Anda di halaman 1dari 15

Keterampilan Berbahasa Menyimak Kritis Ceramah

dengan Metode Kontekstual

Disusun oleh:

Dwi Setyaningsih K1217021/A

Dosen Pembimbing:

Dr. Kundharu Saddhono S.S.,M.Hum

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN


PRODI PENDIDIKAN BAHASA INDONESIA
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
2019
Keterampilan Berbahasa Menyimak Kritis Ceramah

dengan Metode Kontekstual

1. Hakikat Menyimak
Menyimak merupakan keterampilan berbahasa reseptif yang merupakan
pengembangan dari sebuah kemampuan mendengar. Manusia sendiri pun tak
kan mungkin bisa berbahasa atau memiliki kemampuan berbahasa yang lain jika
tak memiliki kemampuan mendengar. Dalam bahasa Inggris kosa kata
mendengar yakni hear sedangkan menyimak yakni listening. Menyimak tak
sekadar mendengar akan tetapi mendengar dengan penuh perhatian dan
sungguh-sungguh sehingga mampu menyerap informasi dengan indera telinga
dan mengolahnya dengan akal. Tujuan dari menyimak yaitu agar bisa
menangkap informasi, mengolah informasi, dan memberi tanggapan terhadap
informasi. Menyimak adalah suatu kegiatan yang merupakan suatu proses.
Sejalan dengan pendapat tersebut, Subyantoro dan Hartono dalam (Hijriyah,
2016:17) menyatakan bahwa mendengar adalah peristiwa tertangkapnya
rangsangan bunyi oleh panca indra pendengar yang terjadi pada waktu kita
dalam keadaan sadar akan adanya rangsangan tersebut, sedangkan
mendengarkan adalah kegiatan mendengar yang dilakukan dengan sengaja
penuh perhatian terhadap apa yang didengar, sementara itu menyimak intensitas
perhatiannya terhadap apa yang disimak.
Menyimak merupakan sebuah kegiatan dengan proses kompleks dan
sistematis yang mana terdiri dari kegiatan yang bertahap dan berurutan. Dalam
suatu kegiatan menyimak memiliki tahapan-tahapan dari suatu bunyi diterima
oleh indera pendengaran, proses pengolahan oleh otak melalui berpikir dan
bernalar, proses mengingat dan daya ingat, hingga proses menanggapi informasi
yang disimak. Menurut (Pujiati & Triadi, 2017:41) terdapat tahapan dalam
proses pembelajaran keterampilan menyimak yaitu 1) mendengar, 2) mengerti,
3) mengevaluasi dan 4) menanggapi. Menurut Rivers & Temperley dalam (Vega
& Arifin, 2016:107) menyatakan bahwa waktu yang diperkirakan dalam
kegiatan komunikasi manusia dewasa adalah 45% digunakan menyimak
(listening), 30% untuk berbicara (speaking), 16% untuk membaca (readimg),
dan 9% untuk menulis (writing). Melihat data tersebut tampak adanya paradoks
antara menyimak di kehidupan sehari-hari tidak sama halnya dengan
pembelajaran menyimak di sekolah. Dalam kehidupan nyata, manusia secara
mayoritas lebih banyak melakukan kegiatan menyimak dari pada membaca,
menulis, dan berbicara namun dalam realitanya kemampuan menyimak
dianggap paling sulit hal ini sejalan dengan pendapat (Magfirah, 2018:107) yang
juga menyatakan bahwa “listening is also not an easy skill to be acquired
because it requires listeners to make meaning from the oral input by drawing
upon their background knowledge of the world and of the second language and
produce information in their long-term memory and make their own
interpretations of the spoken passages.” Selain itu, (Magfirah, 2018:107) juga
mengutip pendapat Bingol, Celik, Mart, and Yilzid yang menyatakan bahwa
“for many students, listening is a difficult skill to improve because they have to
pay much attention, concentration, and sometimes they feel asleep.”

