KECEMASAN, DEPRESI, DAN STRES PADA KEHAMILAN
KECEMASAN, DEPRESI, DAN STRES PADA KEHAMILAN
Tujuan Pembahasan
Untuk membahas secara jelas hasil penelitian yang terkini terkait dengan peran paparan depresi,
kecemasan, dan stres pada kehamilan terhadap ibu dan anak yang dilahirkan, dan memberikan
perhatian langsung terhadap temuan-temuan baru tentang kecemasan pada kehamilan, yang
berpotensi menjadi faktor risiko.
Temuan Terbaru
Kecemasan, depresi dan stres pada kehamilan merupakan faktor-faktor risiko timbulnya hasil
yang buruk baik untuk ibu maupun anak. Kecemasan pada kehamilan berhubungan dengan usia
kehamilan yang lebih singkat dan berdampak buruk terhadap perkembangan saraf janin serta
perkembangan anak nantinya. Kecemasan tentang suatu kehamilan tertentu bisa menjadi sangat
kuat. Rasa tegang yang berkepanjangan/kronis, paparan terhadap rasisme, dan gejala-gejala
depresi pada ibu selama hamil berhubungan dengan lahirnya bayi dengan berat lahir rendah dan
berdampak pada perkembangan bayi. Faktor-faktor risiko dan jalur terkait ini patut diteliti lebih
lanjut.
Ringkasan
Bukti-bukti, dan konsensus yang dikembangkan terkait dengan mekanisme biologis dan perilaku,
turut menentukan tahapan selanjutnya dari era ilmu psikiatri dan penelitian multidisiplin tentang
kehamilan untuk mengurangi beban dari stres dan depresi maternal, serta kecemasan pada masa
perinatal. Penting untuk mengidentifikasi tanda, gejala, dan batasan diagnostik yang menjamin
intervensi prenatal dan penting pula untuk mengembangkan suatu metode skrining yang efisien,
efektif, dan valid/akurat secara ekologi serta strategi intervensi yang dapat digunakan secara luas.
Selama lebih dari satu dekade, psikiatri dan disiplin ilmu terkait telah menaruh perhatian terkait
dengan wanita hamil yang mengalami gejala-gejala kecemasan serta depresi selama
kehamilannya dan pada bulan-bulan setelah proses melahirkan. Current Opinion in Psychiatry
sendiri mempublikasikan ulasan yang relevan pada tahun 1998, 2000, 2004, 2007, 2008, 2009,
dan 2011, yang biasanya merujuk pada manajemen klinis pada depresi postpartum atau efek
penggunaan antidepresan terhadap ibu dan bayinya. Sementara itu, literatur lain berkembang
secara cepat di bidang disiplin kesehatan lainnya, khususnya ilmu kesehatan perilaku, psikolohi,
dan epidemiologi sosial, yang terkait dengan stres pada kehamilan dan dampaknya terhadap ibu,
bayi dan perkembangannya selama hidup. Tujuan dari dibuatnya artikel ini adalah untuk secara
jelas membahas hasil-hasil dari penelitian terkini tentang efek dari situasi/kondisi afek negatif
(merujuk seluruhnya pada kecemasan dan depresi) dan paparan stres dalam kehamilan, yang
terutama merujuk pada efek terhadap bayi yang dilahirkan. Kami berfokus secara spesifik pada
penelitian terbaru tentang kecemasan pada kehamilan, suatu konsep yang lebih baru yang
dianggap sebagai suatu faktor risiko dari ibu yang paling kuat terkait dengan timbulnya hasil
pada ibu dan anak yang buruk. Dengan mengangkat dan berfokus pada tema tersebut, kami
berharap dapat membantu menciptakan serta memberi arahan baru dalam penelitian dan
membantu praktik berbasis bukti dalam melakukan skrining dan protokol klinis.
