Anda di halaman 1dari 16

BAB I PENDAHULUAN

Latar Belakang Otitis Media Akut (OMA) merupakan peradangan sebagian atau seluruh bagian mukosa telinga tengah, tuba Eusthacius, antrum mastoid dan sel-sel mastoid yang berlangsung mendadak yang disebabkan oleh invasi bakteri maupun virus ke dalam telinga tengah baik secara langsung maupun secara tidak langsung sebagai akibat dari infeksi saluran napas atas yang berulang. (1) Tuba Eusthacius adalah saluran yang menghubungkan rongga telinga tengah dengan nasofaring yang berfungsi sebagai ventilasi, drainase sekret dan menghalangi masuknya sekret dari nasofaring ke telinga tengah. (1) Prevalensi kejadian OMA banyak diderita oleh anak-anak maupun bayi dibandingkan pada orang dewasa tua maupun dewasa muda. Pada bayi terjadinya OMA dipermudah oleh karena tuba Eustachius lebih pendek, lebar dan letaknya agak horizontal. Pada anak-anak makin sering menderita infeksi saluran napas atas, maka makin besar pula kemungkinan terjadinya OMA disamping oleh karena system imunitas anak yang belum berkembang secara sempurna.(1) Otitis media pada anak-anak sering kali disertai dengan infeksi pada saluran pernapasan atas. Epidemiologi seluruh dunia terjadinya otitis media berusia 1 thn sekitar 62%, sedangkan anak-anak berusia 3 thn sekitar 83%. Di Amerika Serikat, diperkirakan 75% anak mengalami minimal satu episode otitis media sebelum usia 3 tahun dan hampir setengah dari mereka mengalaminya tiga kali atau lebih.(15)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi Telinga

(Gambar 1) Anatomi Telinga(2) 2.1.1 Telinga Luar Telinga luar terdiri dari daun telinga dan liang telinga sampai membran timpani. Daun telinga terdiri dari tulang rawan elastin dan kulit. Liang telinga berbentuk huruf S dengan rangka tulang rawan pada sepertiga bagian luar, sedangkan dua pertiga bagian dalam rangkanya terdiri dari tulang. Panjangnya kira-kira 2,5-3 cm.(1) Pada sepertiga bagian luar kulit liang telinga terdapat banyak kelenjar serumen (kelenjar keringat) dan rambut. Kelenjar keringat terdapat pada seluruh kulit liang telinga. Pada duapertiga bagian dalam hanya sedikit dijumpai kelenjar serumen.(1)

2.1.2 Telinga Tengah Telinga tengah terdiri dari membran timpani, kavum timpani, prosesus mastoideus dan tuba Eustachius. (3,4)

2.1.2.1 Membran Timpani Dibentuk dari dinding lateral kavum timpani dan memisahkan liang telinga luar dari kavum timpani. Ketebalannya rata-rata 0,1 mm .Letak membrana timpani tidak tegak lurus terhadap liang telinga akan tetapi miring yang arahnya dari belakang luar kemuka dalam dan membuat sudut 45o dari dataran sagital dan horizontal. Dari umbo kemuka bawah tampak refleks cahaya ( cone of ligt).(3) Secara anatomis membrana timpani dibagi dalam 2 bagian yaitu pars tensa dan pars flasida atau membran Shrapnell, letaknya dibagian atas muka dan lebih tipis dari pars tensa dan pars flasida dibatasi oleh 2 lipatan yaitu plika maleolaris anterior ( lipatan muka), plika maleolaris posterior ( lipatan belakang).(3) 2.1.2.2 Kavum Timpani Terletak didalam pars petrosa dari tulang temporal, bentuknya bikonkaf. Diameter anteroposterior atau vertikal 15 mm, sedangkan diameter transversal 2-6 mm. Kavum timpani mempunyai 6 dinding yaitu : bagian atap, lantai, dinding lateral, dinding medial, dinding anterior, dinding posterior. (5) Atap kavum timpani dibentuk oleh tegmen timpani, memisahkan telinga tengah dari fosa kranial dan lobus temporalis dari otak. bagian ini juga dibentuk oleh pars petrosa tulang temporal dan sebagian lagi oleh skuama dan garis sutura petroskuama. Lantai kavum timpani dibentuk oleh tulang yang tipis memisahkan lantai kavum timpani dari bulbus jugularis, atau tidak ada tulang sama sekali hingga infeksi dari kavum timpani mudah merembet ke bulbus vena jugularis. (5) Dinding medial ini memisahkan kavum timpani dari telinga dalam, ini juga merupakan dinding lateral dari telinga dalam. Dinding posterior dekat keatap, mempunyai satu saluran disebut aditus, yang menghubungkan kavum timpani dengan antrum mastoid melalui epitimpanum. Dibelakang dinding posterior kavum timpani adalah fosa kranii posterior dan sinus sigmoid. Dinding anterior bawah adalah lebih besar dari bagian atas dan terdiri dari lempeng tulang yang tipis menutupi arteri karotis pada saat memasuki tulang tengkorak dan sebelum berbelok ke anterior. Dinding ini ditembus oleh saraf timpani karotis superior dan inferior yang membawa serabut-serabut saraf simpatis kepleksus timpanikus dan oleh satu
3

