Anda di halaman 1dari 26

KARYA TULIS ILMIAH

IDENTIFIKASI SENYAWA KIMIA DALAM LILIN


LEBAH DENGAN
13
CARBON NUCLEAR MAGNETIC
RESONANCE

Nama Kelompok:

Natalia Debora (J3L108022)
Risna Sari (J3L108065)
Yunia Subaheti (J3L108114)
Marwan Ghozali (J3L108052)
Dewi Indah (J3L208126)




PROGRAM KEAHLIAN ANALISIS KIMIA
DIREKTORAT PROGRAM DIPLOMA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2010

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan berkat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah
ini. Karya Tulis Ilmiah ini berjudul IdentiIikasi Senyawa Kimia dalam Lilin Lebah
dengan
13
Carbon Nuclear Magnetic Resonance untuk memenuhi tugas responsi mata
kuliah Kepustakaan Kimia.
Karya tulis ilmiah ini membahas aplikasi dan penerapan merode spektroskopi
resonansi magnetic inti karbon
13
C. Ucapkan terima kasih penulis sampaikan kepada
semua pihak yang telah membantu baik secara langsung maupun tidak langsung
sehingga karya tulis ini dapat terselesaikan. Ucapan terima kasih secara khusus
penulis sampaikan kepada Bapak Dr.Drs.Adi Santoso,M.S. selaku koordinator Mata
Kuliah Kepustakaan Kimia atas bimbingan, saran dan pembelajaran mengenai tata
cara penulisan karya ilmiah, sehingga karya tulis ini dapat terselesaikan.
Saran dan kritik dari semua pihak yang bersiIat membangun selalu diharapkan
demi kesempurnaan Karya Tulis Ilmiah ini. Semoga Karya Tulis Ilmiah ini dapat
bermanIaat bagi pembaca dan dapat menjadi sarana pembelajaran bagi pembaca di
masa yang akan datang.


Bogor, 20 Oktober 2010


Tim Penulis

DAFTAR ISI
alaman
KATA PENGANTAR ............................................................................................... i
DAFTAR ISI ............................................................................................................ ii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................... iii
BAB I ........................................................................................................................1
PENDAULUAN .....................................................................................................1
1.1 Latar Belakang .................................................................................................1
1.2 IdentiIikasi .......................................................................................................2
1.3 ipotesis ..........................................................................................................2
1.4 Tujuan dan ManIaat.........................................................................................2
1.5 Ruang Lingkup ................................................................................................2
BAB II.......................................................................................................................3
TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................................3
2.1 Deskripsi Instrumen .........................................................................................3
2.2 DeIinisi Bahan..................................................................................................9
BAB III ................................................................................................................... 11
ISI ........................................................................................................................... 11
3.1 Bahan dan Metodologi ................................................................................... 11
3.2 Pembahasan ................................................................................................... 12
BAB IV ................................................................................................................... 18
PENUTUP ............................................................................................................... 18

4.1 Simpulan ........................................................................................................ 18


DaItar Pustaka ......................................................................................................... 19


















DAFTAR GAMBAR

alaman
Gambar 1. .Skema Alat Spektroskopi Resonansi Magnetik Nuklir .............................5
Gambar 2. Spektrum (A) perluasan wilayah aliIatik (B) pada suhu kamar dan suhu
leleh (C)
13
Polarisasi C NMR spektrum untuk lebah madu mentah Jepang
(Apis cerana faponica)....................................................................... 12
Gambar 3.
13
C MAS spektra untuk lebah madu mentah Jepang yang diperoleh dari
urutan pulsa Torchia dengan t dari 0 detik (A) dan 1.240 detik (B)...... 13
Gambar 4.
13
C CP / MAS spektra untuk lebah madu lebah mentah dari Jepang
dengan waktu kontak yang berbeda 0.01ms (A), 0.1ms (B), 1ms (C), 5ms
(D), 8ms (E). ......................................................................................... 15
Gambar 5. Waktu kontak ketergantungan dari rantai karbon metilen-internal 32,9
ppm (simbol terbuka) dan 34,0 ppm (simbol padat) pada suhu kamar .... 15
Gambar 6. Polarisasi C MAS spektrum dari rantai metilen wilayah-internal untuk
lebah kasar dari lebah madu Jepang ....................................................... 16








BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Perkembangan ilmu pengetahuan dan tekhnologi yang sangat pesat
menyebabkan terjadinya perubahan dalam berbagai bidang kehidupan manusia, tidak
terkecuali di Indonesia. Ilmu pengetahuan dari berbagai belahan dunia membawa
banyak perubahan, bidang sosial, ekonomi, pendidikan, dan tekhnologi di Indonesia.
Selama lima puluh tahun terakhir spektroskopi resonansi magnetik nuklir, yang
umum disebut sebagai NMR telah menjadi teknik yang unggul untuk menentukan
struktur senyawa organik. Dari semua metode spektroskopi, NMR adalah satu-
satunya analisis lengkap dan interpretasi seluruh spektrum. Walaupun jumlah sampel
yang lebih besar dibutuhkan dibandingkan untuk spektroskopi massa, NMR bersiIat
non-destruktiI, dan dengan instrumen modern data yang baik dapat diperoleh dari
sampel dengan berat kurang dari satu miligram. Keberhasilan dalam menggunakan
NMR sebagai alat analisis, maka perlu memahami prinsip-prinsip Iisik yang
didasarkan metode. Inti isotop unsur banyak memiliki karakteristik spin (l). Salah
satu aplikasi dari
13
C-NMR yaitu untuk menentukan struktur kimia suatu molekul
berdasarkan resonansi magnetik inti atomnya.
Lilin yang diperoleh dari sumber-sumber alam yaitu lilin hewani, lilin nabati,
lilin mineral, dan lilin minyak bumi. Lilin hewan atau mamalia (serangga), yaitu lilin
komersial hewani dan lilin lebah lemak wol dengan karakteristik unik. Sekarang ini
banyak digunakan dalam pengembangan produk baru di berbagai bidang seperti
kosmetik, makanan, teknik Iarmasi, dan industri. Lilin lebah dapat mengeluarkan lilin
dari empat pasang kelenjar khusus, yang disebut kelenjar lilin yang terdapat di bawah
perut mereka. Lebah terdiri dari hidrokarbon, alkohol, asam bebas, dan ester. Titik
leleh lilin lebah (sekitar 60 C), yang disekresikan dalam keadaan cair pada suhu
kamar. Secara umum, bentuk perubahan kristal tergantung pada parameter Iisik

