Anda di halaman 1dari 8

TEORI SENI

“ KUDA LUMPING “

Untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah teori seni

Dosen Pengampu :

Dr. Lilis Sumiati, S.Sen, M.Sn

Farah Nurul Azizah, S.Sn M.Sn

Disusun oleh :

Denisa Rahmania Putri

Nim 221133018

Kelas B

PRODI TARI
FAKULTAS SENI PERTUNJUKAN
INSTITUT SENI BUDAYA INDONESIA (ISBI) BANDUNG
2023
KATA PENGANTAR

Seraya mengucapkan syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan


rahmat dan karunia-Nya, sehingga saya dapat menyelesaikan tugas ini untuk
memenuhi salah satu tugas dimata kuliah teori seni , yang berjudul “ kuda lumping
‘’ yang menggunakan teori struktur prof Iyus Rysliana

Saya menyadari bahwa dalam penyusunan tugas ini tidak terlepas dari
bantuan banyak pihak yang dengan tulus memberikan do’a, dukungan, kritik juga
saran sehingga saya bisa menyelesaikan tugas ini.

saya mengucapkan terimakasih kepada dosen yang telah membimbing saya


sampai penyusunan tuas ini. Dan saya menyadari bahwa makalah ini jauh dari kata
sempurna, karena saya masih belajar dalam penyusunan makalah. Oleh karena itu,
saya siap menerima saran dan kritik demi kemajuan makalah ini dan untuk
memperbaiki pembuatan makalah kedepannya. Semoga makalah ini bisa
bermanfaat pagi pembaca

Bandung, 10 Desember 2023

Penulis
DAFTAR ISI

BAB I ...................................................................................................................... 4
PENDAHULUAN................................................................................................... 4
1.1 LATAR BELAKANG ................................................................................... 4
BAB II ..................................................................................................................... 5
PEMBAHASAN ..................................................................................................... 5
2.1 Teori Fungsi Menurut R.M SOEDARSONO ................................................ 5
2.2 Kuda Lumping Sarat Akan Ritual Dan Mistis .............................................. 5
2.3 Kuda Lumping Sebagai Sarana Hiburan ....................................................... 6
BAB III.................................................................................................................... 7
KESIMPULAN ....................................................................................................... 7
DAFTAR PUSTAKA : ........................................................................................... 8
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Kuda lumping merupakan salah satu jenis kesenian tradisional yang


cukup populer. Tarian kuda lumping kini masih tumbuh di banyak kelompok
masyrakat khusunya di pulau jawa.

Kuda lumping menjadi sebuah seni tari yang dimainkan dengan


properti berupa kuda tiruan, yang terbuat dari anyaman bambu atau bahan
lainnya dengan dihiasi rambut tiruan dari tali plastik atau sejenisnya yang di
gelung atau di kepang, sehingga pada masyarakat jawa sering disebut sebagai
jaran kepang. Kuda lumping juga disebut Jaran kepang atau Jathilan adalah
tarian tradisional Jawa yang berasal dari Ponorogo, Jawa Timur.

Seni Kuda Lumping sebagaimana sering kita jumpai pertunjukannya di


pelosok- pelosok perkampungan bahkan di perkotaan, pada dasarnya kesenian
tersebut adalah sebuah genre seni helaran yang dipertunjukkan secara berjalan
menelusuri rute atau alur jalannya pertunjukan.

Pada saat ini seni Kuda Lumping banyak berkembang di wialayah


kabupaten Bandung, kota Bandung, dan Sumedang. Keti- ga daerah inilah yang
banyak memiliki grup seni Kuda Lumping dengan masing-masing anggota
kelompoknya. Salah satu yang men- cirikan dari pertunjukan Kuda Lumping
adalah seni yang memiliki daya mistis dengan hal-hal yang bersifat transenden.

Oleh karena seni tersebut memiliki kekuatan mistis dengan sifat yang
transendennya, maka ada sebuah peran penting di balik pertunjukan Kuda
Lumping tersebut yaitu peran seorang Malim Kuda Lumping. Malim inilah
yang mengendalikan jalannya pertunjukan Kuda Lumping dari awal hingga
akhir pertunjuka
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Teori Fungsi Menurut R.M SOEDARSONO

Menurut R.M Soedarsono teori fungsi primer seni pertunjukan salah


satunya yaitu fungsi sebagai hiburan yang penitmatnya adalah pelakunya
sendiri.

Kesenian Kuda Lumping berbentuk tarian kelompok menggambarkan


semangat juang para prajurit yang menunggang kuda. Keunikan kesenian Kuda
Lumping terlihat pada sajian pertunjukan yang selalu memainkan gerakan
dinamis dan agresif menggunakan properti kuda buatan.

Kesenian ini juga menyuguhkan atraksi memukau beraliran sakral seperti


adegan kesurupan (trance) dan kekebalan tubuh yang tidak sembarang orang
bisa melakukannya, sehingga juga melibatkan pawang dalam setiap
pementasannya.

Tarian ini mengungkapkan jenis tarian tradisional kerakyatan semacam ini


pada umumnya apabila dilihat secara struktur dan bentuk geraknya masih
sederhana, tidak banyak ungkapan variasi gerak yang rumit, namun bila dikaji
secara teks dalam konteksnya juga sarat dengan muatan-muatan makna dan
nilai.

