Fathir Firmansa
NRP. 7203 030 013
Dosen Pembimbing :
Hani’ah Mahmudah, ST
NIP. 132 297 803
Disetujui oleh
Tim Penguji Proyek Akhir: Dosen Pembimbing:
Mengetahui
Ketua Jurusan Telekomunikasi
ii
ABSTRAK
Propagasi gelombang radio adalah salah satu fenomena besar dalam
proses perancangan sebuah sistem komunikasi nirkabel karena propagasi
pada dasarnya merupakan bagian terpenting yang berpengaruh terhadap
keberhasilan suatu komunikasi. Pengukuran akan dilakukan di dalam
ruang dengan ukuran luas ruang yang berbeda. Peralatan yang digunakan
adalah Network Analyzer (NA), 2 buah antena disconical dan kabel
koaksial RG-58. Tahap-tahap yang dilakukan dalam proses pengukuran
adalah kalibrasi dan inisialisasi pada Network Analyzer, kemudian baru
dilakukan pengukuran.
Data dari hasil pengukuran berupa fungsi transfer dalam domain
frekuensi yang kemudian diolah dengan menggunakan proses Invers Fast
Fourier Transform (IFFT) untuk mendapatkan fungsi transfer dalam
domain waku berupa tanggapan impuls. Sehingga dari tanggapan impuls
yang diperoleh dapat diketahui excess delay kanal. Hasil yang diperoleh
dari proyek akhir ini dapat memberikan informasi tentang pengaruh
ukuran luas ruang yang berbeda terhadap excess delay kanal berupa
distribusi excess delay.
iii
ABSTRACT
Radio wave Propagation is one of the big phenomenon in scheme
processing of wireless communications system, because the propagation
itself is the main part having an effect on to efficacy a communications.
The measurement will be conducted indoor with different of room size.
The used equipments are receiver and transmitter which in one system
called Network Analyzer (NA), 2 disconical antennas, and coaxial cable
RG-58. The procedures in this measurement are calibration and
initialization to Network Analyzer, then doing measurement.
Data of measurement result in the form of transfer function in
frequency domain, then it is processed using Inverse Fast Fourier
Transform (IFFT) process to get transfer function in time domain in the
form of response impulse. So from obtained response impulse can be
known the canal of excess delay. Result of this final project can give
information about influence a different room size to canal delay excess in
the form of distribution of excess delay.
iv
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum WR.Wb.
Wassalamu’alaikum Wr.Wb.
Penulis
v
UCAPAN TERIMA KASIH
Pada kesempatan yang membahagiakan ini, penulis ingin
mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
penulis dalam menyelesaikan Proyek Akhir ini. Semua pihak tersebut
antara lain :
1. Allah SWT, Alhamdulillahirrabbilalamin atas segala berkah,
rahmat, karunia dan pertolongan-Nya yang tiada henti yang
diberikan kepada semua hamba-Nya, dan semua petunjuk-Nya
yang kadang tak sanggup dilihat.
2. Shalawat serta salam tercurah selalu kepada junjungan besar
Nabi Muhammad SAW yang mengajarkan
kebenaran-kebenaran hakiki.
3. Ibu, dan kakak-kakakku tercinta, terima kasih atas semua cinta,
kasih sayang, doa dan dukungan yang terus-menerus mengalir
serta bapakku yang sudah tiada. Semoga saya selalu menjadi
anak yang shaleh dan berbakti.
4. Dr. Titon Dutono, M.Eng, selaku direktur Politeknik
Elektronika Negeri Surabaya - Institut Teknologi sepuluh
Nopember.
5. Bapak Drs. Miftahul Huda, MT, selaku ketua jurusan Teknik
Telekomunikasi Politeknik Elektronika Negeri Surabaya.
Terima kasih telah membimbing kami dengan penuh kesabaran
dan atas semua yang bapak berikan kepada kami.
6. Ibu Ir. Nur Adi Siswandari, MT dan ibu Hani’ah Mahmudah, ST
selaku dosen pengajar dan pebimbing Proyek Akhir. Terima
kasih atas waktu yang telah Ibu sediakan dan ilmu serta
bimbingan yang telah Bapak berikan.
7. Semua dosen yang ada di Lab.EMC, seperti Bu Okki, Bu Wahyu,
Bu Ari, Mas Moga, dan Mas Wito atas waktu dan perijinan
penggunaan lab.
8. Semua dosen dan staf Politeknik Elektronika Nageri Surabaya -
ITS, bidang keahlian Telekomunikasi atas didikannya dan
dukungan selama ini. Insya Allah ilmu akan selalu diterapkan.
9. Seluruh warga jurusan Teknik Telekomunikasi PENS – ITS.
Terima Kasih atas seluruh dukungannya.
