Anda di halaman 1dari 18

RISIKO KEPATUHAN SYARI’AH SUKUK BERBASIS WAKAF:

FRAMEWORK, INTEGRASI, DAN PEMBANGUNAN (SDGs)

Karya Tulis PILMAPRES UNIDA Gontor

Disusun oleh:

Asad Arsya Brilliant Fani (362015420870) Angkatan 2015

PROGRAM STUDI MANAJEMEN


FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
UNIVERSITAS DARUSSALAM GONTOR PONOROGO
2018

i
Daftar Isi
PENDAHULUAN .......................................................................................................... 1
Latar Belakang ............................................................................................................ 1
Rumusan Masalah ....................................................................................................... 3
Tujuan......................................................................................................................... 4
Metode Penulisan ........................................................................................................ 4
TELAAH PUSTAKA ..................................................................................................... 4
Penelitian Terdahulu ................................................................................................... 6
ANALISIS DAN SINTESIS ........................................................................................... 8
Sukuk berbasis wakaf .................................................................................................. 8
Nilai Tambah (Framework, Integrasi dan Pembangunan) ........................................... 11
Risiko Kepatuhan Syari’ah Sukuk Berbasis Wakaf .................................................... 12
KESIMPULAN ............................................................................................................. 12
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................... 13

ii
PRAKATA PENULIS

Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa karena atas
berkat rahmat-Nya karya tulis ilmiah yang berjudul ”Wakaf Tunai Sebagai Sarana
Investasi Strategis Pemerintah Untuk Pemerataan Pembangunan” dapat
diselesaikan tepat pada waktunya.

Karya ilmiah remaja ini disusun untuk mengikuti Pemilihan Mahasiswa


berprestasi yang diadakan oleh Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan
Tinggi 2018. Dalam penyusunan karya tulis ilmiah ini, penulis mendapat banyak
bantuan, masukan, bimbingan, dan dukungan dari berbagai pihak. Untuk itu,
melalui kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih yang yang sebanyak-
banyaknya.

Penulis menyadari bahwa karya tulis ilmiah ini masih jauh dari sempurna dan
perlu pendalaman lebih lanjut. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan
saran dari pembaca yang bersifat konstruktif demi kesempurnaan karya tulis
ilmiah ini. Penulis berharap semoga gagasan pada karya tulis ilmiah ini dapat
bermanfaat bagi dunia kesehatan dan pendidikan pada khususnya dan pembaca
pada umumnya.

Ponorogo, 26 Maret 2018

Penulis

Asad Arsya Brilliant Fani

iii
LEMBAR PENGESAHAN

RISIKO KEPATUHAN SYARI’AH SUKUK BERBASIS WAKAF:


FRAMEWORK, INTEGRASI, DAN PEMBANGUNAN (SDGs)

Dipersembahkan dan disusun oleh


ASAD ARSYA BRILLIANT FANI
362015420870
Karya tulis ini disusun sebagai salah satu persyaratan Pemilihan Mahasiswa
Berprestasi (PILMAPRES) 2018

Ponorogo, 26 Maret 2018

Dosen Pembimbing Wakil Rektor I Bidang Kemahasiswaan

Ely Windarti Hastuti,M.Sc.,Ak. Dr. H. Hamid Fahmy Zarkasyi, M. A., M. Phil


NIDN 0726059001 NIY. 880961

iv
PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pandangan investasi dewasa ini terasa kehilangan nilai tambah yang


terkandung didalamnya (Jones, 2004). Investasi tidak dapat dilepaskan dari unsur
keuntungan dan kerugian. Keuntungan dan kerugian yang dipertimbangkan
sejatinya bukan hanya secara pribadi namun seharusnya secara kolektif. Dengan
pandangan ini, terdapat nilai kolaborasi yang terkandung dalam aktivitas investasi
yang baik, sehingga pandangan investor akan berorientasi pada sikap saling tolong
menolong dengan investasi tersebut (Tandelilin, 2010).
Aktivitas investasi memiliki keuntungan kolektif yang lebih besar daripada
keuntungan pribadi. Secara kolektif investasi dapat meningkatkan kesejahteraan
masyarakat dan ikut serta secara langsung dalam pembangunan pemerintah.
Namun jika secara pribadi, keuntungan ini hanya dirasakan oleh seorang investor
saja. Dengan pandangan demikian iklim investasi akan menjadi lebih sehat dan
tidak ada lagi spekulasi.
Investasi sangat dianjurkan agar tercipta ekosistem ekonomi yang sehat dan
produktif. Dengan investasi akan terjadi perputaran uang yang cepat pada
masyarakat (Sambas, 2014) dan tidak ada yang saling menimbun sehingga
menimbulkan inflasi (Sukirno, 2011). Uang akan menjadi produktif dengan cara
diinvestasikan, disinilah fungsi dari lembaga intermediary yang mempertemukan
pihak surplus dan defisit (Tandelilin, 2010). Maka investasi sangat erat kaitannya
dengan pembangunan yang dilakukan pemerintah dalam kemampuannya
menciptakan perekonomian yang sehat.
Beragam bentuk dan cara berinvestasi telah kita kenal dan semakin pesat
perkembangannya dewasa ini. Pemerintah dalam rangka pembangunan
menggunakan skema investasi dengan menerbitkan berbagai produk pembiayaan
negara. Produk pembiayaan yang diterbitkan sangat beragam. Selain itu,
pemerintah juga menerbitkan produk pembiayaan berbasis syariah, untuk

