Anda di halaman 1dari 18

KEMAMPUAN MAHASISWA MELAKUKAN REFLEKSI

DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH SOSIAL1

Indah Wahyu Puji Utami

Jurusan Sejarah, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Malang


indahwahyu.p.u@um.ac.id

Abstrak: Refleksi merupakan unsur penting dalam pembelajaran


sejarah sosial. Pembelajaran sejarah sosial diarahkan untuk menum-
buhkembangkan kemampuan refleksi mahasiswa agar mereka bisa
mengambil hikmah dari peristiwa yang terjadi di masa lalu. Hal ter-
sebut dilakukan melalui kegiatan studi pembelajaran yang meliputi
tahapan plan, do, dan see. Penelitian ini bertujuan untuk
mendeskripsikan strategi yang digunakan untuk menumbuhkan ke-
mampuan mahasiswa melakukan refleksi dan mendeskripsikan ke-
mampuan refleksi mahasiswa dalam pembelajaran sejarah sosial.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa penerapan strategi pembelajaran se-
jarah yang reflektif menumbuhkembangkan kemampuan maha-
siswa dalam melakukan refleksi. Mahasiswa sudah mampu
mengaitkan pengetahuan dan pengalaman baru yang didapatkan da-
lam pembelajaran di kelas dengan realitas kesehariannya dan me-
rencanakan masa depan yang lebih baik. Mereka merasa lebih ber-
makna dalam belajar sejarah sosial.
Kata-kata kunci: kemampuan refleksi mahasiswa, studi pembela-
jaran, sejarah sosial.

Manusia dan sejarah merupakan dua hal yang tak terpisahkan. Berbeda dengan bi-
natang, manusia lebih bergantung pada pengalaman daripada instingnya (Tosh, 2010).
Pengalaman tersebut merupakan bagian dari masa lalu yang telah dilewati manusia.
Secara sadar atau tidak, manusia pasti belajar dari pengalaman di masa lalu tersebut.
Sejarah adalah pengalaman manusia dan ingatan tentang pengalaman yang dic-
eritakan tersebut (Ali, 2005). Manusia merupakan obyek sekaligus subyek dalam se-
jarah. Segala pengalaman manusia di masa lalu bisa menjadi bahan kajian dalam se-
jarah, dan hanya manusia yang dapat menuliskan dan mewariskan pengalamannya di

1
Makalah disampaikan dalam Seminar Nasional Lesson Study Fakultas Ilmu Sosial Universitas
Negeri Malang tanggal 25 Agustus 2015 di Hotel Atria, Malang.

1
masa lalu dalam bentuk sejarah (Wijaya, 2015). Namun sayangnya, tidak semua manu-
sia mau dan mampu belajar dari sejarah.
Ketidakmauan dan ketidakmampuan manusia belajar dari sejarah terjadi salah
satunya karena adanya berbagai pandangan negatif terhadap sejarah. Sejarah dipan-
dang sebagai bagian dari masa lalu dan tidak perlu diingat lagi sehingga muncul pameo
“biarlah yang lalu tetap berlalu”. Sejarah juga dipandang tidak memiliki guna praktis
bagi manusia yang hidup di masa kini dan masa depan karena yang membahas peri-
stiwa yang telah berlalu. Hal ini tidak lepas dari zeitgeist (jiwa zaman) yang lebih
berorientasi kepada kepentingan praktis di masa kini. Nampaknya banyak manusia
yang lupa bahwa dirinya bisa menjadi seperti sekarang tidak lepas dari pengalaman
dirinya di masa lalu. Cara manusia berpikir dan bertindak sangat dipengaruhi oleh pen-
galamannya di masa lalu. Pengalaman tersbut merupakan bagian dari sejarah dirinya.
Ironisnya, alasan sebagian besar orang enggan belajar dari sejarah adalah pen-
galamannya di masa lalu saat belajar sejarah, terutama di sekolah. Citra yang berkem-
bang di kalangan masyarakat selama ini memandang pembelajaran sejarah secara
negatif. Sejarah merupakan pelajaran yang dipenuhi hafalan, tidak penting dan mem-
bosankan (Sayono, 2013). Hal ini tentu saja sangat jauh dari harapan tentang pembela-
jaran sejarah yang bertujuan untuk menjadikan seseorang bijaksana. Lebih jauh Sayono
(2013: 12) mengungkapkan sebagai berikut.
Belajar sejarah merupakan pintu untuk memelajari dan menemukan
hikmah terhadap apa yang sudah terjadi. Belajar sejarah adalah belajar ten-
tang kemanusiaan dalam segala aspeknya. Belajar sejarah akan melahirkan
kesadaran tentang hakekat perkembangan budaya dan peradaban manusia.
Hasil belajar inilah yang kemudian dikenal sebagai kesadaran sejarah (his-
torical consciousness). Jadi tujuan belajar sejarah salah satunya adalah me-
lahirkan kesadaran sejarah. Dengan demikian, proses pembelajaran sejarah
juga harus didorong untuk menciptakan situasi yang dapat menumbuhkem-
bangkan kesadaran sejarah.

