Disusun oleh :
NIM : 2109112140
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU
2023
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr.Wb.
Dengan menyebut nama Allah SWT Yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang. Kami panjatkan puji syukur atas Kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan Rahmat dan Hidayah Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah tentang “Konsep Dasar Hukum Asuransi “ ini dengan
baik. Tak lupa Sholawat serta salam kami panjatkan kepada junjungan kita Nabi
Muhammad SAW.
Sebagai seorang manusia yang tak pernah terbebas dari belenggu
kesalahan, begitu juga bagi penulis. Penulis menyadari bahwa makalah ini masih
mengandung kesalahan serta kekurangan, baik dalam hal pembentukan kalimat,
tata bahasanya, serta pengutraannya yang kurang sempurna. Disebabkan oleh hal
tersebut, maka penulis menerima masukkan yang berupa saran maupun kritikan
dengan hati yang terbuka yang memiliki tujuan untuk memperbaiki makalah ini
agar lebih baik kedepannya serta penulis dapat membuat makalah yang lebih baik
dari makalah sebelumnya.
Sekiranya makalah ini dapat memberikan faedah kepada para pembaca , serta
pembaca dan penulis dapat menjadi bahan pembelajaran dalam kehidupan sehari-
hari. Agar penambahan wawasan yang terdapat dalam makalah ini tidak hanya
berfaedah bagi para pembaca melainkan kepada banyak orang nantinya
Wasalamu’alaikum Wr.Wb.
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Hukum Asuransi
2.2 Landasan Hukum Asuransi
2.3 Fungsi Asuransi
2.4 Sifat Perjanjian Asuransi
2.5 Syarat Khusus Perjanjian Asuransi
2.6 Tujuan Asuransi
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perkembangan zaman yang begitu cepat membuat semua orang ingin
menyesuaikan diri dan mengambil keuntungan agar kehidupan yang dijalani dapat
terealisasikan dengan baik dan lancar tanpa adanya hambatan dan kekhawatiran
apapun. Tentunya, dalam menjalani kehidupan tidak ada yang selaras dengan apa
yang diekspetasikan dikarenakan ada peristiwa-peristiwa yang tidak terlintas
dipemikiran tetapi terealisasikan dalam kehidupan nyata seperti bencana alam.
Hal ini dapat berakhir pada kerugiaan yang disebut sebagai resiko. Ada beberapa
altermatif yang disediakan untuk menghindari resiko atau meminimalisir resiko
tersebut yaitu cara mengelak resiko agar kerugiaan yang dibayangkan tidak terjadi
, cara melewati resiko untuk meminimalisir kuantitatif resiko, dan cara
mengalihkan sebuah resiko kepada orang lain yang disebut asuransi atau
pertanggungan. Asuransi memberikan dampak yang positif dalam jangka panjang
sehingga dulunya hanya berpedoman pada Kitab Undang-Undang Hukum Dagang
(KUHD) tetapi sekarang telah berkembang menjadi asuransi komersil dan
asuransi sosial. 1
1
Perkembangan dinamika suatu pasar asuransi sudah sangat sempurna. Beragam
warna yang memasuki peasuransian sehingga membawa nuansa baru yang
menyebabkan pasar semakin kompetitif. Beriringan waktu , Perusahaan asuransi
mengalami perkembangan baik didirikan nasional maupun swasta. Usaha
perasuransian yang mengikuti perkembangan zaman maka Perusahaan tersebut
semakin maju baik dalam segi fungsi maupun kualitas dalam faktor pasar.
1.3Tujuan
1. Untuk mengetahui hukum asuransi lebih mendalam
2. Untuk memahami landasan hukum asuransi
3. Agar dapat menyadari fungsi dari asuransi
4. Agar dapat memahami sifat perjanjian asuransi
hl=en&lr=&id=AJ2pEAAAQBAJ&oi=fnd&pg=PP1&dq=saham+syariah&ots=Xx8yRf-
nJr&sig=ZeAGm1ZWaWPTYdEzVMBrHcUtx88>.
2
BAB II
PEMBAHASAN
Jenis asuransi yang lainnya adalah asuransi pendidikan yaitu asuransi yang
memberikan sebuah perlindungan atau jaminan terhadap pendidikan seorang anak.
