:
a. Mereka baru pulang dari Yogyakarta.
b. Meja ini terbuat dari marmer
Pada kalimat (a) kata dari menyatakan makna
‘asal tempat’, sedangkan pada kalimat (b) kata dari
menyatakan makna ‘asal bahan’. Berbeda dengan kata
dari, kata daripada hanya digunakan untuk menyatakan
perbandingan, seperti yang dapat diperhatikan pada
contoh berikut.

182 Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi


a. Ali lebih pandai daripada Temon.
b. Gunung Himalaya lebih tinggi daripada Gunung
Kelud.
Pada kalimat semacam (c) dan (d) pemakai bahasa
kadang-kadang menggunakan kata dari sebagai
padanan daripada, seperti yang dapat diperhatikan
pada contoh berikut.
a. Kota Jakarta lebih besar dari kota Bandung.
b. New York lebih jauh dari London.
Penggunaan kata dari sebagai pengganti daripada
seperti pada contoh tersebut tentu tidak tepat karena,
baik fungsi maupun maknanya, kedua kata itu berbeda.
Kenyataan lain yang sering dijumpai dalam pemakaian
bahasa adalah bahwa kata daripada cukup sering
digunakan secara tidak tepat. Misalnya:
a. Disiplin kerja merupakan pangkal daripada
produktivitas.
b. Seluruh biaya daripada pembangunan masjid itu
ditanggung oleh masyarakat.
Penggunaan kata daripada pada kedua
kalimat tersebut tidak tepat karena selain kata
itu tidak diperlukan dalam kalimat tersebut, juga
karena kata itu tidak digunakan untuk menyatakan
perbandingan. Kalimat itu akan menjadi tepat jika
tidak menggunakan kata daripada. Perhatikan
perbaikannya berikut ini.
1) Disiplin kerja merupakan pangkal produkti-
vitas.

Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi 183


2) Seluruh biaya pembangunan masjid itu
ditanggung (oleh) masyarakat.
6. Pemakaian Kata Adalah dan Yaitu
Pemakaian kata adalah dan yaitu dalam
penggunaan bahasa Indonesia tidak jarang kata adalah
dan yaitu penggunaannya dipertukarkan. Dalam posisi
kata adalah orang sering menggunakan kata yaitu,
begitu pula sebaliknya. Misalnya:
a. Logam yaitu suatu benda yang dapat memuai jika
dipanaskan.
Penggunaan kata yaitu pada kalimat (a) tidak
tepat karena pada posisi kata itu yang diperlukan
adalah kata yang berfungsi predikatif. Dalam hal
ini, kata yang memiliki fungsi predikatif adalah
ialah atau adalah, bukan yaitu. Contohnya:
1) Logam adalah suatu benda yang dapat
memuai jika dipanaskan.
2) Logam ialah suatu benda yang dapat memuai
jika dipanaskan.
Jika penggunaannya dicermatkan, kata adalah
dan ialah juga berbeda dalam penggunaannya.
Kata adalah digunakan untuk menjelaskan,
sedangkan ialah digunakan untuk mendefinisikan.
Lalu, bagaimana penggunaan kata yaitu? Kata
yaitu berfungsi untuk menerangkan. Oleh karena
itu, penggunaannya yang tepat adalah pada akhir
kalimat yang sudah lengkap dan perlu diberi
keterangan. Contohnya:

184 Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi


1) Ada dua hal yang menyebabkan kenaikan
harga kebutuhan pokok, yaitu persediaan
yang semakin tipis dan kenaikan harga BBM.
2) Ada dua hal yang menyebabkan kenaikan
harga kebutuhan pokok, yakni persediaan
yang semakin tipis dan kenaikan harga BBM.
Dalam kaitan itu, penggunaan kata yaitu
sama dengan kata yakni. Oleh karena itu, pada
kalimat (1) kata yaitu dapat diganti dengan yakni
(2). Dalam posisi kata yakni dan yaitu, kata
misalnya dan antara lain juga sering digunakan.
Namun, kedua kata itu penggunaannya berbeda
dengan kata yakni dan yaitu. Tempatnya memang
sama, yaitu sesudah sebuah kalimat itu lengkap
dan berfungsi untuk memberi keterangan.
Meskipun demikian, fungsinya berbeda. Kata
yaitu dan yakni digunakan untuk menyebutkan
seluruhnya, sedangkan kata misalnya dan antara
lain digunakan untuk menyebutkan sebagian dari
jumlah yang lebih banyak. Contohnya:
1) Banyak hal yang menyebabkan kenaikan harga
kebutuhan pokok, antara lain persediaan
barang yang semakin tipis dan kenaikan harga
BBM.
2) Ada beberapa hal yang menyebabkan
kenaikan harga kebutuhan pokok, misalnya
persediaan barang yang semakin tipis dan
kenaikan harga BBM.

Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi 185


Dengan memperhatikan beberapa
contoh tersebut, pemakai bahasa diharapkan
dapat memilih kata secara cermat sehingga
dapat mendukung makna yang tepat dan
mengungkapkan informasi secara akurat.

186 Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi


BAB IX
RUANG LINGKUP KARYA ILMIAH

Rita Kumala Sari, M.Pd.


Universitas Borneo Tarakan

A. Pengertian dan Ruang Lingkup Karya Ilmiah


Karya ilmiah merupakan karya tulis yang menyajikan
gagasan, deskripsi atau pemecahan masalah secara
sistematis, disajikan secara objektif dan jujur, dengan
menggunakan bahasa baku, serta didukung oleh fakta,
teori, dan atau bukti-bukti empirik. Menurut (Achmad &
Alek, 2016 : 99) Karya ilmiah didefinisikan sebagai karya
tulis yang memaparkan ide atau gagasan, pendapat,
tangapan, Fakta, dan hasil penelitian yang berhubungan
dengan segala kegiatan keilmuan dan menggunakan
ragam bahasa keilmuan.
Suyitno (2012:1-2) karya ilmiah adalah karya tulis
yang disusun atau dikembangkan berdasarkan prosedur
ilmiah. Dalam menulis ilmiah, penulis berada dalam situasi
formal ilmiah. Lingkungan tempat menulis ilmiah adalah
lingkungan masyarakat akademik. Pembaca tulisan ilmiah
adalah ilmuwan. Karena itu, dalam menulis karya ilmiah
penulis harus benar-benar memiliki kecenderungan untuk
bersikap ilmiah. Yang dimaksud dengan kecenderungan
sikap ilmiah antara lain: (a) kecenderungan ingin
mengetahui dan memahami topik yang ditulis secara

Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi 187


utuh, (b) kecenderungan untuk mempertanyakan dan
menemukan jawaban atas masalah yang ditulisnya, (c)
kecenderungan untuk mencari data dan makna dari masalah
yang dibahas, (d) kecenderungan untuk selalu memenuhi
tuntutan ilmiah yang berkaitan dengan pengujian hipotesis,
(e) kecenderungan untuk selalu berupaya menerapkan
logika secara benar dalam pengembangan karyanya, dan
(f) kecenderungan untuk membiasakan bersikap cermat
dalam memeriksa kembali pokok-pokok pikiran yang
dikembangkan menjadi karya ilmiah.

B. Karakteristik dan Syarat Karya Ilmiah


Menurut (Wardani, 2011: 21) mengemukakan bahwa
ciri-ciri dari sebuah karya ilmiah dapat dikaji minimal
menjadi empat aspek, yaitu struktur sajian, komponen dan
substansi, sikap penulis, serta penggunaan bahasa. Struktur
sajian karya ilmiah sangat ketat, biasanya terdiri dari bagian
awal (pendahuluan), bagian inti (pokok pembahasan), dan
bagian penutup. Bagian awal merupakan pengantar ke
bagian inti, sedangkan inti merupakan sajian gagasan pokok
yang ingin disampaikan yang dapat terdiri dari beberapa
bab atau subtopik. Bagian penutup merupakan simpulan
pokok pembahasan serta rekomendasi penulis tentang
tindak lanjut gagasan tersebut. Komponen karya ilmiah
bervariasi sesuai dengan jenisnya, namun semua karya
ilmiah mengandung pendahuluan, bagian inti, penutup,
dan daftar pustaka. Artikel ilmiah yang dimuat dalam jurnal
mempersyaratkan adanya abstrak. Sikap penulis dalam
karya ilmiah adalah objektif, yang disampaikan dengan

188 Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi


menggunakan gaya bahasa impersonal, dengan banyak
menggunakan bentuk pasif, tanpa menggunakan kata
ganti orang pertama atau kedua. Bahasa yang digunakan
dalam karya ilmiah adalah bahasa baku yang tercermin
dari pilihan kata/istilah, dan kalimatkalimat yang efektif
dengan struktur yang baku. Secara lengkap, karakteristik
Karya ilmiah adalah sebagai berikut:
1. Mengacu kepada teori. Artinya karangan ilmiah wajib
memiliki teori yang dijadikan sebagai landasan berpikir
atau kerangka pemikiran atau acuan dalam pembahasan
masalah. Fungsi teori adalah: - Tolak ukur pembahasan
dan penjawaban persoalan - Dijadikan data sekunder
/ data penunjang (data utama; fakta) - Digunakan
untuk menjelaskan, menerangkan, mengekspos
dan mendeskripsikan suatu gejala,Digunakan untuk
mendukung dan memperkuat pendapat penulis.
2. Berdasarkan Fakta. Artinya setiap informasi dalam
kerangka ilmiah selalu apa adanya,sebenarnya dan
konkret.
3. Logis. Artinya setiap keterangna dalam kerangka
ilmiah selalu dapat ditelusuri, diselidiki dan diusut
alasan-alasannya, rasional dan dapat diterima akal.
4. Objektif. Artinya dalam kerangka ilmiah semua
keterangan yang diungkapkan tidak pernah subjektif,
senantiasa faktual dan apa adanya, serta tidak
diintervensi oleh kepentingan baik pribadi maupun
golongan.
5. Sistematis. Baik penulisan/penyajian maupun
pembahasan dalam karangan ilmiah disajikan secara

Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi 189


rutin, teratur, kronologis, sesuai dengan prosedur dan
sistem yang berlaku, terurut dan tertib.
6. Sahih/valid. Artinya baik bentuk maupun isi karangan
ilmiah sudah sah dan benar menurut aturan ilmiah
yang berlaku.
7. Jelas. Artinya setiap informasi dalam karangan
ilmiah diungkapkan sejernih-jernihnya, gamblang,
dan sejelas-jelasnya sehingga tidak menimbulkan
pertanyaan dan keraguan-raguan dalam benak
pembaca.
8. Seksama. Baik penyajian maupun pembahasan dalam
karangan ilmiah dilakukan secara cermat, teliti, dan
penuh kehati-hatian agar tidak mengandung kesalahan
betapapun kecilnya.
9. Tuntas. Pembahasan dalam karangan ilmiah harus
sampai ke akar-akarnya.Jadi, supaya karangan tuntas,
pokok masalah harus dibatasi tidak boleh terlalu luas.
10. Bahasa Baku. Bahasa dalam kerangka ilmiah harus baku
artinya harus sesuai dengan bahasa yamg dijadikan
tolak ukur/standar bagi betul tidaknya penggunaan
bahasa.
11. Penulisan sesuai dengan aturan standar (nasional/
internasional). Akan tetapi, tata cara penulisan laporan
yang berlaku di lembaga tempat penulis bernaung
tetap harus diperhatikan

190 Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi


C. Macam-Macan Karya Ilmiah
Beberapa jenis karya ilmiah yang paling banyak
diterbitkan oleh manusia adalah sebagai berikut:
1. Makalah
Makalah merupakan karya ilmiah yang menyajikan
sebuah masalah yang penyelesaianya mengandalkan
berbagai macam data yang ada di lapangan. Karya
ilmiah ini bersifat empiris dan juga objektif. Dalam
penyajiannya, makalah biasanya dipresentasikan
dalam sebuah kegiatan seminar.
2. Artikel
Dalam konteks jurnalistik, pengertian karya
ilmiah artikel merupakan karya ilmiah yang memuat
pendapat subjektif pembuatnya mengenai sebuah
peristiwa ataupun masalah tertentu, sedangkan jika
dipandang dari sudut pandang ilmiah, artikel dapat
diartikan sebagaikarya tulis yang sengaja dirancang
untuk dimuat dalam jurnal ataupun kumpulan artikel
yang dibuat dengan memperhatikan kaidah penulisan
ilmiah dan
3. Skripsi
Skripsi merupakan karya ilmiah yang dibuat oleh
mahasiswa untuk bisa mendapatkan gelar sarjana
(S1). Skripsi memuat tulisan berisi pendapat penulis
dengan mengacu ataupun berdasarkan teori yang
telah diterbitkan sebelumnya.

Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi 191


4. Kertas Kerja
Kertas Kerja atau Work paper pada dasarnya sama
dengan makalah, namun dibuat dengan analisis yang
lebih mendalam dan tajam serta dipresentasikan pada
seminar atau lokakarya yang biasanya dihadiri oleh
ilmuwan.
5. Paper
Paper adalah sebutan khusus untuk makalah
di kalangan mahasiswa dalam kaitannya dengan
pembelajaran dan pendidikannya sebelum
menyelesaikan jenjang studi Diploma, S1, S2 dan atau
S3. Sistematika penulisannya pun sama dengan artikel
dan makalah, tergantung panduan yang berlaku di
perguruan tinggi yang bersangkutan.
6. Tesis
Tesis adalah karya tulis ilmiah mahasiswa untuk
menyelesaikan program studi S2 atau Pascasarjana
yang bersifat lebih mendalam dibandingkan dengan
skripsi. Tesis mengungkapkan pengetahuan baru yang
didapat dari penelitian yang dilakukan individu yang
bersangkutan dan mengikuti pedoman ilmiah yang
berlaku.
7. Disertasi
Disertasi atau Ph.D thesis diperuntukkan bagi
mahasiswa program S3 atau meraih gelar Doktor/Dr.
yang mengemukakan analisis yang dapat dibuktikan
oleh penulis berdasarkan dengan data dan fakta yang
sahih atau valid dengan analisis yang terinci. Disertasi

192 Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi


berisi suatu temuan penulis sendiri yang berupa
temuan orisinal.
Itulah sedikit informasi mengenai pengertian
karya ilmiah dan jenis-jenis karya ilmiah yang dapat
kami sampaikan untuk Anda. Semoga tulisan ini dapat
memberikan informasi dan juga pengetahuan yang
berguna dalam kehidupan Anda.

