Anda di halaman 1dari 12

AKHLAQ

"Muslim yang paling sempurna imannya ialah yang terbaik akhlaknya." (HR Tirmidzi
dan Ahmad).Hadis ini mengungkapkan hal yang sangat penting dalam Islam, yaitu
akhlak. Selain masalah tauhid dan syariat, akhlak memiliki porsi pembahasan yang
sangat luas.
Secara etimotogi akhlak terambil dari akar kata khuluk yang berarti tabiat, muruah,
kebiasaan, fitrah, atau naluri. Sedangkan secara syar'i, seperti diungkapkan Imam Al-
Ghazali, akhlak adalah sesuatu yang menggambarkan perilaku seseorang yang terdapat
dalam jiwa yang baik, yang darinya keluar perbuatan secara mudah dan otomatis tanpa
terpikir sebelumnya.
Jika sumber perilaku itu didasari oleh perbuatan yang baik dan mulia, yang dapat
dibenarkan oleh akal dan syariat, maka ia dinamakan akhlak yang mulia. Namun, jika
sebaliknya, maka ia dinamakan akhlak yang tercela. Abu Hurairah ra. mengabarkan
bahwa suatu saat Rasulullah SAW pernah ditanya tentang kriteria orang yang akan
masuk syurga. Beliau menjawab, "Takwa kepada Allah dan akhlak yang baik" (HR
Tirmidzi dan Ahmad).
Tatkala Rasulullah SAW menasihati sahabatnya, beliau menggandengkan nasihat untuk
bertakwa dengan nasihat untuk berakhlak baik pada manusia. Ada sebuah riwayat dari
Abi Dzar Al-Ghiffary bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Bertakwalah kepada Allah di
manapun engkau berada dan balaslah perbuatan buruk dengan perbuatan baik niscaya
kebaikan itu akan menutupi kejelekan dan bergaullah dengan manusia dengan akhlak
yang baik" (HR Tirmidzi).
Benar, tauhid adalah inti dan pokok ajaran Islam yang harus selalu diutamakan. Namun,
hal ini tidak berarti mengabaikan akhlak sebagai penyempurna. Tauhid dan akhlak
sangat berkaitan erat, karena tauhid adalah realisasi akhlak seorang Muslim.
Seorang yang bertauhid dan baik akhlaknya berarti ia adalah sebaik-baik manusia.
Makin sempurna tauhid seseorang, akan semakin baik pula akhlaknya. Sebaliknya,
tatkala seorang hamba memiliki akhlak buruk, berarti akan lemah pula tauhidnya. Akhlak
adalah tolak ukur kesempurnaan iman seseorang. Rasulullah SAW bersabda, "Orang
Mukmin yang paling sempurna imannya ialah yang terbaik akhlaknya" (HR Tirmidzi dan
Ahmad).
Setidaknya ada enam dimensi akhlak dalam Islam, yaitu:

1. Akhlak kepada Allah SWT. Diaplikasikan dengan cara mencintai-Nya, mensyukuri


nikmat-Nya, malu berbuat maksiat, selalu bertobat, bertawakkal, dan senantiasa
mengharapkan limpahan rahmat-Nya.

2. Akhlak kepada Rasulullah SAW. Diaplikasikan dengan cara mengenalnya lebih jauh,
kemudian berusaha mencintai dan mengikuti sunnah-sunnahnya, termasuk pula banyak
bershalawat, menerima seluruh ajaran beliau dan menghidupkan kembali sunnah-
sunnah yang beliau contohkan.

3. Akhlak terhadap Alquran. Diaplikasikan dengan membacanya penuh perhatian, tartil.


Kemudian berusaha untuk memahami, menghapal, dan mengamalkannya.

4. Akhlak kepada orang-orang di sekitar kita, mulai dari cara memperlakukan diri sendiri,
kemudian orangtua, kerabat, tetangga, hingga saudara seiman.

5. Akhlak kepada orang kafir. Caranya adalah dengan membenci kekafiran mereka.
Namun, kita harus tetap berbuat adil kepada mereka. Agama memperbolehkan kita
berbuat baik pada mereka selama hal itu tidak bertentangan dengan syariat Islam, atau
untuk mengajak mereka pada Islam.

6. Akhlak terhadap lingkungan dan makhluk hidup lain. Caranya dengan berusaha
menjaga keseimbangan alam, menyayangi binatang, melestarikan tumbuh-tumbuhan,
dan lainnya. Wallahu a'lam. KH Abdullah Gymnastia/dokrep/Juli 2005

