Anda di halaman 1dari 13

DALIL-DALIL SYAR’I TENTANG HARAMNYA

ROKOK (Beserta Jawaban untuk Para Da’i


Pembela Rokok)
Muqaddimah

Dari Abu Ruqayyah Tamim bin Aus ad Dary Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah
Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: “Agama adalah nasihat”, Kami berkata:
“Untuk Siapa ya Rasulullah?” Beliau bersabda: Untuk Allah, untuk KitabNya,
untuk RasulNya, untuk para imam kaum muslimin, dan orang-orang umum dari
mereka.” (HR. Muslim. Lihat Imam an Nawawi, Riyadhus Shalihin, Bab Fi An
Nashihah, hal. 72, hadits no. 181. Maktabatul Iman, Manshurah,Tanpa tahun.
lihat Juga Arbain an Nawawiyah, hadits no. 7, Lihat juga Imam Ibnu Hajar al
Asqalany, Bulughul Maram, Bab At targhib fi Makarimil Akhlaq, hal. 287, hadits.
No. 1339. Darul Kutub al Islamiyah. 1425H/2004M)

Inilah nasihatku untuk diriku sendiri, dan saudaraku kaum muslimin, juga para
da’i, atau imam mesjid, yang masih terbelenggu dengan candu rokok ….. untuk
mereka yang mencari ketenangan dengan merokok, padahal seorang mu’min
mencari ketenangan melalui dzikir dan shalat … untuk mereka yang tengah
mencari kejelasan dan kebenaran …. Untuk merekalah risalah ini
dipersembahkan …

Rokok, siapa yang tidak kenal dengan benda satu ini. Ia telah menyatu dalam
kehidupan sebagian manusia. Baik orang awam, atau kaum intelek, miskin atau
kaya, pedesaan atau kota , pria bahkan wanita, priyai atau kiayi. Kehidupan
mereka seperti dikendalikan oleh rokok. Mereka sanggup untuk tidak makan
berjam-jam, tetapi ‘pusing’ jika berjam-jam tidak merokok. Mengaku tidak ada
uang untuk bayar sekolah, tetapi koq selalu ada uang untuk membeli rokok.
Sungguh mengherankan!

Tulisan ini diturunkan dalam rangka menyelamatkan umat manusia, khususnya


umat Islam, dari bahaya rokok, serta bahaya para propagandis (pembela)nya
dengan ketidakpahaman mereka tentang nash-nash syar’i (teks-teks agama) dan
qawaidusy syar’iyyah (kaidah-kaidah syariat). Atau karena hawa nafsu, mereka
memutuskan hukum agama karena perasaan dan kebiasaannya sendiri, bukan
karena dalil-dalil Al Qur’an dan As Sunnah, serta aqwal (pandangan) para ulama
Ahlus Sunnah yang mu’tabar (yang bisa dijadikan rujukan). Lantaran mereka,
umat terus terombang ambing dalam kebiasaan yang salah ini, dan meneladani
perilaku yang salah, lantaran menemukan sebagian para da’i hobi dengan rokok.
Padahal para da’i adalah pelita, lalu, bagaimana jika pelita itu tidak mampu
menerangi dirinya sendiri? Wallahul Musta’an!

Mereka beralasan ‘tidak saya temukan dalam Al Qur’an dan Al Hadits yang
mengharamkan rokok.’ Sungguh, ini adalah perkataan yang mengandung racun
berbahaya bagi orang awam, sekaligus menunjukkan keawaman pengucapnya,
atau kemalasannya untuk menelusuri dalil. Sebab banyak hal yang diharamkan
dalam Islam tanpa harus tertera secara manthuq (tekstual/jelas tertulis) dalam
Al Qur’an dan As Sunnah. Kata-kata ‘rokok’ jelas tidak ada dalam Al Qur’an dan
As Sunnah secara tekstual, sebab bukan bahasa Arab, nampaknya anak kecil
juga tahu itu. Nampaknya, orang yang mengucapkan ini tidak paham fiqih,
bahwa keharaman dalam Al Qur’an bisa secara lafaz (teks tegas mengharamkan)
atau keharaman karena makna/pengertian/maksud. Nah, secara lafaz memang
tidak ada tentang haramnya rokok, tetapi secara makna/pengertian/maksud,
jelas sangat banyak dalilnya. Orang yang mengucapkan kalimat seperti ini ada
beberapa kemungkinan, pertama, ia benar-benar tidak tahu alias awam dengan
urusan syariat, jika demikian maka ucapan “tidak saya temukan …dst” itu bisa
dimaklumi. Kedua, ia telah mengetahui adanya ayat atau hadits yang secara
makna mengharamkan apa pun yang dapat merusak diri sendiri dan orang lain
termasuk rokok, tetapi ia memahaminya sesuai selera dan hawa nafsunya
sendiri, tidak merujuk kepada pandangan para Imam dan Ulama yang mendalam.
Ketiga, ia sudah mengetahui dalilnya tetapi ia sembunyikan dari umat, atau ia
pura-pura tidak tahu, maka ini adalah sikap dusta dan kitmanul haq
(menyembunyikan kebenaran) yang dikecam dalam agama.

