Anda di halaman 1dari 25

Pajak

Sebuah Hak dan Kewajiban Warga Negara

MAKALAH
Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Pendidikan Kewarganegar

Disusun Oleh:

Ari Wismoyo Eko Ramadhan Handyan Elis Dwi Hardianti Naufal Farraz Gunart

(1006623) (1001100) (1002369) (1003079)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN ILMU KOMPUTER


FAKULTAS PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA 2011

Daftar Isi

Daftar Isi............................................................................................................................................. i Kata Pengantar .................................................................................................................................. ii BAB I ................................................................................................................................................. 1 Pendahuluan ..................................................................................................................................... 1 1.1 Latar Belakang ......................................................................................................................... 1 1.2 Rumusan Masalah.................................................................................................................... 3 1.3 Tujuan Penulisan...................................................................................................................... 3 BAB II ................................................................................................................................................ 4 Mengenal Pajak Lebih Jauh................................................................................................................ 4 2.1 Pengertian Pajak ...................................................................................................................... 4 2.2 Unsur-unsur Pajak.................................................................................................................... 5 2.3 Jenis-jenis Pajak ....................................................................................................................... 5 2.4 Fungsi Pajak ............................................................................................................................ 7 2.5 Syarat Pemungutan Pajak ........................................................................................................ 8 2.6 Penerimaan Pajak di Indonesia .............................................................................................. 10 BAB III ............................................................................................................................................. 20 Kesimpulan...................................................................................................................................... 20 Daftar Pustaka ................................................................................................................................. 21

Kata Pengantar
Hak dan Kewajiban merupakan sesuatu yang tidak dapat dipisahkan, akan tetapi terjadi pertentangan karena hak dan kewajiban tidak seimbang. Bahwa setiap warga negara memiliki hak dan kewajiban untuk mendapatkan penghidupan yang layak, tetapi pada kenyataannya banyak warga negara yang belum merasakan kesejahteraan dalam menjalani kehidupannya. Semua itu dapat terjadi dikarenakan banyak sekali faktor, salah satunya adalah karena kurangnya kesadaran warga Negara akan pajak. Akan manfaat dari pajak itu sendiri. Juga akibat pengelolaan pajak yang kini cukup menimbulkan keraguan seiring terungkapnya kasus penggelapan uang pajak oleh salah satu oknum dirjen perpajakan yang ;nakal. Jika keadaannya seperti ini, maka tidak ada keseimbangan antara hak dan kewajiban. Jika keseimbangan itu tidak ada akan terjadi kesenjangan sosial yang berkepanjangan., Untuk mencapai keseimbangan antara hak dan kewajiban kita harus mengetahui posisi diri kita sendiri. Sebagai seorang warga negara harus tahu hak dan kewajibannya. Seorang pejabat atau pemerintah pun harus tahu akan hak dan kewajibannya. Seperti yang sudah tercantum dalam hukum dan aturan-aturan yang berlaku. Jika hak dan kewajiban seimbang dan terpenuhi, maka kehidupan masyarakat akan aman sejahtera. Hak dan kewajiban di Indonesia ini tidak akan pernah seimbang. Apabila masyarakat tidak bergerak untuk merubahnya. Oleh karena itu, kita sebagai warga negara yang berdemokrasi harus bangun dari mimpi kita yang buruk ini dan merubahnya untuk mendapatkan hak-hak dan tak lupa melaksanakan kewajiban kita sebagai rakyat Indonesia. Dan salah satu dari hak dan kewajiban itu adalah pajak karena sifat pajak yang bersinggungan langsung dengan anggaran belanja pemerintah yang tentu berdampak pada kebijakan-kebijakan strategis untuk membangun kehidupan yang lebih baik. Maka makalah ini hadir untuk membahas pajak, memperkenalkannya kembali dengan harapan dapat membuka cakrawala pembaca yang masih belum begitu mengenal seluk-beluk pajak serta mengingatkan pembaca yang memang sudah berperan aktif menjadi wajib pajak yang baik. Karena pajak bukan semata-mata kewajiban kita sebagai warga Negara untuk ikut berpartisipasi, lebih dari itu semua pajak juga merupakan hak kita sebagai warga Negara untuk bisa bersama-sama mewujudkan cita-cita luhur bangsa Indonesia.

