Anda di halaman 1dari 32

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Keberadaan indonesia sebagai negara hukum memberikan konsekuensi
mengedepankan dan melindungi Hak Asasi Manusia (HAM) yang telah
melekat dan tidak dapat dipisahkan karena keberadaan Negara hukum itu
sendiri. Hal ini dipertegas dalam UUD 1945 1 pasal 1 ayat 3 yang mengatan
bahwa negara Indonesia adalah negara hukum. Negara hukum (rechtsstaat)
adalah negara yang berlandaskan pada peraturan hukum dan aturan yang
berlaku secara mutlak, dengan adanya hukum, maka negara tersebut dapat
menjamin keadilan bagi seluruh elemen masyarakat, oleh karena itu hukum
sifatnya mengikat dan memaksa sehingga ketika ada suatu pelanggaran hukum
akan dikenakan sangsi sangsi hukum mulai dari sangsi yang ringan sampai
sangsi yang berat, berbicara sangsi didalam konteks penelitian proposal skripsi
ini adalah sangsi didalam hukum pidana, sangsi pidana merupakan suatu
hukuman sebab akibat, oleh karena itu orang yang terkena akibat akan
memperoleh sangsi baik masuk penjara ataupun terkena hukuman lain dari
pihak berwajib.
Berlandaskan dari penjalasan yang penulis gagaskan dari atas maka
perlu diketahui apa saja macam macam pidana menurut kitab undang undang
hukum pidana didalam bab II pasal 10 pidana terdiri dari pidana pokok dan
pidana tambahan.
a. Pidana pokok terdiri dari;
1. Pidana mati
2. Pidana penjara
3. Pidana kurungan
4. Pidana denda
5. Pidana tutupan
b. Pidana tambahan terdiri dari
1. Pencabutan hak hak tertentu
2. Perampasan barang barang tertentu

1
Undang Undang Dasar 1945 pasal 28A dan Pasal 28J

1
3. Pengumuman putusan hakim.
Berbicara perbuatan apa saja yang dapat di pidana mati diantaranya
adalah di dalam KUHP yang berlaku saat ini disebutkan, kejahatan yang bisa
dijatuhi hukuman mati salah satunya tindak pidana narkotika, tindak pidana
pembunuhan berencana, tindak pidana terorisme, hingga kejahatan terhadap
keamanan negara.
Dasar dasar hukum tindak pidana narkotika, tindak pidana
pembunuhan berencana, tindak pidana terorisme dan tindak pidana kejahatan
terhadapan keamanan negara.
1. Tindak pidana narkotika
Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang narkotika selanjutnya
disebut UU narkotika, yang menjadi landasan untuk mencegah dan
memberantas penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika yang sangat
merugikan dan membahayakan kehidupan masyarakat, bangsa, dan
negara.
2. Tindak pidana pembunuhan berencana
Pasal 340 kitab undang undang hukum pidana (KUHP). Barang siapa
dengan sengaja dan dengan rencana terlebih dahulu merampas nyawa
orang lain, diancam dengan pembunuhan dengan rencana, dengan pidana
mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling
lama 20 tahun.
3. Tindak pidana terorisme
Undang-undang nomor 5 tahun 2018 tentang perubahan atas undang-
undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah
pengganti undang-undang nomor 1 tahun 2002 tentang pemberantasan
tindak pidana terorisme menjadi undang-undang.
Pasal 6 Setiap orang yang dengan sengaja menggunakan kekerasan atau
ancaman kekerasan yang menimbulkan suasana teror atau rasa takut
terhadap orang secara meluas, menimbulkan korban yang bersifat massal
dengan cara merampas kemerdekaan atau hilangnya nyawa dan harta
benda orang lain, atau mengakibatkan kerusakan atau kehancuran
terhadap objek vital yang strategis, lingkungan hidup atau fasilitas publik

2
atau fasilitas internasional dipidana dengan pidana penjara paling singkat
5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun, pidana penjara
seumur hidup, atau pidana mati.
4. Tindak pidana kejahatan keamanan negara
Undang-undang republik indonesia nomor 27 tahun 1999 tentang
perubahan kitab-kitab undang-undang hukum pidana yang berkaitan
dengan kejahatan terhadap keamanan negara. Pasal 107a sampai dengan
pasal pasal 107f.
Guna terlaksananya ketertiban dalam kehidupan bermasyarakat dan
bernegara undang-undang dasar (UUD) 1945 pasal 28A ayat 1 yang
mengatakan bahwa setiap orang berhak untuk hidup serta berhak
mempertahankan hidup dan kehidupannya. Pasal 28I Ayat 1. Hak untuk
hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak
beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi di
hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku
surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apa
pun. Namu dari pada pasal di atas masih ada pasal lagi mengenai hak asasi
manusia yang berada di dalam pasal 28J undang undang dasar (UUD) 1945
Ayat 1 yang mengatakan bahwa setiap orang wajib menghormati hak asasi
manusia orang lain dalam tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara. Kemudian didalam pasal 28J UUD 1945 Ayat 2 yang berbunyi
dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada
pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-
mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan
orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan
pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam
suatu masyarakat demokratis.
Undang undang dasar (1945) sebagai hukum tertinggi dari segala
hirarki hukum di Indonesia yang didalamnya memuat berbagai isi aturan yang
salah satunya hak asasi manusia. Muhammad Yamin selaku pelopor hak asasi
manusia mengatakan bahwa Kalau hak rakyat tidak terang dalam hukum dasar
(konsitusi,-red) berarti telah terjadi grondwettelijke fout kesalahan undang-

3
undang hukum dasar dan itu besar sekali dosanya buat rakyat. Namu
dalamundang-undang dasar (UUD) 1945 mengenai hak asasi manusia
didalam pasal 28A sampai dengan pasal 28J itu sudah terang dan jelas tentang
hak asasi manusia.
Hal ini sesuai dengan Argumentasi Hans Kelsen bahwasanya negara
hukum setidak-tidaknya harus memiliki empat syarat Rechtsstaat, yaitu
pertama, negara yang kehidupannya sejalan dengan konstitusi dan undang-
undang; kedua, negara yang mengatur mekanisme pertanggung jawaban atas
setiap kebijakan dan tindakan yang dilakukan oleh penguasa; ketiga, negara
yang menjamin kemerdekaan kekuasaan kehakiman serta adanya peradilan
administrasi negara; dan keempat, negara yang melindungi hak asasi
manusia.2
Hak asasi manusia (HAM) merupakan istilah dalam bahasa Indonesia
untuk menyebut hak dasar atau hak pokok yang dimiliki manusia. Hak
tersebut bersifat melekat, kodrati dan universal.3 Hak asasi manusia ini
berawal mula dari konsep universalisme moral dan kepercayaan akan
keberadaan kode-kode moral universal yang melekat pada seluruh umat
manusia. Hak Asasi Manusia juga tidak tergantung atas suatu sebab, baik yang
disebabkan manusia lain, negara atau hukum, karena hak tersebut berkaitan
dengan eksistensi manusia itu sendiri. Dengan demikian, perbedaan jenis
kelamin, ras, agama atau warna kulit tidak mempengaruhi perbedaan terhadap
eksistensi hak asasi manusia. Adapun dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang
Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi manusia menyebutkan:“Hak Asasi
Manusia ialah “Seperangkat hak yang melekat pada hakikat keberadaan
manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-
Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara,
hukum, pemerintahan, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan
harkat dan martabat manusia sebagai makhluk Tuhan yang memiliki martabat
tinggi. Hak asasi manusia ini melekat pada tiap manusia. Sehingga memiliki

2
Bobi Aswandi, "Negara Hukum dan Demokrasi Pancasila dalam Kaitannya dengan Hak Asasi
Manusia (HAM)", Jurnal Pembangunan Hukum Indonesia, Vol.1, No.1 (2019),132.
3
Firdaus Arifin, "Hak Asasi Manusia Teori Perkembangan Dan Pengaturan", (Yogyakarta:
2019),3