atau lebih cabang timpani dari arteri karotis interna. Dinding anterior ini terutama berperan sebagai muara tuba Eustachius. (5) Kavum timpani terdiri dari tulang-tulang pendengaran yaitu maleus, inkus dan stapes, dua otot yaitu muskulus tensor timpani dan muskulus stapedius, saraf korda timpani dan saraf pleksus timpanikus. (5) Saraf korda timpani merupakan cabang dari nervus fasialis masuk ke kavum timpani dari analikulus posterior yang menghubungkan dinding lateral dan posterior. Korda timpani juga mengandung jaringan sekresi parasimpatetik yang berhubungan dengan kelenjar ludah sublingual dan submandibula melalui ganglion ubmandibular. Korda timpani memberikan serabut perasa pada 2/3 depan lidah bagian anterior. Saraf pleksus timpanikus berasal dari n. timpani cabang dari nervus glosofaringeus dan dengan nervus karotikotimpani yang berasal dari pleksus simpatetik disekitar arteri karotis interna. (3) 2.1.2.3 Prosessus Mastoideus Rongga mastoid berbentuk seperti bersisi tiga dengan puncak mengarah ke kaudal. Atap mastoid adalah fosa kranii media. Dinding medial adalah dinding lateral fosa kranii posterior. Sinus sigmoid terletak dibawah duramater pada daerah ini. (3) 2.1.2.4 Tuba Eustachius Disebut juga tuba auditory atau tuba faringotimpani. Bentuknya seperti huruf S. Pada orang dewasa panjang tuba sekitar 36 mm berjalan ke bawah, depan dan medial dari telinga tengah dan pada anak dibawah 9 bulan adalah 17,5 mm. Tuba Eustachius adalah saluran yang menghubungkan rongga telinga tengah dengan nasofaring yang berfungsi sebagai ventilasi, drainase sekret dan menghalangi masuknya sekret dari nasofaring ke telinga tengah. (3)

2.1.3 Telinga Dalam Telinga dalam terdiri dari koklea yang berupa dua setengah lingkaran dan vestibuler yang terdiri dari 3 buah kanalis semisirkularis. Ujung atau puncak koklea disebut helikotrema, menghubungkan perilimfa skala timpani dengan skala vestibuli. (1)

Kanalis semisirkularis saling berhubungan secara tidak lengkap dan membentuk lingkaran yang tidak lengkap. Pada irisan melintang koklea tampak skala vestibuli sebelah atas, skala timpani di sebelah bawah dan skala media diantaranya. Skala vestibuli dan skala timpani berisi perilimfa, sedangkan skala media berisi endolimfa. Ion dan garam yang terdapat di perilimfa berbeda dengan endolimfa. Dasar skala vestibuli disebut sebagai membran vestibuli (Reissners membrane) sedangkan dasar skala media adalah membran basalis. Pada membran ini terletak organ Corti. (1) Pada skala media terdapat bagian yang berbentuk lidah yang disebut membran tektoria, dan pada membran basal melekat sel rambut yang terdiri dari sel rambut dalam, sel rambut luar dan kanalis Corti, yang membentuk organ Corti. (1)