Bandung, Oktober 2011

Penulis

ii

iii

BAB I Pendahuluan
1.1 Latar Belakang Pembayaran pajak merupakan perwujudan dari kewajiban kenegaraan dan peran serta Wajib Pajak untuk secara langsung dan bersama-sama melaksanakan kewajiban perpajakan untuk pembiayaan negara dan pembangunan nasional. Sesuai falsafah undang-undang perpajakan, membayar pajak bukan hanya merupakan kewajiban, tetapi merupakan hak dari setiap warga Negara untuk ikut berpartisipasi dalam bentuk peran serta terhadap pembiayaan negara dan pembangunan nasional. Tanggung jawab atas kewajiban pembayaran pajak, sebagai pencerminan kewajiban kenegaran di bidang perpajakan berada pada anggota masyarakat sendiri untuk memenuhi kewajiban tersebut Pajak dalam prakteknya dapat dengan jelas merepresentasikan kesadaran warga Negara Indonesia tentang hak dan kewajibannya. Dari data yang telah terkumpul di direktorat jenderal pajak kita dapat melihat betapa target pencapaian pendapatan pajak belum bisa mencapai angka 100%. Penerimaan pajak sepanjang 2010 tidak berhasil mencapai target yang ditetapkan. Hingga 31 Desember 2010, penerimaan pajak baik dari sektor migas maupun non migas hanya sebesar 98,1 persen atau sebesar Rp649,042 triliun dari target yang ditetapkan dalam APBN-P 2010 sebesar Rp661,4 triliun. Adapun penerimaan pajak non migas tercatat tidak memenuhi target yaitu hanya sebesar Rp590,1 triliun atau hanya 97,4 persen dari target semula yang sebesar Rp606,1 triliun. Sementara itu, penerimaan dari PPh Migas justru melebihi ekspektasi yaitu sebesar Rp58,8 triliun atau 106,3 persen dari target semula Rp55,3 triliun. Meskipun tidak memenuhi target, namun pencapaian ini telah terjadi kenaikan 19,2 persen dibandingkan tahun lalu ( Iqbal Alamsyah, 4/1/2011). Jika kita mengkaji penerimaan pajak di tahun-tahun sebelumnya tentu pendapatan yang didapat di sepanjang 2010 merupakan kabar baik karena terjadi peningkatan yang signifikan. Namun tetap saja hal tersebut masih menunjukan betapa kesadaran memahami pajak sebagai hak dan kewajiban warga Negara masihlah sangat rendah. Karena dari hal sederhana seperti itu kita dapat mengukur sejauh mana tingkat kepedulian masyarakat kita untuk membangun Negara melalui pajak. Padahal jika kita melihat amanat yang terkandung dalam undang-undang tentang hak dan kewajiban warga Negara seharusnya kita dengan sendirinya akan menyadari hakikat tersebut. Namun faktanya hingga kuartal II 2011 pendapatan pajak pemerintah belum mencapai 50%. Padahal pemerintah menargetkan pemasukan pajak pada tahun ini

sebesar Rp700 triliun. Jumlah itu naik Rp150 triliun dibandingan 2010 yang hanya mencapai Rp550 triliun ( Ahmad Fuad Rahmany 20/06/2011 ). Terjadi elastisitas pendapatan yang tidak stabil, karena meski jumlah wajib pajak meningkat 1,2 juta pembayar pada tahun ini pemasukannya berjalan sangatlah lambat sehingga menimbulkan kekhawatiran akan ketidaktercapaian target penerimaan pajak di semester akhir 2011 Maka dari banyak data yang tersaji di atas, nampaknya kita memang perlu mengenal pajak dengan lebih baik mulai dari apa, kenapa , bagaimana, siapa dan semua yang berhubungan tentang pajak agar kita tahu dan mulai menyadari hakikat dari pajak itu sendiri beserta segala keuntungan yang kemudian kita peroleh sebagai warga Negara yang baik, yang mampu dan mau menjalankan kewajiban serta mendapatkan haknya.

1.2 Rumusan Masalah Setelah membaca pemaparan dari latar belakang penulisan makalah ini, maka rumusan masalah yang kami dapat adalah: 1.2.1 1.2.2 1.2.3 1.2.4 1.2.5 Apa itu pajak? Unsur-unsur apa saja yang terdapat dalam pajak? Ada berapa macamkah jenis pajak? Fungsi apa saja yang terkandung dalam pajak? Syarat apa saja yang harus dipenuhi sebelum pemungutan pajak dilakukan? 1.2.6 Bagaimana dengan penerimaan pajak beserta alokasinya di Indonesia?

1.3 Tujuan Penulisan Tujuan dari penulisan makalah ini adalah: 1.3.1 Mengetahui apa yang dimaksud dengan pajak 1.3.2 Mengemukakan jenis-jenis pajak 1.3.3 Mengetahui fungsi-fungsi yang terkandung dalam paja1k 1.3.4 Memahami syarat-syarat yang harus dipenuhi sebelum pemungutan pajak dilakukan 1.3.5 Memaparkan kondisi penerimaan pajak beserta alokasinya di Indonesia

BAB II Mengenal Pajak Lebih Jauh


2.1 Pengertian Pajak Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang sehingga dapat dipaksakan dengan tiada mendapat balas jasa secara langsung. Pajak dipungut penguasa berdasarkan norma-norma hukum untuk menutup biaya produksi barang-barang dan jasa kolektif untuk mencapai kesejahteraan umum. (Wikipedia.org). Namun, terdapat bermacam-macam batasan atau definisi tentang pajak yang dikemukakan oleh para ahli diantaranya adalah :

