Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH MATA KULIAH PENGENDALIAN BISING DAN BAU

CARA MENGUKUR DAN MENGATASI MASALAH YANG TIMBUL DI LAPANGAN AKIBAT BISING

BAB I PENDAHULUAN

Kemajuan teknologi ditandai dengan makin maraknya penggunaan alatalat bermesin. Baik untuk proses produksi, transportasi maupun peralatan rumah tangga. Masalah yang biasa disebabkan oleh mesin adalah suara. Tentunya suara yang keras dan menggangu indera pendengar. Suara yang keras dan menggangu dinamakan bising. Kebisingan akan menjadi masalah yang sangat susah diatasi tanpa kerja sama dari berbagai pihak. Dalam makalah ini akan diuraikan tentang kebisingan secara garis besar, metode pengukuran, serta pengendalian kebisingan di lapangan.

BAB II ISI

2.1 Definisi Kebisingan Kebisingan dalam kesehatan kerja, bising diartikan sebagi suara yang dapat menurunkan pendengaran baik secara kuantitatif (peningkatan ambang pendengaran) maupun secara kualitatif (penyempitan spectrum pendengaran), berkaitan dengan factor intensitas, frekuensi, durasi, dan pola waktu. Kebisingan didefinisikan sebagai "suara yang tak dikehendaki, misalnya yang merintangi terdengarnya suara-suara, musik dsb, atau yang menyebabkan rasa sakit atau yang menghalangi gaya hidup. Jadi kebisingan adalah bunyi atau suara yang tidak dikehendaki dan dapat mengganggu kesehatan, kenyamanan serta dapat menimbulkan ketulian.

2.2 Nilai Ambang Batas Kebisingan Nilai ambang batas kebisingan adalah angka dB yang dianggap aman untuk sebagian besar tenaga kerja bila bekerja 8 jam/hari atau 40 jam/minggu. Berdasarkan Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Koperasi No. SE-01 /MEN/ 1978, nilai ambang batas untuk kebisingan di tempat kerja adalah intensitas tertinggi dan merupakan nilai rata-rata yang masih dapat diterima tenaga kerja tanpa mengakibatkan hilangnya daya dengar yang tetap untuk waktu terus menerus tidak lebih dari 8 jam sehari atau 40 jam seminggunya. Waktu maksimum bekerja adalah sebagai berikut: 82 dB : 16 jam per hari 85 dB : 8 jam per hari 88 dB : 4 jam per hari 91 dB : 2 jam per hari 97 dB : 1 jam per hari 100 dB : jam per hari

2.3 Metode Pengukuran Kebisingan Untuk mengukur kebisingan di lingkungan kerja dapat dilakukan dengan menggunakan alat Sound Level Meter, tetapi bila ingin pengukuran lebih detil, maka menggunakan Sound Level Meter yang dilengkapi Octave Band Analyzer atau dengan menggunakan Noise Dose Meter. Ada tiga cara atau metode pengukuran akibat kebisingan di lokasi kerja. 1. Pengukuran dengan titik sampling Pengukuran ini dilakukan bila kebisingan diduga melebihi ambang batas hanya pada satu atau beberapa lokasi saja. Pengukuran ini juga dapat dilakukan untuk mengevalusai kebisingan yang disebabkan oleh suatu peralatan sederhana, misalnya Kompresor/generator. Jarak pengukuran dari sumber harus dicantumkan, misal 3 meter dari ketinggian 1 meter. Selain itu juga harus diperhatikan arah mikrofon alat pengukur yang digunakan. 2. Pengukuran dengan peta kontur Pengukuran dengan membuat peta kontur sangat bermanfaat dalam mengukur kebisingan, karena peta tersebut dapat menentukan gambar tentang kondisi kebisingan dalam cakupan area. Pengukuran ini dilakukan dengan membuat gambar isoplet pada kertas berskala yang sesuai dengan pengukuran yang dibuat. Biasanya dibuat kode pewarnaan untuk menggambarkan keadaan kebisingan, warna hijau untuk kebisingan dengan intensitas dibawah 85 dBA warna orangeuntuk tingkat kebisingan yang tinggi diatas 90 dBA, warna kuning untuk kebisingan dengan intensitas antara 85 90 dBA. 3. Pengukuran dengan Grid Untuk mengukur dengan Grid adalah dengan membuat contoh data kebisingan pada lokasi yang di inginkan. Titiktitik sampling harus dibuat dengan jarak interval yang sama diseluruh lokasi. Jadi dalam pengukuran lokasi dibagi menjadi beberpa kotak yang berukuran dan jarak yang sama, misalnya : 10 x 10 m. kotak tersebut ditandai dengan baris dan kolom untuk memudahkan identitas.

