Anda di halaman 1dari 29

Sindroma klinefelter

Jawahir bin Madeaming Mahasiswa Semester VII Fakultas Kedokteran UKRIDA Jakarta 2011 Jl. Arjuna Utara No.6 Jakarta Barat 11510 www.ukrida.ac.id

BAB I

Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

Pada tahun 1942, Dr Harry Klinefelter dkk di Massachusetts General Hospital Boston menerbitkan laporan tentang sembilan orang laki-laki yang mengalami pembesaran payudara, rambut wajah dan tubuh jarang, testis kecil, dan ketidakmampuan untuk memproduksi sperma. Pada akhir 1950-an, peneliti menemukan bahwa pria dengan ciri-ciri seperti ini yang kemudian disebut sebagai sindroma Klinefelter memiliki pengaturan kromosom seks ekstra, XXY tidak seperti laki-laki biasa, XY. Pada awal 1970-an, peneliti di seluruh dunia berusaha untuk mengidentifikasi laki-laki memiliki kromosom ekstra dengan skrining sejumlah besar bayi yang baru lahir. Salah satu yang terbesar dari studi ini, disponsori oleh Institut Nasional Kesehatan Anak dan Pengembangan Manusia (NICHD), memeriksa kromosom lebih dari 40.000 bayi.. Berdasarkan studi ini, pengaturan kromosom XXY tampaknya menjadi salah satu kelainan genetik yang paling umum dikenal, dengan angka kejadian 1 dalam 500 hingga 1 dalam 1000 kelahiran laki-laki. Meskipun penyebab sindrom karena sebuah kromosom seks ekstra, namun tersebar luas, sindrom itu sendiri (set gejala dan karakteristik) yang mungkin hasil dari memiliki ekstra kromosom jarang. Banyak pria menjalani hidup mereka tanpa pernah mencurigai bahwa mereka memiliki kromosom tambahan.

"Saya tidak pernah merujuk kepada bayi baru lahir memiliki Klinefelter, karena mereka tidak memiliki sindrom," kata Arthur Robinson, MD, seorang dokter anak di University of Colorado Medical School di Denver dan direktur studi yang disponsori NICHD tehtang lakilaki XXY . "Agaknya, beberapa dari mereka akan tumbuh untuk mengembangkan sindrom Klinefelter tapi banyak dari mereka tidak akan." Jelasnya. Untuk alasan ini, istilah "sindrom Klinefelter" telah jarang digunakan lagi oleh peneliti medis. Kebanyakan lebih memilih untuk menggambarkan pria dan anak laki-laki memiliki kromosom ekstra sebagai "laki-laki XXY." Selain pembesaran payudara, kurangnya rambut wajah dan tubuh, dan tipe tubuh bulat, lakilaki XXY lebih berisiko dibandingkan laki-laki lain untuk mengalami kelebihan berat badan, dan cenderung lebih tinggi dari ayah dan saudara mereka. Untuk sebagian besar, gejala-gejala ini dapat diobati. Bedah bila perlu dapat mengurangi ukuran payudara. Suntikan hormon testosteron laki-laki secara regular mulai dari pubertas, dapat membantu pertumbuhan rambut wajah serta memberikan tipe tubuh yang lebih berotot.

Suatu gejala yang jauh lebih serius, namun tidak selalu mudah terlihat yaitu gangguan bahasa. Meskipun mereka tidak mengalami keterbelakangan mental, kebanyakan laki-laki XXY memiliki beberapa derajat gangguan bahasa. Sebagai anak-anak, mereka sering belajar berbicara lebih lambat daripada anak-anak lain dan mungkin mengalami kesulitan belajar membaca dan menulis. Walaupun mereka akhirnya belajar untuk berbicara dan bercakap secara normal, mayoritas cenderung memiliki beberapa tingkat kesulitan dengan bahasa sepanjang hidup mereka. Jika tidak diobati, gangguan bahasa ini dapat menyebabkan kegagalan sekolah dan hilangnya kepercayaan diri. Untungnya cacat bahasa ini biasanya dapat dikompensasi.Kemungkinan untuk sukses besar jika dimulai pada anak usia dini.

BAB II Isi/Pembahasan 2.1. Anamnesis Anamnesis dapat dilakukan autoanamnesis pada pasien dewasa jika keadaan memungkinkan. Sekiranya keadaan tidak memungkinkan, anamnesis dilakukan secara allo anamnesis. Anamnesis yang perlu dilakukan meliputi:

Identitas Pasien Meliputi nama, umur, jenis kelamin, status perkahwinan, status pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa

Keluhan utama Pasien klinefelter paling sering datang dengan keluhan infertilitas atau belum mempunyai anak setelah lama berkahwin. Keluhan tambahan Sindroma klinefelter sering menimbulkan keluhan berikut: Testis dan penis yang kecil Rambut tubuh dan wajah yang sedikit Pembesaran payudara (genikomastia) Ketinggian melebihi normal (harus ditanyakan ketinggian orang tua dan saudara kandung yang lain)

Riwayat penyakit sekarang Sudah pernah memeriksa ke dokter lain sebelumnya Sudah pernah mendapat terapi atau pengobatan lain sebelumnya

Riwayat penyakit dahulu Pernah tidak menderita penyakit lain sebelum ini ataupun mengalami trauma (misalnya trauma pada testis), kalau pernah dapat rawatan dimana, ada tidak komplikasi yang timbul.
3

Riwayat perkahwinan Sudah berapa lama berkahwin Sebelum berkahwin ada tidak melakukan pemeriksaan Ada tidak masalah dalam hubungan suami istri

Riwayat keluarga dan riwayat kehamilan ibu Ada tidak keluarga yang menderita keluhan yang sama ataupun penyakit genetik yang lain. Perlu ditanyakan riwayat kehamilan ibunya: Umur berapa saat dia dikandungkan Ada tidak obat-obatan atau hormon dari luar yang dikonsumsi oleh ibunya

2.2 Pemeriksaan fisik Pengukuran tinggi badan Gambar 1

Tehnik pengukuran tinggi badan yang benar


4

Adalah penting untuk melakukan pengukuran tinggi badan pada pasien klinefelter yang umumnya mempunyai ketinggian yang lebih daripada laki-laki normal. Namun faktor genetik yaitu ketinggian dari ibu dan ayah juga harus dipertimbangkan. Pengukuran tinggi badan dewasa dan anak yang sudah bisa berdiri dilakukan dengan menggunakan microtoise pada posisi tubuh yang benar. Setelah bacaan diambil dan dicatat, tinggi badan relative dengan ketinggian ayah dan ibu dihitung untuk kemudian dilakukan perbandingan dengan bacaan yang didapatkan. Target height / mid parental height : Laki laki Perempuan = {TB ayah + (TB Ibu + 13 )} x = {TB Ibu + (TB ayah 13 )} x

