123 333 1 PB
123 333 1 PB
Oleh:
Ade Supriatna
Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian.
Jl. Tentara Pelajar No.10 Bogor (16114), Jawa Barat
ABSTRAK
Salah satu program Badan Litbang Pertanian dalam peningkatan produksi beras nasional adalah program
IP Padi 400. Program IP.padi 400 ditempuh dengan dua strategi yaitu rekayasa teknologi dan rekayasa sosial
untuk optimalisasi ruang dan waktu sehingga indeks pertanaman dapat dimaksimalkan. Masalahnya bagaimana
implementasi peningkatan indeks pertanaman tersebut di tingkat lapangan. Kajian ini dilaksanakan tahun 2009 di
Provinsi Sulawesi Selatan dan Jawa Tengah, keduanya merupakan lokasi sasaran pengembangan IP Padi 400.
Tujuan pengkajian, yaitu; (a) menginformasikan pengertian IP Padi 400, (b) upaya rekayasa teknologi, (c) upaya
rekayasa sosial, dan (d) mengsintesis syarat keharusan dalam pengembangan IP Padi 400. Hasil menunjukan
bahwa dalam pengembangan Indeks pertanaman empat kali padi setahun, layak dilakukan dengan beberapa
syarat keharusan: (a) aspek teknis meliputi penggunaan varietas padi sangat genjah (VUSG), teknik persemaian
”culikan”, penggunaan alsintan, introduksi alat dekomposer dan monitoring hama penyakit; (b) aspek ekonomis
meliputi efisiensi biaya produksi, tingkat produksi dan pendapatan lebih tinggi dari eksisting, mengoptimalkan
kelompok panen dan kelompok tanam serta upaya stabilitas harga gabah; dan (c) aspek kelembagaan meliputi
mengoptimalkan kelompok tani, dukungan lembaga keuangan mikro, penyediaan teknologi yang dibutuhkan dan
dukungan kebijakan pemerintah. Sepanjang kondisi ideal belum bisa terrealisasi, maka IP Padi 300 lebih layak
untuk dikembangkan daripada IP Padi 400. Program ini dapat dijadikan alternative terobosan kebijakan
mendorong peningkatan produksi beras nasional.
Kata kunci: Padi sawah, indeks pertanaman ,rekayasa teknologi dan sosial.
ABSTRACT
One of AARD pogram in increasing rice production was a program of rice cropping index of 400. This
program will be implemented through two strategies that is technological and social assessments to shorten time
and space so that a cropping index can be maximized. This paper is a review of strategy for improving the
cropping index of lowland rice to reach cropping index of 400. The objectives of study; (a) to inform the
understanding of rice cropping indek 400, (b) to describe the effort of technological assessment, (c) describe the
effort of social assessment, and (d) to synthesis the necessary condition in developing the rice cropping index of
400. The results showed that the rice cropping index of 400 can be conducted with several necessary conditions
namely: (a) technical aspects including the uses of superior varieties, seedling technique “culikan”, agricultural
mechanization, introduction of decomposer and monitoring of pest and disease; (b) the economic aspect
including the efficiency of production cost, higher production and revenue than existing, optimalization of
harvest and planting groups and stability of the rice price; and (c) institutional aspect including optimalization
of farmer groups, micro financial institution, provision of technology required by farmers, and governments
policies. As long as the ideal condition has been not created for developing the cropping index of 400, the
cropping index of 300 is more feasible to be developed either by technical, social, economical and the
environment aspects. This program can be used as an alternative policy for supporting the national rice
production.
