Anda di halaman 1dari 268

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/368363694

MANAJEMEN KINERJA (KONSEP, TEORI, DAN PENERAPANNYA)

Book · February 2023

CITATIONS READS

42 10,033

15 authors, including:

Aditya Wardhana Anggri Puspita Sari


Telkom University Universitas Bengkulu
314 PUBLICATIONS 718 CITATIONS 22 PUBLICATIONS 204 CITATIONS

SEE PROFILE SEE PROFILE

Ade Onny Siagian Budi Harto


Bina Sarana Informatika Politeknik LP3I
58 PUBLICATIONS 443 CITATIONS 130 PUBLICATIONS 744 CITATIONS

SEE PROFILE SEE PROFILE

All content following this page was uploaded by Budi Harto on 09 February 2023.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


BOOK CHAPTER

MANAJEMEN KINERJA
(KONSEP, TEORI, DAN PENERAPANNYA)
UU No 28 tahun 2014 tentang Hak Cipta
Fungsi dan sifat hak cipta Pasal 4
Hak Cipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf
a merupakan hak eksklusif yang terdiri atas hak moral
dan hak ekonomi.
Pembatasan Pelindungan Pasal 26
Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23,
Pasal 24, dan Pasal 25 tidak berlaku terhadap:
i Penggunaan kutipan singkat Ciptaan dan/atau
produk Hak Terkait untuk pelaporan peristiwa aktual
yang ditujukan hanya untuk keperluan penyediaan
informasi aktual;
ii Penggandaan Ciptaan dan/atau produk Hak Terkait
hanya untuk kepentingan penelitian ilmu
pengetahuan;
iii Penggandaan Ciptaan dan/atau produk Hak Terkait
hanya untuk keperluan pengajaran, kecuali
pertunjukan dan Fonogram yang telah dilakukan
Pengumuman sebagai bahan ajar; dan
iv Penggunaan untuk kepentingan pendidikan dan
pengembangan ilmu pengetahuan yang
memungkinkan suatu Ciptaan dan/atau produk Hak
Terkait dapat digunakan tanpa izin Pelaku
Pertunjukan, Produser Fonogram, atau Lembaga
Penyiaran.

Sanksi Pelanggaran Pasal 113


1. Setiap Orang yang dengan tanpa hak melakukan
pelanggaran hak ekonomi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 9 ayat (1) huruf i untuk Penggunaan
Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara
paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda
paling banyak Rp100.000.000 (seratus juta rupiah).
2. Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa
izin Pencipta atau pemegang Hak Cipta melakukan
pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf c, huruf d,
huruf f, dan/atau huruf h untuk Penggunaan Secara
Komersial dipidana dengan pidana penjara paling
lama 3 (tiga) tahun dan/atau pidana denda paling
banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
MANAJEMEN KINERJA
(KONSEP, TEORI, DAN PENERAPANNYA)
Dr. (Cand.) Aditya Wardhana, S.E., M.M., M.Si.
Anggri Puspita Sari, S.E., M.Si.
Dr. Limgiani, M.Pd.
Dra. Endang Gunaisah, M.Si., Ph.D.
Suroso, S.E., M.M.
Muhamad Mukhsin, M.E.
Novi Yanti, S.E, M.M.
Ade Onny Siagian, S.H., M.H., M.M., M.A.P., M.I.Kom.
Mesi Herawati, M.E.
Sattar, S.E., M.Si.
Rachmatullaily Tinakartika Rinda, S.E., M.M.
Budi Harto, S.E., M.M.
Hardi Fardiansyah, S.E., S.H., M.Ec.Dev.
Dr. Hasmin, S.E., M.Si.
Dr. Ahmad Badawi Saluy, S.E., M.M.

Editor:
Dr. Hartini, S.E., M.M.

Penerbit

CV. MEDIA SAINS INDONESIA


Melong Asih Regency B40 - Cijerah
Kota Bandung - Jawa Barat
www.penerbit.medsan.co.id

Anggota IKAPI
No. 370/JBA/2020
MANAJEMEN KINERJA
(KONSEP, TEORI, DAN PENERAPANNYA)

Dr. (Cand.) Aditya Wardhana, S.E., M.M., M.Si.


Anggri Puspita Sari, S.E., M.Si.
Dr. Limgiani, M.Pd.
Dra. Endang Gunaisah, M.Si., Ph.D.
Suroso, S.E., M.M.
Muhamad Mukhsin, M.E.
Novi Yanti, S.E, M.M.
Ade Onny Siagian, S.H., M.H., M.M., M.A.P., M.I.Kom.
Mesi Herawati, M.E.
Sattar, S.E., M.Si.
Rachmatullaily Tinakartika Rinda, S.E., M.M.
Budi Harto, S.E., M.M.
Hardi Fardiansyah, S.E., S.H., M.Ec.Dev.
Dr. Hasmin, S.E., M.Si.
Dr. Ahmad Badawi Saluy, S.E., M.M.

Editor :
Dr. Hartini, S.E., M.M.
Tata Letak :
Mega Restiana Zendrato
Desain Cover :
Rintho R. Rerung
Ukuran :
A5 Unesco: 15,5 x 23 cm
Halaman :
vi, 254
ISBN :
978-623-362-364-3
Terbit Pada :
Februari 2022
Hak Cipta 2022 @ Media Sains Indonesia dan Penulis
Hak cipta dilindungi Undang-Undang. Dilarang keras menerjemahkan,
memfotokopi, atau memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini
tanpa izin tertulis dari Penerbit atau Penulis.

PENERBIT MEDIA SAINS INDONESIA


(CV. MEDIA SAINS INDONESIA)
Melong Asih Regency B40 - Cijerah
Kota Bandung - Jawa Barat
www.penerbit.medsan.co.id
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji dan syukur kami panjatkan


kehadirat Allah SWT, atas limpahan Karunia dan Rahmat-
Nya yang telah diberikan kepada kami, sehingga buku ini
dapat disusun dan diterbitkan tepat waktu. Buku ini
menyajikan pengetahuan mengenai manajemen kinerja,
baik konsep, teori, maupun penerapannya. Buku ini
diharapkan dapat memberikan tambahan ilmu dan
pengetahuan kepada para pembaca.
Sistematika penyusunan buku dalam bentuk Book
Chapter ini terdiri atas lima belas bab, dan diberi judul
Manajemen Kinerja (Konsep, Teori, dan Penerapannya).
Kehadiran buku ini, tentunya masih terdapat banyak
kelemahan. Oleh sebab itu, kami sangat mengharapkan
saran dan masukan dari para pembaca demi
penyempurnaan karya selanjutnya.
Penulis menyadari bahwa di dalam penyusunan buku ini,
banyak kendala yang dihadapi. Akan tetapi, berkat
dukungan dari berbagai pihak, maka buku ini dapat
diterbitkan sesuai dengan rencana. Pada kesempatan ini,
kami menyampaikan terima kasih yang terhingga kepada
pihak yang telah memberikan bantuannya. Secara
khusus, terima kasih kepada Media Sains Indonesia
sebagai inisiator book chapter ini. Semoga buku ini
bermanfaat.

Januari, 2022
Editor

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...........................................................i
DAFTAR ISI .....................................................................ii
1 KONSEP DASAR MANAJEMEN KINERJA ................1
Pengertian Manajemen Kinerja ...............................1
Prinsip-Prinsip Manajemen Kinerja .........................3
Model-Model Manajemen Kinerja ............................4
2 PENILAIAN KINERJA DALAM
PERSPEKTIF ORGANISASI....................................13
Konsep Penilaian Kinerja ......................................13
Manfaat Penilaian Kinerja .....................................15
Model Penilaian Kinerja ........................................15
Kesalahan Penilaian Kinerja .................................20
Fase Keberlanjutan dalam Penilaian Kinerja .........21
Keterkaitan Lingkungan Organisasional
dalam Penilaian Kinerja ........................................24
3 FUNGSI DAN PERAN MANAJEMEN KINERJA .......27
Definisi Manajemen Kinerja ..................................27
Fungsi Manajemen Kinerja ...................................28
Peran Manajemen Kinerja .....................................29
Tujuan Manajemen Kinerja ...................................30
Manfaat Manajemen Kinerja .................................32
Pentingnya Manajemen Kinerja .............................34
Prinsip Dasar Manajemen Kinerja .........................35
Cara Meningkatkan Manajemen Kinerja ...............36

ii
4 TANTANGAN DAN PENGEMBANGAN
MANAJEMEN KINERJA ........................................39
Pengertian Manajemen..........................................39
Kinerja ..................................................................41
Manajemen Kinerja ...............................................41
Pentingnya Manajemen Kinerja .............................43
Tahapan Manajemen Kinerja ................................45
Tantangan Manajemen Kinerja .............................46
Tantangan Manajemen Kinerja
pada Masa Pandemi ..............................................49
Pengembangan Manajemen Kinerja ......................50
Simpulan ..............................................................52
5 TEORI PENILAIAN KINERJA KARYAWAN ..............57
Pendahuluan ........................................................57
Definisi Penilaian Kinerja Karyawan .....................57
Manfaat Penilaian Kinerja .....................................59
Pengukuran Penilaian Kinerja Karyawan ..............60
Metode Penilaian Kinerja Karyawan ......................63
6 KONSEP KINERJA ORGANISASI ...........................69
Pengertian Kinerja Organisasi ...............................69
Indikator Kinerja Organisasi .................................71
Tujuan Penilaian Kinerja Organisasi .....................77
Tujuan Manajemen Kinerja Organisasi .................78
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Kinerja Organisasi ................................................79
7 MANAJEMEN KOMPENSASI DAN REWARD .........85
Pendahuluan ........................................................85
Manajemen Kompensasi .......................................87

iii
Definisi Kompensasi .............................................89
Jenis-Jenis Kompensasi........................................90
Tujuan Pemberian Kompensasi .............................92
Asas Kompensasi ..................................................95
Reward .................................................................96
Indikator Kompensasi ...........................................97
8 PENDEKATAN EVALUASI
MANAJEMEN KINERJA ......................................103
Siklus dan Antarmuka Evaluasi Kinerja .............103
Macam Evaluasi Kinerja .....................................104
Alat Evaluasi Kinerja ..........................................105
Pengertian Manajemen Kinerja ........................... 109
Prinsip Dasar ...................................................... 110
Ruang Lingkup Manajemen Kinerja .................... 114
Pendekatan Evaluasi Kinerja .............................. 116
Perbaikan Kinerja ...............................................120
9 KINERJA INDIVIDU DAN KELOMPOK ................. 125
Pendahuluan ...................................................... 125
Kinerja Individu .................................................. 125
Kinerja Kelompok................................................ 133
10 PERENCANAAN KINERJA DAN
PENILAIAN PRESTASI KERJA ............................. 139
Pengertian Perencanaan Kinerja ......................... 139
Komponen Rencana Kinerja ................................ 139
Pengertian Penilaian Prestasi Kerja ..................... 142
Tujuan Penilaian Prestasi Kerja .......................... 143
Persyaratan Penilaian Prestasi Kerja ................... 143

iv
Metode Penilaian Prestasi Kerja .......................... 145
Hambatan Penilaian Prestasi .............................. 145
11 PERAN MSDM TERHADAP
KEMAJUAN ORGANISASI ...................................151
Pendahuluan ...................................................... 151
Pengertian Organisasi .........................................152
Pengembangan Organisasi ..................................155
Peran MSDM ....................................................... 156
Aktivitas Pokok MSDM ........................................161
12 PERAN BUDAYA ORGANISASI DALAM
MENINGKATKAN KINERJA KARYAWAN .............167
Pendahuluan ...................................................... 167
Budaya Organisasi..............................................168
Memelihara Budaya Organisasi .......................... 172
Kinerja Karyawan ...............................................173
Cara Meningkatkan Kinerja Karyawan ................ 175
Peran Budaya Organisasi dalam
Meningkatkan Kinerja Karyawan ........................ 179
13 TOTAL QUALITY MANAGEMENT .......................... 189
Latar Belakang ................................................... 189
Total Quality Management...................................191
Karateristik Total Quality Management (TQM) .....193
Kriteria Baldrige dalam
Total Quality Management ...................................197
Manfaat Total Quality Management ..................... 200
Pengaruh Total Quality Management
terhadap Biaya Kualitas......................................201

v
14 PRINSIP DAN MANFAAT TQM ............................. 207
Pengertian TQM .................................................. 207
Sejarah TQM ....................................................... 209
Prinsip TQM ........................................................ 213
Elemen Pokok TQM.............................................218
Keuntungan Implementasi TQM ......................... 221
15 IMPLEMENTASI MANAJEMEN SUMBER DAYA
MANUSIA BERBASIS KOMPETENSI ................... 231
Pendahuluan ...................................................... 231
Paradigma Manajemen Sumber Daya Manusia
di Era Globalisasi................................................ 234
Konsep dan Unsur Utama Kompetensi................ 237
Penilaian Kompetensi..........................................239
Kompetensi dan Kinerja
Sumber Daya Manusia .......................................243
Manajemen Sumber Daya Manusia
Berbasis Kompetensi ..........................................245

vi
1
KONSEP DASAR MANAJEMEN
KINERJA

Dr. (Cand.) Aditya Wardhana, S.E., M.M., M.Si.


Universitas Telkom

Pengertian Manajemen Kinerja


Miller dan Roth (1994) menunjukkan hasil bahwa
pendekatan manajemen tradisional memberikan
peningkatan produktivitas yang rendah sehingga
diperlukan perubahan dari manajemen berorientasi hasil
(result management) menjadi manajemen kinerja
(performance management). Bredup (1994)
mengemukakan keberhasilan manajemen kinerja
mengacu pada tiga dimensi yaitu: effectiveness
(kemampuan perusahaan dalam memenuhi kebutuhan
konsumennya), efficiency (kemampuan perusahaan dalam
menggunakan sumber daya yang dimiilikinya secara
ekonomis), dan changeability (kemampuan perusahaan
dalam menyesuaikan terhadap perubahan pada masa
depan).

Gambar 1. Dimensi Manajemen Kinerja


(Sumber: Bredup, 1994)

1
KONSEP DASAR MANAJEMEN KINERJA

Banyak faktor yang menyebabkan penurunan kinerja


menurut Oyadiran, Dagauda, Gimba (2015), Wardhana
(2014), Ivanova dan Avasilcăi (2013), Aguinis (2012),
McNamara. (2008), sebagaimana ditunjukkan pada
gambar berikut ini:

Gambar 2. Berbagai Faktor Penyebab Penurunan Kinerja


(Sumber: Disarikan dari Berbagai Sumber, 2021)
Guna mengantisipasi penurunan kinerja, maka
diperlukan manajemen kinerja (performance management)
yang merupakan proses mengidentifikasi, mengukur,
mangelola, dan mengembangkan kinerja organisasi, tim,
dan individu dalam organisasi (Rolstadas, 1995).
Armstrong (2000) mendefinisikan manajemen kinerja
(performance management) sebagai sebuah proses yang
membantu tercapainya tingkat kinerja organisasi yang
lebih tinggi melalui manajemen yang efektif bagi individu
maupun tim. Osmania dan Maliqi (2012) manajemen
kinerja fokus pada pencapaian hasil terbaik dalam
organisasi, departemen, tim, maupun individu dengan
berorientasi pada efisiensi pekerjaaan dari tujuan yang
direncanakan, berbagai standar dan keahlian yang
dibutuhkan. Manajemen kinerja termasuk seluruh
aktifitas yang menjamin pencapaian tujuan organisasi

2
KONSEP DASAR MANAJEMEN KINERJA

yang berdampak pada penilaian kinerja karyawan.


Aguinis (2019), merupakan sebuah proses identifikasi,
pengukuran dan pengembangan kinerja individu yang
dilakukan secara terus-menerus serta menyelaraskannya
dengan sasaran startejik organisasi.
Manajemen kinerja (performance management) berbeda
dengan penilaian kinerja (performance appraisal). Aguinis
(2012) menjelaskan bahwa penilaian kinerja merupakan
sebuah sistem yang mengevaluasi karyawan sekali dalam
satu tahun tanpa diikuti adanya umpan balik bagi
capaiannya agar terjadi peningkatan kinerja. Definisi ini
menunjukkan bahwa penilaian kinerja pada dasarnya
hanya memotret kelebihan dan kekurangan karyawan
tanpa diikuti tindak lanjut. Dalam pemahaman
manajemen kinerja terdapat maksud bahwa harus terjadi
peningkatan kinerja secara terus-menerus. Oleh karena
itu, perlu dilakukan kegiatan pemberian umpan balik di
dalam prosesnya yang tidak hanya sekedar menilai
capaian yang diraih.
Prinsip-Prinsip Manajemen Kinerja
Prinsip-prinsip manajemen kinerja menurut Locke dan
Latham (2012), Ivanova dan Avasilcăi (2013), yaitu: Clarity
yang artinya tujuan yang akan dicapai harus jelas di mana
tujuan tersebut dapat diukur dan tidak menyisakan ruang
untuk kesalahpahaman, Challenge artinya tujuan harus
menantang namun harus tetap dapat dicapai agar dapat
memotivasi karyawan, Commitment artinya karyawan dan
manajemen keduanya harus berkomitmen untuk
menggunakan sumber daya yang dibutuhkan untuk
mencapai tujuan, Feedback artinya penetapan tujuan
akan efektif jika adanya kesempatan untuk umpan balik,
Task Complexity artinya tingkat kerumitan tugas dan
waktu yang diperlukan untuk menyelesaikannya harus
sepenuhnya dipahami agar dapat memotivasi karyawan
untuk mencapai tujuan.

3
KONSEP DASAR MANAJEMEN KINERJA

Gambar 3. Prinsip-Prinsip Manajemen Kinerja


(Sumber: Locke dan Latham, 2012)
Model-Model Manajemen Kinerja
Model-model manajemen kinerja dapat diuraikan sebagai
berikut: Model Deming (1982) mengembangkan
manajemen kinerja yang dikenal sebagai siklus
manajemen kinerja (performance management cycles) yang
terdiri dari: perencanaan (plan), peninjauan (monitoring),
pengembangan (developing), dan pemeringkatan dan
penghargaan (rating and rewarding). Pada tahap
perencanaan (planning), individu dan tim bekerja sama
untuk menetapkan tujuan tertentu dan menentukan
metrik kesuksesan individu. Pada tahap peninjauan
(monitoring), individu dan tim mengimplementasikan
rencana tersebut dan mengukur hasil pencapaian tujuan
dan memberikan umpan balik. Pada tahap pengembangan
(developing), hasil kinerja yang buruk dicatat dan
dianalisis guna menentukan perbaikan maupun
pengembangan potensial di masa depan. Terakhir pada
tahap pemeringkatan dan penghargaan (rating and
rewarding), hasil kinerja ditelusuri dan diperingkat dan
bagi kinerja yang baik diberikan penghargaan (Smither
dan London, 2009; Anderson, Rungtusanatham,

4
KONSEP DASAR MANAJEMEN KINERJA

Schroeder, 1994). Manajemen kinerja Deming dapat


digambarkan sebagai berikut:

Gambar 4. Model Manajemen Kinerja Deming (Sumber:


Deming, 1982)
1. Model Balanced Scorecard dikembangkan pada awal
1992 oleh Kaplan dan Norton yang menerjemahkan
misi dan strategi organisasi ke dalam seperangkat
indikator kinerja yang menawarkan model untuk
sistem pengukuran kinerja melalui empat perspektif
yaitu: keuangan, pelanggan, inovasi dan
pembelajaran, dan proses internal sebagaimana
ditunjukkan pada gambar berikut ini.

Gambar 5. Model Manajemen Kinerja Kaplan dan Norton


(Sumber: Kaplan dan Norton, 1992)

5
KONSEP DASAR MANAJEMEN KINERJA

2. Model Costello (1993) menyatakan bahwa manajemen


kinerja sebagai sebuah siklus yang dimulai dengan
langkah persiapan perencanaan (preplanning)
dilanjutkan dengan penyusunan rencana kinerja dan
pengembangan, kemudian dalam rangka
meningkatkan kinerja SDM dilakukan interm
coaching kepada karyawan sambal ditinjau kemajuan
kinerjanya selama proses berlangsung dan kemudian
dilakukan tinjauan kinerja tahunan dan
pengembangan yang diperlukan di mana pencapaian
kinerja karyawan diberikan kenaikan penghasilan
sesuai dengan kinerjanya (Wardhana et al., 2021).

Gambar 6. Model Manajemen Kinerja Costello


(Sumber: Costello, 1993)
3. Model Torrington dan Hall (1995), menyatakan bahwa
proses manajemen kinerja harus terus-menerus guna
menjaga produktivitas dan menciptakan lingkungan
belajar di mana karyawan selalu mengembangkan
keterampilan baru dan berjuang untuk kinerja yang
lebih baik. Meskipun target ditetapkan dan ditinjau

6
KONSEP DASAR MANAJEMEN KINERJA

harus terus berkembang dan diperbarui dan oleh


karena itu prosesnya dapat direpresentasikan sebagai
siklus/ Model Torrington dan Hall (Taouab, dan Issor,
2019) sebagaimana ditunjukkan berikut ini.

Gambar 7. Model Manajemen Kinerja Torrington dan Hall


(Sumber: Torrington dan Hall, 1995)
4. Model Cave dan Thomas (1998) menjabarkan setiap
langkah menjadi komponen yang lebih kecil agar lebih
tepat tentang tindakan yang perlu diambil pada setiap
langkah. Model ini memastikan manajemen kinerja
harus selaras dengan misi dan tujuan perusahaan
secara keseluruhan. Langkah-langkah manajemen
kinerja model Cave dan Thomas yaitu: penetapan
target, kemudian rencana tindakan dibuat,
pendelegasian dan penerimaan umpan balik. Namun,
model ini juga memasukkan unsur-unsur untuk
mendukung keseluruhan proses, misalnya bagaimana
kinerja akan diukur dan persyaratan untuk
menunjukkan kompetensi. Elemen terakhir yang
ditambahkan adalah peringkat yang meringkas
kinerja selama proses berlangsung dan, terakhir
adalah penghargaan finansial atas pekerjaan mereka.
Model Cave dan Thomas sebagaimana ditunjukkan
berikut ini.

7
KONSEP DASAR MANAJEMEN KINERJA

Gambar 8. Model Manajemen Kinerja Cave dan Thomas


(Sumber: Cave dan Thomas, 1998)
5. Model Malcolm Baldrige dikemukakan oleh Malcom
Baldrige (1987) dan dilembagakan oleh Departemen
Perdagangan AS, dan memiliki peran untuk
mendorong bisnis Amerika dan semua organisasi
lainnya, untuk mempraktikkan kontrol kualitas
produk dan layanan yang efisien, untuk mengevaluasi
upaya peningkatan kualitas, dan untuk menghargai
dan mempublikasikan upaya dari organisasi yang
sukses. Malcolm Baldrige National Quality Award
(MBNQA) adalah seperangkat nilai dan konsep dasar
yang saling terkait yang ditemukan dalam organisasi
berkinerja tinggi, yang diilustrasikan oleh tujuh
kategori yaitu: leadership, strategic planning, customer
and market focus, measurement, analysis and knowledge
management, human resource focus, process management,
and results. sebagaimana digambarkan berikut ini.

8
KONSEP DASAR MANAJEMEN KINERJA

Gambar 9. Model Manajemen Kinerja Malcolm Baldrige


(Sumber: National Intitute of Standards and Technology, 2015)

9
KONSEP DASAR MANAJEMEN KINERJA

Daftar Pustaka
Armstrong, Michael. (2000). Performance Management:
Key strategies and Practical Guidelines. London:
Kogan Page Limited.
Anderson, John C., Rungtusanatham, Manus., Schroeder,
Roger G. (1994). A Theory of Quality Management
Underlying the Deming Management Method. The
Academy of Management Review, 19(3), 472-509.
Bredup, H. (1994). Mesurement System Based on
Standard Costing Inhibit JIT Iplementation.
Proceeding from Eight International Working
Seminars on Production Economics, Igls/Innsbruck,
Austria.
Costello, S.J. (1993). Effective Performance Management.
New York: McGraw Hill.
Deming, W. E. (1982). Improvement of Quality and
Productivity through Action by Management. National
Productivity Review, 1(1), 12-22.
Aguinis, Herman. (2012). Performance Management. New
York: Pearson.
Ivanova, Cristian-Ionuţ., Avasilcăi, Silvia. (2013).
Performance Measurement Models: An Analysis for
Measuring Innovation Processes Performance.
Procedia - Social and Behavioral Sciences, 124, 397-
404.
Kaplan, R.S. & Norton, P.D. (1992). The Balanced
Scorecard: Measures that Drive Performance. Harvard
Business Review, 70(1), 71-79.
Locke, E.A., Latham, G.P. (2012). New Development in
Goal Setting and Task Performance. New York:
Routledge.
McNamara. (2008). Performance Management-Basic
Concepts. Issued on 27th May.
http://www.managementhelp.org/perf_mng/perf_mn
g.htm.

10
KONSEP DASAR MANAJEMEN KINERJA

Miller, J. G., Roth, A. V. (1994). A Taxonomy of


Manufacturing Strategies. Management Science, 40,
285-304.
National Intitute of Standards and Technology. (2015).
Baldrige Framework Is Worldwide Standard for
Excellence, 1-17.
Osmania, Fadil., Maliqi, Gelina. (2012). Performance
Management, Its Assessment and Importance.
International Conference of Leadership, Technology,
and Innovation Management, 41, 434 – 441.
Oyadiran, Phillip Adeyinka., Dagauda, Ahmed Tafida.,
Gimba, Mohammed. (2015). Performance
Measurement Techniques and Performance
Management in The Public Sector. International
Journal of Social Sciences and Humanities Reviews,
5(1), 126-145.
Rolstadas, Asbjorn. (1995). Performance Management: A
Business Process Benchmarking Approach. London:
Springer-Science-in Business Media BV.
Smither, James W., London, Manuel. (2009). Performance
Management Putting Research into Action. San
Francisco: Jossye-Bass.
Taouab, Omar., Issor, Zineb. (2019). Firm Performance:
Definition and Measurement Models. European
Scientific Journal, 15(1), 93-106.
Wardhana, Aditya. (2014). Manajemen Sumber Daya
Manusia. Bandung: Karya Manunggal Lithomas.
Wardhana et al. (2021). Kinerja Karyawan. Bandung:
Media Sains Indonesia.

11
KONSEP DASAR MANAJEMEN KINERJA

Profil Penulis
Dr. (Cand.) Aditya Wardhana, S.E., M.M., M. Si.
Penulis merupakan dosen tetap Universitas
Telkom. Penulis menyelesaikan studi Sarjana
Ekonomi (S.E) di prodi Manajemen Universitas
Padjadjaran pada tahun 1997. Kemudian,
penulis menyelesaikan studi Magister Sains (M. Si) di prodi
Manajemen Universitas Padjadjaran tahun 2003 dan Magister
Manajemen (M.M) di prodi Manajemen Universitas Pasundan
tahun 2012. Saat ini, penulis sedang melanjutkan studi Doktor
Ilmu Manajemen di Prodi Manajemen Universitas Pasundan.
Penulis memiliki kepakaran di bidang manajemen sumber daya
manusia, manajemen pemasaran, dan manajemen strategik.
Penulis memiliki pengalaman praktisi pemasaran di Citibank
dan Human Resource Development, ISO Auditor, General Affairs,
dan Logistic di PT. Perusahaan Gas Negara Tbk serta sebagai
konsultan di beberapa BUMN seperti Surveyor Indonesia, Badan
Klasifikasi Kapal Indonesia, Pertamina, BNI 46, PTPN VIII,
Biofarma, serta pada Kemenko Perekonomian RI dan
Kementerian Perhubungan. Penulis juga aktif melakukan
berbagai penelitian terindeks dan menulis lebih dari 75 buku
dalam bidang manajemen sumber daya manusia, pemasaran,
keuangan, penganggaran, strategik, pengantar manajemen,
pengantar bisnis, e-commerce, kewirausahaan, audit,
pendidikan, teknologi informasi, sistem informasi manajemen,
model bisnis, hukum bisnis, perilaku konsumen, perilaku
organisasi, bisnis internasional, metode penelitian, riset
pemasaran, etika bisnis, dan bisnis ekspor impor. Penulis
memiliki Sertifikasi Penulis Buku Non-Fiksi dari Badan
Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP) RI.
E-mail Penulis: adityawardhana@telkomuniversity.ac.id

12
2
PENILAIAN KINERJA DALAM
PERSPEKTIF ORGANISASI

Anggri Puspita Sari, S.E., M.Si., CHCM.


Universitas Bengkulu

Konsep Penilaian Kinerja


Penilaian kinerja mempunyai peranan sangat penting
yang dibutuhkan untuk memperbaiki dan meningkatkan
kinerja sebagai capaian tujuan dalam organisasi. Hal
tersebut dilakukan karena berkaitan dengan keputusan
yang akan diambil oleh organisasi tentang kinerja dari
karyawan. Setiap organisasi menginginkan karyawan
yang memiliki kinerja sesuai dengan standar yang telah
ditetapkan sebelumnya atau bahkan melebihinya.
Melakukan penilaian kinerja yang efektif, di mana
organisasi mampu mengoptimalkan kompetensi karyawan
demi tercapainya tujuan organisasi. Selanjutnya, kinerja
karyawan akan optimal, apabila karyawan terus
termotivasi untuk berkinerja lebih baik. Namun
sebaliknya, penilaian kinerja karyawan yang tidak efektif
akan memberikan dampak negatif bagi organisasi.
Misalnya, adanya keluhan karyawan terus menerus,
turunnya motivasi kerja karyawan, hingga tingginya
tingkat turnover karyawan.
Penilaian kinerja (performance), dikenal juga dengan
istilah evaluasi kinerja (performance appraisal),
performance rating, performance assessment, employment
evaluation, merit, rating, effiency rating dan service rating,
yang pada dasarnya merupakan suatu proses yang

13
PENILAIAN KINERJA DALAM PERSPEKTIF ORGANISASI

digunakan organisasi atau perusahaan untuk melakukan


evaluasi job performance. Umpan balik yang spesifik
memungkinkan supervisor dan manajer untuk
melakukan perencanaan karier, pelatihan dan
pengembangan, peningkatan gaji, promosi jabatan, dan
keputusan-keputusan penempatan. Dengan demikian,
penilaian kinerja merupakan kajian sistematis tentang
kondisi kerja karyawan yang dilaksanakan secara formal
berkaitan dengan standar kerja yang telah ditentukan
perusahaan (Kamaroellah, 2014).
Penilaian kinerja didefinisikan sebagai suatu proses
evaluasi kinerja dan pemberian feedback terhadap
penyesuaian kinerja yang dilakukan (Schermerhorn et al.,
2002). Selanjutnya, menurut Sofyandi (2008), penilaian
kinerja adalah penilaian yang berkaitan dengan prestasi
kerja karyawan dan akuntabilitasnya. Persaingan bisnis
yang dihadapi perusahaan menutut kinerja yang tinggi
dan karyawan membutuhkan umpan balik atas kinerja
mereka. Penilaian kinerja (performance appraisal) berbeda
dengan evaluasi pekerjaan (job evaluation). Penilaian
kinerja berkaitan dengan seberapa baik karyawan
melalukan tugas-tugas pekerjaan. Sedangkan evaluasi
pekerjaan berkaitan dengan seberapa tinggi harga suatu
pekerjaan bagi perusahaan yang menentukan kisaran
besaran gaji atau kompensasi yang layak diberikan untuk
pekerjaan tersebut.
Menurut Notoatmodjo (2009) dan Hanggraeni (2012),
penilaian kinerja adalah suatu proses yang
diselenggarakan oleh perusahaan untuk mengevaluasi
atau melakukan penilaian kinerja individu setiap
karyawan. Penilaian kinerja harus mempunyai hubungan
dengan pekerjaan (job related) yaitu benar-benar menilai
perilaku atau kerja karyawan. Selanjutnya, dalam proses
penilaian kinerja harus mampu mengidentifikasi standar-
standar kinerja, mampu mengukur kriteria-kriteria yang
nantinya akan digunakan untuk penilaian dan mampu
memberikan umpan balik kepada karyawan dari hasil
penilaiannya guna meningkatkan kinerja dimasa datang
dan memperbaiki kinerja yang dianggap tidak atau belum
sesuai dengan standar kinerja (Sugijono, 2015).

14
PENILAIAN KINERJA DALAM PERSPEKTIF ORGANISASI

Manfaat Penilaian Kinerja


Secara umum, manfaat penilaian kinerja antara lain:
1. Manajer dan karyawan mendapatkan respon feedback
sebagai hasil prestasi kerja dan memperbaiki kinerja
yang kurang dari standar perusahaan.
2. Karyawan memperoleh jaminan dalam kesempatan
kerja yang adil untuk menempati posisi sesuai dengan
potensi dan kemampuannya. Di mana kemampuan
karyawan berguna dalam program pelatihan dan
pengembangan untuk meningkatkan kemampuan
setiap karyawan.
3. Membantu manajer dalam pengambilan keputusan
khususnya dalam perbaikan pemberian kompensasi,
promosi karyawan yang berprestasi, melakukan
demosi bagi karyawan yang kurang berprestasi,
mendiagnosa kesalahan-kesalahan dalam mendesain
kerja, dan mengevaluasi penyimpangan dalam proses
rekrutmen dan seleksi karyawan yang telah dilakukan
dengan indikator prestasi kerja yang sangat rendah.
4. Kinerja yang baik dan buruk di seluruh level
perusahaan mengindikasikan bagaimana baiknya
fungsi Sumber Daya Manusia (Human Resource) yang
ditetapkan dan berimplikasi dalam hal kekuatan dan
kelemahan prosedur penempatan di Departemen
SDM.
Model Penilaian Kinerja
Model dan instrumen yang digunakan untuk penialaian
kinerja dalam organisasi (Wirawan, 2009), yaitu:
1. Model Esai
Model esai merupakan metode evaluasi kinerja yang
penilainya merumuskan hasil penilaiannya dalam
bentuk esai. Isi esai menunjukkan kegiatan dan
kelemahan indikator kinerja karyawan yang dinilai.
Model ini menyediakan peluang yang sangat baik
untuk menunjukkan kinerja ternilai secara terperinci.
Pada model ini, sistem evaluasi kinerja menentukan
indikator-indikator kinerja yang harus dinilai dan

15
PENILAIAN KINERJA DALAM PERSPEKTIF ORGANISASI

definisi operasional setiap indikator. Penilai hanya


membuat esai mengenai indikator-indikator tersebut
dan tidak boleh menyimpang dari indikator dan
dimensinya.
Esai mengenai kinerja karyawan berisi tentang
persepsi menyeluruh mengenai kinerja penilai
termasuk keunggulan dan kelemahan setiap indikator
kinerja, adanya memungkinan promosi ternilai, jenis
pekerjaan yang dapat dikerjakan ternilai, adanya
kekuatan dan kelemahan ternilai, serta kebutuhan
pengembangan ternilai.
2. Model Critical Incident
Model critical incident merupakan kejadian penting
yang dilakukan karyawan dalam pelaksanaan
tugasnya. Dalam model ini, mengharuskan penilai
untuk membuat catatan berupa pernyataan yang
menggambarkan perilaku baik, yaitu perilaku yang
dapat diterima atau perilaku yang harus dilakukan
sesuai dengan standar dan perilaku buruk yaitu
perilaku yang tidak diterima atau perilaku yang harus
dihindari ternilai yang ada hubungannya dengan
pekerjaan.
Insiden-insiden dicatat oleh penilai sepanjang periode
penilaian kinerja. Pernyataan tersebut juga berisi
penjelasan singkat mengenai apa yang terjadi dan apa
yang dilakukan karyawan ternilai.
3. Ranking Method
Metode ranking adalah mengurutkan pegawai yang
nilainya tertinggi sampai yang paling rendah. Metode
ini dimulai dengan mengobservasi dan menilai kinerja
para karyawan, kemudian me-ranking kinerja masing-
masing karyawan.
4. Model Cheklist
Penilaian kinerja model checklist berisi daftar
indikator-indikator hasil kerja, perilaku kerja, atau
sifat pribadi yang diperlukan dalam melaksanakan
pekerjaan. Dalam metode evaluasi kinerja checklist,
penilai mengobservasi kinerja ternilai, selanjutnya

16
PENILAIAN KINERJA DALAM PERSPEKTIF ORGANISASI

memilih indikator yang menggambarkan kinerja atau


karakteristik ternilai dan memberikan tanda checklist.
Bentuk instrumen checklist beragam. Ada instrumen
checklist berbobot, yaitu metode checklist yang
mencantumkan bobot nilai untuk setiap indikator
kinerja. Proses penilaian metode ini adalah penilai
mengobservasi, kemudian memberikan tanda
checklist di indikator kinerja yang ada di instrumen.
Setiap indikator mempunyai bobot dan jumlah bobot,
kemudian dijumlahkan.
5. Model Graphic Rating Scale
Model graphic rating scale terdapat ciri spesifik yaitu
penilaian kinerja dengan membuat indikator kinerja
karyawan beserta definisi singkat. Selain itu,
deskriptor level kinerja dikemukakan dalam bentuk
skala yang masing-masing terdapat nilai angka.
Metode ini, penilai mengobservasi indikator kinerja
karyawan ternilai dan memberi tanda centang atau
silang pada skala.
6. Model Forced Distribution
Model forced distribution adalah sistem penilaian
kinerja yang mengklasifikasikan karyawan menjadi 5
sampai 10 kelompok kurva normal dari yang sangat
rendah sampai yang sangat tinggi. Kelompok tersebut,
misalnya kelompok I (nilainya sangat rendah)
berjumlah 10 %, kelompok II (nilainya rendah)
berjumlah 20 %, kelompok III (nilainya sedang)
berjumlah 20 %, kelompok IV (nilainya baik )
berjumlah 20 %, dan kelompok V (nilainya sangat
baik) berjumlah 10 %. Penilai semula mengobservasi
kinerja ternilai, kemudian memasukkannya ke dalam
kelompok karyawan dalam klasifikasi karyawan.
7. Model Forced Choice Scale
Model forced choice scale ini, di mana penilai dipaksa
memilih beberapa set dari empat perilaku yang
disebut tetrads, perilaku mana yang paling baik
menunjukkan ternilai dan yang paling tidak
menggambarkan perilakunya. Model forched choices

17
PENILAIAN KINERJA DALAM PERSPEKTIF ORGANISASI

terdiri atas 15 – 50 tetrad bergantung pada level


pekerjaan yang dievaluasi dan kompleksitas dan
tugas-tugas.
8. Model Behaviorally Anchor Rating Scale (BARS)
Sistem model penilaian kinerja BARS adalah sistem
penilaian yang menggunakan pendekatan perilaku
kerja yang menggabungkan pendekatan perilaku kerja
yang sering digabungkan dengan sifat pribadi.
BARS terdiri atas suatu seri, 5 - 10 skala perilaku
vertikal untuk setiap indikator kinerja. Untuk setiap
dimensi, disusun 5 - 10 anchor, yaitu berupa perilaku
yang menunjukkan kinerja untuk setiap dimensi.
Anchor-anchor tersebut disusun dari yang nilainya
tinggi sampai yang nilainya rendah.
Model BARS umumnya disusun oleh suatu tim yang
terdiri atas spesialis SDM, manajer, dan pegawai. Tim
bertugas mengidentifikasi karakteristik dimensi
kinerja dan mengidentifikasi 5-10 kejadian khusus
untuk setiap dimensi. Selanjutnya, kejadian khusus
tersebut ditelaah dan dinilai oleh anggota tim.
Kejadian khusus yang terpilih kemudian ditempatkan
dalam skala tinggi sampai skala rendah.
9. Model Behavior Observation Scale (BOS)
Model penilaian model BOS dan BARS hampir
memiliki kesamaan. Keduanya didasarkan pada
perilaku kerja, perbedaannya, dalam BOS penilai
diminta untuk menyatakan berapa kali perilaku
tersebut muncul. Penilai mengobservasi perilaku
ternilai berdasarkan anchor perilaku yang tersedia,
selanjutnya memberikan cek pada skala deskripsi
level kinerja yang tersedia. Selanjutnya, angka pada
skala yang dicek dijumlahkan.
10. Model Behavior Expectation Scale (BES)
Ketika melakukan kegiatan rekrumen karyawan,
maka perusahaan atau organisasi mengharapkan
(expectation) agar karyawan tersebut dapat
melaksanakan pekerjaan dengan baik.

18
PENILAIAN KINERJA DALAM PERSPEKTIF ORGANISASI

Seorang karyawan mendapat tugas tertentu yang


tercermin dalam uraian tugasnya. Di mana harus
menyelesaikan tugasnya dengan cara tertentu,
berperilaku sesuai dengan kode etik, dan mengikuti
prosedur tertentu agar mampu menciptakan kinerja
sesuai dengan standar kinerja yang disusun oleh
organisasi.
11. Model Management by Objectives (MBO)
Konsep model MBO dalam evaluasi kinerja
dikemukakan pertama kali oleh Douglas Mc Gregor
tahun 1957. Dalam artikelnya, Mc Gregor mengkritik
evaluasi kinerja tradisional yang pada masa itu
berfokus pada kepribadian dan sifat-sifat pribadi
karyawan. Sistem tersebut menggunakan konsep
MBO. Karyawan mempunyai kewajiban menyusun
konsep tujuan jangka pendek dan kemudian
menelaahnya dengan manajer.
Jika diterima manajernya, tujuan tersebut menjadi
tolok ukur penilaian kinerja karyawan. Setiap
perusahaan mempunyai objective, yaitu tujuan atau
sasaran yang akan dicapai dalam tahun mendatang
sebagai penjabaran dan tujuan dalam rencana
strategis perusahaan. Penilaian kinerja model MBO
dapat dilaksanakan pada pekerjaan yang keluarannya
dapat diukur secara kuantitatif. Misalnya untuk
mengukur kinerja karyawan bagian produksi,
kinerjanya dapat dihitung atau di unit pelayanan
pelanggan. Model MBO sulit dilakukan untuk pegawai
yang pengukuran kinerjanya rumit karena terdiri atas
hasil kerja, perilaku kerja dan sifat pribadi yang ada
hubungannya dengan pekerjaan. misalnya, kinerja
para guru dan dosen.
12. Model 360 Degree Performance Appraisal
Penilaian kinerja model 360 degree yang digunakan
adalah sistem evaluasi esai, MBO, BARS, Checklist
dan sebagainya. Hal yang membedakan model
evaluasi kinerja 360 derajat dengan sistem tersebut
adalah penilainya lebih dari satu atau penilai
multipel.

19
PENILAIAN KINERJA DALAM PERSPEKTIF ORGANISASI

Penilainya dapat terdiri dari atasan langsung,


bawahan, teman sekerja,pelanggan, nasabah, klien,
dan diri sendiri. Formulir penilaian yang
didistribusikan kepada para penilai sering berada di
tempat berbeda untuk menilai kinerja ternilai.
13. Model Paired Comparison
Sistem penilaian kinerja model paired comparison
adalah dengan membandingkan kinerja setiap
karyawan dengan karyawan lainnya. Dasar dari
perbandingan adalah kinerja menyeluruh atau nilai
akhir dari kinerja karyawan. Jumlah pasangan yang
dibandingkan dapat dihitung dengan rumus berikut:
N (N-1)/ 2, di mana N adalah jumlah pegawai yang
dibandingkan. Teknik ini dapat dipakai untuk
menyeleksi pegawai yang di PHK.
Kesalahan Penilaian Kinerja
Jika tidak diatasi dengan baik ketika proses penilaian
kinerja berlangsung, maka tentu akan memberikan hasil
penilaian yang tidak fair dan tidak objektif, sehingga
berdampak pada informasi yang didapatkan akan
menyesatkan dan menjadi kendala bagi perusahaan
dalam mengambil keputusan.
Beberapa penyebab kesalahan dalam penilaian
(Hanggraeni, 2012), yaitu:
1. Hallo Effect (efek hallo), adalah penilaian yang hanya
didasarkan pada satu kriteria dan mengabaikan
kriteria-kriteria yang lain, sehingga hasil penilaian
menjadi tidak seimbang.
2. Central Tendency, adalah penilai tidak mau
memberikan nilai ekstrim, melainkan nilai angka
rata-rata atau nilai tengah saja. Sehingga hasil
penilaian tidak memberikan informasi siapa yang
menonjol dan siapa yang kurang menonjol kinerjanya.
3. Leniency, adalah penilai terlalu memberikan
kemurahan hati dalam menilai sehingga cenderung
memberi nilai yang terlalu bagus dan kurang objektif.

20
PENILAIAN KINERJA DALAM PERSPEKTIF ORGANISASI

4. Strictness, adalah kebalikan dari leniency, di mana


penilai terlalu buruk dalam memberikan penilaian,
sehingga penilai cenderung memberi nilai yang buruk
atau rendah dan tidak objektif.
5. Personal Prejudice/Stereotyping, adalah penilaian
yang tidak didasarkan pada kinerja individu
melainkan di dasarkan pada kelompok tempat di
mana individu tersebut berasal.
6. Recency Effect, adalah penilai memfokuskan diri pada
perilaku kerja individu yang paling akhir saja (recent)
dan tidak melihat perilaku individu secara
keseluruhan selama dia bekerja, sehingga hasil
penilaian menjadi bias atau ambigu.
Fase Keberlanjutan dalam Penilaian Kinerja
Fase keberlanjutan penilaian kinerja menurut Wijayanti &
Wimbarti (2012), membagi menjadi empat fase, yaitu:
1. Fase I: Perencanaan Penilaian
Fase ini merupakan fase awal dalam penilaian.
Melibatkan atasan dan bawahan (karyawan) sebagai
pihak yang akan menggunakan sistem tersebut. Fase
pertama ini, membahas hal-hal yang berkaitan
dengan kompetensi kerja karyawan, penetapan dalam
tanggung jawab kerja, target dan tujuan yang harus
dicapai, serta rencana pengembangan karyawan.
Kompetensi kerja pada dasarnya terbagi menjadi dua,
yaitu kompetensi inti dan kompetensi job family,
kompetensi inti merupakan kompetensi yang harus
dimiliki oleh seluruh karyawan, sedangkan
kompetensi job family akan sangat bergantung pada
kinerja karyawan masing-masing bagian sehingga
dapat berbeda antara satu bagian dengan bagian yang
lain. Pada lembar penilaian kinerja yang telah ada,
penilaian karyawan tidak dibedakan pada masing-
masing bagian, dengan kata lain seluruh karyawan
dinilai berdasarkan aspek yang sama apa pun
bagiannya. Aspek-aspek tersebut dapat dijadikan
sebagai kompetensi inti, namun di sisi lain
kompetensi job family terabaikan sehingga ketika

21
PENILAIAN KINERJA DALAM PERSPEKTIF ORGANISASI

karyawan mendapatkan pengembangan karir atau


kenaikan jabatan, mereka terkadang merasa kurang
yakin dengan kemampuannya sendiri dan merasa
tidak nyaman ketika harus menghadapi karyawan
senior yang menjadi bawahannya.
Tanggung jawab kerja karyawan berbeda-beda sesuai
dengan bagian masing-masing. Pada aspek ini,
berkaitan dengan kompetensi kerja dan pembagian
kinerja karyawan pada masing-masing bagian.
Adanya deskripsi kerja yang tercantum pada lembar
penilaian kinerja akan sangat membantu dalam
menetapkan tanggung jawab yang harus dipenuhi
oleh karyawan tersebut.
Target dan tujuan merupakan bagian yang sebaiknya
terdapat dalam sistem penilaian kinerja. Namun, yang
harus diperhatikan dalam penetapan target dan
tujuan untuk karyawan adalah target dan tujuan
tersebut yang merupakan hal spesifik, dapat diukur,
tidak sulit dicapai, fokus pada hasil, dan berada pada
waktu atau suasana yang tepat.
2. Fase II: Pelaksanaan Penilaian
Pada fase ini, perencanaan penilaian telah terlengkapi
dengan baik. Pada fase ini meliputi, penerapan
penilaian yang terjadwal dengan teratur baik secara
tahunan ataupun pertengahan tahun. Salah satu
kebijakan yang diterapkan perusahaan adalah adanya
briefing mingguan setiap hari senin pagi, dan biasanya
forum tersebut digunakan sebagai sarana
pemberitahuan mengenai kebijakan, peraturan,
ataupun himbauan yang harus diketahui oleh seluruh
karyawan. Selain briefing mingguan untuk seluruh
karyawan, biasanya supervisor ataupun koordinator
bagian juga memiliki jadwal untuk briefing pada
masing-masing bagian, namun belum terjadwal
dengan pasti dan lebih bersifat kondisional.
Selama ini, pelaksanaan penilaian lebih banyak
menitikberatkan pada kedisiplinan kerja, hal ini dapat
disebabkan karena perusahaan sedang berada pada
fase berkembang, sehingga lebih menitik beratkan

22
PENILAIAN KINERJA DALAM PERSPEKTIF ORGANISASI

pada perluasan pasar dan penambahan konsumen


dan mengabaikan jadwal untuk penerapan sistem
penilaian kinerja bagi karyawan tetap.
3. Fase III: Pengukuran Penilaian
Pada fase ini, melibatkan penilaian bagaimana kinerja
yang telah dilakukan oleh karyawan dalam pengisian
lembar penilaian, sehingga atasan hanya akan
meninjau kompetensi, tanggung jawab kerja, target
dan tujuan yang sebelumnya telah disepakati dalam
perencanaan kinerja (fase I). Jika dalam lembar
penilaian kinerja telah tersusun dengan lengkap,
maka fase ini merupakan fase yang sangat tepat
untuk mengetahui kekuatan, kelemahan, ataupun
potensi yang dimiliki oleh karyawan. Sehingga hal-hal
inilah yang dapat digunakan sebagai acuan bagi
manajerial untuk memberikan promosi atau kenaikan
jabatan bagi karyawan yang layak sehingga proses
tersebut menjadi lebih transparan dan adil,
sedangkan karyawan yang diangkat tersebut juga
merasa percaya diri akan kemampuannya.
4. Fase IV: Peninjauan Penilaian
Fase terakhir, dalam penilaian melibatkan atasan dan
bawahan untuk mendiskusikan penilaian kinerja
yang telah ditetapkan sebelumnya. Fase ini diakhiri
dengan mendiskusikan kembali kompetensi,
tanggung jawab kerja, target dan tujuan, serta
prestasi kerja yang harus dicapai oleh karyawan pada
masa kerja yang akan datang.
Fase ini juga dapat digunakan sebagai sarana untuk
mendiskusikan promosi bagi karyawan yang memiliki
nilai kinerja lebih baik dibandingkan rekan sesama
karyawan lain, atau mendiskusikan posisi yang tepat
bagi karyawan yang memiliki nilai kinerja kurang
memuaskan manajerial. Fase ini hanya berlaku bagi
karyawan kontrak saja, karena fase ini akan
mempengaruhi kelangsungan kontrak mereka di
masa yang akan datang secara periodik. Hal ini
seharusnya juga berlaku bagi karyawan tetap,
sehingga mereka akan termotivasi untuk memiliki

23
PENILAIAN KINERJA DALAM PERSPEKTIF ORGANISASI

pandangan mengenai karir bersama perusahaan dan


memberikan prestasi terbaiknya.
Keterkaitan Lingkungan Organisasional dalam
Penilaian Kinerja
Konteks faktor-faktor penilai yang diterima atau
dipertimbangkan ketika membatasi langkah untuk
melakukan penilaian (situasi penilaian khusus) masih
sangat terbatas. Perlu adanya identifikasi beberapa
konteks variabel-variabel yang relevan untuk pemahaman
proses penilaian tersebut. Contohnya, komposisi
kelompok jelas mempengaruhi suatu evaluasi penilaian
terhadap kinerja seorang karyawan. Bagaimanapun juga
ada sejumlah konteks variabel organisasi lain yang
relevan dengan efektivitas dan proses penilaian. Faktor-
faktor ini termasuk nilai-nilai organisasional dan suasana
organisasi (kooperatif, kompetitif, dan lain-lain), yang
mana menekankan pada sistem penilaian, pemusatan
kerja, atau bagian-bagian yang dimiliki, standar yang
memenuhi komunitas kerja (Kamaroellah, 2014).
Literatur psikologi menyarankan agar konteks faktor-
faktor tersebut dapat dijadikan lebih penting daripada
yang lain dalam berinteraksi dengan variabel kunci, yaitu
orang atau penilainya dalam proses penilaian. Tujuan
atau fungsi penilaian dalam suatu organisasi
menunjukkan konteks pertimbangan kritis dan menjadi
media penghubung antara karakteristik penilaian dengan
efektivitas penilaian.

24
PENILAIAN KINERJA DALAM PERSPEKTIF ORGANISASI

Daftar Pustaka
Hanggraeni, Dewi. (2012). Manajemen Sumber Daya
Manusia. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas
Ekonomi Universitas Indonesia.
Kamaroellah, Agoes. (2014). Manajemen Kinerja (Konsep,
Desain, Implementasi dan Penilaian Kinerja).
Surabaya: Penerbit Pustaka Radja.
Notoatmodjo, Soekidjo. (2009). Pengembangan Sumber
Daya Manusia. Jakarta: Rineka Cipta.
Chermerhorn, J. R; Hunt, J. G; & Osborn, R. N. (2002).
Organizational Behavior. 7th Edition. USA: John Wiley
& Sons, Inc
Sofyandi, Herman (2008). Manajemen Sumber Daya
Manusia. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Sugijono. (2015). Penilaian Kinerja Dalam Manajemen
Sumber Daya Manusia. Jurnal Orbith, 11(3), 214-222.
Wijayanti, Annisa., & Wimbarti, Supra. (2012). Evaluasi
Dan Pengembangan Sistem Penilaian Kinerja Pada PT.
HKS. Jurnal Psikologi Undip, 11(2), 1-14.
Wirawan. (2009). Evaluasi Kinerja Sumber Daya Manusia:
Teori, Aplikasi, dan Penelitian. Jakarta: Salemba
Empat.

25
PENILAIAN KINERJA DALAM PERSPEKTIF ORGANISASI

Profil Penulis
Anggri Puspita Sari, S.E., M.Si., CHCM.
Lahir di Pati (Jawa Tengah) pada tanggal 26
Agustus 1982. Penulis menyelesaikan kuliah dan
mendapat gelar Sarjana Ekonomi pada 24 April
2004. Ia merupakan alumnus Program Studi
Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Bengkulu. Pada tahun 2005, mengikuti Program
Magister Sains Manajemen dan lulus pada 27 April 2008 dari
Universitas Airlangga. Kemudian pada tanggal 1 Desember 2008
diangkat menjadi Dosen tetap Pegawai Negeri Sipil (PNS) di
Universitas Bengkulu dan ditempatkan di Fakultas Ekonomi
dan Bisnis pada Program Studi Manajemen dengan konsentrasi
Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM). Pada tahun 2020
sampai sekarang sedang melanjutkan studi S-3 di Program
Doktor Ilmu Manajemen Universitas Jenderal Soedirman.
Penulis memiliki kepakaran di bidang Manajemen Sumber Daya
Manusia (MSDM). Mewujudkan karir sebagai dosen profesional,
penulis juga aktif sebagai peneliti dibidang kepakarannya
tersebut. Selain penelitian, penulis juga aktif menulis berbagai
buku yang berkaitan dengan Manajemen Sumber Daya
Manusia, Perilaku Organisasi, Manajemen dan Bisnis,
Kewirausahaan dan Manajemen UKM.
E-mail Penulis: apuspitasari@unib.ac.id

26
3
FUNGSI DAN PERAN
MANAJEMEN KINERJA

Dr. Limgiani, M.Pd.


