Studip Emi Kiran Islam
Studip Emi Kiran Islam
net/publication/329208801
CITATIONS READS
0 19,947
1 author:
Nuril Qamariyah
IAIN Madura
8 PUBLICATIONS 0 CITATIONS
SEE PROFILE
Some of the authors of this publication are also working on these related projects:
All content following this page was uploaded by Nuril Qamariyah on 27 November 2018.
MAKALAH
Oleh:
NURIL QAMARIYAH
NIM. 18380012034
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Islam adalah agama yang dimaksudkan Allah SWT untuk mengatur relasi
antara manusia dengan Allah SWT dan relasi antara manusia dengan manusia
lainnya. Karena itu, ajaran Islam memuat aturan-aturan yang terkait dengan
dua jenis tersebut. Seperti yang kita ketahui bahwa hukum yang berlaku dalam
Islam adalah berdasarkan wahyu Allah SWT yang dikodifikasikan dalam Al-
Qur’an. Ayat Al-Qur’an yang mengandung dasar-dasar hukum, baik mengenai
ibadah maupun hidup bermasyarakat kemudian disebut dengan ayat ahkam.1
Fiqh atau hukum Islam merupakan salah satu bidang studi Islam yang
terkait langsung dengan kehidupan masyarakat. Tak heran, jika fiqh termasuk
ilmu yang pertama kali diajarkan kepada anak-anak dari sejak dini.2
Oleh karena itu, dalam pembahasan makalah ini, kami akan menyajikan
bahan seminar kelas yang berjudul “Sejarah Pemikiran Islam: Fiqh” agar kita
memahami lebih mendalam tentang materi tersebut.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian Syari‟ah, Tasyri‟ dan Fiqh?
2. Apa saja prinsip-prinsip Hukum Islam?
3. Apa saja ruang lingkup Fiqh Islam?
4. Bagaimana pertumbuhan dan perkembangan Hukum Islam?
5. Bagaimana pembentukan Mazhab Fiqh Islam?
6. Apa saja hikmah ikhtilaf dan implikasinya terhadap kehidupan
masyarakat?
1
Ajat Sudrajat, Sejarah Pemikiran Dunia Islam dan Barat (Malang: Intrans Publishing, 2015), 87.
2
Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam (Jakarta: Rajawali Pers, 2014), 294-296.
2
C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui pengertian Syari‟ah, Tasyri‟ dan Fiqh
2. Untuk mengetahui prinsip-prinsip Hukum Islam
3. Untuk mengetahui ruang lingkup Fiqh Islam
4. Untuk mendeskripsikan pertumbuhan dan perkembangan Hukum Islam
5. Untuk mendeskripsikan pembentukan Mazhab Fiqh Islam
6. Untuk mengetahui hikmah ikhtilaf dan implikasinya terhadap
kehidupan masyarakat
3
BAB II
PEMBAHASAN
2. Pengertian Tasyri’
Kata tasyri’ memiliki akar kata yang sama dengan syari‟ah. Secara
terminologis, tasyri‟ adalah penetapan peraturan, penjelasan hukum-
hukum dan penyusunan perundang-undangan.6 Perbedaan syari‟ah dengan
tasyri‟ adalah kalau syari‟ah itu terkait dengan materi hukumnya,
sedangkan tasyri‟ berkenaan dengan penetapan syari’ahnya.
3
Ajat Sudrajat, Sejarah Pemikiran Dunia Islam dan Barat (Malang: Intrans Publishing, 2015), 88.
4
Ali Anwar Yusuf, Islam dan Sains Modern; Sentuhan Islam terhadap berbagai Disiplin Ilmu
(Bandung: Pustaka Setia, 2006), 235.
5
Ibid, Ajat Sudrajat, 88.
6
Moh. Zaini, Himpunan Intisari Kuliah Tarikh Tasyri‟ (Pamekasan: STAIN Pamekasan Press,
2009), 2.
