Anda di halaman 1dari 10

JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)

Volume 4, Nomor 4, Oktober 2016 (ISSN: 2356-3346)


http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jkm

Hubungan Faktor Lingkungan dan Praktik Pemberantasan Sarang


Nyamuk (PSN) dengan Kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD) di
Kecamatan Ngawi

Luluk Masruroh, Nur Endah Wahyuningsih, Resa Ana Dina


Bagian Kesehatan Lingkungan, Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Diponegoro
Email:lulukmasruroh1993@gmail.com

Abstract
Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) was a disease caused infection by dengue
virus. It transmitted through the bite of Aedes aegypti and Aedes albopictus. In
2015 according to Minister of Health Regulation No. 1501 / Menkes / Per / X /
2010 expressed as Extraordinary Events in Ngawi City. IR ( Incidence Rate) DBD
District of Ngawi reached 59.9 per 100,000 population. Environmental and
behavioral factors thought to be a risk factor for the cause of occurrence of
dengue fever. The purpose of this study was to determine the correlation of
environmental factors and mosquito eradication practice with incidence of
Dengue Hemorrhagic Fever ( DHF) in the District of Ngawi. This study was
observational analytic methods and case control design. The Case in this study
were patients who visit Ngawi’s health centers and Ngawi Purba’s health centers
on January to December 2015 which amounted to 154 ( cases ) and then the
communities around cases within ± 100m from home cases to be a control.
Statistical analysis used chi square test with proportional stratified simple random
sampling. The results showed there were association between the presence of
breeding place (p=0,0001 OR=9,6), the presence of vegetation (p=0,002
OR=6,01), Container Index ( CI ) (p=0,0001 OR=16,5), the practice of 3M
(p=0,0001 OR=6,03), and the use of mosquito nets (p=0,001 OR=0,031) with the
incidence of DHF. Based on these results the health center of Ngawi City
collaboration with Ngawi’s health center and Ngawi Purba’s health center
increase program outreach to the community about the practice of mosquito nest
eradication and the promotion of larva monitoring as a precaution occurrence of
dengue fever.

Keywords : extraordinary event of disease, dengue hemorrhagic fever,

PENDAHULUAN 907 orang (IR/Angka kesakitan=


Mewabahnya penyakit 39,8 per 100.000 penduduk dan
demam berdarah dengue di seluruh CFR/angka kematian = 0,9%).
Indonesia masih menjadi salah satu Dibandingkan tahun 2013 dengan
permasalahan kesehatan kasus sebanyak 112.511 serta IR
masyarakat. 45,85 terjadi penurunan kasus pada
Pada tahun 2014 jumlah tahun 2014.1
penderita DBD di Indonesia yang Provinsi Jawa Timur
dilaporkan sebanyak 100.347 kasus menetapkan status Kejadian Luar
dengan jumlah kematian sebanyak Biasa (KLB) Demam Berdarah

992
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 4, Nomor 4, Oktober 2016 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jkm

