Anda di halaman 1dari 8

Nama NRP Tugas

: Intan Puspitasari : 2009230050 : Hubungan Internasional di Timur Tengah

Perang Teluk I Iran-Irak


I. LATAR BELAKANG 30 tahun lalu, tepatnya tanggal 22 September 1980, berita dimulainya perang menjadi isu utama media-media dunia. Setelah rezim Saddam Hussein melakukan pelanggaran di wilayah Iran, diktator Saddam Hussein akhirnya mengeluarkan instruksi menyerang Iran. Menyusul dukungan penuh dari Barat, baik dana, militer maupun politik, Republik Islam Iran diprediksikan akan mudah ditundukkan Rezim Saddam. Apalagi sejumlah wilayah di Iran mampu diduduki oleh Irak. Namun kegigihan bangsa Iran dalam membela tanah air mereka membuat musuh kewalahan dan pesimis Saddam Husein adalah penguasa diktator haus perang yang sudah disiapkan sejak lama untuk menyerang Iran. Ia berniat menguasai provinsi kaya minyak Khuzestan, barat daya Iran dan memisahkannya dari Iran. Setelah itu, Saddam juga berencana akan menggulingkan Republik Islam Iran yang baru didirikan oleh Imam Khomeini ra. Saddam saat itu, berpikir akan menjadi pahlawan Arab dan dunia dengan menundukkan Iran. Ambisi kuat Saddam itu adalah hasil bisikan para musuh Revolusi Islam Iran baik dari dalam maupun luar Irak. Karena bisikanbisikan itu, Saddam menganggap Iran sebagai negara yang mudah ditundukkan. Bahkan, Saddam dalam pidatonya menjanjikan akan menundukkan Iran dalam kurun tiga hari. Saddam yang saat itu menjadi Presiden Irak mendapat dukungan penuh dari Barat dan sejumlah negara Arab untuk menyerang Iran. Barat dan sejumlah negara Arab mempunyai kesamaan visi, yakni menentang Revolusi Islam Iran yang digagas oleh Imam Khomeini. Iran setelah revolusi, mengatasnamakan sebagai negara yang berasaskan Islam. Bagi arogansi dunia, negara yang berasaskan Islam akan menjadi ancaman serius. Tiga hari sebelum perang Irak-Iran, diktator Saddam menyobek perjanjian Aljazair di depan kamera televisi. Perjanjian Aljazair yang ditandatangani Saddam dengan pemerintah Iran pada tahun 1975, telah menentukan perbatasan Iran dan Irak. Dengan penyobekan perjanjian itu, perang telah dimulai. Saddam dan para pendukungnya menduga perang akan berlangsung dalam

waktu singkat. Koran AS, Herald Tribune, beberapa bulan sebelum dimulainya perang, melaporkan, "Para analis AS menyatakan bahwa kekuatan militer Iran saat ini lemah dan tidak akan mampu mempertahankan perbatasan negaranya. Untuk itu, perang tidak akan berlangsung lama, yakni hanya beberapa hari. Kalaupun bertahan lama, perang itu tidak akan melewati seminggu atau dua minggu." Akan tetapi fakta berbeda dengan prediksi yang ada. Perang Irak-Iran bertahan hingga delapan tahun. Bangsa Iran mampu membuktikan kepada dunia bahwa mereka mampu bertahan menghadapi arogansi para musuh. Perang itu kemudian disebut dengan istilah Perang Pertahanan Suci.

II.

