Anda di halaman 1dari 9

EKSISTENSI ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK

DALAM PERJANJIAN KERJA

Budi Santoso, Ratih Dheviana Puru H. T.

Fakultas Hukum Universitas Brawijaya


budi.santoso@ub.ac.id, ratih.dheviana@ub.ac.id

Abstract

This article examines the existence of the freedom of contract principle in the making of employment
contract. The employment contract will cause the employment relationship between employer and
employee. In principle, employer and employee have the freedom of contract to set the conditions and
terms of employment contract. However, the freedom of contract has been severely restricted by state
intervention in the form of legislation that aims to protect employee due to the weaker position of
employee than the employer. Also in practice, it can be said that the freedom of contract is no longer
owned by the employee.
Key words: freedom of contract, employment contract.

Abstrak

Artikel ini mengkaji eksistensi asas kebebasan berkontrak dalam pembuatan perjanjian kerja. Perjanjian
kerja akan melahirkan adanya hubungan kerja antara pengusaha dan pekerja. Pada asasnya, pengusaha
dan pekerja mempunyai kebebasan berkontrak dalam menentukan kondisi dan syarat-syarat kerja dalam
perjanjian kerja. Namun, kebebasan tersebut telah sangat dibatasi oleh campur tangannya negara dalam
bentuk Peraturan Perundang-undangan yang bermaksud melindungi pekerja sebagai akibat kedudukan
pekerja yang lemah dibanding pengusaha. Juga dalam prakteknya, dapat dikatakan kebebasan berkon-
trak sudah tidak lagi dimiliki oleh pekerja akibat kuatnya daya tawar pengusaha dan kuatnya kebutuhan
pekerja untuk memperoleh pekerjaan.
Kata kunci: kebebasan berkontrak, perjanjian kerja

Latar Belakang
kewajiban dan tanggungjawabnya sebagai pekerja/
Sadar atau tidak pekerja/buruh yang bekerja buruh. Misalnya, pengusaha wajib membayarkan
pada pengusaha dan pengusaha yang mempe- upah kepada pekerja/buruhnya, pengusaha wajib
kerjakan pekerja/buruh terikat oleh hubungan menyediakan sistem manajemen keselamatan
hukum berdasarkanperjanjian kerja. Perjanjian dan kesehatan kerja, pekerja/buruh wajib menye-
kerja berisi syarat-syarat dan kondisi kerja antara lesaikan hal-hal yang menjadi tugasnya, pekerja/
pekerja/buruh dengan pengusaha. Syarat-syarat buruh wajib mematuhi tata tertib perusahaan, dan
kerja adalah hak dan kewajiban para pihak dalam lain-lain
hubungan kerja. Perjanjian kerja antara pengusaha dan
Hubungan antara pekerja/buruh dan pekerja/buruh sangat penting dalam suatu peru-
pengusaha diikat oleh hukum. Hubungan hukum sahaan karena perjanjian kerja merupakan bukti
yang terjadi antara pekerja/buruh dan pengusaha adanya hubungan kerja antara keduanya. Oleh
melahirkan berbagai hak dan kewajiban. Hukum karena itu, pihak pengusaha harus menentukan
perburuhan telah memastikan supaya pengusaha secara jelas mengenai syarat-syarat dan kondisi
menjalankan kewajiban dan tanggungjawabnya kerja kepada pekerja/buruhnya dan tidak berten-
sebagai pengusaha dan pekerja/buruh menjalankan tangan dengan Peraturan Perundang-undangan

