Anda di halaman 1dari 38

PRESENTASI KASUS KETUBAN PECAH DINI, DISPROPORSI SEFALOPELVIK dan PERSALINAN PERCOBAAN

PEMBIMBING : Dr. Adri Yanti, Sp. OG

Disusun oleh : Basith Halim 030.06.042 FK. TRISAKTI

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KEBIDANAN DAN PENYAKIT KANDUNGAN RUMAH SAKIT OTORITA BATAM PERIODE 1 Agustus 2011 15 Oktober 2011

STATUS PASIEN IDENTITAS Nama pasien Umur Status kawin Pendidikan Pekerjaan Agama Alamat Masuk RS No.RM Nama suami Umur Status kawin Pendidikan Pekerjaan Agama Alamat : Islam : Buana Ranja, Batu Aji : Ny. Endang : 29 tahun : menikah : SMA : PT. Panasonic : Islam : Buana Ranja, Batu Aji : 25 Agustus 2011 pukul 19.30 wib : 25-04-48 : Tn. Yusafar : 31 tahun : menikah : D3 Listrik : PT. Panasonic

ANAMNESIS Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 25 Agustus 2011 pukul 19.30 wib 1. Keluhan utama : os keluar air-air warna jernih sejak pukul 17.15 per vaginam 2. keluhan tambahan: kepala pusing 3. Riwayat penyakit sekarang: Os hamil cukup bulan datang ke IGD RS Otorita Batam dengan keluhan keluar air-air warna jernih sejak pukul 17.15 per vaginam. Os juga mengaku keluar darah menetes bercampur lendir dan tidak ada keputihan. Sebelumnya os mengaku ada aktifitas berjalan-jalan saat paginya, kemudian siangnya os tidur kemudian saat bangun os merasa keluar air-air dari vaginanya tanpa disertai mulas. Os juga 2

mengeluh kepalanya sering pusing, tidak ada mual, tidak muntah, tekanan darah os tidak tinggi saat hamil sekarang atau sebelumnya, tidak ada bengkak di kaki. Selama hamil os rutin kontrol kehamilan ke rumah sakit tiap bulannya. Os merasa gerak janin (+), dan sempat di USG letak persentasi kepala. BAK (+) lancar, BAB (-). 4. Riwayat haid Hari pertama haid terakhir : 21 November 2010 Taksiran persalinan: 28 Agustus 2011 berdasarkan HPHT Haid pertama kalipada usia 15 tahun, siklus haid teratur sekitar 28 hari, dan lama haid 5 hari, dalam sehari os mengganti pembalut kira-kira sebanyak 4 kali. 5. Riwayat kehamilan dan persalinan Pasien menyatakan bahwa ini adalah kehamilan keduanya. Os memiliki riwayat keguguran pada kehamilan pertamanya pada usia kehamilan 10 minggu dikarenakan os sempat tersetrum lalu terjatuh. Setelah itu pasien dikuretase di RSOB. 6. Riwayat penyakit dahulu Riwayat DM ,hipertensi, penyakit jantung tidak ada. Alergi obat dan makanan tidak ada. 7. Riwayat penyakit keluarga DM ,hipertensi, penyakit jantung, astma tidak ada. 8. Riwayat operasi Pasien menyatakan belum pernah menjalani operasi sebelumnya. PEMERIKSAAN FISIK Status generalis Keadaan umum Kesadaran Keadaan gizi Tekanan darah Nadi Suhu : tampak sakit sedang : Compos mentis : baik : 100 / 60 mmHg : 80 x/menit : 36,50 C 3

Pernapasan Kepala Mata Leher Jantung Paru Abdomen Ekstremitas Reflex Status Obstetri Pemeriksaan luar

: 20x/menit : normocephali : konjunctiva anemis (-), sklera ikterik (-) : KGB dan tiroid tidak teraba membesar : BJ I II normal, reguler, murmur (-), gallop (-) : Suara nafas vesikuler, ronchi (-/-), wheezing (-/-) : tampak membuncit, bising usus (+) : akral hangat, edema tungkai (-) : fisiologis (+) dan patologis (-)

Inspeksi : tampak perut buncit, linea nigra +, striae gravidarum + Palpasi : Leopold 1 : TFU 38 cm, teraba bulat , keras dan melenting Leopold 2 : kiri: teraba bagian rata, keras seperti papan kanan : teraba bagian kecil-kecil Leopold 3 : teraba bagian bulat, lunak dan tidak melenting Leopold 4 : bagian terbawah janin masuk pintu atas panggul 1/5 Kontraksi/ his (-), Auskultasi : DJJ (+) 149 x/menit via doppler Taksiran berat janin : (38 cm 13 ) x155 = 3875 gram Pemeriksaan dalam VT : pembukaan 1 cm , portio tebal lunak arah posterior, ketuban (-) mengalir, letak persentasi kepala hodge 1 pemeriksaan panggul : Sudut Arcus Pubis > 90 derajat Linea Inominata kiri dan kanan 1/3 1/3 Dinding samping panggul tidak dapat diraba Spina Isiadika tidak dapat diraba Os coccygis tidak dapat diraba Promontorium tidak dapat di raba Konjugata diagonalis 10,5 cm 4

Pemeriksaan CTG Baseline Variabilitas Akselerasi Deselerasi Kesan : 140 dpm : >6 dpm : >60 detik, 2x dalam 1 pemeriksaan :: janin reaktif

PEMERIKSAAN PENUNJANG Pemeriksaan lab tanggal 25 Agustus 2011: Hb Leukosit Ht Trombosit GDS Gol. Darah Clotting Time Pemeriksaan USG: : 11,5 gr/dl : 9300 /UL : 35,7 % : 340.000 /UL : 123 mg/dl :O : 6 menit janin presentasi kepala Diameter biparietal 97,1 cm Femur length : 74,6 cm Letak plasenta di fundus DJJ (+) RESUME Ny. Endang, 29 tahun, perempuan, hamil cukup bulan datang ke IGD RS Otorita Batam dengan keluhan keluar air-air warna jernih per vaginam sejak 2 jam SMRS. Os juga mengaku keluar darah menetes bercampur lendir. Sebelumnya os mengaku ada aktifitas berjalan-jalan saat paginya, kemudian siangnya os tidur kemudian saat bangun os merasa keluar air-air dari vaginanya tanpa disertai rasa mulas. Os juga mengeluh kepalanya sering pusing. Selama hamil os rutin kontrol kehamilan ke rumah sakit tiap bulannya. Os merasa gerak janin (+), dan sempat di USG letak persentasi kepala. BAK (+) lancar, BAB(-). 5

Bleeding Time : 1 menit

Pada pemeriksaan fisik , didapatkan status generalis dalam batas normal. Pada status obstetrik didapatkan perut buncit, linea nigra +, striae gravidarum +. Tinggi fundus uteri 38 cm, punggung kiri, presentasi kepala, bagian terbawah janin masuk pintu atas panggul 1/5. Taksiran berat janin 3875 gram. Pada auskultasi didapatkan DJJ 140 x/menit via doppler. Pada pemeriksaan dalam, pembukaan 1 cm , portio tebal lunak arah posterior, ketuban (-) mengalir, letak persentasi kepala hodge 1. Imbang feto pelvik suspect CPD. Pada pemeriksaan CTG didapatkan janin reaktif. Pada pemeriksaan lab darah dalam batas normal. Pada pemeriksaan USG didapatkan letak persentasi kepala. Ukuran diameter biparietal 97,1 cm dan femur lenght 74,6 cm. Letak plasenta di fundus, DJJ (+). DIAGNOSIS G2P0A1 Hamil 39-40 minggu / HPHT. Janin tunggal hidup, intra uterine dengan Ketuban Pecah Dini + Suspect Cephalopelvic Disproporsi karena bayi besar, belum in partu. PENATALAKSANAAN 1. Rencana diagnostik : Observasi janin dengan pem. DJJ via Doppler / jam Observasi CTG / 6 jam Observasi tanda vital : TD, nadi, suhu, pernapasan 2. Rencana terapi: Perangsang kontraksi : Syntocinon 5 iu/drip dalam D5 % 500 ml Pencegahan infeksi : Kedacilin 3x1 gr. Terminasi kehamilan dengan partus percobaan Puasakan pasien ditakutkan bila memang harus dilakukan SC 3. Rencana edukasi pasien: Menjelaskan kondisi ibu dan janin yang dikandung Bedrest Menjaga higine kelamin

PROGNOSIS Ibu: Ad vitam Ad fungsionam Ad sanationam Janin : Ad vitam Ad fungsionam Ad sanationam FOLLOW UP 26 Agusrus 2011 S : keluar darah merah bercampur air, mules (+), kontraksi (+), bab (-), bak (+) O : TSS, compos mentis TD : 120/70 HR : 68 x RR : 20 x Suhu : afebris : bonam : bonam : bonam : dubia ad bonam : dubia ad bonam : dubia ad bonam