10. Teman-teman Lab Tepoz Room dan Lab. Propagasi yang telah
memberi bantuan, semangat, dukungan, dan do’annya dalam
penyelesaian PA ini.
vi
11. Terima kasih buat Devi yang selalu membantuku dalam
penyelesaian buku PA ini.
12. Teman-teman seperjuangan untuk proyek akhir atas bantuan,
dukungan, kekompakan, dan do’anya selama proses pembuatan
Proyek Akhir ini.
13. Serta semua pihak yang ikut membantu kelangsungan tugas
akhir ini yang tidak dapat kami sebutkan satu per satu.
Penulis berharap semoga Allah SWT membalas segala kebaikan
yang diberikan dengan yang lebih baik lagi
Wassalamu’alaikum WR.Wb.
Penulis
vii
DAFTAR ISI
viii
3.3.2 Antena Pemancar dan Penerima...................... 17
3.3.3 Kabel Penghubung .......................................... 17
3.4 PROSES PENGUKURAN......................................... 18
3.4.1 Kalibrasi.......................................................... 19
3.4.2 Inisialisasi ....................................................... 19
3.4.3 Pelaksanaan Pengukuran................................. 20
3.5 DATA HASIL PENGUKURAN................................ 21
ix
DAFTAR GAMBAR
x
Gambar 4.12 Maximum Excess Delay 1 sampel untuk
ruang 2 (9,2x3,7)m .....................................................30
Gambar 4.13 Maximum Excess Delay 1 sampel untuk
ruang 3 (4,5x3,6)m .....................................................30
Gambar 4.14 Distribusi Maximum Excess Delay Tanggapan
Impuls pada Ruang 1 ..................................................35
Gambar 4.15 Distribusi Maximum Excess Delay Tanggapan
Impuls pada Ruang 2 ..................................................36
Gambar 4.16 Distribusi Maximum Excess Delay Tanggapan
Impuls pada Ruang 3 ..................................................36
xi
DAFTAR TABEL
xii
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Perkembangan teknologi telekomunikasi, terutama komunikasi
nirkabel pada dewasa ini berkembang semakin pesat sehingga semakin
banyak sistem komunikasi di dalam ruang yang dapat berfungsi sebagai
penerima maupun pemancar gelombang radio (RF) dan salah satu
contohnya adalah wireless LAN. Pada sistem tersebut tidak jarang
menggunakan antena pemancar dan penerima lebih dari satu secara
bersama-sama. Jika ditinjau dari jenisnya, propagasi gelombang radio
dibedakan menjadi 2 yaitu propagasi luar ruang ”Outdoor Propagation”
dan propagasi dalam ruang ”Indoor Propagation”. Namun dalam
kenyataannya sistem komunikasi wireless masih memiliki permasalahan
yang harus dihadapi diantaranya adanya lintasan jamak (multipath) yang
dikarenakan adanya refraksi, refleksi, defraksi, scattering dan transmisi
beserta model rugi-rugi lintasan (path loss) saat sinyal informasi
ditransmisikan melalui udara.
Maka dengan adanya lintasan jamak (multipath) tersebut maka sinyal
informasi yang ditransmisikan dari Transceiver (Tx) ke Receiver (Rx)
akan diterima berulang dengan level daya yang berbeda dan delay waktu
yang beda pula. Untuk propagasi dalam ruang, efek multipath sangat
tergantung dari ukuran ruang (luas ruang) sehingga ruangan dengan luas
yang sempit akan memiliki multipath yang berbeda dengan ruangan
yang lebih luas.
Sinyal informasi yang diterima di sisi receiver akan memiliki
perbedaan (delay) waktu sehingga mengakibatkan terjadinya Inter
Symbol Interference (ISI) yang nantinya akan menyebabkan kesalahan
pada penerjemahan bit dari sinyal informasi yang diterima di sisi
receiver. Maka dengan itulah diperlukan analisa kanal untuk
mendapatkan data tentang maximum excess delay.
Data hasil pengukuran berupa fungsi transfer kanal nirkabel dalam
domain frekuensi. Untuk mendapatkan tanggapan impuls diperlukan
proses pengolahan data dengan menggunakan Invers Fast Fourier
Transform (IFFT). Melalui tanggapan impuls yang diperoleh maka dapat
diketahui maximum excess delay kanal. Sedangkan hasil proyek akhir ini
diharapkan dapat memberikan informasi tentang pengaruh kondisi ruang
terhadap excess delay kanal berupa distribusi excess delay.