201
202 ARENA HUKUM Volume 6, Nomor 3, Desember 2012, Halaman 155-226

yang berlaku. Hal ini dimaksudkan untuk memi- standarnya. Pihak peminjam sudah tidak memi-
nimalkan timbulnya perselisihan hubungan indus- liki kebebasan untuk melakukan negosiasi
trial antara pekerja/buruh dengan pengusaha berapa bunga kreditnya, berapa penaltinya, dan
akibat adanya perbedaan penafsiran mengenai isi sebagainya. Sejalan dengan keberlakuan asas kebe-
perjanjian kerja. Terjadinya perselisihan hubungan basan berkontrak dalam perjanjian kerja, muncul
kerja bisa menimbulkan kerugian bagi kedua pertanyaan sebagaimana yang dikemukakan oleh
belah pihak. Lammy Betten4, apakah perjanjian kerja mere-
Dalam konteks hukum perjanjian dikenal presentasikan suatu perjanjian yang sesungguhnya
beberapa asas penting yang harus diperhatikan oleh yang didasarkan pada adanya negosiasi yang
para pihak dalam membuat perjanjian, yaitu asas berarti antara pengusaha dan pekerja/buruh atau
konsesualisme, asas kebebasan berkontrak, asas hanya merupakan sarana untuk memenuhi aspek
kepribadian, asas facta sunt servanda, dan asas formalitas. Oleh karena itu, berdasarkan uraian di
iktikad baik. Menurut Abdulkadir Muhammad1, atas, penulis akan mengkaji bagaimana eksistensi
asas-asas tersebut merupakan dasar kehendak asas kebebasan berkontrak ini dalam pembuatan
pihak-pihak dalam mencapai tujuan. Namun perjanjian kerja dan faktor-faktor apa saja yang
demikian, tulisan ini hanya akan difokuskan pada mempengaruhi eksistensinya.
asas kebebasan berkontrak sebagai dasar dalam
pembuatan perjanjian kerja antara pengusaha Pembahasan
dengan pekerja/buruh.
a. Perjanjian Kerja Sebagai Dasar Lahirnya
Asas kebebasan berkontrak sebagaimana
Hubungan Kerja
yang tersirat dalam Pasal 1338 ayat (1) KUH
Perdata ialah asas yang terkait dengan bentuk Perjanjian kerja dapat dikatakan sebagai
dan isi perjanjian. Makna kebebasan berkon- fundamental legal institution dalam hukum
trak ialah setiap orang bebas untuk menentukan ketenagakerjaan.5 Perjanjian kerja merupakan satu
dengan siapa ia akan membuat perjanjian, bebas hal yang paling esensial dalam hukum ketenaga-
untuk menentukan bentuk dan isi perjanjian dan kerjaan karena perjanjian kerja telah melahirkan
bebas untuk membuat pilihan hukum (choice of adanya hubungan hukum, yakni hubungan kerja
law)2. Asas ini menunjukkan bahwa perlu adanya antara pekerja/buruh dengan pengusaha. Pada
keseimbangan kedudukan (bargaining position) perjanjian kerja akan ditetapkan hak dan kewa-
antara pihak pembuatnya.Dalam konteks perjan- jiban masing-masing pihak. Pekerja/buruh dan
jian kerja, menurut Hugh Collins3, asas kebebasan pengusaha akan terikat dalam hubungan kerja
berkontrak mencegah kemungkinan pekerja/buruh tersebut untuk melaksanakan hak dan kewa-
diperlakukan sama seperti komoditas, karena jibannya masing-masing.
dengan memberikan pekerja/buruh kesempatan Pada saat pekerja/buruh dan pengusaha
untuk memilih, asas ini berarti telah sesuai dengan terikat dalam perjanjian kerja Perundang-
prinsip untuk menghormati harga diri, kebebasan, undangan ketenagakerjaan akan berlaku mengon-
dan kesamaan kedudukan pekerja/buruh sebagai trol hubungan kontraktual mereka. Perundang-
warga negara. undangan tersebut antara lain Undang-undang
Asas kebebasan berkontrak seringkali Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan,
mengalami degradasi eksistensi dalam prak- Undang-undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang
tiknya. Dalam perjanjian kredit pemilikan rumah, Jaminan Sosial Tenaga Kerja, Undang-undang
misalnya, bank sudah menyiapkan kontrak Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja,

1 Abdulkadir Muhammad, Hukum Perdata Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2000, hlm. 225.
2 Taufik el Rahman dan kawan-kawan., “Asas Kebebasan Berkontrak dan Asas Kepribadian dalam Kontrak-kon-
trak Outsourcing”,Mimbar Hukum, Vol. 23, No. 3, Oktober 2011, hlm.585.
3 Hugh Collins, Employment Law, Oxford University Press, London, 2003, hlm. 15.
4 Lammy Betten (Ed.), The Employment Contract in Transforming Labour Relations, Kluwer Law International, The
Hague, The Netherlands, 1995, hlm. 5.
5 Simon Deakin, The many Futures of the Contract of Employment, dlm. Joane Conaghan et. al. (Ed.), Labour
Law in an Era of Globalization, Oxford University Press, Oxford, 2005, hlm. 178.
Budi Santoso, Ratih Dheviana Puru H. T., Eksistensi Asas Kebebasan Berkontrak dalam... 203

