Anda di halaman 1dari 15

Memangkas birokrasi untuk meningkatkan pelayanan prima

Kelambatan proses birokrasi dalam banyak item pelayanan umum sudah menjadi sesuatu yang lumrah dirasakan oleh banyak masyarakat. Peluang ini dimanfaatkan oleh oknum dalam birokrasi atau orang luar birokrasi yang bekerjasama dengan internal birokrasi untuk meraup keuntungan melalui janji percepatan/by pass birokrasi. Kondisi seperti ini memunculkan asumsi bahwa yang namanya Korupsi tidak pernah bertepu sebelah tangan, selalu tepuk tangan. Tuntutan masyarakat untuk pelayanan dokumen publik dengan cepat (sebenarnya ini merupakan idealisme yang benar), tidak sabar, dihadapkan dengan isue rendahnya kesejahteraan birokrat. Tapi benarkah panjang atau lambatnya birokrasi hanya dirasakan oleh masyarakat? Benarkah dalam internal birokrasi segalanya berjalan dengan simultan dan serba mudah? Tentu saja tidak semudah itu. Sebenarnya kelambatan proses terjadi pada proses birokrasi eksternal (public service) dan proses birokrasi internal, atau gabungan dari kedua proses tersebut. Suatu kondisi yang banyak orang luar birokrasi menilainya dengan kurang koordinasi. Kita ambil sebuah contoh sederhana kelambatan dalam pelayanan umum. Untuk mengurus Ijin mendirikan Bangunan (IMB), seorang pemohon harus mengambil formulir di Dinas PU dan mengisinya untuk selanjutnya melengkapi berkas di RT/RW, Kelurahan/Desa dan Kecamatan. Untuk kegiatan ini dipelukan waktu setidaknya 3 hari. Kelengkapan dokumen ini diserahkan kembali ke Dinas PU. Disinilah terjadi space waktu yang sulit diprediksikan. Bisa satu minggu, dua

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

minggu atau satu bulan. Mengapa demikian. Inilah gambaran umum prosesnya : Dokumen permohonan yang sudah masuk, selanjutnya dicek secara manual, dibuatkan surat pengantar ke Sub Dinas Bina Marga (jumlah hari ditentukan oleh kapan Kepala Sub Dinas sempat menanda tangani. Ini tidak terpantau oleh masyarakat, khususnya pemohon) dan diturunkan ke Kepala Cabang Dinas PU (Tingkat Kecamatan) yang dilanjutkan dengan peninjauan lapangan (pengukuran). Space waktu ini juga sulit diprediksikan, karena memang tidak ada format dokumen kendali waktu. Setelah dokumen survey lengkap, kemudian dikembalikan ke Kepala Sub Dinas Bina Marga dan atasannya, yaitu kepala Dinas PU. Sampai di sini pun space waktu yang diperlukan tidak bisa diprediksi. Melalui contoh ini kita bisa lihat betapa sebuah proses pengurusan dokumen publik yang sebenarnya memerlukan kesadaran tinggi masyarakat menjadi sangat lambat. Dalam hal internal birokrasi kiranya dapat dicontohkan dalam

permintaan data dari satu instansi ke instansi lain yang harus dilewati melalui surat permohonan dan harus memperoleh ijin dari instansi pemilik data, walaupun untuk data yang sebenarnya untuk konsumsi umum. Hal serupa pada contoh di atas ketika antara Dinas PU dengan bawahannya (Cabang Dinas PU) harus melalui prosedur birokrasi surat-menyurat yang internal. Dengan demikian permasalahan utama dari kelambatan pelayanan dokumen publik sebenarnya bukan hanya pada unsur personal birokrat saja, namun memang prosedur tetap manual yang diimplementasikan menuntut space waktu yang sulit diprediksi, belum lagi ditambah cenderung memperlambat proses birokrasi

