Anda di halaman 1dari 16

PEDAGOGIA : Jurnal Ilmu Pendidikan

PEDAGOGIK LITERASI KRITIS; SEJARAH, FILSAFAT DAN


PERKEMBANGANNYA DI DUNIA PENDIDIKAN
Ani Hendriani, Pupun Nuryani, Teguh Ibrahim
Universitas Pendidikan Indonesia
Anihendriani@upi.edu

Abstract
This paper aims to analyze the concept of critical literacy pedagogy, from history, philosophers'
thinking, and its development in the world of education today. This research is motivated by the
rarely discussed literacy as a power to change social structure, critical literacy education can help
students to mark and parse various texts representing social marginalization, abuse of power,
injustice, oppression, racial issues, gender issues, and various other social inequalities. Critical
literacy education will help students become an agency to change the impartiality of social reality.
The research method used is concept analysis with generic analysis design (McMillan &
Schumacher, 2001) or integrative review (Whittemore and Knafl 2005). The results of the research
indicate that the history of critical literacy begins with the thought of Paulo Freire, a Brazilian
pedagogue who brought much change in the world of education through his thoughts on the
concept of literacy as the activity of reading the word and the world, critical literacy also regarded
as social forces (Gramsci), the struggle for emancipation women (Ajayi), Agency and social
problem solving (Hendriani et al). This study has significance to enrich the pedagogic treasures
in general, especially critical pedagogy on the scope of literacy education. The implications of this
research are for the development of critical literacy-based education at the elementary to higher
education level.

Keywords: Agency, Critical Literacy, Critical Pedagogy, Multiliteracy

Abstrak
Makalah ini bertujuan untuk menganalisis konsep pedagogik literasi kritis, mulai dari sejarah,
pemikiran para filsuf, dan perkembangannya di dunia pendidikan dewasa ini. Penelitian ini
dilatarbelakangi oleh masih jarangnya pembahasan literasi sebagai kekuatan pengubah struktur
sosial, pendidikan literasi kritis dapat membantu siswa untuk menandai dan mengurai beragam
teks yang merepresentasikan marjinalisasi sosial, penyalahgunaan kekuasaan, ketidakadilan,
penindasan, isu ras, isu gender, dan beragam kesenjangan sosial lainnya. Pendidikan literasi kritis
akan membantu siswa menjadi agensi untuk mengubah realitas sosial yang kurang memihak.
Metode penelitian yang digunakan adalah analisis konsep dengan desain analisis generik
(McMillan & Schumacher, 2001) atau integrative review (Whittemore and Knafl, 2005). Hasil
dari penelitian menunjukkan bahwa sejarah literasi kritis dimulai dari pemikiran Paulo Freire,
seorang pedagog dari Brazil yang banyak membawa perubahan di dunia pendidikan melalui
pemikirannya tentang konsep literasi sebagai aktivitas membaca kata dan dunia, literasi kritis juga
dianggap sebagai kekuatan sosial (Gramsci), perjuangan emansipasi wanita (Ajayi), Agensi dan
pemecahan masalah sosial (Hendriani dkk). Penelitian ini memiliki signifikansi untuk
memperkaya khazanah pedagogik pada umumnya, khususnya pedagogik kritis pada lingkup
pendidikan literasi. Implikasi dari penelitian ini adalah untuk pengembangan pendidikan berbasis
literasi kritis pada jenjang pendidikan dasar sampai pendidikan tinggi.

44
PEDAGOGIA : Jurnal Ilmu Pendidikan

Kata Kunci: Agensi, Literasi Kritis, Mulitliterasi, Pedagogik Kritis

A. PENDAHULUAN pada konsep literasi sebagai kemampuan


membaca dan menulis kosakata.
Dewasa ini, literasi bukan hanya sebatas Pada dasarnya paradigm literasi
keterampilan membaca dan menulis konvensional mengacu pada teori Whole
kosakata. Memasuki abad 21, literasi Language yang menekankan pada konteks
berkembang menjadi sebuah keterampilan pribadi siswa maupun guru, dengan
berpikir dalam membaca kata dan dunia berorientasi pada teks yang merupakan
serta mencari relasi diantara keduanya untuk reproduksi dari aspek sosial budaya
memecahkan masalah kehidupan. Penulis masyarakat, dalam hal ini siswa tidak
mengutip pendapat Alwasilah, beliau dilibatkan menjadi anggota masyarakat, dan
mengungkapkan tujuh prinsip dasar literasi diperlukan metode yang cocok untuk
yang berkembang dewasa ini, adapun memisahkan anggota kelas (siswa), serta
ketujuh prinsip tersebut adalah sebagai digunakan sebagai jalan untuk
berikut: mengkompensasi ketidakadilan sosial.
1. Literasi adalah kecakapan hidup (life Dalam perspektif baru paradigma
skills) yang memungkinkan manusia pembelajaran literasi, menganut teori literasi
berfungsi maksimal sebagai anggota kritis. Teori ini menghendaki pembelajaran
masyarakat; melalui penanaman harapan prestasi
2. Literasi mencakup kemampuan reseptif akademik yang tinggi pada siswa, serta
dan produktif dalam upaya berwacana mengakui dan menghargai kompetensi
secara tertulis maupun secara lisan; budaya siswa. Selanjutnya, teori ini juga
3. Literasi adalah kemampuan melakukan pengembangan kesadaran politik
memecahkan masalah; sosial guru dan siswa, dengan memberikan
4. Literasi adalah refleksi penguasaan dan pengalaman kepada siswa, yang berdasarkan
apresiasi budaya; pada konsep bahwa mereka adalah anggota
5. Literasi adalah kegiatan refleksi (diri); dari kelompok masyarakat, menghubungkan
6. Literasi adalah hasil kolaborasi; pengetahuan siswa terhadap kelompok-
7. Literasi adalah kegiatan melakukan kelompok masyarakat dengan kritik teks
interprestasi. (Alwasilah, 2012). yang berkaitan dengan isu-isu kekuasaan,
hubungan dominasi, dan kelompok. Serta
Mengacu pada pendapat Alwasilah, kecenderungan untuk melihat siswa sebagai
dapat dipahami betapa pentingnya bagian dari berbagai kelas sosial budaya
keterampilan literasi bagi perkembangan sebagai kelompok yang mencerminkan
kehidupan sumber daya manusia, terutama realitas masyarakat. (Kucer, 2005).
bagi Bangsa Indonesia yang tengah Mengacu pada latarbelakang tersebut,
mempersiapkan diri menuju generasi emas maka makalah ini bertujuan untuk
2045. Penulis menemukan adanya memberikan kerangka konseptual mengenai
kesenjangan mengenai paradigma literasi pendidikan literasi kritis mulai dari sejarah,
yang berkembang di lingkungan masyarakat landasan filosofis, serta perkembangannya
Indonesia. Kuat dugaan paradigm literasi di dunia pendidikan hingga saat ini. Penulis
yang berkembang di masayarakt belum juga memberikan alternatif desain didaktik-
sepenuhnya mengadopsi paradigma literasi metodis pendidikan literasi kritis dengan
sebagai kekuatan budaya dan masih terpaku pendekatan hadap masalah.