Undang-undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang dan akuntan tidak berada di bawah perintah pasien
Serikat Pekerja/Serikat Buruh, dan Undang- atau klien tersebut.
undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyele- Pendapat tersebut adalah tepat, sebab
saian Perselisihan Hubungan Industrial. Undang- walaupun seorang dokter diminta oleh pasien
undang tersebut mengatur hal-hal minimal atau untuk menyembuhkan sakitnya, namun kerja
maksimal yang harus dipatuhi oleh pengusaha dan dokter tersebut tetap bergantung pada akal dan
pekerja/buruh, juga memberikan hak-hak kepada kepintaran yang berdasarkan pengetahuan dan
pekerja/buruh dalam keadaan tertentu. pengalamannya. Walaupun demikian, dokter
Pengertian hubungan kerja antara pengusaha yang bekerja untuk rumah sakit dapat disebut
dan pekerja/buruh yang terbentuk dari lahirnya sebagai pekerja/buruh rumah sakit berkenaan
perjanjian kerja terdapat dalam Pasal 1 angka karena dokter tersebut berada di bawah perintah
15 juncto Pasal 50 Undang-undang Nomor 13 pihak managemen rumah sakit. Pihak managemen
Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (selan- rumah sakit dapat menjatuhkan tindakan disiplin
jutnya disebut Undang-undang Ketenagakerjaan) kepada dokter yang bekerja padanya sekiranya
bahwa “Hubungan kerja adalah hubungan antara dokter tersebut tidak mematuhi tata tertib rumah
pengusaha dan pekerja/buruh berdasarkan perjan- sakit.
jian kerja yang mempunyai unsur pekerjaan, upah Hubungan kerja antara pekerja/buruh dengan
dan perintah”. Jelas disebutkan bahwa perjanjian pengusaha suatu waktu pasti akan berakhir yang
kerja adalah dasar dari terbentuknya hubungan bisa disebabkan oleh alasan-alasan tertentu. Pasal
hukum antara pengusaha dan pekerja/buruh. 61 ayat (1) Undang-undang Ketenagakerjaan
Sedangkan menurut Pasal 1 angka 14 Undang- merumuskan beberapa alasan yang menyebabkan
undang Ketenagakerjaan, pengertian perjanjian berakhirnya suatu hubungan kerja:
kerja ialah “Perjanjian antara pekerja/buruh dan Perjanjian kerja berakhir apabila:
pengusaha yang memuat syarat-syarat kerja, hak a. pekerja meninggal dunia;
dan kewajiban kedua belah pihak”. b. berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja;
Sebagaiman telah disebutkan di atas bahwa c. adanya putusan pengadilan dan/atau putusan
suatu perjanjian dapat disebut sebagai perjanjian atau penetapan lembaga penyelesaian
kerja jika isi perjanjian tersebut telah mengatur perselisihan hubungan industrial yang telah
tiga unsur, yaitu pekerjaan, upah, dan perintah. mempunyai kekuatan hukum tetap; atau
Unsur pekerjaan menunjuk pada apa yang harus d. adanya keadaan atau kejadian tertentu
dikerjakan. Hal tersebut ditunjukkan oleh adanya yang dicantumkan dalam perjanjian kerja,
jabatan (job title) atau jenis pekerjaan yang diper- peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja
janjikan. Unsur upah ditunjukkan oleh berapa bersama yang dapat menyebabkan ber-
jumlah upah yang diterima dan kapan upah tersebut akhirnya hubungan kerja.
akan dibayarkan setiap periodenya. Sedangkan Dalam hal pekerja/buruh meninggal dunia,
unsur perintah ditunjukkan oleh adanya deskripsi ahli waris pekerja/buruh berhak mendapatkan
kerja (job description), kewajiban pekerja/ hak-haknya sesuai dengan Peraturan Perundang-
buruh mematuhi tata tertib perusahaan dan hak undangan yang berlaku atau hak-hak yang telah
pengusaha untuk mengenakan tindakan disiplin diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusa-
terhadap pekerja/buruh. haan, atau perjanjian kerja bersama. Sebaliknya,
Menurut Abdul Rachmad Budiono6, ketiga dengan meninggalnya pengusaha atau beralihnya
unsur perjanjian kerja, yakni berupa upah, perintah, hak atas perusahaan yang disebabkan penjualan,
dan pekerjaan tersebut bersifat kumulatif. Artinya, pewarisan, atau hibah tidak berarti bahwa suatu
ketiadaan salah satu unsur mengakibatkan tidak hubungan kerja berakhir.
terjadinya perjanjian kerja. Hubungan antara
seorang dokter dan pasien, pengacara dan klien, b. Pembuatan dan Syarat SahPerjanjian
akuntan dan klien, misalnya, bukan merupakan Kerja
hubungan kerja, sebab kerja dokter, pengacara Pada dasarnya, suatu perjanjian kerja dapat

6 Abdul Rachmad Budiono, Hukum Perburuhan, Indeks, Jakarta, 2009, hlm. 23.
204 ARENA HUKUM Volume 6, Nomor 3, Desember 2012, Halaman 155-226

