Anda di halaman 1dari 14

PENGEMBANGAN PERGURUAN TINGGI SWASTA

MELALUI ANALISIS SWOT


Oleh Dra. Ni Nyoman Resmi, M.M. dan Dra. Ni Ketut Adi Mekarsari, M.M.14

Abstrak: UU Sistem Pendidikan Nasional, menyebutkan bahwa pendidikan merupakan tanggung jawab
bersama antara pemerintah, orang tua, dan masyarakat. Penyelenggaraan perguruan tinggi yang dilakukan
masyarakat, dilaksanakan melalui badan yang sifatnya layanan sosial atau yayasan yang telah mendapatkan
pengakuan dari pemerintah. Peluang ini dimafaatkan betul oleh masyarakat, sehingga perguruan tinggi swasta
menjamur di mana-mana yang mengakibatkan terjadinya kompetisi sangat tinggi. Untuk menghadapi berbagai
permasalahan tersebut di atas, Perguruan Tinggi Swasta harus memiliki strategi yang sesuai untuk
menghadapinya. Upaya mengoptimalkan mutu layanan PTS sesuai dengan tuntutan internal dan eksternal perlu
dilakukan. Pengembangan organisasi PTS harus mengalami pergeseran pada mutu layanan, dikelola dengan
baik dan transparan, dikembangkan berlandaskan visi dan misi yang jelas, dan diikuti serta dilaksanakan oleh
setiap individu yang terlibat dalam pengelolaan PTS tersebut. Pengelolaan perguruan tinggi yang baik, selain
diperlukan sumber daya manusia yang memiliki kemampuan dalam manajemen perguruan tinggi yang baik, juga
tidak kalah penting adalah tata kelola manajemen akademik (muatan kurikulum) dalam menciptakan lulusan yang
berkualitas dan sesuai dengan kebutuhan IPTEKS dewasa ini. Sehingga diperlukan evaluasi terus-menerus dan
pemutakhiran segera terhadap kurikulum yang berbasis teknologi dan kompetensi, serta mengikuti permintaan
pasar kerja. Dalam perguruan tinggi terdapat rangkaian atau himpunan dari manajemen, faktor, kebijakan dan
kelembagaan. Kesemua itu merupakan fondasi kuatnya suatu perguruan tinggi. Faktor yang dimaksud adalah
faktor manusia, yaitu mahasiswa-mahasiswa yang berada dalam lingkungan perguruan tinggi. Kebijakan yang
dimaksud adalah kebijakan yang dibuat atau ditetapkan oleh perguruan tinggi untuk mewujudkan sistem yang
terprogram dan berstruktur. Analisis keberadaan Perguruan Tinggi Swasta menggunakan pendekatan SWOT
(strength, weakness, opportunity, and threat), yang berarti menggunakan pendekatan dan tinjauan berdasarkan
pada kekuatan dan kelemahan internal Perguruan Tinggi Swasta. Peluang, dan ancaman yang berkemungkinan
dihadapi dari eksternal lembaga. Pendekatan ini diambil, karena dinilai lebih adaptif dan fleksibel terhadap
perubahan yang bakal dihadapi sepuluh tahun ke depan. Melalui analisa SWOT akan dapat bermanfaat untuk
menetapkan pilihan–pilihan strategi dalam memahami potensi-potensi yang dimiliki Perguruan Tinggi Swasta
untuk tetap survive dalam zaman globalisasi ke depan.

Kata kunci: Pengembangan, perguruan tinggi swasta, dan analisis SWOT.

Pendahuluan
Undang-Undang Nomor 12 tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi, pasal 1 ayat (2)
menyebutkan bahwa pendidikan tinggi merupakan jenjang pendidikan setelah pendidikan
menengah yang mencakup program pendidikan diploma, sarjana, magister, spesialis, dan
doktor yang diselenggarakan oleh pendidikan tinggi, dan pada pasal 62 ayat (1) berbunyi
bahwa perguruan tinggi memiliki otonomi untuk mengelola sendiri lembaganya sebagai pusat
penyelenggaraan tridharma. Dalam pasal 63 disebutkan bahwa otonomi pengelolaan

14Dra. Ni Nyoman Resmi, M.M. dan Dra. Ni Ketut Adi Mekarsari, M.M. adalah staf edukatif
pada Fakultas Ekonomi (FE) Universitas Panji Sakti (Unipas) Singaraja.