Universitas Wisnuwardhana Malang

Setiap organisasi dan perusahaan pasti mempunyai


tujuan dan targetnya masing-masing, yang digerakkan
oleh para karyawan di perusahaan tersebut. Agar tujuan
dapat tercapai secara maksimal, maka
membutuhkan manajemen kinerja. Mungkin istilah ini
terdengar asing bagi orang awam. Namun, bagi karyawan
di sebuah perusahaan tentu paham jika divisi ini memiliki
peran yang sangat krusial.
Definisi Manajemen Kinerja
Manajemen kinerja adalah proses memastikan bahwa
serangkaian kegiatan dan keluaran memenuhi tujuan
organisasi dengan cara yang efektif dan efisien.
Manajemen kinerja dapat berfokus pada kinerja
organisasi, departemen, karyawan, atau proses yang ada
untuk mengelola tugas tertentu. Standar manajemen
kinerja umumnya diatur dan disebarluaskan oleh
kepemimpinan senior di sebuah organisasi dan oleh
pemilik tugas, ini dapat mencakup tugas dan hasil
pekerjaan yang ditentukan, memberikan umpan balik dan
pembinaan yang tepat waktu, membandingkan kinerja
dan perilaku aktual karyawan dengan kinerja dan
perilaku yang diinginkan, melembagakan penghargaan,
dan lain-lain. Penting untuk menguraikan peran setiap
individu dalam organisasi dalam hal fungsi dan tanggung

27
FUNGSI DAN PERAN MANAJEMEN KINERJA

jawab untuk memastikan bahwa manajemen kinerja


berhasil.
Manajemen kinerja menurut Armstrong dan Baron (1998)
adalah pendekatan strategis dan terintegrasi untuk
memberikan hasil yang sukses dalam organisasi dengan
meningkatkan kinerja dan mengembangkan kemampuan
tim dan individu. Dessler (2003), mendefinisikan
manajemen kinerja adalah proses mengonsolidasikan
penetapan tujuan, penilaian, dan pengembangan kinerja
ke dalam satu sistem tunggal bersama, yang bertujuan
memastikan kinerja karyawan mendukung tujuan
strategis perusahaan.
Fungsi Manajemen Kinerja
Fungsi manajemen kinerja adalah untuk penentuan
sasaran yang jelas dan terarah. Di dalamnya, terdapat
tujuan organisasi yang ingin dicapai, strategi, rencana
kerja dan saluran komunikasi atasan dan bawahan untuk
memastikan pencapaian kinerja yang diharapkan.
Manajemen kinerja, pada kenyataannya ditentukan oleh
atasan berupa strategi yang harus dilaksanakan oleh
bawahan guna mencapai tujuan organisasi.
Fungsi manajemen kinerja adalah sebagai berikut:
1. Planning, (fungsi perencanaan) merupakan salah satu
fungsi dalam penyusunan suatu tujuan dan disertai
dengan penyusunan rencana-rencana yang akan
dilakukan dalam mencapai suatu tujuan yang telah
ditetapkan.
2. Organizing, (fungsi pengorganisasian) merupakan
suatu fungsi pengelolaan sumber daya manusia dan
sumber daya alam yang dimiliki oleh suatu
perusahaan atau juga instansi.
3. Directing, (pengarahan) merupakan sebuah fungsi
untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas secara
optimal.
4. Controlling, (pengendalian) merupakan segala fungsi
pengawasan atau pengendalian kinerja, disesuaikan

28
FUNGSI DAN PERAN MANAJEMEN KINERJA

dengan standarisasi yang telah ditetapkan pada suatu


proses perencanaan.
Peran Manajemen Kinerja
Suatu organisasi dibentuk untuk mencapai tujuan
organisasi. Pencapaian tujuan organisasi
menunjukkan hasil kerja/ prestasi organsisasi dan
menunjukkan kinerja organisasi. Hasil kerja organisasi
diperoleh dari serangkaian aktivitas yang dijalankan.
Aktivitas tersebut dapat berupa pengelolaan sumber
daya organisasi maupun proses pelaksanaan kerja
yang diperlukan untuk mencapai tujuan organisasi.
Untuk menjamin agar aktivitas tersebut dapat
mencapai hasil yang diharapkan, diperlukan upaya
manajemen dalam pelaksanaan aktivitasnya. Dengan
demikian, hakikat manajemen kinerja adalah
bagaimana mengelola seluruh kegiatan organisasi
untuk mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan
sebelumnya.
Menurut Wibowo (2007), manajemen kinerja tidak
hanya berperan untuk meningkatkan dan
menumbuhkan performance organisasi, tetapi juga
berperan besar bagi performance manajer dan
individu. Bagi organisasi, manajemen kinerja
berperan dalam menyesuaikan tujuan organisasi
dengan tujuan tim dan individu, memperbaiki
kinerja, memotivasi pekerja, meningkatkan komitmen,
mendukung nilai-nilai inti, memperbaiki proses
pelatihan dan pengembangan, meningkatkan dasar
keterampilan, mengusahakan perbaikan dan
pengembangan berkelanjutan, mengusahakan basis
perencanaan karier, membantu menahan pekerja
terampil agar tidak pindah, mendukung inisiatif kualitas
total dan pelayanan pelanggan, mendukung program
perubahan budaya.
Bagi manajer, manajemen kinerja berperan untuk
mengupayakan klarifikasi kinerja dan harapan
perilaku, menawarkan peluang menggunakan waktu
secara berkualitas, memperbaiki kinerja tim dan
individual, mengusahakan penghargaan nonfinansial

29
FUNGSI DAN PERAN MANAJEMEN KINERJA

pada staf, membantu karyawan yang kinerjanya


rendah, digunakan untuk mengembangkan individu,
mendukung kepemimpinan, proses motivasi dan
pengembangan tim, mengusahakan kerangka kerja
untuk meninjau ulang kinerja dan tingkat kompensasi.
Sementara itu, bagi individu, manajemen kinerja berperan
dalam memperjelas peran dan tujuan, mendorong dan
mendukung untuk tampil baik, membantu
pengembangan kemampuan dan kinerja, peluang
menggunakan waktu secara berkualitas, dasar
objektivitas dan kejujuran untuk mengukur kinerja, dan
memformulasi tujuan dan rencana perbaikan cara bekerja
dikelola dan dijalankan.
Menurut Costello (1994), manajemen kinerja
mendukung tujuan menyeluruh organisasi dengan
mengaitkan pekerjaan dari setiap pekerja dan manajer
pada misi keseluruhan dari unit kerjanya. Seberapa
baik kita mengelola kinerja bawahan akan secara
langsung mempengaruhi tidak saja kinerja masing-
masing pekerja secara individu dan unit kerjanya,
tetapi juga kinerja seluruh organisasi. Apabila pekerja
telah memahami tentang apa yang diharapkan dari
mereka, dan mendapat dukungan yang diperlukan
untuk memberikan kontribusi pada organisasi secara
efisien dan produktif, pemahaman akan tujuan,
harga diri dan motivasinya akan meningkat. Dengan
demikian, manajemen kinerja memerlukan kerja sama,
saling pengertian dan komunikasi secara te rbuka antara
atasan dan bawahan.
Tujuan Manajemen Kinerja
Tujuan utama dari manajemen kinerja secara
keseluruhan adalah memastikan semua elemen
organisasi atau perusahaan bekerja sama secara terpadu
untuk mencapai tujuan organisasinya. Sedangkan tujuan
Manajemen Kinerja dalam Manajemen Sumber Daya
Manusia adalah sebagai berikut:

30
FUNGSI DAN PERAN MANAJEMEN KINERJA

1. Membantu karyawan dalam mengidentifikasi


pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan
untuk melakukan pekerjaannya secara efisien dan
juga dapat mendorong mereka untuk melakukan
tugas yang benar dengan cara yang benar.
2. Meningkatkan kinerja karyawan dengan mendorong
pemberdayaan karyawan, motivasi dan penerapan
mekanisme penghargaan (rewards) yang efektif.
3. Meningkatkan sistem komunikasi dua arah antara
Supervisor/ Manajer dan karyawan untuk dapat
memperjelas ekspektasi (harapan) perusahaan
mengenai peran dan akuntabilitas karyawan dalam
melakukan pekerjaan, mengkomunikasikan tujuan
fungsional dan organisasi serta memberikan umpan
balik yang teratur dan transparan sehingga dapat
meningkatkan kinerja karyawan dan pembinaan
berkelanjutan.
4. Mengidentifikasi hambatan untuk kinerja yang efektif
dan menyelesaikan hambatan tersebut melalui
pemantauan (monitoring), pembinaan (coaching) dan
pengembangan (development).
5. Menciptakan dasar untuk beberapa keputusan
administratif mengenai perencanaan strategis,
perencanaan suksesi (succession planning), promosi,
kompensasi dan pengupahan yang berdasarkan
kinerja.
6. Meningkatkan pengembangan diri pribadi karyawan
dan kemajuan dalam karir karyawan dengan
membantu mereka memperoleh pengetahuan dan
keterampilan yang diinginkan.
Adapun tujuan manajemen kinerja menurut Armstrong
dan Baron (1998) adalah sebagai berikut:
1. Mengatur kinerja perusahaan atau organisasi supaya
lebih terstruktur.
2. Mengetahui efektivitas dan efisiensi kinerja sebuah
perusahaan atau organisasi.

31
FUNGSI DAN PERAN MANAJEMEN KINERJA

3. Membantu dalam pengambilan keputusan terkait


kinerja internal sebuah perusahaan atau organisasi
baik secara individu maupun kolektif
4. Meningkatkan kemampuan organisasi secara
keseluruhan dengan melakukan perbaikan-perbaikan
yang berkesinambungan.
5. Memacu karyawan agar bekerja dengan penuh
semangat dan produktif serta sesuai prosedur untuk
mencapai hasil kerja yang optimal.
Manfaat Manajemen Kinerja
Menurut Wibowo (2010), manfaat dari manajemen kinerja
tidak hanya untuk organisasi maupun manajer saja,
namun juga berguna untuk masing-masing individu
anggota organisasi.
1. Manfaat Manajemen Kinerja untuk Organisasi
a. Sebagai penyesuaian tujuan organisasi dengan
tujuan tim (kelompok) serta individu didalam
memperbaiki kinerja ialah sebagai motivasi
karyawan.
b. Sebagai peningkatan komitmen.
c. Sebagai perbaikan proses pelatihan dan
pengembangan.
d. Sebagai peningkatan keterampilan.
e. Sebagai mengupayakan perbaikan dan
pengembangan berkelanjutan.
f. Sebagai pengupayaan basis perencanaan karir.
g. Sebagai pembangu menahan karyawan untuk
pindah atau minta berhenti.
h. Sebagai pendukung inisiatif kualitas total dan
pelayanan pelanggan.
i. Sebagai pendukung program perubahan budaya.

32
FUNGSI DAN PERAN MANAJEMEN KINERJA

2. Manfaat Manajemen Kinerja untuk Manajer atau


Atasan
a. Sebagai pengupayaan klasifikasi kinerja dan
harapan perilaku.
b. Sebagai penawaran peluang memanfaatkan waktu
dengan berkualitas.
c. Sebagai perbaikan kinerja tim dan individu.
d. Sebagai pengupayaan penghargaan nonfinansial
untuk staf.
e. Sebagai pengupayaan dasar untuk membantu
karyawan yang mempunyai kinerja rendah.
f. Sebagai pengembangan individu.
g. Sebagai pendukung kepemimpinan.
h. Sebagai motivasi dan pengembangan tim.
i. Sebagai pengupayaan kerangka kerja untuk
meninjau kembali kinerja dan tingkat kompetensi.
3. Manfaat Manajemen Kinerja untuk Individu
1. Sebagai penjelas peran dan tujuan.
2. Sebagai pendorong dan pendukung agar tampil
lebih baik.
3. Sebagai pembantu pengembangan kemampuan
dan kinerja.
4. Sebagai peluang memanfaatkan waktu yang
berkualitas.
5. Sebagai dasar objektivitas dan kejujuran untuk
pengukuran kinerja.
6. Agar fokus tujuan dan rencana perbaikan cara
bekerja dikelola dan dilaksankaan.

33
FUNGSI DAN PERAN MANAJEMEN KINERJA

Pentingnya Manajemen Kinerja


1. Sarana Mencapai Langkah Strategis
Manajemen kinerja berfungsi sebagai salah satu
sarana untuk mencapai target atau tujuan yang
sudah dibuat. Dengan adanya manajemen tersebut,
pencapaian dan pelaksanaan target dapat
dilaksanakan secara maksimal. Dengan manajemen
perusahaan ini, kita bisa meninjau berbagai aspek
seperti performa karyawan. Dari sinilah nantinya bisa
dilakukan evaluasi baik dari karyawan maupun
pimpinan berdasarkan hasil umpan balik yang
dilaksanakan.
2. Tujuan Administratif
Alasan lain mengapa manajemen kinerja penting
adalah karena untuk kepentingan administratif.
Dapat dikatakan bahwa hal-hal terkait administratif
bukanlah sesuatu yang mudah dikarenakan
melibatkan banyak aspek yang saling terkait di
perusahaan.
3. Mengelola SDM
Manajemen kinerja dan SDM merupakan salah satu
strategi dalam mengelola sumber daya manusia. Hal
tersebut tentu dilakukan untuk mencapai tujuan
sebuah perusahaan atau organisasi. Tanpa adanya
kemampuan manajemen SDM yang memadai, maka
kesuksesan bisnis akan lebih susah untuk dicapai.
4. Mengembangkan Perusahaan
Selain itu, manajemen kinerja juga berfungsi sebagai
sarana dalam menaikkan kapasitas karyawan.
Khususnya, untuk karyawan yang mempunyai
prestasi dan potensi di bidang yang sedang dijalani.
Bentuk konkretnya misal dengan dilaksanakannya
pelatihan untuk karyawan yang mempunyai performa
kurang baik. Dengan adanya manajemen perusahaan
ini, dapat menjadi salah satu indikator pengukuran
pelaksanaan performa atau kinerja.

34
FUNGSI DAN PERAN MANAJEMEN KINERJA

5. Memperbaiki Sistem Kerja


Walau sebuah perusahaan mungkin terlihat megah
dan hebat di luar, akan tetapi belum tentu memiliki
manajemen kerja yang baik dan solid. Oleh karena itu,
manajemen kerja perusahaan dibangun. Dengan
adanya manajemen tersebut, akan selalu ada
perbaikan, peningkatan, dan penyempurnaan sistem
yang akan membawa efek positif pada perusahaan
dan karyawan.
Prinsip Dasar Manajemen Kinerja
Beberapa hal yang menjadi prinsip dasar dalam kegiatan
manajemen perusahaan adalah:
1. Analisis Mendalam
Manajemen kinerja dibuat dengan analisis mendalam
terhadap permasalahan yang sedang atau diduga
akan muncul dalam perusahaan atau organisasi.
Analisis itu diperlukan agar bisa diambil atau dibuat
strategi yang tepat dalam menanganinya.
2. Spesifik
Manajemen kinerja yang baik menuntut dibuatnya
aturan-aturan atau langkah-langkah yang spesifik
atau rinci, baik dalam hal administratif atau hal-hal
lain yang terkait dengan kinerja jenis
perusahaan tersebut.
3. Terukur dan Terarah
Indikator dalam manajemen kinerja tidak boleh
dibuat secara sembarangan dan asal-asalan, akan
tetapi harus terukur dan terarah. Hal ini penting
dilakukan agar tidak menjadi kendala
dalam implementasi dan evaluasinya.
4. Hubungan Umpan Balik
Manajemen kinerja yang baik harus mengedepankan
adanya hubungan timbal balik antara manajemen
perusahaan dengan karyawannya. Sehingga
hubungan antara elemen-elemen dalam perusahaan
tersebut tidak berjalan satu arah. Dengan demikian,

35
FUNGSI DAN PERAN MANAJEMEN KINERJA

diharapkan akan timbul iklim kerja yang kondusif dan


padu yang pada akhirnya akan meningkatkan kinerja
perusahaan secara umum.
5. Memberikan Dampak Positif bagi Perusahaan
Dalam pelaksanaannya, manajemen kinerja haruslah
bisa memberikan dampak positif bagi perusahaan.
Jika yang terjadi sebaliknya, maka diperlukan
evaluasi dan perbaikan terhadap manajemen kinerja
yang telah dibuat dan dilaksanakan tersebut.
Cara Meningkatkan Manajemen Kinerja
Beberapa cara meningkatkan manajemen kinerja:
1. Reward and Punishment
Menghargai karyawan berarti menghargai secara
individu, sebagai wujud apresiasi atas suatu prestasi
dan sebagai bentuk memanusiakan karyawan. Seperti
layaknya kompetisi, perusahaan perlu
memberikan reward dan punishment bagi karyawan
yang berprestasi dan bagi karyawan yang melakukan
kesalahan. Secara teknis, kegiatan ini dapat diadakan
secara berkala dalam satu periode tertentu, dan tentu
setelah melihat dan mengevaluasi kinerja masing-
masing karyawan. Sehingga kekonsistenan dan
kontinuitas dapat memotivasi dan pemacu semangat
yang efektif bagi para karyawan untuk berlomba-
lomba meningkatkan performa.
2. Pelatihan untuk Karyawan
Untuk mendongkrak performa kerja karyawan yang
dinilai kurang bagus, perusahaan juga perlu
mengadakan pelatihan-pelatihan khusus. Pelatihan
tersebut tidak hanya sekali pada masa training atau
magang, tapi juga pada masa kerja para karyawan
berlangsung. Adapun tahapan pelatihan tersebut
berupa pemantauan (monitoring), pembinaan
(coaching), dan pengembangan (development). Selain
menaikkan kinerja karyawan yang semula buruk
menjadi apa yang diharapkan perusahaan. Karyawan
yang telah memiliki kinerja baik yang mengikuti

36
FUNGSI DAN PERAN MANAJEMEN KINERJA

program pelatihan tersebut juga akan semakin


berkembang pengetahuan dan keterampilannya.
3. Visi dan Misi Perusahaan Jelas
Dalam menjalankan roda organisasi, perusahaan
harus memiliki strategi yang jelas dalam upaya
mewujudkan visi misinya. Kepada para karyawannya,
perusahaan wajib mengenalkan company profile,
aturan kerja, metode kerja, dan kontrak kerja yang
berlaku menurut Undang-Undang Ketenagakerjaan
secara jelas dan terperinci. Dengan tujuan dan visi
misi perusahaan yang segamblang ini, maka
karyawan tidak akan menilai bahwa perusahaan
tempat mereka bekerja tidak memiliki pijakan atau
pendirian. Hal ini juga yang akan menghindarkan
kedua belah pihak saling tuntut karena
ketidakpuasan.
4. Pembagian Kerja yang Terstruktur
Dalam sebuah pekerjaan, seringkali karyawan satu
dengan yang lain berebut satu pekerjaan yang sama
atau malah saling lempar tanggung jawab. Hal ini bisa
jadi karyawan yang tidak memahami job
description dan/ atau job description-nya yang tidak
terstruktur atau rancu. Mengingat hal ini akan
berdampak buruk, maka perusahaan wajib
melakukan pembagian kerja dan mengedukasi
karyawannya.
5. Dedikasi Tinggi
Sebagai puncak panutan dari para karyawan, harus
ada dedikasi tinggi dari kepemimpinan yang kuat di
tingkat top managers yang nantinya akan
memberikan contoh dan positive vibe bagi sumber
daya manusia yang ada. Seorang pemimpin yang
dengan antusias mencintai pekerjaannya akan
dengan mudah menyalurkan energi positif bagi
karyawannya.

37
FUNGSI DAN PERAN MANAJEMEN KINERJA

Daftar Pustaka
Armstrong, M. and Baron, A. (1998). Performance
Management – The New Realities. London: Institute of
Personnel and Development.
Costello, S. J. (1994). Effective Performance Management.
New York: Mc GrawHill Companies, Inc.
Dessler, Gary. (2003). Human Resource Management.
Tenth Edition. Jakarta: PT Indeks.
Wibowo. (2007). Manajemen Kinerja. Edisi ketiga. Jakarta:
PT Raja Grafindo Prasada.
Wibowo. (2010). Manajemen Kinerja. Jakarta: Rajawali
Pers.

Profil Penulis
Dr. Limgiani, M.Pd.
Penulis adalah Dosen Universitas Wisnuwardhana
Malang, menyelesaikan studi S-1 di IKIP PGRI
Malang pada tahun 1986, S-2 di Universitas
Kanjuruhan Malang diselesaikan pada tahun 2004
dan menyelesaikan studi S-3 di Universitas
Merdeka Malang pada bidang Ilmu Ekonomi pada tahun 2014.
Penulis memiliki kepakaran di bidang Manajemen Sumber Daya
Manusia dan mengajar di Program Studi S-1 Manajemen dan S-
1 Akuntansi serta S-2 Magister Manajemen. Guna mewujudkan
karir sebagai dosen profesional, penulis pun aktif sebagai
peneliti di bidang kepakarannya tersebut. Beberapa penelitian
yang telah dilakukan didanai oleh internal perguruan tinggi dan
juga Kemenristek DIKTI. Selain itu peneliti juga menulis
beberapa artikel bagi jurnal nasional maupun jurnal
internasional.
E-mail Penulis: limgiani15@gmail.com

38
4
TANTANGAN DAN
PENGEMBANGAN
MANAJEMEN KINERJA

Dra. Endang Gunaisah, M.Si., Ph.D.


Politeknik Kelautan dan Perikanan Sorong

Pengertian Manajemen
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI),
manajemen adalah penggunaan sumber daya secara
efektif untuk mencapai sasaran. John D. Millett
mengartikan manajemen is the process of directing and
facilitating the work of people organized in formal group to
achieve a desired goal adalah suatu proses pengarahan
dan pemberian fasilitas kerja kepada orang yang
diorganisasikan dalam kelompok formal untuk mencapai
tujuan (Siswanto, 2005). Istilah manajemen (management)
telah diartikan oleh berbagai pihak dengan perspektif
yang berbeda, misalnya pengelolaan, pembinaan,
pengurusan, ketatalaksanaan, kepemimpinan, pemimpin,
ketatapengurusan, administrasi, dan sebagainya. Masing-
masing pihak dalam memberikan istilah diwarnai oleh
latar belakang yang berbeda.
Beberapa pendapat para ahli mengenai manajemen,
Millett lebih menekankan sebuah manajemen sebagai
suatu proses, yaitu rangkaian aktivitas yang satu sama
lain saling berurutan. Proses pengarahan (process of
directing), adalah rangkaian kegiatan untuk memberikan
petunjuk atau instruksi dari seorang atasan kepada
bawahan atau kepada orang yang diorganisasikan dalam

39
TANTANGAN DAN PENGEMBANGAN MANAJEMEN KINERJA

kelompok formal untuk mencapai tujuan. Kemudian


proses pemberian fasilitas (process of facilitating the work)
yang merupakan rangkaian kegiatan untuk memberikan
sarana dan prasarana serta jasa yang memudahkan
pelaksanaan pekerjaan dari seorang atasan kepada
bawahan atau kepada orang yang terorganisasi dalam
kelompok formal untuk mencapai tujuan.
Berikutnya adalah James A.F. Stoner dan Charles Wankel
(1986) memberikan batasan manajemen sebagai berikut,
management is the process of planning, , organizing,
leading, and controlling the efforts og organization members
and of using all other organizational resources to achieve
stated organization goals, manajemen diartikan sebagai
proses perencanaan, pengorganisasian, kepemimpinan,
dan pengendalian upaya anggota organisasi dan
penggunaan seluruh sumber daya organisasi demi
mencapai tujuan organisasi. Prosesnya meliputi,
perencanaan untuk menetapkan tujuan dan tindakan
yang akan dilakukan. Pengorganisasian yaitu
mengoordinasikan sumber daya manusia serta sumber
daya lainnya yang dibutuhkan. Kemudian kepemimpinan
yaitu mengupayakan agar bawahan bekerja sebaik
mungkin, dan pengendalian yang memastikan apakah
tujuan tercapai atau tidak, dan jika tidak tercapai
dilakukan perbaikan.
Paul Hersey dan Kenneth H. Blanchard (1980),
menguraikan definisinya tidak hanya untuk satu
organisasi, tetapi dapat diterapkan untuk berbagai jenis
organisasi tempat individu dan kelompok tertentu
menggabungkan diri untuk mewujudkan tujuan bersama.
Management as working with and through individuals and
groups to accomplish organizational goals adalah suatu
usaha yang dilakukan dengan dan bersama individu atau
kelompok untuk mencapai tujuan organisasi. Sehingga
dapat disarikan manajemen adalah seni dan ilmu dalam
perencanaan, pengorganisasian, pengarahan,
pemotivasian, dan pengendalian terhadap orang dan
mekanisme kerja untuk mencapai tujuan.

40
TANTANGAN DAN PENGEMBANGAN MANAJEMEN KINERJA

Kinerja
Pengertian kinerja berdasarkan beberapa ahli, antara lain
Stolovitch and Keeps (1992) mengartikan kinerja sebagai
seperangkat hasil yang dicapai dan merujuk pada
tindakan pencapaian serta pelaksanaan sesuatu
pekerjaan yang diminta. Kinerja salah satu kumpulan
total dari kerja yang ada pada diri pekerja (Griffin, 1987).
Kinerja merupakan suatu fungsi dari motivasi dan
kemampuan. Untuk menyelesaikan tugas atau pekerjaan,
seseorang harus memiliki derajat kesediaan dan tingkat
kemampuan tertentu. Kesediaan dan keterampilan
seseorang tidaklah cukup efektif untuk mengerjakan
sesuatu tanpa pemahaman yang jelas tentang apa yang
akan dikerjakan dan bagaimana mengerjakannya (Hersey
and Blanchard, 1993).
Kinerja selalu merujuk kepada tingkat keberhasilan
dalam melaksanakan tugas, serta kemampuan untuk
mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Kinerja
dinyatakan baik dan sukses jika tujuan yang diinginkan
dapat tercapai dengan baik (Donelly, Gibson and
Ivancevich, 1994). Kinerja sebagai kualitas dan kuantitas
pencapaian tugas-tugas, baik yang dilakukan oleh
individu, kelompok maupun perusahaan (Schermerhorn,
Hunt and Osborn, 1991).
Kinerja sebagai fungsi interaksi antara kemampuan
(Ability=A), motivasi (Motivation=M) dan kesempatan
(Opportunity=O) atau kinerja = ƒ (A x M x O), artinya
kinerja merupakan fungsi dari kemampuan, motivasi dan
kesempatan (Robbins,1996). Kinerja adalah gambaran
mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan tugas dalam
suatu organisasi, dalam upaya mewujudkan sasaran,
tujuan, misi, dan visi organisasi (Bastian, 2001).
Manajemen Kinerja
Penggabungan dari dua kata, yaitu manajemen dan
kinerja menjadi suatu istilah baru yaitu manajemen
kinerja (performance management). Beberapa definisi
diungkapkan oleh para ahli, antara lain Bacal (1994)
mengartikan manajemen kinerja sebagai proses
komunikasi yang dilakukan secara terus-menerus dalam

41
TANTANGAN DAN PENGEMBANGAN MANAJEMEN KINERJA

membangun harapan yang jelas serta pemahaman


mengenai pekerjaan yang hendak dilakukan antara
pegawai dengan atasan langsungnya.
Manajemen kinerja juga diartikan sebagai sarana untuk
mendapatkan hasil yang lebih baik dari organisasi, tim
dan individu dengan cara memahami dan mengelola
kinerja dalam suatu kerangka tujuan, standar, dan
persyaratan-persyaratan atribut yang disepakati
(Armstrong, 2004). Selanjutnya, Schwartz (1999)
menguraikan manajemen kinerja sebuah gaya
manajemen yang dasarnya adalah komunikasi terbuka
antara manajer dan pegawai yang menyangkut penetapan
tujuan, memberikan umpan balik baik dari manajer
kepada pegawai maupun sebaliknya. Manajemen kinerja
merupakan dasar dan kekuatan pendorong yang berada
di belakang semua keputusan organisasi, usaha kerja dan
alokasi sumber daya (Costello, 1994).
Dengan memperhatikan pendapat para ahli, maka dapat
dirumuskan bahwa pada dasarnya, manajemen kinerja
merupakan gaya manajemen dalam mengelola sumber
daya yang berorientasi pada kinerja yang melakukan
proses komunikasi secara terbuka dan berkelanjutan
dengan menciptakan visi bersama dan pendekatan
strategis serta terpadu sebagai kekuatan pendorong
untuk mencapai tujuan organisasi. Hal ini merupakan
proses yang dirancang untuk meningkatkan kinerja
organisasi, kelompok, dan individu yang digerakkan oleh
manajer. Biasanya, mencakup pengkajian ulang terhadap
kinerja secara berkesinambungan dan dilakukan secara
bersama berdasarkan kesepakatan mengenai sasaran,
keahlian, kompetensi, rencana kerja dan pengembangan,
serta pengimplementasian rencana peningkatan dan
pengembangan lebih lanjut.
Kinerja selalu berorientasi ke masa depan, sehingga
manajemen kinerja mengedepankan kegiatan yang
mengkaji ulang kinerja secara berkesinambungan untuk
meningkatkan dan mengembangkan kinerja lebih lanjut
(Sundari, 2019).

42
TANTANGAN DAN PENGEMBANGAN MANAJEMEN KINERJA

Pentingnya Manajemen Kinerja


Sundari (2019), sebuah organisasi dibentuk untuk
mencapai tujuan yang berupa wadah sekumpulan orang
yang bekerja sama secara rasional serta sistematis yang
terpimpin atau terkendali untuk mencapai tujuan
tertentu dengan memanfaatkan sumber daya yang ada di
dalamnya. Pencapaian tujuan organisasi menunjukkan
hasil kerja/ prestasi organsisasi dan menunjukkan
kinerja organisasi.
Hasil kerja organisasi diperoleh dari serangkaian aktivitas
yang dijalankan para anggotanya. Aktivitas tersebut dapat
berupa pengelolaan sumber daya organisasi maupun
proses pelaksanaan kerja yang diperlukan untuk
mencapai tujuan organisasi. Untuk menjamin agar
aktivitas tersebut dapat mencapai hasil yang diharapkan,
diperlukan upaya manajemen dalam pelaksanaan
aktivitasnya. Dengan demikian, hakikat manajemen
kinerja adalah bagaimana mengelola seluruh kegiatan
organisasi untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan
sebelumnya. Manfaatnya bukan hanya kepada organisasi
saja tetapi juga kepada manajer dan individu.
1. Bagi Organisasi
Hal nyata yang dapat diambil manfaat dari
manajemen kinerja adalah organisasi berupaya
menyesuaikan tujuannya dengan tujuan tim dan
individu, memperbaiki kinerja, memotivasi pekerja,
meningkatkan komitmen, mendukung nilai-nilai inti,
memperbaiki proses pelatihan dan pengembangan,
meningkatkan dasar keterampilan, mengusahakan
perbaikan dan pengembangan berkelanjutan,
mengusahakan basis perencanaan karier, membantu
menahan pekerja terampil agar tidak pindah,
mendukung inisiatif kualitas total dan pelayanan
pelanggan, serta mendukung program perubahan
budaya.
2. Bagi Manajer
Manfaat manajemen kinerja antara lain,
mengupayakan klarifikasi kinerja dan harapan

43
TANTANGAN DAN PENGEMBANGAN MANAJEMEN KINERJA

perilaku, menawarkan peluang menggunakan waktu


secara berkualitas, memperbaiki kinerja tim dan
individual, mengusahakan penghargaan nonfinansial
pada staf, membantu pegawai yang kinerjanya
rendah, digunakan untuk mengembangkan individu,
mendukung kepemimpinan, proses motivasi dan
pengembangan tim, mengusahakan kerangka kerja
untuk meninjau ulang kinerja dan tingkat
kompensasi.
3. Bagi Individu

Developing/ Directing/
Rewarding Planning

Review/ Managing/
Appraising Supporing

Gambar 1. Tahapan Manajemen


Kinerja
Manfaat manajemen kinerja antara lain dalam
bentuk: memperjelas peran dan tujuan, mendorong
dan mendukung untuk tampil baik, membantu
pengembangan kemampuan dan kinerja, peluang
menggunakan waktu secara berkualitas, dasar
objektivitas dan kejujuran untuk mengukur kinerja,
dan memformulasi tujuan dan rencana perbaikan
cara bekerja dikelola dan dijalankan.
Menurut Costello (1994), manajemen kinerja
mendukung tujuan menyeluruh organisasi dengan
mengaitkan pekerjaan dari setiap pekerja dan manajer
pada misi keseluruhan dari unit kerjanya. Seberapa

44
TANTANGAN DAN PENGEMBANGAN MANAJEMEN KINERJA

baik kita mengelola kinerja bawahan akan secara


langsung memengaruhi bukan hanya kinerja masing-
masing pegawai secara individu dan unit kerjanya,
tetapi juga kinerja seluruh organisasi. Motivasi
pegawai akan meningkat jika telah memahami
tentang apa yang diharapkan dari mereka dan
mendapat dukungan yang diperlukan untuk
memberikan kontribusi pada organisasi secara efisien
dan produktif.
Tahapan Manajemen Kinerja
Menurut Williams (1998), terdapat empat tahapan utama
dalam pelaksanaan manajemen kinerja di mana tahapan
ini menjadi suatu siklus manajemen kinerja yang saling
berhubungan dan menyokong satu dengan yang lain.
Tahapan pertama adalah directing /planning, yang
dilakukan untuk identifikasi perilaku kerja dan dasar
pengukuran kinerja. Selanjutnya, dilakukan pengarahan
konkret terhadap perilaku kerja dan perencanaan
terhadap target yang akan dicapai, kapan target akan
dicapai, dan bantuan-bantuan yang akan dibutuhkan
termasuk indikator-indikator target juga didefinisikan di
tahap ini.
Menurut Khera (1998), penentuan target akan efektif jika
mengadopsi SMART yang merupakan singkatan dari
Spesific, Measureable, Achievable, Realistic, dan
Timebound (Ilyas, 2006). Sebuah target harus jelas apa
yang akan dicapai dan bagaimana mencapainya (spesific),
terukur keberhasilannya (measureable) dan orang lain
dapat melihat hasilnya. Target harus memungkinkan
untuk dicapai, tidak terlalu rendah atau berlebihan
(achievable), masuk akal dan sesuai realita (realistic), serta
jelas sasaran waktunya (timebound).
Tahap monitoring pada proses organisasi berupa
managing/ supporting, berfokus pada pengelolaan,
dukungan, dan pengendalian terhadap jalannya proses
agar tetap berada pada jalurnya. Jalur yang dimaksud di
sini adalah kriteria maupun proses kerja yang sesuai
dengan prosedur yang berlaku dalam suatu organisasi.

45
TANTANGAN DAN PENGEMBANGAN MANAJEMEN KINERJA

Tahap ketiga mencakup review/ appraising, yang


dilakukan dengan flashback/ review kinerja terhadap
yang telah dilaksanakan. Setelah itu, kinerja dinilai/
diukur (appraising). Tahap ini memerlukan dokumentasi/
record data yang berkaitan dengan objek yang dievaluasi.
Untuk keberhasilan review, maka evaluator harus bersifat
objektif dan netral agar diperoleh hasil evaluasi yang valid.
Terakhir tahap keempat, adalah tahap developing/
rewarding, fokus pada pengembangan dan penghargaan.
Hasil evaluasi menjadi pedoman penentu keputusan
terhadap action yang dilakukan selanjutnya. Keputusan
dapat berupa langkah perbaikan, pemberian reward/
punishment, melanjutkan suatu kegiatan/ prosedur yang
telah ada, dan penetapan anggaran. Keempat tahapan
manajemen kinerja adalah sebuah siklus yang tidak dapat
dipisahkan satu dengan yang lain.
Tantangan Manajemen Kinerja
Sistem manajemen kinerja adalah tantangan (Surya
Dharma). Keterbatasan sistem manajemen kinerja dalam
menampung kebutuhan sistem operasi perusahaan saat
ini adalah keterbatasan sistem pengukuran kinerja
finansial yang belum mampu mengakomodasi tuntutan
persaingan di pasar bebas. Keterbatasan sistem
pengukuran kinerja finansial ini dijelaskan oleh Kaplan
(1983) dan Cooper, et al. (1992) meliputi: (1)
kekurangrelevanan (ketidakcocokan) sistem pengukuran
kinerja berbasis finansial bagi pengelolaan usaha saat ini
(lack of relevance), (2) sistem konvensional berorientasi
pada pelaporan kinerja masa lalu (lagging metrics), (3)
berorientasi jangka pendek (short-termism), (4) kurang
luwes atau fleksibel (inflexible), (5) tidak memicu
perbaikan (does not foster improvement), (6) dan sering
rancu pada aspek biaya (cost distortion). Penjelasan
keenam hal di atas menurut Wibisono (2006) sebagai
berikut:

46
TANTANGAN DAN PENGEMBANGAN MANAJEMEN KINERJA

1. Kekurangrelevanan sistem pengukuran kinerja


berbasis finansial.
Saat ini, sistem pengukuran kinerja konvensional
dianggap kurang cocok apabila ukuran kinerja
konvensional yang didasarkan atas sistem akuntansi
tersebut dilaksanakan untuk seluruh tingkat (level),
mulai dari tingkat perusahaan (corporate level),
tingkat unit bisnis (business unit level), tingkat
manajemen operasi (operational management level)
sampai tingkat lantai operasi (shop floor level).
Kekurang cocokan tersebut terutama muncul jika
pengukuran kinerja finansial dilaksanakan pada dua
tingkat paling bawah, yaitu tingkat manajemen
operasi dan tingkat lantai operasi. Meskipun seluruh
variabel di kedua tingkat tersebut dapat
dikonversikan ke dalam unit ongkos, ukuran yang
tidak biasa dipakai dalam praktik sehari-hari kurang
memberikan arti sehingga tidak mendapatkan
perhatian dari orang-orang yang bekerja di tingkat
tersebut. Kejadiannya mereka tidak memikirkan
kerugian perusahaan, misalnya jika terdapat gagal
produk.
2. Sistem konvensional berorientasi pada pelaporan
kinerja masa lalu.
Laporan-laporan finansial yang diberikan perusahaan
merupakan laporan periode waktu yang sudah lewat
(lagging metrics) karena laporan finansial (neraca,
aliran kas, laba-rugi, dan sebagainya) merupakan
laporan finansial satu tahun yang lalu. Umpan balik
yang diharapkan seringkali terlalu jauh ke belakang
sehingga pihak manajemen tidak dapat mengambil
langkah-langkah penyelamatan atau keamanan.
Periode laporan semester bahkan tahunan adalah
periode yang usang bagi level operasional untuk
menindaklanjuti berbagai kekurangan yang terjadi
pada masa itu.

47
TANTANGAN DAN PENGEMBANGAN MANAJEMEN KINERJA

3. Berorientasi jangka pendek.


Orientasi pada keuntungan keuangan finansial
jangka pendek (shorttermism) dipandang sudah tidak
lagi menjadi fokus utama bagi perusahaan-
perusahaan tingkat dunia. Fokus perusahaan beralih
menjadi tumbuh dan berkembang. Oleh sebab itu,
fokus pada pengurangan biaya tidak lagi terkenal.
Biaya dipandang sebagai konsekuensi logis dari
kualitas, fleksibilitas, dan pengiriman yang handal.
Jika ketiga variabel (biaya, fleksibilitas, dan
pengiriman) tersebut kompetitif dibandingkan
perusahaan lain, secara otomatis biaya pada jangka
panjang akan menurun. Tetapi ketiga variabel
tersebut tidak dapat diakomodasikan ke dalam
laporan finansial.
4. Kurang fleksibel.
Pengukuran kinerja konvensional dirancang
berdasarkan variabel-variabel pengukuran yang
sudah standar dan tetap yang sudah tidak sesuai lagi
dengan lingkungan persaingan yang dinamis, sulit
diramalkan, dan semakin ketat. Perusahaan sulit
bersaing pada semua aspek atau variabel persaingan
dan dalam keseluruhan dimensi persaingan. Oleh
sebab itu, perusahaan harus memiliki aspek atau
variabel yang akan dipilih menjadi prioritas unggulan
perusahaan dibandingkan dengan perusahaan lain.
Prioritas inilah yang harus selalu fleksibel untuk
dikaji ulang dan direvisi sehingga mencerminkan
pilihan keunggulan yang dinamis.
5. Tidak memicu perbaikan.
Sistem pengukuran kinerja konvensional dan tidak
dapat menjadi pedoman bagi proses perbaikan yang
diinginkan pihak manajemen. Hal ini karena tidak
adanya kaji banding, baik pada proses perbaikan
internal maupun pihak-pihak pesaing eksternal.
Keterbatasan sistem manajemen kinerja menurut Bacal
(2005), bahwa manajemen kinerja adalah sebuah
tantangan. Keterbatasan yang kita hadapi adalah

48
TANTANGAN DAN PENGEMBANGAN MANAJEMEN KINERJA

menemukan cara melaksanakan manajemen kinerja yang


masuk akal, baik bagi kita sendiri maupun bagi para
pegawai, menyiapkan segala sesuatu yang diperlukan
untuk melaksanakan tugas tersebut, membantu para
pegawai melakukan pekerjaan mereka, dan membantu
perusahaan mencapai tujuannya.
Menurut Irham Fahmi (2010), pelaksanaan sistem
manajemen kinerja ditemukan 5 (lima) keterbatasan,
yaitu: (1) kurangnya pemahaman secara mendalam dan
komprehensif tentang sistem manajemen kinerja, (2)
belum memadainya sarana dan prasarana sistem
manajemen kinerja, (3) kurangnya penelitian dan hasil
penelitian, (4) kurangnya referensi dan pelatihan-
pelatihan untuk meningkatkan kompetensi sistem
manajemen kinerja, dan (5) masih lemahnya fungsi
kontrol sosial dari pihak-pihak terkait terhadap
pelaksanaan sistem manajemen kinerja.
Tantangan Manajemen Kinerja pada Masa Pandemi
Menjaga kinerja agar tetap optimal adalah tantangan
tersendiri bagi organisasi, adapun tantangan tersebut
diakibatkan beberapa hal. Pembatasan sosial berskala
besar dan dampaknya terhadap kinerja dalam mengatasi
wabah Covid-19, pemerintah tidak melakukan karantina
wilayah atau lock down tetapi menggunakan kebijakan
pembatasan sosial berskala besar atau PSBB. Banyak
pihak yang mendukung dan juga kurang setuju dengan
PSBB, namun agar perekonomian tetap berjalan dan
wabah dapat diatasi, pemerintah tidak mengambil
kebijakan karantina wilayah.
Beberapa permasalahan kinerja pegawai di setiap
organisasi dalam masa pandemi Covid-19, yaitu
kurangnya penguasaan teknologi dalam melakukan
kegiatan secara daring atau online karena imbas dari
adanya PSBB, pekerjaan yang semula dikerjakan secara
langsung menjadi dikerjakan melalui dunia maya atau
internet di mana tidak semua pegawai difasilitasi sarana
pendukung dalam bekerja melalui daring, jika difasilitasi
pun masih banyak yang kurang ahli dalam
mengoperasikan internet, misalnya rapat melalui Zoom.

49
TANTANGAN DAN PENGEMBANGAN MANAJEMEN KINERJA

Masalah yang kedua adalah adanya kebijakan bekerja


dari rumah (Work from Home/ WFH). Tidak sedikit
instansi yang mempekerjakan penuh pegawai secara
WFH. Kenyataannya, WFH juga menyebabkan
peningkatan biaya listrik dan biaya pulsa di rumah. WFH
juga membuat mereka kurang berfokus dengan
pekerjaannya, sehingga menurunkan kinerja pegawai (Rr.
Ayu Widaningsih, Sukristanta, dan Kasno, 2020).
Pengembangan Manajemen Kinerja
Salah satu upaya yang tepat sebagai jalan masuk
diterapkannya tata pengaturan di organisasi.
Pengembangan manajemen kinerja akan membentuk
struktur yang merupakan peletakan dasar pertama dalam
pengembangan tata pengaturan advokasi dan komitmen
stakeholders dan pelaksana, kepemimpinan, kegiatan
pembinaan dan pemantauan, menjadi kunci keberhasilan
pelaksanaan pengembangan manajemen kinerja (Prabawa
A, 2010).
Pelaksanaan pengembangan manajemen kinerja dimulai
dari tahap persiapan, pelaksanaan, evaluasi, dan roll out
ke tempat pelayanan yang lain atau profesi yang lain
sangat tergantung pada dukungan stakeholders di dalam
dan di luar organisasi. Proses pelaksanaannya meliputi
penerapan standar profesi, bekerja sesuai dengan uraian
kerja, kompetensi dan tanggung jawab, serta pelaksanaan
diskusi kasus reflektif. Pada tahap awal, memerlukan
pembinaan dan pemantauan yang berkesinambungan,
dan merupakan struktur dasar untuk dikembangkan
dalam kerangka teknik tata pengaturan yang terintegrasi,
terpadu yang menjamin tersedianya mutu pelayanan.
Prinsip-prinsip dasar pengembangan kinerja, yaitu:
1. Pendayagunaan sumber daya manusia harus
dilakukan secara efektif dan efisien, yaitu jumlah
personil yang dibutuhkan harus benar-benar dihitung
berbasiskan analisis beban kerja (work load analysis).
Kelebihan jumlah personil tidak dapat ditolerir dan
pegawai harus bekerja secara penuh sejumlah jam
kerja yang ditetapkan.

50
TANTANGAN DAN PENGEMBANGAN MANAJEMEN KINERJA

2. Rekrutmen dan seleksi pegawai, penugasan, promosi,


demosi, dan pemberhentian sepenuhnya dilakukan
melalui kompetisi terbuka/transparan yang
didasarkan pada kualifikasi, kompetensi yang
mencakup; pengetahuan, keterampilan, pengalaman,
sikap, minat, motivasi dan sebagainya.
3. Gaji yang berimbang (Equal Pay) harus diberikan
kepada pekerjaan-pekerjaan yang mempunyai bobot
(nilai) yang sama. Penerapannya dapat melalui
pembuatan struktur peringkat jabatan (job grades)
yang didasarkan pada nilai (bobot) jabatan. Besar gaji
yang diberikan harus berimbang pula dengan pasaran
gaji yang berlaku.
Menurut Nitisemito (1996), pengaruh kompensasi
terhadap pegawai sangatlah besar. Semangat kerja
yang tinggi, keresahan dan loyalitas pegawai banyak
dipengaruhi oleh besarnya kompensasi. Pada
umumnya, pemogokan kerja yang sering terjadi di
negara kita ini, sebagian besar disebabkan karena
masalah upah.
4. Ganjaran berupa insentif yang layak harus diberikan
bagi kinerja/ unjuk kerja yang istimewa. Dengan
demikian, maka pegawai yang menghasilkan kinerja/
kontribusi yang bagus dan istimewa akan mendapat
penghargaan sedangkan yang kinerjanya biasa-biasa
saja seharusnya tidak mendapat penghargaan. Sering
dijumpai pemberian kompensasi didasarkan pada
senioritas bukan pada kemampuan seorang pegawai
untuk mengembangkan keterampilan yang
dimilikinya, sehingga mengakibatkan pegawai
menjadi apatis dan tidak termotivasi untuk
meningkatkan kinerjanya, sebab peningkatan
keterampilan tidak diimbangi dengan peningkatan
kompensasi. Sebaliknya, kompensasi akan naik
dengan sendirinya tanpa perlu meningkatkan
keterampilan. Hanya waktu yang dapat meningkatkan
besarnya kompensasi, apabila kompensasi
ditingkatkan, pegawai termotivasi untuk sementara
waktu, setelah itu kinerjanya akan kembali seperti
semula.

51
TANTANGAN DAN PENGEMBANGAN MANAJEMEN KINERJA

5. Perubahan budaya organisasi, akibat pandemi covid-


19 yang dapat merubah nilai individu dan organisasi,
hal ini memerlukan komitmen dan dukungan
pimpinan. Dapat kita sampaikan bahwa
pengembangan manajemen kinerja merupakan sistem
manajemen yang berusaha memperbaiki kinerja
indvidu atau organisasi. Pengembangan manajemen
kinerja akan menyusun kerangka kerja yang dapat
menjamin akuntabilitas organisasi dan kelangsungan
organisasi.
Simpulan
Tantangan dan pengembangan manajemen kinerja, dua
kata yang saling terkait satu dengan yang lain.
Manajemen kinerja adalah tantangan bagi pimpinan
organisasi dan pengembangannya merupakan
pengejawantahan untuk menyelesaikan tantangan-
tantangan atau keterbatasan-keterbatasan yang
ditemukan.

52
TANTANGAN DAN PENGEMBANGAN MANAJEMEN KINERJA

Daftar Pustaka
Armstrong, M. (2004). Performance management: Key
strategies and practical guidances. Kogan Page.
Bacal, R. (1994). Performance Management. McGraw-
Hill.by CWL Publishing Enterprises.
Bastian, I. S. (2001). Akuntansi Sektor Publik di Indonesia.
Yogyakarta: BPFE.
Costello, S. (1994). Effective performance management.
McGraw-Hill.
Fahmi, I. (2010). Manajemen Kinerja Teori dan Aplikasi.
(Cetakan Kesatu). Bandung: CV Alfabeta.
Gibson, J. L. J. M., & Donnelly Jr, J. H. (1994).
Organizations: bahavior, structure, processes/James L.
Gibson, John M. Ivancevich, James H. Donnelly, Jr.
(Issue 658.4 G5 1994.).
Griffin, R. W. (1987). Management. (Second Ed.). Houhton
Mifflin Press.
Hersey, P. (1993). Management of organizational behavior:
Utilizing human resources. Englewood Cliffs: NJ-
Hersey, P., & Blanchard, KH (1969). Life Cycle Theory
of Leadership. Training and Development Journal,
23(5), 26-34.
Hersey, Paul, & Blanchard, K. H. (1980). Management of
organizational behavior: Utilizing human resources. NY:
Academy of Management Briarcliff Manor, 10510.
Jonathan, I., & Wibisono, D. (2016). Designing corporate
performance management system using integrated
performance management system case study hilbrew
coffee. Journal of Business and Management, 5(4), 479-
491.
Kaplan, R. S. (1983). Measuring manufacturing
performance: a new challenge for managerial
accounting research. In Readings in accounting for
management control, 284–306. Springer.

53
TANTANGAN DAN PENGEMBANGAN MANAJEMEN KINERJA

Mahgoub, I., & Ilyas, M. (2006). SMART DUST: Sensor


Network Applications, Architecture, and Design,
chapter 1: Opportunities and Challenges in Wireless
Sensor Networks. Taylor and Francis,.
Prabawa, A. (2010). Peranan Pengembangan Manajemen
Kinerja Sumber Daya Manusia dalam Meningkatkan
Mutu Pelayanan Jasa. Jurnal Ekonomika Universitas
Wijayakusuma Purwokerto, 13(3), 23149.
Schermerhorn Jr, J. R., Hunt, J. G., & Osborn, R. N.
(1991). Managing organizational behavior. Wiley.
Schwartz, S. H. (1999). Theory of cultural values and some
implications for work. Applied Psychology – An
International Review, 48(1), 23–47.
Siswanto, B. (2005). Pengantar manajemen. Jakarta: Bumi
Aksara.
Stolovitch, H. D., & Keeps, E. J. (1992). Handbook of
human performance technology: A comprehensive guide
for analyzing and solving performance problems in
organizations. Pfeiffer.
Stoner, J. A. F., & Wankel, C. (1986). Manajemen (Alih
Bahasa Wihelmus W. Bakowatun). Jakarta:
Intermedia.
Sundari, S. (2019). Pengaruh budaya organisasi terhadap
kinerja karyawan dengan kepuasan kerja sebagai
variabel mediator: Studi di PTPN X Pabrik Gula Tjoekir.
Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim.

54
TANTANGAN DAN PENGEMBANGAN MANAJEMEN KINERJA

Profil Penulis
Dra. Endang Gunaisah, M.Si., Ph.D.
Lahir di Desa Wangandalem Kabupaten Brebes
Jawa Tengah. Pengalaman masa remaja penulis
mengikuti berdagang klontongan dengan Tante
Oei Swie Lie (Adik Ibu Kandung) tidaklah sia-sia
dan berbuah manis. Menjadi pelajaran yang sangat berharga,
misalnya beberapa triks berjualan sukses, bagaimana cara
menentukan harga, melayani pelanggan dengan baik, stocking
barang di gudang dan sebagainya, sehingga kami berhasil
menjadi toko terlaris di jaman itu. Penulis adalah Dosen
Perguruan Tinggi Vokasi di Politeknik Kelautan dan Perikanan
Sorong Provinsi Papua Barat. Pengalaman memimpin
Perguruan Tinggi juga menambah wacana untuk mengampu
mata kuliah Kewirausahaan dan inovasi yang ditugaskan.
Pendidikan penulis dari SD, SMP, dan SMA di Kabupaten
Brebes, melanjutkan S-1 di UNS Surakarta, S-2 Teknologi
Kelautan di IPB dan S-3 di Universitas Pendidikan Sultan Idris
(UPSI) Malaysia. Hampir semua yang dipelajari tidak ada yang
linier dengan bidang kewirausahaan, namun begitu diberikan
tugas mengampu mata kuliah, penulis tertarik dan terus
menekuni bidang ini. Berhasil lulus sertifikasi Coach
Kewirausahaan, penulis berusaha mengabdikan diri menjadi
narasumber dan coach kewirausahaan bagi ibu-ibu wirausaha
muda. Semoga ilmunya bermanfaat bagi banyak pihak.
E-mail Penulis : gunaisah2109@gmail.com

55
56
5
TEORI PENILAIAN KINERJA
KARYAWAN

Suroso, S.E., M.M.


Universitas Buana Perjuangan Karawang

Pendahuluan
Kinerja merupakan gambaran pencapaian kuantitas dan
kualitas pekerjaan dari karyawan, kelompok atau
organisasi. Pengukuran kinerja perlu dilakukan untuk
dapat meningkat kinerjanya dengan melakukan
perbaikan dan peningkatan kinerja atas hasil
rekomendasi penilaian atau evaluasi kinerja.
Penilaian kinerja memberikan umpan balik kepada
karyawan dengan tujuan memotivasi orang tersebut
untuk menghilangkan kemerosotan kinerja atau
berkinerja lebih baik lagi. Dalam konteks ini, berkaitan
dengan persepsi keadilan karyawan tentang sistem
penilaian kinerja (Desler dalam Rani dan Mayasari, 2015).
Penilaian kinerja berfungsi untuk mengukur kinerja
karyawan dan membantu organisasi untuk memeriksa
kemajuan tujuan dan sasaran yang diinginkan organisasi.
Melalui sistem ini, pihak penilai dapat memotivasi
karyawan untuk meningkatkan kinerjanya sehingga
dapat mencapai tujuan organisasi secara keseluruhan
(Rani dan Mayasari, 2015).
Definisi Penilaian Kinerja Karyawan
Mathis dan Jackson (Tangkuman dkk., 2015) mengatakan
penilaian kinerja (performance appraisal) adalah proses
mengevaluasi seberapa baik karyawan melakukan

57
TEORI PENILAIAN KINERJA KARYAWAN

pekerjaan mereka jika dibandingkan dengan seperangkat


standar, dan kemudian mengkomunikasikan informasi
tersebut pada karyawan. Penilaian kinerja (performance
appraisal) adalah proses mengevaluasi seberapa baik
karyawan melakukan pekerjaan mereka jika
dibandingkan dengan seperangkat standar, dan
kemudian mengkomunikasikan informasi tersebut pada
karyawan (Tangkuman dkk., 2015).
Sumual (2017) bependapat bahwa penilaian kinerja
merupakan suatu alat manajemen yang digunakan untuk
menilai pencapaian tujuan dan sasaran yang telah
ditetapkan sebelumnya. Penilaian kinerja dilakukan
untuk memberikan penilaian terhadap hasil kerja atau
prestasi kerja yang diperoleh organisasi, tim atau
individu. Penilaian kinerja akan memberikan umpan balik
terhadap tujuan dan sasaran kinerja, perencanaan dan
proses pelaksanaan kinerja.
Dalam implikasi penilaian kinerja menganggap bahwa
karyawan memahami apa standar yang digunakan pada
kinerja mereka, serta penyedia memberikan karyawan
umpan balik, pengembangan, dan insentif yang
diperlukan untuk mendorong karyawan yang
bersangkutan menghilangkan kinerja yang kurang baik
dan meneruskan kinerja yang baik (Rani dan Mayasari,
2015). Penilaian kinerja berfungsi untuk mengukur
kinerja karyawan dan membantu organisasi untuk
memeriksa kemajuan tujuan dan sasaran yang diinginkan
organisasi. Melalui sistem ini, pihak penilai dapat
memotivasi karyawan untuk meningkatkan kinerjanya
sehingga dapat mencapai tujuan organisasi secara
keseluruhan.
Penilaian kinerja merupakan proses evaluasi karyawan
melakukan pekerjaan dengan membandingkan
seperangkat standar kerja, kemudian
mengkomunikasikan informasi tersebut kepada karyawan
(Agustini, 2019). Penilaian kinerja bertujuan untuk dapat
memperbaiki kinerja karyawan.
Penilaian Kinerja adalah sebuah sistem formal dan
sistematis yang diterapkan oleh perusahaan untuk

58
TEORI PENILAIAN KINERJA KARYAWAN

mengukur performa kinerja karyawan. Sampai


sejauhmana kinerja yang dilakukan karyawan
dibandingkan dengan standar yang telah diberikan oleh
perusahaan (Lestantyo, 2014).
Evita dkk. (2017) berpendapat bahwa penilaian kinerja
adalah serangkaian aktivatas evaluasi yang dilakukan
secara sistematis mengenai performa seorang karyawan,
dengan cara membandingkan antara kinerja aktual
dengan kinerja standar yang sebelumnya telah ditetapkan
oleh manajemen perusahaan dengan disertai pemberian
umpan balik (feedback) dalam rangka pengembangan
karyawan.
Manfaat Penilaian Kinerja
Penilaian kinerja memiliki manfaat yang baik bagi
organisasi, Agustini (2019) terdapat beberapa manfaat
dari penilaian kinerja sebagai berikut:
1. Peringkatan Motivasi Kerja
Setiap pegawai memnginginkan penghargaan atas
kinerjanya, dengan adanya penilaian kinerja motivasi
setiap pegawai akan meningkat.
2. Perbaikan Prestasi Kerja
Umpan balik dari penilaian kinerja adalah perbaikan
berkesinambungan bagi karyawan yang memiliki
kinerja buruk. Bagi karyawan yang memiliki kinerja
buruk akan segera memperbaiki kinerjanya ke arah
yang lebih baik.
3. Penyesuaian Kompensasi
Beberapa bentuk penghargaan bagi kinerja yang baik
adalah penyesuaian kompensasi, atas dasar penilaian
kinerja perusahaan akan menyesuaikan kompensasi
karyawan dalam bentuk bonus, kenaikan upah dan
bentuk kompensasi lainnya.
4. Keputusan Penempatan Kerja
Rotasi pegawai biasanya berdasarkan hasil penilaian
kinerja karyawan, bentuk rotasi kerja karyawan
berupa mutasi, promosi, demosi dan transfer.

59
TEORI PENILAIAN KINERJA KARYAWAN

5. Kebutuhan Pelatihan dan Pengembangan


Hasil dari penilaian kinerja dapat mengetahui kinerja
setiap karyawan. Apabila kinerja karyawan kurang
baik maka harus diperbaiki dengan melakukan
pelatihan dan pengembangan untuk meningkatkan
kemampuan kerjanya.
6. Perencanaan dan Pengembangan Karier
Karier karyawan hampir sama dengan rotasi
karyawan, hasil penilaian kinerja dapat dijadikan
adamya keputusan karier.
7. Kesesuaian Penempatan Karyawan
Kekuatan dan kelemahan karyawan dapat kelihatan
berdasarkan hasil penilaian kinerja dan akan jadi
acuan prosedur penempatan kerja sesuai dengan
keterampilan dan keahlian masing-masing pada
bagian HRD.
Pengukuran Penilaian Kinerja Karyawan
Penilaian kinerja (prestasi kerja) yaitu relevance,
sensitivity, reliability, dan acceptability (Tangkuman dkk.,
2015). Sedangkan menurut (Agustini, 2019), aspek-aspek
penilaian kinerja dapat dikelompokkan menjadi:
1. Kemampuan teknis, merupakan kemampuan
menggunakan pengetahuan, metode, teknik, dan
peralatan serta pengalaman dan pelatihan yang
diperolehnya dalam melaksanakan tugas.
2. Kemampuan konseptual, merupakan kemampuan
dalam memahami kompleksitas organisasi dan
penyesuaian tugas dari unit masing-masing ke bidang
operasional organisasi. Atau dengan kata lain setiap
karyawan memahami tugas, fungsi serta tanggung
jawabnya sebagai seorang karyawan.
3. Kemampuan hubungan interpersonal, merupakan
kemapuan untuk bekerja sama dengan orang lain,
memotivasi karyawan, melakukan negosiasi, dan lain-
lain.

