Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Blok Kuratif Dan Rehabilitatif
ANGGOTA KELOMPOK
1
Ketua
: Shelvina Ayu
Anggota
1. Dian Bunga L 2. Erma Yasinta 3. Irma Setyo Rini 4. Ernie K 5. Kumala Dian Sari 6. Hepy Livia 7. Rio Jeffri S 8. Ririh Daru 9. Anindita M
KATA PENGANTAR Alhamdulillah, Kami ucapkan puja dan puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah senantiasa memberikan rahmat, hidayah serta inayah-Nya kepada kita, sehingga kelompok kami dapat menyusun laporan ini meskipun kami menyadari masih ada beberapa kekurangan di dalamnya. Dalam laporan ini kami membahas tentang Compromised Medis yang terdapat pada Blok Kuratif dan Rehabilitatif II. Semoga bisa bermanfaat, khususnya bagi kalangan mahasiswa yang bertujuan untuk menggali pengetahuan serta untuk memperoleh ilmu di dalamnya. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Dr. drg. Didin Erma, M.Kes sebagai tutor selaku dosen pembimbing
pada diskusi tutorial yang telah memberi bimbingan dan waktu untuk menyelesaikan laporan ini. 2. Seluruh pihak yang telah banyak membantu penulisan laporan ini. Akhirnya kami pun berharap, Semoga laporan ini bisa memenuhi syarat untuk tugas tutorial. Dan kami pun berharap semoga Allah SWT meridhoi amal usaha kami juga memberikan balasan kebaikan yang lebih baik, Amin.
Penyusun
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .. 1 DAFTAR ANGGOTA KELOMPOK 2 KATA PENGANTAR 3 DAFTAR ISI 4 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 6 1.2 Rumusan Masalah.. 6 1.3 Tujuan 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 8 BAB III PEMBAHASAN 3.1 Kardiovaskuler.. 17
3.2 Respirasi 38
3.3 Endokrin. 41 3.4 Keganasan.. 43 3.5 Alergi. 49 3.6 Perdarahan.. 52 3.7 Imunologi 55
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Dalam hal perawatan gigi pasien, kita sebagai dokter gigi harus memperhatikan keadaan kondisi tubuh pasien sebelum perawatan maupun setelah perawatan, yakni dengan menganamnesa, contohnya untuk mengetahui penyakit yang pernah dialami atau yang sedang dialami oleh
6
pasien. Dengan anamnesa, dokter gigi bisa waspada dan hati- hati saat perawatan gigi pasien serta memikirkan tindakan yang cepat dan tepat bila kemungkinan terburuk terjadi saat pertengahan perawatan pasien. Untuk itu, dokter gigi harus mengetahui dan memahami segala macam penyakit serta tindakan dokter gigi untuk tiap- tiap penyakit yang ada, serta mengetahui perawatan mana saja yang bisa diberikan pada pasien dengan kondisi sistemik yang berbeda- beda tersebut. 1.2 Rumusan Masalah Mengetahui dan menjelaskan dasar pemikiran rencana perawatan baik indikasi maupun kontraindikasi pada pasien compromised medis
1.3 Tujuan Mengetahui dan menjelaskan dasar pemikiran rencana perawatan baik indikasi maupun kontraindikasi pada pasien compromised medis
BAB II TINJAUAN PUSTAKA Medical Compromised adalah pasien anak-anak dengan kelainan fisik atau psikis sehingga dalam penanganan medis membutuhkan perhatian dan tindakan khusus agar tindakan yang dilakukan dalam Kedokteran Gigi tidak merugikan dan membahayakan pasien.
1. Kelainan Perdarahan (Hemofili)
Pasien dengan kelainan perdarahan herediter seperti hemophilia A atau B, von Willbrands disease beresiko mengalami perdarahan hebat jika dilakukan tindakan perawatan kedokteran gigi yang menyebabkan perdarahan seperti scalling dan root planning. Pasien dengan keadaan semacam ini harus diidentifikasi dan dikonsultasikan dengan dokter spesialis. Dental Management pada pasien Dengan Kelainan Perdarahan a. Pengidentifikasian Pasien Ada empat metode atau cara yang dapat digunakan seorang dokter gigi untuk dapat mengidentifikasi pasien yang mempunyai masalah pada perdarahannya. Dibutuhkan keahlian untuk pengaplikasian seberapa baik seorang dokter gigi dapat menjaga pasien-pasien tersebut dari bahaya perdarahan hebat setelah perawatan bedah kedokteran gigi. Empat metode tersebut yaitu sebagai berikut: Riwayat yang baik Pemeriksaan FIsik Screening clinical laboratory tests Pengawasan terhadap perdarahan hebat setelah prosedur bedah Persiapan yang baik disajikan untuk pasien-pasien dengan berbagai macam masalah perdarahan. Pasien dengan cacat congenital pembekuan darah harus didukung untuk meningkatkan dan menjaga kesehatan ronggo mulut pasien, karena sebagian besar perawatan kedokteran gigi pada
8
pasien sekarang disulitkan dengan kebutuhan untuk mengembalikan faktor yang hilang. Perawatan kedokteran gigi sering membutuhkan rawat inap di rumah sakit untuk pasien dengan cacat yang parah. aspirin dan jenis NSAID lainnya sebaiknya tidak digunakanuntuk menghilangkan sakit pada pasien yang sedang menerima medikasi antikoagulan. Berbagai senyawa yang terdapat di aspirin antara lain: Anacin, Synalgos-DC, Fiorinal, Bufferin, Alka-Seltzer, Empirin dengan Codeine, dan Excedrin. c. Komplikasi dan Manifestasi Pasien dengan kelainan perdarahan pernah mengalami perdarahan gingival secara spontan (spontaneous gingival bleeding). Jaringan rongga mulut (seperti soft palate, lidah, mukosa pipi) kemungkinan terdapat petechiae, ecchymoses, jaundice, pallor, dan ulser. Spontaneous gingival bleeding dan petechiae biasanya ditemukan pada pasien yang menderita trombositopenia. Hemarthrosis perdarahan dan pada tidak TMJ jarang ditemukan pasien dengan yang kelainan menderita ditemukan pada
trombositopenia. Pembesaran kelenjar parotid glands bisa dihubungkan dengan penyakit hati kronis yang paling sering ditemukan pada para pecandu alcohol. Individu penderita leukemia bisa ditandai dengan adanya general gingival hiperplasi. Dental Management pada pasien Hemophilia a. Preoperative
Konsultasi kepada ahli hemotologi Konfirmasi diagnose dan derajat keparahan penyakit Kehadiran inhibitor (antibodies untuk factor VIII) No inhibitors Low responder High responder Membedakan lokasi/tempat perawatan.
Pasien dengan mild sampai moderate hemophilia biasanya dirawat tanpa inap. Pasien dengan severe hemophilia mumnya dirawat di rumah sakit
Pada prosedur perawatan yang lebih invasive lebih baik pasien dirawat di rumah sakit Manajemen Rekomendasi DDAVP 0.3 mg/kg (maximal dose, 20 to 24 mg), diberikan secara parenteral, 1 jam sebelum prosedur EACA 6 g setiap 6 jam, secara oral, selama 3 - 4 hari Penempatan Faktor VIII sampai berefek, 0 or 30-40 U/kg, IV; pemeliharaan, 10-40 U/kg, IV
b. Dental Lakukan perawatan pada semua infeksi mulut akut Meningkatkan kualitas OH membuat splint untuk pasien dengan moderate sampai severe hemophilia yang telah dilakukan multiple extraction. c. Operative Gunakan teknik bedah yang baik Gunakan Gelfoam dengan thrombin untuk mengontrol perdarahan Hematologist akan memonitor perawatan pasien yang dirawat inap di rumah sakit d. Postoperative pasien yang dirawat klinik gigi may membutuhkan dosis DDAVP atau replacement factor Pasien rawat inap akan membutuhkan dosis tambahan DDAVP, factor VIII, dan agen lain Pasien yang diberi factor VIII replacement harus diperiksa kealergiannya. Dental officeDentist needs to do this; any questions about findings, consult with hematologist
10
Memeriksa pasien 24-48 jam setelah operasi dalam hal: tanda tanda infeksi,obati jika ada Perdarahan lakukan pegontrolan dengan obat khusus Kesembuhan Hindari aspirin, aspirin-containing compounds, dan NSAIDs Acetaminophen dengan atau tanpa codeine dianjurkan untuk sebagian besar pasien.
2. Kelainan Respirasi (Asma) Penyebab paling umum dari sesak nafas pada penderita asma adalah serangan asma akut. Rasa cemas, terutama pada anak-anak dapat menjadi pendorong terjadinya episode asma akut seperti juga alergi atau infeksi. Merupakan tindakan yang bijaksana untuk menghindari perawatan pada penderita asma yang emosional yang baru sembuh dari infeksi pada daerah dada atau pada waktu yang paling buruk bagi penderita asma yang alergi (musim hujan).
Gejala Klinis Asma Asma adalah penyakit inflamasi kronik saluran napas dengan sejumlah sel dan elemen sel yang berperan. Inflamasi kronik hipereaktivitas saluran napas meningkat episodik berulang : sesak napas, mengi, dada terasa berat dan batuk terutama pada malam atau dinihari. Gejala episodik tersebut berhubungan dengan obstruksi saluran napas yang difus dengan derajat bervariasi dan bersifat reversibel baik secara spontan atau dengan pengobatan. tanda tanda:
a. sumbatan jalan nafas sesak napas
b. bunyi mengi yang keras dan bunyi mengi tidak jelas terdengar c. takikardia lebih dari 120/menit d. sianosis
11
e. Dispnoe yang parah, dimana pasien menjadi sangat susah bernapas dan bicara Strategi penatalaksanaan: a. Pendidikan penderita b. Identifikasi dan menghindari faktor pencetus c. Obat-obatan untuk mengontrol asma d. Penentuan klasifikasi asma e. Penatalaksanaan eksaserbasi akut yang adekuat f. Pemantauan dan pengobatan asma jangka panjang g. Latihan fisik atau kebugaran jasmani Hal-hal yang Harus Diperhatikan pada Pasien Asma a. Posisikan pasien harus tenang dan rileks b. Mempersiapkan bronkodilator pada penderita asma bronchial c. Pada asma kardial dihindarkan penambahan vasokonstriktor Kegawatdaruratan pada Pasien Asma
a. Mempersiapkan IDT (Inhaler Dosis Terukur) aerosol
IDT dikocok, tutup dibuka Inhaler dipegang tegak, ekspirasi pelan-pelan Inhaler di antara bibir yang rapat, inspirasi pelan-pelan, kanester ditekan tarik napas dalam-dalam
Tahan napas sampai 10 detik atau hitung 10x Naikkan dosis inhaler 2 kali lipat saat kambuh.
prednisolon oral dengan dosis 20 mg. c. Berikan oksigen d. Mintalah bantuan medis dan ambulans e. Yang perlu diingat : berikan adrenalin sebab pasien mungkin menerima bahan stimulan 2 adrenoseptor (contoh : salbutamol berupa inhaler). f. Menempatkan pasien dalam posisi senyaman mungkin dengan menegakkan tubuh pasien dengan tangan terlentang.
12
3.