PEMBAHASAN
Perang Iran-Irak dikenal sebagai pertahanan suci dan perang revolusi Iran dan

Qadisiyyah Sadam di Irak. Perang ini dimulai pada bulan September 1980 dan berakhir bulan Agustus 1988. Perang bermula ketika pasukan Irak menerobos perbatasan Iran tanggal 22 September 1980. Akibat masalah yang berlarut-larut antara kedua Negara dan kekhawatiran Saddam Husein atas perlawanan syiah yang dibawa oleh Khomeini dalam revolusi Iran. Walaupun Irak tidak mengeluarkan pernyataan perang, tentaranya gagal dalam misinya di Iran dan akhirnya serangan mereka dapat dipukul mundur oleh Iran. Walaupun PBB meminta adanya genjatan senjata, pertempuran tetap berlanjut sampai tanggal 20 Agustus 1988, pertukaran tawanan terakhir antara kedua Negara terjadi tahun 2003.Perang ini memiliki kemiripan dengan Perang Dunia I. taktik yang digunakan seperti pertahanan parit, pos-pos pertahanan, serangan dengan Bayonet, kawat berduri, penggunaan senjata kimia seperti gas Mustard (Iqbal,Ahmad, 2010:170). Faktor penyebab perang Iran-Irak Iran dan Irak merupakan dua negara yang bertetangga, namun keduanya tidak dapat saling akur, hal ini disebabkan karena keduanya merasa sama sama lebih unggul. Hal ini diperjelas lagi setelah kemenangan kaum revolusioner di Iran yang berhasil menumbangkan rezim monarki dan menggantinya menjadi negara Republik Islam Iran serta ingin mengekspor revolusinya ke negara negara negara Arab lainnya yang masih berbentuk monarki. Hal ini

mendorong Irak untuk tampil sebagai juru selamat bangsa Arab dari ancaman invasi revolusi Iran. Ada beberapa hal yang disebut-sebut memicu meletusnya perang antara Irak melawan Iran di mana hal-hal tersebut menyangkut berbagai aspek, utamanya aspek politik & sectarian: 1. Sengketa Atas Shatt al-Arab & Khuzestan

Shatt al-Arab adalah sungai sepanjang 200 km yang terbentuk dari pertemuan Sungai Efrat & Tigris di kota Al-Qurnah, Irak selatan, di mana bagian akhir dari sungai yang mengarah ke Teluk Persia tersebut terletak di perbatasan Irak & Iran. Sungai tersebut utamanya penting bagi Irak karena merupakan satu-satunya jalan keluar negara tersebut ke laut. Karena letaknya yang berada di perbatasan & posisi strategisnya yang mengarah ke Teluk Persia, sungai tersebut menjadi bahan sengketa Irak & Iran. Sebelum perang antara kedua meletus, sejak tahun 1975 sungai tersebut menjadi milik kedua negara di mana batasnya adalah pada titik terendah sungai berdasarkan Persetujuan Aljier (Algier Accord). Wilayah lain yang menjadi sengketa kedua negara adalah provinsi Khuzestan yang kaya minyak. Wilayah tersebut selama ini menjadi wilayah Iran, namun sejak tahun 1969 Irak mengklaim bahwa Khuzestan berada di tanah Irak & wilayah tersebut diserahkan ke Iran ketika Irak dijajah oleh Inggris. Lebih lanjut, stasiun TV milik Irak bahkan memasukkan Khuzestan sebagai wilayah Irak & menyerukan warga Arab di sana untuk memberontak melawan Iran. 2. Munculnya Revolusi Islam di Iran Tahun 1979 merupakan tahun terpenting dalam sejarah Iran modern hingga menjadi seperti Iran sekarang. Di tahun itu, terjadi revolusi pemerintahan di mana rezim kerajaan Pahlevi yang dianggap sebagai rezim boneka AS-tumbang & digantikan oleh sistem republik Islam. Pasca revolusi tersebut, muncul kekhawatiran di kalangan nasionalis Arab & muslim Sunni bahwa revolusi tersebut akan menyebar ke negara-negara Arab di sekitarnya. Kekhawatiran terbesar terutama datang dari Irak yang wilayahnya memang bersebelahan dengan Iran & memiliki penganut Syiah berjumlah besar di wilayahnya. Ayatullah Khomeini, pemimpin revolusi Islam di Iran, memang memiliki impian untuk menyebarkan pengaruh revolusinya ke negara-negara Arab lainnya. Pertengahan tahun 1980,