2. Faktor yang Memengaruhi dalam Kegiatan Menyimak


Keberhasilan kegiatan menyimak dipengeruhi oleh dua faktor yakni faktor
internal dan eksternal. Faktor internal yaitu seperti halnya kurang berminatnya
siswa. Tanda siswa tidak berminat yaitu mereka terlihat tidak antusias dan pasif
saat pembelajaran. Maka dari itu perlulah guru untuk memilih materi menyimak
yang up to date dan tidak ketinggalan zaman, serta pilihkan materi yang
menarik. Mungkin sebelumnya guru menanyai siswa apa hal yang disukai siswa
pada jenjang pendidikan yang diajar untuk mendapat informasi materi apa yang
disukai peserta didik. Atau ada pilihan lain yang mana merupakan pilihan guru
sendiri seperti menghubungkan materi bidang studi lain seperti materi
keagamaan, sosial, kewarganegaraan, hingga politik dan ditampilkan sebagai
materi terkini dan kekinian yang sedang hangat-hangatnya menjadi pemberitaan
aktual. Dalam pembelajaran kontekstual siswa langsung bisa belajar dari
peristiwa di lingkungan dan berlatih berpikir kritis akan kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Sehingga diharapkan pembelajaran
kontekstual menjadi pembelajaran yang menarik bagi peserta didik.
Menurut Yatim Riyanto dalam (Arianti & Herwandi, 2018:78) Quantum
Teaching adalah pengubahan belajar yang meriah, dengan segala nuansanya,
serta menyertakan segala kaitan, interaksi, dan perbedaan yang memaksimalkan
momen belajar. Menurut (Mana & Yusandra, 2016:86) pendekatan CTL
(Contextual Teaching and Learning) merupakan salah satu pendekatan yang
diduga akan bisa mengatasi permasalahan pembelajaran menyimak mahasiswa.
Belajar akan lebih bermakna jika siswa ‘mengalami’ apa yang dipelajarinya,
tidak hanya ‘mengetahui’ saja. Pembelajaran dengan pendekatan CTL
membantu guru mengaitkan materi yang diajarkannya dengan situasi nyata
siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang
dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota
keluarga dan masyarakat.
Hal lain yang dapat memengaruhi pembelajaran yaitu kurang
konsentrasi, hal ini bisa membuat pembelajaran tidak efektif dan membuat siswa
gagal paham akan materi menyimak dalam proses pembelajaran. Selain itu tidak
konsentrasi bisa ditimbulkan dari kurangnya minat siswa yang mana membuat
siswa malas dan tidak memperhatikan pembelajaran menyimak, sedangkan
faktor eksternalnya yaitu pendekatan dan model pembelajaran yang kurang
tepat. Maka dari itu pemilihan metode dan model pembelajaran memegang
peranan penting dalam keberhasilan menyimak.
3. Pentingnya Keterampilan Menyimak
Melatih keterampilan berbahasa berarti melatih pula keterampilan berpikir.
Esensi kemampuan interaksi antarmanusia adalah kemampuan memahami apa
yang dikatakan orang lain dan dapat memberikan respons serta jawaban yang
seimbang sesuai dengan konteks pembicaraan. Jika demikian, maka akan
tercipta komunikasi yang baik dan mengurangi kesalahpahaman akibat bahasa.
Kesalahpahaman tersebut akibat dari kegiatan menyimak yang kurang kritis dan
pemrosesan pemikiran yang kurang baik dalam bernalar. Sedangkan dalam
kegiatan berbahasa sangat dipengaruhi oleh pemikiran dan nalar, dan nalar akan
terus terasah dengan kegiatan menyimak. Menurut (Mana & Yusandra, 2016:85)
kemampuan menyimak seseorang akan memengaruhi kemampuan berbahasa
seseorang seperti, berbicara, membaca dan menulis. Seorang penyimak yang
baik adalah seorang pembicara yang baik, penulis yang baik, dan pembaca yang
baik. Hal ini karena menyimak merupakan kemampuan reseptif yang mana jika
kemampuan penerimaan itu baik, maka memiliki pengaruh untuk meningkatkan
kemampuan produktif seseorang. Dalam hal ini peserta didik perlu untuk dilatih
kemampuan menyimak agar mancapai suatu esensi yaitu kemampuan
memahami apa yang dikatakan orang lain dan dapat memberikan respons serta
jawaban yang seimbang sesuai dengan konteks pembicaraan.