45
PEDAGOGIA : Jurnal Ilmu Pendidikan

memulainya dengan mengutip artikel


B. KAJIAN LITERATUR karya Heather Thomson-Bunn (2014)
yang berjudul: Are They Empowered
1. Hakikat Pedagogik Kritis Yet?: Opening Up Definitions of Critical
Sebelum pembahasan mengenai Pedagogy. Tulisan Bunn memuat
hakikat pedagogik kritis, penulis artikulasi yang lebih mendalam
berusaha kembali meng-iluminasi mengenai apa itu pedagogik kritis dan
konsep pedagogik sebagai sebuah ilmu apa yang dilakukannya. Bunn merasa
yang sangat fundamental bagi adanya polemik tentang urgen atau
perkembangan sumber daya manusia. tidaknya pedagogik kritis dengan kondisi
Menurut Langeveld dalam (Ibrahim, pendidikan saat ini. Sehingga iluminasi
2017) “pedagogik merupakan suatu teori konsep pedagogik kritis dirasa penting
yang secara teliti, kritis dan objektif bagi perkembangan khazanah keilmuan
mengembangkan konsep-konsepnya pedagogik.
mengenai hakekat manusia, hakekat Bunn mengawali penjelasan
anak, hakekat tujuan pendidikan serta pedagogik kritis dengan mengutip
hakekat proses pendidikan”. Dalam pendapat Theilin (2005):
perkembangannya sebagai sebuah ilmu
otonom, Pedagogik berkembang Critical pedagogy is not about
menjadi ilmu mendidik yang melingkupi polemics or preaching one's politics
lintas dimensi kehidupan, lintas ruang, in the classroom. Rather, it involves
dan waktu (usia). Suyitno dalam Ibrahim authorizing students to share
(2017) menambahkan bahwa responsibility for their education
“Pedagogik sebagai ilmu, memberikan while posing problems based in
seperangkat pengetahuan tentang students' collective experience in the
bagaimana orang dewasa (guru, orang world around them. Critical
tua, pimpinan organisasi/lembaga, dll) pedagogues challenge the status quo
dapat membimbing pihak lain (anak, both in content and method.
peserta didik, anggota organisasi,
generasi muda, dll) secara utuh dan Mengacu pada pendapat Theilin
benar selaras dengan nilai-nilai dan dapat disimpulkan bahwa Pedagogi kritis
tujuan hidup secara bertanggung jawab”. bukan tentang polemik atau
Mengacu pada kedua referensi tersebut, mengkhotbahkan ilmu pengetahuan
dapat dipahami bahwa Pedagogik seorang guru di dalam kelas. Sebaliknya,
merupakan ilmu yang memiliki peran pedagogik kritis melibatkan otonomi
fundamental dalam membentuk manusia siswa untuk berbagi tanggung jawab saat
paripurna dengan segala atribut mendapati masalah berdasarkan
potensial yang menyertainya. Pedagogik pengalaman kolektif mereka pada
adalah ilmu tentang bagaimana realitas sosial yang dihadapi. Pendidik
mendidik dan memanusiakan manusia kritis menantang status quo baik dalam
berlandaskan ilmu filsafat, agama, konten maupun metode. Itu artinya
psikologi, sosiologi, antropologi dan pendidik yang kritis selalu memiliki
prinsip ilmu humaniora lainnya. hasrat untuk meningkatkan
Setelah memahami konsep kapabilitasnya sebagai seorang guru baik
pedagogik sebagai ilmu, penulis akan dalam konten ataupun strategi. Ia
melanjutkan pembahasan tentang memperjuangkan perubahan dan tidak
hakikat pedagogik kritis. Penulis

46
PEDAGOGIA : Jurnal Ilmu Pendidikan

mau menjadi pelanggeng status quo, ia dalam sebuah hubungan sosial.”.


beranjak dari zona nyaman. Selanjutnya Henry Giroux dalam
Selanjutnya, Bunn (2014) sambutannya di buku karya Mclaren
melengkapi konsep pedagogik kritis (2007) “Democracy, Education, and the
dengan mengutip pendapat Freire Politics of Critical Pedagogy.” Critical
(2008): Pedagogy: Where Are We Now?”
menjelaskan bahwa:
The students—no longer docile
listeners—are now critical Critical pedagogy is not simply
coinvestigators in dialogue with the concerned with offering students new
teacher . . . education, as a humanist ways to think critically and to act
and liberating praxis, posits as with authority as agents in the
fundamental that the people classroom; it is also concerned with
subjected to domination must fight providing students with the skills and
for their emancipation . To that end, knowledge necessary for them to
it enables teachers and students to expand their capacities both to
become subjects of the educational question deep-seated assumptions
process by overcoming and myths that legitimate the most
authoritarianism and an alienating archaic and disempowering social
intellectualism. practices that structure every aspect
of society and to take responsibility
Mengacu pada pendapat Freire dapat for intervening in the world they
disimpulkan bahwa pedagogik kritis inhabit.
menginginkan tidak adanya dikotomi
antara guru dan siswa. Para siswa - tidak Mengacu pada pendapat Giroux
lagi berperan sebagai pendengar aktif – dapat dipahami Pedagogi kritis tidak
tetapi lebih kepada peneliti kritis yang hanya sebatas menghimbau agar siswa
berkolaborasi dengan guru dalam sebuah berpikir kritis dan berperan sebagai agen
dialog. Pedagogik kritis mengusung di dalam kelas; tetapi juga menyediakan
humanisasi atau praksis yang pengetahuan dan keterampilan yang
membebaskan manusia dari beragam diperlukan mereka untuk memperluas
dominasi otoritarianisme dan kapasitas mereka baik untuk
intelektualisme yang mengalienasi mempertanyakan asumsi mendalam atau
humanitas atau potensi peserta didik. mitos praktik sosial yang paling kuno
Bunn (2014) juga menambhkan dan melemahkan struktur setiap aspek
kutipan dari beberapa ahli, diantaranya masyarakat dan mengambil tanggung
yaitu Burbules dan Berk (1999) dalam jawab untuk campur tangan dalam dunia
bukunya “Critical Thinking and Critical yang mereka huni.
Pedagogy: Relations, Differences, and Itu artinya pedagogik kritis tidak
Limits.” Critical Theories in Education. hanya melatih siswa berpikir kritis di
Menjelaskan bahwa : “Keasyikan utama dalam kelas. Lebih dari itu pedagogik
pedagogi kritis adalah fakta-fakta kritis berada dalam sebuah visi
tentang ketidakadilan sosial dan membentuk sistem masyarakat yang
bagaimana mengubah lembaga, situasi, lebih demokratis dan humanis dengan
atau sistem yang tidak adil, tidak mempersiapkan individuindividu yang
demokratis, atau sistem yang menindas memiliki kesadaran kritis, menyadari