dibuat secara tertulis atau tidak tertulis (Pasal undang Ketenagakerjaan menegaskan bahwa
51 ayat (1) Undang-undang Ketenagakerjaan). perjanjian kerja waktu tertentu tidak boleh dibuat
Hal ini berlaku umum dalam pembentukan suatu untuk pekerjaan yang bersifat tetap.
perjanjian kerja di berbagai negara. Walaupun Satu contoh kasus mengenai ketentuan perjan-
demikian, banyak manfaatnya jika perjanjian jian kerja waktu tertentu yang tidak dipatuhi oleh
kerja dibuat secara tertulis dibandingkan dengan pengusaha adalah kasus CV Disan (pengusaha)
secara lisan karena apa-apa perselisihan tentang lawan Susianto dan kawan-kawan (pekerja) pada
hak dan kewajiban dalam hubungan kerja dapat tahun 2005 di Tanjung Morawa, Sumatera Utara.
diselesaikan dengan lebih mudah. Hak dan kewa- Para pekerja mengajukan gugatan kepada Panitia
jiban pengusaha dan pekerja/buruh juga akan Penyelesaian Perselisihan Perburuhan Daerah
jelas nyata jika dibuat tertulis dan memudahkan (P4D) Provinsi Sumatera Utara supaya pengusaha
pelaksanaannya serta penyelesaian jika timbul tidak mengakhiri hubungan kerja mereka. Mereka
perselisihan di kemudian hari. beralasan bahwa perjanjian kerja waktu tertentu
Namun demikian, Undang-undang antara mereka dan pengusaha telah bertentangan
Ketenagakerjaan mengatur bahwa untuk jenis dengan Peraturan Perundang-undangan yang
perjanjian kerja waktu tertentu haruslah dibuat berlaku karena pekerjaan yang diberikan kepada
secara tertulis. Jika jenis perjanjian kerja tersebut mereka oleh pengusaha secara jelas merupakan
tidak dibuat secara tertulis, maka perjanjian kerja pekerjaan yang bersifat tetap.
tersebut demi hukum berubah menjadi jenis Oleh karena itu, menurut pekerja, seha-
perjanjian kerja waktu tidak tertentu. Hal ini rusnya perjanjian kerja tersebut berubah menjadi
sebagaimana yang dinyatakan dalam Pasal 57 ayat perjanjian kerja waktu tidak tertentu. P4D
(1) dan ayat (2) Undang-undang Ketenagakerjaan: Provinsi Sumatera Utara telah membuat Kepu-
(1) Perjanjian kerja waktu tertentu dibuat secara tusan No.010/1023/519-14/PHK/II/01-2006 yang
tertulis dan harus menggunakan bahasa menyatakan bahwa hubungan kerja antara Susi-
Indonesia dan huruf latin. anto dan kawan-kawan dengan CV Disan tidak
(2) Perjanjian kerja waktu tertentu yang dibuat pernah berakhir karena perjanjian kerja waktu
tidak secara tertulis bertentangan dengan tertentu antara CV Disan dan Susianto dan kawan-
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat kawan telah bertentangan dengan Pasal 59 ayat (2)
(1) dan dinyatakan sebagai perjanjian kerja Undang-undang Ketenagakerjaan. Atas dasar itu,
waktu tidak tertentu. P4D memutuskan bahwa pihak pengusaha harus
Dalam Pasal 56 ayat (1) Undang-undang mempekerjakan kembali pihak pekerja, yaitu
Ketenagakerjaan diatur tentang lamanya waktu Susianto dan kawan-kawan. Pada tingkat kasasi,
perjanjian kerja boleh dibuat baik untuk waktu Mahkamah Agung telah juga membenarkan kepu-
tertentu atau waktu tidak tertentu. Walaupun tusan P4D tersebut melalui Putusan Nomor 431K/
demikian, Undang-undang Ketenagakerjaan PHI/2007.
membuat batasan untuk pembentukan perjanjian Pasal 54 ayat (1) Undang-undang Ketenaga-
kerja waktu tertentu. Tidak semua jenis pekerjaan kerjaan mengatur hal-hal yang harus ada dalam
boleh dibuat dalam perjanjian kerja waktu tertentu. suatu perjanjian kerja:
Pasal 59 ayat (1) Undang-undang Ketenaga a. nama, alamat perusahaan, dan jenis usaha;
kerjaan mengatur bahwa perjanjian kerja waktu b. nama, jenis kelamin, umur, dan alamat
tertentu hanya boleh dibuat untuk pekerjaan pekerja/buruh;
tertentu yang menurut jenis dan sifat atau kegiatan c. jabatan atau jenis pekerjaan;
pekerjaannya akan berakhir dalam waktu tertentu, d. tempat pekerjaan;
yaitu: pekerjaan yang sekali selesai atau peker- e. besarnya upah dan cara pembayarannya;
jaan yang sementara sifatnya; pekerjaan yang f.. syarat-syarat kerja yang memuat hak dan
diperkirakan selesainya dalam waktu yang tidak kewajiban pengusaha dan pekerja/buruh;
terlalu lama dan paling lama 3 (tiga) tahun; peker- g. mulai dan jangka waktu berlakunya perjan-
jaan yang bersifat musiman; atau pekerjaan yang jian kerja;
berhubungan dengan produk baru, kegiatan baru, h. tempat dan tanggal perjanjian kerja dibuat;
atau produk tambahan yang masih dalam perco- dan
baan. Oleh karena itu, Pasal 59 ayat (2) Undang-
Budi Santoso, Ratih Dheviana Puru H. T., Eksistensi Asas Kebebasan Berkontrak dalam... 205

i, tanda tangan para pihak dalam perjanjian berlaku.