(Prosiding Seminar : Revitalisasi Tata Kelola Perguruan Tinggi Juni 2017 (P.178-191). Unit 178
Penerbitan (UP) Pusat Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat (P3M) Unipas Singaraja.
ISBN 978-979-17637-3-8)
Perguruan Tinggi dilaksanakan berdasarkan prinsip: akuntabilitas, transparansi, nirlaba,
penjaminan mutu, efektivitas dan efisien.
UU Sistem Pendidikan Nasional, menyebutkan bahwa pendidikan merupakan
tanggung jawab bersama antara pemerintah, orang tua dan masyarakat. Ini artinya,
masyarakat memiliki hak untuk mendirikan dan mengelola peguruan tinggi sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku. Penyelenggaraan perguruan tinggi yang
dilakukan masyarakat, dilaksanakan melalui badan yang sifatnya layanan sosial atau yayasan
yang telah mendapatkan pengakuan dari pemerintah. Peluang ini dimafaatkan betul oleh
masyarakat, sehingga perguruan tinggi swasta menjamur di mana-mana yang mengakibatkan
adanya kompetisi sangat tinggi.
Makin ketatnya persaingan di era globalisasi saat ini, secara tidak langsung
berakibat pada organisasi untuk senantiasa berusaha mempertahankan keberadaannya di
tengah-tengah masyarakat. Banyak faktor yang memengaruhi ketidakberdayaan perguruan
tinggi swasta ini, di antaranya :
1) Kebebasan Perguruan Tinggi Negeri (PTN) membuka berbagai jurusan dan program studi
sehingga keberadaan Perguruan Tinggi Swasta (PTS) semakin terancam.
2) UU Nomor 12 Tahun 2012, tentang Pendidikan Tinggi, yang mengharuskan Perguruan
Tinggi terakreditasi baik institusi maupun program studi yang diasuhnya. Hal ini
mendorong Perguruan Tinggi Swasta untuk berlomba-lomba mempertahankan bahkan
meningkatkan status akreditasinya.
3) Masyarakat cenderung mempercayakan anak-anaknya untuk menempuh studi pada
Perguruan Tinggi Negeri (PTN) daripada Perguruan Tinggi Swasta (PTS). Perguruan
Tinggi Swata (PTS) cenderung hanya menerima limpahan dari calon mahasiswa yang
tidak diterima di Perguruan Tinggi Negeri (PTN) yang jumlahnya juga tidak begitu banyak.
4) Sebagaimana pasal 11 Keputusan Menteri No. 234 Tahun 2000 tentang Pedoman
Pendirian Perguruan Tinggi menyebutkan bahwa sumber pembiayaan perguruan tinggi
disediakan oleh penyelenggara perguruan tinggi yang bersangkutan untuk menjamin
kelancaran penyelenggaraan pendidikan tinggi sesuai dengan peranan, tugas dan fungsi
perguruan tinggi.

(Prosiding Seminar : Revitalisasi Tata Kelola Perguruan Tinggi Juni 2017 (P.178-191). Unit 179
Penerbitan (UP) Pusat Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat (P3M) Unipas Singaraja.
ISBN 978-979-17637-3-8)
Tentunya bukan merupakan hal yang mudah bagi sebuah Perguruan Tinggi
Swasta (PTS) untuk mampu bersaing dengan Perguruan Tinggi Negeri (PTN) yang mana
memiliki fasilitas, sarana dan prasarana serta anggaran yang didukung penuh oleh
pemerintah. Sementara Perguruan Tinggi Swasta (PTS) yang relatif memiliki keterbatasan, di
mana biaya pengembangannya hanya bersumber dari pembayaran mahasiswa saja, sehingga
sudah barang tentu keadaannya sangat bertolak belakang jika dibandingkan dengan
Perguruan Tinggi Negeri (PTN).
Untuk menghadapi berbagai permasalahan tersebut di atas, Perguruan Tinggi
Swasta harus memiliki strategi yang sesuai untuk menghadapinya. Strategi tersebut pada
dasarnya dapat memberi arahan kepada organisasi untuk menghadapi tantangan dan
ancaman yang muncul pada saat ini maupun masa yang akan datang dengan
mempertimbangkan kekuatan dan kelemahan yang dimilikinya. Upaya mengoptimalkan mutu
layanan PTS sesuai dengan tuntutan internal dan eksternal perlu dilakukan. Pengembangan
organisasi PTS harus mengalami pergeseran pada mutu layanan, dikelola dengan baik dan
transparan, dikembangkan berlandaskan visi dan misi yang jelas, dan diikuti serta
dilaksanakan oleh setiap individu yang terlibat dalam pengelolaan PTS tersebut.

Pengertian Strategi
David (2011) mendifinisikan strategi sebagai rencana yang komprehensif untuk
mencapai tujuan organisasi. Tidak hanya mencapai tujuan tetapi juga mempertahankan
keberlangsungan hidup organisasi di lingkungan di mana organisasi tersebut menjalankan
aktivitasnya. Strategi merupakan aksi potensial yang membutuhkan keputusan manajemen
puncak dan sumber daya perusahaan dalam jumlah besar. Strategi memengaruhi
perkembangan jangka panjang perusahaan, biasanya lima tahun ke depan, karenanya
berorientasi ke masa yang akan datang. Sedangkan menurut Chadler dalam Rangkuti (2013)
menyebutkan bahwa strategi adalah tujuan jangka panjang dari perusahaan, serta
pendayagunaan dan alokasi sumber daya yang penting untuk mencapai tujuan tersebut.
Kuncoro (2006) menyatakan strategi sebagai suatu proses, yang meliputi sejumlah tahapan
yang saling berkaitan dan berurutan. Tahapan utama proses manajemen strategi umumnya
mencakup analisis situasi, formulasi strategi, implementasi strategi, dan evaluasi kinerja.
(Prosiding Seminar : Revitalisasi Tata Kelola Perguruan Tinggi Juni 2017 (P.178-191). Unit 180
Penerbitan (UP) Pusat Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat (P3M) Unipas Singaraja.
ISBN 978-979-17637-3-8)
Strategi juga bersifat kontekstual, harus sesuai (fit) dengan kompetensi inti dan tantangan
yang dihadapi. Maka dapat disimpulkan strategi adalah pilihan tentang tindakan yang
dilakukan oleh organisasi untuk mencapai tujuannya dan untuk mencapai keunggulan
kompetitif.