47
PEDAGOGIA : Jurnal Ilmu Pendidikan

masalah, mengidentifikasi penyebab, politik, bahasa, dan kekuasaan yang ada


melakukan tindakan sosial berdaya di dalam teks”.
transformatif, dan menjunjung tinggi Pendidikan literasi kritis membantu
etika dan moral. (Robandi, et all, 2016). siswa mengeksplorasi hubungan bahasa
dan kekuatan dan berfokus pada
2. Hakikat Literasi Kritis kebutuhan untuk menciptakan
Istilah 'kritis' pada umumnya pembicara, pembaca, dan penulis kritis
didefinisikan sebagai sikap bertanya dan yang dapat mendekonstruksi teks-teks
skeptisisme tentang truisme yang yang mengelilinginya dan
diterima secara umum. Dalam wacana menafsirkannya, baik sebagai produk
pendidikan, istilah 'Kritis' tertanam dan proses praktik sosial tertentu. Dalam
dalam tiga konsep; Pedagogik Kritis, konteks ini, literasi diakui sebagai
Pemikiran Kritis dan Literasi Kritis sumber pembuatan makna yang
(Cooper, et all, 2008). Penulis didefinisikan secara ideologis
menambahkan satu konsep lain yaitu (Ioannidou, 2015). Sedangkan menurut
kesadaran kritis. Keempat istilah ini Cooper & White (2008): Literasi Kritis
salah satunya diprakarsai oleh Paulo berkaitan denga proses mengembangkan
Freire, seorang pakar pendidikan yang kapasitas diri (efikasi diri) untuk
menjadi acuan para ahli pedagogik kritis membaca dibarengi dengan sebuah sikap
seperti Henry Giroux, M. Apple, pencarian, dan keinginan untuk
William Smith dll. Profil Paulo Frerie mempengaruhi perubahan sosial yang
sudah dipaparkan di bab awal, kaitannya positif. Senada dengan pendapat Lee
dengan bahasan ini, bahwa munculnya (2016) yang mendefinisikan literasi
istilah Literasi Kritis (Critical Literacy) kritis sebagai "belajar membaca dan
berawal dari hasil penelitian yang menulis sebagai bagian dari proses
dilakukan oleh Paulo Freire yang menjadi sadar akan pengalaman
menyimpulkan bahwa pembelajaran seseorang yang dibangun secara historis
literasi harus tertuju pada membaca kata dalam hubungan kekuasaan yang
dan membaca dunia atau membaca teks spesifik”. Oleh karena itu, tujuan literasi
dan konteks. kritis adalah untuk menantang hubungan
Selanjutnya Wisudo (dalam Tilaar, kekuatan yang tidak setara ini.
2011, hlm 200) mengemukakan Berdasarkan beberapa pendapat para
pandangannya, bahwa “literasi kritis ahli dan peneliti sebelumnya, dapat
secara ringkas dapat dipahami sebagai disimpulkan bahwa literasi kritis adalah
kemampuan membaca teks secara aktif kemampuan seseorang untuk
dan reflektif dengan tujuan memperoleh mengembangkan kemampuan literasi
pemahaman yang lebih baik tentang baik itu membaca atau menulis guna
kekuasaan, ketidaksamaan atau menemukan kesenjangan sosial yang
kesenjangan, dan ketidakadilan dalam merepresentasikan penyalahgunaan
relasi manusia”. Sedangkan menurut kekuasaan, penindasan, marjinalisasi,
Johnson dan Freedman (dalam Priyatni, dan segala bentuk kritis kemanusiaan,
2012, hlm 28) mengungkapkan bahwa proses ini tidak hanya melibatkan
“Literasi kritis adalah perpaduan antara kemampuan kognitif, tapi lebih dalam
keterampilan berpikir kritis dan lagi melibatkan kesadaran dan
perhatian pada konten keadilan sosial, pengalaman. Tak sebatas itu, literasi
kritis juga dapat mengembangkan hasrat

48
PEDAGOGIA : Jurnal Ilmu Pendidikan

emansipatif untuk senantiasa membelenggu mereka sebagai manusia.