1
2
1.5 METODOLOGI
Untuk menyelesaikan proyek akhir ini, maka dilakukan langkah-
langkah yang meliputi : pendalaman dan pemahaman literatur,
pengukuran (pengambilan data), metode pengolahan data, mengolah
data, melakukan analisa dan memberikan kesimpulan. Tahapan-tahapan
yang akan ditempuh adalah sebagai berikut :
Pendalaman Literatur
Pada tahap pertama akan dilakukan pendalaman tentang teori
propagasi dalam ruang, lintasan jamak (multipath) melalui
beberapa referensi berupa buku, paper.
3
2.2 PROPAGASI
Dalam sistim propagasi gelombang dapat dikatakan ideal apabila
suatu gelombang radio yang dipancarkan dari pemancar, dapat diterima
secara langsung oleh penerima tanpa ada komponen sinyal lain yang
mengikuti, yang biasa diakibatkan karena sinyal dari pemancar yang
terpantulkan. Hal ini dapat tercapai bila dilakukan pada suatu tempat
yang sangat luas tanpa ada media yang memantulkan sinyal yang
dipancarkan, sehingga sinyal yang diterima hanya melalui single path
atau direct path.
Seluruh pemodelan dasar pada propagasi radio disebut sebagai
model propagasi ruang bebas (free space). Model propagasi ruang bebas
(free space) terjadi bila diantara transmitter dan receiver tidak ada
halangan apapun. Dalam kenyataannya propagasi dalam ruang
dipengaruhi oleh layout dalam ruang khususnya penggunaan bahan
bangunan yang berbeda. Selain itu dengan adanya refleksi, refraksi,
difraksi dan scattering gelombang elektromagnet oleh suatu obyek
seperti dinding, pintu, jendela, lemari dan peralatan lain yang ada
didalam suatu ruangan itu yang dapat menyebabkan adanya propagasi.
Pada propagasi gelombang radio terdapat 3 mekanisme dasar yaitu
refleksi, difraksi dan scattering (pengahamburan).
Refleksi terjadi saat pancaran gelombang elektromagnetik
berbenturan dengan suatu obyek yang memiliki dimensi yang lebih
besar jika dibandingkan dengan panjang gelombang dari penyebaran
gelombang yang dikirimkan. Refleksi terjadi pada permukaan bumi,
gedung dan dinding seperti yang ditunjukkan gambar 2.1 :
5
6
2.7 ANTENA
2.7.1 Antena Discone
Antena discone dibentuk oleh sebuah cone (kerucut) dan disc
(lempeng datar). Disc terikat pada tengah (ujung) konduktor yang
terhubung dengan jalur kabel koaxial, dan tegak lurus pada
sumbunya. Cone pada sumbunya terhubung dengan kabel koaxial.
Gambar dari antena discone dapat dilihat pada gambar 2.2
Antena discone termasuk antena dipole, yang memiliki
persamaan yang sama mengenai panjang gelombang yakni sebesar
l > λ . Antena ini memiliki pola radiasi omnidirectional dan
polarisasi vertikal. [5]
Pada umumnya impedansi dan variasi dari ukuran antena
discone dipengaruhi oleh nilai frekuensi dari gelombang.
Berdasarkan rumus λ = c , akan didapatkan panjang
f
gelombangnya yang akan menentukan ukuran dari antena
discone.[5]
10
λ/4
0.35λ
0,4λ
3.1 PENDAHULUAN
Dalam pengukuran kali ini, lokasi pengukuran dilakukan pada 3
ruang yaitu laboratorium Microwave (ruang 1), laboratorium EMC
(ruang 2) dan ruang dosen GG-310 lantai 3 (ruang 3). Skema ruang
pengukuran dapat dilihat pada gambar 3.1, masing-masing ruangan
berdinding tembok, jendela terbuat dari kaca, pintu terbuat dari kayu,
serta didalam ruang terdapat peralatan praktikum, lemari yang terbuat
dari besi dan kayu, meja kayu, kursi kayu.
(a)
13
14
(b)
(c)
3.4.1 Kalibrasi
Dalam proses kalibrasi merupakan hal yang sangat penting
harus dilakukan terlebih dahulu sebelum memulai untuk melakukan
suatu pengukuran.
Hal ini dilakukan supaya dapat mengurangi akibat dari
redaman kabel, penentuan jenis parameter yang digunakan serta
pemilihan jumlah sampling pengukuran dan lain-lainnya pada saat
melakukan pengukuran. Prosedur kalibrasi adalah sebagai berikut :
1. Tekan preset untuk all memory clear.
2. Tekan tombol Meas (S-Parameter).
3. Tekan tombol start (pilih mulai dengan menekan angka
pada blok entry).
4. Tekan tombol stop (pilih mulai dengan menekan angka
pada blok entry).