Dari esensi tersebut maka pentinglah diajarkannya materi menyimak


pada peserta didik agar peserta didik mampu mengembangkan kemampuan
berbahasa yang lainnya dengan terlebih dulu belajar banyak dan mendengar
yang banyak untuk menghimpun ilmu pengetahuan dan wawasan agar bisa
meningkatkan kemampuan berpikir dan melatih kebijaksanaan berpikir serta
meningkatkan kemampuan berbahasa produktif peserta didik. Menurut Nichols
1948; Vineyard dan Bailey 1960 dalam Adiwiria (2007:924) dengan
menggunakan sampel sebanyak 144 orang siswa di Southwestern State College
Amerika Serikat, Vinegard and Bailey (1960) mengenali hubungan antara
intelegensi, membaca dan menyimak, dengan prestasi belajar. Mereka
menemukan terdapat korelasi yang erat antara intelegensi, membaca dan
menyimak, dengan prestasi belajar.

Hubungan Intelegensi dengan kemampuan menyimak yaitu intelegensi


menjadi faktor pengembangan kemampuan menyimak. Contohnya yaitu dalam
memahami satu kalimat dalam kegiatan menyimak diperlukan beberapa tahapan
pemahaman, dan intelegensi sangat dibutuhkan. (Maltin 1994) dalam Adiwiria
(2007:925) menjelaskan bahwa tahapan tersebut meliputi mendengarkan suara
simakan, menyimpan suara simakan tersebut ke dalam ingatan jangka pendek
(short term memory), mencari makna kata dalam memori semantik,
mengelompokkan maknanya setiap bunyi simakan, dan menemukan intisari dari
pengelompokan tersebut untuk diambil maknanya.
4. Contoh-Contoh Bahan Menyimak Kritis
Bahan pembelajaran menyimak yang mana dipilih yang paling efektif dan
efisien. Bahan simakan bisa menggunakan rekaman suara. Guru bisa mencari
berbagai sumber bahan ajar menyimak di internet. Yang terpenting dalam
memilih bahan ajar yakni kejelasan atau kejernihan audio sehingga dapat
didengarkan secara nyaman dan enak di telinga. Bahan ajar yang berkualitas
akan mampu meningkatkan dan menarik perhatian siswa. Menurut Sugiyono
(2014:85) dalam proses pembelajaran, media memiliki, fungsi sebagai pembawa
informasi dari sumber guru menuju siswa. Media memudahkan guru dalam
melakukan kegiatan pembelajaran. Penggunaan media membuat siswa lebih
senang dalam mengikuti kegiatan pembelajaran. Maka dari itu guru bisa
menggunakan bahan ajar berupa audio, DVD, dan video berupa ceramah dari
tokoh yang dinilai baik dalam kemampuan berbahasanya serta bagus dan
bermutu dalam kaitan isi yang disampaikannya.

Menyimak adalah keterampilan yang harusnya mudah diasah karena


informasi selalu hadir di sekitar kita dan paling banyak informasi yang kita
terima yaitu dari indera pendengaran. Jika seseorang sadar akan informasi yang
ada dan tanggap sasmita serta peka, maka manusia tidak hanya akan menerima
begitu saja informasi melainkan akan mengolah dan menanggapi informasi.
Selain keterampilan menyimak, dibutuhkan juga sikap kritis untuk menyaring
informasi yang didapatkan. Perpaduan antara keterampilan menyimak dan sikap
kritis membentuk sebuah keterampilan baru, yakni keterampilan menyimak
kritis. Pembelajaran keterampilan menyimak kritis mempunyai objek materi
berupa berita, diskusi, debat, seminar, ceramah, kuliah, dan iklan, dsb.

Bahan simakan yang harus digunakan yaitu bahan yang jangan terlalu
berat, upayakan sesuai dengan perkembangan individu peserta didik dan
sebaiknya dipilih bahan yang segar dan menarik serta tidak berdurasi terlalu
lama. Taylor dalam Widiastuti, dkk. (2017:99) mengutip hasil penelitian Mehler
menyatakan bahwa pendengar cenderung lebih baik dalam mengingat struktur
yang lebih sederhana daripada yang kompleks. Hasil penelitian tersebut
didukung oleh pendapat Clark dan Clark dalam Widiastuti, dkk. (2017:89) yang
menjelaskan bahwa teks atau informasi akan lebih mudah diingat apabila teks
atau informasi tersebut bermakna, terstruktur, pendek, menggunakan bahasa
yang dikuasai oleh pendengar, dan dilengkapi dengan penjedaan yang sesuai,
serta pendengar mengetahui struktur lahir kalimat tersebut. Jadi bahan simakan
yang baik itu juga yang berdurasi pendek sekitar 5-15 menit saja, agar penyimak
tidak merasa bosan dan jenuh serta konsentrasi tetap terjaga, dengan demikian
diharapkan tercapainya keberhasilan tujuan pembelajaran.