menginginkan perubahan yang positif “Pengembangan kesadaran kritis membuat
pada situasi sosio-cultural manusia. orang-orang mempertanyakan hakikat dari
Hasrat emansipatif itu memicu manusia situasi historis dan sosial mereka,
untuk bangkit sebagai pengada, agen membaca dunia mereka dengan tujuan
atau aktor yang melakukan tindakan bertindak sebagai subjek-subjek otonom
sosial berdaya transformatif. (Hendriani yang mampu membawa perubahan menuju
dkk 2017). masyarakat yang lebih demokratis dan
humanis” (Kesuma & Ibrahim, 2016).
C. METODOLOGI PENELITIAN Oleh karena itu konsep pedagogik
literasi kritis ditujukan agar peserta didik
Metode penelitian ini adalah metode mampu membaca segala bentuk realitas
analisis konsep dengan desain analisis sosial dan budaya yang ada
generik untuk mengidentifikasi makna disekelilingnya. Konsep pendidikan
esensial dari suatu konsep. Analisis ini literasi kritis Freire bukan hanya membaca
mengisolasi unsur-unsur yang membedakan kata, akan tetapi disertai membaca dunia,
suatu konsep dari kata-kata lainnya. Hasil mengkaitkan antara teks dengan konteks
analisis generik ini adalah kejelasan suatu kehidupan manusia. Konsep “Read The
konsep. Indikatornya adalah ketersediaan Word and The World” dari Paulo Freire
definisi dan argumentasi yang mendukung merupakan landasan utama dari
definisi tersebut (McMillan & Schumacher, pembelajaran bahasa berbasis literasi
2001). Desain analisis generik bisa disebut kritis, seperti yang dikemukan oleh Freire
sebagai tinjauan integrative. Metode & Macedo (2005):
penelitian ini dilakukan dalam beberapa
tahap, dimulai dengan identifikasi masalah, “The act of learning to read and write
pencarian literatur, evaluasi & analisis data, has to start from a very comprehensive
dan terakhir pelaporan (Whittemore & understanding of the act of reading the
Knafl, 2005; Brady & Asselin 2016). world, something which human beings
Pelaporan, produk akhir dari integrative do before reading the words. Even
review adalah konsep yang ajeg mengenai historically, human beings first
pedagogik literasi kritis mulai dari landasan changed the world, secondly
historis, filsafat manusia dan epistemology proclaimed the world and then wrote
serta perkembangannya dalam dunia the words.These are moments of
pendidikan dewasa ini. history. Human beings did not start
naming A! F! N! They started by
D. HASIL DAN PEMBAHASAN freeing the hand, grasping the world.”
1. Landasan Historis Pedagogik Literasi
Kritis Mengacu pada pendapat Freire, penulis
Secara historis dan teoritis, pedagogik dapat menarik kesimpulan bahwa
literasi kritis diprakarsai oleh pemikiran pendidikan literasi kritis lebih terorientasi
Paulo Freire. Beliau adalah tokoh pada program penyadaran kaum tertindas
pendidikan yang berasal dari Brazil. akan humanitas mereka yang mampu
Konsep pendidikan literasi kritis Freire menggenggam dunia. Proses penyadaran
bertujuan untuk membangkitkan menggunakan pendekatan praxis yaitu
kesadaran kritis kaum tertindas akan melalui refleksi kritis akan situasi sosial
realitas penindasan yang telah dan historis mereka, membaca “the

49
PEDAGOGIA : Jurnal Ilmu Pendidikan

world’’ mereka, yang kemudian membangun komunikasi, relasi dan


memancing lahirnya aksi yang mampu konstruksi sosial. Dan hal ini tidak bisa
membawa perubahan sosial. dilakukan oleh manusia dalam
kesendirian. Dalam hal ini pedagogik
2. Filosofi tentang Manusia dan Pengetahuan literasi kritis dapat terealisasi melalui
Mengacu pada sejarah lahirnya aktivitas dialogis antara manusia dengan
gerakan literasi kritis, pada bagian ini manusia lain.
peneliti akan mengutip beberapa Konsep dialog merupakan landasan
pemikiran filosofis Paulo Freire tentang epistemologis dalam pedagogik literasi
relasi manusia dengan kata, sehingga kritis. Dalam hemat Freire “Pendidikan
memungkin segala bentuk aktivitas bukan transfer pengetahuan, tetapi
manusia adalah membangun realitas perjumpaan subjek-subjek dalam dialog
melalui kata yang bermakna, kata yang dalam pencarian signifikansi objek dari
kritis, kata yang memiliki daya pengubah. proses mengetahui dan berpikir” (Freire,
Dalam hemat Freire (2008) “Manusia dalam Kesuma & Ibrahim 2016). Dialog
bereksistensi tidak dapat dengan adalah perjumpaan antarmanusia,
membisu, juga ia tidak dapat diperkuat dimediasi oleh dunia, dalam rangka
dengan kata-kata yang salah, tetapi menamai dunia (Freire, 2008:
dengan kata-kata yang benar, yang 88).Menamai dunia dimaknai sebagai
membuat manusia mentrasformasi dunia. mengkorfirmasi segala ciptaan Tuhan
Freire kemudian menambahkan dengan me-re-kreasinya melalui kata-kata
“Mengada, secara manusiawi, adalah sejati dari dalam diri melalui proses
menamai dunia, mengubahnya. Setelah mencari, dan terus mencari.
dinamai, dunia pada gilirannya Dalam perspektif pendidikan Freire,
menampakkan-ulang kepada si pemberi guru dan murid berdiri sejajar, guru
nama sebagai sebuah masalah dan memurid dan murid mengguru, mereka
menuntutnya memberikan sebuah nama berjalan beriringan sebagai seorang
baru. Manusia tidak diciptakan dalam pencari, penyuka dialog, bukan polemic,
kebisuan, tetapi dengan kata, dengan mereka menamai dunia melalui untaian
kerja, dengan aksi-refleksi” (Freire, kata-kata yang sejati, kata-kata yang
2008:87-88). mengubah dunia. Pendidikan Freire yang
Mengacu pada pendapat Freire, dapat dialogis banyak ditujukan menggerakkan
dipahami bahwa dalam pedagogik literasi masyarakat yang masih berkesadaran naif,
kritis, manusia atau peserta didik adalah magis, atau fanatik, menuju ke kesadaran
pencipta kata-kata yang benar, lahir kritis, memfasilitasi mereka untuk dapat
melalui praksis yaitu melalui refleksi yang mengintervensi proses historis. Caranya:
membidani tindakan atau aksi, kemudian a. Dengan metode aktif, dialogis,
berperan sebagai agensi dan menstimulasi-kritisisme dan kritis;
merekomendasikan beragam alternatif b. Dengan isi program pendidikan yang
perubahan sosial. Menciptakan kata-kata dinamis; dan
yang benar adalah tugas seluruh manusia, c. Dengan penggunaan teknik-teknik
bukan segelintir pihak (ilmuan atau seperti “penguraian” tematik dan
sastrawan). Melalui kata-kata yang benar “kodifikasi”.
manusia mampu membangun peradaban, Metode ini didasarkan atas dialog,
karena pada esensisnya bahasa atau kata- yang merupakan perhubungan antar orang
kata adalah alat berpikir bagi manusia secara horisontal.

50
PEDAGOGIA : Jurnal Ilmu Pendidikan

literasi kritis dalam dunia pendidikan.