Sejak zaman sahabat, umat telah ijma’ (sepakat) bahwa Anjing adalah haram
dimakan, namun adakah ayat atau hadits secara jelas yang menyatakan Anjing
haram di makan? Tidak ada! Tetapi kenapa Islam mengharamkan? Karena kita
memiliki qawaid al fiqhiyyah fi at tahrim (kaidah-kaidah fiqih dalam
mengharamkan), maqashid syari’ah (esensi syariat) yang mafhum secara
tersirat, serta qarinah (korelasi/petunjuk isyarat) tentang haramnya sesuatu
walau tidak secara jelas disebut nama barangnya atau perbuatannya. Nah,
kaidah-kaidah inilah yang nampaknya luput dari mereka dalam perkara rokok ini.

Dikhawatiri dari pandangan sebagian da’i yang terlalu tekstual dan kaku ini,
nanti-nanti ada umat yang mengatakan bahwa memonopoli barang dagangan
adalah halal, karena tidak ada ayat atau hadits secara terang tentang
‘monopoli’, Joget ala ngebor Inul juga halal, karena tidak ada ayat atau hadits
yang membahas tentang goyangnya Inul! Laa hawla wa laa quwwata illa billah.

Ada lagi yang berkata, “Bukankah para kiayi juga merokok? Bukankah mereka
ahli agama?”

Jawaban kami: Hanya Rasulullah yang ma’shum (terpelihara dari kesalahan),


sedangkan selainnya (walau ulama atau kiayi) bisa saja salah. Kebenaran bukan
dilihat dari orangnya, tapi lihatlah dari perilakunya, sejauh mana kesesuaian
dengan Al Qur’an dan As Sunnah. Kami amat meyakini dan berbaik sangka, para
kiayi yang merokok pun sebenarnya membenci apa yang telah jadi kebiasaan
mereka, hanya saja karena sudah candu, mereka sulit meninggalkannya.
Akhirnya, tidak sedikit di antara mereka yang mencari-cari alasan untuk
membenarkan rokok. Sungguh, Ahlus Sunnah adalah orang yang berani beramal
setelah adanya dalil, bukan beramal dulu, baru cari-cari dalil dan alasan.

Imam Malik Radhiallahu ‘Anhu berkata: “Perkataan seluruh manusia bisa


diterima atau ditolak, hanya perkataan penghuni kubur ini (yakni Rasulullah)
yang wajib diterima (tidak boleh ditolak).”

Imam Hasan al Banna Rahimahullah berkata: “Setiap manusia bisa diambil atau
ditinggalkan perkataan mereka, begitu pula apa-apa yang datang dari para
salafus shalih sebelum kita yang sesuai dengan Al Qur’an dan As Sunnah,
kecuali hanya Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam (yang perkatannya wajib
diterima tidak boleh ditolak, pen) ….. “ (Al imam Asy Syahid Hasan al Banna,
Majmu’ah Ar Rasail, hal.306. Maktabah at Taufiqiyah, Kairo. Tanpa tahun)

Memang keteladanan hanya ada pada diri Rasulullah Shallallahu ‘Alaih wa


Sallam.

Dan untuk para da’i hati-hatilah, sebab Allah Ta’ala berfirman:

“Dan janganlah kamu mengatakan terhadap apa yang disebut-sebut oleh lidahmu
secara dusta "Ini halal dan Ini haram", untuk mengada-adakan kebohongan
terhadap Allah. Sesungguhnya orang-orang yang mengada-adakan kebohongan
terhadap Allah tiadalah beruntung.” (QS. An Nahl (16): 116)

Dari Abdullah bin Amr bin al Ash Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallah
‘ Alaihi Wa Sallam bersabda:

“Sesungguhnya Allah tidak mencabut ilmu secara begitu saja dalam diri
manusia, tetapi dicabutnya ilmu melalui wafatnya para ulama. Sehingga orang
berilmu tidak tersisa, lalu manusia menjadikan orang bodoh menangani urusan
mereka. Mereka ditanya lalu menjawab dengan tanpa ilmu. Akhirnya, mereka
sesat dan menyesatkan.” (HR. Bukhari, lihat Syaikh Fuad Abdul Baqi, Al lu’Lu’
wal Marjan, Kitabul ‘ilmi, hal. 457, hadits no. 1712. Darul Fikri, Beirut .
1423H/2002M)

“Sesungguhnya di antara tanda-tanda kiamat adalah diambilnya ilmu (agama)


dari kalangan ashaghir.” (HR. Abdullah bin al Mubarak, dalam kitab Az Zuhd,
dengan sanad hasan)

Siapakah Ashaghir? Berkata Abdullah bin al Mubarak Rahimahullah, yaitu orang


yang Qillatul ‘ilmi (sedikit ilmunya). Ya, sedikit ilmunya tetapi banyak gayanya!
Lidahnya menjulur melebihi pengetahuannya.