2.2 Fisiologi Pendengaran Getaran suara ditangkap oleh daun telinga yang dialirkan ke liang telinga dan mengenai membran timpani, sehingga membran timpani bergetar. Getaran ini diteruskan ke tulangtulang pendengaran yang berhubungan satu sama lain. Selanjutnya stapes menggerakkan tingkap lonjong (foramen ovale) yang juga menggerakkan perilimf dalam skala vestibuli. Getaran diteruskan melalui membran Reissener yang mendorong endolimf dan membran basal kearah bawah, perilimf dalam skala timpani akan bergerak sehingga tingkap (forame rotundum) terdorong ke arah luar. Skala media yang menjadi cembung mendesak endolimf dan mendorong membran basal, sehingga menjadi cembung kebawah dan menggerakkan perilimf pada skala timpani. Pada waktu istirahat ujung sel rambut berkelok-kelok, dan dengan berubahnya membran basal ujung sel rambut menjadi lurus. Rangsangan fisik tadi diubah oleh adanya perbedaan ion Kalium dan ion Natrium menjadi aliran listrik yang diteruskan ke cabang-cabang n.VII, yang kemudian meneruskan rangsangan itu ke pusat sensorik pendengaran di otak (area 39-40) melalui saraf pusat yang ada di lobus temporalis.
(3,5)

2.3 Otitis Media Akut 2.3.1 Definisi Otitis media akut ialah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah, tuba Eustachius, antrum mastoid dan sel-sel mastoid. (1) 2.3.2 Epidemiologi Otitis media pada anak-anak sering kali disertai dengan infeksi pada saluran pernapasan atas. Epidemiologi seluruh dunia terjadinya otitis media berusia 1 thn sekitar 62%, sedangkan anak-anak berusia 3 thn sekitar 83%. Di Amerika Serikat, diperkirakan 75% anak mengalami minimal satu episode otitis media sebelum usia 3 tahun dan hampir setengah dari mereka mengalaminya tiga kali atau lebih. (16) 2.3.3 Etiologi Sumbatan pada tuba Eustachius merupakan penyebab utama dari otitis media. Pertahanan tubuh pada silia mukosa tuba Eustachius terganggu, sehingga pencegahan invasi kuman ke dalam telinga tengah terganggu juga sehingga terjadi peradangan. Selain itu, Infeksi Saluran Pernapasan Atas juga merupakan salah satu faktor penyebab yang paling sering. Kuman penyebab OMA adalah bakteri piogenik, seperti Streptococcus hemoliticus, Haemophilus Influenzae (27%), Staphylococcus aureus (2%), Streptococcus Pneumoniae (38%), Pneumococcus. Pada anak-anak, makin sering terserang ISPA, makin besar kemungkinan terjadinya otitis media akut (OMA). Pada bayi, OMA dipermudah karena tuba Eustachiusnya pendek, lebar, dan letaknya agak horisontal. (1) 2.3.4 Patogenesis Otitis media sering diawali dengan infeksi pada saluran napas seperti radang tenggorokan atau pilek yang menyebar ke telinga tengah lewat saluran Eustachius. Saat bakteri melalui saluran Eustachius, mereka dapat menyebabkan infeksi di saluran tersebut sehingga terjadi pembengkakan di sekitar saluran, tersumbatnya saluran, dan datangnya sel-sel darah putih untuk melawan bakteri. Sel-sel darah putih akan membunuh bakteri dengan mengorbankan diri mereka sendiri. Sebagai hasilnya terbentuklah nanah dalam telinga tengah. Selain itu pembengkakan jaringan sekitar saluran Eustachius menyebabkan lendir yang dihasilkan selsel di telinga tengah terkumpul di belakang gendang telinga. Jika lendir dan nanah bertambah banyak, pendengaran dapat terganggu karena gendang telinga dan tulang-tulang kecil
6