1
mengakomodir permintaan pasar yang sedang mengalami pertumbuhan1 (DJPPR
Kemenkeu).
Meskipun demikian, belanja negara dalam rangka pembangunan belum
sepenuhnya terpenuhi. Pembangunan infrastruktur yang menjadi prioritas
pembangunan pemerintah saat ini juga masih banyak menggunakan pinjaman
asing. Hutang pemerintah untuk menutupi defisit anggarannya tidak dapat
dikatakan sedikit jika tidak dikatakan banyak (APBN Kita 2018). Porsi defisit
anggaran pemerintah didominasi oleh hutang senilai 426,1 Trilliun. Padahal,
potensi Indonesia dalam memenuhi kebutuhan pembangunannya sangat besar.
Potensi Indonesia dalam rangka pembangunan melalui ekonomi syariah
belakangan ini menjadi sorotan. Produk pendanaan syariah semakin dikenal
masyarakat luas, salah satunya yang menjadi materi hangat belakangan ini adalah
sukuk. Sukuk memiliki pangsa pasar terbesar dari produk keuangan syariah
lainnya. Sukuk menjadi andalan pemerintah dalam rangka pembangunan dan
meningkatkan penetrasi keuangan syariah di Indonesia. Selain itu potensi wakaf
tunai di Indonesia diprediksi oleh IAEI (Ikatan Ahli Ekonomi Indoneisa)
mencapai 20 Trilliun pertahun (Abdurrahman, 2014), dan potensi Ekonomi wakaf
mencapai 370 Trilliun2. Tanah wakaf di Indonesia mencapai 4.142.646.287.906
m2 (Sambas, 2014). Sukuk dan wakaf merupakan sarana yang perlu dioptimalkan
untuk mendorong pembangunan di Indonesia.
Kedua instrumen ekonomi syariah diatas tidak dapat di dipertimbangkan
terpisah dengan program pembangunan (Abdullah, 2017). Sejak awal, praktik
wakaf tunai telah dimanfaatkan secara luas untuk membantu orang miskin.
Program pembangunan dengan wakaf telah digunakan secara luas untuk
memodali usaha kecil pada zaman Turki Utsmani (abad ke-18). Wakaf juga
digunakan untuk program pembangunan infrastruktur, sarana pendidikan, dan
berbagai pelatihan dan sosialisasi kepada masyarakat (Mohd Amran Mahat,
2015). Pemerintah dengan sukuk lebih dimanfaatkan untuk pembangunan proyek
infrastruktur, terlebih pada tahun-tahun ini mengingat fokus pemerintah adalah
1
Yaitu; Obligasi Negara, Surat Perbendaharaan Negara (SPN), Obligasi Negara Ritel (ORI), Saving Bonds
Ritel (SBR), SUN dalam Valuta Asing. SBSN (surat berharga negara syariah negara) atau Sukuk Negara
dengan berbagai macam produknya yaitu; Islamic Fixed Rate (IFR), Surat Perbendaharaan Negara Syariah
(SPSN), Sukuk Dana Haji Indonesia (SDHI), Project Based Sukuk (PBS), Sukuk Ritel, Sukuk dalam Valuta
Asing (Sukuk Valas).

