A.
Pendahuluan Gagasan untuk memperkenalkan secara luas tentang konsep yang disebut sebagai the
non-handicapping environment merupakan pengejawantahan dari kenyataan yang dihadapi selama ini, berkaitan dengan langkanya fasilitas, standard dan pedoman, bahkan rendahnya kesadaran masyarakat untuk mewujudkan lingkungan yang aksesibel dan ramah di Indonesia. Hal inilah yang mendorong kepedulian melakukan action research serta mensosialisasikan konsep desain elemen aksesibilitas ramp yang aksesibel sebagai perwujudan universal design. Di sisi lain tidak semua masyarakat memiliki kondisi fisik yang sempurna atau normal, diantaranya terdapat kelompok masyarakat yang memiliki keterbatasan fisik/berkebutuhan khusus (special need), diantaranya yaitu penyandang cacat, lanjut usia, wanita hamil, anakanak, orang sakit, pembawa beban berat maupun kereta dorong. Dengan keadaan seperti tersebut di atas mereka akan kesulitan untuk mengakses secara mandiri jika belum
tersedianya fasilitas kemudahan elemen aksesibilitas ramp yang aksesibel bagi mereka. Di berbagai negara maju isu aksesibilitas terselesaikan dengan baik, sedangkan di Indonesia terutama bagi masyarakat yang berkebutuhan khusus, (penyandang cacat dan lansia) belum mendapat perhatian dari pemerintah dan banyak pihak secara serius. Padahal
1 2
Ir. Untung Joko Cahyono, M.Arch: Dosen Jur. T. Arsitektur FT.UNS Ir.Wiwik Setyaningsih, MT : Dosen Jur. T. Arsitektur FT.UNS 3 DR. Kuncoro Diharjo, ST, MT : Dosen Jur. T. Mesin FT.UNS & FT. UMS. 4 Ir. Hermono, SB. M.Eng : Dosen T. Sipil FT.UMS
pembangunan yang berwawasan adil bagi semua merupakan titik tolak dari perwujudan pembangunan lingkungan bebas rintangan (Wiwik, 2005 ). Sejauh ini keseragaman karakter bentuk dan material tekstur permukaan lantai, sudut kemiringan ramp serta kesesuaian disain roda dari kursi roda belum ditemukan rancangan yang mapan dan optimal. Beberapa keragaman lantai ramp secara kuantitatif belum melalui uji laboratorium yang baku. Oleh karena itu, penelitian tentang karakter bentuk dan sudut kemiringan ramp yang di hubungkan dengan kekasaran/teksture permukaan lantai dan telapak roda merupakan kajian riset yang sangat mendesak untuk segera dilakukan, agar terwujud elemen aksesibilitas ramp yang aksesibel bagi semua. Hingga saat ini belum ada penelitian yang merekomendasikan elemen aksesibilitas ramp yang aksesibel, sehingga menyebabkan tidak munculnya kebijaksanaan pemerintah maupun publik yang memberikan perhatian kepada kebutuhan penyandang cacat. Namun hasil penelitian UKAA FT UNS melalui uji coba laboratorium, telah menghasilkan desain prototipe produk ramp outdoor dan indoor yang aksesibel dan adjustable. Hasil penelitian ke dua produk ramp tersebut telah diujicobakan melalui simulasi kepada para pengguna untuk mengevaluasi kinerja ramp di melalui analisis ergonomi untuk memastikan tingkat kenyamanan penggunaan ramp dan analisis ekonomi produk sebagai bahan komparasi terhadap produk ramp yang lain (Setyaningsih, 2008). Hasil penelitian elemen aksesibilitas ramp yang aksesibel ini akan direkomendasikan, disosialisasikan, dipromosikan dan dipasarkan kepada pemerintah, swasta dan berbagai pihak penyedia jasa terkait lainnya untuk dapat direalisasikan dan diimplementasikan pada area publik secara terkoordinasi dan bersama-sama. Diagram 1: Konsep Pentingnya Elemen Aksesibilitas
UN ESCAP Dept. PU Dept. Perhub DEPSOS Rancangan Desain Elemen Aksesibilitas Ramp Yang Aksesibel sebagai Universal Design Tahun II : Inovasi rekayasa Ramp dengan Material Komposit (In door) Tahun III : Aplikasi Rekayasa Ramp yg aksesibel dan Sosialisasi WHO Deklarasi Sapporo Biwako Milenium GAUN 2000 RC Surakarta CUDD UGM UKAA UNS
B. Rumusan Permasalahan 1. Bagaimanakah bentuk pilot project elemen aksesibilitas ramp pada publik area? 2. Bagaimanakah karakter elemen aksesibilitas ramp pada publik area di Surakarta ?