Gagal Jantung Gejala Klinis Gagal Jantung Tanda dan gejala utama dari gagal jantung adalah nafas pendek, edema pulpo, kongesti vena sistemik dan edema. Tidak semua penderita akan mempunyai semua perubahan dan sangat penting mengenal gejala pada anak-anak dan orang usia lanjut yang mungkin sedikit berbeda, Denyut nadi tidak terkontrol (kurang dari 50x per menit saat serangan). Hal-hal yang Harus Diperhatikan pada Pasien Gagal Jantung a. Denyut nadi, sangat penting dalam tanda klinis gagal jantung. b. Respiratory (R), pernafasan pasien juga perlu diperhatikan. c. Kegawatdaruratan pada Pasien Gagal Jantung d. Jika pasien kehabisan nafas bisa diberikan bantuan oksigen. e. Jika keadaan semakin parah dan pasien pingsan karena kecemasan perawatan dapat segera diteruskan, tapi jika karena kondisi klinis penurunan denyut nadi dan pernafasan maka perawatan harus segera dihentikan.
4.
Iskemi / Infark Miokard Gejala Klinis : a. Rasa sakit pada dada yang parah dan menekan pada daerah dada b. Meluas ke lengan bagian kiri c. Denyut melambat d. Lemah, pusing, dan berdebar-debar Penatalaksanaan : a. Diberi Glyceril Trimitate 200 mikrogram yang dilarutkan di bawah lidah b. Apabila tidak segera mereda maka segera : Baringkan pasien terlentang di lantai Panggil bantuan medis instruksikan untuk memangil ambulans Dan beritahu diagnosa sementaranya (agar petugas ambulan mempersiapkan peralatan yang cukup lengkap) Jangan diberikan makan dan minum Epilepsi Gejala Klinis Epilepsi Epilepsi terbagi atas dua bentuk yang umum, yaitu:
13
5.
a. Grand mal Biasanya mengakibatkan kekejangan dengan hilangnya koordinasi. b. Petit mal Mengakibatkan hilangnya kesadaran tetapi tanpa kekejangan dan kehilangan kontrol yang nyata. Pasien dalam keadaan berdiri, bahkan tidak akan kehilangan keseimbangan, hanya kelihatan memeiliki ekspresi kosong selama beberapa saat. Kedua bentuk epilepsi ini umumnya berakhir dengan sendirinya dan yang dibutuhkan hanyalah menunggu sampai kesadaran muncul kembali. Tanda-tanda Klinis
a. Hilangnya kesadaran petit mal
mal d. interkontinen Pencegahan serangan a. Penderita epilepsi yang dikontrol dengan baik dapat dirawat sama seperti pasien-pasien lain tanpa pencegahan yang khusus b. Edukasi mengenai perawatan yang dilakukan kepada pasien. c. Mengkondisikan ruangan senyaman mungkin agar pasien tidak nervous, karena nervous dapat memicu kambuhnya epilepsi. d. Perawatan diberikan 90 menit setelah pasien makan. e. Harus selalu menyedikan sendok atau handuk
f. Jikan pasien sangat nervous, sebaiknya diberikan obat penenang tambahan
sebelum tiba di rumah sakit. Penatalaksanaan Proses penyembuhan pada serangan petit mal berlangsung cepat, dan tidak ada pencegahan khusus yang perlu dilaksanakan. Jika perawatan gigi sudah dimulai, maka dapat dilanjukan kembali dan semua peralatan disekitar penderita harus disingkirkan.
14
Penanganan pada serangan grand mal adalah seperti pada pasien tidak sadar. Sangat penting untuk mengangkat seluruh benda-benda yang lepas dari dalam mulut, terutama geligi tiruan penuh, dan melindungi lidah dari kerusakan. Semua peralatan disekitar penderita harus disingkirkan. Dapat memberikan alat bantu pernafasan Brook. Tahap klonik/ kejang jarang berakhir lebih dari beberapa menit dan diikuti dengan keadaan mengantuk yang akan berlangsung selama beberapa menit sampai beberapa jam, dimana selama masa tersebut pasien akan berbicara dengan ucapan yang tidak jelas, mengeluh sakit kepala dan umumnya merasa tidak sehat. Jika perawatan gigi sudah dimulai, maka sebaiknya dipersingkat. Kadang-kadang pada epilepsi yang tidak stabil, serangan mungkin berlangsung lama atau diikuti dengan serangan lain dalam waktuy yang cepat. Apabila hal ini terjadi, dengan fase klonik berlangsung lebih dari 10 menit, maka diperlukan advis medis dari dokter ahli atau bantuan ambulans. Jika bantuan yang diharapkan belum datang, persediaan benzodiazepines pada praktik dapat diberikan secara intravena. Diazepam atau midazolam 10mg yang diberikan secara intravena, secara perlahan dapat menggagalkan serangan. Kadang-kadang bila dibutuhkan dosis yang lebih besar, mintalah advis medis dari dokter ahli sebelum memberikan dosis yang melebihi jumlah ini. 6. Gangguan Hormon Koma diabetic Pasien diabetes dapat mengalami hilang kesadaran karena hiperglikemia, atau hipoglikemia. Hiperglikemia berkembang perlahan-lahan selama beberapa jam atau beberapa hari, sedangkan hipoglikemia timbul secara mendadak dan berbahaya, sehingga membutuhkan penanganan secara mutlak dan segera. Hipoglikemia Pasien diabetes dapat menerima injeksi insulin atau pil (sulphonyl urea) untuk mengontrol kondisi mereka. Beberapa penderita bias dikontrol hanya diet makanan saja, dan tidak berisiko terkena hipoglikemia. Beberapa yang
15
membutuhkan injeksi insulin kurang stabil dibandingkan dengan yang menerima obat-obatan hipoglikemia, dan cenderung mudah mengalami hipoglikemia. Pasien yang telah berpengalaman akan mengenali gejalagejalanya :
1. Pasien merasa lapar. 2. Pasien mudah marah. 3. Pasien akan menyadari risiko umpamanya, dia tidak atau terlambat
makan. Tanda-tanda lain yang timbul pada pasien yang kurang tanggap :
4. Pasien mudah gelisah, irasional dan mungkin disorientasi. Dia dapat saja
agresif dan memberikan kesan seperti peminum. Sebelum memanggil polisi, beritahukan hasil pengamatan Anda dan pertimbangkan bahwa dia mungkin menderita hipoglikemia diabetes.
5. ika diikuti dengan hilangnya kesadaran, periksa apakah terdapat takikardia,
Pilihan yang baik adalah sari buah jeruk dengan tambahan gula.
2. Jika pasien dengan cepat kehilangan kesadaran, berikan injeksi glukagon 1
mg IM. Ini akan menaikkan gula darah sampai batas normal dalam beberapa menit, dengan mengaktifkan glikogen hati. Sebaiknya sediakan satu ampul glucagon pada setiap praktik dokter gigi.
3. Segera
setelah
pemberian
glukagon,
mintalah
bantuan
medis.
Yang perlu diingat : jika ada keraguan, berikan glukagon. Ini tidak akan menimbulkan kerusakan. Hiperglikemia Keadaan yang mendekati koma, melalui tahap pra-koma, berlangsung lambat, dan dapat berlangsung selama berhari-hari. Jika ada infeksi yang parah, akan mempercepat koma dalam beberapa jam sehingga dapat dikenali pada praktek dokter gigi. Tanda-tandanya adalah sebagai berikut:
16
1. Pasien akan merasa ngantuk dengan cepat. 2. Terdapat tanda-tanda kekurangan cairan kulit yang kering dan kendur,
hipotensi (tensi rendah) dengan terasa pusing sewaktu sendiri, dan takikardi (denyut nadi cepat). Terdapat gejala-gejala poliuria.
3. Terdapat tanda-tanda asidosis pernapasan yang dalam dan panjang
keadaan yang sangat darurat, tidak seperti hipoglikemia. Jika ada keraguan akan bantuk diabetes yang diderita, berikan glukosa secara oral seperti telah diterangkan di atas, karena tidak akan menimbulkan gangguan pada diabetes hiperglikemia, namun bisa menyelamatkan pasien hipoglikemia dari kerusakan yang permanen.
2. Jika infeksi adalah factor pencetus, pastikan bahwa infeksi ini dirawat
dengan baik.
3. Rujuk
segera
pasien
ke
dokter
ahli
melalui
telepon.
Tidak ada risiko melalui perawatan gigi pada pasien diabetes yang terkontrol dengan baik. Sebaiknya diberikan dosis normal insulin atau obat-obatan hipoglikemia dan makanan yang normal. Ada beberapa keuntungan bila merawat pasien diabetes di pagi hari sebab diabetes umumnya terkontrol paling baik pada waktu ini. Infeksi akan mengganggu kadar gula darah, dan bila terjadi infeksi harus dirawat dengan segera dan mutlak
17
BAB III PEMBAHASAN 3.1 Kardiovaskuler 1. Pasien Infark Miokardium Penyakit jantung mempunyai hubungan penting dengan praktek kedokteran gigi karena banyak alasan, termasuk resiko bahwa pengobatan oral bisa mengakibatkan endokarditis bakterialis, penjalaran nyeri insufisiensi koroner ke wajah bagian bawah dan mandibulum, dan bahaya anestesi umum dan anestesi lokal dengan adrenalin pada pasien demikian. Penyakit kardiovaskular umum terjadi dan merupakan penyebab tunggal kematian paling sering di Inggris. Banyak pasien dengan penyakit jantung membutuhkan perawatan gigi. Penyakit jantung menjadi lebih sering dan lebih berat pada usia lanjut, namun pasien yang lebih muda juga dapat terkena. Endokarditis infektif adalah satu dari sedikit cara yang mana perawatan gigi dapat menyebabkan kematian pasien, tapi untungnya sangat jarang. Infark miokardium adalah penyebab kedaruratan utama pada pembedahan gigi dan pengenalan awal oleh ahli bedah mulut mungkin bisa menyelamatkan jiwa seseorang. Dalam istilah manajemen gigi, pasien dibagi kedalam 3 kelompok (Tabel 27.1) namun beberapa dapat terbagi lebih dari satu, dan pengobatan dengan obat tertentu dapat menciptakan permasalahan tambahan (Tabel 27.2). Itu harus dihargai karena itu saran manajemen berikutnya adalah generalisasi dan masing-masing kasus harus dipertimbangkan manfaatnya sendiri.