D. Bagian-Bagian Karya Ilmiah

1. Bab I Pendahuluan
a. Latar belakang masalah
Uraian singkat, jelas dan logis dari suatu
kegiatan ilmiah untuk menjelaskan alasan teoritik
serta faktual mengapa permasalahan tersebut
perlu dijawab melalui kegiatan penelitian.
b. Rumusan masalah
Pertanyaan kritis atau argumentasi yang
fleksibel yang diambil intinya dari pernyataan
umum dari masalah peneltian, sebagaimana
tercantum dalam latar belakang masalah. Rumusan
masalah selalu dibuat dalam bentuk pertanyaan
yang dapat dioperasikan dalam suatu penelitian.
c. Tujuan penelitian
Adalah uraiuan singkat serta jelas tentang
tujuan apa yang hendak dicapai dalam penelitian
tersebut.

Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi 193


d. Manfaat penelitian
Uraian tentang hasil karya ilmiah apa saja
yang diunggulkan dan dapat disumbangkan dari
hasil penelitian.

2. Bab II Kerangka teori


a. Landasan teori
Adalah seperangkat konsep batasan dan
proposisi yang dapat menyajikan suatu pandangan
sistematis, tentang fenomena dalam penelitian
dengan merinci hubungan antar variabel yang
bertujuan menjelaskan serta memprediksikan
fenomena tersebut.
b. Hipotesis penelitian
Adalah kesimpulan sementara kerangka
pemikiran seorang peneliti.

3. Bab III Metode penelitian


a. Jenis penelitian
1) Dari tujuan dasarnya
2) Dari tempat pelaksanaan penelitian
3) Dari tujuan umumnya
4) Dari sifat2 masalahnya
5) Dari ruang lingkup pengujiannya
b. Definisi konsep dan Operasional Variabel
Definisi konsep adalah konseptual tentang
variable penelitian sedangkan definisi operasional
variabel yang berisi penjelasan secara sistematik

194 Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi


dan operasional tentang bagaimana mengukur
variabel penelitian.
c. Populasi dan sampel penelitian
Populasi adalah keseluruhan dari subjek
penelitian yang akan diteliti sedangkan sampel
adalah sebagian subjek penelitian yang dijadikan
penelitian.
d. Jenis, sumber dan teori pengumpulan data
Uraian lengkap dan jelas tentang jenis data
yang digunakan dalam penelitian, serta bagaimana
cara mengumpulkan data tersebut.
e. Teknik analisis/pengujian data
Penjelasan tentang bagaimana caranya
pengolahan serta penganalisisan data penelitian
dilakukan.

4. Bab IV Pembahasan penelitian


a. Gambaran umum objek peneltian
Uraian secara umum objek penelitian yang
akan diteliti.
b. Deskripsi hasil penelitian
Uraian hasil penelitian berdasarkan hasil data
yang diperoleh dari lapangan.
c. Pengujian hipotesis
Uraian pemaparan data yang diperoleh dari
lapangan penelitian untuk menguji apakah data
yang didapat itu mendukung hipotesis yang ada

Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi 195


atau tidak. Jika mendukung berarti diterima jika
tidak berarti sebaliknya.
d. Interpelasi hasil pengujian hipotesis

5. Bab V Penutup
Bagian ini terdiri dari saran dan kesimpulan.Saran
merupakan pendapat penulis untuk kesempurnaan
penulisan karya tulis lebih lanjut dan juga dapat
merupakan masukan mengenai hasil temuan
penelitian, misalnya hasil penelitian menunjukkan
bahwa terdapat pengaruh negatif gadget terhadap
gaya belajar siswa, maka penulis dapat memberi saran
untuk pelajar mengatur waktu dengan bijak ketika
bermain gadget.

6. Daftar Pustaka
Daftar pustaka berisi tentang refensi-refensi yang
digunakan penulis sebagai bahan dasar penulisan
karya ilmiah. Referensi ini dapat berasal dari buku
ataupun website.

7. Lampiran
Lampiran merupakan bukti-bukti pendukung
atau otentik yang dilakukan saat penelitian, misalnya
angket penelitian, daftar pertanyaan wawancara, dan
hasil wawancara.

196 Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi


BAB X
TEKNIK PENGUTIPAN DAN DAFTAR
PUSTAKA

Tri Rahayu, M.Pd.I


STIT Misbahul Ulum Gumawang

Dalam menyusun suatu karangan ilmiah, unsur yang


tidak terlepas yaitu sumber/bahan karya ilmiah itu didapat.
Berbagai banyak sumber dalam menyusun karangan
ilmiah, selalu ada unsur dalam karangan tersebut, salah
satunya yakni kutipan dan daftar pustaka.
Kutipan dan daftar pustaka merupakan suatu
pembuktian yang berfungsi untuk menunjukkan sebuah
kualitas dari suatu karya ilmiah dan untuk menunjukkan
sumber-sumber yang berhubungan dengan isi yang
terkandung dalam karya ilmiah yang dimaksud. Dan
yang lebih utama menjadi sarana penghubung bagi para
pembaca dengan menggunakan pengertian yang lebih
ilmiah untuk mencegah pengulangan penulisan data
pustaka.

A. Pengertian Kutipan dan Fungsi Kutipan


Kutipan adalah pinjaman kalimat atau pendapat dari
seorang pengarang atau ucapan seseorang yang terkenal
baik yang terdapat dalam buku-buku maupun majalah-
majalah. (Keraf, 2001:179)

Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi 197


Dalam KBBI (2008:619), “kutipan diartikan sebagai
pengambilalihan satu kaliamat atau lebih dari karya tulis
lain untuk tujuan ilustrasi atau memperkokoh argument
dalam tulisan sendiri.”
Kutipan juga dapat diambil dari ucapan langsung
seorang ilmuwan atau tokoh terkenal baik melalui pidato,
wawancara maupun melalui diskusi. Jadi kutipan selain
melalui sumber tertulis, juga dapat melalui sumber lisan.
Penulis cukup mengutip pendapat yang dianggapnya benar
dengan menyebutkan dimana pendapat itu dibaca atau
didengarkannya, sehingga pembaca dapat mencocokkkan
kutipan itu dengan sumber aslinya.
Dalam penulisan ilmiah, baik penulisan artikel maupun
penulisan skripsi, tesis dan disertasi sering menggunakan
kutipan untuk menegaskan isi uraian atau untuk
membuktikan apa yang dikatakan. (Firman: 2018:88)
Secara umum, kutipan adalah gagasan, ide, pendapat
yang diambil dari berbagai sumber sebagai penguat atau
pendukung suatu karya tulis.
Ketika menulis pasti membutuhkan sumber dari
berbagai referensi, maka dari itu perlu diketahui bagaimana
prinsip-prinsip yang benar dalam mengutip dari tulisan
orang lain.
1. Apabila dalam mengutip sebuah karya orang lain ada
tulisan yang salah ejaan dari sumber kutipan, maka
sebaiknya biarkan saja apa adanya seperti sumber
yang diambil tersebut. Pengutip tidak diperbolehkan
membenarkan kata ataupun kalimat yang salah dari

198 Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi


sumber kutipan.
2. Dalam kutipan diperkenankan menghilangkan bagian-
bagian kutipan dengan syarat bahwa penghilangan
bagian itu tidak menyebabkan perubahan makna atau
arti yang terkandung dalam sumber kutipan. Caranya
yaitu:
a. Menghilangkan bagian kutipan yang kurang
dari satu alinea. Bagian yang dihilangkan diganti
dengan tiga titik berspasi.
b. Menghilangkan bagian kutipan yang kurang
dari satu alinea. Bagian yang dihilangkan diganti
dengan titik berspasi sepanjang garis (dari margin
kiri sampai margin kanan). (Suyatno, dkk: 2017:31-
32)
Penulisan kutipan berfungsi antara lain:
1. Untuk menunjang fakta, konsep, gagasan atau untuk
memberikan informasi tentang sumber data, gagasan
dan lain-lain yang relevan.
2. Untuk memberikan penjelasan tambahan tentang
suatu masalah yang dikemukakan dalam teks atau
untuk menjelaskan definisi istilah secara cermat.
Selain fungsi di atas, kutipan juga memiliki fungsi
tersendiri. Diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Menunjukkan kualitas ilmiah yang lebih tinggi.
2. Menunjukkan kecermatan yang lebih akurat.
3. Memudahkan penilaian penggunaan sumber dana.
4. Memudahkan pembedaan data pustaka dan

Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi 199


ketergantungan tambahan.
5. Mencegah pengulangan penulisan data pustaka.
6. Meningkatkan estetika penulisan.
7. Memudahkan peninjauan kembali penggunaan
referensi, dan memudahkan penyuntingan naskah
yang terkait dengan data pustaka. (Sarmadan dan La
Alu: 2015:275)
Penggunaan kutipan memiliki beberapa manfaat,
yaitu:
1. Untuk menegaskan isi uraian
2. Untuk membuktikan kebenaran dari sebuah pernyataan
yang dibuat oleh penulis
3. Untuk memperlihatkan kepada pembaca materi dan
teori yang digunakan penulis
4. Untuk mengkaji interpretasi penulis terhadap bahan
kutipan yang digunakan
5. Untuk menunjukkan bagian atau aspek topik yang
akan dibahas
6. Untuk mencegah penggunaan dan pengakuan bahan
tulisan orang lain sebagai milik sendiri (plagiat).
(Awaluddin: 2017:120)

B. Jenis Kutipan dan Contoh Kutipan


Kutipan secara umum ada dua macam, yaitu kutipan
langsung dan kutipan tidak langsung.

200 Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi


1. Kutipan Langsung
Kutipan langsung ialah pendapat yang diambil
ditulis secara lengkap sesuai dengan teks aslinya.
Tanpa meninggalkan kata dan kalimat yang terdapat
dalam sumber yang ditulis. Contoh kutipan langsung
sebagai berikut:
Drama adalah salah satu jenis sastra yang
ditampilkan dan dipentaskan dengan dialog
antartokoh. Sejalan dengan pendapat M. H.
Abrams (2012:2) yang menuturkan “Drama
sebagai ragam sastra dalam bentuk dialog
yang dimaksudkan untuk pertunjukkan di atas
pentas.”
Kutipan di atas merupakan contoh dari kutipan
langsung yang kurang dari 4 baris sehingga
penulisaannya diintegrasikan dengan teks dan
menggunakan tanda kutip. (Prima Gusti Yanti,
dkk:2016:137-138)
Kutipan langsung adalah pinjaman pendapat
dengan mengambil secara lengkap kata demi kata
atau kalimat demi kalimat dari sebuah teks asli.
(Keraf, 2001:179–180). Kutipan langsung ada yang
merupakan kutipan langsung pendek dan ada pula
yang merupakan kutipan langsung panjang.
a. Kutipan langsung pendek
Kutipan langsung pendek adalah kutipan
yang terdiri dari lima baris atau kurang. Penulisan
diintegrasikan langsung dengan teks yang

Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi 201


mendahuluinya dengan menggunakan spasi
ganda dan dibatasi dua tanda petik.
Contoh:
Dalam hal morfem, Lyons (1968:180)
mengatakan, “morphemes are described as
minimal units of grammatical analysis” artinya,
morfem adalah unit analisis gramatikal yang
terkecil; misalnya kata unacceptable adalah
terdiri dari tiga morfem, yaitu un, accept, dan
able.
Dalam paragraf di atas kutipan yang disadur
dari pendapat Davies dan Lyons yang terdiri dari
tiga baris dan dua baris diintegrasikan langsung ke
dalam teks dan kutipan diapit tanda petik ganda.
b. Kutipan langsung panjang
Kutipan langsung panjang adalah kutipan
yang panjangnya lebih dari lima baris. Metode
penulisannya dipisah dari teks yang mendahuluinya
atau dari kalimat yang dibuat penulis sehingga
membentuk paragraf baru dengan jarak antar
baris satu spasi atau satu setengah spasi dengan
indens dari marjin kiri tujuh ketuk. (Suyatno,
dkk:2017:32-33)
Contoh:
Bahasa Arab di Indonesia dimasukkan sebagai
pelajaran inti di lembaga-lembaga pendidikan
di bawah naungan Departemen Agama
Republik Indonesia. Dalam hal ini, mata

202 Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi


pelajaran bahasa Arab dicantumkan dalam
GBPP kurikulum bahasa Arab Madrasah Aliyah
(1994:1) yang berbunyi:
Program pengajaran bahasa Arab di
Aliyah pada dasarnya merupakan kelanjutan
dan pengembangan pengajaran bahasa Arab
di Madrasah Tsanawiyah, bahasa Arab fusha
terutama dari bahasa-bahasa lain di dunia
dengan mempunyai manfaat ganda karena ia
adalah sarana yang dapat digunakan dalam
kepentingan-kepentingan bidang sosial, ekonomi,
budaya, politik, di samping kepentingan agama
dan ibadah.
Dalam praktik di lapangan, tidak ada
keseragaman mengenai batas panjang pendeknya
kutipan langsung. Bahkan, Arifin dan Tasai (2003:33)
memberikan limit lima baris atau kurang untuk
kutipan langsung pendek dan enam baris ke atas
untuk kutipan langsung panjang. Jadi, menurut
hemat penulis dalam hal penulisan kutipan ini,
Anda bisa memilih berbagai opsi yang ada atau
merujuk pada pedoman penulisan karya ilmiah di
perguruan tinggi Anda.
2. Kutipan Tidak Langsung
Kutipan tidak langsung adalah pendapat
pengarang yang diambil hanya intisari atau ikhtisarnya
saja. (Prima Gusti Yanti, dkk:2016:138)
Kutipan tidak langsung adalah kutipan yang
menuliskan kembali dengan kata-kata sendiri.

Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi 203


Kutipan ini dapat dibuat panjang atau pendek dengan
mengintegrasikan dalam teks, tidak diapit dengan kata
kutip dan menyebutkan sumbernya sesuai dengan
teknik notasi yang dijadikan pedoman dalam menulis
karya ilmiah.
Metode kutipan ini adalah untuk menyerap inti
sari atau maksud dari suatu tulisan yang panjang
dengan tidak mengurangi atau mengubah makna
yang terkandung dalam tulisan tersebut. Oleh karena
itu, kutipan tidak langsung harus dilakukan secara
hati-hati, cermat, dan akurat serta dilengkapi dengan
identitas sumber kutipan yang jelas.
Kutipan tidak langsung terdiri atas kutipan tidak
langsung pendek dan kutipan tidak langsung panjang.
Metode penulisan dalam kutipan tidak langsung sama
dengan kutipan langsung, yaitu apabila kutipan terdiri
dari tiga baris atau kurang, kutipan diintegrasikan
langsung ke dalam teks dengan menggunakan
spasi ganda, tetapi tidak diapit tanda petik ganda.
Sebaliknya, apabila kutipan lebih dari tiga baris
(empat baris ke atas), penulisannya dipisahkan dari
teks sehingga membentuk paragraf tersendiri dengan
jarak antar baris satu spasi atau satu setengah spasi.
(Suyatno, dkk:2017:33)
Contoh kutipan tidak langsung sebagai berikut:
Kecerdasan emosional menurut Goleman
(2009:45) ialah kemampuan mengelola emosi,
meliputi dapat mengendalikan diri, memiliki
daya tahan saat menghadapi masalah serta

204 Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi


mampu memotivasi diri, mampu mengatur
suasana hati, kemampuan berempati, dan
membina hubungan dengan orang lain.
Naskah aslinya sebagai berikut:
Ke c e r d a s a n e m o s i o n a l m e r u p a k a n
kemampuan emosi yang meliputi kemampuan
untuk mengendalikan diri, memiliki daya tahan
ketika menghadapi suatu masalah, mampu
mengendalikan implus, memotivasi diri,
mampu mengatur suasana hati, kemampuan
berempati dan membina hubungan dengan
orang lain. (Goleman: 2009:45)
Kutipan jangan terlalu panjang, kalau
tidak bisa dihindari masukkan pada lampiran
atau apendiks. Selain kutipan dari buku atau
majalah, ada juga kutipan dari penuturan lisan
(wawancara, ceramah). Namun dalam karya ilmiah
nilai keilmiahannya kurang, pendapat tersebut
harus mendapat pengesahan lagi dari yang
bersangkutan. (Prima Gusti Yanti, dkk:2016:138)

C. Pengertian dan Fungsi Daftar Pustaka


Salah satu hal yang mutlak harus ada dalam suatu
karangan ilmiah ialah daftar pustaka. Dengan dicantumkan
daftar pustaka pembaca dapat mengetahui secara selintas
sumber acuan yang dijadikan landasar berpijak oleh penulis.
Pembaca juga bisa mengukur kedalaman pembahasan
masalah dalam karangan ilmiah tersebut berdasarkan
daftar pustaka. (Prima Gusti Yanti, dkk:2016:155)

Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi 205


Daftar pustaka merupakan daftar yang tercantum
secara spesifik dari berbagai buku, majalah, artikel, atau
wawancara yang menjadi sumber bacaan atau acuan dan
berhubungan secara erat dengan karangan yang ditulis.
Daftar pustaka merupakan syarat mutlak yang harus ada
dalam suatu karya ilmiah, baik dalam makalah, paper,
skripsi, tesis, maupun disertasi. Letak daftar pustaka dalam
suatu karya ilmiah adalah setelah bab simpulan. (Suyatno,
dkk:2017:36)
Menurut Gorys Keraf (2001:213), “daftar pustaka adalah
sebuah daftar yang berisi judul buku-buku, artikel-artikel,
dan bahan-bahan penerbitan lainnya yang mempunyai
pertalian dengans ebuah karangan atau sebagian dan
karangan yang tellah digarap.”
Ninik M. Kuntaro (2007:195) juga mengemukakan
bahwa “daftar pustaka adalah salah satu teknik notasi
ilmiah yang merupakan kumpulan sumber bacaan atau
sumber referensi saat menulis karangan ilmiah.”
Penulisan daftar pustaka dituliskan dengan huruf kapital
semua tanpa diberi tanda baca apa pun dan dituliskan di
tengah-tengah kertas dengan jarak dari pinggir atas sekitar
empat sentimeter. Dalam daftar pustaka sebagaimana
yang dinyatakan Arifin (2003:57) harus dicantumkan
semua kepustakaan, baik yang dijadikan sebagai acuan
atau landasan penyusunan karya ilmiah maupun yang
hanya dijadikan sebagai bahan bacaan, seperti artikel baik
yang disadur dari majalah maupun surat kabar, makalah,
skripsi, disertasi, buku, diktat, dan antologi. Daftar pustaka

206 Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi


ditulis secara alfabetis sesuai nama-nama pengarang atau
lembaga yang menerbitkannya.
Adapun urutan penulisan daftar pustaka adalah:
nama penulis titik (.), tahun terbit titik (.), judul buku yang
diberi garis bawah putus-putus atau dicetak miring titik
(.), kemudian kota tempat terbit buku titik dua (:), nama
penerbit titik (.).(Suyatno, dkk:2017:36)
Contoh:
Brown, H. Douglas. 2004. Language Assessment
Principles and Classroom Practices.San Francisco
State University: Longman.
Care, Ana Roggles. 1985. Writing and Learning. New
York: Macmilan Publishing Company.
Tujuan penulisan daftar pustaka adalah sebagai
berikut:
1. Agar terhindar dari tuduhan penjiplakan (plagiarism)
Salah satu fungsi kutipan adalah untuk menguatkan
atau mendukung tulisan ilmiah Anda. Oleh karena
itu, Anda harus mencantumkan sumber kutipan Anda
secara singkat di bagian akhir setelah kalimat kutipan
atau tepat sebelum kalimat kutipan (paling dekat
dengan kalimat kutipan) dan menuliskan sumbernya
secara lengkap pada daftar pustaka. Dengan melakukan
ini sebenarnya Anda sedang menghindarkan diri dari
masalah di kemudian hari terkait dengan mengambil
hak cipta karya tulis seseorang tanpa ijin.
2. Menghargai penulis sebelumnya. Ketika Anda
menuliskan secara lengkap sumber kutipan dan

Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi 207


daftar pustaka, sebenarnya Anda sedang menghargai
orang yang mempunyai ide tersebut. Selain itu, juga
pengakuan bahwa teks pada bagian tersebut adalah
dari ide, argumen, dan atau analisa orang lain.
3. Membantu pembaca yang ingin tahu lebih dalam
mengenai sumber kutipan Salah satu manfaat dari
menuliskan sumber kutipan dan daftar pustaka secara
lengkap adalah membantu pembaca yang ingin
mengetahui lebih dalam tentang kutipan tersebut.
Kadang-kadang pembaca tertarik untuk membaca
lebih dalam tulisan yang Anda kutip. Dengan
demikian, pembaca dapat menelusuri informasi dari
sumber kutipan dan kemudian mendapatkan rincian
lengkapnya pada daftar pustaka. (Iwan Hermawan:
2019:150)

D. Jenis dan Contoh Daftar Pustaka


Tiap-tiap jenis daftar pustaka mengikuti sistematika
penulisan yang berbeda. Sistematika itu dapat diikuti satu
per satu berikut ini: (Beniati Lestyarini: 2011:4-6)
1. Buku
Penulisan buku mengikuti urutan komponen
sebagai berikut: Nama belakang pengarang, koma,
nama atau nama-nama depan (apabila ada), titik,
tahun terbitan, titik, nama buku dengan huruf cetak
miring, titik, nama kota tempat penerbitan, titik dua,
nama penerbit, titik. Bila pengarang buku lebih dari
seorang, nama pengarang kedua dan seterusnya

208 Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi


boleh tidak dibalik (ditulis apa adanya). Bila buku
telah mengalami pengeditan, tuliskan edisi keberapa
di dalam kurung setelah nama buku tersebut. Berikut
adalah contoh-contoh penulisan daftar pustaka untuk
beberapa jenis buku.
Bailey, K. M., and R. Ochsner. 1983. A Methodological
Review of The Diary Studies: Windwill Tilting or
Social Science? dalam K. M. Bailey, M. H. Long,
dan S. Peck (Eds.). Second Language Acquisition
Studies. Rowley, Mass.: Newbury House.
Cohen, J. 1977. Statistical Power Analysis for the
Behavioral Science (Revised Ed.). New York :
Academic Press.
Nurgiyantoro, Burhan. 2001. Penilaian dalam
Pengajaran Bahasa dan Sastra. Yogyakarta: BPFE.
Apabila nama pengarang lebih dari satu kata,
ditulis sesuai dengan apa yang tertera pada sumber
rujukan. Apabila pada sumber rujukan tidak disingkat,
penulisannya juga tidak disingkat. Sebaliknya, apabila
pada sumber rujukan disingkat, penulisannya juga
disingkat.
2. Jurnal dan Terbitan Karya Ilmiah Sejenis
Penulisan daftar pustaka artikel jurnal dan terbitan
karya ilmiah yang sejenis mengikuti urutan: nama
belakang pengarang, koma, nama atau nama-nama
depan (apabila ada), titik, tahun penerbitan, titik, judul
artikel (diketik biasa dan hanya kata terdepan dimulai
dengan huruf kapital kecuali kata yang menunjukkan

Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi 209


nama), titik, nama jurnal dengan cetak miring, koma,
nomor jurnal dengan cetak miring, koma, nomor-
nomor halaman dalam jurnal, titik. Berikut ini diberikan
contoh daftar pustaka artikel jurnal:
Nuryanto, F. 1996. “Penggunaan Ragam Bahasa
Indonesia Ilmiah oleh Dosen IKIP Yogyakarta”.
Jurnal Kependidikan, 1, XXIV, hlm. 85-100.
Herawati, E. N. 1996. “Beksan Srimpi dan Nilai-nilai
yang Dikandungnya: Sebuah Tinjauan Apresiatif”.
Diksi, 9, IV, hlm. 81- 9.
Jenis sumber daftar pustaka ini dapat berbentuk
tugas akhir, thesis, disertasi, dan laporan penelitian.
Penulisan daftar pustakanya mengikuti format
penulisan daftar pustaka untuk buku, ditambah
dengan keterangan jenis karya ilmiah tersebut.
Berikut ini contoh penulisan daftar pustaka yang
berupa karya ilmiah yang tidak diterbitkan.
Mahmudah, Z. 1995. Pelecehan Seksual dalam Drama
Der Besuch der Alten Dame. Skripsi S1. Yogyakarta:
Program Studi Pendidikan Bahasa Jerman, FPBS
IKIP Yogyakarta.
3. Dokumen Resmi
Dokumen resmi adalah dokumen-dokumen yang
dikeluarkan oleh lembaga resmi. Untuk daftar pustaka
jenis ini digunakan nama lembaga sebagai nama
penulis. Komponen yang lain mengikuti ketentuan-
ketentuan yang sama. Pada umumnya, nama penerbit
sama dengan nama lembaga yang tertulis di depan.

210 Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi


Berikut ini contoh penulisan daftar pustaka yang
berupa dokumen resmi.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1994. Garis-
garis Besar Program Pengajaran: Bidang Studi
Bahasa Inggris. Jakarta: Depdikbud.
Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan Yogyakarta.
1994. Peraturan Akademik 1994. Yogyakarta: UPP
IKIP YOGYAKARTA.
4. Rujukan dengan Pengarang yang Sama
Untuk daftar pustaka dengan dua atau lebih
pengarang yang sama, nama pengarang yang kedua
dan seterusnya tidak ditulis lengkap, tetapi diganti
dengan garis lurus tengah (bukan garis bawah).
Pengurutan alfabetik dilakukan mulai dari tahun
terbitan yang terbaru. Apabila tahun terbitan sama,
digunakan huruf arab kecil langsung setelah tahun.
Ketikan dimulai 7 ketukan dari batas tepi kiri.
Berikut ini contoh penulisan daftar pustaka dengan
nama pengarang yang sama.
Ellis, R. 1992. Understanding Second Language
Acquisition (2nd Ed.). Oxford: Oxford University
Press.
______ 1990a. Classroom Second Language Development.
London: Prentice Hall.
5. Internet
Penulisan daftar pustaka yang bersumber internet
mengikuti model berikut ini.

Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi 211


Cook, Vivian. 1996. “Some Relationships between
Linguistics And Second Language Research”,
http://privatewww.essex.ac.uk/~vcook/ Diakses
pada tanggal 8 April 2004.
Jenis dan contoh daftar pustaka adalah sebagai berikut:
1. Jika buku yang disebut di dalam daftar pustaka
merupakan edisi terjemahan, setelah judul buku
disebutkan “edisi terjemahan oleh …” di dalam kurung.
Dalam edisi terjemahan tahun terbit yang dipakai
adalah tahun terbit terjemahan.
Contoh:
Titus, Harold H, Merilyn Smith S., Richard T. Nolan. 1984.
Persoalan-persoalan Filsafat, (edisi terjemahan
oleh Rasjidi H.M.), Jakarta: Bulan Bintang.
2. Jika buku dalam daftar pustaka itu berupa sebuah
artikel dalam sebuah kumpulan yang disunting
seorang editor (antologi), judul artikel itu diapit tanda
petik ganda (tanpa garis bawah).
Contoh:
Susilastuti, Dewi H. 1993. “Berbagai Persoalan
Kesehatan Reproduksi Perempuan”. Dalam
Fauzie Ridjal, Lusi Margiyani, dan Agus Fahri
Husein (Editor). Dinamika Gerakan Perempuan di
Indonesia. Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya.
3. Jika buku dalam daftar pustaka itu berupa karya-karya
yang belum dipublikasikan, seperti skripsi, tesis, dan
disertasi, judul itu tidak perlu diberi garis bawah putus-
putus atau dicetak miring, tetapi diletakkan di antara

212 Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi


dua tanda petik ganda.
Contoh:
Wastono, Afdol Tharik. 1997. “Kongruensi dan Reksi
dalam Bahasa Arab”. Jakarta: Tesis Magister
Humaniora Univeritas Indonesia.
4. Jika sumber acuan dalam daftar pustaka berupa
artikel yang diambil dari majalah atau jurnal, judul
artikel tidak perlu diberi garis bawah atau dicetak
miring, tetapi diapit tanda petik ganda, sedangkan
yang digarisbawahi atau dicetak miring adalah nama
majalah atau jurnal dengan didahului kata “Dalam”.
Contoh:
Sarbini. 2003. “Islam dan Problem Sosial: Perspektif
Kekerasan Politik dan Agama”. Dalam Jurnal Ilmiah
Mamba’ul ‘Ulum. Edisi III. Surakarta.
5. Jika sumber acuan itu berupa artikel yang diambil dari
koran atau surat kabar, judul artikel diapit tanda petik
ganda sebagaimana artikel yang dikuti dari majalah,
sedangkan nama surat kabar diberi garis bawah dan
didahului kata “Dalam”.
Contoh:
Suksmantri, Eko. 2000. “Militerisasi Sipil, Ironi di Era
Reformasi”. Dalam Suara Merdeka. 12 Mei 2000.
Semarang
6. Jika sumber acuan berupa hasil wawancara atau
interview,

Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi 213


Contoh:
Sutarno. 2003. “Peran Teknologi dalam Mengaktualkan
Paradigma Baru Pembelajaran dan Manusia
Pembelajar”.Wawancara dengan Ketua Program
Studi Teknologi Pendidikan Program Pascasarjana
Universitas Sebelas Maret, 3 Februari 2003.
7. Jika terdapat beberapa buku yang ditulis oleh seorang
yang sama, nama penulis ditulis yang pertama,
sedangkan di bawahnya cukup ditulis:
Contoh:
Sugiyono. 2006. Metode Penelitian Pendidikan.
Bandung: Alfabeta.
_________. 2013. Metode Penelitian Kombinasi –Mixed
Methods-. Bandung: Alfabeta
(Suyatno: 2017:37)
Dalam penulisan daftar pustaka ada beberapa
ketentuan yang berkaitan dengan penulisan nama
pengarang, yaitu sebagai berikut.
1. Gelar akademik dan gelar kebangsawanan tidak
disertakan.
2. Penulisan nama pengarang/penulis, baik dari kalangan
Indonesia maupun penulis buku asing dibalik.
3. Nama penulis yang berbahasa Arab harus
ditransliterasikan ke dalam huruf Latin dengan
mengikuti pedoman transliterasi Arab-Latin seperti
halnya judul.