60
TEORI PENILAIAN KINERJA KARYAWAN

(Lestantyo, 2014) dalam penelitiannya pengukuran


penilaian kinerja menggunakan teori Mondy dan Noe
dengan sebuah proses tahapan sebagai berikut:
1. Identifikasi spesifikasi tujuan penilaian kinerja. Harus
digali terlebih dahulu tujuan yang ingin dicapai oleh
organisasi dengan adanya sistem penilaian kinerja
yang akan disusun.
2. Menetapkan analisis jabatan. Menetapkan standar
yang diharapkan dari suatu jabatan, sehingga akan
diketahui dimensi-dimensi apa saja yang akan diukur
dalam penilaian kinerja.
3. Mengamati hasil kinerja. Melihat kinerja karyawan
pada aspek-aspek yang dijadikan sebagai penilaian
atau aspek utama dalam bidang yang bersangkutan.
4. Melakukan penilaian kinerja. Melakukan penilaian
kinerja terhdap karyawan yang menduduki suatu
jabatan.
5. Diskusi mengenai penilaian kinerja. Hasil dari
penilaian kinerja, selanjutnya dianalisa dan
dikomunikasikan kembali kepada karyawan yang
dinilai agar mereka mengetahui kinerja yang
diharapkan oleh organisasi.
Berdasarkan hasil penelitian (Evita dkk., 2017) terdapat
beberapa dimensi untuk menilai perilaku kerja karyawan
dalam penilaian kinerja karyawan sebagai berikut:
1. Disiplin, yaitu sikap konsistensi, tepat waktu hadir,
dan tidak ada absen.
2. Tanggung jawab, yaitu selalu melaksanakan tugas
yang diberikan dengan penyelesaian tepat waktu dan
pengerjaannya sesuai dengan instruksi yang
diberikan.
3. Kerja sama, yaitu mampu berkoordinasi dan
berkomunikasi dengan berbagai pihak dan dapat
menghargai pendapat atau masukan dari orang lain.
4. Keterampilan perencanaan, yaitu suatu keterampilan
dalam membuat perencanaan sebelum pekerjaan

61
TEORI PENILAIAN KINERJA KARYAWAN

dilaksanakan serta mengevaluasi pekerjaannya


sesuai dengan rencana yang sudah dibuat.
5. Kepemimpinan, yaitu sikap tegas yang tidak memihak
siapa pun serta menjadi tauladan bagi bawahannya.
6. Pemecahan masalah dan pengambilan keputusan,
yaitu dapat merumuskan berbagai alternatif-alternatif
pemecahan masalah dalam bentuk solusi yang
relevan dengan masalah yang sudah terjadi.
7. Kepatuhan, yaitu selalu mentaati peraturan-
peraturan atau kebijakan dan prosedur kerja yang
sudah ditetapkan oleh perusahaan.
8. Kejujuran, yaitu sikap selalu melakukan pelaporan
hasil kerja pada penyelian dengan keadaan yang
sebenar-benarnya.
9. Inisiatif, yaitu melakukan tindakan yang diperlukan
tanpa menunggu perintah dalam pelaksanaan tugas
tetapi tidak bertentangan dengan kebijakan umum
perusahaan pada posisi keadaan yang mendesak.
10. Motivasi diri, yaitu mengerjakan tugas dengan usaha
yang luar biasa dengan siap menanggung segala
resikonya.
11. Berfikir analisis, yaitu membuat analisis atau
perencanaan yang kompleks dalam menguraikan
masalah.
12. Orientasi pencapaian, upaya untuk menyusun kinerja
melebihi standar dan berkesinambungan
13. Inovasi, yaitu berupa penciptaan hal baru pada
tingkat organisasi yang menyebabkan perusahaan
memiliki kinerja yang lebih baik.
Setiobudi (2017) berdasarkan hasil penelitiannya adalah
aspek penilaian Key Performance Indicator yang dilakukan
berupa sebagai berikut:
1. Value acquisition indicator, penilaiannya terhadap
kategori: ketekunan, dinamis dan kualitas.

62
TEORI PENILAIAN KINERJA KARYAWAN

2. General performance indicator, penilaiannya terhadap


kategori yaitu: kepemimpinan, komunikasi, disiplin,
kehalian teknis, dan pengembangan diri.
3. Achievement performance indicator, penilaiannya
terhadap kategori: kinerja penjualan, keuangan,
produksi dan pengelolaan SDM.
4. Personal performance, penilaiannya terhadap kategori
yaitu keselamatan kerja, proses produksi, arus
informasi, inventori aset dan hubungan industrial.
Metode Penilaian Kinerja Karyawan
Beberapa Metode penilaian individu menurut Dessler
(Sumual, 2017) yang dapat digunakan untuk menilai
kinerja, yaitu:
1. Metode Skala Peringkat Garis
Metode penilaian ini berupa peringkat garis yang
mencatat kinerja karyawan untuk setiap harinya.
Penyusunan penilaian ini disusun berdasarkan
deskripsi kinerja karayawan untuk setiap harinya
mulai dari garis luar biasa (90-100), sangat baik (80-
90), baik (70-80), butuh peningkatan (60-70) dan
tidak memuaskan (kurang dari 60).
2. Metode Peringkat Alternasi
Metode yang digunakan dengan memperingkat
karyawan yang terbaik sampai karyawan terburuk
berdasarkan ciri tertentu. Siapkan formulir kemudian
tandai karyawan yang nama-namanya yang cukup
dikenal dan diberikan peringkat sesuai dengan
karakteristik yang diukur mulai dari karyawan terbaik
sampai karyawan terburuk.
3. Metode Perbandingan Berpasangan
Metode ini membandingkan antarkaryawan dengan
karyawan lainnya, sesuai karakteristik yang dinilai
(kuantitas kerja, kualitas kerja, dan lain-lain) dengan
dibuatkan diagram untuk setiap semua pasangan dan
tentukan karyawan mana yang lebih baik untuk
setiap pasangan.

63
TEORI PENILAIAN KINERJA KARYAWAN

4. Metode Distribusi Kekuatan


Metode ini menilai berbagai katagori kinerja pada
sebuah kurva, persentase yang dinilainya.
5. Metode Kejadian Kritis
Metode ini dilakukan dengan mencatat tentang
kejadian-kejadian baik bersifat positif atau negatif
pada setiap karayawan yang ada hubungannya
dengan pekerjaan. Penilaian setiap 6 bulan tersebut
berdasarkan catatan-catatan tersebut.
6. Metode Bentuk Naratif
Metode ini membuat penilaian dengan bentuk naratif
berupa baik atau buruknya kinerja karyawan dan
bagaimana peningkatan kinerjanya.
7. Metode Skala Peringkat Standar Perilaku
Metode ini berdasarkan skala peringkat standar
perilaku (behaviorally anchored rating scale- BARS)
yaitu penggabungan naratif, kejadian kritis dan skala
peringkatan atas perilaku spesifikasi kinerja baik dan
buruk.
Berdasarkan beberapa teori tentang metode penilaian
kinerja yang akan dipaparkan oleh penulis sebagai
tambahannya selain yang sudah dijelaskan, adapun
penambahanya yaitu menurut (Agustini, 2019) terdapat
beberapa metode penilaian kinerja yaitu:
1. Metode Cheklist, Dalam metode checklist yang
dipersiapkan, segi-segi penyelesaian tugas yang
sifatnya kritikal tersebut dalam banyak hal serupa
dengan faktor-faktor keberhasilan yang dinilai dengan
berbagai teknik lainnya. Sedangkan kelemahannya
seperti kecenderungan penilai yang bersifat subjektif,
interprestasi yang tidak tepat tentang faktor yang
dinilai dan cara pembobotan yang kurang
2. Metode Pilihan Terarah, Dalam metode checklist yang
dipersiapkan, segi-segi penyelesaian tugas yang
sifatnya kritikal tersebut dalam banyak hal serupa
dengan faktor-faktor keberhasilan yang dinilai dengan
berbagai teknik lainnya. Sedangkan kelemahannya

64
TEORI PENILAIAN KINERJA KARYAWAN

seperti kecenderungan penilai yang bersifat subjektif,


interprestasi yang tidak tepat tentang faktor yang
dinilai dan cara pembobotan yang kurang
3. Metode Evaluasi Penilaian, Penggunaan metode ini
meletakkan tanggung jawab utama dalam melakukan
penilaian para ahli yang bertugas dibagian
kepegawaian. Kelebihan metode ini ialah bahwa
objektivitas lebih terjamin karena penilaian dilakukan
oleh para ahli penilaian dan juga karena tidak
terpengaruh oleh “hallo effect”. Kelemahan metode ini
terlihat pada penilaian, meskipun seorang ahli, tetap
tidak bebas dari ‘bias’ tertentu. Serta bagi organisasi
besar menjadi mahal karena harus mendatangkan
ahli penilai kerja tempat pelaksanaan tugas.
4. Metode Tes dan Obsevasi, Untuk jenis-jenis pekerjaan
tertentu penilaian dapat berupa tes dan observasi.
Artinya pegawai yang dinilai di uji kemampuannya,
baik melalui ujian tertulis yang menyangkut berbagai
hal seperti tingkat pengetahuan tentang prosedur dan
mekanisme kerja yang telah ditetapkan dan harus
ditaati melalui ujian praktek yang langsung diamati
oleh penilai. Kebaikan metode ini terletak pada
keterkaitan langsung antara prestasi kerja dengan
tugas pekerjaan seseorang
5. Metode Pendekatan Komparatif, Metode ini
mengutamakan perbandingan prestasi kerja
seseorang dengan pegawai lain yang
menyelenggarakan kegiatan sejenis. Alasannya ialah
dengan perbandingan tersebut dapat disusun
peringkat pegawai dapat dilihat dari sudut prestasi
kerjanya.
6. Metode penilaian sendiri, Penilaian diri sendiri adalah
penilaian pegawai untuk diri sendiri dengan harapan
pegawai tersebut dapat mengidentifikasi aspek-aspek
perilaku keja yang perlu diperbaiki pada masa yang
akan datang. Pelaksanaanya, organisasi atau atasan
penilai mengemukakan harapan-harapan yang
diinginkan dari pegawai pada pegawai, tujuan
organisasi, dan tantangan yang dihadapi organisasi.

65
TEORI PENILAIAN KINERJA KARYAWAN

Metode ini disebut pendekatan masa depan sebab


pegawai akn memperbaiki diri dalam rangka
melakukan tugas-tugas untuk masa yang akan
datang dengan lebih baik
7. Metode MBO, adalah sebuah program manajemen
yang melibatkan pegawai dalam pengambilan
keputusan untuk menentukan sasaran-sasaran yang
dicapainya yang dapat dilakukan melalui prosedur.
MBO sebagai metode penilaian kinerja pada masa
yang akan datang. Kelebihan dari metode ini adalah
standar unjuk kerja jelas, ukuran kinerja juga jelas,
dapat dipahami oleh atasan dan bawahan, dapat
memotivasi karyawan, dan dapat menunjukkan
bimbingan dan dukungan yang akan diberikan dalam
peningkatan unjuk kerja serta pengembangan
pegawai. Kelemahan utama dari metode ini adalah
sering kali tujuan-tujuan yang ditentukan oleh para
pegawai bisa terlalu sederhana.
8. Penilaian Psikologis, Penilaian secara psikologis ialah
proses penilaian yang dilakukan oleh para ahli
psikologi untuk mengetahui potensi seseorang yang
berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan seperti
kemampuan intelektual, motivasi, dan lainlain yang
bersifat psikologis. Penilaian ini biasanya dilakukan
melalui serangkaian tes kecerdasan, tes kecerdasan
emosional, dan tes kepribadian yang dilakukan
melalui wawancara atau tes-tes tertulis.
9. Assement Centre, atau pusat penilaian adalah
penilaian yang dilakukan melalui serangkaian teknik
penilaian dan dilakukan oleh sejumlah penilai untuk
mengetahui potensi seseorang dalam melakukan
tanggung jawab yang lebih besar. Proses
pelaksanaannya dilakukan dengan interview
mendalam, tes psikologi, pemeriksaan latar belakang,
penilaian rekan kerja, diskusi terbuka, dan
mensimulasikan pekerjaan dalam bentuk
pengambilan keputusan dari suatu masalah untuk
mengetahui kekuatan-kekuatan, kelemahan-
kelemahan, dan potensi seseorang.

66
TEORI PENILAIAN KINERJA KARYAWAN

Daftar Pustaka
Agustini, Fauzia. (2019). Strategi Manajemen Sumber Daya
Manusia. Medan: USISU Press.
Evita, Siti Nono., Wa Ode Zusnita Muizu, dan Raden Tri
Wahyu Atmojo. (2017). Penilaian Kinerja Karyawan
dengan Menggunakan Behaviorally Anchor Rating
Scale dan Management by Objectives (Studi Kasus
Pada PT, QWORDS Company International). Jurnal
Pekbis, 9(1), 18-32.
Lestantyo, Elizabeth dan Ratih, Indriyani. (2014). Analisis
Sistem Penilaian Kinerja pada PT. Surya Plastindo.
Jurnal Agora, 2(2), 121-131.
Rani, Indria Hangga., & Mega Mayasari. (2015). Pengaruh
Penilaian Kinerja Terhadap Kinerja Karyawan dengan
Motivasi sebagai Variabel Moderasi. Jurnal Akuntansi,
Ekonomi dan Manajemen Bisnis, 3(2), 164-170.
Setiobudi, Eko. (2017). Analisis Sistem Penilaian Kinerja
Karyawan Studi pada PT. Tridharma Kencana. Journal
of Applied Business and Economics, 3(3), 170-182.
Sumual, Tinneke Evie Meggy. (2017). Manajemen Sumber
Daya Manusia Edisi Revisi. Surbaya: CV. R.A. De.
Rozarie.
Tangkuman, Kevin., Bernhard, Tewal., Irvan, Trang.
(2015). Penilaian Kinerja, Reward, dan Punishment
terhadap Kinerja Karyawan pada PT. Pertamina
(Persero) Cabang Pemasaran Suluttenggo. Jurnal
Emba, 3(2), 884-895.

67
TEORI PENILAIAN KINERJA KARYAWAN

Profil Penulis
Suroso, S.E., M.M.
Penulis lahir di Lampung, namun sudah lama
tinggal di Jawa Barat terutama Kabupaten
Karawang. Penulis adalah lulusan STIE Budi
Pertiwi pada tahun 2013 dengan mengambil prodi
Ekonomi Pembangunan, penulis juga merupakan
lulusan Universitas Singaperbangsa Karawang dengan prodi
pascasarjana magister manajemen pada tahun 2015. Dan
sekarang penulis sedang melanjutkan studi lanjut program
doktor ilmu manajemen di Universitas Pasundan dengan
konsentrasi Manajemen Sumber Daya Manusia. Penulis
bergabung sebagai dosen pada tahun 2015 di Universitas Buana
Perjuangan Karawang, namun sebelumnya pekerjaan penulis
adalah wirausaha dibidang elektronik. Penulis sangat tertarik
pada dunia pendidikan sejak menjadi seorang mahasiswa yang
sudah berumur, dan penulis sangat tertarik pada penulisan
buku sejak menjadi dosen. Keilmuan dan kepakaran penulis
adalah kewirausahaan dan Manajemen Sumber Daya Manusia.
Penulis lulus ujian sertifikasi pendidik (SERDOS) pada tahun
2019, dan setelah berkecimpung pada dunia perguruan tinggi
selama 5 tahun terakhir jabatan akademik penulis adalah lektor
dengan golongan III C. Penulis juga pernah lulus uji kompetensi
BNSP Certified Human Resoursce Manager Pada tahun 2020.
Dan telah mengikuti pelatihan Certified Trainer of Trainer pada
tahun 2020. Semoga dengan penulisan buku ini dapat
bermanfaat khususnya untuk penulis umumnya untuk semua.
E-mail Penulis: suroso@ubpkarawang.ac.id

68
6
KONSEP KINERJA ORGANISASI

Muhamad Mukhsin, M.E.


Sekolah Tinggi Ekonomi Syariah Nahdlatul Ulama
(STIESNU) Bengkulu

Pengertian Kinerja Organisasi


Pada dasarnya, suatu organisasi dibentuk guna mencapai
tujuan bersama. Namun, untuk mencapai tujuan
bersama itu diperlukan adanya kinerja yang handal dan
profesional dari berbagai stakeholder yang bersangkutan.
Menurut Keban (2004), kinerja merupakan terjemahan
dari “performance” yang sering diartikan sebagai
penampilan, unjuk rasa atau prestasi. Kinerja juga
diartikan sebagai gambaran mengenai tingkat pencapaian
pelaksanaan tugas dalam suatu organisasi, dalam upaya
mewujudkan sasaran, tujuan, misi dan visi organisasi
tersebut (Bastian, 2001). Dengan demikian, kinerja dapat
dikatakan sebagai output dari suatu proses yang
dilakukan oleh seluruh komponen organisasi terhadap
input yang digunakan, output yang dihasilkan diharapkan
sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai organisasi.
Organisasi merupakan sekelompok orang yang secara
bersama-sama melaksanakan sesuatu untuk tujuan yang
sudah ditetapkan bersama. Menurut Mooney (1996),
organisasi adalah perserikatan manusia untuk mencapai
suatu tujuan bersama, akan tetapi perlu dipahami bahwa
yang menjadi dasar atas suatu organisasi bukanlah
“siapa” akan tetapi “apanya”, yang berarti bahwa yang
dipentingkan bukan siapa orang yang akan memegang
organisasi, akan tetapi “apakah” tugas dari organisasi.

69
KONSEP KINERJA ORGANISASI

Selain itu, organisasi merupakan bentuk dari


persekutuan antara dua orang atau lebih yang bekerja
bersama serta secara formal terikat dalam rangka
pencapaian suatu tujuan yang telah ditentukan dalam
ikatan yang mana terdapat seseorang/ beberapa orang
yang disebut atasan dan seorang/ sekelompok orang yang
disebut dengan bawahan (Armosudiro, 2006).
Dalam organisasi, kinerja merupakan hasil dari kegiatan
kerja sama antara anggota atau komponen organisasi
dalam rangka mewujudkan tujuan organisasi. Dengan
demikian, kinerja organisasi adalah totalitas hasil kerja
yang dicapai suatu organisasi, tercapainya tujuan
organisasi berarti bahwa, kinerja suatu organisasi dapat
dilihat dari sejauh mana organisasi tersebut dapat
mencapai tujuan yang sudah ditetapkan sebelumnya
(Surjadi, 2009).
Pendapat lain dikemukakan oleh Wibowo dan Atmosudirjo
(dalam Pasolong, 2007) bahwa kinerja organisasi adalah
sebagai efektivitas organisasi secara menyeluruh untuk
kebutuhan yang ditetapkan dari setiap kelompok yang
berkenaan melalui usaha-usaha yang sistemik dan
meningkatkan kemampuan organisasi secara terus
menerus untuk mencapai kebutuhannya secara efektif.
Dengan demikian, kinerja organisasi merupakan indikator
yang mencerminkan tingkat prestasi yang dapat dicapai
dan mencerminkan keberhasilan suatu organisasi, serta
merupakan hasil yang dicapai dari pelaku anggota
organisasi.
Prestasi yang dicapai tak luput dari peran dan kinerja
pegawai handal dan profesional baik secara individu dan
juga secara berkelompok (organisasi). Oleh karena itu
dapat disimpulkan bahwa kinerja organisasi adalah
kemampuan sekelompok orang yang tergabung dalam
wadah organisasi untuk mencapai tugas yang dibebankan
kepada mereka untuk mencapai tujuan yang diharapkan.
Kinerja organisasi merupakan suatu hal yang
menggambarkan hasil kinerja sebauh organisasi dalam
mencapai tujuan yang dipatuhi oleh sumber daya yang
dimiliki dalam organisasi tersebut. Sumber daya yang
dimaksud meliputi sumber daya fisik maupun nonfisik,

70
KONSEP KINERJA ORGANISASI

sumber daya fisik adalah manusia, sedangkan nonfisik


adalah peraturan, informasi dan kebijakan.
Indikator Kinerja Organisasi
Indikator kerja merupakan ukuran kuantitatif atau
kualitatif yang menggambarkan tingkat pencapaian suatu
sasaran atau tujuan yang telah didetapkan (Mahsun,
2006). Sementara itu, menurut Lohman (2003) indikator
kinerja adalah suatu variable yang digunakan untuk
mengekspresikan secara kuantitatif efektivitas dan efisiesi
proses dengan pedoman pada target-target dan tujuan
organisasi (dalam Mahsun, 2006). Dengan demikian,
indikator kinerja adalah kriteria yang digunakan untuk
mengukur sejauh mana keberhasilan perncapaian tujuan
organisasi yang diwujudkan dalam nilai-nilai tertentu.
Untuk mengukur kinerja organisasi tentu saja diperlukan
indikator atau instrumen yang jelas, tanpa indikator atau
instrumen yang jelas maka tidak akan muncul arah yang
dapat digunakan untuk menentukan mana yang lebih
efektif antara alokasi sumber daya yang berbeda, desain
organisasi yang berbeda dan pilihan pendistribusian
tugas serta wewenang yang berbeda.
Sampai saat ini, menentukan indikator yang digunakan
sebagai alat ukur kinerja yang sesuai masih sangat sulit.
Agus Dwiyanto menjelaskan, kesulitan dalam pengukuran
kinerja organisasi pelayanan publik sebagaian muncul
karena tujuan dan misi organisasi publik seringkali
bukan hanya kabur akan tetapi juga bersifat
multidimensional. Organisasi publik memiliki stakeholder
yang jauh lebih banyak dan kompleks ketimbang
organisasi swasta. Stakeholder dari organisasi publik
seringkali memiliki kepentingan yang berbenturan satu
dengan yang lainnya, akibatnya ukuran kinerja organisasi
publik di mata stakeholder juga menjadi berbeda-beda
(Dwiyanto, 2008). Oleh karena itu, ada berbagai pendapat
yang memunculkan instrumennya untuk menilai sebuah
kinerja suatu organisasi.
Mahsun berpendapat ada enam indikator yang dapat
digunakan untuk menilai suatu kinerja organisasi, yaitu:

71
KONSEP KINERJA ORGANISASI

1. Masukan (input) adalah segala sesuatu yang


dibutuhkan organsisasi agar pelaksaaan kegiatan
dapat berjalan untuk menghasilkan keluaran.
Indikator ini mengukur jumlah sumber daya seperti
dana, SDM dan sumber daya yang dimiliki.
2. Proses. Dalam indikator ini, organisasi akan
merumuskan ukuran kegiatan, baik dari segi
kecepatan, ketepatan, maupun tingkat akurasi
pelaksanaan kegiatan tersebut. Poin yang paling
dominan dalam proses ini adalah tingkat efisiensi dan
ekonomis pelaksanaan kegiatan organisasi. Efisiensi
berarti besarnya hasil yang diperoleh dengan
pemanfaatan sejumlah masukan. Sedangkan
ekonomis berarti suatu kegiatan yang dilakukan lebih
murah dibandingkan dengan standar biaya dan waktu
yang telah ditentukan untuk itu.
3. Keluaran (output) adalah sesuatu yang diharapkan
langsung dapat tercapai dari siatu kegiatan yang
berupa fisik maupun nonfisik. Tolok ukur keluaran
digunakan untuk mengukur keluaran yang dihasilkan
dari suatu kegiatan.
4. Hasil (outcomes) adalah sesuatu yang mencerminkan
berfungsinya keluaran kegiatan pada jangka
menengah (efek langsung). Indikator keluaran lebih
utama dari sekedar keluaran yakni menggambarkan
tingkat pencapaian atas hasil yang lebih tinggi yang
mencangkup kepentingan banyak pihak.
5. Manfaat (benefit) adalah sesuatu yang berkaitan
dengan tujuan akhir dari pelaksanaan kegiatan.
Indikator manfaat menggambarkan manfaat yang
diperoleh dari indikator hasil. Manfaat tersebut akan
dirasakan setelah beberapa waktu kemudian,
khususnya dalam jangka menengah dan jangka
panjang.
6. Dampak (impact) adalah pengaruh yang ditimbulkan
baik positif ataupu negatif (Mahsun, 2006).

72
KONSEP KINERJA ORGANISASI

Hampir senada dengan pendapat yang dikemukakan oleh


Mahsun, Sobandi (2006) berpendapat, indikator yang
dapat dijadikan sebagai tolak ukur untuk menilai kinerja
suatu organisasi hanya empat, yaitu:
1. Keluaran (output) adalah suatu yang diharapkan
dapat langsung dicapai dari suatu kegiatan yang
berupa fisik ataupun nonfisik. Output ini sebisa
mungkin diharapkan dapat langsung dirasakan oleh
masyarakat. Kelompok keluaran (output) meliputi dua
hal. Pertama, kualitas pelayanan yang diberikan,
indikator ini mengukur fisik pelayanan. Kedua,
kualitas pelayanan yang diberikan yang memenuhi
persyaratan kualitas tertentu. Indikator ini mengukur
kualitas fisik pelayanan yang memenuhi uji kualitas.
2. Hasil adalah mengukur pencapaian atau hasil yang
terjadi karena pemberian layanan, yakni segala
sesuatu yang mencerminkan berfungsinya keluaran
kegiatan pada jangka menengah (efek langsung).
Maka, segala sesuatu yang dilakukan atau
dilaksanakan pada jangka menengah harus dapat
memberikan efek langsung dari kegiatan tersebut.
Hasil sangat bermanfaat jika disajikan secara
komparatif dengan hasil tahun sebelumnya, target,
tujuan, atau sasaran, norma, atau standar yang
diterima secara umum. Efek sekunder dari pelayanan
atas penerimaan atau pengguna bisa teridentifikasi
dan layak dilaporkan. Ukuran itu mencakup akibat
tidak langsung yang signifikan, dimaksud atau tidak
dimaksud, positif atau negatif, yang terjadi akibat
pemberian pelayanan yang diberikan.
3. Kaitan usaha dengan pencapaian adalah ukuran
efisiensi yang mengkaitkan usaha dengan keluaran
pelayanan. Berdasarkan pengertian di atas, maka
Mengukur sumber daya yang digunakan atau biaya
per unit keluaran, dan memberi informasi tentang
keluaran ditingkat tertentu dari penggunaan sumber
daya, menunjukan efisiensi relatif suatu unit jika
dibandingkan dengan hasil sebelumnya, tujuan yang
ditetapkan secara internal, norma atau standar yang
bisa diterima atau hasil yang bisa dihasilkan setara.

73
KONSEP KINERJA ORGANISASI

Indikator yang mengaitkan usaha dengan pencapaian,


meliputi dua hal. Pertama, ukuran efisiensi yang
mengaitkan usaha dengan keluaran pelayanan,
indikator ini mengukur sumber daya yang digunakan
atau biaya per unit keluaran, dan memberi informasi
tentang keluaran ditingkat tertentu dari penggunaan
sumber daya di lingkungan organisasi. Kedua, ukuran
biaya hasil yang menghubungkan usaha dan hasil
pelayanan, ukuran ini melaporkan biaya per unit
hasil, dan mengaitkan biaya dengan hasil sehingga
managemen publik dan masyarakat bisa mengukur
nilai pelayanan yang telah diberikan.
4. Informasi penjelas adalah suatu informasi yang harus
disertakan dalam pelaporan kinerja yang mencakup
informasi kuantitatif dan naratif. Hal ini dapat
membantu pengguna untuk memahami ukuran
kinerja yang dilaporkan, menilai kinerja suatu
organisasi, dan mengevaluasi signifikansi faktor yang
akan mempengaruhi kinerja yang dilaporkan. Ada dua
jenis informasi penjelas. Pertama, faktor substansial
yang ada diluar kontrol seperti karakteristik
lingkungan dan demografi. Kedua, faktor yang dapat
dikontrol seperti pengadaan staf.
Selanjutnya, Dwiyanto berpendapat bahwa ada lima
indikator yang dapat digunakan untuk mengukur kinerja
organisasi publik, yaitu:
1. Produktivitas. Indikator ini diharapkan tidak hanya
mengukur tingkat efisiensi suatu kinerja organisasi
saja, melainkan juga mengukur efektivitas pelayanan.
Produktivitas pada umunya dipahami sebagai rasio
antara input dengan output.
2. Kualitas layanan. Instrumen ini menjadi semakin
penting karena kepuasan masyarakat bisa menjadi
parameter untuk menilai kinerja organisasi publik.
Keuntungan utama menggunakan kepuasan
masyarakat sebagai indikator kinerja adalah
informasi mengenai kepuasan masyarakat sering kali
tersedia secara mudah dan murah yang dapat
diperoleh dari media masa dan diskusi publik.

74
KONSEP KINERJA ORGANISASI

3. Responsivitas adalah kemampuan organisasi untuk


mengenali kebutuhan masyarakat, Menyusun agenda
prioritas layanan dan mengembangkan program-
program pelayanan publik sesuai dengan kebutuhan
dan aspirasi masyarakat.
4. Responsibilitas. Indikator ini menjelaskan apakah
kegiatan organisasi publik itu dilakukan sesuai
dengan prinsip-prinsip administrasi yang benar dan
sesuai dengan kebijakan organisasi, baik yang bersifat
eksplisit maupun emplisit.
5. Akuntabilitas. Indikator ini menunjukkan seberapa
besar kebijakan dan kegiatan organisasi publik
tunduk pada para pejabat politik yang dipilik oleh
rakyat, asumsinya adalah bahwa para pejabat politik
dipilih oleh rakyat sehingga dengan sendirinya akan
selalu merepresentasikan kepentingan masyarakat
(Dwiyanto, 2008).
Menurut Kumorotomo (dalam Dwiyanto, 2008), indikator
yang dijadikan sebagai alat untuk menilai kinerja
organisasi pelayanan publik ada empat, yaitu:
1. Efisiensi. Indikator ini menyangkut tentang
pertimbangan mengenai keberhasilan organisasi
pelayanan publik dalam mendapatkan laba
(keutungan), manfaat factor-faktor produksi serta
pertimbangan yang berasal dari rasionalitas
ekonomis.
2. Efektivitas. Dalam hal ini adalah kemampuan untuk
mengukur seberapa baik semua komponen organisasi
bekerja dan menggunakan informasi, guna
memastikan bahwa pelaksaannya memenuhi standar
saat ini dan meningkat sepanjang waktu. Artinya,
bahwa indikator ini menekankan pada hasil yang
dicapai dari kegiatan input dan output.
3. Keadilan. Dalam hal ini, keadilan akan
mempertanyakan distribusi dan alokasi layanan yang
diselenggarakan oleh organisasi pelayanan publik.
4. Daya Tanggap. Dalam hal ini, bagaimana suatu
negara atau pemerintah sangat tanggap dalam

75
KONSEP KINERJA ORGANISASI

memenuhi kebutuhan vital masyarakat. Hal ini


menjadikan seluruh kriteria organisasi harus
dipertanggungjawabkan secara transparan demi
memenuhi kriteria daya tanggap ini.
Walaupun terdapat beberapa pendapat mengenai cara
atau instrument yang digunakan untuk menilai kinerja
suatu organisasi, akan tetapi pada dasarnya memiliki
kesamaan substansial yakni untuk melihat seberapa jauh
tingkat pencapaian hasil yang telah dilakukan oleh
organisasi atau instansi, apakah sudah sesuai dengan
tujuan yang sudah ditetapkan ataukah belum. Dengan
demikian, indikator yang ada tidak perlu diperdebatkan,
tinggal disesuaikan saja dengan organisasi masing-
masing, karena setiap organisasi memiliki tujuan dan
stakeholder yang berbeda-beda sehingga pasti terdapat
perbedaan dalam menggunakan indikator dalam menilai
kinerja sebuah organisasi tersebut. Disamping indikator
yang sudah disebutkan di atas, paling tidak menurut
Keban (Tsauri, 2014) penilaian kinerja itu dapat dilihat
dari empat hal, yaitu:
1. Kinerja individu yang menggambarkan sampai sejauh
mana seseorang telah melaksakan tugas pokoknya
sehingga dapat memberikan hasil yang telah
ditetapkan oleh kelompok atau instansi.
2. Kinerja kelompok, yaitu menggambarkan sampai
sejauh mana kelompok telah melaksanakan tugas
pokoknya sehingga dapat memberikan hasil yang
telah ditetapkan oleh kelompok atau instansi.
3. Kinerja organisasi, yaitu menggambarkan sejauh
mana organsasi telah menaksanakan semua kegiatan
pokoknya agar mencapai visi dan misi institusi.
4. Kinerja program, yaitu berkenaan dengan sejauh
mana kegiatan-kegitan dalam program yang telah
dijalaksanakan sehingga dapat mencapai tujuan dari
program tersebut.

76
KONSEP KINERJA ORGANISASI

Tujuan Penilaian Kinerja Organisasi


Tujuan dari adanya penilaian dari sebuah kinerja
organisasi pada dasarnya mengacu kepada konsistensi
suatu organisasi tersebut. Dengan adanya penilaian
kinerja, sebuah organisasi dapat mengetahui sejauhmana
seluruh bagian dapat bekerja secara optimal sehingga
dengan itu, organisasi dapat mengetahui pos-pos tertentu
yang harus dibenahi sehingga menghasilkan output yang
maksimal. Itulah sebabnya menurut Syarifudin Alwi,
tujuan dari penilaian kinerja dikategorikan sebagai suatu
yang bersifat evolution dan development, artinya hasil
penilaian menjadi bahan untuk menentukan kebijakan
selanjutnya. Menurut Alwi, penilaian kinerja berfungsi
untuk menentukan beberapa hal: 1) Hasil penilaian
digunakan sebagai dasar pemberina kompensasi, 2) Hasil
penilaian digunakan sebagai straffing decision, 3) Hasil
penilaian digunakan sebagai dasar mengevaluasi sistem
seleksi, 4) Hasil penilaian digunakan untuk melihat
prestasi riil yang dicapai individu, 5) Hasil penilaian
gidunakan untuk melihat kelemahan individu yang
menghambat kinerja, dan 6) Hasil penilaian dapat
digunakan untuk melihat prestasi-prestasi yang
dikembangkan (Alwi, 2001).
Penilaian kinerja yang baik adalah bagaimana hasil yang
diperoleh dapat menggambarkan secara riil seluruh
komponen yang ada dalam kinerja suatu organisasi atau
instansi, maka dari itu hasil yang diperoleh dapat
digunakan sebagai alat untuk mengidentifikasi strategi ke
depan dan perubahan operasioanl mengenai apa yang
dibutuhkan serta proses apa yang diperlukan dalam
perubahan tersebut. Menurut Mahsun, pengukuran
kinerja dapat menyediakan dasar bagi organisasi untuk
menilai: 1) Bagaimana kemajuan atas sasaran yang telah
ditetapkan, 2) Membantu dalam mengenali area-area
kekuatan dan kelemahan, 3) Menunjukkan bagaimana
kegiatan mendukung tujuan organisasi, 4) Menentukan
Tindakan yang tepat untuk meningkatkan organisasi, 5)
Membantu dalam membuat keputusan dan langkah
inisiatif, 6) Mengutamakan alokasi sumber daya, 7)

77
KONSEP KINERJA ORGANISASI

Meningkatakn produk-produk dan jasa-jasa kepada


pelanggan (Mahsun, 2005).
Tujuan Manajemen Kinerja Organisasi
Menurut Tsauri (2014), tujuan dari manajemen kinerja
organisasi adalah untuk meningkatkan kemampuan dan
mendorong karyawan agar bekerja dengan penuh
semangat, efektif, efisien dan produktif serta sesuai
dengan proses kerja yang benar sehingga diperoleh hasil
kerja yang optimal. Penyebab utama dibutuhkannya
manajemen kinerja, di antaranya adalah sebagai berikut:
1. Setiap karyawan ingin memiliki penghasilan yang
tinggi.
2. Setiap karyawan ingin memiliki keahlian sesuai
bidangnya.
3. Setiap karyawan ingin berkembang karirnya.
4. Kewajiban bagi pemimpin untuk meningkatkan
penghasilan karyawan.
5. Kewajiban bagi pimpinan untuk meningkatkan
kinerja karyawan.
6. Setiap karyawan ingin mengapatkan perlakuan yang
adil atas hasil kerjanya.
7. Bagi yang berprestasi berhak memperoleh
penghargaan dan bagi yang melanggar aturan wajib
diberi sanksi.
8. Setiap institusi ingin berkeja secara efektif, efisien dan
produktif.
9. Berakibat positif atau negatif tergantung dari
kebijakan isntitusi.
10. Positif apabila institusi memiliki niat untuk
mengembangkan SDM.
11. Mutu karyawan masih rendah, dilihat dari
kemampuan yang dimiliki sebagai akibat dari
rendahnya tingkat Pendidikan, rendahnya
kesempatan mengikuti pelatihan, rendahnya etos

78
KONSEP KINERJA ORGANISASI

kerja dan mutu produk, pelayanan dan atau hasil


kerja yang masih rendah.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Organisasi
Kinerja dalam ruang lingkup organisasi menggambarkan
hasil kerja yang telah dicapai oleh suatu organisasi atau
institusi dalam melakukan suatu pekerjaan. Berhasil atau
tidaknya tujuan suatu organisasi tergantung kepada
bagaimana proses kinerja itu dilaksanakan. Hal itu
semua, tentu tidak terlepas dari berbagai faktor yang
mempengaruhinya. Menurut Salusu faktor yang dapat
mempengaruhi kinerja organisasi adalah sebagai berikut:
1. Kapabilitas Organisasi
Kapabilitas organisasi merupakan suatu konsep yang
digunakan untuk menunjukkan kondisi lingkungan
internal yang terdiri atas dua faktor strategis, yaitu
kekuatan dan kelemahan. Kekuatan adalah situasi
dan kemampuan internal yang bersifat positif yang
memungkinkan organisasi memiliki keuntungan
strategi dalam mencapai sasaran, sedangkan
kelemahan adalah situasi dan ketidakmampuan
internal yang mengakibatkan organisasi tidak dapat
mencapai sasarannya. Kedua faktor ini perlu
diperhitungkan guna melihat kemampuan internal
organisasi, yaitu struktur organisasi, sumberdaya
baik dana maupun tenaga, lokasi, fasilitas yang
dimiliki, integritas seluruh karyawan dan integritas
kepemimpinan.
2. Lingkungan Eksternal
Lingkungan eksternal juga memiliki dua faktor
strategis yaitu peluang dan tantangan atau ancaman.
Peluang adalah situasi dari faktor eksternal yang
membantu organisasi mencapai atau melampaui
pencapaian sasaran, sedangkan ancaman atau
tantangan adalah faktor eksternal yang menyebabkan
organisasi tidak dapat mencapai sasarannya. Dalam
mengamati lingkungan eksternal, ada beberapa sektor
yang harus peka dalam mengatami lingkungan

79
KONSEP KINERJA ORGANISASI

sehingga dapat menciptakan peluang atau setidaknya


mengurangi ancaman (Salusu, 2001).
Sementara itu, Keith Davis dalam buku Anwar Prabu
Mangkunegara mengemukakan hal yang berbeda
mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja
organisasi. Ia berpendapat dua faktor yang mempengaruhi
kinerja organisasi adalah kemampuan Ability dan
motivasi.
1. Faktor kemampuan (ability) secara psikologis,
kemampuan ability terdiri dari kemampuan IQ dan
kemampuan reality khowledge skill. Artinya,
pimpinan dan karyawan yang memiliki IQ superior,
very superior, gifted dan genius dengan pendidikan
yang memadai untuk jabatan dan terampil dalam
menjalankan pekerjaan sehari-hari maka akan
mudah menjalankan kinerja secara maksimal.
2. Faktor motivasi (motivation), motivasi diartikan
sebagai suatu sikap (attitude) pimpinan dan karyawan
terhadap situasi kerja situation dilingkungan
organisasinya. Mereka yang bersikap positif terhadap
situasi kerjanya akan menunjukkan motivasi kerja
yang tinggi dan sebalinya jika mereka berpikir kontra
terhadap situasi kerjanya akan menunjukkan pada
motivasi kerja yang rendah. Situasi yang dimaksud
adalah meliputi hubungan kerja, fasilitas kerja, iklim
kerja, kebijakan pimpinan, pola kepemimpinan kerja
dan kondisi kerja (Mangkunegara, 2006).
Menurut Atmosoeprapto dalam Hessel Nogi (2005), bahwa
kinerja organisasi dipengaruhi oleh faktor internak dan
faktor eksternal, kedua faktor itu diuraikannya sebagai
berikut:
1. Faktor Internal, merupakan faktor yang timbul dari
dalam diri suatu organisasi tersebut, antara lain:
a. Tujuan organisasi, yaitu apa yang ingin dicapai
dan apa yang ingin diproduksi oleh suatu
organisasi.

80
KONSEP KINERJA ORGANISASI

b. Struktur organisasi, sebagai hasil desain antara


fungsi yang akan dijalankan oleh unit organisasi
dengan struktur formal yang ada.
c. Sumber daya manusia, yaitu kualitas dan
pengelolaan anggota organisasi sebagai penggerak
jalannya organisasi secara keseluruhan.
d. Budaya organisasi, yaitu gaya dan identitas suatu
organisasi dalam pola kerja yang baku dan
menjadi citra organisasi yang bersangkutan.
2. Faktor Eksternal, yaitu faktor yang timbul dari luar
organisasi tersebut, antara lain:
a. Faktor politik, yaitu hal yang berhubungan
dengan keseimbangan kekuasaan negara yang
berpengaruh pada keamanan dan ketertiban yang
akan mempengaruhi ketenangan organisasi
untuk berkarya secara maksimal.
b. Faktor ekonomi, yaitu tingkat perkembangan
ekonomi yang berpengaruh pada tingkat
pendapatan masyarakat sebagai daya beli untuk
menggerakkan sektor-sektor lainnya sebagai
suatu sistem ekonomi yang lebih besar.
c. Faktor sosial, yaitu orientasi nilai yang
berkembang di masyarakat yang mempengaruhi
pandangan mereka terhadap etos kerja yang
dibutuhkan bagi peningkatan kinerja organisasi.
Dengan demikian, terdapat banyak faktor yang
mempengaruhi kinerja suatu organisasi. Namun, secara
garis besar, faktor yang paling dominan dalam
mempengaruhi kinerja suatu organisasi adalah faktor
internal yang terdiri dari tugas organisasi, struktur
organisasi, sumber daya manusia, budaya organisasi dan
faktor eksternal yang terdiri dari faktor politik, faktor
ekonomi dan faktor sosial. Setiap organisasi pada
dasarnya akan mempunyai tingkat kinerja yang berbeda-
beda, karena setiap organisasi pasti memiliki ciri yang
berbeda pula sehingga hal tersebut menyebabkan
permasalan yang timbulpun berbeda tergantung faktor
yang memengaruhinya.

81
KONSEP KINERJA ORGANISASI

Daftar Pustaka
Keban, Yeremias T. (2004). Enam Dimensi Strategis
Administrasi Publik, Konsep, Teori dan Isu.
Yogyakarta: Gava Media.
Bastian, Indra. (2001). Akuntansi Sektor Publik di
Indonesia. Edisi Pertama. Yogyakarta: BPFE.
Mooney, D, James. (1996). Konsep Pengenbangan
Organisasi Publik. Bandung: Sinar Baru Algesindo.
Pradjudi, Armosudiro. (2006). Konsep Organisasi.
Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Surjadi H, Drs. M. Si (2009). Pengembangan Kinerja
Pelayanan Publik. Bandung: Refika ADITAMA.
Pasolong, Harbani, (2007). Teori Administrasi Publik.
Bandung: Alfabeta.
Tsauri, Sofyan, (2014). Manajemen Kinerja (Performance
Management). STAIN: Jember Press.
Mahsun, Mohamad. (2006). Pengukuran Kinerja Sektor
Publik. Cetakan Pertama. Yogyakarta: BPFE-
Yogyakarta.
Dwiyanto, Agus. (2008). Mewujudkan Good Governance
melalui Pelayanan Publik. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press.
Alwi, Syafaruddin. (2001). Manajemen Sumber Daya
Manusia, Strategi Keunggulan Kompetitif. Yogyakarta:
BPFE UGM.
Mangkunegara, A. A. Anwar Prabu. (2006). Evaluasi
Kinerja Sumber Daya Manusia. Jakarta: Refika
Aditama.

82
KONSEP KINERJA ORGANISASI

Profil Penulis
Muhamad Mukhsin, M.E.
Ketertatikan penulis terhadap dunia ekonomi
dimulai sejak tahun 2011 silam. Hal tersebut
membuat punulis bertekat setelah menyelesaikan
pendidikan di pondok pesantren untuk
melanjutkan pendidikan di Perguruan Tinggi dan
berhasil menyelesaikan studi S-1 prodi Perbankan Syariah
STAIN Curup dengan predikat skripsi terbaik tahun 2015. Dua
tahun kemudian, penulis menyelesaikan studi S-2 di prodi
Ekonomi Syariah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Setelah
menyelesaikan pendidikan Magister, penulis langsung mengajar
Fakultas Ekonomi di salah satu perguruan tinggi swasta di
Jawa Barat yaitu Institut Agama Islam Sukabumi dan kemudian
setelah menikah pulang ke kampung halaman dan aktif
mengajar di kampus swasta yaitu Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi
Syariah Nahdlatul Ulama (STIESNU) Bengkulu. Untuk
mewujudkan karir sebagai dosen profesional, penulis juga aktif
menulis untuk berbagai jurnal dan menulis buku sebagai
kontribusi positif bagi kemajuan ekonomi dan bangsa.
E-mail: muhamadmukhsin95@gmail.com

83
84
7
MANAJEMEN
KOMPENSASI DAN REWARD

Novi Yanti, S.E, M.M.


Program Studi Manajemen Universitas Ekasakti Padang

Pendahuluan
Berbicara tentang kompensasi adalah sebuah keharusan
yang dilakukan oleh suatu organisasi di dalam
mempekerjakan karyawannya. Ketika seseorang bekerja
pada suatu organisasi atau institusi apa pun, maka dia
berhak untuk mendapatkan imbalan atas pekerjaan yang
dilakukannya. Dalam manajemen sumber daya manusia,
kompensasi merupakan salah satu alasan yang
memotivasi pegawai untuk bekerja pada suatu organisasi.
Selain itu, dengan pemberian kompensasi yang jelas,
dapat menghindari terjadinya turn over intension (keluar
masuknya) pekerja atau karyawan dalam suatu
perusahaan atau organisasi.
Pemberian kompensasi yang sepadan dengan jerih payah
seseorang, akan mampu mendorong orang tersebut untuk
bekerja dengan lebih baik dan lebih giat lagi, sehingga
berdampak pada kepuasaan kerja dan kinerjanya dalam
organisasi. Oleh karena itu, perlu adanya aturan yang
jelas yang ditetapkan oleh suatu organisasi mengenai
pemberian kompensasi terhadap karyawan atau
pekerjanya. Hal ini bertujuan agar tidak terjadinya konflik
antara karyawan dengan pihak manajemen organisasi.
Adanya kejelasan dalam pemberian kompensasi juga
menjadi suatu kepastian bagi karyawan untuk tetap
bekerja dan loyal pada organisasi. Tentunya, dengan

85
MANAJEMEN KOMPENSASI DAN REWARD

kompensasi yang sesuai dan diatur dengan lebih


profesional, akan dapat memberikan kepastian bagi
karyawan akan kontribusi yang diberikannya kepada
organisasi.
Organisasi yang baik adalah organisasi yang sudah
memiliki sistem pengelolaan atau manajemen kompensasi
yang baik. Sistem kompensasi yang baik adalah suatu
sistem yang mampu menjamin kepuasan karyawannya,
sehingga menjadikan karyawan tersebut setia dan dengan
suka rela memberikan kinerja terbaiknya untuk
kelangsungan hidup perusahaan. Dengan demikian,
perusahaan akan lebih mudah mengatur dan
mempekerjakan karyawan yang memiliki kinerja yang
tinggi. Hal ini juga bertujuan agar kompensasi yang
diterima karyawan adalah kompensasi yang sesuai
dengan kemampuan, usaha dan kerja keras yang
diberikannya kepada organisasi/ perusahaan. Selain itu,
dengan adanya manajemen kompensasi, dapat
menjadikan perusahaan bersikap adil dan profesional di
dalam memberikan kompensasi kepada karyawannya.
Sebagaimana yang kita ketahui, saat ini masih banyak
perusahaan atau organisasi yang memberikan
kompensasi yang tidak layak kepada karyawannya.
Bahkan kita mendengar bahwa ada organisasi yang
memberikan upah atau gaji kepada karyawannya di
bawah batas yang telah ditetapkan oleh pemerintah
seperti di bawah UMR (Upah Minimum Regional). Hal ini
biasanya sering terjadi pada perusahaan-perusahaan
yang tidak memiliki manajemen usaha yang baik seperti
usaha milik pribadi/ perseorangan, yayasan yang dikelola
secara pribadi dan beberapa perusahaan lainnya yang
tidak terpantau oleh pemerintah, dan hanya mengambil
keuntungan semata untuk dirinya pribadi, sehingga
mereka dapat berbuat sekehendak hati terhadap pekerja
yang dimilikinya dengan memberikan kompensasi yang
tidak selayaknya atau seharusnya.
Jika saja setiap organisasi menyadari bahwa
karyawannya adalah salah satu aset yang berharga yang
harus dijaga dan dilindungi oleh perusahaan, maka
perusahaan tersebut tentu akan mempertimbangkan

86
MANAJEMEN KOMPENSASI DAN REWARD

pemberian kompensasi kepada karyawannya. Karena


kompensasi adalah salah satu faktor penting untuk dapat
mempertahankan karyawan dalam suatu organisasi.
Selain itu, perusahaan juga harus memahami pentingnya
manajemen kompensasi dengan baik agar prusahaan bisa
berkembang dan tetap eksis menjadi organisasi atau
perusahaan yang kuat dimasa yang akan datang.
Manajemen Kompensasi
Sebelum membahas lebih lanjut tentang kompensasi,
terlebih dahulu kita harus memahami apa itu manajemen
kompensasi. Manajemen kompensasi adalah proses
pengembangan dan penerapan strategi, kebijakan, serta
sistem kompensasi yang membantu organisasi untuk
mencapai sasarannya dengan mendapatkan dan
mempertahankan orang yang diperlukan, dan dengan
meningkatkan motivasi serta komitmen mereka
(Cahayani, 2005). Dengan demikian, dapat dijelaskan
bahwa suatu organisasi atau perusahaan haruslah
memiliki aturan dan sistem pemberian kompensasi
kepada karyawannya agar karyawan memiliki komitmen
yang tinggi dan semangat di dalam bekerja.
Pemberian kompensasi yang tepat jumlahnya akan
membuat karyawan betah bekerja dan tidak akan
berpaling atau berpindah ke organisasi yang lain. Oleh
sebab itu, perusahaan tidak boleh sembarangan di dalam
memberikan kompensasi kepada karyawannya, apalagi
tanpa perhitungan dan pertimbangan yang jelas. Hal ini
bertujuan untuk mencegah dampak buruk bagi organisasi
seperti keluar masuknya karyawan dengan mudah,
menurunnya motivasi kerja karyawan, tidak adanya
loyalitas dan komitmen karyawan terhadap organisasi dan
lain sebagainya. Semua dampak buruk tersebut akan
berakibat pada tidak tercapainya tujuan organisasi dan
dapat mengancam eksistensi organisasi dimasa yang akan
datang.
Manajemen kompensasi merupakan hal yang bersifat
ekslusif, terpisah dari bagian lain dalam perusahaan/
organisasi. Sistem kompensasi nonfinansial yang
dikembangkan oleh manajemen kompensasi akan

87
MANAJEMEN KOMPENSASI DAN REWARD

memuaskan kebutuhan individu atas tantangan,


tanggung jawab, keberagaman, pengaruh dalam
pengambilan keputusan dan pengembangan
keterampilan. Sementara itu, sitem kompensasi finansial
akan melengkapi prosedur untuk mengetahui tingkat
pasar, penilaian jabatan, pembuatan dan pemeliharaan
struktur upah, serta memberi manfaat kepada karyawan
(Kadarisman, 2016).
Menurut (Cahayani, 2005), sistem kompensasi
mengandung simbol sangat nyata yang dapat
mengomunikasikan nilai-nilai instrumental, filosofi, sikap
serta keinginan dari manajemen. Dengan adanya system
kompensasi, karyawan dapat mengetahui nilai-nilai
budaya yang dianut oleh manajemen/ organisasi. Sebagai
contoh, apabila organisasi memberikan tunjangan hari
tua atau jaminan kesehatan untuk karyawannya, maka
karyawan dapat menduga dan menganalisis tentang sikap
dan nilai-nilai budaya yang dimiliki oleh pimpinan
organisasi tersebut. Sebaliknya, jika ada organisasi yang
tidak memberikan tunjangan hari tua, jaminan
kesehatan, dan tunjangan lainnya untuk karyawannya,
maka karyawan juga sudah dapat menduga bagaimana
nilai-nilai budaya dan sikap yang dianut pimpinannya.
Berdasarkan hal tersebut, dapat kita simpulkan bahwa
sistem kompensasi memberikan gambaran yang jelas
tentang bagaimana pimpinan organisasi atau perusahaan
mengelola perusahaannya dan menghargai kerja keras
karyawannya dengan aturan kompensasi yang jelas, dan
terencana demi pencapaian tujuan, serta pengembangan
organisasi untuk masa depan.
Suatu organisasi yang tidak memiliki manajemen atau
sistem kompensasi yang terstruktur, akan mudah rapuh
dan cepat hancur diakibatkan karyawannya tidak betah
untuk bekerja dalam jangka waktu yang lama pada
organisasi/ perusahaan tersebut. Di samping itu,
karyawan juga merasa bahwa tidak ada jaminan dari
organisasi untuk peningkatan kualitas hidupnya
dikarenakan organisasi tersebut tidak memiliki sistem
kompensasi yang terencana atau jelas. Begitu pentingnya
pengelolaan atau manajemen kompensasi ini bagi

88
MANAJEMEN KOMPENSASI DAN REWARD

organisasi. Oleh karena itu, organisasi yang baik akan


selalu mengevaluasi kinerja karyawannya dengan tujuan
untuk memberikan kompensasi yang sesuai dengan hasil
kerja atau usaha yang sudah dilakukan karyawannya.
Sitem kompensasi diharapkan juga dapat memberikan
gambaran yang nyata mengenai peningkatan
kesejahteraan karyawan secara berkala tergantung dari
kebijakan manajemen perusahaan atau organisasi.
Semakin lama karyawan bekerja pada suatu organisasi
atau perusahaan, akan semakin sejahtera hidupnya
dibandingkan dengan karyawan yang baru bekerja.
Tentunya, kompensasi yang diterima karyawan lama
tidaklah sama dengan kompensasi yang diterima oleh
karyawan yang baru. Hal ini disebabkan kontribusi yang
diberikan oleh karyawan lama lebih berarti dan teruji
loyalitasnya dibandingkan dengan karyawan yang baru.
Definisi Kompensasi
Kompensasi memiliki defenisi yang sangat luas. Berikut
ini akan dikemukakan definisi kompensasi menurut para
ahli. (Hasibuan, 2014), mengatakan bahwa kompensasi
merupakan semua pendapatan yang berbentuk uang,
barang, baik langsung atau tidak langsung yang diterima
karyawan sebagai imbalan atas jasa yang diberikan
kepada organisasi. Menurut (Tohardi, 2011), kompensasi
merupakan komponen penting yang perlu diperhatikan
untuk mendorong motivasi, menciptakan kegairahan
dalam bekerja yang pada akhirnya bermuara pada
peningkatan produktivitas.
Kompensasi adalah pengaturan keseluruhan pemberian
kompensasi bagi pimpinan dan bawahannya, baik yang
langsung berupa uang maupun tidak langsung berupa
bukan uang (Martoyo, 2013). Sistem imbalan atau
kompensasi yang baik adalah sistem yang mampu
menjamin kepuasan anggota organisasi yang pada
gilirannya memungkinkan organisasi memperoleh,
memelihara dan mempekerjakan sejumlah orang dengan
berbagai sikap dan perilaku positif bekerja dengan
produktif bagi kepentingan organisasi (Siagian, 2010).

89
MANAJEMEN KOMPENSASI DAN REWARD

Ivancevic, 1995 mengemukakan hal yang sama, di mana


kompensasi adalah fungsi Human Resource Management
(HRM) yang berhubungan dengan setiap jenis reward yang
diterima individu sebagai balasan atas pelaksanaan
tugas-tugas organisasi. Pegawai/ karyawan menukarkan
tenaganya untuk mendapatkan reward finansial maupun
nonfinansial (Kadarisman, 2016).
Menurut (Wibowo, 2017), kompensasi adalah jumlah
paket yang ditawarkan organisasi kepada pekerjanya
sebagai imbalan atas penggunaan tenaga kerja.
Kompensasi adalah penghargaan atau imbalan langsung
maupun tidak langsung, finansial maupun nonfinansial,
yang adil dan layak kepada karyawan, sebagai balasan tau
kontribusi/ jasanya terhadap pencapaian tujuan
perusahaan (Marwansyah, 2014).
Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa
kompensasi adalah imbalan atau balas jasa diberikan
perusahaan/organisasi kepada seorang karyawan atas
usaha dan kerja kerasnya bekerja secara profesional
sesuai dengan kinerjanya. Kompensasi yang diterima
karyawan tersebut dapat berupa uang/ gaji, tunjangan,
insentif atau reward, piagam penghargaan, jaminan hari
tua, Kesehatan dan lainnya baik dalam bentuk finansial
maupun nonfinansial.
Jenis-Jenis Kompensasi
Kompensasi yang diterima karyawan dalam suatu
perusahaan atau organisasi itu bermacam-macam
jenisnya. Hal ini tergantung dari system dan kebijakan
kompensasi yang diterapkan oleh organisasi tersebut.
Menurut (Nawawi, 2010), kompensasi dibagi atas tiga
jenis, yaitu:
1. Kompensasi Langsung (Direct Compensation)
Kompensasi langsung merupakan balas jasa yang
diberikan perusahaan kepada karyawannya, karena
telah memberikan prestasinya demi kepentingan
perusahaan. Kompensasi ini diberikan karena
berkaitan secara langsung dengan pekerjaan yang

90
MANAJEMEN KOMPENSASI DAN REWARD

dilakukan oleh karyawan tersebut. Contohnya,


upah/gaji, tunjangan jabatan.
2. Kompensasi tidak Langsung (Indirect Compensation)
Kompensasi ini diberikan kepada karyawan sebagai
tambahan yang didasarkan pada kebijakan pimpinan
dalam rangka meningktkan kesejahteraan karyawan.
Kompensasi tidak langsung ini diberikan dengan
maksud memberikan rasa tenang bagi pekerja dan
anggota keluarganya, seperti tunjangan pensiun,
tunjangan hari raya, tunjangan kesehatan dan
lainnya.
3. Insentif
Insentif adalah penghargaan/ ganjaran yang
diberikan untuk memotivasi para pekerja agar
produktivitas kerjanya tinggi, sifatnya tidak tetap atau
sewaktu-waktu. Biasanya, insentif diberikan kepada
pekerja yang memiliki prestasi baik.
Menurut (Nitisemito, 2016), insentif adalah
penghasilan tambahan yang akan diberikan kepada
para karyawan yang dapat memberikan prestasi
sesuai dengan yang telah ditetapkan. Insentif
berfungsi untuk memberikan rasa tanggung jawab
dan dorongan kepada karyawan untuk bekerja lebih
baik. Jadi, tujuan utama pemberian insentif adalah
untuk meningkatkan produktivitas kerja individu
maupun kelompok (Pangabean, 2014).
Berdasarkan pendapat ahli tersebut, dapat disimpulkan
bahwa secara garis besar kompensasi itu dibagi atas dua
jenis atau bentuk, yaitu kompensasi berupa uang
(financial) dan bukan uang (nonfinancial), baik yang
diperoleh secara langsung maupun tidak langsung.
Kompensasi berupa uang seperti upah/ gaji yang diterima
diharapkan dapat langsung dimanfaatkan individu atau
karyawan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Kompensasi ini juga secara langsung mendorong individu
atau karyawan untuk semangat di dalam bekerja. Besar
kecilnya gaji/ upah yang direima individu atau karyawan
akan memengaruhi kinerjanya dalam organisasi.