4
sifat yang universal, yang dapat diartikan hak asasi manusia berlaku dimana
saja, untuk siapa saja dan tidak dapat diambil oleh orang lain.
Didalam putusan pengadilan negeri (PN) Bangkalan Nomor
:2/Pid.Sus/2018/PN.Bkl yang diawali dengan terjadinya tindak pidana
pembunuhan berencana atau perbarenga (concursus).
Lima orang terdakwa divonis hukuman mati lantaran terbukti
melakukan pemerkosaan serta pembunuhan di Bukit Pantai Rongkang
Kecamatan Kwanyar Kabupaten Bangkalan Jawa Timur pada 2017 lalu. 4
Terjadinya vonis pidana mati ini karena ada konse kuensi logis yang harus
diterima oleh pelaku tindak pidana, salah satunya tindak pidana concursus
yang dilakukan oleh Moh Hajir Bin Durahman.
Mengutip dari laman situs Pengadilan Negeri Bangkalan yang dimuat
di website Mahkamah Agung, mereka yang divonis hukuman mati antara lain
Moh Sohib, Moh Jeppar, Moh Hajir, Muhammad, dan Moh Hayyat.
Kasus bermula saat Ahmad dan Ani Fauziyah Laili sedang berduaan di
Bukit Pantai Rongkang, Bangkalan. Hingga larut malam, dua pelajar sekolah
menengah atas itu beralamat Desa Banyubesi, Kecamatan Tragah Achmad dan
Ani Fauziyah Laili itu tak kunjung pulang. Tiba-tiba ada seseorang yang tidak
dikenalnya datang menghampiri. Dia berusaha mengusir Ahmad. Namun,
Ahmad menolak. Ani Fauziyah Laili pun mendekap tubuh Ahmad.
Tindakannya tidak berhasil, orang itu lalu memanggil empat temannya.
Mereka membagi tugas. Ada yang merayu Ani Fauziyah Laili, ada pula yang
menganiaya Ahmad hingga tewas. Ani Fauziyah Laili juga dianiaya. Akan
tetapi, Ani Fauziyah Laili diperkosa secara bergiliran sebelum menerima
tindakan kekerasan hingga tewas.
Dua bulan kemudian, jasad sepasang kekasih korban pembunuhan
berencana itu ditemukan membusuk yang posisinya saling menindih tangan
dan kakinya terikat tali berwarna biru. Dalam proses hukum yang berjalan
pihak kepolisian menyebut para pelaku memang kerap melakukan tindakan
teror kepada pengunjung pantai tidak hanya memperkosa, tetapi juga
4
CNN Indonesia diakses 12 Oktober 2023 (website:
https://www.cnnindonesia.com/nasional/20191002165253-12-436153/kasus-perkosaan-dan-
pembunuhan-5-orang-divonis-hukuman-mati )

5
membunuh. Berdasarkan keterangan polisi tindakan teror yang dilakukan geng
ini tidak hanya memerkosa, melainkan juga membunuh. Ahmad dan Ani
Fauziyah Laili termasuk korban mereka berdasarkan putusan pengadilan
negeri bangkalan Nomor:2/Pid.Sus/2018/PN.Bkl Moh Hajir Bin Durahman
dijatuhkan pidana mati karena terbukti telah melakukan tindak pidana bersama
sama melakukan pembunuhan dengan berencana dan melakakukan kekerasan
memaksa anak untuk melakukan persetubuhan sebagaimana diatur dan
diancam pidana dalam kesatu primair Pasal 340 KUHP Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1
KUHP dan keempat kesatu subsidair Pasal 81 ayat 1 jo Pasal 76 D UU No. 23
Tahun 2002 tentang perlindungan anak sebagaimana dirubah dengan UU No.
35 tahun 2014 tentang perubahan atas UU No. 23 tahun 2002 tentang
perlindungan anak dan terakhir dengan UU No.17 Tahun 2016 Jo Pasal 55
ayat (1) ke 1 KUHP yang kami dakwakan dalam Dakwaan kesatu primair dan
keempat kesatu, subsidiair kami Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Moh
Hajir Bin Durahman dengan pidana mati;
Lima preman terdakwa perkara pembunuhan dan pemerkosaan
terhadap Ahmad dan Ani Fauziyah Laili di Pantai Rongkang, Kwanyar
Bangkalan divonis mati. Kelima terpidana mati adalah Muhammad Sohib,
Muhammad Jeppar, Muhammad Hajir, Muhammad alias Hasan, dan
Muhammad Hayyat dan Sohib. Kepala Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jatim, Mia
Amiati membenarkan kelima terpidana mati masih belum dieksekusi. Sebab,
setelah vonis dijatuhkan jaksa harus memastikan apakah mereka
menggunakan haknya untuk melakukan upaya hukum lainnya seperti
peninjauan kembali (PK) hingga grasi dari presiden. Bahwa berdasarkan
Putusan mahkamah konstitusi (MK) Nomor: 107/PUU-XIII/2015 yang
menyatakan jangka waktu pengajuan grasi dapat dilakukan lebih dari 1 tahun
sejak Putusan memiliki kekuatan hukum tetap atau yang kita kenal namanya
Inkracht sehingga yang menjadi pertimbangan adalah secara akal sehat dan
perikemanusian. Sehingga eksekusi terhadap 5 terpidana di Kejaksaan Negeri
Bangkalan belum dilaksanakan dikarenakan jaksa penuntut umum akan
memastikan kembali apakah para terpidana tersebut akan menggunakan hak-
hak mereka untuk mengajukan upaya hukum peninjauan kembali dan

6
permohonan Grasi kepada presiden. Penulis mengutib dari Sistem Informasi
Penelurusan Perkara (SIPP) pengadilan negeri (PN) Bangkalan pada hari
kamis yang bertepatan pada tanggal 10 bulan Oktober tahun 2019, kelima
orang tersebut telah dihukum mati. Vonis mati dikuatkan oleh Mahkamah
Agung (MA). Ketua majelis kasasi duduk sebagai Andi Samsan Nganro
dengan anggota Eddy Army dan Margono. Majelis kasasi menyatakan yang
intinya lima terdakwah itu turut serta melakukan pembunuhan berencana dan
turut serta melakukan kekerasan memaksa anak untuk melakukan
persetubuhan dengannya. Putusan kasasi itu diketok pada 25 Februari 2019.5
Hukuman mati merupakan satu jenis hukuman yang paling berat
daripada hukuman-hukuman lainnya. Hukuman mati memberikan efek keji
dan jera untuk selamanya dengan menghilangkan nyawa seseorang sebagai
akibat dari perbuatannya. Hukuman mati sering diperdebatkan apakah
melanggar suatu hak asasi manusia seseorang atau tidak. Karena di satu sisi,
setiap orang memiliki hak asasi berupa hak bebas untuk hidup, namun ketika
seseorang tersebut dikenai hukuman mati maka seseorang tersebut tidak dapat
memilih bebas untuk hidup.6
Hukum memiliki beberapa tujuan, satu diantaranya adalah untuk
mengatur pergaulan hidup manusia, manusia tidak akan mungkin hidup
sendiri-sendiri, melainkan akan hidup berkelompok-kelompok atau berbangsa-
bangsa, mereka akan saling membutuhkan dan berhubungan meski dengan
keinginan dan keperluan yang berbeda-beda, atas dasar tersebut tujuan hukum
adalah untuk mengatur kedamaian manusia meski dengan keinginan yang
berbeda-beda.
Di Indonesia sendiri juga menerapkan hukuman mati untuk beberapa
kasus dalam lingkup kejahatan berat dalam beberapa hukum positifnya
menerapkan hukuman mati sebagai hukuman maksimal seperti halnya dalam
Undang-Undang Tindak Pidana Terorisme yang terdapat dalam Pasal 6, Pasal
8, Pasal 10, Pasal 14 Pasal 15, dan Pasal 16 undang-undang tersebut. Selain
itu, di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana juga terdapat ancaman
5
https://www.detik.com/jatim/hukum-dan-kriminal/d-6580738/kejati-jatim-buka-suara-soal-5-
preman-bangkalan-tak-kunjung-dieksekusi-mati
6
Ni Komang Ratih Kumala Dewi, "Keberadaan Pidana Mati dalam Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana (KUHP)", Jurnal Komunikasi Hukum, Vol.6, No.1 (2020) 5.

