Anda di halaman 1dari 18

ISSN: 1410-0029

Agrin Vol. 16, No. 1, April 2012

MENINGKATKAN INDEKS PERTANAMAN PADI SAWAH MENUJU IP PADI 400

Increasing Rice Cropping Index to Cropping Index of 400

Oleh:
Ade Supriatna
Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian.
Jl. Tentara Pelajar No.10 Bogor (16114), Jawa Barat

Alamat korespondensi: Ade Supriatna (ade_supriatnas@yahoo.co.id)

ABSTRAK
Salah satu program Badan Litbang Pertanian dalam peningkatan produksi beras nasional adalah program
IP Padi 400. Program IP.padi 400 ditempuh dengan dua strategi yaitu rekayasa teknologi dan rekayasa sosial
untuk optimalisasi ruang dan waktu sehingga indeks pertanaman dapat dimaksimalkan. Masalahnya bagaimana
implementasi peningkatan indeks pertanaman tersebut di tingkat lapangan. Kajian ini dilaksanakan tahun 2009 di
Provinsi Sulawesi Selatan dan Jawa Tengah, keduanya merupakan lokasi sasaran pengembangan IP Padi 400.
Tujuan pengkajian, yaitu; (a) menginformasikan pengertian IP Padi 400, (b) upaya rekayasa teknologi, (c) upaya
rekayasa sosial, dan (d) mengsintesis syarat keharusan dalam pengembangan IP Padi 400. Hasil menunjukan
bahwa dalam pengembangan Indeks pertanaman empat kali padi setahun, layak dilakukan dengan beberapa
syarat keharusan: (a) aspek teknis meliputi penggunaan varietas padi sangat genjah (VUSG), teknik persemaian
”culikan”, penggunaan alsintan, introduksi alat dekomposer dan monitoring hama penyakit; (b) aspek ekonomis
meliputi efisiensi biaya produksi, tingkat produksi dan pendapatan lebih tinggi dari eksisting, mengoptimalkan
kelompok panen dan kelompok tanam serta upaya stabilitas harga gabah; dan (c) aspek kelembagaan meliputi
mengoptimalkan kelompok tani, dukungan lembaga keuangan mikro, penyediaan teknologi yang dibutuhkan dan
dukungan kebijakan pemerintah. Sepanjang kondisi ideal belum bisa terrealisasi, maka IP Padi 300 lebih layak
untuk dikembangkan daripada IP Padi 400. Program ini dapat dijadikan alternative terobosan kebijakan
mendorong peningkatan produksi beras nasional.

Kata kunci: Padi sawah, indeks pertanaman ,rekayasa teknologi dan sosial.

ABSTRACT
One of AARD pogram in increasing rice production was a program of rice cropping index of 400. This
program will be implemented through two strategies that is technological and social assessments to shorten time
and space so that a cropping index can be maximized. This paper is a review of strategy for improving the
cropping index of lowland rice to reach cropping index of 400. The objectives of study; (a) to inform the
understanding of rice cropping indek 400, (b) to describe the effort of technological assessment, (c) describe the
effort of social assessment, and (d) to synthesis the necessary condition in developing the rice cropping index of
400. The results showed that the rice cropping index of 400 can be conducted with several necessary conditions
namely: (a) technical aspects including the uses of superior varieties, seedling technique “culikan”, agricultural
mechanization, introduction of decomposer and monitoring of pest and disease; (b) the economic aspect
including the efficiency of production cost, higher production and revenue than existing, optimalization of
harvest and planting groups and stability of the rice price; and (c) institutional aspect including optimalization
of farmer groups, micro financial institution, provision of technology required by farmers, and governments
policies. As long as the ideal condition has been not created for developing the cropping index of 400, the
cropping index of 300 is more feasible to be developed either by technical, social, economical and the
environment aspects. This program can be used as an alternative policy for supporting the national rice
production.

Keywords: Lowland rice, cropping index, technology and social assessments

PENDAHULUAN stategis dan sekaligus menjadi komoditas


Beras merupakan pangan pokok politik yang selalu menjadi pertimbangan
mayoritas penduduk Indonesia, komoditas utama dalam menentukan kebijakan

1
ISSN: 1410-0029
Agrin Vol. 16, No. 1, April 2012

pangan dan ekonomi nasional. Selain provinsi, menunjukkan bahwa sekitar 3,10
merupakan makanan pokok lebih dari juta ha sawah (42% dari 7,30 juta ha luas
sembilan puluh lima persen rakyat baku sawah beririgasi saat ini) sudah
indonesia, kegiatan bercocok tanam padi diperuntukkan menjadi areal pembangunan
juga mampu menyediakan lapangan nonpertanian (Fahmuddin dan Irawan,
pekerjaan untuk sekitar dua juta rumah 2006). Mengingat kompleksnya
tangga petani di pedesaan. permasalahan tersebut, dibutuhkan sebuah
Salah satu determinan utama terobosan spektakuler non konvensional
peningkatan produksi pangan, khususnya untuk mempertahankan kapasitas sistem
beras adalah ketersediaan lahan sawah produksi padi nasional.
iririgasi. Produksi padi nasional tahun Badan Litbang Pertanian membuat
2009 mencapai 64.398.890 ton dengan laju suatu terobosan peningkatan produksi padi
pertumbuhan selama 5 tahun (2005-2009) (beras) melalui pemanfaatan lahan sawah
mencapai 4,5 persen per tahun. Dari total irigasi yang tersedia secara lebih optimal
produksi tersebut, paling besar berasal dari melalui upaya peningkatan indeks
lahan irigasi (95%) dan sisanya (5,0%) pertanaman yang dikenal dengan IP Padi
berasal dari lahan tadah hujan, pasang 400. Dalam implementasinya di target
surut dan lainnya (BPS, 2009). wilayah pengembangan menggunakan dua
Tekanan sistem produksi padi strategi, yaitu rekayasa teknologi dan
semakin lama semakin berat dan komplek, rekayasa sosial dengan tujuan untuk
penyusutan luas maupun degradasi fungsi optimalisasi ruang dan waktu agar supaya
lahan irigasi, baik langsung maupun tidak indeks pertanaman maksimal selanjutnya
langsung merupakan ancaman serius produksi dan pendapatan petani juga
terhadap kemantapan pasokan pangan meningkat (BB Padi, 2009).
nasional. Sementara permintaan pangan Beberapa persyaratan lokasi
terus bertambah baik dikarenakan pengembangan IP Padi 400 yaitu: (a)
pertambahan jumlah penduduk, waktu yang tersedia untuk pertanaman
peningkatan pendapatan maupun harus sama atau kurang dari 12 bulan
beralihnya makanan pokok dari non beras untuk empat musim tanam atau 3
ke beras. bulan/musim, dan (b) persediaan air ada
Beberapa tahun terakhir, kecepatan sepanjang tahun. Lokasi-lokasi yang layak
konversi lahan sawah jauh di atas angka memenuhi persyaratan untuk
pencetakan sawah baru. Berdasarkan pengembangan IP Padi 400 di Indonesia
Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) sudah teridentifikasi mencapai 800.000 ha