Prakiraan tinggi dewasa (potensi tinggi genetik : Rentang nilai tinggi badan akhir seseorang dampak dari kedua orang tua biologis) dapat dihitung dari midparental height dengan rumus : Potensi tinggi genetik = mid parental height 8,5 cm

Pemeriksaan genitalia eksterna Pada inspeksi genitalia eksterna diperhatikan kemungkinan adanya kelainan pada penis/uretra antara lain : mikropenis, hipospodia, kordae, stenosis pada meatus uretra eksternus, fimosis, fistel uretro-kutan, dan ulkus tumor penis. Perhatikan pertumbuhan rambut genital disekitarnya. Pada pasien sindroma klinefelter, yang sering ditemukan adalah mikropenis dan rambut kelamin yang sedikit. Gambar 2

Pemeriksaan genitalia eksterna


5

Pemeriksaan skrotum dan isinya Periksa skrotum dan isinya (testis). Perhatikan apakah ada kelainan pada ukuran misalnya testis yang kecil ataupun pembesaran pada skrotum atau perasaan nyeri pada saat diraba. Untuk membedakan antara massa padat dan massa kistus yang terdapat pada isi skrotum, dilakukan pemeriksaan transiluminasi (penerawangan) pada isi skrotum. Pemeriksaan bagian tubuh lain Antara yang sering ditemukan pada pemeriksaan fisik adalah: Rambut tubuh dan wajah yang sedikit Pembesaran payudara (genikomastia) Proporsi tubuh yang abnormal (kaki panjang, batang badan pendek) Bahu yang sempit Gambar 3

Genikomastia pada pasien sindroma klinefelter Gambar 4

Karakteristik pasien sindroma klinefelter


6

2.2 Pemeriksaan penunjang 2.2.2 Karyotyping (analisis kromosom)1,2 Karyotyping adalah satu tes untuk memeriksa kromosom dalam satu sel sampel yang mana kita dapat mengetahui kelainan kromosom yang menyebabkan suatu penyakit. Dengan pemeriksaan ini kita bisa menghitung jumlah kromosom dan juga melihat struktur kromosom dan menilai ada atau tidak perubahan pada strukturnya. Sampel untuk tes ini bisa dari berbagai jaringan termasuklah: Cairan amnion Darah Sum-sum tulang Plasenta.

Sampel ditempatkan ke dalam piring khusus dan dibiarkan tumbuh di dalam laboratorium. Kemudian sel yang telah tumbuh diambil sampelnya dan dibuat sediaan dengan pewarnaan. Dengan menggunakan mikroskop, spesialis laboratorium akan memeriksa ukuran, bentuk, dan jumlah kromosom dalam sel sampel. Seterusnya sediaan tadi akan difoto untuk menghasilkan karyotype yang menunjukkan susunan kromosom-kromosm. Beberapa kelainan termasuk sindroma klinefelter dapat diidentifikasi melalui jumlah atau susunan kromosom. Gambar 5

Prosedur pemeriksaan karyotyping Nilai normal adalah: Wanita Laki-laki : 44 autosome dan 2 sex kromosom (XX) ditulis sebagai 46,XX : 44 autosome dan 2 sex kromosom (XY) ditulis sebagai 46,XY
7

Pada sindroma klinefelter, akan didapatkan ekstra kromosm X pada laki-laki (47,XXY) Gambar 5

Contoh karyotype pasien sindroma klinefelter 2.2.3 Analisa semen1,2,4 Analisa semen adalah tes untuk mengukur jumlah dan kualitas semen dan sperma seorang laki-laki. Semen adalah cairan putih, tebal dan mengandung sperma yang

dilepaskan saat ejakulasi. Tes ini kadang-kadang disebut juga tes menghitung jumlah sperma (sperm count). Analisa semen merupakan salah satu pemeriksaan pertama untuk menilai tahap kesuburan seorang laki-laki. Tes ini berguna untuk menentukan apakah ada masalah dalam produksi sperma ataupun kualitas sperma yang menyebabkan infertilitas. Tes ini juga dapat sigunakan setelah vasektomi untuk memastikan tidak ada sperma dalam cairan semen.hal ini dapat mengkonfirmasi keberhasilan vasektomi. Tes ini juga dilakukan untuk kondisi tertentu misalnya sindroma klinefelter. Pengumpulan sampel mungkin melibatkan masturbasi untuk mengumpulkan sperma ke wadah steril. Sampel juga dapat dikumpulkan saat sexual intercourse dengan menggunakan kondom khusus. Petugas laboratorium akan memeriksa sampel dalam 2 jam setelah pengumbilan dan semakin cepat dianalisa hasilnya semakin baik dan akurat. Nilai rujukan adalah: Volume normal bervariasi dari 1,5-5,0 mililiter per ejakulasi Jumlah sperma antara 20-150 juta sperma per mililiter Setidaknya 60% dari sperma memiliki bentuk normal dan motilitas (gerak maju) yang normal.
8

Kriteria WHO untuk tes Semen yang normal Jumlah sperma > 20 juta/ML >40% motilitas progresif >30% bentuk normal. Tabel 1 Istilah Oligozoospermia (poor count) Asthenozoospermia (poor motility) Teratozoospermia (abnormal morphology) Azoospermia Keterangan Konsentrasi sperma <20x106/ml Kurang sperma dengan gerak progresif Banyak sperma dengan bentuk abnormal

Tidak ada sel sperma dalam cairan ejakulasi Istilah yang digunakan untuk menggambarkan kelainan analisa semen

2.2.4 Tes darah untuk memeriksa hormon1-4 FSH (follicle stimulating hormone) FSH merupakan singkatan follicle stimulating hormone. Hormon ini disekresi oleh kelenjar hipofisi anterior. Pada wanita, FSH merangsang produksi telur dan hormon estradiol pada paruh pertama dari siklus menstruasi, sedangkan pada laki-laki hormon ini berfungsi untuk merangsang produksi sperma. Dokter biasanya menyarankan pemeriksaan ini jika pasien memiliki tanda gangguan reproduksi atau kelenjar hipofisis. Dalam beberapa situasi, tes ini juga dilakukan untuk mengkonfirmasi menopause. Tes FSH biasanya dilakukan untuk membantu mendiagnosa masalah dengan perkembangan seksual, menstruasi, dan kesuburan dan diindikasikan juga untuk pasien dengan sindroma klinefelter yaitu laki-laki dengan testis yang tiedak berkembang dan infertilitas. . Nilai rujukan untuk FSH normal adalah berbeda tergantung pada usia seseorang dan jenis kelamin. Berikut adalah nilai rujukan untuk laki-laki mengikut umur: Sebelum pubertas Selama pubertas Dewasa : 0-5 mIU/ml : 0,3-10,0 mIU/ml : 1,5-12.4 mIU/ml

Pada pasien klinefelter, akan didapatkan nilai FSH yang abnormal.


