Anda di halaman 1dari 12

EKO-REGIONAL, Vol.3, No.

1, Maret 2008

KONVERGENSI PENDAPATAN REGIONAL KOTA DAN KABUPATEN


DI INDONESIA
Oleh:
Haryo Kuncoro 1)
1)
Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Jakarta

ABSTRACT

This paper aims to explore regional dynamics of real per capita income among municipalities in the
case of Indonesia over the period of 1988-2003. First, the behavior of dynamics of real per capita income
over time is analyzed by visual inspection of their distributions using Theil index and spatial statistics. Next,
we employ the traditional approach to predict a pattern of convergence among municipalities.
Our tentative conclusions that can be drawn from the two analyses are as follows. First, there is a high
level of persistence in the relative position of municipalities, consistent with a low degree of mobility in the
income distribution. Second, the richest municipalities tend to polarize gradually, which may be attributed
to externalities linked to localization or to the proximity the surrounding areas. Third, private investment and
de-concentration fund positively support to the convergence mechanism. Those findings suggest that spatial
interdependency seems to have fostered growth of per capita income in those municipalities.

Key words: Convergence, Intergovernmental Transfer, Moran’I Statistics, Theil Index

PENDAHULUAN masing region memiliki banyak variasi dalam hal


karakteristik ekonomi dan geografinya. Dengan
Konvergensi pertumbuhan ekonomi regional sistem pembagian transfer antarpemerintah yang
telah menjadi perhatian baik ekonom maupun terus berkembang sejalan dengan desentralisasi
politisi dalam dua puluh lima tahun terakhir. Isu fiskal dan otonomi daerah, apakah daerah
sentral aspek teoretis dan empirik ini konvergensi tertinggal tetap akan tertinggal tentunya menjadi
pertumbuhan ekonomi regional adalah apakah ada isu ekonomi dan politik yang panas. Aspek ini juga
tendensi daerah yang kurang berkembang untuk telah menjadi kajian yang intensif bagi peneliti
tumbuh lebih cepat daripada daerah yang telah selama dua puluh lima tahun terakhir sejak
lebih dahulu berkembang sedemikian rupa pertumbuhan dan pemerataan menjadi tema
sehingga tercapai konvergensi standard kehidupan. sentral pembangunan ekonomi Indonesia.
Atau sebaliknya, apakah tendensi justru daerah Paper ini berupaya menelaah kembali
yang lebih awalnya sudah kaya menjadi semakin keberadaan konvergensi pertumbuhan pendapatan
kaya dan yang miskin semakin tertinggal regional dengan unit analisis kota dan kabupaten
sedemikian rupa sehingga kesenjangan lintas di Indonesia selama periode 1988-2003. Untuk
daerah menjadi semakin lebar? sampai pada tujuan tersebut, paper ini akan
Eksistensi konvergensi menjadi satu hal yang dibuka dengan tinjauan literatur yang terkait dan
penting. Dari sudut pandang akademisi, ia studi-studi sebelumnya. Metode penelitian dan
merupakan pembuktian validitas antara model data disajikan pada bagian berikutnya. Bagian
neoklasik dengan model pertumbuhan endogen. keempat menyajikan hasil temuan empirik.
Bagi pengambil kebijakan, pertimbangan atas Akhirnya, paper ini akan ditutup dengan beberapa
konvergensi juga merupakan isu kritis, khususnya catatan akhir.
terkait dengan karakteristik pola pengembangan
wilayah-wilayahnya. Jika sifat-sifat konvergensi
muncul, daerah yang lebih miskin memiliki basis TINJAUAN LITERATUR
potensi untuk ‘mengejar’ daerah yang lebih kaya
dalam meningkatkan tingkat relatif pendapatan per Literatur ekonomi mengenal tiga
kapitanya. Sebaliknya, apabila sifat-sifat model pemahaman mengenai hipotesis konvergensi ini
pertumbuhan endogen yang tampak, perbedaan (Galor, 1996). Pertama adalah konvergensi absolut,
pertumbuhan ekonomi antardaerah bersifat yaitu pendapatan per kapita lintas daerah akan
permanen. mengalami konvergensi secara independen
Indonesia menawarkan kesempatan yang terlepas dari kondisi awalnya. Kedua adalah
unik untuk menguji sifat-sifat pertumbuhan konvergensi kondisional, yaitu pendapatan per
ekonomi dan konvergensi lintas daerah. Masing- kapita lintas daerah yang identik dalam hal

11
Konvergensi Pendapatan Regional... (Haryo Kuncoro)

karakteristik strukturalnya (misalkan preferensi, dimungkinkan terjadi lebih dari satu titik
teknologi, tingkat pertumbuhan penduduk, dan konvergensi.
kebijakan pemerintah) akan mengalami Konvergensi tidak selalu berarti bahwa
konvergensi secara independen terlepas dari pendapatan per kapita akan sama persis untuk
kondisi awalnya. Ketiga adalah konvergensi klub semua daerah (Izraeli dan Murphy, 1997),
(convergence club), yaitu pendapatan per kapita melainkan secara teoretis terbuka peluang bahwa
lintas daerah yang identik dalam hal karakteristik intensitas dispersi pendapatan per kapita lintas
strukturalnya akan mengalami konvergensi di daerah akan menurun. Eksistensi hipotesis
dalam satu kelompok tertentu. konvergensi ini masih menjadi perdebatan antara
Sala-i-Martin (1996a, 1996b) memberi istilah pandangan Neo Klasik dan Teori Pertumbuhan
bagi konsep yang pertama dengan konvergensi-. Endogen. Di satu sisi, pandangan Neo Klasik
Konvergensi dalam pengertian  terjadi apabila mengajukan proposisi konvergensi akan terjadi
dispersi level pendapatan per kapita riilnya dengan sendirinya tanpa kebijakan pemerintah. Di
cenderung terus menurun (t > t+T). Konsep sisi yang lain, paham Teori Pertumbuhan Endogen
kedua dikemukakan oleh Barro (1991) yang dikenal menyatakan konvergensi tidak selalu terjadi
dengan konvergensi-. Konsep konvergensi- ini sehingga untuk mencapainya tetap diperlukan
berkembang kemudian menjadi konvergensi- kebijakan pemerintah.
absolut maupun kondisional. Kovergensi- absolut
Perspektif Teori Pertumbuhan Ekonomi Neo
terjadi dengan menganggap faktor-faktor lain yang
mengkondisikannya bersifat konstan sehingga Klasik
perekonomian yang kurang maju bisa tumbuh Teori pertumbuhan ekonomi yang paling
lebih cepat daripada perekonomian yang lebih awal sering dihubungkan dengan mashab Neo
Klasik mengingat kontribusinya yang sangat besar
maju ( < 0). Kovergensi- kondisional terjadi
dalam literatur ekonomi pertumbuhan.
dengan menganggap faktor-faktor lain yang
Karakteristik kunci dari model Neo Klasik
mengkondisikannya tidak bersifat konstan.
bentuk fungsi produksi yang mengasumsikan skala
Konsep konvergensi- dan konvergensi- hasil yang konstan, hukum kenaikan hasil yang
sangat berhubungan (Sala-i-Martin, 1996b). menurun untuk setiap tambahan input, dan
Hubungan antara penurunan intensitas dispersi elastisitas substitusi antarinput yang positif. Dalam
pendapatan regional (t > t+T) tergantung pada formulasinya, Neo Klasik sangat mementingkan
. Syarat perlu terjadinya konvergensi- adalah peranan tenaga kerja, kapital, dan teknologi dalam
eksistensi konvergensi-, dan eksistensi menghasilkan output. Kemajuan teknologi
konvergensi- akan cenderung menciptakan diperlakukan sebagai residual dalam menjelaskan
konvergensi-. Kendati demikian, kedua konsep pertumbuhan output jangka panjang dan
konvergensi tersebut tidak selalu identik. Dalam hal diasumsikan ditentukan secara eksogen (yang
daerah miskin tumbuh lebih cepat daripada daerah berarti independen dengan semua faktor yang
lain yang lebih maju tanpa melihat penurunan ada).
dispersinya, maka konvergensi- didapatkan tanpa Fungsi produksi Neo Klasik dalam bentuk
diperoleh konvergensi-. Sebaliknya, apabila yang ringkas dapat dituliskan sebagai berikut:
daerah miskin mampu tumbuh lebih cepat ^ ^