91
MANAJEMEN KOMPENSASI DAN REWARD

Sebaliknya, kompensasi yang bukan berupa uang seperti


tunjangan pendidikan, jaminan kesehatan, piagam
penghargaan, reward berupa jalan-jalan dan lain-lain,
akan mampu memotivasi karyawan secara tidak langsung
untuk meningkatkan prestasi kerja atau produktivitasnya
lebih baik lagi. Kompensasi secara tidak langsung ini
hanya akan diterima atau diberikan kepada karyawan
yang memiliki prestasi kerja dan memiliki komitmen kerja
yang tinggi. Dengan kata lain, perusahaan atau organisasi
tentunya akan memberikan penghargaan hanya untuk
karyawannya yang bekerja secara profesional dan punya
loyalitas yang tinggi terhadap organisasi.
Tujuan Pemberian Kompensasi
Davis dan Wether menyebutkan, ada beberapa tujuan
pemberian kompensasi (Marwansyah, 2014), sebagai
berikut:
1. Mendapatkan karyawan yang cakap/kompeten.
2. Mempertahankan karyawan yang sudah ada.
3. Menjamin terciptanya keadilan.
4. Memberikan penghargaan atas perilaku yang
diharapkan.
5. Mengendalikan biaya.
6. Mengikuti peraturan-peraturan atau hukum yang
berlaku.
7. Menumbuhkan saling pengertian.
8. Membantu menciptakan efisiensi administrasi.
Notoadmojo menyatakan ada enam tujuan pemberian
kompensasi (Tohardi, 2011), yaitu:
1. Menghargai Prestasi Kerja
Kompensasi yang memadai merupakan wujud
penghargaan perusahaan/ lembaga terhadap prestasi
yang akan mendorong perilaku-perilaku yang sesuai
dengan keinginan perusahaan/ lembaga seperti
karyawan yang memiliki produktivitas yang tinggi.

92
MANAJEMEN KOMPENSASI DAN REWARD

2. Menjamin Keadilan
Sistem kompensasi yang baik akan menjamin
keadilan di antara karyawan di dalam perusahaan/
lembaga, karena setiap orang akan menerima
kompensasi yang sesuai dengan tugas, fungsi, jabatan
dan prestasi kerjanya.
3. Mempertahankan Karyawan yang Ada
Kompensasi yang baik akan dapat mempertahankan
karyawan untuk keluar dari perusahaan atau
lembaga lain.
4. Memperoleh Karyawan yang Bermutu
Kompensasi yang baik akan menarik calon karyawan
yang bermutu untuk bergabung dengan perusahaan/
organisasi.
5. Pengendalian Biaya
Kompensasi yang baik akan mengurangi pergantian
karyawan, sehingga akan mengurangi biaya untuk
rekruitmen dan seleksi.
6. Memenuhi Peraturan
Terhadap batasan-batasan tertentu dari pemerintah
yang harus dipenuhi dalam pemberian kompensasi
kepada karyawan.
Dari pendapat para ahli di atas, maka dapat disimpulkan
bahwa tujuan pemberian kompensasi kepada pekerja atau
karyawan adalah:
1. Menghargai usaha dan kerja keras karyawan.
Tujuan karyawan bekerja pada suatu
organisasi/perusahaan adalah untuk mendapatkan
kompensasi. Oleh karena itu, kompensasi hanya akan
diberikan organisasi kepada karyawan sebagai bentuk
penghargaannya atas usaha dan kerja kerasnya yang
sudah dilakukannya.
2. Mengikat karyawan pada suatu organisasi.
Pemberian kompensasi diharapkan dapat mengikat
karyawan pada suatu organisasi, sehingga karyawan

93
MANAJEMEN KOMPENSASI DAN REWARD

tersebut tidak mudah beralih atau berpindah ke


organisasi lain. Selain itu, dengan kompensasi yang
layak akan membuat karyawan betah dan nyaman
bekerja pada suatu organisasi.
3. Memberikan kepuasan bagi karyawan di dalam
bekerja.
Pemberian kompensasi yang sesuai dengan pekerjaan
yang dilakukan oleh karyawan, sesuai dengan tugas,
fungsi, jabatan dan kinerjanya akan mampu
menciptakan kepuasan bagi karyawan itu sendiri
dalam organisasi/ perusahaan. Apabila karyawan
merasa puas, akan memberikan dampak yang luar
biasa terhadap peningkatan kinerja dan juga prestasi
kerjanya.
4. Mendapatkan karyawan yang profesional dan
berkualitas.
Pemberian kompensasi yang layak, akan memapu
menarik karyawan untk bekerja lebih profesional.
Selain itu, organisasi juga akan lebih mudah untuk
mendapatkan karyawan yang berkualitas untuk
bergabung jika sistem pemberian kompensasi dalam
organisasi tersebut sudah terkelola dengan baik. Hal
ini tentunya lebih menjanjikan bagi karyawan yang
memiliki kualitas untuk bekerja pada organisasi atau
perusahaan tersebut.
5. Meningkatkan kesejahteraan karyawan.
Pemberian kompensasi yang baik diharapkan dapat
meningkatkan kesejahteraan bagi karyawan di dalam
bekerja. Semakin lama karyawan tersebut bekerja,
semakin baik kualitas kerjanya, maka semakin besar
atau tinggi kompensasi yang diterimanya. Oleh karena
itu, organisasi juga harus mempertimbangkan
pengalaman kerja karyawan di dalam pemberian
kompensasi.
6. Mengurangi biaya administrasi dan pelatihan.
Pemberian kompensasi yang layak dan sesuai
diharapkan untuk mencegah keluar masuknya

94
MANAJEMEN KOMPENSASI DAN REWARD

karyawan dalam suatu organisasi. Dengan demikian,


maka organisasi tidak perlu mengeluarkan biaya yang
lebih besar untuk proses seleksi dan perekrutan
karyawan baru. Selain itu, organisasi juga dapat
menghemat biaya pelatihan untuk karyawan baru.
Hal ini dikarenakan karyawan yang lama lebih setia
dan tidak mau berpindah ke organisasi lain.
7. Memenuhi ketentuan/peraturan yang sudah
ditetapkan pemerintah.
Pemberian kompensasi kepada karyawan adalah
kewajiban yang harus dipenuhi oleh suatu organisasi
sesuai dengan peraturan perundang-undang yang
sudah ditetapkan oleh pemerintah. Di mana suatu
organisasi harus memberikan kompensasi yang
sesuai dengan UMR (Upah Minimum Regional).
Apabila ada organisasi yang membayar upah atau gaji
karyawannya di bawah UMR, maka itu sama saja
dengan organisasi tersebut sudah melanggar undang-
undang ketenagakerjaan yang sudah ditetapkan oleh
pemerintah.
Asas Kompensasi
Menurut (Schuler & Jackson, 2014), bahwa kompensasi
mengandung asas:
1. Adil
Adil artinya besarnya kompensasi yang dibayar harus
disesuaikan dengan prestasi kerja, jenis pekerjaan,
tanggung jawab, jabatan pekerjaan dan memenuhi
persyaratan internal konsistensi.
2. Layak dan Wajar
Layak dan wajar artinya kompensasi yang diterima
dapat memenuhi kebutuhan pada tingkat normatif
dan ideal. Tolok ukur layak adalah relatif. Penetapan
besarnya kompensasi didasarkan atas upah minimum
yang ditetapkan oleh pemerintah dan eksternal
konsistensi yang berlaku.

95
MANAJEMEN KOMPENSASI DAN REWARD

Reward
Reward adalah bentuk kompensasi lain yang diberikan
oleh organisasi kepada pekerjanya atau karyawan.
Reward diberikan oleh organisasi kepada karyawannya
yang bekerja secara profesional dan memiliki
produktivitas yang tinggi. Atau dengan kata lain, reward
adalah apresiasi atau ganjaran, hadiah, serta imbalan
yang diberikan perusahaan atas prestasi kerja
karyawannya yang melebihi target yang sudah ditetapkan
organisasi. Pemberian reward diharapkan dapat
memotivasi karyawan agar lebih giat lagi bekerja.
Menurut davis et al. (Mangkunegara, 2000), reward dalam
perusahaan, sering dalam bentuk pemberian piagam dan
sejumlah uang dari perusahaan untuk pegawai yang
memiliki prestasi. Ada juga perusahaan yang memberikan
reward kepada pegawai karena masa kerja dan
pengabdiannya dapat dijadikan teladan bagi pegawai lain.
Pemberian reward karena masa kerja pegawai bertujuan
untuk memotivasi gairah dan loyalitas kepada
perusahaan. Jadi, dapat dijelaskan di sini bahwa reward
diberikan tidak hanya dalam bentuk materi (uang), tetapi
juga bisa dalam bentuk non materi seperti piagam
penghargaan, bonus berupa perjalanan yang sudah
ditetapkan organisasi, pemberian beasiswa pendidikan
dan lain sebagainya.
Selain reward yang didapatkan karyawan, karena
ganjaran atas prestasinya yang tinggi, maka ada juga
konsekwensi yang juga harus ditanggung oleh karyawan.
Ketika kinerja atau prestasi kerjanya menurun yang
disebut dengan punishment. Reward dan punishment
adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan di dalam
mengevaluasi kinerja karyawan. Ketika karyawan
melanggar aturan yang sudah ditetapkan oleh organisasi
atau perusahaan, maka karyawan tersebut pasti akan
dikenakan sanksi atau hukuman (punishment). Punisment
adalah ancaman hukuman yang bertujuan untuk
memperbaiki kinerja karyawan pelanggar, memelihara
peraturan yang berlaku dan memberikan pelajaran
kepada pelanggar (Mangkunegara, 2000).

96
MANAJEMEN KOMPENSASI DAN REWARD

Pada intinya, reward dan punishment dibutuhkan


organisasi untuk memotivasi seseorang dalam
meningkatkan kinerjanya. Jika dilihat dari fungsinya,
kedua hal tersebut terlihat berlawanan, namun pada
kenyataannya dengan adanya reward dan punishment
yang diterapkan oleh suatu organisasi akan memberikan
dorongan kepada seseorang untuk bekerja dengan lebih
baik. Reward hanya kan diberikan jika karyawan memiliki
kinerja yang positif sedangkan punishment diberikan
Ketika karyawan memiliki kinerja yang negatif. Kedua-
duanya sama-sama memperkuat keberadaan karyawan
dalam organisasi.
Indikator Kompensasi
Untuk mengukur kompensasi yang diberikan organisasi,
maka digunakan indikator kompensasi. Indikator
kompensasi menurut (Simamora, 2017) sebagai berikut:
1. Gaji/ Upah
Gaji yang adil, sesuai dengan pekerjaan.
2. Insentif
Insentif sesuai dengan pengorbanan.
3. Tunjangan
Tunjangan sesuai dengan harapan.
4. Fasilitas
Fasilitas yang memadai.
Menurut (Kadarisman, 2016), terdapat lima komponen
kompensasi, yaitu:
1. Upah
Balas jasa yang diberikan perusahaan kepada pekerja
harian yang besarnya telah disepakati oleh kedua
belah pihak.
2. Insentif
Bentuk pembayaran langsung atas peningkatan
kinerja karyawan.

97
MANAJEMEN KOMPENSASI DAN REWARD

3. Tunjangan
Imbalan jasa atau penghasilan yang tidak terkait
langsung dengan berat ringannya tugas jabatan dan
prestasi kerja yang merupakan kompensasi tidak
langsung.
4. Gaji
Bayaran tetap yang diterima seseorang karena
kedudukannya dalam perusahaan atau organisasi.
5. Pensiun
Dana yang dibayarkan secara regular dengan interval
tertentu kepada seorang pekerja setelah berhenti dari
perusahaan.
Berdasarkan hal tersebut, maka dapat dirumuskan
indikator kompensasi yang baru menurut penulis, yaitu:
1. Gaji atau Upah
Gaji atau upah adalah imbalan yang harus diterima
oleh karyawan ketika mereka bekerja pada suatu
organisasi baik itu karyawan tetap, karyawan
kontrak, maupun buruh/ pekerja harian.
2. Tunjangan
Tunjangan adalah imbalan yang lansung diterima oleh
karyawan berupa uang terkait dengan posisinya
dalam suatu organisasi yang didasrkan pada fungsi,
tugas dan jabatan yang dipegangnya.
3. Reward/ Insentif
Reward/ insentif adalah penghargaan yang diberikan
atas prestasi kerja yang dicapai oleh karyawan dalam
organisasi. Reward dapat berupa finansial seperti
kenaikan gaji, maupun nonfinansial seperti piagam
penghargaan, bonus perjalan, beasiswa pendidikan
dan lainnya.
4. Fasilitas
Fasilitas adalah tambahan yang diberikan organisasi
atau perusahaan dikarenakan karyawan tersebut
profesional bekerja, memiliki kualitas kerja yang baik,

98
MANAJEMEN KOMPENSASI DAN REWARD

dan memegang posisi/ jabatan tertentu yang bisa


dinikmati oleh karyawannya. Pemberian fasilitas
seperti rumah, mobil/ kendaraan diharapkan dapat
menunjang dan meningkatkan kinerja karyawan.
5. Pensiun
Pensiun adalah dana yang disisihkan oleh
perusahaan dari gaji karyawan untuk dijadikan
kompensasi pada saat karyawan tersebut sudah
berhenti bekerja. Sehingga ketika karyawan pensiun
atau tidak bekerja lagi diperusahaan, karyawan
tersebut tetap mendapatkan penghasilan dari
perusahaan. Uang pensiun ini diberikan sebagai
bentuk jaminan hari tua karyawan yang sudah lama
mengabdikan dirinya pada organisasi. Untuk
perusahaan swasta, uang pensiun diberikan Ketika
karyawan memasuki usia pensiun atau berhenti
bekerja dalam bentuk uang pesangon.

99
MANAJEMEN KOMPENSASI DAN REWARD

Daftar Pustaka
Cahayani, A. (2005). Strategi dan kebijakan Manajemen
Sumber Daya Manusia. Jakarta: Indeks Kelompok
Gramedia.
Hasibuan, M. (2014). Manajemen Sumberdaya Manusia
(Cetakan Ke). Jakarta: PT Bumi Aksara.
Kadarisman, M. (2016). Manajemen Kompensasi (Satu).
Jakarta: Rajawali Pers.
Mangkunegara, A. P. (2000). Manajemen Sumber Daya
Manusia Perusahaan. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Martoyo, S. (2013). Manajemen Sumberdaya Manusia.
Yogyakarta: BPFE.
Marwansyah. (2014). Manajemen Sumberdaya Manusia
(Kedua). Bandung: Alfabeta.
Nawawi, H. (2010). Manajemen Sumberdaya Manusia:
Untuk Bisnis yang Kompetitif. Yogyakarta: Gadjah
Mada University Press.
Nitisemito, A. (2016). Manajemen Personalia Manajemen
Sumber Daya Manusia. In Manajemen Personalia
Manajemen Sumber Daya Manusia (Edisi tiga).
Jakarta: Ghalia Indonesia.
Pangabean. (2014). Manajemen Sumberdaya Manusia.
Jakarta: Ghalia Indonesia.
Schuler, R. & S. E. J. (2014). Manajemen Sumberdaya
Manusia (Menghadapi Abad Ke-21). Jakarta: PT Gelora
Aksara Pratama.
Siagian, S. P. (2010). Manajemen Sumber Daya Manusia.
Jakarta: Bumi Aksara.
Simamora, H. (2017). Manajemen Sumber Daya Manusia.
Yogyakarta: Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi YKPN.
Tohardi, A. (2011). Pemahaman Praktis Manajemen
Sumberdaya Manusia. CV. Bandung: Mandar Maju.
Wibowo. (2017). Manajemen Kinerja. (Edisi Keenam).
Jakarta:Rajawali Pers.

100
MANAJEMEN KOMPENSASI DAN REWARD

Profil Penulis
Novi Yanti, S.E., M.M.
Penulis adalah dosen tetap Program Studi
Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas
Ekasakti Padang. Penulis mengajar di Program S-1
Manajemen sejak tahun 2014. Penulis
Mendapatkan Gelar Sarjana Ekonomi dari Prodi
Manajemen FE UNP, Magister Manajemen dari Program
Pascasarjana STIE Gotong Royong Jakarta. Mata kuliah yang
pernah penulis ajar adalah Matematika Bisnis, Statistik
Ekonomi, Manajemen Keuangan, Manajemen Investasi dan
Portofolio, Pengantar Manajemen, Teknik Proyeksi Bisnis dan
beberapa mata kuliah manajemen lainnya. Selain mengajar
penulis juga aktif melakukan penelitian dan pengabdian
masyarakat Beberapa penelitian yang telah dilakukan didanai
oleh internal perguruan tinggi dan juga Kemenristek DIKTI.
Selain peneliti, penulis juga aktif menulis artikel yang sudah
dipublikasikan di beberapa jurnal baik nasional terindeks sinta
maupun internasional seperti jurnal terindeks scopus dan juga
Copernicus. Hal ini penulis lakukan dengan harapan dapat
memberikan kontribusi positif bagi bangsa dan negara tercinta
ini. Penulis juga pernah mendapatkan penghargaan artikel
terbaik dari reviewer dikti pada tahun 2019. Penulis juga
menjadi salah seorang anggota pengelola jurnal di jurnal
Benefita LLDIKTI X sebagai Section Editor.
E-mail Penulis: dienqu955@gmail.com

101
102
8
PENDEKATAN EVALUASI
MANAJEMEN KINERJA

Ade Onny Siagian, S.H., M.H., M.M., M.A.P., M. I. Kom.


Universitas Bina Sarana Informatika, Jakarta, Indonesia

Siklus dan Antarmuka Evaluasi Kinerja


Penilaian kinerja merupakan salah satu aktivitas penting
pada suatu organisasi. Departemen SDM menetapkan
target sesuai dengan tujuan organisasi. Dalam suatu
periode penilaian bisa terjadi proses berupa siklus (cycle).
Penetapan target sebaiknya dilakukan pada awal siklus
penilaian. Masa dari suatu siklus biasanya pada kisaran
1 (satu) tahun atau 12 (duabelas) bulan. Kadangkala
siklus dimulai dari awal tahun pada bulan januari dan
berakhir pada bulan desember. Namun, ada juga siklus
yang dimulai menyesuaikan dengan musim. Jadi bisa saja
suatu siklus dimulai pada awal bulan September sampai
dengan akhir bulan agustus. Komponen sistem
manajemen kinerja terkait erat satu sama lain dan
implementasi yang buruk dari salah satu komponen
tersebut berdampak negatif pada sistem manajemen
kinerja secara keseluruhan (Aguinis, 2019). Ada 5 (lima)
komponen yang termasuk ke dalam siklus proses
manajemen kinerja (Gambar 1), yaitu: 1) Prasyarat
(Prerequiresites). 2) Perencanaan Kinerja (Performance
Planning). 3) Eksekusi Kinerja (Performance Execution). 4)
Penilaian Kinerja (Performance Assessment). 5) Review
Kinerja (Performance Review). Evaluasi keterampilan
merinci langkah-langkah selanjutnya yang harus diambil
sebagai bagian dari pelatihan profesional tingkat lanjut.

103
PENDEKATAN EVALUASI MANAJEMEN KINERJA

Gambar 1. Siklus Proses Manajemen Kinerja (Aguinis, 2019)


Macam Evaluasi Kinerja
Dalam mengevaluasi kinerja, ada sejumlah pendekatan
yang bisa digunakan. Agar penilaian kinerja efektif dan
terhindar dari konflik atau kesalahpahaman, maka
pengembangan standar pengukuran kinerja kuantitatif
(quantitative) yang dapat diterima bersama. Sejumlah ahli
telah banyak yangmengajukan berbagai pendekatan/
tipe/ jenis dalam mengevaluasi kinerja pendekatan
evaluasi kinerja dari 3 (tiga) kemungkinan (Kressler,
2003), yaitu:
1. Evaluasi Fungsional “Top-Down”
Evaluasi yang paling mungkin adalah evaluasi yang
dilakukan oleh atasan, baik atasan secara langsung,
maupun atasan dari beberapa tingkatan. Pada
pendekatan ini arah evaluasi dikenal dengan istilah
”Top-down Evaluation”. Seorang manajer bertanggung
jawab untuk memastikan bahwa anggota tim-nya
mencapai kinerja (performance) tingkat tinggi
(Armstrong, 2021). Ini secara tradisional terjadi dalam
hubungan hierarkis (hierarchical relationship), di
mana seseorang yang melaporkan tentang kolega
melakukan evaluasi, sementara juga menjadi subjek
evaluasi oleh seseorang di tingkat yang lebih tinggi
(Kressler, 2003).

104
PENDEKATAN EVALUASI MANAJEMEN KINERJA

2. Evaluasi ”Bottom-up”
Ada standar capaian atau kinerja yang sudah baku
dan diberlakukan secara umum. Pada mode bottom-
up, evaluasi dilakukan oleh bawahan kepada
atasannya. Pada praktiknya, mode ini sangatlah
jarang digunakan. Namun, pada penilaian sejumlah
middle managers, mode ini sangat mungkin dilakukan
oleh top management guna mendapatkan informasi
kinerja dari para bawahan (sub-ordinates) dari
masing-masing middle managers. Top management
berkepentingan unnutk mengetaui bagaimana kinerja
dan performance middle managers ketika
mengoordinir lower managers/employees. Hal ini
dilakukan agar tujuan organisasi dapat tercapai
dengan optimal.
3. Evaluasi ”360 Degree”
Evaluasi ”360-degree” juga dikenal sebagai umpan
balik (feedback) multisumber (Armstrong and Taylor,
2014). Secara tidak langsung, pendekatan 360 derajat
ini menggabungkan pendekatan evaluasi ”Top-down”
dan ”Bottom-up”. Pada evaluasi 3600 penilaian dan
umpan balik diberikan oleh sejumlah orang yang
mungkin termasuk manajer (manager), bawahan
(subordinates), kolega (colleagues/peers), dan
pelanggan (customers) mereka.
Alat Evaluasi Kinerja
Sistem pendokumentasian dan pengembangan sumber
daya manusia (SDM) yang baik merupakan 2 (dua) hal
yang dianggap penting oleh perusahaan untuk
meningkatkan daya saing kompetitif (Purwanto, Abdillah
and Agustini, 2020). Agar sistem penilaian kinerja efektif
dan diterima oleh semua pihak, perlu menggunakan tools
(alat-alat) yang lazim digunakan. Pendekatan evaluasi
yang terdiri atas 3 (tiga) kemungkinan tersebut
memerlukan sejumlah alat (tools) unutk melakukan
evaluasinya. Alat Penilaian Kinerja (Mathis et al., 2017;
Dessler, 2020) yang cukup sering digunakan, antara lain:

105
PENDEKATAN EVALUASI MANAJEMEN KINERJA

1. Metode Penskalaan Kategori (Category Scaling


Methods)
a. Skala (Scale)
Satu cara adalah dengan menggunakan daftar
(list) kata sifat yang ditetapkan (assign) ke nilai
numerik (numerical value) mulai dari skala
terlemah (the weakest) sampai terkuat (the
strongest).
b. Daftar Periksa (Checklist)
Seringkali, skala (scale) yang menunjukkan
tingkat pencapaian (accomplishment) yang
dirasakan (perceived) pada setiap pernyataan
(statement) disertakan dengan daftar periksa
(checklist).
2. Skala Peringkat Grafik (Graphic Rating Scales)
Timbangan Peringkat Berakar Perilaku (Behaviorally
Anchored Rating Scales/ BARS).
Skala (scale) yang mencantumkan sejumlah sifat
(traits) dan rentang kinerja untuk masing-masing.
Karyawan tersebut kemudian dinilai (rated) dengan
mengidentifikasi skor (score) yang paling
menggambarkan tingkat kinerjanya untuk setiap
sifat.
3. Metode Perbandingan (Comparative Methods)
a. Pemeringkatan (Ranking)
Pemeringkatan (ranking) adalah metode penilaian
kinerja yang digunakan untuk mengevaluasi
kinerja karyawan dari yang terbaik (best) hingga
yang terburuk (worst). Disebut sebagai metode
perbandingan multi-orang (multi-person
comparison methods), strategi penilaian ini cocok
dengan kinerja setiap karyawan dengan rekan-
rekannya dan kemudian menghasilkan urutan
peringkat dari atas (top) ke bawah (bottom).

106
PENDEKATAN EVALUASI MANAJEMEN KINERJA

b. Peringkat Bergantian (Alternation Ranking)


Memberi peringkat karyawan dari yang terbaik
(best) ke yang terburuk (worst) pada sifat tertentu,
memilih yang tertinggi, kemudian yang terendah,
sampai semua diberi peringkat. Dalam prosedur
urutan pangkat bergantian, hasilnya adalah
daftar semua karyawan. Kemudian penilai
memilih yang berkinerja terbaik (#1), kemudian
yang berkinerja terburuk (#n), yang terbaik kedua
(#2), yang terburuk kedua (#n−1), dan seterusnya,
secara bergantian dari atas ke bawah daftar
sampai semua karyawan diberi peringkat.
c. Perbandingan Berpasangan (Paired Comparison)
Metode pengukuran kinerja yang membandingkan
(compare) setiap karyawan satu dengan karyawan
lainnya untuk menetapkan peringkat (establish
rankings) (Raymond et al., 2016). Jumlah
pasangan karyawan yang akan dibandingkan
dihitung dengan n (n-1) / 2, di mana n adalah
jumlah karyawan yang akan dievaluasi.
d. Distribusi Paksa (Forced Distribution)
Metode kinerja pengukuran (measurement) yang
memberikan persentase (percentage) tertentu
karyawan untuk setiap kategori (category) dalam
satu set kategori. Metode distribusi paksa mirip
dengan grading pada kurva (curve); persentase
tarif yang telah ditentukan ditempatkan dalam
berbagai kategori kinerja (Dessler, 2020).
Pemeringkatan paksa (forced ranking) adalah
prosedur manajemen yang dikembangkan baru-
baru ini yang mengharuskan manajer untuk
menugaskan karyawan ke dalam kelompok yang
telah ditentukan sebelumnya (Grote, 2002) sesuai
dengan kinerja (performance), potensi (potential),
dan promosional (promotability). Distribusi paksa
(forced distribution) adalah teknik (technique)
untuk mendistribusikan peringkat (ratings) yang
dihasilkan dengan salah satu metode penilaian

107
PENDEKATAN EVALUASI MANAJEMEN KINERJA

lain dan membandingkan peringkat orang-orang


dalam kelompok kerja (Mathis et al., 2017)
4. Metode Narasi (Narrative Methods)
Manajer mungkin diminta untuk memberikan narasi
penilaian tertulis (written appraisal narratives).
Beberapa metode penilaian seluruhnya ditulis,
daripada menggunakan skala penilaian (rating scales)
atau struktur peringkat (ranking structures) yang telah
ditentukan sebelumnya (Mathis et al., 2017).
a. Insiden Kritis (Critical Incident)
Dalam metode insiden kritis, manajer/ supervisor
menyimpan catatan tertulis tentang tindakan
yang menguntungkan dan tidak menguntungkan
(critical incidents) yang dilakukan oleh seorang
karyawan selama seluruh periode pemeringkatan
(Mathis et al., 2017) yang berhubungan dengan
pekerjaan bawahan (Dessler, 2020). Metode
insiden kritis dapat digunakan dengan
pendekatan lain untuk mendokumentasikan
alasan seorang karyawan diberi peringkat
tertentu.
b. Esai (Essay)
Metode dalam bentuk naratif (narrative forms) juga
dikenal dengan istilah ”essay”. Metode essay
membutuhkan penilai untuk mendeskripsikan
secara tertulis kekuatan dan kelemahan masing-
masing karyawan, beserta saran cara
meningkatkan kinerja.
5. Penetapan Sasaran dan Manajemen berdasarkan
Sasaran (Goal Setting and Management by Objectives)
Dua sistem manajemen kinerja yang menggunakan
hasil (results) diperiksa (Kramar, Bartram and Cieri,
2014), yaitu manajemen berdasarkan tujuan
(objectives), dan pengukuran produktivitas
(productivity measurement) dan sistem evaluasi
(evaluation system). Sistem manajemen kinerja yang
memanfaatkan strategi MBO (Bhattacharyya, 2011)

108
PENDEKATAN EVALUASI MANAJEMEN KINERJA

mengharuskan manajer untuk menetapkan tujuan


dan sasaran (objectives and goals) yang disepakati
(agreed) bersama, dapat diamati (observable), dan
terukur (measurable) untuk karyawan dan atasan
mereka. Management by Objectives (MBO) adalah
metode penilaian kinerja khusus yang menyoroti
(highlights) tujuan kinerja (performance goals) yang
diidentifikasi (identify) bersama oleh seorang individu
dan manajer (Mathis et al., 2017). Langkah-langkah
pada MBO (Dessler, 2020), meliputi:
a. Tetapkan tujuan organisasi (Set the organization’s
goals).
b. Tetapkan tujuan departemen (Set departmental
goals).
c. Diskusikan tujuan departemen (Discuss
departmental goals).
d. Tentukan hasil yang diharapkan secara individu
(Define expected results individually).
e. Melakukan review kinerja (Conduct performance
reviews).
f. Berikan umpan balik (Provide feedback).
Pengertian Manajemen Kinerja
Menurut Wibowo, kinerja berasal dari pengertian
performance. Ada pula yang memberikan pengertian
performance sebagai hasil kerja atau Prestasi Kerja.
Namun, sebenarnya kinerja mempunyai makna yang lebih
luas bukan hanya hasil kerja tetapi termasuk bagaimana
proses pekerjaan berlangsung. Menurut Amstrong dan
Baron, kinerja merupakan hasil pekerjaan yang
mempunyai hubungan kuat dengan tujuan strategis
organisasi, kepuasan konsumen dan memberikan
kontribusi pada ekonomi.
Bacal memandang Manajemen Kinerja sebagai proses
komunikasi yang dilakukan secara terus menerus dalam
kemitraan antara karyawan dengan atasan langsungnya.
Proses komunikasi ini meliputi kegiatan membangun
harapan yang jelas serta pemahaman mengenai pekerjaan

109
PENDEKATAN EVALUASI MANAJEMEN KINERJA

yang dilakukan. Amstrong dan Baron berpandangan


bahwa manajemen kinerja adalah pendekatan strategis
dan terpadu untuk menyampaikan sukses berkelanjutan
pada organisasi dengan memperbaiki kinerja karyawan
yang bekerja di dalamnya dan dengan mengembangkan
kapabilitas tim dan kontributor individu.
Mengapa diperlukan? Menurut Wibowo, manajemen
kinerja memberi manfaat bukan hanya bagi organisasi
tetapi juga manajer dan individu. Manfaat manajemen
kinerja bagi organisasi antara lain dapat menyesuaikan
tujuan organisasi dengan tujuan tim dan individu.
Menurut Costello, manajemen kinerja mendukung tujuan
menyeluruh organisasi dengan mengaitkan pekerjaan dari
setiap pekerja dan manajer pada misi keseluruhan dari
unit kerjanya. Costello menyatakan bahwa manajemen
kinerja merupakan dasar dan kekuatan pendorong yang
berada di belakang semua keputusan organisasi, usaha
kerja dan alokasi sumber daya.
Prinsip Dasar
Manajemen kinerja bekerja atas prinsip dasar yang dapat
dijadikan acuan bersama agar dapat mencapai hasil yang
diharapkan. Prinsip dasar manajemen kinerja menjadi
fondasi yang kuat bagi kinerja organisasi untuk mencapai
tujuan.
1. Strategis
Manajemen Kinerja bersifat strategis dalam arti
membahas masalah kinerja secara lebih luas, lebih
urgen dan dengan tujuan jangka panjang. Perumusan
visi dan misi organisasi akan menjadi inspirasi dalam
menerapkan tujuan organisasi.
2. Holistik
Manajemen kinerja bersifat menyeluruh mencakup
seluruh aspek dalam ruang lingkup, sejak perumusan
tujuan, perencanaan, pelaksanaan umpan balik,
pengukuran, penilaian, review, evaluasi dan
perbaikan kinerja.

110
PENDEKATAN EVALUASI MANAJEMEN KINERJA

3. Terintegrasi
Manajemen kinerja merupakan suatu proses yang
merupakan sebuah sistem sehingga menunjukkan
hubungan antara masukan, proses, hasil dan
manfaat. Dengan demikian, aspek yang terkandung di
dalamnya saling berkaitan sehingga merupakan
hubungan yang terintegrasi
4. Perumusan Tujuan
Manajemen kinerja dimulai dengan melakukan
perumusan dan pengklasifikasian terlebih dahulu
tujuan yang hendak dicapai organisasi. Sesuai dengan
jenjang organisasi yang dimiliki. Selanjutnya, tujuan
yang mudah dirumuskan tersebut dirinci lebih lanjut
menjadi tujuan di tingkat yang lebih rendah seperti
divisi departemen tim dan individu.
5. Perencanaan
Perencanaan kinerja menyangkut pendefinisian
tujuan dan sasaran organisasi, membangun strategi
menyeluruh untuk mencapai tujuan tersebut dan
mengembangkan hierarki perencanaan secara
komprehensif untuk mengintegrasikan dan
mengoordinasikan aktivitas.
6. Umpan Balik
Pelaksanaan manajemen kinerja merupakan umpan
balik terus menerus. umpan balik merupakan
pengalaman dan pengetahuan yang diperoleh dari
pekerjaan oleh individu dipergunakan untuk
memodifikasi tujuan organisasi.
7. Pengukuran
Setiap organisasi berkeinginan mencapai tingkat
kinerja tinggi. Untuk itu, perlu mengetahui
perkembangan pencapaian standar, target dan waktu
yang tersedia. Pengukuran perlu dilakukan untuk
mengetahui apakah pelaksanaan dapat berjalan
sesuai rencana, apakah terdapat kesenjangan kinerja,
dan apakah hasil akhir diperkirakan dapat dicapai.

111
PENDEKATAN EVALUASI MANAJEMEN KINERJA

8. Perbaikan Kinerja
Kinerja individu dan organisasi mungkin dapat
mencapai tujuan dan sasaran seperti yang
diharapkan, namun dapat pula tidak mencapai
harapan. Perbaikan terhadap kinerja harus dilakukan
karena prestasi Kerja yang dicapai tidak seperti
diharapkan. Dengan melakukan perbaikan kinerja,
diharapkan tujuan organisasi untuk masa depan
dapat dicapai dengan lebih baik.
9. Berkelanjutan
Manajemen kinerja merupakan suatu proses yang
bersifat berlangsung secara terus-menerus,
berkelanjutan, bersifat evolusioner, di mana kinerja
secara bertahap selalu diperbaiki sehingga menjadi
lebih baik.
10. Menciptakan Budaya
Budaya merupakan kegiatan manusia yang sistematis
diturunkan dari generasi ke generasi melalui berbagai
proses pembelajaran untuk menciptakan cara hidup
tertentu yang paling cocok dengan lingkungannya.
Budaya terbentuk dari sekelompok orang
terorganisasi yang mempunyai tujuan, keyakinan dan
nilai-nilai yang sama, dan dapat diukur melalui
pengaruhnya pada organisasi.
11. Pengembangan
Kinerja suatu organisasi tergantung pada kompetensi
sumber daya manusia di dalamnya, baik sebagai
individu maupun sebagai tim. Sumber daya manusia
adalah aset bagi organisasi. Untuk itu, organisasi
yang cerdas dan berkeinginan meningkatkan
kinerjanya, harus berupaya mengembangkan sumber
daya manusia secara berkelanjutan
12. Kejujuran
Kejujuran merupakan menampakan diri dalam
komunikasi umpan balik yang jujur di antara manajer
dan rekan kerja. Kejujuran termasuk dalam

112
PENDEKATAN EVALUASI MANAJEMEN KINERJA

mengekspresikan pendapat, menyampaikan fakta,


memberikan pertimbangan dan perasaan.
13. Pelayanan
Setiap aspek dalam proses kinerja harus memberikan
pelayanan kepada setiap stakeholder, yaitu pekerja,
manager, pemilik dan pelanggan. Dalam proses
manajemen kinerja, umpan balik dan pengukuran
harus membantu pekerja dan perencanaan kinerja.
Prinsip pelayanan merupakan tanda yang paling kuat
untuk pengukuran perencanaan dan coaching pekerja
14. Tanggung Jawab
Tanggung jawab merupakan prinsip dasar di belakang
pengembangan kinerja. Dengan memahami dan
menerima tanggung jawab atas apa yang mereka
kerjakan dan tidak kerjakan untuk mencapai tujuan
mereka, bekerja belajar tentang apa yang perlu
mereka perbaiki.
15. Konsensus dan Kerja Sama
Manajemen Kinerja mengandalkan pada konsensus
dan kerja sama antara atasan dan bawahan daripada
menekankan pada kontrol dan melakukan paksaan.
16. Komunikasi Dua Arah
Manajemen kinerja memerlukan gaya manajemen
yang bersifat terbuka dan jujur serta mendorong
terjadinya nya komunikasi dua arah antara atasan
dan bawahan. Komunikasi dua arah menunjukkan
adanya sikap keterbukaan dan saling pengertian di
antara dua pihak.
17. Berbagi Harapan
Dalam manajemen kinerja manajer dapat
mengklasifikasikan apa yang mereka harapkan dari
individu dan tim untuk melakukan. Sebaliknya,
individu dan tim dapat mengkomunikasikan harapan
mereka tentang bagaimana mereka harus dikelola dan
apa yang mereka perlukan untuk melakukan
pekerjaan

113
PENDEKATAN EVALUASI MANAJEMEN KINERJA

18. Mengelola Perilaku


Manajemen Kinerja perlu memastikan bahwa individu
terdorong berperilaku dengan cara yang
memungkinkan dan memperkuat hubungan kerja
yang lebih baik. Perilaku positif karyawan yang
bersifat mendorong meningkatkan kinerja perlu
dikembangkan.
19. Bermain
Manajemen kinerja menggunakan prinsip bahwa
bekerja sama dengan bermain. Dengan prinsip
bermain, dalam manajemen kinerja orang
berpendapat mendapatkan kepuasan dari apa yang
mereka kerjakan. Apabila tidak menerapkan prinsip
bermain bekerja akan menjadi beban.
20. Rasa Kasihan
Rasa kasihan merupakan prinsip bahwa manajer
memahami dan empati terhadap orang lain.
Kebanyakan orang yang tidak menunjukkan rasa
kasihan pada orang lain juga sedikit sekali merasa
kasihan pada diri sendiri. Mereka sendiri rasa kasihan
seorang manajer akan mendapatkan akan melupakan
kesalahan di belakang mereka dan mulai dengan
sesuatu yang baru. Dengan rasa kasihan mendapat
percaya diri dan dorongan, suatu elemen kunci
pengembangan kinerja.
Ruang Lingkup Manajemen Kinerja
Cakupan manajemen kinerja meliputi, kegiatan analisis
tujuan unit kerja dan memastikan bahwa terdapat
hubungan dengan tujuan menyeluruh organisasi,
menganalisis keterampilan pekerja dan penugasan yang
diberikan dalam kaitannya dengan tujuan unit kerja. Oleh
karena itu, manajemen kinerja harus dipandang sebagai
suatu sistem.
Sistem adalah serangkaian komponen yang bekerja sama
dengan cara saling tergantung gantungan untuk
menyelesaikan sesuatu. Menurut Bacal, sistem
memerlukan masukan dan melalui serangkaian proses,

114
PENDEKATAN EVALUASI MANAJEMEN KINERJA

mengubah atau mentransformasi masukkan tersebut


menjadi keluaran dalam bentuk produk, jasa atau
informasi. Menurut Amstrong, sistem manajemen kinerja
adalah serangkaian aktivitas dan proses yang saling
berhubungan dan diperlakukan secara holistik sebagai
komponen utama dan terintegrasi dari pendekatan
organisasi dalam mengelola kinerja melalui orang dan
mengembangkan keterampilan dan kapabilitas human
capitalnya, sehingga meningkatkan kapabilitas
organisasional dan mencapai keunggulan kompetitif
berkelanjutan.
Menurut Schermerhorn, sistem manajemen kinerja
adalah sistem yang memastikan bahwa standar kinerja
dan sasaran ditetapkan, bahwa kinerja secara reguler
diukur dan bahwa tindakan dilakukan untuk
memperbaiki kinerja di masa yang akan datang yang
dibutuhkan; a) Masukan yaitu manajemen kinerja
merupakan masukan dalam bentuk tersedianya
kapabilitas sumber daya manusia baik individu maupun
sebagai tim. Kapabilitas sumber daya manusia
diwujudkan dalam bentuk pengetahuan keterampilan dan
kompetensi; b) Proses yaitu manajemen kinerja mencakup
suatu proses pelaksanaan kinerja tentang bagaimana
kinerja dijalankan; c) Keluaran yaitu manajemen kinerja
sangat berkepentingan dengan keluaran yang merupakan
hasil kerja organisasi. Hasil kerja yang dapat dicapai
organisasi perlu dibandingkan dengan tujuan yang
diharapkan organisasi untuk dicapai. Keluaran organisasi
dapat lebih besar atau lebih rendah dari tujuan yang
ditetapkan; d) Manfaat yaitu Manajemen Kinerja tidak
hanya memfokuskan pada keluaran dan hasil kerja
langsung dari sumber daya manusia. Manajemen Kinerja
perlu memperhatikan manfaat atau dampak dari hasil
kerja. Dampak hasil kerja dapat bersifat positif bagi
organisasi misalnya karena keberhasilan seseorang
mewujudkan prestasinya berdampak meningkatkan
motivasi sehingga semakin meningkatkan kinerja
organisasi.

115
PENDEKATAN EVALUASI MANAJEMEN KINERJA

Pendekatan Evaluasi Kinerja


Menurut Kreitner dan Kinicki, evaluasi kinerja
merupakan pendapat yang bersifat evaluatif atau sifat
perilaku seseorang, atau prestasi sebagai dasar untuk
keputusan dan rencana pengembangan personel.
Menurut Newstorm dan Davis, adalah suatu proses
mengevaluasi kinerja pekerja, membagi informasi dengan
mereka dan mencari cara memperbaiki kinerjanya.
Pendekatan Evaluasi Kinerja menurut Kreitner dan
Kinicki, sasaran evaluasi dari segi pendekatannya, yang
disebut sebagai pendekatan terhadap sifat, perilaku, hasil
dan kontingensi.
1. Pendekatan sikap, pendekatan ini menyangkut
penilaian terhadap sifat dan karakteristik individu.
Sifat biasanya diukur dalam bentuk inisiatif
kecepatan membuat keputusan dan ketergantungan.
Meskipun pendekatan sifat sangat luas dipergunakan
oleh manajer, pada umumnya dipertimbangkan oleh
para ahli sebagai yang paling lemah.
2. Pendekatan perilaku, masalah dalam pendekatan
perilaku menunjukkan bagaimana orang berperilaku,
dan bukan tentang kepribadiannya. Kemampuan
orang untuk bertahan meningkat apabila pekerjaan
didukung oleh tingkat perilaku kinerja.
3. Pendekatan hasil, apabila pendekatan sikap
memfokuskan pada orang dan pendekatan perilaku
memfokuskan pada proses, pendekatan hasil
memfokuskan pada produk atau hasil usaha
seseorang. Dengan kata lain, adalah apa yang telah
diselesaikan individu. Manajemen berdasarkan
sasaran merupakan format yang umum untuk
pendekatan hasil.
4. Pendekatan kontingensi, pendekatan sifat, perilaku,
dan hasil cocok untuk dipergunakan tergantung pada
kebutuhan pada situasi tertentu. Oleh karena itu,
diusulkan pendekatan kontingensi yang selalu
dicocokkan dengan situasi tertentu yang sedang
berkembang.

116
PENDEKATAN EVALUASI MANAJEMEN KINERJA

Evaluasi dapat dipergunakan untuk kepentingan yang


lebih luas lagi, seperti evaluasi terhadap tujuan dan
sasaran, terhadap rencana, lingkungan, proses kerja,
pengukuran kinerja dan evaluasi terhadap hasil.
1. Evaluasi Tujuan dan Sasaran
Evaluasi terhadap tujuan dimaksudkan untuk
mengetahui apakan tujuan yang telah ditetapkan
sebelumnya dapat terjadi atau tidak. Apabila tujuan
tidak tercapai, dicari faktor penyebabnya. Mungkin
disebabkan kesalahan dalam merumuskan tujuan
organisasi sehingga tidak dapat dijangkau oleh kinerja
organisasi. Dalam hal demikian perlu dilakukan
perumusan ulang tujuan organisasi. Namun, di sisi
lain mungkin saja disebabkan kinerja organisasi
buruk sehingga memerlukan perbaikan kinerja untuk
masa yang akan datang. Evaluasi terhadap sasaran
dilakukan untuk mengukur seberapa jauh dasaran
yang telah ditetapkan dapat dicapai. Evaluasi
terhadap tujuan dan sasaran memberikan umpan
balik bagi proses perencanaan dalam penetapan
tujuan dan sasaran kinerja organisasi di waktu yang
akan datang. (Ade Onny Siagian dan Natal Indra,
2019).
2. Evaluasi Rencana
Evaluasi kinerja melakukan penilaian apakah hasil
yang dicapai telah sesuai dengan apa yang
direncanakan. Apabila hasil yang diperoleh tidak
seperti yang diharapkan dalam rencana, dicari tahu
apa yang menyebabkan. Evaluasi terhadap rencana
juga perlu dilakukan penilaian apakah penetapan
target organisasi selalu tinggi sehingga tidak mungkin
tercapai. Apakah personal contact yang dilakukan
para pekerja terlalu tinggi sehingga tidak mampu
dipengaruhi pekerja atau karena kompetensi yang
dipersyaratkan tidak terpenuhi?
3. Evaluasi Lingkungan
Evaluasi kinerja melakukan penilaian apakah kondisi
lingkungan yang dihadapi pada waktu proses

117
PENDEKATAN EVALUASI MANAJEMEN KINERJA

pelaksanaan tidak seperti diharapkan, tidak kondusif


dan mengakibatkan kesulitan atau kegagalan dalam
mencapai hasil kinerja. Dalam hal terjadi demikian,
antisipasi tindakan apa yang perlu dilakukan untuk
menghadapi kinerja di waktu yang akan datang.
4. Evaluasi Proses Kerja
Evaluasi kinerja melakukan penilaian apakah
terdapat kendala dalam proses pelaksanaan kerja.
Apakah mekanisme kerja dapat berjalan seperti
diharapkan? Apakah terdapat masalah
kepemimpinan dan hubungan antarmanusia dalam
organisasi? Apakah terdapat masalah dalam SDM
yang menyangkut kompetensi, produktivitas, sistem
penghargaan dan kepuasan kerja? Langkah-langkah
apa yang dapat dilakukan untuk mengatasi di
kemudian hari?
5. Evaluasi Pengukuran Kinerja
Evaluasi kinerja menilai apakah penilaian kinerja
telah dilakukan dengan benar, apakah sistem review
dan coaching telah berjalan dengan benar serta
apakah metode yang dipergunakan dalam
pengukuran kinerja sudah tepat dan dilakukan
dengan benar oleh seorang penilai yang objektif.
Evaluasi terhadap pengukuran kinerja dilakukan
untuk memperbaiki metode pengukuran kinerja di
kemudian hari sehingga memberikan kesimpulan
yang objektif bagi organisasi dan menimbulkan
kepercayaan dan para pekerja.
6. Evaluasi Hasil
Evaluasi terhadap hasil kinerja dapat dilakukan
terhadap hasil kinerja organisasi, kelompok maupun
individu masing-masing pekerja. Evaluasi terhadap
hasil kinerja organisasi dapat diketahui dari seberapa
besar tujuan dan sasaran organisasi telah dapat
dicapai. Apabila terdapat deviasi, dicari faktor yang
menyebabkan dan berusaha memperbaikinya
dikemudian hari. Evaluasi terhadap pencapaian hasil
juga dapat dipergunakan untuk menetapkan tujuan

118
PENDEKATAN EVALUASI MANAJEMEN KINERJA

dan besaran sasaran dikemudian hari. Evaluasi


terhadap hasil kerja kelompok dan memberikan
indikasi apakah pelaksanaan kinerja yang dilakukan
dalam kelompok dapat diselesaikan dan masalah apa
yang dihadapi. Evaluasi terhadap kinerja dapat
dijadikan referensi untuk promosi jabatan, tanggung
jawab yang lebih besar dan dapat pula dipergunakan
untuk menentukan peringkat pekerja, penggajian,
pemberian kompensasi, pemberian bonus, dan
sebagainya. (Siagian et al., 2020)
Metode Evaluasi Kinerja
Menurut Robbin, ada beberapa metode yang dapat
dipergunakan tentang bagaimana mengevaluasi kinerja
karyawan adalah sebagai berikut:
1. Written Essays, teknik ini memberikan evaluasi
kinerja dengan cara mendeskripsikan apa yang
menjadi penilaian terhadap kinerja individu, tim
maupun organisasi.
2. Critical Incidents, teknik ini mengevaluasi perilaku
yang menjadi kunci dalam membuat perbedaan
antara menjalankan pekerja secara efektif dengan
tidak efektif.
3. Graphic Rating Scale, teknik ini merupakan metode
evaluasi dimana evaluator memeringkat faktor kinerja
dalam skala incremental.
4. Behavioral Anchored Rating Scale, teknik ini
merupakan pendekatan Skala yang
mengkombinasikan elemen utama dari Critical
Incident dan Graphic Rating Scale. Penilaian
meningkatkan memeringkat bekerja berdasarkan
butir-butir sepanjang kontinum, tetapi titik adalah
contoh perilaku aktual pada pekerjaan tertentu
daripada deskripsi umum atau sifat.
5. Grup Order Ranking, teknik ini merupakan metode
evaluasi yang menempatkan pekerja ke dalam
klasifikasi tertentu seperti kuartil.

119
PENDEKATAN EVALUASI MANAJEMEN KINERJA

6. Individual Ranking, teknik ini merupakan suatu


metode evaluasi yang menyusun atau rank-order
pekerja dari terbaik ke terburuk.
7. Paired Comparison, teknik ini merupakan metode
evaluasi yang membandingkan masing-masing
pekerja dengan setiap pekerja lain dan menyusun
peringkat berdasarkan pada jumlah nilai superior
yang dicapai bekerja.
Perbaikan Kinerja
Perbaikan kinerja tidak hanya dilakukan apabila prestasi
kerja tidak seperti diharapkan. Perbaikan kinerja harus
pula dilakukan walaupun seseorang, tim atau organisasi
telah mampu mencapai prestasi kerja yang diharapkan
karena organisasi, tim maupun individu di mana di masa
depan dapat menetapkan target kuantitatif yang lebih
tinggi atau dengan kualitas yang lebih tinggi
Rencana Perbaikan Kinerja Menurut Kirkpatrick, rencana
perbaikan kinerja untuk dapat memberikan hasil seperti
yang diharapkan harus memenuhi kriteria sebagai
berikut:
1. Praktis;
2. Orientasi pada waktu;
3. Spesifik;
4. Melibatkan komitmen.
Menurut Kirkpatrick, rencana perbaikan kinerja
dirancang untuk mengubah perilaku pekerja. Untuk
melakukan perubahan perilaku, perlu memenuhi lima
persyaratan sebagai berikut:
1. Desire atau keinginan.
2. Knowledge and skill atau pengetahuan dan
keterampilan.
3. Climate atau iklim.
4. Help and support atau bantuan dan dukungan.
5. Reward atau penghargaan.

120
PENDEKATAN EVALUASI MANAJEMEN KINERJA

Daftar Pustaka
A Aguinis, H. (2019). Performance Management For
Dummies. John Wiley & Sons, Inc. Hoboken, New
Jersey, USA: John Wiley & Sons, Inc.
Armstrong, M. (2019). How to Manage People: Fast,
effective management skills that really get results. 4th
edn. London, UK: Kogan Page Limited.
Armstrong, M. (2021). How to Be an Even Better Manager:
A complete A–Z of proven techniques and essential
skills. 11th edn. London, UK: Kogan Page Limited.
Armstrong, M. and Taylor, S. (2014). Armstrong’s
Handbook of Human Resource Management Practice.
13th edn, Progress in Human Geography. 13th edn.
London, UK: Kogan Page. doi:
10.1177/030913258901300105.
Bratton, J. and Gold, J. (2012). Human Resource
Management: Theory & Practice. 5th edn. Palgrave
Macmillan. doi: 10.1057/978-1-137-52163-7_10.
Dessler, G. (2020). Human Resource Management. 16th
edn. New York, USA: Pearson Education, Inc.
Gibson, J. L. et al. (2012). Organizations: Behavior,
Structure, Processes. 14th edn. New York, USA:
McGraw-Hill Companies, Inc.
Kramar, R., Bartram, T. and Cieri, H. De (2014). Human
Resource Management: Strategy, People, Performance.
North Ryde NSW, Australia: McGraw-Hill Education
(Australia) Pty Ltd.
Kressler, H. W. (2003). Motivate and Reward: Performance
Appraisal and Incentive Systems for Business Success,
Motivate and Reward. New York,USA: Palgrave
Macmillan. doi: 10.1057/9781403937711.
Lussier, R. N. and Hendon, J. R. (2019). Human Resource
Management: Functions, Applications, and Skill
Development. Thousand Oaks, California, USA: SAGE
Publications, Inc.

121
PENDEKATAN EVALUASI MANAJEMEN KINERJA

Mathis, R. L. et al. (2017). Human Resource Management.


15th edn. Boston, MA, USA: Cengage Learning.
Moncrief, E. C. and Curran, K. M. (2006). Appraising
Management Performance: The Bubble Management
Approach. New York, USA: Industrial Press Inc.
Onny Siagian, A. dan Natal Indra. (2019). Pengetahuan
Akuntansi Pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah
(UMKM) Terhadap Laporan Keuangan. Jural Ilmiah
Indonesia.
Onny Siagian, A. (2020). Character Building Relasi dalam
Kehidupan Beragama dan Bersosial (V. Meilinda & A.
S. Wijaya (eds.); 1st ed.). Syntax Computama.
https://play.google.com/store/books/details/Ade_O
nny_Siagian_S_H_M_H_M_M_M_A_P_M_I_Kom_l_CHA
RA?id=daYQEAAAQBAJ
Siagian, A. O. (2021). Pengaruh Disiplin Kerja Karyawan
Terhadap Produktivitas Karyawan PT. Sahabat Unggul
Internasional. JENIUS (Jurnal Ilmiah Manajemen
Sumber Daya Manusia).
https://doi.org/10.32493/jjsdm.v4i2.9091
Siagian, A. O., & Cahyono, Y. (2021). Strategi Pemulihan
Pemasaran UMKM di Masa Pandemi Covid-19 Pada
Sektor Ekonomi Kreatif. Jurnal Teknologi Dan Sistem
Informasi Bisnis.
https://doi.org/10.47233/jiteksis.v3i1.212
Siagian, A. O., Martiwi, R., & Indra, N. (2020). Kemajuan
Pemasaran Produk Dalam Memanfaatkan Media
Sosial Di Era Digital. Jurnal Pemasaran Kompetitif.
https://doi.org/10.32493/jpkpk.v3i3.4497

122
PENDEKATAN EVALUASI MANAJEMEN KINERJA

Profil Penulis
Ade Onny Siagian, S.H., M.H., M.M., M.A.P., M.
I. Kom.
Lahir di Mojokerto (1978), Asisten Ahli saat ini
mengajar di Universitas Swasta, Fakultas
Ekonomi, jenjang pendidikan S-1 Fakultas Hukum
(2003), S-2 Magister Manajemen (2010), S-2
Magister Ilmu Hukum (2018), Magister Ilmu Administrasi Publik
(2019) dan S-2 Magister Ilmu Komunikasi (2019) mendapat
gelar wisudawan terbaik (Cum Laude), giat melakukan
penelitian, dan aktif dalam bidang menulis buku, Google
Scholar ID: qyMWX6cAAAAJ; Sinta ID: 6694707; Orcid. ID:
https://orcid.org/0000-0002-9701- 9546; dan Scopus ID:
57219985838.
E-mail Penulis: ade.aoy@bsi.ac.id

123
124
9
KINERJA INDIVIDU DAN
KELOMPOK

Mesi Herawati, M.E.