18
Tabel 27.1 Manajemen gigi pada golongan utama penyakit jantung Defek katup atau yang berhubungan dengannya (kongenital atau akibat demam rematik sebelumnya) atau pasien dengan penggantian prostetika, rentan terhadap endokarditis infektif. Antibiotik profilaksis untuk melindungi, khususnya sebelum ekstraksi, merupakan keharusan Penyakit jantung iskemik dengan atau tanpa hipertensi berat. Pemeriksaan gigi rutin menimbulkan bahaya kecil namun resiko aritmia berbahaya harus diminimalisir. Anestesi lokal pada dosis normal hanya memiliki bahaya teoritis, namun nyeri dan kecemasan harus diminimalisir. Resiko utama berasal dari anestesi umum Gagal jantung Resiko utama berasal dari anestesi umum
Tabel 27.2 Beberapa implikasi obat pada gigi yang digunakan pada penyakit jantung Obat Implikasi pada manajemen gigi Metildopa, captopril Stomatitis Nifedipine (dan analog),Hiperplasia ginggiva diltiazem Antikoagulan Antihipertensi Digoksin Resiko perdarahan paska operasi yang berkepanjangan Potensiasi anestesi umum Meningkatkan resiko disritmia dengan halothane
19
Walaupun terdapat banyak jenis patologi berbeda dari penyakit jantung, mereka menampakkan diri dengan gejala-gejala sama. Sesak napas dan nyeri dada merupakan gejala kelainan jantung yang paling lazim; palpitasi, pembengkakan pergelangan kaki, pingsan dan keletihan yang tidak seharusnya adalah keluhan yang kurang lazim dan kurang spesifik. Sesak nafas adalah gejala penyakit jantung dan saluran nafas. Sesak nafas penyakit jantung disebabkan oleh payah jantung kiri, dan riwayat provokasi dan perjalanannya biasanya akan membedakan penyebab. Dispnea karena payah jantung pada permulaannya hanya ketika bergiat (effort), tetapi progresif, sehingga usaha gerak yang dibutuhkan untuk menyebabkan gejala menjadi kurang. Perkembangan dapat terjadi setelah beberapa minggu, bulan atau bahkan bertahun-tahun sampai pasien merasa bahwa ia tidak dapat berbaring terlentang (datar) karena sesak nafas, yang memaksanya menggunakan lebih banyak bantal. Stadium ini dinamakan ortopnea. Bahkan dengan bantal tambahan pasien mendapatkan bahwa ia tiba-tiba terbangun tengah malam dengan sesak nafas hebat sehingga ia harus bangun dari tempat tidur agar merasa lega. Gejala ini, paroxysmal nocturnal dyspnoe, kadang-kadang dapat merupakan manifestasi pertama penyakit jantung, tanpa sesak nafas bergiat (dyspnoe deffort) yang mendahuluinya: ini juga dapat ditimbulkan oleh dokter gigi jika pasien dengan penyakit jantung dioperasi dengan berbaring datar. Angina adalah gejala iskemia miokard dan biasanya dihubungkan dengan ateroma arteri koroner tetapi dapat juga terdapat pada penyakit katup aorta, anemia berat, takikardia dan penyakit apapun yang menyebabkan payah jantung kiri. Nyeri biasanya diprovokasi oleh bergiat tetapi bisa berkaitan dengan makanan, merokok atau emosi: kadang-kadang nyeri datang ketika pasien berbaring datar, angina dekubitus, atau ini dapat membangunkannya pada malam hari. Nyeri
20
terasa di tengah dada dan diceritakan bervariasi sebagai menggilas, seperti mengikat atau seperti beban berat, tetapi tidak tajam atau seperti pisau. Nyeri menjalar ke atas ke tenggorokan dan sering dengan rasa tercekik; bisa juga penjalaran ke lengan, lebih sering ke lengan kiri, ke punggung pada beberapa kejadian dan ke mandibulum dan wajah sebelah bawah. Varian angina terdapat dimana nyeri hanya terdapat pada muka dan mandibulum. Dalam hal ini pasien menyangka bahwa nyeri berasal dari gigi, dan melupakan provokasi (hal yang merangsang nyeri). Angina mempunyai masa singkat, biasanya beberapa detik atau menit, dan jarang lebih lama daripada 20 menit. Nyeri yang berlangsung beberapa jam adalah gejala infark miokard Pembengkakan pergelangan kaki biasanya disebabkan retensi cairan karena banyak penyebab yang mungkin. Edema penyakit jantung seluruhnya di pertengahan bawah tubuh, tidak pernah terjadi pada muka, dan menetap bahkan setelah istirahat di tempat tidur. Ini berbeda dari retensi cairan pada penyakit ginjal yang memang terdapat pada muka karena pasien dapat berbaring datar, dan dari edema yang disebabkan posisi tubuh atau obstruksi vena pada tungkai, yang menghilang dengan berbaring. Palpitasi bisa mempunyai banyak arti bagi pasien. Pengutaraan yang biasa adalah jantung berhenti atau terbalik dan merupakan sensasi yang dirasakan bila ada detak jantung tambahan (extra cardiac beat); biasanya berasal dari ventrikel yang normal dan bukan merupakan gejala penyakit jantung. Beberapa pasien menggunakan istilah ini untuk mengutarakan denyut jantung, dengan kegiatan atau emosi, yang normal dan bukan merupakan gejala penyakit jantung. Kemunculan tiba-tiba detak jantung cepat, disertai dengan sesak napas dan kadang-kadang dengan angina, adalah keluhan takikardia paroksismal, yang terdapat pada banyak bentuk penyakit jantung.
21
Tanda-tanda Penyakit Jantung Perabaan nadi pada pergelangan tangan dapat memberikan suatu kunci akan adanya penyakit jantung. Kecepatan, regularitas, kekuatan atau isi bisa abnormal pada banyak bentuk penyakit jantung. Denyut jantung normal dalam keadaan istirahat adalah antara 72-80 per menit, walaupun kecepatan dapat bervariasi selama jangka waktu pendek pada respon terhadap emosi atau nyeri. Perlambatan denyut jantung (bradikardia) adalah gambaran umur tua, nadi 60 per menit adalah normal pada seseorang berumur 65 tahun, tetapi juga terdapat pada atlet muda dan pada remaja, tanpa bukti penyakit jantung apapun. Bradikardia dapat terjadi dengan penyakit nodus sinoatrial, ataupun sistem konduksi, khususnya dalam Bundel His. Bradikardia karena penyakit jantung biasanya kurang dari 50 per menit dan sering lebih lambat dari 40, tetapi dapat melambat sampai tingkat demikian dengan hipoksemia akut atau selama pengobatan dengan obat penghambat reseptor beta-adrenergik. Jantung bertambah cepat pada keadaan-keadaan fisiologis seperti emosi dan kegiatan fisik. Takikardia juga terjadi tanpa penyakit jantung pada peningkatan dalam metabolisme, seperti hipertiroidisme atau dengan demam. Takikardia sinus dapat secepat 120 per menit walaupun kecepatan bervariasi selama beberapa menit, bahkan sewaktu istirahat. Bila penyebabnya intrinsik atau merupakan penyakit jantung sekunder, seperti hipotiroidisme, kecepatan tetap tinggi selama jangka waktu lama, bahkan ketika istirahat. Kecepatan lebih dari 120 per menit, khususnya jika terus menerus dan konstan, selalu merupakan petunjuk adanya pacu jantung abnormal ataupun penyakit yang mendasarinya. Obat dapat mempercepat denyut jantung: adrenalin dan atropin karena efek autonomik dan
22
analgetika dan sedativa dalam dosis terapeutik, mungkin karena penurunan tekanan darah. Ketidakteraturan nadi bisa terjadi tanpa penyakit jantung. Variasi dengan pernafasan pada orang muda, yang menjadi cepat dengan inspirasi dan melambat selama ekspirasi (sinus arrythmia) adalah normal. Ekstrasistole (ekstra beats) baik dari atrium maupun ventrikel, biasa diamati pada pasien-pasien dengan jantung normal dan dapat terasa oleh si pasien dan pengamat, seolah-olah jantung berhenti sebentar dan mulai kembali. Walaupun biasanya tidak ada penyebab untuk ekstra-sistole, ini dapat terjadi pada perokok setelah penyakit virus, pada orang-orang yang sensitif terhadap kafein dalam kopi, dan pasien yang mendapat digoksin, ketika ini dapat merupakan tanda keracunan obat. Ketidakteraturan nadi yang menetap tetapi tak menentu biasanya merupakan tanda fibrilasi atrium, yang hampir selalu disebabkan oleh penyakit jantung yang mendasari. Akselerasi jantung dengan kegiatan fisik ringan memperberat ketidakteraturan nadi pada fibrilasi atrium, tidak seperti ekstra-sistole yang biasanya menghilang. Kebanyakan pasien dengan fibrilasi atrium tidak merasakan abnormalitas, dan hanya mengalami palpitasi ketika gangguan irama muncul mendadak. Fibrilasi atrium terjadi dengan setiap bentuk penyakit jantung tetapi paling sering dengan penyakit katup mitral reumatik dan penyakit jantung iskemik. Variasi dalam isi nadi kadang-kadang sukar dideteksi tetapi, biasanya, nadi yang bervolume kecil menunjukkan tekanan darah rendah atau curah jantung berkurang, setelah infark miokard dan dengan penyempitan (stenosis) katup aorta dan mitral. Nadi bervolume besar dapat ditemukan dengan tekanan darah meninggi, dengan peningkatan curah jantung (cardiac output), seperti pada hipertiroidisme, dengan inkompetensi katup aorta atau pengerasan aorta (ateroma) pada orang tua.
