Anda di halaman 1dari 26

Modul Kulit dan Penyakit Menular Seksual Seorang Remaja dengan Gatal Kemerahan di Ketiak Kelompok VIII

Olga Ayu Pratami Aqsha Tiara Viazelda Dewi Fitriani Zaki Audah Anak Agung Anom Suwahyu N S Belyn Kelvina Octaviana Denok Kosasi Dira Megiani Rosti Etika Tunjung Kencana Fendy Ferdian Hidris Damanik

0302007198 0302008035 0302009067 0302009285 0302010026 0302010052 0302010074 0302010085 0302010094 0302010105 0302010124

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI Jakarta, 16 November 2011


1

BAB I PENDAHULUAN

Dermatitis berasal dari kata derm- (kulit) dan -itis (radang/inflamasi) sehingga dapat diartikan sebagai kondisi dimana kulit mengalami peradangan. Klasifikasinya masih beragam dan berdasarkan dengan sumber penyebab. Dermatitis eksogen dan endogen. Dermatitis eksogen salah satunya adalah dermatitis kontak. Dermatitis kontak merupakan kondisi dimana kulit mengalami inflamasi non-infeksi karena senyawa yang melakukan kontak dengan kulit tersebut. Di Amerika Serikat, 90% klaim kesehatan akibat kelainan kulit pada pekerja diakibatkan oleh dermatitis kontak. Konsultasi dengan dokter kulit akibat dermatitis kontak adalah sebesar 4-7%. Di Skandinavia yang telah lama memakai uji temple sebagai standar, terlihat insiden dermatitis kontak lebih tinggi dari pada di Amerika. Bila dibandingkan dengan dermatitis kontak iritan, jumlah penderita dermatitis kontak alergik lebih sedikit, karena hanya mengenai orang yang kulitnya sangat peka (hipersensitif). Dermatitis kontak iritan timbul pada 80% dari seluruh penderita dermatitis kontak sedangkan dermatitis kontak alergik kira-kira hanya 10 - 20%. Sedangkan insiden dermatitis kontak alergik diperkitakan terjadi pada 0,21% dari populasi penduduk. (1) Dari bulan Januari hingga Juni 2001 terdapat 2122 pasien alergi dengan 645 pasien (30,40%) menderita dermatitis kontak. Di RSUP H. Adam Malik Medan, selama tahun 2000 terdapat 731 pasien baru dipoliklinik alergi dimana 201 pasien (27,50%) menderita dermatitis kontak. Dari bulan Januari hingga Juni 2001 terdapat 270 pasien dengan 64 pasien (23,70%) menderita dermatitis kontak. Walaupun demikian, kasus dermatitis sebenarnya diperkirakan 10-50 kali lipat dari data statistic yang terlihat karena adanya kasus yang tidak dilaporkan.(1)

BAB II LEMBAR KASUS LAPORAN KASUS Lembar I Seorang remaja umur 17 tahun datang berobat ke klinik RS Trisakti mengeluh merah gatal di ketiak kiri dan kanan sejak 8 minggu lalu.

Lembar 2 OS sejak beberapa tahun ini merasa bau badannya tidak sedap, oleh karena itu dia memakai bedak BB, yang dipakainya setiap hari sejak 4 bulan yang lalu. OS mengaku tidak pernah alergi. Sejak 3 minggu yang lalu, OS merasa ketiaknya gatal dan merah. OS mengobatinya dengan bedak kocok, tapi makin parah. Ibu OS menderita gatal-gatal yang kronis dan tebal terutama punggung, kaki, dan lutut. Adik OS bila minum obat paracetamol, bibir dan kelopak mata bengkak dan gatal seluruh badan.

Lembar 3 Pemeriksaan Fisik Status generalis: tidak ada kelainan Status dermatologikus: Regio axilla dextra sinistra terdapat Plak erithema, circumskripta, ukuran plakat diatasnya terdapat papul-papul, vesikel, erosi, excoriasi, exudasi. Krusta kuning jernih dan di beberapa tempat terdapat pustul ukuran miliare.
3

Lembar 4 Pemeriksaan Penunjang KOH 20% tidak ditemukan hypha maupun spora

Tes tempel: + Cresendo

BAB III PEMBAHASAN

Untuk menentukan diagnosis pada pasien ini, dapat dicari informasi sebagai beikut; identifikasi pasien; keluhan utama; anamnesis secara lengkap; pemeriksaan fisik; dan pemeriksaan penunujang.

Identifikasi pasien Identitas pasien sebagai berikut: Nama Umur :X : 17 Tahun

Jenis Kelamin : Suku bangsa : Asian Alamat Pendidikan Pekerjaan Agama Status :::::-

Identifikasi Keluhan Utama Keluhan utama pasien adalah merah gatal di ketiak kiri dan kanan sejak 8 minggu lalu.