UIN Fatmawati Sukarno Bengkulu

Pendahuluan
Kinerja sendiri didefinisikan sebagai tingkat pencapaian
suatu misi organisasi. Artinya, kinerja merupakan
sesuatu yang menjadi acuan tentang sejauhmana untuk
menjamin organisasi berlangsung dengan baik.
Pencapaian kinerja yang ingin dicapai oleh sebuah
organisasi tentu dipengaruhi oleh berbagai aspek,
sehingga untuk mengetahui kinerja sebuah organisasi,
maka perlu melihat aspek-aspek lain yang berpengaruh
terhadap pencapaian kinerja organisasi tersebut.
Kinerja merupakan hasil dari kerja personel, unit atau
kelompok organisasi dalam mencapai tujuan atau sasaran
strategik yang telah ditetapkan sebelumnya. Untuk
mencapai kinerja yang baik, sebuah organisasi harus
memperhatikan kinerja individu serta tim dalam satu
organisasi tersebut. Karena pada hakikatnya, kinerja
organisasi merupakan akumulasi dari kinerja individu
dan kelompok. Sehingga sangat penting bagi sebuah
organisasi untuk memperhatikan kinerja individu dalam
perusahaan agar menghasilkan kinerja organisasi yang
sesuai dengan target yang sudah ditetapkan.
Kinerja Individu
Individu adalah elemen yang sangat penting dalam
sebuah organisasi. Individu merupakan penggerak dan

125
KINERJA INDIVIDU DAN KELOMPOK

pelaku dalam menjalankan sistem pada sebuah


organisasi. Kotze (dikutip oleh Sukarman, dkk.)
menyatakan bahwa pentingnya mempelajari perilaku
individu karena berkaitan dengan kinerja sumber daya
manusia. Kinerja sumber daya manusia akan meningkat
apabila perilakunya sesuai dengan tuntutan pekerjaan.
Kinerja individu yang berkualitas secara langsung akan
berdampak pada organisasi, selain itu perilaku individu
dalam organisasi haruslah serasi, seimbang dan sejalan
dengan perilaku organisasi (Purba et al., 2020). Sehingga
kinerja individu dalam sebuah organisasi perlu
ditingkatkan kualitasnya secara terus menerus, supaya
dapat memberikan dampak positif bagi organisasi dan
dapat memberikan kontribusi besar bagi tercapainya
tujuan organisasi yang telah ditetapkan.
Menurut Onita dkk., kinerja individu adalah hasil kerja
seseorang yang dipengaruhi oleh kompetensi individu,
dukungan organisasi dan dukungan manajemen.
Menurut Mangkunegara, kinerja individu adalah hasil
kerja karyawan baik dari segi kualitas maupun kuantitas
sesuai dengan standar kerja yang sudah ditetapkan.
Kinerja individu ini akan tercapai jika didukung oleh
beberapa hal sebagai berikut (Mangkunegara, 2017):
1. Atribut individu, yang menentukan kapasitas untuk
mengerjakan sesuatu. Termasuk dalam atribut
individu adalah kemampuan dan keahlian, latar
belakang, serta faktor psikologis yang meliputi
persepsi, attitude, personality, pembelajaran dan
motivasi.
2. Upaya kerja, yang membentuk keinginan untuk
mencapai sesuatu.
3. Dukungan organisasi yang memberikan kesempatan
untuk berbuat sesuatu. Dukungan organisasi
tersebut meliputi sumber daya, kepemimpinan,
lingkungan kerja, struktur kerja dan job design.

126
KINERJA INDIVIDU DAN KELOMPOK

Secara umum, kinerja individu dipengaruhi oleh dua


faktor yakni faktor internal dan faktor eksternal. Faktor
internal berasal dari individu itu sendiri, seperti
pengetahuan, keterampilan, motivasi, dan perilaku.
Sedangkan faktor eksternal merupakan faktor kinerja
yang muncul dari lingkungan organisasi di mana individu
itu berada dan beraktivitas, seperti budaya organisasi,
hubungan dengan sesama di dalam organisasi.
1. Faktor Internal Kinerja Individu
a. Pengetahuan (Knowledge)
Pengetahuan merupakan hal yang perlu terus di-
update oleh setiap individu, kelompok maupun
organisasi. Pengetahuan yang luas dan terbaharui
tentu akan memengaruhi pola pikir dan pola kerja
seseorang. Pengetahuan yang dimiliki oleh
seseorang berasal dari berbagai sumber seperti
kepercayaan, adat kebiasaan, pengalaman,
pancaindra, akal pikiran, dan intuisi individu.
Dalam kamus filsafat, dijelaskan bahwa
pengetahuan adalah proses kehidupan yang
diketahui manusia secara langsung dari
kesadarannya sendiri. Dalam peristiwa ini yang
mengetahui memiliki yang diketahui di dalam
dirinya sendiri sedemikian aktif sehingga yang
mengetahui itu menyusun yang diketahui pada
dirinya sendiri dalam kesatuan aktif (Bagus,
1996).
Pengetahuan atau knowledge adalah segala
sesuatu yang diketahui oleh seseorang melalui
pancaindra, pengalaman, kepercayaan,
lingkungan, dan intuisi individu. Dalam hal ini,
pengetahuan individu sangat penting untuk
individu dalam mencapai kinerja sesuai dengan
apa yang telah ditetapkan oleh organisasi.
b. Perilaku Kerja (Attitude)
Keberhasilan sebuah organisasi ditentukan juga
dengan sikap dan perilaku individu di dalam
organisasi tersebut. Seringkali individu yang

127
KINERJA INDIVIDU DAN KELOMPOK

mempunyai keterampilan dan pengetahuan yang


bagus, tidak dilibatkan dalam organisasi
diakibatkan perilaku dan sikap yang kurang baik.
Perilaku diartikan sebagai segala sesuatu
pengetahuan, sikap, dan tindakan yang tampak
maupun yang tidak tampak yang dipengaruhi oleh
lingkungan dan peranan dalam kehidupan sehari-
hari. Sedangkan perilaku kerja merupakan suatu
karakteristik dan tingkah laku yang terdapat
dalam setiap individu, perilaku kerja meliputi
kepribadian, harga diri, pemantauan diri (Purba et
al., 2020).
c. Keterampilan kerja (Skills)
Pada hakikatnya, keterampilan merupakan
anugerah yang dimiliki pada setiap orang. Setiap
individu pasti mempunyai skill atau keterampilan
di bidangnya masing-masing. Menurut Bambang
Wahyudi, keterampilan merupakan kecakapan
individu untuk melakukan sesuatu pekerjaan
yang hanya diperoleh dalam praktek (Wahyudi,
2002).
Menurut Davis Gordon, keterampilan adalah
kemampuan individu untuk mengoperasikan
pekerjaan secara mudah dan teratur (Gordon,
1999). Sedangkan menurut Soemarjadi,
keterampilan adalah perilaku yang diperoleh
individu melalui tahap belajar, pengalaman,
pelatihan melalui proses perbedaan dan integrasi
sehingga menghasilkan sebuah keterampilan
(Soemarjadi, 1992).
Dari beberapa pengertian di atas, dapat
disimpulkan bahwa keterampilan merupakan
kecakapan yang dimiliki individu dalam
melakukan pekerjaan yang diperoleh melalui
praktek dan pengalaman. Keterampilan yang
dimiliki setiap individu pasti berbeda-beda
sehingga organisasi memerlukan individu-
individu yang memiliki keterampilan yang sesuai
dengan tujuan dari organisasi sehingga dapat

128
KINERJA INDIVIDU DAN KELOMPOK

menghasilkan individu yang mempunyai kinerja


yang baik.
d. Motivasi Kerja
Setiap perusahaan pasti menginginkan sumber
daya manusia yang baik sebagai elemen
penggerak organisasi. Sumber daya manusia atau
individu yang berkualitas akan memengaruhi
tercapainya tujuan organisasi, hal yang
memengaruhi kualitas sumber daya manusia
salah satunya adalah motivasi kerja. Menurut
Daft, kebanyakan orang memulai pekerjaan baru
dengan antusias dan semangat, tetapi dapat
kehilangan semangat tersebut apabila tidak
terdapat sosok motivator yang baik dalam
organisasi tersebut (Purba et al., 2020). Sehingga
banyak individu yang kurang bersemangat dalam
menjalankan misi organisasi, sehingga
berdampak negatif bagi etos kerja dan loyalitas.
Motivasi kerja dianggap sangat penting, karena
dengan motivasi kerja yang baik diharapkan bisa
menghasilkan individu yang bersemangat dan
mempunyai etos kerja tinggi. Motivasi sendiri
berarti dorongan yang timbul pada diri seseorang
secara sadar atau tidak sadar untuk melakukan
suatu tindakan dengan tujuan tertentu atau
usaha yang dapat menyebabkan seseorang atau
kelompok orang tertentu tergerak melakukan
sesuatu karena ingin mencapai tujuan yang
dikehendakinya atau mendapat kepuasan dengan
perbuatannya (KBBI, 2016).
Menurut Stephen P. Robbins dan Timothy A.
Judge, motivasi sebagai sebuah proses yang
menjelaskan intensitas, arah dan ketekunan
seorang individu untuk mencapai tujuannya (P.
Robbins & A. Judge, 2008). Filmore H. Stanford
mengatakan motivasi sebagai sebuah kondisi
yang menggerakkan manusia kea rah suatu
tujuan tertentu.

129
KINERJA INDIVIDU DAN KELOMPOK

Menurut Hasibuan Melayu, motivasi adalah


pemberian daya penggerak yang menciptakan
kegairahan kerja seseorang, agar mereka mau
bekerja sama, bekerja efektif, dan terintegrasi
dengan segala daya dan upaya untuk mencapai
kepuasan (Melayu, 2001). Secara umum, motivasi
dapat didefinisikan sebagai sebuah dorongan atau
arahan yang menggerakkan individu untuk
bekerja lebih giat dengan segala upaya dan
kemampuan yang dimiliki untuk mencapai tujuan
organisasi.
Untuk membuat individu termotivasi untuk
bekerja lebih giat, tentu dipengaruhi oleh
beberapa faktor. Pertama, faktor internal yaitu
faktor yang berasal dari dalam diri seorang
karyawan. Faktor internal terdiri dari persepsi
mengenai diri sendiri, harga diri, prestasi,
harapan, kebutuhan, pembawaan individu,
tingkat pendidikan, dan pengalaman masa lalu.
Kedua, Faktor eksternal yaitu faktor yang berasal
dari luar diri karyawan. Faktor ini terdiri dari
lingkungan kerja, pemimpin dan gaya
kepemimpinannya, tuntutan perkembangan
organisasi, dan dorongan atasan.
Berdasarkan faktor yang memengaruhi motivasi
individu dalam organisasi maka, pimpinan atau
sebuah organisasi perlu membuat rancangan
pekerjaan atau job design. Hal ini bertujuan
untuk meningkatkan produktivitas dan kepuasan
kerja. Pendekatan rancangan kerja umumnya
dibagi menjadi empat, yaitu:
1) Penyederhanaan kerja, yakni membuat
rancangan supaya tugas atau beban kerja
menjadi lebih sederhana dan efisien.
2) Perputaran kerja, yakni memindahkan
individu dari satu tugas ke tugas lain,
sehingga menjadikan individu yang
multifungsi.

130
KINERJA INDIVIDU DAN KELOMPOK

3) Pemekaran pekerjaan, yaitu menggabungkan


beberapa tugas menjadi tugas yang baru, hal
ini merupakan jawaban terhadap
ketidakpuasan karyawan terhadap pekerjaan
yang terlalu sederhana.
4) Pengayaan pekerjaan, yaitu menambahkan
tugas individu lebih tinggi dari tugas saat ini,
hal ini bertujuan untuk memaksimalkan
pekerjaan individu.
2. Faktor Eksternal Kinerja Individu
1. Budaya Organisasi
Pada dasarnya, budaya merupakan sebuah
kebiasaan, karakteristik, sifat yang melekat pada
sebuah objek. Budaya organisasi menurut Gharet
R. Jones adalah seperangkat (kumpulan) nilai-
nilai bersama yang mengendalikan interaksi
anggota-anggota organisasi, di antara mereka,
dan dengan mitra pendukungnya, pelanggan,
serta orang-orang lain di luar organisasi. Menurut
(A. P. Mangkunegara, 2005), mengemukakan
bahwa budaya organisasi adalah seperangkat
asumsi atau sistem keyakinan, nilainilai dan
norma-norma yang dikembangkan dalam
organiasi yang dijadikan pedoman tingkah laku
bagi anggota-anggotanya untuk mengatasi
adaptasi eksternal dan integrasi internal.
Dari beberapa pengertian di atas, budaya
organisasi dapat diartikan sebagai seperangkat
nilai, norma, adat, kebiasaaan dalam sebuah
organisasi dan telah menjadi perilaku individu
yang ada di dalam organisasi tersebut. Budaya
organisasi tentu memengaruhi bagaimana
seseorang bekerja, sehingga juga menetukan
kinerja individu tersebut. Misalnya saja,
kebiasaan terlambat merupakan hal yang sudah
biasa di dalam sebuah organisasi, maka tingkat
kedisiplinan waktu seseorang dalam organisasi
menjadi turun, dan juga berakibat pada pola
kedisiplinan individu tersebut di luar organisasi.

131
KINERJA INDIVIDU DAN KELOMPOK

2. Hubungan dengan Individu Lain


Hubungan dengan individu lain dalam organisasi
erat kaitannya dengan cara seseorang dalam
bekerja, dan tentu akan berdampak terhadap
kinerja individu tersebut. Memiliki rekan kerja
yang baik dan satu visi tentu akan sangat
membantu seseorang dalam bekerja. Dalam
kehidupan organisasi, seorang pekerja pasti
membutuhkan rekan kerja yang lain, karena tidak
semua pekerjaan bisa diselesaikan oleh individu
secara mandiri. Keterlibatan rekan kerja tidak
bisa dihindari dalam sebuah organisasi. Artinya,
kinerja individu dan kinerja organisasi secara
keseluruhan tidak hanya ditentukan oleh
kemampuan individu dalam menyelesaikan tugas
tetapi juga hubungan dan dukungan individu lain
menjadi penting. Oleh karena itu, dukungan dari
tim kerja juga menjadi hal yang memengaruhi
kinerja organisasi.
Untuk menghasilkan kinerja individu yang baik,
maka sebuah organisasi perlu memiliki
manajemen kinerja yang baik. Bagi individu
manfaat manajemen kinerja adalah untuk
memperjelas peran dan tujuan, mendorong dan
mendukung, membantu pengembangan
kemampuan dan kinerja. Dalam manajemen
kinerja, pengukuran atau penilaian kinerja
individu tentu berbeda dengan pengukuran
kinerja organisasi. Menurut Siswoyo pengukuran
kinerja individu diukur dengan tiga deskriptor
atau dimensi kinerja, yaitu (Haryono, 2018):
a) Hasil kerja, meliputi: kuantitas hasil kerja,
kualitas hasil kerja, serta efisiensi dalam
melaksanakan tugas.
b) Perilaku kerja, meliputi: diisiplin kerja,
inisiatif dan ketelitian.
c) Sifat pribadi yang berhubungan dengan
pekerjaan, meliputi: kepemimpinan,
kejujuran dan kreativitas.

132
KINERJA INDIVIDU DAN KELOMPOK

Kinerja Kelompok
Manusia diciptakan sebagai makhluk sosial yang
membutuhkan interakasi antara satu dengan yang lain,
karena adanya interaksi menjadikan manusia cenderung
berkelompok termasuk dalam sebuah organisasi.
Kelompok dapat juga dikatakan sebagai tim, di mana
kelompok atau tim diartikan sebagai dua orang atau lebih
yang berkumpul dan berinteraksi serta saling tergantung
untuk mencapai tujuan tertentu (Tahir, 2014). Menurut
Guzzo dan Dickson, tim ialah kelompok kerja yang terdiri
dari orang-orang yang melihat diri mereka dan dilihat oleh
orang lain sebagai satu kesatuan sosial, yang saling
membutuhkan karena tugas yang mereka kerjakan
sebagai anggota kelompok yang bergabung dalam satu
atau lebih organisasi, di mana tugas yang dikerjakan
berpengaruh terhadap orang lain (Purba et al., 2020).
Kelompok atau bisa disebut juga sebagai tim merupakan
dua orang atau lebih yang saling berinteraksi dan saling
ketergantungan antara satu sama lain di dalam sebuah
organisasi yang bekerja untuk mencapai tujuan bersama.
Kinerja kelompok tentu sangat dipengaruhi oleh kinerja
perorangan atau individu, seperti pada gambar berikut:

Gambar 1.
Hubungan Kinerja Individu Kelompok dan Organisasi

133
KINERJA INDIVIDU DAN KELOMPOK

Dari gambar di atas, dapat dilihat bahwa perpaduan


antara kinerja individu dengan kinerja kelompok akan
memengaruhi kinerja organisasi tersebut. Kinerja
kelompok sendiri menggambarkan seberapa jauh suatu
kelompok telah menjalankan kegiatan-kegiatan pokoknya
sehingga mencapai hasil yang telah ditetapkan oleh
organisasi. Untuk mencapai hasil kinerja yang sesuai
dengan tujuan organisasi, kinerja kelompok dipengaruhi
oleh dua hal, yaitu faktor internal dan eksternal. Menurut
Gito Sudarmo dalam (Tahir, 2014), faktor internal yang
memengaruhi prestasi kerja kelompok adalah sebagai
berikut:
1. Kemampuan
Kemampuan kelompok dalam melakukan pekerjaan
yang telah ditetapkan organisasi tentu sangat
diperlukan. Hal ini berkaitan dengan ketercapaian
dari tujuan organisasi. Individu dan kelompok yang
mempunyai kemampuan bekerja yang baik tentu
akan menghasilkan kinerja yang sesuai dengan
tujuan organisasi.
2. Karakteristik Kepribadian
Karakteristik kepribadian kelompok adalah kumpulan
dari karakteristik kepribadian individu yang ada
dalam kelompok tersebut. Semakin baik karakteristik
dari individu yang ada dalam kelompok akan
berdampak positif juga terhadap kinerja kelompok
tersebut.
Sedangkan faktor eksternal yang memengaruhi kinerja
kelompok adalah sebagai berikut:
1. Strategi organisasi. Setiap organisasi mempunyai
strategi, setiap strategi yang ditetapkan oleh
organisasi akan memengaruhi perilaku kelompok
dalam organisasi tersebut.
2. Struktur wewenang. Setiap organisasi mempunyai
struktur wewenang kepada siapa seseorang melapor,
siapa yang membuat keputusan. Struktur ini
menentukan di mana posisi kelompok tertentu dalam
hierarki organisasi.

134
KINERJA INDIVIDU DAN KELOMPOK

3. Peraturan. Semakin banyak peraturan formal yang


ditetapkan oleh organisasi pada semua pekerjanya,
maka perilaku kelompok akan semakin konsisten dan
dapat diramalkan.
4. Sumber-sumber organisasi. Besar kecilnya sumber
daya yang ada dalam organisasi yang diberikan
kepada anggotanya, hal ini akan memengaruhi
perilaku prestasi kelompok.
5. Proses seleksi. Proses seleksi menjadi faktor penting
dalam menjaring orang-orang yang berkualitas, hal ini
pula akan dapat memengaruhi perilaku dan prestasi
kelompok.
6. Penilaian prestasi dan sistem imbalan. Adanya sistem
imbalan yang mengaitkannya dengan prestasi dari
kelompok kerja akan memengaruhi perilaku dan
kinerja kelompok tersebut.
7. Budaya organisasi. Setiap organisasi memiliki
kebiasaan-kebiasaan yang tidak tertulis yang
menentukan perilaku yang boleh dan tidak boleh
dilakukan oleh pekerja.
8. Lingkungan fisik. Ruangan yang tertata dengan baik,
suhu udara dan lain-lain akan mempengarui perilaku
kerja dan kinerja kelompok.
Menurut Griffin dalam (Purba et al., 2020), untuk
memperoleh kinerja kelompok yang baik, berikut
beberapa hal yang harus diperhatikan:
1. Rasa saling percaya antar sesama kelompok. Kinerja
kelompok yang baik dalam organisasi dapat tercapai
apabila antar individu dalam kelompok memiliki rasa
saling percaya. Rasa percaya antar sesama individu
akan memudahkan komunikasi dan koordinasi
sehingga proses penyelesaian pekerjaan menjadi lebih
mudah.
2. Pengadaan pengayaan pekerjaan agar tujuan
kelompok tercapai. Anggota kelompok dapat
merasakan dan memahami pekerjaan yang dilakukan

135
KINERJA INDIVIDU DAN KELOMPOK

oleh rekan yang lain merupakan alasan pentingnya


melakukan pengayaan pekerjaan.
3. Kebebasan untuk lebih otonom. Anggota kelompok
mudah untuk mengambil keputusan karena
mendapatkan kebebasan berkreasi ketika
menghadapi masalah dalam pekerjaan.
4. Kepercayaan mengenai tanggung jawab dan peran
anggota kelompok. Pemberian kepercayaan mengenai
tanggung jawab dan peran kepada anggota kelompok
perlu dilakukan agar mereka tidak menyalahkan
anggota yang lain ketika dihadapkan pada masalah
dalam pekerjaan.
5. Umpan balik antar anggota kelompok. Pemberian
umpan balik perlu dilakukan kepada semua anggota
kelompok agar mengetahui cara memperbaiki
kesalahan dalam melakukan pekerjaan sehingga
masalah tersebut dapat diselesaikan secara bersama-
sama.

136
KINERJA INDIVIDU DAN KELOMPOK

Daftar Pustaka
Bagus, L. (1996). Kamus Filsafat. Jakarta: Gramedia.
Gordon, D. (1999). Kerangka Dasar Sistem Informasi
Manajemen. Jakarta: PT Pustaka Binaman.
Haryono, S. (2018). Manajemen Kinerja SDM Teori dan
Aplikasi. Jakarta: Luxima Metro Media.
Kemendikbud. (2016). Kamus Besar Bahasa Indonesia.
Kementrian Pendidikan Dan Kebudayaan.
kbbi.kemendikbud.go.id
Mangkunegara, A. . A. P. (2017). Manajemen Sumber Daya
Manusia Perusahaan. Jakarta: Remaja Rosdakarya.
Mangkunegara, A. P. (2005). Perilaku dan Budaya
Organisasi. Jakarta: Refika Aditama.
Melayu, H. (2001). Manajemen Dasar, Pengertian, dan
Masalah. Jakarta: Rajawali Press.
P. Robbins, S., & A. Judge, T. (2008). Perilaku Organisasi.
(12th ed.). Jakarta: Salemba Empat.
Purba, S., Revida, E., Dkk. (2020). Perilaku Organisasi.
Medan: Yayasan Kita Menulis.
Soemarjadi. (1992). Pendidikan Keterampilan. Depdikbud.
Tahir, A. (2014). Buku Ajar Perilaku Organisasi.
Yogyakarata: Deepublish.
Wahyudi, B. (2002). Manajemen Sumber Daya Manusia.
Bandung: Sulita.

137
KINERJA INDIVIDU DAN KELOMPOK

Profil Penulis
Mesi Herawati, M.E.
Semangat penulis untuk mengembangkan
ekonomi khususnya di bidang ekonomi Islam
dimulai semenjak di bangku kuliah dengan
keikutsertaan penulis dalam anggota Kelompok
Studi Ekonomi Islam (K-SEI) yang merupakan
organisasi dibawah naungan Forum Silaturrahim
Studi Ekonomi Islam (FOSSEI). Penulis menyelesaikan studinya
pada tingkat Strata I di Institut Agama Islam Negeri (IAIN)
Bengkulu pada tahun 2016 pada Prodi Ekonomi Islam.
Kemudian meneruskan studi pada jenjang strata II di
Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta pada Fakultas
Magister Ilmu Agama Islam, konsentrasi Ekonomi Islam dan
berhasil lulus pada tahun 2019. Sampai saat ini, penulis masih
aktif mengembangkan pemikirannya dalam bidang ekonomi
dalam bentuk penelitian, pendidikan dan pengabdian. Selain
dalam bentuk penelitian, penulis juga aktif menulis buku
dengan harapan bisa memberikan kontribusi positif dan
menginspirasi anak bangsa. Penulis juga aktif sebagai tenaga
pengajar di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam UIN Fatmawati
Soekarno (UINFAS) Bengkulu. Penulis berkomitmen untuk
terus mengupgrade ilmu tentang ekonomi di mana pun berada,
khususnya dalam bidang Ekonomi Islam.
E-mail Penulis: herawatimesi68@gmail.com

138
10
PERENCANAAN KINERJA DAN
PENILAIAN PRESTASI KERJA

Sattar, S.E., M.Si.


STIMI Samarinda

Pengertian Perencanaan Kinerja


Perencanaan kinerja merupakan proses penyusunan
rencana kinerja sebagai penjabaran dari sasaran dan
program yang telah ditetapkan dalam rencana stratejik,
yang dilaksanakan oleh instansi melalui berbagai kegiatan
tahunan. Di dalam rencana kinerja, ditetapkan rencana
capaian kinerja tahunan untuk seluruh indikator kinerja
yang ada pada tingkat sasaran dan kegiatan. Penyusunan
rencana kinerja dilakukan seiring dengan agenda
penyusunan dan kebijakan anggaran, serta merupakan
komitmen bagi instansi untuk mencapainya dalam tahun
tertentu.
Komponen Rencana Kinerja
Dokumen rencana kinerja memuat informasi tentang: 1)
Sasaran yang ingin dicapai dalam tahun yang
bersangkutan; 2) Indikator kinerja sasaran, dan 3)
Rencana capaiannya. Selain itu, dimuat pula keterangan
yang antara lain menjelaskan keterkaitan kegiatan,
dengan sasaran, kebijakan dengan programnya, serta
keterkaitan dengan kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan
oleh instansi. Komponen rencana kinerja, meliputi:
1. Sasaran
Sasaran yang dimaksud pada rencana kinerja ini
adalah sasaran sebagaimana dimuat dalam dokumen

139
PERENCANAAN KINERJA DAN PENILAIAN PRESTASI KERJA

renstra. Selanjutnya, diidentifikasi sasaran mana


yang akan diwujudkan pada tahun yang
bersangkutan beserta indikator dan rencana tingkat
capaiannya (targetnya).
2. Program
Program-program yang ditetapkan merupakan
program-program yang berada dalam lingkup
kebijakan tertentu sebagaimana dituangkan dalam
strategi yang diuraikan pada dokumen rencana
strategi. Selanjutnya, perlu diidentifikasi dan
ditetapkan program-program yang akan dilaksanakan
pada tahun bersangkutan, sebagai cara untuk
mencapai sasaran yang telah ditetapkan.
3. Kegiatan
Kegiatan adalah tindakan nyata dalam jangka waktu
tertentu yang dilakukan oleh instansi sesuai dengan
kebijakan dan program yang telah ditetapkan dengan
memanfaatkan sumber daya yang ada untuk
mencapai sasaran dan tujuan tertentu.
4. Indikator Kinerja Kegiatan
Indikator kinerja ialah ukuran kuantitatif dan
kualitatif yang menggambarkan tingkat pencapaian
suatu kegiatan yang telah ditetapkan. Indikator
kinerja kegiatan yang akan ditetapkan dikategorikan
ke dalam kelompok:
a. Masukan (inputs)
Segala sesuatu yang dibutuhkan agar
pelaksanaan kegiatan dan program dapat berjalan
atau dalam rangka menghasilkan output,
misalnya sumber daya manusia, dana, material,
waktu, teknologi, dan sebagainya.
b. Keluaran (outputs)
Segala sesuatu berupa produk/jasa (fisik dan
atau nonfisik) sebagai hasil langsung dari
pelaksanaan suatu kegiatan dan program
berdasarkan masukan yang digunakan.

140
PERENCANAAN KINERJA DAN PENILAIAN PRESTASI KERJA

c. Hasil (outcomes)
Segala sesuatu yang mencerminkan berfungsinya
keluaran kegiatan pada jangka menengah. Hasil
(outcomes) merupakan ukuran seberapa jauh
setiap produk/jasa dapat memenuhi dan harapan
masyarakat.
d. Manfaat (benefits)
Kegunaan suatu keluaran (outputs) yang
dirasakan langsung oleh masyarakat dan dapat
berupa tersedianya fasilitas yang dapat diakses
oleh publik.
e. Dampak (impact)
Ukuran tingkat pengaruh sosial, ekonomi
lingkungan atau kepentingan umum lainnya yang
dimulai oleh capaian kinerja disetiap indikator
dalam suatu kegiatan.
Indikator-indikator tersebut secara langsung atau tidak
langsung dapat mengindikasi sejauhmana keberhasilan
pencapaian sasaran. Dalam hubungan ini, penetapan
indikator kinerja kegiatan merupakan proses identifikasi,
pengembangan, seleksi dan konsultasi tentang indikator
kinerja atau ukuran kinerja atau ukuran keberhasilan
kegiatan dan program-program instansi.
Penetapan indikator kinerja kegiatan harus didasarkan
pada perkiraan yang realistis dengan memperhatikan
tujuan dan sasaran yang ditetapkan serta data
pendukung yang harus diorganisasi, indikator kinerja
dimaksud hendaknya:
1. Spesifik dan jelas;
2. Dapat diukur secara objektif;
3. Relevan dengan tujuan dan sasaran yang ingin
dicapai; dan
4. Tidak bias (www.2framet.blogspot.com).

141
PERENCANAAN KINERJA DAN PENILAIAN PRESTASI KERJA

Pengertian Penilaian Prestasi Kerja


Penilaian prestasi kerja merupakan salah satu faktor
untuk mengembangkan suatu instansi secara efisien dan
efektif. Bagi para pegawai, penilaian prestasi kerja
tersebut berperan sebagai umpan balik tentang berbagai
hal seperti kemampuan, kekurangan, dan potensi yang
ada. Penilaian prestasi kerja juga dapat memungkinkan
para pegawai untuk mengetahui bagaimana prestasi kerja
mereka, dan sejauhmana hasil kinerja mereka dinilai oleh
atasan. Hal ini akan dapat memotivasi mereka untuk
kemajuan mereka untuk masa yang akan datang, guna
untuk menentukan tujuan, jalur, rencana dan
pengembangan karirnya.
Suatu instansi tentunya memiliki visi dan misi. Namun,
terkadang muncul kendala yang membuat tidak
tercapainya visi dan misi yang diinginkan oleh instansi.
Untuk mencegahnya, maka pihak instansi harus
memberikan dorongan kepada pegawai untuk mencapai
hasil kinerja dan prestasi kerja yang lebih baik lagi untuk
masa yang akan datang.
Sebagaimana Rivai, Veithzal dan Sagala, Ella Jauvani
(2009) bahwa penilaian kinerja mengacu pada suatu
sistem formal dan terstruktur yang digunakan untuk
mengukur, menilai dan mempengaruhi sifat-sifat yang
berkaitan dengan pekerjaan, perilaku dan hasil, termasuk
tingkat ketidakhadiran. Sasaran yang menjadi objek
penilaian kinerja adalah kecakapan, kemampuan pegawai
dalam melaksanakan suatu pekerjaan atau tugas yang
dievaluasi dengan menggunakan tolok ukur tertentu
secara objektif dan dilakukan secara berkala.
Kemudian Rosidah dan Ambar Teguh (2009)
mengemukakan bahwa penilaian kinerja memberikan
gambaran tentang keadaan pegawai dan sekaligus dapat
memberikan feedback (umpan balik). Pada prinsipnya,
penilaian kinerja merupakan cara pengukuran
kontribusi-kontribusi dari individu dalam instansi.
Dengan mengetahui kontribusi pegawai, maka
selanjutnya dapat digunakan sebagai upaya menyusun
program penghargaan dan kompensasi, di samping untuk

142
PERENCANAAN KINERJA DAN PENILAIAN PRESTASI KERJA

program peningkatan kemampuan individu juga.


Penilaian kinerja (performance appraisal) pada dasarnya
merupakan salah satu faktor kunci guna
mengembangkan suatu instansi secara efektif dan efisien.
Selanjutnya, Sibarani, Mutiara (2004) menjelaskan bahwa
penilaian prestasi merupakan sebuah proses formal
untuk melakukan peninjauan ulang dan evaluasi prestasi
kerja seseorang secara periodik.
Tujuan Penilaian Prestasi Kerja
Mutiara, Sibarani (2004) menyatakan bahwa penilaian
prestasi dilakukan untuk memperoleh informasi yang
berguna dalam pengambilan keputusan yang berkaitan
dengan kegiatan manajer Sumber Daya Manusia (SDM)
yang lain, seperti perencanaan SDM, penarikan dan
seleksi, pengembangan SDM, perencanaan dan
pengembangan karier, program-program kompetensi,
promosi, demosi, pensiun, dan pemecatan. Selain itu,
Rosidah dan Ambar Teguh (2009) mengemukakan bahwa
tujuan penilaian kinerja adalah:
1. Untuk mengetahui tujuan dan sasaran instansi dan
pegawai;
2. Memotivasi pegawai untuk memperbaiki kinerjanya;
3. Mendistribusikan reward dari instansi yang dapat
berupa pertambahan gaji dan promosinya yang adil.
Persyaratan Penilaian Prestasi Kerja
Menurut Sinambela, Lijan Poltak (2012), bahwa untuk
memenuhi persyaratan penilaian kinerja, maka perlu
diperhatikan mulai dari input, proses hingga output. Input
atau masukan, harus dicermati agar tidak terjadi
pembiasan dan dapat mencapai sasaran sesuai dengan
apa yang ditetapkan oleh instansi. Untuk itu, perlu
ditetapkan dan disepakati faktor-faktor yang akan dinilai
sebelumnya, sehingga semua pegawai dapat mengetahui
dengan pasti faktor-faktor yang akan dinilai dan
mempersiapkan diri untuk penilaian yang dimaksud.
Input dari penilaian kinerja mencakup siapa yang dinilai
dan penilai, apa yang dinilai, mengapa perlu dinilai, kapan

143
PERENCANAAN KINERJA DAN PENILAIAN PRESTASI KERJA

penilaian dilakukan, di mana penilaian dilakukan dan


bagaimana penilaian dilakukan.
Proses, sebelum penilaian kinerja dilaksanakan sebaiknya
dilakukan konsultasi dengan sebanyak mungkin pegawai
atau kelompok pegawai untuk memastikan bahwa semua
aspek dan sistem penilaian yang akan dilaksanakan dapat
dihubungkan secara menyeluruh dari pokok-pokok yang
berhubungan dengan praktik sehingga dapat berjalan
dengan baik. Proses dalam penilaian kinerja dapat
dilakukan dengan memperhatikan penjelasan singkat dan
pelatihan.
Persyaratan yang penting bagi pelaksanaan penilaian
yang berhasil, adalah jika seluruh pegawai terlibat dengan
aktif. Penilai dan yang dinilai perlu diberi penjelasan
dengan lengkap tentang sistem penilaian yang akan
dilaksanakan. Penjelasan yang dimaksud haruslah
langsung berhadapan, didukung dengan panduan yang
menjelaskan secara komprehensif mengenai penilaian,
dalam suasana yang kondusif, tersedia mekanisme di
mana setiap pegawai mengetahui siapa yang harus
didekati untuk menjawab berbagai pertanyaan. Pelatihan,
dapat memberikan dampak yang baik dan besar untuk
keberhasilan wawancara yang dilaksanakan.
Umumnya, jika suatu instansi memperkenalkan suatu
sistem penilaian yang baru, pelatihan para penilai akan
terfokus pada:
1. Penilaian kebijakan instansi;
2. Sistem dan dokumentasi;
3. Keterampilan penilaian.
Output atau luaran, penilaian kinerja yang dilakukan
pada akhirnya adalah menunjukkan output atau hasil
penilaian seperti manfaat, dampak, risiko dari
rekomendasi penilaian yang dilakukan. Selain itu, juga
perlu diketahui apakah penilaian yang dilakukan dapat
berhasil meningkatkan kualitas kerja, motivasi kerja,
semangat kerja dan kepuasan kerja, yang pada akhirnya
akan merefleksi pada peningkatan kerja pegawai.

144
PERENCANAAN KINERJA DAN PENILAIAN PRESTASI KERJA

Metode Penilaian Prestasi Kerja


Metode penilaian prestasi kerja pada umumnya
dikelompokkan menjadi dua macam (Notoatmodjo,
Soekidjo. 2003), yakni:
1. Penilaian yang berorientasi waktu yang lalu
Penilaian prestasi kerja pada umumnya berorientasi
pada masa lalu, artinya penilaian prestasi kerja
seorang karyawan yang berdasarkan hasil yang telah
dicapai oleh karyawan selama ini.
2. Metode penilaian yang berorientasi pada waktu yang
akan datang
Metode penilaian prestasi kerja berorientasi waktu
yang akan datang, memusatkan prestasi kerja
karyawan saat ini serta penetapan sasaran prestasi
kerja di masa yang akan datang.
Sebagaimana Mutiara, Sibarani (2008) bahwa jika hasil
yang digunakan untuk keperluan seleksi, promosi,
pelatihan, dan penggajian berdasarkan hasil prestasi
(merit rating), maka metode yang cocok digunakan adalah
metode rating scale. Sedangkan untuk membantu pegawai
berkembang digunakan metode collaborative, seperti
manajemen berdasarkan objektif (MBO).
Hambatan Penilaian Prestasi Kinerja

Rosidah dan Ambar Teguh (2009) menjelaskan bahwa


kesalahan yang umum terjadi dalam penilaian adalah:
1. Kecenderungan menilai murah;
2. Kecenderungan memberi nilai di tengah;
3. Hallo effect (penilaian suatu dimensi mempengaruhi
dimensi yang lain);
4. Subjektivitas penilai;
5. Rangkaian perseptual, kecenderungan penilai untuk
melihat apa yang dilihat;
6. Adanya pengaruh dari penilaian sebelumnya.

145
PERENCANAAN KINERJA DAN PENILAIAN PRESTASI KERJA

Selanjutnya, Moekijat (2016) menjelaskan bahwa masalah


pada ukuran yang subjektif adalah kesempatan bagi
prasangka. Prasangka penilai yang paling umum adalah:
1. Halo Effect
Terjadi apabila pendapat pribadi penilai tentang
pegawai mempengaruhi pengukuran pelaksanaan
pekerjaan dari penilai. Misalnya, apabila seorang
penilai menyukai seorang pegawai, pikiran ini dapat
mengubah perkiraan penilai tentang pelaksanaan
pekerjaan pegawai. Masalah ini paling hebat apabila
penilai harus menilai teman-temannya.
2. Kesalahan Kecenderungan Pusat
Beberapa orang penilai tidak suka menilai pegawai
efektif atau tidak efektif, dengan demikian penilaian
pelaksanaan pekerjaan diubah untuk membuat tiap
pegawai tampak menjadi sedang.
3. Prasangka Kelonggaran dan Kekerasan
Prasangka kelonggaran terjadi apabila para penilai
cenderung terlalu murah dalam menilai pelaksanaan
pekerjaan pegawai. Prasangka kekerasan berasal dari
para penilai yang terlalu mahal dalam penilaian
pelaksanaan pekerjaan mereka.
4. Prasangka Pribadi
Perasaan tidak suka dari seorang penilai dengan
seseorang atau kelompok dapat mengubah penilaian
yang diterima oleh orang-orang.
5. Recency Effect
Apabila menggunakan ukuran pelaksanaan pekerjaan
yang subjektif, maka penilaian betul-betul
dipengaruhi oleh tindakan-tindakan pegawai yang
paling akhir.

146
PERENCANAAN KINERJA DAN PENILAIAN PRESTASI KERJA

Daftar Pustaka
Arin Nisrina, Herbasuki Nurcahyanto, Rihandoyo. (2017).
Pelaksanaan Penilaian Prestasi Kerja Pegawai
Berdasarkan PP Nomor 46 Tahun 2011 Dinas Koperasi,
Usaha Mikro Semarang. Semarang: Departemen
Administrasi Publik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik Universitas Diponegoro.
Badriyah, M. (2015). Manajemen Sumber Daya Manusia.
Bandung: Pustaka Setia.
Gomes, Faustino Cardoso. (2003). Manajemen Sumber
Daya Manusia. Yogyakarta: Andi.
Hasibuan, Malayu. (2008). Manajemen Sumber Daya
Manusia. Jakarta: PT Bumi Aksara.
https://2framet.blogspot.com/2012/04/perencanaan-
kinerja.html
Mangkunegara, A.A. Anwar Prabu. (2011). Manajemen
Sumber Daya Manusia Perusahaan. Bandung:
PT Remaja Rosdakarya.
Mangkunegara, A.A. Anwar Prabu. (2009). Evaluasi
Kinerja. Bandung: PT Refika Aditama.
Moekijat. (2016). Perencanaan Sumber Daya Manusia.
Bandung: Mandar Maju.
Nawawi, Hadari. (2005). Manajemen Sumber Daya
Manusia untuk Bisnis yang Kompetitif. Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press.
Notoatmodjo, Soekidjo. (2003). Pengembangan Sumber
Daya Manusia. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Peraturan Kepala Badan Kepegawaian Negara. (2013).
Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Penilaian Prestasi Kerja
PNS. Jakarta: Kepala Badan Kepegawaian Negara.
Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Sipil Negara
dan Reformasi Briokrasi Republik Indonesia. 2021.
Nomor 8 Tahun 2021 Tentang Sistem Manajemen
Kinerja Pegawai Negeri Sipil. Jakarta: Sekretariat
Menpan RB dan Reformasi Birokrasi.

147
PERENCANAAN KINERJA DAN PENILAIAN PRESTASI KERJA

Republik Indonesia. (2011). Peraturan Pemerintah Nomor


46 Tahun 2011 Tentang Penilaian Prestasi Kerja PNS.
Jakarta: Sekretariat Negara.
Rivai, Veithzal dan Sagala, Ella Jauvani. (2005).
Performance Appraisal. Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada.
Rosidah, dan Ambar Teguh. (2009). Manajemen Sumber
Daya Manusia. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Sedarmayanti. (2011). Tata Kerja Produktivitas Kerja:
Suatu Tinjauan dari Aspek Ergonomi atau Kaitan
antara Manusia dengan Lingkungan Kerjanya.
Bandung: Mandar Maju.
Sibarani, Mutiara. (2004). Manajemen Sumber Daya
Manusia. Bogor: Ghalia Indonesia.
Sinambela, Lijan Poltak. (2012). Kinerja Pegawai Teori
Pengukuran dan Implikasi. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Sudarmanto. (2009). Kinerja dan Pengembangan
Kompetensi SDM. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Surat Edaran Menteri Pendayagunaan Aparatur Sipil
Negara dan Reformasi Briokrasi Republik Indonesia.
2021. Nomor 3 Tahun 2021 Tentang Penyusunan
Kinerja Pegawai dan Penilaian Kinerja Pegawai Negeri
Sipil Tahun 2021. Jakarta: Sekretariat Menpan RB
dan Reformasi Birokrasi.
Wirawan. (2014). Evaluasi Kinerja Sumber Daya Manusia.
Jakarta: Salemba Empat.

148
PERENCANAAN KINERJA DAN PENILAIAN PRESTASI KERJA

Profil Penulis
Sattar, S.E., M.Si.
Penulis menyelesaikan pendidikan S-1
(Manajemen. 2004) dan S-2 (Magister Ilmu
Ekonomi. 2009) pada Universitas Mulawarman.
Mengikuti Diklat Jabatan Fungsional Arsiparis
Tingkat Ahli (ANRI. 2018), Diklat Teknis TOT
Kearsipan (ANRI. 2020), Bimbingan Teknis SDM Kearsipan
(ANRI. 2020), Sertifikasi Jabatan Arsiparis Ahli Muda (ANRI.
2021), Diklat Teknis Penyusutan Arsip (ANRI. 2021). Sertifikasi
Pengelolaan Arsip Statis (ANRI. 2021). Sebagai anggota Asosiasi
Arsiparis Indonesia (AAI. 2019), Persatuan Arsip Perguruan
Tinggi Indonesia (PAPTI. 2019) dan Asosiasi Peneliti Panrita
Scholar Indonesia (APPSI. 2021). Selanjutnya, 01 Pebruari 1998
s.d. 12 Maret 2008 bekerja sebagai Tenaga Teknisi, 12 Maret
2008 s.d. 01 Pebruari 2017 Bagian Kepegawaian, 01 Pebruari
2017 s.d. 30 Januari 2018 Bagian Kemahasiswaan, 30 Januari
2018 s.d. 30 November 2018 Pengelola Kearsipan, dan 01
Desember 2018 s.d. sekarang Arsiparis Ahli Muda, 2 Januari
2021 s.d. sekarang Penanggung Jawab Record Center Archives
pada Fakultas Pertanian Universitas Mulawarman Samarinda.
Kemudian 05 Januari 2012 s.d. sekarang bekerja sebagai Dosen
pada Sekolah Tinggi Ilmu Manajemen Indonesia (STIMI)
Samarinda dalam mata kuliah: Perekonomian Indonesia,
Ekonomi Koperasi, Pengantar Bisnis, dan Ekonomi
Internasional. Buku yang telah ditulis diantaranya: Manajemen
Arsip Statis; Manajemen Arsip Dinamis; Manajemen Kearsipan;
Buku Ajar Teori Ekonomi Makro; Buku Ajar Perekonomian
Indonesia; Buku Ajar Ekonomi Koperasi; Buku Ajar Pengantar
Bisnis; dan Buku Ajar Ekonomi Internasional.
E-mail Penulis: sattar170368@gmail.com

149
150
11
PERAN MSDM TERHADAP
KEMAJUAN ORGANISASI

Rachmatullaily Tinakartika Rinda, S.E., M.M.


Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Ibnu Khaldun Bogor

Pendahuluan
Organisasi merupakan wadah untuk mencapai beberapa
tujuan baik itu tujuan individu, tujuan kelompok dan
tujuan organisasi itu sendiri, semua aktivitas dijalankan
dalam mencapai tujuan yang diinginkan dan manusia
berperan sebagai penggerak yang ada dalam organisasi
tersebut.
Manusia merupakan mahluk yang unik dan kompleks dan
manusia tidak bisa bekerja sendiri, manusia harus
bekerja sama dalam memenuhi tujuannya. Pada
hakikatnya, manusia sebagai mahluk sosial. Dan di sisi
lain, manusia bersifat dinamis yang secara terus menerus
berkembang dan berubah bersama dinamika dari
kehidupan manusia seiring dengan perubahan yang ada
dimasyarakat.
Perkembangan teknologi dan informasi sekarang ini,
manusia tetap mengambil peran, tanpa manusia sebagai
penggerak, tidak mungkin semua bisa berubah, begitu
pun dengan keberadaan manusia dalam organisasi, di
mana organisasi terus berubah dan berkembang
mengikuti perubahan yang ada. Ketika kita mengatakan
Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) bukanlah
suatu hal yang baru karena bicara tentang peran manusia

151
PERAN MSDM TERHADAP KEMAJUAN ORGANISASI

dalam organisasi sudah lama ada dan istilah lama yang


digunakan seperti Manajemen Personalia, Administrasi
Kepegawaian atau kata-kata lainnya yang bermakna
sama.
Dalam penggunaan istilah, tidak merubah makna dari
peran manusia dalam sebuah organisasi karena
penggunaan nama tentunya menyesuaikan dengan
zamannya, namun pada hakikatnya sama, memberikan
pedoman yang sistematis tentang bagaimana
memperlakukan manusia dalam sebuah organisasi.
Manusia dalam sebuah organisasi melakukan suatu
kegiatan baik itu yang menghasilkan maupun yang tidak
mengahasilkan secara finansial, masing-masing tentunya
sesuai dengan kebutuhan yang diinginkan. Manusia
sebagai makhluk sosial yang bermoralitas dapat
melakukan kegiatan di mana saja dalam memenuhi
kebutuhannya, sebagaimana gambar di bawah ini:

Gambar 1. Manusia sebagai Sumber Daya bagi Organisasi


(Hadari Nawawi, 2016)
Pengertian Organisasi
Organisasi dalam bahasa Latin disebut organum atau
organon yang diartikan sebagai wadah atau tempat.
Organisasi adalah kerja sama yang dilakukan dua orang
atau lebih dalam mencapai tujuan secara bersama.
Amirullah (2015) mengatakan organisasi adalah sebagai

152
PERAN MSDM TERHADAP KEMAJUAN ORGANISASI

suatu pengaturan orang-orang secara sengaja untuk


mencapai suatu tujuan tertentu.
Barnard dalam Wursanto (2005) menjelaskan bahwa
organisasi merupakan sebuah sistem usaha bersama
antara dua orang atau lebih, sesuatu yang tidak berwujud
dan tidak bersifat pribadi, yang sebagian besar mengenai
hubungan-hubungan kemanusiaan. Menurut Weber
dalam Thoha (2014), organisasi adalah suatu batasan-
batasan tertentu (boundaries), dengan demikian
seseorang yang melakukan hubungan interaksi dengan
lainnya tidak atas kemauan sendiri karena mereka
dibatasi oleh aturan-aturan tertentu. Dengan demikian,
dapat kita simpulkan bahwa organiusasi adalah suatu
hubungan yang terjadi antara dua orang atau lebih yang
saling berinteraksi dengan aturan-aturan tertentu dengan
tujuan tertentu. Amirillah (2015) menggambarkan sebuah
organisasi dengan adanya tiga karekteristik sebagaimana
gambar berikut.

Gambar 2. Karakteristik Organisasi


Karekteristik pertama terlihat bahwa masing-masing
organisasi mempunyai tujuan bersama dan karekteristik
kedua adanya orang-orang untuk mencapai tujuan secara
bersama dan karekteristik ketiga adanya sistem dan
prosedur yang dijalankan.
Organisasi yang terus berkembang seiring dengan
perkembangan dan perubahan yang ada, sehingga
organisasi harus dinamis dalam menghadapi perubahan

153
PERAN MSDM TERHADAP KEMAJUAN ORGANISASI

tersebut, yang dimaksud dengan dinamis di mana


organisasi bisa bekerja sama dalam rangka menjalankan
organisasi secara efisien dan efektif, organisasi yang
mempunyai banyak kegiatan dan adanya interaksi
antarmanusia baik secara formal maupun informal.
Beberapa mamfaat yang dapat diambil dari sebuah
organisasi yaitu:
1. Organisasi dapat merubah perilaku.
2. Organisasi dapat merubah tatanan kehidupan.
3. Organisasi dapat merubah masyarakat.
4. Organisasi sebagai wadah untuk mencapai tujuan.
5. Organisasi tempat berkarir dan mengembangan karir.
6. Organisasi sebagai menimba ilmu pengetahuan.
7. Organisasi melatih berbagi.
8. Organisasi melatih berjiwa sosial.
Sebagaimana disampaikan oleh Cumming dan Worley
(2005) bahwa organisasi sebagai sebuah sistem terbuka di
mana komponen yang ada seperti manusia dan teknologi
sangat dipengaruhi oleh lingkungan ekternal. Sehingga
organisasi dapat digambarkan sebagai sebuah komponen
input, trranformasi dan keluaran. Hal ini sejalan yang
disampaikan oleh E.J Miller dan A.K Rice dalam Gibson
(1992) dikatakan bahwa dalam teori sistem, menguraikan
perilkau organisasi baik secara intern di mana orang
saling berinteraksi dan secara eksternal, yakni adanya
hubungan organisasi dengan organisasi dan lembaga
lainnya. Sehingga dalam hubungan teori sistem
dipandang sebagai suatu unsur dari sejumlah unsur yang
saling berhubungan dan saling ketergantungan.
Dikatakan bahwa organisasi sebagai sebuah sumber
(input) dari suatu sistem yang luas (lingkungan) dan
memprosesnya dalam bentuk yang sudah berubah yakni
output. Sebagai mana dalam gambar berikut:

154
PERAN MSDM TERHADAP KEMAJUAN ORGANISASI

Gambar 3. Organisasi sebagai Suatu Sistem


Pengembangan Organisasi
Pengembangan sebuah organisasi sangat diperlukan hal
ini dilakukan guna peningkatan kemampuan sebuah
organisasi dalam memecahkan sebuah masalah dan juga
untuk menghadapi perubahan lingkungan. Sehingga
sebuah pengembangan organisasi tentunya harus
terencana sehingga sebuah organisasi akan efektif.
Organisasi harus mampu memperluas kemampuannya
untuk terus hidup dalam jangka panjang. Sehingga
pengembangan sumber daya manusia dalam sebuah
organisasi merupakan sasaran utama dari upaya
pengembangan organisasi itu sendiri. Sebagaimana yang
disampaikan oleh Miles dan Schmuck dalam Umar
Nimran (2012) mengatakan pengembangan organisasi
adalah sebagai usaha terencana dan berkelanjuan untuk
menerapkan ilmu perilaku guna pengembangan sistem
dengan menggunakan metode refleksi dan analisis diri.
Umar Nimran (2012) mengemukakan bahwa
pengembangan organisasi adalah suatu pendekatan yang
sistematik, terpadu dan terencana untuk meningkatkan
efektivitas organisasi. Adapun proses pengembangan
organisasi sebagai berikut Umar Nimran (2012):
1. Pengenalan Masalah
Dalam melakukan pengembangan organisasi,
tentunya ada beberapa alasan di antaranya adalah
terjadi suatu masalah, sehingga masalah itu harus
dicari keberadaan dan kebenarannya.

155
PERAN MSDM TERHADAP KEMAJUAN ORGANISASI

2. Diagnosis Organisasional
Pimpinan sebuah organisasi mengundang ahli untuk
mengdiagnosis masalah yang terjadi dalam sebuah
organisasi, dengan mengumpulkan semua informasi
yang ada.
3. Pengembangan Strategi Perubahan
Setelah didiagnosa, maka tim ahli melakukan
beberapa alternatif pemecahan masalah dan tentunya
ada langkah-langkah untuk penyelesaian masalah
dan pengembangan sebuah organisasi.
4. Intervensi
Setelah ada langkah-langkah yang perlu diambil,
maka jika perlu adanya perubahan stuktur, prosedur
atau sistem agar organisasi dapat berkembang lebih
baik lagi dan kinerja meningkat.
5. Pengukuran dan Evaluasi
Setelah dilaksanakan pengembangan organisasi atau
perubahan, maka dilakukan evaluasi untuk melihat
sejauh mana adanya perubahan kea rah yang lebih
baik ataukah adanya kemunduran, sehingga hal ini
sangat penting untuk dilakukan minimal tiga bulan
setelah perubahan dimulai.

Gambar 4. Model Proses Pengembangan Organisasi


Peran MSDM
Manusia sebagai bagian dari sebuah organisasi sebagai
motor penggerak dalam kegiatan dalam organisasi
sehingga manusia dikatakan sebagai suatu aset penting
dalam sebuah organisasi yakni aset sumber daya
manusia. Sumber daya manusia dengan kreativitasnya

156
PERAN MSDM TERHADAP KEMAJUAN ORGANISASI

akan membawa sebuah dampak baik kemajuan maupun


kemunduran dari organisasi itu sendiri.
Ketika organisasi menetapkan sebuah tujuan dengan
merancang dan menghasilkan baik barang maupun jasa,
mengalokasikan sumber daya keuangan, mengendalikan
mutu, memasarkan barang/jasanya dan menetapkan
semua strateginya maka peran mausia sangat penting,
tanpa sumber daya manusia semua itu tidak akan
berjalan dengan baik. Sebagaimana yang disampaikan
oleh Jeffrey Pfeffer dalam Edy Sutrisno (2017) mengatakan
sumber daya manusia merupakan sumber daya
keunggulan daya saing yang mampu menghadapi
berbagai tantangan.
Sebagaimana kita ketahui dari mulai revolusi industri 1.0
sampai dengan revolusi industri 4.0 dan akan muncul lagi
revolusi industri 5.0 peran sumber daya manusia tidak
bisa tergantikan, teknologi yang canggih akan bertahan
pada masanya dan lama kelamaan akan menjadi sesuatu
yang tradisional dan konvensional.
Menurut Bianca (2018) Peran MSDM antara lain:
1. Bekerja Bersama
Bagian manajemen sumber daya manusia hendaknya
dapat bekerja bersama untuk memajukan sebuah
organisasi di mana mereka menginfokan kepada
manajer-manajer sebagai contoh tentang pentingnya
peningkatan kemampuan karyawan dengan adanya
pelatihan, dan lain sebagainya.
2. Bangunan Komitmen
Bagian manajemen sumber daya manusia juga
menyarankan untuk dapat meningkatkan komitmen
karyawan dengan membantu mengembangkan
perusahaan dengan menawarkan kepada pelanggan.
3. Membangun Kapasitas
Bagian manajemen sumber daya manusia hendaknya
dapat membantu organisasi dalam mengembangkan
kompetitif dengan melibatkan pengembangan

157
PERAN MSDM TERHADAP KEMAJUAN ORGANISASI

kapasitas perusahaan sehingga dapat menawarkan


barang dan jasa kepada pelanggan.
4. Mengatasi Masalah
Bagian manajemen sumber daya manusia hendaknya
dapat membantu bila ada perubahan dalam
organisasi seperti perubahan pimpinan, perubahan
pasar, sehingga disini perlunga bagian manajemen
sumber daya manusia mempunyai suatu rencana
strategis, mulai dari penerimaan pegawai sampai
dengan pension sudah menjadi perhatiannya.
Hadari Namawi (2016) mengatakan sumber daya manusia
adalah:
1. Manusia yang bekerja di lingkungan suatu organisasi.
2. Potensi manusiawi seagai penggerak organisasi dalam
mewujudkan eksistensinya.
3. Potensi yang merupakan aset dan berfungsi sebagai
modal didalam organisasi bisnis, yang dapat
mewujudkan menjadi personil nyata secara fisik dan
nonfisik dalam mewujudkan eksistensi organisasi.
Edy Sutrisno (2017) mengatakan bahwa sumber daya
manusia tetap bertahan karena manusia memiliki
kompetensi yang manajerial yakni kemampuan untuk
merumuskan visi dan strategi perusahaan serta serta
kemampuan untuk memperolah dan mengarahkan
sumber-sumber daya yang lainnya dalam rangka
mewujudkan visi dan strategi perusahaan. Manajemen
sumber daya manusia mampu menggali dan mendorong
sumber daya lainnya yang ada dalam sebuah organisasi
untuk mencapai tujuan sebagaimana yang telah
direncanakan yang pada akhirnya akan memberikan nilai
tambah bagi organisasi.
Dalam melaksanakan kompetensi manajerial, harus ada
upaya untuk pencapaiannya dengan cara bagaimana
pengelolaan dari sumber daya manusia itu sendiri secara
efektif dan efisien. Saat ini, berkembang bahwa sumber
daya manusia bukan saja sebagai sumber daya manusia,
namun manusia diistilahkan sebagai human capital yang

158
PERAN MSDM TERHADAP KEMAJUAN ORGANISASI

artinya manusia sebagai aset yang sangat bernilai, dapat


dilipatgandakan, dan dapat dikembangkan untuk
mencapai tujuan organisasi. Agar sumber daya manusia
dapat bekerja secara efektif dan efisien, untuk mencapai
tujuan yang telah ditetapkan tentunya harus ada sistem
peneloaan yang tepat.
Sebagaimana yang disampaikan oleh Soetjipto dalam Edy
Sutrisno (2017) mengatakan ada tiga prinsip pengeloaan
sumber daya manusia di antaranya:
1. Pengelolaan dengan orientasi pelayanan.
2. Pengelolaan dengan memberikan kesempatan seluas
luasnya kepada sumber daya manusia yang berperan
dan aktif dalam perusahaan.
3. Pengeloaan sumber daya manusia yang mampu
menumbuh kembangkan jiwa wirausaha dalam diri
setiap individu dalam perusahaan.
Pengelolaan sumber daya manusia menurut Prastowo
Soebagio (2015):
1. Tipe Konstruktif, dengan ciri sebagai berikut:
a. Berani mengemban tanggung jawab,
b. Dapat dipercaya,
c. Mampu memahami dan menginprestasikan
keinginan atasan,
d. Tidak sekedar meniru atasan, tetapi memilik
pemikiran yang kreatif,
e. Berpenpandangan luas ke depan, meilik ambisi
serta tanggap terhadap berbagai situasi.
Cara pengelolaan tipe ini:
a. SDM tipe konstruktif ini sangat potensial untuk
dikembangkan.
b. Berikan sasaran yang ingin dicapai, kemudian
menyerahkan teknis pelaksanaan tugas kepada
bawahan tersebut.