sehingga pada periode t+T daerah tersebut y  f (k ) (1)


menjadi lebih kaya dari daerah yang satunya maka ^ ^

dikatakan konvergensi- eksis tanpa terjadinya dalam hal ini y dan k adalah output dan kapital
konvergensi-. per unit tenaga kerja efektif, Lext, L adalah tenaga
Konsep yang ketiga dikemukakan oleh Quah kerja (atau penduduk), dan x adalah tingkat
(1993). Menurut Quah, kedua konsep konvergensi kemajuan teknologi eksogen yang bersifat
yang diajukan sebelumnya hanya terjadi pada menambah (augmenting) pada unit efisiensi
distribusi perekonomian lintas tempat (negara), tenaga kerja. Dalam perekonomian yang tertutup,
bukanlah perekonomian tunggal yang menuju ^

kondisi keseimbangan. Masing-masing negara k akan berevolusi mengikuti pola sebagai berikut:
memiliki karakteristik fungsi produksi yang ^ ^ ^ ^

berbeda-beda. Akibatnya, negara-negara yang k  f ( k )  c  (  x  n) k (2)


memiliki satu kemiripan karakteristik fungsi ^
produksi akan cenderung untuk mengelompok dalam hal ini c = C/Lext, yaitu tingkat konsumsi
menuju satu titik keseimbangan. Hal yang sama per kapita,  adalah tingkat depresiasi, dan n
juga terjadi pada negara-negara yang memiliki adalah tingkat pertumbuhan L.
karakteristik fungsi produksi yang lain. Ini berarti Rumah tangga dengan horizon waktu yang
kondisi keseimbangan hanya terjadi dalam tak terbatas diasumsikan memaksimisasi fungsi
kelompoknya masing-masing sehingga

12
EKO-REGIONAL, Vol.3, No.1, Maret 2008

utilitasnya. Fungsi utilitas rumah tangga konsumen ^


mengambil bentuk sebagai berikut: y
log[ (t)] melalui pendekatan log-linier terhadap

U   u (c)e nt e  t dt (3) model dengan teknologi fungsi produksi Cobb-
0 Douglas adalah:
dalam hal ini c = C/L (konsumsi per kapita),  ^ ^ ^

adalah tingkat preferensi waktu (atau discount log[ y (t )]  log[ y (0)]  e  t  log( y *)  (1  e  t )
rate), dan (8)
c 11 dengan parameter positif , yang menunjukkan
u (c )  (4) kecepatan penyesuaian (speed of adjustment)
1 menuju pada kondisi keseimbangan, yang dapat
dengan  > 0, sehingga utilitas marginal, u’(c), ditentukan dengan formula:
mempunyai elastisitas yang konstan sebesar – 
sebagai akibat dari perubahan c. Tingkat preferensi  1       x 
1/ 2

2    2  4       x     n    x   
waktu diasumsikan  > n + [1-]x guna memenuhi       
syarat transversalitas. 9)
Derivasi syarat order pertama (first order dalam hal ini  =  – n – (1 - ) x > 0.
condition) untuk memaksimisasi U pada (3) Selanjutnya, rata-rata tingkat
menghasilkan persamaan: pertumbuhan y dalam interval waktu antara 0 dan

c 1  ^ T adalah:

  f ' k       (5)  ^ 
c      1  y (T )  1  e  T y*
 log    x  log  ^  (10)
^
T  y (0)  T  y (0) 
Pada kondisi keseimbangan, kuantitas efektif y,  
^ ^ Persamaan (10) menunjukkan bahwa
k , dan c tidak berubah. Kuantitas per kapita y, k, semakin tinggi nilai , semakin besar responsi
^ tingkat pertumbuhan rata-rata terhadap
dan c, tumbuh pada tingkat x. Tingkat k dalam ^ ^
kondisi keseimbangan akan memenuhi persamaan: y y
kesenjangan antara nilai log [ *] dan log [ *(0)],
^
f ' (k *)      x (6) yang berarti lebih cepat proses konvergensi
menuju keseimbangan (steady state).
Apabila suatu perekonomian berawal dari Secara ringkas (10) dapat dinyatakan
^ ^
kembali sebagai:
nilai k yang lebih rendah daripada nilai k *, maka
^ ^
yt = f (yt-T) (11)
k secara monoton akan mendekati nilai k * (lihat: Persamaan terakhir ini digunakan oleh
Blanchard dan Fisher, 1989: Bab 2). Barro dan Sala- banyak peneliti untuk membuktikan hipotesis
i-Martin (1991) membuktikan bahwa tingkat konvergensi. Atas dasar ini, apabila diperoleh
 koefisien estimasi konvergensi yang negatif
pertumbuhan kapital per tenaga kerja, k/ k , akan dengan besaran antara 0 (nol) dan 1 (satu) maka
menurun secara monoton menuju nilai hipotesis konvergensi terbukti maka secara teoretis
keseimbangan, x. Dalam fungsi produksi agregat daerah yang kurang maju akan tumbuh lebih cepat
yang mengambil bentuk Cobb-Douglas, tingkat sedemikian rupa sehingga bisa mengejar (catch-up)
 dengan daerah yang pada awalnya sudah lebih
pertumbuhan output per kapita, y/ y , akan sama maju (Barro dan Sala-i-Martin, 1992; 1995).
dengan:
^ ^ ^
Perspektif Teori Pertumbuhan Ekonomi
y  f (k )  A k (7) Endogen
Penjelasan teori pertumbuhan ekonomi Neo
dengan 0 <  < 1. Jadi, apabila dua
Klasik tidak meyakinkan dalam beberapa hal (Barro
perekonomian yang memiliki parameter preferensi
dan Sala-i-Martin, 1995; Romer, 1996). Satu yang
dan teknologi yang sama, maka konsekuensinya
paling menonjol adalah perubahan teknologi
perekonomian yang lebih miskin – dengan nilai
dianggap eksogen. Dengan kelemahan ini,
^
awal k yang lebih rendah – cenderung akan muncullah teori pertumbuhan endogen
tumbuh lebih cepat dalam bentuk pendapatan per (endogeneous growth theory). Menurut teori ini,
pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang
kapitanya.
ditentukan oleh kebijakan pemerintah dan faktor
Dinamika transisional pada bentuk (7) di atas
dapat dikuantifikasikan dengan menggunakan lain yang melekat dalam analisis pertumbuhan,
pendekatan log-linier atas persamaan (2) dan (5) di yakni perubahan teknologi. Dengan tetap
mendasarkan pada pemikiran Neo Klasik, teoretisi
sekitar nilai keseimbangannya. Penyelesaian untuk
pertumbuhan ekonomi yang baru ini

