Anda di halaman 1dari 27

MAKALAH HUKUM ASURANSI

“Konsep Dasar Hukum Asuransi”

Dosen Pengampu : Mardalena Hanifa,S.H.,M.H

Disusun oleh :

Nama : Desi Ratnawati.S

NIM : 2109112140

PROGRAM STUDI SARJANA ILMU HUKUM

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS RIAU

PEKANBARU

2023
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr.Wb.
Dengan menyebut nama Allah SWT Yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang. Kami panjatkan puji syukur atas Kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan Rahmat dan Hidayah Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah tentang “Konsep Dasar Hukum Asuransi “ ini dengan
baik. Tak lupa Sholawat serta salam kami panjatkan kepada junjungan kita Nabi
Muhammad SAW.
Sebagai seorang manusia yang tak pernah terbebas dari belenggu
kesalahan, begitu juga bagi penulis. Penulis menyadari bahwa makalah ini masih
mengandung kesalahan serta kekurangan, baik dalam hal pembentukan kalimat,
tata bahasanya, serta pengutraannya yang kurang sempurna. Disebabkan oleh hal
tersebut, maka penulis menerima masukkan yang berupa saran maupun kritikan
dengan hati yang terbuka yang memiliki tujuan untuk memperbaiki makalah ini
agar lebih baik kedepannya serta penulis dapat membuat makalah yang lebih baik
dari makalah sebelumnya.

Sekiranya makalah ini dapat memberikan faedah kepada para pembaca , serta
pembaca dan penulis dapat menjadi bahan pembelajaran dalam kehidupan sehari-
hari. Agar penambahan wawasan yang terdapat dalam makalah ini tidak hanya
berfaedah bagi para pembaca melainkan kepada banyak orang nantinya
Wasalamu’alaikum Wr.Wb.

Pekanbaru , 30 September 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Hukum Asuransi
2.2 Landasan Hukum Asuransi
2.3 Fungsi Asuransi
2.4 Sifat Perjanjian Asuransi
2.5 Syarat Khusus Perjanjian Asuransi
2.6 Tujuan Asuransi
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perkembangan zaman yang begitu cepat membuat semua orang ingin
menyesuaikan diri dan mengambil keuntungan agar kehidupan yang dijalani dapat
terealisasikan dengan baik dan lancar tanpa adanya hambatan dan kekhawatiran
apapun. Tentunya, dalam menjalani kehidupan tidak ada yang selaras dengan apa
yang diekspetasikan dikarenakan ada peristiwa-peristiwa yang tidak terlintas
dipemikiran tetapi terealisasikan dalam kehidupan nyata seperti bencana alam.
Hal ini dapat berakhir pada kerugiaan yang disebut sebagai resiko. Ada beberapa
altermatif yang disediakan untuk menghindari resiko atau meminimalisir resiko
tersebut yaitu cara mengelak resiko agar kerugiaan yang dibayangkan tidak terjadi
, cara melewati resiko untuk meminimalisir kuantitatif resiko, dan cara
mengalihkan sebuah resiko kepada orang lain yang disebut asuransi atau
pertanggungan. Asuransi memberikan dampak yang positif dalam jangka panjang
sehingga dulunya hanya berpedoman pada Kitab Undang-Undang Hukum Dagang
(KUHD) tetapi sekarang telah berkembang menjadi asuransi komersil dan
asuransi sosial. 1

Perkembangan dunia perdagangan yang semakin maju tentunya akan timbul


permasalahan-permasalahan baru yang membutuhkan peminimalisiran setiap
resiko yang terjadi. Maka dari itu, asuransi juga mengalami perkembangan terkait
fungsinya seperti investasi. Asuransi dengan fungsi investasi belum memiliki
perlindungan hukum yang pasti. Pasal 246 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang
(KUHD) berisikan terkait Perjanjian Asuransi atau Perjanjian Pertanggungan.
Asuransi memiliki Undang-Undang Khusus yang mengaturnya yaitu Undang-
Undang Nomor 40 tahun 2014 tentang Perasuransian , Undang-Undang ini
memberikan penafsiran terkait asuranasi yang lebih kompleks dibandingkan
KUHD.2
1
Dwi Tatak Subagiyo and Fries Melia Salviana, Buku Hukum Asuransi, Surabaya : PT. Revka Petra
Media, 2016 <https://erepository.uwks.ac.id/5191/1/Buku Hukum Asuransi.pdf>.
2
Zainuddin Ali, Hukum Asuransi Syariah, Jakarta: Sinar Grafika, 2008
<https://books.google.com/books?

1
Perkembangan dinamika suatu pasar asuransi sudah sangat sempurna. Beragam
warna yang memasuki peasuransian sehingga membawa nuansa baru yang
menyebabkan pasar semakin kompetitif. Beriringan waktu , Perusahaan asuransi
mengalami perkembangan baik didirikan nasional maupun swasta. Usaha
perasuransian yang mengikuti perkembangan zaman maka Perusahaan tersebut
semakin maju baik dalam segi fungsi maupun kualitas dalam faktor pasar.

Dalam prospek jangka panjang, Perusahaan asuransi masih sangat dipercaya


meski Indonesia mengalamai krisis pada tahun 1997. Tentunya dalam hal ini perlu
adanya kepastian hukum yang mengatur secara jelas terkait industri asuransi agar
masyarakat percaya dan senang kepada industri asuransi sehingga dapat
bergabung kedalam instansi dalam rangka peminimalisiran resiko-resiko yang
timbul.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud Hukum Asuransi ?
2. Bagaimana landasan Hukum Asuransi ?
3. Apa saja fungsi asuransi ?
4. Apa saja sifat perjanjian asuransi ?
5. Bagaimana syarat khusus perjanjian asuransi pertanggungan ?
6. Apa yang menjadi tujuan asuransi ?