Proses menumbuhkan kesadaran sejarah tentu saja akan sulit dilakukan selama
pembelajaran sejarah hanya dijejali dengan fakta kering dan kurang memberikan ruang
bagi pebelajar untuk melakukan refleksi. Hariyono (2014) mengungkapkan bahwa
guru sejarah tidak lagi dapat mengandalkan pembelajaran yang berorientasi pada pen-
guasaan materi belaka. Pendidik harus menyediakan sarana yang memungkinkan pe-
serta didiknya dapat menghadapi tantangan masa depan dengan baik. Peserta didik da-
lam mempelajari peristiwa dan atau tema sejarah perlu diajak mengambil hikmah me-
lalui suatu proses refleksi yang terus menerus. Dengan demikian maka otak peserta
didik tidak diposisikan sebagai gudang informasi, melainkan sebagai sarana untuk me-
mahami dan menganalisis sejarah.
Perkembangan teknologi komunikasi dan informasi dewasa ini juga membuat
manusia semakin kehilangan daya refleksinya karena ia dijejali dengan gempuran in-
formasi yang berlangsung dengan sangat cepat sehingga tidak sempat mempertan-
yakannya. Akibatnya manusia cenderung merespon masalah yang dihadapi secara re-
flek dan bukannya melalui proses refleksi. Oleh karenanya refleksi dalam pembelaja-
ran semakin dibutuhkan.
John Dewey (dalam Tilaar, 2015:236) merumuskan refleksi sebagai “active, and
careful consideration of any belief or supposed form of knowlekge in light of the ground
that support it in the further conclution toward which it tends”. Lebih lanjut Dewey
(1933) mengungkapkan bahwa refleksi merupakan bagian yang sangat penting dalam
pembelajaran. Baginya, manusia tidak akan belajar banyak dari pengalamannya
kecuali ia mau merefleksikan pengalaman tersebut. Pengalaman tersebut tidak hanya
dijadikan tumpukan pengetahuan, namun selalu didialogkan dengan pengalaman atau
pengetahuan yang ada sebelumnya. Pengalaman dan pengetahuan yang telah ada da-
lam diri manusia mempengaruhi cara ia merespon dan mengolah pengalaman baru.
Begitu pula pengalaman baru dapat mengubah pandangan manusia tentang pengala-
man dan pengetahuan yang telah ia miliki sebelumnya. Semua itu berjalan dalam
proses dialogis yang saling bertaut. Hal ini oleh W. Dilthey disebut sebagai pengala-
man sejati atau erlebnis yaitu pengalaman baru ditentukan oleh pengalaman yang kita
miliki sebelumnya, dan pengalaman baru memberi arti serta penafsiran baru terhadap
pengalaman-pengalaman lama (Ankersmit, 1987). Refleksi mengajak manusia untuk
berhenti sejenak dan merenungkan serta mempertanyakan pengetahuan atau pengala-
man yang baru dengan berbekal pengetahuan atau pengalaman yang telah dimiliki.
Refleksi merupakan bagian yang penting dalam pembelajaran sejarah. Setiap
pembelajaran sejarah seharusnya diarahkan untuk mengajak peserta didik melakukan
refleksi agar pegetahuan sejarah yang baru didapat menjadi lebih bermakna bagi
mereka yang hidup di masa kini. Hariyono (2014) mengungkapkan bahwa peserta

3
didik perlu diajak untuk melakukan refleksi terhadap pelbagai topik sejarah yang telah
ada sehingga mereka mampu mengubah mindsetnya menjadi mindset berkembang. Pe-
serta didik diajak untuk tidak menerima begitu saja materi yang disajikan namun diajak
untuk mengkritisinya. Mereka pun diajak untuk mengambil pelajaran dari sejarah un-
tuk kehidupannya seperti yang ungkapan Sir Charles Firth (dalam Rowse, 2015:19)
“sejarah bukan hanya cabang ilmu yang harus dipelajari, melainkan juga pengetahuan
yang berguna bagi manusia di kehidupan sehari-hari.” Oleh karenanya menurut Taufik
Abdullah (1996) sejarah harus diajarkan sebagai cabang ilmu pengetahuan yang selalu
relevan dengan perkembangan jaman.
Berdasarkan latar belakang di atas maka penelitian bertujuan untuk
mendeskripsikan strategi yang digunakan untuk menumbuhkan kemampuan maha-
siswa melakukan refleksi dan mendeskripsikan kemampuan refleksi mahasiswa dalam
pembelajaran sejarah sosial. Melalui strategi pembejaran yang reflektif diharapkan ma-
hasiswa dapat mengambil makna dan hikmah dari peristiwa dan atau tema sejarah so-
sial. Belajar sejarah tidak hanya diarahkan untuk belajar sejarah, namun juga belajar
dari sejarah sehingga kegiatan pembelajaran sejarah akan lebih dirasakan gunanya bagi
mereka.

METODE

Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kualitatif. Subyek yang


merupakan sumber data dalam penelitian ini adalah mahasiswa offering C angkatan
2012. Data yang dikumpulkan meliputi berbagai aktivitas mereka dalam pembelajaran
Sejarah Sosial. Data dikumpulkan dengan observasi, diskusi terfokus, dan dokumentasi
yang dibantu dengan pedoman observasi, kamera, dan perekam video. Sementara ana-
lisis data dilakukan dengan menggunakan model interaktif Miles dan Huberman (2007)
yang terdiri dari reduksi, penyajian dan penarikan kesimpulan.
Studi pembelajaran di Jurusan Sejarah FIS UM pada semester Genap
2014/2015 dirancang dan dilaksanakan dalam empat siklus. Penulis menjadi dosen
model dalam setiap siklus tersebut dengan dibantu beberapa rekan dosen sebagai ob-
server. Setiap siklus studi pembelajaran meliputi tahapan plan, do dan see . Kegiatan
plan dilaksanakan pada saat workshop lesson study Fakultas Ilmu Sosial UM tanggal
13 Maret 2015 yang merancang garis besar pelaksanaan tiap siklus. Rencana yang dis-
iapkan bersifat tentatif dan selalu diperbaruhi setelah tahap see setiap siklus untuk me-
nyesuaikan dengan perkembangan dan kebutuhan serta melakukan perbaikan.