2
ISSN: 1410-0029
Agrin Vol. 16, No. 1, April 2012

tersebar di 17 provinsi, diantaranya adalah METODE PENELITIAN


di Provinsi Sulawesi Selatan (69.000 ha) Penelitian dilaksanakan tahun 2010
dan Provinsi Jawa Tengah (90.000 ha). di Provinsi Sulawesi Selatan dan Jawa
Upaya introduksi teknologi baru IP Tengah, keduanya merupakan target lokasi
Padi 400 ke lokasi sasaran pengembangan pengembangan IP Padi 400, menggunakan
sampai mampu diadopsi oleh petani bukan metode survey. Data primer dikumpulkan
merupakan upaya mudah. Terlebih dulu dari 60 petani menggunakan kuesioner,
diperlukan beberapa langkah persiapan, masing-masing 30 petani per Provinsi .
mengetahui kondisi biofisik, sosial Data yang dikumpulkan mengenai
ekonomi dan teknologi eksisting yang keragaan pola tanam, masukan input
selama ini diterapkan oleh petani. produksi, panen, pasca panen dan
Informasi tersebut merupakan dasar untuk pemasaran hasil. Data sekunder
melakukan rekayasa teknologi dan dikumpulkan dari BPS, BPTP, Dinas
rekayasa sosial supaya tercipta kondisi Pertanian, dan Dinas Pengairan. Informasi
kondusif sesuai persyaratan yang yang dikumpulkan mengenai antisifasi
dibutuhkan dalam pengembangan IP Padi kemungkinan introduksi dan
400. pengembangan IP Padi 400.
Kajian bertujuan untuk Metode deskriptif kualitatif dan
menggambarkan langkah-langkah rekayasa kuantitatif menggunakan analisis
teknologi dan sosial dalam meningkatan sederhana digunakan dalam penelitian ini.
indeks pertanaman menuju IP Padi 400 di Pengertian IP Padi 400, upaya rekayasa
lokasi sasaran pengembangan, secara rinci teknologi dan sosial serta syarat keharusan
bertujuan untuk: (a) menginformasikan untuk pengembangan IP Padi 400
pengertian IP Padi 400, (b) digambarkan secara deskriptif sementara
menggambarkan upaya rekayasa teknologi, kelayakan finansial usaha tani dilihat dari
(c) menggambarkan upaya rekayasa sosial, nilai pendapatan bersih dan nilai BC Ratio
dan (c) mengsintesis syarat keharusan yang (Malian, 2004).
perlu dipenuhi dalam pengembangan IP a. Pendapatan bersih atas biaya variabel
(return above variable cost)
Padi 400. Tulisan ini diharapkan
RAVC = (Q x P) - TVC
memberikan informasi penting untuk
Dimana:
berbagai pengguna (stakholder) dalam
RAVC = Pendapatan bersih usahatani
mendukung program nasional, peningkatan (rp/ha/tahun)
produksi padi secara berkelanjutan. Q = Total produksi padi
(kg/ha/tahun)

3
ISSN: 1410-0029
Agrin Vol. 16, No. 1, April 2012

P = Harga jual padi (rp/kg) Sangat Genjah (VUSG); (2) Pola B. satu
TVC = Total biaya variabel kali VUG dan tiga kali VUSG; (3) Pola C.
(rp/ha/tahun)
empat kali VUSG; dan (4) Pola D. tiga kali
b. Kelayakan usahatani RC Ratio
VUG. Semua Polatanam menerapkan
(YxP)
RC Ration = sistem persemaian culikan yang dibuat 15
TVC
hari sebelum panen, lama pengolahan
Dimana:
tanah 7 hari dan umur persemaian sekitar
RC Ratio = Nisbah penerimaan terhadap
biaya 22 hari sudah siap dipindahkan (Gambar
Y = Total produksi padi 1).
(Kg/ha/tahun) Beberapa persyaratan lokasi
P = Harga jual padi (Rp/kg) pengembangan IP Padi 400 meliputi: (a)
TVC = Total nilai biaya
waktu yang tersedia untuk pertanaman
(Rp/ha/tahun)
harus sama atau kurang dari 12 bulan
Dengan keputusan:
RC Ratio > 1, usahatani secara ekonomi untuk empat musim tanam atau 3
menguntungkan bulan/musim; (b) persediaan air ada
RC Ratio = 1, usahatani secara ekonomi sepanjang tahun; (c) semua kegiatan perlu
berada pada titik impas
(BEP) dilaksanakan secara cepat bahkan ada