“Dan barangsiapa yg menta’ati Allah dan Rasul-Nya mereka itu akan bersama-sama
dgn orang-orang yg dianugerahi ni’mat Allah yaitu Nabi-nabi para shiddiqin orang-orang
yg mati syahid dan orang-orang shaleh. Dan mereka itulah teman yg sebaik-baiknya”
Pendahuluan Nilai suatu ilmu itu ditentukan oleh kandungan ilmu tersebut. Semakin
besar dan bermanfaat nilainya semakin penting utk dipelajarinya. Ilmu yg paling penting
adl ilmu yg mengenalkan kita kepada Allah SWT Sang Pencipta. Sehingga orang yg
tidak kenal Allah SWT disebut kafir meskipun dia Profesor Doktor pada hakekatnya dia
bodoh. Adakah yg lbh bodoh daripada orang yg tidak mengenal yg menciptakannya?
Allah menciptakan manusia dgn seindah-indahnya dan selengkap-lengkapnya dibanding
dgn makhluk / ciptaan lainnya. Kemudian Allah bimbing mereka dgn mengutus para
Rasul-Nya . Sementara dari jalan sahabat Abu Umamah disebutkan bahwa jumlah para
Rasul 313 } agar mereka berjalan sesuai dgn kehendak Sang Pencipta melalui wahyu
yg dibawa oleh Sang Rasul. Namun ada yg menerima disebut mu‟min ada pula yg
menolaknya disebut kafir serta ada yg ragu-ragu disebut Munafik yg merupakan bagian
dari kekafiran. Begitu pentingnya Aqidah ini sehingga Nabi Muhammad penutup para
Nabi dan Rasul membimbing ummatnya selama 13 tahun ketika berada di Mekkah pada
bagian ini krn aqidah adl landasan semua tindakan. Dia dalam tubuh manusia seperti
kepalanya. Maka apabila suatu ummat sudah rusak bagian yg harus direhabilitisi adl
kepalanya lbh dahulu. Disinilah pentingnya aqidah ini. Apalagi ini menyangkut
kebahagiaan dan keberhasilan dunia dan akherat. Dialah kunci menuju surga.
Aqidah secara bahasa berarti sesuatu yg mengikat. Pada keyakinan manusia adl suatu
keyakinan yg mengikat hatinya dari segala keraguan. Aqidah menurut terminologi syara‟
yaitu keimanan kepada Allah Malaikat-malaikat Kitab-kitab Para Rasul Hari Akherat dan
keimanan kepada takdir Allah baik dan buruknya. Ini disebut Rukun Iman.
Dalam syariat Islam terdiri dua pangkal utama. Pertama Aqidah yaitu keyakinan pada
rukun iman itu letaknya di hati dan tidak ada kaitannya dgn cara-cara perbuatan . Bagian
ini disebut pokok atau asas. Kedua Perbuatan yaitu cara-cara amal atau ibadah seperti
sholat puasa zakat dan seluruh bentuk ibadah disebut sebagai cabang. Nilai perbuatan
ini baik buruknya atau diterima atau tidaknya bergantung yg pertama. Makanya syarat
diterimanya ibadah itu ada dua pertama Ikhlas krn Allah SWT yaitu berdasarkan aqidah
islamiyah yg benar. Kedua Mengerjakan ibadahnya sesuai dgn petunjuk Rasulullah
SAW. Ini disebut amal sholeh. Ibadah yg memenuhi satu syarat saja umpamanya ikhlas
saja tidak mengikuti petunjuk Rasulullah SAW tertolak atau mengikuti Rasulullah SAW
saja tapi tidak ikhlas krn faktor manusia umpamanya maka amal tersebut tertolak.
Sampai benar-benar memenuhi dua kriteria itu. Inilah makna yg terkandung dalam Al-
Qur‟an surah Al-Kahfi 110 yg artinya “Barangsiapa mengharap perjumpaan dgn
Tuhannya maka hendaklah ia mengerjakan amal yg shaleh dan janganlah ia
mempersekutukan seorangpun dalam beribadah kepada Tuhannya.”
Perkembangan Aqidah Pada masa Rasulullah SAW aqidah bukan merupakan disiplin
ilmu tersendiri krn masalahnya sangat jelas dan tidak terjadi perbedaan-perbedaan
faham kalaupun terjadi langsung diterangkan oleh beliau. Makanya kita dapatkan
keterangan para sahabat yg artinya berbunyi “Kita diberikan keimanan sebelum Al-
Qur’an”
Nah pada masa pemerintahan khalifah Ali bin Abi Thalib timbul pemahaman -
pemahaman baru seperti kelompok Khawarij yg mengkafirkan Ali dan Muawiyah krn
melakukan tahkim lewat utusan masing-masing yaitu Abu Musa Al-Asy‟ari dan Amru bin
Ash. Timbul pula kelompok Syiah yg menuhankan Ali bin Abi Thalib dan timbul pula
kelompok dari Irak yg menolak takdir dipelopori oleh Ma‟bad Al-Juhani dan dibantah
oleh Ibnu Umar krn terjadinya penyimpangan-penyimpangan. Para ulama menulis
bantahan-bantahan dalam karya mereka. Terkadang aqidah juga digunakan dgn istilah
Tauhid ushuluddin As-Sunnah Al-Fiqhul Akbar Ahlus Sunnah wal Jamaah atau
terkadang menggunakan istilah ahlul hadits atau salaf yaitu mereka yg berpegang atas
jalan Rasulullah SAW dari generasi abad pertama sampai generasi abad ketiga yg
mendapat pujian dari Nabi SAW. Ringkasnya Aqidah Islamiyah yg shahih bisa disebut
Tauhid fiqih akbar dan ushuluddin. Sedangkan manhaj dan contohnya adl ahlul hadits
ahlul sunnah dan salaf.
Bahaya Penyimpangan Pada Aqidah Penyimpangan pada aqidah yg dialami oleh
seseorang berakibat fatal dalam seluruh kehidupannya bukan saja di dunia tetapi
berlanjut sebagai kesengsaraan yg tidak berkesudahan di akherat kelak. Dia akan
berjalan tanpa arah yg jelas dan penuh dgn keraguan dan menjadi pribadi yg sakit
personaliti. Biasanya penyimpangan itu disebabkan oleh sejumlah faktor diantaranya
Tidak menguasainya pemahaman aqidah yg benar krn kurangnya pengertian
dan perhatian. Akibatnya berpaling dan tidak jarang menyalahi bahkan
menentang aqidah yg benar.
Fanatik kepada peninggalan adat dan keturunan. Karena itu dia menolak aqidah
yg benar. Seperti firman Allah SWT tentang ummat terdahulu yg keberatan
menerima aqidah yg dibawa oleh para Nabi dalam Surat Al-Baqarah 170 yg
artinya “Dan apabila dikatakan kepada mereka “Ikutlah apa yg telah diturunkan
Allah” mereka menjawab ” tetapi kami hanya mengikuti apa yg telah kami dapati
dari nenek moyang kami.” walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui
suatu apapun dan tidak mendapat petunjuk.”
Taklid buta kepada perkataan tokoh-tokoh yg dihormati tanpa melalui seleksi yg
tepat sesuai dgn argumen Al-Qur‟an dan Sunnah. Sehingga apabila tokoh
panutannya sesat maka ia ikut tersesat.
Berlebihan dalam mencintai dan mengangkat para wali dan orang sholeh yg
sudah meninggal dunia sehingga menempatkan mereka setara dgn Tuhan atau
dapat berbuat seperti perbuatan Tuhan. Hal itu krn menganggap mereka sebagai
penengah/arbiter antara dia dgn Allah. Kuburan-kuburan mereka dijadikan
tempat meminta bernadzar dan berbagai ibadah yg seharusnya hanya ditujukan
kepada Allah. Demikian itu pernah dilakukan oleh kaumnya Nabi Nuh AS ketika
mereka mengagungkan kuburan para sholihin. Lihat Surah Nuh 23 yg artinya
“Dan jangan pula sekali-kali kamu meninggalkan penyembahan} Wadd dan
jangan pula Suwa’ Yaghuts Ya’uq dan Nasr.”
Lengah dan acuh tak acuh dalam mengkaji ajara Islam disebabkan silau
terhadap peradaban Barat yg materialistik itu. Tak jarang mengagungkan para
pemikir dan ilmuwan Barat serta hasil teknologi yg telah dicapainya sekaligus
menerima tingkah laku dan kebudayaan mereka.
Pendidikan di dalam rumah tangga banyak yg tidak berdasar ajaran Islam
sehingga anak tumbuh tidak mengenal aqidah Islam. Pada hal Nabi Muhammad
SAW telah memperingatkan yg artinya “Setiap anak terlahirkan berdasarkan
fithrahnya maka kedua orang tuanya yg meyahudikannya menashranikannya
atau memajusikannya” .
Apabila anak terlepas dari bimbingan orang tua maka anak akan dipengaruhi
oleh acara / program televisi yg menyimpang lingkungannya dan lain
sebagainya.
Peranan pendidikan resmi tidak memberikan porsi yg cukup dalam
pembinaan keagamaan seseorang. Bayangkan apa yg bisa diperoleh dari
2 jam seminggu dalam pelajaran agama itupun dgn informasi yg kering.
Ditambah lagi mass media baik cetak maupun elektronik banyak tidak
mendidik kearah aqidah bahkan mendistorsinya secara besar-besaran.
Tidak ada jalan lain utk menghindar bahkan menyingkirkan pengaruh
negatif dari hal-hal yg disebut diatas adl mendalami memahami dan
mengaplikasikan Aqidah Islamiyah yg shahih agar hidup kita yg sekali
dapat berjalan sesuai kehendak Sang Khalik demi kebahagiaan dunia
dan akherat kita Allah SWT berfirman dalam Surah An-Nisa‟ 69 yg artinya
“Dan barangsiapa yg menta’ati Allah dan Rasul-Nya mereka itu akan
bersama-sama dgn orang-orang yg dianugerahi ni’mat Allah yaitu Nabi-
nabi para shiddiqin orang-orang yg mati syahid dan orang-orang shaleh.
Dan mereka itulah teman yg sebaik-baiknya.”
Dan juga dalam Surah An-Nahl 97 yg artinya “Barangsiapa yg
mengerjakan amal shaleh baik laki-laki maupun perempuan dalam
keadaan beriman maka sesungguhnya akan kami berikan kepadanya
kehidupan yg baik dan sesungguhnya akan kami beri balasan kepada
mereka dgn pahala yg lbh baik dari apa yg telah mereka kerjakan.”
Faedah Mempelajari Aqidah Islamiyah Karena Aqidah Islamiyah
bersumber dari Allah yg mutlak maka kesempurnaannya tidak diragukan
lagi. Berbeda dgn filsafat yg merupakan karya manusia tentu banyak
kelemahannya. Makanya seorang mu‟min harus yakin kebenaran Aqidah
Islamiyah sebagai poros dari segala pola laku dan tindakannya yg akan
menjamin kebahagiannya dunia akherat. Dan merupakan keserasian
antara ruh dan jasad antara siang dan malam antara bumi dan langit dan
antara ibadah dan adat serta antara dunia dan akherat. Faedah yg akan
diperoleh orang yg menguasai Aqidah Islamiyah adl
Membebaskan dirinya dari ubudiyah / penghambaan kepada
selain Allah baik bentuknya kekuasaan harta pimpinan maupun
lainnya.
Membentuk pribadi yg seimbang yaitu selalu kepada Allah baik
dalam keadaan suka maupun duka.
Dia merasa aman dari berbagai macam rasa takut dan cemas.
Takut kepada kurang rizki terhadap jiwa harta keluarga jin dan
seluruh manusia termasuk takut mati. Sehingga dia penuh
tawakkal kepad Allah .
Aqidah memberikan kekuatan kepada jiwa sekokoh gunung. Dia
hanya berharap kepada Allah dan ridho terhadap segala
ketentuan Allah.
Aqidah Islamiyah adl asas persaudaraan / ukhuwah dan
persamaan. Tidak beda antara miskin dan kaya antara pinter dan
bodoh antar pejabat dan rakyat jelata antara kulit putih dan hitam
dan antara Arab dan bukan kecuali takwanya disisi Allah SWT.
Oleh Al-Islam - Pusat Informasi dan Komunikasi Islam Indonesia
sumber file al_islam.chm http://blog.re.or.id/aqidah-
islamiyah.htm
PEMBAHASAN
ASPEK-ASPEK AJARAN ISLAM
http://blog.re.or.id/aqidah-islamiyah.htm