13
Konvergensi Pendapatan Regional... (Haryo Kuncoro)

mengasumsikan bahwa perubahan teknologi yang endogen yang ada di dalam model, seperti tingkat
terjadi diperlakukan sebagai variabel yang bersifat tabungan dan pertumbuhan penduduk.
endogen. Tidak seperti pada model Neo Klasik,
Menurut teori ini, pertumbuhan ekonomi formulasi model AK pada persamaan (12) tidak
dapat terus berlanjut akibat perubahan teknologi. memprediksikan konvergensi untuk semua level y.
Suatu unit usaha atau daerah dapat menikmati Misalkan, sekelompok ekonomi yang secara
skala hasil yang meningkat yang diperoleh dari struktural memiliki parameter a, A, n, dan  yang
perolehan (return) investasi termasuk investasi sama. Masing-masing perekonomian berbeda
sumber daya manusia. Limpahan pengetahuan hanya dalam hal stok kapital per kapita awal, k(0),
(knowledge spillovers) antarprodusen dan dan konsumsi per kapita awal, c(0). Dengan
keuntungan eksternal dari modal insani mengacu pada model di atas bahwa
memungkinkan tidak terjadinya penurunan hasil. perekonomian akan tumbuh pada tingkat per
Dengan demikian, unit usaha atau daerah yang kapita yang sama terlepas dari kondisi awalnya,
mampu menguasai teknologi yang lebih mutakhir maka konsep teori pertumbuhan ekonomi
dan yang efisien akan mampu tumbuh lebih cepat. endogen memprediksi semua perekonomian akan
Konsekuensinya, disparitas pendapatan tumbuh pada tingkat per kapita yang sama pula.
antarwilayah juga akan semakin timpang. Ini Dengan mengambil bentuk fungsi produksi Cobb-
berarti teori pertumbuhan endogen tidak Douglas dengan  = 1, akan jelas teridentifikasi
memprediksikan adanya konvergensi. kecepatan konvergensi dapat ditunjukkan dengan
Teoretisi pertumbuhan ekonomi yang baru (1-)(x+n+), yang berarti apabila  = 1, maka
(the new growth) ini sangat menekankan pada kecepatan konvergensi = 0.
kapital baik kapital fisik maupun modal insani. Berdasarkan penjelasan di atas, implikasi
Dengan mengesampingkan hukum hasil yang kebijakan yang dapat diturunkan dari teori
menurun, fungsi produksi yang diajukan adalah: pertumbuhan ekonomi endogen pada konteks
Y  AK , (12) pertumbuhan ekonomi daerah adalah bahwa
dengan A adalah konstanta positif yang konvergensi pendapatan antardaerah merupakan
merefleksikan tingkat teknologi. Output per kapita suatu kasus khusus atau bersifat kondisional. Hal
adalah y = Ak, dan produksi rata-rata dan produksi ini berarti bahwa konvergensi pendapatan
marginal kapital adalah konstan pada level A > 0. antardaerah bisa terjadi atau bisa pula tidak
Substitusi f(k)/k = A didapatkan tercapai. Konvergensi pendapatan antardaerah
 dapat terjadi dalam pandangan teori pertumbuhan
k endogen apabila mekanisme efek limpahan
 sA  (n   ) (13) bekerja dari satu daerah ke daerah yang lain.
k
dengan s adalah tingkat tabungan, 0 < s < 1.

Studi Sebelumnya
Misalkan ditentukan sA > (n+) sehingga k/ k > 0. Dengan pendekatan konvergensi, Cashin
 dan Sahay (1996) meneliti dinamika perubahan
Mengingat keduanya pararel, maka k/ k PDRB per kapita di India. Pengamatan di 20 negara
adalah konstan yang pada gilirannya independen bagian selama periode 1961-91, mereka
terhadap k. Dengan lain kata, k selalu tumbuh menunjukkan bahwa disparitas ekonomi regional

mengalami penurunan yang konsisten. Penurunan
k/ k * = sA - (n+). disparitas pendapatan antarwilayah tersebut dipicu
pada tingkat keseimbangan,
sebagian besar oleh transfer dari pemerintah pusat

k/ k juga akan sama dan sebagian kecil oleh migrasi penduduk.
Karena y = Ak, maka Sayangnya, Cashin dan Sahay tidak melakukan

estimasi secara langsung antara distribusi PDRB
dengan k/ k * untuk setiap titik waktu. Demikian dengan distribusi transfer dan migrasi penduduk
pula, karena c = (1-s)y, maka tingkat pertumbuhan sehingga simpulan di atas lebih meyakinkan.

Miller dan Russek (1997) mengkaji
c akan sama dengan k/ k *. Oleh karena itu, pertumbuhan ekonomi regional lintas negara
semua variabel per kapita di dalam model akan bagian di Amerika. Variabel fiskal yang dipilih
tumbuh dengan tingkat yang sama, yaitu sA-(n+). untuk menjelaskan pertumbuhan ekonomi daerah
Persamaan (13) di atas diturunkan untuk adalah perubahan struktur fiskal pemerintah, yaitu
menunjukkan kasus x = 0 (tanpa perubahan transfer dari pemerintah federal dan defisit
teknologi) yang berarti pertumbuhan output per anggaran daerah. Telaah atas data panel 48
kapita dapat terjadi dalam jangka panjang tanpa negara bagian selama periode 1978-92, mereka
perubahan teknologi yang bersifat eksogen. menunjukkan bahwa defisit anggaran daerah yang
Dengan demikian, persamaan (13) menunjukkan dibiayai dari transfer tidak memberikan pengaruh
bahwa pertumbuhan output per kapita nyata pada pertumbuhan ekonomi. Sedangkan
dipengaruhi oleh parameter perilaku variabel defisit yang dibiayai dari kenaikan pajak

