Anda di halaman 1dari 10

BEBERAPA VARIAN PORANG (Amorphophallus muelleri Blume) di Klangon, KPH Saradan, Kabupaten Madiun, Jawa Timur

Evit Endriyeni1dan Nunung Harijati2 Jurusan Biologi, FMIPA, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

ewitaendrya@gmail.com
2

Jurusan Biologi, FMIPA, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

harijati2002@yahoo.com
Abstrak Porang (Amorphophallus muelleri Blume) merupakan salah satu tanaman penghasil umbi yang termasuk dalam familia Araceae yang telah lama dikenal di Indonesia. Umbi tanaman ini mengandung serat yang tinggi tanpa kolesterol dan glukomanan yang cukup tinggi, sehingga dapat dimanfaatkan sebagai salah satu bahan makanan alternatif. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui macam-macam varian yang ditemukan di Klangon. Dengan menggunakan metode eksploratif deskriptif, sampel-sampel tanaman Porang yang didapatkan dari lapang dikarakterisasi morfologinya yang terdiri dari tiga puluh item. Sebagai pembeda utama digunakan karakter lebar tajuk, bentuk totol dan warna petiolus serta warna daging umbi . Dari hasil karakterisasi tersebut didapatkan tiga varian yang diberi nama varian 1, 2, dan 3. Varian 1 mempunyai corak totol-totol berupa garis berwarna putih dengan dasar warna hijau muda pada tangkai daun. Varian 2 bercorak belah ketupat dengan dasar warna hijau tua, sedangkan varian 3 bercorak sama dengan 2 namun mempunyai dasar hijau muda. Kata kunci: klangon, porang (Amorphophallus muelleri Blume), varian

Pendahuluan
Porang (Amorphophallus muelleri Blume) merupakan salah satu tanaman penghasil umbi yang termasuk dalam familia Araceae. Porang telah lama dikenal oleh masyarakat Indonesia. Di Indonesia tanaman Porang dikenal dengan banyak nama tergantung pada daerah asalnya, misalnya disebut acung atau acoan oray (Sunda), kajrong (Nganjuk) dan lain-lain (Anonim, 2007a). Amorphophallus muelleri Blume mempunyai sinonim nama Amorphophallus oncophyllus Prain ex Hook.f. dan Amorphophallus blumei (Schott) Engl. Tanaman Porang memiliki karakter botani sebagai berikut: tangkai bunga (spadix) polos yang memiliki ukuran panjang kurang lebih dua kali gabungan antara panjang bunga jantan dan betina, dengan bentuk jorong atau oval memanjang, sangat jelas terlihat memampat secara lateral, berwarna merah muda pucat, kekuningan atau coklat terang, dengan lekukan dan biji yang dangkal dengan ukuran panjang 8-22 cm dan lebar 2-8 cm, serta diameter 1-3 cm. Tangkai bunga jantan memiliki panjang -1 kali panjang tangkai bunga betina, panjangnya antara 5-8 cm, semakin melebar dan memanjang menuju pucuk. Bagian tangkai bunga betina berbentuk silider, berukuran panjang antara 5-10 cm, ovarium terpisah menjadi 2 sel, berwarna ungu atau sedikit keunguan, tangkai putik (stigma) sub-sessile, berada berdekatan dengan ovarium, buah matang bulat memanjang sampai pucuk berwarna merah terang, biasanya terdapat 2 biji, berukuran 12-18 mm. Dasar dari tangkai bunga tanpa penutup (telanjang) memiliki panjang antara -1 cm. Kelopak bunga (spathe) mengembang lebih lebar daripada pangkalnya, tumpul, berukuran panjang 12-27 cm, memanjang mendekati setengah dari bagian dari tangkai bunga yang polos, bagian luar berwarna hijau atau merah muda kekuningan, sampai ungu dengan banyak bulatan. Bintik-bintik berwarna kuning pucat, bentukan seperti lonceng (campanulate) yang setengahnya lebih pendek, sedangkan setengah bagian atasnya lebih tinggi pada anthesis. Tangkai bunga (peduncle) polos, hijau dengan banyak bintik berwarna pucat dan sangat mencolok, garis-garis pucat, berukuran antara 30-60 cm. Helaian daun membentang dengan ukuran panjang antara 60-200 cm dengan bentuk mirip pisau persegi panjang, besar, memanjang, tepi daun berwarna putih atau merah muda pucat mencolok. Pada permukaan bawah lebih jelas terlihat tulang-tulang daun yang kecil. Panjang tangkai daun antara 40-180 cm, dimana daun-daun yang lebih tua berada pada pucuk di antara tiga segmen tangkai daun yang kecil tak berambut. Bulbil berwarna coklat, tebal dan berada pada tiap segmen-segmen daun (Backer dan Van de Brink, 1986).