Penelitian psikiatri terkait dengan kehamilan kebanyakan berfokus pada gangguan mental yang
dapat terdiagnosis, kecemasan primer, dan gangguan depresi, dan terkadang pada gangguan stres
pasca trauma setelah peristiwa buruk dalam hidup atau proses persalinan. Namun, banyak
penelitian ilmiah di luar bidang psikiatri yang memberikan banyak informasi tentang luasnya
gejala klinis selama hamil, seperti yang terukur dengan alat skrining seperti dengan
menggunakan Edinburgh Postpartum Depression Scale (EPDS), atau dengan Beck Depression
Inventory atau Center for Epidemiological Studies Depression Scale. Skor-skor dalam
pengukuran menggunakan skoring tersebut terkadang didikotomisasikan untuk mengelompokkan
subyek penelitian ke dalam kelompok depresi atau non-depresi, sebagai proksi untuk kategori
diagnostik, namun sebenarnya lebih sering digunakan sistem skoring yang kontinyu yang
mengukur derajat keparahan gejalanya. Gejala-gejala biasanya menunjukkan hubungan linier
atau dosis-respon dengan beberapa hasil seperti kelahiran prematur , berat bayi lahir rendah
(BBLR) , atau abnormalitas pada bayi. pemahaman terbaru kami terkait situasi/kondisi afek
negatif dalam kehamilan didasarkan pada studi-studi simtomatologi ini, bukan pada
penyelidikan/investigasi dari diagnosis yang sudah ditegakkan. Hal ini mungkin disebabkan
karena peneliti (investigator) kurang pengalaman klinis atau kurang pembiayaan untuk
melakukan wawancara diagnostik. Studi-studi lain terkait dengan diagnosis yang sudah
ditegakkan akan sangat membantu, khususnya dengan ukuran sampel yang lebih besar dan
pengontrolan terhadap penggunaan obat antidepresan serta variabel relevan lainnya. Akan tetapi,
temuan penelitian tentang gejala kecemasan dan depresi dalam kehamilan akan memberikan
informasi untuk klinisi terkait dengan skrining prenatal, deteksi awal, pencegahan, dan terapi
pada gangguan mood perinatal pada wanita-wanita hamil dan para ibu.
Perkiraan prevalensi depresi selama kehamilan bervariasi tergantung pada kriteria yang
digunakan, namun bisa mencapai 16% atau lebih pada wanita yang asimtomatik dan 5% pada
wanita dengan depresi mayor. Perusahaan memperkirakan tidak terdapat kecemasan prenatal,
demikian juga dengan alat skrining yang bisa digunakan, namun studi-studi terdahulu
menunjukkan bahwa banyak dari wanita yang mengalami kecemasan prenatal baik terhadap hal-
hal yang umum maupun kecemasan terkait kehamilannya itu. Bukti menunjukkan bahwa paparan
stres yang tinggi selama kehamilan lebih banyak terjadi, setidaknya pada subkelompok wanita
tertentu. Misalnya, studi terbaru pada sampel wanita-wanita berbeda yang hidup di perkotaan
menemukan bahwa 78%-nya mengalami stres psikososial dari yang ringan sampai yang berat
dan 6%-nya dalam derajat yang berat. Beberapa stressor yang biasanya mempengaruhi wanita
saat hamil di seluruh dunia adalah sumber daya materi yang kurang, kondisi pengangguran,
kondisi keluarga yang buruk dan tanggung jawab rumah tangga, ketegangan dalam hubungan
dengan pasangan, serta komplikasi kehamilan.