penghubung gendang telinga dengan organ pendengaran di telinga dalam tidak dapat bergerak bebas. Kehilangan pendengaran yang dialami umumnya sekitar 24 desibel (bisikan halus). Namun cairan yang lebih banyak dapat menyebabkan gangguan pendengaran hingga 45 desibel (kisaran pembicaraan normal). Selain itu telinga juga akan terasa nyeri. Dan yang paling berat, cairan yang terlalu banyak tersebut akhirnya dapat merobek gendang telinga karena tekanannya. OMA dapat berkembang menjadi otitis media supuratif kronis apabila gejala berlangsung lebih dari 2 bulan, hal ini berkaitan dengan beberapa faktor antara lain higiene, terapi yang terlambat, pengobatan yang tidak adekuat, dan daya tahan tubuh yang kurang baik. (1) 2.3.5 Stadium OMA memiliki beberapa stadium berdasarkan pada gambaran membran timpani yang diamati melalui liang telinga luar yaitu stadium oklusi, stadium hiperemis, stadium supurasi, stadium perforasi dan stadium resolusi. (1) Pada stadium oklusi tuba Eustachius perdapat gambaran retraksi membran timpani akibat tekanan negatif di dalam telinga tengah akibat absorpsi udara. Membran timpani berwarna normal atau keruh pucat dan sukar dibedakan dengan otitis media serosa virus. terapi dikhususkan untuk membuka kembali tuba eustachius. Diberikan obat tetes hidung HCl efedrin 0,5% dalam larutan fisiologik untuk anak <12 thn dan HCl efedrin 1% dalam larutan fisiologik untuk anak yang berumur >12 thn atau dewasa. Selain itu, sumber infeksi juga harus diobati dengan memberikan antibiotik. (1) Pada stadium hiperemis, pembuluh darah tampak lebar dan edema pada membran timpani. Sekret yang telah terbentuk mungkin masih bersifat eksudat yang serosa sehingga sukar terlihat. diberikan antibiotik, obat tetes hidung, dan analgesik. Antibiotik yang diberikan ialah penisilin atau eritromisin. Jika terdapat resistensi, dapat diberikan kombinasi dengan asam klavunalat atau sefalosporin. Untuk terapi awal diberikan penisilin IM agar konsentrasinya adekuat di dalam darah sehingga tidak terjadi mastoiditis yang terselubung, gangguan pendengaran sebagai gejala sisa, dan kekambuhan. Antibiotik diberikan minimal selama 7 hari. Bila alergi terhadap penisilin maka diberikan eritromisin. Pada anak diberikan ampisilin 4x50-100 mg/KgBB, amoksisilin 4x40 mg/KgBB/hari, atau eritromisin 4x40 mg/kgBB/hari.
(1)

Pada stadium supurasi, edema yang hebat pada mukosa telinga tengah dan hancurnya sel epitel superfisila serta terbentuk eksudat purulen di kavum timpani menyebabkan membran timpani menonjol (bulging) ke arah liang telinga luar. Pasien tampak sangat sakit, nadi dan suhu meningkat, serta nyeri di telinga tambah hebat. Apabila tekanan nanah di kavum timpani tidak berkurang, maka terjadi iskemia. Nekrosis ini pada membran timpani terlihat sebagai daerah yang lembek dan berwarna kekuningan. Di tempat ini akan terjadi ruptur. Selain antibiotik, pasien harus dirujuk untuk dilakukan miringotomi bila membran timpani masih utuh. Selain itu, analgesik juga perlu diberikan agar nyeri dapat berkurang. Miringotomi ialah tindakan insisi pada pars tensa membran timpani, agar terjadi drenase sekret dari telinga tengah ke liang telinga luar. (1) Pada stadium perforasi, karena beberapa sebab seperti terlambatnya pemberian antibiotika atau virulensi kuman yang tinggi maka dapat menyebabkan membran timpani ruptur. Keluar nanah dari telinga tengah ke telinga luar. Anak yang tadinya gelisah akan menjadi lebih tenang, suhu badan turun, dan dapat tidur nyenyak. sering terlihat sekret banyak keluar dan kadang terlihat sekret keluar secara berdenyut. Diberikan obat cuci telinga H2O2 3% selama 3-5 hari serta antibiotik yang adekuat sampai 3 minggu. (1) Pada stadium resolusi, bila terjadi perforasi, maka sekret akan berkurang dan mengering. Resolusi dapat terjadi tanpa pengobatan bila virulensi rendah dan daya tahan tubuh baik. (1) 2.3.6 Diagnosis 2.3.6.1 Anamnesis Pada anak yang sudah dapat berbicara keluhan utama adalah rasa nyeri di dalam telinga, keluhan disamping suhu tubuh yang tinggi. Biasanya terdapat riwayat batuk pilek sebelumnya. Pada anak yang lebih besar atau pada orang dewasa, selain rasa nyeri terdapat pula gangguan pendengaran berupa rasa penuh di telinga atau rasa kurang dengar. Pada bayi dan anak kecil gejala khas OMA ialah suhu tubuh tinggi dapat sampai 39,5 oC (pada stadium supurasi), anak gelisah dan sukar tidur, tiba-tiba anak menjerit waktu tidur, diare, kejang dan terkadang anak memegang telinga yang sakit. Bila terjadi ruptur membran timpani, maka sekret mengalir ke liang telinga luar, suhu tubuh turun dan anak mulai tertidur dengan tenang.
(1)