2.4 Pengendalian Kebisingan Jika bising melebihi nilai ambang batas yang diijinkan maka perlu dilakukan upaya pengendalian untuk mereduksi tingkat bising sampai pada nilai batas yang dan pengendalian sumber serta pelemahan intensitas. Selain itu pengendalian diperkenankan. Upaya pengendalian bising dapat dilakukan melalui pengurangan 1. Terhadap sumber, dengan cara: Desain akustik, dengan mengurangi vibrasi, mengubah struktur dan lainnya. Substitusi alat Mengubah proses kerja 2. Terhadap perjalanannya dengan cara: Jarak diperjauh Akustik ruangan Enclosure 3. Terhadap penerimanya dengan cara: Alat pelindung telinga Enclosure (mis.dalam control room) Administrasi dengan rotasi dan mengubah schedule kerja. Selain dari ketiga di atas, dapat juga dilakukan dengan melakukan: 1. Pengendalian secara teknis (engineering control) dengan cara: Pemilihan equipment / process yang lebih sedikit menimbulkan bising. Dengan melakukan perawatan (Maintenance). Melakukan pemasangan penyerap bunyi. Mengisolasi dengan melakukan peredaman (material akustik). Menghindari kebisingan 2. Pengendalian secara administratif (administartive control) dengan cara: Melakukan shift kerja Mengurangi waktu kerja Melakukan tranning 3. Langkah terakhir dalam pengendalian kebisingan adalah dengan menggunakan

kebisingan dapat dilakukan terhadap:

alat pelindung pendengaran (earplug, earmuff dan helmet). Pemakaian alat pelindung diri merupakan pilihan terakhir yang harus dilakukan. Alat pelindung diri yang dipakai harus mampu mengurangi kebisingan hingga mencapai level TWA atau kurang dari itu, yaitu 85 dB. Ada 3 jenis alat pelindung pendengaran yaitu : Sumbat telinga (earplug), dapat mengurangi kebisingan 8-30 dB. Biasanya digunakan untuk proteksi sampai dengan 100 dB. Beberapa tipe dari sumbat telinga antara lain : Formable type, Costum-molded type, Premolded type. Tutup telinga (earmuff), dapat menurunkan kebisingan 25-40 dB. Digunakan untuk proteksi sampai dengan 110 dB. Helm (helmet), mengurangi kebisingan 40-50 dB Faktor yang harus dipertimbangkan dalam penggunaan alat pelindung telinga adalah: Alat pelindung telinga harus dapat melindungi pendengaran dari bising yang berlebihan. Harus ringan dan nyaman dipakai, sesuai dan efisien (ergonomik). Harus menarik dan harga yang tidak terlalu mahal. Tidak memberikan efek samping atau aman dipakai. Tidak mudah rusak Pengendalian kebisingan dapat dilakukan juga dengan pengendalian secara medis yaitu dengan cara pemeriksaan kesehatan secara teratur.