159
PERAN MSDM TERHADAP KEMAJUAN ORGANISASI

2. Tipe Rutin, dengan ciri sebagai berikut:


a. Tingkat kemampuan intelektual dan daya
imajinasinya masih dibawah tipe konstruktif.
b. Kurang memiliki inisiatif.
c. Cenderung gampang jika tanpa diberi petunjuk
dan arahan yang jelas dari atasan.
d. Jika diarahkan dengan benar oleh atasan, ia
dapat bekerja dengan loyal dan sepenuh hati.
Cara pengelolaan tipe ini:
a. SDM tipe rutin dapat bekerja efektif jika diberi
arahan yang jelas.
b. Berikan saran yang hendak dicapai, kemudian
berikan arahan dan prosedur yang jelas. Jika
perlu diberi target waktu.
3. Tipe Impulsif, dengan ciri sebagai berikut:
a. SDM tipe ini sangat tidak imajinatif,
b. Melakukan tugas atas dasar suka atau tidak suka
pada atasan,
c. Cenderung mudah berubah mengikuti lingkungan
(seperti bunglon),
Cara pengelolaan tipe ini:
a. Utamakan melakukan pendekatan personal serta
berikan arahan dan petunjuk yang lengkap
beserta target.
b. Agar SDM dapat bekerja dengan baik atasan
harus berikan perhatian dan teladan.
4. Tipe Subversif, dengan ciri sebagai berikut:
a. SDM tipe ini sulit dikontrol.
b. Tidak memiliki prinsip yang kuat.
c. Cenderung memikirkan keuntungan pribadi.
d. Dapat menghalalkan berbagai cara untuk
mencapai keinginannya (provokasi).

160
PERAN MSDM TERHADAP KEMAJUAN ORGANISASI

Cara pengelolaan tipe ini:


a. SDM tipe ini harus diberikan tugas dengan
penekanan pada sasaran yang hendak dicapai.
b. Jika memungkinkan janjikan imbalan atau
hukuman yang sesuai (reward and punishment).
Aktivitas Pokok MSDM
Sumber daya manusia merupakan salah satu faktor yang
sangat penting dalam sebuah organisasi, sehingga sumber
daya manusia harus dikelola dengan baik dengan cara
meningkatkan efektivitas efisiensi organisasi, dalam
pengeloaan sumber daya manusia di kenal dengan
manajemen sumber daya manusia.
Stephen P Robbins dalam Ilham Fahmi (2016)
mengatakan manajemen sumber daya manusia (human
resaoucer manajement) adalah rangkaian aktivitas
organisasi yang diarahkan untuk menarik,
mengembangkan dan mempertahankan tenaga kerja yang
efektif.
Menurut Ilham Fahmi (2016), tujuan dari manajemen
sumber daya manusia adalah untuk memberikan
kepusan kerja yang maksimal kepada pihak manajemen
yang mampu membawa pengaruh pada nilai perusahaan
(company value), baik jangka pendek maupun jangka
panjang sebagai mana dalam gambar berikut.

161
PERAN MSDM TERHADAP KEMAJUAN ORGANISASI

Gambar 5. Konsep Dasar Manajemen Sumber Daya Manusia


Apa yang menjadi aktivitas pokok manajemen sumber
daya manusia sebagaimana yang disampaikan oleh
Sedarmayanti (2016), bahwa aktivitas pokok manajemen
sumber daya manusia di antaranya:
1. Organisasi
Bagaimana desain organisasi dengan
mengembangkan organisasi guna memenuhi semua
kegiatan yang dibutuhkan dan mengelompokkannya
selanjutnya.
2. Hubungan Ketenagakerjaan
Dengan memperbaiki hubungan ketenagakerjaan,
dengan menciptakan sebuah kepercayaan, hubungan
kemanusiaan yang lebih baik.
3. Pemberdayaan
Membuat perencanaan yang terhadap sumber daya
manusia dengan memegang prinsip the right man and
the right place.
4. Manajemen Kinerja
Memperbaiki kinerja invidu, kelompok dan organisasi
agar lebih baik.

162
PERAN MSDM TERHADAP KEMAJUAN ORGANISASI

5. Pengembangan Sumber Daya Manusia


Mengadakan pengembangan sumber daya manusia
dengan pembelajaran organisasi dan individu,
pengembangan manajemen, memberikan peluang
belajar, manajemen karier dengan mengembangkan
sumber daya manusia secara profesional.
6. Manajemen Imbalan
Sistem pembayaran yang layak dan adil serta
transparan, baik berupa imbalan finansial maupun
nonfinansial.
7. Hubungan Karyawan
Mengelola dan mempertahankan hubungan formal
dan tidak formal dengan serikat pekerja dan
anggotanya, keterlibatan dan partisipasi karyawan
dengan memberikan kepada mereka sebuah pilihan,
menyampaikan informasi, berkomunikasi dengan
karyawan.

163
PERAN MSDM TERHADAP KEMAJUAN ORGANISASI

Daftar Pustaka
Amirullah. (2015). Pengantar Manajemen Fungsi Proses
dan Pengendalian. Jakarta: Mitra Wacana Media.
Audra, Bianca. (2018). The Role of Human Resource
Management in Organizations (online). Available at:
https://mvpjogja.com/peran-manajemen-sdm-
dalam-organisasi. (Accessed, 8 Januari 2022)
Cummings & Worley. (2005). Organizational Development.
South Western: Thompson.
Gibson, Ivanceevich dan Donnely. (1992). Organisasi dan
Manajemen Perilaku Stuktur Proses. Jakarta:
Erlangga.
Hadari Nawawi (2016). Manajemen Sumber Daya
Manusia. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Prastowo, Soebagio. (2015). Tips Mengelola SDM. Available
at https://www.djkn.
Kemenkeu.go.id/artikel/baca/8317 (Accessed, 7
Januari 2022).
Sutrisno, Edy. (2017). Manajemen Sumber Daya Manusia.
Jakarta: Kencana.
Thoha. (2014). Perilaku Organisasi Konsep Dasar dan
Aplikasinya. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Umar, Nimran. (2012). Perilaku Organisasi. Sidoarjo:
Laros.
Wursanto. (2005). Dasar-Dasar Ilmu Organisasi.
Yogyakarta: Andi.

164
PERAN MSDM TERHADAP KEMAJUAN ORGANISASI

Profil Penulis
Rachmatullaily Tinakartika Rinda, S.E., M.M.
Penulis yang lulus S-1 Jurusan Perusahaan dari
Fakultas Ekonomi Universitas Jayabaya pada
tahun 1986 dan setelah lulus melamar menjadi
dosen di Universitas Ibnu Khaldun Bogor yang
mengajar sampai dengan sekarang. Selanjutnya,
melanjutkan pendidikan ke jenjang S-2 di Sekolah Tinggi IMMI
Jurusan Manajemen dan lulus tahun 2005, dan sekarang
sedang mengambil S-3 jurusan Ilmu Manajemen di Univeritas
Pakuan Bogor. Profesinya sebagai dosen memberikan
pengajaran melalui penelitaian dan pengabdian pada
masyarakat dan mendorong ketertarikannya di bidang ilmu
manajemen dan kewirausahaan. Sehingga selain dosen, penulis
juga seorang pengusaha properti, dan penulis juga dalam
kegiatan social lainnya sehingga penulis mendiriakn Pusat
Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) dan beberapa Pos PAUD
serta bergabung dengan Yayasan Yatim dan Dhuafa, penulis
juga aktif dalam kegiatan penulis Fiksi dalam Nubar dengan
nama samaran “Rinda”.
E-mail Penulis: lailyrinda@yahoo.com

165
166
12
PERAN BUDAYA ORGANISASI
DALAM MENINGKATKAN
KINERJA KARYAWAN

Budi Harto, S.E., M.M.


Universitas Pendidikan Indonesia

Pendahuluan
Perusahaan merupakan sebuah organisasi yang terdiri
dari sekumpulan orang yang bekerja untuk mencapai
tujuan tertentu. Salah satu tujuan yang paling dasar
adalah memperoleh keuntungan. Tentunya, dalam
mencapai tujuan ini diperlukan beberapa komponen yang
akan berkontribusi terhadap hasil dari tujuan, salah
satunya dari sumber daya manusia yang tersedia di dalam
perusahaan. Sumber daya manusia merupakan elemen
atau komponen yang paling penting, karena secanggih
apa pun teknologi pasti ada manusia yang berperan di
belakangnya.
Perkembangan dan pertumbuhan sebuah organisasi
bergantung pada sumber daya manusianya. Sumber daya
manusia merupakan aset yang harus ditingkatkan secara
efektif dan efisien agar terwujud kinerja yang baik dan
optimal. Untuk mencapai hasil yang diinginkan,
perusahaan harus mampu menciptakan kondisi yang
dapat mendorong karyawan untuk mengembangkan
kemampuan dan keterampilannya secara optimal,
khususnya dalam hal kinerja. Organisasi perlu
memperhatikan budaya organisasi dan lingkungan kerja
di dalam perusahaan.

167
PERAN BUDAYA ORGANISASI DALAM MENINGKATKANKINERJA KARYAWAN

Setiap organisasi memiliki budaya organisasinya masing-


masing. Budaya organisasi merupakan salah satu faktor
yang dapat memengaruhi keterikatan karyawan. Budaya
organisasi juga dapat memengaruhi kinerja karyawan di
dalam perusahaan. Perusahaan sebagai sebuah
organisasi mengandalkan sumber daya manusianya
untuk mencapai tujuan perusahaan. Oleh karena itu,
peran budaya organisasi terhadap sumber daya manusia
menjadi sangat penting. Budaya organisasi sendiri dapat
dibagi menjadi tiga tingkatan, yaitu: 1) Perilaku dan
artefak; 2) Nilai; 3) Keyakinan (Schein, 1994).
Sulit untuk menemukan perusahaan yang sangat sukses
dan tidak memiliki budaya organisasi yang kuat, khas dan
mudah dikenali karena pengaruh budaya sangat kuat
terhadap kinerja dan efektivitas jangka panjang. Budaya
organisasi terhadap kinerja karyawan memiliki pengaruh
yang kuat (Cameron & Quinn, 1999).
Kinerja karyawan pada dasarnya adalah hasil yang
dicapai dan prestasi yang dibuat di tempat kerja. Kinerja
mengacu pada menjaga rencana sambil membidik hasil.
Meskipun evaluasi kinerja adalah jantung dari
manajemen kinerja, kinerja individu atau organisasi
sangat bergantung pada semua kebijakan organisasi,
praktik, dan fitur desain organisasi. Perspektif integratif
ini mewakili pendekatan konfigurasional untuk
manajemen sumber daya manusia strategis yang
berpendapat bahwa pola aktivitas SDM, sebagai lawan
dari aktivitas tunggal, diperlukan untuk mencapai tujuan
organisasi (Cardy, 2004).
Budaya Organisasi
Pada Bab ini definisi budaya organisasi sebagai budaya
pengetahuan sosial dalam suatu organisasi mengenai
aturan, norma, dan nilai yang membentuk sikap dan
perilaku karyawannya. Dilihat dari definisi tersebut,
membantu menyoroti sejumlah aspek budaya organisasi.
Pertama, budaya adalah pengetahuan sosial antara
anggota organisasi. Karyawan belajar tentang aspek
penting dari budaya melalui karyawan lain. Transfer
pengetahuan dapat melalui komunikasi eksplisit,

168
PERAN BUDAYA ORGANISASI DALAM MENINGKATKANKINERJA KARYAWAN

pengamatan sederhana, maupun metode lainnya. Selain


itu, budaya adalah pengetahuan bersama di mana
anggota organisasi memahami dan memiliki tingkat
konsensus mengenai budaya. Kedua, budaya memberi
pengetahuan kepada karyawan tentang aturan, norma,
dan nilai yang ada di dalam organisasi, terkait dengan
fokus hasil kerjanya apa, perilaku nya apakah pantas
atau tidak di tempat kerja, bagaimana harusnya
seseorang bertindak atau berpakaian saat bekerja. Ketiga,
budaya organisasi membentuk dan memperkuat sikap
dan perilaku karyawan melalui sistem kontrol dan
pengawasan. Tujuan dan nilai individu akan tumbuh dari
waktu ke waktu menyesuaikan dengan tempat bekerja.
Budaya organisasi merupakan fenomena kompleks
terbentuk dari keragaman cara, bisa jadi dari tantangan
dan hambatan yang terjadi di dalam organisasi, yang
dimungkinkan hasil kreasi manajemen yang disengaja
dan karyawan yang bekerja dalam budaya organisasi
(Durgadevi & Vasantha, 2017). Budaya organisasi
menggambarkan pola asumsi dasar yang diciptakan atau
dikembangkan oleh sebuah kelompok tertentu ketika
menyesuaikan diri dengan masalah integrasi eksternal
dan internal yang telah berjalan cukup baik dan dianggap
berharga. Oleh karena itu, nilai yang diajarkan kepada
anggota baru sebagai cara yang benar untuk mengenali,
berpikir dan merasa terkait dengan masalah tersebut.
(Luthans, 2010). Kombinasi dari harapan organisasi,
pengalaman, filosofi dan nilai-nilai (Kumari & Singh,
2018), budaya organisasi disebut juga budaya
perusahaan. Budaya organisasi memengaruhi kinerja dan
produktivitas organisasi, memberikan pedoman dalam
kualitas produk, ketepatan waktu, keamanan dan faktor
lain yang memengaruhi lingkungan.
Budaya organisasi juga dapat dikatakan sebagai
seperangkat nilai yang membantu karyawan dalam
memahami tindakan mana yang dianggap dapat diterima
dan yang tidak dapat diterima. Budaya organisasi
dianggap sebagai suatu nilai yang dapat membantu
karyawan untuk memahami organisasi, sehingga
karyawan kembali. Dengan demikian, budaya organisasi

169
PERAN BUDAYA ORGANISASI DALAM MENINGKATKANKINERJA KARYAWAN

dapat diartikan sebagai transfer nilai, norma, sosial, dan


kepercayaan bagi karyawan, agar karyawan terbiasa
menerapkan tugasnya (Griffin & Moorhead, 2011).
Sedangkan (Harrison & Stokes, 1992) mengemukakan
budaya organisasi sebagai sebuah pola kepercayaan, nilai,
ritual, atau mitos anggota suatu organisasi, yang
memengaruhi perilaku semua individu dan kelompok di
dalam organisasi tersebut.
Budaya organisasi adalah kombinasi dari harapan
organisasi, pengalaman, filosofi dan nilai-nilai. Budaya
organisasi disebut juga budaya perusahaan. Budaya
organisasi memengaruhi kinerja dan produktivitas
organisasi. Ini memberikan pedoman untuk kualitas
produk, ketepatan waktu, keamanan dan faktor lain yang
memengaruhi lingkungan. budaya organisasi melihat
sebagai kombinasi dari harapan, pengalaman, filosofi, dan
nilai (Kumari & Singh, 2018).
Budaya organisasi (Robbins et al., 2014) dikatakan
sebagai nilai, keyakinan, atau persepsi bersama yang
dianut oleh karyawan dalam suatu organisasi atau unit
organisasi. Dilihat dari hal tersebut, memandang budaya
organisasi berfokus pada aktivitas berbagi dalam
organisasi terkait dengan nilai, keyakinan, dan persepsi,
budaya organisasi mencerminkan nilai yang dianut oleh
individu dalam suatu organisasi, dan pada gilirannya
akan memengaruhi aspek kemanusiaan organisasi dan
perilaku konkret individu. Pendapat ini menyiratkan nilai-
nilai yang dianut bersama memengaruhi aspek
kemanusiaan organisasi dan dalam perilaku konkret
individu.
Menurut (Cooke & Szumal, 1993), bahwa faktor tingkat
organisasi membentuk budaya organisasi, (Hofstede,
2010) kesepakatan bahwa budaya otoritatif bersifat
menyeluruh, dimiliki bersama, dan dibangun secara
sosial, termasuk anggapan, keyakinan, dan keinginan
untuk berperilaku di berbagai tingkat serta
menunjukkannya secara luas fitur kehidupan organisasi.
Selanjutnya, (Schein, 2010) berpendapat bahwa budaya
secara umum memiliki beberapa komponen atau lapisan,
berdasarkan asumsi, keyakinan, dan standar perilaku.

170
PERAN BUDAYA ORGANISASI DALAM MENINGKATKANKINERJA KARYAWAN

Lebih lanjut, (Chaudhry et al., 2016) mengemukakan


variabilitas budaya, bisnis serta variabel organisasi, di
mana kekuatan tiga jenis budaya positif, pasif/defensif,
dan agresif/ defensif dipengaruhi tingkat industri dan
organisasi. Struktur budaya (Lawren M, Corbett &
Rastrick, 2000) menemukan bahwa budaya konstruktif
terhubung secara positif dengan hasil positif di seluruh
industri termasuk keberhasilan dalam organisasi
manufaktur.
Budaya Organisasi dibagi menjadi tiga tingkatan (Schein.,
1994) yaitu: (1) Perilaku dan artefak; (2) Nilai; (3)
Keyakinan. Sedangkan (George G Gordon, 1979)
menggambarkan lima dimensi budaya organisasi, di
antaranya:
1. Afektifitas (kebutuhan akan penghargaan) versus
netralitas afektif (bertahan hidup).
2. Orientasi diri versus orientasi kolektivitas.
3. Universalisme (menerapkan standar umum) versus
partikularisme (mengambil hubungan khusus untuk
kasus atau kondisi tertentu).
4. Ascriptions (menilai mereka apa adanya) versus
achievement (menilai orang lain berdasarkan apa yang
mereka lakukan).
5. Spesifisitas (membatasi hubungan dengan orang lain
dalam keadaan khusus) versus difusifitas
(pembatasan yang tidak diprioritaskan dalam
hubungan alami).
Model budaya menurut (Denison, 1997) merupakan
keterkaitan antara budaya organisasi, praktik
manajemen, kinerja dan efektivitas. Pentingnya hubungan
antara praktik manajemen dengan asumsi dan keyakinan
dasar dalam menilai efektivitas dimensi budaya organisasi
berdasarkan empat ciri budaya utama, yaitu: (1)
kemampuan beradaptasi; (2) misi; (3) keterlibatan; (4)
konsistensi.
Teori elemen dan tingkat budaya organisasi (Hofstede,
2010) dapat dikolaborasikan (Denison, 1997),

171
PERAN BUDAYA ORGANISASI DALAM MENINGKATKANKINERJA KARYAWAN

dikemukakan bahwa hakikat model budaya organisasi


yang dikembangkan dari waktu ke waktu, memiliki
hubungan satu sama lain meliputi keyakinan, nilai, dan
norma yang diakui oleh perusahaan, kemudian
diwujudkan dalam bentuk tujuan, visi, misi, dan strategi
yang diyakini dapat dicapai. Perwujudan pernyataan
tersebut harus dicapai melalui proses nyata yang
dipraktikkan di perusahaan. Budaya organisasi memiliki
unsur-unsur yang dapat memengaruhi pembentukan
budaya organisasi yang dikemukakan oleh (Hofstede,
2010) meliputi: (1) profesionalisme; (2) kepemimpinan; (3)
kepercayaan pada rekan kerja; (4) keteraturan; (5) konflik;
(6) integrase.
Memelihara Budaya Organisasi
Budaya organisasi data digambarkan dengan banyak cara
dan berbagai dimensi, dari nilai-nilai yang dianut dan
asumsi yang mendasarinya, seperti solidaritas atau
sosialisasi, budaya pelayanan atau budaya keselamatan.
Tidak peduli bagaimana gambaran budaya organisasi,
namun akan diuji ketika pendiri organisasi dan karyawan
mulai merekrut anggota baru. Apabila anggota baru tidak
memiliki kesesuaian dengan budaya, maka budaya dapat
menjadi lemah atau terdiferensiasi (Colquitt, Jason A.,
Lepine, Jeffery A., Wesson, 2019).
Kerangka kerja Attraction Selection Attrition (ASA)
menggambarkan potensi ketertarikan karyawan pada
organisasi yang budayanya sesuai dengan kepribadian
artinya, pelamar kerja yang tidak memiliki potensial tidak
akan melamar (Swider et al., 2015). Organisasi akan
memilih kandidat berdasarkan kepribadian yang sesuai
dengan budaya, dan menyingkirkan yang sebaliknya.
Selain menggunakan Attraction Selection Attrition (ASA),
organisasi dalam memelihara budaya organisasi melalui
karyawan baru, mulai dari memberikan pekerjaan yang
penuh tekanan, kompleks, dan menantang bagi karyawan
dan organisasi. Sosialisasi merupakan proses di mana
karyawan mempelajari pengetahuan sosial yang
memungkinkan mereka untuk memahami dan
beradaptasi dengan budaya organisasi, dimulai sebelum

172
PERAN BUDAYA ORGANISASI DALAM MENINGKATKANKINERJA KARYAWAN

seorang karyawan mulai bekerja dan berakhir


meninggalkan organisasi (Cable et al., 2000).
Kinerja Karyawan
Gambaran umum kinerja karyawan dapat dilihat di
berbagai bidang pekerjaan di mana tingkat relevansi
luaran yang dihasilkan oleh seorang karyawan dapat
diukur oleh organisasi. Sebagai contoh, kinerja seorang
guru dapat dilihat dan dinilai dari segi jumlah jam proses
belajar mengajar dan umpan balik dari siswa, jumlah jam
proses pembelajaran mencerminkan kuantitas yang
dihasilkan, dan sifat umpan balik yang diterima
mencerminkan kualitas karya yang dihasilkan. Contoh
lainnya bisa dilihat dan dinilai dari kinerja seorang kasir
bank yang melakukan pengecekan antara jumlah
transaksi pengeluaran uang tunai dan transaksi
penerimaan kas dalam periode tertentu, rata-rata waktu
yang dibutuhkan dalam melayani pelanggan serta
kualitas layanan yang diberikan kepada pelanggan selama
bertransaksi, kedua contoh tersebut merupakan
pandangan tradisional tentang kinerja karyawan (Pawar,
2020).
Dalam pandangan tradisional terkait kinerja karyawan
pada suatu pekerjaan, perlu diperhatikan dua fitur pada
kuantitas dan kualitas output yang dihasilkan. Pertama,
fokus kinerja karyawan dilihat dari pekerjaan atau tugas
secara keseluruhan yang meliputi selain tugas yang
dikerjakan juga peran ekstra atau kinerja kontekstual
seperti mengambil tanggung jawab ekstra, membantu
rekan kerja, dan memberikan saran inovatif. Kedua, fokus
pada hasil tugas yang dicapai oleh seorang karyawan
dibanding perilaku karyawan. Perilaku karyawan yang
negatif/buruk/rendah cenderung pencapaian kuantitas
maupun kualitas pekerjaan yang dihasilkan cenderung
buruk. Sebaliknya, karyawan perilaku yang membentuk
kinerja positif/baik/tinggi memungkinkan mencapai hasil
yang baik. Sehingga pandangan kinerja dapat dijadikan
penilaian evaluatif perilaku karyawan dalam membantu
memfasilitasi atau mengganggu pencapaian tujuan
organisasi (Pawar, 2020).

173
PERAN BUDAYA ORGANISASI DALAM MENINGKATKANKINERJA KARYAWAN

Kinerja adalah hasil atau tingkat keberhasilan


keseluruhan seseorang selama periode tertentu dalam
melaksanakan tugas dibandingkan dengan berbagai
kemungkinan, seperti standar kerja, target, atau kriteria
(Robbins & Judge, 2007).
Kinerja karyawan (Employee Performance) dianggap
sebagai aspek penting dalam organisasi ataupun dunia
bisnis saat ini guna memastikan keberlanjutan
organisasi. Sementara itu, karyawan bagian dari aset
penting bagi setiap organisasi dalam upaya untuk
memastikan kemajuan dan pencapaian terbaik dari
organisasi (Ahmed & Uddin, 2012; Danish & Usman,
2010; Zameer et al., 2014).
Menurut (Gibson et al., 2000), kinerja karyawan
merupakan suatu ukuran yang dapat digunakan untuk
menetapkan perbandingan hasil pelaksanaan tugas,
tanggung jawab yang diberikan oleh organisasi pada
periode tertentu dan relatif dapat digunakan untuk
mengukur prestasi kerja atau kinerja organisasi. Kinerja
karyawan menunjukkan hasil keuangan atau
nonkeuangan karyawan yang memiliki hubungan
langsung dengan kinerja organisasi dan keberhasilannya.
Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa cara penting
untuk meningkatkan kinerja karyawan adalah dengan
fokus pada pembinaan keterlibatan karyawan.
Banyak faktor yang memengaruhi kinerja karyawan pada
perusahaan, baik yang bersumber dari domain internal
maupun eksternal. Kinerja pegawai dapat tercermin dari
tingginya kebersamaan dan tingkat kepuasan pegawai
terhadap perusahaan serta konsep reward yang
diterapkan. Meskipun banyak faktor yang memengaruhi
kinerja karyawan, namun penelitian ini akan
menekankan pada motivasi dan employee engagement
sebagai faktor dominan dalam memengaruhi kinerja
karyawan dan diyakini akan memengaruhi kinerja
perusahaan (Zameer et al., 2014). Selain imbalan
finansial, nonfinansial atau imbalan lainnya serta
dukungan manajemen bahwa employee engagement yang
tinggi juga akan memperkuat semangat karyawan untuk
meningkatkan kinerjanya (McMullen & Group, 2013).

174
PERAN BUDAYA ORGANISASI DALAM MENINGKATKANKINERJA KARYAWAN

Kinerja karyawan juga dapat didefinisikan sebagai hasil


yang diperoleh dari serangkaian kegiatan dan upaya
karyawan di perusahaan, dan kinerja mereka dapat
dilihat dalam beberapa aspek, seperti kepuasan kerja,
loyalitas, jenjang karir dan tingkat keterlibatan atau
tanggung jawab dalam pekerjaan (Mariza, 2016).
Cara Meningkatkan Kinerja Karyawan
Dalam mencapai hasil yang diinginkan, banyak organisasi
yang mengimplementasikan manajemen karyawan
(seperti pengelolaan jumlah produk/ jasa yang dihasilkan
sesuai standar tertentu) dan proses pembinaan dan
umpan balik terkait prilaku karyawan. Menurut (Carter,
Earl., McMahon, 2005) kinerja didorong oleh beberapa hal
di antaranya:
1. Harapan yang jelas dari masing-masing karyawan;
2. Kompetensi dan kepercayaan diri karyawan untuk
melakukan pekerjaannya;
3. Lingkungan kerja yang bahagia dan aman (hubungan
kerja yang berkualitas);
4. Kepuasan kerja;
5. Pengakuan dan penghargaan yang diberikan.
Pendapat dari (Kirkpatrick, 2006) mengemukakan
delapan kondisi yang dapat mendorong hasil maksimal
dari karyawan di dalam suatu organisasi, yaitu:
1. Jadikan pekerjaan itu penting bagi karyawan.
2. Pilih karyawan yang memiliki potensi dalam
melakukan pekerjaan.
3. Perjelas apa yang diharapkan karyawan dalam
pekerjaan.
4. Berikan pelatihan bagi karyawan dalam hal
pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang
diperlukan.
5. Evaluasi kinerja dan komunikasikan hasil dan
harapannya kepada karyawan.

175
PERAN BUDAYA ORGANISASI DALAM MENINGKATKANKINERJA KARYAWAN

6. Bantu meningkatkan kinerja karyawan.


7. Membangun dan memelihara hubungan baik dengan
karyawan.
8. Penghargaan untuk kinerja karyawan.
Penjelasan ke delapan kondisi yang dapat dikembangkan
di atas, dapat digambarkan sebagai berikut:
1. Pekerjaan Penting bagi Karyawan
Bagi karyawan yang merasa pekerjaannya penting,
lebih cenderung memberikan yang terbaik, dan
memperlihatkan perbedaan seberapa baik pekerjaan
dilakukan.
2. Pilih Orang yang Tepat
Saat organisasi mempertimbangkan karyawan di
suatu pekerjaan, baik level pemula atau berdasarkan
promosi, harus mencocokkan karyawan dengan
pekerjaan tersebut. Potensi karyawan harus
ditentukan dan diukur, sehingga melalui ''pelatihan
apakah orang ini dapat melakukan pekerjaan dengan
sukses?'' Calon karyawan dianalisis latar belakang
berdasarkan pendidikan dan pengalaman, yang
selanjutnya dilakukan wawancara dan dievaluasi
jawaban dari pertanyaan serta penampilan dan kesan
pada saat wawancara. Banyak bukti bahwa orang
dipromosikan pada posisi pimpinan tidak
memperlihatkan kinerja, masa kerja, dan sikap
kooperatif. Pendekatan yang lebih sistematis
menekankan pentingnya keinginan disuatu posisi dan
juga kualitas kepemimpinan.
3. Perjelas apa yang Diharapkan Karyawan
Sering terjadi frustrasi dan kegagalan yang dialami
karyawan karena apa yang diharapkan tidak sesuai
keinginan. Manajemen organisasi tidak menjelaskan
apa diharapkan dari karyawan, banyak karyawan
yang menanggung akibatnya bahkan karyawan yang
memiliki kualifikasi yang diperlukan dan terbaik.
Diharapkan karyawan mengambil inisiatif dalam
mengklarifikasi apa yang diharapkan atau setidaknya

176
PERAN BUDAYA ORGANISASI DALAM MENINGKATKANKINERJA KARYAWAN

memiliki keberanian untuk menyampaikan


klarifikasinya.
4. Berikan Pelatihan
Langkah awal untuk melakukan pelatihan, tentukan
yang akan memberikan pelatihan. Jika pelatihan
diberikan kepada level pimpinan/managerial maka
harus meliputi pengetahuan, keterampilan, dan sikap
manajemen, sebagai contoh pelatihan dasar-dasar
manajemen bagi pimpinan baru. Program pelatihan
juga harus didukung ketersediaan perpustakaan
manajemen di mana pemilihan buku-buku harus
dipilih dengan cermat sehingga dapat dibaca dan
dipraktikkan. Sehingga memastikan “lompatan besar”
bagi pimpinan yang memiliki pengetahuan,
keterampilan dan sikap yang diperlukan untuk
mencapai kesuksesan.
5. Mengevaluasi Kinerja dan Mengomunikasikan
Penilaian
Pimpinan harus mengevaluasi kinerja dan
mengomunikasikan penilaian kepada karyawan agar
mengetahui apa yang mereka lakukan di tempat kerja.
Proses penilaian dan komunikasi berkesinambungan
dan berkelanjutan, baik formal maupun informal yang
diperlukan, mencakup rincian proses, bentuk dan
prosedur yang efektif program penilaian kinerja.
6. Bantu Karyawan Menjadi Lebih Baik
Penilaian harus dapat mengukur seberapa baik
pekerjaan yang dilakukan karyawan, serta
mengidentifikasi kekuatan dan aspek pekerjaan yang
dibutuhkan dalam meningkatkan kinerja. Sehingga
bisa diidentifikasi untuk mendapatkan persetujuan
pimpinan dan karyawan dalam membuat rencana
peningkatan kinerja.
7. Membangun dan Memelihara Hubungan
Dalam membangun hubungan, pimpinan harus
memahami dan memenuhi keinginan dan kebutuhan
karyawan, bukan hanya untuk organisasi saja.

177
PERAN BUDAYA ORGANISASI DALAM MENINGKATKANKINERJA KARYAWAN

Kemajuan suatu organisasi biasanya tergantung pada


tiga hal dan faktor yang berbeda:
a. Kepentingan, keinginan, dan aspirasi karyawan.
b. Potensi karyawan yang ditentukan oleh
manajemen.
c. Pembukaan.
Faktor lain yang menentukan kemajuan organisasi
adalah jumlah peluang promosi serta perencanaan
dan pengembangan potensi karir. Berikut langkah-
langkah (Kirkpatrick, 2006) yang dapat dilakukan
dalam mengembangkan program tersebut:
1. Dukungan, kerja sama, dan partisipasi dari
pimpinan pengelolaan.
2. Integrasi konseling karir ke dalam sistem
penilaian kinerja.
3. Bagian/ staf profesional yang memahami sistem
pengembangan karir.
4. Mengembangkan jaringan komunikasi dan pusat
informasi sumber daya, informasi pekerjaan dan
pendidikan yang terpusat.
5. Menetapkan prosedur yang jelas untuk konseling
karir.
6. Layanan konseling karir individu.
1) Memberikan masukan dan saran tentang
analisis diri, diagnosis organisasi, dan
rencana kerja kepada karyawan.
2) Pimpinan yang mempunya keterampilan
dalam memahami teknik perencanaan dan
peluang karir.
3) Evaluasi program setiap enam bulan sekali.
7. Peninjauan perkembangan karyawan yang
melakukan konseling setiap enam bulan.
8. Perbarui file informasi secara berkala.
9. Lokakarya perencanaan uji coba karir.

178
PERAN BUDAYA ORGANISASI DALAM MENINGKATKANKINERJA KARYAWAN

10. Perwakilan hubungan karyawan yang memiliki


sertifikat teknik konseling dan pengetahuan karir.
11. Penyajian lokakarya perencanaan karir secara
berkesinambungan.
8. Penghargaan bagi Kinerja
Dalam memperlihatkan upaya dan kinerja maksimal
dari karyawan perlu adanya penghargaan kinerja
bukan berdasarkan masa kerja, pilih kasih, atau apa
pun lainnya. Penghargaan dapat berupa uang seperti
insentif upah, kenaiakn gaji, bonus, bagi hasil, dan
hadiah. Atau juga bisa dalam bentuk nonmoneter
seperti pujian, pekerjaan khusus, pemberian
tanggung jawab, pendelegasian tugas, saran ide,
kondisi kerja yang lebih baik, symbol status, dan
otoritas. Paling efektif dari penghargaan nonmoneter
adalah otoritas atau kebebasan bertindak/ wewenang.
Peran Budaya Organisasi dalam Meningkatkan Kinerja
Karyawan
Budaya organisasi dan lingkungan organisasi
diasumsikan memengaruhi kinerja karyawan, jika budaya
perusahaan dan lingkungan organisasi terkait dengan
kinerja karyawan maka memiliki dampak yang lebih tinggi
(Budiharso & Tarman, 2020). Pengaruh antara budaya
organisasi dan lingkungan organisasi terhadap kinerja
pegawai digambarkan efektif jika organisasi didisiplinkan
dengan baik. (Mahrous et al., 2020) menjelaskan bahwa
lingkungan organisasi di dalamnya terkandung
menghormati, mentaati, dan mentaati tata tertib
administrasi, melaksanakan dan menerima sanksi
apabila melanggar tugas dan wewenang. Disiplin dapat
berhasil jika budaya organisasi menerapkan semua
prosedur secara konsekuen.
Organisasi harus menghindari tebang pilih yang dapat
menimbulkan prasangka, kebencian, dan kecemburuan
sosial. Lingkungan organisasi digambarkan oleh keadaan
organisasi yang teratur di mana karyawan dengan senang
hati mematuhi aturan, sehingga pengaruh lingkungan
perusahaan terhadap kinerja karyawan juga didukung

179
PERAN BUDAYA ORGANISASI DALAM MENINGKATKANKINERJA KARYAWAN

oleh (Kuenzi et al., 2020; Paais & Pattiruhu, 2020).


Temuan studi (Goula et al., 2021) juga menunjukkan
bahwa iklim organisasi berpengaruh positif dan signifikan
terhadap kinerja pegawai, didukung oleh (Wang &
Lounsbury, 2021) yang menemukan hubungan positif dan
dampak yang signifikan terhadap kinerja karyawan.
Studi (Sivakami, R., SS, 2018) pada 50 karyawan Source
Edge Teknologi Perangkat Lunak Pvt. Ltd mengungkapkan
bahwa ada hubungan yang signifikan dan kuat antara
budaya dan kinerja karyawan. Budaya organisasi telah
membuat kekuatan di lingkungan kerja. Temuan lebih
lanjut menunjukkan bahwa kepuasan tenaga kerja
terhadap organisasi di mana mereka tetap berada di
organisasi dalam waktu yang lama.
Hubungan antara budaya organisasi dan kinerja
mendapatkan dukungan yang signifikan dari para peneliti
(Priyadharsan & Nithiya, 2020). Hubungan budaya
organisasi dengan kinerja juga (Maryati et al., 2019)
dipengaruhi oleh cara organisasi bagaimana memperoleh
fakta atau informasi penting serta menggunakan fakta
atau informasi tersebut. Selain itu, dapat pula
menciptakan keunggulan kompetitif dengan memahami
batasan-batasan dalam organisasi serta pengalaman
interaksi manusia dan kemampuan dalam memproses
informasi (Soomro & Shah, 2019).
Dalam penelitian yang lain, menekankan bahwa budaya
yang baik dari suatu organisasi dapat meningkatkan
kemauan pekerja untuk mencapai tujuan organisasi ke
arah tertentu (Santoso, Teguh B., Soehari, 2020; Shahzad,
Fakhar., Iqbal, Zahid., Gulfar, 2013). Posisi karyawan dan
budaya yang sehat harus memiliki jalur yang sama untuk
mencapai tujuan organisasi, serta menawarkan
kesempatan atau dorongan bagi karyawan untuk tumbuh
dan berkembang di dalam organisasi (Puspita, 2020).
Dengan demikian dalam mengadobsi budaya organisasi
yang solid dan sehat disarankan agar lebih efektif untuk
meningkatkan kinerja karyawan (Shahzad, Fakhar., Iqbal,
Zahid., Gulfar, 2013).

180
PERAN BUDAYA ORGANISASI DALAM MENINGKATKANKINERJA KARYAWAN

Daftar Pustaka
Ahmed, S., & Uddin, M. N. (2012). Job satisfaction of
bankers and its impact in banking: A case study of
Janata Bank. ASA University Review, 6(2), 95–102.
Budiharso, T., & Tarman, B. (2020). Improving quality
education through better working conditions of
academic institutes. Journal of Ethnic and Cultural
Studies, 7(1), 99–115.
https://doi.org/10.29333/ejecs/306
Cable, D. M., Aiman-Smith, L., Mulvey, P. W., & Edwards,
J. R. (2000). The sources and accuracy of job
applicants’ beliefs about organizational culture.
Academy of Management Journal, 43(5), 1076–1085.
https://doi.org/10.5465/1556336
Cameron, K. S., & Quinn, R. E. (1999). Diagnosing And
Changing The Competing Values Framework. 1–12.
Cardy, R. L. (2004). Performance Management: Concepts,
Skills, and Exercises. M.E. Sharpe.
https://books.google.co.id/books?id=xC2rngEACAAJ
Carter, Earl., McMahon, F. (2005). Improving Employee
Performance through Workplace Coaching: a Practical
Guide to Performance Management. In Human
Resources Management International Digest (Vol. 14,
Issue 5).
https://doi.org/10.1108/hrmid.2006.04414eae.001
Chaudhry, A., Yuan, L., Hu, J., & Cooke, R. A. (2016).
What matters more? The impact of industry and
organizational factors on organizational culture.
Management Decision, 54(3), 570–588.
https://doi.org/10.1108/MD-05-2015-0192
Colquitt, Jason A., Lepine, Jeffery A., Wesson, M. J.
(2019). Organizational Behavior Commitment in the
Workplace (Seventh). McGraw-Hill.

181
PERAN BUDAYA ORGANISASI DALAM MENINGKATKANKINERJA KARYAWAN

Cooke, R. A., & Szumal, J. L. (1993). Measuring Normative


Beliefs and Shared Behavioral Expectations in
Organizations: The Reliability and Validity of the
Organizational Culture Inventory. Psychological
Reports, 72(3_suppl), 1299–1330.
https://doi.org/10.2466/pr0.1993.72.3c.1299
Danish, R. Q., & Usman, A. (2010). Impact of Reward and
Recognition on Job Satisfaction and Motivation: An
Empirical study from Pakistan. International Journal
of Business and Management, 5(2).
https://doi.org/10.5539/ijbm.v5n2p159
Denison, D. R. (1997). Corporate Culture and
Organizational Effectiveness. Denison Consulting.
Durgadevi, R., & Vasantha, S. (2017). Organisational
culture and its impact on employee performance (A
study with reference to IT sector Chennai). Indian
Journal of Public Health Research and Development,
8(2), 315–320. https://doi.org/10.5958/0976-
5506.2017.00133.4
George G Gordon. (1979). Managing Management Climate.
Lexington Books.
Gibson, J. L., Ivancevich, J. M., & Donnelly, J. H. (2000).
Organizations: Behavior, Structure, Processes.
Irwin/McGraw-Hill.
https://books.google.co.id/books?id=FJNPa8G8-vwC
Goula, A., Stamouli, M. A., Latsou, D., Gkioka, V., &
Kyriakidou, N. (2021). Learning organizational culture
in greek public hospitals. International Journal of
Environmental Research and Public Health, 18(4), 1–
14. https://doi.org/10.3390/ijerph18041867
Griffin, R. W., & Moorhead, G. (2011). Organizational
Behavior. Cengage Learning.
https://books.google.co.id/books?id=pRUgGzDn3Do
C

182
PERAN BUDAYA ORGANISASI DALAM MENINGKATKANKINERJA KARYAWAN

Harrison, R., & Stokes, H. (1992). Diagnosing


Organizational Culture Instrument. Wiley.
https://books.google.co.id/books?id=dPYJAQAAMAA
J
Hofstede, G. (2010). Culture and Organizations. In
International Studies of Management & Organization
(Vol. 10, Issue 4). McGraw-Hill.
https://doi.org/10.1080/00208825.1980.11656300
Kirkpatrick, D. L. (2006). Improving Employee
Performance Through Appraisal and Coaching
(Second). American Management Association.
Kuenzi, M., Mayer, D. M., & Greenbaum, R. L. (2020).
Creating an ethical organizational environment: The
relationship between ethical leadership, ethical
organizational climate, and unethical behavior.
Personnel Psychology, 73(1), 43–71.
https://doi.org/10.1111/peps.12356
Kumari, N., & Singh, D. (2018). Impact of organizational
culture on employee performance. Prabandhan: Indian
Journal of Management, 11(6), 53–63.
https://doi.org/10.17010/pijom/2018/v11i6/12844
2
Lawren M, Corbett., & Rastrick, K. N. (2000). Quality
Performance and Organizational Culture A New
Zealand Study. International Journal of Quality &
Reliability Management, 17(1), 14–26.
Lokuge, S., Sedera, D., & Perera, M. (2018). The clash of
the leaders: The intermix of leadership styles for
resource bundling.
https://www.scopus.com/inward/record.uri?eid=2-
s2.0-
85053721804&partnerID=40&md5=da14ca46677b65
2bb3fb74e8861079d3
Luthans, F. (2010). Organizational Behavior. McGraw-Hill
Education.
https://books.google.co.id/books?id=9ng8PgAACAAJ

183
PERAN BUDAYA ORGANISASI DALAM MENINGKATKANKINERJA KARYAWAN

Mahrous, A., Genedy, M. A., & Kalliny, M. (2020). The


impact of characteristics of intra-organizational
environment on entrepreneurial marketing intensity
and performance in Egypt. Journal of
Entrepreneurship in Emerging Economies, 12(5), 621–
642. https://doi.org/10.1108/JEEE-08-2019-0115
Mariza, I. (2016). The impact of employees’ motivation and
engagement on employees’ performance of
manufacturing companies in Jakarta Indonesia.
International Journal of Applied Business and
Economic Research, 14(15), 10611–10628.
Maryati, T., Astuti, R. J., & Udin, U. (2019). The effect of
spiritual leadership and organizational culture on
employee performance: The mediating role of job
satisfaction. International Journal of Innovation,
Creativity and Change, 9(3), 130–143.
McMullen, T., & Group, H. (2013). Reward Strategy And
Practice Eight Recommendations to Improve Employee
engagement.
Paais, M., & Pattiruhu, J. R. (2020). Effect of Motivation,
Leadership, and Organizational Culture on
Satisfaction and Employee Performance. Journal of
Asian Finance, Economics and Business, 7(8), 577–
588.
https://doi.org/10.13106/JAFEB.2020.VOL7.NO8.5
77
Pawar, B. S. (2020). Employee performance and employee
well-being. In Routledge. Routledge.
https://doi.org/10.4324/9780429244193-4
Priyadharsan, S., & Nithiya, P. (2020). Association
between the Organizational Culture and Employees ‟
Performance. International Journal of Research and
Innovation in Social Science, 4(4), 692–696.
Puspita, N. M. N. N. A. B. (2020). The Influence of
Organizational Culture and Work Engagement Over
Employee Performance Mediated by Employee Loyalty.
Journal of Multidisciplinary Academic, 4(5), 289–294.

184
PERAN BUDAYA ORGANISASI DALAM MENINGKATKANKINERJA KARYAWAN

Robbins, S. P., Coulter, M. A., & Coulter, M. K. (2014).


Management. Pearson.
https://books.google.co.id/books?id=Y2N1MAEACAA
J
Robbins, S. P., & Judge, T. (2007). Organizational
Behavior. Pearson/Prentice Hall.
https://books.google.co.id/books?id=coQqAQAAMAA
J
Santoso, Teguh B., Soehari, T. D. (2020). The Influence Of
Organizational Culture, Work Satisfaction And
Generation Y Characteristics Of Employee
Performance (Case Study at DKI Jakarta Regional
Office BPJS Ketenagakerjaan (BPJSTK) T. DIJEMSS,
1(4), 454–467. https://doi.org/10.36076/ppj/2020
Schein., E. H. (1994). Organizational Culture and
Leadership. Bulletin of Science, Technology & Society,
14(2), 121–122.
https://doi.org/10.1177/027046769401400247
Schein, E. H. (2010). Organizational Organizational
Culture Culture and Leadership. In Understanding the
New Business Paradigm in Eastern Europe. Jossey-
Bass.
Shahzad, Fakhar., Iqbal, Zahid., Gulfar, M. (2013). Impact
of organizational culture on employees’ job
performance: An empirical study of software houses in
Pakistan. Journal of Business Studies Quarterly, 5(2),
56–64.
Sivakami, R., SS, S. (2018). A Study On The Impact of
Organizational Culture On Employee Performance.
International Journal of Management Research &
Review, 8(7), 1–8. https://doi.org/10.17010/pijom/
2018/v11i6/128442
Soomro, B. A., & Shah, N. (2019). Determining the impact
of entrepreneurial orientation and organizational
culture on job satisfaction, organizational
commitment, and employee’s performance. South
Asian Journal of Business Studies, 8(3), 266–282.
https://doi.org/10.1108/SAJBS-12-2018-0142

185
PERAN BUDAYA ORGANISASI DALAM MENINGKATKANKINERJA KARYAWAN

Swider, B. W., Zimmerman, R. D., & Barrick, M. R. (2015).


Searching for the right fit: Development of applicant
person-organization fit perceptions during the
recruitment process. Journal of Applied Psychology,
100(3), 880–893. https://doi.org/10.1037/a0038357
Wang, M. S., & Lounsbury, M. (2021). Cultural
Encounters: A Practice-Driven Institutional Approach
to the Study of Organizational Culture. On Practice
and Institution: New Empirical Directions, 71, 165–
198. https://doi.org/10.1108/S0733-
558X20200000071007
Zameer, H., Alireza, S., Nisar, W., & Amir, M. (2014). The
Impact of the Motivation on the Employee†™s
Performance in Beverage Industry of Pakistan.
International Journal of Academic Research in
Accounting, Finance and Management Sciences, 4(1).
https://doi.org/10.6007/ijarafms/v4-i1/630

186
PERAN BUDAYA ORGANISASI DALAM MENINGKATKANKINERJA KARYAWAN

Profil Penulis
Budi Harto, S.E., M.M.
Penulis sebelumnya telah bekerja di beberapa
perusahaan swasta, baik nasional maupun
internasional, sejak tahun 2014 bekerja sebagai
dosen dan melakukan penelitian. Penulis
merupakan dosen tetap di perguruan tinggi
vokasi dan dosen tidak tetap di perguruan tinggi swasta di
Bandung. Saat ini, penulis sudah memiliki jabatan fungsional
akademik lektor, alumni dari Program Studi Akuntansi (S-1)
Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Indonesia Membangun (INABA),
Program Magister Manajemen (S-2) di Universitas Winayamukti
dan sedang melanjutkan studi Pendidikan S-3 Program
Doktoral Ilmu Manajemen di Universitas Pendidikan Indonesia.
Penulis aktif sebagai pengelola jurnal riset akuntansi dan bisnis
serta aktif dalam menulis artikel di jurnal nasional maupun
internasional serta menulis buku tentang pendidikan,
manajemen sumber daya manusia, manajemen bisnis,
kewirausahaan, digital marketing, dan lainnya. Selain itu, pula
penulis aktif sebagai pendamping UMKM dan pengelola
Inkubator Bisnis Rumah Entrepreneur dengan membantu
pendampingan bisnis UMKM dan mahasiswa yang berminat
menjadi entrepreneur.
E-mail Penulis: budiharto@plb.ac.id

187
188
13
TOTAL QUALITY MANAGEMENT

Hardi Fardiansyah, S.E., S.H., M.Ec.Dev.


Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Dharma Andigha

Latar Belakang
Perkembangan perusahaan sangat pesat pada masa
perdagangan bebas seperti saat sekarang. Persaingan
global ini memberikan banyak pilihan kepada konsumen,
di mana konsumen semakin mempertimbangkan biaya,
nilai dan manfaat dari sebuah produk. Perkembangan
perdagangan dunia menuntut perusahaan-perusahaan
yang sudah ada untuk tetap dapat bertahan agar dapat
bersaing dengan perusahaan-perusahaan yang akan
bermunculan, dan tetap terus memperoleh keuntungan.
Perusahan yang dulu bersaing hanya pada tingkat lokal,
regional atau nasional kini harus pula bersaing dengan
perusahaan-perusahaan dari seluruh dunia. Hanya
perusahaan yang mampu menghasilkan barang yang
berkualitas yang dapat bersaing dalam pasar global. Agar
suatu perusahaan dapat memiliki keunggulan dalam
skala global, maka perusahaan tersebut harus mampu
melakukan secara lebih baik dalam rangka menghasilkan
barang atau jasa yang berkualitas tinggi dengan harga
yang wajar dan bersaing. Dengan kata lain, dalam pasar
global yang modern, kunci untuk meningkatkan daya
saing adalah kualitas. Hal ini menjadi acuan suatu
perusahaan untuk lebih meningkatkan produktivitas dan
mutu usahanya agar tujuan perusahaan yang telah
dicanangkan dapat tercapai.

189
TOTAL QUALITY MANAGEMENT

Agar perusahaan memiliki daya saing yang tinggi dalam


skala global, maka perusahaan tersebut harus mampu
melakukan pekerjaan lebih baik serta efektif dan efisien
dalam menghasilkan barang dan jasa yang berkualitas
tinggi dan dengan harga yang bersaing. Perusahaan dapat
menggunakan tiga ide dasar untuk menghasilkan produk
yang berkualitas, yaitu: (1) setiap tindakan perusahaan
dalam proses menghasilkan produk selalu berorientasi
pada pelanggan, (2) melibatkan seluruh entitas yang
berkaitan dengan jalannya perusahaan, baik pihak
internal (karyawan), maupun pihak eksternal (pemasok
dan pelanggan), (3) menggunakan data dan alasan ilmiah
dalam memperbaiki kinerja yang efeknya akan
memberikan keuntungan untuk perusahaan (Roberts
dalam Sari dan Siregar, 2008). Sampai saat ini, sistem
yang dianggap paling cocok sebagai alat untuk membuat
perusahaan tetap going concern adalah Total Quality
Management (TQM) atau di Indonesia dikenal dengan
istilah Pengendalian Mutu Terpadu (PMT).
Total Quality Management (TQM) adalah sebuah
pendekatan yang banyak digunakan oleh perusahaan
dalam meningkatkan kualitas secara sistematis dengan
menggunakan banyak dimensi dan telah diaplikasikan
secara luas oleh banyak perusahaan dengan tujuan
meningkatkan kinerja seperti kualitas, produktivitas dan
profitabilitas. Sudah banyak literatur yang menyatakan
bahwa banyak perusahaan yang menggunakan atau
menerapkan Total Quality Management selama beberapa
dekade terakhir. Di samping itu, banyak penelitian yang
dilakukan oleh pakar yang memiliki konsep fokus
terhadap Total Quality Management dengan menggunakan
dan meninjaunya dari berbagai area atau konteks yang
berbeda.
Perusahaan dapat unggul dalam persaingan global
dengan memiliki kehalian dalam membaca setiap adanya
peluang untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi
dalam melakukan usaha dalam perusahaan tersebut.
Pada saat ini, kesadaran akan pentingnya suatu
pelayanan yang diberikan untuk pelanggan terbilang
sudah baik dengan adanya perbaikan kualitas di mana

190
TOTAL QUALITY MANAGEMENT

keberhasilan dalam pengembangan kualitas tidak lepas


dari kinerja dalam suatu perusahaan. Kinerja merupakan
aktivitas yang paling penting bagi manajemen dalam
mengelola organisasi perusahaan.
Secara umum, kinerja didefinisikan sebagai sejauhmana
suatu operasi memenuhi tujuan kinerja dan langkah
langkah dalam rangka memenuhi kebutuhan pelanggan.
Menurut Zehir dan Esin (2009), pengukuran kinerja bisnis
dapat dilakukan melalui dua dimensi, yakni: kinerja
inovasi dan kinerja karyawan. Kinerja inovasi diukur
melalui inovasi produk dibanding pesaing di pasar,
jumlah produk ataupun jasa baru yang dipasarkan dan
kecepatan dalam pengenalan produk maupun jasa
dipasar. Sedangkan kinerja karyawan diukur melalui tiga
indikator, yakni tingkat kepuasan karyawan, tingkat
kehadiran dan moral karyawan.
Perusahaan hendaknya dapat melakukan inovasi dan
perbaikan kualitas dengan baik agar dapat bersaing
dengan perusahaan perusahaan lain. Perusahaan-
perusahaan saat ini ditantang untuk berkompetensi
dengan perusahaan di penjuru dunia yang mana
perusahaan dituntut untuk menjadi perusahaan yang
memiliki keunggulan dalam tingkat atau skala global,
maka perusahaan harus mampu menghasilkan barang
maupun jasa yang berkualitas tinggi.
Total Quality Management
Total Quality Management (TQM) secara harfiah berasal
dari kata “total” yang berarti keseluruhan atau terpadu,
“quality” yang berarti kualitas, dan ”management” telah
disamakan dengan manajemen dalam bahasa Indonesia
yang diartikan dengan pengelolaan. Jadi, dari asal
katanya “Total Quality Management” dapat diartikan
manajemen mutu terpadu atau manajemen kualitas
terpadu.
Total Quality Management (TQM) menurut International
Organization for Standarizasion (IOS) dalam Kurniawaty
(2012) adalah pendekatan manajemen pada suatu
organisasi, berpusat pada kualitas, berdasarkan
partisipasi semua anggotanya dan bertujuan untuk

191
TOTAL QUALITY MANAGEMENT

kesuksesan jangka panjang melalui kepuasan pelanggan,


dan manfaat bagi semua anggota organisasi dan
masyarakat.
Menurut Tjiptono dan Diana (2001) dalam Hasanah
(2008), Total Quality Management (TQM) adalah suatu
pendekatan dalam menjalankan usaha yang mencoba
untuk memaksimumkan daya saing organisasi melalui
perbaikan terus-menerus atas produk, jasa, manusia,
proses, dan lingkungannya.
Menurut Nasution (2005), Total Quality Management
(TQM) diartikan sebagai Perpaduan semua fungsi
manajemen, semua bagian dari suatu perusahaan dan
semua orang ke dalam falsafah holistik yang dibangun
berdasarkan konsep kualitas, teamwork, produktivitas,
dan kepuasan pelanggan.
Menurut Ibrahim (2000) dalam Siahan (2007), dalam
konteks falsafah, prinsip, konsep dasar dan nilai-nilai inti
Total Quality Management (TQM) diartikan sebagai suatu
manajemen yang membuat perencanaan dan mengambil
keputusan, mengorganisir, memimpin, mengarahkan,
mengolah, memanfaatkan seluruh modal peralatan dan
material, teknologi, sistem informasi, energi dan sumber
daya manusia untuk membuat produk atau jasa
berkualitas yang memenuhi kebutuhan dan kepuasan
pasar kosumen terus menerus untuk kelangsungan hidup
perusahaan secara efisien, efektif dan bertanggung jawab
dengan partisipasi seluruh sumber daya manusia.
Dari berbagai definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa
Total Quality Management (TQM) merupakan sistem
manajemen yang menjadikan kualitas sebagai strategi
usaha dan berorientasi pada kepuasan pelanggan yang
melibatkan seluruh anggota organisasi di mana dapat
disimpulkan bahwa Total Quality Management (TQM)
merupakan pendekatan menajemen dalam suatu
organisasi yang berorientasi pada pelanggan dan pasar
melaui kombinasi antara pencarian fakta praktis dan
penyelesaian masalah guna menciptakan peningkatan
kualitas, produktivitas dan kinerja lain secara signifikan
dalam perusahaan.