Dalam mencari dan memilh bahan menyimak, juga penting bagi guru
untuk memerhatikan nilai-nilai atau norma sebagai pembentukan karakter yang
diharapkan sesuai dengan kurikulum dan sesuai dengan tujuan menghasilkan
manusia Indonesia yang berkarakter unggul. Menurut Zuriah yang mengutip
pendapat Suparno, dkk. (dalam Wulandari, dkk., 2014:5) menyatakan bahwa
realitas kehidupan manusia erat kaitannya dengan nilai-nilai kehidupan atau
nilai-nilai pendidikan. Nilai-nilai hidup tersebut meliputi: (1) religiusitas; (2)
sosialitas; (3) gender; (4) keadilan; (5) demokrasi; (6) kejujuran; (7)
kemandirian; (8) daya juang; (9) tanggung jawab; dan (10) penghargaan
terhadap lingkungan. Maka demikian perlu dan penting dalam menghadirkan
nilai pendidikan karakter dalam bahan simakan pembelajaran menyimak. Agar
tidak hanya transfer of knowledge melainkan juga harus transfer of value,
sehingga tercapailah tujuan untuk pendidikan yakni memanusiakan manusia.
Dalam diri manusia ada jiwa yang perlu dipupuk dengan nilai-nilai
seperti yang telah disebutkan sebelumnya. Nilai pertama dan utama yakni nilai
religiusitas. Nilai ini menjadi pondasi kekuatan jiwa karena manusia yang
memiliki nilai religiusitas tinggi akan selalu berusaha menjalani kehidupan
berdasar nilai yang Tuhan ajarkan. Dan nilai ajaran terbaik adalah ajaran dari
Tuhan sang pencipta dan Dialah Yang Maha Tahu tentang manusia dan yang
terbaik untuk manusia. Manusia yang taat kepada aturan Tuhan tentu akan
terhindar dari perilaku-perilaku menyimpang dan selalu berusaha untuk selalu
bertaqwa dan melakukan amar ma’ruf nahi munkar. Nilai religiusitas ini juga
akan memengaruhi nilai-nilai di bawahnya seperti sosial, gender, keadilan,
demokrasi, kejujuran, kemandirian, daya juang, tanggung jawab, dan
penghargaan terhadap lingkungan. Hal tersebut karena nilai religiusitas yang
diajarkan Tuhan itu bersifat universal dan umum yang mencakup segala nilai-
nilai yang lain. Dan contohnya saja yaitu dalam agama Islam pun dengan
sempurna telah mengajarkan segala aspek kehidupan dengan kelengkapan nilai-
nilainya mengatur segala kehidupan manusia dari akidah, ibadah, hukum,
akhlak, dan muamalah. Nilai-nilai tersebut telah lengkap diajarkan oleh Nabi
Muhammad Shalallahu Alaihi Wasallam.
Karakter biasa kita kenal sebagai suatu hal yakni sifat maupun sikap
yang tecermin melalui perilaku yang melekat pada diri individu. Misalnya
seseorang memiliki sifat dermawan, sikap yang dapat kita lihat yaitu tidak pelit,
tidak sombong, tidak kikir, penyantun, penyayang, dan peduli sedangkan dari
perilaku seseorang tersebut akan tampak bahwa seseorang tersebut suka
memberi dan gemar bersedekah, infak, ataupun zakat. Karakter dipandang
sebagai penentu bahwa seseorang sebagai pribadi (character is personality
evaluated). Lickona dalam Supriyono, dkk. (2017:154) menyatakan bahwa
karakter terbentuk dari tiga macam bagian yang saling berkaitan yakni
pengetahuan moral, perasaan moral, dan perilaku moral. Artinya bahwa
pendidikan karakter dapat dimaknai sebagai pendidikan nilai budi pekerti, nilai
moral dan watak. Tujuan dari pelaksaan pendidikan karakter mengembangkan
kemampuan peserta didik dalam mengambil keputusan yang didasari oleh
pemikiran yang matang dengan mempertimbangkan baik buruknya Supriyono,
dkk. (2017:145). Dengan demikian dapat dimaknai bahwa karakter adalah tabiat
yang telah melekat dalam diri manusia.
Pendidikan karakter menjadi kunci peradaban bangsa. Hal tersebut
karena peradaban bangsa akan maju jika dibangun oleh manusia yang beradab,