Dengue (DBD) sejak tanggal 1 “Hubungan antara Faktor


Januari 2015 berdasarkan Peraturan Lingkungan dan Praktik
Menteri Kesehatan Republik Pemberantasan Sarang Nyamuk
Indonesia Nomor (PSN) dengan Kejadian Demam
1501/Menkes/Per/X/2010 tentang Berdarah Dengue (DBD) di
jenis penyakit menular tertentu yang Kecamatan Ngawi,Kabupaten
dapat menimbulkan wabah dan Ngawi”.
upaya penanggulangan. Selama
bulan Januari 2015 di Provinsi Jawa METODE PENELITIAN
Timur KLB DBD terjadi di 37 Jenis penelitian yang
Kabupaten/Kota, dengan total digunakan peneliti yaitu analitik
jumlah kasus sebanyak 3.136 kasus observasional dengan desain
DBD dan angka kematian sebanyak penelitian case control yang
52 kasus. Salah satu penyumbang menyangkut bagaimana faktor risiko
terbesar berasal dari Kabupaten dipelajari
Ngawi dengan 91 kasus.1 denganmenggunakanpendekatan
Terdapat 9 kecamatan rawan retrospektif. Populasi kasus adalah
I DBD dan 8 kecamatan rawan II seluruh penderita DBD pada bulan
DBD. IR DBD tertinggi pada Januari-Desember tahun 2015 di
Kecamatan Ngawi dengan 59,9 per Kecamatan Ngawi yaitu sebesar 154
100.000 penduduk sedang IR DBD kasus DBD dan DSS.Populasi
terendah di Kecamatan Kwadungan kontrol adalah orang yang tidak
sebesar 14,7 per 100.000 penduduk. menderita DBD pada bulan Januari
Kasus tertinggi berada di Kecamatan hingga bulan Desember 2015 di
Ngawi tercatat sebanyak 127 kasus Kecamatan Ngawi.Sampel bejumlah
sedangkan sebanyak 5 kasus 86 responden sesuai rumus
3
ditemukan di Kecamatan perhitungan sampel minimal. Teknik
Karanganyar sepanjang tahun 2015. pengambilan sampel menggunakan
Kecamatan Ngawi memiliki 2 Proportional Stratified Random
4
wilayah kerja puskesmas yaitu Sampling. Pembagian berdasarkan
Puskesmas Ngawi dan Puskesmas data sekunder alamat responden
Ngawi Purba. Tercatat hingga bulan asal, 22 responden untuk wilayah
Desember 2015, kasus DBD di kerja Puskesmas Ngawi Purba dan
wilayah kerja Puskesmas Ngawi 64 responden dari wilayah kerja
sebanyak 127 kasus sedangkan Puskesmas Ngawi.
Puskesmas Ngawi Purba sebanyak
44 kasus.2 HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan studi Berdasarkan 86 responden
pendahuluan yang dilakukan masih yang berhasil diwawancarai dan
ditemukan kasus demam berdarah diobservasi kondisi rumah dan
di Kecamatan Ngawi, serta melihat lingkungannya.
keterkaitan antara faktor lingkungan 1.Keberadaan Breeding Places
maupun perilaku peneliti bermaksud Breeding places adalah suatu
mengadakan penelitian mengenai tempat dimana nyamuk dapat

993
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 4, Nomor 4, Oktober 2016 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jkm

berkembangbiak di tempat yang vektor. Nyamuk yang berkembang


dapat menampung air bersih biak di sekitar rumah akan lebih
(akuarium, drum, kaleng bekas, ban mudah dalam menjangkau host
bekas, potongan bambu, vas bunga, (manusia), dengan demikian
tempayan bekas maupun benda keberadaan breeding place di sekitar
lainnya yang dapat menampung air). rumah akan meningkatkan angka
Tabel 1. Keberadaan Breeding kejadian DBD.6
Places
Keberadaan Kasus Kontrol P OR 95% CI
breeding place f % f %
Ada 32 74,4 10 23,3 0,0001 9,6 3,6-25,7
Tidak ada 11 25,6 33 76,7
Hasil analisis bivariat menunjukkan
adanya hubungan antara 2.Keberadaan Vegetasi
keberadaan breeding places (p : Keberadaan vegetasi adalah
0,0001). Variabel breeding tempat dimana nyamuk istirahat.
placemerupakan faktor risiko Nyamuk akan istirahat pada termpat
kejadian DBD dalam penelitian ini yang memiliki kelembapan yang
(OR : 9,6 dan CI : 3,6-25,7), yang tinggi dan teduh (Semak-semak,
berarti keberadaan breeding places pohon yang rindang, pepohonan
mempunyai 10 kali risiko untuk bambu dan lainnya yang teduh dan
terkena DBD daripada mereka yang kelembapannya tinggi.
tidak mempunyai breeding places. Hasil analisis bivariat
Hasil penelitian ini sejalan dengan menunjukkan adanya hubungan
penelitian Deni (2012) yang antara keberadaan vegetasi (p :
menyebutkan ada hubungan antara 0,002). Variabel keberadaan
keberadaan breeding place (p vegetasi merupakan faktor risiko
value=0,13 OR= 4,23 dan nilai CI kejadian DBD dalam penelitian ini
1,31-13,61).5Soegijanto (2004) (OR : 6,017 dan CI : 1,98 -18,25),
menyebutkan bahwa telur, larva, dan yang berarti bahwa keberadaan
pupa nyamuk Aedes aegypti tumbuh vegetasi di dalam maupun luar
dan berkembang di dalam air. rumah mempunyai 6 kali risiko untuk
Keberadaan kaleng bekas, potongan terkena DBD daripada mereka yang
bamboo, tempat tiang bendera yang tidak mempunyai vegetasi di dalam
terbuat dari pipa ataupun bak mandi ataupun di luar rumahnya.
di luar rumah yang susah dijangkau Tabel 2. Keberadaan Vegetasi
kebersihannya, memungkinkan Kasus Kontrol
Keberadaanvegetasi
menjadi tempat penampungan air f % f %
dan dapat menciptakan breeding Ada 38 88,4 24 55,8 0
place bagi nyamuk. Adanya
Tidak Ada 5 11,6 19 44,2
keberadaan breeding placeakan
menciptakan peluang bagi nyamuk
Semak-semak yaitu tanaman perdu
untuk berkembang biak dan
yang daunnya saling menutuipi
meningkatnya kepadatan jentik dan
antara satu dan lainnya sehingga