Islam merupakan agama yang sangat diridhoi oleh Allah SWT. Para mudjahid
membagi Islam ke dalam tiga kerangka pokok yaitu aqidah, Syariah dan akhlak.
Semuanya merupakan satu kesatuan yang tak dapat dipisahkan.
Drs. Nasruddin Razak menyebutkan dalam bukunya “Dainul Islam” bahwa :
Islam adalah dalam satu kesatuan ajaran, ajaran yang satu dengan yang lainnya
mempunyai nisbat dan hubungan yang saling berkaitan. Maka Islam dapat kita lihat
serempak dalam tiga segi: Aqidah, syariah dan nizam. Nizam adalah serupa dengan
sistem, cara hidup atau the way of life. Islam sebagai suatu sistem, pertama kali kita
lihat sebagai iman (kepercayaan), kemudian sistem ibadah (penyembuhan) sistem
akhlak. Islam juga merupakan suatu cara hidup, mempunyai cara hidup dalam
berkeluarga, cara hidup sosial, cara hidup dalam bidang politik, cara hidup ekonomi dan
lain sebagainya.
Untuk lebih jelasnya maka kita akan membahas lebih dalam mengenai ketiga
aspek ajaran Islam di bawah ini. Mengenai akidah, syari‟ah dan akhlak.