1
ISSN: 1410-0029
Agrin Vol. 16, No. 1, April 2012
pangan dan ekonomi nasional. Selain provinsi, menunjukkan bahwa sekitar 3,10
merupakan makanan pokok lebih dari juta ha sawah (42% dari 7,30 juta ha luas
sembilan puluh lima persen rakyat baku sawah beririgasi saat ini) sudah
indonesia, kegiatan bercocok tanam padi diperuntukkan menjadi areal pembangunan
juga mampu menyediakan lapangan nonpertanian (Fahmuddin dan Irawan,
pekerjaan untuk sekitar dua juta rumah 2006). Mengingat kompleksnya
tangga petani di pedesaan. permasalahan tersebut, dibutuhkan sebuah
Salah satu determinan utama terobosan spektakuler non konvensional
peningkatan produksi pangan, khususnya untuk mempertahankan kapasitas sistem
beras adalah ketersediaan lahan sawah produksi padi nasional.
iririgasi. Produksi padi nasional tahun Badan Litbang Pertanian membuat
2009 mencapai 64.398.890 ton dengan laju suatu terobosan peningkatan produksi padi
pertumbuhan selama 5 tahun (2005-2009) (beras) melalui pemanfaatan lahan sawah
mencapai 4,5 persen per tahun. Dari total irigasi yang tersedia secara lebih optimal
produksi tersebut, paling besar berasal dari melalui upaya peningkatan indeks
lahan irigasi (95%) dan sisanya (5,0%) pertanaman yang dikenal dengan IP Padi
berasal dari lahan tadah hujan, pasang 400. Dalam implementasinya di target
surut dan lainnya (BPS, 2009). wilayah pengembangan menggunakan dua
Tekanan sistem produksi padi strategi, yaitu rekayasa teknologi dan
semakin lama semakin berat dan komplek, rekayasa sosial dengan tujuan untuk
penyusutan luas maupun degradasi fungsi optimalisasi ruang dan waktu agar supaya
lahan irigasi, baik langsung maupun tidak indeks pertanaman maksimal selanjutnya
langsung merupakan ancaman serius produksi dan pendapatan petani juga
terhadap kemantapan pasokan pangan meningkat (BB Padi, 2009).
nasional. Sementara permintaan pangan Beberapa persyaratan lokasi
terus bertambah baik dikarenakan pengembangan IP Padi 400 yaitu: (a)
pertambahan jumlah penduduk, waktu yang tersedia untuk pertanaman
peningkatan pendapatan maupun harus sama atau kurang dari 12 bulan
beralihnya makanan pokok dari non beras untuk empat musim tanam atau 3
ke beras. bulan/musim, dan (b) persediaan air ada
Beberapa tahun terakhir, kecepatan sepanjang tahun. Lokasi-lokasi yang layak
konversi lahan sawah jauh di atas angka memenuhi persyaratan untuk
pencetakan sawah baru. Berdasarkan pengembangan IP Padi 400 di Indonesia
Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) sudah teridentifikasi mencapai 800.000 ha
2
ISSN: 1410-0029
Agrin Vol. 16, No. 1, April 2012
3
ISSN: 1410-0029
Agrin Vol. 16, No. 1, April 2012
P = Harga jual padi (rp/kg) Sangat Genjah (VUSG); (2) Pola B. satu
TVC = Total biaya variabel kali VUG dan tiga kali VUSG; (3) Pola C.
(rp/ha/tahun)
empat kali VUSG; dan (4) Pola D. tiga kali
b. Kelayakan usahatani RC Ratio
VUG. Semua Polatanam menerapkan
(YxP)
RC Ration = sistem persemaian culikan yang dibuat 15
TVC
hari sebelum panen, lama pengolahan
Dimana:
tanah 7 hari dan umur persemaian sekitar
RC Ratio = Nisbah penerimaan terhadap
biaya 22 hari sudah siap dipindahkan (Gambar
Y = Total produksi padi 1).
(Kg/ha/tahun) Beberapa persyaratan lokasi
P = Harga jual padi (Rp/kg) pengembangan IP Padi 400 meliputi: (a)
TVC = Total nilai biaya
waktu yang tersedia untuk pertanaman
(Rp/ha/tahun)
harus sama atau kurang dari 12 bulan
Dengan keputusan:
RC Ratio > 1, usahatani secara ekonomi untuk empat musim tanam atau 3
menguntungkan bulan/musim; (b) persediaan air ada
RC Ratio = 1, usahatani secara ekonomi sepanjang tahun; (c) semua kegiatan perlu
berada pada titik impas
(BEP) dilaksanakan secara cepat bahkan ada
RC Ratio < 1, usahatani secara ekonomi kegiatan yang bersifat tumpang tindih
tidak menguntungkan (rugi) misalnya persemaian benih sebelum
tanaman dipanen; dan (d) padi ditanam
HASIL DAN PEMBAHASAN dalam satu hamparan secara serentak.
