Anda di halaman 1dari 78

Thesis

Tan Malaka (10 Juni 1946)

Sumber: Penerbit Murba, Jakarta

KATA PENGANTAR

Seorang nakhoda yang berpengalaman cukup, yang mengemudikan


kapal, yang kuat dan baru juga mesti menentukan keadaan pelayaran
lebih dahulu sebelum bertolak dari pelabuhan.

Topan yang mengancam di waktu depan, bisa menyebabkan kapal itu


menunda perjalanannya atau juga memukul kembali atau membelokkan
pelayarannya ke kiri-kanannya, bahkan juga memukul kembali ataupun
menenggelamkan kapal itu.

Syukurlah kalau nakhodanya berpengalaman lama serta mengetahui


karang dan gerakan udara di lautan yang ditempuh, kini ataupun di hari
depan.

Tetapi tiadalah dunia akan mendapat kemajuan seperti sekarang kalau


semua nakhoda tidak mau berangkat sebelum keadaan udara laut dan
cuaca sungguh diketahui lebih dahulu.

Colombus tidak akan sampai ke Amerika kalau ia bergantung pada


pengetahuan yang sudah pasti, yang sudah diuji kebenarannya saja. Dia
akan berbalik setengah pelayaran setelah menemui mara bahaya kalau ia
cuma bergantung kepada teorinya ahli bumi Toscanelli saja. Semangat
adventure, mencoba-coba sesuatu yang mengandung bahaya mautpun
mesti dilakukan. Berbahagialah suatu negara dan masyarakatnya yang
mempunyai semangat adventure itu.

Memang lebih dari 50% kemajuan masyarakat kita ditebus oleh jiwa
yang bersemangat adventure itu, dalam semua lapangan hidup, politik,
ekonomi, militer, bahkan semua cabang ilmu.

Dalam revolusi Indonesia sekarang banyak jalan yang belum kita


ketahui. Semua jalan ke depan masihasinglah buat kita. Berjalan ke
depan berarti adventure, percobaan yang mungkin membawa maut.
Perjalanan yang pasti cuma perjalanan ke belakang, yakni kembali ke
jalan yang kita jalani 350 tahun belakangan ini. Artinya ini kembali
mencari jalan penjajahan, kembali menjadi budak jajahan…..berkhianat
kepada turunan sekarang dan anak cucu. Inilah saja sekarang jalan yang
pasti terang.

Bahwasanya perjalanan masyarakat kita terutama berarti perjalanan


politik ekonomi sebagai garis besarnya. Garis besar dalam politik-
ekonomi kita sebagai haknya masyarakat Indonesia, dalam dunia penuh
pertentangan ini, mungkin bertentangan dengan garis besarnya politik-
ekonomi negara lain ialah negara kapitalis. Mungkin garis besar kita
terpaksa memutar dari garis besar politik-ekonominya negara lain,
mungkin mem-viaduci atau menyelundupi ke bawah satu terowongan.

Bagaimanapun juga ahli politik ekonomilah yang berhak menentukan


garis besar dalam perjalanan politik-ekonomi masyarakat Indonesia
dalam revolusi sekarang ini.

Timbulnya satu golongan yang bangga menamai dirinya "akademisi"


di Indonesia ini sudah mulai memonopoli semua pengetahuan yang
berdasarkan ilmu. Di Philipina dan Hindustan, memang percobaan
memonopoli itu sudah memperlihatkan hasilnya. Di sana sudah masuk
betul paham di antara segolongan rakyat, bahwa umpamanya yang
memimpin politik itu harusnya satu Mr. dan memimpin ekonomi itu
mesti suatu Dr. dalam ekonomi.

Kalau kita ikuti logika semacam itu, jadinya seorang leek bukan
bertitel tidak boleh meraba-raba ilmu. Selanjutnya pula seorang Drs.
(yang baru 75% atau 75 1/2 % Dr.) dalam ekonomi mestinya takluk pula
pada seorang Profesor dalam ekonomi. Jadi menurut pikiran pasar "The
men on the street" dengan logika semacam ini kalau seorang Drs.
(ekonomi) umpamanya menulis 3 buku, maka seorang Dr. (ekonomi)
mesti sekurangnya menulis 4 buku dan satu Profesor jauh lebih banyak
dari yang di belakang ini. Dilaksanakan di Indonesia ini, kalau ahli
ekonomi kita yang sudah "diakui" itu ialah Drs. Moh. Hatta menulis
setengah lusin buku tentang ekonomi, maka Dr. Samsi mestinya menulis
sekurangnya 9 buku dan Prof. Sunario Kolopaking selusin ataupun lebih.

Dalam hal politik para Mr.-lah yang mesti memimpin politik kita
sekarang, ialah menurut logika pasar tadi juga.

Tetapi apakah bukti yang kita lihat?

Sedangkan Drs. (75% atau 75 ½% Dr.) Moh. Hatta menulis lebih


setengah lusin, Dr. Samsi dan Prof. Sunario Kolopaking sedikit sekali
kelihatan buah penanya. Sedangkan di dunia politik Mr. Iwa Koesoema
Soemantri umpamanya sedikit terdengar suaranya dan cuma dalam
kalangan P.B.I-nya saja, tetapi warganegaranya sejawat kita Mr. Slamet,
sudah sampai suaranya ke "Sri" Ratu dan seluruh rakyat Nederland serta
dunia Imperialis lainnya.

Demikianlah kalau kita ikuti paham yang dimasukkan oleh


Imperialisme Barat. Menurut paham itu kalau diambil akibatnya, maka
yang bertitel itulah saja yang berhak merundingkan dan memimpin
perkara ini atau itu. Yang tidak mempunyai "cap" dari sekolah akademi
Barat itu menurut kehendak mereka janganlah dipercayai. Tidak ada
yang lebih dikenal oleh penyakit ke-akademiannya itu daripada ilmu
sosial, termasuk ilmu masyarakat itu pula.

Kita membenarkan sama sekali keperluan latihan akademi dalam ilmu


seperti kimia, listrik, dan teknik. Tetapi inipun tidak berarti bahwa yang
ulung dan berhak bersuara dalam ilmu semacam itu mestinya hanya
keluaran akademi saja. Cukuplah di sini disebutkan bahwa pembikin
beberapa teori yang amat berharga dalam hal listrik di jaman listrik ini
seperti Michael Faraday cuma keluaran sekolah sebenggol (rendah) saja.
Thomas Edison, penemu (inventor) listrik diusir oleh gurunya dari kelas
satu atau dua di sekolah rendah tadi pula karena…..bodoh.

Penuh contoh lain-lain dalam ilmu seperti tersebut di atas: teknik,


kimia, matematika ataupun biologi. Banyak ilmu yang dijalani dan teori
penting yang dibentuk oleh hukum akademi. Sebaliknya banyak pula
contoh yang membuktikan bahwa akademisi itu cuma tukang hafal saja,
tukang "catut" ilmu orang lain saja. Semuanya membuktikan bahwa
"title" itu cuma satu surat "pas" saja dalam dunia kecerdasan, bukanlah
kecerdasan sendiri!

Apalagi dalam ilmu masyarakat, seperti politik dan ekonomi!

Dalam hal ini dua aliran yang bertentangan sudah nyata ialah aliran
politik-ekonominya Proletariat dan Borjuis. Aliran Proletariat dipelopori
oleh Karl Marx seorang Dr. Filsafat (bukan ekonomi) dan pengikutnya,
serta aliran borjuis oleh para profesor ekonomi di sekolah tinggi seperti
Rotterdam. Kedua aliran itu tidak bisa diperdamaikan seperti klas
Proletariat tidak bisa diperdamaikan dengan klas borjuis. Hidupnya suatu
klas di atas berarti matinya klas yang lain dan sebaliknya. Begitulah pula
teori masing-masing klas itu sehidup semati dengan klasnya sendiri!

Kita akui penuh bahwa aliran yang kita pakai ialah aliran Marx, yang
berdasarkan pertentangan dalam hal sosial, politik dan ekonomi. Dengan
pisau analisanya yang bersifat pertentangan (dialektika) dua klas dalam
masyarakat (Proletariat melawan borjuasi) inilah kita mencoba menaksir
arahnya politik dunia bergerak menuju ke depan.

Dalam revolusi Indonesia mau tidak mau kita wajib menaksir arahnya
politik ekonomi dunia itu bergerak. Dalam topan gelombangnya politik
ekonomi dunia itulah kita dipaksa oleh keadaan mengemudikan kapal
negara kita yang berdasarkan politik ekonomi pula. Bertolak atau
tidaknya dari pelabuhan, membelok ke kiri atau ke kanannya kita
disebabkan topan gelombang politik ekonomi yang menentang kita, serta
timbul atau tenggelamnya kapal negera kita dalam adventure dalam
revolusi, ini sebagian tergantung dari taksiran kita tadilah pula.

Tidak ada pengalaman yang sudah-sudah bagi kita di Indonesia boleh


dipakai, karena sifatnya revolusi memangnya satu percobaan baru, lepas
dari pengetahuan yang sudah-sudah dan pengalaman yang lampau.
Pengalaman di negara lain seperti di Perancis, dan Soviet Rusia mesti
kita perhatikan. Tetapi memperhatikan dan mempelajarinya tiadalah
meniru-niru saja. Yang kita kemukakan ialah cara berfikir, ialah
Materialisme Dialektika. Yang harus kita pelajari dari negara lain
bagaimana para pemimpin masyarakat di sana melaksanakan metode
berfikir tadi dalam keadaan suasana di negara lain itu, mengambil contoh
yang baik dan menyingkirkan kesalahan yang diperbuat di negara asing.

Akan tetapi malangnya sampai sekarang kita tidak mendapatkan dan


tidak bisa mendapatkan bahan yang cukup buat dalam dan luar Indonesia.
Apalagi dalam keadaan tahanan sekarang, di mana kita terputus dengan
perhubungan luar rumah yang kita dipaksa mendiami. Brosur ini terpaksa
ditulis terhenti-henti disebabkan keadaan kita dalam tiga bulan ini
(pindah-pindah tempat atau terganggu kesehatan).

Tetapi dengan memakai cara berfikir yang sudah jaya dipakai di lain
tempat dan bahan yang sudah kita terima, apa yang sudah kita taksir 3
bulan lampau sudah menjadi bukti pada masa brosur ini hampir ditulis
umpamanya saja pertentangan hebat antara dunia sosialis dan dunia
kapitalis berhubung dengan itu pula kemungkinan Perang Dunia Ke-3.

Bahan baru boleh jadi akan kita peroleh besok atau lusa. Kesimpulan
kita boleh jadi kelak terpaksa diubah di sana-sini. Tetapi sebab kita rasa
cukup memperhatikan garis besar dalam hal metode berpikir yang
dipakai dan politik ekonomi sekarang, maka kemungkinan perubahan
kesimpulan itu tidak akan merombak sama sekali kesimpulan politik
ekonomi kita tentang luar dan dalam Indonesia. Berhubungan dengan itu
tiadalah mungkin banyak perubahan (kalau perlu) yang mesti diderita
oleh organisasi, program, taktik serta strategi yang kita anjurkan kelak!
Bagaimanapun juga tiadalah kita perlu perlu selangkahpun juga
kembali ke ahli politik ekonominya kaum borjuis besar, tengah, kecil --
ke ahli politik ekonominya kaum akademisi di Indonesia atau lainnya.
Tiadalah kita perlu menempel-nempelkan ujar atau amanat professor ini
atau itu, akademis ini atau pun buat dijadikan "buku" dan disampaikan ke
sana-sini kepada Rakyat dan Proletariat Indonesia.

Kita sebaliknya akan melindungi Rakyat dan Proletariat Indonesia dari


segala percoabaan akademisi yang akan membawa kembali politik
ekonomi Indonesia ke bawah telapak kaki Imperialisme atau
menimbulkan pengharapan yang tidak-tidak di antara Rakyat dan
Proletariat Indonesia.

Cukup sudahlah pengalaman yang kita terima dari akademisi itu


umpamanya tentang Distribusi dan Koperasi yang digembar-gemborkan
dan di "praktekkan" di jaman Kempetai Jepang. Distribusi dan Koperasi
yang disajikan kepada kita sebagai puncak pendapatan akademisi di masa
Kempetai itu mungkin baik buat satu golongan kecil di salah satu tempat,
ialah buat tempat bersarangnya tukang catut. Tetapi buat Rakyat Murba
prakteknya ekonomi semacam itu semata-mata satu kebohongan
kapitalisme dan imperialisme belaka.

Buat kita politik itu tidak bisa dipisahkan daripada ekonomi dan begitu
juga ekonomi tidak bisa dipisahkan daripada politik. Sering kita dengar
di kalangan kita sendiri, bahwa politik adalah konsentrasi dan pemusatan
ekonomi. Di jaman Kempetai Jepang tidak akan kita pikirkan membikin
badan ekonomi ini ataupun itu, karena machtfactor (perkara kekuasaan)
untuk memeriksa dan menghukum yang bersalah, umpamanya tukang
catut tadi tidak ada pada kita.

Politik ekonomi yang bisa dan patut kita praktekkan dalam masa
berjuang ini, revolusi sekarang tidak lain dan tidak bukan melainkan
politik ekonomi berjuang dan organisasi politik ekonomi di jaman
Merdeka 100%.

Syahdan akhirnya, benar atau tidaknya sesuatu faham atau teori sosial
dalam satu masyarakat yang berdasarkan pertentangan Proletar borjuis
bukanlah diputuskan oleh "title", sebagai pengesahan borjuis saja, tetapi
terutama oleh golongan Proletariat yang menantang!

Lawu, 10 Juni, 1946

TAN MALAKA
TENTANG DUNIA LUAR DAN DALAM INDONESIA

1. DUNIA LUAR.

1.A. PERTENTANGAN DUA SISTEM.

Dua sistem yang sangat bertentangan sifatnya sekarang berhadapan


muka satu sama lainnya di dunia ini. Sistem yang muda tetapi tumbuh
terus ialah sistem sosialisme, yang berlaku di Soviet Rusia. Sistem yang
sudah tua ialah sistem kapitalisme yang berpusat di Amerika Serikat dan
Inggris. Buntutnya sistem ini adalah imperialisme yang merayap-rayap di
Asia dan Afrika. Sistem Sosialisme berkuasa dalam daerah kurang lebih
1/6 muka bumi yang berpenduduk kurang lebih 200 juta manusia, ialah
hampir 1/10 seluruh cacah jiwa bumi kita ini. Pengaruhnya sistem
Sosialisme di antara seluruhnya penduduk dunia di luar Rusia
teristimewa pula di tanah jajahan seperti Asia dan Afrika amat besar
sekali.

Imperialisme Amerika langsung menguasai Philipina dan sangat besar


sekali pengaruhnya pada Kanada, Amerika Tengah, dan Selatan, yang
jumlah luasnya hampir 1/3 daratan di seluruh dunia. Sebelum dan
sesudahnya perang dunia ke II, Kapitalisme Amerika sangat
mempengaruhi Tiongkok dan bagian Asia yang lain, juga Afrika,
Australia, Eropa termasuk juga Inggris. Imperialisme Inggris semakin
lama semakin renggang perhubungannya dengan Free State Irlandia,
dengan Afrika Selatan, Australia dan Kanada serta sekarang dalam
pertikaian hebat dengan tiang tempat berdirinya selama ini, yakni India
dan Mesir. Strategi baru berdasarkan Teknik Atom menambah
kemerdekaan tiap-tiap Dominion Inggris dan memperenggang antara
Inggris dan masing-masing Dominionnya.

Dalam masa 10 tahun permulaannya Soviet Rusia berdiri (1917-1927),


dia amat dimusuhi oleh Kapitalisme dan Imperialisme dunia. Jepang
membantu dengan tentara dan senjata kepada kaum kontra revolusinya
yaitu Rusia Putih di Siberia (1918), Inggris dan Perancis mendaratkan
tentaranya di Archangel (1919), Rumania dan Polandia (1920) yang
dibantu sepenuhnya oleh Inggris dan Perancis yang pula dari Barat,
semua serangan itu dapat ditangkis oleh Sosialis Soviet Rusia dengan
berhasil.

Demikian pula semua serangan dari pihak kontra revolusi di bawah


pimpinan bekas para jendral Tsar seperti Khochlak, Denikin, Wrangel
dan lain-lain dihancur-leburkan oleh senjata lahir dan batin (yang paling
utama adalah batin) Republik Sosialis yang muda remaja itu.

Sesudahnya semua percobaan menyerang dengan senjata kemiliteran


itu gagal, maka barulah dunia Kapitalisme mengakui Soviet Rusia lahir
dan batin serta mengajak para wakil Soviet berunding di Genoa pada
tahun 1922, ialah sesudahnya 5 tahun Sosialisme Rusia berdiri.
Pengakuan atas kekuatan Soviet Rusia itu adalah kekuatan de fakto
bukan de jure. Pengakuan dan perundingan atas dasar "duduk sama
rendah dan tegak sama tinggi" itu, tiadalah mengurangkan kecurigaan
dan kegelisahan dunia Imperialisme dengan jajahannya terhadap
Sosialisme di Rusia itu. Meskipun senjata militer tidak lagi dilakukan
terhadap Soviet Rusia tetapi tidak putus-putusnya dunia Kapitalisme
mencoba memfitnah dan membusukkan di mata dunia luar Rusia dengan
jalan anti propaganda yang serendah-rendahnya. Dari tahun 1928 sampai
perang dunia ke II ini, Kapitalisme dunia kaget, kagum, dan gemetar
melihat kemajuan pesat Sosialisme di Rusia, disebabkan oleh
pelaksanaan Rencana Ekonomi berturut-turut. Kemajuan semacam itu
terutama dalam perkara teknik, pertanian dan perindustrian serta yang
berhubungan dengan itu dalam hal sosial dan kebudayaan yang belum
pernah dialami oleh bagian dunia lain dan di tempat manapun juga.

Tetapi dunia Kapitalisme tetap curiga walaupun kagum tetapi benci,


meskipun maklum sungguh tentang kesanggupan Sosialisme dan
kegagalan Kapitalisme. Baru setelah Jerman Fasis menyerang Rusia pada
bulan Juni 1941 maka Kapitalisme Amerika dan Inggris menghampiri
dan mengadakan perserikatan melawan perserikatan Fasis Jerman-
Jepang-Italia.

Nyatanya sekarang bahwa perserikatan itu sama sekali tidak


berdasarkan atas persamaan sifat. Apabila musuh bersama itu telah jatuh
maka tegaklah kembali pertentangan sifat yang lama, pertentangan sistem
sosialisme dengan sistem kapitalisme.

1.B. DUA "BISUL" PEPERANGAN.

George Washington, Presiden Pertama Amerika Serikat,


memformulirkan, menetapkan, politik luar negeri dengan cara negatif,
cara meniadakan. Dia mengusulkan supaya Amerika Serikat menjauhi
"foreign entanglement", menjauhi supaya perkara luar negeri yang bisa
menyebabkan Amerika Serikat terlibat dalam peperangan. Inilah politik
"isolasi", politik menyingkirkan diri yang masyur itu. Memang Amerika
Serikat yang luasnya 3 ½ juta mil persegi dan penduduk baru beberapa
juta saja di masa itu belum berapa membutuhkan dunia luar berupa pasar
buat membeli bahan ataupun buat menjual barang pabriknya. Amerika
membutuhkan tenaga dan modal asing. Keduanya datang bertimbun-
timbun dari Eropa.

Paul Monroe sudah sampai ke tingkat sejarah Amerika Serikat


bilamana Amerika Serikat membutuhkan Amerika Tengah dan Selatan
sebagai pasar. Inilah artinya dasar politiknya "America for the
Americans" ialah Amerika buat orang Amerika. Dalam hakekatnya
pepatah ini berarti, bukan saja lagi Amerika di Utara perlu buat pasarnya
Amerika Serikat sendiri, tetapi juga seluruhnya Amerika Utara, tengah
dan Selatan hendaknya dimonopoli oleh kapital Amerika Utara. Politik
negatif George Washington kini menidak bolehkan kapital asing
bermarajalela di seluruhnya benua Amerika. Politik meng-isolir,
mengasingkan diri dari negara asing, yang dimajukan oleh Monroe dan
berbadan pada Partai Republik, sekarang dalam hakekatnya meng-isolir
kapital asing di kedua benua Amerika.

Presiden Wilson, bapak Volkbond, Serikat Bangsa, pemimpin Partai


Demokrat dengan mancampuri Perang Dunia ke I, akhrinya mengisolir
Amerika Serikat dari Serikat Bangsa yang dianjurkan oleh Presiden
Amerika sendiri itu, nyatalah sudah Amerika Serikat sudah sampai ke
tingkat imperialisme, yang memerlukan pasar buat bahan, hasil pabrik
dan penanaman modalnya. Cuma lembaga (tradisi) dan pertengkaran
antara dua partai terbesari itu menyebabkan Partai Demokrat masih malu-
malu kucing.

Perang Dunia ke II ini sekali lagi menarik Amerika Serikat, di bawah


pemerintah Partai Demokrat pula, ke jurang politik "foreign
entanglement". Memang almarhum Presiden Roosevelt dan penggantinya
Presiden Truman sudah terlibat betul dalam imperialisme dunia.
Kehendak Presiden Truman, supaya Amerika "tetap kuat, supaya tetap
memegang pimpinan dan melakukan pimpinan itu untuk perdamaian
dunia" adalah hasrat dan perkataan tepat-jitu seseorang wakil
imperialisme tulen. Usaha campur tangan "mendirikan Korea yang
demokratis", membantu anak angkat Tiongkok yang "merdeka dan
demokratis" dengan Y.M.C.A (Kumpulan Pemuda Kristen), modal dan
penasehat militer dsb., memproklamirkan "Commonwealth Filipina"
yang "berdaulat dan merdeka" penuh tetapi mendudukan tentara atau
armada Amerika di Filipina "berdaulat dan merdeka" itu pada tanggal 4
Juli tahun ini dan menduduki semua pulau yang penting buat siasat
perang di seluruh Lautan Teduh, memang semuanya perbuatan imperialis
100% yang diselimuti dengan perkataan "perdamaian dunia" dsb., yang
lazim dipakai oleh "Winston Churcill dan Tenno Haika. Hilanglah
ketakutan Amerika Serikat akan terlibatnya dalam politik luar negeri
sesudah Perang Dunia ke II ini. Lenyaplah keinginannya hendak
"menyingkirkan" diri dari diplomasi yang agresif. Amerika Serikat
sekarang sudah terikat oleh kapital yang ditanamnya di seluruh dunia dan
politik imperialisme yang dilakukan di seluruh Asia Timur dan lautan
teduh.

Pasar buat bahan, hasil pabrik dan tempat menanam modal Inggris,
jajahan dalam arti sebenarnya berada di Afrika, Asia Dekat dan Tengah.
Terhadap Afrika dan Asia, Inggris bersikap si penjajah tulen. Di Eropa
Barat dan Tengah Inggris mempunyai pasar pula buat menjual barang
pabriknya dan menanam modalnya. Buat menjaga pasarnya itu dia
menjalankan politik memecah dan mengadakan "block". Negara yang
besar dipecah atau dikepung. Nederland yang kuat di abad ke 17 dipecah
menjadi Negara Belgia dan Belanda sekarang. Perancis yang kuat di
jaman Napoleon, dikepung dan diperangi oleh "block" beberapa negara
Eropa di bawah pimpinan Inggris. Jerman di bawah Leiser di kepung dan
diperangi oleh "block Negara" di bawah pimpinan Inggris (1914-1918).
Jerman di bawah Nazi dikepung dan diperangi oleh "Block Negara" di
bawah pimpinan Inggris (1939-1945). Sekarang Negara Soviet-Rusialah
yang terkuat di Eropa. Inggris sedang berusaha keras mengadakan "block
Negara" di Eropa Barat, di sekitar Lautan Tengah dan di Asia Dekat dan
Tengah. Jalan terpenting buat Inggris ke Hindustan ialah Terusan Suez
dan kedua Trans-Jordania-Irak. Sjahdan Irak seperti juga Iran amat
penting sekali buat imperialisme Inggris, berhubung dengan minyak-
tanah dan jalan darat dan udara pergi ke India. Di sinilah Inggris
sekarang berusaha mengadakan "Block Negara" Turki-Arab di bawah
pimpinannya menentang Soviet Rusia. Kabarnya konon di Irak berada
200.000 serdadu Inggris.

Soviet Rusia tentulah insaf betul akan maksud Inggris terhadap dirinya
di masa ini. Soviet Rusia tentunya belum lupa akan sikap Inggris
terhadap dirinya dari waktu berdirinya pada tahun 1917 sampai pecahnya
perang Jerman-Rusia tahun 1941. Soviet Rusia membalas aksi ekonomi
dari pihak Inggris dengan aksi ekonomi dan aksi diplomasi dengan aksi
diplomasi pula. Produksi minyak di Rumania yang dahulu dikuasai
Inggris sekarang jatuh ke tangan Rusia. Di Iran rupanya Rusia bisa
mendapatkan hak mendirikan kongsi minyak dengan Iran. Dengan begtiu
maka monopoli Inggris-Amerika di Iran terancam oleh kongsi Rusia-
Iran. Oleh musuh Rusia tindakan Rusia semacam ini dikatakan tindakan
imperialisme merah. Terjemahan semacam itu memangnya gampang
dimengerti dan dipercayai oleh otak yang kurang kritis, apalagi oleh
semangat yang memang berat sebelah. Tetapi dalam suasana pergulatan
hidup mati antara yang mem-block dan yang diblock yang diperdalam
pula oleh pertentangan lama antara sistem sosialisme dan sistem
kapitalisme, susahlah dicari titik berhentinya politik Sosialisme yang
mempertahankan diri dan titik melangkahnya politik imperialisme-merah
atau putih dan akhirnya mana yang "sebab", mana pula yang "akibat".

Teranglah sudah di sekitarnya negara Iran-Irak dan Turki berada


"bisul" peperangan yang sewaktu-waktu bisa meletus. Inilah bisul yang
pertama.

Di Asia Timur umumnya di Korea khususnya di mana Trusteeship


Rusia berdampingan dengan Trusteeship Amerika berada "bisul"
peperangan yang sewaktu-waktu pula bisa meletus.

Inilah bisul yang kedua.

3. Di sekitarnya Pertentangan.

Pertentangan yang mencolok mata dalam beberapa hal-ichwal


kehidupan manusia dalam masyarakat sosialisme di Rusia dan dalam
masyarakat kemodalan, seperti di Amerika, Inggris dll. ialah:

a. Dalam hal Politik.

Di Soviet Rusia. Pada permulaan revolusi di tahun 1917, maka


pemerintah negara berdasarkan Diktatornya Kaum Proletar, dalam arti
proletar mesin dan tanah di bawah pimpinan Partai Komunis, yang
beranggota beberapa puluh ribu orang saja, memaksakan kemauannya
atas seluruh penduduk Rusia, yang lebih kurang 150 juta itu. Dalam
pemilihan umum yang baru lalu Partai Komunis dengan anggota dan
calonnya sudah menjadi beberapa juta dan jumlah pemilih sudah hampir
100 juta orang. Kekuasaan tetap di tangannya pekerja dalam pabrik,
tambang dan pertanian.

b. Di dunia kemodalan.

Dalam masyarakat, di mana kekuasaan (birokrasi), kekayaan dan


kebudayaan dipegang oleh kaum borjuis (bankir, pemilik pabrik,
pedagang dengan para pembantunya profesor, pembesar Negara, Pangreh
Praja, jurnalis, pendeta, dsb.), maka pemilihan umum itu cuma berarti
memindahkan kekuasaan negara dari tangannya satu golongan kaum
borjuis ke tangan golongan borjuis yang lain. Dengan perkakas
pemerintah yang berupa birokrasi, dibantu oleh alat propaganda yang
kuat, maka beberapa biji kaum kapitalis itu bisa memaksakan
kemauannya atas seluruh Rakyat. Dalam masyarakat kapitalis, maka
demokrasi itu adalah satu kedok buat menutupi muka kediktatoran
beberapa biji kapitalis atas seluruhnya rakyat.

c. Dalam hal bahan.