5. Tekan AVG Æ IF BW Æ 30Hz (IF Bandwidth 30Hz).
6. Tekan tombol power Æ 10 dBm (test port power).
7. Tekan tombol sweep set up Æ number of point 401.
8. Tekan tombol call Æ calibrates menu Æ respon Æ thru.
9. Tekan tombol state atau recall.
10. Tekan tombol save state Æ recall state.
3.4.2 Inisialisasi
Inisialisasi dapat dilakukan melalui software interface pada
komputer dengan alasan agar software dapat sesuai dengan
kalibrasi alat yang telah dilakukan pada tahapan sebelumnya.
Hal-hal yang perlu diperhatikan saat melakukan inisialisasi
adalah :
• Frekuensi Start : 1600 MHz
• Frekuensi Stop : 1800 MHz
• Number of Point : 401
• Jenis Scattering : S21
-50
-55
-60
1600 1620 1640 1660 1680 1700 1720 1740 1760 1780 1800
Frekuensi (MHz)
200
Phase (derajat)
100
-100
-200
1600 1620 1640 1660 1680 1700 1720 1740 1760 1780 1800
Frekuensi (MHz)
H estimasi ( f ) = H ch ( f ) • W ( f ) (4-1)
23
24
0.9
0.8
0.7
Amplitudo Normalisasi
0.6
0.5
0.4
0.3
0.2
0.1
0
1600 1620 1640 1660 1680 1700 1720 1740 1760 1780 1800
Frekuensi (MHz)
(a)
(b)
-3
x 10
4.5
3.5
2.5
1.5
0.5
0
1600 1620 1640 1660 1680 1700 1720 1740 1760 1780 1800
Berikut ini adalah grafik hasil perkalian antara H(f) Linier dengan
W(f).
-3
x 10
3.5
2.5
1.5
0.5
0
1600 1620 1640 1660 1680 1700 1720 1740 1760 1780 1800
0.9
0.8
0.7
Amplitudo ternormalisasi
0.6
0.5
0.4
0.3
0.2
0.1
0
0 50 100 150 200 250 300 350 400
Excess Delay (ns)
Dari gambar 4.4a diatas, dapat diamati bahwa pada puncak dari
tanggapan impuls domain waktu tidak berada tepat pada titik 0 ns. Hal
ini dikarenakan adanya delay pada lintasan kabel saat pengukuran.
Delay kabel yang dihasilkan tergantung dari jenis kabel koaksial yang
digunakan saat pengukuran.
27
0.9
0.8
0.7
Amplitudo ternormalisasi
0.6
0.5
0.4
0.3
0.2
0.1
0
0 50 100 150 200 250 300 350 400
Excess Delay (ns)
treshold data pada level -40 dB sedangkan data yang berada dibawah -
40dB akan dihilangkan. Treshold sebesar -40 dB ini dipilih karena
berdasarkan pemilihan window yang dipakai pada awal proses
(windowing). Karena pada window hamming sendiri mempunyai
amplitudo maksimum dari window side lobe sebesar -43 dB maka
pemilihan treshold (batasan ambang) ditentukan sebesar -40 dB.
Dalam proses binning, excess delay tanggapan impuls dibagi
dengan resolusi window dan tiap satu resolusi window mengandung satu
komponen lintasan jamak sehingga resolusi delay pada masing-masing
komponen lintasan jamak besarnya akan sama dengan resolusi window.
Dan besarnya resolusi window tampak pada gambar 4.1 yaitu sebesar 5
ns yang akan digunakan dalam menentukan resolusi proses binning.
Proses secara matematis dapat ditunjukkan pada persamaan (4-5) :
1 N
h(τ ) = ∑ hn (τ ) (4-5)
N n =1
0.9
0.8
0.7
Amplitudo ternormalisasi
0.6
0.5
0.4
0.3
0.2
0.1
0
-20 0 20 40 60 80 100 120 140
Excess Delay (ns)
0.9
0.8
0.7
Amplitudo ternormalisasi
0.6
0.5
0.4
0.3
0.2
0.1
0
-20 0 20 40 60 80 100 120 140
Excess Delay (ns)
0.9
0.8
0.7
Amplitudo ternormalisasi
0.6
0.5
0.4
0.3
0.2
0.1
0
-20 0 20 40 60 80 100 120 140
Excess Delay (ns)
• Ruang 3
Komponen multipath pertama (τ 1 ) berada pada 5nS dan
komponen multipath terakhir (τ 12 ) berada pada 60nS, maka :
Maximum Excess Delay = τ 12 − τ 1
= 60nS – 5nS = 55nS.
33
0.9
0.8
0.5
0.4
0.3
0.2
0.1
0
-20 0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200
Excess Delay (ns)
0.9
0.8
0.7
Amplitudo ternormalisasi
0.5
0.4
0.3
0.2
0.1
0
-20 0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200
Excess Delay (ns)
0.9
0.8
0.7
alisasi
Berikut ini hasil perhitungan ukuran dimensi ruang dari ketiga ruang :
• Ruang 1 = (13,8 x 9,2)m2 = 126,96 m2.
