Anda di halaman 1dari 13

Kata Pengantar

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayahNya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah untuk Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian Agama (MPK Agama). Makalah Perceraian dalam Perspektif Agama Islam dan negara ini kami susun dengan menelaah masalah perceraian yang kini semakin meningkat, dari berbagai sumber sesuai dengan lingkup bahasan yang telah diberikan. Penyusunan makalah ini dapat diselesaikan dengan baik berkat kerjasama dari seluruh anggota keleompok HomeGroup 6 yang telah meluangkan waktu untuk menggali berbagai sumber mengenai kasus perceraian dilihat dari berbagai sudut dalam perspektif Islam. Dalam kesempatan ini, kami juga ingin menyampaikan terima kasih kepada Bapak. Yang telah membimbing kami dan memberi pedoman yang jelas mengenai penyusunan makalah ini. Tiada gading yang tak retak begitu pula dengan dengan makalah ini, pasti terdapat ketidaksempurnaan dalam penyusunannya. Oleh sebab itu, kami mohon maaf apabila dalam penyusunan makalah inni terdapat hal-hal yang tidak berkenan. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kami dan pembacanya. Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh

Depok, April 2008

Penyusun

Daftar Isi
Kata Pengantar Daftar isi Abstrak Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang I.2 Perumusan Masalah I.3 Tujuan I.4 Metode Penelitian I.5 Sistematika Penulisan Bab II Isi II.1 Kedudukan Hukum Islam Pada Hukum Nasional Berkaitan dengan Perceraian II.2 (LTM Raras) II.3 Bagaimana Hukum dan Ekonomi Mempengaruhi Angka Perceraian di Indonesia II.4 Perceraian di Pandang dari Sudut Agama Islam dan Negara Indonesia II.5 Peranan Agama dalam Menjamin dan Memfasilitasi Kebebasan Beragama Bab III Penutup III.1 Kesimpulan III.2 Saran Daftar Pustaka

ABSTRAK
Angka perceraian di Indonesia semakin meningkat dari tahun ke tahun, bahkan Indonesia menempati peringkat tertinggi mengenai angka perceraian dibandingkan dengan negara-negara Islam lainnya. Fenomena ini menjadi sebuah ironi, karena dalam Islam, tujuan dari perkawinan ialah membentuk keluarga yang sakinah, mawaddah, dan rahmah, namun pada kenyataannya begitu banyak perkawinan yang berakhir di Pengadilan Agama. Ada banyak faktor penyebab terjadinya perceraian, dan faktor-faktor tersebut akan kami bahas dalam makalah ini secara teoritis dan kemudian kami kaitkan dengan fakta yang terjadi. Dari pembahasan tersebut akan terlihat adanya korelasi antara agama Islam dengan negara, peran umat Islam dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, serta peran negara dalam kehidupan beragama Islam sebagai langkah untuk meminimalisir angka perceraian di Indonesia. Kata Kunci: Angka perceraian; faktor penyebab; keluarga; perkawinan.

BAB I Pendahuluan
I.1 Latar Belakang
Allah memerintahkan umat Islam untuk menikah dengan sesamanya seperti yang telah dijelaskan dalam terjemahan QS. Ar-Rum, 30: 21. Tujuan dari perkawinan itu sendiri ialah mebentuk keluarga yang sakinah, mawaddah, dan rahmah antara suami, isteri, dan anak-anaknya serta keluarga lain1. Namun, ternyata banyak pasangan yang tidak mencapai tujuan tersebut sehingga perkawinan mereka harus selesai dengan perceraian. Sebenarnya, ada banyak sekali faktor yang dapat menimbulkan perceraian. Tetapi, itu bukan berarti tidak ada cara untuk menanggulangi faktor-faktor tersebut, dan inilah pentingnya mengetahui korelasi antara peranan agama Islam, negara, dan umat Islam itu sendiri dalam upaya untuk mengurangi angka perceraian.

I.2 Perumusan Masalah


1. Bagaimana Islam memandang perkawinan dan perceraian? 2. Apa sajakah faktor yang dapat menyebabkan perceraian? 3. Bagaimanakah hubungan antara agama Islam dan negara dengan perceraian? 4. Bagaimanakah hubungan antara perana umat Islam dalam kehidupan berbangsa dan bernegara dengan perceraian? 5. Bagaimanakah hubungan antara peranan negara dalam kehidupan beragama Islam denagn perceraian? dari perumusan masalah tersebut dapat diketahui bahwa ruang lingkup makalah ini meliputi perkawinan, perceraian, dan peranan agama Islam,

DR. KH. Zakky Mubarak, MA, Menjadi Cendikiawan Muslim: Kuliah Islam di Perguruan Tinggi Umum, (Jakarta: Yayasan Ukhuwah Insaniyah, 2007), hlm. 180

negara, serta umat Islam sebagai upayauntuk meminimalisir angka perceraian.