7
hukuman mati, yang tersebut dalam Pasal 104 tentang kejahatan keamanan
negara, Pasal 111, Pasal 124, Pasal 140 tentang makar, dan Pasal 340 tentang
pembunuhan berencana.7
Hukum pidana adalah salah satu hukum yang dikenal di Indonesia,
adapun tujuan hukum pidana menurut aliran klasik adalah untuk melindungi
masyarakat dari kejahatan, dan fungsi hukum pidana adalah terciptanya
ketertiban umum dengan adanya aturan yang memaksa, manusia tak lagi
semena-mena. Sebab segala tindakan yang bertentangan dengan hukum dapat
menimbulkan sanksi yang harus di tanggung konsekuensinya.
Berdasarkan hal tersebut, maka peneliti tertarik untuk meneliti
dibidang tersebut. Dengan hal ini peneliti mengangkat judul sebagai
berikut :"ANALISI VONIS PIDANA MATI TERHADAP PELAKU
TINDAK PIDANA PERBARENGAN (CONCURSUS) PERSEPEKTIF HAK
ASASI MANUSIA (Studi Kasus Putusan PN Bangkalan Nomor
:2/Pid.Sus/2018/PN.Bkl)"
B. Rumusan Masalah
Berangkat dari kasus Moh Hajir Bin Durahman tersebut, penulis
tertarik untuk mengkaji mengenai polemik apakah pidana mati dalam kasus
tersebut benar melanggar Hak asasi manusia atau justru sebaliknya.
Pembahasan penelitian ini akan dirangkum dalam beberapa rumusan masalah,
diantaranya
1. Bagaimana pertimbangan majlis hakim terkait vonis pidana mati
terhadap pelaku tindak pidana concursus didalam Putusan PN
Bangkalan Nomor :2/Pid.Sus/2018/PN.Bkl?
2. Bagaimana penerapan vonis pidana mati dalam persepektif hak
asasi manusia didalam putusan Putusan PN Bangkalan Nomor
:2/Pid.Sus/2018/PN.Bkl?
C. Tujuan penelitian
Berdasarkan Rumusan masalah pada penelitian diatas, maka tujuan
penelitian dapat di uraikan sebagai berikut :

7
Khaeron Sirin," Penerapan Hukuman Mati Bagi Pelaku Kejahatan Korupsi di Indonesia": Analisis
Pendekatan Teori Maqàshid Al-Syarì’ah, Istinbath, Vol.12, No.1 (2013).7

8
1. Untuk mengetahui bagaiman pertimbangan majlis hakim terkait
vonis pidana mati terhadap pelaku tindak pidana concursus
didalam Putusan PN Bangkalan Nomor :2/Pid.Sus/2018/PN.Bkl
2. Untuk mengetahui pro kontra bagaimana penerapan vonis pidana
mati dalam persepektif hak asasi manusia
D. Manfaat penelitian
Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat
yang begitu besar bagi para pembaca terutama bagi para :
1. Peneliti
Dengan melakukan penelitian ini, pertama yang sangat diharapkan
adalah ilmu ini dapat ilmu yang bermafaat dan barokah dalam kehidupannya.
Menjadikannya sebuah pengalaman dan pelajaran untuk mengembangkan
pengetahuan dan memperoleh wawasan yang lebih baik dari sebelumnya.
Terutama dalam memperdalam bacaan dan referensi , sehingga jika sewaktu-
waktu dibutuhkan dalam segi praktek, peneliti bisa menerapkan dan memiliki
bekal untuk menjalankannya. Jika tidak demikian berharap peneliti dapat
menjadikan ilmu ini bermanfaat baik untuk diri sendiri maupun orang lain.
2. Masyarakat
Peneliti sangat berharap dengan adanya penelitian ini dapat
memberikan kontribusi lebih bagi masyarakat yang kurang memahami
mengenai hal-hal yang berhubungan dengan vonis pidana mati dalam tindak
pidana concursus persepektif hak asasi manusi . Hal ini juga memberikan
manfaat bagi masyarakat agar mengetahui lebih jauh tentang hak asasi
manusia didalam kehidupan berbangsa dan bernegara guna terciptanya
kehidupan yang aman damai dan saling menghargai satu sama yang lainnya.
3. IAIN Madura
Dengan adanya penelitian ini, peneliti sangat berharap semoga
penelitian ini menjadi tambahan bacaan, referensi dan pandangan yang lebih
tentang karya ilmiah di perpustakaan IAIN Madura. Sehingga, dapat dijadikan
perbandingan dan acuan terhadap para mahasiswa yang mebutuhkannya untuk
menyelesaikan tugas akhir yaitu skripsi.
E. Metode Penelitian

9
Dalam metode penelitian skripsi ini mencakup beberapa hal yang
mencakup jenis penelitian dan jenis pendekatan dalam penelitian.
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini merupakan penelitian normatif penelitian
normatif Menurut Peter Mahmud Marzuki, penelitian hukum normatif
adalah suatu proses untuk menemukan suatu aturan hukum, prinsip-prinsip
hukum, maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu hukum yang
dihadapi.
2. Pendekatan Penelitian
Pendekatan penelitian ini menggunakan pendekatan Kasus (Case
Approach). Pendekatan kasus dilakukan dengan menelaah kasus yang
terkait dengan isu hukum yang dihadapi. Kasus tersebut merupakan kasus
yang telah menjadi putusan pengadilan yang telah berkekuatan tetap atau
inkracht. Kasus itu tidak terbatas pada wilayahnya, bisa terjadi di
Indonesia maupun di negara lain.
Kajian pokok dalam pendekatan kasus ini yakni ratio decidendi
atau reasoning dari Hakim hingga sampai pada suatu putusan. Ratio
decidendi atau reasoning tersebut diperlukan baik untuk praktik maupun
kajian akademis.
Penelitian hukum dengan pendekatan kasus berbeda dengan studi
kasus. Pendekatan kasus menekankan bahwa beberapa kasus yang ditelaah
akan menjadi referensi bagi isu hukum, sedangkan studi kasus merupakan
studi terhadap kasus tertentu dilihat dari sudut hukum administrasi, hukum
tata negara, dan hukum pidana.
Dan penelitian jenis deskriptif kualitatif dengan menggunakan
pendekatan penelitian berupa pendekatan perundang-undangan dan
pendekatan kasus. Pengumpulan data dilakukan melalui observasi,
wawancara, dan kuesioner. Analisis data dilakukan dengan menelaah hasil
pengolahan data, yang bentuknya dapat berupa penentangan, dukungan,
kritik, maupun menambah atau memberi masukan terhadap data dengan

10
pikiran penulis sendiri dan dibantu oleh penguasaan teori para ahli hukum
yang sudah ditentukan.8
3. Jenis Data
Data merupakan keterangan-keterangan tentang suatu hal, dapat
berupa sesuatu hal yang diketahui atau yang dianggap. Atau suatu fakta
yang digambarkan lewat angka, simbol, kode, dan lain-lain. Data ini
dikumpulkan baik lewat instrument pengumpulan data, observasi, maupun
lewat data dokumentasi. Didalam penelitian hukum normatif data yang
digunakan dalam penelitiannya berupa data sekunder, dimana data ini
yang diperoleh dari informasi yang sudah tertulis dalam bentuk dokumen.
Jenis data dalam penelitian ini meliputi data primer dan data
sekunder
a. Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan
langsung di lapangan oleh peneliti dari orang yang
bersangkutan. Dikutip dari buku Pokok-Pokok Materi
Metodologi Penelitian dan Aplikasinya oleh Iqbal Hasan, data
primer didapatkan oleh peneliti secara langsung dengan cara
wawancara, survei, eksperimen, dan sebagainya.
Data ini adaalah data yang didapatkan melalui pihak lain.
Peneliti dalam penelitian ini menggunakan data pendukung
yang berhubungan dengan problem yang diangkat. Peneliti
memperoleh dari undang undang 1945, kitab undang undang
hukum pidana,undang undang hak asasi manusia, duham
(deklarasi hak asasi manusia) dan International Covenant on
Civil and Political Rights (ICCPR) serta undang undang
lainnya yang berkaitan dengan penelitian yang akan dilakukan.
b. Data Sekunder
Menurut kamus besar bahasa indonesia (KBBI) data
sekunder adalah data yang diperoleh seorang peneliti tidak

8
Ruly Lamusu, Dian Ekawaty Ismail ejurnal uang philossophia law review 1 (1) 26 2021

11
secara langsung dari objeknya,tetapi melalui sumber lain,baik
lisan maupun tulisan.
Data sekunder adalah sekumpulan informasi yang telah ada
sebelumnya dan digunakan sebagai pelengkap kebutuhan data
penelitian.
Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini
merujuk pada buku,artikel,jurnal.
4. Metode Pengumpulan Data
Tehnik pengumpulan data merupakan langkah yang paling utama
dalam melakukan penelitian. Karena tujuam utama dari penelitian adalah
untuk mendapatkan data yang akurat dan yang dapat dipertanggung
jawabkan. Tanpa mengetahui tehnik pengumpulan data atau informasi
yang akurat sesuai yang diinginkan.9
Berdasarkan metode pengumpulan data yang digunakan dalam
tahap ini akan dijelaskan secara berurutan sesuai dengan hasil kerja dan
cara pengumpulan data yang relefan dari data sekunder dengan
disesuaikannya pendekatan penelitian yang digunakan.
Metode dalam pengumpulan bahan kajian hukum normatif yaitu
melakukan penentuan bahan hukum, inventarisasi bahan kajian hukum
yang relevan dan pengkajian bahan hukum lainnya.
Bahan hukum sekunder dikumpulkan dengan topik permasalahan
yang telah dirumuskan berdasarkan sistem bola salju dan diklasifikasi
menurut sumber dan hierarkinya untuk dikaji secara komprehensif.10
Maka, metode pengumpulan data dalam penelitian ini di mulai dari
pencarian data berupa teks mengenai hukum yang berisi Analisi vonis
pidana mati terhdap pelaku tindak pidana perbarengan (congcursus)
persepektif hak asasi manusia(Studi Kasus Putusan PN Bangkalan
Nomor :2/Pid.Sus/2018/PN.Bkl). Tentang undang-undang hak asasi
manusia yang dilanjutkan dengan pencarian di berbagai literature dan
referensi-referensi yang berkaitan dengan judul peneliti.