bukan manusia yang biadab. Dalam sejarah dapat kita tengok kembali peradaban
Islam di zaman keemasannya, Islam mampu menguasai dua per tiga dunia dan
mampu menciptakan peradaban di berbagai bidang karena peradaban
manusianya. Manusia yang beradab itu maju dalam berpikir maupun bertindak
berdasar dan berpedoman pada peraturan Tuhannya. Seperti halnya bahwa
pendidikan karakter diartikan sebagai upaya penanaman kecerdasan dalam
berpikir, penghayatan dalam bentuk sikap, dan pengalaman dalam bentuk
perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai luhur yang menjadi jati dirinya,
diwujudkan dalam interaksi dengan Tuhannya, diri sendiri, masyarakat, dan
lingkungannya (Zubaidi dalam Supriyono, dkk., 2017:154). Selain itu pendapat
(Wibowo dalam Supriyono, dkk., 2017:154) juga menjelaskan bahwa
Pendidikan karakter adalah pendidikan budi pekerti plus, yang melibatkan aspek
pengetahuan (cognitive), perasaan (felling), dan tindakan (action).
5. Mengidentifikasi Gagasan Utama dalam Bahan Simakan
Dalam proses menyimak pada tahapan mengolah informasi, siswa harus
memiliki kemampuan menemukan pokok simakan. Hal pokok atau intisari dari
bahan simakan mendapat perhatian lebih dan diharapkan siswa mampu menarik
kesimpulan dan isi sesuai dengan yang dimaksud oleh bahan simakan atau
penutur. Biasanya gagasan utama terletak di awal paragraf atau di akhir
paragraf. Daeng, dkk. (2010:75) menjelaskan bagaimana cara memperoleh
gagasan utama dalam menyimak yaitu penyimak harus mengetahui/tanggap pada
posisi mana si penutur meletakkan penekanan atau gagasan utama. Secara umum
biasanya gagasan utama diletakkan setelah pendahuluan, dan dinyatakan secara
singkat. Selanjutnya penutur mengulas kembali gagasan utama di sepanjang
pembicaraan (biasanya penutur mengulang-ulang konsep penting). Selanjutnya
ketika mengidentifikasi gagasan utama harus pula berlatih membatasi agar tidak
terlalu meluas atau terlalu sempit, tanpa menghilangkan pesan maupun konsep
yang terkandung dalam pembicaraan. Setelah penyimak mengetahui gagasan
utamanya maka akan memudahkan pula bagi penyimak untuk membuat
simpulan dari bahan simakan.
6. Kendala Menyimak
Dalam kegiatan menyimak tentulah tak lepas dari bebagai kendala yang hadir.
Kendala itu bisa muncul dari dalam diri penyimak ataupun dari faktor
lingkungan. Sumber kendala utama dari menyimak yaitu karena kepribadian dan
lingkungan. Tipe kepribadian yang memiliki sifat tak acuh atau sombong atau
sudah merasa paling pandai dan berilmu dsb. Sedangkan kalau lingkungan bisa
karrena kondisi yang memang tidak mendukung, atau karena bahan simakan
yang kurang menarik dsb. Beberapa kendala menyimak dapat kita temukan
dalam penelitian pustaka Tarigan dalam Daeng, dkk. (2010:95) ada beberapa
kendala yang ditemui dalam proses menyimak, yaitu keegosentrisan, biasanya
orang yang egois itu lebih suka didengarkan daripada mendengarkan perkataan
orang lain. Mengutip pendapat Acat, dkk. (2016:212) bahwa different
techniques should be applied during measurement and assessment processes
and the teachers who doesn’t have sufficient knowledge should be improved
about the process.
Dari pendapat tersebut,seorang guru bisa menerapkan teknik pengajaran
menyimak dengan metode diskusi yang terdiri dari minimal dua siswa untuk
melakukan pembelajaran menyimak bergiliran apa yang disampaikan teman
sejawat. Pun dengan penilaiannya siswa dapat saling memberi penilaian kepada
siswa lainnya dalam kelompok diskusinya. Pembelajaran dapat dilakukan di luar
ruangan dan siswa dipersilakan mencari tempat yang nyaman di lilingkungan
