m p r -
LfNiVEKSliAS
INPOSSSJA
\ A K V l JAN
NEUROLOGI
ED ITO R
TIARA ANINDITHA
WINNUOROHO WIRATMAN
D I M 1 T IM IN N E U R O W G I
FA K U LtT A S K I D O K .T E E A N U N IV E X IS IT A S IN I> O N E S lA --
Buku Ajar Neurologi
Dilarang memperbanyak, mencetak, dan menerbitkan sebagian atau seluruh isi buku
ini dengan cara dan dalam bentuk apapun jug a tanpa seizin editor dan penerbit.
ISBN: 9 7 8 - 6 0 2 - 7 4 2 0 7 - 4 - 8
Baku Ajar Neurologi
KONTRIBUTOR
Adre Mayza
Ahmad Yanuar Safri
A1 Rasyid
Amanda Tiksnadi
Astri Budikayanti
Darma Imran
Diatri Nari Lastri
Eva Dewati
Fitri Octaviana
Freddy Sitorus
Henry Riyanto Sofyan
Jan Sudir Purba
Luh Ari Indrawati
Manfaluthy Hakim
Mohammad Kurniawan
Ni Nengah Rida Ariarini
Pukovisa Prawiroharjo
Rakhmad Hidayat
Riwanti Estiasari
Salim Harris
Siti Airiza Ahmad
Taufik Mesiano
Teguh AS Ranakusuma
Tiara Aninditha
Winnugroho Wiratman
Yetty Ramli
Zakiah Syeban
Ade Wijaya
Dyah Tunjungsari
Kartika Maharani
Ramdinal Aviesena Zairinal
Rima Anindita Primandari
Wiwit Ida Chahyani
SEKRETARIS
Intan Nurul Azni
Mumfaridah
ILUSTRATOR
Marshal Sumampouw
Ni Nengah Rida Ariarini
Uti Nilam Sari
COVER
Ni Nengah Rida Ariarini
ill
Buku Ajar Neurologi
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT Tuhan Pencipta sem esta alam, karena atas berkat RahmatNya
kita diberi kesem patan dan kemampuan m empelajari ciptaanNya, ilmu Neurologi yang
menakjubkan. Ilmu ini sangat sempurna dan sangat khusus, yaitu susunan saraf pusat,
susunan saraf otonom, dan susunan saraf tepi, serta hubungan timbal balik sistem dan
organ {brain-m ind-behaviour dan brain-neural-vascular-network-system -organs] dal am
keadaan sehat maupun sakit akibat berbagai faktor, yaitu vaskular, inflamasi, trauma,
autoimun, metabolik, iatrogenik, dan neoplasma (VITAMIN).
Para ahli penyandang ilmu saraf atau neurologi, disebut neurolog, mempunyai hak
dan kewajiban dalam bidang ilmu pengetahuan, teknologi, kedokteran, dan kesehatan
(IPTEKDOKKES). Oleh karena itu, setiap neurolog wajib m em pelajari ilmu itu secara
tuntas, dalam keadaan sehat maupun sakit dan cacat, sebagai upaya m empertahankan
maupun meningkatkan kualitas hidupnya. Proses tersebut perlu mengikutsertakan
semua strata penyedia kesehatan dalam masyarakat, antara lain pasien sendiri, keluarga,
kerabat kerja, perawat, dokter layanan pertama, sistem kedaruratan medis, neurolog
umum dan subspesialis, serta penyandang disiplin ilmu lainnya, dalam tim yang terpadu
struktural dan nonsktuktural di kehidupan m asyarakat dan bernegara.
Maka melalui buku ajar ini, seseorang mendapat kesem patan mengetahui, memahami,
dan menghayati ilmu yang berasal dari Tuhan Yang Maha Esa dan Sang Pencipta
sebagai bekal m enjalani kehidupan yang berguna untuk dirinya, orang lain, dan dunia
ingkungannya.
v
Buku Ajar Neurologi
Semoga melalui buku ajar yang berhasil disusun dari berbagai sum ber aktivitas
profesional di Departemen Neurologi FKUI/RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo ini dapat
menambah khazanah literatur ilmu kedokteran dan kesehatan serta pengetahuan
pembaca sekalian dalam upaya peningkatan kualitas hidup manusia. Teruslah belajar
jangan pernah berhenti. Karena ilmu berlimpah telah disediakan oleh Tuhan Yang Maha
Kuasa dan Maha Penyayang pada umat dan alam semestaNya.
vi
Bukit Ajar Neurologi
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT karena buku ini dapat selesai atas pertolongan dan
rahmatNya. Kami sangat menghargai kerja keras para penyusun dan pihak-pihak lain
yang berkontribusi terhadap terbitnya buku ini. Untuk semua perjuangan yang panjang,
kami ucapkan terim a kasih, Insya Allah buku ini menjadi investasi amal yang terus
mengalir sepanjang kegunaannya.
Perkembangan ilmu neurologi terus berkem bang setiap saat. Selain itu, anggapan selama
ini yang ada di kalangan mahasiswa atau tem an sejaw at adalah ilmu neurologi sulit untuk
dipahami. Kebutuhan akan ketersediaan sum ber kepustakaan yang mudah dimengerti
merupakan hal yang sangat penting. Oleh karena itu, Departemen Neurologi FKUI/RSCM
menyusun buku ajar ini, yang diharapkan setelah membacanya, ilmu neurologi menjadi
lebih dimengerti dan semakin tertarik untuk mendalaminya.
Buku ajar ini adalah persem bahan dari kami untuk seluruh mahasiswa kedokteran,
peserta program studi dokter spesialissaraf, dan tem an sejawat, serta orang yang tertarik
m empelajari ilmu neurologi. Dengan adanya buku ini, semoga kita dapat bersam a-sam a
memajukan ilmu neurologi dan meningkatkan kualitas pelayanan pasien.
Vll
Buku Ajar Neurologi
KATA PENGANTAR G u ru B e s a r
Teguh AS Ranakusuma ................... ......................... v
K etu a D ep a rtem en
Diatri Nari L a s tri................. ............ ................. . vii
IX
Buku Ajar Neurologi
x
Buku Ajar Neurologi
INDEKS
XI
NEU ROLOGfUMUM
Pendekatan Minis Gangguan Neurologis
Penurunan Kesadaran
Peningkatan Tekanan Intrakranial
Pungsi Lumbal dan Analisis Cairan Serebrospinal
Evaluasi Neurologis Perioperatif
PENDEKATAN KLINIS GANGGUAN NEUROLOGIS
3
Baku Ajar Neurologi
2. Gangguan gerak motorik meliputi gerakan Defisit neurologis global adalah jika pada geja-
involunter (misalnya tremor, balismus, fa dan tanda diakibatkan oleh kerusakan saraf
dan sebagainya) dan gangguan koordinasi yang luas, difus, atau menyeluruh. Meskipun
otot (misalnya diskinesia, dismetria, dan nantinya pada analisis lanjutan dari sinte-
sebagainya). sis diagnosis topis yang paling cocok ternyata
3. Gangguan pola pernapasan. hanya suatu lesi fokal tertentu yang mengaki-
batkan gejala dan tanda ini terjadi.
4. Kejang fokal, misal mulut mencong ke satu
sisi, salah satu tangan bergerak-gerak, dan Beberapa gejala dan tanda yang dikategori-
lain-lain. kan defisit neurologis global di antaranya
5. Gangguan sensorik eksteroseptif hipestesi adalah:
atau hiperestesi seperti hiperalgesia dan 1. Penurunan kesadaran, karena salah satu
alodinia, maupun proprioseptif. diagnosis topis bandingnya adalah keru
6. Gangguan sensorikproprioseptif, misalnya sakan hemisfer serebri bilateral, meskipun
hipestesi untuk sensasi getar dan posisi. dapat pula disebabkan lesi fokal pada as
7. Gangguan sensorik khusus akibat gang cending reticular activating system (ARAS).
guan sistem saraf, seperti sistem visual 2. Delirium, sebagai bagian dari penurunan
(pola hemianopia, kuadranopia, buta kor- kesadaran.
tikal, dan sebagainya), sistem penghidu 3. Kejang umum, misal kaku atau kelojotan
(hipo/anosmia, kakosmia, dan sebagainya), pada kedua sisi ekstremitas secara ber-
sistem pendengaran (tuli perseptif dan samaan.
sebagainya), dan sistem pengecapan.
4. Nyeri kepala yang difus, karena bisa akibat
8. Gangguan keseimbangan misalnya vertigo perangsangan serabut peka nyeri intrakra-
dan ataksia. nial yang difus.
9. Nyeri fokal seperti nyeri leher, punggung 5. Sindrom peningkatan tekanan intrakranial.
bawah, dan sebagainya.
6. Demensia, karena salah satu diagnosis
10. Gangguan otonom misalnya sindrom bandingnya adalah atrofi serebri meny
Horner, hipo atau hiperhidrosis, hipotensi eluruh.
ortostatik, inkontinensia atau retensi uri
Untuk melatih cara berpikir, pada pembuatan
dan alvi, serta gangguan ereksi dan ejaku-
diagnosis neurologis pada kegiatan akademik,
lasi akibat gangguan sistem saraf.
tidak hanya memerlukan diagnosis klinis,
11. Gangguan fungsi luhur fokal, seperti afasia, tetapi juga dianalisis lebih lanjut menjadi di
akalkulia, amnesia, dan seterusnya. agnosis yang khas berupa: diagnosis Idinis,
12. Gangguan neuropsikiatrik fokal, misal topis, etiologis, dan patologis.
nya agitasi, depresi, dan sebagainya.
Malta langkah-langkah merangkai defisit
13. Sindrom neurologis yang bersifat fokal, neurologis menjadi suatu kajian diagnosis
misalnya sindrom lobus frontal dan se yang lengkap diperlukan anamnesis dan
bagainya. pemeriksaan fisik yang teliti.
4
Pendekatan Klinis Gangguan Neurologis
5
Buku Ajar Neurologi
dapat mengeluarkan kata-kata dengan jelas nesis khusus lengkap dapat dilihat pada topik-
(afasia motorik). Apalagi jika gejala bersifat topik yang terkait selanjutnya.
singkat, tidak sampai 24 jam sudah terjadi
Berdasarkan anamnesis, seorang dokter harus
perbaikan sempurna, yang disebut sebagai
sudah dapat memperldrakan apakah kelainan
transient ischemic attack . Namun pada prin-
yang terjadi bersifat lokal atau difus. Hal ini
sipnya, seminimal apapun kelainan yang
cukup mudah dengan mempertimbangkan
muncul selama berlangsung mendadak, baik
prinsip kerja SSP yang bersifat simetris, bahwa
membaik sempurna atau menetap, maka
kedua sisi otak akan bekerja bersama-sama
dapat dicurigai sebagai suatu serangan stroke.
memberi impuls yang sama kuatnya ke kedua
Gejala stroke dapat berat jika meliputi area sisi. Sifat simetris ini yang menyebabkan se-
otak yang luas akibat besarnya pembuluh seorang dapat berdiri tegak di tengah, perge
darah yang tersumbat pada stroke iskemik rakan bola mata yang seiring dan seirama
atau besarnya hematoma seperti atau stroke saat melirik ke arah manapun, ekspresi wajah
hemoragik. Hal ini menyebabkan pasien bisa yang sama kuatnya saat pasien berbicara atau
mengalami penurunan kesadaran hingga tersenyum, dan sebagainya.
koma. Pada perdarahan subaraknoid pasien
Oleh karena itu, setiap hal yang tidak simetris
didahului dengan sakit kepala hebat yang be-
harus dicurigai sebagai adanya kelainan di satu
lum pernah dialami sebelumnya.
sisi. Adanya defisit neurologis fokal, seperti
Pada onset akut akibat kejang, gejalanya bicara cadel, wajah terlihat mencong, berjalan
biasanya khas berupa pergerakan abnor miring ke satu sisi, atau penglihatan dobel
mal tubuh baik sebagian atau kedua sisi tu- (diplopia) menunjukkan lesi di satu sisi/bagian
buh sekaligus secara involunter yang tidak otak Demikian pula jika seseorang dilaporkan
dapat dihentikan oleh pasien. Kejang dapat kejang dengan pergerakan pada hanya satu
didahului dengan aura, seperti halusinasi, sisi tubuh atau wajah tertarik ke satu sisi akan
terlihat bingung, mengecap-ngecap, atau dianggap sebagai suatu lesi fokal.
sensasi aneh di epigastrium. Kalaupun ke
Sebaliknya jika bersifat difus, kelainan justru
jang berlangsung lama hingga hitungan jam,
akan bersifat simetris. Misalnya pada kejang
maka pasien biasanya akan mengalami penu
akan terlihat pergerakan pada kedua tangan
runan kesadaran setelah kejang. Harus dibeda-
dan Itakinya sekaligus, yang disebut sebagai ke
kan juga dengan malingering pada gangguan
jang umum. Kelainan yang difus biasanya lebih
psikiatri, yang biasanya serangan selalu ter
menyebabkan penurunan kesadaran tanpa
jadi saat ada orang lain yang memerhatikan,
adanya defisit fokal, seperti gangguan meta-
tidak pernah saat pasien sedang sendirian,
bolik (syok hipovolemik, hiper/hipoglikemia,
serta terdapat stresor sebelumnya. Pada onset
hiper/hiponatremia, dan sebagainya) yang
yang subakut (berjam-jam hingga harian) ter
mengganggu kerja otak secara keseluruhan.
jadi pada reaksi inflamasi (meningitis, abses
serebri, sindrom Guillain Barre) yang biasa Terakhir, dalam anamnesis sudah harus
nya didahului oleh demam. Onset yang lebih dapat diperkirakan, sistem SSP bagian mana
kronik mengarah kepada neoplasma. Anam yang terkena. Secara umum, sistem saraf ter-
6
Pendekatan Klinis Gangguan Neurologis
bagi dalam 4 area kerja yang berbeda, yaitu: nesis kekuatan ekstremitas yang mengalami
sistem saraf perifer, medula spinalis, intrakra- kelemahan. ]ika kekuatan tangan sama dengan
nial fossa posterior (termasuk batang otak), kaki, maka dipikirkan lesi di daerah subkorteks
dan hemisferserebri (Gambar 1]. Hal ini sangat akibat berkumpulnya jaras motorik dari da
penting, sebagaimana seorang internis yang erah tangan dan kaki. Namun jika kekuatan
tidak mengetahui organ tubuh pasien yang tangan dan kaki ada yang lebih dominan, ke-
terganggu, apakah di paru, lambung, atau mungldnan lesi di korteks motorik, sesuai
ginjal, sehingga tidak dapat ditentukan di dengan homonkulus perbedaan area eks
agnosis dan tata laksananya. tremitas atas dan bawah. Hal ini ditunjang
dengan adanya kejang akan lebih sesuai untuk
Gejala di intrakranial dapat berupa gang
lesi di daerah korteks.
guan di hemisfer serebri atau fossa posterior,
Daerah fossa posterior yang terdiri dari Gejala akibat gangguan di sistem saraf peri-
serebelum dan batang otak sangat khas. fer dan medula spinalis biasanya berupa
Serebelum merupakan pusat keseimbangan, kelemahan dan gangguan sensasi di anggota
sehingga akan muncul keluhan seperti pusing gerak tertentu. Gangguan di sistem ini tidak
berputar (vertigo) atau sensasi bergoyang akan menyebabkan keluhan sakit kepala
( dizziness). Pada pasien dengan gangguan atau nervus kranialis yang menunjukkan ke
batang otak dapat muncul keluhan dari saraf- luhan berasal dari kelainan di intrakranial.
saraf kranialis seperti diplopia, disfagia, atau Gangguan pada medula spinalis bisa disertai
disartria, Kesemua ini sangat berbeda dengan nyeri lokal atau menjalar di area yang ter
gejala di hemisfer serebri yang biasanya di- ganggu, atau gangguan berkemih dan buang
dominasi dengan nyeri kepala, kelemahan tu air besar. Adapun lesi di ssaraf perifer dapat
buh sesisi, atau gangguan fungsi kognitif. menyebabkan paresis yang fokal, misalnya
pada 1 ekstremitas atau area otot tertentu.
Daerah hemisfer serebri dapat disebabkan
Anamnesis khusus selengkapnya dapat di-
oleh lesi di daerah korteks dan subkorteks.
lihat pada Bab Saraf Tepi.
Hal ini dapat dibedakan berdasarkan anam
7
Buku Ajar Neurologi
8
Pendekatcm Klinis Gangguan Neurologis
tor risiko vaskular terhadap organ tar dalamnya distribusi dan karakteristik
get lain. Misalnya pada pasien stroke nyeri seperti hiperalgesia dan alodinia.
dengan hipertensi, perlu diketahui ke- Untuk menilai tingkat baal dan tingkat
lainan pada jantung, ginjal, dan retina. nyeri dapat menggunakan Visual Ana
Pada pasien trauma, perlu diperiksa logue Scale (VAS] 0-10 dan dilaporkan
kemungkinan trauma di organ lain. per regio yang mengalami baal/nyeri.
Demikian pula pasien neoplasma dan e. Pemeriksaan otonom, seperti adakah
infeksi, sesuai dengan patogenesisnya inkontinensia/retensio uri et alvi, gang
masing-masing. guan ereksi/ejakulasi terkait neurologi,
2. Pemeriksaan Fisik Neurologis Dasar hipo/hiperhidrosis, dan berbagai sin-
a. Pemeriksaan kesadaran secara kualita- drom defisit otonom lainnya.
tif (kompos mentis, delirium, somnolen, f. Pemeriksaan keseimbangan dan koor-
sopor, atau koma], dan kuantitatif meng- dinasi otot.
gunakan Skala Koma Glasgow (SKG) dan g. Pemeriksaan fungsi luhur, setidaknya
atau Four Score (baca topik Penurunan skrining menggunakan MMSE, Mini Cog,
Kesadaran]. MoCA INA, atau perangkat penapisan
a. Pemeriksaan pupil yang mendeskrip- fungsi luhur lainnya.
sikan bentuk, isokoria/anisokoria, di
ameter pupil mata kanan dan kiri, serta Setelah anamnesis dan pemeriksaan fisik,
bagaimana reaksinya terhadap cahaya dapat dibuat diagnosis kerja dengan bebe-
langsung dan tak langsung (baca topik rapa diagnosis banding yang bersifat umum
Penurunan Kesadaran]. yang akan jadi acuan pemeriksaan langkah-
b. Pemeriksaan nervus kranialis I sampai langkah selanjutnya, Pemeriksaan penun-
XII. Pada pasien tidak sadar, dapat di- jang termasuk laboratorium dan radiologi,
gantikan pemeriksaan refleks-refieks serta penunjang lain yang akan dijelaskan
batang otak. di bab-bab selanjutnya dari buku ini, dilaku-
kan secara prioritas bergantung pada arah
c. Pemeriksaan motorik lengkap meliputi
diagnosis tersebut. Baru kemudian ber-
kekuatan otot dengan skala 0-5, trofi,
dasarkan hasil-hasil penunjang, dibuat diag
tonus, refleks fisiologis tendon dalam,
nosis kerja yang lebih akurat dan diagnosis
dan refleks patologis. Dijelaskan pula
banding (jika masih dipertimbangkan] yang
pola distribusi paresisnya, misal hemi-
lebih khusus. Kadang pemeriksaan penun
paresis, tetra/paraparesis, paresis mio-
jang yang dibutuhkan tidak dapat dilakukan
tom/otot tertentu.
secara lengkap, namun perkiraan diagnosis
d. Pemeriksaan sensorik lengkap beserta tetap diupayakan untuk dibuat.
pola distribusi lesinya (misalnya hemi-
hipestesi, hipestesi setinggi dermatom DIAGNOSIS NEUROLOGIS
medula spinalis tertentu, hipestesi pada Khusus bidang neurologi, dibuat analisis lebih
dermatom saraf tertentu, hipestesi pola lanjutdari diagnosis yang dibuat, yaitu diagno
sarung tangan & kald]. Termasuk di
sis berdasarkan aspek klinis, topis, patologis,
9
Baku Ajar Neurologi
dan etiologis. Analisis ini penting untuk men- 2. Diagnosis (Aspek) Topis
jaga pola berpikir khas neurologis yang akan Merupakan perldraan lokasi lesi atau topis
memudahkan penentuan tata laksana beri- paling mungkin berdasarkan temuan pada
kutnya. Walaupun biasanya keempat diagno diagnosis klinis. Dugaan ini dibuat ber
sis tersebut hanya ditulis untuk kepentingan dasarkan neuroanatomi dan fisiologi, suatu
akademik, namun analisisnya harus menjadi analisis secara neurologis yang dibuat tanpa
bagian dari manajemen pasien sehari-hari melihat pemeriksaan radiologis dan peme
dengan prinsip seperti pada Gambar 2. riksaan penunjang lainnya. Pemeriksaan
radiologis dapat membuktikan diagnosis
X. Diagnosis (Aspek) Klinis
topis dan pemeriksaan penunjang lainnya
Berisi semua gejala klinis yang ditemukan
dalam menggambarkan kondisi pasien se
dari anamnesis dan pemeriksaan fisik. Di-
cara lebih tepat.
tuiis secara sistematis mulai dari keluhan
utama dan keluhan lain, lalu dilanjutkan Penentuan diagnosis topis sejak awal
dengan pemeriksaan neurologis beruru- juga akan membantu menentukan diag
tan dari paresis nervus kranialis dan defisit nosis kerja, bahwa lesi di daerah tertentu
lainnya. Hal ini dimaksudkan agar semua biasanya disebabkan oleh patologis ter
gejala klinis dapat ditulis lengkap, oleh tentu. Misalnya, sakit kepala yang disertai
karena diagnosis klinis akan berdampak gangguan lapang pandang hemianopia
menentukan diagnosis topis selanjutnya. bitemporal merupakan gajala khas di
daerah sella yang biasanya akibat tumor
Misal pasien dengan tumor di serebe-
sella, seperti adenoma hipofisis. Diplopia
lum akan mengalami gejala sakit kepala
akibat paresis N. VI disertai paresis N.
yang l<ronik progresif dan vertigo, tanpa
VII perifer sisi yang sama, tanpa adanya
lateralisasi atau defisit neurologis lainnya.
gejala lain, menunjukkan topis berupa
Jika pada diagnosis klinis tidalc ditulis
lesi kecil di daerah pons yang umumnya
vertigo, hanya sakit kepala yang kronik
disebabkan oleh stroke.
progresif, maka tidak dapat ditentukan
secara spesifik lokasi lesinya. 3. Diagnosis (Aspek) Patologis
Analisis ini biasanya ditentukan dari
Contoh lain pasien dengan stroke hemor-
gambaran patologi anatomi. Namun, oleh
agik dapat mempunyai diagnosis klinis:
karena pemeriksaan Ini tidak memung-
sakit kepala, riwayat penurunan kesadaran,
kinkan dilakukan pada semua pasien,
paresis nervus VII dan XII sentral dekstra,
maka diagnosis patologi dapat berdasar
serta hemiparesis delcstra. Gejala Minis
kan pengetahuan secara teoritis maupun
yang sudah dibuktikan dengan pemerik
bukti ilmiah terhadap kasus-kasus umum,
saan fisik maka cukup ditulis hasil peme
dengan membayangkan gambaran jika
riksaan fisiknya saja. Misal: keluhan bicara
lesi topis itu dilakukan analisis patologi.
pelo yang sudah dibuktikan dengan adanya
paresis N. XII, tidak perlu ditulis disartria Sebagai contoh, pada kasus tumor in-
lagi. trakranial dengan gejala klinis hemiano-
10
Pendekatan Klinis Gangguan Neurologis
I II 111 IV
pia bitemporal dan gangguan endokrin, Pada infeksi intrakranial, diagnosis etiolo
maka diagnosis patologis yang dapat gis adalah dugaan presumtif kuman penye-
dipikirkan adalah adenoma hipofisis. bab yang dapat dibuktikan dengan hasil
Pemeriksaan penunjang berupa MRI ada- kultur. Misal pada meningitis TB etiologis-
nya dumbell-shape pada daerah sella juga nya adalah M. tuberkulosis, pada ensefali-
dapat membantu menentukan diagnosis tis toksoplasma etiologisnya toksoplasma
patologi, mesldpun belum dilakukan biopsi. gondii, dan pada multipel sklerosis berupa
Contoh lain, pada kasus stroke iskemik, autoimun.
maka diagnosis patologinya adalah infark
Diagnosis klinis, topis, etiologi, dan patolo
parenkim otak, meningitis yaitu inflamasi,
gi harus saling berkesinambungan. Penu-
dan multipel sklerosis berupa demielinisasi.
lisan keempat diagnosis tersebut murni
4. Diagnosis (Aspek) Etiologis berdasarkan gejala klinis, dan hasil analisis
Menganalisis proses patofisiologi me- topis, etiologis, dan patologis, tanpa men-
kanisme yang mendasari kelainan pada cantumkan nama penyakit Jadi tidak akan
sistem saraf yang terlibat, yaitu proses ada kata 'stroke, meningitis, atau ensefali-
penyakit yang berkontribusi menimbul- tis' di dalam keempat diagnosis itu. Nama-
kan gejala dan tanda klinis. Sebagai contoh, nama penyaldt atau sindrom tersebut akan
pada stroke iskemik dengan klinis hemi- disebutkan secara terpisah dalam diagno
paresis dektra mendadak dan muncul sis kerja, yang akan menjadi dasar untuk
saat istirahat, maka dipikirkan diagnosis merencanakan pemeriksaan penunjang
etiologinya adalah sumbatan trombus. dan tata laksana selanjutnya.
Contoh lain pada tumor intrakranial
Diagnosis topis memuat lokasi anatomi
dengan klinis penurunan kesadaran dan
yang terlibat pada suatu penyakit sehingga
hemiparesis dekstra, maka dipikirkan
menyebabkan munculnya gejala dan tanda
diagnosis etiologi yakni proses desak
klinis tertentu. Dengan demikian, diagnosis
ruang akibat tumor dan edema.
11
Buku Ajar Neurologi
topis berkorelasi dengan diagnosis klinis. Pada pasien dengan keluhan utama mulut
Diagnosis topis membantu menentukan di mencong akibat paresis nervus fasialis
agnosis banding dan merencanakan peme- perifer, jika diduga sebagai kasus Bell's
riksaan penunjang. Sebagai contoh, adanya palsy maka diagnosis kerjanya yakni pa
klinis paraparesis UMN dengan hipestesi resis nervus fasialis perifer ec Bell's palsy .
setinggi umbilikus ke bawah, maka diagno Pada kasus ini, paresis nervus fasialis di-
sis topis yang dipikirkan adalah meduia masukkan dalam diagnosis kerja karena
spinalis segmen torakal 10. Dengan adanya merupakan keluhan utama dan menjadi
klinis tersebut, tentunya tidak akan dipikir tujuan utama tata laksana penyakit ini.
kan lesi intrakranial atau saraf perifer seperti b. Gejala dan tanda klinis yang memerlu-
radikulopati atau neuropati. Implikasinya, kan pemantauan khusus dalam terapi
klinisi akan merencanakan MRI torakal Contoh pada pasien sebelumnya dengan
dan somatosensory evoked potential (SSEP), stroke hemoragik, gejala yang perlu di-
dibandingkan MRI kepala atau konduksi Iakukan pemantauan adalah penurunan
hantar saraf (KHS) dan elektromiografi (EMGj. kesadaran. Adapun gejala paresis N. VII
dan N. XII sentral kanan, dan hemipa
DIAGNOSIS KERJA resis kanan bukan merupakan target
Pada akirnya klinisi harus membuat diagnosis pemantauan khusus, karena akan ikut
kerja. Formulanya adalah memuat gejala dan membaik seiring dengan tata laksana
tanda klinis serta nama penyakit Namun hal stroke hemoragik sebagai penyebabnya.
yang perlu ditekankan, tid ak seluruh gejala
dan tanda penyakit dituliskan dalam Oleh karena pada dasarnya diagnosis ker
ja berfungsi sebagai penentu terapi, maka
diagnosis kerja.
gejala klinis yang ditulis bersifat fleksibel
Pada prinsipnya, gejala dan tanda yang sesuai dengan perjalanan penyakit pasien.
perlu dicantumkan adalah: Misal jika selama perawatan pasien stroke
a. Gejala dan tanda klinis yang menjadi ke- hemoragik tersebut merasakan sakit ke
luhan utama atau bersifat kegawatdaru- pala setelah perbaikan kesadaran, maka
ratan diagnosis kerja berubah menjadi sefalgia
Sebagai contoh pada stroke hemoragik ec stroke hemoragik. Oleh karena sefalgia
dengan manifestasi penurunan kesadaran, itu merupakan gejala yang dikeluhkan
paresis N. VII dan N. XII sentral kanan, dan pasien dan dapat menjadi indikator tata
hemiparesis kanan, maka dalam diagnosis laksana peningkatan tekanan intrakranial.
kerja cukup dituliskan penurunan kesada
Berikut ini diberikan beberapa contoh ske-
ran et causa (ec] stroke hemoragik. Dalam
nario klinis dan cara penulisan diagnosis
hal ini, penurunan kesadaran merupakan
klinis, topis, etiologi, patologi dan diagnosis
klinis yang membutuhkan tata laksana
kerja (label 1)
kegawatdaruratan.
12
Tabel 1. Skenario Klinik dan Penullsan Diagnosis
Diagnosis Diagnosis Diagnosis Diagnosis Diagnosis
Skenario Klinik Klinis Etiologi Patologi Kerja
Topis
Laki-laki 25 tahun masuk dengan penurunan kesadaran 4 jam Penurunan kesada Epidural di Lesi desak Hematoma EDH trauma-
sebelum masuk rumah sakit (SMRS) pasca-kecelakaan lalu ran dan hemipare regio frontal ruang akibat pada epi tik dengan
Iintas. Pasien sempat sadar, kesan lucid interval. Pemeriksaan sis sinistra atau temporal perdarahan dural penurunan
fisik ditemukan SKG E2M5 V3 dan hemiparesis sinistra. dekstra epidural kesadaran
■l'i.r ‘[ill'll.HI i-dH'.-i |. Ii-ll.i ■"■ i. ■.iiil-i ■iN P I'Ll' ! .■ l V-.'l l-.'i i Mehingo- - i
idar'.iii i-u n ilr.r- ■■ i ' i r.i-K:- i >.: ■
. i- ■Mil ■■! ■;=■!'■ ....... . = -n ■i! U f a ’ p'lii.l L'l"!! ensoKilitts
ib l.it ■hllMl'l li HI s-'ili’;: I.:- 1 i i'i ■1 j' !. ■x' i■=.!.[< \ni--.i- m> -r TB dengan
H poin. n i'ji. !' '-.I i ; ■ . ■ ■ -m' ■■ =■■'. =■ .1 n v, pesuirunan
Kd'-ln1- . ! .. =1.1.: S.i'ii v:; .i ! kesadatvm
Laki-laki 31 tahun dibawa ke poiildinik dengan keluhan rasa Disekuilibrium, nyeri Sudut serebelo- Lesi desak Neuroma Tumor CPA
bergoyang sejak 1 bulan SMRS yang hanya timbul saat berja- kepala sekunder, pontin ruang tumor akustik dengan
lan. Sejak 2 tahun pasien mengeiuh gangguan pendengaran ataksia serebelar, [cerebellopon dan edema diseltuilibrium,
diikuti nyeri kepala yang memberat. Pada pemeriksaan fisik tremor intensi, lesi tine an glej nyeri kepala
ditemukan ataksia serebelar, tremor intensi, lesi nervus Vl-3 nervus Vl-3 kanan, CPA) selamder dan
kanan, serta tuli sensori neural kanan. dan tuli sensori tuli sensori
neural kanan. neural
L/ib-bb 5.: 1 1 ■'> ■:■■i ..................!.!■! ■> ......I'!'."- 1■ !■ "I,' I- ■ fi! 11! 1!''■IL.l j 1 !ni.., t Stroke
‘Mlii ■■!. d.llr; i- -i '■' .■ k . =' -■'*! ' ■ o. li.ii.ihu-- -! l!.! ■' iskem'ik
i;ip-.ri ■■IJ'.I l i . "1 ! ■•=. ■=i ■ 1 ■■■■■'
• a'!; .! i] ■ il=.:: : i "■ m > ■ ■■■■ ■ ■■■■ -! .: ■
1■■! u.'l.u! ■I - ■■ ■■■ ;.i-' : ‘ ■■= -k-i ■ij
Perempuan 20 tahun dibawa ke IGD dengan kejang beru- Status epileptikus Lobus temporal Peningkatan sklerosis Epilepsi lobus
lang sejak 3 jam SMRS. Kejang berupa kelojotan seluruh dengan bangkitan aktivitas hipokampus temporal
tubuh dan sebelumnya tampak bibir mengecap-ngecap, secondary gen eral listrik otak dengan status
14
Pendekatan Klinis Gangguan Neurologis
10. Paresis m. levator sulci nasolabialis kanan. sindroma fraktur basis kranii, paresis
11. Paresis m. Frontalis kanan. N.VII kanan perifer traumatik House
Brackmann 3 (lebih baik dari hanya
12. Paresis m. Orbikularis okuli kanan.
dituliskan tanpa keterangan tingkat
13. Paresis m. Orbikularis oris kanan.
keparahan penyakit). Klasifikasi House-
Brackmann dapat dilihat pada Topik
Poin 10-13 ini dapat dikelompokkan dalam Komplikasi Pascacedera Kepala.
sindrom paresis N. VII perifer, sehingga cukup
2. Diagnosis topis: korteks dorsolateral pre
dituliskan dalam diagnosis klinis sebagai
frontal, korteks orbitoffontal (lebih spesi-
paresis N. VII perifer kanan. Meskipun pa
fik dari hanya dituliskan lobus frontal, akan
resis N. VII perifer kanan yang terjadi dapat
lebih baik]; basis kranii fossa anterior dan
merupakan bagian dari sindroma frak-
os petrosus (lebih spesifik dari hanya ditu
tur basis kranii di atas yang berhubungan
liskan basis kranii, akan lebih baik]; N.VII
dengan fraktur os petrosus, namun karena
kanan (sementara tak mengapa menulis
sangat mungkin ada dd/ topis segmen N.
kan N. VII kanan saja, setelah pemeriksaan
Fasialis lain (selanjutnya akan dilakukan
penunjang perlu disempurnakan menjadi
pemeriksaan fisik dan penunjang memasti-
segmen manakah dari N.VII yang terkena:
kan topis segmen N. VII ini], maka lebih baik
intrakranial, meatal, labirin, timpanik,
dipisah dituliskan paresis N. VII perifer kanan
mastoid, atau ekstratemporal].
traumatik ini dari sindrom fraktur basis kranii
os petrosus, kecuali pemeriksa/akademisi su- 3. Diagnosis patologi: kemungkinan sebelum
dah berkeyakinan dari pemeriksaan lanjutan adanya pemeriksaan penunjang adalah:
bahwa memang yang paling tepat menjelas- kontusio (tidak mungkin komosio], axonal
kan amnesia pada pasien adalah semata-mata injury "baik di lobus frontal maupun N. VII",
terkait fraktur os petrosus. Lengkapi paresis dan fraktur (untuk area basis kranii].
n. VII perifer kanan ini dengan keterangan 4. Diagnosis etiologi: trauma.
tingkat keparahannya (dalam hal ini terdapat
keterangan skala House Braclonann 3]. DAFTAR PUSTAKA
1. Aninditha T, Estiasari R, Octaviana F. Pemeriksaan
Maka menuliskan 4 dimensi diagnosis pada sistem saraf. Dalam: Sedati S, Naffialdi, Alwi 1, Fahrial
pasien ini yang baik adalah sebagai berikut: AS, Simadibrata M, editor. Panduan sistematis untulc
diagnosis fisik: anamnesis dan pemeriksaan fisis
1. Diagnosis klinis: sindroma lobus fron komprehensif. Jakarta: Interna Publishing; 2013.
tal, amnesia anterograd dan retrograd, 2. Ropper AH, Brown RH. Adams and Victor’s.prin
ciples of neurologi, Edisi ke-8. New York: Mc-
Graw Hill; 2005.
15
PEMURUNAM KESADARAN
16
Penurunan Kesadaran
Penurunan kesadaran dapat dibagi ber- Penurunan kesadaran juga dapat disebab
dasarkan etiologi, lokasi, dan karakteristik kan oleh lesi kompresi dan lesi destruksi.
lesx. Berdasarkan etiologi, penurunan ke Penurunan kesadaran akibat lesi kompresi,
sadaran dapat disebabkan oleh kelainan yaitu: 1) lesi secara langsungmengakibatkan
struktural (lesi diskret pada bagian atas distorsi ARAS; 2} lesi menyebabkan pening-
batang otak dan bagian bawah diensefalon katan tekanan intrakranial secara difus se-
atau lesi yang mengenai kedua hemisfer) hingga mengakibatkan terganggunya aliran
dan kelainan metabolik (yang mengakibat- darah ke otak; 3) lesi menyebabkan iskemia
kan gangguan aktivitas neuron). Berdasar lokal; 4) lesi menyebabkan edema otak; dan
kan lokasi lesi, penurunan kesadaran dapat 5) lesi menyebabkan herniasi. Contoh lesi
terjadi akibat: a) lesi difus kedua hemisfer; kompresi adalah tumor, hematoma, dan
b) yang bisa diakibatkan oleh kelainan me abses. Lesi kompresi umumnya hanya m e
tabolik; c) lesi di diensefalon atau hipota- ngenai satu bagian korteks atau substansia
lamus di mesensefaion (midbrain) atas; d) alba, namun seringkali menyebabkan keru-
pons atas seperti pada emboli diarteri basi sakan struktur yang lebih dalam. Kerusakan
lar; dan e) pons (Gambar 2). struktural ini umumnya diakibatkan oleh
17
Buku Ajar Neurologi
pergeseran salah satu atau beberapa bagian gangguan metabolik, infeksi, dan trauma.
otak akibat efek desak ruang. Pergesaran ini
Ketidakseimbangan alttivitas metabolik pada
mengakibatkan hernias! dan kompresi pada
neuron di korteks serebral dan nukleus sen-
mesensefaion dan RAS.
tral di otak merupakan salah satu jenis gang
Sementara itu, penurunan kesadaran pada guan yang dapat mengakibatkan penurunan
lesi destruksi disebabkan oleh kerusakan kesadaran. Etiologinya dapat berupa hipok-
langsung struktur RAS, seperti lesi pada di- sia, iskemia global, hipoglikemia, kondisi hip
ensefalon atau batang otak yang bilateral, atau er- dan hipo-osmolar, asidosis, alkalosis, hi-
dapat juga fokal namun mengenai mesense pokalemia, hiperamonemia, hiperkalsemia,
faion atau kaudal diensefalon. Lesi destruksi hiperkarbia, intoksikasi obat, dan defisiensi
kortikal dan subkortikal harus bersifat bila vitamin. Penurunan kesadaran tersebut dise
teral dan difus untuk dapat mengakibatkan babkan oleh reduksi metabolisme akibat
penurunan kesadaran, misalnya lesi akibat menurunnya aliran darah ke otak.
18
Penurunan Kesadaran
Sebagai contoh, dalam kasus iskemia, pe edema neuron dan hilangnya kalium klorida
nurunan akut aliran darah ke otak hingga intrasel. Beberapa jenis obat seperti sebagian
25mL/menit/100g jaringan otak (nilai besar obat anestesi, alkohol, opiat, barbiturat,
normal: 55mL/menit/100g jaringan otak] fenitoin, antidepresan, dan benzodiazepin
akan mengakibatkan perlambatan gelom- dapat menginduksi koma karena obat-obat
bang elelctroensefalografi (EEG), sinkop, tersebut berkerja langsung pada membran
atau penurunan kesadaran. Sementara itu, neuron serebrum, RAS, atau neurotransmiter
penurunan aliran darah hingga 12-15mL/ dan reseptornya.
menit/lOOg jaringan otak dapat mengaki
Sebagian besar koma akibat toksin dan pe-
batkan electrocerebral silence, koma, dan
nyakit metabolik umumnya akan melewati
perlambatan proses metabolik neuron serta
beberapa tahapan penurunan kesadaran
fungsi sinaps. Neuron tidak akan bertahan
yang dimulai dari drowsiness, confusion, dan
jika aliran darah otak berkurang di bawah
stupor, namun tiap penyakit memiliki mani-
8-10mL/menit/100g, Berkurangnya aliran
festasi klinis yang khas. Perbedaan mani-
darah ke otak sebanding dengan penurunan
festasi klinis ini diduga berhubungan dengan
kecepatan metabolik sel-sel otak.
mekanisme dan lokus yang terkena efek
Pada kasus koma, penyebab koma seperti gangguan metabolik.
toksin metabolik endogen tidak selalu dapat
Pada pasien dengan epilepsi dengan bang-
teridentifikasi. Pada pasien dengan diabetes,
kitan fokal, umumnya tidak akan menye
badan keton (asam asetoasetat, asam beta-
babkan hilangnya kesadaran, kecuali bang-
hidroksibutirat, dan aseton) dapat terde-
kitan kejang menyebar dari satu hemisfer ke
teksi dalam konsentrasi yang tinggi. Pada
hemisfer lainnya. Sementara itu, pada bang-
pasien dengan uremia dapat ditemukan
kitan umum (kesadaran menurun sejak awal
akumulasi molekul toksin yang terdialisasi,
kejang], sumber bangkitan diduga berasal
seperti derivat fenol yang merupakan bagian
dari diensefalon. Penurunan kesadaran pada
dari asam amino aromatik. Pada pasien
kasus infeksi intrakranial terjadi karena lesi
dengan koma hepatik, peningkatan lcadar
yang difus pada seluruh hemisfer baik aki
amonia lima sampai 6 kali di atas normal
bat inflamasi maupun edema yang disebab-
berhubungan dengan peningkatan risiko
kannya. Pada cedera kepala tumpul, getaran
mengalami koma. Pasien dengan asidosis
yang terjadi akibat benturan pada tengkorak
laktat juga berisiko mengalami penurunan
akan ditransmisikan ke otak sehingga meng
kesadaran jika pH darah arteri kurang dari
akibatkan kerusakan jaringan otak Beberapa
7. Sementara itu, penurunan kesadaran
benturan bahkan mengakibatkan gerakan ro-
pada pasien dengan insufisiensi pulmoner
tasi pada hemisfer di sekitar medula oblongata
dihubungkan dengan kondisi hiperkapnia.
bagian atas, sehingga dapat menyebabkan
Pada pasien dengan hiponatremia (kadar hilangnya kesadaran. Sementara itu cedera
Na<120 meq/L] akibat penyebab apapun, kepala tajam dapat mengakibatkan hilangnya
terjadi penurunan kesadaran akibat per- kesadaran jika mengenai diensefalon dan
pindahan molekul air yang menyebabkan medula oblongata bagian atas.
19
Buku Ajar Neurologi
Secara umum teori ARAS masih berlaku contohnya pasien dengan intoksikasi/over-
untuk kesadaran secara umum. Namun dosis zat A dengan zat B dapat berbeda pro-
dengan semakin detilnya topografi sistem fil klinis kesadarannya dalam hal menang
saraf karena teknologi pencitraan otak mu- gapi ragam stimulus yang spesifik. Walau
takhir, kini dikenal teori neural correlates demikian, penelitian yang dilakukan Koch
o f consciousness (NCC) sebagai susunan dan Tononi belum sampai pada evaluasi
sistem saraf yang bertanggungjawab pada pasien koma karena berbagai keterbatasan
kesadaran. Pada teori NCC dianut bahwa teknis penelitian.
kesadaran adalah suatu kondisi seseorang
mampu menanggapi stimulus yang adekuat. GEJALA DAN TANDA KLINIS
Stimulus dari lingkungan yang bervariasi Anamnesis merupakan hal terpenting yang
ini memiliki sirkuit yang menerima sampai harus dilakukan terhadap semua riwayat
menanggapinya sendiri, sehingga mampu penurunan kesadaran. Secara klinis, ke
menjelaskan pasien penurunan kesadaran sadaran dapat dinilai berdasarkan respons
hingga tingkat koma menurut pemeriksaan pasien terhadap pemeriksanya di sisi tempat
CCS sama sekali tidak menanggapi stimulus tidur. Namun pada pasien dengan penu
tertentu namun masih mampu merespons runan kesadaran, anamnesis hanya dapat
stimulus lainnya. Koch dan Tononi menye- dilakukan pada orang lain yang menge-
butkan hal ini sebagai content-specific NCC. tahui gejala dan riwayat penyakit pasien.
Teori ini menjelaskan bahwa kesadaran Jika tanpa riwayat penyakit sebelumnya,
bukanlah semata-mata berkaitan dengan penurunan kesadaran tiba-tiba umumnya
ARAS dan korteks hemisfer bilateral namun disebabkan oleh keracunan obat, perdara-
jauh lebih kompleks dari itu. Terdapat re- han subaraknoid, atau trauma kepala. Pada
lasi antara batang otak, struktur subkortikal pasien lansia, penurunan kesadaran yang
dan kortikal tertentu pada spesifik konten tiba-tiba seringkali terjadi akibat perdarah-
kesadaran, terutama berbagai struktur jeja- an serebral atau infark. Lesi kompresi pada
ring pusat di frontoparietal bilateral. kasus penurunan kesadaran seringkali ber-
hubungan dengan trauma (perdarahan epi
Dalam pembahasan content-specific NCC,
dural). Gejala yang sering dikeluhkan pasien
dijelaskan bahwa sekelompok neuron di-
adalah nyeri kepala yang semakin lama se
mungldnkan memiliki perbedaan daya re-
makin memberat.
sistensi terhadap suatu pajanan zat yang
neurotoksik atau mempengaruhi kesadaran Onset penurunan kesadaran yang gradual
secara umum. Teori ini ke depannya men- merupakan ciri khas kasus penurunan ke
jadi landasan untuk membantu memahami sadaran yang diakibatkan oleh gangguan
fenomena yang dijumpai pada beberapa metabolik. Jika terdapat riwayat depresi atau
pasien yang dalam pengaruh anestesi umum kelainan psikiatri lainnya bisa diakibatkan
masih dapat menanggapi stimulus spesifik oleh intoksikasi obat. Pasien dengan riwayat
tertentu. Termasuk menjelaskan kemung- penyakit diabetes melitus, gagal ginjal, pe
kinan perbedaan klinis respons stimulus nyakit jantung, atau penyakit kronik lainnya
spesifik pada suatu ensefalopati metabolik, seringkali mengalami penurunan kesada-
20
Pernrunan Kesadaran
ran akibat gangguan metabolik atau infark pons bilateral; d) Master dan ataxic , pada
batang otak. Riwayat gejala kelemahan tubuh pasien lesi di pontomedullary junction ; dan
atau gangguan sensoris unilateral atau dip- e) apneu, pada lesi di medula sisi ventrola
lopia umumnya mengarahkan lesi pada se- teral bilateral.
rebral atau batang otak.
Pemeriksaan circulation berfungsi untuk
K e m u n g k in an p en y e b a b p e n u ru n a n k e memastikan ada atau tidaknya hubungan
s a d a r a n b e r d a s a r k a n a n a m n e s is penurunan kesadaran pada pasien dengan
1. Penurunan kesadaran yang tiba-tiba perfusi darah ke jaringan. Pemeriksaan ini
disertai defisit neurologis adalah khas dilakukan dengan melihat warna kulit pasien;
akibat gangguan vaskular, seperti stroke sianosis merupakan tanda kekurangan oksi-
atau perdarahan subaraknoid. Jika ter- gen, kemerahan ( cherry red color) merupa
dapat riwayat trauma dapat dicurigai kan indikasi adanya intoksikasi gas karbon
perdarahan intrase rebral. monoksida, dan sebagainya. Pemeriksaan
2. Penurunan kesadaran yang gradual oksigenasi yang lebih akurat dapat dilaku
(dalam hitungan beberapa hari hingga kan dengan menggunakan pulse oximetry di
beberapa minggu atau lebih) sering- ujungjari pasien.
kali disebabkan oleh tumor, abses, atau Pemeriksaan fisik umum dilakukan setelah
perdarahan subdural kronik. yakin pasien telah dalam kondisi stabil (dari
3. Penurunan kesadaran yang didahului segi airway, breathing, dan circulation), untuk
oleh acute confusional state atau delirium, mencari tanda dan gejala kemungkinan pe
tanpa tanda dan gejala lateralisasi, ke nyebab terjadinya penurunan kesadaran.
mungkinan besar disebabkan oleh ke-
1. T e k a n a n D a ra h
lainan metabolik atau infeksi (meningitis
Tekanan darah yang tinggi pada penu
atau ensefalitis).
runan kesadaran umumnya berhubungan
dengan peningkatan tekanan intrakranial,
Pemeriksaan ini harus dilakukan pertama
seperti perdarahan intraserebral atau lesi
kali sebelum melakukan pemeriksaan lain-
desak ruang. Namun, peningkatan ini bisa
nya. Pemeriksaan airway berfungsi untuk
jadi merupakan suatu konsekuensi dari
memastikan jalan napas pasien terbuka,
proses lain yang menjadi penyebab penu
sedangkan breathing untuk menilai per-
runan kesadaran.
napasan spontan dan pola pernapasan
pasien, Pola pernapasan dapat menjadi 2 . Suhu
petunjuk etiologi atau topis yang menye- Hipotermia dapat ditemukan pada penu
babkan pernapasan abnormal, seperti: a] runan kesadaran akibat intoksikasi obat
Cheyne-Stokes, pada ensefalopati metabo sedatif atau etanol, hipoglikemia, ense
lik atau pada lesi yang mengganggu fungsi falopati Wernicke, atau ensefalopati
otak depan atau diensefalon; b) hiperven- hepatikum. Hipertermia umumnya akibat
tilasi neurogenik sentral, pada ensefalopati stroke, status epileptikus, intoksikasi obat
metabolik; c) apneusis, pada pasien lesi di anestesi, intoksikasi obat antikolinergik,
21
Buku Ajar Neurologi
perdarahan pontin, atau lesi pada hipo- miliki riwayat penyalahgunaan obat,
talamus. keringat yang berlebihan dapat menjadi
tanda hipoglikemia atau syok, serta kulit
3 . P e rn a p a s a n
yang sangat kering dapat menjadi tanda
Bertujuan untuk memastikan pernapasan
asidosis diabetik atau uremia. Turgor
pasien adekuat untuk memasok oksigen
kulit akan menurun pada dehidrasi. Se-
jaringan, terutama otak. Hal ini dapat
mentara itu, luka akibat tekanan atau
diketahui dengan cara menilai frekuensi dan
bula dapat menjadi tanda pasien telah
kedalaman pernapasan pasien. Frekuensi
berbaring pada satu posisi dalam waktu
pernapasan normal adalah 14-20 kali
yang cukup lama.
permenit.
P e m e rik s a a n N e u ro lo g is
4. T a n d a T ra u m a :
Pemeriksaan neurologis merupakan peme
a. Raccoon eyes, suatu ekimosis perior
riksaan utama untuk menegakkan etiologi
bital.
penurunan kesadaran. Yang penting dicari
b. Tanda Battle, suatu pembengkakan
adalah ada tidaknya tanda-tanda herniasi
dan perubahan warna pada jaringan
sebagai keadaan gawat darurat, serta defisit
yang melapisi tulang mastoid di be-
neurologis untuk menentukan lesi penyebab-
lakang telinga.
nya, yaitu fokal atau difus, dan merupakan
c. Rinorea atau otorea, merupakan suatu
lesi intrakranial atau sistemik, Pemeriksaan
kondisi ketika cairan serebrospinal
yang perlu dilakukan adalah pemeriksaan
mengalir keluar melalui hidung atau
derajat kesadaran, ukuran dan reaktivitas
telinga. Rinorea cairan serebrospinal
pupil, pergerakan bola mata, dan kekuatan
harus dibedakan dari rinorea aldbat
motorik,
penyakit lain seperti rinitis alergi.
d. Pada palpasi dapat ditemukan tanda 1 . P e m e rik s a a n D e ra ja t K e s a d a ra n
fraktur tulang tengkorak, fraktur tulang Dapat dilakukan secara kualitatif mau-
belakang, atau edema jaringan lunak pun kuantitatif, berdasarkan dua hal,
pada sisi yang mengalami trauma. yaitu: 1) besarnya stimulus yang dibutuh-
kan untuk membangunkan pasien hingga
5 . T a n d a p a d a K ulit
memberikan respons dan 2} kualitas res-
Pada inspeksi kulit dapat ditemukan
pons pasien saat terbangun.
beberapa tanda yang dapat membantu
mencari penyebab turunnya derajat ke- Jika pasien tidak berespons terhadap sti
sadaran. Selain warna kulit seperti pada mulus suara atau guncangan yang keras,
pemeriksaan circulation , adanya memar selanjutnya diberikan rangsang nyeri.
multipel pada skalp termasuk tanda Nyeri pertama dicoba pada permukaan
fraktur intrakranial, telangiekstasis dan kuku atau supraorbita atau sendi tem
hiperemia pada wajah dan konjungtiva poromandibular, pada satu sisi dahulu
dapat menjadi tanda keracunan alkohol. disusul pada sisi lainnya. Hal ini dilakukan
Adanya jejak bekas suntikan pada kulit untuk menilai kemungkinan lateralisasi
dapat ditemukan pada pasien yang me- respons motorik. Jika tidak berespons,
22
Penurunan Kesadaran
23
Buku Ajar Neurologi
serta cenderung mengantuk di siang hari d. Letargi, merupakan suatu kondisi ketika
dan agitasi di malam hari. pasien masih bisa dibangunkan oleh
c. Delirium, berdasarkan Diagnostic and stimulus sedang, namun ingin kembali
Statistical Manual o f Mental Disorder tidur saat stimulus hilang.
4tbed (DSM-lVj, didefinisikan sebagai: e. Obtundation, merupakan suatu kondisi
1) gangguan kesadaran yang ditandai oleh mirip letargi, namun respons terhadap
menurunnya kemampuan memusatkan stimulus lebih lambat, lebih banyak ter-
perhatian; 2) perubahan kemampuan kog- tidur serta cenderung mengantuk saat
nitif (seperti: defisit memori, disorientasi, dibangunkan.
dan gangguan berbahasa) atau gangguan f. Stupor, merupakan suatu kondisi tidur
perpsepsi yang tidak didahului oleh de- dalam (deep sleep), sehingga dibutuhkan
mensia; 3) dalam satu hari, gangguan stimulus yang kuat dan berulang-ulang
ke-sadaran bersifat fluktuatif. Pasien untuk membangunkan pasien.
delirium akan mengalami disorientasi
g. Koma, merupakan suatu kondisi ketika
waktu, tempat, dan orang. Pasien juga
pasien tidak bisa dibangunkan atau tidak
cen-derung memberikan respons ber-
berespons terhadap stimulus yang kuat dan
lebihan atau mudah marah terhadap hal-
berulang-ulang. Kadang dapat ditemukan
hal atau tindakan yang sepele. Seringkali
respons wajah meringis dan gerakan tungkai
ditemukan delusi dan halusinasi dalam
serta lengan yang stereotipik, namun tidak
peme-riksaan. Kondisi delirium umum-
melolcalisir atau menghalangi arah stimulus.
nya berlangsung 4-7 hari.
24
Penurunan Kesadaran
Adapun aspek yang dinilai pada skor Selain itu, skor FOUR juga tidak menilai
FOUR tidak hanya respons mata dan mo aspek respons verbal yang kadang sulit
tor ik, tetapi juga refleks batang otak dan dievaluasi pada pasien terintubasi. Oleh
respirasi (Tab el 2}. Berbeda dengan SI<G sebab itu, skor FOUR lebih dianjurkan
yang setiap aspek memiliki rentang nilai aplikasinya pada pasien penurunan ke
berbeda, FOUR terdiri dari empat aspek sadaran dengan bantuan ventilator di
dengan rentang nilai yang sama, antara 0 ruang rawat intensif.
hingga 4. Dalam praktiknya, skor FOUR
Baik SKG maupun Skor FOUR, keduanya
ditulis nilai tiap aspeknya, misalnya
memiliki prinsip yang sama saat menilai
E4M4B4R4=16.
derakat kesadaran, yaitu pemeriksa harus
Skor FOUR memiliki beberapa keunggul- memperhatikan intensitas rangsangan
an daripada SKG, di antaranya lebih dapat yang diberikan dan respons yang ditim-
menjelaskan keadaan pasien dengan nilai bulkan oleh pasien. Jika pasien tidak mem-
SKG yang rendah, bisa mengenali sindrom berikan respons terhadap suara, maka
locked-in, lebih sensitif dalam menunjuk- selanjutnya pemeriksa memberikan rang
kan perubahan kesadaran pasien, dan lebih sangan nyeri yang dilakukan di lekukan
menggambarkan tahapan herniasi otak supraorbital, bantalan kuku jari tangan,
saat perburukan derajat kesadaran pasien. sternum, atau sendi temporomandibular.
25
Buku Ajar Neurologi
Pemberian rangsangan nyeri pada lekuk- besar dan lebih kecil pada lansia], Kedua
an supraorbital pada pasien penurunan pupil berukuran sama dan berkonstrik-
kesadaran dapat memberikan respons si secara cepat dan simetris saat diberi-
buka mata dan verbal, serta gerakan kan rangsang cahaya. Jika pemeriksaan
ekstrimitas atas untuk melokalisasi pupil normal dan reaktif, penyebab
nyeri, Bila tangan dapat melewati man- turunnya kesadaran umumnya ber-
dibula, maka respons tergolong dapat hubungan dengan gangguan metabolik.
melokalisasi rangsangan nyeri (SKG mo-
b. Thalamic pupils
torik 5], Respons motorik yang ditimbul-
Pupil yang berukuran lebih kecil
kan juga tidak keliru dengan fleksi terha-
(<2mm), namun masih reaktif terha-
dap rangsangan nyeri (SKG motorik 3).
dap cahaya, dapat ditemui pada kom-
Selain kekeliruan tersebut, pemberian
presi talamus.
rangsangan sebaiknya dilakukan pada
kedua supraorbital untuk memastikan c. Fixed, dilated pupils
respons motorik yang berbeda antara Pupil berukuran lebih dari 7mm dan
sisi kanan dan kiri tubuh aldbat late- terfiksasi (tidak reaktif terhadap ca
ralisasi. Oleh karena itu, lekukan supra haya} dapat ditemukan pada kompresi
orbital lebih dianjurkan sebagai daerah saraf kranial III (nervus okulomotor)
rangsangan nyeri daripada sternum atau atau intoksikasi obat antikolinergik
pilihan lainnya. atau simpatomimetik. Namun penye
bab tersering pada penurunan ke
2 . T a n d a R a n g s a n g M en in g eal
sadaran adalah akibat herniasi trans
Tanda rangsang meningeal akan positif
tentorium oleh massa supratentorial.
jika terjadi iritasi pada meningen, berupa
kaku kuduk dan Brudzinski. Adanya tan d. Fixed, midsized pupil
da rangsang tersebut bisa menjadi tanda Pupil yang terfiksasi dan berukuran
bahwa penurunan kesadaran berhubun- sekitar 5mm umumnya ditemukan
gan dengan iritasi selaput meningen, pada pasien dengan kerusakan batang
seperti meningitis atau perdarahan otak di level midbrain. Kerusakan pada
subaraknoid. Tanda ini umumnya mun- regio tersebut akan mengganggu fungsi
cul dalam waktu 12-24 jam sejak onset simpatis, pupilodilator, dan parasimpa-
penurunan kesadaran dan menghilang tis, serta serat saraf pupilokonstriktor.
pada keadaan koma dalam. 1) Pinpoint pupils
3 . P e m e rik s a a n P u p il Pinpoint pupils (berukuran diame
Pemeriksaan pupil dapat membantu ter 1-1,5mm) pada pasien dengan
menentukan letak dan penyebab lesi penurunan kesadaran, umumnya
(Gambar 3), yaitu: merupakan tanda overdosis opiat
atau lesi struktural fokal pada
a. Pupil normal
pons. Lesi struktural fokal pada
Diameter pupil normal berldsar antara
pons umumnya disertai gangguan
3-4mm (pada anak-anak sedikit lebih
26
Penurunan Kesadaran
27
Buku Ajar Neurologi
28
Penurunan Kesadaran
29
Buku Ajar Neurologi
i. issetsijoffic
Umumnya sebagian besar diagnosis penu- Jika penurunan kesadaran dicurigai akibat
runan kesadaran dapat dibuat segera ber- intoksikasi zat tertentu, dapat dilakukan as-
dasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik pirasi dan analisis isi lambung, juga analisis
yangteliti. Pemeriksaan penunjang dibutuh- kromatografi darah dan urin untuk menge-
kan untuk mencari etiologinya. Pada pasien tahui konsentrasi opiat, benzodiazepin, bar-
dengan tanda dan gejala lesi struktural atau biturat, alkohol, dan substansi toksik lain-
peningkatan tekanan intrakranial, memer- nya. Spesimen urin dikumpulkan dengan
lukan pemeriksaan CT scan atau MRI ke- kateter guna menentukan kadar glukosa,
pala. Pungsi lumbal dilakukan jika terdapat keton, dan protein urin. Proteinuria dapat
kecurigaan infeksi intrakranial, asal berhati- ditemukan 2-3 hari pasca perdarahan sub-
hati dengan risiko herniasi. araknoid. Urin dengan kadar glukosa dan
keton tinggi ditemukan pada pasien koma di-
30
Penurunan Kesadaran
abetikum, sedangkan urin dengan glikosuria nia, peritonitis, demam tifoid, malaria,
transien dan hiperglikemia dapat ditemu- septikemia, dan sindrom Waterhouse-
kan pada pasien dengan lesi serebral. Friderichsen.
31
Buka Ajar Neurologi
32
Penurunan Kesadaran
otak terhenti secara ireversibel. Pada c. Untuk mencegah kegagalan sirkulasi, pa-
pemeriksaan fisik didapatkan semua re- sang jalur intravena dan lakukan pemer
fleks batang otak negatif. iksaan darah untuk mengetahui kadar
glukosa, elektrolit, fungsi hati, fungsi gin-
TATA LAKSANA jal, atau kadar obat-obatan tertentu yang
Pada prinsipnya, setiap gangguan di in- dicurigai menyebabkan terjadinya penu
trakranial yang mendesak ARAS, maupun runan kesadaran.
gangguan sistemik tubuh yang mengganggu d. Jika terdapat tanda dan gejala pening-
neuron secara difus dapat menyebabkan katan tekanan intrakranial akibat stroke
penurunan kesadaran. Maka pada setiap atau perdarahan, dapat diberikan manitol
pasien d e n g an penurunan kesadaran, 25-50m g dalam solusio 20% intravena
yang pertama dicari adalah adanya gangguan selama 10-20 menit, atau deksametason
intrakranial, oleh karena harus ditatalaksana loading lOmg IV jika diperkirakan akibat
segera untuk mencegah kerusakan lebih massa atau infeksi intrakranial.
lanjut. Jika ternyata penyebabnya adalah ke- e. Antibiotik spektrum luas diberikan pada
lainan sistemik, maka penanganannya pun
pasien dengan gejala dan tanda yang
perlu dipertimbangkan dari sudut pandang mengarah pada meningitis atau ensefali-
neurologi agar otak tetap terjaga dan terhin- tis bakterialis, jika pungsi lumbal tidak
dar dari komplikasi ensefalopati yang dapat
dapat dilakukan segera.
bersifat ireversibel di kemudian hark
f. Jika pasien kejang, berikan diazepam in
Jadi tata laksana akan sangat bergantung travena perlahan.
pada etiologinya. Namun kadang etiologi
g. Jika terdapat tanda dan gejala intoksikasi
tidak dapat langsung ditemukan, sehingga zat atau substansi tertentu, perlu dilaku
tatalaksananya belum bisa spesifik. Oleh kan bilasan lambung untuk diagnosis dan
karena pada penurunan kesadaran terjadi terapi. Namun, perlu diperhatikan terdapat
penurunan refleks-refleks dasar termasuk beberapa obat (salisilat, opiat, dan obatan-
menelan dan bisa terjadi gangguan napas,
tikolinergik) yang dapat menyebabkan ato-
maka diperlukan tata laksana awal yang nia gaster sehingga bilasan lambung tidak
bersifat suportif, untuk memperbaiki kondi- dapat dilakukan karena dapat mengakibat-
si akutyang mengancam nyawa seperti: kan perforasi. Pada kasus seperti ini, pasien
a. Bebaskan jalan napas dengan suction jika dapat diberikan activated charcoal
terdapat lendir di jalan napas atau posisi- h. Jika pasien mengalami gangguan peng-
kan pasien sehingga menghadap ke lateral. aturan suhu tubuh, perlu dilakukan koreksi
b. Berikan oksigen dengan nasal kanul guna mencegah hipo- atau hipertermia.
atau sungkup dan lakukan pemeriksaan i. Pemasangan kateter urin guna mencegah
analisis gas darah jika dibutuhkan. Jika peningkatan intra-abdomen yang berba-
pasien diketahui terdapat hipoksia atau haya pada kasus penurunan kesadaran
hipoventilasi dan tidak memiliki kemam- dengan peningkatan tekanan intrakra
puan mencegah aspirasi, maka dapat di nial, juga berfungsi untuk memonitor ba-
pertimbangkan intubasi endotrakeal lans cairan pasien.
33
Buku Ajar Neurologi
34
Penurunan Kesadar
35
PENINGKATAN TEKANAN INTRAKRANIAL
Taufik Mesiano
36
Peningkatan Tekanan Intrakranial
seorang mengedan dan batuk, TIK akan me- an perfusi serebral [cerebral perfusion pres-
ningkat sementara imtuk kemudian kem- sure/C PP), yang selanjutnya menyebabkan
bali normal. penurunan aliran darah serebral atau cere
bral blood flow (CBF) dan memicu iskemik
Sebagaimana dijelaskan pada pendahuluan,
global yang berakhir pada kematian. Jantung
terdapat mekanisme kompensasi terha-
dan sistem pembuluh darah juga berusaha
dap perubahan volume intrakranial untuk
mengkompensasi dengan meningkatkan
menjaga TIK dalam rentang fisiologis. Kom
rerata tekanan darah arteri [mean arterial
pensasi pertama yakni melalui sistem vena
pressure/MA?) agar pada saat peningkatan
yang dapat dengan mudah untuk kolaps
ICP tidak segera menurunkan CPP. Hal ini
mengeluarkan darah melalui vena jugularis,
sesuai dengan formula; CPP= MAP-ICP
vena emisari, dan vena daerah kulit kepala
[scalp). Kompensasi kedua melalui pening Mekanisme kedua, peningkatan TIK yang tinggi
katan pemindahan aliran CSS dari foramen aldbat penambahan massa fokal di otak dapat
magnum ke ruang subaraknoid. mendorong sebagian parenkim otak ke daerah
yang lemah yang tidak dibatasi oleh duramater,
Oleh karena itu, penambahan volume intrakra
seperti folks atau tentorium, yang disebut her-
nial sampai batas tertentu tidak akan segera
niasi otak Pada akhirnya, dorongan parenldm
meningkatkan TIK. Namun jika volume terus
itu akan masuk ke satu-satunya daerah kosong
bertambah sementara mekanisme kompensasi
di intrakranial, yaitu foramen magnum, yang
sudah bekerja maksimal, maka akan terjadi
menuju area batang otak yang sangat vital
peningkatan TIK [intracranial pressure/ICP)
fungsinya, Inilah yang paling ditakutkan dari
(Gambar 1) yang akan menyebabkan kematian
peningkatan TIK, yaitu kematian aldbat her-
melalui gangguan perfusi dan hemiasi otak
niasi ke batang otak sebagai pusat kesadaran,
Peningkatan TIK akan menurunkan tekan respirasi, dan kardiovaskular.
37
Buku Ajar Neuroiogi
Berdasarkan lokasinya herniasi otak dapat di lobus parietal dari kedua belah hemis
dibagi menjadi empat, yaitu [Gambar 2): fer akan mendorong diensefalon dan mid
brain ke bawah melalui insisura tentorium.
1. H e rn ia s i C in g u lata
Terjadi akibat penambahan massa in- 3. H e rn ia s i T e n to ria l (H e rn ia si U n k a l}
trakranial di daerah supratentorial. Merupakan herniasi yang sering terjadi,
Penambahan ini mendorong girus cin- terutama pada perdarahan epidural lo
guli yang terletak di dekat falks serebri bus temporal. Berbeda dengan herniasi
(lapisan meningen yang memisahkan sentral, herniasi unkal terjadi akibat ada-
kedua hemisfer), sehingga bergeser ke nya penambahan massa intrakranial di
hemisfer kontralateral. daerah temporal. Penambahan massa
tersebut, menekan massa otak di daerah
2. H e rn ia s i S e n tra l
inferomedial (unkus) sehingga terdorong
Terjadi akibat penambahan massa in-
kebawah melalui celah antara tentorium
trakranial yang jauh dari daerah tento
dengan batang otak. Gejala khas herniasi
rium, seperti pada lobus frontal, parietal,
unkal adalah penurunan kesadaran yang
dan atau oksipital. Sebagai contoh penam
semakin memberat, dilatasi pupil ipsilat-
bahan massa akibat perdarahan subdural
eral, dan hemiplegia kontralateral
38
Peningkatan Tekanan Intrakranial
39
Buku Ajar Neurologi
,~^ij
Pels pematJasai^Cheyraj tmhm
U a i Q k ih t i p a d s a e r a b r u m f p e m g k a l M T t * , p e n s w u li
tifppu^a#3fwtg»{H#Junturg# ^ ii tfflth
/ . » . \ | . . . Q (
.^ S J V
Pola pernapaian Apneuitik
L es i p a d s b s g l s n l e n p h j m s
V ■\ Pols pernapasmj?£2tefe
kesijkx» itstwvikliimi nSSulsrdsnf^sduiscfe*jos»t*
DIAGNOSIS DAN DIAGNOSIS BANDING sakit kepala, muntah, dan papiledema. Se-
Keadaan intrakranial dapat ditegakkan lain gejala tersebut penting mengetahui
dengan melihat gejala yang timbul pada kumpulan gejala yang menunjukkan tingkat
pasien. Diperlukan anamnesis yang detail herniasi dan lokasi kerusakan yang terjadi
mengenai patofisiologi penyebab terjadinya akibat herniasi tersebut. Kumpulan gejala
peningkatan TIK untuk memastikan patologi perubahan pola napas, refleks pupil, refleks
penyebab. Hal ini bermanfaat dalam memilih okulosefaiik dan okulovestibular, serta res-
modalitas tata laksana penurunan TIK. pons motorik dapat membantu menentukan
topis kerusakan akibat herniasi (Gambar 4).
Tiga gejala kardinal keadaan peningkatan
TIK yang sebelumnya disebutkan adalah
40
Peningkatan Tekanan Intrakranial
Immp
pemapason
r«gi^er
Iq w m en o u
To>i*iV>g O^eyr* -
Stokes
p em jp jso n
Ei^nea* tUsertaJ ftelaon
rVi(WHdm tTKngtup
0 «CYr'C - Slotos
Rtspuns
okukKcfs^k QkutacteEik
don dart
clajEovestitKAar ckukjsrtstlbotar
terhadap
dan
( ' ’<>*
\
•LMdwnteiil motortkoaot
tsOrahat dan V '/ \ . 1 y*?-.
icftvxJop
fpmuktst stlmUasi x "* *
\ ^ L ^ \
'’- S v X
H e r n ia s i U n k a l
/ ^ H e r n ia s i p o n s baw ah - M O ^
Irsma Imma
pem spassn / # W A W M
H^erwrtiati reguier Terbadsng Cbc^T*-
C b v k 'S t e t o terns rneram £i&k«
5
Pvipa ix n * ^art teal
Pupa midpojisi 1
/< ^ >^ r Klax ^
Rw poni Respons
Okukre&£k okuloicfoSik
dan
okukM e^atiar :r ' T ; ■" ''r'^P dan
okuEovestibutw =" " J l-: < : Y Y jr ; Hl:' Y c? r'
4
Tes tote** * (Jrrjso f^aouv^Po^ head TfeskaSertairtftngin Manuvcr Do$% head
pemapasan
^y^A/^JVVV/,A*V^A^ «tau —A_/|— A ^ V a —A— A _ \
Inama
pcmapasan / ' / A w v A / A ^ A A / A w v A / w \ / , 'A fA V 1
Eupneft, nrnfcupun ru p a
(KMldfniian^lilirinKTrui 44
iItti a n t^ i,^ CUmifi*Mo
(fan Urrte^n (« ki£k)
Ptipbi n v ^ r ^ i " 4
y ,l^ ^ ^ " T t l k « a pm ri^iw IMP# cenricrung <S&afs$i / ^ O v ^ T U ik te n Js p s tfe ik jl
41
Buku Ajar Neurologi
42
Peningkatan Tekanan Intrakranial
43
Buku Ajar Neurologi
44
PUNGSI LUMBAL DAN
ANALISIS CAIMAN SEREBROSPINAL
45
Baku A jar Neurologi
46
Pungsi Lumbal dan Analis is Cairan Serebrospinal
puncture h ead ach e/ PLPH], infeksi, perda Herniasi serebral pada kondisi peningkatan
rahan, nyeri radikular, hingga herniasi se- tekanan intrakranial ialah komplikasi yang
rebral. Nyeri kepala merupakan komplikasi paling dikhawatirkan pada tindakan pungsi
pascatindakan pungsi lumbal yang cukup lumbal. Pada penilaian klinis awal, dapat di-
sering ditemukan, yaitu sekitar 25% dan ber- deteksi gejala dan tanda peningkatan tekanan
langsung hingga 2-8 hari. Hal ini akibat ke- intrakranial yang sebaiknya dikonfirmasi me
bocoran CSS melalui lubang bekas pungsi lalui pemeriksaan CT scan/MRl. Oleh karena
lumbal yang menyebabkan penurunan itu, pasien dengan kecurigaan lesi desak ruang
tekanan CSS, sehingga dapat dicegah dengan dan ancaman herniasi perlu dilakukan peme
menggunakan jarum berdiameter kecil dan riksaan CT sran/MRl sebelum tindakan untuk
sebisa mungkin tidak melakukan pungsi meminimalisasi komplikasi ini dengan melihat
berulang-ulang dalam satu kesempatan. Se- seberapa besar edema atau potensi herniasi
lain itu, perlu diatur kemiringan needle bevel serebral yang bisa terjadi.
saat insersi, sehingga paralel dengan sumbu
Beberapa gambaran CT scan yang dapat
longitudinal. Anjuran untuk berbaring posisi
menjadi petunjuk tingginya risiko herniasi
horizontal pascatindakan dan hidrasi yang
pada pasien pascadekompresi kompartemen
cukup tidak terbukti bermanfaat.
spinal ialah: 1) pergeseran garis tengah ( mid
Ulasan Cochrane terkini menyebutkan pern- line shift), 2) hilangnya sisterna suprasela
berian kafein cukup efektif untuk mengu- dan sisterna basalis, 3] obliterasi ventrikel
rangi nyeri pada PLPH bila dibandingkan keempat, dan 4) obliterasi sisterna serebelar
dengan plasebo, demikian pula gabapentin, superior dan sisterna kuadrigerminalis. Ada-
hidrokortison, dan teofilin. Jika penanganan pun pasien dengan lesi intrakranial difus dan
konservatif tidak berhasil, dapat diberikan tidak dijumpai ancaman herniasi, tidak rutin
blood patch untuk mengatasi tekanan CSS diperiksakan CT scem/MRI sebelum pungsi
yang rendah. lumbal, contohnya pada kondisi ensefa-
lopati metabolik. Pada prinsipnya, klinisi se
Perdarahan lokal tempat insersi jarum atau
baiknya tidak ragu untuk tetap melakukan
perdarahan di ruang epidural spinal juga
tindakan pungsi lumbal demi kepentingan
merupakan komplikasi yang dapat ter-
pasien.
jadi pascatindakan. Pencegahannya adalah
dengan pemeriksaan hemostasis sebelum Tindakan pungsi lumbal ini harus dilakukan
pungsi lumbal serta memerhatikan penggu- secara steril dan karena berkaitan dengan
naan obat antikoagulan/antiplatelet. Perda cairan tubuh pasien, maka operator harus
rahan akibat koagulopati harus dikoreksi, memakai alat pelindung diri serta memper-
bila perlu tindakan operasi untuk evakuasi siapkan alat dan bahan secara seksama se-
bekuan darah. belumnya (Tabel 1).
47
Buku Ajar N eurobgi
Setelah alat dan bahan siap, maka prosedur dilakukan jika pasien gelisah dan inko-
pungsi lumbal dapat dimulai. Awalnya, pasien operatif.
diposisikan lateral dekubitus atau duduk di
Selanjutnya, langkah-langkah tindakan pungsi
tempat tidur. Dianjurkan posisi lateral dekubi
lumbal, sebagai berikut:
tus dengan punggung di pinggir tempat tidur
dan garis vertebra lurus untuk kemudahan 1. Gunakan alat pelindung diri (baju dan sa
prosedur. Bahu dan pinggul pasien diposisi rung tangan steril serta masker dan topi).
kan tegak lurus terhadap bidang datar sumbu 2. Lakukan antisepsis pada lokasi pungsi
vertebra, panggul dan lutut difleksikan. dengan povidone iodin dan alkohol 70%.
Bantal dapat diletakkan di bawah telinga. 3. Pasang duk steril pada lokasi pungsi.
Kemudian lokasi insersi jarum ditentukan
4. Lakukan anestesi lokal dengan lidokain
dengan mengambil perpotongan garis ima-
1% pada kulit dan subkutis lokasi pungsi.
jiner antara kedua krista iliaka dengan sumbu
vertebra. Perpotongan ini biasanya jatuh 5. Dengan menggunakan jarum spinal beser-
pada celah intervertebralis L3-L4 (Gambar ta stilet, lakukan pungsi pada titik tengah
2). Insersi jarum spinal dapat dilakukan celah intervertebralis. Jaga posisi jarum
pada celah tersebut dan dapat bergeser tetap sejajar permukaan tempat tidur dan
satu celah ke arah kaudal atau kranial. Pada mengarah agak ke umbilikus atau kranial.
anak/bayi, lokasi insersi dapat lebih ke arah Pastikan needle bevel tetap menghadap ke
kaudal, mengingat medula spinalisnya masih wajah pemeriksa (atas langit-langit).
ditemukan sampai tingkat celah interver 6. Dorong jarum spinal secara perlahan
tebralis L3-L4. Sedasi dengan midazolam hingga menembus ligamentum flavum
48
Pungsi Lumbal dan Ana Iisis Cairan Serebrospinal
dan menimbulkan sensasi seperti me- Tekanan ini akan sedikit meningkat bila
nembus kertas. Cabut perlahan-Iahan pungsi lumbal dilakukan dalam posisi
stilet untuk mengetahui adanya aliran duduk. Beberapa kondisi yang dapat
CSS. Jika belum ada aliran CSS, maka meningkatkan nilai ini adalah obesitas,
stilet kembali dipasang dan secara per- agitasi, peningkatan tekanan intraab
lahan dorong lagi jarum spinal hingga dominal (lutut dan perut difleksikan),
ada aliran CSS. Jika jarum tidak dapat dan tingginya tekanan intrakranial.
didorong lagi, maka kemungkinan jarum 8. Jika tekanan CSS sudah didapatkan, tutup
mengenai tulang. Tarik kembali jarum jalur ke arah manometer dan buka jalur
perlahan-lahan dan dorong kembali dengan lainnya untuk mengalirkan CSS ke dalam
sudut insersi yang sedikit berbeda. kontainer. Tampung CSS hingga diper-
7. Setelah ada aliran CSS, masukkan kem oleh volume yang dibutuhkan.
bali stilet dan siapkan manometer untuk 9. Tutup jalur ke arah kontainer dan buka
mengukur tekanan pembukaan. Pasang kembali jalur ke arah manometer untuk
three way stopcock , lalu sambungkan mengukur tekanan penutupan (closing
salah satu jalur ke manometer dan tutup pressure ).
jalurlainnya. CSS akan mengalir ke dalam
10.Setelah selesai mengukur tekanan akhir
manometer hingga tidak ada peruba-
CSS, lepaskan three way stopcock dari
han, dan didapatkan nilai tekanan awal
jarum spinal.
CSS. Nilai normal tekanan awal CSS pada
orang dewasa adalah 10-18cm H zO, se- 11, Masukkan kembali stilet ke dalam jarum
spinal. Tarik secara perlahan jarum spinal.
dangkan pada anak adalah 28cmH20.
Tutup lokasi pungsi dengan kassa steril.
49
Buku Ajar Neurologi
12. Ambil darah sebanyak 5cc untuk peme- nai venula di pleksus Batson, sehingga darah
riksaan gula darah sewaktu, untuk me- ikut keluar mengalir bersama CSS. Kedua pe-
nentukan rasio glukosa CSS/darah. nyebab ini harus dibedakan mengingat kon-
13. Kirim sampel CSS dan darah yang telah sekuensi tata laksana yang sangat berbeda
diambil ke laboratorium. satu sama lain. Cara membedakannya dengan
mengambil dua atau tiga serial sampel CSS
ANALISIS CAIRAN SEREBROSPINAL pada satu waktu yang sama. Pada traumatic
Analisis CSS meliputi aspek makroskopik dan tap, terjadi tren penurunan jumlah eritrosit
mikroskopik. Analisis aspek makroskopik pada sampel CSS kedua dan ketiga. Pada
CSS meliputi warna dan kejernihan, karena perdarahan subaraknoid, tren penurunan
CSS yang normal jernih dan tidak berwarna. ini tidak terjadi, oleh adanya hemolisis dan
Perubahan warna dapat dideteksi dengan dilusi darah dengan CSS. Proses sentrifugasi
membandingkan warna CSS pada kontainer CSS juga dapat membedakan CSS berwarna
dengan air pada latar belakang dinding atau merah akibat traumatic tap atau perdarahan
kertas putih dan pencahayaan matahari subaraknoid. Pada traumatic tap, supernatan
siang [daylight). Kelainan warna CSS dapat yang dihasilkan tidak berwarna, sementara
menjadi merah muda akibat hemoglobin, perdarahan subaraknoid menunjukkan war
loaning akibat bilirubin, atau bahkan hitam na merah muda (awitan beberapa jam] atau
akibat melanin. CSS yang tidak jernih bisa santrokrom (beberapa hari).
disebabkan oleh jumlah leukosit >200/gL. Aspek mikroskopik yang dinilai meliputi
Jika CSS berwarna merah umumnya akibat analisis rutin, kultur, polymerase chain reac
perdarahan subaraknoid atau kesalahan saat tion (PCR), dan beberapa pemeriksaan spe-
pungsi [traumatic tap). Kesalahan traumatic sifik lain (pita oligoklonal, venereal disease
tap dapat terjadi karena jarum spinal menge- research laboratory/V DRL, sitologi), dengan
nilai normal seperti pada Tabel 2.
50
Pungsi Lumbal dan Analysis Cairan Serebrospinal
Analisis rutin umumnya terdiri dari hitung obstruksi, peningkatan ini karena terjadi
jenis sel, glukosa dan rasio glukosa CSS/ kebocoran albumin plasma. Pada penyakit
darah, serta protein. Pada orang dewasa, kronik seperti multipel sklerosis, juga ter
leukosit pada CSS normal ialah <10sel/mm3 jadi peningkatan protein berupa y-globulin
dengan predominan mononuklear atau lim- di CSS. Peningkatan protein umumnya di-
fosit Peningkatan leukosit ditemukan pada sertai dengan peningkatan sel sebagai respons
kondisi infeksi terutama bakteri, keganasan, tubuh akibat proses inflamasi dan infeksi.
atau perdarahan intraserebral, termasuk Namun dapat juga terjadi disproporsi pe
pada keadaan traumatic tap . ningkatan protein yang tidak sebanding
dengan peningkatan sel, contohnya pada
Kadar glukosa pada CSS lebih rendah dari-
tumor spinal, infark serebral, dan sindrom
pada darah. Namun rasio glukosa CSS/darah
Guillain-Barre.
lebih memiliki makna Minis, sehingga sangat
penting untuk melengkapi pemeriksaan Saat ini analisis protein kebanyakan diker-
glukosa darah sewaktu setelah melakukan jakan secara kuantitatif. Pada keterbatasan
pungsi lumbal. Dalam keadaan normal, rasio fasilitas, pemeriksaan protein kualitatif juga
glukosa CSS yaitu sekitar 60% glukosa darah, dapat membantu mengetahui adanya pe
karena adanya penetrasi selektif dari sawar ningkatan protein, yaitu dengan tes Pandy
darah otak [SDO] atau blood brain barrier dan tes Nonne-Apelt. Tes Pandy dilakukan
(BBB). Turunnya rasio glukosa ditemukan dengan memberikan 1 tetes CSS pada reagen
pada kondisi patologis, seperti infeksi bak Pandy, dinyatakan positif bila cairan men-
teri, tuberkulosis, dan jamur, karena bersifat jadi keruh akibat peningkatan globulin. Tes
glikolisis sehingga terjadi peningkatan kon- Nonne-Apelt dilakukan dengan pemberian
sumsi glukosa. Namun, rasio glukosa yang ImL CSS pada lm L larutan amonium sul-
normal tidak dapat menyingkirkan infeksi. fat dan memberikan hasil positif jika ter-
Adapun peningkatan rasio glukosa umum dapat cincin putih pada batas cairan, yang
nya terjadi pada keadaan hiperglikemia. juga mengindikasikan adanya peningkatan
globulin.
Protein pada CSS didominasi oleh albumin,
sedangkan globulin didapatkan dalam jumlah Bila hasil analisis CSS tidak sesuai dengan
kecil. Nilai normal protein pada CSS ialah nilai normal, maka dapat menunjang ke
15-45mg/dL, kadar di CSS ventrikel lebih arah suatu diagnosis. Terdapat beberapa di
rendah daripada CSS sisterna. Peningkatan agnosis yang memiliki karakteristik tertentu
protein disebabkan oleh kerusakan SDO pada analisis CSS, antara lain perdarahan
pada keadaan inflamasi dan infeksi, namun subaraknoid, multipel sklerosis, metastasis
dapat juga akibat obstruksi aliran CSS baik leptomeningeal, serta infeksi bakteri, TB,
oleh tumor atau kondisi lain. Pada keadaan dan virus [Tabel 3).
51
Buku Ajar Neurologi
DAFTAR PUSTAKA 7. Gower DJ, Baker AL, Bell WO, Ball MR. Contrain
dications to lumbar puncture as defined by com
1. Aminoff JA, Greenberg DA, Simon PA. Clinical Neu-
puted cranial tomograpgy. J Neurol Neurosurg
rology.Edisi ke-9. New York: McGraw-Hill; 2015.
Psychiatry. 1987;50(8):1071-4.
2. Ropper AH, Samuels MA, editor. Special techniques
8. Imran D. Lumbal Punksi. Dalam: Imran D, Estiasa-
for neurologic diagnosis. Dalam: Ropper AH, editor.
ri R, editor, Modul Workshop NeuroAIDS; 2011
Adams and Victor’s Principles of Neurology. Edisi
Maret21-22; Jakarta, Indonesia: Departemen Neu
ke-9. New York: McGraw-Hill; 2009, b. 13-9.
rologi FKUI/RSUPN Dr. Mangunkusumo; 2011.
3. Ellenby MS, Tegtmeyer K, Lai S, Braner DAV. Lum
9. Chatterjea MN, Shinde R Cerebrospinal fluid (CSF)
bar puncture. N Engl J Med. 2 006;355[13):el2.
chemistry and clinical significance. Dalam: Saxena R
4. Davis LE, KingMK, Schultz JL. Fundamentals of neu
Textbook of medical biochemistry. Edisi ke-8. New
rologic disease. Demos Medical: New York; 2005.
Delhi: Jaypee Brothers Medical Publishers; 2012.
5. Basurto Ona X, Osorio D, Bonflll Cosp X. Drug therapy
10. Deisenhammer F, Bartos A, Egg R, Gilhus NE,
fortreating post-dural puncture headache. Cochrane
Giovannoni G, Rauer S, dkk. Routine cerebrospi
Database of Systematic Reviews. 2015;7:14-6.
nal fluid [CSF) analysis. Dalam: Gilhus NE, Barnes
6. Lybecker H, Moller JT, May 0, Nielsen HR. In
MR, Brainin M, editor. European handbook of
cidence and prediction of postdural puncture
neurological management. Edisi ke-2. London:
headache. Anesth Analg. 1990;70[4):389-94.
Blackwell Publishing; 2010. h.5-17.
52
EVALUASI NEUROLOGIS PERIOPERATIF
Mohammad Kurniawan
53
Baku Ajar Neurologi
pasien dengan atau tanpa riwayat penyaldt yang dapat dicegah dan saat ini digunakan
neurologis sebelumnya. sebagai salah satu indikator kualitas pe-
rawatan dan keselamatan pasien.
Bab ini akan membahas evaluasi neurologis
perioperatif (periode preoperatif, intraoperatif Mengingat tingginya angka morbiditas
sampai dengan 30 hari pascaoperasi) dengan dan mortalitas delirium, seluruh pasien,
struktur pembahasan dimulai dari komplikasi khususnya pasien lanjut usia, harus di-
neurologi perioperatif yang mungkin terjadi, lakukan penapisan delirium. Penapisan
termasuk komplikasi neurologis pada trans- ini minimal dilakukan 1 kali sehari atau
plantasi, cara melakukan penilaian neurologis lebih sering jika pasien memiliki risiko
tinggi delirium. Algoritma untuk pena
preoperatif secara umum, dan diakhiri dengan
pisan dan diagnosis delirium yang saat
penilaian preoperatif pada kondisi pasien
ini dianggap reliabel, sensitif, dan spe-
dengan riwayat kelainan neurologis tertentu.
sifik adalah confusion assessment method
[CAM] (Gambar 1). Terdapat 4 fitur yang
KOMPLIKASI NEUROLOGIS PERIOPERATIF
dinilai, yaitu onset akut dan fluktuatif,
Komplikasi neurologis perioperatif tidak
gangguan atensi, gangguan organisasi ber-
jarang terjadi, amat bervariasi, serta memi-
pikir, serta penurunan kesadaran dengan
liki dampak morbiditas dan mortalitas yang
menggunakan alat penilaian yang berbeda.
bermakna. Adapun komplikasi yang paling
banyak dan memiliki dampak prognosis Neurolog memiliki peran penting dalam
yang bermakna pada pasien, serta men- pencegahan dan penanganan delirium,
jadi penyebab tersering konsultasi untuk termasuk delirium pascaoperasi. Salah
evaluasi neurologis intra dan pascaoperasi, satu tujuan utama evaluasi neurologi
adalah delirium, kejang, dan stroke. preoperatif adalah untuk mencegah ter-
jadinya delirium saat dan pascaoperasi
1. Delirium
dengan mengenali faktor risiko delirium,
Delirium atau acute confusional state
baik yang dapat dimodifikasi maupun
merupakan perubahan akut dalam hal
tidak.
kognitif dan atensi yang dapat mencakup
gangguan kesadaran dan organisasi ber- Beberapa faktor risiko yang diidentifi-
pikir. Delirium pada pasien rawat inap kasi terkait erat dengan delirium adalah
menyebabkan mortalitas rawat inap sebe- usia >70 tahun, gangguan fungsi kogni
sar 4-17%, mortalitas 1 tahun sebesar tif, dan ketergantungan fungsional sebe-
35-40%, dan memperpanjang lama rawat lum operasi, Usia lanjut mengakibatkan
5-10 hari. Delirium pascaoperasi juga berkurangnya neurological reserve dan
merupakan hal yang tidak jarang terjadi, kecenderungan untuk memiliki komorbi-
dengan insidens 10-18% pascaoperasi ditas medis lain seperti stroke, penyaldt
bedah umum, 53% pascaoperasi ortopedi, ginjal atau penyaldt hati kronik, dan pe-
dan 74% pascaoperasi jantung. Meskipun nyakit terminal, sehingga meningkatkan
sering terjadi, delirium merupakan kondisi kerentanan terjadinya delirium.
54
Evaluasi Neurologis Perioperatif
Faktor lain adalah penyakit sistemik, de- delirium pascaoperasi, maka perlu dilaku-
hidrasi, dan malnutrisi. Malnutrisi dibuk- kan evaluasi fungsi kognitif. Beberapa
tikan dengan adanya hiponatremia, hipo- pemeriksaan sederhana yang dapat di-
kalemia, kadar glukosa darah abnormal, gunakan adalah tes clock-drawing tasks ,
hipermagnesemia, blood urea nitrogen Mini-Cog, dan Mini-Mental Status Exami
(BUN)/creatinine ratio >18, dan hipoalbu- nation (MMSE). MMSE merupakan tes
minemia. Adanya hendaya panca indera yang paling banyak dipakai, yaitu skor
yang mengakibatkan gangguan sensorik <24/30 berhubungan dengan peningkatan
(khususnya gangguan pendengaran dan risiko delirium pascaoperasi.
penglihatan) juga merupakan salah satu
Pada pasien dengan demensia harus
faktor risiko kuat terjadinya delirium. Be-
dilakukan evaluasi menyeluruh untuk
berapa faktor risiko delirium yang bersifat
mencari etiologinya. Jika etiologi bersifat
ringan hingga sedang adalah penyalah-
reversibel maka sebaiknya segera diatasi
gunaan alkohol, depresi, penggunaan
sebelum tindakan operasi. Namun jika
psikotropik preoperatif, serta adanya gejala
etiologi bersifat ireversibel, maka pasien
psikopatologi sebelumnya. dan keluarganya harus diberi edukasi
Oleh karena gangguan kognitif dan de- tentang kemungkinan terjadinya delirium
mensia memiliki hubungan kuat dengan pada pasien.
55
Buku Ajar Neurologi
Selain mengenali faktor risiko, jika ter- kan Inouye's Risk Classification , meng-
dapat obat-obat preoperasi yang me gunakan 4 parameter yang masing-masing
miiiki hubungan bermakna dengan ke diberi skor 1, yakni: gangguan penglihatan,
jadian delirium [Tabel 1), maka harus kondisi penyakit dasar yang berat, adanya
dihentikan untuk mencegah terjadinya gangguan kognitif, dan gangguan fungsi
delirium. Evaluasi pemberian obat ginjal [dapat dinilai dengan meningkat-
tersebut dilakukan terutama bila dikon- nya rasio blood urea nitrogen/kreatinin).
sumsi oleh pasien lanjutusia dan pasien Risiko delirium rendah bila total skor 0,
dengan gangguan fungsi kognitif. risiko sedang bila total skor 1-2, dan risiko
tinggi bila total skor 3-4. Pada pasien risiko
Saat ini terdapat beberapa instrumen
tinggi, setelah dilakukan validasi kohort,
untuk memprediksi delirium baik untuk
kejadian delirium mencapai 32% dengan
operasi kardiak, nonkardiak, serta
angka lcematian 42%.
operasi ortopedi, yang dapat membantu
untuk evaluasi neurologi preoperatif. Pada pasien dengan risiko tinggi delirium
Pada operasi kardiak, penskoran untuk "atau pasien pascaoperasi yang mengalami
menilai risiko delirium adalah sebagai delirium" dapat dilakukan upaya tata lak-
berikut: a) nilai MMSE<24 (skor 2) dan sanapencegahan dengan intervensi nonfar-
nilai MMSE 24-27 [skor 1); b) riwayat makologis [Tabel 2).
stroke/TIA [skor 1); c) depresi [skor
Pemberian obat-obatan untuk delirium
1); dan d] kadar albumin <3 [skor 1).
sebaiknya hanya dilakukan pada kondisi
Jika total skor preoperatif pasien adalah
agitasi berat yang dapat mengakibatkan
1 maka risiko relatif untuk mengalami
gangguan perawatan dan mengancam
delirium adalah 2,4 kali dibandingkan
keselamatan pasien. Antipsikosis atipikal
pasien dengan skor 0 sebagai baseline.
seperti olanzapin atau quetiapin lebih
Jika skor 2, risiko delirium 3,4 kali; dan
dianjurkan dan dapat menjadi alternatif
jika skor >3 menjadi 4,9 kali lipat dari
yang bermanfaat pada kondisi tersebut,
pasien normal.
mengingat efek samping ektrapiramidal
Pada operasi nonkardiak, risiko delirium yang minimal dibandingkan antipsikosis
dapat dipredikasi dengan mengguna- tipikal.
56
Evaluasi Meurologis P erioperatif
57
Buku Ajar Neurologi
58
Evaluasi Neurologis P erioperatif
Selain efek epilepsi dan OAE terhadap adalah infark hemoragik, emboli udara,
operasi, operasi sendiri memilild dampak dan lemak, emboli paradoksikal, serta di-
terhadap kejang. Beberapa jenis obat anes- seksi arteri aldbat manipulasi daerah leher.
tesi dapat memengaruhi ambang kejang
Secara umum, risiko stroke perioperatif
pasien. Secara umum obatanestesi seperti
sama dengan faktor risiko tradisional stroke
etomidat dalam dosis rendah cenderung
pada populasi umum, seperti riwayat stroke
bersifat prokonvulsif, sementara dalam
sebelumnya, hipertensi, penyaldt jantung,
dosis tinggi justru bersifat antikonvulsif.
dislipidemia, diabetes melitus, dan rokok.
Sebagai pengecualian adalah golongan
Terdapat pula faktor risiko tambahan,
opioid yang hanya bersifat prokonvulsif
yakni jenis kelamin wanita, gangguan
Namun demikian, studi menunjukkan
fungsi ginjal, penyaldt paru, penghentian
bahwa sebagian besar kejang tidak ber-
obat antitrombotik preoperatif untuk
hubungan dengan jenis obat anestesi
pasien yang pemah mengalami stroke
yang digunakan, namun terkait dengan
sebelumnya, serta komplikasi pascaoperasi
kondisi dasar epilepsi pada pasien.
seperti fibrilasi atrial dan hiperkoagulasi.
Dalam hal kejang pascaoperatif, literatur
belum menyepakati indikasi pemberian Berdasarkan jenis operasinya, risiko
dan jenis antikonvulsan yang dianjur- stroke perioperatif juga berbeda-beda,
kan. Sebagian besar menyarankan agar Risiko stroke pada operasi bedah umum
antikonvulsan diberikan pada pasien rendah (0,08-0,7%), berbanding terbalik
yang memang memiliki riwayat kejang se dengan risiko stroke pada operasi jantung,
belumnya, pasien yang mengalami kejang pembuluh darah, dan bedah saraf. Risiko
pascaoperatif, dan pasien yang memi stroke preoperatif pada operasi pembuluh
liki risiko tinggi kejang seperti kondisi darah karotis (carotid end-arterectomy/
gangguan kesadaran jangka panjang, CEA) dapat mencapai 6,1%, sementara
kontusio, dan perdarahan intraserebral. pada tindakan coronary artery bypass
Pilihan antikonvulsan yang diberikan grafting (CABG) dan operasi katup dapat
disesuaikan dengan kondisi klinis dan mencapai 8% pada pasien tanpa riwayat
penyulit yang diderita oleh pasien. stroke serta 13% pada pasien yang pernah
menderita serangan stroke atau transient
3. Stroke ischemic attack (TIA).
Stroke perioperatif berkaitan erat dengan
masa rawat yang lebih lama serta morbi- Pada pasien yang akan menjalani operasi
ditas dan mortalitas yang tinggi. Risiko ke- CABG, terdapat model untuk memprediksi
risiko stroke yang terdiri atas 7 variabel
matian meningkat 8 kali lipat jika terjadi
preoperatif (Tabel 3 dan 4). Namun untuk
stroke perioperatif dengan insidens men-
operasi nonkardiak belum ada model
capai 26%. Penyebab stroke pada periode
prediktor seperti ini.
perioperatif umumnya adalah emboli,
disusul hipoperfusi, dan yang lebih jarang
59
Buku Ajar Neurologi
60
Evaluasi Neurologis P erioperatif
61
Buku Ajar Neurologi
62
Evaluasi Neurologis P erioperatif
anjurkan pemantauan kadar fenitoin dan gangguan mikrovaskular di otak dan keru-
imunosupresan dalam darah. sakan sawar darah otak (blood brain bar
rier). Adapun gejalanya dapat ringan (28%},
Ensefalopati pascatranplantasi dapat
seperti tremor, neuralgia, dan neuropati perifer,
terjadi akibat efek neurotoksik agen imu
atau berat (5%} seperti psikosis, halusinasi,
nosupresan, gangguan metabolik, infeksi
kebutaan, kejang, ataksia serebelar, kelemahan
intrakranial, dan stroke. Tata laksananya
motorik dan leukoensefalopati.
mencakup manajemen elektrolit dan gula
darah serta optimasi kadar imunosupresan Tata laksana komplikasi ini dengan mengoreksi
untuk mencegah timbulnya kondisi ensefa elektrolit, mengatasi hipertensi, mengurangi
lopati berat berupa reversible posterior leu- dosis obat, dan mengganti takrolimus menjadi
koencephalopathy maupun koma. siklosporin atau sebaliknya. Terapi kombinasi
dengan mycophenolate mofetil dapat mem-
Infeksi oportunistik intrakranial terjadi pada
bantu mengurangi dosis takrolimus atau
5-10% kasus transplantasi, dapat berupa in
siklosporin.
feksi bakteri, virus atau jamur akibat kondisi
imunokompromais. Komplikasi ini umum- Neurotoksisitas juga dapat terjadi pada peng
nya terjadi 2-6 bulan pascatransplantasi dan gunaan kortikosteroid (3-4% ) yang bersifat
memiliki angka mortalitas yang tinggi. reversibel dengan pengurangan dosis atau
penghentian kortikosteroid. Komplikasi neu
Komplikasi umum lainnya adalah stroke.
rologis yang umum adalah gangguan perilaku,
Namun hal ini jarang terjadi, kecuali pada
mencakup confusion, gangguan mood , kondisi
transplantasi ginjal dan hati. Stroke dapat
manik, dan reals! psikosis.
terjadi karena adanya endokarditis bakte-
rial, hiperkoagulasi, aterosklerosis, vasku-
KOMPLIKASI NEUROLOGIS TRANSPLAN
litis maupun aritmia, serta akibat lepasnya
TASI TERKAIT SPESIFIK ORGAN
emboli dari karotis atau pembuluh darah
Komplikasi neurologis pascatransplantasi
intrakranial. Tata laksana pencegahan yang dapat bersifat spesifik organ. Misal, kom
utama adalah dengan melakukan deteksi plikasi pascatransplantasi paru umumnya
dan penanganan faktor risiko sebelum, se- kejang, ensefalopati, nyeri kepala, depresi,
lama, dan setelah transplantasi. dan stroke. Pada transplantasi jantung,
Demikian pula dapat muncul komplikasi neu- ginjal dan hati, komplikasi neurologis akan
rotoksisitas yang berhubungan penggunaan berbeda.
imunosupresan golongan penghambat kalsi- Komplikasi neurologis tersering pascatrans
neurin, seperti takrolimus dan siklosporin. plantasi jantung adalah stroke (50-70% )
Kedua obat ini merupakan vasokonstrik- dengan angka kematian 20%, Stroke yang
tor kuat yang merangsang endotelin dan terjadi dapat berupa stroke iskemik, stroke
tromboksan serta memicu produksi re hemoragik, ataupun stroke hemodinamik
active oxygen species yang berlebihan. Va- akibat henti jantung dan iskemia global
sokonstriksi tersebut juga mengakibatkan berkepanjangan di otak.
63
Buku Ajar Neurologi
Transplantasi ginjal dapat menimbulkan kom- glikemiknya kurang baik, memiliki risiko
plikasi neurologis sekitar 6-21%, terutama komplikasi infeksi perioperatif dan kom
stroke (8%), disusul neuropati akut (umumnya plikasi neurologis yang tinggi. Pasien
neuropati N. Femoralis) akibat kompresi saraf hipertensi memiliki risiko perdarahan
oleh retraktor saat tindakan operasi, dan poli- pascaoperasi lebih tinggi serta kemung
neuropati. Prognosis komplikasi ini umumnya kinan terjadinya hipoperfusi serebral
baik dengan kemungkinan pulih yang besar. pascaanestesi akibat terganggunya me-
kanisme autoregulasi serebral. Riwayat
Komplikasi neurologis merupakan kom
penyakit jantung dan aritmia juga me-
plikasi yang paling sering terjadi pada pas-
ningkatkan risiko terjadinya hypoxic is
catransplantasi hati, yaitu mencapai 70%.
chemic injury serta kejadian emboli serebral.
Hal ini disebabkan oleh rumitnya prosedur
transplantasi dan buruknya kondisi pasien, Adanya riwayat gangguan darah pen-
sehingga terutama menyebabkan ensefa- ting untuk dideteksi sebelum operasi
lopati, disusul kejang dan stroke. karena dapat menyebabkan komplikasi
perdarahan atau sumbatan pascaoperasi.
EVALUASI NEUROLOGIS Demikian pula ada tidaknya gangguan
Evaluasi neurologis mencakup anamnesis fungsi hati yang mengganggu fungsi ko-
detail mengenai keluhan dan riwayat pe- agulasi penting untuk diketahui, meng-
nyakit pasien, pemeriksaan fisik umum dan ingat akan mempengaruhi pemilihan obat
neurologis, serta pemeriksaan penunjang sedasi, anestesi, dan antibiotik serta ke
jika diperlukan. mungkinan komplikasi perdarahan pas
caoperasi
1. Anamnesis
Dalam anamnesis sebaiknya ditanyakan Riwayat gangguan neurologis termasuk
keluhan neurologis, riwayat penyakit non- stroke dan TIA, epilepsi, serta penyaldt
neurologis (seperti diabetes, hipertensi, Parldnson akan memengaruhi kemung
penyaldt jantung, dan gangguan darah) kinan komplikasi neurologis preoperatif
dan penyaldt neurologis (seperti stroke, pada jenis operasi tertentu serta pemili
epilepsi, atau penyakit Parkinson}. Hal han obat-obat sedasi dan jenis anestesi.
ini penting untuk mengidentifikasi pasien Riwayat pengobatan pasien juga menjadi
dengan risiko tinggi mengalami komplikasi hal yang penting untuk dievaluasi (Tabel
preoperatif. Selain itu, riwayat pengobatan 5). Termasuk penilaian riwayat diet dan
juga perlu ditanyakan untuk dilakukan perubahan berat badan pasien dapat meng-
evaluasi terhadap pemberiannya. gambarkan status nutrisi pasien, karena
kondisi malnutrisi dapat meningkatkan
Pasien diabetes, terlebih yang kontrol
risiko komplikasi neurologis preoperatif.
64
Evaluasi Neurologis P erioperatif
Antiepilepsi Seluruh jenis obat anti kejang dianjutkan Untuk mencegah kejang preoperatif
Antidepre- ® Amitriptilin dapat dilanjutkan namun hati-hati dan • Meningkatkan risiko terjadinya efek
san, disesuaikan dengan pemilihanobat-obat preoperatif antikolinergik preoperatif
Antipsiko- lainnya • Untuk menghindari interaksi dengan
tik, Mood ® Penghambat MAO dihentikan 2-3 minggu sebeium obat-obat preoperatif lainnya
stabilizers, prosedur » Untuk mencegah withdrawal syndrome
dan Anti « SSRI dapat dilanjutkan terus « Untuk mencegah withdrawal teru-
ansietas * Seluruh jenis obat ini dapat diteruskan sebeium dan tama withdrawal seizure pada peng-
______________ sesudah operasi_________________________________ gunaan benzodiazepin_____________
HPA: hypothalamus hypophysis axis-, MAO: monoamin oksidase; SSRI: selective serotonin re-uptake inhibitors
Sumber: Mercado DL, dkk. Med Clin North Am; 2003. h. 41-57.
65
Buku Ajar Neurologi
66
Evaluasi Neurologis P erioperatif
dihindari. Anestesi umum dengan pro- kanal kalsium, dan diuretik), obat saluran
pofol dan short-acting opioid lebih di- cerna (seperti antasida, laksatif, dan to-
anjurkan pada pasien seperti ini. kolitik intravena), obat psikiatri golongan
litium, obat yang mempengaruhi hormon
Faktoryangmeningkatkan risiko komplikasi
(seperti kortikosteroid, estrogen, dan hor
paru adalah beratnya penyakit sebelum
mon tiroid) serta obat-obat lain seperti in
operasi, riwayat krisis miastenia, gejala
terferon, agen kontras iodin, kuinin, opiat/
bulbar yang berat, durasi MG >6 tahun,
narkotika, timolol oftalmik, dan triheksi-
riwayat penyakit saluran napas obstruktif
fenidil.
kronik, dosis piridostigmin >750mg/hari,
dan kapasitas vital paru preoperative <3L. Operasi sebaiknya ditunda pada kondi
Risiko pneumonia juga meningkat, sehingga si miastenia yang belum stabil. Untuk
penting untuk dievaluasi riwayat penyakit mengoptimalkan status respirasi, memi-
saluran napas dan pemeriksaan fungsi nimalisir kelemahan otot, dan mengurangi
respirasi sebelum operasi. Pada pasien MG, risiko krisis pascaoperasi, dapat dipertim-
risiko komplikasi paru pada fase preoperatif bangkan pemberian imunoglobulin intra
amat besar aldbat kelemahan otot orofaring vena (IVIG) atau plasmafaresis preoperatif.
dan otot pernapasan, serta prosedur Demildan pula terapi tersebut dapat diberi-
operasi itu sendiri yang merupakan salah kan segera jika teijadi krisis pascaoperasi.
satu pencetus krisis miastenia. Manajemen anestesi dan obat antikolin-
Pada fase preoperatif, harus dipastikan esterase sangat penting diperhatikan.
status respirasi dalam kondisi optimal Obat antikolinesterase harus dihentikan
untuk mencegah krisis pascaoperasi, an- sehari sebelum atau jika memungkinkan
tara lain dengan penghentian rokok, suc pada hari operasi dengan komunikasi ke
tion agresif, fisioterapi dada, penggunaan dokter anestesi apabila menggunakan
bronkodilator, ventilasi tekanan positif neuromuscular blocking agent untuk
non-invasif, dan terapi infeksi pernapas anestesi. Pasien MG sangat sensitif ter-
an. Obat-obatan yang dapat menyebab- hadap agen anestesi nondepolarisasi.
kan kelemahan otot juga sedapat mung- Oleh karena itu, dianjurkan menggu
kin dihindari, seperti agen anestesi yang nakan agen nondepolarisasi yang bersi
bersifat memblok neuromuskular, aneste fat kerja cepat (seperti mivakurium atau
si lokal (seperti prokain dan silokain}, anti- atrakurium), menghindari penggunaan
biotik (terutama golongan aminoglikosida, suksinilkolin, dan menurunkan dosis
beta-laktamase, florokuinolon, makrolid, agen anestesi, yaitu 20-50% dari dosis
sulfonamid, tetrasiklin, ldindamisin, po- pasien non-MG untuk mencegah kelema
limiksin B, dan vankomisin), antikonvul- han otot yang signifikan. Apabila me
san (seperti barbiturat, benzodiazepin, mungkinkan, sebaiknya menggunakan
gabapentin, fenitoin, dan trimetadion), anestesi inhalasi, anestesi regional, dan
antireumatik (seperti penisilamin dan blok spinal yang dapat mengurangi ke-
klorokuin), obat kardiovaskular (golongan butuhan blok neuromuskular. Blok saraf
anti aritmia, penyekat beta, penyekat tepi dan/atau blok spinal dapat diper-
67
Buku Ajar Neurologi
68
Evaluasi Neurologis P erioperatif
69
Baku Ajar Neurologi
70
Evaiuasi Neurologis P erioperatif
9. Dyer CB, Ashton CM, Teasdale TA, Postoperative 24. Limburg M, Wijdicks EF, Li H. Ischemic stroke after
delirium: a review of 80 primary data-collection surgical procedures: clinical features, neuroimaging
studies. Arch Intern Med, 1995;155[5):461-65. and risk factors. Neurology. 1998;50(4):895-901.
10. Inouye S. Delirium in older persons. N Engl J Med. 25. Selim M. Pre-operatif stroke. N Engl J Med.
2006;354:1157-65. 2007;356(7]:706-13.
11 . Rudolph ]L, Marcantonio ER Postoperative De 26. Chariesworth DC, Likosky DS, Manin CA, Maloney CT,
lirium: Acute change with ongl-term implications. Quinton HB, Morton JR dkk Development and validation
Anesth Analg. 2011; 112:1202-1211. ofa prediction model for strokes after coronary artery by
12. Ely EW, Inouye SK, Bernard GR, Gordon S, Francis pass grafting Ann Thome Surg 2003;76[2]:436-43.
J, May L, dkk. Delirium in mechanically ventilated 27. Naylor AR, Mehta Z, Rothwell PM, Bell PR Carotid
patients: validity and reliability of the confusion artery disease and stroke during coronary artery
assessment method for the intensive care unit bypass: a critical review of the literature. Eur J
[CAM-ICUJ. JAMA. 2001;286(21):2703-10. Vase Endovasc Surg. 2002;23(4):283-94.
13. Probasco J, Bogachan S, Tran T, Chung TH, Rosenthal 28. Mackey AE, Abrahamowicz M, Langlois Y, Bat
LS, Mari Z, dkk. The preoperative neurological eval tista R, Simard D, Bourque F. Outcome of asymp
uation. The Neurohospitalist2013:3(4):209-20. tomatic patients with carotid disease. Asymp
14. Inouye SK, Bogardus ST Jr; Charpentier PA, Leo-Sum- tomatic Cervical Bruit Study Group. Neurology.
mers L, Acampora D, Holford TR, dkk. Amulticompo- 1997;48[4):896-903.
nent intervention to prevent delirium in hospitalized 29. Larson BJ, Zumberg MS, Kitchens CS. A feasibility
older patients. N Engl J Med. 1999;340[9):669-76. study of continuing dose-reduced warfarin for inva
15. Long LS, Saphiro WA, Leung JM. A brief review of sive procedures in patients with high thromboem
practical preoperative cognitive screening tools. bolic risk. Chest 2005; 127(3) :9 22-7.
Can J Anaesth. 2012;59(8):798-804. 30. Senzolo M, Ferronato C, Patrizia B. Neurologic
16. Clegg A, Young JB. Which medications to avoid in complication after solid organ transplantation.
people at risk of delirium: a systematic review. Transpl Int. 2009;22(3):269-78.
Age Ageing. 2011;40(l):23-9. 31. Estol CJ, Lopez 0, Brenner RP, Martinez AJ. Seizures
17. Rudolph JL, Jones RN, Levkoff SE, Rockett C, Inouye after liver transplantation: a clinicopathological
SK, Sellke FW, dkk. Derivation and validation of a study. Neurology 1989;39(10):1297-301.
preoperative prediction rule for delirium after cardiac 32. Chabolla DR, Hamois DM, Meschia JF. Levetdracetam
surgery. Circulation. 2009;119(2):229-36. monotherapy for liver transplant patients with sei
18. Inouye SK, Viscoli CM, Horwitz Rl, Hurst LD, Tinetti zures, Transplant Proc 2003;35{4):1480-1.
ME. A predictive model for delirium in hospitalized 33. Chang SH, Lim CS, Low TS, Chon HT, Tan SY. Cy
elderly medical patients based on admission closporine associated encephalopathy: a case
characteristics. Ann Intern Med. 1993;119[6):474-81. report and literature review. Transplant Proc.
19. Dasgupta M, Dumbrell AC. Preoperative risk assess 2 0 0 1 ;3 3 (7 -8 ):3 7 0 0 -l.
ment for delirium after noncardiac surgery: a system 34. Paul LC. Overview of side effects of immu
atic review. J Am GeriatrSoc 2006;54(10):1578-89. nosuppressive therapy. Transplant Proc.
20. Reuber M, Enright SM, Goulding PJ. Postopera 2001;33(3):2089-91.
tive pseudostatus: not everything that shakes is 35. Benchstein WO. Neurotoxicity of calcineurin in
epilepsy. Anaesthesia. 2000;55(l):74-8, hibitors: Impact and clinical management Trans
21. Manaka S, Ishijima B, Mayanagi Y. Postoperative plant Int, 2000;13(5):313-26.
seizure: epidemiology, pathology and prophylaxis. 36. Resener M, Martin E, Zipp F, Dichgans J, Martin R
Neurol Med Chir. 2003;43(12):589-600. Neurological side-effects of pharmacologic corti-
22. Kerem E, Gokcen B, Numan K, Emre I, Unal E, coid therapy. Neverarzt 1996;67(12):983-6.
Haluk O, dkk. Unexpected postoperative seizure 37. Perez-Miralles F, Sanchez Manso JC, Almenar Bonet
after mastoid surgery: a case report. Middle East L, Sevilla Montecon T, martinez Dolz L, Vilchez Pa
J Anesthesiol. 2010;20[4):597-8. dilla JJ. Incidence and risk factors for neurologic
23. Niesen AD, Jacob AK, Aho LE, Botten EJ, Nase KE, Nelson complications after heart transplantation. Transpl
JM. Pre-operatif seizures in patients with a history of a Proceed. 2005;37(9):4067-70.
seizure disorder. Anesth Analg 2010;lll(3):729-35.
71
Buku Ajar Neurologi
38, Wong M, Mallory GB Jr, Goldstein J, Goyal M, Yama- 44. Romero A, Joshi GP. Neuromuscular disease and
da KA Neurologic complications of pediatric lung anesthesia. Muscle Nerve. 2013;48(3}:451-60.
transplantation. Neurology. 1999;53(7):1542-9. 45. Hudson K, Greene j. Pre-operative consultation
39. Ponticelli C, Campise MR. Neurological complica for patients with preexisting neurologic disor
tions in kidney transplant recipients. J Nephrol ders, Semin Neurol. 2015;35(6):690-8.
2005;18(5):521-8. 46. Blichfeldt-Lauridsen L, Hansen BD. Anesthesia
40, Saner FH, Sotiropoulos GC, Gu Y, Paul A, Radtke A, and myasthenia gravis, Acta Anaesthesiol Scand.
Gensicke J, dldc Severe neurological events following 2012;56(T}:17-22.
liver transplantation. Arch Med Res, 2007;38(l):75-9. 47. Juel VC. Myasthenia gravis: management of my
41. Lieb K, Selim M, Preoperative evaluation of pa asthenic crisis and pre-operatif care. Semin Neu
tients with neurological disease. Semin Neurol. rol. 2004;24(1):75-81.
2008;28{5):603-10. 48. Lai A, Davidson N, Galloway SW, Thachil j. Pre
42. Mercado DL, Petty BG. Pre-operatif medication man operative management of patients on new oral
agement Med Clin North Am. 2003;87(l):41-57. anticoagulants. Br J Surg. 2014;101:742-9.