2
pembangunan infrastruktur. Nilai sukuk pemerintah pada tahun 2015 mencapai
298 Trilliun, berkali-kali lipat lebih banyak dari sukuk korporasi yang berjumlah
8.28 Trilliun. Pemerintah melalui Bank Indonesia menjadikan sukuk sebagai
ujung tombak pembiayaan ekonomi sekaligus pengintegrasian keuangan sosial
dan komersial. Maka sejatinya program pembangunan perlu mempertimbangkan
kedua instrurmen ini supaya program pembangunan lebih optimal.
Memulai diskusi tentang pembangunan, warga internasional telah sepakati
bersama program pembangunan berkelanjutan bernama Sustainable Development
Goals (SDGs). Mereka sepakat bahwa SDGs merupakan model pembangunan
yang paling komprehensif dan inklusif. SDGs memiliki 17 bidang prioritas yang
menjadi tujuan utama pembangunan. Target yang menjadi urutan pertama adalah
No Poverty dan yang terakhir adalah Partnership for The Goals. Keseluruhan
target pembangunan ini diupayakan untuk terwujud pada tahun 2030. Sesuai
dengan target tarakhir dari SDGs program ini tidak akan sukses tanpa adanya
partisipasi dan dukungan dari berbagai pihak, tidak hanya pemerintah namun juga
pihak swasta dan masyarakat secara umum.
Berkenaan dengan pembahasan pada karya tulis ini dan dengan
mempertimbangkan berbagai permasalahan diatas usulan model sukuk berbasis
wakaf yang diinisiasi oleh Bank Indonesia sangatlah tepat untuk mengakselerasi
pembangunan di Indonesia. Sukuk berbasis wakaf juga dapat merekonstruksi
framework masyarakat (investor) terhadap substansi dari investasi. Sayangnya,
hanya segelintir orang saja yang mengetahui tentang sukuk berbasis wakaf yang
telah diinisiasi oleh BI tersebut. Padahal, untuk dapat memperoleh partisipasi dan
dukungan dari berbagai pihak, model ini perlu dipahami oleh seluruh masyarakat.
Oleh karena itu karya tulis ini akan membahas bagaimana model sukuk berbasis
wakaf yang diinisiasi oleh BI ini diterapkan. Sebagai kontribusi dan dukungan
pada program pemerintah penulis juga ingin membahas manajemen risiko
kepatuhan dari sukuk berbasis wakaf tersebut.

Rumusan Masalah
1. Bagaimana penerapan dari program sukuk berbasis wakaf?
2. Bagaimana risiko kepatuhan syari’ah program sukuk berbasis wakaf?

3
Tujuan
1. Mengetahui penerapan program pemerintah melalui Bank Indonesia yaitu
sukuk berbasis wakaf.
2. Mengetahui bagaimana manajemen risiko dari program pemerintah
melalui Bank Indonesia yaitu sukuk berbasis wakaf.

Manfaat
1. Memberi usulan kebijakan tentang manajemen risiko bagi pemerintah
dalam optimalisasi penerapan sukuk berbasis wakaf.
2. Sebagai pendukung literasi wakaf dan keuangan syariah bagi masyarakat.

Metode Penulisan

Penyusunan tulisan ini menggunakan metode kualitatif dan pengumpulan


data melalui studi dokumen dan literatur.

TELAAH PUSTAKA

Risiko Kepatuhan Syariah


Risiko kepatuhan syariah merupakan risiko yang muncul dari kegagalan
instrumen keuangan Islam atau kontrak untuk memenuhi prinsip syariah
(Mohammed Waleed Alswaidan, 2017). Risiko kepatuhan syariah merupakan
risiko yang hanya ada pada keuangan syariah, sedangkan risiko lain dapat
disesuaikan dengan teori manajemen risiko yang ada pada keuangan konvesional.
Sehingga manajemen risiko kepatuhan syariah perlu untuk dipertimbangkan lebih
lanjut dalam instrumen keuangan syariah.
Arti dari risiko kepatuhan syariah dapat dibagi menjadi 2, secara konsep
dan secara praktik. Makna kepatuhan syariah secara konsep merupakan penerapan
prinsip dan tradisi Islam kedalam praktik transaksi keuangan secara konsisten
(Hastuti, 2011). Sehingga pencegahan risiko kepatuhan syariah seharusnya dapat
menghiasi seluruh aktivitas dari sebelum, ketika, dan sesudah adanya transaksi
dengan nilai-nilai Islami.
Secara praktik (operasional) kepatuhan syariah bermakna kepatuhan kepada
fatwa Dewan Syari’ah Nasional (DSN) karena DSN merupakan perwujudan dari
iijtihad ulama yang harus ditaati di Indonesia. Hal ini juga adalah telah melalui