Plan Do See

Siklus pertama kegiatan do dan see dilaksanakan pada tanggal 19 Maret 2015
dengan observer Ulfatun Nafi’ah, S.Pd., M.Pd. Siklus pertama ini membahas materi
sejarah masyarakat pendukung kebudayaan Indis dengan topik perempuan bumiputera
sebagai jembatan kebudayaan Timur dan Barat. Fokus topik ini dipilih untuk mengajak
mahasiswa merefleksikan peran perempuan bumiputera dalam pembentukan ke-
budayaan Indis yang sering terlupakan padahal mereka inilah yang menjembatani per-
temuan budaya Timur dan Barat yang melahirkan kebudayaan Indies.
Siklus kedua kegiatan do dan see dilaksanakan pada tanggal 2 April 2015 dengan
observer Ulfatun Nafi’ah, S.Pd., M.Pd., Daya Negri Wijaya, S.Pd., M.A., Khoirul
Huda, dan Nurina Setya L. Materi yang dibahas dalam siklus kedua adalah sejarah per-
empuan dengan topik peran perempuan dalam sejarah sebagai subyek, obyek, atau
pelengkap. Topik ini dipilih untuk memperkuat kemampuan mahasiswa merefleksikan
peran perempuan dalam sejarah. Hal ini bertujuan agar mahasiswa menyadari bahwa
perempuan yang selama ini sering dianggap sebagai obyek atau hanya sekedar
pelengkap dalam sejarah sebenarnya juga punya peranan yang besar sebagai subyek
dalam sejarah. See pada siklus ini menyarankan perbaikan metode pembelajaran dan

5
lembar kerja mahasiswa agar tujuan refleksi yang diharapkan dapat tercapai secara
lebih baik.
Siklus ketiga kegiatan do dan see dilaksanakan pada tanggal 9 April 2015 dengan
observer Ulfatun Nafi’ah, S.Pd., M.Pd., Daya Negri Wijaya, S.Pd., M.A., Khoirul
Huda, dan Seongmin Nam. Tema yang dibahas dalam siklus ketiga adalah sejarah
kriminalitas dengan fokus resistensi dan perbanditan sosial. Fokus ini dipilih agar ma-
hasiswa mampu merefleksikan bahwa perbanditan yang dianggap sebagai tindakan
kriminal oleh pemerintah kolonial sebenarnya merupakan bentuk perlawanan dan re-
sistensi terhadap kekuasaan kolonial yang represif. Para pelaku perbanditan sosial
dapat dianggap sebagai pahlawan dan penjahat. Mahasiswa diharapkan mampu mere-
fleksikan bahwa ada banyak perspektif dalam persoalan kriminalitas, namun yang lebih
penting lagi sebenarnya upaya perlawanan atau keinginan baik untuk menolong orang
lain tidak seharusnya dilakukan melalui tindakan kriminal.
Siklus keempat kegiatan do dan see dilaksanakan pada tanggal 16 April 2015
dengan observer Drs. Mashuri, M.Hum., Ulfatun Nafi’ah, S.Pd., M.Pd., dan Daya
Negri Wijaya, S.Pd., M.A. Tema yang dibahas dalam siklus keempat adalah sejarah
kuliner dengan melibatkan Chef Anom dari Hotel Harris dalam tahap apersepsi.
Menghadirkan ahli dalam pembelajaran diharapkan akan mendorong mahasiswa untuk
lebih baik dalam merefleksikan tema sejarah kuliner yang belum banyak diungkap da-
lam sejarah.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Menumbuhkan Kemampuan Mahasiswa Melakukan Refleksi dalam Pembela-


jaran Sejarah Sosial Melalui Studi Pembelajaran
Sejarah sosial merupakan cabang kajian sejarah yang sangat luas, meliputi
berbagai aspek kehidupan sosial manusia termasuk kehidupan sehari-hari. Pembelaja-
ran sejarah sosial pada Prodi S1 Pendidikan Sejarah diarahkan pada pendekatan tematis
dan berorientasi untuk menumbuhkan kemampuan berpikir reflektif di kalangan pe-
serta didik melalui analisis terhadap peristiwa-peristiwa sejarah. Oleh karenanya pem-
belajaran tidak lagi diorientasikan pada menguasaan materi, tapi agar mahasiswa
mampu mengambil pelajaran dari peristiwa sejarah sosial. Hal itu diharapkan dapat
menumbuhkan kesadaran sejarah di kalangan mahasiswa.
Pembelajaran sejarah sosial diarahkan untuk menumbuhkembangkan kemam-
puan refleksi mahasiswa. Secara garis besar strategi yang direncanakan pada tiap siklus
pembelajaran mengikuti tahap-tahap berikut. Pertama, mendorong mahasiswa untuk
menemukan permasalahan yang menarik dari peristiwa sejarah sosial. Hal ini telah dil-
akukan sejak awal semester dengan cara memberi tugas mahasiswa untuk menulis esai
dan laporan bacaan tentang peristiwa sejarah sosial yang menarik. Pada bagian akhir
esai maupun laporan bacaan, mahasiswa diminta untuk menuliskan pelajaran berharga
yang didapatkan dari peristiwa sejarah sosial yang telah dibahas. Kedua, mendorong
mahasiswa untuk mengumpulkan berbagai sumber sejarah sebagai bahan untuk menu-
lis esai dan laporan bacaan. Sumber-sumber sejarah tersebut dapat berupa arsip, sumber
lisan, buku refensi, artikel, laporan penelitian, dan sebagainya. Ketiga, menghadirkan
berbagai permasalahan dalam sejarah sosial sesuai dengan tema pada tiap pertemuan.
Permasalahan sejarah sosial yang dibahas selalu dikaitkan dengan kehidupan sehari-
hari mahasiswa, misalnya masalah kriminalitas dalam sejarah, kedudukan dan peran
perempuan dalam sejarah, dan sebagainya. Keempat, mendorong mahasiswa untuk
melakukan analisis dan pemecahan masalah melalui diskusi kelompok dan diskusi ke-
las. Dalam kegiatan diskusi tersebut, mahasiswa didorong untuk saling belajar satu
sama lain. Kelima, pemberian penguatan dan klarifikasi oleh dosen. Keenam, penarikan
simpulan oleh mahasiswa. Ketujuh, penulisan refleksi dari seluruh kegiatan pembela-
jaran yang dilakukan pada satu pertemuan dalam lembar kerja mahasiswa. Mahasiswa
juga diminta untuk menyampaikannya secara lisan. Kedelapan, apresiasi terhadap re-
fleksi yang dilakukan oleh mahasiswa.
Langkah-langkah di atas sesuai dengan pendekatan konstruktivistik. Dalam
pendekatan ini, mahasiswa belajar untuk mengonstruksi makna dengan mengaitkan
pengalaman dan pengetahuan yang didapat dalam pembejaran dengan konteks dan ke-
hidupan mereka sehari-hari (Umasih, 2010). Semua hal di atas dilaksanakan dalam
kerangka studi pembelajaran yang meliputi kegiatan plan, do, dan see. Pelaksanaan
Lesson Study semester Genap 2014/2015 dimulai dengan kegiatan “Workshop Lesson
Study Fakultas Ilmu Sosial UM” tanggal 13 Maret 2015. Pada kegiatan tersebut
dihasilkan garis besar rancangan studi pembelajaran.
Siklus pertama dilaksanakan pada hari Kamis, 19 Maret 2015 dengan materi
ajar “Sejarah Masyarakat Pendukung Kebudayaan Indis”. Selama perkuliahan Sejarah