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

kerumitan dokumen persayaratannya. Hal ini belum termasuk resiko dokumen yang hilang selama proses paraf dari satu meja ke meja lainnya. Suatu kendala yang oleh Tehnologi Informasi bisa disederhanakan sehingga menghemat banyak space waktu yang terbuang karena proses alur surat-menyurat internal birokrasi. Mari kita simulasikan. Setelah dokumen yang telah diurus oleh pemohon hingga tingkat Kecamatan masuk ke loket IMB, oleh operator dilakukan pengecekan persayaratan dan di-input ke komputer on-line di meja Kepala Sub Dinas Bina Marga PU, meja Kepala Cabang Dinas PU dan Kepala Dinas PU. Proses persetujuan dilakukan secara on-line sesuai mekanisme baku yang ditetapkan. Guna kepentingan peninjauan dan pengukuran lokasi, loket mengirimkan hard dokumen langsung ke Kepala Cabang Dinas yang memang secara fisik harus datang ke lokasi tanpa melalui Kepala Sub Dinas Bina Marga. Hasil peninjauan diinput secara on-line untuk selanjutnya statusnya menunggu persetujuan ari Kepala Dinas PU berikut pengiriman hard dokumen persayaratannya. Memang tidak cukup 3 hari selesai, namun mekanisme ini akan mampu memotong banyak tahapan birokrasi, apalagi apabila dalam sistem ini dilengkapi dengan standar waktu birokrasi yang bisa dijadikan penilaian kinerja, tentu akan memaksa birokrat bekerja sesuai standard prosedur yang berlaku. Dalam implementasi internal birokrasi pun, sistem jaringan komputer sangat efektif dalam melakukan share data dan informasi. Sebuah data elektronik yang di-share akan memotong proses birokrasi internal yang juga berarti telah terjadi proses koordinasi lintas instansi secara lebih baik, baik disadari maupun tidak oleh masing-masing instansi.

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

Sistem jaringan ini juga merupakan sarana efektif dalam kegiatan komunikasi dirasakan internal, tidak karena seringkali komunikasi proses suara saja cukup dalam sebuah koordinasi.

Melalui implementasi intranet, sebuah undangan rapat yang biasanya menghabiskan banyak kertas dapat dihemat. Antar instansi dan personal birokrat dapat diketahui jadwal kegiatannya, sehingga kita bisa mengetahui keberadaan personil yang bersangkutan maupun aktifitas instansi yang sedang berlangsung. Dan masih banyak lagi kemudahan yang bisa diperoleh. Namun semudah itukah merubah budaya birokrat? Tentu saja tidak. Ada suatu system yang seringkali dipelihara oleh masing-masing instansi. Merubah suatu sistem secara drastis hanya akan menyebabkan penolakan yang lebih besar, apalagi bila menyangkut masalah rejeki. Kita ambil contoh dalam pembuatan KTP. Melalui idealisme untuk lebih mendekatkan pelayanan umum ke masyarakat, maka dilakukan pengalikan pelayanan KTP dari semula di tingkat Kabupaten menjadi di Tingkat Kecamatan. Konsep ini juga berarti akan mengalihkan rejeki dari pengelola pada Tingkat Kabupaten kepada pengelola pada Tingkat Kecamatan. Untuk menghindari penolakan maka dilakukan pembagian tugas, dimana pengadaan bahan baku KTP dilakukan pada tingkat Kabupaten, sedangkan proses pelayanan umum dilaksanakan di Tingkat Kecamatan. Dengan demikian terjadi share rejeki yang cukup adil. Sehingga dalam hal ini permasalahan keterbatasan kemampuan pegawai dalam mengelola Information yang Technology bahwa bukan sebuah menjadi pokok permasalahan. adalah Bagaimana dengan pembiayaan ? Banyak persepsi dalam birokrasi memvonis interkoneksi komputer sesuatu yang sangat mahal tanpa menyadari bahwa sebagian besar