43, Fleisher LA. Preoperative evaluation. Dalam: 49. Perks A, Cheema S, Mohanraj R. Anaesthesia and
Barash PG, Cullen BF, Stoelting RK, editor. Clini epilepsy. Br j Anaesth. 2012;108(4):562-71.
cal anesthesia. Edisi ke-4. Philadelphia PA: Lip-
pincott Williams and Wilkins; 2001. h. 4 7 3 -8 9 .
72
EPILEPSI
Bangkitan dan Epilepsi
Status Epileptikus
BANGKITAN DAN EPILEPSI
75
Buku Ajar Neurologi
dan sekresi neurotransmiter yang berada Elektrolit yang berperan penting dalam ak
di dalam vesikel presinaps. Komposisi elek- tivitas otak adalah natrium (Na+), kalsium
trolit dan neurotransmiter saling mempe- (Ca2+), kalium (IC), magnesium (Mg2+), dan
ngaruhi satu sama lain untuk menfaga ke- klorida (Cl'). Neuro transmiter utama pada
seimbangan gradien ion di dalam dan luar proses eksitasi adalah glutamat yang akan
sel melalui ikatan antara neurotransmiter berikatan dengan reseptornya, yaitu N-
dengan reseptornya serta keluar masuknya metil-D-aspartat (NMDA) dan non-NMDA
elektrolit melalui kanalnya masing-masing. (.amino-3-hydroxy-5-methyl-isoxasole pro
Aktivitas tersebut akan menyebabkan ter- pionic a c id /k W k dan kainat). Sementara
jadinya depolarisasi, hiperpolarisasi, dan pada proses inhibisi, neurotransmiter utama
repolarisasi, sehingga terjadi potensial eksi- adalah HS-asam aminobutirik (GABA) yang
tasi dan inhibisi pada sel neuron. Potensial akan berikatan dengan reseptornya GABAa
eksitasi diproyeksikan oleh sel-sel neuron dan GABAb (Gambar 2b). GABA merupakan
yang berada di korteks yang kemudian neurotransmiter yang disintesis dari gluta
diteruskan oleh akson, sementara sel inter mat oleh enzim glutamic acid decarboxylase
neuron berfungsi sebagai inhibisi. (GAD) dengan bantuan piridoksin (vitamin
B6) di terminal presinaps.
Neurotransmiter
76
Bangkitan dan Epilepsi
Saat potensial eksitasi dihantarkan oleh ak- GABAa pascasinaps dan mencetuskan po
son menuju celah sinaps, akan terjadi sekre- tensial inhibisi, Cl' akan masuk ke dalam
si glutamat ke celah sinaps. Glutamat akan sel dan menurunkan ambang potensial
berikatan dengan reseptor non-NMDA, dan membran sel sampai kembali ke ambang
Na* akan masuk ke dalam sel menyebabkan istirahat pada -70pV yang disebut sebagai
terjadinya depolarisasi cepat [Gambar 2a). hiperpolarisasi. Reseptor GABAe di presin-
Apabila depolarisasi mencapai ambang po aps berperan memperpanjang potensial
tensial 10-20mV, maka Mg2+yang mendudu- inhibisi. Hasil akhir aksi potensial yang di-
ki reseptor NMDA yang sudah berikatan hasilkan merupakan sumasi dari potensial
dengan glutamat dan ko-agonisnya (glisin) eksitasi dan inhibisi yang dipengaruhi oleh
dikeluarkan ke celah sinaps (Gambar 2a), jarak dan waktu.
sehingga Na+akan masuk ke dalam sel diikuti Setelah hiperpolarisasi, selama beberapa saat
oleh Ca2+. Masuknya Na+ dan Ca2+akan mem- membran sel terhiperpolarisasi dibawah
perpanjang potensial eksitasi, disebut seb- ambang istirahatnya, disebut sebagai after
agai depolarisasi lambat Setelah Na+mencapai hyperpolaritation (AHP). AHP terjadi se
ambang batas depolarisasi, K+ akan keluar bagai hasil dari keseimbangan antara Ca2+
dari dalam sel, yang disebut sebagai repolari- di dalam sel dan I<+ di luar sel. Pada masa
sasi (Gambar 2a). ini sel neuron mengalami fase refrakter dan
Sementara itu, Ca2+ yang masuk ke dalam tidak dapat terstimuli, sampai terjadi per-
sel juga akan mendorong pelepasan neu- tukaran Ca2+ke luar sel dan K+ ke dalam sel
rotrasmiter GABA ke celah sinaps (Gambar melalui kanal yang tidak dipengaruhi oleh
2b). Saat GABA berikatan dengan reseptor gradien voltase. Keseimbangan ion di dalam
77
Baku Ajar Neurologi
dan luar sel dikembalikan oleh pompa Na+-I<+ nyebabkan kematian sel. Hal ini merangsang
dengan bantuan adenosin triphosphate (ATP}. keluarnya berbagai faktor inflamasi yang
akan meningkatkan permeabilitas sel, gang-
Sel giia turut berperan dalam menjaga ke-
guan keseimbangan elektrolit, edema otak,
seimbangan eksitasi dan inhibisi dengan ber
kerusakan sawar darah otak (SDO) atau blood
peran sebagai spons yang berfungsi untuk
brain barrier (BBB}, dan sebagainya.
'menghisap1IC dan glutamat yang berlebihan
di celah sinaps untuk kemudian disintesis Faktor eksternal terjadi aldbat berbagai pe-
dan dikembalikan lagi ke neuron presinaps. nyakit, baik penyakit otak maupun sistemik.
Penyakit-penyakit tersebut dapat menye
Adanya ketidakseimbangan antara eksitasi dan
babkan kerusakan sel neuron, glia, dan SDO
inhibisi akan menyebabkan hipereksitabilitas
(Gambar 3). Kerusakan sel glia akan menye
yang pada akhimya akan menyebabkan bang-
babkan kelebihan K+ dan glutamat di celah
Idtan epileptik. Ketidak seimbangan tersebut
sinaps karena tidak 'terhisap', sehingga sel
dapat disebabkan oleh faktor internal dan
neuron akan mudah tereksitasi. Keadaan
elcstemal. Penyebab internal antara lain be-
tersebut juga akan mengaktivasi faktor-
rupa mutasi atau kelainan pada kanal-kanal
faktor inflamasi, kemudian merangsang pe
elektrolit sel neuron. Beberapa mutasi yang
ningkatan eksitasi dan akhirnya membentuk
sudah diketahui adalah mutasi kanal Nak Ca2+,
lingkaran yang berkepanjangan. Kerusakan
dan K+, Mutasi ini menyebabkan masuknya Na+
yang terjadi secara terus menerus dalam
dan Ca2* ke dalam sel secara terus menerus
jangka waktu yang lama akan menyebabkan
sehingga terjadi paroxymal depolaritation shift
perubahan aktivitas otak, struktur neuron,
(PDS). PDS diinisiasi oleh reseptor non-NMDA,
dan ekspresi gen.
aldbat peningkatan jumlah Na+yang masuk ke
dalam sel, pada mutasi kanal Na+, dan dapat Hipereksitabilitas satu sel neuron akan
diperlama saat reseptor NMDA terbuka diikuti memengaruhi sel neuron di sekitamya. Seke-
masuknya Na+ sehingga semaldn banyak Na+ lompok neuron yang mencetuskan aktivitas
di dalam sel. Pada mutasi kanal Ca2+, PDS ter- abnomal secara bersamaan disebut sebagai
jadi karena depolarisasi lambat semaldn lama hipersinkroni. Pada saat satu sel neuron ter-
aldbat peningkatan Ca2+ di dalam sel. Semen- aktivasi maka sel-sel neuron di sekitarnya
tara mutasi pada kanal K+akan menghambat juga akan ikut teraktivasi. Jika sel-sel neu
keluamya K+ ke ekstrasel yang justru akan ron sekitarnya teraktivasi pada waktu yang
menghambat terjadinya repolarisasi, mem- hampir bersamaan, maka akan terbentuk
perpanjang depolarisasi, dan akhimya menye suatu potensial eksitasi yang besar dan me-
babkan PDS. nimbulkan gejala klinis. Penyebaran PDS
hipersinkroni ke seluruh hemisfer saat iktal
Pada hipereksitabilitas akan terjadi pe
maupun interiktal tergantung pada aktivitas
ningkatan sekresi glutamat ke celah sinaps,
interneuron di talamus yang sebagian besar
sehingga terjadi peningkatan jumlah Ca2+ di
bersifat inhibisi.
dalam sel. Jumlah Ca2+yang berlebihan ini
akan mengaktifkan enzim intrasel yang me Status epileptikus terjadi karena kegagalan
78
Bangkitan dan Epilepsi
ieuron
/ ' ' r
Edema . 3 O..-
_
Sjelgeiitumor,;
proses inhibisi di otak. Salah satunya dise- GABA terhadap peningkatan aktivitas GABA,
babkan oleh sifat reseptor glutamat dan reseptor-reseptor tersebut justru akan ter-
GABA dalam merespons jumlah neurotrans sublimasi dan menjadi bentuk yang tidak sen-
miter di celah sinaps. Reseptor glutamat sitif terhadap neurotransmiternya. Ini yang
merupakan reseptor yang peka terhadap menyebabkan pada status epileptikus yang
perubahan jumlah glutamat. Pada keadaan berkepanjangan, reseptor glutamat akan se-
eksitasi berlebihan maka reseptor akan makin meningkat dan reseptor GABA akan
meningkatkan kepekaan atau jumlah resep- semakin berkurang (Gambar 4).
tor. Sebaliknya dengan respons reseptor
79
Baku Ajar Neurologi
80
Bangkitan dan Epiiepsi
81
Buku Ajar Neurologi
82
Bangkitan dan Epileps
83
Buku Ajar Neurologi
84
Bangkitan dan Epilepsi
85
Baku Ajar Neurologi
auditorik pada Iobus temporal lateral, aura utama. Bila terdapat lebih dari satu kali,
visual pada jaras visual tergantung pada maka bentuk bangkitan akan selalu sama.
kompleksitasnya dapat berasal dari lobus Frekuensi bangkitan, durasi antar bangki
temporal atau oksipital, dan lain sebagai- tan dan waktu terjadi bangkitan mempunyai
nya. Kemudian lateralisasi, beberapa ben- kekhasan pada tiap lobus.
tuk bangkitan seperti arah gerakan mata,
P e n e g a k a n S in d ro m E p ilep si
mulut, wajah, kepala, postur distonik dapat
Sindrom epilepsi ditegakkan selain ber-
menunjukkan hemisfer yang terlibat.
dasarkan semiologi bangkitan dan EEG, juga
Lirikan mata saat pasien mulai kehilang- pemeriksaan fisik, topis, pemeriksaan penun-
an kesadaran akan menunjukkan keter- jang lainnya serta usia. Pemeriksaan EEG di-
libatan hemisfer kontralateral dari arah lakukan untuk memastikan adanya aktivitas
mata, sementara arah kepala tertarik saat epileptiform yang bersifat fokal atau umum.
pasien masih sadar biasanya menunjukkan Pada EEG juga perlu diperhatikan latar be-
hemisfer ipsilateral. Kesadaran dan perkem- lakang serta ada tidaknya perlambatan fokal
bangan bangkitan menjadi umum biasanya monomorfik atau polimorfik.
sejalan, kesadaran akan menghilang dengan Pemeriksaan fisik dilakukan untuk menge-
berkembangnya bangkitan menjadi umum, tahui adanya defisit neurologis fokal maupun
apabila kesadaran masih intak saat bangkitan global. Bila didapatkan defisit neurologis
menjadi umum, maka perlu dipikirkan diag maka ditegakkan diagnosis epilepsi sim-
nosis banding bangkitan non-epileptik. tomatik, bahkan pada bangkitan epilep-
tik pertama kali. Pada epilepsi simtomatik
Semiologi pascaiktal terutama kesadaran
pencarian etiologi merupakan keharusan,
setelah bangkitan selesai juga dapat men
Pemeriksaan penunjang seperti pemerik
jadi petunjuk etiologi dan topis. Kesadaran
saan laboratorium, pencitraan otak, dan
yang langsung kembali intak dapat terjadi
pungsi lumbal sangat membantu dalam
pada epilepsi idiopatik dan lobus frontal, se
menemukan etiologi.
mentara kebingungan yang terjadi sebagai
gejala pascaiktal merupakan patognomonik Bila pada pemeriksaan fisik dan penunjang
epilepsi lobus temporal. tidak ditemukan kelainan maka kemungkinan
diagnosis adalah epilepsi kriptogenik atau
Pada bangkitan fokal/parsial, durasi bang
idiopatik. Pada bayi, anak-anak, dan remaja,
kitan dapat terjadi sampai dengan 5 menit,
idiopatik dipikirkan apabila terdapat riwayat
sementara pada bangkitan umum tonik
keluarga terutama pada orangtua dan sau-
klonik berkisar antara 1-2 menit. Apabila
dara kandung.
terjadi lebih lama pikirkan kemungkinan
status epileptikus. Namun apabila dipadu-
TATALAKSANA
kan dengan semiologi bangkitan tidak di-
M e d ik a m e n to s a
dapatkan kesesuaian, maka pertimbangkan
Titik berat tata laksana epilepsi adalah pence-
diagnosis banding bangkitan non-epileptik.
gahan bangkitan berulang dan pencarian eti
Kesesuaian antara runutan semiologi bang ologi. Bangkitan epileptik dapat merupakan
kitan dengan asal fokus merupakan kunci gejala dari suatu penyakit sistemik maupun
86
Bangkitan dan Epilepsi
akibat kelainan intrakranial. Bangkitan epi- tanda intoksikasi tersebut muncul. Namun
leptik pertama yang terjadi pada fase akut apabila terjadi intoksikasi berat seperti penu-
akibat penyakit yang mendasarinya, biasa- runan kesadaran pada intoksikasi valproat
nya tidak memerlukan terapi jangka panjang. maka obat harus langsung dihentikan dan di-
Sementara bangkitan epileptik yang terjadi ganti dengan obat yang tidak mempunyai pro-
akibat suatu kelainan intrakranial yang kro- fil efek samping yang sama serta waktu steady
nis diperlukan terapi jangka panjang. state cepat untuk mencegah status epileptikus
akibat efek withdrawal
Pada bangkitan epileptik pertama, terapi obat
anti epilepsi [OAE) dapat langsung diberikan Selain tipe bangkitan, pemilihan OAE perlu
bila terdapat risiko yang tinggi untuk terjadi- memperhatikan faktor-faktor individual se
nya bangkitan berulang. Misalnya pada status perti komorbiditas, usia, ekonomi, interaksi
epileptikus sebagai bangkitan epileptik per obat, ketersediaan, dan lain sebagainya. Ko-
tama, ditemukannya lesi intrakranial sebagai munikasi, edukasi, dan informasi merupa-
penyebab bangkitan, riwayat keluarga epilep kan salah satu falctor penting untuk mening-
si dan beberapa indikasi lainnya, katkan kemungkinan bebas serangan.
OAE diberikan berdasarkan tipe bangkitan. Prinsip pengobatan epilepsi adalah monote-
OAE pilihan pada kejang tipe parsial berdasar rapi dengan target pengobatan 3 tahun bebas
kan pedoman ILAE 2013 antara lain adalah bangkitan. Bila pemberian monoterapi tidak
karbamazepin, levetirasetam, zonisamid, dan dapat mencegah bangkitan berulang, poli-
fenitoin. Pilihan OAE pada anak adalah okskar- terapi dapat diberikan dengan pertimbangan
bazepin dan pada lanjut usia adalah lamotrigin profil obat yang akan dikombinasikan. Apa
dan gabapentin. Sementara pada bangkitan bila masih tidak dapat diatasi, maka perlu di-
pertama umum tonik klonik pada dewasa dan pertimbangkan tindakan pembedahan untuk
anak adalah karbamazepin, okskarbazepin, menghilangkan fokus epileptik.
fenitoin, dan lamotrigin (Tabel 4).
N o n m e d ik a m e n to sa
Dosis obat dimulai dari dosis kecil dan dinai- Tata laksana nonmedikamentosa pada epi
kkan secara bertahap sampai mencapai dosis lepsi antara lain:
terapi. Pantau efek samping jangka pendek, 1. Pembedahan epilepsi
seperti mengantuk, gangguan emosi dan 2. Stimulasi nervus vagus
perilaku, gangguan hematologi, fungsi hepar, 3. Diet ketogenik
atau alergi. Jika tidak ditemukan efek samp
ing dan pasien merasa nyaman dengan obat Pembedahan epilepsi adalah salah satu tata
tersebut, dosis obat dapat dinaikkan bertahap laksana nonmedikamentosa yang efektif pada
sampai tercapai bebas bangkitan atau terjadi pasien epilepsi fokal resisten obat. Angka ke-
intoksikasi. Gejala dan tanda intoksikasi dapat berhasilan pembedahan epilepsi antara lain
muncul ringan sampai berat. Bila muncul ge 66% pasien bebas bangkitan pada epilepsi
jala dan tanda intoksikasi ringan, serperti diz lobus temporal, 46% pada epilepsi lobus ok-
ziness dan nistagmus pada intoksikasi fenito sipital dan parietal, serta 27% pada epilepsi
in, dosis dapat diturunkan ke dosis sebelum lobus frontal
87
Buku Ajar Neurologi
88
Bangkitan dan Epilepsi
Tabel 4. Rangkuman Studi dan Peringkat Bukti Efikasi dan Efektivitas Obat Anti-epilepsi Berdasarkan
Tipe Bangkitan dan Sindrom Epilepsi ILAE 201 3
Tipe Bangkitan atau Sindrom
Penelitian Kelas Peringkat Bukti Efikasi dan Efektivitas
Epilepsi
1 II II
Bangkitan parsial pada dewasa 4 1 34 Level A: CBZ, LEV, PHT, ZNS
Level B : VPA
Level C: GBP, LTG, OXC, PB, TPM, VGB
Level D: CZP, PRM
Bangkitan parsial pada anak 1 0 19 Level A: OXC
Level B: tidak ada
Level C: CBZ, PB, PHT, TPM, VPA, VGB
Level D: CLB, CZP, LTG, ZNS
Bangkitan parsial pada lansia 1 1 3 Level A:GBP, LTG
Level B: Tidak ada
Level C: CBZ
Level D: TPM, VPA
Bangkitan umum tonik lclonik 0 0 27 Level A: Tidak ada
pada dewasa Level B: Tidak ada
Level C: CBZ, LTG, OXC, PB, PHT, TPM, VPA
Level D: GBP, LEV, VGB
Bangkitan umum tonik klonik 0 0 14 Level A: Tidak ada
pada anak Level B: Tidak ada
Level C: CBZ, PB, PHT, TPM, VPA
Level D: OXC
Bangkitan absans pada anak 1 0 7 Level A: ESM, VPA
Level B: Tidak ada
Level C: LTG
Level D: Tidak ada
Benign epilepsy with centrotem 0 0 3 Level A: Tidak ada
poral spikes(BECTS) Level B: Tidak ada
Level C: CBZ, VPA
Level D: GBP, LEV, OXC, STM
Epilepsi mioklonik pada dewasa 0 0 1 Level A: Tidak ada
Level B: Tidak ada
Level C: Tidak ada
Level D: TPM, VPA
CBZ; carbamazepine; LEV: levetiracetam; PHT: phenytoin; ZNS; zonisamide; VPA: valproic acid; GBP: gabapentine; OXC:
oxcarbazepine; PB: phenobarbital; TPM; topiramate; VGB: vigabatrin; CZP: clonazepams; PRM: primidone; CLB: clobazame;
LTG; lamotrigine; STM: sulthiame, ESM; ethosuximide.
Sumber: Glauser T, dkk, Epilepsia, 2013. h. 551-63.
89
Bulat Ajar Neurologi
Pasien sadar saat fase awal serangan ke- c. Genetik dan patofisiologi
cuali bila serangan dengan cepat berubah Secara patofisiologi, gambaran klinis yang
menjadi umum-sekunder. Sebanyak 54% berkaitan dengan umur, gambaran klinis
pasien mengalami evolusi serangan men yang self-limiting dengan remisi saat pu-
jadi tonik-klonik. Manifestasi fungsi luhur bertas, dan riwayat penyakit dalam ke-
dapat terjadi pada pasien BECTS dianta- luarga yang serupa merupakan indikasi
ranya gangguan memori auditori-verbal yang sangat kuat bahwa sindrom BECTS
dan visospasial, fungsi eksekutif, bahasa, merupakan sindrom "gangguan matu-
dan atensi. rasi otak herediter". Dugaan ini diperkuat
dengan ditemukannya beberapa gen yang
b. Pemeriksaan penunjang
terkait. Keterlibatan gen brain-derived neu
Pencitraan tidak rutin dilakukan pada
rotrophic factor (BDNF] dan elongator pro
pasien ini kecuali jika terdapat gejala-gejala
tein complex 4 (ELP4) yang diperldrakan
yang atipilcal atau dicurigai karena keterli-
berperan pada motilitas sel, migrasi, dan
batan atau etiologi lain. Namun, bila fasilitas
adesi memberikan pandangan yang lebih
dan kondisi memungldnkan pemeriksaan
baik tentang dasar molekuler yang kom-
pencitraan dapat dilakukan tidak hanya
pleks tentang epilepsi fokal pada anak.
untuk menyingldrkan faktor simptomatik
lainnya atau perkembangan ilmu, namun, d. Tata laksana dan prognosis
sekali diagnosis ini telah tegak, pencitraan Karena dianggap sebagai suatu yang b e
juga dapat dilakukan untuk membuat orang nign dan dapat remisi {self-limiting course},
tua menjadi lebih tenang. banyak ahli berpendapat BECTS tidak me-
merlukan pengobatan secara farmakologi.
EEG interiktal wajib dilakukan pada
Namun keputusan tata laksana memerlu-
pasien ini karena salah satu penyingkir
kan berbagai pertimbangan antara risiko,
dan kadang menjadi penegak diagnosis.
keutungan, dan alternatif obat antiepilep-
Gambaran EEG ditandai dengan gelom-
si yang ada. Jika serangan jarang terjadi
bang paku difasik amplitudo tinggi {high
mungkin saja terapi farmakologis tidak
voltage ] diikuti gelombang lam bat Dis-
perlu diberikan.
tribusi gelombang ini paling jelas terlihat
di centrotemporal (elektroda C3/T3 atau Pada kasus dengan onset kurang dari 4
C4/T4), namun sebagian kecil kadang tahun, pasien dengan serangan di siang
dapat ditemukan pada centroparietal hari, serangan tonik klonik umum yang
dan midtemporal. Contoh gambaran EEG berulang, atau status epileptikus pem-
interiktal BECTS dapat dilihat pada buku berian terapi farmakologis sangat disa-
Atlas EEG dan suplemen evoked potential rankan. Terapi farmakologis yang men
yang dikeluarkan Departemen Neurologi jadi obat pilihan untuk BECTS adalah
FKUI/RSCM. Pemeriksaan fungsi luhur asam valproat. Adapun karbamazepin
sebaiknya juga dilakukan pada pasien menyebabkan perburukan klinis dan
BECTS mengingat adanya gangguan elektrofisiologis (EEG).
memori pada beberapa pasien.
90
Bangkitan dan Epilepsi
91
Buku Ajar Neurologi
92
Bangkitan dan Epilepsi
93
Buku Ajar Neurologi
di tengah-tengah tidur. Selain itu JME dan simetrik, yang kemudian segera
dikenal sebagai sindrom epilepsi yang diikuti dengan mioklonicjerk (tere-kam
paling fotosensitif. Mioldonik biasa-nya pada elektorda EMG). Cetusan ini ter-
mudah dibangkitkan dengan stimulasi diri dari 5-20 gelombang tajam [spike],
visual berupa kilatan seperti TV, video dengan frekuensi 12-lHz, amplitudo
games, lampu disko, dan sinar matahari makin meningkat di daerah fron
yang intermiten. Bangkitan mioklonik tal sebesar 200-300mV. Gelombang
ini tidak disertai dengan gangguan ke- lambat dapat muncul sebelum atau
sadaran. sesudah gelombang tajam dengan
frekuensi antara 3-4Hz dan amplitu
Bentuk bangkitan kedua tersering
do 200-250mV. Gelombang polispike
pada JME adalah bangkitan umum
dan lambat ini membentuk kompleks
tonik-klonik, yaitu sekitar 80-95% ,
gelombang polyispike-and-slow-wave
yang membuat pasien datang ber-
yang durasinya lebih panjang dari mio
obat. Gerakan mioklonik sering tidak
klonik jerk yang mucul saat dilakukan-
dianggap keluhan oleh pasien diband-
nya perekaman.
ingkan bangkitan umum tonik klonik,
sehingga tidak didapatkan dalam Pencitraan seperti MRI dan CT scan
anamnesis. Bangkitan umum ini me- tidak bermakna dalam penentuan di
miliki faktor presipitasi dan muncul agnosis melainkan dilakukan untuk
pada waktu-waktu yang sama dengan menyingkirkan diagnosis banding atau
bangkitan mioklonik. Walaupun be- evaluasi. Positron emission tomography
gitu, bangkitan umum jarang kambuh (PET) scan menunjukkan penurunan
pada pasien dengan JME, hanya se tingkat fluorodeoksiglukosa di korteks
kitar satu sampai dua kali pertahun, prefrontal dorsolateral saat melakukan
dan biasanya muncul karena peruba- perintah yang berka-itan dengan fungsi
han pola tidur, tidur tidak teratur, worlung memory. Dilaporkan peningka-
atau faktor pencetus lainnya. tan distribusi benzodiazepin dan resep-
tor GABA pada sistem talamo-kortikal.
b. Pemeriksaan penunjang
Magnetic resonance spectroscopy (MRS)
Pemeriksaan EEG interiktal menun-
menunjukkan penurunan tingkat kadar
jukkan latar belakang normal. Ter-
N-acetyl aspartate di daerah prefron
dapat gelombang polyspike and
tal, sedangkan pada MR! 40% pasien
slow-wave umum [general] kadang
menunjukkan sedildt perubahan struk-
asimetris atau hanya dominan pada
tur menjadi abnormal. Pemeriksaan
daerah anterior, dan lebih sering mun
fungsi luhur menjadi pemeriksaan stan-
cul pada saat tidur. Gelombang epilep
dar sebagai data dasar dan evaluasi
tiform ini muncul ireguler dan dengan
pasien-pasien epilepsi.
frekuensi lebih cepat dari 2,5-3,5Hz.
c. Genetik
EEG iktal menunjukkan satu hurst ge
JME merupakan sindrom epilepsi yang
lombang polispike bilateral, sinkrom,
94
Bangkitan dan Epilepsi
95
Buku Ajar Neurologi
4. Octaviana F, Budikayanti A] Belfas Z, Ayuputri M. 20. Pardoe HR, Berg AT, Archer JS, Fulbright RK, Jack-
Characteristics of epilepsy patients in outpatient son GD. A neurodevelopmental basis for BECTS:
clinic neurology departement Cipto Mangungkusu- evidence from structural MRI. Epilepsy Res.
mo Hospital Jakarta. Poster at 10thAsian & Oceani 2013;105(0):139-9.
an Epilepsy Congress; 2014 Agustus 24-27; Singa 21. Holmes GL. Rolandic epilepsy: clinical an electro-
pore: 1LAE/1BE Congress: Epilepsy Congress; 2014. encephalographic features. Epilepsy Res Suppl.
5. Engelborghs S, D'Hooge R, De Deyn PP. Pathopysiolo- 1992:6;29-43.
gy of epilepsy. Acta neural belg. 2000;100(4}:201-13. 22. Sarkis RA, Loddenkemper T, Burgess RC. Child
6. Stafstrom CE. The pathophysiology of epileptic hood absence epilepsy in patients with benign
seizures: a primer for pediatricians. Pediatr Rev focal epileptiform disharges. Pediatr Neurol.
1998;19(10):342-51. 2009:41 (6 ) ;428-34.
7. Penderis J. Pathophysiology of epileptic seizure. 23. Gkampeta A, Pavlou E. Emerging genetic influences
In practice. 2014;36(suppl l):3-9. in benign epilepsy with centro-temporal spikes-
8. Vezzani A. Epilepsy and inflammation in the
BECTS. Epilepsy Res. 2012;101(3):197-201.
brain: overview and pathophysiology. Epilepsy
24. Hughes JR. Benign epilepsy of childhood with
curr. 2014;14(suppl l):l-7 .
centrotemporal spikes (BECTS): to treat or not
9. Proposal for revised classification of epilepsies
to treat, that is the question. Epilepsy Behav.
and epileptic syndromes. Commission on classifi-
2010;19(3):197-203.
cationand terminology of the international league
25. Kao A, Rao PM. Chapter 13: Idiopathic general
against epilepsy. Epilepsia. 1989;30(4):389-99.
10. Engel J. ILAE classification of epilepsy syn ized epilepsies. Dalam: Stefan H, Theodore WH,
dromes, Epilepsy Res. 2006;70(suppl}:5-10. editor. Handbook of clinical neurology. Edisi ke-
11. Panayiotopoulos CP, penyunting. A clinical guide 3. 2012;107:210-24.
to epileptic syndromes and their treatment. Lon 26. Berman R, Negishi M, Vestal M, Spann M, Chung
don: Springer Healthcare Ltd; 2010. MH, Bai X, dkk. Simultaneous EEG, fMRI, and
12. Heijbel J, Bloom S, Bergfors. Benign epilepsy of chil behavior in typical childhood absence seizures.
dren with temporal EEC foci. A study of incidence Epilepsia. 2010;51(10):2011-22.
rate in ouptaientcare. Epilpesia, 1975;16(5):57-664. 27. Carney PW, Masterton RA, Harvey AS, Scheffer IE,
13. MA CK, Chan KY. Benign childhood epilepsy with Berkovic SF, Jackson GD. The core network in ab
centrotemporal spikes: a study of 50 Chinese sence epilepsy, differences in cortical and thalamic
children. Brain Dev. 2003;25(6):390-5. BOLD response. Neurology. 2010;75(10):904-11,
14. Chanine LM, Milcati MA. Benign pediatric lo 28. Loiseau P, Panayiotopoulos CP, Hirsch E. Chapter 19:
calization-related epilepsies. Epileptic Disord. Childhood absence epilepsy and related syndromes.
2006;8(4):243-58. Dalam: Roger J, Bureau M, Dravet Ch, Genton P, Tas-
15. Gobbi G, Boni A, Filippini M. The spectrum of sinari CA, Wolf P, editor. Epileptic syndromes in in
idiopatic Rolandic epilepsy syndromes and idio- fancy, childhood and adolescence. Edisi ke-3. Mon-
patic occipital epilepsies: from the benign to the trouge: John Libbey Eurotext Ltd; 2002. h. 285-303,
diabling. Epilepsia. 2006;47(suppl 2):62-6. 29. Sander T, Hildmann T, Krets R, Furst R, Sailer
16. Bouma PA, Bovenkerk A, Westendrop RG, Brou U, Schmitz B, dkk. Allelic association of juvenile
wer OF. The course of benign partial epilepsy in absence epilepsy with a GluR5 kainate receptor
childhood with centrotemporal spikes a meta gene (GRIK1) polymorphism. Am J Med Genet.
analysis. Neurology. 1997;48(2):430-7. 1997;74(4):416-21.
17. Wirrel EC. Benign epilepsy of childhood with cen 30. Izzi C, Barbon A, Kretz R, Sander T, Barlati S. Se
trotemporal spikes. Epilepsia. 1998;39:S32-41. quencing of the GRIK1 gene in patients with juve
18. Loddenkemper T, Wyllie E, Hirsch E. Epileptic nile absence epilepsy does not reveal mutations
syndromes with focal sizures of childhood and affecting receptor structure. Am J Med Genet.
adolescence. Dalam: Stefan H, Theodore WH, edi 2002;114(3):354-9.
tor. Handbook of Clinical Neurology. Edisi ke-3. 31. Yalfin 0, Baykan B, Agan K, Yapici Z, Yalfin D,
2012;107:195-208. Dizdarer G, dkk. An association analysis at 2q36
19. Panayiotopoulus CP, Michael M, Sanders S, Valeta T, reveals a new candidate susceptibility gene for
Koutroumanidis M. Benign childhood focal epilep juvenile absence epilepsy and/or absence sei
sies: assessment of established and newly recog zures associated with generalized tonic-clonic
nized syndromes. Brain. 2008:131(Pt 9);2264-86. seizures. Epilepsia. 2011;52(5):975-83.
96
Bangkitan dan Epilepsi
32. Genton P, Gelisse P, Thomas P. Juvenile myoclonic clonic status epilepticus in juvenile myoclonic
epilepsy today: Current definitions and limits. epilepsy. Epileptic Disord. 2013;15(2]:181-7.
Dalam: Schmits B, Sander T, editor, juvenile myo 40. Genton P, Gelisse P, Thomas P, Dravet C. Do carba-
clonic epilepsy: the Janz syndrome. Petersfield: mazepine and phenytoin aggravate juvenile myo
Wrightson Biomedical Publishing, 2000; h. 11-31. clonic epilepsy? Neurology. 2000;55(8): 1106-9,
3 3 . Thomas P, Genton P Gelisse P, Wolf P. Chapter 41. Glauser T, Ben-Menachem E, Bourgeois B, Cnaan A,
24: Juvenile myoclonic epileps. Dalam: Roger }, Guerreiro C, Kalviainen R, dkk. Updated ILAE evi
Bureau M, Dravet P, Tassinari CA, Wolf P, editor. dence review of antiepileptic drug efficacy and effec
Epileptic syndromes in infancy, childhood and tiveness as initial monotherapy for epileptic seizures
adolescence. Edisi ke-3. Montrouge: John Libbey and syndromes. Epilepsia. 2013;54(3):551-63.
Eurotext Ltd; 2002. h. 335-55. 42. Ryvlin P, Cross JH, Rheims S. Epilepsy surgery in chil
34. Pung T, Schmitz B. Circardian rhythm and per dren and adults. Lancet Neurol. 2014;13(11):1114-26.
sonality porfile in juvenile myoclonic epilepsy. 43. Elliot RE, Morsi A, Tanweer O, Grobelny B,
Epilepsia. 2006;47(Suppl 2 } :l ll - 4 . Geller E, Carlson C, dkk. Efficacy of vagus nerve
35. Koepp MJ, Richardson MP, Brooks DJ, Cunning stimulation over time: review of 65 consecu
ham VJ, Duncan JS. Central benzodiazepine/ tive patients with treatment-resistant epilepsy
gamma-amminobutyric acid a receptors in id- treated with VNS>10 years. Epilepsy & Behavior.
iopatic generalized epilepsy: an [nC] flumazenil 2011;20(3):478-83.
positron emission tomography study. Epilepsia. 44. Lefevre F, Aronson N. Ketogenic diet for the treat
1997;38(10};1089-197. ment of refractory epilepsy in children: a system
36. Szaflarski JP, Di-Francesco M, Hirschhauer T, atic review of efficacy Pediatrics. 2000; 105 (4): 1-7.
Banks C, Privitera MD, Gotman j, dkk. Cortical 45. Yogaswara R, Octaviana F, Budikayanti A, Prihar-
and subcortical contributions to absence seizure tono J, Syeban Z, Mayza A, dkk. Aktifitas epilep
onset examined with EEG/fMRI. Epilepsy Behav. tiform pada elektroeesefalografi pasien epilepsi
2010;18(4):404-13. dengan hiperventilasi selama lima menit [tesis].
37. Muhle H, Steinich I, von Spiczak S, Franke A, We Jakarta: Universitas Indonesia: 2014.
ber Y, Lerche H, dkk, A duplication in lq21.3 a 46. Kelompok Studi Epilepsi Perhimpunan Dokter
family with early onset and childhood absence Spesialis Saraf Indonesia (PERDOSSI). Pedoman
epilepsy. Epilepsia, 2010:51{12);2453-6. tatalaksana epilepsi. Surabaya: Airlangga Univer
38. Brodie MJ. Modern management of juvenile sity Press; 2014.
myoclonic epilepsy. Expert Rev Neurother. 47. Departemen Neurologi Fakultas Kedokteran Uni
2016;16(6):681-8. versitas Indonesia Rumah Sakit Cipto Mangunku-
39. Fanella M, Egeo G, Fattouch J, Casciato S, Lapenta sumo. Atlas EEG praktis. Jakarta: Badan Penerbit
L, Morano A, dkk. Oxcarbazepine-induced myo FKUI; 2016.
97
STATUS EPILEPTIKUS
98
Status Epileptikus
Definisi SE konvulsif tonik klonik adalah tinggi, yaitu 3-50%. Angka ini bervariasi ter-
bangkitan epileptik yang berlangsung se- gantung etiologinya, anglta mortalitas SE re-
cara terus menerus selama minimal 30 menit frakter pada pasien usia tua mencapai 76%.
atau berulang tanpa pulihnya kesadaran di
antara bangkitan. Batasan waktu atau durasi E T IO L O G I
30 menit tersebut merupakan batasan waktu Secara umum etiologi SE terdiri dari etiologi
dimensi kedua, yaitu saat terfadi kerusakan yang diketahui (simtomatik) dan etiologi yang
neuronal. Tetapi batasan waktu atau durasi tidak diketahui (kriptogenik). Berdasarkan
bangkitan epileptik tonik klonik minimal waktu terjadinya abnormalitas penyebabnya,
5 menit digunakan sebagai dasar untuk etiologi SE dibagi menjadi 3, yaitu:
memulai langkah tata laksana SE sehingga
1. Proses A k u t
bangkitan tidak terjadi berkepanjangan.
® Gangguan metabolik: gangguan elektro-
Bangkitan epileptik tonik klonik kemung-
lit, hipoglikemia, dan gangguan ginjal
kinan tidak akan berhenti spontan apabila
® Sepsis
telah terjadi selama 5 menit. Batasan waktu
® Infeksi susunan saraf pusat: meningi
SE pada bentuk bangkitan yang lain dipapar-
tis, ensefalitis, dan abses
kan pada Tabel 2.
® Stroke: stroke iskemik, perdarahan in-
traserebral, perdarahan subaraknoid,
E P ID E M IO L O G I
dan trombosis sinus serebral.
Insidens SE episode pertama mencapai 42
® Trauma kepala dengan atau tanpa he-
kasus per 100.000 penduduk pertahunnya
matom epidural atau subdural
dengan rasio yang hampir sama pada laki-
® Obat-obatan:
laki dan perempuan. Berdasarkan National
Health Discharge Survey (NHDS) insidens ini - Intoksikasi obat atau alkohol.
bersifat bimodal, yaitu lebih tinggi pada usia - Withdrawal obat golongan opiod,
dekade pertama dan setelah usia 60 tahun. Di benzodiazepin, barbiturat, atau
Amerika Serikat insidensnya berkisar antara alkohol,
6,2-18,3 per 100.000 populasi. • Hipoksia
Di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM) ® Ensefalopati hipertensif, sindrom
pada bulan Juni 2013 hingga Januari 2014 ter- ensefalopati posterior reversibel
dapat 31 pasien SE di instalasi gawat darurat ® Ensefalitis autoimun
(IGD), 45,2% dengan bangkitan umum, dan 2. Proses Kronik
54,8% dengan bangkitan fokal Sebanyak ® Epilepsi: penghentian atau penu-
22,6% pasien meninggal dan kesemuanya runan obat anti epilepsi (OAE)
mengalami bangkitan umum. Penelitian Loho
® Penyalahgunaan alkohol kronik
2016 di RSCM menunjukkan bahwa 61,8%
kasus ensefalopati metabolik mengalami SE ® Gangguan susunan saraf pusat lampau
nonkonvulsif. (misalnya pascastroke, pascaensefalitis)
® Gangguan metabolisme bawaan pada
SE merupakan kegawatdaruratan medis yang
anak
sering dengan morbiditas dan mortalitas yang
99
Baku Ajar Neurologi
100
Status Epileptikus
Fosforllasl protein
Pembukami dan penutupan kanal Ion
Penglepasan neurotransm lter
Gambar 1. Kaslcade dari Mekanisme yang Terlibat pada Transisi dari Bangkitan Tunggal hingga Menjadi
Status Epileptikus
GABA mma - a mmob utynca c/d; NMDA: N-m et i1- D-a spa r ta t; AMPA: a- a mino-3 -hydroxy® 5 fflm ethylisoxazole® ^ p r o
pionic acid; DNA: deoxyribonucleic acid; RNA: ribonucleic acid
Dimodifikasi dari: Betjemann JP, dkk. Lancet Neurol. 2015. h, 615-24.
101
Buku Ajar Neurologi
Tenminasi bangkitan
Tujuan manajemen SE adalah menghentikan dalam tata laksana SE adalah rute pembe-
bangkitan dengan segera, mengidentifikasi rian yang mudah dan cepat mencapai kadar
dan mengatasi penyebab, serta mengatasi terapeutik, sehingga dapat segera mengon-
komplikasi yang ditimbulkannya dengan trol bangkitan. Tata laksana lini pertama
skema pada Gambar 2. Langkah-langkah dapat dimulai sejak di luar RS sesuai de
tersebut sudah dapat dimulai jika terjadi ngan kemampuan penolong. Tata laksana
bangkitan konvulsif tonik klonik lebih dari 5 pertama yang dilakukan secara dini akan
menit, oleh karena bangkitan tersebut yang meningkatkan probabilitas terminasi bang
terjadi 5 menit atau lebih, kemungkinannya kitan dengan protokol seperti pada Tabel 3.
kecil untuk berhenti spontan.
Tabel 3. Protokol Tata Laksana SE
Waktu Intervensi
Fase ® Stabilisasi pasien (jalan napas, pernapasan, sirkulasi, dan disabilitas neurologis)
stabilisasi: o Catat waktu mulai bangkitan, monitor tanda vital
0-5 menit ® Evaluasi oksigenasi, berikan oksigen melalui nasal kanul atau masker, pertim-
bangkan intubasi bila diperlukan.
® Monitor EKG
® Pemeriksaan kadar gula darah. Jika kadar gula darah <60mg/dL:
- Dewasa: tiamin lOOmg IV lalu 50mL dekstrosa 50% IV
- Anak >2 tahun: dekstrosa 50% 2mL/kgBB
- Anak <2 tahun: dekstrosa 50% 4mL/kgBB
® Pemasangan akses IV dan mengambil sampel darah untuk pemeriksaan hema-
tologi, elektrolit, skrining toksikologi, dan bila diperlukan kadar OAE
® Vasopresor atau resusitasi cairan dapat diberikan jika TD sistoiik <90mmHg
atau MAP <70mmHg
Fase Benzodiazepin
terapi inisial: Pilih salah satu dari benzodiazepin berikut:
5-20 m enit » Midazolam intramuskular (dosis tunggal lOmg untuk BB >40kg, 5mg untuk
BB13-40kg) atau
® Lorazepam IV* (0,lmg/kgBB/dosis maksimal 4mg/dosis, kecepatan pemberian
2mg/menit, dapat diulang 1 kali) atau
« Diazepam IV (0,15-0,2mg/kgBB/dosis, maksimal lOmg/dosis, dapat diulang 1
kali)
Jika pilihan di atas tidak tersedia maka dapat diberikan:
® Fenobarbital IV (15mg/kgBB/dosis, dosis tunggal) atau
® Diazepam rektal (0,2-0,5mg/kgBB maksimal 20mg/dosis, dosis tunggal) atau
® Midazolam intranasal* atau intrabukal*
Fase Pilih salah satu dari OAE beriltut:
terapi lini ® Fosfenitoin IV* (20mg/kgBB, maksimal 1500mg/dosis, kecepatan pemberian
kedua: maksimal 150 mg/menit, dosis tunggal atau bila perlu dapat diulang 5-10mg/
20-4 0 m enit kgBB) atau
® Fenitoin IV (20mg/kgBB, kecepatan 50mg/menit, dosis tunggal, bila perlu dapat
diulang 5-10mg/kgBB) atau
® Asam valproat IV* (20-40mg/kgBB, maksimal 30Q0mg/dosi$, kecepatan
lOOmg/menit, dosis tunggal) atau
« Levetirasetam IV* (20-60mg/kgBB, maksimal 4500mg/dosis, dosis tunggal)
Jika pilihan di atas tidak tersedia, maka dapat diberikan:
® Fenobarbital IV (15mg/kgBB, kecepatan 50-75mg/menit)____________________
Waktu Intervensi
Buku Ajar Neurologi
Seiring dengan langkah untuk menghentikan bangkitan epileptik, maka harus dilakukan
eksplorasi etiologi SE dan mendeteksi kom- bel 4).
piikasi yang terjadi dengan pemeriksaan
penunjang yang sesuai dengan indikasi (Ta-
Tabel 4, Pemeriksaan Penunjang pada Kasus SE
104
Status EpUeptikus
PROGNOSIS
Prognosis SE ditentukan oleh beberapa faktor, kali lipat pada usia >80 tahun yang mencapai
yaitu usia, tipe bangkitan SE, durasi, kecepatan 50%. Mortalitas lebih tinggi pada SE mioklonik,
inisiasi tata laksana, dan etiologi. Walaupun durasi SE >60 menit, inisiasi tata laksana 30
SE sering terjadi pada usia dekade pertama, menit sejak onset, dan SE simptomatik akut.
namun angka mortalitasnya lebih rendah Mortalitas SE tertinggi mencapai 60-80%
dibandingkan usia dewasa atau usia tua. kasus pada SE akibat anoksia atau hipoksia
Secara keseluruhan angka mortalitas pada usia akut yang berat (Tabel 5).
dewasa mencapai 26% dan meningkat dua Tabel S. Mortalitas SE
CONTOH KASUS
105
Buku Ajar Neurologi
Laki-laki usia 50 tahun dibawa ke IGD karena kecepatan 50mg/menit. Pasien tidak meng
mengalami bangldtan berulang sejak 1 hari alami kejang konvulsif kembali. Contoh kasus
sebelum masuk rumah sakit;. Bentuk bangkitan di atas menunjukan keadaan SE konvulsif.
berupa kepala tertarik ke kanan diilcuti
kekakuan pada lengan kanan, diikuti kaku DAFTARPUSTAKA
dan kelojotan pada keempat ekstremitas. Saat 1. Trinka E, Cock H, Hesdorffer D, Rossetti AO,
bangkitan pasien tidak sadar dengan durasi Scheffer IE, Shinnar S, Shorvon S, dkk. Definition
and classification of status epilepticus-report of
3-4 menit. Pascabangldtan pasien tampak the ILAE task force on classification of status epi-
meracau. Bangldtan berulang lima kali. Sekitar lepticus. Epilepsia. 2015;56[10):1515-23.
3 hari sebelum masuk RS pasien mengalami 2. Glauser T, Shinnar S, Gloss D, Alldredge B, Arya
R, Bainbridge J, dkk. Evidence-based guideline:
saldt kepala, demam tinggi, dan kadang bicara Treatment of convulsive status epilepticus in
kacau. Selama 2 hari terakhir pasien hanya children and adults: report of the guideline com
makan dan minum dalam jumlah sedikit Saat mittee of the american epilepsy society. Epilepsy
tiba di IGD pasien sedang mengalami bangkitan Curr. 2016;16C1):48-61.
3. Betjemann JP, Lowenstein DH. Status epilepticus in
yang sudah berlangsung selama 5 menit tanpa adults. 2015. Lancet Neurol. 2015;14(6):615-24.
henti dan langsung dibawa ke ruang resusitasi, 4. Kelompok Studi Epilepsi Perhimpunan Dokter
Pada pemeriksaan fisik tampak saliva di mulut, Spesialis Saraf Indonesia (PERDOSSI). Pedoman
tatalaksana epilepsi. Surabaya: Airlangga Univer
saturasi oksigen 95%. sity Press; 2014.
5. Sanchez S, Rincon F. Status epilepticus: epidemi
Pasien dilakukan pembersihan jalan napas,
ology and public health needs. 2016. J Clin Med.
suplementasi oksigen nasal kanul 3 liter/ 2016;5(8):71.
menit, injeksi midazolam lOmg intramus- 6. Loho AM, Budikayanti A, Kurniawan M, Octavi-
kular. Kejang berhenti pascainjeksi mida ana F, Sugiarto A, Hakim , dkk Gambaran elek-
troensefalografi dan prevalensi SE non konvul
zolam. Pemeriksaan fisik menunjukkan TD sif pada ensefalopati metabolik di rumah sakit
130/80mmHg, nadi 98 kali per menit, napas umum pusat nasional Cipto Mangunkusumo [te-
22 kali per menit, suhu 38,2°C, saturasi ok sisj. Jakarta: Universitas Indonesia; 2016.
7. Tunjungsari D, Loho AM, Budikayanti A, Octavi-
sigen 97%, SKG E3M5V4, tampak gelisah, ana F. Outcome of acute symptomatic seizure at
turgor kulit menurun, kaku kuduk positif. emergency department in Cipto Mangunkusumo
Berat badan pasien 55kg berdasarkan infor- hospital June 2013-January 2014. Poster pada
10th Asian & Oceanian Epilepsy Congress; 2014;
masi keluarga. EKG menunjukkan irama sinus
24-27 Agustus; Singapore: ILAE/IBE Congress:
dan gula darah sewaktu stik menunjukkan Epilepsy Congress.
kadar 90mg/dL. Sampel darah diambil un- 8. Chen JWY, Wasterlain CG. Status epilepticus:
pathohysiology and management in adults. 2006.
tuk pemeriksaan darah perifer lengkap, elek-
Lancet Neurol. 2006;5:246-56.
trolit, analisis gas darah, fungsi hepar, fungsi 9. Brophy GM, Bell R, Claassen J, Alldredge B, Bleck
ginjal, dan urinalisis. Pasien direncanakan TP, Glauser T, dkk. Guideline for the evaluation
untuk pemeriksaan CT scan kepala dengan and management of status epilepticus. 2012.
Neurocrit Care. 2012;17[l):3-23.
kontras dan pungsi lumbal Pasien kemudian
mendapatkan fenitoin llOOmg intravena
dalam NaCl 0,9% 50cc dan diberikan dengan
106
GAN GGUAN G ERAH
Penyakit Parkinson
Hemifasial Spasme
PENYAKIT PARKINSON
109
Buku Ajar Neurologi
di otak dan menjadi komponen utama dalam dkk menunjukkan insidens laki-laki sebesar
proses pembentukan badan Lewy. 61,21 per 100.000 individu per tahun dan
hampir dua kali lipat dari perempuan, yakni
Selain penyakit Parkinson, deposisi badan
37,55 per 100.000 individu pertahun.
Lewy juga merupakan penanda patologis yang
khas pada kasus lain, seperti demensia badan TerdapatpeningkataninsidensPPseiringdengan
Lewy dan multiple system atrophy. Falctor yang bertambahnya usia, baik pada lald-lald dan
mendasari adanya disregulasi alfa sinuklein perempuan. Pada kelompok laki-laki, insidens
dan pembentukan badan Lewy masih beium berkisar dari 3,59 per 100.000 penduduk pada
diketahui. Terdapat teori adanya peningkatan usia 40-49 tahun yang meningkat menjadi
produksi protein ini aldbat perubahan ekspresi 132,72 per 100.000 penduduk pada usia 70-
mRNA. Teori lain menyatakan bahwa adanya 79 tahun, lalu menurun menjadi 110,48 per
badan Lewy di otak merupakan respons 100.000 penduduk pada usia diatas 80 tahun.
normal dari neuron terhadap fibril toksik hasil Pada kelompok perempuan, insidens mulai
dari disfungsi proteosom. dari 2,94 per 100.000 penduduk (usia 40-49
tahun), mencapai insidens tertinggi 104,99 per
EPIDEMIOLOGI 100.000 penduduk pada usia 70-79 tahun, lalu
Data The Global Burden o f Disease Study (2015) menurun menjadi 66,02 per 100.000 penduduk
mengindikasikan adanya kecenderungan usia (usia di atas 80 tahun). Menurut Dorsey dkk
yang lebih tua pada saat terjadi kematian. berdasarkan peningkatan angka harapan hidup
Fenomena demografik ini menyebabkan ini, proyelcsi jumlah kasus PP meningkat lebih
peningkatan prevalensi penyakit degeneratif, dari 50% pada tahun 2030.
yaitu penyaldt Alzheimer diilcuti penyakit
Adanya perbedaan metodologi dan latar be-
Parldnson (PP) pada peringkatke-dua terse ring,
lakang geografi menyebabkan perbedaan ha
Dengan meningl<atnya angka harapan hidup,
sil penelitian yang bermakna dari beberapa
PP menjadi salah satu tantangan terberat yang
studi, terutama perbedaan kriteria klinis
dihadapi dunia kesehatan.
yang digunakan. De Rijk dkk melaporkan
Prevalensi PP bervariasi di beberapa perubahan diagnostik kriteria dapat menye
benua. Pringsheim dkk menemukan bahwa babkan perubahan identifikasi kasus sekitar
prevalensinya pada usia 70-79 tahun lebih 36%. Sebagai tambahan, banyak penelitian
rendah di Asia (646/100.000 individu), yang menggunakan kuesioner klinis dan tidak
dibandingkan Eropa, Amerika Utara, dan melakukan pemeriksaan langsung yang juga
Australia (p<0,05). Adapun insidens penyakit menyebabkan variabilitas ini. Karakteristik
ini berkisar 16-19 kasus per 100.000 individu geografik juga harus diperhitungkan, karena
pertahun. Savica dlck memperoleh insidens akan berguna untuk mengidentifikasi per
21 kasus per 100.000 penduduk pertahun di bedaan paparan falctor lingkungan.
Minnesota yang dapat dipengaruhi oleh jenis
kelamin, usia, dan etnis. PP lebih tinggi pada ANATOMI GANGLIA BASAL
laki-laki dibandingkan perempuan dengan Ganglia basal merupakan sekelompok nukleus
rasio 3:2. Studi meta-analisis oleh Hirsch subkortikal yang terdiri dari neostriatum
110
Penyakit Parkinson
(nukleus kaudatus dan putamen), striatum (SNr, SNc). Ganglia basal merupakan
ventral, globus palidus segmen interna dan salah satu bagian dari sirkuit kortikal-
eksterna (GPi, GPe], nukleus subtalamikus subkortikal yang lebih besar, yang berasal
{subthalamic nucleus/STN}, dan substansia dari seluruh korteks dan berkaitan dengan
nigra pars retikulata dan pars kompakta ganglia basal dan talamus [Gambar 1).
_... !&&&$ .
V Tfc&fei'ftus
Ssjgmsn
V&sritet.K /
P3fi
Gambar 2. Hubungan Anatomi Ganglia Basal dengan Korteks, Talamus dan Batang Otak.
GPe: globus palidus ekternus; SNc: substansia nigra pars kompakta; STN: subthalamicus nucleus; GPi: globus
palidus internus; SNr: substansia nigra pars retikulata
111
Buku Ajar Neurologi
112
Penyakit Parkinson
secara sinergis, Terdapat pula pengaruh ini diperoleh lebih sedikit pasien PP yang
faktor risiko genetik terhadap faktor ling- masih merokok dibandingkan kontrol dan
kungan. Sebagai contoh, penurunan risiko pasien PP lebih mudah untuk berhenti
pp dengan konsumsi kopi dikaitkan dengan merokok. Hal ini dipikirkan adanya penu
polimorfisme single-nucleotide pada CYP1A2 runan respons nikotin pada fase prodromal
(pada encoding isoform sitokrom P450 yang pasien PP.
bertanggung jawab dalam metabolisme ka-
Patologi Penyakit Parkinson
fein) atau GRIN2A (pada encoding subunit
Patologi utama adalah hilangnya neuron do-
rseseptor N-metil-D-aspartat/NMDA).
paminergikpada SNc. Area SNc yang terkena
Satu hal menarik menurut Wijaya dkk bah- adalah ventrolateral tier, yang mengandung
wa merokok sebagai faktor risiko negatif, neuron yang terproyeksi ke putamen dorsal
yang berarti merokok bersifat neuropro- dari striatum. Kerusakan neuron pada PP
tektif, yakni dapat menurunkan risiko PP. juga terjadi pada beberapa regio, termasuk
Namun, sebuah studi kasus kontrol menun- lokus sereolus, nukleus basal Meynert, nu-
jukkan bahwa efek neuroprotektif yang di- kleus pedunkulopontin, nukleus raphe, nu
periihatkan pada studi epidemiologi dise- kleus motor dorsal nervus vagus, amigdala,
babkan oleh reverse causation. Pada studi dan hipotalamus.
Ketorangaa
|— Dapzmln Clutamat
[A) CB)
Gambar 3. Sirkuit Motorik Ganglia Basal pada Keadaan Normal (A) dan Penyakit Parkinson (B)
SNc: substantia nigra pars kompakta; GPe: globus palidus eksternus; STN: subthalamic nucleus; GPi: globus pali-
dus internus; SNr: substansia nigra pars retikulata; Th: talamus; Glu: glutamat; Enk: enkefalin; SP: substansi P;
MSN: medium spiny neurons; GABA: gamm a-am inobutyric acid
113
Buku Ajar Neurologi
: ----- . _ . — ^ *
* y.t i
* * r_*. !iTS ■»
* :s i i h .i r: f:s■r I/.- ' .i.::
* | -k r . 1 | l % -
H | |
“ j u iii ■ll? *-'..!
H M H j
* I ■*; .MJ
i ^
A := fr/rr.*j*. ■
:
Kj. .■■■'jrr'i k- j■■ 7.M-,
r5..'r ^ ' j r i . : i ■r; - . -l j
iv :.:i;: R fI2
fAM47E*SCARB?
Ivr.^.iur j j i f . : i : - i=:a: .
ij'.-'-'jn;i jli.-s S !/■■ ] SR£BF1=RA!1
Tanda patologi khas lain pada PP adalah form ation , nukleus raphe posterior),
badan Lewy. Pada penyakit Parkinson, pro substansia abu-abu medula spinalis.
tein terbanyak yang menyusun badan Lewy ® Tahap 3: melibatkan Pons (nukleus pe-
adalah a -sinuklein. Protein ini mengalami dunkulopontin), midbrain (substansia
agregasi dan membentuk inklusi intra- nigra pars kompakta), basal forebrain
seluler di dalam badan sel (badan Lewy] (nukleus magnoselular termasuk nukle
dan pada prosesus neuron (Lewy neurites). us basalis Meynert), sistem limbik (sub-
Braak dkk mengajukan teori progresifitas nukleus sentral amigdala).
penyakit Parkinson berdasarkan distribusi • Tahap 4: melibatkan sistem limbik
topografi a-sinuldein. Pada proses ini, keru- (korteks asesorius dan nukleus basola-
sakan dimulai pada sistem saraf tepi dan teral amigdala, nukleus interstisial stria
berkembang mengenai sistem saraf pusat terminalis, klaustrum ventral), talamus
secara progresif, dari arah kaudal menuju (nukleus intralaminar), korteks temporal
rostral. Progresifitas penyakit Parkinson (mesokorteks temporal anteromedial,
menu rut Braak (Braak Staging) dibagi men- region CA2 hipokampus).
jadi 6 tahap (Gambar 5), yaitu:
© Tahap 5 dan 6: melibatkan regio korteks
® Tahap 1: melibatkan sistem saraf peri- multipel (korteks insula, area korteks
fer (neuron autonomik), sistem olfaktori asosiasi, area korteks primer).
(bulbus olfaktorius, nukleus olfaktorius),
Tahap 1 dan 2 berkaitan dengan onset gejala
medula oblongata (nukleus dorsal motor
premotorik, tahap 3 merupakan tahap mun-
vagal dan nervus glosofaringeus).
culnya gejala motorik akibat defisiensi dopa-
• Tahap 2: melibatkan pons ( locus coeru- min nigrostriatal, dan tahap 4-6 dapat muncul
leus, magnocellular portion o f reticular dengan gejala non-motorik pada tahap lanjut
114
Penyakit Parkinson
Neokorteks
primer,
sekunder
Neokorteks,
asosiasi
tingkat tinggi
Mesokorteks,
thalamus
Substansia
nigra dan
amygdala
Gain setting
nuclei
Nukleus
dorsal
motor X
JJ
115
Baku Ajar Neurologi
Tremor sebagian besar terjadi pada ba- hilang saat melakukan gerakan bertujuan
gian distal dan lebih jelas pada jari-jari atau mempertahankan postur tertentu.
tangan atau kaki. Gerakan berupa fleksi Efek ini hanya bertahan selama beberapa
ekstensi yang melibatkan jari-jari atau detik, kemudian muncul kembali (re
pronasi-supinasi pergelangan tangan amerges tremor ). Namun menurut Lance
yang disebut “pill-rolling tremor” meski- dkk tremor postural dapat ditemukan
pun tanpa komponen gerakan rota- bersamaan dengan tremor istirahat.
toar seperti saat melakukan pill-rolling .
2. Rigiditas
Tremor mencapai amplitudo maksimal
Merupakan peningkatan tonus otot di
pada saat istirahat, sehingga dikenal se-
seluruh lingkup gerak sendi ( range o f
bagai tremor istirahat atau resting tremor
movement ) dan tidak tergantung dari ke-
Pada otot proksimal, tremor lebih jelas
cepatan otot saat digerakkan. Rigiditas
pada saat mempertahankan postur, se
dapat ditemukan pada leher, badan, dan
perti pada saat sedang duduk.
ekstremitas dalam keadaan relaksasi.
Tremor parkinson klasik memiliki freku- Pemeriksaan pergelangan tangan dengan
ensi 4-6Hz, bersifat intermiten, sering- gerakan fleksi-ekstensi merupakan salah
kali dicetuskan ketika pasien dilihat oleh satu cara deteksi adanya rigiditas roda
orang Iain, serta dipengaruhi emosi atau gigi ( cogwheel ) dan dapat dilakukan juga
stres. Tremor akan berkurang dan meng- pada sendi siku.
Tremor
116
Penyakit Parkinson
Rigiditas dapat mempengaruhi postur tur, komunikasi, dan gerakan pasien juga
pasien, fieksi pada sebagian besar sendi, berkurang, sehingga menyebabkan ada-
termasuk tulang belakang, dan memben- nya halangan antara pasien, keluarga,
tuk postur simian [simian posture ], suatu dan teman-temannya.
postur yang khas pada PP (Gambar 6].
Akinesia dapat dinilai dengan manual
Bentuk ekstrim dari gangguan postur
agility test yang seringkali abnormal,
ini dikenal sebagai camptocormia . Ab-
yaitu tangan pasien yang terkena cen-
normalitas postur dapat mempengaruhi
derung melambat dan mengalami penu-
ekstremitas bagian distal berupa eksten-
runan amplitudo gerakan secara pro-
si jari-jari dan fleksi dari sendi metakar-
gresif [early fatiguing) atau terhentinya
pofalangeal dan dorsifleksi ibu jari kaki
gerakan atau terputus-putus [freezing ].
[striatal hand atau striatal toe).
Pemeriksaan ini berupa gerakan seperti
Mengangkat salah satu lengan atau bermain piano dengan cepat. Pemerik
menggenggam salah satu tangan dapat saan akinesia lain dapat dilakukan dengan
menyebabkan rigiditas semakin jelas pada repetitive tapping antara ibu jari dan jari
ekstremitas kontralateral (manuver Fro- telunjuk, atau hand movement dengan
ment]. Tremor yang terus menerus dapat membuka dan menutup tangan, serta
menyulitkan pasien untuk mengalami rapid alternating movement dengan pro-
relaksasi dan menyulitkan pemeriksa nasi dan supinasi secara bergantian.
untuk menemukan rigiditas.
Pasien juga memiliki kesulitan untuk
3. Akinesia melakukan dua gerakan dalam waktu
Akinesia merupakan salah satu gejala yang sama. Sebagai contoh, ketika pasien
yang sangat mempengaruhi kualitas hendak menyambut tamu yang datang,
hidup pasien, karena gerakan volunter pasien dapat bangkit dari kursi dan
pasien menjadi lambat. Pasien menga berdiri secara perlahan namun ketika
lami kesulitan dalam melakukan inisiasi hendak mengangkat lengan untuk ber-
gerakan, mempertahankan gerakan, dan salaman, pasien akan jatuh terduduk
mengubah berbagai pola gerakan mo- kembali.
torik. Pada awal perjalanan penyakit,
Terdapat pula gangguan dalam menulis,
akinesia terjadi unilateral dan sering-
huruf menjadi kecil-kecil (mikrografia).
kali bersifat ringan. Pada tahap lanjut,
Pada saat awal menulis bentuknya ma-
akinesia terfadi pada kedua ekstremitas
sih normal, namun semakin lama akan
dan bertambah berat. Derajat keparahan
semakin mengecil. Pada saat menggam-
ini tidak berhubungan dengan derajat
bar spiral, pasien akan kehilangan kelan-
keparahan tremor dan rigiditas. Akine
caran, yaitu menggambar secara perla
sia dapat ditemukan pada inspeksi se-
han dengan ukuran spiral yang menjadi
cara umum. Pasien duduk diam dengan
kecil disertai tremor, sehingga garis yang
ekspresi wajah minimal seperti topeng
dibentuk juga tidak mulus.
[facial amimia atau "masked face"). Ges-
117
Baku Ajar Neurologi
118
Penyakit Parkinson
Gejala nonmotorik dapat terjadi pada setiap pada stadium awal adalah disautonomia,
tahap dari. perjalanan klinis penyakit Par gangguan tidur, dan gangguan sensoris, se-
kinson yang masing-masing memiliki pola dangkan psikosis dan demensia umumnya
onset dan progresifitas tertentu. Oleh kare- pada stadium lanjut. Depresi memiliki kurva
na itu dapat ditemukan kecenderungan ge- bimodal, yakni terdapat dua onset terse-
jala nonmotorik lebih sering dijumpai pada: ring pada stadium awal dan stadium lanjut,
1) fase premotor, sebelum munculnya gejala dengan periode normal di antaranya.
motorik; 2) stadium awal penyakit, dan 3)
Selain onset, perjalanan natural gejala non
stadium lanjut penyakit. Gejala nonmoto
motorik ini juga bervariasi dapat progresif
rik yang sering dijumpai pada fase premo
atau stabil akibat multifaktor, tidak semata
tor adalah rapid eye movement ( REM] sleep
oleh durasi dan tingkat keparahan penyakit.
behavior disorder [RBD], konstipasi, dan hi-
Sebagian besar gejala nonmotorik pada ta
posmia.
hap awal dikaitkan dengan proses intrinsik
Pada studi multisenter di Spanyol dan Aus patogenesis penyakit yang kompleks yang
tria, The Onset o f Nonmotor Symptoms in tidak hanya melibatkan jaras striatonigral
Parkinson's Disease (The ONSET PD Study) dan neurotransmiter dopaminergik, namun
diperoleh interval waktu yang berbeda juga jalur ekstranigral dan berbagai neuron
dari munculnya gejala nonmotorik hingga non-dopaminergik. Hal ini sesuai dengan
terjadi gejala motorik penyakit Parkinson, hipotesis Braak yang mengusung konsep
yaitu dapat mencapai lebih dari 10 tahun. kaudo-rostral asending (Tabel 2}.
Gejala nonmotorik yang sering dijumpai
119
Buku A jar N eurologi
Tabel 2. Gejala Nonmotorik Menurut Substrat Neuropatologis pada Struktur Anatomi dan Stadium Braak
Regio Anatomi Patologi a-sinuklein Stadium Braak Gejala Nonmotor
Sistem saraf otonom
e Ganglion simpatik (paravertebral, celiac} Badan Lewy dan neurit Lewy 1 -6 Gejala autonom
o Pleksus gastroesofageal/enterik Badan Lewy dan neurit Lewy 1 -6 Konstipasi
® Pleksus pelvik Badan Lewy dan Neurit Lewy 1 -6 Nokturia, impotensi, urgensi
® Saraf simpatis kardiak Badan Lewy dan Neurit Lewy Tidak diketahui Hipotensi ortostatik
o Kelenjar adrenal Badan Lewy 1-6 Fatig, adinamia
Kulit
Saraf epidermal Neurit Lewy 2 -6 Sensasi abnormal, nyeri
Bulbus olfaktori
Nukleus olfaktori anterior Badan Lewy dan Neurit Lewy 1 Hiposmia
Medula Oblongata
Nukleus dorsal motor vagus (parasimpatis) Badan Lewy dan Badan Lewy insidental 1 Disautonomia (gastrointestinal,
120
kandung kemih)
Pons
» Lokus seruleus, nukleus raphe, nukleus Badan Lewy dan Neurit Lewy 2 Depresi, gangguan tidur, REM
tegmental lateral behavior disorder (RBD)
M idbrain
® Substansia nigra Badan Lewy dan Neurit Lewy 3 Gejala Motorik ekstrapiramidal
® Diensefalon Badan Lewy dan Neurit Lewy 3-4 Gangguan tidur, perubahan berat
« Talamus badan
® Hipotalamus
Basal F orebrain
® Nukleus basal Meynert Badan Lewy kortikal 4 Gangguan eksekutif, emosional,
® Hipokampus, amigdala Badan Lewy kortikal dan perilaku
Neokorteks
» Korteks prefrontal Badan Lewy kortikal 5 Agnosis, apraksia
» Korteks parieto-temporal Badan Lewy kortikal 6 Demensia, psikosis
Retina Neurit Lewy Tidak diketahui Diplopia, gangguan membaca
Sumber: Jellinger KA. J Neural Transm. 2015. h. 1429-40.
Penyakit Parkinson
Selain akibat proses patogenesis intrinsik, 2. Positron Em ission Tom ography (PET)
beberapa gejala nonmotorik juga dikaitkan dan Single-Photon Em ission Com puted
dengan obat. Obat-obat yang sering dipa- Tom ography (SPECT)
kai di awal penyakit, seperti antikolinergik PET dan SPECT dapat membantu pro
dan amantadin, inhibitor monoamin oksidase, ses visualisasi bagian pre dan pascasi-
dopamin agonis, dan levodopa dapat menye- naps dari proyeksi nigrostriatal serta
babkan efek samping atau meningkatkan mendapatkan gambaran semikuantitatif
potensi gejala nonmotorik pada PP. Contohnya jaras-jaras tersebut. Hal ini digunakan
gejala hipotensi ortostatik, halusinasi, exces untuk membedakan PP dengan sindrom
sive daytime sleepiness (EDS) atau insomnia parkinsonisme atipikal lain atau tremor
akibat agen dopaminergik dan gangguan esensial. Defisit dopaminergik dapat
memori pada penggunaan antikolinergik diidentifikasi melalui dopamine trans
Oleh karena itu, perubahan modalitas terapi porter single-photon emission computed
dapat mengurangi gejala nonmotorik tersebut. tom ography/ DaT-SPECT (DaTSCAN®)
menggunakan [1231]-FP-CIT yang meng-
DIAGNOSIS DAN DIAGNOSIS BANDING ukur penghantar dopamin presinaps di
Terdapat beberapa kriteria diagnosis yang sinaps dopaminergik striatum.
dapat digunakan, di antaranya sesuai de
3. Ultrasonografi Transkranial
ngan United Kingdom Parkinson's Disease
Untuk mengkonfirmasi gambaran hi-
Society Brain Bank (la b e l 3). Penilaian yang
perekoik di substantia nigra pada ham-
juga sebaiknya dilakukan adalah stadium
pir dua pertiga pasien PP dan dapat
penyakit berdasarkan klasifikasi modified
terdeteksi pada tahap awal penyakit. Na-
Hoehn and Yahr (Tabel 4).
mun hasil tersebut juga dapat ditemukan
Penyakit parkinson didiagnosis berdasar pada 10% dari orang normal, sehingga
kan kriteria klinis. Tidak didapatkan pemeriksaan ini hanya bersifat suportif
pemeriksaan yang bersifat definitif untuk dalam penegakan diagnosis.
menegakkan diagnosis, kecuali konfirmasi
histopatologis adanya badan Lewy pada TATALAKSANA
autopsi. Pemeriksaan penunjang dilaku Tata Laksana Gejala M otorik
kan untuk membedakan dengan kelainan 1. Stadium Awal
degeneratif lain, terutama parkinsonisme
a. Edukasi
sekunder atau atipikal.
Merupakan hal penting yang harus
1. M agnetic R esonance Im aging (MRI) dilakukan oleh klinisi setelah diag
Untuk menyingkirkan diagnosis banding nosis PP ditegakkan kepada pasien
lain, seperti parkinsonisme vaskular, Pe dan/atau pengasuh (caregiver )-nya
nyakit Wilson, dan sindrom parkinson mengenai perjalanan klinis penya
isme atipikal. kit, tata laksana, dan perubahan gaya
hidup.
121
Buku Ajar Neurologi
Tabel 3. Kriteria Diagnosis Penyakit Parkinson Berdasarkan UKParkinson's Disease Society Brain Bank
Langkah 1 : Langkah 2 : Langkah 3 :
Diagnosis Kriteria Eltskiusi Kriteria Pendulcung Positif
Sindrom Parkinsonisme Penyakit Parkinson untuk Penyakit Parkinson
Bradikinesia Satu atau lebih Tiga atau lebih
ditambah satu atau lebih gambaran berikut gambaran berikut
dari gambaran berikut: mengindikasikan untuk diagnosis definit
diagnosis alternatif: penyakit Parkinson:
• Rigiditas muskular * Riwayat stroke berulang dengan progresi- • Tremor istirahat
• Tremor istirahatfrekuensi 4-6 Hz fitas gejala parkinsonisme yang bertahap • Onset unilateral
• Instabilitas postural yang • Riwayat cedera kepala berulang * Asimetri persisten melibat-
tidak disebabkan oleh • Riwayat ensefalitis definit kan sisi onset lebih hebat
disfungsi visual primer, * Pengobatan neuroleptik pada onset gejala ■ Gejala progresif
vestibular, serebelar, atau * Paparan l-m etil-4 ~phenyl-l,2,3,6-tetra- * Perjalanan klinis penyakit
proprioseptif hidropiridin (MPTP) 10 tahun atau lebih
* Respons negatif levodopa dosis tinggi * Respons sangat baik [70-
[dengan mengeksklusi malabsorbsi) 1 0 0 %) dengan levodopa
• Lebih dari satu anggota keluarga • Respons levodopa selama
terlibat 5 tahun atau lebih
• Remisi menetap • Korea hebat yang diin-
• Gejala tetap unilateral setelah 3 tahun duksi pemberian levodopa
• Gejala autonom berat pada tahap dini
• Demensia berat dengan gangguan
memori, bahasa, dan praksis pada
tahap dini
• Krisis okulogirik
• Tanda Babinski
• Tanda serebelar
• Tumor serebral atau hidrosefalus ko-
munikans pada CT scan atau MRI
122
Penyakit Parkinson
123
Buku Ajar Neurologi
124
i
Tirosin
Levodopa
M enlngkatkan
kad ar L- D opa
L- Dopa \
\
m e m a c u p e le p a s a n
DA dan m en g h am b at Rasagil in/Selegil in
/ * *
reuptake $£ /w A ° \ M enqinhlblsi M AO -B
// 1 \ f« D A *
SZl
ffl yf /
f ■
t! DA
\ ! * Mitokondria
' '' '■ • m |
Reuptake r-. ■■■■■■''
M engham bat ............ * , W e p s a n D A
reuptake ♦
•
MB.
P enyakit Parkinson
"COM T
R eseptor DA
r v
a ll!! Ya
I
■r"'
I
Anti kolinergik
•Agorij.'iop-jm ir-
^ ram ip ek soi::
126
Responsterhadappengobatan
X
T
3 1 1 3 1
d c ;:.; i
a- ■ ■ :'« = : v ^ .-'
J “ ; *1 ;J-. ■.
127
Baku Ajar Neurologi
Sebagai alternatif, pada gejala tremor domi- kan fluktuasi motorik dan diskinesia,
nan, dapat diberikan klozapin. Namun se- namun lebih sering menimbulkan efek
baiknya pemberian klozapin ditunda un- samping.
tuk kasus yang berat dan resisten dengan c. Inhibitor MAO-B kemungkinan efektif
terapi lainnya, oleh karena menimbulkan pada stadium awal tanpa efek samping
efek samping seperti agranulositosis dan yang signifikan.
leukopeni. Algoritma penatalaksanaan PP d. Berdasarkan studi STalevo Reduction in
berdasarkan Konsensus Kelompok Studi Dyskinesia Evaluation in Parkinson Dis
Movement Disorder Perdossi tahun 2013 ease (STRIDE-PD], penambahan inhibitor
tercantum pada Gambar 8. COMT pada levodopa di stadium awal ti-
Terdapat beberapa poin rekomendasi praktis dak menunda onset ataupun menurunk-
berdasarkan telaah kritis sejumiah studi, yaitu: an frekuensi diskinesia.
128
Penyakit Parkinson
agonis dopamin, secara monoterapi atau Komplikasi motorik dapat terjadi pada peri-
kombinasi. Hal ini disebut juga sebagai ode “off' dan "on". Pasien Parkinson menga-
"honeymoon period yang dapat berlang- lami kembali gejala Parkinson pada saat ka-
sung selama 3-6 tahun. Namun pada saat dar obat mulai berkurang (atau habis), yang
stadium lanjut, respons ini berkurang disebut periode “off”. Jika kembali mengalami
dan muncul komplikasi motorik. Oleh perbaikan gejala motorik sebagai respons
karena itu, fokus tata laksana gejala mo terhadap pengobatan disebut periode “on".
torik pada stadium lanjut adalah untuk Fluktuasi motorik adalah suatu kondisi pasien
mengatasi komplikasi motorik. Pada mengalami kedua kondisi tersebut dan ber-
umumnya spektrum komplikasi motorik bagai respons terhadap pemberian levodopa.
terbagi menjadi dua, yaitu fluktuasi mo Pada saatbersamaan, pasien seringkali menga
torik dan diskinesia (Tabel 7]. lami gerakan involunter, yakni diskinesia.
Tabei 6. Rekomendasi Movement Disorder Society Tahun 2 0 1 5 untuk Gejala Motorik pada Penyakit Parkinson
Neuropro- Bukti insufisien dan membutuhkan Inhibitor MAO-B (selegilin, rasagilin), vitamin D, dan
tektor investigasi lebih lanjut ropinirol
Bukti insufisien/kemungkinan ti- Pramipeksol, koenzim Q10, dan pergolid
dak efektif dan kemungkinan tidak
bermanfaat [unlikely useful)
Monoterapi Efektif (efficacious) Levodopa sediaan standar dan lepas lambat, agonis dopa-
dan bermanfaat secara ldinis {clini min non-ergot (piribedil, pramipeksol IR dan ER, ropinirol,
cally useful) rotigotin), agonis dopamin ergot (kabergolin, DHEC, per
golid), inhibitor MAO-B (selegilin dan rasagilin)
Kemungkinan efektif {likely effica Agonis dopamin non-ergot (ropinirol PR), agonis dopamin
cious) dan kemungkinan berman ergot (bromokriptin, lisurid), dan amantadin
faat {possibly useful)
Kemungkinan efektif {likely effica Antikolinergik
cious) dan bermanfaat secara klinis
{clinically useful)
Bukti insufisien dan memerlukan Agonis dopamin non-ergot (apomorfm), levodopa onset
investigasi lebih lanjut cepat, dan zonisamid
Kombinasi Efektif [efficacious) Seluruh agonis dopamine non-ergot, agonis dopamine er
dengan Le dan bermanfaat secara klinis {clini got (kabergolin, bromokriptin, pergolid), infus levodopa,
vodopa cally useful) inhibitor COMT (entakapon dan tolkapon), inhibitor MAO
(rasagilin), dan zonisamid
Kemungkinan efektif [likely efficacious) Agonis dopamin ergot (lisurid) dan amantadin
dan kemungkinan bermanfaat {pos
sibly useful)
Kemungkinan efelctif [likely efficacious) Antikolinergik
dan bermanfaat secara klinis {clini
cally useful)
Bukti insufisien dan memerlukan Levodopa onset cepat, agonis dopamin ergot (DHEC) dan
_____________ investigasi lebih lanjut______________inhibitor MAO-B (selegilin)____________________________
MAO: monoamin ol^Fdase;IR: immediate release; ER: extended release; PR: prolonged release; COMT: catechol-o-methyl-
transferase; DHEC: dihydroergocryptine; ropinirol PR: prospect
Sumber: Fox SH, dkk. Mov Disord. 2015. h. 1-40.
129
Buku Ajar Neurologi
Beginning o f d o s e w orsening
Merupakan perburukan transien, biasanya 5-15 menit,
pada awal dosis Ievodopa, dan seringkali bermanifestasi
dengan peningkatan tremor dan setelahnya baru akan
terlihat respon Ievodopa.____________________________
130
Penyakit Parkinson
131
Baku Ajar Neurologi
132
Tabel 8. Pilihan Tata Laksana Gejala Nonmotorik pada Parkinson
Geiala Nonmotorik Kelompok Obat Nama Obat Keterangan
Gangguan kognitif Demensia Inhibisi asetilkolinesterase Rivastigmin
Gangguan psikiatrik Depresi Agonis dopamine Pramipeksol
SSRI Citalopram, escitalopram, fluokse-
tin, paroksetin
SNRI Venlafaksin ER
Antidepresan trisiklik Despiramin, nortriptilin
Psikosis Antipsikosis atipikal Klozapin Level A
Quetiapin Quetiapin cenderung
aman, tidak memerlukan
monitor
Inhibisi asetilkolin esterase Rivastigmin Level B [Rivastigmin]
Donepezil Level C (Donepezil]
Gangguan tidur REM sleep behavior Benzodiazepin Kionazepam
disorders Hormonal Melatonin
Insomnia Benzodiazepin Zolpidem
Hormonal Melatonin
EDS Stimulan Modafinil
Disfungsi otonom Konstipasi Laksatif Polietilen glikol
133
Mineralokortikosteroid Fludrokortison
Vasopresor Midodrin
Inhibitor asetilkolinesterase Piridostigmin
Norepinefrin
Sialorhea Antikolinergik Atropin, glikopirolat
Neurotoksin Injeksi toksin botulinum
Disfungsi seksual Dopaminergik Injeksi apomorfin
Inhibitor fosfodiesterase
Penyakit Parkinson
Nyeri Neurotoksin Injeksi toksin botulinum Untuk nveri fokal distonia
SSRI: selective serotonin reuptake inhibitors; SNRI: Serotonin-norepinephrine reuptake inhibitors; ER: extended release; EDS: excessive daytime sleepiness; REM:
rapid eye movement
Sumber:
1Kalla LV, dkk. Lancet. 2015. h. 896-912.
zChild ND, dkk. Evidence-based neurology: management of neurological disorders. 2015. h. 358-88.
Buku Ajar Neurologi
134
Penyakit Parkinson
26. Goetz CG, Poewe W, Rascol 0, Sampaio C, Steb- Hallett M, Poewe W. Therapeutics of parkinson's
bins GT, Counsell C, dkk. Movement disorder Disease and other, Mov Disord: Willey-Blackwell;
society task force report on the Hoehn and Yahr 2008. h. 71-86.
staging scale: status and recommendations. 32. Fox SH, Katzenschiager R, Lim S-Y, Barton B,
2004;19(9}: 1020-8. De-Bie RMA, Seppi K, dkk. Updates on treat
27. Ropper AH, Samuels M A, Klein JP, penyunting. ment of motor symptoms of PD. Mov Disord.
Adam and Victor's principles of neurology. Edisi 2015:26[S3):l-40.
ke-10. United States: McGraw-Hill; 2014. h. 65. 33. Fox SH, Shah B, Walsh R, Lang A. Parkinson's
28. Husni A, Suryamiharja A, Ahmad B, Purwasama- disease: advenced disease, motor complications
tra D, Akbar M, Tumewah R, dkk. Buku panduan and management. Dalam: Burn D, editor. Oxford
tatalaksana parkinson dan gangguan gerak lain- Textbook of Movement Disorders. Oxford: Oxford
nya. Jakarta: Kelompok Studi Movement Disor University Press; 2013. h. 96-112.
ders Perdossi; 2013. h. 7-24. 34. Aquino CC, Fox SH. Clinical spectrum of
29. Thanvi BR, Lo TCN. Long Term motor complica levodopa-indusced complications. Mov Disord.
tions of levodopa: clinical feature, mechanisms, 2015;30(l):80-9.
and management strategies. Postgrad Med J. 35. Ossig C, Reichmann H. Treatment strategies in
2004;80(9):452-8. early and advenced parkinson disease. Neurol
30. Oliver R, Sampaio C. Experimental therapeutics of Clin. 2015;33(T):19-37.
Parkinson's disease and the development of new 36. Child ND, Klassen BT, Evidence-based treatment
symptomatic medicines for Parkinson's disease. of Parkinson's disease. Dalam: Damaerschalk BM,
Dalam : jankovic J, Tolosa E. Parkinson's disease WingerchukD, editors. Evidence-based neurology:
and movement disorders, Edisi ke-5. Philadelpia. management of neurological disorders. Edisi ke-2.
Lippincot William and Wilkins 2007. h. 146-51. Oxford: Willey Blackwell; 2015. h. 358-88.
31. Fox SH, Lang AE. Treatment of motor complica
tions in advanced Parkinson's disease. Dalam:
135
HEMIFASIAL SPASME
Amanda Tiksnadi
136
Hemifasial Spasme
Nervus kranialis
IX dan X
Gambar 1. Letak Nervus Fasialis dan Nervi Kranialis Sekitarnya Terhadap Pembuluh Darah di Batang Otak
137
Buku Ajar Neurologi
Tentu saja kelainan pembuluh darah ini dapat babkan hipertensi. Hal ini ditunjang oleh
pula mempengaruhi fungsi nervi kranialis berbagai studi teknik MRI resolusi tinggi
lain yang letaknya berdekatan, yang paling bahwa penderita HFS dengan hipertensi
seringsering dijumpai bersamaan dengan HFS memiliki risiko kejadian VLM lebih tinggi
adalah neuralgia trigeminal. Selain itu neural dibandingkan dengan tanpa hipertensi.
gia gloss ofaringeal, vertigo posisional, dan 2. Hemifasial Spasme Sekunder
tinnitus juga tidak jarang dijumpai. HFS sekunder terjadi bila ada kerusakan,
Kompresi vaskular multipel dijumpai pada dan/atau iritasi N. Fasialis sepanjang
sekitar 38% kasus, namun pada bebera- kanalis auditorik interna dan foramen
pa pasien dapat tidak dijumpai kelainan stilomastoid. HFS sekunder pemah di-
vaskular apapun. Beberapa studi men- laporkan pada kasus tumor cerebello
jumpai hubungan antara hipertensi dengan pontine angle (CPA), malformasi arterio-
HFS primer. Hipertensi kronis dianggap venosus, paralisis traumatik N. Fasialis,
sebagai faktor predisposisi HFS, karena penyakit demielinisasi, infeksi, dan cedera
dapat menyebabkan deviasi vaskular yang vaskular. Pada usia muda biasanya akibat
merupakan predisposisi terjadinya HFS. malformasi Chiari tipe I, karena area fossa
Kemungkinan lainnya adalah kompresi posterior sempit dan dangkal, sehingga
vaskular pada jaras medula ventro lateral menyebabkan kompresi saraf maupun
(ventrolateral medulla/VLM) yang menye pembuluh darah di sisterna CPA.
Nervus fasialis
Nervus
vestibulokoklearis
Anteriorinferior
cerebellarartery
menempel pada saraf
138
Hemifasial Spasme
Pada kasus HFS sekunder bilateral, spasme Pemeriksaan fisik neurologis rutin perlu
terjadi secara asinkron pada kedua sisi wa dikerjakan pada setiap pasien dengan ke-
139
Buku Ajar Neurologi
luhan HFS untuk menyingkirkan defisit pada populasi umum. Diagnosis yang paling
neurologis fokal. Demikian pula MRI kepala sering menyerupai HFS adalah blefarospasme
untuk menyingkirkan diagnosis banding (blepharospasme/BSP], distonia oromandibu-
proses intrakranial lainnya, atau untuk me- lar, tardif disldnesia (TD), tiks motorik {motor
lihat kompresi neurovaskular (T2 -weighed). tics), spasme hemimastikatorius, miokimia,
Teknik MRI yang lebih advance, seperti bangkitan {seizure) fokal yang melibatkan
fusion magnetic resonance/ MR yang meng- otot-otot wajah, dan regenerasi abberant
gabungkan antara MRI statis dengan MR pascacedera N. Fasialis, serta spasme fasial
angiografi 3 dimensi dapat memvisualisasi- psikogenik.
kan anatomi spesifik pada area pintu keluar
Membedakan HFS dan BSP atau TD sebenar-
N. Fasialis, terutama untuk pasien kandidat
nya cukup mudah. BSP melibatkan kedua sisi
tindakan operatif (bila manajemen konser-
wajah (bilateral), sering disertai penyebaran
vatif tidak berhasil).
aktivitas involunter ke area oromandibular.
Pemeriksaan diagnostik tambahan lainnya Sementara HFS hampir selalu unilateral. Pada
adalah CT angiogram, terutama untuk tinda HFS bilateral, yang sangat jarang terjadi, kon-
kan bedah mikro. Studi terbaru juga mulai traksi otot-otot wajah di kedua sisi terjadi
melihat perubahan hemodinamik menggu- secara asimetri berbeda dengan BSP yang
na-kan pemeriksaan ultrasonografi dupleks, terjadi secara bersamaan pada kedua sisi
yaitu rerata kecepatan aliran darah di A1CA wajah (Gambar 3a). Selain itu, pada pasien
dan PICA sisi yang terkena HFS tampak lebih BSP, spasme Mm. Orbikularis okuli (menu-
tinggi dibandingkan dengan sisi kontralateral tupnya kelopak mata) berasosiasi dengan
D iag n o sis B an d in g turunnya alis sampai di bawah garis rima
Gerakan involunter otot-otot wajah bukan orbita superior (tanda Charcot).
merupakan suatu yang jarang ditemukan
Gambar 3. Perbedaan Kontraksi Otot-otot Wajah pada Saat Menutup Mata Kiri
[a) penutupan mata fungsional (alls pada sisi mata yang tertutup akan menurun, sedangkan alis pada sisi
kontralateral akan terangkat); (b) blefarospasm; (c) hemifasial spasme (pada sisi mata yang tertutup, alis
cenderung terangkat)
140
Hemifasial Spasme
141
Buku Ajar Neurologi
operatif secara bermakna. BoNT merupa- Injeksi pada wajah bagian atas umumnya
kan neurotoksin paten yang menghambat culoip untuk mengurangi spasme otot wajah
pelepasan asetilkolin di taut sinaps (synaptic bagian bawah. Namun BoNT juga dapat diin
junction ) dan menyebabkan kemodenervasi jeksikan pada otot-otot wajah bagian bawah
lokal yang bersifat reversibel. Setelah (Mm. Orbikularis oris, Mm. Levator angularis,
diinjeksikan, BoNT akan dipecah oleh tripsin Mm. Depressor anguli oris, dan Mm. Bucci
menjadi komponen rantai tunggal dan nator) bila masih ada spasme yang cukup
rantai ganda. Komponen rantai ganda akan berat. Perlu diingat bahwa injeksi BoNT
berikatan dengan protein vesikel sinaptik 2, pada otot-otot bagian bawah wajah umum
trisialogangliosid lb , dan sinaptotagmin-1. nya tidak ditoleransi oleh pasien karena
Adapun rantai tunggal akan berikatan akan menyebabkan kelumpuhan dan distorsi
dengan kompleks SNARE serta memecah ekspresi wajah. Dosis toksin botulinum yang
protein SNAP-25 dan sinaptobrevin-2 untuk diberikan berbeda-berbeda, tergantung pada
mencegah eksositosis neurotransmiter dari tempat injeksi (Tabel 1)
terminal presinaptik, yang menyebabkan
Simbol bintang dan segitiga menunjukkan
paralisis otot-otot pascasinaps.
lokasi penyuntikan toksin botulinum. Pada
BoNT serotipe A merupakan jenis yang paling kasus blefarospasme, dilakukan penyuntikan
banyak digunakan. Beberapa studi kasus pada kedua daerah periokular (tanda segitiga).
kontrol besar menunjukkan efektifitasnya Pada kasus hemifasial spasme penyuntikan
mencapai 76-100% . Oleh karena aman dan dilakukan pada satu sisi muka yang mengalami
berefektifitas tinggi, BoNT merupakan pilihan gangguan yaitu 6 suntikan periokular dan 2-3
pertama terapi simtomatik untuk HFS primer. suntikan perioral (tanda bintang)
Penggunaan BoNT-A juga dapat mengurangi
Sebagian respons terhadap injeksi BoNT
nyeri kepala yang disebabkan oleh HFS.
bergantung pada dosisnya ( dose-depen
BoNT tipe A diinjeksikan secara subkutan dent ■}. Pada umumnya efek baru terasa
pada Mm, Orbikularis okuli atau otot-otot 3 -6 hari pascainjeksi, bertahan rerata
wajah bagian bawah. Toksin diencerkan ter- selama 2,8 bulan. Yanni dkk melaporkan
lebih dahulu hingga mencapai konsentrasi te- hasil yang serupa, pasien HFS dengan
rendah untuk meminimalisasi difusi, kemudi- skala Jankovic derajat 2 memperlihatkan
an diinjeksikan (menggunakan jarum no. 30) perbaikan derajat spasme yang signifi-
di beberapa tempat (4-6 tempat) pada Mm. kan sampai bulan ke-3, sementara pasien
Orbikularis okuli bagian palpebral dan orbital, dengan derajat 1 memperlihatkan perbaikan
paling banyak di ujung regio pretarsal. Pe- sampai bulan ke-2. Efek sampingyangbersifat
milihan area yang diinjeksi tergantung dari transien terjadi pada 20% kasus, termasuk
Minis otot-otot yang terlibat, dan pada umum- ptosis, paresis otot-otot wajah ringan, lebam,
nya direkomendasikan menggunakan dosis dan lebih jarang terjadi diplopia, produksi
rendah (Gambar4). air mata yang berlebihan, dan sakit kepala.
142
Hemifasial Spasme
Blefarospasm e
Gambar 4. Lokasi Injeksi Toksin Botulinum pada Blefarospasme dan Hemifasial Spasme
Simbol bintang dan segitiga menunjukkan lokasi penyuntikan toksin botulinum. Pada kasus blefarospasme,
dilakukan penyuntikan pada kedua daerah periokular (tandasegitiga).Pada kasus hemifasialspasme penyuntikan
dtlakukan pada satu sisi wajah yang mengalami gangguan yaitu 6 suntikan periolailar (tanda segitiga di sekitar mata
kanan) dan 2-3 suntikan perioral (tanda bintang di wajah kanan)
143
Buku Ajar Neurologi
Umumnya penderita HFS jarang mengalami riwayat keluhan serupa di keluarga ataupun
remisi spontan, sehingga memerlukan in- adanya keluhan kelemahanpadaekstremitas,
jeksi lanjutan selama bertahun-tahun. Efek- keganasan, Bell's palsy , atau sakit kepala
tifitas dan keamanan BoNT jangka panjang sebelumnya. Terdapat riwayat hipertensi
telah dilaporkan oleh Defazio dkk yang sejak 2 tahun yang lalu, 140-150/90mmHg,
diukur berdasarkan rerata respons, rerata berobat dengan herbal.
durasi respons, sertadosisyangtidakberubah
selama 10 tahun pertama. Angka efek sun- Pertanyaan:
tikan lokal (termasuk ptosis, kelemahan otot 1. Apakah diagnosis pada pasien tersebut?
wajah, dan diplopia) berlcurang drastis dalam
a. Stroke iskemik cabang arteri serebri
10 tahun pertama ini, namun injeksi tetap
anterior
harus diulang setiap 3-6 bulan.
b. Stroke iskemik cabang arteri serebri
Toleransi dapat terjadi pada beberapa kasus, media
tetapi jarang terjadi, Injeksi yang berulang kali c. Miastenia gravis
dapat menyebabkan atrofi otot, sehingga me d. Bell's palsy kanan
merlukan injeksi di sisi kontralateral untuk e. Hemifasial spasme
alasan kosmetik. Walaupun jumlah studi RCT Jawaban: e.
tentang BoNT untuk terapi HFS masih subop- 2. Apa yang menjadi dasar diagnosisnya?
timal, BoNT masih tetap dianggap sebagai pen-
a. Mulut mencong dan gangguan berbicara
gobatan paling efektif untuk HFS dengan efek
b. Mata kiri yang terlihat lebih kecil dari-
sampingyang minimal (Kelas II dan Kelas III}.
pada kanan
c. Kedutan yang melibatkan satu sisi wajah
CONTOH KASUS
d. Riwayat hipertensi
Seorang wanita 43 tahun, guru SMA swasta,
e. Riwayat Bell's Palsy sebelumnya disangkal.
datang dengan keluhan mulut mencong dan
Jawaban: c.
mata kiri yang terlihat lebih kecil dibandingkan
mata kanannya. Keluhan mulai dirasakan sejak 3. Pemeriksaan penunjang yang paling
10 bulan yang lalu berupa kedutan di sudut penting dilakukan adalah:
mata kiri, kadang timbul saat pasien sedang a. CT scan kepala dengan kontras
mengajar di kelas. Lama-kelamaan, kedutan b. MRI dan MRA kepala
lebih sering dan selalu muncul pada setiap ak- c. Pemeriksaan refleks kedip
tivitas fisik, ringan maupun berat, tanpa atau d. Pemeriksaan EMG otot-otot wajah
disertai tingkat stres maupun kecemasan ber- e. Pemeriksaan repetitive nerve stimulation
lebih. Dua bulan terakhir kedutan semakin me- Jawaban: b.
luas sampai ke pipi dan bibir yang semakin be
rat, sehingga menyebabkan mata tertutup dan DAFTARPUSTAKA
mulut mencong, serta bicara sering terganggu. 1. Abbruzzese G, Berardelli A, Defazio G. Hemifacial
spasm. Dalam: Stefan H, Theodore WH, editor Hand
Pasien menjadi malu untuk mengajar book of clinical neurology. 2012;100:675-9.
maupun bersosialisasi. Pasien menyangkal 2. Nilsen B, Le KD, and Dietrichs E. Prevalence of
144
Hemifasial Spasme
145
NEUROBEHAVIOR
N e u ro b e h a v io r Dasar dan Pemeriksaannya
Afasia
M ild Cognitive Im pairm en t
Demensia
NEUROBEHAVIOR DASAR DAN PEMERIKSAANNYA
149
Baku Ajar Neurologi
150
Neurobehavior Dasar dan Pemerilcsaannya
Memori jangka panjang dapat dibedakan telah tersimpan yang didapat dari:
berdasarkan prosesnya, yaitu memori
Kebiasaan (habit), merupakan pro
deklaratif dan memori nondeldaratif.
ses pembeiajaran tanpa disadari se
a. Memori deklaratif cara berulang dalam aktivitas sehari-
Merupakan memori yang diperoleh hari dan sudah menjadi pola yang
dari pembeiajaran deklaratif, Pembe- terotomatisasi.
lajaran ini merupakan basis penge-
Priming , merupakan pemanggilan
tahuan seseorang yang menyiratkan
kembali yang akurat berdasarkan po-
kesadaran dan kemampuan untuk
tongan informasi parsial atau informasi
melaporkan sesuatu secara eksplisit,
yang disajifen sebelumnya, tanpa indi-
yang didapatkan berdasarkan fakta
vidu menyadarinya.
dan peristiwa. Kedua subsistem yang
termasuk dalam memori deklaratif, Contoh:
yaitu: Jika Anda memberi seseorang daf-
tar kata yang mencakup kata kursi
Memori episodik: suatu kapasitas
(ichair ) dan setelahnya didiamkan,
belajar pemanggilan kembali ( recall )
kemudian ditampilkan stimulus kata
pengalaman pribadi dan suatu ke-
"ch_", orang tersebut lebih senang
jadian spesifik yang ditandai dalam
untuk mengatakan “chair" daripada
waktu dan tempat.
mengatakan “chain" atau kata lain
Contoh: mengingat kembali percakapan yang akan cocok dalam susunan,
yang terjadi di pagi hari atau mengenai meskipun ia mungkin tidak ingat per-
liburan tahun lalu. nah melihat kata "chain" tersebut.
Memori semantik; merupakan recall Pembeiajaran prosedural, meru
kosakata yang terkait dengan penge- pakan memori yang didapat berdasar
tahuan umum (nama orang, tempat, kan latihan atau pembeiajaran secara
benda), fakta, dan konsep, termasuk prosedural yang berulang-ulang. In-
kata-kata dan maknanya. Memori ini dividu dengan gangguan memori be-
umumnya diperoleh pada usia dini, rat dapat belajar untuk melakukan
namun terus berlanjut dan berkem- beberapa keterampilan, tanpa harus
bang seumur hidup. mengingat saat pelatihannya. Con-
tohnya keterampilan mengendarai
Contoh: mengetahui arti feta 'perime
mobil, memainkan musik, dan seb-
ter*, ibu kota Perancis, titik didih air, atau
againya.
mampu mengenali burung kecil ber-
wama kuning sebagai burung kenari.
A. Neuroanatomi
b. Memori nondeklaratif Memori, seperti halnya atensi, meru
Memori nondeklaratif disebut juga pakan sebuah sistem yang terbentuk dari
memori implisit (prosedural), suatu gabungan beberapa subsistem yang saling
pemanggilan kembali ingatan yang berkaitan. Beberapa subsistem ini mem-
151
Buku Ajar Neurologi
bentuk tahapan-tahapan memori dimulai beberapa jaras, termasuk forniks dan gi
dari atensi, pengkodean [encoding), pe- rus singulata. Bersama-sama memben-
nyimpanan (storage), dan pemanggilan tuk sistem limbik, yang kadang dikenal
kembali (retrieval). Pada setiap tahapan, pula dengan sirk u it Papez (Gambar 2).
terdapat substrat neuroanatomi yang
Secara tradisional, hipokampus diang-
terkait dan akan saling memengaruhi ke-
gap sebagai komponen utama sistem
mampuan memori seseorang.
memori. Sistem ini menerima aferen dan
Struktur yang berperan penting dalam mengirimnya ke area asosiasi sensorik,
memori episodik adalah temporal media seperti visual, auditorik, dan somatosen-
(hipokampus, girus parahipokampus, sorik. Sirkuit internal dari hipokampus
dan korteks entorinal), diensefalon yang juga bekerja terhadap input dari girus
mengelilingi ventrikel ketiga (korpus dentata melalui jalur perforantes; girus
mamilare, nukleus anterior dan dorso- dentata lalu memproyeksikan ke zona
medial talamus, serta jaras penghubung), CA3, lalu ke CA1; yang akan di lanjutkan
dan nukleus pada basal forebrain (nukle ke subikulum, yang mengirimkan sinyal
us septal, diagonal band, dan nukleus ba- eferen kembali ke area asosiasi dan ke
salis). Area penting ini dihubungkan oleh badan mamilari melalui forniks.
Gftnus
152
Neurobehavior Dasar dan Pemerii<saannya
153
Buku Ajar Neurologi
Baju © 0 0 0 0 9 0 9 0 0 0 0
Pakaian © 0 0 0 0 0 9 0 0 9 0 9
Mantel 9 0 0 0 9 0 0 0 9 0 9 0
Topi o 9 0 9 0 0 0 9 0 0 0 9
Sepatu 0 0 0 0 0 0 0 0 0 9 0 9
Rok 9 0 0 0 0 0 0 0 9 0 9 0
Sarung tangan o 9 0 0 0 0 0 9 0 0 0 9
Ikat pinggang G 0 9 0 9 0 9 0 0 0 0 0
Sepatu bot 0 9 0 9 0 9 0 0 0 0 0 0
Jaket 0 9 0 9 0 0 0 9 0 9 0 9
Recall (sum) 0 0 9 0 9 0 9 O 0 0 0 0
List learning
(Consistent LTR) 0 0 0 0 0 0 0 0 0 9 0 6
Random LTR 9 0 0 0 0 0 0 0 9 0 9 0
154
' Neurobehavior Dasar dan Pemerilisaannya
155
Baku Ajar Neurologi
Nama Pasien :
Tgl Lahir :
Tgl pemeriksaan :
TUTUP MATAANDA / \ C )
C \ Total Skor:
K /
0
Gambar 4. Mini-Mental State Examination (MMSE)
156
Neurobehavior Dasar dan Pemeriksaamya
NAMA:
MONTREAL COGNITIVE ASSESMENT-Vcrsi Indonesia (MoCA-lna) Pendidikan: Tgl Lahir:
Jon. Kolamin: Tgl Pemoriksaan:
V IS U O S P A S IA U E K S E K U TIF
/ salir)
gambar
: Gambar jam {11 lebih 10 menit)
(3 poin)
4:__ /
PEN® M N
Boca cfoftar huruf. subjek harus mengetuk dengan tongannyo setiap IcafS huruf A muncul. poin no! jika £ 2 kesalahan
[ ] F BAC M NAAJ K L B A F A K D E A A A J A M O F A A B
157
Buku A jar Neurologi
2. Seleksi Target dan Resolusi Konfiik 2. Gangguan perhatian akibat hal lain,
Merupakan sirkuit kedua untuk pe- seperti penurunan kesadaran yang
milihan target dan resolusi konfiik. timbul di dalam serangan-serangan
Sirkuit ini diolah di daerah anterior pada epilepsi dan pada gangguan
otak (girus cinguli anterior dan area emosional berat.
motoriktambahan). Inti nukleus me-
C. Pemeriksaan Atensi
mainkan peran dalam menganalisis
Kemampuan untuk memelihara perha
informasi yang diterima dan memilih
tian dan memahami peristiwa yang te-
apa yang akan diteruskan untuk
ngah terjadi dapat dinilai dengan peme
peng-olahan tingkat yang lebih tinggi.
riksaan:
3. K ew aspadaan/M em pertahankan
1. Substraksi 7 Berantai
Atensi
Pasien dengan kerusakan hemisfer
Adalah sirkuit ketiga yang bertujuan
ldri fokal melakukan kesalahan pengu-
menjaga kewaspadaan dengan cara
rangan berantai, namun banyak juga
mempertahankan perhatian utama
lansia normal yang melakukan ke
dari rangsangan eksternal baru yang
salahan ini.
158
Neurobehavior Dasar dan Pemeriicsaannya
Contoh: hasil pengurangan dan pen- Teknik yang persis sama dilakukan pada
jumlahan angka (100 dikurangi 7 tes rentang digit terbalik, pasien di-
sampai 5 kali). minta untuk mengulangi angka-angka
secara terbalik. Nilai normal tes rentang
2. Tes Rentang Digit (Digit Span)
digit adalah 6±1. Seorang dewasa muda
Tes ini berupa tes rentang digit maju
cerdas diharapkan mampu melakukan
{forw ard span ) dan tes rentang digit ter-
minimal 6, sedangkan nilai 5 dapat di-
balik ( backward span). Berkurangnya ke-
anggap normal pada lansia atau individu
mampuan dalam tes ini merupakan gam-
dengan kemampuan intelektual rendah.
baran gangguan perhatian seperti yang
Jika pasien hanya mampu mengulang
ditemukan pada kondisi kebingungan
kurang dari lima digit mengindikasikan
akut {acute confusional state], demensia
gangguan atensi. Nilai normal tes ren
sedang ke berat, dan pasien dengan lesi
tang digit terbalik biasanya lebih rendah
hemisfer kiri fokal.
1 poin dibanding tes rentang digit maju.
Hasil pemeriksaan yang adekuat menun-
D, Diagnosis Banding
jukkan pasien mampu memperhatikan
Sindrom klinis yang menggambarkan
stimulus verbal dan mempertahankan
gangguan atensi ialah acute confusional
atensi untuk periode waktu tertentu de
state , yang juga sering disebut sebagai
ngan cara mengulang beberapa digit.
sindrom psikiatrik organik akut atau de
Pada pasien afasia, pemeriksaan tidak
lirium. Namun pada delirium, kesadaran
dapat dilakukan jika terdapat gangguan
berkabut merupakan tanda yang utama
modalitas pemahaman dan pengulangan.
dibandingkan gangguan atensi.
Katakan kepada pasien, "Saya akan me-
nyebutkan beberapa angka, dengarkan VISUOSPASIAL
baik-baik. Jika saya selesai, sebutkan Kemampuan visuospasial didefinisikan
angka-angka tersebut." Bacakan setiap sebagai kemampuan pengenalan bagian-
digit dengan suara intonasi normal, satu bagian tubuh, dan kesadaran posisi tubuh
digit per satu detik. Jangan menyebutkan terhadap ruang pada kedua belahan otak.
digit dalam kelompok.
A. Neuroanatomi dan Fisiologi
Contoh rentang digit maju: Proses visual dan visuospasial melibat-
3 -7 kan banyak area di korteks dan area sub-
korteks, tergantung aspek fungsional apa
7 - 4 -9
yang terlibat. Korteks visual primer yang
8 - S-2-7 bertanggung j awab terhadap banyak
2- 9-6-S-3 fungsi visual dasar adalah lobus oksipi-
5- 7_2- 9- 4- 6 tal. Stimulus dari lapang pandang perifer
diproses oleh korteks bagian anterior
8-1-5-9-3-6-2
lobus oksipital, medial dari fisura kalka-
3- 9-8-2-5-1-4-7
rina, sedangkan stimulus pada lapang
7-2-8-S-4-6-7-3-9
159
Buku Ajar Neurologi
pandang sentral diproses oieh korteks di sepsi visual, atau yang dikenal. Sistem
korteks visual bagian posterior. Bagian "What" juga dimulai dari korteks vi
otak yang berkaitan langsung dengan ke- sual primer (VI) dan diproyeksikan
jadian pengabaian tubuh ( body neglect) menuju V2 dan V3 ke V4 dan berjalan
adalah lobus frontal. Sementara itu, ke- di bagian ventral dan inferior terhadap
jadian pengabaian yang berhubungan lobus temporal inferior dan posterior.
dengan lingkungan/sparia/ neglect [en
2. Sistem “W here”
vironment-centered neglect) berkaitan
Sistem “Where" (atau dorsal stream)
langsung dengan lesi pada lobus parietal.
merupakan sistem untuk mengenali
Prosesi pemrosesan stimulus visual, infor- letak stimulus. Sistem ini dimulai di
masi yang ditangkap oleh retina dihantar- lobus oksipital melibatkan korteks vi
kan melalui nervus optikus secara lang sual primer (area V I) menuju V2 dan
sung ke korteks visual primer atau korpus V3 terproyeksi menuju area middle
genikulatum lateral. Sebagai tambahan, se- temporal (MT) dan berjalan di bagian
bagian informasi visual diproyeksikan ke dorsal dan superior terhadap area
kolikulus superior yang dapat membantu medial superior dan lobus parietal.
orientasi visual terhadap pergerakan di
Proses visuokonstruksi dan gerakan
dalam lapang pandang tersebut.
kompleks telah diidentifikasi melibat
Secara garis besar proses visual dibagi kan sistem superior temporal sulcus
menjadi dua sistem, yaitu (Gambar 6): (STS) yang berjalan lateral dari korteks
oksipital primer (area VI), lateral dari
1. Sistem “W h at’
sulkus temporal superior yang melibat
Disebut juga ventral stream , meru-
kan girus temporal superior.
pakan sistem untuk memproses per-
Korteks parietal
Gambar 6. Proses Visual “DorsalStream" dan “Ventral Streams” pada Korteks Serebri
KMT: middle temporal; STS: sulcus temporalis superior
160
Neurobehavior Dasar dan Pemerifaaannya
161
Buku Ajar Neurologi
Gambar 8.1 lustrasi Contoh Salinan Rey-Osterrieth Complex Figure Test pada Kondisi Gangguan
Kemampuan Konstruksi
[a] Salinan normal; [b) ringan; (c) sedang; [d) berat
162
Neurobehavior Dasar dan Pemeriksaannya
yang sederhana atau gambar mesldpun ket- asosiatif ditandai dengan adanya ketidak-
ajaman visual baik dan kemampuan bahasa mampuan dalam identifikasi visual, dan
utuh, patut diduga merupakan satu bentuk biasanya pada pengetahuan terhadap
agnosia visual yang terdiri dan agnosia vi benda serta penamaan benda melalui sen-
sual aperseptif dan agnosia visual asosiatif. tuhan.
Pemeriksaannya dapat dilakukan dengan
f. Prosopagnosia
cara meminta pasien mendeskripsi obyek-
Prosopagnosia adalah hilangnya kemam
obyek yang disajikan secara visual, menco-
puan deskipsi, pengenalan, dan penco-
cokkan benda dalam susunan-susunan, me-
cokan wajah. Pemeriksaan yang dapat
nyalin gambar obyek, mencocokkan obyek,
dilakukan, antara lain memberikan
menanyakan pengetahuan lisan tentang
potongan-potongan wajah orang-orang
benda-benda, atau menamai sebuah benda
yang pernah dikenal. Biasanya pada
dengan cara menyentuh {tactile naming).
gangguan klasik akan terdapat retensi
Uji formal yang dapat digunakan adalah
pengetahuan mengenai orang-orang ter-
Visual Object and Space Perception (VOSP)
kenal, teman, dan kerabat, terlepas dari
Battery.
ketidakmampuannya untuk menyebut-
e. Agnosia benda visual kan nama mereka berdasarkan foto.
Defisit dalam pengenalan obyek/benda
g. Menyalin bebas gambar representasional
dan wajah sulit dinilai secara bedside tanpa
Jika pasien diminta untuk menyalin se
material-material uji khusus, tetapi de
buah susunan benda (misalnya, rumah,
ngan melakukan tugas-tugas sederhana
pohon, dan seorang pria) mereka menye-
disertai petunjuk berikut, dapat dicurigai
lesaikan hanya setengah dari setiap item
adanya agnosia. Terdapat dua bentuk ag
(lihat Gambar 9). Fenomena ini disebut
nosia visual, yaitu aperseptif dan asosiatif.
sebagai pengabaian yang berpusat pada
Pada agnosia aperseptif, terdapat gangguan
benda {object-centered neglect). Kelain-
dalam mendeskripsikan gambar obyektif
an ini menunjukkan bahwa defisit bukan
(relatif), identifikasi visual, menyalin gam
berupa pengabaian secara umum pada
bar garis, dan mencocokan benda, tetapi
ruang kiri, melainkan kerusakan/defek
kemampuan pengetahuannya akan suatu
khusus dalam menyusun kembali/me-
benda dan penamaan benda melalui sen-
rekonstruksi representasi internal dari
tuhan. Gangguan yang terjadi pada agnosia
obyek-obyek individual.
Hustrasi salinan gambar pasien pengabaian terhadap tiga item dalam sebuah susunan tunggal
163
Buku Ajar Neurologi
164
Neurobehavior Dasar dan Pemetiicsaannya
Somatognosia dapat dibagi menjadi dua, intak jika mampu meniru seluruh
yaitu m ikrosom atognosia dan m akro- gerakan pemeriksa dalam jangka
som atognosia. Pasien mikrosomatogno waktu yang telah ditentukan oleh
sia akan mempersepsikan bagian tubuh pemeriksa.
kontraiateral lesi atau, pada sebagian
® Visualisasi tubuh dan konsep spasial
kasus, seluruh tubuhnya menjadi sangat
Pertanyaan yang diajukan oleh
kecil, sedangkan makrosomatognosia se-
pemeriksa adalah pertanyaan-per-
baiiknya.
tanyaan yang berhubungan dengan
Pemeriksaan somatognosia: posisi bagian tubuh satu terhadap ba
® Menunjuk bagian tubuh sesuai de- gian tubuh lainnya, seperti:
ngan perintah verbal
"Apakah kaki Anda berada di bawah
Pada pemeriksaan ini, pemeriksa akan
perut Anda?"
meminta pasien menunjuk bagian
tubuhnya sendiri, pada tubuh peme "Manakah yang lebih jauh dari hidung
Anda, kaki atau perut Anda?"
riksa, pada replika tubuh manusia,
dan pada puzzle tubuh manusia yang "Apakah mulut Anda berada diatas
telah disediakan sesuai dengan nama mata Anda?", dan sebagainya.
bagian tubuh yang disebutkan oleh Pasien dinyatakan tidak memiliki
pemeriksa. gangguan (intak) jika dapat menjawab
Hasil dari pemeriksaan ini dibagi men semua pertanyaan dengan benar (seki-
jadi tidakterganggu [intak] dantergang- tar 14-15 pertanyaan) selama waktu
gu. Pasien dinyatakan tidak mengalami yang telah ditentukan oleh pemeriksa.
somatognosia jika dapat menunjukkan Pasien dengan afasia tidak dianjurkan
seluruh bagian tubuh yang diperin- untuk dilakukan pemeriksaan ini.
tahkan pemeriksa dengan tepat dalam b. Anosognosia
jangka waktu yang telah ditentukan oleh Pasien dengan anosognosia akan me-
pemeriksa (disertai dengan hasil intak nyangkal ada gangguan/penyakit atau
dari 4 pemeriksaan lain). merasa tidak peduli. Pasien tidak mam
® Menunjuk bagian tubuh sesuai de pu membentuk gambaran realita yang
konsisten dari kondisi tubuhnya. Ke-
ngan perintah nonverbal
Pemeriksa akan memberikan aba-aba banyakan pasien juga mempunyai visual
untuk mengikuti gerakannya dalam neglect. Penyangkalan dapat berbentuk
menunjuk bagian tubuh yang akan ia suatu pengalaman yang dibuat secara
tunjuk pada tubuhnya. Proses ini di- imajiner oleh pasien dan pasien akan
sangat teguh untuk percaya hal itu wa-
lakukan pada enam hingga sepuluh
laupun telah diberikan demonstrasi ber-
bagian tubuh.
ulang pada gangguan yang dideritanya
Hasil yang didapatkan adalah intak [disability).
atau tidak intak. Pasien dinyatakan
165
Buku Ajar Neurologi
Tidak ada pemeriksaan spesifik terstan- ditori), atau pun perabaan (taktil), yaitu:
darisasi untuk pemeriksaan anosogno- ® Pengabaian visual (visual neglect)
sia. Pemeriksaan anosognosia kurang Pemeriksaan pada pengabaian visual
Iebih sama dengan pemeriksaan penu- dapat dilakukan dengan pemeriksaan
runan kesadaran [decreased awareness) penglihatan dikotik. Pemeriksaan ini
pada fungsi eksekutif, yang meliputi satu dilakukan dengan cara menunjukkan
bagian yang ditujukan untuk penurunan dua benda yang masing-masing be-
kesadaraan akan sensorik dan motorik. rada pada sisi lapang pandang kanan
c. Pengabaian sensori (sensory neglect) dan kiri selama beberapa saat dengan
Pengabaian sensori biasa terjadi pada menggunakan sebuah kinetoskop.
pasien dengan tingkat gangguan peng Pada lesi di hemisfer kanan, pasien
abaian yang tinggi. Pasien ini akan cen- akan mengatakan ia melihat gambar
derung mengabaikan rangsang sensori yang terletak pada sisi lapang pan
yang diberikan pada sisi tubuh yang dia- dang kiri dan dapat menggambar-
baikan, Iebih sering ditemukan pada sisi kannya. Ketika diperlihatkan gambar
tubuh sebelah kiri. hanya pada sisi lapang pandang kiri,
pasien tidak mampu mengatakan apa
Pengabaian ini dapatberupa pengabaian yang dilihatnya, tetapi dapat meng-
penglihatan (visual), pendengaran (au- gambarkannya (Gambar 10).