9

Luteinizing hormone (LH blood test) Tes LH adalah tes yang mengukur kadar hormon luteinizing yaitu hormon yang dilepaskan oleh kelenjar pitutari. Pada wanita terjadi peningkatan kadar LH pada pertengahan siklus yang menyebabkan terjadinya ovulasi. Pada pria, LH berfungsi untuk merangsang sel leydig untuk memproduksi testosterone. Dokter biasanya menyarankan tes ini dilakukan terutama untuk wanita yang mengalami kesulitan untuk hamil, siklus menstruasi yang tidak teratur, dan tanda-tanda lain yang berhubungan dengan kadar LH yang abormal.

Nilai rujukan untuk LH normal adalah Wanita dewasa : 5-25 IU/L

Kadar LH yang abnormal (meningkat) biasanya ditemukan pada Anorchia (tidak memiliki testis atau testis ada tapi tidak berfungsi) Hypogonadism Sindroma klinefelter

Testosterone (serum testosterone) Tes ini adalah tes yang mengukur jumlah testosteron,hormon pria dai dalam darah. Tes ini dilakukan jika pasien memiliki gejala-gejala produksi hormon laki-laki (androgen) yang abnormal. Pada laki-laki, testis memproduksi sebagian besar testosteron yang beredar dalam sirkulasi. Hormon LH dari kelenjar hipofisis meranagsang sel leydig pada testis untuk memproduksi testosteron. Kadar testosteron biasanya digunakan untuk menilai: Pubertasa pada anak laki-laki yang terlalu awal atau terlambat Impotensi dan infertilitas pada pria Pertumbuhan rambut berlebihan (hirsutism), dansiklus mentruasi yang tidak teratur pada wanita.

10

Nilai rujukan untuk testosterone normal adalah Laki-laki : 300-1200 ng/dl Wanita : 30-90 ng/dl Tabel 2

Nilai rujukan untuk kadar testosteron normal

Estrogen Hormon estrogen yang dapat diperiksa yaitu estrone (El), estradiol (E2), dan estriol (E3). Pemeriksaan estadiol dipakal , untuk mengetahui aksis hipotalamus-hipofisegonad (ovarium dan testis), penentuan waktu ovulasi, menopause dan monitoring

pengobatan fertilitas. Waktu pengambilan sampel untuk pemeriksaan estradiol adalah pada fase folikular (preovulasi) dan fase luteal Kadar estrogen meningkat pada keadaan ovulasi, kehamilan, pubertas prekoks, ginekomastia, atropi testis, tumor ovarium., dan tumor adrenal. Kadarnya akan menurun pada keadaan menopause, disfungsi ovarium, infertilitas, sindroma turner, amenorea akibat hipopituitari, anoreksia nervosa, keadaan stres, dan sindroma testikular ferninisasi pada wanita. Faktor interfeernsi yang meningkatkan estrogen adalah preparat estrogen, kontrasepsi oral, dan kehamilan. Serta yang menurunkan kadarnya yaitu obat clomiphene.
11

2.6 Diagnosis 2.6.1 Diagnosis kerja1-3

Sindroma Klinefelter, juga dikenal sebagai kondisi XXY, adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan laki-laki yang memiliki kromosom X tambahan di sebagian besar sel mereka. Daripada kromosom XY pola biasa yang dimiliki sebagian besar laki-laki, orang-orang ini memiliki pola XXY. Sindroma Klinefelter dikenal setelah Dr

Henry Klinefelter pertama kali menggambarkan sekelompok gejala yang ditemukan pada beberapa pria dengan kromosom X tambahan. Meskipun semua laki-laki dengan sindrom Klinefelter memiliki kromosom X tambahan, tidak setiap laki-laki XXY memiliki semua gejala-gejala.

Karena tidak setiap laki-laki dengan pola XXY memiliki semua gejala sindroma Klinefelter, adalah umum untuk menggunakan istilah laki-laki XXY untuk

menggambarkan orang-orang ini, atau kondisi XXY untuk menjelaskan gejala. Para ilmuwan percaya kondisi XXY adalah salah satu kelainan kromosom yang paling umum pada manusia. Sekitar satu dari setiap 500 laki-laki memiliki kromosom X tambahan, tetapi banyak yang tidak memiliki gejala 2.6.1.1 Gejala sindroma klinefelter 1-5

Tidak semua laki-laki dengan sindroma klinefelter memiliki gejala yang sama atau derajat yang sama. Gejala yang timbul adalah tergantung pada berapa banyak sel XXY yang dimiliki dan usia ketika kondisi ini terdiagnosis. Kondisi XXY bisa mempengaruhi tiga bidang pertumbuhan dan perkembangan utama:

Perkembangan fisik: Bayi laku-laki XXY kebanyakannya memiliki otot yang lemah dan kekuatan otot yang berkurang. Mereka mungkin mulai duduk, merangkak, dan berjalan agak terlambat dari bayi laki-laki normal. Setelah mencapai usia sekitar 4 tahun, laki-laki XXY cenderung menjadi lebih tinggi dan memiliki kontrol dan koordinasi otot yang kurang dibandingkan anak lain seusia mereka.

12

Setelah laki-laki XXY memasuki pubertas, mereka sering tidak memproduksi testosteron sebanyak anak-anak lain. Hal ini dapat menyebabkan tubuh menjadi lebih tinggi dengan sedikit massa otot, rambut wajah dan tubuh yang kurang, dan pinggul yang lebih luas. Sebagai remaja, laki-laki XXY mungkin memiliki payu dara yang lebih besar, tulang lemah, dan tingkat energi yang lebih rendah daripada laki-laki normal lainnya.

Laki-laki XXY dewasa tampak mirip dengan laki-laki biasa meskipun mereka sering lebih tinggi. Mereka juga lebih berisiko untuk terkena masalah kesehatan tertentu misalanya gangguan autoimun, kanker payudara, penyakit pembuluh darah vena, osteoporosis, dan kerusakan gigi. Laki-laki XXY juga cenderung memiliki testis yang lebih kecil. Laki-laki XXY dapat memiliki kehidupan seksual yang normal, tetapi mereka biasanya memproduksi sperma yang sedikit bahkan tidak ada. Sekitar 95-99 persen laki-laki XXY tidak subur (infertile) karena tubuh mereka tidak memperoduksi jumlah sperma yang cukup.