Pengertian Indeks Pertanaman (IP) Rekayasa Teknologi menuju IP Padi 400
Padi 400
Rekayasa teknologi IP Padi 400
Indeks Pertanaman (IP) Padi 400
mencakup enam aspek, yaitu penggunaan
dalam implementasinya menggunakan dua
VUSG berumur 90-104 hari, berproduksi
strategi yaitu rekayasa teknologi dan
tinggi, teknologi hemat air, tanam benih
rekayasa sosial, ditujukan untuk
langsung, persemaian culikan, dan
optimalisasi ruang dan waktu sehingga
pengembangan sistem monitoring dini (BB
indeks pertanaman dapat dimaksimalkan
Padi, 2009). Dalam melakukan rekayasa
selanjutnya produksi dan pendapatan
teknologi, terlebih dahulu perlu diketahui
petani juga meningkat. Ada empat pola
keragaan teknologi yang sedang diterapkan
tanam alternatif IP Padi 400 yaitu: (1) Pola
oleh petani (eksisting technology),
A. dua kali Varietas Unggul Genjah
terutama pola tanam, teknik budidaya, dan
(VUG) dan dua kali Varietas Unggul
kelayakan usahatani. Selanjutnya
4
ISSN: 1410-0029
Agrin Vol. 16, No. 1, April 2012
Bulan
Pola Tanam
Okt Nop Des Jan Peb Mart April Mei Juni Juli Agus Sept
MH I (VUG) MH.II (VUG) MK I (VUSG) MK II (VUSG)
7 7 7 7
(90 HST) (90 HST) (75 HST) (75 HST)
1. Pola (A)
15 15 15 15
5
ISSN: 1410-0029
Agrin Vol. 16, No. 1, April 2012
6
ISSN: 1410-0029
Agrin Vol. 16, No. 1, April 2012
Bulan
Uraian
Okt Nop Des Jan Peb Mart April Mei Juni Juli Agus Sept
1. Sulsel
Ke- Ketersediaan Air Irigasi
a. Air Irigasi
ring
b. Pola Tanam:
- Kab. Pinrang 15 Padi MH 15 Padi MK
VUG (115 Hari) VUG (115 Hari)
15 Padi MH I Padi MH II 15
- Kab. Maros 15 Padi MK
VUG (90 HST) VUG (90 HST) VUG (90 HST)
7 7 7
2. Jateng
a. Air Irigasi Ke- Ketersediaan Air Irigasi Bantuan air pompa/
ring Embung
b. Pola Tanam 15 Padi MH I 15 Padi MH II 15 Padi MK
- Kab.Sragen VUG (90 HST) VUG (90 HST) VUG (90 HST)
- Kab.Karang Anyar
-Kab. Sukoharjo 7 7 7
Keterangan:
= Pengolahan tanah
= Persemaian
= Pertanaman padi
Gambar 2. Ketersediaan air irigasi dan pola tanam eksisting petani Sulsel dan Jateng
7
ISSN: 1410-0029
Agrin Vol. 16, No. 1, April 2012
Tabel 1. Keragaan teknik budidaya padi sawah eksisting menurut lokasi pengembangan (satuan/ha/musim)
No Komponen teknologi Sulsel Jateng
Pinrang Maros Sragen Karang Anyar Sukoharjo
1. Pola tanam 2 x Padi 3 x Padi 3 x Padi 3 x Padi 3 x Padi
2. Alat pengolahan tanah Hand traktor; Hand traktor Hand traktor; Hand traktor; Hand traktor;
1x bajak, 2x rotari 1x bajak; 2x rotari 1x bajak;1x rotari 1x bajak;1x rotari 1x bajak;2x rotari