Keunggulan Kompetitif
Keunggulan kompetitif adalah keunggulan yang dimiliki oleh organisasi atau
perusahaan, di mana keunggulannya dipergunakan untuk berkompetisi dan bersaing dengan
organisasi atau perusahaan lainnya, untuk mendapatkan sesuatu. Suatu faktor dikatakan
memiliki keunggulan kompetitif ketika faktor tersebut mempunyai sesuatu yang tidak dimiliki
pesaing, melakukan sesuatu lebih baik dari faktor lain, atau mampu melakukan sesuatu yang
tidak mampu dilakukan oleh faktor lain (Kuncoro. 2006). Contoh: perusahaan memasarkan
produk dengan memanfaatkan pelayanan yang berfokus pada pelanggan sesuai dengan nilai
unggul perusahaan dalam berkompetisi dengan perusahaan pesaing. Keunggulan perusahaan
dapat ditimbulkan dari kemampuan perusahaan untuk memanfaatkan berbagai sumber daya
dan kapabilitasnya sebagai aset strategik. Keberhasilan pengelolaan aset strategik ini akan
menentukan keunggulan khas perusahaan yang mampu menciptakan posisi diferensial
dibanding para pesaing. Jika keunggulan bersaing didasarkan pada karakteristik struktural,
seperti kekuatan pasar, skala ekonomi, atau lini produk, maka saat ini penekanan pada bisnis
untuk mengirimkan nilai superior secara konsisten menjadi fokus pada pelanggannya. Untuk
melakukan hal ini maka keunggulan kompetitif bukan hanya suatu fungsi dalam peranan
perusahaan tetapi lebih bergantung pada kemampuan perusahaan untuk berubah secara
radikal. Maka ada empat kebutuhan pokok untuk sumber daya yang harus dipenuhi dalam
mencapai keunggulan bersaing yang berkesinambungan, yaitu:
a. Nilai, dengan nilai tambah yang dimiliki akan meningkatkan keunggulan bersaing
perusahaan.
b. Keunikan di antara perusahaan sejenis dan pesaing potensial. Jika suatu perusahaan
memiliki keunikan tersendiri maka akan makin meningkat keunggulan bersaing yang
dimilikinya di antara pesaing.