Status Generalis : dalam batas normal Status Obstetrik : payudara : ASI +/+ sedikit, simetris, retraksi putting -/TFU : 38 cm, letak persentasi kepala, punggung kiri, masuk PAP 2/5. DJJ (+) 143 via Doppler. Pemeriksaan dalam : pembukaan 2 cm , portio tebal lunak arah posterior, selaput ketuban (-), letak persentasi kepala hodge 1 - perdarahan per vaginam campur air dan lendir A : G2P0A1 Hamil 39-40 minggu, JTH, intra uterin, letak persentasi kepala hodge 1, inpartu dengan KPD 24 jam + suspect CPD bayi besar pembukaan 2 cm, kala 1 laten P : Syntocinon 5 iu drip dalam asering 500ml Observasi TTV, CTG 27 Agustus 2011 S : Bekas luka jahitan episiotomi nyeri (+), mules (-), perut konstraksi tegang (-), perdarahan pervaginam bercak sedikit warna merah kehitaman, lendir (-), keputihan (-), bab(-), bak (-) O : compos mentis

TD : 110/70 HR : 80x

RR : 20x suhu : afebris

Status Generalis : dalam batas normal Status Obstetrik : payudara : ASI +/+ sedikit, retraksi puting -/-, simetris TFU 2 di bawah pusat lokia (+) warna merah kehitaman, lendir (-), keputihan (-) A : P1A1 post partum dengan ekstraksi vacum hari ke 1 P : Asam Mefenamat 3x1 Co amoxiclav 3x1 Laktafit 3x1 Ferofort 1x1 Edukasi : diet tinggi protein dan kalori Pemberian ASI Pemberian Imunisasi Kebersihan bayi dan ibu Penggunaan KB

ANALISA KASUS Diagnosa Ketuban Pecah Dini (KPD) pada pasien ini ditegakkan berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Dari anamnesa didapatkan adanya keluhan keluar air-air melalui vagina sejak 2 jam SMRS, air berwarna jernih, tidak berbau, jumlahnya sedikit, merembes tidak dapat ditahan. Tidak ada rasa mules. Tidak ada rasa nyeri pada saat janin bergerak. Dari pemeriksaan fisik didapatkan satus generalis dalam batas normal. Dari status obstetrik tidak didapatkan adanya his, dari pemeriksaan dengan inspeksi terlihat air ketuban merembes sedikit dan jernih. Pemeriksaan dalam didapatkan portio tebal lunak, arah posterior, pembukaan 1- 2 cm, selaput ketuban (-), kepala di H I. Pada pemeriksaan pelvimetri klinik didapatkan ukuran panggul ibu cukup luas sementara setelah dihitung taksiran berat janin sekitar 3875 gram dan dari pemeriksaan USG diperkirakan kepala janin juga berukuran besar, sehingga didiagnosis imbang fetopelvik suspek Disproporsi Sefalopelvik (CPD). Dalam permasalahan yang dihadapi ibu ini, dapat disimpulkan bahwa kemungkinan penyebab terjadinya ketuban pecah dini adalah karena faktor suspect CPD dan bayi besar. Kepala janin tidak masuk pintu atas panggul sehingga selaput bagian bawah menggembung menyebabkan ketegangan rahim meningkat dan mudah pecah. Pada pasien ini dikarenakan skor pelvik <5 diberikan oksitosin untuk pematangan serviks yaitu Syntocinon 5 iu/drip dalam Asering % 500 ml. Oksitosin juga berguna untuk merangsang kontraksi karena pada pasien ini belum ada his dan pasien belum inpartu sehingga diputuskan untuk dilakukan persalinan karena kehamilan sudah cukup bulan dan untuk menilai kemajuan dari persalinan. Dan untuk profilaksis infeksinya diberikan antibiotik yaitu Kedacilin 3x1 gr karena ketuban pecah dininya. Berdasarkan pemeriksaan tentang bentuk serta ukuran-ukuran panggul dan hubungan antara kepala janin dan panggul dicapai kesimpulan bahwa ada harapan persalinan dapat berlangsung pervaginam dengan selamat, maka diambil keputusan untuk melakukan persalinan percobaan. Pada pasien ini juga dipikirkan mengenai syarat-syarat yang harus dipenuhi pada persalinan percobaan. Yaitu dilakukan dengan hanya dilakukan di rumah sakit dengan fasilitas operasi, ditakutkan persalinan percobaan tidak berhasil dan harus 9

dilakukan seksio sesaria, dilakukan hanya pada letak kepala dan dilakukan pada kehamilan cukup bulan. Pasien dipuasakan karena adanya kemungkinan persalinan harus diakhiri dengan seksio sesarea. Observasi janin dengan pem. DJJ via Doppler / setengah jam, observasi CTG / 6 jam dan tanda vital : TD, nadi, suhu, pernapasan untuk mengetahui keadaan janin dan ibu Bayi lahir dengan ekstraksi vakum, episiotomi (+), dilahirkan bayi perempuan, BBL 4000 gram, PB 52 cm, A/S 7/9, anus (+). Tidak terdapat lilitan tali pusat pada bayi. Persalinan dibantu dengan menggunakan ekstraksi vakum karena untuk mempercepat kala pengeluaran pada pasien ini. Dipikirkan juga syarat untuk digunakannya ekstraksi vakum, yaitu pembukaan lengkap atau hampir lengkap, bayi presentasi kepala, cukup bulan (tidak prematur), anak hidup dan tidak gawat janin, kontraksi baik, ibu kooperatif dan masih mampu untuk mengedan. Pasien dirawat selama 1 hari pasca persalinan. Selama perawatan, pasien dievaluasi keadaan umum, luka operasi, lokia, dan ASI. Pemberian diet tinggi karbohidrat dan tinggi protein, mobilisasi duduk dan jalan. Pasien juga diberi obat antibiotik untuk pencegahan infeksi, obat anti nyeri pada luka operasi dan edukasi tentang pemberian ASI dan motivasi ASI. Selain itu pasien juga diberikan edukasi mengenai penjadwalan imunisasi untuk bayi, kebersihan bayi dan ibu, dan penggunaan KB untuk pengendalian kehamilan.

10

TINJAUAN PUSTAKA KETUBAN PECAH DINI I. 1.1. DEFINISI Ketuban Pecah Dini atau premature rupture of the membrane (PROM) mempunyai bermacam-macam batasan/ teori/ definisi. KPD adalah pecahnya ketuban sebelum proses persalinan dimulai, yaitu bila pembukaan serviks pada kala I kurang dari 3 cm pada primipara dan pada multipara kurang dari 5 cm. (1) Jika ketuban pecah dini terjadi sebelum kehamilan 37 mg disebut ketuban pecah dini preterm/ Preterm Premature Ruptura of Membranes (PPROM).(4) II. ETIOLOGI DAN PATOFISIOLOGI Penyebab dari KPD masih belum diketahui secara pasti.(5) Ada banyak teori mulai dari defek kromosom, kelainan kolagen, infeksi, inkompetensi serviks, gemelli, hidramnion, kehamilan preterm, disporporsi sefalopelvik serta perubahan pada selaput ketuban baik secara biomekanik dan fisiologik. Pada sebagian besar kasus ternyata berhubungan dengan infeksi (65%).(2) Secara teoritis pecahnya selaput ketuban adalah karena hilangnya elastisitas yang terjadi pada daerah tepi robekan selaput ketuban dengan perubahan yang besar. Hilangnya elastisitas selaput ketuban ini sangat erat kaitannya dengan jaringan kolagen, yang dapat terjadi karena penipisan oleh infeksi atau rendahnya kadar kolagen. Kolagen pada selaput terdapat pada amnion di daerah lapisan kompakta, fibroblas serta pada korion di daerah lapisan retikuler atau trofoblas, dimana sebagaian bear jaringan kolagen terdapat pada lapisan penunjang (dari epitel amnion sampi dengan epitel basal korion). Sintesis maupun degradasi jaringan kolagen dikontrol oleh sistem aktifitas dan inhibisi intrleukin-1 dan prostaglandin. Adanya infeksi dan inflamasi menyebabkan bakteri penyebab infeksi mengeluarkan enzim protease dan mediator inflamasi interleukin-1 dan prostaglandin. Mediator ini menghasilkan kolagenase jaringan sehingga terjadi depolimerisasi kolagen pada selaputkorion/amnion menyebabkan selaput ketuban tipis, lemah dan mudah pecah spontan. Selain itu mediator terebut membuat uterus berkontraksi sehingga membran mudah ruptur akibat tarikan saat uterus berkontraksi.(2)