C. Tinjauan Pustaka Fasilitas umum merupakan salah satu tempat baik in-door maupun out door yang cenderung memiliki frekuensi tertinggi dimana masyarakat melakukan interaksi berbagai kegiatan dalam menunjang kehidupan dan penghidupannya. Oleh karena itu dalam mewujudkan fasilitas umum yang aksesibel, sekaligus harus fungsional dapat diakses oleh semua kelompok masyarakat tanpa terkecuali, adil, andal, berjati diri, serasi dan selaras dengan lingkungan serta berwawasan kemanusiaan (Wiwik, 2005). Dalam ESCAP (1995); Deklarasi Sapporo (2002) serta Biwako Milenium (2003), disebutkan bahwa perumusan kebijakan dan perundangan tentang aksesibilitas merupakan hal penting untuk menjamin hak-hak orang cacat dan lansia di dalam menggunakan sarana dan prasarana yang ada. Hal tersebut diperlukan untuk melindungi orang cacat fisik dan mental guna menghasilkan konsep desain elemen aksesibilitas pada area publik yang manusiawi, mudah, aman dapat diakses oleh semua kelompok masyarakat tanpa terkecuali secara mandiri. Sebagai solusinya, instansi pemerintah khususnya seperti Dept PU serta Dept. Perhubungan terus berupaya untuk menyediakan fasilitas yang memberikan kemudahan kepada penyandang cacat dan lansia. Hal tersebut bertujuan untuk mewujudkan pembangunan yang berkonsep universal design pada area publik yang bebas kendala. Wawasan universal design dapat diartikan sebagai sesuatu yang berlaku umum dan menyeluruh atau melibatkan orang banyak (for all), yakni suatu law of the land atau aturan main bagi setiap perancang, arsitek dan perencana untuk menciptakan desain yang bisa dimanfaatkan oleh sebanyak mungkin pengguna, termasuk masyarakat penyandang cacat dan lansia sesuai dengan hak asasi manusia. Dengan demikian pembangunan yang berwawasan universal akan terkait dengan perwujudan suatu struktur masyarakat serta lingkungan yang bermanfaat bagi semua orang tanpa terkecuali (Ikaputra dalam Wiwik, 2006). Sedangkan dalam TOT UUBG No. 28/2002 telah disosialisasikan beberapa landasan legalitas pembangunan fasilitas fisik yang aksesibel, termasuk di dalamnya : 1) UU No. 4/1997 tentang penyandang cacat; 2) UU No.43/1998 tentang upaya peningkatan kesejahteraan sosial penyandang cacat; 3) Kep. Men. PU. No.468/PPTS/98, tentang persyaratan teknis aksesibilitas pada bangunan umum dan lingkungan, rancangan PP No. 3
36/2005 tentang tata cara pelaksanaan Kepmen 468/PPTS/98. Landasan legalitas tersebut memberi kepastian hukum guna mewujudkan area publik yang manusiawi baik indoor maupun outdoor melalui pengembangan konsep rancangan fasilitas fisik pada area publik yang memberi kemudahan untuk semua orang termasuk penyandang cacat dan lansia. Namun demikian, karena terdapat banyak hambatan dan rintangan di lingkungan fisik dan sosial mereka, kelompok penyandang cacat dan lansia tersebut masih terpinggirkan dari struktur kemasyarakatan. Hal ini berarti masih terdapat diskriminasi dalam memperlakukan anggota masyarakat penyandang cacat yang tentu saja tidak sesuai dengan hak-hak asasi manusia (Wiwik, 2004). Walaupun di Surakarta terdapat Pusat Rehabilitasi Prof. Dr. Soeharso (RC) dan 9 lembaga penyandang cacat lainnya, dengan jumlah penyandang cacat mencapai 694 orang, namun berdasarkan hasil pendataan terhadap elemen aksesibilitas bangunan fasilitas umum di Surakarta sebanyak 20 (N=20) dapat disimpulkan bahwa belum ada bangunan fasilitas umum di Surakarta yang aksesibilitasnya baik/sempurna., sedangkan 9(9N=20) bangunan cukup aksesibel walaupun belum sempurna sesuai standar, serta sisanya 11 (11N=20) kurang aksesibel berarti belum tersentuh adanya elemen aksesibilitas (Wiwik, 2005).