14
EKO-REGIONAL, Vol.3, No.1, Maret 2008

memberikan pengaruh negatif pada pertumbuhan perbaikan kinerja perekonomian pada wilayah-
ekonomi. wilayah miskin di Spanyol.
Lall dan Yilmaz (2001) mengamati konvergensi Untuk kasus Indonesia, studi yang secara
pertumbuhan ekonomi 48 negara bagian Amerika. khusus meneliti pengaruh transfer terhadap
Variabel kebijakan pemerintah yang diduga kuat perilaku fiskal daerah telah banyak dilakukan. Studi
membantu proses mekanisme kecenderungan empirik yang dilakukan Bawazier (1988) dan
konvergensi adalah pengeluaran investasi publik Ravallion (1988) menemukan bahwa Inpres
dan pengeluaran untuk kapital insani oleh mampu mengatasi masalah pertumbuhan ekonomi
pemerintah federal di negara bagian. Hasil analisis daerah hanya pada tingkat yang rendah. Ardani
selama periode 1969-94 menunjukkan bahwa (1992) menunjukkan bahwa sungguhpun transfer
investasi publik dan kapital insani tidak mendukung dalam bentuk Inpres mampu meningkatkan
percepatan konvergensi. Temuan studi Lall dan pertumbuhan output dan pendapatan regional,
Yilmaz yang penting adalah bahwa faktor yang namun Inpres juga turut memperlebar disparitas
mendorong percepatan konvergensi adalah efek antarwilayah. Simpulan ini juga dikonfirmasi oleh
limpahan (spillover effect) antardaerah. Azis (1994).
Zhang dan Zou (1998) dan Lin dan Liu Hidayat dan Damayanti (1992) memperluas
(2000) mengamati disparitas ekonomi regional di cakupan analisis transfer dengan memasukkan
Cina pascapemberlakuan reformasi ekonomi. variabel bantuan pembangunan daerah. Melalui
Variabel fiskal yang digunakan untuk menjelaskan analisis gabungan antara model ekonometrika dan
disparitas ekonomi regional adalah PAD output SAM (Social Accounting Matrix), mereka
BUMN (sebagai proksi ukuran kegiatan ekonomi menyimpulkan bahwa Inpres dan bantuan
pemerintah pusat). Dua variabel tersebut mereka pembangunan daerah meningkatkan
pakai sebagai ukuran derajad desentralisasi. Hasil pertumbuhan ekonomi lebih cepat di provinsi-
estimasi untuk 28 provinsi selama periode 1970-93 provinsi di Jawa daripada di luar Jawa. Mengingat
menunjukkan bahwa desentralisasi fiskal provinsi-provinsi di Jawa memiliki tingkat
memberikan kontribusi yang positif terhadap pendapatan yang secara absolut lebih tinggi,
pemerataan regional. Hasil studi Zhang dan Zou mereka menyimpulkan transfer akan memperlebar
(1998) dan Lin dan Liu (2000) didukung oleh disparitas ekonomi regional di Indonesia.
Wantchekon dan Asadurian (2002) untuk kasus Uppal dan Handoko (1986) mengamati
Nigeria. keterkaitan antara anggaran pembangunan
Funke dan Strulik (1999) meneliti dengan pendapatan regional di Indonesia. Majidi
konvergensi pertumbuhan ekonomi antarprovinsi di (1997) dan Nurmanaf (1999) mengkaji konfigurasi
Jerman. Pengamatan atas data panel selama anggaran belanja modal antara provinsi-provinsi di
periode 1970-1994, mereka menyimpulkan kawasan IBB dan IBT. Kedua studi tersebut
ketidakmerataan pendapatan antardaerah terjadi menemukan ketimpangan anggaran
secara berkelanjutan (persistent). Daerah yang kaya pembangunan mengikuti pola yang hampir mirip
tumbuh semakin cepat dibandingkan daerah yang dengan temuan Nazara (1997). Majidi dan
miskin. Kondisi yang terjadi di negara maju Nurmanaf menyimpulkan bahwa ketimpangan
tersebut didukung oleh hasil studi Wakerley (2000) anggaran pembangunan daerah berasosiasi
di Kanada. Wakerley menyimpulkan bahwa dengan ketimpangan ekonomi antardaerah.
sungguhpun transfer berpengaruh pada Analisis disparitas ekonomi regional di
pertumbuhan ekonomi tetapi tidak mampu Indonesia dengan menggunakan basis teori
menjadi instrumen bagi upaya pemerataan konvergensi juga telah mulai dilakukan.
distribusi pendapatan antardaerah. Mereka Sayangnya, studi-studi yang mendasarkan pada
menduga salah satu faktor penyebabnya adalah basis teori konvergensi tersebut sama sekali tidak
mekanisme sistem transfer yang tidak bekerja memasukkan variabel Inpres pada khususnya,
sebagaimana mestinya. anggaran pembangunan, atau bentuk-bentuk
Pengaruh bantuan dalam lingkup transfer lainnya ke dalam model analisisnya kendati
antarnegara yang terintegrasi diteliti oleh Milla dan sudah banyak hasil empirik sebelumnya yang
McGuire (2001). Mereka mengamati bantuan dari menunjukkan bahwa Inpres dan anggaran
Uni Eropa yang didistribusikan oleh pemerintah pembangunan secara umum tidak mampu
Spanyol ke pemerintah lokal bersamaan dengan mendorong perbaikan disparitas pendapatan
transfer antarpemerintah domestik. Dalam antardaerah.
pengamatannya, Milla dan McGuire membagi dua Garcia dan Sulistianingsih (1998) meneliti
babakan waktu, yaitu 1977-81 (periode sebelum konvergensi pertumbuhan ekonomi daerah
ada bantuan dari Uni Eropa) dan 1989-92 (periode antarprovinsi di Indonesia. Hasil estimasi mereka
setelah ada bantuan dari Uni Eropa). Evaluasi atas untuk periode 1975-93 menunjukkan
data 17 pemerintah lokal, mereka menyimpulkan kecenderungan terjadinya konvergensi. Wibisono
bahwa bantuan dari Uni Eropa tidak memberikan (2001) memperoleh tendensi yang sama untuk
periode 1975-95. Mekanisme konvergensi tersebut

15
Konvergensi Pendapatan Regional... (Haryo Kuncoro)

salah satunya dipacu oleh faktor harga. Atas Pengujian statistik autokorelasi spasial
temuan ini, Wibisono menegaskan pentingnya dilakukan melalui beberapa tahap (lihat Anselin,
stabilitas ekonomi makro regional -- yang 1999). Tahap pertama membuat matriks bujur
direfleksikan oleh tingkat inflasi -- untuk mencapai sangkar yang menghubungkan antara daerah satu
pertumbuhan yang tinggi serta mengurangi dengan daerah lainnya atas dasar letak
disparitas pendapatan regional di Indonesia. geografisnya. Kedua, diagonal utama matriks yang
Riatu (2002) meneliti pengaruh transfer menghubungkan dua daerah yang sama diberi
antarpemerintah pada kinerja perekonomian nilai nol. Ketiga, dua daerah yang saling
daerah. Variabel ekonomi yang dipakai sebagai berdekatan (memiliki batas dengan daerah yang
indikator adalah pengeluaran konsumsi privat yang lain) diberi angka 1 (satu). Keempat, masing-
memiliki porsi yang paling besar dalam masing elemen dalam matriks tersebut
pembentukan PDRB regional. Pengamatan atas dinormalisasikan sehingga jumlah total elemen
data panel lintas provinsi selama periode 1993-98, matriks sama dengan 1 (satu). Kelima, jumlah baris
Riatu menyimpulkan bahwa secara umum transfer tersebut dipergunakan sebagai bobot (W) untuk
antarpemerintah mampu memberikan pengaruh perhitungan Moran’s I statistik:
positif bagi pengeluaran konsumsi privat yang {[ij Wij (it) (it)] / [ij Wij]}
berarti efektif dalam mengurangi kesenjangan MI = ------------------------------------ (15)
antar daerah. {[i (it)2 / n]}
Secara matematis Moran’s I statistik akan bernilai
antara -1 dan 1 (-1 < MI < 1). Sebagai arahan, nilai
ALAT ANALISIS Moran’s I statistik yang positif mendekati 1
menunjukkan semakin kuatnya autokorelasi spasial
Landasan teori dan studi empiris sebelumnya positif, yaitu bahwa nilai-nilai observasi cenderung
menyarankan bahwa efek limpahan antardaerah menyerupai antara lokasi satu dengan lokasi
menjadi kunci dalam mekanisme konvergensi. Efek lainnya pada suatu kawasan. Sebaliknya nilai
spasial mengacu pada dua bentuk, yaitu Moran’s I statistik yang negatif mendekati 1
interdependensi secara spasial dan heterogenitas menunjukkan autokorelasi spasial negatif, yaitu
spasial (Anselin, 1999). Kedua hal tersebut mirip bahwa nilai-nilai observasi cenderung tidak
dengan masalah autokorelasi dalam data runtun menyerupai antara lokasi satu dengan lokasi
waktu. Dalam konteks data lintas tempat, masalah lainnya pada suatu kawasan.
autokorelasi muncul lintas spasial. Ia terjadi apabila Nilai rata-rata teoretis Moran’s I statistik
kesalahan pengganggu menunjukkan pola spasial, adalah E(MI) = -1/(n-1) dengan standard deviasi
yaitu bahwa daerah atau sekumpulan titik SD(MI) = (2/ij Wij)1/2. Pengujian signifikansi
pengamatan yang saling berdekatan saling Moran’s I statistik dilakukan dengan
menyerupai antara satu dengan yang lain membandingkan antara nilai hitung MI dengan
dibanding daerah atau titik pengamatan yang E(MI):
berjauhan. [MI - E(MI)]
Statistik autokorelasi spasial membuka MIhitung = -------------- (16)
peluang untuk mengukur seberapa besar aspek
ruang dalam suatu variabel ini bermakna. SD(MI)
Penggunaan statistika spasial ini pada awalnya Nilai perhitungan di atas akan mengikuti distribusi
digunakan dalam ilmu regional, ekonomi normal (distribusi Z-statistik).
perkotaan, dan geografi ekonomi. Dalam Lebih lanjut, analisis untuk membuktikan
perkembangannya, statistik autokorelasi spasial eksistensi konvergensi absolut ini akan dilakukan
telah mulai ekstensif diaplikasikan dalam berbagai dengan menggunakan Indeks Entropi Theil.
bidang. Penggunaan statistika spasial ini menjadi Konsep Entropi dari suatu distribusi pada dasarnya
sangat relevan apabila dihadapkan pada data yang merupakan aplikasi konsep teori informasi dalam
dipakai mengacu pada unit administratif. mengukur kesenjangan dan konsentrasi (Kuncoro,
Secara umum, autokorelasi spasial 2002). Indeks ini diperkenalkan oleh Theil pada
mengambil bentuk sebagai berikut: tahun 1967 dan telah dipergunakan oleh Theil
it = Wit + it (14) sendiri dalam mengukur kesenjangan pendapatan
regional, kesenjangan internasional, dan distribusi
dengan it adalah beda rata-rata suatu variabel,
PDB dunia.
misalkan Xi, dari nilai rata-rata kelompoknya pada
Dalam konteks disparitas ekonomi daerah
periode t. Komponen it ini bisa pula berupa
kota dan kabupaten di Indonesia, karakteristik
residual hasil dari penaksiran suatu model regresi.
kesenjangan antardaerah dapat dinyatakan dalam
Bentuk  merepresentasikan koefisien autokorelasi, bentuk:
W adalah bobot yang diberikan untuk daerah-
IET(y) = i=1N yi  log [yi/N] (17)
daerah yang secara geografis saling berdekatan,
dalam hal ini IET(y) adalah Indeks Entropi
dan  adalah kesalahan penganggu yang baru. keseluruhan kesenjangan spasial atas PDRB per