4
screening dan pengawasan oleh DSN. Pengawasan yang dimaksud adalah dari
mulai persyaratan penerbitan sukuk, ketika sukuk beroperasi sampai kepada jatuh
tempo. Selain itu kepatuhan terhadap fatwa DSN juga memiliki daya tarik
tersendiri dalam penerapannya bagi seorang investor mapun pihak-pihak lain
(Hastuti, 2011).
Sukuk dan Wakaf
Sukuk merupakan bentuk jamak dari kata sak yang berasal dari bahasa
Arab yang berarti memukul. Memukul berkaitan dengan memukul suatu
perjanjian kedalam selembar kertas. Dalam istilah bahasa Inggris disebut written
document. Istilah sukuk di Indonesia dewasa ini secara sederhana lebih dikenal
luas dengan obligasi syariah3. Sukuk merupakan instrument keuangan yang
memenuhi prinsip-prinsip syariah, yang salah satunya menolak riba, dengan kata
lain profit yang diperoleh dari sukuk bukanah bunga, tetapi keuntungan diperoleh
dari underlined asset (Lahsasna, 2014). Menurut AAOIFI (Accounting and
Auditing Organization for Islamic Financial Institution) dalam buku Lahsana
(2014) dalam standar nomer 17; investasi sukuk adalah sertifikat yang
memproyeksikan kesamaan nilai (dengan suatu objek barang atau jasa), penerbit
sertifikat ini menggunakannya untuk proyek tertentu sesuai yang telah ditentukan.
Oleh karena itu sukuk merepresentasikan pembagian kepemilikan dan kata
underlined asset berupa, objek, jasa ataupun manfaatnya.
Sukuk dan Wakaf tunai dapat menjadi sarana investasi yang memiliki ciri
khas tersendiri4. Sukuk mensyaratkan adanya underlying asset5 yang jelas dan
sudah ditetapkan sebelumnya, kejelasan ini menjadi nilai tambah tersendiri bagi
investor. Oleh karena itu, sukuk lebih sering digunakan oleh pemerintah untuk
pembangunan proyek infrastruktur tertentu. Sukuk juga dapat menarik minat
investor muslim yang mensyaratkan investasi sesuai prinsip syariah. Disamping
itu, wakaf tunai murni berorientasi sosial dan dana pokok yang tidak boleh hilang,
Mannan menyebutnya dengan investasi sosial (social investment). Wakaf tunai
dapat dimanfaatkan sebagai sarana investasi dibidang keagamaan, pendidikan, dan
pelayanan sosial dalam rangka pembangunan. Surplus dari warga yang
3
Istilah sukuk sebagai obligasi syariah hingga saat ini masih terdapat perdebatan antara para ahli.
4
Wakaf pada pembahasan ini lebih mengkerucut pada wakaf tunai.
5
Underlying asset merupakan sesuatu yang dijadikan sebagai objek transaksi dapat berupa barang, jasa,
atau manfaat.

5
berpenghasilan diatas rata-rata dapat diwakafkan untuk memproduktifkan asset
wakaf itu sendiri atau keuntungannya yang dapat di manfaatkan untuk kebutuhan
sosial lainnya (Mannan, 2001).
Wakaf tunai merupakan trust fund dengan dana yang diinvestasikan dengan
tujuan untuk membantu masyarakat yang kurang mampu sekaligus tujuan untuk
beribadah kepada Allah swt (Shafial, 2015). Kekayaan yang dimiliki oleh kaum
yang mampu dikonversikan menjadi modal bisnis atau modal pembangunan yang
bermanfaat bagi masyarakat (Mohd Amran Mahat, 2015).
Wakaf sendiri memiliki karakterisktik yang berbeda dan tidak dimiliki
instrumen lainnya seperti sedekah, infaq, zakat, ataupun sukuk. Karakteristik
wakaf adalah perpetuity, irrevocability, dan inalienability. Perpetuity berarti aset
yang diwakafkan haruslah bersifat tetap, dengan ini pihak wakif akan selalu
mendapatkan pahala dari Allah swt selama aset tersebut berguna bagi masyarakat.
Irrevocability mengandung makna bahwa aset yang diwakafkan tidak dapat
diambil kembali oleh wakif dan wakif tidak mempunyai hak untuk menggunakan
dana wakaf ini untuk kepentingan pribadi, keculai pada wakaf dengan tujuan
tertentu. Konsep ini mengandung arti bahwa investasi wakaf tunai merupakan
investasi akhirat memasrahkan dana kita sepenuhnya kepada Allah swt untuk
kepentingan umat. Dengan ini juga wakaf tunai tidak dapat dijual belikan,
disalahgunakan, diwariskan dan lain sebagainya (Shafial, 2015). Inalienability
(Mohd Amran Mahat, 2015) adalah memastikan urgensi bagi pengelola wakaf
untuk melandasi seluruh pekerjaannya dengan ikhlas dan terus berusaha untuk
memastikan wakaf ini dimanfaatkan untuk kepentingan masyarakat dan sosial.
Dengan karakteristik diatas jelaslah bahwa instrumen wakaf memiliki keunikan
yang tidak dimiliki instrument lain.
Penelitian Terdahulu