Dengan demikian para penyandang cacat dan lansia dalam melakukan aktivitas dan mobilitasnya belum bisa secara mandiri, karena elemen aksesibilitas yang ada belum aksesibel. Di sisi lain di Ibukota DKI Jakarta, dari hasil Pendataan Elemen Aksesibilitas pada 40 Fasilitas Umum di DKI Jakarta. Hasilnya menunjukkan bahwa, hanya 5 (lima) bangunan fasilitas umum yang sudah baik aksesibilitasnya, 16 fasilitas umum belum sempurna dan sisanya belum akasesibel. (Wiwik, 2004). Dengan demikian terlihat kecenderungan bahwa fasilitas publik yang ada di Indonesia belum aksesibel, karena belum dilengkapi dengan ramp yang aksesibel sebagai sarana kemudahan bagi penyandang cacat dan lansia yang aman dan nyaman. Hasil penelitian UKAA FT UNS melalui uji coba laboratorium, telah menghasilkan desain prototipe produk ramp outdoor dan indoor yang aksesibel dan adjustable. Produk ramp outdoor terbaik adalah ramp yang dibuat dari coran semen-pasir dengan alur melintang yang dibuat dari sapu lidi, sedangkan ramp indoor terbaik adalah karpet komposit serat alam kenaf dengan perekat polyester pada fraksi volume matrik 15%. Hasil penelitian ke dua produk ramp tersebut telah diujicobakan melalui simulasi kepada para pengguna untuk mengevaluasi kinerja ramp di lapangan pada kondisi kering dan basah. Kajian lain yang dilakukan adalah analisis ergonomi untuk memastikan tingkat kenyamanan
penggunaan ramp dan analisis ekonomi produk sebagai bahan komparasi terhadap produk ramp yang lain (Setyaningsih, 2008). Sampai saat ini elemen aksesibilitas khususnya fasilitas ramp belum tersosialisasi dan belum memiliki standar yang baku. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa fasilitas fisik elemen aksesibilitas pada fasilitas umum di Indonesia cenderung belum mencerminkan keadilan bagi semua orang, belum dapat diakses oleh kelompok masyarakat yang memiliki kecacatan, termasuk penyandang cacat dan lansia.
D. METODE PENELITIAN Penelitian pada tahun I dan II telah menghasilkan bentuk dan dimensi ramp outdoor yang aksesibel sesuai dengan perilaku pengguna yang berasaskan kemudahan, keamanan, kemandirian dan kenyamanan bagi pengguna. Ramp tersebut dirancang dengan permukaan lantai bertekstur tertentu sehingga gesekan antara roda dengan lantai dapat optimal. Variabel-variabel yang menjadi acuan untuk mengkaji besaran gaya yang optimum adalah besaran sudut kemiringan ramp, koefisien gesek dari tekstur material permukaan lantai dan koefisien gesek tekstur roda/kursi roda. Hasil kajian laboratorium dan observasi lapangan pada hasil penelitian tahun I menjadi acuan untuk penelitian di tahun II dimana penelitian difokuskan pada tahapan inovasi rekayasa elemen aksesibilitas ramp untuk permukaan lantai in-door. Dalam penelitian tahun II digunakan alternatip bahan ramah lingkungan, yaitu lantai komposit serat karpet alam dan serat kenaf - resin poliester dengan pertimbangan jenis bahan tersebut sangat berpengaruh pada bentuk estetika dan interior. Sesuai dengan hasil penelititan pada tahun I dan II, maka penelitian tahun III ini merupakan lanjutan dari temuan hasil penelitian tahun I dan tahun II yang disosialisasikan dengan cara melakukan implementasi dan aplikasi berupa pilot project prototype model ramp untuk outdoor yang berasaskan kemudahan, keamanan, kemandirian dan kenyamanan bagi pengguna, sehingga di lapangan dijadikan sebagai standarisasi elemen aksesibilitas ramp yang aksesibel sebagai fasilitas universal design.