Hipotesis(2) 1. Dermatitis Kontak Dermatitis kontak ialah dermatitis yang disebabkan oleh bahan/substansi yang menempel pada kulit. Dikenal dua macam dermatitis kontak yaitu dermatitis kontak iritan dan dermatitis kontak alergik; keduanya dapat bersifat akut maupun kronis. Dermatitis iritan merupakan reaksi peradangan nonimunologik, jadi kerusakan kulit terjadi langsung tanpa didahului proses sensitisasi. Sebaliknya, dermatitis kontak alergik terjadi pada seseorang yang telah mengalami sensitisasi terhadap suatu allergen. 2. Urtikaria Urtikaria ialah reaksi vascular di kulit akibat bermacam-macam sebab, biasanya ditandai dengan edema setempat yang cepat timbul dan menghilang perlahan-lahan, berwarna pucat dan kemerahan, meninggi di permukaan kulit, sekitarnya dikelilingi halo. Keluhan subyektif biasanya gatal, rasa tersengat atau tertusuk. 3. Pedinkulosis Korporis Infeksi kulit ini disebabkan oleh Pendiculus humanus var. corporis. Penyakit ini biasanya menyerang orang dewasa terutama dengan hygiene yang buruk. 4. Skabies Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan sensitisasi terhadap Sarcoptes scabiei var, hominis dan produknya. Gejala klinis dari skabies ada 4 tanda cardinal yaitu:
a. Pruritus Nokturna, artinya gatal pada malam hari yang disebabkan karena aktivitas

tungau ini lebih tinggi pada suhu yang lebih lembab dan panas. b. Penyakit ini menyerang manusia secara kelompok, misalnya dalam sebuah keluarga biasanya seluruh anggota keluarga terkena infeksi. c. Adanya terowongan (kunikulus) pada tempat-tempat predileksi yang berwarna putih atau keabu-abuan. Tempat predileksinya biasanya merupakan tempat dengan stratum korneum
6

yang tipis, yaitu :sela-sela jari tangan, pergelangan tangan bagian volar, siku bagian luar, lipat ketiak bagian depan, areola mame (wanita), umbilicus, bokong, genitelia eksterna (pria) dan perut bagian bawah. d. Menemukan tungau, merupakan hal yang paling diagnostik. Dapat ditemukan satu atau lebih stadium hidup tungau ini. 5. Psoriasis Psoriasis ialah penyakit yang penyebabnya autoimun, bersifat kronik dan residif, ditandai dengan adanya bercak-bercak eritema berbatas tegas dengan skuama yang kasar, berlapislapis dan transparan. 6. Eritrasma Eritrasma ialah penyakit bakteri kronik pada stratum korneum yang disebabkan oleh Corynebacterium minitussismum, ditandai dengan lesi beruba eritema dan skuama halus terutama di daerah ketiak dan lipat paha.

ANAMNESIS Apakah pasien menggunakan deodorant? Sudah berapa lama? (melihat kemungkinan dermatitis) Apakah mengganti tipe deodorant? (melihat kemungkinan dermatitis) Apakah pasien mengonsumsi obat-obatan? (melihat kemungkinan dermatitis)

Apakah gatal dan merah ada di lokasi lain?


7

(melihat kemungkinan eritrasma, pedinkulosis) Bagaimana sifat dan lokasi gatal? Hilang timbul atau berpindah? (melihat kemungkinan scabies, urtikaria) Apa keluarga ada yang mengalami keluhan yang sama? (melihat kemungkinan scabies, dermatitis) Kapan waktu munculnya gatal? Saat beraktivitas atau istirahat juga timbul? (melihat predileksi timbulnya gatal) Apakah ada riwayat alergi? (menetahui riwayat penyakit atau faktor resiko pasien) Bagaimana dengan kebersihan pasien? (menyingkirkan dugaan scabies, pedinkulosis)

PEMERIKSAAN FISIK Berdasarkan pemeriksaan fisik yang dilakukan, didapatkan pasien memiliki:
Plak erithema, circumskripta, ukuran plakat diatasnya terdapat papul-papul, vesikel,

erosi, excoriasi, exudasi(2,3): (Menandakan terjadi peninggian diatas permukaan kulit berisi zat padat dan disertai kemerahan pada kulit yang disebabkan pelebaran pembuluh darah kapiler yang reversibel dan berbatas tegas. Berukuran lebih besar dari uang 100 rupiah dan bagian bagian yang mengalami kemerahan terdapat penonjolan berisi zat padat, penonjolan berupa gelembung berisi serum, dan bekas garukan yang menyebabkan keluarnya cairan serum)
Krusta kuning jernih(2,3)

(Menandakan terdapat cairan badan yang mengering. Kuning muda berasal dari serum, dapat terjadi karena pasien merasa gatal dan menggaruk tubuh sehingga cairan serum keluar)

Pustul ukuran miliare(2,3).di beberapa tempat

(Terdapat gelembung berisi nanah sebesar kepala jarum pentul yang dapat terjadi karena bagian yang terluka terkena bakteri sehingga terdapat banyak leukosit pada bagian tersebut)

PEMERIKSAAN PENUNJANG Pada pasien dilakukan pemeriksaan sebagai berikut(2):


KOH 20% tidak ditemukan hypha maupun spora

(KOH dilakukan untuk melihat apakah ada etiologi jamur yang menyebabkan terjadinya penyakit pasien. Hasil yang didapat negative.) Tes tempel: + Cresendo (Terlihat ada respon terhadap alergi yang makin kuat. Alergen yang digunakan adalah bedak bb yang baru beberapa bulan dipakai oleh pasien.)