16
EKO-REGIONAL, Vol.3, No.1, Maret 2008

kapita, yi adalah pangsa kota atau kabupaten di bahwa variabel-variabel lain yang mengkondisikan
provinsi i terhadap total PDRB riil per kapita seluruh terjadinya mekanisme konvergensi tidak bersifat
kota dan kabupaten di Indonesia, dan N adalah konstan. Mengikuti studi-studi sebelumnya,
jumlah keseluruhan kota dan kabupaten yang ada variabel-variabel yang diduga mengkondisikan
di Indonesia. terjadinya mekanisme konvergensi mencakup
Berkaitan dengan pengujian kemungkinan faktor-faktor ekonomi, demografi, perbedaan
terjadinya konvergensi secara relatif ini akan karakteristik daerah, dan faktor institusional:
dipergunakan model “regresi Barro” (Barro, 1991; Yit = 0 + 1BHit + 2DAit + 3Pit + 4Popit + 5Yit-1
Barro dan Sala-i-Martin, 1992, 1995) dengan + 6DKit + 7Invit + 8DABH + 9DADA
mengacu pada persamaan (10) sebagai berikut: + 10Dkota + 11Dkrisis + 12Dodf
Yit = 0 + (1 - 1) Yit-T + 6it (18) + 13[DodfBHit] + 14[DodfDAit] + 7it
dengan T menunjukkan interval waktu yang dipilih (19)
(T yang akan digunakan di sini adalah 1 untuk Harapan teoretis tanda atau arah koefisien
mendapatkan pertumbuhan ekonomi tahunan). pada variabel Yit-1 adalah positif dengan besaran
Koefisien pada variabel Yit-T pada persamaan (18) antara nol dan satu. Koefisien 5 pada variabel Yit-1
menunjukkan kecepatan konvergensi. Apabila memberikan informasi awal mengenai eksistensi
diperoleh hasil estimasi bahwa koefisien tersebut mekanisme konvergensi. Nilai kecepatan
bernilai absolut positif dengan besaran secara bekerjanya mekanisme konvergensi (speed of
statistik antara 0 (nol) dan 1 (satu), maka convergence) dapat diturunkan dari koefisien
keberlakuan konvergensi pendapatan riil per kapita tersebut, yaitu (5-1). Nilai negatif ini menunjukkan
antardaerah dapat diterima. bahwa nilai Yit-1 yang lebih rendah akan tumbuh
Dikaitkan dengan pengaruh transfer dari lebih tinggi daripada bilai Yit-1 yang lebih tinggi.
pemerintah pusat, mekanisme konvergensi relatif
tak kondisional (unconditional) sebagaimana (18)
dapat diperluas ke dalam bentuk kondisional, yaitu

Tabel 2.1
Definisi Operasional Variabel Penelitian

Notasi Arti Definisi Variabel (Bentuk) Satuan


BH Transfer Dana Bagi Hasil Dana Bagi Hasil Penerimaan Pajak dan Bukan Pajak Riil per kapita (juta
Pajak dan Bukan Pajak (log). Dana bagi hasil ini mencakup bagi hasil pajak rupiah)
bumi dan bangunan, BPHTB, pajak pribadi orang
dalam negeri kehutanan, perikanan, minyak, dan gas
bumi.
DA Transfer Dana Alokasi - Sebelum tahun 2001: SDO, Bantuan Pembangunan Riil per kapita (juta
Daerah, Inpres (log). rupiah)
- Setelah tahun 2001: DAU, dan DAK (log). DAU ini
telah mencakup pula Dana Kontinjensi, Dana Darurat,
Dana Penyesuaian, dan Dana Talangan.
DAK mencakup Dana Reboisasi dan Bukan Reboisasi
DP Dana Perimbangan BH + DA Riil per kapita (juta
rupiah)
DK Dana Dekonsentrasi Penerimaan transfer Dana Dekonsentrasi dengan jalur Riil per kapita (juta
sektoral melalui pemerintah daerah provinsi (log) rupiah)
Y Pendapatan masyarakat PDRB tanpa minyak dan gas bumi (log) Riil per kapita (juta
rupiah)
P Deflator PDRB sebagai Rasio antara PDRB harga berlaku dengan PDRB harga 1993 = 100
proksi tingkat harga konstan (log)
Pop Jumlah penduduk Jumlah penduduk (log) Juta orang
Inv Investasi swasta Pengeluaran investasi swasta Riil per kapita (juta
rupiah)
DABH Variabel boneka Asimetri perubahan penerimaan BH BH>0 = 0; BH<0 = 1
DADA Variabel boneka Asimetri perubahan penerimaan DA DA>0 = 0; DA<0 = 1
Dkota Variabel boneka Daerah kota dan kabupaten Kota = 1; kabupaten = 0
Dkrisis Variabel boneka Masa krisis ekonomi 1997-... = 1; lainnya = 0
Dodf Variabel boneka Masa otonomi daerah dan desentralisasi fiskal 2001-... = 1; lainnya = 0
DodfBH Interaksi Dodf dengan BH Perkalian Dodf dengan BH (log) Riil per kapita (juta
rupiah)
DodfDA Interaksi Dodf dengan DA Perkalian Dodf dengan DA (log) Riil per kapita (juta
rupiah)