I.3 Tujuan
Penulisan makalah ini bertujuan untuk: 1. Mengetahui hakekat perkawinan dan perceraian dari perspektif hukum Islam 2. Mengetahui faktor-faktor yang dapat menimbulkan perceraian 3. Mengetahui dan memahami hubungan antara agama Islam dan negara dengan perceraian 4. Mengetahui dan memahami hubungan antara perana umat Islam dalam kehidupan berbangsa dan bernegara dengan perceraian 5. Mengetahui dan memahami hubungan antara peranan negara dalam kehidupan beragama Islam denagn perceraian 6. Menemukan solusi-solusi yang dapat ditawarkan dalam mengurangi angka perceraian

I.4 Metode Penelitian


Penelitian yang digunakan dalam makalah ini ialah dengan menelaah teori-teori yang ditemukan dalam berbagai sumber mengenai perkawinan dan perceraian terutama dalam perspektif Islam, kemudian dikaitkan dengan fakta yang terjadi, sehingga kemudian dapat ditarik kesimpulan dari semua penelitian dan analisa tersebut.

I.5 Sistematika Penulisan


Sistematika penulisan makalah ini ialah sebagai berikut: Kata Pengantar Daftar isi

Abstrak Bab I Pendahuluan I.1 I.2 I.3 I.4 I.5 Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Metode Penelitian Sistematika Penulisan

Bab II Isi II.1 Kedudukan Hukum Islam Pada Hukum Nasional Berkaitan dengan Perceraian II.2 (LTM Raras) II.3 Bagaimana Hukum dan Ekonomi Mempengaruhi Angka Perceraian di Indonesia II.4 Perceraian di Pandang dari Sudut Agama Islam dan Negara Indonesia II.5 Peranan Agama dalam Menjamin dan Memfasilitasi Kebebasan Beragama Bab III Penutup III.1 Kesimpulan III.2 Saran Daftar Pustaka

BAB II Isi
II.1 Kedudukan Hukum Islam Pada Hukum nasional Berkaitan dengan Perceraian
Hukum Islam secara subtansi terbagi menjadi dua bagian, yaitu bidang ibadah dan bidang muamalah. Pengaturan hukum yang bertalian dengan bidang ibadah bersifat rinci, sedang pengaturan bidang muamalah atau segala aspek kehidupan bermasyarakat tidak bersifat rinci hanya prinsipprinsip saja. Pengembangan dan aplikasinya diserahkan sepenuhnya kepada para penyelenggara negara dan pemerintahan, yaitu ulil umri. Oleh Karena hukum Islam memegang peranan penting dalam membentuk serta membina ketertiban sosial umat Islam dan mempengaruhi segala segi kehidupan, maka jalan terbaik yang dapat dilakukan ialah mengusahakan secara ilmiah adanya transformasi norma-norama hukum Islam ke dalam hukum nasional sepanjang sesuai dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 dan relevan dengan kebutuhan hukum khusus umat Islam itu sendiri. Ini berarti bahwa sesuai dengan kedudukannya sebagai salah satu sumber bahan baku dalam pembentukan hukum nasional, kemampuan dan kemauan yang apa adanya dapat berperan aktif dalam proses pembinaan hukum nasional. Kemauan dan kemampuan hukum Islam itu haruslah ditunjukan oleh umat Islam baik pribadi maupun kelompok yang mempunyai komitmen terhadap Islam dan ingin hukum Islam berlaku bagi umat Islam dalam negara Republik Indonesia ini. Pada kasus perceraian yang semakin marak dewasa ini, hukum Islam sangatlah berpengaruh dalam angka perceraian di Indonesia. Seharusnya hukum Islam dapat menekan tingginya angka perceraian. Dalam Al-quran

disebutkan perceraian merupakan salah satu hal yang dibenci Allah. Selain itu, alasan perceraian dalam Islam pun dibatasi secara limitaif atau terbatas. Apabila semua umat Islam di Indonesia memahami makna perkawinan dalam Islam, maka laju angka perceraian dapat ditekan hingga seminimal mungkin.