RC Ratio < 1, usahatani secara ekonomi kegiatan yang bersifat tumpang tindih
tidak menguntungkan (rugi) misalnya persemaian benih sebelum
tanaman dipanen; dan (d) padi ditanam
HASIL DAN PEMBAHASAN dalam satu hamparan secara serentak.
Pengertian Indeks Pertanaman (IP) Rekayasa Teknologi menuju IP Padi 400
Padi 400
Rekayasa teknologi IP Padi 400
Indeks Pertanaman (IP) Padi 400
mencakup enam aspek, yaitu penggunaan
dalam implementasinya menggunakan dua
VUSG berumur 90-104 hari, berproduksi
strategi yaitu rekayasa teknologi dan
tinggi, teknologi hemat air, tanam benih
rekayasa sosial, ditujukan untuk
langsung, persemaian culikan, dan
optimalisasi ruang dan waktu sehingga
pengembangan sistem monitoring dini (BB
indeks pertanaman dapat dimaksimalkan
Padi, 2009). Dalam melakukan rekayasa
selanjutnya produksi dan pendapatan
teknologi, terlebih dahulu perlu diketahui
petani juga meningkat. Ada empat pola
keragaan teknologi yang sedang diterapkan
tanam alternatif IP Padi 400 yaitu: (1) Pola
oleh petani (eksisting technology),
A. dua kali Varietas Unggul Genjah
terutama pola tanam, teknik budidaya, dan
(VUG) dan dua kali Varietas Unggul
kelayakan usahatani. Selanjutnya

4
ISSN: 1410-0029
Agrin Vol. 16, No. 1, April 2012

Bulan
Pola Tanam
Okt Nop Des Jan Peb Mart April Mei Juni Juli Agus Sept
MH I (VUG) MH.II (VUG) MK I (VUSG) MK II (VUSG)
7 7 7 7
(90 HST) (90 HST) (75 HST) (75 HST)
1. Pola (A)
15 15 15 15

MH I (VUG) MH II (VUSG) MK I (VUSG) MK II (VUSG)


7 7 7 7
2. Pola (B) (90 HST) (75 HST) (75 HST) (75 HST)
15 15 1 15
5

MH I (VUSG) MH II (VUSG) MK I (VUSG) MK II (VUSG)


7 7 7
3. Pola (C) 7 (75 HST) (75 HST) (75 HST) (75 HST)
15 15 15
15

MH I (VUG) MH II (VUG) MK I (VUG)


7 7 7
(90 HST) (90 HST) (90 HST)
4. Pola (D)
15 15 15

Sumber: BB.Padi (2009)


= Pengolahan tanah
= Persemaian
= Pertanaman padi

Gambar 1. Empat jenis pola tanam alternatif IP Padi 400

5
ISSN: 1410-0029
Agrin Vol. 16, No. 1, April 2012

dibandingkan dengan teknologi IP Padi menanam IR-64 (75-80%) sisanya


400 yang akan diintroduksikan untuk Ciherang dan Cigeulis. Varietas yang
memilah teknologi mana yang sudah ditanam sudah merupakan VUG (anjuran
diterapkan, mana yang perlu diperbaiki dan IP Padi 400) dengan kisaran umur 110
yang perlu diintroduksikan. Selain itu, sampai 115 hari.
informasi kelayakan usahatani diperlukan Petani Pinrang menerapkan sistem
sebagai acuan karena teknologi baru akan Tanam Benih Langsung (Tabela)
menarik petani apabila teknologi tersebut sementara petani Maros menerapkan
memberikan tingkat produksi dan sistem Tanam Pindah (Tapin) dan benih
keuntungan lebih tinggi dibandingkan berasal dari persemaian basah yang dibuat
teknologi lama. pada lahan sawah sudah dipanen.
Pola Tanam Sementara ke tiga lokasi Jateng sudah
Ke lima lokasi mendapatkan air menerapkan sistem Tapin dengan
irigasi dari bendungan yang tersedia persemaian sistem culikan (bahasa lokal
selama sebelas bulan (Nopember- “metu”) yang dibuat tujuh hari sebelum
September) sedangkan bulan Oktober areal padi dipanen.Teknologi Tapin
merupakan masa pengeringan. Meskipun merupakan teknologi anjuran IP Padi 400
air tersedia sepanjang tahun, petani (Tabel 1).
Pinrang hanya menanam dua kali padi Petani Sulsel menjual hasil langsung
sedangkan petani Maros dan Jateng sudah setelah padi sedangkan petani Jateng
tiga kali padi per tahun.Petani Jateng, menjual hasil secara tebasan dan panen
mulai bulan Juli sampai September suplai dilakukan penebas. Cara penjualan tebasan
air berkurang sehingga dibantu dengan menguntungkan IP Padi 400 karena petani
pemanfaatan pompa air dan embung dapat langsung mengolah tanah tanpa
(Gambar 2). mengorbankan waktu untuk kegiatan
Teknik Budidaya panen dan pasca panen. Upaya menekan
Pengolahan tanah menggunakan kerugian akibat cara penjualan tebasan bisa
traktor dengan cara satu kali bajak dan satu dilakukan rekayasa sosial seperti
atau dua kali rotari. Waktu untuk dibentuknya unit pemasaran bersama
pengolahan tanah antar petani dalam satu melalui kelompok tani atau gapoktan.
desa sekitar 15 hari. Varietas dominan Petani gurem sering terjerumus kepada
yang ditanam petani Sulsel adalah pelepas uang untuk memenuhi kekurangan
Ciliwung (60%) sisanya Cigeulis dan modal usahatani. Keberadaan pemberi
Cisantana sedangkan petani Jateng pinjaman, di satu sisi membatasi