seperti suhu, tekanan, dan laju pendinginan. Oleh karena itu, kemungkinan suatu
struktur tertentu hadir dalam lilin lebah mentah. Namun, hanya beberapa studi
struktur asli dari lilin lebah telah dilaporkan, khususnya dari lebah Jepang yaitu Apis
cerana japonica. Struktural lilin lebah yang diperlukan dalam rangka, yaitu untuk
memahami hubungan antara siIat, struktur, dan dasar dari hubungan ini dengan
merancang aplikasi baru untuk lilin lebah. Struktur lilin lebah ditentukan dengan
menggunakan
13
C-NMR.
1.2 Identifikasi
Berdasarkan uraian sebelumnya, maka rumusan masalah karya tulis ini
apakah struktur molekul yang terdapat dalam lilin lebah mentah dapat ditentukan
dengan
13
C-NMR.
1.3 Hipotesis
ipotesis dari karya tulis ini, diduga penentuan struktur molekul dari lilin lebah
mentah dapat ditentukan dengan
13
C-NMR.
1.4 Tujuan dan Manfaat
Tujuan penelitian secara umum adalah mengetahui struktur molekul lilin
mentah melalui pergeseran kimia NMR dari 2 kelompok internal C, untuk
memahami bagaimana struktur molekul lilin lebah mempengaruhi siIat dan
penggunaanya. Struktur molekul lilin lebah mentah yang telah ditentukan dengan
13
C-NMR diharapkan dapat menjadi dasar sebagai pemanIaatan lilin lebah tersebut
dan aplikasi
13
C-NMR secara lebih luas.
1.5 Ruang Lingkup
Ruang lingkup karya tulis ini adalah untuk menentukan struktur molekul lilin
mentah melalui pergeseran kimia NMR dari 2 kelompok internal C, untuk
memahami bagaimana struktur molekul lilin lebah mempengaruhi siIat dan
penggunaannya.

BAB II
TIN1AUAN PUSTAKA
2.1 Deskripsi Instrumen
:clear Magnetic Resonance Spectroscopy (NMR) adalah teknik yang
memanIaatkan siIat magnetik dari inti tertentu. Instrumen yang paling umum adalah
Spektroskopi Proton NMR dan
13
Carbon NMR. Pada prinsipnya, NMR dapat
diaplikasikan pada setiap inti yang mempunyai spin. Inti-inti atom unsur
dikelompokkan menjadi 2 yaitu inti atom yang mempunyai spin dan tidak
mempunyai spin. Suatu inti berspin akan menimbulkan medan magnet kecil yang
diberikan oleh suatu momen magnet nuklir, yaitu suatu vector. Menurut para ahli
kimia organik, nuklida penting yang mempunyai spin inti ialah
1
dan
13
C. Isotop
karbon dan oksigen yang paling lazim (
12
C dan
16
O) tidak mempunyai spin. Nuklida-
nuklida yang mempunyai spin dapat dimanIaatkan dalam spektroskopi NMR, mereka
menyerap energi tidak pada radio Irekuensi yang sama.
Dalam spektroskopi
13
C NMR, suatu medan magnet luar diciptakan oleh suatu
magnet tapal kuda permanen atau suatu elektromagnet. Kuat medan luar ini
dilambangkan dengan
0
dan arahnya dinyatakan oleh sebuah anak panah. Proton
yang berotasi dengan momen magnetik nuklirnya dalam banyak hal mirip dengan
suatu batang magnet kecil. Bila molekul yang mengandung atom-atom hidrogen
ditaruh dalam medan magnet luar, maka momen magnet dari tiap inti hidrogen atau
proton mengambil salah satu dari dua sikap (orientasi) dilihat dari medan magnet luar
itu. Kedua orientasi yang diambil oleh momen magnetik nuklir itu adalah paralel atau
antiparalel terhadap medan luar (Dorset DL. 1983).
Adanya resonansi magnetik nuklir itu diakibatkan oleh penyerapan radiasi
elektromagnetik (daerah radioIrekuensi) oleh proton-proton dalam suatu magnet (
0
),
yang membalik dari keadaan spin paralel ke antiparalel atau dengan kata lain
spektoskopi NMR didasarkan pada penyerapan gelombang radio oleh inti-inti tertentu
dalam molekul organik, apabila molekul ini berada dalam medan magnet yang kuat.