214 Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi


4. Nama penulis buku yang terdiri dari dua atau tiga
orang ditampilkan semua. Untuk nama penulis yang
dibalik hanya nama penulis pertama.
5. Nama penulis yang lebih dari tiga orang yang ditulis
penulis pertama kemudian koma et al. (et al) atau
dkk. yang berarti dan kawan-kawan atau dan lain-
lain. Misalnya, Abboud, et al.
6. Penulis yang menulis lebih dari satu buku yang ditulis
buku yang paling awal diikuti tahun berikutnya dengan
penulisan seperti yang pertama.
7. Jika dalam buku itu tidak bertahun, di belakang nama
pengarang dicantumkan “Tanpa Tahun”. (Suyatno:
2017:38)

Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi 215


BAB XI
PENULISAN KARYA ILMIAH

Dr. Ratna Susanti, S.S., M.Pd.


Politeknik Indonusa Surakarta

A. Pendahuluan
Dalam kehidupan yang modern ini keterampilan
menulis merupakan ciri orang atau bangsa yang terpelajar.
Suatu negara yang warga negaranya banyak menulis buku
dapat dikatakan bahwa negara tersebut merupakan negara
maju yang banyak kaum terpelajar (Haryanti et al., 2018).
Menulis digunakan oleh orang terpelajar disebabkan
keterampilan menulis otomatis dimiliki seorang yang
pandai membaca, menganalisis, dan mewujudkan ide
dan gagasan, baik didapatkan secara langsung maupun
tidak langsung, dalam bentuk tulisan (Azahari, 2014).
Kegiatan menulis merupakan suatu kegiatan untuk
mencatat atau merekam, meyakinkan, melaporkan, bahkan
mempengaruhi. Agar pesan yang ditulis jelas, sangat
tergantung pada penulis.
Menulis merupakan kegiatan menghasilkan tulisan
yang berfungsi sebagai alat komunikasi dalam bentuk tulis
dan dapat digunakan sebagai sarana komunikasi secara
tidak langsung (Palettei & Sulfemi, 2019). Kemampuan
menulis tidak akan datang secara otomatis, tetapi harus
melalui latihan dan praktik secara langsung dan juga

216 Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi


adanya suatu stimulus atau rangsangan dari lingkungan
sekitar agar kegiatan menulis lancar. Selain itu, kegiatan
menulis juga memerlukan waktu yang konsisten dan terus-
menerus sehingga seorang penulis harus meluangkan
waktu satu atau dua jam dalam sehari untuk menulis
(Hermawan, 2019).
Menulis adalah menyusun tanda-tulis yang suatu
bahasa sehingga orang lain dapat membaca tanda-tanda
tulis tersebut jika pembaca mengenal dan mengerti
bahasa (Hamzah & Sahade, 2020)(3. Ekspresi bahasa
dengan tanda-tanda tulis merupakan ungkapan pikiran
atau perasaan seseorang untuk dapat dipahami orang
lain. Menulis bukanlah sekadar menulis tanda-tanda tulis,
melainkan mengomunikasikan pikiran ke dalam bahasa
tulis yang berupa rangkaian kalimat-kalimat secara utuh,
jelas, dan lengkap kepada pembaca.
Menulis merupakan aktivitas melahirkan pikiran dan
perasaan dengan mengorganisasikan lambang bahasa
menjadi satuan bahasa yang teratur lewat tulisan dengan
memperhatikan aspek-aspek kebahasaan yang baik dan
benar sehingga dapat dengan mudah dipahami oleh
pembaca (Jamilah, 2017). Oleh karena itu, seorang penulis
selain menguasai topik dan permasalahan yang akan
ditulis juga dituntut menguasai komponen kebahasaan
dan nonkebahasaan.
Menulis merupakan suatu keterampilan berbahasa
yang digunakan untuk berkomunikasi secara tidak langsung,
tidak secara tatap muka dengan orang lain. Menulis
merupakan suatu kegiatan yang produktif dan ekspresif.

Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi 217


Kegiatan menulis haruslah terampil memanfaatkan
grafologi, struktur bahasa, dan kosakata (Nahdi et al., 2020).
Kemampuan menulis tidak akan datang secara otomatis,
tetapi melalui latihan dan praktik yang banyak dan teratur.
Dengan demikian, kemampuan menulis seseorang tidak
jatuh dari langit, tetapi memerlukan latihan yang terus-
menerus sehingga menjadi suatu kebiasaan menulis. Jika
sudah menjadi suatu kebiasaan, seseorang akan mudah
untuk menulis sesuai dengan tema tertentu (Sugihastuti,
2020).

B. Konsep tentang Karya Ilmiah


Karya ilmiah merupakan karya tulis yang isinya
berusaha memaparkan suatu pembahasan secara ilmiah
yang dilakukan oleh seorang penulis. Tujuan karya ilmiah
adalah untuk memberitahukan sesuatu hal secara logis dan
sistematis kepada para pembaca. Karya ilmiah biasanya
ditulis untuk mencari jawaban mengenai sesuatu hal untuk
membuktikan kebenaran tentang sesuatu yang terdapat
dalam objek tulisan (Heryani, 2019).
Istilah karya ilmiah di sini yaitu mengacu pada karya
tulis yang penyajiannya didasarkan pada kajian ilmiah
dan cara kerja ilmiah. Dilihat dari panjang pendeknya
atau kedalaman uraian, karya tulis ilmiah dibedakan atas
makalah (paper) dan laporan penelitian (Azahari, 2014).
Dalam penulisan, baik makalah maupun laporan penelitian,
didasarkan pada kajian ilmiah dan cara kerja ilmiah.
Penyusunan dan penyajian karya semacam itu didahului
oleh studi pustaka dan lapangan.

218 Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi


Karangan ilmiah ialah karya tulis yang memaparkan
pendapat, gagasan, tanggapan, atau hasil penelitian yang
berhubungan dengan kegiatan keilmuan. Jenis karangan
ilmiah banyak sekali, di antaranya makalah, skripsi, tesis,
disertasi, dan laporan penelitian. Meski jenisnya berbeda-
beda, tetapi semua bertolak dari laporan, kemudian diberi
komentar dan saran. Perbedaannya hanyalah dalam
kekompleksannya.
Klasifikasi karangan menurut bobot isinya atas tiga
jenis yaitu: (1) karangan ilmiah; (2) karangan semi ilmiah
atau ilmiah populer; dan (3) karangan non-ilmiah. Yang
tergolong ke dalam karangan ilmiah antara lain makalah,
laporan, skripsi, tesis, dan disertasi; yang tergolong
karangan semi ilmiah antara lain artikel, editorial, opini,
feature, reportase; dan yang tergolong dalam karangan
non-ilmiah antara lain anekdot, opini, dongeng, hikayat,
cerpen, novel, roman, dan naskah drama (Azahari, 2014).
Ketiga jenis karangan tersebut memiliki karakteristik
yang berbeda. Karangan ilmiah memiliki aturan baku dan
sejumlah persyaratan khusus yang menyangkut metode
dan penggunaan bahasa. Adapun karangan non-ilmiah
adalah karangan yang tidak terikat pada karangan
baku, sedangkan karangan semi ilmiah berada di antara
keduanya. Jadi, karya ilmiah didefinisikan sebagai karya
tulis yang memaparkan ide atau gagasan, pendapat,
tanggapan, fakta, dan hasil penelitian yang berhubungan
dengan segala kegiatan keilmuan dan menggunakan
ragam bahasa keilmuan.

Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi 219


Prinsip umum yang mendasari penulisan karya ilmiah
adalah sebagai berikut (Jamilah, 2017).
1. Objektif, artinya setiap pernyataan ilmiah dalam
karyanya harus didasarkan kepada data dan fakta.
Kegiatan ini disebut studi empiris. Objektif dan empiris
merupakan dua hal yang bertautan.
2. Prosedur atau penyimpulan penemuannya melalui
penalaran induktif dan deduktif.
3. Rasional dalam pembahasan data. Seorang penulis
karya ilmiah dalam menganalisis data harus
menggunakan pengalaman dan pikiran secara logis.
Adapun ciri-ciri karya ilmiah adalah sebagai berikut.
1. Logis, artinya segala keterangan yang disajikan dapat
diterima oleh akal.
2. Sistematis, artinya segala yang dikemukakan
disusun dalam urutan yang memperlihatkan adanya
kesinambungan.
3. Objektif, artinya segala keterangan yang dikemukakan
menurut apa adanya.
4. Lengkap, artinya segi-segi masalah yang diungkapkan
itu dikupas selengkap-lengkapnya.
5. Lugas, artinya pembicaraan langsung kepada hal
pokok.
6. Saksama, maksudnya berusaha menghindarkan diri
dari segala kesalahan berapa pun kecilnya.
7. Jelas, segala keterangan yang dikemukakan dapat
mengungkapkan maksud secara jernih.

220 Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi


8. Kebenarannya dapat diuji (empiris).
9. Terbuka, yakni konsep atau pandangan keilmuan dapat
berubah seandainya muncul pendapat baru.
10. Berlaku umum, yaitu semua simpulan-simpulannya
berlaku bagi semua populasinya.
11. Penyajian menggunakan ragam bahasa ilmiah dan
bahasa tulis yang lazim.
12. Tuntas, artinya segi masalah dikupas secara mendalam
dan selengkap-lengkapnya.
Pengetahuan manusia tentang alam itu berbeda-beda,
baik kualitasnya maupun kuantitasnya. Hal ini disebabkan
adanya perbedaan dalam cara memperolehnya. Ada yang
melalui proses pengenalan sepintas atau alami (disebut
pengetahuan); ada yang melalui proses pengenalan secara
saksama dan menggunakan cara tertentu yang disebut
metode ilmiah atau penelitian (inilah yang disebut ilmu).
Secara etimologi, makna kedua kata itu (pengetahuan
dan ilmu) ialah sama. Pada dasarnya, metode ilmiah
menggunakan dua pendekatan yaitu:
1. Pendekatan rasional, berupaya merumuskan kebenaran
berdasarkan kajian data yang diperoleh dari berbagai
rujukan (literatur).
2. Pendekatan empiris, berupaya merumuskan kebenaran
berdasarkan fakta yang dipeorleh dari lapangan atau
hasil percobaan (laboratorium).
Jadi, dapat dikatan bahwa ilmu itu merupakan
pengetahuan yang sistematis dan diperoleh melalui
pendekatan rasional dan empiris.

Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi 221


C. Tujuan Penulisan Karya Ilmiah
Manusia sebagai makhluk budaya berusaha
melestarikan ilmu yang diperolehnya. Tujuannya ialah
khazanah ilmu yang sangat berharga itu dimanfaatkan
tidak hanya oleh penemuannya atau sekelompok orang,
tetapi dapat dimanfaatkan pula oleh umat manusia, baik
manusia kini maupun yang akan datang. Hal ini sesuai
dengan salah satu sifat ilmu yaitu universal. Untuk
mencapai tujuan tersebut dibuat dokumen ilmu yang
antara lain lazim disebut karya ilmiah (karangan ilmiah)
(Basthomi, 2016).
Jadi, pada hakikatnya karya tulis itu merupakan
dokumen tentang segala temuan manusia yang diperoleh
dengan metode ilmiah dan disajikan dengan khas serta
ditulis menurut konvensi tertentu. Bahasa khas ilmiah yaitu
bahasa yang ringkas (hemat), jelas, cermat, baku, lugas,
denotatif, dan runtut.
Dalam kaitan upaya pemanfaatan ilmu oleh umat
manusia secara universal tadi, maka perlu dilakukan
penyebarluasan melalui alat komunikasi yang efektif dan
efisien. Penemuan-penemuan baru yang bermanfaat bagi
kesejahteraan umat perlu segera disebarluaskan. Di sinilah
arti penting sebuah karya tulis ilmiah. Adapun karangan
ilmiah itu memiliki beberapa tujuan antara lain sebagai
berikut.
1. Memberi penjelasan.
2. Memberi komentar atau penilaian.
3. Memberi saran.