Khomeini menyebut bahwa pemerintahan sekuler Irak adalah pemerintahan "boneka setan" & masyarakat muslim di Irak sebaiknya bersatu untuk mewujudkan revolusi Islam seperti di Iran. Pernyataan Khomeini tersebut sekaligus sebagai respon dari pernyataan Saddam pasca revolusi Islam Iran yang menyatakan bahwa bangsa Persia (Iran) tidak akan berhasil membalas dendam kepada bangsa Arab sejak Pertempuran al-Qadisiyyah, pertempuran pada abad ke-7 yang dimenangkan oleh bangsa Arab sekaligus menumbangkan Kerajaan Persia kuno. Irak di bawah kendali Saddam Hussein & Partai Baath memiliki ambisi untuk menjadi kekuatan dominan di wilayah Arab di bawah bendera pan-Arabisme sejak meninggalnya Presiden Mesir, Gamal A. Nasser. Revolusi Islam yang terjadi di Iran tersebut dianggap sebagai penghalang karena bertentangan dengan prinsip nasionalisme sekuler Arab. Selain untuk mencegah menyebarnya revolusi Islam, Irak juga berusaha mengambil keuntungan dengan kondisi internal Iran yang tidak stabil pasca revolusi Islam untuk merebut wilayah-wilayah yang menjadi bahan sengketa dengan Iran & menambah sumber minyak Irak. 3. Percobaan Pembunuhan Terhadap Pejabat Irak Pertengahan tahun 1980, terjadi percobaan pembunuhan kepada Deputi Perdana menteri Irak, Tariq Aziz. Irak kemudian menangkap sejumlah orang yang diduga terlibat atas percobaan pembunuhan tersebut & mendeportasi ribuan warga Syiah berdarah Iran keluar dari Irak. Pemimpin Irak, Saddam Hussein, menyalahkan Iran sambil menyebut ada agen Iran yang terlibat dalam peristiwa tersebut. Peristiwa itu selanjutnya semakin memanaskan hubungan kedua negara hingga akhirnya pada bulan September 1980, Irak melancarkan serangannya ke Iran. Jalannya Perang Iran-Irak Sejak kedua negara menempatkan pasukannya di perbatasan perang kecil kecilan sudah terjadi di beberapa daerah perbatasan. Perang secara terbuka diawali ketika enam pesawat tempur Irak pada tanggal 22 September 1980 menyerang lapangan terbang Iran. Dengan adanya serangan tersebut Iran segera membalas dengan pasukan altilerinya ke wilayah Iran. Pertempuran Iran Irak dibagi menjadi tiga sektor, yaitu : 1. Sekor Utara : Yakni daerah Qosh e Shirin yang terletak di jalan raya antara Bagdad dengan Teheran, yang merupakan daerah bukit bukit. Di daerah inilah Iran melancarkan serangan balasan ke Irak.

2.

Sektor Tengah : Terdapat di daerah Kuzestan, tepatnay di kota Dezwul dan Ahwaz yang terdapat ladang minyak yang cukup potensial, di sektor ini kedua pasukan cukup berimbang. Sebenarnya apabila Irak berhasil memenangkan sektor ini, maka perak IranIrak ini akan dimenangkan oleh Irak. Tetapi Irak lebih memfokuskan tentaranya di sektor selatan yang kemungkinan demi prestise.

3.

Sektor Selatan : Terjadi di daerah Shatt al-Arab sepanjang 100 mil termasuk kota pelabuhan Khorram Shajr dan Abadan, di sektor inilah nampaknya pasukan Irak berhasil menguasai beberapa wilayah Iran meskipun sesekali Iran berhasil merebutnya kembali. Pada awal perang, Rezim Saddam berhasil menguasai sejumlah wilayah Iran. Posisi Iran