13
C NMR memiliki sejumlah komplikasi yang tidak ditemui pada NMR proton.
13
C NMR jauh kurang sensitiI terhadap karbon dari
1
NMR yaitu hidrogen isotop
karbon. Isotop
13
C memiliki spin kuantum dari nol dan tidak magnetis aktiI, oleh
karena itu tidak terdeteksi oleh NMR. Isotop
13
C terdapat di alam dengan kelimpahan
1,1 secara magnetis aktiI dengan bilangan spin kuantum 1/2 (seperti
1
), oleh
karena itu terdeteksi oleh NMR. Oleh karena itu, hanya sedikit
13
C inti beresonansi
hadir dalam medan magnet, meskipun hal ini bisa diatasi dengan pengayaan isotop,
misalnya protein sampel. Selain itu, rasio gyromagnetik (6.728284 10
7
T rad s
-1 -1)

hanya 1/4 bahwa dari
1
, lebih lanjut mengurangi sensitivitas. Daya penerimaan
keseluruhan
13
C adalah sekitar 4 kali lipat lebih rendah dari
1
.
13
C NMR adalah aplikasi resonansi magnet inti spektroskopi untuk karbon. al
ini sejalan dengan NMR proton (
1
NMR) dan memungkinkan identiIikasi karbon
atom dalam molekul organik seperti NMR proton mengidentiIikasi hidrogen atom.
13
C NMR merupakan alat yang penting dalam struktur kimia penjelasan dalam kimia
organik. NMR
13
C hanya mendeteksi
13
C isotop karbon, yang kelimpahan alaminya
hanya 1,1, karena isotop karbon utama
12
C tidak terdeteksi oleh NMR karena
memiliki nol spin (Al-Waili NS. 2003%
Selama lima puluh tahun terakhir spektroskopi resonansi magnetik nuklir atau
juga disebut sebagai NMR, telah menjadi teknik yang unggul untuk menentukan
struktur senyawa organik. C-NMR merupakan satu-satunya metode analisis lengkap
dan interpretasi seluruh spektrum biasanya diharapkan. Meskipun jumlah yang lebih
besar sampel yang diperlukan dari untuk spektroskopi massa, NMR adalah non-
destruktiI, dan dengan data yang baik instrumen modern dapat diperoleh dari sampel
dengan berat kurang dari satu miligram. Bagan skema alat spektroskopi resonansi
magnetik nuklir adalah sebagai berikut.


Gambar 1. .Skema Alat Spektroskopi Resonansi Magnetik Nuklir

Bagian-bagian alat Spektroskopi Resonansi Magnetik Nuklir:
1. Rack Mounted Komputer
Komputer rak-mount memberikan kontrol pengawasan untuk semua unit lain
dalam kabinet analizer. Unit ini adalah Intel Celeron PC disertakan dengan periIeral

standar dan I/O Iungsi, seperti konverter analog ke digital untuk saluran I dan Q,
papan sistem kontrol, kontrol untuk sistem sampel switching, dan sinthesizer digital
langsung ( DDS ). al ini juga menyediakan link komunikasi ke komputer remote
atau link modem.
2. Switching Control Unit (Kotak RF)
Kontrol Switching Unit berisi komponen-komponen utama berikut: osilator
kristal 36 Mz, RF Sumber Modul, Modul Transmitter Kunci, Kunci Penerima
Modul, Modul Transmitter Utama, Pokok Modul Transmitter Receiver, 36 Mz RF
Filter
3. Shim Control Unit
Unit kontrol Shim mengubah sinyal digital dari komputer shim dan
menghasilkan arus untuk pasangan kumparan 50-shim. Ini berisi papan komunikasi
untuk com ke komputer, ADC 50 dan 50 generator saat ini.
4. Power Supply
Power Supply berisi modul keluaran digital untuk menhentikan sampel dan
sampel kontrol katup switching, modul masukan digital untuk mengatur waktu.
Sebuah RS-485 Lapangan Point koneksi untuk keluaran analog dan koneksi RS-485
Modbus untuk koneksi digital ke DCS. Ini juga menyediakan semua tegangan operasi
dc untuk sistem.
5. Magnet
Magnet bersiIat permanen dan terbuat dari beberapa segmen besi neodymium-
-boron. Bahan ini digunakan karena bidangnya sangat tinggi rasio kekuatan massa
mencapai kerapatan Iluks yang diinginkan dalam paket. Karena Iluks harus sangat
seragam di seluruh celah udara, konstruksi magnet rumit. Magnet ini dibuat dari
beberapa segmen terikat bersama untuk membentuk perakitan dasar. Selain segmen
berikat bahan magnetik, magnet masing-masing juga berisi 50 gulungan kawat
mengatur tentang Unit Shimming dipasang di tengah magnet antara buah tiang.
Kumparan ini digunakan sebagai elektromagnet kecil, kekuatan dan polaritas yang