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

pengadaan komputer di daerah kurang efektif dan efisien. Gambaran sederhananya dapat diambil ketika dalam proses pengadaan hardware oleh sebuah instansi, dimana pada umumnya pengadaan Printer sejumlah PC yang dibeli (misal beli PC 10 maka printernya juga 10 unit). Pengalaman menunjukkan bahwa frekuensi penggunaan printer dalam banyak instansi sebenarnya tidak terlalu tinggi. Dalam 8 jam kerja sehari rata-rata pemakaian printer tidak lebih dari 1 jam. Dengan pertimbangan seperti ini, maka sebenarnya sebuah printer bisa melayani 5 8 PC. Konsep efisiensi ini hanya bisa diwujudkan melalui interkoneksi PC. Bila disimulasikan, untuk anggaran pengadaan yang semula untuk 10 PC dan 10 Printer akan lebih efektif dan efisien bila dirubah menjadi pembelian 16 PC, 3 Printer dan 1 unit Local Area Network. Bottom Up versus Top Down Program

Lebih banyak orang pusat menilai kendala utama implementasi egovernment di daerah adalah rendahnya kualitas SDM birokrat. Asumsi ini tidak sepenuhnya salah, namun juga tidak fair. Dalam beberapa seminar yang diselenggarakan oleh Pemerintah maupun swasta, justru terjadi kekhawatiran bahwa ternyata daerah lebih siap implementasi e-government daripada pusat, terutama dengan makin dinamisnya daerah dalam implementasi otonomi daerah yang memungkinkan daerah lebih leluasa berkreasi walau tetap dalam koridor regulasi yang ditetapkan. Keinginan untuk lebih memilih mengembangkan sendiri Sistem

Informasi Daerah melalui proses bottom up (sistem yang dibangun sesuai kondisi yang berlaku serta upaya memperoleh informasi yang diinginkan bagi kepentingan daerah dan pusat) lebih dominan daripada

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

program top down (program Tehnologi Informasi dari Pemerintah pusat bagi daerah) yang terbukti dalam beberapa kasus gagal total. Kita ambil contoh pelaksanaan proyek Kesehatan sebagai upaya memperoleh data kesehatan masyarakat dan top penanggulangan down. Secara penyakit menular yang merupakan program

konseptual program ini sangat bagus dengan berbagai standarisasi perangkat keras, perangkat lunak maupun biaya operasionalnya. Dalam pelaksanaannya program ini memberikan droping hardware, software dan pelatihan bagi para operator serta biaya koneksi internet dengan biaya pusat selama satu tahun. Sistem Tehnologi Informasi yang digunakan sebenarnya tidak rumit bagi kalangan dokter pada tingkatan puskesmas maupun tingkatan dinas Kesehatan kabupaten, namun memiliki konsekuensi biaya yang cukup tinggi dalam operasional interkoneksinya, sehingga ketika kontrak suplay dana dari pusat dihentikan, maka berhenti pula aktifitas dan program ini. Pada prakteknya melalui untuk proses tingkatan dial up dinas yang diharuskan terhubung ke internet 24 jam sehari secara terus menerus untuk Tingkatan puskesmas anggarannya harus ditanggung sendiri oleh Puskesmas, yang nilainya juga tidak sedikit. Belum lagi melimpahnya jumlah input data yang sebenarnya sudah dimiliki dan memang menjadi otoritas instansi lain (terjadi duplikasi), misalnya data jumlah penduduk yang dimiliki oleh Kecamatan maupun Kantor Kependudukan. Hal yang hampir serupa terjadi pada bidang pertanian dengan Sistem Informasi Pertaniannya, Bappeda dengan GIS-nya, Dinas P&K dengan Sim Guru & Siswanya dan sebagainya. Sektoralisasi droping Sistem Informasi pusat kepada Daerah ini cenderung menciptakan duplikasi