Soviet Rusia berbahagia mempunyai hampir semuanya macam bahan


kodrat seperti arang, minyak tanah dan listrik, hampir semuanya bahan
logam, seperti besi, mas, perak, platina, dll., hampir semuanya bahan
pemakaian, seperti kapas, wol, kayu, kecuali getah, tetapi bisa diganti;
dan akhirnya makanan yang melimpah, karena tanahnya luas dan subur,
Soviet Rusia tak begitu membutuhkan bahan dari luar.

Inggris cuma kecukupan arang saja. Minyak didatangkan dari semua


pelosok dunia. Besi tak cukup; mesti didatangkan dari luar. Timah dari
Malaya. Hampir semua logam yang lain-lain tak terdapat di Inggris.
Kapas kurang halus dari Hindustan. Yang halus dari Sudan (Mesir).
Getah dari Malaya. Cuma +40% barang makanan bisa dihasilkan di
Negara Inggris sendiri. Sebagian besar dari daging atau gandum mesti
didatangkan dari luar (Argentina, Australia, Hindustan, dll.).

Amerika Serikat berbahagia pula memiliki alam yang mengandung


hampir semuanya jenis bahan. Timah dan getah yang tidak ada di
Amerika Serikat bisa diperoleh di Amerika Selatan. Cuma boleh jadi
sekali minyak tanah sudah hampir kering dipompa dari kandungan bumi
Amerika Serikat. Kapitalis Amerika sudah lama insyaf akan hal ini.
Sebab itulah maka Standard Oil Co. mempertajam hidungnya mencium-
cium di mana ada minyak dan sudah lama mempererat cengkramannya
pada kebanyakan sumber minyak di luar Amerika. Getah dan Timahpun
adalah persoalan terpenting buat perindustrian terpenting di Amerika
Serikat ialah perindustrian oto dan pesawat terbang.

d. Dalam hal perburuhan.

Dengan hancurnya beberapa biji kapitalis serta jatuhnya alat produksi


di tangan masyarakat buat masyarakat, dengan lenyapnya "hasrat
mencari untung", lenyapnya "dasar produksi yang anarkis" dan
lenyapnya "kebiasaan berlomba-lomba menghasilkan dan menjual
murah" seperti di dunia kapitalis, maka kedudukan Rakyat di Soviet
Rusia tidak lagi bertinggi berendah kedudukan buruh dan majikan,
melainkan kedudukan mereka sesama pekerja.

Perbedaan tentulah tak akan lenyap begitu saja, karena terbawa oleh
pengaruh lama dan pengaruh kapitalisme di sekitar Soviet Rusia.
Perbedaan terbawa pula oleh perbedaan pekerjaan, tetapi perbedaan itu
makin lama makin berkurang, selama penghisapan tenaga kaum buruh
oleh majikan tiada berlaku, selama produksi bukan dilakukan buat
mencari untung oleh beberapa biji kapitalis yang berlomba-lomba,
melainkan buat keperluan masyarakat seluruhnya menurut satu
perhitungan, selamanya itulah pula krisis dan pengangguran tetap
(permanent unemployment) tak akan dikenal di Rusia sosialis.

Sekaya-kayanya Amerika (dan Inggris) dan selama penghasilan cuma


buat memburu untung sebesar-besarnya oleh beberapa biji kapitalis
dengan jalan berlomba-lomba mempertinggi teknik, mengurangkan gaji
buruh dan mengurangkan banyaknya buruh dipakai maka kedudukan
Rakyat dalam garis besarnya adalah kedudukan majikan dan buruh,
bertinggi berendah dan kedudukan yang mengancam dan terancam.

Kaum buruh ialah bagian penduduk yang terbesar dalam masyarakat


itu, selalu terancam oleh pengangguran. Adapun pengangguran itu adalah
suatu penyakit yang tetap terkandung oleh masyarakat kapitalisme.
Penyakit pengangguran itu bisa lenyap kalau kapitalisme dan kaum
kapitalis sendiri lenyap dari muka bumi Amerika, Inggris & Co.

Sebelum perang dunia kedua ini, maka pengangguran tetap di Amerika


Serikat kurang lebih 11 juta orang dan Inggris kurang lebih 2 juta orang.

e. Dalam hal pertanian.

Dengan lenyapnya Latifudian (tuan tanah ningrat) yang memiliki tanah


ratusan kilometer persegi luasnya dan lenyapnya kasta kaum Ningrat di
Rusia, maka lenyaplah pula tindasan dan isapan kaum Ningrat atas
tenaganya buruh tanah dan lenyaplah pula akhirnya proletar tanah dalam
arti lama. Dengan kemajuan kolektivisme (kerja bersama) dan
mekanisasi (pemakaian mesin) maka timbullah kaum pekerja tanah di
samping pekerja pabrik dan tambang.

Kedudukan buruh terhadap majikan (tani terhadap tuan tanah) bertukar


menjadi kedudukan pekerja terhadap pekerja: sama rata.

Di Amerika dan Inggris penghisapan dan penindasan farmers (tuan


tanah) besar dan menengah terhadap jutaan buruh tanah, ialah mereka
yang hidup dengan gaji semata-mata, masih marajalela. Seperti buruh
mesin maka buruh tanah di Amerika, Inggris dll., masih menderita
tindasan dan penghisapan dan masih terancam oleh pengangguran yang
mengenai jutaan manusia pada waktu yang tetap pasti datangnya.

f. Dalam hal kebangsaan.


Di Soviet Rusia perbedaan bentuk badan, besar tubuh, warna kulit dan
perbedaan bahasa dan kebudayaan satu golongan manusia dengan
golongan manusia lainnya tiada lagi menimbulkan pertentangan,
kebencian dan permusuhan. Soviet Rusia sanggup memusatkan semua
persamaan di antara satu golongan manusia dengan golongan manusia
yang lain, umpamanya dalam keperluan hidup (politik dan ekonomi).
Sanggup pula memberi kelonggaran pada perbedaan, umpamanya
tentangan bahasa dan kebudayaan. Dengan memakai bahasa Rusia
sebagai bahasa pengantar buat seluruhnya Soviet Rusia dan membiarkan
bangsa kulit putih, Turki, Mongolia memakai dan memajukan bahasanya
sendiri dalam satu "federasi" besar atas sistem sosialisme, maka
pertentangan kebangsaan hilang lenyap.

Pertentangan kebangsaan hilang lenyap. Pertentangan majikan dan


buruh yang melekat pada sistem kapitalisme memperdalam perbedaan
bangsa dan bangsa, dalam sesuatu masyarakat kapitalisme. Dalam negara
Amerika Serikat yang membanggakan "demokrasi" dan "kemerdekaan"
itu, ada tempat dalam kereta api umpamanya, yang tiada bisa dimasuki
oleh bangsa Niger (orang hitam). Bangsa yang malang ini acap kali
menderita serangan kejam, yang termashur di dunia dengan perkataan
"lynch", ialah "pukulan sampai mati", kalau ada orang hitam yang
melanggar atau disangka melanggar kehormatannya (perempuan) bangsa
kulit putih. Orang berwarna di Afrika Selatan amat dipisahkan tempatnya
dengan orang kulit putih baik dalam ekonomi, politik ataupun pergaulan
hari-hari saja. Dalam kereta kendaraan sering tertulis "for white men
only", cuma buat orang putih saja.

Masih segar dalam peringatan kita tulisan di Shanghai di kebun umum,


"Chinese and dogs are not allowed", Tionghoa dan anjing dilarang
masuk.

4. Kemungkinan pertentangan.

Sejarah masyarakat kita yang mengandung pertentangan sosialisme


itu, logisnya, bisa menimbulkan 4 kemungkinan. 1) Kapitalisme menang
dan sosialisme lenyap; 2) Keduanya sosialisme dan kapitalisme bersama-
sama masyarakat manusia hilang lenyap; 3) Kapitalisme dan sosialisme
berkompromi; 4) sosialisme menang sempurna.

Bahwa kapitalisme akan menang sempurna dan sosialisme akan lenyap


sama sekali, tidaklah mungkin. Sekarangpun di negara kapitalis yang
sekuat-kuatnya, sosialisme adalah satu faktor, satu kekuatan yang tiada
bisa dibatalkan. Di Amerika atau Inggris ada "undang-undang
perburuhan" yang menjamin penghidupan (walaupun sederhana) kaum
proletar. Hak kaum buruh mendirikan perkumpulan dan surat kabar dan
mengirimkan wakilnya ke Dewan Perwakilan sudah lama diakui dan
dijalankan di Amerika, Inggris dll.

Bahwa sosialisme dan kapitalisme keduanya bersama masyarakat


manusia kita akan lenyap dari muka bumi, tiadalah perlu banyak
diperundingkan. Kemungkinan itu memang ada, umpamanya kalau
negara sosialis dan serikatnya berperang habis-habisan dengan negara
kapitalis dan serikatnya memakai senjata yang tiada lagi mengindahkan
perikemanusiaan. Tetapi kemungkinan ini beralasan pula atas
kemungkinan bahwa manusia itu sudah tak berakal dan berkemanusiaan
lagi. Dengan perkataan lain: manusia itu bukan manusia lagi.

Lebih mungkin hal 3, bahwa kapitalisme dan sosialisme akan


berkompromi, atau dengan jalan ambil mengambil, atau sebagai dua
sistem yang bertentangan, tetapi hidup sebagai dua tetangga yang
berdamai atas dasar hormat-menghormat.

Kemungkinan ini bisa berlaku, kalau beberapa syarat bisa pula


berlaku.

PERTAMA: pada satu pihak dunia Sosialis cukup mempunyai "bahan"


buat per-industriannya buat menjamin penghidupan yang cukup tinggi
buat penduduknya dan teknik yang cukup kuat buat pertahanan
masyarakatnya terhadap serangan Dunia Kapitalis yang mungkin terjadi.
Pada lain pihak Dunia Kapitalis mesti tetap punya pasar buat membeli
bahan pabrik, pasar buat menjual hasil pabrik dan daerah buat menanam
modalnya. Karena modalya dan pabriknya kaum kapitalis senantiasa
bertambah besar itu adalah syarat hidupnya kapitalisme pada satu pihak,
tetapi pada pihak lain jajahan dan pasar sekarang saja sudah amat sempit
buat seluruhnya kapitalisme di dunia, maka susahlah kalau tidak
mustahil, yang dunia kapitalisme bisa terus hidupnya. Atau dunia
kapitalisme akan terpaksa bertempur dengan dunia Sosialis atau akan
meletus kegembungan diri sendiri.

Tiap-tiap krisis, pengangguran dan pemogokan umum di dunia


kapitalis di waktu damaipun akan menambah simpati kaum proletar di
negara kapitalis tehradap negara sosialis yang tak mengenal penyakit
krisis, pengangguran dan pemogokan umum semacam itu.

Sebaliknya pula kebusukan negara kapitalis itu akan menambah


cemburu, kecurigaan dan kebencian kaum kapitalis di negara kapitalis
terhadap kemakmuran dan ketenraman negara sosialis itu. Pada lagi di
waktu revolusi dalam salah satu negara kapitalis atau di masa peperangan
imperialis, sudahlah buat Negara Sosialis dan Negara Kapitalis buat
menjauhi peperangan satu sama lainnya.

KEDUA: pembagian hasil di antara kaum kapitalis dan kaum buruh,


yang berupa untung dll. (termasuk bunga uang gaji dan pensiun) buat
kaum borjuis serta upah buat kaum proletar, haruslah semakin lama
semakin mendekati sama rata dengan tidak melalui jalan revolusi. Tetapi
kesulitan penyelesaian itu dengan damai amat susah sekali diperoleh,
kalau tidak mustahil. Karena memperbesar upah buat kelas-buruh berarti
memperkecil untung buat kaum borjuis. Kalau untungnya kecil, maka
bunga uang buat meminjam modal itu sendirinya naik. Sendirinya pula
harga barang pemakaian sehari-hari naik. Sendirinya pula, akhirnya, upah
yang diperbesar tadi dibatalkan oleh harga-harga keperluan buruh sehari-
hari naik itu. Kenaikan upah itu tak berguna. Kaum buruh perlu berusaha
kembali menaikan upahnya dengan jalan pemogokan. Lain pula kalau
upah buruh amat tinggi, maka kaum borjuis mencoba mendapatkan dan
memakai mesin baru yang lebih cepat dan kuat (mekanisasi). Dengan
begini maka terpaksa pula sebagian kaum buruh dilepas, sebab mesin
baru yang cepat-kuat tadi membutuhkan sedikit orang saja. Dengan
begitu maka timbullah pula pengganguran. Semua percobaan buat
menaikkan upah dengan jalan pemogokan dari pihak kaum pekerja dan
jalan mengurangi banyak pekerja (pengangguran) dengan jalan
mekanisasi dari pihak kaum kapitalis ialah bunga api yang sewaktu-
waktu bisa membakar minyak tanah revolusi dalam masyarakat
kapitalisme.

KETIGA: Kedudukan Negara Penjajah dan Negara Terjajah (seperti


Inggris dan Hindustan) mesti dengan secara damai pula mendekati
keadaan dua Negara Merdeka. Tetapi buat Negara Penjajah ini berarti
kehilangan pasar buat membeli bahan yang murah, kehilangan pasar
tempat menjual hasil pabriknya dengan harga tetap mahal dan kehilangan
daerah yang tetap aman buat menanam modal yang tetap besar
untungnya. Karena kemerdekaan tulen buat Negara Terjajah itu berarti
mengendalikan harga bahannya dan di mana bisa memakai bahannya itu
untuk pabriknya sendiri. Selainnya dari pada itu memakai pasar dalam
negaranya sendiri buat menjual hasil pabriknya sendiri dan kalau perlu
dengan menolak sama sekali masuknya atau mempajaki barang pabrik
Negara Asing yang bisa menjadi saingan buat hasil pabriknya sendiri.
Akhirnya di mana ada kesempatan negara dulunya terjajah, tetapi
sekarang Merdeka tulen, andaikan secara kapitalis itu tentulah akan
memakai daerahnya sendiri buat menanam modalnya sendiri. Pada
tingkat permulaan mungkin sesuatu Negara baru Merdeka itu mau dan
perlu memakai modal asing, tetapi dalam tempo sedikit saja modal asing
itu akan takut dan ngeri sendiri melihat kemajuan dan persaingan hebat
dari Negara baru itu. Umumnya Asia dan Afrika mempunyai banyak
bahan dan tenaga yang murah harganya. Membangunkan kapitalisme
Asia seluruhnya berarti buat kapitalisme Eropa dan Amerika
membangunkan saingan perdagangan yang kalau diperbandingkan
dengan perdagangan Jepang sebelum perang Dunia ke II, adalah seperti
perbandingan gajah dengan lalat.

KEEMPAT: Ketiganya Almarhum Negara Fasis, yakni Jerman, Italia


dan Jepang tetap bisa dikangkangi dan diinjak lehernya. Ini
membutuhkan kekuatan dan persatuan kokoh antara Bekas Sekutu, ialah
Inggris, Amerika dan Rusia. Sedikit saja kekuatan atau persatuan
mengangkangi dan menekan ketiga negara yang berjumlah
penduduk + 200 juta itu longgar, maka akan bangunlah kembali negara
bekas fasisyang akan mendapatkan bermacam-macam jalan buat
menimbulkan kembali perlawanan membalas dendam. Sekarang belum
lagi negara menang berunding dengan negara kalah buat menentukan
nasib negara-kalah itu, sudah timbul percekcokan hebat antara 3 negara
menang, yakni Inggris, Amerika dan Rusia.

Boleh jadi sekali kalau perundingan sudah dimulai akan timbul


pertentangan, malah permusuhan yang hebat, yang tak bisa dipadamkan.
Sekarang pun sudah terdengar kabar, bahwa masing-masing negara
menang akan mengurus perdamaian dengan bagian negara kalah yang
didudukinya saja. Dengan begitu, maka negara kalah akan berupa
terbagi-bagi. Tetapi begitu pula negara menang. Jikalau negara menang
itu terbagi-bagi, maka akan terbukalah jalan buat mereka negara kalah
dengan jalan tertutup, setengah terbuka dan akhirnya terang-terangan
bersatu-diri dan mengadakan perlawanan seperti dilakukan di Jerman
sesudah Perang Dunia ke-I. Apakah jalan persatuan dan imperialisme
Jerman itu kelak akan dipimpin oleh partai fasis pula atau oleh bentuk
lain, bolehlah diserahkan kepada sejarah saja. Tetapi sudahlah beberapa
kali sejarah Jerman membuktikan, bahwa bangsa Jerman tak bisa
dikangkangi, dikendalikan oleh negara asing ataupun dibagi-bagi
kedaulatan, kemerdekaan, daerah atau administrasinya, buat selama-
lamanya.

Mengingat kesulitan 4 perkara ini sebagai syarat buat negara sosialis


dan negara kapitalis mengadakan kompromi, maka keadaan
berkompromi itu adalah seolah-olah surga yang mesti didapat setelah
melalui jembatan rambut menyeberangi api neraka.

Kemungkinan terakhir, 4) ialah: Kemenangan sempurna pada pihak


sosialisme atas kapitalisme. Ini tiada akan berarti bahwa kapitalisme akan
lenyap sama sekali. Sebab hasilnya (positive-result) yang dibawa oleh
kapitalisme ialah teknik, administrasi dan kerja bersama dalam sesuatu
perindustrian, akan dibawa terus, bahkan dimajukan oleh sosialisme.
Kemenangan sosialisme yang sempurna berarti, bahwa sosialismelah
sistem yang akan diakui dan dijalankan di seluruh dunia. Dalam garis
besarnya ini berarti: usaha mencocokkan produksi dan distribusi dengan
cara teratur (rational), kerja bersama (cooperation), dan tergabung
(coordination), untuk kemakmuran tiap-tiap anggota masyarakat yang
bekerja di seluruh dunia. Akan lenyaplah cara menghasilkan menurut
kehendak dan keperluan seseorang kapitalis, buat mencari untung
seseorang diri. Akan hilanglah perlombaan menjual murah dan mencari
untung besar dan berhubung dengan itu, hilanglah pengangguran, krisis,
imperialisme, peperangan dan penjajahan.

Alasan buat kepastian kemenangan sosialisme atas kapitalisme adalah


bermacam-macam, di antaranya adalah:

PERTAMA: dalam hal politik.

Dalam masyarakat kapitalis, maka beberapa biji kapitalis dengan


hartanya membikin birokrasi dan menyewa kaki-tangannya buat
menindas dan menghisap golongan terbesar dalam masyarakat, ialah
pekerja otak. Dalam masyarakat sosialis, maka harta perseorangan buat
kemakmuran tiap-tiap anggota masyarakat. Dalam masyarakat semacam
ini kekuasaan politik tiada lagi dimonopoli oleh beberapa biji kapitalis
buat kepentingan dirinya sendiri, melainkan oleh semua yang bekerja.

KEDUA: Dalam hal ekonomi.

Dalam masyarakat kapitalis pendapat baru (teknik) dipakai buat


memukul perusahaan saingan. Mesin baru bisa mengadakan barang yang
lebih banyak, lebih bagus dan lebih murah. Tetapi sebaliknya sering pula
mesin baru dibeli oleh satu monopoli, terus dibuang atau dipendam
karena takut kalau mesin baru menimbulkan terlampau banyak
pengangguran, jadinya mengguncangkan pasar pula. Kalau
pengangguran tiba-tiba terjadi, maka sebagian besar kaum buruh
kehilangan upah. Jadinya mereka tidak sanggup membeli apa-apa
walaupun mesin baru bisa mengadakan barang yang bagus dan murah.
Kalau barang tak laku, pabrik terpaksa pula ditutup. Masyarakat sosialis,
yang tidak berdasarkan concurrentie itu, melainkan berdasarkan
perhitungan atas apa dan berapa keperluannya masyarakat itu, akan
bergembira kalau seseorang anggotanya mendapatkan mesin baru buat
memperbanyak, mempercepat dan memperbagus hasilnya. Syahdan
keperluan dan keinginan manusia itu tak ada hingganya. Sesudah
keperluan makan tertutup, orang mau pakaian. Seusudah keduanya
tertutup, orang mau kendaraan. Seterusnya orang mau bunyi-bunyian dll.
Makan dan minumanpun adalah bermacam-macam tingkatnya, dari yang
perlu buat hidup seperti nasi, sampai ke goreng ayam, sate perkedel, dll.
Pakaian: dari celana karung sampai mori, palmbeach dsbnya. Kendaraan:
dari kuda dan kereta angin sampai ke oto dan pesawat terbang. Bunyi-
bunyian dari biola sampai radio. Demikianlah seterusnya, dari yang perlu
sampai ke setengah mewah dan mewah. Berhubung dengan tak ada
batasnya keinginan manusia itu maka tak pula ada batasnya buat
kemajuan teknik dan temannya itu ilmu. Produksi bisa membumbung
setinggi-tingginya.

Seperti sudah dibayangkan lebih dahulu, maka dalam masyarakat


kapitalis tak ada kecocokan antara produksi dan distribusi. Barang itu
dihasilkan oleh beberapa biji kapitalis, dengan tak merembukan banyak
dan sifat barangnya satu sama lainnya, menurut rancangan. Kemajuan
barang tadi dijual di pasar dan dibeli oleh yang mampu saja. Mungkin
barang itu kurang, kalau kemampuan melebihi. Mungkin pula barang itu
kelebihan, kalau kemampuan si pembeli kekurangan. Celakanya kalau
barang itu kekurangan, maka harganya naik, dan untungnya besar. Dalam
hal ini beberapa biji kapitalis yang sama-sama menghasilkan barang yang
kurang tadi, dengan tidak berembuk satu sama lainnya memperbanyak
barang sekuat-kuatnya. Tiba-tiba barang itu melimpah. Harganya
merosot. Untung kecil, hilang berganti menjadi kerugian. Parbik terus
ditutup dan pengangguran timbul.

Dalam masyarakat sosialis, maka banyak dan sifatnya barang yang


akan dihasilkan dihitung lebih dahulu oleh satu badan yang dibentuk oleh
masyarakat itu sendiri. Banyak dan sifatnya hasil semua (pabrik,
tambang, kebun) yang sudah dimiliki oleh masyarakat itu, dicocokkan
lebih dahulu dengan keperluan dan haknya anggota masyarakat yang
bekerja. Banyak hasil dan pemakaian hasil tiadalah diombang-ambingkan
oleh kekuatan membeli seseorang anggota masyarakat lagi, melainkan
didasarkan atas perhitungan yang nyata, ialah keperluan masing-masing
anggota yang bekerja. Dalam masyarakat yang sosialis perhitungan itu
masih berdasarkan upah orang yang bekerja, atau sebagian atas upah dan
sebagian atas keperluan masusia umumnya. Dalam masyarakat
komunisme penghasilan (produksi) berdasarkan: tiap-tiap orang kerja
menurut kesanggupannya. Pembagian hasil berdasarkan: tiap-tiap orang
mengambil hasil menurut keperluannya.

KETIGA: Dalam hal diplomasi.


Dalam masyarakat dunia kapitalis maka Negara yang kapitalis yang
kaya dan kuat dalam kemiliteran dan teknik bisa memaksa kemauannya
sendiri atas negara yang lemah buat dijadikan jajahan: ialah pasar tetap
buat membeli bahan, menjual hasil pabrik dan mengembangkan
modalnya. Pemaksaan itu (Imperialisme) menimbulkan peperangan
dengan Negara lemah tadi atau dengan negara lain karena ingin pula
mempunyai jajahan seperti itu atau lantaran takut kalau negara perampas
bermula akan bertambah kuat dan bertambah berbahaya buat dirinya
sendiri.

Dalam masyarakat dunia sosialis, semua bahan dunia bisa di hitung


dan dikumpulkan oleh satu badan yang dibentuk oleh masyarakat dunia
itu. Barang bahan itu bisa diperoleh diri sesuatu negara yang punya,
dengan penukaran dengan hasil pabrik atau uangnya negara yang
membutuhkan barang bahan itu. Dengan hilangnya rebut-merebut pasar
buat membeli bahan dan menjual barang-pabrik dengan lenyapnya usaha
mencari untung dan bunga uang, maka hilanglah pula alasan dan dasar
yang terpenting buat peperangan.

Keuntungan masyarakat sosialis dalam hal sosial, kebudayaan dll.,


amat terlampau banyak. Tetapi kelebihan kekokohan masyarkaat sosialis
dalam hal politik, ekonomi, dan diplomasi seperti diuraikan di atas tadi
sudah cukup memberi jaminan bahwa masyarakat sosialis mesti menang.
Sejarah masyarakat sudah membuktikan bahwa masyarakat sosialis mesti
menang. Sejarah masyarkaat sudah membuktikan bahwa masyarakat
yang lebih kokoh ekonomi, teknik dan politiknya menggantikan yang
lebih lemah, masyarakat feodal menggantikan masyarakat budak, dan
masyarakat kapitalis menggantikan masyarakat feodal. Sekaranglah
jamannya buat maysarakat sosialis menggulingkan masyarakat kapitalis.
Atau dunia kita terpaksa kembali menjunjung "undang-undang rimba"
(the law of the jungle) dalam pergaluan satu negara dengan lain. Dengan
bertambah cepatnya maju teknik perang (bom-atom) maka bertambah
cepatlah pula masyarakat kapitalis itu didorong oleh "undang-undang
rimba" itu ke perang dunia ke II sampai hancur lebur semuanya
masyarakat kita manusia.

5. UNO sebagai PENDAMAI.

Buat menegakkan perdamaian dunia belumlah cukup kalau League of


Nations (Serikat Bangsa) ditukar saja dengan United Nations
Organitation (UNO). Tidak saja namanya, tetapi juga "sikapnya" mesti
ditukar.
League of Nations, lebih dikenal di jaman penjajahan Belanda dengan
nama Volkenbond, cukup penting dan mulia maksudnya, ialah:
menyelesaikan perselisihan Negara dan Negara dengan jalan
perundingan. Cukup kuat pula "sanction"nya, ialah hukuman atas negara
bersalah sebagai jaminan sesuatu putusan bersama dalam League itu.
Kalau nyata sesuatu negara bersalah karena membahayakan perdamaian
dunia, maka negara itu harus diboikot. Tetapi Jepang yang sudah nyata
salahnya, karena terang bersikap ceroboh (aggressive) di Mancuria
terhadap Tiongkok (1931) tiada diboikot. Sebabnya itu ialah lantaran
pemboikotan terhadap Jepang itu dianggap pembukaan peperangan
dunia. Jadi orang takut akibatnya menjalankan putusan League of
Nations tadi, putusan bulat dari semua negara anggota, kecuali Siam.
Ketakutan League of Nations kepada akibatnya memboikot Jepang,
menimbukan akibat yang lebih menakutkan lagi. Kecerobohan Fasis
Italia terhadap Abessinia dan kecongkakan Musolini terhadap League
segera dibuntuti dengan kecerobohan Nazi Jerman terhadap Polandia,
Norwegia dll. Di Eropa dan kecongkakan Hitler terhadap League.
Akhirnya maka "sikap" lemah, takut akibat-kecil tadi berujung pada
Perang Dunia ke II, akibat sebesar-besarnya.

Kalau UNO dari mulanya akan bersikap lemah pula seperti Badan
yang diwarisinya maka UNO pun akan mewarisi nasibnya League of
Nations. Tidak saja UNO harus mempunyai wujud yang nyata, organisasi
yang teguh, serta "sanction" yang terang tertulis, tetapi terutama pula
UNO mesti berani menanggung akibatnya menjalankan sesuatu putusan
yang sah.

Seperti League of Nations, maka UNO bermaksud penting mulia


menegakkan perdamaian dunia dengan jalan menyelesaikan pertikaian
negara dan negara. Sanctionnya UNO lebih tegas, pasti dan kuat dari
sanction-nya League of Nations.