dapat dikontrol dengan memvariasikan arus melalui mereka sehingga dapat


meningkatkan keseragaman bidang keseluruhan perakitan magnet.
Dalam proses Iabrikasi, kuat medan absolut setiap segmen individu magnet
diukur. Sebuah analisis komputer data ini kemudian menentukan penempatan terbaik
dari setiap segmen dalam perakitan akhir untuk mencapai lapangan, seragam yang
konsisten untuk berkumpul magnet. Segmen tersebut kemudian terikat bersama untuk
membentuk magnet perakitan akhir. Perakitan ditempatkan di dalam silinder besi
lunak, 'amplop', yang menghambat dan mencegah Iluks magnet medan magnet luar
perumahan magnet dari melebihi nilai sesedikit 5 gauss. Lebih penting lagi, silinder
besi menimbulkan kuat medan di tengah magnet dengan menekan Iluks ke tengah,
proses yang disebut "kondensasi bidang". Ada strip pemanas listrik dan termistor
pada magnet dan amplop untuk perakitan panas ke suhu yang diinginkan.
6. Penyelidikan
Probe sampel sudah terpasang di dalam magnet permanen di celah udara antara
kutub magnet. Probe berisi dua kumparan, yang pertama, yang 'Main Coil' adalah
luka di sekitar tabung keramik atau molybdenum yang dimasukkan ke dalam lubang
melalui unit shimming di tengah kesenjangan antara buah kutub magnet. Kumparan
kedua, 'Kunci Coil' adalah luka pada kapsul disegel lithium klorida samping
kumparan utama dalam penyelidikan sampel di dalam magnet permanen. Ini
disediakan sebagai standar acuan untuk pengaturan Irekuensi dari pemancar utama.
Medan magnet konstan permanen magnet tegak lurus terhadap sumbu
kumparan pemancar di probe sampel. Karena bidang ac berdenyut diperkenalkan oleh
kumparan tabung sampel sekitar bertepatan dengan sumbu vertikal probe, medan
magnet berdenyut Oleh karena itu tegak lurus terhadap medan magnet konstan
magnet yang permanen.
7. eater Control Unit
The Magnet eater Control Unit mengontrol suhu magnet dan amplop. Suhu
magnet ditetapkan sebesar 41 C dan suhu amplop dijaga pada 37 C. The eater

Control Unit dipasang pada dinding bagian dalam Lampiran Magnet Kabinet dan
memiliki dua loop PID yang menerima sinyal pengukuran masukan dari termistor
terpasang di magnet itu sendiri dan amplop. Keluaran kedua loop PID mengontrol
arus untuk strip pemanas listrik.
Metode spektroskopi jenis ini didasarkan pada penyerapan energi oleh partikel
yang sedang berputar di dalam medan magnet yang kuat. Energi yang dipakai dalam
pengukuran dengan metode ini berada pada daerah gelombang radio 75-0,5 m atau
pada Irekuensi 4-600 Mz, yang bergantung pada jenis inti yang diukur. Inti yang
dapat diukur dengan NMR
13
C yaitu berbentuk bulat, berputar, bilangan kuantum
spin , dan jumlah proton dan netron ganjil seperti
1
,
19
F,
31
P,
11
B,
13
C.
Di dalam medan magnet, inti aktiI NMR (misalnya
1
atau
13
C) menyerap pada
Irekuensi karakteristik suatu isotop. Frekuensi resonansi, energi absorpsi dan
intensitas sinyal berbanding lurus dengan kekuatan medan magnet. Sebagai contoh,
pada medan magnet 21 Tesla, proton beresonansi pada 900 Mz. Nilai magnet 21
Tesla dianggap setara dengan magnet 900 Mz, meskipun inti yang berbeda
beresonansi pada Irekuensi yang berbeda. Di Medan magnet bumi, inti yang sama
beresonansi pada Irekuensi audio. Fenomena ini dimanIaatkan oleh spektrometer
13
C-
NMR medan bumi, yang lebih murah dan mudah dibawa. Instrumen ini biasa
digunakan untuk keperluan kerja lapangan dan pengajaran.
Kelebihan dari metode ini berguna sekali untuk mengidentiIikasi struktur
senyawa atau rumus bangun molekul senyawa organik. Meskipun Spektroskopi InIra
Merah juga dapat digunakan untuk tujuan tersebut, analisis spektra NMR mampu
memberikan inIormasi yang lebih lengkap. Dampak spektroskopi NMR pada
senyawa bahan alam sangat penting. Alat ini dapat digunakan untuk mempelajari
campuran analisis, untuk memahami eIek dinamis seperti perubahan pada suhu dan
mekanisme reaksi dan merupakan instrumen tak ternilai untuk memahami struktur
dan Iungsi asam nukleat dan protein. Teknik ini dapat digunakan untuk berbagai
variasi sampel, dalam bentuk padat ataupun larutan.
13
C NMR analog dengan proton
NMR dan memungkinkan identiIikasi atom karbon dalam molekul organik.
13
C NMR

adalah instrumen penting untuk elusidasi struktur kimia dalam bidang kimia organik.
13
C NMR hanya mendeteksi isotop
13
C, yang keberadaannya di alam hanya 1,1,
karena isotop utama 12C tidak terdeteksi oleh NMR.
13
C NMR memiliki sejumlah kesulitan yang tidak ditemui pada proton NMR.
13
C NMR kurang sensitiI terhadap karbon, dibandingkan 1 NMR terhadap hidrogen,
karena isotop utama karbon, isotop
13
C, tidak aktiI magnet dan tidak terdeteksi NMR.
anya isotop
13
C, yang keberadaannya di alam hanya 1.1, yang aktiI magnet dan
terdeteksi oleh NMR. Selain itu, hanya sedikit inti
13
C yang beresonansi di medan
magnet, hal ini dapat diatasi dengan pengayaan isotop, misalnya sampel protein.
Secara umum, reseptivitas
13
C empat tingkat lebih rendah daripada
1
.
2.2 Definisi Bahan
Malam atau disebut juga dengan wax adalah suatu zat padat yang diproduksi
secara alami. Dalam istilah sehari-hari orang menamakannya "lilin". Lilin (kandil)
sendiri memang dapat menggunakan malam sebagai bahan bakarnya. Kebanyakan
malam diperoleh dari ekskresi tumbuh-tumbuhan, berupa damar atau resin. Pada
tumbuhan, malam adalah hasil metabolisme sekunder yang dikeluarkan oleh
pembuluh resin. Sumber hewani untuk malam berasal dari sarang tawon dan lebah.
Makalah ini akan membahas bagaimana lilin (wax) yang berasal dari lebah.
Lebah merupakan sekelompok besar serangga yang dikenal karena suka hidup
berkelompok meskipun sebenarnya tidak semua lebah bersiIat demikian. Di dunia
terdapat kira-kira 20.000 spesies lebah dan dapat ditemukan di setiap benua, kecuali
Antartika. Sebagai serangga, ia mempunyai tiga pasang kaki dan dua pasang sayap.
Lebah membuat sarangnya di atas bukit, di pohon kayu dan pada atap rumah.
Sarangnya dibangun dari malam yang terdapat dalam badannya (Ensiklopedia 2007).
Studi ini bertujuan memperkenalkan bahan lilin baru yang ditingkatkan untuk
aplikasi klinik dan laboratorium. Serangkaian campuran lilin dipreparasi dan siIat-
siIatnya dites. Campuran adalah campuran biner atau tertier, dan siIat-siIatnya, seperti
aliran, koeIisien muai panas, kekuatan dan kekakuan, diukur sebagai Iungsi dari
komposisi bahan.