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

data di daerah. Kita ambil contoh data kependudukan yang harus diinput pada Sim Kesehatan/Puskesmas yang sebenarnya merupakan kewenangan Kantor Kependudukan sehingga hampir selalu terhadi terdapat perbedaan jumlah penduduk antara BPS-Kependudukan ditambah Dinas Kesehatan, Perbedaan luas areal pertanian antara data pertanian dengan data GIS dan duplikasi data lainnya. Dengan demikian tidak terintegrasinya database daerah bukan mutlak kesalahan/kekurangan daerah. Dari berbagai kesadaran akan arti penting data dalam proses pembangunan di daerah, banyak daerah lebih suka membangun suatu Sistem Informasi yang lebih terintegrasi dan mengena pada kebutuhan daerah sendiri (ego-regional ini terjadi antara lain disebabkan pusat belum melakukan standarisasi Sistem Informasi) yang berdampak pada terjadinya variasi Sistem Informasi di Indonesia. Satu hal yang sering dilupakan oleh Pemerintah Pusat bahwa ada instansi pengelola Tehnologi Informasi yang sebenarnya (seharusnya) lebih siap menerima inovasi Tehnologi Informasi dibandingkan institusi-institusi daerah lainnya. Membangun e-government melalui pendekatan kesisteman

Dalam sebuah proses pembangunan, konsep dari dan menuju data barangkali masih terasa asing. Konsep ini mengacu pada pemahaman, bahwa analisa akhir sebuah awal akfitas dan pada lebih pembangunan akhir baik harus diawali dengan akan hasil perencanaan yang didasari pada data riil yang ada sebagai bahan kegiatan pembangunan awal). Data menghasilkan data hasil pembangunan baru (seharusnya data pada pelaksanaan daripada data pembangunan ini akan menjadi data awal lagi untuk kegiatan

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

pembangunan selanjutnya. Dengan demikian sebuah perencanaan pembangunan yang baik tidak sepatutnya didasarkan pada data asumsi semata. Untuk membangun sebuah data yang benar, aktual dan lengkap maka diperlukan pendekatan kesisteman secara konsisten, tidak hanya oleh institusi Tehnologi Informasi (Pengelolaan Data Elektronik) namun juga stakeholder lainnya. Penulis menangkap kendala terbesar dalam implementasi e-government di daerah antara lain : ketakutan akan perubahan dan kesalahpamahan yang berlarut-larut. Pendanaan tentu memiliki pengaruh besar, namun seiring makin meningginya peran komputer dalam operasional instansi, maka pendanaan pun secara tidak langsung dapat Tehnologi dengan didesentalisasi. Informasi pada Desentralisasi instansi-instansi dana dana ini pengembangan bahwa

menumbuhkan beban baru (yang pada umumnya kurang disadari), sebenarnya desentralisasi pengembangan Tehnologi Informasi tersebut menuntut tanggung jawab moril untuk tidak sekedar menggunakan tehnologi canggih ini sebagai pengganti mesin ketik. Perubahan tehnologi yang cukup pesat tidak hanya menyebabkan tuntutan terjadinya penyesuaian-penyesuaian namun lebih banyak menyebabkan Rutinitas banyaknya ketertinggalan di kalangan pegawai birokrat. mampu perkantoran menyebabkan seseorang

bekerja cepat dengan metode yang sangat sering dikerjakan. Kondisi ini menyebabkan mereka enggan untuk melakukan perubahan metode kerja (yang sebenarnya lebih efektif & efisien). Hal ini didasari pada pemakluman bahwa pada dasarnya manusia sulit untuk berubah. Sulitnya merubah kebiasaan ini menuntut adanya pendekatan yang

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

serius

dan

berkelanjutan, dengan

bahkan

tidak tangan

jarang orang

harus lain,

melalui terutama

pemaksaan atasannya.

