7.askep Kegawatan Post Op Bedah Mayor2
7.askep Kegawatan Post Op Bedah Mayor2
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Selama periode pasca operatif, proses keperawatan diarahkan pada menstabilkan
kembali equibrium fisiologi pasien, menghilangkan nyeri, dan pencegahan komplikasi.
Pengkajian yang cermat dan intervensi segera membantu pasien dalam kembali pada
fungsi optimalnya dengan cepat, aman, dan senyaman mungkin.
Upaya yang besar diharapkan pada mengantisipasi dan mencegah masalah pada
periode pascaoperatif. Pengkajian yang tepat mencegah komplikasi yang memperlama
perawatan dirumah sakit atau membahayakan pasien.
Perawatan pasca operasi pada setiap pasien tidak selalu sama, bergantung pada
kondisi fisik pasien, teknik anestesi, dan jenis operasi. Monitoring lebih ketat dilakukan
pada pasien dengan risiko tinggi seperti kelainan organ, syok yang lama, dehidrasi berat,
sepsis, dan gangguan organ penting, seperti otak. Aktivitas keperawatan kemudian
berfokus pada peningkatan penyembuhan pasien dan melakukan penyuluhan, perawatan
tindak lanjut dan rujukan yang penting untuk penyembuhan dan rehabilitasi serta
pemulangan ( Baradero et al, 2008).
Tindakan keperawatan yang dilakukan pasca operasi terdiri dari ( tindakan yang
meliputi pengelolaan jalan napas, monitor sirkulasi, monitoring cairan dan elektrolit,
monitoring suhu tubuh, menilai dengan aldrete score,pengelolan keamanan dan
kenyamanan pasien, serah terima dengan petugas ruang operasi dan serah terima dengan
petugas ruang perawatan ( bangsal ) ( Rothrock, 1990).
B. TUJUAN PENULISAN
Tujuan penulisan laporan ini adalah :
1. Tujuan Umum : Agar mahasiswa dapat mengungkapkan pola pikir yang ilmiah
dalam melaksanakan asuhan keperawatan pascaoperatif.
2. Tujuan khusus : Agar mahasiswa mampu mengidentifikasi dan menganalisa data,
menetapkan diagnosa keperawatan, merencanakan tindakan, mengimplementasikan
tindakan sesuai rencana dan mengevaluasi asuhan keperawatan pada pasien pasca
operatif.
C. METODE PENULISAN
Dalam penulisan asuhan keperawatan ini, kelompok mengunakan metode literatur dan
studi kepustakaan yaitu pengumpulan data dengan mempelajari sumber buku dan jurnal
sebagai sumber yang berkaitan dengan masalah Post Operasi Bedah Mayor
D. SISTEMATIKA PENULISAN
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Tujuan Penulisan
C. Metode Penulisan
D. Sistematika Penulisan
BAB II KONSEP DASAR
A. Pengertian
B. Etiologi / Presdiposisi
C. Patofisiologi
D. Manifestasi Klnik
E. Pengkajian Fokus Kegawatan
F. Pengkajian fokus pasa kasus
G. Penatalaksanaan Kegawatan
H. Pathways Keperawatan
I. Fokus Intervensi dan rasional
DAFTAR PUSTAKA
BAB II
KONSEP DASAR
A. PENGERTIAN
Operasi adalah semua tindakan pengobatan yang menggunakan cara invasif dengan
membuka atau menampilkan bagian tubuh yang akanditangani. Pembukaan tubuh ini
umumnya dilakukan dengan membuat sayatan. Setelah bagian yang akan ditangani
ditampilkan, dilakukan tindakan perbaikan yang akan diakhiri dengan penutupan dan
penjahitan luka (Syamsuhidajat, 2010).
Operasi merupakan tindakan pembedahan pada suatu bagian tubuh (Smeltzer and
Bare,2002). Pembedahan merupakan suatu tindakan yang dilakukan di ruang operasi
rumah sakit dengan prosedur yang sudah ditetapkan (Smeltzer dan Bare, 2002).
Klasifikasi operasi terbagi manjadi dua, yaitu operasi minor dan operasi mayor.