dengan keterbatasan logistik militer, berada dalam kondisi terpojok. Sedangkan militer Irak dengan 250 ribu personel yang didukung dengan ribuan mortir, tank, panser dan peralatan militer lainnya berhasil menguasai kota dan desa-desa Iran sepanjang perbatasan kedua negara. Bersamaan dengan itu, lebih dari 100 jet tempur Irak berusaha membombardir 19 kota Iran dan pos-pos militer negara ini pada hari pertama perang. Akan tetapi serangan udara itu gagal total. Kondisi berbeda di wilayah perairan. Militer Iran berhasil memukul mundur angkatan laut Irak pada bulan-bulan pertama perang. Dengan demikian, angkatan laut Republik Islam Iran mampu mempertahankan kekuatannya di perairan Teluk Persia. Kota strategis yang dapat dikuasai Rezim Saddam Hussein adalah Khozestan di barat daya Iran. Kota itu sebenar tidak mudah ditundukkan militer Saddam. Pasukan Garda Revolusi Islam Iran yang dikenal dengan Pasdaran mampu mempertahankan Khozestan selama sebulan. Dari sisi lain, pesawat-pesawat Iran mampu menyerang pos-pos strategis Irak. Kegigihan para pejuang Iran menyadarkan Saddam yang sebelumnya beranggapan bahwa menundukkan Iran adalah hal yang mudah. Serangan balik militer Iran dan kegigihan para pejuang memaksa Rezim Saddam Husein untuk mengakui kekuatan terselubung Iran yang ternyata diluar prediksi semua pihak. Saddam bahkan menganggap bahwa menduduki Iran adalah hal yang mustahil. Untuk itu, Saddam berniat mempertahankan wilayah-wilayah yang didudukinya dengan mengajukan gencatan senjata tanpa mundur dari perbatasan internasional. Akan tetapi Iran menolak tuntutan Saddam itu, dan menuntut Rezim Saddam supaya mundur dari perbatasan-perbatasan internasional. Lebih dari itu, Iran menuntut ganti rugi dan pengadilan atas aksi agresi Irak terhadap negara ini.

Setelah serangan Irak itu, Republik Islam Iran segera mengkoordinasi kekuatan militernya dengan cepat. Di kancah politik, antek-antek penentang revolusi yang bermitra dengan para musuh mulai tersingkir dan kondisi Iran mulai bisa dikendalikan. Dengan pembentukan kekuatan sipil yang kemudian disebut dengan istilah Basij, kekuatan besar yang berbasis pada relawan telah terbentuk untuk menghadapi segala serangan musuh. Memasuki tahun kedua, para pejuang Iran berupaya mengambil alih wilayah-wilayah yang diduduki Irak. Pada peringatan tahun pertama serangan Irak ke Iran, para pejuang dengan perintah Imam Khomeini berhasil memukul mundur pasukan Irak dari Abadan yang merupakan salah satu kota penting di Iran. Dalam operasi militer itu, Irak kalah telak dan terpaksa mundur dari wilayah Abadan. Kemenangan spektakuler atas agresor Irak terus bergulir. Pada tanggal 24 Mei 1982, para pejuang Iran berhasil menguasai Khorramshahr yang merupakan kota strategis Iran. Diktator Saddam Husein mengeluarkan dana yang tidak sedikit untuk menduduki Khuramshahr. Bahkan Saddam sempat menyatakan, "Jika Khorramshahr dikuasai, saya akan memberikan kunci kota Basrah yang merupakan kota terpenting kedua di Irak kepada para pejuang Iran." Bagi bangsa Iran, Khorramshahr adalah simbol pertahanan dan kegigihan dalam menghadapi pendudukan Rezim Saddam Hussein. Dalam operasi militer itu, ribuan tentara Saddam tewas dan ditawan. Selain itu, 60 pesawat serta ratusan tank dan panser milik militer Irak hancur lebur. Setelah kemenangan itu, para pejuang Iran mempunyai spirit berkali lipat untuk mengusir pendudukan dan serangan Rezim Saddam. Pada bulan Februari 1986, operasi semenanjung Al-Faw, tenggara Irak mengejutkan para pengamat. Operasi para pejuang Iran itu mampu menguasai pulau Al-Faw. Padahal tentara Irak dilengkapi senjata canggih Barat. Operasi itu dilewati dengan taktik yang rumit dan kegigihan para pejuang. Selain itu, operasi militer bertujuan menekan Saddam supaya menarik pasukannya dari seluruh wilayah Iran, mengadili diktator bengis ini dan menuntut ganti rugi. Operasi besar Karbala 5 di timur Basrah juga mempunyai tujuan yang sama. Operasi itu dilakukan di wilayah pertahanan yang dibuat oleh para pakar Rusia. Wilayah itu mempunyai sistem pertahanan kokoh yang sulit ditembus musuh. Dalam operasi pelik pada awal tahun 1987 itu, 80 jet tempur dan 700 tank dan berbagai jenis panser hancur lebur.