(Prosiding Seminar : Revitalisasi Tata Kelola Perguruan Tinggi Juni 2017 (P.178-191). Unit 181
Penerbitan (UP) Pusat Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat (P3M) Unipas Singaraja.
ISBN 978-979-17637-3-8)
c. Tidak dapat ditiru dengan sempurna. Perusahaan dengan produk yang tidak dapat ditiru
pesaingnya dengan sempurna telah memiliki nilai tambah dalam mencapai keunggulan
bersaing,
d. Harus tidak ada strategi yang sama yang dapat menggantikan sumber daya. Jika tidak ada
strategi yang dapat menggantikan sumber daya maka suatu perusahaan akan mencapai
keunggulan bersaing tersendiri.
Keunggulan kompetitif dapat dicapai melalui:
a) Fokus pada pelanggan .
b) Pencapaian kualitas.
c) Integritas dan tanggung jawab.
d) Inovasi dan kreativitas.
e) Produk rendah biaya.
Dalam karyanya Competitive Strategy, Michael P. Porter (1997) mengungkapkan
beberapa strategi yang dapat dipergunakan perusahaan untuk dapat bersaing (dalam
Sunarya, 2010). Beberapa aspek inti teori Porter adalah:
1) Persingan merupakan inti keberhasilan dan kegagalan. Keberhasilan atau kegagalan
tergantung pada keberanian perusahaan untuk bersaing. Tanpa berani bersaing, tidak
mungkin keberhasilan diperoleh (Porter, 1997).
2) Keunggulan bersaing berkembang dari nilai yang mampu diciptakan oleh perusahaan bagi
langganan atau pembeli.
3) Ada dua jenis dasar keunggulan bersaing, yaitu biaya rendah (low cost) dan diferensiasi
(differentiation).
4) Kedua jenis dasar keunggulan bersaing di atas, menghasilkan tiga strategi generik (Porter,
1997), yaitu
a. Biaya rendah (low cost).
b. Diferensiasi (differentiation).
c. Fokus (focus).
Strategi fokus memiliki dua variabel utama, yaitu:
a. Fokus diferensiasi.
b. Fokus biaya.
(Prosiding Seminar : Revitalisasi Tata Kelola Perguruan Tinggi Juni 2017 (P.178-191). Unit 182
Penerbitan (UP) Pusat Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat (P3M) Unipas Singaraja.
ISBN 978-979-17637-3-8)
Daya Saing Perguruan Tinggi
Daya saing adalah himpunan manajemen, faktor, kebijakan dan kelembagaan yang
menentukan tingkat produktivitas suatu perguruan tinggi (World Economic Forum, 2006).
Manajemen pendidikan tinggi yang menganggap pendidikan sebagai produk, bukannya sama
sekali melupakan masalah kualitas produk. Pemasaran pendidikan tinggi juga dilakukan
dengan menjual “kualitas” produk. Pemahaman mengenai kualitas itu sendiri berubah dari
“kualitas pendidikan” menjadi “kualitas produk pendidikan.” Kualitas pendidikan yang
sebenarnya terletak pada kemampuan ilmu untuk diterapkan di masyarakat, kemampuan ilmu
untuk melakukan peningkatan kualitas hidup.
Jelaslah bahwa dalam perguruan tinggi terdapat rangkaian atau himpunan dari
manajemen, faktor, kebijakan dan kelembagaan. Kesemua itu merupakan fondasi kuatnya
suatu perguruan tinggi. Faktor yang dimaksud adalah faktor manusia, yaitu mahasiswa-
mahasiswa yang berada dalam lingkungan perguruan tinggi. Kebijakan yang dimaksud adalah
kebijakan yang dibuat atau ditetapkan oleh perguruan tinggi untuk mewujudkan sistem yang
terprogram dan berstruktur. Pengertian lain dari daya saing adalah kapasitas perguruan tinggi
untuk menghadapi tantangan persaingan nasional dan tetap menjaga atau meningkatkan
produktivitasnya (Council of Competitiveness, Washington, DC, 2006). Pendapat di atas
menguraikan mengenai kemampuan suatu perguruan tinggi untuk menghadapi persaingan,
terutama di era globalisasi sekarang ini yang sarat persaingan. Sebagaimana diketahui
permasalahan yang akan selalu muncul di dunia pendidikan mencakup tiga hal, yaitu
pemerataan dan perluasan akses pendidikan, mutu pendidikan, relevansi dan daya saing
pendidikan. Tiga hal tersebut yang selalu menjadi perbincangan pada semua kalangan
mengenai pendidikan di Indonesia.
Simpulannya adalah perguruan tinggi sebagai pencetak tenaga profesional selalu
berusaha mengkaji masalah tersebut terus-menerus. Perguruan tinggi atau pendidikan tinggi
menurut Undang-Undang Sisdiknas tahun 2003 Pasal 19 ayat (1) menyebutkan ”Pendidikan
tinggi merupakan jenjang pendidikan setelah pendidikan menengah yang mencakup program
(Prosiding Seminar : Revitalisasi Tata Kelola Perguruan Tinggi Juni 2017 (P.178-191). Unit 183
Penerbitan (UP) Pusat Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat (P3M) Unipas Singaraja.
ISBN 978-979-17637-3-8)
pendidikan diploma, sarjana, magister, spesialis, dan doktor yang diselenggarakan oleh
perguruan tinggi.”
Istilah daya saing (competitiveness), “diawali” dengan konsep keunggulan komparatif
(comparative advantage), mendapat perhatian makin besar belakangan ini. Daya saing, satu
dari sekian masalah yang sangat populer, tetapi tetap tak sederhana untuk dipahami. Sebagai
konsep yang multidimensi, daya saing sangat memungkinkan beragam definisi dan
pengukuran.
Pilar utama daya saing bangsa adalah human capital atau Sumber Daya Manusia
atau modal manusia, yang kedua adalah inovasi teknologi. Masalah SDM yang rendah
menyebabkan proses pembangunan berjalan kurang lancar karena tidak didukung oleh
produktivitas dan kualitas tenaga kerja yang memadai. Tingkat produktivitas SDM merupakan
salah satu tolok ukur kualitas SDM, makin tinggi produktivitas SDM, maka makin bagus
kualitasnya. Begitu juga sebaliknya. Demikian juga dalam kajian pendidikan tinggi, masalah
SDM yang menjadi hal yang krusial dalam meningkatkan daya saing perguruan tinggi. Mutu
dosen dan keefektifan pegawai kependidikan menjadi hal yang utama untuk meningkatkan
daya saing perguruan tinggi, juga dalam hal meningkatkan daya saing lulusan perguruan tinggi
karena mutu lulusan perguruan tinggi merupakan salah satu indikator untuk menilai kekuatan
daya saing suatu perguruan tinggi. Masalah yang terjadi adalah kurangnya mutu SDM di
perguruan tinggi. Komitmen yang kurang dari dosen dan tenaga kependidikan menjadi kunci
utama kurangnya kompetensi lulusan perguruan tinggi, selain masalah kurikulum dan sarana
prasarana. Pemangkasan atau perubahan kurikulum pada sebagian besar perguruan tinggi
menjadi penyebab kurangnya mutu mengajar dosen.