DIAGNOSIS KERJA
9

Dari pemeriksaan dan data yang didapatkan, kelompok kami menyimpulkan bahwa pasien ini menderita: - Dermatitis Kontak Alergi (DKA) axilla dextra-sinistra - Infeksi sekunder pada axilla dextra-sinistra Kelompok kami menyimpulkan hal tersebut karena pasien mengalami gejala klinis berupa plak erithema, circumskripta, ukuran plakat diatasnya terdapat papul-papul, vesikel, erosi, excoriasi, exudasi. Terdapat krusta kuning jernih dan di beberapa tempat terdapat pustul ukuran miliare dan hasil pemeriksaan penunjang menunjukan tes tempel Cressendo dengan nilai (+) yang mendukung kesimpulan penyakit pasien. Pasien juga memiliki faktor resiko alergi dari pihak Ibu, yang diketahui dari anamnesis bahwa ibu pasien memiliki dermatitis kronik yang dicurigai karena allergen tertentu. Sedang adik pasien memiliki alergi sistemik terhadap paracatamol. Hal ini mendukung kesimpulan DKA yang kami ambil. Terdapat gelembung berisi nanah dapat terjadi karena terjadi infeksi bakteri sekunder pada daerah yang digaruk oleh pasien.

PATOGENESIS(2) Pasien memakai bedak BB untuk mengatasi bau badan pasien sehingga menyebabkan terjadinya alergi yang membuat bagian axilla pasien menjadi merah dan gatal. Mekanisme bau badan yang terjadi pada pasien adalah sebagai berikut: Lipatan-lipatan epidermis tertentu masuk ke dalam dermis di bawahnya untuk membentuk kelenjar eksokrin kulit, kelenjar keringat dan kelenjar sebasea, serta folikel rambut. Kelenjar keringat, yang terdapat di sebagian besar permukaan tubuh, mengeluarkan larutan garam encer melalui lubang-lubang kecil, pori-pori keringat, ke permukaan tubuh.penguapan keringat ini mendinginkan kulit dan penting untuk pengaturan suhu. Jumlah keringat yang diproduksi dapat diatur bergantung pada suhu lingkungan, jumlah panas yang dibentuk oleh aktivitas otot, dab berbagai factor emosi. Suatu jenis kelenjar keringat khusus yang terletak di

10

aksila (ketiak) dan pubis menghasilkan keringat kaya protein yang menunjang pertumbuhan bakteri permukaan, yang menyebabkan timbulnya bau badan yang khas. Mekanisme terjadinya kelainan kulit pada DKA adalah mengikuti respons imun yang diperantarai oleh sel (cell-mediated immune response) atau reaksi imunologik tipe IV, suatu hipersensitivitas tipe lambat. Reaksi ini terjadi melalui 2 fase yaitu fase sensitisasi dan fase elisitasi. Hanya individu yang telah mengalami sensitisasi dapat menderita DKA. Fase sensitisasi Hapten yang masuk ke dalam epidermis melewati stratum korneum akan ditangkap oleh sel Langerhans dengan cara pinositosis, dan diproses secara kimiawi oleh enzim lisosom atau sitosol serta dikonjugasikan pada molekul HLA-DR menjadi antigen lengkap. Pada awalnya sel Langerhans dalam keadaan istirahat dan hanya berfungsi sebagai makrofag, tetapi setelah keratinosit terpajan oleh hapten yang juga mempunyai sifat iritan, akan melepaskan sitokin seperti IL-1 yang akan mengaktifkan sel Langerhans sehingga mampu menstimulasi sel-T. aktivasi tersebut akan mengubah fenotip sel Langerhans dan meningkatkan sekresi sitokin tertentu misalnya IL-1 serta ekspresi molekul permukaan sel termasuk MHC klas I dan II, ICAM-1, LFA-3 dan B7. Sitokin proinflamasi lain yang dilepaskan oleh keratinosit yaitu TNF, yang dapat mengaktifasi sel-T, makrofag dan granulosit, menginduksi perubahan molekul adesi sel dan pelepasan sitokin juga meningkatkan MHC klas I dan II TNF menekan produksi E-cadherins yang mengikat sel langerhans pada epidermis, juga menginduksi aktivitas gelatinolisis sehingga memperlancar sel Langerhans melewati membrane basalis bermigrasi ke kelenjar getah bening setempat melalui saluran limfe. Di dalam kelenjar limfe, sel Langerhans mempresentasikan kompleks HLA-DR-antigen kepada sel-T penolong spesifik, yaitu yang mengekspresikan molekul CD4 yang mengenali HLA-DR sel Langerhans, dan kompleks reseptor sel-T-CD3 yang mengenali antigen yang telah diproses. Ada atau tidak adanya sel-T spesifik ini ditientukan secara genetic. Sel Langerhans mensekresi IL-1 yang menstimulasi sel-T untuk mensekresi IL-2 dan mengekspresi reseptor-IL-2 (IL-2R). Sitokin ini akan menstimulasi proliferasi sel-T spesifik, sehingga menjadi lebih banyak. Turunan sel ini yaitu sel-T memori (sel-T teraktivasi) akan
11