9
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, Dan R&D, Edisi I (Bandung:ALFABETA,
2019),292.
10
Bambang Suggono, Metodologi Penelitian Hukum (Jakarta : Rajawali Pers, 2013),125.

12
Ada beberapa macam tehnik dalam melakukan pengumpulan data
yang dapat dilakukan oleh peneliti yang melakukan penelitian, mencari
buku-buku dan dokumentasi yang terkait.
5. Metode Pengolahan Data
Analisis data ialah upaya yang dilakukan dengan memeriksa segala
bentuk dari komponen-komponen yang berkaitan, mengorganisasikan dengan
data, memilh-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola,
mensistensikannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang
penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat diceritakan
kepada orang lain.11
Dalam mengelola dan menganalisis data yang diperoleh selama
penelitian ini akan menggunakan analisis kualitatif. Yaitu analisis hal ini
dilakukan dengan mengumpulkan data yang dikumpulkan secara sistematis
sehingga diperoleh gambaran umum mengenai masalah atau situasi yang
diteliti. Selain itu juga menggunakan metode berfikir induktif yaitu penarikan
kesimpulan yang dimulai dari pernyataan atau fakta dari yang umum ke yang
khusus sehingga dapat diperoleh gambaran yang jelas mengenai masalah atau
situasi yang sedang diteliti. Ada beberapa tahapan dalam melakukan analis data
yaitu:
a. Reduksi Data
Reduksi data adalah data berarti merangkum, memilih hal-hal yang
pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan
polanya.12 Reduksi ini data yang merujuk pada proses pemilihan,
pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan, dan
transformasi data yang terjadi dalam catatan-catatan lapangan yang
tertulis. Reduksi data ini pada dasarnya adalah memilih serta
menyederhanakan data yang telah diperoleh pada pengamatan lapangan.
b. Penyajian data
Untuk melakukan suatu penelitian dalam mengumpulkan data,
penyajian data tidak dapat dipisahkan dengan aktivitas. Pada penyajian
11
Lexi J Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, Edisi Xxxv, (Bandung: PT REMAJA
ROSDAKARYA, 2016), 248
12
Adhi Kususmastuti Dan Ahmad Mustamil Khoiron, Metode Penelitian Kualitatif (Semarang
Lembaga Pendidikan Sukarno Pressindo LPSP: 2019), 129.

13
data, data yang dikumpulkan tergantung kepada fokus yang ingin diteliti.
Menampilkan data yang telah didapatkan dari hasil penelitian lapangan
untuk memperoleh suatu kesimpulan. Mendisplaykan data dapat
mempermudah memahami apa yang terjadi, merencanakan kerja
selanjutnya berdasarkan apa yang telah dipahami. Data yang diperoleh dari
observasi dan dokumentasi yang sudah dirangkum untuk dipahami lebih
dalam dengan tujuan mencapai suatu kesimpulan dalam melakukan
penyajian data yang harus diperhatikan yakni permasalahan yang akan di
kaji. Sehingga penyajian data sangat penting dalam tehnik pengumpulan
data.13
c. Kesimpulan
Berisi tentang catatan akhir dari peneliti. Sehingga peneliti wajib
memahami dan menyelesaikan semua poin-poin penting agar dapat
menarasikan hasil yang sempurna. Hal ini berisi tentang catatan yang
diperoleh dari berbagai sumber dan dari observasi disederhanakan dan
disesuaikan dengan fokus penelitian. Setelah data hasil penelitian
ditampilkan dalam bentuk naratif dan dipelajari lebih dalam maka akan
didapatkan suatu kesimpulan yang disesuaikan dengan fokus penelitian.
6. Penelitian Terdahul
a. Sumita Dewi,14dengan skripsinya yang berjudul “Perbarengan tindak
pidana pembunuhan berencana dan pencurian dalam keadaan
memberatkan menurut hukum pidana Islam (Analisis Putusan Hakim
Nomor 39/Pid.B/2019/PN.Tdn). Penelitian ini berisi tentang tindak
pidana perbarengan atau congcursus. Penelitian skripsi ini memakai
pendekatan penelitian dalam penelitian ini adalah cara peneliti dalam
mendekati, melihat serta menelaah objek yang dikaji. Dalam konteks
ini, objek yang didekati itu adalah perbarengan tindak pidana
pembunuhan berencana dan pencurian dalam keadaan memberatkan

Sugiarti, Desain Penelitian Kualitatif (Malang: Universitas Muhammadiyah


13

Malang,2020),88-89.
14
Sumita, “Perbarengan tindak pidana pembunuhan berencana dan pencurian dalam keadaan
memberatkan menurut hukum pidana Islam” (Analisis Putusan Hakim Nomor
39/Pid.B/2019/PN.Tdn)

14
menurut hukum Islam yang penulis gunakan juga pendekatan kualitatif
yang mana merupakan sebuah penelitian yang menekankan analisis
proses dari proses berfikir secara induktif yang berkaitan dengan
dinamika hubungan dan fenomena yang diamati, dan senatiasa
menggunakan logika ilmiah.
Penelitia kualitatif tidak berarti tanpa menggunakan dukungan dari
data Pendekatan kuantitatif, tetapi lebih ditekankan pada kedalaman
berfikir formal dari peneliti dalam menjawab permasalahan yang
dihadapi.
Sedangkan letak perbedaan dari penelitian ini dengan penelitian saat
ini adalah peneliti sebelumnya memakai perspektif hukum pidana
Islam sedangkan peneliti saat ini memakai persepektif hak asasi
manusia. Persamaannya adalah sama-sama meneliti putusan dan sama-
sama mengkaji bahan pustaka dengan beberapa pendekatan yang
dilakukan juga sama.
b. Afrikal,15 dengan skripsinya yang berjudul “Tindak pidana
perbarengan (Concursus) persepektif hukum pidana positif dan hukum
pidana Islam (Analisis Putusan Mahkamah Agung RI Nomor. 863 /
Pid. B / 2015 / PN. Dps)” salah satu mahasiswa Universitas Islam
negeri Syarif hidayatullah pada tahun 2017.
Penelitian ini berisi tentang tindak pidana perbarengan atau
congcursus. Penelitian skripsi ini memakai Pendekatan yang penulis
gunakan juga pendekatan kualitatif yang mana merupakan sebuah
penelitian yang menekankan analisis proses dari proses berfikir secara
induktif yang berkaitan dengan dinamika hubungan dan fenomena
yang diamati, dan senatiasa menggunakan logika ilmiah.
Penelitian kualitatif tidak berarti tanpa menggunakan dukungan dari
data Pendekatan kuantitatif, tetapi lebih ditekankan pada kedalaman
berfikir formal dari peneliti dalam menjawab permasalahan yang
dihadapi.

15
Afrikal,“Tindak pidana perbarengan (CONCURSUS) persepektif hukum pidana positif dan
hukum pidana Islam (Analisis Putusan Mahkamah Agung RI Nomor. 863 / Pid. B / 2015 / PN.
Dps)” salah satu mahasiswa Universitas Islam negeri Syarif hidayatullah pada tahun 2017.