A. Aspek Aqidah
Akidah adalah sesuatu yang dianut oleh manusia dan diyakininya baik berwujud
agama dan yang lainnya.[1]
Aqidah (kepercayaan) itu adalah sesuatu hal yang pertama-tama yang diserahkan
oleh Rasulullah dan yang dituntutnya dari manusia untuk dipercayai dalam tahapan
pertama daripada tahapan-tahapan dakwah Islamiyah dan yang merupakan pada
seruan setiap Rasul yang diutus oleh Allah swt.
Aqidah secara etimologi berarti ikatan atau sangkutan. Dan secara terminologi
berarti creedo, creed yaitu keyakinan hidup. Iman dalam arti yang khusus, yakni
pengikraran yang bertolak dari hati. Bentuk jamaknua „aqaid atau ma’rifat, ilmu
ushuluddin, ilmu kalam, ilmu hakikat dan ilmu tauhid.
Sayid Sabiq mengemukakan bahwa pengertian keimanan atau aqidah itu tersusun
dari enam perkara yaitu:
1. Ma‟rifat kepada Allah
2. Ma‟rifat dengan Alam yang ada dibalik alam semesta ini.
3. Ma‟rifat dengan kitab-kitab Allah
4. Ma‟rifat dengan Nabi-nabi serta Rasul-rasul Allah.
5. Ma‟rifat dengan hari akhir.
6. Ma‟rifat dengan takdir

Qs. Al-Anfal: 2-4

“Sesungguhnya orang-orang yang beriman ialah mereka yang bila disebut nama Allah
gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayatNya bertambahlah iman
mereka (karenanya), dan Hanya kepada Tuhanlah mereka bertawakkal. (yaitu) orang-
orang yang mendirikan shalat dan yang menafkahkan sebagian dari rezki yang kami
berikan kepada mereka. Itulah orang-orang yang beriman dengan sebenar-benarnya.
mereka akan memperoleh beberapa derajat ketinggian di sisi Tuhannya dan ampunan
serta rezki (nikmat) yang mulia”.
Akidah dalam Islam meliputi keyakinan dalam hati tentang Allah sebagai Tuhan
yang wajib disembah, ucapan denagn lisan dalam bentuk dua kalimah syahadat,
diwujudkan dalam perbuatan dengan amal shaleh. Akidah dalam Islam harus
berpengaruh pada segala aktivitas yangt dilakukan oleh menusia. Sehingga aktivitas
tersebut dapat bernilai ibadah. [2]
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa akidah dalam Islam tidak hanya
sekedar keyakinan dalam hati, melainkan tahap lanjutan yang akna menjadi acuan
dan dasar dalam bertingkah laku, serta berbuat yang pada akhirnya akan
menghasilkan amal shaleh.