4
3. Pengertian Fiqh
Dalam hal ini, kaitan antara syari‟ah dan fiqh sangat erat, yakni untuk
mengetahui dan menjalankan keseluruhan apa yang dikehendaki Allah
SWT harus ada pemahaman yang mendalam terhadap syari‟ah, sehingga
secara amaliyah syari‟ah itu dapat dilaksanakan dalam kondisi dan situasi
apapun. Hasil dari pemahaman itu kemudian dituangkan dalam bentuk
ketentuan yang terperinci yang juga menjadi sandaran manusia (mukallaf),
itulah yang dinamakan fiqh. Jadi, fiqh adalah hasil formulasi dari
pemahaman para ulama (mujtahid) terhadap syari‟ah. Karena itulah
kemudian dikenal adalah fiqh Maliki, fiqh Hanafi, fiqh Syafi’I, dan fiqh
Hanbali.7
7
Ajat Sudrajat, Sejarah Pemikiran Dunia Islam dan Barat, 89.
8
Ali Anwar Yusuf, Islam dan Sains Modern; Sentuhan Islam terhadap berbagai Disiplin Ilmu,
235.
5
Di dalam fiqh terdapat ketentuan hukum dalam Islam, seperti:
6
5) Ushul fiqh: sebagai cabang yang paling penting untuk melahirkan
fiqh. Yaitu kajian tentang kaidah-kaidah yang digunakan dalam
menyimpulkan hukum-hukum Islam, dan ilmu ini mengajarkan
kepada kita cara menyimpulkan dengan benar dan sah dari sumber-
sumber yang relevan dalam fiqh.
6) Ilmu qawaid fiqhiyah, yaitu ilmu yang membahas tentang hakikat
fiqh, sumber pengambilannya, rahasia serta perbedaannya dalam
memahami dan menyajikan serta menentukan hubungan dan
pengecualiannya, serta mengetahui hukum-hukum mengenai berbagai
masalah yang tidak tamak dalam tulisan, pembicaraan, dan kejadian
yang tidak akan berakhir sepanjang zaman.10
Maslahat berasal dari kata al-shulh atau al-islah yang berarti damai
dan tentram. Secara terminology, maslahat adalah perolehan manfaat dan
penolakan terhadap kesulitan. Sebagaimana yang terdapat dalam Qs. Al-
Anbiya’ ayat 107:
10
Abuddin Nata, Studi Islam Komprehensif (Jakarta: Kencana, 2011), 242.
7
pembunuh, hukuman had terhadap pencuri, dan mewajibkan
seseorang untuk mengganti harta orang lain yang dirusak.
b. Maslahat hajiyyah adalah kemaslahatan yang mengandung manfaat
bagi manusia tetapi tidak tergolong pokok. Contoh: terdapatnya
ketentuan tentang rukhshah (keringanan) dalam ibadah, seperti
rukhshah shalat dan puasa bagi orang yang sedang sakit atau sedang
bepergian (musafir). Contoh yang lain seperti nikah bagi laki-laki
yang belum ba‟at yang dianjurkan oleh Nabi Muhammad SAW untuk
berpuasa.
c. Maslahat tahsiniyah adalah kemaslahatan yang bersifat memperindah
atau berhias bagi manusia. Contoh: menggunakan pakaian yang rapi,
adanya syariat menghilangkan najis, bersuci, menutup aurat,
mendekatkan diri kepada Allah (taqarrub) dengan bersedekah, sopan
santun dalam makan dan minum, menghindarkan diri dari sikap
boros.11
11
Abd. Rahman Dahlan, Ushul Fiqh (Jakarta: Amzah, 2014), 308-311.
12
Moh. Zaini, Himpunan Intisari Kuliah Tarikh Tasyri‟, 5-6.
8
1) Qs. Al-Maidah ayat 8:
Artinya: Dan kalau ada dua golongan dari mereka yang beriman itu
berperang hendaklah kamu damaikan antara keduanya! tapi kalau yang
satu melanggar perjanjian terhadap yang lain, hendaklah yang melanggar
perjanjian itu kamu perangi sampai surut kembali pada perintah Allah.
kalau dia Telah surut, damaikanlah antara keduanya menurut keadilan,
9
dan hendaklah kamu berlaku adil; Sesungguhnya Allah mencintai orang-
orang yang berlaku adil.