Jika seseorang telah bergabung dalam asuransi ini maka sudah ada jaminan
terhadap Pendidikan anaknya untuk hari yang mendatang. Hal ini dapat menjadi
sebuah proteksi jikalau orang tua mengalami kesulitan finansial. Dalam hal ini,
3
Siti Mariyam, ‘Sistem Jaminan Sosial Nasional Melalui BPJS Kesehatan (Perseptif Hukum
Asuransi)’, Jurnal Ilmiah UNTAG Semarang, 7.2 (2018), 36–42.
4
Jurnal Hukum, Magnum Opus, and Joko Tri Laksono, ‘229337808’, 2018, 26–35.
3
jika orang tua lumpuh ataupun meninggal maka anak tetap memperoleh dana dari
asuransi pendidikan yang telah dibuat oleh orang tuanya. Kitab Undang-Undang
Hukum Dagang memberikan pengertian terkait asuransi yaitu suatu kesepakatan
antara para pihak saling mengikatkan diri dengan meemperoleh premi, untuk
menyerahkan penggantian kepadannya apabila mengalami kerugian ataupun
kerusakan atau tanggung jawab hukum terhadap pihak ketiga yang diderita oleh
tertanggung yang lahir dari suatu keadaan yang tidak dapat diduga .5
5
Sukri Nasution, ‘Pelaksanaan Asuransi Pendidikan Dalam Hukum Ekonomi Syariah’, Jurnal
Literasiologi, 3.3 (2020), 100–106 <https://doi.org/10.47783/literasiologi.v3i3.107>.
6
Deny Guntara, ‘Asuransi Dan Ketentuan-Ketentuan Hukum Yang Mengaturnya’, Justisi Jurnal Ilmu
Hukum, 1.1 (2016), 29–46 <https://doi.org/10.36805/jjih.v1i1.79>.
4
dikarenakan ada akibat yang dirasakan oleh para pihak yaitu tertanggung maupun
penanggung.7
Asuransi memiliki ciri khas yaitu asasnya, terdapat beberapa asas yang menjadi
ciri khas suatu kesepakatan asuransi. Asas pertama adalah asas konsensual ,yaitu
kesepakatan ini lahir ketika telah terdapat kata sepakat antar para pihak baik
kesepakatan dari pihan penanggung yaitu Perusahaan asuransi yang akan
menerima premi maupun tertanggung yang merasakan resiko dimasa datang telah
dialihkan kepada pihak ketiga. Dalam perjanjian asuransi terdapat asas bersyarat
yaitu prestasi penanggung sangat bergantung pada situasi, kondisi, ataupun
peristiwa yang tidak pasti tersebut ,terhadap apakah resiko yang dialihkan akan
terjadi atau tidak. Dalam perjanjian asuransi terdapat asas kepercayaan, yaitu
tertanggung percaya kepada penanggung dengan membayarkan premi kepada
penanggung dan penanggung percaya kepada tertanggung bahwasannya apabila
dia menerima peralihan resiko maka mendapatkan premi dari tertanggung
tersebut.8
7
I Wayan Agus Satriya Wedhana Putra and Ida Ayu Sukihana, ‘Kedudukan Agen Asuransi Di Era
Digital Dalam Menawarkan Produk Asuransi’, Jurnal Kertha Semaya, 8.3 (2020), 350–67.
8
Ruth Faeriani Telaumbanua and others, ‘JURNAL ILMIAH KOHESI Vol. 5 No. 2 April 2020’, Jurnal
Ilmiah Kohesi, 11.1 (2020), 33–42 <https://medium.com/@arifwicaksanaa/pengertian-use-case-
a7e576e1b6bf%0Ahttps://jptam.org/index.php/jptam/article/view/1922>.
5
masyarakat dalam mengalihkan resiko ataupun meminimalisir resiko yang mereka
terima. 9
Hukum asuransi adalah seperangkat aturan baik lisan maupun tulisan yang
mengikat para pihak dan memiliki sanksi terkait peralihan resiko yang terdapat
pada orang lain untuk memperoleh ganti rugi setelah terjadinya suatu kondisi
yang mengakibatkan orang tersebut menderita kerugian. Hukum Asuransi
menurut pasal 246 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata ialah kesepakatan
antara penanggung terhadap tertanggung dimana tertanggung akan membayar
premi dan penanggung akan menerima premi dengan diikat kewajiban
menanggung suatu resiko yang belum tentu terjadi. Unsur- unsur asuransi dalam
pasal 246 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata ialah :
a) Terdapat kesepakatan antara pihak baik itu kesepakatan benda atau syarat-
syarat tertentu
b) Terdapat penanggung sebagai pihak yang akan menanggung resiko
c) Adanya premi dari tertanggung kepada penanggung
d) Terdapat peristiwa yang belum terjadi
e) Terdapat tanggung jawab penanggung untuk membayar kerugian terhadap
suatu peristiwa yang terjadi
Semakin besar resiko yang akan ditanggungjawabkan maka akan semakin besar
premi yang akan dibayar oleh pihak tertanggung kepada pihak penanggung maka
terjadi yang namanya keseimbangan prinsip.10
9
Elda Laniza Zainal Aldira, Hukum Asuransi, 2016.