II.3

Bagaimana Hukum dan Ekonomi Mempengaruhi Angka Perceraian di Indonesia


Bidang Hukum Dalam pandangan hukum Islam, terdapat beberapa asas dalam perkawinan, yaitu (1) kesukarelaan, (2) persetujuan kedua belah pihak, (3) kebebasan memilih, (4) kemitraan suami-isteri, (5) kemitraan suami-isteri, dan (6) monogami terbuka (karena darurat)2. Sebagai umat Islam, seharusnya berusaha untuk memenuhi keenam unsur tersebut agar tujuan pernikahan tercapai. Namun pada kenyataannya, masih banyak umat Islam yang tidak melaksanakan asas-asas tersebut dalam perkawinan, misalnya saja menikah karena terpaksa, menikah tanpa persetujuan orang tua, menikah karena dijodohkan, mendzolimi pasangannya, dan menerapkan poligami tidak sesuai dengan ajaran agama sehingga akhirnya justru mengakibatkan perceraian. Dalam pandangan hukum perdata, perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan keTuhanan Yang Maha Esa (UU No.1 Tahun 1974 pasal 1)3. Dari pengertian tersebut tercantum tujuan pernikahan yaitu membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan keTuhanan YME. Sebagai umat Islam yang percaya akan keesaan Allah SWT, seharusnya memperhatikan tujuan dari pernikahan ini, yaitu keluarga yang kekal dan bahagia, maka sebaiknya umat Islam menghindari perceraian kecuali bila

Prof. H. Mohammad Daud Ali, S.H., Hukum Islam: Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Islam di Indonesia, ed.6, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2005), 139. 3 Prof. R. Subekti, S. H., Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, cet. 38, (Jakarta: Pradnya Paramita, 2007), 538.

keadaannya sudah mendesak dan perkawinan itu justru membawa kemudharatan serta memenuhi alasan-alasan yang telah ditentukan oleh Undang-Undang (PP No. 9 Tahun 1975 Pasal 19). Bidang Ekonomi Selain dari bidang hukum, banyak kasus perceraian yang terjadi karena permasalahan ekonomi. Islam mengajarkan umatnya untuk mencari pasangan yang baik agamanya, baik jiwanya, baik keturunannya, baik rupanya, baik akalnya, dan baik hartanya. Baik hartanya, berarti dalam mencari pasangan hidup, hendaklah mencari orang yang bekerja dengan layak dan halal di jalan Allah sehingga mendapatkan rizki yang halal dan barakah. Dengan begitu, berarti harta pun penting dalam Islam. Untuk itulah sebagai suami, wajib menafkahi keluarganya dengan rizki yang halal. Hal ini menjadi salah satu masalah yang memicu perceraian, bila sang suami tidak mampu memberi nafkah sesuai dengan kebutuhan isteri dan anak-anaknya. Di lain pihak, sebagai seorang isteri yang solehah, sebaiknya mampu mengerti keadaan suami dan menerima berapapun penghasilan suami. Tugas isterilah untuk mengatur harta yang diberikan suami untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga.

II.4

Perceraian di Pandang dari Sudut Agama Islam dan Negara Indonesia


Pada awalnya hukum perdata di Indonesia menganut hukum perdata barat yang sangat mengharamkan terjadinya perceraian kecuali disebabkan oleh zinah. Dalam perkembangannya hukum pun terus bergerak dan setelah UU No. 1 tahun 1974 maka hal-hal tentang pernikahan, keluarga, dan perceraian tidak lagi diatur oleh hukum perdata barat namun telah diatur oleh UU tersebut yang sedikit banyaknya dipengaruhi oleh hukum islam, sebagai contoh, diperbolehkannya terjadi suatu perceraian dengan persyaratan-persyaratan tertentu.

Dalam hal ini, permasalahan utama adalah mengapa agama Islam memperbolehkan terjadinya perceraian. Sebenarnya dalam Islam tidak setiap perceraian itu dibolehkan, karena ada talak yang dimakruhkan, bahkan diharamkan. Karena hal itu dapat merobohkan bangunan rumah tangga yang sangat ditekankan Islam agar kita membina dan membangunnya. Oleh karena itu Rasulullah SAW bersabda, "Perkara halal yang paling dibenci oleh Allah adalah perceraian." Sehingga perceraian yang disyari'atkan oleh Islam itu mirip dengan operasi menyakitkan yang dirasakan oleh seseorang yang menjalani sakitnya. Bahkan terkadang salah satu anggota tubuhnya harus dipotong demi menjaga seluruh anggota tubuhnya yang tersisa, atau karena menghindarkan bahaya yang lebih besar. Apabila sampai diputuskan untuk bercerai antara dua pasangan dan tidak berhasil segala sarana perbaikan dan upaya mempertemukan kembali di antara kedua belah pihak, maka perceraian dalam keadaan seperti ini merupakan obat yang sangat pahit yang tidak ada obat yang lainnya. Namun saat ini kebanyakan kaum Muslimin telah salah dalam menfungsikan talak. Mereka menempatkannya bukan pada tempatnya dan mereka menggambarkan talak itu seakan seperti pedang yang dihunus lalu diletakkan di atas leher sang isteri. Banyak fuqaha' yang memperluas di dalam menjatuhkan talak, sampai talaknya orang yang mabuk dan marah, bahkan orang yang terpaksa. Padahal haditsnya mengatakan, "Tidak sah talak yang dalam ketidaksadaran." Ibnu Abbas berkata, "Sesungguhnya talak itu berdasarkan keperluan." Sehingga mereka juga menjatuhkan talak tiga dengan satu perkataan ketika marah. Padahal talak itu dimaksudkan untuk menakut-nakuti dalam pertengkaran di luar rumah, sedangkan dengan isterinya ia sangat bahagia dan rukun.