15
Sedangkan letak perbedaan dari penelitian ini dengan penelitian saat
ini adalah peneliti sebelumnya memakai perspektif hukum pidana
positif dan hukum pidana Islam sedangkan peneliti saat ini memakai
persepektif hak asasi manusia.
Persamaannya adalah sama-sama meneliti putusan dan sama-sama
mengkaji bahan pustaka dengan beberapa pendekatan yang dilakukan
juga sama.
c. Aulia Ramadhan,16 dengan skripsinya yang berjudul “praktek
pemidanaan pelaku yang melakukan tindak pidana (congcursus) dalam
persepektif hukum pidana Tindak pidana perbarengan (concursus)
persepektif hukum pidana"salah satu mahasiswa Universitas Lampung
Bandar Lampung pada tahun 2019.
Penelitian ini berisi tentang tindak pidana perbarengan atau
congcursus. Penelitian skripsi ini memakai Pembahasan terhadap
masalah penelitian ini, penulis menggunakan pendekatan masalah
yaitu pendekatan secara yuridis normative dan pendekatan yuridis
empiris.
Pendekatan yuridis normatif adalah pendekatan masalah yang
didasarkan pada peraturan perundang-undangan, teori-teori, dan
konsep-konsep yang berhubungan dengan permasalahan yang akan
diteliti. Pendekatan tersebut dilakukan dengan cara melihat dan
mempelajari kaidah-kaidah, norma-norma, aturan-aturan, yang erat
hubungannya dengan penulisan penelitian ini. Penulis menggunakan
pendekatan metode penelitian yuridis normatif dan Yuridis Empiris,
data empiris dalam penelitian ini berupa beberapa kasus praktek
pemidanaan dengan beberapa tindak pidana didalam satu pristiwa
Pendekatan yang penulis gunakan juga pendekatan kualitatif yang
mana merupakan sebuah penelitian yang menekankan analisis proses
dari proses berfikir secara induktif yang berkaitan dengan dinamika

16
Aulian Ramadhan, “praktek pemidanaan pelaku yang melakukan tindak pidana (congcursus)
dalam persepektif hukum pidana Tindak pidana perbarengan (concursus) persepektif hukum
pidana"universitas lampung bandar lampung 2019

16
hubungan dan fenomena yang diamati, dan senatiasa menggunakan
logika ilmiah.
Penelitia kualitatif tidak berarti tanpa menggunakan dukungan dari
data Pendekatan kuantitatif, tetapi lebih ditekankan pada kedalaman
berfikir formal dari peneliti dalam menjawab permasalahan yang
dihadapi.
Sedangkan letak perbedaan dari penelitian ini dengan penelitian saat
ini adalah peneliti sebelumnya memakai perspektif hukum pidana
sedangkan peneliti saat ini memakai persepektif hak asasi manusia.
Persamaannya adalah sama-sama meneliti tindak pidana congcursus
akan tetapi peneliti saat ini meneliti menggunakan persepektif hak
asasi manusia dalam putusan Pengadilan negri Bangkalan dan sama-
sama mengkaji bahan pustaka dengan beberapa pendekatan yang
dilakukan juga sama.
7. Sistematika Pembahasan
Guna untuk mengetahui isi pembahasan ini secara general dan
menyeluruh, maka peneliti berusaha merumuskan isi pembahasan proposal
skripsi ke dalam bentuk yang lebih sederhana, yaitu sebagai berikut:
BAB I, memamparkan gambaran penting secara sederhana untuk
mencapai suatu tujuan peneliti meliputi latar belakang, definisi
operasional, dan penelitian terdahulu.
BAB II, memaparkan gambaran singkat dengan beberapa kajian
pustaka, dimana pada bab ini di uraikan tentang penjelasa-penjelasan yang
berkaitan dengan "Analisi vonis pidana mati terhadap pelaku tindak pidana
perbarengan (concursus) persepektif hak asasi manusia"(Studi Kasus
Putusan PN Bangkalan Nomor :2/Pid.Sus/2018/PN.Bkl.
BAB III, yaiutu metodologi penelitian dimana kajian ini
diperkukan sebagai pedoman dalam proses penelitian yang dilakukan.
pemaparannya berisikan tentang jenis dan pendekatan penelitian,
kehadiran peneliti, lokasi peneliti, sumber data, prosedur pengumpulan
data dan tahap-tahap penelitian.

17
BAB IV, berisi tentang paparan data, temuan penelitian dan
pembahasan yang berisi tentang sistematika pembahasan yang digunakan
oleh peneliti dalam penelitian yang berjudul “Analisi vonis pidana mati
terhadap pelaku tindak pidana perbarengan (concursus) persepektif hak
asasi manusia"(Studi Kasus Putusan PN Bangkalan Nomor
:2/Pid.Sus/2018/PN.Bkl.”outline dalam penelitian ini merupakan
gambaran umum dari pertama hingga akhir dalam proposal ini. daftar
rujukan berisi referensi dari teori-teori yang digunakan oleh peneliti,
terakhir adalah lampiran yang berisi hal-hal penting yang mendukung
dalam penelitian ini.

18
BAB III

PEMBAHASAN
A. Pertimbangan Majlis Hakim Terkait Vonis Pidana Mati Terhadap
Pelaku Tindak Pidana Concursus
1. Pengertian Hakim
Hakim adalah pejabat peradilan negara yang diberi wewenang oleh
undang undang untuk mengadili (Pasal 1 butir 8 KUHAP). Sedangkan
istilah hakim artinya orang yang mengadili perkara dalam pengadilan atau

19
Mahkamah; Hakim juga berarti pengadilan, jika orang berkata “perkaranya
telah diserahkan kepada Hakim”.
Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka
untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan
berdasarkan Pancasila, demi terselengaranya negara hukum Republik
Indonesia (Pasal 24 UUD 1945 dan Pasal 1 UUD No.48/2009). Berhakim
berarti minta diadili perkaranya.
Menghakimi artinya berlaku sebagai hakim terhadap seseorang;
kehakiman artinya urusan hukum dan pengadilan, adakalanya istilah
hakim dipakai terhadap seseorang budiman, ahli, dan orang yang bijaksana
Hakim di dalam menjalankan tugas dan fungsinya wajib menjaga
kemandirian peradilan,artinya segala campur tangan dalam urusan
peradilan oleh pihak lain di luar kekuasaan kehakiman dilarang, kecuali
dalam hal-hal sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945;. Setiap orang yang dengan
sengaja melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan (Pasal 3
Undang-Undang No.48 Tahun 2009).
Pidana hanya dapat dijatuhkan apabila ada kesalahan
terdakwa,yang dibuktikan di sidang pengadilan. Kesalahan terdakwa
tentunya sebagaimana yang termaktub dalam dakwaan penuntut umum.
Menurut Laden Marpaung, putusan adalah hasil atau kesimpulan dari
sesuatu yang telah dipertimbangkan dan dinilai dengan sebaik-baiknya
yang dapat berbentuk tertulis maupun lisan.17
2. Pertimbangan Hakim Dalam Menjatuhkan Vonis Pidana Mati
Terhadap Pelaku Tindak Pidana Concursus
Putusan hakim atau putusan pengadilan merupakan aspek penting
dalam menyelesaikan suatu persoalan perkara pidana. Dalam suatu
persoalan perkara putusan hakim diatur pihak berguna bagi terdakwa
dalam hal memperoleh kepastian hukum (rechtszekerheids) tentang
statusnya.18

17
Ibid,209
18
Rahman syamsuddin, SH., M.H “hukum acara pidana dalam integrasi keilmuan” (Cet.1;
Alauddin Universsity press:2023).209.

20
Terdakwa bukan begitu saja dapat dinyatakan bersalah dan dijatuhi
pidana, tetapi harus didukung oleh alat bukti minimum yang sah. Alat
bukti minimum itu harus dapat meyakinkan Hakim akan kesalahan
terdakwa. Setelah itu, barulah pidana dapat dijatuhkan.
Hal itu sesuai dengan rumusan Pasal 183 Kitab Undang-undang
Hukum Acara Pidana mengatur bahwa untuk menentukan pidana kepada
terdakwah,kesalahannya harus terbukti sekurang kurangnya dua alat bukti
yang sah tersebut,hakim memperoleh keyakinan bahwa tindak pidana
benar benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya.
Fungsi dari pada pasal ini untuk menguatkan kedudukan alat bukti yang
sah (pasal 183 ayat 1 KUHAP). Dan mencari serta menemukan kebenaran
materil atas sidang yang ditangani, kemudian dari pada itu setelah barang
bukti menjadi penunjang alat bukti yang sah maka barang bukti tersebut
dapat menguatkan keyakinan hakim atas kesalahan yang di dakwakan
jaksa penuntut umum (JPU).
Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang kecuali
apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah alat bukti
didalam kasus pembunuhan berencana yang disertai pemerkosaan yang
dilakukan oleh Mohammad Hajir bin Abdur Rahman diantaranya,; satu
buah foto copy BPKB SPEDA motor Honda beat warna megenta hitam
tahun 2016 dengan Nopol M-3435-GA Noka MH1JM115GK086372
Nosin JM11E1084864 atas nama M. Jatim dusun bijjanan desa banyubesih
kecamatan Tragah kabupaten bangkalan. Satu nota pembelian, satu buah
cincin dengan No. e 659 dari toko perhiasan emas gunung mas tanggal 30
Oktober 2007. Satu nota pembelian satu cincin dengan No. e 972 dari toko
perhiasan emas gunung mas tanggal 7 April 2008. Satu lembar nota
pembelian satu buah gelang bukaan dari toko perhiasan asli sae tanggal 12
mei 2017 satu lembar Nota pembelian satu buah gelang bungkol tali air
dari toko perhiasan Kunci Mas tanggal 30 April 2008, satu potong celana
panjang warna hitam merk PRADA dalam keadaan rusak, satu potong baju
warna hitam dalam keadaan rusak, satu potong BH, satu potong celana
jeans warna abu-abu tua merk ROAD 69 dalam keadaan rusak, satu potong