Saat ini banyak penelitian terkait dengan stres dan kondisi afek selama kehamilan sebagai
prediktor kondisi kehamilan dan hasil kelahiran tertentu. Yang paling banyak diteliti adalah
kelahiran prematur (usia kehamilan <37 minggu) dan BBLR (≤ 2500 gram). Keduanya bersifat
signifikan baik di Amerika maupun di negara lainnya karena insidensinya juga banyak di negara
lain dan juga akibatnya terhadap mortalitas serta morbiditas bayi. Diperkirakan dua pertiga
BBLR dilahirkan prematur. Sehingga, ada kecenderungan keduanya memiliki jalur etiologis
yang sama dan unik. Model teoretis terkini menekankan pada determinan biofisik dan budaya
serta interaksi dari berbagai determinan dalam pemahaman terkait outcome-outcome kelahiran
tersebut.
POINT PENTING
Kecemasan, depresi, dan stres pada kehamilan merupakan faktor-faktor risiko terjadinya
hasil yang buruk bagi ibu dan anak.
Kecemasan terkait kehamilan yang sedang terjadi (“kecemasan kehamilan”)
berhubungan dengan usia kehamilan yang lebih singkat dan dampak buruk terhadap
kelahiran prematur, perkembangan otak janin serta kondisi nak yang dilahirkan.
Ketegangan berkepanjangan/kronis (termasuk rasisme jangka panjang) dan gejala depresi
pada ibu selama kehamilan berhubungan dengan berat lahir bayi yang rendah dengan
berbagai macam outcome kelahiran yang jelek.
Faktor-faktor risiko tersebut dan jalur terkaitnya patut untuk diteliti lebih lanjut.
Penting untuk menyetujui (membuat patokan) terkait tanda, gejala, dan batasan
diagnostik yang dapat memastikan intervensi prenatal dan untuk mengembangkan
metode skrining yang efisien, efektif dan valid serta strategi intervensi yang dapat
digunakan secara luas.
Bukti yang ada saat ini lebihsering mengarah kepada peran dari gejala depresif terhadap etiologi
BBLR dengan dibandigkan dengan etiologi dari kelahiran preterm . Studi meta analisis saat ini
pada kehamilan dengan depresi, lebih dijelaskan lebih awal, dievaluasi dengan 20 penelitian dan
pada akhirnya menemukan bahwa gejala depresi yang tinggi berhubungan dengan 1.4 sampai 2.9
kali faktor resiko dari BBLR pada negara berkembang, dan 1.2 kali lebih tinggi pada rata-rata
orang USA. Review yang lain saat ini menemukan efek yang relatif besar pada ibu dengan gejala
depresi terhadap kelahiran bayidengan berat badan rendah melalui beberapa penelitian,dengan
efek terbesar terjadi pada wanita dengan penghasilan rendah, wanita dengan status sosial rendah
dan wanita bukan berkulit putih. Lebih lanjut lagi, beberapa penelitiandengan diagnosis
gangguan, salah satunya melaporkan bahwa ibu dengan ganguan depresi memiliki faktor resiko
1.8 kali lebih besar melahirkan bayi dengan berat badan rendah. Demikian bukti yang
menunjukkan bahwa ada peran yang besar dari gejala depresi terhadap kelambatan pertumbuhan
janin dang bayi dengan berat lahir rendah hingga pengaruh kepada waktu kelahiran atau
kelahiran yang preterm dan efek ini dikemukakkan untuk wanita yang kurang beruntung dalam
hal ini. Pada penelitian yang lain, beberapa studi mengemukakan berbagai efek kecemasan
terhadap bayi dengan berat lahir rendah dengan beberapa pengecualian yang jarang ada.
Stres dan afek negatif pada terhadap berbagai tingkat kehamilan dan bayi yang dilahirkan
Bukti bahwa ibu yang stres, depresi, dan cemas selama kehamilan mempengaruhi perkembangan
neurologi pada bayi yang dilahirkan, dimana proses ini dikenal sebagai “fetal programming”.