10
Aldira.
6
“ Suatu persetujuan untung-untungan ialah suatu perbuatan yang hasilnya,
yaitu mengenai untung rugi, baik bagi semua pihak maupun bagi
sementara pihak , tergantung pada suatu kejadian yang belum pasti.
Demikianlah : persetujuan pertanggungan; bunga cagak-hidup; perjudian
dan pertaruhan. Persetujuan yang pertama, diatur dalam Kitab Undang-
Undang Hukum Dagang”.11
11
Sentosa Sembiring, Hukum Asuransi (Penerbit Nuansa Aulia, 2014).
12
Aldira.
7
b. memberikan pembayaran yang didasarkan pada meninggalnya
tertanggung atau pembayaran yang didasarkan pada hidupnya tertanggung
dengan manfaat yang besarnya telah ditetapkan dan/atau didasarkan pada
hasil pengelolaan dana.”
b. usaha reasuransi;
13
Keppres Nomor 40 Tahun 1988.
8
4. Keputusan Menteri Keuangan RI Nomor 1249/KMK.013/1988 Tentang
Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Usaha di Bidang Asuransi Kerugian,
Pasal 1 menyatakan :
9
permohonan dapat diajukan secara tertulis kepada Menteri, dengan
melampirkan bukti pemenuhan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 9 ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 1992.
Asuransi juga berfungsi menjamin para pihak yang terlibat dalam suatu
kesepakatan ataupun perjanjian, ketika berada di luar kemampuan yaitu
meninggal. Ketika pihak tertanggung mengalami suatu peristiwa seperti kerugian,
kerusakan, ataupun meninggal maka asuransi hadir dalam memberikan jaminan
untuk menanggung peristiwa tersebut atau untuk meminimalisir kerugian akibat
peristiwa yang dirasakan.15
10
ditanggung oleh Perusahaan asuransi sehingga pengusaha akan fokus
dalam mencoba hal-hal yang menurutnya baik dan meningkatkan
keuntungan bagi usahanya
3. Asuransi berfungsi sebagai landasan pemberian kredit. Ketika seseorang
meminjam kredit bank maka akan menyarankan kepada debitur untuk
menutup asuransi benda jaminan
4. Asuransi meminimalisir kerugian yang terjadi , sehingga sebagai alat
bantu bagi masyarakat untuk meningkatkan taraf hidupnya dikarenakan
kekhawatiran mereka ditanggung oleh perusahaan asuransi
5. Asuransi sebagai alternatif pembentuk modal penghasilan terkait ekspetasi
di masa depan. Hal ini berkaitan dengan fungsi menabung yang terdapat
dalam asuransi yaitu asuransi jiwa
6. Asuransi menjadi alternatif Pembangunan. Perusahaan asuransi yang
memperoleh premi maka akan digunakan untuk dana investasi terhadap
pembangunan , bantuan kredit jangka pendek, menengah, ataupun dalam
jangka panjang, bagi usaha-usaha Pembangunan. Tentunya, hal ini akan
berdampak positif dalam hal membuka lapangan pekerjaan.16
16
Soesi Idayanti, Hukum Asuransi (Penerbit Tanah Air Beta, 2020).