Pada jurnal American Academy of Pediatrics, dikatakan bahwa anak-anak dengan OMA biasanya hadir dengan riwayat onset yang cepat dan gejala seperti otalgia, rewel pada bayi atau balita, otorrhea, dan/atau demam(5,6). Dalam sebuah survei di antara 354 anak-anak yang mengunjungi dokter untuk penyakit pernapasan, demam, sakit telinga, dan menangis yang berlebihan sering didapatkan dengan OMA (90%). Namun, gejala ini juga terdapat pada anak tanpa OMA (72%). Gejala lain dari infeksi virus pernapasan atas, seperti batuk dan hidung tersumbat, sering mendahului atau menyertai OMA dan tidak spesifik juga. Dengan demikian, sejarah klinis saja tidak bisa untuk menilai adanya OMA, terutama pada anak muda. (6) 2.3.6.2 Pemeriksaan Fisik Visualisasi dari membran timpani dengan identifikasi dari perubahan dan inflamasi diperlukan untuk menegakkan diagnosis dengan pasti. Untuk melihat membran timpani dengan baik adalah penting bahwa serumen yang menutupi membran timpani harus dibersihkan dan dengan pencahayaan yang memadai. Temuan pada otoskop menunjukkan adanya peradangan yang terkait dengan OMA telah didefinisikan dengan baik. Penonjolan (bulging) dari membran timpani sering terlihat dan memiliki nilai prediktif tertinggi untuk kehadiran OMA. Penonjolan (bulging) juga merupakan prediktor terbaik dari OMA. (8) Kekeruhan juga merupakan temuan yang konsisten dan disebabkan oleh edema dari membran timpani. Kemerahan dari membran timpani yang disebabkan oleh peradangan mungkin hadir dan harus dibedakan dari eritematosa ditimbulkan oleh demam tinggi. Ketika kehadiran cairan telinga bagian tengah sulit untuk menentukan, penggunaan timpanometri dapat membantu dalam membangun diagnosis. (9) 2.3.6.3 Pemeriksaan Penunjang Jika konfirmasi diperlukan, umumnya dilakukan dengan otoskopi pneumatic (alat untuk melihat gendang telinga yang dilengkapi dengan pompa udara kecil untuk menilai respon gendang telinga terhadap perubahan tekanan udara). Gerakan gendang telinga yang kurang dapat dilihat dengan pemeriksaan ini. Pemeriksaan ini dapat digunakan sebagai pemeriksaan tambahan untuk memperkuat diagnosis OMA. Namun umunya OMA sudah dapat ditegakkan dengan pemeriksaan otoskop biasa.(8) Efusi telinga tengah juga dapat dibuktikan dengan timpanosentesis (penusukan terhadap gendang telinga). Namun pemeriksaan ini tidak dilakukan pada sembarang anak. Indikasi
9