meminjam

Kesalahan pengertian merupakan kendala paling berat dihadapi dalam implementasi e-government. Kondisi ini lebih parah apabila terjadi pada pejabat yang memiliki posisi strategis dengan kewenangan besar. Pada kondisi ini selalu muncul pertanyaan, berapa rupiah yang bisa dihasilkan untuk sejumlah biaya Information Technology yang harus dikeluarkan. Pendekatan personal merupakan langkah bijak, namun biasanya kurang efektif. Upaya menunjukkan bukti biasanya lebih efektif. Untuk menunjukkan bukti tidak harus dengan biaya besar namun bisa menghasilkan sesuatu yang tidak kecil. Upaya kongkrit ini misalnya dengan secara internal membentuk team yang solid di bidang Information Technology (Untuk membentuk team yang solid akan dibahas kemudian), menggarap suatu Sistem Informasi yang dinilai strategis dan memiliki dampak luas dan melibatkan lebih dari 2 instansi (misalnya : Sistem Informasi Keuangan, penggajian dan kepegawaian). Kesuksesan implementasi awal ini biasanya akan membuka mata para pejabat strategis dan membuktikan bahwa hasil kerja team cukup bagus. Dalam implementasi e-government di daerah dihadapkan pada masih banyaknya policy maker pada segala tingkatannya yang berstatus gaptek menyebabkan adanya ketergantungan yang tinggi atasan terhadap hasil kerja bawahannya. Hal ini menyebabkan faktor penentu diterima atau tidaknya inovasi Tehnologi Informasi dalam sebuah instansi tidak hanya ditentukan oleh pimpinan instansi, namum lebih didominasi oleh para operator Tehnologi Informasi-nya. Bagaikan dua

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

mata koin yang terpisah, karena gapteknya, kebanyakan para atasan menanyakan kepada bawahannya apakah IT membantu pekerjaan mereka. Apabila ternyata membantu, maka atasan akan menyatakan mendukung komputerisasi dengan segala konsekuensinya. Untuk itu mendekati kepada para operator untuk mau menggunakan tehnologi informasi dalam pekerjaan mereka merupakan strategi yang cukup jitu. Setelah para operator memiliki ketergantungan pada TI, maka pendekatan kepada atasan biasanya tidak terlalu sulit. Implementasi e-government di daerah merupakan suatu yang tidak mudah, terutama bagi daerah yang memiliki APBD rendah, dimana kebanyakan Tehnologi Informasi dirasakan bukan sebagai aktifitas daerah yang dianggap penting. Beberapa strategi empiris yang penulis gunakan dalam membangun sebuah e-government antara lain : 1. Memilih team yang handal. Keterbatasan kemampuan Pegawai Negeri Sipil di bidang pengelolaan Tehnologi Informasi seringkali menjadi kendala besar. Asumsi bahwa Tehnologi Informasi adalah sesuatu yang sulit dipelajari seringkali menjadi momok yang ditakuti, tidak hanya oleh pegawai yang bersangkutan, tapi juga oleh para atasan yang menilai bahwa stafnya tidak akan mampu. Untuk menyikapi permasalahan tersebut penulis telah membentuk sebuah Team Tehnologi Informasi yang terdiri dari 7 orang dengan berbagai latarbelakang pendidikan. Pada awalnya team ini hanya berjumlah 6 orang dengan hanya 1 orang yang berbasis pendidikan Manajemen Komputer (pada umumnya penguasaan tehnis komputer jurusan ini kurang kuat). Peningkatan kemampuan team dilakukan dengan mengirim dalam kursus singkat, seminar-seminar dan lebih