Metode Penelitian
Dalam mengambil keputusan sering digunakan analisis SWOT untuk
mempertimbangkan segala potensi yang timbul dan melihat segala kemungkinan yang ada.
Dengan demikian, keputusan yang diambil akan menjadi efektif dan terukur. Analisis SWOT
menurut Rangkuti (2006) dijelaskan bahwa: “Analisis SWOT adalah identifikasi berbagai faktor
secara sistematis untuk merumuskan strategi perusahaan.” Analisis ini didasarkan pada logika
yang dapat memaksimalkan kekuatan (Strenght) dan peluang (Oportunities), namun secara
(Prosiding Seminar : Revitalisasi Tata Kelola Perguruan Tinggi Juni 2017 (P.178-191). Unit 184
Penerbitan (UP) Pusat Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat (P3M) Unipas Singaraja.
ISBN 978-979-17637-3-8)
bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (Weaknesses) dan ancaman (Threats).
Pengertian tentang analisis di atas senada dengan penjelasan Philip Kotler yang dialih
bahasakan oleh Molan (2005) bahwa yang dimaksud dengan analisis SWOT adalah evaluasi
terhadap keseluruhan kekuatan, kelemahan, peluang,dan ancaman organisasi.
SWOT merupakan sebuah analisis yang dipelopori pertama kali oleh Albert Humprey
pada era 1960/1970-an. Analisis ini merupakan akronim dari Strengths (Kekuatan),
Weaknesses (Kelemahan), Opportunities (Kesempatan/Peluang), dan Threats
(Ancaman/Kendala). Metode analisis ini mencoba melihat dari empat sisi berbeda dari suatu
dasar permasalahan yang dihadapi. Hasilnya, biasanya berupa rekomendasi atau arahan
untuk mempertahankan kekuatan dari peluang yang ada, sambil mengurangi kekurangan dan
menghindari kendala/ancaman. Analisis ini sifatnya deskriptif dan kadang akan sangat
subjektif, karena bisa jadi dua orang atau lebih yang menganalisis sesuatu dipandang dari
empat sisi berbeda. Dan karena sifatnya, SWOT tidak memberikan solusi yang serba instan.
Outputnya hanya berupa arahan dalam sebuah permasalahan.
Analisis menggunakan pendekatan SWOT (strength, weakness, opportunity, and
threat), yang berarti menggunakan pendekatan dan tinjauan berdasarkan pada kekuatan dan
kelemahan internal yang ada di perguruan Tinggi Swasta. Peluang, dan ancaman yang
berkemungkinan dihadapi dari eksternal lembaga. Pendekatan ini diambil, karena dinilai lebih
adaptif dan fleksibel terhadap perubahan yang bakal dihadapi sepuluh tahun ke depan (2008-
2017).

Hasil dan Pembahasan


Salah satu hal penting dalam tujuan Renstra adalah mewujudkan visi, misi, tujuan dan
sasaran Perguruan Tinggi Swasta dalam hitungan jangka pendek (3 tahun), jangka menengah
(5 tahun) dan jangka panjang (10 tahun). Visi dari Perguruan Tinggi Swasta, dapat dicapai dan
diwujudkan dengan melibatkan semua pihak yang terkait dan adanya dukungan dari berbagai
pihak, baik yang terkait dengan akademik maupun non-akademik dengan cara melaksanakan
sistem penjaminan mutu secara konsisten dan berkelanjutan. Strategi yang dilakukan dalam
mewujudkan peningkatan akreditasi dilakukan dengan cara membudayakan standar mutu
akademik yang mencakup tujuh elemen sesuai yang tercantum dalam usulan akreditasi.
(Prosiding Seminar : Revitalisasi Tata Kelola Perguruan Tinggi Juni 2017 (P.178-191). Unit 185
Penerbitan (UP) Pusat Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat (P3M) Unipas Singaraja.
ISBN 978-979-17637-3-8)
Pelaksanaan peningkatan mutu akademik akan terus-menerus dilakukan secara konsisten,
berkelanjutan dan bertahap sesuai kemampuan pendanaan dan tetap berpedoman pada
standar penjaminan mutu.
Strategi Pencapaiannya dalam percepatan peningkatan mutu akademik, maka
dilakukan dengan langkah: (1) merancang kurikulum terpadu antara kurikulum nasional dan
lokal, dengan mengacu pada kebutuhan perkembangan ilmu, teknologi komunikasi dan
informasi serta permintaan pasar, dan (2) Menyiapkan perangkat utama dan pendukung
akademik serta pedoman akademik yang memadai.
1) Pemetaan SWOT
Pengembangan institusi ke arah manajemen yang transparansi, bermutu dan modern
perlu pengelola dan staf institusi yang siap dan professional, Hal yang paling utama dalam
kaitan ini adalah penguasaan dan penyempurnaan job desk serta administrasi yang
menunjang kegiatan kerja, termasuk sistem monitoring dan evaluasi yang dikelola oleh
Perguruan Tinggi Swasta.
Teridentifikasi berbagai masalah ketika kita mengevaluasi sistem pengendalian
internal Perguruan Tinggi Swasta pada kegiatan/pengembangan aktivitas penjaminan mutu
internal, antara lain: (1) manajemen pengelolaaan akademik, kemahasiswaan dan unit-unit
kerja, termasuk Unit Penjaminan Mutu (UPM) di Perguruan Tinggi Swasta masih kurang baik
dan belum sistematik, (2) kelengkapan instrument dan SOP dalam melakukan kegiatan kerja
masih sangat kurang, dan (3) kemampuan staf masih sangat minim tentang tata cara
pengelolaan dan pelaporan pekerjaan.
2) Analisis Peluang Lingkungan Eksternal
Berdasarkan analisis peluang lingkungan eksternal yang dapat dimanfaatkan oleh
Perguruan Tinggi Swasta kini dan ke depan, antara lain:
(1) Letak geografis Perguruan Tinggi Swasta yang strategis akan memengaruhi
berkembang atau tidaknya perguruan tinggi swasta tersebut.
(2) Sumber daya manusia, khususnya usia sekolah lanjutan dan pendidikan tinggi
yang cenderung meningkat.