Umbi porang mengandung serat yang tinggi dan tanpa kolesterol, serta mengandung glukomanan yang merupakan suatu zat turunan dari karbohidrat (polisakarida) sebesar 20-65% dan sangat baik untuk kesehatan terutama untuk diet (Zamora, 2005). Porang dapat dimanfaatkan sebagai bahan makanan alternatif. Kegunaan lain dari porang adalah untuk keperluan industri antara lain untuk mengkilapkan kain, perekat kertas, kain katun, wool dan bahan imitasi lainnya serta sebagai campuran cat yang memiliki sifat lebih baik dari amilum dan praktis harganya lebih murah (Prihatyanto, 2007). Pangsa pasar umbi Porang pun juga telah mencakup pasar dalam dan luar negeri (Anonim, 2007b).

A A

B B

C C

D D

Gambar 1. Tanaman Porang. Daun dan bulbil (A); Tangkai daun (B); Umbi (C); Bunga (d) (IAS, 2003)

Desa Klangon yang terletak di kecamatan Saradan merupakan salah satu daerah sentra budidaya Porang yang ada di Jawa Timur (Anonim, 2007a). Daerah tersebut merupakan desa hutan di bawah KPH Saradan. Penanaman Porang di bawah pohon Jati, merupakan upaya Dinas kehutanan untuk menjaga kelestarian tanaman jati dengan memberi manfaat ekonomi masyarakat disekitarnya melalui izin hak guna lahan untuk budidaya Porang. Dengan asumsi adanya ketidak seragaman tingkat naungan dan ketebalan humus di Desa Klangon maka dilakukan eksplorasi macam-macam varian Porang yang diketemukan di Desa tersebut. Metode Penelitian Deskripsi Area Eksplorasi Luas wilayah hutan Desa Klangon, Kecamatan Saradan 1.361,8 ha. Sebagian besar merupakan hutan jati. Ketika program Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) dicanangkan Perum Perhutani, masyarakat segera memilih porang untuk dijadikan tanaman bernilai ekonomi dan ekologi. Melalui Kelompok Tani Hutan (KTH) Rino Kartiko, penduduk Desa Klangon membudidayakan porang di lahan Perhutani. Sejak tahun 1993 hingga tahun 2001, luas tanaman porang telah mencapai 615 ha dengan jumlah petani 557 orang. Berhubung permintaan dari Jepang semakin meningkat, areal tanaman porang terus diperluas setiap tahunnya. Oleh karena waktu penelitian mendekati musim panen Porang, dimana beberapa tanaman sudah mulai rebah, maka eksplorasi yang dilakukan hanya sekitar 50 % dari luas wilayah keseluruhan yang meliputi Desa dan sebagian Hutan Klangon. Eksplorasi tanaman Porang dilakukan di beberapa tempat di Klangon, meliputi Desa Klangon dan Hutan Klangon. Eksplorasi dari tumbuhan dilakukan dua kali. Pertama, pada bulan Maret 2008 dan yang kedua pada bulan April 2008. Pencandraan morfologi tanaman dilakukan pada saat pengambilan sampel Porang di Klangon, pengamatan ini dilakukan sebagai penentuan awal perbedaan varian-varian tanaman Porang. Pecandraan awal yang dilakukan meliputi pengamatan warna daun, warna permukaan dan bentuk totol-totol pada tangkai daun serta warna bulbil pada tanaman-tanaman Porang yang ditemukan di lapang.