222 Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi


4. Menyampaikan sanggahan.
5. Membuktikan hipotesis.

D. Manfaat Penulisan Karya Ilmiah


Melihat manfaat karya ilmiah, sebenarnya memiliki
peranan yang cukup besar. Karya ilmiah tidak sekadar
sebagai tugas dari pihak kampus atau instansi saja, tetapi
memiliki fungsi untuk pendidikan juga. Setidaknya ada tiga
manfaat, di antaranya, berperan untuk penelitian, untuk
pendidikan, dan memiliki fungsi fungsional (Basthomi,
2016).
Manfaat karya ilmiah dari segi fungsi penelitian adalah
menawarkan variasi dan ragam model hasil penelitian.
Semakin banyak koleksi penelitian, menunjukan bahwa
negara tersebut semakin baik masyarakatnya. Hal ini karena
dari hasil penelitian dapat memperkaya ilmu pengatahuan
sekaligus sebagai media transformasi kepada regenerasi
yang akan datang.
Manfaat karya ilmiah di dunia pendidikan berperan
untuk memberikan pengalaman bagi penulisnya.
Dari penulisan karya ilmiah, penulis saat membaca
sumber referensi untuk mendukung karya ilmiah, akan
mendapatkan banyak perspektif dan banyak ilmu yang
dapat mendukung secara kemampuan akademik penulis.
Manfaat karya ilmiah dari segi fungsional adalah
sebagai media untuk mengembangkan ilmu pengetahuan
dari berbagai perspektif. Selain itu, juga sebagai pendukung
bahan pustaka dan sangat berperan untuk kepentingan
disiplin berbagai cabang ilmu.

Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi 223


E. Sistematika Penulisan Karya Ilmiah
Karya ilmiah yang dipublikasikan dalam bentuk
buku ilmiah harus disusun secara sistematis yang terdiri
atas beberapa bagian. Menurut Ana Rosmiati dalam
bukunya Dasar-dasar Penulisan Karya Ilmiah (2017),
sistematika penulisan karya ilmiah adalah bagian pembuka,
pendahuluan, pembahasan, metodologi penelitian, hasil
penelitian, penutup, dan bagian penunjang.
1. Bagian pembuka
Bagian pembuka karya ilmiah adalah bagian yang
kita lihat dan baca ketika membaca karya ilmiah.
Bagian pembuka karya ilmiah umumnya terdiri atas
beberapa bagian sebagai berikut.
a. Sampul
b. Halaman judul
c. Halaman pengesahan
d. Kata pengantar
e. Daftar isi
f. Abstrak
2. Pendahuluan
Setelah membuka dan membaca bagian
pembuka, selajutnya adalah bagian pendahuluan
yang menguraikan perlunya dilakukan penelitian
terhadap suatu masalah, perumusan masalah yang
mempertanyakan suatu fenomena, pembatasan
masalah, serta tujuan dilakukannya penelitian. Bagian
pendahuluan umumnya terdiri atas beberapa bagian
sebagai berikut.

224 Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi


a. Latar belakang masalah
b. Perumusan masalah
c. Pembatasan masalah
d. Tujuan penelitian
e. Manfaat penelitian
3. Pembahasan
Pembahasan karya ilmiah umumnya berisi uraian
dan penjelasan mengenai teori yang menjadi landasan
penelitian yang dilakukan, kerangka pemikiran yang
disertai dengan berbagai argumentasi keilmuan serta
hipotesis. Dengan demikian, pembahasan dalam karya
ilmiah berisi hal-hal berikut.
a. Pembahasan teori
b. Kerangka pemikiran dan argumentasi keilmuan
c. Pengajuan hipotesis (jika ada)
4. Metodologi penelitian
Metodologi penelitian mencakup uraian dan
penjelasan mengenai metode yang digunakan dalam
penelitian.
5. Hasil penelitian
Hasil penelitian umumnya berisi uraian dan
penjelasan tentang hasil dari proses penelitian yang
telah dilakukan. Hasil penelitian dapat disajikan dalam
berbagai bentuk seperti tabulasi data, analisis dan
evaluasi terhadap data yang disajikan, pembahasan
hasil analisis dengan menerapkan metode
perbandingan, persamaan, grafik, gambar dan tabel.

Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi 225


6. Penutup
Bagian penutup suatu karya tulis berisi simpulan
dan saran. Simpulan adalah proposisi atau kalimat yang
disampaikan, yang disarikan dari beberapa premis atau
ide pemikiran dengan mengacu pada aturan-aturan
yang berlaku. Saran merupakan sebuah solusi yang
dimaksudkan untuk menyelesaikan permasalahan
yang dihadapi. Saran yang dikemukakan hendaknya
bersifat membangun, mendidik, objektif, dan sesuai
dengan topik yang dibahas.
7. Bagian penunjang
Suatu karya ilmiah selalu menyertakan bagan
penunjang yang terdiri atas unsur-unsur sebagai
berikut.
a. Daftar pustaka
b. Lampiran-lampiran
c. Glosarium
d. Indeks
Unsur-unsur tersebut hendaknya ditulis dan disusun
berdasarkan aturan baku dengan mengacu pada standar
internasional atau disesuaikan dengan gaya selingkung
dari majalah ilmiah atau jurnal terkait.

F. Langkah-langkah Menulis Karya Ilmiah


Menurut Azahari, karya ilmiah adalah karya tulis
yang dari penyusunannya didasarkan pada penelitian,
pengamatan, dan pemantauan terhadap cabang ilmu atau

226 Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi


bidang tertentu (Azahari, 2014). Dari segi penyusunan, karya
ilmiah disusun berdasarkan metode yang tersistematis,
dari segi penggunaan bahasa pun menggunakan bahasa
yang baku. Dari segi isi, juga bisa dipertanggungjawabkan
kebenaran dan keilmiahannya. Menurut Hamzah dan
Sahade, karya ilmiah adalah karya tulis yang ditulis oleh
seorang ilmuwan yang didasarkan pada latar belakang
penguasaan ilmunya (Hamzah & Sahade, 2020)(3. Karya
ilmiah yang ditulis untuk membangun ilmu pengetahuan
dan teknologi berdasarkan penelitian ataupun kajian
literatur, termasuk juga pengalaman yang sudah pernah
dirasakan oleh peneliti.
Secara garis besar dalam menyusun karya ilmiah
langkah-langkahnya tetap sama, yang membedakan
hanyalah struktur susunan tulisannya. Untuk menulis karya
ilmiah yang baik, langkah-langkah yang harus ditempuh
sebagai berikut.
1. Menentukan Tema atau Topik Penelitian
Langkah-langkah menulis karya ilmiah yang
pertama adalah menentukan tema penelitian.
Penentuan topik ini sangat penting dalam penulisan
karya ilmiah karena topik adalah inti utama dari seluruh
isi tulisan yang hendak disampaikan kepada pembaca.
Nahdi menyebutkan bahwa yang dimaksud topik
adalah bidang medan atau lapangan masalah yang
akan digarap dalam karya tulis atau penelitian (Nahdi
et al., 2020). Sementara itu, tema diartikan sebagai
pernyataan sentral atau pernyataan inti tentang topik
yang akan ditulis.

Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi 227


Topik yang memang masih terlalu luas harus
dibatasi menjadi sebuah tema. Hal-hal yang perlu
dipertimbangkan dalam pemilihan topik karya ilmiah
adalah sebagai berikut.
a. Isu-isu yang masih hangat
b. Peristiwa-peristiwa nasional atau internasional
c. Sesuatu (benda, karya, orang, dan lain-lain)
yang dikaitkan dengan permasalahan politik,
pendidikan, agama, dan lain-lain
d. Pengalaman-pengalaman pribadi yang berbobot
2. Membuat Outline/Kerangka Penelitian
Langkah-langkah menulis karya ilmiah sebaiknya
menggunakan outline atau kerangka penelitian.
Outline karya tulis ini berperan sebagai pemandu saat
melakukan proses penulisan karya ilmiah supaya tulisan
tidak melebar jauh dari topik yang sudah ditentukan.
Outline tulisan ilmiah disusun secara hierarki untuk
menunjukkan garis besar cakupan dan haluan tulisan
yang berupa topik utama (judul dan bab) serta poin-
poin pentingnya yang disusun dalam subbab hingga
anak subbab. Langkah ini penting dilakukan supaya
karya tulis ilmiah memiliki haluan/pedoman yang jelas.
Bagaimana jika sudah menulis outline terus tiba-
tiba ada ide baru penunjang topik tulisan? Jika hal
tersebut terjadi, tidak dilarang untuk menambahkan
pada poin-poin outline yang sudah disusun. Pada
dasarnya tujuan outline ini untuk mempermudah
proses penulisan alur dan mengembangkan tulisan

228 Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi


hingga terperinci. Oleh karenanya, jika ada ide
yang muncul dan bisa langsung mengetahui letak
penambahan maupun pengurangan muatan isi tulisan.
Dengan adanya outline ini menandakan bahwa tulisan
ilmiah tersebut ditulis dengan perencanaan yang
matang.
3. Mengumpulkan Bahan
Setelah poin-poin outline tersusun dengan rapi,
penulis dapat mulai mengumpulkan bahan. Bahan
bisa didapatkan dari berbagai media cetak maupun
elektronika. Bahan-bahan tersebut dikumpulkan
terutama yang relevan dengan topik dan tema yang
akan ditulis. Pemilihan bahan yang relevan ini bisa
dengan cara membaca atau mempelajari bahan
secara sepintas serta menilai kualitas isi bahan. Pada
prinsipnya dalam mencari bahan literatur jangan hanya
terpaku pada satu sumber rujukan saja. Penulis dapat
mampu membuka diri untuk mencari referensi di
tempat lain dengan metode berbeda agar sumber
rujukan tulisan semakin beragam.
4. Survei Lapangan
Langkah ini adalah melakukan pengamatan atas
objek yang diteliti dilanjutkan menetapkan masalah
dan tujuan yang akan diteliti dan dijadikan karya
ilmiah. Langkah ini merupakan titik acuan dalam
proses penulisan atau penelitian.
5. Membangun Bibliografi
Bibliografi berarti kegiatan teknis membuat
deskripsi untuk suatu cantuman tertulis atau pustaka

Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi 229


yang telah diterbitkan, yang tersusun secara sistematik
berupa daftar menurut aturan yang dikehendaki.
Dengan demikian tujuan bibliografi adalah untuk
mengetahui adanya suatu buku/pustaka atau sejumlah
buku/pustaka yang pernah diterbitkan.

230 Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi


BAB XII
SURAT MENYURAT

Nanda Saputra, M.Pd.


STIT Al-Hilal Sigli

A. Pengertian Surat
Surat adalah salah satu sarana komunikasi tertulis
untuk menyampaikan suatu pesan dari satu pihak
(perorangan, kelompok, atau organisasi) kepada pihak
lain. Surat adalah sehelai kertas atau lebih yang memuat
bahan komunikasi yang dibuat seseorang baik atas nama
pribadi maupun organisasi. Surat adalah alat komunikasi
tulis yang paling efisien, efektif, harmonis, ekonomis, dan
praktis. Surat adalah jenis karangan eksposisi (paparan). Di
dalam paparan pengarang mengemukakan maksud dan
tujuannya. Demikian pula dengan surat.
Berdasarkan pengertian di atas surat adalah sehelai
kertas atau lebih yang memuat bahan komunikasi yang
dibuat seseorang baik atas nama pribadi maupun organisasi.
Bahan informasi ini dapat berupa pemberitahuan,
pertanyaan, laporan atau buah pikiran lain atau isi hati
yang ingin disampaikan kepada orang lain.

Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi 231


B. Peranan Fungsi Surat
1. Peranan Surat
Surat adalah suatu sarana untuk menyampaikan
informasi tertulis kepada pihak lain. Informasi itu dapat
berupa pemberitahuan, pernyataan, perintah, permintaan
atau permohonan, laporan, buah pikiran atau gagasan,
dan lain-lain.
Surat sebagai sarana komunikasi tertulis memiliki
beberapa kelebihan jika dibandingkan dengan alat-alat
komunikasi lain, seperti telepon, radio, televisi, telegraf,
dan teleks, karena surat selain merupakan bukti nyata
“hitam di atas putih” juga dapat menyampaikan bahan
komunikasi sesuai dengan kehendak sumbernya secara
lebih lengkap dan dengan biaya yang relatif lebih murah.
Selain disampaikan kepada alamat yang terbesar di seluruh
wilayah negara, bahkan ke seluruh penjuru dunia.
Surat adalah “duta” organisasi dan tidak jarang
dipandang sebagai gambaran kondisi intern organisasi
dan gambaran metalitas pejabat dalam organisasi yang
bersangkutan. Surat-surat sangat penting bagi setiap
organisasi karena organisasi itu hanya dapat berkembang,
maju dan lancar dalam melaksanakan tugas kegiatannya,
serta mampu menjalin hubungan kerja secara luas dari
suksesnya pelaksanaan komunikasi administrasi dengan
organisasi-organisasi lain.

2. Fungsi Surat
Menurut Kunjana Fungsi surat adalah sebagai
berikut:

232 Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi


a. Sebagai alat dokumentasi tertulis.
Surat sebagai perantara dalam komunikasi
atau sebagai media di dalam komunikasi.
b. Sebagai duta institusi dan duta penulisnya.
Surat dapat mencerminkan keadaan mentalitas
atau kondisi suatu organisasi atau instansi yang
bersangkutan.
c. Sebagai medium komunikasi dan interaksi.
Surat dapat dipergunakan sebagai peng-
hubung antara komunikator dan komunikan.
d. Sebagai otak tata usaha dalam perkantoran.
Kegiatan pengurusan surat bagi sebuah
kantor merupakan suatu kegiatan penting yang
harus dilakukan dalam sebuah perkantoran.
e. Sebagai barometer kemajuan institusi.
Surat memegang peranan sangat penting
dalam menentukan dan menggerakkan seluruh
kegiatan atau aktivitas institusi. Di dalam sebuah
institusi yang berkembang maju, dipastikan
kegiatan surat-menyuratnya juga berkembang
semakin maju seiring dengan kemajuan dan
perkembangan institusi tersebut.

C. Jenis-jenis Surat
Menurut Suparno surat dapat diklasifikasikan menjadi
beberapa jenis berdasarkan: 1) tujuan, 2) isi, 3) sifatnya, 4)
sasaran, 5) tingkat kepentingan, 6) wujud, dan 7) ruang
lingkup sasaran. Berikut uraian dari penggolongan surat.

Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi 233


1. Menurut tujuan, surat dikelompokkan sebagai berikut
a. Surat Pribadi ialah surat yang dikirimkan seseorang
kepada orang lain atau organisasi/instansi yang
berisi masalah pribadi. Jika surat ditujukan kepada
seseorang seperti kawan atau keluarga, maka
format dan bahasa surat relatif lebih bebas. Akan
tetapi apabila surat ditujukan kepada pejabat atau
organisasi/instansi seperti surat lamaran pekerjaan
bahasa yang digunakan harus resmi.
b. Surat Dinas atau resmi ialah surat resmi yang
digunakan instansi pemerintah untuk kepentingan
administrasi pemerintahan yang berisi masalah
kedinasan. Contoh surat resmi diantaranya adalah
surat keputusan, instruksi, surat tugas, surat
edaran, surat panggilan, nota dinas, pengumuman,
dan surat undangan rapat dinas.
c. Surat Niaga atau dagang ialah surat resmi yang
digunakan oleh perusahaan atau badan usaha
yang berisi masalah perniagaan atau perdagangan.
Surat niaga atau dagang diantaranya adalah surat
permintaan penawaran, surat penawaran jasa,
surat pesanan, surat permohonan lelang, dan
periklanan.
d. Surat Sosial yaitu surat resmi yang digunakan oleh
organisasi kemasyarakatan yang bersifat nirlaba
(nonprofit).
2. Menurut isinya, surat dapat dikelompokkan
a. Surat Pemberitahuan
b. Surat Keputusan

234 Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi


c. Surat Perintah
d. Surat Permintaan
e. Surat Panggilan
f. Surat Laporan,
g. Surat Pengantar
h. Surat Penawaran
i. Surat Pemesanan,
j. Surat Undangan.
3. Menurut sifatnya, surat dapat diklasifikasikan
a. Surat biasa, artinya isi surat dapat diketahui oleh
orang lain selain yang dituju.
b. Surat konfidensial (terbatas), maksudnya, isi surat
hanya boleh diketahui oleh kalangan tertentu
yang terkait saja.
c. Surat rahasia, yaitu surat yang isinya hanya boleh
diketahui oleh orang yang dituju.
4. Berdasarkan banyaknya sasaran, surat dikelompokkan
a. Surat Biasa
b. Surat Edaran,
c. Surat Pengumuman
5. Berdasarkan tingkat kepentingan penyelesaiannya,
a. Surat Biasa,
b. Surat Kilat,
c. Surat Kilat Khusus.

Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi 235


6. Berdasarkan ruang lingkup sasarannya
a. Surat Intern
b. Surat Ekstern.

236 Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi


D. Contoh-contoh Surat
1. Contoh Surat Dinas

Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi 237


2. Contoh Surat Pribadi
Sigli, 12 Mei 2015

Assalamualaikum Wr.Wb, hai sobatku Hilwa, apa kabar?


semoga kamu dan keluarga dalam keadaan sehat selalu.
Sobat, maaf ya sebelumnya kalau surat yang terakhir
kamu kirim baru bisa aku balas sekarang. Oh ya Sob,
sekarang aku sudah kerja loh, aku baru diterima bekerja di
sebuah lembaga pendidikan belajar di Lampung, suasana
belajar-mengajar disana asyik dan nyaman. Oh iya Aku
hampir lupa, teman-teman nanyain kabar kamu tuh,
katanya bentar lagi kamu mau married ya? asyik donk
(hehehe). Jangan lupa kirim undangan untuk aku dan
teman-teman disini ya? Aku tunggu deh.
Berhubung aku gak pinter nulis, aku udahin dulu ya
surat ini sob. Ku tunggu surat balasan darimu.

Sahabatmu,

Nanda Saputra

238 Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi


3. Contoh Surat Niaga/surat penagihan

Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi 239


4. Contoh Surat Sosial

240 Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi


DAFTAR PUSTAKA

Achmad, & Alek. 2016. Bahasa Indonesia Untuk Perguruan


Tinggi. Penerbit Erlangga: Jakarta.
Alwi, Hasan, dkk. 2003. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia
(Edisi Ketiga). Jakarta: Balai Pustaka.
Aminuddin. 2011. Semantik (Pengantar Studi tentang
Makna).      Bandung: Sinar Baru Algensindo.
Arifin, E. Zaenal dan S. Amran Tasai. (2006). Cermat
Berbahasa Indonesia. Jakarta: Akademika Pressindo.
Awaluddin. (2017). Pengantar Bahasa Indonesia Untuk
Perguruan Tinggi. Yogyakarta:CV. Budi Utama.
Azahari, A. (2014). Pengertian Penulisan Karya Tulis Ilmiah.
In Modul 1 Universitas Terbuka (p. 16).
Aziz, Aulia Luqman. 2014. “Penguatan Identitas Bahasa
Indonesia sebagai Lamban Identitas Nasional dan
Bahasa Persatuan Jelang Penerapan Masyarakat
Ekonomi ASEAN (MEA) 2015”. Jurnal Studi Sosial.Th.6,
No.1, 14-20.
Basthomi, Y. (2016). Mentoring Penulisan Karya Ilmiah.
Jurnal Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Malang,
21(1), 107556. https://doi.org/10.17977/jip.v21i1.6494
Blogspot. co. id/2016/12/ejaan-bahasa indonesiaebi.
html?m=l. 23 Mei 30 2021 (19:15).
Chaer, Abdul. 2003. Linguistik Umum. Jakarta: Rinekta Cipta
Chaer, Abdul. 2009. Pengantar Semantik Bahasa
Indonesia.      Jakarta: Rineka Cipta.

Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi 241


____________. 2006. Tata Bahasa Praktis Bahasa
Indonesia.      Jakarta: Rineka Cipta.
Departemen Pendidikan Indonesia. (2008). Kamus Besar
Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Djakariah. 2014. Sejarah Indonesia II. Yogyakarta: Penerbit
Ombak
Elvina, Inggrid. 2014. Makalah Sejarah Perkembangan
Bahasa Indonesia. http://ingridelvina.blog.uns.
ac.id/2014/09/14/makalah-sejarah-perkembangan-
bahasa-indonesia/. Diakses pada Ahad 3 Juni 2021
Firman. (2018). Terampil Menulis Karya Ilmiah. Makasar:
Aksara Timur.
Fitri, Rahma, dkk. 2017. Buku Pembahasan Terlengkap
PUEBI (Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia) &
Tata Bahasa Indonesia. Tangerang: Ilmu Media.
Gunawan, Arief Priyo. 2014. Kamus Master EYD. Yogyakarta:
Laksana.
Hamzah, H., & Sahade, S. (2020). PKM Karya Tulis Ilmiah.
Dedikasi, 22(2), 122–125. https://doi.org/10.26858/
dedikasi.v22i2.16118
Hani’ah, Munnal. 2018. Panduan Terlengkap PUEBI
(Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia). Yogyakarta:
Laksana.
Haryanti, A. S., Samosir, A., & Nafilah, I. (2018).
Pemberdayaan Relawan Balaraja melalui Pelatihan
Menulis Karya Ilmiah dan Menulis Sastra. Jurnal PkM
Pengabdian Kepada Masyarakat, 1(03), 191. https://
doi.org/10.30998/jurnalpkm.v1i03.2550

242 Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi


Hermawan, A. (2019). Kebijakan Dosen Mengurangi
Plagiarisme pada Karya Ilmiah Mahasiswa. IJIP :
Indonesian Journal of Islamic Psychology, 1(2), 264–
284. https://doi.org/10.18326/ijip.v1i2.264-284
Hermawan, Iwan. (2019). Teknik Menulis Karya Ilmiha
Berbasis Aplikasi dan Metodologi. Karawang: Hidayatul
Qur’an.
Heryani, H. (2019). Efektif Dalam Menulis Karya Ilmiah.
Jurnal Pendidikan Bahasa, 8(1), 81–96.
http://badanbahasa.kemdikbud.go.id/lamanbahasa/
sits/default/files/pedoman_umumejaan_yang_
disempurnakan.pdf diakses 2 Juni 2021
http://kbi.kemdikbud.go.id/kbi_back/file/foto_media/
media_detail_1540919077.pdf diakses 31 Mei 2021
http://ngumbarakala.blogspot.com/2017/03/prasasti-
kota-kapur sebuahprasasti.html diakses 31 Mei 2021
http://pojokiklim.menlhk.go.id/read/
proklamasikemerdekaan-indonesia diakses 31 Mei
2021
https://bobo.grid.id/read/08678901/prasasti-kedukan-
bukit-bagian-penting-dari-sejarah-sriwijaya diakses
31 Mei 2021
https://duniakujaya.wordpress.com/sejarah/prasasti-
prasasti-peninggalan-kerajaan sriwijaya/ diakses 31
Mei 2021
https://duniakujaya.wordpress.com/sejarah/prasasti-
prasasti-peninggalan-kerajaan-sriwijaya/ diakses 31
Mei 2021
https://id.wikipedia.org/wiki/Poedjangga_Baroe. diakses
2 Juni 2021

Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi 243


https://id.wikipedia.org/wiki/Poedjangga_Baroe diakses
31 Mei 2021
https://id.wikipedia.org/wiki/Prasasti_Talang_Tuo diakses
31 mei 2021
https://id.wikipedia.org/wiki/Sejarah_Nusantara_
(19%E2%80%931945) diakses 31 Mei 2021
https://kupang.tribunnews.com/2020/10/27/13-tokoh-
ini-yang-ikut-membuat-teks-sumpah-pemuda-28-
oktober-1928-siapa-siapa-saja-simak-di-sini diakses
31 Mei 2021
https://pahamify.com/blog/sejarah-jepang-
masukindonesia/ diakses 31 Mei 2021
https://www.kemdikbud.go.id/main/blog/2016/01/
salinan-permendikbud-nomor-50-tahun-2015-
tentang-pedoman-umum-ejaan-bahasaindonesia
diakes 2 Juni 2021
https://www.smkn1sedayu.sch.id/read/36/harisumpa-
pemuda-2020 diakses 31 Mei 2021
Ikatan Dinas.com (May 28, 2021) Sejarah Bahasa Indonesia,
Sebelum, Sesudah Kemerdekaan. Retrieved from
https://ikatandinas.com/sejarah-bahasa-indonesia/
Jamilah, J. (2017). Penggunaan Bahasa Baku dalam Karya
Ilmiah Mahasiswa. Jurnal Tarbiyah : Jurnal Ilmiah
Kependidikan, 6(2), 41–52. https://doi.org/10.18592/
tarbiyah.v6i2.1603
Keraf, Gorys. (2001). Komposisi, Ende Flores: Nusa Indah.
Kridalaksana, Harimurti dan Hermina Sutami. 2007. “Aksara
dan Ejaan” dalam Kushartanti, dkk (peny.). Pesona
Bahasa: Langkah Awal Memahami Linguistik.Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama.

244 Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi


Kuntaro, M. Ninik. (2007). Cermat dalam Berbahasa dan
Teliti dalam Berpikir. Jakarta: Mitra Wacana Media.
Lawson, F.R 1981. Conference, Convention &Exhibition
Facilities. London
Leech, G.. 1974. Semantic. New York: Penguin Books Ltd.
Lestyarini, Beniati. (2011). Mengutip dan Menulis Daftar
Pustaka dalam Penulisan Karya Ilmiah. Pelatihan
“Menulis dengan Pendekatan Proses” bagi Guru
Bahasa Indonesia SMP se-Kota Yogyakarta oleh JPBSI,
FBS, UNY, 27 September 2011.
M.C. Ricklefs. 2007. Sejarah Indonesia Modern.
Yogyakarta:Gadjah Mada University Press
Muhyiddin, Asep. 2012. Masa Depan Bahasa Indonesia
Sebagai Pemersatu Bangsa Dalam Bingkai
Multikulturalisme. https://www.researchgate.net/
profile/Asep-Muhyidin/publication/238753109_
masa_depan_bahasa_indonesia_sebagai_pemersatu_
bangsa_dalam_bingkai_multikulturalisme/
links/5b72e2d445851546c902f759/masa-depan-
bahasa-indonesia-sebagai-pemersatu-bangsa-dalam-
bingkai-multikulturalisme.pdf diakses pada 25 Februari
2021
Nahdi, D. S., Jatisunda, M. G., & Cahyaningsih, U. (2020).
Mengembangkan Kompetensi Profesional Guru
Melalui Penulisan Karya Tulis Ilmiah. BERNAS: Jurnal
Pengabdian Kepada Masyarakat, 1(1), 8–15. https://
doi.org/10.31949/jb.v1i1.108
Nasution. 1977. Perang Kemerdekaan Indonesia.(Jilid 1,
Proklamasi). Bandung : Angkasa

Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi 245


Nurhayatin, Titin dkk. 2013. Model Perkuliahan Bahasa
Indonesia Berbasis Multimedia: Sebagai Wahana
Penanaman dan Penguatan Karakter Mahasiswa di
Perguruan Tinggi. Prosiding Nasional: Implemantasi
Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia Brdasarkan
Kurikulum 2013. Halaman: 308-320. ISBN 978-602-
14802-0-5
Palettei, A. D., & Sulfemi, W. B. (2019). Pengaruh Kelompok
Kerja Guru (KKG) Terhadap Peningkatan Kompetensi
Pedagogik dan Kemampuan Menulis Karya Ilmiah. JPDI
(Jurnal Pendidikan Dasar Indonesia), 4(2), 53. https://
doi.org/10.26737/jpdi.v4i2.1522
Parera, J.D.. 2004. Teori Semantik. Jakarta: Erlangga.
Pateda, Mansoer. 2001. Semantik Leksikal. Jakarta: Rineka
Cipta.
Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. 2016. Ejaan
Bahasa Indonesia (EBI). https://pbsiikipgunungsitoli.
diakses 31 Mei 2021
Permanto, Toto. 2012. Perilaku Nasionalistik Masa Kini dan
Ketahanan Nasional: Penerapan Perilaku Nasionalistik
Masa Kini. Hlm. 86- 88. Yogyakarta: Mata Bangsa.
Pujiono, Setyawan. 2012. Terampil Menulis Cara Mudah
dan Praktis dalam Menulis.
Putri, Nimas Permata. 2017. Eksistensi Bahasa Indonesia
pada Generasi Milennial. Jurnal Widyabastra, 5(1), 45-
47.