meninggalkan kelenjar getah bening dan beredar ke seluruh tubuh. Pada saat tersebut individu menjadi tersensitisasi. Fase ini rata-rata berlangsung selama 2-3 minggu. Menurut konsep danger signal bahwa sinyal antigenic murni suatu hapten cenderung menyebabkan toleransi, sedangkan sinyal iritannya menimbulkan sensitisasi. Dengan demikian terjadinya sensitisasi kontak bergantung pada adanya sinyak iritan yang dapat berasal dari allergen kontak sendiri, dari ambang rangsang yang rendah terhadap respons iritan, dari bahan kimia inflamasi pada kulit yang meradang, atau kombinasi dari ketiganya. Jadi sinyal bahaya yang menyebabkan sensitisasi tidak berasal dari sinyal antigenic sendiri, melainkan dari iritasi yang menyertainya. Suatu tindakan mengurangi iritasi akan menurunkan proses sensitisasi. Fase elisitasi Fase kedua (elisitasi) hipersensitivitas tipe lambat terjadi pada pajanan ulang allergen atau hapten. Seperti pada fase sensitisasi, hapten akan ditangkap oleh sel Langerhans dan diproses secara kimiawi menjadi antigen, diikat oleh HLA-DR kemudian diekspresikan di permukaan sel. Selanjutnya kompleks HLA-DR-antigen akan dipresentasikan kepada sel-T yang telah tersensitisasi (sel-T memori) baik di kulit maupun di kelenjar limfe sehingga terjadi proses aktivasi. Di kulit proses aktivasi lebih kompleks dengan hadirnya sel-sel lain. Sel Langerhans mensekresi IL-1 yang menstimulasi sel-T untuk memproduksi IL-2 dan mengekspresi IL-2R, yang akan menyebabkan proliferasi dan ekspansi populasi sel-T di kulit. Sel-T teraktivasi juga mengeluarkan IFN- yang akan mengaktifkan keratinosit mengekspresi ICAM-1 dan HLA-DR. adanya ICAM-1 memungkinkan keratinosit untuk berinteraksi dengan sel-T dan leukosit yang lain yang mengekspresi molekul LFA-1. Sedangkan HLA-DR memungkinkan keratinosit untuk berinteraksi langsung dengan sel-T CD4+, dan juga memungkinkan presentasi antigen kepada sel tersebut. HLA-DR juga dapat merupakan target sel T sitotoksik pada keratinosit. Keratinosit menghasilkan juga sejumlah sitokin antara lain IL-1, IL-6, TNF- dan GMCSF, semuanya dapat mengaktivasi sel-T. IL-1 dapat menstimulasi keratinosit menghasilkan eikosanoid. Sitokin dan eikosanoid ini akan mengaktifkan sel mas dan makrofag. Sel mas yang berada di dekat pembuluh darah dermis akan melepaskan antara lain histamine, berbagai jenis kemotaktik, PGE2, PGD2 dan leukotrien B4 (LTB4). Eikosanoid baik yang berasal dari sel mas (prostaglandin) maupun dari keratinosit atau leukosit menyebabkan dilatasi vascular dan meningkatkan permeabilitas sehingga molekul larut seperti komplemen dan kinin mudah berdifusi kedalam dermis dan
12

epidermis. Selain itu factor kemotaktik dan eikosanoid akan menarik neutrofil, monosit dan sel darah lain dari dalam pembuluh darah masuk ke dalam dermis. Rentetan kejadian tersebut akan menimbulkan respons klinik DKA. Fase elisitasi umumnya berlangsung antara 24-48 jam.

PENATALAKSANAAN Pada kasus ini, dpaat dilakukan hal-hal sebagai berikut untuk menangani keluhan-keluhan pasien(2): Menjauhkan dari allergen Edukasi : jangan disentuh dibagian tersebut akan menyebabkan infeksi Dikompres oleh larutan garam faal (NaCl) atau dengan salisilat 0,1 % Infeksi sekundernya (impetigo bullosa) dengan salep antibiotic kloramfenikol 2% dan eritromisin 3 % Antiperadangan topical (kortikosteroid, marolaktam; takrolimus, pimekrolimus) Kortikosteoroid dapat diberikan dalam jangka pendek untuk mengatasi peradangan pada dermatitis kontak alergi akut yang ditandai dengan eritema, edema, bula atau vesikel, serta eksufatif (madidans), misalnya prednison 30 mg/hari

PROGNOSIS Ad vitam Ad fungsionam Ad sanasionam Ad kosmetikum : Ad bonam : Ad bonam : Dubia ad bonam : Dubia ad bonam

BAB IV TINJAUAN PUSTAKA


13

ANATOMI(4) Kulit manusia tersusun atas dua lapisan, yaitu epidermis dan dermis. Epidermis dan dermis dapat terikat satu sama lain akibat adanya papilare dermis dan rabung epidermis. 1. Epidermis Epidermis merupakan lapisan teratas pada kulit manusia dan memiliki tebal yang berbedabeda: 400-600 m untuk kulit tebal (kulit pada telapak tangan dan kaki) dan 75-150 m untuk kulit tipis (kulit selain telapak tangan dan kaki, memiliki rambut). Selain sel-sel epitel, epidermis juga tersusun atas lapisan: a. Melanosit, yaitu sel yang menghasilkan melanin melalui proses melanogenesis. b. Sel Langerhans, yaitu sel yang merupakan makrofag turunan sumsum tulang, yang merangsang sel Limfosit T, mengikat, mengolah, dan merepresentasikan antigen kepada sel Limfosit T. Dengan demikian, sel Langerhans berperan penting dalam imunologi kulit. c. Sel Merkel, yaitu sel yang berfungsi sebagai mekanoreseptor sensoris dan berhubungan fungsi dengan sistem neuroendokrin difus. d. Keratinosit, yang secara bersusun dari lapisan paling luar hingga paling dalam sebagai berikut: Stratum Korneum, terdiri atas 15-20 lapis sel gepeng, tanpa inti dengan sitoplasma yang dipenuhi keratin. Stratum Lucidum, terdiri atas lapisan tipis sel epidermis eosinofilik yang sangat gepeng, dan sitoplasma terdri atas keratin padat. Antar sel terdapat desmosom. Stratum Granulosum, terdiri atas 3-5 lapis sel poligonal gepeng yang sitoplasmanya berisikan granul keratohialin. Pada membran sel terdapat granula lamela yang mengeluarkan materi perekat antar sel, yang bekerja sebagai penyaring selektif terhadap masuknya materi asing, serta menyediakan efek pelindung pada kulit.
14