sekolah untuk pembelajaran menyimak materi dari teman sejawat tersebut
dengan waktu yang telah ditentukan. Guru melakukan observasi dan berkeliling
melihat dan menilai keaktifan siswa. Dengan menciptakan suasana sosial dan
dan adanya interaksi antar peserta didik, maka diharapkan akan
menumbuhkembangkan sikap simpati dan empati serta menekan keegoisan
peserta didik.
Enggan terlibat, takut perubahan, orang ini tipe orang yang tidak dapat
mengalami kemajuan karena tidak siap akan perubahan. Maka dari itu perlulah
untuk memiliki kerelaan hati dan berani menerima pendapat yang lebih baik dan
unggul dari pendapat diri sendiri. Keengganan dalam kegiatan pembelajaran
menyimak ini guru perlu mencari cara agar peserta didik antusias dan
termotivasi ikut serta dalam kegiatan menyimak. Dalam konteks menyimak
kritis dengan bahan khotbah atau ceramah, guru bisa menggunakan seni seperti
orasi, retorika, perdebatan, motivasi, dan lain-lain sebagai bahan menyimak.
Jangan lupa guru juga harus menyesuaikan bahan dengan perkembangan zaman
dan tetap up to date sesuai dengan peserta didik generasi milenial sekarang ini.
Selain itu, guru dalam memilih bahan simakan juga harus memperhatikan
kurikulum yang berlaku. Hal ini didukung oleh pendapat (Timuçin & Aryoubi,
2016:242) yang menyatakan bahwa Other arts might also help reduce and alleviate
the challenge of foreign language anxiety. It is recommended that arts activities
in the form of music cloze and drama theatre are included in foreign language
curricula to increase student abilities in language listening. The arts-integrated
curriculum has increased academic achievement in language listening skills.
Dengan mempertimbangkan kurikulum, maka diharapkan akan dapat mencapai
prestasi belajar peserta didik yang sesuai dengan tujuan nasional bangsa.
Kurikulum 2013 menekankan pendidikan karakter yang salah satunya
yaitu peserta didik memiliki rasa ingin tahu yaitu sikap dan tindakan yang selalu
berupaya untuk mengetahui lebih mendalam dan meluas dari sesuatu yang
dipelajarinya, dilihat, dan didengar. Rasa ingin tahu tersebut haruslah terus
ditumbuhkan agar peserta didik mampu menumbuhkan pikiran kritis yang akan
mengambil peran juga dalam pembelajaran menyimak kritis ceramah. Salah satu
cara untuk menumbuhkan rasa keingintahuan tersubut yaitu dengan metode KWL
(Know Want to Learn). Dalam (Harsono, dkk., 2012:57) yang mengutip pendapat
Huffman (1998) memberikan penekanan tentang penerapan strategi KWL yaitu
dengan mempraktikkan bagaimana KWL (sebuah strategi sederhana untuk
mengembangkan pemahaman membaca dengan mengaktifkan apa yang Anda
ketahui, menentukan apa yang ingin Anda pelajari dan memahami apa yang Anda
pelajari) kemudian dapat ditingkatkan dengan cara membuat pertanyaan fokus
kedalam prosedur dasar. Dari pendapat tersebut, kita dapat mengganti materi
membaca dengan menyimak. Dengan metode KWL ini sangat cocok dengan
kurikulum 2013 yang menekankan pembelajaran yang berpusat pada siswa dan
mengutamakan keaktifan dan kemandirian siswa.
Menghindari pertanyaan, hal ini berkaitan dengan rasa takut akan
jawaban yang diberikan, penyimak takut kalau jawaban yang diberikan akan
memalukan. Puas terhadap penampilan eksternal, penyimak yang baik tidak
boleh cepat merasa puas karena akan membuat gagal menyimak lebih intensif.
Hal ini sejalan dengan pendapat Graham dalam Khuziakhmetov & Porchesku
(2016:1998) menyatakan bahwa L2 learners usually say that listening is the
most difficult skill, dan (Mendelsohn, 1994) when it is coupled with classroom