Kemudian dilakukan juga pengukuran lebar tajuk, daun tunggal, tinggi tangkai daun, keliling bulbil serta penghitungan jumlah bulbil. Berdasarkan pengamatan morfologi tanaman Porang yang telah dilakukan di lapang, didapatkan beberapa tanaman Porang dengan morfologi berbeda. Untuk memudahkan pencandraan tanaman yang berbeda tersebut, masing-masing kelompok tanaman diberi nama kelompok tanaman 1, 2 , 3 dan seterusnya. Kemudian, tanaman-tanaman Porang dengan morfologi yang berbeda diambil masing-masing tiga tanaman utuh sebagai sampel. Tanaman yang diambil adalah tanaman yang berumur tua yang ditandai dengan ukuran katak induk terbesar dari kelompoknya. Masing-masing kelompok tanaman, diamati, dicatat karakter-karakternya dan didokumentasikan dengan menggunakan kamera digital. Sedangkan pengukuran dilakukan dengan menggunakan meteran dan penggaris. Untuk diameter tajuk diukur berdasarkan total panjang dari dua percabangan percabangan terpanjang. Ukuran tangkai daun diukur mulai dari pangkal tangkai daun yang berdekatan dengan umbi sampai pangkal percabangan tangkai daun. Bulbil yang diukur adalah bulbil induk terbesar yang berada pada pertemuan tiga cabang tangkai daun. Tanaman-tanaman yang memiliki morfologi berbeda kemudian diberi bobot nilai melalui metode skoring. Nilai total skoring yang berbeda untuk masing-masing kelompok tanaman, kemudian dijadikan acuan untuk menyebut kelompok tanaman yang berbeda nilai tersebut sebagai varian yang berbeda. Skoring untuk karakter parametrik, berupa hasil pengukuran tanaman dilakukan dengan memberi nilai tertinggi untuk kelompok tanaman yang dengan hasil pengukuran tertinggi dan nilai terendah untuk kelompok tanaman dengan hasil pengukuran terendah. Sedangkan skoring untuk karakter non-parametrik adalah sebagai berikut: Warna Permukaan umbi: Kuning: 3 Kuning kecoklatan: 2 Coklat: 1 Tekstur permukaan umbi/tangkai daun: Halus:2 Kasar:1 Bentuk totol-totol: Putih panjang, garis banyak:4 Putih panjang, garis sedikit:3 Belah ketupat, garis banyak:2 Belah ketupat, garis sedikit:1 Bentuk bulbil: Poligonal/tak beraturan:3 Lonjong:2 Bulat:1 Bentuk ujung daun tunggal: Meruncing:1 Tumpul/Membulat:0 Warna daging umbi: Putih: 4 Kuning keputihan: 3 Kuning kemerahan: 2 Kuning kecoklatan: 1 Warna permukaan tangkai daun/daun: Hijau tua:3 Hijau sedang:2 Hijau muda:1 Warna bulbil: Coklat:3 Coklat terang:2 Coklat kehitaman:3 Bentuk daun tunggal: Menyirip:1 Tidak menyirip:0

Hasil dan Pembahasan Eksplorasi yang dilakukan di Desa Klangon dilakukan di dua kebun milik penduduk setempat dengan kondisi tempat yang berbeda, yaitu kebun dengan vegetasi penutup kurang rindang dan kebun dengan vegetasi penutup cukup. Sedangkan eksplorasi yang dilakukan di dalam hutan dilakukan wilayah hutan di tepi jalan raya hingga ke tengah hutan yang memiliki vegetasi penutup yang sangat rindang. Berdasarkan hasil pencandraan diketahui bahwa ada 3 kelompok tanaman berbeda yang ditemukan, sehingga disebut dengan kelompok tanaman 1, 2 dan 3. Kelompok tanaman 1 dan 2 kebanyakkan