11

Taylor, dkk telah menyelidiki bahwa KPD ada hubungannya dengan hal-hal sebagai berikut (1) Adanya hipermotilitas rahim yang sudah lama terjadi sebelum ketuban pecah. Penyakit-penyakit seperti pielonefritis, sistitis, servitis, dan vaginitis terdapat bersama-sama dengan motilitas rahim. Selaput ketuban terlalu tipis (kelainan ketuban) Infeksi (amnionitis atau korioamnitis) dipecahkan terlalu dini. III.
(2)

Faktor-faktor lain yang merupakan predisposisi ialah Ketuban pecah dini artificial (amniotomi) dimana ketuban

multipara, malposisi, disporposi, serviks inkompeten, dll

FAKTOR PREDISPOSISI

Faktor predisposisi pada Ketuban Pecah Dini adalah: Kehamilan multiple: kembar dua (50%), kembar tiga (90%).(2,5) Polihidramnion (5) Terdapat riwayat ketuban pecah dini pada kehamilan sebelumnya (resiko 2-4 kali) Tindakan senggama: tidak berpengaruh terhadap resiko, kecuali jika higiene Kekurangan vitamin dan mineral, merokok Perdarahan pervaginam: trisemester pertama (resiko 2x), trisemester kedua/ketiga Bakteriuria: resiko 2x (prevalensi 7%) (2,5) pH vagina di atas 4,5: resiko 32% (2) Serviks tipis/kurang dari 39 mm:resiko 25% (2) Flora vagina abnormal: resiko 2-3x (2) Fibronectin >50 ng/ml (2) Kadar CRH (Corticotrophin Releasing Hormone) maternal tinggi, misalnya pada

buruk, predisposisi terhadap infeksi (2)

(20x) (2)

stress psikologis dapat manjadi stimulasi persalinan preterm. (2) 12

IV. DIAGNOSIS (1,2) Menegakkan diagnosa KPD secara tepat sangat penting. Karena diagnosa yang positif palsu berarti melakukan intervensi seperti melahirkan bayi terlalu awal atau melakukan seksio yang sebetulnya tidak ada indikasinya. Sebaliknya diagnosa yang negatif palsu berarti akan membiarkan ibu dan janin mempunyai resiko infeksi yang akan mengancam kehidupan janin, ibu atau keduanya. Oleh karena itu diperlukan diagnosa yang cepat dan tepat. Diagnosa KPD ditegakkan dengan cara : A. Gejala Subjektif (1,2) Anamnesa pasien dengan KPD merasa basah pada vagina atau mengeluarkan cairan yang banyak berwarna putih keruh, jernih, hijau, atau kecoklatan sedikit-sedikit atau sekaligus banyak, secara tiba-tiba dari jalan lahir. Dapat disertai demam jika sudah ada infeksi. Pasien tidak sedang dalam masa persalinan. Tidak ada nyeri maupun kontraksi uterus. Riwayat haid pasien dan umur kehamilan lebih dari 20 minggu. B. Pemeriksaan Fisik (1,2) Kadang-kadang agak sulit atau meragukan apakah ketuban sudah pecah atau belum, terutama bila pembukaan kanalis servikalis belum ada atau kecil. Pemeriksaan umum: suhu normal kecuali disertai infeksi (suhu 38 C dan dapat Pemeriksaan abdomen: uterus lunak dan tidak nyeri tekan. Tinggi fundus harus disertai takikardi. diukur dan dibandingkan dengan tinggi yang diharapkan menurut hari haid terakhir. Palpasi abdomen memberikan perkiraan ukuran janin dan presentasi maupun cakapnya bagian presentasi. Pemeriksaan pelvis (1,2,5) Inspeksi: pengamatan dengan mata biasa akan tampak keluarnya cairan dari vagina, bila ketuban baru pecah dan jumlah air ketuban masih banyak, pemeriksaan ini akan lebih jelas. Cairan akan berbau jika terinfeksi.

13

Inspekulo: pemeriksaan spekulum pertama kali dilakukan untuk

memeriksa adanya cairan amnion dalam vagina. Lihat dan perhatikan apakah memang air ketuban keluar dari ostium uteri eksternum apakah ada bagian selaput ketuban yang sudah pecah. Gunakan kertas lakmus. Bila menjadi biru (basa) adalah air ketuban, bila merah adalah urin. Karena cairan alkali amnion mengubah pH asam normal vagina. Kertas nitrazan menjadi biru bila ada cairan alkali amnion. Bila diagnosa tidak pasti, adanya lanugo atau bentuk kristal daun pakis cairan amnion kering (ferning) dapat membantu. Bila kehamilan belum cukup bulan penentuan rasio lesitin-sfingomielin dan fosfatidilgliserol membantu dalam evaluasi kematangan paru janin. Bila kecurigaan infeksi, apusan diambil dari kanalis servikalis untuk pemeriksaan kultur serviks terhadap stertokokus beta group B, klamidia dan gonorea (pada populasi tertentu). Pemeriksaan vagina steril menentukan penipisan dan dilatasi serviks. Pemeriksaan vagina juga mengindentifikasikan bagian presentasi janin dan menyingkirkan kemungkinan prolasps tali pusat. Periksa dalam harus dihindari kecuali jika pasien jelas berada dalam masa persalinan atau telah ada keputusan untuk melahirkan. Pemeriksaan pH forniks posterior adalah basa Pemeriksaan histopatologis didapatkan air (ketuban) Abrization dan sitologi air ketuban Jarak antara pecahnya ketuban dan permulaan dari persalinan disebut periode laten = LP = lag period. Makin muda umur kehamilan makin memanjang LP-nya. Sedangkan lamanya persalinan lebih pendek dari biasa, yaitu pada primi 10 jam dan multi 6 jam. C. Pemeriksaan penunjang (1,2)

o Dengan tes lakmus, cairan amnion akan mengubah kertas lakmus merah menjadi biru o Pemeriksaan leukosit darah, bila meningkat > 15000 mungkin ada infeksi. o USG untuk menetukan indeks cairan amnion, usia kehamilan, letak janin, letak plasenta, gradasi plasenta serta jumlah air ketuban.

14

o Kardiotokografi untuk menentukan ada tidaknya kegawatan janin secara dini. Jika ada infeksi intrauterin atau peningkatan suhu, bunyi jantung janin akan meningkat. o Amniosentesis digunakan untuk mengetahui rasio lesitin-sfingomielin dan fosfatidilsterol yang berguna untuk mengevaluasi kematangan janin. V. DIAGNOSIS BANDING (6) Fistula vesiko vaginal pada kehamilan dengan stress inkontinensia VI. PENATALAKSANAAN (1) Anjuran mengenai penatalaksanaan optimum dari kehamilan dengan komplikasi ketuban pecah dini tergantung pada umur kehamilan janin, tanda infeksi intrauterin, dan populasi pasien. Ketuban pecah dini pada kehamilan aterm atau preterm dengan tana komplikasi harus dirujuk ke rumah sakit. Upaya untuk menghindari persalinan pada saat ketuban pecah dini dibagi menjadi dua bentuk yang penting (1) nonintervensi atau penanganan menunggu dimana tidak ada tindakan yang dilakukan dan hanya menunggu persalinan spontan dan (2) intervensi yang dapat mencakup terapi kortikosteroid yang diberikan dengan atau tanpa preparat tokolitik untuk persalinan preterm sehingga kortikostreroid mendapatkan cukup waktu guna menginduksi maturitas pulmoner. Penanganan ketuban pecah dini pada kehamilan cukup bulan sering ditujukan untuk mengurangi komplikasi yang terjadi pada ibu hamil dan janin. Terdapat dua jenis penatalaksanaan, yaitu segera dilakukan terminasi kehamilan dengan konsekuensi meningkatkan resiko seksio sesaria dan penanganan konservatif yaitu diterminasi kehamilan jika terjadi infeksi, yang umumnya meningkatkan resiko terjadinya infeksi pada ibu dan janin. Beberapa ahli berpendapat bahwa resiko dapat terjadi setiap saat setelah ketuban pecah dan infeksi pada ibu, sehingga atas dasar alasan tersebut mereka lebih memilih penanganan aktif, yaitu melakukan induksi segera setelah diagnosa ketuban pecah dini ditegakkan. Sebaliknya ada yang berpendapat bahwa resiko infeksi baru meningkat secara bermakna setelah periode waktu tertent. Penanganan aktif akan meningkatan persalinan operatif, padahal hampir 90% kasus KPD akan terjadi persalinan spontan dalam waktu 24 jam, sehingga berdasarkan alasan tersebut mereka lebih memilih menunggu terjadinya persalinan spontan. Bila dalam waktu tertentu belum ada tanda persalinan dilakukan induksi persalinan. 15