23
Pembengkakan pergelangan kaki dan tungkai bawah, yang melesek (pitting) pada penekanan, disebabkan oleh retensi cairan dalam ruang ekstraseluler yang disebut edema. Edema juga terdapat dengan penyakit hati, penyakit ginjal dan malnutrisi dengan defisiensi protein parah. Edema terjadi dengan obstruksi vena dan ketika kembalinya darah dari tungkai berkurang, seperti istirahat (inactivity) lama dan dengan problema ortopedik seperti astritis usus. Obat-obatan terutama steroid, dapat menyebabkan edema karena retensi cairan seluruh tubuh (generalisata), yang terdapat pada muka sebaik tungkai, seperti pada penyakit ginjal. Sianosis jaringan lunak rongga mulut dapat terlihat pada beberapa pasien dengan penyakit jantung. Sianosis sentral, pada bibir, menunjukkan adanya penyakit jantung kongenital dengan pintasan kanan ke kiri atau kelainan paru parah dengan oksigenasi terganggu. Sianosis perifer, yang hanya pada tangan atau kaki, dapat terjadi tanpa penyakit jantung atau paru, disebabkan oleh stagnasi darah vena ataupun oleh pemasokan arteri yang buruk. Peninggian tekanan vena dalam leher juga merupakan tanda penyakit jantung, yang mencerminkan peningkatan tekanan pada sisi kanan jantung karena payah jantung. Bila orang normal berbaring datar, vena jugularis dapat terlihat karena pembuluh ini berada setinggi atrium kanan dan mengembang dengan darah. Pada 45 ke bidang datar vena tidak terlihat kecuali dengan payah jantung atau sumbatan ke pengembalian darah vena dalam mediastinum superior. Pelebaran vena jugularis yang berdenyut (pulsatile) menunjukkan bahwa penyebabnya adalah jantung. Peninggian tekanan tanpa berdenyut terjadi dengan obstruksi. Infark Miokard
24
Infark miokard bukanlah merupakan permasalahan yang tak lazim. Dalam sebuah studi prospektif, 1,3% pasien berusia > 30 tahun dan 10% pasien berusia > 40 tahun yang menjalani pembedahan non-kardiak memiliki riwayat infark miokard sebelumnya. Proporsi penting populasi gigi berakibat memiliki infark. Penting untuk bisa mengenali gejala cedera miokard yang sedang berlangsung dan untuk menentukan riwayat masa lalu tentang cedera miokard. Disini terutama membahas tentang resiko terapi gigi pada pasien dengan infark miokard sebelumnya. Definisi Infark miokard adalah akibat dari cedera iskemik berkepanjangan pada jantung. Alasan yang paling sering bagi seseorang yang terkena infark miokard adalah penyakit arteri koroner progresif sekunder akibat aterosklerosis. Gejala Pasien biasanya mendapat nyeri dada berat pada area substernal atau prekordial kiri. Nyeri bisa menjalar ke lengan kiri atau ke rahang dan bisa berhubungan dengan nafas pendek, palpitasi, mual atau muntah. Nyeri biasanya mirip dengan angina namun lebih panjang dan lama. Komplikasi Komplikasinya termasuk artimia dan gagal jantung kongestif. Komplikasi bergantung pada sejauh mana infark miokard. Pasien dengan infark kecil biasanya sembuh dengan morbiditas minimal. Pasien dengan area cedera luas lebih mungkin menderita gagal jantung dan aritmia yang membahayakan-jiwa. Perhatian Bagi Dokter Gigi Dalam Menangani Pasien dengan Infark Miokard
25
Perhatian utama adalah gangguan iskemik jantung atau timbulnya aritmia selama prosedur gigi. Resiko ini lebih mungkin terjadi semakin dekat dalam waktu prosedur gigi ke infark miokard. Resiko ini juga meningkat dengan peningkatan kompleksitas prosedur gigi dan dengan penggunaan vasokonstriktor pada anestesi lokal. Riwayat Infark Miokard Dalam Populasi Gigi Pada satu studi prospektif, 1,3% pasien diatas usia 30 tahun dan 10% pasien diatas usia 40 tahun mengalami bedah non-kardiak memberi riwayat infark miokard sebelumnya. Resiko Pada Pasien dengan Riwayat Infark Miokard
Resiko tertinggi selama 6 bulan pertama setelah infark miokard Resiko menengah selama periode 6-12 bulan setelah infark miokard Resiko terendah setelah 12 bulan Melakukan intervensi bedah pada pasien dengan infark miokard
terbaru adalah adanya resiko rekurensi tertinggi jika dilakukan pada 6 bulan pertama setelah infark miokard. Bedah mayor selama periode ini membawa 50% resiko rekurensi infark miokard, dengan angka kematian yang sangat tinggi. Evaluasi Medis Pasien dengan infark miokard sebelumnya bisa mendapat beberapa komplikasi penyakit kardiovaskuler aterosklerotik seperti angina, gagal jantung kongestif, aritmia, atau konduksi abnormal. Infark miokard terakhir mungkin merupakan faktor resiko terpenting untuk dipertimbangkan pada pasien dengan penyakit jantung sebelum terapi pembedahan apapun. Terdapat kemungkinan peningkatan aritmia selama anestesia dan stres, juga kemungkinan supresi miokard akibat
26
anestesi. Laporan yang ada mengindikasikan bahwa 6 bulan pertama setelah infark miokard adalah masa-masa resiko tertinggi untuk terjadinya rekurensi. Pembedahan selama periode ini membawa resiko 50-80% rekurensi infark miokard, dengan mortalitas tinggi yang ekstrim. Studi terbaru menempatkan insiden pada 18-22%, tanpa keraguan hasil teknik bedah dan anestesi yang semakin baik dan pemantauan pasien perioperatif yang lebih baik. Mortalitas pasien dengan infark miokard perioperatif tetap tinggi, bahkan pada studi terbaru. Mortalitas tinggi khususnya jika infark yang baru itu terjadi pada area yang sama seperti infark sebelumnya. Karena setengah dari infark miokard perioperatif secara klinis tenang, dengan tanpa gejala nyeri dada, pemantauan perioperatif hati-hati dan evaluasi jantung berkala penting untuk meminimalkan komplikasi yang tidak diharapkan. Setelah periode 6 bulan, insiden infark miokard perioperatif menurun secara progresif. Setelah 12 bulan pertama, insiden menjadi stabil kirakira 5%. Data yang tersedia kebanyakan berasal dari pasien yang sedang mengalami prosedur pembedahan mayor, dan sulit untuk meramalkan kemungkinan data-data ini terhadap stres gigi. Mungkin paling baik untuk keliru pada sisi keselamatan kejadian ini untuk mencegah morbiditas dan mortalitas yang tidak penting. Evaluasi Gigi Evaluasi gigi harus termasuk daftar riwayat lengkap seluruh tanggal infark miokard yang dialami pasien. Infark terbaru sangat menarik, karena sebagian besar menentukan kelayakan terapi gigi elektif. Dokter gigi terutama harus waspada terhadap infark miokard selama satu tahun terakhir karena kondisi tersebut meningkatkan bahaya prosedur pembedahan.
27
Anamnesa juga harus mendata komplikasi setelah infark miokard. Riwayat nyeri dada substernal juga harus menjadikan dokter gigi waspada terhadap kemungkinan angina. Dispnoe, ortopnea, dispnoe nokturnal paroksismal, dan edema perifer bisa mengindikasikan gagal jantung kongestif. Palpitasi atau sinkop harusnya mengesankan kemungkinan aritmia atau kelainan kondiksi. Evaluasi gigi juga harus termasuk diskusi singkat dengan dokter pribadi pasien, jika dibutuhkan, untuk mendefinisikan status medis pasien. Pemeriksaan fisik terbaru, EKG, dan roentgenogram dada semuanya sumber informasi yang penting dimiliki sebelum terapi gigi awal. Abnormalitas apapun harus dialamatkan dengan tepat. Managemen Gigi Manajemen gigi pada pasien dengan infark miokard sebelumnya bergantung pada keparahan dan arah infark. Pasien yang mengalami infark miokard akut tanpa komplikasi bisa mentolerir prosedur-prosedur (tipe I sampai IV) durasi singkat setiap saat mengikuti kejadian. Prosedur yang menimbulkan tekanan lebih baik ditunda sampai 6 bulan setelah infark. Konsultasi dengan dokter disarankan. Tampaknya tidak terdapat kontraindikasi pada penggunaan epinefrin dalam konsentrasi 1:100.000 pada anestesi lokal pada pasien-pasien ini. Namun, protokol untuk meminimalkan penggunaan vasokonstriktor harus dilaksanakan. Komunikasi yang baik antara pasien-dokter gigi, mengurangi stres, dan pemantauan adalah penting untuk manajemen tepat pada pasien paska infark. Pasien yang mengalami komplikasi infark miokard atau yang penyembuhannya tidak stabil membutuhkan pendekatan konservatif selama 6 bulan pertama setelah infark. Pasien-pasien ini bisa menjalani pemeriksaan gigi tanpa protokol khusus (prosedur-prosedur tipe I) dan
28
mendesak, prosedur-prosedur operatif sederhana (tipe II) setelah konsultasi dengan dokter pasien. Semua pengobatan gigi lainnya harus ditunda sampai pasien stabil selama setidaknya 6 bulan. Pasien pada kelompok dengan kedaruratan gigi ini harus ditangani sekonservatif mungkin. Namun, jika ekstraksi atau pembedahan dibutuhkan, dokter pasien harus berkonsultasi. Protokol meminimalkan stres harus digunakan. Jika memungkinkan, prosedur-prosedur tersebut terbaik dilakukan di sebuah rumah sakit, dengan pengawasan terus menerus. Pendekatan Medis Pada Pasien Dengan Infark Miokard
Dalam 6 bulan pertama Karena tingginya resiko rekurensi infark miokard dan aritmia pada pasien ini, pekerjaan dokter gigi harus dibatasi pada perawatan paliatif saja. Pengobatan gigi emergensi harus dibebaskan terkontrol, lingkungan dipantau. Penggunaan vasokonstriktor pada anestesi lokal relatif dikontraindikasikan.
Dalam periode 6-12 bulan Prosedur bedah sederhana dan non-bedah harus dilaksanankan dengan penggunaan bijaksana anestesi lokal. Lidocaine 2% dengan lidokain 1:100.000, dan mepivacaine 2% dengan levonordefrin 1:20.000, harus dibatasi sampai 2 Carpule untuk masing-masing pekerjaan. Prosedur elektif kompleks, restoratif dan bedah, masih relatif dikontraindikasikan.
Periode > 1 tahun yang lalu Penting untuk diingat bahwa pasien-pasien ini masih memiliki penyakit arteri koroner yang penting meskipun mereka stabil
29
sepanjang tahun sebelumnya. Mereka mampu, walaupun, lebih siap mentolerir prosedur pembedahan non-gigi dibandingkan pasien-pasien dengan infark miokard yang lebih baru terjadi. Jika pasien memiliki komplikasi infark miokard dengan gejala sisa seperti aritmia dan gagal jantung kongestif, perencanaan gigi harus diubah pada kenyataannya. Sebagai contoh pembuatan gigi palsu parsial yang mudah dilepas akan lebih disukai dibandingkan protese tanam periodontal kompleks. Lagi, pembatasan vasokonstriktor hingga 2 Carpule anestesi lokal konvensional dengan epinefrin 1:100.000 atau levonordefrin 1:20.000 atau yang sebanding masih direkomendasikan. Pasien dengan infark miokard 6-12 bulan sebelum diusulkan perawatan gigi Pasien-pasien ini bisa menjalani pemeriksaan gigi (prosedur tipe I) tanpa protokol khusus. Prosedur non-bedah (tipe II-III) dan prosedur bedah sederhana (tipe IV) dapat dilakukan setelah konsultasi dengan dokter pasien. Dengan pasien seperti ini, perhatian harus dilakukan untuk meminimalkan stres. Prosedur yang lebih lama harus dibagi menjadi beberapa prosedur pendek dan teknik sedasi tambahan harus digunakan. Janji pagi mungkin diperlukan. Meskipun tidak terdapat data spesifik tentang gigi yang tersedia, morbiditas dan mortalitas sehubungan dengan pembedahan non-gigi masih meningkat selama periode ini. Karenanya, mungkin bijaksana untuk menunda prosedur pembedahan gigi menengah sampai lanjut (tipe IV-V) sampai pasien stabil selama lebih kurang 12 bulan setelah infark miokard. Pasien dengan infark miokard terakhir lebih dari satu tahun yang lalu Penting untuk diingat bahwa pasien-pasien ini masih memiliki penyakit arteri koroner yang penting meskipun mereka stabil sepanjang
30
tahun sebelumnya. Mereka mampu, walaupun, lebih siap mentolerir prosedur pembedahan non-gigi dibandingkan pasien-pasien dengan infark miokard yang lebih baru terjadi. Mereka dapat menjalani pemeriksaan gigi (prosedur tipe I) dan prosedur non-bedah dan bedah sederhana (tipe II-IV) dengan perhatian khusus terhadap teknik sedasi dan minimalisasi stres. Prosedur bedah menengah dan lanjut (tipe V-VI) hasur dilakukan hanya setelah konsultasi cermat dengan dokter mereka. Hospitalisasi elektif yang membolehkan pemantauan memadai harus dipertimbangkan untuk semua pembedahan gigi lanjut (prosedur tipe IV) dan menjadi wajib jika dibutuhkan anestesi umum. Tindakan Perawatan Gigi Tindakan Non-Bedah
Tipe I : Pemeriksaan radiografi, tindakan oral hygiene dan pengambilan cetakan model Tipe II : Tindakan operatif dentistry sederhana, profilaksis supraginggival dan ortodontik Tipe III : Tindakan operatif dentistry yang lebih dalam, pembersihan karang gigi yang lebih dalam dan tindakan endodontik
Tindakan Bedah
Tipe IV : Ekstraksi gigi, kuretase atau ginggivoplasti Tipe V : Ekstraksi gigi yang multipel, ginggivektomi dan tindakan bedah dengan membuka flap Tipe VI : Ekstraksi gigi untuk seluruh rahang, flap surgery, orthognatic atau implant dan bedah rahang
Seorang pasien laki-laki berusia 42 tahun yang pernah terkena serangan jantung datang untuk pengobatan gigi. Pasien tersebut memiliki riwayat hipertensi pada usia 26 tahun dan mendapat infark miokard pada usia 40 tahun. Pasien tersebut stabil setelah serangan tersebut, dengan tanpa gejala angina, gagal jantung kongestif, atau aritmia. Pasien tersebut bekerja penuh dan aktif pada program rehabilitasi jantung. Pasien terakhir kali mengunjungi dokternya 4 bulan yang lalu dan dilakukan EKG yang menunjukkan tanpa perubahan. Pasien sedang menjalani terapi dengan nifedipin 30 mg empat kali sehari untuk hipertensinya. Kebutuhan perawatan giginya termasuk prosedur penyembuhan vertikal. Pada pemeriksaan, pasien memiliki tekanan darah 130/84 dan nadi reguler 80 x/menit. Penatalaksanaan Pasien ditetapkan berada pada kategori resiko-rendah. Telah lebih setahun sejak ia mendapat infark miokard. Pasien tidak memiliki komplikasi utama dari infark, dan hipertensinya dibawah kontrol yang baik. Perawatan gigi rutin (prosedur non-bedah tipe I-III) dapat dilakukan menggunakan protokol normal. Dikarenakan penyakit jantung iskemik yang mendasarinya, maka stres harus diminimalisir. Sesi pengobatan yang panjang harus dibagi menjadi sesi-sesi yang lebih pendek. Jika sesuai, teknik sedasi harus digunakan. Prosedur bedah lanjut sederhana dan menengah (tipe IV dan V) dapat dilakukan pada pasien rawat jalan setelah konsultasi medis yang tepat. Hospitalisasi harus dipertimbangkan pada prosedur pembedahan lanjut (tipe IV), seperti pengangkatan impaksi yang sulit. Bagi pasien yang cemas, hospitalisasi mungkin penting untuk prosedur periodontal ekstensif (pembedahan tipe V).