perlunya timpanosentesis anatara lain OMA pada bayi berumur di bawah 6 minggu dengan riwayat perawatan intensif di rumah sakit, anak dengan gangguan kekebalan tubuh, anak yang tidak member respon pada beberapa pemberian antibiotik atau dengan gejala sangat berat dan komplikasi.(8) 2.3.6.4 Diagnosis Banding Tantangan utama adalah untuk membedakan antara Otitis Media Efusi (OME) dan OMA. OME lebih umum daripada OMA. OME dapat menyertai infeksi virus saluran pernapasan atas, menjadi awal OMA, atau menjadi sekuel dari OMA(9). OME terbatas pada keadaan dimana terdapat efusi dalam kavum timpani dengan membran timpani utuh tanpa tanda radang. Bila efusi tersebut berbentuk pus, membran timpani utuh dan disertai tanda radang maka disebut OMA. (1) Diagnosis OMA, terutama pada bayi dan anak kecil, sering dengan ketidakpastian. Sebuah diagnosis yang tidak pasti dari OMA disebabkan paling sering oleh ketidakmampuan untuk mengkonfirmasi kehadiran efusi membran telinga. Diagnosis dari OMA memenuhi semua 3 kriteria: onset cepat, kehadiran efusi telinga tengah, dan tanda-tanda peradangan telinga bagian tengah. Dokter harus memaksimalkan strategi diagnostik, terutama untuk membangun kehadiran efusi telinga tengah, dan harus memastikan diagnosis untuk menentukan manajemen. (11) OMA harus dibedakan dari otitis media dengan efusi yang dapat menyerupai OMA. Gejala dan tanda Nyeri telinga, demam, rewel Efusi telinga tengah Membran timpani suram Membran timpani menonjol Berkurangnya pendengaran OMA + + + +/+ Otitis media dengan efusi + +/+

Tabel 1 (Perbedaan OMA dan OME) (1)

2.3.7 Komplikasi Sebelum ada antibiotik, OMA dapat menimbulkan komplikasi yaitu abses sub-periosteal sampai komplikasi yang berat seperti meningitis dan abses otak. Namun, sekarang setelah
10

adanya antibiotik semua jenis komplikasi itu biasanya didapatkan sebagai komplikasi dari OMSK jika perforasi menetap dan sekret tetap keluar lebih dari satu setengah bulan atau dua bulan. (1) 2.3.8 Penatalaksanaan Banyak episode dari OMA berhubungan dengan nyeri(12). Pengelolaan OMA harus mencakup penilaian nyeri. Jika nyeri hadir, dokter harus merekomendasikan pengobatan untuk mengurangi rasa sakit. Acetaminophen atau ibuprofen merupakan analgesia yang efektif untuk nyeri ringan sampai sedang, manajemen rasa sakit untuk OMA.(13)
Kriteria untuk antibakteri Perawatan atau Observasi pada Anak Dengan OMA (telah

dimodifikasi dengan izin dari New York State Department of Health and the New York Region Otitis Project Committee Umur < 6 bulan 6 bulan- 2 tahun Diagnosis pasti Antibakterial Antibakterial Diagnosis tidak pasti Antibakterial Antibakteri jika gejala makin berat, dan observasi jika gejala ringan > 2 tahun Antibakteri jika gejala makin Observasi berat, dan observasi jika gejala ringan Tabel 2 (Perawatan atau Observasi pada Anak Dengan OMA) (14) Pada tabel 2, Observasi adalah ketika bisa diberi antibakteri dimulai jika gejala menetap atau memburuk. Gejala ringan adalah otalgia ringan dan demam <39 C dalam 24 jam terakhir. Gejala berat adalah otalgia parah atau demam 39 C. Diagnosis pasti dari OMA memenuhi semua 3 kriteria: onset cepat, tanda-tanda efusi telinga tengah yang dibuktikan dengan memperhatikan tanda mengembangnya membran timpani, terbatas/tidak adanya gerakan membran timpani, adanya bayangan cairan di belakang membran timpani, cairan yang keluar dari telinga, tanda-tanda peradangan telinga bagian tengah, kemerahan pada membran timpani dan nyeri telinga yang mengganggu tidur dan aktivitas normal. (15) Pilihan observasi untuk OMA mengacu untuk menunda pengobatan antibakteri pada anakanak yang dipilih untuk 48 sampai 72 jam. Keputusan untuk mengamati atau mengobati
11