Dari Jabir bin Abdullah Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi
wa Sallam bersabda: ”Sesungguhnya orang yang paling aku cintai dan paling
dekat majelisnya denganku pada hari kiamat nanti adalah yang paling baik
akhlaknya di antara kalian. Dan sesungguhnya yang paling saya benci dan paling
jauh dariku adalah yang banyak omongnya (ats tsartsarun), bermulut besar (al
mutasyaddiqun), dan al mutafaihiqun.” Para sahabat bertanya: “Ya Rasulullah,
kami telah tahu ats tsartsarun dan al mutasyaddiqun, tetapi apakah al
mutafaihiqun? Rasulullah menjawab: “Yaitu al Mutakabbirun (orang yang merasa
besar, sok berilmu). (HR. Imam At Tirmidzi, ia berkata: hadits ini ‘hasan’. Imam
an Nawawi, Riyadhush Shalihin, Bab Husn al Khuluq, hal. 187, hadits no. 629.
Maktabatul Iman, Al Manshurah)

Berikut ini akan kami paparkan adillatusy syar’iyyah (dalil-dalil syara’) dari Al
Qur’an dan As Sunnah tentang haramnya rokok, yang tidak ada keraguan di
dalamnya, berserta kaidah-kaidah fiqhiyyah yang telah disepakati para ulama
mujtahidin, dan kami paparkan pula pandangan ulama dunia tentang rokok.
Wallahul Musta’an!

1.Dalil dari Al Qur’an

Allah ‘Azza wa Jalla berfirman:

“Dan Janganlah kalian menjerumuskan diri kalian dengan tangan kalian sendiri
ke dalam jurang kerusakan.” (QS. Al Baqarah (2): 195)

“Dan Janganlah kalian membunuh diri kalian sendiri ..” (QS. An Nisa (4): 29)

Perhatikan dua ayat ini, tidak syak (ragu) lagi, merokok merupakan tindakan
merusak diri si pelakunya, bahkan tindakan bunuh diri. Para pakar kesehatan
telah menetapkan adanya 3000 racun berbahaya, dan 200 diantaranya amat
berbahaya, bahkan lebih bahaya dari Ganja (Canabis Sativa). Mereka
menetapkan bahwa sekali hisapan rokok dapat mengurangi umur hingga
beberapa menit. Wallahu A’lam bis Shawab. Pastinya, umur manusia urusan
Allah Ta’ala, namun penelitian para pakar ini adalah pandangan ilmiah empirik
yang tidak bisa dianggap remeh. Al Ustadz Muhamad Abdul Ghafar al Hasyimi
menyebutkan dalam bukunya Mashaibud Dukhan (Bencana Rokok) bahwa rokok
bisa melahirkan 99 macam penyakit. Lancet, sebuah majalah kesehatan di
Inggris menyatakan bahwa merokok itu adalah penyakit itu sendiri, bukan
kebiasaan. Perilaku ini merupakan bencana yang dialami kebanyakan anggota
keluarga, juga bisa menurunkan kehormatan seseorang. Jumlah yang mati
karena rokok berlipat ganda. Majalah ini menyimpulkan, asap rokok lebih bahaya
dari asap mobil.

Perhatikan dua ayat di atas, ia menggunakan sighat lin nahyi wa lin nafyi
(bentuk kata untuk pengingkaran/larangan) yang bermakna jauhilah perbuatan
merusak diri atau mengarah pada bunuh diri. Dalam kaidah Ushul Fiqh
disebutkan al Ashlu fi an Nahyi lil Haram (hukum asli dari sebuah larangan
adalah haram). Seperti kalimat wa laa taqrabuz zinaa .. (jangan kalian dekati
zina) artinya mendekati saja haram apa lagi melakukannya. Maksudnya, ada dua
yang diharamkan dalam ayat ini yakni 1. Berzina, dan 2. perilaku atau sarana
menuju perzinahan. Ini Sesuai kaidah Ushul Fiqh, ‘ Ma ada ilal haram fa huwa
haram’ (Sesuatu yang membawa kepada yang haram, maka hal itu juga haram).

Begitu pula ayat ‘Janganlah kalian membunuh diri kalian sendiri’, artinya, yang
haram yaitu 1. Bunuh diri, dan 2. Perilaku atau sarana apapun yang bisa
mematikan diri sendiri.

Imam Asy Syaukani berkata dalam Kitab tafsirnya, Fat-hul Qadir, tentang
maksud ayat An Nisa 29 di atas:

Artinya: “Maksud firmanNya ‘Janganlah kalian membunuh diri kalian sendiri’


adalah Wahai muslimun, janganlah kalian saling membunuh satu sama lain,
kecuali karena ada sebab yang ditetapkan oleh syariat. Atau, janganlah bunuh
diri kalian dengan perbuatan keji dan maksiat, atau yang dimaksud ayat ini
adalah larangan membunuh diri sendiri secara hakiki (sebenarnya). Tidak
terlarang membawa maksud ayat ini kepada makna-makna yang lebih umum.
Dalilnya adalah Amr bin al Ash berhujjah (berdalil) dengan ayat tersebut, ketika
ia tidak mandi wajib (mandi junub) dengan air dingin pada saat perang Dzatul
Salasil. Namun, Nabi Shaliallahu ‘Alaihi wa Sallam mendiamkan (tanda setuju)
hujjah (alasan) yang yang dipakai olenya. Ini ada dalam Musnad Ahmad, Sunan
Abu daud, dan lain-lain.” Demikian dari Imam Asy Syaukani Rahimahullah. (Lihat
juga Imam Ibnu Katsir, Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, Jilid 1, hal. 480. Toha Putera
Semarang, dengan naskah berbahasa Arab yang disesuaikan dengan naskah dari
Darul Kutub Al Mishriyah)