Stratum Spinosum, terdiri atas sel-sel kuboid. Sel-sel spinosum saling terikat dengan filamen; filamen ini memiliki fungsi untuk mempertahankan kohesivitas (kerekatan) antar sel dan melawan efek abrasi. Dengan demikian, sel-sel spinosum ini banyak terdapat di daerah yang berpotensi mengalami gesekan seperti telapak kaki. Stratum Basal/Germinativum, merupakan lapisan paling bawah pada epidermis, terdiri atas selapis sel kuboid. Pada stratum basal terjadi aktivitas mitosis, sehingga stratum ini bertanggung jawab dalam proses pembaharuan sel-sel epidermis secara berkesinambungan. 2. Dermis Merupakan lapisan kulit di bawah epidermis, memiliki ketebalan yang bervariasi bergantung pada daerah tubuh dan mencapai maksimum 4 mm di daerah punggung. Dermis terdiri atas dua lapisan dengan batas yang tidak nyata, yaitu: Stratum papilare, yang merupakan bagian utama dari papila dermis, terdiri atas

jaringan ikat longgar. Pada stratum ini didapati fibroblast, sel mast, makrofag, dan leukosit yang keluar dari pembuluh (ekstravasasi).

Stratum retikulare, yang lebih tebal dari stratum papilare dan tersusun atas

jaringan ikat padat tak teratur (terutama kolagen tipe I). Selain kedua stratum di atas, dermis juga mengandung beberapa turunan epidermis, yaitu folikel rambut, kelenjar keringat, dan kelenjar sebacea Rambut, merupakan struktur berkeratin panjang yang berasal dari invaginasi

epitel epidermis, yaitu folikel rambut. Pada folikel ini terdapat pelebaran terminal yang berbentuk benjolan pada sebuah papilla dermis. Papila dermis tersebut mengandung kapiler dan ditutupi oleh sel-sel yang akan membentuk korteks rambut, kutikula rambut, dan sarung akar rambut. Kelenjar keringat, yang terdiri atas kelenjar keringat merokrin dan kelenjar
15

keringat apokrin

1. Kelenjar keringat merokrin, berupa kelenjar tubular sipleks bergelung dengan saluran bermuara di permukaan kulit. Salurannya tidak bercabang dan memiliki diameter lebih kecil dari bagian sekresinya 0,4 mm. Terdapat dua macam sel mioepitel yang mengelilingi bagian sekresinya, yaitu sel gelap yang mengandung granula sekretoris dan sel terang yang tidak mengandung granula sekretoris. 2. Kelenjar keringat apokrin, memiliki ukuran lebih besar (3-5 mm) dari kelenjar keringat merokrin. Kelenjar ini terbenam di bagian dermis dan hipodermis, dan duktusnya bermuara ke dalam folikel rambut. Terdapat di daerah ketiak dan anus. Kelenjar sebacea, yang merupakan kelenjar holokrin, terbenam di bagian dermis

dengan jumlah bervariasi mulai dari seratus hingga sembilan ratus per centimeter persegi. Sekret dari kelenjar sebacea adalah sebum, yang tersusun atas campuran lipid meliputi trigliserida, lilin, squalene, dan kolesterol beserta esternya.

3. Subkutis Pada bagian bawah dermis, terdapat suatu jaringan ikat longgar yang disebut jaringan subkutan dan mengandung sel lemak yang bervariasi. Jaringan ini disebut juga fasia superficial, atau panikulus adiposus. Jaringan ini mengandung jalinan yang kaya akan pembuluh darah dan pembuluh limfe. Arteri yang terdapat membentuk dua plexus, satu di antara stratum papilare dan retikulare, satu lagi di antara dermis dan jaringan subkutis. Cabang-cabang plexus tersebut mendarahi papila dermis. Sedangkan vena membentuk tiga plexus, dua berlokasi seperti arteri, satu lagi di pertengahan dermis. Adapun pembuluh limfe memiliki lokasi sama dengan pembuluh arteri. Untuk mendukung fungsi kulit sebagai penerima stimulus, maka terdapat banyak ujung saraf, antara lain di epidermis, folikel rambut, kelenjar kutan, jaringan dermis dan subkutis, serta papila dermis. Ujung saraf ini tanggap terhadap stimulus seperti rabaan-tekanan, sensasi taktil, suhu tinggi/rendah, nyeri, gatal, dan sensasi lainnya. Ujung saraf ini meliputi ujung Ruffini, Vaterpacini, Meissner, dan Krause.