(Prosiding Seminar : Revitalisasi Tata Kelola Perguruan Tinggi Juni 2017 (P.178-191). Unit 186
Penerbitan (UP) Pusat Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat (P3M) Unipas Singaraja.
ISBN 978-979-17637-3-8)
(3) Tingginya minat menuntut ilmu di kalangan pegawai/karyawan, yang kebanyakan
belum sarjana, sehingga bagi Perguruan Tinggi Swasta akan menjadi penawaran
yang positif untuk membuka kelas khusus.
(4) Kebijakan Pemerintah baik di tingkat nasional maupun daerah untuk memajukan
pendidikan bagi masyarakat cukup tinggi.
(5) Tingginya tingkat kesadaran masyarakat untuk pendidikan.
3) Analisis Kekuatan (Strengths) Lingkungan Internal
(1) Lama berdirinya Perguruan Tinggi Swasta dan Nama Perguruan Tinggi telah
memberikan kepercayaan kepada masyarakat.
(2) Lokasi kampus/Kantor berada pada tempat yang strategis dan mudah diakses.
(3) Jaringan operasional dan kemitraan sudah terbentuk. Khususnya dengan
Sekolah setingkat SLTA.
(4) Sumber Daya Manusia sebagian cukup memadai.
(5) Kemampuan melakukan kegiatan kerja sama dengan pihak perusahaan/instansi
terkait di lingkungan Pemerintah Daerah dan sesama Perusahaan.
4) Analisis Kelemahan (Weakness) Lingkungan Internal
Kelemahan internal yang bersifat strategis yang berhasil diidentifikasikan adalah:
(1) Sarana dan fasilitas yang dimiliki dalam proses peningkatan akademik masih terbatas
dalam menunjang operasional.
(2) Sumber dana/modal yang masih terbatas sehingga sulit untuk meningkatkan aktivitas
yang membutuhkan dana besar, seperti promosi, pelatihan, studi banding,
peningkatan pendidikan karyawan dan dosen, dan lain-lain.
(3) Kerjasama yang telah di jalin belum berjalan optimal.
(4) Rendahnya kualitas SDM yang profesional di bidang akademik.
(5) Teknologi sistem informasi (TSI) masih lemah, sehingga menghambat pelayanan dan
pelaporan.
(6) Masih terdapatnya jabatan rangkap dan belum adanya ketentuan kepegawaian
terutama yang menyangkut reward dan puishmen.
5) Analisis Kesempatan (Opportunities)
Lingkungan Eksternal
(Prosiding Seminar : Revitalisasi Tata Kelola Perguruan Tinggi Juni 2017 (P.178-191). Unit 187
Penerbitan (UP) Pusat Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat (P3M) Unipas Singaraja.
ISBN 978-979-17637-3-8)
(1) Banyaknya lulusan SMU dan SMK setiap tahun baik di perkotaan maupun
dipedesaan.
(2) Karyawan swasta dan pemerintah di sekitarnya yang membutuhkan upgrade
pendidikan untuk mengembangkan karir mereka.
(3) Memiliki sejumlah mahasiswa yang masih mengenyam pendidikan.
(4) Tingginya persaingan dan biaya kuliah di PTN.
(5) Beberapa mahasiswa pindahan dari perguruan tinggi lain.
6) Analisis Tantangan/Ancaman (Threats) Lingkungan Eksternal
Tantangan/ancaman akan selalu ada dan harus dihadapi, yang akan mendewasakan dan
sesuatu yang akan membuat lembaga selalu mengevaluasi diri untuk maju dari waktu ke
waktu. Kondisi eksternal yang berpotensi menimbulkan masalah yang dapat menghambat
pencapaian tujuan organisasi (lembaga pendidikan), baik yang sekarang maupun yang
akan datang seperti:
(1) Masih tingginya calon mahasiswa yang melanjutkan/berkeinginan kuliah ke Perguruan
Tinggi Negeri yang memiliki nama.
(2) Masih tingginya minat dosen untuk menjadi Dosen PNS maupun Karyawan PNS.
(3) Kesulitan dalam mengupayakan program-program penelitian karena belum dipahami
arti dan manfaat hasil penelitian oleh pemerintah daerah, dunia bisnis, industri, dan
masyarakat.
(4) Kepercayaan masyarakat yang masih kurang terhadap kualitas perguruan tinggi
swasta terutama yang berada di daerah kecil.
(5) Kualitas sarana dan prasarana yang masih minim dapat menghambat minat calon
mahasiswa baru.
(6) Perguruan Tinggi Negeri yang membuka kelas buat mahasiswa dengan perekonomian
menengah ke atas yang bisa dengan mudah mengenyam pendidikan di Perguruan
Tinggi Negeri dengan label Perguruan Tinggi Negeri.
(7) Perguruan Tinggi swasta lain yang konsisten dengan kualitas dan memiliki nama
besar
(8) Krisis kepercayaan kepada pengelola kampus.
7) Analisis Matriks SWOT
(Prosiding Seminar : Revitalisasi Tata Kelola Perguruan Tinggi Juni 2017 (P.178-191). Unit 188
Penerbitan (UP) Pusat Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat (P3M) Unipas Singaraja.
ISBN 978-979-17637-3-8)
Matriks SWOT adalah alat lanjutan yg digunakan untuk mengembangkan 4
tipe pilihan strategi: SO, WO, ST dan WT. Kunci keberhasilan penggunaan matriks
TOWS adalah mempertemukan faktor kunci internal dan eksternal untuk membentuk 1
strategi.
(1) Strategi SO adalah strategi yang dibuat dengan menggunakan kekuatan internal
perusahaan untuk mengambil keuntungan dari kesempatan eksternal.
(2) Strategi WO adalah strategi yang dibuat untuk memperbaiki kelemahan internal
dan menggunakan kesempatan eksternal. WO juga menunjukkan kesempatan
yang ada dalam jangkauan yang bisa diraih oleh organisasi/perusahaan jika
berhasil memperbaiki kelemahan internal.
(3) Strategi ST dibuat untuk mengantisipasi ancaman eksternal dengan
menggunakan kekuatan internal yang dimiliki.
(4) Strategi WT mungkin saja terjadi terutama jika organisasi/ perusahaan
menghadapi faktor-faktor kelemahan dan ancaman yang tidak dapat ditangani
dengan menggunakan kekuatan dan peluang yang ada. Secara nyata, bentuk
pelaksanaan strategi WT adalah merger, pernyataan bangkrut, restrukturisasi,
atau likuidasi.