ditemukan di kebun penduduk dimana kelompok tanaman 2 memiliki kelimpahan yang tinggi dibandingkan kelompok tanaman 1, sedangkan untuk kelompok tanaman 3 hanya ditemukan dalam kelimpahan yang cukup besar di dalam hutan. Setelah dilakukan skoring karakter parametrik dan non-parametrik didapatkan jumlah total nilai skor yang berbeda seperti yang tertera pada Tabel 3. Adapun detail penghitungan tiap karakter bisa dilihat pada Tabel 2. Meskipun jumlah nilai total antara ketiga kelompok tanaman yang ditemukan tidak berbeda terlalu besar, namun nilai tersebut dianggap cukup untuk memberi ketentuan kelompok-kelompok yang diketemukan merupakan varian yang berbeda. Kelompok tanaman 1 kemudian disebut varian 1, kelompok tanaman 2 disebut varian 2 dan kelompok tanaman 3 disebut varian 3. Berdasarkan total hasil skoring tersebut dapat dilihat bahwa varian 2 dan 3 memiliki selisih nilai yang tidak terlalu besar, sehingga kemungkinan kedua varian tersebut masih memiliki kekerabatan yang lebih dekat dibandingkan dengan varian 1.
Tabel 1. Hasil Pengamatan Morfologi

K Varian a 1 r a Kuning W k kecoklatan a t Kuning r W e n kemerahan a r a r Halus T n e p a k 15,50 D e s i r d t a m a u 1,18 m B u g r e k i t r a n p e a g e r t n r u m ( m u d k b k a g i a r ) a i n Hijau muda W s a i Halus r T s n e i a k Putih panjang B s dengan garise k p t garis banyak n a e u t n r r u a m k n u 12,35 L p k i e t k a 7,15 n r L o e a g m i t k n k u n o i a k g l r r a k i a t ) p n r o a t ( n u o c g j l m k u ) a n l

2 Kuning Kuning Halus 19,4

3 Kuning Kuning kemerahan Halus 15,70

2,82

1,30

Hijau tua Halus Belah ketupat dengan garisgaris sedikit

Hijau tua Halus Belah ketupat dengan garis-garis sedikit 11,40 7,85

14,50 8,75

T 116,50 i n g g T 134,10 i i n ( g b g a i s a ( l b a p s a a n l g k p a e l r c p a e b r a c n a g b a a n n g 1 a ) n ) ( c ( m c ) m ) W coklat a bulat B r 9,15 e K n e a t l J 13 u i u k l m i l n a g h ( t t o e t r a b l e s a r ) ( c m

122,55

102,10

143,10

118,20

coklat bulat 10,85 17

coklat bulat 15,65 22

L 101,65 e b P 53,00 a a r n j 43,50 L t a e a n b j g a 39,07 u P r k a p n e p t j 26,20 r L e e a c e r r n a b c p g b 15,50 a a P a a r b a n p n a n 8,90 j e L g p n j a r e a e g a n c b n r 14,25 a n P g a c n g a b r 1 a n ( 7,10 a L b 1 d j c n d e ( a a m g a b c n ( u n 12,15 ) P a u a m g c n g a n r ) a m n n ) t d j 2 6,65 t d L u a a u a e 2 n u ( n u b menyirip g B n g c n a ( g e m g r c a meruncing n t B d ) a t m l t u e a l u d ) u n n u n hijau a W 1 k g t n 1 g u a ( g u g n r c d a k t ( a n m a l u c l t a ) u u n m u n 2 j g ) 2 n d u g g a t ( n a ( g u u c g l c a n n m m l g ) d 3 ) g a 3 a u ( l n c ( m Kelompo K c t ) a k m u Tanaman r ) n a g k g t a e l r