kerja. Syarat pertama, yaitu adanya kesepakatan
Namun demikian, Undang-undang kedua belah pihak. Pihak-pihak yang berjanji akan
Ketenagakerjaan tidak membolehkan perjanjian membuat kesepakatan mereka dalam ketentuan
kerja berisi syarat-syarat kerja yang merugikan perjanjian. Syarat ini bermakna bahwa kedua belah
atau kurang bermanfaat bagi pekerja/buruh. Hal pihak telah sepakat untuk mengadakan hubungan
ini sebagaimana yang ditentukan dalam Pasal 54 hukum. Menurut Abdulkadir Muhammad7, kese-
ayat (2) Undang-undang Ketenagakerjaan bahwa pakatan tersebut sifatnya bebas, maksudnya tidak
perjanjian kerja tidak boleh bertentangan dengan mengandung unsur paksaaan, kekeliruan, dan
peraturan perusahaan, perjanjian kerja bersama penipuan. Syarat adanya kesepakatan kedua belah
(collective bargaining agreement), dan Peraturan pihak merupakan syarat utama dalam sebuah
Perundang-undangan yang berlaku. Jika dalam perjanjian kerja karena hal tersebut akan mela-
perusahaan telah ada peraturan perusahaan atau hirkan hubungan hukum antara pengusaha dan
perjanjian kerja bersama, maka isi perjanjian pekerja/buruh.
kerja baik kualitas maupun kuantitasnya tidak Syarat kedua, yaitu kedua belah pihak
boleh lebih rendah dari peraturan perusahaan harus cakap hukum. Sebagaimana diketahui
atau perjanjian kerja bersama di perusahaan yang bahwa pihak-pihak dalam perjanjian kerja ialah
bersangkutan. pengusaha dan pekerja/buruh. Menurut Pasal
Telah disebutkan di atas bahwa perjanjian 1 angka 5 dan 6 Undang-undang Ketenagaker-
kerja merupakan dasar dari lahirnya hubungan jaan, pengusaha ialah orang perseorangan, badan
kerja antara pekerja/buruh dan pengusaha. Dalam hukum, atau bukan badan hukum, termasuk pula
pembuatan perjanjian kerja terdapat syarat-syarat perusahaan milik negara, yang memperkerjakan
yang harus dipatuhi oleh kedua belah pihak pekerja/buruh dengan membayar upah. Calon
supaya perjanjian kerja berlaku sah. Syarat sahnya pekerja/buruh perlu memastikan bahwa pihak
pembuatan perjanjian kerja adalah hampir sama yang akan menjadi majikannya itu tidak dilarang
dengan perjanjian pada umumnya. Syarat dasar oleh hukum untuk membuat perjanjian kerja,
pembentukan perjanjian pada umumnya perlu ada misalnya calon majikan itu ialah orang yang
dalamperjanjian kerja. Pasal 1320KUH Perdata tidak pailit. Sedangkan menurut Pasal 1 angka 3
mengatur bahwa untuk sahnya perjanjian diper- Undang-undang Ketenagakerjaan, pekerja/buruh
lukan empat syarat, yaitu:adanya kesepakatan ialah setiap orang yang bekerja dengan menerima
para pihak; para pihak harus cakap hukum; adanya upah. Pekerja/buruh menerima upah karena
sesuatu yang diperjanjikan (objek perjanjian); pekerja/buruh telah diperintah oleh pengusaha
dan objek yang diperjanjikan tidak bertentangan untuk melakukan pekerjaan. Oleh karena itu,
dengan Peraturan Perundang-undangan, keter- Undang-undang Ketenagakerjaan secara tersirat
tiban umum, dan kesusilaan. Dalam perjanjian telah mengatur bahwa untuk menentukan adanya
kerja, objek yang diperjanjikan adalah berupa hubungan kerja akan dilihat dari ada tidaknya
adanya pekerjaan. perintah oleh majikan kepada pekerja/buruh.
Syarat sahnya pembuatan perjanjian kerja
Dalam melakukan hubungan kerja dengan
terdapat dalam Pasal 52 ayat (1) Undang-undang
pengusaha, pekerja/buruh ada yang berstatus
Ketenagakerjaan:
sebagai pekerja/buruh tetap (pekerja/buruh yang
Perjanjian kerja dibuat atas dasar :
membuat perjanjian kerja waktu tidak tertentu),
a. kesepakatan kedua belah pihak;
dan pekerja/buruh tidak tetap (pekerja/buruh yang
b. kemampuan atau kecakapan melakukan
membuat perjanjian kerja waktu tertentu). Mereka
perbuatan hukum;
yang magang kerja (apprentices) tidak termasuk
c. adanya pekerjaan yang diperjanjikan; dan
dalam pengertian pekerja/buruh karena mereka
d. pekerjaan yang diperjanjikan tidak berten-
sifatnya bukan untuk bekerja dengan tujuan
tangan dengan ketertiban umum, kesusilaan,
mendapatkan upah tetapi untuk belajar dalam
dan Peraturan Perundang-undangan yang

7 Abdulkadir Muhammad, Op.Cit., hlm. 229.


206 ARENA HUKUM Volume 6, Nomor 3, Desember 2012, Halaman 155-226

rangka menguasai keterampilan atau keahlian kerja dapat dibatalkan atau batal demi hukum.
tertentu untuk bekal mereka kelak dalam bekerja Dapat dibatalkan maksudnya perjanjian kerja
atau membuka lapangan kerja. Meskipun mereka tetap ada berlangsung sepanjang para pihak atau
yang magang tidak mendapat upah, ada kalanya wali dari pekerja/buruh - jika pekerja masih di
perusahaan memberi mereka uang saku. bawah umur 18 tahun - tidak mempersoalkannya.
Syarat ketiga, yaitu adanya pekerjaan yang Sedangkan batal demi hukum (null and void)
diperjanjikan. Menurut Adrian Sutedi8, peker- maksudnya suatu perjanjian kerja yang telah
jaan adalah setiap aktivitas yang harus dilakukan dibuat dianggap tidak pernah ada menurut hukum
oleh pekerja/buruh untuk kepentingan pengusaha (Pasal 52 ayat (2) dan ayat (3) Undang-undang
berdasarkan perjanjian kerja. Pekerjaan tersebut Ketenagakerjaan).
haruslah dikerjakan sendiri oleh pekerja/buruh.
c. Kebebasan Berkontrak dalam Perjanjian
Pekerjaan yang diperjanjikan merupakan objek
Kerja: Hanya Teori
perjanjian dari perjanjian kerja antara pengusaha
dan pekerja/buruh. Syarat-syarat dan kondisi Jika dibandingkan dengan perjanjian pada
kerja diatur oleh kedua belah pihak terkait dengan umumnya, pada dasarnya tidak ada perbedaan
pekerjaan yang diperjanjikannya. antara perjanjian kerja dengan perjanjian pada
Syarat terakhir, yaitu pekerjaan yang diper- umumnya mengenai syarat-syarat sahnya perjan-
janjikan tidak bertentangan dengan ketertiban jian. Dalam perjanjian kerja juga harus ada kese-
umum, kesusilaan, dan Peraturan Perundang- pakatan kedua belah pihak, kedua belah pihak
undangan yang berlaku. Pekerjaan yang berten- harus cakap hukum, ada objek yang diperjanjikan
tangan dengan Peraturan Perundang-undangan (berupa pekerjaan) dan objek yang diperjanjikan
yang berlaku, misalnya, pekerjaan memproduksi tersebut tidak bertentangan dengan ketertiban
senjata api yang dilarang oleh hukum. Oleh karena umum, kesusilaan, dan Peraturan Perundang-
itu, jenis pekerjaan yang diperjanjikan haruslah undangan yang berlaku. Ketiadaan salah satu dari-
dinyatakan secara tegas dalam perjanjian kerja. pada syarat-syarat tersebut tidak akan memung-
Dalam hukum perjanjian memang terdapat kinkan terbentuknya perjanjian.
adagium yang menyatakan bahwa suatu perjanjian Walaupun demikian, jika ditinjau dari asas
yang telah disepakati oleh para pihak akan berlaku keseimbangan para pihak dalam pembuatan
sebagai “Undang-undang” (Pasal 1338 KUH perjanjian, konsep perjanjian kerja berbeda
Perdata). Tetapi yang dimaksud dengan “Undang- dengan konsep perjanjian pada umumnya yang
undang” disini bukanlah Undang-undang dalam bercirikan adanya keseimbangan para pihak.
pengertian “Undang-undang” sebagai salah satu Kedudukan pekerja/buruh selalu berada pada
jenis Peraturan Perundang-undangan, melainkan pihak yang lemah. Hal ini seperti pendapat yang
dalam pengertian bahwa perjanjian tersebut dikemukakan oleh Otto Kahn-Freund10, seorang
akan mengikat secara hukum bagi para pihak bapak hukum perburuhan dunia:
pembuatnya jika telah memenuhi syarat-syarat In its inception it is an act of submission,
sahnya perjanjian. Dalam kaitannya dengan ini, in its operation it is a condition of subor-
Peter Mahmud Marzuki9 menegaskan bahwa ahli dination, however much the submission
hukum tidak harus berpegang kepada adagium itu and the subordination may be concealed
saja, melainkan juga pada doktrin hukum yang by that indispensable figment of the legal
lain bahwa perjanjian yang dibuat oleh para pihak mind known as the ‘contract of employ-
tidak boleh bertentangan dengan Undang-undang, ment’. The main object of labour law has
kesusilaan, dan ketertiban umum. always been, and we venture to say will
Tidak dipenuhinya salah satu atau beberapa always be, to be a countervailing force to
syarat tersebut akan mengakibatkan perjanjian counteract the inequality of bargaining