2.6 Pendidikan dan Motivasi Semua orang yang terekspose level kebisingan berbahaya, harus mendapatkan pendidikan dan training yang cukup setiap tahun, baik yang terlibat langsung maupun tidak pada program pemeliharaan pendengaran. Pendidikan dan edukasi pada dasarnya sasarannya adalah perilaku pekerja. Mengingat program pendidikan ini sangat penting, maka harus direncanakan dengan baik dan mencakup hal-hal yang relevan, yang perlu

dijelaskan adalah sebagai berikut: Standart penanganan dampak kebisingan akibat kerja yang rasional dan jelas.

Dampak kebisingan terhadap pendengaran. Policy perusahaan dengan pengontrolan yang baik yang telah dilaksanakan maupun rencana kedepan. Audiometri yaitu menjelaskan bagaimana peranan audiometri dalam mencegah hilangnya pendengaran aki bat kebisingan, bagaimana melakukan test itu sendiri, interprestasinya serta implikasi yang timbul dari hasil test. Tanggung jawab individual, dengan diskusi mengenai sumber kebisingan, bagaimana mengontrolnya serta usaha mencegahnya agar tidak mengganggu kesehatan dikemudian hari.

2.7 Yuridifikasi Guna mengurangi bising bergantung pada peraturan baik legislasi maupun yuridifikasi guna mengurangi yang berfungsi mengendalikan penerapan disemua level pemerintahan. Guna menyeragamkan dan konsistensi pada standar bising baik pada industri, pengembangan komunitas, dan koordinasi dari dari masingmasing bidang berjalan baik.

2.8 Contoh Studi Kasus Pengendalian Kebisingan di Lapangan Meredam Bising dengan Bising Dosen Institut Teknologi Bandung merancang metode baru dalam meredam suara bising berdasarkan kecerdasan komputer. Penelitiannya mendapat penghargaan ITSF 2005. Suara bising bukan saja mengganggu konsentrasi anda saat karaoke, juga menimbulkan efek psikologis, misalnya perasaan tertekan dan jenuh. Suara ribut juga mengganggu komunikasi dan menimbulkan getaran pada bangunan. Tak hanya itu, bising bisa menimbulkan masalah serius bagi kesehatan. Bising yang terlalu keras atau yang didengar secara terus-menerus bisa menyebabkan ketulian. Oleh karenanya, harus diredam. Bising terjadi di mana saja. Maka di kabin mobil, kapal laut, dan pesawat terbang dipasang peredam untuk mengurangi suara mesin. Juga di pabrik atau tempat kerja yang memakai kipas angin besar, kompresor, trafo, dan pompa. Di hotel, perkantoran, atau apartemen biasanya saluran udaranya mengeluarkan bising sehingga dipasang peredam. Bahkan alat-alat rumah tangga, seperti penyejuk ruangan, pengisap debu, dan home theater juga bisa menimbulkan bising. Kebanyakan klub karaoke memakai sistem kendali bising akustik yang pasif. Menurut Dr Ir Bambang Riyanto Trilaksono MSc, peneliti dan dosen pada Departemen Teknik Elektron, Institut Teknologi Bandung (ITB), secara konvensional bising akustik diredam dengan memakai bahan-bahan peredam. Bahan tersebut ditempatkan di sekitar sumber bising atau di dinding ruang yang intensitas bisingnya mau dikurangi. Sayangnya, kendali bising pasif hanya efektif pada frekuensi tinggi. Jika pada frekuensi rendah diterapkan sistem ini, bahan peredam yang dibutuhkan akan lebih berat dan tebal. "Ini meningkatkan