practice that often associates listening with evaluation it contributes to a high
degree of anxiety and stress among learners that can interfere with
comprehension especially at the beginning levels of language competency.
Sejalan dengan pernyataan tersebut berdasar pengalaman pribadi dalam
pembelajaran menyimak kritis bahan simakan yang cenderung menggunakan
materi yang asing dan tidak dikuasai akan menimbulkan kesulitan dalam
menyimak. Apalagi jika dituntut untuk menanggapi secara kritis terhadap bahan
simakan dan dilakukan penilaian secara langsung oleh guru maka akan
menimbulkan tekanan dan kegelisahan. Maka sebaiknya guru memilih bahan
yang sesuai serta guru harus menciptakan suasana belajar yang menyenangkan
serta menarik dengan memperhatikan metode kontekstual yang digunakan.
Sehingga diharapkan peserta didik tidak ragu dalam menjawab pertanyaan yang
diajukan guru dan antusias menjawabnya.
Pertimbangan yang prematur, apabila pembicaraan yang akan
diutarakan oleh pembicara telah diketahui oleh penyimak yang mempunyai
pertimbangan dan keputusan prematur maka dengan cepat sang penyimak
merasa sudah tahu akan materi bahan simakan yang akan didengarkan sehingga
muncullah kemalasan untuk menyimak akibat pertimbangan yang prematur
tersebut. Dari kendala ini maka guru harus selalu mengikuti berita aktual sehinga
selalu memiliki wawasan dan tahu akan permasalahan terkini sehingga bisa
memilih bahan dan membuat bahan simakan yang terbaru dan terkini secara
kontekstual.
Kebingungan semantik, yaitu kebingungan mengartikan kata yang
dipakai oleh pembicara dan salah dalam memberikan pemaknaan. Maka
penyimak perlu mampunyai kosa kata yang memadai dan memiliki pemahaman
semantik sehingga mampu menghubungkan bahasa sesuai konteks pembicara.
Seperti halnya pendapat Anderson dalam Xiaoli Bao (2017:186) menyatatakan
bahwa Perceptual processing is the first stage of information processing. It is
the encoding of the acoustic or written message. In listening this involves
segmenting phonemes from the continuous speech stream. Dari pernyataan
tersebut hal yang perlu diperhatikan guru dalam memilih bahan yaitu harus
disesuaikan dengan usia dan perkembagan peserta didik sehingga tercapailah
pemahaman konseptual dan kemampuan memahami informasi oleh peserta
didik.
Pemakaian bahasa dalam pembelajaran menyimak juga harus
diperhatikan bahwa penting untuk menggunakan bahasa Indonesia yang baik
dan benar. Maksud dari penggunaan bahasa yang benar yaitu menggunakan
bahasa baku yaitu bukan bahasa alay atau bahasa gaul melainkan menggunakan
bahasa formal yang sesuai dengan kaidah kebahasaan. Sedangkan untuk
penggunaan bahasa yang baik, dapat diartikan bahwa dalam penggunaan bahasa
tidak melulu harus menggunakan bahasa yang terlalu kaku. Penting untuk
menempatkan bahasa sesuai dengan suasana dan kondisi, sehingga terciptalah
bahasa komunikatif yang sesuai dengan pembelajaran bahasa Indonesia di
sekolah yang menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar.
Menyambungkan dengan pernyataan Saddhono (2012:76) bahwa kode
berdasarkan variasi dalam satu bahasa dapat dibedakan menjadi bahasa baku dan
bahasa nonbaku. Kemudian menurut Kridalaksana dalam Saddhono (2012:76)
Bahasa nonbaku disejajarkan maknanya dengan bahasa nonstandar, yaitu
dikatakan tentang ragam bahasa yang menyimpang dari ragam yang dianggap
standar dalam hal lafal, tata bahasa, atau kosakata. Menyambung dari pernyataan
tersebut bahwa bahasa baku bahasa Indonesia menjadi standar dalam dalam
pembelajaran menyimak baik dari lafal, tata bahasa ataupun kosakata.