didasarkan pada usia anak, kepastian diagnostik, dan tingkat keparahan penyakit. Untuk mengamati anak yang tanpa terapi antibakteri awal, adalah hal penting untuk orang tua / pengasuh siap untuk berkomunikasi dengan dokter. Juga harus ada sistem yang memungkinkan reevaluasi anak. (15) Pilihan pertama pemberian antibiotik pada OMA adalah dengan amoksisilin. American Academy of Family Physicians (AAFP) menganjurkan pemberian dosis standar 40mg/kgBB/hari pada anak dengan resiko rendah (umur >2tahun, tidak dalam perawatan intensif, belum pernah menerima pengobatan antibiotik dalam 3 bulan terakhir). Sedangkan pemberian dosis tinggi 80mg/kgBB/hari diberikan pada anak dengan resiko tinggi ( umur <2tahun, dalam perwatan, ada riwayat pemberian antibiotik dalam 3 bulan terakhir serta resisten terhadap pemberian dosis rendah amoxycilin) . Sementara itu The Centre for Disease Control and Prevention (CDC) merekomendasikan terapi antibiotik pada OMA sebagai berikut: KONDISI Otitis media dengan penonjolan (bulging) High-dose membrane timpani Otitis timpani Otitis media berulang media tanpa TERAPI amoxycilin (80-

100mg/kgBB/hari per oral) selama 7 hari bulging membrane Penundaan pemberian antibiotik, (sembuh spontan) Penundaan pemberian antibiotic

Otitis media e.c resistensi bakteri terhadap High-dose amoxycilin clavulanate (80-90 amoxycilin dosis tinggi mg/kgBB/hari per oral selama 7 per hari); cefuroxime axetil (30 mg/kgBB 2 kali/hari oral); ceftriaxone (50mg/kg/hari IM selama 3 hari) Tabel 3 (Terapi pada OMA) (17) Rekomendasi untuk Pasien yang sedang dirawat dengan Antibakteri atau yang gagal 48-72 Jam observasi atau pasien dengan Manajemen awal Antibakteri

12

Clinically Defined Treatment Failure at 48 Clinically Defined Treatment At Diagnosis for Patients Being Treated Initially Temperatu With Antibacterial Agents re 39C and/or Severe Otalgia No Recommend ed Amoxicillin, 8090 mg/kg per day Alternative for Penicillin Allergy Non-type I: cefdinir, cefuroxime, cefpodoxime; type I: azithromycin, clarithromyci n Recommende d Amoxicillin, 8090 mg/kg per day 72 Hours After Initial Management With Observation Option Alternative for Penicillin Allergy Non-type I: cefdinir, cefuroxime, type I: Recommende d AmoxicillinAlternative for Penicillin Allergy Non-type I: Failure at 4872 Hours After Initial Management With Antibacterial Agents

clavulanate, 90 ceftriaxone, 3 mg/kg per day days; type I: clindamycin component,

cefpodoxime; of amoxicillin azithromycin, with 6.4 mg/kg clarithromyci per day of n clavulanate

Yes

Amoxicillinmg/kg per day of amoxicillin, with 6.4 mg/kg per day of clavulanate

Ceftriaxone, Amoxicillin, mg/kg per day of amoxicillin, with 6.4 mg/kg per day of clavulanate

Ceftriaxone, Ceftriaxone, 3 Tympanocentesi days s, clindamycin

clavulanate, 90 1 or 3 days

clavulanate, 90 1 or 3 days

Tabel 4 (Pemberian antibakteri) (15) BAB III KESIMPULAN

Otitis Media Akut (OMA) merupakan peradangan sebagian atau seluruh bagian mukosa telinga tengah, tuba Eusthacius, antrum mastoid dan sel-sel mastoid yang berlangsung mendadak yang disebabkan oleh invasi bakteri maupun virus ke dalam telinga tengah baik secara langsung maupun secara tidak langsung sebagai akibat dari infeksi saluran napas atas yang berulang. (1) Diagnosis pasti dari OMA memenuhi semua 3 kriteria: onset cepat, tanda-tanda efusi telinga tengah yang dibuktikan dengan memperhatikan tanda mengembangnya membran timpani, terbatas/tidak adanya gerakan membran timpani, adanya bayangan cairan di belakang
13