994
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 4, Nomor 4, Oktober 2016 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jkm

tidak memungkinkan cahaya akhirnya mengakibatkan terjadinya


matahari jatuh dan menyebabkan KLB penyakit DBD.
kelembapan tinggi. Semak-semak Hasil analisis bivariat
menjadi resting place alami nyamuk menunjukkan adanya hubungan
yang berada di sekitar rumah akan antara keberadaan Container Index
memperbesar peluang untuk (CI)(p : 0,0001) merupakan faktor
nyamuk Aedes aegypti untuk risiko kejadian DBD dalam penelitian
menjangkau lingkungan rumah dan ini (OR : 16,6 dan CI : 5,7-47,8).
host (manusia) sehingga dapat Penelitian yang sejalan dengan
meningkatkan kejadian DBD. penelitian yang dilakukan oleh
Hal ini sejalan dengan penelitian Dejene Gatachew (2014). Hasil
Endo Darjito (2008) bahwa ada indeks larva umum digunakan
hubungan antara adanya tanaman di (rumah,kontainer,dan indeks
sekitar rumah dengan kejadian DBD Breteau) digambarkan pada Tabel
di Kecamatan Purwokerto Timur HI,CI,dan BI berkisar antara 33,33
dengan besar p value : 0,016 OR = dan 86,15 , antara 23,18 dan 73,91,
2,667 (95% CI : 1,2-5,9). dan antara 56,52 dan 188,88,
Lingkungan biologik yang masing-masing, di berbagai lokasi di
mendukung perkembangbiakkan kota. Indeks ini menunjukkan bahwa
nyamuk penular penyakit DBD adanya wadah air buatan dengan
adalah adanya tanaman hias yang larva nyamuk yang dapat
berisi air dan tanaman menyebabkan wabah demam
pekarangan/sekitar rumah di berdarah.8
samping dapat menampung Tabel 3. Container Index (CI)
kelembaban dan pencahayaan di Container Kasus Kontrol
dalam rumah, sehingga menjadi Index f % f %
tempat yang disenangi oleh nyamuk Padat 35 81,4 9 20,9 0,
Aedes aegypti untuk istirahat.7 Tidak Padat 8 18,6 34 79,1

3. Container Index (CI)


Keberadaan kontainer sangat 4. Praktik 3M
berperan dalam kepadatan vektor Hasil statistilk pada analisis
nyamuk Aedes aegypti, karena bivariat menunjukkan adanya
semakin banyak kontainer akan hubungan antara perilaku 3M (p :
semakin banyak tempat perindukan 0,0001). Variabel praktik 3M
dan akan semakin padat populasi merupakan faktor risiko kejadian
nyamuk Aedes aegypti. Semakin DBD dalam penelitian ini (OR : 6,03
padat populasi nyamuk Aedes dan CI : 2,37-15,37) yang berarti
aegypti, maka semakin tinggi pula bahwa praktik 3M yang kurang baik
risiko terinfeksi virus DBD dengan mempunyai 6 kali risiko untuk
waktu penyebaran lebih cepat terkena DBD daripada mereka yang
sehingga jumlah kasus penyakit tidak mempunyai praktik 3M yang
DBD cepat meningkat yang pada baik.
Tabel 4. Praktik 3M

995
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 4, Nomor 4, Oktober 2016 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jkm