8 Adrian Sutedi, Hukum Perburuhan, Sinar Grafika, Jakarta, 2009, hlm. 47.
9 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Edisi Kedua, Kencana, Jakarta, 2006, hlm. 126.
10 Paul Davies and Mark Freedland, Kahn-Freund’s Labour and the Law, Edisi ke-3, Stevens and Sons, London, 1983,
hlm. 18.
Budi Santoso, Ratih Dheviana Puru H. T., Eksistensi Asas Kebebasan Berkontrak dalam... 207

power which in inherent and must be buruh. Pekerjaan adalah bagian penting identitas
inherent in the employment relationship. pekerja/buruh. Identitas tersebut memainkan
Dapat diterangkan dari pendapat tersebut peranan penting dalam usaha untuk mewujudkan
bahwa dalam perjanjian kerja terdapat ciri penun- pencapaian diri dan dalam membentuk harga
dukan diri (submission), subordinasi (subordina- diri pekerja/buruh, juga merupakan sarana yang
tion), dan ketidaksamaan daya tawar (inequality of penting dalam hubungan sosial. Karena keter-
bargaining power). Sinzheimer, seorang profesor gantungannya ini, maka pengusaha mempunyai
hukum dari Jerman, sebagaimana yang ditulis oleh kekuatan dominan untuk mengendalikan pekerja/
Surya Tjandra11, juga mempunyai pandangan yang buruh yang bekerja kepadanya.
sama dengan Otto Kahn-Freund. Beliau meman- Adanya ketidakseimbangan kedudukan para
dang hubungan kerja merupakan suatu hubungan pihak dalam membentuk hubungan kerja, yakni
kekuasaan dari dominasi dan subordinasi dengan kedudukan pekerja/buruh yang selalu berada pada
menentang asumsi liberal bahwa perjanjian kerja pihak yang lemah, telah menjustifikasi negara
adalah hasil dari pilihan otonom para pihak, yaitu untuk mencampuri hubungan kontraktual tersebut.
pekerja/buruh dan pengusaha. Menurutnya, subor- Thilo Ramm13 menyebut bahwa campur tangan
dinasi terhadap pekerja/buruh adalah hasil dari negara tersebut diperlukan untuk tujuan keadilan
kepemilikan perusahaan oleh investor. dan perlindungan. Justifikasi ini diimplementa-
Ciri-ciri seperti yang disebutkan oleh Otto sikan oleh negara dengan membuat Peraturan
Kahn-Freund di atas dapat dilihat dari adanya Perundang-undangan bidang perburuhan yang
perintah pengusaha terhadap pekerja/buruhnya mengatur hal-hal yang bersifat minimal dan
dari aspek tugas yang perlu dilakukan, bagaimana maksimal dan kondisi-kondisi tertentu yang
tugas itu dilakukan, kapan kerja itu dilakukan, harus dipatuhi oleh pengusaha dan pekerja/buruh,
dan sebagainya. Pengusaha mempunyai hak misalnya: maksimal jam kerja sehari/seminggu,
eksklusif untuk menentukan prosedur yang perlu maksimal jam kerja lembur, upah minimum,
diikuti pekerja/buruh dan cara melaksanakan hal-hal yang menyebabkan pekerja/buruh dike-
kerja tersebut. Dengan kata lain, pengusaha akan cualikan dari kewajiban bekerja dengan tetap
mengawasi atau mengontrol pekerja/buruh dari menerima upah, dan lain-lain
segala aspek. Dalam Undang-undang Ketenaga- Dengan demikian, Undang-undang Ketena-
kerjaan, adanya perintah pengusaha terhadap gakerjaan mengatur bahwa pembentukan perjan-
pekerja/buruh dinyatakan dalam Pasal 1 angka 15 jian kerja haruslah tidak bertentangan dengan
bahwa “Hubungan kerja adalah hubungan antara landasan hukum yang telah ditetapkan. Syarat-
pengusaha dan pekerja/buruh berdasarkan perjan- syarat dan kondisi kerja yang hendak ditetapkan
jian kerja yang mempunyai unsur pekerjaan, upah oleh pengusaha dan pekerja/buruh dalam suatu
dan perintah”. perjanjian kerja haruslah memperhatikan segala
Menurut Guy Davidov12, ketidak seimbangan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.
kedudukan para pihak dalam hubungan kerja Pengusaha dan pekerja/buruh sudah tidak dapat
juga dicirikan oleh adanya “dependensi” pekerja/ lagi menetapkan isi perjanjian sesuka hati mereka.
buruh pada hubungan berdasarkan kepentingan Hal tersebut menunjukkan bahwa hubungan
ekonomi, sosial, dan psikologi. Pekerja/buruh hukum antara pengusaha dengan pekerja/buruh
tergantung kepada hubungan dengan pengusaha terikat sebagian besarnya oleh Peraturan Perun-
untuk mata pencaharian yang berkelanjutan dan dang-undangan perburuhan. Dalam Penjelasan
juga untuk aspek-aspek penting pribadi pekerja/ Umum Undang-undang Ketenagakerjaan, secara