• Ruang 2 = (9,2 x 3,7)m2 = 34,04 m2.
• Ruang 3 = (4,5 x 3,6)m2 = 16,2 m2.
Maximum excess delay dapat digunakan sebagai informasi untuk
menyatakan kondisi kanal dalam ruang. Sedangkan maximum excess
delay merupakan salah satu parameter delay statistik yang dapat
dianalisa berdasarkan banyaknya komponen lintasan jamak (multipath)
dan jarak propagasi.
Untuk ruang yang terdapat banyak komponen lintasan jamak
(multipath) maka maximum excess delay dari respon impuls semakin
besar. Demikian juga untuk lintasan dengan jarak propagasi yang jauh,
akan menyebabkan terjadinya komponen lintasan jamak dengan
maximum excess delay yang besar.
Tabel 4.1
35
Tabel 4.2
Data Komponen Multipath pada Ruang 2
Ruang 2 (9,2 m x 3,7 m)
Maximum Excess Delay Jumlah
(nS) Sampel
105 1
110 1
115 3
120 4
130 3
135 6
140 4
145 2
Tabel 4.3
36
4
Jumlah Sampel
0
90 100 110 120 130 140 150 160 170 180 190 200
Maximum Excess Delay (nS)
4
el
37
3.5
2.5
Jumlah Sampel
1.5
0.5
0
40 45 50 55 60 65 70 75 80
Maximum Excess Delay (nS)
Dari gambar 4.14 s/d 4.16 bahwa pada ruang 1 sampel data
terbanyak mempunyai excess delay sebesar 130 nS, pada ruang 2 sampel
data terbanyak mempunyai excess delay sebesar 135 nS, dan pada ruang
3 sampel data terbanyak mempunyai excess delay sebesar 55 nS. Pada
ruang 2, nilai maximum excess delay-nya paling besar, hal ini
dikarenakan pada saat pengukuran ukuran ruang yang digunakan
mengikuti panjang dari ukuran ruang tersebut.
Juga dapat dilihat bahwa semakin luas ukuran suatu ruang maka
maximum excess delay makin besar. Hal ini sesuai dengan teori bahwa
ruangan yang berdimensi besar, jarak propagasi komponen lintasan
jamak semakin jauh sehingga akan didapatkan maximum excess delay
yang besar.
5.1 KESIMPULAN
Berdasarkan pengukuran, perhitungan dan analisa yang dilakukan
pada proyek akhir ini dapat diambil beberapa kesimpulan :
1. Bahwa pada ruang 1 sampel data terbanyak mempunyai excess
delay sebesar 130 nS, pada ruang 2 sampel data terbanyak
mempunyai excess delay sebesar 135 nS dan pada ruang 3 sampel
data terbanyak mempunyai excess delay sebesar 55 nS.
2. Pada ruang 2 mempunyai nilai excess delay paling besar
dibandingkan dengan ruangan yang lain, hal ini dikarenakan pada
saat pengukuran ukuran ruang yang digunakan mengikuti panjang
dari ukuran ruang tersebut.
3. Bila ditinjau dari maximum excess delay pada masing-masing
tanggapan impuls maka dapat disimpulkan jika semakin besar
dimensi ruang, besar pula maximum excess delay-nya.
5.2 SARAN
Untuk mengembangkan proyek akhir ini lebih lanjut, ada beberapa
saran antara lain :
1. Dalam proyek akhir ini selanjutnya dapat dilakukan pada kondisi
NLOS (Non Light of Sight).
2. Untuk proyek akhir ini selanjutnya dapat dilakukan pengukuran
outdoor.
43
44
45
46
47
48
if nargout
[varargout{1:nargout}] = gui_mainfcn(gui_State, varargin{:});
else
gui_mainfcn(gui_State, varargin{:});
end
61
62
Program Utama
function varargout = mumeet1(varargin)
gui_Singleton = 1;
gui_State = struct('gui_Name', mfilename, ...
'gui_Singleton', gui_Singleton, ...
'gui_OpeningFcn', @mumeet1_OpeningFcn, ...
'gui_OutputFcn', @mumeet1_OutputFcn, ...
'gui_LayoutFcn', [] , ...