32
lengkap
(tipe
I-III),
ekstraksi
sederhana,
bedah
2.
Hipertensi Definisi Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah yang permanen sebagai akibat meningkatnya tekanan di arteri perifer, dimana komplikasi yang timbul menjadi nyata. Menurut WHO batas tekanan yang masih dianggap normal adalah 140/90 mmHg dan tekanan darah sama atau diatas 160/95 mmHg dinyatakan sebagai hipertensi. Penyebab hipertensi Hipertensi berdasarkan penyebabnya dibagi menjadi 2 jenis :
a.
Hipertensi primer atau esensial adalah hipertensi yang tidak / belum diketahui penyebabnya (terdapat pada kurang lebih 90 % dari seluruh hipertensi).
akibat dari adanya penyakit lain. Hipertensi primer kemungkinan memiliki banyak penyebab; beberapa perubahan pada jantung dan pembuluh darah kemungkinan bersamasama menyebabkan meningkatnya tekanan darah. Jika penyebabnya diketahui, maka disebut hipertensi sekunder. Pada sekitar 5-10% penderita hipertensi, penyebabnya adalah penyakit ginjal. Pada sekitar 1-2%, penyebabnya adalah kelainan hormonal atau pemakaian obat tertentu (misalnya pil KB). Penyebab hipertensi lainnya yang jarang adalah feokromositoma, yaitu tumor pada kelenjar adrenal yang menghasilkan hormon epinefrin (adrenalin) atau norepinefrin (noradrenalin). Kegemukan (obesitas), gaya hidup yang tidak aktif (malas berolah raga), stres, alkohol atau garam dalam makanan; bisa memicu terjadinya
33
hipertensi pada orang-orang memiliki kepekaan yang diturunkan. Stres cenderung menyebabkan kenaikan tekanan darah untuk sementara waktu, jika stres telah berlalu, maka tekanan darah biasanya akan kembali normal. Beberapa penyebab terjadinya hipertensi sekunder: a.
Penyakit Ginjal Stenosis arteri renalis Pielonefritis Glomerulonefritis Tumor-tumor ginjal Penyakit ginjal polikista (biasanya diturunkan) Trauma pada ginjal (luka yang mengenai ginjal) Terapi penyinaran yang mengenai ginjal
b.
c.
Obat-obatan Pil KB Kortikosteroid Siklosporin Eritropoietin Kokain Penyalahgunaan alkohol Kayu manis (dalam jumlah sangat besar)
d.
Penyebab Lainnya
Umumnya hipertensi berkembang pada usia antara 35-55 tahun. b. Diabetes tipe 2 Diabetes tipe 2 cenderung meningkatkan risiko peningkatan tekanan darah dua kali lipat, dan hampir 65% individu dengan diabetes menderita hipertensi. c. Merokok Dapat meningkatkan tekanan darah dan juga kecendrungan terkena penyakit jantung koroner. d. Obesitas Kebanyakan penderita hipertensi disertai dengan obesitas. Tekanan darah meningkat seiring dengan peningkatan berat badan.
e.
Diet Makanan dengan kadar garam tinggi dapat meningkatkan tekanan darah seiring dengan bertambahnya usia.
f.
Keturunan Beberapa peneliti meyakini bahwa 30-60% kasus hipertensi adalah diturunkan secara genetis.
Gejala klinis:
35
a. b. c. d. e.
Sakit kepala Perdarahan dari hidung Pusing Wajah kemerahan Kelelahan Perawatan gigi dan mulut pada pasien hipertensi a. Periodonsia Hiperplasia Gingiva merupakan pembesaran gingival noninflamatori yang disebabkan oleh meningkatnya jumlah sel penyusunnya. Gambaran klinis hiperplasia gingiva yaitu gingiva membesar, padat, warna merah muda, resilien, tidak sakit, tidak sensitive, tidak mudah berdarah, berstippling, dan bergranular. Calcium channel blocker sering menyebabkan hiperplasia gingiva dan berdasarkan survei 1220% disebabkan oleh nipedifine. Hiperplasia ginggiva dilaporkan muncul setelah 2 bulan terapi hipertensi. Diagnosis ditegakkan berdasarkan riwayat pengguna nifedipine dengan jangka waktu relatif lama. Pembesaran ginggiva dapat mengecil dalam waktu 1 minggu atau lebih setelah pemberhentian obat, namun juga tergantung pada lamanya pemakaian nifedipine dan kebersihan oral penderita. Maka jika bertemu pasien yang didiagnosa hiperplasia ginggiva dan menderita hipertensi, periksa kembali riwayat pemakaian obat antihipertensinya, jika mengkonsumsi nifedipin hentikan pemakaian . b. Penyakit Mulut (Oral Medicine) Xerostomia adalah mulut kering akibat aliran air ludah yang berkurang. Xerostomia dapat menyebabkan kesulitan dalam berbicara dan mengkonsumsi makanan. Xerostomia juga merupakan
36
penyebab
utama
nafas
yang
bau
dan
munculnya
banyak
karies(lubang gigi) dalam rongga mulut. Hal ini dikarenakan, saliva (air ludah) dalam mulut yang berfungsi sebagai buffer dan pendorong terjadinya remineralisasi produksinya menjadi berkurang, sehingga menyebabkan rongga mulut lebih rentan terhadap infeksi. Ketika kuman masuk ke dalam darah, bisa melalui pembuluh darah yang terbuka akibat gusi berdarah, jenis-jenis bakteri tertentu akan menempel pada platelet, dan menyebabkan sel-sel ini menggumpal dalam pembuluh sehingga menyumbat dan mengganggu alirah darah ke jantung sehingga pada akhirnya dapat meningkatkan tekanan darah. Perawatan untuk mencegah xerostomia lebih berat dapat berupa menghindari konsumsi obat-obatan yang mengandung dekongestan dan antihistamin, mengisap-isap permen atau permen karet nongula/mengandung xylitol secara teratur, dan menggunakan air ludah sintetis (karboksimetil selulosa). Penderita hipertensi yang mengkonsumsi clonidine dalam dosis besar (>0,6 mg/hari) harus digganti obat antihipertensinya jika ingin melakukan bedah gigi, dan tidak boleh meminum obat-obatan selama 1 hari. c. Bedah Mulut Penderita Hipertensi yang masuk dalam stage I dan stage II masih memungkinkan untuk dilakukan tindakan pencabutan gigi karena resiko perdarahan yang terjadi pasca pencabutan relatif masih dapat terkontrol (Little, 1997). Pada penderita hipertensi dengan stage II sebaiknya di rujuk terlebih dahulu ke bagian penyakit dalam agar pasien dapat dipersiapkan sebelum tindakan. Pengobatan pada pasien hipertensi biasanya digunakan lebih dari satu macam golongan obat, misalnya: golongan obat anti hipertensi (mis: captopril) dan golongan obat diuretik.
37
Resiko-resiko yang dapat terjadi pada pencabutan gigi penderita hipertensi, antara lain : a. Resiko akibat Anestesi lokal pada penderita hipertensi: Larutan anestesi lokal yang sering dipakai untuk pencabutan gigi adalah lidokain yang dicampur dengan adrenalin dengan dosis 1:80.000 dalam setiap cc larutan. Konsentrasi adrenalin tersebut dapat dikatakan relatif rendah, bila dibandingkan dengan jumlah adrenalin endogen yang dihasilkan oleh tubuh saat terjadi stres atau timbul rasa nyeri akibat tindakan invasif. Tetapi bila terjadi injeksi intravaskular maka akan menimbulkan efek yang berbahaya karena dosis adrenalin tersebut menjadi relatif tinggi. Masuknya adrenalin ke dalam pembuluh darah bisa menimbulkan: takikardi, stroke volume meningkat, sehingga tekanan darah menjadi tinggi. Resiko yang lain adalah terjadinya ischemia otot jantung yang menyebabkan angina pectoris, bila berat bisa berakibat fatal yaitu infark myocardium. Adrenalin masih dapat digunakan pada penderita dengan hipertensi asal kandungannya tidak lebih atau sama dengan 1:200.000. Dapat juga digunakan obat anestesi lokal yang lain, yaitu Mepivacaine 3% karena dengan konsentrasi tersebut mepivacaine mempunyai efek vasokonstriksi ringan, sehingga tidak perlu diberikan campuran vasokonstriktor. b. Resiko akibat ekstraksi gigi pada penderita hipertensi: Komplikasi akibat pencabutan gigi adalah terjadinya perdarahan yang sulit dihentikan. Perdarahan bisa terjadi dalam bentuk perdarahan hebat yang sulit berhenti saat dilakukannya tindakan pencabutan gigi, atau bisa berupa oozing (rembesan darah) yang membandel setelah tindakan pencabutan gigi selesai. 3.2 Respirasi
38
1.