Penelitian yang dilakukan pada hewan menunjukan bahwa induk dengan pengaruh stress negatif
mempengaruhi waktu belajar, perkembangan motorikdan tingkah laku pada keturunannya. Bukti
menunjukan bahwa hal ini terjadi karena mempengaruhi malalui perkembanagn saraf janin dan
hipotalamus adrenal axis (HPA axis). Gangguan mood pada ibu telah menunjukan aktivasi HPA
axis dan program HPA axis pada janin. Dingkatnya, paparan stres dari ibu dan afek yang stres
selama kehamilan mungkin membuat konsekuensi yang besar terhadap kesehatan dan tumbuh
kembang anak. Bukti ini telah dilaporkan oleh berbagai artike dan efek jangka panjangnya pada
kemampuan terhadap perhatian, perkembangan kognitif dan ,ntabiat yang takut, berkurangny
akemampuan bereaksi pada tahun awal kehidupan, dan impulsifitas, eksternalisasi dankecepatan
perkembangan menuju kedewasaan. Ibu yang stres juga dihubungkan dengan kelainan mental
yan terjadi pada anak keturunanya.
Ringkasan 1, bukti yang telah dimuat secara singkat pada review dalam skematis yang mudah
menunjukkan hubungan keberdaan yang menonjol dengan catatan lebih kuat dan lebih banyak
bukti yang konsisten. Diagram simple ini dapat menjabarkan lebih jauh tentang hubungan
berbagai jenis keadaan dan tipe stress dan termasuk di dalamnya mekanisme yang
mempengaruhi bayi yang terlahir. Sebagai contoh, kejadian besar dalam kehidupan atau bencana
yang menimpa suatu komunitas dihipotesis meningkatkan kecemasan dalam kehamilan, dan
paparan ketegangan yang kronis meningkatkan resiko depresi. Efek dari ketegangan yang kronis
melalui jalur depresi yang berakibat pada bayi yang lahir dengan berat rendah tidak terlalu jelas,
namun pantas untuk diibuat penelitian lebih lanjut. Bersama-sama dengan adanya bukti dan
perkembangan consensus yang menyatakan bahwa secara biologi dan mekanisme perilaku yang
dipelajari menjelaskan bahwa hal ini dapat menjadi dasar untuk psikiatri di era ke depan dan
dengan kolaborasi dan disiplin ilmu yang mempelajari tentang kehamilan.
Memang belum jelas mengapa kecemasan selama kehamilan memiliki efek yang besar kepada
ibu dan bayinya. Pada kenyataannya, konsep alamiah ini belum sepenuhnya dapat diterima,
masih menjadi pokok perhatian untuk dijelaskan. Kemungkinan yang membuat hal ini
berpengaruh adalah pengukuran kecemasan selama kehamilan baik pada karakteristik
disposional atau sifat-sifat dan keadaan lingkungan yang mempengaruhinya. Sebagai contohnya
perempuan yang sangat cemas tentang kehamilannya akan nampak lebih tidak aman. Pada suatu
latar belakang budaya tertentu merupakan suatu hal yang wajar bila memiliki cerita tentang
infertilitas atau memiliki kehamilan yang tidak direncanakan dan memiliki sedikit dukungan
social. Hasil ini menyatakan bahwa kerentanan yang ada selama kehamilan preterm dapat
dihubungkan dengan pengaruh social, keluarga, budaya dan kondisi lingkungan selama
kehamilan untuk meningkatkan tingkat kecemasan selama kehamilan, sehingga menimbulkan
akibat pada ibu – bayi – dan system plasental, khususnya selama masa-masa sensitive seperti
pada awal kehamilan. Proses ini kemudian memberi pengaruh negative pada perkembangan janin
dengan cara memprogram HPA aksis janin dan juga mempengaruhi kelahiran dini melalui ibu,
janin dan perubahan hormonal pada plasenta. Meskipun masih banyak hal yang belum kami
ketahui, tujuan kedepan yang sangat bermanfaat bagi para peneliti mungkin untuk
mengidentifikasi wanita dengan tingkat kecemasan yang tinggi sebelum konsepsi terjadi, sebaik
mengidentifikasi wanita dengan kecemasan yang tinggi selama kehamilan, dan khususnya pada
wanita yang cemas tentang hal-hal khusus tentang kehamilannya, misalnya tentang anak dan
kelahirannya, dan tentang kemampuan untuk menjadi orang tua berserta pasangannya. Wanita-
wanita inilah yang menjadi target utama untuk diberi perlakukan, contohnya perlakuan untuk
menurunkan tingkat stress yang berbasis bukti, pengobatan untuk mengatur mood seperti melalui
terapi kognitif dan terapi perilaku, terapi farmakologi, serta perawatan follow up selama post
partum untuk mencegah hasil yang merugikan baik bagi ibu, anak maupun keluarga.