Perkembangan bahasa: Antara 25-85 persen anak laki-laki XXY memiliki beberapa jenis masalah bahasa seperti terlambat belajar berbicara, kesulitan menggunakan bahasa untuk

mengekspresikan kebutuhan, masalah membaca, dan kesulitan memproses apa yang mereka dengar. Setelah beranjak dewasa, laki-laki XXY akan mengalami kesulitan untuk melakukan pekerjaan yang melibatkan membaca dan menulis, tapi tidak kurang dari mereka yang sukses dalam kerjayanya.

Perkembangan sosial: Bayi laki-laki XXY cenderung tenang dan tidak cerewet. Setelah usia meningkat, mereka biasanya menjadi pendiam, kurang percaya diri, kurang aktif, dan lebih patuh serta suka menolong. Remaja laki-laki XXY pula biasanya pendiam dan pemalu. Mereka biasanya berjuang dengan usaha maksimal di sekolah dan juga bidang olahraga yang berarti mereka mungkin lebih memiliki masalah untuk bergaul fitting in dengan anak-anak yang lain. Namun sebagai seorang dewasa, laki-laki XXY hidup seperti lakilaki normal yang lain. Mereka memiliki teman-teman, keluarga, dan hubungan sosial yang normal.

13

2.6.2 Diagnosis banding 2.6.2.1 XX male .13,14

Sindrom XX male terjadi ketika individu yang terkena dampak lahir sebagai laki-laki normal, namun mempunyai kromosom perempuan. Dua jenis sindrom XX male dapat terjadi: mereka yang terdeteksi gen SRY dan mereka yang tidak terdeteksi SRY (sex determining region Y). SRY adalah faktor genetik utama untuk menentukan bahwa embrio yang berkembang akan menjadi laki-laki. Pada sindrom XX male, penderita mempunyai kromosom wanita tetapi cirri-ciri fisik laki-laki. Sebagian besar penderita dengan sindrom XX male memiliki gen SRY ( yang secara normal melekat di kromosom Y ) yang melekat pada salah satu kromosom X mereka. Sisanya dari individu-individu dengan sindrom XX male tidak memiliki SRY . Oleh karena itu, gen lain pada kromosom lain yang berperan dalam menentukan fitur fisik mereka.

Pada sindrom XX male yang disebabkan oleh gen SRY, translokasi antara kromosom X dan kromosom Y menyebabkan terjadinya kondisi tersebut. Translokasi terjadi bila bagian dari satu kromosom terpisah dan bertukar tempat dengan bagian kromosom yang lain. Pada sindrom XX male, ujung kromosom Y yang mengandung SRY di translokasi ke kromosom X. Akibatnya, embrio dengan kromosom XX dengan gen SRY translokasi akan mempunyai karakteristik fisik dari laki-laki. Pada individu dengan sindrom XX laki-laki yang tidak memiliki gen SRY, penyebab kondisi tersebut tidak diketahui. Para ilmuwan percaya bahwa satu atau lebih gen yang terlibat dalam pengembangan jenis kelamin embrio telah bermutasi atau berubah dan menyebabkan karakteristik fisik pria pada orang yang mempunyai kromosom perempuan. Gen ini bisa ditemukan di kromosom X atau di salah satu dari 22 pasang autosom yang samasama dimiliki laki-laki dan perempuan.

Sindrom XX male terjadi pada sekitar 1 : 20.000 hingga 1 : 25.000 individu. Sebagian besar, sekitar 90%, mempunyai SRY terdeteksi dalam sel mereka. 10% sisanya adalah SRY negative. Sindrom XX male dapat terjadi dalam berbagai latar belakang etnis dan biasanya terjadi sebagai peristiwa sporadis, tidak diwarisi dari ibu dan ayah.
14

Pria dengan sindrom XX male dan SRY positif

terlihat seperti laki-laki. Mereka

memiliki fitur fisik laki-laki termasuk tubuh, alat kelamin, dan testis. Semua laki-laki sindrom XX male adalah infertile (tidak dapat memiliki anak kandung) karena mereka tidak memiliki gen lain pada kromosom Y yang terlibat produksi sperma. Pria dengan sindrom XX male biasanya lebih pendek daripada rata-rata laki-laki, karena mereka tidak memiliki gen tertentu pada kromosom Y yang terlibat dalam ketinggian. Individuindividu dengan 46XX hadir dengan kondisi yang mirip dengan Klinefelter, seperti testis kecil dan panjang kaki yang abnormal.

Pada pasien XX male yang SRY negatif, kebanyakannya menderita hipospadia dan kriptokismus ( undescenden testis ). Kadang-kadang memiliki beberapa organ wanita seperti rahim dan saluran tuba. Mereka juga dapat menderita genekomastia , atau perkembangan payudara selama pubertas, dan pubertas juga bisa tertunda. Mereka tidak subur dan lebih pendek dari rata-rata. Sebagian kecil penderita sindrom XX male dengan SRY negatif merupakan hermafrodit sejati ( true hermaphrodite ) . Ini berarti mereka mempunyai jaringan testis dan ovarium pada gonad mereka. Mereka biasanya dilahirkan dengan alat kelamin ambigus, dimana alat kelamin bayi memiliki kedua karakteristik laki-laki dan perempuan. Sindrom XX laki-laki dan hermafrodit sejati dapat terjadi dalam keluarga yang sama, menunjukkan adanya kelainan genetik yang terjadi pada kedua-duanya.

Untuk penderita dengan sindrom XX male yang memiliki alat kelamin ambigus, hipospadia , dan / atau testis tidak turun , diagnosis dicurigai saat lahir . Untuk penderita sindrom XX male yang mempunyai fitur laki-laki normal, diagnosis dapat dicurigai sewaktu pubertas ketika perkembangan payudara terjadi. Banyak pria tidak tahu bahwa mereka memiliki sindrom XX male sampai mereka mencoba untuk memiliki anak mereka sendiri, tetapi tidak mampu untuk melakukannya, dan oleh karena itu

dievaluasi untuk infertilitas. Bila kondisi ini diduga pada laki-laki, pemeriksaan kromosom dapat dilakukan pada sampel kecil jaringan seperti darah atau kulit. Hasil penelitian menunjukkan kromosom seks yang normal, atau kromosom XX. Selanjutnya tes genetik tersedia dan diperlukan untuk menentukan apakah gen SRY hadir.

Beberapa individu yang memiliki SRY yang ditemukan dalam jaringan testis, tetapi tidak dalam sel darah mereka. Ini disebut mosaicism . Kebanyakan laki-laki hanya
15

menguji SRY dalam darah dan bukan jaringan testis mereka. Oleh karena itu, beberapa orang yang berpikir bahwa mereka adalah penderita sindrom XX male yang SRY nya negative, tetapi sebenarnya merupakan mosaik dan mempunyai gen SRY dalam gonad mereka.