11 Surya Tjandra, Menemukan Kembali Hukum Perburuhan yang Sejati: Beberapa Catatan Konseptual, http://fpbn3.
blogspot.com/2006/10/menemukan-kembali-hukum-pe_116054849403405018.html, diakses 27 September
2012.
12 Guy Davidov, A Balanced Approach to Job Security, http://www.labourlawresearch.net/Portals/0/A%20Bal-
anced%20Approach%20to%20Job%20Security.pdf, diakses 27 September 2012.
13 Thilo Ramm, Laissez-faire and State Protection of Workers, dirujuk dlm. Bob Hepple (Ed.), The Making of La-
bour Law in Europe: a comparative study of nine countries up to 1945, Mansel Publishing, London and New York, 1986,
hlm. 73.
208 ARENA HUKUM Volume 6, Nomor 3, Desember 2012, Halaman 155-226

tersirat dijelaskan bahwa dibentuknya Peraturan Walaupun kebebasan berkontrak dalam


Perundang-undangan bidang perburuhan yang membuat perjanjian kerja masih diberikan
membatasi ruang gerak kebebasan pengusaha ruangnya oleh hukum perburuhan, namun dalam
dan pekerja/buruh dalam menetapkan isi perjan- praktiknya kebebasan tersebut semakin kurang
jian kerja merupakan satu bentuk campur tangan makna dan nilainya. Kebanyakan pekerja/buruh-
negara dalam melindungi hak-hak dasar pekerja/ selalu berada pada pihak yang menginginkan
buruh dengan memperhatikan implikasinya terha- pekerjaan. Oleh karena itu, bagi pekerja/buruh,
dap kemajuan ekonomi negara. mendapatkan pekerjaan adalah lebih penting dari-
Dengan wujudnya campur tangan negara, pada hak atas kebebasan berkontrak.
maka eksistensi asas kebebasan berkontrak Kebanyakan pekerja/buruh pada saat
pengusaha dan pekerja/buruh dalam membentuk membuat perjanjian kerja akan selalu setuju
perjanjian kerja menjadi sangat terbatas. Sebagai dengan segala syarat-syarat dan kondisi kerja
perbandingan, menurut Kamal Halili Hassan14, yang disodorkan oleh pengusaha kepadanya.
di Malaysia kebebasan berkontrak ini terpaksa Bahkan, dalam perusahaan besar, sebagian besar
dikurangi eksistensinya karena hubungan syarat-syarat dan kondisi kerja sudah ditetapkan
kontraktual antara pengusaha dan pekerja/buruh dan berlaku kepada semua pekerja. Perusahaan
mempunyai implikasi dari segi sosial, ekonomi, tersebut sudah mempunyai standar baku perjan-
politik dan sebagainya. Demi mewujudkan jian kerja. Maka dalam hal ini pilihan dan kebe-
hubungan kontraktual dan suasana pekerjaan yang basan dalam menetapkan syarat-syarat dan kondisi
harmonis, pemerintah Malaysia berpendirian kerja dalam perjanjian kerja sudah tidak ada lagi.
bahwa kebebasan berkontrak terutamanya dalam Asas kebebasan berkontrak dalam perjanjian kerja
menetapkan syarat-syarat dan kondisi kerja perlu seolah teori semata yang hanya ada dalam diskusi
dikontrol. Maka negara kemudian menetapkan akademik.
syarat-syarat dan kondisi kerja yang maksimal
dan minimal, misalnya jumlah cuti, jumlah upah Kesimpulan
lembur, prosedur pemutusan hubungan kerja, dan Eksistensi asas kebebasan berkontrak dalam
sebagainya. pembuatan perjanjian kerja sangat terbatas jika
Meskipun demikian masih ada ruang kebe- ditinjau dari aspek perundang-undangan bidang
basan berkontrak antara pengusaha dan pekerja/ perburuhan dan bahkan dapat dikatakan hampir
buruh dalam membuat perjanjian kerja. Hukum tidak berlaku jika ditinjau dari aspek praktiknya.
perburuhan tidak meniadakan kebebasan berkon- Adanya ketidakseimbangan kedudukan para pihak
trak secara mutlak. Undang-undang Ketenagaker- dalam membentuk hubungan kerja telah menjusti-
jaan, misalnya, masih membolehkan pengusaha fikasi negara untuk mencampuri hubungan privat
dan pekerja/buruh menetapkan apa-apa syarat dan tersebut guna melindungi hak-hak dasar pekerja/
kondisi kerja dalam suatu perjanjian kerja asalkan buruh dengan membuat Peraturan Perundang-
tidak merugikan pekerja/buruh. Sekali lagi hak undangan bidang perburuhan yang mengatur
pekerja/buruh diberikan perlindungan. Menurut hal-hal yang bersifat minimal dan maksimal dan
Erick Tuker15, hal tersebut adalah wajar meng- kondisi-kondisi tertentu yang harus ada dalam
ingat dari aspek sejarah, hukum perburuhan dibuat suatu hubungan kerja. Pengusaha dan pekerja/
untuk lebih memberikan perlindungan kepada buruh sudah tidak dapat lagi menetapkan isi
pekerja/buruh dalam menentang pasar kerja yang perjanjian sesuka hati mereka.
kapitalis.