11
menjamin dan bertanggung jawab terhadap benda ataupun peristiwa
yang telah diperjanjikan.
c. Premi yang seimbang (equitable premium)
Pihak penanggung mewajibkan agar pembayaran premi harus
seimbang dengan resiko yang akan ditanggung perusahaan asuransi
agar pihak asuransi dapat dengan baik merealisasikannya dan tidak
terhambat dengan dana
2. Fungsi sekunder asuransi, yaitu:
a. Merangsang peningkatan usaha
b. Keamanan, sehingga pihak tertanggung dapat fokus terhadap
peningkatan usahanya
c. Membendung kerugian (loss prevention ) dengan menghitung potensi
dari resiko yang akan terjadi
d. Dapat mempercepat pemulihan ekonomi serta meminimalisir
terjadinya kemiskinan
e. Adanya investasi seperti tabungan seperti asuransi jiwa
3. Fungsi tambahan asuransi ,yaitu :
a. Perusahaan asuransi akan menginvetasikan premi yanga ada
menggunakan instrument keuangan
b. Pendapatan yang diterima perusahana asuransi dari komisi reasuransi
disebut invisible earnings.17
12
asuransi tidak secara langsung dapat direalisasikan kepada rumah tersebut
apabila nama pihak tertanggung belum diganti atau pihak penanggung
terlebih dahulu tidak menyetujui perubahan kepemilikan dari rumah
tersebut , hal ini diatur dalam pasal 1340 Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata (KUHPerdata ).18
2. Perjanjian Sepihak (unilateral contract)
18
R A Diah Irianti, Permana Sari, and Wiwin Wintarsih Windiantina, Hukum Asuransi.
13
Prestasi dibebankan kepada suatu kemungkinan yang akan terjadi atau
tidak sehingga tidak berimbang. Tertanggung membayar premi secara
berkala tetapi tidak terjadi peristiwa yang disepakati maka perusahaan
asuransi tidak membayar apapun. Namun, bila timbul hal-hal yang tidak
dipertanggungkan maka premi yang dibayarkan tertanggung secara berkala
itu tidak seimbang dengan beban klaim yang akan dibayarkan perusahaan
asuransi. Hal ini merupakan gambaran terhadap prinsip asuransi yaitu
pengalihan resiko yang dilakukan oleh tertanggung menggunakan prinsip
penyebaran resiko (risk distribution ) dan pengumpulan premi (premi
pooling) yang dilakukan oleh pihak penanggung.19
1. Kesepakatan (Consensus )
Tertanggung dan penanggung akan sepakat membuat perjanjian asuransi.
Kesepakatan tersebut pada pokonya meliputi :
a. Obyek Asuransi;
b. Pengalihan resiko dan Pembayaran Premi;
c. Evenemen dan ganti kerugian;
d. Syarat-syarat khusus asuransi.
19
Wetria Fauzi, Hukum Asuransi, 2019 <http://repo.unand.ac.id/37110/4/Buku Hukum
Asuransi.pdf>.
14
harus ada pembayaran premi terlebih dahulu dari Tertanggung terhadap
Penanggung. Berdasarkan Pasal 246 KUHD, tidak akan dianggap telah terjadi
Perjanjian Pengalihan Resiko atau Perjanjian Asuransi tanpa disertai pembayaran
Premi. Hal tersebut pula yang membawa kewajiban bagi tertanggung untuk segera
menandatangani dan menyerahkannya kepada Tertanggung, dalam batas wakru
maksimal 24 jam, apabila tidak ditentukan dalam jangka waktu lebih panjang oleh
ketentuan undang-undang (Pasal 259 KUHD).
15
dalam Undang-Undang no 1 tahun 1974 dan UU notaris, yaitu 18 tahun, sehat
ingatan, tidak dibawah perwalian atau pemegang kuasa yang sah. Syarat obyektif,
adalah terkait dengan kewenangan para pihak dalam mewakili suatu perusahaan
(hal ini apabila Penanggung dan Tertanggung berbentuk Perseroan Terbatas),
selain itu adalah adanya hubungan kepentingan antara Tertanggung dengan obyek
asuransi, apabila Tertanggung tidak memiliki hubungan kepentingan dengan
obyek, maka penanggung tidak wajib memberikan ganti kerugian (Pasal 250
KUHD). Hal tersebut dimaksudkan untuk mencegah Tertanggung mencari
keuntungan memperkaya diri dari pemberian ganti kerugian obyek asuransi yang
bukan haknya.
Pasal 264 KUHD mengatur bahwa Perjanjian Asuransi dapat pula dilakukan
dengan beban pihak ketiga, baik berdasarkan amanat umum atau khusus, maupun
di luar pengetahuan yang berkepentingan sekalipun, apabila pertanggungan
tersebut diadakan tidak dinyatakan di dalam polisnya, maka pertanggungan
tersebut dianggap dilakukan untuk dirinya sendiri (Pasal 267 KUHD).