16

Selain itu turunan kulit yang lain adalah kuku. Kuku merupakan lempeng sel epitel berkeratin pada permukaan dorsal setiap falang distal. Lempeng kuku terletak pada stratum korneum, sedangkan dasar kuku terletak pada stratum basal dan spinosum.

DERMATITIS KONTAK ALERGI Dermatitis merupakan epido-dermitis dengan gejala subyektif pruritus. Obyektif tampak inflamasi eritema, vesikulsi, eksudasi dn pembentukan sisik. Tanda-tanda polimorfi tersebut tidk selalu timbul pda saat yang sama. Penyakit bertendensi resisif dan menjadi kronis. Dermatitis kontak alergi adalah suatu dermatitis atau peradangan kulit yang timbul setelah kontak dengan alergen melalui proses sensitasi. Dermatitis kontak alergi merupakan dermatitis kontak karena sensitasi alergi terhadap substansi yang beraneka ragam yang menyebabakan reaksi peradangan pada kulit bagi mereka yang mengalami hipersensivitas terhadap alergen sebagai suatu akibat dari pajanan sebelumnya(3). Epidemiologi

17

Bila dibandingkan dengan dermatitis kontak iritan, jumlah penderita dermatitis kontak alergi lebih sedikit, karena hanya mengenai orang yang kulitnya sangat peka (hipersensitif). Namun sedikit sekali informasi mengenai prevalensi dermatitis ini di masyarakat. Dapat terkena pada semua umur dengan frekwensi yang sama pada pria dan wanita.

Etiologi Penyebab dermatitis kontak alergi adalah alergen, paling sering berupa bahan kimia dengan berat kurang dari 500-1000 Dalton, yang juga disebut bahan kimia sederhana. Bahan bahan tersebut antara lain : plastik,kosmetik,tanaman,krom,nikel,obat-obatan. Alergen alergen ini biasanya tidak menyebabkan perubahan kulit yang nyata pada kontak pertama, akan tetapi menyebabkan perubahan perubahan yang spesifik setelah lima sampai tujuh hari atau lebih. Dermatitis yang timbul dipengaruhi oleh potensi sensitisasi alergen, derajat pajanan, dan luasnya penetrasi di kulit. Dermatitis kontak alergik terjadi bila alergen atau senyawa sejenis menyebabkan reaksi hipersensitvitas tipe lamat pada paparan berulang. Dermatitis ini biasnaya timbul sebagai dermatitis vesikuler akut dalam beberapa jam sampai 72 jam setelah kontak. Perjalanan penyakit memuncak pada 7 sampai 10 hari, dan sembuh dalam 2 hari bila tidak terjadi paparan ulang. Reaksi yang palning umum adalah dermatitis rhus, yaitu reaksi alergi terhadap poison ivy dan poison cak. Faktor predisposisi yang menyebabakn kontak alergik adalah setiap keadaan yang menyebabakan integritas kulit terganggu, misalnya dermatitis statis(5).

Patogenesis(2,6) Mekanisme terjadinya kelainan kulit pada dermatitis kontak alergi adalah mengikuti respons imun yang diperantarai oleh sel (cell-mediated immune respons) atau reaksi tipe IV. Reaksi hipersensititas di kullit timbulnya lambat (delayed hipersensivitas), umumnya dlam waktu 24 jam setelah terpajan dengan alergen.

18

Sebelum seseorang pertama kali menderita dermatitis kontak alergik, terlebih dahulu mendapatkan perubahan spesifik reaktivitas pada kulitnya. Perubahan ini terjadi karena adanya kontak dengan bahan kimia sederhana yang disebut hapten yang terikat dengan protein, membentuk antigen lengkap. Antigen ini ditangkap dan diproses oleh makrofag dan sel langerhans, selanjutnya dipresentasekan oleh sel T. Setelah kontak dengan ntigten yang telh diproses ini, sel T menuju ke kelenjar getah bening regional untuk berdiferensisi dan berploriferasi memebneetuk sel T efektor yang tersensitisasi secara spesifik dan sel memori. Selsel ini kemudian tersebar melalui sirkulasi ke seluruh tubuh, juga sistem limfoid, sehingga menyebabkab keadaan sensivitas yang sama di seluruh kulit tubuh. Fase saat kontak pertama sampai kulit menjdi sensitif disebut fase induksi tau fase sensitisasi. Fase ini rata-rata berlangsung selama 2-3 minggu. Pada umumnya reaksi sensitisasi ini dipengaruhi oleh derajat kepekaan individu, sifat sensitisasi alergen (sensitizer), jumlah alergen, dan konsentrasi. Sensitizer kuat mempunyai fase yang lebih pendek, sebaliknya sensitizer lemah seperti bahanbahan yang dijumpai pada kehidupan sehari-hari pada umumnya kelainan kulit pertama muncul setelah lama kontak dengan bahan tersebut, bisa bulanan atau tahunan. Sedangkan periode saat terjadinya pajanan ulang dengan alergen yang sama atau serupa sampai timbulnya gejala klinis disebut fase elisitasi umumnya berlangsung antara 24-48 jam.