Kalau sesuatu negara terang ceroboh, maka menurut undang-undang


UNO, tidak saja harus diboikot dalam arti ekonomi atau perhubungan,
tetapi juga boleh digempur.

Sifatnya sesuatu kecerobohan itu terang pula termaktub dengan


Anggaran Dasarnya UNO Kecerobohan itu dalam hakekatnya didasarkan
atas pelanggaran dua hak sesuatu bangsa, yakni pertama menentukan
pemerintahnya sendiri (right of self determination) dan kedua
mempertahanakan Kemerdekaan Negaranya (right of self defence).

Pelanggaran itu berlaku, kalau salah satu dari lima perkara yang
ditentukan pada salah atu konferensi dunia berlaku, ialah: 1) kalau
sesuatu negara mengumumkan perang pada negara lain (sudah tentu yang
bukan menyerang!); 2) mengerahkan tentara daratnya buat menyerang; 3)
mengerahkan armadanya dan pesawat terbangnya; 4) mempersenjatai
sesuatu golongan dalam negara lain yang menyerang negara lain itu; 5)
mengepung ekonominya negara lain (blokade ekonomi).

Yang akan menjadi ujian buat UNO kelak terutama sekali adalah dua
persoalan:

1. Bagaimana sikap UNO terhadap bangsa yang melepaskan dirinya


dari salah satu bentuk penjajahan dan mempertahankan kemerdekaan
yang diperolehnya terhadap serangan luar.

2. Bagaimana sikap UNO terhadap negara yang maju dengan


perminataan mempunyai pasar-tetap, baik berupa protection
(perlindungan), commonwealth ataupun free state (persoalan "the haves
and the haves not").

PERSOALAN I

Berhubung dengan persoalan 1) apakah UNO akan menganggap


sesuatu negara yang "menyerang" satu bangsa yang memerdekakan
dirinya dan mempertahankan kemerdekaannya itu adalah satu negara
"ceroboh"? Apakah UNO dalam hal ini akan memboikot atau
mengempur negara ceroboh itu?

Dalam arti yang tegas-hidup buat Indonesia sekarang pertanyaan itu


kita boleh susun, sebagai berikut:

Apakah si Licik-Pendusta Diplomasi Inggris dengan bonekanya si


Congkak-Cacah-Camar-Ceroboh tetapi pengecut Belanda, yang memakai
tentara darat, laut dan udara, mengadakan pengepungan ekonomi,
mempersenjatai dan mengerahkan Jepang dan Bangsa Indonesia yang
bodoh-goblok menyerang bangsa Indonesia yang memerdekakan dirinya
dan mempertahankan kemerdekaannya selama 8 bulan ini, bukan satu
kecerobohan?

Kalau belum terang, apakah UNO tak patut mengirimkan satu komisi
yang terdiri dari beberapa Negara, termasuk juga negara yang tiada
berkepentingan minyak tanah, getah atau timah di Indonesia ini? apakah
sikap Inggris dan bonekanya Belanda dibenarkan, apakah ini tidak akan
berarti membenarkan "penjajahan" dan membatalkan "hak kemerdekaan
sesuatu bangsa" (right of self-determination) dan "hak mempertahankan
diri" (right of self-defence) ialah dua tiang tempat berdirinya UNO?
Kalau seandainya Inggris dan bonekanya Belanda memang melanggar
kemerdekaan Indonesia dan memang ceroboh, tiadakah perlu Inggris
Belanda diboikot dan digempur? apakah sikap sikap lemah seperti
terhadap Jepang pada tahun 1931 pula yang akan diambil?

Satu pepatah yang masyur sekali berhubung dengan sikap yang mesti
dipakai oleh para hakim dalam satu perkara di salah satu Negara
demokratis yang kuno di Indonesia di jaman lampau berbunyi: "Tiba di
mata dipicingkan dan tiba di perut dikempiskan". Artinya itu kalau yang
bersalah itu adalah berdekatan dengan para hakim maka perkara itu
ditutup saja. Menurut dasar negara itu juga patutlah: "Tinggi kayu aru
dilangkahi dan rendah bilang-bilang diseluduki". Artinya, walaupun yang
kiranya bersalah itu berkedudukan tinggi, maka para hakim mesti berani
melangkahi, berani melakukan hukuman, ialah kalau perlu. Jika yang
diperiksa itu rendah kedudukannya dalam masyarakat, maka para hakim
harus lebih merendah (hati) lagi: lebih objektif dan lebih ramah-tamah.

Tetapi apakah negara kecil-kecil dan negara besar-ponakan Inggris,


apakah (our cousin) Amerika Serikat akan bisa, berani mau sampai hati
mengambil tindakan terhadap Inggris? Teranglah Amerika Serikat
sampai hati "me-atomi" satu negara Asia, seperti Jepang, tetapi apakah
Amerika Serikat akan berani, mau dan sampai hati menegor, memboikot
atau menggempur Inggris, Nica kalau terang bersalah?

Apakah dalam hal ini berlaku pepatah kuno di atas: "Tiba di mata
dipicingkan, tiba di perut dikempiskan?

Kalau tidak sanggup, maka cuma satu jalan yang patut dipilih oleh
Amerika Serikat. "Tinggalkan" UNO seperti dulu Amerika meninggalkan
League. Kalau Amerika Serikat tetap tinggal duduk dalam UNO maka
dia ikut tanggung akibat yang lebih besar: kecerobohan bebas dari
hukuman terus-menerus, bahkan dapat sanction, ialah "cap" pula dari
UNO sampai ……ke Perang Dunia 3.

PERSOALAN II.

Karena rapatnya perhubungan persoalan pertama di atas dengan


persoalan kedua, maka dalam pemecahannya persoalan pertama sudah
termasuk pula pemecahan persoalan kedua ini: yaknim boleh atau
tidakkah dibenarkan oleh UNO permintaan baru untuk mempunyai pasar
tetap, berupa commonwealth atau free state?

Seandainya kelak sesudah beberapa tahun salah satu negara Jerman,


Italia, Jepang atau ketiganya serentak bangun kembali atau negara baru
seperti Tiongkok atau Brazil, dll., memajukan permintaan di atas, apakah
UNO akan menolak saja permintaan semacam itu? Tegasnya, permintaan
semacam itu berhubungan rapat dengan persoalan "the haves and the
haves not", yang punya tak punya jajahan atau pasar tetap.

Dalam hal ini apakah alasan "imperialisme licik, bohong, jahanam


Inggris" dan bonekanya Belanda-Perancis buat menolak permintaan
negara kapitalis baru, yang memang butuh pula dengan pasar itu?

Kalau Inggris menolak buat orang lain dan membenarkan buat dirinya
sendiri seperti terhadap Jerman, Italia, Jepang di jaman League, maka
akibatnya penolakan itu akan diwarisi pula oleh UNO Kebangunan
Jerman, Italia, Jepang ditambah negara kapitalis baru ……..akhirnya
perang dunia ke 3, dan bubarnya UNO karena "tak jujur" , munafiknya
sendiri.

Kalau Inggris membenarkan negara kalah ditambah beberapa negara


baru berjajahan, sedangkan semua jajahan sudah dibagi-bagi di antara
Inggris dan bonekanya, maka ini buat kapitalisme imperialisme Inggris
dan para bonekanya "berhara-kiri" ialah membunuh diri sendiri.

6. INDONESIA, SERBA-SERBI

Penyakit "ist" dan "isme"

"Ist" ialah akhiran kata, beralasan bahasa asing seperti juga "isme".
"Ist" mengartikan seseorang, sebagai pengikut orang yang berarti,
umumnya dalam dunia berpikir. Jadi Marxist, ialah pengikutnya Marx.
"Isme" ialah paham, sebagai buah pikiran seseorang ahli pikir. Budhisme
umpamanya, ialah buah pikiran ahli pikir Hindustan di masa dahulu,
bernama Budha. "Sosialisme" banyak coraknya, tetapi yang dinamai
"scientific-sosialisme", atau sosialisme menurut ilmu pasti dibentuk oleh
Marx dan teman pembentuknya Engels.

Sesuatu "isme" itu tentulah dibentuk pada "satu masa", dalam "suasana
dan keadaan tertentu" dengan memakai "cara berpikir yang tertentu" serta
"wujud dan penjuru penilik yang pasti" pula. Budhisme di atas dibentuk
oleh Gautama Budha + 2500 tahun lampau dalam masyarakat pertanian
dan pertukangan yang sederhana dan agak tentram dengan cara berpikir
logika berdasarkan idealisme dengan wujud melenyapkan kasta Hindu
buat sama-rata di antara Rakyat di masa itu.

Sosialisme, bentukan Marx-Engels, timbul + 100 tahun lampau dalam


masyarakat kapitalisme muda, tetapi bergelora dengan cara berpikir
dialektis berdasarkan kebendaan (materialisme) dengan wujud
melenyapkan kelas borjuis menuju masyarakat sama-rata di antara kaum
pekerja seluruh dunia.

Banyak sekali bahayanya mengakui diri "ist" yang sebenarnya dan


mengandung "isme" tulen, sambil menuduh orang lain sebagai "ist" palsu
dan pengikut " isme" lancung. Apalagi kalau masa revolusi dalam iklim
yang termasyur panas dalam segala-gala dan dalam masyarakat yang
mengandung 93% buta huruf kita ini.

Banyak orang yang tak bisa membedakan "cara berfikir" (metode) dan
buah (hasil) berpikir. Seorang guru yang mengajarkan "cara"
menjelaskan satu persoalan (perhitungan) mungkin salah perhitungannya
sedangkan muridnya mungkin benar. Mungkin si Guru tadi "silap",
karena terburu-buru, salah baca dll, sedangkan "cara" (metode)
menghitungnya sudah tentu benar. Demikian pula tak akan mustahil
kalau sekiranya "perhitungan" Marx sendiri -- yang manusia juga --
dalam politik, ekonomi dll. silap, karena belum nyata semua bukti
politik, ekonomi dll. di masa hidupnya itu. Meskipun begitu Marx tetap
"guru" dalam sebenarnya dalam "cara" berpikir "dialektika-materialistis"
itu. Dalam hal banding-membanding perhitungan politik, ekonomi dll. Di
Indonesia dengan paham Marx 100 tahun yang lampau orang mesti
berlaku awas sekali. Janganlah dilupakan, bahwa suasana dan keadaan
politik, ekonomi dan kebudayaan masyarakat Eropa dahulu dan sekarang
berlainan dengan keadaan di Indonesia sekarang. Lagi pula kalau
membawa-bawa Kautyskisme, Leninisme, Stalinisme, Trotskyisme ke
Indonesia ini, janganlah ditelan paham, perhitungan atau sikap mereka itu
bulat mentah begitu saja.

Karena paham perhitungan atau sikap mereka itu adalah hasil


perhitungan politik, ekonomi, kebudayaan yang bersejarah berlainan dari
pada Indonesia kita di alam panas ini. Akhirnya kalau meraba-raba
pertikaian di antara salah satu "isme" di atas dengan salah satu lainnya,
janganlah lupa mengemukakan suasana persoalan mereka itu dalam arti
seluas-luasnya dan sedalam-dalamnya. Kalau tidak begitu, maka
kekacauan yang akan ditimbulkan oleh pengertian setengah-setengah itu
lebih besar dari pada tiada memajukan isme dan pertikaian isme itu sama
sekali. Jarang orang bisa menduga korban bisikan palsu saja dalam
masyarkat yang mengandung 93% buta huruf ini. Yang beruntung
tentulah musuh!.

Lebih baik pakai saja "metode" berpikirnya Marx serta syarat penting
dalam sosialisme, buat dilaksanakan atas bahan politik, ekonomi,
kebudayaan, sejarah dan jiwa revolusioner Rakyat Indonesia sekarang ini
menentang imperlialisme, buat mewujudkan masyarkat yang cocok
dengan kekuatan lahir batin Rakyat Indonesia dalam suasana
internasional yang bergelora ini. Kalau hasil perhitungan kita itu disetujui
dan dijalankan oleh Rakyat Indonesia, maka hal itu adalah bukti yang
senyata-nyatanya, bahwa perhitungan tiada salah tak berapa salahnya.
"The proof of the pudding is in the eating", pengalaman itulah guru yang
sebaik-baiknya.

Ekonomi

Di lain tempat sudah dilakukan kupasan tentang watak dan daerah


kapital internasional di Indonesia sebelum Belanda menyerah kepada
Jepang di bulan Maret 1942. Sepintas lalu perlu dituliskan di sini
beberapa hal yang berhubungan dengan hal yang tersebut sebagai
"gelang penyambung" saja dalam "rantai karangan" kami ini.

Perusahaan Indonesia di jaman Belanda ialah perindustrian dan


pertanian bahan mentah dan barang mewah. Bahan mentah dan bahan
mewah itu tiadalah diadakan buat Rakyat Indonesia melainkan buat
diperdagangkan oleh Belanda dengan negara yang membutuhi. Barang
mewah, seperti teh, kopi, gula tembakau dll. sebagian besar dipakai oleh
Belanda sendiri di Negeri Belanda, sebagian kecil oleh Rakyat Indonesia,
tetapi sebagian besar untuk diperdagangkan ke semua penjuru dunia.
Barang bahan seperti kapok, getah, kopra, sisal, palm-alie dll. sebagian
besar pula buat diperdagangkan. Hasil tambang seperti minyak tanah,
arang, timah, bauxite, emas, dan intan sebagian kecil sekali
diperdagangkan oleh Belanda ke luar negeri.

Hampir semua mesin buat pabrik gula, teh, kopi, padi, kina, kopra dll.,
mesin buat tambang minyak, arang, timah, emas dll., adalah barang yang
bukan dibikin oleh Belanda baik di Indonesia ataupun di negeri Belanda,
melainkan barang yang dibeli oleh pedagang Belanda dari Inggris,
Jerman dll. Seperti negeri Belanda sendiri, maka Indonesia bukanlah
negeri tempatnya perindustrian berat, ialah tempatnya "mesin pembikin
mesin" atau tempatnya "mesin ibu". Bukan karena tak ada bahan buat
membikin mesin, seperti besi dan campurannya bauxite, allumunium dll,
atau bukan pula karena tak ada modal, tenaga ataupun pasar dalam
negeri, tetapi pertama sekali berhubungan dengan kecakapan dan
semangatnya si penjajah Belanda, sebagian penduduk negara pertanian
dan pedagang. Kedua berhubungan dengan terikatnya Belanda dalam hal
ekonomi, politik, dan diplomasi kepada Inggris, tuan besarnya, dengan
menimbulkan persaingan membikin berbagai-bagai mesin di Indonesia
ini. Apalagi kalau Belanda itu mendapat perintah halus (pas op hoor!)
dari Inggris "majikannya" supaya jangan sekali-kali berlaku demikian.
Kapital Internasional di Indonesia ini berpusat pada Anglo-Dutch,
Inggris-Belanda. Dalam perusahaan "mengerok" minyak bumi dari
pangkuan bumi kita, seperti BPM yang termasyur itu, Inggris
menanamkan modal 40% dan Belanda 60%. Ini belum berapa hebat
eratnya ikatan Inggris ke lehernya kapitalis Belanda di Indonesia yang
oleh dunia luar dikenal sebagai "Dustch-Est-Indies (Hindia Belanda).
Kalau dikaji pula dalam-dalam artinya "perjanjian" Anglo-Dutch tentang
"getah dan timah" di Malaya dan "getah dan timah" di Indonesia buat
mengendalikan pasar di dunia dan artinya Singapura buat ekspor dan
impor keluar dan ke dalam Indonesia ini, maka di belakang tanda nama
(naambord) "Dutch-Indies" itu sebenarnya tertulis "Anglo-Dutch-Indies".

Di sekitarnya kapital "Anglo-Dutch" itulah terdapat kapital Amerika,


Tiongkok, Perancis, Jepang dan sebagainya.

Sudah diketahui bahwa "untung" modal Belanda di Indonesia dipukul


rata F 500.000.000 (uang lama) setahun. Sedangkan begrooting
(anggaran-uang) negara pukul ratanya belum lagi F 400.000.000. Dalam
hal ini sudah termasuk pula pensiun pegawai Belanda. Untung F
500.000.000 ditambah sebagian dari F 400.000.000 terus mengalir ke
negeri Belanda. Uang itu ditabungkan atau dibungakan dengan jalan
memindahkannya ke Amerika, Jerman atau lain tempat. Sisanya uang
tadi dipakai buat spekulasi di pasar (beurs) di Amsterdam dan di
Rotterdam. Kalau sebagian saja uang F 500.000.000 itu dipakai buat
"industrialisasi" di Indonesia, sudah lama Indonesia mempunyai industri
enteng dan berat cukup buat kemakmuran dan pertahanan Indonesia
setinggi-tingginya dan sehebat-hebatnya. Tetapi kemakmuran Indonesia
itu harus cukup digambarkan oleh Departemen Ekonomi dengan hasil
perhitungan Huender. Menurut perhitungan itu, maka pencarian si
"inlander" cuma sebenggol sehari. Si Belanda lain memutar-mutar
"kecelakaan" "si "inlander" ini menjadi "kebahagiaan" dengan
mengatakan bahwa si "inlander" bisa hidup dengan sebenggol sehari.

Perkara pertahanan Indonesia, maka pintu gerbang kita, yang anehnya


pula kebetulan dijaga oleh Jenderal Ten Poorten (di pintu gerbang),
dengan "batuknya" Jepang sudah dibukakan dengan tergopoh-gopoh.

Kebanggaan Belanda terhadap dunia luar atas kerendahannya


keperluan si "inlander" yang "dilindunginya" itu, ditambah pula dengan
penghinaan atau kecerdasan bangsa Indonesia. Si Belanda selalu
dengungkan dengan lisan dan tulisan ajaran pada murid-inlander, bahwa
semua tambang, pabrik, kereta, kapal, kebun dan kantor yang
dibangunkan oleh Belanda itu memberi penghidupan dan menjamin
keamanan bangsa Indonesia. Bukan sebaliknya, bahwa semuanya itu
adalah alat-perkakas pemeras tenaganya si "inlander" buat kemakmuran
dan memewahkan hidupnya si Belanda.

Didikan sekolah Belanda, propaganda surat kabar dan buku


kesusastraannya akhirnya, tetapi tak kurang pentingnya di beberapa pulah
tahun belakangan ini "Kristening Politik" yang dijalankan imperialisme
Belanda, menghasilkan satu golongan bangsa Indonesia, yang karena
kurang perkataan yang lebih tepat kami sebutkan saja dengan nama baru
ialah "inlanders-alat". Di antara jenis sejawatnya, "inlanders-alat" kita ini
tak ada taranya di seluruh dunia ini, baikpun di jajahan ataupun di negara
merdeka. "Inlanders-alat" ini terdapat dalam Badan pemerintah,
kepolisian dan kemiliteran imperialisme Belanda. Reserve besar dari
"inlanders-alat" ini terdapat pada golongan intelligensia, ber- atau tak
bertitel.

Titel ini buat mereka "inlanders-alat" cuma memberi jaminan


kecerdasan dalam hal yang berhubungan dengan teknik dan ilmu yang
tak bersangkutan dengan ilmu masyarakat saja. Dalam semua ilmu yang
berhubungan dengan masyarakat, teristimewa politik, ekonomi mereka
menunjukan sifat mereka yang teristimewa pula sebagai "inlanders-alat".
Tidak ada di seluruh dunia ini yang lebih gampang dipakai oleh
imperialisme asing buat melakukan kemajuannya dari pada "inlanders-
alat" ini, ialah hasil pendidikan sekolah Belanda dan sekolah zending
yang dibantunya dengan segala tipu-dustanya.

Sebagai alat pemerintah, maka "inlanders-alat" mendapatkan tempat


paling cocok seperti "kandang bernaung". Seolah-olah tak ada lagi
kandang yang lebih bagus buat dirinya dari pada kandang yang
dibikinkan oleh tuannya. Seakan-akan tak ada lagi nasi dan tulang yang
lebih enak dari pada nasi dan tulang yang dilemparkan tuannya
kepadanya. Telinganya siap-sedia mendengarkan perintah tuannya.
Matanya tajam buat menerkam mangsa dan bangsanya sendiri, kalau
perintah datang dari "atas" ialah dari mereka yang menurut ilmu dan
pahamnya yang memberi pelajaran penghidupan dan perlindungan pada
diri dan bangsanya. Begitu setianya pada tuannya, sehingga pukulan yang
diberikan kepadanya, dianggap sebagai hukuman adil terhadap dirinya.
Tak ada yang berat hukuman itu buat dirinya. Kalau kadang-kadang
hukuman dan pukulan itu menghilangkan kesabarannya bukanlah karena
rasa keadilan, kebangsaan, kehormatan atas diri sendiri dan kemerdekaan
sebagai manusia atau bangsa. Melainkan karena agak lama ia menunggu
kesempatan, bilamana dengan ekor di antara kaki belakangnya ia diberi
izin boleh kembali menjilat-jilat kaki tuannya dan menjalankan perintah
tuannya itu dengan lebih cepat dan menjalankan perintah tuannya itu
dengan lebih cepat dan kalau lebih perlu lebih kejam dan bengis terhadap
bangsanya sendiri, semata-mata buat kesenangan tuan "ndoro"nya itu.

Imperialisme Jepang mendapatkan alat yang baik sekali dari


"inlanders-alat" ini, yang memang berada dalam keadaan budak yang
kehilangan tuan. Manusia yang bisa menerima perintah semacam ini
sudahlah tentu menderita kesengsaraan dan membutuhkan "tuan". Sedikit
saja lagi usaha yang perlu dilakukan oleh tuan baru, yang menggelari
dirinya "saudara-tua". Beri makan secukupnya pada "inlanders-alat" yang
ditinggalkan tuannya tadi dan tukar saja perkataan "bevel" (perintah)
dengan kata "merei", sendirinya jawab "inlanders-alat" yang dulu
berbunyi "ja-meneer" bertukar "hai", semua pekerjaan sebagai alatnya
imperialisme asing akan berjalan terus.

Jepang tak mempunyai sumber minyak di negerinya. Perlu minyak


dari Indonesia. Tak mempunyai besi cukup. Sudah lama besi itu
didatangkan dari Malaya dan Tiongkok. Jepang tahu pula bahwa Borneo,
Sulawesi, dan Sumatera banyak mengandung logam besi. Jepang tak
mempunyai timah, bauxite, getah, makanan dll. Semuanya ada di
Indonesia. Ringkasnya Jepang paling miskin tentangan bahan buat
makanan dan industri-berat, tetapi sebaliknya paling kaya tentangan
nafsu mengangkangi seluruh dunia dan menempeleng serta membagero-
kan siapa yang tak setuju dengan maksudnya.

Saudara tua kita juga amat insyaf, bahwa kalau Indonesia diangkat
menjadi negara industri-berat, lambat laun, kekuasaan akan pindah dari
negara Jepang, yang miskin itu ke Indonesia, apalagi kalau Indonesia
dimerdekakan! Barang bahan penting buat industri-berat mesti diangkat
ke Jepang 5000 km jauhnya dari Indonesia. Di Jepang mesti terpusat
industri berat. Sendirinya di Jepang akan terpusat kepandaian buat teknik,
kimia dan ilmu lainnya. Indonesia mesti terus ditekan sebagai negara
perusahaan bahan mentah dan pertanian buat makanan. Sedikit saja
Indonesia meningkat ke industri berat, Jepang mesti kalah oleh
Indonesia, karena semua bahan berada di Indonesia. Jadi Indonesia mesti
tetap ditekan, tinggal tetap negara bahan mentah dan pertanian. Politik
pendidikan dan kebudayaan Indonesia mesti dicocokkan dengan
kedudukannya sebagai "negara-alat" dalam "Asia-Timur-Raya", ialah
alat pula buat mengangkangi seluruh Asia dan akhirnya seluruh dunia
menurut Rencana Tanaka.

Sudah siap "inlanders-alat" para peminpin rakyat dan intelligensia


sebagai reserve, buat menjalankan administrasi, perindustrian, pertanian
Indonesia, warisan dari Imperialisme Belanda, buat dipakai oleh
imperialisme Jepang menegakkan "Asia-Timur-Raya" tadi. Pamong
Pradja, Tyuuo-Sngi-In, Para Kakka made in Japan, Pemimpin Besar,
Tengah dan Kecil atas "Panca Darma", semuanya "Kirei" berdiri
mendengar "Komando" dari Tenno-Heika di Tokyo.

Puluan ribu pemuda dilatih sebagi Heiho, pembantu serdadu Jepang,


dikirimkan ke semua pulau di Indonesia, bahkan juga ke Birma dan Siam
buat "orang suci" di Asia Timur Raya. Para "Kakka" Indonesia memihak
kepada Jepang, bukan karena persoalan kalah-menang, melainkan karena
Jepang berada pada "kebenaran, keadilan, dan kesucian"………katanya.

Diketahui sekarang, bahwa 3 atau 4 juta "romusha" mati karena


memang kekurangan pakaian, tempat tinggal, obat-obatan dan makanan.
Mereka (biasanya diculik) dikerahkan buat meninggalkan desa, pekerjaan
dan anak isteri, menggali lubang pertahanan militer, lapangan terbang dll.
Keperluan militer di mana-mana.

Buat membalas "jasa" Jepang menetapkan Indonesia negara pertanian,


dan perusahaan bahan semata-mata, dengan memeras keringat, dan darah
putera-puteri (pelayan Indonesia) maka ada pula kakka yang setuju
dengan penyerahan Eklatan dan Pahang kepada Siam, dan Semenangjung
Melayu, Borneo Utara dan ……….Shonanto, Yakni pusat strategi
seluruhnya Indonesia bersama Birma, Siam Annam dan Filipina
…………..kepada militerisme Jepang.

"Inlanders-alat" tetapi konsekuen dengan watak dan sejarahnya


sebagai alat imperialisme asing.

INDONESIA KELUAR

Beberapa persoalan yang terpenting yang mengenai dunia luar


umumnya dalam garis besarnya tentulah pula mengenai Indonesia.
Indonesia tiadalah bisa lepas dari pada persoalan yang berhubungan
dengan pertentangan sosialisme dengan kapitalisme, pertentangan si
Penjajah (the haves) dan Yang-Ingin-Menjajah (the haves not),
pertentangan si Penjajah dan si Terjajah, serta akhirnya pertanyaan "Hari
Depannya" UNO. Tetapi beberapa persamaan dunia Indonesia dengan
dunia luar itu tiadalah boleh menyesatkan kita ke daerah cara berpikir
yang sering disebut dengan cara "mekanis", ialah cara jalannya mesin
yang tak berotak itu. Karena persoalan ini atau itu dipecahkan di luar
Indonesia dengan hasil demikian, maka persoalan itu mesti dipecahkan di
Indonesia dengan hasil serupa itu pula, dengan tiada mengindahkan
beberapa perbedaan. Yang terpenting ialah membentuk persoalan itu di
Indonesia ini (het stellen van het probleem) dan cara (metode) yang
dipakai buat memecahkan persoalan itu. Bukanlah hasil pemecahan itu
yang terpenting. Tidak saja persamaan dalam garis besarnya yang mesti
diperhatikan, tetapi juga beberapa perbedaan, walaupun kecil rupanya.
Tiadalah boleh dilupakan, bahwa beberapa perbedaan kecil itu kalau
dikumpulkan bisa menjadi perbedaan besar (kuantitas menjadi kualitas,
perbedaan banyak bertukar menjadi perbedaan sifat). Buat membentuk
persoalan dan memecahkan persoalan itu di Indonesia ini perlulah pula
kemerdekaan berpikir dan keberanian. Keberanian dan kemerdekaan
berpikir dalam hal membentuk persoalan dan memecahkan persoalan
itulah yang membawa Lenin kepada sistem baru kepada hasil
perhitungan dalam hal organisasi dan taktik strategi. Kalau Lenin meng-
aminkan saja apa yang dimajukan oleh Karl Kautsky, pendeta
Internasional II, dalam hal taktik strategi, dan menghapalkan saja
pendapat Kautsky & Co di Eropa Barat dengan tiada memperhatikan
perbedaan Rusia dengan Eropa Barat, maka Rusia tak akan sampai
meningkat ke masa Diktator Proletariat, ke Rencana 5 tahun, pertanian
kolektif, dll. Lenin dan para kawannya tak akan bisa lebih jauh berpikir
dan bertindak dari kaum Mensheviki atau Sosial-Revolusioner. Dengan
memakai cara berpikir Dialektis Materialisme dan memperhatikan dasar
komunisme dalam garis besarnya, mungkin sekali Indonesia akan
mendapatkan sistem yang berlain rupa dengan Negara Luar, meskipun
tiada berlainan sifat, ialah dalam hal Organisasi, Taktik dan Strategi.