Dalam ayat lain Allah Ta’ala juga berfirman:

“Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah Saudara-saudara syaitan dan


syaitan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya” (QS. Al Isra’ (17): 27)

Tidak ragu pula, hobi merokok merokok tindakan tabdzir (pemborosan) dan
penyia-nyiaan terhadap harta. Mereka tidak mendapatkan apa-apa dari rokok
kecuali ketenangan sesaat, bahaya penyakit yang mengancam jiwa, dan
terbuangnya uang secara sia-sia. Bahkan, Allah Ta’ala menyebut mereka
sebagai saudara-suadara syaitan.

Berkata Imam Asy Syaukany tentang tafsir ayat ini:

“… Bahwa orang yang berbuat mubadzir (pemboros) diumpamakan seperti


syaitan, dan setiap yang diumpamakan dengan syaitan maka baginya dihukumi
sebagai syaitan, dan setiap syaitan adalah ingkar (terhadap Allah, pen), maka
orang yang mubadzir adalah orang yang ingkar.” (Imam Asy Syaukany, dalam
Fat-hul Qadir-nya)

Sebagian ulama –seperti Imam Asy Syaukany ini- ada yang mengatakan bahwa
berlebihan dalam berinfak juga termasuk tabdzir (pemborosan)[1], maka apalagi
berlebihan dalam merokok! Berpikirlah wahai manusia!

Maka, haramnya rokok adalah muwafaqah bil maqashid asy Syari’ah (sesuai
dengan tujuan syariat) yang menghendaki terjaganya lima hal asasi (mendasar),
yaitu agama, nyawa, harta, akal, dan keturunan. Imam al Qarafi al Maliki
menambahkan menjadi enam, yaitu kehormatan.

Allah Ta’ala juga menyebut tentang ciri-ciri orang yang beriman yakni orang
yang:

“Dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat (yang dipikulnya) dan


janjinya” (QS.Al Mu’minun (23): 8)

Kesehatan adalah anugerah dari Allah yang harus dijaga, itu adalah amanah dari
Allah Ta’ala yang tidak boleh dikhianati. Dalam hadits disebutkan, “Laa Imanan
liman laa amanata lahu (tidak ada iman bagi orang yang tidak menjaga amanah).
Seharusnya, seorang muslim yang baik berhati-hati dengan perkara amanah ini,
sebab akan menjatuhkannya dalam kategori kemunafikan. Wal ‘Iyadzubillah!
Imam Ibnu Katsir Rahimahullah berkata tentang ayat ini: “Yaitu jika diberi
amanah ia tidak mengkhianatinya, bahkan ia menunaikannya kepada pihak yang
memberinya.” (Imam Ibnu Katsir, Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, Jilid 3, hal. 239)

Itulah orang yang beriman, ia menjaga amanah. Lalu bagaimana dengan orang
yang tidak menjaga amanah?

Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa


Sallam bersabda: “Tanda orang munafik ada tiga: jika bicara ia dusta, jika janji
ia ingkar, jika diberi amanah ia khianat.” (HR. Bukhari dan Muslim, Lihat Imam
an Nawawi, Riyadhus Shalihin, Bab al Amr bi Ada’I al Amanah, hal. 77, hadits no.
199, dan juga Bab al Wafa’ bil ‘Ahdi wa Injaz bil Wa’di, hal. 201, hadits no. 687.
Maktabatul Iman, Manshurah. Lihat juga kitabnya Syaikh Fuad Abdul Baqi, Al
Lu’Lu’ wal Marjan, Bab Bayan Khishal al Munafiq, hadits no. 38. Darul Fikr, Beirut
. Lihat juga Imam Ibnu Hajar al Asqalany, Bulughul Maram, Bab at Tarhib min
Masawi al Akhlaq, hal. 279, hadits no. 1296. Cet. 1, Darul Kutub al islamiyah.
1425H/2004M)

Demikianlah dalil-dalil Al Qur’anul Karim yang amat tegas dan jelas tentang
larangan merusak diri sendiri dan berbuat mubadzir, mengkhianati amanah
kesehatan, yang semua itu telah dilakoni oleh aktifitas merokok. Bagian ini telah
kami paparkan juga beberapa hadits, dan pandangan para ulama terdahulu kita.
Alhamdulillah …

2. Dalil-dalil dari As Sunnah Al Muthahharah

Selain beberapa hadits di atas, ada lagi beberapa hadits lain yang memperkuat
larangan merokok bagi seorang muslim. Kami hanya akan menggunakan hadits-
hadits yang maqbul (bisa diterima periwayatannya) yaitu yang shahih atau
hasan, ada pun hadits yang mardud (tertolak/tidak boleh digunakan khususnya
dalam masalah aqidah dan hukum) yaitu hadits dhaif, tidak akan kami gunakan.
Nas’alullaha as salamah wal ‘afiyah …

Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa


SallamI bersabda:

“Di antara baiknya Islam seseorang adalah ia meninggalkan hal-hal yang tidak
bermanfaat.” (HR. Imam At Tirmidzi, ia berkata ‘hasan’. Bulughul Maram, Bab Az
Zuhd wal Wara’, hal. 277, hadits no. 1287. Darul Kutub al Islamiyah)

Ya, tanda baiknya kualitas Islam seseorang adalah ia meninggalkan perbuatan


yang tidak bermanfaat. Rokok tidak membawa manfaat apa-apa, kecuali
ancaman bagi kesehatan dan jiwa dan pemborosan. Ada pun ketenangan dan
konsentrasi setelah merokok, itu hanyalah sugesti. Hendaknya bagi seorang
muslim yang sadar dan faham agama merenungi hadits yang mulia ini.