Pada bagian ini berkenaan dengan materi pembahasan, penulis


menganalisis 3 jenis tema studi terdahulu. Pertama mengenai wakaf, bagaimana
pemanfaatan wakaf di berbagai negara, perkembangan pengelolaan wakaf
produktif, serta wakaf dan hubungannya dengan pembangunan. Kedua mengenai
manajemen risiko sukuk, risiko khusus yang muncul pada instrument sukuk,

6
pendekatan manajemen risiko sukuk serta bagaimana penerapannya. Ketiga,
tentang sukuk berbasis waqaf dan penerapannya.
Wakaf merupakan dana pilantropis Islam. Dana dipercayakan oleh
seseorang untuk membantu kebutuhan orang yang membutuhkan. Dana ini
diperoleh dari wakif kepada mutawali akan diinvestasikan atau dialokasikan pada
jenis aset tertentu untuk memperoleh profit. Kemudian profit yang diperoleh
diberikan sepenuhnya untuk kepentingan sosial (Shafial, 2015).
Fahmi Medias (Medias, 2017) mengidentifikasi peran strategis dari wakaf
uang untuk pemberdayaan masyarakat, menggunakan metode kualitatif. Medias
menyebutkan pengelolaan wakaf di Indonesia sebagian besar masih dilaksanakan
dengan konsumtif tradisional dan kinerja lembaga keuangan syariah yang kurang
optimal dalam memanfaatkan wakaf tunai. Sehingga Bank Wakaf dirasa tepat
untuk memobilisasi dana wakaf dari masyarakat dan memperluas manfaat wakaf
bagi Indonesia.
Yatiningrum (Yatiningrum, 2017) mempelajari praktik wakaf di Brunai
Darussalam meyebutkan praktik wakaf tunai atau uang yang dimaksud adalah
wakaf dalam bentuk uang, jadi uang yang diwakafkan akan segera dikonversikan
seluruhnya menjadi asset tetap seperti bangunan ataupun masjid, bukan untuk
diinvestasikan atau diprosuktifkan. Di Brunai Darussalam negara memegang
kekuasaan penuh terhadap pengelolaan wakaf. Wakaf telah berdampak terhadap
kesejahteraan sosial masyarakat namun belum berdampak dari segi ekonomi,
karena 70% dari harta wakaf dimanfaatkan untuk pembangunan masjid, sekolah,
tanah kuburan dan lain sebagainya.
Saiful Huda (Huda, 2017) dalam tesisnya meneliti potensi wakaf uang dan
kontribusinya terhadap pertumbuhan ekonomi di Yogyakarta. Dengan metode
deskriptif kualitatif dan kuantitatif secara terbatas terbatas. Hasilnya adalah peran
wakaf uang terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia sangatlalh kecil
0,0015% sedang wakaf tunai yang terkumpul 0,72% dari potensi yang ada.
Lebih jauh lagi Fawaied (Usman, 2017) memberikan opsi wakaf tunai
sebagai opsi pembiayaan infrastruktur melalui Badan Wakaf Indonesia (BWI)
yang akan diberikan kepada kementrian keuangan kemudian disalurkan kepada
pembangunan infrastruktur. Dalam penelitiannya, dia menemukan bahwa

7
pembangunan infrastruktur jalan berpengaruh signifikan terhadap ketimpangan
pembangunan.
Mengenai sukuk berbasis wakaf dalam (Hasanah, 2016) mengemukakan
praktik sukuk terkendala dengan harga sukuk yang tidak sesuai dengan harga
pasar ketika dijual kembali. Dengan demikian bahwa sukuk yang diperjual belikan
tidak didukung oleh aset riil namun sukuk hanya dijadikan alat untuk meminjam
uang seperti pada praktek obligasi konvesional. Dengan melihat masalah tersebut
mereka memberikan solusi optimalisasi sukuk berbasis aset wakaf, mengingat aset
wakaf yang belum optimal. Sukuk berbasis wakaf yang diterapkan adalah sukuk
intifa’ menggunakan akad ijarah.
Dengan lebih jelas, studi yang dilakukan oleh Syairozi dan Cahya (Cahya,
2016) menerangkan bahwa sukuk intifa’ dapat mengintegrasikan instrument
sukuk dan wakaf. Sukuk intifa’6 dapat saling memberi manfaat kepada investor
dan juga kepada masyarakat melalui aset wakaf yang diproduktifkan. Integrasi ini
memberikan nilai tambah bagi investor. Sehingga dapat menarik minat lebih
investor untuk berinvestasi sukuk melalui pasar modal.