7
Sosial sejak pertemuan pertama selalu dilakukan refleksi pada akhir perkuliahan, na-
mun hanya secara lisan, tidak secara tertulis sehingga hanya beberapa orang mahasiswa
saja yang berani meyampaikan refleksi pembelajaran. Seminggu sebelum pelaksanaan
open class, penulis meminta mahasiswa untuk melakukan refleksi dan menuliskannya
baru kemudian menyampaikan secara lisan. Namun sayangnya belum semua maha-
siswa mampu mengambil pelajaran dari pembelajaran yang dilaksanakan pada per-
temuan tersebut. Refleksi yang dituliskan terkesan asal-asalan dan sekedar memenuhi
tugas dari dosen.
Pada siklus pertama, kelas dibagi menjadi empat kelompok yang berdiskusi da-
lam kelompok kecil. Sebelum tiap kelompok memulai diskusi, dosen menyampaikan
apersepsi terkait dengan tema yang akan dibahas dengan menggunakan media berupa
foto dan video yang dirangkai dalam prezi. Pada tahap ini dosen sudah mulai
mengarahkan mahasiswa untuk mengaitkan tema yang akan dibahas dengan kehidupan
mahasiswa di masa kini yang diharapkan akan membantu mahasiswa melakukan re-
fleksi. Penggunaan media interaktif dan apersepsi yang kontekstual mampu membuat
mahasiswa lebih fokus dan siap mengikuti pembelajaran. Observer yang mencatat
bahwa sebagian besar mahasiswa sudah bisa fokus mengikuti pembelajaran pada tahap
apersepsi. Hal ini terjadi karena mereka sudah membaca dan membuat laporan bacaan
sebelumnya. Mereka bisa menjawab berbagai pertanyaan pada tahap apersepsi dan
mengaitkan dengan laporan bacaan yang telah mereka buat. Meskipun demikian ob-
server mencatat 1 orang mahasiswa yang belum bisa fokus dan malah bermain HP.
Namun saat diskusi dalam kelompok kecil dimulai, mahasiswa tersebut mau memper-
hatikan temannya yang presentasi meskipun ia belum aktif. Dosen berusaha men-
dorong mahasiswa yang kurang aktif untuk terlibat dalam pembelajaran dengan mem-
berikan arahan dan pertanyaan kepada teman-teman di kelompoknya dan juga maha-
siswa tersebut. Langkah berikutnya perwakilan kelompok menyampaikan hasil
diskusinya ke forum diskusi kelas yang dilanjutkan dengan tanya jawab serta penarikan
simpulan bersama. Pada tahap ini sebagian besar mahasiswa sudah bisa fokus dan ter-
libat dalam diskusi.
Langkah terakhir dalam siklus pertama adalah mahasiswa diminta untuk mengisi
LKM (Lembar Kerja Mahasiswa) yang berisi pertanyaan analitis dan reflektif. Dengan
adanya LKM ini mahasiswa lebih fokus dan berkonsentrasi dalam menyelesaikan per-
masalahan serta melakukan refleksi. Selanjutnya dosen sengaja menunjuk mahasiswa
yang tampak kurang aktif selama proses diskusi kelompok kecil maupun kelompok
besar untuk membacakan hasil refleksinya baru kemudian memberikan kesempatan
pada mahasiswa yang lain. Ternyata mahasiswa yang terlihat diam atau kurang aktif
tidak selalu berarti tidak belajar karena mereka juga bisa menarik pelajaran berharga
dalam pembelajaran tersebut. Mereka hanya perlu didorong untuk lebih berani
mengemukakan pendapat dan pemikirannya di depan umum.
Kegiatan see pada siklus pertama dilaksanakan langsung setelah kegiatan open
class. Ada beberapa kesimpulan penting yang diambil dalam kegiatan tersebut. Per-
tama, sebagian besar mahasiswa telah belajar dengan baik karena sebelumnya telah
ditugasi untuk menulis laporan bacaan. Dengan demikian saat di kelas mereka lebih
mudah untuk memahami materi pembelajaran dan berdiskusi dengan teman-temannya.
Kedua, masih ada tiga orang mahasiswa yang kurang berpartisipasi aktif dalam pem-
belajaran yang terindikasi dari ada mahasiswa yang bermain HP, melamun dan
mengantuk. Ketiga, pembelajaran dalam kelompok kecil lebih efektif. Keempat, ma-
hasiswa sudah mampu melakukan refleksi dengan baik. Kelima, mahasiswa yang diam
bukan berarti tidak belajar.
Siklus kedua dilaksanakan pada hari Kamis tanggal 2 April 2015 dengan tema
“Sejarah Perempuan”. Pada tahap apersepsi dosen mengajak mahasiswa untuk menge-
nang jasa dan perjuangan ibu mereka masing-masing lalu meminta beberapa maha-
siswa menyampaikan kisah tentang ibunya. Ada seorang mahasiswa yang menyam-
paikan kisah perjuangan ibunya dengan penuh emosi hingga membuatnya menangis
yang diikuti oleh tangisan beberapa mahasiswa lain karena mengingatkan mereka
dengan ibunya sendiri. Selanjutnya mahasiswa diberi pertanyaan tentang sejarah
peringatan hari ibu di Indonesia. Ternyata hanya beberapa orang saja yang mengetahui
sejarah peringatan hari ibu yang berkaitan dengan Kongres Perempuan Pertama tang-
gal 22 Desember 1928 yang merupakan tonggak perjuangan pergerakan perempuan di
Indonesia. Pada tahap ini semua mahasiswa sudah bisa fokus dan belajar.
Kegiatan inti pada tahap kedua dimulai dengan membagi kelas menjadi 4 ke-
lompok kecil. Pada masing-masing kelompok ada seorang pemateri yang menyam-
paikan esainya dan anggota kelompok yang lain mendiskusikannya serta mengisi LKM