membran timpani, cairan yang keluar dari telinga, tanda-tanda peradangan telinga bagian tengah, kemerahan pada membran timpani dan nyeri telinga yang mengganggu tidur dan aktivitas normal(14). Visualisasi dari membran timpani dengan identifikasi dari perubahan dan inflamasi diperlukan, temuan pada otoskopi menunjukkan adanya peradangan yang terkait dengan OMA, penonjolan (bulging) juga merupakan prediktor terbaik dari OMA(7). Harus dapat membedakan antara OMA dan OME, OME terbatas pada keadaan dimana terdapat efusi dalam kavum timpani dengan membran timpani tanpa radang. Bila efusi tersebut berbentuk pus, membran timpani utuh dan disertai tanda radang disebut OMA. (1) Penatalaksanaan pada OMA terdapat sebuah kriteria untuk antibakteri Perawatan atau Observasi pada Anak Dengan OMA, apabila anak <6 tahun dapat diberi antibiotik walaupun diagnosis belum pasti, usia 6bulan-2tahun kalau sudah pasti diagnosisnya OMA dapat diberi antibakteri dan kalau belum pasti bisa diberi antibakteri apabila gejala makin berat dan observasi bila gejala ringan. Untuk usia >2tahun, bisa diberi antibakteri bila gejala makin berat dan observasi jika gejala ringan, dan apabila diagnosis belum pasti bisa di observasi dahulu. (13) Pilihan observasi untuk OMA mengacu untuk menunda pengobatan antibakteri pada anakanak yang dipilih untuk 48 sampai 72 jam. Keputusan untuk mengamati atau mengobati didasarkan pada usia anak, kepastian diagnostik, dan tingkat keparahan penyakit. Pilihan pertama pemberian antibiotik pada OMA adalah dengan amoxycilin. (14) BAB IV DAFTAR PUSTAKA

1. Efiaty AS, Nurbaiti, Jenny B, Ratna DR. Buku Ajar Ilmu Kesehatan : Telinga,

Hidung, Tenggorokan Kepala Leher. Edisi keenam. Jakarta FKUI, 2007: 10-14, 6574.
2. Picture of ear anatomy. Available at :

http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/002077.htm 3. Djaafar ZA. Kelainan telinga tengah. Dalam: Soepardi EA, Iskandar N, Ed. Buku ajar ilmu kesehatan telinga hidung tenggorok kepala leher. Edisi kelima. Jakarta: FKUI, 2001. h. 49-62

14

4. Paparella MM, Adams GL, Levine SC. Penyakit telinga tengah dan mastoid. Dalam: Effendi H, Santoso K, Ed. BOIES buku ajar penyakit THT. Edisi 6. Jakarta: EGC, 1997: 88-118
5. Berman S. Otitis media ini developing countries. Pediatrics. July 2006. Available

from URL: http://www.pediatrics.org


6. Niemela M, Uhari M, Jounio-Ervasti K, Luotonen J, Alho OP, Vierimaa E. Lack of

specific symptomatology in children with acute otitis media. Pediatr Infect Dis J.1994;13 :765 768
7. Kontiokari T, Koivunen P, Niemela M, Pokka T, Uhari M. Symptoms of acute otitis

media. Pediatr Infect Dis J.1998;17 :676 679


8. Pelton SI. Otoscopy for the diagnosis of otitis media. Pediatr Infect Dis

J.1998;17 :540 543


9. Klein JO, McCracken GH Jr. Introduction: current assessments of diagnosis and

management of otitis media. Pediatr Infect Dis J.1998;17 :539


10. Chonmaitree T. Viral and bacterial interaction in acute otitis media. Pediatr Infect Dis

J.2000;19(suppl) :S24 S30


11. Rosenfeld RM. Diagnostic certainty for acute otitis media. Int J Pediatr

Otorhinolaryngol.2002;64 :89 95
12. Hayden GF, Schwartz RH. Characteristics of earache among children with acute otitis

media. Am J Dis Child.1985;139 :721 723


13. Bertin L, Pons G, d'Athis P, et al. A randomized, double-blind, multicentre controlled

trial of ibuprofen versus acetaminophen and placebo for symptoms of acute otitis media in children. Fundam Clin Pharmacol.1996;10 :387 392
14. New York Region Otitis Project. Observation Option Toolkit for Acute Otitis Media.

Publication No. 4894. New York, NY: State of New York, Department of Health; 200
15. Diagnosis and management of acute otitis media. Pediatrics. 2004. Available at :

http://pediatrics.aappublications.org/content/113/5/1451.full.html
16. Epidemiology of acute otitis media. Available at :

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/2732519
17. Treatment of acute otitis media. Available at :

http://www.aafp.org/afp/20000415/2410.html

15

16

Anda mungkin juga menyukai