Penanganan (7) o Rawat rumah sakit o Jika ada perdarahan pervaginam dengan nyeri perut, pikirkan solutio plasenta o Jika ada tanda-tanda infeksi (demam, cairan vagina berbau) berikan antibiotik: 24 jam Jika persalinan pervaginam, hentikan antibiotik pasca persalinan. Jika persalinan dengan seksio sesaria, lanjutkan antibiotik dan berikan Ampisilin 2 gr IV/6 jam, ditambah dengan gentamisin 5 mg/kgBB IV/

metronidazol 500 mg IV/8 jam sampai bebasdemam selama 48 jam. o Jika tidak ada infeksi dan kehamilan <37 minggu Berikan antibiotik untuk mengurangi morbiditas

ibu dan janin, yaitu Ampisilin 4x500 mg selama 7 hari ditambah dengan eritromisn 250 mg/oral 3 kali perhari selama 7 hari. Berikan kortikostreroid kepada ibu untuk mempebaiki kematangan paru janin. Berikan betametason 12 mg IM dalam 2 dosisi/12 jam atau deksametason 6 mg I.M dalam 4 dosis/6 jam. (jangan berikan kortikosteroid jika ada infeksi) o minggu Jika ketuban telah pecah >18 jam, berikan antibiotik profilaksis untuk mengurangi resiko infeksi streptokokus grup B. Berikan Ampisilin 2 gr IV/ 6 jam atau penisilin G 2 juta unit IV/ 6 jam sampai persalinan, jika tidak ada infeksi paska melahirkan hentikan antibiotik. Nilai seviks. Jika serviks sudah matang lakukan induksi persalinan dengan oksitosin. Jika belum, 16 Lakukan persalinan pada kehamilan 37 mg. Jika terdapat infeksi dan kehamilan 37

matangkan dengan prostaglandin dan infus oksitosin atau lahirkan dengan seksio sesarea.

Ketuban Pecah Dini pada kehamilan aterm

Skor pelvic>5

Skor pelvic <5

Ketuban pecah 6-8 jam


Pematangan serviks dengan oksitosin (12 jam) atau prostaglandin Konservatif minimal 48 jam (24 jam sudah mulai dinilai)

Inpartu

Belum inpartu

Partus pervaginam

Induksi oksitosin

Skor pelvic >5 Skor pelvic > 5 Skor pelvic < 5

Skor pelvic <5 Pematangan dengan oksitosin/prostagl andin

Inpartu

Seksio sesaria Belum inpartu

Berhasil

Gagal
Partus pervaginam

Belum inpartu

Inpartu

PV
Berhasil Gagal

Partus pervaginam

Sectio sesaria

Lihat

SC

Partus pervaginam

Seksio sesaria

Tabel 1: Terapi KPD pada kehamilan aterm

17

Ketuban pecah dini Kehamilan <36 minggu Konservatif

Terdapat tanda-tanda infeksi atau kehamilan mencapai 36 minggu

AKTIF

Kehamilan > 32 minggu

Kehamilan 32-36 minggu

Janin mati

Janin hidup

Janin mati

Janin hidup

Partus pervaginam dengan induksi oksitosin

Partus pervaginam dengan induksi oksitosin

Seksio sesaria setelah diskusi dengan keluarga

Letak memanjang

Letak lintang

Letak memanjang

Letak lintang

Partus pervaginam dengan induksi oksitosin

Partus pervaginam dengan embriotomi

Partus pervaginam dengan induksi oksitosin

Seksio sesaria

Tabel 2: Terapi KPD pada kehamilan belum aterm (<36mg) Menurut Standart Operating Procedure Kebidanan dan Penyakit Kandungan RSUP Fatmawati: a. Konservatif Dirawat di rumah sakit Bila umur kehamilan < 32-34 minggu, dirawat selama ketuban

masih keluar atau sampai tidak keluar lagi.

18

perminggu Partum)

Bila sudah > 34 minggu dipertimbangkan untuk terminasi Nilai tanda-tanda awal infeksi intrapartum Nilai kesejahteraan janin Pemberian: antibiotika, tokolitik bila ada kontraksi, vit C 1000 Pematangan paru: 12 mg dexamethason/3 hari, dapat diulang Terminasi kehamilan bila ada tanda-tanda IIP (Infeksi Intra Pervaginam: bila kehamilan 30 minggu atau TBF Sectio sesaria: bila kehamilan 30 minggu Aktif

kehamilan (bergantung pada kemampuan perinatologi)

mg/ hari, minum banyak 2000 cc/24 jam

1500 g (berdasarkan USG) b. pelvik 5, antibiotik. Beberapa pendapat mengenai pimpinan persalinan dalam KPD antara lain: Bila anak belum viable (kurang dari 36 minggu), penderita dianjurkan beristirahat di tempat tidur dan diberikan antibiotik profilaksis, spasmolitika dan robonsia dengan tujan mengundurkan waktu samapai anak viable. Bila anak sudah viable (lebih dari 36 mingg), lakukan induksi partus 6-12 jam setelah lag-phase dan berikan antibiotik profilaksis. Pada kasus induksi dengan PGE2 dan atau drips sintosinon gagal, lakukan tindakan operatif. PENENTUAN BERDASARKAN UMUR GESTASI (8) Penentuan berdasarkan umur gestasi menjadi sangat penting dalam pelaksanaan KPD. Bila data dikumpulkan masih membingungkan maka umur gestasi dapat ditentukan dengan

Bila kehamilan 36 minggu dilakukan terminasi kehamilan Pervaginam: induksi/akselerasi oksitosin dengan syarat nilai

19

pemeriksaan USG, namun harus tetap diingat bahwa kurangnya cairan amnion dapat mempengaruhi penilaian USG. Pasien dengan umur gestasi >36 minggu (8) Pasien tersebut harus segera dilahirkan pada fase ini mengingat paru-paru fetus telah matang. Induksi harus segera dilakukan seksio. Dalam masa menunggu tidak boleh lebih dari 24 jam untuk dilahirkan pervaginam. Dalam penelitian ini tidak menimbulkan terjadinya infeksi maternal dan neonatal. Sebelumnya penting untuk menetukan puncak kepala telah engaged. Bila persalinan tidak maju dalam 24 jam maka pasien harus dilakukan induksi. Pasien dengan umur gestasi 32-36 minggu (8) Komplikasi tersering yang timbul pada pasien masa ini adalah khorioamnitis. Induksi dengan oksitosin harus dilakukan bila serviks telah matang. Namun sayangnya dalam banyak kasus serviks belum matang dan induksi biasanya berakhir dengan seksio. Berdasarkan hasil penelitian bahwa resiko dilakukan induksi dibandingkan bila menunggu/ekspektatif adalah lebih besar. Oleh karena itu lebih baik dilakukan penatalaksanaan menunggu yang dikombinasikan dengan terapi antibiotika. Hal tersebut dapat menurunkan angka mortalitas perinatal, morbiditas infeksi neonatal dan insiden HMD (Hyalin Membran Disease). Antibiotika yang dipergunakan ampicillin sulbactam 2x1,5 gr i.v per 6 jam. Ada sumber lain mengatakan, jika pasien telah mencapai usia kehamilan 32-35 minggu dan mengalami ketuban pecah dini, tanpa diketahui mengenai kematangan paru janin, persalinan bisa dilakukan dengan disertai adanya fasilitas NICU yang lengkap untuk menangani komplikasi bayi prematur yang mungkin terjadi. Pasien dengan umur gestasi 26-32 minggu (8) Resiko yang predominan pada umur gestasi ini adalah HMD. Penggunaan glukokortikoid dan memperpanjang masa laten sangat bermanfaat pada umur gestasi ini dengan syarat tidak terdapatnya tanda-tanda amnionitis. Maksud dari memperpanjang masa laten adalah untuk memetangkan paru-paru fetus. Pemeberian preparat tokolitik tidak terlalu bermanfaat dalam memperpanjang masa laten pasien KPD namun dapat berguna pada pasien yang berkontraksi yang mungkin menjelang persalinan dan belum manfaat dari glukokortikoid untuk pematangan paru.