2.2 Kuda Lumping Sarat Akan Ritual Dan Mistis

Pertunjukan seni Kuda Lumping dipandang sebagai sebuah realitas seni


budaya yang kental dengan tradisi budaya mistisnya. Pertunjukannya berbentuk
helaran yang menampilkan tarian Kuda Lumping dengan diiringi musik
tetabuhan yang mempertegas nuansa sakral sebagai ciri khasnya.

Kehadiran seorang Malim dalam pertunjukan Kuda Lumping,


dipandang sebagai peran sentral yang mengendalikan jalannya pertunjukan.
Malim berperan sebagai sosok yang mampu berkomunuikasi secara transenden
dengan menggunakan mantra-mantranya. Hal tersebut sebagai upaya
mengundang roh halus untuk masuk menyatu dengan roh si pemain Kuda
Lumping hingga menjadi kerasukan (trans).

Pertunjukan Kuda Lumping merupakan bentuk pertunjukan yang unity


artinya di dalamnya terdapat unsur-unsur seni seperti seni tari, karawitan,
drama, dan seni rupa.

Di dalam pertunjukan Kuda Lumping terdapat pemain yang menjadi


Kuda Lumping, artinya orang yang menunggangi alat kukudaan (Kuda
Lumping) dengan gerak tarian yang bersifat mistis sesuai dengan perintah sang
Malim. Para pemain Kuda Lumping yang sudah kerasukan atau kesurupan
tersebut, mereka menari yang diiringi oleh alat tetabuhan sebagai musik
pengiring seni Kuda Lumping

2.3 Kuda Lumping Sebagai Sarana Hiburan

Selain dari kental akan rituan dan mistis pertunjukan kuda lumping adlah
sebagai sarana hiburan bagi masyarakat Pada perkembanganya, pertunjukan
Kuda Lumping saat ini tidak berdiri sendiri sebagai pertunjukan tunggal, akan
tetapi kebanyakan suka digabung dengan helaran pertunjukan Kuda Renggong.

Posisi helaran Kuda Lumping selalu berada di belakang rombongan Kuda


Renggong, bahkan posisinya terpisah agak menjauh beberapa meter dari ba-
risan depan. Pertunjukan Kuda Lumping selalu berada di belakang Kuda
Renggong, tiada lain karena Kuda Lumping memerlukan waktu beberapa saat
untuk berhenti dan melakukan traksinya.

Pada saat inilah pemain Kuda Lumping beraksi dengan menampilkan ge-
rakan-gerakan mistisnya yang berada dalam kondisi trans (kerasukan). Bunyi
tetabuhan dog-dog yang bertempo semakin cepat dan semakin keras, adalah
sebuah tanda bahwa para pemain Kuda Lumping sedang dalam kasuru- pan
yang memuncak, dengan pantauan dari sang Malim yang mengendalikan
jalannya pertunjukan.
Sang Malim berkonsentrasi penuh untuk memantau pergerakan para pemain
Kuda Lumping, yang dibantu oleh para asisten Malim yang membantu
menggarahkan gerakan-gerak- an mistis dari para pemain Kuda Lumping agar
tidak bergerak liar.

BAB III

KESIMPULAN

Seni Kuda Lumping dengan berbagai keunikanya, pada dasarnya adalah


sebuah ben- tuk pertunjukan rakyat yang lahir dari tradisi budaya setempat
dengan ciri kesakralanya da- lam bentuk seni pertunjukan yang dapat di- tonton
oleh umum. Salah satu daya tariknya adalah, adanya hubungan transenden
antara manusia dengan kekuatan alam ruh yang berkaitan dengan tradisi
membacakan mantra sebagai salah satu media penghubungnya.

Orang yang bertanggung jawab sepenuhnya dalam pertunjukan seni Kuda


Lumping adalah Malim. Keberdaan seorang Malim dalam Kuda Lumping
menjadi sangat sentral sekali dengan keterampilan mengendalikan jalanya
pertunjukan yang berkaitan dengan dunia roh sebagai media komunikasi.
Fenomena tersebut dipandang sebagai realitas budaya yang kental dengan
muatan nilai-nilai spiritual dengan ciri kesakralan magisnya.

Kesenian tradisi bukan kitab suci, dan tidak pernah mati, apabila masyarakat
pendukungnya menganggap penting keberadaannya. Tradisi akan berubah
apabila tidak memuaskan seluruh pendukungnya. Tradisi tidak akan berubah
dengan sendirinya, tetapi member peluang untuk dirubah. Sebagai pewarisnya
harus memiliki kemauan untuk memvitalkan kembali, dan adanya kemauan
untuk melakukan inovasi. Kata Kuncinya kreativitas.

Apa artinya berkreativitas apabila, hasil kreativitas itu tidak bermanfaat


baik bagi pelakunya maupun masyarakat penyangganya. Untuk itu, hasil karya
seni harus memiliki nilai ideal dan nilai jual.
DAFTAR PUSTAKA :

https://jurnal.isbi.ac.id/index.php/etnika/article/

https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpnbjabar/jaran-lumping-khas-cirebon/

https://budaya-indonesia.org/seni-tari-kuda-lumping

https://museumpendidikannasional.upi.edu/ruang-koleksi-sejarah-pendidikan-
di-jawa-barat-kaulinan-barudak-kuda-lumping/

Anda mungkin juga menyukai