ANALISIS DAN SINTESIS

Sukuk berbasis wakaf

Bank Indonesia mempunyai inisiatif untuk mengoptimalkan wakaf di


Indonesia dengan menerbitkan instrumen sukuk berbasis wakaf pada tahun 2016.
Sukuk berbasis wakaf ini dimannfaatkan untuk memproduktifkan tanah wakaf
yang selama ini statusnya idle.
Terdapat dua istilah yang dipakai pada produk jenis ini, yaitu sukuk
berbasis wakaf dan wakaf berbasis sukuk. Praktik keduanya sejatinya sama saja,
hanya berbeda dalam kebiasaan pemanfaatannya oleh pemerintah (Hasanah, 2016;
Cahya, 2016). Sukuk berbasis wakaf biasanya dimanfaatkan oleh pemerintah
untuk optimalisasi asset wakaf seperti tanah wakaf yang tersebar sangat banyak
dan luas di seluruh penjuru Indonesia. Sementara itu wakaf berbasis sukuk lebih
sering digunakan oleh pemerintah melalui lembaga sosial. Maka dapat

6
Sukuk intifa; merupakan sertifikat kepemilikan atas underlying aset yang berwujud sebagai manfaat.

8
disimpulkan bahwa kedua instrument sukuk diatas hanya berbeda dari segi istilah
saja.
Sukuk dan sukuk berbasis wakaf merupakan dua instrumen keuangan yang
digunakan oleh pemerintah untuk mendanai proyek-proyek tertentu. Sukuk
digunakan pemerintah untuk membangun berbagai infrastruktur seperti jalan,
rumah sakit, sarana irigasi dan lain sebagainya. Yang membedakan antara sukuk
dan sukuk berbasis wakaf adalah jika orientasi sukuk adalah komersial sedangkan
sukuk berbasis wakaf selain berorientasi komersial juga berorientasi sosial, karena
sukuk berbasis wakaf memproduktifkan asset wakaf yang selama ini idle di
berbagai daerah di Indonesia. Sehingga wakaf berbasis wakaf merupakan
alternatif baru bagi investor yang ingin berinvestasi sekaligus memiliki dampak
sosial yang tinggi.
Model yang digagas oleh Bank Indonesia ini telah diterapkaan dengan
lancar oleh negara-negara lain. Arab Saudi menggunakan produk serupa untuk
membangun Zam-Zam Tower menggunakan sukuk intifa’ dengan akad ijarah.
MUIS melakukan pembangunan pertama di atas tanah wakaf yang terletak di
Bencoolen, Singapura menggunakan sukuk musyarakah (Hasanah, 2016).
Mengingat potensi wakaf Indonesia dan keadaan masyarakat mayoritas Islam
iinstrumen ini patut diterapkan.
Model sukuk berbasis wakaf yang digagas oleh BI melibatkan kerjasama
beberapa pihak utama yaitu, wakif, Badan Wakaf Indonesia (BWI) sebagai nadzir,
Perbankan sebagai LKSPWU (Lembaga Keuangan Penerima Wakaf Uang), dan
DJPPR (Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko) sebagai
penerbit (issuer). Selain itu, kerjasama institusi lain seperti OJK (Otoritas Jasa
Keuangan), BAZNAS (Badan Amil Zakat Nasional) dan LAZ (Lwmbaga amil
Zakat) juga merupakan elemen pendukung yang tidak terpisahkan dari model ini.
Lebih jelas usulan model sukuk berbasis wakaf tergambar dalam skema berikut.

9
Alur Dana
Skema diatas mempunyai alur yang dimulai dari BI sebagai penggagas dan
penyedia sistem informasi wakaf dan zakat yang dapat diakses masyarakat.
Bekerjasama dengan BWI sebagai nadzir yang memiliki data mengenai tanah
wakaf di Indonesia. Alur dana dimulai dari wakif hingga sampai pada
pembangunan proyek infrastruktur. Wakif yang ingin membeli sukuk berbasis
wakaf melalui agen (perbankan) sebagai Lembaga Keuangan Syariah Penerima
Wakaf Uang. Wakif memberikan wakaf uang menggunakan akad wakaf temporer.
Sukuk yang dibeli oleh wakif diterbitkan oleh DJPPR Kementerian Keuagan
melalui SBSN (Surat Berharga Syariah Negara Syariah). Kementerian Keuangan
menentukan proyek yang akan dibangun dengan SBSN tersebut, seperti jalan,
sarana pendidiikan, kesehatan, irigasi dan infrastuktur lainnya. Proyek ini
dibangun diatas tanah wakaf yang tersebar di seluruh penjuru Indonesia. Nilai
tambah dari sukuk berbasis wakaf ini adalah dapat mengintegrasikan antara
instrument keuangan berorientasi komersial dan sosial.
Alur Keuntungan
Sukuk yang diterbitkan pemerintah mendapatkan keuntungan dari hasil
tender proyek tertentu (komersial) kepada developer. Keuntungan inilah yang
akan dibagi hasil kepada LKSPWU sebagai imbalan. Adapun uang pokok wakaf
tunai ketika jatuh tempo dikembalikan sepenuhnya kepada Wakif Melalui
LKSPWU. Setelah jatuh tempo dan seterusnya keuntungan yang didapatkan dari
aset proyek yang sudah terbangun dimanfaatkan untuk kepentingan sosial dan
pemberdayaan masyakat melalui Lembaga Amil Zakat (LAZ). Nilai keuntungan