'gui_Callback', []);
if nargin & isstr(varargin{1})
gui_State.gui_Callback = str2func(varargin{1});
end
if nargout
[varargout{1:nargout}] = gui_mainfcn(gui_State, varargin{:});
else
gui_mainfcn(gui_State, varargin{:});
end
grapik(handles);
end
case 5
gbr=imread('ruang3.jpg','jpg');
txt='Pengukuran pada Ruang 1 (13,8 x 9,2) m';
case 6
gbr=imread('ruang2.jpg','jpg');
txt='Pengukuran pada Ruang 2 (9,2 x 3,7) m';
case 7
gbr=imread('ruang1.jpg','jpg');
txt='Pengukuran pada Ruang 3 (4,5 x 3,6) m';
end
save 'foto.mat' 'txt';
photo(handles);
axis off;
imshow(gbr);
function aktif=cb(handles)
if (get(handles.cbSejajar,'Value')==1)
66
an1=1;
else
an1=0;
end
if (get(handles.cbTegak,'Value')==1)
an2=1;
else
an2=0;
end
if (get(handles.cbTengah,'Value')==1)
an3=1;
else
an3=0;
end
aktifbin=[num2str(an3) num2str(an2) num2str(an1)];
aktif=bin2dec(aktifbin);
switch m
case 1
n=24;
case 2
n=19;
case 3
n=9;
end
for h=0:n
ps='A'+h;
67
posisi=char(ps);
for n=1:2
index=num2str(n);
filename=[foldr pathname posisi index ext];
d=load(filename);
fr(:,1)=d(:,1);
mag(:,co)=d(:,2);
pha(:,co)=d(:,3);
[mlin(:,co),wind,hfw(:,co),htnorm(:,co),htnormlog(:,co),wtlog,httres(:,c
o),httres2(:,co)]=hitungq(d(:,1),d(:,2),d(:,3));
co=co+1;
end
end
htsrt=sortr(httres2);
maxidly=sort(maksimum(httres2));
maxin=maxidly*1e9;
[a1 a2]=size(maxin);
ite=1;
k=1;
for j=a1+1:a2,
te=maxin(j-1);
if maxin(j)==te
ite=ite+1;
else
temp(k,1)=te;
temp(k,2)=ite;
ite=1;
k=k+1;
end
end
rt=temp(:,1);
rw=temp(:,2);
ma=max(temp(:,2));
f3=find(temp(:,2)==ma);
f3=max(f3);
[a1 a2]=size(maxin);
for i=a1:(f3-1)
temp1(i,:)=temp(i,:);
68
end
tk1=temp1(:,1);
tk2=temp1(:,2);
data{1}=fr;
data{2}=mag;
data{3}=pha;
data{4}=mlin;
data{5}=wind;
data{6}=hfw;
data{7}=htnorm;
data{8}=htnormlog;
data{9}=wtlog;
data{10}=httres;
data{11}=httres2;
data{12}=rt;
data{13}=rw;
data{14}=maxin;
data{15}=tk1;
data{16}=tk2;
save('prosesq');
n=401;
wind=hamming(n);
f=frek;
m=magn;
p=phas;
mlin=10.^(m/20);
magrec=mlin.*(exp((i*(2*pi/360)*p)));
hf=magrec.*wind;
hfw=abs(hf);
ht=ifft2(hf,n,1);
maks=max(abs(ht));
htnorm=(abs(ht))./maks;
htlog=20*log10(abs(ht));
69
maksi=max(htlog);
htnormlog=htlog-maksi;
wind=hamming(401);
wt=ifft(wind,512);
wt2=ifftshift(wt);
wt3=20*log10(abs(wt2));
mwt=max(wt3);
wtlog=wt3-mwt;
hsl=htnormlog;
for k=1:401,
treshold -40dB
if (hsl(k) <= -40)
tres(k)=-40;
else
tres(k)=(hsl(k));
end
end
httres=tres';
httres1=10.^(httres/20);
httres2=zeros(401,1);
for a=1:401
if(httres1(a,1)==1)
for b=a:(401-a)
if(httres1(b,1)>0.01)
httres2(b,1)=httres1(b);
else
continue;
end
end
end
end
save('hitung');
c=3e+8;
l=c/1.7e+9;
fs=2e+8;
dly=(20/(0.66*c))+((4+l)/c);
pss=round(dly/5e-9);
for i=1:n
if(httres(pss,i)==1)
if((httres(pss,i)~=0)&&(httres(pss+1,i)~=0)&&(httres(pss+2,i)~=0))
htexp(:,indx)=httres(:,i);
indx=indx+1;
end
else
continue;
end
end
save('sort');
if nargout
[varargout{1:nargout}] = gui_mainfcn(gui_State, varargin{:});
else
gui_mainfcn(gui_State, varargin{:});
end
c=3e+8;
wty=-256:1:255;
lamda=c/1.7e+9;
fs=2e+8;
dly=(20/(0.66*c))+((4+lamda)/c);
t=1:401;
tm=t./fs;
tdly=(tm-dly)*1e9;
72
th=(1/200e6)*1e9;
antn1=' -> Sejajar dinding';
antn2=' -> Tegak Lurus dinding';
antn3=' -> Di Tengah ruang';
if(grafik<=5)