Daftar Pustaka
Acat, M.B., Demiral, H., dan Kaya, M.F. (2016). Measuring Listening Comprehension
Skills of 5th Grade School Students with the Help of Web Based System 1.
International Journal of Instruction. 9(1): 211-224. Doi: 10.12973/iji.2016.9116a.
Adiwiria, P.S. (2007). Hubungan antara Intelegensi Kemampuan Menyimak dan
Kemampuan Membaca dengan Prestasi Belajar. Jurnal Pendidikan dan
Kebudayaan. 13(69): 924-941.
Arianti, R., dan Herwandi. (2018). Penerapan Model Quantum Teaching dalam
Pembelajaran Menyimak Cerita Pendek. Dialektika. 5(1): 75-87. Doi:
http://dx.doi.org/10.15408/dialektika.v5i1.7613.
Bao, X. (2017). A Study on Listening Strategies Instructed by Teachers and Strategies
Used by Students. International Journal of English Linguistics. 7(2): 186-195.
Doi:10.5539/ijel.v7n2p186.
Daeng, K., Amir, J., dan Hamsa, A. 2010. Pembelajaran Keterampilan Menyimak.
Makassar: UNM.
Harsono, A.S.R., Fuady, A., dan Saddhono, K. (2012). Pengaruh Strategi Know Want to
Learn (KWL) dan Minat Membaca terhadap Kemampuan Membaca Intensif
Siswa SMP Negeri di Temanggung. Basastra. 1(1): 53-64.
Hijriyah, U. 2016. Menyimak Stategi dan Implikasinya dalam Kemahiran Berbahasa.
Bandar Lampung: IAIN Raden Intan Lampung.
Khuziakhmetov, A.N., dan Porchesku, G.V. (2016). Teaching Listening
Comprehension: Bottom-Up Approach. International Journal of Environmental
& Science Education. 11(8): 1989-2001. Doi: 10.12973/ijese.2016.572a.
Magfirah, T. (2018). Students’ Reading and Listening Comprehension Based on Their
Learning Styles. International Journal of Education. 10(2): 107-113. Doi:
http://dx.doi.org/.
Mana, L.H.A., dan Yusandra, T.F. (2017). Pengembangan RPKPS dan SAP Menyimak
Berbais Pendekatan Contextual Teaching and Learning. Gramatika. 2(2): 84-100).
Rondiyah, A.A., Wardani, N.E., dan Saddhono, K. (2017). Pembelajaran Sastra melalui
Bahasa dan Budaya untuk Meningkatkan Pendidikan Karakter Kebangsaan di Era
MEA (Masayarakat Ekonomi Asean). Elic 2017. 141-147
Saddhono, Kundharu. (2012). Bentuk dan Fungsi Kode dalam Wacana Khotbah Jumat
(Studi Kasus di Kota Surakarta). Adabiyyāt. 11(1): 71-92.
Sugiyono, E.I. (2014). Pengembangan Bahan Ajar Menyimak Berbasis Multimedia
Interaktif dalam Model Belajar Mandiri untuk Sekolah Menengah Pertama.
Seloka. 3(2): 83-89.
Supriyono, S., Wardani, N.E., dan Saddhono, K. (2017). Pendidikan Karakter Berbasais
Sastra Sejarah dalam Puisi “Aku Tidak Bisa Menulis Puisi Lagi” Karya Subagio
Sastrowardoyo. Jurnal Artefak. 4(2): 153-159.
Syafrina, D., Dermawan, T., dan Widiati, N. (2017). Implementasi Pembelajaran
Menyimak di Sekolah Menengah Pertama. Jurnal Pendidikan. 2(5): 706-713.
Timuçin, M., dan Aryoubi, H. 2016. Integrating Arts in EFL Curricula: A Focus on
Language Listening Skills. International Journal of Languages Education and
Teaching. 4(2): 233-256. Doi: 10.18298/ijlet.589.
Triadi dan Pujiati. (2017). Kesulitan Menyimak dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia.
Literasi. 7(1):41-52.
Vega, N.D., dan Arifin. (2016). Penerapan Self Direction E-Learning pada
Keterampilan Menyimak. Jurnal Masyarakat Telematika dan Informasi. 7(2):
107-118.
Widiastuti, S., Gazhali, A.S., dan Suyono. (2017). Pengaruh Strategi Parsing terhadap
Kemampuan Menyimak Siswa Kelas VII SMP Negeri 8 Malang. Basindo. 1(1):
87-102.
Wulandari, R., Saddhono, K., dan Rohmadi, M. (2014). Analisis Buku Humor Politik
Pak Presiden, Buatlah Rakyat Stres Karya Edy Sumartono: Kajian Pragmatik dan
Nilai-Nilai Pendidikan. Basastra. 2(3): 1-19.

Anda mungkin juga menyukai