9
yang diberikan. Namun pada tahap ini ternyata fokus beberapa mahasiswa menurun
yang terindikasi dengan adanya beberapa mahasiswa yang melamun bahkan tidur. Ada
pula mahasiswa yang membuat forum dalam forum dan tidak mau ikut mendiskusikan
esai yang disampaikan temannya. Selain itu ada pula pemateri yang terlalu banyak ber-
canda dalam menyampaikan esainya yang sebenarnya agak menyimpang dari tema
yang telah ditentukan. Selain itu ada pula mahasiswa yang lebih berkonsentrasi
mengerjakan LKM daripada terlibat dalam diskusi kelompok. Akibatnya situasi kelas
menjadi tidak kondusif. Melihat kondisi demikian, penulis selaku dosen model memu-
tuskan untuk tidak melanjutkan kegiatan diskusi kelompok. Kegiatan pembelajaran
dilanjutkan dengan permainan yang ternyata mampu membuat mahasiswa tertarik dan
kembali fokus belajar. Tahap akhir siklus kedua merupakan penarikan kesimpulan ber-
sama oleh mahasiswa. Selanjutnya mahasiswa diminta untuk menyampaikan re-
fleksinya. Sebagian besar mahasiswa sudah dapat menarik pelajaran berharga dan lebih
menghargai peran perempuan dalam sejarah.
Kegiatan see pada siklus kedua dilaksanakan langsung setelah kegiatan open
class. Ada beberapa kesimpulan penting yang diambil dalam kegiatan tersebut. Per-
tama, sebagian besar mahasiswa telah belajar dengan baik karena sebelumnya telah
ditugasi untuk menulis laporan bacaan. Kedua, masih ada dua orang mahasiswa yang
kurang berpartisipasi aktif dalam pembelajaran yang terindikasi dari ada mahasiswa
yang bermain HP, clometan, bahkan tidur . Ketiga, mahasiswa yang pada pertemuan
sebelumnya tidak aktif justru terlihat lebih aktif. Keempat, mahasiswa bosan jika dit-
erapkan pola pembelajaran yang sama. Kelima, mahasiswa perlu diberi tanggung ja-
wab lebih besar dalam pembelajaran. Keenam, tidak semua mahasiwa mampu
melakukan refleksi yang positif dari pembelajaran. Ketujuh, perlu dilakukan revisi plan
untuk siklus berikutnya.
Siklus ketiga dilaksanakan pada Kamis, 9 April 2015. Pada tahap apersepsi,
dosen model sudah mempersiapkan media pembelajaran berbasis prezi, namun karena
adanya kendala berupa tidak tersedianya LCD, maka dosen model beralih
menggunakan media berupa papan tulis. Observer mengemukakan bahwa penggunaan
papan tulis justru berdampak positif pada mahasiswa seperti yang diungkapkan oleh
Daya N. Wijaya, M.A. bahwa “tidak semua mahasiswa mampu berpikir secepat dosen
mengganti slide”. Mereka menjadi lebih fokus pada tulisan dosen di papan.
Dosen model juga menyampaikan apersepsi melalui pengaitan materi tentang
sejarah kriminalitas dengan permasalahan kriminal yang sedang trend pada bulan April
2015 yaitu tentang pembegalan. Pembegalan sebagai fenomena historis sudah muncul
sejak lama, bahkan pada masa kolonial menjadi problem tersendiri. Tindak kriminal
lain yang menjadi problem bagi pemerintah kolonial adalah perbanditan, terutama
dengan motif sosial. Perbanditan sosial tersebut merupakan problem yang sulit diatasi
karena biasanya para bandit membantu masyarakat lokal dan bekerja sama dengan pen-
guasa lokal sehingga sulit diberantas. Pada satu sisi, mereka adalah pahlawan yang
membantu masyarakat kecil, sementara pada sisi yang lain mereka adalah penjahat
yang meresahkan. Topik itu dituangkan oleh dosen dalam tulisan singkat yang
dilengkapi dengan LKM. Mahasiswa diminta untuk melakukan analisis dan refleksi.
Dengan demikian mahasiswa bisa lebih fokus dalam pembelajaran seperti yang dicatat
oleh para observer.
Langkah berikutnya, mahasiswa dibagi menjadi empat kelompok dan ber-
diskusi dalam kelompok tersebut. Mereka diminta untuk mencatat poin-poin penting
hasil diskusi. Selanjutnya dosen model membentuk kelompok ahli dan meminta maha-
siswa berdiskusi dalam kelompok ahli yang lebih kecil. Tujuannya adalah agar tiap
mahasiswa lebih serius dan merasa punya tanggung jawab dalam diskusi kelompok.
Dengan cara ini, mahasiswa yang biasanya kurang aktif dalam pembelajaran pun men-
jadi lebih aktif. Observer mencatat perubahan yang cukup signifikan pada mahasiswa-
mahasiswa yang biasanya kurang aktif menjadi jauh lebih aktif dan terlibat dalam
proses pemmbelajaran.
Guna memberikan variasi pada pembelajaran dan agar pembelajaran lebih me-
nyenangkan maka pada sesi berikutnya dilakukan permainan dengan mengadopsi
snowball throwing. Mahasiswa dibagi menjadi dua kelompok besar dan saling berk-
ompetisi untuk melempar pertanyaan ke kelompok lawan serta menjawab pertanyaan
dari kelompok lawan. Strategi ini cukup efektif dalam membuat mahasiswa bermain
sambil belajar.
Meskipun kegiatan inti diakhiri dengan permainan, bukan berarti fokus maha-
siswa dalam belajar menurun. Hal ini Nampak pada kegiatan akhir berupa penarikan
kesimpulan dan refleksi yang dilakukan bersama-sama. Mahasiswa bersemangat untuk
menyampaikan refleksinya di depan kelas. Beberapa refleksi yang disampaikan cukup