6
ISSN: 1410-0029
Agrin Vol. 16, No. 1, April 2012

Bulan
Uraian
Okt Nop Des Jan Peb Mart April Mei Juni Juli Agus Sept
1. Sulsel
Ke- Ketersediaan Air Irigasi
a. Air Irigasi
ring
b. Pola Tanam:
- Kab. Pinrang 15 Padi MH 15 Padi MK
VUG (115 Hari) VUG (115 Hari)
15 Padi MH I Padi MH II 15
- Kab. Maros 15 Padi MK
VUG (90 HST) VUG (90 HST) VUG (90 HST)
7 7 7

2. Jateng
a. Air Irigasi Ke- Ketersediaan Air Irigasi Bantuan air pompa/
ring Embung
b. Pola Tanam 15 Padi MH I 15 Padi MH II 15 Padi MK
- Kab.Sragen VUG (90 HST) VUG (90 HST) VUG (90 HST)
- Kab.Karang Anyar
-Kab. Sukoharjo 7 7 7

Keterangan:
= Pengolahan tanah
= Persemaian
= Pertanaman padi

Gambar 2. Ketersediaan air irigasi dan pola tanam eksisting petani Sulsel dan Jateng

7
ISSN: 1410-0029
Agrin Vol. 16, No. 1, April 2012

Tabel 1. Keragaan teknik budidaya padi sawah eksisting menurut lokasi pengembangan (satuan/ha/musim)
No Komponen teknologi Sulsel Jateng
Pinrang Maros Sragen Karang Anyar Sukoharjo
1. Pola tanam 2 x Padi 3 x Padi 3 x Padi 3 x Padi 3 x Padi
2. Alat pengolahan tanah Hand traktor; Hand traktor Hand traktor; Hand traktor; Hand traktor;
1x bajak, 2x rotari 1x bajak; 2x rotari 1x bajak;1x rotari 1x bajak;1x rotari 1x bajak;2x rotari
3. Jenis varietas Ciliwung (60%); Ciliwung (60%); IR-64 (80%); IR-64(75%); IR-64 (75%);
dominan Cisantana Cigeulis; Ciherang; Mekongga; Ciherang;
Cisantana Cigeulis Situ Bagenit Ciguelis
4. Mutu benih Tidak berlabel Label Stock Seed Label Stock Seed Label Stock Seed Label Stock Seed
5. Sistem - Persemaian basah Culikan (metu); Culikan (metu) Culikan (metu)
persemaian 15 HSP1) 7 HSbP2) 7 HSbP 7 HSbP
6. Umur persemaian - 20-25 hari 20-25 hari 20-25 hari 20-25 hari
7. Cara tanam1) Tabela Tapin Tapin Tapin Tapin
8. Takaran pupuk
 Urea 200 kg 200 kg 450 kg 300 kg 300 kg
 ZA - 50 kg 25 kg 150 kg 100 kg
 Ponska - - 50 kg 150 kg 300 kg
 SP-36 - 100 kg 150 kg 150 kg -
 NPK 200 kg - - - -
9. Cara panen dan Sabit; Sabit; Sabit; Sabit; Sabit;
perontokan Power Thresher Power Thresher Power Thresher Power Thresher Power Thresher
Power Harvester
10. Cara penjualan Dijual langsung Dijual langsung Ditebaskan Ditebaskan Ditebaskan
hasil Setelah panen Setelah panen (90%) (95%) (90%)
1) 2)
Keterangan: HSP = hari setelah panen; HSbP = hari sebelum panen

8
ISSN: 1410-0029
Agrin Vol. 16, No. 1, April 2012

kebebasan petani dalam memilih pembeli keuntungan lebih besar. Pertambahan


yang lebih menguntungkan tetapi dari sisi pendapatan bisa terjadi baik karena
lain mereka dapat membantu kekurangan peningkatan produksi maupun
modal ditengah-tengah lemahnya pengurangan biaya dikarenakan penerapan
aksesibilitas petani kepada lembaga teknologi-teknologi biaya murah (low cost
permodalan formal (Syahyuti, 2007). technologies).
Kelayakan Ekonomi Tidak semua komponen teknologi
Usahatani petani Pinrang (dua kali IP padi 400 merupakan hal baru,
padi) membutuhkan biaya Rp.10.487.000,- teridentifikasi beberapa sudah diterapkan
dan memberikan nilai produksi yaitu: (a) penanaman VUB diterapkan oleh
Rp.31.700.00,- serta pendapatan seluruh lokasi sedangkan VUSG masih
Rp.21.312.000,-/ha/tahun. Sementara dalam tarap uji adaptasi; (b) cara tanam
petani Maros (tiga kali padi) membutuhkan Tabela diterapkan oleh petani Pinrang,
biaya lebih besar 60,8% (dari sementara teknik persemaian cukilan sudah
Rp.10.487.000,- menjadi Rp.16.862.500,-) diterapkan oleh petani sragen, karang
selanjutnya tambahan biaya tersebut dapat anyar dan Sukoharjo; (c) metode
diimbangi dengan peningkatan produksi Pengendalian Hama Terpadu (PHT)
45,1% (dari Rp.31.700.000,- menjadi melalui pengamatan dini sudah diterapkan
Rp.46.000.000,-) dan kenaikan pendapatan di seluruh lokasi; dan (e) dalam kegiatan
36,7% (dari Rp.21.312.000,- menjadi pengolahan tanah dan panen sudah
Rp.29.137.500,-). Disimpulkan bahwa memakai alat mesin pertanian sehingga
mengusahakan tiga kali padi di Sulsel lebih murah dan efisien pemakaian waktu
ternyata lebih menguntungkan (Tabel 3).
dibandingkan dua kali per tahun. Ke tiga Melalui pertimbangan kondisi
lokasi di Jateng sudah mampu biofisik dan teknologi eksisting petani,
mengusahakan padi tiga kali per tahun dan teridentifikasi beberapa peluang
memberikan nilai produksi antara peningkatan indeks pertanaman dari aspek
Rp.45.110.000,- sampai Rp.51.000.000,- rekayasa teknologi meliputi:
dan pendapatan antara Rp.26.765.000,- 1. Pola tanam
sampai Rp.32.930.000,-. Nilai yang Selama VUSG belum tersedia di
diperoleh lebih tinggi dibandingkan dua tingkat petani, maka pola tanam
kali padi di Pinrang (Tabel 2). direkomendasikan Pola (D) tiga kali
Teknologi baru IP Padi 400 akan VUG. Dengan demikian petani Pinrang
diadopsi petani apabila memberikan (dua kali padi) dapat ditingkatkan ke