1.3Tujuan
1. Untuk mengetahui hukum asuransi lebih mendalam
2. Untuk memahami landasan hukum asuransi
3. Agar dapat menyadari fungsi dari asuransi
4. Agar dapat memahami sifat perjanjian asuransi

hl=en&lr=&id=AJ2pEAAAQBAJ&oi=fnd&pg=PP1&dq=saham+syariah&ots=Xx8yRf-
nJr&sig=ZeAGm1ZWaWPTYdEzVMBrHcUtx88>.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Hukum Asuransi


Definisi asuransi termuat dalam pasal 1 angka 1 Undan-Undang Nomor 40
Tahun 2014 tentang Perasuransian ialah kesepakatan antara para pihak yaitu
pemegang polis dengan Perusahaan asuransi sebagai landasan bagi penerimaan
sebuah premi bagi Perusahaan asuransi sebagai upah terhadap pembayaran atas
meninggalnya tertanggung atau pembayaran yang dilandaskan untuk:

1. Menyerahkan penggantian kepada pihak tertanggung disebabkan oleh


kerusakan ataupun kerugian yang timbul
2. Menyerahkan pembayaran yang dilandaskan oleh meninggalnya
tertanggung atau pembayaran yang dilandaskan terhadap hidupnya pihak
tertanggung yang memiliki keuntungan cukup besar terhadap penajaan
dana.3

Asuransi memiliki perjanjian asuransi terlebih dahulu yaitu kesepakatan yang


menjadi sebuah syarat sahnya perjanjian. Jenis asuransi seperti asuransi kendaraan
bermotor, ini akan mengikat para pihak antara tertanggung dengan Perusahaan
asuransi dengan menggunakan sistem penerimaan premi terhadap pergantian
suatu kerugiaan yang tidak dapat diduga untuk kemudian hari. Maka, pihak
tertanggung secara langsung akan mengalihkan atau memindahtangankan resiko
yang dideritanya kepada Perusahaan asuransi.4

Jenis asuransi yang lainnya adalah asuransi pendidikan yaitu asuransi yang
memberikan sebuah perlindungan atau jaminan terhadap pendidikan seorang anak.
Jika seseorang telah bergabung dalam asuransi ini maka sudah ada jaminan
terhadap Pendidikan anaknya untuk hari yang mendatang. Hal ini dapat menjadi
sebuah proteksi jikalau orang tua mengalami kesulitan finansial. Dalam hal ini,
3
Siti Mariyam, ‘Sistem Jaminan Sosial Nasional Melalui BPJS Kesehatan (Perseptif Hukum
Asuransi)’, Jurnal Ilmiah UNTAG Semarang, 7.2 (2018), 36–42.
4
Jurnal Hukum, Magnum Opus, and Joko Tri Laksono, ‘229337808’, 2018, 26–35.

3
jika orang tua lumpuh ataupun meninggal maka anak tetap memperoleh dana dari
asuransi pendidikan yang telah dibuat oleh orang tuanya. Kitab Undang-Undang
Hukum Dagang memberikan pengertian terkait asuransi yaitu suatu kesepakatan
antara para pihak saling mengikatkan diri dengan meemperoleh premi, untuk
menyerahkan penggantian kepadannya apabila mengalami kerugian ataupun
kerusakan atau tanggung jawab hukum terhadap pihak ketiga yang diderita oleh
tertanggung yang lahir dari suatu keadaan yang tidak dapat diduga .5

Asuransi merupakan bentuk dari perjanjian yang mewajibkan memenuhi syarat


sah perjanjian yang terdapat dalam pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata (KUHPerdata), tetapi dengan ciri khas asuransi yaitu untung-untungan
yang terdapat dalam pasal 1774 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
(KUHPerdata ) yaitu suatu kesepakatan yang bersifat untung-untungan ialah suatu
aktifitas yang hasilnya berupa untung rugi terhadap keseluruhan pihak maupun
Sebagian pihak, tergantung pada suatu peristiwa yang belum pasti.6

Asuransi berasal dari Bahasa belanda yaitu “assurantie” yang berarti


pertanggungan. Dalam era modern yang tidak luput dengan era digital pada masa
sekaranga maka terdapat pengertian asuransi yang berbeda yaitu kesepakatan
antar pihak penanggung terhadap penutup asuransi, penanggung akan
bertanggung jawab terhadap segala sesuatu yang terjadi seperti kerusakan maupun
kerugian yang diterima oleh tertanggung atau pembayaran terhadap yang
disepakati penutup perjanjian kepada penutup asuransi , tentunya ada hubungan
timbal balik yaitu penutup asuransi akan menyerahkan sebuah premi. Dalam pasal
246 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang dinyatakan dengan mendapatkan
premi akibat dari suatu kesepakatan yang diperbuat antara penanggung yang
mengikatkan diri terhadap tertanggung. Maka dari itu, dalam hal ini ada yang
disebut dengan hubungan timbal balik atau dapat dikatakan perjanjian timbal balik

5
Sukri Nasution, ‘Pelaksanaan Asuransi Pendidikan Dalam Hukum Ekonomi Syariah’, Jurnal
Literasiologi, 3.3 (2020), 100–106 <https://doi.org/10.47783/literasiologi.v3i3.107>.
6
Deny Guntara, ‘Asuransi Dan Ketentuan-Ketentuan Hukum Yang Mengaturnya’, Justisi Jurnal Ilmu
Hukum, 1.1 (2016), 29–46 <https://doi.org/10.36805/jjih.v1i1.79>.

4
dikarenakan ada akibat yang dirasakan oleh para pihak yaitu tertanggung maupun
penanggung.7

Asuransi memiliki ciri khas yaitu asasnya, terdapat beberapa asas yang menjadi
ciri khas suatu kesepakatan asuransi. Asas pertama adalah asas konsensual ,yaitu
kesepakatan ini lahir ketika telah terdapat kata sepakat antar para pihak baik
kesepakatan dari pihan penanggung yaitu Perusahaan asuransi yang akan
menerima premi maupun tertanggung yang merasakan resiko dimasa datang telah
dialihkan kepada pihak ketiga. Dalam perjanjian asuransi terdapat asas bersyarat
yaitu prestasi penanggung sangat bergantung pada situasi, kondisi, ataupun
peristiwa yang tidak pasti tersebut ,terhadap apakah resiko yang dialihkan akan
terjadi atau tidak. Dalam perjanjian asuransi terdapat asas kepercayaan, yaitu
tertanggung percaya kepada penanggung dengan membayarkan premi kepada
penanggung dan penanggung percaya kepada tertanggung bahwasannya apabila
dia menerima peralihan resiko maka mendapatkan premi dari tertanggung
tersebut.8