10
yang diberikan untuk kepentingan sosial secara terus menerus ini, merupakan
karakteristik dari dana wakaf yaitu perpetuity.

Nilai Tambah (Framework, Integrasi dan Pembangunan)

Usulan model sukuk berbasis wakaf ini sangatlah tepat untuk menjawab
berbagai masalah yang telah penulis sampaikan di bagian latar belakang. Pertama,
dengan instrumen ini investor akan memiliki pemahaman yang baik tentang
investasi sosial. Ini merupakan gabungan dari sukuk yang berorientasi komersial
dengan wakaf yang berorientasi sosial (Cahya, 2016). Pemahaman baik yang
dimaksud adalah cara pandang terhadap investasi adalah kolaborasi, menciptakan
perekonomian yang produktif dan bermanfaat secara sosial. Secara berurutan
ketiga pemahaman tersebut diperoleh dengan sukuk mensyaratkan adanya profit
dan risk (loss) sharing, sukuk mensyaratkan adanya underlying aset yang jelas,
dan terakhir aset ini dimanfaatkan bersamaan dengan aset wakaf berwujud tanah
ataupun aset lainnya (Mohammed Waleed Alswaidan, 2017). Sehingga usulan
sukuk berbasis wakaf oleh BI ini dapat menjawab permasalah framework
investasi dan integrasi antara instrumen keuangan komersial dan sosial.

Kedua, kekurangan anggaran yang ada pada pemerintah dapat dengan baik
terpenuhi oleh instrumen ini. Disatu sisi proyek-proyek pembangunan terpenuhi
oleh dana masyarakat dan disisi lain tanah wakaf yang selama ini melimpah tapi
idle (tidak produktif) dapat menjadi produktif. Hal ini sejatinya telah terbukti
dengan banyaknya jumlah sukuk yang telah diterbitkan pemerintah sampai saat ini
(Cahya, 2016). Pemerintah memprioritaskan pembangunan infrastruktur juga
menggunakan instrument sukuk, karena dipandang lebih aman dan nyaman.

Ketiga, komitmen Indonesia dalam dunia internasional untuk mendukung


SDGs dapat secara linear terselesaikan. Instrumen ini akan dapat bermanfaat
untuk menyelesaikan masalah pada SDG nomer 1 (No Poverty), 2 (No Hunger), 3
(Good Health), 4 (Quality Education), dan 10 (Inequality Reduction). Sehingga
dengan model sukuk berbasis wakaf ini pemerataan pembangunan di Indonesia
akan cepat terlaksana. Bagaimana model sukuk berbasis wakaf ini dapat

11
menyelesaikan masalah pada setiap nomer pada SDGs diatas dijelaskan secara
ringkas dengan gambar berikut:

Risiko Kepatuhan Syari’ah Sukuk Berbasis Wakaf

Dalam sistem keuangan Islam, risiko merupakan elemen yang esensial


dalam kaintannya dengan profit. Kedual hal risiko dan profit merupakan sesuatu
yang harus saling ditanggung secara bersama-sama dalam akad musyarakah.
Berbeda dengan sistem keuangan konvensional, yang hanya menghendaki shared
profit. Dengan profit dan risk sharing keuangan syariah lebih memiliki nilai
empati dalam konteks kerjasama.
Risk sharing menunjukkan hubungan yang sehat antara modal dan usaha
dalam Industri keuangan syariah. Hubungan inilah yang sejatiinya akan
menghendaki best practice dan keadilan antara usaha dan keuntungan dan antara
usaha dengan modal. Dengan demikian program sukuk berbasis waqf ini dalam
penerapannya sangat diperlukan manajemen risiko kepatuhan.