9
ISSN: 1410-0029
Agrin Vol. 16, No. 1, April 2012

Tabel 2. Kelayakan usahatani padi eksisting menurut lokasi pengembangan (Rp/ha/tahun)


No Uraian Sulawesi Selatan Jawa Tengah
Pinrang Maros Sragen Karang Anyar Sukoharjo
(2 x padi) (3 x padi) (3 x padi) (3 x padi) (3 x padi)
1. Sarana produksi
 Benih 300.000 315.000 312.000 729.000 450.000
 Pupuk 1.272.000 1.897.000 3.164.750 4.194.000 3.750.000
 Pestisida 640.000 750.000 975.000 1.430.000 630.000
Total (I): 2.212.000 2.962.500 4.139.750 5.624.000 4.380.000
1)
2. Tenaga kerja 7.979.000 13.250.000 10.325.000 12.380.000 11.840.000
3. Biaya lain-lain2) 296.000 650.000 3.238.000 331.000 1.850.000
Total biaya (I+II+III): 10.487.000 16.862.500 17.702.750 18.335.000 18.070.000
4. Produksi 31.700.000 46.000.000 49.170.000 45.110.000 51.000.000
Pendapatan bersih 21.312.000 29.137.500 31.467.000 26.765.000 32.930.000
R C Rasio 3,02 2,73 2,78 2,46 2,82
1) 2)
Keterangan: Pengolahan tanah, tanam, pemeliharaan, dan panen; Iuran PBB, P3A, dan pompa air

10
ISSN: 1410-0029
Agrin Vol. 16, No. 1, April 2012

Tabel 3. Keragaan komponen teknologi IP Padi 400 dan teknologi eksisting menurut lokasi pengembangan.
No Komponen Teknologi Teknologi eksisting
teknologi IP Padi 400 Sulawesi Selatan Jawa Tengah
Pinrang Maros Sragen Karang Anyar Sukoharjo
1. Pola tanam dan 4 kali (kombinasi 2 kali VUG 3 kali VUG 3 kali VUG 3 kali VUG 3 kali VUG
pergiliran Varietas VUG dan VUSG)
2. Teknik Culikan, Persemaian Tabela Persemaian Culikan Culikan Culikan
persemaian kering, dapog basah
3. Mulai persemaian 15 HSbP1) - 15 HStP2) 7 HSbP 7 HSbP 7 HSbP
4. Teknik pengolahan OTS; TOT OTS OTS OTS OTS OTS
tanah
5. Lama waktu 7 HSP2) 12 HSP 7 HSP 7 HSP 7 HSP 7 HSP
pengolahan tanah
6.. Cara tanam Tapin; Tabela Tabela Tapin Tapin Tapin Tapin

7. Teknik pengairan Sistem berselang Tradisional Tradisional Tradisional Tradisional Tradisional


(intermittent)
8. Teknik pemupukan Sesuai kebutuhan dan Tradisional Tradisional Tradisional Tradisional Tradisional
ketersediaan hara
9. Teknik Pengamatan dini sesuai Pengamatan Pengamatan Pengamatan Pengamatan Pengamatan
pengendalian konsep PHT dini dini dini dini dini
hama dan penyakit
10. Teknik panen Memperhatikan umur Memperhatikan Memperhatikan Memperhatikan Memperhatikan Memperhatikan
dan pasca panen dan cara panen umur dan cara umur dan cara umur dan cara umur dan cara umur dan cara
panen panen panen panen panen
Keterangan: 1) HSbP = Hari sebelum panen; 2) HStP = Hari sesudah panen

11
ISSN: 1410-0029
Agrin Vol. 16, No. 1, April 2012

IP padi 300 sedangkan tiga lokasi diterapkan cara olah tanah sederhana
lainnya (tiga kali padi) masih untuk lokasi-lokasi yang tanahnya
menerapkan pola lama (tiga kali VUG) gembur seperti dijumpai di Sulsel
karena VUSG belum tersedia. dengan hanya dirotari 2-3 kali.
Pemilihan jenis varietas perlu Pemanfaatan jerami perlu intensifkan,
mempertimbangkan keberadaan hama jerami segera dikumpulkan setelah
penyakit yang endemik dan sebaiknya panen untuk dibuat kompos atau
ada pergiliran varietas. Seandainya dicacah lalu lakukan pengolahan tanah.
VUSG sudah siap dan tersedia di Untuk Untuk mempercepat proses
petani, bisa diintroduksikan Pola A, B, dekomposisi dapat digunakan M-Dec.
maupun Pola C. Fungsi bahan organik sebagai
2. Teknik Persemaian pembentuk kesuburan fisik tanah
Karena masih mengusahakan tiga sangat penting dan tidak dapat
kali pertanaman maka sistem digantikan oleh komponen lain yang
persemaian basah dan persemaian tersedia di alam. Bahan organik dalam
cukilan (7 hari sebelum panen) yang tanah memperbaiki struktur tanah,
sudah biasa dilakukan petani bisa drainase, aerasi, daya simpan air,
dipertahankan. Waktu mulai stabilitas suhu tanah, kegemburan
persemaian cukilan 15 hari sebelum tanah, daya serap air, penghambatan
panen masih perlu diuji di tingkat erosi permukaan dan pengikat partikel
petani karena mayoritas petani masih tanah (Tisdate et al., 1993 dalam
meragukan kualitas hasil panennya. Sumarno dkk., 2009).
Untuk pertanaman tiga kali padi, 4. Cara pemupukan
sistem tanam Tabela sebaiknya diganti Pemberian pupuk tepat jenis,
dengan persemaian Cukilan. Kerugian takaran, dan waktu merupakan salah
sistem tanam Tabela adalah disamping satu upaya untuk mencapai hasil
kurang optimal dalam pemanfaatan optimal agar keuntungan petani dapat
waktu juga membutuhkan varietas meningkat. Untuk itu, perlu
yang tahan penyakit sheat blight, diintroduksikan metode PuPS 1.0
Busuk Batang, Tungro, Wereng, dan merupakan piranti lunak menentukan
Penggerek Batang (Pane, 2003). rekomendasi takaran dan waktu
3. Pengolahan tanah aplikasi pupuk N, P, K di setiap persil
Disamping sistem Olah Tanah lahan sawah. Untuk menunjang
Sempurna (OTS), dapat juga pelatihan tersedia publikasi tercetak