192
TOTAL QUALITY MANAGEMENT

Karateristik Total Quality Management (TQM)


Menurut Carter (2009), TQM telah menjadi filosofi yang
mengakar dan suatu cara untuk menjalankan bisnis yang
berlaku bagi seluruh bidang fungsional dan karyawan
perusahaan. Oleh karena produk dan proses produksi
suatu perusahaan berbeda dengan perusahaan lain, maka
pendekatannya terhadap TQM juga berbeda jauh. Namun,
karakteristik-karakteristik berikut bersifat umum untuk
semuanya antara lain:
1. Tujuan perusahaan bagi semua aktivitas bisnisnya
adalah untuk melayani pelanggan. Produk, sampai
titik tertentu tidak hanya terbatas pada barang
berwujud saja, melainkan jasa juga, dan pelanggan
tidak hanya terbatas pada pembeli produk
perusahaan, melainkan juga termasuk orang-orang
didalam perusahaan yang menggunakan atau
memperoleh manfaat dari output aktivitas internal.
Karyawan diharuskan untuk mengidentifikasi
pelanggan mereka, serta menentukan kebutuhan dan
prioritas pelanggan tersebut melalui proses interaksi
dengan mereka. Secara internal, proses ini
diterjemahkan menjadi produsen dari produk (atau
jasa) yang bertemu dengan pengguna. Secara
eksternal, proses ini membutuhkan riset pasar dan
umpan balik dari pelanggan. Produsen tidak dapat
mengasumsikan riset pasar dan umpan balik dari
pelanggan. Produsen tidak dapat mengasumsikan
bahwa mereka mengetahui apa yang terbaik bagi
pelanggan.
2. Manajemen puncak memimpin secara aktif dalam
perbaikan mutu. Komitmen dan keterlibatan
manajemen puncak diperlukan untuk menyediakan
arahan dan untuk memotivasi karyawan di semua
tingkatan agar bekerja sama guna perbaikan kualitas
produk. Karyawan terlibat aktif hanya jika mereka
mengerti pentingnya perbaikan mutu bagi
perusahaan, dan partisipasi aktif dari manajemen
puncak menunjukkan seberapa pentingnya hal
tersebut.

193
TOTAL QUALITY MANAGEMENT

3. Semua karyawan terlibat secara aktif dalam


perbaikan kualitas di mana memperbaiki kualitas
(mutu) adalah suatu cara menjalankan bisnis yang
berlaku bagi setiap bagian dan setiap tingkatan di
perusahaan. TQM mengharuskan keterlibatan aktif
dari seluruh karyawan di semua tingkatan untuk
terus-menerus secara aktif mencari cara guna
memperbaiki mutu dari proses-proses yang ada di
bawah kendali mereka masing-masing.
4. Perusahaan memiliki sistem untuk
mengidentifikasikan masalah kualitas (mutu),
mengembangkan solusi, dan menetapkan tujual
perbaikan kualitas (mutu). Pada umumnya, sistem-
sistem ini terdiri atas pengaturan kelompok karyawan
ke dalam tim mutu atau lingkaran mutu yang bertemu
secara teratur untuk mendiskusikan masalah mutu.
5. Perusahaan menghargai karyawannya dan
memberikan pelatihan terus-menerus serta
pengakuan atas pencapaian. Bahkan di perusahaan
yang sangat terotomatisasi sekalipun, sumber daya
manusia merupakan aktiva perusahaan yang paling
berharga karena manusialah yang melakukan
perencanaan, desain, dan pengaturan, sedangkan
mesin tidak. Perusahaan yang berjuang untuk
memperbaiki mutu mengakui bahwa karyawan yang
terlatih baik dan bermotivasi tinggi merupakan hal
yang penting. Perusahaan yang menyediakan
pelatihan yang spesifik untuk pekerjaan tertentu yang
didesain untuk memperbaiki kinerja. Pelatihan
semacam ini, sangat penting untuk pekerjaan-
pekerjaan yang sangat teknis. Beberapa perusahaan
juga memberikan pendidikan yang lebih umum
sifatnya. Pendidikan tersebut menciptakan peluang
untuk perbaikan dan kemajuan diri sendiri yang
meningkatkan moral karyawan. Selain itu, adalah
juga penting untuk mengakui karyawan yang telah
memberikan kontribusi yang signifikan terhadap
mutu, atau yang telah mencapai kinerja mutu, satu
untuk kinerja terbaik dan satu untuk kinerja yang
paling mengalami perbaikan.

194
TOTAL QUALITY MANAGEMENT

Goetsch dan Davis dalam Kurniasih (2014)


mengungkapkan karakteristik Total Quality Management
(TQM), sebagai berikut:
1. Fokus pada Pelanggan
Dalam TQM, baik pelanggan internal maupun
pelanggan eksternal merupakan driver. Pelanggan
eksternal menentukan kualitas produk atau jasa yang
disampaikan kepada mereka, sedangkan pelanggan
internal berperan besar dalam menentukan kualitas
manusia, proses, dan lingkungan yang berhubungan
dengan produk atau jasa.
2. Obsesi terhadap Kualitas
Dalam organisasi yang menerapkan TQM, penentu
akhir kualitas pelanggan internal dan eksternal.
Dengan kualitas yang ditetapkan tersebut, organisasi
harus terobsesi untuk memenuhi atau melebihi apa
yang ditentukan tersebut.
3. Pendekatan Ilmiah
Pendekatan ilmiah sangat diperlukan dalam
penerapan TQM, terutama untuk mendesain
pekerjaan dan dalam proses pengambilan keputusan
dan pemecahan masalah yang berkaitan dengan
pekerjaan yang didesain tersebut. Dengan demikian,
data diperlukan dan dipergunakan dalam menyusun
patok duga (benchmark), memantau prestasi, dan
melaksanakan perbaikan.
4. Komitmen Jangka Panjang
TQM merupakan paradigma baru dalam
melaksanakan bisnis. Untuk itu, dibutuhkan budaya
perusahaan yang baru pula. Oleh karena itu,
komitmen jangka panjang sangat penting guna
mengadakan perubahan budaya agar penerapan TQM
dapat berjalan dengan sukses.
5. Kerja sama Team (Teamwork)
Dalam organisasi yang menerapkan TQM, kerja sama
tim, kemitraan dan hubungan dijalin dan dibina baik
antarkaryawan perusahaan maupun dengan pemasok

195
TOTAL QUALITY MANAGEMENT

lembaga-lembaga pemerintah, dan masyarakat


sekitarnya.
6. Perbaikan Sistem secara Berkesinambungan
Setiap poduk atau jasa dihasilkan dengan
memanfaatkan proses- proses tertentu di dalam suatu
sistem atau lingkungan. Oleh karena itu, sistem yang
sudah ada perlu diperbaiki secara terus menerus agar
kualitas yang dihasilkannya dapat meningkat.
7. Pendidikan dan Pelatihan
Dalam organisasi yang menerapkan TQM, pendidikan
dan pelatihan merupakan faktor yang fundamental.
Setiap orang diharapkan dan didorong untuk terus
belajar, yang tidak ada akhirnya dan tidak mengenal
batas usia. Dengan belajar, setiap orang dalam
perusahaan dapat meningkatkan keterampilan teknis
dan keahlian profesionalnya.
8. Kebebasan yang Terkendali
Dalam TQM, keterlibatan dan pemberdayaan
karyawan dalam pengambilan keputusan dan
pemecahan masalah merupakan unsur yang sangat
penting. Hal ini dikarenakan unsur tersebut dapat
meningkatkan "rasa memiliki" dan tanggung jawab
karyawan terhadap keputusan yang dibuat. Selain itu,
unsur ini juga dapat memperkaya wawasan dan
pandangan dalam suatu keputusan yang diambil,
karena pihak yang terlibat lebih banyak. Meskipun
demikian, kebebasan yang timbul karena keterlibatan
tersebut merupakan hasil dari pengendalian yang
terencana dan terlaksana dengan baik.
9. Kesatuan Tujuan
Agar TQM dapat diterapkan dengan baik, maka
perusahaan harus memiliki kesatuan tujuan. Dengan
demikian, setiap usaha dapat diarahkan pada tujuan
yang sama. Namun, hal ini tidak berarti bahwa harus
selalu ada persetujuan atau kesepakatan antara
pihak manajemen dan karyawan mengenai upah dan
kondisi kerja.

196
TOTAL QUALITY MANAGEMENT

10. Adanya Keterlibatan dan Pemberdayaan Karyawan


Keterlibatan dan pemberdayaan karyawan
merupakan hal yang penting dalam penerapan TQM.
Pemberdayaan bukan sekedar melibatkan karyawan
tetapi juga melibatkan mereka dengan memberikan
pengaruh yang sungguh berarti.
Kriteria Baldrige dalam Total Quality Management
Malcom Baldrige adalah orang yang menjabat United State
Secretary of Commence dari tahun 1981 sampai beliau
meninggal pada juli 1987. Kriteria Baldrige merupakan
salah satu metode dalam perbaikan manajemen kualitas
yang diciptakan oleh beliau yang berfokus pada
manajemen mutu terpadu (Total Quality Management).
Sampai tahun 2007, Kriteria Baldrige telah diadopsi oleh
puluhan ribu perusahaan di lebih dari 70-an negara,
termasuk Indonesia yang mengadopsinya menjadi
Indonesia Quality Award (IQA) for BUMN (Badan Usaha
Milik Negara)
Menurut Tunggal (1998) dalam Kurniasih (2014), sebagai
suatu kumpulan prinsip-prinsip, Kriteria Baldrige tidak
menguntungkan satu sistem. Konsep-konsep penting
dalam kriteria pengujian penghargaan Balridge adalah
sebagai berikut:
1. Mutu adalah didefinisikan oleh pelanggan.
2. Kepemimpinan senior usaha perlu menciptakan nilai
mutu yang jelas dan membangun nilai ke dalam care
perusahaan.
3. Keunggulan mutu diperoleh dari sistem dan proses
yang di desain dengan baik dan yang dilaksanakan
dengan baik.
4. Perbaikan berkesinambungan baru merupakan
bagian dari manajemen serta semua sistem dan
proses.
5. Perusahaan perlu mengembangkan tujuan serta juga
rencana strategik dan operasional untuk mencapai
kepemimpinan mutu.

197
TOTAL QUALITY MANAGEMENT

6. Memperpendek waktu tanggapan dari semua operasi


dan proses dari kebutuhan perusahaan sebagai
bagian dari usaha perbaikan mutu.
7. Operasi dan keputusan perusahaan harus didasarkan
pada fakta dan data.
8. Semua karyawan harus secara tepat dilatih dan
dikembangkan serta dilibatkan dalam aktivitas mutu.
9. Mutu desain dan pencegahan kesalahan harus
merupakan unsur utama dalam sistem mutu.
10. Perusahaan perlu mengomunikasikan persyaratan
mutu kepada pemasok dan bekerja untuk
meningkatkan kinerja mutu pemasok.
Selanjutnya, Tunggal (1998) dalam Kurniasih (2014)
mengemukakan bahwa kinerja mutu Malcolm Baldrige
berfokus pada tujuh area topik yang menjadi elemen dari
TQM yang secara integral dan dinamis berhubungan
yaitu: (1) Leadership, (2) Information and Analysis (3)
Strategic Quality Planning (4) Human Resource Utilization
(5) Quality Assurance of Products and Services (6) Quality
Results (7) Customer Satisfaction.
Adapun penjelasan dari tujuh kriteria Baldrige tersebut
dalam Kurniasih (2014) adalah sebagai berikut:
1. Kepemimpinan
Kepemimpinan pribadi eksekutif senior dan
keterlibatannya dalam menciptakan dan menopang
fokus pelanggan, memperjelas, dan memperlihatkan
nilai-nilai mutu. Juga diperiksa mengenai bagaimana
nilai-nilai mutu diintegrasikan ke dalam sistem
manajemen perusahaan dan tercermin dalam cara-
cara perusahaan menuju tanggung jawab publiknya
dan warga korporasi.
2. Informasi dan Analisis
Lingkup, validitas, analitis, manajemen, dan
penggunaan data dan informasi untuk mengarahkan
keunggulan mutu dan menyempurnakan kinerja
operasional dan persaingan. Kecukupan data,
informasi, dan sistem analisis perusahaan untuk

198
TOTAL QUALITY MANAGEMENT

mendukung penyempurnaan perusahaan berfokus


pelanggan, produk, pelayanan, dan operasi internal
perusahaan.
3. Perencanaan Mutu Strategis
Proses perencanaan dan bagaimana semua
persyaratan mutu yang penting diintegrasikan ke
dalam perencanaan bisnis secara menyeluruh.
Bagaimana menyebarkan rencana perusahaan jangka
pendek dan panjang, mutu, dan kinerja operasional
ke semua unit-unit kerja.
4. Pengembangan Sumber Daya Manusia
Elemen-elemen penting bagaimana tenaga kerja dapat
mengembangkan potensinya secara penuh untuk
memburu tujuan mutu dan kinerja operasional
perusahaan. Juga diperiksa usaha-usaha perusahaan
untuk membangun dan memelihara lingkungan yang
konduktif bagi keunggulan mutu untuk pertumbuhan
partisipasi, pribadi, dan organisasi secara penuh.
5. Manajemen Mutu Proses
Proses sistematik yang digunakan oleh perusahaan
untuk memburu mutu dan kinerja operasional
perusahaan yang lebih tinggi. Elemen penting proses
manajemen meliputi riset dan pengembangan,
desiain, manajemen mutu proses untuk semua unit
kerja dan pemasok, penyempurnaan mutu secara
sistematik, dan penilaian mutu.
6. Hasil-Hasil Kualitas (Quality Results)
Tingkat mutu perusahaan dan arah penyempurnaan
mutu, kinerja operasional perusahaan, dan mutu
pemasok. Tingkat mutu dan kinerja operasional kini
relative dengan para pesaingnya.
7. Kepuasan pelanggan (Customer Satisfaction)
Hubungan baik perusahaan dengan para konsumen
dan pemahamannya terhadap persyaratan-
persyaratan konsumen dan faktor mutu yang penting
yang mengarahkan persaingan pasar. Juga metode-
metode yang digunakan oleh perusahaan untuk

199
TOTAL QUALITY MANAGEMENT

menentukan kepuasan konsumen, mempertahankan


dan mengarahkan tingkat kepuasan konsumen, serta
hasil-hasil relatif terhadap para pesaing.
Manfaat Total Quality Management
Menanamkan budaya TQM dalam suatu organisasi
merupakan hal yang tidak mudah mengingat latar
belakang anggota organisasi bermacam-macam baik
pendidikan, pengalaman, budaya/ tradisi. Oleh karena
itu, penanaman budaya TQM memerlukan waktu cukup
panjang. Namun, jika hal ini dapat tercapai akan
berdampak positif terhadap peningkatan kualitas,
produktivitas dan daya saing untuk bertahan dalam
persaingan lokal maupun regional.
Menurut Nasution (2005), manfaat atau pengaruh Total
Quality Management dikelompokkan menjadi dua, yaitu
dapat memperbaiki posisi persaingan (manfaat pasar) dan
meningkatkan keluaran bebas dari kerusakan (manfaat
biaya). Perusahaan dapat memperbaiki posisi
persainganya sehingga pangsa pasarnya semakin besar
dan harga jualnya dapat lebih tinggi. Kedua hal ini
mengarah pada meningkatnya penghasilan sehingga laba
yang diperoleh juga semakin besar. Pada rute kedua (rute
biaya), perusahaan dapat meningkatkan output yang
besas dari kerusakan melalui upaya perbaikan kualitas.
Hal ini menyebabkan biaya operasi perusahaan berkurang
dengan demikian laba yang diperoleh akan meningkat.
Perangkat Total Quality Management
Perusahaan dan organisasi pada umumnya menginginkan
kualitas terbaik bagi pelanggannya, baik itu dalam bisnis
manufaktur ataupun jasa. Berbagai macam alat atau
metode manajemen diadopsi untuk meningkatkan dan
mempertahankan kualitas tersebut. Metode manajemen
dari tahun ke tahun bukan hanya meningkat dari sisi
jenis, namun juga mengalami perbaikan yang cukup
signifikan. Jepang adalah negara pertama yang
merevolusikan bisnis dengan konsep Total Quality
Management dengan siklus PDCA (Plan Do Check Action).

200
TOTAL QUALITY MANAGEMENT

Adapun penjelasan mengenai PDCA adalah sebagai


berikut:
1. Plan
Pada tahap ini, tim menentukan masalah,
mengumpulkan dan menganalisis data, menetapkan
pengukuran dan merumuskan solusi untuk
meningkatkan kualitas.
2. Do
Tim mengimplementasikan proses baru dan menguji
hasilnya terhadap hasil yang diharapkan dari Quality
Management System.
3. Check
Tim ini mengukur keefektifan dan melakukan
penyesuaian untuk memperbaiki proses kualitas baru
sampai hasil yang diinginkan tercapai.
4. Act
Proses perbaikan yang baru diterapkan, semua pihak
diberi tahu dan dilatih mengenai proses dan metrik
baru yang ditetapkan untuk memantau keefektifan
proses mutu.
Sebagian besar bisnis tanpa penerapan sistem TQM tidak
mendapatkan manfaat yang diperoleh dari Sistem
Manajeman Mutu, hal ini disebabkan karena
perusahaan/ organisasi tidak terlibat dalam proses TQM
dan risiko yang sedang dihadapi.
Pengaruh Total Quality Management terhadap Biaya
Kualitas
Menurut Tjiptono (2003) dalam Kurniasih (2014), dulu
banyak manajer bisnis yang beranggapan bahwa
peningkatan kualitas pasti dibarengi dengan peningkatan
biya, sehingga kualitas yang lebih tinggi berarti biaya yang
lebih tinggi pula. Pandangan seperti ini dapat
dipertanyakan oleh para pioner kualitas. Juran meneliti
aspek ekonomis dari kualitas yang menyimpulkan bahwa
manfat kualitas jauh melebihi biayanya.

201
TOTAL QUALITY MANAGEMENT

Feigenbaum memperkenalkan Total Quality Control (TQC)


dan mengembangkan prinsip bahwa kualitas merupakan
tanggung jawab setiap orang. Sedangkan Crosby
mengajukan konsepnya yang terkenal, yaitu quality is
free. Dewasa ini, ada tiga kategori pandangan yang
berkembang di antara para praktisi mengenai biaya
kualitas, yaitu:
1. Kualitas yang makin tinggi berarti biaya yang semakin
tinggi juga. Atribut kualitas seperti kinerja dan
karakterisktik tambahan menimbulkan biaya yang
lebih besar dalam hal tenaga kerja, bahan baku,
desain dan sumber daya ekonomis lainnya. Manfaat
tambahan dari peningkatan kualitas tidak dapat
menutupi biaya tambahan.
2. Biaya peningkatan kualitas lebih renda daripada
penghematan yang dihasilkan. Pandangan ini
dikemukakan pertama kali oleh Dening (1982) dan
dianut oleh perusahaan manufaktur Jepang.
Penghematan dihasilkan oleh berkurangnya tingkat
pengerjan ulang, produk cacat dan biaya langsung
lainnya yang berkaitan dengan kerusakan.
Pandangan inilah yang menjadi landasan bagi
perbaikan berkesinambungan pada perusahaan-
perusahan Jepang.
3. Biaya kulitas merupakan biaya yang besarnya
melebihi biaya yang terjadi bila produk atau jasa yang
dihasilkan secara benar sejak awal. Pandangan ini
dianut oleh para pendukung filosofi TQM. Biaya tidak
hanya mencakup biaya langsung, tetapi juga biaya
yang akibat kehilangan pangsa pasar dan banyak
biaya tersembunyi lainnya serta peluang yang hilang
dan tidak teridentifikasi oleh sistem akuntansi biaya
modern.
Hadirnya Total Quality Management memberi pendapat
bahwa zero defect harus menjadi sasaran perusahaan.
Perusahaan seharusnya menganalisis penyebab semua
kesalahan dan mengambil tindakan untuk
memperbaikinya. Terdapat perbedaan antara pandangan
tradisional, biaya terendah dicapai pada level non zero

202
TOTAL QUALITY MANAGEMENT

defect. Pendukung pandangan ini berpendapat bahwa


biaya untuk mengatasi kesalahan meningkat dengan
semakin banyaknya kesalahan yang terdeteksi dan
berkurang apabila ada sedikit kesalahan dibiarkan.
Sebaliknya, Total Quality Management berpendapat
bahwa biaya terendah dicapai pada level zero defect.
Pendukung pendangan ini berpendapat bahwa meskipun
kesalahan yang ada itu jumlahnya besar, tetapi hal ini
tidak memerlukan lebih banyak baiya untuk memperbaiki
kesalahan yang terakhir tersebut dibandingkan dengan
mengkoreksi kesalahan pertama. Oleh karena itu, biaya
total menurun terus sampai kesalahan terakhir diatasi.
Dalam hal ini, Total Quality Management berpendapat
bahwa kualitas tanpa biaya.
Tampak bahwa Total Quality Management sangat
berkaitan dengan biaya karena dengan peningkatan
kualitas maka perusahaan dapat menekan biaya,
terutama dalam mengurangi atau menghilangkan
pemborosan. Penekanan biaya yang lain adalah karena
perusahaan tidak menghasilkan produk cacat.

203
TOTAL QUALITY MANAGEMENT

Daftar Pustaka
Gaspersz, V. (2005). Total Quality Management. Jakarta:
PT. Gramedia Pustaka Utama.
Ghozali, I. (2005), Aplikasi Analisis Multivariat dengan
Program SPSS. Semarang: Universitas Diponegoro.
Ghozali, I. (2008). Structural Equation Modelling Metode
Alternatif dengan Partial Least Square PLS. (Ed. 2).
Semarang: Universitas Diponegoro.
Ilyas, Y. (2001). Kinerja: Teori, Penilaian dan Penelitian.
Jakarta: FKM UI.
Irfani, Y. dan Rahmana, A. (2010). Analisis Pengaruh
Implementasi Total Quality Management (TQM)
terhadap Kinerja Karyawan Melalui Kualitas Inovasi.
Proceeding seminar Nasional IV Manajemen dan
Rekayasa 2010.
Ishikawa, Kaoru. (1985). Pengendalian Mutu Terpadu.
Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Jahanshahi, A. A., Rezaie, M., Nawaser, K., Ranjbar, V.,
& Pitamber, B. K. (2012). Analyzing the Effect of
Electronic Commerce on Organizational Performance:
Evidence from Small and Medium Enterprises. African
Journal of Business Management, 6(15), 6486-6496.
Li, S., Ragu-Nathan, B., Ragu-Nathan, T. S., and Rao, S.
Subba. (2006). The Impact of Supply Chain
Management Practices on Competitive Advantage and
Organizational Performance. Omega, 34, 107-124.
Nasution, M. N. (2005). Manajemen Mutu Terpadu: Total
Quality Management, Edisi Kedua. Bogor: Ghalia
Indonesia. Pheng, L. S. dan Koh, T.Y. (2010).
Empiricist Framework for TQM Implementation in
Contruction Companies. Journal of Management in
Engineering, 26(3), 133-143.
Prayhoego, Callystha dan Devie. (2013). Analisa Pengaruh
Total Quality Management Terhadap Keunggulan
Bersaing dan Kinerja Perusahaan. Business
Accounting Review, 1.

204
TOTAL QUALITY MANAGEMENT

Raykov, T. (2001). Bias of coefficient alpha for congeneric


measures with correlated errors. Applied Psychological
Measurement, 25, 69–76.
Rivai, V. dan Basri, A.F.M. (2005). Performance Appraisal:
Cetakan Pertama. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Samson, D. dan Terziovski, M. (1999). The Relationship
between Total Quality Management Practices and
Operational Performance. Journal of Operations
Management, 4, 393-409.
Tjiptono, F. dan Diana, A. (2001). Total Quality
Management Edisi Revisi. Yogyakarta: Penerbit Andi.
Venkatraman, N. & Ramanujam, V. (1986). Measurement
of Business Performance in Strategy Research: A
Comparison of Approaches. Academy of Management
Review, 11, 801-814.

205
TOTAL QUALITY MANAGEMENT

Profil Penulis
Hardi Fardiansyah, S.E., S.H., M.Ec.Dev.
Penulis mempunyai latar belakang pendidikan di
bidang hukum, ekonomi & politik. Hal tersebut
membuat penulis untuk mempelajari multidisiplin
ilmu untuk menunjang kariernya sebagai advokat,
trainer, pembicara dan Konsultan di beberapa
Perusahaan BUMN, Pemerintah Daerah maupun Perusahaan
Swasta. Pada saat ini, Penulis juga berprofesi sebagai Akademisi
dengan menjabat Ketua II Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Dharma
Andigha dan sedang menyelesaikan Program Doktor di bidang
Hukum di Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta serta Program
Doctor of Philosophy (Ph.D) Jurusan Business Law di salah satu
Universitas Terkemuka di Malaysia. Penulis memiliki
ketertarikan menulis di bidang hukum, ekonomi, administrasi
dan politik serta aktif menulis buku dan beberapa karya berupa
jurnal ilmiah, nasional maupun internasional dengan harapan
dapat memberikan kontribusi positif bagi bangsa dan negara
yang sangat tercinta.
E-mail Penulis : hardifardiansyah.law@gmail.com

206
14
PRINSIP DAN MANFAAT TQM

Dr. Hasmin, S.E., M.Si.


STIE Amkop Makassar

Pengertian TQM

TQM adalah pendekatan manajemen kualitas yang


berfokus pada pelanggan yang melibatkan semua tingkat
pegawai dalam melakukan perbaikan atau peningkatan
yang berkelanjutan. TQM mengintegrasikan disiplin
kualitas ke dalam budaya dan tindakan perusahaan
melalui strategi, data, dan komunikasi yang efektif.
Total/keseluruhan, kualitas (derajat/tingkat
kesempurnaan barang atau jasa), dan manajemen adalah
tiga kata yang merupakan kualitas terpadu, yang biasa
dikenal dengan TQM (action, art, how to handle, control,
direction). TQM didefinisikan sebagai sistem manajemen
yang berfokus utama pada kepuasan pelanggan (customer
satisfaction), melalui perbaikan terus-menerus
(continuous improvement), dan menggairahkan pegawai
(dari tiga kata yang dimilikinya) (Besterfield et al., 2012;
Sadgrove, 1995).
TQM juga merupakan teknik manajemen yang
menekankan kepuasan pelanggan sebagai sarana untuk
mencapai kesuksesan jangka panjang. Untuk
menghasilkan produk dan layanan berkualitas tinggi yang
memenuhi kriteria kepuasan pelanggan, TQM
mengharuskan semua anggota organisasi atau pegawai
perusahaan berpartisipasi secara aktif dalam
meningkatkan proses, produk, layanan, dan budaya di

207
PRINSIP DAN MANFAAT TQM

mana mereka beroperasi. TQM adalah teknik manajemen


yang mencoba menanamkan kesadaran kualitas di
seluruh operasi organisasi.
ISO menerapkan manajemen mutu terintegrasi sebagai
salah satunya. TQM adalah gaya manajemen berorientasi
kualitas yang berfokus pada keterlibatan semua anggota
dan bertujuan untuk kesuksesan jangka panjang melalui
kepuasan pelanggan sambil memberi manfaat bagi semua
anggota bisnis dan masyarakat. TQM juga dapat
didefinisikan sebagai metode customer-centric untuk terus
meningkatkan operasi perusahaan.
Gagasan yang terkandum dalam TQM dapat memastikan
semua departemen atau pegawai bekerja sama untuk
meningkatkan kualitas produk atau layanan. Hal ini
dapat tercermin dalam proses produksi serta menawarkan
layanan terbaik. Di sisi lain, saat membuat keputusan,
implementasinya akan didasarkan pada fakta, dengan
pengukuran kinerja sebagai parameter kemajuan.
Manajemen kualitas total dibangun di atas gagasan
bahwa jika pelanggan perusahaan senang, itu akan
berhasil. Seluruh kendaraan manajemen mutu terdiri dari
komponen-komponen seperti manajemen harian,
manajemen kebijakan, manajemen lintas fungsi, dan
gugus kendali mutu.
Kualitas harus didefinisikan dari perspektif yang luas.
Beberapa elemen mempengaruhi terhadap berkualitas
atau tidaknya suatu barang, antara lain:
1. Kualitas mencakup upaya untuk memenuhi atau
melampaui harapan konsumen.
2. Kualitas mencakup semua bidang perusahaan,
termasuk produk, layanan, orang, prosedur, dan
lingkungannya.
3. Kualitas adalah keadaan pertumbuhan yang konstan
(apa yang dianggap berkualitas saat ini mungkin
dianggap kurang berkualitas di lain waktu).
4. Kualitas adalah keadaan produk, jasa, orang, proses,
dan lingkungan yang memenuhi atau melampaui
harapan.

208
PRINSIP DAN MANFAAT TQM

TQM juga dapat dianggap sebagai cara menjalankan


perusahaan yang berfokus pada peningkatan daya saing
dengan terus meningkatkan barang, jasa, tenaga kerja,
proses, dan lingkungan (Nasution, 2005). TQM seperti
kualitas, dapat didefinisikan sebagai:
1. Semua fungsi perusahaan dimasukkan ke dalam
konsep holistik berdasarkan cita-cita kualitas, kerja
tim, produktivitas, pemahaman, dan kesenangan
pelanggan (Ishikawa, 2005) .
2. Gaya manajemen yang menekankan pada
kebahagiaan pelanggan dan mengutamakan kualitas
sebagai strategi perusahaan dengan melibatkan
seluruh karyawan (Pantouvakis and Psomas, 2016).
Sejarah TQM
Asal-usul TQM, dapat ditelusuri kembali ke filosofi
manajemen W. Edwards Deming (Deming, 1986; Lakhe
and Mohanty, 1994). Lebih lanjut, metode TQM berhasil
digunakan dalam industri di Jepang pada 1950-an. TQM
tidak pernah sepenuhnya diterapkan di dunia Barat
sepanjang tahun 1980-an. Abad ke-21 membawa masalah
baru, namun daya tarik TQM tetap kuat. Perbaikan terus-
menerus, “Just in time Management”, dan teknik “Kanban”
adalah variasi dari system TQM.
Semua metode ini, diarahkan untuk memberikan barang
dan jasa berkualitas tinggi. Semua berorientasi pada
pelanggan, dan output ditingkatkan melalui kolaborasi,
kepemimpinan, dan analisis statistik. TQM dan teknik
serupa menempatkan penekanan kuat pada pelanggan.
Pelanggan adalah alasan sebuah perusahaan ada, dan
mengarahkan setiap fungsi bisnis mengarah pada
peningkatan kepuasan pelanggan.
Pelanggan adalah alasan keberadaan perusahaan, dan
memfokuskan setiap proses bisnis menghasilkan produk
berkualitas tinggi dengan tingkat kegagalan yang rendah.
TQM dimulai di Amerika Serikat selama Perang Dunia II,
ketika W. Edward Deming, seorang ahli statistik,
membantu para insinyur dan teknisi dalam menerapkan
teori statistik untuk meningkatkan kualitas manufaktur

209
PRINSIP DAN MANFAAT TQM

(Deming, 1986) walaupun gagasannya dianggap tidak


masuk akal oleh perusahaan Amerika saat itu.
Kemudian, Daming melanjutkan ke Jepang dengan
mengajar para pemimpin bisnis senior tentang
pengendalian kualitas dengan metode statistik dan
mengajarkan mereka bahwa jika mereka mengikuti
sarannya, mereka dapat mengembangkan negara mereka.
Selama dan setelah Perang Dunia II, TQM muncul sebagai
tanggapan terhadap masalah yang menghubungkan
pendekatan kualitas teknis dengan tenaga kerja tidak
terampil atau semi terampil yang meningkat pesat.
Meskipun banyak dari konsep ini berasal dari Amerika
Serikat, sebagian besar diterapkan dan diperluas oleh
perusahaan Jepang mulai tahun 1950-an (Best and
Neuhauser, 2006).
TQM, seperti metode kualitas teknis, menekankan nilai
masukan, tetapi melampaui keterampilan teknis untuk
menggabungkan motivasi dan kapasitas untuk bekerja
dalam tim untuk memecahkan masalah. TQM juga
menekankan perlunya proses bisnis yang baik, terutama
yang menghilangkan hambatan internal, dan yang
sepenuhnya memahami kebutuhan pelanggan secara
tepat sehingga tuntutan mereka dapat dipenuhi.
TQM sekarang paling baik dianggap sebagai filosofi
manajemen yang luas daripada pendekatan khusus
terhadap kualitas karena kebutuhan ini. The European
Foundation for Quality Management (EFQM) telah
mengadopsi konsep TQM, yang didasarkan pada Malcolm
Baldrige Quality Award (MBQA) di Amerika Serikat dan
pendahulunya di Jepang, (Deming, 1986). Evolusi gerakan
manajemen kualitas total (TQM) dimulai pada tahun
1920-an dengan Frederick Taylor, bapak manajemen
ilmiah, mengangkat aspek paling mendasar dari
manajemen ilmiah, yaitu pemisahan antara perencanaan
dan implementasinaif.
TQM dibangun di atas dasar pengendalian proses statistik
(SPC), sebuah konsep manajemen manufaktur yang
pertama kali dikembangkan oleh Edward Deming dan
Joseph Juran setelah Perang Dunia II untuk membantu

210
PRINSIP DAN MANFAAT TQM

pembangunan kembali infrastruktur Jepang. Angkatan


Laut AS menyebut konsep Deming dan Juran TQM pada
tahun 1985 ketika mereka terus berkembang (Zhihai
Zhang, 2000). Kita tahu bahwa TQM masih berkembang,
matang, dan diversifikasi untuk aplikasi di bidang
manufaktur, industri jasa, kesehatan, dan, baru-baru ini,
pendidikan.
Mengikuti ajaran (Crosby, 1979; Deming, 1986; Juran,
1989) dalam mengadopsi TQM diperlukan, tetapi tidak
cukup. Karena TQM masih berkembang, penting untuk
memahami bagaimana manajemen dan efektivitas
organisasi berkontribusi pada pengembangan TQM
sebagai dimensi baru. Kontribusi bidang ini adalah
dimensi berbeda yang dapat disebut sebagai akar TQM,
dan terdiri dari dinamika kelompok, pengembangan
organisasi, sistem sosio-teknis, dan topik lainnya.
TQM adalah teknik yang sama sekali berbeda dari apa
yang dibuat di Jepang pada 1950-an dan pertama kali
diterapkan di Amerika Serikat pada 1980-an. Di banyak
bidang, penerapan TQM memerlukan sistem manajemen
mutunya sendiri. Meskipun, sejak orang Mesir Kuno
memperkirakan persentase batu yang digunakan untuk
membuat piramida empat ribu tahun yang lalu, kualitas
sebenarnya telah diakui. Namun, seiring berjalannya
waktu dan revolusi industri, fungsi kualitas berkembang
melalui tahapan berikut:
12. Inspeksi (Inspection)
Pada tahun 1920-an, konsep kualitas kontemporer
lahir. Bagian inspeksi dan peninjauan adalah
kelompok kualitas yang paling penting. Selama
produksi, inspektur melakukan pengukuran untuk
memastikan bahwa produk memenuhi kriteria.
Departemen inspeksi, di sisi lain, tidak otonom karena
biasanya melapor ke pabrik.
Hal ini akhirnya menimbulkan konflik kepentingan.
Akibatnya, jika pemeriksaan menolak hasil jalur
produksi yang tidak sesuai, pabrik akan berusaha
untuk melewatinya terlepas dari kualitas produk. Di
permukaan, nama-nama berbagai profesional statistik

211
PRINSIP DAN MANFAAT TQM

menonjol pada periode ini, termasuk Walter A.


Sewhart tahun 1924 (Best and Neuhauser, 2006),
yang menemukan ide statistik untuk mengatur faktor
produk seperti panjang, lebar, berat, dan tinggi,
antara lain. Pada akhir 1920-an, H. F. Dadge dan H.
G. Romig adalah pionir dalam menggunakan sampling
untuk memverifikasi penerimaan produk (acceptance
sampling).
2. Pengendalian Mutu (Quality Control)
Kelompok inspeksi berkembang menjadi departemen
kendali mutu pada 1920-an. Karena adanya Perang
Dunia II menuntut tidak adanya cacat pada produk
militer, maka kualitas produk militer dimanfaatkan
sebagai salah satu variabel penentu kemenangan
perang. Tentu saja, hal ini harus diantisipasi dengan
pengendalian mutu yang dilakukan selama proses
manufaktur, sehingga tanggung jawab mutu
dipindahkan ke departemen kendali mutu yang
terpisah. Bagian pabrik kemudian dipisahkan dari
bagian ini, yang memiliki otonomi penuh.
Selain itu, teknik statistik seperti bagan kendali dan
pengambilan sampel tersedia bagi inspektur kualitas.
Pada titik ini, sebuah nama muncul di benak yaitu
Feigenbaum (Pradhan, 2014), pendiri Total Quality
Control pada tahun 1960. Feegenbaum kemudian
mengembangkan konsep baru pada tahun 1970, yaitu
Total Quality Control Organization-wide, diikuti oleh
konsep baru lainnya pada tahun 1983, yaitu gagasan
dari Sistem Mutu Total.
3. Pemastian Mutu (Quality Assurance)
Kontrol kualitas berkembang menjadi jaminan
kualitas sebagai akibat dari rekomendasi statistik
yang sering tidak sesuai dengan struktur pengambilan
keputusan yang ada. Departemen jaminan kualitas ini
bertanggung jawab untuk menjamin proses dan
kualitas produk melalui audit operasional, pelatihan,
analisis kinerja teknis, dan instruksi operasi
peningkatan kualitas. Penjaminan mutu bekerja sama
dengan departemen lain untuk memastikan bahwa

212
PRINSIP DAN MANFAAT TQM

kinerja setiap departemen memiliki kualitas terbaik.


Pada titik ini, Feigenbaum sebagai pendiri Total
Quality Control pada tahun 1960 yang kemudian
menciptakan gagasan baru pada tahun 1970
(Feigenbaum, 1983).
4. Manajemen Mutu (Quality Management)
Penjaminan mutu didasarkan pada status quo
(sebagaimana adanya). Oleh karena itu, satu-satunya
upaya dilakukan untuk memastikan bahwa
pengendalian mutu dilaksanakan, tetapi tidak banyak
berpengaruh pada peningkatannya. Akibatnya, faktor
kualitas harus diperiksa dan perbaikan direncanakan
melalui penerapan fungsi manajemen mutu untuk
mengantisipasi persaingan.
5. Manajemen Mutu Terpadu (Total Quality Management)
Kepuasan pelanggan terhadap kualitas dipengaruhi
oleh lebih dari sekedar fungsi manufaktur dalam
pengembangan manajemen mutu. Dalam hal ini,
kualitas tidak lagi terbatas pada satu komponen saja,
tetapi sudah menjadi tanggung jawab semua orang
dalam organisasi. Total Quality Management adalah
nama yang diberikan untuk pola ini.
Prinsip TQM
Ide-ide TQM diadvokasi oleh sejumlah orang. Salah
satunya adalah Bill Crash, yang pada tahun 1995
menyatakan bahwa program TQM harus mengikuti empat
kriteria agar berhasil. TQM merupakan suatu konsep yang
bertujuan untuk menerapkan sistem manajemen mutu
kelas dunia (Nasution, 2005). TQM adalah sebuah konsep
yang bertujuan untuk menerapkan sistem manajemen
mutu kelas dunia (Scheuing and Christopher, 1993)
diperlukan perubahan yang signifikan dalam budaya
organisasi dan sistem nilai untuk ini.
Berikut empat prinsip tersebut:
1. Program TQM harus dibangun di atas kesadaran
kualitas dan berorientasi pada kualitas dalam semua

213
PRINSIP DAN MANFAAT TQM

kegiatannya, termasuk setiap proses dan produk, di


seluruh program.
2. Program TQM harus memiliki aspek manusiawi yang
kuat dalam hal menegakkan, melibatkan, dan
menginspirasi personel.
3. Program TQM harus didasarkan pada strategi
terdesentralisasi yang mendistribusikan otoritas di
semua tingkatan, terutama di garis depan, untuk
memastikan bahwa ketulusan untuk keterlibatan dan
tujuan bersama terwujud.
4. Program TQM harus dijalankan secara keseluruhan,
memastikan bahwa semua prinsip, kebijakan, dan
praktik diterapkan di seluruh bisnis.
Selanjutnya, menurut (Creech, 1996), prinsip-prinsip
sistem TQM harus dibangun di atas dasar lima pilar
sistem: produk, proses, organisasi, kepemimpinan, dan
komitmen. Produk berfungsi sebagai titik fokus untuk
tujuan dan pencapaian perusahaan. Kualitas dalam
produk tidak mungkin dicapai tanpa kualitas dalam
proses pembuatannya.
Tanpa organisasi yang efektif, kualitas dalam proses tidak
dapat dicapai. Tanpa pemimpin yang tepat, bahkan
organisasi terbaik pun tidak ada gunanya. Pilar dukungan
untuk semua orang lain adalah komitmen kuat dari
bawah ke atas. Setiap pilar bergantung pada empat
lainnya, dan ketika salah satu gagal, yang lain mengikuti.
Penerapan konsep baru seperti TQM harus
mempertimbangkan sejumlah faktor. Menggunakan ide
TQM dalam bisnis memiliki banyak manfaat, terutama
dalam jangka panjang.
Manfaat yang signifikan termasuk pendapatan yang lebih
tinggi, produktivitas, dan faktor lainnya. Ada juga manfaat
tidak berwujud, seperti peningkatan keterlibatan staf,
kerja sama pegawai yang efektif, kebahagiaan pelanggan,
dan komunikasi yang memadai. Namun, pelaksanaan
proses pelatihan untuk staf yang relevan membutuhkan
waktu. Dalam hal ini, perusahaan harus menganggarkan
dana untuk prosedur pelatihan yang tidak sedikit.

214
PRINSIP DAN MANFAAT TQM

Pelatihan yang diberikan, di sisi lain, merupakan investasi


jangka panjang bagi organisasi. Untuk beberapa
perusahaan, TQM mungkin merupakan sistem baru yang
akan diterapkan, dan mereka harus bersiap menghadapi
resistensi pegawai jika mereka lebih menyukai metode
lama. Akibatnya, perusahaan harus berkomunikasi
secara efektif untuk menghindari hal ini.
TQM adalah strategi yang menguntungkan untuk bisnis,
meskipun memerlukan sejumlah pertimbangan kritis
selama proses perencanaan sampai implementasinya.
Jika dilaksanakan secara efektif dan tepat, pendekatan
tersebut akan memberikan banyak manfaat bagi
perusahaan.
Standar Internasional untuk manajemen mutu mengikuti
sejumlah prinsip manajemen mutu. Manajemen puncak
menggunakan ide-ide ini untuk memandu prosedur
organisasi menuju kinerja yang lebih baik (Hoyle and
Thompson, 2002), sebagai berikut:
1. Berpusat pada pelanggan (customer focus);
2. Kepemimpinan (leadership);
3. Keterlibatan orang (engagement of people);
4. Pendekatan proses (process approach);
5. Pengembangan berkelanjutan (continuous
improvement);
6. Mengambil keputusan berdasarkan bukti (evidence-
based decision making);
7. Manajemen jaringan (relationship management).

215
PRINSIP DAN MANFAAT TQM

Gambar 1. Prinsip Manajemen Mutu


(Dimodifikasi dari Besterfield et al., 2012; Hoyle and
Thompson, 2002; Mohammed et al., 2013)
Prinsip-prinsip TQM ini akan membantu setiap tujuan
organisasi untuk memenuhi atau melampaui harapan dan
kebutuhan konsumen organisasi. Kualitas meningkat
ketika operasi perusahaan menjadi lebih efisien, seperti
halnya kemampuannya untuk mengenali dan memenuhi
kebutuhan pelanggan saat ini dan pelanggan potensial.
Loyalitas pelanggan dapat meningkat jika semakin banyak
pelanggan yang puas. Loyalitas pelanggan ditentukan oleh
kemampuan perusahaan untuk mengenali dan
memanfaatkan prospek pelanggan baru yang akan
meningkatkan pendapatan.
Kepemimpinan dapat membuat atau menghancurkan
kesuksesan perusahaan. Karyawan dan pemegang saham
sama-sama merasakan rasa memiliki di bawah
kepemimpinan yang hebat.
Menciptakan budaya bisnis yang dinamis dengan
menumbuhkan lingkungan internal yang mendorong
potensi maksimal karyawan. Karyawan harus terlibat
dalam pengembangan tujuan dan sasaran perusahaan
yang jelas. Akibatnya, karyawan akan lebih termotivasi,
menghasilkan peningkatan produksi dan loyalitas.

216
PRINSIP DAN MANFAAT TQM

Keterlibatan karyawan, baik penuh waktu, paruh waktu,


outsourcing, atau internal, merupakan komponen penting
lainnya yang harus diupayakan manajemen untuk terlibat
dalam inisiatif yang menghasilkan dan menyampaikan
nilai. Karyawan harus dilatih dan diberi kesempatan
untuk meningkatkan kemampuan dan bekerja secara
teratur. Pemberdayaan karyawan, partisipasi dalam
pengambilan keputusan, dan penghargaan atas
pencapaian merupakan faktor penting dalam
meningkatkan keterlibatan karyawan.
Orang-orang lebih percaya diri dan terinspirasi untuk
bekerja secara maksimal ketika mereka merasa dihormati.
Karyawan yang benar-benar terlibat merasa diberdayakan
dan bertanggung jawab atas tindakan mereka. Karena
kinerja organisasi sangat penting, strategi utama harus
meningkatkan efisiensi dan efektivitas operasi bisnis.
Prosedur yang dapat menggerakkan perusahaan menuju
keseragaman yang lebih baik, tindakan yang lebih cepat,
biaya yang lebih sedikit, pemborosan yang lebih sedikit,
dan perbaikan berkelanjutan adalah pencapaian mutu.
Pemimpin diharapkan untuk mengelola dan mengontrol
input dan output organisasi, serta proses yang
menghasilkan hasil tersebut.
Tujuan organisasi adalah untuk mendorong keterlibatan
aktif dalam pertumbuhan jangka panjang. Pertumbuhan
perusahaan dapat dilihat dari peningkatan produksi,
fleksibilitas organisasi, dan kemampuan mencari peluang
baru. Bisnis harus dapat secara teratur mengembangkan
prosedur baru dan menanggapi perubahan kondisi pasar.
Bisnis yang memiliki pemahaman yang lebih baik tentang
pasar membuat penilaian berdasarkan data yang telah
diverifikasi dan diselidiki. Mereka mampu menyelesaikan
tugas dan menggambarkan aktivitas mereka sebelumnya.
Pengambilan keputusan berbasis fakta diperlukan untuk
memahami hubungan sebab-akibat, serta untuk
menjelaskan implikasi potensial dan konsekuensi yang
tidak diinginkan.

217
PRINSIP DAN MANFAAT TQM

Kemitraan antara pemasok dan pengecer harus saling


menguntungkan. Kinerja suatu perusahaan dapat
dipengaruhi oleh berbagai pemangku kepentingan.
Operasi rantai pasokan harus dikelola dengan baik, dan
hubungan antara perusahaan dan pemasoknya harus
ditingkatkan, untuk memberikan dampak paling besar
pada keberhasilan perusahaan. Ketika sebuah organisasi
menangani koneksi pemangku kepentingannya dengan
tepat, kemungkinan besar akan mencapai kesuksesan
dan kolaborasi perusahaan jangka panjang.
Dalam beberapa penelitian TQM dapat diukur dengan
beberapa dimensi sebagai karakteristik dari TQM
(Mohammed et al., 2013; Prajogo and Sohal, 2003)
tersebut, di antaranya:
1. Leadership
2. Strategic planning
3. Customer focus
4. Information & analysis
5. People management
6. Process management.
Elemen Pokok TQM
TQM adalah sistem manajemen untuk bisnis berorientasi
pelanggan di mana semua pegawai terlibat dalam
perbaikan terus-menerus. Melalui strategi, data, dan
komunikasi yang efektif, ia memasukkan disiplin kualitas
ke dalam budaya dan aktivitas organisasi. Sistem
manajemen mutu saat ini, yang merupakan penerus TQM,
mengandung banyak gagasan ini. TQM terdiri dari
delapan komponen utama. Berikut delapan komponen
utama (Besterfield et al., 2012; Dale, 2007; Milosan, 2014)
tersebut:
1. Berfokus pada Pelanggan (Customer-Centricity)
Pelanggan pada akhirnya menentukan tingkat
keunggulan. Konsumen adalah orang yang
memutuskan apakah kualitas produk atau jasa
perusahaan memenuhi kebutuhannya atau tingkat

218
PRINSIP DAN MANFAAT TQM

kualitas yang diinginkannya. Apa pun yang dilakukan


organisasi atau perusahaan, seperti pelatihan
personel, peningkatan proses, penggunaan mesin
modern, atau penerapan teknologi mutakhir,
pelanggan pada akhirnya mengevaluasi apakah upaya
tersebut bermanfaat.
2. Jumlah Partisipasi Pegawai
Semua pegawai bekerja menuju satu tujuan. Pegawai
merupakan sumber daya yang berharga bagi
organisasi dalam mencapai tujuannya. Akibatnya,
partisipasi staf secara keseluruhan dapat membantu
perusahaan melakukan proses dan peningkatan
kualitas yang berkelanjutan, menghasilkan produk
dan layanan terbaik bagi pelanggannya. Sangat
penting untuk melatih dan meningkatkan
keterampilan pegawai dalam melaksanakan pekerjaan
mereka untuk memberdayakan mereka. Komitmen
total pegawai hanya dapat dicapai jika rasa takut telah
dihilangkan dari tempat kerja, pemberdayaan telah
terjadi, dan manajemen telah menyediakan
lingkungan yang sesuai. Dalam sistem kerja
berkinerja tinggi, upaya perbaikan perusahaan terus
menerus terjalin dengan tugas-tugas rutin karyawan.
Tim kerja yang dikelola sendiri adalah contoh
pemberdayaan.
3. Perhatian yang Berpusat pada Proses
Basis inti sistem manajemen TQM adalah perbaikan
proses. Prosedur terdiri dari serangkaian proses yang
dimulai dengan menerima input dari pemasok internal
dan eksternal dan diakhiri dengan output yang dikirim
ke klien (internal dan eksternal). Proses adalah
serangkaian tindakan yang menerima masukan dari
penyedia internal atau eksternal dan mengubahnya
menjadi sesuatu yang berharga.
4. Sistem Terintegrasi (Integrated System)
Kompetensi dan lingkup pekerjaan yang berbeda
membentuk departementalisasi vertikal dan
horizontal perusahaan. Semua ini memerlukan sistem

219
PRINSIP DAN MANFAAT TQM

yang terintegrasi dengan baik yang memastikan


bahwa semua karyawan mengetahui visi, misi,
strategi, tujuan, dan sasaran perusahaan.
Proses mikro digabungkan untuk menghasilkan
proses yang lebih besar, dan semua proses
digabungkan untuk membentuk proses bisnis, yang
sangat penting untuk pembuatan dan implementasi
strategi. Setiap orang harus memahami visi, tujuan,
dan prinsip panduan organisasi, serta kebijakan
mutu, tujuan, dan proses kritis. Kinerja perusahaan
harus dipantau dan dikomunikasikan secara teratur.
Kriteria Baldrige Award dan/ atau standar ISO 9000
dapat digunakan untuk memodelkan sistem bisnis
yang terintegrasi. Setiap perusahaan memiliki budaya
kerja sendiri, dan secara praktis tidak mungkin
mencapai keunggulan dalam produk dan layanan
tanpa membangun budaya berkualitas tinggi.
Akibatnya, sistem terintegrasi menghubungkan aspek
proses peningkatan bisnis sehingga pelanggan,
karyawan, dan pemangku kepentingan lainnya dapat
mengantisipasi lebih banyak dari perusahaan.
5. Pendekatan yang Strategis dan Sistematis
Menggunakan strategi yang terencana dan ilmiah
untuk mencapai visi, misi, dan tujuan organisasi
merupakan aspek penting dari manajemen mutu.
Metode ini, yang juga dikenal sebagai perencanaan
strategis atau manajemen strategis, menekankan
kualitas. Manajemen mutu memerlukan pendekatan
yang terencana dan ketat untuk mencapai visi, misi,
dan tujuan perusahaan. Perancangan dan
perencanaan strategi untuk memasukkan konsep
kualitas ke dalam strategi perusahaan secara
keseluruhan merupakan bagian dari proses ini.
6. Perbaikan Berkelanjutan (Continual Improvement)
TQM menekankan perbaikan proses yang
berkesinambungan. Peningkatan berkelanjutan
mendorong bisnis untuk menganalisis operasi mereka
dan mengembangkan cara yang lebih kompetitif dan

220
PRINSIP DAN MANFAAT TQM

efektif untuk mencapai tujuan dan harapan semua


pemangku kepentingan.
7. Pengambilan Keputusan Berdasarkan Fakta
Data metrik kinerja diperlukan untuk menentukan
seberapa baik perusahaan beroperasi. Data
diperlukan untuk mengetahui sejauhmana kemajuan
kinerja suatu perusahaan. TQM mengharuskan
pengumpulan dan analisis data secara berkelanjutan
agar pilihan atau kebijakan benar-benar tepat dan
tepat sasaran. Kita dapat menarik kesimpulan
berdasarkan fakta dan kejadian atau hasil
sebelumnya.
8. Komunikasi (Communication)
Selama transformasi organisasi dan operasi sehari-
hari, komunikasi yang efektif sangat penting dalam
menjaga moral dan mendorong pekerja di semua
tingkatan. Komunikasi dipengaruhi oleh strategi,
pendekatan, dan ketepatan waktu. Organisasi pasti
akan mengalami perubahan dalam operasinya sehari-
hari, termasuk perubahan strategi, kebijakan, jadwal,
dan teknik pelaksanaan. Semua personel yang
terkena dampak harus diberi tahu sepenuhnya
tentang perubahan tersebut. Komunikasi yang baik
akan membantu meningkatkan motivasi dan moral di
tempat kerja, memungkinkan organisasi untuk
mencapai tujuannya.
Keuntungan Implementasi TQM
Manfaat utama jangka panjang TQM tidak dapat
dipisahkan dari kepuasan pelanggan. Tujuan utamanya
adalah untuk meningkatkan kualitas produk, layanan,
dan pengalaman pelanggan dengan mendefinisikan nilai
kualitas ideal berdasarkan harapan konsumen. Dalam
sudut pandang klien, ini tidak diragukan lagi akan
memberi Anda keunggulan kompetitif atas pesaing Anda.
Manfaat sebenarnya termasuk peningkatan kualitas
produk, produktivitas yang lebih baik, peningkatan
pangsa pasar, dan peningkatan pendapatan. Kerja tim
yang efektif, peningkatan semangat untuk bekerja,

221
PRINSIP DAN MANFAAT TQM

budaya partisipatif, kebahagiaan pelanggan, hubungan


manusia yang lebih baik, komunikasi yang lebih baik, dan
kapasitas untuk membangun citra perusahaan yang lebih
kuat, di sisi lain, adalah manfaat tidak berwujud. TQM, di
sisi lain, membutuhkan sejumlah besar pelatihan bagi
individu yang tertarik di dalamnya. Pelatihan memiliki
dampak keuangan negatif jangka pendek karena dapat
menjauhkan orang dari pekerjaan rutin mereka.
Perusahaan harus melihat ini sebagai investasi jika
mereka ingin meningkatkan keuntungan mereka.
TQM memiliki kecenderungan untuk menimbulkan
sentimen negatif dari pegawai yang lebih menyukai sistem
saat ini atau takut kehilangan pekerjaan sebagai akibat
dari TQM. Hal ini disebabkan oleh fakta bahwa TQM lebih
cenderung memberikan serangkaian perubahan kecil
yang berkelanjutan. Sistem TQM yang baik di tempat kerja
akan mendapat dukungan penuh manajemen untuk
mengambil inisiatif perbaikan, yang akan didukung oleh
pegawai, dan akan terus fokus pada perbaikan prosedur
untuk menghindari kesalahan. Selanjutnya, organisasi
harus berusaha untuk meningkatkan pengelolaan
keuangan mereka agar lebih akurat, rapi, dan efektif
untuk pertumbuhan perusahaan.
Perusahaan juga akan menuai manfaat lain dari
menggunakan TQM dalam operasi mereka (Besterfield et
al., 2012), termasuk yang berikut:
1. Pengurangan biaya, TQM dapat mengurangi biaya di
seluruh organisasi, terutama di bidang memo,
pengerjaan ulang, layanan lapangan, dan biaya
garansi, jika diterapkan secara konsisten dari waktu
ke waktu. TQM akan membantu perusahaan untuk
meningkatkan pendapatan secara tidak terduga
karena penghematan biaya akan langsung mencapai
laba tanpa menimbulkan biaya tambahan.
2. Kepuasan pelanggan, mengapa teknik manajemen ini
harus mengarah pada pengurangan keluhan
pelanggan? Interaksi dengan pelanggan lebih
mungkin bebas dari kesalahan jika perusahaan
menyediakan produk atau layanan yang lebih unggul

222
PRINSIP DAN MANFAAT TQM

dari pesaingnya. Selanjutnya, tingkat kepuasan


pelanggan yang tinggi akan meningkatkan pangsa
pasar karena pelanggan dapat mendatangkan
pelanggan baru atas nama organisasi. Ini disebut
sebagai iklan dari mulut ke mulut. Strategi penjualan
lainnya jauh lebih tidak menguntungkan dan efektif
daripada dari mulut ke mulut.
3. Mengurangi kesalahan, sistem manajemen TQM lebih
memperhatikan peningkatan kualitas proses daripada
memeriksanya. Ini akan mempersingkat waktu yang
dibutuhkan untuk menyelesaikan masalah.
4. Meningkatkan semangat kerja pegawai, keefektifan
penerapan sistem manajemen TQM akan terus
dirasakan dan terbukti mampu mendorong semangat
kerja staf secara nyata. Pergantian pegawai akan
berkurang, demikian juga biaya perekrutan dan
pelatihan personel baru. Jika TQM diterapkan dengan
benar, organisasi akan menuai manfaat ini dalam
jangka panjang. Saat pergantian (atau pergantian
pegawai) menurun, biaya yang didedikasikan untuk
merekrut dan melatih personel baru akan turun.
5. Memperkuat perusahaan untuk bersaing, TQM sangat
berguna dalam menentukan tingkat persaingan dan
merancang taktik yang efektif ketika berhadapan
dengan pesaing dagang. Penggunaan filosofi TQM
dapat membantu bisnis dalam hal ini. Dalam
menghadapi persaingan perdagangan yang ketat,
kelangsungan hidup organisasi merupakan isu kritis
yang harus diperhatikan. TQM, di sisi lain, akan
membantu dalam pemahaman pelanggan dan pasar,
serta menasihati organisasi tentang bagaimana
bersaing memanfaatkan praktik TQM.
6. Membangun sistem komunikasi yang efektif, TQM
adalah konsep manajemen yang dapat membantu
dalam meningkatkan komunikasi internal, dengan
komunikasi yang efektif menjadi komponen kunci dari
TQM. Adanya sistem komunikasi yang rusak dan
tidak memadai, serta prosedur yang tidak efektif,
membuat pengembangan organisasi menjadi sulit.