Beberapa riset mengenai proses Pedagogik
Literasi Kritis telah dilakukan oleh
beberapa peneliti Nasional maupun
Internasional. Berikut ini penulis paparkan
beberapa riset disertai kesimpulannya:

Gambar 1 Penelitian dari Jayne R. Beilke (2005)


Dialog dalam artikelnya yang berjudul
“Whose World Is This?”. Penelitian ini
Bila diamati gambar tersebut, ada melibatkan mahasiswa S-2 Pendidikan
representasi dari sebuah relasi “empati” Multicultural dengan boys and girl
antara dua “kutub” yang terlibat dalam club (sebuah yayasan pendidikan
sebuah pencarian bersama. Proses dialog nonformal). Penelitian ini menekankan
dilahirkan dari sebuah matriks kritis, mahasiswa S2 untuk mengembangkan
dialog ditumbuhkan oleh cinta, kerendah- kesadaran multicultural secara kritis
hatian, harapan, keyakinan, dan dan potensi untuk praksis. Beilke
kepercayaan. Ketika dua kutub dialog (2005, hlm.2) menjelaskan: “critical
karena terhubungkan oleh cinta, harapan, multicultural education requires the
dan saling percaya, mereka dapat development of a critical
bergabung dalam sebuah pencarian kritis consciousness (conscientization). The
tentang sesuatu hal. (Kesuma & Ibrahim, elements of critical consciousness
2016). include dialogue, problem-possing,
Mengacu pada beberapa pandangan and the exploration of generative
Freire dan pengikutnya, dapat dipahami themes”. Dalam hemat Beilke, proses
bahwa dialog merupakan metode conscientization melibatkan tiga
epistemologis dalam pendidikan literasi elemen penting yaitu pembelajaran
kritis. Dialog melambangkan aktivitas yang dialogis, hadap masalah, dan
yang hakiki dari manusia dalam rangka eksplorasi mengenai tema-tema zaman
menamai dunia melalui kata-kata yang yang kontradiktif.
dilahirkan secara praksis (refleksi-aksi)
dan membidani beragam alternative a. Pembelajaran dialogis
agenda perubahan sosial. Dalam konteks Pembelajaran dialogis dapat
pendidikan dialog menggambarkan dimaknai sebagai pembelajaran
kesejajaran peran guru dan siswa, berbasis konstruktivisme sosial. Guru
keduanya berdiri sebagai subjek otonom menempatkan murid sebagai subjek
yang memiliki niat membangun kata-kata pembangun ilmu. Siswa dan guru
yang penuh makna dalam rangka memiliki posisi yang sejajar dalam
investigasi fakta-fakta dan mengubahnya. proses komunikasi yang intersubjektif.
Tidak ada hubungan yang antagonistik Guru dan siswa belajar berkolaborasi
atau dikotomistik antara guru dan siswa. membangun ilmu, berdialog, menamai
dunia, melakukan refleksi bersama
3. Perkembangan Pedagogik Literasi Kritis dalam otonomi mereka sebagai subjek
di Dunia Pendidikan atau agen yang mengemansipasi
Pada bagian ini, penulis akan kehidupan.
memaparkan perkembangan pedagogik b. Pembelajaran hadap masalah.

51
PEDAGOGIA : Jurnal Ilmu Pendidikan

Menurut Freire, (2008, hlm.64) kritis yang ditujukan untuk aksi


“Pembelajaran hadap masalah adalah sosial.
pembelajaran yang menjadikan
masalah-masalah kemanusiaan Penelitian yang dilakukan Priyatni
sebagai bahan refleksi untuk disikapi (2011), dengan judul
secara kritis.Penghadapan “Pengembangan Bahan Ajar
masalahmasalah manusia dalam Membaca Kritis Berbasis
hubungannya dengan dunia secara Intervensi Responsif dengan
sadar dan bersifat intensionalitas”. Multimedia”, (Disertasi). Pada
Melalui pembelajaran hadap masalah, penelitian tersebut beliau
siswa akan memiliki kacamata kritis menyimpulkan, bahwa
yang mengiluminasi kesadaran mereka penggunaan bahan ajar membaca
akan realitas yang timpang dalam kritis berbasis intervensi responsif
kehidupan masyarakat. dengan multimedia dalam
c. Pembelajaran Tematik pembelajaran membaca kritis
Elemen selanjutnya adalah tema- mampu meningkatkan kemampuan
tema zaman yang kontradiktif seperti membaca kritis mahasiswa.
kemiskinan, korupsi, ujian nasional,
dan fenomena kontradiktif yang Ajayi dalam penelitiannya
sedang membumi dan mengancam menyimpulkan bahwa literasi kritis
humanitas manusia dewasa ini. membuka kemungkinan bagi siswa
perempuan untuk
Penelitian yang dilakukan oleh mengintegrasikan identitas diri
Morrel (2009:99) menyimpulkan mereka dalam menciptakan teks
bahwa ‘Critical literacy yang relevan secara sosial dan
researchers are also able to do far budaya dengan kehidupan mereka
more with the analysis of students’ (Ajayi, 2015, 2012).
cultural and textual production.
When student work products are Nasiroh (2015) melakukan sebuah
analyzed from a critical penelitian mengenai penggunaan
perspective, we are able to look at metode skemata kritis untuk
these not just as evidence of the meningkatkan literasi kritis siswa
development of academic skills; sekolah dasar memperoleh hasil
but also we can examine the yang signifikan. Pada siklus I nilai
substance of this work to rata-rata hasil belajar siswa sebesar
understand how students are 55,00 siklus II nilai ratarata hasil
learning to think differently about belajar siswa sebesar 65,22. Pada
the world and their place in it’’. siklus III nilai rata-rata hasil belajar
Morrel menemukan bahwa siswa sebesar 76,36. Hal ini
penerapan pedagogik kritis menunjukkan keberhasilan
berbasis literasi dapat merubah pembelajaran literasi kritis dengan
cara pandang mahasiswa terhadap menggunakan metode
realitasnya, dan mereka mampu pembelajaran berbasis skemata
berperan sebagai subjek otonom kritis. Pada penelitian ini juga
dengan proyek-proyek literasi menyimpulkan siswa kelas 4 SD
mampu menulis karangan