10

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

banyak pada share kemampuan internal Team. Meskipun ditentukan spesialisasi tugas, namun secara umum setiap orang dalam team bisa mengerjakan tugas-tugas team lain. Bahkan tidak jarang dua orang perempuan anggota team diberi tugas membangun Local Area Network tanpa bantuan team pria. Dalam rekruitmen team, penulis menetapkan persyaratan yang secara formal diajukan kepada atasan hingga Bupati, sehingga tidak jarang penulis menolak alokasi personil yang dianggap kurang produktif. Persyaratan tehnis sebenarnya tidak terlalu muluk, cukup lulusan SLTA, dibawah 30 tahun dan dinilai memiliki dedikasi tugas yang tinggi. Proses transformasi pengetahuan dan keterampilan Tehnologi insentif Informasi dilaksanakan secara intensif intern team. Motivasi team dijaga melalui pemberian penghargaan hasil kerja dan tambahan yang nominalnya sebenarnya tidak besar. 2. Pendekatan Personal kepada Strategic Policy Maker - share knowledge ke operator. Sebagaimana telah dikemukakan pada bagian sebelumnya, bahwa pendekatan personal tidak hanya efektif melalui para atasan, namun juga efektif pada tingkatan operator tehnis pada masing-masing instansi, karena pada dasarnya implementasi Tehnologi Informasi sebenarnya lebih banyak pada tingkat operator tehnis. 3. Memulai dari kegiatan yang kecil. Pengakuan yang lebih luas dibangun dari prestasi-prestasi kecil. Penulis mencoba untuk memaksimalkan implementasi Tehnologi Informasi di lingkup Instansi sendiri sehingga dapat dilihat sebagai pilot project bagi instansi lainnya. Secara bertahap sistem ini

11

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

diimplementasikan pada seluruh instansi yang terjangkau Local Area Network dengan didahului proses pelatihan. Pamantauan dilaksanakan secara intensif melalui kunjungan fisik secara rutin dan penyediaan sarana komunikasi internal berbasis Tehnologi Informasi (netmeeting dan intranet) sehingga memudahkan user belajar interaktif secara langsung di depan PC. 4. Membangun ketergantungan atas dasar kebutuhan, bukan anganangan. Membuktikan kepada operator client bahwa TI memberi kemudahan dalam bekerja dan memberikan operator hasil yang memuaskan. maksimal Pada dalam umumnya kebanyakan kurang

menggunakan fasilitas menu dalam PC, melalui pendekatan personal dan pembelajaran singkat maka operator akan merasa lebih dihargai disamping merasakan peningkatan kemampuan. 5. Semangat membangun kemandirian operator melalui pelatihan personal. Kerusakan sistem operasi komputer merupakan permasalahan paling banyak terjadi. Hal ini disebabkan kurang pengetahuan dan kemampuan para operator di bidang tehnis. Membantu perbaikan komputer oleh adalah bijaksana, namun akan lebih bijak apabila perbaikan dilakukan bersama-sama dengan operator sekaligus alih knowledge. Untuk satu atau bahkan lima kali aktifitas ini barangkali kurang terlihat hasilnya. Operator kurang memiliki keberanian untuk bekerja sendiri, sehingga dibutuhkan kesabaran untuk alih tehnologi ini. Namun begitu transfer pengetahuan ini sudah berhasil dan operator memiliki keberanian untuk beraksi mengatasi permasalahan komputer di instansinya, maka berarti telah diperoleh tenaga bantuan

12

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

yang

cukup

efektif

tanpa

kita harus

merawatnya.

Mengatasi

permasalahan client melalui alih pengetahuan private secara tulus. Menjadi guru dengan cara pelayan 6. Membantu mewujudkan obsesi client melalui pengarahan solusi yang tepat dan biaya paling efisien. Membantu orang/instansi lain berprestasi melalui penggunaan IT. Sebagai instansi yang memang bertanggungjawab dalam pengembangan IT, tidak jarang ada instansi yang memerlukan dukungan team tehnis IT mengingat kesadaran akan kekurangan mereka di bidang IT. Karena itu sungguh bijak apabila keberhasilan yang diraih lebih dikumandangkan sebagai prestasi instansi yang bersangkutan. Tidak perlu khawatir akan kehilangan pengakuan dari orang/instansi lain, karena mereka akan mengatahui apa yang terjadi di balik layar, cepat atau lambat. Keikhlasan membantu prestasi instansi lain akan menghasilkan aspek domino yang positif. Artinya keberhasilan itu akan meningkatkan kepercayaan instansi lain akan bentuk bantuan kita kepada mereka, akan diikuti instansi berikutnya dan berikutnya. 7. Sedikit menggunakan power juga perlu. Dalam sebuah instansi, tidak semua pihak mendukung implementasi IT, untuk itu meminjam power instansi itu guna memaksakan implementasi IT pada kalangan sendiri terkadang cukup efektif. 8. Jangan mengurangi power penguasa IT lokal instansi. Pada banyak instansi terdapat seseorang yang dianggap memiliki kemampuan lebih di bidang pengelolaan komputer. Meninggalkan peran yang bersangkutan dalam proses transformasi dan transfer knowledge IT bisa menjadi masalah rumit. Pertama, bahwa orang semacam itu biasanya dipercaya oleh atasan maupun rekan-rekannya