II.5

Peranan Agama dalam Menjamin dan Memfasilitasi Kebebasan Beragama


Negara Menjamin Kebebasan Beragama Pasal 29(2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 merupakan pasal yang menjadi dasar penjamin kebebasan memeluk agama tersebut. Pasal tersebut berbunyi: Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannnya itu. Maka dengan adanya pasal tersebut tiap warga negara memiliki kebebasan untuk memeluk agamanya masing-masing serta beribadah sesuai agamanya masing-masing. Negara Indonesia tidak pernah memaksakan suatu agama kepada warga negaranya. Agama Islam merupakan agama mayoritas karena memang agama yang diyakini paling tepat oleh sebagian besar penduduk Indonesia. Negara pun tidak bisa menghalang-halangi warga negaranya untuk memeluk suatu agama dan beribadah sesuai agamanya tersebut. Memfasilitasi Umat Islam dalam Menjalankan Kegiatan Agamanya Karena Islam merupakan agama mayoritas, sudah tentu negara wajib memberikan fasilitas kepada pemeluk agama Islam agar mereka bisa menjalankan ibadahnya dengan baik. Negara telah membangun mesjidmesjid yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia, mengurus jemaah haji asal Indonesia agar mereka bisa menjalankan ibadah di Tanah Suci Mekah dengan mudah, menyediakan lembaga BAZIS (Badan Zakat Amal Infak dan Sedekah) untuk mempermudah menyalurkan zakat dan wakaf umat Islam, Unit Pengeola Zakat, Badan Amil Zakat Nasional, Kantor Urusan Agama, dan sebagainya. Berarti terbukti bahwa negara Indonesia telah memfasilitasi umat Islam dalam menjalankan kegiatan agamanya. Dihubungkan dengan contoh kasus yakni perceraian, negara pun menjamin kebebasan untuk melakukan perceraian serta memfasilitasi

penyelesaian masalah perceraian tersebut tapi tetap harus sesuai dengan peraturan perundangan dalam negara. Dalam agama Islam sendiri, perceraian memang diperbolehkan walaupun itu merupakan perbuatan yang dibenci Allah SWT. Oleh karena dalam aturan agama memang diperbolehkan, negara mengatur masalah pereraian itu dalam suatu peraturan perundangan yaitu dalam Pasal 38, Pasal 39, dan Pasal 40 Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan. Tata cara perceraian sendiri diatur dalam Bab V Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 9 tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan. Dengan adanya peraturan perundangan, maka seseorang menjadi tidak bebas ingin kawin-cerai seenaknya sendiri karena ada aturan yang membatasinya. Alasan-alasan perceraian harus sesuai dengan yang tercantum dalam Pasal 19 PP No.9 tahun 1975 tersebut.

Daftar Pustaka
Ali, Mohammad Daud. Hukum Islam: Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Islam di Indonesia, Ed. Ke-6. Jakarta: Pradnya Paramita, 2007. Azhary, Thahrir. Negara Hukum. Jakarta: Penerbit Bulan Bintang, 1992. Mubarak, Zakky. Menjadi Cendikiawan Muslim: Kuliah Islam di Perguruan Tinggi Umum. Jakarta: Yayasan Ukhuwah Insaniyah, 2007. Qardhawi, Yusuf. Sistem Masyarakat Islam dalam Al Qur'an & Sunnah (Malaamihu Al Mujtama' Al Muslim Alladzi Nasyuduh). Jakarta: Citra Islami Press, 2007. Subekti, R., dan R. Tjitrosudibio. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Cet. Ke-38. Jakarta: Pradnya Paramita, 2007. http://www.indomedia.com/bpost/012000/14/kota/kota4.htm, Sabtu 12 April 2008, 11.35

Anda mungkin juga menyukai