11
menarik dan sangat kontekstual, misalnya “Niat baik harus diikuti dengan perbuatan
yang baik. Menolong orang itu baik, tapi tidak perlu dengan jalan melakukan tindakan
kejahatan. Seorang koruptor yang menyumbang bagi anak yatim, membantu orang
miskin, bahkan membangun masjid tetap saja tidak mendapat pahala karena yang ia
pakai adalah uang hasil korupsi yang merupakan tindak kejahatan”.
Kegiatan see ketiga dilakukan setelah open class. Ada beberapa kesimpulan
penting yang diambil dalam kegiatan ini. Pertama, penulisan peta konsep di papan tulis
membantu mahasiswa untuk fokus belajar. Kedua, siswa memiliki tingkat kemampuan
yang berbeda-beda dan tidak bisa dipaksakan untuk sama. Ketiga, terjadi peningkatan
partisipasi aktif mahasiswa yang pada pertemuan sebelumnya cenderung kurang aktif.
Keempat, diskusi dalam kelompok yang lebih kecil dengan pemberian tanggung jawab
pada masing-masing individu mampu mendorong mahasiswa untuk berpartisipasi aktif
dalam pembelajaran. Kelima, semua mahasiswa mampu melakukan refleksi dan
mengambil pelajaran yang positif dari peristiwa sejarah.
Siklus keempat dilaksanakan tanggal 16 April 2015. Pada pembelajaran terse-
but dihadirkan Chef Anom dari Hotel Harris sebagai ahli kuliner. Kehadiran ahli dalam
kelas ternyata mampu memotivasi mahasiswa untuk lebih fokus dalam belajar. Begitu
pula makanan yang dihadirkan sebagai media untuk menjelaskan sejarah kuliner juga
membantu mahasiswa dalam belajar.
Langkah berikutnya adalah mahasiswa dibagi dalam empat kelompok dan ber-
diskusi dalam kelompok kecil. Masing-masing mahasiswa diminta untuk mencatat
poin-poin penting dalam diskusi. Dengan cara ini semua mahasiswa dapat fokus dan
berpartisipasi dalam diskusi. Selanjutnya dosen membagi salinan beberapa sumber se-
jarah kuliner berupa prasasti dan serat serta meminta mahasiswa untuk mengidentifi-
kasi kuliner yang disebutkan dalam sumber tersebut secara berkelompok. Tiap ke-
lompok kecil kemudian diminta untuk memilih dan menuliskan 10 (sepuluh) warisan
kuliner yang unik serta masih bertahan hingga saat ini beserta sumber sejarahnya dalam
sticky notes lalu menempelkannya di papan. Selanjutnya mahasiswa diajak untuk
memverifikasinya secara bersama-sama. Kertas yang hanya berisi nama kuliner tanpa
mencantumkan sumber sejarahnya dianggap gugur. Kertas yang berisi nama kuliner
yang sama dengan kelompok lain juga tidak dinilai. Kelompok dengan skor tertinggi
mendapatkan reward berupa makanan yang digunakan sebagai media pembelajaran.
Mahasiswa tampak sangat bersemangat untuk mengerjakan tugas ini. Langkah beri-
kutnya mahasiswa diminta untuk mengisi LKM yang berisi pertanyaan analitis dan re-
flektif.
Tahap akhir dari pembelajaran dilakukan dengan pemberian penguatan oleh
dosen dan penarikan kesimpulan bersama-sama. Selain itu mahasiswa juga diajak un-
tuk menyampaikan refleksinya. Salah seorang mahasiswa menyampaikan “Kita adalah
bangsa yang kaya, tidak hanya kekayaan alam tapi juga kuliner. Kita harus menjaga
dan melestarikan warisan kuliner kita agar tidak diklaim oleh bangsa lain. Jangan sam-
pai kita baru rebut melakukan pelestarian setelah ada klaim dari bangsa lain”.
Kegiatan see keempat dilakukan setelah open class. Beberepa kesimpulan
penting dalam refleksi sebagai berikut. Pertama, sinergi antara praktisi dan akademisi
dapat menghasilkan pemahaman yang lebih komprehensif di kalangan mahasiswa.
Kedua, sumber belajar sejarah sangat beragam, termasuk praktisi di dalamnya. Ketiga,
menghadirkan sumber sejarah ke dalam kelas memudahkan mahasiswa untuk belajar
dan berfikir historis. Penarikan kesimpulan dan konstruksi pengetahuan dilakukan
dengan mengikuti prosedur ilmiah. Keempat, motivasi mahasiswa untuk belajar se-
makin meningkat. Beberapa mahasiswa yang sebelumnya harus didorong dulu agar
berpartisipasi aktif dalam pembelajaran sudah mau bertanya maupun mengungkapkan
argumennya di depan kelas. Kelima, semua mahasiswa sudah mampu merefleksikan
pembelajaran dengan baik.