21
kaos oblong warna biru dongker dalam keadaan rusak, satu potong kain
warna hijau dalam keadaan rusak, satuunit sepeda motor Honda Beat
warna megenta hitam, tahun 2016, Nopol : L-3453-GA, Noka :
MH1JM115GK086372, Nosin : JM11E1084864, Sepasang plat nomor
dengan nopol M-3453GA, 1 (satu) lembar STNK sepeda motor Honda
Beat warna megenta hitam, tahun 2016, Nopol : M-3453-GA, Noka :
MH1JM115GK086372, Nosin : JM11E1084864 atas nama M. JATIM,
alamat : Dsn. Bijjanan, Ds. Banyubesih, Kec. Tragah, Kab. Bangkalan, 2
(dua) buah gelang emas, Sepasang anting emas, satu buah cincin emas,
satu unit sepeda motor Suzuki shogun warna biru, Nopol W-5012-XB, satu
unit Handphone merk MITO warna hitam, satu potong kaos warna
dongker, satu potong kemeja batik lengan pendek warna coklat, Tali
tampar warna biru, senjata tajam jenis arit terbuat dari besi, satu potong
celana panjang warna abu-abu merk AILTON, satu potong kaos warna
hitam yang didadanya terdapat tulisan MENONTON DENGAN HATI,
satu BPKB sepeda motor Honda Revo warna putih tahun 2007 No.Pol. M-
2919 GR Noka MH1HB6157K210480, Nosin HB62E1212522 atas nama
MOHAMMAD HAYAT, satu lembar STNKB sepeda motor Honda Revo
warna putih tahun 2007 No.Pol. M-2919 GR Noka MH1HB6157K210480,
Nosin HB62E1212522 atas nama MOHAMMAD HAYAT, satu unit
sepeda motor Honda Revo warna putih tahun 2007 No.Pol. M-2919 GR
Noka MH1HB6157K210480, Nosin HB62E1212522 atas nama
MOHAMMAD HAYAT, dikembalikan ke Pununtut Umum untuk
dipergunakan dalam perkara lain An. MOH. HAYAT. Sehingga hakim
dengan adanya banyak alat bukti akan memperoleh keyakinan bahwa suatu
tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah
melakukannya.
Dalam hal itu, Undang-undang menghendaki adanya minimum alat
bukti yaitu dua alat bukti yang dapat meyakinkan Hakim akan kesalahan
terdakwa dan tindak pidana yang dilakukannya. Maksud sekurang-
kurangnya dua alat bukti yang sah tersebut adalah minimal dua alat bukti
yang sah menurut KUHAP. Pasal 184 ayat (1) KUHP, menyebut alat bukti

22
yang sah adalah keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk, dan
keterangan terdakwa.
Praktek sehari-hari, baik oleh jaksa penuntut umum (JPU) maupun
Hakim, faktor-faktor yang dikemukakan dalam tuntutan dan penjatuhan
pidana adalah dua hal pokok yaitu hal hal yang meringankan dan
memberatkan kedua hal tersebut akan dipaparkan dalam point selanjutnya;
3. Hal Hal Yang Memberatkan
a. perbuatan terdakwa tergolong sadis, keji dan tidak
berprikemanusian
b. Bahwa perbuatan terdakwa diikuti dengan perbuatan lain seperti
mengambil barang milik korban dan membiarkan para korban di
bibir gua hingga membusuk
c. Bahwa perbuatan telah menimbulkan perasaan sedih yang
mendalam dan trauma yang berkepanjangan pada keluarga korban
d. Perbuatan terdakwa dan pelaku lainnya tidak dimaafkan oleh
keluarga korban
e. Bahwa memperhatikan motivasi terdakwa yang menunjukkan
sikap atau karakter diri terdakwa yang tidak memberikan
penghargaan terhadap kehidupan manusia
f. Bahwa selain bertentangan dengan norma-norma hukum,
perbuatan terdakwa juga menimbulkan aspek sosial
kemasyarakatan yang luas dan memicu timbulnya tindak pidana
lain yang bersumber dari tindak pidanaini sendiri
g. Perbuatan terdakwa meresahkan masyarakat
h. Perbuatan terdakwa melukai nilai-nilai yang tumbuh dalam jiwa
masyarakat Madura khususnya Bangkalan yang sosiologis Religius
Penambahan hukuman berdasarkan Undang-undang ditentukan
sebagai berikut :
Kasus yang terjadi yang berlokasikan di pantai rongkang
kecamatan kwanyar kabupaten bangkalan yang dilakukan oleh moh hajir
bin durahman dengan empat kawannya yang menyebabkan insan yang
tidak berdosa itu merenggut nyawa dengan secara tragis yang meninggal

23
kan kepedihan yang sangat mendalam kepada keluarga korban dan
menimbulkan keresahan terhadap masyarakat bangkalan.
Perilaku yang dilakukan oleh, moh hajir bin durahman dengan
beberapa empat komplotanya tidak mencerminkan perikemanusiaan
sebagai warga negara hukum yang seharusnya patuh terhadap hukum yang
sudah diatur didalam constitusi negara kita yaitu negara indonesia untuk
menjamin hak asasi orang lain.
4. Hal hal yang meringankan
Hal hal yang meringankan tidak ada Mengingat dan
memperhatikan Undang-undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang
Kekuasaan Kehakiman, Undang-undang Nomor 8 Tahun 2004 Jo.Undang
undang Nomor 49 Tahun 2009 tentang Peradilan Umum, Undang undang
Nomor 8 Tahun 1981 tentang KUHAP serta peraturan perundang
undangan yang berkaitan dengan perkara ini, khususnya Pasal 340
KUHPidana Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana dan Pasal 81 ayat (1) jo
pasal 76 D UU No 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak sebagaimana
dirubah dengan UU No.35 tahun 2014 dan terakhir dengan UU No.17
tahun 2016 jo pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
B. Penerapan Vonis Pidana Mati Persepektif HAM
1. Penerapan Vonis Pidana Mati Persepektif HAM
Penerapan vonis pidana mati di indonesia masih bersifat
kontradiktif,salah satu pendapat yang mendukung pidana mati di Indonesia
adalah dikarenakan sesuai dengan hukum positif di Indonesia. Namun
disisi lain ada yang tidak mendukung terhadap penerapan pidana mati
karena bertentangan dengan hak asasi manusia.
Apabila kita mengkritisi lebih lanjut,semenjak era reformasi telah
terjadi berbagai perubahan dalam bidang hukum khususnya mengenai hak
hak manusia untuk hidup. Kendatipun pidana mati masih melekat dalam
beberapa produk hukum nasional,namun reformasi hukum jugak
menegaskan pentingnya hak untuk hidup.