14 Kamal Halili Hassan, Hubungan Undang-undang Majikan dan Pekerja, Dewan Bahasa dan Pustaka, Kuala Lumpur,
1990, hlm. 13.
15 Erick Tuker, “Renorming Labour Law: Can We Escape Labour Law’s Recurring Regulatory Dilemmas?”, Industrial Law
Journal, Vol. 39, No. 2, Juni 2010, hlm.99.
Budi Santoso, Ratih Dheviana Puru H. T., Eksistensi Asas Kebebasan Berkontrak dalam... 209

Walaupun jika ditinjau dari aspek Peraturan kondisi kerja yang disediakan oleh pengusaha
Perundang-undangannya masih ada ruang kebe- akibat posisi tawarnya yang lemah, sehingga
basan berkontrak antara pengusaha dan pekerja/ bagi mereka mendapatkan pekerjaan adalah lebih
buruh dalam membuat perjanjian kerja, namun penting daripada hak atas kebebasan berkontrak.
dalam praktiknya kebebasan tersebut semakin Oleh karena itu, asas kebebasan berkontrak dalam
kurang makna dan nilainya. Umumnya pekerja/ perjanjian kerja seolah teori semata yang hanya
buruh akan selalu setuju dengan syarat-syarat dan ada dalam diskusi akademik.

DAFTAR PUSTAKA

Buku Jurnal dan Artikel Ilmiah


Abdul Rachmad Budiono, 2009, Hukum Perbu- Davidov, Guy, A Balanced Approach to Job
ruhan, Jakarta,Indeks. Security,http://www.labourlawresearch.
Abdulkadir Muhammad, 2000, Hukum Perdata net/Portals/0/A%20Balanced%20
Indonesia, Bandung, Citra Aditya Bakti. Approach%20to%20Job%20Security.pdf.
Adrian Sutedi, 2009, Hukum Perburuhan, Erick Tuker, “Renorming Labour Law: Can We
Jakarta, Sinar Grafika. Escape Labour Law’s Recurring Regula-
Betten, Lammy (Ed.), 1995, The Employment tory Dilemmas?”,Industrial Law Journal,
Contract in Transforming Labour Rela- Vol. 39, No. 2, Juni 2010.
tions, The Hague, The Netherlands, Surya Tjandra, 2006, Menemukan Kembali
Kluwer Law International. Hukum Perburuhan yang Sejati:
Collins, Hugh, 2003, Employment Law, London, Beberapa Catatan Konseptual,
Oxford University Press. http://fpbn3.blogspot.com/2006/10/
Conaghan, Joane et. al. (Ed.), 2005, Labour menemukan-kembali-hukum-
Law in an Era of Globalization, Oxford, pe_116054849403405018.html.
Oxford University Press. Taufik Rahman, dan kawan-kawan., “Asas Kebe-
Davies, Paul, and Freedland, Mark,1983, Kahn- basan Berkontrak dan Asas Kepribadian
Freund’s Labour and the Law, Edisi ke-3, dalam Kontrak-Kontrak Outsourcing”,
London, Stevens and Sons. Mimbar Hukum, Vo. 23, No. 3, Oktober
Hepple, Bob, (Ed.), 1986, The Making of Labour 2011.
Law in Europe: a comparative study of
nine countries up to 1945, London and Peraturan Perundang-undangan
New York, Mansel Publishing. Kitab Undang-undang Hukum Perdata.
Kamal Halili Hassan, 1990, Hubungan Undang- Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003
undang Majikan dan Pekerja, Kuala tentang Ketenagakerjaan.
Lumpur, Dewan Bahasa dan Pustaka. Putusan Mahkamah Agung Nomor 431K/
Peter Mahmud Marzuki, 2006, Penelitian PHI/2007.
Hukum, Edisi Kedua, Jakarta, Kencana.

Anda mungkin juga menyukai