Asuransi secara umum diartikan sebagai pertanggungan atau sebuah


kesepakatan antara kedua pihak yang mana pihak yang satu berkewajiban
membayar premi atau kontribusi. Pihak yang lainnya bertanggung jawab terhadap
pemberi jaminan apabila pemberi jaminan terjadi peristiwa dan persitiwa tersebut
memiliki asuransi maka akan ditanggung oleh penanggung atau yang menerima
pembayaran iuran sehingga terjadi peralihan resiko . Jadi, tidak ada kekhawatiran
pada masa mendatang jikalau terjadi kerugian maupun kerusakan karena
resikonya sudah tidak ditanggung oleh diri pribadi tetapi ditanggung oleh
penerima premi yaitu perusahaan asuransi. Sehingga, asuransi dapat berkembang
dengan pesat dikarenakan manfaatnya dan dapat menjadi alternatif bagi

7
I Wayan Agus Satriya Wedhana Putra and Ida Ayu Sukihana, ‘Kedudukan Agen Asuransi Di Era
Digital Dalam Menawarkan Produk Asuransi’, Jurnal Kertha Semaya, 8.3 (2020), 350–67.
8
Ruth Faeriani Telaumbanua and others, ‘JURNAL ILMIAH KOHESI Vol. 5 No. 2 April 2020’, Jurnal
Ilmiah Kohesi, 11.1 (2020), 33–42 <https://medium.com/@arifwicaksanaa/pengertian-use-case-
a7e576e1b6bf%0Ahttps://jptam.org/index.php/jptam/article/view/1922>.

5
masyarakat dalam mengalihkan resiko ataupun meminimalisir resiko yang mereka
terima. 9

Hukum asuransi adalah seperangkat aturan baik lisan maupun tulisan yang
mengikat para pihak dan memiliki sanksi terkait peralihan resiko yang terdapat
pada orang lain untuk memperoleh ganti rugi setelah terjadinya suatu kondisi
yang mengakibatkan orang tersebut menderita kerugian. Hukum Asuransi
menurut pasal 246 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata ialah kesepakatan
antara penanggung terhadap tertanggung dimana tertanggung akan membayar
premi dan penanggung akan menerima premi dengan diikat kewajiban
menanggung suatu resiko yang belum tentu terjadi. Unsur- unsur asuransi dalam
pasal 246 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata ialah :

a) Terdapat kesepakatan antara pihak baik itu kesepakatan benda atau syarat-
syarat tertentu
b) Terdapat penanggung sebagai pihak yang akan menanggung resiko
c) Adanya premi dari tertanggung kepada penanggung
d) Terdapat peristiwa yang belum terjadi
e) Terdapat tanggung jawab penanggung untuk membayar kerugian terhadap
suatu peristiwa yang terjadi

Semakin besar resiko yang akan ditanggungjawabkan maka akan semakin besar
premi yang akan dibayar oleh pihak tertanggung kepada pihak penanggung maka
terjadi yang namanya keseimbangan prinsip.10

2.2 Landasan Hukum Asuransi


Asuransi merujuk pada segala sesuatu yang berupa proteksi , asuransi memiliki
payung hukum sebagai landasan dalam menjalankan perasuransian yaitu :

1. Terminologi asuransi terdapat pada dalam pasal 1774 Kitab Undang-


Undang Hukum Perdata (KUHPerdata ) yang menyatakan bahwa :

9
Elda Laniza Zainal Aldira, Hukum Asuransi, 2016.
10
Aldira.

6
“ Suatu persetujuan untung-untungan ialah suatu perbuatan yang hasilnya,
yaitu mengenai untung rugi, baik bagi semua pihak maupun bagi
sementara pihak , tergantung pada suatu kejadian yang belum pasti.
Demikianlah : persetujuan pertanggungan; bunga cagak-hidup; perjudian
dan pertaruhan. Persetujuan yang pertama, diatur dalam Kitab Undang-
Undang Hukum Dagang”.11

2. Asuransi dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha


Perasuransian yaitu badan ataupun seseorang yang memberikan iuran
ataupun kontribusi maka disebut sebagai tertanggung sedangkan badan
yang menerima premi ataupun kontribusi tersebut disebut penanggung
yang dinamakan perusahaan asuransi. Jikalau para pihak ini membuat
kesepakatan maka dinamakan kebijakan , kebijakan ini menjadi sebuah
perjanjian yang dinamakan kontrak yang akan diproteksi terhadap apa
yang telah diperjanjikan dan telah disepakati. Maka dari itu, biaya yang
dibayarkan oleh tertanggung menjadi biaya bagi penanggung untuk
memberikan proteksi. Pertanggungan ini dilakukan oleh kedua pihak yaitu
pihak penanggung dan pihak tertanggung yang mengalihkan resiko kepada
pihak penanggung .12

3. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang perasuransian


“Asuransi adalah perjanjian antara dua pihak, yaitu perusaahaan asuransi
dan pemegang polis, yang menjadi dasaar bagi penerimaan premi oleh
perusahaan asuransi sebagai imbalan untuk;
a. memberikan pergantian kepada tertanggung atau pemegang polis karena
kerugian, kerusakan, biaya yang timbul, kehilangan keuntungan atau
tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin diderita
tertanggung atau pemegang polis karena terjadinya suatu peristiwa yang
tidak pasti; atau

11
Sentosa Sembiring, Hukum Asuransi (Penerbit Nuansa Aulia, 2014).
12
Aldira.

7
b. memberikan pembayaran yang didasarkan pada meninggalnya
tertanggung atau pembayaran yang didasarkan pada hidupnya tertanggung
dengan manfaat yang besarnya telah ditetapkan dan/atau didasarkan pada
hasil pengelolaan dana.”