biaya, bahkan kadang-kadang membuat sistem sulit diimplementasikan," kata Bambang. Itulah sebabnya, kini banyak digunakan sistem kendali bising yang aktif. Menurut Bambang, pada dasarnya pengendali bising aktif adalah peredam bising dengan menggunakan sumber suara yang dikendalikan dan melawan sumber bising yang tidak dikehendaki. Bambang menjelaskan, prinsip yang digunakan dalam kendali bising aktif (active noise control/ANC) adalah interferensi destruktif antara bising dan suatu sinyal suara lain, lazimnya disebut antisound). Sistem ini membangkitkan sinyal yang fasanya berlawanan dengan bising yang mau diredam. Meskipun sederhana dalam teori, prinsip ini sulit pada prakteknya. Penyebabnya karena karakteristik sumber bising akustik dan lingkungan selalu berubah terhadap waktu, frekuensi, amplitudo, dan fasa. Selain itu, kecepatan suara bising tidak stasioner. Untuk mengatasi kendala itu, sebuah sistem kendali bising aktif, menurut Bambang, harus dapat beradaptasi terhadap perubahan dan robust (kukuh) agar stabilitas dan kinerjanya terjamin. Bambang yang lahir di Banyuwangi, 15 November 1962, itu memang menekuni penelitiannya dalam merancang dan mengimplementasikan sistem kendali bising aktif ini. Perkembangan teknologi pengolahan sinyal digital (digital signal processor/DSP) belakangan ini memungkinkan peredam bising akustik menerapkan pengendali aktif memanfaatkan sensor dan aktuator serta pengolah sinyal secara digital dan real-time yang fleksibel dan berakuarasi tinggi. Dalam sistem yang dikembangkannya, Bambang menggunakan sensorsensor berupa mikrofon, sedangkan aktuatornya adalah pengeras suara (speaker). Prototipe sistem kendali bising aktifnya kini terpasang di laboratoriumnya di ITB. Sistem ANC juga dapat dibuat untuk peralatan portabel, misalnya headset atau

headphone. "Sistem ANC dan baterainya hanya seukuran kotak rokok," kata Bambang yang pada 2001 menjadi semifinalis "Worldwide Analog and DSP Design Challenges" yang diselenggarakan Texas Instrument Ltd., Amerika. Sementara itu, untuk sistem yang lebih kompleks, misalnya peredam bising di kabin mobil, di dekat masing-masing kursi penumpang harus diletakkan pasangan mikrofon dan speaker. Ini karena karakteristik sumber bising yang berubah-ubah. Sejak 1984, ketika mengambil program strata 2 yang dilanjutkan dengan program doktoral di Waseda University di Tokyo, Jepang, Bambang telah meneliti kendali robust. Latar belakang dia mengambil bidang penelitian itu karena kenyataannya banyak insinyur sistem kendali yang melakukan analisis dan perancangan kendali berdasarkan model matematik. Padahal, menurut Bambang, model matematik hanya pendekatan dari sistem fisik sehingga dalam praktek selalu muncul kesalahan pemodelan. Untuk menghindari kesalahan pemodelan itulah, Bambang mencoba mengembangkan metode kendali dan pengolah sinyal yang berdasarkan kecerdasan komputasi dari jaringan saraf tiruan (artificial neural network, logika samar (fuzzy logic), dan algoritma genetik. Untuk melanjutkan penelitian itu, Bambang mengajukan proposal kepada Panitia Penghargaan Sains dan Teknologi Indonesia Toray Science Foundation (ITSF Award), yayasan yang didirikan kelompok perusahaan Toray Industries dari Jepang. Menurut panitia, proposal Bambang adalah yang terbaik dari 18 unggulan. Untuk itu, ia berhak mendapatkan dana Rp 60 juta pada ITSF ke-11 2005 yang diumumkan awal bulan ini di Jakarta. Dana itu, "Untuk melengkapi fasilitas riset," katanya. Hasil akhir risetnya itu, menurut Bambang, adalah metode dan algoritma untuk robust dan kendali intelijen serta peranti lunak yang merealisasi

algoritmanya. Adapun dalam riset kendali bising aktif, ia berharap akan terwujud perangkat keras dan peranti lunaknya. Sumber : Koran Tempo (17 Februari 2005)

Anda mungkin juga menyukai