Bagaimanapun juga karena banyak persamaan tadi dengan Dunia Luar,


seperti tersebut pada permulaan fasal in, maka uraian yang bersangkutan
boleh diperpendek saja.

DIPLOMASI DAN DIPLOMAT

Diplomasi Indonesia semenjak hampir 10 bulan ini sudah sangat


terlibat dalam "perhitungan" banwa imperialisme Inggris itu bisa
dipisahkan (di-isolir) dari pada imperialisme Belanda dan ditumbukkan
kepada imperialisme Belanda. Berdasarkan perhitungan ini, maka
dianggap amat untunglah si Diplomat kita, yang berikhtiar mengadu-
dombakan Inggris dengan Belanda. Dengan demikian diharapkan paling
sedikitnya si Inggris akan memusuhi si Belanda dan Indonesia
mendapatkan kesempatan buat mempersiapkan diri. Tetapi nyatalah
sekarang, bahwa sudah berbulan-bulan berdiplomasi hasil yang
sebenarnya dari pada "perhitungan" ini ialah: pada satu pihak Inggris
menyerahkan Surabaya, Semarang, Bandung, dll. kepada Belanda yang
dikeluarkannya dari kantongnya dan memintakan daerah antara Ci
Sedane dan Ci Tarum buat dipakai si Belanda sebagai batu-peloncat buat
menjajah Indonesia kembali, permintaan mana katanya dikabulkan oleh
para pembesar Indonesia. Pada lain pihak pergerakan revolusioner
ditindas keras (Kongres "Persatuan Perjuangan" 17 Maret di Madiun)
serta badan pemerintahan dan ketentaraan hendak dipindahkan kepada
kaum-jinak (moderat). Pengharapan palsu masuk ke dalam kalbu
segolongan bangsa Indonesia. Hal ini berakibat melemahkan semangat
Rakyat di samping Belanda mempersiapkan diri. Seandainya si Diplomat
kita berpikir dan berlaku jujur, maka di sinilah kita mendapat contoh
yang tepat, yang menggambarkan perbedaan antara memahamkan
sesuatu teori dengan mengapalkan saja teori itu. Pula mengambarkan
perbedaan melaksanakan teori itu dengan mempelajari sungguh-sungguh
keadaan di tempat melaksanakannya dengan meniru-niru saja
pelaksanaan teori tadi di lain tempat dan di lain tempo: perbedaan
pelaksanaan secara dialektis dengan pelaksanaan secara mekanis seperti
mesin.

Teori devide-et-empire, mengadu-dombakan bangsa kontra bangsa


ataupun golongan melawan golongan memangnya dalam dipahamkan
serta jitu dilaksanakan oleh Kerajaan Romawi di jaman kuno dan oleh
Inggris dan Belanda lebih dari 300 tahun di belakangan ini. Tetapi
janganlah dilupakan "machtsfaktor" (faktor kekuasaan) yang dipakai
dengan perhitungan di sampingnya atau di belakangnya pelaksanaan
politik mengadu-dombakan itu. Dan apakah faktor kekuasaan yang ada
lahir dan batin di Indonesia cukup dikenal, disusun, dan dipakai oleh si
Diplomat Indonesia?

Adakah gerakan tentara atau gerakan Murba yang diatur dan dipakai
dengan "perhitungan" membantu gerakan "lidah" si diplomat?

Ataukah semua diplomasi dipusatkan kepada gerakan lidahnya si


Diplomat itu saja? Hal yang terpenting pula apakah "perhitungan" bahwa
imperialisme Inggris itu bisa dipisahkan dan diadu-dombakan dengan
imperialisme Belanda? Di atas tadi sudah dikemukakan, bahwa Dutch
Indies itu dalam arti ekonomi ialah Anglo-Dutch-Indies. Hasil terpenting
buat kemakmuran dan pertahanan Indonesia seperti minyak tanah dan
karet, sudah dikendali oleh kongsi minyak kepunyaan Anglo-Dutch dan
kebun getah Inggris yang ada di Indonesia ini. Singapura, simpang jalan
dunia terletak di tengah-tengah kepulauan Indonesia sudah
mengendalikan perdagangan keluar dan masuk Indonesia. Perjanjian
Anglo-Dutch tentang penghasilan penjualan getah dan timah yang
dibikin tiap-tiap tahun, yang mengenai harga ratusan juta rupiah sudah
mengekang jalannya ekonomi Indonesia. Ringkasnya dalam hal ekonomi
imperialisme Inggris dengan sempurna dan efektif mengekang
imperialisme Belanda. Kalau Sir Hendrik Deterding diberi gelar Sir oleh
Inggris, maka ini bukan berarti keulungan si Hendrik ini tentangan lain
hal daripada keulungan menjadi kaki-tangannya imperialisme Inggris.
Titel itu diberikan oleh Inggris di mana ia mendapatakan kaki-tangannya
yang patuh, buat mengekang ekonomi dan politik negara yang mau
dijadikan atau sudah dijadikan mangsanya. Di Hongkong diberikan
kepada Tionghoa Sir Robert Ho Tung buat mengapusin seluruhnya
Tiongkok. Di Hindustan titel itu dihamburkan kepada beberapa biji orang
Hindu yang ikhlas menjalankan peran sebagai kaki-tangan imperialisme
Inggris lahir ataupun batin, seperti seseorang menghamburkan tulang-
tulang kepada anjing yang disukainya. Malaya pun tiada kelupaan.
Hartawan Besar Sultan Johor di tempat strategi dunia yang terpenting
"beruntung" pula mendapat titel Sir itu. Sepintas lalu hal ini kelihatan
perkara kecil saja. Tetapi kalau kepentingan Malaka dan Singapura
dalam hal ekonomi dan strategi dipelajari dalam-dalam, maka kalung
"Sir" yang dianugerahkan oleh Raja Inggris kepada Ibrahim, Sultan
Hartawan Johor itu besar sekali maknanya. Sir Ibrahim sudah memberi
kekuasaan besar dalam perekonomian kerajaan Johor kepada kapital
Inggris, Sir Ibrahim salah seorang otokrat terkaya di Asia, menaruh
simpanan besar di Bank Inggris. Sir Ibrahim akhirnya adalah turunan
pula dari pada keluarga Sultan Johor yang hidup di masa Stamford
Raffles, lebih dari 100 tahun lampau. Salah seorang putra Sultan Johor
tadi berhak mewarisi Singapura, tetapi karena gila ditolak oleh Rakyat
Johor sebagai Raja dan sebagai ahli-waris pulau Singapura. Ahli-waris
yang gila ini d culik dan diajak berunding oleh Raffles di Singapura.
Hasil perundingan ini pada suatu pihak Putra gila yang ditolak oleh
Rakyat Johor tadi beruntung diakui oleh Raffles. Pada lain pihak Raffles
beruntung dapat membeli Singapura dengan harga $60.000 (enam puluh
ribu dollar). Kecerdasan Raffles ialah satu dari pada pujaan dunia
imperialisme Inggris – tiadalah terletak pada ketangkasan matanya
melihat kepentingan Singapura buat ekonomi dan strategi. 1500 tahun
lampau kearajaan Sriwijaya sudah insyaf akan hal ini. 500 tahun lampau
kerajaan Majapahit penuh insyaf akan keinsyafan seluruhnya di
Sriwijaya tadi. Rafles sebagai ahli sejarah Indonesia tentulah lebih insyaf
dari pada siapapun juga, akan hal, bahwa bukanlah dia Raffles yang
pertama sekali menampak kepentingannya Singapura dipandang dari
sudut perdagangan dan strategi. Tetapi dia cukup cerdas buat menaksir,
bahwa kalau ia berhubungan dengan orang Indonesia yang sedikit saja
cerdas ia tak akan mendapat Singapura dengan harga $60.000. Ia perlu
berunding dengan orang gila, buat membeli Singapura dengan harga gila.

Kemarin bandit, perampok, sekarang sesudah menjadi raja, berlagak


dermawan. Hal ini lazim di dunia feodal. Kemarin tukang catut atau
tukang smokkel, dan sesudah kaya-raya berlagak menjadi dermawan. Hal
ini masih lazim di dunia kapitalisme. Kemarin merampok negara
merdeka, sekarang berlagak menjadi pelindung ataupun "Ratu Adil".
Inipun lazim di dunia imperialisme. Tangan kanan membacok tangan kiri
mengobati supaya si mangsa bisa dipakai sebagai budak. Sesudahnya
Inggris mencatut Singapura dan merampok Malaka, maka dia berlagak
sebagai pelindung. Demikian para Sultan dilambuk, dikenyangkan dan
di-Sir, supaya mereka merampas dan memeras Rakyatnya buat
kepentingan karet dan timah kapitalis Inggris di Malaka. Dengan
memakai para Sultan di Semenanjung Tanah Malaka umumnya dan "Sir"
Ibrahim khususnya di samping Sir Hendry Deterding sebagai kaki-
tangannya di Indonesia, maka dalam hakekatnya imperialisme Inggris
sudah menguasai seluruhnya Indonesia, termasuk Malaka dan Borneo
Utara dalam hal politik dan ekonomi.

Dalam hal strategi kepentingan Singapura lebih nyata lagi. Ambillah


jangka dan bikin satu lingkaran dengan radius 150 mil. Dalam lingkaran
itu terletak Birma, Siam, Annam, Filipina, seluruhnya Republik
Indonesia dan Australia. Inilah yang kita pernah namai Aslia (Asia-
Australia). Menurut ahli Barat penduduk di Aslia itu termasuk ke dalam
satu bangsa. Sepintas lalu kelihatan bahwa bagian bumi ini dikuasai oleh
iklim yang sama dan musim yang sama (monsun). Jadi watak
ekonominya pun mempunyai banyak persamaan. Berhubung dengan itu
membutuhkan satu koordinasi perekonomian. Tetapi yang kita terutama
mau kemukakan di sini ialah kepentingan lingkaran ini dipandang dari
penjuru strategi. Dengan Singapura sebagai pusat, maka menurut
kekuatannya pesawat terbang Perang Dunia ke II, Aslia terletak dalam
"flying radius" (lingkaran terbang). Lingkaran teknik atom yang berada
di Australia (?) tiada akan mengecilkan arti Singapura dan Aslia.

Menurut U.P dalam surat kabar Hindustan The Bharat Yuoti, 5 Mei,
1946 ini, maka dalam konferensi commonwealth Inggris pada tanggal 3
Mei di London yang diketuai oleh Perdana Menteri Attlee, maka
pemerintah Inggris mengusulkan supaya Australia berunding dengan
Belanda buat memperoleh Bandung dan beberapa pelabuhan penting buat
melindungi Kerajaan (Empire) Inggris di bagian Selatan dan Barat Daya-
nya Pasifik. Australia dengan tegas menolak usulan ini karena tiada
menghendaki akibatnya diplomasi imperialis semacam itu. Australia
tiada ingin memusuhi Republik Indonesia. Bahkan sebaliknya Australia
mengharap adanya Pemerintah Rakyat (popular government) di
Indonesia dengan siapa Australia ingin hendak mengadakan Alliance
(persekutuan), sekali lagi kelihatan politik mulus jahanamnya Inggris
terhadap Indonesia. Walaupun gagal Indonesia mesti selalu berlaku awas
selama imperialisme Inggris masih berada di sekitarnya Aslia ini, dan
belum dibongkar sampai ke akar-akarnya.
Nyatalah di sini, bahwa Inggris menganggap Aslia dalam hal strategi
sebagai satu unit kesatuan. Jepang tentu tidak ketinggalan. Ini hari
Singapura direbut Jepang pada tanggal 13 Februari 1942, besoknya
Singapura ditukar namanya menjadi Shonanto (Kota Gemilang). Seluruh
Aslia dinamainya Selatan. Sriwijaya dan Majapahit sudah cukup
mengerti akan persatuan daerah Aslia itu dalam segala-gala.

Gerakan politik, diplomasi dan strategi Sriwijaya dan Majapahit juga


dengan segala keinsyafan ditujukan ke arah kesatuan daerah Aslia itu.
Oleh orang Tionghoa pun semuanya itu dinamai Huana (bahasa
Hokkian). Sekarang kalau kita, Rakyat Indonesia revolusioner, ingin
mengadakan rencana yang praktis, yang penting buat kemakmuran dan
terutama pula buat keamanan Republik Indonesia sekarang dan di hari
depan, maka tiadalah boleh kita ketinggalan oleh paham 500 tahun
lampau (Majapahit) apalagi oleh paham yang sudah masak 1500 tahun
lampau (Sriwijaya). Berbahaya selalu keadaan Republik Indonesia dalam
ekonomi dan strategi kalau kita tidak insyaf akan artinya politik dan
strategi Rafles dan Yamasita. Walaupun ada Federasi Perancis dan
Filipina Merdeka, tetapi dengan adanya Hongkong (Inggris) maka
praktisnya Aslia adalah efektif dikuasai oleh Armada Inggris. Di tangan
imperialisme Inggrislah sebenarnya terletak kekuasaan ekonomi dan
militer buat mengangkangi seluruh Aslia. Imperialisme Inggris dan
Belanda dan Perancis sebagai boneka para Sultan atau Raja dan sebagian
intelligensia sebagai kaki tangan maka di masa damai dia mengendalikan
politik-ekonomi Aslia. Dengan Singapura sebagai Dasar Armada dan
Pesawat, serta Australia Putih dan Ceylon sebagai garis kedua (teknik
atom?), maka imperialisme Inggris di waktu perang berniat menguasai
seluruhnya Aslia (Asia-Australia). Mau tidak mau, dalam prakteknya
Republik Indonesia, Merdeka 100% mesti bertentangan dengan
Imperialisme Inggris. Di waktu damai kepentingan ekonomi Indonesia
Merdeka 100% mesti bertentangan dengan kepentingan ekonomi
penjajahan Inggris. Dalam masa perang Singapura akan mengancam
Indonesia Merdeka, yang tiada mau dibonekakan oleh Imperialisme
Inggris. Real-politik, politik sebenarnya, (bukan impian) memaksa
Indonesia pada satu pihak berhadapan muka dengan imperialisme
Inggris. Maka real politiklah pula pada lain pihak yang akan memaksa
Indonesia Merdeka mengumpulkan semua tenaga revolusioner dalam
lingkaran Aslia, flying-radius, buat ditumbukkan kepada imperialisme
Inggris.

Kita percaya bahwa taktik-strategi yang cerdas, organisasi yang elastis


(seperti karet) dengan usaha yang penuh kesabaran ketetapan hati, kita
sanggup berhadapan muka dengan imperialisme Inggris Singa Ompong
itu.

Maka berhubungan dengan semua di atas pula, semua percobaan


"diplomat ulung" di Indonesia ini berusaha memisahkan Belanda dan
Inggris dan mengadu-dombakan Inggris dengan Belanda adalah seorang
"cerdik" yang mencoba memisahkan dan mengadu-dombakan kepala
buaya dengan ekornya. Semujur-mujurnya si Diplomat ulung tadi ia
cuma bisa menghindarkan dirinya dari pukulan ekor buaya itu. Tetapi
semalang-malangnya si Cerdik itu dia pasti akan masuk lebih dalam di
rangkungan buaya tadi.

Adalah tiga syarat yang terutama kalau seorang ingin hendak


menjalankan diplomasi bersandar kepada Devide et empera itu dalam
keadaan revolusioner sekarang. Pertama sekali, kekuatan diri sendiri dan
kepercayaan atas diri sendiri mestinya ada cukup. Kedua, diplomasi itu
mesti bersifat revolusioner yang ada dalam negeri. Ketiga, diplomasi
devide-et-empera yang revolusioner itu mesti ditujukan kepada
bangunan-musuh yang mengandung pertentangan sesungguhnya, ialah
pertentangan keperluan (ekonomi). Kalau seseorang diplomat Indonesia
yang revolusioner mengemukakan pertentangan-tajam dalam hal
keperluan penting antara Inggris dan Amerika, bahkan dengan Australia
(commonwealth-Inggris), dan pertentangan itu terus akan berlaku selama
Indonesia itu masih berada dalam ruangan kemerdekaan nasional, kita
tak akan menyangkal (membantah), memangnya diplomasi-bambu-
runcing dengan program minimum berlaku dalam suasana pertentangan
hebat di antara gabungan Kapitalisme dan Imperialisme Asing, yang
berada di Indonesia di jaman Belanda.

Si Pengelamun, Si-Tukang-Berpangku-Tangan, Si-Serba-Tak-Bisa


tetapi nasionalis dan percaya saja kepada siapa saja kecuali pada diri
sendiri, Si-Pengharap Pertolongan-Luar, dalam waktu damai boleh
menertawakan atau mengecilkan artinya Aslia, tetapi sebagai gabungan
revolusioner dalam lingkaran-terbang (flying-sphere) dengan Singapura
sebagai pusat. Mereka boleh bermimpi-mimpi mengharapkan
pertolongan jatuh dari langit, sambil menyeburkan isme ini atau itu ke
kiri ke kanan. Mereka boleh terus berpangku tangan sambil bermimpi
melayang ke langit sampai .........revolusi atau peperangan akan
melemparkan mereka kembali ke dunia nyata, kembali ke tanah yang
keras itu. Sesudah hampir sepuluh bulan si Tukang-Maki dan mengejek
sering dengan memakai kedok internasionalis tetapi nasionalis yang bisa
dipakai Nica, Jepang ataupun Sibar dalam prakteknya mestinya sudah
insyaf, bahwa dalam revolusi atau peperangan, maka Rakyat Indonesia
dalam suasana dan keadaan internasional seperti sekarang terpaksa
berdiri atas kaki sendiri, pada organisasi sendiri, bersandar pada otak,
hati dan jantung sendiri, pada kecerdasan, keberanian dan ketabahan hati
sendiri. Teristimewa pula mesti berdiri atas alat hidup sendiri dan senjata
sendiri, walaupun hanya bambu runcing saja. Di samping kepercayaan
dan tindakan berdasarkan kekuatan diri sendiri yang sebenarnya, haruslah
kita berusaha meluaskan lapangan perjuangan ke daerah yang memberi
kemungkinan memberi hasil (Aslia). Baru bertindak begitu rupa, supaya
dapat merebut simpati dan pertolongan tak langsung dari opini publik di
Asia, Afrika, Eropa dan Amerika. Semata-mata menyandarkan paham,
organisasi dan aksi atas kekuatan yang tiada bisa dipakai sekarang,
karena jauh atau belum bisa keluar, ataupun kalau keluar belum tentu
bisa dipakai menurut kehendak atau kepentingan kita, sama juga dengan
sikap seseorang yang ingin menamai diri seorang revolusioner, tetapi
takut kepada revolusi. Dalam perjuangan yang sebenarnya ini memang
nyata, siapa yang revolusioner di waktu revolusi dan siapa yang
revolusioner di waktu damai: Si Pembelalang di dalam gelap, Si-
penggertak dari sebalik gunung.

Persatuan Perjuangan yang didirikan pada tanggal 5 Januari 1946


tahun ini, cukup memperhatikan kekuatan kawan dan lawan, cukup
memperhatikan sifat dan susunannya semua golongan yang ada dalam
Indonesia (social-structure), sifat dan tingkatnya revolusi Indonesia,
kepentingan dan pertentangan dalam kapitalisme dan imperialisme
Asing. Persatuan yang diikat oleh Minimum-Program yang revolusioner
terasa perlunya setelah di saat itu nyata kelemahan perjuangan,
disebabkan oleh banyaknya partai dan banyaknya laskar. Pada beberapa
tempat seperti Surabaya, Tegal, Pekalongan, dan Ciamis sudah timbul
sengketa di antara laskar dan laskar, serta partai dan partai. Kalau
Persatuan Pejuangan tak tampil ke muka, mungkin sengketa tadi akan
lebih mendalam dan berakhir pada perang saudara, yang menguntungkan
musuh.

Belum lagi 2 (dua) bulan Persatuan Perjuangan, yang sanggup


mengikat 141 organisasi politik, sosial, ekonomi, dan militer, berjalan
maka datanglah undangan dari pihak pemerintah Republik buat bersama
membentuk Kabinet Baru, sesudahnya kabinet lama, Kabinet Soetan
Sjahrir meletakkan jabatannya. Persatuan Perjuangan menolak campur
membentuk Kabinet Baru, bukan karena tiada sanggup menerima
"tanggung-jawab" seperti dibisikkan oleh satu pihak ke sana sini,
melainkan karena ada hakekatnya Presiden menghendaki supaya yang
"terpentingnya" dalam Minimum-Program dibatalkan! Sebenarnya susah
sekali mengetahui berapa luasnya dan di mana batasnya kekuasaan
"Presiden" Republik Indonesia di masa revolusi ini. Undang-undang
Dasar yang memusatkan kekuasaan dan tanggung jawab pada Presiden
dan praktek memerintah sekarang yang memusatkan kekuasan dan
tanggung jawab pada Perdana Menteri cuma membingungkan yang
mempelajari saja. Si Pelajar akan lebih bingung lagi kalau diketahui
bahwa Presiden berdiam di Yogyakarta sedangkan Perdana Menterinya
di kota Nica Jakarta, yang sudah dicelupnya kembali dengan nama
"Batavia". Sebenarnya Persatuan Perjuangan sudah siap sedia dengan
para calon yang sanggup menerima pangkat menteri dengan atau tiada
dengan Tan Malaka. Tetapi setelah ditentukan "disiplin" terhadap mereka
yang akan menerima pangkat menteri yang akan membatalkan
Minimum-Program, maka tiadalah seorang juga di antara para calon
tersebut yang masuk ke dalam kabinet Sjahrir yang ke-2. Sebenarnya
patut dipuji sikap para calon yang lebih mementingkan dasar, prinsip
daripada pangkat.

Bukankah Rakyat dan Pemuda bertempur mengorbankan jiwanya buat


dasar, prinsip yang nyata dan sah? Janganlah disalahkan para calon
Persatuan Perjuangan yang memegang teguh dasar, haluan Revolusi
Indonesia sekarang!

Semenjak terbentuknya minimum-program ialah 4 atau 5 bulan sampai


sekarang, maka belumlah ada kelihatan cacatnya salah satu dari 7 pasal
yang dikemukakan. Malah sebaliknya, kalau salah satu daripada 7 pasal
itu dilanggar, dilemahkan atau dibelokkan, maka nyata sekali sikap dan
tindakan rakyat terhadap tindakan semacam itu. Pelucutan Jepang yang
bermula hampir dilakukan yang berlainan dengan tulisan dan lisan pasal
4, mengadakan perlawanan sekeras-kerasnya dari pihak rakyat di daerah
Surakarta.

Sebab itulah rupanya tak jadi diadakan Markas Sekutu, seperti di Solo,
ialah menurut pengumuman yang bermula diterima rakyat Solo. Tetapi
apakah sudah cukup jaminan supaya tentara Jepang dari Pulau Galang
kelak betul-betul akan dikirim ke Jepang dan bukan ke salah satu pulau
di Indonesia, itu tiadalah bisa dipastikan.

Tulisan dan lisan pasal 4 itu memang bermaksud supaya seperti yang
sudah-sudah terjadi di mana-mana tempat tentara Jepang jangan dipakai
lagi buat merobohkan Republik Indonesia. Yang amat penting pula
tentulah pasal 1 berhubungan dengan "perundingan" Minimum-Program
menuntut supaya perundingan itu berdasar atas pengakuan kemerdekaan
100%. Artinya kemerdekaan 100% mesti lebih dahulu diakui.
Perundingan yang akan dilakukan ialah buat menetapkan pengakuan itu
dan membuat perjanjian yang berdasarkan kemerdekaan 100% itu.
Dengan perkataan lain, perundingan itu adalah perundingan dua negara
merdeka. Bahwa dalam keadaan perang sekarang kemerdekaan 100%
bisa dicapai dengan "goyangan lidah" itu adalah berlawanan dengan
pikiran sehat, dengan sejarah manusia dan berlawanan dengan "sifatnya"
sesuatu "perundingan". Bukankah berunding itu berarti tawar-menawar,
memberi dan menerima, tolak angsur? Dimanakah lagi letaknya "tawar-
menawar" kalau satu pihak mau mendapatkan 100% yang sebelum
berunding dibantah keras oleh lain pihak? Mungkin mendapatkan 90%
ataupun dalam teori 99%, tetapi perundingan yang tiada berdasarkan atas
pengakuan kemerdekaan 100% tidak akan mendapatkan yang 100% itu.
Seandainya tercapai kemerdekaan 99%, bahkan 100% pun, tetapi kalau
pasal 6 dan 7 dibatalkan, dilemahkan atau dibelokkan, maka lambat laun
kemerdekaan 99% atau 100% tadi akan turun sampai 50% atau 10%.
Kalau kapitalisme asing kembali bermarajalela seperti sebelum Jepang
masuk, maka Parlemen Pemerintah Pusat, Daerah, kota dan desa
Indonesia akan segera "dikebiri", kalau tidak dibeli sama sekali oleh
kapital asing yang kuat dan teguh itu. Jadinya pasal 6 dan 7 yang ingin
menyita perindustrian dan perkebunan "musuh" itu adalah satu jaminan.
Pertama supaya kemerdekaan di atas tetap 100%. Kedua supaya revolusi
anti-imperialisme ini cukup memberi jaminan kekuasan dan kemakmuran
kepada proletar mesin dan tanah. Ketiga supaya proletar mesin dan tanah
kelak sesudah Indonesia merdeka 100%, dengan menjalankan "Rencana
Ekonomi", segera bisa meningkat ke negara berdasarkan sosialisme yang
mempunyai cukup alat mempertahankan kemakmuran dan
kemerdekaannya, karena sudah mempunyai industri berat berdasarkan
bahan dan tenaga yang ada di Indonesia ini. Syukurlah pula pasal
menyita dari Minimum Program tu sudah disetujui bahkan dijalankan
oleh proletar mesin dan tanah, di mana ada pabrik, tambang dan kebun
musuh berada.

Cocok dengan kehendak dan tindakan Inggris mendudukkan kembali


Imperialisme Belanda di Indonesia dan bersama dengan kaum
"moderate" (jinak) Indonesia memberantas kaum "extremist", maka
sesudah Kongres Persatuan Perjuangan di Madiun pada bulan Maret
tanggal 17, para pemimpin seperti Abikusno, Mr. Gatot, Sayuti Melik,
Mr. Jamin, Chairoel Saleh, Soekarni dan Tan Malaka ditangkap setengah
resmi, setengah tidak dengan tak ada tuduhan apa-apa.