Skrining klinis untuk depresi dan kecemasan pada prenatal dan postpartum telah
direkomendasikan tetapi hal ini juga berpotensi meragukan. Topic persoalan yang menjadi
perhatian terletak pada alat skrining apa yang digunakan, apa saja kriteria ekslusi yang dipakai
untuk mengidentifikasi wanita yang berisiko, keperluan para ahli untuk memfolow up wanita
dengan angka yang meragukan untuk membuat diagnose; dan kepada mereka yang menetapkan
diagnose, ketersediaan usaha dan pengobatan yang manjur [50]. Persoalan ini harus diselesaikan
untuk skrining klinis pada prenatal (dan postpartum) supaya dapat direkomendasikan secara luas.
Sebagai contohnya, EPDS. EPDS menjadi golden standar untuk skrining depresi, baik pada
waktu sebelum persalinan maupun setelah persalinan. sebenarnya EPDS tidak hanya mengukur
gejala-gejala depresi depresi sajam namun juga mengukur gejala-gejala kecemasan, dimana hal
berkontribusi terhadap kerancuan tentang risiko-risikonya. Sebagai tambahan, para ahli telah
ditanyai tentang validitas penegakan diagnosis gangguan depresi yang menggunakan criteria
diagnosis standar untuk gangguan mood karena itu juga memuat gejala-gejala somatic yang khas
dari kehamilan seperti letih, gangguan tidur, dan perubahan nafsu makan [52].
Ada sebuah penelitian terkini yang juga berhubungan dengan hal ini yang melaporkan bahwa
wanita dengan gangguan depresi dan kecemasan memiliki risiko LBW lebih besar ,
dibandingkan dengan mereka yang hanya memiliki gejala depresi atau kecemasan atau tidak
keduanya. Sangat sedikit perhatian dari para peneliti yang menerima kombinasi dari gejala-
gejala. Kemudian sedikit peneliti yang sampai sekarang telah memeriksa kegunaan dan
kemungkinan dikerjalannya skrining pada kondisi stress atau kecemasan selama kehamilan.
Apabila skrining gejala-gejala afektif selama masa kehamilan menghasilkan: angka false
positif yang tinggi, angka follow up dan penyerahan pasien yang rendah, edukasi yang kurang
atau edukasi yang tidak efektif kepada wanita tentang arti dari hasil skrining yang dilakukan,
kekurangan dalam penatalaksanaan, dan atau tidak ada bukti intervensi yang secara ilmiah dapat
dipertanggung jawabkan, maka skrining klinis yang dipakai sebagai prosedur standar pada
keadaan prenatal yang spesifik tentu saja diragukan nilainyal. Namun, jika syarat-syarat yang
penting dapat dipenuhi, skrining kecemasan selama masa kehamilan, tingkat kecemasan, gejala-
gejala depresi, dan stress selama kehamilan dapat menghasilkan sesuatu yang berpotensi
menghasilakn keuntungan secara klinis bagi ibu dan anaknya.
Suatu pertimbangan mendasar dalam menerapkan skrining prenatal yang efektif, diagnosis, dan
penatalaksanaan merupakan konteks dari kehamilan pada wanita. Konteks ini meliputi
pasangannya, keluarganya, temannya, tetangganya, masyarakat luas, semua orang yang diketahui
mempengaruni kesehatan mental orang tersebut serta responnya terhadap diagnosis penyakit.