Menurut Prof. Dr. P. J. A. Adriani, pajak adalah iuran masyarakat kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan umum (undang-undang) dengan tidak mendapat prestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan. Menurut Prof. Dr. H. Rochmat Soemitro SH, pajak adalah iuran rakyat kepada Kas Negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontra prestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum. Definisi tersebut kemudian dikoreksinya yang berbunyi sebagai berikut: Pajak adalah peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada Kas Negara untuk membiayai pengeluaran rutin dan surplusnya digunakan untuk public saving yang merupakan sumber utama untuk membiayai public investment. Sedangkan menurut Sommerfeld Ray M., Anderson Herschel M., & Brock Horace R, pajak adalah suatu pengalihan sumber dari sektor swasta ke sektor pemerintah, bukan akibat pelanggaran hukum, namun wajib dilaksanakan, berdasarkan ketentuan yang ditetapkan lebih dahulu, tanpa mendapat imbalan yang langsung dan proporsional, agar pemerintah dapat melaksanakan tugastugasnya untuk menjalankan pemerintahan.

Pajak dari perspektif ekonomi dipahami sebagai beralihnya sumber daya dari sektor privat kepada sektor publik. Pemahaman ini memberikan gambaran bahwa adanya pajak menyebabkan dua situasi menjadi berubah. Pertama, berkurangnya kemampuan individu dalam menguasai sumber daya untuk kepentingan penguasaan barang dan jasa. Kedua, bertambahnya kemampuan keuangan negara dalam penyediaan barang dan jasa publik yang merupakan kebutuhan masyarakat. Sementara pemahaman pajak dari perspektif hukum menurut Soemitro merupakan suatu perikatan yang timbul karena adanya undang-undang yang menyebabkan timbulnya kewajiban warga negara untuk menyetorkan sejumlah penghasilan tertentu kepada negara, negara mempunyai kekuatan untuk memaksa dan uang pajak tersebut harus dipergunakan untuk penyelenggaraan pemerintahan. Dari pendekatan hukum ini memperlihatkan bahwa pajak yang dipungut harus berdsarkan
4

undang-undang sehingga menjamin adanya kepastian hukum, baik bagi fiskus sebagai pengumpul pajak maupun wajib pajak sebagai pembayar pajak. Pajak menurut Pasal 1 angka 1 UU No 6 Tahun 1983 sebagaimana telah disempurnakan terakhir dengan UU No.28 Tahun 2007 tentang Ketentuan umum dan tata cara perpajakan adalah "kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang Undang, dengan tidak mendapat timbal balik secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. 2.2 Unsur-unsur Pajak Dari berbagai definisi yang diberikan terhadap pajak baik pengertian secara ekonomis (pajak sebagai pengalihan sumber dari sektor swasta ke sektor pemerintah) atau pengertian secara yuridis (pajak adalah iuran yang dapat dipaksakan) dapat ditarik kesimpulan tentang unsur-unsur yang terdapat pada pengertian pajak antara lain sebagai berikut: 1. Pajak dipungut berdasarkan undang-undang. Asas ini sesuai dengan perubahan ketiga UUD 1945 pasal 23A yang menyatakan "pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dalam undang-undang." 2. Tidak mendapatkan jasa timbal balik (konraprestasi perseorangan) yang dapat ditunjukkan secara langsung. Misalnya, orang yang taat membayar pajak kendaraantor akan melalui jalan yang sama kualitasnya dengan orang yang tidak membayar pajak kendaraan bermotor. 3. Pemungutan pajak diperuntukkan bagi keperluan pembiayaan umum pemerintah dalam rangka menjalankan fungsi pemerintahan, baik rutin maupun pembangunan. 4. Pemungutan pajak dapat dipaksakan. Pajak dapat dipaksakan apabila wajib pajak tidak memenuhi kewajiban perpajakan dan dapat dikenakan sanksi sesuai peraturan perundag-undangan. 5. Selain fungsi budgeter (anggaran) yaitu fungsi mengisi Kas Negara/Anggaran Negara yang diperlukan untuk menutup pembiayaan penyelenggaraan pemerintahan, pajak juga berfungsi sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan negara dalam lapangan ekonomi dan sosial (fungsi mengatur / regulatif). 2.3 Jenis-jenis Pajak Secara umum, pajak yang berlaku di Indonesia dapat dibedakan menjadi Pajak Pusat dan Pajak Daerah. Pajak Pusat adalah pajak-pajak yang dikelola oleh Pemerintah Pusat yang dalam hal ini sebagian dikelola oleh Direktorat Jenderal Pajak - Departemen Keuangan. Sedangkan Pajak Daerah adalah pajak-pajak yang dikelola oleh Pemerintah Daerah baik di tingkat Propinsi maupun Kabupaten/Kota. Pajak-pajak Pusat yang dikelola oleh Direktorat Jenderal Pajak meliputi : 1. Pajak Penghasilan (PPh)
5