KESIMPULAN

Sukuk berbasis wakaf yang telah diinisiasi ini diperlukan manajemen risiko
yang baik, terutama pada risiko kepatuhan syariah. Risiko kepatuhan syariah
merupakan risioko yang hanya ada pada instrument keuangan Islam. Oleh karena
itu dalam penerapannya supaya benar-benar mengandung nilai-nilai Islami
diperlukan pemahaman yang baik mengenai manajemen risiko kepatuhan syariah

12
dan juga partisipasi penauh dari Dewan Syariah Nasional sebagai Ulama dalam
konteks ini.
Sebagai seorang mahasiswa yang berbangsa dan bernegara, sudah
sepatutnya bagi kita untuk turut mendukung program pemerintah, terlebih jika
telah diketahui secara jelas manfaat dan dampak sosialnya. Karena sejatinya
tanggungjawab untuk pembangunan bukan hanya tanggung jawab pemerintah
saja, melainkan butuh dukungan dari seluruh lapisan masyarakat dan instiusi dan
perusahaan swasta. Dengan bersama-sama berkontribusi pada pembangunan
Indonesia akan lebih cepat untuk menjadi negara maju dan mencapai seluruh
target SDGs pada 2030.

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, M. (2017). Waqf, Sustainable Development Goals (SDGs) and Maqashid al-
Shariah. International Journal of Social Economics .

Abdurrahman, M. M. (2014). Menggiatkan Wakaf Uang (Tunai) sebagai Upaya


Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat. Jurnal Bimas Islam, 733.

Cahya, M. I. (2016). Sukuk Al-Intifa'a: Integrasi Sukuk dan Wakaf dalam Meningkatkan
Produktifitas Sektor Wakaf Pendorong Investasi Pada Pasar Modal Syariah .
Jurnal Penelitian Ilmu Manajemen , 386-397.

Etta Mamang Sangadji, S. (2010). Metodologi Penelitian Pendekatan Praktis dalam


Penelitian . Yogyakarta: Andi Yogyakarta.

Hasanah, I. M. (2016). Penguatan Filantropi Islam Melalui Optimalisasi Wakaf Berbasis


Sukuk . Journal of Islamic Economics Lariba vo.2 issue.2 , 25-38.

Hastuti, E. W. (2011). Model Pengawasan Syariah Pada BCA Syariah Cabang Surabaya,
BPRS Formes, dan BPRS Madina Mandiri Sejahtera. Yogyakarta: FEUII .

Huda, S. (2017). Kontribusi Wakaf Uang Bagi Pertumbuhan Ekonomi Umat di Yogyakarta
. Tesis Program Pascasarjana Fakultas Ilmu Agama Islam UII.

Lahsasna, A. (2014). Shari'ah Issues and Resolution in Contemporary Islamic Banking and
Finance. Kuala Lumpur: IBFIM (islamic Banking and Finance Institute Malaysia) .

Mannan, M. (2001). Sertifikat Wakaf Tunai. Depok: CIBER bekerjasama dengan PKTTI UI.

Medias, F. (2017). Bank Wakaf: Solusi Pemberdayaan Sosial Ekonomi Indoneisa .


Indonesia Journal of Islamic Literature nad Muslim Society , 2528-1224.

13
Mohammed Waleed Alswaidan, A. D. (2017). Understanding and Evaluation of Risk in
Sukuk Structures. Journal of Islamic Accounting and Business Research , 1-26.

Mohd Amran Mahat, M. Y. (2015). Potential of Micro-Waqf as an Inclusive Strategy for


Development of a Nation. Procedia Economics and Finance , 294-302.

Sambas, A. (2014). Perkembangan Pengelolaan Wakaf di Indonesia: Potensi dan


Tantangan. Jurnal Bimas Islam Vol 7 No 4 , 706-707.

Shafial, S. S. (2015). The Management of Cash Waqf: Toward Socio-Economic


Development of Muslim in Malaysia . Jurnal Pengurusan , 3-12.

Sukirno, S. (2011). Makroekonomi Teori Pengantar Ed 3. Jakarta: Rajawali Pres.

Tandelilin, E. (2010). Portofolio dan Investasi Teori dan Aplikasi Ed 1. Yogyakarta:


Penerbit Kanisius.

Usman, F. K. (2017). Wakaf Tunai sebagai Opsi Pembiayaan Infrastruktur dalam


Menurunkan Ketimpangan Pembangunan Nasional. Hima Ekonomi
Pembangunan FEB UNAIR.

Usmani, M. T. (2005). An Introduction To Islamic Finance . Karachi: Maktaba Ma'ariful


Qur'an.

Yatiningrum, U. S. (2017). Praktek Pengelolaan Wakaf di Negara Muslim (Studi pada


Negara Brunai Darussalam). Skripsi Program Studi Ekonomi Syariah, FEB, UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta, 56-58.

14

Anda mungkin juga menyukai