Sampai dua setengah bulan (2 Mei 1946) ketika bagian brosur ini
ditulis belum juga diperiksa perkaranya. Rupanya radio Hilversum-lah
yang pertama tahu akan terjadinya penangkapan dan Belandalah yang
amat bergembira lantaran penangkapan ini.
Penangkapan itu dilakukan pada tanggal 17 Maret 1946. Sedangkan
radio Belanda di Jakarta dan Hilversum sudah mendengungkan berita
yang amat menggembirakan mereka itu ke seluruh dunia pada tanggal 16
Maret 1946. Menurut kabar radio baru ini maka Komisi van Poll
memandang penangkapan itu sebagai bukti "kekuatan lebihnya" PM
Sjahrir daripada Tan Malaka. Tetapi "kekuatan lebih" itu terbantah pula
oleh penyiaran radio Belanda juga tentangan laporan van Poll itu juga,
yang mengatakan bahwa penangkapan Tan Malaka amat menyukarkan
perundingan Belanda dengan "Nederlandsch-Indie" itu. Sebenarnya
"kekuatan lebih" itu baru kelak ternyata apabila rakyat menerima usul si
Belanda, yang rupanya sudah percaya benar akan kekuatan Sutan Sjahrir
itu. Kalau Rakyat tiada menerima usul Belanda itu, maka penangkapan
yang "tiada" berdasar undang-undang yang sudah tercantum dan
disahkan itu, melainkan karena perbedaan politik itu saja bisa pula
menimbulkan akibat yang tiada disangka-sangka dan dikehendaki. Usul
Belanda yang tiada selama lagi akan dimajukan oleh van Mook, terutama
dalam mengakui Indonesia seluruhnya dalam status otonomi, walaupun
katanya, nama Indonesia dalam statussemacam itu boleh dinamakan
Republik. Dengan begitu Belanda sudah menginjak-injak kemerdekaan
dan kedaulatan Rakyat Indonesia yang diproklamirkan pada tanggal 17
Agustus 1945. Terhadap keluar, negeri Indonesia tak bersuara sama
sekali. Terhadap ke dalam Belanda merobek-robek daerah (teritori),
administrasi dan perekonomian Indonesia. Belanda akan kembali
mengatur pegawai Indonesia dan kembali menduduki pabrik, tambang
dan kebunnya serta memasukkan kapital asing dengan tak ada batasnya.
Disampingnya itu "Hindia Belanda" yang "Autonoom" itu harus
mengakui hutang "Hindia-Belanda" sebelum Jepang masuk. Kalau semua
usul itu kelak diterima, maka kemerdekaan yang jauh kurang dari 100%
dalam politik itu akan diturunkan pula sekian persen oleh hutang
Indonesia tadi dan oleh kekuasaan pegawai-cap-Belanda serta oleh
bermaharaja-lelanya kapitalisme di pemerintahan pusat dan daerah.
Kekuatan lebih yang ditimpakan atas pemimpin-pemimpin Persatuan
Perjuangan, yang berdiri atas pengakuan 100% itu akan berupa kekuatan
nol % terhadap kapitalisme dan imperialisme asing. Bagaimana juga
memutar lidah dan pena, otonomi Indonesia di mana kapitalisme asing
merajalela akan membawa Indonesia kembali ke jurang perbudakan,
mungkin lebih dari sediakala.

Selama dua setengah bulan Persatuan Perjuangan berdiri, maka


persatuan yang berdasarkan perjuangan itu dikenalkan kepada seluruh
lapisan Rakyat, dari Sultan-Sunan sampai ke kaum jembel. Front anti
imperialis ini mengambil rakyat sebulat-bulatnya, sepenuh-penuhnya
buat mempertahankan kemerdekaan Republik 100%. Sebagai langkah
pertama siasat ini mesti diambil. Siasat semacam itu dicocokkan dengan
keadaan Indonesia dan dengan sejarah revolusi di mana-mana di dunia.
Pertarungan yang dua setengah bulan itu sudah memberi ujian kepada
semua lapisan tadi. Ternyata sudah setelah penangkapan Madiun terjadi
ujian tadi sudah membawa pembelaan kemerdekaan Indonesia ke tingkat
kedua. Kaum borjuis tengah, sebelah atas, ialah sebagian kaum saudagar,
Pamong Praja, dan intelligensia sudah melempem dan berbalik muka.
Mereka tidak tahan menjalankan ujian itu, asyik memikirkan bagaimana
menghentikan perjuangan ini dan kembali menduduki kursi di sudut-
sudut kantor yang dituan-besari oleh Belanda. Sikap melempem di
tengah revolusi itu bukanlah monopolinya kaum tengah Indonesia saja.
Memang itu sifatnya kaum tengah, ialah maju-mundur lebih banyak
mundur daripada maju dan kalau terlampau berat lekas mundur, dan
memilih pihak yang kiranya menang. Borjuis tengah Indonesia, seperti
saudagar tengah, Pamong-Praja dan intelligensia memang tak bisa
konsekuen baik dalam revolusi nasional ataupun dalam revolusi sosial.

Sifat memilih dan membidik siapa yang kuat dan akan menang dalam
pergulatan itu memangnya terbawa oleh susunan ekonomi dan sosial
Indonesia. Kaum tengah Indonesia tak mempunyai tempat bersandar
maupun dalam ekonomi ataupun dalam politik. Saudagar tengah
Indonesia tak kenal sama saudagar importor sendiri, pabrikant (pemilik
pabrik) Indonesia sendiri atau pun bankir sendiri. Mereka bersandar pada
Importir asing, pabrik-asing dan bankir asing. Demikian pula Pamong
Praja dan reservenya, ialah kaum intelligensia bersandar pada
imperialisme asing. Tak ada Parlemen atau pemerintah nasional yang
bisa dijadikan tujuan dalam usaha mereka mencari pangkat. Imperialisme
Belanda dalam penjajahan 350 tahun itu jaya menghasilkan satu
golongan pamong-praja dan reservenya, golongan intelligensia yang
mempunyai semangat ingin memasuki kantor gubernur di bawah perintah
sep Belanda, "semangat inlander". Semangat inlander ini amat tebal dan
tak gampang diombang-ambingkan oleh semangat revolusioner. Kalau
sep-Belanda hilang seperti pada penyerahan Belanda 8 Maret 1942, maka
"para inlander" merasa bahagia mendapatkan "sep-baru" dan
mempelajari "jongkok" baru, ialah jongkok ala Nippon. Apabila rakyat
memproklamirkan kemerdekaan pada tanggal 17 Agusuts 1945, maka
"para-inlander" dengan setengah percaya dan setengah tak percaya
memasuki kantor Republik, tetapi apabila "sep-lama" datang, maka
gelisah lagi. Sekarang dengan memuncaknya perjuangan, maka sudah
banyak para inlanders tadi yang mengenal kembali "his masters voice"
itu (suara tuannya). Mereka kembali bersedia menerima perintah tuan-
lama buat keperluan tuan lama itu, kalau perlu menentang kemauan
bangsa sendiri.
Kini mereka para inlanders menunggu saat bilamana mereka dengan
aman bisa melompat sambil berteriak-teriak: Tuan-besar sudah kembali!
Sifat kaum tengah memang tengah memang sangsi bolak-balik di antara
golongan atas dan bawah. Di mana ada kapital nasional dan borjuis
nasional yang kukuh kuat, maka dalam masa revolusi kaum tengahnya
sangsi bolak-balik di antara borjuis atas dan proletar nasional. Akhirnya
di tengah-tengah kesukaran perjuangan mereka membelok kepada yang
kiranya akan menang. Di Indonesia kapital dan borjuis yang kuat-kukuh
itu terdiri dari bangsa asing. Mungkin pada permulaan perjuangan para
inladers memihak kepada rakyat-murba. Tetapi kalau perjuangan itu
sedikit lama dan tampaknya sukar, maka mereka akan mengabdi kepada
kapital dan borjuis asing manapun juga. Dalam dua setengah bulan
Persatuan Perjuangan itu berdiri, aliran "para-inlanders" terasa benar.
Makin keras desakan Sekutu-Inggris-Belanda dengan "moderate"nya,
makin keras pula semangat para inlanders dalam Persatuan Perjuangan
membatalkan "minimum program" yang memang revolusioner itu sama
sekali, atau men-sabot, membelokan, melemahkan artinya. Sesudah
penangkapan Madiun proses ini berlaku lebih cepat dan lebih nyata lagi.
Tetapi dengan melemahkan, membelokkan, bahkan seandainya dengan
membatalkan Minimum Program sama sekali ini tiada berarti rakyat
Indonesia dengan Pemudanya akan bisa dibelokkan dilemahkan ataupun
dipatahkan semangatnya membela kemerdekaan 100% dan menolak
kapitalisme asing.

Mungkin nama Persatuan Perjuangan dan Minimum Program akan


dijadikan barang "bisikan", bahkan mungkin bisa ditutup sama sekali,
tetapi selama rakyat dan pemudanya terus memperjuangkan kemerdekaan
100% dan penolakan kapitalisme asing, maka selama itulah pula
Persatuan Perjuangan, yang berarti Persatuan mereka yang berjuang,
serta Minimum Programnya, akan berlaku. Nama kumpulan atau
program baru mungkin bisa menipu rakyat dan pemudanya, sebagian
atau seluruhnya buat sementara waktu, tetapi tidak buat selama-lamanya.

Semenjak penangkapan Madiun dengan radio Hilversumnya, nyatalah


sudah bahwa Persatuan Perjuangan dan program minimum sudah
meningkat ke periode (musim) kedua dalam perjuangan anti-
imperialisme dan revolusi-nasional ini. Dalam periode kedua ini kaum
setengah ke sini setengah ke sana, setengah revolusioner dan setengah
kompromis itu mesti disingkirkan sama sekali. Karena mereka sudah
nyata, dan memegang terus mereka itu berarti melemahkan barisan
perjuangan. Persatuan Perjuangan bukanlah berarti kumpulan kaum
revolusioner dan kaum kompromis yang lengkap siap dengan 1001
perkataan buat menyelimuti politik kompromisnya. Sesudah
penangkapan Madiun maka perjuangan revolusi Indonesia mesti
dikembalikan ke tangan mereka yang tegas-tegas mengakui kemerdekaan
100%, menolak perundingan yang tiada berdasarkan perngakuan 100%
itu dan tegas terang menolak kapitalisme asing dengan siasat menyita
perusahaan musuh. Pembersihan mesti dilakukan.

Dan dalam masa pembersihan itu mesti dilakukan dengan cepat dan
kalau perlu dengan deras-tangkas. Kalau tidak maka kaum kompromis
akan jaya melembekkan semangat perjuangan, membelokkan atau
mematahkan perjuangan itu sama sekali dan mengembalikan Indonesia
ke status penjajahan dengan atau tidak-dengan nama "Republik".

Setengah kaum tengah bagian atas yang dipelopori oleh "ahli" politik
dan "ahli" diplomasi serta para pamong praja dan intelligensia sudah
terjerumus atau sengaja menerjunkan dirinya k etengah-tengah barisan
Nica. Kaum pembelok, yang sudah menjalankan rolnya dengan terbuka,
setengah tertutup atau sama sekali bersembunyi itu mesti di-isolir,
dipisahkan atau sama sekali diberantas dari perjuangan revolusioner.
Persatuan Perjuangan revolusioner mesti terdiri dari kaum dan golongan
revolusioner saja. Dalam periode kedua ini, sesudah ujian dua setengah
bulan ini, maka golongan yang tetap revolusioner ialah: Pertama,
golongan proletariat perindusterian, yakni buruh pabrik, bengkel,
tambang, pengangkutan, listrik, percetakan, PTT dll.

Kedua, proletariat tani, ialah buruh kebun bersama dengan kaum tani
biasa, kaum tani menengah, sampai ke tani sederhana (kerja dan cukup
buat keluarga sendiri saja), terus ke setengah tani, setengah buruh tani.
Ketiga, kaum Marhaen ialah pedagang kecil, warga-kecil seperti juru
tulis, guru, dan intelligensia miskin di kota-kota. Semuanya golongan
ketiga ini menghendaki sungguh lenyapnya imperialisme asing dan
berdirinya terus Republik Indonesia, dan banyak sekali memberikan
pengorbanan harta dan jiwanya dalam semua garis pertempuran. Ketiga
golongan yang masih revolusioner dalam periode kedua di masa revolusi
nasional ini lebih kurang terikat oleh aliran pula, yakni aliran ke-Islaman,
kebangsaan, dan keproletaran (sosialisme, komunisme ataupun anarkis-
sindikalisme). Ketiga aliran ini terus menerus mempengaruhi pergerakan
anti-imperialisme di Indonesia selama lebih 40 tahun di belakang ini.
Dalam periode kedua inipun ketiga aliran itu tiadalah bisa diabaikan.

PARI tiada akan melupakan tiga aliran yang terbuka atau tertutup pada
sanubari tiga golongan tersebut di atas. Ketiga aliran itu masing-
masingnya lebih kurang mempengaruhi masing-masingnya ketiga
golongan tadi. Tetapi boleh jadi sekali dan sepatutnyalah pula ke-Islaman
lebih tebal dari pada kaum tani, kebangsaan lebih tebal pada kaum
marhaen dan ke-proletaran pada golongan proletariat.

PARI mesti mencocokkan organisasi, prinsip, paham, taktik-strategi


dan slogannya dengan kekuatan-revolusioner dalam negeri dan teman
penyambutnya di luar negeri serta dengan keadaan dalam dan luar
Indonesia buat melakukan program minimum dan maksimumnya.
Pencocokan itu mesti senantiasa dilakukan dan diperoleh berhubung
dengan perubahan musim (periode) perjuangan dan peralihan pusat
kekuatan dari golongan ke golongan yang revolusioner. Buat periode
kedua ini cukuplah sudah Minimum Programnya Persatuan Perjuangan,
yang kalau dirasa perlu bisa ditambah di sana sini, dengan tiada
mengurangi semangatnya yang revolusioner. Setelah kemerdekaan 100%
tercapai, maka akan berlakulah program maksimum, yang maksudnya
menuju kepada Indonesia berdasarkan sosialisme, bersandarkan kekuatan
diri dan mengingat keadaan di sekitar Indonesia. Pertama sekali amat
tidak bijaksana mengumumkan program maksimum pada musim
revolusi-nasional demokratis ini.

HARI DAN TANGKISAN

Akan terlampau jauh ke muka kalau kita di sini menguraikan program


maksimum. Kita yang di tengah-tengah perjuangan yang sungguh ini, di
tengah-tengah dentuman bom, meriam, dan mortir, wajib memusatkan
semua pikiran, perhatian dan kemauan pada barang yang nyata dan
praktis saja. Sekejap kita melayangkan meninggalkan daratan,
sebegitulah pula kita melalaikan perjuangan yang sebenarnya dan
meringankan pekerjaan musuh memerangi kita. Cukuplah sudah kalau
diperingatkan saja bahwa setelah revolusi-nasional-demokratis yang
sempurna kelak sudah berlaku dan kemerdekaan 100% tercapai, maka
program maksimum yakni sosialisme 100% akan segera dijalankan.
Mungkin apa tidaknya sosialisme 100% bisa dijalankan adalah sama
sekali tergantung pada kekuatan lahir-batin Indonesia sendiri dan
keadaan di sekitar Indonesia.

Memeriksa dan menguraikan kemungkinan di sektor Indonesia akan


memakan banyak waktu dan tempat. Tetapi semua kemungkinan bisa
dibulatkan seperti berikut: Pertama, Perang Dunia ke-3 timbul. Dalam hal
ini, tentulah sendirinya Indonesia akan berhadapan dengan persoalan
sosialisme dalam suasana peperangan. Kemungkinan pertama ini
membawa kemungkinan terlibat atau tidaknya Indonesia dalam perang
dunia ke-3 itu. Kedua, dunia akan mengalami perdamaian beberapa lama
sesudahnya kemerdekaan 100% tercapai. Dalam hal ini persoalan
sosialisme di Indonesia harus diselesaikan dengan sifat dan cara
berlainan dari pada di waktu peperangan.

Tuduhan Trotskyisme

Tuduhan yang berdasarkan kebenaran memang perlu dijalankan buat


membersihkan suasan yang keruh. Tetapi sesuatu tuduhan yang jujur
mesti berdasarkan bukti yang nyata.

Tuduhan berdasarkan kebohongan atau tuduhan lancang yang tiada


sengaja dilakukanpun bisa menikam diri sendiri. Salah satu sebab yang
langsung memusnahkan Partai Gerondine dalam Revolusi Perancis
(tahun 1789) ialah tuduhan lancang terhadap Partai Jacobin.

Sering pula "tuduhan lancang" dilakukan buat menyembunyikan diri


sendiri. Masuk golongan inilah tuduhan lancang seorang maling yang
sengaja berteriak-teriak: Tangkap maling. Perhatian ramai dipusatkan
kepada pihak lain dengan maksud melindungi maling yang sebenarnya.

Dalam buku resmi "History of the Communist Party of the Soviet


Union (Bolsheviks)", disahkan oleh CC Partai Komunis Uni Soviet
(Bolsheviks) 1938, Moskow 1942, salah satu sifat "Trotskyisme" yang
terpenting dimajukan ialah seperti tercantum dalam muka 288-289
seperti berikut:

"First there were the "Left" shouters, political freaks like Lominadze,
Shatskin and others, who argued the NEP means a rennuciation of the
gains of the October Revolution, a return to capitalism ...

"Then there were the downright capitulators, like Trotsky, Radek,


Zinoviev, Sokolnikov, Kamenev, Shylapnikov, Bhukarin, Rykov, and
other who did not believe that Socialist development of our country was
possible, bowed before the "omnipotence" of capitalism and in their
endeavour to strengthen the position of capitalism in the Soviet country
demanded far-reaching concessions to private capital, both home and
foreign and the surrender of a number of key positions of the Soviet
power in the economic field to private capitalists, the latter to act either
as concessionaries or as partners of the State in mixed joint stock
companies."

"Both groups were alien to Marxism and Leninism."

Indonesianya:
"Pertama adalah "Kaum kiri" yang besar mulut, orang tak tetap dalam
politik seperti Lominadze Shatskin dll. yang memajukan bahwa NEP itu
(Politik Ekonomi Baru, 1922) ialah pembatalan kemenangan Revolusi
Oktober, pengembalian ke kapitalisme ...

"Kemudian ada lagi capitalors (penyerah) tulen, seperti Trotsky,


Radek, Zinoviev, Sokolnikov, Kamenev, Shlyapikov, Bhukarin, Rykov
dll mereka yang tak percaya akan kemungkinan kemajuan sosialisme di
dalam negeri kita, bertekuk lutut terhadap "kemahakuasanya" kapitalisme
dan dalam percobaan mereka memperkuat kedudukan kapitalisme Soviet
Rusia, menuntut pemberian konsesi (concession) yang berakibat jauh
sekali kepada kapital swasta, baik kapital dalam ataupun di luar negeri,
dan menuntut penyerahan beberapa kunci kekuasaan pemerintah Soviet
dalam lapangan ekonomi kepada para kapitalis swasta, yang di belakang
ini akan diterima sebagai concessionaries (penyewa) atau sebagai rekan
(partner) dari Negara (Soviet) dalam Perseroan Campuran (Mixed Joint
Stock Companies)."

"Kedua golongan di atas tak bersangkutan dengan Marxisme dan


Leninisme."

Halaman 262 kitab tersebut:

"They proposed that we should throw ourselves on the tender mercies


of the foreign capitalists, surrender to them, in the form of concessions
branches of industry that of vital necessity to the Soviet State. They
proposed that we pay the Tsarist government’s debts annuled by the
October Revolution. The Party stigmatized these capitulatory proposals
as treachery".

Indonesianya:

"Mereka (Trotsky CS) mengusulkan supaya kita menyerahkan diri kita


ke bawah belas kasihannya kaum kapitalis asing, menyerahkan kepada
mereka penyewaan (concessions) cabang industri yang penting sekali
buat negara Soviet. Mereka mengusulkan supaya kita membayar
hutangnya Tsar, yang sudah dibatalkan oleh Revolusi Oktober. Partai
Komunis Rusia men-cap usulan menyerah ini sebagai satu
Penghianatan." (spasi dari pencatat).

Teranglah sudah bahwa satu dua perkara yang penting dalam


perbedaan Stalinisme dan Trotskyisme, menurut buku yang baru saja
kami peroleh ini, ialah perkara sikap Soviet Rusia dan CP Rusia terhadap
1.e Hutang pemerintah Tsar dan 2.e kapitalisme Asing di Rusia. Kedua
hal itu ditolak oleh pihak Stalin, dan diakui oleh pihak Trotsky.

Bukankah pasal 6 dan 7 dalam program minimum itu menyita dan


menolak kapitalisme asing?

Tentang hutang "Hindia Belanda" menurut PARI sudahlah tentu pula


mesti dibayar oleh Belanda sendiri. Republik Indonesia berhak dan wajib
menolak hutang "Hindia Belanda" yang sudah lenyap itu, dan gagah
mempertahankan kapital asing dan Rakyat Indonesia di bawah
perlindungannya itu.

Buat pembaca yang arif bijaksana, jujur dan mau mengerti mestinya
cukup terang sikapnya seseorang Trotskyist terhadap "hutang dan
kapitalisme asing" di bawah pemerintah yang sudah dilenyapkan oleh
revolusi, yakni menurut buku yang resmi di Soviet Rusia yang dipimpin
oleh Stalin.

Memang perkara "hutang dan kapitalisme asing" itu keduanya amat


penting buat jalannya revolusi nasional dan revolusi-sosial Indonesia di
hari depan. PARI nyata memberi jawaban yang cocok dengan "sikap
resminya" Partai Komunis di Rusia di bawah pimpinan Joseph Stalin.

Mereka yang mengindahkan tuduhan "Trotskyist" terhadap PARI atau


pada siapa saja hendaknya dengan catatan di atas ini bisa memeriksa
benar-salahnya tuduhan itu. Seterusnya bisa pula menentukan masuk
golongan mana si Penuduh: 1) golongan penuduh yang jujur dan berbukti
cukupkah, atau 2) golongan penuduh yang lancang berdasarkan
kebohongan tetapi tiada dengan niat buruk atau 3) golongan penuduh
yang lancang dan sengaja bohong, lantaran dengki, chisist, khianat atau
niat busuk yang lain-lain.

Atas catatan penting di atas sebagai batu ujian, maka seseorang


Penuduh mungkin bisa diputar menjadi si Tertuduh. Seseorang yang
ingin menyembunyikan maksudnya sendiri yang sebenarnya.
Umpamanya tentang "diplomasi"nya yang katanya berdasarkan
perhitungan, atau pada politiknya yang sudah pernah atau masih terlibat
dalam perkakas imperialisme: Hokokai, Nica atau Sibar.

Nama Partai tiadalah begitu penting. Mudah menukarnya. Asal saja


isinya tetap. Partai Komunis Rusia sendiri sampai 3 kali bertukar nama!
Yang penting ialah sifat (essence) revolusioner pada tiap-tiap tingkat dan
keadaan perjuangan. Jangan terlibat dalam aksi kontra revolusi,
provokasi atau oportunisme. Marxisme itu bukanlah satu dogma, satu
kaji hapalan. Melainkan satu pedoman perjuangan klas. Satu metode,
dialektis-materialistis yang mesti dilaksanakan cocok dengan tempo dan
tempat.

PARI semenjak hampir 20 tahun, berfilsafat Marxisme, yang dengan


siasat leninisme, menuju ke arah revolusi nasional, revolusi sosial, ke
masyarakat sosialis, sampai ke masyarakat komunis di seluruh dunia.

PERKARA KERIBUTAN TAHUN 1926

Banyak orang di Indonesia ini, terutama di antara "komunis" sendiri


yang menyalahkan saya dan menimpakan kegagalan percobaan
menggulingkan pemerintah Belanda di tahun itu pada bahu saya. Apalagi
pemuda sekarang yang pada masa itu baru atau belum lahir selalu
dikeruhkan kepalanya oleh satu golongan teristimewa anti Tan Malaka.
Golongan anti Tan malaka ini bekerja keras di jaman Belanda, Jepang
apalagi sekarang, di jaman Republik Sukarno-Hatta ini.

Perkara anti dan pro itu sudah tentu semestinyalah dalam satu
perjuangan politik. Sedangkan dalam perjuangan agama yang semestinya
suci itu dan perjuangan science, ilmu yang mestinya objektif tenang itu
golongan anti dan pro itu tiadalah sedikit banyaknya. Sudahlah cukup
disebut, bahwa Nabi Isa mengenal Yudas dan para pendeta Yahudi ialah
musuh yang mengirimnya ketiang gantungan. Nabi Muhammad
bermusuh mati-matian dengan Abu Jahil. Lenin pernah dituduh sebagai
spion Jerman oleh musuhnya.

Cuma lucunya dalam propaganda anti Tan malaka itu mereka yang
dikatakan berlawanan dengan saya itu adalah mereka yang saya sendiri
tiada sangka atau percaya begitu saja akan berlaku begitu. Sdr. Musso
yang katanya mengadakan anti propaganda terhadap saya, lebih kurang
10 tahun sesudah kejadian tahun 1926 itu, belum sampai saya kenal diri.
Anehnya Sdr. Musso selalu saya kemukakan di luar Indonesia, dalam
surat di Manila, sebagai salah seorang pahlawan Indonesia yang berjuang
menentang imperialisme Belanda. Alimin adalah tiga kali datang
menjumpai saya di luar negeri, sebagai utusan PKI dan atas anjuran saya
sendiri. Alimin berada di samping saya di Manila ketika putusan
mengadakan revolusi itu dikirimkan kepada saya. Sdr. Aliminlah yang
membawa putusan saya sebagai thesis dan Aliminlah yang menjadi
utusan saya.

Mesti diperingatkan di sini, bahwa di masa itu keduanya Sdr. Alimin


dan Musso baru saja meninggalkan Serikat Islam di bawah pimpinan
Almarhum Cokroaminoto dan Haji Agoes Salim, dan memasuki PKI.
Para Komunis lama, yang dianggap tahu seluk-beluknya PKI seperti Sdr.
Semaoen, Darsono, Soebakat dan saya sendiri berada di luar Indonesia
serta Almarhum Soenono mati dalam bui. PKI berada di bawah pimpinan
kebanyakan orang muda atau baru dan kurang pengalaman.

Berhubung dengan beberapa hal yang bisa menyinggung-nyinggung


aksi komunis di luar negeri dan karena saya sendiri memang tak suka
memperdulikan tuduhan yang saya tahu bohong, tak beralasan dan
semata-mata provokasinya musuh, maka selama ini semua tuduhan itu
saya biarkan saja. Saya percaya bahwa sejarah ada di pihak saya. Dari
semua pihak yang saya percayai, saya dengar, bahwa sikap saya pada
tahun 1926-27 itu 100% dibenarkan oleh instansi (tingkat) yang tertinggi.
Dengan mereka yang tak tahu seluk-beluknya kedudukan satu Partai
Komunis pada satu negara sebagai seksi, cabang Komintern atau
Internasional III, tuduhan yang berhubungan dengan tahun 1926 itu,
selamanya ini saya pikir baik dibiarkan saja. Apalagi "resminya"
Internasional III atau Komintern sudah dibubarkan pada tahun 1943. Lagi
pula selalu saya pikir, bahwa tiadalah rasanya membikin lebih enak
perasaan ratusan teman seperjuangan saya sendiri, yang hampir 20 tahun
menderita sengsara hidup karena akibatnya keributan tahun 1926 itu di
Digoel yang sekarang kembali ke tempatnya masing-masing, kalau
mereka insaf, bahwa mereka adalah korban provokasi musuh! Kelak
kalau mereka perlu dibicarakan kembali, hal itu tak ada orang akan lebih
bergembira dari pada saya sendiri. Cuma perkara itu mesti dibicarakan
oleh badan yang kompeten, bevoegd, berhak membicarakannya dan
tentulah mestinya satu Hakim Komisi Internasional.

Tetapi sebab dalam revolusi Indonesia sekarang ini, Agen NICA dan
korbannya orang Indonesia bergiat mengadakan propaganda anti Tan
Malaka itu, maka saya perlu mengemukakan beberapa hal. Bukan
sebagai pleidoi, pembebasan yang sempurna, sebab si penuduh yang
sebenarnya, saksi yang sebenarnya tak ada apalagi Hakim yang berhak,
ialah yang ditetapkan oleh Komintern sendiri, melainkan sebagai
petunjuk, suggestion, kepada yang berkepentingan dan bisa berpikir
tenang-saksama. Perkara yang saya anggap intern, perkara dalam, masih
terpaksa ditunda sampai berhadapan dengan Hakim yang sah. Dan
rahasia saya itu pastilah hebat.