Operasi minor adalah operasi yang secara umum bersifat selektif, bertujuan untuk
memperbaiki fungsi tubuh, mengangkat lesi pada kulit dan memperbaiki deformitas,
contohnya pencabutan gigi, pengangkatan kutil, kuretase, operasi katarak, dan
arthoskopi. Operasi mayor adalah operasi yang bersifat selektif, urgen dan emergensi.
Tujuan dari operasi ini adalah untuk menyelamatkan nyawa, mengangkat atau
memperbaiki bagian tubuh, memperbaiki fungsi tubuh dan meningkatkan kesehatan,
contohnya kolesistektomi, nefrektomi, kolostomi, histerektomi, mastektomi, amputasi
dan operasi akibat trauma (Brunner & Sudarth 2001).
Post Operasi adalah masa setelah dilakukan pembedahan yang dimulai saat pasien
dipindahkan ke ruang pemulihan dan berakhir sampai evaluasi selanjutnya (Uliyah &
Hidayat, 2008).
Proses keperawatan pascaoperatif pada praktiknya akan dilaksanakan secara
berkelanjutan baik di ruang pemulihan, ruang intensif, dan ruang rawat inap bedah. Fase
pascaoperatif adalah suatu kondisi dimana pasien sudah masuk di ruang pulih sadar
sampai pasien dalam kondisi sadar betul untuk dibawa keruang rawat inap.
B. ETIOLOGI / PREDISPOSISI
Prosedur bedah pada dasarnya terbagi dalam tiga kelompok besar, yang di dalamnya
masih akan terbagi lagi sesuai kategorinya. Berikut rinciannya.
1. Kelompok operasi berdasarkan tujuan
Kelompok pertama ini menggolongkan prosedur bedah berdasarkan tujuan dari
tindakan medis ini dilakukan. Pada dasarnya operasi dianggap sebagai metode
pengobatan, namun tindakan medis ini juga dapat digunakan untuk:
a) Mendiagnosis.
Operasi yang digunakan untuk mendiagnosis penyakit tertentu, seperti operasi
biopsi yang sering dilakukan untuk memastikan dugaan adanya kanker padat
atau tumor pada bagian tubuh tertentu.
b) Mencegah
Tak hanya mengobati, bedah dilakukan juga untuk mencegah suatu kondisi
yang lebih buruk lagi. Misalnya, operasi pengangkatan polip usus yang bila tak
ditangani akan dapat tumbuh menjadi kanker.
c) Menghilangkan.
Operasi ini dilakukan dengan tujuan untuk mengangkat sejumlah jaringan dalam
tubuh. Biasanya, operasi jenis ini memiliki akhiran –ektomi. Misalnya saja
mastektomi (pengangkatan payudara) atau histerektomi (pengangkatan rahim).
d) Mengembalikan.
Operasi juga dilakukan untuk dapat mengembalikan suatu fungsi tubuh menjadi
normal kembali. Contohnya, pada rekonstruksi payudara yang dilakukan oleh
orang yang telah melakukan mastektomi.
e) Paliatif.
Jenis operasi ini ditujukan untuk mengurangi rasa sakit yang dirasakan oleh
pasien yang biasanya mengalami penyakit kronis stadium akhir.
2. Kelompok operasi berdasarkan tingkat risiko
Setiap operasi bedah pasti memiliki risiko, tetapi tingkat risikonya tentu berbeda-
beda. Berikut adalah pengelompokkan operasi berdasarkan tingkat risikonya:
a. Bedah mayor
Merupakan operasi yang dilakukan di bagian tubuh seperti kepala, dada, dan
perut. Salah satu contoh operasi ini adalah operasi cangkok organ, operasi tumor
otak, atau operasi jantung. Pasien yang menjalani operasi ini biasanya
membutuhkan waktu yang lama untuk kembali pulih.
b. Bedah minor
Kebalikan dari tindakan bedah mayor, operasi ini tidak membuat pasiennya
harus menunggu lama untuk pulih kembali. Bahkan dalam beberapa jenis
operasi, pasien diperbolehkan pulang pada hari yang sama. Contoh operasinya
seperti biopsi pada jaringan payudara.
3. Kelompok operasi berdasarkan teknik
Pembedahan itu sendiri dapat dilakukan dengan beragam teknik berbeda, tergantung
dari bagian tubuh mana yang harus dioperasi dan penyakit apa yang diderita oleh
pasien.