17
Konvergensi Pendapatan Regional... (Haryo Kuncoro)

Data utama yang dikumpulkan meliputi pos- Secara umum, semua indeks menunjukkan
pos transfer antarpemerintah (Dana Bagi Hasil Pajak peningkatan yang konsisten. Dilihat dari besarannya,
dan Bukan Pajak, Subsidi, Sumbangan, dan Bantuan indeks untuk variabel pendapatan per kapita
pada masa sebelum desentralisasi fiskal serta Dana masyarakat (Y) adalah yang paling besar. Sebaliknya,
Bagi Hasil Pajak dan Bukan Pajak dan Dana Alokasi besaran indeks untuk variabel transfer Bagi Hasil
pada masa setelah desentralisasi fiskal), serta PDRB. adalah yang paling rendah. Hal ini menunjukkan
Di samping itu, penelitian ini memerlukan pula data bahwa tingkat ketidakmerataan distribusi variabel
pendukung lainnya seperti tingkat luas wilayah, Bagi Hasil tersebut adalah yang kecil, sedangkan
tingkat harga (inflasi), dan jumlah penduduk di tiap tingkat ketidakmerataan Y adalah yang paling besar.
kota dan kabupaten. Definisi operasional variabel- Tabel 2.3 menyajikan ringkasan hasil
variabel utama yang akan dipergunakan dalam pengujian korelasi spasial atas dana perimbangan
penelitian ini disajikan pada Tabel 2.1. dan pendapatan regional. Diperiksa atas besarannya,
Sebagian besar data tersedia dari BPS melalui nilai korelasi spasial variabel DP jauh lebih besar
publikasi rutinnya. Data yang tidak terpublikasi daripada Y. Hal ini menunjukkan kota dan
adalah dana dekonsentrasi. Data ini diperoleh dari kabupaten mempunyai keterkaitan yang lebih kuat
Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan untuk dalam penerimaan transfer dana perimbangan
tingkat provinsi. Data investasi swasta juga tidak daripada dalam menghasilkan PDRB
tersedia untuk tingkat kota/kabupaten. Kedua data Apabila diamati lebih lanjut ada hubungan
yang disebut terakhir ini diturunkan dari data pada yang cukup erat antara ketidakmerataan variabel di
tingkat provinsi dengan metode pseudo. Dalam atas dengan korelasi spasialnya. Keterkaitan antara
estimasinya, model (20) ditransformasi ke dalam kedua aspek tersebut dapat diamati pada Gambar 1.
bentuk koreksi kesalahan (error correction). Gambar tersebut menegaskan peningkatan
disparitas pendapatan masyarakat berhubungan
dengan arah yang berkebalikan dengan
HASIL ANALISIS interdependensinya dengan perkecualian terjadi
pada era otonomi daerah dan desentralisasi fiskal.
Sebelum menyajikan hasil estimasi empirik, analisis Hal demikian memunculkan dugaan sementara
diskriptif terhadap data yang akan digunakan dalam bahwa upaya-upaya pemerataan pada era otonomi
pendekatan ekonometri tersebut akan disajikan. daerah dan desentralisasi fiskal mensyaratkan adanya
Tabel 2.2 menyajikan indeks Entropi Theil terhadap penurunan derajat interdependensinya dengan
beberapa variabel fiskal terpilih dan pendapatan per daerah-daerah lainnya.
kapita masyarakat yang masing-masing dihitung
untuk setiap tahunnya.

Tabel 2.2. Indeks Entropi Theil Anggaran Pemerintah Daerah dan


Pendapatan Masyarakat Riil Per Kapita Kota dan Kabupaten,
1988-2003

Tahun BH DA DP Y
1988 1,8124 2,4720 2,5253 6,0402
1989 1,8920 2,5255 2,5818 6,0621
1990 2,0220 2,6138 2,6779 6,0722
1991 2,0542 2,6609 2,7273 6,0919
1992 2,1493 2,7432 2,8148 6,1146
1993 2,2288 2,7980 2,8752 6,1472
1994 2,2836 2,8102 2,9006 6,1872
1995 2,3056 2,8237 2,9204 6,2236
1996 2,3306 2,8500 2,9484 6,2539
1997 2,3835 2,9338 3,0258 6,3606
1998 2,2416 2,8401 2,9240 6,3137
1999 2,2861 2,9343 3,0082 6,3285
2000 2,5460 3,1240 3,2110 6,3359
2001 3,1431 3,3505 3,4793 6,3805
2002 3,1548 3,4105 3,5211 6,3736
2003 3,2192 3,7405 3,8068 6,3983
Sumber: Data BPS (diolah)

18
EKO-REGIONAL, Vol.3, No.1, Maret 2008

Tabel 2.3. Hasil Pengujian Korelasi Spasial Dana Perimbangan dan Pendapatan Regional

Tahun DP Z-test Y Z-test


1988 0,3705 8,6669 0,2359 5,4888
1989 0,3955 9,2579 0,2091 4,8557
1990 0,4659 10,9210 0,2127 4,9389
1991 0,5317 12,4761 0,2000 4,6395
1992 0,5273 12,3705 0,1880 4,3568
1993 0,5646 13,2526 0,1795 4,1560
1994 0,6044 14,1936 0,1425 3,2812
1995 0,5803 13,6235 0,1499 3,4572
1996 0,5924 13,9091 0,1345 3,0916
1997 0,4956 11,6213 0,0943 2,1435
1998 0,3894 9,1129 0,1057 2,4117
1999 0,3340 7,8061 0,1026 2,3387
2000 0,2994 6,9874 0,0896 2,0308
2001 0,3342 7,8091 0,1861 4,3122
2002 0,1994 4,6259 0,1901 4,4068
2003 0,0351 0,7437 0,1964 4,5543
Catatan: nilai kritis Z-tabel untuk  = 5 persen adalah 1,645

4.0 0.7 6.5 0.24

3.8 0.6
6.4
3.6 0.20
0.5
3.4 6.3
0.4
3.2 0.16
0.3 6.2
3.0
0.2 0.12
2.8
6.1
2.6 0.1

2.4 0.0 6.0 0.08


88 90 92 94 96 98 00 02 88 90 92 94 96 98 00 02

IETDP MIDP Tahun IETYC MIYC


Tahun

Gambar 2.1. Keterkaitan antara Indeks Entropi Theil dan Moran’s I Statistik
DP dan Y Riil Per Kapita, 1988-2003

Tabel 2.4 memuat ringkasan hasil regresi sehingga perpacuan antara tingkat pertumbuhan
model konvergensi relatif dengan memasukkan pendapatan riil tetap lebih rendah daripada tingkat
kedua jenis transfer sebagai variabel instrumen pertumbuhan harga. Hal ini menegaskan kembali
kebijakan utama yang akan dianalisis. bahwa untuk mencapai pertumbuhan dan
Pertumbuhan pendapatan per kapita di daerah pemerataan diperlukan pengendalian tingkat
dipengaruhi secara negatif dan signifikan oleh pertumbuhan penduduk dan stabilitas harga yang
jumlah penduduk. Hasil demikian sudah sewajarnya dicerminkan oleh tingkat inflasi.
karena pendapatan per kapita merupakan hasil Koefisien kedua jenis transfer
pembagian antara pendapatan dengan jumlah memperlihatkan memiliki tanda dan signifikansinya
penduduk. Kenaikan sebesar 1 persen jumlah yang searah. Kenaikan BH dan DA sebesar satu
penduduk rata-rata akan menurunkan persen rata-rata akan menurunkan perubahan
pertumbuhan ekonomi (kenaikan relatif pendapatan per kapita masyarakat masing-masing
pendapatan riil per kapita) sebesar 0,11, ceteris sebesar 0,04 dan 0,12 persen. Mengacu pada teori
paribus. perilaku konsumen, hasil seperti ini dapat diterima.
Variabel tingkat harga turut memberikan Kedua jenis transfer akan masing-masing
pengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi dengan memberikan efek pendapatan dan efek harga.
arah yang negatif dan signifikan. Secara matematis, Kedua efek ini bekerja bersama-sama yang pada
koefisien variabel tingkat harga ini seharusnya akhirnya akan memberikan pengaruh pada
memang negatif, mengingat tingkat pendapatan kenaikan pengeluaran masyarakat (Y) baik atas
riil diperoleh dari rasio antara pendapatan nominal konsumsi barang swasta maupun barang dan jasa
dengan tingkat harga. Tanda negatif yang publik. Namun demikian, kenaikan pendapatan
diperoleh tersebut mengindikasikan bahwa tingkat masyarakat tersebut terserap kembali kepada kas
pertumbuhan pendapatan nominal tidak lebih
tinggi daripada tingkat pertumbuhan harga,