166
Neurobehavior Dasar dan Pemeriltsaannya
167
Buku Ajar Neurologi
168
' Neurobehavior Dasar dan Pemerilisaannya
test. Cara pemeriksaan adalah dengan terdapat jeda {pause) yang mengikuti
meminta pasien untuk menyebutkan pembicaraan yang bertele-tele. Misal:
nama binatang sebanyak-banyaknya "hal yang anda tubs di kertas dengan_".
dalam 1 menit. Catat jumlah binatang
f. Garis melodik (prosodi)
yang disebutkan berupa jawaban
Gangguan pada prosodi sering meng-
benar dan jawaban parafasik. Indivi-
iringi artikulasi pengucapan yang
du normal dapat menyebutkan nama
buruk dan menurunnya kelancaran
1 8 -2 2 nama binatang dalam 1 menit
bicara. Pasien berbicara dengan me-
dengan standar deviasi 5-7 . Untuk
maksa, canggung, dan tidak mampu
usia <69 tahun menyebutkan 20±4,5
menjaga bentuk melodisnya. Gangguan
nama, usia 7 0 -7 9 tahun dapat me
prosodi emosional (misal, modulasi su-
nyebutkan 17±2,8 nama, dan usia >80
ara, nada, dan titinada yang digunakan
tahun dapat menyebutkan 15,5±4,8
untuk mengekspresikan kondisi emo
nama binatang.
sional) dapat terjadi pada kerusakan
c. Bentuk sintaktik (gramatikal) hemisfer kanan.
Saat pasien berbicara, perlu diperha-
Secara Khusus
tikan kesesuaian dengan tata bahasa
Gangguan berbahasa secara khusus berkai
aslinya. Pembicaraan tanpa memerha-
tan dengan kerusakan pada struktur otak
tikan tata bahasa (agrammatis) adalah
tertentu dan diagnostik gangguan yang di-
pembicaraan yang disederhanakan,
dapat sesuai dengan:
karena kekurangan kata-kata grammatis
(pelafalan, preposisi, dan lain-lain) dan a. Fluensi
mengandung kesalahan tensis. Agram- Hal ini menunjukkan kerusakan berada
matisme berkaitan erat dengan bahasa pada anterior atau posterior dari fisura
nonfluen. sylvii. Ketidakfasihan bahasa yang dimak-
sudkan adalah bicara menjadi lambat,
d. Kesalahan parafasik
nada bicara menjadi tidak normal, dan
Pasien dapat mengalami kesalahan peng-
artikulasi menjadi tidak jelas. Gangguan
gantian kata {word subtitution). Kesala
jenis ini berkaitan dengan kerusakan pada
han tersebut dapat berasal dari bunyi
fisura sylvii anterior.
(parafasia fonemik) seperti "kursi" dise
butkan "kudri" atau "fena" pada "pena". b. Repetisi
Atau kesalahannya bisa berupa makna Gangguan ini disebabkan oleh kerusakan
(parafasia verbal), yaitu mengganti arti daerah perisilvian atau disebut sebagai
sebuah kata dengan kata yang mempu- 'zona bahasa'. Gangguan lanjut terjadi
nyai konotasi sama, misalnya "bangku" jika kerusakan mengenai arteri serebri
disebutkan "meja", atau "garpu” disebut media, dan menyertakan bagian sekitar
kan "sendok". dari fisura sylvii yang mencakup area
Broca pada sisi anterior, Wernicke pada
e. Penemuan kata {word finding)
sisi posterior, dan fasikulus arkuatus di-
Pada gangguan ini, pembicaraan pasien
antaranya. Ketika pasien tidak menga-
169
Buku Ajar Neurologi
Repetisi harus diuji dengan serangkaian Pemeriksaan lain yang lebih kompleks
kata dan kalimat dengan kompleksitas adalah menguji tiga bagian yang sulit,
yang semakin meningkat. Paling baik contohnya, "(1] Sentuh telinga kiri anda
dimulai dengan kata-kata tunggal pendek. dengan (2) jari telunjuk kanan anda, lalu
kemudian dilanjutkan ke kata-kata de (3] sentuh tangan saya". Pasien dengan
ngan banyak suku kata, lalu akhirnya ke gangguan pemahaman ringan masih
kalimat-kalimat. dapat melakukan instruksi yang seder
hana, namun tidak dapat mengikuti in
c. Pemahaman/komprehensi {com prehen
struksi yang lebih kompleks. Sementara
sion)
pasien dengan gangguan pemahaman
Secara Minis dapat dilihat pasien den
yang lebih berat tidak dapat mengikuti
gan gangguan pada tingkat pemahaman
instruksi yang sederhana.
kata dan kalimat, dengan yang tidak ter-
dapat gangguan. Pasien dengan gang ® Pemahaman terhadap kata tunggal
guan tingkat pemahaman, berkaitan Dengan menggunakan benda-benda
dengan kerusakan pada lobus temporal, yang ditemui sehari-hari yang biasa
tepatnya pada area Wernicke. Gangguan dimasukkan ke dalam saku (contoh,
pemahaman bahasa sering mempenga- koin, pena, jam, kunci, dan lain-lain]
ruhi pasien dalam bertatabahasa atau dan benda-benda di bangsal atau klinik
sintaks. Hal ini teridentifikasi pertama (ranjang, kursi, meja, bunga, dan lain-
kali pada saat pasien melakukan sebuah lain], pasien diminta untuk menunjuk-
instruksi yang rumit dan saat berusaha kannya satu per satu secara bergiliran.
mengikuti percakapan dalam kelompok. Jangan lupa untuk menggunakan spek-
trum dari benda-benda tersebut yang
Umumnya kemampuan pemahaman
berbeda familiaritasnya dan bagian-
pada pasien afasia terutama didasari
bagian dari benda, karena kemam
pemahaman mereka terhadap percakap
puan memahami selalu terpengaruh
an yang tidak berstruktur. Percakapan
oleh variabel ini. Penderita afasik berat
bebas biasa disertai dengan isyarat
mungkin mampu menunjukkan benda
gerak tubuh, mimik wajah, dan proso-
yang umum namun tidak mampu pada
dik [nada suara], Penderita afasia yang
benda yang tidak umum.
lancar seringkali merespons sesuai awal
pembicaraan pembuka ('Apa kabar hari © Pemahaman terhadap kalimat [sintaktik]
ini?'], walaupun memiliki masalah pema Tes ini dapat dengan mudah dilakukan
haman yang berat dengan menggunakan sekelompok
170
Neurobehavior Dasar dan Pemeriltsaannya
tiga buah benda yang umum ada di - “Apa nama lapisan keras yang me-
saku. Setelah dipastikan bahwa pasien lin-dungi hewan seperti siput dan
dapat memahami nama benda-benda kura-kura?"
tersebut, tes pemahaman dimulai
menggunakan kisaran sebuah struk- Tes formal yang dapat dilakukan dianta-
tur sintaktik, seperti: ranya uji token, yaitu pasien harus mengi-
kuti perintah yang kerumitan sintaktiknya
- "Letakkan pena di atas jam !”
semakin meningkat Selain itu juga ada uji
- "Sentuh jam dengan pena!” Peabody picture vocabulary, suatu uji pen-
- "Sentuh kunci dan kemudian pena!" cocokan gambar-kata pada pemahaman
- "Sentuhlah pena sebelum me- kata tunggal.
nyentuh kunci!" d. Penamaan
- "Sentuh pena, namun jangan sentuh Kemampuan untuk menyebutkan nama
kunci!" obyek dengan benar atau menggam-
- "Letakkan pena diantara jam dan barkan obyek yang disebutkan akan
kunci!" terganggu pada hampir seluruh pasien
dengan afasia dalam tingkatan yang ber-
- "Ambil jam dan berikan saya
beda-beda. Benda-benda yang memiliki
pena!"
kemiripan yang beragam harus digunakan
- "Sentuhlah tidak hanya pena, na^ karena afasik adalah hal umum terjadi dan
mun juga kunci!" dan sebagainya. menunjukkan efek frekuensi yang jelas.
® Pemahaman konseptual Pasien cenderung menunjukkan kesalahan
Ini dapat diuji dengan mengguna menamai/menyebut benda-benda ber-
kan sekelompok benda di saku yang frekuensi rendah (kurang familiar]. Hal
sama dengan uji sebelumnya, dengan ini dapat dinilai menggunakan benda-
menanyakan pertanyaan-pertanyaan benda yang umum ditemui sehari-hari.
berikut:
Harus diingat bahwa identifikasi akurat
- "Tunjuk ke arah benda yang benda-benda yang nampak secara visual
menunjukkan berjalannya waktu!" juga tergantung pada proses persepsial
- "Sentuh benda yang digunakan yang utuh. Terdapat sejumlah tes formal
untukmenulis!" yang mudah dilakukan dalam mengukur
Atau pertanyaan-pertanyaan lain kemampuan penamaan, termasuk Graded
yang serupa berdasarkan konsep, Naming Test dan Boston Naming Test
yaitu: e. Membaca
- "Apa yang Anda sebut debu abu- Berkurangnya minat baca di waktu seng-
abu yang tersisa setelah meng- gang dapat mengindikasikan adanya
hisap rokok?" disleksia ringan, tetapi gangguan memori
- "Apa nama burung yang terbang tetap harus dipikirkan. Gangguan mem
pada malam hari dan memekik?" baca dapat terjadi paralel dengan gang-
171
Baku Ajar Neurologi
guan berbicara, pada cedera hemisfer baca normal. Berbagai jenis disleksia
dominan. Beberapa kasus dapat diser- telah dikenal, terdiri dari aleksia murni
tai aleksia murni. Manifestasi gangguan [membaca huruf demi huruf), neglect
membaca sangat jelas dan hampir selalu dyslexia, dan disleksia sentral.
disertai sindrom lokal berupa hemiano-
® Identifikasi huruf
pia dekstra, gangguan persepsi warna,
Kesalahan-kesalahan dalam mem
dan gangguan memori verbal.
baca huruf tunggal dan strategi dalam
Kebanyakan contoh menyebutkan ke- kesusahan menyebut huruf dengan
mampuan membaca sejalan dengan ke- benar (membaca huruf demi huruf),
mampuan bahasa dalam berucap, namun terkadang terbantu dengan melacak
terkadang aleksia dapat terjadi bersama sketsa huruf dengan jari, menunjuk-
dengan agrafia, tanpa defisit afasik lainnya. kan aleksia murni.
Lebih jarang, dapat terjadi aleksia tanpa
® Jenis kesalahan membaca
agrafia atau aleksia murni. Membaca
Kesalahan-kesalahan yang terbatas
dengan keras maupun membaca dengan
pada bagian awal kata terjadi pada
memahami isi bacaan sama-sama penting,
neglect dyslexia (tidak membaca atau
namun harus hati-hati dalam membeda-
salah membaca 1-2 huruf pertama
kannya. Gagal memahami biasanya diiringi
sebuah kata, misal: 'dan' dibaca 'ban',
dengan pembacaan keras (reading aloud )
'malam' menjadi 'alam', 'mulut' menjadi
yang kurang benar. Walaupun demikian,
'lutut') akibat sekunder dari kerusakan
banyak pasien yang tidak dapat membaca
hemisfer kanan. Membaca sebuah kata
lantang dengan benar, tetapi mengerti isi
sebagai sesuatu yang lain terkait kon-
bacaan dengan baik.
septual, namun bukan merupakan kata
Pasien yang berhasil membaca kata yang bunyinya tidak berkaitan (misal,
dan lcalimat, juga harus dinilai kapasi- aksi dan kerja, kakak dan paman, saat
tas membaca dan memahami paragraf dan kesem-patan). Untuk disleksia
pendeknya. Membaca seksama yang dalam, kesalah-an penglihatan san
simpel dapat diuji dengan menuliskan gat sering terjadi (misal, 'stock' pada
sebuah perintah, seperti "tutup mata ‘shock1, ‘crowd 'pada ‘crown', dll).
Anda” atau "letakkan tangan di atas ke-
® Membaca kata umum/lazim/reguler
pala Anda jika Anda berusia di atas enam
versus eksepsional/tidak lazim/tidak
puluh tahun.” Memahami bacaan dalam
umum
bentuk yang lebih rumit dapat diuji de
Kesulitan membaca kata-kata terten-
ngan meminta pasien untuk membaca
tu yang tidak mematuhi aturan bu-
sebuah paragraf di koran, kemudian di-
nyi bentuk huruf dalam bahasa Inggris
tanyakan tentang isi paragraf tersebut.
disebut 'kata talc lazim'. Adanya kecen-
Setelah ditemukan permasalahan dalam derungan kesalahan kebiasaan kata
membaca, selanjutnya ditentukan aspek (misal, pint bersajak mint) merupakan
yang telah terganggu pada proses mem tanda past! disleksia permukaan.
172
Neurobehavior Dasar dan Pemeriltsaannya
173
Buku Ajar Neurologi
174
Neurobehavior Dasardan Pemeriltsaannya
175
Baku Ajar Neurologi
176
Neurobehavior Dasar dan Pemeri!<saannya
nah). Pemeriksaan ini hingga saat ini be- ° Definisi abstraksi. Pasien diminta
lum ada standardisasinya. mendefinisikan kata-kata spesifik
seperti apel, bangku.
5. Fleksibilitas Mental dan Abstraksi
Pasien dengan gangguan fleksibilitas • Komparasi-perbedaan. Pasien di
mental akan mengalami kesulitan dalam minta menghubungkan sepasang
mengkonsep dan merespons perubahan ide, meliputi:
situasi. Ketika ada perubahan keadaan - Dasar umum seperti, kulkas dan
atau adanya suatu kesalahan, pasien ke kompor gas, mesin jahit dan sofa
sulitan mengubah strategi atau detail - Perbedaan, seperti perbedaan an-
dari suatu pelaksanaan tugas. Pasien juga tara anjing dan rubah.
kesulitan dalam membebaskan stimulus
® Hubungan logis. Pasien diminta
tertentu dari perhatiannya. Berikut ini
menghubungkan kata yang di
ada beberapa pemeriksaan yang dapat
berikan, seperti anjing adalah
dikerfakan untuk menilai fleksibilitas
seekor_____, pisau adalah se
mental dan abstraksi:
tauah___ .
a. Odd-even cross out ® Lawan kata. Pasien diminta me-
Tes ini mencari tahu apakah pasien nyebutkan lawan kata seperti
dapat berpindah dari satu tugas ke tinggi-rendah, besar-kecil.
tugas lainnya. Pasien diberikan lem-
® Kategori. Pasien diminta menye-
bar kerja pencarian visual dengan
butkan kata yang tidak termasuk
nomor serinya, Pasien kemudian di-
dalam kategori suatu seri, seperti
minta mencoret semua nomor genap
ayah, ibu, saudara laki-laki, sauda-
dan untuk mencoret sebagian hanya
ra perempuan, teman.
nomor ganjil. Instruksi ini kemudian
dibalikkan kembali ke nomor genap Untuk memperbaiki validitas peme
dan kembali ke nomor ganjil, dan se- riksaan, singkirkan penurunan atensi,
terusnya. Penilaian belum memiliki memori, dan afasia (khususnya kompa-
standar khusus. rasi) sebagai kausa performa yang
buruk.
b. Konsep formasi dan abstraksi
Konsep formasi meliputi kemam- c. Abstraksi
puan mendefinisikan, membanding- ® Peribahasa/pepatah
kan, dan membedakan obyek, meli Sejumlah kesan konseptualisasi ab-
puti hubungan logis dan kategorisasi. strak dapat diperoleh dari inter-
Berikut ini merupakan contoh per- pretasi peribahasa dan uji serupa.
tanyaan untuk mengevaluasi bebe Interpretasi konkret, dengan ketida-
rapa komponen konsep formasi dan kmampuan untuk membuat analogi,
abstraksi. menandakan pasien memiliki keru-
177
Buku Ajar Neurologi
178
Neurobehavior Dasar dan Pernerilisaannya
5. Memori: terdapat defelc yang buruk; An- • Kerusakan hipokampus anoksik diikuti
terograd: registrasi alamat dan nama: dengan henti jantung, dll
normal: 6/7 pada percobaan pertama; ® Ensefalitis virus herpes simpleks
Incidental recall pada percakapan: sangat
® Cedera kepala tertutup
buruk; Retro grad: recall mengalami de-
fisit berat pada riwayat pribadi dan ke- Kesim pulan
jadian pada tahun 1940 Adanya manifestasi Minis koma, yang
berkembang menjadi amnestic state dengan
5. Bahasa: bicara spontan normal, fasih,
dengan fonologi dan sintaks yang normal; defisit memori anterograd dan retrograd.
tidak ada parafasia; Pemahaman: normal; Merupakan Minis khas untuk infark talamus
bilateral. CT scan pada pascastroke biasanya
Penamaan: normal: 10/10; Pengulangan:
normal, tetapi didapatkan lesi yang klasik
normal; Membaca: normal; Menulis: normal
pada MRI. Semua struktur memori vital di-
7. Kalkulasi: normal
perdarahi oleh A. Serebri posterior. Normal-
8. Praksia: tidak ada apraksia orobukal dan nya, kedua area talamus medial diperdarahi
ekstremitas oleh arteri yang menembus ke daerah terse-
9. Fungsi hemisfer kanan: normal; Neglect but. Perlu penilaian neuropsikologis pada
phenom ena : tidak ada; Visuokonstruksi: kasus ini.
normal dalam meniru figur 3 dimensi
Catatan:
dan ROFCT; Visuo-persepsi: tidak ada
® Memori jangka pendek baik
defisit
Skoruji Mental ® Terdapat disfungsi frontal karena ada
gangguan aferenisasi frontal sekunder
MMSE: 21/30: berkurang pada poin orien-
tasi dan recall 3 benda • Kelainan pergerakan mata khas untuk
sindrom ini
Investigasi
® CT scam normal
DAFTARPUSTAKA
® MRI: infark talamus bilateral dan sime- 1. Hodges JR. Cognitive assessment for clinicians.
tris dengan keikutsertaan grup nuclear. Oxford University Press, New York: 1995.
2. Umarova RM, Saur D, Kailer CP, Vry MS, Glauche
Diagnosis: amnestic stroke : bilateral V, Mader I, etal. Acute visual neglect and extinc
thalamic infarction (memori) tion: distinct functional state of the visuospatial
attention system. Brain 2011;134(11):3310~25.
Diagnosis banding: onset akut dari sin- 3. Danckert J, Ferber S. Revisiting unilateral neglect.
drom amnestik: Neuropsychologia. 2006;44(6):987-1006.
4. Scott JG, Schoenberg MR. Deficits in visuospa-
® Stroke talamus bilateral atau temporal
tial/visuo constructional skills and motor praxis,
bagian medial Dalam: Schoenberg MR, Scott JG, editor. The little
• Sindrom Wernicke-Korsakoff (defisiensi black book of neuropsychology. Springer: New
York; 2011. h 201-18.
vitamin b l), biasanya berkaitan dengan 5. Weintraub S. Neuropsychological assessment of
alkoholisme mental state in principles of behavioral and cog
nitive neurology. Edisi kedua. Oxford University
179
Buku Ajar Neurologi
Press, New York: 2000. h 122-62. Press. New York: 2003. h 302-19.
6. Nasreddine ZS, Philips NA, Bedirian V, Charbon- 10. Zillmer EA, Spiers MV, Culbertson WC, Principle
neau S, Whitehead V, Collin I, dkk. The Montreal of neurophysiology. Edisi ke-2, Belmont: Thomp
cognitive assessment, MoCA: a brief screening son; 2008. h. 62-90.
tool for mild cognitive impairment. J am geriatr 11. Erkinjuntti T, Gauthier S. Vascular cognitive im
soc.2000;53(4}:695-9. pairment. Martin Duntz. London. 2004.
7. Smith T, Glideh N, Holmes C. The Montreal cogni 12. Cozolino L. The neuroscience of psychotherapy,
tive assessment: validity and utility in a memory healing the social Brain. Edisi ke-2. New York: W.
clinic setting. Can j psych. 2007; 52(5]: 329-32. W. Norton & Company; 2010.
8. Husein N, Lumempouw S, Ramli Y, Herqutanto. 13. Pincus JH, Tucker GJ. Behavioral neurology. Edisi
Uji validitas dan reliabilitas Montreal cognitive ke-4. Oxford University Press. Oxford; 2003.
assessment versi Indonesia (MoCA-Ina] untuk 14. Eichenbaum H. The cognitive neuroscience of
Skrining Gangguan Fungsi Kognitif, Neurona. memory, an introduction. Boston: Oxford Univer
2010; 27(4]. sity Press; 2009.
9. Burgess PW. Assesment of executive function. 15. Smith EE, Kosslyn SM, 2007. Psikologi kognitif;
Dalam: Halligan PW, Marshall JC. Handbook pikiran dan otak. Prajitno HS, Soetjipto SM, pen-
of clinical neuropsychology. Oxford University erjemah. Jakarta: Penerbit Pustaka Pelajar; 2014.
16. Solso RL, Maclin OH, Maclin MK. 2008. Psikologi
kognitif. Rahardanto M, Batuadji K, penerjemah.
Jakarta: Penerbit Erlangga; 200. Terjemahan
dari: Cognitive psychology.
17. Reed SK. 2007. Kognisi; terapi dan aplikasi. Edisi
ke-7, Tusyani A, penerjemah. Jakarta: Penerbit
Salemba Humanika; 2011. Terjemahan dari: Cog
nition; theory and applications.
180
AFASIA
181
Buku Ajar Neurologi
Kcrpus kafoswrt
ScriLuterkuata
""x / Serab u t arkuata
K^psuE»totems
fpsihbus
( r c . i a
/Jh W^VV S G<tnu anterior
vupvrsa’
faiifailw j
fmpiudlm'^ "7
" iu p s u o r
f&m®ura interior
fansktiius
frowjota'ptaiis
superior
Serabut arkuata
Fatlkulusummstus %/
“ ..../ - ------------|
b.
182
Afasia
Otak juga disusun oleh hemisfer serebri kiri Komponen neuroanatomi yang berperan
dan kanan, serta dihubungkan oleh korpus dalam proses produksi bahasa dan pemaha-
kalosum. Secara umum, hemisfer kiri meng- man sangat rumit Komponen ini meliputi
atur bagian tubuh sebelah kanan dan hemis masukan (inputj auditori dan pengkodean
fer kanan mengatur bagian tubuh sebelah kiri, bahasa di lobus temporal superior, analisis
Pusat bahasa tradisional adalah pusat bahasa bahasa di lobus parietal, dan ekspresi di lobus
motorik Broca dan pusat bahasa reseptif frontal, Masukan tersebut kemudian nailc ke
Wernicke yang biasanya terletak di hemisfer traktus kortikobulbar menuju kapsula interna
dominan (tersering adalah hemisfer kiri baik dan batang otak, dengan efek modulator dari
pada dominansi tangan kanan maupun kiri], ganglia basal dan serebelum. Terakhir, masuk
Keduanya dihubungkan oleh jaras transkor- an dimaknai sebagai bahasa lengkap dengan
tikal yang disebut fasikulus arkuata. kosakata, makna sintaksis, dan gramatikal di
interkoneksi antar pusat-pusat bahasa.
183
Buku A jar N eurologi
Tabel 1. Neuroanatomi Klinis Afasia dan Gangguan Bahasa Lainnya
Afasia & Gangguan Lain Lokasi Anatomi Pembuluh Darah Penvuplai Geiala/Tanda Tetangga
Perisylvian
Broca Korteks insula media orbitofrontal MCA M2 superior Apraksia bicara &wajah, agrafia, hemipare-
(AB 44,45] sis kekuatan lengan<tungkai
Wernicke Lobus temporal superior (AB 22] MCA M2 inferior Hemi/kuadranopia homonim superior
kontralateral
Global Lobus fronto-parieto-temporal MCA Ml (oklusi total] Apraksia bukofasial, apraksia ideomotor
teritori MCA
Konduksi Girus supramarginal area superior MCA M2 inferior bagian limb Sama dengan Wernicke
temporal
Nonperisylvian/Ekstra-
sylvian
Transkortikal Ekstrasylvian Tipe I: superior anterior dari MCA M2 Superior (evolusi Hemiparesis tungkaiclengan, abulia,
Motorik Broca (AB 45]. Broca]. mutisme, apraksia extremitas kiri (sindrom
Tipe II: supplementary m otor area ACA diskoneksi anterior], inkontinensia uri,
184
(SMA] disinhibisi
Transkortikal Ekstrasylvian Tipe I: junction PTO, girus angula- MCA M2 inferior I: quadrantopia inferior/hemi-anopia
Sensorik ris bawah (evolusi Wernicke] homonim, Gangguan atensi
Tipe II: multipel: parietal & tem Cabang MCA
poral II: sindrom Gertsmann
Transkortikal Area w atershed antara teritori ACA ACA-MCA, hipoksik-iskemik Paralisis UMN bilateral/dupleks (lesi 2
Ekstrasylvian campuran &MCA hemisfer]
Anomik Evolusi terakhir bentuk afasia lain
Anomik dengan aleksia Temporo-oksipital PCA Sindrom Balint (buta kortikal), sindrom
tanpa agrafia Anton, memori, gangguan menyebut warna
Subkortikal Striatokapsular Ganglia basa, nukleus kaudatus MCA cabang lentikulostriata Hemiparesis
Subkortikal talamus Talamus bagian media, anterior, & MCA cabang lentikulostriata Gejala talamus
lateral
MCA: middle cerebral artery (arteri serebri media]; ACA: anterior cerebral artery (arteri serebri anterior]; PCA: posterior cerebral artery (arteri serebri pos
terior]; Ml dan M2: segmen dari MCA; superior dan inferior; divisi dari segmen M2 MC; PTO: parietotemporooksipital; AB: area Broadmann; UMN: upper
motor neuron
Sumber: Prawiroharjo P. Neurobehavior: kumpulan makalah workshop neurobehavior jAKNEWS 2014. 2014. h. 20.
Afasia
185
Baku Ajar Neurologi
186
Afasia
dan oksipital, terutama di girus angula- dekat batas antara lobus temporal dan
ris inferior dan area Broadmann 37. oksipital. Afasia ini juga dapat merupakan
b. Tipe II (afasia semantik). Afasia jenis evolusi/perbaikan dari afasia global atau
ini terletak di korteks bagian posterior, Wernicke. Kuadranopia kanan atas meru
termasuk girus temporalis posterior pakan gejala lain yang dapat menyertai
superior dan girus temporalis media. keadaan afasia anomik akut
187
Buku Ajar Neurologi
Broca
188
Afasia
| AFASIA |
189
uku Ajar Neurologi
190
Afasi
191
luku. Ajar Neurologi
Afemia biasanya disebabkan lesi fokal Zhang dkk (2016) memaparkan pada ulasan
hemisfer kiri yang memengaruhi bagian sistematisnya bahwa terdapat variasi pem-
bawah dari korteks motorik primer (gi- berian pirasetam dari 7 studi randomized
rus presentralis) dan korteks premoto- controlled trial (RCT) antara 6 minggu sam-
rik (area 44), serta diasosiasikan dengan pai 6 bulan. Dosis pemberiannya konsisten
penyakit serebral, seperti penyakit Pick, yaitu 4800m g dan dapat diberikan dalam
Alzheimer, dan Creutzfeldt-Jakob. dosis terbagi dua kali perhari. Pirasetam
merupakan turunan siklik dari asam gamma
Pemeriksaan Penunjang
aminobutirat (GABA) serta dianggap dapat
Metode pencitraan dapat mengkonfirmasi
berperan dalam fase akut dan subakut Na
lokasi gangguan pusat bahasa. Termasuk
mun mekanisme pirasetam belum dipahami
pencitraan pembuluh untuk sistem karotis,
dengan baik. Kasler dkk menduga pirase
vertebralis, dan intrakranial melalui angio-
tam meningkatkan aliran darah otak di dae-
grafi, CT dan/atau MRI angiografi, USG Dop
rah bahasa utama yang berkorelasi positif
pler arteri karotis dan vertebra, serta Dop
dengan pemulihan bahasa. Mekanisme lain
pler transkranial.
adalah melibatkan modulasi kolinergik, glu-
tamatergik, dan dalam sistem neurotrans
TATA LAKSANA
miter seperti GABA-ergik.
Proses pemulihan afasia cenderung me-
makan waktu lama, dari bulan hingga ta- Donepezil dan agen kolinergik lain, seperti
hunan. Bahkan pada sebagian pasien de galantamin, bifeleman, dan fisostigmin
ngan tingkat keparahan afasia berat, dapat menunjukkan beberapa efek terapi positif
menetap sepanjang sisa hidupnya. Maas dkk afasia pascastroke. Donepezil merupakan
menunjukkan hanya 38% penderita afasia penghambat antikolinesterase yang bekerja
yang mengalami resolusi pada 7 hari per- sentral dan selektif. Donepezil diduga mem-
tama pascastroke. Lazar dkk mendapatkan fasilitasi neurotransmisi pada sambungan
bahwa 18 bulan setelah onset stroke, resolusi kolinergik otak ke daerah bahasa. Jalur ini
afasia komplit hanya didapatkan pada 24% , berperan penting untuk plastisitas poten-
sedangkan 43% pasien masih menderita sial jangka panjang meningakatkan atensi,
afasia yang signifikan. pembelajaran dan memori.
Medikamentosa Sebuah studi meneliti efek donepezil pada
Hingga saat ini belum ada penatalaksanaan 11 pasien yang di evaluasi selama 20 minggu.
192
Afasia
(a) (b)
Gambar S. MRI Kepala Potongan Aksial
a, sekuens fluid-attenuated inversion recovery [FLAIR), b. sekuens difussion-weighted imaging (DWI)
(Doit: PribadQ
impat minggu pertama diberikan dosis 5mg, bangkan dasar serta prinsip neurorestorasi
iilanjutkan lOmg selama 12 minggu. Selama tersebut, terutama mekanisme neuroplastis-
)bservasi empat minggu selanjutnya, ter- itas. Untuk tata laksana neurorestorasi bagi
;atat efek perbaikan fungsi berbahasa pada afasia, selengkapnya dapat dilihat pada bab
Dasien, yaitu diskriminasi fonemik, repetisi Prinsip Dasar Neurorestorasi Pascacedera
sata, mencocokkan gambar, menamai benda Saraf.
ian peningkatan skor proses semantik leksi-
<al, serta luaran fonologi yang signifikan. C O N T O H KASUS
Laki-laki 44 tahun datang dengan keluhan ti-
Vlemantin merupakan agonis reseptor N-
dak nyambung ketika diajalc bicara sejak 4 bu-
netil-d-aspartat (NMDA], juga sudah diuji
lan sebelum masuk RS. Keluhan ini dirasakan
iengan RCT pada afasia dengan dosis lOmg
oleh istri pasien secara mendadak. Pasien
iua kali sehari dan dilaporkan berhubung-
tampak tidak memahami pertanyaan, kesuli-
m dengan efek jangka panjang perbaikan
tan mengulang pertanyaan, dan jawaban inko-
temampuan komunikasi fungsionai.
heren dengan pertanyaan, tetapi pengucapan
M o n m e d ik a m e n to s a kata-katanya jelas. Kadangkala jawaban juga
Kemajuan teknologi mutakhir dan perkem- bercampur dengan kata-kata baru yang tidak
itangan studi neurosains menghasilkan dimengerti. Pasien terkesan sulit mengingat,
nemahaman lebih mendalam tentang neu- berhitung, dan menjalankan suatu kegiatan.
rorestoratologi, yaitu ilmu yang mempela- Pasien masih dapat melakukan alctivitas dasar
ari proses reorganisasi otak dan relearning sehari-hari secara mandiri seperti makan,
pemulihan fungsionai suatu keterampilan mandi dan berpakaian. Tidak didapatkan ke
pascacedera otak. luhan lain ataupun riwayat penyakit
Dleh karena itu, penatalaksanaan nonmedi- Pada pemeriksaan didapatkan tekanan da-
tamentosa pada afasia perlu mempertim- rah 180/100mmHg, keadaan fisik lain dan
status neurologis dalam batas normal. Di-
193
Buku Ajar Neurologi
lakukan MRI kepala menggunakan kontras 2. National Stroke Association. Aphasia. National
dua minggu kemudian (Gambar 5), Stroke Association [serial online]. 2008 [diun-
duh 28 Oktober 2016]. Tersedia dari: National
P e rta n y a a n :
Stroke Association.
1. Apakah diagnosis yang paling mung- 3. Aphasia Institute. Aphasia. ASHA [serial online]. 2008
kin pada pasien di atas? [diunduh 30 Oktober2016].Tersedia dari: ASHA
2. Komponen bahasa apa sajakah yang 4. Kertesz A, Sheppard A. The epidemiology of
aphasic and cognitive impairment in stroke,
terganggu pada pasien di atas?
age, sex, aphasia type and laterality differences.
3. Jelaskan korelasi Idinis pasien di atas Brain. 1981;104(l]:117-28.
dengan penunjang yang diberikan? 5. Yao ], Han Z, Song Y, Li L, Zhou Y, Chen W, dkk. Rela
tionship of post-stroke aphasic types with sex, age
4. Berdasarkan lokasi lesi, vaskularisasi and stroke types. World ] Neurosci. 2015;5[l):34-9.
manakah yang paling mungkin ter 6. Pedersen PM, Vinter K, Olsen TS. Aphasia after
ganggu? stroke: type, severity and prognosis, the Copenhagen
aphasia study. Cerebrovasc Dis. 2004;17[l):36-43.
5. Tata laksana apakah yang dapat di-
7. Prawiroharjo P, Afasia pada stroke: tinjauan neu-
rekomendasikan? roanatomi Idinis. Dalam: Prawiroharjo P, Lastri
Ja w ab an : DN, Ramli Y, Mayza A. Neurobehavior: kumpulan
makalah workshop neurobehavior jAKNEWS
1. Afasia tipe fluen (afasia Wernicke]
2014. Jakarta: Badan Penerbit FKU1; 2014.
pada stroke iskemik. 8. Ardila A. A proposed reinterpretation and reclas-
2. Repetisi, pemahaman, penamaan, sificaation of aphasic syndromes. Aphasiology.
memori, terdapat neologisme. 2010;24(3):363-94.
10. LaneZP,Singer A, RoffwargDE.MessiasE. Differenti
3. Lokasi lesi terletak pada lobus tempo ating psychosis versus fluent aphasia. Clin Schizophr
ral lari, dapat sesuai dengan hemisfer Relat Psychoses. 2011;4[4]:258-61.
dominan sebagai pusat bahasa. Seba- 11. Fridriksson J, Fillmore P, Guo D, Rorden C. Chronic Br
gian besar strulctur yang berperan pada oca's aphasia is caused by damage to Broca's and Wer
nicke’s area. Cerebral Cortex. 2015;25(12):4689-96.
gangguan dari komponen bahasa poin
12. Robson H, Zahn R, Keidel JK, Binney Rj, Sage K
nomor 2 terdapat pada lobus tersebut. Ralph MA The anterior temporal lobes support re
4. Arteri serebri media (MCA) segmen sidual comprehension in Wernicke's aphasia. Brain.
M2 ldri. 2014;137(3]:931-43.
13. Zhang J, Wei R, Chen Z, Luo B. Piracetam for apha
5. Medikamentosa terapi sesuai etiologi. sia in post-stroke patients: A systematic review and
Dapat ditambah neuroprotektor sep- meta-analysis of randomized controlled trials. CNS
erti Piracetam, donepezil, atau me- drugs. 2016;30[7):575-87.
mantin. Nonmedikamentosa dapat 14. Cohen L, Benoit N, Van Eeckhout P, Ducame B, Bru
net P. Pure progressive aphemia. J Neurol Neuro-
dipilih terapi multi mo dalitas bahasa
surg Psychiatry. 1993;56{8):923-24.
dengan variasi sensorik serta rTMS.
15. Zumbansen A, Thiel A Recent advances in the
treatment of post-stroke aphasia. Neural Regen
DA FTARPUSTAKA Res. 2014;9(7):703-6.
1. NINDS. Aphasia. NINDS [serial online]. 2016 [di-
unduh 30 Oktober 2016], Tersedia dari: NINDS
Aphasia Information Page.
194
MILD COGNITIVE IM PAIRM ENT
Yetty Ramli
PENDAHULUAN EPIDEMIOLOGI
Keberhasilan pencapaian pembangunan ke- MCI merupakan kondisi yang sering terjadi
sehatan akan meningkatkan usia harapan pada usia 65 tahun ke atas dengan preva-
hidup. Di Indonesia angka harapan hidup lensi sekitar 10-20% pada orang tanpa de
meningkat dari 68,6 tahun menjadi 70,8 ta- mensia. Prevalensinya meningkat seiring
hun periode 2 0 0 4 -2015 dan diperkirakan pertambahan usia. Beberapa penelitian me-
akan semakin meningkat pada tahun 2030- nyebutkan bahwa MCI dapat menjadi salah
2035 menjadi 72,2 tahun. Peningkatan usia satu bagian dari stadium prodromal demen
harapan hidup tentu akan menimbulkan sia Alzheimer (DA). Berdasarkan hasil pene
masalah kesehatan, termasuk penyakit de- litian yang ad a, MCI berisiko berkembang
generatif yang berdampak terhadap penu- menjadi demensia sebanyak 10-15% per-
runan fungsi kognitif. Adanya penurunan tahun dan 80% setelah 6 tahun.
fungsi kognitif akan mengganggu aktivitas
Insidens terjadinya MCI berkisar antara
sehari-hari bila sudah berlanjut menjadi de-
1-6% per tahunnya, sementara prevalen
mensia. Perawatan demensia sendiri meru-
sinya diperkirakan antara 3-22% pertahun.
pakan beban berat yang berdampak sosial
Secara umum, prevalensi MCI menurut
dan ekonomi bagi keluarga.
Cardiovascular Health Study adalah 22% .
Gangguan kognitif seringkali dildasifikasi- Sebanyak 6% diantaranya merupakan MCI
kan sebagai gangguan kognitif demensia dan tipe amnestik dan 16% lainnya mengalami
gangguan kognitif nondemensia [mild cogni MCI ranah jamak, Prevalensi lebih kecil dite-
tive impairment/MCI). MCI didefinisikan se mukan oleh grup peneliti dari Australia. Hal
bagai penurunan fungsi dari satu atau lebih ini diduga berkaitan dengan adanya bias
ranah (domain) kognitif sebanyak 1-1,5 stan- taksiran usia yang lebih rendah dari preva
dar deviasi di bawah usianya tanpa adanya lensi MCI yang sebenarnya.
gangguan pada aktivitas sehari-hari. Kondisi
ini merupakan transisi antara kondisi nor ETIOLOGI, PATOFISIOLGGI, DAN FAKTOR
mal dengan patologis (stadium simptomatik RISIKO
predemensia). Demensia diartikan sebagai Kelainan patologis pada MCI menyerupai pe-
penurunan fungsi dari satu atau lebih ranah rubahan yang didapat pada demensia dan lan-
kognitif dan disertai adanya gangguan fungsi sia dengan kognitif yang masih baik. Penelitian
sosial dan kehidupan sehari-hari. oleh Sidhi (2006) menemukan 89,6% kasus
195
Buku Ajar Neurologi
MCI pada lansia >60 tahun di dua puskesmas MCI menjadi demensia. Faktor terse-
Jakarta yang memiliki faktor risiko terbanyak but mencakup mutasi gen Apoli-
berupa diabetes melitus dan tingkat pendi- poprotein alel-E4 (ApoE4), stroke,
dikan rendah. Oleh karena itu, pengendalian obesitas, diabetes melitus, tingkat
fal<tor risiko merupakan upaya yang harus pendidikan yang rendah, penurunan
dilakukan dalam mencegah tidak terjadinya kemampuan instrumental activities
penurunan fungsi kognitif abnormal. o f daily living (IADL), dan usia. Pada
wanita, penurunan ini lebih berkait-
Secara garis besar faktor risiko pada MCI
an dengan penurunan kemampuan
terbagi menjadi faktor risiko demografis
IADL, ApoE4, tingkat pendidikan
dan biologis, yaitu:
yang rendah, adanya depresi subkli-
1. Faktor Risiko Demografis nis, pemberian obat antikolinergik,
a. Usia dan pertambahan usia. Selain itu,
Merupakan salah satu faktor risiko keterbatasan lingkungan pergaulan
utama penurunan fungsi kognitif. dan insomnia juga dapat memperbu-
Secara umum, semakin tua usia se- ruk fungsi kognitif pada wanita.
seorang, maka semakin tinggi ke- c. Pendidikan
mungkinan untuk mengalami gang- Pendidikan rendah dinilai berhubun-
guan kognitif. Berbagai studi tentang gan dengan peningkatan prevalensi de
proses penuaan otak menyebutkan mensia, sedangkan pendidikan tinggi
proses degenerasi otak dimulai akan memperlambat timbulnya onset
pada usia 50 tahun dan meningkat demensia. Graves dkk mendapatkan
seiring pertambahan usia. Shankar orang yang berpendidikan tinggi mem-
mendapatkan bahwa volume dan punyai kapasitas otak yang jauh lebih
berat otak berkurang sekitar 5% di besar dengan jumlah sinaps yang lebih
usia 40 tahun dan pengurangan se banyak jika dibandingkan dengan yang
makin besar setelah usia 70 tahun. berpendidikan rendah.
Penurunan ini sejalan dengan penu
2. Faktor Risiko Biologis
runan fungsi kognitif. Penurunan
Faktor biologis dan riwayat penyakit ke-
terjadi terutama pada korteks pre
luarga juga berperan dalam meningkat-
frontal, sehingga dapat mengganggu
kan risiko demensia. Beberapa di anta-
fungsi kognitif, khususnya fungsi
ranya adalah:
eksekutif.
a. Penyakit dan faktor risiko kardio-
b. Jenis kelamin vaskular
Secara umum, tidak ada perbedaan Baik penyakit maupun faktor risiko
bermakna antara gangguan kognitif kardiovaskular telah banyak dise-
pada perempuan dan pria. Walaupun butkan berperan penting pada pato-
demikian, Artero melaporkan ter- genesis terjadinya penurunan fungsi
dapat faktor risiko bermakna pada kognitif, terutama demensia. Walden-
pria untuk mengalami perburukan stein meneliti mengenai peripheral
196
Mild C ognitive Im p a irm en t
197
Buku Ajar Neurologi
198
Mild Cognitive Im p airm en t
199
Buku Ajar Neurologi
Tabel 1, Klasifikasi Tipe Mild Cognitive Im pairm ent (MCI) Berdasarkan Dugaan Etiologi
Etiologi
Klasifikasi Klinis
Degeneratif Vaskular Psikiatrik Keadaan Medis
MCI am nestik 00
° Ranah tunggal DA Depr 00
* Ranah jamak DA DVa Depr (0
MCI non-am nestik 00
* Ranah tunggal FTD 00 (-1
• Ranah jamak DLB DVa to
MCI: mild cognitive impairment; DA: demensia Alzheimer; DFT: demensia frontotemporal; DIB:
demensia badan Lewy; Dva: demensia vaskular; Depr: depresi
Sumber: Petersen RC, Journal oflnternal Medicine. 2004. h. 183-94.
Dalam berbagai penelitian, Petersen me- 3. MCI non-amnestik ranah tunggal (MCI
nemukan subyek dengan MCI dapat me- non-amnestic single dom ain/ MCI-NASD)
miliki gangguan pada satu atau beberapa
MCI non-amnestik ranah tunggal adalah
ranah lainnya selain memori. Keadaan ini MCI dengan gangguan pada satu ranah
terutama pada kelompok lanjut usia yang fungsi kognitif selain memori. Etiologi
sudah memiliki faktor risiko vaskular, sep- tipe ini adalah faktor degeneratif, tetapi
erti hipertensi dan diabetes melitus. Pe dapat pula vaskular. Mayoritas pasien,
tersen kemudian membagi MCI menjadi akan berkembang menjadi demensia
empat subgrup, yaitu (Tabel 1): lain selain DA.
1. MCI amnestik (MCIa) ranah tunggal 4. MCI non-amnestik ranah jamak (satu
MCIa ialah tipe MCI dengan gangguan atau lebih ranah nonmemori)
memori saja tanpa disertai gangguan fung- MCI tipe ini merupakan MCI dengan
si kognitif lain. Etiologi tipe ini ialah faktor gangguan pada lebih dari satu ranah
degeneratif. Jenis ini diasumsikan sebagai kognitif. Etiologinya adalah campuran
subkelas MCI yang akan berkembang men- antara faktor degeneratif dan vaskular.
jadi DA. Menurut Petersen RC, 10-15% jenis ini diasumsikan akan berkembang
subyek dengan MCIa akan berkonversi menjadi DVa atau demensia badan Lewy.
menjadi DA dalam waktu 3-6 tahun.
2. MCI amnestik ranah jamak (memori di DIAGNOSIS DAN DIAGNOSIS BANDING
sertai gangguan kognitif lain]
Penegakan diagnosis MCI dilakukan ber
MCI tipe Ini merupakan MCI dengan gang
dasarkan anamnesis lengkap, pemeriksaan
guan memori sebagai gangguan utama
status neurologi termasuk pemeriksaan
dan disertai gangguan fungsi kognitif
status mental dan neurobehaviour lengkap.
lainnya. MCI tipe amnestik, baik ranah
Berikut ini adalah kriteria yang dibutuhkan
tunggal maupun jamak, berpotensi men
dalam penegakan MCI:
jadi DA ke depannya.
200
Mild Cognitive Im p a irm en t
1. Keluhan penurunan fungsi memori dari Selain anamnesis yang didapat dari pasien
pasien dan informan dan informan, penegakan diagnosis MCI juga
2. Gangguan memori sesuai dengan usia ditunjang dengan pemeriksaan lanjutan.
dan pendidikan. Pemeriksaannya mencakup pemeriksaan
laboratorium dan pencitraan untuk men-
3. Fungsi kognitifsecara umum masih baik
cari etiologi. Sindrom MCI akibat degeneratif
4. Fungsi aktivitas sehari-hari masih baik
akan memberikan gejala klinis yang sifatnya
5. Tidak demensia bertahap dan progresif, sedangkan apabila
etiologi akibat gangguan pembuluh darah
Secara umum, penegakan diagnosis pada akan bersifat akut, memiliki faktor risiko
MCI, dimuiai dengan ditentukan dari ada/ti- vaskular, riwayat stroke, dan serangan iske-
daknya gangguan memori. Jika hanya ranah mik sepintas/transient ischemic attack (TIA].
memori saja yang terganggu, termasuk MCI
tipe amnestik, namun jika disertai ranah Pada akhirnya gejala dan tanda klinis MCI
yang lain terganggu, maka termasuk MCI dapat berakhir menjadi penyakit degenera
tipe amnestik ranah jamak. Apabila keluhan tif yang lebih berat. Tabel 2 merupakan ben-
tuk lanjut dari MCI sesuai dengan riwayat,
awal bukan memori, ini merupakan MCI
gejala, ataupun tanda ldinisnya.
tipe non-amnestik (Gambar 2].
201
Buku Ajar Neurologi
® Demensia frontotemporal
® Progressive supranuclear palsy
« Degenerasi kortikobasal
« Apraksia bicara progresifprimer
® Demensia vaskular
Riwayat stroke dan/atau transient ischemic at Demensia vaskular
tacks (TIA) Penyakit Alzheimer
Riwayat olahraga kontak dan/atau konkusi berulang ® Penyakit Alzheimer
« Ensefalopati kronis akibat trauma
Penurunan kognitif dengan cepat ® Efek samping obat
« Masalah medis akut
® Masalah neurologis akut
Kemungkinan lain:
® Penyakit Creutzfeldt-Jakob
® Riwayat penyakit yang tidak tepat (penurunan sebenar-
^ _____ ______nva lambatl_______ _____________________
dumberbtiudson At, dKit. Memory loss, Alzheimer's disease, and dementia: a practical guide tor clinicians. Z U lb . n. 3y-4-d.
202
Mild Cognitive Im p airm en t
203
Buku Ajar Neuro log i
• Riwayat keluarga dengan penurunan 4. Petersen RC. Mild cognitive impairment. N engl j
kognitif seperti DA, vaskular, dan lain-lain med. 2011;364(23];2227-34.
5. Sidhi P. Gambaran gangguan kognitif pada lanjut usia
© Riwayat aktivitas sehari-hari dan nondemensia di puskesmas Tebet dan Pasar Minggu
hobi yang masih disenangi, interaksi [Tesis]. Depok: Universitas Indonesia; 2003.
aktivitas sosial 6. Rizzi L, Rosset I, Roriz-Cruz M. Global epidemiology
of dementia: Alzheimer's and vascular types. Bio
Pemeriksaan yang perlu ditambahkan: Med Research Ind. 2014:1-8.
® Pemeriksaan fisik 7. Moon JH. Endocrine risk factors for cognitive im
pairment. Endocrinol metab. 2016;31(2]-.185-92.
® Status emosional 8. Kurniawan M, Mayza A, Harris S, Budiman. Hubun-
® Pemeriksaan laboratorium: laborato- gan hendaya kognitif non demensia dengan kendali
rium darah tepi, hiperlipidemia, hiper- glikemik pada penyandang diabetes melitus tipe 2 .
Neurona. 2010;27(3):1-12
urisemia, gangguan tiroid, fungsi ginjal
9. Fakhrunnisa. Gambaran gangguan kognitif pada
® Pemeriksaan imaging MRI |ika dicuri- penyandang hipertensi dan faktor-faktor yang
gai gangguan akibat hipertensi small mempengaruhi pada beberapa puskesmas di Ja
vesel disease karta [Tesis], Depok: Universitas Indonesia; 2012.
10. Duschek S, Schandry R. Reduced brain perfusion
2. MCI tipe amnestik and cognitive performance due to constitutional
hypotension. Clin auton res. 2007;17(2):69-76.
3. Tatalaksana 11. Sundman MH, Hall EE, Chen NK. Examining the
® Pengendalian faktor risiko yang di relationship between head trauma and neuro-
dapatkan dan terapi nonmedikamen- degenerative disease: a review of epidemiology
pathology and neuroimaging techniques. J AI-
tosa aktivitas fisik dan mental dengan
zheimers dis Parkinsonism. 2014;4:137-83.
stimulasi kognitif 12. Petersen RC. Mild cognitive impairment: current
® Edukasi research and clinical implications. Semin Neurol.
2007;27(1):22-31.
© Penjelasan tentang perjalanan penya-
13. Prawiroharjo P, Lastri DN, Ramli Y, Mayza A. Neu
kit dan pentingnya pengendalian fak robehavior: kumpulan makaiah workshop neu
tor risiko hipertensi dengan kognitif robehavior Jaknews 2014. Jakarta: Badan Penerbit
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2014.
DAFTAR PUSTAKA 14. Petersen RC. Mild cognitive impairment as a di
agnostic entity. Journal of Internal Medicine.
1. Mesulam MM. Principal of behavioral and cogni
2004;256:183-94.
tive neurology. Edisi ke-2. New York. Oxford Uni
15. Budson AE, Solomon PR. Approach to patient with
versity Press; 2000.
memory loss, mild cognitive impairment, or de
2. Mayeux R, Stern Y, Epidemiology of Alzheim
mentia. Dalam: Budson AE, Solomon PR. Memory
er Disease. Cold Spring Harb Perspect Med.
loss, Alzheimer's disease, and dementia: a practical
2012;2(8):a006239.
guide for clinicians. Elsevier Inc; 2016. h. 39-45.
3. Petersen RC, Caracciolo B, Brayne C, Gauthier S, Jel-
ic V, Fratiglioni L. Mild cognitive impairment: a con
cept in evolution. J o Int Med. 2014;275(3):214-28.
204
DEMENSIA
205
Buku Ajar Neurologi
kedua setelah DA, dengan prevalensi antara merupakan produk fisiologi normal dari
2,7-15,1 per 100.000 usia dewasa. Preva APP dan merupakan komponen solubel
lensi tertinggi DFT dilaporkan dari studi dari plasma dan cairan serebrospinal.
di Inggris dan Italia, yaitu 15-22 kasus per
Terdapat dua varian terminal karboksil
100,000 penduduk berusia 45-65 tahun,
dari Ap, yaitu AP40yang merupakan sekret
spesies utama dari sel kultur dan terdapat
DEMENSIA ALZHEIMER
pada cairan serebrospinal. Varian kedua
A. Patofisiologi adalah Ap42 yang merupakan komponen
Neuropatologinya terutama berhubungan utama amiloid yang berdeposit di otak
dengan peptida beta-amiloid (A(3), serta pada DA. Peningkatan Ap42 lebih sering
neurofibrillary tangles (NFTsj yang berasal mengalami agregasi dan membentuk
dari hiperfosforilasi protein tau, Karak- fibril. Neurotoksin yang dihasilkan oleh
teristik neuropatologi DA adalah berupa agregasi Ap akan menyebabkan beberapa
hilangnya neuronal selektif dan sinaps, mekanisme, seperti akumulasi radikal
adanya plak neuritik yang mengandung bebas, disregulasi dari homeostasis kal-
peptida beta-amiloid (Ap), serta neurofi sium, respons inflamasi, dan adanya ak-
brillary tangles (NFTsj yang berasal dari tivasi dari beberapa signaling pathway
hiperfosforilasi protein tau (Gambar 1). Dapat disimpulkan bahwa neuropatologi
Plak neuritik yang terjadi merupakan DA kompleks, multifaktorial, dan meli-
lesi ekstraseluler yang tersusun atas inti batkan berbagai mediator kimiawi yang
sentral dari agregasi Ap peptida yang berkaitan dengan proses degeneratif di
dikelilingi oleh distrofi neuritik, aktiva- otak (Gambar 1).
si mikroglial, dan astrosit reaktif. NFTs
sendiri merupakan buntalan filamen B. Gejala dan Tanda Klinis
dalam sitoplasma sel saraf yang menge- DA ditandai dengan penurunan fungsi
lilingi sel saraf. kognitif yang didahului oleh penurunan
daya ingat dan pada akhirnya akan me-
Deposisi Ap pada otak merupakan salah ngenai seluruh intelektualitas pasien
satu implikasi dari patogenesis DA. Pada dan menyebabkan beban dalam men-
proses neurodegenerasi demensia, aku- jalani aktivitas sehari-hari ringan sekali-
mulasi Ap (khususnya Ap42peptida) pada pun. Ranah kognitif yang paling tergang-
otak merupakan inisiasi terjadinya dis- gu adalah memori dengan kemampuan
fungsi neuron. Adanya mutasi gen amy rekognisi terganggu. Gejala ini muncul
loid precursor protein (APP) padakromo- perlahan-lahan dan bertambah berat, se-
som 21, presenilin (PS)1 pada kromosom hingga ranah kognitif lain, seperti visuo-
14, dan PS2 pada kromosom 1 mengarah spasial, fungsi eksekutif, memori, atensi,
pada early-onset DA tipe familial. Pada tipe dan bahasa dapat terganggu.
ini terjadi produksi berlebihan dan/atau
peningkatan agregasi Ap. Beta-amiloid
206
Demensia
\;_____
Disregulasi Dlstrofi
toksin
kalsium neuritik
\f
Gsnggu
Red kal Reaksi
signaling
bebt s infiamasi
mthwm?
Jk.
Disfungsi neuronal <:
T
HIperfosforilasi protein tau
HFT
Plak neuritik
D E M E N S IA
ALZHEIMER
Gambar 1. Patofisiologi Demensia Alzheimer
Ap: p-amiloid; DA: demensia Alzheimer; APP: amyloid precursor protein; PS1: presenilin-1; PS2: presenilin-2;
NFT: neurofibrillary tangles
C. Diagnosis dan Diagnosis Banding ditambah satu dari afasia, apraksia, ag
Diagnosis demensia harus dilakukan nosia, atau disfungsi eksekutif.
melalui evaluasi komprehensif dengan
D. Tata Laksana
tujuan untuk diagnosis dini, penilaian
1. Medikamentosa
komplikasi, dan penegakan penyebab
a. Inhibitor asetilkolinesterase
demensia. Pedoman DSM-IV sering di-
[acetylcholinesterase inhibitor j
gunakan sebagai baku emas, yaitu meng-
AChE-I)
haruskan adanya gangguan memori
207
Buku Ajar Neurologi
AChE-I bekerja sebagai penguat kan efek samping 2/3 Iebih se-
kognisi dengan meningkatkan ka- dikit, berupa mual dan muntah.
dar asetilkolin di otak untuk meng-
b. Antagonis reseptor NMDA (me-
kompensasi hilangnya fungsi kolin-
mantinj
ergik. Ada beberapa pilihan, yaitu:
Penggunaan memantin 20mg/hari
® Donepezil memberikan sedikit perbaikan un
Donepezil efektif dalam terapi tuk pasien dengan DA ringan-se
penurunan kognisi DA ringan- dang setelah 24 minggu. Memantin
sedang dan DA sedang-berat. disetujui untuk demensia sedang
Dosis lOmg/hari memberikan hingga berat dengan memberikan
manfaat iebih besar diban- manfaat pada fungsi kognisi, mood,
dingkan 5mg/hari. Insidens dan perilaku.
efek samping donepezil diban-
c. Kombinasi obat golongan AChE-I
dingkan dengan plasebo tidak
dengan memantin
jauh berbeda, efek itupun hanya
Pada penelitian uji klinis terhadap
bersifat sementara, dengan de-
404 subyek dengan demensia se
rajat ringan atau sedang.
dang sampai berat yang sedang
® Galantamin
menggunakan donepezil, kemudian
Galantamin memberi manfaat,
subyek dibagi menjadi dua kelom-
namun hanya sedildt perbaikan
pok, masing-masing ditambahkan
pada DA ringan-sedang, demiki-
memantin atau plasebo. Kelompok
an pula pada DA sedang-berat
yang memperoleh donepezil plus
Meskipun galantamin dapat
memantin menunjukkan hasil se
memperbaiki fungsi kognitif,
dikit Iebih baik pada fungsi global,
namun tidak menunjukkan per
fungsi kognitif, ADL, dan behavioral
baikan dalam aktivitas global
and psychological symptoms o f de
sehari-hari.
mentia (BPSD).
• Rivastigmin
Bermanfaat untuk DA dengan 2. Nonmedikamentosa
Tujuan terapi nonmedikamentosa
dosis Iebih tinggi (6-12mg/
atau intervensi psikososial adalah
hari}. Patch rivastigmin 17,4mg
meningkatkan kualitas hidup orang
dan 9,5mg menunjukkan efi-
dengan demensia. Apabila pendeka-
kasi yang sama dengan kapsul
(6mg dua kali sehari). Terdapat tan psikososial tunggal tidak opti
sedildt keuntungan penggunaan mal, diperlukan pendekatan multidi-
rivastigmin pada DA sedang-be mensial untuk intervensi yang Iebih
rat, namun tidak ada bukti yang efektif. Pendekatan sebaiknya terfokus
pada individu dan disesuaikan dengan
mendukung pada DA berat. Bila
kebutuhan, kepribadian, kekuatan dan
dibandingkan dengan kapsul,
patch 9,5mg hanya menghasil- preferensi.
208
Demensia
Beberapa hal penting yang harus di- melibatkan kelainan pembuluh darah
perhatikan, yaitu masalah aktivitas dengan manifestasi perdarahan (terma-
sehari-hari agar mandiri, meningkat- suk perdarahan mikro] ataupun iskemia
kan fungsi, beradaptasi dan belajar (hipoksemia], Hipoksemia yang terjadi
keterampilan, serta meminimalkan dapat bersifat akut dan kronik. Hipok
bantuan. Oleh karena itu, intervensi semia akut dengan lesi lokal, biasanya
dibagi menjadi 3 kelompok: berupa infark, sedangkan hipoksemia
global berbentuk nekrosis korteks lami-
a. Mempertahankan fungsi
ner, sklerosis hipokampus, dan infark
® Mengadopsi strategi untuk
watershed, Pada hipoksemia kronik,
meningkatkan kemandirian
mani-festasinya berupa lesi pada sub-
® Memelihara fungsi kognitif
stansia alba (Gambar 2). Manifestasi Mi
b. Manajemen perilaku sulit: agitasi, nis tampak lebih jelas
agresi, dan psikosis
pada keterlibatan pembuluh darah be-
c. Mengurangi gangguan emosional sar, sedangkan pada pembuluh darah
komorbid otak yang lebih kecil (perdarahan mikro
dan leukoaraiosis], manifestasinya mini
DEMENSIA VASKULAR mal atau bahkan asimtomatik {silent in
A. Patofisiologi farct).
Secara umum patofisiologi terjadinya DVa
209
Baku Ajar Neurologi
Berikut beberapa jenis demensia vaskular mengalami kejadian DVa dalam 6 bulan
beserta penyebabnya (Gambar 3): setelah serangan stroke pertama (.single
infarct dementia ). Kejadian timbulnya
X, Demensia Pascastroke
gejala DVa meningkat seiring dengan
Demensia pascastroke atau post-stroke
besar lesi yang dihasilkan pascastroke
dementia (PSD] didefinisikan sebagai
dan banyaknya riwayat kejadian stroke
demensia yang terjadi setelah stroke
(stroke berulang) yang memungkinkan
dan disebabkan oleh penyakit vaskular,
terjadi lesi yang lebih banyak.
degeneratif, atau keduanya, Pasien den-
gan riwayat stroke akan lebih berisiko a. Single strategic-infarct dementia
mengalami demensia 3-5 kali lebih be- DVa pascastroke dapat terjadi akibat
sar dibandingkan dengan pasien tanpa lesi pada regio kortikal maupun sub-
riwayat stroke sebelumnya. Terdapat kortikal, dan dapat berupa suatu pro
sekitar 20% pasien yang kemudian akan ses iskemik maupun hemoragik Pada
210
Demensia
211
Buku Ajar Neurologi
212
Demertsia
213
Baku Ajar Neurologi
214
Demensia
215
Buku Ajar Neurologi
216
Demensia
« Logopenic PPA Kesulitan menemukan kata yang tepat ketika berbicara, ragu-ragu,
dan/atau berhenti seeara tiba-tiba pada saat berbicara.
Penurunan fungsi m otorik secara progresif
o Corticobasal syndrome (CBS) • Kekakuan otot
® Kesulitan mengancingkan pakaian, kesulitan mengoperasikan alat
yang sederhana
• Masalah bahasa dan kesulitan orientasi mengenai ruang
• Progressive supranuclear palsy (PSP) * Masalah dengan keseimbangan dan berjalan yang progresif
Gerakan lambat, sering jatuh, dan kekakuan badan
Terbatasnya gerakan mata (upward gaze palsy)
® Frontotem poral disorder with p ar- ® Masalah pergerakan sama dengan penyakit Parkinson, seperti
kinsonism gerakan menjadi lambat dan terdapat kekakuan
® Perubahan pada perilaku atau bahasa
® Frontotem poral disorder with amyo- ® Kombinasi gejala kelainan frontotemporal dan amyotrophic lateral
trophic lateral sclerosis (FTD-ALS) sclerosis (penyakit Lou Gehrig's)
® Perubahan pada perilaku dan/atau bahasa
« Otot menjadi lemah, mengecil, dan menyentak
Sumben The national institute on aging (N1A). Frontotemporal disorder: information for patients, families, and caregivers. 2012. h. 6,
217
Buku Ajar Neurologi
218
Demensia
219
Buku Ajar Neurologi
220
Demensia
Gambar 5. Proses Diagnostik Tiga Varian Primary Progressive Aphasia (PPA) Berdasarkan Karakteristik
Fluensi, Pemahaman, dan Repetisi
Dimodifikasi dari: Gorno-Tempini MI dkk, Neurology; 2011. h. 1006-14.
221
Buku Ajar Neurologi
222
Demensia
er disease. Cold Spring Harb Perspect Med. Swieten JCV. Clinical, genetic and pathologi
2012;2(8):a006239. cal heterogeneity of frontotemporal demen
5. Rizzi L, Rosset I, Roriz-Cruz M. Global epidemiol tia: a review. J Neurol Neurosurg Psychiatry.
ogy of dementia: alzheimer's and vascular types. 2011;82[5):476-86.
Bio Med Research Inti. 2014;908915:1-8. 10 . The national institute on aging. Frontotemporal
6 . Vann Jones SA, O'Brien JT. The prevalence and disorder: information for patients, families, and
incidence of dementia with Lewy bodies: a sys caregivers. New York: US Department of health
tematic review of population and clinical studies. and human services; 2 0 1 2 . h. 1-26.
Psychological med. 2013;44(4}:678-83. 1 1 . Rascovsky K, Hodges JR, Knopman D, Mendez
7. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia. MF, Kramer JH, Neuhaus J, dkk. Sensitivity of
Panduan nasional praktik klinik: diagnosis dan revised diagnostic criteria for the behavioural
penatalaksanaan demensia. Jakarta. Perhimpunan variant of frontotemporal dementia. Brain.
Dokter Spesialis Saraf Indonesia; 2014. h. 2-84, 2011; 134(9) :2456-77.
8 . Korczyn AD, Vakhapova V, Grinberg LT. Vascular 1 2 . Gorno-Tempini MI, Hillis AE, Weintraub S,
dementia. J neurol sci. 2012;322(l-2):2-10. Kertesz A, Mendez M, Cappa SF, dkk. Classifica
9. Seelaar H, Rohrer JD, Pijnenburg YAL, Fox NC, tion of primary progressive aphasia and its vari
ants. Neurology. 2011;76(11):1006-14.
223
NEUROINFEKSI OC
NEUROIMUNOLOG
Infeksi Tuberkulosis pada Susunan Saraf Pusat
Infeksi Oportunistik Susunan Saraf P u s a t pada AIDS
Multipel Sklerosis
Neuromielitis Optik
IN F E K S ITUBERKULOSIS PADA
PENDAHULUAN EPIDEMIOLOGI
Patologi infeksi tuberkulosis (TB) di sistem Meningitis TB merupakan manifestasi infeksi
saraf pusat (SSP) adalah meningitis, ense- tuberkulosis yang paling berat dan menim-
falitis, massa intrakranial, mielitis, vasku- bulkan kematian dan kecatatan pada 50%
litis, dan infark. Patologi lain yang juga di- penderitanya. Angka kejadian meningitis
jumpai adalah hidrosefalus, ventrikulitis, sekitar 1% dari seluruh kasus TB. Berdasar-
araknoiditis, tuberkuloma, dan abses otak. kan WHO Global TB Report 2016, estimasi
Pada tulisan ini istilah meningitis TB akan insidens TB di Indonesia pada tahun 2015
digunakan sebagai nama umum untuk adalah 1.020.000 orang.
semua bentuk patologi infeksi TB di sistem
Enam negara dengan insidens TB tertinggi
saraf pusat.
didunia secara berurutan dari yang paling
Setiap keadaan yang menurunkan imunitas tinggi adalah India, Indonesia, Cina, Nigeria,
akan memudahkan terjadinya reaktivasi Pakistan, dan Afrika Selatan yang menyum-
dan penyebaran infeksi TB. Infeksi human bang 60% dari total insidens TB secara
immunodeficiency virus/acquired immuno global. Adapun jumlah kematian akibat TB
deficiency syndrome (HIV/AIDS], diabetes di Indonesia diperkirakan berjumlah 61.000
melitus, dan penggunaan obatyang bersifat per tahunnya, diperkirakan sebagian besar
imunosupresif memudahkan terjadinya in disebabkan oleh meningitis TB.
feksi TB.
TB merupakan infeksi oportunistik tersering
Dalam menghadapi kasus meningitis TB, pada pasien HIV, dan merupakan penyebab
dokter spesialis saraf tidak hanya bertang- kematian terbanyak pada pasien dengan
gung jawab pada diagnosis dan kuratif, AIDS. Meningkatnya angka infeksi HIV juga
namun juga memiliki tanggung jawab ke- memiliki kontribusi terhadap peningkatan
sehatan masyarakat oleh karena TB adalah insidens TB di seluruh dunia. Estimasi jum
penyakit menular yang wajib dilaporkan. lah orang dengan HIV/AIDS di Indonesia
Kecepatan dalam menegakkan diagnosis sekitar 1 9 0 .0 0 0 -4 0 0 .0 0 0 , sedangkan esti
meningitis TB merupakan indikator prog masi nasional prevalensi HIV pada pasien
nosis yang dapat menurunkan angka kema- TB baru adalah 2,8% . Di RSUPN Cipto
tian dan kecacatan. Mangunkusumo pada bulan Januari 2015
227
Buku Ajar Neurologi
hingga April 2016 didapatkan 116 (40,1%] di parenkim otak. Secara patologi, fokus in
kasus meningitis TB dari total 289 kasus in- feksi memperlihatkan gambaran lesi fokal
feksi otak (Tabel 1]. berupa peradangan granulomatosa nekrotik.
Fokus infeksi di parenkim otak dapat menjadi
PATOFISIOLOGI infeksi laten atau mengalami aktivasi di kemu-
Bakteri M. tuberculosis bersifat anaerob, ti- dian hari. Fokus infeksi di daerah subkortikal
dak membentuk spora, dengan pewarnaan yang mengalami aktivasi dapat pecah ke dalam
Ziehl Neelsen akan menghasilkan basil tahan ruang subaraknoid dan melepaskan bakteri
asam (BTA) yang berukuran lebar 0,3-0,6 pm TB ke dalam cairan serebrospinal (CSS] dan
dan panjang l-4pm . Bakteri ini tumbuh lam- bermanifestasi sebagai meningitis (Gambar 1].
bat dan tahan terhadap suhu rendah (4-7°C),
Fokus infeksi di parenkim otak dapat
namun peka terhadap panas, sinar matahari,
berkembang menjadi tuberkuloma atau
dan sinar ultraviolet
membesar menjadi abses TB. Selain di pa
Kuman TB masuk melalui inhalasi bakteri renkim otak, fokus infeksi juga terjadi di
yang berlanjut dengan kolonisasi makrofag dinding pembuluh darah (vaskulitis] dan
dalam alveolus. Pada infeksi TB paru yang dapat bermanifestasi sebagai stroke. Ca-
aktif, bakteri akan mengalami penyebaran ke bang perforata arteri serebri media meru-
kelenjar getah bening dan masuk dalam aliran pakan pembuluh darah yang paling sering
darah sistemik, Secara hematogen bakteri TB terlibat dan menimbulkan infark di ganglia
mencapai SSP dan membentuk fokus infeksi basal dan kapsula interna.
Tabel 1. Etiologi Kasus Infeksi Otak di RSUPN Cipto Mangunkusumo Berdasarkan Stratifikasi HIV
Diagnosis HIV Negatif HIV Positif Total
n= 139 f4 8 % l n=150 f5 2 % l
Meningitis tuberkulosis 75 41 116 [40,1%]
Ensefalitis toksoplasma 0 61 61 [ 2 1 ,2 %]
Ensefalitis virus 5 8 13 [4,5 %]
Meningitis kriptokokus 1 14 15 [5,2%]
Abses otak 13 2 15 [5,2%]
Meningitis bakteri akut 2 0 2 [0,7%]
Neurosifilis 0 1 1 [0,3 %]
Mukormikosis intrakranial 1 0 0 [0,3 %]
Tidak terdiagosis 42 23 65 [22,5%]
HIV: human immunodeficiency virus
Sumber: Imran D, dkk. The 1st Annual International Conference and Exhibition on Indonesian Medical Education and
Research Institute [ICE on IMERI], Jakarta. 2016.
228
-v i- ' i i if. r - c z';i ;KCTOI Ke-ra'.itn i!ji.
;?anM>*»erwaknKi)4lii ; ti&abii.tst
Biktcremla
| i
;
Kuptur foku* 'Rich"
j !n f » n c c t e t v b t r W f c n a |
I- =L^ ;StttfTOWfsiui |
1 Tri'-st:;. ;fcficjrru
-t ;ftrvwfUstibTie
229
l.:~:
■v L a * u :C 5 i
Viin..1: ■. r F r.is.'.C ii
i:v .v j!s c :i;-r i Waktutecw*
l: «i •".Si H i Vi: t d i t
■.-'.if: !■, ;-^CS3
i i "3
V e-
Id-. * ii v
Sistem imun di parenkim otak bersifat berkulosis (OAT) secara cepat sangat me-
kurang tanggap dibandingkan pada organ nentukan prognosis meningitis TB. Untuk
lain. Hal ini ditandai oleh minimnya ekspresi membuat diagnosis dini, dokter tidak perlu
antigen presenting cells (APC), rendahnya ke- menunggu gejala klinis meningitis yang kla-
beradaan sel dendrit, dan rendahnya ekspre sik menjadi lengkap. Gambaran klinis infek
si moleku! major histocompatibility com si TB pada susunan saraf pusat tidak khas,
plex (MHC) kelas II, Diduga sifat ini penting terutama pada awal penyakit, bergantung
untuk membatasi kerusakan akibat reaksi pada proses patologi yang terjadi dan per-
infiamasi di otak yang memiliki tingkat re- jalanan penyakitnya.
generasi yang minimal. Pada meningitis TB,
Rerata durasi onset gejala meningitis TB
sasaran utama infeksi M. tuberculosis adalah
adalah 5-30 hari, tidak ada perbedaan antara
mikroglia. Mikroglia merupakan makrofag
pasien dengan atau tanpa HIV. Durasi gejala
utama pada parenkim otak yang memiliki
lebih dari 6 hari telah dapat membantu memi-
kemampuan yang rendah dalam pengenalan
lah etiologi meningitis TB dan bakterialis pada
antigen. Pada aktivasi mikroglia yang terin-
pasien anak dan dewasa dengan HIV negatif,
feksi terjadi produksi dan pelepasan sitokin
namun tidak dapat membedakan meningitis
dan kemokin, hal ini bersifat destruktif ter-
TB dengan meningitis kriptokokus yang juga
hadap parenkim otak. Kerusakan mikroglia
bermanifestasi sebagai meningitis subakut.
juga menyebabkan apoptosis dan gangguan
regenerasi sel neuron. TB milier dengan keterlibatan SSP akanber-
manifestasi infeksi sistemik berat dengan de-
Reaktivitas imun yang bersifat selektif menye
mam beserta tanda infeksi lainnya. Manifestasi
babkan reaksi infiamasi di parenldm otak ti-
stroke akibat fokus infeksi TB di pembuluh da-
dak terjadi segera setelah diseminasi hemato-
rah dapat saja terjadi tanpa disertai manifesta
gen bakteri TB ke dalam ruang intrakranial.
si meningitis. Demam tidak selalu ditemukan,
Penelitian Rich dan McCordock memperlihat-
baik dalam anamnesis maupun melalui pengu-
kan bahwa respons infiamasi pada meningitis
kuran suhu dengan menggunakan termometer.
terjadi beberapa bulan setelah proses penya-
Infeksi TB pada SSP juga dapat bermanifestasi
kit menjadi aktif. Studi pada tikus menunjuk-
sebagai tuberkuloma, yang dapat terjadi tanpa
kan bahwa tidak segera terlihat respons dari
memperlihatkan gejala klinis yang berarti dan
sel T dan antibodi di parenkim otak setelah
baru menimbulkan keluhan setelah menim-
penyuntikan Bacillus Calmette-Guerin (BCG)
bulkan efek massa kejaringan disekitarnya.
secara intrakranial. Respons intrakranial baru
akan timbul setelah terjadi sensitisasi sistem Secara umum dapat dikatakan bahwa pada
imun di perifer. Fenomena lambatnya respons saat ini di Indonesia, untuk setiap kasus yang
imun intrakranial ini dapat dilihat pada kasus menunjukkan infeksi otak dengan gejala dan
bertambahnya tuberkuloma mesldpun pe- tanda klinis neurologi yang bersifat subakut-
ngobatan meningitis TB telah diberikan. kronik hingga persisten dan pada keadaan
lanjut menjadi progresif, maka harus selalu
GEJALA DAN TANDA KLINIS dipikirkan diferensial diagnosis infeksi TB
Diagnosis dini dan mulainyaobat anti tu- pada sistem saraf pusat. Demikian pula pada
230
Infeksi Tuberkulosis pada Susunan SarafPusat
setiap keadaan demam yang tidak diketahui (SKG) 15, tanpa defisit neurologis fokal
penyebabnya, kemungkinan TB di SSP juga ® MRC derajat I: SKG 11-14, atau SKG 15
harus dipertimbangkan. dengan defisit neurologis fokal
Tingkat keparahan meningitis TB yang di- © MRC derajat III: SKG <10, dengan atau
perkenalkan oleh Medical Research Council tanpa defisit neurologis fokal
(MRC) pada tahun 1948 masih sesuai hingga
Secara berurutan, gambaran pencitraan
saat ini untuk menentukan prognosis, yaitu:
otak yang paling sering dijumpai pada men
® MRC derajat I: Skala koma Glasgow ingitis TB adalah hidrosefalus, penyangatan
231
Buku Ajar Neurologi
meningen, penyangatan pada daerah basal, ® Ditemukannya basil tahan asam (BTA)
tuberkuloma, dan infark (Gambar 2). Sekitar pada CSS.
20-40% pasien meningitis memperlihatkan • M. tuberculosis tumbuh pada kultur CSS.
gambaran infark pada CT scan. MRI otak
® Pemeriksaan asam nukleat M. tuberculo
jauh lebih sensitif untuk melihat infark pada
sis (GeneXpert® MTB/Rif atau polymerase
meningitis TB dibandingkan CT scan dengan
chain reaction/PCR) positif pada pasien
lokasi tersering di ganglia basal.
dengan klinis meningitis TB.
232
Irifeksi Tuberkulosis pada Susunan SarafPusat
Gambar 3. Aigoritma Diagnosis Meningitis Subakutpada Area Endemik HIV dan Tuberkulosis
CSS: cairan serebrospinal; TBituberkulosis; LFA: lateral flow assay
Sumber: Bahr NC, dkk. Clin Infect Dis; 2016. h.1133-5.
233
Baku Ajar Neurologi
Tabel 2. Rekomendasi OAT Lini Pertam a pada Pasien Anak dan Dewasa dengan Meningitis Tuberkulosis
Obat Dosis Harian (Anak <12 Tahun) Dosis Harian (Dewasa)
Isoniazid (INH) lOmg/kgBB 5mg/kgBB
(ldsaran 6-15mg/kgBB) (kisaran 4-6mg/kgBB)
Rifampisin (RIF] 15mg/kgBB lOmg/kgBB
(kisaran 10-20mg/kgBB) (kisaran 8-12mg/kgBB)
Pirazinamid (PZA) 35mg/kgBB 25mg/kgBB
(kisaran 30-40mg/kgBB) (kisaran 20-30mg/kgBB)
Streptomisin (SM) 17,5mg/kgBB 15mg/kgBB
(kisaran 15-20mg/kgBB} (kisaran 12-18mg/kgBB)
Etambutol (EMB) 20mg/kgBB 15mg/kgBB
f kisaran 15-25mg/keBB1 fkisaran IS-ZOms/keBBI
Sumber: Thwaites G, dkk. ] Infect; 2009. h. 167-87.
Tata Laksana Medikamentosa pemberian oral. Obat ini memiliki early bac
Agar berhasil dalam fungsinya, OAT harus tericidal activity (EBA)tertinggi diantara
dapat menembus CSS serta mencapai fokus semua obat lini satu.
infelcsi TB di parenldm dan selaput otak. Ada
Rifampisin merupakan salah satu tulang
dua penghalang untuk mencapai hal ini, yaitu
punggung dalam pengobatan meningitis
sawar darah-otak (SDO) atau blood brain barri
TB. Hal ini diperlihatkan dengan tingginya
er (BBB) dan sawar darah-CSS.SDO terdiri dari
angka kematian pasien meningitis TB yang
kapiler di parenldm otak dan sel glia, sedang-
memiliki resistensi terhadap rifampisin.
kan sawar darah-CSS adalah pleksus koroid
Sayangnya, daya tembus rifampisin ke CSS
dan sel epitel yang meliputinya. Sudah banyak
tidak terlalu baik, sehingga beberapa pene-
studi yang mempelajari daya tembus OAT me-
litian berusaha memperbaiki ldnerja terse-
lalui sawar darah-CSS, namun pengetahuan
but. Ganiem, dkk di Bandung mendapatkan
tentang daya tembus OAT melalui sawar darah-
perbedaan keluaran tingkat kematian pada
otak dan cara kerja OAT di jaringan parenldm
pasien yang mendapatkan pengobatan stan-
otak masih belum banyak diketahui.
dar dibandingkan dengan rifampisin dosis
Tatalaksana OAT lini satu untuk meningitis tinggi intravena yang dikombinasikan de
TB diberikan selama 12 bulan yang dibagi ngan moksifloksasin. Penelitian pada TB
menjadi 2 fase, yaitu pengobatan 2 bulan paru di Afrika Selatan melaporkan dosis
pertama dan pengobatan 10 bulan beri- rifampisin sampai 35mg/kg cukup aman
kutnya. Untuk 2 bulan pertama digunakan dan dapat ditoleransi oleh pasien selama 2
kombinasi 4 obat yaitu isoniazid, rifampi- minggu.
sin, pirazinamid, dan etambutol atau strep-
Pirazinamid memiliki daya tembus yang sa
tomisin, sedangkan untuk 10 bulan selan-
ngat baik ke CSS. EBA pirazinamid rendah
jutnya hanya 2 obat yaitu isoniazid dan
pada beberapa hari di awal pengobataan, na
rifampisin (Tabel 2),
mun pada hari ke 4 sampai 14, kemampuan-
Isoniazid merupakan obat yang memiliki nya menjadi setara dengan rifampisin dan
daya tembus yang sangat baik ke CSS de isoniazid. Pirazinamid juga bersifat aktif terha
ngan kadar puncak tercapai 6 jam setelah dap bakteri ekstra selular, Mengingat tingginya
234
Infeksi Tuberkulosis pada Susunan Sara/Pusat
resistensi isoniazid dan daya tembus rifampi- dengan rekomendasi dosis seperti pada Tab el
sin yang tidak terlalu baik, peran pirazinamid 3. Untuk pasien HIV positif, manfaat deksam
dalam pengobatan meningitis TB perlu untuk etason belum jelas. Efek samping yang dapat
mendapatkan penelitian lebih lanjut. terjadi akibat pemberian deksametason
adalah perdarahan gastrointestinal. Bila ter
Etambutol sedikit lebih baik daya tembus-
jadi perdarahan gastrointestinal direkomen-
nya ke otak bila dibandingkan dengan strep-
dasikan untuk rnenghentikan deksametason.
tomisin. Peningkatan dosis etambutol dapat
Tidak dianjurkan pemberian obat pengham-
meningkatkan kadarnya di CSS, namun hal
bat reseptor H2 dengan tujuan untuk mence-
ini akan meningkatkan risiko toksisitas reti
gah perdarahan gastrointestinal akibat pem
nitis retrobulbar,
berian deksametason.
Streptomisin merupakan obat dengan daya
tembus ke otak sangat buruk, pada keadaan KOMPLIKASI
tidak ada inflamasi di otak, obat ini tidak Hiponatremia merupakan salah satu kom-
dapat tembus ke CSS sama sekali. Walaupun plikasi yang cukup sering dijumpai pada
demildan obat ini masih mendapat tempat meningitis TB dan merupakan penyebab
sebagai obat ke empat bila ada kontraindika- perburukan yang harus dicari karena ke
si etambutol. Untuk pasien HIV disarankan ti adaan ini sebagian besar dapat ditatalaksana
dak menggunakan streptomisin, karena obat dengan baik. Hiponatremia pada meningitis
ini harus disuntikkan secara intramuskular. TB dapat disebabkan oleh insufisiensi adre
Penambahan deksametason pada pengo nal, syndrome o f inappropriate secretion o f
batan meningitis TB dapat menurunkan antidiuretic h orm on e(S IADH), dan cerebral
mortalitas pada kelompok pasien HIV negatif salt wasting syndrome (CSWS).
235
Buku Ajar Neurologi
Komplikasi lain yang juga banyak ditemukan tampaknya tidak dapat mencegah kejadian
ialah hidrosefalus, baik komunikans maupun infark pada meningitis TB. Suatu penelitian
nonkomunikans, Tindakan pirau ventrikulo- meningitis TB dengan komplikasi vaskulitis
peritoneal (yentriculo-peritoneal shunt) di- di India memperlihatkan manfaat aspirin
anjurkan sedini mungkin untuk pasien de- dosis ISOmg terhadap mortalitas dan per
ngan hidrosefalus obstruktif. Selain itu dapat baikan gambaran MRI.
juga dipertimbangkan pemasangan drainase
Peningkatan enzim transaminase terjadi
ventrikel eksternal dan ventrikulostomi ven-
pada 20% pasien yang mendapatkan OAT
trikel III perendoskopik. Untuk pasien de-
lini pertama. Hal ini dapat terjadi sebe-
ngan hidrosefalus komunikans, pada tahap
lum atau setelah pengobatan dimulai, dan
awal dapat diberikan furosemid (40mg/24
seringkali akan membaik dengan sendiri-
jam pada pasien dewasa; lmg/kgBB pada
nya. Penghentian pemberian OAT akibat
pasien anak), pemberian asetazolamid (10-
efek hepatotoksisitas imbas obatpada men
20mg/kg8B pada pasien dewasa; 30-50mg/
ingitis TB sangat mempengaruhi keluaran-
kgBB pada pasien anak), atau pungsi lum
meningitis TB. Sampai saat ini belum ada
bal berulang. Bila pengobatan tersebut ti-
suatu penelitian yang cukup baik dalam tata-
dak menunjukkan perbaikan Minis dengan
laksana hepatotoksisitas imbas OAT. Gejala
pengobatan medikamentosa, tindakan pirau
klinisnya sangat bervariasi dari yang tanpa
tersebut juga dianjurkan.
gejala sama sekali sampai terjadi kegagalan
Stroke pada meningitis TB merupakan hati, seperti ikterus, anoreksia, mual, dan
prediktor yang buruk. Deksametason saja nyeri abdomen.
236
Infeksi Tuberkulosis pada Susunan SarafPusat
237
Buku Ajar Neurolog i
AIDS 2010-2014, Komisi Penanggulangan AIDS In 25. Ruslami R, Ganiem AR, Dian S, Apriani L, Achmai
donesia [serial online], 2010 [diunduh 30 Oktober TH,van Crevel R, dkk Intensified regimen contain
2016] :2 010:1-8, Tersedia dari:AIDS Indonesia. ing rifampicin an moxifloxacin for tuberculou;
15. Thwaites GE, van Toorn R Schoeman J.Tuberculous meningitis: an open-label, randomised controllec
meningitis: more questions, still too few answers. phase 2 trial. Lancet infect Dis. 2013;13[l):27-35
Lancet Neurol 2013;12(10):999-1010. 26. Boeree MJ, Diacon AH, Dawson R A dose-ranginj
16. Rich AR, McCordock HA. The pathogenesis of trial to optimize the dose of rifampin in the treat
tuberculous meningitis. Bull Johns Hopkins ment of tuberculosis. Am J Respir Crit Care Med
Hosp,1933;52:5~37. 20l5;191(9]:l058-65.
17. Ho J, Marais BJ, Gilbert GL, Ralph AP. Diagnosing tu 27. Thwaites GE, Due Bang N, Huy Dung NH, Thi Qu}
berculous meningitis - have we made any progress? H, Tuoang Oanh DT, Farrar JD, dkk Dexametha
Trap Med Int Health. 2013;18(6):783~93. sone for the treatment of tuberculous meningiti:
18. Marais S, Thwaites G, Schoeman JR Torok ME, Kisra in adolescents and adults. Thwaites N Engl J Med
UK, Prasad K, dkk Tuberculous meningitis: a uni 2004;351(17):1741-51.
form case definition for use in clinical research. Lan 28. Lawn SD, Zumla Al, Diagnosis of extrapulmonary tu
cet Infect Dis. 2010;10(11]:803-12. berculosis using the Xpert® MTB-RIF assay. Experl
19. Patel VB, Theron G, Lenders L, Matinyenya B, Con Rev Anti Infect Ther. 2012;10(6):631-35.
nolly C. Diagnostic accuracy of quantitative PCR 29. Burrill J, Williams CJ, Bain G, Conder G, Hine AL
[Xpert MTB/RIF) for tuberculous meningitis in a Misra RR Tuberculosis: a radiological review. Radio-
high burden setting: a prospective study. PLoS Med. graphics.2007;27[5):1255~73,
2013;10(l0):el001536, 30. Pienaar M, Andronikou S, van Toorn R MRI to demon
20. WorldHealthOrganization, Automated real-time strate diagnostic features and complications of TBM
nucleic acid amplification technology for rapid and not seen with CT. Childs Nerv Syst 2009;25[8):941-*7,
simultaneous detection of tuberculosis and rifompi- 31. Misra UK, Kalita J, Nair, PP. Role of aspirin in tuber
cin resistance: XpertMTB/RIFassayforthediagnosis culous meningitis: a randomized open label placebo
of pulmonary and extrapulmonary TB in adults and controlled trial. Journal of the Neurological Sciences.
children. WHO [serial online]. 2013 [diunduh 7 Juni 2010;293(l-2):12-7.
2015]. Tersedia dari: WHO. 32. Kalita J, Misra UK, Ranjan R Predictors of long-term
21. World Health Organization. Xpert MTB/RIF imple neurological sequelae of tuberculous meningitis: a
mentation manuaktechnical and operational 'how-to': multivariate analysis. Eur J Neurol. 2007; 14(1) :33-7,
Practical considerations. WHO [serial online], 2014 33. Zeier G. Hyponatraemic syndrome in a patient with
[diunduh 30 Oktober 2016]. Tersedia dari: WHO, tuberculosis—always the adrenals?Nephrol Dial
22. Bahr NC, Marais S, Caws M, van Crevel R, Wilkinson Transplant 2008;23(l);393-5.
RJ, Tyagi JS, dkk GeneXpert MTB/Rif to diagnose tu 34. Marais S, Pepper DJ, Schutz C, Wilkinson RJ, Meintjes
berculous meningitis: perhaps the first test but not G. Presentation and outcome of tuberculous men
the last Clin Infect Dis. 2016;62(9):1133-5. ingitis in a high HIV prevalence setting. PLoS
23. Donald PR Cerebrospinal fluid concentrations of an One.2011;6[5}:e20077,
tituberculosis agents in adults and children. Tuber 35. Mitchell JR Zimmerman HJ, Ishak KG. Isoniazid liver in
culosis [Edinb). 2010;90[5):279-92. jury: clinical spectrum, pathology and probable patho
24. Cecchini D, Ambrosioni J, Brezzo C, Corrt M, Rybko A, genesis. Ann Intern Med. 1976;84(2}:181-92.
Perez M, dkk Tuberculous meningitis in HlV-infect- 36. Ramappa V, Aithal GP. Hepatotoxicity related to
ed patients: drug susceptibility and clinical outcome, anti-tuberculosis drugs: mechanisms and man
AIDS, 2007;21(3}:373-4. agement. J Clin Exp Hepatol. 2 013;3(l):37-49.
238
INFEKSI OPORTUNISTIK SUSUNAN SARAF PUSAT
PADA AIDS
Darma Imran, Riwanti Estiasari, Kartika Maharani
239
Buku Ajar Neurologi
dapat tumbuh pada media dengan suhu 20- bentuk tight junction di SDO. Kedua proses
37°C, padahal sebagian besar strain kripto- ini menyebabkan gangguan atau longgarnya
kokus yang nonpatogen tidak dapat berta- tight junction sehingga jamur dapat mele-
han hidup pada suhu ini. wati SDO. Pada model “Trojan horse ", sel
ragi dapat menginvasi sel-sel fagosit, teru-
Organisme ini memiliki predileksi khusus
tama makrofag, sehingga dapat terhindar
ke otak, diduga melalui melalui kerja enzim
dari fagositosis. Selain itu, faktor virulensi
laccase yang menyebabkan produksi mela
jamur juga diduga memiliki kontribusi pada
nin dari 1-dopa. Masuknya kriptokokus ke
diseminasi ekstrapulmoner.
tubuh inang dimulai dari inhalasi ragi dan
basiodiospora ke alveoli paru. Respons tu Proses inflamasi pada infeksi kriptokokus
buh terhadap infeksi kriptokokus melibat- di susunan saraf pusat (SSP) melibatkan
kan komponen seluler dan humoral, meli- imunitas selular dan banyak sitokin. Seperti
puti sel natural killer, limfosit T, makrofag, halnya pada infeksi kronik lainnya, proteksi
dan terbentuknya antibodi antikriptokokus. sistem imun dikaitkan dengan pembentu-
Infeksi primer ini pada umumnya asimto- kan jaringan granulomatosa yang bertujuan
matik, kemudian dapat berlanjut menjadi membatasi perluasan infeksi dan inflama
infeksi laten atau dorman. Reaktivasi infeksi si. Sitokin seperti tumor necrosis facto r-a
laten merupakan proses yang mendasari (TNF-a), IL-12, dan IL-6, dan interferon-y
terjadinya meningitis kriptokokus pada (IFN-y) juga memiliki sifat protektif.
pasien HIV. Melalui beberapa mekanisme Tingginya konsentrasi ketiga sitokin terse-
imunologis, organisme ini dapat terhindar but dikaitkan dengan kesintasan pasien.
dari proses fagositosis. Gagalnya proses fa- Namun mekanisme proteksi ini tidak terjadi
gositosis inilah yang menyebabkan disemi- pada pasien HIV, karena adanya gangguan
nasi sistemik jamur kriptokokus. sistem imunitas selular.
Penetrasi jamur terhadap sawar darah- Munculnya gejala klinis pada meningitis
otak (SDO) atau blood brain barrier (BBB) kriptokokus bukan hanya akibat proses
merupakan proses kunci terjadinya men inflamasi, namun juga akibat replikasi C.
ingitis kriptokokus. Terdapat dua hipote- neoformans pada SSP yang menyebabkan
sis mekanisme invasi jamur, yaitu model gangguan reabsorpsi cairan serebrospinal
transmigrasi transselular dan model "Tro (CSS). Gangguan reabsorbsi ini terjadi di vili
jan horse”. Pada model transselular, invasi C. subaraknoid dan pembuluh darah limfatik
neoformans terjadi melalui kapiler serebral, akibat peningkatan viskositas CSS oleh aku-
bukan pleksus koroid. Organisme ini dapat mulasi polisakarida jamur yang memben-
menginvasi human brain microvascular en tuk sumbatan mikroskopik, serta sumbatan
dothelial cells (HBMECs) dan mengalami akibat sel jamur itu sendiri. Hal inilah yang
diseminasi aktif pada parenkim otak. Pada menyebabkan manifestasi Minis yang mun-
hipotesis ini juga dijelaskan bahwa terjadi cul pada meningitis kriptokokus didominasi
degradasi dari okludin, protein utama pem- oleh tanda dan gejala akibat peningkatan
tekanan intrakranial (T1K).
240
lnfeksi Oportunistik Susunan S arafP u satpada AIDS
Gejala dan Tanda Klinis infeksi, maka dapat pula bermanifestasi se
Pada umumnya, pasien dengan meningitis bagai gangguan kognitif atau gangguan gait.
kriptokokus menunjukkan kondisi infeksi
Diagnosis dan Diagnosis Banding
berat. Terutama pada AIDS, penyakit ini di-
Penegakan diagnosis definit meningitis
kaitkan dengan kondisi imunosupresi lanjut
kriptokokus umumnya tidak sulit selama
yaitu CD4 <100sel/|uL. Gambaran klinis kla-
dapat dilakukan pungsi lumbal Masalah-
sik yang ditemukan pada meningitis krip
nya pungsi lumbal tidak selalu dapat di-
tokokus ialah gejala infeksi berupa demam
kerjakan pada pasien dengan kecurigaan
dan adanya tanda peningkatan TIK akibat
klinis me-ningitis. Oleh karena itu, diagnosis
gangguan penyerapan CSS. Gejala pening
meningitis kriptokokus ditegakkan melalui
katan TIK terbanyak yang dikeluhkan ialah
beberapa metode, yaitu 1} pemeriksaan mik-
nyeri kepala (73-81% }, sehingga dianggap
roskopik langsung pada cairan serebrospi-
sebagai common practice bahwa setiap ke-
nal [CSS], 2} deteksi antigen kriptokokus, 3}
luhan nyeri kepala pada pasien imunokom-
kultur, dan 4} pemeriksaan histopatologi.
promais terutama HIV, diagnosis meningitis
kriptokokus harus selalu dipertimbangkan. Pemeriksaan mikroskopik CSS menggunak-
an tinta india masih merupakan standar di
Adanya peningkatan TIK pada pasien me
agnosis meningitis kriptokokus (Gambar 1).
ningitis kriptokokus juga dapat muncul
Hal ini bertujuan untuk menemukan jamur
se-bagai gejala gangguan penglihatan, dip
di CSS, namun memilild keterbatasan berupa
lopia, muntah proyektil, hingga penurunan
berkurangnya sensitivitas pada pasien de
ke-sadaran yang menandai bahwa TIK su-
ngan konsentrasi jamur {fungal burden ]
dah semakin tinggi. Tanda klinis yang dapat
yang rendah di dalam CSS. Pungsi lumbal
ditemukan antara lain meningismus, papil-
dapat diulang kembali bila kecurigaan klinis
edema, paresis saraf kranial, ataupun kejang.
sangat kuat, namun pemeriksaan tinta india
Jika terjadi hidrosefalus sebagai komplikasi
memberikan hasil yang negatif.
241
Buku Ajar Neurologi
242
In/eksi Oportunistik Susunan SarafP usatpada AIDS
Gangguan fungsi ginjal merupakan efek sam- lumbal, dengan pengukuran yang dilakukan
ping terbanyak yang dikaitkan dengan peng- sejajar posisi kepala pasien. Pengukuran
gunaan amfoterisin B. Efek tersebut pada ini dilakukan dengan manometer, namun
umumnya dapat diprediksi, namun dapat seringkali tidak tersedia pada fasilitas
berkembang menjadi kondisi yang serius jika kesehatan yang terbatas. Oleh karena itu
tidak dilakukan pemantauan ketat. Hal ini dapat diantisipasi dengan alat pengukur
merupakan tantangan tersendiri bagi RS de lain yang dinilai cukup akurat seperti blood
ngan keterbatasan jumlah tenaga kesehatan. set (intravenous tubing sets).
Hipokalemia juga seringkali menjadi efek Pungsi lumbal dapat menjadi pilihan terapi
samping amfoterisin B yang cukup sulit un- pada peningkatan TIK dan dapat diker-
tuk dikoreksi. Hipokalemia berat bahkan jakan berulang jika peningkatan TIK masih
seringkali ireversibel meskipun amfoteri berlangsung, sehingga dapat memperbaiki
sin B tidak lagi diberikan, Oleh karena itu, keluaran pasien. Direkomendasikan untuk
pemantauan balans cairan dan elektrolit mengeluarkan CSS sebanyak 20-30m L pada
sangat penting baik sebelum ataupun saat pasien dengan tekanan pembukaan lebih
pemberian terapi. dari 25cm H20.
Terapi ARV dini pada meningitis kripto-
ENSEFALITIS TOKSOPLASMA
kokus justru dikaitkan dengan peningkatan
angka mortalitas dibandingkan penundaan Pendahuluan
pemberian ARV, Satu studi di Zimbabwe Ensefalitis toksoplasma atau toxoplasma en
menunjukkan durasi kesintasan pasien de cephalitis (TE) merupakan etiologi infeksi in-
ngan penundaan ARV secara signifikan lebih trakranial terseringyang muncul sebagai lesi
tinggi dari pada pasien dengan pemberian desak ruang di otak pada pasien HIV. Sero-
dini ARV (637 hari vs 28 hari). Risiko mor prevalensi toksoplasma di Indonesia sangat
talitas juga meningkat 2,85 kali lebih besar. tinggi dan pernah dilaporkan sebesar 80%
Oleh karena itu pemberian ARV dini tidak pada populasi orang Indonesia sehat. Pasien
direkomendasikan dan harus dihindari HIV yang seropositif terhadap infeksi tokso
pada pasien dengan meningitis kriptokokus. plasma memiliki peningkatan risiko reakti-
vasi infeksi dan dapat berkembang menjadi
Komplikasi TE. Adanya defisit neurologis yang bersifat
Peningkatan TIK sering ditemukan dan di progresif pada pasien HIV positif dengan
kaitkan dengan mortalitas. Gejala peningka CD4 <100sel/|iL serta pencitraan yang se-
tan TIK ialah nyeri kepala, gangguan pengli- suai dengan lesi fokal multipel di otak harus
hatan, hingga muntah proyektil. Terjadinya dicurigai ke arah infeksi toksoplasma.
peningkatan TIK pada meningitis kripto
kokus diperkirakan akibat obstruksi yang Epidemiologi
menyebabkan gangguan reabsorpsi CSS Data dari studi infeksi otak di RSCM tahun
pada granulasi araknoid oleh kapsul poli- 2011 mendapatkan angka kejadian TE sebe
sakarida jamur. Hal ini dibuktikan dengan sar 48,5% dari keseluruhan 470 kasus in
tingginya tekanan pembukaan saat pungsi feksi oportunistik pada HIV. Dari penelitian
243
Buku Ajar Neurologi
tersebut juga didapatkan bahwa case fa ta l buh pejamu, toksoplasma dapat kembali ber
ity ratio pada TE (0,31) lebih rendah dari transformasi menjadi takizoit dan bermani-
tuberkulosis otak (0,6) dan meningitis krip- festasi sebagai infeksi sistemik.
tokokus (0,51). Hal ini menekankan bahwa
Gejala dan Tanda Klinis
angka kejadian toksoplasmosis otak sebagai
Sebagian besar toksoplasmosis pada pasien
infeksi oportunistik pada HIV sangat tinggi,
HIV terjadi karena reaktivasi infeksi kro-
namun apabila ditatalaksana secara cepat
nik dan bermanifestasi sebagai TE. Pasien
akan menghasilkan keluaran yang baik.
HIV dengan CD4 <50sel/pL memiliki risiko
Patofisiologi tertinggi. Gejala lclinis pada TE umumnya
Toksoplasmosis merupakan penyakit zoo memiliki onset subakut dengan gejala dan
nosis yang disebabkan oleh Toxoplasma gon tanda yang tersering dikeluhkan ialah nyeri
dii. Protozoa ini terdapat di intraselular yang kepala (85% ), hemiparesis (48% ), demam
masuk ke dalam tubuh manusia melalui jalur (47% ), penurunan kesadaran (37% ), dan
ingesti (per oral) atau transplasental. T. gon kejang (37% ). Namun pasien dapat pula
dii bereplikasi pada manusia sebagai inter hanya mengeluhkan nyeri kepala tidak spesi-
mediate host dan kucing sebagai tubuh inang fik ataupun gejala psikiatri. Bila tidak segera
definitif. Manusia umumnya terinfeksi setelah ditatalaksana, infeksi dapat berlanjut men
mengonsumsi ookista T. gondii yang terdapat jadi infeksi berat yang menimbulkan afasia,
pada daging yang tidak matang, air yang ter- kejang, hingga koma. Toksoplasmosis juga
kontaminasi feses kucing, atau pada sayuran dapat menginfeksi organ ekstraserebral,
yang tidak dicuci. Ookista yang teringesti yang tersering ialah mata (korioretinitis tok
berubah menjadi takizoit, mengalami replika- soplasma) dan paru.
si yang sangat cepat, lalu menginvasi sel Sel
tersebut kemudian mati, namun takizoit terus Diagnosis dan Diagnosis Banding
menyebar ke seluruh tubuh dan menyebab- 1. Serologi
kan respons inflamasi sistemik. Mengingat tingginya seroprevalensi tok
Pada keadaan imunokompeten, infeksi tok- soplasma terutama pada negara berkem-
soplasma dikendalikan oleh sistem imunitas bang seperti Indonesia, maka aplikasi
selular. Terdeteksinya takizoit akan meng- pemeriksaan serologi toksoplasma hanya
aktivasi sel T CD4+ untuk mengekspresikan untuk mengetahui adanya infeksi laten
CD154, menstimulasi sel dendritik dan mak- toksoplasma pada pasien. Pasien HIV
rofag untuk mensekresi interleuldn (IL)-12, dengan kecurigaan toksoplasma dapat
serta meningkatkan produksi interferon diperiksa IgG anti toksoplasma, dan bila
gamma (IFN-y). Sitokin ini akan menstimu hasilnya didapatkan negatif maka di
lasi makrofag dan sel nonfagositik untuk agnosis toksoplasma dapat dikesam-
bereaksi terhadap infeksi. Sebagai respons, pingkan terlebih dahulu. Namun hasil
takizoit bertransformasi menjadi bradizoit, IgG yang negatif juga dapat ditemukan
yang secara morfologis serupa namun memi- pada toksoplasmosis akut. Titer antibodi
liki laju replikasi lebih rendah dari takizoit kuantitatif tidak memberikan manfaat
Bila terjadi kondisi imunosupresi pada tu terhadap diagnosis toksoplasma.
244
Infeksi Oportunistik Susunan SarafPusat pada AIDS
245
Baku Ajar Neurologi
dan efek massa. Diagnosis banding lain menerima ARV dan CD4 >200sel/pL se-
yang pada lesi mutipel menyangat kon- lama 3 bulan berturut-turut Oleh karena
tras pada pasien HIV adalah toksoplas- pemberian profilaksis terns menerus hanya
mosis akut, tumor primer otak, metasta memiliki sedikit manfaat dalam mence-
sis otak, penyaldt demielinisasi [multipel gah toksoplasmosis, memiliki potensi ter
sklerosis, vaskulitis}, malformasi arterio- jadinya toksisitas dan interaksi obat, serta
vena, infark multifokal, lesi kongenital dapat menciptakan patogen resisten obat,
[hemangioblastoma pada penyakit von selain juga pertimbangan biaya.
Hippel-Lindau), atau infeksi otak lain
3 . T a ta L a k sa n a M e d ik a m e n to s a
[abses bakteri, tuberkuloma).
Terapi fase akut adalah pirimetamin di-
T a ta L a k s a n a tambah dengan sulfadiazin dan leukovo-
1 . P e n c e g a h a n P a p a ra n T o k so p la s m a rin [Tabel 1). Pirimetamin memiliki ke-
Individu yang baru terdiagnosis HIV mampuan penetrasi terhadap parenkim
direkomendasikan untuk melakukan otak secara efisien, sedangkan leukovo-
pemeriksaan IgG toksoplasma untuk rin mengurangi kemungkinan toksisitas
mengetahui adanya infeksi laten ter- hematologi akibat pirimetamin. Terapi
hadap T. gondii. Guna meminimalisasi alternatif yang direkomendasikan pada
terjadinya infeksi toksoplasma, perlu di- pasien yang tidak dapat menerima sul
berikan penjelasan untuk menghindari fadiazin atau tidak berespons terhadap
daging mentah atau setengah matang. terapi lini pertama adalah pirimetamin,
Pasien harus mencuci tangan setelah klindamisin, dan leukovorin. Namun
berkontak dengan daging mentah atau kombinasi ini tidak dapat sekaligus men
tanah, serta selalu mencuci buah dan jadi profilaksis PCP, sehingga tetap perlu
sayur sebelum dimakan. Kucing sebagai penambahan obat. Pada suatu uji klinis
binatang peliharaan juga harus diberi dilaporkan bahwa pemberian TMP-SMX
perhatian khusus supaya tidak menjadi lebih mudah ditolerir dan cukup efektif
hewan pejamu yang dapat menularkan dibandingkan pirimetamin-sulfadiazin.
toksoplasma. Apabila pemberian pirimetamin harus
ditunda, mayoritas karena anemia, maka
2 . P e m b e ria n P ro fila k sis P r i m e r
TMP-SMX harus diberikan.
Pasien HIV dengan CD4 <100sel/pL de
Pasien umumnya memberikan respons
ngan serologi toksoplasma yang positif
klinis yang baik setelah 14 hari terapi fase
perlu mendapatkan profilaksis primer,
akut Pemberian terapi akut sebaiknya ti
yaitu trimetoprim-sulfametoksazol (TMP-
dak dihentikan selama minimal 3-6 min-
SMX) 960m g satu kali hari, yang juga
ggu. Setelah menyelesaikan terapi akut,
efektif sebagai profilaksis pneumocystis
pasien sebaiknya melanjutkan dengan do-
jirovecii pneumonia (PCP).
sis rumatan kronik. Dosis rumatan kronik
Pemberian profilaksis terhadap TE dapat yang direkomendasikan adalah setengah
dihentikan pada pasien dewasa yang telah dari dosis yang diberikan saat terapi fase
246
Infeksi Oportunistik Susunan SarafPusat pada AIDS
247
Btiku Ajar Neurologi
9. Kaplan JE, Vailabhaneni S, Smith RM, Chideya- 2014 Mei 21-24; Fukuoka, Jepang; 2014.
Chihota S, Chehab J, Park B. Cryptococcai anti 14. Nissapatorn V. Toxoplasmosis in HIV/AIDS: a
gen screening and early antifungal treatment to living legacy. Southeast Asian J Trop Med Public
prevent cryptococcai meningitis: a review of the Health. 2009;40[6):1158-78,
literature, j Acquir immune Defic Syndr, 2015;68 15. Haryati S, Prasetyo AA, Sariyatun R, Sari Y, Mur-
(Suppl 3]:S331-9. kati. Interferon-y +874A/T polymorphism as
10. Abassi M, Boulware DR, Rhein J. Cryptococcai sociated with Toxoplasma gondii seropositivity
meningitis: diagnosis and management update. in HIV patients. Asian Pacific Journal of Tropical
Curr Trop Med Rep. 2015;2(2):90-9. Disease. 2015;5(1O):798-8O3.
11. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 16. Jayawardena S, Singh S, Burzyantseva O, Clarke
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indone H. Cerebral toxoplasmosis in adult patients with
sia nomor 87 tahun 2014 tentang pedoman pen- HIV infection. Hospital Physician. 2008;7:17-24.
gobatan antiretroviral. Kemenkes [serial online]. 17. Kaplan JE, Benson C, Holmes KK, Brooks JT, Pau
2015 [diunduh 27 Februari 2017], Tersedia dari: A, Masur H, dkk. Guidelines for prevention and
ditjenpp.kemenkumham.go.id. treatment of opportunistic infections in HlV-in-
12. Terazawa A, Muljono R, Susanto L, Margono SS, fected adults and adolescents: recommendation
Konishi E. High toxoplasma antibody prevalence from CDC, the National Institute of Health, and the
among inhabitants in Jakarta, Indonesia. Jpn J In HIV Medicine Association of the Infectious Dis
fect Dis. 2003;56[3):107-9. eases Society of America. MMWR [serial online].
13. Octaviani D, Imran D, Estiasari E. Response to empir 2009 [diunduh 21 Oktober 2016]:2009;58:1-
ical therapy in AIDS patients suspected Toxoplasma 198. Tersedia dari: CDC.
Encephalitis. Dipresentasikan pada: The 55th An
nual Meeting of The Japanese Society of Neurology,
248
MULTIPEL SKLEROSIS
Riwanti Estiasari
249
Buku Ajar Neurologi
250
Multipel Skierosis
A n t i g e n
Se) T perietrasi SISTEH
mefewati sawar S A R A F
Presenting:Gel!
(Astrosrt,Mikro
darahctok P U S A T
glia, Bdkrofag)
AkfcvasiAPC
v%
-s
5dTCD4
Aktivasisei
limfosit B
TNF-a t 4 i™-T
f "
* ■. s ' ■■■.: fl . ; ■■■. -
a Produksi
SR(^dn anti AnUbodi
irvflamasi *»
- ■«* ■ ■'
ji Jp
** i
ARtfeasi Mskrofag ^ ® v2Si ss! T %s
Aktfvasi
kompfemen KOTsaten pada seHsbung mieBn
atanpun pada oBgodendrogfe
K E R U S A K A F i
QINEDIASI AKTIB0D1
KERUSAKAN
B1HED1ASI IMUN
251
Buku Ajar Neurologi
252
Multipel Sklerosis
® Jika tidak didapatkan DIS, maka tung- mengakibatkan manifestasi Minis tersebut
gu serangan berikutnya. maka diagnosis MS dapat ditegakkan. Apa
bila terdapat kecurigaan MS namun kriteria
3. Apabila baru terjadi 1 kali serangan na-
belum terpenuhi maka disebut possible MS.
mun disertai dengan 2 bukti Minis obyektif
Namun apabila masih ada kecurigaan pe-
maka dibutuhkan:
nyebab lain (misal infeksi, neoplasma, me-
® Dissemination in time (DIT), yaitu apa
tabolik) pada proses penegakan diagnosis
bila pada gambaran MRI didapatkan
maka diagnosis kasus tersebut bukan MS.
lesi lain yang asimtomatik yang me-
nyangat atau tidak menyangat kontras.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Atau adanya lesi baru pada T2 atau
M agnetic R eson an ce Im agin g (MRI)
yang menyangat kontras yang dilaku-
MRI menjadi bagian yang sangat penting
kan pada saat follow up, tanpa melihat
pada penegakan diagnosis MS setelah Mi
waktu pelaksanaan MRI sebelumnya
nis. Sekuens T2 mampu mendeteksi lesi di
® Jika tidak didapatkan DIT, maka tung- infratentorial lebih baik sedangkan sekuens
gu serangan berikutnya, fluid-attenuated inversion recovery (FLAIR)
4. Apabila baru terjadi 1 kali serangan dan memiliki sensitivitas yang tinggi untuk lesi
hanya 1 bukti Minis obyektif (clinically iso di jukstakortikal dan periventrikuler sub-
lated syndrome/CIS} yang menunjukkan stansia alba. Penyangatan kontras umum-
adanya 1 lesi, maka dibutuhkan DIS dan DIT nya terlihat pada lesi aktif. Bentuk lesi dan
Untuk PPMS, kriteria diagnosis yang diper- letak lesi dapat membantu mengenali lesi
gunakan adalah sebagai berikut: MS pada gambaran MRI. Lesi berbentuk
ovoid di bagian dalam substansia alba atau
Adanya progresivitas penyakit dalam 1 ta-
dengan perpanjangan ke korpus kalosum
hun terakhir disertai 2 dari 3 kriteria di
(,Dawson's finger ) merupakan lesi yang cu-
bawah ini:
kup khas ditemukan pada MS (Gambar 3).
1. Terdapat DIS pada otak berdasarkan ada
nya 1 atau lebih lesi pada potongan T2 Pemeriksaan Penunjang Lainnya
pada area khas MS (periventrikuler, juks- Pemeriksaan penunjang lain yang dapat
takortikal, atau infratentorial). membantu dalam penegakan diagnosis MS
adalah evoked potential dan pemeriksaan
2. Terdapat DIS pada medula spinalis ber
CSS namun kedua pemeriksaan ini tidak
dasarkan adanya 2 atau lebih lesi T2
spesifik untuk MS. Pemeriksaan evoked po
pada medula spinalis.
tential yang dapat digunakan dan memiliki
3. Pita oligoklonal pada cairan serebrospi- sensitivitas yang cukup baik adalah visual
nal (CSS) positif atau terdapat peningka- evoked potential (VEP). Hasil VEP yang se-
tan IgG pada CSS. suai dengan lesi demielinisasi dapat men
Apabila seluruh kriteria dapat terpenuhi jadi bukti Minis obyektif.
dan tidak ada penjelasan lain yang dapat
253
Buku Ajar Neurologi
Pemeriksaan CSS membantu menyingkir- isasi. Selain itu infeksi seperti tuberku-
kan diagnosis banding terutama infeksi otak, losis, HIV, dan virus lain juga sebaiknya
Pemeriksaan IgG dan pita oligoklonal memi- disingkirkan terlebih dahulu.
liki sensitivitas yang tinggi tetapi tidak spe- • Penyakit vaskular otak, seperti cerebral
sifik untuk MS. Pita oligoklonal juga dapat autosomal dominant arteriopathy with sub
ditemukan pada penyakit lain seperti lupus cortical infarcts and leukoencephalopathy
eritematosus sistemik, neurosarkoidosis, (CADASIL), vaskulitis, dan infark lakunar.
perdarahan intrakranial, dan Iain-lain.
© Penyakit autoimun lainnya, seperti neu-
romielitis optik (NMO), acute disseminat
DIAGNOSIS BANDING
ed encephalomyelitis , lupus eritematosus
MS dapat menyerupai banyak penyakit lain
sistemik sindrom Sjogren, dan sarkoidosis.
sehingga sebelum sampai pada diagnosis
MS maka diagnosis banding harus dising- ® Neoplasma SSP, seperti limfoma, glioma,
kirkan terlebih dahulu. ensefalomielitis paraneoplastik, dan kom-
presi medula spinalis akibat metastasis.
® Infeksi SSP, sangat penting untuk dis-
ingkirkan sebelum memulai terapi. ® Metabolik/toksik, seperti defisiensi vita
Oleh karena itu pungsi lumbal perlu min B12, central pontine myelinolysis.
dikerj akan pada kasus-kasus dengan ® Penyakit idiopatik/genetik, seperti de-
kecurigaan MS. Pada infeksi seperti pro generasi spinoserebelar, ataksia Fried
gressive multifocal leukoencephalopathy reich, malformasi Arnold-ChiarL
yang disebabkan oleh virus JC (John Cun ® Gangguan psikiatri berupa reaksi kon-
ningham] juga terjadi proses demielin- versi.