Operasi bedah terbuka
Metode ini biasanya disebut dengan operasi konvensional, yaitu tindakan medis
yang membuat sayatan pada bagian tubuh dengan menggunakan pisau khusus.
Contohnya adalah operasi jantung, dokter menyayat bagian dada pasien dan
membukanya agar organ jantung terlihat jelas.
Laparaskopi
Jika sebelumnya operasi dilakukan dengan menyayat bagian tubuh, pada
laparaskopi, ahli bedah hanya akan menyayat sedikit dan membiarkan alat
seperti selang masuk ke dalam lubang yang telah dibuat, untuk mengetahui
masalah yang terjadi di dalam tubuh
C. PATOFISIOLOGI
Operasi adalah semua tindakan pengobatan yang menggunakan cara invasif dengan
membuka atau menampilkan bagian tubuh yang akan ditangani. Pembukaan tubuh ini
umumnya dilakukan dengan membuat sayatan. Setelah bagian yang akan ditangani
ditampilkan, dilakukan tindakan perbaikan yang akan diakhiri dengan penutupan dan
penjahitan luka (Syamsuhidajat, 2010).
Pembedahan pada dasarnya merupakan trauma yang akan menimbulkan perubahan
faal, sebagai respon terhadap trauma. Gangguan faal tersebut meliputi tanda- tanda vital
serta organ-organ vital seperti sistem respirasi, sistem kardiovaskular, panca indera
(SSP), sistem urogenital, sistem pencernaan dan luka operasi.
1. Sistem Kardiovaskuer
Pasien mengalami komplikasi kardiovaskular akibat kehilangan darah secara
aktual dan potensial dari tempat pembedahan, balans cairan, efek samping anastesi,
ketidakseimbangan elektrolit dan depresi mekanisme resulasi sirkulasi normal.
Masalah yang sering terjadi adalah pendarahan. Kehilangan darah terjadi secara
eksternal melalui drain atau insisi atau secara internal luka bedah. Pendarahan dapat
menyebabkan turunnya tekanan darah: meningkatnya kecepatan denyut jantung dan
pernafasan (denyut nadi lemah, kulit dingin, lembab, pucat, serta gelisah). Apabila
pendarahan terjadi secara eksternal, memperhatikan adanya peningkatan drainase
yang mengandungi darah pada balutan atau melalui drain.
2. Sistem Pernafasan
Obat anastesi tertentu dapat menyebabkan depresi pernafasan sehingga perlu
waspada terhadap pernafasan yang dangkal dan lambat serta batuk yang lemah.
Frekuensi, irama, kedalaman ventilasi pernafasan, kesimetrisan gerakan dinding
dada, bunyi nafas dan membrane mukosa dimonitor.
3. Sistem Persyarafan
Setelah dilakukan pembedahan, pasien memiliki tingkat kesadaran yang
berbeda. Oleh karena itu, seorang harus memonitor tingkat respon pasien dengan
berbagai cara. Misalnya dengan memonitor fungsi pendengaran atau penglihatan.
Apakah pasien dapat berespon dengan baik ketika diberi stimulus atau tidak sama
sekali. Ataupun juga dapat memonitor tingkat kesadaran dengan menentukan Skala
Koma Glasgow / Glasgow Coma Scale (GCS). GCS ini memberikan 3 bidang fungsi
neurologik: memberikan gambaran pada tingkat responsif pasien dan dapat
digunakan dalam mengevaluasi motorik pasien, verbal, dan respon membuka mata
4. Sistem Perkemihan
Retensi urine paling sering terjadi pada kasus-kasus pembedahan rektum, anus,
vagina, herniofari dan pembedahan pada daerah abdomen bawah. Penyebabnya
adalah adanya spasme spinkter kandung kemih.
5. Sistem Gastrointestinal
Setelah pembedahan, harus dipantau apakah pasien telah flatus atau belum.
Intervensi untuk mencegah komplikasi gastrointestinal akan mempercepat
kembalinya eleminasi normal dan asupan nutrisi. Pasien yang menjalani bedah pada
struktur gastrointestinal membutuhkan waktu beberapa hari agar diitnya kembali
normal. Peristaltik normal mungkin tidak akan terjadi dalam waktu 2-3 hari.