12
ISSN: 1410-0029
Agrin Vol. 16, No. 1, April 2012

yang berjudul (a) modul pemupukan dikarenakan masalah agunan dan cara
padi sawah spesifik lokasi, dan (2) pengembalian non musiman sehingga
panduan praktis pengelolaan hara. lembaga ini hanya diakses oleh petani kaya
5. Cara pengairan dan atau mereka yang bergerak di sektor
Masih tradisional sehingga perlu non pertanian (Nurmanaf, 2007).
diintroduksikan teknik yang lebih Kenyataan di lapangan menunjukan bahwa
efisien seperti sistem berselang sebagian besar petani masih lebih akrab
(intermittent) yang dapat menghemat dengan sumber-sumber pembiayaan
pemakaian air yang selama ini sering informal seperti pedagang input/output,
terjadi kelangkaan di musim kemarau. pelepas uang, penggilingan padi dll.
Rekayasa Sosial menuju IP Padi 400. (Irawan, 1989), (Nurmanaf, 2007) dan
Rekayasa sosial merupakan antisifasi (Supriatna, 2008).
perilaku petani yang belum terbiasa Diperlukan langkah-langkah
melaksanakan IP Padi 400 melalui kebijakan yang dapat menjembatani
advokasi, pengorganisasian komunitas kelemahan permodalan, baik berupa
petani, pengembangan jaringan kerjasama, bantuan modal berbunga rendah maupun
pengembangan kapasitas dengan kemitraan dengan pihak swasta atau
meningkatkan kemampuan masyarakat, pemerintah. Melalui pengembangan
dan pengembangkan Komunikasi, kemitraan usaha akan diperoleh beberapa
Informasi dan Edukasi (KIE) (BB Padi, manfaat dalam meningkatkan daya saing
2009). Kondisi sosial ekonomi dilihat dari komoditas, seperti tercapainya skala
aspek intern maupun ekstern petani, ekonomi usahatani termasuk dalam
terutama tingkat pengetahuan dan pengangkutan, adanya transfer teknologi
ketrampilan petani mengenai teknologi IP dan informasi dari perusahaan kepada
Padi 400, kekuatan modal, ketersediaan masyarakat petani, peningkatan akses
tenaga kerja, dukungan kelembagaan terhadap pasar, serta adanya keterpaduan
permodalan, sarana produksi, panen/pasca dalam pengambilan keputusan sehingga
panen, pemasaran hasil dan kebijakan usahatani yang dilakukan sesuai dengan
pemerintah. dinamika permintaan pasar (Saptana dkk.,
Lembaga permodalan (BRI Unit 2006).
Desa) di empat lokasi sudah tersedia Hal ini perlu diperbaiki terkait
namun demikian mayoritas petani dengan semakin meningkat indeks
(terutama petani kecil) belum dapat pertanaman akan semakin besar biaya yang
mengakses. Kurangnya akesibilitas petani harus dikeluarkan oleh petani. Sementara

13
ISSN: 1410-0029
Agrin Vol. 16, No. 1, April 2012

Tabel 4. Keragaan lembaga penunjang pertanian menurut lokasi pengembangan


Sulawesi Selatan Jawa Tengah
No Uraian Pinrang Maros Sragen Karang Anyar Sukoharjo
1. BRI Unit Desa  Mayoritas petani  Mayoritas petani  Mayoritas petani  Mayoritas petani  Mayoritas petani
belum akses belum akses belum akses belum akses belum akses
2. Koperasi Unit Desa  Macet, bergerak  Macet, bergerak  Macet, bergerak  Macet, bergerak  Macet, bergerak
(KUD) dijasa rekrening dijasa rekrening dijasa rekrening dijasa rekrening dijasa rekrening
listrik listrik listrik listrik listrik
3. Penyuluh Pertanian  Aktif  Aktif  Aktif  Aktif  Aktif
Lapangan (PPL)
4. Kios Sarana Produksi  Digunakan untuk  Digunakan untuk  Digunakan untuk  Digunakan untuk  Digunakan untuk
Pertanian (Saprotan) penyaluran penyaluran penyaluran penyaluran penyaluran
pupuk kelompok pupuk kelompok pupuk kelompok. pupuk kelompok pupuk kelompok
5. Kelompok tani  8 kelompok/desa  8 kelompok/desa  5 Kelompok/desa  4  5 Kelompok/desa
kelompok/desa:
6. P3A  Belum ada  Belum ada  Ada  Ada  Ada
7. Kelompok tanam  Ada  Ada  Ada  Ada  Ada
8. Kelompok panen  Ada  Ada  Ada  Ada  Ada