254
Multipel Sklerosis
255
Buku Ajar Neurologi
256
Multipel Sklerosis
257
NEUROMIELITIS OPTIK
Riwanti Estiasari
PENDAHULUAN PATOFISIOLOGI
Neuromielitis optik (NMO] atau Devic's syn Kasus pertama adanya sindrom dengan mani-
drome merupakan penyakit autoimun yang festasi di nervus optikus dan medula spinalis
menyebabkan demielinisasi berat terutama dilaporkan oleh Antoine Postal pada abad
pada nervus optikus dan medula spinalis. Pada ke-19. Penyakit ini terus ditemukan, hingga
awalnya NMO dianggap sebagai bagian (sub pada tahun 1894, seorang neurolog Perancis,
group) dari multipel sklerosis (MS] karena Eugene Devic bersama dengan Fernand Dault,
gejalanya yang tumpang tindih. Saat ini telah pertama kali menggunakan terminologi neu
diketahui bahwa patofisiologi kedua penyaldt romielitis optik untuk sebuah sindrom klinis
ini berbeda. Ditambah lagi dengan penemuan yang terdiri dari neuritis optik dan mielitis
antibodi terhadap anti-aquaporin-4 (AQP4] transversa akut. Penelitian mengenai pato-
mempertegas bahwa yang berperan pada genesis terus dilakukan, dan pada tahun 2004
NMO adalah imunitas humoral. Pengetahuan Lennon dan Wingerchuk mendeteksi adanya
mengenai peran antibodi NMO sangat penting immunoglobulin G neuromielitis optik (IgG-
untuk mengembangkan terapi yang rasional NMO atau IgG-AQP4), antibodi spesifik yang
pada penyaldt ini. membedakan NMO dengan MS. Satu tahun
kemudian, Lennon dkk menemukan bahwa
EPIDEMIOLOGI IgG-NMO berikatan secara spesifik terhadap
Insiden NMO bervariasi di berbagai negara. kanal air AQP4 dan hipotesis inilahyangdianut
Sebuah studi telaah sistematik mendapat- sebagai patogenesis NMO hingga saat ini.
kan insiden NMO berkisar antara 0,053-0,4
AQP4 merupakan protein transmembran
per 100,000 penduduk sedangkan preva-
yang secara selektif mengatur transpor
lensinya 0,52-4,4 per 100,000 penduduk.
air pada sel tertentu di otak. AQP4 paling
Seperti kebanyakan penyakit autoimun lain-
banyak ditemukan di SSP dan diekspresikan
nya, NMO lebih banyak menyerang wanita.
di membran astrosit, berhadapan langsung
Median usia saat onset 30,5-55,2 tahun,
dengan membran darah-otak dan darah-cai-
sedildt lebih tua daripada median usia MS.
ran serebrospinal (CSS], namun dapat juga
Meskipun demildan NMO dapat muncul
ditemukan di otot rangka, sel epitel gin-
pada usia anak maupun usia lanjut. Sero-
jal, dan kelenjar eksokrin. Peran ini sangat
positif antibodi AQP4 juga lebih sering dite-
penting untuk fungsi biologis sel seperti
mukan pada wanita.
transpor air transepitelial, terutama antara
258
Neuromielitis Optik
darah-otak dan darah-CSS, migrasi sel, dan GEJALA DAN TANDA KLINIS
neuroeksitasi. Ditemukannya autoantibodi Saat ini NMO dan MS sudah dapat dibeda-
terhadap AQP4 cukup spesifik dalam men- kan berdasarkan lokasi lesi, perjalanan kli
diagnosis NMO, dimana IgG-AQP4 akan beri- nis, hingga adanya penanda biologis spesifik
katan dengan podosit astrosit, mengaktifkan yang menjadi karakteristik NMO, NMO lebih
komplemen, menyebabkan sitotoksisitas de- banyak bersifat polifasik, namun dapat juga
penden komplemen (complement-dependent muncul sebagai gejala monofasik. Bentuk po
cytotoxicity/CDC], inflitrasi leukosit, pelepas- lifasik lebih sering ditemukan [90%] berupa
an sitokin, dan kerusakan sawar darah otak serangan neuritis optik atau mielitis, atau
(Gambar 1), Kaskade ini berakhir sebagai ke- keduanya yang terjadi bersamaan. Bentuk
matian oligodendrosit, hilangnya mielin dan monofasik hanya ditemukan sekitar 10%,
neuron, lalu muncul sebagai gejala dan tanda dan pada bentuk ini umumnya neuritis optik
klinis demielinisasi pada NMO. dan mielitis menyerang bersamaan.
259
Buku Ajar Neurologi
Pada 2015, International Panel fo r NMO Di f. Sindrom serebral simtomatik dengan
agnosis (IPND) mempublikasikan konsen- lesi otak tipikal NMOSD
sus internasional kriteria diagnosis untuk 4. Gambaran MRI yang harus terpenuhi
NMOSD, sebagai berikut: pada NMOSD dengan IgG-AQP4 negatif
1. NMOSD dengan IgG-AQP4 positif atau tidak diketahui
a. Minimal terdapat 1 karakteristik Mi a. Neuritis optik akut: MRI otak harus
nis utama © Normal atau hanya ada lesi sub-
b. IgG-AQP4 positifmenggunakan metode stansia alba yang nonspesifik, atau
deteksi terbaik [direkomendasikan cell ® Hiperintens pada nervus optikus
based assay) pada MRI sekuens T2 atau lesi me-
c. Diagnosis alternatiftelah dieksklusi nyangat gadolinium pada sekuens
T1 dengan panjang lebih dari Vz
2. NMOSD dengan IgG-AQP4 negatif atau
nervus optikus atau melibatkan
status IgG-AQP4 tidak diketahui
kiasma optikus
a. Minimal terdapat 2 karakteristik Mi
nis utama yang muncul pada 1 kali b. Mielitis akut:
relaps atau lebih dan memenuhi kri © Pada MRI didapatkan lesi pada >3
teria berikut ini: segmen intramedula spinalis yang
® Setidaknya 1 dari karakteristik klinis berdekatan (LETM], atau
utama adalah neuritis optik, mielitis © Atrofi fokal pada >3 segmen me
altut dengan long extended transverse dula spinalis yang berdekatan pada
myelitis (LETM) atau sindrom area pasien dengan riwayat mielitis akut
postrema c. Sindrom area postrema: Adanya lesi
© Dissemination in space, yaitu >2 sin pada area postrema atau dorsal medula
drom Minis yang berbeda. d. Sindrom batang otak akut: Adanya
© Temuan MRI yang mendukung sin lesi pada batang otak periependimal
drom tersebut
b. IgG-AQP4 negatif Poin penting pada konsensus tersebut ialah
bahwa diagnosis NMOSD baru dapat ditegak-
c. Diagnosis alternatif telah dieksklusi
kan setelah mengalami satu serangan klinis,
3. Karakteristik klinis utama tidak cukup hanya dibuktikan dengan dite-
a. Neuritis optik mukannya IgG-AQP4 atau temuan MRI yang
b. Mielitis akut sesuai namun asimtomatik.
c. Sindrom area postrema/dorsal medula Gejala klinis tersering yang dikeluhkan
d. Sindrom batang otak/periependimal pasien dengan NMO ialah nyeri okular dan
akut gangguan visus (neuritis optik] dan mielitis
e. Narkolepsi simtomatik atau sindrom transversa akut dengan para/tetraplegia, gang
Minis diensefalik akut dengan MRI di- guan sensorik di bawah lesi, dan gangguan
ensefalon yang tipikal NMOSD otonom. Serangan neuritis optik maupun
260
Neuromielitis Optik
mielitis pada NMO seringkali lebih berat ini dianggap sebagai penanda biologis spe-
dibandingkan dengan MS. NMO berpotensi sifik yang memainkan peran penting pada
mengancam nyawa jika lesi meluas ke me- patogenesis NMO dan NMOSD. Pemeriksaan
dula spinalis servikal dan batang otak karena ini dapat dilakukan pada CSS maupun se
berpotensi mengakibatkan gagal napas. rum. Antibodi ini memberikan sensitivitas
sebesar 73% dan spesifisitas 91% untuk
Setelah serangan pertama, sebanyak 60%
pasien dengan gejala NMO. Namun sebanyak
pasien mengalami relaps dalam 1 tahun
10-25% pasien NMO memberikan hasil
dan 90% dalam 3 tahun. Disebutkan pula
yang seronegatif. Kondisi ini menunjukkan
bahwa pasien NMO yang sudah seropositif
adanya faktor lain yang dapat terlibat dalam
sejak awal memiliki risiko lebih besar untuk
patogenesis NMO, diduga ialah autoantibodi
mengalami relaps. Setelah 5 tahun, sebanyak
terhadap aquaporin-1 (AQPl-Abs) dan anti
50% pasien dengan perjalanan penyakit
bodi terhadap glikoprotein dari mielin oli-
relaps juga mengalami kebutaan unilateral,
godendrosit (IgG-MOG).
bilateral, atau bahkan imobilisasi. Faktor-
faktor yang dapat memperberat prognosis Pemeriksaan Cairan Serebrospinal
di antaranya adalah: 1) sering relaps pada Adanya pleositosis [>50sel/mm3) dengan
2 tahun pertama penyakit, 2) derajat kepa- predominan neutrofil serta peningkatan
rahan sangat berat pada serangan pertama, protein (100-500mg/dl} merupakan hasil
3) koeksistensi penyakit autoimun lain (ter- yang banyak ditemukan pada pasien NMO.
utama lupus eritematosus sistemik/LES). Meskipun jarang, pita oligoklonal juga dapat
Angka kesintasan 5 tahun ialah 90% pada ditemukan pada NMO (15-30% ) namun le
pasien dengan gejala monofasik dan 68% bih banyak pada MS (85-90% ),
dengan gejala relaps. Penyebab kematian
Pencitraan
terbanyak ialah akibat gagal napas.
Pemeriksaan MRI otak pada awal penyakit
NMO umumnya normal namun dapat juga
DIAGNOSIS DAN DIAGNOSIS BANDING
ditemukan lesi nonspesifik, umumnya asim-
Penegakan diagnosis NMO dilakukan dengan
tomatik dan perlu dipastikan tidak memenuhi
penilaian gejala dan tanda klinis sesuai kri-
kriteria MS. Nilai diagnostik yang lebih tinggi
teria diagnosis, ditunjang dengan pemerik-
pada NMO adalah temuan pada MRI di medula
saan serologi dan pencitraan yang men-
spinalis, yang tersering berupa lesi longitudi
dukung ke arah NMO setelah etiologi lain
nal pada tiga atau lebih segmen vertebra [long
disingkirkan.
segment myelopathy), seperti pada Gambar 2.
Pemeriksaan Antibodi NMO Lesi ini 98% sensitif dan 83% spesifik untuk
Autoantibodi terhadap kanal air aquapo- NMO.
rin-4 (IgG-AQP4 atau IgG-NMO) hingga saat
261
Buku Ajar Neurologi
Diagnosis Banding pada NMO jam atau >4 minggu], 3} Mielitis transversa
Diagnosis banding utama pada NMO ialah MS, parsial, 4] ditemukannya pita oligoklonal
karena keduanya secara klinis memiliki be- pada cairan serebrospinal (CSS], 5] kondisi
berapa kemiripan. Tidak ada gambaran klinis lain seperti sarkoidosis, keganasan, infeksi
yang dapat mengeksklusi diagnosis NMOSD, kronik (contoh: HIV], dan 6) temuan MRI yang
namun beberapa hal ini dapat mengarahkan atipikal. NMO juga dapat muncul bersama
lata kepada diagnosis banding lainnya, yaitu: dengan penyakit autoimun lain seperti LES,
1) perjalanan klinis progresif tanpa adanya sindrom Sjogren, miastenia gravis, hipertiroid
hubungan antara relaps dan perburukan pe- autoimun, dan lain-lain. Hal ini sangat jarang
nyakit, 2) durasi serangan yang atipikal (<4 ditemukan pada MS.
262
Neuromielitis Optik
263
Buku Ajar Neurologi
264
NEUROOFTALMOLOGI
NEUROOTOLOGI
Vertigo Vestibular Sentral
Vertigo Vestibular Perifer
Gangguan Gerakan Bola Mata
VERTIGO VESTIBULAR SENTRAL
18 Eva D ew ati
267
Buku Ajar Neurologi
\>,= Korteks
OS Rt
I111
M e s e n s e fa lo n
T
VIII
<E> Pons
A
KSA
KSH< >
KS P
Medula
268
Vertigo VestibularSentral
dial. Sebagai tambahan, jaras desendens ini tigo sentral dan perifer (Tabel 2], Vertigo
mengatur postur tubuh. Lesi pada jaras-jaras merupakan gejala subyektif yang dikeluh-
tersebut akan menyebabkan vertigo sentral. kan oleh pasien, sedangkan gejala obyektif
Oleh karena itu, pemeriksaan VOR meme- yang dapat ditemukan adalah nistagmus, se-
gang peranan penting untuk membedakan hingga pada kasus vertigo maka pemeriksaan
lesi sentral dan perifer. nistagmus memegang peranan penting pula
untuk menentukan lokasi lesi. Pada vertigo
GEJALA DAN TANDA KLINIS sentral, nistagmus yang dapat ditemukan
Dalam menegakkan diagnosis vertigo maka adalah nistagmus bidireksional, vertikal,
harus dibedakan secara klinis antara ver dan rotatoar. Nistagmus sentral dapat beru-
pa downbeat atau upbeat nystagmus.
269
Buku Ajar Neurologi
270
VERTIGO VESTIBULAR PERIFER
17.7%
14,6% 14.4%
122% 11 .2 % 10, 1%
8.1 % 72%
3.9%
0.6 %
<>
&
\r
.5?
,ovO
$
271
Buku Ajar Neurologi
Pada penelitian retrospektif yang lain, dari sakulus berespons terhadap akselerasi linear
4000 kunjungan ke unit gawat darurat neu dan gravitasi. Organ vestibular berada dalam
rologi didapatkan dizziness (12% ) merupa- aktivitas tonik simetris, bila tereksitasi akan
kan keluhan ketiga terbanyak setelah nyeri menstimulasi sistem vestibular sentral.
kepala (21% ), dan stroke [13% ). Pada kasus
Pada keadaan normal, sistem saraf pusat
kegawatdaruratan neurologi, kemampuan
memberikan respons terhadap setiap per-
untuk dapat mendiagnosis vertigo sentral
bedaan aktivitas dari kedua kompleks nuk-
dan perifer menjadi penting karena berkai-
leus vestibular. Dalam keadaan statis (tidak
tan dengan tata laksana dan prognosis.
ada pergerakan kepala), aktivitas neural
pada kedua nukleus vestibular simetris
PATOFISIOLOGI
(Gambar 3A). Bila kepala digerakkan, ter-
Sistem vestibular secara umum dibagi men
jadi aktivitas asimetris pada nukleus ves
jadi komponen perifer dan sentral. Komponen
tibular, yang diinterpretasikan oleh sistem
perifer terdiri dari kanalis semisirkularis (pos
saraf pusat sebagai gerakan kepala. Adanya
terior, horizontal, anterior) dan organ otolit
proses patologis juga akan diinterpretasi
(sakulus dan utrikulus) bilateral (Gambar
kan sebagai aktivitas asimetris oleh sistem
2). Kanalis semisirkularis mendeteksi ge-
saraf pusat (Gambar 3B).
rakan berputar, sedangkan utrikulus dan
Ksntong
272
Vertigo Vestibular Perifer
Nukleus
vestibularis
Polaritas
1 Kiri Kanan
sel rambut
O O
G © oo _° o
o ° «-> ou
G O
Nervus o 0 Nervus
vestibularis
o * vestibularis
273
Buku Ajar N eurobgi
(Cana! / terganggu
■' ditransmisskan ke
pendengaran
otak
274
Vertigo Vestibular Perifer
GEJALA DAN TANDA KLINIS posisi kepala relatif terhadap gravitasi, se-
B enign P aroxysm al P osition al Vertigo perti berbaring, bangun dari tidur, berguling,
Kanalis Semisirkularis Posterior membungkuk, dan posisi kepala menengadah
Gejala utama BPPV meliputi pusing berputar dalam waktu yang cukup lama. Gejala Minis
(vertigo vestibular/rotatoar) berdurasi sing- BPPV umumnya sangat khas, sehingga sering
kat (beberapa detik), intensitas berat, dan di- kali diagnosis dapat ditegakkan melalui a-
sertai mual dan muntah. Keluhan ini seringkali namnesis, bahkan sekaligus dapat mengiden-
terjadi pada pagi hari, dipicu oleh perubahan tifikasi sisi telinga yang terkena.
275
Buku Ajar Neurologi
276
Vertigo Vestibular Perifer
runan pendengaran, tinitus, atau rasa Gejala klinis penyakit Meniere dibagi ke
penuh) merupakan dasar penegakan diag dalam dua tahap, yaitu: (1) tahap fluktuasi,
nosis klinis penyakit Meniere. Pada awal- yaitu gangguan pendengaran masih menga-
nya, keluhan ini dapat sembuh sendiri lami perbaikan setelah serangan, lalu diikuti
0self-limiting symptoms ). Bentuk atipikal dengan (2) tahap neural, yakni gangguan
penyakit Meniere yang lain dapat berupa pendengaran bersifat menetap dan makin
serangan berulang dari gangguan pende memberat Pasien pada tahap fluktuasi umum-
ngaran fluktuatif (hidrops koklea] atau nya masih berespons dengan obat-obatan me-
vertigo (hidrops vestibular). dikamentosa, sedangkan pada tahap neural
membutuhkan terapi yang lebih invasif.
277
Bukti Ajar Neurologi
278
Vertigo Vestibular Perifer
279
Buku Ajar Neurologi
Berdasarkan studi, betahistin dapat menu- Manuver Epley dilakukan untuk mengem-
runkan frekuensi dan keparahan serangan balikan otokonia dari kanalis semisirkularis
pada penyakit Meniere. Dosis awal yang dapat posterior kembali ke utrikulus untuk kemu-
digunakan ialah 16mg, 3 kali sehari, dititrasi dian akan diresorpsi kembali. Setiap posisi
bertahap hingga dosis 72-144mg/hari. dipertahankan selama minimal 30 detik.
280
Vertigo Vestibular Perifer
Pasien juga dapat mengeluhkan gangguan hat. Gerakan ini akan menyebabkan
keseimbangan serta dizziness yang dipe- debris otokonia bermigrasi dan keluar
ngaruhi posisi kepala selama beberapa hari dari kanalis semisirkularis horizontal,
setelah manuver dilakukan. Komplikasi lain lalu masuk ke utrikulus (Gambar 9).
dari manuver ini adalah konversi BPPV dari 3. Latihan mandiri di rumah
kanalis semisirkularis posterior ke kanal Latihan Brandt-Daroff (Gambar 10) dapat
horizontal Hal ini dapat di tata laksana de- dikerjakan sendiri oleh pasien apabila ge-
ngan manuver BPPV kanalis semisirkularis jala tidak membaik dengan manuver Ep-
horizontal seperti dijelaskan di bawah ini. ley. Langkah-langkah latihan ini ialah:
2. Terapi reposisikanalitpada BPPV kanalis 1. Latihan dilakukan dengan kedua mata
semisirkularis horizontal terbuka.
Manuver yang dapat dilakukan pada ka- 2. Pasien duduk tegak di tepi tempat ti-
sus BPPV pada kanalis semisirkularis dur, dengan kedua kaki tergantung.
horizontal dengan nistagmus geotropik 3. Kepala diarahkan 45° ke kiri, lalu ba-
adalah rotasi barbecue (manuver Lem- ringkan tubuh dengan cepat ke arah
pert]. Manuver ini dikerjakan dengan kanan, pertahankan posisi selama 30
rotasi kepala 90 derajat ke arah telinga detik.
yang sakit lalu ke arah telinga yang se-
281
Buku Ajar Neurologi
4. Duduk kembali seperti posisi awal se- Pada umumnya, vertigo perifer terutama
lama 30 detik. BPPV memiliki prognosis baik dengan
5. Kepala kembali diarahkan 45° ke kekambuhan 2 tahun sekitar 27% bila lati
kanan, lalu baringkan tubuh dengan han Brandt-Daroff dikerjakan secara rutin.
cepatke arah kiri, pertahankan posisi Rekurensi tersering terjadi pada 6 bulan
selama 30 detik. pertama. Bila rekurensi vertigo sangat
6. Pasien duduk kembali. sering dengan derajat yang makin berat,
7. Latihan ini dilakukan 3 set/hari, ma- maka perlu dipikirkan diagnosis banding
sing-masing 5 siklus ke ldri dan ke vertigo lainnya.
kanan selama 2 minggu.
282
Vertigo Vestibular Perifer
f f
283
Buku Ajar Neurologi
284
GANGGUAN GERAKAN BOLA MATA
Ni Nengah RidaAriarini
285
Buku Ajar Neurologi
gerakan bola mata, menunjukkan sebagian kepala sedang-berat (CKS dan CKB) mendapat
besar disebabkan oleh paresis nervus okular kan gangguan gerakan mata binokular atau
motor (56%), sedangkan supranuklear hanya lirik, seperti sakadik, smooth pursuit, gangguan
10%. Sejak dipublikasikan sekitar 20 tahun vergence, maupun paresis nervus okular
lalu, belum ada studi prevalensi gangguan ge- motor dapat terjadi pada CKR. Dari studi pros
rakan bola mata secara menyeluruh (supra- pektif pada 20 pasien, 30% mengalami gang
nuldear hingga otot) tanpa memandang etiolo- guan sakadik dan 60% mengalami gangguan
gi. Kebanyakan studi pada etiologi nonspesifik smooth pursuit Prevalensi gangguan vergence
hanya meneliti gangguan aldbat paresis ner yang pernah dilaporkan sekitar 47-64%.
vus okular motor, sedangkan pada studi etiolo
Studi Coello dkk pada 49 pasien CKR di-
gi yang spesifik, penyebab terbanyak adalah
dapatkan 62 kasus paresis nervus kranialis
stroke, trauma, dan multipel sklerosis.
yang sebagian besar (77,6%) multipel dan
Fowler dkk mendapatkan 54% strabismus sisanya terisolir, lebih dari sepertiganya me
dan diplopia pasca brain injury, disebab ngalami paresis nervus III, IV dan VI. Studi
kan oleh stroke. Dari studi kohort prospektif pada 71 pasien CKS-CKB menunjukan bahwa
multisenter Rowe dkk pada 512 pasien pas- gangguan sakadik (72%) dan gangguan ako-
castroke, 16,5% mengalami strabismus. Tujuh modasi (62%) paling banyak ditemukan.
puluh persen dari jumlah tersebut disebab Meskipun multipel sklerosis identik dengan
kan oleh gangguan gerakan bola mata dan gangguan nervus optikus, namun ditemukan
43,5% mengalami gangguan gerakan bola pula gangguan gerakan bola mata yang be-
mata multipel. Gangguan yang paling banyak ragam, mayoritas berupa sakadik dismetria
ditemukan (>20%) adalah gangguan saka- (32-62% ) dan INO (24-53% ).
dik (sakadik dismetria dan saccade palsy].
Untuk etiologi yang nonspesifik, studi yang
Studi Rowe dkk lain yang terbaru dengan
cukup banyak dilaporkan adalah gangguan
subjek lebih besar, yakni 915 pasien stroke,
gerakan bola mata akibat paresis nervus
menunjukkan 54% pasien mengalami gang
okular motor baik yang terisolir maupun
guan gerakan bola mata, 41,5% mengalami
multipel. Studi Dharmaraju dkk pada 50
gangguan lirik, dan 18% mengalami paresis
kasus oftalmoplegia, terdapat 34% paresis
nervus okular motor. Gangguan lirik yang
nervus okular motor multipel dengan pe
terbanyak yakni smooth pursuit, gaze hold
nyebab tersering lesi inflamasi (12% ). Lesi
ing, dan saccade palsy, sedangkan paresis
vaskular, trauma, inflamasi, atau tumor juga
nervus okular motor terbanyak adalah pa
dapat menyebabkan hal tersebut. Etiologi
resis nervus VI unilateral.
tertentu lebih sering ditemukan pada nervus
Studi retrospektif Ciufredda dkk pada 160 kranial spesifik, pada kelompok usia ter
pasien cedera kepala menunjukkan bahwa tentu, etiologi paresis nervus okular motor
proporsi gangguan vergence dan version cu- juga dapat berbeda. Sejumlah studi pada
kup besar (>50%) dibandingkan paresis ner anak tahun 1990 hingga 2010 menunjukkan
vus kranialis (<10%). Beberapa studi terpisah kecenderungan penyebab tersering adalah
antara cedera kepala ringan (CKR) dan cedera kongenital, trauma dan tumor dengan dis-
286
Gangguan Gerakan Bola Mata
287
Buku Ajar Neurologi
T:3 c:
I ■ ■ .... ■ ■ ■* i'.:l
.1L .
............. :V/J \m I
m OS kSfcftfSi-atCfattKit N. VI
Intraorbrra
Apeksorbita dan
faura orbital is superior
Sinus kavornostis
Ruartg subaraknoid
Batang otak
288
Gangguan Gerakan Bold Mata
Gambar 3.
289
Buku Ajar Neurologi
T u ju a n i V '.li r t p s i K e r e p n ln n A rah
Gaze shifting, terdiri dari sakadik dan kon kiri) maupun vertikal (ke atas dan bawah).
vergensi, bertujuan menangkap obyek baru. Keenam gerakan bola mata ini sering dima-
Gaze holding bertujuan mempertahankan sukkan dalam topik gerakan bola mata su-
obyek yang sudah ada, dengan obyek dalam pranuklear dan internuklear. Supranuklear
kondisi diam atau statis (fiksasi), bergerak yakni koneksi aferen serebrum, serebelum,
(smooth pursuit), bergerak secara konstan dan batang otak ke nukleus okular motor. In
(optokinetik), dan obyek diam namun ke- ternuklear adalah koneksi antar nukleus oku
pala bergerak (refleks vestibulookular lar motor, misalnya fasikulus longitudinalis
atau vestibuloocular reflex/V OR], Arah ge medial (FLM). Gambar 5-7 menggambarkan
rakan mergence menujukkan kedua mata jaras gerakan bola mata supranuklear un-
bergerak berlawanan (diskonjugat), yakni tuk gerakan horizontal (sakadik horizontal,
dapat berupa konvergensi dan divergensi, smooth pursuit horizontal, dan VOR horizon
sedangkan gerakan version menunjukkan tal) serta gerakan bola mata vertikal, yaitu
kedua mata bergerak dalam arah yang sama sakadik vertikal.
(konjugat), baik horizontal (ke kanan dan
290
Gangguan Gerakan Bola Mata
m tenon
K e te r a n g a n
291
Buku Ajar Neurologi
Untuk jaras yang lebih kompleks, terdapat ras pursuit (Gambar 6), yaitu adanya dua kali
struktur supranuldear lain, yaitu: dekusasio, dari dorsolateral pontine nuclei
1. Supplementary eye field (SEF), parietal eye (DLPN) ke serebelum dan dari MVN ke nu-
field (PEF), dan dorsolateral prefrontal Meus abdusens. jadi berbeda dengan sakadik,
cortex (DLPC] di korteks serebri. kontrol gerakan smooth pursuit dilakukan se
cara ipsilateral. Sebagai contoh, perintah dari
2. Subkorteks (nukleus kaudatus dan sub-
stansia nigra pars retikulata). korteks parietal kanan akan menghasilkan
gerakan smooth pursuit ke kanan.
3. Kolikulus superior.
4. Batang otak yang berfungsi sebagai om Berbeda dengan gerakan sakadik dan smooth
nipause neuron yang menginhibisi burst pursuit, input VOR bukan berasal dari korteks,
neuron secara tonik agar tidak terjadi namun dari struktur perifer yakni kanal
sakadik berlebihan. semisirkuler. Untuk VOR horizontal, input
berasal dari kanal semisirkuler horizontal/
5. Serebelum (vermis dorsal dan nukleus
lateral. Sedangkan dua kanal semisirkuler lain
fastigial) yang berfungsi mengatur aku-
memberikan input untuk VOR vertikal ke atas
rasi gerakan sakadik.
(kanal semisirkuler anterior) dan VOR verti
Selain itu terdapat pula neural integrator, kal ke bawah (kanal semisirkuler posterior).
yakni nucleus prepositus hypoglossi (NPH) Pada Gambar 7 terlihat bahwa VOR bersifat
dan medial vestibular nucleus (MVN). Neu kontralateral disebabkan adanya dekusasio
ral ini berfungsi mengintegrasikan velocity dari MVN ke nuldeus abdusens. Jadi pada saat
command (the pulse) menjadi position com kepala menoleh ke kanan akan menstimu-
mand (the step). lasi kanal semisirkuler kanan, sehingga meng
Adanya struktur yang kompleks ini membuat hasilkan gerakan mata ke kiri untuk tetap
gerakan sakadik akan berjalan normal, baik dapat memfiksasi pada target obyek awal.
dalam aspekinisiasi, amplitudo, kecepatan, dan Terdapat beberapa persamaan dan perbe-
akurasi, terhadap berbagai stimulus (obyek daan pada ketiga jaras gerakan mata hori
visual, auditori, taktil, dan obyek yang diingat) zontal tersebut. Persamaannya terletak pada
maupun tugas (sakadik volunter, sakadik ref- tingkat nuldear dan infranuklear, yakni nu-
leks, antisakadik, sakadik prediktif, dan me
Meus abdusens, nervus abdusens ipsilateral,
mory-guided saccade ). Demikian pula dalam
dan nervus okulomotor kontralateral. Dengan
praktek Minis, akan ditemui berbagai jenis
demikian lesi nuldear dan infranuMear akan
gangguan sakadik, tergantung pada struktur
menghasilkan gangguan sakadik, smooth pur
yang terlibat. Jaras sakadik yang kompleks,
suit, dan VOR secara ekual. Berbeda dengan
fiingsi struktur yang terlibat pada jaras terse-
lesi supranuldear, misalnya di korteks frontal
but, serta kelainan yang ditimbulkannya, tidak
dapat hanya menimbulkan gangguan saka
akan dibahas pada bab ini.
dik saja, namun gerakan smooth pursuit dan
Jaras sakadik telah banyak dipelajari, namun VOR tetap normal. Hal ini menjadi salah satu
jaras smooth pursuit masih memerlukan stu- petunjuk yang dapat membedakan lesi supra
di lebih lanjut. Menarik diperhatikan pada ja nuldear dan infranuklear.
292
Ganggucm Gerakan Bola Mata
EM RM Rl
Mesensofalon
...... f'"
Pons Atas Pons Bawah flM P1
fiofculus Porcilsj^UiUS
Serobelum
ktrl knnan
Mesensefalon
Kelerangan
RM Otcf Re ttys Medial
&y. Dior Rekits La'era!
Nutloirs.AM.s-'tns. N'jkjL Nukieu 0<utoTiolor
Pons MVN Nukleu- VesfiDiilari;
Medial
Aran rataii topata
SWXSip- Ami gemfcan rraia
Korxiis Hcnrcnta 1
293
Buku Ajar Neurologi
oloiodukfuj Keterangan
0! O io i O b lik inferior
OS O to t O b Ik superior
— - -| Rl O f of Rektus inferior
riMLF
j RS O to t Rektus superior
A i Nuk.ill N ukleus O ku lo m o to r
INC ^ 1 Nuk.IV N ukleus Troklecris
!
1 riMLF Rostral intersthial M e d ia l Longitudinal
i ! Fasciculus
S
IN C Inierslhia! N u c le u s o f C a ja l
Nyk.® rip ra p h e interpositus
i FEF Frontal Eye Field
Nukiv I
rip
A B
Gambar 8, Jaras Sakadik Vertikal ke Atas (A) dan ke Bawah (B)
294
Gangguan Gerakan Bola Mata
rior. Komisura posterior mengandung akson mun berkurang atau hilang apabila menutup
dari INC yang berproyeksi ke INC kontralat- salah satu mata, tidak bergantung pada mata
eral serta nukleus okulomotor dan troklear yang mengalami lesi atau saMt. Gangguan ini
kontralateral, juga nukleus komisura poste disebabkan oleh ocular misalignment akibat
rior yang berproyeksi ke riMLF dan INC kon- lesi otot ekstraokular, taut otot saraf, nervus
tralateral (untuk lirik vertikal ke atas) serta okular motor, nukleus, hingga supranuMear
M-group (untuk kordinasi mata-kelopak dan internuklear. Pada diplopia monoku
mata saat sakadik vertikal). lar, pasien akan mengeluh pandangan dobel
pada saat melihat dengan kedua mata dan
GEJALA DAN TANDA KLINIS menetap saat menutup mata yang sehat,
Anamnesis yang detail dapat membantu namun akan berkurang saat menutup mata
mengidentifikasi jenis gerakan bola mata yang sakit. Diplopia monokular pada umum-
yang mengalami gangguan, lokasi lesi, dan nya bukan disebabkan masalah neurologis,
etiologi gerakan bola mata. Namun harus namun masalah okular atau optik seperti
disertai pemeriksaan fisik yang teliti dan gangguan refraksi. Oleh karena itu, sangat
benar untuk mendiagnosis jenis gangguan penting untuk menanyakan efek dari menu
gerakan bola mata, diikuti pemeriksaan tup mata terhadap diplopia.
penunjang untuk membantu menegakkan
Jika diketahui bahwa pasien mengalami
diagnosis topis dan etiologi.
diplopia binokular, maka pertanyaan se-
Gejala Minis yang dapat terjadi pada gang lanjutnya adalah arah gerakan mata yang
guan gerakan bola mata dengan ocular mis menyebabkan diplopia memberat. Pada
alignment yakni visual confusion, visual blur, prinsipnya, diplopia akan memberat ke arah
dan yang tersering ialah diplopia. Visual con yang melibatkan kerja otot tertentu dan
fusion disebabkan oleh misalignment aksis nervus okular motor yang mempersarafi-
visual yang membuat makula kedua mata nya. Sebagai contoh, untuk melihat dekat
secara simultan menangkap dua obyek/area dibutuhkan kerja otot rektus medial. Jadi
yang berbeda. Pasien akan mengeluh melihat apabila pandangan dobel memberat saat
obyek saling tumpang tindih atau bertum- melihat dekat, dapat dipikirkan akibat pare
puk. Kadang, pasien mengintepretasikan sis nervus III yang menginervasi otot rektus
visual confusion hanya dengan ungkapan medial, taut otot saraf rektus medial, dan
obyek tidak jelas atau buram ( visual blur), otot rektus medial. Untuk itu dalam anam
Kedua gejala visual ini akan menghilang apa- nesis perlu ditanyakan diplopia memberat
bila menutup salah satu mata. Poin inilah saat melihat dekat atau jauh, ke kiri atau ke
yang dapat membedakan dengan gangguan kanan, serta melihat ke atas atau naik tang-
visus. Diplopia tidak selalu disebabkan oleh ga dan melihat ke bawah atau turun tangga.
ocular misalignment. Secara umum, diplopia
Setelah dapat memperkirakan struktur
dibagi menjadi dua, yakni diplopia binoku-
yang mengalami lesi, selanjutnya penting
lar dan diplopia monokular. Pada diplopia
dinilai lesi tersebut terisolir atau multipel,
binokular, pasien akan mengeluh pandangan
karena dapat membantu melokalisasi lesi.
dobel saat melihat dengan kedua mata, na
295
Buku Ajar Neurologi
Mengingat anatomi nervus HI, IV, dan VI menyebabkan gangguan bola mata binoku
yang berjalan berdekatan pada lokasi ter- lar yang simetris, sehingga umumnya tidak
tentu seperti di ruang subaraknoid, sinus terjadi ocular misalignment Apabila lesi
kavernosus, dan orbita, maka pada lesi mul- ini melibatkan kedua mata secara berbeda,
tipel dapat dipikirkan topis tersebut. Pada dapat menyebabkan ocular misalignment
paresis nervus yang terisolir, tidak mudah sehingga menimbulkan gejala diplopia bi
melokalisirnya. nokular, seperti skew deviation.
296
Gangguan Gerakan Bola Mata
•7> O
297
Buku Ajar Neurologi
adalah cross cover test Pada pemeriksaan ini riksa menutup mata pasien secara bergantian
pasien diminta melirik ke salah satu sisi dan dengan cepat dan mengamati adanya drifting
fiksasi pada jari pemeriksa. Setelah itu peme- pada mata yang sehat.
Reman Kiri
Ortafropla Normal
Ik s e tm p ta Paresis N,III
Gambar 10. Pemerilcsaan Inspeksi Kedudukan Bola Mata pada Posisi Prim er
Kanan Kiri
Ortotiopla
Esotropia
Ikiotropla
Kiperiropla
298
Gangguan Gerakan Bold Mata
■# -0
Kete ran gan :
— > Arah jari
Arah gerakan bola
299
Buku Ajar Neurologi
300
Gangguan Gerakan Bold Mata
liOS OSlP
Otot Dopfoior
^ Ke kiri
A
Ke kanan
Hipertropia atau diplopia O:
memberat saat kepala miring C afaton ;
kanan saai kepala miring ke
%
W. kanan ge rakan kedua
mat a ke kiri
301
Buku Ajar Neurologi
302
Gangguan Gerakan Bola Mata
Selain tanda di atas, pada lesi intraorbita, VI atau restriksi otot rektus medial yang dii
diplopia dapat disebabkan oleh kelumpu- nervasi oleh nervus III. Dilakukan pemerik-
han otot (paralisis) atau tahanan pada otot saan forced duction untuk mengkonfirmasi
antagonis (restriksi), Sebagai contoh jika restriksi, sedangkan forced generation un
mata kanan tidak dapat melirik ke kanan, tuk mengkonfirmasi paralisis. Pemeriksaan
maka dapat disebabkan oleh kelumpuhan ini jarang dilakukan karena cukup invasif
otot rektus lateral yang diinervasi nervus (Gambar 18].
Urikfce kanan Linkt e kanan
PojJsI Primer
II
RasUtensi nagaSf Redstarts! negaflf ■■■--
Forced diicffon negafif Forced gen ©fa Son posfflf
( 8)
Gambar 18. Pemeriksaan Forced Duction (A] dan F orced G eneration (B)
Pemeriksaan fo r c e d duction dan fo r c e d g en eration bertujuan untuk menentukan apakah keterbatasan rotasi
bola mata disebabkan oleh lesi restriksi atau paralisis. Pada fo r c e d duction test, mata digerakkan secara
pasif menggunakan forseps ke arah g a z e yang terganggu. Adanya tahanan/resistensi menunjukkan adanya
restriksi otot rektus mediaiis. Pada fo r c e d gen eration test, pasien diminta menggerakkan mata ke arah g a z e
yang terganggu secara aktif, tidak adanya sensasi kontraksi otot menunjukkan adanya paralisis otot rektus
lateralis.
303
Buku Ajar Neurologi
DIAGNOSIS DAN DIAGNOSIS BANDING Dua topis utama kelumpuhan lirik horizontal
1. Lesi Supranuklear vs Nukleus dan yakni korteks frontal dan pons (PPRF). De-
Nervus Okular Motor ngan mengingat adanya dekusasio di antara
Dap at dibedakan seperti pada Tabel 4. korteks dan pons [setingkat mesensefalon),
maka lesi di korteks dapat menyebabkan ke
2. Supranuklear dan Internuklear
lumpuhan lirik ke arah kontralateral lesi dan
Gangguan gerakan bola mata berupa: 1)
sebaliknya pada pons (Gambar 19). Apabila
kelumpuhan lirik horizontal dan deviasi
pasien juga mengalami hemiparesis, maka
konjugat horizontal; 2] INO dan sindrom
kelumpuhan lirik sesisi dengan hemiparesis,
one and a half, 3) gangguan sakadik; 4)
sebaliknya pada pons.Pada kondisi tertentu,
gangguan smooth pursuit, 5} gangguan
manifestasi yang terjadi adalah deviasi kon
konvergensi; 6) kelumpuhan lirik vertikal;
jugat Pada deviasi konjugat, kedua mata
dan 7) nistagmus dan osilasi okular lain.
mengalami deviasi ke satu arah (kanan atau
Pada bab ini dibatasi pada gangguan 1-4.
kiri). Pada lesi destruktif di korteks, deviasi
A. Kelumpuhan Lirik dan Deviasi Konjugat konjugat ke arah ipsilateral lesi (ipsiversive)
Meskipun secara definisi gerakan bola atau disebut juga "Look at the lesion". Pada
mata horizontal dapat meliputi sakadik lesi iritatif terjadi sebaliknya, yakni deviasi
horizontal, smooth pursuit horizontal, konjugat ke arah kontralateral lesi ( contra -
VOR horizontal, dan konvergensi, namun verszve) atau disebut juga "look away the le
untuk dapat memahami kelumpuhan sion " Namun, berbeda jika lesi destruktif
lirik horizontal dan deviasi konj'ugat, terjadi di talamus, terjadi deviasi konjugat ke
dapat melihat jaras sakadik horizontal. arah kontralateral lesi ( contraversivej atau
disebut ju ga"wrong way eye" (Gambar 19),
Tabel 4. Perbandingan Lesi Supranuklear dengan Lesi Nukleus dan Nervus Okular Motor
Supranuklear Nukleus dan Nervus Okular m otor
Gejala Umumnyaasimtomatis (kecuali skew Gejala visual seperti diplopia, visual
deviation, spasme konvergensi, dan confusion, visual blur.
lainnya)
Kedudukan bola mata Umumnya ortotropia Esotropia, eksotropia atau hipertro
(kecuali INO bilateral "wall eyed", skew pia
deviation Hipertropia, atau deviasi
konjugat)
Gangguan gerakan bola Binokular Monokular (duksi) dan Binokular
mata
Keterlibatan Gangguan Keterlibatan tidak sama Keterlibatan tidak sama
gerakan bola mata (misalnya dapat terjadi gangguan
binocular sakadik saja namun smooth pursuit dan
VOR normal)
VOR: vestibuloocular reflex
304
Gangguan Gerakan Bala Mata
fCeiESttJttgan
x
MJXt
*■ a-x^setKan50e-xro
V «s*iiaiif>s3i (sasjL^sa
A KssV-ttldmSi Wikii
3. KaSur-cuiWiSfc
m m C. Deri*na^uye)b>totta*“Seekc'hibar
m C. C e « a i nalugel fas t * 1 « * ir*Oy S'*! klwar
S, faayAjcs! t e te l e e k a fjcy lltt bi^ai'
f. E^fias. kcfak^hsk* ■WeinaWsfEitf'
SJlitPl |Plp|§|f^| 1
'IS
# Ǥ
X
# $ 9 :9
V. " j t V v y V
tct (if trt
klrl
M e se n se fa k jn
1 Kofom ngan
1
Jaras lirik Ice kin
kiri kanan
305
Baku Ajar Neurologi
Belum dapat dipahami sepenuhnya me- Penyebab INO yang cukup sering adalah
kanisme deviasi konjugat, namun disebut- lesi demielinasi seperti multipel sklero-
kan bahwa deviasi dapat dialami pada fase sis dan lesi vaskular, yakni oklusi pem-
akut dan akan hilang dengan sendirinya. Stu- buluh darah kecil (contoh penetrating
di lain mengaitkan dengan ukuran lesi dan artery ) atau pembuluh darah besar se
sisi lesi, lesi berukuran besar dan hemisfer perti arteri serebri posterior {posterior
non-dominan lebih sering mengalami deviasi cerebral artery/?Ch), arteri serebelar
konjugat. superior [superior cerebellar artery /
SCA), atau bahkan arteri basilar. Lesi
B. Oftalmoplegia Internuklear (INO) dan
demielinasi sering menyebabkan INO,
Sindrom One an d a H alf
karena serabut FLM kaya akan mielin.
INO disebabkan oleh lesi internuklear, yak-
ni FLM. Sepeiti diketahui, FLM membawa Sama dengan INO, sindrom one and a
sinyal dari interneuron nukleus abdusens h a lf juga disebabkan oleh lesi di pons,
ke subnukleus rektus medial nervus III, yang meliputi PPRF, nukleus abdusens,
sehingga pada saat melirik memungkin- dan FLM. “One" merujuk pada kelumpu-
kan kontraksi simultan antara otot rektus han abduksi satu mata dan aduksi mata
lateral satu mata dan otor rektus medial yang lain, sehingga kedua mata pasien
mata yang lain. Oleh karena FLM secara tidak dapat melirik ke satu sisi sama
spesifik berproyeksi ke subnukleus rektus sekali (kelumpuhan lirik). Hal ini akibat
medial, maka gambaran INO adalah gang- gangguan PPRF atau nukleus abdusens.
guan aduksi ipsilateral lesi FLM. Sebagai Adapun " h alf hanya merujuk pada ke
contoh pada lesi FLM kanan akan terdapat lumpuhan aduksi saja, seperti pada INO,
INO kanan berupa gangguan aduksi mata karena lesi pada FLM. Dengan demikian,
kanan (Gambar 20). sindrom one and a h a lf dapat terlihat
berupa "one" atau kelumpuhan lirik ke
Gambaran penyerta lain yang klasik
satu sisi dan "half" atau 'gangguan sepa-
yakni nistagmus abduksi pada mata kon-
ruh lirik' -seperti INO- ke sisi lain.
tralateral [nistagmoid atau dissociated
nystagmus) dengan gerakan konvergensi Sebagai contoh, lesi di pons kiri, akan
normal. Mekanisme nistagmoid belum melibatkan PPRF kiri, nukleus abdu
diketahui pasti, salah satu teori me- sens kiri, dan FLM kiri. Pada saat melirik
nyatakan sebagai fenomena adaptif. Teo-., ke kiri, maka struktur yang berperan
ri lain akibat disrupsi serabut irihibisi adalah PPRF kiri, nukleus abdusens kiri,
yang berjalan di FLM menuju otot rektus dan FLM kanan. Oleh karena FLM kanan
medial kontralateral, Gerakan konver tidak mengalami lesi, maka perhatian
gensi tetap utuh karena sinyal konver difokuskan pada PPRF kiri dan nukleus
gensi ke otot rektus medial tidak melalui abdusens kiri. Lesi pada struktur ini me
FLM. Selain gambaran klasik tersebut, nyebabkan pasien tidak dapat melirik ke
INO memiliki banyak varian, dan lesi kiri. Pada saat melirik ke kanan, struktur
FLM tidak hanya bermanifestasi sebagai yang berperan adalah PPRF kanan, nu-
INO, namun tidak dibahas dalam bab ini.
306
Gangguan Gerakan Bola Mata
kanan kirl
(kelumpuhan in k : od u iii + abdutaij
HALF
{N O : ketumpuhan ad u k ii}
Keterangan
kin kanan
Gambar 21. Sindrom One an d a H alf
Lesi di pons (TPRF, nukelus abdusens, dan FLM) dapat menimbulkan sindrom One and a half. Contoh lesi
pada pons kiri, saat pasien diminta melirik ke kiri terdapat gangguan abduksi mata kiri dan aduksi mata
kanan, sedangkan saat diminta untuk melirik ke kanan hanya didapatkan kelumpuhan aduksi mata kiri.
FLM: fasikulus longitudinalis medial; PPRF: p aram ed ian pontine reticu lar form a tio n
kleus abdusens kanan dan FLM kiri. Oleh sakadik dismetria, dan sakadik diskine-
karena PPRF kanan dan nukleus abdu sia (sakadik intrusi dan sakadik osilasi).
sens kanan tidak mengalami lesi, maka Sakadik insufisiensi dapat disebabkan
perhatian difokuskan pada FLM kiri. Lesi oleh lesi dari korteks frontal dan pari
pada FLM kiri INO kiri (Gambar 21). etal, hingga burst neuron di pons (PPRF).
Pada lesi korteks terdapat sakadik insu
Dengan demikian secara sederhana, lesi
fisiensi ke kontralateral, sedangkan pada
pons setidaknya dapat bermanifestasi
lesi di pons terdapat sakadik insufisiensi
menjadi tiga, yaitu: kelumpuhan lirik
ke ipsilateral.
horizontal (lesi di PPRF atau nukleus ab
dusens), INO (lesi di FLM), dan sindrom Sakadik dismetria disebabkan oleh struk-
one and a h a lf (lesi di PPRF, nukleus ab tur yang berperan dalam akurasi saka
dusens, dan FLM). dik, terutama serebelum, yakni vermis
dorsal dan nukleus fastigial. Lesi pada
C. Gangguan Sakadik
vermis dorsal menyebabkan hypermetric
Adalah gangguan gerakan lirik mata
contraversive saccade atau hypometric
cepat. Secara umum gangguan ini dibe-
ipsiversive saccade , sebaliknya pada nu-
dakan menjadi sakadik insufisiensi,
307
Buku Ajar Neurologi
kleus fastigial berupa hypermetric ipsiver- 3. Nukleus dan Fasikulus Okular Motor
sive saccade atau hypometric contraversive Lesi ini terletak di batang otak, dikelom-
saccade. Sakadik diskinesia seperti ocular pokkan sebagai lesi sentral dan pada lit-
flutter, opsclonus, dan square wave je r k eratur lain sebagai lesi intraaksial. Lesi
merupakan abnorm al spontaneous eye nukleus dan fasikulus relatif lebih jarang
movement; beserta gangguan sakadik terjadi diban-dingkan lesi nervus okular
lain, seperti gangguan antisakadik, saka motor, masing-masing memiliki karakter-
dik prediktif dan memory-guided saccade istikyang berbeda.
tidak dibahas dalam bab ini.
a. Nukleus dan fasikulus nervus III
D. Gangguan Sm ooth Pursuit Nuldeus nervus III terdiri dari beberapa
Apabila dibandingkan dengan gangguan subnukleus dengan yang dapat meng-
sakadik, gangguan smooth pursuit lebih inervasi secara bilateral (subnukleus leva
sulit ditentukan topisnya karena melibat- tor palpebra), kontralateral (subnukleus
kan struktur yang kompleks dan difus. rektus superior), dan sisanya ipsilateral.
Setidaknya ada tiga tipe gangguan smooth Dengan demildan, gambaran ldasik lesi
pursuit, yakni direksional, retinotopik, nukleus adalah berupa: 1) kelumpuhan
dan kraniotopik (Gambar 22). Gangguan depresi, aduksi, eksiklorotasi, dan pupil
smooth pursuit direksional meliputi gang abnormal (dilatasi pupil dengan refleks
guan smooth pursuit ke arah ipsilateral cahaya terganggu) ipsilateral; 2) ptosis
lesi. Gangguan ini paling umum terjadi, bilateral; serta 3) kelumpuhan elevasi
akibat lesi di occipito-temporo-parietal bilateral. Namun demildan varian selalu
junction dan korteks frontal atau SEE ada dan tidak dibahas dalam bab ini.
Gangguan smooth pursuit retinotopik,
Fasikulus, yang merupakan serabut yang
yakni gangguan smooth pursuit pada sisi
berasal dari beberapa subnukleus, ber-
kontralateral lesi, tidak bergantung pada
jalan di mesensefalon melalui beberapa
arah lirikan, Struktur yang dipikirkan
struktur. Oleh karena itu petunjuk yang
terlibat adalah occipito-temporo-parietal
paling mudah adalah adanya sindrom
junction dan korteks striatum. Terakhir,
mesensefalon yang terdiri dari paresis
gangguan smooth pursuit kraniotopik
nervus III ditambah defisit lain (Gam-
berupa gangguan smooth pursuit ke arah
bar 23). Selain itu, oleh karena konfi-
kontralateral lesi setelah melewati garis
gurasi serabut yang menyusun fasikulus,
tengah. Dalam hal ini gerakan smooth pur
kadang ditemukan pola divisional, yakni
suit ke arah kontralateral lesi masih nor
divisi superior (kelumpuhan otot rektus
mal sebelum mencapai garis tengah.
superior dan otot levator palpebral) atau
divisi inferior yakni fungsi nervus III
yang lain.
308
Gangguan Gerakan Bola Mata
X X Keterangan:
^ Lokasi lest
(A) (8 ) (0
HemiDoresIs fconlralateral
Gangguan gerak
invotynter
. (kcrca /fc a b mu s/tf emorj
konlralateral
309
Buku Ajar Neurologi
b. Nukleus dan fasikulus nervus IV (Gambar 25). Dengan demildan lesi nukle
Lesi pada nukleus memilikl gejala yang us nervus VI akan bermanifestasi sebagai
sama dengan lesi di fasikulus nervus kelumpuhan lirik horizontal, sedangkan
IV, yaitu kelumpuhan otot oblik supe lesi fasikulus sama seperti lesi nervus VI
rior kontralateral. Hal disebabkan oleh yakni kelumpuhan abduksi (otot rektus
fasikulus nervus IV yang berasal dari lateral). Petunjuk lain lesi fasikulus adalah
nukleus berjalan menyilang di dorsal umumnya disertai paresis nervus VII yang
mesensefalon saat akan keluar dari letak nukleusnya berdekatan.
mesensefalon (Gambar 24). Petunjuk
4. Nervus Olmlar Motor
lainnya, lesi nukleus dan fasikulus dapat
Lesi nervus okular motor difokuskan pada
disertai sindrom Horner, karena traktus
nervus yang telah keluar dari batang otak,
okulosimpatik berdekatan dengan nu
yakni yang berada di ruang subaraknoid,
kleus nervus IV.
sinus kavernosus, dan intraorbita. Lesi ini
c. Nukleus dan fasikulus nervus VI disebut juga lesi perifer (neuropati peri-
Nukleus nervus VI memiliki dua neuron, fer) dan pada literatur lain disebut lesi
yakni motor neuron yang berproyeksi ke ekstraaksial. Nervus okular motor dalam
otot rektus lateral (fasikulus) dan inter bahasan ini dibedakan menjadi paresis
neuron yang memberikan sinyal ke nu nervus okular motor terisolir dan paresis
kleus nervus III kontralateral melalui FLM nervus okular motor multipel.
O io l O to t
refctvs fcjtsral refctus m ed ia l
oSxfusem
Pons
Gambar 25. Anatomi Nervus VI pada Pons Potongan Aksial
310
Gangguan Gerakan Bola Mata
311
Buku A jar N eurologi
Paresis n. Ill
terisolir
Keterlibatan otot
{m. Rektus medial/superior/inferior, Komplit In komplit
m. Oblik inferior, m. Levator palpebra)
Pupil involvement/ Pupil involvement/ Pupil sparing/
Keterlibatan pupil
oftalmoplegia oftalmoplegia oftalmoplegia
internal internal eksternal
c
Etiologi: "i j f - . 'j L a t a , a 1
00 Wait and see
90% aneurisms
to
TaiOa aalia, a'
I-!"- r.:!!-:. Usia >50 tahun Usia >50 tahun Usia <50 tahun
. tan pa dengan Riwayat keganasan ■
C: .■ VC v^- faktor risiko vaskular faktor risiko vaskular ■Defisft neurolcgis lain
]
Cek LEO dan CRP Followup perbaikan Tar.da bahavai
r-. j J.-.
"}
(Pertimbangkan klinis gejala dan
giant cell arteritis) progresivitas d ia g n o stic se g e r a J
4-6 minggu
■1
313
Buku Ajar Neurologi
Gambar 27. Neuropati Kranial Multipel pada Sinus Kavernosus, Fisura Orbitalis Superior (FOS), Apelts
Orbita, dan Intraorbita
314
Gangguan Gerakan Bola Mata
Dervariasi pada waktu pemeriksaan yang melibatkan insersi tendon pada bola mata,
Derbeda dapat dipikirkan akibat etiologi ini, serta gambaran abnormal pada lemak peri
iemikian pula tanda-tanda miastenia oku- orbital dan sklera posterior.
ar pada pemeriksaan fisik. Miastenia gravis
Chronic progressive external ophthalmople
iapat generalisata disertai kelumpuhan otot,
gia (CPEO) tidak memiliki karakteristik
lamun sensoris masih baik. Evaluasi diag-
lesi intraorbita. Manifestasinya berupa
lostik dapat dilakukan pemeriksaan Harvey
gangguan motilitas okular bilateral simer-
Vlasland, pemeriksaan antibodi reseptor
tris, ptosis bilateral, tidak nyeri, dan pupil
isetilkolin (AchR), dan single fib er test
sparing, namun disertai keterlibatan otot
3otulismus terjadi akibat paparan toksin orbikularis okuli. Oleh karena gejalanya bi
mtikolinergik yang diproduksi Clostridium lateral simetris, biasanya tidak disertai dip
iotulinum. Manifestasinya berupa oftalmo- lopia. Perjalanan penyakitnya progresif lam-
itaresis subakut dengan pupil involvement, bat, sering merupakan bagian dari sindroiri
;erta gejala khas berupa paralisis akomo- Kearn Sayre (dapat disertai masalah jantung
iasi dan light-near dissociation. dan retinitis pigmentosa) dan MELAS (Mito
chondrial Encephalomyopathy, Lactic Acido
3 to t E k s tra o k u la r
sis, and Stroke-like episodes )
<elumpuhan otot ekstraokular terutama
lipikirkan pada kecurigaan lesi intraorbita
TATA LAKSANA
fang telah dibahas sebelumnya. Beberapa
Penentuan etiologi akan memengaruhi
iteratur mengelompokkan sebagai lesi ji-
tata laksana kausatif, sehingga membantu
lak (seperti tiroid oftalmopati atau thyroid
pemulihan dan mencegah perburukan ge
y e disease/ TED) dan pseudotumor orbita
jala akibat progresifitas penyakit. Misal pa
fang biasanya berupa lesi inflamasi) dan lesi
resis nervus III akibat kompresi aneurisma
naligna, yakni tumor primer atau sekunder.
PCom yang dilakukan clipping. Pada studi
^ada TED terdapat oftalmoparesis unilat- retrospektif dkk Tan, dilaporkan 98,5%
;ral atau bilateral asimetri yang tidak nyeri. resolusi komplet paresis nervus III, lebih
)tot rektus medialis dan otot rektus infe- tinggi dari Khan dkk (87,5% ). Metaanali-
‘ior pada umumnya terlibat pertama kali, sis dari 11 studi juga menunjukkan adanya
lal ini bisa terjadi pada kondisi eutiroid, resolusi komplet paresis nervus III pada
lipotiroid, dan hipertiroid. Perlu dilakukan 83,7% kasus. Selain itu, penentuan etiologi
7T/MRI orbita berupa gambaran pembe- juga menentukan prognosis kesembuhan
;aran otot ekstraokular yang terlibat tanpa yang bervariasi. Paresis akibat iskemia mi-
nelibatkan insersi tendon pada bola mata. krovaskular umumnya akan swasirna dalam
Jada pseudotumor orbita, dapat terjadi 8-12 minggu, sehingga tidak dibutuhkan
jftalmoparesis unilateral dan nyeri, namun tata laksana khusus.
)tot ekstraokular yang terlibat tidak spesi- Namun, seringkali ocular misalignment atau
ik. Pada CT/MRI orbita ditemukan pembe- gejala diplopia atau visual lainnya mene-
;aran otot ekstraokular yang terlibat yang tap meskipun telah dilakukan tata laksana
315
Buku Ajar Neurologi
kausatif. Pada onset akut sebelum diberikan Namun, prisma pernah digunakan dan
tata laksana kausatif, gangguan ini menim- berespons baik pada kasus strabismus
bulkan rasa tidak nyaman dan hendaya, se- inkomitan dengan sudut deviasi besar. Dalam
hingga dipertimbangkan tata laksana lain. sebuah literatur disebutkan bahwa secara
Studi menunjukkan penurunan kualitas umum prisma efektif untuk pasien dengan
hidup pada pasien dengan ocular misalign horizontal misalignment hingga 20-15 prism
ment , terutama pada ranah fisik pada pasien diopters (PD) dan vertical misalignment
yang disertai diplopia dan ranah psikososial Tamhakar dkk melaporkan tingkat kepuasan
yang tidak disertai diplopia. penggunaan prisma sebesar 92% dari 82
pasien hipertropia akibat paresis nervus IV,
Oleh karena itu, tujuan tata laksana gang
sedangkan Guntn dkk mencapai 80% untuk
guan gerakan bola mata antara lain meng-
semua penyebab diplopia yang diteliti.
hilangkan atau mengurangi ocular mis
Pasien dengan diplopia vertikal akibat skew
alignment, mengurangi gejala diplopia atau
deviation dan paresis nervus IV memiliki
visual confusion, memperbaiki postur head
tingkat kepuasan paling tinggi (100% dan
tilt (misalnya pada paresis nervus IV), dan
92% ), sedangkan tiroid oftalmopati dan
akhirnya memperbaiki fungsi visual se-
fraktur orbita blowout paling rendah (55%
maksimal mungkin. Secara umum tata lak
dan 8%), Diantara diplopia horizontal, pasien
sana tersebut dibagi menjadi non-operatif
anak dengan strabismus dekompensasi
dan operatif. Tata laksana non-operatif an
kombinasi deviasi horizontal dan vertikal
tara lain oklusi, prisma, dan injeksi toksin
serta pasien dengan insufisiensi konvergensi
botulinum, bergantung pada penyebab dan
memiliki tingkat kepuasan paling rendah,
tingkat keparahan.
yakni masing-masing 71 % dan 50%.
Oklusi dilakukan dengan menutup salah
Terdapat dua jenis prisma yakni prisma
satu mata menggunakan olduder (occluder)
Fresnel yang bersifat temporer dan prisma
berupa patch atau plester pada mata atau
permanen, dengan kelebihan dan kekurang-
kacamata. Hal ini dapat pada mata yang
an masing-masing. Prisma Fresnel meng
sakit, namun literatur lain menyebutkan
gunakan prinsip bahwa kekuatan prismatik
bahwa oklusi, baik dilakukan pada mata
dapat tercapai menggunakan cincin pris
yang sakit atau sehat akan efektif untuk
matik konsentrik dengan permukaan tiap
mengeliminasi diplopia. Pilihan olduder
cincin memiliki kekuatan prismatik. Prisma
dipertimbangkan yang tranlusen atau satin
ini tipis, diaplikasikan seperti stiker yang
sehingga masih memungkinkan cahaya ma-
dilekatkan pada kaca mata dengan keteba-
suk. Oklusi dapat ditawarkan pada fase akut
lan hanya 1,00mm dan tidak bergantung
paresis okular motor atau pada pasien yang
pada kekuatan prismatik.
merupakan kandidat buruk untuk tata lak
sana non-operatif lain dan operatif. Oleh karena tipisnya, prisma Fresnel ringan
dan dapat melakukan koreksi dengan kisa-
Prisma terutama bermanfaat pada kasus
ran yang lebih luas atau sudut deviasi yang
strabismus komitan, deviasi relatif kecil,
besar (hingga 25D) meskipun dilekatkan
stabil, dan memiliki potensi fusi yang baik.
316
Gangguan Gerakan Bola Mata
pada kacamata. Selain itu, dibandingkan ment serta mencegah kontraktur pada otot
prisma permanen, biayanya lebih murah antagonis. Dengan demikian diharapkan
dan lebih fleksibel dalam mengubah kekua- dapat memperbaiki ocular alignment seiring
tan prisma pada kasus dengan deviasi yang dengan perbaikan fungsi otot yang mengalami
bervariasi farak dekat atau jauh. Kekuran- kelumpuhan. Terapi ini terutama bermanfaat
gannya yakni penggunaan prisma Fresnel pada kondisi operasi strabismus tidak me-
dapat menyebabkan penurunan visus, ter- mungkinkan seperti pada usia lanjut, kondisi
utama Jika kekuatan prismatik lebih dari Minis tidak stabil atau operasi tidak berhasil.
12D. Berkurangnya kejernihan visualisasi Efek toksin botulinum terlihat dalam 2 -4 hari
obyek juga disebabkan karena prisma Fres pascainjeksi dan biasanya akan hilang setelah
nel dapat meningkatkan aberasi optik, atau 8 -12 minggu.
adanya debu dan partikel yang terakumula-
Tata laksana operatif merupakan tata
si pada alur prisma. Selain itu dari segi kos-
laksana utama pada strabismus dewasa
metik juga kurang diminati.
dengan ocular misalignment besar dan
Prisma permanen biasanya ditanamkan stabil dalam beberapa bulan (sekitar 6-12
pada lensa kacamata. Dengan demikian, bulan). Tindakan ini efektif dan aman pada
kurang fleksibel untuk merubah kekuatan sebagian besar pasien. Angka keberhasilan
prismatik, terutama pada kasus dengan de operasi strabismus dengan luaran ocular
viasi yang bervariasi menurut jarak. Kele- alignment dapat mencapai 80% kasus.
bihan dibandingkan prisma Fresnel adalah Mills dkk melaporkan angka keberhasilan
dapat memvisualisasikan obyek lebih ditinjau dari perbaikan gejala diplopia,
jernih, mudah dibersihkan, dan tidak mu- yakni sebesar 72% , Meskipun efektifitasnya
dah terlepas. baik, tindakan operatif jarang dikerjakan.
Repka dkk mengestimasi insidens operasi
Pada prakteknya, prisma Fresnel biasanya
hanya 1 dari 5000 pasien.
digunakan pada kasus ocular misalignment
temporer, seperti pasien dengan paresis ner- Pemah dilaporkan pula kegagalan dan kom-
vus IV dan VI akibat iskemia mikrovaskular plikasi operasi strabismus, hingga seper-
atau sebagai uji awak efektivitas prisma se- tiga pasien mengalami diplopia temporer
belum meresepkan prisma permanen atau pasca operasi, dan diplopia persisten <1%.
pada kasus yang tidak diketahui kekuatan Komplikasi yang paling sering adalah mis
prisma yang dibutuhkan. Pasien biasanya alignment yang tidak diharapkan, sehingga
diminta untuk kontrol 2 minggu untuk me- membutuhkan operasi ulang. Mills dick mela
mastikan dapat beradaptasi dengan prisma. porkan tingkat operasi ulang bervariasi dari
Ketika pasien dapat beradaptasi, maka akan 6% hingga 21%, bergantung pada durasi
diaplikasikan prisma permanen. follow-up dan kompleksitas strabismus.
Injeksi toksin botulinum digunakan un Terdapat beberapa prosedur operasi stra
tuk memperbaiki ocular alignment dengan bismus, antara lain reseksi, resesi, dan
melemahkan otot ekstraokular yang turut transposisi. Reseksi berguna memperkuat
berkontribusi memperburuk ocular align otot yang mengalami kelumpuhan dengan
317
Buku Ajar Neurologi
memendekkan tendon otot dan menjahit resesi otot rektus medial dan reseksi otot
otot di bagian belakang insersi awal. Re- rektus lateral menjadi pilihan. Adapun pada
sesi bertujuan melemahkan otot antagonis gangguan abduksi berat dengan tonus otot
dan yoke muscle dengan cara diinsersi otot rektus lateral yang sangat minim, diper-
dan menjahitkan pada posisi yang sulit se- timbangkan transposisi vertikal otot rektus
cara mekanik untuk bekerja, misalnya pada kombinasi dengan resesi otot rektus medial.
bagian posterior bola mata. Adapun trans-
posisi melibatkan transfer tendon tanpa DAFTAR PUSTAKA
disinsersi. Hal ini cukup sulit dan akan 1. Rucker JC. Acquired ocular motility disorders
meningkatkan potensi komplikasi. Pilihan and nystagmus. Dalam: Kidd DP, Newman Nj, Bi-
prosedur operasi dapat berbeda bergan- ousse V, editor. Neuro-Opththalmology. Philadel
phia: Butterworth Heinemann; 2008. h. 312-31.
tung penyebab kelumpuhan, tingkat kepa- 2. Buracchio T, Rucker JC. Pearls and oysters of
rahan, dan faktor lain. localization in ophthalmoparesis. Neurology
2007;69:E35-40.
Pada kasus paresis nervus III, prosedur 3. Liu G, Volpe NJ, Galetta SL, penyunting. Neuro-
operasi bergantung pada jenis kelumpuhan ophthalmology diagnosis and management. Ed-
isi ke-2. Philadelphia: Sauders; 2010. h. 491-550.
[komplet atau inkomplet), tingkat keparahan
4. Liu G, Volpe NJ, Galetta SL, penyunting. Neuro
kelumpuhan atau keterbatasan duksi, dan ophthalmology diagnosis and management. Ed-
faktor terkait lain. Pada paresis komplet, isi ke-2. Philadelphia: Saunders; 2010. h. 551-86.
beberapa prosedur yang dapat dipilih adalah 5. Liu G, Volpe NJ, Galetta SL, penyunting. Neuro
ophthalmology diagnosis and management, Ed-
large recession and resection, globe anchoring isi ke-2, Philadelphia: Sauders; 2010. h. 589-610.
procedure, transposisi oblik superior, dan 6. Wong AMF. Eye movement disorders. Oxford: Ox
transposisi rektus lateral. Pada kasus ford University Press; 2007,
7. Sharpe J, Wong AMF. Anatomy and physiol
inkomplet, lebih banyak lagi prosedur yang ogy of ocular motor systems. Dalam: Miller NR,
dapat dipilih bergantung otot ekstraokular Newmann NJ, Biousse V. Kerrison JB. Walsh and
yang mengalami kelumpuhan. Contoh pada Hoyt's clinical neuro-ophthalmology. Edisi ke-6 .
Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins;
paresis divisi superior dapat dilakukan
2005. h. 809-85.
prosedur Knapp dan prosedur Kushner pada 8. Peragallo JH, Newmann NJ. Diplopia-an update.
paresis divisi inferior. Semin Neurol. 2016;36:357-61.
9. Borchert MS. Principles and techniques of the
Berbeda dengan paresis nervus IIII, pilihan examination of ocular motility and alignment.
prosedur lebih terbatas pada paresis nervus Dalam: Miller NR, Newmann NJ, Biousse V. Ker
rison JB. Walsh and Hoyt's clinical neuro-oph
IV dan VI. Prosedur pada paresis nervus IV
thalmology. Edisi ke-6 . Philadelphia: Lippincott
adalah penguatan otot oblik superior ipsi- Williams and Wilkins; 2005. h. 887-905.
lateral, pelemahan otot oblik inferior ipsi- 10 . Corbett JJ. The bedside and office neuro-oph
thalmology examination. Seminaes in Neurology
lateral, resesi rektus inferior kontralateral
2003;23(l):63-76.
atau resesi otot rektus superior ipsilateral. 11. Kobashi R, Ohtsuki H, Hasebe S. Clinical studies
Untuk mengoreksi eksiklotorsi dapat diper- of ocular motility disturbances. Part 1. Ocular
timbangkan prosedur Harada-Ito yang di- motility disturbances: causes and incidence. Jpn
J Ophthalmol 1996;40(4):502-10.
modifikasi. Pada paresis nervus VI dengan 12. Dharmaraju B, Giridhar B, Chetana L. A Clinical
fungsi abduksi masih cukup baik, kombinasi study of etiological factors contributing to third,
318
Gangguan Gerakan Bola Mata
fourth, and sixth cranial nerve palsies. Asian Pac. 29. Eggenberger ER. Supranuclear eye movement
J. Health Sci. 2016;3(3):10-7. abnormalities. Continuum (Minneap Minn).
13. Cornblath WT. Diplopia due to ocular motor cra 2014;20(4):981-92.
nial neuropathies. Continuum (Minneap Minn) 30. Prasad S, Galetta SL. Eye movement abnor
2014;20(4):966-80. malities in multiple sclerosis, Neurol Clin.
14. Barton JJS. Ocular motor nervers and internucle- 2010;28[3):641-55.
ar causes. Continuum Lifelong Learning Neurol 31. Sargent JC. Nuclear and intranuclear ocular mo
2009;15(4): 168-87. tility disorders. Dalam: Miller NR, Newmann NJ,
15. Woodruff MM, Edlow JA. Evaluation of third nerve Biousse V. Kerrison JB. Walsh and Hoyt's clinical
palsy in the emergency department. The Journal neuro-ophthalmology. Edisi ke-6 . Philadelpia: Lip-
of Emergency Medicine 2008,*35(3):239-46. pincott Williams and Wilkins; 2005. h. 969-1039.
16. Fowler MS, Wade DT, Richardson AJ, Stein JE. 32. Kung NH, Stavern GP. Isolated ocular motor nerve
Squints and diplopia seen after brain damage. J palsies. Semin Neurol 2015;35:539-48,
Neurol 199 6 ;2 4 3 (l):8 6 -9 0 . 33. Tamhakar MA, Biousse V, Ying GS, Prasad S, Sub-
17. Ciuffreda KJ, Kapoor N, Rutner D, Suchoff IB, Han ramanian P, Lee MS. Isolated third, fourth, and
ME, Craig S. Occurrence f oculopmotor dysfunc sixth cranial nerve palsies from presumed mi-
tions in acquired brain injury: a retrospective crovascular versus other causes: a prospective
analysis. Optometry. 2007;78(4): 155-61. study. Ophthalmology. 2013;120(11):1-13.
18. Rowe F, VIS group UK Prevalence of ocular mo 34. Prasad S, Volpe NJ. Paralytic strabismus third, fourth,
tor cranial nerve palsy and associatopn following and sixth nerve palsy. Neurol Clin, 2010;28(3):l-8.
stroke. Eye 2011;25(7):881-7. 35. Galtrey CM, Schon F, Nitkunan A. Microvascular
19. Rowe F and VIS group UK The profile of strabis non-arteritic ocular motor nerve palsies-what
mus in stroke survivors. Eye 2010;24(4):682-5. we know and how should we treat. Neuro-Oph
20. Rowe F, Wright D, Brand D, Jackson C, Harrison S, thalmology. 2015;39(1):1-11.
Maan T dkk Profile of gaze dysfunction following 36. Volpe N. The work up of isolated ocular motor
cerebrovascular accident Ophthalmology 2013;l-7. palsy: who to scan and why. North American-
21. Ventura RE, Baker LJ, Galetta SL. The neuro Neuro-Ophthalmology Society Annual Meeting
ophthalmology of head trauma. Lancet Neurol Syllabus; 2009 Februari 21-26; Lake Tahoe, Unit
2014;13(10):1006-16. ed States of America; 2009.
22. Fernandez A, Canals AG, Gonzalez JM, Martin JJA. 37. Woodruff NN, Edlow JA. Evaluation of third nerve
Cranial nerve injury after minor head trauma. J palsy in the emergency department. The journal
Neurosurg 2010;113(3):547-55, of emergency medicine. 2008;35(3):239-46.
23. Capo-Aponte JE, Urosevich TG, Temme LA, Tarbett 38. Gold DR, Shin RK, Galetta S. Pearls and oys
AK, Sanghera NIC. Visual dysfunctions and symptoms ter: central fourth nerve palsies. Neurology.
during the subacute stage of blast-induced mild trau 2012;79:el93~6.
matic brain injury. Mil Med 2012;177(7):804~13. 39. Elder C, Hain C, Galetta SL, Balcer LJ, Rucker JC.
24. Hoh AE, Beisse C. Okulomotorik und multiple Isolated abducens nerve palsy: update on evalu
sklerose. Ophthalmologe 2 0 1 4 ;lll(8 ):7 2 7 -3 2 . ation and diagnosis. Curr Neurol Neurosci Rep.
25. Auxiliadora M, Frazao M, Lui ACF, Tilbery 2016;16(8):l-7.
CP, Ejzenbaum F, Cohen R. Diplopia as first 40. Eggenberger ER, Calvert PC. Neuromuscu
symptom of multiple sclerosis. Rev Bras Oftal lar junction and mechanical causes of dip
2015;74(2):73-5. lopia. Continuum Lifelong Learning Neurol.
26. Liu G, Volpe NJ, Galetta SL, penyunting. Neuro 2009;15(4): 188-99.
ophthalmology diagnosis and management 41. Ganger A, Yadav S, Singh A, Saxena R. A Compre
Edisi ke-2. Philadelphia: Sauders; 2010. h. 7-36. hensive review on the management of III nerve
27. Rucker JC. Diplopia - supranuclear and nuclear palsy. DJO. 2016;27(2):86-91.
causes. Continuum Lifelong Learning Neurol, 42. Starger S, Starger J, Beauchamp G. Treat
2009;15(4): 150-67, ment options for adult strabismus. Therapy.
28. Karatas M. Internuclear and supranuclear disorders 2 0 0 7 ;4 (3 ):3 0 7 -ll,
of eye movement: clinical features and causes. Euro 43. Jivraj I, Patel V. Treatment of ocular motor palsies.
pean journal of Neurology. 2009;16(12}:1265-77. Curr Treat Options Neurol. 2015; 17(3): 10-24.
319
Buku Ajar Neurologi
44. Singman EL, Matta NS, Silbert Df. Nonsurgical 50. Khan SA, Agrawal A, Hailey CE, Smith TP, Gokhale
treatment of neurologic diplopia. American or S, Alexander Mj, dkk. Effect of surgical clipping
thoptic journal 2013;63:63-8. versus endovascular coiling recovery from ocu
45. Gunton KB, Brown A, Prism use in adult diplopia. lomotor nerve palsy in patients with posterior
Curr Op Ophthalmol. 2012;23(5):400-4. communicating artery aneurysms: A retrospec
46. Tamhakar MA. Ying GS, Volpe NJ. Prisms are ef tive comparative study and metaanalysis. Asian
fective in resolving diplopia from incomitant, lar- J Neurosurg 2013:8(33:117-24.
eg, and combined strabismus. Eur j Ophthalmol 51. Sadagopan KA, Wasserman BN. Managing the
2012;22(6}:890-7, patient with oculomotor nerve palsy. Curr Opin
47. Repka MX. Strabismus surgery among medicare Ophthalmol 2013;24(5):438-47.
beneficiaries. jAAPOS. 1997;l(4):231-4. 52. Cho JH, Joo SP, Kim TS, Lee JK, Kim JH, Kim SH.
48. Mills MD, Coats DK, Donahue SP, Wheeler DT. An analysis of prognostic factors for recovery
Strabismus surgery for adults. Ophthalmology. from oculopmotor nerve palsy in patients with
2 0 0 4 ;lll(6 ):1 2 5 5 -6 2 . posterior communicating artery aneurysms. Kor
49. Tan H, Huang G, Zhang T, Liu J, Li Z, Wang Z. A J cerebrovascular surgery. 2007:9(2}:105-10.
Retrospective comparisson of the influence of 53. Kushner Bj. Intractable diplopia after stra
surgical clipping and endovascular emboliza bismus surgery in adults. Arch Ophthalmol.
tion on recovery of oculomotor nerve palsy in 2002; 120(113:1498-504.
patients with posterior communicating artery
aneurysms. Neurosurgery. 2015;76(6):687-94.
320
I
Indeks
IND EKS
323
Buku Ajar Neurologi
Apeks orbita 287, 314 atensi terbagi 422 gejala dan tanda klinis 84
Apneu 21 distraktibilitas 422 patofisiologi 75
Apneusis 21 konsentrasi 419 tata laksana 86
Apneustik, pola nafas 39 set shifting 422 Bangkitan pascacedera kepala 435
ApoE4 196 sustained attention 422 Diagnosis 436
Apolipoprotein a!eI-E2 211 Ateroskierosis 446, 455 diagnosis banding 436
Apolipoprotein E (APO-E) 486 Aterotrombotik 448, 449 gejala dan tanda klinis 436
Apomorfin 129,132 Atoniagaster 33 patofisiologi 436
Apopleksi hipofisis 533, 534 Atrial fibrilasi 449, 455 tata laksana 437
Apoptosis 123, 324 Atrofi Basil tahan asam (BTA) 228
Apraksia otak 387,479,494 Battle sign, lihat tanda
berpakaian 161 otot 665, 727, 756 Bedah dekompresif 462bedah
bukofasial 184,191 Audiometri 278,433 Bedah mikro 140
ideomotor 184 Augmentative alternative communi Beginning o f dose worsening 130
konstruksional 2 1 2 cation (AAC) 375 Behavioral and psychological symp
verbal 186 Aura 85, 573 toms o f dementia 208
Aquaporin-4 (AQP4) 258 Aurapersistentanpainfark 571 Behavioral pain scale (BPS) 563
Aquaporumab 264 Autoimun 199, 249, 678, 743 Behavioral pain scale-nonintubated
Araknoidltis 227 Autoregulasi 453,491,515,541 (BPS-N1) 563
Area homolog 367 AVPU (alert, response to voice, re Behavioral therapy, lihat terapi
Argyrophiiicgrain disease (AGD) 216 sponse to pain, unresponsive) 23 perilaku
Arteri Awareness 16 Bell's palsy 671
basilaris 446,466,536 Axonal transport 665 Benign focal epilepsy with centrotem-
komunikans anterior 534,535 Azatioprin 256, 264, 751, 752 poral spikes (BECTS) 88
perforator 478,489 Benign paroxysmal positional vertigo
serebellaris inferior anterior B (BPPV) 273
136 Bacillus Calmette-Guerin (BCG) 230 Benzodiazepin 56,103,141, 279,
serebellaris inferior posterior Back exercise 584 425,263, 523,585
136,536 Badanketon 19 Bernhard-Vulpian, lihat sindrom
serebellaris superior 136 Badan Lewy 110,118 Beta amiloid, lihat (J Amiloid
Arteriosklerosis 481 Bahasa 167 Beta blocker, lihat penghambat beta
Arteriovenous malformation (AVM), Baklofen 270, 592 Beta-endorfin 552
lihat malformasi arteriovena Balint, sindrom, lihat sindrom Betahistin 270, 279
spinal Baltsmus 4,130 Bevacizumab 335
Arteritis temporal 588, 594 Balloon microcompression 592 Bevel, needle bevel 47,48
Asam mefenamat 584, 651 Bamboo spine 629 Bickerstaff’s brainstem encephalitis
Asam piruvat 580 Bangkitan (BBE) 682
Asam traneksamat 441 absans 84 Bidai servikal 405,408,618
Asam valproat 90 tipikal 84 Bilasan lambung 33
Ascending reticular activating system atipikal 85 Binswanger, lihat penyakit
(ARAS) 16 akibatgegar 436 Biopsi
Asetazolamid 42,236,511 astatik, lihat bangkitan atonik kulit 668
Asetilkolin (ACh) 198, 741 atonik 84 saraf 668
Asetilkoiinesterase (AChE) 743 fokal, lihat bangkitan parsial stereotaktik334
Asidosis klonik 84 Bleeding risk analysis in stroke imag
Laktat 19, 65 mioklonik 84 ing before thrombolysis (BRASIL) 496
Aspirin 449,468,497,575,584 parsial 85 Blefarospasme 140
Astrosit 249, 324 kompleks 85 Blink reflex 673
reaktif 206 sederhana 85 Blokkonduksi 683
Astrositoma 329, 342 parsial sederhana berkem- Blok saraf 608, 638, 645,649
Asymmetric target sign, lihat tanda bangmenjadiumumsekunder 85 Blood brain barrier (BBB), lihat
Ataksia 534, 592, 662, 680 tonik 84 sawar darah otak
Ataksik, pola nafas 39 tonik-klonik 84 Bobath 371
Atenolol 578 umum 84 Bone scan 350
Atensi 158 Bangkitan epileptik 75 Bone window, lihat CT scan dengan
alternating attention 422 diagnosis 85 bone window
atensi fokus 422 diagnosis banding 85 Boston, lihat kriteria
atensi selektif 422 epidemiologi 75 Boston naming test 171
324
Indeks
325
Buku Ajar Neuroiogi
326
Indeks
327
Buku Ajar Neurolog i
328
Indeks
329
Buku Ajar Neurologi
330
Indeks
331
Buku Ajar Neurologi
medula spinalis 338-339 Midline shift 47, 339,391, miopati endokrin 727,730
Meningioma 323-325,328,330-331, Mielin 249,259,491,549,590,663, miopati herediter 727
337-338, 342,589 716 miopati inflamasi 727,
Meningitis Mielinopati 663-664, 668 729-731, 735-738
kriptokokus 239 Mielitis 227,258-263,349,685 miopati metabolik 727,
diagnosis 45, Mielopati 349, 614-618, 685, 704- 729-733
diagnosis banding 241 705 miopati mitokondrial 727
epidemiologi 239 Migraine screen questionnaire (MS- miopati terkait penyakit
gejala dan tanda Minis Q), lihat questionnaire sistemik 727
241 Migrainous infarct 571 miopati toksik 727
komplikasi 243 Migrain-triggered seizure 571 patofisiologi 724
patofisiologi 239 Migren Miosis 587-588, 752
tata laksana 242 diagnosis 574 Miositis 724, 727, 738
tuberkulosis (TB) 11, 227-236 diagnosis banding 575 Miotom 3, 405, 694, 697, 720
Meperidin 651,654 gejala dan tanda Minis 573 Miotonia 6 6 , 727, 728, 730, 732, 737
Merokok 66,113, 446,454, 482, Masifikasi Misdirection sprouting 366
531, abdominal 571 Mm.
Mesensefalon 17, 39, 268, 289, 304, basiler 278 Orbicularis okuli 139-142,
531, 684, denganaura 213,448, Orbikularis oris 139
Metabolisme anaerob 386,458 571, 574 Periokular 139
Metadon 651-653 kronis 571 Zigomatikus 139
Metastasis 328, 338, 341, 627, 643- retinal 571 Mobilisasi 34, 57, 354, 368,
647, 656, 696 tanpa aura 571, 574 Modified Hoehn and Yahr 121,122
Metilfenidat 424, 653, vestibular 267, 269, 279, Modified rankin scale (mRS) 465, 496
Metilprednisolon 256, 263-264,412- komplikasi 571 Mofetil Mycophenolate 63, 264, 752
413,434 patofisiologi 571 Moksifloksasin 234
profilaksts 576 Momen inersia 419
Metisergid 589 indikasi 576 Mononeuritis multipleks diabetik
Metode ABC 519-520 tujuan 577 714
Metoklopramid 575, 653 stadium 573 Mononeuropati multipleks 667
Metoprolol 578 tata laksana 575 Monroe-Kellie, lihat doktrin Monroe-
Miastenia gravis (MG) Mikroaneurisma 453,480-482,515 Kellie
anatomi 741-742 Mikroglia 230,250,362,458,485, Montreal cognitive assessment
diagnosis 740 600 (MoCA) 9,155,157,327
diagnosis banding 740 Mikrografia 117 Morfinsulfat 65 It
epidemiologi 741 Mikrovakuolisasi 215 Morning jerks 93
fisiologi 741 Mikrovaskular 63,141,287,311, Moth-eaten appearance 350
gejala dan tanda Minis 743,746 317,426 Motor neuron disease (MNDj 663,
Masifikasi 745,747 Mikrovaskulitis inflamasi 716 73 7t
subtipe Mild cognitive impairment acquired 756
EOMG: early onset myas- amnestik ranah jamak 200 bentukmonomelik 757t
tenia gravis 746 amnestik ranah tunggal 200 diagnosis 758
LOMG: late onset myasthe nonamnestik ranah jamak 200 diagnosis banding 759
nia gravis 746 nonamnestik ranah tunggal 200 epidemiologi 755
MAMG: anti-MuSK-Ab- Mild hypothermia 469 gejala dan tanda Minis 756
associated myastenia Miller-Fischer, lihat sindrom herediter 756
gravis 746 Mini-mental status examination paraneoplastik 759
OMG: ocular myastenia (MMSE) 9, 55-56,155-156, 423 patofisiologi 756
gravis 746 Miokimia 140, 665, 714 tata laksana 759
SNMG: seronegative myas Miopati Motor unit 756
tenia gravis 746 Diagnosis 726 Motor unit action potential (MUAP)
TAMG: thymoma-associat diagnosis banding 733 736
ed myastenia gravis 746 epidemiologi 724 Motorik 3 ,4 ,9 ,3 0 ,3 1
tata laksana 751 jenis Movement Disorder Society (MDS)
Microbleeding 482,494 distrofi muskular 724 128,129,132
Microhemorrhages 489 miopati didapat 727 MR venografi 506, 508, 510, 594,
Microvascular decompression 592 miopati diinduksi obat Multifocal motor neuropathy (MMN)
Midazolam 48,103-106, 511, 659 727 669, 733, 757,759
332
Indeks
333
Baku Ajar Neurologi
334
Indeks
335
Buku Ajar Neurologi
336
Indeks
337
Buku Ajar Neurologi
338
Indeks
339
Buku Ajar Neuroiogi
340
Indeks
341
Buku Ajar Neurologi
342
U NivntsnAS
IN D D N U SI a
\ A K \ n fAS
K liD O K X H R A N
XVJor* V\h^o/| O.
ED ITO R
TIARA ANINDITHA
WINNUGROHO WIRATMAN
D E P A R T E M E N N E U lO iO G I
F A K U & T A S K E D O K T E R A N U N IY E R S IT A S IN D O N E S IA
Buku Ajar Neurologi
D ilarang m em perban yak, m en cetak, dan m en erbitkan sebag ian atau seluruh isi buku
ini dengan cava dan dalam ben tu k apapun ju g a tan pa seizin ed ito r dan pen erbit.
ISBN: 978-602-74207-4-8
ii
Buku Ajar Neurologi
KONTRIBUTOR
Adre Mayza
Ahmad Yanuar Safri
A1 Rasyid
Amanda Tiksnadi
Astri Budikayanti
Darma Imran
Diatri Nari Lastri
Eva Dewati
Fitri Octaviana
Freddy Sitorus
Henry Riyanto Sofyan
Jan Sudir Purba
Luh Ari Indrawati
Manfaluthy Hakim
Mohammad Kurniawan
Ni Nengah Rida Ariarini
Pukovisa Prawiroharjo
Rakhmad Hidayat
Riwanti Estiasari
Salim Harris
Siti Airiza Ahmad
Taufik Mesiano
Teguh AS Ranakusuma
Tiara Aninditha
Winnugroho Wiratman
Yetty Ramli
Zakiah Syeban
Ade Wijaya
Dyah Tunjungsari
Kartika Ma ha rani
Ramdinal Aviesena Zairinal
Rima Anindita Primandari
Wiwit Ida Chahyani
SEKRETARIS
Intan Nurul Azni
Mumfaridah
ILUSTRATOR
Marshal Sumampouw
Ni Nengah Rida Ariarini
Uti Nilam Sari
COVER
Ni Nengah Rida Ariarini
ill
Buku Ajar Neurologi
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT karena buku ini dapat selesai atas pertolongan dan
rahmatNya. Kami sangat menghargai kerja keras para penyusun dan pihak-pihak lain
yang berkontribusi terhadap terbitnya buku ini. Untuk semua perjuangan yang panjang,
kami ucapkan terim a kasih. Insya Allah buku ini menjadi investasi amal yang terus
m engalir sepanjang kegunaannya.
Perkembangan ilmu neurologi terus berkem bang setiap saat. Selain itu, anggapan selama
ini yang ada di kalangan mahasiswa atau tem an sejaw at adalah ilmu neurologi sulit untuk
dipahami. Kebutuhan akan ketersediaan sum ber kepustakaan yang mudah dimengerti
merupakan hal yang sangat penting. Oleh karena itu, Departemen Neurologi FKUI/RSCM
menyusun buku ajar ini, yang diharapkan setelah membacanya, ilmu neurologi menjadi
lebih dimengerti dan semakin tertarik untuk mendalaminya.
Buku ajar ini adalah persem bahan dari kami untuk seluruh mahasiswa kedokteran,
peserta program studi dokter spesialis saraf, dan tem an sejawat, serta orang yang tertarik
m em pelajari ilmu neurologi. Dengan adanya buku ini, semoga kita dapat bersam a-sam a
memajukan ilmu neurologi dan meningkatkan kualitas pelayanan pasien.
VII
Bulat Ajar Neurologi
W f f l l
IX
Buku Ajar Neurologi
X
Buku Ajar Neurologi
INDEKS
NEURO O NKOLOGI
Tumor Otak Primei
Tumor Spinal
TUMOR OTAK PRIM ER
323
Buku Ajar Neurologi
usia pasien 48 (18-74) tahun dengan proporsi flamasi yang menyebabkan kerusakan pada
perempuan sedildt lebih banyak dibandingkan okludin, suatu protein tight junction antar
laki-laki (55,6% vs 44,4%). Mayoritas tumor endotel. Hal ini menyebabkan pembuluh da
primer adalah astrositoma (47%) diikuti me rah yang terbentuk tidak sama morfologinya
ningioma (26%). Data di RS Kanker Dharmais dengan yang normal, antara lain hilangnya
pada tahun 1993-2012 menunjukkan insidens tight junction antar endotel dan tidak utuh-
tumor otak sebesar 1% dari seluruh kegana- nya membran basalis, yang disebut sebagai
san, juga terutama golongan glioma (67,4%) keadaan rusaknya sawar darah otak (SDO)
dan meningioma (16,3%). atau blood brain barrier (BBB). Pada ke
adaan tersebut, terjadi ekstravasasi cairan
PATOFISIOLOGI ke sekitar jaringan tumor (edema peritu-
Pada prinsipnya tumor otak merupakan ha- moral), sebagai suatu edema vasogenik. Hal
sil akhir dari onkogenesis, yaitu suatu proses inilah yang menyebabkan lesi desalt ruang
transformasi sel normal menjadi kanker. Hal menjadi peningkatan tekanan intrakranial,
ini diakibatkan oleh ketidakseimbangan an- adanya edema seiring dengan penambahan
tara pembuatan sei-sel baru pada sildus sel ukuran massa tumornya.
dengan hilangnya sel-sel lama akibat kema-
Tumor glia atau glioma merupakan tumor
tian terprogram (apoptosis). Ketidakseim
dari jaringan penunjang, seperti astrosito
bangan ini merupakan hasil dari mutasi
ma berasal dari sel astrosit, oligodendrogli
genetik pada 3 kelompok protein, yaitu 1)
oma dari oligodendrosit, dan ependimoma
protoonkogen, yang berperan pada pencetus
dari sel ependim. Adapun meningioma ber
pertumbuhan dan diferensiasi sel normal,
asal dari sel meningotel araknoid. Deraj at
2) tumor suppressor genes, penghambat per
keganasan masing-masing tumor dinilai
tumbuhan dan pengatur apoptosis, serta 3)
menurut kriteria WHO berdasarkan tingkat
kelompok gen perbaikan DNA. Mutasi pro
proliferasi dan keaktifan bermitosis, muiai
toonkogen disebut sebagai onkogen, meng-
dari derajat I yang tingkat proliferasinya
hasilkan protein yang jumlahnya dalam batas
paling rendah hingga derajat IV yang paling
normal tetapi molekulnya mengalami mutasi
aktif bermitosis dan dianggap ganas.
sehingga efek biologiknya tidak sama dengan
yang normal, atau dapat fungsinya normal GEJALA DAN TANDA KLINIS
tetapi jumlahnya berlebihan. Gambaran klinis memang sangat bervariasi
tergantung pada letak tumor. Namun ber
Pertumbuhan sel yang abnormal secara
dasarkan prinsip adanya efek desak ruang
terus menerus akan menyebabkan vasku-
dari massa yang tumbuh progresif di rongga
larisasi dari pembuluh darah host tidak
kompartemen tertutup, maka sebenarnya
mencukupi, sehingga terjadi hipoksia. Hal
anamnesis dan pemeriksaan fisik yang teliti
ini memicu sel tumor mensekresi vascu
dapat menjadi alat deteksi dini yang efektif.
lar endothelial growth factor (VEGF) untuk
Alarm utama sistem saraf kita adalah nyeri.
merangsang pembentukan pembuluh darah
Dengan bertambahnya tekanan di intrakra
baru atau angiogenesis (Gambar 1). Selain
nial akibat massa di manapun letaknya, akan
itu sel tumor memnsekresi sitokin proin-
324
Tumor Otak Primer
0 Fftklor-fektof angiogerek
terjadi peregangan meningen yang merang- dan sinus, sehingga bisa jadi nyeri hebat ti-
sang reseptor nyeri di sekitarnya dan menye- dak sesuai dengan efek desak yang minimal.
babkan nyeri kepala. Gejala ini merupakan
Nyeri kepala akibat tumor intrakranial harus
gejala utama [90% ] pada tumor intrakranial.
bisa dibedakan dengan nyeri kepala primer.
Semua gejala klinis tumor otak adalah ber- Sesuai dengan pertumbuhan massa, maka
landaskan pada efek desak ruang. Tekanan nyeri akan terasa makin lama maldn berat,
di intrakranial dipertahankan konstan se- terutama jika ada penambahan volume ke
suai dengan hukum Monroe Kelly dengan intrakranial seperti setelah aktivitas fisik,
memodifikasi aliran darah dan cairan se- malam atau pagi hari, dan saat batuk atau
rebrospinal. Oleh karena itu, penambahan mengedan. Pada awal nyeri kepala masih hi-
massa yang minimal masih dapat ditoleran- lang timbul, kemudian nyeri akan lebih sering,
si oleh otak dan belum menyebabkan gejala. terlokalisir pada satu area tertentu. Saat nyeri
fika massa terus membesar, meningen akan menetap dan memberat berarti daya kom-
meregang sehingga merangsang reseptor pensasi otak sudah berkurang, biasanya mu-
nyeri. Efek desak ruang bukan hanya ditim- lai muncul defisit neurologis. Jika hal ini ma
bulkan oleh massa, namun juga oleh edema sih belum terdeteksi, maka bisa jadi pasien
di sekitarnya, sehingga lebih mudah menye datang dengan gejala peningkatan tekanan in
babkan peningkatan tekanan intrakranial trakranial, nyeri kepala hebat disertai muntah
(Gambar 2]. Selain itu, nyeri juga dapat me serta penurunan kesadaran yang merupakan
nyebabkan regangan pada pembuluh darah tanda-tanda herniasi serebi (Gambar 2].
325
Bukit Ajar Neurolog i
Falks serebrl
Grrus cmgulr
Ventrlkel otak
Tentorium y /C
serebeir
Sim s hfpokampus
Tam il screbelum Perdarahan
M«fufa oblongata Herniasi transforaminal
Pada peningkatan volume intrakranial, di yang begitu keluar dari rongga orbita lang-
manapun massanya, tekanan akan diter- sung diselimuti oleh meningen. Tekanan
uskan ke segala arah, sehingga meregang- yang mulai meningkat secara progresif akan
kan meningen, termasuk saraf kranial yang menyebabkan jeratan pada nervus tersebut
melintasinya. Nervus abdusens merupakan sehingga terjadi papiledema.
saraf yang terpanjang melewati area subarak-
Penilaian jaras visual dapat menjadi salah
noid di antara saraf kranial lainnya. Maka
satu alat penapis klinis oleh karena letaknya
pada pasien-pasien dengan keluhan nyeri
yang membentang mulai dari bola mata di
kepala berulang bisa ditanyakan adanya ke-
bagian anterior hingga lobus oksipital di dae-
iuhan pandangan ganda atau diplopia teru-
rah posterior sebagai area persepsi visual.
tama saat melihat jauh, dilanjutkan dengan
Selain itu, terdapat pula radiasio optika yang
pemeriksaan nervus VI yang teliti untuk
'mengisi’ parenkim dari bagian tengah ke be-
mencari adanya paresis secara minimal.
lakang, ke arah superior dan inferior. Maka
Demikian pula dengan nasib nervus optikus
keluhan pandangan buram, pemeriksaan
326
Tumor Otak Primer
visual, fundus, dan lapang pandang merupa- membutuhkan pemeriksaan pencitraan le
kan paketyang wajib dinilai untukmendeteksi bih lanjut dengan pemberian kontras. Hal
adanya massa kecil di intrakranial ini biasanyaterjadi pada tumor jenis oligoden
droglioma atau astrositoma derajatrendah.
Fungsi otak utama adalah fungsi kognitif
yang bisa terlihat pada hampir semua area DIAGNOSIS DAN DIAGNOSIS BANDING
di setiap lobus baik depan belakang, kanan Diagnosis pasti tumor otak adalah dengan
dan kiri mempunyai peran dalam fungsi biopsi. Namun diperlukan anamnesis dan
tersebut. Oleh karena itu, perubahan fungsi pemeriksaan fisik untuk dapat membuat
kognitif sebenarnya dapat menjadi penapis dugaan tumor otak agar sebelumnya dapat
yang sering terlupakan oleh defisit neu- dilakukan pemeriksaan pencitraan baik CT
rologis lain yang terlihat secara kasat mata. scan maupun MRI dengan pemberian zat kon
Gangguan kognitif sebagai awal gejala mun- tras. Sesuai dengan patofisiologi terjadinya
cul hingga 30%, setara dengan sakit kepala, kerusakan sawar darah otak oleh sel tumor,
lebih tinggi dibanding kelemahan motorik. maka zat kontras akan keluar dari pembu-
Pada pasien yang berpendidikan tinggi atau luh darah dan menunjukkan gambaran pe-
masih aktif bekerja dapat ditanyakan kapan nyangatan pada pencitraan. Oleh karena itu,
mulai merasa aktivitasnya 'terganggu' atau jika pencitraan dilakukan tanpa pemberian
keluarga melihat adanya 'perbedaan' dalam zat kontras, maka gambaran lesinya menjadi
kegiatan sehari-hari, yang seminimal mung- kurang jelas karakteristiknya untuk menentu-
kin seperti gangguan atensi, perubahan kan dugaan tumor atau bahkan lesinya menjadi
emosi, dan sebagainya. Hal ini dapat ditin- tidak terlihat
daklanjuti minimal dengan pemeriksaan
Anamnesis yang khas pada dugaan tumor
Mini Mental Status Examination (MMSE),
otak adalah adanya gejala yang kronik pro-
Montreal Cognitive Assessment [MoCA] versi
gresif. Berdasarkan patofisiologinya juga,
Indonesia (MoCA-Ina] atau pemeriksaan
terdapat perbedaan gejala Minis pada tu
fungsi kognitif lengkap untuk memastikan
mor yang menyebabkan efek desak ruang
gangguannya.
dengan tumor yang terutama menyebabkan
Area otak yang juga cukup luas untuk dica- gangguan fungsional. Pada tumor yang me
ri adanya efek desak ruang adalah korteks nyebabkan efek desak ruang, seperti me
yang melapisi seluruh parenkim. Sesuai ningioma atau astrositoma derajat tinggi,
dengan patofisiologinya, adanya lesi di gejala klinis biasanya dimulai dengan sakit
korteks dapat menimbulkan kejang. Kelu- kepala dan diikuti defisit neurologis lain-
han ini bisa tidak disadari oleh pasien atau nya. Namun pada tumor yang terutama
keluarga karena bentuk kejang yang bisa menyebabkan gangguan fungsional seperti
berbeda-beda sesuai dengan area yang ter astrositoma derajat rendah, gejala biasanya
ganggu sehingga perlu anamnesis tersendi- berupa kejang atau gangguan fungsi luhur
ri. Oleh karena itu, kejang pertama kali pada setelah beberapa lama, baru diikuti dengan
usia dewasa atau tua tanpa demam harus sakit kepala atau defisit neurologis lainnya.
dicurigai adanya tumor di intrakranial yang
327
Buku Ajar Neurologi
Pemeriksaan fisik perlu dimulai dari tanda Berdasarkan efek desak ruangnya, maka di
vital untuk menentukan ada tidaknya tanda agnosis banding tumor otak tersering adalah
peningkatan tekanan intrakranial. Peme lesi lain yang menyebabkan proses pening
riksaan neurologis juga hams disertai fun- katan tekanan intrakranial secara progresif,
duskopi untuk menilai papiledema. Pada seperti tuberkuloma, abses intrakranial, atau
tumor-tumor daerah khusus, seperti tumor toksoplasma ensefalitis. Oleh karena itu per
hipofisis, pineal atau serebelum, diperlukan lu dicari adanya tanda-tanda infeksi sistemik,
pemeriksaan neurooftalmologi untuk me seperti tuberkulosis, human immunodefi
nilai adanya gangguan visus dan lapangan ciency virus (HIV), atau sumber infeksi lain
pandang, deviasi konjugat, atau nistagmus. nya dari telinga, hidung, gigi, dan sebagainya.
Sistem lainnya yang juga penting mencakup Selain anamnesis dan pemeriksaan fisik yang
hampir seluruh area otak adalah gangguan teliti, dapat dilakukan pemeriksaan magnetic
fungsi luhur yang biasanya sering tidak ter- resonance spectroscopy [MRS] bersamaan
deteksi. Pada meningioma lobus frontal yang dengan MRI untuk menilai metabolit infeksi
tumbuh perlahan-lahan, gangguan fungsi dan neoplasma berdasarkan rasio cholin dan
luhur merupakan gejala utama sebelum N-as eti 1-asp artat (NAAj di area lesi.
munculnya defisit neurologis klasik lainnya.
Pada tumor juga dapat terjadi perdarahan
Pemeriksaan pencitraan merupakan peme akibat hipervaskularisasi yang rentan, se-
riksaan penunjang yang paling penting untuk hingga menyebabkan gejala klinis dan gam
mempertajam dugaan diagnosis. MRI dengan baran CT scan seperti stroke hemoragik. Na
segala fiturnya dapat membantu memberi- mun hal ini dapat dikenali jika didapatkan
kan gambaran tumor dengan kecurigaan ga- anamnesis adanya sakit kepala sebelumnya,
nas berdasarkan kuatnya penyangatan kon- sehingga dilakukan CT scan kepala dengan
tras, densitas yang inhomogen, serta luasnya kontras. Demikian pula adanya hiperkoagu-
edema peritumoral di sekitarnya. Demildan lasi pada keganasan dapat menyebabkan
pula berdasarkan letaknya di intraparenkim gejala akut seperti stroke [stroke-like syn
(intra-aksial) dapat ditentukan kemung- drome ). Adanya hiperkoagulasi semacam itu
kinan suatu astrositoma atau di luar pa- biasanya ditemukan pada tumor metastasis
renkim (ekstra-aksial] sebagai meningioma, yang juga terdapat tumor primer di organ
schwannoma, dan metastasis leptomeningeal. lain, sehingga dapat dideteksi dari anamne
sis dan pemeriksaan fisik yang teliti. Gejala
MRI lebih unggul dalam menggambarkan
akut pada tumor otak primer juga dapat dite
kelainan struktural secara detil terutama
mukan pada pasien pascakejang yang menga-
untuk lesi yang kecil, bukan hanya untuk
Iami edema peritumoral, sehingga didapatkan
diagnosis, namun juga penilaian pascara-
defisit neurologis seolah-olah mendadak. Na
dioterapi dan adanya rekurensi. Walaupun
mun hal ini juga dapat ditelaah dari anamne
demikian, pada tumor-tumor yang menun-
sis dengan menanyakan gejala soft sign yang
jukkan gambaran kalsifikasi, seperti pada
mungkin sudah ada sebelum kejang, seperti
oligodendroglioma, akan terlihat lebih jelas
gangguan fungsi luhur.
pada CT scan dibanding MRI.
328
Tumor Otak Primer
329
Baku Ajar Neurologi
330
Tumor Otak Primer
331
Buka Ajar Neurologi
Berdasarkan epidemiologinya, tumor ter- dapat bertahan cukup lama dengan gejala
sering adalah astrositoma dan meningioma. sisa yang minimal.
Goiongan astrositoma tersering adalah de-
TATA LAKSANA
rajat tinggi [high grade), terutama glioblas
Pada prinsipnya pada tumor otak terbagi
toma, sekitar 38% dari tumor otak keselu-
atas terapi simtomatik, definitif, dan paliatif.
ruhan. Tumor ini termasuk ganas, sehingga
Hal ini dilakukan secara bersama dalam tim
gejala klinis biasanya dalam waktu hitungan
yang multidisiplin disertai pembicaraan un-
bulan dengan defisit neurologis yang berat,
tuk menentukan kesepakatan bersama. Un-
serta gambaran MRI yang khas bisa berupa
tuk menjalani itu semua, pasien harus kuat
kistik, nekrosis, atau perdarahan, dan ede
secara mental dengan dukungan penuh dari
ma yang luas. Prognosis biasanya buruk,
keluarga. Pasien dengan tumor otak dapat
kecuali jika dapat dideteksi dini dan ditata
mengalami gangguan psikiatri hingga 78%,
laksana segera dikatakan dapat memper-
baik bersifat organik akibat tumornya atau
panjang kesintasan.
fungsional yang berupa gangguan penye-
Meningioma merupakan tumor kedua ter suaian, depresi, dan ansietas. Hal ini dapat
sering, terutama pada perempuan, dikatakan menghambat proses terhadap pasien.
berkaitan dengan hormon estrogen dan pro-
Oleh karena itu, diperlukan pendampingan
gesteron. Mayoritas (90% ) tumor ini jinak
bersama dengan sejawat Psikiatri mulai
(derajat I) dan mempunyai prognosis yang
dari menyampaikan informasi tentang diag
baik jika dapat direseksi total. Mengingat le-
nosis dan keadaan pasien [breaking the bad
taknya yang dapat jauh di dalam, seperti dae-
news) melalui pertemuan keluarga [family
rah basis kranii atau klivus, maka kadang ter-
meeting) dan pada tahap-tahap pengobatan
jadi residu tumor yang dapat menyebabkan
selanjutnya. Perlu juga dilakukan penilaian
rekurensi. Sejauh ini belum ada kemoterapi
fungsional menggunakan Karnofsl<y perfor
yang tepat dan tumor juga tidak terlalu bere-
mance score (Tabel 3), saat awal masuk dan
spons terhadap radioterapi. laju tumbuhnya
keluar dari perawatan, untuk menentukan
yang sangat lambat, maka kadang pasien
prioritas terapi yang akan diberikan.
Tabel 3, Nilai Kinerja Karnofsky
Skor________________________________________ Keterangan_________________________________ ___
100 Normal, tidak ada keiuhan, tidak ada penyakit
90 Mampu beraktivitas normal, tanda dan gejala penyakit sedikit
80 Aktivitas normal dengan sedikit kesukaran, menunjukkan beberapa tanda dan gejala penyakit
70 Mampu menjalankan keperluan sendiri, tidak mampu beraktivitas
normal/melakukan pekerjaan
60 Kadang memerlukan bantuan, namun mampu menjalankan keperluan sendiri
50 Memerlukan bantuan dan pertolongan medis yang cukup sering
40 Tidak mampu merawat diri sendiri, butuh perawatan, dan bantuan khusus
30 Sakitberat, indikasi perawatan di rumah saldt
20 Sakit sangat berat, butuh dirawat inap, dibutuhkan bantuan aktif
10 Sekarat, proses fatal, berkembang cepat
0 Meningeal________________________________________________________________________________ _
Sumber: Yates ]W, dkk. Cancer. 1980. h. 2220-4.
332
Tumor Otak Primer
333
Buku Ajar Neurologi
bangkitan fokal dengan atau tanpa perubah- sensitif seperti tumor pineal, germ cell, as
an menjadi umum sekunder. Oleh karena trositoma derajat tinggi, dan metastasis
tingginya tingkat rekurensi bangkitan, maka otak. Pada tumor yang letak dalam dilakukan
harus diberikan obat antiepilepsi (OAE) steretotactic radiotherapy atau radiosurgery.
yang ditentukan berdasarkan pertimbangan
Kemoterapi untuk tumor otak lebih terbatas
profil efelt samping, interaksi obat, dan bi-
pilihannya, karena harus dapat menembus
aya. OAE golongan lama seperti fenitoin dan
sawar darah otak. Tujuannya untuk meng-
karbamazepin kurang dianjurkan karena
hambat pertumbuhan tumor dan mening-
dapat berinteraksi dengan deksametason
katkan kualitas hidup [quality o f life) pasien
dan kemoterapi. Alternatif lain mencakup
semaksimal mungkin. Sejauh ini yang men
Ievetirasetam, asam valproat, lamotrigin,
jadi pilihan adalah temozolamid, untuk
klobazam, topiramat, atau okskarbazepin.
glioblastoma dan metastasis. Kemoterapi
Levetirasetam lebih dianjurkan (Level A]
jenis allylating agent ini dapat diberikan
dan memiliki profil efek samping yang lebih
tunggal sebagai kemoterapi dengan dosis
baik dengan dosis antara 20-40mg/kgBB,
200mg/m2/hari selama 5 hari yang dapat
serta dapat digunakan pascakraniotomi.
diulang setiap 28 hari selama 6 siklus. Cara
Terapi Definitif pemberian dapat juga bersamaan dengan
Tumor otak adalah biopsi dan reseksi tumor. radioterapi, yang berfungsi sebagai radio
Terutama pada tumor-tumor di ekstraaksial sensitizer dengan dosis 75mg/m2/hari se
seperti meningioma, tata laksana utamanya lama 6 minggu. Selanjutnya dosis mening-
hanya reseksi luas beserta kapsulnya. Untuk kat kenjadi 150-200mg/m2/hari setiap 28
lokasi yang lebih dalam, dapat dilakukan hari selama 6 siklus. Namun temozolamide
biopsi stereotaktik, Semakin banyak tumor ini hanya akan berespons baik jika jaringan
yang dapat direseksi maka keluarannya tumor termasuk metilasi (bertambahnya
akan lebih baik. Selain efek desak ruangnya gugus metil) pada promotor O-6-methylgua-
teratasi, kemungkinan untuk rekuren juga nine-methyltransferase (MGMT), yang harus
lebih kecil. Oleh karena itu lebih disukai jika dibuktikan dulu pada pemeriksaan jaringan
tumor dapat didiagnosis dalam ukuran kecil sebelum diberikan agen yang tersebut.
berdasarkan deteksi dini.
Selain kemoterapi, terdapat beberapa agen
Pada golongan astrositoma biasanya agak golongan targeted therapy yang bekerja
sulit untuk menentukan batas tumor dengan spesifik menghambat reseptor vascular en
jaringan yang sehat, selalu ada sisa tumor dothelial growth factor (VEGF), yaitu bevaci-
yang perlu ditidaklanjuti dengan radioterapi zumab, dan epidermal growth facto r recep
atau kemoterapi, terutama pada astrositoma tor (EGFR), yaitu nimotuzumab. Terapi ini
derajat tinggi. Saat ini dengan perkembang- juga baru dapat diberikan pada astrositoma
an teknik operasi, pengambilan massa tu derajat tinggi dengan mutasi EGFR yang
mor bisa menggunakan neuronavigasi atau signifikan. Oleh karena cara kerjanya yang
zat fluoresens agar lebih akurat. Radioterapi spesifik, maka efek sampingnya juga lebih
terutama dilakukan pada tumor-tumor yang minimal dibandingkan kemoterapi.
334
Tumor Otak Primer
335
Baku Ajar Neurologi
2. De-Angelis L, Posner JB. Neurologic complica editor. Cancer neurology in clinical practice. Neu
tions of cancer. Oxford: Oxford University Press; rologic complications of cancer and its treatment
2009. h. 4-15. New Jersey: Humana Press; 2008. h. 33-46.
3. Ostrom QT, Gittleman H, Liao P, Rouse C, Chen Y, 11. Newman SA. Neuroophthalmic evaluations in
Dowling J, dkk. CBTRUS statistical report: prima patients with meningioma. Dalam: Lee JH, edi
ry brain and central nerve system tumors diag tor. Meningiomas; diagnosis, treatment, and out
nosed in the United States in 2007-2011. Neuro come. London: Springer; 2008. h. 101-36.
Oncol. 2014;16(suppl 5]:ivl-63. 12. Wen PY, Glantz MJ. Neurologic complications of
4. DoIecekTA, Propp JM, Stroup NE, Kruchko C. CBTRUS cancer. Neurol Clin N Am. 2003;21(1]:11-13.
statistical report: primaiy brain and central nervous 13. Toy EC, Simpson E, Pleitez M, Rosenfield D, Tint-
system tumors diagnosed in the United States in ner R. Case Files Neurology. United State: Me
2005-2009. Neuro Oncol. 2012;14(suppl 5):vl-49. Graw Hill; 2008. h. 441-2.
5. Kautzky R, Zulch KJ, Wende S, Tanzer A, Bohm 14. Maddocks I, Brew B, Waddy H, Williams I. Pal
WM. Neuro radiology: a neuropathological ap liative neurology. Cambridge: Cambridge Univer
proach. New York: Springer; 2012. sity Press; 2005.
6. Booth S, Bruera E. Palliative Care Consultations 15. Berger MS, Prados MD. Textbook of neuro-oncol
in Primary and Metastatic Brain Tumours. Ox ogy. Philadelphia: Elsevier Saunders; 2005.
ford University Press. New York; 2004. 16. Mendelsohn AC, Howley A, Israel S, Gray JE, Lind-
7. Molnar P. Classification of primary brain tumors: sen T. The molecular basis of cancer. Philadel
molecular aspects in management of CNS tu phia: Elsevier Saunders; 2008.
mors. Intech [serial online]. 2011 [diunduh 13 17. Louis DN, Perry A, Reifenberger G, von Deimling
Januari 2017]; 3-22. Tersedia dari: Intech. A, Figarella-Branger D, Cavence WK, dkk. The
8. Louis DN, Perry A, Reifenberger G, von Deimling, 2016 World Health Organization classification
Figarella-Branger D, Cavanee WK, dkk. The 2016 of tumors of the central nervous system: a sum
World Health Organization classification of tu mary. Acta Neuropathol. 2016;131[6):803-20.
mors of the central nervous system: a summary. 18. Yates JW, Chalmer B, McKegney P. Evalua
Acta Neuropathol. 2016;131(6}:803-20. tion of patients with advanced cancer using
9. Farace E, Melikyan Z. Cognitive dysfunction, mood the Karnofsky Performance Status. Cancer.
disorders, and fatigue. Dalam: Schiff D, Kesari S, Wen 1980;45(8):2220-4.
PY, editor. Cancer neurology in clinical practice. Neu 19. Kurniawan M, Suharjanti 1, Pinzon RT, penyunt-
rologic complications of cancer and its treatment ing. Acuan panduan praktik ldinis neurologi.
New Jersey: Humana Press; 2008. h. 91-112. Edisi ke-2. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf
10. Glantz MJ, Batten J. Seizures and antiepileptic drugs Indonesia; 2016, h, 198-200.
in neurooncology. Dalam: Schiff D, Kesari S, Wen PY,
336
TUMOR SPINAL
Tiara Aninditha, Ramdinal Aviesena Zairinal,
Teguh AS Ranakusuma
337
Buku Ajar Neurologi
Selain tumor primer, terdapat puia tumor dimasukkan dalam kategori tumor ekstra
metastasis di spinal. Spinal merupakan dural pada pembahasan selanjutnya.
tempat sasaran paling sering perihal me
Pemahaman mengenai anatomi meningen
tastasis tumor primer. Sebanyak 95% dari
medula spinalis, terutama dura mater (Gam-
total keseluruhan pasien dengan tumor spi
bar 3), sangat penting dalam kaitannya de
nal adalah tergolong metastasis. Sebanyak
ngan klasifikasi tumor spinal berdasarkan
500.000 pasien diperkirakan mengalami
letak lesinya. Dura mater spinalis berasal
metastasis tumor di spinal tiap tahunnya.
dari dua lapisan dura mater yang menyatu
Sayangnya, hanya 64% pasien metastasis
pada rongga kranium, tetapi terpisah saat
tumor spinal yang simptomatik, sedangkan
memasuki kanalis spinalis.
sisanya tidak memiliki keluhan dan ditemu-
kan secara insidental. Pada kanalis spinalis, dura mater terluar
menjadi periosteium kanalis spinalis. Ada-
KLASIFIKASI TUMOR SPINAL pun lapisan dalamnya membentuk sakus
Tumor spinal dapat diklasifikasikan men- duralis yang menyelubungi medula spina
jadi tiga kategori menurut letak lesinya, lis. Kedua lapisan dura mater ini kembali
yaitu ekstradural, intradural ekstramedula, menyatu di tempat keluarnya radiks nervi
dan intramedula (Gambar 1 dan 2], Masing- spinalis dari kanalis spinalis. Ujung bawah
masing kategori dapat berupa tumor primer sakus duralis mengeliiingi kauda ekuina
atau metastasis. Namun, oleh karena tumor dan berakhir pada level S2. Selanjutnya,
metastasis spinal paling sering tergolong sakus duralis membentuk filum terminal
ekstradural, maka tumor metastasis spinal dura mater (Gambar 4).