24
Berdasarkan Pasal 28A Ayat 1 didalam UUD 1945 bahwa setiap
orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan
kehidupannya.
Dan jugak disebutkan didalam deklarasi universal hak asis manusia
dalam pasal 3 bahwa setiap orang berhak atas kehidupan,kebebasan dan
keselamatan sebagai individu.
Begitupun jugak disebutkan didalam kovenan internasional hak
hak sipil dan politik yang ditetapkan oleh resolusi majlis umum 22000 A
(XXI) tertanggal 16 Desember 1966 terbuka untuk penandatanganan
ratifikasi dan aksesi didalam bagian III pasal 6 bahwa setiap manusia
berhak atas hak untuk hidup yang melekat pada dirinya.
Begitupun disebutkan didalam deklarasi universal hak asasi
manusiaa bahwa pidana mati di deklarasi universal hak hak asasi manusia
didalam pasal 3 yang mengatakan bahwa setiap orang berhak atas
kehidupan,kebebasan dan keselamatan sebagai individu.
Begitupun jugak disebutkan Dalam hukum Islam pembunuhan
terbagi menjadi dua jenis: pembunuhan yang tidak diperbolehkan,yaitu
yang secara sadar membunuh orang lain tanpa adanya sebab, dan
pembunuhan yang dibolehkan, yaitu membunuh musuh saat peperangan.19
Dalil dalam Alquran yang membahas mengenai pengharaman
membunuh antara lain: QS. al-Isra/17: 31 yang berbunyi ‫َو اَل َتْقُتُلْۤو ا َاْو اَل َد ُك ْم‬
‫َخ ْش َيَة ِاْم اَل ٍقۗ  َنْح ُن َنْر ُز ُقُهْم َو ِا َّيا ُك ْم ۗ  ِاَّن َقْتَلُهْم َك ا َن ِخ ْطًا َك ِبْيًرا‬
Yang artinya "Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut
miskin. Kamilah yang memberi rezeki kepada mereka dan kepadamu.
Membunuh mereka itu sungguh suatu dosa yang besar."
(QS. Al-Isra' 17: Ayat 31) dan ayat 33 yang berbunyi ‫َو اَل َتْقُتُلوا الَّنْفَس اَّلِتْي َح َّر َم‬
‫ُهّٰللا ِااَّل ِبا ْلَح ـِّقۗ  َو َم ْن ُقِتَل َم ْظُلْو ًم ا َفَقْد َجَع ْلَنا ِلـَو ِلِّيٖه ُس ْلٰط ًنا َفاَل ُيْس ِر ْف ِّفى اْلَقْتِل ۗ  ِاَّنٗه َك ا َن َم ْنُصْو ًرا‬
Yang artinya "Dan janganlah kamu membunuh orang yang diharamkan
Allah (membunuhnya), kecuali dengan suatu (alasan) yang benar. Dan
barang siapa dibunuh secara zalim, maka sungguh, Kami telah memberi
kekuasaan kepada walinya, tetapi janganlah walinya itu melampaui batas
19
Maning Yusuf," Pembunuhan Dalam Persepektif Islam", Nurani Jurnal Kajian Syari'ah Dan
Masyarakat 13. No.2 (2013),1-12.

25
dalam pembunuhan. Sesungguhnya dia adalah orang yang mendapat
pertolongan."
(QS. Al-Isra' 17: Ayat 33); QS al-Maidah/5: 32 yang berbunyi  ۛ ‫ِم ْن َاْج ِل ٰذ ِلَك‬
‫َكَتْبَن ا َع ٰل ى َبِنْۤي ِاْس َر ٓاِء ْيَل َاَّن ٗه َم ْن َقَت َل َنْفًس ا ِۢب َغْي ِر َنْفٍس َاْو َفَس ا ٍد ِفى اَاْل ْر ِض َفَك َا َّنَم ا َقَت َل الَّن ا َس‬
‫َجِم ْيًعاۗ  َو َم ْن َاْح َياَها َفَك َا َّنَم ۤا َاْح َيا الَّنا َس َجِم ْيًعاۗ  َو َلـَقْد َج ٓاَء ْتُهْم ُرُس ُلَنا ِب ا ْلَبِّيٰن ِت ُثَّم ِاَّن َك ِثْي ًرا ِّم ْنُهْم َبْع َد‬
‫ٰذ ِلَك ِفى اَاْل ْر ِض َلُم ْس ِرُفْو َن‬
Yang artinya"Oleh karena itu, Kami tetapkan (suatu hukum) bagi Bani
Israil, bahwa barang siapa membunuh seseorang, bukan karena orang itu
membunuh orang lain, atau bukan karena berbuat kerusakan di bumi,
maka seakan-akan dia telah membunuh semua manusia. Barang siapa
memelihara kehidupan seorang manusia, maka seakan-akan dia telah
memelihara kehidupan semua manusia. Sesungguhnya rasul Kami telah
datang kepada mereka dengan (membawa) keterangan-keterangan yang
jelas. Tetapi kemudian banyak di antara mereka setelah itu melampaui
batas di bumi."
(QS. Al-Ma'idah 5: Ayat 32) dan ayat 45 yang berbunyi ‫َو َك َتْبَنا َع َلْيِهْم ِفْيَهۤا َاَّن‬
‫الَّنْفَس ِبا لَّنْفِسۙ  َو ا ْلَع ْيَن ِبا ْلَع ْيِن َو ا َاْل ْنَف ِبا َاْل ْن ِف َو ا ُاْل ُذ َن ِب ا ُاْل ُذ ِن َو ا لِّس َّن ِب ا لِّس ِّن ۙ  َو ا ْلُج ُرْو َح‬
‫ِقَص ا ٌص ۗ  َفَم ْن َتَص َّد َق ِبٖه َفُهَو َك َّفا َر ٌة َّلٗه ۗ  َو َم ْن َّلْم َيْح ُك ْم ِبَم ۤا َاْنَز َل ُهّٰللا َفُا وٰٓلِئَك ُهُم الّٰظ ِلُم ْو َن‬
Yang artinya "Kami telah menetapkan bagi mereka di dalamnya (Taurat)
bahwa nyawa (dibalas) dengan nyawa, mata dengan mata, hidung dengan
hidung, telinga dengan telinga, gigi dengan gigi, dan luka-luka (pun) ada
qisasnya (balasan yang sama). Barang siapa melepaskan (hak qisas)nya,
maka itu (menjadi) penebus dosa baginya. Barang siapa tidak memutuskan
perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itulah orang-
orang zalim."
(QS. Al-Ma'idah 5: Ayat 45 dan QS alBaqarah/2: 178 yang berbunyi ‫ٰۤي َا ُّيَها‬
‫اَّلِذ ْيَن ٰا َم ُنْو ا ُك ِتَب َع َلْيُك ُم اْلِقَص ا ُص ِفى اْلَقْتٰل ىۗ  َاْلُحُّر ِبا ْلُحـِّر َو ا ْلَع ْبُد ِب ا ْلَع ْب ِدَو ا ُاْل ْنٰث ى ِب ا ُاْل ْنٰث ىۗ  َفَم ْن‬
 ۗ‫ُع ِفَي َلٗه ِم ْن َاِخ ْيِه َش ْي ٌء َفا ِّتَبا ٌع ِۢب ا ْلَم ْع ُرْو ِف َو َا َدٓاٌء ِاَلْيِه ِبِا ْح َس ا ٍن ۗ  ٰذ ِل َك َتْخ ِفْي ٌف ِّم ْن َّرِّبُك ْم َو َر ْح َم ٌة‬
‫َفَمِن اْع َتٰد ى َبْع َد ٰذ ِلَك َفَلٗه َع َذ ا ٌب َاِلْيٌم‬
Yang artinya "Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu
(melaksanakan) qisas berkenaan dengan orang yang dibunuh. Orang
merdeka dengan orang merdeka, hamba sahaya dengan hamba sahaya,

26
perempuan dengan perempuan. Tetapi barang siapa memperoleh maaf dari
saudaranya, hendaklah dia mengikutinya dengan baik, dan membayar diat
(tebusan) kepadanya dengan baik (pula). Yang demikian itu adalah
keringanan dan rahmat dari Tuhanmu. Barang siapa melampaui batas
setelah itu, maka ia akan mendapat azab yang sangat pedih."
(QS. Al-Baqarah 2: Ayat 178). Kemudian dalam Madzhab Syafi’i dan
Madzhab Hambali merincikan jenis-jenis pembunuhan menjadi beberapa
di antaranya: pembunuhan sengaja, pembunuhan semi sengaja, dan
pembunuhan tersalah. Sanksi terhadap pembunuhan dalam ajaran Islam
pada umumnya adalah hukuman qisas. Hukuman kisas adalah penerapan
hukuman yang sama seperti yang dilakukan pelaku terhadap korban. Dalil
mengenai hukuman qisas terdapat dalam QS al-Baqarah/2: 178 yang
berbunyi‫ٰۤي َا ُّيَها اَّلِذ ْيَن ٰا َم ُنْو ا ُك ِتَب َع َلْيُك ُم اْلِقَص ا ُص ِفى اْلَقْتٰل ىۗ  َاْلُحُّر ِب ا ْلُحـــِّر َو ا ْلَع ْب ُد ِب ا ْلَع ْب ِدَو ا ُاْل‬
‫ْنٰث ى ِبا ُاْل ْنٰث ىۗ  َفَم ْن ُع ِفَي َلٗه ِم ْن َاِخ ْيِه َش ْي ٌء َفا ِّتَبا ٌع ِۢب ا ْلَم ْع ُرْو ِف َو َا َدٓاٌء ِاَلْيِه ِب ِا ْح َس ا ٍن ۗ  ٰذ ِل َك َتْخ ِفْي ٌف‬
‫ِّم ْن َّرِّبُك ْم َو َر ْح َم ٌةۗ  َفَمِن اْع َتٰد ى َبْع َد ٰذ ِلَك َفَلٗه َع َذ ا ٌب َاِلْيٌم‬
Yang artinya "Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu
(melaksanakan) qisas berkenaan dengan orang yang dibunuh. Orang
merdeka dengan orang merdeka, hamba sahaya dengan hamba sahaya,
perempuan dengan perempuan. Tetapi barang siapa memperoleh maaf dari
saudaranya, hendaklah dia mengikutinya dengan baik, dan membayar diat
(tebusan) kepadanya dengan baik (pula). Yang demikian itu adalah
keringanan dan rahmat dari Tuhanmu. Barang siapa melampaui batas
setelah itu, maka ia akan mendapat azab yang sangat pedih."
(QS. Al-Baqarah 2: Ayat 178), sehingga berdasarkan hukuman qisas
tersebut, sanksi terhadap pelaku pembunuhan adalah dibunuh atau
dihukum hukuman mati.20
Banyak pandangan pendapat mengenai retensionis dan abolisionis
dikalangan para ahli hukum pidana salah satunya diantara beberapa ahli
adalah;
1. Dr. J.E. Sahetapy,S.H., yang merupakan salah satu pakar
hukum yang kontra terhadap pidana mati mengemukakan