4. Keppres RI Nomor 40 tahun 1988 tentang Usaha di Bidang Asuransi


Kerugian , Pasal 2 menyatakan :

(1) Usaha di bidang Asuransi Kerugian meliputi :

a. usaha asuransi kerugian;

b. usaha reasuransi;

c. usaha broker asuransi;

d. usaha adjuster asuransi;

(2) Usaha di bidang Asuransi Kerugian sebagaimana dimaksud dalam


ayat (1) hanya dapat dilakukan oleh Perusahaan Asuransi Kerugian,
Perusahaan Reasuransi, Perusahaan Broker Asuransi, dan Adjuster
Asuransi dengan ketentuan sebagai berikut :

a. Perusahaan Asuransi Kerugian hanya dapat melakukan usaha


asuransi kerugian dan/atau reasuransi kerugian.

b. Perusahaan Reasuransi hanya dapat melakukan usaha


reasuransi kerugian dan/atau reasuransi jiwa.

c. Perusahaan Broker Asuransi hanya dapat melakukan usaha


sebagai perantara asuransi dan/atau perantara reasuransi,
bertindak untuk kepentingan tertanggung.

d. Adjuster Asuransi hanya dapat melakukan usaha adjuster


asuransi kerugian.13

13
Keppres Nomor 40 Tahun 1988.

8
4. Keputusan Menteri Keuangan RI Nomor 1249/KMK.013/1988 Tentang
Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Usaha di Bidang Asuransi Kerugian,
Pasal 1 menyatakan :

(1) Untuk mendapatkan persetujuan prinsip bagi Perusahaan Pialang


Asuransi, Peru sahaan pialang Reasuransi dan Perusahaan Penilai Kerugian
asuransi, permohanan dapat diajukan secara tertulis kepada Menteri, dengan
melampirkan bukti pemenu han persyaratan sebagaimana dimaksud dalam
pasal 9 ayat(3) Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 1992.

(2) Disamping melampirkan bukti pemenuhan persyaratan sebagaimana di


maksud dalam pasal 1, Perusahaan Pialang Asuransi, Perusahaan Pialang
Reasuransi atau Perusahaan Penilai Kerugian Asuransi yang di dalamnya
terdapat penyertaan langsung oleh pihak asing harus pula melampirkan :

a. Rekomendasi dari badan pembina dan pengawas asuransi pihak


asing yang bersan gkutan berdomisili, yang sekurang-kurangnya menyatakan
bahwa pihak asing memili ki reputasi baik dan izin usahannya masih berlaku;

b. Laporan keuangan yang telah diaudit untuk 2(dua) tahun terakhir


baik bagi pi hak asing maupun bagi pihak Indonesia;

c. Rancangan perjanjian kerja sama yang didalamnya terkandung


arah Indonesianisa si dalam kepemilikan saham.

(3) Laporan Keuangan pihak asing sebagaimana dimaksud dalam ayat(2)


huruf b menggambarkan pemilikan modal sendiri sekurang-kurangnya 2(dua)
kali dari besarnya penyertaan langsung pada Perusahaan Pialang Asuransi atau
Perusahaan Pialang Reasuransi atau Perusahaan Penilai Kerugian Asuransi
yang bersangkutan.

5. KMK RI No.1250/KMK.013/1988 Tentang Usaha Asuransi Jiwa , Pasal 1


menyatakan :

(1) Untuk mendapatkan persetujuan prinsip bagi Perusahaan Pialang Asuraansi,


Perusahaan Pialang Reasuransi dan Perusahaan Penilai Kerugian Asuransi,

9
permohonan dapat diajukan secara tertulis kepada Menteri, dengan
melampirkan bukti pemenuhan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 9 ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 1992.

2.3 Fungsi Asuransi


Fungsi mendasar dari asuransi adalah suatu alternatif untuk membendung
ketidakpastian terkait kerugian yang bersifat khusus terhadap kerugian murni dan
tidak tergolong kerugian yang spekultatif. Terdapat unsur-unsur resiko yaitu :

1. Adanya ketidakpastian terkait realita dan harapan


2. Erat kaitannya dengan kerugian, kerugian ini dapat terealisasikan dimasa
yang akan datang atau dapat juga tidak ada karena ketidakpastian
terjadinya suatu peristiwa
3. Memiliki keterkaitan dengan asuransi karena menjadi pokok dalam
asuransi.14

Asuransi juga berfungsi menjamin para pihak yang terlibat dalam suatu
kesepakatan ataupun perjanjian, ketika berada di luar kemampuan yaitu
meninggal. Ketika pihak tertanggung mengalami suatu peristiwa seperti kerugian,
kerusakan, ataupun meninggal maka asuransi hadir dalam memberikan jaminan
untuk menanggung peristiwa tersebut atau untuk meminimalisir kerugian akibat
peristiwa yang dirasakan.15

Asuransi sebagai lembaga keuangan bukan bank memberikan fungsi yang


cukup besar kepada masyarakat yaitu :

1. Asuransi memberikan rasa aman dan nyaman ketika seseorang membuka


usaha. Hal ini dikarenakan pengusaha tersebut tidak khawatir ketika
mengalami kerugiaan pada waktu mendatang dikarenakan resiko tersebut
telah dialihkan kepada Perusahaan asuransi
2. Keefisiensi suatu Perusahaan dapat meningkat dikarenakan asuransi, sebab
kekhawatiran terkati kerugiaan mendatang telah dihiraukan dikarenakan
14
Arief Suryono, ‘Asuransi Kesehatan Berdasarkan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992’, Jurnal
Dinamika Hukum, 9.3 (2009), 213–21 <https://doi.org/10.20884/1.jdh.2009.9.3.232>.
15
Fungsi Asuransi and others, ‘(Standard Form) .’, 4.1 (2023), 52–71.

10
ditanggung oleh Perusahaan asuransi sehingga pengusaha akan fokus
dalam mencoba hal-hal yang menurutnya baik dan meningkatkan
keuntungan bagi usahanya
3. Asuransi berfungsi sebagai landasan pemberian kredit. Ketika seseorang
meminjam kredit bank maka akan menyarankan kepada debitur untuk
menutup asuransi benda jaminan
4. Asuransi meminimalisir kerugian yang terjadi , sehingga sebagai alat
bantu bagi masyarakat untuk meningkatkan taraf hidupnya dikarenakan
kekhawatiran mereka ditanggung oleh perusahaan asuransi
5. Asuransi sebagai alternatif pembentuk modal penghasilan terkait ekspetasi
di masa depan. Hal ini berkaitan dengan fungsi menabung yang terdapat
dalam asuransi yaitu asuransi jiwa
6. Asuransi menjadi alternatif Pembangunan. Perusahaan asuransi yang
memperoleh premi maka akan digunakan untuk dana investasi terhadap
pembangunan , bantuan kredit jangka pendek, menengah, ataupun dalam
jangka panjang, bagi usaha-usaha Pembangunan. Tentunya, hal ini akan
berdampak positif dalam hal membuka lapangan pekerjaan.16