It
|
338
Tumor Spinal
339
Buku Ajar Neurologi
■Gambar 4. Hubungan Struktur Dura mater, Filum Terminal, Radiks Nervi Spinalis, dan Medula Spinalis
340
Tumor Spinal
Tumor-tumor primer ini pada umumnya Lokasi metastasis tumor di spinal dapat
akan mendestruksi tulang vertebra dan ditemukan di korpus vertebra [85% ),
menyebabkan deformitas pada tulang ruang paravertebra [10-15% ), dan ru-
belakang (Gambar 2A), Selain deformi ang epidural [<5%). Oleh sebab itu, me
tas, tumor primer ini juga menimbulkan tastasis tumor di spinal secara anatomis
nyeri di tulang belakang. Nyeri ini biasa tergolong tumor ekstradural. Sepanjang
dirasakan di malam hari dan tidak di- vertebra, metastasis tumor di spinal pa
pengaruhi perubahan posisi dan tetap ling sering ditemukan di segmen torakal
dirasakan saat pasien beristirahat. De- [70% ), kemudian diikuti lumbosakral
fisit neurologis baru terjadi bila terjadi (20% ), dan servikal (10% ).
ekstensi tumor yang mengkompresi me-
dula spinalis atau radiks. Pada tumor- Tabel 2. Insidens M etastasis Spinal Ekstradural
pada Beberapa Tumor Prim er
tumor yang tergolong jinak, perjalanan
lenis Tumor Prim er r% i
penyakitnya relatif lebih lama daripada
Payudara 13-22
tumor yang ganas. Hal ini menyebabkan Paru 15-19
pasien jarang datang menemui dokter di Prostat 10-18
awal perjalanan penyakit. Limfoma 8-10
Sarkoma 7,5-9
2. Metastasis Ginjal 6-7
Sebagian besar pasien dengan tumor spi Mieloma 4,5-5
nal merupakan metastasis. Oleh sebab Gastrointestinal 4-5
Melanoma 2-4
itu, klinisi harus memikirkan metastasis
Tidak diketahui 4-11
dahulu ketimbang tumor primer pada S u m b e r : S c h i f f D, d k k . C a n c e r n e u r o l o g y in c l i n i c a l
pasien tumor spinal. Metastasis tidak p r a c tic e : n e u ro lo g ic c o m p lic a tio n s o f c a n c e r a n d its t r e a t
341
Baku Ajar Neurologi
suk dalam jenis tumor selubung saraf fiium terminal, pertumbuhan tumor ini
yang berlokasi di dalam dura mater, tetapi dapat melibatkan radiks dari kauda ekuina.
di luar medula spinalis. Neurofibroma Karakteristik lain dari tumor ini adalah si
biasa terjadi pada pasien dengan neurofi fatnya yang bisa menyebarkan sel tumor ke
bromatosis tipe 1. Tumor ini membentuk dalam ruang cairan spinal.
massa fusiformis yang bercampur dengan
4. Tumor Ekstramedula Lainnya
serabut saraf yang sehat, sehingga sulit
Kondisi patologis lain yang bisa terjadi
untuk melakukan diseksi tumor ini dari
di ruang intradural ekstramedula adalah
jaringan saraf. Bila neurofibroma ditemu-
kista (epidermoid, dermoid, dan lipoma),
kan multipel, maka diagnosis neurofibro
paraganglioma, malformasi vaskular,
matosis dapat ditegakkan. Berbeda de
dan metastasis. Penelusuran ke arah me
ngan neurofibroma, tumor schwannoma
tastasis leptomeningeal perlu dilakukan
lebih sering ditemukan pada pasien de
bila ada pasien dengan diagnosis kanker
ngan neurofibromatosis tipe 2.
sebelumnya dan terdapat massa di ruang
2. Meningioma intradural ekstramedula.
Meningioma spinal biasanya tumbuh di
Tumor Intramedula
lateral kanalis spinalis, terutama daerah
Tumor intramedula merupakan tumor yang
dekat radiks dan ganglion radiks dorsalis.
berasal dari medula spinalis (Gambar 2C).
Sekitar 40% tumor ekstramedula meru-
Sekitar 80% tumor intramedula tergolong
pakan meningioma. Sepanjang vertebra,
dalam tumor glial (astrositoma, ependi
tumor ini paling sering terjadi di segmen
moma, ganglioma, dan oligodendroglioma).
torakal (sekitar 80%), kemudian diikuti
Tumor intramedula yang paling sering dite
segmen servikal, dan lumbosakral. Tumor
mukan adalah astrositoma, kemudian dii
ini biasanya tumbuh membentuk konfi-
kuti ependimoma, dan hemangioblastoma.
gurasi seperti bolayangmemiliki perlekatan
dura mater. Oleh karena sifatnya yang cen- 1. Astrositoma
derung tidak menginvasi pia mater, maka Angka kejadian astrositoma di spinal
tumor ini dapat direseksi dengan aman. tergolong jarang, yaitu sekitar 3% dari
seluruh kasus astrositoma susunan saraf
3. Ependimoma Fiium Terminal
pusat. Tumor ini dapat terjadi di segala
Selain tumor selubung saraf dan meningi
usia, tetapi paling sering terjadi pada
oma, sekitar 15% tumor ekstramedula
anak dan usia kurang dari 30 tahun.
dapat berupa ependimoma miksopapilar.
Sepanjang tulang vertebra, tumor intra
Jenis tumor ini merupakan tumor yang pa
medula ini memiliki predileksi di seg
ling sering tumbuh di daerah fiium terminal.
men servikal atau servikotorakal.
Sesuai dengan namamnya, tumor ini memi-
iika tampilan susunan papilar dari sel epitel 2. Ependimoma
kubus atau batang dengan kandungan kaya Berbeda dengan astrositoma yang meru
musin. Walaupun tumor ini berasal dari pakan tumor intramedula tersering di
anak, ependimoma adalah tumor intra-
342
Tumor Spinal
medula yang sering ditemukan pada vertebra, yang berhubungan dengan pleksus
orang dewasa. Hampir semua epen- vena epidural. Pleksus vena epidural ini berada
dimoma termasuk tumor jinak, dengan di dalam kanalis spinalis dan tidak memiliM
karakteristik berbatas tegas dan tidak katup. Batson pertama kali mengemukakan
menginfiltrasi area sekitar. bahwa pleksus vena epidural merupakan jalur
potensial penyebaran metastasis tumor primer
3. Hemangioblastoma
di spinal. Oleh sebab itu, Pleksus ini disebut juga
Sekitar 3-8% tumor intramedula meru-
pleksus Batson. Pleksus vena epidural (Batson)
pakan hemangioblastoma. Tumor ini ber-
ini terletak di ruang epidural, di antara kolum-
asal dari pembuluh darah yang berbatas
na spinalis dan dura mater medula spinalis. Ali-
tegas, tetapi tidak berkapsul. Sebanyak
ran dari pleksus vena ini berhubungan dengan
15-25% kasus berhubungan dengan pe-
vena kava superior dan inferior yang kemudian
nyakit von Hippel-Lindau yang diturun-
membawa darah menuju jantung. Oleh karena
kan secara autosom dominan.
tidak ada katup di pleksus vena epidural, maka
4. Tumor Intramedula Lainnya setiap peningkatan tekanan di sistem vena
Selain dari ketiga jenis tumor yang sering kava dapat menyebabkan aliran balik ke plek
ditemukan di atas, ltelainan patologis sus vena epidural.
lain yang bisa terjadi adalah metastasis,
Selain metastasis melalui sistem vena, sel
kista, dan malformasi vaskular. Meta
tumor bisa juga menyebar ke spinal me
stasis tumor paru dan payudara adalah
lalui sistem arteri dan limfatik. Penyebaran
yang paling sering ditemukan di medula
melalui arteri dapat terjadi melalui arteri-
spinalis, dengan kekerapan kurang dari
arteri yang memperdarahi korpus vertebra.
5% dari total tumor intramedula.
Contoh kasus pada tumor di paru yang bisa
menyebar ke spinal melalui arteri-arteri seg
PATOFISIOLOGI mental. Berbeda dengan sistem arteri, pe
Tumor Metastasis nyebaran metastasis tumor melalui sistem
Tumor metastasis di spinal sebagian besar limfatik terjadi karena adanya saluran limfe
terletak di ekstradural Oleh sebab itu, pem- di dalam tulang vertebra. Sayangnya, penye
bahasan kali ini menjelaskan bagaimana baran tumor melalui sistem ini masih perlu
tumor metastasis spinal ekstradural dapat diteliti lagi kepentingan klinisnya.
menyebabkan keadaan patologis yang ber- Selain cara-cara di atas, penyebaran langsung
manifestasi Minis. tumor primer ke spinal sering juga ditemukan,
Sel tumor primer paling sering menyebar ke terutama untuk kasus tumor prostat. Tumor
yang berada di bagian retroperitoneal atau me
spinal melalui sistem vena. Untuk dapat men-
diastinum dapat mengerosi korpus vertebra
capai spinal, sel tumor sebelumnya melalui
secara langsung, atau masuk ke kanalis spinalis
sirkulasi di had dan paru. Pada kondisi normal,
melalui foramen neuralis.
5-10% darah yang berada dalam sistem vena
porta dan vena kava mengalir ke sistem vena
343
Buku Ajar Neurologi
Terjadinya metastasis ini tidak lepas dari struk- lainnya (Gambar 5). Walaupun gambaran
tur sumsum tulang yang berada di dalam kor- awal metastasis pada radiografi foto polos
pus vertebra. Sumsum tulang memilild sistem berupa kerusakan pedikel, sebenarnya kor
pembuluh darah sinusoid yang biasanya memi- pus vertebra merupakan struktur pertama
liki tekanan rendah, sehingga darah cenderung yang biasa-nya lebih awal rusak. Hal ini didu-
mengumpul (pooling) di daerah ini. Kondisi ini, loing oleh fakta bahwa sekitar 30-50% korpus
disertai adanya penumpukan fibrin dan proses vertebra telah mengalami kerusakan sebelum
trombosis, sangat mendukung secara biolamia kelainan ini dapatterdeteksi melalui radiografi
dan hemodinamik bagi implantasi dan proli- foto polos.
ferasi sel-sel tumor. Selanjutnya, sel-sel tumor
Proses metastasis tumor spinal berlanjut de
menjadi mudah untuk keluar dari pembuluh
ngan menginvasi ruang epidural, Invasi ruang
darah dan menginvasi jaringan tulang trabeku-
epidural dapat terjadi melalui ligamen longi
lar. Selain beberapa kondisi tersebut, terdapat
tudinal posterior (Gambar 6), Ligamen ini
faktor intrinsik dari sel tumor primer yang
adalah struktur yang paling lemah terhadap
mendukung keberhasilan pertumbuhan sel tu
penyebaran sel-sel tumor di tulang vertebra.
mor di dalam jaringan tulang, misalnya prosta
Sel-sel tumor metastasis di ruang epidural
glandin dan stimulasi faktor aktivasi osteoklas
menimbulkan efek desak massa yang dapat
pada metastasis sel kanker payudara yang me-
mengkompresi medula spinalis beserta struk
nyebabkan lesi litik pada tulang.
tur pembuluh darahnya. Efek massa desak
Sel-sel tumor metastasis yang telah meng pada medula spinalis ini menimbulkan de-
invasi jaringan tulang trabekular kemudian mielinisasi atau degenerasi aksonal. Adapun
akan menghasilkan beberapa substansi yang komponen vaskular yang turut terkompresi
menyebabkan resorpsi tulang secara lang- menyebabkan kongesti vena dan edema va-
sung ataupun tidak langsung, antara lain hor- sogenik medula spinalis. Adanya demielinisa-
mon paratiroid, faktor aktivasi osteoldas, fak si, degenerasi aksonal, dan edema vasogenik
tor pertumbuhan, dan prostaglandin, Dengan pada medula spinalis inilah yang kemudian
adanya sekresi beberapa substansi ini oleh sel bermanifestasi Minis sebagai defisit neurolo-
tumor, maka terjadi peningkatan stimulasi os gis akibat metastasis tumor spinal.
teoklas di jaringan tulang trabekular,
Metastasis tumor juga dapat terjadi pada
Setelah sel-sel tumor menginvasi jaringan
daerah leptomeningeal, terutama pada ke-
tulang trabekular, proses selanjutnya adalah
ganasan hematopoietik, seperti limfoma
invasi sel-sel tumor terhadap korteks tulang,
dan leukemia. Penyebaran ini biasanya ter
Hal ini bermanifestasi dengan adanya keterli-
jadi secara hematogen atau infiltrasi lang
batan pedikel vertebra pada metastasis tumor
sung ke meningen (Gambar 7), sehingga be
spinal. Adanya keterlibatan pedikel ini biasa
rada di ruang epidural/subdural (Gambar 6
nya tidak bersifat primer, tetapi merupakan
(3) & (4)) dan menimbulkan gejala seperti
akibat sekunder dari penyebaran langsung
pada tumor intradural ekstramedula.
dari korpus vertebra atau struktur tulang
344
Tumor Spinal
345
Buku Ajar Neurologi
Sef-seJ tumor
346
Tumor Spinal
Medula
spinalis Tum or
Vertebra
347
Buku Ajar Neurologi
M edula
spinalis
Dura mater
V erteb ra
348
Tumor Spina!
Tabel 3. Perbandingan Gejala dan Tanda Klinis Tumor Spinal Berdasarkan Letak Lesi
Intradural Ekstra-
Variabel Ekstradural Intramedula
medula
Karakteristik Aksial, bertambah parah di malam Radikular, bertambah Atipikal, difus
utania nyeri hari dan posisi telentang. Nyeri parah saatbatuk,
dapat berkembang dari sifatnya mengedan
aksial menjadi radikular
Defisit sensorik ]arang Jarang Sering terjadi
terdisosiasi
Batas atas defisit Cenderung konstan Cenderung konstan Dapat berubah sesuai
sensorik pertumbuhan longitudinal
tumor
Disfungsi miksi Terjadi pada proses lanjut Terjadi pada proses Dapat menjadi gejala awal
dan defekasi lanjut
\ 349
1
i
Tumor Spinal
tumor primer dan pasien dengan gejala tu los. Dengan demikian, pemeriksaan ini bisa
mor spinal, tetapi belum diketahui tumor lebih dini menemukan kelainan destruksi
primernya. Oleh sebab itu, pemeriksaan ini tulang akibat tumor. Namun, pemeriksaan
lebih diutamakan untuk skrining karena ni- foto polos atau bone scan tetap perlu di-
lai spesifisitas yang rendah. Jika bone scan lakukan sebelum CT scan untuk mening-
menunjukkan area terdispersi yang terse- katkan nilai diagnostik. Terapat dua peran
bar di beberapa tulang, maka diagnosisnya yang dimiliki CT scan dalam proses skrining
mengarah ke metastasis tumor. Jika bone pasien dengan dugaan tumor spinal, yaitu
scan hanya menunjukkan sedikit tulang untuk menentukan lokasi, perluasan, dan
yang terlibat, maka klinisi dapat memasti- karakteristik lesi spinal serta menentu
kan kelainan tersebut dengan pemeriksaan kan apakah tumor telah menyebar ke paru
CT atau MRI. atau hati. Adanya lesi desalt ruang di paru
atau parenkim hati, pembesaran kelenjar
Pemeriksaan CT scan sangat sensitif pada
getah bening, dan infiltrat atau efusi yang
perubahan mineral tulang dan dapat
tidak dapat dijelaskan, menunjukkan ke arah
menunjukkan proses destruksi tulang de
ada-nya tumor primer yang bermetastasis ke
ngan resolusi lebih tinggi daripada foto po
spinal.
4 S »*
Gambar 11. Bone Scan Pasien Karsinoma Kolon yang Menunjukkan Penangkapan Radioaktivitas yang Me-
ningkat di Tulang Klavikula Dekstra, Kosta V Hemitoraks Anterior Dekstra, serta Vertebra C6, T hl2, dan LI
(Dole: Pribadi)
351
Buku Ajar Neurologi
352
Tumor Spina!
353
Baku Ajar N eurohgi
hingga berjalan, dan latihan [exercise) pe- kai dirasakan semakin progresif hingga akhir-
nguatan otot abdomen dan ekstensor. Terapi nya pasien sekarang hanya dapat berbaring di
okupasi meliputi pemberian alat bantu dan tempat tidur dan mulai mengompol. Pasien
pembelajaran untuk bisa ke kamar mandi memiliki riwayat operasi mastektomi mam
dan mengurus diri sendiri. mae kiri 10 tahun lalu. Hasil patologi anatomi
dikatakan karsinoma mammae duktal inva-
C O N T O H KASUS sif jenis solid tubular, grade II. Pasien sempat
Kasus 1 menjalani kemoterapi 3 tahun lalu.
Perempuan 52 tahun datang dengan kelu- Pemeriksaan neurologi menunjukkan
han nyeri pada punggung sejak 8 bulan lalu. paraplegia UMN, hipestesi setinggi derma-
Nyeri dirasakan di antara kedua tulang be- tom torakal 7 ke bawah, dan retensi uri.
likat. Awalnya, nyeri masih hilang timbul dan Pemeriksaan MRI vertebra dengan kontras
berkurang dengan minum obat penghilang menunjukkan proses metastasis intrakor-
nyeri dari waning. Sejak 2 bulan lalu, nyeri pus vertebra Th 8 (Gambar 12).
punggung bertambah berat dan mengganggu
Pasien didiagnosis tumor spinal metasta
aktivitas. Selain itu, pasien juga mulai menge-
sis ekstradural dengan primer karsinoma
luhkan kelemahan pada kedua tungkai. Sejak
mammae. Tata laksana pada pasien ini
sebulan lalu, pasien mulai mengeluhkan baal
adalah pemberian korset, radioterapi pali-
pada kedua tungkai. Keluhan nyeri punggung,
atif, dan terapi bisfosfonat.
kelemahan tungkai, dan baal pada kedua tung
354
Tumor Spina!
Gambar 13. MRI Vertebra Torakal T2W I Sagital [Kiri) dan T1WI Kontras Aksial (Kanan)
Tanda panah menunjukkan massa intradural ekstramedula setinggi vertebra torakal 10.
355
Buku Ajar Neurologi
356
NEURORESTORASI
Prinsip Dasar Neurorestorasi Pascacedera Saraf
PRINSIP DASAR NEURORESTORASI
PASCACEDERA SARAF
359
Buku Ajar Neurologi
/\
360
Pririsip Dasar Neurorestorasi Pascacedera S araf
paparan stimulus akan menyebabkan ter- kerusakan akan kehilangan sel target untuk
bentuknya sinaps-sinaps baru: (A) kondisi diinervasi. Akibat proses ini, terdapat be
sebelum paparan stimulus; (B) kondisi berapa perubahan pada neuron presinaps,
pascapaparan stimulus; (C) variasi bentuk antara lain:
dendrit yang berubah pascaterbentuknya
sinaps-sinaps baru 1. Atrofi dan degenerasi retrograd
Cedera pada susunan saraf pusat (SSP) akan Neuron presinaps mengalami atrofi dan
mempengaruhi balk neuron pre maupun degenerasi (kematian sel) yang dimulai
pascasinaps melalui beberapa mekanisme, dari bagian akson terminal, mundur ke
yaitu perubahan proyeksi aksonal, dener- belakang sampai ke bagian badan sel
vasi, dan eliminasi sebagian neuron. Berikut (Gambar 2).
akan dibahas proses yang terjadi pada neu Ada beberapa faktor yang memengaruhi
ron-neuron tersebut pascacedera SSP. derajat atrofi dan degenerasi retrograd,
di antaranya:
PERUBAHAN PADA NEURON PRESINAPS
a. Lokasi trauma; semakin proksimal lesi,
Suatu cedera yang menyebabkan terputusnya
semakin berat atrofi dan degenerasi.
akson (axotomy) akan menyebabkan dege-
nerasi pada bagian distal dari area yang b. Ekstensi serabut proyeksi ke sel tar
mengalami cedera, yang disebut degenerasi get; semakin banyak proyeksi kolate-
Wallerian. Kontak neuron presinaps dengan ral dari akson yang mengalami cedera,
neuron pascasinaps akan terputus. Neu semakin ringan derajat atrofi dan de
ron presinaps dari sel-sel yang mengalami generasi retrograd yang terjadi.
&
361
Buku Ajar Neurologi
362
Prinsip Dasar Neuro res to rasi Pascacedera S araf
Neuron Normal
Terminalarborpada
Akson v; se! target
Degenerasi pascaaksonotomi
Retraction bail
\ i I \
R eg e n e rasi a bo rtlf
cedera;
Kan us dystrophicgro w
■Jik,
ce d e ra
Tangled term in a l a rb o r
Gambar 4. Regenerasi Abortif berupa Konus Dystrophic Growth dan Tangled A rbors
363
Buku Ajar Neurologi
Regenerasj produktif
\
k
f x
S u p e r n u m e ra r y c o lla te ra ls
364
Prinsip Dasar Neurorestorasi Pascacedera S araf
Denervasi difus
100% reinervasi
Denervasi fokal
► 25% reinervasi
365
Baku Ajar Neurologi
area lain yang tidak mengalami kerusakan. fik), tetapi bisa pula berupa stimulus yang
Sebagai contoh, pada sebuah neuron yang berbeda dari preferensinya (kompetitif).
memiliki 2 proyeksi kolateral ke sel-sel tar
4. Target availability
get yang berbeda, kematian salah satu sel
Pembentukan sinaps atau sinaptogenesis,
target akan meningkatkan jumlah proyeksi
baik akibat regenerasi sprouting, pruning-
kolateral sel target yang masih utuh (Gam-
related sprouting, maupun axonal redi
bar 6). Fenomena ini dikenal pula dengan
rection tidak akan terjadi tanpa peran
istilah ectopic axonal re-direction.
sel target (neuron pascasinaps). Neuron
Sprouting kolateral yang terbentuk aki- pascasinaps harus bisa mengirimkan
bat kematian salah satu neuron pasca- sinyal-sinyal penting untuk "memanggil"
sinaps justru memperkuat innervasi dan merangsang regenerasi agar dapat
neuron pascasinaps lain, yang tidak mencapai sel target, dan meminimalkan
mengalami cedera (normal). proyeksi ektopik (misdirection sprouting ).
366
Prinsip Dasar Neurorestorasi Pascacedera S araf
367
Buku Ajar Neurologi
tPA: tissue plasminogen activator, PSD-95: postsynaptic density protein 95; rTMS: repetitive transcranial magnetic stimula
tion; tDCS: trancranial direct currentstimulation
Sumber: Azad TD, dkk. Neurosurg Focus. 2016. h. E2,
Adapun tata laksana neurorestorasi mempu- dekubitus, dan stasis sirkulasi hemo-
nyai strategi dan tujuan yang berbeda pada dinamik, mobilisasi-postur/ng-kontrol
stroke fase akut, subakut, dan kronik, yaitu: trunkal berguna untuk mempertahan-
kan fungsi antigravitasi otot trunkal.
Tata laksana atau intervensi pada pasien
Otot trunkal berperan dalam menjaga
pascastroke harus mempertimbangkan pro
postur tubuh dan merupakan jangkar
ses patologik (sumbatan atau perdarahan),
dari gerak ekstremitas.
onset, serta mekanisme neuroanatomi dan
neurofisiologi. Penatalaltsanaan multidisiplin Pada fase akut, tata laksana pasien
yang terpadu (organized stroke care ] di unit stroke mencakup posisi tirah baring
stroke RSUPN Cipto Mangunkusumo yang untuk menjaga MAP dan CBF yang
sesuai dengan penemuan di kawasan lain di optimal. Pada posisi tirah baring,
dunia berhasil menurunkan angka kematian gravitasi menjadi nol, sehingga otot-
akibat stroke sampai di bawah 5%, otot ekstesor trunkal yang dibutuh-
kan untuk aktivitas yang melawan
t. Tata Laksana Neurorestorasi Rehabili-
gravitasi (misal untuk duduk, bangun,
tatif Fase Akut
berdiri, berjalan, dan seterusnya) sama
Intervensi neurorestorasi rehabilitatif
sekali tidak bekerja. Jika dibiarkan
pada fase akut ditujukan sedini mungkin
berkepanjangan, dapat terjadi feno-
untuk meminimalkan gejala sisa dengan
mena neuroplastisitas negatif, seperti
membantu perbaikan perfusi otak dan
pruning synapses (lihat penjelasan
mencegah komplikasi imobilisasi, se-
bab Neurorestorasi] yang menyebab-
hingga tercapai pemulihan fungsional
kan atrofi otot-otot trunkal.
yang optimal.
Atrofi tersebut akan menyulitkan
a. Mobilisasi, posturing, serta kontrol
aktivitas antigravitasi dan juga gang-
trunkal
guan pada kontrol ekstremitas yang
Selain untuk mencegah kontraktur,
akan menambah perm asalahan
368
Prinsip Dasar Neurorestorasi Pascacedera S araf
disabilitas dan program terapi fisik akut Oleh karena itu, penting untuk
pada fase kronik. Oleh karena itu, melakukan identifikasi disfagia sejak
pengaturan posisi merupakan hal dini dengan melakukan skrining as
paling dini yang harus diterapkan pirasi pada pasien stroke untuk segera
pada pasien stroke akut sesudah ke- dilanjutkan dengan terapinya. Tahap
gawatdaruratan teratasi. ini akan dilanjutkan dengan tes ke-
mampuan menelan bila pada skrining
Tindakan elevasi kepala dapat memi-
ditemukan adanya disfagia.
nimalkan gravitasi untuk meningkat-
kan aliran balik vena, mencegah as- Berikut beberapa tahapan dalam melaku
pirasi, menurunkan TIK, meningkatkan kan skrining aspirasi:
cerebral perfusion pressure (CPP), serta 1) Pasien diposisikan elevasi kepala 60°.
menurunkan tekanan darah rerata
2) Kepala pasien ditekuk ke lateral, ke
arteri (imean arterial blood pressure/
sisi yang sakit.
MABP].
3) Pasien diberikan minum 1 sendok teh air.
Mobilisasi duduk dan latihan gerak
4) Amati tanda batuk atau tersedak, bila
yang lebih bersifat aktif, pada umum-
tersedak, maka skrining dihentikan.
nya baru dilakukan saat hemodinamik
Lakukan suction bila perlu.
& kondisi medis stabil, tekanan rerata
arteri ( mean arterial pressure/MAP) 5} Jika tidak ada batuk atau tersedak,
pada stroke iskemik <130mmHg, gula maka dilanjutkan dengan memberi-
darah >90mg/dL atau <250mg/dL, kan pasien minum setengah gelas air
dan saturasi oksigen >95% (tanpa secara perlahan.
pemberian O J. Karena skrining aspirasi cukup seder-
Latihan ruang lingkup sendi dan pere- hana dan tidak memerlukan keahlian
gangan juga dapat dilakukan secara khusus, maka dapat dilakukan oleh pe-
pasif maupun aktif dengan tujuan rawat atau dokter sesegera mungkin
mencegah atau mengurangi kekakuan saat pasien admisi di ruangan. Skrining
sendi semata, tidakterlalu bermanfaat ini dilanjutkan ke tahap diagnostik de
bagi untuk tujuan fungsional. ngan menggunakan metoda yang lebih
sensitif oleh terapis wicara [dalam wak-
b. Deteksi dan tata laksana gangguan tu <72 jam setelah admisi] untuk meng-
menelan konfirmasi ada atau tidalaiya disfagia.
Setengah dari pasien stroke akut
dengan kesadaran penuh juga didiag Bila hasil skrining menyatakan tidak
nosis dengan disfagia. Disfagia yang ada aspirasi, maka proses dapat di
tidak ditangani dengan baik dapat me- lanjutkan dengan tes kemampuan
nyebabkan komplikasi berupa pneu menelan dengan menggunakan 4 ba-
monia aspirasi, dehidrasi, dan malnu- han yang berbeda, yaitu: air, makanan
trisi. Pneumonia merupakan penyebab setengah cair, makanan setengah pa-
kematian terbanyak pada pasien stroke dat, dan puree. Umumnya tes kemam-
369
Buku Ajar Neurologi
puan menelan ini dilakukan oleh te- ® Sensory enhancement techniques [me-
rapis wicara yang terlatih melakukan ningkatkan tekanan sendok pada lidah
tes fungsi menelan. ketika menyuapkan bolus makanan,
memberikan bolus dengan rasa asam,
Tata laksana yang diberikan pada
bolus dengan temperatur dingin, bolus
pasien disesuaikan dengan hasil tes
yang harus diltunyah, dan sebagainya).
menelan tersebut, yaitu:
• Thermal tactile oral stimulation.
1) Pasien dapat menelan air tanpa
® Deep pharyngeal neuromuscular sti
tersedak; diet normal.
mulation.
2) Pasien dapat menelan makanan
® Neuromuscular electric stimulation.
setengah encer tanpa tersedak: di
lakukan pemasangan nasogastric • Transcranial m agnetic stimulation.
tube (NGT) no. 12 (hanya air).
5) Fisioterapi dada {chestphysiotherapy).
3) Pasien dapat menelan makanan
setengah padat tanpa tersedak: c. Gangguan pengosongan kandung kemih
dilakukan pemasangan NGT no.14 Sepertiga sampai dua pertiga pasien
(susu/diet cair komersial, obat). stroke akut, khususnya pasien usia lan-
Setengah porsi diberikan secara jut, mengalami gangguan pengosongan
peroral [PO) dan setengah porsi kandung kemih. Hal ini disebabkan be
diberikan melalui NGT. berapa macam penyebab yaitu: infeksi,
4) Pasien dapat menelan puree tanpa overflow, impaksi feses, diabetes meli-
tersedak: dilakukan pemasangan tus, dan instabilitas destrusor. Infeksi
NGT no.16. Seluruh porsi diberikan kandung kencing merupakan penyebab
via NGT atau nothing peroral (NPO) komplikasi infeksi terbanyak pasca-
atau % porsi diberikan secara PO, stroke akut
3A porsi diberikan melalui NGT. Tujuan penanganan adalah mensti-
Secara umum, tata laksana disfagia dapat mulasi pusat mikturisi, jika retensi
dilakukan dengan beberapa tindakan urin >100cc akan berisiko infeksi
berikut: dan bila perlu dilakukan intermitten
catheterization (IMC). Ada beberapa
1) Latihan/terapi menelan direk ( direct
teknik penanganan gangguan pengo
swallowing therapy ).
songan kandung kemih, yaitu dengan
2) Modifikasi konsistensi/tekstur/volume cara pemeriksaan pola buang air kecil,
makanan. ada atau tidak masalah prostat, dan
3) Manuver & pengaturan posisi kepala, melakukan monitor kapasitas bladder(
leher, tubuh ( maneuver & adjusting sisa urin. Beberapa studi menyaran-
body position). kan untuk menggunakan urinal ter-
4) Stimulasi functional training: lebih dahulu dan menghindari pe-
makaian dower kateter.
• Stimulasi pasif.
370
Prinsip Dasar Neurorestorasi Pascacedera S araf
371
B uku Ajar Neurologi
372
Prinsip Dasar Neurorestorasi Pascacedera S ara/
373
Buku Ajar Neurologi
374
Prinsip Dasar Neurorestorasi Pascacedera S araf
375
Baku Ajar Neurologi
376
Prinsip Dasar Neurorestorasi Pascacedera S ara f
377
Buku Ajar Neurologi
378
Prinsip Dasar Neurorestorasi Pascacedera S araf
26. Helm-Estabrooks N, Fitspatrick PM, Barresi B. naming after TMS treatment in a chronic,
Visual action therapy for global aphasia. J Speech global aphasia patient-case report. Neurocase.
Hearing Disorders. 1982;47(40:385-9. 2 0 0 5 ;ll(3 ):1 8 2 -9 3 .
27. Li EC, Kitselman K, Dusatko D, Spinelli C. The ef 31. Martin PI, Naeser MA, Ho M, Treglia E, Kaplan E,
ficacy of PACE in the remediation of naming defi Baker EH, dkk. Research with transcranial mag
cits. J Comm Disord, 1988;21(6):491-503. netic stimulation in the treatment of aphasia.
28. Cherney LR. Oral reading for language in aphasia Curr Neur Neurosci Rep. 2009;9(6):451-8.
[ORLA): evaluating the efficacy of computer- 32. Stark BC, Warburton EA. Improved language
delivered therapy in chronic nonfluent aphasia. in chronic aphasia after self-delivered iPad
Top Stroke Rehabil, 2010;17(6]:423-31. speech therapy. Neuropsychological Rehabili
29. American Speech-Language-Hearing Association. tation. 2016;29:1-14.
Aphasia. American Speech-Language-Hearing 33. Tiksnadi A, Perbaikan afasia pada stroke subkor-
Association [seial online], [diunduh 23 Februari tikal pasca rTMS. Neurona. 2 0 15;33(l):14-8,
2017]. Tersedia dari: American Speech-Language- 34. Weiduschat N, Thiel A, Heiss WD. Repetitive trans
Hearing Association. cranial magnetic stimulation as a complementary
30. Naeser MA, Martin P, Nicholas M, Baker EH, treatment for post stroke aphasia. European Neu
Seekins H, Helm-estabrooks N, dick. Impproved rological review. 2008;3(2):64-8.
379
NEUROTRAUMA
Cedera Kepala
Cedera Medula Spinalis
Komplikasi Pascacedera Kepala
mm
CEDERA KERALA
383
Buku Ajar Neurologi
akselerasi kepala dan durasi gaya mekanik Cedera tumpul umumnya disebabkan oleh
pada kepala. Benturan pada permukaan mekanisme akselerasi atau deselerasi cepat
yang keras memiliki durasi singkat de- pada kepala dengan atau tanpa benturan
ngan akselerasi tinggi. Sementara itu, du (Gambar 1). Tipe cedera ini umumnya ter
rasi yang lebih lama pada permukaan yang jadi pada kasus kecelakaan lalu lintas atau
kurang keras menurunkan risiko fraktur, jatuh dari ketinggian. Di lain pihak, cedera
tetapi tidak untuk cedera otak, asalkan ak- tembus merupakan cedera akibat penetrasi
selerasinya tetap tinggi. Pemahaman inilah tulang tengkorak oleh objek eksternal, mi-
yang menyebabkan ada kasus dengan frak salnya tembakan peluru atau tusukan ben-
tur tengkorak tanpa perdarahan otak, atau da tajam. Cedera tembus juga dapat meru
cedera aksonal difus tanpa fraktur tengkorak. pakan cedera kolateral akibat adanya obyek
eksternal yang mengenai kepala dan me-
Akselerasi kepala memiliki dua komponen
ngakibatkan fraktur impresi hingga terjadi
sesuai arah vektornya, yaitu translasi (sumbu
penetrasi ke dalam rongga kranial.
sagital, koronal, dan aksial) dan rotasi. Ak
selerasi translasi membuat kepala bergerak Cedera tembus kecepatan rendah menye
secara sirkular. Sementara itu, akselerasi babkan cedera langsung pada pembuluh
rotasi membuat kepala berubah sudutnya darah, saraf, dan jaringan otak, dengan kom-
terhadap sumbu sentral. Selain akselerasi, plikasi perdarahan dan infeksi. Cedera tem
kepala juga dapat mengalami deselerasi/ bus kecepatan tinggi, misalnya tembakan
perlambatan yang merupakan bentuk nega- peluru, seringkali mengakibatkan terben-
tif dari akselerasi. Akselerasi timbul karena tuknya luka tembus masuk dan keluar pada
kepala yang bergerak, sedangkan deselerasi tengkorak dan menyebabkan kerusakan
muncul sebagai akibat dari kepala yang ter- otak ekstensif.
bentur. Saat kepala yang sedang bergerak
Gaya mekanik eksternal yang mengenai ke
lalu terbentur, terjadi kombinasi akselerasi
pala menimbulkan cedera otak primer dan
translasi dan rotasi serta deselerasi. Perge-
sekunder. Cedera otak primer terjadi karena
rakan akibat proses akselerasi dan deselerasi
efek sangat segera (immediate effect ) pada
ini yang menimbulkan tarikan dan regangan
otak akibat gaya mekanik eksternal saat
pada otak dan gesekan antara otak dengan
trauma terjadi. Di lain pihak, cedera otak
tengkorak, sehingga bermanifestasi klinis
sekunder terjadi beberapa saat setelah ke-
dan terlihat kelainan pada pencitraan.
jadian trauma akibat jalur kompleks, yang
Terdapat dua tipe cedera kepala yang ter- berkembang dan mengakibatkan kerusakan
bentuk, yaitu cedera tumpul dan cedera otak lebih luas. Baik cedera otak primer
tembus. Adanya penetrasi dura mater maupun sekunder dapat mengakibatkan
merupakan tolok ukur untuk menentukan lesi patologis fokal atau difus [Tabel 1).
cedera kepala disebut tumpul atau tembus.
384
Cedera Kepala
Tabel 1. Bentuk Lesi Difus dan Foltal pada Cedera Otak Primer dan Sekunder
Klasifikasi Lesi Difus Lesi Fokai
Cedera otak primer Cedera aksonal difus Kontusio fokai
Cedera vaskular difus Perdarahan intraserebral
Perdarahan epidural
Perdarahan subdural
Perdarahan subaraknoid
Cedera otak sekunder Edema otak difus Edema otak fokai
Cedera iskemik difus Cedera iskemik fokai
Cedera hipoksik difus Cedera hipoksik fokai
.......Pisfungs-Lmetabolik difus.......... Disfunesi metabolik fokai
Sumber: Zasler ND, dkk Brain injury medicine. Edisi ke-2. 2013. h. 138,
385
Baku Ajar Neurologi
Pada cedera otak primer, lesi difus dapat duksi penglepasan glutamat yang akhirnya
berupa cedera aksonal difus dan cedera mengaktivasi reseptor N-metil-D-aspartat
vaskular difus, sedangkan lesi fokal berupa (NMDA).
kontusio fokal, perdarahan intraserebral,
Selanjutnya terjadi konsentrasi ion kalsium
perdarahan subdural, dan perdarahan epi
di mitokondria, sehingga terbentuk banyak
dural. Sementara itu, bentuk cedera otak
radikal bebas (reactive oxygen species/ ROS],
sekunder dapat berupa edema otak, cedera
aktivasi kaspase, apoptosis neuron, dan
iskemik, cedera hipoksik, difus, dan dis-
fosforilasi oksidatif inefisien. Konsekuensi
fungsi metabolik. Sernua bentuk cedera otak
terakhir ini selanjutnya akan menyebabkan
sekunder dapat terjadi secara difus atau fo
metabolisme anaerob dan pada akhirnya
kal. Pada kenyataannya, beberapa lesi dapat
kegagalan energi. Inilah yang menjadi inti
terjadi pada setiap kasus cedera kepala,
permasalahan karena neuron membutuh-
misalnya perdarahan epidural dan kontusio
kan energi yang cukup pada kondisi cedera.
fokal, atau cedera aksonal difus dan perda
Neuron dengan kegagalan energi tidak
rahan subaraknoid,
dapat berfungsi normal dan selanjutnya ter
Di samping cedera otak sekunder terse- jadi asidosis, edema, dan iskemia yang me-
but, konsekuensi lanjutan dari cedera otak nambah berat kerusakan otak.
primer dapat berupa kerusakan sekunder
Berikut adalah beberapa contoh lesi fokal
(secondary insult), seperti hipotensi, hipok-
dan difus akibat cedera kepala:
sia, demam, hipo/hiperglikemia, gangguan
elektrolit, anemia, kejang, dan vasospasme. Lesi Fokal
Di antara semua itu, faktor yang paling ber- 1. Cedera scalp
pengaruh terhadap prognosis buruk adalah Cedera fokal pada scalp dalam bentuk la-
hipotensi dan hipoksia yang akan memper- serasi dan abrasi dapat menjadi penanda
berat cedera otak. penting untuk menentukan tempat ter-
jadinya benturan dan dapat memberi-
Cedera otak primer akibat benturan pada
kan gambaran obyek yang mengenainya.
kepala menimbulkan serangkaian proses
Laserasi scalp merupakan hal penting
yang pada akhirnya menjadi cedera otak
yang harus diperhatikan karena dapat
sekunder (Gambar 2]. Saat benturan ter
menjadi jalur masuk infeksi dan sum-
jadi, neuron mengalami regangan dan
tarikan yang termasuk dalam cedera otak ber perdarahan. Sementara, adanya me-
primer. Peristiwa ini mengganggu integri- mar tidak selalu menjadi penanda yang
berhubungan dengan lokasi benturan,
tas dan kerja pompa ion membran sel, ter
jadi perpindahan ion natrium dan kalsium sebagai contoh: (1) memar periorbita
ke intrasel dan ion kalium ke ekstrasel. Hal seringkali berkaitan dengan patah tu-
lang orbita akibat cedera contra-coup
ini akan meningkatkan konsentrasi ion kal
sium intrasel yang kemudian memiliki kon pada oksiput, (2) memar pada mastoid
sekuensi, yaitu aktivasi calpain yang bisa (tanda Battle] dapat disebabkan oleh ali-
ran darah dari fraktur yang terjadi pada
mendegradasi protein sitoskeletai dan in-
tulang temporal pars petrosus.
386
Cedera Kepala
387
Buku Ajar Neurologi
Gambar 3, Fraktur Sphenoid Wing Kiri dan Tuiang Temporal Kiri (panah)
(Dole: Pribadi)
Jejas coup umumnya terjadi pada kasus ak- gedung. Saat seseorang jatuh dari suatu
selerasi cepat, misalnya saat kepala dipukul ketinggian, kepala mengalami akselerasi
dengan benda keras. Sementara itu, jejas akibat gravitasi bumi dan diikuti deselerasi
countercoup umumnya terjadi pada kasus cepat akibat menghantam tanah.
deselerasi cepat, misalnya jatuh dari atas
388
Cedera Kepala
389
Buku Ajar Neurologi
390
Cedera Kepala
Gam bar 7. P erd arah an Subdural Regio F ro n to tem p o ro o ksip ital K iri (p anah hitam ) dengan P erg eseran
Garis Tengah (p anah putih)
(Dok: Pribadi)
Gam bar 8. G am baran CT Scorn Perdarahan Subaraknoid T rau m atik di Lobus Tem poral K anan (panah putih)
(Dok: Pribadi)
G am bar 9. Gam baran CT Scan P erd arah an In tra se re b ra l di Lobus Tem poral K anan (p an ah putih)
(Dok: Pribadi)
391
Buku Ajar Neurologi
Cedera aksonal difus disebabkan oleh yaitu: vasodilatasi pembuluh darah otak
akselerasi atau deselerasi cepat kepala, yang mengakibatkan meningkatnya
terutama jika terdapat gerakan rotasional volume darah ke otak, rusaknya sawar
atau koronal. Umumnya terjadi pada ka- darah otak yang menyebabkan bocornya
sus kecelakaan lalu lintas dan jatuh dari cairan [edema vasogenik), dan mening
ketinggian. Secara patologi, cedera ak katnya kandungan air di dalam sel neu
sonal difus dicirikan dengan kerusakan ron pada sistem saraf pusat [edema si-
akson dan perdarahan petekie. Petekie totoksik}.
ini muncul secara instan dan menentu-
Edema otak akan meningkatkan TIK
kan derajat cedera aksonal aksonal difus
dan menurunkan tekanan perfusi otak,
[Tabel 2).
sehingga menyebabkan kerusakan otak
Secara Minis, pasien akan kehilangan akibat iskemia. Perbedaan tekanan di an-
kesadaran sejak terjadinya cedera, dis- tara kompartemen otak dapat mengaki
abilitas berat, dan status vegetatif yang batkan herniasi otak. Herniasi subfalsin
persisten. Oleh karena kerusakan yang girus singulatum akan menyebabkan
terjadi di tingkat akson, maka gambar- kompresi pada arteri serebral anterior.
an CT scan sering tidak menunjukkan Sementara herniasi transtentorial dapat
kelainan, Pada kondisi ini, pemeriksaan menyebabkan kompresi pada arteri se
MRI dapat dikerj akan untuk melihat lesi rebral posterior, girus parahipokampus,
patologis di parenkim, dan otak tengah. Herniasi transfora
men batang otak menyebabkan iskemia
2. Cedera vaskular difus
yang berujung pada menurunnya fungsi
Berbeda dengan cedera aksonal difus
batang dan otak atau kematian.
yang melibatkan akson, cedera vaskular
difus didominasi oleh keterlibatan pern-
GEJALA DAN TANDA KLINIS
buluh darah. Beberapa pasien cedera
Cedera kepala dapat diklasifikasikan ber-
kepala yang mengalami akselerasi atau
dasarkan: [1) tingkat kesadaran pasien
deselerasi cepat dan parah dapat meng
menurut Skala Koma Glasgow [SKG), [2] lo-
alami perdarahan petekie pada otak
kasi lesi, dan [3] patologi.
tanpa sempat mengalami cedera ak
sonal, akibat besarnya energi mekanik Berdasarkan tingkat kesadaran, cedera ke
yang menyebabkan pecahnya pembuluh pala dapat dibagi menjadi:
darah. Hal inilah yang dijumpai pada
a. Cedera kepala minimal: SKG 15; tidak
cedera vaskular difus.
ada pingsan, tidak ada defisit neurologis,
3. Edema otak dan iskemia serebral CT scan otak normal.
Edema otak adalah gambaran umum b. Cedera kepala ringan: SKG 1 3 -1 5 , ter
yang ditemukan pada cedera kepala, dapat pingsan kurang dari 10 menit, ti
terutama pasien anak-anak dan dewasa dak terdapat defisit neurologis, CT scan
muda. Edema otak pada cedera kepala otak normal.
terjadi melalui beberapa mekanisme,
392
Cedera Kepala
c. Cedera kepala sedang: SKG 9 -1 2 , ter- Pemeriksaan CT scan atau MR! pada komo
dapat pingsan 10 m enit-6 jam, terdapat sio serebri seringkali menunjukkan hasil
defisit neurologis, CT scan otak abnor normal, padahal sebenarnya sudah terjadi
mal. kerusakan secara mikroskopik pada akson.
d, Cedera kepala berat: SKG 3-8, terdapat Jika didapat kelainan pada pemeriksaan
pingsan lebih dari 6 jam, terdapat defisit tersebut, maka ini membuktikan pasien ti
neurologis, CT scan otak abnormal. dak hanya mengalami komosio serebri.
393
Buku Ajar Neurotogi
dua mata, serta deserebrasi. Tanda-tan- Interval Iusid hanya ada pada kurang dari
da tersebut mengindikasikan terjadinya 30% kasus dan seringkali berkaitan dengan
herniasi otak. kasus kontusio dan laserasi otak.
394
Cedera Kepala
dan menyebabkan pembuluh darah ter- dua sisi, bingung, diplopia, dan orientasi
kait sehingga terbentuk hematom yang pasien terhadap waktu, tempat, serta
terletak intraparenkim. Klinis yang tarn- orang perlu ditanyakan saat anamnesis.
pak serupa dengan perdarahan intrapa Gejala berupa bocornya cairan serebro-
renkim yang sama dengan mekanisme spinal melalui hidung (rinorea) atau telinga
perdarahan otak lainnya, seperti pada (otorea) juga perlu ditanyakan.
ruptur aneurisma. 7. Hal lain yang juga perlu ditanyakan
adalah obat rutin yang sering dikonsum-
d ia g n o s is d a n d ia g n o s is b a n d in g si pasien, riwayat penyakit dahulu, gaya
Diagnosis cedera kepala harus dilakukan hidup (alkohol, rokok, dan narkoba], ser
secara cepat dan akurat, mengingat kondisi ta riwayat penyakit keluarga.
emergensi. Proses anamnesis dan peme-
Pada pemeriksaan status generalis, peme-
riksaan fisik generalis dan neurologis ha
rus efektif dan efisien, disesuaikan dengan riksaan kepala harus dilakukan dengan
detail, serta bagian tubuh lain yang dapat
kondisi lapangan yang membutuhkan tin-
menunjukkan beratnya trauma. Berikut ini
dakan segera,
merupakan tanda diagnostik yang dapat di-
Berikut ini adalah hal-hal yang perlu digali jadikan tanda awal untuk mendiagnosis:
dalam anamnesis:
Tanda diagnostik klinik perdarahan epidural:
1. Mekanisme cedera kepala secara de © Terdapat interval lusid
tail, meliputi proses terjadinya, posisi
© Kesadaran semakin lama semakin
pasien saat kejadian, bagian tubuh yang
menurun
pertama kali terkena, kecepatan (jika
kecelakaan lalu lintas} atau besarnya © Hemiparesis kontralateral lesi yang ter-
kekuatan (jika pukulan atau barang) jadi belakangan
obyekyang menyebabkan cedera kepala. © Pupil anisokor
2. Tingkat kesadaran, perlu ditanyakan © Adanya refleks Babinsld di kontralateral lesi
kesadaran memang sudah hilang se- ® Fraktur di daerah temporal
jak setelah trauma atau hilang setelah
Tanda diagnostik perdarahan epidural di
pasien sempat sadar.
fossa posterior:
3. Durasi hilangnya kesadaran.
© Interval lusid tidak jelas
4. Amnesia pascatrauma, tanyakan kondisi
© Fraktur kranii oksipital
pasien sebelum, saat, dan setelah trauma.
© Hilang kesadaran dengan cepat
5. Nyeri kepala, perlu dibedakan nyeri aki-
bat peningkatan tekanan intrakranial © Gangguan serebelum, batang otak, dan
atau disebabkan oleh nyeri somatik aki- pernapasan
bat cedera scalp. © Pupil isokor
6. Gejala neurologis lain, seperti anosmia, © Pada CT scan otak didapatkan gambar-
kejang, kelemahan tubuh sesisi atau an hiperdens (perdarahan) di tulang
395
Buku Ajar Neurologi
396
Cedera Kepala
397
Buku Ajar Neurologi
Adapun survei primer meliputi tindakan dibutuhkan tekanan darah arteri rerata ( mean
yang umumnya disingkat ABCD, yaitu: arterial pressure/ MAP] seldtar 70mmHg.
1. A-Airway (jalan napas) Dalam penanganan cedera kepala, perlu
Prinsipnya adalah memastikan jalan diperhatikan adanya tanda-tanda pening-
napas tidak mengalami sumbatan. Apabi- katan TIK karena harus diturunkan segera.
la diperlukan dapat digunakan alat bantu Berdasarkan mekanisme hipoksia yang ter-
seperti oropharyngeal airway (OPA). jadi pada cedera, maka edema yang terjadi
adalah edema sitotoksik, sehingga diguna
2. B-Breathing (pernapasan adekuat)
kan manitol 20%. Terapi ini menggunakan
Prinsip pernapasan adekuat adalah de-
prinsip osmosis diuresis. Manitol memiliki
ngan memperhatikan pola napas, gerak
efek ekspansi plasma yang dapat menghasil-
dinding perut, dan kesetaraan pengem-
kan gradien osmotik dalam waktu cepat.
bangan dinding dada kanan dan kiri.
Cairan ini dapat meningkatkan aliran darah
Apabila alat tersedia, diharapkan satu-
serebral dan tekanan perfusi serebral yang
rasi oksigen di atas 92% .
akan meningkatkan suplai oksigen.
3. ^-Circulation (sirkulasi)
Dosis pemberian manitol dimulai dari l-2g/
4. D-Disability (melihat adanya disabilitas) kgBB dalam waktu Vz-1 jam tetes cepat.
Berdasarkan konsensus Perhimpunan Setelah 6 jam pemberian dosis pertama,
Dokter Saraf Seluruh Indonesia (PER- dilanjutkan dengan dosis kedua 0,5g/kgBB
DOSSI}, disabilitas mengacu pada ada dalam waktu Vz-1 jam tetes cepat. Selanjut-
tidaknya lateralisasi dan kondisi umum nya 12 jam dan 24 jam kemudian diberikan
dengan memeriksa status umum dan fo- 0. 25g/kgBB selama Vz-1 jam tetes cepat.
kal neurologis.
T a ta L a k s a n a O p e r a tif
Sebagai tambahan, perlu dilakukan imo- Tindakan operatif dilakukan sesuai indikasi.
bilisasi tulang belakang karena cedera ke- Adapun tindakan operatif dilakukan apabila
pala seringkali dibarengi dengan adanya terdapat kasus seperti disebut di bawah ini:
cedera pada medula spinalis. Imobilisasi
dilakukan sampai didapatkan bukti tidak 1. Perdarahan epidural adalah:
terdapat cedera tulang belakang, a. Lebih dari 40cc dengan pergeseran
garis tengah pada daerah temporal/
T a t a L a k s a n a F a r m a k o l o g is
frontal/parietal dengan fungsi batang
Hipotensi adalah salah satu prediktor mortali- masih baik.
tas pada cedera kepala berat. Oleh karena itu,
b. Lebih dari 30cc pada daerah fos
perlu dilakukan resusitasi dengan cepat begi-
sa posterior dengan tanda-tanda
tu tanda-tanda syok ditemukan. Banyak pusat
penekanan batang otak atau hidrose-
trauma merekomendasikan kristaloid isoto-
falus dengan fungsi batang otak ma
nik sebagai cairan pengganti. Cairan hipotonik
sih baik.
harus dihindari karena dapat mengeksaser-
basi edema serebral. Untuk mempertahankan c. Perdarahan epidural yang progresif.
tekanan perfusi serebral sebesar SOmmHg,
398
Cedera Kepala
d. Perdarahan epidural tipis dengan RS pasien dalam keadaan tidak sadar. Tidak
penurunan kesadaran. ditemukan perdarahan dari telinga, hidung,
dan mulut maupun kejang, serta tidak di-
2. Perdarahan subdural adalah:
ketahui adanya keluhan lain.
a. SDH luas (>40cc/>5mm) dengan skor
SI<G>6, fungsi batang otak masih baik. Pada pemeriksaan fisik tanda vital stabil.
Ditemukan luka robek di kepala kanan be
b. SDH tipis dengan penurunan kesadaran.
lakang dengan tepi tidak rata, dasar otot,
c. SDH dengan edema serebri/kontu-
kotor, perdarahan tidak masif, tidak ter
sio serebri disertai pergeseran garis
dapat nanah, tanda Battle, maupun raccoon
tengah (midline shift) dengan fungsi eyes. Pemeriksaan neurologis didapatkan
batang otak masih baik. SKG E2M5V2, refleks cahaya langsung mau
3. Perdarahan intraserebral adalah: pun tidak langsung baik, serta kesan tidak
a. Penurunan kesadaran progresif. ada defisit saraf kranial dan motorik.
b. Hipertensi, bradikardi, dan gangguan P e rta n y a a n :
pernapasan (refleks Cushing). 1. Pemeriksaan penunjang apa yang akan
c. Terjadi perburukan pada suatu Anda lakukan?
kondisi defisit neurologis fokal. 2. Apa diagnosis kerja kasus ini?
4. Fraktur impresi. 3. Apa dasar diagnosis Saudara?
5. Fraktur kranii dengan laserasi serebri. 4. Apa tata laksana awal yang akan Anda
6. Fraktur kranii terbuka. lakukan?
7. Edema serebri berat yang disertai de 5. Apa saja kondisi yang harus dihindari
ngan tanda peningkatan tekanan in- dalam perawatan pasien ini?
trakranial (TIK). Ja w a b a n :
1. CT scan kepala tanpa kontras disertai
CONTOH K A SU S bone window, Rontgen vertebra ser-
Laki-laki 42 tahun, dibawa ke IGD dengan vikal proyeksi anteroposterior dan
penurunan kesadaran setelah jatuh dari lateral. Pemeriksaan laboratorium:
motor 1 jam sebelum masuk RS. Pasien di- darah perifer lengkap, gula darah
bonceng temannya dengan kecepatan 50 sewaktu, hemostasis, analisis gas da
km/jam tanpa menggunakan helm. Sebe rah, fungsi ginjal, fungsi hepar, dan
lum kejadian, pasien dalam keadaan sehat, elektrolit.
hanya lebih banyak bicara karena sedang 2. Cedera kepala sedang.
berada di bawah pengaruh alkohol. Pasien
3. Durasi penurunan kesadaran dalam
biasanya mengonsumsi alkohol 1-2 kali per
rentang waktu >10 menit dan <6 jam
minggu. Pasien terjatuh ke belakang dengan
dan nilai SKG 9. Diagnosis patologis
posisi terlentang dan kepala belakang me-
ditegakan setelah dilakukan pen-
ngenai aspal. Terdapat muntah sebanyak
citraan dan/atau biopsy histopatologi,
2x isi makanan, serta terdapat luka robek
di bagian belakang kepala. Saat diantar ke 4. Tata laksana resusitasi awal ABCDE
399
Baku Ajar Neurologi
400
25
CEDERA MEDULA SPINALIS
401
Buku Ajar Neurologi
pun robekan pada struktur medula spi kan tata laksana dan prognosis. Gambaran
nalis dan pembuluh darah. klinis ini diklasifikasikan berdasarkan:
Kerusakan langsung pada pembuluh da 1. L e v e l C e d e r a
rah menyebabkan perdarahan pada me Level cedera medula spinalis dapat di-
dula spinalis yang berlangsung beberapa tentukan melalui pemeriksaan sensorik
menit pascacedera, diikuti gangguan aliran (sesuai dermatom] dan motorik [mi-
darah. Kejadian ini menyebabkan hipoksia otom) di sepanjang level medula spina
dan infark iskemik lokal. Area substansia lis. Level cedera neurologis dihitung dari
grisea lebih rentan mengalami kerusakan segmen paling kaudal yang fungsi sen
yang pertama kali kemudian menyebar ke sorik dan motoriknya masih baik, pada
area seldtarnya (kaudal-kranial). Sel-sel kedua sisi (kanan dan kiri).
saraf pada area ini akan mengalami keru
Perbedaan gejala paling mencolok terjadi
sakan fisik, penipisan selubung mielin,
pada level di atas dan di bawah T l. Pada
edema, dan menarik makrofag di seldtar
level cedera di atas T l, defisit neurolo
area sehingga mengganggu transmisi saraf.
gis yang muncul adalah tetraplegi dan
2 . M e k a n is m e K e r u s a k a n S e k u n d e r sering dijumpai gangguan pernapasan,
Kerusakan sekunder pada cedera medula akibat paresis otot interkostalis atau di-
spinalis terbagi menjadi dua mekanisme, afragma, serta renjatan neurogenik. Jika
yaitu efek lokal dan sistemik. Kerusakan cedera terjadi di bawah T l, gejala klinis
sekunder ini terjadi akibat defisit energi yang muncul berupa paraplegi. Penen-
yang disebabkan oleh adanya gangguan tuan level ini penting karena akan mem-
perfusi pada tingkat sel. Kondisi tersebut pengaruhi strategi tata laksana cedera.
dapat diperberat, jika ditemukan keadaan
2. D e r a ja t K e p a r a h a n D e f i s i t N e u r o lo g is
renjatan neurogenik yang menyebabkan
Derajat keparahan defisit neurolo
hipoperfusi sistemik. Cedera medula spi
gis pada cedera medula spinalis dapat
nalis yang tidak ditatalaksana optimal
ditegakkan pada saat 72 jam hingga 7
dalam 3-24 jam pertama, akan mengalami
hari pascacedera karena mempertim-
perburukan berupa perdarahan, edema,
bangkan adanya kemungkinan renjatan
demielinisasi, pembentukan rongga pada
spinal Cspinal shock). Secara garis besar,
akson, neltrosis neuronal, peningkatan ka-
derajat keparahan ini dibagi menjadi
dar glutamat, eksitotoksisitas, kerusakan
komplet dan inkomplet. Cedera dise-
oksidatif, adanya iskemik, serta peningkat
but komplet apabila pasien kehilangan
an produksi nitrit oksida dan peroksidasi
fungsi sensorik dan motorik pada level
lipid pada membran sel yang akan menye
cedera, sedangkan cedera inkomplet jika
babkan perubahan patologis dan berakhir
pasien hanya kehilangan salah satu fung-
menjadi infark.
si, sensorik atau motorik saja.
402
Cedera Medula Spinalis
403
Buku Ajar Neurologi
Sindrom Brown-
Sequard
Sindrom spinalis
/ r
Sindrom spinalis
sentral posterior
Ih i
r.
/, / \1
404
Cedera Medula Spinalis
405
Buku Ajar Neurologi
SEGM EN:
i' C i*
Servikal
To.'3l;ol
Lumbal
i jm
.‘MV
sS f
r?mM
IF
c i
406
Cedera Medula Spinalis
407
Buku Ajar Neurologi
Pemeriksaan ini dilakukan untuk menge- Informasi yang penting diketahui antara
tahui kecurigaan abnormalitas jaringan lu- lain adalah keadaan pasien, waktu terjadi-
nak, seperti herniasi diskus, ekstraaksial nya trauma, dan mekanisme trauma.
hematom, dan abnormalitas ligamen.
Penekanan yang diutamakan pada fase
Akan tetapi mempertimbangkan prosedur
prarumah sakit adalah 1) imobilisasi
pemeriksaan MRI yang sulit dilakukan
pasien; 2] penjagaan jalan napas; 3) kontrol
dan berisiko, maka MRI sebaiknya di
perdarahan dan syok; dan 4] transfer pasien
lakukan secara elektif.
ke rumah sakit dengan fasilitas memadai se-
segera mungkin.
TATA LAKSAN A
Seperti halnya penegakan diagnosis, konsep 1. Im obilisasi Pasien
penanganan cedera medula spinalis adalah Upaya imobilisasi pada fase prarumah
semua korban trauma harus dicurigai me- sakit, meliputi imobilisasi area servikal dan
ngalami dan ditangani sebagai kasus cedera sepanjang tulang belakang (Gambar 4).
medula spinalis sampai terbukti tidak ada- a. Imobilisasi area servikal
nya cedera. Selama belum terbukti tidak ada Tata laksana yang dapat dilakukan
cedera, pada saat pemeriksaan pasien harus untuk melindungi dan imobilisasi
dilakukan imobilisasi untuk menghindari area servikal, antara lain:
cedera sekunder.
• Stabilisasi m anual dengan mempo-
Terdapat tiga tujuan utama yang perlu dica- sisikan kepala sedikit ekstensi dan
pai dalam tata laksana cedera medula spina minimal distraksi, untuk mencegah
lis, yaitu maksimalisasi pemulihan neurolo- terjadinya fleksi dan kompresi spinal
gis, stabilisasi spinal, dan rehabilitasi. Untuk yang lebih Ianjut,
itu, terdapat alur tata laksana yang dimulai ® Memasangkan bidai servikal, atau
sejak fase pra-RS ( prehospital), fase RS (hos
® Menggunakan san d b ag atau tow el
pital), dan rehabilitasi pascacedera yang
roll pada sisi lateral atau dengan
berkesinambungan.
mengikat (taping) kepala pada spine
T a ta L a k s a n a P ra -R S (prehospital) board .
Terdapat 10-25% pasien cedera medula
spinalis yang mengalami defisit neurologis Kelebihan dalam penggunaan bidai servi
akibat tata laksana prarumah sakit yang ti kal adalah manipulasi minimal pada leher
dak mumpuni. Penanganan fase ini berpe- saat pemasangannya. Bidai servikal dapat
ran penting dalam menentukan prognosis dijadikan sebagai penanda bahwa terdapat
pasien trauma medula spinalis. risiko cedera servikal yang belum dapat
disingkirkan. Kombinasi dengan cara lain,
Dibutuhkan koordinasi yang baik antara
misalnya taping, dapat lebih memfiksasi
petugas di tempat kejadian dan rumah sakit
tujuan. Rumah sakit tujuan harus dipastikan leher (Gambar 4).
dapat melakukan tata laksana Ianjutan pada Yang perlu diperhatikan dalam metode
pasien sebelum dilakukan transfer pasien. taping adalah agitasi pasien. Pasien
408
Cedera Medula Spinalis
409
Baku Ajar Neurologi
410
Cedera Medula Spinalis
411
Buku Ajar Neurologi
412
Cedera Medula Spinalis
- Pasien onset <3 jam diberikan metil- a. Perawatan masalah kesehatan yang
prednisolon 30mg/kgBB IV bolus sela- mungkin muncul
ma 15 menit, ditunggu selama 45 me- Selama perawatan di rumah sakit, pasien
nit (tidak diberikan metilprednisolon cedera medula spinalis dapat mengalami
dalam kurun waktu ini}. Dilanjutkan beberapa komplikasi akut atau subakut
dengan infus terus menerus selama 23 (Tabel 6 dan 7). Hal ini harus diperhatikan
jam dengan dosis 5,4mg/kgBB/jam. oleh klinisi. Komplikasi ini bisa mengenai
- Pasien onset 3-8 jam, diberikan de sistem kardiovaskular, pernapasan, dan sal-
ngan cara yang sama namun dosis in uran cerna.
fus dilakukan selama 47 jam. a] Perawatan masalah kardiopulmoner
- Bila diagnosis baru ditegakkan >8 jam, Masalah kardiopulmuner dapat ter
maka pemberian steroid tidak dian- jadi pada cedera medula spinalis
jurkan. karena gangguan sistem saraf oto-
© Opiat reseptor antagonis nom simpatis dan parasimpatis serta
© Nonglukokortikoid steroid tirilazad pasien yang dalam kondisi imobi
© Monosialoganglioside (GM-l} lisasi. Proses cedera pada segmen
1. P e ra w a ta n in te n s if servikal hingga torakal atas (T4)
Perawatan penderita cedera medula spi menyebabkan hilangnya efek sim
nalis di ruang rawat intensif ditekankan patis akibat cedera medula spinalis,
pada upaya mempertahankan pasien sehingga resistensi vaskular sistemik
tetap imobilisasi dan mengevaluasi ma- menurun dan efek parasimpatis me-
salah neurologis maupun kesehatan lain ningkat. Hal ini disebut juga renjatan
yang mungkin timbul sebagai keadaan neurogenik. Manifestasi klinis yang
primer maupun sekunder akibat upaya dijumpai adalah hipotensi dengan
imobilisasi sendiri. Insiden morbiditas selisih tekanan sistolik dan diastolik
dan mortalitas pasien cedera medula yang lebar (wide pulse pressure), bra-
spinalis lebih tinggi terjadi pada dua dikardia, serta ekstrimitas yang hangat.
minggu awal pascacedera. Hal ini berbeda dengan tanda renjatan
pada umumnya yang ditandai dengan
Kriteria tempat tidur yang sesuai dalam
takikardia, hipotensi dengan selisih
perawatan pasien cedera medula spina tekanan sistolik dan diastolik yang
lis, antara lain 1) dapat menunjang sta-
sempit (narrow pulse pressure), serta
bilitas dan kesegarisan tulang belakang;
ekstrimitas yang dingin dan pucat.
2} nyaman dan memiliki risiko rendah
Penanganan awal renjatan neuroge
ulkus dekubitus; 3} memudahkan akses
nik adalah resusitasi cairan kristaloid
perawatan; dan 4} memudahkan upaya
intravena untuk menjaga kecukupan
reposisi pasien untuk mencegah kom-
volume intravascular. Jika hipotensi
plikasi imobilisasi.
tetap terjadi setelah resusitasi, maka
413
Buku Ajar Neurologi
414
Cedera Medula Spinalis
415
Buku Ajar Neurologi
416
Cedera Medula Spinalis
417
Buku Ajar Neurologi
mudian terjatuh ke arah depan dengan posisi ganan trauma kapitis dan trauma spinal. Jakarta:
PERDOSSI Bagian Neurologi FKUI/RSCM; 2006.
tertelungkup dengan dagu terkena aspal dan
2. WHO. Spinal cord injury. World Health Organiza
helm terlepas. Pasien terseret beberapa me tion [serial online]. 2013 [diunduh 10 November
ter ke depan. Pasien sadar dan ingat semua 2016]. Tersedia dari: WHO.
kejadian sebelum, saat, dan sesudah ke- 3. American College of Surgeon. Advanced trauma
life support. Chicago: American College of Sur
celakaan. Tidalt terdapat darah yang keluar geons; 2 0 1 2 .
dari telinga dan hidung. Pasien menyangkal 4. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
adanya benturan pada kepala. Departemen Kesehatan RI. Riset kesehatan dasar
(RISKESDASJ 2007. Jakarta: Departemen Kes
Sesaat setelah kejadian, pasien mengeluh- ehatan RI; 2008.
5. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
kan nyeri hebat pada pada leher belakang
Departemen Kesehatan RI. Riset kesehatan dasar
disertai dengan kelemahan pada kedua [RISKESDASJ 2013. Jakarta: Departemen Kes
tangan dan kaki. Kedua lengan masih dapat ehatan RI; 2014.
6 . Yilmaz T, Turan Y, Keles A. Pathophysiology of the
digeser, siku dapat ditekuk, jari-jari tangan
spinal cord injury. JCEI. 2014;5[l]:131-6.
masih dapat digerakkan, lengan kiri terasa 7. Dumont RJ, Okonkwo DO, Verma S, Hurlbert RJ,
lebih berat jika dibandingkan dengan le Boulos PT, Ellegala DB, dkk. Acute spinal cord
ngan kanan, Kedua kaki sama sekali tidak injury, part I: Patophysiologic mechanism. Clin
Neuropharmacol. 2001;24(5):254-64.
dapat digerakkan. Pasien juga m eras a baal 8 . Kirshblum SC, Burns SP, Sorensen FB, Dono
dari setinggi bahu sampai tubuh bagian van W, Graves DE, Jha A, dkk. International
bawah dan ekstremitas bawah. standards for neurological classification of spi
nal cord injury (ISNCSCIJ. J Spinal Cord Med.
P e rta n y a a n : 2011;34(6):535-46.
1. Ananmnesis apa yang masih kurang? 9. Chesnut RM. Emergency management of spinal
cord injury. Dalam: Narayan RK, Wilberger JE Jr, Pov-
2. Apa saja pemeriksaan fisik yang akan lishock JT, editor. Neurotrauma. New York: Me Graw
dilakukan dan apa hasil yang diharap- Hill; 1996. h. 1121-41.
10. Benzel EC, Doezema D. Prehospital management
kan?
of the spinally injured patient Dalam: Narayan RK,
3. Pemeriksaan penunjang apa yang Wilberger JE Jr, Povlishock JT, editor. Neurotrauma.
akan dilakukan dan apa hasil yang New York: McGraw Hill; 1996. h. 1113-1120.
11. Rodts GE, Haid RW. Intensive care management
akan diharapkan? of spinal cord injury. Dalam: Narayan RK, Wil
4. Apa diagnosis dan diagnosis banding berger JE Jr, Povlishock JT, editor. Neurotrauma.
New York: Me Graw Hill; 1995. h. 1201-12.
kasus ini? 12. Cahill DW. Rechtine GR. The acute complications
5. Apa tata laksana medikamentosa dan of spinal cord injury. Dalam: Narayan RK, Wil
berger JE Jr, Povlishock JT, editor. Neurotrauma,
non-medikamentosa yang akan di
New York: Me Graw Hill; 1996. h. 1229-36.
lakukan? 13. Wilson JR, Cho N, Fehlings MG. Traumatic spi
6. Bagaimana prognosis wanita pada nal cord injury. Dalam: Smith M, Citerio G, KOfke
WA, editor. Oxford Textbook of Neurocritica
kasus ini? Care. Inggris: Oxford University Press; 2016. h
274-275
14. Byrne TN, Waxman SG. Spinal cord compres
DAFTARPUSTAKA sion: Diagnosis and Priciples of Manage
1. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf In ment. Philadephia: FA Davis Company; 1990
donesia [PERDOSSIJ. Konsensus nasional penan- h. 41-42.
418
KOMPLIKASI PASCACEDERA KEPALA
419
Buku Ajar Neurologi
Gambar 1. Biomekanika Cedera Kepala Akselerasi Linear (A) dan Rotasional (B)
CSS: cairan serebrospinal
paling sering terlibat dalam cedera kepala kan secara sekuensial ke striatum, globus
adalah lobus temporal anterior, inferior, palidus, talamus, dan kembali ke korteks
dan lateral, serta lobus frontal. Terdapat fronatal.
keteriibatan perubahan neurotransmiter
Sirkuit yang terlibat adalah (Gambar 3):
pada sekuele neurobehavior, termasuk
gangguan fungsi kognitif. Perubahan yang ® Frontal/prefrontal-subkotikal dorsolat
terjadi melibatkan katekolamin, kolinergik, eral akan mengganggu fungsi eksekutif
dan serotonin. seperti memori, pengambilan keputus-
an, penyelesaian masalah, dan fleksibi-
Area frontal-subkortikal dengan tiga
litas mental.
sirkuit utamanya berperan penting pada
pengaturan perilaku. Area ini tumpang ® Orbitofrontal-subkortikal lateral akan
mengganggu intuisi, perilaku sosial, dan
tindih dengan area yang rentan terhadap
mekanisme konrol diri.
cedera yang menyebabkan perubahan
perilaku dan emosional pascacedera (Gam- ® Medial frontal-subkortikal anterior akan
bar 2). Setiap sirkuit memulai perjalanan- menyebabkan gangguan motivasi dan
nya dari korteks di frontal dan diproyeksi- inisiasi.
420
Komplikasi Pascacedera Kepala
p I i:!i. .
______ __ .'i
:i:!:-ni .ft
V ___________ ....-...J
421
Buku Ajar Neurologi
Gambar 4. Gangguan Memori Pada Fase Akut Setelah Cedera Kepala Tertutup
Sumber: Evans RW. Neurology and trauma; 2006.
Gejala dan Tanda Klinis paling sering terkena adalah atensi fokus/
Modalitas atau ranah (domain ) kognitif diba- selektif, sustained attent/on/konsentrasi,
gi menjadi atensi, fungsi eksekutif, memori, atensi terbagi (distrakbilitas), dan alter
bahasa, visuospasial-visuokonstruksi, dan nating attention/set shifting (kesulitan
keterampilan motorik serta persepsi sen- melakukan tugas jamak pada satu waktu).
sorik. Gangguan fungsi kognitif pada cedera
Renting untuk menilai kemampuan atensi
kepala dapat berupa cedera difus atau fokal karena gangguan atensi mempunyai efek
tergantung dari mekanisme cedera. Cedera pada kemampuan kognitif lain, terutama
otak difus sering mengikuti cedera otak ter memori dan fungsi eksekutif.
tutup akibat mekanisme akselerasi-dese-
lerasi, akan melibatkan banyak ranah kog 2. Memori
nitif. Gangguan yang bersifat fokal biasanya Gangguan memori merupakan salah satu
akibat cedera kepala penetrasi/laserasi. gangguan tersering pada cedera kepala,
dan hal ini berkaitan dengan kerusakan
Ranah kognitif yang terganggu mengikuti lobus temporal medial, struktur talamus
cedera kepala: medial dan garis tengah, basal frontal,
1. Atensi dan kecepatan proses pikir serta sistem koneksi frontal. Perbedaan
Gangguan atensi sering mengikuti cedera antara amnesia anterograd dan retrograd
kepala dan berkaitan dengan kerusakan penting pada klinis. Amnesia anterograd
difus atau struktur dan sistem otak mul- atau posttraumatic amnesia (PTA) meru
tipel termasuk korteks parietal inferior, pakan ketidakmampuan atau terbatasnya
korteks frontal, dan sistim limbik. Wa- kemampuan untuk mempelajari informa-
laupun terdapat banyak tipe atensi, yang si baru atau pengetahuan sejak terjadinya
422
KompUkasi Pascacedera Kepala
423
Baku Ajar Neurologi
424
Komplikast Pascacedera Kepala
425
Buku Ajar Neurologi
baru diketahui ketika pasien sadar atau- Gangguan penglihatan yang terjadi dapat
pun saat sudah pulang perawatan. terjadi segera ataupun tertunda, Gangguan
penglihatan tertunda biasanya memiliki
2) N. II (Optikus)
prognosis yang lebih baik karena masih
Cedera pada N. Optikus dikenal dengan
dapat reversibel dibandingkan tipe segera.
nama traumatic optic neuropathy (TON}.
Sebagian kecil kasus mengalami perburu-
Trauma ini dapat akibat trauma Iang-
kan dalam hitungan jam sampai dengan
sung dan tidak langsung. Trauma lang-
hari setelah trauma, diduga akibat edema
sung (direct) pada TON (DTON) umum-
atau iskemia dalam kanal atau kompresi
nya berupa disrupsi anatomis serabut
oleh hematom subperiosteal orbita.
saraf optikus. Sekitar satu dari empatpe-
nyebabnya diakibatkan oleh luka tembus Diagnosis menjadi sulit ditegakkan pada
dan tersering berupa luka tembak. Ben- pasien dengan penurunan kesadaran,
tuk disrupsi yang terjadi dapat berupa tetapi apabila ditemukan kelainan pada
avulsi, kompresi, dan transeksi. refleks cahaya berupa pupil Marcus-
Gunn, dapat dijadikan sebagai penanda
Berbeda dengan trauma langsung, trau adanya TON. Pemeriksaan funduskopi di
ma N. Optikus tidak langsung (indirect} awal kejadian dapat tidak menunjukkan
atau ITON diakibatkan oleh transmisi en- kelainan, karena papil atrofi baru dapat
ergi dari trauma tumpul di daerah supra terlihat dalam 4-6 minggu. Trauma bola
orbital ipsilateral ke kanalis N. Optikus. mata dengan avulsi N. Optikus dapat
Mekanisme ini secara tidak langsung disertai gambaran funduskopi berupa
akan menyebabkan terjadinya konkusio perdarahan dan disrupsi.
(concussion}, laserasi, maupun kontusio
Pemeriksaan penunjang yang perlu diker-
N. Optikus. Selain itu, edema, iskemia,
jakan adalah visual evoked potential (VEP}
trombosis mikrovaskular, dan infark dari
dan MR! kepala. VEP berperan dalam
N. Optikus juga turut berperan dalam
manajemen penatalaksanaan dan progno
ITON sebagai faktor cedera sekunder.
sis, sedangkan MRI menunjukkan gamba
Keluhan utama pada trauma N. Optikus ran perubahan kontinuitas saraf berupa
adalah kebutaan monokular, tetapi gang- peningkatan intensitas sinyal di N. Optikus.
guan visus juga biasa terjadi. Pada cedera
3) N. Ill (Okulomotorius)
parsial, seringkali terdapat defek altitu
Paralisis N. Okulomotorius akibat trau
dinal inferior. Gangguan lapang pandang
ma biasanya terjadi pada cedera kepala
terjadi pada 10% kasus akibat kerusakan
yang berat disertai hilang kesadaran,
kiasma pada cedera kepala berat. Banyak
atau fraktur tulang kranium. Penyebab
cedera di daerah kiasma yang sifatnya
tersering adalah peningkatan intrakranial
asimetris, disertai neuropati optikus
disertai herniasi unkus sehingga menye
unilateral yang berat berkaitan dengan
babkan kompresi saraf kranial ipsilateral.
hemianopia temporal kontralateral.
Pupil abnormal merupakan tanda awal
adanya paralisis saraf ini.
426
Komplikasi Pascacedera Kepala
Meiirikkekanan
427
Buku Ajar Neurologi
yang ramping dan panjang, sehingga ren- ula. Foramen rotundum dan ovale meru-
tan cedera. Trauma kepala memang meru- pakan tempat keluarnya percabangan N.
pakan penyebab tersering cedera saraf Trigeminus. Trauma tertutup maupun
kranialis ini dan biasanya unilateral. Nuk- trauma tembus juga berpotensi menye-
leus saraf ini terletak di mesensefalon. babkan cedera pada ganglion trigeminal.
Fasikulus menyilang di dorsum mesense
Gejala yang dikeluhkan oleh pasien bi-
falon pada saat keluar dari batang otak,
asa-nya sensasi nyeri sesuai cabang pen-
sehingga lesi di nukleus dan fasikulus
jalaran dari N. Trigeminus yang termasuk
akan memberi gambaran kontralateral,
dalam neuralgia trigeminal simtomatik.
berbeda dengan lesi di ruang subara-
Terkadang disertai juga keluhan berupa
knoid, sinus kavernosus, ataupun orbita.
hiperpati se-suai distribusi saraf tersebut.
Gejala yang dikeluhkan pasien paralisis N.
Setiap pasien dengan kecurigaan trauma
Troldearis berupa diplopia saat menaiki
kepala di daerah wajah dan sekitar telin-
tangga, membaca koran atau buku. Pasien
ga, perlu diperhatikan kemungkinan ad-
atau keluarga juga mengeluhkan bila saat
anya paralisis saraf ini. Berikut ini meru-
membaca, pasien cenderung memiring-
pakan kriteria diagnosis dari neuralgia
kan kepalanya ke arah yang sehat.
trigeminal simtomatik berdasarkan Kon-
Pemeriksaan cedera N. Troklearis umum- sensus Nyeri Kepala Perdossi dan The
nya hanya dapat dilakukan pada pasien International Classification o f Headache
dengan kesadaran penuh dan koperatif. Disorders:
Pemeriksaan fisik terhadap klinis dip
1) Serangan nyeri paroksismal beberapa
lopia pada cedera N. Troklearis adalah
detik sampai dua menit dengan atau
dengan memiringkan kepala ke arah
tanpa nyeri persisten diantara serangan,
bawah ipsilateral lesi (Gambar 5b). Ter-
melibatkan satu atau lebih cabang/di-
dapat hipertropia yang memberat saat
visi N. Trigeminus.
melirik ke arah kontralateral.
2) Memenuhi paling sedikit karakteristik
5) N. V (Trigeminus)
nyeri sebagai berikut:
Cedera cabang dari N. Trigeminus sering-
® Kuat, tajam, superfisial atau rasa
kali terlibatpada laserasi wajah dan fraktur
tulang wajah, terutama daerah maksilofa- se-perti ditikam
sial dan basis kranii, karena percabangan ® Dipresipitasi dari area pencetus
N. Trigeminus keluar melalui beberapa atau oleh faktor pencetus
foramen dari tulang kranium (Gambar 6). 3) Jenis serangan stereotipik pada se
N. Trigeminus cabang infra dan supra- tiap individu.
orbita biasanya mengalami cedera pada 4) Etiologi adalah selain kompresi pem-
trauma daerah dahi, kavum orhita, dan buluh darah, berdasarkan pemerik
maksila. Cedera cabang ketiga N. Trige saan khusus dan atau eksplorasi fossa
minus biasa terjadi pada fraktur mandib- posterior.
428
Komplikasi Pascacedera Kepala
Pemeriksaan refleks kornea perlu diker- seringkali terfiksasi pada posisi aduksi.
jakan. Adanya anestesi kornea atau hi- Diplopia horizontal yang memberat saat
langnya refleks kornea membuat pasien melihat jauh merupakan gejala dari para-
rentan mengalami keratitis eksposur lisis inkomplit yang lebih sering terjadi.
hingga terjadinya ulkus kornea. Selain itu juga didapatkan strabismus
paralitik (nonkonkomitan) yang akan
6) N. V! (Abdusens)
tampak jelas bila melirik ke arah otot yang
paralisis N. Abdusens akibat trauma
terlibat pada pemeriksaan. Kelemahan
cukup sering terjadi dan kebanyakan
ringan akan menunjukkan esotropia pada
dapat pulih sempurna. Kenaikan tekan-
pemeriksaan cover uncover.
an intrakranial pada trauma kepala me-
nyebabkan penekanan batang otak ke Pasien dengan kesadaran penuh akan
bawah berakibat peregangan berlebihan mengeluhkan diplopia saat melihat jauh.
pada N. Abdusens di daerah ujung/tip Pada pemeriksaan gerak bola mata, dalam
petrosus, sehingga terjadi paralisis. posisi primer sisi yang terganggu akan tam
pak berkonvergensi ke arah aksis. Pada saat
Pada paralisis total saraf VI, bola mata
melirik ke arah lateral, akan terdapat parali
tidak dapat melakukan abduksi dan
sis di sisi yang terganggu [Gambar 5c).
429
Buku Ajar Neurologi
430
Komplikasi Pascacedera Kepala
431
Buku Ajar Neurologi
432
Komplikasi Pascacedera Kepala
Gejala dan tan da Minis: tes kalori (bila tidak ditemukan tanda-
« Labyrinthine concussion; berupa keluhan tanda perforasi membran timpani), dan
auditorik dan vestibuler yang menyertai brain auditory evoked potential (BAEP)
fraktur tulang temporal Ketiadaan ke dapat dikerjakan bila pasien stabil
luhan dan tanda batang otak, merupakan
9) N. IX, X, XI (Glosofaringeus, Vagus, Aseso-
pembeda terhadap cedera perifer de-
rius)
ngan sentral. Ketulian mendadak dapat
Ketiga saraf ini merupakan 'trio saraf
terjadi tanpa harus disertai dengan ke
kranial bawah' yang sering mengalami
luhan vestibuler. Hal ini dapat bersifat
cedera secara bersamaan dikarenakan
reversibel, baik parsial maupun total.
kedekatan anatomisnya di foramen jugu-
s Posttraumatic positional vertigo; terjadi laris. Cedera ketiganya biasanya berkaitan
kurang dari satu menit, namun pasien dengan fraktur basis kranii regio poste
akan merasakan dizziness disertai mual rior, namun jarang terjadi. Cedera N. IX, X,
dan sempoyongan. Sebuah penelitian XI terutama akibat trauma ekstrakranial
melaporkan vertigo posisional terjadi se-perti trauma tusuk ataupun tembak.
pada 47% trauma kepala terkait fraktur Adanya mekanisme cedera akibat hi-
tulang temporal dan 21% trauma kepala perekstensi leher terkadang juga dapat
berat tanpa fraktur tulang tengkorak. menyebabkan cedera di area craniocer
Mekanisme terjadinya akibat kristal kal- vical junction, terutama pada N. IX dan X.
sium karbonat terlepas dari makula utri- Insidens lebih tinggi pada cedera kepala
kulus, memasuki kanalis semisirkularis berat. Cedera N. Asesorius, khususnya
posterior. akibat trauma kepala terhitung jarang
terjadi. Avulsi yang dapat terjadi lebih
• Traumatic perilymph fistula; trauma ini
banyak dikaitkan dengan trauma spinal
akan mengakibatkan hilangnya pende-
ataupun tindakan operatif.
ngaran, vertigo, atau tinitus segera
setelah trauma kepala, terutama bila ge Gejala-gejala yang dapat dikeluhkan atau
jala berfluktuasi dari waktu ke waktu. ditemukan pada pasien dengan cedera
Trauma ini karena disrupsi pada labirin, ketiga saraf kranial ini berupa disfo-
biasanya jendela oval ataupun bulat. nia, disfagia, hilangnya refleks muntah,
kelemahan palatum ipsilateral, dan hi
Oleh karena itu, perlu dicurigai adanya
langnya kemampuan pengecapan seper-
lesi pada N. Vestibulokoklearis teruta
tiga posterior lidah. Disfungsi vagal pas
ma pada pasien dengan ditemukannya
cacedera (trauma N. Vagus) juga harus
gangguan pendengaran, perdarahan dari
dicurigai pada pasien dengan pengoso-
telinga, otorea CSS, dan gambaran tan
ngan lambung yang terlambat dan hilang
da Battle Pemeriksaan otoskopi dapat
nya respons kardiak terhadap suction
menunjukkan adanya gambaran keru-
trakeal.
sakan membran timpani, hemotimpa-
num, atau adanya CSS dalam rongga Pasien dengan gejala dan tanda klinis
telinga tengah. Pemeriksaan audiometri, tersebut perlu dilakukan pemeriksaan
433
Buku Ajar Neurologi
434
Komplikasi Pascacedera Kepala
435
Buku Ajar Neurologi
436
Komplikasi Pascacedera Kepala
437
Buku Ajar Neurologi
438
Komplikasi Pascacedera Kepala
439
Buku Ajar Neurologi
440
Komplikasi Pascacedera Kepala
441
Buku Ajar Neurologi
studi menyebutkan bahwa penggunaan 7. Schofield PW, Moore TM, Gardner A. Traumatic brain
injury and olfaction: a systematic review. Frontiers
rekombinan faktor Vila pada perdarah-
Neurol. 2014;5:1-22.
an aldbat trauma kepala dapat mengu- 8. Wilkinson I, Lennox G. Essential Neurology. Edisi ke-
rang! perkembangan hematom, tetapi 4. Massachusetts: Blackwells; 2005. b. 111-36.
tidak memberikan manfaat klinis. 9. Lamar CD, Hurley RA, Rowland JA, Taber KH. Post-
traumatic epilepsy: review of risks, pathophysiology,
and potential biomarkers, j Neuropsychiatry Clin
DAFTAR PUSTAKA Neursci. 2014;26(2):108-13.
1. Evans RW. Neurology and Trauma. Edisi ke-2. New 10. Carney N, Totten AM, O'Reilly C, Ullman JS, Bell MJ,
York: Oxford; 2006. Bratton SL, dkk. Guidelines for the management of
2. Prawiroharjo P. Patofisiologi peningkatan tekanan severe traumatic brain injury. Brain Trauma Foun
intrakranial pada cedera otak traumatik in Neu dation [serial online]. 2016 [diunduh 20 Januari
rotrauma. Edisi ke-1. Jakarta; Badan penerbit FKUI; 2017]; Edisi ke-4:120-8, Tersedia dari: Brain Trauma
2015. h. 1*41. Foundation,
3. Lastri DN, Pharmacology treatment for improving 11. Szaflarski JP, Nazzal Y, Dreer LE. Post-traumatic epi
cognitive impairment in post-traumatic brain injury: lepsy: currentand emerging treatment options. Neu-
is it benefit? Dalam: Ramli Y, Lastri DN, Prawiroharjo ropsy Disease and Treatment 2014:10;1469-77.
P. Neurotrauma. Edisi ke-1. Jakarta. Badan penerbit 12 . Kirkman MA, Albert AF, Ibrahim A, Doberenz D.
FKUI; 2015. h. 70-88. Hyponatremia and brain injury: historical and
4. Scanlon VC, Sanders T. Essentials of anatomy and contemporary perspectives. Neurocrit Care.
physiology. Edisi ke-5. Philadelphia. F. A. Davis Com 2013;18[3):406-16.
pany; 2007. h. 186-7. 13. Kumar S, Fowler M, Gonzalez-Toledo E, Jaffe SL
5. Bhatoe HS. Trauma to the cranial nerves. IJNT. Centra] pontine myelinolysis, an update. Neurol res.
2007;4(2):89-100, 2006;28(3):360-6.
6. Coello AF, Canals AG, Gonzalez JM, Martin JJA. Cranial 14. Laroche M, Kutcher ME, Huang MC, Cohen Mj, Man-
nerve injury after minor head trauma. J Neurosurg. ley GT. Coagulopathy after traumatic brain injury.
2010;113[3J:547-55. Neurosurgery. 2012;70[6):1334-45.
15. Harlean E. Pengaruh koagulopati dengan keluaran
perawatan pasien cedera kepala sedang-berat dan
falctor yang berhubungan (analisis kasus kontrol)
[tesis]. Jakarta: Universitas Indonesia; 2016.
442
NEUROVASKULAR
Transient Is c h e m ic A tta ck
Stroke Iskemik
C e re b ra l Sm all V essel D isea se
Trombosis Vena Serebral
Stroke Hemoragik
Perdarahan Subaraknoid
TR A N SIEN T ISCH EM IC ATTACK
445
Buku Ajar Neurologi
446
Transient Ischemic Attack
lacunar or small penetrating vessel TIA dapat hanya pada pasien, namun juga keluarga atau
disebabkan oleh stenosis salah satu penetra orang lain yang menyaksikan kejadian. Pada
ting vessel yang berasal dari arteri serebral anamnesis, sebaiknya diperoleh gejala dan
media, arteri basilar, arteri vertebralis, atan karakteristik TIA seperti yang telah dijelas-
arteri yang berasal dari sirkulus Willisi, Oklusi kan sebelumnya.
pembuluh darah kecil ini dapat disebabkan
Pemeriksaan fisik harus lengkap meliputi
oleh lipohialinosis akibat hipertensi atau lesi
tanda vital meliputi tekanan darah, nadi,
aterosklerosis.
napas, suhu, dan saturasi oksigen, serta
Pada TIA, terjadi gangguan perfusi sesaat pemeriksaan fisik umum dan neurologis.
sehingga tidak terdapat kerusakan per- Pada pemeriksaan fisik umum, perlu dicari
manen pada sel neuron. Defisit neurologis penyakityangdapatmenyebabkanterjadinya
yang terjadi akan pulih sempurna seiring TIA, seperti kelainan jantung, DM, dan Iain-
dengan perbaikan fungsi dari sel-sel yang lain. Pemeriksaan fisik neurologis dilakukan
mengalami reperfusi. untuk mencari defisit neurologis yang mung-
kin masih tersisa, meliputi pemeriksaan saraf
GEJALA KLINIS kranial, kekuatan motorik, sensoris, fungsi
Gejala TIA yang khas umumnya terjadi tiba- bahasa, sistem keseimbangan, dan kontrol
tiba, bersifat sementara dan hilang dalam motorik yang diatur oleh serebelum.
waktu 30-60 menit. Gejala tersebut dapat
Pemeriksaan penunjang untuk memastikan
tipikal ataupun atipikal [Tabel 1}, antara
faktor risiko terjadinya TIA, yakni:
lain gangguan perilaku ( behaviour ), bahasa,
gait, memori, dan gerakan (movement). © Mendapatkan bukti tanda dan gejala
pembuluh darah secara langsung atau
DIAGNOSIS DAN DIAGNOSIS BANDING pun tidak langsung. Bukti secara lang
Penegakan diagnosis dilakukan berdasarkan sung, yakni adanya hipoperfusi dan
anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemerik- atau infark akut, sedangkan bukti tidak
saan penunjang. Anamnesis harus teliti tidak langsung berupa identifikasi kemung-
447
Buku Ajar Neurologi
448
Transient Ischemic Attack
449
Buku Ajar Neurologi
450
Transient Ischem ic A ttack
11 . Stroke Foundation of New Zealand Guideline for 12. Wu CM, McLaughlin K, Lorenzetti DL, Hill MD, Manns
the assessment and management of people with re BJ, Ghali WA. Early risk of stroke after transient
cent transient ischaemic attack (TIA). Wellington: ischemic attack: a systematic review and meta
Stroke Foundation of New Zealand; 2008. analysis. Arch Intern Med. 2007;167(22}:2417-22.
451
Buka Ajar Neurologi
STROKE ISKEMIK
452
Stroke Iskemik
jttik (11,3%) relatif lebih kecil dibandingkan ma kolesterol dan kolesterol oleat pada
stroke perdarahan (17,2%). Secara umum tunika muskularis yang menyebabkan
cjari 61,9% pasien stroke iskemik yang di- lumen pembuluh darah menyempit serta
lakukan pemeriksaan CT scan di Indonesia di- berkelok-kelok.
dapatkan infark terbanyak pada sirkulasi an
Pada hipertensi kronik akan terbentuk
terior (27%), diikuti infark lakunar (11,7%),
nekrosis fibrinoid yang menyebabkan
dan infark pada sirkulasi posterior (4,2%).
kelemahan dan hernias! dinding arte-
riol, serta ruptur tunika intima, sehingga
patofisiologi
terbentuk suatu mikroaneurisma yang
Secara umum faktor risiko stroke terbagi
disebut Charcot-Bouchard. Kelainan ini
menjadi dua, yaitu (1) faktor risiko yang
terjadi terutama pada arteri yang berdi-
dapat dimodifikasi atau dilakukan tata lak-
ameter 100-300m m (arteriol).
sana, antara lain hipertensi, diabetes meli-
tus (DM), merokok, obesitas, asam urat, dan Pengerasan dinding pembuluh darah
hiperkolesterol, serta (2) faktor risiko yang dapat mengakibatkan gangguan auto-
tidak dapat dimodifikasi, seperti usia, jenis regulasi, berupa kesulitan untukberkon-
kelamin, dan etnis. traksi atau berdilatasi terhadap peruba
han tekanan darah sistemik. Jika terjadi
1. Hipertensi
penurunan tekanan darah sistemik yang
Hipertensi merupakan faktor risiko
mendadak, tekanan perfusi otak menjadi
stroke tersering, sebanyak 60% pe-
tidak adekuat, sehinggga menyebab
nyandang hipertensi akan mengalami
kan iskemik jaringan otak. Sebaliknya,
stroke. Hipertensi dapat menimbulkan
jika terjadi peningkatan tekanan darah
stroke iskemik (50% ) maupun stroke
sistemik, maka akan terjadi peningkatan
perdarahan (60% ). Data menunjukkan
tekanan perfusi yang hebat yang akan
bahwa risiko stroke trombotik pada
menyebabkan hiperemia, edema, dan
penyandang hipertensi sekitar 4,5 kali
perdarahan.
lebih tinggi dibandingkan normotensi.
Pada usia >65 tahun, penyandang hiper 2. Diabetes Melitus
tensi memiliki risiko 1,5 kali lebih tinggi Sebanyak 10-30% penyandang DM dapat
dibandingkan normotensi. mengalami stroke. Suatu studi terha
dap 472 pasien stroke selama 10 tahun
Patofisiologi hipertensi menyebabkan
menunjukkan adanya riwayat DM pada
terjadinya perubahan pada pembuluh
10,6% laki-laki dan 7,9% perempuan.
darah. Perubahan dimulai dari peneba-
lan tunika intima dan peningkatan per- Penelitian menunjukan adanya peranan
meabilitas endotel oleh hipertensi lama, hiperglikemi dalam proses aterosklero-
terutama pada arteri dengan ukuran ke sis, yaitu gangguan metabolisme berupa
cil, yaitu sekitar 300~500m m (cabang akumulasi sorbitol di dinding pembu
perforata). Proses akan berlanjut de luh darah arteri. Hal ini mennyebabkan
ngan terbentuknya deposit lipid teruta gangguan osmotik dan bertambahnya
453
Baku Ajar Neurologi
kandungan air di dalam sel yang dapat prostasiklin dan tromboksan. Hal itu
mengakibatkan kurangnya oksigenisasi. mengakibatkan peningkatan agregasi
trombosit dan penyempitan lumen pem-
Peranan genetik pada DM belum diketahui
buluh darah, sehingga memudahkan
secara pasti. Dipildrkan terdapat abnormal-
terjadinya stroke iskemik. Selain itu,
itas genetik yang dihubungkan dengan ab-
merokok dalam waktu lama akan me-
normalitas seluler secara intrinsik berupa
ningkatkan agregasi trombosit, kadar
pemendekan usia kehidupan (life span) sel
fibrinogen, dan viskositas darah, serta
dan peningkatan proses pergantian [turn
menurunkan aliran darah ke otak yang
over] sel di dalam jaringan. Proses ini dapat
menyebabkan terjadinya stroke iskemik.
juga terjadi pada sel endotel dan sel otot po
los dindingpembuluh darah. Karbondioksida juga dipikirkan memi-
liki pengaruh. Ikatan karbondioksida
Penyandang DM sering disertai dengan
di dalam darah 200 kali lebih tinggi
hiperlipidemia yang merupakan faktor
dibandingkan oksigen, sehingga seolah-
risiko terjadinya proses aterosklerosis.
olah oksigen di dalam darah sedikit. Hal
Pada penelitian oleh National Cholesterol
ini menyebabkan peningkatan produksi
Education Program (NCEP), kurang lebih
eritrosit oleh tubuh, sehingga komposisi
40% penyandang DM term as uk dalam
eritrosit plasma tinggi, yang terlihat se-
kriteria hiperlipidemia serta 23% meng-
bagai peningkatan nilai hematokrit yang
alami hipertrigliserida dan kadar high
disebut polisitemia sekunder.
density lipoprotein (HDL) yang rendah.
4 . A sam U rat
3. Merokok
Salah satu penelitian di Jepang terhadap
Secara prospektif merokok dapat me-
usia 5 0 -7 9 tahun selama 8 tahun menun-
ningkatkan perburukan serangan stroke
jukkan hiperurisemia merupakan faktor
sebesar 3,5 kali dan dihubungkan dengan
risiko penting terjadinya stroke. Peneli
banyaknya konsumsi rokok. Hal ini dapat
tian kohort di Honolulu dengan rentang
disebabkan oleh beberapa mekanisme.
usia 5 5 -6 4 tahun selama 23 tahun mem-
Pertama, aldbat derivat rokok yang sangat
perlihatkan hubungan bermakna antara
berbahaya, yakni nikotin. Nikotin diduga
asam urat, kadar kolesterol, tekanan
berpengaruh pada sistem saraf simpa-
darah sistolik, dan kadar trigliserida ter
tis dan proses trombotik. Dengan adanya
hadap kejadian aterosklerosis berupa
nikotin, kerja sistem saraf simpatis akan
penyakit jantung dan stroke. Kondisi
meningkat, termasuk jalur simpatis sistem
hiperurisemia diduga merupakan salah
kardiovaskular, sehingga akan terjadi pe
satu faktor yang dapat meningkatkan
ningkatan tekanan darah, denyut jantung,
agregasi trom bosit
dan meningkatnya aliran darah ke otak.
5. Dislipidemia
Pengaruh nikotin terhadap proses trom
Meskipun tidak seberat yang dilaporkan
botik melalui enzim siklooksigenase,
sebagai penyebab penyakit jantung, salah
yang menyebabkan penurunan produksi
satu penelitian observasional menunjuk-
454
Stroke Iskemik
kan hubungan peningkatan kadar lipid bral. Dengan demikian, perempuan pada
plasma dan kejadian stroke iskemik. usia produktif memiliki proteksi terhadap
Metaanalisis terhadap studi kohort juga kejadian penyakit vaskular dan ateroskle
menunjukkan kekuatan hubungan antara rosis yang menyebabkan kejadian stroke
hiperlipidemia dan stroke. Komponen dis- lebih rendah dibandingkan lelaki. Na
lipidemia yang diduga berperan, yakni ka mun, pada keadaan premenopause dan
dar HDL yang rendah dan kadar low den menopause yang terjadi pada usia lanjut,
sity lipoprotein (LDL) yang tinggi. Kedua produksi estrogen menurun sehingga
hal tersebut mempercepat aterosklerosis menurunkan efek proteksi tersebut
pembuluh darah koroner dan serebral.
Berdasarkan suku bangsa, didapatkan
6. Usia, Jenis Kelamin, dan Ras/Suku suku kulit hitam Amerika mengalami
Bangsa risiko stroke lebih tinggi dibandingkan
Angka kejadian stroke meningkat seiring kulit putih. Insidens stroke pada kulit hi
bertambahnya usia, yaitu 0,4% (usia 1 8 - tam sebesar 246 per 100.000 penduduk
44 tahun), 2,4 % (usia 65-74 tahun), hing- dibandingkan 147 per 100.000 pen
ga 9,7% (usia 75 tahun atau lebih), sesuai duduk untuk kulit putih.
dengan studi Framingham yang berskala
besar. Hal ini disebabkan oleh pening Patofisiologi Stroke Iskemik Akut
katan terjadinya aterosklerosis seiring Pada dasarnya, proses terjadinya stroke
peningkatan usia yang dihubungkan pula iskemik diawali oleh adanya sumbatan pem
dengan faktor risiko stroke lainnya, se- buluh darah oleh trombus atau emboli yang
perti atrial fibrilasi (atria/fibrillation /AF) mengakibatkan sel otak mengalami gang-
guan metabolisme, karena tidak mendapat
dan hipertensi. AF dan hipertensi sering
dijumpai pada usia lanjut. suplai darah, oksigen, dan energi (Gambar
1). Trombus terbentuk oleh adanya proses
Laki-laki memiliki risiko stroke 1,25-2,5 aterosklerosis pada arkus aorta, arteri karo-
kali lebih tinggi dibandingkan perem- tis, maupun pembuluh darah serebral. Pro
puan. Namun, angka ini berbeda pada usia ses ini diawali oleh cedera endotel dan in-
lanjut. Prevalensi stroke pada penduduk flamasi yang mengakibatkan terbentuknya
Amerika perempuan (tahun 1999-2000) plak pada dinding pembuluh darah. Plak
berusia >75 tahun lebih tinggi (84,9%) akan berkembang semakin lama semakin
dibandingkan laki-laki (70,7%). tebal dan sklerotik. Trombosit kemudian
Data pasien stroke di Indonesia juga akan melekat pada plak serta melepaskan
menunjukkan rerata usia perempuan faktor-faktor yang menginisiasi kaskade ko-
(60,4±13,8 tahun) lebih tua dibandingkan agulasi dan pembentukan trombus.
laki-laki (57,5±12,7 tahun). Hal ini di- Trombus dapat lepas dan menjadi embolus
pikirkan berhubungan dengan estrogen. atau tetap pada lokasi asal dan menyebabkan
Estrogen berperan dalam pencegahan oldusi dalam pembuluh darah tersebut. Em
plak aterosklerosis seluruh pembuluh boli merupakan bagian dari trombus yang
darah, termasuk pembuluh darah sere terlepas dan menyumbat pembuluh darah
455
Buku Ajar Neurologi
di bagian yang lebih distal. Emboli ini dapat disebabkan oleh sumbatan, tetapi juga aki-
berasal dari trombus di pembuluh darah, bat proses inflamasi, gangguan sawar darah
tetapi sebagian besar berasal dari trombus otak (SDO) atau (blood brain barrier/ BBB),
di jantung yang terbentuk pada keadaan ter- zat neurotoksik akibat hipoksia, menurun-
tentu, seperti atrial fibrilasi dan riwayat in- nya aliran darah mikrosirkulasi kolateral,
fark miokard. Bila proses ini berlanjut, akan dan tata laksana untuk reperfusi.
terjadi iskemia jaringan otak yang menye- Pada daerah di sekitar penumbra, terdapat
babkan kerusakan yang bersifat sementara berbagai tingkatan kecepatan aliran darah
atau menjadi permanen yang disebut infark. serebral atau cerebral blood flow (CBF).
Di sekeliling area sel otak yang mengalami Aliran pada jaringan otak normal adalah
infark biasanya hanya mengalami gangguan 40-50cc/100g otak/menit, namun pada
metabolisme dan gangguan perfusi yang daerah infark, tidak ada aliran sama sekali
bersifat sementara yang disebut daerah (CBF OmL/lOOg otak/menit] (Gambar 2],
penumbra (Gambar 2). Daerah ini masih Pada daerah yang dekat dengan infark CBF
bisa diselamatkan jika dilakukan perbaikan adalah sekitar lOcc/lOOg otak/menit. Dae
aliran darah kembali (reperfusi) segera, se- rah ini disebut juga daerah dengan ambang
hingga mencegah kerusakan sel yang lebih kematian sel (threshold o f neuronal death),
luas, yang berarti mencegah kecacatan oleh karena sel otak tidak dapat hidup bila
dan kematian. Namun jika penumbra tidak CBF di bawah 5cc/100g otak/menit.
dapat diselamatkan, maka akan menjadi
daerah infark. Infark tersebut bukan saja Pada daerah yang lebih jauh dari infark, di-
456
Stroke Iskem ik
D aerah oligem ia
C BF30-40 cc/lOOg otat/ m enit
D aerah infark
CBF 0 cc/ lOOg otak/menit
dapatkan CBF sekitar 20cc/100g otak/me- katan kadar laktat intraselular. Kegagalan
nit. Pada daerah ini aktivitas listrik neuronal pompa kalium dan natrium menyebabkan
terhenti dan struktur intrasel tidak terinte- depolarisasi dan peningkatan pelepasan
grasi dengan baik. Sel di daerah tersebut neurotrans miter glutamat.
memberikan kontribusi pada terjadinya de-
Depolarisasi meningkatkan kadar kalsi-
fisit neurologis, namun memberikan respons
um intraselular, sedangkan glutamat yang
yang baik jika dilakukan terapi optimal.
dilepaskan akan berikatan dengan resep-
Bagian yang lebih luar mendapatkan CBF tor glutam at yakni N-metil-D-aspartat
30-40cc/100g otak/menit, yang disebut (NMDA) dan a-arhino-3-hydroxy-5-methyi-
dengan daerah oligemia. Bagian terluar 4-isonazolipropionid-acid (AMPA), yang
adalah bagian otak yang normal. Bagian ini selanjutnya akan menyebabkan masuknya
mendapatkan CBF 40-50cc/100g otak/me kalsium intraselular. Dengan demikian,
nit Bila kondisi penumbra tidak ditolong hal tersebut semakin meningkatkan kadar
secepatnya maka tidak menutup kemung- kalsium intraselular. Kalsium intraselular
kinan daerah yang mendapat aliran darah memicu terbentuknya radikal bebas, ni-
dengan kecepatan kurang tadi akan berubah trit oksida (NO), inflamasi, dan kerusakan
menjadi daerah yang infark dan infark yang DNA melalui jalur enzimatik seperti Ca2+-
terjadi akan semakin luas. ATPase, calsium-dependent phospholipase,
Pada daerah yang mengalami iskemia, ter protease, endonuklease, dan kaspase yang
jadi penurunan kadar adenosine triphos keseluruhannya berkontribusi terhadap
phate (ATP), sehingga terjadi kegagalan kematian sel.
pompa kalium dan natrium serta pening-
457
Buku Ajar Neurologi
Faktor Lain yang M em engaruhi Daerah sel. Sel neuron/sel glia akan mengalami
Penum bra penurunan aktivitas bioelektrik, kehilangan
Selain CBF yang sangat berpengaruh pada extracellular ionic gradient, dan masuknya
daerah penumbra, ada beberapa faktor lain Na diikuti Cl ke dalam sel. Seluruh proses ini
yang berperan terhadap perkembangan akan berujung pada edema intrasel.
pasien pada fase akut, antara lain stres oksi- 4. Inflam asi pada daerah penum bra aid-
datif, asidosis derah penumbra, depolarisasi bat adanya iskemia. Respons inflamasi
daerah penumbra, dan faktor inflamasi. ini merupakan respons normal yang ber-
tujuan untuk pembersihan debris sel,
1. Kondisi stres oksidatif, merupakan
namun juga cenderung meningkatkan
kondisi diproduksinya radikal bebas
kerusakan jaringan serebral. Respons in
berupa 0 2, hidroksil [OH), dan NO pada ke-
flamasi berupa aktivasi brain resident cells
adaan iskemia serebral. Radikal bebas ini
seperti mikroglia dan astrosit, infiltrasi sel-
sangat mempengaruhi daerah penumbra
sel inflamasi ke jaringan iskemik, seperti
akibat pembentukan rantai reaksi yang
neutrofil, monosit, makrofag dan limfosit,
dapat menghancurkan membran sel, de
serta peningkatan alttivasi mediator in
oxyribonucleic acid (DNA), dan protein.
flamasi dan infiltrasi mediator inflamasi
Radikal bebas juga menyebabkan gang-
ke jaringan otak. Adapun mediator yang
guan mikrosirkulasi dan merusak sawar
bersifat pro-inflamasi tersebut antara lain
darah otak hingga menyebabkan edema.
tumor necrosis factor (TNF)-a, interleukin
Proses tersebut akan terus berlangsung
(IL)-lp, interferon (IF)-p, serta IL-6) yang
selama keadaan iskemia tidak segera di-
diproduksi oleh limfosit.
tangani, oleh karena radikal bebas bereak-
si ldiususnya dengan lemak tidak jenuh
GEJALA D A N T A N D A K L IN IS
(;unsaturated lipid) yang banyak berada di
Tanda dan gejala ldinis stroke sangat mudah
membran neuron dan sel glia.
dikenali. Hal ini secara praktis mengacu pada
2. Asidosis daerah penum bra terfadi aki deflnisi stroke, yaitu kumpulan gejala akibat
bat peningkatan metabolisme anaerob gangguan fungsi otak akut baik fokal mau-
yang disebabkan oleh proses iskemia. pun global yang mendadak, disebabkan oleh
Peningkatan metabolisme ini memicu berkurang atau hilangnya aliran darah pada
pembentukan asam laktat, sehingga ter- parenkim otak, retina, atau medula spinalis,
jadi asidosis. Asidosis menyebabkan ma- yang dapat disebabkan oleh penyumbatan
suknya natrium [Na+] dan Cl‘ke dalam sel atau pecahnya pembuluh darah arteri mau-
melalui ikatan Na+/H+dengan C1/HC03', pun vena yang dibuktikan dengan pemerik-
sehingga terjadi edema intrasel dan pe saan pencitraan otak dan/atau patologi.
ningkatan tekanan intrakranial (TIK).
Gejala gangguan fungsi otak pada stroke sa
3. Depolarisasi daerah penumbra terjadi ngat tergantung pada daerah otak yang ter-
akibat kegagalan pompa Na+/iC dan berald- kena. Defisit neurologis yang ditimbulkannya
bat terjadinya peningkatan kalium ekstra- dapat bersifat fokal maupun global, yaitu:
458
Stroke Iskemik
• Gangguan global berupa gangguan ke- b. Pencitraan otak: CT scan kepala non kon-
sadaran tras, CT angiografi atau MRI dengan per-
fusi dan difusi serta magnetic resonance
Pemeriksaan sederhana untuk mengenali angiogram [MRA]
gejala dan tanda stroke yang disusun oleh
c. Doppler karotis dan vertebralis
Cincinnati menggunakan singkatan FAST,
mencakup F yaitu facial droop (mulut men- d. Doppler transkranial ( transcranial dop-
cong/tidak simetris), A yaitu arm weakness p ier/ TCD]
(kelemahan pada tangan), S yaitu speech e. Pemeriksaan laboratorium
difficulties (kesulitan bicara], serta T, yaitu Pemeriksaan laboratorium di IGD yakni
time to seek medical help (waktu tiba di RS hematologi rutin, glukosa darah sewaktu,
secepat mungkin). FAST memiliki sensitivi-
dan fungsi ginjal (ureum, kreatinin]. Selan-
tas 85% dan spesifisitas 68% untuk men-
jutnya di ruang perawatan dilakukan peme
egakkan stroke, serta reliabilitas yang baik
riksaan rutin glukosa darah puasa dan 2 jam
pada dokter dan paramedis.
pascaprandial, HbAlC, profil lipid, c-reac-
Tanda ldinis stroke juga dapat dilakukan tive protein [CRP], dan laju endap darah.
dengan cara pemeriksaan fisik neurologi Pemeriksaan hemostasis, seperti activated
untuk mengkonfirmasi kembali tanda dan partial thrombin time (APTT], prothrom
gejala yang didapatkan berdasarkan anam bin time (PT), dan international norm al
nesis. Pemeriksaan fisik yang utama me- ized ratio [INR], enzim jantung (troponin,
liputi penurunan kesadaran berdasarkan creatine kinase MB/CKMB], fungsi hati, tes
Skala Koma Glasgow (SKG), kelumpuhan uji fungsi trombosit (uji resistensi aspirin
saraf kranial, kelemahan motorik, defisit dan klopidogrel), serta elektrolit dilakukan
sensorik, gangguan otonom, gangguan fung atas indikasi.
si kognitif, dan lain-lain.
459
Buku Ajar Neurologi
Pemeriksaan penunjang lain disesuaikan Organisation (ESO) yang terbaru. Acuan ini
dengan indikasi (sebagian dapat dilakukan terbagi dalam kekuatan rekomendasi kelas
di ruang rawat) meliputi: I-III [class] dengan kelas I yang terkuat dan
kualitas bukti [level o f evidence ) dari A-C
1. Digital substraction angiography (DSA)
dengan level A yang tertinggi.
serebral
2. MR difusi dan perfiisi atau CT perfusi otak Tata laksana Umum
1. Stabilisasi Jalan Napas dan Pernapasan
3. Ekokardiografi (transtorakal dan/atau
a. Pemantauan status neurologis, nadi,
transesofageal)
tekanan darah, suhu tubuh, dan satu
4. Rontgen toraks rasi oksigen secara kontinu dalam 72
5. Saturasi oksigen, dan analisis gas darah jam pertama (ESO kelas IV, good clini
6. Pungsi lumbal jika dicurigai adanya perda- cal practice/ GCP)
rahan subaraknoid namun pada CT scan b. Pemberian oksigen jika saturasi oksi
tidak ditemukan gambaran perdarahan gen <95% (ESO kelas IV, GCP)
7. EKG holter, jika dicurigai terdapat AF
c. Perbaikan jalan nafas termasuk pe-
paroksismal
masangan pipa orofaring pada pasien
8. Elektroensefalografi (EEG) jika dicuri yang tidak sadar, pemberian bantuan
gai adanya kejang ventilasi pada pasien yang mengalami
9. Penapisan toksikologi (misalnya alko- penurunan kesadaran atau disfungsi
hol, kecanduan obat] bulbar dengan gangguan jalan napas
10. Pemeriksaan antikardiolipin dan anti- (AHA/ASA kelas 1, level C).
bodi antinuklear (ANA) jika dicurigai d. Intubasi endotracheal tube (ETT) atau
adanyalupus laryngeal mask airway (LMA) diper-
11. Pemeriksaan neurobehaviour lukan pada pasien dengan hipoksia
Pemeriksaan Evaluasi Komplikasi (p02 <60mmHg atau pC02 >50mmHg),
syok, atau pada pasien yang berisiko
Komplikasi pada stroke akut dapat berupa
pneumonia, infeksi saluran kemih, trombosis untuk mengalami aspirasi.
vena dalam atau deep vein thrombosis (DVT), e. Pipa endotrakeal diusahakan terpa-
dekubitus, spastisitas dan nyeri, depresi, sang tidak lebih dari 2 minggu, kalau
gangguan fungsi kognitif, serta komplikasi lebih maka dianjurkan dilakukan tra-
metabolik lain seperti gangguan elektrolit. keostomi.
2. Stabilisasi Hemodinamik (Sirkulasi)
TATA LA K S A N A
a. Pemberian cairan kristaloid atau koloid
Tata laksana untuk stroke iskemik akut baik
intravena (IV), dan hindari pemberian
secara umum maupun khusus mengacu dari
cairan hipotonik seperti glukosa.
pedoman yang telah dibuat di berbagai ne-
gara, sebagian besar dari AHA/ASA [Ameri b. Dianjurkan pemasangan kateter vena
can Stroke Association) dan European Stroke sentral [central venous catheter/CVQ,
460
Stroke Iskem ik
461
Buku Ajar Neurologi
462
Stroke lskem ik
463
Buku Ajar Neurologi
dianjurkan adalah 0,6-0,9 mg/kgBB. Di itu terdapat faktor eksklusi yang meng-
RSUPN Cipto Mangunkusumo yang me- halangi pasien untuk mendapatkan tera
miliki Code Stroke sebagai acuan tatalak- pi definitif rTPA. Oleh karena itu dipikir-
sana trombolisis IV, menggunakan dosis kan tatalaksana yang dapat menjangkau
0,6 mg berdasarkan studi Japan Alteplase emboli atau trombus tepat di arteri yang
Clinical Trial (JACT 2006]. dioklusinya yang disebut sebagai tinda-
kan neurointervensi/endovaskular.