B. Aspek Syariah
Syariat adalah peraturan-peraturan yang diciptakan Allah atau yang diciptakan
pokok-pokoknya di dalam berhubungan dengan Tuhannya, dengan saudara sesama
muslim, dengan saudara sesama manusia, dengan alam dan hubungannya dengan
kehidupan.
Cara untuk mengadakan hubungan tersebut adalah:
a. Cara manusia berhubungan dengan Tuhan
b. Cara manusia berhubungan dengan sesama muslim
c. Cara manusia berhubungan dengan saudara sesama manusia
d. Cara manusia berhubungan dengan alam
e. Cara manusia berhubungan dengan kehidupan.
Syari‟ah pada asalnya bermakna “jalan yang lempeng”
Pengertian syari‟ah yang sering dipakai dikalangan para ahli hukum, ialah:
“Hukum-hukum yang diciptakan oleh Allah SWT untuk segala hambaNya agar
mereka itu mengamalkannya untuk kebahagiaan dunia akhirat, baik hukum-hukum itu
bertalian dengan perbuatan, aqidah dan akhlak”.
Para ahli fiqh memakai kata syari‟ah ini sebagai nama bagi hukum yang ditetapkan
Allah untuk para hambaNya dengan perantaraan Rasulullah supaya para hambaNya
tersebut melaksanakannya dengan dasar iman yang hukum tersebut mencakup seluruh
kehidupan manusia.
Syari‟ah berasal dari wahyu Allah yang dituangkan dalam al-Quran dan al-Hadits,
diwajibkan untuk ditaati dan dilaksanakan sebagaimana mestinya, apabila manusia ingin
hidup bahagia dan tenteram baik di dunia dan di akhirat maka Allah berfirman
Syari‟ah juga merupakan tata ketentuan yang telah mengatur dengan sebaik-baiknya
bagaimana seorang muslim melakukan kewajibannya terhadap Allah secara vertikal dan
bagaimana pula seorang muslim mendapatkan hak dan melaksanakan kewajibannya
secara horizontal terhadap sesama makhluk Allah.
Syari‟ah berpusat pada dua segi kehidupan yang cukup mendasar yaitu aspek
ibadah dan muamalah.
Aspek ibadah terdiri dari dua jenis yaitu ibadah dalam pengertian umum dan ibadah
dalam pengertian khusus. Ibadah dalam pengertian umum yakni semua amalan yang
diizinkan oleh Allah dan yangn tidak ditetapkan secara terperinci mengenai keharusan
mengerjakannya. Sedangkan ibadah dalam arti khusus yakni apa-apa yang telah
ditetapkan Allah secara terperinci baik tingkat maupun kaifiyat atau dalam cara-cara
tertentu.
Sesuai dengan fungsi, tujuan dan nilai yang terkandung dalam peribadatan dapat
diketahui tiga macam bentuk ibadah yaitu
Ibadah syahsiyah adalah ibadah perorangan dalam rangka pembentukan watak
yang formil yakni kepribadian muslim, seperti ibadah shalat dan syahadat.
Ibadah ijtima‟iyah syaltout yaitu ibadah kemasyarakatan yang bernilai amaliyah
social untuk membentuk rasa tanggung jawab sosial, seperti zakat dan puasa.
Ibadah siyasah adalah ibadah yang secara tidak langsung terkandung aspek
politis biasanya berupa ibadah haji untuk membina persatuan dan kesatuan umat.

C. Aspek Akhlak
Akhlak ialah suatu gejala kejiwaan yang sudah meresap dalam jiwa, yang dari
padanya timbul perbuatan-perbuatan dengan mudah, tanpa mempergunakan
pertimbangan terlebih dahulu. Apabila yang timbul daripadanya adalah perbuatan-
perbuatan baik, terpuji menurut akal dan syara‟ maka disebut akhlak baik, sebaliknya
apabila yang timbul dari padanya adalah perbuatan yang jelek maka dinamakan akhlak
yang buruk.
Dalam menjalankannya sebaiknya berpedoman kepada al-Qur‟an dan al-Hadits.
Secara garis besarnya menurut sifatnya terbagi kepada dua yakni akhlak terpuji dan
akhlak tercela. Dari segi bentuknya kahlak dapat dibagi dalam tiga kelompok yaitu:
a. Akhlak kepada Allah
b. Akhlak terhadap manusia
c. Akhlak terhadap makhluk-makhluk lain.
Masalah-masalah pokok yang menyangkut akhlak, menurut al-Ghazali dalam
kitabnya Ihya Ulumuddin ialah:
a) Hikmah yakni kemampuan jiwa untuk membedakan yang benar dari yang
salah dalam segala perbuatan yang ada di bawah kekuasaan manusia.
b) Keadilan yakni kemampuan jiwa untuk mengendalikan daya (kekuatan), marah,
dan daya nafsu serta mendorongnya kepada tuntunan hikmah dengan membatsi
gerak-geriknya.
c) Syaja’ah yakni keadaan daya gadlah yang tunduk dan taat kepada akal dalam
semua gerak maju dan mundurnya.
d) Iffah yakni keadaan daya nafsu terpimpin dan terdidik dengan pendidikan dan
pimpinan akal dan agama.[3]

D. Metode Pencapaian Aqidah dan Akhlak


Metode pencapaian aqidah Islam dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu:
a. Doktriner yang bersumber pada wahyu ilahi yang disampaikan melalui
RasulNya dan pesan Allah tersebut telah diabadikan dalam satu kitab Al-Quran
yang secara operasionalnya dijelaskan oleh sabda Nabi-Nya.
b. Filosofiks atau bias disebut juga dengan melalui hikmah di mana Tuhan
mengarahkan kebijaksanaan dan kecerdasan berfikir kepada manusia untuk
mengenal adanya Tuhan dengan cara memperhatikan fenomena yang diambil
sebagai bukti-bukti adanya Tuhan melalui kontemplasi yang mendalam.
c. Metode Ilmiah dengan memperhatikan fenomena alam sebagai bukti adanya
Allah SWT. Misalkan melalui cosmologi, antropologi, psikologi, botani,
oceanographi dan lain sebagainya.
d. Irfani‟ah yaitu metode yang menekankan pada intuisi dan perasaan hati
seseorang setelah emlalui upaya suluk (perbuatan yang biasa dilakukan untuk
mencapai tujuan tertentu). Metode ini membagi alam dalam dua kategori, yakni
pertama, alam nyata yang mampu diobservasi dan kedua, alam intuisi yang
berkaitan dengan jiwa dan tidak mungkin mampu ditundukkan dengan analogi
atau pengalaman.