118,60 63,30

140,85 72,35

65,10

82,4

44,65

58,20

39,25

63,90

12,25 8,75 20,10 9,10 16,65

18,40 7,75 15,50 6,85 16,75

7,55 menyirip meruncing hijau

7,20 menyirip Meruncing hijau

Tabel 2 Hasil Skoring Karakter Morfologi

Tabel 3. Total Nilai Skoring untuk Tiga Kelompok Tanaman

K e 1 l o 4 m 4 p o k

2 67

3 62

Berdasarkan tabel hasil pengamatan morfologi (tabel 1) diketahui bahwa varian 1 dan 2 memiliki T diameter tajuk yang hampir sama kemungknan dikarenakan karena lokasi penemuannya yang hampir a sama, yaitu di lahan budidaya tanaman Porang milik penduduk setempat. Perbedaan antara kedua varian n tersebut terdapat pada kerindangan dari vegetasi penutup dimana varian 1 tumbuh pada lahan dengan a vegetasi penutup yang kurang rindang, sedangkan varian 2 berada pada vegetasi penutup yang cukup m rindang. Varian 3 memiliki tajuk yang paling lebar dibandingkan dua varian lainnya kemungkinan
a n

P o r a n g

dikarenakan lokasi penemuan yang berbeda yaitu di dalam hutan yang memiliki vegetasi penutup yang sangat rindang. Selain itu, tajuk yang lebar pada masing-masing varian juga menentukan jumlah dari bulbil, dimana varian 3 dengan tajuk rata-rata paling lebar memiliki jumlah bulbil yang paling banyak dibandingkan dua varian yang lainnya. Banyaknya jumlah bulbil yang ditemukan tersebut kemungkinan dikarenakan tajuk varian 3 yang cukup lebar dibandingkan dua varian lainnya. Varian 3 juga memiliki diameter rata-rata bulbil induk terbesar (bulbil yang berada di pertemuan antar percabangan) dibandingkan dua varian yang lain, tetapi tidak dapat diketahui secara pasti faktor-faktor yang mempengaruhi perbedaan diameter bulbil tersebut. Perbedaan kerindangan vegetasi penutup tersebut juga kemungkinan besar mempengaruhi warna dari permukaan tangkai daun dan bentuk totol-totol, dimana varian 2 dan 3 yang tumbuh dengan vegetasi yang cukup rindang memiliki warna permukaan tangkai daun yang hijau tua dengan bentuk totol-totol belah ketupat dengan garis-garis yang sedikit. Sedangkan varian 1 memiliki warna permukaan tangkai daun yang hijau muda dengan bentuk totol-totol yang seperti garis-garis yang rapat Hasil pendokumentasian gambar tangkai daun varian-varian Porang dapat dilihat pada Gambar berikut: Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Paiva dkk. (2003) pada tanaman Tradescantia albiflora tentang perbedaaan pencahayaan untuk tanaman menunjukkan bahwa tanaman yang tumbuh pada kondisi pencahayaan tinggi menunjukkan penurunan kandungan klorofil dibandingkan dengan tanaman dengan yang tumbuh pada kondisi pencahayaan yang cukup.

C
Gambar 2. Tangkai daun Porang. A: Varian 1; B: Varian 2; dan C: Varian 3

Vegetasi penutup atau biasa disebut naungan yang ideal untuk tanaman Porang adalah jenis Jati, Mahoni, Sono, dan lain-lain. Tingkat kerapatan naungan minimal 40%, sehingga semakin rapat semakin baik (Anonim, 2007a). Pernyataan tersebut sesuai dengan kondisi tumbuh varian 2 dan 3 yang memiliki naungan berupa pohon jati, tetapi untuk varian 1 kurang sesuai dikarenakan varian ini hanya ternaungi oleh pohon jambu dan mangga yang tajuknya tidak terlalu rindang. Morfologi umbi dari masing-masing varian sama, baik itu bentuk, warna permukaan dan tekstur permukaannya, tetapi pada saat dilakukan pengirisan bagian dalamnya, ternyata terdapat perbedaan warna dari daging umbinya. Varian 1 dan 3 memiliki warna daging umbi kuning kemerahan, sedangkan varian 2