Analisis SWOT
Strengths-Opportunities (S-O)
a. Mengeksploitasi pengalaman dan Akreditasi maupun adanya pencitraan promosi
perguruan tinggi swasta ke masyarakat, sekolah–sekolah, kantor-kantor dan
kegiatan organisasi dalam masyarakat, seperti karang taruna, PKK melalui brosur-
brosur, baliho di titik-titik strategis, dan membentuk agen-agen marketing di
beberapa kabupaten dan kecamatan.
b. Mengundang Stokeholder dan alumni yang telah bekerja untuk turut menjadi
pembicara dalam promotour kampus baik di pusat keramaian, ke sekolah-sekolah
dan kegiatan organisasi di masyarakat seperti kegiatan karang taruna.
c. Mengeksploitasi pindahan mahasiswa dari Perguruan Tinggi Negeri (PTN) baik
dalam forum maupun promo media, dan menampilkan potongan rekaman video
(Prosiding Seminar : Revitalisasi Tata Kelola Perguruan Tinggi Juni 2017 (P.178-191). Unit 189
Penerbitan (UP) Pusat Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat (P3M) Unipas Singaraja.
ISBN 978-979-17637-3-8)
maupun tutorial mahasiswa yang sedang belajar di perguruang tinggi swasta
maupun alumni di website mengenai sistem perkuliahan di forum-forum dan media
social network lainnya.
Weakness- Opportunities (W-O)
a. Melakukan promosi secara efektif dan kontinyu dengan menggunakan media
eklektronik, media cetak, dan media ruang publik melalui pamflet, brosur–brosur
dan baliho juga melakukan promosi ke daerah
b. Melakukan sharing dengan dosen-dosen perihal ketidakpuasan maupun keadaan
lembaga, sehingga kinerja pengelola dapat diperbaiki guna menjaga kualitas
belajar-mengajar.
c. Memberikan discount biaya kuliah bagi mahasiswa yang mampu mengajak dan
mengantar tetangga maupun sanak saudaranya kuliah.
Strengths-Threats (S-T)
a. Mengembangkan sistem sharing saham bagi dosen-dosen yang memiliki loyalitas
dan bekerja dalam jangka waktu periode tertentu.
b. Mengundang alumni yang telah bekerja untuk mempromosikan keunggulan
kompetitif yang membantu mereka di dunia kerja
Weakness- Threats (W-T)
a. Mengurangi dominasi keluarga pengelola dalam kepengurusan dan melibatkan
dosen-dosen dan elemen-elemen Yayasan lainnya untuk memilih individu-individu
yang berkualitas untuk menduduki jabatan-jabatan di lingkungan perguruan tinggi.
b. Melakukan komunikasi dan pertemuan secara kontinyu baik formal maupun
informal untuk meningkatkan hubungan yang harmonis guna meningkatkan
kepuasan kerja dan kepercayaan terhadap Pengelola.
c. Memfasilitasi dosen-dosen/Staf yang ingin meningkatkan level akademiknya dan
membantu baik finansial maupun non-finansial dosen/Staf yang melakukan
penelitian, memberikan penghargaan untuk dosen/Staf yang telah melakukan
banyak penelitian dan pengabdian masyarakat dengan menetapkan target tertentu.