III.

KESIMPULAN Perang yang berlangsung pada tahun 1980-1988 antara Iran-Irak berakhir setelah kedua

negara bersedia menerima resolusi DK PBB no. 598 tentang genjatan senjata, dan secara resmi mengakhiri perang yang sudah terjadi selama 8 tahun pada tanggal 20 Agustus 1988. Keduanya kemudian merealisasikan genjatan senjata dengan saling tukar menukar tawanan perang dan kemudian dilanjutkan dengan hubungan diplomatik. Dengan berakhirnya perang Iran-Irak membawa kerugian besar bagi keduabelah pihak dari segi material, sosial, ekonomi dan politik dari segi material bagi masing-masing Negara. Selain itu kondisi dan kemampuan Irak setelah perang Teluk pun jauh di bawah keadaan sebelum Perang Teluk. Ladang minyak dari kedua negara mengalami kerusakan, untuk Irak di daerah Kirkuk, Basra dan Fao, sedangkan untuk Iran mengalami kerusakan di pulau Kharg dan Abadan. Setelah perang selesai, tak terjadi terjadi perubahan yang besar pasca perang. Wilayahwilayah yang menjadi bahan sengketa statusnya kembali seperti sebelum perang dan batas kedua negara juga tidak berubah. Contohnya wilayah perairan Shatt al- Arab tetap dibagi menjadi milik kedua negara. Pasca perang kedua negara juga melakukan perbaikan hubungan bilateral. Dalam serangan masif Rezim Saddam ke Iran, banyak poin luar biasa yang dapat digarisbawahi. Salah satu poin penting itu adalah kekompakan Barat dan sejumlah negara Arab untuk menghadapi Iran. Bahkan perang itu dapat dianalogikan dengan konfrontasi Islam dengan kelompok-kelompok penentang saat itu di awal munculnya Islam. Pada awal munculnya Islam, semua musuh berkoalisi memerangi Rasulullah Saw. Para musuh menyerang Madinah, pusat pemerintah Rasulullah Saw, tapi gagal dan kalah total. SUMBER:
Barley, Peter.tt. Sejarah Dunia. Jakarta : Erlangga. Iqbal, Akhmad.2010. Perang perang Paling Berpengaruh di Dunia. Yogyakarta: Bangkit Publisher. King, Jamie. 2010. 111 Konspirasi Menghebohkan Dunia. a.b IsnainiKhomarudin. Jakarta : Linda J. Bilmes, E. Stiglitz. 2008. The Tree Trilion Dollar War : The True Cost of the Iraq Conflict. a.b. M. Rudi Atmoko (Perang 3(Tiga) Triliun Dolar : Bencana Ekonomi dibalik Invasi Amerika ke Irak). NN.2009. Ensiklopedi Sejarah dan Budaya. Jakarta : Central Abadi.

Suryohadiprojo, Sayidiman. 2005. Si Vis Pacem Para Bellum : Membangun Pertahanan Negara yang Modern dan efektif. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama. http://pencerahan-sejarah.blogspot.com/2011/02/perang-iran-irak.html. diakses pada Jumat, 6 Mei 2011. Jam 20:54. http://indonesian.irib.ir/telisik/-/asset_publisher/k0Z8/content/perang-irak-iran-dan-kegagalanrezim-saddam-bagian-pertama

Anda mungkin juga menyukai