Bronkospasme Akut (Serangan Asma) Salah satu keadaan gawat darurat yang mungkin dijumpai di klinik gigi adalah asma. Asma merupakan suatu keadaan paroksismal dari hiper reaktifitas saluran tracheo-bronchial. Ketika alergen eksternal menyebabkan spasme bronkus yang diperantarai antibodi, kejadian tersebut dikategorikan sebagai asma ekstrinsik, sedangkan asma yang disebabkan oleh faktor-faktor non alergika seperti stress, infeksi saluran pernafasan, uap iritatif atau aktifitas fisik dapat dikategorikan sebagai asma intrinsik. Asma intrinsik umum terjadi pada orang dewasa sedangkan asma ekstrinsik umum terjadi pada anak-anak. Serangan asma yang terjadi pada praktek kedokteran gigi dapat dihindari dengan mengetahui secara lengkap riwayat kesehatan pasien. Sangat penting untuk menanyakan kepada pasien beberapa hal seperti frekuensi serangan serta derajat keparahan ketika serangan asma terjadi dan apa yang sering memicu serangan tersebut. Petunjuk lain yang dapat digunakan untuk mengetahui keparahan penyakit tersebut adalah dengan menanyakan berapa jumlah obat serta jenis obat yang diminum pasien, demikian juga dengan mengetahui seberapa sering pasien tersebut mendapat perawatan gawat darurat di rumah sakit serta riwayat rawat inap pasien akibat serangan asma. Apabila pasien mendapat perawatan dengan inhaler bronkodilator seperti albuterol atau metaproterenol dan digunakan apabila diperlukan, dapat diindikasikan bahwa pasien menderita asma yang ringan. Pada kasus yang lebih berat pasien dirawat dengan pemberian obat-obatan profilaksis seperti kortikosteroid, cromolyn, beta-2 agonists dan leukotrien modifiers. Gejala yang biasa terjadi diantaranya adalah nafas yang berbunyi, terutama pada saat ekspirasi (mengik), sesak nafas, batuk-batuk dan dyspnea. Pasien biasanya akan berusaha duduk untuk mencoba
39
mengambil nafas. Gejala yang lebih berat diantaranya adalah cemas, detak jantung cepat,sianosis pada jaringan di bawah kuku dan penggunaan otot-otot aksesorius pernafasan seperti muskulus SCM, muskulus trapezius dan muskulus abdominalis. Penanganan apabila terjadi gejala-gejala asma, maka:
menempatkan pasien pada posisi yang paling nyaman (biasanya menegakkan tubuh pasien dengan kedua lengan terlentang)
Jika gejala tidak mereda dan cenderung memburuk: segera dilakukan tindakan Sistem Gawat darurat Medis (SGM)/Medical Emergency System (MES) pemberian epinephrine (0,3 mg) pemberian inhaler yang dapat diulang setiap dua menit dan epinephrine setiap 10 menit Apabila serangan asma diakibatkan oleh alergen eksogen dapat diberikan hidrokortison (100 mg) intramuskular atau intravena. Dari segi teknis untuk mengurangi kecemasan akibat perawatan yang diberikan, dapat dilakukan kontrol nyeri dan teknik sedasi. Dengan demikian pemicu serangan asma yang diakibatkan oleh faktor intrinsik dapat dikurangi. Dokter gigi hendaknya juga memastikan apakah pasien sudah meminum obat asma sebelum tindakan perawatan gigi dilakukan. Pasien sebaiknya juga sudah menyiapkan obat pribadi yang khusus digunakan apabila sewaktu40
waktu terjadi serangan asma. Apabila pasien sering mengalami serangan asma, maka penggunaan inhaler profilaksis hendaknya dipertimbangkan untuk dilakukan beberapa saat sebelum dilakukan tindakan perawatan gigi. Pengenalan: Pasien sadar kepayahan nafas akut, memperlihatkan adanya wheezing, retraksi supraklavikula dan interkosta. Posisi: Posisi yang nyaman, biasanya tegak lurus. A, B, C:
Pemberian bronkodilator Pemberian oksigen, baik dengan masker wajah atau kanula hidung sebanyak 3-5 liter per menit
b.
c.
Memanggil EMS, jika orangtua pasien meminta atau jika episode bronkospasme tidak berakhir setelah pemberian dua dosis bronkodilator.
2.
Compromized medis pada penderita asma Mengi biasanya disebabkan oleh karena bronkospasme (asma) dan berbeda dengan batuk, keadaan ini cepat membaik dengan pemberian obat yang cocok. Adanya mengi mengharuskan pasien dirujuk terlebih dahulu sebelum dirawat, karena perlu dipertimbangkan kemungkinan adanya serangan asma akut. Baik narkotik maupun barbiturat sebaiknya dihindari karena merangsang serangan asma. Meskipun demikian banyak serangan asma yang bisa diatasi sendiri oleh pasien, biasanya dengan menggunakan inhaler isoproterenol. Apabila hal tersebut gagal, atau tidak dapat digunakan, maka diberikan epinefrin 1:1000, 0,3-0,5 ml secara subkutan pada
41
pasien dewasa yang mempunyai tekanan darah normal. Konsultasi media selalu diperlukan dalam menghadapi pasien asma (Pederson: 1996). 3.3 Gangguan Hormon Koma diabetic Pasien diabetes dapat mengalami hilang kesadaran karena hiperglikemia, atau hipoglikemia. Hiperglikemia berkembang perlahan-lahan selama beberapa jam atau beberapa hari, sedangkan hipoglikemia timbul secara mendadak dan berbahaya, sehingga membutuhkan penanganan secara mutlak dan segera. Hipoglikemia Pasien diabetes dapat menerima injeksi insulin atau pil (sulphonyl urea) untuk mengontrol kondisi mereka. Beberapa penderita bias dikontrol hanya diet makanan saja, dan tidak berisiko terkena hipoglikemia. Beberapa yang membutuhkan injeksi insulin kurang stabil dibandingkan dengan yang menerima obat-obatan hipoglikemia, dan cenderung mudah mengalami hipoglikemia. Pasien yang telah berpengalaman akan mengenali gejala-gejalanya :
1. Pasien merasa lapar. 2. Pasien mudah marah. 3. Pasien akan menyadari risiko umpamanya, dia tidak atau terlambat
makan. Tanda-tanda lain yang timbul pada pasien yang kurang tanggap :
1. Pasien mudah gelisah, irasional dan mungkin disorientasi. Dia dapat
saja agresif dan memberikan kesan seperti peminum. Sebelum memanggil polisi, beritahukan hasil pengamatan Anda dan pertimbangkan bahwa dia mungkin menderita hipoglikemia diabetes.
2. Jika diikuti dengan hilangnya kesadaran, periksa apakah terdapat
gula. Pilihan yang baik adalah sari buah jeruk dengan tambahan gula.
2. Jika pasien dengan cepat kehilangan kesadaran, berikan injeksi
glukagon 1 mg IM. Ini akan menaikkan gula darah sampai batas normal dalam beberapa menit, dengan mengaktifkan glikogen hati. Sebaiknya sediakan satu ampul glucagon pada setiap praktik dokter gigi.
3. Segera setelah pemberian glukagon, mintalah bantuan medis.
Yang perlu diingat : jika ada keraguan, berikan glukagon. Ini tidak akan menimbulkan kerusakan. Hiperglikemia Keadaan yang mendekati koma, melalui tahap pra-koma, berlangsung lambat, dan dapat berlangsung selama berhari-hari. Jika ada infeksi yang parah, akan mempercepat koma dalam beberapa jam sehingga dapat dikenali pada praktek dokter gigi. Tanda-tandanya adalah sebagai berikut:
1. Pasien akan merasa ngantuk dengan cepat. 2. Terdapat tanda-tanda kekurangan cairan kulit yang kering dan
kendur, hipotensi (tensi rendah) dengan terasa pusing sewaktu sendiri, dan takikardi (denyut nadi cepat). Terdapat gejala-gejala poliuria.
3. Terdapat tanda-tanda asidosis pernapasan yang dalam dan panjang
merupakan keadaan yang sangat darurat, tidak seperti hipoglikemia. Jika ada keraguan akan bantuk diabetes yang diderita, berikan glukosa secara oral seperti telah diterangkan di atas, karena tidak
43
akan menimbulkan gangguan pada diabetes hiperglikemia, namun bisa menyelamatkan pasien hipoglikemia dari kerusakan yang permanen.
2. Jika infeksi adalah factor pencetus, pastikan bahwa infeksi ini
segera
pasien
ke
dokter
ahli
melalui
telepon.
Tidak ada risiko melalui perawatan gigi pada pasien diabetes yang terkontrol dengan baik. Sebaiknya diberikan dosis normal insulin atau obat-obatan hipoglikemia dan makanan yang normal. Ada beberapa keuntungan bila merawat pasien diabetes di pagi hari sebab diabetes umumnya terkontrol paling baik pada waktu ini. Infeksi akan mengganggu kadar gula darah, dan bila terjadi infeksi harus dirawat dengan segera dan mutlak 3.4 Keganasan Leukemia merupakan keganasan hematopoietic di mana terdapat proliferasi leukosit abnormal pada sumsum tulang dan penyebaran sel ganas ini ke dalam peredaran darah perifer. Sel leukosit abnormal (sel blast) menggantikan sel-sel normal di sumsum tulang dan berakumulasi ke jaringan lain dan organ tubuh. Leukemia juga disebut leukosis Bersifat progresif & fatal, menyebabkan kematian dari perdarahan dan infeksi. Termasuk dalam gangguan primer pada sumsum tulang Terdapat pada 5 dari 100.000 anak.
44
a. b. 2. a. b.
Limfoblastik Leukemia akut Myeloblastic Leukemia akut Leukemia Kronik (Mature Leukosit pada orang dewasa) Chronic Lymphocytic Leukemia Chronic Myelocytic Leukemia Sel-sel darah putih abnormal berinfiltrasi ke dalam jaringan, organ,
dan sumsum tulang. Hal tersebut dapat menyebabkan kelainan-kelainan di antarnya sebagai berikut: anemia, tromositopenia, granulositopenia. Manifestasi Sistemik 1. Tingginya kadar sel darah putih dalam system sirkulasi,
bermetastasis ke pembuluh darah vascular, sehingga menyebabkan anoxia pada jaringan yang mengalami nekrosis. 2. Pasien dengan trombositopenia biasanya sering mengalami gejalagejala seperti: a. b. c. d. 3. Perdarahan spontan Petechiae Ekimosis Perdarahan pada sulkus gingiva Invasi secara langsung pada jaringan oleh sel-sel leukemia menyebabkan:
a.
d. e. f. g.
Kegoyangan gigi Generalized Osteoporosis Resorpsi tulang trabekular Lesi skeletal terlihat pada anak dengan Leukemia akut
Manifestasi Oral Pada 29% anak yang menderita Acute Limfoblastik Leukemia sering ditemukan gejala-gejala seperti berikut: 1. 2. 3. 4. 5. 6. Limfadenopati Petechiae Ekimosis Perdarahan gusi Pallor Ulserasi
Gejala yang jarang muncul pada kasus ALL meliputi: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Cranial nerve palsy Parastesia pada dagu dan bibir Odontalgia Nyeri rahang Gigi tanggal Gigi ekstrusi Stomatitis bergangren
46
Managemen di Kedokteran gigi pada pasien penderita leukemia adalah: 1. 2. 3. 4. 5. 6. Diagnosa medis secara tepat Mengamati gejala klinis dan menetapkan prognosis Memeriksa kesehatan pasien secara umum Merencanakan rencana perawatan Cek status hematologi Perawatan pulpa dan saluran akar dikontraindikasikan pada pasien leukemia 7. Pada pasien anak yang mempunyai remisi perawatan pertama kali sebaiknya perawatan ditunda terlebih dahulu. 8. Pada pasien yang telah melalui remisi total, minimal 2 tahun dan tidak lagi memerlukan kemoterapi dapat dilakukan perawatan secara normal. Fase-fase managemen 1. Fase Induksi remisi
Pengambilan sel-sel abnormal dari darah dan sumsum tulang Vincristine (1.4mg/ m2 setiap minggu dalam 1 bulan) L-asparaginase (600 unit/m2bi per minggu dalam 1 bulan) Prenidsolone (40mg/m2 peroral, setiap hari dalam 1 bulan) 2. Terapi Profilaktik
47
Penggunaan sikat gigi nylon Penggunaan alat orthodontic sebaiknya dilepas Pemberian larutan saline hangat Penggunaan obat kumur klorheksidin 0.1% Pada kasus pasien yang resisten candidiasis, dapat diberikan flukonazole secara oral/ intravena
Sebaiknya
dihindari
pemberian
aspirin
pada
penderita
trombositopeni
Terapi untuk mengatasi sakit pada lesi oral pada penderita leukemia
48
3.