2. Terapi Neurointervensi/Endovaskular
Adalah terapi yang menggunakan ka- Sepanjang sejarah penelitian neurointer
teterisasi untuk melenyapkan trombus vensi untuk membuang trombus pada
di pembuluh darah dengan cara melisis- stroke iskemik akut, hasilnya mengece-
kan trombus secara langsung (tromboli wakan selama 20 tahun terakhir. Dimulai
sis intraarterial) atau dengan menarik dengan penelitian Proact II 1999 berupa
trombus yang menyumbat dengan alat pemberian Prourokinase langsung di lesi
khusus (trombektomi mekanik). oklusi arteri serebri media ( middle ce
rebral arteryj MCA) gagal mendapatkan
Hal ini bermula dari sejarah digunakan-
persetujuan FDA, hingga penelitian Merci
nya trombolisis untukmelisiskan trombus
(coil retriever ) yang walaupun mendapat
yang mengobstruksi arteri dalam upaya
kan persetujuan dari FDA, tetapi hasilnya
mengembalikan tekanan perfusi. Pada
belum meyakinkan AHA/ASA untuk me-
1995 Food Drug Administration (FDA)
masukkannya ke dalam guideline.
menyetujui recombinant tissue-type
plasminogen activator (r-tPA) intravena Akhirnya, pada Desember 2014 muncul
(IV) sebagai tatalaksana efektif untuk 4 penelitian RCT sekaligus dalam waktu
stroke akut berdasarkan hasil penelitian berdekatan, bahkan pada April 2015
randomized controlled trial (RCT) yang muncul hasil penelitian RCT ke-5 yang
menunjukkan efektivitas rTPA ini. menjawab teka-teki yang membingung-
kan dalam 20 tahun terakhir ini. Kelima
Sampai 2015, rTPA adalah satu-satunya
penelitian ini adalah Multicenter Ran
tatalaksana definitif pada pasien stroke
domized Clinical Trial o f Endovascular
dengan onset kurang dari 4,5 jam dan
Treatment fo r Acute Ischemic Stroke in
menjadi tatalaksana tunggal yang ter-
the Netherlands (MR CLEAN), Endovascu
bukti efektif untuk stroke iskemik. Sela-
lar Treatment fo r Small Core and Anterior
ma 22 tahun terakhir ini rTPA dilakukan
Circulation Proximal Occlusion with Em
pada sekitar 13% pasien, dengan hasil
phasis on Minimizing CT to Recanalization
sebanyak 30% sembuh tanpa sekuele
Times (ESCAPE), Extending the Time fo r
ataupun sekuele ringan.
Thrombolysis in Emergency Neurological
Namun pada kasus oklusi proksimal dari De-ficits— Intra-Arterial (EXTEND IA),
arteri serebri, keluaran klinis kurang Solitaire with the Intention fo r Thrombec
baik, karena anglca rekanalisasi awal tomy as Primary Endovascular Treatment
pasca trombolisis IV yang rendah. Selain Trial (SWIFT PRIME), dan Randomized
464
Stroke Iskemik
465
Buku Ajar Neurologi
Gambar 3. Pembagian Area MCA pada Skor Alberta Stroke Program m e Early CTScore (ASPECTS)
C: nukJeus kaudatus; L: nuldeus lentiformis; I: insular ribbon; IC: kapsula interna; Ml: korteks MCA anterior;
M2: korteks MCA lateral hingga insular ribbon; M3: korteks MCA posterior; M4: area MCA posterior, superior
dari M l; M5: area MCA posterior, superior dari M2; M6: area MCA posterior, superior dari M3
466
Stroke Iskemik
467
Buku Ajar Neuroiogi
468
Stroke Iskemik
Gly9-Prol0 ACTH (4-10), DLBS 1033, sif, yaitu dengan terapi anti trombotik
dan MLC 601 dapat dipertimbangkan. (terutama antikogulan), terapi simto-
e. Edema serebri adalah penyebab matik, dan terapi penyakit dasar.
utama dari kemunduran dini dan ke- j. Tidak ada data penelitian tentang
matian pada pasien dengan stroke lama pemberian antikoagulan un
iskemik luas (teritorial). Edema ini tuk trombosis vena serebral. Be-
biasanya berkembang antara hari berapa studi merekomendasikan
ke-2 dan ke-5 dari awitan stroke, pemberian antikoagulan sekurang-
tetapi menjelang hari ke-3, pasien kurangnya 3 bulan, diikuti pem beri
dapat mengalami kemunduran neu- an terapi antitrom bosit (AHA/ASA:
rologi dalam 24 jam sesudah awitan kelas II A, level C).
keluhan. Direkomendasikan pasien
Neurorehabilitasi/Neurorestorasi Pas-
dengan stroke iskemik luas/terito-
castroke
rial untuk dirawat di ICU/HCU dalam
Tatalaksana neurorehabilitatif pascastroke
1 minggu pertama sejak onset stroke.
mengalami perubahan dalam 15 tahun tera-
f. Kraniektomi dekompresi direkomen khir. Konsep masa kini untuk pemulihan de-
dasikan pada pasien stroke iskemik fisit neurologis pascastroke mencakup ranah
luas yang mengalami edema serebri yang lebih luas dan berkembang menjadi
[malignant brain infarction) untuk me- cabang ilmu neurologi yang dikenal sebagai
nyelamatkan jiwa namun dengan risiko neurorestoratologi. Hal ini mencakup neu
gejala sisa gangguan neurologik yang rorestorasi struktural dan signaling neuron,
berat. Tindakan dilakukan dalam 48 dan neuromodulasi, selain tindakan neuro
jam sesudah awitan keluhan dan di restorasi rehabilitatif. Tindakan neurorestora
rekomendasikan pada pasien yang si pascastroke diberikan mulai dari fase akut,
berusia <60 tahun (AHA/ASA: kelas sub-akut, sampai dengan fase kronik. Untuk
I, level A). selengkapnya dapat dilihat pada bab Prinsip
g. Mild hypothermia (dengan target tem- Dasar Neurorestorasi Pascacedera Saraf.
peratur otak antara 33-35°C) mengu-
Edultasi
rangi mortalitas pada pasien dengan
Oleh karena stroke menyebabkan keadaan
infark arteri serebri media luas, na
morbiditas yang tinggi, maka dibutuh-
mun dapat menyebabkan efelc sam-
kan pemahaman dan kerja sama antara
ping yang berat meliputi krisis TIK
pasien dan keluarga dengan klinisi, untuk
sepanjang pengembalian suhu tubuh.
mendapatkan hasil terapi yang maksimal,
h. Direkomendasikan tindakan pirau ven- antara lain dengan pemberian edukasi yang
trikel peritoneal [VPshunt) ataubedah informatif mengenai:
dekompresi untuk terapi infark serebe-
lum luas yang menekan batang otak. o Penjelasan sebelum masuk RS (rencana
rawat, biaya, pengobatan, prosedur, masa
i. Penatalaksanaan trombosis vena se-
dan tindakan pemulihan dan latihan,
rebral dilakukan secara komprehen-
manajemen nyeri, risiko dan komplikasi).
469
Buku Ajar Neurologi
470
Stroke Iskemik
Gambar 5. Hyperdense MCA Sign di Sisi Kiri (Kiri] dan Early Ischem ic Changes di Sisi Kiri (Kanan)
(Dok: Pribadi)
471
Buku Ajar Neurologi
Gambar 6. Oklusi Arteri Serebral Media (MCA) Kiri di Ml (Kiri) dan Sesudah Rekanalisasi (Kanan)
(Dok: Pribadi)
Pasien dilakukan trombektomi menggu- bri media dan diletakkan selama 5 menit
nakan stent retriever sesuai dengan kriteria hingga mengembang sempurna (Gambar 7).
AHA/ASA 2015, yaitu: Ketika stent ditarik, seluruh emboli/trombus
dapat ditarik sempurna tanpa meninggalkan
a. Skor mRS prestroke pasien ini = 0
sisa emboli/trombus yang baru ke arah dis
b. Stroke iskemik akut yang telah tal. Setelah itu, stent ditarik dan dikeluarkan.
mendapatkan terapi trombolisis intra-
vena dalam waktu 4,5 jam setelah onset Pasien menjalani pemeriksaan angiografi
ulang dan didapatkan oklusi MCA kiri telah
c. Stroke aldbat oklusi pada arteri serebri
terbuka. Pada pasien ini terjadi rekanalisasi
media cabang proksimal
dengan skala thrombolysis in cerebral infarc
d. Usia >18 tahun, yaitu 58 tahun tion (TIC!) perfusion scale 2b j 3 (Gambar 6).
e. Skor NIHSS >6, yaitu 15 Pada stent retriever yang telah ditarik, di
f. Skor ASPECTS=10 dapatkan bekuan darah emboli yang sudah
g. Pasien dapat dilakukan tindakan pungsi dievakuasi (Gambar 8).
arteri femoralis maksimal 6 jam setelah Pascatindakan, pasien dirawat di ruang rawat
onset stroke intensif. Pada hari kedua, terdapat perbaikan
Alatyang digunakan adalah Solitairetm, salah NIHSS menjadi 10. Pasien pulang setelah
satu pilihan stent retriever yang tersedia di hari perawatan ke-16 dengan NIHSS akhir 8
Indonesia dengan hasil penelitian yang baik. setelah perbaikan kondisi AFRR dan terapi
Stent dimasukkan, kemudian ujung stent di- warfarin sebagai prevensi stroke sekunder.
pasang pada M1-M2 junction di arteri sere
472
Stroke Iskemik
Gambar 7. Stent Retriever pada Ml-MZ Junction di Arteri Serebri Media (Tanda Panah)
(Dolt: Pribadi)
Gambar 8. Bekuan Darah (Emboli) yang Sudah Dievakuasi (Kiri) pada Stent Retriever (Kanan)
(Dok: Pribadi)
473
Buku Ajar Neurologi
474
Stroke Iskemik
early predictor for one-year survival following 36. Frizzell JP. Acute stroke: pathophysiology, diag
an ischemic stroke/transient ischemic attack. Int nosis, and treatment, AACN Advanced Critical
J Stroke. 2 0 1 0 ;5 (l):1 6 -2 0 . Care, 2 0 0 S ;1 6 (4 ):4 2 1 -4 0 .
33. Nancy K, Glober, Karl A, Sporer, Kama Z, Gulu- 37. Rohde S, Haehnel S, Herweh C, Pham M,
ma, dkk. Acute stroke: current evidence-based Stampfl S, Ringleb PA, Bendszus M. Me
recommendations for prehospital care. W est J chanical thrombectomy in acute embolic
Emerg Med. 2 0 1 6 ;1 7 (2 ):1 0 4 -2 8 . stroke. Stroke. 2 0 1 1 ;4 2 (1 0 ):2 9 5 4 -6 .
34. Kurniawan M. Zairinal RA, Mesiano T, Hidayat R, 38. Pexmen W dkk. Use o f the Alberta Stroke Pro
Harris S, Ranakusuma TAS. Terapi trombolisis in gram Early CT score (ASPECTS) for assessing CT
travena pada pasien stroke iskemik dengan awitan scans in patients with acute strokes. AJNR AM j
kurang dari 6 jam. Neurona. 2 0 1 4 ;32(l):53-59. Neuroradiol 2 0 0 1 ;2 2 :1 5 3 4 -4 2 .
35. PowersWj, Derdeyn CP, Biller], Coffey CS, Hoh BL, 39. Azad TD, Veeravagu A, Steinberg GIG Neuro
Jauch EC, dkk. AHA/ASA Focused update of the restoration after stroke. Neurosurg Focus,
2013 guidelines for the early management of pa 2016;40(5);E 2.
tients with acute ischemic stroke regarding endo 40. Chen L, Huang H. Neurorestoratology: new concept
vascular treatment. Stroke. 2015;46(10):3020-35. and bridge from bench to bedside. Zhongguo Xiu Fu
Chong Jian Wi Ke za Zhi, 2009;23(3> 366-70.
475
CEREBRAL SM ALL VESSEL D ISEA SE
476
Cerebral Small Vessel Disease
Distribusi kebutuhan energi dalam sistem umumnya manifestasi ini berupa gangguan
sirkulasi otak disuplai melalui 3 pembuluh pada sel, serabut saraf, maupun pembuluh
darah utama yaitu pembuluh darah parent darah halus. Gambaran dari small vessel
artery dilanjutkan cortical branch artery dan disease dapat berupa infark lakunar, white
diakhiri dengan penetrating artery (Gambar matter lesion atau leukoaraiosis maupun
1). Yang termasuk pembuluh darah parent perdarahan mikro. Penyebab kelainannya
artery adalah a. serebri media, a. serebri an juga sangat beragam mulai dari kelainan
terior, a. serebri posterior, a. vertebralis, dan a. vaskular berupa arteri oslderosis, infeksi,
basilaris. Pengembalian aliran darah menuju inflamasi dan autoimun, angiopati genetik
pusat akan melalui pembuluh darah vena, yai seperti cerebral amyloid angiopathy dan
tu melalui vena kapiler, dilanjutkan ke venula venous collagenosis, serta penyakit-penyakit
dan selanjutnya ke vena. Penetrating artery pembuluh darah kecil lainnya.
merupakan pembuluh darah kecil yang meru-
pakan bagian terakhir dari sistem arteri yang DEFINISI
akan berhubungan dengan vena-vena kapiler. Cerebral small vessel disease (CSVD) meru
pakan kondisi klinikopatologis yang sangat
Gangguan pembuluh darah kecil (small vessel
penting karena merupakan 20% dari penye
disease ) meliputi gangguan yang terjadi pada
bab stroke di seluruh dunia, dan merupakan
penetrating vessels dan vena kapiler yang
penyebab tersering demensia vaskular mau
dapat menghambat pengembalian sirkulasi
pun demensia campuran (demensia vasku
darah kotor tersebut (Gambar 2). Manifestasi
lar dan penyakit Alzheimer}. Istilah CSVD
klinis gangguan tersebut berimbang dengan
digunakan dalam berbagai aspek termasuk
lesi yang ditimbulkannya di otak. Pada
aspek klinis, patologis, dan pencitraan.
Vaniila
Pembuluh kapiler
Arteri Vena
Gambar 2. Pembuluh Darah Kecil (Small Vessel Disease) Meliputi Arteriol, Kapiler, dan Venula
477
Buku Ajar Neurologi
Dalam aspek klinis, pengertian CSVD memi- Cerebral arterial small vessels berasal dari 2
liki spektrum yang sangat luas yang dapat cabang, yaitu cabang superfisial dan cabang
memberikan manifestasi klinis maupun ti- profunda. Cabang superfisial adalah cabang
dak. Manifestasi klinis dapat bervariasi se- sirkulasi subaraknoid yang merupakan
perti sakit kepala, gangguan fungsi kognitif, pembuluh darah terminal dari pembuluh
gangguan gait, hingga kelumpuhan. Oleh darah berukuran sedang. Cabang profunda
karena itu, pengertian CSVD lebih mengacu berasal dari bagian basal, yang merupakan
pada gambaran patologis pembuluh darah cabang langsung dari pembuluh darah be-
kecil di otak. termasuk arteri kecil, arteriol, sar yang selanjutnya masuk ke dalam paren-
kapiler, vena kapiler, venula, dan vena, Na kim menjadi arteri perforator. Kedua sistem
mun, seringkali istilah ini hanya ditujukan pembuluh darah tersebut berjalan menuju
kepada pembuluh darah arterial, sedangkan bagian dalam dari parenkim. Setelah mele-
kompartemen vena kurang mendapat per- wati lapisan kortikal serta deep gray struc
hatian, sehingga CSVD disebut juga sebagai tures, kedua sistem pembuluh darah terse
arterial small vessel disease. but akan bersatu di watershed area, suatu
area terdalam dari subcortical white matter.
Pembuluh darah otak yang terlibat dalam
CSVD adalah pembuluh darah kecil di lep- Hal yang penting diperhatikan yakni pem
tomeningeal dan intraparenkimal, seperti buluh darah kecil tidak dapat divisualisasi-
pembuluh darah ganglia basal, bagian peri- kan, berbeda dengan pembuluh darah besar.
fer substansia alba ( white matter), arteri Oleh karena itu, lesi parenkim otak sebagai
leptomeningeal, pembuluh darah pada sub aldbat perubahan pembuluh darah kecil di-
stansia alba serebelum dan talamus, dan gunakan sebagai penanda CSVD. Selain itu,
pembuluh darah batang otak. Meskipun istilah CSVD seringkali digunakan untuk
umumnya pembuluh darah kortikal tidak menggambarkan komponen iskemik dari
terlibat dalam CSVD, namun CSVD dapat proses patologis pembuluh darah kecil, me-
ditemukan pada korteks bagian dalam [deep liputi infark lakunar dan white matter lesion.
gray matter). Namun yang ada yang perlu diperhatikan
adalah pasien dengan small vessel disease
Pembuluh darah kecil sendiri diartikan se
juga sangat berisiko untuk terjadi perdara-
bagai pembuluh darah yang berdiameter
han. Jenis patologis yang terjadi juga dipe-
<500|im yang berlokasi di subkortikal (dan
ngaruhi oleh lokasi pembuluh darah yang
merupakan end arteries) atau pembuluh da
terkena. Kelainan pada pembuluh darah ke
rah berdiameter <50pm yang berasal dari
cil cabang superfisial dapat menyebabkan
basal (yang disebut sebagai small perfora
angiopati amiloid serebral [cerebral amyloid
ting arteries). Pembuluh darah kecil seperti
angiopathy/CAA) dan lobar microbleeds. Se-
arteri kecil, arteriol, dan kapiler memiliki
mentara itu, kelainan pada pembuluh darah
perbedaan struktur histologis. Arteriol dan
profunda dikaitkan dengan kelainan berupa
arteri kecil sama-sama mempunyai tunika
arteriosklerosis, deep microbleeds, peruba
muskularis tetapi arteriol tidak mempunyai
han white matter, dan infark lakunar (Gam-
lamina elastika.
bar 3).
478
Cerebral Small Vessel Disease
479
Buku Ajar Neurologi
CADASIL: cerebral autosom al dominant arteriopathy with subcortical ischemic strokes and
leukoencephalopathy; CARASIL: cerebral autosom al recessive arteriopathy with subcortical
ischemic strokes and leukoencephalopathy; MELAS: mitochondrial encephalopathy with lac
tic acidosis and stroke-like episodes.
Sumber: Pantoni L. Lancet Neurol. 2010. h. 689-701.
Kesepakatan standar pelaporart ilmiah ter- CSVD tipe 1 (arteriosklerosis) dan tipe 2
hadap perubahan parenkim otak terkait [Cerebral amyloid angiopathy (CAA) spo
CSVD pada pencitraan. Selain itu dilakukan radik dan herediter) adalah yang paling
review teknik pencitraan terbaru untuk sering ditemukan, sementara CSVD tipe 3
mendeteksi dan mengkuantifikasi mani- termasuk jarang. Di antara penyakit yang
festasi preklinik CSVD. tergolong dalam tipe ini, cerebral autosomal
480
Cerebral Smal! Vessel Disease
dominant arteriopathy with subcortical isch SIL dan white m atter lesion termasuk penya
emic strokes and leukoencephalopathy (CA- kit Binswanger.
DASIL) dan penyakit Fabry ( Fabry’s disease)
Arteriosklerosis
adalah yang paling banyak ditemukan dan
Arteriosklerosis merupakan gangguan pem
penting sebagai dasar pemahaman patoge-
buluh darah yang didasari kelainan pada
nesis CSVD sporadik.
dinding pembuluh darah dan berlanjut de
CSVD dapat dimediasi oleh proses inflamasi ngan komplikasinya pada pembuluh darah.
dan imunologi yang didapat (bukan heredi- Arteriosklerosis bersifat difus, tidak hanya
ter}. Kelainan ini dimasukkan dalam CSVD mengenai pembuluh darah otak, tetapi
tipe 4. CSVD tipe 5 berupa venous collage - dapat juga menimbulkan kerusakan multi
nosis, yang merupakan gambaran patologis organ, seperti pembuluh darah jantung, re
dari vena dan venula yang berlokasi dekat tina, maupun ginjal.
dengan ventrikel lateral. Abnormalitas kom-
Manifestasi arteriosklerosis yang khas
ponen kolagen menyebabkan penebalan
adalah mikroaneurisma dan lipohialinosis.
dinding vena, sehingga menimbulkan pe-
Mikroaneurisma terjadi akibat penipisan
nyempitan lumen dan terjadi oklusi.
otot polos pada tunika media pembuluh
CSVD tipe 6 {small vessel disease lainnya) darah yang dapat mengakibatkan micro
mencakup angiopati pasca radiasi dan CSVD bleeding , Lipohialinosis didasarkan adanya
non-amyloid pada kapiler dan membran ba deposit material, seperti fibrohialin, yang
sal pasien Alzheimer. Angiopati pascaradia- dapat menyempitkan lumen pembuluh da
si merupakan efek samping yang tertunda rah, sehingga dapat mengakibatkan infark
dari cerebral irradiation therapy (setelah lacunar. Timbulnya mikroaneurisma dan
bebe-rapa bulan atau tahun). CSVD pas- lipohialinosis ini disebabkan oleh tekanan
caradiasi tersebut paling sering mengenai darah yang tidak terkontrol dan diakse-
pembuluh darah kecil di white m atter yang lerasi oleh adanya penyakit metabolik, seperti
menunjukkan adanya nekrosis fibrinoid, hiperhomosisteinemia, diabetes melitus, dan
penebalan dinding pembuluh darah karena dislipidemia, serta faktor risiko lain seperti
penumpukan hialin, penyempitan lumen, merokok dan imobilisasi. Faktor usia juga
dan sumbatan trombotik sehingga menye dipikirkan berperan pada proses terjadinya
babkan diffuse leucoencephalopathy de arteriosklerosis ini.
ngan degenerasi serabut hialin yang sangat
Usia yang berkontribusi terhadap munculnya
berat. Pada beberapa kasus terjadi kondisi
arteriosklerosis ini, telah bergeser ke arah
nekrosis koagulatif, Keseluruhan perubah-
yang lebih muda. Hal ini disebabkan karena
an parenkim ini disebabkan proses iskemik,
peranan faktor risiko penyakit metabolik
Pembahasan mengenai CSVD akan dibatasi telah diakselerasi oleh perubahan perilaku,
pada beberapa CSVD yang sering ditemukan yakni kebiasaan merokok Penyandang hiper-
saja, diantaranya adalah arteriosklerosis, tensi dan penyakit metabolik akan mengalami
cerebral amyloid angiopathy (CAAJ, CADA- CSVD pada usia yang lebih muda, jika disertai
faktor risiko tambahan, yakni merokok
481
Buka Ajar Neurologi
Merokok tidak saja berpengaruh pada elas- vena. Dengan demikian, CAA merupakan
tisitas dinding pembuluh darah, tetapi juga salah satu CSVD yang dapat bermanifestasi
pada viskositas darah dan deformabilitas dalam bentuk lesi perdarahan (microbleed
sel darah merah (eritrosit). Berdasarkan dan perdarahan intraserebral (PIS) lobar)
sejumlah penelitian, terjadi peningkatan maupun iskemik (infark lakunar, white m at
fibrinogen pada perokok. Peningkatan fi ter lesion),
brinogen akan memicu sistem prokoagulasi,
Adanya deposit serabut amiloid [amyloid f i
sehingga terjadi kondisi hiperkoagulasi.
brils) pada pembuluh darah serebral dapat
Tingginya kadar fibrinogen dalam darah
melemahkan dinding pembuluh darah dan
juga akan meningkatkan viskositas darah.
menyebabkan ruptur, sehingga menimbul-
Efek lain peningkatan fibrinogen ini terkait
kan microbleeds asimtomatis dan perdarah
dengan deformabilitas eritrosit. Muatan
an intraserebral lobar. Selain itu, deposit
negatif pada dinding eritrosit yang disebut
tersebut juga dapat merusak lumen pem
zeta potensial akan berkurang akibat beri-
buluh darah yang menimbulkan iskemia
katan dengan fibrinogen yang bermuatan
(infark serebral, 'incomplete infarction ",
positif. Hal ini menyebabkan berkurangnya
leukoaraiosis), Von sattel dkk menggolong-
kemampuan eritrosit untuk berubah bentuk
kan CAA berdasarkan tingkat keparahan
atau disebut juga deformabilitas eritrosit.
perubahan patologis pembuluh darah yaitu:
Selain itu, kandungan karbon monoksida
(1) ringan, jika amiloid terbatas pada tunika
memicu peningkatan produksi eritrosit, se
media, tanpa kerusakan signifikan sel otot
hingga juga akan meningkatkan viskositas
polos; (2) sedang, jika tunika media di-
darah. Keberadaan arteriosklerosis dan fak-
gantikan oleh amiloid sehingga lebih tebal
tor risiko yang telah disebutkan sebelumnya
dibandingkan kondisi normal; dan (3) be-
akan mempercepat timbulnya CSVD, berupa
rat, apabila terdapat disposisi amiloid yang
infark lakunar dan cerebral demyelinisation,
luas, fragmentasi dinding fokal atau double
dengan segala manifestasi klinisnya
barreling dinding pembuluh darah, pem-
C erebral Am yloid A ngiopathy (CAA) bentukan mikroaneurisma, nekrosis fibri
CAA menggambarkan sekelompok gang- noid, dan kebocoran plasma melalui dinding
guan susunan saraf pusat (SSP) dengan ber- pembuluh darah.
bagai manifestasi klinis yang didasari ke-
Terdapat lebih dari 25 protein manusiayang
lainan pembuluh darah (angiopati) akibat
ditemukan terlibat dalam benang-benang
deposit amyloid fibrils pada dinding pem
amiloid [amyloid fibrils) secara in vivo, na-
buluh darah. Deposit tersebut terdistribusi
mun hanya 7 protein yang bermanifestasi
pada dinding pembuluh darah berukuran
sebagai gangguan SSP, diantaranya adalah
kecil hingga sedang, yakni arteri dan arte-
protein amiloid tipe j3 (Ap). Deposit A(3 ini-
riol terutama di ruang leptomeningeal dan
lah pada dinding pembuluh darah inilah
korteks, dan jarang pada kapiler maupun
yang mendasari CAA (Tabel 2).
482
Cerebral Small Vessel Disease
483
Buku Ajar Neurologi
Terjadinya deposit A[3 dipikirkan oleh lore- peptidase; (2) degradasi oleh astrosit dan
na terjadi gangguan produksi dan eliminasi mikroglia; [3] transportasi aktif melalui
peptida Ap. Peptida A(3 berasal dari sistem sawar darah otak (transendotelial); dan (4}
neuronal, diproduksi oleh protein prekur- drainase perivaskular (Gambar 4). Seiring
sor yakni amyloid precursor protein (APP) pertambahan usia, akan terjadi penurunan
dan disekresi oleh b- and g-secretase. Pep fungsi eliminasi ini dan peningkatan depo-
tida ini mengalami eliminasi melalui empat sisi Ap pada pembuluh darah.
jalur: (1) degradasi proteolitik oleh endo-
485
Buku Ajar Neurologi
Secara umum CAAterbagi menjadi duabentuk, tan (nontraumatik] pada usia lanjut. Smith
yakni CAA herediter dan CAA sporadik. CAA dkk menunjukkan PIS terkait CAA dan PIS
herediter berkaitan dengan mutasi gen yang terkait hipertensi dapat ditemukan ber-
mengkode protein amiloid termasuk prekur- samaan (25% ). PIS terkait CAA seringkali
sornya. Bentuk ini umumnya ditemukan pada berlokasi di lobar, karena keterlibatan pem-
usia muda. CAA sporadik biasanya dikaitkan buluh darah kortikal dan leptomeningeal
dengan polymorphisms o f disease-susceptible superfisial. Sebaliknya PIS terkait hipertensi
genes dan biasanya ditemukan pada usia lan- jarang ditemukan di lobar. PIS terkait CAA
ju t Polimorfisme gen yang berkontribusi pada ini seringkali multipel dan berulang. Selain
pathogenesis penyakit Alzheimer dan diduga tiga hal tersebut, tidak ada ciri khas yang
berkaitan dengan CAA sporadik, yakni apoli- patognomonik untuk perdarahan ini. Gejala
poprotein E (APO-E), presenilin 1 (PS1), a l- seperti nyeri kepala, defisit neurologis fokal,
antichymotrypsin (ACT], dan neprilsin (NEP). kejang dan penurunan kesadaran sama seperti
yang ditemukan pada PIS dengan kausa lain-
Diantara polimorfisme gen tersebut, yang pa
nya. Namun, hal yangperlu ditekankan, bahwa
ling banyak diteliti adalah ApoE yang diang-
perdarahan intraserebral terkait CAA dapat
gap berkontribusi terhadap patogenesis CAA.
asimtomatis, yakni pada microbleeds.
Selain itu, polimorfisme APO-E juga berkon
tribusi pada patogenesis penyakit Alzheimer. PIS terkait CAA penting untuk diperhatikan,
Beberapa studi menganalisis hubungan antara karena sering dihubungkan dengan risiko
APO-E, penyakit Alzheimer, dan CAA. Alel ApoE perdarahan terkait trombolisis. Keduanya
memiliki efek yang berbeda terhadap proses memiliki manifestasi serupa, berupa pre-
produksi, eliminasi dan deposisi Ap. Alel APO- disposisi daerah lobar dan superfisial otak,
E e4 dilcaitkan dengan amiloidogenesis, depo multipel, peningkatan frekuensi dengan ber-
sisi Af3, dan neurotoksisitas. Alel ApoE e4 juga tambahnya usia, dan berhubungan dengan
di-laporkan berkaitan dengan deposisi Ap demensia. Penelitian in vitro menunjukkan
kapiler yang menyertai neuritis degenera- deposit Ap menyebabkan degenerasi sel
tif positif tau (perivascular plaques/drusige pada dinding pembuluh darah, memengaruhi
Entartung/dysphoric angiopathy ), yang ber- vasoaktivitas, dan meningkatkan mekanisme
manifestasi demensia dan sering disebut se- proteolitik, seperti fibrinolisis, antikoagulasi
bagai variasi vaskular dari penyakit Alzheimer. dan degradasi matriks ekstraselular.
Sebaliknya, alel APO-E s2 merupakan proteksi
PIS terkait CAA juga dikaitkan dengan stroke
penyaldt Alzheimer, namun dikaitkan dengan
hemoragik akibat warfarin dan m icrobleeds
peningkatan risiko perdarahan pada CAA. Hal
dihubungkan dengan risiko rebleeding oleh
ini aldbat kontribusi alel APO-E z2 terhadap
karena terapi antiplatelet. Hal ini dibuk-
terjadinya nekrosis fibrinoid, yang merupa
tikan oleh Biffi dkk (2010), namun belum
kan dasar neuropatologis perrdarahan intra-
ada modalitas yang dapat digunakan untuk
serebral terkait CAA (Gambar 5].
memprediksi risiko perdarahan terkait te
PIS terkait CAA berkontribusi sebesar rapi pada kasus tersebut.
5-20% dari perdarahan intraserebral spon-
486
Cerebral Small Vessel Disease
Gambar 5. Peran Alel ApoE pada Berbagai Jalur di Otalc yang dapat Berkontribusi daiam Patogenesis CAA
Peningkatan rasio alel ApoE z4 > s3 disebabkan oleh gangguan eliminasi Ap melalui 4 mekanisme: penurunan Ap
chaperone, penurunan bersihan Ap yang dimediasi reseptor, penurunan degradasi Ap oleh enzim endopeptidase,
dan penurunan drainase perivaskular. Peningkatan rasio alel ApoE e4 > e3 tersebut berkontribusi terhadap
amiloidogenesis, peningkatan rasio Ap 40: Ap 42, dan neurotoksisitas, Alel ApoE €1 berkontribusi daiam
perubahan vaskulopatik, yakni berupa double barreling dan nekrosis fibinoid.
Diagnosis definitif CAA adalah berdasarkan let dengan pewarnaan thioflavin S. Tanda
histologi jaringan otak berupa gambaran khas lainnya adalah gambaran “double bar
green birefringent di bawah cahaya terpo- r e l yang disebabkan pemisahan lamina
larisasi dengan pewarnaan Congo red dan elastika interna akibat pengendapan materi
gambaran floresen di bawah sinar ultravio hialin pada dinding pembuluh darah. Oleh
487
Buku Ajar Neurolog i
karena memerlukan histologi jaringan un- apa kriteria tambahan yang sedang diajukan,
tuk diagnosis definitif, maka seringkali di berupa ditemukannya siderosis superfisial
agnosis CAA didapatkan pada postmortem. pada penanda pencitraan CAA. Modalitas
diagnostik non-invasif lain adalah peme-
Saat ini telah dideldarasikan kriteria Kriteria
riksaan positron emission tomography (PET)
Boston, yang meliputi gejala Idinis dan pen-
scan dengan beta-amyloid-binding compound
citraan, selain komponen histologi yang di-
Pittsburgh Compound B yang dapatmemvisu-
peroleh secara invasif. Berdasarkan leriteria
alisasi p-amiloid fibriler pada otak, yang di-
ini, diagnosis CAA dibedakan menjadi 4, yak-
laporkan berkaitan dengan risiko perdarah-
ni definite CAA, probable CAA dengan gamba-
an intraparenkim akibat recombinant tissue
ran patologi atau MRI/CT scan mendukung,
plasminogen activator (r-TPA).
dan possible CAA (Tabel 3). Terdapat beber-
488
Cerebral Small Vessel Disease
Tata laksana CAA atau PIS terkait CAA, cortical U-fibres, microhemorrhages terutama
baik pencegahan maupun terapi secara pada gray matter, dan laminar cortical neuro
evidence based belum ada. Kortikosteroid nal apoptosis. Hal itu berdasarkan perubahan
dalam beberapa laporan kasus menunjuk- morfologis dan fungsional pembuluh darah
kan perbaikan gejala yang berkaitan dengan otak yang juga terlihat pada pembuluh da
CAA-related inflammation . Hal ini dipikir- rah sistemik.
kan dengan mengurangi edema vasogenik.
Karakteristik histopatologis pada CADASIL
Terapi imunosupresan lain juga dilaporkan
adalah vaskulopati, yang terutama melibat
memengaruhi proses inflamasi CAA, namun
kan pembuluh darah pial dan arteri per
masih terdapat sedikit bukti. Laporan dari
forator yang berdiameter kecil (<500pm)
studi perindoprii protection against recur
serta arteriol, dan tidak disebabkan oleh
rent stroke study (PROGRESS) menunjukkan
hipertensi, aterosklerosis, atau degenerasi
bahwa pengendalian tekanan darah (TD)
amiloid, Gambaran patognomonik CADA
dapat menurunkan risiko PIS terkait CAA.
SIL berupa akumulasi granular osmiophillic
Cerebra' Autosomal Dominant Arteriopa- m aterial (GOM) di tunika media tepat di
thy with Subcortical Infarcts and Leuko- permukaan membran sel otot polos, diikuti
encephalopathy (CADASIL) degenerasi dan berkurangnya sel otot po
CADASIL merupakan penyebab penting dari los, fibrosis adventisia dan penebalan mural
stroke dan demensia vaskular usia muda. pembuluh darah, serta pelebaran rongga
Lebih dari 10% pasien berusia kurang dari perivaskular (rongga Virchow-Robin). Pro
50 tahun dengan stroke dan penyakit white ses patologi tersebut mengakibatkan ste
m atter ditemukan mutasi CADASIL. Mutasi nosis luminal long penetrating arteries yang
ini diturunkan secara monogenik mengi- memperdarahi white m atter subkortikal.
kuti hukum Mendell pada gen N0TCH3. Gen
Semua kelainan tersebut menimbulkan pe
tersebut diekspresikan secara eksklusif oleh
rubahan fisiologis, yaitu penurunan ( cere
sel otot polos pembuluh darah, terutajna ar-
bral blood flow /C BF) dalam kondisi basal
teri berkaliber kecil serta sel pefisit. Pada
atau istirahat, penurunan volume dan dila
pasien CADASIL terdapat akumulasi ranah
tory reserve, serta peningkatan oxygen ex
ekstraselular N0TCH3 pada membran sito-
traction fraction yang berkaitan dengan
plasma otot polos pembuluh darah.
usia. Terdapat pula hipoperfusi terbatas
CADASIL dapat bermanifestasi klinis mau pada regio white matter, yang memberikan
pun tidak. Manifestasi klinisnya sangat gambaran leukoaraiosis serupa denganleu-
bervariasi, seperti migren, stroke lakunar, koaraiosis dengan kausa lain.
stroke lakunar berulang, leukoaraiosis, gang-
White Matter Lesion (W M L)
guan mood, apatis, dan demensia yang tidak
Prevalensi WML pada populasi kulit putih
harus ditemukan secara bersamaan. Gamba-
sekitar 80% pada >60 tahun dan lebih ba-
ran otak pasien dapat berupa infark lakunar,
nyak pada perempuan. WML dihubungkan
demielinisasi white matter yang difus dan
dengan faktor genetik dan terdapat hubung-
hilangnya akson yang tidak melibatkan sub
an yang kuat dengan usia dan tekanan da-
489
Baku Ajar Neurologi
rah. WML dapat memberikan manifestasi yang berhubungan dengan sifat-sifat multi-
klinis yang bervariasi ataupun hanya dite- faktoral kompleks seperti WML, yaitu 6 novel
mukan pada pencitraan tanpa gejala klinis. single nucleotide polymorphisme (SNP) pada
Sebelum adanya MRI, white matter lesion satu lokus kromosom 17q25.
[WML} terlihat sebagai suatu x-ray attenu
WML berkaitan dengan beberapa penyakit,
ation di area white matter pada gambaran
diantaranya penyakit Binswanger. Penya
CT scan. Hachinski dkk menyatakan lesi itu
kit ini secara patologis tampak sebagai area
disebut sebagai leukoaraiosis. Pada peme-
konfluens atau pengelompokan jaringan
riksaan MRI, WML berupa gambaran hiper-
halus yang berkerut dan berglanulasi pada
intens didaerah white m atter pada sekuens
white m atter di otak, meliputi lobus oksipi-
T2 weighted dan FLAIR di periventrikel dan
tal, periventrikel terutama bagian anterior,
daerah immediate subcortical white matter.
dan serebelum. Volume white m atter men-
Fazekas memberikan gambaran histopa- jadi berkurang dan dapat disertai pembe-
tologis yang sering ditemukan pada WML saran ventrikel serta mengecilnya korpus
adalah perubahan perivaskular ringan kalosum. Selain lesi white matter , dapat pula
hingga melibatkan area yang luas dengan ditemukan lacunae, kavitas berbentuk bulat
kehilangan jumlah serat yang bervariasi, atau lonjong berisi cairan pada daerah sub-
kavitas kecil multipel, serta arteriosklero- kortikal, berdiameter 3-20mm, yang dite
sis nyata. Hal ini berkaitan dengan berbagai mukan pada CT atau MRI. Terkadang pasien
proses patologis, bergantung pada keru- dengan perubahan white matter Binswanger
sakan jaringan iskemik dapat berupa myelin juga mengalami amyloid angiopthy dan CA-
pallor, gliosis, kehilangan akson, destruksi DASIL, yaitu arteri yang berada di subkorti-
serat saraf komplet, hingga pada kasus be- kal dan leptomeningen mengalami peneba-
rat dapat menimbulkan gangguan sawar lan dan mengandung substansi congophilic
darah otak dan endotel. Selain itu terdapat yang mewarnai amiioid.
patologis lain terjadi juga venous collage -
Studi mikroskopik menunjukan adanya
nosis, yaitu penumpukan kolagen pada din-
myelin pallor, suatu area dengan penurunan
ding venula di pembuluh darah vena kecil
mielinisasi yang dikelilingi oleh jaringan
periventrikular. Namun proses ini kurang
normal. Pada abnormalitas white m atter
mendapatkan perhatian jika dibandingkan
yang berat dapat ditemukan nekrosis dan
dengan kaitan arteriosklerosis terhadap
terbentuk kavitas. Selain itu dapat terjadi
small vessel disease.
gliosis, terutama di area yang mengalami
Proses pembentukan WML serta kompleksi- myelin pallor. Dinding dari penetrating ar
tas fenotipnya dipikirkan terdapat kontribusi teries menebal dan mengalami hialinisasi,
faktor genetik, antara lain perubahan trans- namun oklusi dari arteri kecil sangat jarang
krip RNA pada berbagai gen yang melibatkan ditemukan.
siklus sel, proteolisis, dan apoptosis pada
Gambaran klinik penyakit Binswanger sa
WML. Hasil studi Genome Wide Association
ngat bervariasi, umumnya berupa gangguan
Study (GWAS) telah diidentifikasi adanya gen
kognitif berupa perlambatan psikomotor,
490
Cerebral Small Vessel Disease
gangguan memori, bahasa, dan visuospa- lakunar. Kerusakan white m atter dipikir-
sial, serta abulia. Selain itu dapat ditemukan kan merupakan bentuk infark yang tidak
gejala pseudobulbar, gangguan piramidal, lengkap atau nekrosis yang selektif. Me
dan gait. Manifestasi ini umumnya bertahap kanisme yang mendasarinya dipikirkan
dan memburuk dalam periode hari hingga akibat restriksi lumen yang menyebabkan
minggu, kemudian menetap. Adapula yang hipoperfusi kronik white matter, sehingga
bermanifestasi sebagai stroke lakunar akut. menyebabkan degenerasi serabut mielin
akibat kematian oligodendrosit selektif dan
PATOGENESIS KERUSAKAN SEREBRAL berulang. Bentuk iskemik lain adalah infark
Mekanisme CSVD menyebabkan kerusakan lakunar akibat penyumbatan dan oklusi
parenkim otak bermacam-macam dan belum pembuluh darah kecil yang bersifat akut.
sepenuhnya diketahui, namun pada prin- Hal ini menyebabkan iskemik yang bersifat
sipnya CSVD menyebabkan perubahan patolo- fokal dan akut serta nekrosis jaringan kom-
gis pada pembuluh darah otak. Pada arteriol, plet (pannecrosis ). Dapat terlibat juga me
perubahan meliputi disfungsi otot pembuluh kanisme lain seperti kerusakan sawar darah
darah, lipohialinosis, vascular remodelling, otak, inflamasi subklinik lokal dan apoptosis
dan penumpukan materi fibrotik. Terjadi juga oligodendrosit yang berkontribusi terhadap
penebalan membran basal, pelebaran ruang gambaran patologis akhir dari penyakit ini.
perivasltular (rongga Virchow-Robin), serta
Selain lesi iskemik, CSVD juga dapat me
gangguan sistem sawar darah otak (SDO) yang
nyebabkan perdarahan. Perdarahan pada
dapat menyebabkan edema. Hal ini menye
CSVD dapat berupa perdarahan masif mau
babkan hipoperfusi kronik akibat penurunan
pun perdarahan kecil (microhaemorrhage).
aliran darah otak dan hilangnya respons
Alasan mengapa beberapa pembuluh darah
adaptif seperti autoregulasi dan neurovascu
yang mengalami ruptur dapat menyebab
lar coupling, sehingga terjadi gangguan suplai
kan perdarahan masif, sedangkan pembuluh
nutrisi ke otak secara adekuat yang berlanjut
darah lain hanya menyebabkan perdarahan
pada kerusakan jaringan (Gambar 6). Adapun
kecil tidak diketahui. Perbedaan ketebalan
perubahan pada sistem vena dapat berupa ve
dinding pembuluh darah pada kasus cerebral
nous collagenosis.
amyloid angiopathy (CAA) sebelumnya di
Perubahan patologis pada pembuluh darah pikirkan menjelaskan hal tersebut, yakni se-
kecil dapat memberikan dampak iskemik makin tebal dinding pembuluh darah dikait-
maupun hemoragik. Bentuk iskemik CSVD kan dengan lebih banyak perdarahan kecil.
antara lain lesi white matter dan infark
491
Buku A jar N eurologi
Kerusakan dinding Ruptur Perdarahen
pembuiuhdarah, pembuluh makroskopis
mikroaneurisma, Jnflamasi da rah dengandestruksi
deposisiamiioid parenkimiuas
Small vessel
Nekrosis kompiet Kavitasipadastruktur
disease
Apoptosis iskemiaakut, fokalfatau pan* atau pada area white
p matter pada MRS
492
493
Baku Ajar Neurologi
hingga terdapat gangguan fungsi kognitif dan perivascular {Virchow Robbin space), deep
gangguan motorik, termasuk parkinsonisme. hemorrhage {large subcortical hemorrhages
Variasi ini berhubungan dengan luasnya lesi dan microbleeds), dan atrofi otak. Lesi subkor-
serta perbedaan mekanisme kompensasi un- tikal seperti infark lakunar, WMH, dan deep
tuk mencegah penurunan fungsi kognitif dan hemorrhage {large subcortical hemorrhages
motorik. Gambaran MRI pada sekuens fluid dan microbleeds) juga merupakan penanda
attenuated inversion recovery (FLAIR) juga CSVD, namun tidak spesifik. WMH tidak ha
tidak khas, karena WML dapat atau tanpa nya ditemukan pada CSVD, infark lakunar
disertai bentuk CSVD lain pada MRI, seperti juga dapat menggambarkan embolisme.
infark lakunar dan cerebral microbleed .
Hal yang penting diperhatikan adalah CSVD ti
D IA G N O SIS DAN D IA G N O SIS BA N D IN G dak hanya memilild gambaran iskemik, namun
Kerusakan parenkim otak pada CSVD hanya juga dapat memberikan gambaran perdarahan
dapat diidentifikasi dengan CT scan atau berupa macrolesions [large sub-cortical hemor
MRI, sehingga diagnosisnya sangat bergan- rhages) dan microlesions {microbleeds), Seba-
tung pada temuan pencitraan (Tab el 4 dan gian besar perdarahan dapat dideteksi dengan
Gambar 7). Wardlaw dkk mengidentifikasi pencitraan konvensional termasuk CT scan, mi
beberapa temuan, seperti infark lakunar, crobleeds membutuhkan MRI dengan sekuens
white matter hyperintensities (WMH) atau khusus yakni gradient echo atau susceptibility-
white matter lesions (WML), dilatasi ruang weighted imaging (SWI).
Gambar 7. [A) FLAIR Sequence Menggambarkan Dense White Matter Hyperintensities dan; [B) Menggam
barkan Stroke Lakunar; (C) Cerebral Microbleeds
Sumber: Barkhof F, dkk. Radiology Assistant [serial online].
494
Cerebral Small Vessel Disease
Terdapat klasifikasi yang digunakan secara cil. Namun dalam praktek sehari-hari hanya
luas untuk mendeskripsikan beratnya WML, digunakan klasifikasi ringan (mild], sedang
yaitu Fazekas Scale yang pertama kali dike- (moderate], dan berat (severe]. Skala Fazekas
mukakan oleh Fazekas dkk (1987). Skor ini membagi white matter menjadi 2 regio, yaitu
menilai secara kuantitatif jumlah white mat periventrikular dan deep white matter, dan
ter hyperintense lesions pada MRI sekuens tiap regio dibagi menjadi beberapa kelas ber-
T2/FLAIR yang timbul akibat iskemia kronik dasarkan ukuran dan confluence [penggabun-
terutama oleh gangguan pembuluh darah ke- gan) dari lesi (Tabel 5 dan Gambar 8).
495
Buku Ajar Neurologi
496
Cerebral Small Vessel Disease
menunjukkan bahwa pasien yang mendapat nifikan, bahkan meningkatkan risiko perda-
atorvastatin mengalami penurunan kejadian rahan dan kematian, Oleh karena itu, kom-
stroke dan penyakit jantung koroner secara binasi klopidogrel dan aspirin tidak boleh
signifikan, namun peningkatan sedikit tetapi diberikan, kecuali dengan indikasi spesifik
signifikan menyebabkan stroke hemoragik. lainnya, sehingga perhatian selanjutnya ditu-
Oleh karena pasien CSVD lebih jarang disertai jukan pada cilostazol dan trifusal.
aterosklerosis pembuluh darah besar, namun
Dari hasil studi pada hewan coba dan ma-
lebih berisiko tinggi mengalami perdarahan,
nusia, didapatkan bahwa cilostazol menye
sehingga pemberian statin pada infark laku-
babkan komplikasi perdarahan yang lebih
nar masih dipertanyakan. Analisis post-hoc
rendah dibandingkan aspirin, ditandai den
studi SPARCL pada 1409 pasien infark lakunar
gan pemanjangan bleeding time pada as
menunjukkan efikasi yang sama pada grup
pirin atau klopidogrel. Sebagai tambahan,
dengan infark lakunar dibandingkan grup
pemanjangan bleeding time juga tidak ter-
yang lain, Studi Regression o f Cerebral Artery
jadi meskipun cilostazol diberikan bersa-
Stenosis (ROCAS) menunjukkan bahwa peng-
maan dengan aspirin atau klopidogrel pada
gunaan statin berhubungan dengan penu
pasien dengan penyakit arteri perifer. Cilos
runan progresivitas WML.
tazol juga memiliki efek protektif terhadap
Pada sub-studi Vitamins to Prevent Stroke endotel dan mencegah gangguan SDO pada
(VITATOPS)-MRI, penurunan kadar homo- pasien stroke iskemik. Studi terhadap mu-
sistein dengan vitamin B dikaitkan dengan rin menunjukkan bahwa cilostazol melin-
penurunan peningkatan volume WMH pada dungi mikrovaskulatur otak yang iskemia
pasien dengan CSVD yang berat. Sebagai dengan menurunkan aktivitas matrix me-
tambahan, vitamin E tocotrienols diketa- talloprotease-9 (MMP-9}. Analisis subgroup
hui dapat menghambat progresifitas WMH studi Cilostazol fo r Prevention o f Secondary
pada subjek sehat dengan WMH. Stroke juga menunjukkan bahwa ciloztazol
lebih aman secara bermakna dibandingkan
Antiplatelet
aspirin terkait risiko stroke hemoragik pada
Antiplatelet secara umum digunakan pada
pasien hipertensi dengan stroke lakunar. Ci
stroke nonkardioembolik. Walaupun studi
lostazol dilaporkan dapat menurunkan high
yang berfokus pada infark lakunar sangat ja
pulsatile pressure pada pembuluh darah ke-
rang, manfaat dari beberapa antiplatelet di-
cil akibat kekakukan arteri, yang berkontri-
pertimbangkan serupa antara infark lakunar
busi dalam patogenesis WMH.
dengan yang nonlakunar. Satu-satunya studi
yang berfokus pada infark lakunar, yakni stu Trifusal memiliki efek yang sama dengan as
di Secondary Prevention o f Small Subcortical pirin namun dengan komplikasi perdarahan
Strokes (SPS3] yang melibatkan 3020 pasien lebih kecil, sehingga dapat digunakan pada
dari Amerika Utara, Amerika Selatan, dan pasien dengan risiko perdarahan seperti
Spanyol. Pada studi ini disimpulkan bahwa CMB multipel pada CSVD. Hingga kini masih
pada infark lakunar, klopidogrel, dan aspirin diperlukan studi lebih lanjut untuk menemu-
tidak menurunkan risiko stroke secara sig kan antiplatelet yang sesuai pada CSVD.
497
Baku Ajar Neurologi
498
TEOM BOSIS VENA SEEEBRAL
499
Buku Ajar Neurologi
500
Trombosis Vena Serebral
501
Buku Ajar Neurologi
502
Trombosis Vena Serebral
Tabel 2. Faktor Risiko Trombosis Vena Serebral berakumulasi menjadi perdarahan besar di
Trombofilia___________________________________ parenkim.
Defisiensi antitrombin, protein C, dan protein S
Mutasi faktor V Leiden Mekanisme kedua terjadi akibat obstruksi
Mutasi gen protrombin 20210 pada sinus serebri yang mengakibatkan
Antibodi antifosfolipid berkurangnya absorpsi cairan serebrospinal.
Hiperomosistenemia
Pada kondisi normal cairan serebrospinal
Yang berkaitan dengan kesehatan wanita
Kehamilan akan diabsorpsi oleh granulasio araknoid dan
Status pascamelahirkan mengalami drainase menuju sinus sagitalis
Kontrasepsi hormonal dan terapi pengganti superior sebelum akhirnya dialirkan ke vena
Infeksi
jugularis interna. Trombosis vena akan meng
Infeksi terlokalisasi seperti otitis, mastoiditis,
sinusitis
akibatkan peningkatan tekanan vena dan
Meningitis gangguan absorpsi cairan serebrospinal se
Kelainan infeksi sistemik hingga terjadi peninggian tekanan intrakrani-
Penyakit Inflamasi Kronik al. Peningkatan ini akan maldn memperburuk
Vaskulitis
tingginya tekanan di vena, venula, dan kapiler,
Inflammatory bowel disease
Kanker sehingga terjadi perdarahan parenkim, edema
Kelainan Hematologi vasogenik, dan edema sitotoksik
Polisitemia
Trombositosis esensial Dalam hal lokasi trombosis, studi ISCVT
Hemoglobinuria paroksimal nokturnal mendapatkan bahwa sinus transversus
Cedera yang tersering (86% } diikuti sinus sagitalis
Cedera kepala superior (62% }, straight sinus (18% ), vena
Cedera lokal pada sinus atau vena serebral
Kanulasi vena jugular
kortikal (superfisial) sebesar 17%, vena
Prosedur bedah saraf jugularis (12% ), vena serebri magna Galen
Pungsi lumbal dan vena internal (profunda) sebesar 11%.
Sindrom nefrotik______________________________
Sumber: Piazza G. Circulation. 2012. h. 1704-9.
GEJALA DAN TANDA KLINIS
Sumbatan pada sinus dan vena di otak akan Gejala klinis trombosis vena serebri amat ber-
mengakibatkan gejala klinis melalui be- variasi, dengan onset yang dapat bersifat akut,
berapa mekanisme (Gambar 3). Terjadinya subakut, atau kronik. Pada 30% kasus, gejala
sumbatan atau okiusi pada vena akan meng bersifat akut dan umumnya hilang dalam 48
akibatkan peningkatan tekanan vena dan jam. Pada 50% kasus, gejala bersifat subakut
kapiler. Peningkatan tekanan vena yang ma- (dapat muncul dalam 30 hari) dan sisanya
kin bertambah akan menurunkan perfusi pada 20% kasus gejala bersifat kronik (dira-
serebral, sehingga terjadi iskemia dan edema sakan antara 30 hari hingga 6 bulan).
sitotoksik. Selain itu, terjadi kerusakan sawar
Berdasarkan lokasi dan luas trombosis yang
darah otak yang mengakibatkan edema va-
terjadi, terdapat 4 gejala utama yang dapat sa-
sogenik. Aldbat tekanan yang maldn meningkat,
ling tumpang tindih atau berdiri sendiri-sendiri,
akhimya terjadi ruptur vena dan kapiler; me-
yaitu: gejala hipertensi intrakranial, defisit fokal
nyebabkan perdarahan petekial yang dapat
neurologis, kejang, dan ensefalopati (Gambar 4).
503
B aku A jar N eurologi
504
Gejala dan tanda hipertensi intrakranial dapat sisi. Meskipun amat jarang, dapat dijumpai
berupa nyeri kepala, papiledema, dan gang- gejala nyeri kepala thunderclap, seperti pada
guan penglihatan, Nyeri kepala merupakan perdarahan subaraknoid. Nyeri kepala yang
gejala trombosis vena serebri yang paling disebabkan trombosis vena serebri seringkali
sering dikeluhkan, Hal ini berbeda dengan keliru didiagnosis sebagai migren.
stroke arterial yang umumnya tidak disertai
Gejala neurologis fokal yang paling sering
nyeri kepala. Lebih dari 90% pasien trombosis muncul adalah defisit motorik [>40% ) dan
vena serebral memiliki keluhan nyeri kepala, kejang, termasuk kejang fokal dan kejang
dan lebih dari 60% kasus bersifat subakut. umum (30-40% ). Kejang umumnya dijumpai
Nyeri kepala dapat merupakan satu-satunya pada trombosis di sinus sagitalis dan vena
gejala pada pasien, tanpa disertai defisit fokal kortikal. Frekuensi kejang pada trombosis
neurologis maupun papilledema. Hal ini ter- vena jauh lebih sering dibandingkan pada
jadi pada 25% -40% pasien. Nyeri ini terjadi stroke arterial. Oleh karena itu, adanya de
akibat distensi dinding vena, inflamasi lokal fisit neurologis akut disertai kejang, harus
atau akibat leakage darah pada permukaan dipikirkan sebagai trombosis vena serebri.
otak yang mengiritasi area sensitif nyeri di du- Gejala ensefalopati seringkali terjadi pada
ramater, Karakteristik nyeri umumnya bersi pasien usia lanjut, trombosis di straight si
fat difiis, namun dapat juga bersifat unilateral nus, serta pada trombosis berat yang diser
atau terlokalisir. Nyeri kepala dapat diperberat tai edema serebri, infark luas, dan perdarah
dengan manuver Valsalva atau perubahan po- an parenkim.
505
Baku Ajar Neurologi
506
Trombosis Vena Serebral
area hiperdens umum atau terlokalisir di serebri pada CT scan yakni string sign,
sekitar dalam area hipodens yang menun- dense triangle sign, dan empty delta sign.
jukkan gambaran infark hemoragik di String sign atau cord sign (Gambar 5)
area otak yang tidak khas untuk stroke merupakan gambaran hiperdens me-
arterial. Selain itu dapat dijumpai pula manjang pada CT scan tanpa kontras,
gambaran perdarahan subaraknoid ald- ditemukan pada 25% kasus. Gamba
bat adanya ektravasasi atau ruptur darah ran ini terjadi akibat adanya trombosis
dari vena tnenuju ruang subaraknoid. pada vena kortikal. Namun dapat dite
mukan pada kondisi slowflow, sehingga
Sensitivitas CT scan tanpa kontras dalam
tanda ini merupakan tanda yang non-
mendiagnosis trombosis vena serebri cu-
spesifik.
kup rendah, sekitar 25-56%. Mesldpun
demikian, ditemukannya gambaran direct Dense triangle sign (Gambar 6) ditemu
sign [visualisasi trombus dalam pembuluh kan pada 2% dari seluruh kasus trom
darah) atau indirect sign (kerusakan pa- bosis vena serebral, dan 60% ditemu
renk' otak akibat iskemia atau gangguan kan pada 2 minggu pertama. Tanda ini
aliran vena) akan membantu meningkat- terjadi akibat opasifikasi spontan pada
kan spesifisitas diagnosis. SSS akibat proses koaguiasi darah yang
a. Direct sign baru terjadi.
Terdapat 3 direct sign trombosis vena
Gambar 5. Cord Sign yang Menggambarltan Gambar 6 . D ense T rian gle Sign
Trombus pada Sinus Transversus Sumber:Simons B, dkk. Radiology Assistant
Sumber: Simons B, dkk. Radiology Assistant [serial online].
[serial online].
507
Buku Ajar Neurologi
Empty delta atau empty triangle sign dapat pula dijumpai erosi struktur telinga
(Gambar 7), dapat dijumpai pada CT scan tengah dan perubahan regio mastoid pada
dengan kontras, sebanyak 10-35% kasus. trombosis septik sinus lateralis (Gambar 9).
Gejala ini terjadi akibat adanya defek
2 . M R I, M R V e n o g r a fi, d a n C T V e n o g r a fi
pengisian kontras intraluminal di bagian
Gambaran MRI trombosis venaserebrijuga
posterior SSS. Pada CT scan , tampak pe-
bervariasi, bergantung pada usia trombus,
nyangatan dinding sinus yang mengel-
bisa normal pada lebih dari 30% pasien.
ilingi area hipodens (gambaran clot)
Sekuens T2 merupakan sekuens terpen-
dalam lumen.
ting pada trombosis fase akut, karena gam
b. Indirect sign baran pada sekuens lain kurang jelas. Pada
Tanda ini lebih sering ditemukan pada CT fase akut, seltuens T1 menunjukkan gam
scan dibandingkan direct sign. Meskipun baran isointens, dan gambaran hipointens
tidak spesifik, jika dijumpai adanya indirect pada sekuens T2. Pada fase subakut, trom
sign maka pemeriksaan venografi perlu di- bus akan terlihat hiperintens pada seltuens
pertimbangkan untuk memastikan diagno T1 dan T2. Pada tahap kronik, trombus
sis. Gambarannya antara lain berupa edema kurang jelas terlihat, namun dapat tervi-
serebri, ukuran ventrikel yang mengecil, sualisasi sebagai gambaran heterogen de
hidrosefalus, penyangatan pada folks atau ngan intensitas yang bervariasi tergantung
tentorium (Gambar 8), serta infark vena jaringan otak sekitarnya.
dengan atau tanpa perdarahan. Selain itu,
508
Trombosis Vena Serebral
Gambar 9. CT Scan Tanpa Kontras Menunjukkan Perubahan Erosif pada Telinga Tengah dan M astoid Air
Cells pada Trombosis Sinus Lateral
509
Baku Ajar Neurologi
Pada sekuens T2, dapat ditemukan ede dapat membantu menegakkan diagnosis
ma di talamus pada kasus oklusi vena dan membantu follow-up pasien dengan
profunda. Tanda ini merupakan meru- trombosis vena serebral. Namun demikian,
pakan tanda bahaya, mengingat pasien pemerilcsaan ini relatif baru dengan sensi-
dapat memburuk hingga koma. Sekuens tivitas dan spesifisitas yang tidak terlalu
T2 juga sensitif untuk menentukan karak- tinggi. Pada fase akut, oklusi pada sinus
teristik perdarahan parenldmal. dapat didiagnosis dengan menggunakan
transcranial color-coded duplex sonography
Pada trombosis SSS dapat dijumpai perda
(TCCD). Selain itu, TCCD dan juga Doppler
rahan lobar berbentuk flame-shaped, irre-
transkranial/transcranial Doppler (TCD}
guler, di daerah frontal parasagital dan
dapat membantu mengevaluasi sistem dan
lobus parietal. Pada trombosis sinus trans-
aliran kolateral vena otak.
versus lesi hemoragik dapat ditemukan di
lobus temporal atau oksipital. Adanya gam-
TATA LAKSANA
baran tersebut dapat mengarahkan per-
Manajemen trombosis vena serebri secara
lunya pemeriksaan MR atau CT venografi,
umum dibagi menjadi 2 macam, yakni terapi
mengingat keduanya memilild kemam-
umum simtomatik dan terapi pragmatis,
puan untuk menggambarkan pembuluh
seperti terapi medikamentosa dan neuroin-
darah secara detail. Dibandingkan dengan
tervensi.
pemeriksaan DSA sebagai baku emas, ke-
dua pemeriksaan ini juga memilild sensiti- Tata Laksana Umum dan Simptomatik
vitas dan spesifisitas yang tinggi (mencapai Tata laksana umum terdiri atas elevasi ke-
100%} dalam penegakan diagnosis trom pala 30°, oksigenasi, dan proteksi jalan
bosis vena serebral. napas terhadap risiko pneumonia aspirasi.
MR venografi menjadi pilihan utama meng Terapi simtomatik mencakup pemberian
ingat keterbatasan CT venografi yang mem- obat antikonvulsan, tata laksana peningkat-
butuhkan walctu pengerjaan lebih lama, an intrakranial, kontrol gejala psikosis dan
bergantung pada kemampuan operator agitasi psikomotor, terapi analgetik serta
dalam hal editing tulang untuk visualisasi pemberian antibiotik jika trombosis vena
pembuluh darah intrakranial, paparan ra- serebri disebabkan karena infeksi (septik}.
diasi, dan masalah penggunaan kontras Kejang dapat terjadi pada lebih dari 30%
pada pasien gagal ginjal atau alergi kon pasien dan berisiko berulang selama pe-
tras. American Heart Association (AHA}/ rawatan. Kejang juga meningkatkan risiko
American Stroke Association (ASA) Scien kerusakan anoksik. Oleh karena itu, pada
tific Statement 2011 merekomendasikan pasien dengan klinis kejang, terdapat perda
pemeriksaan MRI dengan seloiens T2 dan rahan, atau trombosis pada vena kortikal
MR venografi sebagai tes diagnostik pilihan atau supratentorial, menjadi kandidat un
dalam kasus trombosis vena serebral. tuk pemberian antikonvulsan.
3. Ultrasonografi Peningkatan tekanan atau hipertensi intrakra
Ultrasonografi vena dan sinus serebral nial dapat terjadi pada 50% pasien trombosis
510
Trombosis Vena Serebral
511
Buku Ajar Neurologi
512
Trombosis Vena Serebral
513
Buku Ajar Neurologi
STROKE HEMORAGIK
Taufik Mesiano, Salim Harris; Al Rasyid, Mohammad Kurniawan,
Rakhmad Hidayat
514
Stroke Hemoragik
Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indone Pada beberapa kasus, pecahnya pembuluh
sia (PERDOSSI] dengan Badan Penelitian Dan darah tidak didahuiui oleh terbentuknya
Pengembangan Kementrian Kesehatan Re- aneurisma, namun semata-mata karena pe-
publik Indonesia, tahun 2014 didapatkan 5411 ningkatan tekanan darah yang mendadak.
kasus stroke akut dari 18 RS dengan angka ke-
Pada kondisi normal, otak mempunyai sistem
jadian stroke hemoragik sebesar 33%.
autoregulasi pembuluh darah serebral untuk
mempertahankan aliran darah ke otak. Jika
PATOFISIOLOGI
tekanan darah sistemik meningkat, sistem ini
Patofisiologi stroke hemoragik umumnya
bekerja melakukan vasokonstriksi pembuluh
didahuiui oleh kerusakan binding pembu-
darah serebral. Sebaliknya, bila tekanan darah
luh darah kecil di otak akibat hipertensi.
sistemik menurun, akan terjadi vasodilatasi
Penelitian membuktikan bahwa hipertensi
pembuluh darah serebral. Pada kasus hiper
kronik dapat menyebabkan terbentuknya
tensi, tekanan darah meningkat cukup tinggi
aneurisma pada pembuluh darah kecil di
selama berbulan-bulan atau bertahun-tahun.
otak. Proses turbulensi aliran darah meng-
Hal ini dapat mengakibatkan terjadinya pro
akibatkan terbentuknya nekrosis fibrinoid,
ses hialinisasi pada dinding pembuluh darah,
yaitu nekrosis sel/jaringan dengan aku-
sehingga pembuluh darah akan kehilangan
mulasi matriks fibrin. Terjadi pula herniasi
elastisitasnya. Kondisi ini berbahaya karena
dinding arteriol dan ruptur tunika intima, pembuluh darah serebral tidak lagi bisa me-
sehingga terbentuk mikroaneurisma yang nyesuaikan diri dengan fluktuasi tekanan da
disebut Charcot-Bouchard [Gambar 1}. Mi rah sistemik, kenaikan tekanan darah secara
kroaneurisma ini dapat pecah seketika saat mendadak akan dapat menyebabkan pecahn
tekanan darah arteri meningkat mendadak. ya pembuluh darah.
.. ...k
MWBBIm
4 )
515
Baku Ajar Neurologi
Darah yang keluar akan terakumulasi dan obat-obatan, gangguan pembekuan darah, dan
membentuk bekuan darah (hematom) di proses degeneratif pada pembuluh darah otak.
parenkim otak. Volume hematom tersebut
Stroke hemoragik dapat terjadi melalui ber-
akan bertambah, sehingga memberikan efek
bagai macam mekanisme. Stroke hemoragik
desak ruang, menekan parenkim otak, serta
yang dikaitkan dengan hipertensi biasanya
menyebabkan peningkatan TIK. Hal ini akan
terjadi pada struktur otak bagian dalam
memperburuk kondisi klinis pasien, yang
yang diperdarahi oleh penetrating artery
umumnya berlangsung dalam 24-48 jam
seperti pada area talamus, putamen, pons,
onset, akibat perdarahan yang terus ber
dan serebelum. Stroke hemoragik lobaris
langsung dengan edema disekitarnya, serta
pada usia lanjut dihubungkan dengan cere
efek desak ruang hematom yang menggang-
bral amyloid angiopathy, sedangkan pada
gu metabolisme dan aliran darah.
usia muda seringkali disebabkan oleh mal-
Pada hematom yang besar, efek desak ruang formasi pembuluh darah.
menyebabkan pergeseran garis tengah [mid-
Stroke hemoragik juga dapat disebabkan
line shift) dan herniasi otak yang pada akh-
etiologi lain seperti tumor intrakranial, pe-
imya mengakibatkan iskemia dan perdarah
nyakit Moyamoya, penyalahgunaan alkohol
an sekunder. Pergeseran tersebut juga dapat
dan kokain, penggunaan obat antiplatelet
menekan sistem ventrikel otak dan mengald-
dan antikoagulan, serta gangguan pem-
batkan hidrosefalus sekunder. Kondisi seperti
bekuan darah, seperti trombositopenia, he-
ini sering terjadi pada kasus stroke hemoragik
mofilia, dan leukemia.
aldbat pecahnya pembuluh darah arteri serebri
posterior dan anterior. Keadaan tersebut akan
GEJALA D A N T A N D A K L IN IS
semakin meningkatkan TIK dan meningkatkan
Perjalanan klinis pasien stroke hemoragik
tekanan vena di sinus-sinus duramater.
dapat berkembang dari defisit neurologis
Sebagai kompensasi untuk mempertahankan fokal hingga gejala peningkatan TIK berupa
perfusi otak, tekanan arteri juga akan mening- nyeri kepala, penurunan kesadaran, dan
kat. Dengan demildan, akan didapatkan peni muntah, serta perburukan klinis defisit neu
ngkatan tekanan darah sistemik pascastroke. rologis seiring dengan perluasan lesi perda
Prinsip ini harus menjadi pertimbangan pen- rahan yang memberikan efek desak ruang.
ting dalam memberikan terapi yang bertu- Perkembangan ini dapat berlangsung dalam
juan menurunkan tekanan darah pascastroke, periode menit, jam, dan bahkan hari.
karena penurunan secara drastis akan menu
Computed tomography [CT) scan menunjuk-
runkan perfusi darah ke otak dan akan raem-
kan hematom akan membesar dalam enam
bahayakan bagian otak yang masih sehat.
jam pertama. Keadaan klinis kemudian akan
Hematom yang sudah terbentuk dapat menyu- menetap apabila terjadi keseimbangan an-
sut sendiri jika terjadi absorbsi. Darah akan tara TIK, Iuasnya hematom, efek desak ru
kembali ke peredaran sistemik melalui sistem ang pada jaringan otak, dan berhentinya
ventrikel otak. Selain hipertensi, hematom perdarahan. TIK dapat berkurang seiring
intraserebral dapat disebabkan oleh trauma, dengan berkurangnya volume hematom
516
Stroke Hemoragik
akibat perdarahan yang telah berhenti atau Kaku kuduk dapat terjadi pada perdarahan
hematom masukke ruang ventrikel di talamus, kaudatus, dan serebelum. Arit
mia jantung dan edema paru biasanya ber-
Selain itu, efek desak ruang juga disebabkan
hubungan dengan peningkatan TIK dan
oleh edema di sekitar hematom (perihema-
pelepasan katekolamin.
tomal). Pada beberapa kasus yang mengala-
mi perburukan setelah kondisi klinis stabil
DIAGNOSIS DAN DIAGNOSIS BANDING
dalam 24-48 jam pertama, diduga mengala-
Penegakan diagnosis stroke dilakukan ber-
mi perluasan edema perihematomal.
dasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik
Beberapa gejala klinis stroke hemoragik an- umum dan neurologis, serta pemeriksaan
tara lain nyeri kepala, penurunan kesadaran, penunjang. Hal terpenting adalah menentu-
muntah, kejang, kaku kuduk, serta gejala lain kan tipe stroke; stroke iskemik atau perda
seperti aritmia jantung dan edema paru. Nyeri rahan. Hal ini berkaitan dengan tata laksana
kepala merupakan gejala yang paling sering yang sangat berbeda antara keduanya, se-
dikeluhkan, berkaitan dengan lokasi dan luas- hingga kesalahan akan mengakibatkan mor-
nya lesi perdarahan, yaitu pada stroke hemo biditas bahkan mortalitas.
ragik di daerah lobaris, serebelum, dan lokasi
Dalam anamnesis, hal yang perlu ditanyakan
yang berdekatan dengan struktur permukaan
meliputi identitas, kronologis terjadinya ke
meningen. Pada perdarahan kecil di parenldm
luhan, faktor risiko pada pasien maupun kelu-
otak yang tidak memiliki serabut nyeri, tidak
arga, dan kondisi sosial ekonomi pasien. Dari
terdapat nyeri kepala saat fase awal perdarah
anamnesis seharusnya didapatkan informasi
an. Namun seiring perluasan hematom yang
apakah keluhan terjadi secara tiba-tiba, saat
menyebabkan peningkatan TIK dan efek desak
pasien beraktivitas, atau saat pasien baru
ruang, keluhan nyeri baru muncul yang biasa-
bangun tidur. Pada stroke hemoragik, pasien
nya disertai muntah dan penurunan kesadaran.
umumnya berada dalam kondisi sedang ber
Penurunan kesadaran terjadi pada stroke aktivitas atau emosi yang tidak terkontrol.
hemoragik yang besar atau berlokasi di batang Durasi sejak serangan hingga dibawa ke
otak Hal ini disebabkan efek desak ruang dan pusat kesehatan juga merupakan hal penting
peningkatan TIK, serta keterlibatan struktur yang turut menentukan prognosis.
reticulating activating system [MS] di batang
Keluhan yang dialami pasien juga dapat
otak Muntah juga akibat peningkatan TIK atau
menuntun proses penegakan diagnosis.
kerusakan lokal di ventrikel keempat, biasanya
Pasien dengan keluhan saldt kepala diser
pada perdarahan sirkulasi posterior. Kejang
tai muntah (tanpa mual) dan penurunan ke
merupakan gejala yang dikaitkan dengan lokasi
sadaran, umumnya mengarahkan kecurigaan
perdarahan. Lokasi yang bersifat epileptogenik
kepada stroke hemoragik dengan peningkat
antara lain perdarahan lobar, gray white matter
an TIK akibat efek desak ruang. Meskipun
junction di korteks serebri, dan putamen.
demildan, pada stroke hemoragik dengan vo
Gejala lain yang dapat terjadi adalah kaku lume perdarahan kecil, gejala dapat menye-
kuduk, aritmia jantung, dan edema paru. rupai stroke iskemik tanpa ditemukan tanda-
517
Buku Ajar Neurologi
tanda peningkatan TIK. Perlu ditanyakan juga itu dilakukan pemeriksaan nervus kranialis
faktor risiko stroke yang ada pada pasien dan satu persatu serta motorik untuk menilai trofi,
keluarganya, seperti diabetes melitus, hiper- tonus, dan kekuatan otot, dilanjutlcan refleks
tensi, dislipidemia, obesitas, penyaldt jan- fisiologis dan refleks patologis. Hasil peme
tung, riwayat trauma kepala, serta pola hidup riksaan motorik dibandingkan kanan dan kiri,
(merokok, alkohol, obat-obatan tertentu). serta atas dan bawah guna menentukan luas
dan lokasi lesi. Selanjutnya, pemeriksaan sen-
Pemeriksaan fisik dimulai dengan keadaan
sorik dan pemeriksaan otonom (terutama yang
umum, kesadaran, dan tanda vital. Pada
berkaitan dengan inkontinensia atau retensio
stroke hemoragik, keadaan umum pasien
urin dan alvi).
bisa lebih buruk dibandingkan dengan ka-
sus stroke iskemik. Selanjutnya, dilakukan Penggunaan sistem skor dapat berm an-
pemeriksaan kepala, mata, telinga, hi dung faat bila tidak terdapat fasilitas pencitraan
dan tenggorokan (THT), dada (terutama jan- otak yang dapat membedakan secara jelas
tung), abdomen, dan ekstremitas. Pemerik patologi penyebab stroke. Namun sistem
saan ekstremitas bertujuan terutama untuk skor tidak dapat dipastikan pada patolo
mencari edema tungkai akibat trombosis gi stroke yang terjadi. Hal ini disebabkan
vena dalam atau gagal jantung. karena manifestasi Minis pada stroke
hemoragik dengan volume perdarahan
Pada pemeriksaan tekanan darah, perlu
kecil dapat menyerupai stroke iskemik.
dibandingkan tekanan darah di ekstremi
Demikian pula manifestasi Minis stroke
tas kiri dan kanan, serta bagian tubuh atas
iskemik luas dengan peningkatan TIK mi-
dan bawah dengan cara menghitung rerata
rip dengan stroke hemoragik.
tekanan darah arteri (mean arterial blood
pressure/ MABP), karena akan mempenga- Sistem penskoran yang dapat digunakan
ruhi tata laksana stroke. Pola pernapasan adalah algoritma stroke Gajah Mada, skor
merupakan hal penting yang harus diper- stroke Djunaedi, dan skor stroke Siriraj. Skor
hatikan, karena dapat menjadi penunjuk lo- stroke Siriraj merupakan sistem penskoran
kasi perdarahan, misalnya: pola pernapasan yang sering digunakan untuk membedakan
Cheyne Stokes, hiperventilasi neurogenik, stroke iskemik atau perdarahan (Tabel 1).
Master, apneustik, atau ataksik (Baca bab
Sistem Penskoran:
Peningkatan Tekanan Intrakranial).
(2,5 x kesadaran) + (2 x vomitus) + (2 x
Pemeriksaan neurologis awal adalah pe- nyeri kepala) + (0,1 x tekanan diastolik) - (3
nilaian tingkat kesadaran dengan skala koma x ateroma) - 1 2
Glasgow (SKG), yang selanjutnya dipantau se-
Intepretasi:
cara berkala. Kemudian diikuti pemeriksaan
refleks batang otak yang meliputi reaksi pupil ® Skor < 1 = stroke iskemik
terhadap cahaya (paling sering dilakukan), re ® Skor > 1= perdarahan intraserebral
fleks kornea, dan refleks okulo sefalik, Setelah • Skor 0 = meragukan
518
Stroke Hemoragik
519
Buku Ajar Neurologi
k i
G am bar 2. G am baran S tro k e H em oragik pada P em eriksaan CT scan
A: CT scan normal; B: gambaran hiperdensitas pada kasus stroke hemoragik
(Dok: Prtbadi)
G am bar 3. M etode ABC dalam Pengukuran E stim asi Volume P erd arahan
Dok: Pribadi
520
Stroke Hemoragik
521
Buku Ajar Neurologi
NaCl 0,9% untuk menjaga euvolemia. e. Pada keadaan akut, kebutuhan kalori
Tekanan vena sentral di pertahankan adalah 20-25 kkal/kg/hari dengan
antara 5-12mmHg. komposisi:
c. Perhatikan keseimbangan cairan de- e Karbohidrat 50 -60 % dari total
ngan melakukan pengukuran cairan kalori
masuk dan keluar secara ketat.
© Lemak 2 5 -3 0 %
d. Elektrolit (sodium, kalium, kalsium,
© Protein 10-20%
magnesium) harus selalu diperiksa
dan diatasi bila terjadi kekurangan. - Pada keadaan adanya stresor
pada tubuh, kebutuhan protein
e. Gangguan keseimbangan asam basa
l,4-2,0g/kgBB/hari.
harus segera dikoreksi dengan moni
tor analisis gas darah. - Kebutuhan protein disesuai
kan pada gangguan fungsi gin-
6 . N u tr is i jal yaitu 0,6-0,8 g/kgBB/hari,
a. Pemberian nutrisi enteral harus di-
lakukan sedini mungkin bila tidak f. Jika kemungkinan pemakaian pipa
terjadi perdarahan lambung. nasogastrik diperkirakan >6 minggu,
b. Jika terjadi komplikasi perdarahan pertimbangkan untuk percutaneous
lambung, maka pemberian nutrisi en endoscopic gastrostomy (PEG).
teral dapat ditunda sampai terjadi per- g. Pada keadaan pemberian nutrisi en
baikan dan sisa cairan lambung dalam teral tidak memungkinkan, boleh di
2 jam pertama <150cc. Evaluasi cairan berikan secara parenteral
lambung yang dialirkan setiap 2 jam.
7. Pencegahan dan Penanganan Kom
c. Bila terdapat gangguan menelan atau plikasi
kesadaran menurun makanan diberi-
a. Mobilisasi dan penilaian dini untuk
kan melalui pipa nasogastrik.
mencegah komplikasi subakut, se-
d. Jika tidak terdapat gangguan pencer- perti aspirasi, malnutrisi, pneumonia,
naan atau residu lambung <150cc, trombosis vena dalam, emboli paru,
maka dapat diberikan nutrisi enteral dekubitus, komplikasi ortopedik, dan
30cc perjam dalam 3 jam pertama. kontraktur (AHA/ASA, level B dan C).
Jika toleransi baik, berupa tidak ter-
b. Pemberian antibiotik atas indikasi
dapatnya residu pipa nasogastrik
sesuai dengan tes kultur dan sensi-
pada saat jam berikutnya, maka dapat
tivitas human atau minimal terapi
dilanjutkan pemberian makanan en
empiris sesuai dengan pola kuman
teral. Pemberian nutrisi enteral se-
(AHA/ASA, level A).
lanjutnya disesuaikan dengan target
kebutuhan yang terbagi dalam 6 kali c. Pencegahan dekubitus dengan mobi
perhari. lisasi terbatas dan/atau memakai ka-
sur antidekubitus.
522
Stroke Hemoragik
523
Baku Ajar Neurologi
524
Stroke Hemoragik
70mmHg. Hal ini dapat dicapai dengan masi arteriovena (MAVJ, (AHA/ASA
menurunkan TIK ke nilai normal dengan kelas II1-V, level C).
pemberian mannitol atau operasi. Pada c. Perdarahan lobaris dengan ukuran
kasus diperlukan pemberian vasopres sedang-besar yang terletak dekat
sor, bisa diberikan: dengan korteks (<lcm ) pada pasien
a. Phenylephrine 2-10pg/kg/menit berusia <45 tahun dengan SKG 9-12,
b. Dopanvn 2-10pg/kg/menit atau dapat dipertimbangkan evakuasi he
matom supratentorial dengan kra
c. Norepinefrin dimulai dengan 0,05-
niotomi standar (AHA/ASA kelas lib,
0,2pg/kg/menit dan dititrasi sampai
level B)
efek yang diinginkan.
d. Evakuasi rutin hematom supraten
5. P e n a ta la k s a n a a n B e d a h
torial dengan kraniotomi standar
Evakuasi rutin hematom dengan pem-
dalam 96 jam tidak direkomenda-
bedahan seharusnya tidak dilakukan.
sikan (AHA/ASA kelas III, level A),
Tidak didapatkan bukti evakuasi hema
kecuali pada hematom lobaris 1cm
tom memperbaiki keluaran dan tidak dari korteks.
didapatkan data mengenai kraniektomi
dekompressi memperbaiki keluaran 6. P e m b e ria n O b a tA n tie p ile p s i (O A E )
setelah perdarahan intrakranial (AHA/ Pemberian OAE yang sesuai seharusnya
ASA kelas lib, level B). Kraniotomi yang selalu digunakan untuk terapi bangkitan
sangat dini dapat disertai peningkatan Minis pada pasien dengan stroke hemo
risiko perdarahan berulang (AHA/ASA ragik (AHA/ASA kelas I, level B). Pembe
kelas lib, level B). Namun demikian, tin- rian profilaksis OAE tidak direkomendasi-
dakan bedah yang dilakukan lebih awal kan. Pada pasien koma (SKG <8) termasuk
[early surgery) dapat bermanfaat pada pada perdarahan profunda di supratento
pasien dengan SKG 9-12. Pada prin- rial [intracerebral hemorrhage supratento
sipnya, pengambilan keputusan tergan- rial profunda) dapat dipertimbangkan elek-
tung lokasi dan ukuran hematom dan troensefalografi (EEG) monitoring 24 jam.
status neurologis penderita. 7. P e n c e g a h a n P e rd a r a h a n In tr a s e r e
Secara umum indikasi bedah pada perda b r a l B e ru la n g
rahan intraserebral sebagai berikut: Tata laksana hipertensi non-akut merupa-
a. Hematom serebelar dengan diameter kan hal yang sangat penting untuk menu
>3cm yang disertai penekanan batang runkan risiko perdarahan berulang (AHA/
otak dan atau hidrosefalus akibat ob- ASA kelas I, level A). Kebiasaan merokok,
struksi ventrikel seharusnya dilaku alkoholisme berat, dan penggunaan ko-
kan dengan sesegara mungkin (AHA/ kain merupakan faktor risiko perdarahan
ASA kelas I, level B). intraserebral, sehingga direkomendasikan
untuk menghentikan kebiasaan tersebut
b. Pendarahan dengan kelainan struk-
(AHA/ASA kelas 1, level B).
tur seperti aneurisma atau malfor-
525
Bulat Ajar Neurologi
526
PERDARAHANSUBARAKNOID
Ventrikelke-emoat Sisterna
kuadrigeminaiis Ventrikel
Sisterna suprasela
ke-tiga
Fisura
interhemisferika
anterior
527
Buku Ajar Neurologi
528
Perdarahan Subaraknoid
529
Buku Ajar Neurologi
530
Perdarahan Subaraknoid
531
Buku Ajar Neurologi
532
Perdarahan Subaraknoid
533
Buku Ajar Neurologi
<A
0 ^ 0*
yv'
<r m •jV
-3 ^
Wv
/
p* rsV ^ r T
534
Perdarahan Subaraknoid
Adapun terjadinya vasospasme tidak selalu spesifisitas yang sangat baik (masing-ma
menimbulkan gejala. Banyak pasien dengan sing 92,9% dan 100% ). CT scan juga dapat
penyempitan arteri besar yang tidak menge- membantu melihat pola perdarahan dan
luhkan gejala klinis. Di sisi lain, seringkali dite- memperkirakan lokasi aneurisma, yaitu:
mukan pasien dengan gejala iskemia dan infark
a. Perdarahan intraserebral
serebri tanpa adanya vasospasme yang terde-
Perdarahan di sisterna subaraknoid
teksi. Terdapatbeberapa foktor yang berkontri-
kurang spesifik untuk menentukan lo
busi dalam menimbulkan iskemia dan infark,
kasi aneurisma, karena setelah 5 hari,
antara lain gangguan mikrosirkulasi distal,
50% pasien tidak lagi menunjukkan
anatomi kolateral yang buruk, variasi genetik
ekstravasasi darah. Dengan demikian
ataupun variasi fisiologis pada toleransi seluler
sangat penting pula untuk melihat dila-
terhadap keadaan hipoksia. Delayed cerebral
tasi minimal kornu temporal ventrikel
ischemia pada vasospasme merupakan penye-
lateral serta fisura dan sulkus. Adapun
bab utama kematian dan kecacatan pada kasus
pola perdarahan menurut pembuluh
PSA akibat aneurisma,
darah dapat dilihat pada Tabel 4 dan 5.
535
Buku Ajar Neurologi
536
Perdarahan Subaraknoid
537
Buku Ajar Neurologi
A rte ri perikalosal
Cabang-cabangarteri karotis
Cabang-cabangarteri v e rte b ra l is
538
Perdarahan Subaraknoid
Pemeriksaan DSA semakin awal semakin tauan vasospasme dapat dilakukan de
baik, apalagi jika pasien direncanakan ngan menggunakan pemeriksaan penun-
tindakan segera coiling atau clipping jang, antara lain Doppler transkranial
dalam 3 hari pertama onset PSA. DSA [transcranial D oppler/ TCD], CT atau MR
dengan teknik 3D rotasional menjadi perfusi. TCD merupakan pemeriksaan
pilihan apabila dengan CT angiografi noninvasif untuk mendiagnosis vaso
belum memberikan data yang jelas. spasme, khususnya arteri serebri me
DSA wajib dilakukan apabila terdapat dia. Pemeriksaan ini dianjurkan dilaku
kecurigaan penyebab lain PSA, seperti kan 1-2 hari sekali. CT atau MR perfusi
diseksi pembuluh darah, namun gagal dapat membantu mengidentifikasi dae-
dikonfirmasi pada CT angiografi dan rah otak yang mengalami iskemia. CT
MRA, Begitu pula pada pola perdarahan perfusi menjanjikan hasil yang lebih
tertentu yang negatif pada CT angiografi maksimal, namun pemeriksaan beru-
awal, maka wajib dilakukan DSA. Bah- lang dan paparan radiasi membatasi pe-
kan jika hasil DSA negatif, diindikasikan makaian CT perfusi.
pemeriksaan DSA ulang.
Teknik pencitraan DSA dapat berbeda TATA LAKSANA
menurut pembuluh darah tertentu. Pada Pada prinsipnya terdapat tata laksana
aneurisma arteri komunikans anterior, umum dan tata laksana komplikasi.
dibutuhkan pencitraan kedua teritori 1. Tata Laksana Umum
arteri karotis untuk mengidentifikasi Secara umum, tata laksana PSA sama
aneurisma dan bagian distal arteri sere- dengan tata laksana stroke perdarahan,
bri anterior yang terisi. Pada aneurisma sebagai berikut:
arteri karotis di bagian proksimal arteri a. Hipertensi
komunikans posterior, sangat penting Tata laksana hipertensi biasanya di-
diketahui pengisian PCA melalui arteri masukkan dalam tata laksana tradi-
basilaris. Pada aneurisma MCA, tidak ter- sional yang disebut triple-H, yaitu
lalu dibutuhkan informasi terkait teritori hipertensi, hipervolemilt, dan hemo-
lain. Pada pola perdarahan sesuai dengan dilusi. Hipertensi dibuat untuk men-
aneurisma sirkulasi posterior, angiogram jaga tekanan darah tetap tinggi agar
tidak boleh disebut negatif hingga kedua otak mendapat perfusi yang cukup,
arteri vertebralis tervisualisasi, karena tetapi tidak boleh terlalu tinggi untuk
aneurisma bisa muncul dari PICA atau- mencegah rebleeding .
pun cabang proksimal arteri vertebralis.
Rekomendasi tekanan darah adalah
Proses diagnosis delayed cerebral ische diturunkan jika mean arterial pressure
mia pada vasospasme masih menjadi (MAP) mencapai 130mmHg dengan
masalah tersendiri. Belum ada studi antihipertensi golongan penyekat
komparatif mengenai alur diagnosis beta secara intravena [IV]. Agen ini
yang membandingkan keluaran. Peman- memiliki waktu paruh pendek, dapat
539
Buku Ajar Neurologi
540
Perdarahan Subaraknoid
541
Buku Ajar Neurologi
kelas 1, level A) yang diberikan secara noid pada saat tindakan clipping
oral. Hal ini berdasarkan penelitian aneurisma dapat memberikan hasil
Mees SMD dick bahwa pemberian oral yang kurang optimal dan dihubung-
nimodipin membantu mengurangi ke- kan dengan peningkatan risiko
luaran yang buruk pada pasien dengan trauma iatrogenik pada permukaan
PSA, sedangkan pemberian IV tidak pial dan pembuluh darah kecil. Pe-
menunjukkan hasil yang signifikan. nyemprotan NaCl intraoperatif untuk
Dosis IV adalah lmg/jam drip untuk 2 membersihkan darah dari rongga
jam pertama, kemudian jika dapat dito- subaraknoid diduga bermanfaat, na-
leransi dengan baik, dapat dilanjutkan mun efekti vitas nya belum terbukti.
menjadi 2mg per jam drip. Adapun do
4) Drainase CSS
sis oral adalah 6 X 60mg, dimulai dalam
Drainase CSS melalui drain ventrikel
96 jam dan dilanjutkan hingga 21 hari.
dilakukan setelah tata laksana aneu
Pada 2010, Food and Drug Administra risma untuk menurunkan insidens
tion (FDA) mengeluarkan peringatan vasospasme. Tindakan ini memiliki
bahayanya pemberian nimodipin oral risiko rebleeding aneurisma, sehingga
yang dilarutkan dalam air dan kemu disarankan dilakukan jika tekanan in-
dian dimasukkan secara intravena, trakranial melebihi 20mmHg.
karena dapat mengakibatkan henti
5) Statin
jantung, penurunan dramatis teka-
Pemberian statin diajukan untuk
nan darah dan kejadian kardiovaskuler
mencegah vasospasme dan delayed
lainnya. Saat ini, FDA sudah menyetu-
cerebral ischemic dengan meningkat-
jui obat oral nimodipin berbentuk cai-
kan reaktivitas vasomotor serebral
ran. Hal ini diharapkan menjadi solusi
melalui mekanisme dependen dan
terhadap kendala pada pasien yang
independen kolesterol. Penggunaan-
tidak dapat menelan, yang selama ini
nya masih kontroversial, namun be
menggunakan nimodipin tablet yang
berapa penelitian kecil menunjukkan
digerus atau intravena.
hasil yang menjanjikan.
2) Terapi trombolisis
6) Terapi "triple H”
Beberapa bukti ilmiah mengindika-
Merupakan tata laksana vasospasme
sikan bahwa penghancuran bekuan
tradisional yang terdiri dari induksi
subaraknoid melalui injeksi intrasis-
hipertensi, hipervolemia, dan hemo-
terna dengan recombinant tissue plas
dilusi. Induksi hipertensi agresif dapat
minogen activator (rTPA) secara dra
menggunakan agen inotropik dan va
matis mengurangi risiko vasospasme.
sopressor, jika dibutuhkan, Hipervo
Hal ini dilakukan setelah tindakan
lemia dapat dicapai dengan transfusi
clipping aneurisma.
eritrosit, infus kristaloid isotonik, serta
3} Aspirasi dan irigasi infus koloid dan albumin bersamaan
Aspirasi dan irigasi bekuan subarak dengan injeksi vasopressor. Hemodi-
542
Perdarahan Subaraknoid
lusi dilakukan dengan transfusi untuk buluh darah distal. Hal ini disebabkan
mempertahankan hematrokit tetap karena aliran darah distal dapat me-
30-35% dengan tujuan mengoptimal- ningkat dengan adanya peningkatan
kan viskositas darah dan penghantaran diameter pembuluh darah proksimal.
oksigen. Terapi ini memerlukan pema-
8) Infus vasodilator
sangan kateter arteri pulmoner untuk
Infus vasodilator merupakan salah
mempertahankan tekanan vena sentral
satu pilihan tata laksana untuk pem
pada j-12mmHg dan pulmonary ar
buluh darah distal. Dibandingkan
tery wedge pressure (PAWP) pada 14- angioplasti, efek vasodilator ini lebih
20mmHg. singkat. Vasodilator yang sering dipa-
Tata laksana triple H biasanya di kai adalah penyekat kanal kalsium.
lakukan pada pasien dengan aneu- Nitrit oksida saat ini mulai digunakan.
risma yang sudah dilakukan operasi Injeksi intraarterial papaverin juga
clipping atau coiling yang bertujuan sering diberikan dengan pengawasan,
n; igurangi risiko rebleeding. Meski- karena menurut sejumlah literatur pa
pun telah digunakan lama, efektifitas paverin merupakan zat neurotoksik.
terapi ini masih menjadi bahan perde- Magnesium merupakan agen neu-
batan. Kajian beberapa studi menun- roprotektif yang bekerja sebagai an-
jukkan bahwa terapi "triple H" tidak tagonis reseptor N-metil-D-aspartat
memperlihatkan hasil positif ataupun (NMDA) dan penyekat kanal kalsium.
membantu meningkatkan aliran darah Menurut penelitian metaanalisis, mag
serebral. nesium dapat mengurangi risiko de
7} Angioplasti balon transluminal layed cerebral ischemic dan keluaran
buruk pada PSA aneurisma. Namun
Angioplasti balon transluminal di-
penggunaan magnesium membutuh-
rekomendasikan untuk tata laksana
kan monitor ketat kadarnya. Sebuah
vasospasme setelah kegagalan terapi
penelitian kecil menunjukkan bahwa
konvensional Sebuah studi menunjuk-
konsentrasi magnesium serum diper-
kan peningkatan keluaran neurologis
tahankan 2-2,5mmol/L untuk me
hingga 70% pada pasien vasospasme
ngurangi kejadian iskemik serebral
simtomatik pasca-angioplasti translu
pascaPSA.
minal. Namun tindakan ini dapat me-
nimbulkan komplikasi berupa ruptur Beberapa agen baru sedang dalam
pembuluh darah, diseksi atau oklusi, penelitian untuk menangani vaso
dan perdarahan intraserebral. spasme. Agen tersebut antara lain
metilprednisolon, tirilazad, dan colfor-
Beberapa laporan serial kasus
sin intraarterial.
mengindikasikan bahwa tindakan ini
efektif untuk tata laksana vasospasme c. Hidrosefalus
pembuluh darah besar proksimal dan Hidrosefalus akut dapat ditatalaksana
tidak efektif untuk vasospasme pem dengan drainase ventrikel eksternal, ber-
543
Buku Ajar Neurologi
gantung pada beratnya Minis defisit neu- tanpa faktor resiko seperti hematoma,
rologis atau temuan CT scan. Ukuran hi- infark, atau aneurisma MCA. Fenitoin
drosefalus dinilai secara periodik dengan merupakan agen pilihan karena dapat
menyekat drainase saat memantau TIK. mencapai konsentrasi terapeutik cepat
Penurunan TIK secara cepat sebaiknya di- dengan pemberian intravena dan tidak
hindari karena dihubungkan dengan risiko mengubah kesadaran. Berbeda dengan
tinggi rebleeding. Hidrosefalus simtomatis fenobarbital yang memiliki efek sedasi,
dapat ditatalaksana dengan drainase CSS sehingga jarang digunakan.
lumbal temporer, pungsi lumbal serial, dan
shunting ventrikel permanen. DAFTAR PUSTAKA
1. Suarez JI, Tarr RW, Selman WR. Aneurys
Ventrikulostomi dihubungkan dengan pe- mal subaraknoid hemorrhage. N Engl J Med.
ningkatan risiko rebleeding dan infeksi. 2006;354(4}:387-96.
Oleh karena itu, pasien dengan dilatasi 2. Flaheily ML, Woo D, Broderick JR The epidemiology
ventrikel tanpa penurunan kesadaran, di- of intracerebral hemorrhage. Dalam: Carhuapoma JR,
Mayer SA, Hanley DF, editor Intracerebral hemorrhage.
anjurkan tata laksana konservatif dengan New York: Cambridge University Press; 20X0. h. 1-16.
monitor ketat status mental dan dilakukan 3. van Gjin J, Rinkel GJ. Subaraknoid haemorrhage:
intervensi jika terdapat penurunan sta diagnosis, causes, and management. Brain.
2001;124[Pt 2]:249-78
tus Minis. Ventrikulostomi yang dilakukan 4. van Gijn J, Kerr RS, Rinkel GJE Subaraknoid
dengan tepat merupakan prosedur yang haemorrhage. Lancet. 2007;369(9558):306-18.
berisiko relatif rendah dan dapat memper- 5. Connolly ES, Rabinstein AA, Carhuapoma JR,
Derdeyn CP, Dion J, Higashida RT, dkk. Guidelines
baiM Minis secara cepat dan dramatis pada
for the management of aneurysmal subaraknoid
dua pertiga pasien. Hal ini bermanfaat un- hemorrhagetaguideline for healthcare professionals
tuk penjadwalan tindakan operasi atau in from the American Heart Associadon/American
tervensi endovaskular lebih awal. Stroke Association. Stroke. 2012;43:1711-37.
6. Hop JW, Rinkel GJ, Algra A, van Gijn J. Case-
d. Hiponatremia fatality rates and functional outcome after
subaraknoid hemorrhage: a systematic review.
Hiponatremia pascaPSA dapat terjadi
Stroke, 1997;28(3):660-4.
pada 10-34% kasus, akibat peningkatan 7. Warlow CP, van Gjin J, Dennis MS, Wardlaw JM, Bam-
kadar atrial natriuretic fa cto r (ANF) dan ford JM, Hankey GJ. Stroke practical management
syndrome o f inappropriate secretion o f Edisi ke-3. Oxford: Blackwell Publishing; 2007.
8. Silverman IE, Rymer MM, Broderick JP, Spiegel
antidiuretic hormone (SIADH). Tata lak GR. Hemorrahagic stroke: an atlas of investiga
sana yang biasanya cukup bermanfaat tion and treatment hemorrhagic stroke. Oxford:
adalah pemberian NAC1 yang sedikit Clinical Pub Serv; 2010.
9. Gross JG. Subhyaioid hemorrhage. Retina Image
hipertonik [1,5%) dan menghindari res-
Bank [serial online]. 2012 [diunduh 27 Desember
triksi cairan. 2016] . Tersedia dari: Retina Image Bank.
10. Bayer pic. Nimotop 0.02% solution for infusion.
e. Kejang EMC+ [serial online]. 2016 [diunduh 20 Februari
Pemberian antikonvulsan jangka pan- 2017] . Tersedia dari: Medicine.org.uk.
jang tidak direkomendasikan pada 11. Drugs.com. Nimodipine dosage. Drugs.com [seri
al online], [diunduh 20 Februari 2017]. Tersedia
pasien tanpa kejang sebelumnya atau dari: Drugs.com.
544
NYERi
Pengantar Nyeri
Nyeri Kepala
Nyeri Neuropatik
Nyeri Leher
Nyeri Punggung Bawah
Nyeri Ranker
PENGANTAR NYERI
Henry Riyanto Sofyan, Ramdinal Aviesena Zairinal,
Tiara Aninditha
547
Buku Ajar Neurologi
sien, intermiten, atau persisten); intensitas kondisi peningkatan sensitivitas nyeri. Alo
(ringan, sedang, dan berat), kualitas (tajam, dinia adalah contoh bentuk dari hiperalgesia
tumpul, dan terbakar), dan penjalarannya yang lebih mengacu untuk rasa nyeri yang
(superfisial, dalam, lokal, atau difus). Di timbul akibat stimulus yang biasanya tidak
samping itu nyeri pada umumnya memi- bersifat nyeri [subthreshold]. Sementara itu,
liki komponen kognitif dan emosional yang hiperalgesia lebih tepat digunakan pada ke-
digambarkan sebagai penderitaan. Nyeri adaan yang ditandai peningkatan respons
juga berhubungan dengan refleks moto- pada tingkat ambang batas nyeri yang nor-
rik menghindar dan gangguan otonom yang mal/meningkat. Di lain pihak, hiperestesi
disebut sebagai pengalaman nyeri. ditandai dengan adanya penurunan ambang
batas terhadap semua stimulus (raba, suhu,
Secara neuropatologis nyeri dikelompokkan
dan tekan) dan peningkatan respons terha
menjadi 3, yaitu: (1) nyeri nosiseptif, yang
dap stimulus yang dikenali secara normal.
disebut juga nyeri inflamasi atau nyeri adaptif,
(2) nyeri neuropatik, dan (3) nyeri campuran. Ambang batas dan tingkat toleransi nyeri
Nyeri nosiseptif merupakan nyeri yang diaki- sangat bersifat subjektif bergantung pe
batkan oleh kerusakan jaringan dan dianggap ngalaman dan memori seseorang terhadap
sebagai proses adaptasi untuk perbaikan ja intensitas stimulus yang diberikan, sehingga
ringan itu sendiri. Jika jaringan menjadi sem- dianggap sebagai rasa nyeri. Secara kuantita-
buh maka nyeri tidak akan muncul. Kelompok tif, intensitas stimulus dapat diukur. Sebagai
lain adalah nyeri maladaptif seperti nyeri neu contoh, jika ambang batas nyeri didefinisi-
ropatik. Nyeri ini sebenarnya memiliki gejala kan sebagai suatu tingkatyang 50% stimulus
yang khas, namun sering terabaikan atau ti dikenal sebagai rasa nyeri, maka pada tingkat
dak terdeteksi, sehingga berpotensi menjadi itulah stimulus mulai dianggap nyeri.
kronik dan mengganggu kualitas hidup pen-
deritanya. Terdapat berbagai istilah terkait NEUROANATOMI DAN PATOFISIOLOGI
nyeri [Tabel 1], sehingga dibutuhkan anamne Dalam memahami proses nyeri, terlebih
sis dan analisis yang tepat oleh karena nyeri dahulu kita harus mengetahui struktur
neuropatik memiliki penanganan yang ber- anatominya, mulai dari reseptor tempat
beda dengan nyeri nosiseptif. awal penghantaran noxious stimulus hingga
korteks serebri. Jika seseorang mengeluh-
Sensitisasi adalah istilah neurofisiologis yang
kan nyeri, maka hal itu diawali dengan ak-
meliputi turunnya ambang batas nyeri dan
tivasi reseptor nyeri nosiseptif (nosiseptor)
peningkatan respons pada stimulus di atas
oleh noxious stimulus. Reseptor nosiseptif
ambang batas nyeri. Selain itu, terjadi pula
ini dapat diketemukan di kulit, jaringan
cetusan spontan dan perluasan area reseptif,
penunjang, pembuluh darah, periosteum,
Secara klinis, sensitisasi dapat dijumpai pada
dan organ-organ viseral. Reseptor nosisep
fenomema hiperalgesia atau alodinia.
tif merupakan bagian ujung dari serabut
Istilah alodinia, hiperalgesia, dan hipereste- saraf aferen primer, atau disebut juga neu
sia sering membingungkan klinisi, Hiperal ron ordo I, yang memiliki beberapa bentuk
gesia adalah istilah yang memayungi segala morfologi dan karakteristik (Tabel 2).
548
Peng an tar Nyeri
549
Bitku Ajar Neurologi
Serabut saraf aferen primer yang menghan- (wide dynamic range neurons). Akson neuron
tarkan informasi nosiseptif adalah serabut ordo II ini akan menyeberang ke sisi kontra-
saraf A-delta (A-5) dan C. Stimulasi beberapa lateral melalui komisura anterior medula
serabut saraf A-5 menyebabkan sensasi nyeri spinalis, kemudian membentuk traktus spino-
tajam dan terlokalisasi dengan baik, sedang- talamikus lateral yang akan naik ke otak. Trak
kan aktivasi serabut saraf C akan menyebab tus ini memiliki pembagian berdasarkan level
kan sensasi nyeri tumpul, panas, pegal, dan vertebra, dengan bagian sakral terletak pada
tidak terlokalisasi dengan jelas. posterolateral dan bagian servikal berada
pada anteromedial. Selain rasa nyeri, traktus
Serabut saraf aferen primer ini mempunyai
spinotalamikus lateral juga menghantarkan
badan sel pada ganglion radiks dorsalis, yang
sensasi suhu panas atau dingin. Oleh sebab
aksonnya akan mengirimkan sinyal ke lapisan
itu, lesi pada traktus spinotalamikus lateral ti
tertentu di kornu dorsalis medula spinalis
dak hanya berakibat gangguan penghantaran
(Gambar 1). Sinyal dari serabut saraf A-5 akan
nyeri, tetapi juga sensasi suhu.
sebagian besar menuju lapisan superfisial
(lamina I). Sementara itu, sinyal dari serabut Selain traktus spinotalamikus lateral, ter-
saraf C menuju lapisan profunda (lamina II). dapat pula beberapa traktus lain yang ber-
peran menghantarkan nyeri. Salah satu con-
Setiap unit sensorik yang terdiri dari sel-sel
tohnya, traktus spinoretikularis bermula
saraf sensorik di ganglion radiks dorsalis de
dari medula spinalis hingga neuron di for-
ngan struktur perpanjangannya ke arah sen-
masio retikularis, dan selanjutnya ke nuk-
tral (medula spinalis) dan perifer (reseptor)
leus intralaminar. Traktus ini terlibat dalam
memiliki distribusi segmental untuk setiap
aktivitas saraf dan kesadaran yang men-
area di tubuh manusia. Bila segmen-segmen
dasari aspek afektif dari suatu nyeri.
ini disusun dari mulai area kepala hingga kaki,
maka akan membentuk suatu peta topografi Contoh lainnya adalah traktus spino-
yang disebut dermatom. Sebagai contoh, area mesensefalika dari medula spinalis, rnele-
wajah dan kepala bagian anterior memiliki wati medula oblongata dan pons bersama
topografi sesuai persarafan saraf trigemina- dengan traktus spinotalamikus lateral dan
lis, sedangkan area deltoid memiliki topografi spinoretikularis, dan berhenti di mesensefalon
sesuai persarafan saraf spinalis C5. dan periaqueductal gray (PAG). Traktus ini ber-
peran mengintegrasikan sensasi nyeri somatik
Pada kornu dorsalis medula spinalis, neuron
dengan informasi visual dan auditorik.
ordo I akan bersinaps dengan neuron ordo II.
Neuro transmiter yang terlibat dalam konduk- Adapun traktus spinotalamikus lateral sen-
si nyeri pada sinaps ini, antara lain kelompok diri terdiri dari dua komponen, yaitu serabut
asam amino eksitatorik (glutamat, aspartat), cepat (traktus neospinotalamikus) dan lam-
adenosine 5B\-triphosphate (ATP), dan neuro- bat (traktus paleospinotalamikus). Traktus
peptida (substansi P). Neuron ordo II terdiri neospinotalamikus berasosiasi dengan nyeri
dari neuron spesifik stimulasi nosiseptif dan terlokalisasi dengan baik, atau disebut juga
neuron nonspesifik stimulasi nosiseptif de aspek diskriminatif. Traktus ini berakhir di
ngan rentang stimulus yang lebar dan dinamis talamus bagian nukleus ventral posterolate-
550
Peng an tar Nyeri
ral (VPL). Sementara itu, traktus paleospino- Pada dasarnya jalur nyeri mengikuti dari 4
talamikus berasosiasi dengan nyeri tak terlo- proses utama (Gambar 2], yaitu:
kalisasi dengan baik serta respon emosional
1. Proses Transduksi
terhadap nyeri, atau disebut juga aspek a-
Perubahan stimulus tanda bahaya pada
fektif. Traktus ini berakhir di nukleus intrala
jaringan yang dirub ah menjadj aru’s de-
minar nonspesifik di thalamus dan formasio
polarisasi dengan bantuan reseptor no-
retikularis di batang otak.
siseptif (mekanik dengan ambang batas
Neuron ordo II yang berakhir di talamus akan tinggi, mekanotermal dan polimodalj
bersinaps dengan neuron ordo ketiga (III] un-
2. Proses Transmisi
tuk selanjutnya diproyeksikan ke korteks sen-
Transmisi arus depolarisasi mulai dari
sorik primer. Selain itu, neuron ordo III juga
neuron ordo kesatu, neuron ordo kedua,
berpoyeksi ke korteks sensori sekunder dan in
neuron ordo ketiga hingga ke korteks
sula dalam hal yang berhubungan dengan per-
cerebri.
sepsi fungsi luhur dari nyeri. Adapun persep-
si emosional dari nyeri melibatkan struktur 3. Proses Moduiasi
korteks cingulata anterior, insula posterior Adanya perubahan respons inhibisi atau
dan operkulum parietal. fasilitasi terhadap nyeri. Moduiasi ini
bisa asenden atau desenden.
551
Bulat Ajar Neurologi
552
Pengantar Nyeri
{+)
(_) t t ik neuron ordo II
Interneuron inhibitor —— menuju traktus
nosiseptif spinotalamikus
y
V (-)
(+)
553
Buku Ajar Neuroiogi
554
Pengantar Nyeri
t t i \ i i 1 s
migren
kolik usus
angina pektoris
ny.eri muskuloskeletal
fat tajam dan berbatas jelas. Sementara berasal dari satu segmen. Contohnya,
itu, nyeri neuropatik yang kadang sulit antara lain nyeri diafragma yang dapat
dideskripsikan oleh pasien memiliki muncul sebagai nyeri bahu, atau nyeri
kualitas seperti terbakar, diiris-iris, ditu- pada apendisitis yang awalnya bergejala
suk-tusuk, atau kesetrum listrik. seperti nyeri ulu hati.
Nyeri berdasarkan lokasi dan distribusi- Nyeri proyeksi dirasakan oleh pasien
nya dapat dikelompokkan menjadi nyeri sepanjang distribusi sarafnya, misalnya
lokal, nyeri rujuk, nyeri proyeksi, dan nyeri radikular akibat hernia nukleus
nyeri non-dermatomal. Lesi pada kulit pulposus. Selain itu, nyeri proyeksi de-
dan muskuloskeletal, seperti artritis, ngan distribusi perifer juga dijumpai
tendinitis, dan luka bekas operasi, bi- pada neuralgia trigeminal dan meralgia
asanya dirasakan lokal tidak menjalar ke parestetika.
daerah lain. Proses patologis dari organ
Ada pula nyeri yang tidak memenuhi
dalam dapat menimbulkan nyeri rujuk
distribusi saraf perifer, segmen terten-
ke daerah lain sesuai inervasi saraf yang
tu, atau pola yang mudah dikenali. Hal
555
Baku Ajar Neurologi
ini disebut nyeri nondermatomal yang tujuan mengetahui penyebab nyeri dan
sering dijumpai pada nyeri neuropatik sebagai bentuk perhatian dari klinisi
sentral, fibromialgia, dan sindrom nyeri yang serius menangani keluhannya. Se
regional kompleks [complex regional lain pemeriksaan fisik umum, pasien
pain syndrome /CRPS). nyeri harus diperiksa terutama di daerah
yang dikeluhkan nyeri, melalui inspeksi,
Setelah lokasi dan distribusi, nyeri juga
palpasi, dan perkusi.
harus diketahui intensitasnya, misalnya
ringan, sedang, atau berat. Untuk men- Saat inspeksi daerah nyeri, Idinisi memper-
getahuinya, klinisi dapat menggunakan hatikan tampilan dan warna kulit di dae
alat penilaian nyeri [assessment tools ) rah tersebut. Segala bentuk abnormalitas
yang akan dibahas selanjutnya di topik harus didokumentasikan, mi-salnya trofi,
ini. Selain dari alat penilaian nyeri, inten- warna kebiruan (sianosis), kemerahan
sitas nyeri juga dapat tergambarkan me- [flushing), atau hipertrikosis. Adanya kutis
lalui keseharian pasien. Pasien dengan anserina mengindikasikan ada disfungsi
nyeri intensitas berat lebih cenderung otonom karena radikulopati, sedangkan
untuk diam di tempat tidur dan tidak be- sianosis menandakan perfusi jaringan
raktivitas, Sementara itu, pasien yang in yang buruk dan iskemia saraf.
tensitasnya lebih ringan mungkin masih
Palpasi dengan menggunakan jari dapat
bisa kegiatan ke luar rumah. Penilaian
memunculkan nyeri dan mengetahui
intensitas sangat penting untuk menen-
penjalarannya bila ada, sehingga Idinisi
tukan terapi nyeri yang akan diberikan
mengetahui luasnya daerah nyeri. Saat
dan memantau keberhasilan terapi.
melakukan palpasi, klinisi harus mem-
Setiap nyeri dapat memiliki faktor yang perhatikan tanda subjektif (meringis, me-
memperberat dan meringkankan kelu- nyeringai, ekspresi verbal dan nonverbal]
han. Aspek mekanik, seperti pengaturan serta tanda obyektif (taldkardia, berke-
posisi tubuh/postur, sikap berdiri, duduk, ringat, dan kaku otot) sebagai manifestasi
berjalan, membungkuk, dan mengangkat nyeri. Adanya ketidaksesuaian antara
barang, dapat mempengaruhi intensitas tanda subjektif dan obyektif harus dido
nyeri. Aspek psikologis, mi-salnya depre- kumentasikan oleh klinisi.
si, ansietas, masalah emosional, dan stres
Bentuk ekspresi terhadap nyeri dipen-
psilds turut dapat memperberat keluhan
garuhi oleh sensitivitas dasar yang di-
nyeri pasien. Selain itu, pengaruh hor
miliki oleh seseorang. Oleh karena itu,
monal, lingkungan cuaca, dan diet pasien
palpasi dilakukan tidak hanya pada dae
juga harus dievaluasi oleh klinisi. Penge-
rah nyeri, tetapi juga pada sisi kontrala-
tahuan akan hal-hal ini sangat penting
teral yang tidak nyeri, Dengan demildan,
dalam menyusun rencana tata laksana
klinisi mengetahui sensitivitas dasar dan
dan edukasi kepada pasien nyeri.
memahami respons pasien terhadap
2 . P e m e r ik s a a n F is ik stimulus yang bersifat noxious dan non -
Pemeriksaan fisik pada pasien nyeri ber- noxious.
556
Pengantar Nyeri
Beberapa tes dengan menggunakan menilai radiks nervus S I dan pada tumit
kapas, cubitan, garukan, dan peniti dapat untuk menilai radiks nervus L5.
menentukan nyeri diprovokasi oleh
Struktur tulang, jaringan lunak, dan sen-
tindakan palpasi pada kulit atau iesi di
di dipalpasi untuk menilai perbedaan
struktur yang lebih dalam. Biia pasien
suhu, edema, krepitus, atau deformitas.
mengeluh nyeri saat digoreskan dengan
Hal ini dilakukan pada sisi kanan dan kiri
kapas di kulit, maka hal ini mengindikasi-
untuk mengetahui adanya perbedaan
kan alodinia yang diduga akibat disfung-
kiri dan kanan dan membandingkan an-
si medula spinalis. Pemeriksaan dengan
tara daerah patologis dan yang sehat.
cubitan, peniti, atau garukan dilakukan
mulai dari daerah yang tidak nyeri, ber- Leher dievaluasi dengan menilai lingkup
tahap ke daerah nyeri hingga melewat- gerak sendi yang meliputi fleksi dan eks-
inya, dan ke daerah yang tidak nyeri. tensi, fleksi lateral, serta rotasional. Pada
Hal ini bertujuan mengetahui sensasi keadaan normal, dagu dapat menyentuh
pasien terhadap nyeri superfisial. Klinisi dada saat fleksi penuh dan jari telunjuk
sebaiknya melakukan hal serupa pada serta jari tengah pemeriksa terletak di
sisi kontralateral yang tidak nyeri untuk antara oksiput dan prosesus spinosis C7
mendapatkan respons dasar pasien dan saat ekstensi penuh. Saat rotasi kepala,
membandingkan responsnya dengan sisi pasien normalnya bisa menoleh lebih
yang nyeri. dari 70° dari potongan sagital. Fleksi
lateral dapat mencapai 45° ke kedua sisi
Selain pemeriksaan di daerah yang dike-
dari posisi netral.
luhkan nyeri, klinisi sebaiknya men-
gevaluasi sistem muskuloskeletal pasien Penilaian ekstrimitas atas dilakukan den
secara umum. Evaluasi dimulai dengan gan menilai genggaman tangan pasien
inspeksi pasien secara umum, dari sisi (handgrip test); abduksi dan aduksi jari-
depan, belakang, dan samping. Perhatian jari; jari kelingking yang menyentuh ibu
terutama pada postur dan kesimetrisan jari; fleksi dan ekstensi pergelangan ta
sisi kanan dan kiri di lengan, panggul, ngan; fleksi, ekstensi, supinasi, dan pro-
dan tungkai. Adanya asimetri atau devi- nasi lengan bawah; abduksi lengan atas;
asi dari kesejajaran dapat menyebabkan dan mengangkat bahu. Khusus untuk
kesalahan postur yang bergejala nyeri. daerah bahu, abduksi hingga 90, adduksi,
serta rotasi internal dan eksternal dapat
Setelah inspeksi secara umum, selanjut-
dilakukan untuk menilai lingkup gerak
nya pasien dilakukan pemeriksaan gait.
sendi dan keterlibatan otot pada nyeri
Klinisi memperhatikan ayunan lengan,
bahu. Rotasi internal dan eksternal bahu
langkah-langkah proses berjalan (push
dilakukan bersamaan dengan fiksasi tu
o ff and heel strike }, dan gerakan abnor
lang skapulanya, sehingga dapat menilai
mal pada sisi tubuh pasien saat berjalan.
gerakan glenohumeral.