Sebaliknya pasien yang saluran gastrointestinalnya tidak dipengaruhi langsung oleh
pembedahan boleh mengkonsumsi makanan setelah pulih dari pengaruh anastesi,
tindakan tersebut dapat mempercepat kembalinya eliminasi secara normal.
6. Luka Operasi
Prosedur pembedahan biasanya dilakukan dengan meminimalisasi resiko infeksi
dengan menggunakan alat yang steril. Maka, kemungkinan luka tersebut untuk
terjadi infeksi adalah juga minimal. Namun, jika ada risiko diidentifikasi luka
tersebut bermasalah, seperti ada luka yang masih basah dan ada pengumpulan
cairan, maka hal tersebut mungkin dapat disebabkan beberapa faktor. Antaranya
adalah seperti diabetes mellitus, imunosupresi, keganasan dan malnutrisi, cara
penutupan luka, infeksi dan apa pun yang mungkin menyebabkan penekanan
berlebihan pada luka
D. MANIFESTASI KLINIK
1. Sistem Kardiovaskuler
a. Perdarahan :
Tekanan darah menurun
Meningkatnya denyut jantung dan pernafassan
Denyut nadi lemah, kulit dingin, lembab, pucat, serta gelisah
Eksternal : peningkatan drainase yang mengandungi darah pada balutan atau
melalui drain.
b. Hipoksia (capillary refill).
2. Sistem Pernafasan
a. Depresi pernafasan : pernafasan yang dangkal dan lambat serta batuk yang lemah
b. Frekuensi, irama, kedalaman ventilasi pernafasan, kesimetrisan gerakan dinding
dada, bunyi nafas abnormal dan membrane mukosa
3. Sistem Persyarafan
a. Tingkat kesadaran ( GCS ) : Coma
4. Sistem Traktus Urinarius
a. Retensi urine (pasme spinkter kandung kemih )
5. Sistem Gastrointestinal
a. Mual, muntah
b. Belum Flatus atau Defekasi
6. Luka Operasi
a. Infeksi : luka yang masih basah dan ada pengumpulan cairan (mungkin dapat
disebabkan beberapa factor adalah seperti diabetes mellitus, imunosupresi,
keganasan dan malnutrisi )
3. Pengkajian Circulation
Shock didefinisikan sebagai tidak adekuatnya perfusi organ dan oksigenasi
jaringan. Hipovolemia adalah penyebab syok paling umum pada trauma. Diagnosis
shock didasarkan pada temuan klinis: hipotensi, takikardia, takipnea, hipotermia,
pucat, ekstremitas dingin, penurunan capillary refill, dan penurunan produksi urin.
Oleh karena itu, dengan adanya tanda-tanda hipotensi merupakan salah satu alasan
yang cukup aman untuk mengasumsikan telah terjadi perdarahan dan langsung
mengarahkan tim untuk melakukan upaya menghentikan pendarahan.
Penyebab lain yang mungkin membutuhkan perhatian segera adalah: tension
pneumothorax, cardiac tamponade, cardiac, spinal shock dan anaphylaxis. Semua
perdarahan eksternal yang nyata harus diidentifikasi melalui paparan pada pasien
secara memadai dan dikelola dengan baik (Wilkinson & Skinner, 2000)..
Langkah-langkah dalam pengkajian terhadap status sirkulasi pasien, antara lain :
a. Cek nadi dan mulai lakukan CPR jika diperlukan.
b. CPR harus terus dilakukan sampai defibrilasi siap untuk digunakan.
c. Kontrol perdarahan yang dapat mengancam kehidupan dengan pemberian
penekanan secara langsung.
d. Palpasi nadi radial jika diperlukan:
Menentukan ada atau tidaknya
Menilai kualitas secara umum (kuat/lemah)
Identifikasi rate (lambat, normal, atau cepat)
Regularity
e. Kaji kulit untuk melihat adanya tanda-tanda hipoperfusi atau hipoksia (capillary
refill).
f. Lakukan treatment terhadap hipoperfusi
4. Pengkajian Level of Consciousness dan Disabilities
Pada primary survey, disability dikaji dengan menggunakan skala AVPU :
a. A - alert, yaitu merespon suara dengan tepat, misalnya mematuhi perintah yang
diberikan
b. V - vocalises, mungkin tidak sesuai atau mengeluarkan suara yang tidak bias
dimengerti
c. P - responds to pain only (harus dinilai semua keempat tungkai jika ekstremitas
awal yang digunakan untuk mengkaji gagal untuk merespon)
d. U - unresponsive to pain, jika pasien tidak merespon baik stimulus nyeri
maupun stimulus verbal.