Bagi mereka dengan sindrom XX male dengan alat kelamin dan testis normal, pengobatan tidak diperlukan. Penderita dengan hipospadia atau testis tidak turun

mungkin memerlukan satu atau lebih operasi untuk memperbaiki kondisi tersebut. Jika ginekomastia cukup parah, operasi pengurangan payudara mungkin diperlukan. Pasien hermaphrodism sejati biasanya memerlukan pembedahan untuk menghapus gonad, karena ianya dapat menjadi kanker. Prognosis untuk laki-laki dengan sindrom XX male sangat baik. Pembedahan biasanya bisa memperbaiki masalah fisik. Pria dengan sindrom XX male memiliki kecerdasan normal dan rentang hidup normal. Namun, semua yang terkena akan infertile. 2.6.2.2 Hipogonadism 10,13

Hipogonadisme pada pria adalah suatu kondisi yang terhasil dari ketidakmampuan testis untuk menghasilkan hormon seks testosteron, sperma atau keduanya. Sebagai bagian dari sistem reproduksi mereka, laki-laki memiliki organ genital eksternal yang disebut testis. Jika testis menghasilkan testosteron terlalu sedikit, maka baik pertumbuhan organ seksual atau fungsi mereka terganggu. Hormon ini juga memainkan peran penting dalam pengembangan dan pemeliharaan khas karakteristik fisik maskulin.

Hipogonadisme pada laki-laki terbagi atas dua, yaitu hipogonadisme primer dan sekunder. Hipogonadisme primer yang juga dikenal sebagai kegagalan testis primer, berasal dari kelainan di testis. Penyebab umum dari hipogonadisme primer termasuk sindrom Klinefelter, kelainan bawaan dari seks kromosom X dan Y, kriptokismus ( undescended testis ), hemokromatosis, akibat dari terlalu banyak zat besi dalam darah, cedera pada testis, operasi hernia sebelumnya, pengobatan kanker dan proses penuaan.

Hipogonadisme sekunder disebabkan oleh gangguan pada kelenjar pituitari yang terhubung ke otak dan berperan dalam mengontrol produksi hormon. Jika pesan kimiawi dari kelenjar pituitari ke testis tidak dikirim, akan terjadi gangguan fungsi
16

testis. Kondisi ini bisa terjadi akibat dari cacat pada perkembangan kelenjar pituitari, penyakit radang tertentu, dan penggunaan obat-obatan tertentu yang digunakan dalam pengobatan gangguan kejiwaan dan penyakit gastroesophageal reflux (GERD).

Efek dari hipogonadisme terutama ditentukan oleh tahap kehidupan di mana ia terjadi. Jika gonad menghasilkan terlalu sedikit hormon selama perkembangan awal janin, pertumbuhan atau fungsi organ seks eksternal dan internal mungkin terganggu. Hal ini dapat menyebabkan kondisi di mana jenis kelamin anak tidak jelas dengan pemeriksaan luar pada saat lahir. Selama pubertas, gejala hipogonadisme memperlambat pertumbuhan dan mempengaruhi perkembangan normal. Perubahan fisik dapat mencakup menurunnya perkembangan massa otot, kurangnya pendalaman suara,

gangguan dari pertumbuhan testis, penis dan rambut tubuh, serta terjadinya pembesaran dari payudara ( ginekomastia ). Gejala umum lainnya termasuk fisikal yang tinggi dan proporsi tubuh yang abnormal.

Pada

orang

dewasa,

hipogonadisme

dapat

mengakibatkan

disfungsi

ereksi,

ketidaksuburan, penurunan pertumbuhan rambut tubuh dan janggut, peningkatan lemak tubuh, pengembangan jaringan payudara dan penurunan ukuran atau ketegasan dari testis, otot dan massa tulang (osteoporosis). Perubahan mental dan emosional juga dapat terjadi pada hipogonadisme. Apabila kadar testosteron menurun, sebagian pria mungkin mengalami tanda-tanda dan gejala yang mirip dengan gejala menopause pada wanita. Ini termasuk hot flashes, penurunan dorongan seksual, iritabilitas, depresi dan kelelahan.

Deteksi dini pada anak laki-laki dapat membantu mencegah pubertas tertunda, dan pria dewasa akan lebih terlindungi terhadap osteoporosis dan kondisi terkait lainnya. Oleh karena itu, penting untuk melakukan pengujian hipogonadisme jika ada gejala yang hadir. Untuk mengevaluasi hipogonadisme, pengujian dilakukan di pagi hari, karena biasanya kadar testosteron paling tinggi di pagi hari. Jika tes konfirmasi kadar testosteron rendah, pengujian laboratorium lebih lanjut dapat dilakukan untuk mengetahui apakah adanya gangguan testis. Studi ini dapat mencakup pengujian

hormon, analisis air mani, pencitraan hipofisis, studi genetik dan biopsi testis

17

Gambar 10

Alur diagnosis hipogonadisme Terdapat beberapa metode pengobatan dengan menggunakan testosteron. Ini termasuk suntikan, patch, dan salep topikal testosteron. Suntikan testosteron dianggap aman dan efektif. Suntikan diberikan kira-kira setiap 2 minggu. Pasien sering mengalami

fluktuasi gejala antara pemberian dosis. Alternatif lain adalah dengan menggunakan patch testosteron. Testosteron dapat dicampur dengan perekat dan patch baru tersebut dipakai ke beberapa bagian tubuh tapi sedikit menyebabkan iritasi kulit. Sebuah patch yang berbeda menggunakan testosteron dalam sistem reservoir diaplikasikan pada kulit. Sistem ini lebih erat melekat pada kulit tetapi dapat menyebabkan iritasi kulit yang lebih hebat. Juga tersedia adalah gel topical testosteron 1 %. Gel ini dipakai satu kali sehari pada bahu, lengan atas atau abdomen yang bersih dan kering. Tangan harus dicuci dan tempat aplikasi gel dibiarkan kering selama 3-5 menit sebelum berpakaian. Kemeja harus dipakai selama kontak dengan wanita atau anak-anak untuk mencegah perpindahan testosteron kepada mereka. Efek samping dari setiap terapi testosteron mungkin termasuk jerawat, ginekomastia, memburuknya apnea tidur, dan berkurangnya kadar HDL.