52
PEDAGOGIA : Jurnal Ilmu Pendidikan

argumentasi yang bersama dunia (realitas objektif). Guru


merepresentasikan kritik, protes, dan siswa memposisikan diri mereka
keprihatinan, dan penawaran sebagai subjek yang menolak budaya
solusi terkait dengan kasus bisu. (Kesuma & Ibrahim, 2015).
eksploitasi anak, korupsi dan Pada penelitian ini, tahap
ketidakadilan. problematisasi dilaksanakan dengan
menyajikan sebuah cerita problematis
4. Desain Didaktis-Metodis Pedagogik yang merepresentasikan isu
Literasi Kritis kekuasaan, ketidakadilan, eksploitasi,
Pada bagian ini peneliti berkolaborasi marjinalisasi sosial, kesenjangan
dengan beberapa pakar. Penelitian yang gender atau ras. Tema yang diangkat
dilakukan oleh penulis menyuguhkan pada siklus 1 adalah pedagang yang
sebuah rancangan pendidikan literasi kritis curang dan pada siklus 2 adalah pak
dengan pendekatan hadap masalah. kades yang serakah. Pada tahap ini
Tahapan pembelajarannya terdiri dari tiga guru bercerita dengan dibantu media
tahap yaitu pra-baca (problematisasi), gambar representatif, setelah itu siswa
baca (diskusi kultural dan pasca baca dan guru membangun dialog dengan
(tindakan sosial) (Hendriani, Nuryani, melakukan curah pendapat mengenai
Ibrahim, 2017). Adapun rincian ketiga watak tokoh dalam cerita, alur cerita,
tahapan tersebut adalah sebagai berikut: serta pengalaman siswa yang berkaitan
a. Tahap Problematisasi (Pra Membaca) dengan cerita. Guru membantu siswa
Tahap ini terdiri dari dua langkah menandai (kodifikasi) dan mengurai
yaitu kodifikasi dan dekodifikasi. (dekodifikasi) ketimpangan sosial
Tahap ini merupakan tahap pendidikan yang ada dalam cerita dan
literasi dalam konteks konkret dan keterkaitannya dengan masalah yang
konteks teoritis (melalui gambar- mereka alami dalam kehidupan sehari-
gambar, cerita rakyat, dan hari. Pada tahap ini peneliti
sebagainya). Tahap kodifikasi memberikan LKP Pra-membaca yang
(menandai) adalah proses dimana berfungsi menggali skemata siswa
pendidik memberikan tanda berupa pada cerita yang disajikan. Adapun
ilustrasi (gambar cerita rakyat, dsb) LKP Pra-membaca dapat dilihat pada
dari tema-tema problematis yang gambar 2 di bawah ini.
hendak dibangun berdasarkan realitas
yang dialami oleh peserta didik.
Kodifikasi merupakan sebuah objek
pengetahuan yang menjembatani
antara pendidik dan siswanya
menyingkap tabir kehidupan.
Sedangkan dekodifikasi
(mengurai) kodifikasi tersebut
bersama dengan guru dan siswa
menganalisis kehidupan mereka
sendiri, dalam diskusi yang panjang
mereka mengeluarkan segenap
ketajaman penglihatannya terhadap
diri mereka sendiri yang terlibat

53
PEDAGOGIA : Jurnal Ilmu Pendidikan

dan opini, siswa juga ditugaskan untuk


mencari peristiwa sosial yang timpang,
tahap ini juga dibantu oleh kata kunci,
sebagai contohnya kata “kelicikan”,
siswa harus mencari peristiwa sosial
yang berhubungan dengan kata
tersebut.

Gambar 2
LKP Pra-membaca

b. Tahap Diskusi Kultural (Membaca)


Tahap ini merupakan tahap
lanjutan dalam satuan kelompok- Gambar 3
kelompok kerja kecil yang berusaha Peta Konsep Analisis
mengungkap konteks dari teks yang
sedang di diskusikan dengan Langkah ini bertujuan untuk
menggunakan kata-kata kunci mengembangkan kemampuan
(Kesuma & Ibrahim, 2016). Tahap ini membaca kritis siswa sekolah dasar.
adalah tahap dimana siswa membaca Melalui kegiatan pencarian informasi
kata dan membaca dunia. Mencari fakta dan opini serta peristiwa
keterkaitan antara teks dan konteks. ketimpangan sosial dalam teks
Pada tahap ini guru diyakini membantu anak mengasah
mengkondisikan siswa ke dalam mata analitik mereka terhadap realitas
beberapa kelompok, siswa membaca sosial yang terjadi pada teks. Berkaitan
cerita yang sebelumnya dibacakan dengan hal ini, literasi kritis
oleh guru, kemudian mereka menunjukkan keterlibatan mengenai
berdiskusi dengan teman kelompok partisipasi dinamis dengan informasi
untuk menandai fakta dan opini yang di sekitar kita yang memerlukan
ada di dalam teks, yang kemudian kebutuhan untuk berpikir kritis
mereka rancang dalam bentuk peta (Pestacore, 2007). Terlebih lagi,
konsep fakta dan opini (Abidin, 2012). literasi kritis juga dapat didefinisikan
Pembuatan peta konsep fakta dan opini sebagai pengetahuan untuk mendekati
berfungsi untuk membangun skemata informasi secara kritis dan metodis
anak, membuatnya semakin kritis, dan dengan menilai pengetahuan yang ada
membantu anak dalam merancang (Hammond & Macken-Horarik, 1999).
karangan argumentasi yang faktual. Literasi kritis juga merupakan bentuk
Selain merancang peta konsep fakta pemahaman lanjutan yang melibatkan