Kasus Kontrol P OR 95% CI


Perilaku 3M
f % f %
2,37-
Kurang Baik 29 67,4 11 25,6 0,0001 6,03 15,37
Baik 14 32,6 32 74,4
menunjukkan bahwa lebih banyak
Hasil penelitian sejalan pada responden yang tidak memakai
penelitian Helly Conny(2010) yang kelambu baik siang hari maupun
menyatakan ada hubungan antara malam harisebanyak 49 orang (57%)
tindakan Pemberantasan Sarang dibandingkan responden yang
Nyamuk (PSN) dengan kejadian memakai kelambu sebanyak 37
demam berdarah dengue (DBD) p responden (43%). Jika dilihat dari
value 0,048 melalui pendekatan nilai lower dan upper variabel
cross-sectional.9 Hal ini terjadi penggunaan kelambu menjadi faktor
karena PSN merupakan salah satu protektif untuk mengurangi DBD.
faktor yang mempengaruhi Hasil pengamatan menunjukkan
terjadinya kejadian DBD. PSN bahwa aktvitas menggigit nyamuk
merupakan cara pengendalian Aedes aegyptidan Aedes albopictus
vektor sebagai salah satu upaya terjadisepanjang malam dari pukul
yang dilakukan untuk mencegah 18.00 sampai 05:50 baik di dalam
terjadinya penularan penyakit DBD, maupun di luar rumah di daerah-
dan apabila PSN dilaksanakan daerah Cikarawang, Babakan, dan
seluruh masyarakat, maka nyamuk Cibanteng Kabupaten Bogor (2004);
dapat dibasmi, karena itu penyakit Cangkurawuk Darmaga Bogor
DBD sangat tergantung pada (2005, 2007), Pulau Pramuka, Pulau
pengendalian vektornya, yaitu Pari, Kepulauan Seribu (2008),
10
nyamuk Aedes Aegypti. Gunung Bugis, Gunung Karang,
5. Penggunaan Kelambu Gunung Utara Balikpapan (2009)
Menggunakan kelambu dan Kayangan, Lombok Utara
adalah salah satu cara yang efektif (2009). Hasil penelitian
dan aman untuk menghindari gigitan menunjukkan bahwa aktivitas
nyamuk, baik kelambu yang menggigit nyamuk Aedes aegypti
11
berinsektisida maupun tidak. Dari dan Aedes albopictus tidak hanya di
hasil statistilk pada analisis bivariat siang hari tetapi juga malam hari.13
menunjukkan adanya hubungan Hasil penelitian Chadee (2002) Hasil
antara pemakaian kelambu(p: 0,001) penelitian ini menunjukkan bahwa
merupakan faktor protektif terhadap pendaratan periodisitas pola makan
kejadian DBD dalam penelitian ini dari Trinidad strain Aedes
(OR : 0,031 dan CI : 0,009 -0,1). aegyptiadalah dapat terjadi baik
Penelitian ini sejalan dengan hasil diurnal dan nocturnal.14
penelitian Dermala Sari (2012) yang Tabel 5. Pemakaian Kelambu
menemukan adanya hubungan
antara pemakaian kelambu dengan
kejadian DBD.12 Hasil penelitian

996
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 4, Nomor 4, Oktober 2016 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jkm