Manifestasi Klinik Kelainan kulit bergantung pada keparahan dermatitis. Pada yang akut dimulai dengan bercak eritema berbatas tegas, kemudian diikuti edema, papulovesikel, vesikel atau bula. Vesikel atau bula dapat pecah menimbulkan erosi dan eksudasi(basah). Pada yang kronis terlihat kulit kering, berskuama, papul, likenifikasi dan mungkin jugga fisur, batasnya tidak jelas. Kelainan ini sulit dibedakan dengan dermatitis kontak iritan kronis; mungkin penyebabnya juga campuran. Gejala yang umum dirasakan penderita adalah pruritus yang umumnya konstan dan seringkali hebat (sangat gatal). DKA biasanya ditandai dengan adanya lesi eksematosa berupa eritema, udem, vesikula dan terbentuknya papulovesikula; gambaran ini menunjukkan aktivitas tingkat selular. Vesikel-vesikel timbul karena terjadinya spongiosis dan jika pecah akan mengeluarkan cairan yang mengakibatkan lesi menjadi basah. Mula-mula lesi hanya terbatas
19

pada tempat kontak dengan alergen, sehingga corak dan distribusinya sering dapat meiiunjukkan kausanya,misalnya: mereka yang terkena kulit kepalanya dapat curiga dengan shampo atau cat rambut yang dipakainya. Mereka yang terkena wajahnya dapat curiga dengan cream, sabun, bedak dan berbagai jenis kosmetik lainnya yang mereka pakai. Pada kasus yang hebat, dermatitis menyebar luas ke seluruh tubuh.

Penegakan Diagnosis Diagnosis didasarkan pada hasil diagnosis yang cermat dan pemeriksan klinis yang teliti. Pertanyaan mengenai kontaktan yang dicurigai didasarkan kelainan kulit yang ditemukan. Misalnya ada kelainan kulit berupa lesi numularis disekitar umbilikus berupa hiperpigmentasi, likenifiksi, dengan papul dan erosi, maka perlu ditanyakan apakah penderita memeakai kancing celana atau kepala ikat pinggan yang terbuat dari logam(nikel). Data yang berrsal dari anamnesis juga meliputi riwayat pekerjaan, hobi, obat topikal yang pernah digunakan, obat sistemik, kosmetika, bahan-bahan yang diketahui dapat menimbulkan alergi, penyakit kulit yang pernah dialami, serta penyakit kulit pada keluarganya (misalnya dermatitis atopik, psoriasis) (2). Pemeriksaan fisis sangat penting, karena dengan melihat lokalissasssi dan pola kelainan kulit seringkali dapat diketahui kemugnkinan penyebabnya. Misalnya, di ketiak oleh deodoran, di pergelangan tangan oleh jam tangan, dan di kedua kaki oleh sepatu. Pemerikassaan hendaknya dilakukan pada seluruh permukaan kulit, untuk melihat kemungkinan kelainan kulit lain karena sebab-sebab endogen. Diagnosis didasarkan pada riwayat paparan terhadap suatu alergen atau senyawa yang berhubungan, lesi yang gatal, pola distribusi yang mengisyaratkan dermatitits kontak. Anamnesis harus terpusat kepada sekitar ppaparan tehadap alergen yang umum.

Diagnosis Banding Kelainan kulit dermatitis kontak alergik sering tidak menunjukkan gambaran morfologik yang khas, dapat menyerupai dermatitis atopik, dermtitis numularis, dermtitis seboroik, atau
20

psoriris. Diagnosis banding yang utama ialah dengan dermatitits kontak iritan. Dalam keadaan ini pemeriksn uji tempel perlu dipertimbangkan untuk menentukan apakah dermatitis tersebut karena kontak alergi(5) a. Eksema numularis, yaitu ditandai dengan plak diakret, terskuama, kemerahan, berbentuk uang logam, dan gatal, serupa dengan dermtitis kontak tetapi tanpa riwayat paparan terhadap alergen dan lesinya bundar, tidak ada konfigurasi lainnya.
b. Eksema pada tangan, yaitu tidak ada alergen yang dapt dikenali. Sering keadaan ini

hanya dapat dibedakan dari dermatitis kontak alergi dengna uji tempel. Dermatitis kontak dapat memperparah eksema tangan yang sudah ada sebelumnya c. Dermatofitosis, yaitu biasanya berbatas tegas pinggir aktif dan bagian tengah agak menyembuh
d. Kandidiasis, yaitu biasanya dengan lokalisasi yang khas. Efloresensi berupa eritema,

erosi, dan ada lesi satelit.

Medikamentosa(2) Hal yang perlu diperhatikan pada dermatitis kontak adalah upaya pencegahan terulangnya kontak kembali dengan alergen penyebab, dan menekan kelainan kulit yang timbul. Kortikosteroid dapat diberikan dalam jangka pendek untuk mengatasi peradangan pada dermtitis kontak alergik akut yang ditandai dengan eritema, edema. Bula atau vesikel, serta ekskluatif, misalnya predinson 30 mg/hari. Umumnya kelainan kulit akan mereda setelah beberapa hari. Kelainan kulitnya cukup dikompres dengan larutan garam faal. Untuk dermatitis kontak alergik yang ringan, atau dermatitis akut yang telah mereda (setelah mendapat pengobatan kortikesteroid sistemik), cukup diberikan kortikosteroid topikal. Secara bertahap, dapat dilakukan hal-hal dibawah ini : a. Identifikasi agen-agen penyebab dan jauhkan pasien dari paparan, walaupun seringkali hal ini sukar, khususnya pada kasus kronik.
21