20

KPD pada pasien dengan masa gestasi ini harus segera dirawat di rumah sakit dan bed rest. Fetus harus selalu dimonitor setiap hari untuk menghindari timbulnya infeksi diberikan pematangan paru dengan betamethason (Celestone) 12 mg oral perhari terbagi menjadi 2 dosis selama 24 jam, dan ampisilin 1 gr i.v per 6 jam. Terbutalin 2,5-5 mg oral per 6 jam atau diganti dengan nifedipin 10 mg oral per 4-6 jam. Sangat tidak perlu dan berbahaya bila terdapat tandatanda infekasi, tanda-tanda dimulainya persalinan atau bila terdapat tanda-tanda fetal distress. Persalinan sangat tergantung dari kematangan serviks. Bila serviks matang, kepala telah masuk ke dalam rongga pelvis dan persalinan cepat dapat diantisipasi maka diharapkan persalinan secara pervaginam. Kalo serviks tidak matang lebih baik lakukan seksio. KOMPLIKASI (1,2) 1. Terhadap janin, walaupun ibu belum menunjukan tanda-tanda infeksi, janin mungkin sudah terkena infeksi. Infeksi intrauterine lebih dahulu terjadi sebelum gejala pada ibu dirasakan. Jadi akan meninggikan mortalitas dan morbiditas perinatal. Perhatikan juga fungsi organ bayi terutama paru. Komplikasi berupa asfiksia janin, sepsis perinatal sampai kematian janin. 2. Terhadap ibu, karena jalan telah terbuka, maka infeksi intrapartal dapat terjadi, apalagi sering periksa dalam. Selain itu dapat dijumpai infeksi puerpuralis (nifas), peritonitis dan septikemia serta dry labor. Hal ini akan meninggikan angka kematian dan morbiditas pada ibu.

21

DAFTAR PUSTAKA
1. Mochtar R. Ketuban Pecah Dini. Sinopsis Obstetri, Jilid I, Cetakan I, EGC, Jakarta, 1998: 255-258 2. http://www.geocities.com/Yosemite/Rapids/1744/cklobpt11.html 3. http://medlinux.blogspot.com/2007/11/ketuban-pecah-dini.html 4. http://www.emedicine.com/med/topic3246.htm. 5. http://www.ahealthyme.com/topic/topic100587340. 6. Saifuddin AB, Wikjosastro GH, Affandi B, Waspodo D. Ketuban Pecah Dini, Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal, Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo-POGI, Jakarta, 2002, hal M112-115 7. Standart Oprating Procedure Kebidanan dan Penyakit Kandungan RSUP Fatmawati No. HK.00.07.1.358. Ketuban Pecah Dini, Agustus 2002 8. Cunningham FG, et al. Common Complications of Pregnancy. Williams Obstetrics, 21st ed, Prentice Hall International Inc. Appleton and Lange, Connecticut, 2001: 704-708

22

TINJAUAN PUSTAKA DISPROPORSI SEFALOPELVIK A. Definisi Disproporsi sefalopelvik adalah keadaan yang menggambarkan ketidaksesuaian antara kepala janin dan panggul ibu sehingga janin tidak dapat keluar melalui vagina. Disproporsi sefalopelvik disebabkan oleh panggul sempit, janin yang besar ataupun kombinasi keduanya. B. Ukuran Panggul 1. Pintu atas panggul dibentuk oleh promontorium corpus vertebra sacrum 1, linea innominata, serta pinggir atas simfisis. Konjugata diagonalis adalah jarak dari pinggir bawah simfisis ke promontorium, Secara klinis, konjugata diagonalis dapat diukur dengan memasukkan jari telunjuk dan jari tengah yang dirapatkan menyusur naik ke seluruh permukaan anterior sacrum, promontorium teraba sebagai penonjolan tulang. Dengan jari tetap menempel pada promontorium, tangan di vagina diangkat sampai menyentuh arcus pubis dan ditandai dengan jari telunjuk tangan kiri. Jarak antara ujung jari pada promontorium sampai titik yang ditandai oleh jari telunjuk merupakan panjang konjugata diagonalis. Konjugata vera yaitu jarak dari pinggir atas simfisis ke promontorium yang dihitung dengan mengurangi konjugata diagonalis 1,5 cm, panjangnya lebih kurang 11 cm. Konjugata obstetrika merupakan konjugata yang paling penting yaitu jarak antara bagian tengah dalam simfisis dengan promontorium, Selisih antara konjugata vera dengan konjugata obstetrika sedikit sekali.

23

Gambar 1. Diameter pada Pintu Atas Panggul 2. Panggul Tengah (Pelvic Cavity) Ruang panggul ini memiliki ukuran yang paling luas. Pengukuran klinis panggul tengah tidak dapat diperoleh secara langsung. Terdapat penyempitan setinggi spina isciadika, sehingga bermakna penting pada distosia setelah kepala engagement. Jarak antara kedua spina ini yang biasa disebut distansia interspinarum merupakan jarak panggul terkecil yaitu sebesar 10,5 cm. Diameter anteroposterior setinggi spina isciadica berukuran 11,5 cm. Diameter sagital posterior, jarak antara sacrum dengan garis diameter interspinarum berukuran 4,5 cm. 3. Pintu Bawah Panggul

Pintu bawah panggul bukanlah suatu bidang datar namun terdiri dari dua segitiga dengan dasar yang sama yaitu garis yang menghubungkan tuber isciadikum kiri dan kanan. Pintu bawah panggul yang dapat diperoleh melalui pengukuran klinis adalah jarak antara kedua tuberositas iscii atau distansia tuberum (10,5 cm), jarak dari ujung sacrum ke tengah-tengah distensia tuberum atau diameter sagitalis posterior (7,5 cm), dan jarak antara pinggir bawah simpisis ke ujung sacrum (11,5 cm). C. Panggul Sempit Distosia adalah persalinan yang sulit dan ditandai oleh terlalu lambatnya kemajuan persalinan. Distosia dapat disebabkan oleh kelainan pada servik, uterus, janin, tulang

24

panggul ibu atau obstruksi lain di jalan lahir. Kelainan ini oleh ACOG dibagi menjadi tiga yaitu: 1. Kelainan kekuatan (power) yaitu kontraktilitas uterus dan upaya ekspulsif ibu. a. Kelainan his : inersia uteri / kelemahan his b. kekuatan mengejan yang kurang misalnya pada hernia atau sesak nafas. 2. 3. Kelainan yang melibatkan janin (passenger), misalnya letak lintang, letak dahi, Kelainan jalan lahir (passage), misalnya panggul sempit, tumor yang hidrosefalus. mempersempit jalan lahir. Pola Kelainan Persalinan, Diagnostik, Kriteria dan Metode Penanganannya

Pola Persalinan Kriteria Diagnostik Penanganan yang dianjurkan Penanganan Khusus Panggul dengan ukuran normal tidak akan mengalami kesukaran kelahiran pervaginam pada janin dengan berat badan yang normal. Ukuran panggul dapat menjadi lebih kecil karena pengaruh gizi, lingkungan atau hal lain sehingga menimbulkan kesulitan pada persalinan pervaginam. Panggul sempit yang penting pada obstetric bukan sempit secara anatomis namun panggul sempit secara fungsional artinya perbandingan antara kepala dan panggul. Selain panggul sempit dengan ukuran yang kurang dari normal, juga terdapat panggul sempit lainnya. Panggul ini digolongkan menjadi empat, yaitu: 25

1. 2. 3. 4.

Kelainan karena gangguan pertumbuhan intrauterine: panggul Naegele, panggul Kelainan karena kelainan tulang dan/ sendi: rakitis, osteomalasia, neoplasma, Kelainan panggul karena kelainan tulang belakang: kifosis, skoliosis,

Robert, split pelvis, panggul asimilasi. fraktur, atrofi, nekrosis, penyakit pada sendi sakroiliaka dan sendi sakrokoksigea. spondilolistesis. Kelainan panggul karena kelainan pada kaki: koksitis, luksasio koksa, atrofi atau kelumpuhan satu kaki. Setiap penyempitan pada diameter panggul yang mengurangi kapasitas panggul dapat menyebabkan distosia saat persalinan. penyempitan dapat terjadi pada pintu atas panggul, pintu tengah panggul, pintu bawah panggul, atau panggul yang menyempit seluruhnya. 1. Penyempitan pintu atas panggul Pintu atas panggul dianggap sempit apabila diameter anterioposterior terpendeknya (konjugata vera) kurang dari 10 cm atau apabila diameter transversal terbesarnya kurang dari 12 cm. Diameter anteroposterior pintu atas panggul sering diperkirakan dengan mengukur konjugata diagonal secara manual yang biasanya lebih panjang 1,5 cm. Dengan demikian, penyempitan pintu atas panggul biasanya didefinisikan sebagai konjugata diagonal yang kurang dari 11,5 cm.3 Mengert (1948) dan Kaltreider (1952) membuktikan bahwa kesulitan persalinan meningkat pada diameter anteroposterior kurang dari 10 cm atau diameter transversal kurang dari 12 cm. Distosia akan lebih berat pada kesempitan kedua diameter dibandingkan sempit hanya pada salah satu diameter. Diameter biparietal janin berukuran 9,5-9,8 cm, sehingga sangat sulit bagi janin bila melewati pintu atas panggul dengan diameter anteroposterior kurang dari 10 cm. Wanita dengan tubuh kecil kemungkinan memiliki ukuran panggul yang kecil, namun juga memiliki kemungkinan janin kecil. Dari penelitian Thoms pada 362 nullipara diperoleh rerata berat badan anak lebih rendah (280 gram) pada wanita dengan panggul sempit dibandingkan wanita dengan panggul sedang atau luas. Pada panggul sempit ada kemungkinan kepala tertahan oleh pintu atas panggul, sehingga gaya yang ditimbulkan oleh kontraksi uterus secara langsung menekan bagian selaput ketuban yang menutupi serviks. Akibatnya ketuban dapat pecah pada pembukaan kecil 26