Pemakaian Kasus Kontrol P OR 95% CI


Kelambu f % F %
Ya 39 90,7 10 23,3 0,001 0,031 0,01-0,12
Tidak 4 9,3 33 76,7
diam (tidak bergerak), 3,3 kali akan
6. Kepadatan Penghuni lebih banyak digigit nyamuk Aedes
Kepadatan penghuni adalah aegypti dibandingkan dengan orang
perbandingan jumlah penghuni yang lebih aktif, dengan
dengan luas rumah dimana demikianorang yang kurang aktif
berdasarkan standar kesehatan akan lebih besar risikonya untuk
adalah 10 m2 per penghuni, semakin tertular virus dengue. Selain itu,
luas lantai rumah maka semakin frekuensi nyamuk menggigit
tinggi pula kelayakan hunian sebuah manusia juga dipengaruhi
rumah. keberadaan atau kepadatan
Tabel 6. Kepadatan Penghuni manusia, sehingga diperkirakan
Kepadatan Kasus Kontrol P OR 95% CI
hunian f % f %
0,97-
11 25,6 4 9,3
Padat 0,088 3,352 11,54
Tidak Padat 32 74,4 39 90,7
nyamuk Aedes aegypti di rumah
Hasil penelitian menunjukkan yang padat penghuninya, akan lebih
tidak ada hubungan antara tinggi frekuensi menggigitnya
kepadatan hunian di dalam rumah terhadap manusia dibandingkan
dengan kejadian DBD dengan nilai yang kurang padat.16
p=0,088 dan OR=3,35 (95% CI= 7. Suhu di dalam Rumah
0,97 - 11,54). Nilai OR >1 dengan Dari hasil analisis bivariat
nilai lower < 1 dan nilai upper > 1 menunjukkan tidak adanya
menunjukkan bahwa variabel hubungan antara suhu di dalam
kepadatan penghuni variabel yang rumah(p : 1,0) dengan kejadian
diteliti cenderung faktor risiko namun DBD. Variabel suhu di dalam rumah
belum cukup bukti untuk dinyatakan merupakan faktor protektif kejadian
sebagai faktor risiko. DBD dalam penelitian ini (OR : 0,49
Penelitian ini sejalan dengan dan CI :(0,39-0,61), yang berarti
hasil penelitian Sofia (2014) yang bahwa suhu di dalam rumah dapat
menemukan tidak adanya hubungan menurunkan risiko untuk terkena
antara kepadatan hunian dengan DBD daripada mereka yang memiliki
kejadian DBD tidak ada hubungan suhu di dalam rumah berkisar antara
antara jenis rumah dengan kejadian 20º-30ºC.
DBD dengan nilai p=1,000 dan OR= Tabel 7. Suhu di dalam Rumah
15
1,1 (95% CI= 0,5 -2,5).
Frekuensi nyamuk menggigit
manusia di antaranya dipengaruhi
oleh aktivitas manusia, orang yang

997
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 4, Nomor 4, Oktober 2016 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jkm

Kasus Kontrol P OR 95% CI


Suhu
f % f %
0,39-
20º-30º C 43 100 42 97,7 1,0 0,49 0,61
>30º C 0 0 1 2,3
Hasil penelitian menunjukkan mengalami embriosasi lengkap
bahwa rata-rata suhu di dalam dengan temperatue udara 25-
rumah responden antara 29ºC 30ºC.19 Namun telur akan mencoba
hingga 30ºC sebanyak 43 orang (50 menetas 7 hari pada air dengan
%) sedangkan responden memiliki suhu 16ºC. Telur nyamukini akan
suhu di dalam rumah lebih dari 30ºC berkembang pada air dengan suhu
(tidak berisiko) sebanyak 1 udara 20-30ºC.
responden (1,2%). 8. Kelembaban di dalam Rumah
Keberhasilan perkembangan Dari hasil statistilk pada analisis
nyamuk Aedes aegypti ditentukan bivariat menunjukkan tidak adanya
oleh tempat perindukan yang hubungan antara kelembaban di
dibatasi oleh temperatur tiap dalam ruangandengan kejadian DBD
tahunnya dan perubahan karena tidak dapat dilakukan uji
musimnya.17 hubungan. Dalam penelitian ini data
Hasil penelitian ini tidak sejalan yang diperoleh dari hasil pengukuran
penelitian Tri Baskoro (2013) yang kelembaban di lokasi penelitian
meneliti tentang pengaruh suhu, untuk semua responden, baik kasus
kelembaban, dan DEN-2 infeksi maupun kontrol antara 65-85 %
virus diamati pada keturunan (homogen).
Ae.aegypti. Jumlah telur bertahan Hasil penelitian yang berbeda
hidup menetas menjadi nyamuk dilakukan oleh Ita Maria (2013) yang
dewasa berbeda antara kondisi suhu membuktikan adanya hubungan
dan kelembaban. Suhu optimum antara kelembaban dengan kejadian
untuk pertumbuhan dan DBD. Rumah yang padat merupakan
perkembangan nyamuk adalah 25 - faktor risiko kejadian DBD dengan
27ºC, dan pertumbuhan nyamuk nilai OR =4,23 (95% CI 1,49-7,59).
berhenti ketika suhu lebih rendah Risiko responden yang tinggal di
dari 10ºC atau lebih tinggi dari 40°C. rumah yang lembab untuk terkena
Sehingga hasil penelitiannya suhu Demam Berdarah Dengue 3,36 kali
dan kelembaban mempengaruhi lebih besar dibandingkan dengan
kemampuan telur Aedes aegypti responden yang tinggal di rumah
untuk hidup dan tumbuh sampai yang tidak lembab. Kondisi
dewasa, ketika penyimpanan lebih kelembaban udara dalam ruangan
lama mengakibatkan tingkat dipengaruhi oleh musim, kondisi
kelangsungan hidup yang lebih udara luar, kondisi ruangan yang
kecil.18 kebanyakan tertutup.20
Nyamuk Aedes aegypti sangat Hasil penelitian sejalan yang
rentan terhadap suhu udara. Dalam dilakukan Trixie Salwati (2010)
waktu tiga hari telur nyamuk telah menyebutkan tidak adanya