horis=data{1};
else if(grafik==8)
horis=wty;
else
horis=tdly;
end
end
if(grafik==3)
data{grafik+1}(:,co1)=data{grafik+1}(:,co1).*(10^4);
data{grafik+1}(:,co2)=data{grafik+1}(:,co2).*(10^4);
data{grafik+1}(:,co3)=data{grafik+1}(:,co3).*(10^4);
end
switch grafik
case 1
judul='Magnitudo dari {\itTransfer Function}';
sbx='Frekuensi (MHz)';
sby='dB';
case 2
judul='Phase dari {\itTransfer Function}';
sbx='Frekuensi (MHz)';
sby='Sudut {\theta}';
case 3
judul='Magnitudo dari {\itTransfer Function}';
sbx='Frekuensi (MHz)';
sby='Amplitudo Linier 10e-4';
73
case 4
judul='Window Hamming dengan panjang 401';
sbx='Frekuensi (MHz)';
sby='Amplitudo';
case 5
judul='{\itTransfer Function} estimasi';
sbx='Frekuensi (MHz)';
sby='Tegangan (v)';
case 6
judul='{\itResponse Impulse} domain waktu';
sbx='Waktu(ns)';
sby='Amplitudo Linier';
case 7
judul='{\itResponse Impulse} domain waktu';
sbx='Waktu (ns)';
sby='dB';
case 8
judul='Window Hamming domain waktu';
sbx='Waktu (ns)';
sby='dB';
case 9
judul='{\itResponse Impulse} domain waktu {\it(thresholded)}';
sbx='Waktu (ns)';
sby='dB';
case 10
judul='Binning dan {\itMaximum Excess Delay}';
sbx='Waktu (ns)';
sby='Amplitudo ternormalisasi';
case 11
judul='Distribusi Maximum Excess Delay';
sbx='Maximum Excess Delay (ns)';
sby='Jumlah Sampel';
end
if (grafik==11)
switch ukurum
case 1
set(handles.axes1,'visible','on');
axes(handles.axes1);
cla;
74
bar(data{12},data{13});
axis([90 200 0 6]);
title(['Distribusi {\itMaximum Excess Delay} pada ruang '
num2str(ukurum)]);
xlabel('Maximum Excess Delay (nS)');
ylabel('Jumlah Sampel');
case 2
set(handles.axes1,'visible','on');
axes(handles.axes1);
cla;
bar(data{15},data{16});
axis([100 150 0 6]);
title(['Distribusi {\itMaximum Excess Delay} pada ruang '
num2str(ukurum)]);
xlabel('Maximum Excess Delay (nS)');
ylabel('Jumlah Sampel');
case 3
set(handles.axes1,'visible','on');
axes(handles.axes1);
cla;
bar(data{12},data{13});
axis([40 80 0 4]);
title(['Distribusi {\itMaximum Excess Delay} pada ruang '
num2str(ukurum)]);
xlabel('Maximum Excess Delay (nS)');
ylabel('Jumlah Sampel');
end
else
grfik=grafik+1;
switch aktif
case 1
set(handles.axes1,'visible','on');
axes(handles.axes1);
cla;
if (grafik==10)
stemku(horis,data{grfik}(:,co1),judul,antn1,sbx,sby);
axis([-10 100 0 1]);
text(50, 0.8,['Maximum Excess Delay = '
num2str(data{14}(1,co1)) ' ns']);
75
else
plotku(horis,data{grfik}(:,co1),judul,antn1,sbx,sby);
if(grafik==9)
axis([-10 100 -40 0]);
else if(grafik==8)
axis([-25 25 -60 0]);
end
end
end
case 2
set(handles.axes1,'visible','on');
axes(handles.axes1);
cla;
if (grafik==10)
stemku(horis,data{grfik}(:,co2),judul,antn2,sbx,sby);
axis([-10 150 0 1]);
text(50, 0.8,['Maximum Excess Delay = '
num2str(data{14}(1,co2)) ' ns']);
else
plotku(horis,data{grfik}(:,co2),judul,antn2,sbx,sby)
if(grafik==9)
axis([-10 100 -40 0]);
end
end
case 3
set([handles.axes2,handles.axes3],'visible','on');
axes(handles.axes2);
cla;
if (grafik==10)
stemku(horis,data{grfik}(:,co1),judul,antn1,sbx,sby);
axis([-10 150 0 1]);
text(50, 0.8,['Maximum Excess Delay = '
num2str(data{14}(1,co1)) ' ns']);
else
plotku(horis,data{grfik}(:,co1),judul,antn1,sbx,sby);
if(grafik==9)
axis([-10 100 -40 0]);
end
end
76