Sedangkan metode yang digunakan dalam pencapaian akhlak terdapat tiga cara
yaitu:
a) Metode Takhalli yaitu mengosongkan diri dari sifat-sifat yang tercela lahir dan
batin. Dalam mencapai metode Tahalli seseorang harus bias menghindari sifat-
sifat mazmumah.
b) Metode Tahalli yaitu mengisi diri dengan sifat-sifat mahmudah secara lahir dan
batin.
c) Metode Tajalli yaitu merasa akan keagungan Allah SWT. [4]

E. Prinsip-prinsip Aqidah dan Akhlak


Prinsip aqidah dan akhlak di antaranya adalah:
a. Aqidah yang didasarkan atas tauhid, yaitu mengesakan Allah dari segala
dominasi yang lain. Prinsip at-Tauhid tidak juga mempertentangkan antara
dunia dengan akhirat. Oleh sebab itu prinsip at-Tauhid harus ditopang dengan
lima komitmen, yaitu:
Memiliki komitmen utuh kepada Tuhan dan menjalankan pesanNya.
Menolak pedoman hidup yang bukan berasal dari Tuhan.
Bersikap progresif dengan selalu menekan penilaian kualitas hidup adapt
istiadat, tradisi, dan faham hidup.
Tujuan hidupnya amat jelas, yaitu semua aktivitas hanya untuk Allah
semata. Dijelaskan dalam Q. S. Al-An‟Am
“Katakanlah: Sesungguhnya sembahyangku, ibadatku, hidupku dan matiku
hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam”.

Memiliki visi yang jelas dengan manusia lain, sehingga terjalin


keharmonisan antara manusia dan Tuahannya, dengan lingkungan di
sekitarnya.
b. Aqidah harus dipelajari secara terus menerus (Continue) dan diamalkan hingga
akhir hayat dan di dakwahkan kepada yang lain. Sumber aqidah Allah yakni
Dzat yang Maha Benar. Oleh sebab itu dalam mempelajari aqidah harus melalui
wahyuNya.
Qs. Al-Isra: 36

“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan
tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu
akan diminta pertanggungan jawabnya”.

c. Scope pembahasan aqidah tentang Tuhan dibatasi dengan larangan


memperbincangkan dan memperdebatkan tentang eksistensi Dzat Tuhan,
sebab dalam satu hal ini manusia tidak akan pernah mampu menguasai.
d. Akal dipergunakan manusia untuk memperkuat aqidah, bukan untuk mencari
aqidah, karena semua telah jelas dalam al-Quran dan al-Hadits.

Prinsip-prinsip umum yang dipergunakan dalam akhlak adalah:


a) Akhlak yang baik yakni berlandaskan al-Quran dan al-Hadits.
b) Adanya keseimbangan antara berakhlak kepada Allah, sesama manusia, dan
makhluk lain.
c) Pelaksanaan akhlak harus bersamaan dengan pelaksanaan dengan aqidah
dan syari‟ah.
d) Akhlak dilakukan semata-mata karena Allah, meskipun obyek akhlak kepada
makhluk.
e) Akhlak dilakukan menurut proporsinnya
KESIMPULAN
Islam dapat dilihat dalam tiga segi: Aqidah, syariah dan akhlak (nizam) . Nizam
adalah serupa dengan sistem, cara hidup atau the way of life. Islam sebagai suatu
sistem, pertama kali kita lihat sebagai iman (kepercayaan), kemudian sistem ibadah
(penyembuhan) sistem akhlak. Islam juga merupakan suatu cara hidup, mempunyai
cara hidup dalam berkeluarga, cara hidup sosial, cara hidup dalam bidang politik, cara
hidup ekonomi dan lain sebagainya. Berikut penjelasannya:
Aqidah (kepercayaan) itu adalah sesuatu hal yang pertama-tama yang
diserahkan oleh Rasulullah dan yang dituntutnya dari manusia untuk dipercayai dalam
tahapan pertama daripada tahapan-tahapan dakwah Islamiyah dan yang merupakan
pada seruan setiap Rasul yang diutus oleh Allah SWT.

Syariat adalah peraturan-peraturan yang diciptakan Allah atau yang diciptakan


pokok-pokoknya di dalam berhubungan dengan Tuhannya, dengan saudara sesama
muslim, dengan saudara sesama manusia, dengan alam dan hubungannya dengan
kehidupan.
Sedangkan akhlak adalah gejala kejiwaan yang sudah meresap dalam jiwa,
yang dari padanya timbul perbuatan-perbuatan dengan mudah, tanpa mempergunakan
pertimbangan terlebih dahulu.

Makna Syahadatain
Kalimah syahadatain adalah kalimat yang tidak asing lagi bagi umat Islam. Kita
senantiasa menyebutnya setiap hari, misalnya ketika shalat dan azan. Kalimah
syahadatain sering diucapkan oleh ummat Islam dalam pelbagai keadaan.
Sememangnya kita menghafal kalimah syahadah dan dapat menyebutnya dengan fasih,
namun demikian sejauh manakah berkesan kalimah syahadatain ini difahami dan
diamalkan dalam kehidupan sehari-hari ummat Islam ?

Soalan tersebut perlu dijawab dengan realiti yang ada. Tingkah laku ummat Islam yang
terpengaruh dengan jahiliyah atau cara hidup Barat yang memberi gambaran bahawa
syahadah tidak memberi kesan lainnya seperti tidak menutup aurat, melakukan perkara-
perkara larangan dan yang meninggalkan perintah-Nya, memberi kesetiaan dan taat
bukan kepada Islam, dan mengingkari rezki atau tidak menerima sesuatu yang
dikenakan kepada dirinya. Contoh ini adalah wujud dari seseorang yang tidak
memahami syahadah yang dibacanya dan tidak mengerti makna yang sebenarnya
dibawa oleh syahadah tersebut.