Sumber: Data primer, 2009

14
ISSN: 1410-0029
Agrin Vol. 16, No. 1, April 2012

ini, kelompok tani di semua lokasi terkendali (Rachman dkk., 2002). Untuk
pengembangan baru bisa melayani wilayah yang sering timbul permasalahan
pengadaan dan penyaluran pupuk melalui kekurangan air maka pemanfaatan pompa
kerjasama dengan kios lokal dengan cara air perlu dioptimalkan seperti kasus di
pinjaman sedangkan input lainnya seperti Jawa Tengah.
benih dan obat-obatan serta upah tenaga Keberadaan regu tanam dan regu
kerja harus ditanggung petani sendiri. panen yang sudah ada perlu lebih
Dari aspek penyuluhan, perlu diberdayakan dalam usaha meningkatkan
diperbaiki pesertanya yaitu tidak hanya indeks pertanaman karena dapat menekan
petani juga perlu diundang pelaku waktu yang dibutuhkan. Regu tanam yang
agribisnis lainnya seperti kios saprotan, sudah ada umumnya mempunyai anggota
pelaku jasa alsintan, pelaku pengolahan sebanyak 30-70 Orang per kelompok
dan pemasaran hasil. Alih teknologi sementara regu panen beranggotakan 10-
melalui penyuluhan yang selama ini lebih 15 Orang per kelompok dilengkapi dengan
diprioritaskan kepada petani kaya (pemilik satu buah Power Thresher.
lahan) dan kontak tani perlu digeser Pembentukan dan pengembangan
prioritas targetnya kepada petani skala usaha penjualan jasa alsintan (UPJA) dapat
kecil yang lebih aktif sebagai petani memberikan keuntungan kesemua pihak.
operator, petani penyakap, dan buruh Dari sisi petani mendapatkan nilai tambah
pekerja pertanian (Sumarno, 2010). dari penghematan tenaga kerja dan dari
Perkumpulan Petani Pemakai Air nilai pengurangan kehilangan hasil
(P3A) di Sulsel belum terbentuk sehingga sementara penjual jasa alsintan mendapat
perlu dibangun karena kehadiran lembaga keuntungan berupa upah sewa alsintan,
ini sangat penting dalam pengaturan air, sedangkan bagi bengkel alsintan mendapat
mengatur jadwal pengairan antar wilayah keuntungan dari hasil penjualan dan jasa
dan efisiensi pemanfatan air terutama perawatan alsintan (Tastra, 2003).
dalam upaya peningkatan indeks Kelembagaan lokal yang sudah ada
pertanaman. Permasalahan mendasar perlu diberdayakan karena memberikan
dalam pengelolaan irigasi yaitu letak petak peranan terhadap percepatan adopsi
sawah dari saluran irigasi, perbedaan teknologi, diataranya: (a) dalam
teknologi yang ada di bagian hilir kurang penyediaan sarana produksi menggunakan
diperhitungkan dalam distribusi air, pintu modal yang sudah ada dengan aturan maen
air banyak yang tidak berfungsi sementara yang sudah disepakati, (b) penentuan
jumlah golongan air bertambah terus tampa waktu tanam dan aplikasi sarana produksi

15
ISSN: 1410-0029
Agrin Vol. 16, No. 1, April 2012

serta penggunaan aset kelompok diatur 2. Aspek Ekonomis


secara baik, (c) koordinasi dengan instansi Aspek ekonomis meliputi: (a)
terkait, baik penyedia teknologi maupun peningkatan efisiensi biaya produksi
kebijakan (Bahtiar, 2007). dan pemberian pupuk didasarkan
Syarat Keharusan Pengembangan IP kepada PuPS; (b) tingkat produktivitas
Padi 400
dan pendapatan usahatani lebih besar
Opsi pengembangan indeks
dibandingkan yang biasa diterapkan
pertanaman padi empat kali per tahun
petani; (c) membangun kesiapan
layak dilakukan dengan beberapa syarat
kelompok pemanen (penebas) supaya
keharusan sebagai berikut:
panen tepat waktu; (d) perlu upaya dan
1. Aspek Teknis.
kebijakan-kebijakan memelihara
Aspek teknis meliputi: (a)
stabilitas harga jual gabah baik melalui
introduksi varietas padi sawah berumur
BULOG atau Gapoktan.
sangat genjah (95-105 hari) seperti
3. Aspek Kelembagaan
Dodokan dan Silugonggo apalagi
Aspek ini meliputi: (a) rancang
varietas super genjah (< 95 hari) seperti
bangun kelembagaan kelompok tani
galur OM 2395 dan OM 5240; (b)
dan menambahkan dua bagian baru
pembuat pesemaian kering atau
yaitu pengendalian hama dan bagian
pesemaian basah di luar lokasi lahan
manajemen pertanaman yang bertugas
sawah, dibuat sekitar 7-10 hari
melakukan pengaturan varietas,
menjelang panen, dan umur pesemaian
sosialisasi pengetahuan dan
15 hari; (c) pengolahan tanah sempurna
keterampilan terkait dengan teknologi
hanya dilakukan satu kali dalam satu
baru dan pengaturan pembibitan; (b)
tahun (terutama di MH), pengolahan
ketersediaan dukungan kelembagaan
tanah kedua dan ketiga cukup diglebek
keuangan mikro yang adaptif dan
atau dirotari; (d) panen menggunakan
mudah diakses oleh petani atau
mesin supaya periode panen menjadi 1
kelompok tani; (c) Badan Litbang
minggu; (e) introduksi teknologi
Pertanian melalui BPTP membantu
dekomposer untuk mempercepat
mendampingi kegiatan peningkatan
pelapukan jerami dan mempertahankan
indeks pertanaman melalui penyediaan
kualitas lahan, (f) monitoring hama dan
teknologi seperti benih umur sangat
penyakit oleh anggota kelompok tani
genjah, contoh alat dan mesin pertanian
secara lebih intensif
serta demplot-demplot percontohan