Putusan mengadakan pemberontakan itu diambil oleh 11 wakil PKI


pada 25 Desember tahun 1925, di Candi Prambanan, Yogyakarta buat
dilakukan pada tanggal 18 bulan Juni 1926. Keributan itu terjadi pada
12/13 November 1926, jadi hampir satu tahun di belakang putusan
Prambanan tadi. Putusan itu didesak oleh ancaman Belanda yang berniat
melarang PKI. Tidak boleh dikatakan semuanya atau sebagian besar para
pemimpin (cabang) diajak berembuk masak-masak lebih dahulu sebelum
putusan diambil.

Buat memendekan uraian ini putusan itu saya namai saja Putusan
Prambanan.

Beberapa suggestion saya akan kemukakan di bawah ini, ialah:

1. Perkara Serba-serbi.

Putusan Prambanan itu saya terima di Manila pada permulaan bulan


Maret. Saya diundang datang ke Singapura! Tetapi bukan buat
merundingkan siap apa tidaknya PKI buat memimpin revolusi pada satu
jajahan. Apa corak Politik-Ekonomi yang dituju. Juga bukan buat
merundingkan caranya memimpin pemberontakan pada jajahan tersebut.

Saya diundang datang ke Singapura buat pergi ke Moskow bersama


Sdr. Musso untuk meminta bantuan (bantuan lahir semata-mata!) oleh
karena putusan semacam itu saya anggap terlanjur bertentangan dengan
aturan Komintern, dan saya sendiri masih memerlukan perawatan dokter
yang istimewa, serta akhirnya Sdr. Alimin patut cukup dan
menyanggupkan pergi ke Singapura sebagai wakil saya buat sementara
waktu maka perjalanan saya ditunda sampai keadaan mengizinkan. Saya
tiba di Singapura pada 6 Mei 1926. tetapi malangnya, barusan saja Sdr.
Alimin dan Musso berangkat ke Moskow. Saya dapati Sdr. Subakat tak
diajak berembuk, thesis dan usul saya tak sampai pada Sdr. Musso dan
Sdr. Soegono merasa sama sekali belum siap untuk memimpin satu
pemberontakan. Bahkan Sdr. Soegono sendiri yang ingin berjumpa
dengan saya, Soegono sendiri ketua VSTP yakin, bahwa mogok umum
pun masih susah buat diadakan di masa itu (VSTP kumpulan Spoor dan
tram personel), adalah salah satu kumpulan yang mempunyai sejarah
yang paling tua dan paling gemilang di Indonesia. Kumpulan itu mulanya
dipimpin oleh Sosial Demokrat Belanda seperti Sneevliet, Baars, Dekker,
Bergsma dan oleh Sdr. Semaoen dan Kadarisman. VSTP mempunyai
sejarah revolusioner yang gemilang belum ada taranya tentangan
organisasinya di Indonesia kita ini. di bawah pimpinan lama pernah
mempunyai anggota-membayar-kontribusi sampai 17.000, mempunyai
gedung buat kantor, percetakan, propagandis dan surat kabar yang amat
rapi aturannya. Tetapi di bawah pimpinan Soegono tahun 1926 itu,
disebabkan sebagian besar oleh fraksi dan akhirnya karena memang
krisis sudah lalu maka anggota VSTP merosot sampai 4 atau 5.000 (yang
aktif saja).
Ditinggalkan oleh Sdr. Alimin dan Musso, kami (Sdr. Subakat buruan
di Singapura, saya dan Sdr. Jamaludin Tamim yang baru datang dari
Jakarta buat menjalankan instruksi pimpinan PKI) melanjutkan pekerjaan
kami.

Kami berada di Singapura sampai sehabis keributan Bantan dan


Silungkang. Sdr. Alimin dan Musso kembali dari Moskow sehabisnya
keributan itulah pula!

2. Perkara Otoritas Instansi

Pada tahun 1923, saya oleh Komintern diberi surat kuasa mengawasi
pergerakan Komunis di semua negeri Selatan, Indonesia, Filipina, Birma,
Siam, Malaka dan Indo China. Oleh Provintern dan dengan persetujuan
Konferensi Canton, tahun 1924 buat memimpin Secretariaat dan Majalah
"The Dawn" untuk kaum pelaut seluruhnya Pasifik termasuk Hindustan
dan Jepang. Saya langsung bertanggung jawab terhadap Komintern
dalam gerakan Komunisme dan terhadap Provintern dalam gerakan
pelaut di tempat tersebut. Tak ada instansi yang lebih rendah berada di
Asia tempat saya bertanya. Ini dijelaskan benar oleh wakil Komintern
dan Provintern kepada saya dimestikan mengambil keputusan sendiri dan
bertanggung jawab sendiri kepada Komintern dan Provintern.
Kepercayaan dan tanggung jawab sebesar itu tentulah mengandung
resiko yang besar pula, apalagi terhadap diri saya sendiri. Banyak
pemimpin lain yang lebih tua dan lebih berpengalaman dari pada saya
baik orang Eropa ataupun orang Asia di masa itu. Hal ini tentulah
menguntungkan pula. Tetapi buruk baik pekerjaan sayalah yang
menangung langsung ke Moskow! Kurang pengalaman sendiri
mengerjakan pekerjaan internasional di samping mereka yang lebih
berpengalaman memperteguh rasa tanggung jawab terhadap kedua
organisasi dunia tersebut.

Keduanya Komintern dan Provintern mempunyai Anggaran Dasar


tertentu. Aturan bekerja tertentu, Program tertentu, Taktik-Strategi
tertentu yang mesti dicocokkan pula dengan dua atau tiga Kongres di
Moskow di masa lampau dan akhirnya dengan garis besar yang sudah
dirancang oleh Marx-Engels. Mengawasi gerakan Partai Komunis dan
Vakbon di Indonesia, berarti menjaga supaya dijalankannya gerakan itu
jangan menyimpang dari garis besarnya seperti tersebut di atas.
Membiarkan Partai Komunis Indonesia, yang adalah ialah seksi cabang
dari Komintern, menyimpang dari aturan atau dasar Komintern artinya
saya sebagai pengawas bisa dipecat, di-Royeer oleh Komintern.
Tanggung jawab saya yang pertama sekali sebagai wakil dari Komintern
tentulah terhadap Komintern sendiri, bukan kepada PKI. Dalam thesis
ke-sekian (49?) yang diterima Kongres ke (3?) di Moskow, ditetapkan
bahwa wakil Komintern itu terhadap seksi mempunyai hak mengusul,
mengkritik, bahkan hak VETO (melarang sesuatu putusan).

Nah! Sekarang memutuskan membikin revolusi enam bulan di waktu


depan itu oleh beberapa pemimpin saja, oleh satu Partai Komunis sebagai
seksi Komintern di tempat terpenting di dunia ini, ialah Indonesia saya
anggap bertentangan dengan kekuasaan (autoritiet) PKI sebagai seksi
dari Komintern. Pertama sekali saya pikir bahwa hal penting yang
mengenai seluruh dunia itu mesti diputuskan di Moskow bersama Partai
Komunis lainnya. Di Moskowlah mestinya bersama-sama diperiksa
apakah organisasi, class struggle (dalam organisasi), kesiapan anggota
PKI dalam hal Komunisme dan percobaan klas, serta kesiapan partai
Komunis lain buat menyambut dan membantu revolusi Indonesia di
bawah pimpinan PKI itu semuanya sudah siap sedia. Perkara senjata
adalah barang tersambil, tak mengenai dasar serta organisasi dan taktik-
strategi gerakan komunisme. Senjata itu memang boleh dicari ke semua
tempat dan di segenap tempo. Tetapi senjata komunis yang sebenarnya
ialah rancangan politik, organisasi, semboyan dan propaganda-agitasi.
Senjata yang dipegang oleh balatentara imperialisme Belanda itu dalam
keadaan yang sungguh revolusioner mudah direbut dengan lidah, pena
dan tangan dan bambu-runcing. Bacalah "Semangat Muda" tentang hal
senjata itu. Sekarang nyata kebenarannya!

Seandainya pemberontakan Indonesia akan "diterbitkan" dan dipimpin


oleh satu partai nasionalis atau ke-islaman, maka PKI sebagai seksi
Komintern sudah tentu tak perlu bertanggung jawab terhadap Komintern.
Tetapi dalam hal ini PKI bisa juga membantu dengan langsung atau tak
langsung dengan tiada perlu langsung bertanggung jawab terhadap
Komintern.

Maka berhubung dengan kedudukan PKI sebagai seksi cabang dan


kedudukan saya sendiri sebagai wakil Komintern maka saya yakin betul,
bahwa saya wajib mengambil sikap yang tepat-cepat. Tetapi sikap itu
tiadalah sampai menjatuhkan Veto, ialah hak melarang. Melainkan
mengusulkan, supaya lebih dahulu sebelum pergi ke Moskow, meminta
bantuan itu, kita mengadakan konferensi di Singapura, yang diwakili oleh
semua cabang yang penting. Di sana akan dibicarakan, sikap dan aksi
apakah yang pantas diadakan buat menyambut larangan terhadap PKI.
Sikap dan aksi itu mesti revolusioner, tetapi mesti cocok dengan
kekuatan diri sendiri yang ada dan tersembunyi dan cocok pula dengan
kekuatan musuh yang ada dan tersembunyi. (Lihatlah Menuju Republik
Indonesia, Semangat Muda, dan Aksi di Indonesia yang ditulis di masa
itu). Larangan Belanda semacam itu tak boleh menyebabkan putus asa
atau mata gelap seorang Marxist, Leninist.

Sekali-kali tak boleh memberi kesempatan pada percobaan provokasi


musuh. Partai Komunis Jerman dll, negeri Barat, bahkan Rusia sendiri
sering berhadapan dengan larangan ini dan itu. Tetapi tiada perlu satu
larangan itu dibalas dengan pemberontakan.

Berapa kali Partai Komunis Jerman atau Rusia terpaksa lari bekerja ke
bawah tanah, sampai tempo dan tempatnya buat keluar dan menyerang
datang. Itulah yang dinamai elastis dalam gerakan komunis. Organisasi,
taktik-strategi mesti dicocokkan dengan pekerjaan terbuka atau tertutup.
Kalau perlu maka HQ (Pusat Pimpinan) bisa dipindahkan buat sementara
tempo ke lain tempat. Saya mengusul supaya di Singapura diadakan
reserve HQ.

Jadi bukan maksud, sikap dan aksi saya pada tahun 1926, buat
melarang aksi revolusioner, melainkan menarik kembali sikap dan
tindakan yang saya rasa tidak tepat (Putusan Prambanan) ke sikap dan
tindakan yang tepat ialah cocok dengan dasar komunisme dan Putusan
Kongres yang sudah diambil beberapa kali di Moskow, dan cocok
dengan otoritas Komintern dalam gerakan yang mengenai dunia
Internasional.

Tetapi sebelumnya pergerakan PKI di bawah kembali ke jalan


komunisme (pengunduran teratur) haruslah lebih dahulu dicabut kembali
Putusan Prambanan yang saya anggap bukannya kekuasaan otoritas PKI
sebagai seksi cabang Komintern, semata-mata.

Pencabutan Putusan Prambanan itulah langkah pertama. Langkah


kedua ialah menentukan sikap yang komunistis, berdasarkan Massa Aksi
dengan tuntutan yang nyata-dirasa, yang kalau kekuatan, keadaan
organisasi mengizinkan, naik terus sampai dengan revolusi nasional dan
sosial. Sebelum Putusan Prambanan itu dicabut, maka kekacauan sajalah
yang akan menimpa pergerakan revolusioner Indonesia.

Sebagai wakil Komintern saya anggap saya berhak dan wajib


mengusulkan cabut-kembali, Putusan Prambanan, karena putusan itu
tiada diambil dengan persetujuan, bahkan tiada dengan pengetahuan
Komintern ataupun wakilnya lebih dahulu. Putusan Prambanan tiada
dicabut kembali. Akibatnya aksi yang dilakukan oleh PKI menurut
Putusan Prambanan dengan tiada persetujuan lebih dahulu dari
Komintern, ialah instansi yang saya anggap perlu diberitahukan lebih
dahulu dalam perkara sepenting itu, saya tolak seluruhnya kalau
ditimpakan kepada saya.

Kewajiban saya buat mengusulkan mencabut kembali putusan yang


tiada sah itu sudah saya jalankan. Juga cukup usul dari pihak saya dan
teman seperjuangan seperti Subakat dll. di luar dan di dalam Indonesia.
Buat membawa kembali PKI ke jalan Massa-Aksi dan komunisme.
Dalam hal ini saya rasa saya cuma menjalankan kewajiban dan tanggung
jawab saya terhadap Rakyat Indonesia, PKI, dan Komintern.

Mungkin ada yang berkhianat kepada PKI ataupun Komintern, atau


dengan sadar atau tidak menjerumuskan Rakyat Indonesia dan PKI ke
jurusan malapetaka. Saya katakan sekali lagi mungkin; saya tak tahu
orangnya. Tetapi saya sanggup mempertahankan sikap saya di hadapan
mahkamah Revolusioner Internasional yang sah, di tempat dan tempo
manapun juga di hari depan.

3. Perkara Cooperasi (kerja bersama) Internasional

Kaum buruh sedunia bersatulah!

Inilah seruan Manifesto Komunis lebih kurang 100 tahun lampau.


Komintern adalah Badan Proletar revolusioner sedunia yang menjadi
pelaksana seruan kaum buruh di bawah pimpinan Marx dan Enges tadi.
PKI sebagai Seksi Komintern wajib menterjemahkan dan melaksanakan
persatuan itu dalam suasana Indonesia dan dunia sekitarnya pada tahun
1926.

Adakah pimpinan PKI cukup memperhatikan hal itu?

Seandainya PKI belum menggabungkan diri dalam sesuatu badan


Internasional sebagai Partai Komunis, sepatutnyalah dia lebih dahulu
menduga keadaan di dalam dan di luar Indonesia kalau mengambil satu
tindakan! Cara berpikir ialah Materialisme Dialektis. Menurut filsafatnya
Materialisme Dialektis maka kodrat revolusioner dari masa murba itu
turun naik dengan turun dan naiknya keadaan ekonomi. Di waktu krisis
hebat memuncak, maka hebat memuncaklah pula keinsyafan, perasaan
serta kemajuan kaum proletariat. Di masa ini mungkin kapitalis
Internasional bercakar-cakar, pecah belah atau bermusuhan dan kekuatan
proletariat dalam dan luar negeri lebih mudah dipersatukan. Inilah
masanya buat proletariat sesuatu negeri buat mengadakan menurut
kekuatan dalam dan luar! Sebaliknya di masa Hoch Konjuktur, di masa
makmur, di masa produksi memuncak, di masa hampir semua kaum
buruh mendapat pekerjaan, maka kendorlah keinsyafan, perasaan dan
kemauan revolusioner itu di golongan proletariat sendiri kecuali pada
sebagian kecil, ialah golongan pelopornya. Di masa semacam ini
kapitalis Internasional sedang membagi-bagi untungnya dan proletariat di
dalam dan di luar negeri lebih susah dipersatukan dan dikerahkan buat
menyerang musuh bersama secara revolusioner. Bukahlah di masa
makmur itu saat yang paling baik buat mengadakan serangan
revolusioner terhadap kapitalisme. Aksi menambah gaji memanglah baik
buat dijalankan. Tetapi semua aksi revolusioner biasanya kandas, karena
kelemahan nafsu berkorban.

Bagaimanakah keadaan nasional dan internasional pada tahun 1926.

Kita ketahui bahwa krisis hebat mengamuk pada tahun 1918 sampai
1922. Pada tahun 1926 itu roda ekonomi sedang berputar menuju ke
puncak kemakmuran. Tahun 1929 krisis mengamuk kembali di seluruh
dunia. Hal ini tidak diharapkan pada tahun 1917-1922, tetapi hal ini
benar terjadi. Hal ini di Rusia dirasa amat penting sekali. Berhubung
dengan hal ini apakah revolusi dunia mesti didorong ataukah Rusia baik
membelok dahulu ke perusahaan membangun. Inilah pertanyaan yang
timbul dalam kepala tiap-tiap komunis di mana-mana terutama di Rusia.
Mendorong revolusi dunia artinya mempersulit kedudukan Rusia di
dunia Internasional dan membangunkan kembali semangat kapital dunia
memblokir dan menyerang Soviet Rusia. Beginilah paham satu pihak di
masa ini. kita masih ingat bagaimana "Surat Zinoviev" dipakai oleh kaum
reaksioner Inggris buat memukul kaum kiri dalam pemilihan umum di
Inggris. Pada masa itu Zinoviev, yang katanya mengirimkan surat pada
kaum buruh Inggris, adalah ketua Komintern. Sekarang nyata pada kita,
bahwa Partai Komunis Rusia tiada mengambil tindakan yang disangsikan
hasilnya. Rusia membelok menukar ke lapangan membangun, ialah
menjalankan Rencana Ekonomi 5 tahun. Ini dijalankan dengan jaya.
Rencana Ekonomi 5 tahun sudah tentu membutuhkan damai buat
pertukaran barang dengan dunia kapitalis. Rusia menjual minyak dan
gandum dan membeli mesin dari negara kapitalis. Tuduhan dunia
kapitalis bahwa Komintern adalah alat pemerintah Rusia selalu dijawab:
bahwa Komintern adalah satu Badan yang terpisah dari Pemerintah
Soviet Rusia.

Adakah PKI memperhatikan keadaan Internasional di masa itu?

Saya tak mendengar hal itu diperundingkan di rapat manapun juga.


Juga tiada dikaji masak-masak ataupun diperundingkan keadaan ekonomi
di dalam negeri. Sudah diketahui sekarang bahwa hampir semua pabrik
gula pada tahun 1926 dibuka kembali. Kebon getah, teh, kopi, kina,
palm-olie (minyak sawit), tembakau dll, serta tambang emas, intan, timah
dan minyak sedang asyik bekerja mengeluarkan hasil bertimbun-timbun.
Kereta dan kapal sedang giat mengangkut hasil kapitalis melimpah-
limpah. Sebagian besar proletariat tanah dan mesin bisa bekerja dengan
upah yang menghidupkan mereka sebagai kuli. Bukanlah pada masa ini
memuncaknya keinsyafan, perasaan dan kemauan proletariat buat
diorganisir dan dikerahkan menyerang kapitalisme Belanda yang pada
saat itu tentulah siap buat dibantu oleh kapital Inggris, Perancis, dan
Amerika Serikat di sekitar dunia.

Saya selalu mendapat laporan dari PKI di masa ini! Almarhum


Aliarcham, ketua PKI selambat-lambatnya seminggu sekali melaporkan
aktivitasnya, usahanya partai di mana saja saya berada. Demikian pula
saudara Sekretaris Partai di masa itu. Tetapi sebelumnya surat Putusan
Prambanan itu dikirimkan kepada saya, tiadalah ada satu patah katapun
diarahkan kepada perundingan buat memeriksa kemungkinan sesuatu
percobaan revolusi langsung di bawah bendera PKI sebagai seksi
Komintern. Tiba-tiba saya menerima Putusan Prambanan dan undangan
ke Moskow buat meminta bantuan. Malangnya pula beberapa hari
sebelumnya saya menerima surat "undangan" itu saya menerima surat
bahwa Almarhum Aliarcham sudah ditangkap dan dibuang.

Almarhum Aliarcham di masa itu baru sedikit umurnya di atas 20


tahun. Dia ingin keluar berjumpa dengan saya. Laporannya kepada saya
membuktikan kecerdasan dan semangat revolusioner yang menyala-
nyala. Bukti pula menyatakan, bahwa sikap komunis ada padanya, ialah
berani mengakui kesalahan dan ikhlas pula mencabut kembali langkah
yang sudah terlanjur. Kehilangan Aliarcham buat partai seperti juga
kehilangan komunis-lama, seperti Soegono, di masa itu dan sekarang pun
saya anggap satu kehilangan yang sungguh merugikan.

Ringkasnya kemungkinan jaya atau gagalnya satu revolusi yang


langsung dipimpin PKI yang sudah tentu membawa pusatnya ialah
Komintern, tiadalah diperundingkan dengan para teman yang
berkepentingan. Akibatnya aksi PKI sebagai cabang Komintern, yang
tentu akan membawa-bawa Rusia pula tiada diperundingkan. Juga tiada
perundingan bagaimana dan berapa jauhnya kaum revolusioner di
Filipina, Annam dll. dan partai komunis di Amerika, Perancis, dan
Inggris bisa memberi bantuan. Kalau hal ini diperundingkan di Moskow
lebih dahulu, sudahlah pasti putusan seperti di Prambanan tak akan
berlaku ataupun timbul.

Semua uraian kita di atas tiada berarti bahwa gerakan revolusioner


bahkan revolusi pun umpamanya revolusi yang bersifat anti-imperialsme
untuk nasional tidak mungkin. Ini memangnya mungkin. Saya sendiri
selalu memajukan kemungkinan itu baik di Moskow ataupun di Asia ini.
tetapi program, organisasi, taktik-strategi serta semboyan pun mesti
dicocokkan dengan keadaan dan kekuatan yang nyata atau tersembunyi
baik di dalam maupun di luar negeri Indonesia.

4. Perkara Organisasi

Banyak pekara yang berhubungan dengan organisasi yang sudah saya


uraikan dalam tiga BROSUR terdahulu di sekitarnya tahun 1926 itu.
Uraian itu tak perlu diulang lagi.

Saya pikir, bahwa organisasi PKI tahun 1926 masih banyak


mengandung kekurangan. Maka kekurangan itu banyak pula
mempengaruhi PKI terdorong ke jurusan PUTCH, ialah aksi
bersandarkan semata-mata senjata kemiliteran. Bukannya bersandar pada
Massa-Aksi yang bersandar pada murba yang bergerak terus menerus
disebabkan terutama oleh keadaan politik-ekonomi, menuju kepada
tuntutan yang berjiwa hak politik-ekonomi pula.

Apakah motive-force, kodrat penggeraknya sesuatu partai komunis?

Hasrat sesuatu Partai Komunis, ialah mengubah masyarakat yang


berdasarkan produksi kapitalis, ialah penghasilan dengan cara memeras
(exploitation) tenaga buruh, untuk, dua tiga lusin kapitalis, melalui jalan
Massa-Aksi-Teratur, menjadi masyarakat sosialis, pada tingkat
permulaan, yakni mengadakan hasil secara rasional (terkendali) buat
seluruhnya masyarakat yang kerja menuju ke masyarakat komunis. Di
dunia sosialis isepan (exploitation) itu dilenyapkan. Di dunia Komunis,
maka Staat, Negara sebagai alat penindas kaum buruh lenyaplah pula.

Golongan apakah yang lebih pantas lagi dalam masyarakat buat


menjalankan perubahan masyarakat kapitalis itu menjadi masyarakat
sosialis (nanti Komunis) selainnya dari pada golongan yang sehari-hari
diisap dan ditindas dalam pekerjaannya dalam semua perusahaan
kapitalis? Dalam perusahaan kapitalis, yang menghasilkan besar-besaran
dengan alat mesin modern dan administrasi secara modern pulalah
terdapat proletariat modern. Di sinilah proletariat diikatkan pada mesin
modern, diorganisir dan di-disiplin secara modern, scientific menurut
ilmu.

Di dalam perusahaan modern inilah sesuatu partai komunis harusnya


mencari calon buat motive-force, kodrat-penggerak revolusi sosial.
Tingkat pertama yang baiknya ditempuh oleh pekerja-murba dalam dunia
organisasi ialah serikat buruh. Sebagian (tak semuanya) pekerja yang
insyaf akan keadaan hidupnya mempersatukan diri buat maksud yang
pertama ialah memperbaiki nasib hidupnya (tambahan gaji, kekurangan
lama kerja, hak mogok dll). Dari serikat buruh sebagai organisasi buruh
tingkat pertama inilah partai komunis seharusnya mencari calon buat
anggotanya. Dari anggota serikat buruh-lah disaring para anggota partai
komunis, yakni pelopor, kodrat-penggerak, motive-force dalam revolusi
sosial. Tak pula perlu banyak asal saja cerdas, jujur, aktif dan bisa
memimpin atau mempengaruhi seluruh serikat buruh tadi.

Syahdan dalam gerakan Rakyat berperang, maka kita lihat pertama


kader-opsir, yang memimpin tentara tetap. Di sekitarnya tentara tetap di
bawah pimpinan kader-opsir, itu kita lihat reserve dan seluruh rakyat.

Tak berapa bedanya dengan itu maka kita wujudkan dalam gerakan
revolusi sosial partai komunis sebagai kader opsir yang memimpin
serikat buruh. serikat buruh itu seolah-olah tentara tetapdi atas tadi. Di
sekitarnya serikat buruh, yang memimpin oleh partai komunis kita lihat
pekerja seluruhnya dan Rakyat lainnya.

Memang para saudagar kecil bangsa Indonesia terdesak oleh saudagar


asing. Majikan perusahaan kecil Indonesia (perusahaan batik
umpamanya) terdesak majikan perusahaan asing. Semuanya pedagang
kecil, tukang warung kecil, sampai penjual sate dan gado-gado,
disampingnya warga-kota yang kecil seperti juru-tulis, tukang,
intelligensia-miskin, yang semuanya kita namai saja warga-miskin,
terdesak sungguh oleh kapital asing. Tetapi tiada langsung terdesaknya.
Mereka berada di luar kebun, tambang, pabrik, kereta, dan perkapalan
asing. Mereka tiada diikat oleh mesin, administrasi, organisasi dan
disiplin-nya kapital asing dalam satu perusahaan asing. Sebab itulah,
maka tak tepat kalau mereka dijadikan motive-force dalam gerakan
komunis. Setengah atau satu lusin di antara mereka yang cerdas, jujur,
dan berani yang terikat oleh filsafat materialisme dialektis dan rasa
tanggung jawab terhadap masyarakat tentulah patut diterima di dalam
partai komunis. Tetapi umumnya mereka warga-miskin ini berhasrat dan
berfilsafat hidup yang berlainan dari pada proletariat modern.
Memasukkan mereka terlampau banyak ke dalam partai komunis niscaya
akan memperlemah dasar tujuan partai komunis. Mayoritas, lebih dari
setengahnya banyak warga kecil dalam partai komunis mudah
membelokkan partai komunis ke lapangan anarkisme atau oportunisme,
putsch atau kontra-revolusi. Mayoritas sebagian besar dari pada anggota
sesuatu partai komunis buat menjaga kesehatannya partai itu harus terdiri
dari proletariat industri. Para pekerja industri beratlah yang sepatutnya
mendapat perhatian pertama buat dijadikan anggota partai komunis.
Sebermula, maka harus diinsafkan lebih dahulu, oleh para pemimpin
Komunis Indonesia, bahwa Indonesia ini (pada tahun 1926 itu!) adalah
satu jajahan. Kapitalisme di sini ialah kapitalisme penjajahan dan
penjajah yang amat terbelakang pula dalam per-industrian berat di
negaranya sendiri Belanda! Perusahaan Indonesia sebagian besar terdiri
dari perusahaan bahan, seperti getah, timah, dan kina, perusahaan barang
mewah seperti teh, gula, kopi, tembakau. Memang ada perusahaan
penting (vital) seperti minyak bumi dan arang, di samping pengangkutan
modern, seperti perkongsian kereta api dan perkapalan. Tetapi
perindustrian berat seperti tambang besi, perusahaan baja dan mesin,
perusahaan barang kimia dan listrik dan akhirnya industri mesin bikin
mesin, atau industri induk, belum lagi muncul sama sekali, walaupun
bahan serta tenaga melimpah di kepulauan Indonesia ini. Lantaran
semangat ahli-keju dan tukang warung serta kedudukan perekonomian
sebagai jongos Inggris, maka pikiran dan perhatian Belanda tak sampai
dan tak mungkin sampai kepada industri induk tadi.