Dari Abu Shirmah Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa


Sallam bersabda: “Barangsiapa yang memudharatkan (merusak) seorang muslim
yang lain, maka Allah akan memudharatkannya, barang siapa yang menyulitkan
orang lain maka Allah akan menyulitkan orang itu.” (HR. Abu Daud dan At
Tirmidzi, ia menghasankan. Bulughul Maram, hal. 282, hadits no. 1311)

Ada istilah perokok pasif yaitu orang yang tidak merokok namun tanpa disengaja
(baik ia sudah menghindar atau belum) ia menghirup juga asap rokok. Bahkan
menurut penelitian, perokok pasif mendapatkan dampak yang lebih berbahaya,
sebab selain ia mendapatkan racun dari asap rokok, juga mendapat racun dari
udara yang ditiupkan si perokok yang telah bercampur dengan asapnya. Inilah
mudharat (kerusakan) yang telah dibuat oleh para perokok aktif kepada orang
lain. Jelas Rasulullah amat melarangnya, bahkan ia mendoakan agar Allah Ta’ala
membalas perbuatan rusak orang tersebut.

Berkata Imam Ibnu Hazm dalam kitabnya, Al Muhalla, ”Maka barangsiapa yang
menimbulkan mudharat pada dirinya sendiri dan pada orang lain berarti ia tidak
berbuat baik, dan barangsiapa yng tidak berbuat baik berarti menentang
perintah Allah untuk berbuat baik dalam segala sesuatu.” (Al Muhalla, Jilid 7,
hal. 504-505)

Dari Ibnu Umar Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah ‘Alaihis Shalatu was Salami
bersabda: “Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka ia telah menjadi
bagian kaum itu.” (HR. Abu Daud, Ahmad, dan Ibnu Hibban menshahihkannya.
Bulughul Maram, hal 277, hadits no. 1283. Hadits ini juga dishahihkan para Ahli
Hadits seperti Syaikh Syu’aib al Arnauth, Syaikh al Albany, dan Syaikh Ahmad
Syakir Rahimahumullah)

Dalam sejarahnya, rokok pertama kali dilakukan oleh suku Indian ketika sedang
ritual penyembahan dewa-dewa mereka. Kami yakin perokok saat ini tidak
bermaksud seperti suku Indian tersebut, namun perilaku yang nampak dari
mereka merupakan bentuk tasyabbuh bil kuffar (penyerupaan dengan orang
kafir) yang sangat diharamkan Islam. Dan perlu diketahui, bahwa Fiqih Islam
menilai seseorang dari yang terlihat (nampak), adapun hati atau maksud
orangnya, kita serahkan kepada Allah Ta’ala.

Allah Ta’ala berfirman:

“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan
tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu
akan diminta pertanggungan jawabnya.” (QS. Al Isra’ (17): 36)

Demikian, kami cukupkan dulu dalil-dalil dari hadits-hadits Rasulullah


Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Sebenarnya seluruh keterangan di atas –kami kira-
sudah mencukupi, namun ada baiknya kami tambahkan beberapa hal untuk lebih
meyakinkan lagi.

3. Qawaid al Fiqhiyyah (Kaidah-kaidah fiqih)

Dalam fiqih ada kaidah-kaidah yang biasa digunakan para Ulama mujtahid (ahli
ijtihad) untuk membantu menyimpulkan dan memutuskan sebuah hukum, baik
untuk keputusan haram atau halalnya sesuatu benda atau perbuatan.

Dalam menentukan haramnya rokok ini ada beberapa kaidah yang menguatkan,
di antaranya:

Ma ada ilal haram fa huwa haram atau Al Washilah ilal haram fa hiya haram
(Sesuatu atau sarana yang membawa kepada keharaman, maka hukumnya
haram). Merusak diri sendiri dengan perbuatan yang bisa mengancam kesehatan
dan jiwa, jelas diharamkan dalam syariat, tanpa ragu lagi. Maka, merokok atau
perilaku apa saja yang bisa merusak diri dan mengancam jiwa, baik cepat atau
lambat, adalah haram, karena perilaku tersebut merupakan sarananya.