G. PENATALAKSANAAN KEGAWATAN
Komplikasi yang muncul pada pasien pasca-operasi Menurut Rothrock (1999)
komplikasi yang akan muncul saat pascaoperasi diantaranya:
1. Pernapasan
Komplikasi pernapasan yang mungkin timbul termasuk hipoksemia yang tidak
terdeteksi, atelektasis, bronkhitis, bronkhopneumonia, pneumonia lobaris, kongesti
pulmonal hipostatik, plurisi, dan superinfeksi (Smeltzer & Bare, 2001). Gagal
pernapasan merupakan fenomena pasca-operasi, biasanya karena kombinasi kejadian.
Kelemahan otot setelah pemulihan dari relaksan yang tidak adekuat, depresi sentral
dengan opioid dan zat anestesi, hambatan batuk dan ventilasi alveolus yang tak
adekuat sekunder terhadap nyeri luka bergabung untuk menimbulkan gagal
pernapasan restriktif dengan retensi CO2sertakemudian narkosis CO2, terutama jika
PO2 dipertahankan dengan pemberian oksigen.
2. Kardiovaskuler
Komplikasi kardiovaskuler yang dapat terjadi antara lain hipotensi, hipertensi,
aritmia jantung, dan payah jantung (Baradero et al, 2008). Hipotensi didefinisikan
sebagai tekanan darah systole kurang dari 70 mmHg atau turun lebih dari 25% dari
nilai sebelumnya. Hipotensi dapat disebabkan oleh hipovolemia yang diakibatkan
oleh perdarahan, overdosis obat anestetika, penyakit kardiovaskuler seperti infark
miokard, aritmia, hipertensi, dan reaksi hipersensivitas obat induksi, obat pelumpuh
otot, dan reaksi transfusi. Hipertensi dapat meningkat pada periode induksi dan
pemulihan anestesia. Komplikasi hipertensi disebabkan oleh analgesik dan hipnosis
yang tidak adekuat, batuk, penyakit hipertensi yang tidak diterapi, dan ventilasi yang
tidak adekuat (Baradero et al, 2008).
3. Perdarahan
Penatalaksanaan perdarahan seperti halnya pada pasien syok. Pasien diberikan
posisi terlentang dengan posisi tungkai kaki membentuk sudut 20 derajat dari tempat
tidur sementara lutut harus di jaga tetap lurus. Penyebab perdarahan harus dikaji
dan diatasi. Luka bedah harus selalu diinspeksi terhadap perdarahan. Jika
perdarahan terjadi, kassa st eril dan balutan yang kuat dipasangkan dan tempat
perdarahan ditinggikan pada posisi ketinggian jantung. Pergantian cairan koloid
disesuaikan dengan kondisi pasien (Majid et al, 2011).Manifestasi klinis meliputi
gelisah, gundah, terus bergerak, merasa haus, kulit dingin-basah-pucat, nadi
meningkat, suhu turun, pernafasan cepat dan dalam, bibir dan konjungtiva pucat
dan pasien melemah. Penatalaksanaan pasien dibaringkan seperti pada posisi pasien
syok, sedatif atau analgetik diberikan sesuai indikasi, inspeksi luka bedah, balut
kuat jika terjadi perdarahan pada luka operasi dan transfusi darah atau produk darah
lainnya.
4. Hipertermia maligna
Hipertermi malignan sering kali terjadi pada pasien yang dioperasi. Angka
mortalitasnya sangat tinggi lebih dari 50%, sehingga diperlukan penatalaksanaan
yang adekuat. Hipertermi malignan terjadi akibat gangguan otot yang disebabkan
oleh agen anastetik. Selama anastesi, agen anastesi inhalasi (halotan, enfluran) dan
relaksan otot (suksinilkolin) dapat memicu terjadinya hipertermi malignan.