ManIaat lilin lebah adalah untuk bahan membatik, lilin penerang, industri
kosmetik cold cream, lipstick, dan berbagai lotion, juga bisa digunakan sebagai
campuran pembuatan sabun natural yang berbahan dasar minyak. Pada industri
Iarmasi, lilin lebah digunakan untuk bahan pembuatan plester atau kain pembalut,
obat-obatan luar, campuran bahan-bahan tahan air atau water proof, selain itu juga
dapat digunakan sebagai campuran tinta, pensil, semir, serta sebagai zat pengkilat.
Lilin lebah merupakan lilin yang compleks dibentuk dari campuran beberapa
komponen meliputi hidrokarbon 14, monoester 35, diester 14, triester 3,
hidroksi monoester 4, hidroksi poliester 8, asam ester 1, asam poliester 2,
asam bebas, alkohol bebas 1, dan 6 sisanya tidak diketahui. Komponen utama
dari lilin lebah adalah palmitat, palmitoleat, hidroksi palmitat dan ester oleat yang
berantai panjang (C
30
-C
32
) dari alkohol aliphatic. Perbandingan triacontanil palmitat
(C3(C2)29O-CO-(C2)14C3 dengan asam serotik (C3(C2)24COO, yaitu
6:1 (http.//en.wikipedia.org. 2007). Lilin lebah ini berada dalam bentuk triester dan
diester. Sebagai senyawa tersier, lilin lebah merupakan ester dari asam lemak berantai
panjang dengan alkohol berantai panjang (sterol / fatty alcohol) dan asam hidroksilat,
berupa senyawa diester dari alkanadiol atau asam hidroksilat (Kalattukudy 1976).
Titik lebur lilin lebah murni berkisar antara 61-69C (142-156F), indeks
reIraksinya 1,44, tahanan dielektrisnya 2,9 dan berat jenis pada suhu 20C adalah
0.96 lebih ringan dari air. Pada suhu dingin, mudah pecah sedangkan pada suhu 85F
keadaannya lunak, tetapi tidak lengket (melekat) di tangan bila dipijat.. Tidak larut
dalam air dan sedikit larut dalam alkohol dingin (Masniari L 2008). Benzena
chloroIorm, karbon disulIida, eter, dan beberapa minyak yang mudah mengua dapat
melarutkan malam komplit. Bau dan rasanya khas dan terbakar dengan nyala kuning
bersih dan mengeluarkan aroma unik. Malam sering terkontaminasi dengan sedikit
polen, propolis, dan madu yang meningkatkan berat jenis dan warnanya. Warna lilin
bervariasi yaitu, putih, kuning atau orange bersih (Koga N. 2000).

BAB III
ISI
3.1 Bahan dan Metodologi
Sampel lilin dari lebah madu Jepang, Apis cerana faponica disediakan oleh
ahli pengusahaan lebah (Mr Seita Fujiwara) dari PreIektur Iwate di Jepang. Sampel
lilin lebah yang digunakan dalam penelitian ini adalah sampel yang dikondisikan
sama dengan keadaan aslinya yaitu tanpa rekristalisasi. Secara umum gangguan yang
harus dihindari pada percobaan yaitu seperti serbuk sari dan madu yang merupakan
bagian dari lilin lebah alami. Lilin lebah murni dalam keadaan aslinya dengan cara
mengambil malam lebah sebelum lebah madu memasok atau menempatkan maduu
mereka pada lilin lebah tersebut.
Observasi Iase solid NMR, spektra diperoleh dari spektrometer 300 CMX
(Chemagnetics, Fort Collins, CO, USA) pada Departemen Pengembangan Dinas
Kehutanan dan asil utan Institut Tsukuba, Jepang, yang beroperasi pada Irekuensi
13
C NMR dari 75,4 Mz. Sampel berputar di sudut putar pada Irekuensi 4 kz di
probe Iase solid dalam zirkonia 7,5-mm rotor (Chemagnetics). Semua spektrum
diperoleh dengan menggunakan
1
NMR dengan pulsa panjang 90 dari 5,0
mikrodetik dan 60-kz CW proton dekopling.
1
-
13
C CP kontak 50kz, dan waktu
kontak dari 0,01 dan 8,0 ms digunakan dalam percobaan ini. Waktu pengulangan
yang digunakan untuk percobaan CP yaitu 3.0s di semua percobaan. Pulsa urutan
tunggal normal dengan daya dekopling eksperimen-tinggi (polarisasi langsung; DP),
a pulsa lebar 90 dari 5.0s dan waktu pengulangan 1240s).
13
C spin-kisi relaksasi
NMR waktu (T
1
diukur dengan menggunakan metode Torchia. Semua spektrum
dikalibrasi dengan menggunakan adamantane sebagai standar sebagai puncak C
2

mencapai 29,5 ppm memberikan pergeseran nilai direIerensikan pada karbon TMS
pada 0 ppm. Dekonvolusi dari spektrum NMR dilakukan dengan simulator puncak
NMR "ASA" yang diproduksi oleh Dr A. Asano
(http://www.nda.ac.jp/cc/users/asanoa/NMR/progrm/index-e.html).