Asuransi memiliki 3 fungsi yaitu :

1. Fungsi utama asuransi , yaitu :


a. Pemindahan resiko (risk transfer)
Fungsi ini merupakan sebuah mekanisme terkait peralihan resiko dari
tertanggung kepada penanggung dengan membayar sejumlah premi.
Premi yang dibayar wajib dalam kategori yang selaras dengan resiko
yang akan diterima oleh perusahaan asuransi. Maka, pihak asuransi
dapat membayar kerugian dari nasabah dengan baik
b. Pengumpulan dana (common pool)
Dalam hal ini tertanggung akan menyerahkan premi kepada
Perusahaan asuransi sebagai gantinya maka perusahaan asuransi akan

16
Soesi Idayanti, Hukum Asuransi (Penerbit Tanah Air Beta, 2020).

11
menjamin dan bertanggung jawab terhadap benda ataupun peristiwa
yang telah diperjanjikan.
c. Premi yang seimbang (equitable premium)
Pihak penanggung mewajibkan agar pembayaran premi harus
seimbang dengan resiko yang akan ditanggung perusahaan asuransi
agar pihak asuransi dapat dengan baik merealisasikannya dan tidak
terhambat dengan dana
2. Fungsi sekunder asuransi, yaitu:
a. Merangsang peningkatan usaha
b. Keamanan, sehingga pihak tertanggung dapat fokus terhadap
peningkatan usahanya
c. Membendung kerugian (loss prevention ) dengan menghitung potensi
dari resiko yang akan terjadi
d. Dapat mempercepat pemulihan ekonomi serta meminimalisir
terjadinya kemiskinan
e. Adanya investasi seperti tabungan seperti asuransi jiwa
3. Fungsi tambahan asuransi ,yaitu :
a. Perusahaan asuransi akan menginvetasikan premi yanga ada
menggunakan instrument keuangan
b. Pendapatan yang diterima perusahana asuransi dari komisi reasuransi
disebut invisible earnings.17

2.4 Sifat Perjanjian Asuransi


Asuransi memiliki ciri khas yang berlaku secara universal :

1. Asuransi ialah perjanjian pribadi (personal contract)


Hal ini terbatas pada pihak yang mengikatkan diri yang akan bertanggung
jawab terkati kerugian. Polis asuransi dapat ditingkatkan dengan
pemberitahuan kepada penanggung dan polis ini tidak dapat
dipindahtangankan sepanjang tanpa pengetahuan dari pihak penangggung.
Contoh : Ketika rumah diasuransikan kepemilikannya berganti, perjanjian
17
Subagiyo and Salviana.

12
asuransi tidak secara langsung dapat direalisasikan kepada rumah tersebut
apabila nama pihak tertanggung belum diganti atau pihak penanggung
terlebih dahulu tidak menyetujui perubahan kepemilikan dari rumah
tersebut , hal ini diatur dalam pasal 1340 Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata (KUHPerdata ).18
2. Perjanjian Sepihak (unilateral contract)

Terdapat pada perjanjian asuransi yang memperlihatkan seperti hanya


penanggung atau pihak asuransi yang membuat perikatan untuk
merealisasikan prestasinya walaupun polis berisfat kondisional yaitu
kesepakatan dapat batal ketika tertanggung melakukan hal-hal yang telah
disepakati atau kondisi tertentu yang diatur dalam polis, diatur dalam
pasal 257 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD).

3. Perjanjian Bersyarat (Conditional Contract)


Penanggung akan melaksanakan kewajibannya ketika peristiwa yang
disepakati benar-benar terjadi dan tertanggung merealisasikan
kewajibannya yaitu membayar premi terhadap penanggung. Sifat
perjanjian ini terdapat pada pasal 1253 Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata (KUHPerdata ) menyatakan bahwa perikatan ialah bersyarat
apabila peristiwa digantungkan kepada persitiwa yang belum pasti pada
masa yang akan datang, ataupun menangguhkan hingga terjadinya suatu
kondisi yang telah disepakati, serta dapat membatalkan perikatan ketika
terjadi atau tidak terjadinya peristiwa tersebut.
4. Perjanjian yang disiapkan sepihak (Contract of adhesion)
Pihak penangggung atau Perusahaan asuransi telah mempersiapkan suatu
perjanjian yang akan diserahkan kepada tertanggung terkait apakah
tertanggung menerima atau tidak, maka dari itu sangat jarang sekali
kesepakatan yang terjadi ini melalui proses negosiasi.
5. Pertukaran yang tidak seimbang (Aleatory Contract)

18
R A Diah Irianti, Permana Sari, and Wiwin Wintarsih Windiantina, Hukum Asuransi.

13
Prestasi dibebankan kepada suatu kemungkinan yang akan terjadi atau
tidak sehingga tidak berimbang. Tertanggung membayar premi secara
berkala tetapi tidak terjadi peristiwa yang disepakati maka perusahaan
asuransi tidak membayar apapun. Namun, bila timbul hal-hal yang tidak
dipertanggungkan maka premi yang dibayarkan tertanggung secara berkala
itu tidak seimbang dengan beban klaim yang akan dibayarkan perusahaan
asuransi. Hal ini merupakan gambaran terhadap prinsip asuransi yaitu
pengalihan resiko yang dilakukan oleh tertanggung menggunakan prinsip
penyebaran resiko (risk distribution ) dan pengumpulan premi (premi
pooling) yang dilakukan oleh pihak penanggung.19

2.5 Syarat Khusus Perjanjian Asuransi


Asuransi merupakan perjanjian khusus yang syaratnya selalu berpedoman
pada pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata).Terdapat 4
syarat khusus yang harus dipenuhi dalam membuat perjanjian , yaitu :

1. Kesepakatan (Consensus )
Tertanggung dan penanggung akan sepakat membuat perjanjian asuransi.
Kesepakatan tersebut pada pokonya meliputi :
a. Obyek Asuransi;
b. Pengalihan resiko dan Pembayaran Premi;
c. Evenemen dan ganti kerugian;
d. Syarat-syarat khusus asuransi.

Kesepakatan perjanjian para pihak menjadi landasan berlakunya perjanjian.