998
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 4, Nomor 4, Oktober 2016 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jkm

hubungan antara kelembaban Demam Berdarah Dengue di


dengan DBD. Hasil pengukuran Kecamatan Ngawi.
kelembaban udara ruangan antara b. Tidak ada hubungan antara
kasus dan kontrolsebagian besar kepadatan hunian, suhu
sama lembab, hal ini dipengaruhi dalam rumah, kelembaban
oleh kurangnya ventilasi dan atau dalam rumah dengan
jendela yang selalu tertutup.80 kejadian Demam Berdarah
Dengan kondisi kelembaban yang Dengue di Kecamatan
lebih tingginyamuk menjadi lebih Ngawi
aktif dan sering menggigit sehingga 2. Faktor Perilaku
meningkatkanpenularan.21
Ada hubungan antara praktik
Tabel 8. Kelembaban di dalam
3M, dan penggunaan kelambu
Kasus Kontrol P OR 95% CI
Kelembaban
f % f %
Berisiko (65%-85%) 43 100 43 100 - - -
Tidak Berisiko 0 0 0 0
Rumah dengan kejadian Demam Berdarah
Dengue di Kecamatan Ngawi
Hasil penelitian memperlihatkan
bahwa keseluruhan kasus maupun SARAN
kontrol memiliki kelembaban yang Diharapkan bagi Dinas
sama dikarenakan lokasi rumah kesehatan untuk mengajak
responden memiliki tipe rumah yang masyarakat berpartisipasi secara
hampir sama, meskipun ditemukan aktif dalam kegiatan PSN secara
perbedaan misalkan ada jendela rutin, dan serempak. Masyarakat
atau ventilasi namun pada saat hendaknya menembah informasi
pengukuran dalam keadaan tertutup. mengenai DBD dan bagi peneliti lain
KESIMPULAN diharapkan melakukan penelitian
Berdasarkan hasil penelitian lebih lanjut agar faktor yang belum
tentang hubungan antaran faktor berhubungan dapat terbukti adanya
lingkungan dan praktik korelasi sesuai teori.
Pemberantasan Sarang Nyamuk
(PSN) dengan kejadian Demam
Berdarah Dengue (DBD) di DAFTAR PUSTAKA
Kecamatan Ngawi, dapat 1. Departemen Kesehatan RI.
disimpulkan sebagai berikut Profil Kesehatan Indonesia
2014. Vol 51. Jakarta:
1. Faktor Lingkungan Kementerian Republik
a. Ada hubungan antara Indonesia; 2015.
keberadaan breeding doi:10.1037/0022-
places, keberadaan 3514.51.6.1173.
2. Jazwadi. Data Pribadi Demam
vegetasi, Container Index
Berdarah Kabupaten Ngawi.
(CI) dengan kejadian In: Ngawi: Dinas Kesehatan

999
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 4, Nomor 4, Oktober 2016 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jkm

Kabupaten Ngawi; 2015. 2013;53(9):1689-1699.