Kemampuan Refleksi Mahasiswa dalam Pembelajaran Sejarah Sosial


Refleksi merupakan bagian penting dalam pembelajaran sejarah sosial. Oleh ka-
renanya sejak awal perkuliahan, mahasiswa sudah diajak dan dibiasakan untuk
melakukan refleksi. Mahasiswa diminta untuk membuat esai dan laporan bacaan yang
pada bagian akhirnya memuat unsur refleksi. Namun sayangnya belum semua maha-
siswa menuliskannya sehingga perlu didorong dan difasilitasi melalui pembelajaran
yang reflektif di dalam kelas.
Pada siklus pertama, hanya 51% mahasiswa yang sudah menuliskan refleksi da-
lam esai dan laporan bacaan. Esai dan laporan bacaan tersebut menjadi bekal awal bagi
mahasiswa untuk melakukan pembelajaran di dalam kelas. Melalui pembelajaran re-
flektif yang dilakukan pada siklus pertama tersebut, semua mahasiswa mampu

13
melakukan refleksi meskipun belum semuanya terkait langsung dengan fokus pem-
belajaran. 45,5% mahasiswa mengambil pelajaran yang tidak terkait langsung dengan
fokus topik pembelajaran sementara sisanya sudah sesuai. Meskipun demikian, refleksi
yang mahasiswa sudah cukup bagus. Secara garis besar mahasiswa memandang bahwa
perempuan memiliki peran yang penting dalam sejarah masyarakat pendukung ke-
budayaan Indis dan menentukan masa depan generasi berikutnya sehingga harus di-
hargai.
Kemampuan mahasiswa melakukan refleksi menunjukkan peningkatan pada si-
klus kedua. Sebanyak 58% mahasiswa sudah menuliskan refleksi pada esai dan laporan
bacaan. Pembelajaran yang dilakukan di kelas diarahkan untuk mengajak mahasiswa
melakukan refleksi secara lebih baik. Di akhir pembelajaran, semua mahasiswa sudah
mampu mengambil pelajaran yang berharga dari tema sejarah perempuan bagi ke-
hidupan mereka di masa kini maupun masa depan. 80% refleksi yang ditulis oleh ma-
hasiswa pada akhir perkuliahan sudah terarah pada fokus topik pembelajaran tentang
peran perempuan dalam sejarah. 78% mahasiswa memandang perempuan memiliki
peranan yang penting dalam sejarah dan pembentukan karakter generasi berikutnya.
Mereka cenderung menempatkan perempuan sebagai subyek dalam sejarah yang harus
dihargai. Perempuan dan laki-laki memiliki peran yang sama pentingnya dalam se-
jarah. Refleksi yang dituliskan oleh mahasiswa bukan hanya terkait dengan ke-
hidupannya di masa kini, namun juga di masa depan. Secara garis besar refleksi yang
ditulis oleh mahasiswa sudah semakin baik dan mengandung nilai-nilai yang positif.
Sementara itu masih ada juga mahasiswa yang menempatkan perempuan dalam posisi
sebagai obyek atau pelengkap dalam sejarah, perempuan dipandang hanya sebagai pen-
damping bagi laki-laki.
Pada siklus ketiga hanya 57% mahasiswa yang menuliskan refleksi pada esai dan
laporan bacaan. Pembelajaran yang dilakukan pada pertemuan tersebut mengajak ma-
hasiswa untuk melakukan analisis dan refleksi terhadap sejarah kriminalitas. Topik ba-
hasan pada siklus ini cukup senstif dan harus disampaikan secara hati-hati agar maha-
siswa tidak salah konsep dan mengambil nilai-nilai negatif dari sejarah kriminalitas.
Hasilnya pada akhir pembelajaran semua mahasiswa sudah dapat melakukan refleksi.
91% refleksi yang ditulis mahasiswa terkait langsung dengan topik pembelajaran dan
kehidupan mahasiswa di masa kini maupun yang akan datang. Mahasiwa dihadapkan
pada masalah perbanditan sosial pada masa kolonial yang merupakan bentuk protes
dan perlawanan terhadap eksploitasi dan ekspansi ekonomi kolonial. Bagia sebagian
orang, para bandit sosial ini adalah pahlawan, sementara bagi yang lain para bandit ini
adalah pejahat. Meskipun topik yang dibahas adalah sejarah kriminalitas yang sering-
kali berada di wilayah abu-abu, namun mahasiswa bisa mengambil pelajaran yang pos-
itif. Secara garis besar mahasiswa beranggapan bahwa niat baik harus didukung dengan
perbuatan baik. Meskipun tujuannya baik jika dilakukan dengan jalan yang tidak baik
tetap saja tidak baik, misalnya seseorang membangun masjid atau menyantuni anak
yatim tapi uang yang digunakan dari hasil korupsi tetap saja tidak baik.
Kemampuan mahasiswa melakukan refleksi di akhir pembelajaran makin
meningkat pada siklus keempat. 68% dari esai dan laporan bacaan yang dibuat
oleh mahasiswa sudah memuat catatan reflektif mereka terhadap topik yang
dikaji. Hal ini menjadi modal yang sangat baik dan mendukung dalam pembelaja-
ran sejarah yang reflektif. Selain itu dosen menghadirkan beragam sumber belajar
pada mahasiswa mulai dari praktisi yang memahami sejarah kuliner hingga sum-
ber sejarah berupa Serat Centhini, transkripsi Prasasti Gulunggulung, Prasasti
Linggasutan, dan Prasasti Jeru-jeru. Pembelajaran pun diselingi dengan permainan
edukatif yang mengajak mahasiswa untuk melakukan eksplorasi dan interpretasi
terhadap sumber-sumber sejarah yang disajikan. Hasilnya seluruh mahasiswa
mampu merefleksikan secara positif tema sejarah kuliner. Perubahan dan keber-
lanjutan dalam sejarah kuliner dipandang sebagai hal yang tak terelakkan. Kuliner
Indonesia senantiasa berkembang karena berakulturasi dengan kuliner dari wila-
yah lain dan adanya inovasi dari anak bangsa. Salah seorang mahasiswa menyam-
paikan “Indonesia memilki warisan sejarah kuliner yang luar biasa kaya dan harus
kita lestarikan. Kita juga harus berani melakukan inovasi dan promosi agar tidak
diklaim oleh bangsa lain. Jangan sampai kita baru heboh setelah diklaim negara
tetangga”.