Jika hipogonadisme terjadi selama dewasa, gaya hidup dan perubahan pola makan harus dilakukan untuk mencegah osteoporosis. Olahraga teratur di samping intake kalsium dan vitamin D yang adekuat diperlukan untuk mengurangi risiko osteoporosis. Pria yang didiagnosis hipogonadisme mungkin mengalami gangguan psikologis dan masalah dalam suatu perhubungan akibat disfungsi ereksi atau infertilitas. Keluarga pasien haruslah mendukung pasien dalam keadaan seperti ini. Selain itu, pasien harus berbicara
18

dengan dokter tentang bagaimana mengurangi kecemasan dan stres yang sering menyertai kondisi ini. Dukungan kelompok dapat membantu mereka dengan hipogonadisme dan kondisi yang terkait menghadapi situasi dan tantangan yang sama. 2.3 Etiologi1-9 Sindroma klinefelter tidak diwariskan. Sindrom Klinefelter biasanya terjadi

sebagai akibat dari kesalahan acak selama pembentukan sel-sel reproduksi (telur dan sperma). Sebuah kesalahan pembelahan sel yang disebut nondisjunction akan menghasilkan sel reproduksi dengan jumlah kromosom yang abnormal yang akhirnya menyebabkan laki-laki dilahirkan dengan kromosom seks ekstra. Sebagai contoh, sebuah sel telur atau sperma dapat memperoleh satu atau lebih salinan tambahan dari kromosom x sebagai hasil dari nondisjunction. Jika salah satu dari sel reproduksi atipikal ini memberikan kontribusi untuk susunan genetik seorang anak, anak akan memiliki satu atau lebih kromosom x tambahan.1,2,3,4 Gambar 6

Non disjunction pada meiosis 1 dan meiosis 2

Paling sering sindroma klinefelter terjadi disebabkan oleh salinan tunggal ekstra kromosom x dengan total 47 kromosom per sel. Laki-laki biasanya memiliki satu kromosom x dan datu kromosom Y dalam setiap sel (46,XY), tapi laki-laki dengan sindroma klinefelter memiliki dua kromosom X dan satu kromosom Y (747,XXY).
19

Beberapa laki-laki memiliki kromosom X tambahan hanya dalam beberapa sel mereka. Kasus ini disebut mosaik (46,XY/47,XXY). Sekitar setengah dari kesalahan terjadi sewaktu pembentukan sperma, dan sisanya akibat kesalahan dalam pembentukan sel telur. Salinan tambahan kromosom X ini menggangu perkembangan seksual pria, mencegah testis dari berfungsi normal, dan menurunkan testosteron.2,3,4 Nondisjunction adalah kesalahan dalam pembelahan sel. Sel-sel yang akan menjadi sperma dan ovum akan mengalami proses yang dikenal sebagai meiosis. Dalam proses ini, 46 kromosom dalam sel akan terpisah dan akhirnya akan menghasilkan 2 sel baru yang masing-masing memiliki 23 kromosom. Sebelum meiosis selesai, kromosom akan berpasangan dengan kromosom yang sesuai dan akan terjadi pertukaran materi genetik. Pada wanita, kromosom X akan berpasangan dan pada laki-laki kromosom X dan Y akan berpasangan. Setelah pertukaran materi genetik, kromosom akan terpisah dan meiosis akan berlanjut. Gambar 7

Proses normal pembentukan sel telur dan sperma

Dalam beberapa kasus, Xs atau kromosom X dan kromosom Y gagal untuk berpasangan dan bertukar materi genetik. Kadang-kadang hal seperti ini menyebabkan kromosom bergerak secara indipenden ke sel yang sama, menghasilkan sel telur dengan dua Xs,
20

atau sperma yang memiliki kedua-dua kromosom X dan Y. Apabila sel sperma yang memiliki kedua kromosom X dan Y melakukan fertilisasi dengan sel telur yang mengandung kromosom X tunggal, ataupun sel sperma normal dengan kromosom Y fertelisasi dengan sel telur dengan dua kromosom X, maka hasilnya adalah anak lakilaki dengan kromosom 47,XXY.

Gambar 8 dan 9

Proses fertilisasi yang menghasilkan anak dengan 47,XXY

21

2.4

Epidemiologi dan faktor resiko 1,2,4

Sindroma klinefelter merupakan suatu kelainan genetik yang terjadi secara acak/random. Sindroma ini terjadi sekitar 1 dari 500-1000 anak laki-laki yang lahir. Wanita yang hamil setelah usia mencapai 35 tahun mempunyai resiko yang sedikit lebih tinggi untuk melahirkan anak dengan sindroma klinefelter daripada wanita yang hamil dibawah usia 35 tahun.2,3 2.5 Patofisiologi 5,6,9 Sindrom Klinefelter yang mempunyai karyotipe 47, XXY terjadi bila pasangan kromosom gagal untuk terpisah, yaitu terjadi non-disjunction pada miosis I atau II, sewaktu proses spermatogenesis atau oogenesis. Sekitar 10 % pasien Klinefelter merupakan tipe mosaiciSm, yaitu non-disjunction yang terjadi setelah fertilisasi terjadi (post fertilization nondisjunction). Kromosom x membawa gen yang memainkan peran penting dalam banyak sistem tubuh termasuk fungsi testis, perkembangan otak, dan pertumbuhan tubuh badan normal. Penambahan lebih dari 1 kromosom X atau kromosom Y pada kromosom pria yang seharusnya 46 XY menyebabkan kelainan fisik dan kognitif. Secara umum, tingkat kelainan fenotip termasuk keterbelakangan mental secara langsung berhubungan dengan jumlah kromosom X yang ditambah. Semakin banyak jumlah kromosom X, semakin besar pengaruhnya terhadap perkembangan somatik maupun kognitif.

Penderita Klinefelter bisa mengidap kelainan skeletal dan kardiovaskuler berat. Perkembangan gonad sangat terpengaruh terhadap setiap kromosom X tambahan. Antara kelainan yang dapat disebabkan oleh pertambahan kromosom X adalah infertilitas karena disgenesis tubulus seminiferus dan kecacatan pada alat genitalia luar (hipoplastik). Selain itu, perkembangan kognitif yang terganggu berpengaruh terhadap kapasitas IQ skor kira-kira berkurang 15 poin untuk setiap tambahan kromosom X namun hal ini bersifat subyektif. Efek yang menjadi masalah utama penderita Kinefelter adalah hipogonadisme, ginekomastia serta masalah psikososial.