3.2 Pembahasan
Spektrum MAS
13
C diperoleh dengan polarisasi langsung (DP) dari lilin lebah
pada suhu kamar yang ditunjukkan pada Gambar 1A. Penentuan dilakukan dengan
cara membandingkan puncak sampel dengan puncak yang dihasilkan standar( Basson
dan Reynhardt 1988 ). Resonansi terkuat berpusat antara 30-35ppm, dan yang khas
untuk pergeseran kimia rantai metilen internal karbon (int - (C
2))
. Puncak pada
14.6ppm merupakan puncak yang dihasilkan karbon metil di ujung rantai alkil.
Gambar 1B menunjukkan hasil perluasan dari wilayah aliIatik. Intensitas puncak
kuantitatiI DP menghasilkan spektrum intensitas yang akurat, jika pengulangan
parameter waktu memungkinkan untuk relaksasi lengkap dari resonansi
13
C
.
Dari
perbandingan antara Gambar. 2A and B , diperoleh bahwa 97,1 dari C
2

magnetisasi karbon kembali kekeadaan semula pada 1.240 detik. Oleh karena itu,
pengaturan waktu pengulangan pada 1.240 detik tersebut menunjukan bahwa
intensitas relatiI dari puncak yang dihasilkan bersiIat kuantitatiI.

Gambar 2. Spektrum (A) perluasan wilayah aliIatik (B) pada suhu kamar dan suhu
leleh (C)
13
Polarisasi C NMR spektrum untuk lebah madu mentah Jepang (Apis
cerana faponica)

Gambar 3.
13
C MAS spektra untuk lebah madu mentah Jepang yang diperoleh dari
urutan pulsa Torchia dengan t dari 0 detik (A) dan 1.240 detik (B).

Meskipun lebah terdiri dari hidrokarbon, alkohol, asam bebas, ester, dan bahan
lainnya ( Garnier 2002 , Kimpe 2002 , Tulloch 1972 ), pada Gambar. 1A , dihasilkan
bahwa Iraksi unit int - (C
2
) dengan unit lain lebih dari 95. al ini karena lebah
terdiri dari komponen rantai karbon panjang alkana yang mengandung sekitar 21-33
atom karbon, asam yang mengandung karbon 22-30, dan ester yang mengandung 40-
52carbons. Beeswax juga diketahui mengandung rantai panjang diester ( Tulloch
1972 ).Oleh karena itu, studi struktural lilin kebanyakan melibatkan penjelasan
struktural rantai int - (C
2)
di lilin, meskipun proporsi hidrokarbon, alkohol, asam
bebas, dan komponen ester sangat berIluktuasi dengan spesies dan habitat geograIis (
Koga 2000 ) . Jadi, Iokus utama akan berada di int - C
2)
wilayah (di C spektrum
NMR
13.
).
Jelas bahwa dua sinyal yang terpisah pada 30,3 dan 32,9 ppm diamati untuk
daerah
2
C di Gambar. 1B . Pada suhu leleh, intensitas puncak pada 30.3ppm
meningkat, sedangkan luas puncak pada 32,9 ppm hilang seperti yang ditunjukkan
pada Gambar. 1C . Berdasarkan Iakta yang cepat antar-konversi antara dan cangg:ng
konIormasi trans terjadi pada titik lebur, dapat diinterpretasikan bahwa resonansi C
2
karbon dialihkan upIield akibat adanya e konIormasi ga:ch yang dijelaskan oleh
eIek ( Tonelli dan Schilling 1981 ). Dari hasil ini, dapat diinterpretasikan bahwa

puncak di 30.3ppm di lebah mentah yang muncul dari int - (C


2)
karbon di wilayah
yang kaya cangg:ng. Demikian pula, dalam kasus n-alkana C
2
karbon dengan
konIormasi cangg:ng memberikan puncak sekitar pada 30,3 ppm ( Ishikawa et al
1991., Albert et al 1998. ). Dalam keadaan-solid, C
2
rantai dengan konIormasi
cangg:ng ada di wilayah non-kristalin. Dengan demikian dipastikan bahwa sinyal
pada 30,3 ppm dalam Gambar. 1B sesuai dengan-kristal domain. Sebaliknya,
13
C
meliputi komponen luas puncak 31-35 ppm dengan konIormasi trans dalam domain
kristal. asil ini menunjukkan kegunaan menggunakan C
2
pergeseran kimia dalam
memahami struktur-kristal semi lilin lebah.
Meskipun beberapa puncak yang lebih kecil muncul (Gambar 1C) , puncak
pada 30,3 ppm memiliki proporsi tinggi int - (C
2),
yang menunjukkan pemurnian
senyawa metilen dalam lilin lebah mentah yang digunakan dalam penelitian ini
adalah sangat tinggi. Namun, jika 32,9 ppm puncak di Gambar 1B diperiksa dengan
hati-hati, puncak bahu dapat dilihat pada kedua sisi puncak utama. Puncak pada 34,0
ppm ditingkatkan dengan menggunakan metode CP seperti ditunjukkan pada Gambar
3 yang menunjukkan perluasan wilayah aliIatik dari
13
C CP / spektra MAS dengan
berbagai waktu kontak pada suhu kamar. Diskriminasi tersebut dapat dicapai antara
sinyal yang berbeda jika ada ditandai variasi dalam tingkat cross-polarisasi. Gambar 4
menunjukkan plot untuk variasi dalam intensitas
13
C puncak (unit sewenang-
wenang) dari int - (C
2)
puncak 32,9 dan 34,0 ppm dengan waktu kontak pada suhu
kamar. Meskipun perilaku kenaikan eksponensial awal dalam intensitas pada waktu
kontak pendek untuk kedua puncak yang sangat mirip, orang-orang dari penurunan
eksponensial dalam intensitas pada waktu kontak lagi yang berbeda, yang
menunjukkan bahwa waktu T
1p
relaksasi untuk setiap int - ( C
2)
puncak karbon
berbeda. Dari hasil ini, dapat dikatakan bahwa heterogenitas akan ada di puncak luas,
yaitu domain kristal dari lilin lebah terdiri dari beberapa komponen.