54
PEDAGOGIA : Jurnal Ilmu Pendidikan

evaluasi kritis untuk memahami Tindakan atau aksi kultural dimulai


informasi dari teks. Penggambaran ini dengan menyelidiki fakta, opini, dan
selanjutnya dianjurkan oleh Hammond fenomena sosial yang ada dalam teks
dan Macken-Horarik (1999) yang dan kemudian melakukan refleksi dan
menyatakan bahwa dasardasar literasi penilaian diri secara kritis. Setelah itu
kritis berkisar pada keterampilan siswa mengambil sebuah tindakan
membaca dan menulis dengan mata nyata berperan sebagai agensi, salah
kritis lebih banyak lagi dalam beragam satu caranya dengan menulis kritis.
dimensi kehidupan. Berkaitan dengan hal ini Koh
Lebih jauh lagi menurut menyatakan bahwa literasi kritis
Rosenblatt (2004) proses membaca adalah tentang bagaimana cara
kritis memungkinkan pembaca tidak memposisikan penulis sebagai agensi
hanya memainkan peran pemecah dengan agenda menggunakan bahasa
kode, dalam arti penulis dan pembaca untuk menggambarkan realitas. Hal ini
teks, namun juga berperan sebagai tentunya melampaui nilai nominal teks
pengkritik teks. Selanjutnya Anstey dan lebih kepada mempertanyakan
and Bull (2006) menekankan bahaya representasi realitas dalam teks (Koh,
yang dihadapi. Oleh siswa jika mereka 2002). Selanjutnya Fairclough (1992)
tidak diajari bagaimana membaca menganjurkan agar siswa diberi
secara kritis karena "mereka dapat kesempatan untuk berlatih menulis
dipinggirkan, didiskriminasikan, atau dalam posisi yang berbeda dan dipandu
tidak dapat bertindak secara aktif untuk mewujudkan dampak sosial dari
dalam relasi kehidupan; Singkatnya, pilihan bahasa yang mereka tujukan
siswa tidak akan mengendalikan masa pada orang lain. Mereka juga harus
depan sosialnya". Mengacu pada bertanggung jawab atas risiko yang
pendapat para ahli tersebut dapat mereka ambil ketika mereka
disimpulkan bahwa keterampilan menentang ketimpangan sosial yang
literasi kritis melibatkan aktivitas terjadi.
membaca teks dengan melibatkan Menyikapi hal tersebut, pada tahap
mata analitik dan kemampuan berpikir ini, peneliti menugaskan siswa untuk
kritis dalam menemukan ketimpangan menulis karangan argumentasi yang
sosial yang menggejala, setelah itu merepresentasikan peran agensi untuk
siswa mengambil tindakan proaktif menentang segala bentuk
untuk merubahnya dengan beberapa penyimpangan sosial. Pada dasarnya
alternatif solusi. karangan argumentasi adalah karangan
yang ditulis penulis dengan tujuan
c. Tahap Tindakan Sosial (Pasca Baca) untuk meyakinkan pembacanya.
Tahap ini merupakan tahap Menurut Finoza (dalam Dalman, 2014)
“praxis” yang sesungguhnya di mana mengungkapkan “karangan
tindakan setiap orang atau kelompok argumentasi adalah karangan yang
menjadi bagian langsung dari realitas. bertujuan meyakinkan pembaca agar
Langkah ini bertujuan mewujudkan menerima atau mengambil suatu
tindakan-tindakan yang telah doktrin, sikap, dan tingkah laku
direfleksikan sebelumnya pada tahap tertentu, sedangkan syarat utama untuk
kodifikasi, dekodifikasi dan diskusi menulis karangan argumentasi adalah
kultural. (Kesuma & Ibrahim, 2016). penulisnya harus terampil dalam

55
PEDAGOGIA : Jurnal Ilmu Pendidikan

bernalar dan menyusun ide yang gambar 3 tersebut siswa mampu


logis”. berpikir kritis dengan menyadari
Tindakan sosial untuk menulis adanya masalah dan dampak negatif
karangan argumentasi dinilai cocok dari kecurangan, siswa juga mampu
untuk anak usia sekolah dasar. Karena berperan sebagai agensi dengan
untuk melakukan tindakan sosial yang menciptkan alat pendeteksi racun,
lebih jauh lagi dirasa belum siswa mampu mengemukakan alasan
memungkinkan. Karangan normative dari keinginannya membuat
argumentasi yang ditulis oleh siswa alat tersebut. Adapun terjemahan dari
cukup baik dan kritis, mengandung karangan argumentasi tersebut adalah
fakta dan opini, reflektif, mengusung sebagai berikut:
perubahan, dan menentang segala
bentuk ketimpangan sosial demi “aku menciptakan alat pendeteksi
kehidupan yang lebih baik. Berikut racun ini untuk membantu orang
peneliti sajikan contoh karangan yang sedang keracunan. Agar
argumentasi yang ditulis oleh salah orang yang melakukan ini
satu siswa. (meracuni makanan) kapok. Aku
benci pedagang yang serakah dan
tidak jujur ketika berjualan.
Janganlah kamu menjadi pedagang
yang serakah karena tidak baik
untuk anak yang membelinya.
Kamu akan menyesal dengan
kelakukan kamu sendiri, kamu
akan rugi”

Mengacu pada kutipan karangan


argumentasi yang dibuat oleh siswa
dapat dipahami bahwa melalui
pendidikan literasi kritis siswa dapat
bertindak sebagai agensi yang
memberikan kritik dan solusi pada
ketimpangan sosial yang terjadi di
sekitar lingkungannya. Selaras dengan
Gambar 4 pendapat Cooper (2008) yang
Karangan Argumentasi mengemukakan bahwa “Literasi Kritis
merupakan kapasitas untuk membaca
Karangan argumentasi pada kata dan dunia, menghubungkan
gambar 3 bertemakan tentang protes, pengembangan efikasi diri, sebuah
kritik, dan solusi yang diajukan siswa sikap pencarian, dan keinginan untuk
terhadap fenomena kecurangan para mempengaruhi perubahan sosial yang
pedagang jajanan di sekolah yang positif”. Mengacu pada pendapat
mencampur makanan yang mereka Cooper, penekanan pada pendidikan
jual dengan bahanbahan yang kurang literasi kritis tentunya adanya
baik untuk kesehatan sehingga kesadaran utopis, yaitu keinginan akan
berpotensi meracuni siswa. Pada suatu perubahan yang positif.