3. Jenis varietas Ciliwung (60%); Ciliwung (60%); IR-64 (80%); IR-64(75%); IR-64 (75%);
dominan Cisantana Cigeulis; Ciherang; Mekongga; Ciherang;
Cisantana Cigeulis Situ Bagenit Ciguelis
4. Mutu benih Tidak berlabel Label Stock Seed Label Stock Seed Label Stock Seed Label Stock Seed
5. Sistem - Persemaian basah Culikan (metu); Culikan (metu) Culikan (metu)
persemaian 15 HSP1) 7 HSbP2) 7 HSbP 7 HSbP
6. Umur persemaian - 20-25 hari 20-25 hari 20-25 hari 20-25 hari
7. Cara tanam1) Tabela Tapin Tapin Tapin Tapin
8. Takaran pupuk
Urea 200 kg 200 kg 450 kg 300 kg 300 kg
ZA - 50 kg 25 kg 150 kg 100 kg
Ponska - - 50 kg 150 kg 300 kg
SP-36 - 100 kg 150 kg 150 kg -
NPK 200 kg - - - -
9. Cara panen dan Sabit; Sabit; Sabit; Sabit; Sabit;
perontokan Power Thresher Power Thresher Power Thresher Power Thresher Power Thresher
Power Harvester
10. Cara penjualan Dijual langsung Dijual langsung Ditebaskan Ditebaskan Ditebaskan
hasil Setelah panen Setelah panen (90%) (95%) (90%)
1) 2)
Keterangan: HSP = hari setelah panen; HSbP = hari sebelum panen
8
ISSN: 1410-0029
Agrin Vol. 16, No. 1, April 2012
9
ISSN: 1410-0029
Agrin Vol. 16, No. 1, April 2012
10
ISSN: 1410-0029
Agrin Vol. 16, No. 1, April 2012
Tabel 3. Keragaan komponen teknologi IP Padi 400 dan teknologi eksisting menurut lokasi pengembangan.
No Komponen Teknologi Teknologi eksisting
teknologi IP Padi 400 Sulawesi Selatan Jawa Tengah
Pinrang Maros Sragen Karang Anyar Sukoharjo
1. Pola tanam dan 4 kali (kombinasi 2 kali VUG 3 kali VUG 3 kali VUG 3 kali VUG 3 kali VUG
pergiliran Varietas VUG dan VUSG)
2. Teknik Culikan, Persemaian Tabela Persemaian Culikan Culikan Culikan
persemaian kering, dapog basah
3. Mulai persemaian 15 HSbP1) - 15 HStP2) 7 HSbP 7 HSbP 7 HSbP
4. Teknik pengolahan OTS; TOT OTS OTS OTS OTS OTS
tanah
5. Lama waktu 7 HSP2) 12 HSP 7 HSP 7 HSP 7 HSP 7 HSP
pengolahan tanah
6.. Cara tanam Tapin; Tabela Tabela Tapin Tapin Tapin Tapin
11
ISSN: 1410-0029
Agrin Vol. 16, No. 1, April 2012
IP padi 300 sedangkan tiga lokasi diterapkan cara olah tanah sederhana
lainnya (tiga kali padi) masih untuk lokasi-lokasi yang tanahnya
menerapkan pola lama (tiga kali VUG) gembur seperti dijumpai di Sulsel
karena VUSG belum tersedia. dengan hanya dirotari 2-3 kali.
Pemilihan jenis varietas perlu Pemanfaatan jerami perlu intensifkan,
mempertimbangkan keberadaan hama jerami segera dikumpulkan setelah
penyakit yang endemik dan sebaiknya panen untuk dibuat kompos atau
ada pergiliran varietas. Seandainya dicacah lalu lakukan pengolahan tanah.