Gambar 4.
13
C CP / MAS spektra untuk lebah madu lebah mentah dari Jepang
dengan waktu kontak yang berbeda 0.01ms (A), 0.1ms (B), 1ms (C), 5ms (D), 8ms
(E).


Gambar 5. Waktu kontak ketergantungan dari rantai karbon metilen-internal 32,9
ppm (simbol terbuka) dan 34,0 ppm (simbol padat) pada suhu kamar

diketahui n-alkana memiliki berbagai bentuk seperti kristalograIi ortorombik,
triklinik, monoklinik dan bentuk heksagonal dalam kondisi tertentu, di mana
konIormasi selalu yang zigzag pada semua-trans yang sama. Perbedaan utama antara
bentuk-bentuk kristal tersebut adalah orientasi pesawat CCC di-zigzag rantai trans.

Struktur n-alkana telah berhasil dipelajari dengan resolusi tinggi negara padat
13
C
NMR spektroskopi. Penelitian sebelumnya telah menunjukkan bahwa
13
C NMR
pergeseran kimia n-parafin tergantung pada struktur kristal ( Ishikawa et al. 1991 ).
Ini pengaruh struktur kristal pada pergeseran kimia juga secara teoritis dijelaskan
dengan menggunakan perhitungan MO ( Yamanobe et al 1985. ). Meskipun
hubungan antara bentuk kristal dan pergeseran yang sesuai kimia NMR untuk lilin
tidak jelas, dapat dikatakan bahwa beberapa jenis bentuk kristal yang ada di wilayah
kristal lilin tersebut.

Gambar 6. Polarisasi C MAS spektrum dari rantai metilen wilayah-internal untuk
lebah kasar dari lebah madu Jepang
Puncak intensitas kuantitatiI int - (C
2)
karbon untuk lebah mentah
dibandingkan dalam spektrum DP dengan waktu pengulangan dari 1.240 detik (Gbr.
5) . Dengan dekonvolusi puncak, ditemukan bahwa, setidaknya, empat puncak di
30,3,, 31,6 32,9 dan 34,0 ppm ada dan intensitas relatiI untuk setiap puncak
ditentukan sebagai 14,2,, 4,5 60,2 dan 21,1, masing-masing. Dari rasio intensitas
puncak kristal di 31,6, 32,9 dan 34,0 ppm selama jumlah intensitas semua puncak C
karbon
2,
persentase jumlah total wilayah kristal ditemukan untuk menjadi 85,8.
Jika diasumsikan bahwa rasio puncak kristal terpisahkan atas jumlah integral untuk
dan non-kristalin puncak kristal int - (C
2)
karbon sesuai dengan kristalinitas dari
lilin tersebut, crystallinitas lilin lebah itu ditetapkan pada menjadi lebih dari 85..
Meskipun derajat kristalinitas akan berIluktuasi untuk beberapa derajat dengan
spesies dan habitat geograIis, dapat dikatakan bahwa lebah mentah merupakan bahan

semi-kristal dengan kristalinitas tinggi dan bentuk multi-kristal.. SiIat Iisik lilin lebah
harus bervariasi dengan tingkat kristalinitas.. Oleh karena itu, akan bermanIaat untuk
mengukur secara kuantitatiI tingkat kristalinitas lilin lebah.


















BAB IV
PENUTUP

4.1 Simpulan
Dalam karya ini, spektra NMR-lilin lebah alam dalam keadaan aslinya berasal
dari lebah madu Jepang, Apis cerana faponica yang diamati untuk pertama kalinya.
Pergeseran polarisasi silang-tingka dan T
1
relaksasi Data yang disajikan di atas
memberikan gambaran yang berguna struktur molekul lilin lebah. Meskipun lebah
dikenal terdiri dari beberapa komponen, Iraksi metilen dibandingkan dari satu unit ke
unit lainnya adalah lebih dari 95. Pergeseran kimia
13
C int yang - (C
2)
puncak
pada 30,3 ppm mencerminkan conIormer cangg:ng. Di sisi lain, puncak luas sekitar
32,9 ppm ini disebabkan oleh adanya paling tidak tiga komponen (34,0, 32,9 dan 31,6
ppm) dengan melakukan suaian kurva, mengindikasikan bahwa setidaknya ada tiga
perbedaan dalam kemasan kristal dalam lilin lebah mentah. Int - (C
2)
wilayah
spektrum DP telah menyediakan data kuantitatiI terhadap kristalinitas dan Iraksi
masing-masing bentuk kristal. Akhirnya,dari temuan-temuan eksperimental itu
menunjukkan bahwa solid-state NMR spektroskopi merupakan alat yang berguna
untuk menjelaskan struktur asli dari lilin lebah dari lebah madu.