dan terdapat resiko prolapsus funikuli. Setelah selaput ketuban pecah, tidak terdapat tekanan kepala terhadap serviks dan segmen bawah rahim sehingga kontraksi menjadi inefektif dan pembukaan berjalan lambat atau tidak sama sekali. Jadi, pembukaan yang berlangsung lambat dapat menjadi prognosa buruk pada wanita dengan pintu atas panggul sempit. Pada nulipara normal aterm, bagian terbawah janin biasanya sudah masuk dalam rongga panggul sebelum persalinan. Adanya penyempitan pintu atas panggul menyebabkan kepala janin megapung bebas di atas pintu panggul sehingga dapat menyebabkan presentasi janin berubah. Pada wanita dengan panggul sempit terdapat presentasi wajah dan bahu tiga kali lebih sering dan prolaps tali pusat empat sampai enam kali lebih sering dibandingkan wanita dengan panggul normal atau luas. 2. Penyempitan panggul tengah Dengan sacrum melengkung sempurna, dinding-dinding panggul tidak berkonvergensi, foramen isciadikum cukup luas, dan spina isciadika tidak menonjol ke dalam, dapat diharapkan bahwa panggul tengah tidak akan menyebabkan rintangan bagi lewatnya kepala janin. Penyempitan pintu tengah panggul lebih sering dibandingkan pintu atas panggul.Hal ini menyebabkan terhentunya kepala janin pada bidang transversal sehingga perlu tindakan forceps tengah atau seksio sesarea. Penyempitan pintu tengah panggul belum dapat didefinisikan secara pasti seperti penyempitan pada pintu atas panggul. Kemungkinan penyempitan pintu tengah panggul apabila diameter interspinarum ditambah diameter sagitalis posterior panggul tangah adalah 13,5 cm atau kurang. (3) Ukuran terpenting yang hanya dapat ditetapkan secara pasti dengan pelvimetri roentgenologik ialah distansia interspinarum. Apabila ukuran ini kurang dari 9,5 cm, perlu diwaspadai kemungkinan kesukaran persalinan apalagi bila diikuti dengan ukuran diameter sagitalis posterior pendek. 3. Penyempitan Pintu Bawah Panggul Pintu bawah panggul bukan suatu bidang datar melainkan dua segitiga dengan diameter intertuberosum sebagai dasar keduanya. Penyempitan pintu bawah panggul terjadi bila

27

diameter distantia intertuberosum berjarak 8 cm atau kurang. Penyempitan pintu bawah panggul biasanya disertai oleh penyempitan pintu tengah panggul. Disproporsi kepala janin dengan pintu bawah panggul tidak terlalu besar dalam menimbulkan distosia berat. Hal ini berperan penting dalam menimbulkan robekan perineum. Hal ini disebabkan arkus pubis yang sempit, kurang dari 900 sehingga oksiput tidak dapat keluar tepat di bawah simfisis pubis, melainkan menuju ramus iskiopubik sehingga perineum teregang dan mudah terjadi robekan. D. Perkiraan Kapasitas Panggul Sempit Perkiraan panggul sempit dapat diperoleh dari pemeriksaan umum dan anamnesa. Misalnya pada tuberculosis vertebra, poliomyelitis, kifosis. Pada wanita dengan tinggi badan yang kurang dari normal ada kemungkinan memiliki kapasitas panggul sempit, namun bukan berarti seorang wanita dengan tinggi badan yang normal tidak dapat memiliki panggul sempit. Dari anamnesa persalinan terdahulu juga dapat diperkirakan kapasitas panggul. Apabila pada persalinan terdahulu berjalan lancar dengan bayi berat badan normal, kemungkinan panggul sempit adalah kecil. Pengukuran panggul (pelvimetri) merupakan salah satu cara untuk memperoleh keterangan tentang keadaan panggul. Melalui pelvimetri dalam dengan tangan dapat diperoleh ukuran kasar pintu atas dan tengah panggul serta memberi gambaran jelas pintu bawah panggul. Adapun pelvimetri luar tidak memiliki banyak arti. Pelvimetri radiologis dapat memberi gambaran yang jelas dan mempunyai tingkat ketelitian yang tidak dapat dicapai secara klinis. Pemeriksaan ini dapat memberikan pengukuran yang tepat dua diameter penting yang tidak mungkin didapatkan dengan pemeriksaan klinis yaitu diameter transversal pintu atas dan diameter antar spina iskhiadika. Tetapi pemeriksaan ini memiliki bahaya pajanan radiasi terutama bagi janin sehingga jarang dilakukan.4 Pelvimetri dengan CT scan dapat mengurangi pajanan radiasi, tingkat keakuratan lebih baik dibandingkan radiologis, lebih mudah, namun biayanya mahal. Selain itu juga dapat dilakukan pemeriksaan dengan MRI dengan keuntungan antara lain tidak ada radiasi, pengukuran panggul akurat, pencitraan janin yang lengkap. Pemeriksaan ini jarang dilakukan karena biaya yang mahal.

28

Dari pelvimetri dengan pencitraan dapat ditentukan jenis panggul, ukuran pangul yang sebenarnya, luas bidang panggul, kapasitas panggul, serta daya akomodasi yaitu volume dari bayi yang terbesar yang masih dapat dilahirkan spontan. Pada kehamilan yang aterm dengan presentasi kepala dapat dilakukan pemeriksaan dengan metode Osborn dan metode Muller Munro Kerr. Pada metode Osborn, satu tangan menekan kepala janin dari atas kearah rongga panggul dan tangan yang lain diletakkan pada kepala untuk menentukan apakah kepala menonjol di atas simfisis atau tidak. Metode Muller Munro Kerr dilakukan dengan satu tangan memegang kepala janin dan menekan kepala ke arah rongga panggul, sedang dua jari tangan yang lain masuk ke vagina untuk menentukan seberapa jauh kepala mengikuti tekanan tersebut dan ibu jari yang masuk ke vagina memeriksa dari luar hubungan antara kepala dan simfisis. E. Janin yang besar Normal berat neonatus pada umumnya 4000gram dan jarang ada yang melebihi 5000gram. Berat badan neonatus lebih dari 4000gram dinamakan bayi besar. Frekuensi berat badan lahir lebih dari 4000gram adalah 5,3%, dan berat badan lahir yang melihi 4500gram adalah 0,4%. Biasanya untuk berat janin 4000-5000 gram pada panggul normal tidak terdapat kesulitan dalam proses melahirkan. Factor keturunan memegang peranan penting sehingga dapat terjadi bayi besar. Janin besar biasanya juga dapat dijumpai pada ibu yang mengalami diabetes mellitus, postmaturitas, dan pada grande multipara. Selain itu, yang dapat menyebabkan bayi besar adalah ibu hamil yang makan banyak, hal tersebut masih diragukan. Untuk menentukan besarnya janin secara klinis bukanlah merupakan suatu hal yang mudah. Kadang-kadang bayi besar baru dapat kita ketahui apabila selama proses melahirkan tidak terdapat kemajuan sama sekali pada proses persalinan normal dan biasanya disertai oleh keadaan his yang tidak kuat. Untuk kasus seperti ini sangat dibutuhkan pemeriksaan yang teliti untuk mengetahui apakah terjadi sefalopelvik disproporsi. Selain itu, penggunaan alat ultrasonic juga dapat mengukur secara teliti apabila terdapat bayi dengan tubuh besar dan kepala besar. Pada panggul normal, biasanya tidak menimbulkan terjadinya kesulitan dalam proses melahirkan janin yang beratnya kurang dari 4500gram. Kesulitan dalam persalinan biasanya 29