20
Ibid

27
bahwa pidana mati tidak layak diterapkan di lndonesia karena
pidana mati bertentangan dan tidak mencerminkan semangat
jiwa Pancasila
2. Lombroso dan Garofalo yang pro terhadap adanya pidana mati
berpendapat bahwa pidana mati adalah alat yang mutlak yang
harus ada pada masyarakat untuk melenyapkan individu-
individu yang tidak mungkin dapat diperbaiki.
Dari berbagai aturan hukum mulai dari deklarasi universal hak
asasi manusia,international covenant on civil and political rights, hukum
islam dan pro kontra dikalangan ahli pakar hukum pidana lebih
mendominasi kepada penjaminan hak dasar dari pada manusia itu sendiri
sehingga hak ini wajib dilindungi oleh hukum. Tidak seorangpun dapat di
rampas hak hidupnya secara sewenang wenang.
Namun perlu kita merefleksikan kembali ketika kita mengaitkan
dari semua aturan itu terhadap kasus yang telah memakan korban ahmad
dan ani fauziyah laili yang dilakukan oleh moh hajir bin durahman dengan
empat komplotannya yang hal itu meninggalkan kepedihan yang
mendalam kepada keluarga korban serta membuat keresahan pada
masyarakat utamanya masyarakat bangkalan itu sendiri, manusia yang
saharusnya saling melindungi sesama manusia lainnya hal ini berbanding
terbalik malah menjadi petaka kepada manusia lain.
Berbicara hak asasi manusia dalam kasus ini perlu kita buka ulang
contitusi tertinggi kita yang sudah mengatur hak hak kita dengan jelasa di
dalam undang undang dasar 1945 mulai dari pasal 28 A sampai dengan
pasal 28 J yang pada intinya dibalik kita memiliki hak asasi manusia hak
untuk hidup, kita diwajibkan untuk menghormati hak orang lain, oleh
karena itu maka ketika kita tidak menghormati hak asasi manusia orang
lain gugurlah hak asasi kita dan menjadi suatu kepantasan seorang hakim
menjatuhkan vonis pidana mati dengan beberapa bukti yang sah dan
menguatkan keputusannya kepada moh hajir bin durahman karena telah
melanggar hak yang dimiliki oleh ahmad dan anis fauziyah laili sebagai
korban dari perbuatan keji yang dilakukan oleh moh hajir bin durahman

28
dan ke empat komplotannya yang tidak bisa kita pungkiri bersam selain
merenggut hak korban karena perilaku yang dilakukan oleh moh hajir bin
durahman dan keempat komplotannya keluarga korban menanggung
kepedihan yang mendalam dan sulit untuk dilupakan karena kematian
anakak tercintanya dan matinya bukan dengan cara yang wajar melaikan
dibunuh oleh orang yang tidak memiliki perikemanusiaan sebagai insan
yang diberikan akal sehat oleh Tuhan Yang Maha Esa.
Undang undang dasar 1945 menjadi rujukan dari pada undang
undang dibawahnya, karena undang undang dasar menjadi undang undang
tertinggi daripada hirarki peraturan perundang undangan yang lain, karena
undang undang dasar menjadi perwujudan dari dasar negara (ideologi),
yang disebutkan secara gamlang dalam pembukaan undang undang
undang dasar 1945.
UUD 1945 Pasal 28I Ayat 1. Hak untuk hidup, hak untuk tidak
disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak
untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan
hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut
adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apa
pun.
UUD 1945 Pasal 28J Ayat 1. Setiap orang wajib menghormati hak
asasi manusia orang lain dalam tertib kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara.
UUD 1945 Pasal 28J Ayat 2. Dalam menjalankan hak dan
kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang
ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk
menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang
lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan
moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu
masyarakat demokratis.
Indonesia merupakan negara hukum yang mana termaktub didalam
UUD 1945 Pasal 1 Ayat 3. Negara Indonesia adalah negara hukum. Salah
satu fungsi hukum adalah membimbing perilaku manusia sebagai pedoman

29
ia juga bertugas untuk mengendalikan tingkah laku atau sikap tindak,dan
untuk itu ia didukung dengan sangsi negatif yang berupa hukuman agar
dapat dipatuhi.
Oleh karena itu hukum merupakan salah satu sarana pengendalian
sosial. Dalam hal ini,maka hukum adalah suatu sarana pemaksa yang
melindungi warga masyarakat dari ancaman ancaman maupun perbuatan
perbuatan yang membahayakan diri sendiri serta orang lain.
Jadi siapa yang melanggar hukum,dia akan memperoleh hukuman
(Pidana). Pidana Mati merupakan satu jenis pidana dalam usianya,setua
usia kehidupan manusia dan paling kontroversial dari semua sistem pidana
baik di negara negara yang menganut comon law maupun di negara
negara yang menganut Civil law.21
Undang undang dasar 1945 sebagai aturan dasar dalam tertip
kehidupan berbangsa dan bernegara yang dilahirkan dari Pancasila.
Pancasila sebagai Filosofi grondslag dari pada negara kesatuan Republik
indonesia,maka dari setiap aturan produk hukum yang dilahirkan harus
sususai dengan Pancasila dan undang undang dasar 1945, mengapa
demikian karena untuk mengantisipasi implementasi dari hukum itu
sendiri.
Penerapan vonis pidana mati di Indonesia sejatinya tidak
melanggar hak asasi manusia dikarenakan didalam hak asasi manusia itu
sendiri masih ada hak orang lain yang harus kita jaga sebagai warga negara
hukum, hal ini dibuktikan dengan adanya pasal didalam UUD 1945.
 UUD 1945 pasal 28J Ayat 1. Setiap orang wajib
menghormati hak asasi manusia orang lain dalam tertib
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
 UUD 1945 Pasal 28J Ayat 2. Dalam menjalankan hak dan
kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada
pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan
maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta
penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk
21
Tri wahyuningsih, Efektivitas Hukum Mati, http://www.legalitas.org/?q=node/399, diakses
pada hari Senin, tanggal 01 September 2015, Pukul: 21:40 WIB

30
memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan
moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum
dalam suatu masyarakat demokratis.
Oleh karena itu keberadaan hak asasi manusia menjadi tiada
dikarenakan perilaku manusia itu sendiri hal itu menjadi konsekuensi logis
dalam kehidupan negara hukum.
Maka adanya pidana mati di Indonesia akan menjadikan pelajaran
besar yang harus selalu di ingat oleh manusia itu sendiri, agar dapat
menciptakan atau miniadakan prilalu prilaku yang melanggar hukum.
Sehingga dengan adanya hukuman yang paling berat maka akan
mendatangkan suatu perasaan takut,karena tidak bisa kita pungkiri
bersama bahwa setiap manusia memiliki perasaan berani dan takut yang
keduanya sama sama sejajar sehingga setiap manusia yang akan
melakukan pelanggaran hukum akan berfikir ulang dalam melakukan
perbuatannya.
Pada dasarnya hukum akan menjadi malaikat penjaga syurga bagi
yang patuh dengan adanya hukum itu sendiri namun hukum akan menjadi
malaikat penjaga neraka bagi orang yang tidak patuh dengan hukum. Dan
hal ini akan dikembalikan kepada objek hukum itu sendiri,maka penerapan
vonis pidana mati terhadap pelaku tindak pidana concursus yang
ditetapkan oleh hakim tidak melanggar hak asasi manusia. Karena
sejatinya dibalik hak asasi manusia orang ada hak asasi manusia orang
lain.

31
32

Anda mungkin juga menyukai