E. HASIL PENELITIAN DAN BAHASAN 1. Tinjauan Penelitian Tahun I dan Tahun II. Hasil penelitian tahun I berupa produk ramp outdoor, dimana telah melalui uji laboratorium dan uji coba lapangan terbaik adalah ramp yang dibuat dari coran semen-pasir dengan alur melintang yang dibuat dari sapu lidi. Untuk lantai PC kemampuan menahan
gaya geser lebih rendah, dan dari segi usaha yang diperlukan lebih besar karena lantai lebih nyaman. Dalam standart kemampuan otot dalam mengangkut dan mendorong beban, kebutuhan tenaga untuk menggerakan kursi roda akan lebih mudah, aman, dan nyaman jika memakai standar nasional besar sudut kemiringan ramp, sama dengan atau dibawah 7 0 Sedangkan hasil penelitian tahun II berupa produk ramp indoor dimana telah melalui uji laboratorium dan uji coba lapangan dapat ditarik kesimpulan bahwa besaran nilai dan kemiringan lantai , untuk jenis lantai karpet serat kenaf anyam terbaik adalah karpet komposit serat alam kenaf dengan perekat polyester pada fraksi volume matrik 15%. (Setyaningsih, 2008). Sebagai tujuan penelitian tahun III (2009) final difokuskan untuk
mengimplementasikan produk ramp outdoor secara riil dilapangan. Ketiga produk ramp tersebut diujicobakan kepada para pengguna untuk mengevaluasi kinerja ramp di lapangan baik pada kondisi kering maupun basah. Kajian lain yang dilakukan adalah analisis ergonomi untuk memastikan tingkat kenyamanan penggunaan ramp dan analisis ekonomi produk sebagai bahan komparasi terhadap produk ramp yang lain.
Gambar 5.1 : 1. Hasil I. ramp outdoor , permukaan ramp kasar 2. Hasil II. ramp indoor, bertekstur dengan bahan karpet serat kenaf anyam 3. Hasil III. ramp outdoor, permukaan kasar bertekstur dengan molding alur garis-garis Sumber : kajian lab.UKAA, 2007, 2008 dan 2009
2. Tahapan Rancangan Pilot Project Ramp Outdoor yang Aksesibel di Gedung V FT UNS, sebagai berikut: a. Pemetaan penentuan lokasi implementasi prototype. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan gambaran tentang kondisi bangunan dan kemungkinan dimana dan bagaimana tata letak elemen aksesibilitas perlu dibuat. Data ini sebagai dasar untuk membuat gambar rancangan/desain elemen aksesibilitas untuk masingmasing bangunan. Pengukuran dilakukan untuk menentukan lebar dan panjang ramp. serta pola/panjang guiding block untuk jalur sirkulasi tuna netra. Kriteria yang digunakan dalam pemilihan lokasi adalah sebagai berikut: - Lokasi tersebut merupakan public space. yang memerlukan elemen aksesibilitas ramp sebagai sirkulasi pengguna kursi roda. - Setting tempat kedudukan yang strategis, unsur kemudahan jangkauan dan aman bagi pengguna. 3. Implementasi prototype Setelah mengetahui kondisi lapangan dan menentukan letak dan desain prototype, langkah selanjutnya adalah implementasi prototype yang tahapannya adalah pembuatan DED (Detail Engineering Design), pemilihan pola ramp dan pelaksanaan pekerjaan struktur. 1). Pembuatan DED (Detail Engineering Design) Rancangan disain elemen aksesibilitas didasarkan pada kondisi masing-masing bangunan. Beberapa alternatif rancangan perlu dibuat untuk memberikan gambaran dan alternatif desain yang lebih tepat. Gambar rancangan dibuat sesederhana mungkin namun cukup jelas untuk dilaksanakan. Perubahan dan penyesuaian desain dimungkinkan selama standard aksesibilitas masih terpenuhi. Setelah gambar rancangan selesai dibuat, gambar dipresentasikan ke pemilik/pengelola bangunan. Berdasarkan beberapa alternatif desain gambar rancangan dan dilakukan diskusi masukan untuk menentukan pilihan yang terbaik. 2). Pola Ramp Pada tahap ini juga perlu masukan-masukan tentang pola ramp yang sesuai dengan kondisi lokasi proyek serta persyaratan dan ketentuan yang telah didapat dari penelitian tahun I. Pemilihan pola ramp yang tepat guna akan memaksimalkan fungsi ramp yang mudah, aman, nyaman dan mempunyai nilai lebih dalam hal estetika.
3). Pelaksanaan Pekerjaan Struktur Pengerjaan implementasi elemen aksesibilitas memerlukan waktu efektif 50 hari kerja yang pelaksanaannya tidak boleh mengganggu aktifitas pengguna bangunan.