13

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

sendiri,

sehingga

penolakan

atau

penerimaan

mereka

akan

mempengaruhi rekan-rekan maupun atasannya yang disebabkan karena takut salah, takut dikerjain yang bersangkutan maupun karena gagap tehnologinya. Kedua, ketika karena yang peran kuncinya dia bisa mempengaruhi kebijakan dalam kegiatan komputerisasi instansi yang bersangkutan. Bahkan bersangkutan menyatakan mendukung pengembangan IT pun, perasaan dan powernya perlu tetap dijaga guna menjamin keberlanjutan kegiatan. Menjaga agar mereka 9. tetap menjadi kunci adalah instansi tindakan bijak. Menjaga keamanan rahasia maupun perorangan.

Pada dasarnya setiap orang punya rahasia pribadi maupun rahasia kelompok. Arus perkembangan IT dengan konsep transparansi dalam pembangunan good governance bisa dianggap sebagai sesuatu yang membahayakan rahasia para pejabat maupun pegawai yang disimpan secara elektronik, sehingga ketakutan bahwa rahasia mereka juga akan transparan menyebabkan dukungan akan penggunaan IT dalam instansi mereka menjadi sulit diwujudkan. Memberi pemahaman dan pelatihan tehnik pengamanan data dasar kepada para operator (client user) menjadi kunci kepercayaan atasan. Menempatkan porsi Tehnologi Informasi sebagai Unit Pendukung System telah menempatkan instansi Pengelolaan Data Elektronik pada posisi strategis diantara berbagai instansi. Posisi ditengah ini memberi peluang untuk berkreasi melakukan integrasi database antar instansi yang telah dibangunkan databasenya. Desentralisasi aplikasi dan database pada tingkatan instansi cukup efektif dengan disertai share database. Untuk meluluhkan ego sektoral ini, menjadi dipercaya oleh instansi lain merupakan kunci sukses. Untuk itu penting dengan

14

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

menjadi pelayan seluruh instansi untuk bisa masuk ke dalam sistem mereka dan melakukan integrasi. Konsep Bottom Up dalam pembangunan sebuah database dan aplikasi ternyata sangat efektif, karena dibangun atas dasar kebutuhan sendiri bukan atas dasar komando. Komitmen tinggi dari pucuk pimpinan dalam pengembangan Tehnologi Informasi mempunya nilai strategis guna menjamin keberlanjutan Sistem Informasi bukan pada aspek pembangunannya. kegiatan simultan Keberlanjutan dalam sistem memerlukan Sistem banyak Informasi. penyesuaian pada Sistem Informasi itu sendiri, sehingga perlu melakukan update Memberi banyak kemudahan bekerja melalui Tehnologi Informasi bagi instansi lain tanpa disadari akan menimbulkan ketergantungan yang tinggi dalam penggunaan Tehnologi Informasi itu sendiri, sehingga dalam 4 tahun penulis beserta team mampu merubah budaya kerja, dari yang semula hanya mampu bekerja dengan DOS (sekitar 15-an PCs), kini sangat tergantung pada sistem jaringan komputer dan database, sehingga permintaan penambahan koneksi Local Area Network menjadi cukup tinggi (dengan lebih dari 350 PCs)

15

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

Anda mungkin juga menyukai