Fase Konsolidasi
a.
Iradiasi dan terapi intratekal. Sitrabin dan methoteraxate untuk mengeliminasi penyakit yang berasal dari system saraf pusat.
Penggunaan prenidsolone (oral) Vincristine (IV) Mercaptopurine (oral) Methotrexate (oral) 2- 3 tahun
49
Jika jumlah platelet pasien kurang dari 20.000 sel/mm3, seharusnya diberikan transfusi platelet. 5. Fase Relapse (Kambuh) Setelah dilakukan transplantasi sumsum tulang
Preparasi pre-tlanplantasi a. Sebelum 4 minggu, semua pemeriksaan radiologi harus sudah selesai. b. Menginstruksikan pasien agar peduli dengan kondisi OH setiap hari c. Gunakan sikat gigi dan floss yang terbuat dari nylon yang lembut d. Pemberian topical fluoride gel
50
e.
Pada gigi yang mengalami infeksi pulpa, karies, periodontitis, sebaiknya dilakukan ekstraksi.
6.
Terapi Suportif Transfuse sel darah merah dan platelet pada penderita anemia dan trombesitopeni a. Kombinasi antibiotic seperti aminoglikosid dengan sefalosporin Suport Psikologi Meyakinkan penderita agar memiliki sikap optimis terhadap kesembuhan.
3.5
Alergi Obat-obatan dan substansi lain yang dapat memicu reaksi alergi antara lain: anestetik lokal, antibiotik, analgesik, obat-obatan anxiolitik, serta berbagai bahan atau produk-produk dental lainnya.. Reaksi alergi, yang terjadi selama atau setelah perawatan gigi, merupakan salah satu masalah serius yang mungkin terjadi.
1. Anestetik lokal. Alergi yang disebabkan oleh penggunaan anestetik
lokal biasanya dipicu oleh bahan pengawet dalam ampul, yang berperan sebagai germisida. Bahan pengawet yang sering digunakan antara lain derivat paraben (metil-, etil-, propil-, dan butil-paraben). Saat ini, sebagian besar anestetik lokal tidak mengandung bahan pengawet untuk menghindari timbulnya reaksi alergi, yang mempersingkat waktu penyimpanan larutan anesteik.
2. Antibiotik. Antibiotik yang harus diperhatikan oleh dokter gigi
(untuk menghindari alergi) adalah penisilin, karena merupakan antibiotik pilihan dalam sebagian besar kasus prosedur dental. Frekuensi reaksi alergi akibat penggunaan penisilin berkisar antara
51
2% sampai 10% dan reaksi bermanifestasi sebagai reaksi ringan, parah, atau, fatal.
3. Analgesik. Analgesik yang berperan dalam reaksi alergi, meskipun
jarang terjadi, antara lain narkotik (kodein atau fetidin), dan asam asetilsalisilat (aspirin). Diantara berbagai jenis analgesik, aspirin dinyatakan sebagai obat yang berperan dalam sebagian besar reaksi alergi, yang berkisar antara 0,2% sampai 0,9%. Reaksi alergi akibat konsumsi aspirin bervariasi mulai dari urtikaria biasa sampai syok anafilaktik. Kadang-kadang, timbul gejala asma atau edema angioneurotik.
4. Obat-obatan
anxiolitik.
Barbiturat
merupakan
obat-obatan
anxiolitik yang paling sering menyebabkan reaksi alergi. Biasanya menyerang individu yang memiliki riwayat urtikaria, edema angioneurotik, dan asma. Reaksi alergi biasanya bersifat ringan dan hanya berupa reaksi pada kulit (urtikaria).
5. Berbagai bahan dan produk kedokteran gigi. Resin akrilik,
antiseptik tertentu, larutan prosesing radiograf, dan sarung tangan dapat memicu alergi. Reaksi alergi biasanya bersifat ringan dan berupa stomatitis (eritema inflamasi) dan urtikaria kulit. Klasifikasi reaksi alergi Berdasarkan mekanisme imunologis penyebabnya, reaksi alergi dapat diklasifikasikan menjadi empat tipe : 1. 2. 3. Reaksi tipe I (anafilaksis) Reaksi tipe II (hipersensitivitas sitotoksik) Reaksi tipe III (Immune-complex-mediated hipersensitivity)
Jenis-jenis reaksi alergi Manifestasi klinis alergi tidak selalu sama. tergantung pada reaksi tubuh, gejala-gejala klinis yang timbul dan keparahannya bervariasi mulai dari ruam biasa sampai kedaruratan medis. Berupa:
52
yang dapat menyebabkan kematian pasien dalam waktu beberapa menit. Dapat mengakibatkan kerusakan sistem pernapasan dan sirkulasi akut, yang ditandai dengan suara serak, disfagia, kecemasan, ruam, rasa terbakar, sensasi nyeri, pruritus, dispnea, sianosis pada tungkai, bersin-bersin akibat bronkospasme, mual, diare, kecepatan denyut jantung tidak beraturan akibat hipoksia, hipotensi, dan kehilangan kesadaran. Anafilaksis dapat berakibat fatal dalam waktu 5-10 menit.
2. Urtikaria. Ini merupakan tipe alergi yang umum terjadi dan ditandai
dengan munculnya vesikel dalam berbagai ukuran, akibat sekresi histamin dan serotonin, struktur yang menyebabkan Vesikel akan peningkatan menginduksi permeabilitas vaskuler.
terjadinya pruritus dan sensasi terbakar pada kulit. Reaksi tersebut dapat bersifat lokal atau menyebar ke seluruh tubuh. Reaksi yang parah dapat menyebabkan penurunan volume darah, sehingga terjadi anafilaksis.
3. Edema angioneurotik (Quinckes edema). Reaksi ini timbul
secara mendadak, dan ditandai dengan pembengkakan berbatas tegas pada jaringan lunak, terutama pada bibir, lidah, mukosa bukal, kelopak mata, dan epiglotis. Hidup pasien berada dalam bahaya karena terjadi kerusakan saluran pernapasan bagian atas, yang menyebabkan dispnea dan kesulitan menelan, jika tidak segera dirawat, dapat mengakibakan kematian.
4. Asma alergi. Ini merupakan reaksi alergi terisolasi dan berupa
bronkospasme dan dispnea pernapasan. Langkah-langkah pencegahan umum yang harus dilakukan jika pasien memiliki riwayat alergi jenis apapun antara lain: Bertanya tentang tipe alergi dan obat-obatan atau substansi yang menyebabkan reaksi
53
Merujuk pasien ke ahli alergi untuk pemeriksaan, jika riwayat menunjukkan bahwa pasien alergi terhadap anestetik local Hindari administrasi obat-obatan yang dapat menimbulkan hipersensitivitas pasien. Misalnya, dalam kasus alergi aspirin, dapat diberikan asetaminofen (Tylenol), atau dalam kasus alergi penisilin, dapat diberikan makrolid.
Pasien yang memiliki riwayat penyakit-penyakit atopik, seperti rhinitis alergi, asma, dan eksema harus diberi perhatian khusus Dokter gigi harus mempersiapkan diri untuk menghadapi pasien yang alergi terhadap obat-obatan tertentu (adrenalin, hidrokortison, antihistamin, dan oksigen)
3.6
mencabut gigi tanpa pulpa, harus diingat bahwa (1) gigi tanpa pulpa pada umumnya bukan penyebab atau menambah sebab penyakit sistemik, (2) pada pasien dengan penyakit sistemik yang parah, seperti anemia berat, gigi tanpa pulpa dan terinfeksi tidak mudah bereaksi terhadap perawatan. Pada semua kasus dengan resiko, perawatan endodontik, terutama instrumentasi saluran akar, harus dilakukan setelah pemberian premedikasi antibiotika, sbb : 2 g penicillin V satu jam sebelum operasi dan 1 g enam jam setelah operasi ; atau erythromicyn satu jam sebelum operasi dan 500 mg 6 jam setelah operasi sebagai anjuran dari American Heart Association (Grossman, 1995). Anemia defisiensi besi
54
Penyembuhan luka mungkin melambat, yang menyebabkan terlambatnya penyembuhan setelah ekstraksi gigi atau prosedur bedah oral lainnya. Prosedur dental elektif tidak tidak boleh dilakukan sampai kadar hemoglobin lebih dari 10 mg/dl. Terapi anemia defisiensi besi mungkin mencakup
pemakaian ferrous sulfate cair, yang menyebabkan pewarnaan hitam pada gigi dan lidah. Keadaan ini dapat dikurangi dengan minum larutan melalui sedotan dan berkumur setelah tiap kali minum. Anemia pernisiosa Lesi oral menyembuh dengan cepat jika diberikan terapi vitamin B12. Tidak ada kontraindikasi untuk terapi dental pada pasien yang menggunakan vitamin B12 untuk anemia pernisiosa. Tetapi pasien tidak boleh diberikan analgesia nitrogen oksida karena terbukti mengganggu metabolisme vitamin B12 dan dapat mencetuskan neuropati yang sedang sampai parah (Rose, Louis, dkk. 1997). 2. Hemofilia Penatalaksanaan dental harus ditujukan pada pencegahan. Higiene oral yang baik membantu menurunkan perdarahan gusi. Tidak pernah ada laporan perdarahan bermakna akibat sikat gigi atau flossing yang baik. Periodonsia Profilaksis oral biasanya dapat dilakukan tanpa penggantian faktor. Perdarahan yang disebabkan oleh scalling utrasonik supragingival atau profilaksis rubber cup dapat dikendalikand engan trombosit. Tetapi scalling yang dapat menyebabkan
55
perdarahan serius pada pasien yang tidak mendapat penggantian faktor pembekuan. Terapi periodontal, termasuk pembedahan, tidak dikontraindikasikan. Pembedahan papila harus dilakukan hanya jika manfaat terapetik yang diharapkan melebihi kemungkinan penyulit pascaoperatif yang parah. Tidak diperlukan penggantian faktor untuk probbing dan scalling supragingiva yang berhati-hati. Penggantian faktor diperlukan sebelum scalling dalam, kuretase, dan pembedahan (Rose, Louis, dkk. 1997). Endodonsia Pada pasien dengan hemofilia, perawatan endodontik lebih baik dibandingkan ekstraksi. Kami tidak mengetahui adanya gangguan sistemik yang meniadakan perawatan endodontik. Pada semua kasus dengan resiko, perawatan endodontik, terutama instrumentasi saluran akar, harus dilakukan setelah pemberian premedikasi antibiotika, sbb : 2 g penicillin V satu jam sebelum operasi dan 1 g enam jam setelah operasi ; atau erythromicyn satu jam sebelum operasi dan 500 mg 6 jam setelah operasi sebagai anjuran dari American Heart Association (Grossman, 1995). Bedah Mulut Pemberian anestesi lokal adalah permasalahan utama dalam terapi dental. Hematoma diseksi, obstruksi saluran pernafasan, dan kematian adalah penyulit yang diketahui dari blok anestesia pada pasien hemofilia. Injeksi tidak boleh diberikan kecuali pasien memiliki kadar faktor dalam plasma lebih dari 50%. Faktor plasma tambahan dieprlukan jika darah teraspirasi, jika terbentuk hematoma, atau terjadi gejala perdarahan lain seperti nyeri didaerah injeksi. Pada hemofilia parah, terapi penggantian
56
harus dilakukan terlebih dahulu sebelum teknik anestetik. Anestesi lokal dapat dilakukan dengan injeksi infiltrasi atau perisemental dengan semprit injeksi interligamentum. Injeksi intramuskular juga dikontraindikasiakn karena kemungkinan pembentukan hematoma. Sebagian besar terapi restoratif dapat dilakukan tanpa penggantian faktor. Rubber dam harus digunakan untuk melindungi jaringan oral dari laserasi yang tidak disengaja. Wedge harus dipasang sebelum preparasi interproksimal untuk melindungi dan meretraksi papila. Terapi endodontik lebih disukai ketimbang ekstraksi. Perdarahan pulpa mudah dikendalikan dengan cara yang konvensional. Over instrumentasi dan overfilling harus dihindari (Rose, Louis, dkk. 1997). 3.7 Gangguan Saraf Gejala Klinis Epilepsi Epilepsi terbagi atas dua bentuk yang umum, yaitu: a. b. Grand mal Biasanya mengakibatkan kekejangan dengan hilangnya koordinasi. Petit mal Mengakibatkan hilangnya kesadaran tetapi tanpa kekejangan dan kehilangan kontrol yang nyata. Pasien dalam keadaan berdiri, bahkan tidak akan kehilangan keseimbangan, hanya kelihatan memeiliki ekspresi kosong selama beberapa saat. Kedua bentuk epilepsi ini umumnya berakhir dengan sendirinya dan yang dibutuhkan hanyalah menunggu sampai kesadaran muncul kembali. Tanda-tanda Klinis
a.