Sehingga pemberlakuan tidak dikarenakan oleh penandatangan polis atau
penyerahan polis. Pemberlakuan perjanjian ini berlaku ketika saat adanya kata
sepakat. Hal ini diatur dalam pasal 257 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang
(KUHD) yaitu Perjanjian Pertanggungan ada ketika setelah diadakannya hal itu;
hak akan dimulai saat itu, malahan sebelum Polis ditandatangani dan kewajiban
kedua belah pihak dari penanggung dan tertanggung terealisasikan akan tetapi

19
Wetria Fauzi, Hukum Asuransi, 2019 <http://repo.unand.ac.id/37110/4/Buku Hukum
Asuransi.pdf>.

14
harus ada pembayaran premi terlebih dahulu dari Tertanggung terhadap
Penanggung. Berdasarkan Pasal 246 KUHD, tidak akan dianggap telah terjadi
Perjanjian Pengalihan Resiko atau Perjanjian Asuransi tanpa disertai pembayaran
Premi. Hal tersebut pula yang membawa kewajiban bagi tertanggung untuk segera
menandatangani dan menyerahkannya kepada Tertanggung, dalam batas wakru
maksimal 24 jam, apabila tidak ditentukan dalam jangka waktu lebih panjang oleh
ketentuan undang-undang (Pasal 259 KUHD).

Perkecualian tersebut adalah apabila Perjanjian Asuransi tersebut dilakukan


secara tidak langsung atau dengan melalui perantara, maka batas waktunya adalah
8 hari setelah melakukan perjanjian (Pasal 260 KUHD). Akan tetapi apabila
terjadi permasalahan, maka untuk pembuktian telah terjadi asuransi adalah tetapi
dengan adanya pembuatan bukti tertulis (Pasal 258 KUHD), akan tetapi karena
Pasal 259 KUHD hanya mencantumkan adanya bukti tertulis, sehingga apabila
diperbolehkan untuk alat bukti lainnya yang dibuat secara tertulis.

Orang yang tidak berwenang untuk melakukan perbuatan hukum menurut


Pasal 1330 KUH Perdata:

1) Anak di bawah umur (minderjaigheid)

2) Orang yang di taruh di bawah pengampuan

3) Istri, tetapi dalam perkembangannya istri dapat melakukan perbuatan hukum


sebagaimana yang diatur dalam Pasal 31 Undang-Undang No. 1 Tahun 1947 jo.

SEMA No. 3 Tahun 1963.

2. Kecakapan atau kewenangan (Authority)

Kecakapan dalam perjanjian asuransi dapat dinyatakan dengan dengan


kewenangan atau wewenang dari kedua belah pihak, baik itu dari pihak
Penanggung ataupun dari pihak Tertanggung. Kewenangan tersebut ada yang
bersifat subyektif dan ada yang bersifta obyektif, tentu saja dalam hal ini
kewenangan yang bersifat subyektif adalah terkait dengan kedewasaan. Dimana
tentu saja usia dari para pihak harus cakap hukum, di mana kecakapan ini diatur di

15
dalam Undang-Undang no 1 tahun 1974 dan UU notaris, yaitu 18 tahun, sehat
ingatan, tidak dibawah perwalian atau pemegang kuasa yang sah. Syarat obyektif,
adalah terkait dengan kewenangan para pihak dalam mewakili suatu perusahaan
(hal ini apabila Penanggung dan Tertanggung berbentuk Perseroan Terbatas),
selain itu adalah adanya hubungan kepentingan antara Tertanggung dengan obyek
asuransi, apabila Tertanggung tidak memiliki hubungan kepentingan dengan
obyek, maka penanggung tidak wajib memberikan ganti kerugian (Pasal 250
KUHD). Hal tersebut dimaksudkan untuk mencegah Tertanggung mencari
keuntungan memperkaya diri dari pemberian ganti kerugian obyek asuransi yang
bukan haknya.

Pasal 264 KUHD mengatur bahwa Perjanjian Asuransi dapat pula dilakukan
dengan beban pihak ketiga, baik berdasarkan amanat umum atau khusus, maupun
di luar pengetahuan yang berkepentingan sekalipun, apabila pertanggungan
tersebut diadakan tidak dinyatakan di dalam polisnya, maka pertanggungan
tersebut dianggap dilakukan untuk dirinya sendiri (Pasal 267 KUHD).
Pertanggungan untuk pihak ketiga harus dengan tegas dinyatakan di dalam
polisnya, apakah hal tersebut karena pemberian amanat atau diluar sepengetahuan
yang berkepentingan, sebab Perjanjian asuransi tanpa adanya pemberian amanat
adalah batal (Pasal 265 KUHD dan Pasal 266 KUHD).

3. Obyek Tertentu (Fixed Obyek )

Obyek asuransi dapat dikatakan sebuat harta kekayaan yang memiliki nilai
ekonomi, sehingga dapat dihargai dengan sejumlah uang. Obyek asuransi ini
memiliki hak subyektif yang tidak berwujud, hak subyektif ini disebut dengan
kepentingan. Artinya kepentingan akan selalui mengikuti dimana obyek asuransi
itu berada. Pasal 268 KUHD memberikan pengertian mengenai kepentingan,
yaitu:

a. Dapat dinilai dengan uang;

b. Dapat terancam bahaya;

c. Tidak dikecualikan oleh Undang-Undang

16
Hal tersebut dengan maksud bahwa kepentingan tersebut memberi suatu
ukuran akan adanya ganti kerugian berupa sejumlah uang. Sedangkan Pasal 1
Undang-Undang Nomor 40 tahun 2014 menyatakan bahwa obyek asuransi adalah
jiwa dan raga, kesehatan manusia, tanggung jawab hukum, benda dan jasa,serta
semua kepentingan lainnya yang dapat hilang, rusak, rugi, dan atau berkurang
nilainya. Terkait dengan obyek asuransi tersebut terdapat satu prinsip yang dianut,
yaitu adanya suatu pemberitahuan yang jelas megenai obyek oleh Tertanggung,
hal ini terkait dengan adanya perlindungan hukum bagi Penanggung dari
ketidakjujuran Tertanggung.