246 Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi


Rabiah, Siti. 2016. Optimalisasi Peran Bahasa Indonesia
Dalam Masyarakat Ekonomi Asean (Mea). Musyawarah
Nasional III dan Seminar Nasional Asosiasi Program
Studi Bahasa dan Sastra Indonesia (APROBSI) yang
diselenggarakan oleh APROBSI bekerjasama dengan
Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Negeri
Makassar pada 29-30 April 2016 di Makassar, Indonesia.
https://osf.io/sxz28/download/?format=pdf. Diakses
pada 11 Januari 2021 pukul 09.40 WIB
Rahayu, Minto. 2009. Bahasa Indonesia di Perguruan Tinggi
Gramedia Widiasarana Indonesia: Jakarta.
Sadikin. 2008. Peningkatan Sikap Nasionalisme melalui
Pembelajaran IPS dengan Metode Sosiodrama di SD
Cikembulan, Banyumas. Tesis. Yogyakarta: Universitas
Negeri Yogyakarta.
Sagimun.1989.Peranan Pemuda Dari Sumpah Pemuda
Sampai Proklamasi. Bina Aksara : Jakarta
Sarmadan dan La Alu. (2015). Buku Ajar Bahasa Indonesia
dan Karya Tulis Ilmiah. Yogyakarta: CV. Budi Utama.
Sugihastuti. (2020). Penulis Karya Ilmiah dan Copyediting.
Deskripsi Bahasa, 3(1), 30–36.
Sugono, Dendy. 2015. Peran Bahasa Indonesia Sebagai Alat
Pemersatudalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Prosiding Smeinar nasional Bulan Bahasa UNIB Tahun
2015. http://repository.unib.ac.id/11107/1/1-Prof.%20
Dr.%20Dendy%20Sugono%2C%20P.U.pdf diakses
pada 24 Maret 20221
Sukartha, I Nengah, dkk. 2010. Bahasa Indonesia Akademik
Untuk Perguruan Tinggi. Bali: Udayana University Press

Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi 247


Susetyo, Susetyo. 2015. Peran Bahasa Indonesia
Sebagai Alat Pemersatu Negara Kesatuan Republik
Indonesia (NKRI). Prosiding Seminar Bulan Bahasa
2015 Universitas Bengkulu. http://repository.unib.
ac.id/11108/1/2-Susetyo.pdf. Diakses pada 10 Januari
2021 pukul 09.10 WIB
Suyatno, dkk. (2017). Bahasa Indonesia untuk Perguruan
Tinggi (Membangun Karakter Mahasiswa melalui
Bahasa). Jakarta: IN MEDIA.
Suyitno, Imam. 2012. Menulis Makalah dan Artikel. Refika
Aditama: Bandung.
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaaan dan
Pengembangan Bahasa. 2014.Kamus Besar Bahasa
Indonesia Edisi IV. Jakarta: Balai Pustaka
Tim Redaksi Cemerlang. 2019. Pintar PUEBI: Pedoman
Umum Ejaan Bahasa Indonesia. Tangerang: Cemerlang.
Ve r e l l a d e v a n k a A d r y a m a r t h a n i n o h t t p s : / / w w w .
kompas.com/stori/read/2021/05/11/141448479/
perkembangan-bahasa-indonesia-sebelum-
kemerdekaan?page=all
Wardani I.G.A.K. 2011. Teknik Menulis Karya Ilmiah.
Universitas Terbuka: Jakarta.
Waridah, Ernawati. 2019. Pedoman Umum Ejaan Bahasa
Indonesia dan Seputar Kebahasa-Indonesiaan).
Bandung: Penerbit RuangKata.
Widjono. 2007. Bahasa Indonesia Mata Kuliah
Pengembangan Kepribadian di Perguruan Tinggi.
Grafindo: Jakarta.
Widjono. 2011. Bahasa Indonesia: Mata Kuliah
Pengembangan      Kepribadian di Perguruan Tinggi.
Jakarta: PT Gramedia      Widiasarana Indonesia.

248 Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi


Wikipedia. Bahasa Indonesia http://id.wikipedia.org/wiki/
Bahasa_Indonesia. Diakses 29 Mei 2021 (14:52).
Wildan Herdiansyah. 2010. VOC Negara Dalam Negara.
Bogor: PT. Regina Eka Utama
Yanti, Prima Gusti. dkk. (2016). Bahasa Indonesia Konsep
Dasar dan Penerapan. Jakarta: PT Grasindo.
Yulianti. 2007. Sejarah Indonesia dan Dunia (cetakan
1).Bandung: Yrama Widya
Zulfadhli, Muhammad., dkk. 2017. Peran Bahasa Indonesia
Sebagai Bahasa Perdagangan Di Era Mea. Prosiding
Education and Language International Confrence Vol
1 No 1 (2017). http://jurnal.unissula.ac.id/index.php/
ELIC/article/view/1267 diakses pada 23 Februari 2021

Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi 249


BIOGRAFI PENULIS

Maria E.D.Lering lahir di Hagarahu, 3


Agustus 1985, Kab. Sikka Nusa Tenggara
Timur. Pendidikan terakhirnya diselesaikan
di Universitas Muhammadiyah Malang
Program Studi Magister Pendidikan Bahasa
Indonesia. Saat ini Marlin merupakan
dosen di IKIP Muhammadiyah Maumere, Program Studi
Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. Karya yang
dihasilkan adalah (1) Buku Kumpulan Puisi” Tentang Ema”,
yang diterbitkan oleh Swalova Publisher tahun 2018. (2)
Terlibat dalam penulisan bersama “Buku Tantangan
Pembelajaran Online Era Covid 19” yang diinisiasi oleh Prof
Dwi Sulisworo tahun 2020, (3) Kumpulan Cerpen “Senja di
Pelabuhan Lorens Say’ yang diterbitkan oleh Penerbit
Media Edukasi Indonesia 2021, (4) Buku kumpulan Puisi
“Cinta Monyet” diterbitkan di tahun 2021 oleh Penerbit
Media Edukasi Indonesia (5) Menuis di Jurnal Nasional
sbb: (1) Illfection of Vowral Languange Vocational Sikka
Krowe in the Use of Pronomina, (2) Analisis fungsi dan isi
pantun masyarakat Desa Kopong dan relevansinya
terhadap pembelajaran Bahasa Indonesia di SMP (3)
Menginisiasi penerbitan buku Kumpulan puisi yang ditulis
oleh Mahaiswa dengan judul Bangku Kosong tahun 2019.
(4) Menginisiasi Buku Kumpulan Puisi yang ditulis oleh
Para guru dan mahasiswa Sikka, yg berjudul Sahabat-

250 Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi


sahabat Marlin lering diterbitkan oleh Penerbit Media
Edukasi Indonesia tahun 2021.

Sihab, Wanita yang bernama asli Siti


Habsari Pratiwi merupakan anak sulung
kelahiran 8 Juni 1988. Istri dari Muhammad
Rasid Ritonga ini menamatkan Pendidikan
Sarjana pada Universitas Riau Program
Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra
Indonesia dan Daerah pada tahun 2011. Kemudian,
melanjutkan Pendidikan pada PPS UMN AL-WASLIYAH
Medan pada Tahun 2013. Saat ini bekerja sebagai abdi
negara menjadi salah satu tenaga pengajar di Fakultas
Tarbiyah dan Ilmu Keguruan IAIN Langsa Aceh. Ibu dari
Nabilah Rasti R dan Nadira Rasti R ini sangat tertarik pada
kajian bahasa dan sastra, pengajaran bahasa, perkembangan
bahasa anak, dan manajemen keuangan keluarga. Untuk
menjalin silaturahmi dapat dihubungi melalui email
sihabpratiwi@iainlangsa.ac.id dan akun Instagram @
sitihabsaripratiwi.

Septi Fitri Meilana, M.Pd lahir di Jakarta


pada tanggal 6 Mei 1989. Puteri ke tiga dari
pasangan Bapak Budi yana, S.Pd dan ST.
Aminah S.PdI. mempunyai kakak kandung
bernama Diah Rimawati,A.md.Keb dan
Hafiz zaskuri,S.Hum. Pendidikan formal
yang pernah ditempuh oleh penulis adalah SD Negeri
Pondok Ranggon 06 Petang lulus tahun 2002. Pada tahun

Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi 251


yang sama, masuk SMP Negeri 230 Jakarta lulus tahun
2005. Kemudian melanjutkan ke SMA Negeri 105 Jakarta
lulus tahun 2008. Penulis melanjutkan pendidikan di
Perguruan Tinggi yaitu Universitas Muhammadiyah Prof.
Dr.Hamka (UHAMKA) Jurusan Pendidikan Guru Sekolah
Dasar (PGSD) dengan mengambil program Sarjana (S I)
lulus tahun 2012. Menyelesaikan pendidikan Master (S2)
di Pascasarjana UNJ jurusan Pendidikan Dasar Lulus 2016.
Pengalaman berkarir dimulai dari menjadi tentor Bimbingan
belajar dan kursus LP3i, bimbingan belajar Primagama,
dan siaga ceria, kemudian pengalaman mengajar di
sekolah swasta MIT. Salsabila,serta di sekolah negeri
Pekayon 18 Pagi. Dan saat ini mengabdikan diri sebagai
dosen tetap di Universitas Muhammadiyah Prof.Dr.Hamka
tahun 2016-sekarang. Buku ber ISBN yang telah dihasilkan
antara lain:
1. 99 pesan anak hebat
2. Amazing Fairy tales : bukan dongeng biasa
3. Kisah unik sang pendidik : kumpulan cerita pendek
4. Mengukir karakter generasi emas
5. Prosa Fiksi dan Drama
6. Teori Landasan Pendidikan Sekolah Dasar
Selain menulis buku, penulis juga aktif dalam aktivitas
penelitian dan pengadbdian kepada masyarakat dan
tulisan nya juga diterbitkan dalam jurnal ilmiah.

252 Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi


Eva Harista lahir di Kota Sungailiat,
Kabupaten Bangka, Provinsi Kepulauan
Bangka Belitung, pada Tanggal 15 Mei
1987. Sekolah Dasar hingga Sekolah
Menengah Pertama ditempuh di Kota
Sungailiat. Jenjang Pendidikan Sarjana
ditempuh di STAIN Syaikh Abdurrahman Siddik Bangka
Belitung. Jenjang pendidikan Magister ditempuh di
Universitas PGRI Palembang pada Program Studi
Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. Sejak Tahun 2015
beliau mengabdi sebagai Dosen Bahasa Indonesia di IAIN
Syaikh Abdurrahman Siddik Bangka Belitung. Adapun
beberapa karya buku yaitu sebagai berikut. 1) Media
Pembelajaran Bahasa Indonesia Anak Berkebutuhan
Khusus, 2) Kemampuan Membaca Pemahaman Siswa
Tunarungu, dan 3) Buku Kumpulan Puisi “The Best Poetry
of KPSI3. Beberapa karya artikel yang telah diterbitkan ke
dalam beberapa Jurnal Nasional, diantaranya sebagai
berikut: 1) Gaya Bahasa Dakwah Opick dalam Lirik Lagu
“Bila Waktu Telah Berakhir”, 2) Prinsip Kerja Sama dalam
Percakapan Transaksi Jual Beli di Pasar Kite, Kecamatan
Sungailiat, Kabupaten Bangka, 3) Penggunaan Bahasa
Persuasi di Media Sosial dalam Berdakwah pada Akun
Facebook ‘Yusuf Mansur (Official)’, 4) Kemampuan
Berpidato dengan Metode Memoriter Mahasiswa Semester
I Tahun Akademik 2016/2017 STAIN Syaikh Abdurrahman
Siddik Bangka Belitung, 5) Kesantunan Imperatif Teks
Khotbah Jumat Ustaz Abu Ishaq Abdullah Nahar dalam

Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi 253


Majalah Asy Syariah Edisi 107 : Kajian Pragmatik, 6)
Peningkatan Keterampilan Berbahasa Melalui Teknik
Reportase Mahasiswa Program Studi Komunikasi dan
Penyiaran Islam (KPI) IAIN Syaikh Abdurrahman Siddik
Bangka Belitung, 7) Perbedaan Metode Pembelajaran dan
Motivasi Belajar terhadap Kemampuan Membaca
Pemahaman Siswa Tunarungu di SLB Negeri Koba.

Eva Apriani, M.Pd., lahir di Kota Samarinda,


Provinsi Kalimantan Timur, pada Tanggal 4
Januari 1987. Sekolah Dasar Sekolah Di
Berau Kalimantan Timur, SMP sampai SMA
ditempuh di Kota Taarakan. Jenjang
Pendidikan Sarjana ditempuh di Universitas
Borneo Tarakan (2005). Jenjang pendidikan Magister
ditempuh di Universitas Negeri Surabaya pada Program
Studi Pendidikan Bahasa Indonesia Tahun (2012). Sejak
Tahun 2015 beliau mengabdi sebagai Dosen Tetap di
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Jurusan Pendidikan
Bahasa Indonesia di Universitas Borneo Tarakan. Aktif
sebagai penulis dan peniliti dan beberapa karya buku yang
telah dihasilkan antara lain: (1) Bunga Rampai Cerita Rakyat
Suku Tidung (2) Sosiolinguistik Sebuah Pengantar di
Perguruan Tinggi, (3) Sastra Tidung Sebagai Upaya
Pemertahanan Kebudayaan Daerah di Perguruan Tinggi,
(4) Membaca Corona Membaca Realita, (5) Paguntaka
Nyanyian Rakyat Tidung (6) Public Speaking, dan Saat ini
sedang menyelesaikan buku Bahasa Indonesia di Perguruan
Tinggi. Beberapa hasil penelitian dan pengabdian yang

254 Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi


sudah dipublikasikan dalam bentuk artikel antara lain: (1)
Pengembangan Bahan Ajar Perkuliah Sastra Anak di
Universitas Borneo Tarakan, (2) Keefektifan Penggunaan
Bahan Ajar Sosiolinguistik Berbasis Buku Teks di Universitas
Borneo Tarakan, (3) Pemilihan Duta Wisata Di Kabupaten
Tana Tidung Kalimantan Utara (4) Program Pendampingan
Pendulisan Karya Tulis Ilmiah meningkatkan Kompetensi
Guru selama masa Pandemik Covid 19(5) Pengenalan Awal
Budaya Suku Tidung Melalui Media Video Animasi Untuk
Anak Usia Dini Sistem Door to Door dalam Rangka
memutuskan rantai penularan covid 19 di sekolah RA
Handayani. (6) Whorshop Pendidikan Literasi Media Dalam
Menangkal Hoxs di Media Sosial Kepada “Komisi Pemilihan
Umum Kota Tarakan” Kalimantan Utara. (8) Whorksop
Pengembangan Media Pembelajaran Berbasis Literasi
dengan Memanfaatkan Lingkungan Alam Sekitar di
Sekolah SMPN 2 Sebat ik Tengah Kabupaten Nunukan.