19
Tabel 2.4. Ringkasan Hasil Estimasi GMM Persamaan Simultan Jangka Pendek
Pendapatan Riil Per Kapita Kota dan Kabupaten, 1988-2003

Babakan Sebelum Desentralisasi Setelah Desentralisasi Total


Waktu Fiskal Fiskal
Variabel Koef. t-stat Koef. t-stat Koef. t-stat
PIit -0,13472 -42,15053 -0,12795 -16,93921 -0,13291 -35,44833
Popit -0,12934 -32,84280 -0,10951 -16,16862 -0,11467 -22,53930
BHit -0,03231 -13,06296 -0,00218 -2,26605 -0,03941 -13,10101
DAit -0,12764 -27,46337 -0,03410 -19,76318 -0,12193 -22,62134
Yit-1 0,01073 5,07321 0,00931 3,92865 0,01034 5,37244
DKit 0,01316 7,22311 0,09399 12,66830 0,00665 2,69047
Invit 0,99883 365,04250 0,99596 369,46980 1,00548 341,28770
DABH -0,00404 -4,58067 -0,00944 -19,56352 -0,00399 -5,23539
DADA -0,02934 -24,28390 -0,01261 -12,96209 -0,02616 -21,69476
Dkota 0,00249 3,25218 -0,00166 -2,05467 0,00196 2,85167
Dkrisis -0,02794 -24,52610 -- -- -0,02722 -21,59283
Dodf -- -- -- -- -0,03342 -26,87767
DodfBH -- -- -- -- 0,03585 11,19316
DodfDA -- -- -- -- 0,09176 18,89738
ECT6it-1 -0,05129 -14,13643 -0,03079 -6,58321 -0,04785 -12,44613
Adj-R2 0,98395 0,99260 0,98356
RSS 1,35938 0,07590 1,56509
SEE 0,02105 0,00956 0,02002
DW-stat 1,79283 1,90837 1,74469
N 3080 840 3920

besar daripada pengurangan pengeluaran


pemerintah daerah dalam bentuk kenaikan pajak masyarakat ketika pada saat terjadi penurunan
daerah dan retribusi daerah (PAD) sehingga penerimaan BH. Sebaliknya, ketika transfer BH
dampak neto pada pemertaan regional adalah yang diterima mengalami penurunan, masyarakat
negatif. juga akan merespon dengan mengurangi aktivitas
Apabila diperbandingkan, pengaruh transfer ekonominya (pengeluarannya) dengan penurunan
DA pada pertumbuhan ekonomi daerah secara pengeluaran yang lebih rendah daripada
absolut tampak lebih besar daripada transfer jenis pengurangan pengeluaran masyarakat ketika
BH. Beberapa faktor dapat dikemukakan untuk terjadi penurunan penerimaan DA.
menjelaskan temuan ini adalah sebagai berikut. Analisis lebih lanjut mengenai respon
Pertama, penerimaan volume transfer DA lebih pengeluaran masyarakat dengan memisahkan
besar daripada jenis transfer BH. Perbedaan ini antara masa sebelum dan sesudah otonomi daerah
tentu akan memberikan kontribusi dan pengaruh memperlihatkan perbedaan yang signifikan.
yang berbeda pula pada pertumbuhan ekonomi di Perbedaan respon tersebut dinyatakan oleh
daerah penerima transfer. Kedua, pengaruh signifikannya variabel DodfBH dan DodfDA.
transfer DA pada belanja operasional ternyata lebih Hasil ini konsisten dengan hasil estimasi untuk
besar daripada pengaruh transfer BH pada belanja tiap-tiap babakan waktu. Koefisien BH pada masa
modal pemerintah daerah. Di sisi yang lain, belanja sebelum otonomi daerah tampak lebih besar
operasional di daerah-daerah yang relatif lebih daripada koefisien variabel yang sama pada masa
kaya ternyata juga lebih tinggi daripada di daerah- sesudah otonomi daerah. Konsistensi tersebut juga
daerah yang relatif lebih miskin. berlaku pada tanda dan arahnya. Hal tersebut
Pengaruh DA yang secara absolut lebih besar memperlihatkan bahwa perubahan sistem transfer
daripada BH di atas juga konsisten dengan perilaku belum berhasil dalam menurunkan disparitas
asimetrinya. Kedua variabel boneka asimetri terlihat pendapatan regional.
signifikan pada DABH dan DADA dengan angka Sungguhpun kedua transfer tidak berhasil
yang lebih besar pada yang disebut kedua. memberikan kontribusi positif pada pertumbuhan
Kenyataan ini mengimplikasikan bahwa masyarakat ekonomi daerah, namun mekanisme konvergensi
merespon secara tidak simetri terhadap perubahan pertumbuhan ekonomi antarwilayah masih tetap
transfer BH dan DA. Ketika transfer DA yang terjadi. Koefisien konvergensi yang diperoleh
diterima mengalami penurunan, masyarakat akan sebagaimana ditunjukkan oleh koefisien pada
mengurangi aktivitas ekonominya variabel Yit-1 adalah signifikan. Tanda signifikan
(pengeluarannya) dengan penurunan yang lebih koefisien variabel tersebut didapatkan pada
EKO-REGIONAL, Vol.3, No.1, Maret 2008