5. Hipotermia
Hipotermia adalah keadaan suhu tubuh dibawah 36,6 oC (normotermi :
36,6oC-37,5oC). Hipotermi yang tidak diinginkan mungkin saja dialami pasien
sebagai akibat suhu rendah di kamar operasi (25oC-26,6oC), infus dengan cairan yang
dingin, inhalasi gas-gas dingin, aktivitas otot yang menurun, usia lanjut atau obat-
obatan yang digunakan (vasodilator, anastetik umum, dan lain-lain).Pencegahan
yang dapat dilakukan untuk menghindari hipotermi yang tidak diinginkan adalah
atur suhu ruangan kamar operasi pada suhu ideal (25 oC - 26,6 oC), janganlebih
rendah dari suhu tersebut, caiaran intravena dan irigasi dibuat pada suhu 37 oC,
gaun operasi pasien dan selimut yang basah harus segera diganti dengan gaun dan
selimut yang kering.
H. PATHWAYS KEPERAWATAN
Pascaoperatif
PENUTUP
A. Kesimpulan
Post Operasi adalah masa setelah dilakukan pembedahan yang dimulai saat pasien
dipindahkan ke ruang pemulihan dan berakhir sampai evaluasi selanjutnya. Perawatan
pasca operasi pada setiap pasien tidak selalu sama, bergantung pada kondisi fisik pasien,
teknik anestesi, dan jenis operasi. Monitoring lebih ketat dilakukan pada pasien dengan
risiko tinggi seperti kelainan organ, syok yang lama, dehidrasi berat, sepsis, dan
gangguan organ penting, seperti otak.
B. Saran
Kami mengucap syukur pada Tuhan YME dimana dapat terselesaikannya laporan
kegawatan Post Operasi Bedah Mayor. Kami menyadari laporan ini jauh dari
kesempurnaan, untuk itu kami memohon kritik dan saran yang sifatnya membangun.
DAFTAR PUSTAKA
American College of Surgeons. (1997). Advanced trauma life support for doctors. Instructor
course manual book 1 - sixth edition. Chicago.
Curtis, K., Murphy, M., Hoy, S., dan Lewis, M.J. (2009). The emergency nursing assessment
process: a structured framedwork for a systematic approach. Australasian Emergency
Nursing Journal, 12; 130-136
Delp & manning. (2004) . Major diagnosis fisik . Jakarta: EGC.
Diklat Yayasan Ambulance Gawat Darurat 118. (2010). Basic Trauma Life Support and
Basic Cardiac Life Support Edisi Ketiga. Yayasan Ambulance Gawat Darurat 118.
Emergency Nurses Association (2007). Sheehy`s manual of emergency care 6th edition. St.
Louis Missouri : Elsevier Mosby.
Lyer, P.W., Camp, N.H.(2005). Dokumentasi Keperawatan, Suatu Pendekatan Proses
Keperawatan, Edisi 3. Jakarta: EGC
Carpenito, Linda Juall-Moyet. (2006). Buku Saku Diagnosis Keperawatan Edisi 10. Jakarta:
EGC
Doenges, Marilynn E. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan. Pedoman untuk Perencanaan
dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta: EGC
Doenges, et al. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan (terjemahan). PT EGC. Jakarta.
Engram, Barbara. (1998). Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. Volume I
(terjemahan). PT EGC. Jakarta.
Guyton, Arthur C, Fisiologi manusia dan mekanisme penyakit, EGC Penerbit buku
kedokteran, Jakarta, 1987.
Johnson., Mass. 1997. Nursing Outcomes Classification, Availabel on: www.Minurse.com,
18 Mei 2017
Long, Barbara C. (1996). Perawatan Medikal Bedah. Volume I. (terjemahan).Yayasan Ikatan
Alumni Pendidikan Keperawatan Pajajaran. Bandung.
McCloskey, Joanne C,. Bulecheck, Glor ia M. 1996. Nursing Intervention Classsification
(NIC). Mosby, St. Louise.
NANDA, 2002. Nursing Diagnosis : Definition and Classification (2001-2002), Philadelphia.
NANDA. (2010). Panduan Diagnosa Keperawatan Definisi dan Klasifikasi. Jakarta: Prima
Medika