3. Sastroasmoro S dan SI. doi:10.1017/CBO9781107415
Dasar-Dasar Metodologi 324.004.
Penelitian Klinis. 4th ed. 10. Abdul Syukur. Praktik
Jakarta: Bagian Ilmu Nyamuk Demam Berdarah di
Kesehatan Anak Universitas Puskesmas Salaman .
Indonesia; 2011. 2010;6(2):46-54.
4. Dahlan MS. Besar Sampel 11. Departemen Kesehatan.
Dan Cara Pengambilan Panduan Praktis Surveilans
Sampel Dalam Penelitian Epidemiologi Penyakit. 1st ed.
Kedokteran Dan Kesehatan. Jakarta: Dir.Jend.P2MPL;
Kedua. Jakarta: Salemba 2003.
Medika; 2009. 12. Sari D. Universitas Indonesia
5. Rahman DA. Hubungan Hubungan Pengetahuan Dan
Kondisi Lingkungan Rumah Perilaku Responden Dengan
dan Praktik 3M dengan Kejadian Demam Berdarah
Kejadian DBD di Wilayah Dengue ( DBD ) Di
Kerja Puskesmas Blora Kecamatan Bebesen
Kabupaten Blora. Unnes J Kabupaten Aceh Tengah
Public Health. 2014;3(1):1-10. Tahun 2012 Skripsi
6. Soegijanto. Demam Berdarah Universitas Indonesia Depok.
Dengue : Tinjauan Dari 2012.
Teman Baru Di Era 2003. 13. Hadi UK, Soviana S,
Surabaya: Airlangga Gunandini DD. Aktivitas
University Press; 2003. nokturnal vektor demam
7. Dardjito E, Yuniarno S, berdarah dengue di beberapa
Wibowo C, Saprasetya A, daerah di Indonesia Nocturnal
Dwiyanti H. Beberapa Faktor biting activity of dengue
Risiko Yang Berpengaruh vectors in several areas of
Terhadap Kejadian Penyakit Indonesia. J Entomol Indones.
DBD Di Kab Banyumas. 2012;9(1):1-6.
Media Litbang Kesehatan. doi:10.5994/jei.9.1.1.14.
2008;XVIII:126-136. 14. Chadee DD, Martinez R.
8. Getachew D, Tekie H, Gebre- Landing periodicity of Aedes
Michael T, et al. Breeding aegypti with implications for
Sites of Aedes aegypti : dengue transmission in
Potential Dengue Vectors in Trinidad, West Indies. J vector
Dire Dawa, East Ethiopia. Ecol. 2000;25(2):158-163.
Interdiscip Perspect Infection 15. Wahyuningsih NE. Hubungan
Disease. 2015;2015:1-8. Kondisi Lingkungan Rumah
doi:10.1155/2015/706276. dan Perilaku Keluarga dengan
9. Tobergte DR, Curtis S. Kejadian Demam Berdarah
Hubungan Tindakan Dengue Di Kabupaten Aceh
Pemberantasan Sarang Besar The Relationship of
Nyamuk (PSN) dengan Home Environmental
Kejadian Demam Berdarah Conditions and Family
Dengue (DBD) Di Desa Behavior with Genesis
Watutumou I, II & III Wilayah Dengue In Aceh Besar.
Kerja Puskesmas Kolongan. J 2014;13(1).
Chemical Infection Model. 16. Reiter P, Lathrop S, Bunning

1000
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 4, Nomor 4, Oktober 2016 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jkm

M, et al. Texas lifestyle limits


transmission of dengue virus.
Emergency Infection Disease.
2003;9(1):86-89.
doi:10.3201/eid0901.020220.
17. Oktaviani. Faktor-faktor yang
berpengaruh terhadap
densitas larva nyamuk Aedes
aegypti di Kota Pekalongan.
Skripsi Sarjana. 2009.
18. Tunggul Satoto TB, R
Umniyati S, Suardipa A, M
Sintorini M. Effects of
Temperature , Relative
Humidity , and DEN-2 Virus
Transovarial Infection on
Viability of Aedes aegypti.
Kesmas. 2013;7(7):331-336.
19. Yudhastuti, R., & Vidiyani A.
Hubungan kondisi lingkungan,
kontainer, dan perilaku
masyarakat dengan
keberadaan jentik nyamuk
aedes aegypti di daerah
endemis demam berdarah
dengue Surabaya. Kesehat
Lingkung. 2005.
20. Maria I, Ishak H, Selomo M.
Faktor Risiko Kejadian
Demam Berdarah Dengue (
DBD ) di Kota Makassar
Tahun2013. 2013;(Dengue
Hemorrhagic Fever):1-11.
21. Salawati T, Astuti R, Nurdiana
H. Kejadian Demam Berdarah
Dengue Berdasarkan Faktor
Lingkungan Dan Praktik
Pemberantasan Sarang
Nyamuk (Studi Kasus Di
Wilayah Kerja Puskesmas
Srondol Kecamatan
Banyumanik Kota Semarang).
Jurnal Kesehatan Masyarakat
Indonesia. 2010;6(1):57-66.

1001

Anda mungkin juga menyukai