(Prosiding Seminar : Revitalisasi Tata Kelola Perguruan Tinggi Juni 2017 (P.178-191). Unit 190
Penerbitan (UP) Pusat Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat (P3M) Unipas Singaraja.
ISBN 978-979-17637-3-8)
Simpulan
Paradigma perkembangan pendidikan dan adanya regulasi banyak membawa
dampak terhadap Perguruan Tinggi Swasta. Dalam kajian pendidikan tinggi, masalah SDM
yang menjadi hal yang krusial dalam meningkatkan daya saing perguruan tinggi. Mutu dosen
dan keefektifan pegawai kependidikan menjadi hal yang utama untuk meningkatkan daya
saing perguruan tinggi, juga dalam hal meningkatkan daya saing lulusan perguruan tinggi
karena mutu lulusan perguruan tinggi merupakan salah satu indikator untuk menilai kekuatan
daya saing suatu perguruan tinggi. Jelaslah bahwa dalam perguruan tinggi terdapat rangkaian
atau himpunan dari manajemen, faktor, kebijakan dan kelembagaan. Kesemua itu merupakan
fondasi kuatnya suatu perguruan tinggi. Faktor yang dimaksud adalah faktor manusia, yaitu
mahasiswa-mahasiswa yang berada dalam lingkungan perguruan tinggi. Berbagai isu dan
berbagai kondisi internal dan eksternal yang ada di dalam Perguruan Tinggi Swasta memiliki
dampak positif dan negatif yang apabila dianalisa dapat menjadi strategi yang efektif bagi
perkembangan Perguruan Tinggi Swasta ke depan. Melalui analisa SWOT akan dapat
bermanfaat untuk menetapkan pilihan–pilihan strategi dalam memahami potensi-potensi yang
dimiliki Perguruan Tinggi Swasta untuk tetap survive dalam zaman globalisasi ke depan.

Daftar Pustaka
Freddy Rangkuti. 2011. SWOT Balanced Scorecard Teknik Menyusun Strategi Korporat yang
Efektif plus Cara Mengelola Kinerja dan Risiko, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Freddy Rangkuti. 2003. Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis, Tahapan
Perencanaan Strategi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Siti Khotimah. 2011. “Perumusan Strategi bagi Perguruan Tinggi Swasta untuk Meraih
Keunggulan Bersaing.” Tesis, Program MM Universitas Brawijaya.
Soraya, Hanuma dan Endang Kiswara. 2008. Analisis Balanced Scorecard Sebagai Alat
Pengukur Kinerja Perusahaan (Studi Kasus Pada PT Astra Honda Motor), Jakarta.
Stewart, Thomas A. 1997. Intelectual Capital The New Wealth of Organizations London,
Nicholas Brealey Pub.
Stewart, T. A. 1999. Intellectual Capital: The New Wealth of Organizations, Currency/
Doubleday, New York, NY.
Stewart, T. A. 2001. The Wealth of Knowledge Intellectual Capital and the Twenty-First
Century Organization, Nicholas Brealey, London.
www.kemendiknas.go.id, 2012, Undang-undang Tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Sembel dan Santoso. 2002. Knowledge Management Bisnis Maya, Laba Nyata Elex Media
Komputindo.
(Prosiding Seminar : Revitalisasi Tata Kelola Perguruan Tinggi Juni 2017 (P.178-191). Unit 191
Penerbitan (UP) Pusat Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat (P3M) Unipas Singaraja.
ISBN 978-979-17637-3-8)

Anda mungkin juga menyukai