56
PEDAGOGIA : Jurnal Ilmu Pendidikan

Diperkuat oleh Simon (1992) yang segala sistem yang membelenggu. Dalam hal
menyatakan bahwa: ini pedagogik literasi kritis hadir untuk
menawarkan solusi pembelajaran literasi yang
Critical literacy has to take memposisikan bahasa sebagai kekuatan
seriously the ways in which budaya yang dapat mengubah segala bentuk
meaning systems are implicated in ketimpangan sosial melalui tindakan sosial
reproducing domination and it has pedagogis. Melalui beragam keterampilan
to provide access to dominant literasi, siswa berperan sebagai agen otonom
languages, literacies and genres yang mampu menawarkan beragam solusi
while simultaneously using serta mengaplikasikannya dalam kehidupan
diversity as a productive resource sehari-hari dengan tujuan merangkai masa
for redesigning social futures and depan sosial-budaya mereka dengan kekuatan
for changing the horizon of bahasa. Penelitian ini tidak terlepas dari
possibility (Simon, 1992). kekuarangan, penelitian ini masih
menawarkan gagasan kerangka konseptual.
Mengacu pada pendapat Simon, Perlu diperbanyak implementasi agar
dapat dipahami bahwa pendidikan dampaknya bisa diimplikasikan secara
literasi kritis membukan harapan akan signifikan bagi perkembagan sumber daya
masa depan yang lebih baik. Terutama manusia di Indonesia.
dalam memperbaiki sistem yang
mendominasi sehingga membatasi DAFTAR PUSTAKA
ruang gerak manusia untuk
mengemansipasi kehidupan. Alwasilah, AC (2012). Pokoknya Rekayasa
Pendidikan literasi kritis Literasi. Bandung: PT Kiblat Buku
membangkitkan kesadaran sosial Utama.
peserta didik untuk berperan sebagai Abidin, Y (2012). Pembelajaran Bahasa
agensi yang mampu membawa Berbasis Pendidikan Karakter.
perubahanperubahan positif bagi Bandung: Refika Aditama.
realitas sosial.
Ajayi, L. (2012). Video “reading” and
E. SIMPULAN DAN SARAN multimodality: A study of
ESL/literacy pupils’ interpretation of
Penelitian ini menawarkan kerangka Cinderella from their socio-historical
konseptual pedagogik literasi kritis, mulai dari perspective. The Urban Review,
landasan historis, landasan filosofis hingga 44(1), 60-89.
perkembangannya di dunia pendidikan dasar
sampai pendidikan tinggi. Sejarah pedagogik Ajayi, L. (2015). Critical multimodal
literasi kritis berawal dari pemikiran Paulo literacy: How Nigerian female
Freire tentang perlunya revitalisasi students critique texts and
pembelajaran literasi dengan menggunakan reconstruct unequal social structures.
prinsip read the word and read the world. Journal of Literacy Research, 47(2),
Proses pendidikan harus membantu peserta 216-244.
didik mengembangkan kesadaran kritisnya Anstey, A. & Bull, G. (2006). Teaching and
dalam menghadapi segala bentuk realitas yang Learning Multiliteracies: Changing
merepresentasikan dominasi, penyalahgunaan Times, Changing Literacies.
kekuasaan, penindasan, ketidakadilan,
marginalisasi sosial, isu etnik, isu ras, dan

57
PEDAGOGIA : Jurnal Ilmu Pendidikan

Newark, DE: International Reading Hammond, J. & Macken-Horarik, M.


Association. (1999). Critical literacy: Challenges
and questions for ESL classrooms.
Beilke, J. (2005). Whose World This?. TESOL Quarterly, 33 (3), 528-543.
Journal of Multicultral Education.
Indiana: Ball State University, vol 5, Hendriani, A, Nuryani, P, Ibrahim T. (2017).
pp.2-7. Desain Pendidikan Hadap Masalah
Berbasis Literasi Kritis di Sekolah
Brady, D.R. and Asselin, M.E. (2016). Dasar. Laporan Penelitian Afirmasi
Exploring outcomes and evaluation LPPM UPI.
in narrative pedagogy: An
integrative review. Nurse education Ibrahim, T. (2017). Dialog Landasan
today, 45, pp.1-8. Pedagogik. Bandung: Rizki Press.
Burbules, N. C., & Berk, R. (1999). Critical Ioannidou, E. (2015). Critical literacy in the
thinking and critical pedagogy: first year of primary school: Some
Relations, differences, and limits. insights from Greek Cypriot
Critical theories in education: classrooms. Journal of Early
Changing terrains of knowledge and Childhood Literacy, 15(2), 177-202.
politics, 45-65.
Kesuma, D. & Ibrahim, T. (2016). Struktur
Cooper, K., & White, R. E. (2008). Critical Fundamental Pedagogik
Literacy for school improvement: an (Membedah Pemikiran Paulo
action research project. Improving Freire). Bandung: Refika Aditama.
Schools, 11(2), 101-113.
Koh, A. (2002). Towards a critical
Corbin, J., & Strauss, A. (2008). Basics of pedagogy: creating „thinking
qualitative research: Techniques schools‟ in Singapore. Journal of
and procedures for Developing Curriculum Studies, 34:3, 255-264.
grounded theory. Los Angeles, CA:
SAGE. Kucer, S. (2005). Dimensions of Literacy: A
Conceptual Base for Teaching
Dalman (2014). Keterampilan Menulis. Reading and Writing in School
Jakarta: Raja Grafindo Persada Settings. Second Edition. London:
Lawrence Erlbaum Associates,
Fairclough, N. (1992). Critical language Publishers.
awareness. London: Longman
McMillan, James H. & Schumacher, Sally.
Freire, P., & Macedo,cD. (2005). Literacy: (2001). Research In Education, A
Reading the Word and the World. Conceptual Approach (Fifth ed.).
London: Routledge Classics. New York: Addison Wesley
Freire, P. (1970/2008). Pendidikan Kaum Longman, Inc.
Tertindas [Tim Redaksi LP3ES. Morrell, E. (2009). Critical research and the
Trans]. Jakarta: LP3ES. future of literacy education. Journal
Giroux, H. A. (2007). Introduction: of Adolescent & Adult Literacy,
Democracy, education, and the 53(2), 96-104.
politics of critical pedagogy. Nasiroh, E. (2015). Penerapan Metode
Counterpoints, 1-5. Pembelajaran Berbasis Skemata

58
PEDAGOGIA : Jurnal Ilmu Pendidikan

Kritis Untuk Meningkatkan methodology. J. Adv. Nurs. 52, 546–


Kemampuan Literasi Kritis. 553.
Bandung: Skripsi UPI.
Pescatore, C. (2007). Current events as
empowering literacy: For English
and social studies teachers. Journal
of Adolescent & Adult Literacy, 51
(4), 326-339.
Priyatni. (2011). “Pengembangan Bahan
Ajar Membaca Kritis Berbasis
Intervensi Responsif dengan
Multimedia”. Disertasi, Program
Studi Pendidikan Bahasa Indonesia,
Program Pasca Sarjana, Universitas
Negeri Malang.
Robandi, B., Kesuma, D., Riyadi, A. R., &
Ibrahim, T. (2017). The Profile of
Critical Consciousness at Indonesia
University of Education Students’ on
Educational Phenomenon.
Rogers, R., Mosley, M., & Kramer, M.
(2009). Designing socially just
learning communities: Critical
literacy education across the
lifespan. New York, NY: Routledge.
Simon, R. (1992) Teaching against the
Grain. Texts for a pedagogy of
possibility (Toronto, OISE Press).
Thelin, W. H. (2005). Understanding
problems in critical classrooms.
College Composition and
Communication, 114-141.
Thomson-Bunn, H. (2014). Are They
Empowered Yet?: Opening up
Definitions of Critical Pedagogy. In
Composition Forum (Vol. 29).
Association of Teachers of
Advanced Composition.
Whittemore, R., Knafl, K., 2005. The
integrative review: updated

59

Anda mungkin juga menyukai