Saluran Drainase
Saluran Drainase
TAMPAK SAMPING
DETAIL A
80
A
Rabat Beton Pasir Urug Pas Bata 1 : 3 tebal 1 Bt
A B
Warning Block
40
B
Saluran Drainase
425
30
POTONGAN A - A
Saluran Drainase
425 Handrail 1 3/4 Dim 80 Lantai bertekstur kasar Rabat Beton Kanstin Beton 45 Warning Block 10 85 10 40 30 105 Pasir Urug Pas Bata 1 : 3 tebal 1 Bt
POTONGAN B - B
Gambar 2. Gambar 2. DED elemen aksesibilitas Ramp di Gedung V FT UNS Sumber : Setyaningsih, 2009
4.4. Sosialisasi dan Kampanye Sebuah pilot project belum dikatakan berhasil bila belum tersosialisasikan ke masyarakat luas secara maksimal. Sosialisasi dan kampanye dilakukan dalam bentuk: Sebuah pilot project belum dikatakan berhasil bila belum tersosialisasikan ke masyarakat luas secara maksimal. Sosialisasi dan kampanye dilakukan dalam bentuk: a. Simulasi Simulasi merupakan bagian dari sosialiasi ramp aksesibilitas yang dilakukan untuk mengetahui cara kerja penggunaan hasil pilot project. Hal ini dapat memaksimalkan fungsi prototype karena dapat diketahui secara langsung keefektifan, tingkat kepuasan dan meminimalisasi kemungkinan kesalahan dalam penggunaannya. Melakukan uji coba melalui simulasi pengguna, serta sebagai pembelajaran perkuliahan secara partisipatory di lapangan. 8
b. Uji Lapangan Uji lapangan dilakukan untuk mengetahui tingkat keamanan dan kenyamanan prototype. Uji ini dilakukan dengan variasi beban yang berbeda dan ramp dalam kondisi basah dan kering. Implementasi dan uji lapangan kemudian dianalisis dengan harapan kajiannya dapat menjadi landasan dalam penerapan teknologi tepat guna/TTG, khususnya yang berkaitan dengan rancangan desain ramp pada area publik bagi semua (universal design) sehingga terwujud lingkungan bebas rintangan (barrier free public areas). Proses uji coba yang dilakukan yaitu dengan mencoba variasi beban yang dilakukan pada ramp agar dapat diketahui tingkat keamanan dan kenyamanan prototype. Uji ini dilakukan dengan variasi beban yang berbeda dan ramp dalam kondisi basah dan kering. Skematik uji coba dapat dilihat pada bagan berikut:
Prototype Desain Ramp yang Aksesibel Kondisi basah dan kering
50 kg 60 kg 70 kg 80 kg 85 kg 110 kg
Hasil ini diharapkan dapat memperoleh pengakuan hak patent (HAKI) sebagai wujud apresiasi terhadap hasil karya, sekaligus mendorong untuk ditindaklanjuti oleh pihak terkait. Adapun uraian yang telah dikemukakan di atas adalah hal-hal yang dilakukan untuk mencapai target penelitian, yaitu: Implementasi prototype model Disain Ramp Yang Aksesibel Rancangan UBER HAKI desain Ramp Yang Aksesibel
Sehingga outcome (hasil) penelitian yang berupa Pengembangan mass product prototype model disain ramp yang aksesibel dapat tercapai secara optimal dengan sebaik mungkin. c. Monitoring dan Evaluasi (Monev) Melaksanakan monitoring, evaluasi dan penyempurnaan desain fasilitas fisik elemen aksesibilitas yang aksesibel sebagai universal design. d. Gagasan barrier free built environment award Memperkenalkan dan mensosialisasikan gagasan barrier free built environment award perwujudan universal design kepada berbagai stakeholders terkait.