axes(handles.axes3);
cla;
if (grafik==10)
stemku(horis,data{grfik}(:,co2),judul,antn2,sbx,sby);
axis([-10 150 0 1]);
text(50, 0.8,['Maximum Excess Delay = '
num2str(data{14}(1,co2)) ' ns']);
else
plotku(horis,data{grfik}(:,co2),judul,antn2,sbx,sby);
if(grafik==9)
axis([-10 100 -40 0]);
end
end
case 4
set(handles.axes1,'visible','on');
axes(handles.axes1);
cla;
if (grafik==10)
stemku(horis,data{grfik}(:,co3),judul,antn3,sbx,sby);
axis([-10 150 0 1]);
text(50, 0.8,['Maximum Excess Delay = '
num2str(data{14}(1,co3)) ' ns']);
else
plotku(horis,data{grfik}(:,co3),judul,antn3,sbx,sby)
if(grafik==9)
axis([-10 100 -40 0]);
end
end
case 5
set([handles.axes2,handles.axes3],'visible','on');
axes(handles.axes2);
cla;
if (grafik==10)
stemku(horis,data{grfik}(:,co1),judul,antn1,sbx,sby);
axis([-10 150 0 1]);
text(50, 0.8,['Maximum Excess Delay = '
num2str(data{14}(1,co1)) ' ns']);
else
plotku(horis,data{grfik}(:,co1),judul,antn1,sbx,sby);
if(grafik==9)
77
axes(handles.axes3);
cla;
if (grafik==10)
stemku(horis,data{grfik}(:,co3),judul,antn3,sbx,sby);
axis([-10 150 0 1]);
text(50, 0.8,['Maximum Excess Delay = '
num2str(data{14}(1,co3)) ' ns']);
else
plotku(horis,data{grfik}(:,co3),judul,antn3,sbx,sby);
if(grafik==9)
axis([-10 100 -40 0]);
end
end
case 6
set([handles.axes2,handles.axes3],'visible','on');
axes(handles.axes2);
cla;
if (grafik==10)
stemku(horis,data{grfik}(:,co2),judul,antn2,sbx,sby);
axis([-10 150 0 1]);
text(50, 0.8,['Maximum Excess Delay = '
num2str(data{14}(1,co2)) ' ns']);
else
plotku(horis,data{grfik}(:,co2),judul,antn2,sbx,sby);
if(grafik==9)
axis([-10 100 -40 0]);
end
end
axes(handles.axes3);
cla;
if (grafik==10)
stemku(horis,data{grfik}(:,co3),judul,antn3,sbx,sby);
axis([-10 150 0 1]);
text(50, 0.8,['Maximum Excess Delay = '
num2str(data{14}(1,co3)) ' ns']);
78
else
plotku(horis,data{grfik}(:,co3),judul,antn3,sbx,sby);
if(grafik==9)
axis([-10 100 -40 0]);
end
end
case 7
set([handles.axes4,handles.axes5,handles.axes6],'visible','on');
axes(handles.axes4);
cla;
if (grafik==10)
stemku(horis,data{grfik}(:,co1),judul,antn1,sbx,sby);
axis([-10 150 0 1]);
text(50, 0.8,['Maximum Excess Delay = '
num2str(data{14}(1,co1)) ' ns']);
else
plotku(horis,data{grfik}(:,co1),judul,antn1,sbx,sby);
if(grafik==9)
axis([-10 100 -40 0]);
end
end
axes(handles.axes5);
cla;
if (grafik==10)
stemku(horis,data{grfik}(:,co2),judul,antn2,sbx,sby);
axis([-10 150 0 1]);
text(50, 0.8,['Maximum Excess Delay = '
num2str(data{14}(1,co2)) ' ns']);
else
plotku(horis,data{grfik}(:,co2),judul,antn2,sbx,sby);
if(grafik==9)
axis([-10 100 -40 0]);
end
end
axes(handles.axes6);
cla;
if (grafik==10)
stemku(horis,data{grfik}(:,co3),judul,antn3,sbx,sby);
79
function plotku(horis,sumbuy,judul,antn,sbx,sby)
plot(horis,sumbuy)
title([judul antn]);
xlabel(sbx);
ylabel(sby);
grid;
function stemku(horis,sumbuy,judul,antn,sbx,sby)
stem(horis,sumbuy)
title([judul antn]);
xlabel(sbx);
ylabel(sby);
if nargout
[varargout{1:nargout}] = gui_mainfcn(gui_State, varargin{:});
else
gui_mainfcn(gui_State, varargin{:});
end
if nargout
[varargout{1:nargout}] = gui_mainfcn(gui_State, varargin{:});
else
gui_mainfcn(gui_State, varargin{:});
end
potoku=imread('photo.jpg','jpg');
axis off;
imshow(potoku);