VUSG sudah siap dan tersedia di Untuk Untuk mempercepat proses
petani, bisa diintroduksikan Pola A, B, dekomposisi dapat digunakan M-Dec.
maupun Pola C. Fungsi bahan organik sebagai
2. Teknik Persemaian pembentuk kesuburan fisik tanah
Karena masih mengusahakan tiga sangat penting dan tidak dapat
kali pertanaman maka sistem digantikan oleh komponen lain yang
persemaian basah dan persemaian tersedia di alam. Bahan organik dalam
cukilan (7 hari sebelum panen) yang tanah memperbaiki struktur tanah,
sudah biasa dilakukan petani bisa drainase, aerasi, daya simpan air,
dipertahankan. Waktu mulai stabilitas suhu tanah, kegemburan
persemaian cukilan 15 hari sebelum tanah, daya serap air, penghambatan
panen masih perlu diuji di tingkat erosi permukaan dan pengikat partikel
petani karena mayoritas petani masih tanah (Tisdate et al., 1993 dalam
meragukan kualitas hasil panennya. Sumarno dkk., 2009).
Untuk pertanaman tiga kali padi, 4. Cara pemupukan
sistem tanam Tabela sebaiknya diganti Pemberian pupuk tepat jenis,
dengan persemaian Cukilan. Kerugian takaran, dan waktu merupakan salah
sistem tanam Tabela adalah disamping satu upaya untuk mencapai hasil
kurang optimal dalam pemanfaatan optimal agar keuntungan petani dapat
waktu juga membutuhkan varietas meningkat. Untuk itu, perlu
yang tahan penyakit sheat blight, diintroduksikan metode PuPS 1.0
Busuk Batang, Tungro, Wereng, dan merupakan piranti lunak menentukan
Penggerek Batang (Pane, 2003). rekomendasi takaran dan waktu
3. Pengolahan tanah aplikasi pupuk N, P, K di setiap persil
Disamping sistem Olah Tanah lahan sawah. Untuk menunjang
Sempurna (OTS), dapat juga pelatihan tersedia publikasi tercetak
12
ISSN: 1410-0029
Agrin Vol. 16, No. 1, April 2012
yang berjudul (a) modul pemupukan dikarenakan masalah agunan dan cara
padi sawah spesifik lokasi, dan (2) pengembalian non musiman sehingga
panduan praktis pengelolaan hara. lembaga ini hanya diakses oleh petani kaya
5. Cara pengairan dan atau mereka yang bergerak di sektor
Masih tradisional sehingga perlu non pertanian (Nurmanaf, 2007).
diintroduksikan teknik yang lebih Kenyataan di lapangan menunjukan bahwa
efisien seperti sistem berselang sebagian besar petani masih lebih akrab
(intermittent) yang dapat menghemat dengan sumber-sumber pembiayaan
pemakaian air yang selama ini sering informal seperti pedagang input/output,
terjadi kelangkaan di musim kemarau. pelepas uang, penggilingan padi dll.
Rekayasa Sosial menuju IP Padi 400. (Irawan, 1989), (Nurmanaf, 2007) dan
Rekayasa sosial merupakan antisifasi (Supriatna, 2008).
perilaku petani yang belum terbiasa Diperlukan langkah-langkah
melaksanakan IP Padi 400 melalui kebijakan yang dapat menjembatani
advokasi, pengorganisasian komunitas kelemahan permodalan, baik berupa
petani, pengembangan jaringan kerjasama, bantuan modal berbunga rendah maupun
pengembangan kapasitas dengan kemitraan dengan pihak swasta atau
meningkatkan kemampuan masyarakat, pemerintah. Melalui pengembangan
dan pengembangkan Komunikasi, kemitraan usaha akan diperoleh beberapa
Informasi dan Edukasi (KIE) (BB Padi, manfaat dalam meningkatkan daya saing
2009). Kondisi sosial ekonomi dilihat dari komoditas, seperti tercapainya skala
aspek intern maupun ekstern petani, ekonomi usahatani termasuk dalam
terutama tingkat pengetahuan dan pengangkutan, adanya transfer teknologi
ketrampilan petani mengenai teknologi IP dan informasi dari perusahaan kepada
Padi 400, kekuatan modal, ketersediaan masyarakat petani, peningkatan akses
tenaga kerja, dukungan kelembagaan terhadap pasar, serta adanya keterpaduan
permodalan, sarana produksi, panen/pasca dalam pengambilan keputusan sehingga
panen, pemasaran hasil dan kebijakan usahatani yang dilakukan sesuai dengan
pemerintah. dinamika permintaan pasar (Saptana dkk.,
Lembaga permodalan (BRI Unit 2006).