F. Kesimpulan Dan Saran Kesimpulan Hasil penelitian tahap ini (2009) adalah terealisirnya implementasi produk prototype ramp yang aksesibel dan adjustable, khususnya di lingkungan Fakultas Teknik UNS. Tahapan ujicoba yang sekaligus merupakan tahapan sosialisasi produk ramp inovasi ini diharapkan dapat menjadi rancangan desain ramp pada area publik bagi semua (universal design). Dengan demikian, produk ramp yang dihasilkan layak dipatenkan dalam bentuk paten sederhana (paten produk) dan sekaligus dapat ditindaklanjuti oleh pihak terkait untuk digunakan sebagai ramp alternatif di masa mendatang. Keberhasilan penelitian ini akan mewujudkan lingkungan bebas rintangan (barrier free public areas). Dari hasil implementasi rancang bangun elemen aksesibilitas ramp out door pada fasilitas umum yang aksesibel (lokasi : Bangunan Gedung V Fakultas Teknik UNS) ini diharapkan dapat meningkatkan kepedulian berbagai pihak terkait terhadap upaya tindak lanjut action plan pada semua fasilitas umum sebagai perwujudan Universal Design dalam implementasi Barrier Free Built Environment.
Saran Pada penelitian tahap selanjutnya diperlukan berbagai langkah seperti: 1. Melanjutkan pelaksanakan rancang bangun ramp yang telah dirumuskan melalui penelitian ini, dengan melaksanakan uji laboratorium dan lapangan. Sehingga ada hasil yang dapat dibuiktikan dan divalidasikan melalui uji coba simulasi. 2. Menghimbau pihak-pihak terkait untuk memperkenalkan gagasan barrier free built environment award kepada masyarakat secara lebih luas, khususnya stakeholder pembangunan fisik pada fasilitas umum. Sehingga pihak terkait akan termotivasi
mengakomodasi dengan melengkapi elemen aksesibilitas ramp yang aksesibel pada setiap fasilitas umum.
10
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2001, A City For All, Barrier-Free Environment Finland; National Center on Accessibility (NCA); Integrated National Disability Strategy of the Government of National Unity, (CUDD), Dept. of Arhitecture, Gadjah Mada University, Indonesia. Department of Transportations US, 1996, The Human Factors Design Guidance (HFDG), US Diharjo K. dan Febriyanto B, 2004, Karakteristik Kekuatan Bending dan Impak Komposit Sandwich Hibrid Serat Kenaf-Serat Gelas Dengan Core Kayu Sengon Laut, kerjasama UNS-PT. INKA Madiun. Diharjo K. dan Ngafwan, (2004). Pengaruh Kepadatan Core PVC Terhadap Peningkatan Kekuatan Bending dan Impak Komposit Sandwich Serat Gelas, Penelitian Dosen Muda, DIKTI, Jakarta. Diharjo, K., Soekrisno, Triyono, dan Abdullah, G., 2002-2003, Rancang Bangun Dinding Kereta Api Dengan Komposit Sandwich Serat Gelas, Hibah Bersaing X, Dikti, Jakarta. Eko Nurmianto, 1996, Ergonomi, Konsep Dasar dan Aplikasinya, Guna Widya, Jakarta ESCAP, 1995, Promotion of Non-Handicapping Physical Environments for Disabled Persons: Case-studies, ESCAP, United Nations, New York. Hermono, 2003, Identifikasi Teksture Lantai Ramp dalam TOT Undang Undang Bangunan Gedung No. 28/2002, Laporan Prossiding, Dept. Kimpraswil, Semarang Holohan dan Newman, 1977, Environmental Psychology dalam Behavioral Architecture, Architectural Record Books, New York. Ikaputra, 2002, The Role of Guiding Blocks to Promote Barrier-Free Environment in Indonesia, Paper presented at International Conference for Universal Design, Yokohama, Japan. Julius P, Martin, Z, 2003, Dimensi Manusia & Ruang Interior, Erlangga, Jakarta Moore, 1991, Environment-Behaviour Studies, dalam Introduction to Architecture, di edit oleh James C.Snyder and Anthony J.Catanse, Mc Graw-hill. Peraturan Menteri Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Koperasi No. Per.01/MEN/1978 , Keselamatan dan Kesehatan Kerja dalam Pengangkutan Barang, . Wiwik, S, 2005, Audit Elemen Aksesibilitas Dan Pengembangan Rancangan Pada Bangunan Fasilitas Umum Di Surakarta, , Dept. PU Jakarta Wiwik, S, 2004, Review Kepmen PU. No.468/KPTS/1998, Dept. Kimpraswil Jakarta Wiwik, S, 2004, Pendataan Elemen Aksesibilitas Pada Bangunan Gedung Di DKI Jakarta, Dept. Kimpraswil Jakarta. Wiwik, S, 2000, Identifikasi Setting Perilaku Pengguna pada Fasilitas Umum Area Parkir sebagai Guide Line Perencanaan Design Fisik, UGM, Jogjakarta
11
12