estimasi baik pada masa sebelum dan setelah antarkota dan kabupaten hanya berkurang rata-
desentralisasi fiskal. Hal ini secara umum rata sebesar 1 persen per tahunnya. Faktor-faktor
menunjukkan bahwa kesenjangan pendapatan lain yang signifikan membantu mendorong
antarwilayah menunjukkan kecenderungan yang mekanisme konvergensi adalah tingkat harga,
semakin mengecil. investasi swasta, serta Dana Dekonsentrasi &
Secara keseluruhan, hasil ini berarti Pembantuan. Temuan yang mengejutkan adalah
mekanisme konvergensi pendapatan riil per kapita transfer dari pemerintah pusat berupa Bagi Hasil
antardaerah terjadi. Hal ini disebabkan karena dan Dana Alokasi tidak mampu menjalankan
PDRB hasil minyak dan gas bumi (sebagai faktor fungsinya sebagai instrumen pemerataan.
kekayaan awal, factor endowment) telah Hasil-hasil di atas menyarankan beberapa
dikeluarkan dari perhitungan, sehingga daerah implikasi kebijakan yang penting. Pertama, upaya
yang kurang maju mampu tumbuh lebih cepat pemerataan pendapatan lintas kota dan
daripada daerah-daerah yang kaya. Dalam kabupaten mensyaratkan keterkaitan yang kuat
perspektif teori, mekanisme konvergensi yang lebih dengan daerah-daerah lain. Sejalan dengan
cepat dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor otonomi daerah, fungsi koordinasi ini selayaknya
(Barro dan Sala-i-Martin, 1995). Pertama, mobilitas diperankan oleh pemerintah daerah provinsi dalam
aliran faktor-faktor produksi antardaerah yang mensinkronkan program-program pengembangan
sempurna. Kedua, perbedaan karakteristik antar pemerintah daerah yang berada di bawah
antardaerah yang relatif kecil dalam hal teknologi, subordinasinya.
sumber daya alam, sumber daya manusia, dan Kedua, ketidakberhasilan kedua jenis
input-input lainnya. Ketiga, keterkaitan aktivitas transfer dalam mendorong pemerataan
ekonomi antardaerah yang terbangun dengan menunjukkan perlunya reformulasi pembagian
kokoh. Beberapa faktor teoretis tersebut Bagi Hasil dan Dana Alokasi. Faktor-faktor khas
tampaknya kurang sesuai dengan kondisi yang ada yang melekat pada masing-masing daerah
di Indonesia untuk menjelaskan bekerjanya hendaknya menjadi bobot yang patut
mekanisme konvergensi antarkota dan kabupaten. dipertimbangkan dalam menentukan besaran
Masuknya variabel Dkrisis memberi wacana transfer yang diserahkan ke daerah. Ketiga, Dana
baru pada pertumbuhan ekonomi dan pemerataan Dekonsentrasi & Tugas Pembantuan efektif dalam
pendapatan antarwilayah kota dan kabupaten di mendorong konvergensi. Hal ini memunculkan
Indonesia. Tanda negatif pada Dkrisis memberi pemikiran untuk menginternalisasikannya ke
petunjuk bahwa pertumbuhan ekonomi daerah dalam APBD sehingga lebih akuntabel dan
pada masa setelah krisis ekonomi mengalami transparan. Keempat, secara makro pemerintah
penurunan yang signifikan. Hasil ini sejalan dengan daerah semestinya menciptakan iklim usaha yang
perhitungan konvergensi absolut pada subbab kondusif dalam upaya menggerakkan investasi
sebelumnya bahwa setelah krisis disparitas swasta. Investasi swasta dalam studi ini terbukti
pendapatan regional cenderung mengalami berperan paling besar dalam mencapai
penurunan. Kontraksi perekonomian hingga konvergensi antardaerah.
mencapai angka 20 persen pada awal-awal krisis
telah mengubah peta pendapatan per kapita
antardaerah kota dan kabupaten. Konfigurasi DAFTAR PUSTAKA
semacam ini secara nasional membawa pengaruh
“positif” pada tingkat kemerataan pendapatan. Anselin, L., (1999), “Spatial Econometrics”,
Working Paper, Bruton Center, School of
Social Sciences, University of Texas, Dallas,
KESIMPULAN http://www.csiss.org/learning_resources/cont
ent/papers/baltchap.pdf.
Paper ini menyajikan fakta empirik
konvergensi pendapatan riil per kapita di Indonesia Ardani, A., (1992), Analysis of Regional Growth
dalam unit kota dan kabupaten. Atas dasar telaah and Disparity: The Impact Analysis of the
diskriptif indeks Theil dan Moran’I statistik, analisis Inpres Project on Indonesian Development,
memperlihatkan derajad yang tinggi pada Unpublished Ph.D. Dissertation in City and
ketimpangan pendapatan regional absolut. Regional Planning, University of
Ketimpangan pendapatan riil perkapita ini Pennsylvania.
berasosiasi secara negatif dengan derajad
interdependensinya dengan daerah-daerah lain di Azis, I.J., (1994), Ilmu Ekonomi Regional dan
sekitarnya. Beberapa Aplikasinya di Indonesia, Lembaga
Lebih lanjut, telaah konvergensi relatif Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas
kondisional mengindikasikan mekanisme Indonesia, Jakarta.
konvergensi terjadi pada tingkat yang rendah.
Intensitas perbedaan pertumbuhan ekonomi

21
Konvergensi Pendapatan Regional... (Haryo Kuncoro)

Barro, R.J., (1991), “Economic Growth in a Cross Mankiw, N.G., D. Romer, dan D.N. Weil, (1992),
Section of Countries”, Quarterly Journal of “A Contribution to the Empirics of Economic
Economics, 106(2), Mei: 407-44. Growth”, Quarterly Journal of Economics,
107(2), Mei: 407-37.
Barro, R.J. dan X. Sala-i-Martin, (1991),
“Convergence across States and Regions”, Miller, S.M. dan F.S. Russek, (1997), “Fiscal
Brookings Papers on Economic Activity, 1, Structures and Economic Growth at the
Januari: 107-82. State and Local Level”, Public Finance
Review, 25(2), Maret: 213-37.
Barro, R.J. dan X. Sala-i-Martin, (1992),
“Convergence”, Journal of Political Quah, D.T., (1993), “Galton’s Fallacy and Tests of
Economy, 100(2), April: 223-51. the Convergence Hypothesis”, Scandinavian
Journal of Economics, 95(4), Desember:
Barro, R.J. dan X. Sala-i-Martin, (1995), Economic 427-43.
Growth, McGraw-Hill Book Co. Inc., NY..
Riatu, Q., (2002), “The Analysis of the Effect of
Cashin, P. dan R. Sahay, (1996), “Regional Intergovernmental Transfer on Regional
Economic Growth and Convergence in Economic Performance”, Working Paper,
India”, Finance and Development, 33(1), International Studies Program, Andrew
Maret: 49-52. Young School of Policy Studies, Georgia
University, http://www.isp-aysps.
Funke, M. dan H. Strulik, (1999), “Regional Growth gsu.edu/papers/indonesia/riatu.pdf.
in West Germany: Convergence or
Divergence?”, Economic Modelling, 16(4), Romer, D., (1996), Advanced Macroeconomics,
Desember: 489-502. McGraw-Hill Book Co. Inc., New York.

Galor, O., (1996), “Convergence? Inferences from Sala-i-Martin, X., (1996a), “Regional Cohesion:
Theoretical Models”, Economic Journal, Evidence and Theories of Regional Growth
106(437), Juli: 1056-69. and Convergence”, European Economic
Review, 40(6), Juni: 1325-53.
Garcia, J.G. dan L. Sulistianingsih, (1998), “Why Do
Sala-i-Martin, X., (1996b), “The Classical Approach
Differences in Provincial Incomes Persist in
to Convergence Analysis”, Economic
Indonesia?”, Bulletin of Indonesian Studies,
Journal, 106(437), Juli: 1019-36.
34(1), April: 95-120.
Uppal, J.S. dan B.S. Handoko, (1986), “Regional
Hidayat, T. dan D. Damayanti, (1992), Income Inequalities in Indonesia”, Ekonomi
“Distributional Effect of Fiscal dan Keuangan Indonesia, 34(3), September:
Decentralization in Indonesia: An Application 287-304.
of a Linked Econometric-IRSAM Model”,
Ekonomi dan Keuangan Indonesia, 40(3), Wakerly, E.C., (2002), “Disaggregate Dynamics
September: 247-77. and Economic Growth in Canada”,
Economic Modelling, 19(2), Maret: 197-219.
Izraeli, O. dan K. Murphy, (1997), “Convergence in
State Nominal and Real Per Capita Income: Wantchekon, L. dan T. Asadurian, (2002),
Empirical Evidence”, Public Finance Review, “Transfer Dependence and Regional
25(6), November: 555-76. Disparities: The Case of Nigeria”, Working
Paper No. 152, Stanford University.
Lall, S. dan S. Yilmaz, (2001), “Regional Economic http://www.credr.stanford.edu/pdf/credpr15
Convergence: Do Policy Instruments Make a 2.pdf.
Difference?”, Annals of Regional Science,
35(1), Februari: 153-55. Wibisono, Y., (2001), “Determinan Pertumbuhan
Ekonomi Regional: Studi Empiris
Lin, J.Y. dan Y. Liu, (2000), “Fiscal Decentralization Antarpropinsi di Indonesia”, Jurnal Ekonomi
and Economic Growth in China”, Economic dan Pembangunan Indonesia, 1(2): 42-58.
Development and Cultural Change, 49(1),
Oktober: 1-22. Zhang, T. dan H.F. Zou, (1998), “Fiscal
Decentralization, Public Spending, and
Economic Growth in China”, Journal of
Public Economics, 67(2), Februari: 221-40.

22

Anda mungkin juga menyukai