terjadi karena kepala janin besar atau kepala keras yang biasanya terjadi pada postmaturitas tidak dapat memasuki pntu atas panggul, atau karena bahu yang lebar sulit melalui rongga panggul. Bahu yang lebar selain dapat ditemukan pada janin yang memiliki berat badan lebih juga dapat dijumpai pada anensefalus. Janin dapat meninggal selama proses persalinan dapat terjadi karena terjadinya asfiksia dikarenakan selama proses kelahiran kepala anak sudah lahir, akan tetapi karena lebarnya bahu mengakibatkan terjadinya macet dalam melahirkan bagian janin yang lain. Sedangkan penarikan kepala janin yang terlalu kuat ke bawah dapat mengakibatkan terjadinya cedera pada nervus brakhialis dan muskulus sternokleidomastoideus. F. Penanganan 1. Persalinan Percobaan Setelah dilakukan penilaian ukuran panggul serta hubungan antara kepala janin dan panggul dapat diperkirakan bahwa persalinan dapat berlangsung per vaginan dengan selamat dapat dilakukan persalinan percobaan. Cara ini merupakan tes terhadap kekuatan his, daya akomodasi, termasuk moulage karena faktor tersebut tidak dapar diketahui sebelum persalinan. Persalinan percobaan hanya dilakukan pada letak belakang kepala, tidak bisa pada letak sungsang, letak dahi, letak muka, atau kelainan letak lainnya. Ketentuan lainnya adalah umur keamilan tidak boleh lebih dari 42 mingu karena kepala janin bertambah besar sehingga sukar terjadi moulage dan ada kemungkinan disfungsi plasenta janin yang akan menjadi penyulit persalinan percobaan. Pada janin yang besar kesulitan dalam melahirkan bahu tidak akan selalu dapat diduga sebelumnya. Apabila dalam proses kelahiran kepala bayi sudah keluar sedangkan dalam melahirkan bahu sulit, sebaiknya dilakukan episiotomy medioateral yang cukup luas, kemudian hidung dan mulut janin dibersihkan, kepala ditarik curam kebawah dengan hati-hati dan tentunya dengan kekuatan terukur. Bila hal tersebut tidak berhasil, dapat dilakukan pemutaran badan bayi di dalam rongga panggul, sehingga menjadi bahu depan dimana sebelumnya merupakan bahu belakang dan lahir dibawah simfisis. Bila cara tersebut masih juga belum berhasil, penolong memasukkan tangannya kedalam vagina, dan berusaha melahirkan janin dengan menggerakkan dimuka dadanya. Untuk 30

melahirkan lengan kiri, penolong menggunakan tangan kanannya, dan sebaliknya. Kemudian bahu depan diputar ke diameter miring dari panggul untuk melahirkan bahu depan. Persalinan percobaan ada dua macam yaitu trial of labour dan test of labour. Trial of labour serupa dengan persalinan percobaan di atas, sedangkan test of labour sebenarnya adalah fase akhir dari trial of labour karena baru dimulai pada pembukaan lengkap dan berakhir 2 jam kemudian. Saat ini test of labour jarang digunakan karena biasanya pembukaan tidak lengkap pada persalinan dengan pangul sempit dan terdapat kematian anak yang tinggi pada cara ini. Keberhasilan persalinan percobaan adalah anak dapat lahir sontan per vaginam atau dibantu ekstraksi dengan keadaan ibu dan anak baik. Persalinan percobaan dihentikan apabila pembukaan tidak atau kurang sekali kemajuannnya, keadaan ibu atau anak kurang baik, ada lingkaran bandl, setelah pembukaan lengkap dan ketuban pecah kepala tidak masuk PAP dalam 2 jam meskipun his baik, serta pada forceps yang gagal. Pada keadaan ini dilakukan seksio sesarea. 2. Seksio Sesarea Seksio sesarea elektif dilakukan pada kesempitan panggul berat dengan kehamilan aterm, atau disproporsi sephalopelvik yang nyata. Seksio juga dapat dilakukan pada kesempitan panggul ringan apabila ada komplikasi seperti primigravida tua dan kelainan letak janin yang tak dapat diperbaiki. Seksio sesarea sekunder (sesudah persalinan selama beberapa waktu) dilakukan karena peralinan perobaan dianggap gagal atau ada indikasi untuk menyelesaikan persalinan selekas mungkin sedangkan syarat persalinan per vaginam belum dipenuhi. 3. Simfisiotomi Tindakan ini dilakukan dengan memisahkan panggul kiri dan kanan pada simfisis. Tindakan ini sudah tidak dilakukan lagi. 4. Kraniotomi dan Kleidotomi

31

Pada janin yang telah mati dapat dilakukan kraniotomi atau kleidotomi. Apabila panggul sangat sempit sehingga janin tetap tidak dapat dilahirkan, maka dilakukan seksio sesarea.

32

DAFTAR PUSTAKA Saifuddin AB. Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirohardjo. Edisi Keempat. Jakarta: BP-SP, 2008. Lowe, N.K. The Dystocia Epidemic in Nulliparous Women. School of Nursing Oregon Health & Science University. 2005. Hyperlink: http://196.33.159.102/1961%20VOL%20XXXV%20JulDec/Articles/10%20October/3.5%20A %20CLINICAL%20CLASSIFICATION%20OF%20CEPHALO-PELVIC %20DISPROPORTION.%20C.J.T.%20Craig.pdf, 10 Mei 2009. Cunningham FG, Gant FN, Leveno KJ, dkk. Obstetri Williams. Edisi 21. Jakarta: EGC, 2005. Winkjosastro H. Ilmu Kebidanan. Edisi Ketiga. Jakarta: YBP-SP, 2007. Bagian Obstetri & Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran Bandung. Obstetri Fisiologi. Bandung: Elemen, 1983. Israr YA, Irwan M, Lestari, dkk. Arrest of Decent- Cephalopelvc Disproportion (CPD). 2008. Hyperlink: http://72.14.235.132/search? q=cache:RqVXzDPzkgIJ:yayanakhyar.wordpress.com/2008/09/05/arrest-of-decentcephalopelvic-disproportion-cpd/+Cephalopelvic+disproportion&cd=1&hl=id&ct=clnk&gl=id, 20 Mei 2009. Bagian Obstetri & Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran Bandung. Obstetri Patologi. Bandung: Elstar, 1982.

33

TINJAUAN PUSTAKA PERSALINAN PERCOBAAN Definisi Persalinan percobaan atau trial of labor berasal dari dua kata yaitu trial yang berarti telah mencoba, dan labor yang berarti persalinan. Oleh itu, persalinan percobaan di sini bermaksud melakukan suatu persalinan normal di mana ada keraguan apakah kepala janin akan melewati pintu atas panggul.
[2]

Hal ini terjadi pada wanita yang panggulnya relatif sempit yaitu panggul

dengan ukuran konjugata vera antara 8,5 10 cm. Semua situasi dalam persalinan percobaan harus dipantau dan dinilai secara hati-hati untuk menghindari gawat janin atau ibu. Setelah pada wanita dengan panggul sempit dilakukan pemeriksaan teliti dan diadakan penilaian tentang bentuk dan ukuran-ukuran panggul dalam semua bidang dan hubungan antara kepala janin dan panggul, dan setelah dicapai kesimpulan bahwa persalinan dapat berlangsung per vaginam dengan selamat, barulah diambil keputusan untuk menyelenggarakan persalinan percobaan. Dengan demikian, persalinan ini merupakan suatu tes terhadap daya akomodasi, termasuk moulage kepala janin; dan kedua faktor ini tidak dapat diketahui sebelum persalinan berlangsung selama beberapa waktu. Syarat Persalinan Percobaan Persalinan percobaan adalah percobaan persalinan yang dilakukan untuk membuktikan apakah persalinan dapat berlangsung per vaginam atau harus dilakukan melalui seksio sesarea dengan memperhatikan penurunan kepala janin dan terjadinya moulage kepala janin terhadap panggul ibu. Persalinan percobaan hanya dilakukan dengan memperhatikan beberapa hal yang penting yaitu persalinan hanya dilakukan di rumah sakit dengan fasilitas operasi, dilakukan setelah persalinan dimulai, dilakukan hanya pada letak kepala dan tidak boleh dilakukan pada kehamilan lewat waktu.[3] Alasan untuk ketentuan terakhir ini adalah kepala janin bertambah besar dan lebih sukar untuk mengadakan moulage. Selain itu, janin pada kehamilan lebih tua memiliki disfungsi plasenta yang mungkin kurang mampu untuk untuk mengatasi kesukaran yang dapat timbul pada persalinan percobaan. Pemilihan kasus-kasus untuk persalinan percobaan harus dilakukan dengan cermat. Semua kondisi ibu yang merupakan indikasi untuk seksio sesarea elektif merupakan 34