Pasien juga diminta untuk berjalan de
ngan bertumpu pada jari-jari kaki untuk
557
Buku Ajar Neurologi
558
Pengantar Nyeri
dan send*, misalnya fraktur baru, subluk- jang, terdapat beberapa alat (too/s) yang
sasi, lesi kistik pada tulang. Selain itu, CT telah dikembangkan untuk menilai in-
scan juga dapat menilai densitas mineral tensitas nyeri. Pada praktiknya, alat ini
tulang. MRI dapat dilakukan terutama digunakan pada awal bertemu pasien
untuk melihat struktur jaringan lunak nyeri dan selanjutnya saat tindak lanjut,
tendon dan Iigamentum, medula spina sehingga alat ini juga berfungsi untuk
lis, dan otak dengan lebih jelas daripada memantau keluhan dan keberhasilan
CT scan. USG memiliki keunggulan tidak terapi.
memiliki radiasi dan menyajikan hasil
Secara umum, alat penilaian nyeri (pain
berupa kondisi saat itu juga (real-time as
assessment tools ) dikategorikan menjadi
sessment). Struktur saraf, pembuluh da-
unidimensi dan multidimensi. Kedua
rah di dalam jaringan lunak, otot, tendon,
kategori ini memiliki karakteristik yang
dan beberapa organ visera dapat dinilai
khas, sehingga setiap alat penilaian me
dengan USG. Sayangnya, USG memiliki
miliki kelebihan dan kekurangannya ma-
penetrasi tulang yang kurang bagus dan
sing-masing. Klinisi harus mengetahui
kapasitas resolusinya tidak sebaik MRI,
hal ini agar dapat memilih alat penilaian
sehingga tidak dianjurkan untuk melihat
yang tepat dan akurat untuk pasien.
kelainan pada medula spinalis.
Alat unidimensi menilai intensitas nyeri
Pemeriksaan elektromiografi dan ke-
hanya dengan skala untuk satu ukuran
cepatan hantar saraf diindikasikan pada
saja, misalnya skala dengan nilai 0 (tidak
nyeri yang disebabkan oleh kelainan
nyeri) sampai 10 (sangat nyeri sekali).
susunan saraf perifer, mulai dari kornu
Alat ini mudah diaplikasikan dan lebih
anterior medula spinalis, radiks, plek-
melibatkan dokter dalam pengisian
sus, saraf perifer, hingga otot. Berdasar-
datanya, sehingga cocok untuk pasien
kan kedua pemeriksaan ini, klinisi dapat
dengan nyeri akut dan tidak menimbul-
melokalisasi lesi dan menentukan proses
kan dampak psikososial. Contoh dari alat
patologis yang terjadi (demielinisasi, de-
unidimensi antara lain, numeric rating
generasi aksonal, miopati, pleksopati, ra-
scale (NRS), visual analog scale (VAS),
dikulopati].
fa ces pain scale (FPS), dan Wong-Baker
4. Alat Penilaian Nyeri Faces Rating Scale (Tabel 4).
Selain pemeriksaan klinis dan penun-
559
Buku Ajar Neurologi
NRS adalah alat penilaian nyeri yang paling (tanda "lOcm”). Pasien lalu memberi tanda
umum dipakai. Pasien memberikan nilai di sepanjang garis itu, di antara kedua ujung
dengan skala 0-10 atau 0-5, dengan nilai 0 tersebut untuk merepresentasikan inten-
merepresentasikan tidak nyeri sama sekali sitas nyerinya. Klinisi kemudian mengukur
dan 5 atau 10 berarti sangat nyeri sekali tanda itu menggunakan penggaris.,
(Gambar 5}. Penilaian ini dilakukan pada
Alat penilaian FPS untuk anak dan dewasa
pertemuan pertama, kemudian saat tindak
serta Wong-Baker Faces Rating Scale (Gambar
lanjut secara periodik sesuai kondisi klinis.
7) untuk anak merupakan skala kategori yang
Berbeda dengan NRS, penilaian nyeri de menggunakan penjelasan visual. FPS terdiri
ngan VAS menggunakan garis lurus sepan- dari delapan gambar wajah dengan ekspresi
jang 10cm (Gambar 6}. Kedua ujung dari berbeda-beda, antara lain senyum, sedih, dan
garis diberi tanda, yaitu salah satu ujung meringis. Pasien memilih gambar wajah yang
diberi tanda tidak nyeri (tanda "Ocm”) dan sesuai dengan intensitas nyerinya.
ujung lainnya diberi tanda sangat nyeri
560
Peng an tar Nyeri
m-
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Tidak nyeri Sangat nyeri
sama sekali sekali
Sementara itu, alat multidimensi menilai in- harian, makan, emosi, hubungan interper
tensitas nyeri dari beberapa skala dan para sonal). Selain itu, terdapat diagram yang
meter, antara lain skala intensitas nyeri, kuali- menunjukkan lokasi nyeri, skala intensitas
tas hidup, derajat disabilitas, dan diagram nyeri, dan kolom untuk pencacatan komen-
lokasi nyeri. Alat ini lebih cocok diaplikasi- tar pasien serta rencana pengobatan.
kan untuk pasien nyeri kronik yang memiliki
BPI merupakan alat multidimensi yang
dampak psikososiai. Pada alat multidimensi,
mudah digunakan untuk mengukur tingkat
pasien seringkali diminta untuk menuliskan
keparahan nyeri dan disabilitas terkait. Se-
laporan (self-report) sehari-hari terkait nyeri,
cara umum, alat ini menggambarkan nyeri
sehingga lebih banyak terlibat dalam pengi-
yang dirasakan oleh pasien selama 24 jam
sian data. Contoh dari alat multidimensi anta
terakhir. Terdapat empat pertanyaan untuk
ra lain, Initial Pain Assessment Tool, Brief Pain
menilai tingkat keparahan nyeri dan tujuh
Inventory, McGill Pain Questionnaire (Tabel 5).
pertanyaan untuk menilai disabilitas, ma-
Initial Pain Assessment Tool dikembangkan sing-masing berskala 0 (tidak nyeri) sampai
untuk evaluasi awal nyeri pada pasien. Be 10 (nyeri sekali). Selain itu, terdapat pula
berapa hal yang dinilai dalam alat ini adalah diagram lokasi nyeri dan pertanyaan menge-
karakteristik nyeri, perilaku pasien dalam nai jenis terapi nyeri yang saat ini didapat
mengekspresikan nyeri, dan dampak nyeri oleh pasien. Lama pengisian data pada alat
terhadap kehidupan pasien (tidur, aktivitas ini sekitar 5-15 menit
561
Buku Ajar Neurologi
MPQ adalah salah satu alat multidimensi pun intensitas nyeri pada alat ini diukur dalam
yang paling sering digunakan. Alat ini me- beberapa skala, yaitu mild, discomforting, dis
nilai nyeri pada tiga dimensi, yaitu sensorik, tressing, horrible, dan excruciating. Selain itu,
afektif, dan evaluatif, berdasarkan deskripsi pasien juga diminta untuk menyatakan pe-
pasien mengenai nyerinya. Setiap dimensi rubahan nyeri terhadap waktu, misalnya tran-
memiliki aspek masing-masing. Dimensi sien, ritmik, atau kontinu konstan.
sensorik memiliki aspek temporal, spasial,
Beberapa tantangan dalam menilai nyeri
tekanan, suhu, dan sensorik lainnya. Pada
dapat ditemukan pada kelompok usia lan-
aspek afektif, aspeknya meliputi ketegangan,
jut, anak-anak, atau pasien yang berbeda
rasa takut, dan autonom. Sementara itu, di
budaya dan bahasa, sehingga membutuh-
mensi evaluatif menjelaskan intensitas nyeri
kan pendekatan khusus. Pasien usia lanjut
secara keseluruhan yang dialami pasien.
seringkali tidak melaporkan keluhan nyeri
Setiap aspek memiliki beberapa pilihan ko-
karena rasa takut dan merasa akan merepot-
sakata yang menjelaskan karateristik nyeri.
kan orang lain. Selain itu, adanya gangguan
Pada penilaian nyeri dengan menggunakan pendengaran dan penglihatan membuat
MPQ, pasien diminta untuk memilih kosaka- kesulitan dalam pengerjaan alat penilaian.
ta dalam setiap aspek dimensi yang sesuai Dengan demikian, kiinisi jangan terburu-
menggambarkan karaktersitik nyerinya. Ada- buru dalam melakukan penilaian dan meng-
562
Pengantar Nyeri
gunakan alat penilaian yang mudah dipakai, nilaian nyeri yang telah dibahas sebelumnya
misalnya FPS. Klinisi juga harus memperha- hanya dapat diaplikasikan pada pasien sadar
tikan perubahan parameter pasien usia tua yang dapat melaporkan keluhan nyerinya (self
(aktivitas harian, fungsi sosial, berjalan] report], Oleh sebab itu, terdapatbeberapa alat
yang bisa mengindikasikan nyeri yang tidak lain yang dikembangkan untuk pasien yang ti
teratasi. dak dapat melaporkan sendiri keluhan nyeri
nya, seperti di ruang perawatan intensif, anta
Pada pasien anak-anak, tantangan yang di-
ra lain behavioral pain scale (BPS), behavioral
hadapi berupa kesulitan berkomunikasi dan
pain scale-nonintubated [BPS-NI], dan critical
sulit membedakan antara ansietas dengan
care pain observational tools (CPOT).
nyeri. Klinisi harus memilih pendekatan yang
konsisten dengan tahapan perkembangan BPS terdiri dari tiga indikator, yaitu ekspresi
anak. Khusus untuk bayi dan balita, penilaian wajah, gerakan ekstrimitas atas, dan toleransi
nyeri dapat melihat respons menangis ser- terhadap ventilasi mekanik. Setiap indikator
ta perilaku defensif, misalnya menggigit, berskala 1 sampai 4, sehingga total skornya
memukul, menendang, dan berlari kabur. berkisar 3 hingga 12. Perbedaannya dengan
BPS-NI terdapat pada indikator "toleransi
Pasien yang berbeda bahasa dan budaya
dengan ventilator yang diganti dengan vo-
dapat memiliki perbedaan respons perilaku
kalisasi (Tabel 6). Sementara itu, CPOT ter
terhadap nyeri dan preferensi terapi. Oleh
diri dari empat aspek, yaitu ekspresi wajah,
karena itu, klinisi sebaiknya menggunakan
pergerakan badan, ketegangan otot, dan
alat penilaian dengan bahasa yang sesuai
"toleransi dengan ventilator (untuk pasien
dan menyediakan materi edukasi pasien
terintubasi] atau vokalisasi (untuk pasien
sesuai bahasa pasien, jika memungkinkan.
tidak terintubasi. Setiap aspek bernilai 0-2,
Bila diperhatikan secara seksama, alat-alat pe dengan total nilai mulai dari 0 sampai 8.
T abel 6. In d ik ato r dalam BPS dan BPS-NI
B eh av ioral Pain S caie (BPS] B eh av ioral Pain Scale-N onintuhated (BPS-NI) Nilai
Ekspresi wajah Ekspresi wajah
Tenang Tenang 1
Sebagian muka menegang (dahi mengernyit] Sebagian muka menegang (dahi mengernyit) 2
Seluruh muka menegang (mata menutup] Seluruh muka menegang (mata menutup) 3
Wajah menyeringai Wajah menyeringai 4
Gerakan ekstrimitas atas Gerakan ekstrimitas atas
Tenang Tenang 1
Menekuk sebagian di daerah siku Menekuk sebagian di daerah siku 2
Menekuk total di daerah siku, disertai jari-jari Menekuk total di daerah siku, disertai jari- 3
mengepal jari mengepal
Menekuk total secara terus menerus Menekuk total secara terus menerus 4
Toleransi terhadap ventilasi mekanik Vokalisasi
Dapat mengikuti pola ventilasi Tidak ada vokalisasi nyeri 1
Batuk, tetapi masih bisa mengikuti pola ventilasi Mengerang 3 kali/menit dan 3 detik 2
Melawan pola ventilasi Mengerang >3 kali/menit dan >3 detik 3
Pola ventilasi tidak ditoleransi Tampak menghela napas atau bersuara 4
L i ____ ■raw
, ". "aduh"1_______ ________________________
S u m b e r : C h a n q u e s G, d ick. I n t e n s i v e C a r e M e a . 2 0 0 9 ;3 5 (1 2 }:2 0 6 0 -7
563
Buku Ajar Neurologi
564
Pengantar Nyeri
565
Baku Ajar Neurologi
566
Pengantar Nyeri
Manajemen nyeri tidak terbatas hanya pada pasien dengan nyeri akut dengan intensitas
farmakoterapi terhadap pasien, namun mem- berat, nyeri kronik yang tidak terkontrol,
punyai makna yang lebih luas dan kompre- dan nyeri sontak, dapat ditangani dengan
hensif pada penetapan diagnosis yang akurat, tahapan dari atas ke bawah {step down )
membuat rencana terapetik yang optimal dengan pertimbangan kegawatannya.
dan pada suatu saat akan menentukan pende-
Pada beberapa literatur, gambar adaptasi
katan terapi intervensi. Sejak kelahiran WHO
tersebut ini tidak dikatakan berupa anak
step-ladder o f pain (1986), banyak usulan
tangga lagi, namun sebuah tata laksana
modifikasi dan adaptasi, termasuk tindakan
nyeri yang kontinu. Pada tata laksana inter
manajemen intervensi nyeri, baiksecara mini
vensi nyeri kronik, ada beberapa prosedur
mal invasif hingga terapi bedah (Gambar 10).
yang dapat dilakukan dan tergolong cukup
Anak tangga keempat ini direkomendasikan mumpuni, seperti injeksi trigger point, sin-
kepada grup nyeri kronik yang mengalami drom terowongan karpal, epidural, dan in
krisis nyeri, walau tidak tertutup kemung- jeksi sendi. Ruang lingkup manajemen inter
kinan dapat diaplikasikan pada keadaan vensi nyeri akan terus berkembang dengan
nyeri akut gawat darurat seperti kasus beberapa modifikasi atau temuan terbaru.
nyeri pediatrik atau situasi pascaoperasi. Adanya teknik ataupun pendekatan baru
Secara umum, adaptasi terbaru ini memi- yang lebih efektif dan optimal menangani
liki dua kaidah. Pada keadaan nyeri kronik berbagai keluhan nyeri sangat diharapkan
akibat kanker dan nonkanker, manajemen oleh klinisi dalam menata laksana pasien
nyeri dapat dilakukan perlahan bertahap nyeri. Modalitas lain sesuai penyebab dapat
dari bawah ke atas {step up). Sementara itu, dibaca pada topik selanjutnya dari bab ini.
filoS; Viraf
Injeksi epidural
TefapibiokmHirotftifc
Patient-iontfolledanalgmia(PCA)
Stim ulator spinal
NS AID
± adjuvan
. nj
Opioid knot
NSAID
± adjuvan
I
NSAID
Analgesik non opioid
: ± adjuvan
567
Buku Ajar Neurologi
568
N Y ERI KEPALA
569
Buku Ajar Neurologi
570
Nyeri Kepala
Tabel 1. Klasifikasi Nyeri Kepala Menurut International H eadache Society (IHS) 2013
Klasifikasi Nyeri Kepala Subldasifikasi
Nyeri kepala primer Migren
Nyeri kepala tipe tegang
Trigeminal autonomic cephalalgia
Nyeri kepala primer lainnya
Nyeri kepala sekunder Nyeri kepala yang berkaitan dengan trauma kepala dan/ atau leher
Nyeri kepala yang berkaitan dengan kelainan vaskular kranial atau servika!
Nyeri kepala yang berkaitan dengan kelainan nonvaskular intrakranial
Nyeri kepala yang berkaitan dengan substansi atau withdrawal
Nyeri kepala yang berkaitan dengan infeksi
Nyeri kepala yang berkaitan dengan kelainan hemostasis
Nyeri kepala atau nyeri vaskuler yang berkaitan dengan kelainan kranium,
leher, mata, telinga, hidung, sinus, gigi, mulut, atau struktur fasial atau kra-
nial lainnya
Nyeri kepala yang berkaitan dengan kelainan psildatrik
Neuralgia kranial, sentral, Neuralgia kranial dan penyebab sentral nyeri fasial
atau nyeri fasial primer dan Nyeri kepala lainnya, neuralgia kranial, sentral atau nyeri fasial primer
nyeri kepala lainnya
S u m b e r : H e a d a c h e C la s s ific a tio n S u b c o m m i t t e e o f t h e I n t e r n a t io n a l H e a d a c h e S o c ie ty . T h e In t e r n a t io n a l H e a d a c h e S o c ie t y ; 2 0 0 5 .
Klasifikasi Patofisiologi
Klasifikasi migren berdasarkan konsensus Mekanisme munculnya nyeri pada migren
PERDOSSI tahun 2013 (adaptasi dari [crite belum sepenuhnya dimengerti, ada bebera-
ria IHS) adalah: pa teori, yaitu:
571
Baku Ajar Neurologi
572
Nyeri Kepala
573
Baku Ajar Neurologi
© Reaksi pupil yang kurang baik terha- 4} Diperberat dengan aktivitas fisik ru
dap cahaya tin maupun tidak rutin (seperti: ber-
jalan jauh, naik tangga)
® Defisit hemisensorik atau hemipa-
resis (ditemukan pada migren kom- c. Terdapat salah satu gejala penyerta di
pleks) bawah ini:
1) Mual dan/atau muntah
Diagnosis dan Diagnosis Banding 2) Fotofobia dan fonofobia
Terdapat beberapa instrumen yang dapat
digunakan untuk sebagai penyaring adanya d. Nyeri kepala tidak berkaitan dengan
migren pada pasien dengan nyeri kepala, penyakit lain (nyeri kepala sekunder).
termasuk juga untuk menilai derajat kepa- 2. Migren dengan Aura
rahan dan disabilitas yang ditimbulkannya. Migren dengan aura adalah serangan
Instrumen ID-MigraineTM dan Migraine nyeri kepala berulang yang didahului
Screen Questionnaire (MS-Q) telah ter- dengan gejala neurologis fokal yang re-
bukti memiliki sensitivitas dan spesifisitas versibel secara bertahap dalam waktu
yang baik, bahkan MS-Q sudah divalidasi 5 -2 0 menit. Gejala neurologis fokal ini
ke dalam bahasa Indonesia. Migren pada dikenai dengan aura dan berlangsung
anak juga cukup sering dan lebih sulit dide- dalam waktu kurang dari 60 menit.
574
Nyeri Kepala
Kriteria diagnostik berdasarkan IHS: muntah, obat harus diberikan melalui rek-
a. Sekurang-kurangnya telah terjadi 2 tal, nasal, subkutan, atau intravena.
serangan nyeri kepala yang memenuhi
Terapi abortif dapat dibed akan menjadi 2,
kriteria migren tanpa aura.
yaitu: terapi abortif nonspesifik dan terapi
b. Terdapat aura tipikal yang dapat abortif spesifik.
berupa aura visual dan atau sensoris
1. Terapi Abortif Nonspesifik:
dan atau gangguan berbahasa.
Terapi ini diperuntukkan bagi pasien
c. Nyeri kepala tidak berkaitan dengan dengan serangan migren ringan sampai
penyakit lain (nyeri kepala sekunder). sedang atau serangan berat yang be-
respons baik terhadap obat yang sama.
Diagnosis Banding Obat yang digunakan pada terapi abortif
Diagnosis banding migren adalah TTH, nonspesifik adalah obat dari golongan
nyeri kepala klaster, sindrom diseksi, atau obat antiinflamasi nonsteroid (OAINS]
aneurisma serebral. atau obat nyeri over the counter (OTC].
Tata Laksana Berikut ini adalah beberapa obat yang
Tujuan terapi migren adalah mengurangi menjadi pilihan:
serangan, atau kalaupun muncul, serang-
a. Parasetamol 500-1000m g tiap 6 -8
annya tidak terlalu berat dan tidak meng-
jam, dosis maksimal 4g/hari
ganggu kehidupan sehari-hari, Hal ini teru-
tama dapat dicapai dengan menghindari b. Ibuprofen 400-800m g tiap 6 jam, do
pencetus dan penggunaan terapi yang se- sis maksimal 2,4g/hari
suai. Perlu edukasi yang jelas kepada pasien, c. Natrium naproksen 275-550m g tiap
karena serangan yang berulang atau terapi 2-6jam , dosis maksimal l,5g/hari
yang tidak adekuat akan membuat ambang d. Kaliumdiklofenak (powder } 50-lOOmg/
nyeri menurun dan lebih susah diatasi. Oleh hari dosis tunggal
karena itu, secara umum terapi migren e. Metoklopramid 10 mg IV atau oral
dapat dibagi menjadi 3 kategori, yaitu terapi 2 0 -3 0 menit sebelum atau bersamaan
abortif, nonmedikamentosa, dan profilaksis. dengan pemberian analgetik, OAINS
atau derivat ergotamin. Obat ini efek-
Terapi Abortif tif menghilangkan nyeri yang disertai
Terapi abortif adalah terapi yang dibutuh- mual dan muntah, serta memperbaiki
kan saat pasien sedang dalam serangan akut motilitas lambung, mempertinggi ab-
dan berfungsi untuk menghentikan progresi sorpsi obat dalam usus dan efektif jika
nyeri. Pengobatan harus diberikan sesegera dikombinasikan dengan dihidroergot-
mungkin dengan obat yang bekerja cepat. amin intravena
Pemilihan jenis obat didasarkan pada durasi f. Ketorolak 60mg IM per 1 5 -3 0 m enit
dan intensitas nyeri, gejala penyerta, derajat Dosis maksimal 12mg/hari dan di
disabilitas, respons terhadap pengobatan, berikan tidak lebih dari 5 hari
dan penyakit komorbid. Jika pasien menga- g. Butorfanol spray lm g dalam sediaan
lami gejala penyerta berupa mual dan atau nostril yang dapat diberikan dan di-
575
Buku Ajar Neurologi
ulang tiap 1 jam. Maksimal 4 spray / yang dapat memicu serangan migren.
hari dan penggunaannya terbatas 2
4. Terapi Profilaksis
kali dalam seminggu
Sebelum memberikan obat sebagai tera
h. Proklorperazin 25mg oral atau sup-
pi preventif migren, harus diperhatikan
positoria. Dosis maksimal 75mg
perubahan pola hidup untuk mendu-
dalam 24 jam
kung kerja obat profilaksis yang meliputi
i. Steroid seperti deksametason atau
SEEDS, yaitu:
metilprednisolon merupakan obat
pilihan untuk status migrenosus. © Sleep hygiene (tidur cukup dengan
jadwal teratur)
2. Terapi Abortif Spesifik
a. Obatgolongan agonis 5HTIB/[D(triptans) © Eating schedules (makan bergizi dan
seperti sumatriptan 6mg subkutan atau teratur)
sumatriptan 50-100m g peroral. ® Exercise regimen (olahraga teratur)
b. Derivat ergot seperti ergotamin l-2m g © Drinking water (minum cukup air)
yang dapat diberikan secara oral, sub ® Stress reduction (kurangi stres)
kutan, maupun per rektal.
Pada prinsipnya pemberian obat profilaksis
Terapi abortif dikatakan berhasil jika: dilakukan dengan cara memberikan dosis
a. Pasien bebas nyeri sesudah 2 jam rendah pada awalnya, kemudian dosis di-
pengobatan naikkan perlahan. Peningkatan dosis di-
b. Terdapat perbaikan nyeri kepala dari hentikan jika dosis dosis yang efektif sudah
skala 2 (sedang) atau 3 (berat) men- didapatkan, dosis maksimal sudah tercapai,
jadi skala 1 (ringan) atau 0 (tidak ada atau muncul efek samping yang tidak bisa
nyeri kepala) sesudah 2 jam ditoleransi. Efek klinis akan terlihat setelah
2 -3 bulan pengobatan, asal teratur dan ra-
c. Efikasi pengobatan konsisten pada
sional agar dapat meminimalisir efek sam
2 -3 kali serangan
ping obat. Jika setelah 6 -1 2 bulan migren
d. Tidak ada nyeri kepala rekuren atau mulai terkontrol, dosis pengobatan pro
tidak ada pemakaian obat kembaii filaksis dapat diturunkan perlahan hingga
dalam waktu 24 jam sesudah pengo selanjutnya dihentikan.
batan terakhir berhasil.
Indikasi terapi profilaksis, yaitu:
3. Terapi Nonmedikamentosa 1. Terganggunya aktivitas sehari-hari aki-
Pasien harus menghindari faktor pence- bat serangan migren walaupun pasien
tus munculnya migren, seperti: perubah- telah mendapat pengobatan nonmedika
an pola tidur, makanan/minuman (keju, mentosa maupun abortif
cokelat, monosodium glutamat/MSG,
2. Frekuensi serangan migren terlalu sering
alkohol), stres, cahaya terang, cahaya
sehingga pasien berisiko mengalami
kelap-kelip, perubahan cuaca, tempat
ketergantungan terhadap obat abortif
yang tinggi (seperti: gunung atau pe-
migren ( medication overuse )
sawat udara), dan rutinitas sehari-hari
576
Nyeri Kepala
577
Buku Ajar Neurologi
venlafaxine dengan dosis efektif 150mg/ dan verapamil memiliki level o f evidence
hari. Umumnya dimulai dengan obat ex U.
tended release 37,5mg di minggu pertama,
6. A ngiotensin-converting Enzym e In hib
75mg di minggu kedua, dan 150mg pada
itor (ACE-I)
minggu-minggu berikutnya. Efek samping
Berdasarkan hasil penelitian, lisinopril
yang sering muncul adalah insomnia, an-
20mg/hari berhasil menurunkan freku-
sietas, gugup, dan disfimgsi seksual.
ensi migren hingga 50% pada 30% pasien
4. Pengham bat B eta (B eta B locker) jika dibandingkan dengan plasebo. Efek
Obat golongan ini bekerja dengan cara sampingnya berupa batuk, cepat lelah,
menurunkan fungsi adrenergik serta sakit kepala, dan diare, serta dikontra-
menghalangi kerja reseptor presinaps indikasikan pada pasien dengan angio-
noradrenergik dan enzim tirosin hi- edema dan kehamilan.
droksilase. Penghambat beta baik digu-
7. Angiotensin-II R eceptor A ntagonist
nakan pada pasien dengan komorbid
(ARB)
hipertensi, namun tidak pada diabetes
Berdasarkan hasil penelitian, cande-
melitus, asma, depresi, dan pasien dengan
sartan 16mg/hari memiliki efek menu
tekanan darah rendah. Obat ini berpotensi
runkan frekuensi migren dibandingkan
menyebabkan disfungsi ereksi dan kondisi
plasebo. Efek samping yang sering mun
mudah lelah, sehingga sebaiknya tidak
cul adalah sakit kepala, mual, nyeri pe-
diberikan pada pasien yang berprofesi
rut, mialgia, dan atralgia, serta dikontra-
sebagai a tle t Pilihannya adalah timolol
indikasikan pada kehamilan.
20-30m g/hari, propanolol 120--140mg/
hari, nadolol 4 0 -2 4 0 mg/hari, atenolol 8. Sodium Valproat
50-100m g/hari, dan metoprolol 1 0 0 - Merupakan golongan obat yang bekerja
200mg/hari. dengan cara meningkatkan kadar gam
ma amino butirat (GABA) di otak, me
5. Pengham bat Kanal Kalsium (Calcium
ningkatkan sintesis GABA, menginhibisi
Channel B locker }
degradasinya, dan menghiperpolarisasi
Obat golongan ini bekerja dengan me-
membran pascasinaps dengan cara me
reduksi pelepasan glutamat dan mengin-
ningkatkan konduksi potasium. Golong
hibisi pelepasan serotonin, pada migren
an ini juga menurunkan respons glu
dengan aura atau migrainous infarction.
tamat. Sodium valproat 500-1500m g/
Selain itu, obat ini baik diberikan pada
hari terbukti dapat menurunkan frekue
pasien dengan komorbid hipertensi,
nsi serangan migren. Efek samping yang
asma, dan penyakit Raynaud. Efek sam
sering muncul adalah mual, dispep-
ping yang sering muncul adalah konsti-
sia, cepat lelah, dan peningkatan berat
pasi, hipotensi, dan edema perifer. Obat
badan. Obat golongan ini bersifat terato-
yang sering digunakan adalah diltiazem
genik, sehingga sebaiknya tidak diberi
60-90m g sebanyak 4 kali sehari. Semen-
kan pada perempuan usia reproduksi.
tara itu nikardipin, nifedipin, nimodipin,
578
Nyeri Kepala
579
Buku Ajar Neurologi
580
Nyeri Kepala
581
Buku Ajar Neurologi
582
Nyeri Kepala
Gejala:
Muntah prominen
AAJL
Sakit kepala sebelah
Migren kiasik Gejala neurologis foka I
{Classic
migraine)
Migren
umum
{Com m on
migraine)
_A_A_A_
——
Tension-
vascular
headache
Tension Gejala:
headache Nyeri suiit
dideskripsikan
Jarang disertai muntah
Halocephalgia
583
Buku Ajar Neurologi
584
Nyeri Kepala
585
Buku Ajar Neurologi
Prinsip pemilihan obat profilaksis adalah: frekuensi, dan durasi nyeri, serta gangguan
1. Harus sesuai lini yang direkomendasikan fungsional, jumlah obat simptomatis yang
(lini pertama lebih diutamakan dari lini dikonsumsi, efikasi terapi profilaksis, dan
kedua), tetapi harus mempertimbangkan efek samping dari obat profilaksis maupun
efek samping dan faktor komorbid pasien obat simptomatis. Oleh karena faktor pen-
2. Dimulai dengan dosis rendah, kemudian ting pencegahan kekambuhan nyeri kepala
dosis dinaikkan perlahan-lahan hingga adalah dengan mengidentifikasi faktor yang
didapatkan dosis maksimal yang efektif mencetuskan dan mengurangi nyeri kepala.
untuk pasien Walaupun tidak berbahaya, TTH dapat
3. Obat diberikan dalam jangka waktu mengganggu aktivitas sehari-hari. Kasus TTH
seminggu/lebih terbanyak adalah kasus TTH episodik, namun
4. Obat dapat diganti dengan obat lain jika akan sangat mudah menjadi kronik akan
obat pilihan pertama gagal meningkat jika pemicu dan stresor tidak bisa
diatasi,
5. Obat lebih utama diberikan dalam ben-
tuk monoterapi
NYERI KEPALA TIPE KLASTER
Sebelum diberikan terapi profilaksis, perlu Kelompok trigeminal autonomic cephalal
ditanyakan penyakit komorbid lain yang gias (TAC) terdiri dari: (1) nyeri kepala tipe
juga dialami oleh pasien, misalnya: pasien Master, [2) paroksismal hemikrania, (3)
dengan hipertrofi prostat dan glaukoma short-lasting unilateral neuralgiform head
tidak boleh diberikan amitriptilin. Pasien ache attacks/SUN CT, (4) kontinua hemikra
harus diinformasikan mengenai cara kerja nia, dan (5) probable TAC. Nyeri kepala tipe
obat dan kapan saja waktu mengonsumsi Master atau cluster headache (CH) meru-
o b at Selain itu, pasien juga perlu mendapat pakan nyeri kepala tersering pada TAC, se-
penjelasan mengenai tingkat efikasi dan hingga fokus pembahasan pada bagian ini
efek samping obat tersebut ialah mengenai CH.
Pasien juga perlu mencatat tiap serangan CH memiliki karakteristik berupa nyeri ke
nyeri pada catatan harian ( headache diary). pala hebat yang disertai gejala otonom di
Catatan ini berfungsi untuk mengetahui pola, temp at yang spesifik, seperti orbita, supra -
586
Nyeri Kepala
orbita, temporal, atau kombinasi tempat- belum bisa dimengerti secara jelas. Untuk
tempattersebut. Nyeri tersebutberlangsung memudahkan pemahaman penyakit ini,
secara periodik, sehingga disebut sebagai maka dilakukan pendekatan patofisiologis
klaster [cluster), dalam waktu 1 5 -1 8 0 me- berdasarkan gejala yang dialami pasien, yai
nit dengan frekuensi dari 1 kali tiap 2 hari tu: (1) nyeri kepala; (2} gejala otonom; dan
hingga 8 kali sehari. Serangan nyeri kepala [3) periodisitas yang stereotipik.
selalu disertai satu atau lebih gejala, seperti
Stimulus nyeri kepala disampaikan ke
injeksi konjungtiva, lakrimasi, kongesti na
sistem saraf pusat melalui cabang nosiseptif
sal, rhinorrhea, berkeringat di kening dan
oftalmikus nervus Trigeminus. Cabang saraf
wajah, miosis, ptosis, dan edema palpebra.
ini menginervasi struktur intrakranial yang
Semua gejala tersebut bersifat ipsilateral.
sensitif terhadap nyeri, seperti: duramater
Pasien sebagian besar gelisah dan agitasi
dan pembuluh darah dural. Ketika saraf
selama serangan CH berlangsung.
atau ganglion trigeminus teraktivasi, sub-
Prevalensi CH sangat jarang, hanya kurang stansi P dan calcitonin gene-related peptide
dari 1%. Penyakit ini lebih banyak ditemu- (CGRP) akan dilepaskan. Pelepasan kedua
kan pada lelaki dibanding perempuan, de jenis neuropeptida trigeminovaskular ini
ngan rasio sekitar 6:1, serta berusia lebih merangsang inflamasi neurogenik dan di-
dari 30 tahun. Selain itu faktor risiko juga latasi pembuluh darah yang kemudian me-
jika mengkonsumsi vasodilator seperti nimbulkan sensasi nyeri kepala.
alkohol, riwayat trauma dan operasi kepala,
Gejala otonom pada nyeri kepala klaster
merokok, serta adanya stressor.
merupakan indikasi adanya aktivasi saraf
parasimpatis. Saraf ini merupakan cabang
Klasifikasi
dari neuron orde pertama nukleus salivato-
Terdapat dua jenis CH, yaitu:
rius superior dan memiliki hubungan fung-
1. CH episodik, merupakan serangan nyeri sional dengan nukleus trigeminus. Serabut
kepala klaster yang terjadi periodik dan saraf ini selanjutnya memanjang sejajar
berlangsung tujuh hari sampai satu ta nervus fasialis dan bersinaps di ganglion
hun. Setiap periode dipisahkan oleh pterigopalatina. Saraf post-ganglionik ber-
periode bebas nyeri yang akan berlang fungsi sebagai vasomotor dan sekretomotor
sung satu bulan atau lebih lama. pembuluh darah serebral, kelenjar lakri-
2. CH kronik, merupakan serangan nyeri mal, dan mukosa hidung. Hal lain yang juga
kepala klaster yang terjadi selama lebih memicu munculnya gejala otonom adalah
dari satu tahun tanpa remisi atau di perubahan vaskular yang menginduksi
sertai remisi namun berlangsung hanya gangguan aktivitas saraf simpatis. Muncul
kurang dari satu bulan. nya gejala sindroma Horner (ptosis, miosis,
injeksi konjungtiva) selama serangan nyeri
Patofisiologi kepala klaster, mengindikasikan adanya
Walaupun penyakit ini sudah dikenal sejak pengaruh pleksus simpatis karotis, teruta-
lama, tetapi patofisiologi yang mendasari ma pleksus di sekitar arteri karotis interna
berbagai gejalanya hingga saat ini masih
587
Buku Ajar Neurologi
588
Nyeri Kepala
a. Nyeri kepala klaster yang sulit hilang Prognosis pada pasien CH dapat bervariasi,
walaupun telah diberikan terapi abortif mulai dari persistennya serangan yang ber-
(gagal terapi abortif) ulang, memanjangnya masa remisi, hingga
b. Nyeri kepala klaster terjadi setiap hari berubahnya CH episodik menjadi CH kronik.
dan berlangsung selama lebih dari 15 Sekitar 80% pasien CH episodik akan tetap
menit mengalami CH episodik selama hidupnya. Se-
mentara itu, 4 -1 3 % pasien CH episodik dite-
c. Pasien yang bersedia dan mampu me-
mukan mengalami transformasi menjadi CH
ngonsumsi obat setiap hari
kronik. Remisi spontan ditemukan pada 12%
Obat yang dapat digunakan untuk profilaksis: pasien, umumnya pada pasien CH episodik.
1. Verapamil 120-160m g dapat diberikan Tidak ada laporan mortalitas yang diakibat-
3 -4 kali sehari (merupakan pilihan per- kan langsung oleh CH, namun banyak pasien
tama terapi profilaksis). Selain itu dapat dikatakan mengalami depresi dan bunuh diri
juga menggunakan nimodipin 240mg/ akibat serangan CH yang periodik.
hari atau nifedipin 40-120mg/hari.
2. Prednisolon 50-75mg/hari. Dosis di- NEURALGIA TRIGEMINAL
kurangi 10% pada hari ketiga. Obat ini Neuralgia trigeminal atau yang dikenal juga
tidak boleh diberikan dalam jangka wak- dengan tic douloureux adalah nyeri akibat
tu yang lama. Efektif mencegah serangan lesi di sepanjang cabang nervus trigeminus.
pada 8 0 -9 0 % kasus. Insidensnya lebih banyak pada perempuan
3. Litium 300-1500m g/hari per oral (rata- dibanding lelaki (2:1). Pada 90% pasien,
rata pemberian 600-900m g/hari) awitan terjadi ketika pasien berusia di atas
4. Metisergid 4 -1 0 mg/hari per oral usia 40 tahun, terutama usia 6 0 -7 0 tahun.
Jika terjadi. di usia 2 0 -4 0 tahun, penyebab
5. Ergotamin tartrat 2mg diberikan 2 -3
demielinisasi akibat multipel sklerosis per
kali per hari. Dapat diberikan dengan
lu dipertimbangkan.
cara 2mg per oral atau lm g per rektal,
2 jam sebelum serangan terutama pada Rlasifikasi
malam hari. 1HS membedakan neuralgia trigeminal men
jadi 2 kategori:
Selain terapi medikamentosa, pasien perlu 1. Neuralgia trigeminal klasik, umumnya
disarankan untuk membiasakan diri hidup idiopatik. Namun seringkali berkaitan
dan istirahat teratur, hindari konsumsi alko- dengan kompresi vaskular pada tempat
hoi, batasi paparan terhadap zat volatil se- masuknya cabang nervus trigeminus di
perti gasolin, hati-hati bila sedang berada di batang otak.
ketinggian, serta hindari paparan terhadap 2. Neuralgia trigeminal simtomatik, sering
produk tembakau dan sinar yang terlalu disebabkan oleh lesi struktural, seperti mul
terang atau suara yang terlalu gaduh {glare tipel sklerosis, anuerisma arteri basilar, atau
and bright light). tumor (neuroma trigeminal, meningioma,
epidermoid) pada cerebellopontine angle.
589
Buku Ajar Neurologi
590
Nyeri Kepala
591
Buku Ajar Neurologi
592
Nyeri Kepala
berobat jika perlu. Pasien juga sebaiknya ® Nyeri kepala yang terjadi selalu di satu sisi
mengurangi manuver-manuver yang © Nyeri kepala yang terjadi setelah trauma
akan memicu munculnya nyeri. kepala
© Nyeri kepala dengan penyakit sistemik
NYERI KEPALA SEKUNDER
(demam, kaku kuduk, ruam kulit)
Kelompok nyeri kepala sekunder pada
dasarnya berbeda dengan nyeri kepala © Nyeri kepala yang berhubungan dengan
kejang dan aura atipikal
primer karena merupakan sebuah gejala
dari suatu proses organik dan berhubungan © Nyeri kepala dengan defisit neurologis
dengan lebih dari 316 gangguan dan penya- © Nyeri kepala awitan baru pada pasien
k it Oleh karena nyeri kepala sekunder ini imunodefisiensi atau kanker
merepresentasikan suatu proses organik di ® Nyeri kepala yang dicetuskan oleh pe-
tubuh, maka setiap klinisi harus bisa men- rubahan posisi, aktivitas, dan peregangan
deteksi dini masalah ini dengan cara menge-
© Nyeri kepala pada pasien dengan sindroma
nali tanda bahaya nyeri kepala agar pasien
neurokutaneus
tidak jatuh ke dalam kondisi yang mengan-
cam nyawa. Setelah diagnosis nyeri kepala Berbeda dengan orang dewasa, tanda ba
sekunder ditegakkan, selanjutnya pasien haya nyeri kepala pada anak, antara lain:
harus direncanakan beberapa pemeriksaan ® Nyeri kepala persisten dengan durasi <6
lebih lanjut untuk mengetahui proses or bulan yang tidak respon dengan pengo-
ganik penyakit yang mendasarinya. batan
Pengenalan tanda bahaya nyeri kepala akan © Nyeri kepala berhubungan dengan de
menuntun klinisi untuk memutuskan urgensi fisit neurologis, termasuk edema papil,
pemeriksaan lanjutan (pencitraan otak, anali- nistagmus, dan gangguan gait
sis cairan otak, pemeriksaan darah) pada © Nyeri kepala persisten pada pasien yang
pasien dengan keluhan nyeri kepala. Tanda tidak memiliki riwayat migren di keluarga
bahaya ini berbeda antara orang dewasa dan ® Nyeri kepala persisten yang disertai
anak-anak. Beberapa tanda bahaya nyeri-ke gangguan kesadaran, disorientasi, atau
pala pada orang dewasa, antara lain: muntah
© Nyeri kepala pertama kali dan sangat © Nyeri kepala yang sering membangun-
parah (thunderclap headache ) kan anak dari tidurnya, atau terjadi
© Nyeri kepala awitan pertama kali di atas segera setelah anak bangun tidur
usia 50 tahun © Adanya riwayat penyakit saraf sebelum-
® Nyeri kepala dengan peningkatan freku- nya atau riwayat serupa di keluarga yang
ensi dan tingkat keparahan mendukung ke arah kelainan susunan
saraf pusat
® Nyeri kepala kronik sehari-hari yang ti
dak responsif dengan terapi
593
Buku Ajar Neurologi
Beberapa pemeriksaan lanjutan yang di- pemeriksaan yang dapat dikerjakan untuk
indikasikan pada nyeri kepala sekunder mengetahui penyakit yang mendasari nyeri
adalah pencitraan otak, laboratorium, anali- kepala. Pungsi lumbal dikerjakan pada kasus
sis cairan otak, dan elektroensefalogram meningitis, ensefalitis, metastasis tumor lep-
(EEG), seperti pada Tabel 4. Pencitraan otak tomeningeal, perdarahan subaraknoid, atau
seperti CT scan dan MRI dapat dilakukan adanya perubahan tekanan cairan otak, se-
untuk mendeteksi kelainan struktural. Ke- dangkan elektroensefalografi (EEG) dilakukan
dua pemeriksaan ini memiliki karakteristik pada nyeri kepala yang berhubungan dengan
masing-masing. CT scan lebih sensitif dari- bangkitan kejang atau epilepsi.
pada MRI pada kasus stroke akut, perda-
Setelah mengetahui penyakit organik yang
rahan subaraknoid (<24 Jam). MRI lebih
mendasari nyeri kepala, tata laksana selan-
sensitif daripada CT scan untuk mendeteksi
jutnya diberikan sesuai etiologinya. Adapun
keganasan, lesi di medulla spinalis, kelainan
pembahasan lebih rinci mengenai beberapa
pituitari, dan malformasi arterivena. CT a-
penyakit yang mendasar ini dapat dilihat di
ngiografi, MR angiografi, dan MR venografi
topik lain dalam buku ini.
merupakan pemeriksaan pencitraan yang
dapat dilakukan untuk mengetahui kelainan
CONTOH KASUS
vaskular.
X. Seorang perempuan berusia 32 tahun
Pemeriksaan laju endap darah dan protein mengeluh nyeri kepala sebelah yang dida-
C-reaktif diindikasikan pada nyeri kepala hului dengan melihat bintik-bintik hitam
sekunder terkait arteritis temporal. Peme disertai kilatan cahaya. Penglihatan terse-
riksaan ANA dan faktor reumatoid dikerjakan but berlangsung sekitar 30 menit dan dii-
untuk mengetahui adanya kelainan autoimun. kuti nyeri kepala di sebelah kanan. Nyeri
Skrining toksikologi, darah lengkap, hormon kepala terasa berdenyut dan semakin he-
tiroid, dan tes fungsi hati adalah beberapa bat dengan visual analog scale (VAS) 8. Ti-
594
Nyeri Kepala
595
Buku Ajar Neuroiogi
c. Migren Pertanyaan:
d. Neuralgia trigeminal Apakah diagnosis paling mungkin pada
Jawaban: d. Neuralgia trigeminal pasien ini?
5. Seorang laki-laki 24 tahun datang ke IGD a. HNP servikal
dengan nyeri kepala hebat sejak 1 hari. b. Nyeri kepala servikogenik
Nyeri kepala dirasakan di seluruh ke
c. Neuralgia trigeminal
pala, terus menerus, dan tidak dipenga-
d. Migren tanpa aura
ruhi aktivitas. Intensitas nyeri VAS 7-8.
Pasien masih sadar penuh, tetapi demam Jawaban: b. Nyeri kepala servikogenik
39°C sejak sehari sebelumnya. Pemerik- 7. Seorang perempuan 37 tahun datang ke
saan neurologis ditemukan kaku kuduk poliklinik dengan keluhan nyeri kepala
dan ruam kulit. Pemeriksaan laborato- sejak setahun lalu. Nyeri kepala terutama
rium terdapat leukositosis 21,000/mm3. dirasakan di sisi kanan kepala. Awalnya,
Pertanyaan: nyeri kepala memiliki frekuensi satu kali
Apakah diagnosis kerja yang paling seminggu, hilang timbul, durasi sekitar
mungkin pada pasien ini? setengah hari, dan intensitas ringan. Na-
a. Perdarahan subaraknoid mun, sejak 1 bulan terakhir, nyeri mun-
b. Ensefalitis viral cul setiap hari, terus menerus, dan inten
c. Meningitis bakterialis sitas sedang-berat. Saat datang, pasien
d. Epidural hematom sadar, namun terlihat kesakitan (VAS
Jawaban: c. meningitis bakterialis 8-9) dan bingung, serta bicara kadang
tidak sesuai dengan pertanyaan.
6. Seorang perempuan 26 tahun, staf keuan-
gan, datang ke poliklinik dengan keluhan Pertanyaan:
nyeri leher belakang sejak 8 bulan. Nyeri di- Pemeriksaan lanjutan apa yang paling
rasakan hilang timbul dengan intensitas se- utama dikerjakan untuk mengetahui
dang, dan tidak berdenyut, sekitar 1-2 kali penyaldt yang mendasari nyeri kepala
seminggu. Nyeri menjalar ke kepala bagian pasien?
belakang, bahu kanan, dan sekitar wajah sisi a. Analisis cairan otak
kanan, terutama bila pasien sedang banyak b. MRI
kerjaan dan kurang tidur. Tidak ada riwayat c. Angiografi
demam, penurunan berat badan, dan mual d. CT scan
muntah. Pemeriksaan fisik menunjukkan Jawaban: b. MRI
postur kepala ke depan. Saat palpasi leher,
teraba spasme pada m. trapezius bilateral DAFTAR PUSTAKA
dan m. paravertebra servikalis, tidak ada 1. Aminoff MJ, Bolier F, Swaab DF. Headache. Hand
defisit neurologis. Pasien merasa nyeri saat book of Clinical Neurology. 2 011;97:3-22.
2. Saputra AI, Wibisono Y, Ganiem AG. Gamba-
gerakan hiperekstensi kepala secara pasif. ran disabilitas akibat migren pada remaja
Pemeriksaan Rontgen servikal menunjuk dengan menggunakan PedMIDAS. Neurona.
kan hasil straight cervical. 2016;33 (2): 136-40.
596
Nyeri Kepaia
3. Adnyana IMO. Prevalensi, karakteristik dan be- 12. Ropper AH, Brown RH. Adams and Victor’s prin
berapa faktor yang berkaitan dengan nyeri ke ciples o f neurology. Edisi ke-8, USA: McGraw-Hill;
pala migren pada mahasiswa STIKES Bali. Neu- 2005.
rona. 2012;29. 13. Newman LC. Treatment of migraine: preventive
4. Headache Classification Subcommittee of the In therapies/clinical pearls. New York: American
ternational Headache Society. The international Academy of Neurology Institute; 2014.
classification of headache disorders. Edisi ke-2. 14. Newman LC, Levin M. Headache and facial pain.
Copenhagen: The International Headache Soci New York: Oxford University Press; 2011.
ety; 2005. 15. Locie, Sadeli HA, Nurimaba N. Perbandingan
5. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia efektivitas topiramat 50mg dan topiramat lOOmg
(PERDOSSI). Diagnostik dan penatalaksanaan pada pasien migren. Neurona. 2 0 1 4 ;3 1 (2 ]:6 8 -7 3 .
nyeri kepala. Surabaya: Airlangga University 16. Sakuta M. Tension-type headache: it's mecha
Press; 2013. nism and treatment. JMAJ, 2 0 0 4 ;4 7 (3 ):1 3 0 -4 .
6. Peres MFP. Migraine. Dalam: Silberstein SD, Stiles 17. Silberstein SD, Lipton RB, Dalessio DJ. Wollf's
MA, Young WB, editor. Atlas of migraine and headache and other head pain. Edisi Ke-7. New
other headaches. Edisi kedua. Florida: Taylor & York: Oxford University Press; 2001.
Francis; 2005. h. 61-72. 18. Young WB. Tension-type headaches. Dalam: S ih
7. Ketaren RJ, Wibisono Y, Sadeli AH. Validitas berstein SD, Stiles MA, Young WB, editor. Atlas
migraine screen quetionnaire (MS-Q) versi In of migraine and other headaches. Edisi kedua.
donesia sebagai alat penapis migren. Neurona. Florida: Taylor & Francis; 2005. h. 95-8.
2 0 1 4 ;3 1 (2 ):8 2 -8 . 19. Ashkenazi A, Schwedt T. Cluster headache:
8. Wibisono Y, Ketaren RJ. Perbandingan antara acute and prophylactic therapy. Headache.
MS-Q (migraine screen questionnare) versi Indo 2 0 1 1 ;5 1 (2 ]:2 7 2 -8 6 .
nesia dengan dengan ID-mingraine TM sebagai 20. Halker R, Vargas B, Dodick DW. Cluster headache:
alat skrining migren. 2 0 1 4 ;3 1 (4 ]:1 4 8 -5 2 . diagnosis and treatment. Seminars in Neurology.
9. Ducharme J. Canadian Association of Emer 2 0 1 0 ;3 0 (2 ):1 7 5 -8 3 .
gency Physicians guidelines for the acute man 21. May A, Cluster headache: pathogenesis, diagnosis,
agement of migraine headache. J Emerg Med. and management Lancet 2005;366(9488): 843-55.
1999; 17(1] :137-44. 22. Furgang FA, Siddiqui M, Siddiqui S, Ranasinghe
10. Bendtsen L, Evers S, Linde M, Mitsikostas DD, JS, Pain management: trigeminal neuralgia. Hos
Sandrini G, Schoenen J. EFNS guideline on Phy. 2003;1:64-7.
the treatm ent of tension-type headache. Re 23. Joffroy A, Levivier M, Massager N. Trigeminal
port of an EFNS task force. European J Neurol. neuralgia: pathophysiology and treatm en t Act
2 0 1 0 ;1 7 (ll) :1 3 1 8 - 2 5 . Neurol Belh. 2 0 0 1 ;1 0 1 :2 0 -5 .
11. Gruber HJ, Bernecker C, Lechner A, Weiss S, Wall- 24. Ropper AH, Brown RH. Adams and Victor's prin
ner-Blazek M, Meinitzer A, dkk. Increased nitric ciples of neurology. Edisi ke-8. New York: Mc
oxide stress is associated with migraine. Cepha Graw-Hill; 2005.
lalgia. 2 0 1 0 ;3 0 (4 ]:4 8 6 -9 2 . 25. Mechtler LL, Stiles MM. Secondary headache.
Dalam: Silberstein SD, Stiles MA, Young WB, edi
tor. Atlas of migraine and other headaches. Edisi
kedua. Florida: Taylor & Francis; 2 005. h. 99-133.
26. Newman LC, Lipton RB. Emergency department
evaluation of headache. Neurologic clinics of
North America. 1 9 9 8 ;1 6 (2 ]: 285-303.
597
NYERI NEUROPATIK
598
Nyeri Neuropatik
599
Buku Ajar Neurologi
Pada kerusakan jaringan saraf perifer; juga terja- metiI-4-asam isoksaazolepropionat (AMPA)
di aktivasi mikroglia di medula spinalis sehing- dalam memodulasi transmisi nosiseptif si-
ga reseptor purin dan p-38, sebagian dari MAP napsis di susunan saraf pusat.
kinase, turut menjadi alrtif. Hal ini merupakan
Nyeri yang muncul disebabkan oleh ectopic
kunci utama patogenesis dari hipersensitivitas
discharges sebagai akibat dari kerusakan ja
reseptor di traktus spinotalamikus. Kerusakan
ringan saraf (Gambar 3). Ectopic discharge
di daerah tersebut akan memberikan keluhan
ini merupakan akibat dari kerusakan jaring
yang sangat spesifik dan didefinisikan sebagai
an saraf baik perifer maupun sentral, yang
keluhan nyeri neuropatik
berkaitan dengan fungsi sistem inhibitorik,
Lesi di jaringan saraf ini menyebabkan ke gangguan interaksi antara somatik dan sim-
rusakan mielin, protein membran, atau re patis. Terkadang pada inflamasi dan neu
septor sinaps, sehingga terjadi gangguan ropatik ditemukan perubahan secara fenotip
elektrisitas berupa sensitisasi yang terus me- di sel saraf perifer yang mengakibatkan eksi-
nerus dari jaringan saraf yang rusak dan di- tasi ataupun disinhibisi, baik di kornu dorsalis
sebut sebagai ectopic-discharge . Nyeri neuro maupun di jaras nyeri sampai ke areal korteks
patik bisa muncul spontan (tanpa stimulus) sensorik. Keadaan ini memberikan gambaran
maupun dengan stimulus atau juga kombina- umum berupa alodinia dan hiperalgesia yang
si. Kejadian ini berhubungan dengan aktivasi merupakan keluhan spesifik dari nyeri neu
kanal ion Ca2+ atau Na+ di akson yang berpe- ropatik. Keluhan ini jika tidak diterapi secepat
ran pada reseptor glutamat, yaitu N-metil-D- mungkin akan mengakibatkan kerusakan
aspartat (NMDA) atau a-am m o -3 -h id ro k s i-5- neuron yang bersifat ireversibel.
Gambar 2. Pertumbuhan Sprouting Kolateral Mengakibatkan Coupling antara Sistem Saraf Sensorik den-
gan Saraf Simpatis
Saraf aferen perifer yang beregenerasi (regenerating sprout) tidak tumbuh ke jalur anatomiyang seharusnya,
tetapi tumbuh membentuk kolateral dengan serabut saraf simpatis. Adanya kolateral ini menyebabkan pening-
katan jumlah adrenoreseptor a di saraf aferen perifer. Hal ini kemudian akan meningkatkan respons saraf aferen
primer terhadap noradrenalin yang dilepaskan oleh saraf simpatis.
600
Nyeri Neuropatik
H»e£s&: 5sssssss^ssi
Stimulusttyeri
►
*>■
—
Fss&gsi sgiz&arJtLss-rs^ J
Slsss&sls«rs!idSfisaHs
S?E£SS^SSSsSlia
*
S
—> s
G EJA LA DAN TANDA K U N IS berarti nyeri yang dirasakan ialah nyeri no-
Pada prinsipnya gejala nyeri neuropatik siseptif, bukan nyeri neuropatik. Misalnya
sangat khas, berbeda dengan nyeri nosisep- pada neuralgia trigeminal, rasa nyeri bisa
tif. Pada nyeri neuropatik tidak terdapat ke- berasal dari daerah gusi yang menjalar ke
rusakan jaringan yang dapat menjadi stimu daerah wajah hingga ke kepala. Maka perlu
lus, namun pasien merasa nyeri. Sensasinya disingkirkan ada tidaknya abses di daerah
juga tidak 'lazim', tidak sesuai dengan pemi- gusi atau infeksi gigi lainnya yang dapat me
cu nyerinya (alodinia). Pasien dapat mera- nyebabkan nyeri.
sakan gejala positif, seperti rasa panas/di-
Yang terakhir, rasa nyeri neuropatik bia-
ngin, nyeri seperti ditusuk, disayat, ditikam,
sanya menjalar sesuai dengan area saraf
disetrum, atau kesemutan, disertai gejala
atau radiks yang dipersarafinya. Jadi perlu
negatif, seperti baal atau hipestesia. Sensasi
ditanyakan atau pasien diminta untuk me-
nyeri bisa juga sesuai dengan stimulusnya,
nunjuk area-area nyeri yang dirasakannya.
namun terasa berlebihan (hiperalgesia).
Contohnya pada NPB daerah L5-S1, akan
Oleh karena itu, pada pemeriksaan fisik per- terdapat rasa nyeri dari daerah pinggang ke
lu dicari ada tidaknya daerah yang berpo- tungkai bawah yang dapat dibuktikan den
tensi menjadi sumber nyeri atau adanya ke- gan adanya gangguan sensorik pada peme
rusakan jaringan, sehingga bila ditemukan riksaan sensibilitas di area tersebut.
601
Buku Ajar Neurologi
602
Nyeri Neuropatik
Apakah ArxSa nscraknta senjasi sepetti terbakar (piftK fissayetsgsf) di diersk syeri?
t&kpsnah | j testpie lishk j jicdska □ ^ g D ^ □ SM splki^! □
Apak& And) eagrma kasessubit, w pifti dituitik-tuiuk tfj dscfslt nysri (tcpnti tesrM *nef*y»f> alas
kssmsmp
lak pm iM i j5™” ! Isis^stf l&Jhk | |scdskit j j sedisg ^ | Isst! |"'*:'|
Adakth Krrniww riogan (wperti pskm m fm si %u® > nwmbcri raw »ywi?
« k i * m * [ » j b ia yktN k k j— j * * * Q kaat j— j jaagat kuat j:" :,! j
603
Baku Ajar Neurologi
604
Nyeri Neuropatik
605
Buku Ajar Neurologi
606
Nyeri Neuropatik
Otak
5HT/NA& opioid:
antidepresan trisiklik
opiat
Inhibisi desendens tramadol
trisiklik
- Mexiletin
- Lidokain
tama neuralgia trigeminal adalah antidep patik yang kompleks seperti nyeri kanker.
resan trisiklik (Level A), seperti amitriptilin Adanya kerusakan jaringan dan infiltrasi
lOmg malam titrasi perlahan hingga lOOmg, ke serabut saraf sekitarnya membuat nyeri
gabapentin hingga 1800mg/hari dalam 3 menjadi hebat dan berlangsung lama. Oleh
kali pemberian, atau pregabalin 150-300mg karena itu pilihan utama nyeri kanker ada
(maksimum 600mg/hari}. Tata laksana nyeri lah opioid kerja sedang sampai kuat bersa-
pada nyeri neuropati diabetika adalah prega ma dengan terapi antikankernya. Kombinasi
balin (Level A}, atau gabapentin, duloksetin, opioid dengan gabapentin dapat meningkat-
dan amitriptilin (Level B), Namun yang pa kan potensi analgesik opioid, sehingga dosis
ling penting adalah pengendalian kadar gula masing-masing tidak perlu terlalu tinggi
darah agar tetap dalam kadar normal. dan mengurangi efek samping.
607
Buku Ajar Neurologi
sebagainya secara rutin. Terapi invasif da- 11. International Association for the Study of Pain
(IASP). Pain definition, IASP [serial online], [diun-
pat dilakukan untuk memblok atau memu- duh 10 September 2011]. Tersedia dari; rcpt.org
tus jaras nyeri. Blok saraf dilakukan dengan 12. La Cesa S, Tamburin S, Tugnoli V, Sandrini G,
menyuntikkan anestesi dan steroid Iokal di Paolucci S, Lacerenza M, dkk. How to diagnose
neuropathic pain? the contribution from clinical
daerah nyeri atau pemberian agen neuro-
examination, pain questionnaires and diagnostic
litik seperti alkohol dan bupivakain pada tests. Neurol Sci, 2015;36(12):2169-75.
pleksus tertentu. 13. Leone C, Antonella Biasiotta A, La Cesa S, Di Ste-
fano G, Cruccu G, Truini A. Pathophysiological
mechanisms of neuropathic pain. Future Neurol
DAFTARPUSTAKA ogy, 2011 ;6[4):497-509.
1. Amir R, Kocsis JD, Devor M. Multiple interacting 14. Lipton SA. Failures and successes of NMDA re
sites of ectopic spike electrogenesis in primary sen ceptor antagonists: molecular basis for the use
sory neurons. J Neurosci. 2005;25(10):2576-85. of open-channel blockers like memantine in the
2. Purwata TE, Sadeli HA, Yudiyanta, Anwar Y, Amir treatment of acute and chronic neurologic in
D, Asnawi C, dkk. Characteristics of neuropathic sults. Neuro Rx. 2004;1(1):101~10.
pain in Indonesia: a hospital based national clini 15. Loeser JD. Pain: the fifth vital sign. APS Bulletin.
cal survey. Neurol Asia, 2015;20(4):389-94. 2003;13.
3. Margaretha K. Uji validitas dan reliabilitas in- 16. Markman JD, Dworldn RH. Ion channel targets
strumen PainDETECT versi Indonesia untuk and treatment efficacy in neuropathic pain. J
mengidentifikasi komponen nyeri neuropatik Pain. 2006;7[1 Suppl l):S38-47.
[tesis], Depok: Universitas Indonesia; 2014. 17. Merksey H, Bogduk N, penyunting. Classification of
4. Bagus DA, Anggraini HS, Dikot Y. Prevalensi dan chronic pain: description of chronic pain syndromes
karakteristik nyeri neuropatik di instalasi rawat and definition of pain terms. Edisi kedua. Seattle: Inter
jalan neurologi RS dr. Hasan Sadikin Bandung. national Association for the Study of Pain (IASP); 1994,
Neurona. 2015;32(3):200-6, 18. Muir KW, Glutamate-based therapeutic ap
5. Lestari LKT, Eka PW, Merati KT. Uji reliabilitas dan proaches: clinical trials with NMDA antagonists.
validitas modifikasi Neuropathic Pain DiagHos Curr Opin Pharmacol. 2 0 0 6 ;6 (l):5 3 -6 0 ,
tile Quetionare (DN4) terhadap Leeds Assesment 19. Purba ]S, Rumawas AM. Nyeri punggung bawah:
Neuropatic Symptoms and Sign (LANSS) pada studi epidemiologi, patofisiologi dan penanggu-
pasien HIV/AIDS. Neurona. 20l3;30(4):229-33. langan. Berkala Neurosains. 2006;7(2):85-93.
6. Attal N, Cruccu G, Baron R, Haanpaa M, Hansson P, 20. Truini A, Cruccu G. Pathophysiological mech
jensen T, Nurmikko T. EFNS guidelines on the phar anisms of neuropathic pain, Neurol Sci.
macological treatment of neuropathic pain: 2 0 1 0 2006;27(Suppl 2):S179-82,
revision. European J Neurol. 2010;17(19}:1113-23. 21. Marcus DA, Cope DK, Deodhar A, Payne R, pe
7. Finnerup NB, Otto M, Me Quuay HJ, jensen TS, nyunting. An atlas of investigation and manage
Sindrup SH. Algorithm for neuropathic pain ment: chronic pain. Oxford: Atlas Medical Pub
treatment: and evidence based proposal. Pain. lishing Ltd; 2009.
2005;118(3):289-305, 22. Kelompok Studi Nyeri Perhimpunan Dokter Spe-
8. Hackworth RJ, Tokarz KA, Fowler IM, Wallace sialis Saraf Indonesia. Konsensus nasional 1: di-
SC, Stedje-Larsen ET. Profound pain reduction agnostik dan penatalaksanaan nyeri neuropatik.
after induction of memantine treatment in two Surabaya: Airlangga University Press; 2011.
patients with severe phantom limb pain. Anesth 23. Keskinbora K, Pekel AF, Aydinli 1. Gabapentin
Analg. 2008;107(4):1377-9. and an opioid combination versus opioid alone
9. Helme RD. Drug treatment of neuropathic pain. for the management neuropathic cancer pain; a
Austr Prescr. 2006;29(3):72-5. randomized open trial. J Pain & Symptom Man
10. Holdcroft A, Jagger S. Pain measurement in hu agement. 2007;34(2):183-9.
mans in: core topics in pain, London: Cambridge
University Press; 2005.
608
NYERI LEHER
M o h a m m a d K u rn iaw an
609
Buku Ajar Neurologi
Medttls spinalis
Di sekitar tulang dan diskus juga terdapat Terdapat beberapa kemungkinan yang men-
lapisan tebal ligamen yang menegang un- dasari nyeri leher. Namun demikian, sering-
tuk membatasi gerakan antara satu tulang kali sulit untuk memastikan penyebab defini-
servikal dengan lainnya. Trauma leher mau- tif nyeri leher tersebut. Hal ini dikarenakan
pun trauma kepala dapat mengakibatkan pemeriksaan ldinis dan pemeriksaan radi-
whiplash injury yang merobek ligamen ini. ologis seringkali tumpang tindih dan tidak
Selain itu, terdapat pula otot-otot kecil an berkorelasi langsung dengan keluhan pasien.
tara tulang vertebra dan otot-otot utama Penting untuk disadari bahwa gambaran
leher yang berfungsi sebagai lapisan pe- radiologis, terutama gambaran degeneratif
lindung berikutnya. Otot-otot ini bertang- pada pencitraan seringkali tidak berhubung-
gungjawab untuk membantu menegakkan an dengan derajat nyeri, disabilitas, atau ge-
kepala, mempertahankan postur normal, jala lain yang dikeluhkan oleh pasien.
serta menyangga dan menggerakkan leher
Secara umum, nyeri leher klasifikasi penye
[Gambar 2). Iritasi dan overuse pada otot-
bab nyeri leher dapat dibagi menjadi 3 ke-
otot ini mengakibatkan terjadinya cervical
lompok besar yakni:
strain atau ketegangan leher.
610
Nyeri Leher
gain®
karena spur atau osteofit. Spur pada yang seringkali menjadi sumber nyeri
tulang terbentuk pada bagian pinggir pada tulang belakang. Sendi yang ter-
atau tepi tulang belakang dan sendi fa- letak pada sisi ldri dan kanan tulang ver
set, akibat peningkatan tekanan pada tebra ini (Gambar 4] merupakan daerah
jaringan di sekitarnya. Pada sebagian yang paling dipengaruhi oleh nyeri leher
kasus, proses degeneratif merupakan aldbat cedera whiplash, Cedera whiplash
hal yang normal sesuai dengan ber- yang paling sering dalam kehidupan
tambahnya usia. Namun demikian, sehari-hari adalah kecelakaan bermotor
perubahan degeneratif yang berat yang mengakibatkan gerakan kepala ke
merupakan hal yang abnormal dan depan dan ke belakang secara tiba-tiba.
akan mengakibatkan gejala klinis Kemungkinan patofisiologi lain adalah
yang mengganggu. pekerjaan atau aktivitas yang menuntut
penderitanya melakukan gerakan eks-
d. Nyeri diskogenik
tensi leher berulang.
Nyeri diskogenik diduga merupakan pe-
nyebab tersering nyeri leher, terutama f. Diffuse skeletal hyperostosis
pada rentang usia 45-50 tahun. Nyeri Diffuse skeletal hyperostosis (DISH)
ini disebabkan karena adanya perubahan merupakan sindrom Minis akibat kalsi-
struktural pada satu atau beberapa dis- fikasi abnormal pada ligamen dan ten
kus intervertebralis servikal. Diskus yang don sepanjang tulang belakang leher,
paling sering bermasalah adalah C5-C6 yang mengakibatkan pengerasan pada
dan C6-C7, mencapai 75% kasus. ligamen dan tendon tersebut Kondisi
ini selain terjadi pada tulang belakang
e. Sindrom faset servikal
servikal juga dapat melibatkan tulang
Sendi faset merupakan salah satu daerah
belakang torakal dan lumbal.
613
Buku Ajar Neurologi
614
Nyeri Leher
615
Buku Ajar Neurologi
diperlukan pemeriksaan lebih lanjut, seper- pakan pencitraan utama untuk mengevalu-
ti foto Rontgen, CT scan , MRI, atau elektro- asi lesi traumatik pada tulang servikal.
miografi (EMG).
Sementara itu, pemeriksaan MRI servikal
Pada kasus dengan kecurigaan cedera leher, diindikasikan pada pasien dengan defisit
pemeriksaan foto Rontgen servikal antero neurologis, jika pada foto Rontgen tidak
posterior, lateral, oblik, dan odontoid menjadi ditemukan kelainan yang pasti. MRI ber
pemeriksaan awal yang rutin di-kerjakan. manfaat dalam mengevaluasi kelainan pada
Seluruh 7 tulang vertebral servikal harus medula spinalis dan radiks, kelainan pada
tervisualisasi dan jarak diskus interverte- soft tissue; herniasi diskus intervertebral is,
bralis antar tulang kurang lebih sama. Foto disrupsi ligamen, dan siringomielia.
lateral bermanfaat untuk menilai kesegari-
san (alignment] dan adanya pembengkakan TATA LAKSANA
jaringan lunak. Jarak normal antara bagian Sebelum memberikan tata laksana, harus
depan C3-C5 dan bayangan trakea adalah ditentukan penyebab nyeri leher. Pasien di-
5mm pada dewasa. Jika jarak tersebut me- haruskan segera ke RS pada kondisi cedera
lebar, diperldrakan adanya pembengkakan kepala atau cedera leher berat, gangguan
jaringan lunak dan cedera yang signifikan. kontrol buang air besar atau buang air kecil,
Sisi posterior korpus vertebral dalam ke- nyeri leher yang sangat berat ( visual analog
adaan normal akan berada dalam satu garis scale/V AS >6], atau jika terdapat kelemahan
yang membentuk kurva lordosis. Garis yang atau gangguan sensorik pada ekstremitas.
ditarik dari aksis horizontal tiap prosesus Demikian pula jika terdapat nyeri leher yang
spinosus tulang vertebra servikal dalam tidak membaik dalam 1 minggu, dianjurkan
kondisi normal akan terjadi konvergensi untuk dibawa ke RS. Kondisi-kondisi terse
pada 1 titik di posterior. Hilangnya lordosis but merupakan bagian dari tanda bahaya
mengimplikasikan adanya spasme otot, se- (red flags ) yang harus selalu dinilai pada
mentara hilangnya konvergensi menanda- pasien dengan keluhan nyeri leher, selain
kan kemungkinan instabilitas tulang ver keadaan berikut:
tebra. Posisi lateral juga bermanfaat dalam a. Tanda keganasan, infeksi, dan inflamasi
menilai stabilitas C l dari C2. Posisi oblik Demam, keringat malam, berat badan yang
paling baik dalam menilai sendi faset dan turun drastis, riwayat tuberkulosis, riwa-
foramen neural. yat infeksi human immunodeficiency virus
Pemeriksaan CT scan servikal dikerjakan [HIV], atau riwayat penggunaan imunosu-
pada pasien yang memilki kelainan pada presan, nyeri yang sangat hebat [VAS 10],
foto Rontgen, atau pada pasien dengan ke nyeri yang intraktabel pada malam hari,
curigaan fraktur, namun hasil foto tidak Iimfadenopati servikal, dan nyeri tekan
konklusif. Adanya disrupsi korpus vertebra pada korpus vertebra servikal.
atau lamina, fraktur pada sendi faset, dan b. Mielopati
fragmen tulang intrakanal akan jelas terlihat Gangguan gait, clumsy hand , defisit neu
dengan CT scan. Karena itu, CT scan meru- rologis yang objektif berupa gejala upper
616
Nyeri le h e r
m otor neuron (UMN) di tungkai dan ge- nance). Terapi fisik fase akut bertujuan
jala lower m otor neuron (LMN) di lengan. untuk mengurangi nyeri dan inflamasi,
mengembalikan ROM daerah yang tidak
c. Kondisi lain
nyeri, memperbaiki kontrol postural
Riwayat osteoporosis berat, riwayat operasi
leher, dan mencegah atrofi otot-otot
leher drop attack saat menengokkan leher,
leher.
serta nyeri yang berat dan menetap atau
makin meningkat. Pada fase pemulihan, terapi fisik bertujuan
untuk menghilangkan nyeri secara sem-
Pada sebagian besar kasus, nyeri leher
purna, memperbaiki dan menormalisasi
cukup diterapi secara konservatif dengan
ROM pasif dan aktif, melanjutkan perbai-
analgesik over-the-counter, dan terapi fisik
kan kontrol postural, dan memulai tahap
menggunakan pemanasan, m assage , dan
agar otot leher dapat digunakan untuk
latihan penguatan dan/atau peregangan
latihan olahraga. Selanjutnya, terapi fisik
yang dapat dikerjakan di rumah. Jika nyeri
fase rumatan bertujuan untuk mening-
tidak menghilang setelah 1-2 minggu
katkan dan memperbaiki keseimbangan,
terapi di rumah, direkomendasikan untuk
meningkatkan kekuatan dan ketahanan
dilakukan evaluasi lebih lanjut di fasilitas
otot leher dalam melakukan gerakan aktif,
kesehatan.
sehingga pasien memiliki postur yang
Secara umum, tata laksana nyeri leher normal dan dapat beraktivitas sehari-hari
di fasilitas kesehatan dapat dibagi men- tanpa nyeri.
jadi terapi konservatif, terapi intervensi
Modalitas yang dapat digunakan dalam
nyeri, dan terapi surgikal. Terapi konser
terapi fisik mencakup:
vatif terdiri atas:
a. Pendinginan — dengan kantung es
1. Terapi medikamentosa
pada daerah yang nyeri di leher juga
Terapi medikamentosa dapat berupa
dapat membantu mengurangi derajat
pemberian analgesik asetaminofen atau
nyeri.
obat antiinflamasi nonsteroid (OAINS],
seperti ibuprofen, meloksikam, dan b. Pemanasan — dengan air atau uap
naproksen, dapat membantu mengata- hangat juga dapat membantu mengu
si nyeri derajat ringan dan sedang. Jika rangi nyeri. Namun demikian, pada
terdapatspasm e otot yang berat, dapat nyeri akut gunakan es lebih dulu se-
diberikan golongan pelemas otot. Jika bagai terapi inisial. Pemanasan boleh
derajat nyeri leher dirasakan berat, di dijadikan terapi inisial jika pasien
rekomendasikan pemberian antidepre- tidak sensitif dan tidak dapat mento-
san trisiklik. leransi dingin.
617
Buku Ajar Neurologi
leher. Dapat dilakukan secara manual kanan hingga maksimal dengan po
dengan tangan atau dengan vibrator sisi dagu sejajar [Gambar 8). Laku
elektrik, Pada saat dilakukan pemi- kan masing-masing selama 5 detik ke
jatan, otot leher harus dalam keadaan setiap sisi dan ulangi masing-masing
relaks dengan menyangga kepada atau sisi 5 kali
posisi berbaring.
d. Neck stretch
3. Latihan penguatan dan peregangan Anglcat leher ke arah dagu, tahan selama
Setelah mengalami cedera, rentang gerak 5 detik, dan ulangi 5 kali [Gambar 9}.
leher harus direstorasi dan dipertahan-
e. Stimulasi elektrik
kan. Hal ini dilakukan dengan latihan yang
Dengan menggunakan transcuta
meregangkan dan menguatkan otot-otot
neous electrical nerve stimulation
leher. Latihan ROM dan peregangan dapat
[TENS] dapat membantu mengurangi
membantu mengurangi nyeri pascacedera
nyeri serta meningkatkan mobilisasi
otot. Latihan paling baik dilakukan saat
dan kekuatan otot.
otot dalam keadaan hangat, misalnya
pascapemanasan atau beberapa menit f. Traksi servikal
setelah latihan kardio. Latihan dapat di Traksi ini menggunakan beban yang
lakukan pada pagi hari untuk menghilang- bertujuan menarik tulang leher dan
kan kekakuan otot dan malam hari sebe- mengkoreksi kolumna spinalis menjadi
lum tidur. sejajar {good alignment). Sayangnya,
berbagai studi menunjukkan teknik
Beberapa gerakan dibawah ini dapat di
traksi tidak memilild manfaat yang sig-
lakukan untuk menguatkan dan mere
nifikan dalam tata laksana nyeri leher.
gangkan otot leher cervical strain yang
merupakan penyebab nyeri leher ter- g. Penggunaan bidai servikal {collar neck)
banyak. Jangan lakukan gerakan tersebut Bidai servikal diindikasikan pada kasus
pada kasus selain cervical strain, terlebih nyeri leher. Penggunaannya harus sesuai
pada radikulopati atau mielopati. anjuran dokter, karena dapat menunda
proses pemulihan dan mengakibat-
a. Neck tilting kan kelemahan leher jika dipakai rutin
Tundukkan leher hingga maksimal
dalam jangka panjang.
dan tahan selama 5 detik sebelum
kembali ke posisi normal (Gambar 6). 4. Kurangistres
Ulangi sebanyak 5 kali. Stres emosional akan dapat mening
katkan ketegangan otot leher dan akan
b. Neck tilting side to side
mempengaruhi serta memperlambat
Miringkan leher ke arah bahu, tahan
proses pemulihan. Teknik relaksasi akan
selama 5 detik ke setiap sisi dan ulangi
mengatasi ketegangan muskuloskeletal,
masing-masing sisi 5 kali [Gambar 7).
Aktivitas lain yang dapat mengurangi
c. Neck turn stres mencakup meditasi, ibadah, dan
Tengokkan leher ke arah kiri dan hipnosis.
618
Nyeri Leher
619
Buku Ajar Neurologi
gurangi nyeri dengan atau tanpa panduan Nyeri juga hilang timbul, terutama mem-
(guiding tools). Di antara tindakan inter- berat saat posisi tidur.
vensi nyeri leher yang tidak memerlukan Pertanyaan:
panduan adalah injeksi trigger point Menurut karakteristik temporal nyeri,
dengan anestetik lokal, seperti lidokain. apa jenis nyeri yang dialami pasien ini?
Tindakan tersebut dapat direkomendasi-
a. Nyeri akut
kan bila latihan peregangan dan massage
b. Nyeri somatik
tidak mengurangi nyeri secara signifikan
c. Nyeri kronik
pada kasus cervical strain atau nyeri mio-
d. Nyeri kronik eksaserbasi akut
fasial. Sayangnya, tidak terdapat cukup
e. Nyeri viseral
bukti bahwa injeksi trigger point dapat
Jawaban: c. Nyeri kronik
mengurangi nyeri atau mempercepat
penyembuhan dalam jangka panjang. In 2. Berdasarkan epidemiologi, apakah pe-
jeksi steroid pada otot leher tidak dian- nyebab tersering dari nyeri leher?
jurkan, karena berisiko mengakibatkan
a. Faktor mekanik
cedera pada otot, Pada kasus nyeri leher
b. Trauma
lainnya, seperti nyeri diskogenik atau
c. Keganasan/ neoplasma
nyeri faset, jika akan dilakukan tinda
d. Autoimun
kan intervensi nyeri, dapat dipandu de
e. Idiopatik
ngan menggunakan ultras onografi atau
fluoroskopi/C-arm. Jawaban e. Idiopatik
620
Nyeri Leher
621
NYERI PUNGGUNG BAWAH
622
Nyeri Punggung Bawah
623
Buku Ajar Neurologi
624
Nyeri Punggung Bawah
625
Buku Ajar Neurologi
dari anulus, terutama yang berada di bagian dari nukleus pulposus adalah struktur car
luar, bersifat fibroblast-like, berukuran pan- tilage endplates. Bagian tengah dari nukleus
jang, tipis, dan teletak paralel dengan serat pulposus mengandung serat kolagen yang
kolagen. Bentuk sel ini menjadi lebih oval tersusun acak, dan serat elastin yang ter
pada bagian dalam anulus fibrosus. susun secara radial. Di antaranya terdapat
sel menyerupai kondrosit ( chondrocyte-like
Cartilage endplate merupakan lapisan hori
cells) dengan densitas yang rendah yang be
zontal tipis dengan ketebalan 1mm, yang
rada di dalam kapsul.
tersusun atas jaringan kartilago hialin.
Struktur ini mempertemukan diskus in
ETIOLOGI
tervertebral is dengan korpus vertebralis.
Pasien yang datang dengan NPB harus diek-
Pada kondisi normal, diskus intervertebra-
splorasi etiologinya karena sebenarnya NPB
lis memiliki sedikit pembuluh darah dan
adalah suatu gejala, bukan penyakit. NPB
saraf, terutama terbatas pada lamela luar
memiliki beberapa etiologi yang mendasari
yang berakhir pada proprioseptor. Carti
kondisi patologisnya yang harus ditentukan
lage endplate bersifat avaskular dan aneural
untuk tata laksana dan prognosisnya (Ta-
pada orang dewasa normal. Pembuluh da
bel 1). Berdasarkan etiologinya, NPB dibagi
rah ada pada ligamentum longitudinal yang
menjadi spesifik dan nonspesifik/idiopa-
berdekatan dengan diskus intervertebralis
tik. NPB yang diketahui etiologinya dengan
dan pada cartilage endplate yang berasal
jelas disebut NPB spesifik. Sayangnya dalam
dari percabangan arteri spinalis.
praktik sehari-hari, sebagian besar NPB ti-
Anulus fibrosus mengelilingi inti yang lebih dak diketahui etiologinya dengan jelas, atau
bersifatgelatin (gelatinous ), disebutnuldeus disebut juga NPB nonspesifik atau idiopatik.
pulposus (Gambar 2). Batas atas dan bawah
Nyeri Sendi Faset
Seperti sendi sinovial lainnya, proses trauma
dan inflamasi yang terjadi pada memiliki mani-
festasi klinis berupa nyeri, kekakuan, disfungsi
sendi, serta spasme otot sekunder, yang kemu-
dian akan menyebabkan kekakuan dan dege-
nerasi sendi yang menyebabkan osteoartritis.
Salah satu struktur yang terlibat pada proses
degenerasi sendi adalah kapsul fibrosa dari
sendi faset yang mengandung ujung saraf en
capsulated, encapsulated, dan bebas. Studi
imunohistokimia menunjukan bahwa ujung
Gambar 2. Anatomi Diskus Intervertebralis saraf tersebut mengandung neuropeptida yang
memediasi dan memodulasi nosiseptor, misal-
nya substansi P, calcitonin gene related pep
tide (CGRP), dan vasoactive intestinal peptide
626
Nyeri Punggung Bawah
Tabel 1. Penyakit yang Berkaitan dengan NPB yang Diklasiflkasikan Berdasarkan Etiologi
Etiologi Penyakit
Trauma * Hernia diskus intervertebralis lumbal
« Nyeri punggung bawah muskular/fasia [nyeri punggung bawah muskular akut
(sprain), nyeri punggung bawah muskular kronik]
» Nyeri punggung bawah yang berkaitan dengan fraktur (fraktur akibat trauma, fraktur
terkait osteoporosis)
Infeksi/inflamasi » Spondilitis tuberkulosis
• Spondilitis puruien
o Anly losing spondylitis
Tumor • M etastasisspinal
o Mieloma multipel
• Tumor medula spinalis
Degeneratif * Spondylosis deformans
° Degenerasi diskus intervertebralis
o Nyeri punggung bawah artikular intervertebralis
« Spondilolistesis nonspondilolitik lumbalis
« Ankylosing spinal hyperostosis
« Stenosis kanalis spinalis lumbalis
* Osteoporosis
* Facet arth rosis/degen era live fa c e t
Organ abdomen • Penyakit hati, saluran empedu, pankreas, dan lain-lain
Psikologis_____________ * NPB psikogenik, fibromialgia, depresi, dan lain-lain__________________________________
NPB: nyeri punggung bawah
Sumber: Hayashi Y. JMAJ. 2004. h. 227-33.
(VIP). Adanya neuropeptida tersebut menan- kebiasaan mengangkut beban berat dan
dakan proses penuaan serta beban biomekanik cedera minor berulang. Stres mekanik tim-
yang kumulatif. Mediator kimiawi dan infla- bul pada faset yang iebih horizontal pada
masi ini berhubungan dengan enzim proteoli- potongan sagital, terutama tingkat L4-L5.
tik dan kolagenolitik yang dapat menyebabkan
Gejala dan tanda klinis fa c e t arthrosis sa-
degradasi matriks kartilago sendi. Bila neuro
ngat tidak spesifik dan bervariasi tergan-
peptida ini ditemukan bersama dengan jaring-
tung pada progresivitasnya, mulai dari nyeri
an perivaskular dan input aferen nosiseptif,
pada leher atau punggung bawah hingga ti
maka kombinasi ini dapat menjadi penghasil
dak ada nyeri. Gejala nyeri yang muncul ti
nyeri {pain generator').
dak menjalar ke bawah lutut dan diperberat
Facet arthrosis merupakan bentuk patologi dengan gerakan ekstensi, serta membaik
sendi faset yang paling banyak ditemukan. dengan gerakan fleksi. Nyeri tidak berkore-
Penyakit ini sering mengenai usia tua di atas lasi dengan tingkat degenerasi.
60 tahun, walaupun pada beberapa kasus
dapat dimulai pada usia sebelum 20 tahun. Nyeri Sendi Sakroiliaka
Tidak ada perbedaan prevalensi antar je- Sendi sakroiliaka merupakan sendi sinovial di-
nis kelamin. Penyakit ini dikaitkan dengan artrodial yang menerima inervasi atau persara-
627
Buku Ajar Neurologi
fan utaraa dari rami dorsalis 4 nervus sakralis Longisimus, M. Multifidus, dan M, Spinalis.
pertama. Artrografi atau injeksi larutan iritan Kondisi salah posisi dapat memicu terjadinya
kedalam sendi sakroiliaka dapat memprovokasi peregangan berlebih pada ligamentum dan
nyeri dengan berbagai pola nyeri lolcal maupun otot-otot ini sehingga menyebabkan robekan,
nyeri alih pada daerah bokong, lumbal bawah, perdarahan kecil dan inflamasi, serta me-
dan paha. Prevalensi nyeri sakroiliaka bervaria- nimbulkan nyeri. Hal ini dikenal dengan
si antara 2-30% pada pasien NPB kronik. strain atau regangan, maupun sprain atau re-
gangan yang menyebabkan kerusakan.
Nyeri Otot
Otot punggung bawah membantu menstabi- Sindrom Nyeri Miofasial
lisasikan tulang belakang serta memungkin- Reseptor nyeri di otot sensitif terhadap berb
kan gerakan rotasi, fleksi, dan ekstensi. Otot- agai stimulus mekanik, termasuk tekanan, cu-
otot profunda melekat pada rongga-rongga bitan (pinching), irisan (cutting), dan peregan
yang berada di antara prosesus spinosus gan (stretching. Unit kontraksi otot dan tendon
[Gambar 3). Adapun otot-otot penting yang yang terpapar beban biomekanilc tunggal atau
menyongkong vertebra lumbalis meliputi M. rekuren dapat mengalami cedera dan menim-
Ofat Bktfestsls
Otot-otot intermedia
_y
-« ■
m J
Otot Muitifidus
628
Nyeri Punggung Bawah
bulkan nyeri. Otot tersebut akan memendek se- tersebut juga dapat menimbulkan herni-
cara abnormal dan disertai peningkatan tonus asi diskus intervertebralis lumbalis dan
akibat spasme atau kontraksi yang berlebihan. mengkompresi saraf.
Otot yang cedera ini merupakan area nyeri ® NPB muskular kronik terjadi akibat
yang dianggap sebagai trigger point (TrP) atau penggunaan otot berulang secara terus
taut band yang menjadi kriteria diagnosis sin- menerus.
drom nyeri miofasial.
® Traumatic vertebral body fractures ter
Karakteristik yang khas dari sindrom nyeri jadi saatkorpus vertebralis kolaps akibat
miofasial adalah adanya TrP berupa nodul jatuh dan sebagainya.
berukuran 3-6mm, bersifat nyeri dan kaku, © Fragile vertebral body fractures biasanya
dan dapat diidentifikasi melalui palpasi otot. menimbulkan NPB terkait osteoporosis,
Palpasi TrP akan memprovokasi nyeri hebat meskipun tidak terpapar trauma yang
dan menjalar ke zona-zona tertentu, Stimulus hebat
mekanik seperti penusukan atau peraberian
tekanan pada area yang hiperiritasi di TrP akan NPB yang disebabkan oleh Infeksi/Infla-
menyebabkan kedutan otot (muscle twitch). masi
Palpasi TrP kadang-kadang dapat menimbul- Spondilitis tuberkulosis adalah infeksi tu-
kan refleks involunter (jump sign), atau flinch lang belakang yang seringkali bermanifesta-
ing yang tidak sesuai dengan tekanan palpasi si sebagai nyeri punggung bawah. Infeksi
yang diberikan. Sindrom nyeri miofasial dapat ini dapat mengenai tulang belakang tora-
menjadi simtomatik akibat trauma langsung kolumbal (50% ), servikal (25% ), dan lum
atau tidak langsung, paparan strain kumulatif, bal (25% ). Mikroorganisme patogen dapat
disfungsi postural, dan physical deconditioning. menghancurkan korpus vertebralis atau
diskus intervertebralis. Untuk mencegah
Sindrom nyeri miofasial dapat terjadi pada
timbulnya komplikasi neurologis, maka di
daerah yang mengalami kerusakan jaringan
agnosis harus cepat dan pengobatannya te-
atau daerah tempat penjalaran nyeri neuropa-
pat. Anamnesis mengenai riwayat penyakit
tik/radikular. Otot yang terpengaruh oleh nyeri
tuberkulosis dapat membantu diagnosis pe
neuropatik dapat mengalami kerusakan akibat
nyakit ini. Pencitraan MRI merupakan salah
spasme berkepanjangan, beban mekanik ber
satu pemeriksaan penunjang untuk melihat
lebihan atau gangguan metabolik serta nutrisi.
gambaran destruksi tulang, abses, serta ke-
NPB yang disebabkan oleh Trauma terlibatan jaringan lunak seldtar tulang dan
Ada beberapa kondisi patologis NPB yang medulla spinalis (Gambar 4).
disebabkan oleh trauma, antara lain:
Anlylosing spondylitis (Gambar 5) adalah suatu
• NPB muskular akut atau sprain terjadi penyakit rematik dengan faktor rematoid
saat punggung bawah terpapar trauma negatif yang menyebabkan tulang vertebra me-
eksternal, seperti terbentur orang lain nyambung seperti bambu ( bamboo spine), osifi-
atau mengangkat benda berat, sehingga kasi ligamentum supraspinosus dan interspi-
terjadi kerusakan otot dan fasia. Trauma nosus (dagger sign), dan fusi sendi sakroiliaka.
629
Buku Ajar Neurologi
Penyatuan tersebut menyebabkan elastisitas- menjadi sulit untuk bemafas dalam. Penyakit
nya berkurang dan postur tubuh membungkuk ini lebih sering mengenai laki-laki daripada
ke depan. Jika tulang iga terlibat, maka pasien perempuan dengan gejala dan tanda penyakit
dimulai saatusia muda.
Gambar 4. Gambaran MRI Spondilitis Tuberkulosis Gambar 5. Gambaran Foto Rontgen Ankylosing
Tanda panah menunjukkan desktruksi korpus verte Spondilitis
bra lumbal L3-4 yang mendesak medula spinalis Gambaran Dagger sign (panah putih) dan fusi sendi
(Dok: Pribadi) sakroiliaka (panah hitam}
(Dok: Pribadi)
630
Nyeri Punggung Bawah
Disitus
intervertebraiis
NPB yang Disebabkan oleh Neoplasma lang belakang disertai fraktur yang me-
Tumor ganas, seperti kanker paru-paru, nyebabkan nyeri di berbagai tingkat. Di
lambung, payudara, dan prostat, dapat ber- lain pihak, osteoporosis kadang-kadang
metastasis ke tulang lumbal sebagai lesi tidak disertai fraktur dan deformitas,
multipel yang berbercak-bercak (Gambar tetapi tetap ada nyeri. Hal ini disebabkan
6). Gambaran ini juga dijumpai pada kega- oleh hipersensitivitas nyeri terkait de
nasan hematologi, seperti mieloma multi- ngan menopause.
pel. Tumor primer, seperti schwanoma dan
2. Hernia Nukleus Pulposus (HNP)
angioma, dapat berkembang pada daerah
Kehilangan proteoglikan dan disorgan-
lumbal dan menimbulkan nyeri yang hebat.
isasi matriks memiliki dampak mekanik
NPB yang Disebabkan oleh Proses De~ yang penting, yaitu menimbulkan stres
generatif pada cartilage endplate atau anulus fi-
Dengan bertambahnya usia, insidens NPB brosus. Perubahan ini mengakibatkan
akan meningkat dengan terbentuknya lesi diskus intervertebraiis rentan terhadap
akibat degenerasi lumbal dan jaringan seki- cedera dengan menimbulkan perubahan
tarnya. Proses degenerasi tersebut juga osteoarthritik. Kondisi ini dapat menye-
berkaitan dengan terbentuknya spondylo babkan herniasi nukleus pulposus, yaitu
sis deforman, degenerasi diskus interver prolapsnya diskus intervertebraiis akibat
tebraiis, nyeri punggung bawah artikular robeknya annulus fibrosus (Gambar 7).
intervertebraiis, spondilolistesis nonspon-
Proses degeneratif tersebut akan berdam-
dilolitik, ankylosing spinal hiperostosis, dan
pak pada struktur sekitarnya, misalnya ra-
stenosis spinalis lumbalis.
diks. Kompresi radiks akibat herniasi ini
1. Osteoporosis bukan satu-satunya penyebab timbulnya
Pada osteoporosis terjadi deformitas tu gejala nyeri, karena 70% pasien dengan
631
Buku Ajar Neurologi
prolaps diskus yang menekan radiks tidak temporal (akut/kronik), dan faktor yang
mengeluhkan nyeri. Hipotesis yang men- memperberat atau meringankan nyeri.
dasari timbulnya nyeri adalah kompresi
Ada empat jenis nyeri yang harus diiden-
yang ditimbulkan akan meningkatkan sen-
tifikasi pada pasien NPB, yaitu nyeri lokal,
sitisasi radiks. Proses ini terutama disebab-
nyeri alih, nyeri radikular, dan spasme otot
kan oleh molekul-molekul kaskade inflama-
sekunder. Nyeri lokal disebabkan oleh proses
si, seperti asam arakidonat, prostaglandin
patologis yang mengenai struktur peka nyeri
E2, tromboksan, fosfolipase A2, tumor necro
di tulang belakang, antara lain periosteum
tizing facto r [TNF]a, interleukin, dan matriks
korpus vertebra, kapsul sendi apofisial, an
metalloprotease.
nulus fibrosus, dan ligamentum-ligamentum.
NPB Akibat Penyebab la in Oleh sebab itu, segala proses patologis yang
NPB dapat timbul akibat nyeri alih dari pe- melibatkan struktur-struktur tersebut akan
nyaldt organ intraabdominal seperti hati, menimbulkan nyeri lokal. Nyeri ini memiliki
kandung empedu, dan pankreas. Nyeri alih intensitas stabil, tetapi kadang-kadang nyeri
ke punggung bawah juga dapat timbul dari terasa lebih berat dan tajam. Batasan nyeri
organ-organ abdomen bagian posterior, se tidak terlalu tegas, namun dirasakan di seki-
perti uterus, ovarium, dan kandung kemih. tar struktur peka nyeri pada tulang belakang
yang terkena tersebut.
Kemungkinan adanya nyeri psikogenik yang
berkaitan dengan histeria dan depresi juga ti Salah satu contoh proses patologis yang me
dak boleh dilupakan. Fibromialgia merupak- nimbulkan nyeri lokal adalah strain/sprain
an salah satu bentuk NPB kronikyang paling akut. Penyebabnya adalah cedera minor,
sering ditemukan pada daerah perkotaan. Di seperti mengangkat benda berat, kesala-
agnosis fibromialgia ditegakkan secara klinis, han postur (duduk, berkendara], atau per-
ditandai oleh nyeri dengan distribusi yang gerakan punggung yang mendadak. Pasien
luas pada tubuh, terdapat titik-titik nyeri, kadang-kadang merubah postur tubuh aki
dan seringkali disertai penyakit komorbid bat nyeri yang dirasakan. Otot-otot sakro-
seperti fatig kronik, insomnia, dan depresi. spinalis dan punggung bawah menjadi kaku,
Oleh karena itu, penyakit ini sering dikaitkan sehingga nyeri bertambah berat bila pasien
dengan faktor sosial dan psikologis. melakukan pergerakan punggung.
Nyeri alih pada NPB dapat berupa nyeri
GEJALADAN TANDA KLINIS pada vertebra yang merujuk ke organ dalam
Pasien NPB datang biasanya dengan kelu-
abdomen dan pelvis, atau sebaliknya. Pe-
han utama nyeri. Selain nyeri, keluhan lain
nyakit-penyakit pada organ dalam abdomen
yang dapat timbul adalah rasa kaku, pegal,
atau pelvis dapat menimbulkan nyeri alih
kesulitan bergerak, atau perubahan ben
pada punggung bawah. Hal ini dapat dibe-
tuk punggung (deformitas). Keluhan utama
dakan dengan NPB akibat proses patologis
nyeri pada NPB harus dieksplorasi karak-
di tulang belakang dan struktur sekitarnya
teristiknya lebih lanjut, antara lain jenis dan
karena intensitas nyerinya tidak berubah
lokasi, durasi [menetap/intermiten], in-
dengan pergerakan punggung.
tensitas (ringan/sedang/berat), hubungan
632
Nyeri Punggung Bawah
Proses patologis pada bagian atas vertebra batuk, bersin, atau mengedan dapat mem-
lumbal dapat menimbulkan nyeri alih pada perberat nyeri radikular. Oleh karena struk
daerah kostovertebral [flank ) medial, pang- tur saraf yang terkena pada nyeri radikular,
gul sisi lateral, selangkangan, dan paha ba maka defisit neurologis, seperti parestesia,
gian anterior. Hal ini terjadi karena iritasi hipestesia, monoparesis, hiporefleks, dan
nervus kluneal superior yang berasal dari di- atrofi otot, dapat ditemukan pada pasien.
visi posterior nervus spinalis L1-L3. Semen- Dengan demikian, nyeri radikular berbeda
tara itu, proses patologis yang terjadi pada dengan nyeri alih. Walaupun nyeri alih juga
bagian bawah vertebra lumbal dapat memi- bisa menjalar, tetapi tidak sampai distal dari
liki nyeri alih ke bagian bawah bokong dan lutut dan tidak disertai defisit neurologis.
paha bagian posterior akibat iritasi nervus
Segala proses patologis yang mengenai ra
spinalis L4-L5. Nervus spinalis ini mengak-
diks pada punggung bawah akan menim
tivasi sekumpulan neuron intraspinal yang
bulkan nyeri radikular, contohnya herniasi
sama dengan nervus yang menginervasi
diskus intervertebralis dan kanalis stenosis.
paha bagian posterior. Nyeri alih tersebut
Herniasi diskus intervertebralis memiliki
biasanya difus, tidak lokal, dan terasa dalam.
karakteristik tambahan berupa nyeri yang
Intensitas nyeri alih tidak jauh berbeda de
bertambah berat saat membungkuk, duduk,
ngan nyeri lokal. Setiap gerakan yang mem-
atau berubah posisi duduk ke berdiri. Nyeri
perberat atau meringankan intensitas nyeri
terasa berkurang saat pasien berbaring
lokal juga dapat memengaruhi nyeri alih.
telentang dengan lulut fleksi untuk mengu-
Contoh proses patologis yang menimbul rangi lordosis lumbal.
kan nyeri alih adalah strain pada sendi
Di lain pihak, kanalis stenosis memiliki ciri
sakroiliaka. Pasien dapat merasakan nyeri
tambahan berupa nyeri yang bertambah be
alih dari punggung bawah ke bokong atau
rat saat duduk lama, berdiri, atau berjalan.
paha bagian posterior. Saat pasien bergerak
Nyeri akan membaik saat istirahat setelah
abduksi paha melawan tahanan, nyeri akan
aktivitas tersebut. Posisi yang paling nya-
bertambah berat dan dapat dirasakan di
man bagi pasien kanalis stenosis adalah
simfisis pubis atau selangkangan.
jongkok, agak membungkuk ke depan, dan
Nyeri radikular berasal dari struktur radiks fleksi panggul dan lulut. Hal ini menyeru-
spinalis yang mengalami proses tarikan, pai posisi pengendara sepeda. Selain itu,
iritasi, atau kompresi. Karakteristik nyeri terdapat fenomena klaudikasio neurogenik
radikular memiliki intensitas yang lebih pada kanalis stenosis, yang ditandai dengan
berat, penjalaran hingga ke tungkai bawah aktivitas berjalan dan berdiri menyebabkan
sesuai perjalanan sarafnya, dengan batas hipestesi dan kelemahan tungkai secara
yang lebih tegas. Penjalaran nyeri radikular bertahap, sehingga memaksa pasien untuk
yang paling khas terjadi pada iskialgia, yang duduk istirahat. Hal ini disebabkan oleh in-
berasal dari bokong menjalar ke sepanjang sufisiensi arteri iliofemoral
posterior paha, betis, hingga ke kaki. Nyeri
Selain itu, nyeri radikular isialgia dapat di-
terasa tajam dan kadang-kadang tumpang
jumpai pada sindrom piriformis. Hal ini dise-
tindih dengan nyeri bersifat tumpul. Perilaku
633
Buku Ajar Neurologi
babkan oleh kompresi saraf iskhiadikus yang membungkuk [bending], memutar ( twist-
mengalami dalam perjalanannya oleh otot. ing), mengangat beban {lifting), atau bahkan
Ciri khas dari sindrom ini adalah nyeri yang hanya dengan bangun dari kondisi berba-
muncul saat otot teregang melalui gerakan ring. Evaluasi keluhan NPB baru pertama kali
fleksi, aduksi, dan endorotasi sendi panggul. atau kambuh berulang penting untuk diketa-
hui. Setiap episode kambuh berulang biasan
Spasme otot sekunder biasanya terjadi se-
ya memiliki intensitas nyeri yang lebih berat
bagai mekanisme proteksi nosiseptif akibat
disertai peningkatan gejala dari sebelumnya.
iritasi lokal pada struktur tulang belakang.
Kontraksi otot berkepanjangan dapat me- Setiap pasien NPB harus dievaluasi ada/ti-
nimbulkan nyeri lokal yang tumpul dan ter- dak tanda bahaya (red flags). Adanya tanda
asa kram. Pasien kadang-kadang merasakan bahaya mengarah kepada jenis NPB yang
spasme otot ini pada otot-otot sakrospinalis membutuhkan pemeriksaan penunjang le
dan gluteal. bih lanjut serta pengobatan segera (Tabel 2].
Nyeri yang bers umber dari struktur-struk-
DIAGNOSIS
tur yang membentuk tulang belakang,
Anamnesis dan pemeriksaan fisik yang
seperti otot, ligamentum, sendi faset, dan
baik dan fokus dapat mengarahkan NPB ke
diskus dapat beralih ke regio paha bawah,
dalam klasifikasi NPB, yang meliputi NPB
namun jarang ke area di bawah lutut. Nyeri
nonspesifik, NPB yang berkaitan dengan ra-
yang berkaitan dengan sendi sakroiliaka
dikulopati atau stenosis spinalis, dan NPB
seringkali beralih ke paha bawah, tetapi
yang berkaitan dengan penyebab spinal lain
juga dapat menjalar ke bawah lutut. Adanya
yang spesifik. Anamnesis harus disertai pe-
iritasi, benturan, atau kompresi saraf lum-
nilaian faktor risiko psikososial yang ber-
balis akan menyebabkan nyeri yang lebih
guna untuk memprediksi risiko terjadinya
dirasakan pada tungkai dibandingkan pada
NPB kronik dan kekambuhan yang menim-
punggung bawah. Nyeri yang berasal dari
bulkan disabilitas.
radiks atau saraf spinal L1-L3 akan bera-
Klinisi sebaiknya tidak melakukan peme diasi ke panggul dan atau paha bawah, se-
riksaan pencitraan atau tes diagnostik lain dangkan nyeri yang berasal dari L4-S1 akan
secara rutin pada pasien NPB nonspesifik. beradiasi di bawah lutut. Herniasi diskus
Pemeriksaan penunjang, seperti MRI, harus sentralis, subsentralis, atau lateralis dapat
sesuai dengan indikasi, misalnya terdapat mengenai saraf yang berbeda-beda pada
defisit neurologis berat dan progresif atau tingkat yang sama, yang dapat dinilai ber-
dicurigai ada kondisi serius yang mendasari dasarkan pemeriksaan neurologis terhadap
(underlying disease). ekstremitas bawah berupa kekuatan moto-
rik, sensorile, dan refleks (Tabel 3}.
Melalui anamnesis, klinisi mendapat data
mengenai pemicu terjadinya NPB, seperti
634
Nyeri Punggung Bawah
635
Buku Ajar Neurologi
Pemeriksaan fisik pada regio lumbosakral, ekstensi panggul dan fleksi lutut Hasil positif
pelvis, dan abdomen dapat memberikan pe- ditandai dengan nyeri yang menjalar ke ante
tunjuk etiologi NPB. Beberapa pemeriksaan rior paha bawah, yang menunjukkan keterli-
fisik khusus dilakukan pada pasien NPB batan radiks atau saraf spinal L3.
(Gambar 8}. Pemeriksaan straight leg raise
Jika dicurigai adanya kondisi serius yang men-
test dilakukan dalam posisi terlentang, kedua
dasari NPB, maka MRI merupakan modalitas
tungkai diangkat, dengan kedua lutut dalam
terpilih untuk sebagian besar kasus (Gambar
posisi ekstensi. Basil tes yang positif ditandai
9). CT scan merupakan alternatif jika terdapat
jika terdapat nyeri yang memjalar ke bawah
kontraindikasi atau tidak tersedia fasilitas
lutut, yang menunjukkan sumber nyeri ber-
MRI. Hasil MRI atau CT scan harus disesuai-
asal dari radiks atau saraf spinal L4-S1. Selain
kan dengan Minis pasien, mengingat kemung-
itu, reverse straight leg raise test dikerjakan
Idnan hasil tersebut positif palsu yang sema-
dalam posisi pasien tengkurap, dilakukan
Idn sering sesuai dengan meningkatnya usia.
636
Nyeri Punggung Bawah
Gambar 9. MRI Pasien dengan Gambaran Massa Intramedula Setinggi Vertebra L4-5 (panah)
[Dok: Pribadi)
637
Buku Ajar Neurologi
dengan penilaian yang tepat oleh ah- 1. Pada kunjungan pertama pasien
linya. a. Edukasi pasien
c. Terapi olah raga: ® Meyakinkan pasien bahwa progno
® Untuk meningkatkan kekuatan otot sis nyeri punggung bawah seringkali
dan menghasilkan korset alami dari baik, dengan sebagian besar kasus hi-
otot-otot abdomen dan otot-otot lang dengan sendirinya tanpa banyak
punggung intervensi.
638
Nyeri Punggung Bawah
639
Buku Ajar Neurologi
640
NYERI RANKER
641
Buku Ajar Neurologi
642
Nyeri Ranker
643
Buku Ajar Neurologi
644
Nyeri Kanker
645
Buku Ajar Neurologi
pergerakan, batuk, berkemih, dan defekasi) Pada nyeri akibat metastasis tulang vertebra,
maupun pada gerak yang tidak disadari nyeri biasanya dimulai dengan nyeri lokal
(gerakan motilitas usus). Nyeri sontak yang dikatakan pasien sebagai fpegal' atau
ini dapat berdurasi dalam hitungan detik rasa tidak nyaman di daerah lesi. Selanjutnya
ataupun jam (1-240 menit]. jika terjadi penekanan pada radiks akan
muncul nyeri radikular yang menjalar dari
Nyeri sontak harus dapat dibedakan dengan
punggung sesuai dengan daerah radiks yang
eksaserbasi rasa nyeri sebagai akibat dari
terkena. Pada nyeri di daerah torakal, nyeri
kegagalan dosis terapi analgesia sesuai
seperti terikat atau keram ke perut yang
dengan waktu paruh obat tersebut dalam
sering disalah artikan oleh pasien ataupun
tubuh. Untuk membedakannya, dapat
klinisi lain sebagai nyeri abdomen. Pada
dilakukan pencatatan rasa nyeri (buku harian
pemeriksaan fisik biasanya akan ditemukan
nyeri] untuk menentukan bahwa pola yang
nyeri tekan yang menunjukkan adanya
terjadi adalah akibat kegagalan dosis terapi
komponen nyeri nosiseptif bersamaan
analgesia terkait jadwal pemberian, sehingga
dengan nyeri neuropatik.
diperlukan modifikasi pemberian jadwal.
646
Nyeri Kanker
647
Buku Ajar Neurologi
Menurut International Association fo r the tiap kali pasien mengeluhkan nyeri, maka
Study o f Pain (IASP), suatu nyeri dapat kelima proses ini harus dijalankan secara
dikatakan nyeri kronik jika dirasakan ada berurutan.
nyeri yang melewati batas waktu normal
1. Penilaian Nyeri
dari fase penyembuhan jaringan, bisa lebih
Walaupun prevalensinya tinggi, tidak
dari 3 atau 6 bulan. Pada nyeri kanker,
semua pasien mengakui dalam keadaan
lebih dari 3 bulan ditentukan sebagai
nyeri. Hal ini dapat disebabkan oleh karena
nyeri kronik. Pada kenyataannya, banyak
pasien merasa wajar penderita kanker
sindrom nyeri kanker dikategorikan sebagai
mengalami nyeri, atau karena pasien
kronik walaupun belum melewati fase
takut mendapat penambahan obat-obatan
penyembuhan jaringan.
disamping obat-obat utama yang sudah
diterimanya. Jadi nyeri harus ditanyakan
TATA LAKSANA
secara khusus atau diperkirakan dari
Tata laksana nyeri kanker berdasarkan WHO
besarnya massa, adanya daerah yang
diawali dengan penilaian aspek penyakit
ulkus, atau pada pemeriksaan penunjang
kanker itu sendiri dan aspek nyeri yang
tampak gambaran kerusakan tulang atau
dirasakan oleh pasien. Dengan kedua jenis
jaringan saraf di sekitarnya. Demikian pula
penilaianini,dapatdiidentifikasikarakteristik
pada pasien dengan penurunan kesadaran,
dan etiologi nyeri yang dihubungkan dengan
nyeri dapat berupa menyeringai di wajah
kondisi penyakit kankernya. Proses ini
atau gelisah.
berlanjut dengan penentuan target yang
realistis dan modalitas terapi nyeri yang 2. Analisis Nyeri
akan diimplementasikan pada pasien, yaitu: a. Derajat beratnya nyeri: ditentukan
termasuk nyeri ringan, sedang,
1. Terapi simtomatis dan suportif: berupa a-
atau berat Skala yang paling umum
nalgesik beserta adjuvannya, terapi nonfar-
digunakan adalah Visual Analog Scale
makologis (psikososial dan spiritual) atau
(VAS) atau Numeric Rating Scale
radioterapi.
(NRS) untuk pasien yang sadar dan
2. Terapi definitif, dengan menghilangkan kooperatif. Secara kuantitatif, skala
dan mengecilkan ukuran massa tumor nyeri berdasarkan NRS dari 0 (tidak
sebagai sumber nyeri; terutama berupa nyeri) hingga 10 (sangat nyeri). Nyeri
reseksi tumor, atau menggunakan dinyatakan sebagai nyeri ringan jika
kemoterapi dan radioterapi. memiliki nilai NRS 1-3, nyeri sedang
(NRS 4-6), dan nyeri berat (7-10).
Pada prinsipnya, proses tata laksana nyeri
Pada pasien yang tidak kooperatif atau
secara umum terdiri dari 5 tahapan utama,
tidak sadar dapat digunakan Face, Legs
yaitu penilaian (assessment), analisis karak-
Activity, Cry, Consolability (FLACC) Scale.
teristik nyeri, terapi, evaluasi terapi, dan
dokumentasi. Setiap tahapan dibuat ber- b. Tipe nyeri: nyerineuropatik, nosiseptif,
kesinambungan dan berulang-ulang sesuai atau nyeri campuran ( mixed pain).
kondisi pasien. Dengan demikian, bila se c. Durasi: akut, kroninyek, atau nyeri
648
Nyeri Kanker
649
Buku Ajar Neurologi
level terapeutik obat dalam darah. Pemberian jenis analgesik ini tergantung
• Analgesik dapat dieskalasi secara berurutan intensitas nyeri pasien. Nyeri dengan in-
sesuai tingkatan tangga WHO stepladder. tensitas ringan dapat diberikan analgesik
non-opioid, misalnya golongan obat antiin-
• Di samping pemberian obat regular,
flamasi nonsteroid (OAINS), dengan dosis
pasien harus mendapat pengobatan
sesuai Tabel 3.
untuk nyeri sontak.
® Efek samping anagesik, terutama Adapun nyeri dengan intensitas sedang/berat
konstipasi dan mual, harus diantisipasi diberikan analgesik opioid (Tabel 4). Pada
dan diberikan pencegahan pada pasien. pasien dengan intensitas ini, penggunaan
OAINS intravena tetap ada indikasinya,
© Pemantauan secara teratur dan cermat
misalnya pada kondisi akut/emergensi dalam
penting dilakukan pada pasien yang
jangka waktu pendek atau nyeri nosiseptif
mendapat analgesik
dengan keterlibatan muskuloskeletal dan
© Pasien harus mendapat akses yang mudah jaringan lunak. Oleh sebab itu, pemberian
untuk memperoleh analgesik saat kapan- analgesik pada nyeri kanker tidak bersifat
pun mengalami nyeri. kaku, melainkan individual sesuai kondisi
Berdasarkan WHO stepladder, terdapat dua patologis yang terjadi.
jenis anaigesik, yaitu opioid dan non-opioid.
650
Nyeri Kanker
NCCN 2016 membedakan pasien pengguna 8mg/hari oral, oksimorfon 25mg/hari oral,
opioid baru [opioid-naive] dan pasien atau opioid lain yang setara (Tabel 5).
pengguna opioid rutin {opioid-tolerant).
Sebagai contoh, pasien yang telah mendapat
Definisi pengguna opioid baru adalah
dosis morfin 70mg/hari dengan penggunaan
pasien yang tak pernah menggunakan
lebih dari 1 minggu dapat dikatakan sebagai
opioid secara kronik atau pengguna opioid
pengguna opioid rutin. Pasien dengan
dengan jumlah dosis opioid harian kurang
dosis morfin 40 mg/hari selama kurang
dari ambang batas dosis opioid pengguna
dari 1 minggu disebut pengguna opioid
opioid rutin dan penggunaan dosis tersebut
baru. Sementara itu pada kasus lain, pasien
kurang dari 1 minggu.
pengguna morfin 40mg/hari lebih dari 1
Adapun pengguna opioid rutin adalah pasien minggu dapat termasuk pengguna opioid
yang rutin menggunakan opiod dalam rutin menurut panduan NCCN 2010,
seminggu atau lebih dengan jumlah dosis harian
Tata laksana nyeri kanker pada pasien
melebihi atau sesuai dengan dosis ambang
pengguna opioid baru selanjutnya dibagi
batas, antara lain morfin 60mg/hari oral,
berdasarkan intensitas nyeri. Semakin tinggi
fentanil transdermal 25fig/jam, hidromorfon
skala nyeri, semakin dianjurkan untuksegera
651
Buku Ajar Neurologi
Selanjutnya pasien dievaluasi efikasi dan efek Indikasi penggantian opioid antara lain
sampingyang dirasakan sesuai efekpuncaknya, nyeri yang terkontrol tetapi muncul efek
samping serius, nyeri belum terkontrol
yaitu 15 menit (intravena] dan 60 menit [oral].
Bila nyeri tidak berkurang atau bertambah adekuat namun tidak bisa ekskalasi dosis
berat, malm dosis opioid dinaikkan 50-100%. opioid karena efek samping, atau nyeri yang
belum terkontrol dengan opioid walaupun
Bila nyeri berkurang tetapi belum sepenuhnya
terkontrol, malm opioid dapat diberikan ulang tanpa efek samping.
dengan dosis yang sama dengan sebelumnya. Tabel 5. Ekuivalensi Dosis Setara Morfin lOmg
Kedua hal ini harus dievaluasi lagi dan dapat Jenis Opioid Dosis Ekuivalensi (mg)
diulang hingga 2-3 siklus. Bila kemudian Kodein 90
nyerinya belum terkontrol, maka klinisi harus Tramadol 50
Petidin 100
evaluasi ulang dari awal mengenai nyeri Oksikodon 7,5
[reassessment) secara komprehensif dan Hidromorfon 2
Oksimorfon 1,5
melalcukan penanganan secara integratif. Bila Metadon 1
nyerinya sudah terkontrol, maka dosis opioid Sumber: Schug SA. Opioids: clinical use. Wall & Melzack's
textbook of pain. 2013. h. 429-43.
teridni dilanjutlmn sebagai dosis efektif untuk
652
Nyeri Ranker
653
Buku Ajar Neurologi
Tabel 8 . Ekuivalensi Dosis Opioid Oral-parenteral 3. Turunkan total dosis estimasi tersebut
Jenis opioid Dosis oral Dosis parenteral sebesar 50% (jika pasien dalam dosis
(mg) (mg) tinggi opioid) atau 25-40% (jika pasien
Morfin 20-30 10
dalam dosis opioid rendah/sedang).