PPh adalah pajak yang dikenakan kepada orang pribadi atau badan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam suatu Tahun Pajak. Yang dimaksud dengan penghasilan adlah setiap tambahan kemampuan ekonomis yang berasal baik dari Indonesia maupun dari luar Indonesia yang dapat digunakan untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan dengan nama dan dalam bentuk apapun. Dengan demikian maka penghasilan itu dapat berupa keuntungan usaha, gaji, honorarium, hadiah, dan lain sebagainya. 2. Pajak Pertambahan Nilai (PPN) PPN adalah pajak yang dikenakan atas konsumsi Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean. Orang Pribadi, perusahaan, maupun pemerintah yang mengkonsumsi Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak dikenakan PPN. Pada dasarnya, setiap barang dan jasa adalah Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak, kecuali ditentukan lain oleh Undang-undang PPN. Tarif PPN adalah tunggal yaitu sebesar 10%. Dalam hal ekspor, tarif PPN adalah 0%. Yang dimaksud Dengan Pabean adalah wilayah Republik Indonesia yang meliputi wilayah darat, peraian, dan ruang udara diatasnya. 3. Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPn BM) Selain dikenakan PPN, atas barang-barang kena pajak tertentu yang tergolong mewah, juga dikenakan PPn BM. Yang dimaksud dengan Barang Kena Pajak yang tergolong mewah adalah : a. Barang tersebut bukan merupakan barang kebutuhan pokok; atau b. Barang tersebut dikonsumsi oleh masyarakat tertentu; atau c. Pada umumnya barang tersebut dikonsumsi oleh masyarakat berpenghasilan tinggi; atau d. Barang tersebut dikonsumsi untuk menunjukkan status; atau e. Apabila dikonsumsi dapat merusak kesehatan dan moral masyarakat, serta mengganggu ketertiban masyarakat. 4. Bea Meterai Bea Meterai adalah pajak yang dikenakan atas dokumen, seperti surat perjanjian, akta notaris, serta kwitansi pembayaran, surat berharga, dan efek, yang memuat jumlah uang atau nominal diatas jumlah tertentu sesuai dengan ketentuan. 5. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) PBB adalah pajak yang dikenakan atas kepemilikan atau pemanfaatan tanah dan atau bangunan. PBB merupakan Pajak Pusat namun demikian hampir seluruh realisasi penerimaan PBB diserahkan kepada Pemerintah Daerah baik Propinsi maupun Kabupaten/Kota. 6. Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) BPHTB adalah pajak yang dikenakan atas perolehan hak atas tanah dan atau bangunan. Seperti halnya PBB, walaupun BPHTB dikelola oleh Pemerintah Pusat
6

namun realisasi penerimaan BPHTB seluruhnya diserahkan kepada Pemerintah Daerah baik Propinsi maupun Kabupaten/Kota sesuai dengan ketentuan. Pajak-pajak yang dipungut oleh Pemerintah Daerah baik Propinsi maupun Kabupaten/Kota antara lain meliputi : a. Pajak Propinsi Pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air; Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air; Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bemotor; Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan. b. Pajak Kabupaten/Kota Pajak Hotel; Pajak Restoran; Pajak Hiburan; Pajak Reklame; Pajak Penerangan Jalan; Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C; Pajak Parkir.

2.4 Fungsi Pajak Sebagaimana halnya perekonomian dalam suatu rumah tangga atau keluarga, perekonomian negara juga mengenal sumber-sumber penerimaan dan pos-pos pengeluaran. Pajak merupakan sumber utama penerimaan negara. Tanpa pajak, sebagian besar kegiatan negara sulit untuk dapat dilaksanakan. Penggunaan uang pajak meliputi mulai dari belanja pegawai sampai dengan pembiayaan berbagai proyek pembangunan. Pembangunan sarana umum seperti jalan-jalan, jembatan, sekolah, rumah sakit/puskesmas, kantor polisi dibiayai dengan menggunakan uang yang berasal dari pajak. Uang pajak juga digunakan untuk pembiayaan dalam rangka memberikan rasa aman bagi seluruh lapisan masyarakat. Setiap warga negara mulai saat dilahirkan sampai dengan meninggal dunia, menikmati fasilitas atau pelayanan dari pemerintah yang semuanya dibiayai dengan uang yang berasal dari pajak. Dengan demikian jelas bahwa peranan penerimaan pajak bagi suatu negara menjadi sangat dominan dalam menunjang jalannya roda pemerintahan dan pembiayaan pembangunan. Seperti yang telah disebutkan di atas, pajak mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan bernegara, khususnya di dalam pelaksanaan pembangunan karena pajak merupakan sumber pendapatan negara untuk membiayai semua pengeluaran termasuk pengeluaran pembangunan. Berdasarkan hal diatas maka pajak mempunyai beberapa fungsi, yaitu:

Fungsi anggaran (budgetair)

Sebagai sumber pendapatan negara, pajak berfungsi untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran negara. Untuk menjalankan tugas-tugas rutin negara dan melaksanakan pembangunan, negara membutuhkan biaya. Biaya ini dapat diperoleh dari penerimaan pajak. Dewasa ini pajak digunakan untuk pembiayaan rutin seperti belanja pegawai, belanja barang, pemeliharaan, dan lain sebagainya. Untuk pembiayaan pembangunan, uang dikeluarkan dari tabungan pemerintah, yakni penerimaan dalam negeri dikurangi pengeluaran rutin. Tabungan pemerintah ini dari tahun ke tahun harus ditingkatkan sesuai kebutuhan pembiayaan pembangunan yang semakin meningkat dan ini terutama diharapkan dari sektor pajak.

Fungsi mengatur (regulerend)

Pemerintah bisa mengatur pertumbuhan ekonomi melalui kebijaksanaan pajak. Dengan fungsi mengatur, pajak bisa digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan. Contohnya dalam rangka menggiring penanaman modal, baik dalam negeri maupun luar negeri, diberikan berbagai macam fasilitas keringanan pajak. Dalam rangka melindungi produksi dalam negeri, pemerintah menetapkan bea masuk yang tinggi untuk produk luar negeri.

Fungsi stabilitas

Dengan adanya pajak, pemerintah memiliki dana untuk menjalankan kebijakan yang berhubungan dengan stabilitas harga sehingga inflasi dapat dikendalikan, Hal ini bisa dilakukan antara lain dengan jalan mengatur peredaran uang di masyarakat, pemungutan pajak, penggunaan pajak yang efektif dan efisien.

Fungsi redistribusi pendapatan

Pajak yang sudah dipungut oleh negara akan digunakan untuk membiayai semua kepentingan umum, termasuk juga untuk membiayai pembangunan sehingga dapat membuka kesempatan kerja, yang pada akhirnya akan dapat meningkatkan pendapatan masyarakat.

2.5 Syarat Pemungutan Pajak Tidaklah mudah untuk membebankan pajak pada masyarakat. Bila terlalu tinggi, masyarakat akan enggan membayar pajak. Namun bila terlalu rendah, maka pembangunan tidak akan berjalan karena dana yang kurang. Agar tidak menimbulkan berbagai masalah, maka pemungutan pajak harus memenuhi persyaratan yaitu:

Pemungutan pajak harus adil

Seperti halnya produk hukum pajak pun mempunyai tujuan untuk menciptakan keadilan dalam hal pemungutan pajak. Adil dalam perundang-undangan maupun adil dalam pelaksanaannya. Contohnya:
8

1. Dengan mengatur hak dan kewajiban para wajib pajak 2. Pajak diberlakukan bagi setiap warga negara yang memenuhi syarat sebagai wajib pajak 3. Sanksi atas pelanggaran pajak diberlakukan secara umum sesuai dengan berat ringannya pelanggaran

Pengaturan pajak harus berdasarkan UU

Sesuai dengan Pasal 23 UUD 1945 yang berbunyi: "Pajak dan pungutan yang bersifat untuk keperluan negara diatur dengan Undang-Undang", ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penyusunan UU tentang pajak, yaitu:
Pemungutan pajak yang dilakukan oleh negara yang berdasarkan UU

tersebut harus dijamin kelancarannya Jaminan hukum bagi para wajib pajak untuk tidak diperlakukan secara umum Jaminan hukum akan terjaganya kerasahiaan bagi para wajib pajak

Pungutan pajak tidak mengganggu perekonomian

Pemungutan pajak harus diusahakan sedemikian rupa agar tidak mengganggu kondisi perekonomian, baik kegiatan produksi, perdagangan, maupun jasa. Pemungutan pajak jangan sampai merugikan kepentingan masyarakat dan menghambat lajunya usaha masyarakat pemasok pajak, terutama masyarakat kecil dan menengah.

Pemungutan pajak harus efesien

Biaya-biaya yang dikeluarkan dalam rangka pemungutan pajak harus diperhitungkan. Jangan sampai pajak yang diterima lebih rendah daripada biaya pengurusan pajak tersebut. Oleh karena itu, sistem pemungutan pajak harus sederhana dan mudah untuk dilaksanakan. Dengan demikian, wajib pajak tidak akan mengalami kesulitan dalam pembayaran pajak baik dari segi penghitungan maupun dari segi waktu.