Laa Dharara wa Laa Dhirar (janganlah kalian rusak (melakukan dharar) atau
merusak orang lain). Sebenarnya kaidah ini adalah bunyi hadits riwayat Imam
Ahmad dan Ibnu Majah. Merokok selain merusak diri sendiri, juga merusak
kesehatan orang lain di sekitarnya (perokok pasif). Keduanya (yakni merusak
diri sendiri dan merusak orang lain) sama-sama dilarang oleh syariat. Ada pun
bagi pelakunya ia mengalami dharar mali (kerusakan pada harta, karena ia
menyia-nyiakannya), dharar jasady (kerusakan tubuh, karena membahayakan
kesehatan bahkan jiwa), dharar nafsi (merusak kepribadian-citra diri). Jika
berbahaya bagi kesehatan saja sudah cukup untuk mengharamkan, apalagi jika
sudah termasuk menghamburkan uang dan menurunkan harga diri. Tentu lebih
kuat lagi pengharamannya.

Dar’ul mafasid muqaddamun ‘ala jalbil mashalih (Menghindari kerusakan, harus


didahulukan dibanding mengambil manfaat). Kita tahu, para perokok –katanya-
merasa tenang dan konsentrasi ketika merokok. Baik, taruhlah itu manfaat yang
ada, namun ternyata dan terbukti bahwa mudharatnya sangat jauh lebih besar,
maka menurut kaidah ini walau rokok punya manfaat, ia tetap wajib
ditinggalkan, dalam rangka menghindari kerusakan yang ditimbulkannya.
Faktanya, manfaatnya tidak ada, hanya sugesti dan mitos.

4. Alasan Mereka dan Bantahannya

Mereka beralasan bahwa “hukum asal segala sesuatu (urusan dunia) adalah
mubah (boleh) kecuali ada dalil syariat yang mengharamkannya. Nah, kami tidak
menemukan dalil pengharamannya.”

Alasan ini sudah terjawab secara tuntas dan rinci dari uraian di atas. Telah kami
paparkan beberapa ayat, beberapa hadits, yang mengarah pada haramnya rokok
(atau apa saja yang termasuk membahayakan kesehatan dan jiwa, dan
mubadzir), beserta pandangan para Imam umat Islam. Ucapan “kami tidak
menemukan dalil pengharamannya” bukan berarti tidak ada dalilnya. Sebab,
tidak menemukan bukan berarti tidak ada. Hal ini, tergantung kejelian, kemauan,
dan –yang paling penting- kesadaran manusianya. Memang, masalah ilmu dan
kebenaran, bukan tempatnya bagi orang malas dan pengekor hawa nafsu dan
emosi.

Mereka beralasan bahwa, “Kami pusing jika tidak merokok, jika merokok, kami
kembali tenang dan konsentrasi.”

Alasan ini tidak layak keluar dari mulut orang Islam yang baik, apalagi da’i.
Ucapan ini justru telah membuka kedok, bahwa orang tersebut telah
ketergantungan dengan rokok, yang justru memperkuat keharamannya. Bahkan
menurut Prof. Dr. Quraisy Syihab, rokok telah menjadi berhala bagi orang ini,
sehingga ia tidak layak menjadi imam shalat. Itu menurut Prof. Dr. Quraisy
Syihab. Bagi kami, ia masih boleh menjadi imam shalat, sebab Abdullah bin
Umar Radhiallahu ‘Anhu pernah shalat menjadi makmum di belakang ahli
maksiat, yaitu seorang gubernur zhalim di Madinah, Hajjaj bin Yusuf ats Tsaqafy.

Ya, ajaib memang. Jika, memang mengaku muslim (tidak usahlah mu’min kalau
masih berat), seharusnya ia berdzikir kepada Allah Ta’ala supaya pikiran tenang,
hati khusyu’ dan konsentrasi, bukan dengan merokok! Karena hanya dengan
mengingat Allah Ta’ala hati menjadi tenang. Wallahul Musta’an!

Allah Ta’ala berfirman:

“(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan
mengingat Allah. Ingatlah, Hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi
tenteram.” (QS. Ar Ra’du (13): 28)

Alasan lainnya adalah, “Bagi kami merokok adalah makruh saja, makruh’kan
tidak berdosa.”

Jawaban ini hanya keluar dari orang yang wahnun fid din (lemah dalam
beragama), tidak wara’, mempermainkan fiqih, dan mutasahil (menggampang-
gampangkan). Jika benar itu makruh, maka tahukah Anda apa itu makruh? Ia
diambil dari kata karaha (membenci), makruh artinya sesuatu yang dibenci,
siapa yang membenci? Allah Ta’ala! Muslim yang baik, yang mengaku Allah
Ta’ala adalah kekasihnya, ia akan meninggalkan hal yang dibenci kekasihnya.
Kekasih model apa yang hobi melakukan sesuatu yang dibenci olah sang
kekasih?

Dahulu, kami pun sekadar memakruhkan rokok, sebagaimana pendapat Imam


Hasan al Banna dan Syaikh Said Hawwa Rahimahumallah. Namun, apa yang
kami yakini itu, dan apa yang difatwakan oleh dua ulama ini adalah pandangan
lama ketika sains belum berkembang, penemuan tentang bahaya rokok tidak
separah seperti yang terkuak sekarang. Kami yakin, jika dua ulama ini berumur
panjang dan diberi kesempatan untuk melihat perkembangan bahaya rokok,
niscaya mereka akan merubah pendapatnya. Sebab mereka berdua adalah
ulama yang terkenal open mind (pikiran terbuka), tidak jumud (statis/diam di
tempat), mereka selalu terus mencari kebenaran.