Oleh karena itu harus diberikan perhatian pada tingkat ini dalam skrining dan pengobatan
depresi, kecemasan, kecemasan selama kehamilan, atau stress selama kehamilan. Sebagai
contohnya, kemampuan seorang wanita untuk mengerti atau merespon diagnosis gangguan
mood atau kecemasan dan penerimaan pengobatan dapat dipermudah dengan menyertakan
pasangannya, keluarga dekat, atau teman dalam follow up setelah skrining. Selain itu keluarga
dan masyarakat dapat mengurangi atau malah meningkatkan upaya skrining dan pengobatan
wanita selama masa kehamilannya, sebagai hasil dari kepercayaan mereka, nilai dan tingkat
informasi mereka atau karena keterangan yang salah yang mereka terima.
Meskipun persoalan-persoalan ini telah diketahui sebagai hambatan pada pengobatan kesehatan
mental masyarakat pada beragam populasi, mereka belum juga menetapkan prosedur klinis yang
tepat yang digunakan pada masa kehamilan untuk follow skrining pada gangguan afektif. Hal ini
dapat berguna untuk mengidentifikasi tingkat pencegahan dan mengidentifikasi faktor apa saja
yang membuat wanita tersebut kembali sembuh secara cepat – seperti pengetahuan atau
keterampilan yang besar, self-efficacy, serta dukungan social – dengan tujuan untukmembuat
perencanaan intervensi. Jika upaya diarahkan untuk menguatkan sumber psikososial pada wanita
sedini mungkin, idealnya sebelum konsepsi, makan akan sangat mungkin kesehatan selama
masaprenatal dan hasil setelah prenatal akan menjadi lebih optimal.
Kesimpulan
Kesimpulannya, meskipun jumlahnya cukup besar, saat ini penelitian menunjukkan ada efek
yang berpotensi menimbulkan kerugian dari kondisi afek negative dan stress selama kehamilan
pada bayi yang terlahir, perkembangan janin dan bayi, serta kesehatan keluarga, kami masih
belum mengetahui secara jelas maksud yang spesifik dari fakta ini. Permasalah utama untuk
penelitian selanjutnya adalah sebagai berikut: bagaimana lepasnya seseorang dari faktor
independen dan faktor komorbid gejala-gejala depresi, gejala-gejala kecemasan, kecemasan
selama kehamilan, dan berbagai bentuk dari stress pada ibu dan bayi yang baru lahir; adalah
lebih baik untuk memahami konsep kecemasan selama kehamilan dan dan bagaimana
menggunakannya secara klinis; efek investigasi yang lebih lanjut dari gangguan afektif yang
berarti secara klinis pada ibu dan bayi yang dilahirkan, diambil dari sejumlah konteks social dan
lingkungan dari ibu.Seperti bertambahnya pengetahuan kami, merupakan suatu hal yang
mendesak untuk dilakukan identifikasi tanda-tanda, gejala-gejala dan titik awal untuk
menegakkan suatu diagnosis sehingga mengahasilkan intervensi yang tepat pada masa prenatal,
serta untuk mengembangkan efisiensi, efektifitas dan skrining ekoligikal yang valid dan strategi
intervensi yang dapat digunakan secara luas. Apabila faktor risiko dapat diidentifikasi sedini
mungkin pada kehamilan dan intervensi dirancangkan untuk masa prekonsepsi, banyak orang
akan percaya peluang kesempatan ini merupakan taruhan kami yang terbaik. Bagaimanapun juga
penelitian secara interdisipliner dan kolaborasi penting sekali untuk mendiskusikan masalah ini,
selain itu juga untuk mengurangi beban stress ibu, depresi dan kecemasan selama masa perinatal.