Sistem pemungutan pajak harus sederhana

Bagaimana pajak dipungut akan sangat menentukan keberhasilan dalam pungutan pajak. Sistem yang sederhana akan memudahkan wajib pajak dalam menghitung beban pajak yang harus dibiayai sehingga akan memberikan dapat positif bagi para wajib pajak untuk meningkatkan kesadaran dalam pembayaran pajak. Sebaliknya, jika sistem pemungutan pajak rumit, orang akan semakin enggan membayar pajak. Contoh:

Bea materai disederhanakan dari 167 macam tarif menjadi 2 macam tarif Tarif PPN yang beragam disederhanakan menjadi hanya satu tarif, yaitu 10%

Pajak perseorangan untuk badan dan pajak pendapatan untuk perseorangan disederhanakan menjadi pajak penghasilan (PPh) yang berlaku bagi badan maupun perseorangan (pribadi)

2.6 Penerimaan Pajak di Indonesia Pada awalnya di tahun-tahun permulaan kemerdekaan Indonesia, pajak relatif kecil. Tetapi lambat laun jumlah penerimaan pajak secara relatif dan ablsolut bertambah besar seperti dapat dilihat dari tabel di atas. Komposisi pajak di berbagai negara menunjukkan variasi bila ditinjau dari jumlahnya. Di beberapa negara pajak penghasilan merupakan jumlah yang paling besar sedangkan dibeberapa negara pajak penjulan atau pajak pertambahan nilai lebih berperan. Di Indonesia pajak penghasilan masih mendominasi jumlah penerimaan pajak. Bila penerimaan pajak dirinci lagi maka akan terlihat komposisi pajak yang sangat bervariasi. Jenis pajak jumlahnya sangat banyak dan beragam. Meski belum bisa mencapai target 100% di tiap tahunnya, namun penerimaan pajak di Indonesia cenderung mengalami kenaikan dari tahun sebelumnya setidaknya mengalami pertambahan jumlah wajib pajak. Berikut adalah statistik penerimaan pajak di Indonesia selama 5 tahun dari 1993-1998 seperti yang dilansir oleh direktorat pajak di situs resminya pajak.go.id sebagai bukti jika penerimaan pajak di Indonesia mengalami kenaikan meski jumlahnya tidak selalu signifikan: 1. Penerimaan Pajak
Tahun PPh D (%) PPN D (%) PBB D (%) PLL D (%) Jumlah D (%)

1993/1994 1994/1995 1995/1996 1996/1997 1997/1998*)

14.758,9 18.764,1 21.012,0 25.496,1 29.117,7 27,1 11,9 25,0 14,2

13.943,5 16.544,8 18.519,4 20.393,2 24.601,4 18,7 11,9 10,1 20,6

1.484,5 1.647,3 1.893,9 2.280,0 2.505,0 11,0 14,9 20,4 9,9

283,4 301,9 452,8 570,0 632,5 6,5 49,9 25,9 10,9

30.470,3 37.258,1 41.878,1 48.739,3 56.856,6 22,3 12,4 16,4 16,7

(dalam miliar rupiah)

*) APBN

10

Grafik Penerimaan Pajak Tahun 1993/1994 - 1997/1998 1:

11

Grafik Penerimaan Pajak Tahun 1997/1998 2:

Grafik 2 memperlihatkan bahwa peranan PPh dan PPN sangat dominan dalam penerimaan pajak.

Grafik 3 :

Pertumbuhan Penerimaan Pajak Tahun 1994/1995 1997/1998

12

Pada grafik di atas terlihat bahwa pertumbuhan penerimaan PPh, PBB, dan PLL pada tahun 1997/1998 lebih kecil dibandingkan dengan pertumbuhan penerimaan dalam tahun anggaran sebelumnya. Pertumbuhan penerimaan 1997/1998 untuk PPh 14,2%, untuk PBB 9,9%, dan untuk PLL 10,9%. Pertumbuhan penerimaan 1996/1997 untuk PPh adalah 25,0%, untuk PBB 20,4%, dan untuk PLL 25,9%. Keadaan yang berbeda dialami oleh PPN, yang pada 1997/1998 mengalami pertumbuhan 20,6%, lebih besar dibandingkan pertumbuhan penerimaan 1996/1997 yang hanya 10,1%. Secara keseluruhan, pertumbuhan penerimaan pajak pada tahun 1997/1998, yaitu 16,7%, sedikit lebih tinggi daripada pertumbuhan tahun sebelumnya (16,4%). Peranan penerimaan pajak terhadap penerimaan dalam negeri selama lima tahun terakhir adalah :

(dalam miliar rupiah)

Tahun

Penerimaan Penerimaan Penerimaan Migas Pajak Dalam Negeri (DN) 1)

% Penerimaan Migas terhadap Penerimaan DN (2) : (4) 22,3 20,4 21,9 23,4 16,9

% Penerimaan Pajak terhadap Penerimaan DN (3) : (4) 54,3 56,1 57,4 57,5 64,6

(1) 1993/1994 1994/1995 1995/1996 1996/1997 1997/1998 2)

