Anda di halaman 1dari 2

HUKUM WARIS Sistem hukum waris yang berlaku di Indonesia, yaitu: 1.

Sistem Hukum Waris Perdata Barat yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Indonesia, dan berlaku untuk golongan keturunan Tionghoa dan Timur asing 2. Sistem Hukum waris secara adat, yang diatur berdasarkan hukum adat pada masingmasing daerah dan berlaku bagai masyarakat pribumi yang berdiam dan menundukkan diri di wilayah hukum adat tersebut 3. Sistem hukum waris secara Islam Dalam persoalan hukum waris, maka tidak terlepas dari 3 ( tiga ) unsur pokok yaitu ; adanya harta peninggalan atau kekayaan pewaris yang disebut warisan, adanya pewaris yaitu orang yang menguasai atau memiliki harta warisan adanya ahli waris yaitu orang yang menerima pengalihan atau penerusan atau pembagian harta warisan .

Menurut Kitab Undang-Undang Hukum perdata barat (untuk selanjutnya akan lebih mudah jika kita sebut BW atau Burgerlijk Wetboek, prinsip dari pewarisan adalah: 1. Harta Waris baru terbuka (dapat diwariskan kepada pihak lain) apabila terjadinya suatu kematian. (pasal 830 BW) 2. Adanya hubungan darah di antara pewaris dan ahli waris, kecuali untuk suami atau isteri dari pewaris. (pasal 832 BW) Sebagai konsekwensi dan kedua hal tersebut maka, dapat diartikan bahwa dalam hal pemilik harta masih hidup, dia tidak dapat mewariskan apapun kepada ahli warisnya. Sehingga, dalam hal terjadi suatu pemberian atas suatu barang kepada keturunannya yang ditujukan agar keturunannya dapat memiliki hak atas barang tersebut setelah meninggal dunia (dalam bentuk hibah misalnya) maka hal tersebut dianggap sebagai Hibah Wasiat. Dimana barang tersebut baru beralih pada saat pemberi hibah telah meninggal dunia.. Dalam hal pemberian barang tersebut diberikan pada saat si pemberi barang masih hidup, tanpa diberikan suatu imbalan berupa uang, maka hal tersebut disebut sebagai Hibah saja. Mengenai hibah ini akan saya bahas lebih detil pada section tersendiri. Kembali lagi kepada prinsip pewarisan, yaitu mengenai hubungan darah/ Berdasarkan Prinsip tersebut, maka yang berhak mewaris hanyalah orang-orang yang mempunyai hubungan darah dengan pewaris. Baik itu berupa keturunan langsung. maupun orang tua, saudara, nenek/kakek atau keturunannya dari saudara-saudaranya. Sehingga, apabila dimasukkan dalam kategori, maka yang berhak mewaris adalah: 1. Golongan I, yang terdiri dari: suami/isteri yang hidup terlama dan anak2 serta cucu (keturunan) pewaris (dalam hal anak pewaris meninggal dunia). (pasal 852 BW) 2. Golongan II adalah: orang tua dan saudara kandung dari pewaris termasuk keturunan dari saudara kandung pewaris. (pasal 854 BW) Golongan II ini baru bisa mewarisi harta pewaris dalam hal golongan I tidak ada sama sekali. Jadi, apabila masih ada ahli waris golongan I, maka golongan I tersebut menutup golongan yang diatasnya

3. Golongan III : Keluarga dalam garis lurus ke atas sesudah bapak dan ibu pewaris
(pasal . Contohnya: kakek dan nenek pewaris, baik dari pihak ibu maupun dari pihak bapak. Mereka mewaris dalam hal ahli waris golongan I dan golongan II tidak ada

4. Golongan IV:
Paman dan bibi pewaris baik dari pihak bapak maupun dari pihak ibu keturunan paman dan bibi sampai derajat ke enam dihitung dari pewaris saudara dari kakek dan nenek beserta keturunannya, sampai derajat ke enam di hitung dari pewaris.

Anda mungkin juga menyukai