10
5. Berangsur-Angsur (tadrij)
13
Ajat Sudrajat, Sejarah Pemikiran Dunia Islam dan Barat, 89-92.
11
e. Fiqh siyasah adalah ketentuan hukum yang mengatur masalah
hubungan warga Negara dalam suatu Negara dan warga Negara
dengan pemerintahnya, serta Negara dengan Negara lainnya seperti
perang, perdamaian di antara Negara, tawanan perang, dan
seterusnya.
f. Al-ahkam al-khuluqiyah adalah ketentuan yang mengatur etika
pergaulan antara seorang Muslim dengan lainnya dalam tatanan
kehidupan sosial.14
Hukum Islam pada masa ini dibedakan menjadi dua fase, yakni fase
Makkah dan Madinah.
14
Ajat Sudrajat, Sejarah Pemikiran Dunia Islam dan Barat, 92.
12
2. Hukum Islam Masa Khulafa’ Rasyidin
Solusi untuk menghindari kekhawatiran itu, Abu Bakar atas usul Umar
ibn al-Khattab, yakni mengumpulkan Al-Qur’an berupa hafalan dan
catatan para sahabat. Sahabat yang paling banyak terlibat dalam
penyusunan Al-Qur’an adalah Zaid ibn Tsabit, karena beliau adalah
penulis wahyu Nabi Muhammad SAW. penulisan yang kedua dilakukan
pada masa khalifah Utsman ibn Affan dalam rangka penyeragaman qira’at
Al-Qur’an dengan bacaan Quraisy. Al-Qur’an yang dikodifikasikan pada
masa Utsman dikenal dengan sebutan Mushaf Utsmani.
13
2) Apabila tidak ditemukan dalam Al-Qur’an, ia mencari ketentuan
hukum dalam hadis Rasulullah SAW.
3) Apabila tidak menemukannya dalam keduanya, ia bertanya kepada
sahabat lain apakah Nabi Muhammad SAW telah memutuskan
persoalan yang sama pada zamannya. Jika ada yang tahu, ia akan
memutuskan perkara itu berdasarkan keterangan itu dengan
mempertimbangkan beberapa syarat.
4) Jika tidak ada sahabat yang memberikan keterangan, ia
mengumpulkan para sahabat dengan bermusyawarah untuk
memutuskan persoalan yang dihadapi. Jika ada kesepakatan di antara
mereka, ia jadikan kesepakatan itu sebagai keputusan (ijma‟).
14
3. Hukum Islam Masa Tabi’in
15
Akmal Hawi, Dasar-dasar Studi Islam (Jakarta: Rajawali Pers, 2014), 143.
16
Ajat Sudrjat, Sejarah Pemikiran Dunia Islam dan Barat, 93-98.
15
Thaha Jabir Fayadl al-Ulwani, membagi cara ijtihad Abu Hanifah
menjadi dua cara, yaitu:
Tokoh Mazhab Malikiah, yaitu Imam Malik ibn Anas ibn Malik ibn
Abi Amir ibn Amr (93-179 H). Ia adalah seorang faqih kelahiran Madinah.
Ayahnya bernama Anas ibn Malik berasal dari kabilah Ashbah, sedangkan
ibunya bernama al’Aliyah dari kabilah Azad. Mereka merupakan keluarga
pengrajin panah.
Pada usia remaja, Malik ibn Anas belajar dan menghafal al-Qur’an.
Kemudian ibunya mendorong Malik untuk belajar fiqh aliran rasional
kepada Imam Rabi’ah al-Ra’yu daan Yahya ibn Sa’ad. Di samping itu,
Malik juga belajar hadis Rasulullah SAW kepada Abdurrahman ibn
Hurmuz, Nafi Maula ibn Umar, Ibn Syihab al-Zuhri, dan Sa’id ibn
Musayyab. Hadis yang ia terima dari gurunya dituangkan dalam suatu
kitab yang bernama al-Muwaththa‟.