Pertanggungan untuk pihak ketiga harus dengan tegas dinyatakan di dalam
polisnya, apakah hal tersebut karena pemberian amanat atau diluar sepengetahuan
yang berkepentingan, sebab Perjanjian asuransi tanpa adanya pemberian amanat
adalah batal (Pasal 265 KUHD dan Pasal 266 KUHD).
Obyek asuransi dapat dikatakan sebuat harta kekayaan yang memiliki nilai
ekonomi, sehingga dapat dihargai dengan sejumlah uang. Obyek asuransi ini
memiliki hak subyektif yang tidak berwujud, hak subyektif ini disebut dengan
kepentingan. Artinya kepentingan akan selalui mengikuti dimana obyek asuransi
itu berada. Pasal 268 KUHD memberikan pengertian mengenai kepentingan,
yaitu:
16
Hal tersebut dengan maksud bahwa kepentingan tersebut memberi suatu
ukuran akan adanya ganti kerugian berupa sejumlah uang. Sedangkan Pasal 1
Undang-Undang Nomor 40 tahun 2014 menyatakan bahwa obyek asuransi adalah
jiwa dan raga, kesehatan manusia, tanggung jawab hukum, benda dan jasa,serta
semua kepentingan lainnya yang dapat hilang, rusak, rugi, dan atau berkurang
nilainya. Terkait dengan obyek asuransi tersebut terdapat satu prinsip yang dianut,
yaitu adanya suatu pemberitahuan yang jelas megenai obyek oleh Tertanggung,
hal ini terkait dengan adanya perlindungan hukum bagi Penanggung dari
ketidakjujuran Tertanggung.
Kausa yang halal atau diperbolehkan maksudnya adalah isi perjanjian asuransi
itu tidak dilarang oleh Undang-Undang, tidak bertentangan dengan dengan
ketertiban umum, dan tidak bertentangan dengan kesusilaan. Dapat diartikan pula
dengan obyek yang dilarang untuk diperdagangkan, tidak adanya kepentingan,
tidak adanya pembayaran premi guna mengalihkan resiko.20
Tentu saja untuk syarat sahnya perjanjian, apabila syarat pertama dan kedua
yang merupakan syarat subyektif dilanggar, maka akibat hukumnya adalah dapat
dibatalkan dan apabila syarat ketiga dan syarat keempat yang dilanggar, maka
akibat hukumnya adalah batal demi hukum .21
17
memperoleh ganti rugi sebesar kerugian yang dideritanya, artinya tertanggung
tidak boleh mencari keuntungan (speklasi) dari asuransi. Bagitu juga dengan
penanggung, ia tidak boleh mencari keuntungan atas interest yang ditanggungnya,
kecuali memperoleh balas jasa atau premi.
b. Tujuan tertanggung
Adalah sebagai berikut :
1) Untuk memperoleh rasa tentram dan aman darn resiko yang
dihadapinya atas kegiatan usahanya atas harta miliknya.
2) Untuk mendorong keberanianya meningkatkan usaha yang lebih besar
dengan resiko yang lebih besar pula, karena risiko yang besar itu diambil
oleh penanggung.
c. Tujuan Penanggung
a) Meringankan resiko yang yang dihadapi oleh para nasabah atau para
tertanggung dengan mangambil alhi risiko yang dihadapi.
18
b. Pembayaran Ganti Kerugian
c. Pembayaran Santunan
Asuransi kerugian dan asuransi jiwa yang mewajibkan tertanggung yang
membayar konstribusi tersebut adalah mereka yang terikat pada hubungan hukum
tertentu, sehingga ketika terjadi musibah kecelakaan dalam pekerjaannya, maka
ahli warisnya akan diberi santunan.
d. Kesejahteraan anggota
Hal tersebut apabila Perusahaan Asuransi merupakan suatu perkumpulan dan
anggota perkumpulan tersebut membayar sejumlah uang kepada perkumpulan dan
apabila ada peristiwa yang menyebabkan kerugian atau kematian tertanggung,
maka perkumpulan tersebut akan memberikan ganti kerugian dari uang yang
dibayarkan tersebut.
e. Mengurangi kerugian yang dialami dan menghindari kerugian yang lebih luas.
19
b. Menghilangkan keragu-raguan bagi usahawan dalam menjalankan usaha atau
pekerjaan.
23
Ibid.