15
Tabel 1. Persentase Refleksi Mahasiwa
120

100

80

60

40

20

0
Siklus 1 Siklus 2 Siklus 3 Siklus 4

Refleksi pada esai/laporan bacaan Refleksi pada akhir pembelajaran

Berdasarkan paparan di atas dapat dilihat bahwa refleksi yang dilakukan oleh
mahasiswa dalam pembelajaran sejarah sosial mengalami peningkatan baik dari segi
kuantitas maupun kualitas. Refleksi yang ditulis oleh mahasiswa pada akhir perkulia-
han cenderung lebih baik daripada yang ditulis pada esai/laporan bacaan sebelum pem-
belajaran di kelas. Tugas penulisan esai dan laporan bacaan mendorong mahasiswa un-
tuk belajar tentang tema yang akan didiskusikan di kelas sehingga mereka lebih siap.
Penerapan strategi pembelajaran yang reflektif dalam siklus-siklus studi pem-
belajaran mengajak mahasiswa untuk saling belajar dengan sesama mahasiswa dan
juga dengan dosen. Pembelajaran tidak sekedar diarahkan agar mahasiswa mengusasi
materi. Mereka diajak untuk melakukan analisis dan refleksi terhadap permasalahan
atau topik sejarah sosial secara kolaboratif. Strategi pembelajaran yang diterapkan da-
lam tiap siklus studi pembelajaran ini berakar dari konstruktivisme. Hal ini sejalan
dengan pendapat Weimer (2013: 21-23) sebagai berikut.
“constructivist approaches emphasize learners’ actively constructing their
own knowledge rathet than passively receiving information transmitted th
them from teachers and textbooks. Students must construct their own mean-
ings….constructing knowledge does not mean the learner makes up the
knowledge – it’s something much closer to positioning the new knowledge
so that it connects with something already known and therefore makes
sense to the learner…”
Pembelajaran yang diterapkan mengajak mahasiswa untuk mengosntruksi penge-
tahuan dan mengambil makna darinya untuk masa kini dan masa depan yang lebih
baik. Pengetahuan yang dikonstruksi sendiri oleh mahasiswa lebih bermakna bagi
mereka. Strategi yang diterapkan tersebut tenyata berhasil untuk menumbuhkem-
bangkan kemampuan refleksi mahasiswa.

SIMPULAN

Beberapa simpulan penting dalam penelitian ini sebagai berikut. Pertama, re-
fleksi merupakan bagian penting dalam pembelajaran sejarah. Strategi pembelajaran
yang diterapkan dalam tiap siklus studi pembelajaran mengarahkan mahasiswa untuk
melakukan analisis dan refleksi terhadap peristiwa sejarah bagi kehidupan mahasiswa
di masa kini dan yang akan datang. Strategi pembelajaran sejarah yang reflektif tidak
hanya dirancang untuk pembelajaran di kelas saja, namun juga penugasan penulisan
esai dan laporan bacaan yang reflektif. Kontribusi tugas ini dalam pembelajaran adalah
mahasiswa didorong untuk belajar terlebih dahulu dan melakukan refleksi berdasarkan
bacaannya tersebut sehingga lebih siap untuk belajar di kelas dan terbiasa melakukan
refleksi. Kedua, penerapan strategi pembelajaran sejarah yang reflektif dalam studi
pembelajaran ini mampu menumbuhkembangkan kemampuan mahasiswa dalam
melakukan refleksi. Mahasiswa tidak hanya mampu mengaitkan pengetahuan dan pen-
galaman baru yang didapatkan dalam pembelajaran di kelas dengan realitas kesehari-
annya tapi juga merencanakan masa depan yang lebih baik. Dengan demikian pem-
belajaran sejarah sosial menjadi lebih bermakna dan berguna bagi mahasiswa.

DAFTAR RUJUKAN

Abdullah, T. 1996. Di Sekitar Pengajaran Sejarah yang Reflektif dan Inspiratif. Se-
jarah: Pemikiran, Rekonstruksi, Persepsi, 6 (1): 1-16.

Ali, M. 2005. Pengantar Ilmu Sejarah Indonesia. Yogyakarta: LKiS

Ankersmit, F. R. 1987. Refleksi tentang Sejarah: Pendapat-pendapat Modern tentang


Filsafat Sejarah. Jakarta: Gramedia.

Dewey, J. 1933. How We Think. Boston: D. C. Heath & Co., Publishers. Dari Project
Guttenberg, (Online), (http://www.gutenberg.org/files/37423/37423-
h/37423-h.htm), diakses 1 Juli 2015.

17
Hariyono. 2014. Kekuasaan dalam Proses Pembelajaran Sejarah: Membangun Kuasa
Diri dan Harapan dalam Dunia yang Terus Berubah. Makalah disajikan
dalam Seminar Nasional Pembelajaran Sejarah di tengah Perubahan, Juru-
san Sejarah FIS UM Bekerja Sama dengan APPS, Malang, 27-28 Septem-
ber 2014.

Rowse, A.L. 2015. Apa Guna Sejarah?. Depok: Komunitas Bambu.

Sayono, J. 2013. Pembelajaran Sejarah di Sekolah: dari Pragmatis ke Idealis. Jurnal


Sejarah dan Budaya, 7 (1): 9-17.

Tilaar, H.A.R. 2015. Pedagogik Teoretis untuk Indonesia. Jakarta: Penerbit Buku
Kompas.

Tosh, J. 2010. The Pursuit of History. London: Routledge

Umasih. 2010. History Learning in Indonesia During the New Order. Historia, 9 (2):
89-98

Weimer, M. 2013. Learner-Centered Teaching: Five Key Changes to Practice. San


Fransisco: Jossey Bass

Wijaya, D. 2015. R.G. Collingwood dalam Idealisme Historis. Jurnal Sejarah dan Bu-
daya, 9 (1): 8-18.

Anda mungkin juga menyukai