16
ISSN: 1410-0029
Agrin Vol. 16, No. 1, April 2012

yang dilengkapi dengan berbagai produksi, tingkat produksi dan


brosur dan leaflet. pendapatan harus lebih tinggi,
Sepanjang belum mampu mengoptimalkan kelompok tanam dan
menciptakan kondisi ideal pelaksanaan IP kelompok penebas serta upaya
Padi 400, maka penerapan IP Padi 300 stabilitas harga jual gabah; dan (c)
secara teknis, ekonomis, sosial dan aspek kelembagaan yaitu rancang
lingkungan lebih layak untuk bangun kelompok tani, dukungan
dikembangkan. Program peningkatan lembaga keuangan mikro, penyediaan
indeks pertanaman menuju IP Padi 400 teknologi yang dibutuhkan dan
dapat dijadikan alternatif terobosan dukungan kebijakan pemerintah
kebijakan peningkatan produksi beras 3. Sepanjang belum mampu menciptakan
nasional mengingat penambah luas lahan kondisi ideal pelaksanaan IP Padi 400,
sawah irigasi melalui pencetakan sawah maka program IP Padi 300 (pola tanam
sulit diwujudkan dalam waktu singkat. D) lebih layak untuk dikembangkan
baik secara teknis, sosial, ekonomis
KESIMPULAN dan lingkungan. Program peningkatan
1. Ada empat pola tanam alternative IP IP Padi ini dapat dijadikan alternative
Padi 400 yaitu: (a) pola A. dua kali terobosan kebijakan menunjang
VUG dan dua kali VUSG; (b) pola B. peningkatan produksi beras nasional.
satu kali VUG dan tiga kali VUSG :(c)
pola C. empat kali VUSG; dan (d) pola DAFTAR PUSTAKA
D. tiga kali VUG. Semua polatanam Bahtiar. 2007. Pemberdayaan lembaga
lokal dalam percepatan adopsi
menerapkan sistem persemaian cukilan
teknologi produksi benih jagung.
yang dibuat 15 hari sebelum panen, pp.177-186. Dalam: Darman
M.Arsyad dkk. (Eds.). Prosiding
lama pengolahan tanah 7 hari dan umur
lokakarya nasional akselerasi
persemaian sekitar 22 hari. diseminasi inovasi teknologi
pertanian mendukung pembangunan
2. Syarat keharusan dalam pengembangan
berawal dari desa. Bogor, 27
Indeks pertanaman empat kali padi Agustus 2007.
setahun, meliputi: (a) aspek tennis BB Padi. 2009. Pedoman umum
peningkatan IP padi 400. Peningkatan
yaitu penggunaan VUSG, teknik produksi padi melalui pelaksanaan
persemaian cukilan, penggunaan IP.padi 400. Balai Besar Penelitian
Tanaman padi. Badan Litbang
alsintan, introduksi alat dekomposer Pertanian. 48p.
dan monitoring hama penyakit; (b) BPS. 2009. Produksi Tanaman Pangan.
aspek ekonomis yaitu efisiensi biaya Production of Food Crops. Badan

17
ISSN: 1410-0029
Agrin Vol. 16, No. 1, April 2012

Pusat Statistik, Statistics-Indonesia. Saptana, Sunarsih dan K.S.Indraningsih.


Jakarta-Indonesia. 126p 2006. Mewujudkan keunggulan
Fahmuddin, A. dan Irawan. 2006. komparatif menjadi keunggulan
Agricultural land conversion as a kompetitif melalui pengembangan
threat to food security and kemitraan usaha hortikultura. Forum
enviromental quality. Jurnal Litbang Penelitian Agroekonomi, 24(1): 61-
Pertanian, 25(3):90-98 76

Irawan, B. 1989. Pelayanan kredit Sumarno. 2010. Status penguasaan lahan


informal di pedesaan Sulawesi dan pengelolaan usahatani padi
Selatan. Jurnal Agro Ekonomi, sawah serta prioritas target alih
8(2):23-45. teknologi. Paper disampaikan pada
seminar Puslitbang Tanaman
Malian, A. H.2004. Analisis ekonomi Pangan 11 Pebruari 2010.
usahatani dan kelayakan finansial
teknologi pada skala pengkajian. Supriatna, A. 2008. Pola pelayanan
Pusat Penelitian dan Pengembangan pembiayaan sistem kredit mikro
Sosial Ekonomi Pertanian dan Proyek usahatani padi di tingkat pedesaan.
Pengkajian Teknologi Pertanian Jurnal Litbang Pertanian, 28(3):111-
118
Partisipatif (The Participating
Development of Technology Transfer Syahyuti. 2007. Dibutuhkan dukungan
Project (PAATP). Badan Penelitian kebijakan untuk mengoptimalkan
dan Pengembangan Pertanian.28p peran pedagang hasil-hasil pertanian.
Nurmanaf, A.R. 2007. Lembaga informal pp. 206-214. Dalam: K.S. Diredja
pembiayaan mikro lebih dekat dkk. (Eds): Dinamika pembangunan
dengan petani. Analisis Kebijakan pertanian dan perdesaan: Mencari
Pertanian, 5(2):99-109. alternatif arah pengembangan
ekonomi rakyat. Pusat Analisis
Pane, H. 2003. Kendala dan peluang Sosial Ekonomi dan Kebijakan
pengembangan teknologi padi tanam Pertanian. Badan Litbang Pertanian.
benih langsung. Jurnal Litbang Departemen Pertanian.
Pertanian, 22 (4).172-177.
Tastra, I. K. 2003. Strategi penerapan
Rachman, B., P. Effendi dan K. Karyasa. alsintan pasca panen tanaman pangan
2002. Kelembagaan irigasi dalam di Jawa Timur dalam memasuki
perspektif otonomi daerah. Jurnal AFTA 2003. Jurnal Litbang
Litbang Pertanian, 21 (3):109-114. Pertanian, 22(3):95-102

18

Anda mungkin juga menyukai