memiliki warna daging umbi kuning keputihan (gambar tidak terdokumentasikan). Belum dapat diketahui secara pasti faktor-faktor yang mempengaruhi perbedaan warna daging umbi masing-masing varian. Morfologi tanaman Porang yang ditemukan memiliki kemiripan dengan morfologi tanaman Porang yang pernah ditemukan di Madiun pada penelitian sebelumnya oleh Hobir dan Meynarti (1995), dimana pada penelitian tersebut, telah diketemukan empat jenis varian Porang yang disebut varian A, B, C dan D. Akan tetapi pada penelitian ini, hanya ditemukan tiga varian dimana varian 2 dan 3 memiliki karakter yang mirip dengan varian B dengan batang warna hijau tua, bercak putih besar dengan garis sedikit, sedangkan varian 1 tidak termasuk dalam karakter keempat varian yang ditemukan sebelumnya. Hal ini menunjukkan bahwa ada kemungkinan introduksi varian tanaman Porang lainnya atau adanya varian baru yang kemungkinan terjadi dikarenakan perubahan lingkungan tumbuh dari tanaman Porang. Kesimpulan Dari penelitian yang telah dilakukan didapatkan tiga varian yang diberi nama varian 1, 2, dan 3. Varian 1 mempunyai corak totol-totol berupa garis berwarna putih dengan dasar warna hijau muda pada tangkai daun. Varian 2 bercorak belah ketupat dengan dasar warna hijau tua, sedangkan varian 3 bercorak sama dengan 2 namun mempunyai dasar hijau muda.

Ucapan Terima Kasih


Penelitian ini terlaksana karena adanya pendanaaan dari IMHERE melalui hibah kompetisi Student Grand tahap pertama. Untuk itu penulis mengucapkan terimakasih kepada pimpinan proyek IMHERE. Melalui proyek ini penulis sangat terbantu dalam menyelesaikan tugas akhir. Semoga proyek ini banyak memberikan manfaat dalam perkembangan jurusan Biologi UB.

Daftar pustaka
[1] Anonim (2007a). Budidaya Porang. http://www.kphjember.com. Tanggal akses 17 Januari 2008 pukul 13:08 WIB [2] Backer, A. dan R.C.B Van de Brink (1986) Flora of Java III. The Rijksherbarium. Leyden. Halaman 113 [3] Zamora, A. (2005) Carbohydrates - Chemical Structure. http://www. scientificpsychic.com /fitness/carbohydrate2html. Diakses tanggal 10 Nopember 2007 [4] Prihatyanto, T. 2007. Budidaya Belimbing dan Porang Untuk Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat Di Dalam dan Di Sekitar Hutan. http://www.dephut.go.id INFORMASI/MKI/ 07%20II/KRONIK,%20Budidaya%20Belimbing.htm. Tang- gal akses 17 Januari 2008 pukul 13:06 WIB [5] Anonim. Budidaya Porang di Sekitar Hutan. http://www.bojonegoro.go.id/warta/ pertanian.html. Tanggal akses 17 Januari 2008 pukul 13:04 WIB IAS. 2006. Amorphophallus muelleri Bl.. 2007b. Pertanian: Perkembangan

[6]

http://www.aroid.org/
Tanggal akses 12

genera/speciespage.php?genus=amorphophallus&species=muelleri.
Desember 2008 pukul 12:55 WIB

[7] Hobir, dan Meynarti, D. 1995. Karakterisasi dan Dokumentasi tanaman Iles-Iles (Amorphophallus spp.). Laporan Bagian Proyek Penelitian Tanaman Rempah dan Obat Cimanggu. [8] Paiva, E.A.S., Dos Santos Isaias, R.M., Vale, F.H. A. dan Queiroz, C.G. 2003. The Influence of Light Intensity on Anatomical Structure and Pigment Contents of Tradescantia pallida (Rose) Hunt.cv. purpurea Boom (Commelinaceae) Leaves. 46: 617-624

Anda mungkin juga menyukai