223
PRINSIP DAN MANFAAT TQM

Masalah komunikasi menyebabkan miskomunikasi,


produktivitas rendah, kualitas buruk, duplikasi
usaha, dan moral yang buruk. Sistem manajemen
TQM akan menyatukan orang-orang dari berbagai
industri, departemen, dan tingkat manajemen untuk
menciptakan komunikasi yang baik. Untuk
mempromosikan komunikasi yang efektif, konsep
TQM akan menghubungkan dan mengintegrasikan
berbagai departemen dan tingkat manajemen.
7. Kemajuan yang terus menerus diperiksa, prinsip TQM
adalah membuat penilaian berdasarkan realitas
lapangan, oleh karena itu data dari setiap proses
selalu tersedia. TQM akan membantu dalam
memperoleh semua proses yang diperlukan untuk
menetapkan strategi perbaikan berkelanjutan. Hal ini
dimaksudkan agar dengan menganalisis kemajuan,
organisasi akan dapat menentukan strategi terbaik
untuk terus meningkatkan kualitas sekaligus mampu
menghadapi setiap masalah yang mungkin timbul.
Untuk mengatasi semua kesulitan yang dinamis,
upaya berkelanjutan untuk meningkatkan kualitas ini
harus dilakukan.
Prasyarat berikut harus dipenuhi agar program TQM
dapat berjalan dengan lancar (Besterfield et al., 2012;
Chandra, 1993):
1. Komitmen manajemen puncak (dukungan tak
tergoyahkan);
2. Komitmen 100% waktu untuk program TQM;
3. Sisihkan dana untuk berinvestasi pada SDM yang
berkualitas;
4. Memilih koordinator program TQM (fasilitator);
5. Membandingkan hasil dengan bisnis pendukung TQM
lainnya;
6. Mengembangkan seperangkat nilai, pernyataan visi,
dan pernyataan misi;
7. Persiapkan mental diri untuk menghadapi berbagai
tantangan;

224
PRINSIP DAN MANFAAT TQM

8. Membuat rencana mutasi program TQM.


TQM juga dapat dipecah menjadi empat kategori:
pelanggan, institusi, dan personel organisasi (Besterfield
et al., 2012; Dale, 2007; Hoyle and Thompson, 2002).
1. Pelanggan mendapat untung dari TQM karena: a) ada
sedikit atau tidak ada masalah dengan produk atau
layanan; b) layanan pelanggan yang lebih besar atau
perhatian lebih kepada pelanggan; dan c) jaminan
kebahagiaan pelanggan.
2. Manfaat TQM bagi institusi antara lain: a)
peningkatan kualitas produk dan layanan; b) pegawai
lebih termotivasi; c) produktivitas yang lebih baik; d)
biaya yang lebih rendah; e) lebih sedikit item yang
cacat; dan f) penyelesaian masalah lebih cepat.
3. TQM memberi pekerja organisasi manfaat sebagai
berikut: a) pemberdayaan; b) peningkatan pelatihan
dan kemampuan; dan c) peningkatan apresiasi dan
pengakuan.
4. Manfaat lain dari penerapan TQM yang mungkin
dialami lembaga di masa depan antara lain
menjadikan lembaga sebagai pemimpin dan bukan
pengikut.
Dalam mengimplementasikan TQM misalnya, dikenal
dengan pendekatan TQM-Benchmarking (Rateb J. Sweis
et al., 2016). Pendekatan ini mencakup komitmen
kepemimpinan dan manajemen, fokus dan keterlibatan
penerima manfaat, manajemen kemitraan untuk
keberlanjutan, fokus Sumber Daya Manusia (SDM),
manajemen proses dan pembelajaran dan peningkatan
berkelanjutan, serta pemanfaatan informasi yang
berkualitas.

225
PRINSIP DAN MANFAAT TQM

Daftar Pustaka
Best, M. and Neuhauser, D. (2006). Walter A Shewhart,
1924, and the Hawthorne factory. Quality and Safety
in Health Care, 15(2), 142–143.
Besterfield, D.H., Besterfield, G.H., Besterfield-Sacre, M.
and Urdhwareshe, R. (2012). Total Quality
Management Revised Third Edition Carol Besterfield-
Michna. Pearson Education.
Chandra, M. (1993). Total Quality Management in
Management Development. Journal of Management
Development, 12(7), 19–31.
Creech, B. (1996), Lima Pilar TQM (Alih Bahasa Oleh
Sindoro, A), Jakarta: Binarupa Aksara.
Crosby, P.B. (1979). Quality Is Free: The Art of Making
Quality Certain: How to Manage Quality - So That It
Becomes A Source of Profit for Your Business
Hardcover. New York: McGraw-Hill Book Co.
Dale, B.G. (2007). Discuss the key elements of Total
Quality Management within the context of the
emerging business environment. Oxford: Blackwell
Publishing.
Deming, W.E. (1986). Out of The Crisis: Quality
Productivity and Competitive Position. Cambridge:
Cambridge University Press.
Feigenbaum, A.V. (1983). Total Quality Control 3rd Edn.
New York: McGraw-Hill.
Hoyle, D. and Thompson, J. (2002). Quality management
principles. QMS Conversion: A Process Approach, 15–
43.
Ishikawa, K. (2005), What Is Total Quality Control? The
Japanese Way. London: Prentice-Hall.
Juran, J.M. (1989). Juran on Leadership for Quality : An
Executive Handbook. New York: Free Press. London:
Collier Macmillan.

226
PRINSIP DAN MANFAAT TQM

Lakhe, R.R. and Mohanty, R.P. (1994). Concepts,


Evolution and Acceptability”, International Journal of
Quality & Reliability Management, 11(9), 9–33.
Milosan, I. (2014). Studies about the key elements of Total
Quality Management. European Scientific Journal,
3(2), 58–62.
Mohammed, A.S.A., Tibek, S.R.H. and Endot, I. (2013).
The Principles of Total Quality Management System in
World Islamic Call Society. Procedia - Social and
Behavioral Sciences, 102(1), 325–334.
Nasution, M.N. (2005), Manajemen Mutu Terpadu: Total
Quality Management. Edisi Kedua. Jakarta: Ghalia
Indonesia.
Pantouvakis, A. and Psomas, E. (2016). Exploring Total
Quality Management applications under uncertainty:
A research agenda for the shipping industry. Maritime
Economics and Logistics, Nature Publishing Group,
18(4), 496–512.
Pradhan, S. (2014). Total Quality Management in Service
Sector: Case Study of Academic Libraries”, Journal of
Business and Management Sciences, 2(3), 29–32.
Prajogo, D.I. and Sohal, A.S. (2003). The relationship
between TQM practices, quality performance, and
innovation performance: An empirical examination.
International Journal of Quality and Reliability
Management, 20(8), 901–918.
Rateb J. Sweis, F.I.M.S. and S.E.D., Sweis, N.J. and Diab,
R.A.S. and H. (2016). Benchmarking of TQM practices
in INGOs: a literature review. Benchmarking: An
International Journal, 23(1), 236–261.
Sadgrove, K. (1995), Making TQM Work. Better
Management Skills. Kogan Page Better Management
Skills.
Scheuing, E.E. and Christopher, W.F. (1993). The Service
Quality Handbook. New York: Amacom.

227
PRINSIP DAN MANFAAT TQM

Zhihai Zhang, A.W. and J.W. (2000). An instrument for


measuring TQM implementation for Chinese
manufacturing companies Zhihai. International
Journal of Quality & Reliability Management, 17(7),
730–755.
Ziegel, E.R., Swift, J.A., Ross, J.E. and Omachonu, V.K.
(1999). Principles of Total Quality, Technometrics, 41,
available at:https://doi.org/10.2307/1271376.

228
PRINSIP DAN MANFAAT TQM

Profil Penulis
Dr. Hasmin, S.E., M.Si.
Penulis adalah dosen Kopertis Wilayah IX
Sulawesi yang dipekerjakan (DPK) pada Sekolah
Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE) Amkop Makassar,
pada Prodi Magister Manajemen. Pada publikasi
Nasional dan Internasional dikenal dengan nama
Hasmin Tamsah mengikutkan nama keluarga di
belakang namanya karena permintaan publisher harus ada
nama belakang terutama pada publikasi Internasional.
Dilahirkan di Bunja Kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan
pada Tanggal 17 Agustus 1973. Pendidikan Sarjana Ekonomi
diselesaikan pada STIE Nobel Indonesia, Makassar Jurusan
Manajemen pada tahun 2003. Pada tahun 2006 menyelesaikan
pendidikan Magister (S-2) pada Program Studi Ekonomi
Sumberdaya, Program Pascasarjana Universitas Hasanuddin.
Kemudian menyelesaikan Program Doktor (S-3) juga pada
Program Pascasarjana Universitas Hasanuddin dengan Program
Studi Ilmu Ekonomi. Saat ini, fokus mengajar pada STIE Amkop
Makassar (Program Sarjana, Magister, dan Doktoral). Selain itu,
pernah mengajar sebagai dosen luar biasa pada Program
Pascasarjana Universitas Hasanuddin, Program Studi
Perencanaan dan Pengembangan Wilayah (PPW) konsentrasi
Manajamen Kelautan. Beberapa mata kuliah yang diampu, di
antaranya Ekonomi Mikro, Ekonomi Makro, Pengantar
Manajemen, Ekonomi Sumberdaya Laut dan Lingkungan,
Manajemen SDM, Metode Penelitian, dan Metode Kuantitatif
juga aktif melakukan penelitian-penelitian pada bidang
manajemen, ekonomi sumberdaya, dan masalah-masalah
kemiskinan. Dr. Hasmin, S.E., M.Si. Menikahi Dr. Jumiaty
Nurung, S.P., M.Si. pada tahun 2004 dan telah dikaruniai tiga
orang anak, yakni Muhammad Zarrar Al Faruq Hasmin Tamsah,
Aiko Auliah Hasmin Tamsah, dan Muhammad Azzam Al Hafizh
Hasmin Tamsah.
E-mail Penulis: hasmintamsah@gmail.com

229
230
15
IMPLEMENTASI MANAJEMEN
SUMBER DAYA MANUSIA
BERBASIS KOMPETENSI

Dr. Ahmad Badawi Saluy, S.E., M.M., CHRA., CQC.


Universitas Mercu Buana

Pendahuluan
Dalam aktivitas sehari-hari, sering Saudara
mendengar sistem Manajemen Sumber Daya Manusia
(MSDM) berbasis kompetensi yang membahas peranan
sumber daya manusia sebagai mesin penggerak
operasional organisasi atau perusahaan. Apabila mesin
tersebut tidak berjalan sebagaimana mestinya, tentu
proses pergerakan organisasi atau perusahaan akan
terganggu.
Manajemen Sumber Daya Manusia atau yang biasa
disingkat dengan MSDM memiliki fungsi penting bagi
keberlangsungan proses operasional perusahaan.
Unsur utamanya yaitu manusia yang bertindak tidak
hanya sebagai mesin atau aset, akan tetapi juga sebagai
penggerak organisasi dengan mempertimbangkan faktor
psikologis, sosiologi, dan lain sebagainya. MSDM sendiri
merupakan suatu strategi yang mengatur dan
mengoordinasikan hubungan serta peranan para
karyawan agar lebih efektif dan efisien serta dapat
dimanfaatkan untuk mencapai tujuan perusahaan secara
maksimal yang melibatkan karyawan, perusahaan dan
masyarakat.

231
PRINSIP DAN MANFAAT TQM

Dalam perkembangannya, Manajemen Sumber Daya


Manusia (MSDM) sangatlah dinamis sebab, keberadaan
manusia, yang populer dengan sebutan sumber daya
manusia, dalam organisasi memiliki posisi sangat vital.
Keberhasilan organisasi sangat ditentukan oleh kualitas
sumber daya manusia yang ada di dalam organisasi.
Perubahan lingkungan yang begitu cepat dan dinamis
menuntut kemampuan sumber daya manusia dalam
menangkap berbagai perubahan fenomena yang begitu
cepat, menganalisis dampaknya terhadap organisasi, dan
menyiapkan langkah-langkah guna menghadapi kondisi
tersebut. Mencermati perkembangan panomena tersebut,
peran manajemen sumber daya manusia dalam organisasi
sangatlah strategis, tidak hanya sekedar administratif
tetapi justru lebih mengarah pada pengembangan potensi
sumber daya manusia agar menjadi kreatif dan inovatif.
Pada dasarnya, sumber daya manusia merupakan
inisiator dan sumber pengetahuan, keterampilan, dan
kemampuan yang terakumulasi dalam diri karyawan
sebagai anggota organisasi. Kemampuan tersebut terus
ditingkatkan dan dikembangkan oleh pihak manajemen
sebagai pilar utama organisasi agar selalu memiliki
produktivtas dan kinerja yang tinggi dalam menunjang
keberhasilan tujuan organisasi.
Dalam perkembangan aktivitas keseharian, persaingan
yang semakin tajam karena perubahan teknologi yang
cepat dan perilaku konsumen serta lingkungan yang
dinamis pada setiap dimensi kehidupan manusia, maka
organisasi membutuhkan sumber daya manusia yang
mempunyai kompetensi, produktif agar dapat
memberikan pelayanan yang terbaik. Dengan demikian,
sebuah organisasi tidak hanya mampu memberikan
pelayanan yang terbaik dan memuaskan (customer
satisfaction), tetapi juga berorientasi pada nilai dan
manfaat (customer value), sehingga organisasi atau
perusahaan tidak semata-mata mengejar pencapaian
keuntungan serta produktivitas kerja yang tinggi, akan
tetapi lebih pada kinerja dalam proses pencapaian tujuan
organisasi.

232
PRINSIP DAN MANFAAT TQM

Capaian tujuan organisasi tidak akan terlepas dari kinerja


individu, dalam setiap kegiatan capaian prouktivitas.
Sebab, kinerja adalah suatu hasil capaian di mana SDM
dan sumber daya lain yang ada di dalam organisasi secara
bersama-sama membawa hasil akhir yang didasarkan
pada tingkat kualitas dan standar yang ditetapkan.
Konsekuensinya, organisasi memerlukan SDM yang
memiliki keahlian dan kemampuan serta produktivitas
yang “unik” sesuai dengan visi dan misi organisasi.
Dalam mewujudkan visi dan misi yang telah dirancang
dengan baik akan sulit dicapai. Jika tidak didukung oleh
strategi manajemen dan performa karyawan yang optimal.
Demikian juga kompetensi seseorang merupakan faktor
yang dapat mempengaruhi keberhasilan seseorang dan
perusahaan. Kompetensi itu sendiri dapat dilihat dari
penilaian kinerja terhadap keterampilan (skill), atribut
perseorangan (personal’s atribut) dan pengetahuan
(knowledge). Perpaduan ketiganya tercermin dalam
perilaku kinerja (job behavior) sehingga lebih mudah
untuk diukur.
Adapun Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM)
berbasis kompetensi dilakukan agar dapat memberikan
hasil maksimal sesuai dengan tujuan dan capaian
organisasi dengan standar kinerja yang telah ditetapkan.
Kompetensi itu sendiri menyangkut soal kewenangan
setiap individu untuk melakukan tugas atau mengambil
keputusan sesuai dengan perannya dalam organisasi yang
relevan dengan keahlian, pengetahuan, dan kemampuan
yang dimiliki. Dan kompetensi yang dimiliki pegawai
secara individual harus mampu mendukung pelaksanaan
strategi organisasi yang telah direncanakan serta setiap
perubahan yang dilakukan oleh manajemen.
Dalam proses membangun sumber daya manusia yang
didasari oleh kapasitas organisasi untuk
mempertahankan dan mengembangkan kemampuan
sumber daya manusianya merupakan langkah awal yang
harus direncanakan dalam proses penciptaan sumber
daya manusia sebagai aset yang strategis. Namun,
langkah awal tersebut bergantung pada proses untuk
mencetak sumber daya manusia yang berkompeten serta

233
PRINSIP DAN MANFAAT TQM

kemampuan organisasi untuk meningkatkan kemampuan


dan nilai tambah individu karyawan di dalam organisasi
itu sendiri.
Dalam implementasinya, manajemen sumber daya
manusia berbasis kempetensi harus mampu memberikan
kontribusi signifikan bagi organisasi. Banyak organisasi
yang telah mulai menggunakan model-model kompetensi
(competency models) dalam rangka membantu mereka
mengenali dan mempelajari pengetahuan, keterampilan,
dan karakteristik pribadi yang sangat penting, yang
dibutuhkan seseorang untuk menunjang capaian kinerja
yang tinggi.
Salah satu strategi untuk melakukan perubahan
organisasi adalah melalui pengembangan pribadi yang
sangat penting, yang dibutuhkan seseorang untuk
mencapai kinerja yang tinggi dan produktif. Oleh karena
itu, salah satu strategi untuk melakukan perubahan
organisasi adalah melalui transfer knowledge dan
rekayasa faktor sumber daya manusia. Hal ini penting
untuk diketahui, karena manusia memiliki kemampuan
untuk beradaptasi dan berkembang serta mampu
menciptakan nilai produk atau jasa yang dihasilkan.
Untuk itu, setiap organisasi harus mampu merespons
dengan cepat perubahan yang terjadi dengan melakukan
berbagai inovasi, yang efektif dan efisien, sehingga
organisasi tersebut memiliki sumber daya manusia yang
handal serta memiliki kompetensi tinggi sesuai dengan
yang dipersyaratkan dalam pekerjaannya.
Paradigma Manajemen Sumber Daya Manusia
di Era Globalisasi
Sejalan dengan Era Globalisasi yang ditandai dengan
perubahan tenologi yang sangat cepat dan dinamis
menuntut Peningkatan kompetensi dan profesionalisme
Sumber Daya Manusia yang handal di berbagai asfek
kehidupan manusia. Berbagai tuntutan perkembangan
lingkungan strategis baik internal maupun eksternal
selalu menekankan pentingnya peningkatan kompetensi
dan profesionalisme Sumber Daya Manusia secara
signifikan agar dapat merespons dengan cepat perubahan

234
PRINSIP DAN MANFAAT TQM

strategis dan global. Ketertinggalan Indonesia dalam


berbagai dimensi kehidupan boleh jadi dipengaruhi oleh
kekurangmampuan dan ketersedian Sumber Daya
Manusia professional yang handal di sektor publik. Saat
ini yang memotivasi pelaku usaha untuk melakukan
Gerakan perubahan dalam proses transfer knowledge
dalam mendukung pencapaian tujuan usaha di era
kompetitif ini adalah peningkatan kompetensi dan
kapsitas karyawan. Hal ini sejalan dengan pendapat
peneliti bahwa Kopetensi adalah peningkatan kinerja
untuk mencapai hasil yang berkualitas tinggi dan
keunggulan kompetitif. Oleh karena itu, organisasi
kemudian mulai menyadari dua hal berikut (Gunawan:
2006).
1. Individu-individu yang berada di dalam organisasi
adalah asset organisasi yang paling penting, dan
tergantung bagaimana organisasi mengelola individu
tersebut berdampak langsung terhadap kinerja
organisasi. Jika organisasi mengembangkan tenaga
kerja yang memiliki kemampuan, fleksibilitas dan
motivasi serta produktivtas yang tinggi, maka
organisasi akan lebih memiliki fungsi kontrol
terhadap kemampuan mereka untuk mencapai hasil
dan tujuan organisasi dalam lingkungan yang selalu
berubah sangat dinamis dewasa ini. Kemajuan
pemikiran seperti ini telah membuat banyak
organisasi mengubah strateginya dari yang semula
sekedar bereaksi terhadap perubahan dari luar,
menjadi lebih fokus dan proaktif dalam
pengembangan kekuatan sumber daya internal
sehingga diharapkan mampu ber-adaptasi dengan
perubahan.
2. Jika diperhatikan perbedaan yang terjadi antara
organisasi yang memiliki kinerja yang sangat baik
dengan organisasi yang berkinerja kurang baik,
merupakan hasil dari fokus pada peroses pencapaian
tujuan yang telah ditentukan oleh organisasi atau
perusahaan, tidak hanya pada peroses pencapaian
berlangsung, pengetahuan dan keahlian tetap
merupakan komponen yang sangat mendukung dan

235
PRINSIP DAN MANFAAT TQM

relevan dari kompetensi yang dimiliki oleh karyawan.


Organisasi- yang berkinerja sangat baik
mempersepsikan bahwa kompetensi perilaku (nilai-
nilai, motif, dan karakteristik perilaku) yang disebut
oleh Spencer (1993) sebagai soft competencies yang
membuat adanya perbedaan dalam kinerja sehari-
hari dan dalam mencapai hasil yang diharapkan.
Pendekatan pengelolaan kinerja pegawai berdasarka
pada apa yang hendak dicapai serta bagaimana cara
mencapainya inilah yang diterminologi sebagai
manajemen Sumber Daya Manusia berbasis
kompetensi (competency based human resources
management). Dengan demikian Manajemen Sumber
Daya Manusia berbasis kompetensi dapat
didefinisikan sebagai suatu rangkaian proses
perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan
pengendalian aktivitas tenaga kerja mulai rekrutmen
sampai dengan pensiun hingga pengambilan
keputusan organisasi didasarkan pada informasi
kebutuhan kompetensi jabatan dan kompetensi yang
dimiliki individu untuk mencapai tujuan organisasi
(Siswanto, 2003). Mengidentifikasi bagaimana kinerja
berkaitan dengan hasil organisasi dan memetakan
strategi untuk menerapkannya ke seluruh karyawan
yang ada dalam organisasi. Hal ini juga berarti
memberikan inisiasi kepada karyawan suatu
pendekatan yang sistematik dalam mengembangkan
dan menggunakan kemampuan yang dimilikinya
dengan sepenuhnya. Konsep manajemen Sumber
Daya Manusia berbasis kompetensi menawarkan
pendekatan baru yang dapat menerjemahkan
tuntutan kebutuhan kompetensi organisasi ke dalam
kebutuhan jabatan dan kebutuhan kompetensi
individu (Siswanto, 2003). Selain itu, dengan
pendekatan ini banyak fungsi manajemen Sumber
Daya Manusia yang semula sulit dilakukan menjadi
lebih mudah dan praktis, contohnya: analisis
kebutuhan karyawan, analisis jabatan, analisis
kebutuhan pelatihan, perencana karier pegawai,
pengelompokkan jabatan, dan sebagainya, yang
kesemuanya disusun berdasarkan tingkat kebutuhan

236
PRINSIP DAN MANFAAT TQM

kompetensi. Manajemen Sumber Daya Manusia


berbasis kompetensi merupakan salah satu model
yang dapat memberikan hasil yang sesuai dengan
tujuan dan sasaran pengembangan Sumber Daya
Manusia dan organisasi berbasis standar kinerja yang
telah ditetapkan. Model ini lebih spesifik, fleksibel,
mempunyai relevansi dengan tugas dan pekerjaan,
lebih bermutu dan memerlukan wakktu yang relatif
singkat. Jadi, manajemen Sumber Daya Manusia
berbasis kompetensi adalah pengelolaan Sumber
Daya Manusia, di mana seluruh proses manajemen
Sumber Daya Manusia, khususnya penempatan
individu pada suatu jabatan didasarkan pada
informasi kebutuhan kompetesi suatu jabatan, yang
sebelumnya telah dianalisis dan diukur aspek-aspek
yang kemungkinan akan sangat mempengaruhi
keberhasilan/ efektivitas penyelesaian tugas/
pekerjaan yang dibebankan dalam jabatan tersebut.
Manajemen Sumber Daya Manusia berbasis
kompetensi. Melihat kondisi di atas, maka peran dari
fungsi Sumber Daya Manusia dalam organisasi
mengalami banyak pergeseran ke arah yang lebih
strategik dan efektif dalam upaya mencapai tujuan
dan sasaran organisasi. Fungsi Sumber Daya
Manusia diposisikan sebagai mitra strategik bagi
pimpinan organisasi dalam mengupayakan agar
seluruh komponen dan sumber daya organisasi dapat
memberikan kontribusi dan kinerja terbaik sehingga
tujuan dan sasaran organisasi dapat dicapai secara
maksimal.
Konsep dan Unsur Utama Kompetensi
Dalam aktivitas kita sehari-hari, kita sering mendengar
kata kompetensi, dengan demikian akan banyak sekali
penafsiran yang berbeda mengenai maksud dan makna
kata tersebut. Pertanyaan yang muncul kemudian ketika
berkaitan dengan tata kelola Sumber Daya Manusia
adalah, apakah arti kompetensi dalam kaitan dengan
manajemen Sumber Daya Manusia berbasis kompetensi,
sebagaimana tema dalam tulisan ini. Pengertian
kompetensi yang diajukan oleh masing-masing ahli

237
PRINSIP DAN MANFAAT TQM

banyak didasarkan pada hasil penelitian dan atau


pengamatan. Secara sederhana, kompetensi diartikan
sebagai kemampuan manusia yang ditemukan dari
praktik dunia nyata atau kondisi realistis yang dapat
digunakan untuk membedakan antara mereka yang
sukses/unggul (superior) dengan mereka yang biasa-
biasa saja di tempat mereka kerja.
Menurut Kamus Kompetensi (Lasmadi, 2002), kompetensi
didefinisikan sebagai aspek-aspek pribadi dari seorang
pekerja yang memungkinkan individu tersebut untuk
mencapai kinerja yang superior. Aspek-aspek pribadi ini
termasuk sifat, motif-motif, sistem nilai, sikap,
pengetahuan, dan keterampilan. Pengertian kompetensi
yang sekarang banyak dianut oleh para praktisi dan
akademisi pengampu mata kuliah manajemen Sumber
Daya Manusia dikemukakan oleh Leyle M. Spencer Jr. dan
Signe M. Spencer dari kelompok konsultan terkenal Hay
dan MacBer (1993). Menurut mereka, kompetensi adalah
“an underlying characteristic’s of an individual that is
casually related to criterion-referenced effective and/ or
superior performance in a job or situation”. Kompetensi
diartikan sebagai karakteristik dasar seseorang (individu)
dan berkaitan dengan efektivitas kinerja dalam
pekerjaannya. Definisi kompetensi di atas mengandung
tiga hal.
Pertama, kompetensi merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari kepribadian yang mendalam dan melekat
kepada seseorang serta perilaku yang dapat diprediksi
pada berbagai keadaan dan tugas pekerjaan.
Kedua, bahwa kompetensi adalah sesuatu yang
menyebabkan atau memprediksi perilaku kinerja para
individu dalam sebuah organisasi.
ketiga, bahwa kompetensi sebenarnya memprediksi siapa
yang berkinerja baik dan kurang baik, diukur dari kriteria
atau standar rujukan yang digunakan.
Dari pengertian di atas menunjukkan bahwa banyak
ragam tentang pengertian kompetensi. Namun demikian,
pada dasarnya terjadi semacam “konvensi” atau

238
PRINSIP DAN MANFAAT TQM

kesepakatan umum yang berlaku, bahwa kompetensi


mengandung tiga elemen/unsur pokok, yaitu:
1. Pengetahuan (knowledge), berada pada tataran
cognitive domain.
2. Keterampilan/ keahlian (skill), berada pada tataran
psychomotoric domain.
3. Sikap (attitude) atau kualitas pribadi (personal
quality/ personal attributes), berada di wilayah
affective domain.
Dengan demikian, kompetensi dapat diartikan sebagai
tingkat pengetahuan/ wawasan, keterampilan, dan sikap
(tingkah laku) yang harus dimiliki oleh seseorang agar
efektif dalam melaksanakan tugas/pekerjaannya. Ketiga
unsur kompetensi tersebut secara langsung
mempengaruhi perilaku (behavior) seseorang (karyawan)
dalam pelaksanaan suatu tugas. Kemampuan kompetensi
oleh seorang individu diasumsikan akan memberikan
kontribusi besar pada peningkatan kinerja individu, dan
selanjutnya berpengaruh terhadap peningkatan kinerja
organisasi.
Penilaian Kompetensi
Penilaian kinerja para karyawan adalah aspek penting
yang dipertimbangkan dalam manajemen Sumber Daya
Manusia. Salah satu konsep yang diterapkan yaitu basis
kompetensi. Selain mempermudah perusahaan
menempatkan kandidat yang cocok untuk menjalankan
posisi tertentu, konsep kompetensi juga memastikan para
karyawan memperoleh kesempatan berkontribusi
berdasarkan pengetahuan dan keahliannya
Tujuan penilaian kompetensi karyawan pada dasarnya
untuk mengetahui kesesuaian antara posisi dan
pemegang jabatan dengan realisasi prestasi kinerja.
Menempatkan orang yang salah pada suatu posisi,
terutama bagian inti, tentu dapat menimbulkan efek
buruk pada kinerja keseluruhan operasional organisai
atau perusahaan. Banyak ditemui diberbagai organisasi
atau perusahaan sebuah jabatan yang menuntut
seseorang memiliki kemampuan tertentu justru tidak

239
PRINSIP DAN MANFAAT TQM

dapat terpenuhi dengan baik oleh orang yang telah


ditunjuk. Untuk menghindari hal tersebut, perusahaan
dapat mempertimbangkan pemberian posisi serta aspek
manajemen sumber daya manusia yang lain berdasarkan
kompetensi masing-masing karyawan.
Demikian juga penilaian kompetensi yang dimiliki oleh
seseorang tidak akan terlepas dari penilaian kinerja
karyawan itu sendiri, oleh karena itu penilaian kinerja
para karyawan adalah aspek penting yang
dipertimbangkan dalam manajemen SDM. Dengan
demikian penilaian manajemen sumber daya manusia
berbasis kompetensi dalam rangka mempermudah
perusahaan menempatkan kandidat yang cocok untuk
menjalankan posisi tertentu, konsep kompetensi juga
memastikan para karyawan memperoleh kesempatan
berkontribusi berdasarkan pengetahuan dan keahliannya
Dalam manajemen Sumber Daya Manusia, dikenal dua
macam kompetensi, yaitu:
1. Kompetensi manajerial (soft competency)
Adalah kompetensi berhubungan dengan kemampuan
mengelola karyawan dan berhubungan dengan orang
lain. Misalnya, kemampuan memimpin, bekerja dalam
tim dan memecahkan masalah.
2. Kompetensi teknis (hard competency)
Adalah berhubungan secara spesifik dengan
kapasitas fungsional perusahaan dan pekerjaan yang
dilakukan. Misalnya, kemampuan dasar yang dimiliki
oleh bagian pemasaran, akuntansi dan lain-lain.
Persolan yang muncul adalah untuk menemukan
kandidat yang sempurna untuk semua posisi tentu
bukanlah pekerjaan yang mudah. Bahkan, meskipun
perusahaan telah sangat selektif memilih karyawan,
tetap saja tidak semua dapat berjalan dengan
sebagaimana mestinya. Salah satu alternatif solusi
yang dapat digunakan untuk permasalahan ini yaitu
melakukan rotasi atau memindahkan karyawan
berdasarkan kemampuan yang mereka miliki. Selain
itu, mengingat proses penyesuaian yang tidak mudah,

240
PRINSIP DAN MANFAAT TQM

perusahaan dapat menyelenggarakan program


pelatihan sumber daya manusia untuk meningkatkan
dan mengembangkan kompetensi setiap pegawainya/
karyawan.
Pada dasarnya Manajemen Sumber Daya Manusia
berbasis kompetensi bertujuan untuk meningkatkan
kinerja individu dan organisasi, dimana salah satunya
melalui penilaian kinerja berbasis kompetensi yang
bermanfaat untuk menyediakan informasi yang berguna
bagi praktek-praktek Manajemen Sumber Daya Manusia
(Azmi, 2010). Informasi-informasi ini digunakan untuk
menyusun perencanaan dan strategi terkait pelatihan
dan pengembangan, karir serta pembayaran
kompensasi bagi karyawan dan dapat digunakan
untuk menentukan keterampilan dan kompetensi
karyawan secara tepat (Robbins & Judge, 2015). Menurut
Dessler (2015) manajemen kinerja memberikan peluang
bagi organisasi untuk mengetahui kegagalan yang terjadi
dalam sebuah organisasi, sekaligus mencari solusi atas
kondisi tersebut, baik melalui strategi pelatihan maupun
penempatan (Dessler,2015).
Penerapan konsep Manajemen Sumber Daya Manusia
(Manajemen Sumber Daya Manusia) berbasis kompetensi
dapat dilihat dari keseluruhan proses penilaian terhadap
kinerja karyawan, yaitu:
1. Proses Rekruitmen
Saat merekrut pegawai baru, perusahaan
menentukan persyaratan tertentu yang mencakup
informasi pribadi dan kompetensi yang harus dimiliki
untuk bisa menempati posisi yang ditawarkan.
Pengaturan semacam ini berdampak positif pada
kefektivitasan penggunaan dana perekrutan orang
baru serta penentuan keberhasilan perusahaan sebab
bisa memilih karyawan yang tepat.
2. Program Pelatihan SDM dan Pengembangan SDM
Pemberian training dimaksudkan untuk
meningkatkan kinerja para pegawai sehingga
perusahaan lebih mudah mencapai visi dan misinya.
Agar pelaksanaannya dapat berjalan efektif dan

241
PRINSIP DAN MANFAAT TQM

menghasilkan dampak positif secara signifikan, maka


pelatihan didasarkan pada kompetensi masing-
masing individu. Dengan begitu, strategi yang disusun
akan jauh lebih fokus dan terarah sesuai dengan
kebutuhan.
3. Program Pembinaan Karir
Dalam proses ini, perusahaan bisa melakukan
penilaian terhadap kompetensi sumber daya
manusianya. Mereka yang berkompeten akan lebih
mudah diidentifikasi dan dikembangkan. Penilaian ini
menjadi dasar penentuan individu mana yang lebih
tepat menduduki suatu jabatan. Perusahaan dapat
melaksanakan mutasi atau promosi yang
diinformasikan secara jelas kepada semua karyawan
sehingga mereka termotivasi untuk meningkatkan
kinerja.
4. Pengembangan Kinerja Perusahaan secara
Keseluruhan
Selain memperoleh gambaran karyawan mana yang
lebih kompeten dari yang lain, sistem MSDM berbasis
kompetensi juga bisa menjadi tolak ukur kemampuan
perusahaan dengan pesaingnya. Memiliki pegawai
yang kompeten tentu menjadi aset berharga bagi
suatu perusahaan dan merupakan cerminan
pengembangan kinerja SDM secara keseluruhan.
5. Pemberian Penghargaan
Tanpa adanya karyawan, perusahaan tidak bisa
berjalan dengan baik. SDM kompeten dan berkualitas
tentu menjadi aset kebanggaan. Sebagai timbal balik
dari kontribusi yang diberikan, perusahaan dapat
menawarkan penghargaan dan remunerasi kepada
pegawai yang berhak dimana umumnya penilaian
dilakukan berdasarkan kompetensi masing-masing
individu.

242
PRINSIP DAN MANFAAT TQM

Kompetensi dan Kinerja Sumber Daya Manusia


Sejalan dengan perkembangan era globalisasi sa’at ini
beberapa literatur disebutkan bahwa kompetensi dapat
diklasifikasikan dari berbagai pendapat dan sudut
pandang yang berbeda (Spencer & Spencer, 1993).
Perkembangan lebihlanjut, kompetensi lebih diperluas
dan bersifat umum berdasarkan substansinya, yaitu
dibagi menjadi dua kelompok besar, yakni kompetensi
umum (generic competencies atau soft competencies) dan
kompetensi bidang (hard competencies). Kompetensi dapat
pula diklasifikasikan menurut tingkat kompetensi dan
efek tingkat kinerja yang ditimbulkannya. Dalam
klasifikasi ini, kompetensi dibedakan menjadi kompetensi
minimum/kompetensi ambang (threshold competencies)
dan kompetensi pembeda kinerja superior dengan yang
biasa/ rata-rata (differentiating competencies).
. Pada tingkat yang lebih sederhana kompetensi
diklasifikasikan menjadi kompetensi teknikal dan
manajerial. Semakin tinggi tingkat manajerial suatu
jabatan seseorang, akan membutuhkan tingkat
kompetensi manajerial yang semakin tinggi dan tingkat
kompetensi teknikal yang semakin rendah, begitu juga
sebaliknya. Dalam perkembangannya selanjutnya,
ternyata dikotomi kompetensi teknikal dan manajerial ini
terkesan terlalu dipaksakan dan disederhanakan, karena
seolah-olah tidak ada bidang lain yang juga penting untuk
diperhatikan dalam menunjang efektivitas operasional
organisasi. Dalam perkembangannya kompetensi
minimum threshold competencies yang dimiliki seseorang
dalam pekerjaannya agar lebih efektif, belum tentu
mengakibatkan seseorang memiliki kinerja luar biasa
superior atau di atas rata-rata. Sedangkan differentiating
competencies, merupakan tingkat kompetensi yang dapat
membedakan kinerja (performansi)luar biasa/ superior di
atas rata-rata. Selain itu di tingkat organisasi dan
manajerial, kompetensi dapat pula dikalsifikasikan
menurut perannya dalam pencapaian visi, misi, strategi
dan budaya organisasi.

243
PRINSIP DAN MANFAAT TQM

Dalam hal ini, kompetensi dibedakan menjadi kompetensi


inti (core competencies) dan kompetensi pendukung
(supporting competencies). Kompetensi inti diperlukan
untuk mendukung pencapaian visi, misi, strategi dan
budaya organisasi pada sebuah organisasi. Kompetensi
inti memiliki kontribusi dan keterkaitan yang jelas dengan
visi, misi, strategi dan budaya organisasi. Pada umumnya,
kompetensi inti merupakan kompetensi wajib yang harus
dimiliki oleh seluruh komunitas organisasi, karena
diyakini memberikan nilai tambah dan kemampuan
bersaing organisasi. Misalnya, jika suatu organisasi
perusahaan memiliki visi untuk mengutamakan
pelayanan pada konsumen, maka kompetensi inti yang
wajib dimiliki oleh seluruh anggota organisasi perusahaan
tersebut dapat berupa kompetensi customer orientation,
kompetensi yang berorientasi pada pelayanan. Sedangkan
kompetensi pendukung, umumnya diperlukan oleh
bagian atau unit organisasi dalam menjaga kelancaran
dan efektivitas operasional organisasi. Kompetensi
pendukung biasanya lebih spesifik sesuai dengan bidang
atau bagian organisasi. Sebagai organisasi perusahaan
yang ber orientasi keuntungan dan hidup dalam
lingkungan yang secara terus menerus berubah secara
dinamis dan mempengaruhi kelangsungan hidupnya.
Dengan demikian, organisasi mau tidak mau harus
berupaya untuk membangun kompetensi karyawan/
pekerjanya. Dalam berbagai litaratur terkait dengan
pengembangan dan pembangunan Sumber Daya Manusia
mengatakan bahwa perbaikan atau peningkatan kinerja
Sumber Daya Manusia dalam suatu organisasi pada
dasarnya dapat dilakukan dengan 2 (dua) jenis intervensi
(Baso, 2003):
1. Intervensi melalui upaya perbaikan sistem dan
lingkungan kerja agar tercipta lingkungan yang
kondusip.
2. Intervensi melalui pendidikan, pelatihan, dan
pengembangan bahkan studi lanjut, yang ditujukan
pada perbaikan kinerja karena kurangnya
kemampuan atau kompetensi yang rendah. Dari
uraian singkat ini jelas bahwa kompetensi yang

244
PRINSIP DAN MANFAAT TQM

dimiliki oleh seorang pegawai/ karyawan merupakan


faktor yang dapat mempengaruhi kinerja seseorang
dalam suatu organisasi.
Manajemen Sumber Daya Manusia Berbasis
Kompetensi
Dalam era globalisasi yang ditandai dengan rekayasa
teknologi saat ini, manajemen sumber daya manusia yang
berbasis kompetensi memegang peranan penting. Setiap
kebijakan keputusan dan aktivitas yang dilaksanakan
selalu mengacu kepada analisis kebutuhan kompetensi
jabatan dan kompetensi individu yang terukur dan dapat
teramati validitasnya berdasarkan kemampuan seseorang
yang bekerja dalam suatu organisasi. Dengan mengacu
pada kebutuhan kompetensi jabatan dan kompetensi
individu, dapat dibangun suatu sistem informasi
manajemen sumber daya manusia berbasis kompetensi
yang terintegrasi (integrated competencies based human
resource management information system). Sistem ini
merupakan database yang dikatagorikan berdasarkan
fungsi manajemen sumber daya manusia secara terpadu.
Manajemen sumber daya manusia berbasis kompetensi
berkaitan dengan proses pengambilan keputusan dalam
manajemen sumber daya manusia yang berdasarkan pada
informasi kompetensi (Sedarmayanti, 2016). Hal ini
menyebabkan pergeseran proses manajemen sumber daya
manusia menjadi lebih individual oriented daripada
pendekatan manajemen sumber daya manusia
tradisional, dan merubah sudut pandang dari deskripsi
pekerjaan menjadi fungsi/ peranan karyawan dalam
pekerjaan mereka. Bagi karyawan, manajemen sumber
daya manusia berbasis kompetensi mampu memberikan
informasi mengenai keterampilan yang harus
dikembangkan untuk bisa memenuhi syarat dari
pekerjaan tertentu (Jackson et al., 2009).
Dari dasar pemikiran tersebut, maka pembicaraan
mengenai pengelolaan kompetensi sumber daya manusia
harus terlebih dahulu mencari informasi tentang progres
bagaimana kompetensi sumber daya manusia dikelola,

245
PRINSIP DAN MANFAAT TQM

mulai tahap perencanaan, pengorganisasian sampai


dengan mengevaluasinya (Talim, 2002).
Setelah informasi terhadap progres tata kelola
didapatkan, kemudian dapatlah gambaran apa yang
menjadi masalah terhadap kompetensi. Kompetensi yang
dimiliki seseorang dapat terlihat dari capaian kinerja
individu itu sendiri. Oleh karena itu, penilaian kinerja
para karyawan adalah aspek penting yang
dipertimbangkan dalam tata kelola sumber daya manusia.
Salah satu pendekatan yang diterapkan dalam
membangun dan mengembangkan sumber daya manusia
yang berbasis kompetensi serta untuk mempermudah
perusahaan menempatkan kandidat yang cocok untuk
menjalankan posisi tertentu. Pendekatan kompetensi juga
memastikan para karyawan memperoleh kesempatan
berkontribusi berdasarkan pengetahuan dan
keahliannya.
Berikut ini langkah-langkah yang diperlukan dalam
proses penerapan pendekatan kompetensi:
1. Mengevaluasi visi, misi dan nilai perusahaan.
2. Menganalisa dan mengavaluasi strategi perusahaan
dalam bersaing dengan perusahaan lain.
3. Mengevaluasi dan menentukan posisi perusahaan
yang tepat.
4. Mengevaluasi dan menganalisa serta menetapkan
pekerjaan dan kegiatan yang harus dilakukan oleh
karyawan berdasarkan posisinya.
5. Mengevaluasi dan mengidentifikasi kebutuhan awal
karyawan secara terperinci.
6. Mengevaluasi dan mengidentifikasi kompetensi yang
diperlukan untuk setiap posisi jabatan.
7. Mengevaluasi dan menilai kompetensi berdasarkan
sistem ranking dan pembobotan.
8. Mengevaluasi dan menentukan standar kinerja
minimum yang diperlukan untuk setiap kompetensi.

246
PRINSIP DAN MANFAAT TQM

9. Mengevaluasi dan mengidentifikasi kandidat yang


sesuai dengan kompetensinya.
10. Pola rekruitmen karyawan baru dengan
menggunakan standar kinerja minimum.
11. Menganalisa dan mengidentifikasi kelebihan dan
kelemahan dari masing-masing kandidat.
12. Memberikan program pelatihan sebagai bagian dari
strategi pengembangan kompetensi dan karir
karyawan.
13. Mengevaluasi dan membuat sistem pengawasan yang
handal untuk menilai kinerja karyawan secara
individu maupun kelompok.
14. Mengevaluasi dan menerapkan training dan rencana
pengembangan pada masing-masing kandidat.
15. Mengevaluasi dan menerapkan sistem pengawasan
kinerja.
16. Mengevaluasi dan menentukan kandidat terbaik
untuk ditempatkan pada posisi yang membutuhkan.
Dari uraian langkah-langkah yang diperlukan dalam
proses penerapan pendekatan kompetensi tersebut di atas
dapat dinarasikan sederhana sebagai berikut:
1. Merencanakan kompetensi sumber daya manusia,
adalah merencanakan seluruh aktivitas berdasarkan
visi dan misi organisasi (instansi), kemudian
diterjemahkan ke dalam strategi fungsional yang ada.
Dengan kata lain, visi dan misi organisasi
diterjemahkan ke dalam strategi pengelolaan sumber
daya manusia karyawan, yang kemudian
diterjemahkan menjadi tuntutan kompetensi sumber
daya manusia yang harus dimiliki dalam bentuk
program-program dan kegiatan teknis lainnya.
Selanjutnya, kompetensi sumber daya manusia ini
harus dipetakan agar lebih mudah dalam
pengelolaannya. Perencanaan kompetensi ini akan
merupakan rancangan kompetensi yang akan
dibangun organisasi, baik yang merupakan

247
PRINSIP DAN MANFAAT TQM

kompetensi inti (core competencies) maupun


kompetensi pendukung (supporting competencies).
2. Pengorganisasian kompetensi sumber daya manusia
setelah adanya perencanaan kompetensi harus
melakukan pengelompokan atas kompetensi tersebut,
pengelompokan ini penting dilakukan agar
memudahkan identifikasi kecenderungan kompetensi
yang dimiliki oleh individu karyawan. Upaya
pengelompokan ini dapat dilakukan melalui
penentuan bidang-bidang kompetensi inti yang
merupakan tonggak organisasi, maupun bidang
kompetensi pendukung. Tentunya, hal ini akan
berlainan untuk organisasi yang berbeda. Melalui
pengorganisasian ini, organisasi akan lebih mudah
dalam upaya pengembangan kompetensi yang lebih
jauh.
3. Pengembangan kompetensi, hendaknya mengacu
kepada database tentang progress dan kompetensi
karyawan yang dimiliki oleh perusahaan, yang dalam
hal ini biasanya tersimpan pada bagian sumber daya
manusia perusahaan tersebut. Dari database inilah
pihak manajemen mendapatkan gambaran
kompetensi apa sajakah yang dimiliki oleh para
karyawan perusahaan dan selanjutnya dapat
dilakukan evaluasi terhadap kemungkinan
pengembangan kompetensi karyawan lebih lanjut
sesuai dengan perencanaan pengembangan
kompetensi yang telah dimiliki perusahaan. Dari
database itu juga dapat diketahui gap antara
kompetensi yang seharusnya dimiliki dan yang
diharapkan oleh perusahaan. Dengan demikian,
organisasi dapat melakukan berbagai upaya
pembangunan dan pengembangan kompetensi
sumber daya manusia, sehingga perencanaan
kompetensi yang dibutuhkan dapat terisi dengan
baik.
4. Organisasi melakukan evaluasi terhadap kompetensi
yang sudah dibangun dan dikembangkan tadi, untuk
mengetahui sampai sejauhmana upaya yang
dilakukan telah mencapai sasaran peta kompetensi

248
PRINSIP DAN MANFAAT TQM

yang telah disusun. Upaya evaluasi ini, harus


senantiasa memperhatikan perkembangan situasi
dan kondisi yang ada, sehingga apabila diperlukan
organisasi harus mampu beradaptasi melakukan
berbagai penyesuaian baik terhadap perencanaan
kompetensi maupun pengembangan kompetensi
karyawan yang telah disusun.
5. Seperti telah dijelaskan sebelumnya, bahwa langkah
awal yang perlu dilakukan oleh organisasi publik
adalah mengidentifikasi visi dan misi yang hendak
dicapai. Dengan demikian, akan diketahui ke arah
mana yang akan dituju, strategi apa yang mau
dikembangkan, barulah kemudian, organisasi
menyususn rancangan/ model kompetensi (dalam
bentuk rencana pengembangan kompetensi) seperti
apa yang mau dibangun untuk mencapai visi dan misi
tersebut. Misalnya, Perusahaan XYZ, berkeinginan
menjadikan organisasi perusahaannya yang handal
dalam manajemen sumber daya manusia, maka
sebagai organisasi public professional akan selalu
konsisten dan berkesinambungan mengembangkan
kompetensi sumber daya manusianya mulai dari
rekrutmen pegawai, haruslah mengacu kepada syarat
dan analisa jabatan baik dari sisi pengetahuan,
keterampilan, atau keahlian sesuai dengan
kebutuhan organisasi/ perusahaan, sesuai dengan
perencanaan pengembangan kompetensi sumber
daya manusianya.
Selanjutnya sebagai organisasi perusahaan
profesional haruslah selalu menggunakan acuan
rencana pengembangan kompetensi yang telah
disusun, sebagai dasar dalam berbagai keputusan
yang terkait dengan pengembangan sumber daya
manusianya. Mulai pelaksanaan pengadaan sumber
daya manusianya, dalam penentuan persyaratan, dan
prosedur seleksi, maka tuntutan kompetensi akan
dijadikan dasar. Program-program sosialisasi,
pelatihan, dan pengembangan sumber daya manusia
dilakukan dalam rangka pembangunan kompetensi
sumber daya manusia. Penentuan arah karier,

249
PRINSIP DAN MANFAAT TQM

pengelolaan kinerja, dan kompensasi yang diberikan


juga berdasarkan pada kompetensi sumber daya
manusia yang telah direncanakan sebelumnya.
Dengan demikian, segala upaya organisasi dalam
aktivitas sumber daya manusianya mengacu pada
kompetensi sumber daya manusia yang hendak
dibangun dan dikembangkan oleh organisasi.
6. Kompetensi yang berkaitan dengan jabatan berarti
kompetensi yang dipersyaratkan oleh suatu jabatan.
Ini yang biasa dikenal dengan sebutan standar
kompetensi jabatan. Sementara kompetensi yang
berkaitan dengan individu artinya kompetensi yang
dimiliki oleh setiap individu karyawan. Kedua
kompetensi harus selalu dilakukan evaluasi untuk
menuilai seberapa jauh kesesuaian antara
kompetensi yang dipersyaratkan oleh suatu jabatan
dengan kompetensi yang dimiliki setiap individu
karyawan. Jika pihak manajemen selalu konsisten
menerapkan tahapan demi tahapan sesuai dengan
perencanaan pengembangan kompetensi sumber
daya manusia dalam sebuah organisasi perusahaan,
maka potensi mendukung organisasi mencapai
tujuannya dan memberikan nilai bagi organisasi akan
berhasil dengan baik.
7. Pritchard (1977) dalam (Gunawan, 2006) menjelaskan
bahwa kompetensi merupakan cara mengintegrasikan
strategi sumber daya manusia dengan strategi
organisasi, sehingga menambah nilai kinerja bagi
organisasi. Selain itu, kompetensi memberdayakan
setiap individu dan tim, serta manajemen dari proses-
proses sumber daya manusia yang kompleks. Cooper,
Lawrence, Kierstead, Lynch, dan Luce (Gunawan,
2006) mencatat beberapa hal positif yang dihasilkan
dari model manajemen sumber daya manusia
berbasis kompetensi yag baik, yaitu mengaitan
kompetensi individu secara langsung pada strategi
dan tujuan organisasi, mengembangkan profil posisi
dan peran, serta mencocokkan individu pada tugas
dan tanggung jawab tertentu, meningkatkan
kemampuan untuk memonitor dan memperbaiki

250
PRINSIP DAN MANFAAT TQM

secara berkelanjutan profil kompetensi, dan


mendukung organisasi dalam menerapkan sistem
sumber daya manusia yang lebih baik.
Selanjutnya, Lucia dan Lepsinger (1999)
menyebutkan beberapa manfaat yang dirasakan
dalam penerapan model kompetensi, yaitu
memberikan klarifikasi baik untuk pekerjaan maupun
ekspektasi kerja, membantu menciptakan praktik
rekrutmen yang efektif, meningkatkan produktivitas,
menciptakan proses ynag efektif untuk sistem
penilaian dan umpan balik 360 derajat, menyediakan
alat untuk membantu organisasi menghadapi
lingkungan yang berubah cepat, serta menyelaraskan
perilaku dengan nilai-nilai dan strategi organisasi.

251
PRINSIP DAN MANFAAT TQM

Daftar Pustaka
Anntoinette D. Lucia., Richard, Lepsinger. (1999). The Art
and Science of Competency Models: Pinpointing
Critical Success Factor in Organizations. San
Francisco: JosseyBass/Pfeiffer, A wiley Company.
Azmi, I. A. G. (2010). Competency-Based Human Resource
Practice in Malaysian Public sector Organizations.
African Journal of Business Management, 4(2), 8.
Dharma, Surya. (2002). Pengembangan SDM Berbasis
Kompetensi, Usahawan. Yogyakarta: Amara Books.
Dubois, David D. (1993). Competency-Based Performance
Improvement: A Strategy for Organizational Change.
Unites States: HRD Press, Inc.
Gunawan, Budi. (2006). Membangun Kompetensi Polri:
Sebuah Model Penerapan Manajemen SDM Berbasis
Kompetensi. Jakarta: Yayasan Pengembangan Kajian
Ilmu Kepolisian.
Lasmadi, Arbono. (2002). Peran Baru bagi Fungsi SDM
dan Para Paraktisinya. (www.epsikologi.com).
Robbins, S. P., & Judge, T. A. (2015). Organizational
Behavior (R. Saraswati& F. Sirait, Trans. 16th ed.).
New Jersey: Pearson Education
Saluy, A. B., & Treshia, Y. (2018). Pengaruh motivasi kerja,
disiplin kerja dan kompensasi terhadap kinerja
karyawan (Studi Kasus di Perusahaan PT IE). Jurnal
Ilmiah Manajemen and Bisnis, 2(1), 53-70.
Saluy, A., Kemalasari, Novawiguna. (2018). The Role of
Organizational Culture, Organizational Commitment,
and Styles of Transformational Leadership towards
Employee Performance ICBEAS 2018. International
Conference on Business, Economic and
Administrative Sciences - International Journal of
Industrial and Systems Engineering - Amsterdam, The
Netherlands. International Scholarly and Scientific
Research & Innovation 12(8).

252
PRINSIP DAN MANFAAT TQM

Siswanto, Joko. (2003). Implementasi Manajemen


Sumber Daya Manusia Berbasis Kompetensi, makalah
disampaikan dalam Lokakarya Pengukuran
Kompetensi Individu. Jakarta: Departemen
Kehuatanan.
Sedarmayanti. (2016). Manajemen Sumber Daya Manusia,
Reformasi Birokrasi dan Manajemen Pegawai Negeri
Sipil (D. Sumayyah Ed. 2nd Edition ed.). Bandung:
Refika Aditama.
Jackson, S. E., Schuler, R. S., & Werner, S. (2009).
Managing Human Resources, 10th ed. (B. Prihartanto,
Trans. 10th ed.). Singapore: Cengage Learning Asia.
Spencer, Lyle M., Signe M. Spencer. (1993). Competence
at Work: Models for Superior Performance. New York:
John Wiley and Sons, Inc.

253
PRINSIP DAN MANFAAT TQM

Profil Penulis
Dr. Ahmad Badawi Saluy, S.E., M.M.,
CHRA., CQC.
Dilahirkan di Kalianda Lampung Selatan.
Pendidikan sekolah dasar sampai sekolah
lanjutan pertama ditempuh di Lampung
sedangkan sekolah lanjutan atas ditempuh di Yogyakarta.
Pendidikan Diploma diselesaikan di APPI dan UII Yogyakarta
1981 sarjana strata satu diselesaikan pada Program Studi
Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Bandar Lampung
tahun 1990. Pendidikan sarjana strata dua diselesaikan pada
Program Studi Magister Manajemen, Program Pascsarjana
Universitas Negeri Bengkulu tahun 2006 dan gelar Doktor
diperoleh dari Program Pascasarjana Universitas Negeri Jakarta
tahun 2013. Saat ini ia menjadi dosen tetap pada Program Studi
Magister Manajemen, Program Pascasarjana, Universitas Mercu
Buana, Jakarta yang dijalaninya sejak tahun 2013. Sebelumnya
ia juga tercatat sebagai dosen pada Fakultas Ekonomi
Universitas Prof. Dr. Hazairin, SH. dan sebagai anggota Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Bengkulu tahun 2004-2009
dan 2009-2014. Bidang kepakaran Strategic Human Resources
Management, aktif menulis artikel di berbagai International
Journal and International Conference (Ahmad Badawi Saluy -
Google Cendekia).
E-mail Penulis: ahmad.badawi@mercubuana.ac.id

254
Profil Editor
Dr. Hartini, S.E., M.M., C.FTax., C.LA-ALC.,
C.SS-ALC
Berasal dari Kabupaten Bulukumba, Provinsi
Sulawesi Selatan. Menyelesaikan pendidikan
Strata Satu (S-1) di Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi
(STIE-YPUP) Makassar tahun 2005. Selanjutnya,
melanjutkan pendidikan Strata Dua (S-2) di Sekolah Tinggi Ilmu
Ekonomi (STIE-YPUP) Makassar tahun 2010 program studi
magister manajemen. Kemudian melanjutkan pendidikan (S-3)
pada Universitas Hasanuddin (UNHAS) program studi ilmu
ekonomi, jurusan manajemen dan menyelesaikan pendidikan
pada tahun 2018. Saat ini, bekerja sebagai dosen tetap pada
STKIP Pembangunan Indonesia Makassar. Pada tahun 2013
menjabat sebagai ketua Program Studi, kemudian diberi
amanah untuk menjabat Ketua LPM. Memiliki kepakaran dalam
bidang manajemen dan mulai aktif menulis berbagai buku,
beberapa buku yang berhasil diterbitkan antara lain: Buku
referensi dengan judul (Person Organization Fit (P-O Fit), Quality
of Work Life, dan Keadilan Organisasi; MSDM (Digitalisasi
Human Resources)). Buku kolaborasi (Pengantar Manajemen
untuk Organisasi Publik; Pengantar Bisnis; Perilaku Organisasi;
Kinerja Karyawan; Setahun Covid-19 dari Berbagai Perspektif;
BUM Desa sebagai Kekuatan Ekonomi Baru Kisah Inspirasi S-
3). Beberapa tulisan yang telah dihasilkan dalam bentuk jurnal
nasional yang terakreditasi dan jurnal internasional pada
bidang keilmuan khususnya manajemen. Beberapa artikel yang
diterbitkan pada beberapa jurnal nasional dan internasional,
seperti jurnal internasional terindeks scopus (Journal of Asian
Finance, Economics and Business). Selain menulis, penulis juga
aktif sebagai Tutor Online (Tuton) pada Universitas Terbuka,
juga dipercaya sebagai reviewer dan editor pada beberapa jurnal
nasional dan internasional.
E-mail: antyhartini@gmail.com
View publication stats

Anda mungkin juga menyukai