Desa) di empat lokasi sudah tersedia Hal ini perlu diperbaiki terkait
namun demikian mayoritas petani dengan semakin meningkat indeks
(terutama petani kecil) belum dapat pertanaman akan semakin besar biaya yang
mengakses. Kurangnya akesibilitas petani harus dikeluarkan oleh petani. Sementara
13
ISSN: 1410-0029
Agrin Vol. 16, No. 1, April 2012
14
ISSN: 1410-0029
Agrin Vol. 16, No. 1, April 2012
ini, kelompok tani di semua lokasi terkendali (Rachman dkk., 2002). Untuk
pengembangan baru bisa melayani wilayah yang sering timbul permasalahan
pengadaan dan penyaluran pupuk melalui kekurangan air maka pemanfaatan pompa
kerjasama dengan kios lokal dengan cara air perlu dioptimalkan seperti kasus di
pinjaman sedangkan input lainnya seperti Jawa Tengah.
benih dan obat-obatan serta upah tenaga Keberadaan regu tanam dan regu
kerja harus ditanggung petani sendiri. panen yang sudah ada perlu lebih
Dari aspek penyuluhan, perlu diberdayakan dalam usaha meningkatkan
diperbaiki pesertanya yaitu tidak hanya indeks pertanaman karena dapat menekan
petani juga perlu diundang pelaku waktu yang dibutuhkan. Regu tanam yang
agribisnis lainnya seperti kios saprotan, sudah ada umumnya mempunyai anggota
pelaku jasa alsintan, pelaku pengolahan sebanyak 30-70 Orang per kelompok
dan pemasaran hasil. Alih teknologi sementara regu panen beranggotakan 10-
melalui penyuluhan yang selama ini lebih 15 Orang per kelompok dilengkapi dengan
diprioritaskan kepada petani kaya (pemilik satu buah Power Thresher.
lahan) dan kontak tani perlu digeser Pembentukan dan pengembangan
prioritas targetnya kepada petani skala usaha penjualan jasa alsintan (UPJA) dapat
kecil yang lebih aktif sebagai petani memberikan keuntungan kesemua pihak.
operator, petani penyakap, dan buruh Dari sisi petani mendapatkan nilai tambah
pekerja pertanian (Sumarno, 2010). dari penghematan tenaga kerja dan dari
Perkumpulan Petani Pemakai Air nilai pengurangan kehilangan hasil
(P3A) di Sulsel belum terbentuk sehingga sementara penjual jasa alsintan mendapat
perlu dibangun karena kehadiran lembaga keuntungan berupa upah sewa alsintan,
ini sangat penting dalam pengaturan air, sedangkan bagi bengkel alsintan mendapat
mengatur jadwal pengairan antar wilayah keuntungan dari hasil penjualan dan jasa
dan efisiensi pemanfatan air terutama perawatan alsintan (Tastra, 2003).
dalam upaya peningkatan indeks Kelembagaan lokal yang sudah ada
pertanaman. Permasalahan mendasar perlu diberdayakan karena memberikan
dalam pengelolaan irigasi yaitu letak petak peranan terhadap percepatan adopsi
sawah dari saluran irigasi, perbedaan teknologi, diataranya: (a) dalam
teknologi yang ada di bagian hilir kurang penyediaan sarana produksi menggunakan
diperhitungkan dalam distribusi air, pintu modal yang sudah ada dengan aturan maen
air banyak yang tidak berfungsi sementara yang sudah disepakati, (b) penentuan
jumlah golongan air bertambah terus tampa waktu tanam dan aplikasi sarana produksi
15
ISSN: 1410-0029
Agrin Vol. 16, No. 1, April 2012
16
ISSN: 1410-0029
Agrin Vol. 16, No. 1, April 2012
17
ISSN: 1410-0029
Agrin Vol. 16, No. 1, April 2012
18