4. Kausal yang halal atau diperbolehkan (Legal Cause )

Kausa yang halal atau diperbolehkan maksudnya adalah isi perjanjian asuransi
itu tidak dilarang oleh Undang-Undang, tidak bertentangan dengan dengan
ketertiban umum, dan tidak bertentangan dengan kesusilaan. Dapat diartikan pula
dengan obyek yang dilarang untuk diperdagangkan, tidak adanya kepentingan,
tidak adanya pembayaran premi guna mengalihkan resiko.20

Tentu saja untuk syarat sahnya perjanjian, apabila syarat pertama dan kedua
yang merupakan syarat subyektif dilanggar, maka akibat hukumnya adalah dapat
dibatalkan dan apabila syarat ketiga dan syarat keempat yang dilanggar, maka
akibat hukumnya adalah batal demi hukum .21

2.6 Tujuan Asuransi


Tujuan dari Asuransi atau Pertanggungan adalah sebagai berikut: 22

a. Tujuan Ganti Rugi

Ganti rugi yang diberikan oleh penanggung kepada tertanggung apabila


tertanggung menderita kerugian yang dijamin oleh polis, yang bertujuan untuk
mengembalikan tertangung dari kebangkrutan sehingga ia masih mampu berdiri
seperti sebelum menderita kerugian. Jadi tertanggung hanya oleh boleh
20
Subagiyo and Salviana.
21
Fauzi.
22
Radiks Purba, 1995, Memahami Asuransi di Indonesia, Jakarta: Lembaga Pendidikan dan
Pembinaan Manajemen, hal. 56)

17
memperoleh ganti rugi sebesar kerugian yang dideritanya, artinya tertanggung
tidak boleh mencari keuntungan (speklasi) dari asuransi. Bagitu juga dengan
penanggung, ia tidak boleh mencari keuntungan atas interest yang ditanggungnya,
kecuali memperoleh balas jasa atau premi.

b. Tujuan tertanggung
Adalah sebagai berikut :
1) Untuk memperoleh rasa tentram dan aman darn resiko yang
dihadapinya atas kegiatan usahanya atas harta miliknya.
2) Untuk mendorong keberanianya meningkatkan usaha yang lebih besar
dengan resiko yang lebih besar pula, karena risiko yang besar itu diambil
oleh penanggung.

c. Tujuan Penanggung

Tujuan penanggung dibagi 2 (dua), yaitu :

1) Tujuan Umum, yaitu : memperoleh keuntungan selain menyediakan


lapangan kerja, apabila penanggung membutuhkan tenaga pembantu.

2) Tujuan Khusus, adalah :

a) Meringankan resiko yang yang dihadapi oleh para nasabah atau para
tertanggung dengan mangambil alhi risiko yang dihadapi.

b) Menciptakan rasa tentram dan aman dikalangan nasabahnya, sehingga


lebih berani mengikatkan usaha yang lebih besar.

Tujuan Asuransi yang lainnya adalah :

1. Bagi Pihak Tertanggung


a. Pengalihan risiko
Pengalihan risiko dari tetanggung kepada penanggung dengan adanya kontra
prestasi yang disebut premi. Tertanggung mengadakan asuransi dengan tujuan
mengalihkan risiko yang mengancam harta kekayaan atau jiwanya.

18
b. Pembayaran Ganti Kerugian

Jika suatu ketika sungguh–sungguh terjadi peristiwa yang menimbulkan


kerugian (risiko berubah menjadi kerugian), maka kepada tertanggung akan
dibayarkan ganti kerugian yang besarnya seimbang dengan jumlah asuransinya.
Dalam prakteknya kerugian yang timbul itu dapat bersifat sebagian (partial loss),
tidak semuanya berupa kerugian total (total loss). Dengan demikian, tertanggung
mengadakan asuransi bertujuan untuk memperoleh pembayaran ganti kerugian
yang diderita. Dalam pembayaran ganti kerugian oleh perusahaan asuransi berlaku
prinsip subrogasi (diatur dalam pasal 1400 BW) dimana penggantian hak si
berpiutang atau Tertanggung oleh seorang pihak ketiga (penanggung / pihak
asuransi) – yang membayar kepada si berpiutang (nilai klaim asuransi) – terjadi
baik karena persetujuan maupun karena undang-undang.

c. Pembayaran Santunan
Asuransi kerugian dan asuransi jiwa yang mewajibkan tertanggung yang
membayar konstribusi tersebut adalah mereka yang terikat pada hubungan hukum
tertentu, sehingga ketika terjadi musibah kecelakaan dalam pekerjaannya, maka
ahli warisnya akan diberi santunan.

d. Kesejahteraan anggota
Hal tersebut apabila Perusahaan Asuransi merupakan suatu perkumpulan dan
anggota perkumpulan tersebut membayar sejumlah uang kepada perkumpulan dan
apabila ada peristiwa yang menyebabkan kerugian atau kematian tertanggung,
maka perkumpulan tersebut akan memberikan ganti kerugian dari uang yang
dibayarkan tersebut.

e. Mengurangi kerugian yang dialami dan menghindari kerugian yang lebih luas.

2. Pihak Perusahaan Asuransi

a. Memberikan dorongan ke arah perkembangan perekonomian yang lebih maju.

19
b. Menghilangkan keragu-raguan bagi usahawan dalam menjalankan usaha atau
pekerjaan.

c. Menjamin penanaman modal para investor.

d. Memperoleh hasil berupa premi atas imbalan jasa yang diberikan.23

23
Ibid.

20
BAB III

PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Definisi asuransi termuat dalam pasal 1 angka 1 Undan-Undang Nomor 40
Tahun 2014 tentang Perasuransian ialah kesepakatan antara para pihak yaitu
pemegang polis dengan Perusahaan asuransi sebagai landasan bagi penerimaan
sebuah premi bagi Perusahaan asuransi sebagai upah terhadap pembayaran atas
meninggalnya tertanggung atau pembayaran yang dilandaskan untuk
menyerahkan penggantian kepada pihak tertanggung disebabkan oleh kerusakan
ataupun kerugian yang timbul dan menyerahkan pembayaran yang dilandaskan
oleh meninggalnya tertanggung atau pembayaran yang dilandaskan terhadap
hidupnya pihak tertanggung yang memiliki keuntungan cukup besar terhadap
penajaan dana.
Asuransi merujuk pada segala sesuatu yang berupa proteksi , asuransi
memiliki payung hukum sebagai landasan dalam menjalankan perasuransian yaitu
terminologi asuransi terdapat pada dalam pasal 1774 Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata (KUHPerdata ) yang menyatakan bahwa “ Suatu persetujuan
untung-untungan ialah suatu perbuatan yang hasilnya, yaitu mengenai untung
rugi, baik bagi semua pihak maupun bagi sementara pihak , tergantung pada suatu
kejadian yang belum pasti.
Asuransi juga berfungsi menjamin para pihak yang terlibat dalam suatu
kesepakatan ataupun perjanjian, ketika berada di luar kemampuan yaitu
meninggal. Ketika pihak tertanggung mengalami suatu peristiwa seperti kerugian,
kerusakan, ataupun meninggal maka asuransi hadir dalam memberikan jaminan
untuk menanggung peristiwa tersebut atau untuk meminimalisir kerugian akibat
peristiwa yang dirasakan.