(2) 12.503,4 13.537,4 16.054,7 19.872,1 14.871,1

(3) 30.470,3 37.258,1 41.878,1 48.739,3 56.856,6

(4) 56.113,1 66.418,0 73.013,9 84.792,1 88.060,7

13

Catatan: 1. Penerimaan dalam negeri terdiri dari: penerimaan minyak bumi dan gas alam, penerimaan perpajakan (PPh, PPN, Bea Masuk, Cukai, Pajak Ekspor, PBB, Pajak Lainnya), dan penerimaan bukan pajak 2. APBN

Grafik 4 :

Penerimaan migas, penerimaan pajak, dan penerimaan dalam negeri 1993/1994 - 1997/1998

14

Grafik 5 :

Peranan penerimaan pajak terhadap penerimaan dalam negeri Tahun 1997/1998

Dari tabel dan grafik di atas terlihat bahwa peranan penerimaan pajak terhadap penerimaan dalam negeri semakin penting sedangkan peranan penerimaan migas semakin menurun, mengingat penerimaan migas sangat dipengaruhi oleh perkembangan ekonomi di luar negeri dan perkembangan politik internasional dengan gejolak yang tidak menentu. Meningkatnya peranan penerimaan pajak tersebut tidak lepas dari pembaharuan perpajakan yang telah dilaksanakan baik dalam tahun 1983 maupun dalam tahun 1994 yang lalu. Dalam tahun 1997 ini pelaksanaan ketentuan perpajakan yang baru dimaksud senantiasa diupayakan berdasar asas keadilan, pemerataan, dan kepastian hukum, selain juga diarahkan untuk memperkuat struktur dunia usaha dengan mendukung berkembangnya kelompok pengusaha kecil, menengah, dan koperasi.

15

2. Perkembangan Wajib Pajak Pertumbuhan wajib pajak terdaftar selama 4 (empat) tahun terakhir adalah sebagai berikut : Jenis Pajak 01-011995 1.075.342 412.649 2. PPh Pasal 25 Badan 538.990 3. PPh Pasal 21(pemotong)
*)

01-011996 1.125.795 442.435 615.120 103.897 440.355 307.282 73.785.259

D (%) 4,7 7,2 14,1 6,3 10,5 17,9 37,3

01-01-1997

D (%) 6,1 8,5 3,7 9,2 8,4 10,3 4,2

01-011998 1.263.993 523.456 694.187 118.612 524.654 359.319 74.895.173

D (%) 5,9 9,1 8,9 5,5 9,9 6,0 -2,6

1. PPh Pasal 25 Orang Pribadi

1.193.899 479.926 637.586 112.475 477.307 338.922 76.878.400

97.704 398.484 260.557 53.734.945

4. PPh Pasal 22 5. PPh Pasal 23 6. PPN 7. Obyek PBB

*) Semua karyawan yang berpenghasilan di atas PTKP dipotong PPh-nya oleh para pemberi kerja.
Grafik 6 : Perkembangan Wajib Pajak

16

Pada tahun 1998 secara umum perkembangan jumlah Wajib Pajak cukup baik terutama dilihat dari aspek pertumbuhannya yang semuanya mencapai di atas 5%. Wajib Pajak PPh Badan, PPh Pasal 21 (Pemotong), dan PPh Pasal 23 mengalami peningkatan yang cukup berarti (sekitar 9%). Selaras dengan upaya penegakan asas keadilan dalam pemerataan beban pajak kepada seluruh lapisan masyarakat yang sesuai dengan ketentuan perpajakan, kegiatan ekstensifikasi Wajib Pajak akan selalu ditingkatkan terus menerus. Selain kerja keras seluruh aparat perpajakan, bantuan dan kerjasama yang baik dari semua pihak serta kemajuan kegiatan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan masyarakat serta keadaan lingkungan sosial dan politik yang kondusif sangat mendukung keberhasilan kegiatan ekstensifikasi dimaksud.

Grafik 7 :