Indonesia belum sampai ke tingkat perindustrian berat dan baru berada


pada pemulaan industri enteng, seperti perusahaan kain, kertas, tinta dan
pena. Tetapi perkebunan, pertambangan, pengangkutan serta
perdagangan sudah dijalankan secara modern sekali dan mempunyai sifat
internasional. Pada perusahaan yang sudah sampai ke tingkat tertinggi
dalam perusahaan yang adalah seharusnya PKI memperedarkan matanya.
Kepada perusahaan yang paling modern mesinnya, yang paling up-to-
date (baru) administrasinya, yang paling penting hasilnya buat dalam dan
luar Indonesia dan akhirnya kepada buruh yang paling banyak terpusat,
paling tersusun terdisiplin, jadinya mereka yang paling merasa pula
isepan dan tindasannyalah perhatian dan usaha yang pertama seharusnya
ditujukan.

Dengan jalan terbuka kalau bisa dan jalan tertutup kalau terpaksa, PKI
seharusnya memusatkan semua perhatian usaha dan tenaganya terutama
sekali kepada buruh minyak di Cepu, Wonokromo, Palembang, Deli,
Balikpapan dan Tarakan. Di sinilah terkumpulnya 120.000 atau mungkin
lebih proletariat tulen-modern-produktif, menghasilkan barang penting
buat dunia seharusnya. Di sini PKI baru boleh dikatakan mendapat
kemenangan tentangan pengaruh dan organisasi kalau bisa mengikat
separuh atau lebih proletariat otak dan tangan. Setelah serikat buruh
tertanam di semua sumber minyak tersebut, dan setelah mendapatkan
cukup calon buat didik dan disiplin oleh PKI sebagai para anggotanya,
barulah bisa PKI berkata, bahwa dia sudah mempunyai pimpinan atas
proletariat minyak. Kalau kelak bendera PKI cabang Komintern
dikibarkan di atas tambang dan pabrik minyak tersebut, dan kapitalis
Belanda-Inggris dan Amerika mengirimkan kapal perang dan pesawat
udaranya buat membela "harta bendanya" di semua tempat tersebut dan
pasti akan dibelanya maka barulah boleh dikatakan ada jaminan, bahwa
revolusi sosial (termasuk nasional) di sana akan dibela, mati-matian
secara Komunis, cocok dengan Organisasi Program, Taktik-Strategi-nya,
Otoritas dan Namanya Komintern.

Sepadan dengan kepentingan perusahaan minyak tanah, maka


perusahaan lain-lainnya pun mesti mendapat perhatian sepenuhnya pula.
Perusahaan itu ialah perusahaan besi dan bengkel seperti Bengkel
Manggari di Jakarta, ACW di Bandung, Braat dan Nagel & Co di
Surabaya, 180 atau kurang pabrik gula di Jawa, tambang arang di Sawah
Lunto (+ 40.000 buruh kontrak dan rantai!) tambang timah di Bangka
dan Belitung, tambang emas di Bengkulu dan Minangkabau. Haruslah
pula dimasuki ratusan kebun modern dan pabrik kecil-kecil di mana-
mana. Setelah proletariat yang menghasilkan barang ini tersusun dalam
serikat buruh dan saringannya dilatih, diuji dan akhirnya diterima sebagai
anggota aktif dalam PKI maka dijalankan pula atau disampingkan pula
pekerjaan dalam perusahaan kereta-api, perkapalan, kantor, sekolah dan
polisi serta tentara.

Patut diperingatkan di sini bahwa bukannya Serikat Rakyat yang


mestinya dijadikan onderbouw, ialah lantai bawahnya PKI, melainkan
serikat buruh, menurut kepentingan buruhnya dalam dunia
perekonomian. Sebaliknya tidak pula Serikat Rakyat mesti dimatikan
otomatis, menurut salah satu putusan Kongres PKI di Yogya, Desember
1924! Ini juga bertentangan dengan putusan Komintern pada ketika saya
berada di Asia. Saya sendiri tidak mengetahui putusan mematikan Serikat
Rakyat, sebelumnya saya mengetahui putusan Komintern tadi. Menurut
pikiran saya Serikat Rakyat berhak dan patut berdiri di samping PKI dan
di bawah pimpinan semangat (spiritual leadership) PKI seperti mudah
dimaklumi warga-miskin adalah hasil imperialisme dan kapitalisme juga,
dan bermusuhan terus dengan kapital imperialis sebelumnya Negara
Nasional Indonesia didirikan. Memang semangat ke-revolusioneran-nya
turun naik menurut kemakmuran dan krisis ekonomi di Indonesia: turun
semangat memberontak sebagai golongan dalam waktu kemakmuran,
dan naik di waktu krisis. Ini adalah hal biasa! Juga terjadi di antara
golongan proletariat.

Dari Almarhum Aliarcham sendiri saya menerima laporan tentang


mematikan (sendirinya) Serikat Rakyat. Saya tentu tidak setuju, Saya
sedang berkirim-kiriman surat (dari Manila) membereskan persoalan
Serikat Rakyat itu. Tetapi malangnya pula Sdr. Aliarcham ditangkap dan
dibuang.

Di Moskow laporan saya tentang banyak anggota PKI pada tahun 1922
selalu mendapat gangguan saja kiri kanan "Bagaimana" tanya para
komunis dari beberapa negara dari yang muda remaja sampai beruban,
bagaimana bisa 40.000 banyaknya anggota PKI. Sedangkan Amerika di
masa itu baru mempunyai 2 atau 3000. Tiongkok paling banyak 100
orang dan Hindustan cuma beberapa lusin saja? Apakah industri yang
ada di Ternate, yang beruntung mempunyai 1.300 anggota yang aktif dan
taat itu tanya mereka itu pula.

Dari salah satu buku statistik (Yaarboek?) di Balai Pembacaan Jakarta


kita bisa baca berapa orang di antara mereka revolusioner di Digul yang
boleh dinamai proletariat yang dimaksudkan di Moskow dan dunia Barat.
Kalau saya tak silap cuma beberapa orang saja. Sebagian besar adalah
pedagang kecil dan guru sekolah dasar atau langgar.

Kaum pemberontak di Silungkang anggota PKI terdiri dari para


saudagar yang masuk golongan kaya buat perdagangan Indonesia, seperti
para saudagar di Lawean (solo), di Kota Gede (Yogyakarta) dan di
Kudus. Di samping Silungkang terdapat tambang arang Sawah-Lunto,
perusahaan terbesar buat seluruhnya Indonesia, dengan + 40.000 buruh
tambang yang paling terhina, terperas dan tertindas. Tetapi PKI belum
lagi bisa mengatasi kesulitan mengorganisir buruh tambang itu. Asistent
Residen di sana daya memperkosa percobaan mendirikan serikat buruh.

Para pemberontak Silungkang tentulah tiada memakai materialiasme


dialektis sebagai obor pergerakan melainkan dalam hakekatnya perasaan
kebangsaan. Tiadalah mementingkan murba dan massa aksi melainkan
keberanian dan senjata. Tiadalah pula mementingkan tuntutan politik-
ekonomi yang nyata melainkan kebencian pada pemerintah asing dan
kapitalisme asing.

Para pemberontak Banten pula menjadi anggota PKI tentulah pula


dalam filsafat hidup dan perjuangannya tiada berdasarkan Materialisme
Dialektis, melainkan keteguhan kepercayaan pada Allah (Jimat).
Tiadalah mementingkan murba dan massa aksi teratur melainkan iman
dan ketabahan, bahkan tak memperdulikan senjata "lahir" sama sekali
atau taktik strategi berjuang sama sekali. Bukanlah tuntutan Politik-
Ekonomi yang nyata yang dituju, melainkan Masyarakat berdasarkan ke
Islaman.
Tak kurang memang tak perlu kurang artinya kaum saudagar dan
kaum Islam dalam masyarakat kita. Tak pula mestinya kurang kejujuran,
keberanian dan ketabahan mereka dalam perjuangan kemerdekaan.
Tetapi pencaharian hidup yang berlain-lain yang menimbulkan wujud,
muslihat dan minat berjuang berlain-lain pula. Berhubungan dengan hal
ini sepatutnyalah para saudagar, alim-ulama dan umat Islam umumnya
mempunyai Partai istimewa yang bergandengan tangan dengan Partai
Komunis, dalam satu gabungan Nasional.

Pikiran saya, bahwa dalam Partai Komunis terlampau banyak


beranggota non-proletariat dan terlampau sedikit proletariat (mesin) dan
mungkin belum lagi 1% kaum proletariat mesin dan tanah, pabrik,
tambang dan kebun yang jumlahnya barang kali lebih kurang 3.000.000
di masa itu masuk ke dalam serikat buruh, amat disetujui oleh Almarhum
Aliarcham.

Sdr. Aliarcham memasuki pabrik gula di daerah Surabaya. Menurut


laporannya terakhir sudah mempunyai serikat buruh beranggota 200.000
orang. Tetapi ini berarti memasuki sarang macan. Laporan inilah yang
terakhir saya terima dari Sdr. Aliarcham. Ditangkap dan dibuang.
Semuanya menunjukkan bahwa PKI tidak mempunyai kader yang
proletaris tulen. Belum mempunyai reserve ialah serikat buruh yang
mengikat, umpamanya setengah saja dari proletariat mesin dan tanah.
Dengan begitu maka PKI mudah akan terdorong oleh non-proletariat
kelaparan putsch.

5. Saat menerkam dan kesimpulan

Dalam "Naar de Republik Indonesia" (1924) dan Massa Aksi (1926)


sudah luas dalam saya uraikan siasat massa aksi. Di sini cuma sedikit
tambahan saja akan disampaikan.

Baik dalam perjuangan dua orang jago silat ataupun dua tim sepak
bola, apalagi dalam peperangan negara dan negara maka saat bila akan
menerkam itu amat penting sekali buat diperhatikan.

Saat itu pada instansi, tingkat terakhirnya, ialah ketika kita mempunyai
kekuatan sebesar-besarnya dan musuh sekecil-kecilnya. Pada saat itulah
bisa dilakukan pukulan terakhir (strategic-blow).

Maksud pukulan terakhir itu ialah dengan cepat, sekonyong-konyong


dan dengan kekuatan sebesar-besarnya menerkam rantai terlemah tentara
musuh dengan maksud memutuskan rantai organisasinya serta akhirnya
menghancur-leburkan seluruhnya tentara musuh itu.
Saat menerkam itu teramat penting pula dalam perjuangan
revolusioner berdasarkan massa-aksi-teratur. Pukulan terakhir itulah pula
yang diwujudkan oleh massa aksi teratur itu.

Tetapi ada banyak perbedaan antara tentara perang dengan tentara


revolusi. Yang paling mencolok mata di antara perbedaan yang banyak
itu ialah: Pertama, Tentara Perang itu sudah lebih dahulu bisa dihitung
banyak prajuritnya, baikpun kader, Tentara tetap atau reservenya. Tetapi
tentara revolusi itu tak bisa ditetapkan Partai, Serikat buruh dan lain-lain
kumpulan serta rakyat revolusioner yang akan membantu dengan pasti.
Kedua, bahwa latihan tentara perang sudah bisa dilakukan seluas-luasnya
dan sedalam-dalamnya di waktu damai. Latihan partai, serikat buruh dan
kumpulan Rakyat tiadalah bisa dilatih betul kalau tidak ada krisis
ekonomi atau politik. Ketiga, senjata tentara perang sesuatu negara bisa
ditentukan lebih dahulu, baik di waktu damai ataupun tambahnya di
waktu perang dengan jalan membeli atau membikin sendiri. Tetapi
tentara revolusi sudahlah tentu tentaranya golongan orang miskin,
pastilah pula amat sedikit di waktu damai, tetapi mungkin amat banyak di
musim reovlusi (contoh revolusi Perancis, Rusia dan Indonesia
sekarang).

Baik perkara banyak orang (massa), latihan berjuang ataupun


persenjataan satu golongan pemberontak, boleh dikatakan sama sekali
tergantung pada psychology , ialah jiwanya Rakyat murba pada sesuatu
negara.

Menurut filsafat berdasarkan Materialisme, kebendaan, maka jiwa


murba tadi terombang-ambing lantaran keadaan lahir, kebendaan, ialah
susah mudahnya mendapatkan makanan, pakaian, perumahan dll. Dalam
dunia kapitaisme keadan lahir ini berpusat pada susah-mudahnya
mendapatkan pekerjaan ialah jalan mendapatkan upah, ialah jalan pula
mendapatkan makanan, pakaian dan perumahan tadi. Di musim rodanya
kapitalisme berputar lancar, mudahlah mendapatkan benda, matter,
keperluan hidup itu. Karena mudahnya itu, maka yang revolusioner-pun
bisa menjadi lembek, lena, lalai. Di musim rodanya kapitalisme berhenti
berputar, atau krisis susahlah atau mustahillah mendapatkan benda tadi
buat keperluan hidup. Sesabar-sabar dan sealimnya orang dia bisa
menjadi mata gelap, merasa sendiri dan melihat anak istri kelaparan,
bertelanjang dan bergelandangan di hujan panas. Kaum berpikir bisa
menjadi revolusioner di masa krisis seperti itu.

Menurut filsafat Materialisme yang bersandar pada Dialektisme,


pertentangan, maka pikiran revolusioner itu melantun
(terugkaatsenrebound) kembali kepada MATTER, kebendaan, seperti
penghidupan, produksi-distribusi, akhirnya kepada negara dan produksi-
distribusi (ekonomi) lama dan membangunkan yang baru. Jiwa semacam
ini dinamai revolusioner.

Ringkasnya di musim krisislah bisa diharapkan tentara revolusioner


yang besar, giat-berlatih secara massa-aksi seperti mogok-demonstrasi
yang mempunyai maksud yang pasti-terbatas disertai oleh tuntutan pasti-
terbatas pula (clear-cut-aim). Dalam latihan itu kelak bisa ternyata berapa
jauhnya murba yang beraksi itu bisa dipimpin dengan selamat, ialah
supaya pengorbanan bisa sekecil-kecilnya dan hasil yang diperoleh
adalah sebesar-besarnya. Kalau krisis memangnya mendalam,
berhubungan dengan itu jiwa Rakyat memangnya positive revolusioner,
maka jiwa Rakyat Murba Indonesia yang menyala-nyala itu pastilah akan
menjilat-jilat benteng pertahanan imperialisme Belanda, dan memasuki
sanubarinya serdadu yang bersenjata dalam benteng itu. Senjata yang
disimpan oleh serdadu yang berdiam dalam benteng Cimahi, Magelang,
dan Bandung itu, akan dikembalikan kepada Rakyat revolusioner buat
diganti menjadi prajurit revolusioner dari penjual kepala bertukar
menjadi pahlawan revolusi.

Bila saatnya menerkam, sampai bila pukulan terakhir bisa dijatuhkan


dan saatnya benteng imperialisme Belanda menyerah bulat-bulat dengan
serdadu dan senjatanya tergantung pada beberapa faktor:

1. Keadaan ekonomi (ada tidaknya krisis).

Di atas tadi sudah diterangkan bahwa tahun 1926, ialah musim


(cyclus) naiknya kapitalisme dunia (Hoch-Konjucktur). Getah, minyak,
timah, emas, intan, gula, kopi, teh, kina dll laku lagi. Kaum buruh
sebagian besar terisap lagi oleh perusahaan pabrik, tambang, kabun dan
pengangkutan. Semangat revolusioner buat seluruhnya Rakyat terpukul
oleh kemakmuran sementara itu. Dibanding dengan tahun 1945, sesudah
perang dunia 5 ½ tahun dan Rakyat Indonesia diisap, dirampoki mesin,
emas-intan-berlian, padi dan gadisnya: ditindas, ditampar dan dibunuh
serdadu perampoknya Tenno Haika, maka kemakmuran dan
ketentaraman tahun 1926 kalau dibandingkan dengan kemakmuran dan
ketentraman tahun 1946 adalah benar-benar seperti perbedaan bumi
dengan langit. Jiwa Rakyat (semangat revolusioner) perbandingannya
cocok dengan perbandingan keadaan lahir itu.

Walaupun demikian dalam tulisan saya (Naar de Repulik Indonesia,


Massa-Aksi dan Semangat Muda) saya akui penuh keadaan dan semangat
revolusioner di Indonesia. Lebih revolusioner daripada di beberapa
negara lain karena seperti saya tulis dalam "Naar de Republik Indonesia"
di Indonesia seluruhnya Rakyat tak akan kehilngan apa-apa dalam
revolusi, kecuali belenggunya. Lantaran di Indonesia lemah sekali kaum
tengah yang bisa menghambat gelombang revolusi Indonesia, kalau
betul-betul murbanya bersatu dan berdisiplin menuju ke satu program
yang sesuai dengan kekuatan dirinya sendiri.

2. Partai Berdisiplin.

Partai Komunis ialah pelopornya revolusi. Di negara merdeka,


demokratis-kapitalis, maka partai komunis itu terutama memimpin
proletariat meruntuhkan negara kapitalis itu, sambil me-netralisir kaum
tengah (menjaga jangan sampai sebagian kaum tengah dipakai melawan
proletariat, bahkan sebaliknya sebagian lagi bisa digerakkan membantu
proletariat).

Di negara setengah feodalis setengah kapitalis, maka partai komunis


memimpin revolusi pada tingkat pertama ke negara demokratis, dan
menurut keadaan dalam dan luar negeri seberapa bisa mendorong ke
revolusi sosial.

Di negara jajahan yang kapitalis, maka partai komunis pada tingkat


pertama memimpin revolusi anti imperialisme buat mendirikan negara
demokratis, serta selanjutnya menurut keadaan dalam dan luar negeri
mendorong ke revolusi sosial, ialah seberapa bisa pula.

Taktik strategi perjuangan di negara setengah feodalis dan setengah


kapitalis dan di negara jajahan itu amat kompleks, sulit dan berhubungan
dengan itu partai komunis, mestinya amat elastis: sanggup menyesuaikan
dirinya dengan keadaan dan tingkatnya (phase) revolusi dengan tiada
boleh melupakan ke-revolusionerannya. Bagaimana memimpin golongan
yang sekarang revolusioner (borjuis tengah dan bawah) dan besoknya
sebelum atau sesudahnya mencapai kemerdekaan demokratis bisa dengan
sekejap mata membalik menjadi kontra-revolusioner, inilah persoalan
yang sukar dalam keadaan begini.

Dalam perjuangan maju-mundur itu, dengan teman seperjuangan


(kaum borjuis atas, tengah dan bawah) yang sekarang kawan, besoknya
bisa menjadi lawan itu, maka disiplin partai komunis itu mestinya tegap
seperti baja. Putusan yang diambil dengan persetujuan suara lebih dalam
perundingan demokratis, serta masak-masak, mesti dijalankan oleh
seluruhnya partai, bahkan oleh suara kurang pun (minoritas) ...........
Perhatikan suara lebih dan perundingan demokratis!
Disiplin itu mudah dijalankan kalau memang sebagian besar
anggotanya sendiri terdiri dari proletariat industri modern yang sudah
paham benar atas Materialisme Dialektis. Susah atau mustahil dijalankan
kalau sebagian besar anggotanya terdiri dari bojuis tengah (Silungkang
dll.) serta Islam revolusioner (Banten, Minangkabau dll.).

Lebih mudah disuruh maju di waktu krisis, kalau terlampau banyak


beranggota warga miskin, yang umumnya condong kepada fasisme atau
anarkisme itu. Lebih mudah disuruh mundur di waktu kemakmuran,
kalau terlampau banyak ber-anggota warga miskin dan tengah, karena
mereka umumnya condong oportunisme.

3. Seluruhnya Rakyat di bawah pimpinan (disiplin partai komunis).

Hampir seluruhnya Rakyat Rusia Proletariat mesin dan tanah, serta


sebagian besar kaum tengahnya -- sesudah mendapat pengalaman yang
berharga dalam perjuangan yang lama yang mundur maju semenjak dari
tahun 1905 sampai tahun 1917 -- akhirnya di bulan Nopember 1917 itu
sudah sampai mengakui otoritasnya Partai Komunis Rusia. Terkaman
terakhir pada bulan Nopember tahun 1917 diadakan sesudah partai
komunis mendapat kemenangan yang nyata dalam pemogokan,
demonstrasi, pemilihan kota, daerah dan nasional dan akhirnya di
kalangan tentara, ialah kaum buruh tani yang bersenjata.

Seperti disebut di atas, maka disamping PKI yang sebagian besar dari
anggotanya itu bukanlah proletariat mesin dan tanah, cuma berada
beberapa serikat buruh yang mengikat paling banyaknya 1% saja dari
seluruhnya proletariat. Yang paling teguh organisasinya bukanlah pula
buruh produktif, mengadakan hasil, melainkan buruh pengangkutan
(VSTP). Buruh pabrik, tambang dan kebun masih cerai sahaja.

Pada tahun 1926, maka Serikat Islam masih berdiri terus dan belum
mendapat kecocokan dengan PKI. Serikat Budi Utomo, Pasundan,
Sumatera, Minahasa, dan Ambon masih berdiri sebagai benteng
propinsialisme

Dengan demikian, maka pertama PKI belum bisa secara organisatoris,


tersusun mengikat seluruhnya golongan proletariat dengan perantaraan
serikat buruh. Kedua belum pula bisa mengikat warga miskin, yang
banyak terdapat di bawah pimpinan atau seluruhnya Serikat Islam,
apalagi kaum tengah, seperti saudagar atasan, Pamong Praja (BB) dan
intelligensia miskin. Ketiga propinsialisme belum lagi ditarik ke jurusan
nasionalisme secara organisatoris.
Sedikit saja pemberontakan, kalau berlaku, mendapat perlawanan dari
imperialisme Belanda, maka semua golongan atas dan tengah yang
dipengaruhi Islamisme dan propinsialisme itu bisa disusun dan dipakai
oleh imperialisme Belanda menentang pemberontakan di bawah
pimpinan PKI.

Sekarang saja (May 1946) sudah Rakyat Indonesia 3 ½ tahun lamanya


menyaksikan dengan matanya sendiri kelemahan Belanda terhadap
Jepang, menyaksikan dengan matanya sendiri kerendahan watak budi
pekerti, bahkan moralnya Belanda ....bekas Tuan dan Nyonya Besar serta
Noni ...... dan mendirikan Republik merdeka pada tanggal 17 Agustus
1945, masih bisa Belanda memakai agama dan propinsialisme, bahkan
nasionalisme dan sosialisme buat meruntuhkan Republik Indonesia dan
mengembalikan Indonesia ke Status penjajahan.

Cuma partai komunis, beranggota sebagian besar proletariat mesin,


yang memimpin atau mempengaruhi serikat buruh dan Sarekat Rakyat
Miksin; Partai komunis, yang berfilsafat Materialisme Dialektis dan
menjalankan putusan yang diambil oleh Kongres Komintern-lah yang
mempunyai pengharapan buat memimpin gerakan revolusioner di
Indonesia sampai ke tingkat yang cocok dengan kekuatan dalam dirinya
sendiri dan bantuan diplomasi dan moril dari dunia luar.

Seluruhnya Rakyat baru boleh dikatakan berada di bawah pimpinan


Partai Komunis itu jikalau Rakyat seluruhnya bisa dimajukan -- kalau
saatnya tiba dan dimundurkan kalau terpaksa -- dengan tiada mengurangi
kepercayaan rakyat murba pada Partai Komunis itu. Takut mencabut
kembali sesuatu putusan yang sudah diambil beberapa pemimpin, karena
takut Rakyat akan marah berarti bahwa Rakyat itu belum lagi di bawah
pimpinannya Partai tadi.

4. Tuntutan yang nyata dan semboyan

Membentuk tuntutan politik dan ekonomi yang nyata dan dirasa oleh
Rakyat umumnya dan klas proletariat khususnya, adalah satu perbuatan
yang amat sulit. Cuma mereka yang sudah paham betul tentangan
dasarnya filsafat Materialisme Dialektis dan cukup paham tentangan
sejarah, kebudayaan, penghidupan dan jiwanya Rakyat Indonesia-lah
yang bisa membentuk tuntutan politik ekonomi serta semboyan yang
nyata dan terasa itu buat Rakyat Indonesia ini. tuntutan yang nyata dan
terasa itu yang bisa menggetarkan jiwa seluruhnya murba berjuang itu,
memperteguh imannya dan menimbulkan keikhlasan berkorban.
Semboyan yang tepatlah yang menggetarkan jiwa Rakyat Perancis
dalam masa pemberontakan tahun 1789 terhadap feodalisme, yang
mendorong mereka berkorban menanam Kemerdekaan, Persamaan, dan
Persaudaraan (Liberte, Egalite, Fraternite) di seluruh benua Eropa.

Semboyan dan tuntutan yang konkrit, nyata terasa, yang dibentuk oleh
satu partai proletariat yang sudah lolos dalam beberapa ujian Massa-
Aksi, besar-kecil, politik dan ekonomi partai yang cakap bijaksana
mencocokkan semboyan dan tuntutan itu dengan jiwanya proletariat
mesin dan tani di Rusia pada tiap-tiap fase perjuangan itulah pula perkara
yang maha penting dalam revolusi di Rusia.

Tuntutan dan semboyan yang nyata terasa itu adalah tercantum pula
dalam salah satu putusan dalam salah satunya Kongres Komintern.

Apabila salah seorang dari kami menanyakan pada seorang pemimpin


PKI apakah semboyan dan tuntutan yang akan dimajukan kalau kelak
Putusan Prambanan dijalankan, maka dijawabnya: "Bunuh Belanda".

Memangnya perang Jambi (1916) juga memajukan semboyan


semacam itu. Tetapi semboyan Komunis hendaknya lain dari itu.

Apabila salah seorang dari pada mereka yang hendak menjalankan


Putusan Prambanan itu ditanyai pula, apakah ujian buat seseorang, yang
sudah berjanji ikut menyerbu itu, maka dijawabnya: "Siapa berani
majulah ke depan! ".

Di Silungkang banyak kejadian aneh, setelah dentuman bedil


sebenarnya terdengar serta pasukan serdadu sebenarnya dilihat oleh
"would be" bakal pemeberontak itu!

5. Semangat Prajurit.

Salah seorang ahli jiwa memajukan tiga perkara yang umumnya


ditakuti oleh manusia yakni: 1. ular, 2. darah manusia mengalir, 3. mayat.
Tiap-tiap pembaca bisalah memeriksa kebenaran perkatannya itu.

Tiadalah seorang pula bisa menyangkal kebenaran satu pepatah yang


bunyinya: Habis geli karena digelitik. Hilanglah geli telapak kaki kalau
selalu digelitik (raba) atau bergeseran dengan tanah. Hilanglah pula
ketakutan pada ular, darah atau mayat itu kalau selalu melihatnya.
Tukang potong sapi apalagi algojo tentu tak begitu takut sama darah
mengalir seperti seorang vegetarian (tak makan daging) berasal dari
Dravide (keling) umpamanya.
350 tahun bangsa Indonesia diperas, ditindas dan dilucuti senjata serta
dilemahkan semangat perangnya. Memang sebelumnya imperialisme
Belanda masuk, bangsa Indonesialah salah satu bangsa pelaut yang
paling berani di seluruh dunia ini. Darah pemberani itu tidak hilang di
jaman Belanda itu, tetapi terpendam, karena tidak ada lagi latihan perang.
Apalagi di kota-kota besar di mana si-inlander menghamba sebagai juru-
tulis, jongos dan kuli. Semangat keprajuritan itu dan latihan bertempur
itu boleh dikatan hilang sama sekali. Taktik muslihat perang yang sangat
dikenal dan digemari oleh nenek moyang kita, silat dengan pisau atau
kelewang tak berapa dikenal oleh sebagian besar bangsa Indonesia.