b. Tindakan simtomatik untuk mengontrol rasa gatal degan penggunaaan tunggal atau dalam bentuk kombinasi:
1. Kompres, pertama-tama gunakan kompres dingin dengan air keran dingin atau larutan

burrow untuk lesi-lesi eksudtif dan basah. Kenakan selama 20 menit tiga kali sehari. Hindari panas disekitar lesi. 2. Antihistamin oral 3. Hidroksizin hidroklorida 10-50 mg setiap 6 jam bilamana perlu. 4. Lasio topikal yang mengandung menol, fenol, atau premoksin sangat berguna untuk meringankan rasa gatal sementara, dan tidak mensensitisasi, tidak seperti benzokain dan difenhidramin. Obat-obatan bebas yang dapat digunakan antara lain lasio atau obat semprot sarna dan lasio Prax Cetapil dengan mentol 0,25% dan fenol 0,25% dapat dibeli dengan resep dokter. 5. Kortikosteroid topikal, berguna bila daerah yang terkena terbatas atau bila kortikosteroid oral merupakn kontraindikasi. Kortikosteroid topikal poten diperlukan untuk mengurangi reaksi dermatitis kontak alergi yang mengenai tubuh seperti krim, atau salap bermetasson dipropionat 0,05 % dua kali sehari, atau krim atau selap flusinonid dua samapi tiga kali sehari ke daerah-daerah yang terken selama dua minggu. 6. Kortikosteroid oral : berguna untuk dermatitis kontak alergik sistemik atau yang mengenai wajah atau pada kasus di man rasa gatal tidak dapat dikontrol dengan tindakantindakan lokal. 7. Obati setiap infeksi bakteri sekunder. 8. Perintahkan pasien untu ktidak menggunakan obat bebas, misalnya benadril topikal atau benzokain topikal. Obat-obat tersebut dapat menyebabkan reaksi alergi atau iritasi tambahan. 9. Pasien dengan penyakit kronik yang tidak membrikan respons terhadap terapi dan penghindaran semua penyebab yang dicurigai harus dirujuk ke ahli kulit atau ahli lergi untuk tes tempel.
22

Pemeriksaan Penunjang(2) Adapun pemeriksaan penunjang lainnya yang dapat dilakukan antara lain: a. Pemeriksaan eosinofil darah tepi b. Pemeriksaan imminoglobulin E 1). Uji tempel (patch test) Pelaksanaan uji tempel dilakukan setelah dermatitisnya sembuh (tenang), bila memungkinkan setelah 3 minggu. Tempat melakukan uji tempel biasanya di punggung, dapat pula di bagian luar lengan atas. Bahan uji diletakkan pada sepotong kain atau kertas, ditempelkan pada kulit yang utuh, ditutup dengan bahan impermeabel, kemudian direkat degan plester. Setelah 48 jam dibuka. Reaksi dibuka setelah 48 jam (pada waktu dibuka), 72 jam atau 96 jam. Untuk bahan tertentu bahkan baru memeberi reaksi setelah satu minggu. Hasil positif dapat berupa eritema dengan urtika sampai vesikel atau bula. Penting dibedakan, apakah reakssi karena alergi kontak atau krena iritasi, reaksi akan menurun setelah 48 jam( reksi tipe decresendo), sedangkan reaksi alergik kontak makin meningkat. Syarat uji tempel adalah dermatitis dalam keadaan tenang atau sudah sembuh agar tidak terjadi angry back, pemakaian kortikosteroid topical harus di hentikan sekurang kurangnya 1 minggu, uji tempel dilakukan dengan dengan bahan standar atau bahan yang dicurigai. Hasil dapat berupa: tidak ada reaksi (0), eritema (+), eritema dan papul (++), eritema, papula dan vesikula(+++), udema yang jelas dan vesikula (++++) (pembacaan hasil menurut Fisher). 2). Uji tusuk (prick test) 3). Uji gores (scratch test)

Prognosis Prognosis dermatitis kontak alergi umumnya baik, sejauh bahan kontaknya dapat didingkirkan. Prognosis kurang baik dan menjadi kronis bila bersamaan dengan dermatitis oleh faktor endogen.
23

BAB V KESIMPULAN

24

Berdasarkan pengamatan dan data yang data, pasien mengalami dermatitis kontak alergi berdasarkan dengan ditemukannya (diagnosis kerja) Penyebab terjadinya dermatitis kontak alergi pada pasien dapat disebabkan riwayat alergi keluarga pasien yang menjadi faktor resiko. Prognosis penyakit pasien termasuk baik dan dengan penanganan yang benar pasien dapat melaksanakan kegiatan sehari-hari dengan normal.

DAFTAR PUSTAKA

25

1. Keefner DM, Curry CE. Contact Dermatitis dalam Handbook of Nonprescription Drugs,

12th Edition. APHA: Washington DC. 2004.


2. Djuanda A., Hamzah M., Aisah S. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, Edisi 5. Jakarta:

Balai Penerbit FKUI. 2008.


3. Dorland, WA. Newman. Kamus Kedokteran. Jakarta: EGC. 2002 4. Junqueira LC, Carneiro J. Histologi Dasar Teks & Atlas. 10th ed. Jakarta: EGC; 2007 5. Goldstein A. Dermatologi Praktis. Jakarta : Hipokrates. 1998. 6. Baratawijaya, KG. Imunologi Dasar. Jakarta: FKUI. 2006.

26

Anda mungkin juga menyukai