Asuransi memiliki ciri khas yang berlaku secara universal salah satunya
adalah Asuransi ialah perjanjian pribadi (personal contract) hal ini terbatas pada
pihak yang mengikatkan diri yang akan bertanggung jawab terkati kerugian. Polis
asuransi dapat ditingkatkan dengan pemberitahuan kepada penanggung dan polis

21
ini tidak dapat dipindahtangankan sepanjang tanpa pengetahuan dari pihak
penangggung. Contoh : Ketika rumah diasuransikan kepemilikannya berganti,
perjanjian asuransi tidak secara langsung dapat direalisasikan kepada rumah
tersebut apabila nama pihak tertanggung belum diganti atau pihak penanggung
terlebih dahulu tidak menyetujui perubahan kepemilikan dari rumah tersebut , hal
ini diatur dalam pasal 1340 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
(KUHPerdata ).

Tujuan dari Asuransi atau Pertanggungan adalah tujuan ganti rugi. Ganti rugi
yang diberikan oleh penanggung kepada tertanggung apabila tertanggung
menderita kerugian yang dijamin oleh polis, yang bertujuan untuk mengembalikan
tertangung dari kebangkrutan sehingga ia masih mampu berdiri seperti sebelum
menderita kerugian. Jadi tertanggung hanya oleh boleh memperoleh ganti rugi
sebesar kerugian yang dideritanya, artinya tertanggung tidak boleh mencari
keuntungan (speklasi) dari asuransi.

3.2 Saran
Sekiranya ada pengawasan lebih lanjut bagaimana terealisasikannya premi
kepada Perusahaan asuransi dan bagaimana terealisasikannya perlindungan
jaminan agar tetap dapat pelayanan yang sama didepan masyarakat sehingga tidak
memunculkan deskriminasi apabila menggunakannya dikarenakan tujuan asuransi
adalah membantu masyarakat.

22
DAFTAR PUSTAKA

Aldira, Elda Laniza Zainal, Hukum Asuransi, 2016

Ali, Zainuddin, Hukum Asuransi Syariah, Jakarta: Sinar Grafika, 2008


<https://books.google.com/books?
hl=en&lr=&id=AJ2pEAAAQBAJ&oi=fnd&pg=PP1&dq=saham+syariah&ot
s=Xx8yRf-nJr&sig=ZeAGm1ZWaWPTYdEzVMBrHcUtx88>

Asuransi, Fungsi, Sebagai Lembaga, Penjamin Dalam, Perjanjian Kredit,


Terhadap Pelunasan, Utang Debitur, and others, ‘(Standard Form) .’, 4.1
(2023), 52–71

Fauzi, Wetria, Hukum Asuransi, 2019 <http://repo.unand.ac.id/37110/4/Buku


Hukum Asuransi.pdf>

Guntara, Deny, ‘Asuransi Dan Ketentuan-Ketentuan Hukum Yang Mengaturnya’,


Justisi Jurnal Ilmu Hukum, 1.1 (2016), 29–46
<https://doi.org/10.36805/jjih.v1i1.79>

Hukum, Jurnal, Magnum Opus, and Joko Tri Laksono, ‘229337808’, 2018, 26–35

Idayanti, Soesi, Hukum Asuransi (Penerbit Tanah Air Beta, 2020)

Irianti, R A Diah, Permana Sari, and Wiwin Wintarsih Windiantina, Hukum


Asuransi

Keppres Nomor 40 Tahun 1988, Птицы, 1988, I

Mariyam, Siti, ‘Sistem Jaminan Sosial Nasional Melalui BPJS Kesehatan


(Perseptif Hukum Asuransi)’, Jurnal Ilmiah UNTAG Semarang, 7.2 (2018),
36–42

Nasution, Sukri, ‘Pelaksanaan Asuransi Pendidikan Dalam Hukum Ekonomi


Syariah’, Jurnal Literasiologi, 3.3 (2020), 100–106

23
<https://doi.org/10.47783/literasiologi.v3i3.107>

Putra, I Wayan Agus Satriya Wedhana, and Ida Ayu Sukihana, ‘Kedudukan Agen
Asuransi Di Era Digital Dalam Menawarkan Produk Asuransi’, Jurnal
Kertha Semaya, 8.3 (2020), 350–67

Sembiring, Sentosa, Hukum Asuransi (Penerbit Nuansa Aulia, 2014)

Subagiyo, Dwi Tatak, and Fries Melia Salviana, Buku Hukum Asuransi,
Surabaya : PT. Revka Petra Media, 2016
<https://erepository.uwks.ac.id/5191/1/Buku Hukum Asuransi.pdf>

Suryono, Arief, ‘Asuransi Kesehatan Berdasarkan Undang-Undang Nomor 3


Tahun 1992’, Jurnal Dinamika Hukum, 9.3 (2009), 213–21
<https://doi.org/10.20884/1.jdh.2009.9.3.232>

Telaumbanua, Ruth Faeriani, M R Haholongan, M Subroto, Ali Muhammad Ari


Fadilah, Unidad Metodología D E Conocimiento D E Los, Muhammad Fikri,
and others, ‘JURNAL ILMIAH KOHESI Vol. 5 No. 2 April 2020’, Jurnal
Ilmiah Kohesi, 11.1 (2020), 33–42
<https://medium.com/@arifwicaksanaa/pengertian-use-case-a7e576e1b6bf
%0Ahttps://jptam.org/index.php/jptam/article/view/1922>

24

Anda mungkin juga menyukai