kontraindikasi untuk persalinan percobaan. Adapun indikasi seksio sesarea elektif adalah disporposi janin-panggul, gawat janin, plasenta previa, riwayat seksio sesarea sebelumnya, kelainan letak janin, incoordinate uterine action, pre eklampsia dan hipertensi. [4] Prosedur Persalinan Percobaan [5] Pada penanganan khusus persalinan percobaan perlu diperhatikan hal-hal seperti keadaan ibu dan janin, kualitas dan turunnya kepala janin dalam rongga panggul, pecahnya ketuban, dan kemajuan pembukaan serviks. Pada suatu persalinan percobaan perlu dilakukan pengawasan yang seksama terhadap keadaan ibu dan janin. Pada persalinan yang agak lama perlu dijaga adanya bahaya dehidrasi dan asidosis pada ibu. Ibu harus dipastikan sudah mendapat istirahat yang cukup serta tidak banyak menderita. Pemberian makanan juga jangan secara oral tetapi diberikan lewat jalur infus intravena karena adanya kemungkinan persalinan harus diakhiri dengan seksio sesarea. Pengawasan terhadap janin pula dilakukan dengan mengawasi keadaan denyut jantung janin secara terus menerus. Kualitas dan turunnya kepala janin dalam rongga panggul harus sentiasa diawasi karena kesempitan panggul tidak jarang mengakibatkan kelainan his dan gangguan pembukaan serviks. His yang kuat, kemajuan dalam turunnya kepala dalam rongga panggul harus terus diawasi. Kesempitan panggul tidak jarang mengakibatkan kelainan his dan gangguan pembukaan serviks. His yang kuat, kemajuan dalam turunnya kepala dalam rongga panggul dan kemajuan dalam mendatar serta membukanya serviks merupakan hal-hal yang menguntungkan. Kemajuan dalam turunnya kepala dapat dinilai dengan pemeriksaan dalam dan pemeriksaan roentgenologik. Pemeriksaan roentgenologik memberi gambaran yang jelas tentang hal ini dan dapat memperlihatkan moulage kepala janin tetapi sudah hanya dilakukan apabila hanya benar-benar perlu karena pemeriksaan ini bisa membahayakan janin. Pemeriksaan dalam dilakukan untuk menilai turunnya kepala janin, mengetahui kondisi serviks, untuk mengetahui apakah ketuban sudah pecah dan untuk mengetahui apakah ada prolapsus fonikuli atau prolapsus lengan. Pemeriksaan ini dibatasi dan hanya dilakukan apabila diharapkan akan memberi bahan penting untuk penilaian keadaan karena pemeriksaan ini berisiko menyebabkan infeksi pada jalan lahir. Kepala janin umumnya tidak dapat masuk ke dalam rongga panggul dengan sempurna jika ketuban belum pecah. Pada disproporsi sefalopelvik ketuban sering pecah pada permulaan 35

persalinan. Jika ketuban tidak pecah, dilakukan pemecahan ketuban secara aktif pada saat his berjalan secara teratur dan sudah ada pembukaan serviks separoh atau lebih. Tujuan melakukan ini adalah untuk mendapatkan kepastian apakah dengan his yang teratur dan bertambah kuat akan terjadi penurunan kepala yang berarti. Setelah ketuban pecah, baik secara spontan atau buatan, perlu dinilai apakah ada prolapsus funikuli. Masalah yang timbul pada suatu persalinan percobaan adalah berapa lama persalinan percobaan itu harus berlangsung sebelum dinyatakan berhasil atau gagal. Apabila adanya his yang sempurna maka indikator untuk menilai berhasil atau tidaknya suatu persalinan percobaan adalah dengan menilai kemajuan pembukaan serviks, penurunan kepala janin dan tanda-tanda klinis dari ibu dan janin. Cara menilai kemajuan pembukaan serviks adalah dengan menilai apakah ada gangguan pembukaan, misalnya fasa laten atau fase aktif yang memanjang, dan adanya sekunder arrest. Kemajuan penurunan kepala janin juga turut dinilai dengan menilai apakah bagian terendah janin sudah turun (dalam hal ini, yang dimaksudkan adalah bagian belakang kepala) dan menilai apakah adanya tanda-tanda klinis gawat janin atau ibu seperti potensi untuk terjadinya ruptura uteri imminens. Jika ada salah satu gangguan di atas, persalinan per vaginam adalah tidak mungkin dan harus diselesaikan secara seksio sesarea. Sebaliknya jika kemajuan pembukaan dan penurunan kepala berjalan lancar maka persalian per vaginam bisa dilaksanakan sesuai dengan persyaratan yang ada. Kapan Dikatakan Persalinan Percobaan yang Berhasil? Persalinan percobaan hanya bisa dikatakan berhasil apabila tercapai persalinan dengan ibu dan bayi yang sehat, dan bayi lahir per vaginam secara spontan tanpa dibantu dengan ekstraksi (forseps atau vakum). Persalinan percobaan akan dihentikan dan dinyatakan gagal jika terjadibeberapa hambatan dalam kemajuan persalinan seperti pembukaan serviks kurang lancar,penurunan kepala terhambat dan moulage kepala janin terjadi saat kepala janin masih tinggi di dalam panggul ibu. Selain itu, persalinan percobaan juga dinyatakan gagal jika terjadi trauma maternal dan janin yang besar dan berbahaya dan juga pada pemantauan janin intrauterin terjadi asfiksia. Persalinan percobaan juga dihentikan apabila keadaan ibu dan bayi menjadi kurang baik dan adanya lingkaran retraksi yang patologik. Lingkaran retraksi patologik bermaksud suatu kekejangan melintar dari sebagian otot uterus yang dapat terjadi pada kala I,II 36

maupun III. Hal ini ditandai dengan adanya kekejangan otot setempat pada segmen bawah dan segmen atas rahim yang dapat diraba dengan palpasi dari luar. Segmen atas rahim yang terletak di atas lingakaran menjadi tebal dan mengeras serta dinding rahim di bawah lingkaran menjadi teregang dan tipis. Hal ini sering terjadi pada kala II dan lingkaran ini makin lama makin tinggi dan akhirnya keadaan umum pasien menjadi semakin buruk.
[3]

Selain itu, persalinan percobaan

akan dihentikan apabila setelah pembukaan lengkap dan ketuban pecah, walaupun dengan his yang cukup baik dan adanya pimpinan persalinan yang cukup baik, bagian kepala dengan diameter terbesar tetap tidak bisa melewati pintu atas panggul dalam satu jam. Persalinan percobaan juga dianggap gagal jika dilakukan ekstraksi forseps dan vakum. Dalam keadaan gagal pada persalinan percobaan akan dilakukan seksio sesarea. Jika seksio sesarea dilakukan pada saat pembukaan sudah lengkap dan atas indikasi sebab- sebab yang menetap yaitu persalinan percobaan lengkap dan gagal, pada persalinan berikutnya tidak akan dilakukan persalinan percobaan lagi. Tetapi apabila seksio sesarea dilakukan pada saat pembukaan belum lengkap atas indikasi ibu atau anak yang kurang baik (partus percobaan belum lengkap dan gagal) persalinan percobaan yang dipersingkat dapat dicoba lagi pada persalinan berikutnya. Dalam hal ini pimpinan persalinan berikutnya mengikuti protokol yang berlaku bagi persalinan pada bekas seksio sesarea. Dalam istilah bahasa Inggris, ada 2 macam persalinan percobaan yaitu: 1. Trial of labor Serupa dengan persalinan percobaan yang diterangkan di atas 2. Test of labor Merupakan fase terakhir dari trial of labor. Dimulai pada saat pembukaan sudah lengkap dan berakhir satu jam sesudahnya. Jika dalam 1 jam setelah pembukaan lengkap dan kepala turun sampai Hodge III, test of labor dikatakan berhasil. Tetapi apabila upaya persalinan buatan per vaginam gagal, berlaku ketentuan seperti pada partus percobaan. Test of labor jarang dilakukan lagi karena sering kali pada panggul sempit pembukaan tidak sampai lengkap dan resiko kematian janin terlalu tinggi.

37

DAFTAR PUSTAKA Cunningham F, et al. William's Obstetrics 23rd edition. United States of America: Mc Graw Hill Professional; 2009. Mosby. Mosby's Medical Dictionary 8th edition. United States of America: Elsevier; 2009 Sastrawinata, S., Martaadisoebrata D., Wirakusumah F., Obstetrik Patologi Edisi 2. Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran. Jakarta: EGC, 2004.. Peel J, Chamberlain G. Caesarean Section in BJOG: An International Journal of Obstetrics and Gynecology Vol. 75 Issue 12, December 1968, pg 1282-1286. Wiknjosastro, H et al. Ilmu Kebidanan. Edisi Ketiga. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono,Bagian Kebidanan dan Kandungan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2007.

38

Anda mungkin juga menyukai