Sesungguhnya, perubahan pendapat atau ijtihad yang disebabkan perubahan


kondisi, tempat, dan peristiwa, dalam sejarah khazanah fiqih Islam bukanlah hal
yang aneh.[2] Imam Ahlus Sunnah, Asy Syafi’i Radhiallahu ‘Anhu ketika masih
tinggal di Baghdad ia memiliki Qaul Qadim (pendapat lama), namun ketika ia
hijrah ke Mesir dan wafat di sana, lantaran perubahan kondisi, tempat, dan juga
kematangan usia dan ilmu, ia merubahnya menjadi Qaul Jadid (pendapat baru).
Contoh lain sangat banyak dan bukan di sini tempatnya.

Yang pasti, kami telah merevisi apa yang kami yakini dahulu. Sebab para ahli
telah menegaskan betapa bahayanya rokok bagi penghisapnya dan orang di
sekitarnya, cepat atau lambat. Dahulu dengan keterbatasan pengetahuan yang
ada, para pakar mengatakan bahaya rokok hanya ini dan itu. Namun sekarang
ketika ilmu pengetahuan sudah maju, rahasia yang dahulu tertutup menjadi
terbuka, racun yang dahulunya tersembunyi sekarang diketahui. Maka, tidak
ragu lagi, bahwa saat ini kurang tepat jika rokok dihukumi makruh, melainkan
haram. Masalahnya, adakah kesadaran dalam diri kita untuk merubah kebiasaan
yang sudah mentradisi?

Sungguh, bersegera menuju kebenaran adalah lebih utama dari pada berlama-
lama dalam kesalahan.

5. Pandangan Ulama Dunia Tentang Rokok

Syaikh Muhammad bin Ibrahim bin Ali Asy Syaikh berkata, “Saya pernah ditanya
tentang hukum tembakau yang sering dihisap oleh orang yang belum paham
tentang haramnya rokok. Maka kami jawab, bahwa kami kalangan para ulama
dan syaikhSyaikh kita yang dahulu, para ahli ilmu, para imam da’wah, ahli Najd
(daerah antara Makkah dan Madinah), dahulu sampai sekarang menghukumi
bahwa rokok itu haram, berdasarkan dalil yang shahih, dan akal yang waras,
serta penelitian para dokter yang masyhur.” Lalu Syaikh menyebut dalil-dalil
tersebut, beliau juga mengatakan bahwa haramnya rokok telah difatwakan oleh
para ulama dari kalangan madzhab yang empat.

Syaikh Abdurrahman bin Sa’di (Ulama tafsir terkenal) berkata, “Perokok,


penjualnya, dan orang yang membantunya, semuanya haram. Tidak halal bagi
umat islam memperolehnya, baik untuk dihisap atau untuk dijual. Barangsiapa
yang memperolehnya, hendaknya ia bertaubat dengan taubat nasuha dari semua
dosa. Sebab rokok ini masuk kepada dalil keumuman nash (teks Al Qur’an) yang
menunjukkan haram baik lafazh atau makna..dst.”

Syaikh Musthafa al Hamami dalam An Nahdhatu al Ishlahiyah bekata tentang


keanehan para perokok, “Tembakau dan rokok adalah perkara yang hampir
sama. Keduanya memiliki daya tarik dan pengaruh yang kuat bagi para
pecandunya, sehingga begitu menakjubkan, seolah-olah tidak ada daya tarik
yang melebihi rokok. Kita saksikan bersama, betapa gelisahnya para penghisap
rokok jika dia ingin merokok, sedangkan ia tidak punya uang. Maka ia akan
mencari temannya yang merokok untuk mengemis walau satu batang. Hal ini
kami ceritakan, karena kami melihatnya sendiri. Yang lucu, pengemis rokok itu
orang yang berkedudukan tinggi, tetapi karena kuatnya dorongan untuk merokok
membuat dirinya menjual harga dirinya untuk mengemis rokok walau satu
batang!”

Syaikh Shalih bin Fauzan bin Abdullah Fauzan hafizhahullah dalam Al I’lam bi
Naqdi Kitab al Halal wal Haram, berkata setelah ia menjelaskan haramnya
rokok, “Begitulah intisari nasihat dari dokter tentang bahaya rokok, yang kami
ketengahkan setelah fatwa para ulama tentang bahaya rokok. Apakah pantas
bagi mereka yang sudah memahami berbagai macam fatwa ulama ini dan
pandangan para dokter ahli, mereka masih ragu tentang haramnya rokok dan
enggan meninggalkannya? Tidaklah yang demikian itu melainkan suatu
ketakabburan tanpa alasan.”

Syaikh Yusuf al Qaradhawy hafizhahullah berkata dalam Al Halal wal Haram fil
Islam, “Kami mengatakan bahwa rokok, selama hal itu telah dinyatakan
membahayakan, maka hukumnya haram. Lebih-lebih jika dokter spesialis sudah
menetapkan hal itu kepada orang tertentu.