Pada tahun 1926 itu sering saya dengar, memang bisa berjanji ini atau
itu sebelumnya musuh sebenarnya kelihatan, tetapi berapa orang yang
bisa menembak, kalau Moskow umpamanya besok mengirimkan lebih
banyak senjata dari yang ada di tangannya Belanda. Siapa yang bisa
terbang di antara orang PKI kalau Moskow seandainya mengirimkan
pesawat penggempur ataupun pengebom.

Jangan dilupakan, bahwa bangsa Perancis, tahun 1789, adalah satu


bangsa yang paling war-like, bersemangat perang di masa revolusi itu.
Bangsa Rusia seluruh lelaki yang kuat memanggul senapan dan sudah
berperang selama 3 ½ tahun ketika mengibarkan bendera merah pada
tahun 1917 itu.

Sekarang kita bisa membandingkan semangat keprajuritan bangsa


Indonesia 1926 dengan kaum revolusioner di Perancis dan Rusia itu,
bahkan lebih tepat dengan keprajuritan di masa sekarang tahun 1946.
Memang Jepang melatih, mungkin 2.000.000 pemuda (Keibodan,
Seinendan, Pelopor Heiho, Peta, Jibakutai) buat memperluas kerajaan
Dai Nippon. Tetapi memangnya pula perkataan Marx: Kapitalisme itu
menggali kuburnya sendiri.

Kalau tak ada latihan Jepang yang hebat, lebih hebat dan jitu dari pada
latihan Belanda, Inggris atau Amerika selama dua tiga tahun itu, maka
mustahil prajurit Indonesia dengan "bambu runcing" saja bisa merebut
bedil, tank, pesawat dan kapal perang seperti di Surabaya. Masakan
prajurit Indonesia bisa 7 bulan sampai sekarang menahan serangan udara,
laut dan darat di Surabaya dan Semarang itu. Masakan prajurit Indonesia
dengan senjata sedikit yang direbutnya itu sering menghalaukan Nica,
Inggris, Ghurka, bahkan gurunya sendiri ialah yang paling berani dan
cakap berperang di antara 4 bangsa itu: Jepang. Masakan Krawang dan
Bandung bisa dipertahankan sekuat-kuatnya! Semuanya akan lebih nyata,
kalau diplomasi ulung, yang berdasarkan "perhitungan" itu tidak
dijalankan, yakni menghentikan perang kalau Inggris-Gurka-Nica
terkepung, dan pasti menemui ajalnya kalau diteruskan.

6. Pertentangan dalam Internasional Kapitalisme sendiri.

Soal pertentangan yang ada di antara beberapa negara kapitalis satu


dengan lainnya amat besar pula artinya buat Rusia dan sangat
diperhatikan oleh Partai Bolshevik. Apabila Rusia merobohkan Tsarisme
dan menyita harta benda kapital asing (Perancis, Inggris, Jerman) maka
mereka yang empunya pabrik dan tambang di Rusia, dan berpiutang
kepada Tsar itu satu sama lainnya tak saja bertentangan melainkan sudah
berperang. Inggris, Perancis dan Jerman tak bisa bersatu menuntut
pinjaman uang, pabrik, dan tambangnya, karena satu sama lainnya lemah
melemahkan dengan akibat melemahkan kedua pihak yang berperang
terhadap Revolusi Rusia. Rusia pada permulaan revolusi mendapat
banyak keuntungan dari pertentangan kapital internasional tadi.

Imperialisme Inggris, Belanda, Perancis dan Amerika yang semuanya


tentu akan menentang habis-habisan satu revolusi Indonesia yang akan
dipimpin oleh PKI seksi Komintern pada tahun 1926 itu amat rapat
bersatu. Mereka sedang rapat bersatu menentang Komintern dan Rusia
yang masih dalam keadaan lemah dalam ekonomi dan teknik yang belum
lagi menjalankan rencana 5 tahunnya, belum lagi mempunyai bomber
penggempur dan armada itu. Mereka tak akan membiarkan satu negara
baru yang terang-terangan dipimpin oleh satu seksi Komintern berdiri
terus.

Mereka sekarang pun tak akan membiarkan begitu saja berdrinya satu
negara yang terang-terangan menegakkan Republik Komunis di
Indonesia, tetapi persatuan di antara empat imperialisme di atas tadi tidak
seperti di tahun 1926 lagi, dan Soviet Rusia bukan lagi bayi melainkan
Negara Komunis yang sudah akil-balig. Tegasnya perbandingan
kekuatan kawan-kawan di tahun 1926 jauh berlainan dari pada di masa
ini. Dahulu amat merugikan Indonesia. Berhubungan dengan itu, maka
program (minimum dan maksimum), serta taktik-strateginya revolusi di
tahun 1926 mesti dicocokkan betul dengan perbandingan kekuatan lawan
dan kawan itu, tersembunyi ataupun terbuka.

Menjawab pertanyaan di atas, yaitu bilakah saat menerkam itu tiba,


maka berhubung dengan enam perkara yang dimajukan di atas, 1. Tahun
1926 bukannya tahun krisis, 2 Partai belum cukup berdisiplin, 3. Belum
lagi seluruhnya Rakyat berada di bawah pimpinan (disiplin) PKI, 4.
Tuntutan yang nyata dan semboyan tak dipikirkan, 5. Semangat
keprajuritan Rakyat Indonesia memangnya kendor sekali, dan 6.
Imperialisme Internasional bersatu menentang yang berbau Komunisme,
tentulah belum bisa dijawab begitu saja.

Baru bisa dijawab dalam pengalaman. Sesudah PKI di-proletarirkan,


serikat buruh dimajukan, warga-miskin disusun pula dalam sususan
istimewa, dan aksi ekonomi serta politik yang berjiwa pada tuntutan yang
nyata-terasa dijalankan baikpun secara terbuka atau tertutup, maka
barulah kelak bisa diketahui bila pukulan terakhir, ialah saat menerkam
dilakukan.

Syahdan saat menerkam dengan pukulan terakhir itu sama artinya


dengan saat mendapatkan suara terbanyak, dalam partai, kumpulan
Rakyat, serikat buruh dan seluruhnya Rakyat, termasuk serdadu.

Ini pasti tak bisa ditentukan 6 bulan lebih dahulu! Cuma Joyo Boyo
yang katanya bisa menentukan bulan dan tanggal kejadian di hari depan
itu. Pemimpin Komunis besar di Baratpun sering gagal mengenal
"psychological moment" saat-jiwa memuncak itu dalam massa aksi yang
teratur yang sudah ada. Apalagi mengenal 6 bulan di depan! Perhitungan
yang berdasarkan Materialisme Dialektis bukanlah ramalan Pak
Belalang.

Apalagi perkara "mengadakan" revolusi! Barangkali malaikat bisa


"mengadakan" revolusi itu tetapi kaum komunis cuma bisa
mempersiapkan diri dan menyambut datangnya revolusi, sebagai
"resultante" (hasil dan akibat) dari 1001 perkara. Yang bisa dicetak itu
ialah "putsch".

KESIMPULAN

Kedudukan PKI terhadap Komintern, tanggung jawab saya kepada


Komintern, Rakyat Indonesia dan semua anggota PKI sendiri, memaksa
saya mencocokkan Putusan Prambanan, ialah "mengadakan"
pemberontakan 6 bulan di hari depan itu (pecahnya hampir setahun di
belakang!) dengan dasar Komunisme umumnya dan dengan semua
putusan Kongres Komintern khususnya.

Pendapat saya tentang Putusan Prambanan.

1. Berhubung dengan otoritas dan kebiasaan maka tindakan itu


melanggar otoritas Komintern. Tindakan sepenting itu, karena mengenai
dunia internasional, wajib dirundingkan lebih dahulu dengan Komintern.
Sekurangnya dengan wakil Komintern di Asia ini, ialah saya sendiri.
2. Berhubung dengan kerja bersama, cooperation, maka putusan
sepenting itu sebaiknyalah kalau diperundingkan dengan wakil beberapa
Partai Komunis yang bisa langsung atau tak langsung bisa memberi usul,
kritik atau bantuan seperti dengan partai komunis Australia, Belanda,
Inggris, Amerika dan Annam.

3. Berhubung dengan organisasi, maka saya anggap sosial-structure


(susunan golongan) dalam PKI jauh dari pada tepat. Keinsyafan atau
filsafatnya pertarungan kelas masih kurang, serta disiplin masih amat
lemah. Disampingnya itu kaum buruh industri, kaum warga-miskin
(aliran nasionalisme dan ke-Islaman) belum lagi terikat dalam organisasi
yang pantas.

4. Berhubung dengan taktik-strategi, maka dipengaruhi oleh aliran


anarkisme, oportunisme dan fanatisme. Taktik-strategi bersandarkan
massa aksi, program, tuntutan, serta semboyan yang nyata belum cukup
dipahamkan. Kekuatan lawan-kawan kurang diperhatikan, serta kekuatan
semuanya amat dipusatkan pada kekuatan senjata saja.

Maka berhubung dengan semua perkara di ataslah maka saya rasa ada
kewajiban saya mengusulkan adanya konferensi lengkap di Singapura. Di
sini akan dibicarakan perkara patut apa tidaknya dicabut kembali
putusan, yang saya pikir terlanjur dan di belakangnya amat
menggelisahkan dan mengacaukan beberapa cabang PKI yang heran
mendengarkan putusan tersebut. Sesudahnya itu baru dibicarakan sikap
dan tindakan yang mesti diambil yang cocok dengan keadaan, kekuatan
sendiri dan putusan Kongres Komintern. Salah satunya dari pada usul
saya itu ialah mendirikan pusat sebagai reserve di Singapura.

Usul saya yang dibawa oleh Sdr. Alimin disebabkan beberapa hal
(yang belum bisa disebutkan) tak sampai ke tangan yang sepatutnya.
Setiba saya di Singapura sebenarnya masih banyak tempo buat
memperbaiki yang kurang tetap dan mengembalikan PKI ke jalan
komunisme. Tetapi disebabkan banyak hal yang tak perlu dan belum bisa
dituliskan di sini, maka usaha Almarhum Subakat (Komunis tua dan mati
dalam bui), Djamaloedin Tamim (diperintahkan menjalankan Putusan
Prambanan di Sumatera), dan saya sendiri akan membawa PKI ke jalan
komunisme dan ke massa aksi itu cuma sebagian saja jaya.

PKI terdorong oleh satu organisasi baru disampingnya ialah DO yang


dipimpin oleh darah muda yang didorong oleh nafsu terbaru. Beberapa
teman di Banten yang sudah kembali dari Digul dengan panjang lebar
sekarang bisa menceritakan aksi yang memberi akibat sedih semacam itu.
Banyak pula hal yang belum bisa dituliskan berhubung dengan aksi DO
yang menyedihkan itu. Perlu disebutkan di sini bahwa kecurangan hati,
kalau ada sedikit sekali terdapat di antara para anggota PKI dan DO
umumnya mereka sangat jujur dan cukup merasa tanggung jawab. Tetapi
kesulitan berhubungan, darah panas, belum cukup memahamkan arti
Massa Aksi dan kerja tertutup, maka provokasi Belanda, bisa
menjerumuskan ribuan anggota kader revolusi Indonesia ke rumah
penjara di beberapa tempat dan ke Digul sarang malaria itu. Pasti PKI
akan membikin sejarah yang jauh lebih gemilang kalautak mendapat
tamparan sebesar itu dan mempunyai kebijakan memimpin seluruhnya
partai ke bawah tanah. Semua Partai Nasionalis sesudah PKI ternyata
kini cuma perkumpulan buat mempersiapkan diri menerima bintang dan
pertintah Tenno Haika saja.

PARI, Partai Republik Indonesia, didirikan lama sesudahnya keributan


tahun 1926 selesai. Alasan terutama ialah karena:

1. Hampir semua pemimpin PKI yang bertanggung jawab sesudah


dimasukkan ke bui atau dibuang ke Digul. Perhitungan tepat atau
tidaknya tindakan yang sudah diambil pada tahun 1926 seperti wajib dan
lazim dijalankan oleh Partai Komunis di Barat tak bisa kami jalankan
lagi.

Mengeritik tindakan yang lampau, mengakui kesalahan kalau perlu,


adalah satu sikap yang paling diutamakan oleh Partai Komunis Rusia.
Tetapi memakai terus nama PKI yang tiada mengemukakan kesalahan di
masa lampau kami rasa tidaklah akan menambah perbaikan jalannya
pergerakan revolusi Indonesia. Sesudah kesalahan diketahui dan diakui
barulah langkah baru bisa dijalankan! Begitulah pula sikap kaum
Komunis di Barat!

2. Habisnya anggota PKI yang kami kenal dari luar negeri dan
putusnya perhubungan memberi kemungkinan kelak ada mereka yang
akan meneruskan pekerjaan PKI lama dengan tersembunyi dan dengan
hati curang. Bahaya provokasi semacam ini kami anggap besar sekali.
Mungkin karena sengaja berniat jahat atau tidak berniat jahat begitu.
Tetapi lantaran kurang paham dan pengalaman maka mungkin PKI
karena popular namanya disesatkan kepada paham dan aksi yang
bertentangan dengan dasar komunisme umumnya dan Putusan Kongres
Komintern Khususnya.

Pengalaman Indonesia dengan PKI yang dikenalkan oleh V.d Plas PKI
di bawah pimpinan Jepang, PKI dengan Mr. Joesoef sebagai ketua, PKI
tahun 1936, PKI tahun 1941 dll. semua membuktikan berapa susahnya
memimpin satu Partai Komunis di sesuatu jajahan seperti Indonesia.
1001 kejadian yang menyedihkan dan menyeramkan yang berhubungan
dengan provokas Jepang terhadap PKI. Nama PKI yang mempunyai
sejarah baik dari tahun 1917 sampai tahun 1926 memang bisa menarik
murba dan menjerumuskan murba, cerdas dingin, serta hati yang sabar-
jujur penuh dengan rasa tanggung jawab terhadap proletariat dan rakyat
Indonesia, proletariat internasional dan dasar Komunis sendiri.

3. Komunisme dan PKI karena populernya sudah sampai ke tingkat


menimbulkan fanatisme di antara Rakyat, terutama yang buta huruf.
Lebih tepat lagi kalau dikatakan sudah sampai dia mengganti fanatisme
terhadap Islam dan Turki dengan fanatik kepada Komunisme dan Rusia.
Pada tiap-tiap pemberontakan di Sumatera di masa lampau, mesti
diperhubungkan berita bohong bahwa kapal perang Turki sudah berlabuh
di pesisir buat membantu kaum muslimin. Pada pemberontakan PKI di
Jawa dan Sumatera kapal perang Rusialah yang menjadi buah berita
bohong itu. Jepang memakai tipu semacam itu pula dan dapat
memperangkap dan membunuh "komunis" yang kerja tertutup kabarnya
puluhan banyaknya.

Semangat berjuang yang didorong oleh fanatisme pun ada tempatnya


dalam lapangan revolusi. Tetapi Partai Komunis, seperti Cabang
Komintern, wajib dihindarkan daripada cara berpikir yang tidak
berdasarkan barang yang nyata.

Sembarang fanatisme sudah membawa seseorang pergerakan revolusi


ke jurang oportunisme, fasisme ataupun putsch.

4. Kekuasaan yang diberikan Komintern pada saya (tahun 1922) di


daerah yang meliputi beberapa negara, yang praktisnya boleh dinamakan
Aslia memberi suggestion, petunjuk kepada diri saya, bahwa semua
negara ini memangnya mesti digabung menjadi satu. Teori bangsa (oleh
Haddon, Smith, Bastian, CR Logan dll.) membuktikan kesatuan bangsa
di Aslia itu. Tanah dan iklim memperkuat pula kesatuan itu. Sejarah
Sriwijaya dan Majapahit sudah menuju tepat ke situ. Jepang buat
keperluan rampokan dan perampok serta bajak lautnya sudah
mempraktekkan kesatuan itu. Dahulu dalam "perantauan" saya di Aslia
itu saya sudah mendapat keyakinan bahwa kesatuan bumi-iklim,
kebangsaan, perekonomian, kejiwaan (psychology) diperkuat oleh
kesatuan musuh imperialis di bawah tali pengendalinya imperialisme
Inggris, dengan Singapura sebagai pusat perdagangan dan strategi, bahwa
kesatuan Aslia itu mesti dibentuk dengan jalan revolusioner berdasarkan
ekonomi dan proletariat menuju ke internasional.
Bahwasanya atas empat dasar saya terutama di atas ini, maka barang
siapa yang tak menunggu emas jatuh dari langit, melainkan berjalan
dengan mata terbuka di atas tanah yang kesat (kasar) ini sekarang sudah
bisa menyaksikan kebenaran PARI dalam hampir semua garis dasarnya.

Nama dan isi kata Republik itu sudah mempengaruhi dunia


intelligensia semenjak lebih dari 10 tahun lampau. Pengaruh itu kelihatan
memuncak di waktu republik hendak didirikan, 17 Agustus 1945. Di
sekitarnya buku saya "Naar de Republik Indonesia" (tahun 1924), "Ke
arah Indonesia Merdeka" (tahun 1932 oleh Drs. Moh. Hatta), "Mencapai
Indonesia Merdeka" (tahun 1932 oleh Ir. Soekarno) adalah perhubungan
erat yang kelak oleh ahli sejarah akan diuraikan (Ktr. Moh Yamin).
Komiter van Actie, bermarkas besar di Menteng 31, bukanlah berasingan
dengan PARI, walaupun kami sendiri tak kenal mengenal di waktu itu
(keterangan lanjut oleh Sdr. Soekarni!).

Nyatalah sudah bahwa Republik adalah satu nama yang tepat buat
Indonesia pada tingkat nasional dan internasional sekarang. Nama
Republik itu kelak gampang ditambah dengan perkataan seperti
Demokratis, Sosialis, ataupun Komunis, ialah menurut keadaan dan
kekuataan lawan dan kawan di dalam dan di luar negeri Indonesia dan
menurut sifatnya Republik itu sebagai hasil perjuangan yang sebenarnya.
Dalam salah satu surat kabar Inggris maka dalam pidatonya Stalin (Ktr.
Sajoeti Malik) dapat dibaca kalimat yang pendek, tetapi tepat
menyinggung keributan tahun 1926. Di sana disebut "the Indonesian
Communist Party wrongly aroused the Soviet power" atau PKI salah
mengemukakan kekuasaan Soviet. Memang begitu pendirian Moskow
yang saya dengar sesudah tahun 1926.

Saya baru sekarang mendengar keterangan Sdr. Sajoeti Melik yang


menambah kepastiannya itu. Tetapi pendirian itulah yang saya pegang
serta menambah mendorong saya mendirikan PARI, Partai Republik
Indonesia, (Juni 1927). Sedikit orang yang tahu dan mau tahu terutama di
Asia ini, bahwa kekuasaan Soviet itu adalah pelaksanaan Revolusi
Komunis, seterusnya Revolusi Komunis itu tiadalah bisa dilakukan pada
sembarang tempat dan sembarang tempo saja. Cukuplah sudah, bahkan
sudah lebih dari cukup kalau pada permulaan revolusi di sesuatu jajahan
seperti Indonesia ini, Revolusi itu dipimpin oleh satu partai dengan nama
apapun juga. Asal pimpinan itu berada dalam obor Komunisme
(Materialisme Dialektis). Pada salah satu daerah luas di Asia saya kenal
satu kumpulan besar yang mengikat seluruhnya Rakyat. Kumpulan itu
dinamai "The Road to Heaven " atau "Jalan ke Surga". Kumpulan itu
diakui oleh Komintern sebagai symphatizer, bersimpati. Nama kumpulan
itu bukanlah nama ejekan atau kedok! Memang daerah itu dikuasai oleh
pendeta Budha dan seluruh rakyat beragama Budha. Tetapi sebab
sifatnya memang revolusioner maka Komintern yang bukannya
gerombolan orang doktriner atau Fanatis, maka kumpulan "Jalan ke
Surga " pun boleh dianggap satu kekuatan revolusioner.

Cuma mereka yang lebih mengindahkan nama dari pada isi, yang
fanatik sama nama dan tak mengindahkan isi saja yang lekas menuduh
berkhianat atau Trotskyist kalau seorang merasa bahwa nama itu buat
sementara baik ditukar!

Tetapi mereka terutama memperhatikan metode (cara) berpikir


revolusioner, untuk aksi revolusioner dalam massa revolusioner, lekas
bisa tahu siapa yang sungguh revolusioner dan siapa yang lidahnya saja
memberontak. Kita sekarang (Revolusi Solo 2 Juni) sudah sampai ke
tingkat kedua. Dimana kelihatan dua barisan bersenjata di tangan sedang
berhadapan satu dengan lainnya: Pihak buruh-Tani-Marhaen Indonesia
berhadapan dengan Nica, feodalisme dan Inlanders-alat-alat Belanda.

Siapa yang bersandar pada kedua pihak akan kehilangan kepercayaan


dari kedua pihak itu dan akhirnya jatuh terlentang sendirinya. Dan siapa
yang mau diam berdiri di tengah-tengah akan diam mati terjepit di antara
dua pihak itu pula. Seperti kata pepatah: Gajah berjuang sama gajah,
pelanduk (sang kancil) mati di tengah!

Akhirulkalam:

Pertama sekali: Sikap saya pada tahun 1926, ialah menarik kembali
PKI ke jalan komunisme. Putusan Prambanan saya anggap bertentangan
dengan dasar organisasi, taktik, dan strategi Komintern dan beberapa
putusan dalam Kongres Komintern.

Menurut keterangan yang saya terima Putusan Prambanan itupun tak


dibenarkan Komintern. Para utusan PKI ke Moskow tak mendapatkan
yang dimaksud melainkan membawa (terlambat datangnya) program
yang cocok sekali dengan usul yang saya kirimkan ke Moskow
sebelumnya mereka berangkat.

Kalau sikap saya menuntut dicabut kembali putusan yang saya anggap
bertentangan dengan dasar komunisme dan putusan Kongres Komintern,
maka saya, sebagai wakil Komintern pada tahun 1926 itu kalau dianggap
pengkhianat terhadap proletariat dan rakyat Indonesia, terhadap PKI dan
Komintern dan akhirnya pada proletariat Internasional maka saya akan
berkhianat sekali lagi kalau berhadapan dengan persoalan semacam itu
pula.

Saya sanggup kelak berhadapan dengan hakim Internasional yang sah


dan Komunis buat memeriksa siapa yang sebenarnya bersalah dan kalau
perlu yang patut dihukum berhubung dengan keributan tahun 1926 dan
semua akibatnya itu.

Kedua: Semenjak hampir 20 tahun PARI berdiri sudah terbukti banyak


kebenaran dalam garis besarnya. Juga di sini nyata kebenarannya
pepatah: The proof of the pudding is in the eating, atau pengalaman
itulah hakim yang sebenarnya.

Terbuktilah sudah bahwa dasarnya PARI banyak yang sudah


dilaksanakan dalam revolusi sekarang. Banyak anggota PARI yang
mengambil bagian dalam revolusi yang sebenarnya ini. Terbuktilah pula
benarnya taksiran PARI 20 tahun lampau, bahwa dalam perjuangan akan
datang boleh jadi sekali rakyat Indonesia akan terpaksa bersandar pada
kekuatan dirinya sendiri. PARI menang bersandar pada dasar "zelf help"
tolong diri sendiri.

Memangnya karena bermacam-macam hal terpaksa begitu. Sudah


sepuluh bulan rakyat serta pemuda Indonesia menentang perampok
Internasional (Inggris, Gurka, Jepang, Nica) dengan otak sendiri,
kepercayaan atas diri sendiri, dengan bambu runcing sebagai modal
senjata yang pertama!

Perjuangan sekarang dan di hari depan pastilah pula akan


melaksanakan dasar tujuan PARI yang ke arah "Aslia" – Asia australia.
Syahdan Semenanjung Malaka di benua Asia sudah seratus persen berdiri
di atas tuntutan Indonesia ialah: pergabungan dengan Republik Indonesia
yang merdeka 100%.

Australia menuju kecerdasan dan sikap yang jujur – konsekuen. Baru


ini di London Australia menolak sikap Inggris dan Belanda menjajah
Indonesia dan mempermalukan keinginannya sendiri membikin
persekutuan perang dengan Popular Government (Pemerintahan Rakyat)
dalam Indonesia merdeka 100%.

Dua tiga pasukan pun fanatis, doktriner, atau dogmatis tak akan bisa
menahan arus banjir ke jurusan Aslia itu selama undang-undang politik
ekonomi berlaku.

Ketahuilah bahwa kaum komunis yang membentuk Rusia sampai


menjadi negara seperti di masa ini, bukanlah kaum dogmatis melainkan
revolusioner, yang bisa mencocokkan teori komunisme dengan keadaan:
yang memakai Komunisme, bukan sebagai dogma, kaji hapalan,
melainkan sebagai guide, penunjuk jalan buat aksi.

Dengan hakim komunis internasional yang sah, saya juga sanggup


berhadapan buat membela berdirinya PARI. Perkara nama itu, kalau
memang kelak masanya sampai saya sendiri akan bergembira
mengembalikan nama yang sebenarnya, seperti saya bergembira bisa
melemparkan nama Hasan, Fuentes, Tan Ming Seng, Howard Low dan
sebagainya dan mendapat nama sekarang di masa berterang-terangan ini.

Di samping PID Belanda memakai nama Tan Malaka palsu,


demikianlah dia mempropagandakan dengan s.k Menara Merah-nya
bahwa Tan Malaka yang sebenarnya sudah di-royeer (dipecat) oleh
Komintern.

Saya sendiri baru sekarang mendengar kabar yang mengherankan itu!


Tetapi sekarang sudah boleh saya umumkan bahwa tahun 1932 saya
masih mendapat kepercayaan Komintern. Penangkapan di Hongkong (10
Oktober 1932) menurut kabar Inggris, ialah ketika saya dalam perjalanan
ke Siam. Tetapi bukanlah Siam yang menjadi tujuan, bahkan Hindustan,
British India yang dikangkangi Inggris itu sendiri.

Saya lepas dari semua perangkap yang dipasang di masa dan


sesudahnya tangkapan itu tetapi semenjak tahun 1932 sampai 25 Agustus
1935, saya lepas pula dari semua perhubungan dengan teman yang saya
kenal di Indonesia, Asia dan Eropa. Saya terpaksa kerja sendiri di mana
saya berada.

Saya tahu Komintern belum pernah me-royeer seorang utusan atau


anggota yang pernah diberinya kepercayaan penuh sebelum bertemu
dengan orang itu sendiri dan terbukti kesalahannya. Saya yang pernah
menjadi wakil Komintern itu dan juga wakil Provintern (ini tak perlu
dirahasiakan lagi) tak mungkin akan di-royeer begitu saja sebelum saya
dipanggil dan diperiksa tuduhan kalau ada. Tak mungkin Komintern akan
bertindak atas hasutan atau tuduhan palsu saja, zonder dikonfontirkan
orang yang dianggapnya bersalah itu. Saya sendiri tak pernah
dikonfrontir oleh siapapun juga, dimanapun juga, berhubung dengan
tuduhan apapun juga. Bahkan menerima surat pun tidak, karena seperti
saya sebutkan di atas putus perhubungan tadi dan hidup terumbang-
ambing karena kemiskinan dan kesehatan amat terganggu.

Kepada si penuduh yang bisa tahu tempat tinggal saya saja, di mana
saya di-royeer itu saya akan hadiahkan jamu urat syaraf yang paling
manjur sekali sebagai upah kecakapannya yang luar biasa itu dan obat
urat syarafnya yang rupanya amat terganggu itu.

Saya sendiri yakin, bahwa penyiar kabar royeeran itu tak tahu di mana
saya ketika itu. Tetapi saya yakin pula, bahwa mestinya dia tahu di mana
Tan Malaka palsu, di mana Tan Malaka sebenarnya diroyeer itu!

TAMAT

Anda mungkin juga menyukai