Hidromorfon 4-6 2
Meperidin 300 75 4. Sesuaikan dosis tergantung kondisi
Sumber: Jensen K, Saskatchewan Drug Information Ser individual pasien, misalnya:
vice [serial online], 2012.
® Tipe nyeri akut atau kronik; dosis
Langkah-langkah penggantian opioid adalah lebih tinggi pada nyeri akut.
sebagai berikut:
® Disfungsi hepar/hati; penyesuaian
1. Hitungtotal dosis harian opioid pasien terkini. dosis diperlukan pada gangguan
2. Estimasi total dosis opioid yang ingin kedua organ tersebut
dipakai dengan konversi opioid meng-
® Usia; mulai dengan dosis rendah pada
gunakan tabel ekuivalensi (Tabel 7 dan
pasien usia lanjut karena lebih rentan
8}. Tabel ini memakai morfin oral sebagai
mengalami efek samping.
acuan, sehingga konversi dosis opioid
lainnya harus diubah ke morfin dahulu, • Medikasi; pasien dengan polifarmasi
kemudian baru ke jenis opioid yang dike- mungkin perlu penyesuaian dosis
hendaki. Misalnya, penggantian kodein ke untuk mencegah efek samping akibat
oksikodon dilakukan dengan cara meng- interaksi o bat
konversi kodein ke morfin, kemudian mor
5. Dosis estimasi yang telah disesuaikan
fin ke oksikodon.
tersebut kemudian diberikan secara
654
Nyeri Ranker
titrasi naik, hingga dapat mengontrol opioid, sehingga efek sampingnya dapat
nyeri. Opioid lepas cepat (immediate berkurang. Antidepresan dan antikonvulsan
release ) bisa diberikan untuk nyeri adalah lini pertama adjuvan analgesik
sontak, terutama saat masa titrasi [Tabel 9). Obat-obatan ini dapat membantu
dengan dosis sebesar 10-15% dari total pasien nyeri kanker yang belum sepenuhnya
dosis harian. terkontrol dengan opioid. Oleh karena
respons yang bervariasi, maka pemilihan
6. Anjurkan kepada pasien/pengasuhnya
jenis obatnya dapat mempertimbangkan
untuk mencatat tanda dan gejala nyeri
kondisi dan komorbiditas pasien. Misalnya
yang belum terkontrol, termasuk jumlah
adjuvan analgesik yang berefek sedasi bisa
dosis untuk nyeri sontak. Selain itu, efek
bermanfaat untuk pasien yang insomnia,
samping sedasi juga perlu didokumenta-
atau yang mengalami kecemasan dapat
sikan.
diberikan amitriptilin. Amitriptilin juga
7. Pantau ulang pasien untuk menilai berguna pada nyeri kronik yang dapat
kontrol nyeri dan efek samping obat. merupakan kelanjutan dari nyeri kanker jika
Hal ini dapat dilakukan 3 hari setelah lama belum mendapatkan terapi definitif.
memulai opioid baru, atau waktu lain
sesuai kondisi pasien.
Pada pasien dengan nyeri kanker biasanya
8. Perubahan opioid dari rule intravena ke oral
akan terdapat komponen nyeri kanker
harus dalam pemantauan dokter, pasien
akibat infiltrasi sel tumor ke serabut saraf di
harus berada dalam perawatan setidaknya
sekitarnya. Namun hal ini sering terabaikan
pada 24 jam pertama perubahan.
oleh klinisi, padahal terapi yang tepat akan
Kombinasi Obat sangat membantu pasien. Oleh karena itu
Di samping opioid, tata laksana nyeri kanker diperlukan adjuvan golongan antikonvulsan
juga melibatkan adjuvan analgesik yang yang dosis antikonvulsan selengkapnya
bertujuan untuk menurunkan kebutuhan dapat dilihat pada bab Nyeri Neuropatik.
655
Buku Ajar Neurologi
656
Nyeri Kanker
lanjut. Demikian pula pemberian bifosfonat, ke belakang kepala sejak 3 hari lalu. Ke
suatu agen penghambat osteoklas akan luhan dimulai sejak 5 bulan sebelumnya,
berperan menurunkan resorpsi tulang yang terdapat benjolan di leher kiri. Benjol-
menyebabkan nyeri. Kesemua hal tersebut an tersebut disertai nyeri yang semakin
akan sangat membantu mengurangi dosis memberat, hingga sebulan yang lalu dibi-
obat-obatan terutama opioid, sehingga opsi dengan hasil karsinoma nasofaring
pasien juga bisa terhindar dari efek samping (KNF). Lalu pasien menjalani kemoterapi.
yang berlebihan. Nyeri dirasakan m enjalar dari daerah
benjolan ke leher belakang yang sem a
CONTOH KASUS kin memberat (NRS=7-8] dan membuat
Seorang laki-laki 52 tahun datang dengan pasien sulit tidur.
keluhan utama nyeri leher yang m enjalar
657
Buku Ajar Neurologi
Pemeriksaan fisik neurologis tidak didapat- nyeri, namun keluhan utama pasien
kan defisit. Status lokalis di regio colli deks- ini adalah nyeri yang menjalar yang
tra teraba massa ukuran 5x4x2 cm dengan menunjukkan adanya infiltrasi sel tumor
nyeri tekan, konsistensi keras, tidak dapat ke serabut saraf, dalam hal ini radiks
digerakkan (Gambar 5). daerah servikal.
Hasil CT scan nasofaring menunjukkan mas 3. Apakah analgesik adjuvan pilihan utama
sa di nasofaring sisi kiri yang mengoblite- yang sebaiknya diberikan pada pasien?
rasi fossa Rossenmuller dan torus tubarius
a. Diazepam
kiri, mengisi koana kiri, orofaring, spasium
parafaring kiri, mengobliterasi M. Pterigoid b. Pregabalin
medialis kiri, disertai limfadenopati multi- c. Amitriptilin
pel regio colli bilateral (Gambar 6). d. Asamvalproat
Pertanyaan e. Gabapentin
658
Nyeri Kanker
5. Apakah tata laksana awal untuk Benoliel R, dkk. A classification of chronic pain
for 1CD-11. Pain. 20l5;156C6):1003-7.
mengatasi nyeri pasien ini?
2. Stewart B W, Wild CP. World cancer report 2014.
a. Ketorolak 30mg IV Geneva: World Health Organization; 2014.
3. Mantyh PW. Cancer pain: causes, consequences,
b. Parasetamol 500mg PO and therapeutic opportunities Dalam: Me Mahon
SB, Koltzenburg M, Tracey I, Turk D, editor.
c. Midazolam 5mg IV Wall & Melzack's textbook of pain. Edisi ke-6 .
Philadelphia: Elsevier Ltd; 2013. h. 1029-38.
d. Kodein20mgPO 4. Craig, D. Adult cancer pain. NCCN Clinical
Practice Guidelines in Oncology [serial online].
e. Gabapentin lOOmg PO 2016 [diunduh 14 Januari 2017]. Tersedia dari:
National Comprehensive Cancer Network.
Jawaban: (A); pasien ini mengalami nyeri 5. Siegel R L, Miller KD, Jemal A. Cancer statistics.
derajat sedang berat yang mengganggu, CA Cancer J Clin. 2 0 l6 ;6 6 (l):7 -3 0 .
sehingga perlu pemberian anti nyeri 6. De Conno F, Neal C, Foubert J, Filbet M, Colett B,
Breivik H, dkk. European pain in cancer (EPIC)
dengan jalur intravena. Adanya tanda- survey: a report. London: Medical Imprint; 2007.
tanda kerusakan jaringan menunjukkan 7. Breivik H, Cherny N, Collett B, de Conno F, Filbet
nyeri nosiseptif, sehingga dapat diberi- M, Foubert AJ, dick. Cancer-related pain: a pan-
European survey of prevalence, treatment, and
kan golongan OAINS seperti ketorolak IV.
patient attitudes. Ann Oncol. 2009;20(8):1420-33.
Lanjutan Kasus 8. Kato Y, Ozawa S, Miyamoto C, Maehata Y, Suzuki A,
Maeda T, dkk. Acidic extracellular microenvironment
Pasien mendapat tata laksana awal ketoro and cancer. Cancer Cell Int. 2013;13(1):89.
lak 30 mg/8 jam IV karena dianggap nyeri 9. Portenoy RIC Treatment of cancer pain. Lancet.
akut yang sudah mengganggu aktivitas, NRS 2011;377{9784):2236-47.
10. Cherny Nl. Cancer pain assessment and
turun menjadi 4-5, Nyeri masih terasa teru-
syndromes. Dalam: Me Mahon SB, Koltzenburg
tama menjalar, maka dianggap sebagai nyeri M, Tracey I, Turk D, editor. Wall & Melzack’s
neuropatik sehingga diberikan gabapentin textbook of pain, Edisi ke-6 , Philadelphia:
Elsevier Ltd; 2013. h. 1039-60.
600mg/hari. Oleh karena ketorolak tidak
11. Hoskin P, Forbes K. Cancer pain: treatment
boleh diberikan lebih dari 5 hari, maka di- overview. Dalam: Me Mahon SB, Koltzenburg M,
ganti menjadi tramadol dosis awal lOOmg/ Tracey I, TurkD, editor. Wall & Melzack's textbook
hari, titrasi naik. NRS pasien turun menjadi of pain. Edisi ke-6 . Philadelphia: Elsevier Ltd;
2013. h. 1075-91.
2-3. Pasien lalu menjalani kemoradiasi untuk 12. Broadbent A, Khor K, Heaney A. Palliation and
mengatasi etiologi nyerinya, dan NRS turun chronic renal failure: opioid and other palliative
lagi menjadi 1-2. Tramadol turun bertahap medications-dosage guidelines, 2003. Progress
in Palliative Care, ll(4 ):1 8 3 -9 0 .
diganti paracetamol 2000mg/hari, gabapen
13. Kurniawan M.Suharjanti 1, Pinzon RT, Acuanpanduan
tin dosis 300mg/hari. Selanjutnya bisa digu- praktek klinis neurologi. Jakarta: Perhimpunan
nakan kombinasi paracetamol dan tramadol Dokter Spesialis Saraf Indonesia;2016,
14. Mercadante S, Bruera E. Opioid switching in
dosis rendah sebagai rumatan, beserta gaba
cancer pain: from the beginning to nowadays.
pentin jika nyeri masih terasa menjalar. Crit Rev Oncol Hematol. 2016;99:241-48,
15. Mercadante S, Bruera E. Opioid switching: a
DAFTAR PUSTAKA systematic and critical review. Cancer Treatment
Reviews. 2006; 32(4):304-15.
1. Treede RD, Rief W, Barke A, Aziz Q, Bennett MI,
659
Buku Ajar Neurologi
16. Jensen K. Switching opioids using equivalence tables. chronic cancer pain: a double-blind comparative
Saskatchewan Drug Information Service [serial trial. Clin J Pain. 2008; 2 4 (l);l-4 .
online]. 2012 [diunduh 24 Januari 2017]. Tersedia 22. Schug SA. Opioids: clinical use. Dalam: Me Mahon
dari: Saskatchewan Drug Information Service. SB, Koltzenburg M, Tracey I, Turk D, editor. Wall
17. Nersesyan H, Slavin KV. Current aproach to & Melzack's textbook of pain. Edisi ke-6 . Elsevier;
cancer pain management: availability and 2013. h. 429-43.
implications of different treatment options. Ther 23. Selvaggi KJ, Scullion BF, Blinderman CD, Abrahm
Clin Risk Manag. 2007;3(3]:381-400. JL. Pain management and antiemetic therapy
18. Vardy J, Agar M. Nonopioid drugs in the treatment in hematologic disorders. Hoffman R, Benz EJ,
of cancer pain. J Clin Oncol. 2014;32(16):1677-90. Silberstein LE, Heslop H, Weitz J,Anastasi J. Dalam:
19. Keskinbora K, Pekel AF, Aydinli I. Gabapentin Hematology: basic principle and practice. Edisi ke-
and an opioid combination versus opioid alone 6 . Philadelphia: Elsevier; 2013. h. 1429-43.
for the management of neuropathic cancer pain: 24. Hagen NA, Biondo P, Stiles C, Assessment and
a randomized open trial. J Pain and Symptom management of breakthrough pain in cancer
Management. 2007;34[2):183-9, patients: Current approaches and emerging
20. Gilron 1, Bailey JM, Tu D, Holden RR, Weaver research. Current Pain and Headache Reports,
DF, Houlden RL. Morphine, gabapentin, or their 2008;12(4):241-8.
combination for neuropathic pain. N Engl j Med, 25. Foley KM. Acute and chronic cancer pain syndromes:
2005;352 [13): 1324-34. Oxford textbook of palliative medicine, Edisi ke-3.
21. Rodriguez RF, Castillo JM, Castillo MP, Montoya New York: Oxford University Press; 2004.
0, Daza P, Rodriguez MF, dkk. Hydrocodone/ 26. WHO. WHO's cancer pain ladder for adults.
acetaminophen and tramadol chlorhydrate WHO [serial online], [diunduh 27 Januari 2016].
combination tablets for the management of Tersedia dari: WHO.
27. NCCN. Adult cancer pain. NCCN [serial online],
Versi Ke-2. 2016 [diunduh tanggal 27 Januari
2017], Tersedia dari: NCCN.
660
-A is
SARAF TER!
Neuropati
Sindrom Guillain Barre
Radikulopati
Pleksopati
Pendekatan Diagnosis Miopati
Miastenia Gravis
M o to r N e u ro n D isease
NEUROPATI
PENDAHULUAN PATOFISIOLOGI
Sistem saraf perifer terdiri dari saraf-saraf Patofisiologi neuropati beragam tergantung
kranial (kecuali nervus olfaktorius dan dari etiologinya, yaitu genetik, metabolik, di-
optikus), saraf-saraf yang berasal dari medula mediasi imunitas, infeksi, toksik, traumatik,
spinalis (radiks, rami, trunkus, pleksus, dan lain-lain. Namun hal ini akan lebih mudah
maupun saraf perifer itu sendiri, seperti dipahami secara umum dengan mengetahui
saraf medianus dan tibialis), dan komponen- kerusakan serabut saraf berdasarkan anatomi-
komponen dari sistem saraf otonom di perifer. histologinya.
Bab ini akan menjelaskan tentang gangguan
Neuropati dapat terjadi karena lesi di badan
pada sistem saraf perifer atau yang secara
sel saraf (neuronopati) maupun pada akson
umum dapat dikelompokkan dalam satu
di serabut saraf perifer (neuropati perifer).
entitas, yaitu neuropati.
Neuronopati dapat terjadi karena kerusakan
pada badan sel saraf di kornu anterior, atau
EPIDEMIOLOGI
sering dikenal dengan motor neuron disease .
Prevalensi neuropati bervariasi antara 2-85%,
Neuronopati juga dapat terjadi karena
tergantung dari prevalensi etiologi penyebab-
kerusakan pada ganglion radiks dorsalis
nya. Di RSUPN Cipto Mangunkusumo Jakarta
tempat badan sel saraf sensorik orde I, yang
tahun 2012-2014, angka kejadian neuropati
dikenal sebagai neuronopati sensorik atau
yang diinduksi kemoterapi pada pasien
ganglionopati. Adapun neuropati perifer
karsinoma nasofaring sebesar 76%, sedang-
terjadi karena kerusakan pada akson atau
kan sindrom terowongan karpal diperkirakan
mielin di serabut saraf perifer. Oleh karena itu
terjadi pada 3,8% dari populasi umum, dengan
neuropati perifer dapat dibagi menjadi dua
insidens 276 per 100.000 populasi.
kategori, yaitu aksonopati dan mielinopati
(Gambar 1).
663
Buku Ajar Neurologi
Ms®iopa®
Fteg^raw aia D e g g n e K B i S t e ® tKTJSES^i DfetsvpaS
Ktsus^asi
£®±ibads-i
se£sar3f
1
f
i
Atrc£io£s£(-h)
ttstzfcrSft
MzssSc
---
-----
<m^i> ""
KHS Kecepatan konduksi dapat normal atau menurun « Kecepatan konduksi menurun
0 Amplitude menurun ® Amplitudo dapat normal atau dispersi
temporal
Contoh ® Neuro pad toksik * Sindrom Guillain-Barre
0 Neuropati metabolik ® Chronic Inflamatory Demyelinating Poly-
- Neuropati diabetik neuropathy
- Defisiensi vitamin B » Charcot-Marie-Tooth
0 Sindrom Guillain-Barre
0 Penyakit Charcot-Marie-Tooth
KHS: Kecepatan hantar saraf
Sumber: Sonoo M. Peripheral neuropathy. Medical disease: an illustrated reference guide: neurology and neurosurgery.
2011. h. 324-5. Jepang.
664
Neuropati
Apabila terjadi kerusakan akson, secara Neuropati juga dapat dibagi berdasarkan
teori akan terjadi hambatan hantaran diameter akson yang mengalami kerusakan,
impuls saraf baik eferen maupun aferen. yaitu:
Kerusakan pada selubung mielin juga dapat
a. Akson berd iam eter besar-berm ielin ;
menyebabkan hambatan impuls saraf. Impuls
di antaranya akson untuk serabut mo-
saraf yang dihantarkan akson bermielin
torik (alpha m otor neuron) dan sensorik
akan dikonduksikan lebih cepat dengan cara
untuk menghantarkan stimulus propio-
saltatory conduction (konduksi lompatan).
septif, vibrasi, dan sentuhan ringan.
Hal ini terjadi karena selubung mielin akson
bertindak sebagai isolator, sehingga konduksi b. Akson berdiam eter kecil-berm ielin;
listrik melompat dari satu nodus Ranvier ke termasuk serabut sensorik yang meng
nodus berikutnya. Apabila terjadi kerusakan hantarkan stimulus sentuhan ringan,
selubung mielin saraf maka kecepatan nyeri, suhu, dan serabut saraf otonom
koduksi impuls saraf akan jauh menurun preganglion.
atau bahkan terhenti. Patofisiologi kerusakan c. Akson berd iam eter k e c il-t id a k b e r
ini dapat di-nilai secara klinis dengan bantuan m ielin; membawa stimulus nyeri, suhu,
pemeriksaan kecepatan hantar saraf (KHS), dan serabut saraf otonom pascaganglion.
seperti pada Tabel 1. Pemeriksaan konduksi
hantar saraf akan menilai amplitudo, termasuk GEJA LA DAN TANDA K L IN IS
dispersi temporal (lihat Bab Sindrom Guillain- Gejala neuropati cukup beragam, mulai dari
Barre tentang KHS), yang menggambarkan gejala motorik, sensorik, maupun otonom.
seberapa banyak serabut saraf teraktifasi dan Gejala tersebut dapat sama, walaupun aki
kecepatan hantar saraf (velocity) mulai dari bat etiolologi yang berbeda, Untuk memper-
titik stimulasi sampai tempat perekaman. mudah menegakkan diagnosis, gejala klinis
Lesi di badan sel saraf dan akson akan di- ini dibagi menjadi gejala positif dan negatif,
ikuti oleh proses degenerasi serabut akson baik motorik maupun sensorik. Gejala posi
yang berada di distal dari lesi, yang disebut tif motorik dapat berupa aktivitas abnormal
sebagai degenerasi Wallerian. Degenerasi ini berlebih dari neuron, di antaranya kekakuan,
terjadi karena pengaturan metabolisme sel twitching, dan miokimia. Gejala positif sen
saraf berada di badan sel. Pengaturan me sorik diantaranya rasa terbakar, tersayat,
tabolisme tersebut diteruskan ke akson yang alodinia atau hiperalgesia, dan parastesia.
lebih distal melalui suatu mekanisme yang Adapun gejala negatif motorik mencermin-
disebut sebagai axonal transport dan terjadi kan berkurangnya aktivitas neuron, misalnya
secara anterograd dan retrograd. Apabila berkurangnya kekuatan motorik, kelelahan,
hubungan antara badan sel dengan akson atrofi otot. Gejala negatif sensorik biasanya
distal terputus akibat kerusakan akson di hipestesia serta gangguan input informasi
antara keduanya maka axonal transport tidak dari luar tubuh lainnya, seperti gangguan
dapat terjadi, sehingga akson bagian distal input posisi tubuh, sehingga terjadi ataksia
tidak dapat mempertahankan metabolisme- dan gangguan keseimbangan.
nya dan mengalami degenerasi.
665
Buku Ajar Neurologi
Gejala otonom dapat berupa konstipasi, di- halus adalah memeriksa batas bawah resep-
are, impotensi, inkontinesia uri, gangguan tor mekanik (mechanoreceptor low thres
berkeringat karena gangguan vasomotor, hold] yang dihantarkan oleh kedua serabut
dan pusing yang berkaitan dengan perubah- saraf baik besar dan kecil. Pemeriksaan
an posisi (ortostasis). Pasien yang mengalami fungsi serabut saraf kecil yang menghantar-
gangguan vasomotor biasanya mengeluhkan kan rasa nyeri dapat dilakukan dengan me-
telapak tangan atau kaki dingin disertai pe- nyentuhkan benda berujung tajam seperti
rubahan warna kulit. Gangguan vasomotor ini tusuk gigi tanpa tekanan yang signifikan.
disebabkan karena pembuluh darah di kulit
Saat melakukan pemeriksaan fungsi saraf
mengalami gangguan refleks untuk vasokon-
sensorik, harus sudah dipikirkan pola
striksi dan vasodilatasi yang diatur oleh saraf
parastesi/anestesi berdasarkan sebaran
otonom dalam menghadapi perubahan suhu
anatominya, lebih sesuai untuk mononeu-
tubuh.
ropati, polineuropati distal simetrik, length-
Anamnesis aktivitas sehari-hari seperti pe dependent polineuropathy, polineuropati
rubahan tulisan tangan, kesulitan mengan- mutifokal, radikulopati, pleksopati, atau
cingkan baju, kesulitan memakai sendal kemungldnan adanya keterlibatan sistem
jepit karena sering terlepas sangat berguna saraf pusat (SSP].
dalam menegakkan diagnosis. Pertanyaan
Pemeriksaan motorik dimulai dari inspeksi
terperinci tentang onset, durasi, dan pro-
ada tidaknya atrofi maupun fasikulasi. Pal-
gresifitas defisit neurologis yang ada juga
pasi dilakukan untuk menilai tonus dan
sangat penting untuk membedakan jenis
rigiditas otot untuk menyingkirkan diag
neuropati. Perlu ditanyakan juga kepada
nosis banding gangguan SSP. Pemeriksaan
pasien tentang keasimetrisan dan distribusi
kekuatan motorik pada neuropati perlu
gejala klinis saat onset, keterlibatan batang
dilakukan secara spesifik, terperinci sesuai
tubuh atau nervus kranial, dan laju progresi-
dengan otot dan saraf perifer yang terganggu.
fitasnya secara spesifik (monofasik, berfluk-
Misalkan pada neuropati nervus medianus
tuasi, atau berjenjang]. Selanjutnya anamnesis
di pergelangan tangan, otot-otot intrinsik
tersebut dikonfirmasi dengan pemeriksaan
tangan yang dipersarafi oleh N. Medianus
fisik untuk mencari distribusi defisit neuro
(M. Aduktor Polisis Brevis] harus diperiksa
logis, yang dibagi menjadi defisit fokal, mul-
kekuatannya. Namun otot-otot intrinsik
tifokal, ataupun distal simetrik.
tangan lain yang tidak dipersarafi oleh N.
Pemeriksaan fisik sensorik dapat dibagi dua Medianus, seperti M. Interosesus Digiti I dan
berdasarkan jenis serabut saraf sensorik M. Abduktor Digiti Minimi oleh N. Ulnaris
yang dinilai. Pemeriksaan untuk serabut perlu juga diperiksa untuk menyingkirkan
saraf besar adalah tes vibrasi, posisi sendi diagnosis banding neuropati pada N. Ulna
[propioseptif], dan raba halus, termasuk tes ris. Pemeriksaan ini perlu dilakukan pada
Romberg, sedangkan untuk serabut saraf seluruh ekstremitas, khususnya bila neuro
kecil dilakukan pemeriksaan tes cukit kulit pati yang dicurigai adalah polineuropati.
dan suhu. Sesungguhnya pemeriksaan raba
Pemeriksaan saraf otonom harus dilaku-
666
Neuropati
kan, karena akan memberi informasi lebih neuropati atau mononeuropati multipleks)
banyak mengenai diagnosis banding, etiologi, disebabkan oleh kerusakan lokal di antara-
maupun sindrom pada pasien. Gangguan or- nya penjepitan saraf seperti carpal tunnel
tostatik dapat memberi petunjuk bahwa syndrome (CTS), cedera mekanik (karena
sudah terjadi gangguan otonom karena tekanan, traksi, ledakan, dan penetrasi],
gangguan saraf otonom dapat menyebab- suhu ekstrim (panas maupun dingin), elek-
kan gangguan vasokonstriksi dan vasodi- trik, radiasi, lesi vaskuler, granulomatosa, ke-
latasi pada pembuluh darah. Pemeriksaan ganasan atau proses infiltratif lainnya, dan
saraf otonom juga dapat dilakukan dengan tumor primer saraf perifer.
memeriksa kulit dan membran mukosa
Di Indonesia, salah satu penyebab tersering
karena gangguan saraf otonom dapat me-
mononeuropati multipleks adalah kusta.
nyebabkan gangguan vasomotor pada kulit
Gejala yang sering muncul pada neuropati
Di sisi lain, pemeriksaan kulit yang terkait
kusta adalah gangguan sensorik berupa
mapupun yang tidak terkait otonom dapat
anestesi atau gangguan peraba terutama di
membantu menyingkirkan diagnosis banding.
distal jari-jari termasuk ibu jari dan gang
Gambaran ruam vaskulitis (purpura, livedo
guan vibrasi yang paling banyak terjadi di
retikularis], hiperpigmentasi bila disertai
telapak kaki. Selain itu secara elektroneu-
dengan polineuropati, organomegali, en-
rofisiologis ternyata neuropati kusta dapat
dokrinopati dapat membantu menegakan
terjadi di ekstremitas maupun di wajah.
diagnosis sindrom [POEM] polineuropati,
Di ektremitas saraf yang sering mengalami
pulmonary disease, organomegali, edema,
gangguan adalah N. Peroneus Superfisialis,
endokrinopati, monoklonal paraprotein. Jika
dan N. Suralis, sedangkan pada wajah adalah
terdapat ulkus pada rongga mulut maka dapat
N. Trigeminal dan N. Fasialis.
dipikirkan adanya neuropati pada penyakit
Behcet atau HIV. Mata dan mulut kering, pem- Beberapa polineuropati dapat menjadi tidak
bengkakan kelenjar saliva dapat ditemui pada jelas polanya karena superimposed dengan
sarkoidosis atau sindrom Sjogren. mononeuropati atau mononeuropati mul
tipleks, contoh yang paling sering adalah
D IA G N O S IS K L IN IS DAN D IA G N O S IS sindrom terowongan karpal pada polineuro
B A N D IN G pati diabetes. Neuropati dapat juga dibagi
Neuropati secara klinis dapat dibagi men- berdasarkan distribusinya, yaitu: polineuro
jadi polineuropati, neuropati fokal, dan mul- pati simetrik distal, polineuropati simetrik
tifokal. Polineuropati disebabkan oleh agen- proksimal, polineuropati dengan predominasi -
agen yang bekerja secara difus terhadap ekstremitas atas, distribusi kompleks, keter-
sistem saraf perifer seperti bahan beracun libatan saraf kranial, serta neuropati fokal
(toksik), defisiensi zat-zat yang diperlukan dan multifokal.
dalam metabolisme saraf perifer, gangguan Polineuropati dengan distribusi gangguan
metabolik, dan beberapa reaksi imun. Ada- motor dan sensorik distal simetrik merupa-
pun lesi fokal (mononeuropati] dan lesi kan pola paling umum dan banyak ditemui.
multifokal yang terisolasi (multipel mono Gejala motor ditandai dengan kelemahan
667
Buku Ajar Neurologi
dan atrofi yang dimulai dari ekstremitas oleh sarkoidosis, diabetes melitus, dan yang
bagian distal kemudian menyebar ke proksi- paling sering adalah neuropati pada saraf
mal. Gejala sensorik ditandai dengan adanya fasialis yang dikenal dengan Bell's palsy.
pola distribusi"stocking-and-glove”, yaitu se- Bell's palsy dapat disebabkan berbagai fak-
olah-olah membentuksarungtangan dan kaos tor seperti imunologi, infeksi, vaskuler, dan
kaki, sehingga pasien merasa perabaannya paling banyak adalah idiopatik.
berkurang di daerah yang tertutupi "sarung
tangan" dan "kaos kaki”yang tak nampak mata TATA LA K SA N A
tersebut Pola distribusi ini disebabkan karena Tata laksana neuropati sesuai dengan eti-
saraf yang paling panjang akan mengalami ologinya. Pemeriksaan penunjang dibutuh-
gangguan terlebih dahulu (length-dependent kan sebelum memulai terapi definitif.
polyneuropathy). Pada ekstremitas bawah N. 1. P e m e rik s a a n E le k tr o d ia g n o s tik
Tibialis Anterior dan M. Peroneus biasanya
Pemeriksaan elektrodiagnostik terdiri
akan terganggu terlebih dahulu dibanding-
dari KHS dan elektromiografi (EMG],
kan bagian posterior betis karena panjang
yang standar untuk pemeriksaan neuro
saraf yang mensarafi bagian anterior betis
pati akibat kerusakan serabut saraf besar.
lebih panjang dibandingkan bagian poste
EMG dapat membedakan antara poli
rior. Pola distribusi seperti ini dapat ditemu-
neuropati dengan miopati, neuronopati,
kan pada Charcot-M arie-tooth/hereditary
pleksopati, ataupun poliradikulopati.
m otor and sensory neuropathy [HMSN] tipe
Sebagai kepanjangan pemeriksaan fisik,
I. Polineuropati simetrik distal yang hanya
pemeriksaan elektrodiagnostik mening-
mempengaruhi komponen sensorik juga
katkan ketajaman distribusi disfungsi saraf,
sering ditemukan pada polineuropati dia-
membedakan keterlibatan motor dan sen
betik tahap awal.
sorik, tingkat keparahan. Lebih dalam lagi,
Contoh polineuropati simetrik proksimal elektrodiagnostik dapat menilai gang
yang paling umum adalah sindrom Guil- guan saraf berdasarkan aksonopati mau-
lain-Barre (SGB) dan chronic inflammatory pun mielinopati. Elektrodiagnostik juga
demyelinating polyneuropathy (CIDP) yang dapat dilakukan berulang untuk tujuan
dibahas dalam bab tersendiri. Diagnosis evaluasi atau menilai progresifitas pe
lain yang perlu dipildrkan dengan distribusi nyakit.
seperti ini adalah porfiria, spina muskular
2. B io p s i S a ra f d a n B io p s i K u lit
atrofi, dan penyakit Tangier.
Biopsi saraf dilakukan untuk mencari
Polineuropati dengan predominasi ektremi- etiologi, lokasi patologi, dan tingkat ke
tas atas dengan gejala sensorik banyak ter- rusakan saraf. Dalam beberapa dekade
jadi pada tahap awal kekurangan vitamin belakang, biopsi saraf sudah jarang di
B12. Distribusi ini dengan gejala motorik lakukan karena perkembangan elektrodi
kadang juga terjadi pada beberapa SGB, agnostik, laboratorium, dan tes genetik.
porfiria, dan HMSN. Neuropati dengan ke- Saat ini pemeriksaan biopsi saraf dilaku
terlibatan saraf kranial dapat disebabkan kan bila etiologi tidak dapat ditemukan
668
Neuropati
669
Bulcu Ajar Neurologi
pakan neuropati motorik dan sensorik, sar pada neuropati diabetes terjadi pada
oleh karena itu sering juga disebut serabut saraf perifer di distal, namun
dengan hereditary motor and sensory kerusakan tersebut dapat juga terjadi
neuropathy (HMSNJ. pada proksimal, baik di ganglion radiks
dorsalis ataupun di kornu anterior. Ter
CMT dibagi menjadi dua: CMT1 yang me-
dapat beberapa teori mekanisme pe
miliki patologi hypertrophic demyelinat-
nyebab neuropati diabetes, antara lain
ing neuropathy dan terdapat perlambatan
gangguan vaskular, hipotesis metabolik,
KHS (<38m/s pada ekstremitas atas); dan
perubahan sintesis protein dan transpor
CMT 2 yang memiliki patologi degenerasi
aksonal, serta mekanisme imunologi,
aksonal dengan KHS yang relatif normal.
Berbagai mekanisme ini menyebabkan
Untuk mendiagnosis pasien neuropati bentuk-bentuk neuropati yang beragam
herediter kadang cukup mudah. Jika pasien pula, baik neuropati sensorik, otonom,
memiliki kelemahan ektremitas bagian fokal, multifokal, simetrik, maupun poli-
distal disertai hilangnya fungsi sensorik, neuropati.
pes cavus, pemeriksaan KHS dengan
Gangguan vaskular diprediksi dapat me
hasil melambat, dan riwayat keluarga
nyebabkan penebalan dinding pembuluh
yang cukup kuat, maka pasien tersebut
kemungkinan dapat menderita CMT. Di darah mikro dan menyebabkan iskemia
pada vasa neuronum. Berbagai peneiitian
sisi lain, mungkin saja neuropati herediter
teiah mendukung teori ini, mulai dari studi
muncul sebagai de novo atau baru muncul
in vitro, in vivo pada tikus, serta otopsi
ketika dewasa.
dan biopsi pada N. Suralis. Studi pada
Pada CMT terdapat 4 4 lokus di 50 gen tikus STZ-diabetes menunjukkan penu-
yang dapat bermutasi yang menyebab- runan oksigenasi jaringan dan peningkatan
kan kelainan ini, sehingga gejala klinis- resistensi vaskular. Lesi multifokal pada
nya cukup kompleks dengan pola yang jaringan biopsi dan otopsi manusia juga
bervariasi membuat tes genetik men konsisten dengan teori bahwa diabetes
jadi mahal. Pemeriksaan genetik yang menyebabkan iskemik pada jaringan
efisien dapat dilakukan dengan memilah saraf perifer.
kemungkinan jenis CMT berdasarkan
Hipotesis metabolik tentang hiperglike-
pemeriksaan elektrodiagnostik.
mia berdasarkan studi retrospektif yang
2 . N e u r o p a ti D ia b e te s menyatakan bahwa komplikasi neuro
Diabetes melitus [DM] merupakan salah pati pada diabetes yang lebih dini dan
satu penyebab terbanyak neuropati peri- lebih berat berhubungan dengan kon-
fer di dunia. Lebih dari setengah pasien trol glikemik yang buruk. Di sisi lain,
diabetes mengalami neuropati, dan acute painful diabetic neuropathy juga
setengah orang yang memiliki neuropati membaik dengan penurunan berat badan
adalah pasien diabetes. dan kontrol glikemik yang baik. Hal terse
Perubahan patologi saraf yang paling be- but sangat mungkin terjadi karena pada
670
Neuropati
671
Bulai Ajar Neurologi
672
Neuropati
Diagnosis Bell's palsy ditegakkan secara fasialis, sehingga belum dapat diperkira-
klinis. Pada pemeriksaan MRI dengan kon- kan derajat kerusakan akhirnya. Diagnosis
tras, didapatkan penyangatan nervus fasialis banding kasus ini adalah penyakit Lyme,
yang merepresentasikan inflamasi. Cairan otitis media, sindrom Ramsay-Hunt, sarkoi-
serebrospinal menunjukkan peningkatan dosis, SGB, tumor kelenjar parotis, multipel
ringan limfosit dan monosit. Pemeriksaan sklerosis, stroke, dan tumor.
elektrofisiologi, yaitu refleks kedip (blink
Inflamasi pada nervus fasialis dapat diatasi
reflex) dapat menentukan topis kerusakan
dengan pemberian glukokortikoid oral,
nervus fasialis. Pemeriksaan ini dilakukan
yaitu prednison 40-60mg perhari selama 10
setelah onset 14 hari, karena pada <14 hari
hari dengan penurunan dosis bertahap. fika
pascaonset masih terjadi kerusakan nervus
diduga infeksi virus sebagai etiologinya, dapat
673
Bulat Ajar Neurologi
ditambahkan antiviral yaitu asildovir 400mg 5 E. BelVs palsy, neuropati diabetes, Char-
kali sehari selama 7 hari atau valasildovir lg 3 cot-Marie-Tooth
kali sehari selama 7 hari dalam waktu 72 jam Jawaban: A.
sejak onset Untukmencegah keratitis paparan
akibat lagoftalmus dapat diberikan air mata Neuropati diabetes dan defisiensi vi
tamin B12 merupakan neuropati yang
buatan, pelindung mata, dan penutupan mata
disebabkan oleh kondisi metabolik, se
secara mekanik saat tidur.
hingga kerusakan saraf akan memiliki
Pada kasus degenerasi aksonal berat, dapat distribusi bergantung pada jarak (length
terjadi inervasi aberan sehingga menimbul- dependent ). Demikian pula pada SGB pola
kan komplikasi sinkinesis, Sinkinesis adaiah ini disebabkan karena kegagalan kon-
reinervasi serabut saraf pada organ efek- duksi pada saraf bagian perifer ke distal
tor yang bukan organ efektor sebenarnya. Charco-Marie-Tooth juga memiliki dis
Terdapat fenomena air mata buaya, yaitu tribusi pada saraf-saraf di distal, namun
terjadinya lakrimasi ipsilateral pada saat sangat jarang disertai gangguan sensorik.
mengunyah. Sindrom Marin-Amat, yaitu pe
nutupan kelopak mata ipsilateral saat mem- 2. Dari soal no. 1 diketahui keadaan ini
dikeluhkan perlahan namun bertambah
buka rahang. Seldtar 70% pasien mengalami
baal sejak 3 tahun sebelumnya. Tidak
perbaikan dalam 1-2 bulan dan 85% di an-
ada riwayat demam, diare atau flu-like
taranya mengalami perbaikan penuh. Mun-
culnya perbaikan motorik pada hari ke-5 atau syndrome 5 hari sampai 2 minggu sebe
lumnya, sehingga SGB dapat disingkirkan.
7 menunjukkan prognosis baik, sementara
Pemeriksaan laboratorium tambahan yang
adanya tanda denervasi pada pemeriksaan
dapat dilakukan pada pasien ini adaiah
elektrofisiologi setelah hari ke-10 menun-
jukkan prognosis buruk. A. Kadar gula darah HbAlc
B. Kadar vitamin B12
CONTOH KASUS C. Serologi HSV-1
1. Wanita 49 tahun datang dengan keluhan
D. A dan B benar
baal pada tangan dan kald. Pemeriksaan
klinis menunjukkan hipestesi dengan E. Semua benar
distribusi stocking and gloves . Diagnosis Jawaban paling tepat adaiah D (A dan B
diferensial yang paling mungkin pada benar).
pasien ini adaiah
Pemeriksaan kadar gula darah HbAlc dan
A. Neuropati diabetes, SGB, defisiensi kadar vitamin B12 untuk menyingkirkan
vitamin B12 diagnosis diferensial neuropati diabetes
B. Charcot-Marie Tooth, BelVs palsy, SGB. dan defisiensi vitamin B12. Walaupun
C. Defisiensi Vitamin B12, BelVs palsy, defisiensi tersebut dapat mudah diatasi
cubital tunnel syndrome dengan suplemen vitamin B12, namun
pemberian terapi tanpa alasan yang kuat
D. Defisiensi Vitamin B12, neuropati dia
tidaklah tepat. Pemeriksaan serologi
betes, cubital tunnel syndrome
674
Neuropati
675
Buku Ajar Neurologi
evidence-based review). Report of the American nesota: Continuum- American Academy of Neu
Academy of Neurology, American Association of rology; 2012;18(1).
Neuromuscular and Electrodiagnostic Medicine, 7. Thomas PK, Ochoa J. Clinical features and differential
and American Academy of Physical Medicine and diagnosis, Dalam: Dyck PJ, Thomas PK, Griffin JQ, Low
Rehabilitation, Neurology, 2009;72(2):185-92. PA, Poduslo JF, editor. Peripheral neuropathy. Edisi ke-
3. Wiratman W, Hakim M, Aninditha T, Sudoyo 3. Philadelphia: W B Saunders; 1993. h. 749-74.
AW, Prihartono J. Neuropati perifer pada pasien 8 . Suryamihardja A, Purwata TE, Suharjanti 1, Yudi-
karsinoma nasofaring yang mendapat kemotera- yanta, penyunting. Diagnostik dan penatalaksanaan
pi cisplatin. Neurona. 2013;30(4):258-63. nyeri neuropatik. Surabaya: Kelompok Studi Nyeri
4. Mondelli M, Giannini F, Giacchi M. Carpal tun Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia
nel syndrome incidence in a general popula (PERD0SS1); 2011.
tion. Neurology. 2002;58(2):289-94. 9. House JW, Brackmann DE. Facial nerve grading sys
5. Atroshil, Gummess on C,Johnsson R,OrnsteinE,Rans- tem. Otolaryngol Head NeckSurg. 1985;93(2):14-7.
tam ], Rosen I. Prevalence of carpal tunnel syndrome 10. Tiemstra JD, Khatkhate N. Bell's palsy: diag
in a general population. JAMA. 1999;282(2):153-8. nosis and management. Am Fam Physician.
6 . Simpson DM, editor. Peripheral neuropathy. Min 2007;76(7):997-1002,
11. Sonoo M. Peripheral neuropathy. Medical disease: an il
lustrated reference guide: neurologyand neurosurgery.
Edisi ke-1. Tokyo: Medic Media; 2011. h, 324-5. Jepang.
676
SINDROM GUILLAIN-BARRE
A h m a d Y a n u arS a fri
677
Buku Ajar Neurologi
678
Sindrom GuiUain Barre
Sampai saat ini sudah ditemukan beberapa torik dan menimbulkan gejala motorik yang
antibodi gangliosida dalam serum pasien SGB, lebih dominan dibandingkan sensorik.
yaitu antibodi LM1, GM1, GMlb, GM2, GDla,
Pada serum pasien SMF ditemukan antibodi
GalNAc-GDla, GDlb, GD2, GD3, GTla, dan
terhadap gangliosida GD3, GTla, dan GQlb.
GQlb (Tabel 1).
Gangliosida GQlb banyak terdistribusi pada
Adanya perbedaan jenis antibodi pada ber- aksolema nervus okulomotor, troklearis, abdu-
bagai tipe SGB menunjukan distribusi ganglio sens, serta muscle spindle, sehingga jika terjadi
sida berbeda* beda pada jaringan saraf perifer. reaksi autoimun terhadap gangliosida GQlb
Jenis antibodi yang terbentuk dan distribusi muncul gejala klinis SMF berupa oftalmople-
gangliosida menentukan tanda dan gejala gia, ataksia, dan arefleksia. Gangliosida GTla
Minis yang terjadi pada SGB. Sebagai contoh, dan GQlb diekspresikan pada aksolema nervus
pada GBS tipe AMAN, ditemukan antibodi ter- glosofaringeus dan vagus, sehingga dihubung-
hadap GMl, GMlb, GDla, dan GalNAc-GDla kan dengan gejala disfagia ditemukan pada se-
pada serum pasien. Gangliosida-gangliosida bagian kasus SMF. Pada SGB tipe demielinisasi,
ini terdistribusi lebih banyak ditemukan pada antibodi spesifik yang menyebabkan kerusakan
aksolema nodus Ranvier serabut saraf moto- membran sel Schwann pada selubung mie-
rik dibandingkan sensorik. Proses autoimun lin masih belum diketahui hingga saat ini dan
lebih banyak terjadi pada serabut saraf mo- membutuhkan penelitian lebih lanjut
679
Buku Ajar Neurologi
GEJALA DAN TANDA KLINIS TRF defisit neurologis yang terjadi lebih
Pola perjalanan penyakit SGB bersifat berat hingga sampai memerlukan ventilasi
monofasik (Gambar 2}. Pada sebagian besar mekanik.
SGB terdapat infeksi anteseden sebelum
Defisit neurologis SGB pada ekstremitas
munculnya defisit neurologis. Waktu antara
dapat berupa kelemahan motorik tipe LMN,
infeksi anteseden dan munculnya defisit
gangguan sensorik berupa parastesia, hipes-
neurologis bervariasi antara 4 minggu
tesia atau gangguan propioseptif, serta hipore-
sampai 6 bulan. Defisit neurologis ini akan
fleksia maupun arefleksia. Defisit neurologis
mengalami perburukan hingga mencapai titik
ini dapat melibatkan nervus kranialis, ter-
nadir dalam waktu tidak lebih dari 28 hari
utama nervus Fasialis pada AIDP. Varian
[4 minggu). Antibodi antigangliosida dapat
klinis SGB lain yang melibatkan nervus kra
dideteksi dalam serum pasien selama pro
nialis adalah SMF dengan trias gejala berupa
ses ini dan kadarnya akan menurun seiring
arefleksia, ataksia, dan oftalmoplegia.
dengan berjalannya waktu.
Fase pemulihan dapat berlangsung bebe-
Pada SGB dapat terjadi fluktuasi defisit
rapa minggu, bulan, bahkan tahun tergantung
neurologis dalam waktu 8 minggu sejak di-
proses patologi yang terjadi. Lesi demielinisasi
berikannya imunoterapi. Hal ini masih di-
(AIDP) mempunyai prognosis yang lebih baik
anggap sebagai suatu pola monofasik SGB.
dibandingkan degenerasi aksonal (AMAN).
Fluktuasi ini disebut sebagai fluktuasi ter-
Pemulihan pada SGB tipe demieliniasasi dan
kait pengobatan [Guiilain-Barre syndrome
degenerasi aksonal akan terjadi secara ber-
with treatment-relatedfluctuation/GBS-TRF').
angsur-angsur sesuai dengan perawatan dan
Perjalanan GBS-TRF mirip dengan chronic
terapi yang adekuat.
inflamatory demyielinating polineuropathy
(CIDP) onset akut, hanya saja progresifitas Terdapat beberapa variasi gambaran klinis
defisit neurologis CIDP berlangsung hingga SGB berdasarkan penelitian dan laporan ka-
lebih dari 8 minggu atau fluktuasi defisit sus yang ada, yaitu:
neurologis terjadi tiga kali atau lebih se- 1. SGB hiperrefleks
dangkan fluktuasi GBS-TRF terjadi tidak SGB umumnya menunjukkan tanda hi-
lebih dari 8 minggu sejak onset dan jarang porefleksia atau arefleksia, namun pada
terjadi fluktuasi lebih dari 2 kali. Dalam 10% kasus dapat ditemukan refleks ten
perjalanannya, fluktuasi defisit neurolo don dalam yang normal atau bahkan me-
gis pada CIDP lebih ringan dibandingkan ningkat dengan tonus otot yang normal.
GBS-TRF. Defisit neurologis pada CIDP tidak Pemeriksaan imunohistokimia pada se
sampai membutuhkan ventilasi mekanik, rum pasien SGB hiperrefleks menunjukkan
jarang melibatkan gangguan saraf kranial, adanya antibodi antiGMl dan antiGDla,
dan gambaran pemeriksaan elektrofisiologi dengan gambaran neurofisiologi sesuai
proses demielinisasi, sedangkan pada GBS- dengan SGB tipe aksonal.
680
Sindrom Guillain Barre
681
Buku Ajar Neurologi
682
Sindrom GuiUain Barre
683
Buku Ajar Neurologi
Pemeriksaan KHS yang dilakukan pada minggu pertama dan meningkat menjadi
minggu pertama onset sering menunjukan 75% kasus pada minggu ketiga. Apabila
hasil yang normal atau tidak memenuhi kri- analisa CSS normal pada SGB dengan on
teria SGB menurut Ho dkk maupun Hadden set kurang dari 2 minggu, maka hal ini
dkk. Oleh karena itu, temuan KHS minggu tidak mempengaruhi penegakan diag
pertama ini tidak dapat dijadikan landasan nosis SGB selama ditemukan tanda dan
untuk menunda pemberian imunoterapi gejala Minis yang sesuai dan tidak perlu
jika sudah terdapat gambaran klinis yang khas dilakukan pungsi lumbal ulangan.
SGB. Pemeriksaan KHS pada minggu pertama
Peningkatan jumlah sel dan protein CSS
ini lebih berguna untuk menyingldrkan diag
dapat ditemukan pascaterapi imuno-
nosis banding neuropati perifer lainnya.
globulin intravena dosis tinggi ( intra
Pada sebagian awal perjalanan penyaldt SGB venous immunoglobulin/WlG) yang di
tipe AMAN dapat ditemukan gambaran blok duga akibat mekanisme transudasi atau
konduksi pada pemeriksaan KHS. Gambaran meningitis aseptik. Apabila ditemukan
blok ini akan mengalami perbaikan atau meng- peningkatan jumlah sel CSS pada minggu
hilang dalam hitungan hari disertai peningka- pertama onset gejala, maka kemungkinan
tan amplitudo CMAP distal dan pemendekan diagnosis banding lain harus lebih diper-
latensi motor distal kembali ke nilai normal. timbangkan, seperti infeksi, neuropati
Pada kasus ini tidak lazim ditemukan dis- akibat human immunodeficiency virus
persi temporal dan gelombang CMAP polifa- [HIV], limfoma, dan keganasan.
sik. Fenomena ini dikenal sebagai AMAN with
3. Radiologi
reversible conduction failure [AMAN RCF)
Pemeriksaan radiologi dilakukan jika
dan sering didiagnosis secara keliru sebagai
ditemukan tanda dan gejala klinis SGB
A1DP atau AMAN. Untuk mengurangi kesala-
yang meragukan. Hal ini untuk menying-
han interpretasi dan klasifikasi tipe SGB, maka
ldrkan lesi struktural sebagai penyebab
pemeriksaan KHS harus dilakukan secara se
defisit neurologis yang ada. Hasil peme
rial minimal dua kali pada 3 saraf motorik dan
riksaan MRI pada kasus SGB adalah murni
3 saraf sensorik dalam 4 -6 minggu pertama.
normal baik pada otak dan medula spi
2. Pungsi lumbal nalis, walau dapat dijumpai penyangatan
Tindakan pungsi lumbal rutin dilakukan pada radiks proksimal. Pada 11% kasus
pada pasien yang diduga menderita SGB BBE, dapat ditemukan adanya lesi fokal
untuk menyingldrkan diagnosis banding, pada T2W MRI di mesensefa Ion, thalamus,
dan bukan merupakan kriteria utama serebelum, dan batang otak.
penegakan diagnosis SGB. Pada analisis
4. Antibodi antigangliosida
CSS dapat ditemukan disosiasi sitoal-
Walaupun berbagai studi mengaitkan ke-
bumin, yaitu terdapatnya peningkatan
jadian SGB dengan antibodi seperti yang
kadar protein CSS tanpa disertai pe
tercantum pada Tabel 1, nilai diagnos-
ningkatan jumlah sel. Disosiasi sitoalbu-
tiknya belum dapat dipastikan. Pemerik
min adalah temuan khas untuk SGB dan
saan ini bermanfaat, tetapi hasil negatif
dapat ditemukan pada 50% kasus pada
684
Sindrom Guillain Barre
B oks 1. Guillain-Barr& Syndrom e D isability S core (GBS D isability S core) a ta u H ughes Score
Cuilluin -lkin t’ Syndrom e D isability S core (GBS D isability Svoiv)
685
Buku A jar Neurologi
S u m b e r : V a n K o n in g s v e l d R , d k k L a n c e t N e u r o l 2 0 0 7 . h . 5 8 9 - 9 4 .
686
Sindrom Guillain Barre
M o to r CV
left, Abductor digit! minimi, Ulnaris, C 8II
lo ms lm V
♦ *
4 4 4 4 ♦ * « 4 4
-Jt------------ \ * *
2 i - -------------- -
i m A , 0 .2 0 m s , 1 H *
fs lb - jm
¥ ■» 4 4- ■* < * •4 0
KHS Motorik N. Ulnaris Kiri dengan Perekaman pada M. Abduktor Digiti Minimi
Sisi Stim ulasi Dist, L at, Ampl, Ampl. A m pl Dur., KHS KHS KHS
mm ms mV Norm, dev., ms m /s n orm al, dev.,
mV % m /s %
Pergelangan tangan 80 1 0 ,1 0,948 9,0 -89,5 16,6
Siku 240 19,3 0,29 9,0 -96,8 23,5 25,9 60,0 -56,8
687
Buku Ajar Neurologi
Pada pemeriksaan motorik ditemukan ada- Gambaran Minis pasien diatas dikaitkan den
nya paraparesis dengan kelemahan otot- gan ditemukannya gambaran dispersi tem
otot distal lebih berat dari proksimal dengan poral, blok konduksi, pemanjangan latensi,
poia distribusi yang hampir simetris disertai dan penurunan KHS pada 2 saraf memenuhi
arefleksia pada ekstremitas atas dan bawah kriteria AIDP. Pasien mendapat terapi IV1G de
bilateral. Pada pemeriksaan sensorik dite ngan dosis total 2g/kgBB dalam 5 hari. Pasien
mukan tanda gangguan propioseptif pada mengalami perbaikan klinis kekuatan motorik
kedua kaki pasien, sedangkan pemeriksaan terutama pada kedua tungkai. Pasien dapat
sensorik lainnya dalam batas normal. Pada berjalan tanpa bantuan satu minggu setelah
pemeriksaan KHS ditemukan gambaran pe- pemberian IVIG, namun hasil pemeriksaan
manjangan latensi, penurunan KHS motorik, KHS uiang belum menunjukan perubahan
blok konduksi, dispersi temporal pada N. yang berarti. Hal ini dapat dijumpai sehari-hari
Ulnaris kiri (Gambar 3), dan pemanjangan di mana perbaikan klinis mendahului per
latensi serta penurunan KHS motorik pada baikan hasil pemeriksaan kecepatan hantar
N, Tibialis (Gambar 4). saraf.
688
Sindrom Guillain Barre
689
Buku Ajar Neurologi
29. Zairinal RA, Safri AY, Hakim M, Gambaran sindrom 30. Chahyani WI, Ambarningrum M, Safri AY. Gambaran
Guillain Barre di RS Cipto Mangunkusumo. Scien ldinis sindrom Guillain-Barre di RSUPN Ciptoman-
tific Full Paper Jaknews; 2016 Maret 17-20; Jakar gunkusumo Jakarta Januari 2012-Desember 2014.
ta, Indonesia: Departemen Neurologi FKUI; 2016. [Presentasi Oral], 5-9 Agustus 2015; Makassar: Kong-
res Nasional PERDOSSIVIII; 2015.
690
RADIKULOPATI
691
Buku Ajar Neurologi
Radiks yang keluar dari medula spinalis per- Radiks berjumlah 31 pasang yang terdiri
tama kali masih berada di dalam kanalis spi dari 8 radiks servikal, 12 radiks torakal, 5
nalis lalu setelahnya akan melalui foramen radiks lumbal, 5 radiks sakral, dan 1 radiks
neural yang terbentuk di antara dua vertebra koksigis. Radiks servikal 1 hingga 7 keluar
yang berdekatan. Kanalis spinalis merupa- di atas vertebra servikal yang bersesuaian
kan kanal yang terbentuk di antara vertebra sedangkan radiks servikal 8 keluar di antara
yang berdekatan. Kanalis spinalis dibatasi vertebra servikal 7 dan vertebra torakal 1.
oleh ligamentum flavum dan lamina pada sisi Hal tersebut disebabkan jumlah vertebra
posterior, diskus intervertebralis, dan korpus servikal adalah 7 sedangkan jumlah radiks
vertebra pada sisi anterior, dan pedikel pada servikal adalah 8. Selanjutnya radiks keluar
sisi anterolateral (Gambar 1}. di bawah vertebra yang bersesuaian. Pada
manusia dewasa, medula spinalis berakhir
Foramen neural dibatasi oleh pedikel pada sisi
pada batas bawah vertebra LI dan memben-
anterior, diskus intervertebral dan korpus ver
tuk konus medularis. Kauda ekuina keluar
tebra pada sisi anterior dan sendi faset pada
dari bagian konus medularis. Kauda ekuina
sisi posterior. Di dalam foramen neural melin-
kemudian secara gradual terpisah menjadi
tas radiks, nervus meningeal rekuren, dan
radiks lumbosakral (Gambar 2}.
pembuluh darah radikular.
692
Radikulopati
Ramus dorsalis
cabang medial
Radiks bercabang menjadi ramus dorsalis dan Kauda ekuina berjalan di dalam kanal spinal
ventralis. Ramus dorsalis menginervasi otot dalam ruang subaraknoid sebelum akhirnya
paraspinal dan kulit di area paraspinal. Ramus keluar dari foramen neural di bawah vertebra
ventralis radiks C5-C8 membentuk pleksus yang bersesuaian. Kanal spinal lebih panjang
brakialis yang menginervasi ekstremitas atas. dari medula spinalis sehingga terdapat per-
Ramus ventral radiks T h l sebagian memben bedaan level medula spinalis dan vertebra
tuk pleksus brakialis bersama-sama dengan seldtar 2 segmen pada level torakal dan 3
ramus ventralis radiks C5-C8 dan sebagian segmen pada level lumbosakral.
membentuk nervus interkostalis 1. Ramus
Secara mikroskopik, radiks memiliki perbeda-
ventralis radiks Th2-Th6 membentuk nervus
an dengan saraf perifer lainnya. Radiks tidak
interkostalis dan ramus ventralis radiks Th7-
memiliki epineurium, perineurium, dan lebih
12 membentuk nervus torakoabdominal. Ner
sedildt kolagen pada endoneuriumnya. Hal
vus interkostalis berjalan mengitari lengkung
tersebut menyebabkan kekuatan tensil radiks
dada di antara otot interkosta dan bercabang
jauh lebih rendah dibandingkan bagian saraf
menjadi cabang kutaneus lateral dan medial.
tepi lainnya dan mudah mengalami avulsi.
Nervus torakoabdominal bercabang menjadi
Tidak adanya perineurium yang berfungsi
cabang kutaneus lateral dan medial serta me
sebagai sawar menyebabkan radiks rentan
nginervasi otot dinding abdominal (Gambar 3).
mengalami serangan infeksi dan inflamasi.
Radiks lumbosakral membentuk kauda ekuina.
Dalam pembahasan mengenai radikulopati
693
Buku Ajar Neurologi
perlu dipahami istilah miotom dan derma- inervasi oleh beberapa segmen spinal yang
tom. Miotom adalah otot-otot yang diiner- berdekatan dan setiap dermatom mengala-
vasi oleh satu segmen spinal. Dermatom mi tumpang tindih dengan dermatom yang
adalah area kulit yang diinervasi oleh satu berdekatan (Tabel 1].
segmen spinal (Gambar 4). Setiap otot di
694
Radikulopati
Tabel 1. Inervasi Radiks pada Otot Mayor Ekstrem itas Atas dan Bawah
Ekstrem itas Atas Ekstremitas Bawah
Radiks
Otot Nervus Radiks Otot Nervus
04,5 Rombdoid Skapular dorsalis L.2,3,4 Iliakus Femoralis
C5,6 Supraspinatus Supraskapular 12,3,4 Rektus femoris Femoralis
C5,6 Infraspinatus Supraskapular L2,3,4 Vastus lateral dan medial Femoralis
C5,6 Deltoid Aksilaris L2,3,4 Aduktor Obturator
C5,6 Biseps brakii Muskulokutaneus L4,5 Tibialis anterior Peroneus pro
fundus
C5,6 Brakioradialis Radialis L4,5 Ekstensor digitorum Peroneus pro
longus fundus
C5 6,7 Seratus anterior Long thoracic L4,5,S1 Ekstensor halusis longus Peroneus pro
fundus
C5 6,7 Pektoralis mayor: Pektoralis lateral L4,5,S1 Ekstensor digitorum Peroneus pro
klavikular brevis fundus
06,7,8, Pektoralis mayor: Pektoralis medial L4,5,S1 Hamstring medial Skiatikus
T1 sternal
C6,7 Fleksor karpi Medianus L4,5,S1 Gluteus medius Gluteus supe
radialis rior
C6,7 Pronator teres Medianus L4,5,S1 Tensor fasia lata Gluteus supe
rior
C6,7 Ekstensor karpi Radialis L5,S1 Tibialis posterior Tibialis
radialis longus
C6,7,8 Latisimus dorsi Torakodorsal L5,S1 Fleksor digitorum longus Tibialis
06,7,8 Triseps brakii Radialis L5,S1 Peroneuslongus Peroneus
superfisial
06,7,8 Ankoneus Radialis L5,S1 Hamstring lateral (bi Skiatikus
seps femoris)
C7,8 Ekstensor digitorum Radialis L5,S1,2 Gastroknemius lateral Tibialis
komunis
C7,8 Fleksor digitorum Medianus L5,S1,2 Gluteus maksimus Gluteus inferior
sublimis
C7,8 Ekstensor indisis Radialis L5,S1,2 Abduktor halusis brevis
1
Tibialis plantar
proprius medial
07,8 Ekstensor karpi Radialis S I ,2 Abduktor digiti quinti Tibialis plantar
ulnaris pedis lateral
C7,8,T1 Fleksor polisis Medianus S I ,2 Gastroknemius medial Tibialis
longus
C7,8,T1 Fleksor digitorium Medianus/ ulnaris S I ,2 Soleus Tibialis
profundus
08,T1 Fleksor karpi ulnaris Ulnaris
08,T1 Interoseus dorsalis 1 Ulnaris
08,T1 Abduktor digiti Ulnaris
minimi
08,T1 Abduktor polisis Medianus
brevis
Cetaktebal menunjukkan inervasi predominan
Sumber: Misulis KE, dkk. Bradley's neurology in clinical practice. 2016. h. 332-41.
695
Buku Ajar Neurologi
696
Radikulopati
697
Buku Ajar Neurologi
melakukan gerakan sit-up sehingga otot lopati C7, karena masih mendapat inervasi
abdomen atau interkostal yang lemah akan dari radiks C6 dan C8. Refleks tendon dalam
tampak menonjol. Kelemahan pada radiku- akan menurun pada radikulopati sesuai
lopati biasanya juga tidak be rat, karena satu dengan inervasi radiks pada tendon yang
otot diinervasi oleh 2-3 radiks. Otot triseps diperiksa. Tabel 3 membantu untuk meng-
tidak mengalami paralisis akibat radiku- identifikasi radiks yang terlibat
698
Radikulopati
iber: Misulis KE, dkk. Bradley's neurology in clini- disebabkan oleh kompresi karena spon
practice. 2016. h. 332-41.
dilosis, massa dalam kanal spinal, atau
rikut beberapa manuver pemeriksaan proses intramedular,
k dapat membantu mendiagnosis radi-
3. Tes Spurling (Manuver Kompresi
opati:
Leher atau tes Kompresi Foramen)
Manuver Valsava Dilakukan dengan cara mengeskstensi
Manuver valsava dapat mengeksaserbasi leher, merotasi leher ke arah yang sim
nyeri radikular dan parestesia yang men- tomatik, dan melakukan penekanan ke
jalar. Manuver valsava menyebabkan bawah pada kepala. Gerakan ekstensi
peregangan pada duramater pada titik akan menyebabkan penonjolan [bulging]
kompresi intraspinal. diskus ke arah posterior, sedangkan ge
Tes Lhermitte rakan fleksi lateral dan rotasi menyebab
Dilakukan dengan cara melakukan fleksi kan penyempitan foramen neural (Gam-
pada leher (Gambar 5). Respons positif bar 6). Respons positif berupa nyeri atau
berupa parestesia yang menjalar sepan- parestesi yang menjalar ke ekstremitas
jang vertebra servikal atau menjalar ke atas, namun jika muncul responsnya,
ekstremitas atas yang simtomatik. Hal segera hentikan manuver tersebut. Tes
ini mengindikasikan disfungsi kolumna ini bersifat spesifik tetapi tidak sensitif.
posterior medula spinalis yang dapat
699
Buku Ajar Neurologi
700
Radikulopati
pada otot ekstremitas bawah ipsilateral 8. R eversed SLR Test atau Ely’s Test atau
(signifikansi terendah), nyeri di punggung Tes Tegangan Fem oral
bawah (signifikansi moderate ), nyeri ra- Dilakukan dengan acara memosisikan
dikular (signifikansi tinggi], dan bahkan pasien dalam posisi pronasi, lalu pemeriksa
gangguan sensorik pada distribusi radiks mengangkat ekstremitas bawah dalam ke-
yang terlibat. adaan lutut ekstensi, untuk meregangkan
radiks lumbal atas. Hasil dikatakan positif
Terdapat beberapa modifikasi tes SLR,
jika timbul nyeri pada punggung bawah
yaitu:
atau nyeri radikular.
® Fenomena Bonnet; dilakukan dengan
tambahan gerakan aduksi dan rotasi 9. C rossed Straight l e g Raising Test
internal tungkai atas dan bawah. (Tanda Fajersztajn )
Tes ini dikatakan positif jika saat melaku-
® Bragard’s sign-, modifikasi dengan
kan manuver Laseque timbul nyeri pada
menambahkan gerakan dorsofleksi
ekstremitas kontralateral.
kaki (Gambar 7b).
® Sicard'ssign dengan menambahkan 10. Tanda Kernig
gerakan dorsofleksi ibu jari kaki. Tes ini dilakukan dengan cara mem-
fleksikan sendi panggul pada posisi
® Hyadman's sign, yaitu timbul nyeri
90° lalu mengekstensikan sendi lutut
saat manuver SLR kemudian dilaku
hingga 135°.
kan fleksi panggul dan fleksi leher.
Gambar 7. (a) Tes Laseque; (b) Tes Laseque dengan Modifikasi Dorsofleksi Kaki (Bragard)
701
Buku Ajar Neurologi
Pemeriksaan fisik lainnya yang diperlukan yang signifikan, penggunaan steroid jangka
adalah observasi posisi tubuh pasien, defor- panjang, retensi urin akut atau inkontinen-
mitas pada vertebra, spasme otot paraspi- sia urin overflow akut, inkontinensia fekal,
nal, dan nyeri tekan area vertebra-paraver- penurunan tonus sfingter anal, saddle anes
tebra. thesia , dan kelemahan pada ekstremitas.
Radikulopati memerlukan evaluasi lebih Pemeriksaan penunjang yang diperlukan me-
lanjut segera jika ditemukan tanda bahaya, liputi Rontgen, CT scan, atau MRI vertebra,
yaitu terdapat riwayat keganasan, terdapat dan kecepatan hantar saraf-elektromiografi
penurunan berat badan yang tidak dapat [Tabel 4], Rontgen vertebra dilakukan antero
dijelaskan, keadaan imunosupresi kronik, posterior dan lateral untuk mengevaluasi
infeksi saluran kemih, atau lainnya, riwayat keseluruhan alignment vertebra dan adanya
penyalahgunaan obat-obat intravena, usia perubahan (spondilosis). Rontgen vertebra
di atas 50 tahun, demam, nyeri yang tidak pada posisi fleksi lateral dan ekstensi dapat
membaik dengan istirahat, riwayat trauma mengevaluasi instabilitas vertebra.
702
Radikulopatt
703
Buku Ajar Neurologi
Modalitas tata laksana yang dapat di- anti inflamasi nonsteroid (OAINS), pelema;
lakukan meliputi: otot, atau analgetik opioid. Obat-obatar
untuk nyeri neuropatik meliputi golongar
- Terapi fisik untuk memperbaiki pos-
antikonvulsan (gabapentin, pregabalin), se
tur tubuh
rotonin-specific reuptake inhibitors (SSRI)
- Transcutaneus electrical nerve stimu atau antidepresan trisiklik (lebih lengkap
lation (TENS) di bab Nyeri Neuropatik).
- Traksi servikal
Injeksi steroid dan obat anestesi epidurai
- Injeksi kortikosteroid atau kombinasi dapat diberikan jika medikamentosa ora]
kortikosteroid dan agen anestesi epi tidak efektif. Kortikosteroid sistemik
dural
secara umum tidak direkomendasi-
- Blok radiks selektif untuk diagnostik kan untuk meredakan nyeri. Tata lak
dan terapeutik pada level servikal sana bedah perlu dilakukan segera jika
dan lumbosakral terdapat defisit motorik progresif dan
- Injeksi kortikosteroid intraartikular sindrom kauda ekuina akut. Demikian
pada sendi faset juga indikasi relatif pada nyeri yang tidak
- Neurotomi radiofrekuensi perkuta- terkontrol dengan medikamentosa. Inter
neus cabang medial ramus dorsalis vensi bedah dapat berupa laminektomi,
servikal yang menginervasi sendi faset disektomi, eksisi diskus artroskopik, dan
fusi spinal.
3. M anajem en Bedah pada Gangguan
Spinal Servikal 5. Stenosis Lumbalis
Intervensi bedah kemungkinan besar Manajemen konservatif stenosis lum
dilakukan pada kasus-kasus dengan de- bal secara umum sama dengan herniasi
fisit neurologis yang jelas atau progresif, diskus. Intervensi bedah yang dapat di
nyeri refrakter, adanya lesi struktural lakukan meliputi laminektomi, fasetek-
sesuai dengan gejala ldinis, dan tanda tomi, foraminotomi, dan laminotomi. Pada
mielopati. Manajemen bedah yang dilaku dekompresi yang luas, adanya skoliosis
kan tergantung pada patologi penyebab, degeneratif, kifosis, atau spondilolistesis
antara lain disektomi, laminektomi, dan memerlukan tambahan stabilisasi spinal.
foraminotomi. 6. H erniasi Diskus Torakal
4. H erniasi Diskus Lum bosakral Tata laksana konservatif secara umum
Secara umum pada 4-6 minggu awal di sama dengan herniasi diskus. Dekom
lakukan tata laksana konservatif kemu- presi bedah diperlukan jika terdapat tan
dian dipertimbangkan tata laksana bedah da kompresi medula spinalis atau terapi
jika tetap simtomatik setelah 6 minggu. konservatif tidak efektif.
Tata laksana konservatif meliputi medika- 7. Spondilosis Torakal
mentosa, terapi fisik, biofeedback , pema- Tata laksana bedah diindikasikan apabi-
sangan korset lumbal, TENS dan akupuntur. Ia terdapat stenosis kanalis yang menye-
Pilihan medikamentosa dapat berupa obat
704
Radikulopati
babkan mielopati, keterlibatan radiks T1 cal examination in the diagnosis of lumbar root
compression syndrome. Acta Orthop Scand.
yang menyebabkan kelemahan motorik
1961;32(Suppl 49):1-135.
tangan atau tidak efektifnya tata laksana 5. Caridi JM, Pumberger M, Hughes AP. Cervical ra
konservatif. diculopathy; a review. HSSJ. 2011;7(3):265-72.
6. Misulis KE, Murray EL Lower back and lower limb
pain. Dalam: DaroffRB, JankovicJ, Mazziotta JC, Pome
3AFTAR PUSTAKA roy SL, editor. Bradley’s neurology in clinical practice.
1. Levin KH, Cervical radiculopathy. Dalam: Katirji Edisi ke-7. London: Elsevier; 2016. h. 332-41.
B, Kaminsky HJ, Ruff RL, editor. Neuromuscular 7. Finneruo NB, Attal N, Haroutounian S, Mc-
disorders in clinical practice. Edisi ke-2 vol 2. Nicol E, Baron R, Dworkin RH, dick. Pharmaco
New York: Springer; 2014, h. 981-1000. therapy for neuropathic pain in adults: a syste
2. Raynor EM, Boruchow SA, Nardin R, Kleiner- matic review and meta-analysis. Lancet Neurol.
Fisman G. Lumbosacral and thoracic radiculopa 2015;14[2):162-75.
thy. Dalam: Katirji B, Kaminsky HJ, Ruff RL. Neu 8. Preston DC, Shapiro BE. Radiculopathy. Dalam:
romuscular disorders in clinical practice. Edisi Preston DC, Shapiro BE, editor. Electromyogra
ke-2 vol 2. New York; Springer, 2014; h. 1001-28. phy and neuromuscular disorders clinical-elec-
3. Levin KH, Maggiano HJ, Wilbourn Aj. Cervical ra trophysiologic correlations. Edisi ke-3. London:
diculopathies: comparison of surgical and EMG Elsevier; 2013. h. 448-67.
local;.'ation of single-root lesions. Neurology
1996;46[4):1022-5.
4. Knuttson B. Comparative value of electromyo
graphic, myelographic, and clinical neurologi
705
PLEKSOPATI
706
Pleksopati
Medula spiralis
Ramus dorsalis
m
Ramus
komunlkans abu^
Ramus
komunlkans putih^
X ./
Ramus ventraiis
707
Buku Ajar Neurologi
708
Plelcsopati
03
(E6
ffJ.'ftStsItaiJs m
■C7
£N- ... :'■
g ® t§ |i§ il:
p lH iiiH n SilSllSlsill
f-;;;:Ssgf;K :A:S#^ ..
;. i
ifi’SS!iW3f5.'.-...j *C3
-.7 7 ».w^; T1
■■.. - . . ! r.>. ....
'R:De*aswl'.-
B.
709
Buku ija r Neurologi
710
Pleksopati
4. N. Kutaneus Posterior Tungkai Atas dapat berupa cedera tertutup, cedera ter-
Nervus ini berasal dari radiks S I -S3 buka, ataupun cedera iatrogenik.
(terutama S2] dan memperantarai
2. Tumor
sensorik area bokong bagian bawah
Dapat berupa tumor neural sheath (neu
dan tungkai atas sisi posterior. Trauma
roblastoma, schwannoma, malignant
pada N. Skiatika biasanya juga men-
peripheral nerve sheath tumor, dan m e
cederai nervus ini.
ningioma] atau tumor nonneural yang
jinak (desmoid, lipoma] maupun maligna
ETIOLOGI (kan-ker payudara dan kanker paru].
Lesi pada pleksus brakialis dapat disebab-
kan antara lain: 3. Cedera radiasi
Frekuensi cedera pleksus brakialis yang
1, Trauma
dipicu oleh radiasi diperkirakan sebanyak
Merupakan penyebab terbanyak lesi
1,8-4,9% dari lesi dan paling sering dite-
pleksus brakialis, dapat terjadi pada se-
mukan pada pasien kanker payudara dan
gala usia baik dewasa maupun neonatus,
paru yang mendapatkan terapai radiasi.
711
Buku Ajar Neurologi
712
Pleksopati
713
Baku Ajar Neurologi
714
Pleksopati
715
Baku Ajar Neurologi
Normal t
716
Pleksopati
dan neovaskularisasi perineural. Diabetes Erb's point. Jenis lesi ini memberikan
menyebabkan abnormalitas sawar darah- gambaran yang khas disebut deformitas
saraf, sehingga rentan terjadi vaskulitis. De- waiters yang ditandai dengan kelemahan
posisi kompleks imun akan semakin merusak pada otot-otot rotatoar bahu, otot-otot
sawar darah saraf tersebut dan meningkat- fleksor lengan, dan otot-otot ekstensor
kan vaskulitis, sehingga terjadi oklusi pem- tangan.
buluh darah epineural dan perineural dengan
a. Lesi tingkat radiks
hasil akhir iskemia dan infark.
Pada lesi pleksus brakialis ini berkait-
Terjadinya pleksopati radiasi tergantung an dengan avulsi radiks. Gambaran
pada dosis total, dosis fraksi, teknik radiasi, klinis sesuai dengan dermatom dan
kemoterapi yang menyertai radiasi, dan miotomnya. Lesi di tingkat ini dapat
penggunaan brakiterapi intrakavitas. Radiasi terjadi paralisis parsial dan hilangnya
dapat menyebabkan defisiensi mikrosirku- sensorik inkomplit, karena otot-otot
lasi yang menyebabkan iskemia lokal dan fi tangan dan lengan biasanya diper-
brosis jaringan lunak, serta perubahan pada sarafi oleh beberapa radiks.
sel Schwann, fibroblas endoneural, sel din-
b. Sindrom Erb-Duchenne
ding pembuluh darah, dan sel perineural
Lesi di radiks servikal atas (C5 dan C6)
GEJALA DAN TANDA KUNIS atau trunkus superior dan biasanya
Gejala yang timbul umumnya unilateral terjadi akibat trauma. Pada bayi terjadi
berupa kelainan motorik, sensorik dan au- karena penarikan kepala saat proses
tonom pada ekstremitas. Gambaran Minis kelahiran dengan penyulit distonia
yang ditemukan dapat menunjukkan letak bahu, sedangkan pada orang dewasa
dan keparahan lesi. terjadi karena jatuh pada bahu dengan
kepala terlampau menekuk ke samping.
Pleksopati Brakialis
Presentasi Minis pasien berupa waiter's
Lesi pleksus brakialis dapat mengenai mulai
tip position, yaitu lengan berada dalam
dari otot bahu sampai tangan, atau hanya se-
posisi aduksi [kelemahan otot deltoid
bagian, yang dibagi atas pleksopati supraMavi-
dan supraspinatus), rotasi internal pada
kular dan pleksopati infraklavikular.
bahu (kelemahan otot teres minor dan
t . Pleksopati Supraklavikular infraspinatus), pronasi (kelemahan
Pada pleksopati supraklavikular lesi ter otot supinator dan braldoradialis), dan
jadi di tingkat radiks atau trunkus saraf, pergelangan tangan fleksi (kelemahan
atau kombinasinya. Lesi ditingkat ini otot ekstensor karpi radialis longus
dua hingga tujuh kali lebih sering terjadi dan brevis). Selain itu terdapat pula
dibanding lesi infraklavikular. Pleksopati kelemahan pada otot biseps brakialis,
supraklavikular sering disebabkan oleh brakialis, pektoralis mayor, subskapu-
karena trauma, yaitu terjadi fleksi dari laris, romboid, levator skapula, dan
leher terhadap bahu, sehingga radiks teres mayor. Refleks biseps biasanya
mengalami tarikan antara leher dan menghilang, sedangkan hipestesi ter-
717
Buku Ajar Neurologi
jadi pada bagian luar (lateral) dari le- inferior). Gejala klinis berupa kelema
ngan atas dan tangan. han otot triseps dan otot-otot yang di-
persarafi N. Radialis (ekstensor tan
c. Sindrom paralisis Klumpke
gan), serta kelainan sensorik biasanya
Lesi di radiks servikal bawah (C8, T l)
terjadi pada dorsal lengan dan tangan.
atau trunkus inferior akibat penarikan
bahu, sehingga terjadi tarikan pada f. Lesi di trunkus inferior
bahu. Keadaan ini sering terjadi pada Gejala klinisnya yang hampir sama
bayi saat dalam proses kelahiran atau dengan sindrom Klumpke di tingkat
pada orang dewasa yang akan terjatuh radiks. Terdapat kelemahan pada otot-
dan berpegangan pada pada 1 lengan. otot tangan dan jari-jari terutama untuk
Presentasi klinis berupa kelemahan gerakan fleksi, serta kelemahan otot-
pada otot-otot di lengan bawah, otot- otot spinal intrinsik tangan. Gangguan
otot tangan yang khas disebut dengan sensorik terjadi pada aspek medial
deformitas clawhand, sedangkan fungsi dari lengan dan tangan.
otot gelang bahu baik. Selain itu juga
2. Lesi Pan-supraklavikular (radiks C5-
terdapat kelumpuhan pada otot flek-
T1 atau semua trunkus)
sor karpi ulnaris, fleksor digitorum,
Pada lesi ini terjadi kelemahan seluruh
interosei, tenar, dan hipotenar sehingga
otot ekstremitas atas, defisit sensorik
tangan terlihat atrofi. Disabilitas mo-
yang jelas pada seluruh ekstremitas atas,
torik sama dengan kombinasi lesi N.
dan mungkin terdapat nyeri. Otot rom
Medianus dan N. Ulnaris. Kelainan
boid, seratus anterior, dan otot-otot spi
sensorik berupa hipestesi pada bagian
nal mungkin tidak lemah tergantung dari
dalam atau sisi ulnar dari lengan dan
letak lesi proksimal (radiks) atau lebih
tangan.
ke distal (trunkus).
d. Lesi di trunkus superior
3. Pleksopati Infraklavikular
Gejala klinisnya sama dengan sindrom
Terjadi lesi di tingkat fasikulus dan/
Erb di tingkat radiks dan sulit dibeda-
atau saraf terminal. Lesi ini jarang ter
kan. Namun pada lesi di trunkus su
jadi dibanding supraklavikular, namun
perior tidak didapatkan kelumpuhan
umumnya mempunyai prognosis lebih
otot romboid, seratus anterior, leva
baik. Penyebab utama pleksopati infra
tor skapula, dan saraf supraspinatus
klavikular biasanya adalah trauma tertu-
serta infraspinatus. Terdapat gang-
tup (kecelakaan lalu lintas/sepeda motor)
guan sensorik di lateral deltoid, aspek
maupun terbuka (luka tembak). Ma-
lateral lengan atas, dan lengan bawah,
yoritas disertai oleh kerusakan struktur
hingga ibu jari tangan.
didekatnya (dislokasi kaput humerus,
e. Lesi di trunkus media fraktur klavikula, skapula, atau humerus).
Sangat jarang terjadi dan biasanya Gambaran klinis sesuai dengan letak lesi,
melibatkan daerah pleksus lainnya yaitu:
(trunkus superior dan/atau trunkus
718
Pleksopati
719
Buku Ajar Neurologi
720
Pleksopati
721
Baku Ajar Neurologi
722
Pleksopati
(IVIG).
723
PENDEKATAN DIAGNOSIS MIOPATI
724
Pendekatan Diagnosis Miopati
bentuldah C5b-9 membrane attack com VCAM dan ICAM ini diregulasi oleh sitokin
plex (MAC], suatu komponen litik dari jalur yang dilepaskan oleh rantai komplemen.
komplemen. Kemudian secara berurutan Sel T dan makrofag diperantarai oleh in-
terjadilah pembengkakan sel endotel di- tegrin very late activation antigen (VLA)-4
ikuti valcuolisasi, nekrosis pembuluh darah ; dan leucocyte function-associated antigen
kapiler, inflamasi, perivaskular, iskemia, (LFA)-l yang kemudian berikatan dengan
dan kerusakan serabut otot. Pada akhir- VCAM dan ICAM, lalu masuk ke dalam otot
nya terdapat penurunan jumlah kapiler ; melalui dinding sel endotel,
perserabut otot diikuti kompensasi di-
2. Distrofi
latasi kapiler-kapiler yang tersisa.
Distrofi atau distrofinopati diawali oleh
Selain itu, sel B, sel T (CD4+), dan ma- mutasi gen distrofin Xp21.2 yang meng-
krofag juga berperan dalam patofisiologi kode protein distrofin. Contoh klasik
ini, Mereka masuk ke dalam otot Migrasi kelainan ini adalah penyakit distrofi
sel-sel tersebut difasilitasi oleh vascular muskular Duchene (DMD) dan distrofi
cell adhesion molecule (VCAM) dan intercel muskular Becker (Becker muscular dys-
lular adhesion molecule (ICAM). Ekspresi trophyj BMD).
Molecular Endotel
mimicry pembuluh
(tumor, virus ?) darah
725
Bukii Ajar Neuroiogi
>i,r----- ib^s
bfstrbplft
py N— *
■■■■ - #
a t S?' <ST
Y ” ‘ t
w r i S m J ^ © '■
/
lab wl HoqdM'M&i
A 'G£J, ... -,
h\ N' !>
* ® « W \ s r-i.g r-*
Mukrotof},
Protein distrofin memilild empat ranah (do ini digantikan oleh sel-sel satelit yang terle-
main) dan merupakan protein kompleks. Mu- tak di antara lamina basal dan membran se
tasi pada protein ini menyebabkan kerusakan rabut otot. Sel-sel satelit ini berperan seperti
(breakdown) pada keseluruhan struktur yang “stem-cell” yang dapat menumbuhkan sel-sel
kompleks dan penting, Kerusakan ini menye otot dan meregenerasi serabut otot yang ru
babkan sarkolema, yang berfungsi sebagai sak. Seiring berjalannya waktu sel satelit ini
sawar antara sel otot dengan dunia luar la- tidak dapat mengejar kerusakan yang terjadi
yaknya membran sel, menjadi rapuh. Kontraksi sehingga serabut-serabut otot yang rusak di
otot yang intensif atau bahkan yang biasa saja gantikan oleh jaringan ikat dan lemak.
untuk ukuran orang normal dapat menyebab-
kan kerapuhan sarkolema bertambah parah. DIAGNOSIS DAN DIAGNOSIS BANDING
Kerapuhan ini menyebabkan influks kalsium Langkah penegakan diagnosis miopati me-
yang berlebihan dan mempercepat kerusakan liputi evdluasi klinis, pemeriksaan labora-
serabut otot (Gambar 2). torium dan elektrofisiologi, histopatologi,
dan pemeriksaan yang spesifik pada entitas
Otot yang rusak memiliki kapasitas rege-
miopati tertentu. Untuk penentuan peme-
nerasi yang terbatas. Sel-sel otot yang rusak
726
Pendekatan Diagnosis Miopati
727
Buku Ajar Neurologi
Tanda Gowers
/ -- j -V
A ^ V ■/
^ "i>
f\ A
l^ ii 6 e s£ i4 .
^fm s^afigw m geg^ gfcg^iiiiigsfl:
l.\ A bA
"\'j — / !
A > / r /
1 J
^ j
/ J v
*4^
Hipertrofi otot dapat teijadi pada miotonia penting diperiksa. Kelemahan otot pada
kongenital, miopati akibat amiloidosis, sar- miopati umumnya lebih terlihat pada
koidosis, dan hipotiroid. Pseudohip ertrofi otot-otot proksimal, namun ada juga
otot (akibat penggantian massa otot dengan yang melibatkan kelumpuhan otot-otot
jaringan ikat dan lemak} terlihat pada distal dan wajah, yang dapat memberi pe-
distrofi muskular Duchenne dan Becker, tunjuk entitas miopati tertentu (Tabel 2).
distrofi muskular limb-gridle (LGMD 2C-F/ Kelemahan pada otot pelvis menyebabkan
sarkoglikanopati], miopati Miyoshi, anocta- kesulitan dalam menaild tangga, bangldt
min-5 defect, LGMD 21 (fiilaitin-related pro dan lantai, atau bangkit dari posisi duduk
tein), dan LGMD 2G (teletoninopati). Kesulitan bangkit dari posisi duduk atau
berbaring tanpa bantuan eksremitas atas
2 . D is tr ib u s i O to t y a n g T e r lib a t
menunjukkan kelemahan otot ekstensor
Distribusi keterlibatan otot dapat dinilai
panggul. Tanda Gowers merupakan karak-
dengan pemeriksaan kekuatan otot per-
teristik yang terlihat pada kelemahan otot
segmen, identifikasi aktivitas fungsional
proksimal, yaitu saat pasien berusaha bang
yang terganggu yang terutama penting
kit dari posisi berbaring, awalnya bertumpu
pada anak, dan atrofi otot. Penilaian
pada tangan dan lutut, kemudian melurus-
kekuatan otot harus meliputi otot yang
kan ekstremitas bawah, melengkungkan
berfungsi pada gerakan ekstensi, fleksi,
badan ke belakang, diikuti dengan menum-
abduksi, aduksi, rotasi internal, dan rotasi
pukan tangan pada lutut lalu paha se-
eksternal. Otot fleksor leher dinilai pada
hingga dapat mengekstensikan trunkus
keadaan supinasi, sedangkan ekstensor
(Gambar 3}. Kelemahan otot kuadriseps
leher dinilai pada posisi pronasi. Otot
menyebabkan kesulitan saat menurun
yang diinervasi oleh nervus kranial juga
tangga dibandingkan menaiki tangga.
728
Pendekatan Diagnosis Miopati
Pasien dengan kelemahan ekstremitas atas ba- dan distrofi muskular) atau episodik yang
gian proksimal mengalami kesulitan melaku- biasanya disebabkan oleh miopati metabolik,
kan aktivitas yang memerlukan elevasi lengan misalnya akibat gangguan jalur metabolisme
di atas level mata. glikolisis. Kelemahan otot yang bersifat
konstan dapat terjadi pada onset akut atau
3. Onset dan Evolusi Gejala subakut [misalnya pada miopati infiamasi),
Onset penyakit penting untuk memper-
kronik progresifyang berlangsung bertahun-
sempit diagnosis banding miopati (Tabel 3).
tahun (distrofi muskular), atau nonprogresif
Dermatomiositis dapat terjadi pada anak-
dengan sedilat perubahan selama dekade
anak dan dewasa, sedangkan polimiositis
(misalnya miopati kongenital).
dan IBM banyak pada usia tua, DMD biasa-
nya terdeteksi pada usia 3 tahun, sedangkan Selain itu, perjalanan penyakit dapat mono-
FSH dan LGMD mulai terjadi gejala klinis fasik atau relaps-remisi. Miopati dengan
pada usia remaja atau lebih tua. perjalanan monofesik, misalnya pada rabdo-
miolisis akibat intoksikasi kokain. Perjalanan
Kelemahan pada miopati dapat bersifat
penyakit paralisis periodik dan miopati me-
konstan (misalnya pada miopati infiamasi
tabolik biasanya bersifat relaps-remisi.
729
Buku Ajar Neurologi
730
Pendekatan Diagnosis Miopati
731
Buku Ajar Neurologi
732
Pendekatan Diagnosis Miopati
733
Buku A jar N eurologi
Tabel 8. Pola Miopati dan Diagnosis Banding
Distribusi Kelemahan otot
Pola Proksi Distal Sim etris Asimetris Episodik Diagnosis
tus
mal
Limb-girdle + + Sebagian besar miopati
baik herediter dan
didapat
Distal - + - + - - Miopati distal
Lengan proksimal, tung- + lengan + tungkai + (FSH) + lainnya FSH, Emery-Dreifuss,
kai distal, skapulopero- acid m altase deficiency,
neal congenital scaputope-
roneal
Lengan distal, tungkai + tungkai + lengan + - - - IBM, distropi miotonik
proksimal
Prosis dengan atau tanpa + " + •f " OPMD, miotonik distrofi,
oftalmoparesis mitokondria
734
735
Buku Ajar Neurologi
736
Pendekatan Diagnosis Miopati
Proksimai
Distal
Generalisata
Simetrik
Asimetrik
A
Miotonia
- Distropi miotonik
- Miotonia kongenital
- Paramiotonia kongenital
- Periodik paralisis hiperkalemia
- Defisiensi asam maltase
- Miopati sentrotubular/miotubular
y — Denervasi A
- Polimiositis
- Dermatomiositiis
- Inclusion body miositis
- Miopati/polimiositis pada HIV
- Miopati Sarkoidosis
- Defisensi distropin (Duchene dan
Becker)
- Miopati nemalin
- Miopati alkohol
-Miopati akibat penggunaan obat
penurun kolesterol
737
Baku Ajar Neurologi
738
Pendekatan Diagnosis Miopati
Jawaban yang paling tepat adalah D ( Im Miotonia adalah penyakit yang berkaitan
mune m ediated myopathy). dengan genetik, dapat berupa autosomal
739
Baku Ajar Neurologi
740
MIASTEMIA GRAVIS
741
Buku Ajar Neurologi
Saat potensial aksi yang dihantar oleh saraf natrium pada sel otot, terjadi influks Na\ In-
motorik mencapai terminal saraf akan timbul fluks Na+ ini akan menyebabkan terjadinya
depolarisasi yang membuka kanal kalsium di depolarisasi pada membran pascasinaps.
membran presinaps, Terbukanya kanal kalsi fika depolarisasi ini mencapai nilai ambang
um akan mencetuskan pelepasan asetilkolin tertentu {firing level], maka akan terjadi po
[acetylcholin /ACh] ke celah sinaps dan selan- tensial aksi pada sel otot tersebut. Potensial
jutnya berikatan dengan reseptor asetilkolin aksi ini akan dipropagasikan [dirambatkan]
0acetylcholin receptor/ AChR). di membran ke segala arah sesuai dengan karakteristik
pascasinaps. Ikatan antara ACh dan AChR sel eksitabel dan akhirnya akan mengakibat
akan mengakibatkan terbukanya gerbang kan kontraksi.
742
Miastenia Gravis
ACh yang masih tertempel pada AChR ke- sehingga terjadi degradasi AChR pada mem
mudian dihidrolisis oleh enzim asetilko- bran pascasinaps. Degradasi ini lebih cepat
linesterase (AChE) yang terdapat dalam daripada pembentukan AChR baru, sehingga
jumlah yang cukup banyak pada membran semakin menurunkan jumlah ACh yang beri
pascasinaps. ACh akan dipecah menjadi ko- katan dengan AChR.
lin dan asam laktat. Kolin kemudian masuk
Antibodi yang melekat pada AChR akan
ke dalam membran presinaps untuk mem-
memblok ACh, sehingga tidak dapat berikat
bentuk ACh kembali. Proses hidrolisis ini
an dengan AChR. Kompetisi antara autoanti
dilakukan untuk dapat mencegah terjadi-
bodi dan ACh untuk dapat berikatan dengan
nya potensial aksi terus menerus yang akan
AChR akan semakin menurunkan jumlah
mengakibatkan kontraksi terus menerus.
ACh yang berikatan dengan AChR.
Keberhasilan transmisi impuls pada taut
Pada 85% pasien MG dapat ditemukan anti
saraf otot tergantung dari:
bodi terhadap reseptor asetilkolin (antiAChR)
® Kepadatan reseptor asetilkolin pada dalam darah. Namun ternyata tidak hanya
permukaan membran pascasinaps reseptor asetilkolin yang dapat menjadi an
® Aktivitas asetilkolinesterase tigen target proses autoantibodi pada MG.
® Struktur dan jumlah lekukan pada Terdapat struktur protein lain pada per
membran pascasinaps mukaan membran pascasinaps yang dapat
menjadi target antigen, seperti pada Gam
Kelemahan otot yang terjadi pada MG dise- bar 1. Perkembangan terbaru menunjuk-
babkan oleh proses autoimun pada taut kan sebagian pasien MG yang tidak mempu-
saraf o tot Faktor utama dan paling penting nyai antibodi terhadap reseptor asetilkolin
dalam patofisiologi MG adalah terbentuknya ternyata memiliki antibodi terhadap MuSK
autoantibodi terhadap reseptor asetilkolin atau antibodi LRP4 yang merupakan bagian
(AChR) pada membran pascasinaps. Tedapat dari struktur protein agrin.
tiga proses yang menyebabkan gagalnya kon
traksi otot akibat proses autoantibodi ini GEJALA DAN TANDA KLINIS
(Gambar 2). Pada MG, kelemahan dan kelelahan ter
jadi berfluktuasi, tergantung pada aktivitas
Antibodi yang melekat pada AChR akan meng-
pasien, sehingga dapat berbeda-beda setiap
aktifkan kaskade komplemen yang memben-
waktu. Kelemahan memberat setelah akti
tuk membrane attack compleks (MAC) yang ke
vitas fisik yang be rat, kenaikan suhu tubuh,
mudian menghancurkan AChR serta merusak
dan lingkungan sekitar, serta akan berkurang
struktur lipatan-lipatan membran pascasinaps,
bahkan menghilang setelah istirahat Pada
sehingga mengurangi luas permukaannya.
sekitar 70% penderita MG, gejala awal yang
Akibatnya asetilkolin yang dapat berikatan de-
dialami adalah keluhan pada mata yang asime-
ngan AChR pada membran pascasinaps men
tris, yang mengenai otot-otot ekstraokular,
jadi jauh lebih sedildt (Gambar 2).
berupa turunnya kelopak atas (ptosis) dan
Antibodi yang berikatan pada dua AChR penglihatan ganda (diplopia). Dari seluruh
akan mengaktifkan proses endositosis AChR, tipe okular, sekitar 50% berkembang menjadi
743
Buku Ajar Neurologi
tipe generalisata, yaitu kelemahan terjadi pada b. Disfagia (gangguan menelan) muncul
otot-otot bulbar dan otot-otot proksimal, se- setelah penderita memakan makanan
dangkan seldtar 15% tetap sebagai tipe okular. padat. Penderita dapat mengalami ke-
Gejala ldinis yang beratsering ditemukan pada sulitan menggerakan rahang bawah saat
tahun pertama sampai tahun ketiga, jarang mengunyah makanan, sehingga harus
sekali ditemui perbaikan ldinis yang sempuma dibantu oleh tangan (tripod position).
dan permanen.
c. Kelumpuhan otot-otot wajah sering ti
Gejala ldinis MG dapat berupa: dak disadari oleh penderita, baru diketa-
1. Gejala Okular hui setelah orang lain melihat menurun-
nya ekspresi wajah atau senyumannya
Ptosis dan diplopia yang asimetris meru-
tampak datar (myasthenic snarl).
pakan gejala okular yang paling sering
ditemukan. Gejala okular akan menetap 3. L e h e r d a n E k s t r e m i t a s
pada 10-16% pasien MG dalam masa a. Leher terasa kaku, nyeri, dan sulit
3 tahun pertama dan menjadi sekitar untuk menegakkan kepala (dropped
3-10% setelah 3 tahun. Bila gejala okular head) akibat kelemahan pada otot-
menetap sampai lebih dari 3 tahun, maka otot ekstensor leher.
sekitar 84% tidak mengalami perubahan b. Pada ekstremitas, kelemahan lebih
menjadi tipe general ataupun bulbar. sering terjadi pada ektremitas atas
2. Gejala Bulbar dan mengenai otot-otot proksimal
a. Disfoni dan disartria yang muncul (deltoid dan triseps). Pada keadaan
setelah berbicara beberapa lama, yang berat, kelemahan dapat terjadi
juga pada otot-otot distal.
sering terjadi pada onset pertama kali.
MAC
cs^ -
iumui /) inui /i
ii m innnnni
Aktfvasi sistem fcaskade
korrtpJcmen rneftgakit)aS.fcsn
terbcntiiknya MAC
Kenjssten morfologi
FTKmtean Kt otot
744
Miastenia Gravis
745
Buku A jar N euroiogi
Tabel 2, Gambaran Klinis Berbagai Subtipe Miastenia Gravis
EOMG LOMGTAMG MAMG OMG SNMG
Frekuensi (%) 20 4510-15 6 15 4
Perjalanan dan mani- Umum, manifestasi Umum, more
Umum, manifestasi Umum, fascio- Okular Umum
festasi penyakit maksimal dalam 3 scarcely, masih
maksimal dalam 3 phary-
tahun pertama tahun pertama
mungkin remisi ngeal focus
komplit
Usia saat onset <45 [50, 60) tahun3 >45 (50, 60) tahun3 Usia berapapun Usia berapapun Usia berapapun Usia berapapun
penyakit (teutama 40-60 (teutama usia
tahun) lebih muda)
Rasio iaki-laki dan 1:3 5:1 1:1 1:3 1 :2 Tidak ada data
perempuan
HLA-association B8 A1 DR3 (strong) B7DR2 DR7 DR14 (strong) Tidak ada data Tidak ada data
(Caucasians) DR16 DR9 (/ess (/ess strong) (/ess strong)
strong) Anti-titin-ab' with A25
DR7 (less strong)
Anti-titin-ab* with
DR3
746
Terdapat juga klasifikasi oleh Task Force o f the berdasarkan manifestasi Minis dan derajat
Medical Scientific Advisory Board o f the Myas- kelemahan motorik yang sering digunakan un-
thenia Gravis Foundation o f America [Tabel 3} tuk evaluasi pasien dalam praktik sehari had.
747
Buku Ajar Neurologi
748
Miastenia Gravis
Penilaian derajat gejala klinis sangat pent- otot deltoid, triseps, dan ekstensor jari-
ing dilakukan saat melakukan pemeriksaan jari), kelemahan/kelumpuhan otot-otot
fisik pasien MG dan memberikan skala yang yang dipersarafi oleh nervus kranialis.
terukur (label 4).
2. Pemeriksaan Fisik; dilakukan peme
riksaan fisik umum dan neurologis se-
DIAGNOSIS DAN DIAGNOSIS BANDING
cara menyeluruh untuk menilai kekuatan
Diagnosis MG ditegakkan berdasarkan anam
motorik dan derajat kelemahan otot-otot
nesis, pemeriksaan neurologis, elektrodiagnos-
yang terkena (Tab el 4 dan Tab el 5).
tik, serologi untuk antibodi AChR dan MuSK,
serta CT scan torak untuk melihat adanya 3. Tes Klinis Sederhana
timoma. a. Tes Wartenberg: penderita diminta
1. Anamnesis untuk melihat ke atas bidang datar de
Adanya kelemahan/kelumpuhan otot ngan sudut kurang lebih 30 derajat se-
yang berulang setelah aktivitas dan lama 60 detik, positif bila terjadi ptosis.
membaik setelah istirahat. Tersering me- b. Tes hitung, penderita diminta untuk
nyerang otot-otot mata (dengan mani- menghitung 1-100, positif bila suara
festasi diplopi atau ptosis), dapat disertai menjadi sengau (suara nasal) atau su
kelumpuhan anggota badan (terutama ara menghilang.
749
Buku Ajar Neurologi
750
Miastenia Gravis
751
Buku Ajar Neurologi
752
Miastenia Gravis
mV! ! ! I1 1| 5.0 ms
1.0
m s !
1
i i 1
/n ! i i 1i it
/ 1 USp i j t|
1
3H z/ j/T \ 1 | 1 1
/ 1/ 1
/ h / \i/ \ / \ A A A 1
1
/ /!\ /\i Ay AV '/ [ / \ / \\/ \ Li
1
!i |1 l.OmV/ 5 .0 ms
I ^
___ ii:___ ii____ i ___ i___ ii___
Gambar 3. Repetitive Nerve Stimulation Test pada M. Orbikularis Okuli dengan Frekuensi Stimulasi 3Hz
Menunjukan Penurunan Amplitudo CMAP >10%
753
Buku Ajar Neurologi
754
MOTOR NEURON D ISEA SE
Gambar 1. Gambaran S kem atik Lesi Upper Motor Neuron dan Low er M otor Neuron
Lesi UMN(biru), lesi LMN (merah)
755
Buku Ajar Neurologi
756
Motor Neuron Disease
Pada saat awitan, biasanya kelemahan dan asimetris, pasien dapat menunjukkan gejala
atrofi otot hanya mengenai sekelompok otot seperti drop foot, atrofi ototinstrinsiktangan,
tertentu. Dapat dimulai dari otot ekstremitas, gangguan menulis, atau gerakan membuka
bulbar, dan otot pernapasan. Kelemahan otot botol. Pada pemeriksaan fisik, sering sekali
ekstremitas bagian distal adalah bentukyang dijumpai atrofi yang jelas pada otot tibialis
paling serlng dijumpai. Kelemahan bersifat anterior.
757
Buku Ajar Neurologi
Pada bentuk bulbar, gejala yang paling rangka dan lidah, peningkatan refleks fisio-
sering dialami saat awitan adalah gangguan logis, dan perjalanan penyakit berjalan secara
berbicara (pelo, slurred]. Pada pemeriksaan progresif. Pemeriksaan pencitraan dilakukan
fisik tampak jelas lidah mengalami fasi- untuk menyingkirkan adanya kelainan struk
kulasi dan atrofi [Gambar 2). Disfagia dan tural lain yang dapat menerangkan mani-
kelemahan otot pernapasan biasanya mun- festasi Idinis pasien. Pada pasien yang dicuri-
cul belakangan. gai ALS, sangat penting dilakukan pemeriksaan
elektrofisiologi [kecepatan hantar saraf (KHS}
DIAGNOSIS DAN DIAGNOSIS BANDING dan elektromiografi (EMG}] untuk membantu
Diagnosis menegakkan diagnosis. Pemeriksaan EMG
ALS ditegakkan murni secara klinis ber- dapat mengkonfirmasi adanya kelainan LMN
dasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik. pada pasien dengan klinis UMN.
Pemeriksaan penunjang dilakukan untuk
Pasien yang memenuhi kriteria revised
menyingkirkan penyakit lainnya yang dapat
El Escorial sebaiknya segera dilakukan
disebabkan kelainan struktural.
pemeriksaan KHS dan EMG. Kriteria re
Tanda klinis yang khas adalah pasien dengan vised El Escorial adalah sebuah panduan
tanda klinis atrofi beberapa kelompok otot di untuk membantu menegakkan diagnosis
beberapa bagian tubuh, fasikulasi di otot-otot ALS (Tabel 2).
758
Motor Neuron Disease
759
INDEKS
763
Buku Ajar Neurologi
Apeks orbita 287, 314 atensi terbagi 422 gejala dan tanda ldinis 84
Apneu 21 distraktibilitas 422 patofisiologi 75
Apneusis 21 konsentrasi 419 tatalaksana 86
Apneustik, pola nafas 39 setshifting 422 Bangkitan pascacedera kepala 435
ApoE4196 sustained attention 422 diagnosis 436
Apolipoprotein alel-E2 211 Aterosklerosis 446, 455 diagnosis banding 436
Apolipoprotein E (APO-E) 486 Aterotrombotik 448, 449 gejala dan tanda klinis 436
Apomorfin 129,132 Atoniagaster 33 patofisiologi 436
Apopleksi hipofisis 533, 534 Atrial fibrilasi 449,455 tata laksana 437
Apoptosis 123, 324 Atrofi Basil tahan asam (BTA) 228
Apraksia otak 387,479,494 Battle sign, lihat tanda
berpakaian 161 otot 665,727,756 Bedah dekompresif 462bedah
bukofasial 184,191 Audiometri 278,433 Bedah mikro 140
ideomotor 184 Augmentative alternative communi Beginning o f dose worsening 130
konstruksional 212 cation [AAC) 375 Behavioral and psychological symp
verbai 186 Aura 85, 573 toms o f dementia 208
Aquaporin-4 (AQP4) 258 Aura persisten tanpa infark 571 Behavioral pain scale [BPS) 563
Aquaporumab 264 Autoimun 199, 249, 678, 743 Behavioral pain scale-nonintubated
Araknoiditis 227 Autoreguiasi 453,491,515,541 [BPS-Ni) 563
Area homolog 367 AVPU (alert, response to voice, re Behavioral therapy, lihat terapi
Argyrophilic grain disease (AGD) 216 sponse to pain, unresponsive) 23 perilaku
Arteri Awareness 16 Bell's palsy 671
basilaris 446,466,536 Axonal transport 665 Benign focal epilepsy with centrotem-
komunikans anterior 534, 535 Azatioprin 256, 264, 751, 752 poral spikes [BECTS) 88
perforator 478, 489 Benign paroxysmal positional vertigo
serebellaris inferior anterior B [BPPV) 273
136 Bacillus Calmette-Guerin [BCG) 230 Benzodiazepin 56,103,141, 279,
serebellaris inferior posterior Back exercise 584 425, 263, 523, 585
136, 536 Badan keton 19 Bernhard-Vulpian, lihat sindrom
serebellaris superior 136 Badan Lewy 110,118 Beta amiloid, lihat p Amiloid
Arteri oslderosis 481 Bahasa 167 Beta blocker, lihat penghambat beta
Arteriovenous malformation (AVM), Baklofen 270, 592 Beta-endorfin 552
lihatmalformasi arteriovena Balint, sindrom, lihat sindrom Betahistin 270, 279
spinal Balismus 4,130 Bevacizumab 335
Arteritis temporal 588,594 Balloon microcompression 592 Bevel, needle bevel 47,48
Asam mefenamat 584, 651 Bamboo spine 629 Bickerstaff’s brainstem encephalitis
Asam piruvat 580 Bangkitan [BBE) 682
Asam traneksamat 441 absans 84 Bidai servikal 405,408,618
Asam valproat 90 tipikal 84 Bilasan lambung 33
Ascending reticular activating system atipikal 85 Binswanger, lihat penyakit
[ARAS) 16 akibatgegar 436 Biopsi
Asetazolamid 42,236,511 astatik, lihat bangkitan atonik kulit 668
Asetilkolin (ACh) 198, 741 atonik 84 saraf 668
Asetilkolinesterase [AChE) 743 fokal, lihat bangkitan parsial stereotaktik334
Asidosis klonik 84 Bleeding risk analysis in stroke imag
Iaktat 19, 65 mioklonik 84 ing before thrombolysis (BRASIL) 496
Aspirin 449,468,497,575,584 parsial 85 Blefarospasme 140
Astrosit 249, 324 kompleks 85 Blink reflex 673
reaktif 206 sederhana 85 Blok konduksi 683
Astrositoma 329, 342 parsial sederhana berkem- Blok saraf 608, 638, 645, 649
Asymmetric target sign, lihat tanda bang menjadi umum sekunder 85 Blood brain barrier [BBB), lihat
Ataksia 534, 592, 662, 680 tonik 84 sawar darah otak
Ataksik, pola nafas 39 tonik-klonik 84 Bobath 371
Atenolol 578 umum 84 Bone scan 350
Atensi 158 Bangkitan epileptik 75 Bone window, lihat CT scan dengan
alternating attention 422 diagnosis 85 bone window
atensi fokus 422 diagnosis banding 85 Boston, lihat kriteria
atensi selektif 422 epidemiologi 75 Boston naming test 171
764
lndeks
765
Buku Ajar Neurologi
766
Indeks
767
Buku Ajar Neurolog i
Fluoksetin 566, 577 gerakan bola mata 285 Guillain-Barre syndrome disability
Flusitosin (5TC) 242 anatomi 287 score (GBS disability score)
Fokalitas denervasi 366 diagnosis 304 Guillain-Barre syndrome with treat
Fonofobia 574,582 diagnosis banding 304 ment-related fluctuation (GBS-TRF),
Foramen epidemiologi 285 lihat sindrom Guillain-Barre (SGB)
Luschka 45 gejala dan tanda klinis
Magendie 45 295 H
neuralis 343 patofisiologi 287 Hachinski, lihat skor
obturator 708 tatalaksana 315 Halo sign 396
stilomastoid 138, kognitif 195 Head-impulse test, lihat tes
Forced duction 303 menelan 367 Head-roll test, lihat tes
Forced generation 303 metabolik 6,18, 21, 31 Headache diary 586
Formasio retikularis 16,550 pemusatan perhatian 153 Hemangioblastoma 343
Fosa posterior 28 pendengaran 274, 276, 279 Hematogen 228, 344
Fosfenitoin 103 pengosongan kandung kemih Hematom 393
Fotofobia 574, 582 370 serebelar 525
FOUR (full outline o f unresponsive) perfusi 447,456 Hemianopia 4,164,172
score 23 sensorik proprioseptif 4 Hemifasial spasme 136
Fraktur Ganglia basal 110 diagnosis 139
basis kranii 387, 396 Ganglion radiks dorsalis 550, 663, diagnosis banding 140
anterior 396 691 epidemiologi 136
posterior 396 Gaze holding 287 gejala dan tanda klinis 139
kompresi 350,644 Gaze shifting 287 patofisiologi 136
Free muscle transfer 723 GelombangF 720 primer 136
Freezing 117 GeneXpertE MTB/Rif 52 sekunder 138
Fresh frozen plasma (FFP) 441,524 Genu kapsula interna 211,212 tatalaksana 141
Froment, lihatmanuver Gerakan bola mata Hemikrania kontinua 586
Frontal battery assessment (FBA) binokular 287 Hemineglect, lihat hemineglek spasial
423 horizontal 291 Hemineglek spasial 212
Frontal eye field {FEF} 291 monokular 287 Hemisfer
Frontalis 139 vertikal 294 dominan 173, 186
Frontotemporal disorder with parkin Gertsmann, sindrom, lihat sindrom ldri 183,191
sonism 217 Giant cell arteritis 313 serebri 16,183
Frontotemporal disorder with amyo Girus angularis 168,186,212 Hemodiiusi 541,542
trophic lateral sclerosis (FTD-ALS) Glikoiisis 51,642,729 Hemoreologik 468
217 Glioblastoma 323,329,331 Hemosiderin 493,537
Functional training 370 Glioma 324 Heparin 463, 511
Fungal burden 241 Gliosis 215,490 low-molecular weight heparin
Fungsi Transkortikal 215 (LMWH) 511
bahasa 167 Globulin 51 unfractioned heparin 511
eksekutif 174 Globus palidus 111 Hepatitis 233, 237
konstruksi 212 segmen interna 111 Hepatotoksisitas imbas obat 236
luhur 190 segmen eksterna 111 Heredodegeneratif 109
Furosemid 280,439, 540 Glutamat 457, 550 Herniasi
Fused in sarcoma (FUS), protein 756 Gower, lihat tanda cingulata 38
Fusion magnetic resonance 140 Graded naming test, lihat tes nukleus pulposus 631
Faset, lihat sendi Granular osmiophillic material (GOM) otak 38
489 sentral 38
G Granulasio araknoid, Pacchioni 501 serebral 38
Gabapentin 566, 579, 605, 655 Granulocyte-macrophage colony- tentorial 38
Galantamin 208, 214 stimulating factor (GM-CSF) 642 tonsilar 39
Gamma knife radiosurgery 592 Granulomatosa nekrotik, peradangan transtentorium 38
Gamma-aminobutyric acid (GABA) 228 unkal 38
76,100 Greater sciatic foramen 710 Herring law 287
Gangguan Green birefringent 487 Hialinisasi 490, 515
autoregulasi 453,541 Growth factor 529 Hidromorfon 651-3
fungsional 327,367,586,706,715 Guillain- Barre syndrome, lihat sin Hidrops
gait 202 drom Guillain-Barre (SGB) endolimfatik 274
768
Indeks
769
Buku Ajar Neurologi
770
Indeks
771
Buku Ajar Neurologi
772
Indeks
773
Buku Ajar Neurologi
774
tndeks
775
Buku Ajar Neurologi
776
Indeks
777
Buku Ajar Neurologi
Saddle anesthesia 349, 635, 702 Serotonin norepinephrine reuptake Miller Fischer 678
Sakadik inhibitor (SNRI) 133, 564,566, 577, MND-demensia 757
dismetria 286, 307 604 nyeri kanker 641
gangguan 286, 292, 304, 307, Serum penanda tumor 352 nyeri miofasial 628
308 Serum transaminase 237 one and a h a lf 304-307
memory-guided 292, 308 Shifting o f idea 213 paralisis Klumpke 718
prediktif 292,308 Short-lasting unilateral neuralgiaform paraneoplastik 45
refleks 292 headache attacks (SUNCTJ 586,588 Parkinsonism-Plus 109
vohmter 292 Shoulder abduction reflief sign, Iihat serotonin 68
Sakulus 272 tes abduksi bahu shoulder hand 372
Salin hipertonik 43,400,439 Shoulder hand syndrome, Iihat spinalis anterior 403
Saltatory conduction, Iihat konduksi sindrom spinalis posterior 403
lompatan Shuffling gait 118 spinalis sentral 403
Sandbag 408 Sianosis 21, 556 Single fiber electromyography
Santo krom 50 Sicard's sign, Iihat tanda (SFEMG) 750
Sawar darah otak (SDO] 51,78,234, Sign, Iihat tanda Sinkinesia 139,141
324, 456,491, Siklus bangun tidur 32 Sinkop 19,447
Schwannoma 328,332,341,342, Silent infarct 61,209 Sintaktik 169-171
711 Simpatomimetik 26,105 Sinus
Secondary insult, Iihat kerusakan Sindrom anterior inferior 501
sekunder antifosfolipid 501, 506 dura 501
Secondary Prevention o f Small Sub Anton 184 kavernosus 501,502
cortical Strokes (SPS3) 496,497 areapostrema 260 lateral 501,502
Secondary progressive mulitple sclero Balint 184 oksipital 501, 502
sis (SPMS), Iihat multipel sklerosis Bernhard-Vulpian 757 petrosalis
subtipe Brown-Sequard 403 inferior 501,502
Sel Bruns-Garland 714 superior 501, 502
punca 131 Erb-Duchenne 717 posterior superior
Schwann 136, 678, 679 faset servikal 613 sagitalis
stromal 641, 644, 645 flail arm 757 inferior 501-503
target 361,362, 365, 366 flail leg 757 superior 501-503
Selegilin 65,123,127,129 Gertsmann 212 transversus, Iihat sinus lateral
Selekoksib 651 Guillain-Barre Siriraj, Iihat skor
Selective serotonin re uptake inhibitors Bickerstaff's brainstem en Sirkuit
(SSRF) 133,214,221,564,606,704 cephalitis [BBE] 682 Frontal 420, 421
Semi-koma 23 diagnosis 682 medial frontal-subkortikal
Semiologi 85, 86, 88,91-93 diagnosis banding 685 anterior 420,421
Sendi epidemiologi 677 orbitofrontal-subkortikal
faset 613, 624 kelemahan bifosial dengan lateral 420,421
sakroiliaka 627, 628, 630, 634, parestesia 681 Papez 152
712 neuropati ataksia akut prefrontal-subkortikal dorsolat
Sensasi berputar 273 682 eral, Iihat sirkuit frontal
Sensitisasi oftalmoplegia/ptosis/mid- Sistem
perifer 549, 580, 599 riasisakut 681 noradrenergik 17,552
sentral 549,573,580,599,604, patofisiologi 677 opioid 552
623,642, 645 pharyngeal-cervical-bra saraf
Sensory enhancement techniques 370 chial weakness 681 perifer 7, 663, 667
Sentrifugasi 50, 232 prognosis 686 simpatis 413,434,438
Serabut SGB hiperrefleks 680 otonom 663, 667, 683
A-delta 549-551,553,722 SGB paraparesis 681 serotonergik 552
C 550,559,722 tata laksana 685 sinus serebral 45,501,502
sarafaferen 549,550,552,553 terkait pengobatan 680 ventrikel 42, 516, 527
Serebelum 7, 39, 267, 268, 290, 292, Horner 4, 310, 494 vestibular 272
307, 469 Kearn-Sayre 315 Sisterna
Serikonsep 213 kompartemen gluteal 712,714 interpedunkulus 531
Seroprevalensi 243 Lambert-Eaton 751 kuadrigeminal 531
Serotonin 420,564-566,572,577, lobus frontal 14 Sitokin
656 medula spinalis 403 cederakepala 436
Indeks
779
Buku Ajar Neurologi
780
Indeks
781
Buku Ajar Neurologi
782