Sekali pun tidak jelas bahayanya terhadap kesehatan, tetapi yang jelas hal itu
termasuk membuang uang untuk yang tidak bermanfaat, baik untuk agama atau
urusan dunia. Dalam hadits dengan tegas Rasulullah melarang membuang-buang
harta. Keharamannya lebih kuat lagi, jika ternyata sebenarnya ia amat
memerlukan uang itu untuk dirinya atau keluarganya.” Inilah fatwa Syaikh al
Qaradhawy saat kitabnya ini baru dibuat yakni tahun 1960-an. Dalam Hadyu al
Islam Fatawa Mu’ashirah jilid 1, tahun 1988, Darul Ma’rifah Ia lebih panjang lagi
menjelaskan tentang haramnya rokok setelah ia membandingkan seluruh alasan
yang membolehkan, memakruhkan, dan mengharamkan. Dengan dalil yang ada,
serta maksud dalil tersebut, beserta keterangn para dokter, Ia semakin mantap
tentang haramnya rokok.

Di bawah ini akan kami sebutkan para ulama dunia (juga dalam negeri) yang
mengharamkan rokok selain yang telah kami sebut di atas. Mereka adalah:

- Syaikh Abul A’la al Maududi (Pakistan)

- Syaikh Said Ramadhan al Buthy (Terakhir ia menetap di Swedia, dideportasi)

- Syaikh Sayyid Quthb (Mesir, pengarang Tafsir Fi Zhilalil Qur’an)

- Syaikh Muhammad Quthb (Adik Sayyid Quthb, tinggal di Mekkah)

- Syaikh Abdullah Nashih ‘Ulwan (Mesir)

- Syaikh Mahmud Syaltut (Mufti Mesir, ia sebenarnya seorang perokok, dengan


kesadaran ia fatwakan bahwa rokok haram)

- Syaikh Musthafa al Maraghi (Rektor al Azhar, Mesir)

- Syaikh Abdul Halim Mahmud (Rektor al Azhar, mufti Mesir)

- Syaikh Ahmad Syakir (Ahli Hadits Mesir)

- Syaikh Musthafa as Siba’i (Siria)

- Syaikh Abdul Halim Abu Syuqqah (Ahli Fiqih, Mesir)

- Syaikh Fathi Yakan (Libanon)


- Syaikh Abdurrazzaq ‘Afifi (Anggota Komisi tetap fatwa Saudi Arabia)

- Syaikh Musthafa az Zarqa’ (Ahli Fiqih, Siria)

- Syaikh Muhammad nashirudin al Albany (Ahli Hadits, Jordania)

- Syaikh Abdullah ‘Azzam (Palestina)

- Syaikh al Hajj Amin Husaini (mufti Palestina)

- Syaikh Abdul Fattah Abu Ghuddah (Ahli hadits, Siria)

- Syaikh Salman al Audah (Saudi Arabia)

- Syaikh Safar al Hawaly (Saudi Arabia)

- Syaikh ‘Aidh al Qarny (Saudi Arabia)

- Syaikh Umar Sulaiman Asyqar (Ahli tafsir, Kuwait)

- Syaikh Abdurrahman Abdul Khaliq (Kuwait)

- Syaikh Abdul Majid Az Zindani (Rektor Universitas Al Iman di Shan’a, Yaman)

- Syaikh Abdul Karim Zaidan (Ahli Fiqih, Irak)

- Syaikh Ali Al Khafif (Ahli Fiqih,Mesir)

- Syaikh Mutawalli asy Sya’rawi (Ahli Tafsir, Mesir)

- Syaikh Jad al haq (Rektor Al Azhar, Mesir)

- Syaikh Manna’ Khalil Qattan (Ketua Mahkamah Tinggi, Saudi Arabia)

- Syaikh Ali Ash Shabuni (Ahli Tafsir, Saudi Arabia)

- Syaikh Abdul Aziz bin Baz (Mufti Saudi Arabia, ketua Lembaga Ulama Besar)

- Syaikh Muhammad bin Shalih al ‘Utsaimin (Saudi Arabia, anggota lembaga


Ulama Besar)

- Syaikh Bakr Abu Zaid (Anggota lembaga Ulama Besar Saudi Arabia)

- Syaikh Abdurrahman al Jibrin (Idem)

- Syaikh Hammud al ‘Uqla

- Syaikh Hammud at Tuwaijiri (Saudi Arabia)


- Syaikh Ibrahim Jarullah (Saudi Arabia)

- Syaikh Yahya an Najmi

- Syaikh Muqbil bin Hadi al Wadi’I (Yaman)

- Syaikh Rabi’ bin Hadi al Madkhaly (Saudi Arabia)

- Syaikh Zaid bin Hadi al Madkhaly (Saudi Arabia)

- Syaikh Falih al Harby (Saudi Arabia)

- Syaikh Ibrahim ar Ruhaily (Yaman)

- Syaikh Salim Ied al Hilaly

- Syaikh Shalih al Munajjid

- Syaikh Ibrahim Syaqrah

- Syaikh Ali Hasan al Halaby

- Syaikh Ubaid al Jabiri

Demikianlah tulisan ini, semoga menjadi ilmu yang bermanfaat dan menambah
wawasan Ilmiah Islamiah, serta pertimbangan yang penting untuk siapa saja
yang menghendaki kebaikan dunia dan akhirat.

Al faqir Ila Rahmati Rabbihi

Sumber : Ust.Farid Nu’man

Anda mungkin juga menyukai