Kalimah Syahadah merupakan asas utama dan landasan penting bagi rukun Islam.
Tanpa syahadah maka rukun Islam lainnya akan runtuh begitupun dengan rukun
Iman. Tegaknya syahadah dalam kehidupan seorang individu maka akan menegakkan
ibadah dan dien dalam hidup kita. Dengan syahadah maka wujud sikap ruhaniah yang
akan memberikan motivasi kepada tingkah laku jasmaniah dan akal fikiran serta
memotivasi kita untuk melaksanakan rukun Islam lainnya.

Menegakkan Islam maka mesti menegakkan rukun Islam terlebih dahulu, dan untuk
tegaknya rukun Islam maka mesti tegak syahadah terlebih dahulu. Rasulullah SAW
mengisyaratkan bahawa, Islam itu bagaikan sebuah bangunan. Untuk berdirinya
bangunan Islam itu harus ditopang oleh 5 (lima) tiang pokok iaitu syahadatain, shalat,
saum, zakat dan haji ke baitul haram. Dalam hadits yang lain : Shalat sebagai salah
satu rukun Islam merupakan tiangnya ad dien.
Di kalangan masyarakat Arab di zaman Nabi SAW, mereka memahami betul makna dari
syahadatain ini, terbukti dalam suatu peristiwa dimana Nabi SAW mengumpulkan ketua-
ketua Quraisy dari kalangan Bani Hasyim, Nabi SAW bersabda : Wahai saudara-
saudara, mahukah kalian aku beri satu kalimat, dimana de-ngan kalimat itu kalian akan
dapat menguasai seluruh jazirah Arab. Kemudian Abu Jahal terus menjawab :
Jangankan satu kalimat, sepuluh kalimat berikan kepadaku. Kemudian Nabi SAW
bersabda : Ucapkanlah Laa ilaha illa Allah dan Muhammadan Rasulullah. Abu Jahal
pun terus menjawab : Kalau itu yang engkau minta, berarti engkau mengumandangkan
peperangan dengan semua orang Arab dan bukan Arab.

Penolakan Abu Jahal kepada kalimah ini, bukan kerana dia tidak faham akan makna
dari kalimat itu, tetapi justru sebaliknya. Dia tidak mau menerima sikap yang mesti
tunduk, taat dan patuh kepada Allah SWT sahaja, dengan sikap ini maka semua orang
akan tidak tunduk lagi kepadanya. Abu Jahal ingin mendapatkan loyaliti dari kaum dan
bangsanya. Penerimaan syahadah bermakna menerima semua aturan dan segala
akibatnya. Penerimaan inilah yang sulit bagi kaum jahiliyah mengaplikasikan
syahadah.

Sebenarnya apabila mereka memahami bahawa loyaliti kepada Allah itu juga akan
menambah kekuatan kepada diri kita. Mereka yang beriman semakin dihormati dan
semakin dihargai. Mereka yang memiliki kemampuan dan ilmu akan mendapatkan
kedudukan yang sama apabila ia sebagai muslim. Abu Jahal adalah tokoh di kalangan
Jahiliyah dan ia memiliki banyak potensi diantaranya ialah ahli hukum (Abu Amr).
Setiap individu yang bersyahadah, maka ia menjadi khalifatullah fil Ardhi.

Kalimah syahadah mesti difahami dengan benar, kerana di dalamnya terdapat makna
yang sangat tinggi. Dengan syahadah maka kehidupan kita akan dijamin bahagia di
dunia ataupun di akhirat. Syahadah seba-gai kunci kehidupan dan tiang dari pada
dien. Oleh itu, marilah kita bersama memahami syahadatain ini.

Ahamiyah Syahadah (kepentingan bersyahadah).


Sarahan :

Syahadatain adalah rukun Islam yang pertama. Kepentingan syahadah ini karena
syahadah sebagai dasar bagi rukun Islam yang lain dan bagi tiang untuk rukun Iman
dan Dien. Syahadatain ini menjadi ruh, inti dan landasan seluruh ajaran Islam. Oleh
sebab itu, sangat penting syahadah dalam kehidupan setiap muslim. Sebab-sebab
kenapa syahadah penting bagi kehidupan muslim adalah :
• Pintu masuknya Islam
• Intisari ajaran Islam
• Dasar-dasar perubahan menyeluruh
• Hakikat dakwah para rasul
• Keutamaan yang besar

Madkhol Ila Islam (pintu masuk ke dalam Islam).


Sarahan :
• Sahnya iman seseorang adalah dengan menyebutkan syahadatain
• Kesempurnaan iman seseorang bergantung kepada pemahaman dan pengamalan
syahadatain
• Syahadatain membedakan manusia kepada muslim dan kafir
• Pada dasarnya setiap manusia telah bersyahadah Rubbubiyah di alam arwah, tetapi
ini sahaja belum cukup, untuk menjadi muslim mereka harus bersyahadah Uluhiyah dan
syahadah Risalah di dunia.
Dalil :
• Hadits : Rasulullah SAW memerintahkan Mu‟az bin Jabal untuk mengajarkan dua
kalimah syahadah, sebelum pengajaran lainnya.
• Hadits : Pernyataan Rasulullah SAW tentang misi Laa ilaha illa Allah dan kewajiban
manusia untuk menerimanya.
• Q.47 : 19, Pentingnya mengerti, memahami dan melaksanakan syahadatain.
Manusia berdosa akibat melalaikan pemahaman dan pelaksanaan syahadatain.
• Q.37 : 35, Manusia menjadi kafir karena menyombongkan diri terhadap Laa ilaha illa
Allah.
• Q.3 : 18, Yang dapat bersyahadat dalam arti sebenarnya adalah hanya Allah, para
Malaikat dan orang-orang yang berilmu yaitu para Nabi dan orang yang beriman kepada
mereka.
• Q.7 : 172, Manusia bersyahadah di alam arwah sehingga fitrah manusia mengakui
keesaan Allah. Ini perlu disempurnakan dengan syahadatain sesuai ajaran Islam.