20
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Definisi asuransi termuat dalam pasal 1 angka 1 Undan-Undang Nomor 40
Tahun 2014 tentang Perasuransian ialah kesepakatan antara para pihak yaitu
pemegang polis dengan Perusahaan asuransi sebagai landasan bagi penerimaan
sebuah premi bagi Perusahaan asuransi sebagai upah terhadap pembayaran atas
meninggalnya tertanggung atau pembayaran yang dilandaskan untuk
menyerahkan penggantian kepada pihak tertanggung disebabkan oleh kerusakan
ataupun kerugian yang timbul dan menyerahkan pembayaran yang dilandaskan
oleh meninggalnya tertanggung atau pembayaran yang dilandaskan terhadap
hidupnya pihak tertanggung yang memiliki keuntungan cukup besar terhadap
penajaan dana.
Asuransi merujuk pada segala sesuatu yang berupa proteksi , asuransi
memiliki payung hukum sebagai landasan dalam menjalankan perasuransian yaitu
terminologi asuransi terdapat pada dalam pasal 1774 Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata (KUHPerdata ) yang menyatakan bahwa “ Suatu persetujuan
untung-untungan ialah suatu perbuatan yang hasilnya, yaitu mengenai untung
rugi, baik bagi semua pihak maupun bagi sementara pihak , tergantung pada suatu
kejadian yang belum pasti.
Asuransi juga berfungsi menjamin para pihak yang terlibat dalam suatu
kesepakatan ataupun perjanjian, ketika berada di luar kemampuan yaitu
meninggal. Ketika pihak tertanggung mengalami suatu peristiwa seperti kerugian,
kerusakan, ataupun meninggal maka asuransi hadir dalam memberikan jaminan
untuk menanggung peristiwa tersebut atau untuk meminimalisir kerugian akibat
peristiwa yang dirasakan.
Asuransi memiliki ciri khas yang berlaku secara universal salah satunya
adalah Asuransi ialah perjanjian pribadi (personal contract) hal ini terbatas pada
pihak yang mengikatkan diri yang akan bertanggung jawab terkati kerugian. Polis
asuransi dapat ditingkatkan dengan pemberitahuan kepada penanggung dan polis
21
ini tidak dapat dipindahtangankan sepanjang tanpa pengetahuan dari pihak
penangggung. Contoh : Ketika rumah diasuransikan kepemilikannya berganti,
perjanjian asuransi tidak secara langsung dapat direalisasikan kepada rumah
tersebut apabila nama pihak tertanggung belum diganti atau pihak penanggung
terlebih dahulu tidak menyetujui perubahan kepemilikan dari rumah tersebut , hal
ini diatur dalam pasal 1340 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
(KUHPerdata ).
Tujuan dari Asuransi atau Pertanggungan adalah tujuan ganti rugi. Ganti rugi
yang diberikan oleh penanggung kepada tertanggung apabila tertanggung
menderita kerugian yang dijamin oleh polis, yang bertujuan untuk mengembalikan
tertangung dari kebangkrutan sehingga ia masih mampu berdiri seperti sebelum
menderita kerugian. Jadi tertanggung hanya oleh boleh memperoleh ganti rugi
sebesar kerugian yang dideritanya, artinya tertanggung tidak boleh mencari
keuntungan (speklasi) dari asuransi.
3.2 Saran
Sekiranya ada pengawasan lebih lanjut bagaimana terealisasikannya premi
kepada Perusahaan asuransi dan bagaimana terealisasikannya perlindungan
jaminan agar tetap dapat pelayanan yang sama didepan masyarakat sehingga tidak
memunculkan deskriminasi apabila menggunakannya dikarenakan tujuan asuransi
adalah membantu masyarakat.
22
DAFTAR PUSTAKA
Hukum, Jurnal, Magnum Opus, and Joko Tri Laksono, ‘229337808’, 2018, 26–35
23
<https://doi.org/10.47783/literasiologi.v3i3.107>
Putra, I Wayan Agus Satriya Wedhana, and Ida Ayu Sukihana, ‘Kedudukan Agen
Asuransi Di Era Digital Dalam Menawarkan Produk Asuransi’, Jurnal
Kertha Semaya, 8.3 (2020), 350–67
Subagiyo, Dwi Tatak, and Fries Melia Salviana, Buku Hukum Asuransi,
Surabaya : PT. Revka Petra Media, 2016
<https://erepository.uwks.ac.id/5191/1/Buku Hukum Asuransi.pdf>
24