16
Adapun langkah-langkah ijtihad Imam Malik, antara lain:
Tokoh Mazhab Fiqh Syafi’iyah adalah Muhammad ibn Idris ibn Abbas
ibn Utsman ibn Syafi’i (150-204 H). Ia ddilahirkan di Ghuzah, suatu
perkampungan di luar kota Makkah. Pada usia 9 tahun telah hafal al-
Qur’an. Setelah itu ia belajar bahasa Arab, hadis, dan fiqh. Gurunya adalah
Imam Malik.
17
Secara terminologis, qiyas berarti suatu proses mempersamakan, yaitu menyamakan hal baru
yang ditemukan mujtahid dan belum diterangkan ketentuan hukumnya secara eksplisit dalam nash,
terhadap hal-hal yang telah dinyatakan ketentuan hukumnya oleh nash.
18
Secara istilah, maslahah al-mursalah adalah menetapkan hukum bagi suatu persoalan yang
belum ada nashnya dengan memperhatikan kepentingan mashlahah, yakni memelihara agama,
jiwa, akal, harta, dan keturunan.
19
Secara istilah, istihsan adalah beralih dari satu ketetapan qiyas pada hasil qiyas yang lebih kuat,
atau dengan kata lain mentakhsis qiyas dengan dalil yang lebih kuat.
17
memaparkan ketentuan hukum yang jelas dan pasti, maka dengan qaul
sahabat, kemudian melakukan qiyas dan istihshab.
18
ia menjadikan hadis mursal sebagai rujukan dalam menetapkan
hukum.
d. Menggunakan qiyas.20
20
Ajat Sudrajat, Sejarah Pemikiran Dunia Islam dan Barat, 99-102.
21
Ajat Sudrajat, Sejarah Pemikiran Dunia Islam dan Barat, 103-104.
19
G. Hikmah Adanya Perbedaan Pendapat dan Implikasinya dalam
Kehidupan Masyarakat
Allah SWT lebih tegas menjelaskan bahwa perbedaan itu adalah alami,
bahkan menjadi rahmat.22 Sebagaimana yang termaktub dalam Qs. Hud ayat
118-119:
22
Dedi Supriayadi, Perbandingan Mazhab dengan Pendekatan Baru (Bandung: Pustaka Setia,
2008), 284.
20
23
Ibid, Dedi Supriayadi, 287.
21
b. Perbedaan pendapat yang disertai fanatic yang berlebihan sehingga
beranggapan bahwa pendapatnya benar, biasanya pada saat yang sama
yang bersangkutan memandang bahwa selain pendapatnya adalah salah.24
24
Dedi Supriayadi, Perbandingan Mazhab dengan Pendekatan Baru, 291.
22
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
23
b. Melatih pemahaman/intelektualitas: saling mengasah pemikiran,
terbukanya bahan pemikiran (materi) sampai kepada semua persoalan
individu sesuai dengan kemampuan intelektual masing-masing.
c. Beraneka ragama tujuan/maksud di setiap waktu atau peristiwa untuk
sampai kepada tujuan yang disandarkan kepada agama dan berbagai
rahasia agama yang dapat dicari oleh manusia selama hidupnya
Implikasi perbedaan pendapat (ikhtilaf) dalam kehidupan masyarakat
dapat melahirkan dua kemungkinan, yakni: Pertama, Perbedaan pendapat
yang disertai kesadaran intelektual akan melahirkan individu dan
masyarakat berlomba-lomba dalam berbuat kebajikan. Kedua, Perbedaan
pendapat yang disertai fanatic yang berlebihan sehingga beranggapan
bahwa pendapatnya benar, biasanya pada saat yang sama yang
bersangkutan memandang bahwa selain pendapatnya adalah salah.
24
DAFTAR PUSTAKA
Sudrajat, Ajat. Sejarah Pemikiran Dunia Islam dan Barat. Malang: Intrans
Publishing, 2015.
Supriayadi, Dedi. Perbandingan Mazhab dengan Pendekatan Baru. Bandung:
Pustaka Setia, 2008.
Yusuf, Ali Anwar. Islam dan Sains Modern; Sentuhan Islam terhadap berbagai
Disiplin Ilmu. Bandung: Pustaka Setia, 2006.
Zaini, Moh. Himpunan Intisari Kuliah Tarikh Tasyri‟. Pamekasan: STAIN
Pamekasan Press, 2009.
25