Sindrom Klinefelter adalah bentuk dari kegagalan testis primer dengan penyebab utamanya adalah terjadi peningkatan kadar gonadotropin akibat berkurangnya inhibisi umpan balik negatif. Defisiensi androgen menyebabkan proporsi tubuh yang eunuchoid;
22

bulu wajah/tubuh yang jarang atau kurang, distribusi lemak tubuh yang bersifat feminin, ginekomastia, mikrotestis, mikropenis, libido yang berkurang, penurunan ketahanan tubuh badan terhadap penyakit, dan osteoporosis. Pada saat pubertas pasien Klinefelter akan mengalami perubahan pada sumbu hipotalamus-hipofisis-gonad yang

menyebabkan onset gejala klinis klasik pada sindrom Klinefelter. Hal ini disebabkan oleh rendahnya kadar testosteron serum yang mencetus keadaan hipogonadism, peningkatan kadaar FSH, LH, serta estradiol yang menyebabkan feminisasi sifat seks sekunder pria. 2.7 Penatalaksanaan1-5 Jika seseorang terdiagnosis dengan sindroma klinefelter, pengobatan dini dapat membantu meminimalkan masalah. Untuk penatalaksanaan yang komplit, mungkin diperlukan kerjasama dengan tim penyedia pelayanan kesehatan termasuk dokter yang spesialisasi dalam mendiagnosis dan mengobati gangguan yang melibatkan kelenjar tubuh dan hormon (endokrinologi), ahli terapi bicara, dokter anak, ahli terapi fisik, konselor genetik, spesialis dalam bidang reproduksi dan infertilitas, serta seorang penasihat atau psikolog. Meskipun tidak ada cara untuk memperbaiki perubahan kromosom seks karena sindroma klinefelter, perawatan dapat meminimalkan dampaknya. Semakin dini diagnosis dibuat dan pengobatan dimulai, semakin besar manfaat. Tapi tidak akan ada kata terlambat untuk mendapatkan bantuan. Pengobatan untuk klinefelter termasuk: 2.7.1 Medikamentosa

Terapi penggantian testosteron/testosterone replacement therapy Laki-laki dengan sindroma klinefelter tidak menghasilkan hormon testosteron yang cukup dan efeknya dapat berkepanjangan seumur hidup. Mulai saat onset pubertasa yang biasa, penggantian testosteron dapat membantu mengobati dan mencegah sejumlah masalah. Testosteron dapat diberikan sebagai suntikan, dengan gel, atau patch pada kulit. Terapi penggantian testosteron memungkinkan seseorang anak untuk mengalami perubahan tubuh yang biasanya terjadi pada pubertas misalnya perkembangan suara lebih dalam, tumbuh rambut pada wajah dan tubuh, meningkatnya massa otot dan juga ukuran penis. Terapi testosteron juga dapat membantu mengurangi pertumbuhan jaringan payudara, meningkatkan
23

kepadatan tulang, dan mengurangi resiko patah tulang. Namum ini tidak akan menghasilkan perubahan pembesaran testis atau meningkatkan infertilitas. Pengobatan infertilitas/fertility treatment Kebanyakan laki-laki XXY tidak bisa mempunyai anak karena tidak ada sperma yang diproduksi dalam testis. Beberapa dari mereka mungkin memiliki produksi sperma namun sangat minimal. Salah satu pilihan yang bisa bermanfaat untuk laki-laki seperti ini adalah injeksi sperma intrasitoplasmik (ICSI). Dalam prosedur ini, sperma dalam testis diambil dengan menggunakan jarum biopsi dan disuntikkan langsung ke dalam sel telur. Waktu yang optimal untuk biopsi testis adalah ketika spermatogenesis sedang berlangsung menuju tahap penyelesaian dan sperma yang bergerak dapat diambil. Biasanya dilakukan pada laki-laki yang tidak bisa ejakulasi atau tidak ada sperma dalam ejakulatnya. Saat ini ada yang menggunakan USG skrotum dan spektroskopi MRI untuk pasien dewasa untuk menentukan waktu yang optimal untuk biopsi testis. Alternatif lain untuk memiliki anak termasuklah adopsi dan inseminasi buatan dengan sperma donor. 2.7.2 Non medika mentosa

Terapi bicara dan terapi fisik/speech and physical therapy Perawatan ini dapat membantu anak laki-laki dengan sindroma klinefelter mengatasi masalah dalam pidato dan bicara, kemampuan bahasa, dan juga kelemahan otot. Terapi fisik harus direkomendasikan pada anak laki-laki yang mengalami hipotonia atau keterlambatan kemampuan motorik yang mempengaruhi tonus otot, keseimbangan, dan kordinasi Dukungan pendidikan/educational support Beberapa anak laki-laki dengan sindroma klinefelter memiliki kesulitan belajar dan sekiranya diberikan dukungan dan bantuan terbukti sangat bermanfaat buat mereka. Jadi harus adakan diskusi dengan guru sekolah, konselor sekolah, dan juga perawat sekolah tentang jenis dukungan dan bantuan yang mungkin diperlukan. Laki-laki yang menderita Sindrom Klinefelter harus dilakukan evaluasi psikoedukasi yang komprehensif untuk mengetahui kelebihan dan kelemahan mereka. Informasi yang diperoleh dari evaluasi ini bisa membantu dalam merencanakan jenis dan penempatan kelas dan sekolah.
24

Konseling psikologi/psychological counseling Memiliki sindroma klinefelter bisa menjadi suatu tantangan, khususnya selama masa pubertas dan dewasa muda. Untuk laki-laki dengan kondisi tersebut, menerima hakikat dan mengatasi infertilitas itu sangat sulit. Seorang terapis keluarga, konselor, atau psikolog dapat membantu u7ntuk kerja seperti ini yang melibatkan masalah emosional. 2.7.3 Terapi bedah

Pengangkatan jaringan payudara/breast tissue removal Pada laki-laki yang mengalami pembesaran payudara (genikomastia), jaringan payudara yang berlebihan dapat dihilangkan oleh dokter ahli bedah plastik, untuk menjadikan dada tampak normal. Hanya sekitar 10% pria XXY yang memerlukan mastektomi. Mastektomi diindikasikan pada ginekomastia yang menimbulkan tekanan psikologis pada pasien dan meningkatkan resiko kanker payudara.

2.6 Komplikasi1,4,5

Pembesaran gigi dengan permukaan yang menipis adalah sangat umum untuk penderita sindroma klinefelter. Hal ini disebut sebagai tourodontism dan dapat didiagnosis dengan x-ray gigi. Gambar 11

Tourodontism

25

Individu dengan sindroma klinefelter mempunyai resiko 20 kali lipat lebih besar untuk menderita kanker payudara daripada laki-laki normal. Insiden kanker payudara pada pasien klinefelter adalah sebanding dengan dengan insidensi pada wanita, yang menunjukkan hubungan yang kuat antara ketidakseimbangan hormon dan kanker payudara.

Penderita sindroma klinefelter juga bisa mengalami gangguan pemusatan perhatian dan juga kesukaran dalam pembelajaran. Peningkatan jumlah kromosom X secara abnormal pada penderita klinfelter misalnya 58,XXXY, 49,XXXXY, dan

50,XXXXXY juga sangat mempengaruhi IQ. Penurunan IQ akan meningkat dengan meningkatnya jumlah tambahan kromom X.