Juniara Fitri Cibro, M.Pd. lahir pada


tanggal 12 Juni 1988 di Kota Takengon,
Kecamatan Kebayakan, Kabupaten Aceh
Tengah, Provinsi Aceh. Penulis menempuh
pendidikan di SD Negeri Pinangan, Takengon,
Aceh Tengah dan lulus tahun 2000.
Selanjutnya, penulis melanjutkan jenjang pendidikan di
SMP Negeri 2 Takengon dan lulus tahun 2003. Kemudian
beralih selanjutnya ke SMA Negeri 1 Takengon dan lulus
tahun 2013. Setelah mengukir pendidikan SD, SMP, dan
SMA, penulis pernah mendapatkan kesempatan untuk

Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi 255


berkuliah di Universitas Syiah Kuala, Program Studi
Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia (PBSI) dan lulus
tahun 2011. Kemudian, melanjutkan studi terakhir di
Pascasarjana Universitas Syiah Kuala, Program Studi
Magister Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia (MPBSI)
dan lulus tahun 2015. Penulis pernah mendapatkan
kesempatan bertugas menjadi Guru Bahasa Indonesia di
SMP-SMA Teuku Nyak Arif Fatih Bilingual School, Banda
Aceh sekaligus sebagai Kepala Perpustakaan Sekolah.
Kemudian, penulis kembali ke tanah kelahiran dan menjadi
guru di SMP IT Az Zahra Takengon sekaligus sebagai dosen
Mata Kuliah umum Bahasa Indonesia di salah satu
Universitas di Takengon, yaitu Universitas Gajah Putih. Saat
ini, atas izin Allah penulis tengah mengabdi sebagai Dosen
Bahasa Indonesia di Institut Agama Islam Negeri Takengon,
Aceh Tengah, Aceh.

Nur Apriani Nukuhaly, M.Pd, lahir di


Kaitetu Kecamatan Leihitu Kabupaten
Maluku Tengah. Tempat tinggal di Wara
Batu Merah Atas Ambon. Penulis
merupakan anak pertama dari empat
bersaudara dari ayah Hi. Sahrul Nukuhaly
& ibu Samiong Payapo. Penulis merupakan dosen IAIN
Ambon sejak tahun 2006 hingga sekarang. Pendidikan
formal sarjana (S1) diselesaikan pada Universitas
Muhammadiyah Makassar Jurusan Pendidikan Bahasa &
Sastra Indonesia dan pendidikan magister (S2) diselesaikan
pada Universitas Negeri Malang Jurusan Pendidikan Bahasa
& Sastra Indonesia.

256 Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi


Rita Kumala Sari, M.Pd., lahir di Kota
Tarakan, Provinsi Kalimantan Utara, pada
Tanggal 27 Januari 1987. Sekolah Dasar
hingga Sekolah Menengah Atas ditempuh
di Kota Taarakan. Jenjang Pendidikan
Sarjana ditempuh di Universitas Borneo
Tarakan (2005). Jenjang pendidikan Magister ditempuh di
Universitas Negeri Malang pada Program Studi Pendidikan
Bahasa Indonesia Tahun (2012). Sejak Tahun 2015 beliau
mengabdi sebagai Dosen Tetap di Fakultas Keguruan dan
Ilmu Pendidikan, Jurusan Pendidikan Bahasa Indonesia di
Universitas Borneo Tarakan. Aktif sebagai penulis dan
peniliti dan beberapa karya buku yang telah dihasilkan
antara lain: (1) Sastra Anak, (2) Sosiolinguistik Sebuah
Pengantar di Perguruan Tinggi, (3) Sastra Tidung Sebagai
Upaya Pemertahanan Kebudayaan Daerah di Perguruan
Tinggi, (4) Membaca Corona Membaca Realita, (5) Linguistik
Forensik, (6) Public Speaking, dan Saat ini sedang
menyelesaikan buku Bahasa Indonesia di Perguruan Tinggi.
Beberapa hasil penelitian dan pengabdian yang sudah
dipublikasikan dalam bentuk artikel antara lain: (1)
Pengembangan Bahan Ajar Perkuliah Sastra Anak di
Universitas Borneo Tarakan, (2) Keefektifan Penggunaan
Bahan Ajar Sosiolinguistik Berbasis Buku Teks di Universitas
Borneo Tarakan, (3) Kesubjekan Bahasa Punan Tebunyau,
(4) Language acquisition of 3 year old children through
audio visual learning media during the COVID-19 pandemic.
(5) Penelitian Kepustakaan (library Research) Dalam
Penelitian Pengembangan di Jurusan Pendidikan Bahasa

Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi 257


Indonesia Universitas Borneo Tarakan, (6) Program
Pendampingan Penulisan Karya Tulis Ilmiah Untuk
Meningkatkan Kompetensi Guru Selama Masa Pandemik
Covid 19 di TK Negeri Pembina 2 Tarakan. (7) Whorshop
Pendidikan Literasi Media Dalam Menangkal Hoxs di Media
Sosial Kepada “Komisi Pemilihan Umum Kota Tarakan”
Kalimantan Utara. (8) Whorksop Pengembangan Media
Pembelajaran Berbasis Literasi dengan Memanfaatkan
Lingkungan Alam Sekitar di Sekolah SMPN 2 Sebatik
Tengah Kabupaten Nunukan.

Tri Rahayu, M.Pd.I, lahir di OKU Timur, 24


Agustus 1990. Anak ketiga dari tiga
bersaudara. Ayahnya bernama Zainuddin
(Alm) dan Ibunya bernama Saniyah. Penulis
bertempat tinggal di Desa Dadi Rejo,
Kecamatan Belitang III, Kabupaten OKU
Timur, Sumatra Selatan. Menyelesaikan Pendidikan S-1
pada Program Studi Pendidikan Agama Islam UIN
Walisongo Semarang tahun 2012 dan pendidikan S-2 pada
Program tudi Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah UIN
Sunan Kalijaga Yogyakarta tahun 2014. Setelah
menyelesaikan studi S-2, ia mengajar di SMA IT Gumawang
tahun 2014. Selain itu juga sebagai Dosen Tetap di STIT
Misbahul Ulum Gumawang tahun 2014-sekarang dan telah
memiliki Nomor Induk Dosen Nasional (NIDN) 2124089001.
Pada tahun 2016-2018 dipercaya sebagai Sekretaris
Jurusan Prodi PGMI dan mendapat amanah sebagai Ketua
Jurusan PGMI tahun 2019-sekarang.

258 Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi


Penulis juga pernah aktif di organisasi kemasyarakatan
sebagai Pengurus Karang Taruna Desa Dadi Rejo periode
tahun 2016-2020 dan mendapat amanah sebagai Ketua
Pimpinan Ranting Fatayat NU Desa Dadi Rejo di tahun
2021. Karya ilmiah berupa Skripsi dengan Judul “Hubungan
antara Pemahaman Kitab Tuhfatul Athfal dengan Kefasihan
Membaca Al-Qur’an Santri di Pondok Pesantren Tahfidzul
Qur’an Al-Hikmah Tugurejo Tugu Semarang”. Berupa Tesis
dengan Judul “Pengembangan Nilai-Nilai Karakter Religius
Siswa Berbasis Kearifan Lokal (Pembelajaran Membatik di
MI Ma’arif Giriloyo I Imogiri Bantul). Sementara tulisan
yang pernah dipublikasikan di Jurnal STIT Misbahul Ulum,
antara lain: Pembelajaran PAI Berbasis Emotional Spiritual
Quotient (ESQ) Jurnal Tarbiyatul Misbah Edisi Juni 2017,
Problematika Pembelajaran PAI MI Jurnal Al-Misbah Edisi
Desember 2017, Manajemen Madrasah Ibtidaiyah dalam
Era Otonomi Daerah Edisi Desember 2018, Peran Guru
dalam Meningkatkan Kecerdasan Emosional Anak Edisi Juni
2019, Teori Pengolahan Informasi dalam Pembelajaran MI
Edisi Desember 2019, Karakteristik Siswa Sekolah Dasar dan
Implikasinya Terhadap Pembelajaran Edisi Desember 2019,
Manajemen Strategis Dan Analisis SWOT dalam Pendidikan
Jurnal Idaarotul Ulum Edisi Juni 2020, Perencanaan Strategi
Mutu dalam Pendidikan Edisi Desember 2020.

Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi 259


Dr. Ratna Susanti, S.S., M.Pd., dosen
di Politeknik Indonusa Surakarta yang
lahir di Klaten. Pendidikan formal dari
SD, SMP, dan SMA ditempuh di Kota
Klaten. Pendidikan tinggi dari S1, S2, dan
S3 ditempuh di Universitas Sebelas
Maret Surakarta. Saat ini, di sela-sela kesibukan mengajar
mata kuliah Bahasa Indonesia, Komunikasi Ilmiah, dan
Metode Penelitian Kualitatif, penulis juga telah
menghasillkan banyak publikasi melalui jurnal nasional
maupun jurnal internasional. Selain itu, penulis juga aktif
dalam pertemuan ilmiah berupa seminar, lokakarya,
konferensi, baik di tingkat nasional maupun internasional.
Menulis adalah hobi yang sangat digemari karena penulis
meyakini sebuah quote dari Pramoedya Ananta Toer,
“Menulis adalah pekerjaan untuk sebuah keabadian.”
Penulis memiliki ketertarikan riset pada bidang linguistik,
pendidikan, gender, dan humaniora. Untuk berdiskusi lebih
lanjut, silakan hubungi penulis melalui surel:
ratnasusanti19@poltekindonusa.ac.id.

Nanda Saputra, M.Pd., lahir di Lueng


Putu 25 Januari 1989. Dari ayah
bernama Azhar Shaleh dan Ibu
bernama Mariana. Ia memiliki seorang
istri bernama Nada Afra, SH. Penulis
bertempat tinggal di Desa Baroh
Kecamatan Pidie Kabupaten Pidie Provinsi Aceh. Telah
menyelesaikan studi strata satu di Program Studi Pendidikan

260 Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi


bahasa dan sastra Indonesia Universitas Jabal Ghafur Sigli
(2007-2011). Lulus strata dua di Program Studi Pendidikan
bahasa dan sastra Indonesia Universitas Pendidikan
Indonesia Bandung (2012-2014). Karirnya dimulai sebagai
dosen tetap yayasan di Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah Al-
Hilal Sigli (2014-sekarang). Dosen tidak tetap di Universitas
Jabal Ghafur Sigli. Menjadi guru di SMAN Ulumul Qur’an
Sigli (2015-sekarang). Menjadi guru di MTsS dan MAS
Unggul Nura. Pernah menjabat waka kurikulum MTsS
Unggul Nura (2015-2017). Waka kurikulum SMAN Ulumul
Qur’an Sigli (2015-2017). Ketua MGMP Bahasa Indonesia
MA Kabupaten Pidie (2019-sekarang). Wakil Ketua MGMP
SMA Bahasa Indonesia MA Kabupaten Pidie
(2019-sekarang).
Bidang kajian yang menjadi tanggungjawab penulis di
Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah Al-Hilal Sigli adalah Bahasa
Indonesia di MI/SD, Pembelajaran Bahasa Indonesia di MI/
SD, Keterampilan Berbahasa Indonesia. Selain itu, penulis
juga dipercaya mengampu mata kuliah: Kajian Puisi, Prosa
Fiksi dan Sastra, Psikolinguistik, Sejarah Sastra Indonesia,
Teori Sastra, Linguistik Umum I, Linguistik Umum II,
Sosiolinguistik di Universitas Jabal Ghafur.
Buku yang telah dihasilkan antara lain: Konsep Dasar
Bahasa Indonesia, Keterampilan berbahasa Indonesia MI/
SD, Model-model Pembelajaran bahasa Indonesia di MI/SD,
Pembelajaran Sastra MI/SD, Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan,
Aprsesiasi Sastra Indonesia dan Pembelajarannya,
Pengkajian Prosa Fiksi. Selain menulis buku, penulis juga
aktif dalam aktivitas penelitian dan pengadbdian kepada

Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi 261


masyarakat serta menjadi pemakalah dalam seminar
nasional/internasional. Tulisannya juga diterbitkan dalam
jurnal ilmiah, seperti : Eksperimental (STIT Al-Hilal Sigli),
Tunas Bangsa (STKIP BBG), Jurnal Metamorfosa (STKIP
BBG), Lingua Rima (UMT), Multi Disiplin Ilmu (UNAYA) dan
lain sebagainya. Sekarang sedang mendirikan Yayasan
Penebit Muhammad Zaini, Pedir Reseacrh Instititut dan
Asosiasi Dosen Kolaborasi Lintas Perguruan Tinggi.
Yayasan Penerbit Muhammad Zaini atau dikenal dengan
sebutan Guru Sekumpul adalah sebuah yayasan penerbit
yang terinspirasi oleh rasa kecintaan penulis terhadap figur
ketokohan ulama di Martapura Kalimantan Selatan. Pedir
Reseacrh Instititut adalah sebuah pusat penelitian ilmiah
yang bergerak dalam bidang penelitian dan pengabdian
masyarakat. Sedangkan Asosiasi Dosen Kolaborasi Lintas
Perguruan Tinggi, beliau mendirikannya karena beliau
terinspirasi dari memfasilitasi 80 judul bookchapter yang
diikuti oleh 800 dosen lintas perguruan tinggi se-indonesia.
Selain memfasilitasi penulisan bookchpaternya, beliau juga
mendampingin beberapa dosen dalam penulisan jurnal
baik nasional maupun internasional.

262 Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi


Bahasa Indonesia dalam perkembangannya
memang telah mengalami pasang surut. Pemakaian kata
dan struktur ejaannya sering dikacaukan karena
mengikuti perkembangan zaman. Bahkan atas nama
modernisasi, orang jadi cenderung malu untuk
menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar.
Sehingga orang semakin mengesampingkan pentingnya
penggunaan bahasa, terutama dalam tatacara pemilihan
kata.
Agar tercipta suatu komunikasi yang efektif dan
e isien, pemahaman penggunaan diksi atau pemilihan
kata dirasakan sangat penting, bahkan mungkin vital,
terutama untuk menghindari kesalapahaman dalam
berkomunikasi. Dengan demikian, kata-kata yang
digunakan untuk berkomunikasi harus dipahami dalam
konteks alinea dan wacana. Kata sebagai unsur bahasa,
tidak dapat dipergunakan dengan sewenang-wenang.
Akan tetapi, kata-kata tersebut harus digunakan dengan
mengikuti kaidah-kaidah yang benar.

Anda mungkin juga menyukai