Kholaso Ta’lim Islam (kefahaman muslim terhadap Islam).


Sarahan :
• Kefahaman muslim terhadap Islam bergantung kepada kefahamannya pada
syahadatain. Seluruh ajaran Islam terdapat dalam dua kalimah yang sederhana ini.
• Ada 3 hal prinsip syahadatain :
1. Pernyataan Laa ilaha illa Allah merupakan penerimaan penghambaan atau ibadah
kepada Allah sahaja. Melaksanakan minhajillah merupakan ibadah kepadaNya.
2. Menyebut Muhammad Rasulullah merupakan dasar penerimaan cara
penghambaan itu dari Muhammad SAW. Rasulullah adalah tauladan dalam mengikuti
Minhajillah.
3. Penghambaan kepada Allah meliputi seluruh aspek kehidupan. Ia mengatur
hubungan manusia dengan Allah dengan dirinya sendiri dan dengan masyarakatnya.
Dalil :
• Q.2:21, 51:56, Ma‟na Laa ilaha illa Allah adalah penghambaan kepada Allah. 21:25,
Rasul diutus dengan membawa ajaran tauhid.
• Q.33:21, Muhammad SAW adalah tauladan dalam setiap aspek kehidupan. 3:31,
aktifiti hidup hendaknya mengikuti ajaran Muhammad SAW.
• Q.6:162, Seluruh aktiviti hidup manusia secara individu, masyarakat dan negara
mesti ditujukan kepada mengabdi Allah SWT sahaja. 3:19, 3:85, 45:18, 6:153, Islam
adalah satu-satunya syariat yang diredhai Allah. Tidak dapat dicampur dengan syariat
lainnya.

Asasul Inqilab (dasar-dasar perubahan).


Sarahan :
• Syahadatain mampu manusia dalam aspek keyakinan, pemikiran, maupun jalan
hidupnya. Perubahan meliputi berbagai aspek kehidupan manusia secara individu atau
masyrakat.
• Ada perbedaan penerimaan syahadatain pada generasi pertama umat Muhammad
dengan generasi sekarang. Perbedaan tersebut disebabkan kefahaman terhadap
makna syahadatain secara bahasa dan pengertian, sikap konsisten terhadap syahadah
tersebut dalam pelaksanaan ketika menerima maupun menolak.
• Umat terdahulu langsung berubah ketika menerima syahadatain. Sehingga mereka
yang tadinya bodoh menjadi pandai, yang kufur menjadi beriman, yang bergelimang
dalam maksiat menjadi takwa dan abid, yang sesat mendapat hidayah. Masyarakat
yang tadinya bermusuhan menjadi bersaudara di jalan Allah.
• Syahadatain dapat merubah masyarakat dahulu maka syahadatain pun dapat
merubah umat sekarang menjadi baik.
Dalil :
• Q.6:122, Penggambaran Allah tentang perubahan yang terjadi pada para sahabat
Nabi, yang dahulunya berada dalam kegelapan jahiliyah kemudian berada dalam
cahaya Islam yang gemilang.
• Q.33:23, Perubahan individu contohnya terjadi pada Muz‟ab bin Umair yang sebelum
mengikuti dakwah rasul merupakan pemuda yang paling terkenal dengan kehidupan
yang glamour di kota Mekkah tetapi setelah menerima Islam, ia menjadi pemuda
sederhana yang da‟I, duta rasul untuk kota Madinah. Kemudian menjadi syuhada
Uhud. Saat syahidnya rasulullah membacakan ayat ini.
• Q.37:35-37, reaksi masyarakat Quraisy terhadap kalimah tauhid. 85:6-10, reaksi
musuh terhadap keimanan kaum mukminin terhadap Allah 18:2, 8:30, musuh
memerangi mereka yang konsisten dengan pernyataan Tauhid.
• Hadits : Laa ilaha illa Allah, kalimat yang dibenci penguasa zalim dan kerajaan.
• Hadits : Janji Rasul bahawa kalimah tauhid akan memuliakan kaumnya.

Haqiqat Dakwah Rasul.


Sarahan :
• Setiap Rasul semenjak nabi Adam AS hingga nabi besar Muhammad SAW
membawa misi dakwahnya adalah syahadah.
• Makna syahadah yang dibawa juga sama iaitu laa ilaha illa Allah.
• Dakwah rasul senantiasa membawa umat kepada pengabdian Allah sahaja.
Dalil :
• Q.60:4, Nabi Ibrahim berdakwah kepada masyarakat untuk membawanya kepada
pengabdian Allah sahaja.
• Q.18:110, Para nabi membawa dakwah bahawa ilah hanya satu iaitu Allah sahaja.

Fadailul A’dhim (ganjaran yang besar)


Sarahan :
• Banyak ganjaran-ganjaran yang diberikan oleh Allah dan dijanjikan oleh Nabi
Muhammad SAW.
• Ganjaran dapat berupa material ataupun moral. Misalnya kebahagiaan di dunia dan
akhirat, rezeki yang halal dan keutamaan lainnya.
• Keutamaan ini selalu dikaitkan dengan aplikasi dan implikasi syahadah dalam
kehidupan sehari-hari.
• Dielakkannya kita dari segala macam kesakitan dan kesesatan di dunia dan di
akhirat.
Dalil :
• Q: Allah SWT memberikan banyak keutamaan dan kelebihan bagi yang
bersyahadah.
• H: Allah SWT akan menghindarkan neraka bagi mereka yang menyebut kalimah
syahadah.

Anda mungkin juga menyukai