Resiko untuk terjadinya osteoporosis juga meningkat karena kukurangan hormon androgen, dan terapi testosteron akan menurunkan resiko ini. Sama seperti wanita dengan sindroma turner, laki-laki XXY juga berisiko tinggi untuk menderita penyakit autoimun seperti diabetes, rheumatoid artritis, dan systemic lupus erythematosis.

Selain komplikasi diatas, komplikasi dari aspek emosi dan kejiwaan juga seringkali terjadi. Kesukaran menerima hakikat menderita klinefelter apalagi infertilitas menyebabkan rasa malu, stess, dan akhirnya depresi. 2.7 Pencegahan1

Mencegah klinefelter memang tidak bisa, namun deteksi dini sudah bisa dilakukan walaupun belum rutin. Dalam beberapa tahun terakhir ini, banyak laku-laki XXY telah didiagnosis sebelum lahir (prenatal diagnosis) melalui pemeriksaan amniosintesis atau chorionic villus sampling (CVS). Pada amniosentesis, sampel cairan yang mengeliling janin diambil dan sel-sel janin yang ada dalam cairan tersebut diperiksa untuk melihat ada tidaknya kelianan kromosom. CVS mirip dengan amniosentesis, kecuali prosedur ini dilakukan pada trimester pertama dan sel-sel janin yang ingin diperiksa diambil dari plasenta. Namun demikian, prosedur ini tidak digunakan secara rutin kecuali bila ada riwayat keluarga cacat genetik, wanita hamil lebih tua dari 35 tahun, atau ketika ada indikasi medis yang lain.

26

2.8 Prognosis

Diagnosis dini dan pengobatan yang cepat dapat membantu seorang lak-laki sindroma klinefelter untuk hidup seperti laki-laki normal juga dengan tehnik-tehnik tertentu pasien ini dapat mempunyai anak. Walaupun banyak penyakit dan komplikasi yang berisiko untuk didapat, namun dengan pengobatan yang teratur resiko ini dapat dikurangkan dan prognosis akan lebih baik.

BAB III Penutup/Ringkasan Sindrom Kinefelter merupakan kelainan kromosom seks yang sering ditemukan. Kelainan ini didapatkan pada laki-laki yang membawa kromosom X tambahan yang menyebabkan hipogonadisme, defisiensi androgen, dan kerusakan spermatogenesis. Sebagian pasien menunjukkan semua gejala klasik kelainan ini yakni ginekomastia, testis yang kecil, rambut tubuh yang jarang, postur tinggi, dan infertil. Sedangkan pasien lainnya tidak menunjukkan semua gejala ini. Penanganannya terdiri atas terapi sulih testosteron untuk mengoreksi defisiensi androgen agar pasien mengalami virilisasi yang sesuai. Terapi ini juga memberi efek yang positif pada perbaikan mood, citra diri, dan terbukti melindungi pasien dari osteoporosis, walaupun tidak bisa mengembalikan kesuburan. Selain itu pananganan dari aspek dukungan moral, terapi bicara dan fisik, serta konseling juga sangat penting untuk pasien seperti ini.

27

Daftar pustaka 1. Bock R. Understanding Klinefelter syndrome: A guide for XXY males and their families. National Institute of Child Health & Human Development. 30 Aug 2010. Diunduh dari http://www.nichd.nih.gov/publications/pubs/klinefelter.cfm. 25

september 2011.

2. Klinefelter syndrome. U.S national library of Medicine, National Center for Biotechnology Information, 1 November 2010. Diunduh dari

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmedhealth/PMH0001420/ 25 september 2011

3. Klinefelter syndrome. Genetics Home Reference. 30 Aug 2010. Diunduh dari http://www.ghr.nlm.nih.gov/condition/klinefelter-syndrome. 26 september 2011

4. Klinefelter syndrome. National institutes of health, office of rarae disease research. Diunduh dari http://rarediseases.info.nih.gov/GARD/QnASelected.aspx?diseaseID=8705 26 september 2011

5. Chen H. Klinefelter syndrome: Treatment and Medication. eMedicine. March 22, 2010 Diunduh dari : http://emedicine.medscape.com/article/945649-treatment. 26 september 2011.

6. Learning about klinefelter syndrome. National human genome research institute, national institutes of health, 20 july 2010. Diunduh dari

http://www.genome.gov/19519068, 26 september 2011 7. Mayo clinic staff. Klinefelter syndrome. 28 oktpber 2010. Diunduh dari http://www.mayoclinic.com/health/klinefelter-syndrome/DS01057 26September 2011

8. Englert C.H. Klinefelter syndorme. Wake Forest University School of Medicine, Department of Pediatrics, Section on Medical Genetics, Winston-Salem, NC. 11/1/2010 U.S. Department of Health and Human ServicesNational Institutes of Health. Diunduh dari 26 September 2011.
28

http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/000382.htm

9. Adkinson R.L, Brown M.D. Disorders of gender differentiation and sexual development in Elseviers Integrated Genetics 2007. Hal 190-195

10. Suryo. Abnormalitas akibat kelainan kromosom dalam Genetika manusia, Universitas Gadjah Mada press, cetakan ke 6 tahun 2001. Hal 241-254

11. Okada H, Fujioka H, Tatsumi N, Kanzaki M, Okuda Y, et al. Klinefelter's syndrome in the male infertility clinic, Oxford Journals Medicine Human Reproduction Volume 14, Issue4 Pp. 946-952. 17 JULY 1998, diunduh dari http://humrep.oxfordjournals.org/content/14/4/946.full 26 september 2011

12. Anwar R.

sintesis, fungsi

dan

interpretasi

pemeriksaan hormon reproduksi

subbagian fertilitas dan endokrinologi reproduksi. Bagian obstetri dan ginekologi fakultas kedokteran unpad bandung 2005. Diunduh dari

http://pustaka.unpad.ac.id/wpcontent/uploads/2010/05/sistesis_fungsi_dan_interpretas i_hormon_reproduksi.pdf 26 September 2011 13. Dada R, Ahmad M. E., Talwar R , Kucheria K. Clinical And Genetic Study Of A XX (SRY) negative male, Genetics Division, Dept. of Anatomy, All India Institute of Medical Sciences, New Delhi September 2002. Diunduh dari

http://priory.com/med/xx.htm 26 September 2011.

14. XX male syndrome Summary, Xx Male Syndrome from World of Genetics. Thomson Gale, a part of the Thomson Corporation 2006. Diunduh dari

http://www.bookrags.com/research/xx-male-syndrome-wog/ 26 Septenber 2011

29

Anda mungkin juga menyukai