Perkembangan Obyek PBB

17

Dalam SISMIOP, jumlah wajib pajak dihitung per obyek pajak yang dikuasai atau dimiliki oleh subyek pajak. Sesuai dengan pendekatan tersebut, pada tahun 1998 jumlah obyek PBB adalah 74.895.173. Seperti terlihat pada Grafik 7 jumlah obyek PBB tersebut mengalami penurunan (sebesar 2,6%) dibandingkan dengan jumlah tahun sebelumnya (76.878.400). Hal ini karena penggabungan beberapa obyek PBB menjadi satu. Itu adalah sedikit pemaparan tentang statistik penerimaan pajak di Indonesia dalam kurun waktu 5 tahun ( 1993-1998 ) sebagai bukti jika angka tersebut peningkatan meski memang besarnya tidak terlalu signifikan. Sementara itu pada tahun 2011 sendiri Kementerian Keuangan mencatat, hingga Agustus 2011, penerimaan negara dari sektor perpajakan sudah mencapai 60,9 persen dari total target dalam APBN-P 2011 yang dipatok pada kisaran Rp878,7 triliun. Khusus penerimaan yang dikelola oleh Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak yakni Penerimaan Pajak Penghasilan (PPh) dan Pajak Pertambahan Nilai (PPn), sudah mencapai 58,4 persen. PPh non migas sudah mencapai 53,4 persen, dan yang jadi konsen realisasi PPn dan PPnBM yang baru mencapai 52,7 persen dari target. ( Bambang Brodjonegoro 12/9/2011 ). Sementara itu, penerimaan negara dari kepabeanan dan cukai jauh lebih tinggi dibandingkan realisasi penerimaan perpajakan secara keseluruhan. Bambang menyebutkan, realisasi penerimaan kepabeanan dan cukai sudah mencapai 75 persen dari target yang ditetapkan dalam APBN-P 2011 sebesar Rp115 triliun. Berdasarkan catatan pemerintah, sektor yang paling besar memberikan kontribusi bagi penerimaan negara dari kepabeanan dan cukai adalah Bea Keluar yang sudah diatas 80 persen dari target yang ditetapkan sebesar Rp25,4 triliun. Sementara penerimaan cukai sudah mencapai 70 persen dari target yang ditetapkan sebesar Rp68,1 triliun, dan Bea Masuk yang sudah mencapai 74 persen dari target yang dipatok pada kisaran Rp21,5 triliun.

18

Secara keseluruhan penerimaan perpajakan jika dibandingkan dengan Agustus tahun 2010 atau periode yang sama tahun sebelumnya, realisasi tahun ini meningkat 19,5 persen.

19

BAB III Kesimpulan


Negara yang menganut demokrasi melihat pajak sebagai kewajiban berwarganegara atau menjadi rakyat suatu negara. Oleh sebab itu pajak selalu dikaitkan dengan demokrasi yang membedakannya dengan pajak pada zaman yang lalu dimana pajak sama dengan pemerasan. Pajak didasarkan atas kesepakatan rakyat yang dituangkan dalam undangundang sebagamana halnya dengan Indonesia. Undang-undang Dasar 1945 menyebutkan pada Pasal 23 A sebagai berikut: Pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan Negara diatur dengan undang undang. Dari berbagai definisi yang diberikan terhadap pajak baik pengertian secara ekonomis (pajak sebagai pengalihan sumber dari sektor swasta ke sektor pemerintah) atau pengertian secara yuridis (pajak adalah iuran yang dapat dipaksakan) dapat ditarik kesimpulan tentang ciri-ciri yang terdapat pada pengertian pajak antara lain sebagai berikut: 1. Pajak dipungut berdasarkan undang-undang. Asas ini sesuai dengan perubahan ketiga UUD 1945 pasal 23A yang menyatakan pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dalam undang-undang. 2. Tidak mendapatkan jasa timbal balik (konraprestasi perseorangan) yang dapat ditunjukkan secara langsung. Misalnya, orang yang taat membayar pajak kendaraan bermotor akan melalui jalan yang sama kualitasnya dengan orang yang tidak membayar pajak kendaraan bermotor. 3. Pemungutan pajak diperuntukkan bagi keperluan pembiayaan umum pemerintah dalam rangka menjalankan fungsi pemerintahan, baik rutin maupun pembangunan. 4. Pemungutan pajak dapat dipaksakan. Pajak dapat dipaksakan apabila wajib pajak tidak memenuhi kewajiban perpajakan dan dapat dikenakan sanksi sesuai peraturan perundag-undangan. 5. Selain fungsi budgeter (anggaran) yaitu fungsi mengisi Kas Negara/Anggaran Negara yang diperlukan untuk menutup pembiayaan penyelenggaraan pemerintahan, pajak juga berfungsi sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan negara dalam lapangan ekonomi dan sosial (fungsi mengatur / regulatif).

20

Daftar Pustaka
www.pajak.go.id diakses pada 11/10/2011 pukul 15.30 WIB http://scribd.com diakses pada 10/10/2011 pukul 19.00 WIB http://id.wikipedia.org/wiki/Pajak diakses pada 11/10/2011 pukul 15.30 WIB http://masalahpajak.blogspot.com/2007/11/jenis-pajak-dan-manfaatnya.html diakses pada 13/10/2011 pukul 19.00 WIB http://ari04.ngeblogs.com/2010/03/16/pajak-juga-hak-dan-kewajiban-wni-warganegara-indonesia/ diakses pada 13/10/2011 pukul 18.00 WIB http://economy.okezone.com/read/2011/01/04/20/410303/20/2010-realisasipenerimaan-pajak-cuma-98-1 diakses pada 13/10/2011 pukul 17.30 WIB http://economy.okezone.com/read/2011/09/12/20/501762/penerimaan-perpajakansudah-60-9 diakses pada 13/10/2011 pukul 18.30 WIB

21

Anda mungkin juga menyukai