DAFTAR PUSTAKA
Al-Waili NS. 2003. Topical application oI natural honey, beeswaxand olive oil
mixture Ior atopic dermatitis or psoriasis:partially controlled, single-blinded
study. omplementaryTherapies in Medicine 11: 226-234.
Albert K, Lacker T, Raitza M, Pursch M, EgelhaaI J and OelkrugD. 1998.
Investigating the selectivity oI triacontyl interphases. Angewandte hemie-
international Edition 37: 778-780.
Asakura T, Ito T, Okudaira M and Kameda T. 1999. Structure oI alanine and glycine
residues oI Samia cynthia ricini silk Iibers studied with solid-state 15N and 13C
NMR. Macromolec:les 32: 4940-4946.
Asakura T, Suita K, Kameda T, AIonin S and Ulrich AS. 2004. Structural role oI
tyrosine in Bombyx mori silk Iibroin, studied by solid-state NMR and molecular
mechanics on a model peptide prepared as silk I and II. Magnet Reson hem
42: 258-266.
Asakura T, Yamane T, Nakazawa Y, Kameda T and Ando K. 2001. Structure oI
Bombyx mori silk Iibroin beIore spinning in solid state studied with wide angle
x-ray scattering and C- 13 cross-polarization/magic angle spinning NMR.
Biopolymers 58: 521-525.
Basson I and Reynhardt EC. 1988. An investigation oI the structures and molecular
dynamics oI natural waxes: I. Beeswax. Jo:rnal of Physics D. Applied Physics
21: 1421-1428.
Dorset DL. 1983. The crystal structure oI waxes. Acta rystallogr B 8: 1021-1028.
Dorset DL. 1999. Development oI lamellar structures in natural waxes - an electron
diIIraction investigation. Jo:rnal of Physics D. Applied Physics 32: 1276-1280.
Garnier N, Cren-Olive C, Rolando C, Regert M, 2002. Characterization oI
Archaeological Beeswax by Electron Ionization and Electrospray Ionization
Mass Spectrometry.Analytical hemistry 74: 4868-4877.

Ishikawa S, Kurosu and Ando I. 1991. Structural studies oI nalkanes by variable-


temperature solid-state high-resolution 13C NMR spectroscopy. Jo:rnal of
Molec:lar Str:ct:re. 248:361-372.
Kameda T, McGeorge G, Orendt A and Grant D. 2004. 13C NMR Chemical ShiIts oI
the Triclinic and Monoclinic Crystal Forms oI Valinomycin. Jo:rnal of
Biomolec:lar MR 29: 281-288.
Kameda T and Asakura T. 2003. Structure and dynamics in the amorphous region oI
natural rubber observed under uniaxial deIormation monitored with solid-state
13C NMR. Polymer 44: 7539-7544.
Kameda T, Zhao C, Ashida J and Asakura T. 2003. Determination oI distance oI
intra-molecular hydrogen bonding in (Ala-Gly)15 with silk I Iorm aIter removal
oI the eIIect oI MAS Irequency in REDOR experiment. Jo:rnal of Magnetic
Resonance 160: 91-96.
Kameda T, Kobayashi M, Yao JM and Asakura T. 2002a. Change in the structure oI
poly(tetramethylene succinate) under tensile stress monitored with solid state
13C NMR. Polymer 43: 1447-1451.
Kameda T, Nakazawa Y, Kazuhara J, Yamane T and Asakura T. 2002b.
Determination oI intermolecular distance Ior a model peptide oI Bombyx mori
silk Iibroin, GAGAG, with rotational echo double resonance. Biopolymers 64:
80-85.
Kameda T, Ohkawa Y, Yoshizawa K, Naito J, Ulrich AS and Asakura T. 1999a.
ydrogen-Bonding Structure oI Serine Side Chains in Bombyx mori and Samia
cynthia ricini Silk Fibroin Determined by Solid-State 2 NMR.
Macromolec:les 32:
7166-7171.
Kameda T, Ohkawa Y, Yoshizawa K, Nakano E, iraoki T, Ulrich AS and Asakura
T. 1999b. Dynamics oI the tyrosine side chain in Bombyx mori and Samia
cynthia ricini silk Iibroin studied by solid state 2 NMR. Macromolec:les 32:
8491-8495.

Kimpe K, Jacobs PA and Waelkens M. 2002. Mass spectrometric methods prove the
use oI beeswax and ruminant Iat in late Roman cooking pots. Jo:rnal of
chromatography A 968:151-160.
Koga N. 2000. Properties and utillization oI beeswax. Honeybee Science 21:145-153.
Mariya M and Nikolay J. 2002. Creating a yield stress in liquid oils by the addition oI
crystallisable modiIiers. Jo:rnal of Food Engineering 51: 235-237.
Tonelli A and Schilling F. 1981. Acco:nts of hemical Research14:223.
Tulloch AP, oIIman LL. 1972. Canadian beeswax: analytical values and
composition oI hydrocarbons, Iree acids and long chain esters. Jo:rnal of the
American Oil hemists Society 49: 696-699.
Yamanobe T, Sorita T, Komoto T, Ando I and Sato . 1985. 13C chemical shiIt and
crystal structure oI paraIIins and polyethylene as studied by solid state NMR.
Jo:rnal of Molec:lar Str:ct:re 131: 267-275.

Anda mungkin juga menyukai