Hilangnya kesadaran petit mal Kontraksi otot-otot secara umum (tahap kronis)
b.
57
c.
Kejang-kejang tubuh yang tidak dapat dikontrol (tahap kronis) grand mal interkontinen Penderita epilepsi yang dikontrol dengan baik dapat dirawat sama seperti pasien-pasien lain tanpa pencegahan yang khusus Edukasi mengenai perawatan yang dilakukan kepada pasien. Mengkondisikan ruangan senyaman mungkin agar pasien tidak nervous, karena nervous dapat memicu kambuhnya epilepsi. Perawatan diberikan 90 menit setelah pasien makan. Harus selalu menyedikan sendok atau handuk Jikan pasien sangat nervous, sebaiknya diberikan obat penenang tambahan sebelum tiba di rumah sakit.
d. a. b. c. d. e.
f.
Pencegahan serangan
Penatalaksanaan Proses penyembuhan pada serangan petit mal berlangsung cepat, dan tidak ada pencegahan khusus yang perlu dilaksanakan. Jika perawatan gigi sudah dimulai, maka dapat dilanjukan kembali dan semua peralatan disekitar penderita harus disingkirkan. Penanganan pada serangan grand mal adalah seperti pada pasien tidak sadar. Sangat penting untuk mengangkat seluruh benda-benda yang lepas dari dalam mulut, terutama geligi tiruan penuh, dan melindungi lidah dari kerusakan. Semua peralatan disekitar penderita harus disingkirkan. Dapat memberikan alat bantu pernafasan Brook. Tahap klonik/ kejang jarang berakhir lebih dari beberapa menit dan diikuti dengan keadaan mengantuk yang akan berlangsung selama beberapa menit sampai beberapa jam, dimana selama masa tersebut pasien akan berbicara dengan ucapan yang tidak jelas, mengeluh sakit kepala dan umumnya merasa tidak sehat. Jika perawatan gigi sudah dimulai, maka sebaiknya dipersingkat. Kadang-kadang pada epilepsi yang tidak stabil, serangan mungkin berlangsung lama atau diikuti dengan serangan lain dalam waktuy yang
58
cepat. Apabila hal ini terjadi, dengan fase klonik berlangsung lebih dari 10 menit, maka diperlukan advis medis dari dokter ahli atau bantuan ambulans. Jika bantuan yang diharapkan belum datang, persediaan benzodiazepines pada praktik dapat diberikan secara intravena. Diazepam atau midazolam 10mg yang diberikan secara intravena, secara perlahan dapat menggagalkan serangan. Kadang-kadang bila dibutuhkan dosis yang lebih besar, mintalah advis medis dari dokter ahli sebelum memberikan dosis yang melebihi jumlah ini.
Defek katup (kongenital atau akibat demam rematik sebelumnya) atau pasien dengan penggantian prostetika, rentan terhadap endokarditis infektif. Antibiotik profilaksis untuk melindungi, khususnya sebelum ekstraksi, merupakan keharusan
Penyakit jantung iskemik dengan atau tanpa hipertensi berat, pemeriksaan gigi rutin menimbulkan bahaya kecil namun resiko aritmia berbahaya harus diminimalisir.
Gagal jantung, resiko utama berasal dari anestesi umum Dalam 6 bulan pertama, perawatan harus dibatasi pada perawatan paliatif saja karena tingginya resiko rekurensi infark miokard dan aritmia. Penggunaan vasokonstriktor pada anestesi lokal relatif dikontraindikasikan.
Dalam periode 6-12 bulan, prosedur bedah sederhana dan non-bedah harus dilaksanankan dengan penggunaan bijaksana anestesi lokal. Lidocaine 2% dengan lidokain 1:100.000, dan mepivacaine 2% dengan levonordefrin 1:20.000, harus dibatasi sampai 2 Carpule untuk masing-masing pekerjaan. Prosedur elektif kompleks, restoratif dan bedah, masih relatif dikontraindikasikan.
Periode > 1 tahun yang lalu, pembatasan vasokonstriktor hingga 2 Carpule anestesi lokal konvensional dengan epinefrin 1:100.000 atau levonordefrin 1:20.000 atau yang sebanding masih direkomendasikan.
2.
Compromised medis pada pasien asma hipertensi Calcium channel blocker sering menyebabkan hiperplasia gingiva dan berdasarkan survei 12-20% disebabkan oleh nipedifine. Maka, periksa kembali riwayat pemakaian obat antihipertensinya, jika mengkonsumsi nifedipin hentikan pemakaian . Penderita hipertensi yang mengkonsumsi clonidine dalam dosis besar (>0,6 mg/hari) harus digganti obat antihipertensinya jika ingin melakukan bedah gigi, dan tidak boleh meminum obat-obatan selama 1 hari.
60
Penderita Hipertensi yang masuk dalam stage I dan stage II masih memungkinkan untuk dilakukan tindakan pencabutan gigi karena resiko perdarahan yang terjadi pasca pencabutan relatif masih dapat terkontrol (Little, 1997). Pada penderita hipertensi dengan stage II sebaiknya di rujuk terlebih dahulu ke bagian penyakit dalam agar pasien dapat dipersiapkan sebelum tindakan. 3. Compromised medis pada pasien asma Adanya mengi mengharuskan pasien dirujuk sebelum dirawat, karena perlu dipertimbangkan kemungkinan adanya serangan asma akut. Narkotik dan barbiturat sebaiknya dihindari karena merangsang serangan asma. Serangan asma bisa diatasi sendiri dengan menggunakan inhaler isoproterenol. Apabila gagal maka dapat diberikan epinefrin 1:1000, 0,3-0,5 ml secara subkutan pada pasien dewasa yang mempunyai tekanan darah normal. 4. Compromised medis pada pasien gangguan hormone
a. Jika pasien kehilangan kesadaran, berikan injeksi glukagon 1 mg IM atau
bila telah tersadar berikan minuman yang mengandung gula. Segera setelah pemberian glukagon, mintalah bantuan medis. Yang perlu diingat : jika ada keraguan, berikan glukagon. Ini tidak akan menimbulkan kerusakan.
b. Jika ada keraguan akan bantuk diabetes yang diderita, berikan glukosa
secara oral seperti telah diterangkan di atas, karena tidak akan menimbulkan gangguan pada diabetes hiperglikemia, namun bisa menyelamatkan pasien hipoglikemia dari kerusakan yang permanen.
c. Tidak ada risiko melalui perawatan gigi pada pasien diabetes yang
terkontrol dengan baik. Sebaiknya diberikan dosis normal insulin atau obat-obatan hipoglikemia dan makanan yang normal.
5. Compromised medis pada pasien leukemia 61
Diagnosa medis secara tepat, mengamati gejala klinis dan menetapkan prognosis, memeriksa kesehatan pasien secara umum, merencanakan rencana perawatan, cek status hematologi, perawatan pulpa dan saluran akar dikontraindikasikan pada pasien leukemia, pada pasien anak yang mempunyai remisi perawatan pertama kali sebaiknya perawatan ditunda terlebih dahulu, pada pasien yang telah melalui remisi total, minimal 2 tahun dan tidak lagi memerlukan kemoterapi dapat dilakukan perawatan secara normal. 6. Compromised medis pada pasien alergi Alergi dapat memicu timbulnya oleh anestetik local, antibiotic misalnya penisilin, analgesik. antara lain narkotik (kodein atau fetidin), dan asam asetilsalisilat (aspirin), obat-obatan anxiolitik, misalny barbiturate, resin akrilik, antiseptik tertentu, larutan prosesing radiograf, dan sarung tangan dapat memicu alergi. 7. Compromised medis pada pasien saraf Penderita epilepsi yang dikontrol dengan baik dapat dirawat sama seperti pasien-pasien lain tanpa pencegahan yang khusus, edukasi mengenai perawatan yang dilakukan kepada pasien, mengkondisikan ruangan senyaman mungkin agar pasien tidak nervous, karena nervous dapat memicu kambuhnya epilepsy, perawatan diberikan 90 menit setelah pasien makan, harus selalu menyedikan sendok atau handuk, jika pasien sangat nervous, sebaiknya diberikan obat penenang tambahan sebelum tiba di rumah sakit. DAFTAR PUSTAKA
Departemen Farmakologi dan Terapeutik FK UI. 2007. Farmakologi dan Terapi Edisi 5. Jakarta: Balai Penerbit FK UI.
62
Grossman, dkk. 1995. Ilmu Endodontik Dalam Praktek. Jakarta : EGC. Howe, Geoffrey L. 1989. Pencabutan Gigi Geligi. Jakarta : EGC. Mc Donald Avery, Dean - Dentistry for the child and Adolescence - 8th Edition Purwanto. 1993. Anastesi Lokal.1993. Jakarta : EGC Rose, Louis F. & Donald Kaye. 1997. Buku Ajar Penyakit Dalam untuk Kedokteran Gigi. Wray, David, dkk. 2003. Textbook of General and Oral Surgery. Philadelphia: Churchill Livingstone
63